Skripsi Bina Lestari
-
Upload
rizky-hidayat -
Category
Documents
-
view
192 -
download
2
description
Transcript of Skripsi Bina Lestari
-
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs)
KATEGORI TERAPI OBAT TAMBAHAN PADA
PASIEN STROKE NON HEMORAGIK RAWAT INAP
RSUD PASIR PENGARAIAN TAHUN 2012
SKRIPSI
Oleh :
BINA LESTARI NIM : 0901003
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
YAYASAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU 2014
-
Skripsi ini telah diajukan sebagai salah satu syarat untuk
Menempuh Ujian Sarjana pada Program Studi S1 Farmasi
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau
Pekanbaru
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
(Dra. Syilfia Hasti, M.Farm., Apt) (Nofri Hendri Sandi, M.Farm.,Apt)
Diketahui Oleh :
Ketua STIFAR Ketua Program Studi S1 Farmasi
(Prof. Dr. Jasril, M.Si) (Deni Anggraini, M.Farm., Apt)
-
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Sarjana Farmasi
Program Studi S1 Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau
Pekanbaru
Pada tanggal 23 Mei 2014
No. Nama Jabatan Tanda Tangan
1. Dra. Syilfia Hasti, M.Farm., Apt Ketua
2. Nofri Hendri Sandi, M.Farm.,Apt Sekretaris
3. Septi Muharni, M.Farm., Apt Anggota
4. Husnawati, M.Si.,Apt Anggota
5. Noveri Rahmawati, M.Farm.,Apt Anggota
-
PERSEMBAHAN
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, ku susun jari jemariku di atas
keyboard laptopku sebagai pembuka kalimat persembahanku. Diikuti dengan
Bismillahirrahmanirrahim sebagai awal setiap memulai pekerjaanku.
Alhamdulllahirabbilalamin. Alhamdulllahirabbil alamin. Alhamdulllahirabbil
alamin.
Sembah sujud serta puji dan syukurku pada-Mu Ya Allah SWT
Tuhan semesta alam yang menciptakanku dengan bekal yang begitu teramat sempurna. Taburan cinta,
kasih sayang, rahmat dan hidayah-Mu telah memberikan ku kekuatan, kesehatan, semangat pantang
menyerah.
Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya jalan yang bertabur duri ini mampu ku
lalui hingga Sebuah langkah usai sudah
Satu cita telah ku gapai
shalawat dan salam kepada idola ku Rasulullah SAW dan para sahabat yang mulia
Semoga sebuah karya ini menjadi amal shaleh bagiku dan menjadi kebanggaan
bagi keluargaku tercinta
Ungkapan hati sebagai rasa Terima Kasihku untuk orang
yang dikasihi Allah SWT
Setulus hatimu ibu, searif arahanmu ayah, Doamu hadirkan keridhaan untukku, petuahmu tuntunkan
jalanku, Pelukmu berkahi hidupku, diantara perjuangan dan tetesan doa malam mu, dan sebait doa
telah merangkul diriku, menuju hari depan yang cerah, berkat doamu hingga ku bisa melewati satu
persatu lika-liku hidup ini
Ayah
Ibu...
Tanpamu apalah artinya hidupku
Tanpamu aku bukanlah siapa-siapa
Tanpamu langkah ini terasa kaku, hidup ini terasa berat kujalani
Karenamu aku bisa menjalani semua ini
Karenamu aku semangat menjalani hidup ini
Untukmu ku lakukan semua ini
Ku bermohon dalam sujudku pada Mu ya Allah, ampunilah segala dosa-dosa orang
tuaku, bukakanlah pintu rahmat, hidayah, rezeki bagi mereka yang Allah, maafkan atas
-
segala kekhilafan mereka. Dan jadikan hamba Mu ini anak yang selalu berbakti pada orang
tua, dan dapat mewujudkan mimpi orang tua serta membalas jasa orang tua walaupun jelas
terlihat bahwa jasa orang tua begitu besar, takkan terbalas oleh dalam bentuk apapun.
Kabulkan doaku ya Rabb. Aamiin.
Kepada Saudaraku (Carles, Aang Guneifi, Habibie, Dahlia) dan semua keluarga
besar yang ku miliki. Terima kasih sebesar-besarnya atas doa dan dukungannya.
Kepada teman-teman seperjuangan khususnya rekan-rekan 09 yang tak bisa
tersebutkan namanya satu persatu terima kasih yang tiada tara ku ucapakan.
Kepada Sahabat setiaku forever friends (Nuruh Hafizah, Nurul Atika, Susi fitra, kak helda,
Wiwik Ramadhani, Desi Susanti )
syukran atas supportnya baik itu moril & materil
kepada Anak-Anak koz Alaraf yang bersama-sama dalam tempat tinggal
yang telah dirasa suka duka kita lalui.
Tidak lupa terimakasih buad adak-adek angkatan 2010,2011, 2012,dan 2013 yang tidak bisa
disebutkan satu persatu.
Semangat untuk Ukmi Nurul Ilmi STIFAR Semoga jaya selalu
Terakhir, Buat yang tiba-tiba datang dalam hidupku dan langsung menghiasi hari-
hariku,seseorang yang masih dalam misteri yang dijanjikan Ilahi yang siapapun itu,
terimakasih telah menjadi baik dan bertahan di sana.
Akhir kata, semoga skripsi ini membawa kebermanfaatan. Jika hidup bisa
kuceritakan di atas kertas, entah berapa banyak yang dibutuhkan hanya untuk kuucapkan
terima kasih... :)
by: Bina Lestari, S.Farm
-
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin. Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT
atas limpahan dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penulisan skripsi ini untuk melengkapi dan memenuhi salah satu syarat dan
menyelesaikan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau program
pendidikan strata satu. Skripsi ini berjudul IDENTIFIKASI DRUG RELATED
PROBLEMS (DRPs) TERAPI OBAT TAMBAHAN PADA PASIEN
STROKE NON HEMORAGIK RAWAT INAP RSUD PASIR
PENGARAIAN TAHUN 2012.
Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam menyusun skripsi ini. Perkenankanlah Penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Jasril, M.Si, sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau
beserta Pembantu Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau.
2. Ibu Sylfia Hasti, M.Farm,. Apt sebagai pembimbing I yang telah meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis dalam penulisan skripsi
dan penyelesaian penelitian ini.
3. Bapak Nofri Hendri Sandi, M.Farm., Apt sebagai pembimbing II yang juga
telah memberikan masukan-masukan, dukungan dan arahan selama
melaksanakan skripsi ini.
4. Ibu Deni Anggraini, M.Farm., Apt sebagai Ketua Program Studi Strata 1
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau.
-
ii
5. Bapak - Ibu dosen, karyawan-karyawati dan para analis laboratorium Sekolah
Tinggi Ilmu Farmasi Riau
6. Rekan-rekan mahasiswa STIFAR angkatan 2009 dan semua pihak yang telah
memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis untuk menyelesaikan
penelitian ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala amal baik yang
telah dilakukan dengan hati tulus dan ikhlas. Penulis menyadari skripsi ini masih
jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang
membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan di masa yang akan datang.
Pekanbaru, 23 Mei 2014
Penulis
-
iii
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian mengenai identifikasi Drug Related Problems
(DRPs) kategori terapi obat tambahan pada pasien stroke non hemoragik di RSUD
Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu. Jenis penelitian yang dilakukan adalah
studi deskriptif analitik dengan menggunakan data retrospektif. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui angka kejadian DRPs kategori terapi obat tambahan
pada pasien stroke non hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir
Pengaraian. Data yang digunakan berasal dari rekam medik pasien stroke non
hemoragik sejak Januari sampai Desember 2012. Penelitian identifikasi DRPs
kategori terapi obat tambahan ini berdasarkan 3 (tiga) variabel yang diamati yaitu
pasien mempunyai kondisi medis baru yang membutuhkan terapi awal pada obat,
pasien mempunyai penyakit kronik yang membutuhkan terapi obat
berkesinambungan, dan pasien mempunyai kondisi kesehatan yang membutuhkan
farmakoterapi kombinasi untuk mencapai efek sinergis atau potensiasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ditemukan adanya DRPs kategori terapi obat
tambahan. Subkategori pasien mempunyai kondisi medis baru yang membutuhkan
terapi awal pada obat sebesar 7,4%, subkategori pasien mempunyai penyakit
kronik yang membutuhkan terapi obat berkesinambungan sebesar 0%, dan
subkategori pasien mempunyai kondisi kesehatan yang membutuhkan
farmakoterapi kombinasi untuk mencapai efek sinergis atau potensiasi sebesar
0%.
-
iv
ABSTRACT
The research about identifikasi of Drug Related Problems (DRPs) for
category of additional drug therapy in patients with stroke non hemoragik in
RSUD Pasir Pengaraian Rokan Hulu Regency. The type of this research was
analytic descriptive by using retrospective data. This research was based to
determine the incident number of the DRPs for category of additional drug
therapy in patients with stroke non hemoragik in RSUD Pasir Pengaraian. The
data were taked from medical records of patients with stroke non hemoragik from
January until December 2012. This research had 3 (three) variables which are
patients who have a medical condition that requires a new beginning on drug
therapy, the patients who have chronic disease requiring continuous
drug/medicine therapy, and the patients who have need combination of
pharmacotherapy to reach synergic effect or potentiation. The result of this
research indicated that number of DRPs for category of require additional drug
therapy. Subcategory patients who have a medical condition that requires a new
beginning on drug therapy was 7,4%, subcategory patients who have chronic
disease requiring continuous drug/medicine therapy was 0%, and subcategory
patients who have need combination of pharmacotherapy to reach synergic effect
or potentiation was 0%.
