Proses Penegakan Hukum (gakkum) tindak pidana riksa saksi tsk; AKBP DADANG

99
SILABUS DAN DESAIN PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN PELATIHAN BINTARA GAKKUM POLAIR MATERI PROSES PENEGAKKAN HUKUM TINDAK PIDADAN (PEMERIKSAAN SAKSI DAN TERSANGKA) BAHAN BELAJAR (HANJAR) Disusun dalam rangka Pelatihan Bintara Gakkum Polair GADIK SPN POLDA JAMBI AKBP DADANG DJOKO KARYANTO. 1

Transcript of Proses Penegakan Hukum (gakkum) tindak pidana riksa saksi tsk; AKBP DADANG

Page 1: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

SILABUS DAN DESAIN PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN

PELATIHAN BINTARA GAKKUM POLAIR

MATERI PROSES PENEGAKKAN HUKUM TINDAK PIDADAN (PEMERIKSAAN SAKSI DAN TERSANGKA)

BAHAN BELAJAR (HANJAR)

Disusun dalam rangka Pelatihan Bintara Gakkum Polair

GADIK SPN POLDA JAMBIAKBP DADANG DJOKO KARYANTO.

SEKOLAH POLISI NEGARA POLDA JAMBI

JAMBI

2016

1

Page 2: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH JAMBI SEKOLAH POLISI NEGARA JAMBI

PELATIHAN BINTARA GAKKUM POLAIR HARI KE-5MATA PELAJARAN TEKNIK DAN TAKTIK GAKKUM

MATERI PROSES PENEGAKKAN HUKUM TINDAK PIDANA (PEMERIKSAAN SAKSI DAN TERSANGKA)

BAB 1 Pendahuluan

A. UmumPengertian tindak pidana di laut adalah tindak pidana yang hanya bisa terjadi di lautan dan

tidak bisa terjadi di darat, dibedakan dengan tindak pidana umum yang terjadi di laut. Berawal dari

pengertian tersebut maka timbullah akibatnya yaitu berupa tindak pidana di laut menjadi suatu

tindak pidana khusus yang mengandung arti bahwa tindak pidana di laut mempunyai kekkhususan tersendiri. Kekhususan itu bisa terjadi meliputi seluruh unsur tindak pidana ((Subyek, Kesalan,

Bersifat melawan hukum, Bertentangan dengan undang-undang, maupun unsur-unsur lainnya

misalnya : Tempat, Waktu dan Keadaan Lainnya) (Sianturi, SH, Tindak Pidana Khusus)). Karena

merupakan tindak pidana khusus disebut juga delik khusus, delik tersebar, delik diluar KUHP, maka

penyelesaiannyapun mempunyai kekhususan yang menyimpang dari tindak pidana umum (KUHP)

sedangkan hukum acara juga ada penyimpangan dengan KUHAP, bahkan aparat penegak hukum,

hukum yang ditegakkan juga ada penyimpangan dan medianya juga lain, yaitu berupa laut yang

mempunyai sifat Internasional sedangkan tata cara melakukan tindak pidana di lautpun berbeda

karena menggunakan Kapal, namun baik KUHP maupun KUHAP masih tetap melingkupi tindak

pidana di laut.

Trend perkembangan lingkungan strategis baik global, regional maupun nasional

diperairan, dengan berbagai bentuk gangguan kamtibmas menimbulkan dampak yang berspektrum

luas di berbagai bidang kehidupan. Polri telah membagi golongan kejahatan kedalam 4(empat) golongan/jenis. Pertama, kejahatan konvensional seperti kejahatan jalanan, premanisme,

banditisme, perjudian, pencurian dan lain-lain; Kedua, kejahatan transnational yaitu : terroris,

2

Page 3: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

trafficking in persons, money laundering, sea piracy and armed robbery at sea, arms smuggling, cyber crime and international economic crime; Ketiga, kejahatan terhadap kekayaan negara seperti korupsi, illegal logging, illegal fishing, illegal minning, penyelundupan, penggelapan pajak,

penyalahgunaan BBM, dan lain-lain serta Keempat, kejahatan yang berimplikasi kontijensi seperti SARA, separatisme, konflik horizontal dan vertikal serta unjuk rasa anarkis.

Berdasarkan teori efektivitas hukum (Soerjono Soekanto, 2011:8), efektif atau tidaknya suatu penegakan hukum ditentukan oleh 5 faktor yaitu :1) Faktor hukumnya/UU, 2) penegak hukum, 3) sarana, 4) masyarakat dan 5) kebudayaan. Dalam berfungsinya hukum, mentalitas

atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik,

tetapi kualitas petugas kurang baik, akan menjadi masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu,

salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas/ kepribadian penegak hukum itu sendiri. Dalam Teori Kriminologi (J.E Sahetapy, 1992:78),dalam rangka implementasi

penegakan hukum “Bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebijakan, dan

Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kesalahan”.

Relevan dengan hal tersebut B. M. Taverne mengatakan, “geef me goede rechter, goede rechter commissarissen, goede officieren van justitieen, goede politie ambtenaren, en ik zal met een slecht wetboek van strafprosesrecht het goede beruken” bahwasannya beliau mengatakan “berikan aku hakim, jaksa, polisi dan advokat yang baik, maka aku akan berantas kejahatan meskipun tanpa secarik undang-undang pun”. Dengan kata lain, “berikan padaku hakim dan jaksa yang baik, maka dengan hukum yang buruk pun saya bisa mendatangkan keadilan . Artinya,

bagaimana pun lengkapnya suatu rumusan undang-undang, tanpa didukung oleh aparatur penegak

hukum yang baik, memiliki moralitas dan integritas yang tinggi, maka hasilnya akan buruk.

Sementara itu di Indonesia saat ini memiliki 13 (tiga belas) lembaga penegak hukum di

laut. Dari jumlah tersebut terdiri dari 6(enam) lembaga yang mempunyai satgas patroli dilaut dan 7

(tujuh) lembaga penegak hukum lainnya tidak memiliki satuan tugas patroli di laut. Lembaga

penegak hukum yang memiliki satgas patroli di laut adalah : 1.TNI-AL; 2.Polri/Direktorat Kepolisian

Perairan; 3.Kementerian Perhubungan/Dirjen HUBLA; 4.Kementerian Kelautan dan

Perikanan/Dirjen PSDKP; 5.Kementerian Keuangan/Dirjen Bea Cukai; dan 6.Badan Keamanan

Laut (Bakamla). Lembaga penegak hukum tersebut, melaksanakan patroli terkait dengan keamanan

dan keselamatan dilaut secara sektoral sesuai dengan kewenangan yang dimiliki berdasarkan

Peraturan Perundang-undangan masing-masing.

B. Tujuan Pelatihan Bintara Gakkum Polair

3

Page 4: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

Tujuan Pelatihan Bintara Gakkum Polair ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan serta sikap perilalu Bintara Polri sehingga memiliki kemampuan dalam melaksanakan

penegakkan hukum diperairan melalui mekanisme pelaksanaan patroli perairan, hasil pemeriksaan

dokumen dan kapal dapat diketahui bahwa telah terjadi suatu tindak pidana atau pelanggaran

terhadap ketentuan peraturan yang berlaku.

C. Standar Kompetensi UmumStandar kompetensi utama untuk lulusannya yang diharapkan adalah :

1. Mampu melaksanakan pengembangan diri dan perubahan mindset dan culture set;

2. Mampu menerapkan karakter insan Bhayangkara sesuai etika profesi Polri;

3. Mampu menerapkan budaya anti korupsi

D. Standar Kompetensi Utama Standar kompetensi utama untuk lulusannya yang diharapkan adalah :

1. Mampu memahami dan menguasai perundang-undangan yang berkaitan dengan

perairan;

2. Mampu memahami, menguasai dan melaksanakan teknik pemetaan;

3. Mampu memahami, menguasai dan melaksanakan teknik dan taktik gakkum;

4. Mampu memahami, menguasai dan membuat Lapgas;

E. Kompetensi DasarKompetensi dasar yang diharapkan adalah agar Personil Bintara Polair memiliki

kemampuan memahami, menguasai dan melaksanakan cara bertindak penegakkan hukum

dalam hal prosedur penghentian kapal, prosedur pemeriksaan kapal, dan administrasi pemeriksaan

kapal.

F. Indikator Hasil Belajar :Setelah menyelesaikan proses kegiatan belajar ini, Personil Bintara Polair memiliki

kemampuan memahami, menguasai dan melaksanakan proses penegakkan hukum.

G. Pokok Bahasan:Proses Penegakan Hukum Tindak Pidana (Pemeriksaan Saksi dan Tersangka);

Waktu : waktu yang disediakan adalah 450 Menit (10 JP)

4

Page 5: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

BAB II.Proses Penegakkan Hukum Tindak Pidana

A.Permasalahan dan Pendapat Para Ahli Hukum

5

Page 6: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

Pemberitaan media terkini sebagai wujud ketegasan pemerintah yaitu pada akhir-akhir ini

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sangat gencar melakukan melakukan penangkapan

dan penenggelaman kapal illegal. Ternyata kegiatan ini menurut pengamat hukum laut belum

didukung oleh payung hukum yang cukup kuat. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) belum memuat tentang aturan bagaimana proses

penangkapan kapal yang didahului penghentian dan pemeriksaan terhadap kapal dilaut. Melihat

perkembangan pada era Globalisasi khususnya terkait tindak pidana dilautan maka diperlukan

adanya suatu perubahan terhadap peraturan perundang-undangan, akibat selama ini telah

banyaknya kapal-kapal yang beroperasi melewati perairan yurisdiksi nasional bahkan melakukan

tindak pidana dan pelanggaran diwilayah perairan NKRI.

Pertanyaannya adalah apakah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ,Masih relevan dengan kondisi saat ini, bila dikaitkan dengan kewenangan Penyidik tindak pidana tertentu di laut? Menurut pendapat penulis Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak relevan dengan kondisi saat ini, KUHAP

kewenangan penyidikan terletak pada ranah kewenangan Kepolisian, KUHAP seolah dipaksakan

untuk menfasilitasi atau mengakomodir penyidik diluar kepolisian. Hal demikian bisa kita dalami

secara runtut pada Undang-Undang Tentang Hukum Acara Pidana. Bab I, Ketentuan Umum

Pasal 1, Yang dimaksud dalam undang-undang ini dengan:

1. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil

tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

2. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam

undang undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat

terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

3. Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik Indonesia yang karena diberi

wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini;

4. Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh

undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan;

5. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu

peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan

penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Penulis menyakini bahwa Undang-Undang Tentang Hukum Acara Pidana. Bab I, Ketentuan Umum

Pasal 1, Yang dimaksud dalam undang-undang ini, penyidikan ada pada ranah dan kewenangan

pejabat kepolisian negara Republik Indonesia, termasuk penyelidikan, atau pejabat pegawai negeri

6

Page 7: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan, menurut penulis sama saja tetap merupakan kewenangan pejabat kepolisian, Pasal 6, (1) Penyidik adalah, c a pejabat polisi negara Republik Indonesia;o b. pejabat pegawai negeri sipil

tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. (2) Syarat kepangkatan pejabat

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

Bagian Kedua, Penyidikan, Pasal 106, Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau

pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga, (1) Untuk merupakan tindak pidana

wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan. Pasal 107, kepentingan penyidikan,

penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a memberikan petunjuk kepada penyidik tersebut pada

Pasal 6 ayat (1) huruf b dan memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan;

Bagaimana pendapat para pengamat hukum pidana (menurut Pengamat Hukum Laut Ali Ridho (kandidat doktor hukum dari Universitas Borobudur) terkait peahaman KUHAP yang sekarang ini?, jika dipahami, dan didalami pasal-pasal substansi dalam KUHAP saat ini masih

mengatur hukum acara bagi penyidik di wilayah daratan, sementara penyidik tindak pidana tertentu

dilautan seperti TNI AL, PPNS Bea Cukai, PPNS Perikanan, PPNS Kehutanan dan lain-lain dalam

proses penyidikan belum mempunyai KUHAP khusus Tindak Pidana Tertentu di Laut.

Sebagai gambaran dan perbandingan antara Penyidik TNI Angkatan Laut dengan PPNS Perikanan

mempunyai cara sendiri-sendiri dalam proses penghentian dan pemeriksaan kapal di laut, untuk

PPNS Perikanan berdasarkan standart operasional prosedur (SOP) sedangkan TNI Angkatan Laut

berdasarkan Prosedur Tetap Keamanan Laut (Protap Kamla).

Diakui beberapa produk Undang-Undang yang ada di Indonesia seperti Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan dan

Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan masih bercampur antara hukuman

pidana dan acara hukum pidana.

Seperti apakah keinginan para ahli hukum kelautan terhadap wacana munculnya KUHAP Kelautan? 1.setiap satu tindak pidana dilaut diatur dalam satu Undang-Undang. 2.Dalam

melaksanakan penegakan hukum dilaut seharusnya penyidik/ penegak hukum di laut dipayungi

hukum acara yang komprehensif sebagai pedoman bagi penyidik dari instansi manapun asalkan

mereka penyidik tindak pidana tertentu di laut yang ditunjuk berdasarkan Undang-Undang. 3. setiap

7

Page 8: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

penyidik dari instansi manapun mempunyai acuan/dasar hukum acara yang jelas. 4. Melihat pasal-

pasal diatas seharusnya instansi terkait melakukan pembaharuan hukum yang tidak bersifat ego

sektoral tetapi lebih mengedepankan kepentingan Nasional dengan melakukan komunikasi dan

harmonisasi.

Permasalahan ini dari Pos Kota News (faisal/sir), kemudian di Diunduh pada hari Senin tanggal 16

Mei 2016 pkl 14.45 wib

Bagaimana Prosedur Pemeriksaan Tersangka dalam Kode Etik Kepolisian?

Biasanya dapat kita lihat bahwa di seluruh Indonesia aparat Polri dalam melakukan

pemeriksaan/interogasi terhadap tersangka berdasarkan pendapat masyarakat sering diklaim oknum

aparat melakukan tindak kekerasan. Beberapa penelitian dan polling pendapat dari masyarakat

menanyakan, Apakah Polri tidak memiliki suatu prosedural atau kode etik dalam melakukan

pemeriksaan terhadap tersangka sehingga dengan seenaknya main pukul atau maki terhadap

tersangka yang juga memiliki hak-hak asasi? Bahkan mereka masyarakat mengomentari, Bila

melihat masa pendidikan para bintara Polri apakah mungkin mereka mengerti dalam melaksanakan

segala aturan hukum khususnya Hukum Pidana?

Jawaban :

Pemeriksaan Tersangka maupun Saksi di Kepolisian pada dasarnya diatur dalam UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) dan juga UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (“UU PSK”). Selain kedua UU tersebut, ada juga UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (“UU Kepolisian”) yang pada

dasarnya mengamanatkan dalam Bab V tentang Pembinaan Profesi. Turunan dalam UU Kepolisian

tersebut di antaranya adalah Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkap 7/2006”) dan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Perkap 8/2009”).

