PROSES KREATIVITAS PADA FILM “lesTARI” SUTRADARA ONNY ...
Transcript of PROSES KREATIVITAS PADA FILM “lesTARI” SUTRADARA ONNY ...
376. Jurnal FSD, Vol. 1 No. 1
PROSES KREATIVITAS PADA FILM “lesTARI”
SUTRADARA ONNY KRESNAWAN
(THE PROCESS OF CREATIVITY IN THE FILM “lesTARI” DIRECTOR ONNY KRESNAWAN)
Liswani Arfah, Sri Wahyuni
Program Studi Televisi dan Film
Fakultas Seni dan Desain, Universitas Potensi Utama
[email protected], [email protected]
ABSTRAK
Kreativitas adalah sebuah kemampuan yang dimiliki oleh individu. dibalik sebuah karya yang
mengandung estetika terdapat kreatyivitas didalamnya yang mencakup kesatuan (unity),
kerumitan (Complexity), kesungguhan (intensity) Penelitian ini menggunakan metode kuliatatif
dengan pendekatan teori dari Monroe Breadsley dan juga beberapa sumber lainnya. Setelah
penulis melihat dan menganalisinya ternyata dapat diketahui bahwa film lesTARI memiliki
makna pesan untuk mendidik dan mencerdaskan anak bangsa. Lewat makna pesan dalam film
lesTARI kita bisa mengetahui bahwa tanpa kita sadari budaya luar sangat mempengaruhi anak-
anak muda sekarang, begitu banyak masyarakat yang kurang mempedulikan budaya sendiri.
Bagi masyarakat marilah kita menjaga keseltarian budaya dan melestarikannya bersama-sama,
jangan mudah terpengaruh dengan hal-hal negatif yang ada di zaman sekarang. Dimana hasil
yang didapatkan dalam penelitian ini adalah terpilihnya adegan konflik permasalahan yang
terjadi dalam pelestarian budaya, perekonomian, pergaulan bebas, hingga permecahan
masalah yang terjadi . Adapun tujuan dari penelitan ini adalah untuk mengetahui kreativitas
pada film lesTARI dengan pesan-pesan yang terkandung.
Kata Kunci : Estetika, Kreativitas, lesTARI
ABSTRACT
Creativity is an ability possessed by individuals. Behind a work that contains aesthetics there is
creativity in it which includes unity, complexity, intensity This research uses a kuliatative
method with a theoretical approach from Monroe Breadsley and also several other sources.
After the writer sees and analyzes it, it can be seen that lesTARI film has a message meaning to
educate and educate the nation's children.Through the meaning of the message in the lesTARI
film we can find out that without our awareness of external culture, it really affects young people
now, so many people do not care about their own culture. For the community, let us maintain
cultural harmony and preserve it together, do not be easily influenced by negative things that
exist today. Where the results obtained in this study are the chosen scene of conflict problems
that occur in the preservation of culture, economy, promiscuity, to solving problems that occur.
The purpose of this research is to find out the creativity in lesTARI films with the messages
contained.
Keywords: Aesthetics, Creativity, lesTARI
Liswani, Proses Kreativitas Pada Film… 377
1. PENDAHULUAN
Film adalah media komunikasi massa yang bersifat audio visual untuk menyampaikan
suatu pesan kepada masyarakat. Pesan film pada komunikasi massa dapat berbentuk apa saja
tergantung dari misi film tersebut. Akan tetapi, umumnya sebuah film dapat mencakup
berbagai pesan, baik itu pesan pendidikan, hiburan dan informasi.Film lesTARI bertemakan
kebudayaan, dan memiliki alur cerita yang seperti nyata di jaman sekarang ini.Ditengah arus
modernisasi jaman, Tari bertekad merawat dan melestarikan seni tari tradisional asal
kampungnya di Serdang Bedagai, Yakni tari serampang 12. Meski didera persoalan ekonomi
di keluarga serta cemooh dan godaan jalan pintas hidup mewah dari temannya, lestari tetap
fokus pada goresan petuah almarhum ayahnya “Jaman boleh berubah tapi kebudayaan kita
tetap lestari”. Film ini mampu membuka mata kita bahwa kebudayaan kita patut dijaga dan
dilestarikan sampai kapanpun. Apalagi dijaman sekarang yang sudah sangat jelas terlihat
bahwa budaya luar sudah mempengaruhi masyarakat. Bahkan banyak anak remaja yang
sangat gampang terpengaruh dengan budaya luar, contohnya terlihat dari segi pakaian, gaya,
musik, dan juga tari-tarian. Betapa sangat disayangkan kita harus kehilangan budaya sendiri
yang tidak kalah indah dengan kebudayaan luar, banyak hal yang dapat dipelajari dalam film
ini yaitu dikehidupan Tari.