-
v
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................... . i
ABSTRAK ............................................................................................. iii
ABSTRACT ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI.. ........................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN. ........................................................................ vii
DAFTAR TABEL. ................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 4
2.1 Rumah Sakit ............................................................................. 4
2.1.1 Definisi ........................................................................... 4
2.1.2 Fungsi ............................................................................. 4
2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit Umum .................................... 4
2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit ................................................. 5
2.3 Rekam Medik ........................................................................... 6
2.4 Farmasi Klinis .......................................................................... 7
2.5 Pharmaceutical Care................................................................. 7
2.6 Drug Related Problems ............................................................. 8
2.7 Stroke ......................................................................................... 12
2.7.1 Definisi ............................................................................ 12
2.7.2 Klasifikasi Stroke ............................................................ 13
2.7.3 Stroke Non Hemoragik. .................................................. 14
2.7.3.1 Etiologi. .............................................................. 14
2.7.3.2 Faktor Risiko ...................................................... 16
2.7.3.3 Tanda dan Gejala ................................................ 19
2.7.3.4 Patofisiologi........................................................ 20
2.7.3.5 Diagnosa ............................................................ 20
2.7.3.6 Protokol Penatalaksanaan Stroke Non Hemoragik 21
-
vi
2.7.3.7 Pedoman Penatalaksanaan Hipertensi Pada Stroke 25
2.7.3.8 Obat Terapi Stroke Non Hemoragik ................... 26
2.7.3.9 Pencegahan Stroke .............................................. 29
BAB III. PELAKSANAAN PENELITIAN ....................................... 30
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................. 30
3.2 Metode Penelitian ..................................................................... 30
3.2.1 Jenis Penelitian ............................................................... 30
3.2.2 Sumber Data ................................................................... 30
3.3 Rancangan Penelitian .............................................................. 30
3.3.1 Penetapan Populasi yang Dievaluasi ............................. 30
3.3.2 Penetapan Sampel yang Dievaluasi. .............................. 31
3.3.3 Pengumpulan Data. ......................................................... 31
3.3.4 Analisa Data .................................................................... 31
3.4 Definisi Operasional. ................................................................. 32
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................ 34
4.1 Hasil .......................................................................................... 34
4.1.1 Hasil Analisa Data Kuantitatif ....................................... 34
4.1.2 Hasil Analisa Data Kualitatif ......................................... 36
4.2 Pembahasan .............................................................................. 37
4.2.1 Analisa Kuantitatif ......................................................... 37
4.2.2 Analisa Kualitatif ........................................................... 46
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................. 67
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 67
5.2 Saran ......................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 68
LAMPIRAN. 71
-
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skema Kerja Penelitian..... 71
2. Rekomendasi AHA/ASA Guideline 2011. 73
3. Hasil Analisis Kuantitatif... 74
4. Hasil Analisis Kualitatif. 81
5. Rekapitulasi Penggunaan Obat Pada Pasien Stroke
Non Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir
Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012...
82
-
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Aplikasi Klasifikasi Rekomendasi dan Tingkat Bukti......... 73
2. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan Jenis
Kelamin Di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir Pangaraian
Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012.
74
3. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan
Rentang Usia di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir Pengaraian
Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012...
75
4. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan
Golongan Obat yang digunakan Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir Pengaraian
Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012...
76
5. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan Jenis
Obat di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir Pengaraian
Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012...
77
6. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan
kombinasi golongan obat yang Digunakan Pada Stroke Non
Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir Pengaraian
Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012...
78
7. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan Nama
Dagang dan Generik yang Digunakan Pada Stroke Non
Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir Pengaraian
Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012...
80
-
ix
8. Evaluasi Ketidaktepatan Pemberian dan Penggunaan Obat
Pada Pasien Stroke Non Hemoragik di Instalasi Rawat Inap
RSUD Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu Tahun
2012...
81
9. Rekapitulasi Penggunaan Obat Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir Pengaraian
Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012...
82
-
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Perbedaan Stroke Non Hemoragik.................... 14
2. Skema Kerja Penelitian....... 71
3. Skema Kerja Lanjutan.................... 72
4. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan
Jenis Kelamin di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir
Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012.
74
5. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan
Rentang Usia di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir
Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012.....
75
6. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan
Golongan Obat yang digunakan Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir
Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012.
76
7. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan
Jenis Obat di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir
Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012...
77
8. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan
kombinasi golongan obat yang Digunakan Pada Stroke
Non Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir
Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012...
78
9. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan
Nama Dagang dan Generik yang Digunakan Pada Stroke
Non Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir
Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2012...
80
-
xi
10. Persentase Ketidaktepatan Pemberian dan Penggunaan
Obat Pada Pasien Stroke Non Hemoragik di Instalasi
Rawat Inap RSUD Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan
Hulu Tahun.....
81
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang
ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena
berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan
oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya
pembuluh darah. Stroke merupakan penyakit yang memerlukan perawatan jangka
panjang, sehingga untuk mendapatkan therapeutic outcome yang baik perlu
kerjasama antara dokter, perawat, apoteker, pasien dan keluarga pasien (Takrouri,
2004).
Setiap tahunnya angka kejadian stroke terus meningkat dengan tajam, jika
tidak ada upaya penanggulangan stroke yang lebih baik, maka jumlah penderita
stroke pada tahun 2020 diprediksikan akan meningkat 2 kali lipat, bahkan saat ini
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di
Asia dan keempat didunia, setelah India, Cina, dan Amerika. Di Indonesia,
diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 jiwa penduduk terkena serangan stroke,
sekitar 2,5% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya cacat ringan maupun
berat (Feigin, 2006).
Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu masalah yangtimbul
dalam penggunaan obat atau terapi obat yang secara potensial maupun aktual
dapat mempengaruhi outcome terapi pasien, meningkatkan biaya perawatan serta
dapat menghambat tercapainya tujuan terapi. Saat pasien menjalani suatu
pengobatan, sebagian pasien memperoleh hasil yang diharapkan yaitu sembuhnya
-
2
penyakit yang diderita pasien, namun tidak sedikit yang gagal dalam menjalani
terapi, sehingga meningkatkan biaya pengobatan bahkan dapat berujung pada
kematian, oleh sebab itu dibutuhkan kontribusi dalam mengidentifikasi,
menyelesaikan dan mencegah terjadinya masalah-masalah dalam terapi obat
(Priyanto, 2009; Ruths dan Viktil, 2007).
Menurut World Health Organization (WHO) penggunaan obat rasional
mensyaratkan bahwa pasien menerima obat-obatan yang sesuai dengan kebutuhan
klinik mereka, dalam dosis yang memenuhi kebutuhan individu mereka sendiri,
untuk suatu periode waktu yang memadai, dan pada harga yang terendah untuk
mereka dan masyarakatnya. Tetapi jika pasien tidak menerima obat-obatan
tersebut sesuai dengan yang disyaratkan, maka dapat mengakibatkan kondisi
kesehatan yang semakin buruk bagi pasien itu sendiri (Siregar, 2004).
Pharmaceutical Care merupakan suatu bentuk kepedulian farmasi dalam
hal penyediaan pelayanan langsung dan bertanggung jawab yang berkaitan dengan
obat, dengan maksud pencapaian hasil yang pasti dan meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Unsur utama dari kepedulian farmasi bukan saja melibatkan
penyediaan terapi obat, melainkan juga keputusan tentang penggunaan obat untuk
pasien individu (Siregar, 2005).
RSUD Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu merupakan Rumah Sakit
Pemerintah.Di RSUD Pasir Pengaraian belum pernah diadakan penelitian tentang
DRPs kategori terapi obat tambahan, sehingga perlu dilakukan penelitian DRPs
kategori terapi obat tambahan pada pasien stroke non hemoragik. Penyakit stroke
non hemoragik itu sendiri mempunyai faktor pencetus seperti hipertensi, diabetes
-
3
melitus, penyakit jantung, dan hiperkolesterol. Berdasarkan hal tersebut,
penelitian ini perlu dilakukanuntuk mengetahui angka kejadian DRPs kategori
terapi obat tambahan pada pasien stroke non hemoragik di Instalasi Rawat Inap
RSUD Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu. Dengan adanya penelitian ini
diharapkan dapat menjadi masukan ataupun bahan evaluasi bagi Panitia Farmasi
dan Terapi (PFT) di RSUD Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu.
-
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah Sakit
2.1.1 Definisi
Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan tempat
menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu memelihara dan meningkatkan
kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan optimal bagi
masyarakat. Rumah sakit menggabungkan semua profesi kesehatan, fasilitas
diagnostik dan terapi, alat dan perbekalan serta sistem terkoordinasi untuk
pelayanan kesehatan masyarakat (Siregar, 2003).
2.1.2 Fungsi
Secara tradisional, maksud dasar keberadaan rumah sakit adalah
mengobati dan perawatan penderita sakit maupun terluka. Selain itu, pendidikan
dan penelitian terutama bagi mahasiswa kedokteran, perawat serta upaya dalam
pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan masyarakat juga merupakan
fungsi penting. Jadi empat fungsi dasar rumah sakit adalah pelayanan penderita,
pendidikan, penelitian, dan kesehatan masyarakat (Siregar, 2004).
2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah (Siregar, 2003)
Rumah Sakit Umum Pemerintah Pusat dan Daerah diklasifikasikan
menjadi Rumah Sakit Umum kelas A, B, C dan D. Klasifikasi tersebut didasarkan
pada unsur pelayanan, ketenagaan dan peralatan :
-
5
1. Rumah Sakit Umum kelas A adalah Rumah Sakit Umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik
luas.
2. Rumah Sakit Umum kelas B adalah Rumah Sakit Umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik
dan subspesialistik terbatas.
3. Rumah Sakit Umum kelas C adalah Rumah Sakit Umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
4. Rumah Sakit Umum kelas D adalah Rumah Sakit Umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.
2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian/ unit/ divisi
atau fasilitas dirumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan kefarmasian
yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Praktik farmasi juga
mencakup tanggung jawab besar terhadap keamanan dan ketepatan penggunaan
obat pada penderita. Pendekatan ini disebut farmasi klinik yang benar-benar
merupakan pelayanan farmasi yang baik, profesional dan berorientasi penderita
(Siregar, 2004).
IFRS mempunyai berbagai fungsi yang dapat digolongkan menjadi fungsi
nonklinik dan fungsi klinik. Lingkup fungsi nonklinik adalah perencanaan,
penetapan spesifikasi produk dan pemasok, pengadaan, pembelian, produksi,
penyimpanan, pengemasan, distribusi dan pengendalian semua perbekalan
-
6
kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit secara keseluruhan (Siregar,
2003).
2.3 Rekam Medik
Rekam medik merupakan berkas yang berisikan catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, pelayanan lain
kepada pasien dalam sarana pelayanan kesehatan. Rekam medik untuk rawat jalan
sekurang-kurangnya harus memuat identitas pasien, anamnesis, tindakan atau
pengobatan sedangkan rekam medik untuk rawat inap harus memuat identitas
pasien, anamnesis, riwayat penyakit, hasil pemeriksaan laboratorium, persetujuan
tindakan medik, tindakan atau pengobatan, catatan perawat dan ringkasan akhir
serta evaluasi pengobatan (Suhartanto, 2007).
Setiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rekam
medik yang memadai dari setiap penderita, baik untuk penderita rawat tinggal
maupun penderita rawat jalan. Rekam medik itu harus secara akurat di
dokumentasikan, segera tersedia, mudah ditelusuri kembali, dan lengkap
informasi (Siregar, 2004).
Rekam medik dibagi menjadi (Siregar, 2003) :
a. Rekam medis pasien rawat jalan
Untuk pasien rawat jalan rekam medis sekurang-kurangnya harus memuat
antara lain; identitas pasien, anamnesis, diagnosa dan tindakan/pengobatan.
-
7
b. Rekam medis pasien rawat inap
Untuk pasien rawat inap rekam medis sekurang-kurangnya harus memuat
antara lain; identitas pasien, anamnesis, riwayat penyakit, hasil pemeriksaan
laboratorium, diagnosis, persetujuan tindakan medis, tindakan/pengobatan,
catatan perawat, catatan observasi klinis serta hasil pengobatan resume akhir
dan evaluasi pengobatan.
2.4 Farmasi Klinis
Farmasi klinis didefinisikan sebagai suatu keahlian khas ilmu kesehatan,
bertanggung jawab untuk memastikan penggunaan obat yang aman dan sesuai
pada pasien, melalui penerapan pengetahuan dan berbagai fungsi terspesialisasi
dalam perawatan pasien yang memerlukan pendidikan khusus atau pelatihan
terstruktur tertentu. Jadi, pelayanan farmasi klinis adalah penerapan pengetahuan
obat untuk kepentingan pasien, dengan memperhatikan kondisi penyakit pasien
dan kebutuhannya untuk mengerti terapi obatnya. Maka berdasarkan pengertian di
atas, adapun tujuan utama pelayanan farmasi klinis adalah meningkatkan
keuntungan terapi obat dan mengoreksi kekurangan yang terdeteksi dalam proses
pengunaan obat. Karena itu, misi farmasi klinis adalah meningkatkan dan
memastikan kerasionalannya, kemanfaatannya, dan keamanan terapi obat
(Siregar, 2004).
2.5 Pharmaceutical Care (Siregar, 2005)
Pharmaceutical Care adalah penyediaan pelayanan langsung dan
-
8
bertanggung jawab yang berkaitan dengan obat, dengan maksud pencapaian hasil
yang pasti dan meningkatkan mutu kehidupan pasien. Unsur utama
pharmaceutical care adalah berkaitan dengan obat yang melibatkan bukan saja
terapi obat, melainkan juga keputusan tentang penggunaan obat untuk pasien
individu. Jika perlu hal ini mencangkup keputusan tidak menggunakan suatu
terapi obat tertentu, pertimbangan pemilihan obat, dosis, rute, dan metode
pemberian, pemantauan terapi obat, pelayanan informasi yang berkaitan dengan
obat serta konseling untuk pasien individu.
Masalah yang berkaitan dengan obat adalah suatu kejadian atau keadaan
yang melibatkan terapi obat dan nyata atau mungkin mempengaruhi hasil optimal
untuk pasien tertentu. Seperti adanya indikasi yang tidak diobati, seleksi obat
yang tidak tepat, dosis subterapi, gagal menerima obat, kelebihan dosis, reaksi
obat yang merugikan, interaksi obat yang tidak tepat, dan penggunaan obat tanpa
adanya indikasi.
2.6 Drug Related Problems (DRPs)
Terapi dengan menggunakan obat terutama ditujukan untuk meningkatkan
kualitas atau mempertahankan hidup pasien. Hal ini dilakukan dengan cara
mengobati pasien, mengurangi atau meniadakan gejala sakit, menghentikan atau
memperlambat proses penyakit serta mencegah penyakit atau gejala. Namun ada
hal- hal yang tidak dapat disangkal dalam pemberian obat yaitu kemungkinan
terjadinya hasil pengobatan tidak seperti yang diharapkan karena disebabkan
Drug Related Problems (Priyanto, 2009).
-
9
Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu kejadian yang tidak
diharapkan dari pengalaman pasien, atau diduga akibat terapi obat sehingga
potensial mengganggu keberhasilan penyembuhan yang dikehendaki. DRPs
dikategorikan menjadi 7 kategori yaitu: membutuhkan terapi obat tambahan, obat
salah, terapi obat yang tidak perlu, dosis terlalu rendah, dosis terlalu tinggi, reaksi
obat yang merugikan, dan kepatuhan (Cipolle et al., 1998).
Ada hubungan antara keadaan yang tidak dikehendaki dengan terapi obat.
Sifat hubungan ini tergantung akan kekhususan DRPs. Hubungan yang biasanya
terjadi antara keadaaan yang tidak dikehendaki dengan terapi obat adalah
kejadiaan itu akibat dari terapi obat atau kejadian itu membutuhkan terapi obat
(Cipolle et al., 1998).
Kategori umum Drug Related Problems (Jerry, 2011):
a. Terapi obat tambahan
Penyebab timbulnya problem ini antara lain adalah adanya kondisi
kesehatan baru yang memerlukan terapi obat, memiliki penyakit kronik
yang memerlukan pengobatan kontinu, kondisi medisnya memerlukan
terapi kombinasi untuk mendapatkan efek sinergis dan terapi untuk tujuan
preventif atau profilaktif.
b. Terapi obat yang tidak perlu
Penyebab timbulnya problem ini antara lain adalah obat tidak diperlukan
berkaitan dengan kondisi medis saat ini, pasien diberikan obat kombinasi
padahal hanya satu obat yang diperlukan dan kondisi pasien akan lebih
baik jika dilakukan terapi non farmakologi. DRPs kategori ini dapat
-
10
menimbulkan implikasi negatif pada pasien berupa toksisitas atau efek
samping, dan membengkaknya biaya yang dikeluarkan di luar yang
seharusnya.
c. Terapi obat tidak efektif/ Ketidaktepatan pemilihan obat
KategoriDRPs ini antara lain terapi obat yang diterima pasien tidak efektif,
pasien menerima terapi obat dimana ada alternatif obat lain yang lebih
efektif atau sama efektifnya tetapi lebih aman, pasien menerima obat
efektif tapi harganya mahal, kondisi pasien sudah tidak dapat diterapi
dengan obat yang dipakai serta dosis dan sediaan obat tidak sesuai.
d. Dosis obat terlalu rendah
Pasien menerima obat dalam jumlah lebih kecil dibandingkan dosis
terapinya. Hal ini dapat menjadi masalah karena menyebabkan tidak
efektifnya terapi sehingga pasien tidak sembuh, atau bahkan dapat
memperburuk kondisi kesehatannya. Hal-hal yang menyebabkan pasien
menerima obat dalam jumlah yang terlalu sedikit antara lain adalah
kesalahan dosis pada peresepan obat, frekuensi dan durasi minum obat
yang tidak tepat, cara pemberian yang tidak benar, adanya interaksi obat
dengan makanan atau dengan obat lain, penyimpanan obat yang tidak
benar. Obat dengan dosis terlalu kecil (under dose) akan mengakibatkan
kadar obat dalam darah terlalu kecil atau berada dibawah garis Minimum
Effect Concentrate (MEC) yaitu kadar obat minimum dalam darah untuk
dapat memberikan efek terapi.
-
11
e. Pasien mengalami efek obat yang tidak diinginkan (ADR = Adverse Drug
Reaction)
Dalam terapinya pasien mungkin mengalami efek obat yang tidak
diinginkan yang dapat disebabkan obat tidak aman, cara pemberian obat
yang tidak benar baik dari sisi frekuensi pemberian maupun durasi terapi,
adanya interaksi obat, timbul reaksi alergi, dan kontra indikasi.
f. Dosis obat terlalu tinggi
Pasien menerima obat dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dosis
terapinya. Hal ini tentu berbahaya karena dapat terjadi peningkatan resiko
efek toksik dan bisa jadi membahayakan pasien. Hal-hal yang
menyebabkan pasien menerima obat dalam jumlah yang banyak antara
lain kesalahan dosis pada peresepan obat, frekuensi dan durasi minum obat
yang tidak tepat, interaksi obat, cara pemberian yang tidak benar. Dosis
terlalu besar (over dose) akan mengakibatkan kadar obat dalam darah
melebihi batas ambang Minimum Toxic Concentrate (MTC) yaitu
konsentrasi / kadar obat minimum dalam darah yang mampu menimbulkan
efek toksik.
g. Ketidakpatuhan Pasien
Ketidakpatuhan pasien dapat menimbulkan DRPs. Ketidakpatuhan ini
dapat disebabkan banyak hal, antara lain obat yang diresepkan tidak
tersedia di apotek terdekat, sehingga pasien kesulitan karena harus mencari
obat tersebut di tempat lain. Daya beli pasien yang rendah dan harga obat
yang mahal menjadi pemicu utama ketidakpatuhan pasien karena ia tidak
-
12
mampu membeli semua obat yang diresepkan. Beberapa faktor penyebab
ketidakpatuhan yang lain adalah bentuk sediaan yang tidak tepat sehingga
pasien tidak mau atau tidak bisa mengkonsumsi obat tersebut, pasien lupa
minum obat, pasien kadang-kadang tidak mengerti instruksi pemberian
obat, pasien pernah mengalami efek samping obat.
2.7 Stroke
2.7.1 Definisi
Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu
bagian otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah
menyebabkan serangkaian reaksi biokimia, yang dapat merusak atau mematikan
sel-sel otak. Stroke merupakan suatu gejala klinis yang pada awal timbulnya
terjadi mendadak, progresif atau menetap, berupa defisit neurologis yang
berlangsung 24 jam atau lebih yang dapat menimbulkan kematian dan hanya
disebabkan oleh gangguan peredaran darah ke otak non traumatik (Mansjoer et
al., 2000).
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-
tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat gangguan fungsi otak baik
fokal atau global dengan gejala-gejala yang berlangsung 24 jam atau lebih
atau menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain selain vaskular
(Rumantir, 2007; Anonim, 1999).
-
13
2.7.2 Klasifikasi Stroke (Sylvia dan Lorraine, 2005)
Secara garis besar stroke terbagi atas stroke iskemik (Non hemorrhagic
Stroke = NHS) dan stroke perdarahan (Hemorrhagic Stroke = HS).
a. Stroke Hemoragik
Pecahnya dinding pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan di otak.
Umumnya terjadi pada saat penderita melakukan aktifitas. Stroke hemoragik,
yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat terjadi
apabila lesi vascular intrasereberum mengalami rupture sehingga terjadi
perdarahan kedalam ruang subaraknoid atau langsung kedalam jaringan otak.