Secara khusus, KUHAP telah mengatur pada Bab VI tentang Tersangka dan Terdakwa dan Bab VII

tentang Bantuan Hukum. Ketentuan–ketentuan lainnya yang menjamin hak-hak tersangka juga

tersebar dalam pasal-pasal lain dalam KUHAP seperti dalam hal pra peradilan ataupun dalam ganti

kerugian akibat upaya paksa yang melawan hukum. Selain itu dalam UU PSK, khususnya

dalam Pasal 5 ayat (1)telah merinci dengan cukup baik hak–hak saksi/korban selama menjalani

pemeriksaan baik di tingkat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di Pengadilan.

8

Page 9: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

Jelaskan Perkap Nomor 7 tahun 2006, bahwa Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa menghindarkan diri dari perbuatan tercela dan sebutkan tindakan-tindakan yang tidak boleh dilakukan!Dalam Perkap 7/2006, khususnya dalam Pasal 7 telah dijelaskan bahwa Anggota Kepolisian Negara

Republik Indonesia senantiasa menghindarkan diri dari perbuatan tercela yang dapat merusak

kehormatan profesi dan organisasinya, dengan tidak melakukan tindakan-tindakan berupa:

(a) Bertutur kata kasar dan bernada kemarahan;

(b) Menyalahi dan atau menyimpang dari prosedur tugas;

(c) Bersikap mencari-cari kesalahan masyarakat;

(d) Mempersulit masyarakat yang membutuhkan bantuan/pertolongan;

(e) Menyebarkan berita yang dapat meresahkan masyarakat;

(f) Melakukan perbuatan yang dirasakan merendahkan martabat perempuan;

(g) Melakukan tindakan yang dirasakan sebagai perbuatan menelantarkan anak-anak di bawah

umur; dan;

(h) Merendahkan harkat dan martabat manusia.

Sebutkan hal-hal yang tidak boleh dilakukan larang anggota Polri untuk tidak melanggar HAM terkait Perkap nomor 8 tahun 2009 !Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan

Standar HAM dalam Penyelengaraan Tugas Polri khususnya dalam Pasal 11 ayat (1) telah

ditegaskan bahwa setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan:

(a) penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum;

(b) penyiksaan tahanan atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan;

(c) pelecehan atau kekerasan seksual terhadap tahanan atau orang-orang yang disangka terlibat

dalam kejahatan;

(d) penghukuman dan/atau perlakuan tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia;

(e) korupsi dan menerima suap;

(f) menghalangi proses peradilan dan/atau menutup-nutupi kejahatan;

(g) penghukuman dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum (corporal punishment);(h) perlakuan tidak manusiawi terhadap seseorang yang melaporkan kasus pelanggaran HAM

oleh orang lain;

(i) melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan yang tidak berdasarkan hukum;

(j) menggunakan kekerasan dan/atau senjata api yang berlebihan

9

Page 10: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

Peraturan manakah yang menjadi parameter sikap perilaku yang tidak boleh dilakukan oleh seorang aparat Kepolisian RI dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan?Dalam Pasal 13 ayat (1) Perkap nomor 8/2009 juga disebutkan bahwa dalam melaksanakan

kegiatan penyelidikan, setiap petugas Polri dilarang:

(a) melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, psikis ataupun seksual untuk mendapatkan

informasi, keterangan atau pengakuan;

(b) menyuruh atau menghasut orang lain untuk melakukan tindakan kekerasan di luar proses

hukum atau secara sewenang-wenang;

(c) memberitakan rahasia seseorang yang berperkara;

(d) memanipulasi atau berbohong dalam membuat atau menyampaikan laporan hasil penyelidikan;

(e) merekayasa laporan sehingga mengaburkan investigasi atau memutarbalikkan kebenaran;

(f) melakukan tindakan yang bertujuan untuk meminta imbalan dari pihak yang berperkara.

Berdasarkan keseluruhan peraturan ini tentunya diharapkan bahwa setiap anggota kepolisian dapat

bertindak sesuai dengan peraturan perundang–undangan yang berlaku di Indonesia. Demikian

jawaban kami, terima kasih.

Sebutkan dasar hukum bahwa insan Polri memiliki kewenangan terhadap penyidikan dan penyelidikan tindak pidana serta landasan perilaku yang diharapkan oleh masyarakat:! Jawabannya adalah sebagai berikut antara lain

1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)

2. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

3. Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

4. Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik

Indonesia

5. Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam

Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia

Jelaskan maksudnya bahwa para penyidik dalam melaksanakan kegiatannya terikat kepada

peraturan-peraturan, perundang-undangan, dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam

menjalankan tugasnya. Dalam pelaksanaan proses kegiatan penyidikan, peluang-peluang untuk

melakukan penyimpangan atau penyalagunaan wewenang!

Tahap Penyelidikan Seorang penyidik dalam melaksanakan tugasnya memiliki koridor hukum yang

harus di patuhi, dan diatur secara formal, apa dan bagaimana tata cara pelaksanaan, tugas-tugas

10

Page 11: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

dalam penyelidikan. Artinya para penyidik dalam melaksanakan kegiatannya terikat kepada

peraturan-peraturan, perundang-undangan, dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam

menjalankan tugasnya. Dalam pelaksanaan proses kegiatan penyidikan, peluang-peluang untuk

melakukan penyimpangan atau penyalagunaan wewenang untuk tujuan tertentu, memungkinkan

terjadi bukan mustahil hal yang demikian akan dilakukan oleh oknum anggota Polri . Karena itulah

semua ahli kriminalistik menempatkan etika penyidikan sebagai bagian dari profesionalisme yang harus dimiliki oleh seorang penyidik sebagai bagian dari profesionalisme yang harus dimiliki oleh seorang penyidik. Bahkan, apabila etika penyidikan tidak dimiliki oleh seseorang penyidik dalam menjalankan tugas -tugas penyidikan, cenderung akan terjadi tindakan sewenang-wenang petugas

yang tentu saja akan menimbulkan persoalan baru. Ruang lingkup penyelidikan adalah serangkaian

tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak

pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang mengatur

dalam undang-undang No 26 tahun 2000 pasal I angka 5. Penyelidik karena kewajibannya

mempunyai wewenang menerima laporan, mencari keterangan dan barang bukti, menyuruh berhenti

orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri, dan mengadakan

tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1)

KUHAP, untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik dapat melakukan

penangkapan. Namun untuk menjamin hak hak asasi tersangka, perintah penangkapan tersebut

harus didasarkan pada bukti permulaan Barang Bukti. Penyelidikan yang dilakukan penyelidik dalam

hal ini tetap harus menghormati asas praduga tak bersalah (presumption of innocence)

sebagaimana di sebutkan dalam penjelasan umum butir 3c KUHAP. Penerapan asas ini tidak lain

adalah untuk melindungi kepentingan hukum dan hak-hak tersangka dari kesewenang-wenangan

kekuasaan para aparat penegak hukum. Selanjutnya kesimpulan hasil penyelidikan ini disampaikan

kepada penyidik. Apabila didapati tertangkap tangan, tanpa harus menunggu perintah penyidik,

penyelidik dapat segara melakukan tindakan yang diperlukan seperti penangkapan, larangan,

meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan. Selain itu penyelidik juga dapat meakukan

pemerikasaan surat dan penyitaan surat serta mengambil sidik jari dan memotret atau mengambil

gambar orang atau kelopmpok yang tertangkap tangan tersebut. Selain itu penyidik juga dapat

membawa dang mengahadapkan oarang atau kelompok tersebut kepada penyidik. Dalam hal ini

Pasal 105 KUHAP menyatakan bahwa melaksanakan penyelidikan, penyidikan, penyelidik

dikoordinasi, diawasi dan diberi petunjuk oleh penyidik. Tahap Penyidikan. Pengertian penyidikan

diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang terdapat Pada Pasal 1 butir I yang

berbunyi sebagai berikut: "Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia Atau Pejabat

Pegawai Negari Sipil tertentunyang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan

11

Page 12: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

penyidikan." Dari pengertian penyidik diatas, dalam penjelasan undang-undang disimpulkan

mengenai pajabat yang berwenang untuk melakukan penyidikan yaitu: Pejabat Polisi Negara

Republik Indonesia (POLRI); dan Pejabat Pegawai Negari Sipil yang diberi wewenang khusus oleh

Undang-undang untuk melakukan penyidikan. Selain penyidik, dalam KUHAP dikenal pula penyidik

pembantu, ketentuan mengenai hal ini terdapat pada Pasal I butir 3 KUHAP, yangmenyebutkan

bahwa: "Penyidik pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena

diberikan diberi wewenang tertentu dapat melakukan penyidikan yang diatur dalam undang-undang

ini". Selanjutnya mengenai pengertian penyidik pembantu diatur dalam Pasal 1 Butir 12 Undang-

undang No.2 tahun 2002, yang menyatakan Bahwa: "Penyidik Pembantu adalah pejabat Kepolisian

Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia

berdasarkan syarat kepangkatan dan diberi wewenang tertentu dalam melakukan tugas penyidikan

yang diatur dalam Undang-undang". Mengenai Penyidik Negari Sipil Dijelaskan lebih lanjut dalam

penjelasan Pasal 7 ayat (2) KUHAP, Bahwa "Yang dimaksud dengan penyidik dalam ayat ini adalah

misalnya pejabat bea cukai, pejabat imigrasi, pejabat kehutanan yang melakukan tugas penyelidikan

sesuai dengan wewenang khusus yang diberikan oleh undang-undang yang menjadi dasar

hukumnya masing-masing." Berdasarkan ketentuan perundang-undangan mengenai penyidik dan

penyidik pembantu di atas, dapat diketahui bahwa untuk dapat melaksanakan tugas penyidikan

harus ada pemberian wewenang. Mengenai pemberian wewenang tersebut menurut Andi Hamzah,

berpendapat bahwa: "Pemberian wewenang kepada penyidik bukan semata-mata didasarkan atas

kekuasaan tetapi berdasarkan atas pendekatan kewajiban dan tanggung jawab yang diembannya,

dengan demikian kewenangan yang diberikan disesuaikan dengan kedudukan, tingkat kepangkatan,

pengetahuan serta ringannya kewajiban dan tanggung jawab penyidik." Tugas penyidikan yang

dilakukan oleh Penyidik POLRI adalah merupakan penyidik tunggal bagi tindak pidana Umum,

tugasnya sebagai penyidik sangat sulit dan membutuhkan tanggung jawab yang besar, karena

penyidikan merupakan tahap awal dari rangkaian proses penyelesaian perkara pidana yang

nantinya akan berpengaruh bagi tahap proses peradilan selanjutnya. Sedangkan pada Pasal I butir 2

KUHAP menjelaskan mengenai pengertian penyidikan, sebagai berikut: "Penyidikan adalah

serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini

untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak

pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya" Segubungan dengan hal tersebut Yahya

Harahap memberikan Penjelasan mengenai penyidik dan penyidikan sebagai berikut: "Sebagaimana

yang telah dijelaskan pada pembahasan ketentuan umum Pasal I Butir I dan 2, Merumuskan

pengertian penyidikan yang menyatakan, penyidik adalah pejabat Polri atau pejabat pegawai negeri

tertentu yang diberi wewenang oleh undang-undang. Sadangkan penyidik sesuai dengan cara yang

12

Page 13: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

diatur dalam undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti, dan dengan bukti itu

membuat atau menjadi terang suatu tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan

tersangkanya atau pelaku tindak pidananya" Sedangkan Andi Hamzah dalam bukunya Hukum

Acara Pidana Indonesia menyimpulkan defenisi dari Pasal I Butir 2 KUHAP, sebagai berikut:

Penyidikan (acara pidana) hanya dapat dilakukan berdasarkan undang-undang, hal ini dapat

disimpulkan dari kata-kata...menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Ketentuan ini dapat

dibandingkan dengan Pasal 1 Ned.Sv. Yang berbunyi: Strafvordering heeft allen wet voorzien.

(Hukum acara pidana dijalankan hanya berdasarkan Undang-undang). Acara pidana dijalankan jika

terjadi tindak pidana hal ini dapat disimpulkan dari kata membuat terang tindak pidana yang terjadi,

hal inilah yang tidak disetujui oleh Van Bemmelen, karena, katanya mungkin saja acara pidana

berjalan tanpa terjadi delik; contoh klasik yang dikemukakan ialah kasus Jean Clas di Prancis yang

menyangkut seorang Ayah dituduh membunuh anaknya, padahal itu tidak terjadi namun proses

pidananya sudah berjalan. Selanjutnya Andi Hamzah kembali mengemukakan pendapatnya bahwa

Penyidikan ialah suatu istilah yang dimaksud sejajar dengan pengertian Opsparing (Belanda), dan

Investigation (Inggris) atau Penyisatan/Sjasat (Malaysia). Defenisi penyidikan dalam KUHAP.

Menurut bahasa Belanda adalah sama dengan Opsporing. Berikut ini Andi Hamzah mengutip pendapat De Pinto ang menyatakan bahwa; Menyidik (Opsporing). Berarti pemeriksaan permulaan

oleh Pejabat-pejabat yang untuk itu oleh undang-undang segera setelah mereka dengan jalan

apapun mendengar yang sekedar beralasan, bahwa ada terjadinya suatu pelanggaran hukum

Penyidikan merupakan aktivitas yurisdis yang dilakukan penyelidik untuk mencari dan menemukan

kebenaran sejati (Membuat terang jelas tentang tindak pidana yang terjadi. Apa yang dikemukakan

tentang penyelidikan tersebut diatas Buchari Said menyebutkan sebagai aktivitas yuridis,

maksudnya adalah aktivitas yang dilakukan berdasarkan aturan-aturan hukum positif sebagai hasil

dari tindakan tersebut harus dapat dipertanggung jawabkan secara yuridis pula, karena kata yuridis

menunjuk kepada adanya suatu peraturan hukum yang dimaksud tiada lain peraturan-peraturan

mengenai hukum acara pidana. Tujuan utama penyidikan adalah untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang dengan bukti dapat membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi dan

guna menemukan tersangkanya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal I butir 2 KUHAP Dalam

melaksanakan tugas penyidikan untuk mengungkapkan suatu tindak pidana, maka penyidik karena

kewajibannya mempunyai wewenang sebagimana yang tercantum di dalam isi ketentuan Pasal 7

ayat (1) Kitab Undang-udang Hukum Acara Pidana (KUHAP) jo. Pasal 16 ayat (1) Undang-undang

Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisan Negara Republik Indonesia, yang menyebutkan bahwa

wewenang penyidik adalah sebagi berikut: Menerima Laporan atau pengaduan dari seorang tentang

adanya tindak pidana; melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian; menyuruh

13

Page 14: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; melakukan

penangkapan, penahanan,penggeledahan dan penyitaan; mengenai sidik jari dan memotret

seseorang; memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; mendatang orang ahli

yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; mengadakan penghentian

penyidikan; mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Penyidikan yang

dilakukan tersebut didahului dengan pemberitahuan kepada penutut umum bahwa penyidikan

terhadap suatu peristiwa pidana telah mulai dilakukan. Secara formal pemberitahuan tersebut

disampaikan melalui mekanisme Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Hal tersebut

diatur dalam ketentuan Pasal 109 KUHAP. Namun kekurangan yang dirasa sangat menghambat

adalah tiada ada ketegasan dari kentuan tersebut kapan waktunya penyidikan harus diberitahukan

kepada Penuntut Umum. Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib

segara menyerahkan berkas perkara tersebut kepada penutut umum. Dan dalam hal penutut umum

berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut kurang lengkap. Penutut umum segera

mengembalikan berkas perkara tersebut kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. Apabila

pada saat penyidik menyerahkan hasil penyidikan, dalam waktu 14 Hari penutut umum tidak

mengembalikan berkas tersebut, maka penyidikan dianggap selesai. Tahap Penuntutan Dalam