Esefde adalah salah satu PH yang sudah tidak diragukan lagi hasil karya-karyanya,
contohnya yaitu film lesTARI, film lesTARI sangat memiliki pesan-pesan moral yang
bertujuan baik untuk masyarakat agar sadar dengan keadaan dilingkungan sekitar, film
lesTARI di sutradarai oleh Onny Kresnawan dan dibuat di awal tahun 2019. Film lestari
tidak membatasi kreativitas didalam penyungguhan visualnya dalam setiap scane. Hal ini
bertujuan agar penonton tertarik untuk mencari dan mendapatkan informasi estetika
kreativitas tersebut, seperti keindahan dalam bentuk audio dan visual.
Film lesTARI memiliki durasi tidak terlalu lama yaitu berkisaran 30 menit, selama
masa pra produksi, produksi, pasca produksi selalu dipantau dan diarahkan oleh sutradara
secara langsung yang bertujuan untuk mendapatkan visual gambar yang menarik dengan
penetapan angle, shot size disetiap gerak. Hal ini bertujuan agar gambar yang dihasilkan
terlihat menarik dan dapat sampai pesan dari film kepada masyarakat melalui visualnya.
Setelah proses pengambilan gambar masuklah proses editing. Proses ini dilakukan dengan
menggabungkan potongan-potongan gambar yang kemudian ditambahkan beberapa efek-
efek visual pendukung seperti transisi dan teks sebagai penjelas dialog karena film lesTARI
memakai bahasa melayu asli Serdang Bedagai. Setelah tahapan-tahapan tersebut selelasai,
kemudian dijadikan dalam bentuk satu video yang berbentuk audio visual dengan terdapat
estetika kreativitas didalamnya.
Dalam penelitian ini penulis memiliki tinjauan kepustakaan dari beberapa jurnal dan
skripsi, yaitu penelitian Fajar Aji yang berjudul “Estetika Film Nagabonar jadi 2. Disini ia
membahas ada beberapa yang menjadi pokok permasalahannya dirumuskan menjadi
beberapa pertanyaan, antara lain: (1) Bagaimana keberadaan film Nagabonar Jadi 2; (2)
Bagaimana alur dramatik film Nagabonar Jadi 2; (3) Bagaimana film Nagabnar Jadi2
apabila dikaji dengan pendekatan estetika. Film (Nagabonar Jadi 2) merupakan medium
seni hasil kreativitas manusia untuk mengungkapkan tujuannya melalui paduan gambar dan
suara.Untuk mengetahui maksud dan tujuan yang dimanivestasikan ke dalam paduan
gambar dan suara tersebut, maka digunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat
interpretatif menggunanakan pendekatan estetika dari Monroe Breadsley
378. Jurnal FSD, Vol. 1 No. 1
Pendekatan estetika yang digunakan meliputi tiga tahapan yaitu unity (kesatuan),
complexity (kerumitan), dan intensity (kesungguhan). Simpulan yang diperoleh adalah
keberadaan film Nagabonar Jadi 2 pada tahun 2007 mampu menjawab kebosanan
masyarakat sejak bangkitnya perfilman di Indonesia pada tahun 2007 berkaitan dengan tema
nasionalisme dan genre drama komedi yang terdiri dari tahap pembukaan, pertengahan, dan
tahap penutupan. Estetika film Nagabonar Jadi 2 melekat pada rangkaian peristiwa yang
dimanivestasikan ke dalam paduan gambar dan suara, sehingga menghasilkan sebuah
tayangan yang mampu memberikan pengalaman estetik yang membuat penonton ikut
merasakan suasana lucu, sedih, haru, gembira, serta dapat menyerap maksud dan tujuan
yang ingin disampaikan [1]
Penelitian dari Ivan Bagus Nimoyan yang berjudul Estetika Visualisasi Teaser Batik
Paras Gempal Dalam Acara Banyuwangi Batik Vestival 2015 membahas tentang karya
audio visual dengan memperhatikan estetika agar pesan dapat tersampaikan dengan baik
serta dapat membuat penonton terkesan. Teaser batik paras gempal berfungsi sebagai
penarik perhatian pemirsa serta sebagai media yang menginformasikan kepada masyarakat
tentang tema BBF 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengtahui estetika dari visualisasi
yang nampak sebagai berikut; 1) Visualisasi kegunaan atau fungsi batik paras gempal, 2)
wujud batik paras gempal, 3) proses pembuatan batik, 4) filosofi batik paras gempal, 5)
kebudayaan Banyuawangi khusunya suku Using. Seluruh tampilan teaser batik paras
gempal sejumlah 29 scane dianalisis dari unsur naratif serta sinematik, selanjutnya dianalisis
menggunakan Estetika Monroe Breadsley. Seluruh tampilan pada teaser batik paras gempal
menyampaikan pesan atau informasi yang jelas tentang batik paras gempal dan tentang
budaya Banyuawangi khususnya suku Using, serta dapat mempengaruhi mood penonton