Kesadaran umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah
akibat hipertensi yang tidak terkontrol.
b. Stroke Non Hemoragik
Gangguan peredaran darah pada otak yang dapat berupa penyumbatan
pembuluh darah arteri, sehingga menimbulkan infark/iskemik. Sekitar 80%
sampai 85% adalah stroke non hemoragik yang terjadi akibat obsruksi atau
bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obsruksi dapat
disebabkan oleh bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh
otak atau pembuluh organ distal. Berdasarkan perjalanan klinisnya stroke non
hemoragik terbagi atas beberapa kelompok, yaitu:
a. Transient ischemic attack (TIA): serangan stroke sementara yang
berlangsung kurang dari 24 jam.
b. Reversible ischemic neurologic deficit (RIND): gejala neurologis akan
menghilang antara > 24 jam sampai dengan 21 hari.
-
14
c. Progressing stroke atau stroke in evolution: kelainan atau defisit neurologik
berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat.
d. Completed stroke atau stroke komplit: kelainan neurologis sudah lengkap dan
tidak berkembang lagi (Rumantir, 2007).
Gambar 1. Perbedaan Stroke Non Hemoragik (Iskemik) dan Stroke
Hemoragik pada Otak
2.7.3 Stroke Non Hemoragik
Stroke yang disebut juga dengan stroke iskemik berupa aliran darah ke otak
karena aterosklerotik atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh
darah yang menimbulkan gejala serebral fokal, terjadi mendadak, dan tidak
menghilang dalam waktu 24 jam atau lebih (Goetz, 2007).
2.7.3.1 Etiologi (Shah, 2008; Noeryanto, 2002)
Stroke non hemoragik sesuai namanya disebabkan oleh penyumbatan
pembuluh darah otak. Otak dapat berfungsi dengan baik jika aliran darah yang
menuju ke otak lancar dan tidak mengalami hambatan. Namun jika persediaan
-
15
oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh sel-sel darah dan plasma terhalang oleh
suatu bekuan darah atau terjadi trombosis pada dinding arteri yang mensuplai
otak maka akan terjadi stroke non hemoragik yang dapat berakibat kematian
jaringan otak yang disuplai.
Beragam hal yang dapat menjadi penyebab timbulnya stroke non
hemoragik diantaranya:
a. Ateroma
Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak.
Misalnya ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis
sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah .
b. Emboli
Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di
dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Emboli lemak
terbentuk jika lemak dari sum-sum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam
aliaran darah dan akhirnya tersumbat di dalam arteri kecil.
c. Stenosis
Stenosis adalah penyempitan arteri yang menuju otak atau arteri otak.
Klot pada daerah otak merupakan 2/3 penyebab stroke.
d. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan
lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Endapan yang
terbentuk menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah sehingga
mengganggu aliran darah.
-
16
e. Iskemia
Iskemia adalah penurunan darah ke aliran area otak. Iskemia ataupun
reperfusi merupakan salah satu jalur utama yang mampu menyebabkan
kematian sel-sel otak.
f. Obat-obatan
Obat-obatan pun dapat menyebabkan stroke, seperti kokain, amfetamin,
epinefrin, dan adrenalin, dengan jalan mempersempit diameter pembuluh
darah di otak dan menyebabkan stroke. Fungsi obat-obatan diatas
menyebabkan kontraksi arteri sehingga diameternya mengecil.
g. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke
bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya berat dan menahun. Hal ini terjadi
jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau
pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
2.7.3.2 Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya stroke non hemoragik
adalah:
a. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (Sjahrir, 2003)
1) Faktor keturunan
Riwayat keluarga yang pernah mengalami stroke. Orang dengan riwayat
stroke pada keluarga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke
dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
-
17
2) Umur
Insiden stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Semakin tua usia
semakin besar pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya
proses degenerasi (penuaan) yang terjadi secara ilmiah dan pada umumnya
pada orang usia lanjut, pembuluh darahnya lebih kaku oleh karena adanya
plak/ateroklorosis.
3) Jenis kelamin
Laki-laki memiliki kecendrungan terkena stroke lebih tinggi dibanding
wanita, hal ini berhubungan dengan faktor-faktor pemicu yang banyak
dilakukan oleh laki-laki seperti merokok, minum alkohol. Walaupun lelaki
lebih rawan dari wanita pada usia yang lebih muda, tetapi pada usia
menopause kejadian stroke pada wanita meningkat, hal ini dikarenakan pada
wanita menopause produksi estrogen yang dapat melindungi terjadinya
aterosklerosis menurun.
b. Faktor risiko yang dapat dikendalikan ( Soehartono, 2002; Russel, 2011)
1) Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Hipertensi secara global merupakan penyebab kematian nomor satu.
Komplikasi pembuluh darah yang disebabkan hipertensi dapat menyebabkan
infark (penyumbatan pembuluh darah yang menyebabkan kerusakan jaringan)
jantung, stroke, dan gagal ginjal. Komplikasi pada organ tubuh menyebabkan
angka kematian yang tinggi (Loedin, 1985).
-
18
2) Penyakit jantung
Penyakit jantung menjadi penyebab terjadinya stroke non hemoragik,
karena kita ketahui bahwa sentral aliran darah ditubuh terletak di jantung. Bila
pusat pengaturan aliran darah rusak, maka aliran darah pun akan mengalami
kerusakan.
3) Diabetes mellitus (DM)
Diabetes melitus menyebabkan kadar lemak darah meningkat karena
konversi lemak tubuh yang terganggu. Bagi penderita diabetes peningkatan
kadar lemak darah sangat meningkatkan risiko penyakit jantung dan stroke.
Diabetes mempercepat terjadinya aterosklerosis sehingga meningkatkan
faktor risiko penyakit stroke. Hal ini disebabkan karena pembuluh darah
penderita DM yang umumnya menjadi lebih kaku.
4) Hiperkolesterol
Kolesterol merupakan zat di dalam aliran darah dimana makin tinggi
kolesterol semakin besar kemungkinan dari kolesterol tersebut tertimbun pada
dinding pembuluh darah. Hal ini menyebabkan saluran pembuluh darah
menjadi lebih sempit sehingga mengganggu suplai darah ke otak.
5) Stres
Pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh faktor stress pada proses
aterosklerosis adalah melalui peningkatan pengeluaran hormon kewaspadaan
oleh tubuh. Kecendrungan orang yang sedang stres akan berefek pada
peningkatan tekanan darah dan denyut jantung.
-
19
6) Merokok
Kebiasaan merokok membuka diri terhadap risiko penyakit jantung
dan stroke serta penyakit lainnya. Efek rokok itu sendiri pada proses
aterosklerosis dapat meningkatkan kecenderungan sel-sel darah menggumpal
pada dinding arteri. Ini meningkatkan risiko pembentukan trombus/plak.
7) Kegemukan (obesitas)
Kegemukan obesitas dapat meningkatkan kejadian stroke terutama jika
disertai dengan dislipidiemia dan hipertensi, melalui proses aterosklerosis.
Kegemukan juga membuat seseorang cenderung mempunyai tekanan darah
tinggi, meningkatkan resiko terjadinya penyakit diabetes, dan meningkatkan
produk sampingan metabolisme yang berlebihan yaitu oksidan atau radikal
bebas.
2.7.3.3 Tanda dan Gejala (Wilkinson dan Lennox, 2005)
Usaha mengenali tanda dan gejala stroke sangat penting untuk memastikan
penderita mendapatkan perawatan lebih cepat dan tepat, sekaligus menghindari
kefatalan. Beberapa tanda dan gejala umum stroke non hemoragik sebagai berikut:
1. Hemiflagia tangan/kaki dan Hemiparesis pada bagian wajah
2. Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah
bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus)
3. Aphasia (kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan) dan Mulut atau
lidah mencong apabila diluruskan
4. Vertigo(nyeri kepala mendadak tanpa sebab yang jelas)
5. Ataxia (tidak dapat berjalan) atau Kehilangan keseimbangan dan koordinasi
-
20
6. Dimensia (Kehilangan daya ingat atau konsentrasi)
7. Disfagia (Sukar menelan)
8. Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop) atau penurunan kesadaran secara
lengkap (strupor)
2.7.3.4 Patofisiologi
Stroke non hemoragik dapat terjadi akibat penurunan atau berhentinya
sirkulasi darah sehingga neuron-neuron tidak mendapat pasokan darah yang
dibutuhkan (Shah, 2008). Hal tersebut merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak
dan bisa terjadipada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak (Alliah et al., 2005)
1. Keadaan pembuluh darah, bila menyempit akibat stenosis atau ateroma
atautersumbat oleh trombus/ embolus.
2. Keadaan darah: viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat sehingga
aliaran darah keotak jadi lebih lambat, anemia berat mengakibatkan oksigenasi
otak menurun.
3. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak.
4. Kelainan jantung, menyebabkan menurunnya curah jantung dan lepasnya
embolus sehingga menimbulkan ischemia otak.
2.7.3.5 Diagnosa (Anonim, 2011)
Diagnosa terhadap stroke sangatlah penting untuk membedakan antara
stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Untuk mengetahui jenis stroke dapat
dipastikan dengan beberapa pemeriksaan, diantaranya adalah CT-Scan (Computed
-
21
Tomographic Scanner), MRI (Magnetic Resonance Imaging), Angiografi, dan
Doppler.
CT-Scan (Computed Tomographic Scanner) dan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) dapat membantu menentukan lokasi kerusakan otak yang
terserang. CT-Scan tanpa kontras dapat membedakan stroke perdarahan dan
stroke non perdarahan. Prinsip kerja keduanya hampir sama. Hal yang
membedakan adalah CT-Scan memanfaatkan sinar-X, sedangkan MRI
menggunakan pancaran gelombang radio dan medan elektromagnetik.
Angiografi untuk melihat adanya oklusi pada pembuluh darah yang
tersumbat dan infark. Sedangkan Doppler mampu melihat progresi penyempitan
atau vasospasme arteri pensuplai darah ke otak, intra maupun ekstrakranial.
Selain itu diagnosa dapat dilakukan dengan Echocardiography
Transthoratic (TTE) untuk mendeteksi potensi terjadinya emboli yang disebabkan
oleh jantung. TTE cukup untuk mengevaluasi trombus, terutama pada aspek dari
ventrikel kiri dan mempunyai sensivitas > 90% dan spesifitasi untuk thrombi
ventriculer setelah infark miokard.