Undang-undang ditentukan bahwa hak penututan hanya ada pada penututan umum yaitu Jaksa

yang diberi wewenang oleh kitab-kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana No.8 tahun tahun

1981. Pada Pasal 1 butir 7 KUHAP Tercantum defenisi penututan sebagai berikut; “Penuntutan

adalah tindakan penututan umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang

berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan

suapay diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan." Yang bertugas menurut atau

penuntut umum ditentukan di Pasal 13 jo Pasal butir 6 huruf b yang pada dasarnyan berbunyi :

“Penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan

penututan dan melaksanakan penetapan hakim “ Kemudian Muncul undang-undang No. 5 tahun

1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya tidak diberlakukan lagi dan diganti

oleh Undang-undang No. 16 tahun 2004, yang menyatakan bahwa kekuatan untuk melaksanakan

penuntutan itu dilakukan oleh kejaksaan. Dalam Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tetap

Kejaksaan Republik Indonesia yang memberikan wewenang kepada Kejaksaan (Pasal 30), yaitu:

Melakukan Penuntutan; Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan dan telah

memperoleh kekuatan hukum tetap; Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana

bersayarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat Melakukan penyidikan

terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang; Melengkapi berkas perkara tertentu

14

Page 15: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang

dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dan penyidik. Mengenai kebijakan penuntutan, penuntut

umumlah yang menentukan suatu perkara hasil penyidikan, apakah sudah lengkap ataukah tidak

untuk dilimpahkan ke Pengadilan Negeri untuk diadili. Hal ini diatur dalam pasal 139 KUHAP. Jika

menurut pertimbangan penututan umum suatu perkara tidak cukup bukti-bukti untuk diteruskan ke

Pengadilan ataukah perkara tersebut bukan merupakan suatu delik, maka penuntut umum membuat

membuat suatu ketetapan mengenai hal itu (Pasal 140 ayat (2) butir b (KUHAP). Mengenai

wewenang penutut umum untuk menutup perkara demi hukum seperti tersebut dalam Pasal 140 (2)

butir a (KUHAP), Pedoman pelaksanaan KUHAP memberi penjelasan bahwa “Perkara ditutup demi

hukum” diartikan sesuai dengan buku I Kitab Undang-undang Hukum Pidana Bab VIII tentang

hapusnya hak menuntut yang diatur dalam Pasal 76;77;78 dan 82 KUHP. Penuntutan Perkara

dilakukan oleh Jaksa Penuntut umum, dalam rangka pelaksanaan tugas penuntutan yang

diembannya. Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk

melakukan penuntutan dan melaksanakan penempatan hakim. Dalam melaksanakan penuntutan

yang menjadi wewenangnya, penuntut Umum segera membuat surat dakwaan berdasarkan hasil

penyidikan. Dalam hal didapati oleh penuntut umum bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa

tersebut bukan merupakan peristiwa pidana atau perkara ditutup demi hukum, maka penuntut umum

menghentikan penuntutan yang dituangkan dalam suatu surat ketetapan. Apabila tersangka berada

dalam tahanan tahanan, sedangkan surat ketetapan telah diterbitkan maka tersangka harus segera

di keluarkan dari tahanan. Selanjutnya, surat ketetapan yang dimaksud tersebut dikeluarkan dari

tahanan. Selanjutnnya, surat ketetapan yang dimaksud tersebut dibertahukan kepada tersangka.

Turunan surat ketetapan tersebut disampaikan kepada tersangka atau keluarga atau penasihat

hukum, pejabat rumah tahanan negara, penyidik dan hakim. Atas surat ketetapan ini maka dapat

dimohon praperadilan, sebagaimana diatur dalam BAB X, bagian kesatu KUHAP dan apabila

kemudian didapati alasan baru, penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap tersangka.

Nebis in Idem berarti tidak melakukan pemeriksaan untuk kedua kalinya mengenai tindakan (feit)

yang sama. Ketentuan ini disahkan pada pertimbangan, bahwa suatu saat (nantinya) harus ada

akhir dari pemeriksaan/penuntutan dan akhir dari baliknya ketentuan pidana terhadap suatu delik

tertentu. Asas ini merupakan pegangan agar tidak lagi mengadakan pemeriksaan/penuntutan

terhadap pelaku yang sama dari satu tindakan pidana yang sudah mendapat putusan hukum yang

tetap. Dengan maksud untuk menghindari dua putusan terhadap pelaku dan tindakan yang sama

juga akan menghindari usaha penyidikan/ penuntutan terhadap perlakuan delik yang sama, yang

sebelumnya telah pernah ada putusan yang mempunyai kekuatan yang tetap. Tujuan dari atas ini

ialah agar kewibawaan negara tetap junjung tinggi yang berarti juga menjamin kewibawaan hakim

15

Page 16: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

serta agar terpelihara perasaan kepastian hukum dalam masyarakat Agar supaya suatu perkara

tidak dapat diperiksa untuk kedua kalinya apabila; Pertama Perbuatan yang didakwakan (untuk

kedua kalinya) adalah sama dengan yang didakwakan terdahulu. Kedua Pelaku yang didakwa

(kedua kalinya) adalah sama. Ketiga untuk putusan yang pertamateri terhadap tindakan yang sama

itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Belakangan dasar ne bis in idem itu digantungkan

kepada beberapa hal bahwa terhadap seseorang itu juga mengenai peristiwa yang tertentu telah

diambil keputusan oleh hakim dengan vonis yang tidak diubah lagi. Putusan : Pertama Penjatuhan

Hukuman (veroordeling) Dalam hal ini oleh hakim diputuskan, bahwa terdakwa terang salah telah

melakukan peritiwa pidana yang dijatuhkan kepadanya;atau kedua: Pembebasan dari penuntutan

hukum (ontslag van rechtvervoging) Dalam hal ini hakim memutuskan, bahwa peristiwa yang

dituduhkan kepada terdakwa itu dibuktikan dengan cukup terang, akan tetapi peritiwa itu ternyata

bukan peristiwa pidana, atau terdakwanya keadapatan tidak dapat di hukum karena tidak dapat

dipertanggung jawabkan atas perbuatannya itu, bahwa keslahan terdakwa atas peristiwa yang

dituduhkan kepadanya tidak cukup buktinya. Dalam Pasal 77 KUHP yang berbunyi: Hak Menuntut

hukum gugur (tidak berlaku lagi) lantaran si terdakwa meninggal dunia. Apabila seorang terdakwa

meninggal dunia sebelum putus ada putusan terakhir dari pengadilan maka hak menuntut gugur.

Jika hal ini terjadi dalam taraf pengutusan, maka pengusutan itu dihentikan. Jika penuntut telah

dimajukan, maka penuntut umum harus oleh pengadilan dinyatakan tidak dapat diterima dengan

tentunya (Niet-ontvankelijk) umumnya demikian apabila pengadilan banding atau pengadilan kasasi

masih harus memutuskan perkaranya. Pasal 82 82 KUHP yang berbunyi : Ayat (1) :” Hak menuntut

hukum karena pelanggaran yang terancam hukuman utama tak lain dari pada denda, tidak berlaku

lagi bagi maksimun denda dibayar dengan kemauan sendiri dan demikian juga di bayar ongkos

mereka, jika penilaian telah dilakukan, dengan izin amtenaar yang ditunjuk dalam undang-undang

umum, dalam tempo yang ditetapkannya”. Ayat (2): ”Jika perbuatan itu terencana selamanya denda

juga benda yang patut dirampas itu atau dibayar harganya, yang ditaksir oleh amtenaar yang

tersebut dalam ayat pertama”. Ayat (3):” Dalam hal Hukuman itu tambah diubahkan berulang-ulang

membuat kesalahan, boleh juga tambahan itu dikehendaki jika hak menuntut hukuman sebab

pelanggaran yang dilakukan dulu telah gugur memenuhi ayat pertama dan kedua dari pasal itu'.

Ayat (4);”Peraturan dari pasal ini tidak berlaku bagi orang yang belum dewasa ,yang umumnya

sebelum melakukan perbuatan itu belum cukup enam belas tahun”. Penghapusan hak penuntutan

bagi penuntut umum yang diatur dalam Pasal 82 KUHP mirip dengan ketentuan hukum perdata

mengenai transaksi atau perjanjian. Tahap Pemeriksaan Pengadilan Apabila terhadap suatu perkara

pidana telah dilakukan penuntutan, maka perkara tersebut diajukan kepengadilan. Tindak Pidana

tersebut untuk selanjutnya diperiksa, diadili dan diputus oleh majelis hakim dan Pengadilan Negeri

16

Page 17: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

yang berjumlah 3 (Tiga) Orang. Pada saat majelis hakim telah ditetapkan, selanjutnya ditetapkan

hari sidang. Pemberitahuan hari sidang disampaikan oleh penuntut umum kepada terdakwa di alat

tempat tinggalnya atau disampaikan di tempat kediaman terakhir apabila tempat tinggalnya

diketahui. Dalam hal ini surat panggilan memuat tanggal, hari serta jam dan untuk perkara apa ia

dipanggil. Surat panggilan termaksud disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum sidang

dimulai. Sistem pembuktian yang dianut oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana adalah

sistem pembuktian berdasarkan undang-undang yang negatif (Negatif wettelijk). Hal ini dapat

disimpulkan dari Pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Pasal 183 KUHAP

menyatakan: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana

benar-benar terjadinya dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Berdasarkan

pernyataan tersebut, nyatalah bahwa pembuktian harus didasarkan apad alat bukti yang disebutkan

dalam undang-undang disertai keyakinan hakim atas alat-alat bukti yang diajukan dalam

persidangan, yang terdiri dari: Keterangan saksi; Keterangan Ahli; Surat; Petunjuk; dan Keterangan

terdakwa. Disamping itu kitab Undang-undang hukum Acara Pidana juga menganut minimun

pembuktian (minimum bewijs), sebagaimana disebutkan dalam Pasal 183 tersebut. Minimun

pembuktian berarti dalam memutuskan suatu perkara pidana hakim harus memutuskan berdasarkan

sejumlah alat bukti. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana memberikan batasan minimal

penggunaan alat bukti, yaitu minimal dua alat bukti, yaitu minimal dua alat bukti disertai oleh

keyakinan hakim. Tahap memeriksaan perkara pidana dipengadilan ini dilakukan setelah tahap

pemeriksaan pendahuluan selesai. Pemeriksaan ini dilandaskan pada sistem atau model Accusatoir,

dan dimulai dengan menyampaikan berkas perkara kepada Public prosecutor. Pemeriksaan dimuka

sidang pengadilan diawali dengan pemberitahuan untuk datang ke sidang pengadilan ynag

dilakukan secara sah menurut undang-undang. Dalam hal ini KUHAP pasal 154 telah memberikan

batasan syarat undang undang dalam hali KUHAP pasal 154 telah memberikan batasan syarat

syahnya tentang pemanggilan kepada terdakwa, dengan ketentuan; Surat panggilan kepada

terdakwa disampaikan di alat tempat tinggalnya atau apabila tempat tinggalnya tidak diketahui,

disampaikan di tempat kediaman terakhir. Apabila terdakwa tidak ada ditempat kediaman terakhir,

surat panggilan disampaikan melalui kepala desa yang berdaerah hukum tempat tinggal terdakwa

atau tempat kediaman terakhir dalam hal terdakwa ada dalam tahanan surat panggilan disampaikan

kepadanya melalui pejabat rumah tahanan negara. Penerimaan surat panggilan terdakwa sendiri

ataupun orang lain atau melalui orang lain, dilakukan dengan tanda penerimaan apabila tempat

tinggal maupun tempat kediaman terakhir tidak dikenal, surat panggilan ditempelkan pada tempat

pengumuman di gedung pengadilan yang berwenang mengadili perkaranya. PROSES PERKARA

17

Page 18: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

PIDANA MASUK KE PENGADILAN BERDASARKAN KUHAP Acara Pelimpahan perkara ke

pengadilan oleh Jaksa Penuntut Umum di sertai dengan surat dakwaan. Keterangan. Pasal 143

KUHAP Kemudian Ketua PN mempelajarinya, apakah perkara tersebut masuk wewenangnya atau

bukan.Keterangan. Pasal 147 KUHAP Maka setelah itu Ketua PN menetapkan, bahwa PN tersebut

berwenang mengadili, dan PN tersebut tidak berwenang mengadili. Keterangan. Pasal 84 KUHAP

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/sitim4ryam/proses-pemeriksaan-perkara-pidana-di-

indonesia

BAB IIIPENEGAKAN HUKUM DI LAUT OLEH KEPOLISIAN PERAIRAN

PendahuluanSebutkan Trend perkembangan lingkungan strategis baik global, regional maupun nasional

diperairan, dengan berbagai bentuk gangguan kamtibmas menimbulkan dampak yang berspektrum

luas di berbagai bidang kehidupan!. Polri telah membagi golongan kejahatan kedalam 4 (empat)

golongan/jenis. Pertama, kejahatan konvensional seperti kejahatan jalanan, premanisme,

banditisme, perjudian, pencurian dan lain-lain; Kedua, kejahatan transnational yaitu : terroris, trafficking in persons, money laundering, sea piracy and armed robbery at sea, arms smuggling, cyber crime and international economic crime; Ketiga, kejahatan terhadap kekayaan negara seperti

korupsi, illegal logging, illegal fishing, illegal minning, penyelundupan, penggelapan pajak,

penyalahgunaan BBM, dan lain-lain serta Keempat, kejahatan yang berimplikasi kontijensi seperti

SARA, separatisme, konflik horizontal dan vertikal serta unjuk rasa anarkis.

Berdasarkan teori efektivitas hukum (Soerjono Soekanto, 2011:8), efektif atau tidaknya suatu

penegakan hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor yaitu :1) Faktor hukumnya/UU, 2) penegak hukum,

18

Page 19: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

3) sarana, 4) masyarakat dan 5) kebudayaan. Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau

kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik,

tetapi kualitas petugas kurang baik, akan menjadi masalah dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu,

salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas/ kepribadian penegak

hukum itu sendiri. Dalam Teori Kriminologi (J.E Sahetapy, 1992:78),dalam rangka implementasi

penegakan hukum “Bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebijakan.

Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kesalahan”. Relevan dengan hal tersebut B. M.

Taverne mengatakan, “geef me goede rechter, goede rechter commissarissen, goede officieren van justitieen, goede politie ambtenaren, en ik zal met een slecht wetboek van strafprosesrecht het goede beruken” bahwasannya beliau mengatakan “berikan aku hakim, jaksa, polisi dan advokat

yang baik, maka aku akan berantas kejahatan meskipun tanpa secarik undang-undang pun”.