sehingga membuat indah [2]
Tesis yang berjudul Kajian Struktur Dramatik dan Estetika Komik Wayang Garudayana
Karya Is Yuniarto dari Institut Seni Indonesia Surakarta oleh Dhevi Enlivena Irene Restia
Mahelingga. Penelitian ini mengkaji gaya komik wayang Garudayana mulai dari ide,
gagasan, gaya komik is Yuniarto dalam wayang Garudayana seara rinci. Penelitian ini
memfokuskan pada struktur dramatik komik wayang Garudayana dan Estetika.Estetika yang
digunakan adalah estetika seni rupa milik Monroe Breadsley [3]
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunkan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif ini dengan
pertimbangkan bahwa penelitian ini nantinya menganalisis kreativitas yang disampaikan
pada film “lesTARI”. Pengguanaa data kualitatif tersebut dimaksud untuk mempertajam dan
sekaligus memperkaya analisis kualitatif itu sendiri [4]. Sedangkan taraf analisis dalam
penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini dimaksud untuk memberikan gambaran dan
penjelasan terkait dengan rumusan masalah.Penelitian ini membahas beberapa adegan yang
memiliki estetika kreativitas yang terdapat pada beberapa scane di dalam film lesTARI [5].
Objek penelitian adalah film lesTARI karya dari sutradara Onny Kresnawan yang dirilis
pada awal tahun 2019.Sedangkan unit analisis penelitian ini ada potongan gambar yang
berkaitan dengan rumusan masalah.
Teknik pengumpulan data terbagi menjadi dua, yaitu; 1) Data Primier adalah data yang
diperoleh dari rekaman video original berupa satu keping DVD film Lestar, kemudia dipilih
visual atau gambar dari adegan-adegan film yang diperlukan untuk penelitian. 2) Data
Liswani, Proses Kreativitas Pada Film… 379
Sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur. Literatur yang mendukung data primier,
seperti kamus, internet, artikel, buku-buku, catatan kuliah yang berhubungan dengan
penelitian. Dan juga melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Dokumentasi, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang berupa catatan
formal dan juga video film lesTARI serta artikel yang didapat dengan mengunduh dari
internet serta catatan lain yang berkaitan dengan penelitian.
2. Wawancara, proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab sambil bertatap muka antara peneliti dengan narasumber. Keterangan-keterangan
yang hendak diperoleh melalui wawancara biasanya adalah keterangan dalam memperoleh
dan memastikan fakta, memperkuat kepercayaan, mengenali standart kegiatan, dan
mengetahui alasan seseorang.
3. Studi pustaka, proses langkah awal dalam metode pengumpulan data. Studi pustaka
merupakan metode pengumpulan data yang diarahkan kepada pencarian data dan informasi
melalui dokumen-dokumen baik dokumen tertulis, foto-foto, gambar, maupun dokumen
elektronik yang dapat mendukung dalam proses penulisan. Studi pustaka dilakukan dengan
cara mendatangi perpustakaanp Universitas Potensi Utama dan buku-buku yang dimiliki
oleh penulis, dan juga melakukan searching di internet yang berkaitan dengan pembuatan
film lesTARI”.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penceritaan didalam film berbeda dengan di medium seni yang lain seperti drama
panggung atau novel. Film becerita melalui gambar begerak yang awalnya dari kepingan-
kepingan gambar kemudian disusun satu-persatu melalui proses penyuntingan. Peran
sutradara menjadi sangatlah penting dalam menciptakan sebuh karya film.Penyutradaraan /
Sutradara adalah profesi yang memiliki tugas dan tanggung jawab yang berat. Bertanggung
jawab sepenuhnya secara profesional dalam elaksakan suatu proses produksi/penyiaran
televisi. Dengan memiliki kemampuan yang luas, kreatif, imaginative, interpretive,
innovative, dalam berkarya dan bermanfaat bagi orang lain dan juga dirinya sendiri.
Sutradara harus memiliki daya imajinasi yang tinggi dengan kreativitasnya. Kreativitas
merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, yaitu kebutuhan akan perwujudan diri
(aktualisasi diri) dan merupakan kebutuhan paling tinggi manusia. Pada dasarnya, potensi
kreatif dimiliki oleh seluruh manusia. Kreativitas dapat diidentifikasi dan dirangsang dengan
pendidikan yang tepat, proses kreativitas dapat menghasilkan suatu keindahan (estetika).