2.7.3.6 Protokol Penatalaksanaan Stroke Non hemoragik (Anonim, 2011)
1) Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut.
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin
tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk neurologis. Pada
pasien stroke non hemoragik akut, tekanan darah bisa diturunkan sekitar 15%
(sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah serangan apabila
-
22
tekanan darah sistolik (TDS) > 220 mmHg atau tekanan darah diastolik
(TDD) >120 mmHg (AHA/ASA, Class I, Level B).
2) Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak direkomendasikan
diberikan pada kebanyakan pasien stroke non hemoragik.
3) Pengobatan terhadap hipoglikemia atau hiperglikemia.
Hindari kadar gula darah melebihi 180 mg/dl, disarankan dengan infus salin
dan menghindari larutan glukosa dalam 24 jam pertama setelah serangan
stroke akan berperan dalm mengendalikan kadar gula darah. Hipoglikemia
-
23
memperbaiki keluaran setelah stroke non hemoragik akut tidak
direkomendasikan sebagai pengobatan untuk pasien dengan stroke non
hemoragik akut (AHA/ASA, Class III, Level A).
b. Antikoagulasi urgent tidak direkomendasikan pada penderita dengan
stroke akut sedang sampai berat karena meningkatnya resiko komplikasi
perdarahan intrakranial (AHA/ASA, Class III, Level A).
c. Pemberian terapi antikoagulan dalam jangka waktu 24 jam bersamaan
dengan pemberian intravena rTPA tidak direkomendasikan (AHA/ASA,
Class III, Level B).
d. Secara umum, pemberian heparin, LMWH (low molecular weight
heparin) atau heparinoid setelah stroke non hemoragik akut tidak
bermanfaat. Namun, beberapa ahli masih merekomendasikan heparin
dosis penuh pada penderita stroke non hemoragik akut dengan resiko
tinggi terjadi reembolisasi, disekresi arteri atau stenosis berat arteri
karotis sebelum pembedahan. Kontraindikasi pemberian heparin juga
termasuk infark besar >50%, hipertensi yang tidak dapat terkontrol, dan
perubahan mikrovaskuler otak yang luas.
6) Pemberian Antiplatelet
a. Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 sampai 48 jam
setelah serangan stroke dianjurkan untuk setiap stroke non hemoragik
akut (AHA/ASA, Class I, Level A).
-
24
b. Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan intervensi akut
pada stroke, seperti pemberian rTPA intravena (AHA/ASA, Class III,
Level B).
c. Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan
(AHA/ASA, Class III, Level A).
d. Penggunaan aspirin sebagai adjunctive therapy dalam 24 jam setelah
pemberian obat trombolitik tidak direkomendasikan (AHA/ASA, Class
III, Level A).
e. Pemberian Clopidogrel saja atau kombinasi dengan Aspirin, pada stroke
non hemoragik akut, tidak dianjurkan, kecuali pada pasien dengan
indikasi spesifik, misalnya angina pektoris tidak stabil, non-Q-wave MI,
atau recent stenting, pengobatan harus diberikan sampai 9 bulan setelah
kejadian (AHA/ASA, Class I, Level A).
f. Pemberian antiplatelet intravena yang menghambat reseptor glikoprotein
Iib/IIIa tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class III, LevelB ).
7) Pemakaian vasodilatator seperti pentosifiklin tidak dianjurkan dalam terapi
stroke non hemoragik akut (AHA/ASA, Class III, Level A).
8) Dalam keadaan tertentu, vasopresor terkadang digunakan untuk memperbaiki
aliran darah ke otak. Pada keadaan tersebut, pemantauan kondisi neurologis
dan jantung harus dilakukan secara ketat (AHA/ASA, Class III, Level B).
9) Tindakan endarterektomi karotid pada stroke iskemik akut dapat
mengakibatkan resiko serius dan keluaran yang tidak menyenangkan.
-
25
Tindakan endovaskuler belum menunjukan hasil yang bermanfaat, sehingga
tidak dianjurkan (AHA/ASA, Class IIb, Level C).
10) Pemakaian obat-obatan neuroprotektan belum menunjukkan hasil yang
efektif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan (AHA/ASA, Class III,
Level A). Namun Citicolin sampai saat ini masih memberikan manfaat pada
stroke akut. Penggunaan Citicolin pada stroke akut dengan dosis 2x1000 mg
intravena 3 hari dan dilanjutkan dengan oral 2x1000 mg selama 3 minggu
dilakukan dalam penelitian ICTUS (International Citicholie Trial in Acute
Stroke).
2.7.3.7 Pedoman Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke Non Hemoragik
(Nurimaba, 2011)
1) Penatalaksanaan hipertensi yang tepat mempengaruhi morbiditas dan
mortalitas.
2) Tekanan darah tidak diberikan pengobatan pada stroke non hemoragik akut
kecuali tekanan darah sistolik lebih dari 220 mmHg atau diastolik lebih dari
120 mmHg.
3) Obat antihipertensi yang sudah diberikan pada sebelum stroke sebaiknya
diteruskan tanpa menambah obat baru sampai hari 7-10.
4) Pada tekanan darah diastolik lebih dari 140 mmHg diperlakukan sebagai
hipertensi emergensi. Diberikan drip nikardipin, diltiazem.
5) Jika tekanan darah sistolik lebih dari 230 mmHg atau tekanan sistolik 121-
140 mmHg diberikan labetalol intravena selama 1-2 menit. Dosis labetalol
-
26
bisa diulang atau digandakan antara 10-20 menit sampai tekanan darah turun
memuaskan. Dosis kumulatif sampai 300 mg.
6) Tekanan darah sistolik 180-230 atau tekanan diastolik 105-120 terapi
emergensi harus ditunda dulu, kecuali ada perdarahan intraserebral, gagal
jantung, infark miokard akut, gagal ginjal, dan edema paru.
7) Jika tekanan darah tersebut menetap selang waktu 60 menit, bisa diberikan
200-300 labetalol 2-3 kali sehari sesuai kebutuhan atau pengobatan lain yang
dapat diberikan adalah golongan antagonis kalsium oral dan ACE Inhibitor
oral.
8) Batas penurunan tekanan darah jangan melebihi 20-25%.
2.7.3.8 Obat Terapi Stroke Non Hemoragik (Hartwig, 2006; Anonim, 2007;
Anonim, 2011)
a) Antihipertensi
Tekanan darah yang tinggi pada stroke non hemoragik tidak boleh
diturunkan dengan cepat karena akan memperluas infark dan perburukan
neurologik. Penggunaan antihipertensi pada stroke non hemoragik diberikan
apabila MABP (Mean Arterial Blood Pressure) lebih dari 130-140 mmHg.
Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya 20%-25% dari MABP
pada jam pertama. Adapun obat-obat antihipertensi yaitu seperti golongan
penyekat alfa beta (Labetalol), ACE Inhibitor (Kaptopril atau sejenisnya)
atau antagonis kalsium yang bekerja perifer (Nifedipin atau sejenisnya).
-
27
b) Trombolisis
Trombolisis pada stroke non hemoragik akut dapat dilakukan secara
intravena maupun intraarteri. Obat yang direkomendasikan yaitu rTPA
sebagai trombolisis untuk terapi stroke dalam 3 jam setelah onset gejala.
Trombolisis dengan rTPA intravena merupakan pengobatan stroke non
hemoragik akut satu-satunya yang direkomendasikan sejak tahun 1996
karena terbukti efektif membatasi kerusakan otak akibat stroke non
hemoragik. Selama 12 bulan pemantauan pasien dengan stroke non
hemoragik yang diterapi dengan rTPA dalam rentang waktu 3 jam lebih
banyak yang mengalami cacat ringan atau tanpa cacat.
c) Antikoagulan
Pemberian Antikoagulan diindikasikan pada stroke non hemoragik akut
yang disebabkan oleh emboli otak. Heparin, LMWH (low molecular weight
heparin) atau heparinoid dan dilanjutkan dengan warfarin dapat segera
diberikan dengan syarat-syarat ketat pada pasien TIA (Transient ischemic
attack) yang sembuh sempurna dalam 1-2 hari dengan fibrilasi atrium.
Heparin, LMWH (low molecular weight heparin) atau heparinoid dapat
diberikan untuk mencegah trombosis vena dalam pada penderita stroke non
hemoragik dengan hemiplegia.
d) Antiplatelet
Antiplatelet atau Antitrombosit adalah obat yang dapat menghambat
agregasi trombosit sehingga dapat menghambat pembentukan thrombus pada
sirkulasi arteri, dimana antikoagulan kurang dapat berperan (Anonim, 2008a).
-
28
Golongan obat ini di antaranya Aspirin, Clopidogrel, Dipiridamol, dan
Tiklopidin. Aspirin menghambat sintesis tromboksan (TXA2) di dalam
trombosit dan prostasiklin (PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat
secara irreversibel enzim siklo-oksigenase. Sebagai akibatnya terjadi
pengurangan agregasi trombosit. Pemberian Aspirin dengan dosis awal 325
mg dalam 24 - 48 jam setelah onset stroke dianjurkan untuk setiap stroke non
hemoragik akut.
Clopidogrel memblok reseptor adenosine diphospate pada permukaan
platelet dan dengan demikian menghibisi atau menghambat aktivasi platelet.
Clopidogrel digunakan untuk pencegahan kejadian iskemik pada pasien
dengan riwayat gejala penyakit iskemik.
Dipiridamol menghambat ambilan dan metabolisme adenosin oleh
eritrosit dan sel endotel pembuluh darah, dengan demikian kadarnya
meningkat dalam plasma. Adenosine menghambat fungsi trombosit.
Dipiridamol juga memperbesar efek antiagregasi prostasiklin. Dipiridamol
banyak digunakan bersamaan dengan Aspirin, yang mana dapat menurunkan
stroke pada pasien yang sebelumnya pernah mengalami stroke atau TIA
(Transient ischemic attack). Formulasinya mengandung 200 mg Dipiridamol
dalam bentuk sediaan lepas lambat dan 25 mg Aspirin (Goodman dan
Gillman, 2007).
e) Neuroprotektan
Pada stroke non hemoragik akut, dalam batas-batas waktu tertentu
sebagian besar cedera sel saraf dapat dipulihkan. Tujuan terapi
-
29
neuroprotektan adalah untuk menghambat jaringan yang iskemik menjadi
infark. Terapi neuroprotektan ditujukan pada peristiwa biokimia yang terjadi
selama iskemi. Beberapa obat untuk neuroprotektan diantaranya Citicholin,
Piracetam.