Dengan kata lain, “berikan padaku hakim dan jaksa yang baik, maka dengan hukum yang buruk pun

saya bisa mendatangkan keadilan.Artinya, bagaimana pun lengkapnya suatu rumusan undang-

undang, tanpa didukung oleh aparatur penegak hukum yang baik, memiliki moralitas dan integritas

yang tinggi, maka hasilnya akan buruk.

Sebutkan 13 (tiga belas) lembaga penegak hukum di laut dari jumlah tersebut terdiri dari 6

(enam)lembaga yang mempunyai satgas patroli dilaut dan 7(tujuh) lembaga penegak hukum lainnya

tidak memiliki satuan tugas patroli di laut. Lembaga penegak hukum yang memiliki satgas patroli di

laut! Perlu diketahui bersama bahwa di Indonesia pada saat ini telah memiliki 13 lembaga penegak

hukum di laut. Dari jumlah tersebut terdiri dari 6 lembaga yang mempunyai satgas patroli dilaut dan

7 lembaga penegak hukum lainnya tidak memiliki satuan tugas patroli di laut. Lembaga penegak

hukum yang memiliki satgas patroli di laut adalah : TNI-AL; Polri/Direktorat Kepolisian Perairan;

Kementerian Perhubungan/Dirjen HUBLA; Kementerian Kelautan dan Perikanan/Dirjen PSDKP;

Kementerian Keuangan/Dirjen Bea Cukai; dan Bakamla. Lembaga penegak hukum tersebut,

melaksanakan patroli terkait dengan keamanan dan keselamatan dilaut secara sektoral sesuai

dengan kewenangan yang dimiliki bedasarkan Peraturan Perundang-undangan masing-masing.

Penegakan Hukum di LautDalam buku Dasar-Dasar Ilmu Hukum (Ishak, 2012:244). Penegakan hukum mempunyai arti

menegakkan, melaksanakan ketentuan dalam masyarakat, sehingga secara luas penegakan hukum

merupakan proses berlangsungnya perwujudan konsep-konsep yang abstrak menjadi kenyataan.

Proses penegakkan hukum dalam kenyataanya memuncak pada pelaksanaannya oleh para pejabat

penegak hukum itu sendiri. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pengertian penegakan hukum,

19

Page 20: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

dalam bentuk kongkritnya di bidang perairan adalah segala kegiatan operasional yang

diselenggarakan di seluruh perairan dalam rangka menjamin tegaknya hukum nasional.

Penegakan hukum di laut mempunyai pengertian segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah

dalam menjamin keselamatan dan keamanan di laut yurisdiksi nasional Indonesia, baik keselamatan

dan keamanan manusia, lingkungan alam, maupun keselamatan dan keamanan pelayaran.

Penegakan hukum di perairan berbeda dengan penegakan hukum di darat, terutama karena di

perairan/laut bertemu dua kepentingan hukum, yaitu kepentingan hukum nasional dan hukum

internasional, sedangkan di darat hanya mewadahi kepentingan hukum nasional. Dengan kata lain,

penegakan hukum di perairan berarti juga menegakkan hukum, konvensi atau semua aturan yang

telah disepakati dunia Internasional, di mana pemerintah Indonesia ikut menandatangani

konvensi/aturan-aturan tersebut, atau telah meratifikasinya dengan menerbitkan undang-undang

terkait dengan hal tersebut.

Perbedaan lainnya dengan penegakan hukum di darat adalah, pemberlakuan hukum di laut

dilakukan berdasarkan rezim hukum yang berbeda, sedangkan di darat tidak dikenal adanya

perbedaan rezim hukum. Selain itu, subyek hukum di laut adalah manusia - WNI atau WNA dan

negara, negara dalam hal ini berupa bendera kapal, sedangkan di darat subyek hukumnya adalah

manusia dan badan hukum.

Berawal dari pengertian tersebut maka timbullah akibatnya yaitu bahwa tindak pidana di laut menjadi

suatu tindak pidana KHUSUS yang mengandung arti bahwa tindak pidana di laut mempunyai

kekkhususan tersendiri. Kekhususan itu bisa terjadi meliputi seluruh unsur-unsur tindak pidana

(Subyek, schuld/kesalan, bersifat melawan hukum, bertentangan dengan undang-undang, maupun

unsur-unsur lainnya misalnya : tempat, waktu dan keadaan lainnya). Karena merupakan tindak

pidana khusus disebut juga delik khusus, delik tersebar, delik diluar KUHP, maka

penyelesaiannyapun mempunyai kekhususan yang menyimpang dari tindak pidana umum (KUHP)

sedangkan hukum acara juga ada penyimpangan dengan KUHAP, bahkan aparat penegak hukum,

hukum yang ditegakkan juga ada penyimpangan dan medianya juga lain, yaitu berupa laut yang

mempunyai sifat Internasional sedangkan tata cara melakukan tindak pidana di lautpun berbeda

karena menggunakan KAPAL, namun baik KUHP maupun KUHAP masih tetap melingkupi tindak

pidana di laut.

Hukum Yang DigunakanAsas-asas hukum pidana dari buku 1 KUHP berlaku terhadap tindak pidana di laut berdasarkan

pasal 103 KUHP yang isinya bahwa ketentuan-ketentuan dalam Bab VIII KUHP diperlakukan

terhadap ketentuan perundang-undangan di luar KUHP yang diancam dengan pidana, kecuali diatur

20

Page 21: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

khusus oleh undang-undang tersebut. Misalnya UU No. 31 tahun 2004 tentang perikanan yang

telah dubah dengan UU No. 45 tahun 2009, UU No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia (ZEEI) dan seterusnya. Sedangkan KUHAP demikian juga masih tetap melingkupi

hukum acara di laut via pasal 284 KUHAP yang isinya bahwa semua perkara diberlakukan hukum

acara pidana (KUHAP) dengan pengecualian ketentuan khusus acara pidana yang dibawa oleh

undang-undang tertentu dengan demikian pada tindak pidana di laut ini, hal yang diatur adalah

acaranya, misalnya penghentian kapal, pemeriksaan diatas kapal, tatacara membawa kapal ke

pelabuhan terdekat dan sebagainya menyimpang dari pada KUHAP karena KUHAP tidak mengatur

hal tersebut.

KUHAP tidak seluruhnya dapat diterapkan pada hukum acara di laut karena beberapa alasan antara

lain :

1. Status kapal/pesawat udara belum diatur sebagai subyek.

2. KUHAP memberlakukan hukum acara pidana khusus via pasal 284 KUHAP.

3. KUHAP belum mengatur kewenangan penyidik diluar Polisi dan PPNS.

4. KUHAP tidak mengatur wilayah di luar Indonesia padahal ada tindak pidana di laut yang terjadi di

Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).

5. Tembusan surat penangkapan seharusnya diberikan kepada keluarga, tetapi bila yg ditangkap

merupakan KAPAL maka tidak mempunyai keluarga.

6. Penahanan untuk KAPAL tidak bisa dilaksanakan di Rumah Tahanan Negara.

7. Pengadilan di laut tidak mengenal yurisdiksi pengadilan, pengadilan yang berwenang mengadili

adalah pengadilan yang mempunyai Yurisdiksi terdekat (UU No. 3 tahun 1985) dimana KAPAL

diserahkan ke pelabuhan terdekat.

penegakkan hukum dilaut mempunyai aspek yang berbeda dengan di darat yaitu penegakkan

hukum di laut bisa merupakan penegakkan kedaulatan di laut yaitu manakala penegakkan tersebut

dilakukan terhadap kapal-kapal asing yang berarti kapal tersebut berstatus negara asing di wilayah

negara indonesia yang melakukan tindak pidana di laut, sedangkan bila penegakkan tersebut

dilakukan terhadap kapal-kapal berbendera Indonesia berarti hal tersebut merupakan penegakan

hukum, kedua penegakkan tersebut juga mempunyai aspek yang berbeda bila penegakkan

terhadap kedaulatan mempunyai aspek keutuhan wilayah, Integritas Internasional dan hukum yang

ditegakkan adalah Hukum Internasional, Konvensi-konvensi Internasional, Perjanjian antar Negara

maupun kebiasaan dilaut, termasuk juga hukum Naional dan itu semua untuk kepentingan Negara.

Tetapi apabila penegakkan hukum terhadap Kapal Indonesia mempunyai aspek penegakkan hukum

pribadi, pelayanan masyarakat, ketertiban masyaralat, kepentingan masyarakat maupun

21

Page 22: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

kepentingannya dari hukum yang ditegakkanpun hanyalah Negara (UU Nasional) serta mempunyai

aspek YURIDIS keamanan dan ketertiban di laut.

Didalam penegakkan hukum di laut ada suatu keterbatasan keberlakuan Hukum Nasional

terhadap Hukum Internasional yaitu yang tertera pada pasal 9 KUHP yang isinya keberlakuan pasal

2, 3, 4, 5, 7, 8 KUHP dibatasi atas pengecualian-pengecualian yang diakui dalam Hukum

Internasional (UNCLOS 1982) pasal 73 ayat (3) mengatur terhadap pelaku tindak pidana di Zona

Ekonomi Eksklusif (ZEE) didalam menegakkan hukum Negara pantai, tidak boleh dijatuhkan oleh

Negara yang mencakup pengurungan sehingga hal ini UU ZEE Indonesia tidak boleh melampaui

ketentuan tersebut. Sedangkan hukum acaranya yang berlaku pada tindak pidana di laut adalah

Hukum Acara Khusus yang dibawa oleh UU Khusus tersebut, dan Hukum Acara Khusus di laut

maupun Hukum Acara Pidana yang belum mengatur hal khusus itu. Dan itu semua hanyalah

ditingkat awal sampai penyidikan bila sudah berlanjut ke penuntutan dan persidangan seluruhnya

tunduk pada KUHAP.

Dasar penegakan hukum di laut oleh antara lain:

1. Stbl.1939 No. 442 tentang Ordonansi Laut Teritorial dan Lingkungan Laut Larangan.

2. Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.

3. Undang-Undang Rl Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS 1982.

4. Undang-Undang Rl Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan

Ekosistemnya.

5. Undang Undang Rl Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

6. Undang Undang RI Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.

7. Undang-undang RI Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

8. Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi.

9. Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI.

10. Undang-Undang RI Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-

pulau kecil.

11. Undang-Undang Rl Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

12. Undang-Undang Rl Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.

13. Undang-Undang Rl Nomor 04 Tahun 2009 tentang MINERBA.

14. Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang NARKOBA.

15. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

16. Undang-Undang Rl Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan UU Rl No. 31 tentang Perikanan.

22

Page 23: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

17. Undang-Undang Rl Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan

Hutan.

18. Skep Kapolri No Pol : Skep/ 79 / II / 2001 tanggal 5 Februari 2001 tentang penunjukan Pol Airud

sebagai Penyidik di wilayah perairan dan bidang penerbangan Yurisdiksi Nasional Indonesia dan

pelimpahan wewenang kepada Dit Pol Airud.

Kewenangan Polair Sebagai PenyidikBahwa fungsi kepolisian merupakan salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan

keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat, hal ini sebagaimana di tegaskan dalam pasal 13 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, bahwa tugas pokok Kepolisian RI adalah : 1) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, 2) Menegakkan hukum, 3) memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, dalam pasal 14 huruf g Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dikatakan bahwa “Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya”.Wewenang Kepolisian sebagai penyelidik dan penyidik tersebut sesuai pengaturan yang terdapat

dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dimana di dalam pasal 4 KUHAP dikatakan, bahwa Penyelidik adalah setiap pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Sedangkan dalam pasal 6 ayat (1) KUHAP, dikatakan bahwa penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang. Selain berdasarkan undang-undang kepolisian

dan KUHAP wewenang kepolisian diwilayah perairan laut juga dinyatakan dalam berbagai peraturan

perundang-undangan lainya yang mengatur tentang tindak pidana tertentu diwilayah perairan laut.

Sebagai contoh, wewenang Polri (Polair) dalam tindak pidana tertentu seperti dimaksud pasal 282

ayat (1) undang-undang No. 17 tahun 2008 Tentang Pelayaran juga memberikan kewenangan

kepada pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan penyidikan terhadap tindak

pidana di bidang pelayaran.

PROSEDUR PENANGANAN TINDAK PIDANA DI LAUT/ PERAIRAN1. Pendeteksian Kapal

23

Page 24: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

a. Melaksanakan kegiatan pengawasan di wilayah perairan yang rawan terjadi tindak pidana

berdasarkan informasi yang diperoleh.

b. Pengenalan sasaran dengan menggunakan sarana yang ada (Radar, sonar, teropong,

komunikasi radio, atau isyarat).

c. Penilaian sasaran dimaksudkan untuk menilai dan menentukan target/sasaran benda yang

dicurigai.

2. Penyelidikan Kapal

a. Penghentian Kapal

Apabila kapal dicurigai melakukan pelanggaran/tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang

cukup, diadakan penghentian dengan alasan kapal tersebut melakukan pelanggaran/tindak pidana

yang diatur dalam UU.

b. Pemeriksaan kapal

Setelah kapal dihentikan maka selanjutnya dilaksanakan tindakan : pemeriksaan atas perintah

Komandan, kapal merapat ke kapal patroli atau sebaliknya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam

proses pemeriksaan dilaut :

1) Pemeriksaan dilaut harus menggunakan sarana yang sah/resmi dengan identitas/ciri-ciri yang

jelas dan dapat dikenali sebagai kapal patroli/pemerintah yang diberi kewenangan untuk melakukan

tindakan tersebut.

2) Tim pemeriksa harus menggunakan seragam lengkap dan dilengkapi surat perintah.

3) Pemeriksaan harus disaksikan oleh Nakhoda atau ABK kapal yang diperiksa.

4) Pemeriksaan harus dilakukan secara tertib, tegas, teliti, cepat, tidak terjadi kehilangan, kerusakan

dan tidak menyalahi prosedur pemeriksaan.

5) Selama peran pemeriksaan tim pemeriksa harus selalu berkomunikasi dengan kapal yang

diperiksa.

Setelah selesai pemeriksaan, hal-hal yang harus diperhatikan :

1) Membuat surat pernyataan tertulis dan di tandatangani oleh Nakhoda kapal, yang menerangkan

tentang hasil pemeriksaan berjalan dengan tertib, tidak terjadi kekerasan, kerusakan dan

kehilangan.

2) Membuat surat pernyataan tertulis dan ditanda tangani oleh Nakhoda kapal, yang menerangkan

tentang hasil pemeriksan surat-surat/ dokumen kapal dengan menyebutkan tempat dan waktu.

3) Mencatat dalam buku jurnal kapal yang diperiksa yang berisi : waktu dan posisi pemeriksaan,

pendapat tentang hasil pemeriksaan, Perwira pemeriksa menandatangani hasil pemeriksaan pada

buku jurnal kapal dibubuhi stempel kapal pemeriksa, dalam hal buku jurnal kapal tidak ada nakhoda

membuat surat pernyatan tentang tidak adanya buku jurnal kapal, terhadap Nakhoda kapal asing

24

Page 25: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

yang tidak dapat berbahasa Indonesia, sesampai dipangkalan/pelabuhan terdekat diberikan

penjelasan lengkap dan rinci terkait perkaranya dengan dibantu oleh penterjemah sebelum di

lakukan penyidikan lanjutan.