Proses kreatif menurut Monroe [6] Secara garis besar dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Adanya karakteristik
Yang dimaksud disini adanya karakteristik yang sama pada setiap karya seni dan
medianya; gejala ini tampak karena hampir setiap karya seni selalu menggunakan topic
utama. Dengan demikian pendekatan pola kreatif hasil akhir akibat proses kreatif yang sama
pula.
2. Adanya analogi pengalaman estetis
Gejala ini terbkti karena adanya apresiasi dan penghargaan untuk di nilai.Dengn
demikian tentu ada pola kreativitas yang terdapat dipergunakan untuk mencapai hal itu.
3. Adanya analog antara satu kegiatan kreatif lainnya
Hal ini diungkapkan secara kreatif dengan kegiatan kreatif lainnya.Hal ini diungkapkan
secara klasik oleh Dewey dengan mencoba melakukan riset bagaimana sebenarnya manusia
berfikir. Ada sumber utama yang dapat kita
380. Jurnal FSD, Vol. 1 No. 1
kaji, terutama dari apresiasi kreatif. Ketiga sumber itu adalah yang dimiliki oleh seniman.
Monroe Breadsley (1981) dalam dalam Problems in the Philosophy of Criticism yang
menjelaskan adanya 3 ciri yang menjadi sifat-sifat membuat baik (indah) dari obyek estis
pada umumnya,ketiga cirri itu antara lain :
1. Kesatuan (unity)
Yang dimaksud disini bahwa suatu benda estis tersusun secara baik dan sempurna.
2. Kerumitan (complexity)
Karya-karya seni yang bersangkutan tidaklah sederhana sekali, melainkan kaya akan isi
maupun unsur-unsur yang saling berlawanan atau memiliki perbedan-perbedaan yang
halus.
3. Kesungguhan (intensity)
Suatu benda atau karya seni yang baik harus mempunyai suatu kualitas tertentu yang
menonjol dan bukan sekedar sesuatu yang kosong. Tak menjadi soal kualitas apa yang
dikandungnya (misalnya suasana suram atau gembira, sifat lembut atau kasar), asalkan
merupakan sesuatu yang intensitif atau sungguh-sungguh.
1. Scene Satu
Gambar 1. Potongan gambar pada film lesTARI
(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)
Film “lesTARI” pada tahap permulaan ini diperlihatkan dengan adegan karakter Tari yang
sedang mengajarkan teman-temannya menari di pesisir pantai. Fungsi adegan pembuka atau pemulaan
adalah untuk memperkenalkan setting (ruang dan waktu), tokoh, dan masalah utamanya kepada pennton.
Adean pembuka atau opening harus ditampilkan secara sistematis dan berstruktur agar penonton dapat
mengenali satu-persatu dari mulai tokohnya, peristiwa itu terjadi dimana dan kapan, serta
permasalahannya apa. Teknik penyambungan gambar pada bagian ini dilakukan secara berurutan setelah
cerita yng satu selesai kemudian berganti ke cerita yang lain. Hal itu dapat dilihat pada adegan-adegan
awal film “lesTARI”, seperti pad gambar diatas.
Gambar diatas merupakan intro film dimana alur cerita menggambarkan suasana kampung
nelayan dipesisir, perpindahan gambar membawa kita untuk melihat para remaja Melayu berlatih
dipinggir pantai. Scene ini merupakan bagian dari kesatuan (unity) karena disetiap adegan pada scene ini
kita dapat mencerna bahwasanya identitas film ini berasal dari pesisir Serdang Bedagai. Serta potongan
gambar atau cutting yang dapat diterima nalar manusia,warna pada scene ini seirama serta
berkesinambungan sesuai dengan kesatuan (unity) dari teori Monroe Breadsley. Cuaca yang kurang
mendukung membuat gambar menjadi mendung dikarenakan cuaca yang kurang bersahabat, kondisi
cuaca menjadi kerumitan (complexity).Sebagai pencipta seharusnya dapat mengantisipasi jika terjadinya
Liswani, Proses Kreativitas Pada Film… 381
suatu kendala yang terdapat pada scene ini.Dop pada scene ini kreatif dalam hal sudut pengambilan mulai
dari pergerakkan kamera, pegerakkan drone, sehingga editor dengan mudah menyusun tiap gambar
walaupun berbeda dengan gambar sebelumnya tetapi tetap terlihat continuity nya ini merupakan suatu
kesunggan (intensity).
2. Scene dua
Scene ini bercerita tentang konflik perekonomian keluarga sehingga Tari dianjurkan ibunya untuk
tidak melanjutkan Tarian dan harus bekerja.