Pirasetam adalah derivat neurotransmitter gammaaminobutyric acid
(GABA) yang memperbaiki fluiditas membran sel, memperbaiki
neuotransmisi, meningkatkan eritrosit sehingga aliran darah otak meningkat.
Pemberian pertama 12 gram perinfus habis dalam 20 menit, dilanjutkan
dengan 3 gram bolus iv/6 jam atau 12 gram/24 jam. Pada studi klinik fase II
penggunaan dosis 500, 1000 atau 2000 mg/hari selama 6 minggu
menunjukkan manfaat pada 259 pasien dibanding plasebo.
2.7.3.9 Pencegahan Stroke(Fransisca, 2008)
Cara terbaik untuk mencegah stroke adalah mengurangi faktor risiko dan
melakukan kontrol terhadap kesehatan, diantaranya adalah:
1. Menjalani pola hidup yang sehat dengan pengaturan pola makan dan
istirahat cukup.
2. Hindari merokok, kopi, dan alkohol
3. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal (cegah
kegemukan)
4. Intakegaram bagi penderita hipertensi
5. Menurunkan tingkat kolesterol
6. Mengobati Diabetes Mellitus (DM) dengan obat hipoglikemik dan diet.
-
30
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama bulanAgustus 2013 sampai Oktober 2013 di
Instalasi Rekam Medik RSUD Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu.
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi deskriptif analitik dengan
menggunakan data retrospektif pada pasien rawat inap di RSUD Pasir Pengaraian
Kabupaten Rokan Hulu.
3.2.2 Sumber Data
Data dikumpulkan dari rekam medik pasien rawat inap di RSUD Pasir
Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu. Data diambil dari bulan Januari sampai
dengan Desember Tahun 2012.
3.3 Rancangan Penelitian.
3.3.1 Penetapan Populasi yang Dievaluasi.
Data yang diambil adalah data rekam medik semua pasien Stroke Non
Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan
Hulu tahun 2012 dengan jumlah 72 rekam medis.
-
31
3.3.2 Penetapan Sampel yang Dievaluasi.
Sampel yang diambil adalah 27 data rekam medis pasien Stroke Non
Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan
Hulu selama bulan Januari 2012 sampai Desember 2012 dengan kriteria inklusi
terdiri dari data rekam medik pasien stroke non hemoragik dengan faktor pencetus
hipertensi dan kriteria eksklusi terdiri dari data rekam medik pasien stroke non
hemoragik dengan faktor pencetus selain hipertensi.
3.3.3 Pengumpulan Data
Data yang diambil adalah data kuantitatif rekam medik pasien Stroke Non
Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan
Hulu. Data rekam medik diambil dari bulan Januari hingga Desember 2012. Data
dipindahkan ke lembaran pengumpulan data.
3.3.4 Analisis Data
a. Analisis Data Kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang menunjukkan pola penggunaan obat secara
kuantitatif berdasarkan berbagai kriteria. Data ini meliputi:
1. Persentase pasien stroke non hemoragik berdasarkan jenis kelamin
2. Persentase pasien stroke non hemoragik berdasarkan rentang usia
3. Persentase penggunaan obat stroke non hemoragik berdasarkan golongan obat
4. Persentase penggunaan obat stroke non hemoragik berdasarkan jenis obat.
5. Persentase penggunaan obat stroke non hemoragik berdasarkan kombinasi
golongan obat.
-
32
6. Persentase penggunaan obat stroke non hemoragik berdasarkan nama dagang
dan generik.
Data disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.
b. Analisis Kualitatif
Data ditabulasikan kemudian hasil yang diperoleh dibandingkan dengan
standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Hasil perbandingan akan
menunjukan ketepatan penggunaan yang ditinjau dari :
1. Pasien mempunyai kondisi medis baru yang membutuhkan terapi awal
pada obat.
2. Pasien mempunyai penyakit kronik yang membutuhkan terapi obat
berkesinambungan.
3. Pasien mempunyai kondisi kesehatan yang membutuhkan farmakoterapi
kombinasi untuk mencapai efek sinergis atau potensiasi.
3.4 Definisi Operasional
1. Sampel adalah nomor rekam medis pasien yang terdiagnosis stroke non
hemoragik dan memenuhi kriteria inklusi.
2. DRPs dalam penelitian ini adalah terapi obat tambahan.
3. Identifikasi DRPs meliputi seluruh obat-obatan yang digunakan oleh
pasien.
4. Pasien mempunyai kondisi medis baru yang membutuhkan terapi awal
pada obat adalah obat yang diberikan pada pasien dengan kondisi medis
baru dilihat dari riwayat penyakit sekarang (RPS).
-
33
5. Pasien mempunyai penyakit kronik yang membutuhkan terapi obat
berkesinambungan adalah obat yang diberikan kepada pasien penyakit
kronik dilihat dari riwayat penyakit stroke dahulu (RPD).
6. Pasien mempunyai kondisi kesehatan yang membutuhkan farmakoterapi
kombinasi untuk mencapai efek sinergis atau potensiasi adalah terapi
kombinasi yang diberikan pada pasien berdasarkan diagnosanya.
-
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Populasi pasien stroke non hemoragik yang dievaluasi sebanyak 72 pasien,
setelah disesuaikan dengan kriteria inklusi didapat 27 pasien. Rekapitulasi data
pada pasien Stroke Non Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir
Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu selama tahun 2012 didapatkan hasil analisis
data secara kuantitatif dan secara kualitatif.
4.1.1 Hasil AnalisisData Kuantitatif
1. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan rekapitulasi data yang telah dilakukan, diketahui bahwa pasien
Stroke Non Hemoragik dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dari
pada pasien dengan jenis kelamin laki-laki. Dimana selama tahun 2012
jumlah pasien perempuan sebesar 70,6% dan pada pasien laki-laki sebesar
29,4%. Data dapat dilihat pada Lampiran 3, Tabel 3,Gambar 4.
2. Persentase Pasien Stroke Non Hemoragik berdasarkan Usia
Berdasarkan rekapitulasi data yang telah dilakukan, pasien yang menderita
Stroke Non Hemoragik dibagi menjadi 5 (lima) golongan berdasarkan
rentang usianya, yaitu pasien usia 31-40 tahun sebesar 11,1%, 41-50 tahun
sebesar 11,1%, 51-60 tahun sebesar 29,6%, 61-70 tahun sebesar 22,2%, 71
tahun sebesar 26%. Data dapat dilihat pada Lampiran 3, Tabel 4, Gambar 5.
-
35
3. Persentase Penggunaan Obat Stroke Non Hemoragik Berdasarkan Golongan
Obat
Berdasarkan rekapitulasi data yang telah dilakukan, didapatkan golongan
obat stroke non hemoragik yaitu Antihipertensi sebesar 46,5%, Trombolitik
sebesar 1,4%, Antikoagulan sebesar 0%, Antiplatelet sebesar 18,8%,
Neuroprotektan sebesar 33,3%. Data dapat dilihat pada Lampiran 3, Tabel
5, Gambar 6.
4. Persentase Penggunaan Obat Stroke Non Hemoragik Berdasarkan Jenis
Obat
Berdasarkan rekapitulasi data yang telah dilakukan, jenis obat yang paling
sering digunakan adalah citicolin yaitu sebanyak 27 resep (18,75%). Data
dapat dilihat pada Lampiran 3, Tabel 6, gambar 7.
5. Persentase Penggunaan Obat Stroke Non Hemoragik Berdasarkan
Kombinasi Golongan obat
Berdasarkan rekapitulasi data yang telah dilakukan, didapat kombinasi obat
golongan Antihipertensi sebesar 54,2%, Antiplatelet sebesar 2,08%,
Neuroprotektan sebesar 43,7%. Data dapat dilihat pada Lampiran 3, Tabel
7, Gambar 8.
6. Persentase Penggunaaan Obat Stroke Non Hemoragik berdasarkan Nama
Dagang dan Generik
Berdasarkan rekapitulasi data yang telah dilakukan, penggunaan
berdasarkan nama Dagang dan Generik diketahui bahwa obat stroke non
hemoragik yang lebih banyak digunakan adalah jenis obat generik lebih
-
36
banyak digunakan dari pada jenis obat dagang. Dimana selama tahun 2012
penggunaan obat stroke non hemoragik dengan nama dagang sebanyak
35,42% dan generik sebanyak 64,58%. Data dapat dilihat di Lampiran 3,
Tabel 8, Gambar 9.
4.1.2 Hasil Analisis Kualitatif
1. Hasil Analisis Berdasarkan Pasien Mempunyai Kondisi Medis Baru yang
Membutuhkan Terapi Awal pada Obat
Berdasarkan rekapitulasi data yang telah dilakukan di RSUD Pasir
Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu tahun 2012 ditemukan adanya DRPs
sebesar 7,4%. Data ini dapat pada Lampiran 4, Tabel 9, Gambar 10.
2. Hasil Analisis Berdasarkan Pasien Mempunyai Penyakit Kronik yang
Membutuhkan Terapi Obat Berkesinambungan
Berdasarkan rekapitulasi data yang telah dilakukan di RSUD Pasir
Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu tahun 2012 tidak ditemukan adanya
DRPs. Data ini dapat pada Lampiran 4, Tabel 9, Gambar 10.
3. Hasil Analisis Berdasarkan Pasien Mempunyai Kondisi Kesehatan yang
Membutuhkan Farmakoterapi Kombinasi untuk Mencapai Efek Sinergis
atau Potensiasi
Berdasarkan rekapitulasi data yang telah dilakukan di RSUD Pasir
Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu tahun 2012 tidak ditemukan adanya
DRPs. Data ini dapat pada Lampiran 4, Tabel 9, Gambar 10.
-
37
4.2 Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kejadian DRPs terapi obat
tambahan pada pasien Stroke Non Hemoragik di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir
Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu tahun 2012.Program Evaluasi Penggunaan
Obat (EPO) merupakan salah satu penerapan farmasi klinis oleh Instalasi Farmasi
Rumah Sakit yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pengobatan (Siregar,
2004).