3. Tindak lanjut hasil penyelidikan

a. Apabila tidak terdapat bukti yang cukup atau petunjuk yang kuat tentang adanya tindak pidana

maka : Kapal diijinkan melanjutkan pelayaran, dalam buku Jurnal pelayaran dicatat bahwa telah

diadakan pemeriksaan dengan menyebutkan posisi dan waktu, meminta surat secara tertulis kepada

nahkoda kapal tentang tidak terjadinya kekerasan, kerusakan dan kehilangan selama pemeriksaan

serta pernyataan tidak melakukan gugatan.

b. Apabila terdapat bukti yang cukup atau petunjuk yang kuat tentang telah terjadi suatu

pelanggaran/tindak pidana : Perwira pemeriksa memberitahu kepada Nakhoda bahwa telah terjadi

tindak pidana dan untuk itu kapal akan dibawa kepangkalan/ pelabuhan yang ditentukan, meminta

kepada nakhoda kapal untuk memberikan tandatangan pada peta posisi Gambar Situasi Pengejaran

dan Penghentian. Kemudian Komandan kapal patroli mengeluarkan surat perintah untuk membawa

kapal dan orang ke pangkalan/pelabuhan yang terdekat dan telah ditentukan.

Alternatif cara membawa kapal :a. Di Ad hoc (Perintah membawa)1) Komandan kapal patroli menerbitkan surat perinah ad hoc kepada nachoda/tersangka supaya

membawa sendiri kapalnya kepelabuhan sesuai yang diperintahkan.

2) Surat-surat/dokumen, muatan dan benda-benda dipindahkan diamankan di kapal patroli.

3) Perintah Ad hoc hanya diberlakukan terhadap kapal berbendera Indonesia (ABK bukan asing)

yang diyakini tidak akan melarikan diri.

4) Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Komandan kapal /nakhoda kapal patroli : Waspadai Kapal

tersebut tidak mematuhi perintah ad hoc dan melarikan diri, Waspadai pertukaran Nakhoda kapal

yang tidak sesuai sijil.

b. Dikawal.1) Kapal tetap dibawa Nakhoda dan ABK-nya menuju pelabuhan yang dituju.

2) Ditempatkan Tim kawal diatas kapal secara proporsional.

3) Kapal patroli dapat mengawal pada jarak aman.

4) Surat-surat/dokumen kapal/muatan dan benda-benda yang mudah dipindahkan termasuk alat

komunikasi diamankan di kapal patroli.

5) Sebagian ABK dari kapal yang dikawal dapat dipindahkan kekapal patroli.

25

Page 26: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

c. Digandeng/ditunda/ditarik.1) Dalam hal kapal mengalami kerusakan dapat dibawa oleh kapal patroli dengan cara

digandeng/ditunda/ditarik dengan tetap memperhatikan kesiapan tekhnis dan material kapal patrol.

2) Sebagian ABK dapat dipindahkan kekapal patroli dan menempatkan petugas diatas kapal yang

dikawal.

3) Apabila kapal mengalami kerusakan berat dan kemungkinan akan tenggelam serta upaya

penyelamatan kapal tidak memungkinkan , maka nachoda dan ABK dipindahkan ke kapal Patroli

sebagai upaya pertolongan.

4) Apabila kapal yang digandeng/ditunda/ditarik karena kerusakan berat mengakibatkan tenggelam ,

harus dibuat berita acara yang berisi tentang posisi dan sebab-sebab tenggelamnya kapal tersebut.

d. Penyerahan kepada Pangkalan/Kantor.Pada prinsipnya Komandan Kapal Patroli adalah Penyidik/penyidik pembantu, namun dengan

pertimbangan efisiensi waktu penyidikan lanjut diserahkan kepada pangkalan/kantor berwenang

tempat dimana kapal akan diperiksa lebih lanjut (penyelidikan lanjutan penyidikan). Setelah kapal

sampai dipangkalan/pelabuhan, komandan kapal patroli segera menyerahkan kapal dan muatan,

nakhoda dan ABK serta surat-surat/Dokumen kapal/muatan kepada pangkalan dengan dilengkapi (Administrasi Pemeriksaan Kapal) anatara lain adalah sebagai berikut:

1) Laporan kejadian

2) GSPP kapal

3) Pernyataan posisi kapal

4) Surat perintah dan BA riksa kapal

5) Pernyataan hasil pemeriksaan kapal

6) Pernyataan hasil pemeriksaan surat-surat kapal

7) Pernyataan keadaan muatan kapal

8) Pernyataan tidak tersedianya buku jurnal kapal (kalau tidak ada)

9) Surat perintah dan BA membawa kapal dan orang

10) BAP saksi dari Kapal patroli (min 2 orang yang bertugas pada saat itu)

11) BA pengambilan sumpah/janji saksi dari kapal patroli ( min 2 orang yang bertugas pada waktu

kejadian dan telah memenuhi syarat untuk diambil sumpah.

12) BA serah terima kapal dan perlengkapannya, Nakhoda dan ABK, Dokumen kapal serta Berkas

Perkara.

e. Penyidikan

26

Page 27: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

1) Pemeriksaan oleh Penyidik di Pangkalan/Kantor

Pangkalan/ kantor melakukan pemeriksaan terhadap kapal dan muatan, nakhoda dan ABK serta

surat-surat/dokumen kapal/muatan yang diserahkan oleh kapal patroli/instansi lain untuk proses

hukum lebih lanjut.

2) Proses Penyidikan.

Penyidik segera menerbitkan Surat Perintah Penyidikan dan surat pemberitahuan dimulainya

Penyidikan (SPDP) kepada pihak kejaksaan, untuk keperluan penyidikan, setelah dilakukan tindakan

: Penggeledahan, pemeriksaan saksi, tersangka, penyitaan dan penahanan.

3) Penanganan ABK non Yustisial

ABK yang bukan tersangka setelah selesai dilakukan pemeriksaan sebagai saksi tidak dilaksanakan

penahanan.

Prosedur penyelesaian perkara setelah di darat menggunakan hukum acara pidana umum

(KUHAP).Tindak pidana di laut tidak mengenal yuridiksi peradilan dan pengadilan yang berwenang

mengadili ialah pengadilan yang membawahi pelabuhan dimana kapal tangkapan tersebut

diserahkan. Tidak ada keharusan kapal penangkap menyerahkan ke pelabuhan tertentu mengingat

di laut tidak mengenal Locus Deliti dan Locus Delitinya adalah seluruh perairan Indonesia.

Ketentuan yang ada adalah kapal tangkapan diserahkan ke pangkalan yang terdekat sehingga tidak

mengganggu tugas-tugas operasional lainnya kapal patroli Polisi, dan seluruh pengadilan di

Indonesia berwenang sehingga diserahkan kemana saja.

PENUTUP1. Kesimpulan

a. Efektifitas penegakan hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: faktor hukumnya,

aparatnya, sarananya dan masyarakat serta kebudayaannya.

b. Tindak pidana di laut merupakan tindak pidana khusus, dalam penanganan perkaranya

menggunakan hukum acara tersendiri.

c. Tindak pidana di laut dapat bersifat Internasional maupun Nasional dan subyek tindak pidana di

laut bersumber dari hukum Internasional.

2. Saran

Dalam rangka penegakan hukum di laut agar efektif dan tidak terjadi tumpang tindih serta ego

sektoral oleh dinas/instansi pemerintah harus ditingkatkan kerjasama dan profesionalitas penegakan

hukum, guna menjamin keamanan dan keselamatan di laut dalam rangka mendukung Indonesia

sebagai poros maritim. (by. EBS 7/15)

27

Page 28: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

BAB IV

TEKNIK INTEROGASI DALAM PENYIDIKAN

I. PENDAHULUAN

Pemeriksaan memegang peran penting dalam kegiatan penyidikan/interogasi untuk

mencari kebenaran meteriil, sebagai suatiu kewajiban penyidik yang ditentukan dalam undang-

undang. Pemeriksaan adalah merupakan salah satu tenik mencari dan menedapatkan keterangan

terhadap saksi maupun tersangka dalam rangka penyidikan tindak pidana dengan cara mengajukan

pertanyaan baik lisan maupun tertulis kepada tersangka, atau saksi, guna mendapatkan keterangan,

petunjuk-petunjuk dan alat bukti lainnya dan kebenran keterlibatan tersangka dalam rangka

28

Page 29: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

pembuatan berita acara pemeriksaan.[3] Upaya penyidikan ini mengacu pada Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) Lembaran

Negara Tahun 1981 No. 3209 yang diundangkan pada tanggal 31 Desember 1981, dengan

diundangkan KUHAP ini mengakibatkan perubahan fundamental di dalam sistem peradilan pidana,

dengan perubahan fundamental ini mengakibatkan pula perubahan di dalam sistem penyidikan.

Tentu dari perubahan fundamental ini juga mengalami perubahan kultur bagi penegak

hukum di lapangan, sehingga diperlukan upaya-uapaya dalam peningkatan kemampuan, kecakapan

dan kemahiran dari seluruh aparatur penegak hukum dan dilakukan secara berlanjut. Penyidik

sebagai gari terdepan dalam pelaksanaan penegakkan hukum senantiasa diperlukan dalam

memperhitungkan akan terjadinya persoalan-persoalan yang tidak dapat dihindari, ketika berlakunya

hukum acara sebelum KUHAP ini berlaku. KUHAP merupakan hukum nasional berdasarkan

Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bersifat unifikasi dan kodifikasi yang bertujuan untuk

kepentingan nasional, ini adalah merupakan realisasi Eropa kontinental seperti Jerman, Perancis

dan Belanda atau negara-negara lain seperti Jepang, yang membedaknnya hanya keadaan dalam

menetapkan bentuk juridisnya dengan teknik perundang-undangan, dan tidak mengenai isinya,

khususnya yang berkaitan dengan asas-asas Hukum Acara Pidana.

Kita ketahui bahwa sebelum KUHAP ini lahir dalam proses penyelidikan maupun

penyidikan masih menggunakan HIR, perlakuan terhadap seseorang yang diduga sebagai pelaku

tindak pidana dalam mencari bukti dilakukan dengan cara-cara kekerasan, bahkan penyiksaan

seseorang mengalami kriminalisasi.[4] Hal ini dilakukan karena semata-mata untuk mengejar

pengakuan, tidak didasarkan kepada pembuktian secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan

atas kebenarannya. Tindakan ini dapat mengakibatkan cacat pisik dan mental terhadap pelaku

tindak pidana, terjadi penyalahgunaan wewenang bahkan terjadi pelanggaran hak asasi manusia.

Penyalahgunaan wewenang dalam menjalankan hukum pidana merupakan suatu

pelanggaran hak asasi manusia (HAM) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39

Tahun 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1999

Nomor 3885, Pasal 1 ke 6 menyatakan bahwa:

“Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk

aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum

mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut haj asasi manusia seseorang atau

kelompok orang yang dijamin oleh oleh undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, atau

29

Page 30: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan

mekanisme hukum yang berlaku”.

Tentunya dalam penegakkan hukum, aparat penegak hukum diharapkan tidak melakukan

pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), pelanggaran ini tidak terjadi manakali aparat penegak

hukum memiliki pengetahuan tentang hukum, terampil dalam melakukan tugas secara profesional

dan proporsional sesuai kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.

Aparat penegak hukum harus memahami norma-norma yang berlaku pada masing-masing

bidang hukum, karena masing-masing bidang hukum mempunyai makna penormaan yang berbeda.

Apabila aparat penegak hukum khususnya Kepolisian tidak memahami “domain” masing-masing

bidang hukum, maka akan diperalat dan dimanfaatkan oleh pencari keadilan dengan jalan pintas

untuk segera mendapatkan prestasi dengan melaporkan ke pihak Kepolisian. Sesuai tugas dan

wewenangnya dalam Pasal 13 Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Nomor

4168, menyatakan bahwa:

a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

b. menegakan hukum; dan

c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.[5]

Sebagai pelayan masyarakat Polri tidak boleh menolak laporan atau pengaduan yang

disampaikan kepadanya, semua permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat cenderung

melaporkan ke kepolisian, tidak terkecuali permasalahan yang dilaporkan menyangkut peristiwa

keperdataan maupun permasalahan lainnya. Masyarakat tidak mengerti dan memahami hukum,

sehingga setiap permasalahan yang terjadi dilaporkan. Apakah masalah yang dihadapi masuk

dalam lingkup hukum perdata atau hukum pidana, ia tetap melaporkan ke Kepolisian dengan

harapan cepat terselesaikan.

Hal ini aparat penegak hukum diharapkan dapat memahamai persoalan-persolan yang

terjadi dalam kehidupan masyarakat, dalam kehidupan masyarakat tentu terdapatnorma-norma yang

berlaku berupa norma larangan (dwingend recht) seringkali dilanggar, pelanggaran-pelanggaran

yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor lingkungan, ekonomi, keamanan

dan geografis maupun karakter masyarakatnya.Sedangkan perkembangan dan kemajuan kejahatan

saat ini dipengaruhi pula oleh perkembangan masyarakatnya. Dalam hubungan ini, I.S.

30

Page 31: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

Susanto menulis, wajah kejahatan dipengaruhi oleh bentuk dan karakter masyarakatnya, artinya

masyarakat industri akan memiliki wajah kejahatan yang berbeda dengan masyarakat agraris [6].

Dengan kemajuan teknologi dewasa ini pola kehidupan masyarakat akan terpengaruh dan

berkembang secara pesat, sehingga dampak yang muncul sangat mempengarui terhadap kondisi

dan tatanan kehidupan masyarakat, secara perlahan tanpa disadari atau tidak, pola prilaku maupun

pola pikir masyarakat ikut terpengaruh pula.

Dewasa ini perkembangan kejahatan semakin canggih, dengan modus maupun cara-cara

dalam melakukan kejahatan semakin modern dengan meninggalkan pola-pola tradisional, pola-pola

tradisional saat ini sudah tidak digunakan karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan

situasi masyarakat dewasa ini, bahkan dalam kegiatan berinteraksi maupun pergaulan masyarakat

sehari-hari dalam melakukan kegiatancenderung mengikutinya.

Polri sesuai tugas dan kewenangannya sebagai pelayan masyarakat dan aparat penegak

hukum, senantiasa bertindak secara profesional dan proporsional, dan mampu memahami terhadap

peraturan perundang-undangan yang ada serta dalam melakukan proses penyelidikan maupun

penyidikan terhadap suatu kasus yang diterimanya. Dalam melakukan tugas penyelidikan dan

penyidikan terhadap kasus yang ditangani ternyata tidak ditemukan unsur-unsur pidananya, maka

pihak Kepolisian khususnya penyidik dapat untuk menghentikan perkara, dengan mengeluarkan

surat ketetapan berupa Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), hal tersebut di atur dalam

Pasal 109 ayat (2) KUHAP yang menyatakan bahwa: “Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan

karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana

atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut

umum, tersangka atau keluarganya.