Gambar 2. Potongan gambar pada film lesTARI
(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)
Pada tahap adegan ini tempo cerita semakin meningkahingga klimaks cerita. Tahap ini juga
umumnya terdapat elemen-elemen kejutan yang membuat masalah lebih kompleks. Masalah utama atau
konflik dalam sebuah film harus bisa diinformasikan dengan jelas kepada penonton. Munculnya konflik
peristiwa yang berjalan secara terus menerus dalam cerita film, harus memiliki peningkatan nilai
dramatiknya yang membuat penonton ingin melihan permasalahan tersebut selesai.
Over Shoulder Shot di awal adegan digunakan untuk memungkinkan penonton memperoleh
pengertian tentang aktivitas objek sedang melakukan sesuatu dan mempelihatkan dimana tokoh itu
berada, maka diperhatikan gambar setting tempat dan property dengan lengkap dan jelas. Potongan
adegan diatas menerangkan kondisi keluarga tari dengan kondisi rumahnya, pada gambar ini terlihat ada
konflik kebutuhan ekonomi sehingga menjadi permasalahan keluarga antara ibu dan anak pada secene
ini banyak menggunakan dialog yang menggunakan bahasa Melayu asli dari Serdang Bedagai. Scene ini
merupakan bagian dari kesatuan (unity) karena susunan cerita di dukung dengan dialog serta visual yang
382. Jurnal FSD, Vol. 1 No. 1
sesuai. Kamera pada scene ini setiap adegan banyak perpindahan shot dan juga menggunakan teknik
pengambilan gambar follow dimana kamera mengikuti objek, sehingga pada scene. Konflik yang di
bangun sangat kurang hanya berisi permasaahan menari yang menurut penulis perlu perkembangan lebih
sehingga konfliknya lebih dapat.
Scene ini merupakan bagian dari kesatuan (unity) karena disetiap adegan pada scene ini kita
dapat mencerna bahwasanya permasalahannya dengan ibunya mengenai faktor ekonomi yang begitu
sulit sangat sesuai dengan property dan setting tempat yang digunakan. Property dan setting sangat
mendukung alur cerita dan begitu pula pada penggunaan bahasa Melayu dan rumah panggung sangat
menguatkan identitas bahwasanya mereka warga asli Serdang Bedagai. Scene ini memberikan
kesinambungan dan nalar manusia yang sesuai dengan kesatuan (unity).
Gambar 3. Potongan gambar pada film lesTARI
(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)
Setting tempat pada dua gambar ini menujukkan kurang memperhatikan estetika dalam tata
artistiknya. Seperti ada kain gorden dan helm yang sangat merrusak tampilan film. Terlihat sekali tidak
melalukakan setting ulang .
Gambar 4. Potongan gambar pada film lesTARI
(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)
Karakteristik pada gambar diatas menampilkan dua orang paangan yang sangat muda, pada
karakter wanita di scene ini gesture saat ia menggendong sangat terlihat sekali bahwa yang digedongnya
bukan lah bayi sungguhan, sehingga mengurangi estetika yang terdapat pada film.
3. Scene tiga
Scene ini berlokasi di sekolah lebih tepatnya di halaman sekolah, pada gambar ini terlihat mereka
sedang membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan humantrafiking. Gambar ini kesatuan atau
contuinity tidak diperhatikan. Sehingga sangat fatal sebuah karya film, sosok pria yang pada digambar
sebelumnya terlihat berdiri di dihadapan mereka berdua tetapi setelah medium shot sosok pria itu tiba-
tiba berada di tengah-tengah antara mereka berudua. Scene ini sudah melanggar aturan contuinity.
Liswani, Proses Kreativitas Pada Film… 383
Gambar 5. Potongan gambar pada film lesTARI
(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)
Secene ini memiliki tiga karakteristik yang berbda-beda, yang pertama si pemeran utama yaitu
Tari, kedua teman perempuannya yang bernama Isma, dan yang terakhir seorang pria. Pemeran utama
yaitu Tari memiliki karakter yang rendah hati dan juga peduli dengan buadaya Melayu, sedangkan
karakter Isma meiliki watak yang keras dan mudah terpengaruh pada budaya-budaya dari luar sehingga
membuatnya terjerumus pada pergaulan bebas, dan pria yang ada pada gambar tersebut memiliki sifat
kemayu dan suka mebiccarakan hal-hal yang belum jelas kebenarannya. Ketiga karakter ini sangat bagus
karena dapat membangkitkan gairah penonton dengan candaan tingkah laku konyol yang di perankan
oleh si pria.