4.2.1 Analisis Kuantitatif
Hasil analisis kuantitatif ini berasal dari rekam medik 27 pasien Stroke Non
Hemoragik dengan faktor pencetus hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD Pasir
Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu selama tahun 2012. Adapun analisis
kuantitatif meliputi:
1. Analisis Kuantitatif Berdasarkan Jenis Kelamin
Analisis kuantitatif berdasarkan jenis kelamin ditemukan pada pasien
wanita sebesar 70,6% dan pasien laki-laki sebesar 29,4%. Data dapat dilihat
pada Lampiran 3, Tabel 3, Gambar 4. Berdasarkan hal tersebut, pasien wanita
lebih banyak menderita Stroke Non Hemoragik daripada pasien laki-laki. Hal
ini dikarenakan wanita memiliki hormon esterogen yang berperan dalam
mempertahankan kekebalan tubuh sampai menopause dan sebagai proteksi
pada proses aterosklerosis. Namun ketika usia menopause, risiko stroke
padawanita meningkat secara drastis. Wanita menopause mengalami
penurunan produksi estrogen sehingga efek proteksi yang dimiliki terhadap
terjadinya aterosklerosis akan menurun (Japardi, 2000).
-
38
Disamping itu, wanita yang pernah menggunakan obat kontraseptif oral
dapat meningkatkan terjadinya hipertensi. Hipertensi ini akan makin
meningkat dengan lamanya penggunaan, tentunya hal ini akan berpengaruh
mengingat bahwa hipertensi itu sendiri merupakan faktor pencetus terjadinya
penyakit stroke (Palmer dan Williams, 2007).
2. Analisis Kuantitatif Berdasarkan Rentang Usia
Analisis kuantitatif selanjutnya berdasarkan rentang usia dibagi menjadi
5 (lima) golongan, yaitupasien usia 31-40 tahun sebesar 11,1%, 41-50 tahun
sebesar 11,1%, 51-60 tahun sebesar 29,6%, 61-70 tahun sebesar 22,2%, 71
tahun sebesar 26%. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat persentase tertinggi
terdapat pada pasien dengan usia 51-60 tahun yaitu sebesar29,6%. Data dapat
dilihat pada Lampiran 3, Tabel 4, Gambar 5. Pada umumnya kejadian stroke
meningkat pada usia lanjut, hal ini dikarenakan usia lanjut merupakan tahap
lanjut dari suatu kehidupan yang ditandai dengan menurunnya
kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap tekanan, baik tekanan
internal maupun eksternal. Usia merupakan salah satu risiko utama
stroke, insiden stroke meningkat hampir 2 kali lipat setelah umur 55 tahun.
Makin bertambahnya usia, elastisitas pembuluh darah makin berkurang
sehingga aliran darah ke otak terganggu dan mempermudah terbentuknya
aterosklerosis. Disamping itu, kejadian hipertensi juga meningkat pada usia
lanjut. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko terpenting yang
dapat menyebabkan terjadinya serangan stroke (Nasution, 2007). Pada
penelitian ini, persentase kejadian stroke tertinggi terjadi pada usia 51-60
-
39
tahun yaitu 29,6%. Namun pada usia>61 tahun terjadi penurunan, hal ini
kemungkinan disebabkan semakin lanjut usia seseorang, keinginan atau
semangatuntuk berobat cenderung berkurang atau mengalami penurunan.
3. Analisis Kuantitatif Berdasarkan Golongan Obat
Penggunaan obat Stroke Non Hemoragik berdasarkan golongannya
yaitu golongan antihipertensi sebanyak 46,5%, golongan trombolitik
sebanyak 1,4%, golongan antiplatelet sebanyak 18,8%, golongan
neuroprotektan sebanyak33,3%. Golongan yang paling banyak digunakan
yaitu antihipertensi. Data dapat dilihat pada Lampiran 3, Tabel 5, Gambar 6.
Antihipertensi adalah terapi yang digunakan dalam menurunkan
tekanan darah. Hipertensi itu sendiri merupakan salah satu faktor risiko
terpenting yang dapat menyebabkan terjadinya serangan stroke, sehingga
perlu penanganan yang baik. Kriteria obat antihipertensi yang ideal adalah
kerja cepat danreversibel, efek dapat diprediksi dan dikendalikan, rasio
terapeutik: tosik rendah, mempunyai efek vasodilatasi serebral yang
minimal, tidak mempunyai efek penekanan pada sistem saraf pusat, tidak
menurunkan tekanan darah pada penumbra, mudah didapat dan relatif
terjangkau. Batas penurunan tekanan darah jangan melebihi 20-25%
(Nurimaba, 2011; Anonim, 2004).
Terapi neuroprotektan diberikan dengan tujuan untuk menghambat
jaringan yang iskemik menjadi infark, memperbaiki kerusakan otak akibat
cedera, untuk kemunduran daya pikir dan konsentrasi. Hampir seluruh
pasien stroke non hemoragik mendapatkan obat neuroprotektan. Prinsip
-
40
penanganan stroke non hemoragik ini sendiri adalah membatasi daerah yang
rusak, meningkatkan aliran darah otak, mencegah terjadinya edema otak,
dan memperbaiki aliran darah otak (Anonim, 2007).
Antiplatelet atau antitrombosit adalah obat yang dapat menghambat
agregasi trombosit sehingga dapat menghambat pembentukan trombus pada
sirkulasi arteri, dimana antikoagulan kurang dapat berperan. Disamping itu
pemberian anti agregrasi trombosit bertujuan untuk meminimalisasi
perluasan atau mencegah pembentukan gumpalan darah baru (Anonim,
2008a).
Terapi trombolisis digunakan untuk melarutkan sumbatan arteri
(trombus atau emboli) dan memulihkan kembali aliran darah ke area otak
yang iskemik sebelum area tersebut menjadi infark. Berbagai studi
menunjukkan bahwa terapi trombolisis meningkatkan peluang memperbaiki
gangguan neurologik. Terapi trombolisis hanya boleh diberikan pada stroke
iskemik dengan onset kurang dari 3 jam dan hasil CT scan normal.
Antikoagulan digunakan untuk mencegah terjadinya gumpalan darah
dan embolisasi trombus. Pemberian antikoagulan tidak dilakukan sampai
terdapat hasil pemeriksaan yang memastikan tidak ada perdarahan
intrakranial. Namun pada pemberian antikoagulan dengan tujuan untuk
mencegah timbulnya stroke ulang awal atau memperbaiki kondisi setelah
stroke iskemik akut tidak direkomendasikan untuk pasien dengan stroke
iskemik akut sedang sampai berat karena meningkatnya risiko komplikasi
perdarahan intrakranial (Hartwig, 2006; Anonim, 2011).
-
41
4. Analisis kuantitatif Berdasarkan Jenis Obat
Persentase jenis obat yang paling banyak digunakan adalah citicolin
yaitu sebanyak 18,75%. Data dapat dilihat pada Lampiran 3, Tabel 6, Gambar
7. Citicolin merupakan golongan neuroprotektan yang bersifat melindungi
otak yang sedang mengalami iskemik atau menghambat jaringan yang
iskemik menjadi infark. Bekerja dengan meningkatkan pembentukan choline
dan menghambat pengrusakan phosphatydilcholine, menurunkan
metabolisme neuron, mencegah pelepasan zat-zat toksik dari neuron yang
rusak. Selain citicolin, piracetam juga merupakan golongan neuroprotektan
yang bekerja memperbaiki fluiditas membran sel, memperbaiki
neurotransmisi, menstimulasi adenylate kinase yang mengkatalisa konversi
ADP (Adenosine Diphosphate) menjadi ATP (Adenosin Triphosphate) dan
diindikasikan pada stroke iskemik akut dalam 7 jam pertama dari onset
stroke. Pemakaian obat jenis pirasetam ini sebanyak 14,58%. Dalam batas-
batas waktu tertentu sebagian besar cedera sel saraf dapat dipulihkan dengan
penggunaan obat neuroprotektan (Anonim, 2004).
Jenis obat stroke non hemoragik dari golongan antiplatelet yaitu
aspirin, yang mana pemakaiannya sebanyak 15,27%. Aspirin atau asam asetil
salisilat dengan dosis 80-325 mg, bekerja menghambat sintesis tromboksan
(TXA2) di dalam trombosit dan prostasiklin (PGI2) dipembuluh darah
dengan menghambat secara irreversibel enzim siklo-oksigenase. Sebagai
akibatnya terjadi pengurangan agregasi trombosit. Penggunaan aspirin jangka
panjang bermanfaat untuk mengurangi kekambuhan TIA (Transient ischemic
-
42
attack), stroke karena penyumbatan dan kematian akibat gangguan pembuluh
darah. Jenis obat golongan antiplatelet lainnya yaitu clopidogrel yang
digunakan untuk pencegahan kejadian iskemik pada pasien dengan riwayat
gejala iskemik. Clopidogrel bekerja dengan cara memblok reseptor adenosine
diphospate pada permukaan platelet dan dengan demikian menginhibisi atau
menghambat aktivasi platelet. Pemakaian clopidogrel ini sebanyak 7,6%
(Anonim, 2008a; Sulistia, 1995).
Terapi rTPA (rekombinan Tissue Plasminogen Activator) merupakan
jenis terapi trombolisis yang bekerja dengan mengubah proenzim
plasminogen menjadi enzim aktif plasmin dan selanjutnya melisiskan
thrombus. Pemakaian rTPA sebanyak 1,38%. Pemakaian rTPA meningkatkan
peluang memperbaiki gangguan neurologik, bekerja lebih selektif terhadap
bekuan darah/fibrin. Pemberian rTPA dosis 0,9 mg/kgBB atau maksimum 90
mg direkomendasikan secepat mungkin dalam rentang waktu 3 jam.
Pemakaian rTPA juga jangan diberikan jika tekanan darah > 185/110 dan usia
pasien > 80 tahun ataupun pada pasien dengan riwayat stroke sebelumnya
(Anonim, 2011). Disamping itu rTPA mempunyai harga yang relatif mahal
dan tidak termasuk dalam Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA) maupun
Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) di RSUD Pasir Pengaraian.