Penghentian penyidikan adalah merupakan salah satu kegiatan penyelesaian perkara

yang dilakukan apabila :

a. Tidak terdapat cukup bukti;

b. Peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana;

c. Demi hukum karena :

(1) Tersangka meninggal dunia;

(2) Tuntutan tindak pidana telah kadaluarsa;

31

Page 32: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

(3) Nebis en idem (tindak pidana tersebut telah memperoleh putusan hakim yang

mempunyai kekuatan hukum tetap).

II. PEMBAHASAN

1. Pemeriksaan

a. Arti Pemeriksaan

Pemeriksaan adalah kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan

tersangka, saksi ahli dan atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah

terjadi, sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun barang bukti di dalam tindak pidana

tersebut menjadi jelas dan dituangkan di dalam berita acara pemeriksaan.[7] Berita acara

pemeriksaan (BAP) adalah catatan atau tulisan yang bersifat otentik, dibuat dalam bentuk tertentu

oleh penyidik atau penyidik pembantu atas kekuatan sumpah jabatan, diberi tanggal dan ditanda

tangani oleh penyidik atau penyidik pembantu dan tersangka serta saksi/ahli yang diperiksa,

memuat uraian tindak pidana yang mencangkup/memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang

dipersangkakan dengan menyebut waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana dilakukan,

identitas penyidik/penyidik pembantu dan yang diperiksa, keterangan yang diperiksa.[8]

Berita acara pemeriksaan (BAP) yang tertuang dalam berkas perkara (BP) sangat

berperan penting dalam sistem peradilan pidana sebagaimana diatur dalam Undang-uandang

Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP), yaitu yang dikenal dengan Criminal Justis Sistem, Polri sebagai

Penyidik, Jaksa Penuntut Umum sebagai Pebutut dan Hakim sebagai pemutus dalam Persidangan.

Kita ketahui hasil berita acara pemeriksaan (BAP) yang tertuang dalam berita acara pemeriksaan

(BAP) yang dibuat oleh Penyidik, dapat dijadikan dasar oleh Jaksa Penuntut Umum untuk

mendakwa seseorang dalam proses peradilan yang diduga sebagai pelaku tindak pidana. Apabila

hasil pemeriksaan yang dituangkan dalam berkas (BP) yang dibuat oleh Penyidik, maka dakwaan

yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum pun akan mengalami kekliruan, termasuk vonis Hakim

yang dijatuhkan terhadap seseorang palaku tindak pidana akan mengalami kesesatan.[9]

b. Syarat-Syarat Pemeriksaan

32

Page 33: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

Pemeriksa selaku penyidik/penyidik pembantu dalam melakukan pemeriksaan harus

memiliki kewenangang untuk melakukan pemeriksaan dalam membuat berita acara pemeriksaan

(BAP), memilki pengetahuan yang cukup tentang hukum pidana, hukum acara pidana dan

perarturan perundang-undangan lainnya. Mempunyai pengetahuan yang cukup dan mahir dalam

melaksanakan fungsi tehnis kepolisian di bidang reserse, mahir dalam taktik dan tehnik dalam

melakukan pemeriksaan.

Di samping itu pula memilki kepriabdian yang baik, percaya diri, sabar, tidak gampang

terpengaruh, tekun, ulet dan memiliki kemapuan menilai dengan tepat dan bertindak secara cermat

serta obyketif tanpa pilih kasih. Seorang penyidik/penyidik selaku pemeriksa hendaknya melihat

seseorang yang diperiksa, apakah seorang tersangka maupun seorang saksi dan ahli harus memiliki

kemampuan untuk mempersiapkan rencana pemeriksaan dengan baik efektif dan efesien. Dalam

melakukan pemeriksaan terhadap seorang tersangka, saksi dan ahli ditetapkan secara khusus

tempat maupu sarana pemeriksaan, sehingga tujuan dari pemeriksaan dapat berjalan sesuai

dengan harapan yaitu pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan.

c. Pembuatan Berita Acara Pemeriksaan

Dalam pembuatan beriata acara pemeriksaan, terdapat persyaratan yang harus dipenuhi

yaitu, syarat formal dan materiil[10], pertama, syarat formal dibuat dalam bentuk tertentu dan

tertulis kata-kata Pro Justitia artinya bahwa format berita acara yang dibuat oleh penyidik/penyidik

pembantu atas dasar untuk keadilan, bukan untuk kepentingan lain. Kemudian setiap lembar dari

produk itu ditanda tangani oleh penyidik/penyidik pembantu dan orang yang diperiksa, baik sebagai

saksi, tersangka dan ahli. Kedua, syarat materiil yaitu keseluruhan isi atau meteri menyangkut urang

dari peristiwa tindak pidana yang terjadi dan dapat memenuhi unsur-unsur pasal yang dilanggar atau

yang disangkakan kepada pelaku tindak pidana.

d. Evaluasi

Evaluasi pembuatan berita acara pemeriksaan, senantiasa dilakukan dengan cara: tahap

inventarisasi, tahap seleksi dan pengkajian. Hal ini dilakukan agar keterangan para saksi, ahli dapat

dijadikan dasar dan memenuhi unsur-unsur pasal yang disangkakan kepada seseorang yang diduga

sebagai pelaku tindak pidana. Selanjutnya dilakukan seleksi, siapa saja yang layak untuk dijadikan

saksi untuk dimasukan dalam berkas perkara (BP), dan dilakukan pengkajian untuk menguji

kebenaran dengan bukti-bukti serta petunjuk-petunjuk yang ada, sehingga dapat ditarik suatu

33

Page 34: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

kesimpulan tentang kebenaran dan dapat dipercaya tentang peristiwa pidana yang terjadi dan dapat

menentukan pelaku tindak pidana.

2. Pembuktian

a. Arti Pembuktian

Pembuktian adalah suatu proses untuk mencari kebenaran dalam menyelesaikan suatu

sengketa atau perselisihan kepentingan, kepentingan-kepentingan tersebut dapat berhubungan

dengan hukum perdata, hukum pidana, hukum administrasi dan hukum tata usaha negara.

Pembuktian memegang peranan sangat penting dalam proses pemeriksaan di sidang pengadilan,

apabila seseorang didakwa telah melakukan pelanggaran hukum dan hasil pembuktian “tidak cukup“

maka seorang terdakwa wajib dibebaskan, namun apabila dapat dibuktikan maka seorang terdakwa

dinyatakan bersalah dan diberikan sanksi berupa hukuman badan atau denda.

Pembuktian memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan,

dengan bukti-bukti yang diajukan untuk mencari dan membuktikan kebenaran atau membuktikan

kesalahan-kesalahan seseorang, dengan pembuktian yang telah diajukan dalam persidangan, maka

seseorang dapat diketahui kesalahan-kesalahan disangkakan kepadanya sebagai dasar untuk

menjatuhkan sanksi pidana.

Dari dua pengertian tersebut, maka proses pembuktian merupakan inti dari penentuan

salah atau tidak seorang yang disangka atau didakwa melakukan tindak pidana, dalam menjalani

proses penyidikan atau pemeriksaan sidang persidangan. Penentuan salah atau tidak seseorang

tidak boleh hanya ditentukan oleh pendapat pribadi Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim, atau

pada pengakuan tersangka/terdakwa, akan tetapi harus melalui proses pembuktian dengan alat-alat

bukti yang ditentukan.

Menurut M. Yahya Harahap[11] menyatakan bahwa, pembuktian adalah merupakan titik

sentral pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan. Pembuktian merupakan ketentuan-ketentuan

yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang,

untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepadanya.

Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan

undang-undang yang boleh dipergunakan hakim untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan.

Dalam proses persidangan pengadilan tidak boleh sesuka hati dan semena-mena membuktikan

kesalahan terdakwa.

34

Page 35: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

Hari Sangsaka dan Lely Rosita memberikan pengertian pembuktian adalah merupakan

sebagian dari hukum acara pidana yang mengatur macam-macm alat bukti yang sah menurut

hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan bukti serta

kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan menilai suatu pembuktian.[12]

Dari uraian tersebut di atas arti pembuktian ditinjau dari segi hukum acara

pidana sebagaimana di atur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981, Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76 dan penjelasannya termuat dalam tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3209.

b. Alat Bukti

Dalam Pasal 184 KUHAP menyatakan, bahwa macam- macam alat-alat bukti sebagai

berikut :

Ayat (1) alat bukti yang sah :

a. Keterangan saksi;

b. Keterangan ahli;

c. Surat;

d. Petunjuak;

e. Keterangan terdakwa.

Ayat (2) hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Pengertian hal-hal secara umum adalah suatu hal yang secara umum diketahui tentang

suatu hal atau keadaan yang biasa lazim terjadi dalam penilaian masyarakat, hal demikian yang

sudah diketahui umum tidak perlu dibuktikan, yang diatur dalam Pasal 184 ayat (2)

KUHAP. Macam-macam alat bukti dahulu di atur dalam pasal 295 HIR, yang terdiri dari sebagai

berikut:

a. Keterangan saksi;

b. Surat-surat;

c. Pengakuan;

35

Page 36: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

d. Tanda-tanda (petunjuk).

Dalam pasal 184 KUHAP, mengandung makna ketentuan yang membatasi hakim, penuntut

umum, terdakwa, maupun penasehat hukum dalam pemeriksaan sidang pengadilan. Tidak boleh

sembarangan dalam menilai pembuktian dan terikat pada ketentuan maupun tata cara penilian alat

bukti yang ditentukan undang-undang. Alat-alat bukti yang dipergunakan dalam persidangan

maupun dalam mempertahankan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Pasal 184

KUHAP dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Alat Bukti Keterangan Saksi

Keterangan saksi adalah merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana.

Syarat-syarat agar keterangan saksi dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah dan memiliki nilai

kekuatan pembuktian yang sempurna sebagai berikut:

a. Harus mengucapkan sumpah atau janji (pasal 160 ayat (3) KUHAP).

- Pada prinsipnya sumpah diucapkan sebelum memberi keterangan.

- Pasal 160 (4) KUHAP memberi kemungkinan untuk mengucapkan sumpah atau janji

setelah saksi memberi keterangan.

b. Keterangan Saksi yang bernilai sebagai bukti.

Berdasarkan pasal 1 angka 27, keterangan saksi yang bernilai sebagai alat bukti ialah

keterangan saksi mengenai suatu peristiwa pidana :

- Yang didengar sendiri oleh saksi;

- Yang dilihat sendiri oleh saksi;

- Yang dialami sendiri oleh saksi;

- Menyebut alasan dari pengetahuannya.

c. Testimonium de auditu (mendengar orang lain tidak bernilai sebagai alat bukti). Pendapat atau

rekaan dari hasil pemikiran saksi bukan merupakan alat bukti dan tidak bernilai sebagai alat

bukti. Kadangkala dalam praktek pemeriksaan pertanyaan penyidik kepada seorang saksi

sudah dimulai dengan bagaimana pendapat saudara dan seterusnya, pertanyaan seperti itu

jelas keliru karena saksi tidak boleh bependapat, yang berpendapat adalah ahli.

36

Page 37: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

d. Keterangan saksi dalam penyidikan sebagai bahan dasar keterangan saksi di pengadilan.

Keterangan saksi dalam berita acara pemeriksaan pada saat penyidikan harus diulang dan

dipertahankan oleh Jaksa Penuntut Umum sebagai keterangan saksi di sidang pengadilan.

Tidak ada salahnya jika Jaksa Penuntut Umum membacakan kembali keterangan-keterangan

saksi yang penting dan mendukung surat dakwaan dalam berita acara pemeriksaan dalam

berkas perkara.

e. Keterangan seorang saksi tidak cukup, tanpa didukung alat bukti yang lain, dan tidak dapat

digunakan sebagai alat bukti untuk membuktikan kesalahan tersangka/terdakwa. Agar dapat

dijadikan sebagai alat bukti yang sah, maka keterangan satu orang saksi harus ditambah

dengan alat bukti yang lain yaitu keterangan ahli, surat, pentunjuk atau keterangan terdakwa,

dengan ketentuan antara alat bukti tersebut harus saling bersesuaian dan saling menguatkan.

Keterangan satu orang saksi tanpa didukung oleh alat bukti yang lain, maka alat bukti tunggal

tersebut tidak dapat dijadikan dasar untuk menentukan kesalahan tersangka/terdakwa. (unus testis nullus testis). Timbul suatu pertanyaan bagaimana kalau saksi hanya dua orang saja,

yang keterangannya saling bersesuaian dan menguatkan tanpa didukung oleh alat bukti

keterangan ahli, surat petunjuk dan terdakwa menyangkal. Apakah dapat digunakan sebagai

alat bukti yang sah untuk menentukan kesalahan tersangka/ terdakwa. Dalam praktek,

keterangan dua orang saksi yang saling bersesuaian dan menguatkan, dapat diterima oleh

hakim sebagai alat bukti untuk menentukan kesalahan terdakwa.

f. Cara pembuktian keterangan saksi yang bernilai pembuktian :

(1) Keterangan antara saksi satu dengan yang lainnya saling bersesuaian dan

menguatkan bukan bertentangan dan berdiri sendiri-sendiri.

(2) Alasan saksi memberi keterangan, pada saat saksi memberi keterangan sesuatu

peristiwa atau keadaan tertentu yang tidak pasti, seorang saksi dalam memberi

keterangan tidak boleh ragu-ragu, keterangan saksi harus sungguh-sungguh yang

dialami sendiri, dilihat sendiri atau didengar sendiri.

(3) Latar belakang kehidupan saksi, untuk mengetahui latar belakang kehidupan saksi,

perlu untuk mengetahui apakah ada pengaruh dengan faktor-faktor kepribadian

misalnya suka bohong, pemabuk dan lain-lain terhadap keterangan yang berikan.

37

Page 38: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

(4) Pada saat penyidikan, keterangan saksi diberikan dengan mengucapkan sumpah, jika

tidak hadir di sidang keterangannya dibacakan dan keterangan saksi tersebut

mempunyai nilai sebagai alat bukti yang sah.

(5) Keterangan saksi diberikan dengan mengucapkan sumpah.

Suatu kesaksian agar mempunyai kekuatan sebagai alat bukti, maka harus

memenuhi syarat sebagai berikut,[13] antara lain :

1. Syarat obyektif :

a) tidak boleh bersama-sama sebagai terdakwa;

b) tidak boleh ada hubungan keluarga;

c) mampu bertanggung jawab, yakni sudah berumur 15 tahun atau sudah pernah kawin

dan tidak sakit ingatan.

2. Syarat formal:

a) kesaksian harus diucapkan dalam sidang;

b) kesaksian tersebut harus diucapkan di bawah sumpah;

c) tidak dikenakan asas unus testis nulun testis.

3. Syarat subyektif/material:

a) saksi menerangkan apa yang ia lihat, ia ketahui, ia dengar dan ia alami sendiri;

b) dasar-dasar atau alasan mengapa saksi tersebut melihat, mendengar dan mengalami

sesuatu yang diterangkan tersebut.

2) Alat Bukti Keterangan Ahli

Keterangan ahli adalah keterangan yan diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian

khusus, tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan

pemeriksaan yang di atur dalam asal 1 angka 28 KUHAP.