Gambar 6. Potongan gambar pada film lesTARI
(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)
4. Scene empat
Setting lokasi pada scene ini terlihat dua orang objek yaitu Tari dan Isma, Tari yang sedang menari
di pinggir psisir pantai dengan penuh penghayatan, sedangkan Isma sedang duduk santai sambil bermain
hp sangat terlihat dua orang wanita ini memiliki sifat yang berbeda, terlihat dampak bagaimana pengaruh
budaya luar itu membuat Isma menjadi terpengaruh kedalam hal yang negatif.
Gambar 7. Potongan gambar pada film lesTARI
(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)
384. Jurnal FSD, Vol. 1 No. 1
Kerapian pada latar tempat terlihat tampak begitu kumuh, mungkin sang sutradara ingin
mengangkat kondisi fakta lapangan yang ada. Sehingga dapat dilihat oleh pemerintah setempat agar lebih
dirawat lagi kebersihan sekitar. Akan tetapi setidaknya pemilihan tempat harus lebih difikirkan lagi,
karena apa? Seluuruh visual sangat berpengaruh bagi para penonton atau penikmat film untuk
membangun mood penonton dengan pemilihan latar yang tepat.
Gambar 8. Potongan gambar pada film lesTARI
(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)
Gesture tubuh Tari yang sedang menari sangat terlihat luwes dalam melakukan setiap gerakan,
sang sutradara berhsil memilih pemeran utama yang tepat karena dapat menjiwai karakter yang sudah
diberikan, gerakan tarian Melayu ini nembah estetika, tidak hanya dari tarian tapi juga dari teknik
pengambilan, pada dasarnya sang sutradara memilih pemeran utama yang memang memiliki basic
penari.
Gambar 9. Potongan gambar pada film lesTARI
(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)
Scene yang dimana menggambarkan Tari duduk besebelahan dengan Isma terlihat tidak
contuinity karena pada sudut pandang close up terdapat ada nelayan yang berada disampan ketika
berpindah gerakan kamera menjadi medium shot nelayan sebelumnya tidak terlihat. Sehinga sangat
terlihat sekali kurang diperhatikannya contuinity dalam sudut pengambilan gambar.
5. Scene 5
Dalam scene ini sekelompok penari merupakan dari grup Tari sedang berlatih dan terlihat juga Isma
ikut berlatih, namun bukan berlatih menari Melayu melainkan tarian dance modern, Isma mempengaruhi
teman-temannya yang lain untuk melalukan dance modern mengikuti jejaknya tanpa pengetahuan Tari,
tatapi tidak berapa lama Tari mengetahui sendiri bahwa teman-temannya sebagian telah
mengkhianatinya terutama sahabatnya sendiri yaitu Isma.
Gambar10. Potongan gambar pada film lesTARI
(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)
Liswani, Proses Kreativitas Pada Film… 385
Scene ini jika di perhatikan dengan detail terdapat kebocoran didalamnya bukan dari audio
melainkan berasal dari gambar, seperti tanda panah di atas. Anak-anak melihat dari balik sampan dan
sesekali mereka melihat kamera. Perlukan di sterilisasi kondisi tempat dari orang-orang sekitar yang
menonton, untuk menghindari kebocoran-kebcoran yang bisa mengurangi estetika pada film.
6. Scene 8
Scene yang memperlihatkan dua objek yaitu Isma dan pria tua Bangka sedang membicarakan bisnis
tentang yang bersangkut paut dengan Tari, Isma ingin menjerumuskan Tari serta ingin menjual Tari
kepada pria tua yang ada pada gambar, tetapi Tari memiliki sifat dan prinsip yang kuat, pria tua itu ingin
menagih janji kepada Isma namun Isma gagal menepati janjinya sebelumnya pria tua itu sudah
mmberikan uang untuk disampikn ke Tari namun uang tersebut dipakaikai oleh Isma untuk mengontrol
kawat giginya, si pria tua itu kesal dan meninggalkan Isma di café tersebut.
Gambar 11. Potongan gambar pada film lesTARI
(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)
Shot-shot pada scene ini menggunakan sudut pengambilan gambar hight angle, over shoulder
shot, dan juga long shot yang memiliki tujuan-tujuan tersendiri. Kegunaan dari hihgt angle untuk
memperlihatkan setting secara keseluruhan dari tampak atas, over shoulder kegunaannya untuk
memperlihatkan secara detail percakapan antara dua orang, dan long shot untuk melihat keseluruhan
disekitar objek. Pada scene ini setting yang dibuat sangat terlihat tersusun, dan make up wanita berhasil
menjadikan karakter Isma tampak lebih dewasa dan terlihat wanita nakal, terlihat perbedaan antara Isma
berada disekolah dengan saat Isma bertemu dengan si pria tua tersebut.
