Prosedur Pemasangan Infus
-
Upload
iqbal-wibowo -
Category
Documents
-
view
21 -
download
0
description
Transcript of Prosedur Pemasangan Infus
ANALISA SINTESA
PROSEDUR PEMASANGAN INFUS
Oleh :
AGUNG DARMAWAN
G1B210052
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU- ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2011
Pendahuluan
Keperawatan merupakaan hasil proses kerjasama manusia dengan manusia
lainnya supaya menjadi sehat atau tetap sehat. Dalam perkembangan ilmu keperawatan
saat ini perawat dituntut untuk lebih professional dalam melakukan tindakan keperawatan
yaitu pelayanan yang memuaskan dan meyakinkan.
Pemasangan infus adalah teknik yang mencakup penusukan vena melalui
transkutan dengan stilet tajam yang kaku seperti angiokateler atau dengan jarum yang di
sambungkan. Pemberian cairan infuse merupakan materi yang sangat sulit di terapkan
karena memiliki berbagai macam tehknik-tekhnik yang berbeda-beda dan memilki
kerasionalannya sendiri-sendiri juga. oleh karena itu prosedur pemberian infus
memerlukan pembelajaran yang tidak sedikit.
Dalam penulisan analisa sintesa ini akan di jelaskan pengertian pemberian cairan
infuse dan prosedur pemberian cairan infuse.
Prosedur Pemasangan Infus
A. Definisi
Pemberian cairan intravena (infus) yaitu memasukan cairan atau obat
langsung kedalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan
menggunakan infus set.
B. Tujuan
1. Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
tubuh
2. Memberikan obat-obatan dan kemoterapi
3. Transfusi darah dan produk darah
4. Memberikan nutrisi parenteral dan suplemen nutrisi
Tindakan infus diberikan pada pasien dengan :
1. Dehidrasi.
2. Sebelum transfusi darah.
3. Pra dan pasca bedah sesuai program pengobatan, serta pasien yang sistem
pencernaannya terganggu.
C. Indikasi
1. Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena
langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus
infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan
keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering
terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya diindikasikan
pada infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa
melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa melalui mulut)
pada kebanyakan pasien dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama
efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih menguntungkan dari
segi kemudahan administrasi RS, biaya perawatan, dan lamanya
perawatan.
2. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika
dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam
sediaan intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan
aminoglikosida yang susunan kimiawinya “polications” dan sangat polar,
sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga
sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam
pembuluh darah langsung.
3. Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat
menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti
ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal
(anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan
intramuskular (disuntikkan di otot).
4. Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak—obat masuk ke
pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
5. Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan
melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena).
Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada
orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada
penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk
pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa
banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu
mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.
D. Kontra indikasi
1. Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan
infus.
2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan
digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada
tindakan hemodialisis (cuci darah).
3. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang
aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).
E. Persiapan
1. persiapan pasien
a. cek perencanaan keperawatan klien.
b. klien diberikan penjelasan prosedur yang akan dilaksanakan.
2. persiapan alat
a. Standar infuse
b. Cairan infus dan infus set sesuai kebutuhan
c. Jarum / wings needle / abocath sesuai dengan ukuran yang
dibutuhkan
d. Bidai / alas infuse
e. Perlak dan tourniquet
f. Plester dan gunting
g. Bengkok
h. Sarung tangan bersih
i. Kassa seteril
j. Kapas alkohol dalam tempatnya
k. Bethadine dalam tempatnya.
F. Pelaksanaan
1. Identifikasi pasien
2. Mempersiapkan psikologis pasien
3. Menjelaskan dengan prosedur yang sederhana dan persetujuan tindakan
4. Menjelaskan tujuan tindakan
5. Mengatur cahaya agar penerangan baik
6. Pasang infus set ke cairan dengan cara :
a. Buka infus set. Geser bagian klem hingga 10 cm dari bagian
ruang tetesan dan tutup/klem dengan cara digeser ke bawah.
b. Hubungkan infus set dengan botol cairan infus kemudian
gantungkan.
c. Isi cairan pada infus set dengan menekan bagian ruang tetesan
hingga ruang tetesan terisi sebagian, kemudian buka klem dan
alirkan cairan hingga slang terisi dan udaranya keluar.