38

Page 39: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

Dalam pasal 120 KUHAP bahwa, dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta

pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Ahli mengangkat sumpah atau

mengucapkan janji di muka penyidik, bahwa ia akan memberi keterangan menurut

pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali apabila disebabkan karena harkat serta martabat,

pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan

keterangan yang diminta.

Pasal 133 KUHAP, dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang

koban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak

pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman

atau dokter dan atau ahli lainnya. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) dilakukan secara tertulis disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan

mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat. Mayat dikirm kepada ahli kedokteran kehakiman atau

dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap

mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang

dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Menurut Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE-003/J.A./2/1984,

pemeriksaan ahli terhadap otentikasi tanda tangan dan tulisan yang akan digunakan sebagai alat

bukti tentang suatu peristiwa pidana, telah disepakati oleh Ketua Mahkamah Agung Republik

Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonsia dan Kepala Kepolisian Rpublik Indonesia sebagai

berikut:

a) Untuk tindak pidana umum dan tindak pidana khusus keterangan ahli otentikasi diberikan

oleh Laboratorium Kriminal Mabes Polri;

b) Untuk tindak pidana militer, keterangan ahli otentikasi diberikan oleh Laboratorium Kriminal

POM ABRI;

c) Untuk perakara yang bersifat koneksitas dapat diberikan oleh salah satu Laboratorium

Kriminal berdasarkan kesepakatan antara unsur penegak hukum yang duduk dalam team

untuk perakara koneksitas.

Pasal 179 KUHAP, setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran

kehakiman atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. Dalam

39

Page 40: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

memberikan keterangan dengan mengucapkan sumpah atau janji dan memberikan keterangan

yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

Dari pengaturan tentang keterangan ahli tersebut dapat diuraikan hal-hal sebagai berikut :

1) Permintaan keterangan ahli dilakukan pada tahap penyidikan :

- Penyidik meminta keterangan ahli dan untuk itu ahli membuat "Laporan hasil pemeriksaan"

misalnya; Visum et Repertum, laporan Audit. Dibuat dengan mengingat sumpah waktu

menerima jabatan atau pekerjaan. Laporan ahli tertentu sudah mempunyai sifat dan nilai

sebagai alat bukti yang sah menurut undang-undang.

- Laporan hasil pemeriksaan dituangkan dalam bentuk berita acara pemeriksaan Ahli.

2) Keterangan ahli diberikan di sidang pengadilan

Apabila dianggap perlu dan dikehendaki baik oleh hakim ketua sidang karena jabatan, maupun atas

permintaan Jakasa Penuntut Umum, terdakwa atau penasihat hukum, dapat meminta pemeriksaan

keterangan ahli dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Bentuk keterangan ahli menurut tata cara

ini berbentuk "keterangan lisan" dan "secara langsung" diberikan oleh yang bersangkutan dalam

pemeriksaan di sidang pengadilan. Bentuk keterangan lisan secara langsung dicatat dalam berita

acara pemeriksaan sidang pengadilan oleh panitera, dan untuk itu ahli yang memberi keterangan

lebih dulu mengucapkan sumpah atau janji sebelum ia memberikan keterangan. Jadi dalam tata

cara dan bentuk keterangan ahli di sidang pengadilan tidak dapat diberikan hanya berdasar sumpah

atau janji pada waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Tapi harus mengucapkan sumpah atau

janji di sidang pengadilan sebelum ia memberikan keterangan. Dengan dipenuhinya tata cara dan

bentuk keterangan yang demikian dalam pemeriksaan di sidang pengadilan, bentuk keterangan ahli

tersebut menjadi alat bukti yang sah menurut undang-undang. Sekaligus keterangan ahli yang

seperti ini mempunyai nilai kekuatan pembuktian.

3) Keterangan ahli sebagai alat bukti

a) Keterangan seorang ahli yang mempunyai keahlian khusus.

b) Keterangan ahli diperlukan untuk membuat terang perkara pidana yang diperiksa sesuai

dengan pengetahuannya.

4) Dualisme alat bukti keterangan ahli tetap satu alat bukti:

40

Page 41: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

a) Keterangan ahli dalam bentuk "Laporan" dapat dikategorikan alat bukti surat (Pasal 187

c KUHAP).

b) Keterangan ahli secara lisan dan langsung baik dalam berita acara penyidik

maupun keterangan dalam sidang pengadilan.

3) Alat Bukti Surat

Dalam pasal 187 KUHAP surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c,

dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:

a) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang

berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau

keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang

jelas dan tegas tentang keterangannya itu;

b) surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat

oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung

jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;

c) surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya

mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan padanya;

d) surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian

yang lain.

Yang dimaksud dengan surat dalam pasal 187 huruf a KUHAP adalah: surat yang dibuat

oleh pejabat umum yang berwenang untuk jabatan”, misalnya berita acara yang dibuat oleh seorang

penyidik; surat yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya,

yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang

dialaminya sendiri, sesuai dengan ketentuan undang-undang, misalnya paspor, surat ijin mendirikan

bangunan, surat kartu penduduk, surat ijin mengemudi, surat yang dibuat oleh seorang notaris dan

sebagainya, yang kesemuanya bernilai sebagai alat bukti surat.

Macam-macam surat dapat dibedakan,[14]adalah:

- Surat biasa;

41

Page 42: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

- Surat otentik;

- Surat dibawah tangan.

Jika macam-macam surat tersebut dihubungkan dengan ketentuan pasal 187

KUHAP, maka Pasal 187 huruf a, b dan c KUHAP termasuk surat otentik dan pasal 187 huruf d

termasuk surat biasa.

Nilai kekuatan pembuktian dalam hukum acara perdata surat autentik atau surat dalam

bentuk resmi sebagaimana tersebut pasal 187 huruf a dan b KUHAP, dinilai sebagai alat bukti yang

“sempurna”, dan mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang mengikat bagi hakim. Sedangkan

dalam hukum acara pidana tidak mengatur secara khusus tentang nilai kekuatan pembuktian surat.

Ditinjau dari segi teori dan di hubungkan beberapa prinsip pembuktian yang diatur dalam KUHAP

dapat ditinjau,[15] sebagai berikut:

1) Ditinjau dari segi formal, alat bukti surat yang disebut dalam pasal 187 huruf a,b, dan c

merupakan alat bukti yang “sempurna”. Sebab bentuk surat-surat di dalamnya dibuat secara

resmi menurut formalitas yang ditentukan dalam undang-undang, dan dibuat oleh pejabat

yang berwenang yang memiliki nilai bukti yang sempurna. Oleh karena itu, alat bukti surat

resmi mempunyai nilai “pembuktian formal yang sempurna”, dari segi formal ini dititikberatkan

dari sudut “teoritis” dikesampingkan oleh beberapa asas dan ketentuan yang terdapat dalam

KUHAP, yaitu adanya batas minimum pembuktian yang ditentukan oleh pasal 183 KUHAP.

2) Ditinjau dari segi materiil, semua bentuk surat yang disebut dalam pasal 187 KUHAP “bukan

alat bukti yang mempunyai kekuatan mengikat”. Nilai kekuatan pembuktian sama halnya

dengan nilai kekuatan pembuktian saksi dan alat bukti keterangan ahli, sama-sama

mempunyai nilai kekuatan yang “bersifat bebas”. Hakim bebas untuk menilai kekuatan

pembuktian, bebas untuk menggunakan atau menyingkirkan.

Dasar alasan ketidakterikatan atas alat bukti surat tersebut, didasarkan pada beberapa

asas; antara lain :

a) asas proses pemeriksaan perkara pidana ialah untuk mencari kebenaran materiil atau

“kebenaran sejati” (meteriel waarheid), bukan mencari kebenaran formal;

b) asas keyakinan hakim, asas ini berhubungan erat dengan sistem pembuktian yang dianut

dalam KUHAP.

42

Page 43: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

c) asas batas minimum pembuktian, ditinjau dari segi formal alat bukti surat (autentik) sebagai

alat bukti yang sah dan bernilai sempurna, akan tetapi kesempurnaan tidak berdiri sendiri,

melainkan perlu bukti pendukung lainnya.

4) Alat Bukti Petunjuk

Dalam pasal 188 KUHAP, pengertiannya alat bukti petunjuk adalah sebagai berikut:

(1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik

antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan

bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

(2) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari; keterangan

saksi; surat; keterangan terdakwa.

(3) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu

dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan

dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.

Alat bukti petunjuk diperlukan apabila alat bukti yang lain belum mencukupi batas minimum

pembuktian yang dutentukan dalam pasal 183 KUHAP, alat bukti petunjuk tidak dapat berdiri sendiri

melainkan berhubungan dengan alat bukti lainnya. Alat bukti petunjuk dapat digambarkan sebagai

alat bukti yang lahir dari kandungan alat bukti yang lain,[16] karena :

(1) selamanya tergantung dan bersumber dari alat bukti yang lain;

(2) alat bukti petunjuk baru diperlukan dalam pembuktian, apabila alat bukti yang lain belum

dianggap hakim cukup membuktikan kesalahan terdakwa. Atau dengan kata lain, alat

bukti petunjuk baru dianggap mendesak mempergunakannya apabila upaya pembuktian

dengan alat bukti yang lain belum mencapai batas minimum pembuktian;

(3) oleh karena itu, hakim harus lebih dahulu berdaya upaya mencukupi pembuktian dengan

alat bukti lain sebelum mempergunakan alat bukti petunjuk;

(4) dengan demikian upaya mempergunakan alat bukti petunjuk baru diperlukan pada tingkat

keadaan daya upaya pembuktian sudah tidak mungkin diperoleh lagi dari alat bukti yang

lain.

43

Page 44: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

Nilai kekuatan pembuktian petunjuk sifat dan kekuatan pembuktian sama

dengan pembuktian keterangan saksi, keterangan ahli dan alat bukti surat sifat kekuatan

pembuktian yang “bebas”. Hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian oleh petunjuk, hakim

bebas menilai dan mempergunakan dalam pembuktian.

5) Alat Bukti Keterangan Terdakwa

Adalah suatu keterangan terdakwa yang disampaikan di dalam sidang pengadilan.

Keterangan terdakwa lebih luas dari pengakuan terdakwa. Pengakukan terdakwa tidak

menghapuskan kewajiban pembuktian, proses pemeriksaan dalam pembuktian selamanya tetap

diperlukan sekalipun terdakwa mengaku, jaksa penuntut umum tetap berkewajiban untuk

membuktikan kesalahan terdakwa dengan alat bukti yang lain, pengakuan terdakwa “bersalah“ sama

sekali tidak menghapuskan pembuktian. Pasal 189 ayat (4) KUHAP menyatakan bahwa:

(1) Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan

yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri;

(2) Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu

menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang

sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya;

(3) Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri;

(4) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan

perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertal dengan alat bukti yang

lain.

Pengakuan terdakwa atau keterangan terdakwa bukan merupakan alat bukti yang

sempurna, juga tidak memiliki pembuktian yang menentukan untuk menjatuhkan kesalahan

terdakwa, melainkan perlu alat pembuktian yang lain. Dari ketentuan pasal 189 ayat (1) dan ayat (2)

KUHAP tersebut keterangan terdakwa dapat dibagi dua yaitu ;

(a) Keterangan terdakwa yang diberikan diluar sidang pengadilan (The Confession Outside Court), asas ini menerangkan bahwa keterangan yang diberikan di luar

sidang pengadilan tidak mempunyai nilai kekuatan alat bukti, melainkan dapat

membantu dan menemukan alat bukti dalam persidangan.

44

Page 45: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

(b) Keterangan terdakwa yang diberikan dalam sidang pengadilan, baru merupakan alat

bukti. Keterangan terdakwa tersebut berisi pernyataan terdakwa tentang apa

yang ia diperbuat, apa yang ia lakukan dan apa yang ia alami.

3. Sistem Pembuktian

Sistem pembuktian ada beberapa ajaran yang berhubungan dengan

teori pembuktian, dalam teori dikenal 4 sistem pembuktian yaitu :

a. Conviction in Time

Sistem pembuktian Conviction in time adalah sistem pembuktian yang mengajarkan

dalam menentukan kesalahan terdakwa semata-mata ditentukan oleh penilaian pada ”keyakinan”

hakim. Hakim dalam menjatuhkan kesalahan terdakwa tidak terikat dengan alat bukti. Dari mana

hakim menyimpulkan keyakinan yang dijadikan dasar untuk menjatuhkan putusan terdakwa, dalam

sistem ini tidak menjadi masalah. Keyakinan boleh diambil dari alat bukti yang dihasilkan dalam

persidangan atau tidak mempergunakan alat bukti yang ada dipersidangan. Hakim langsung

menarik keyakinan dari keterangan atau pengakuan terdakwa. Sekalipun kesalahan terdakwa telah

cukupbukti, jika hakim tidak yakin maka terdakwa dapat dibebaskan, sebaliknya walaupun

kesalahan terdakwa tidak terbukti dengan melihat alat-alat bukti yang sah, terdakwa bisa dinyatakan

bersalah, semata-mata atas dasar “keyakinan” hakim. Sistem ini unsur subyektif sangat dominan.

Sistem pembuktian conviction in time ini dipergunakan dalam sistem peradilan juri, misalnya di

Inggris dan Amerika serikat.

b. Conviction in Raisone

Sistem pembuktian Conviction in Raisone ini masih mendasarkan pada “keyakinan” hakim

dalam menentukan kesalahan terdakwa, akan tetapi hakim dibatasi. Hakim dalam menjatuhkan

putusan terhadap terdakwa berdasar keyakinannya dan menguraikan alasan-alasan yang rasional

(reasonable). Keyakinan hakim harus mempunyai dasar-dasar alasan yang logis dan dapat diterima

oleh akal, tidak semata-mata berdasar keyakinan tanpa batas. Sistem pembuktian ini disebut

dengan sistem pembuktian bebas.

c. Sistem Pembuktian Secara Positif

Sistem pembuktian positif ini menganut sistem pembuktian menurut undang-undang, yang

berdasar pada alat-alat bukti yang telah ditentukan dalam undang-undang, keyakinan hakim tidak

45

Page 46: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

ikut berperan. Dalam menentukan kesalahan seseorang terdakwa didasarkan atas alat-alat bukti

yang sah yang ditentukan dalam undang-undang, sudah cukup bagi hakim untuk menentukan

kesalahan terdakwa tanpa mempersoalkan keyakinan hakim. Sistem ini, hakim seolah-olah sebagai

robot dalam menjalankan undang-undang, hati nurani hakim tidak ikut dalam menentukan kesalahan

terdakwa. Sistem pembuktian positif ini yang dicari adalah kebenaran formal, dan sistem pembuktian

ini dipergunakan dalam hukumacara perdata.

d. Sistem Pembuktian Secara Negatif

Sistem pembuktian negatif (negatif wettelijk) ini merupakan sistem pembuktian positif dan

sistem pembuktian menurut keyakinan hakim (convictioan in time). Dalam sistem pembuktian secara

negatif ini hakim dalam mentukan kesalahan terdakwa didasarkan pada alat-alat bukti yang sah

yang ditentukan dalam undang-undang dan adanya keyakinan hakim. Terdapat dua komponen

dalam sistem pembuktian negatif ini untuk menentukan kesalahan terdakwa[17], yaitu :

1) pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut

undang-undang;

2) dan keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan dengan alat-alat bukti yang

sah menurut undang-undang. Dengan demikian, sistem ini memadukan unsur “obyektif” dan

“subyektif” dalam menentukan salah atau tidaknya terdakwa dan tidak ada yang dominan di antara

kedua unsur tersebut.