386. Jurnal FSD, Vol. 1 No. 1
Scene ini memiliki Suatu suatu kualitas tertentu yang menonjol dan bukan sekedar sesuatu yang
kosong (kesungguhan. Tak menjadi soal kualitas apa yang dikandungnya (misalnya suasana suram atau
gembira, sifat lembut atau kasar), asalkan merupakan sesuatu yang intensitif atau sungguh-sungguh.
Gambar 12. Potongan gambar pada film lesTARI
(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)
Scene ini melihatkan adegan Isma dan teman-temannya membawakan dance modern, dalam
gerakkan-gerakkannya terlihat kurang terkonsep dan terlihat masih kaku. Lokasi serta figuran dalam
scene ini sangat mendukung sebagai penggambaran kompetisi dance. Penulis memahami kerumitan
pada scene ini bagaimana mengatur orang-orang yang banyak serta kostum dari setiap pemain yang
menggambarkan orang-orang kedinasan. Artisik berhasil merangkai keseluruhan namun asap yang
terlalu tebal mengganggu pandangan penonton serta membuat kondisi menjadi gelap. Kekurangan akan
cahaya tidak di atasi dengan penambahan lighting (penerangan) sehingga terlihat kerumitan pada scene
ini.
7. Scene 9
Kebudayaan Melayu yang terdapat di Sedang Bedagai terlihat pada scene ini, Tarian yang
dibawakan oleh grup Lestari sangat mendapatkan banyak pujian dan dapat menarik mata penonton
didalam adegan maupun kita lihat secara visual pada layar, gerakkan yang sangat rapi dan terlihat
kompak, make up dan kostum sangat terlihat sangat baik dibandingkan dengan saingannya yaitu grup
dari Isma.
Liswani, Proses Kreativitas Pada Film… 387
Gambar 13. Potongan gambar pada film lesTARI
(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)
Drone berguna sebagai menunjukan tempat serta bangunan khas Melayu dimana ditempat
tersebut merupakan lokasi menari yang diikuti oleh Tari dan Isma. Pergerakkan kamera semua
menggunakan teknik heandheld yang berfungsi untuk untuk mengikuti pergerakkan Tari. Tata
panggung disini sangat terkonsep mulai dari property, wardrobe, lokasi, penghargaan, memang
menggambarkan situasi perlombaan sebenarnya. Scene ini sangat mengedepankan continuity
dengan konsep kesungguhan dan kesatuan.
Gambar 14. Potongan gambar pada film lesTARI
(Sumber: Screenshot film lesTARI, 2019)
Pada bagian ini sangat terasa janggal terlihat karena posisi kedua objek yaitu Tari dan ibnya
yang sedang berpelukan sangat terlihat aneh ketika saat mereka berputar, sangat terlihat ganjal dengan
pengambilan gambar seperti ini, yang seharusnya berputar itu adalah kamera tetapi disini yang memutar
adalah objek, sangat disayang kan sehingga penonton kurang mendapatkan feel pada adegannya. Dan
yang membuatnya penonton mengerti bahwa objek yang berputar dari segi putarannya tertatih-tatih
388. Jurnal FSD, Vol. 1 No. 1
terlihat goyangnya sangat beda dengan kamera yang berputar mungkin gambar akan terlihat lebih
smooth.
4. KESIMPULAN
Keberadaan film lesTARI pada tahun 2019 merupakan satu fenomena yang cukup menarik.Genre
drama yang diusung memberikan warna yang berada di tengah-tengah kondisi perfilman di Indonesia
terkhususnya di Medan dalam kondisi involutif atau didominasi genre drama dan horror.Adegan-adegan
didalam film lesTARI setelah diinterprestasikan menggunkan pendekatan teori estetika kreativitas
Monroe Breadsley yang menyatakan sebuah karya seni yang berhasil harus memnuhi tiga tahapan yaitu;
kesatuan (unity), kerumitan (complexity), dan kesungguhan (intensity). Dari hasil analisis dalam
penelitian ini, ketiga tahapan tersebut telah melekat didalam unsur-unsur pembentuk yang ada (naratif
dan sinematik) saling berhubungan satu sama lain dalam satu kesatuan sistem yang terstruktur, sehingga
menghasilkan sebuah tayangan yang mampu memberikan nilai-nilai estetik dan pengalaman estetik yang
membuat penonton ikut merasakan suasana lucu, sedih, haru, gembira, serta dapat menyerap maksud
dan tujuan yang ingin disampaikan.
5. SARAN
Penulis sarankan untuk membahas dan mengkaji film dengan menggunakan sudut pandang lain dan
paradigma yang lebih tajam sehingga kedepannya diharpkan dapat memperkaya referensi serta kajian
ilmu Program Studi Televisi dan Film. Untuk para pengkaji film penulis sarankan untuk membahas dan
mengkaji film dengan menggunakan sudut pandang lain dan paradigma yang lebih tajam sehingga
kedepannya diharapkan dapat memperkaya referensi serta kajian ilmu Program Studi Televisi dan Film.