7. Letakkan pengalas
8. Siapkan plester
9. Lakukan pembendungan dg tourniquet di atas vena yang akan ditusuk
10. Pakai sarung tangan steril
11. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alcohol.
12. Tusukan IV kateter (abocath) ke dalam vena secara perlahan dengan
lubang jarum menghadap ke atas.
13. Bila berhasil darah akan keluar dan terlihat melalui indukator. Masukan
seluruh cateter dan tarik bagian jarumnya, kemudian sambungkan pada
selang infus.
14. Buka tourniquet, buka klem selang infus untuk melihat kelancaran tetesan,
bila lancar amankan IV cateter dengan cara di plester.
15. Letakan kassa steril yang sudah dioleskan dengan betadine, lalu tempelkan
pada vena yang ditusuk kemudian rekatkan dengan plester.
16. Pasang plester berikutnya untuk mengamankan slang infus.
17. Pasang spalk bila perlu
18. Atur tetesan infus sesuai kebutuhan
19. Rapikan klien dan bereskan alat-alat
20. Cuci tangan
21. Dokumentasikan.
G. Keuntungan dan Kerugian Terapi Intravena
Keuntungan :
1. Efek terapeutik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat
target berlangsung cepat
2. Absorsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi lebih dapat
diandalkan
3. Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik dapat
dipertahankan maupun dimodifikasi
4. Rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intramuskular atau
subkutan dapat dihindari
5. Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan rute lain karena
molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus
gastrointestinalis
Kerugian :
1. Tidak bisa dilakukan “drug Recall” dan mengubah aksi obat tersebut
sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi
2. Kontrol pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan “speeed Shock”
3. Komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu:
a. Kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode
tertentu
b. Iritasi Vaskular, misalnya phlebitis kimia
c. Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan
H. Peran Perawat Dalam Terapi Intravena
1. Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infus
maupun kemasannya
2. Memastikan cairan infus diberikan secara benar (pasien, jenis cairan,
dosis, cara pemberian dan waktu pemberian)
3. Memeriksa apakah jalur intravena tetap paten
4. Observasi tempat penusukan (insersi) dan melaporkan abnormalitas
5. Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan instruksi
6. Monitor kondisi pasien dan melaporkan setiap perubahan
KESIMPULAN
Pemberian cairan intravena (infus) yaitu memasukan cairan atau obat langsung
kedalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan menggunakan
infus set. Tujuannya yang utama adalah Mengembalikan dan mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh. Infus ini biasanya diberikan pada pasien
dehidrasi, akan tranfusi darah, sebelum dan pasca operasi, serta pasien yang sedang
dalam pengobatan.
Peran perawat dalam pemasangan infus adalah memastikan tidak ada kesalahan
maupun kontaminasi cairan infus maupun kemasannya, memastikan cairan infus
diberikan secara benar (pasien, jenis cairan, dosis, cara pemberian dan waktu pemberian),
memeriksa apakah jalur intravena tetap paten, mengobservasi tempat penusukan (insersi)
dan melaporkan abnormalitas, mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan instruksi,
memonitor kondisi pasien dan melaporkan setiap perubahan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifianto, (2006), Pemberian Cairan Infus Intravena (Intravenous Fluids). diakses tanggal 22 Mei 2011 dari http://www.sehatgroup.web.id/?p=20.admin
___ , (2009), Tehnik Pemasangan Infus, diakses tanggal 22 Mei 2011 dari http://oiarios.wordpress.com
Sukentro, T, (2010), Prosedur Pemasangan Infus, diakses tanggal 22 Mei 2011 dari http://bedahumum.com