4. Sistem Pembuktian yang Dianut KUHAP

Setelah dijelaskan sistem pembuktian yang ada, sistem pembuktian mana yang di anut

oleh KUHAP?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita baca pasal 183 KUHAP, yang berbunyi

“hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekuramg-

kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-

benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Dari pengertian tersebut dapat diuraikan tentang persyaratan untuk menyatakan

seseorang bersalah menurut KUHAP, yaitu Sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah; hakim

memperoleh keyakinan terjadinya tindak pidana dan terdakwalah yang melakukan. Dari uraian di

atas jelaslah bahwa KUHAP mengatur sistem pembuktian “negatif wettelijk”.

5. Penerapan dan Kecenderungan Sistem Pembuktian KUHAP

46

Page 47: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

Dalam Pelaksanaan sistem pembuktian secara negatif dalam penegakan hukum di

Indonesia baik masa HIR maupun setelah KUHAP berlaku, penerapan sistem pembuktian secara

negatif sebagaimana diamanatkan dalam pasal 183 KUHAP, pada umumnya telah

mendekati makna dan tujuan pembuktian.

Penutup

Bahwa berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik/penyidik pembantu adalah

merupakan kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

KUHAP, dibuat dalam bentuk format tertentu yang memenuhi syarat formal maupun syarat materiil.

Berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik/penyidik pembantu sangat penting karena di

buat atas dasar untuk kedilan, yang selanjuya dijadikan dasar oleh Jaksa Penuntut Umum untuk

melakukan dakwakan kepada seseorang yang diduga melakukan tindak pidana dalam proses

peradilan, bukan untuk kepentingan lain.

Berita acara yang telah dibuat, kemudian disusun menjadi satu bendel/berkas (yang

dinamakan berkas perkara atau BP), dapat menentukan salah tidaknya seseorang dalam proses

peradilan pidana, dengan bukti-bukti yang ada kaitannya dengan peristiwa pidana yang terjadi,

dapat dijadikan dasar Jaksa Penuntut Umum untuk membuktikan kesalahan seseorang yang diduga

sebagai pelaku tindak pidana di depan hakim pengadilan yang memutuskannya.

Berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik/penyidik pembantu yang disusun

menjadi satu bendel/berkas jika salah dan keliru, maka berkas perkara yang dijadikan dasar oleh

Jaksa Penuntut Umum untuk mendakwa seseorang yang diduga melakukan tindak pidana,

kemudian diputus oleh hakim pengadilan akan terjadi kesesatan, pada akhirnya akan terjadi

pelanggaran hak asasi manusia.

47

Page 48: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULANSetelah dicermati, disusun, dirancang, dan diupayakan penyusunan bahan belajar latihan

manajemen kewilayahan untuk para bintara gakkum Polair ini, maka disimpulkan bahwa s tandar

kompetensi untuk lulusannya yang akan diraih dan diharapkan oleh institusi Polri, agar para Bintara

Gakkum Polair antara lain adalah sesuai dengan tujuan pelatihan Bintara Gakkum Polair ini yaitu

untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap perilalu Bintara Polri sehingga

memiliki kemampuan dalam melaksanakan penegakkan hukum diperairan melalui mekanisme

pelaksanaan patroli perairan, hasil pemeriksaan dokumen dan kapal dapat diketahui bahwa telah

terjadi suatu tindak pidana atau pelanggaran terhadap ketentuan peraturan yang berlaku.

Capaian yang demikian tidaklah semudah seperti membalikkan kedua telapak tangan,

oleh karena itu perlunya upaya kuat dari semua pihak (lembaga/SPN, siswa, tenaga pendidik) dalam

menciptakan situasi dan iklim pembelajaran yang kondusif dan penguasaan materi yang lengkap,

situasi kelas yang nyaman, terkini /up to date, terampil dan mumpuni serta profesional dalam

memberi pelatihan.

B. SARAN

48

Page 49: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

Saran perlu disampaikan terkait keinginan pimpinan agar tercipta komunikasi 2(dua) arah

antara gadik dan siswa untuk memperoleh kemajuan bersama dalam rangka mendidik dan

memajukan personil Polri yang bertugas di kewilayahan. Kemudian terkondisikan suasana belajar

mengajar yang nyaman, sesuai dengan kompetensinya. Oleh karena itu disarankan antara lain

adalah :

1. Disarankan hanjar pelatihan bintara gakkum Polair yang ada ini menjadi pedoman dalam

pelaksanaan tugas para bintara gakkum Polair dan berkelanjutan;

2. Disarankan hanjar pelatihan bintara gakkum Polair apabila dirasa perlu untuk mendapatkan

muatan yang lebih terkini sekiranya semua pihak membantu memperkaya isi atau muatan

keilmuan sehingga penulis bangga hasil karyanya mendapatkan apresiasi dari siapapun.

3. Penguasaan keilmuan yang mendorong agar siswanya terampil dalam mengemban tugas

kepolisian terutama ilmu manajemen, kepemimpinan, penguasaan peraturan perundangan

adalah urgent dan utama, akan tetap yang paling pokok, prinsip dan terpenting adalah perihal

pengendalian diri, berupaya meningkatkan mutu adab, akhlakul karimah/ akhlak yang baik

dan terpuji sebagai cerminan aparatur negara yang mencerminkan perilaku Pancasila dan

beragama. Artinya negara mengharapkan terbentuk sosok personil Polri yang berakhlak

mulia/ terpuji yang memiliki pengetahuan.

Demikian Bahan Belajar (Hanjar) bintara gakkum yang perdana ini disusun sebagai

pedoman, dengan harapan para bintara gakkum menjadi terpola teliti, praktis, efektif, efisien, dan

waspada serta terampil dalam memberikan pelayan dan pengayoman kepada masyarakat

sebagaimana yang tertera di dalam peraturan Kapolri yang mengatur tentang manajemen

operasional kepolisian dan susunan organisasi dan tata kerja pada tingkat kepolisian daerah dan ,

serta bagamana mengelola suatu gangguan kamtibmas dan penanganan permasalahan yang

muncul, kemudian melaksanakan penghentian kapal, pemeriksaan kapal dan kelengkapan

administrasi pemriksaan secara efektif dan efisien.

49

Page 50: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Mabes Polri, Jakarta.

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Daerah. Mabes Polri, Jakarta.

Jenderal Polisi Drs. Timur Pradopo. 2011. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

Nomor 9 Tahun 2011 tentang Manajemen Operasi Kepolisian. Mabes Polri, Jakarta.

Kresno Buntoro.2012. Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) Prospek dan Kendala. Cetakan

Pertama. Sekolah Staf dan Komando TNI AL (SESKOAL). Jakarta.

Bahder Johan Nasution. 2008. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Cetakan Pertama. Mandar Maju,

Bandung.

Syahmin A.K., 1988, Beberapa Perkembangan dan Masalah Hukum Laut Internasional(Sekitar

Penegakan Hukum di Perairan Yurisdiksi Nasional Indonesia Dewasa Ini). , Binacipta,Bandung.

Prijanto, Heru, 2007, Hukum Laut Internasional. , Bayu Media, Malang.

Subagyo, P. Joko, 1993, Hukum Laut Indonesia. , Rineka Cipta, Jakarta

50

Page 51: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

Blogger Abbas archa, Koresponden : Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah, Jl Arif Rahman

Hakim No. 150 Sukolilo - Surabaya 60111, diunduh hari senin 16 Mei 2016 pkl 11.09 wib

JAKARTA (Pos Kota)

Sianturi, Tindak Pidana Khusus, Sianturi, Azas-Azas Hukum Pidana. Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, l996.

-----------, Pembaharuan Hukum Pidana dalam Perspektif Kajian Perbandingan, Citra Aditya Bakti, Bandung,

2005

-----------, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan penanggulangan Kejahatan, PT Citra Aditya,

Bandung, 2001.

Allot, Anthony, The Limits of Law, dalam Barda Nawawi Arief.

A. Garner, Bryan, Blacks Law Dictionary, Seven Edition, St Paul, Minn, 1999.

Bruggink,J.J.H., Rechtsreflecties, alih bahasa Arief Sidharta, Citra Aditya Bakti, Bandung, l996.

Black, Donal Socilogi Justice, 1986.

Englebecht, R.Susilo “Sculd” diartikan kesalahan, M.Budianto dan K.Wantjik Saleh” Sculd” diartikan

kekhilafan. Lihat juga P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1997.

51

Page 52: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

Hadjon, Philipus M. dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, 2005.

Hantum, Van, dalam J.E.Sahetapy,.(editor penerjemah), Hukum Pidana, Kumpulan Bahan Penataran

Hukum Pidana Prof. Dr.D.Schaffmeister, Prof.Dr. Nico Keijzer dan Mr. E.PH. Sitorus, Liberty,

Yogjakarta, 1995.

Hamzah, Andi, Asas-Asas Hukum Pidana, Yarsif Watampone, Jakarta, 2005.

Hutchinson, Terry, Researching and Writing in Law, Lawbook, Sydney, 2002.

J. Noyon-G.E. Langemeyer, Het Wetboek van Strafrecht, Arnhem : S.Gonda-Quint, l954.

JM Van, Bemmelen, Ons Strafrecht, HD-TW & Zoon NV, Haarlem, 1968,

Lamintang, PAF, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, l997.

-----------,Lamintang, P.AF, Delik-Delik Khusus Kejahatan Jabatan danKejahatan-Kejahatan Jabatan Tertentu Sebagai Tindak Pidana Korupsi, Pionir Jaya, Bandung, 1991,h.276.

Mahmud Marzuki, Peter, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, 2005.

Mertokusumo, Sudikno,Mengenal Hukum, Liberty, Yogjakarta, 2004.

52

Page 53: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rinika Cipta, Jakarta, 2008.

-----------,Moelyatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1983

Minarno, Nur Basuki, Penyalahgunaan Wewenang dan Tindak Pidana Korupsi Dalam Pengelolaan Keuangan Negara, Laksbang Mediatama, Cet ke 1, Surabaya, 2008.

Moris L. Cohen, et.all, Legal Research in a Nut Shell, West Publishing Co., St. Paul, Minn, l992.

Moch. Anwar, H.A.K, Brigjen Polisi Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP BUKU II) Jilid I, Penerbit Citra

Aditya Bakti, Bandung, 1994.

Packer, H.L., The Limits of the Criminal Sanction, Stanford University Press, California, 1968.

Paton, G.W. Text Book Of Jurisprudence, Oxpord.

Poernomo, Bambang, Asas-Asas Hukum Pidana, Terbitan kelima, Ghalia, Jakarta, l985.

Prodjohamidjojo, Martiman, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia 2, Pradnya Paramita,

Jakarta, 2002.

Remmelink, Jan, Hukum Pidana Komentar Atas Pasal-Pasal Terpenting Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia , Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta, 2003.

53

Page 54: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

R. Dye, Thomas, dalam Barda Nawawi Arief, Penetapan Pidana Penjara Dalam Perundang-undangan Dalam Rangka Usaha PenanggulanganKejahatan,UNPAD,1986.

Sahetapy, J.E. (editor penerjemah), Hukum Pidana, Kumpulan Bahan Penataran Hukum Pidana Prof. Dr. D.

Schaffmeister, Prof. Dr. Nico Keijzer dan Mr. E. PH. Sutorius, Liberty, Yogjakarta, l995.

Smith, Russel G, Crime in the Professions, Ashgate Publishing Limited, England, 2004.

Susanto, I.S, Kejahatan Koorporasi, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1995.

Surakhmad, Wiranto, Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Metode dan Teknik, Bandung, 1972.

Schaffmeister, D, D.N. Keijzer dan E.PH.Sutorius, Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti,Cetakan ke II,

Bandung, 2007.

Sangsaka, Hari, dan Lely Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Mandar Maju, Bandung, 2003.

Yahya Harahap, M, Pembahasan Permasalahan dan Penerapam KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta, 2003.

Undang-undang

54

Page 55: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

Undang-undang Nomor I Tahun 1946 Jo Undang-undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang berlakunya

Peraturan Hukum Pidana.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.

Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 yang telah diubah dengan Undang- undang Nomor 4 Tahun 2004

tentang Kekuasan Kehakiman.

Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Tahun 1968 .

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Himpunan Bujuklak, Bujuklap dan Bujukmin Proses Penyidikan Tindak Pidana, Mabes Polri, Jakarta,

September 2000.

55

Page 56: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

[1]Disampaikan dalam Rangka Pelatihan Pembuktian Terkait Saksi Dalam Proses Peradilan

Kerjasama Fakultas Hukum Universitas Airlangga Dan Bank Rakyat Indonesia Angkatan I Tanggal

13 Oktober 2011.

[2] Yahman Praktisi Hukum dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya.

[3]Lihat, Himpunan Bujuklak, Bujuklap dan Bujukmin Proses Penyidikan Tindak Pidana,

Mabes Polri, Jakarta, September 2000, hal. 230.

[4]Suatu Istilah dari perseteruan antara “Cicak dan Buaya” dalam kasus Bibit Candra dan

Susno Duadji yang menjadi perhatian Publik, Politisi, maupun para Pakar Hukum serta tidak henti-

hentinya menjadi komentar atau pendapat, dalam media cetak maupun media elektronik.

[5] Lihat Pasal 13 Undang-undang Kepolisian RI Nomor 2 Tahun 2002

[6]I.S. Susanto, Kejahatan Koorporasi, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,

Semarang, 1995, hal. 5.

[7]Lihat Himpunan Bujuklak, Bujuklap dan Bujukmin Proses Penyidikan Tindak

Pidana, Loc.Cit.

[8]Ibid. hal. 231.

[9]Lihat Kasus Penangkapan dan Penahanan serta Proses Peradilan yang dialami oleh

Hambali di Jombang, ternyata ditemukan pelaku yang sebenarnya, hal ini didasarkan atas

pengakukan tersangka dalam tekanan pisik maupun psikis untuk mengejar pengakuan, pembuktian

tidak dilakukan secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.

[10]Lihat Himpunan Bujuklak, Bujuklap dan Bujukmin Proses Penyidikan Tindak

Pidana, Op.Cit. hal. 235.

[11]M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapam KUHAP, Sinar Grafika,

Jakarta, 2003, hal.273.

[12]Hari Sangsaka dan Lely Rosita, Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana, Mandar

Maju, Bandung, 2003, hal. 10.

[13]Ibid. hal. 48

[14]Ibid. hal. 60

56

Page 57: Proses Penegakan Hukum (gakkum)  tindak pidana  riksa saksi tsk; AKBP DADANG

[15]M. Yahaya Harahap, Op Cit, hal. 309.

[16]Ibid. hal. 316.

[17]Ibid.hal. 279.

57