Untuk Universitas Potensi Utama khususnya jurusan Televisi Dan Film penulis berharap kebutuhan
mahasisa akan selalu di kembangkan lagi seperti laboraturium serta alat-alat produksi sehingga
mahasiswa kedepannya dapat lebih paham dengan sering melakukan praktek.
UCAPAN TERIMAKASIH
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Karya Ilmiah yang berjudul “Proses
Kreativitas Pada Film “lesTARI” Sutradara Onny Kresnawan” yang disusun untuk menyelesaikan tugas
akhir peneliti pada tahun 2019 di Universitas Potensi Utama. Peneliti menyadari bahwa dalam
penyusunan Karya Ilmiah ini masih banyak kekurangan, sehingga diharapkan kritik, saran dan koreksi
yang membangun untuk kesempurnaan Karya Ilmiah. Akhir kata, peneliti mengharapkan agar Karya
Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Aji, F. (2013).Studi Estetika Film Nagabonar Jadi 2 Karya Deddy Mizwar (doctoral, Institut Seni
Indonesia Surakarta).
[2] Nimoyan Ivan Bagus Soekms Yeni Astuti, and Deny Antyo Hartanto. “Estetika Visualisasi Teaser
Batik Festival 2015.” Publika Budaya 5.2 (2017): 73-80.
[3] Mahelingga, Dhevi Enlivena Irene Restia. Kajian Struktur Dramatik dan Estetika Komik Wayang
Garudayana Karya Is Yuniarto.Diss. Tesis Program Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Surakarta,
2014.
[4] Prof.DR. DRS. Burhan Bungin M.SI, Analisis Data Kualitatif.Kelapa Gading Permei, 2003.
[5] Alma’ruf, Ali Imron, Stilistika: Teori Metode dan Aplikasi Pengkajian Estetika. Surakarta: Cakra
Books.
[6] The Liang Gie, Garis-garis Besar Estetika (Filsafat Keindahan), Yogyakarta, Supersukses, 1983.
[7] Tanjung, M. R. (2019). FOTOGRAFI PONSEL (Smartphone) SEBAGAI SARANA MEDIA
Liswani, Proses Kreativitas Pada Film… 389
DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT MODERN. PROPORSI: Jurnal Desain,
Multimedia dan Industri Kreatif, 1(2), 224-234.
[8] Atika, J., Minawati, R., & Waspada, A. E. B. (2019). IKLAN LAYANAN MASYARAKAT
PEDULI SAMPAH. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 3(2), 188-197.
[9] Manesah, D. (2019). REPRESENTASI PERJUANGAN HIDUP DALAM FILM “ANAK
SASADA” SUTRADARA PONTY GEA. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri
Kreatif, 1(2), 179-189.
[10] Manesah, D. (2019). REPRESENTASI PERJUANGAN HIDUP DALAM FILM “ANAK
SASADA” SUTRADARA PONTY GEA. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri
Kreatif, 1(2), 179-189.
[11] Manesah, D. (2019). ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA FILM MUTIARA DARI TOBA
SUTRADARA WILLIAM ATAPARY. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri
Kreatif, 2(2), 177-186.
[12] Suryanto, S. (2019). ANALISIS PERBANDINGAN INTERPRETASI PENOKOHAN ANTARA
NOVEL DAN FILM 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia
dan Industri Kreatif, 1(2), 153-164.
[13] Giovani, G. (2019). REPRESENTASI “NAZAR” DALAM FILM INSYA ALLAH SAH KARYA
BENNI SETIAWAN. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 2(1), 59-70.
[14] Sya'dian, T. (2019). ANALISIS SEMIOTIKA PADA FILM LASKAR PELANGI. PROPORSI:
Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 1(1), 51-63.
[15] Wahyuni, S. (2019). ANALISIS PENYAJIAN PROGRAM TALK SHOW
“ASSALAMUALAIKUM INDONESIA” DI SALAM TV MEDAN. PROPORSI: Jurnal Desain,
Multimedia dan Industri Kreatif, 1(1), 64-76.
[16] Sya'dian, T. (2019). BUNKASAI, KAJIAN SEMIOTIKA BUDAYA KONTEMPORER DARI
PENGARUH FILM JEPANG. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 2(1),
35-47.
[17] Suprianingsih, S. (2019). IKLAN LAYANAN MASYARAK PEMANPAATAN LOTENG
RUMAH SEBAGAI LAHAN HIDROPONIK. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan
Industri Kreatif, 3(2), 164-175.