Kaptopril dengan pemakaiannya sebanyak 12,5% merupakan obat
hipertensi golongan ACE Inhibitor yang dapat memperbaiki disfungsi endotel
dengan cara menghambat pembentukan Angiostensin II (zat yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah), sehingga menghambat
-
43
peningkatan tekanan darah. Sama halnya dengan lisinopril juga merupakan
golongan ACE Inhibitor dengan efek peniadaan pembentukan Angiostensin
II, vasodilatasi dan berkurangnya garam dan air, yang mana pemakaiannya
sebanyak 5,5%. Sedangkan nifedipin dan amlodipin merupakan antihipertensi
golongan antagonis kalsium derivat dihidropiridin yang bekerja menurunkan
daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung,
menghambat pemasukan kalsium kedalam sel-sel otot polos dan pembuluh
darah. Pemakaian amlodipin sebanyak 16%, amlodipin mengurangi iskemia
jaringan dengan cara pelebaran pembuluh darah arteriol perifer, sehingga
mengurangi resistensi total perifer. Akibatnya terjadi penurunan konsumsi
energi otot jantung dan kebutuhan oksigen. Pemakaian dosis tinggi sebaiknya
dihindari untuk semua hipertensi, nifedipin oral sangat bermanfaat untuk
mengatasi hipertensi darurat. Dosis awal 10 mg akan menurunkan tekanan
darah dalam waktu 10 menit dan dengan efek maksimal 30-40 menit.
Pemakaian nifedipin sebanyak 0,7% (Anonim, 2008a; Tjay dan Rahardja,
2002).
Bisoprolol merupakan antihipertensi golongan beta blokeryang
bekerja melalui penurunan daya pompa jantung, menekan noradrenalin,
sehingga kebutuhan otot jantung dikurangi, pemakaian bisoprolol ini
sebanyak 2,7%. Jenis obat lainnya yaitu hidrokloritiazid dengan pemakaian
sebanyak 7,6% dan furosemid sebanyak 1,8% yang mana keduanya
merupakan antihipertensi golongan diuretik yang menunjukkan efektivitas
yang sama, bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume
-
44
cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi
lebih ringan. Obat ini meningkatkan pengeluaran garam dan air sehingga
volume darah dan tekanan darah menurun (Palmer dan Williams, 2007).
5. Analisis Kuantitatif Berdasarkan Penggunaan Kombinasi Golongan Obat
Penggunaan obat Stroke Non Hemoragik berdasarkan kombinasi
golongannya yang paling banyak digunakan yaitu golongan antihipertensi
sebanyak 54,2%, sedangkan golongan neuroprotektan sebanyak 43,7% dan
golongan antiplatelet sebanyak 2,08%. Data dapat dilihat pada Lampiran 3,
Tabel 7, Gambar 8. Adapun tujuan dalam pemberian kombinasi obat adalah
untuk memperkuat efek, efek sinergisme, bersifat saling mengisi, penurunan
efek samping masing-masing obat, meningkatkan kepatuhan pasien, sehingga
memaksimalkan terapi pengobatan (Crysant, 1998). Namun pemberian
kombinasi obat pada pasien stroke perlu perhatian khusus, karena
penggunaan dengan banyaknya kombinasi akan menyebabkan risiko
timbulnya perdarahan. Berdasarkan penatalaksanaan, kombinasi antara
aspirin dan clopidogrel tidak dianjurkan pada stroke non hemoragik akut,
karena rekomendasi terapi tidak berguna dan dapat berbahaya, kecuali pada
pasien dengan indikasi spesifik misalnya angina pektoris tidak
stabil.Disamping itu, berdasarkan penatalaksanaan tidak ada dianjurkan
pemberian kombinasi piracetam dengan citicolin, karena pemakaian obat-obat
neuroprotektan belum menunjukkan hasil yang efektif, sehingga sampai saat
ini belum dianjurkan. Namun citicolin sampai saat ini masih memberikan
manfaat pada stroke akut (Anonim, 2011).
-
45
6. Analisis Kuantitatif Berdasarkan Penggunan Nama Dagang dan Generik
Analisis kuantitatif berdasarkanpenggunan obat stroke non hemoragik
dalam bentuk generik dan nama dagang (branded), ditemukan bahwa obat
yang lebih banyak digunakan pada pasien stroke non hemoragik yaitu obat
generik sebanyak 64,58% dibandingkan nama dagangsebanyak 35,42%.Data
dapat dilihat pada Lampiran 3, Tabel 8, Gambar 9. Obat Paten adalah hak
paten yang diberikan kepada industri farmasi pada obat baru yang
ditemukannya berdasarkan riset Industri farmasi tersebut diberi hak paten
untuk memproduksi dan memasarkannya, setelah melalui berbagai tahapan
uji klinis sesuai aturan yang telah ditetapkan secara internasional. Obat yang
telah diberi hak paten tersebut tidak boleh diproduksi dan dipasarkan dengan
nama generik oleh industri farmasi lain tanpa izin pemilik hak paten selama
masih dalam masa hak paten. Tetapi pada masa sekarang ini telah terjadi
pergeseran dari pengertian obat paten. Obat paten disamakan dengan obat
generik bermerek.
Obat generik bermerek adalah obat generik tertentu yang diberi nama
dagang sesuai kehendak produsen obat. Sedangkan obat generik adalah obat
dengan nama resmi International Non Propietary Name (INN) yang
ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat
berkhasiat yang dikandungnya (Anonim, 2008b). Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu merupakan rumah sakit
pemerintah yang bentuk pelayanannya berorientasi pada masyarakat umum,
mulai dari kalangan menengah kebawah sampai menengah keatas dimana
-
46
salah satu bentuk komitmen pelayanannya pada pasien yaitu dengan
meresepkan obat generik pada pasien, agar dapat meringankan beban pasien
untuk mendapatkan obat yang bermutu dengan harga murah.
4.2.2 Analisis Kualitatif
Dari penelitian ini akan dilihat DRPs kategori terapi obat tambahan yang
dialami pasien Stroke Non Hemoragik di RSUD Pasir Pengaraian yang dianalisis
secara kualitatif. Terapi obat tambahan atau yang biasa disebut dengan indikasi
tanpa obat merupakan suatu kejadian ketika pasien menderita penyakit sekunder
yangdapat menyebabkan keadaan lebih buruk daripada sebelumnya, sehingga
memerlukan terapi tambahan. Artinya kondisi medisnya memerlukan terapi tetapi
tidak mendapatkan obat. Penyebab utama perlunya terapi tambahan antara lain
ialah untuk mengatasi kondisi sakit pasien yang tidak mendapatkan pengobatan,
untuk menambahkan efek terapi yang sinergis, dan terapi untuk tujuan preventif
atau profilaktif (Fitrah, 2011). Pada penelitian identifikasi DRPs kategori terapi
obat tambahan pada pasien stroke non hemoragik ini ditemukan 2 kasus.
I. DRPs berdasarkan pasien mempunyai kondisi medis baru yang
membutuhkan terapi awal pada obat
1. Pasien nomor 1 dirawat mulai 2/3/2012 hingga 7/3/2012 dengan keluhan
sakit kepala, yang mana sakit kepala bisa disebabkan oleh tingginya
tekanan darah. Dalam hal ini tanggal 5 sakit kepala menghilang sejalan
dengan turunnya tekanan darah sehingga tidak perlu adanya terapi
tambahan. Bicara tidak jelas/pelo merupakan gejala dari penyakit stroke
yang disebabkan adanya trombus pada pembuluh darah otak yang
-
47
mengakibatkan kurangnya aliran darah dan oksigen ke suatu bagian
tubuh seperti pada bagian wajah yang mana dapat menyebabkan
kerusakan atau kematian sel, sehingga terjadi kelemahan pada bagian
wajah atau lidah hingga menyebabkan bicara menjadi pelo. Dalam hal
ini pasien mendapatkan clopidogrel sebagai antiplatelet yang dapat
menghambat pembentukan trombus. Perut terasa penuh disertai muntah
terjadi karena peningkatan sekresi asam lambung dalam hal ini diberikan
ranitidin dan pantoprazol yang mana bekerja mengurangi produksi asam
lambung. Tekanan darah pada awal masuk 220/100 mmHg yang mana
mengindikasikan adanya hipertensi, dan dalam hal ini pasien
mendapatkan kombinasi antihipertensi yaitu captopril dan amlodipin.
2. Pasien nomor 2 dengan RPS sulit bicara tiba-tiba, ekstremitas kanan
lemahmerupakan gejala dari penyakit stroke yang disebabkan
penyempitan pembuluh darah otak oleh trombus yang mengakibatkan
aliran darah dan oksigen terganggu serta terjadi kerusakan atau kematian
sel sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan anggota gerak dan
kelemahan pada wajah. Dalam hal ini pasien mendapatkan aspirin
sebagai antiplatelet yang dapat menghambat pembentukan trombus.
Tekanan darah pada awal masuk 200/120 mmHg yang mana
mengindikasikan adanya hipertensi, dan dalam hal ini pasien
mendapatkan kombinasi antihipertensi yaitu captopril dan
hidroklortiazid.
-
48
3. Pasien nomor 3 dan 4 mempunyai RPS badan terasa kebas dan
lemahmerupakan gejala dari penyakit stroke yang disebabkan
penyempitan pembuluh darah otak oleh trombus yang mengakibatkan
berkurangnya aliran darah dan oksigen serta terjadi kerusakan atau
kematian sel sehingga dapat menyebabkan rasa kebas dan lemah pada
anggota tubuh. Dalam hal ini pasien mendapatkan aspirin sebagai
antiplatelet yang dapat menghambat pembentukan trombus. Untuk
mengatasi mual, muntah, ataupun nyeri ulu hati yang disebabkan oleh
peningkatan asam lambung diberikan ranitidin yang dapat mengurangi
produksi asam lambung dan antacid yang bekerja menetralkan asam
lambung. Tekanan darah awal masuk pada pasien nomor 3 yaitu 230/120
mmHg yang mana mengindikasikan adanya hipertensi, dan dalam hal ini
pasien mendapatkan kombinasi antihipertensi yaitu captopril dan
amlodipin. Sedangkan tekanan darah awal masuk pada pasien nomor 4
yaitu 170/100 mmHg yang mana juga mengindikasikan adanya
hipertensi, dan dalam hal ini pasien mendapatkan antihipertensi yaitu
lisinopril dan amlodipin.
4. Pasien nomor 5 dengan RPS badan lemas, tidak sadar 3 jam,
merupakan gejala dari penyakit stroke yang disebabkan adanya trombus
pada pembuluh darah otak yang mengakibatkan kurangnya aliran darah
dan oksigenke suatu bagian tubuh yang mana dapat menyebabkan
kerusakan atau kematian sel, sehingga terjadi kelumpuhan anggota gerak
hingga penurunan kesadaran. Dalam hal ini pasien mendapatkan aspirin
-
49
sebagai antiplatelet yang dapat menghambat pembentukan trombus.
Tekanan darah awal masuk 220/100 mmHg mengindikasikan adanya
hipertensi dan dalam hal ini pasien telah mendapatkan kombina