Proposal Tesis - Miskonsepsi Kimia SMA/MA
-
Upload
nur-rohmadi -
Category
Documents
-
view
4.829 -
download
5
Transcript of Proposal Tesis - Miskonsepsi Kimia SMA/MA
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting dalam kehidupan
manusia. Pendidikan akan menghasilkan manusia yang berkualitas dalam hal
pengetahuan dan keterampilan serta memiliki kemampuan berfikir kritis, kreatif
dan sikap terbuka. Pendidikan sains yang berkualitas akan menghasilkan manusia
yang memiliki pengetahuan, pemahaman, proses dan sikap sains.
Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia telah lama
dilakukan. Berbagai inovasi dan progam pendidikan terus menerus dilakukan,
diantaranya dengan penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku, peningkatan
mutu guru dan tenaga kependidikan melalui berbagai penataran dan pelatihan,
peningkatan manajemen pendidikan serta pengadaan fasilitas pendidikan.
Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia salah satunya mengadakan penelitian.
Penelitian pendidikan sains pada tahun – tahun terakhir telah menunjukkan suatu
pergeseran ke arah paradigma kostruktivisme. Selama 20 tahun terakhir ini
penelitian dalam bidang pendidikan sains beranggapan bahwa “suatu penelitian
baru dianggap sah dan dapat dipublikasikan bila mencerminkan paradigma
konstruktivisme “(Russell & Munby dalam Tobin, Tippins & Gallard, 1994 dalam
Suparno, 1997: 11). Paradigma konstruktivisme mempengaruhi banyak studi
tentang salah pengertian (Misconceptions) dan pengertian alternatif dalam bidang
sains dan matematika.
1
Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia disebabkan bermacam-macam
faktor, salah satunya karena di Indonesia pendidikan tidak ditempatkan sebagai
prioritas utama, hal ini terlihat dari keseriusan pemerintah memberikan anggaran
pendidikan. Mencontoh Lenin dalam “ berekonomi hemat dalam segala hal
kecuali dalam pendidikan dan berekonomi hemat dalam segala hal untuk
pendidikan” tak akan membuat bangsa Indonesia menjadi komunis
(Mangunwijaya, 2003). Pengaruh kebijakan pemerintah tersebut amat besar
karena sangat menyentuh bidang pendidikan. Rendahnya mutu pendidikan di
Indonesia dipengaruhi oleh 5 faktor yaitu, (1) faktor dana pendidikan yang relatif
kecil, (2) faktor sarana dan prasarana pendidikan yang belum memadai, (3) faktor
kurikulum yang kurang menunjang peningkatan mutu karena sarat beban, terlalu
sentralisasi dan tidak realistis dengan kondisi nyata siswa, (4) faktor
kesemrawutam sistem administrasi dan manajemen pendidikan dan (5)
rendahnya faktor guru.
Kelima faktor tersebut saling berkaitan, rendahnya dana pendidikan
mengakibatkan rendahnya mutu fasilitas penunjang pembelajaran terlebih kurang
meratanya pengadaan sarana dan fasilitas ini memungkinkan untuk daerah
pelosok belum terjangkau fasilitas yang memadai. Banyak sekolah SMA / MA
yang belajar kimia tanpa sekalipun masuk ke Laboratorium kimia apalagi
menggunakan eksperimen untuk menemukan konsep di dalam pembelajarannya.
Selain itu,yang melatar belakangi penelitian ini di sekolah objek dalam
memberikan materi hanya mengacu pada perolehan nilai akhir semata kurang
memperhatikan proses pemberian konsep benar yang diperoleh siswa
2
Menurut Ratna Wilis Dahar (1989:78) hasil utama pendidikan yang harus
kita capai yaitu belajar konsep. Belajar konsep ini menurut kaum konstruktivisme
merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti entah teks, dialog,
pengalaman fisis dan lain–lain. Dalam mengkonstruksi konsep, siswa
mengasimilasi dan mengakomodasi dalam menghubungkan pengalaman atau
materi yang dipelajari dengan pengertian yang sudah terdapat dalam struktur
kognitif siswa. Dalam proses ini siswa sudah membawa makna tertentu dari
pengalaman yang telah mereka temui, sehingga tercipta suatu anomali saat mereka
harus melakukan asimilasi ataupun akomodasi konsep (Suparno:1997, 59).
Penanaman konsep yang benar dalam proses pembelajaran akan
menghasilkan mutu pendidikan yang berkualitas. Selama ini dengan adanya UAN
(Ujian Akhir Nasional), SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) dan tes-tes
sejenis menyebabkan penanaman konsep tidak begitu diperhatikan, maka
penyampaian konsep Kimia yang benar kurang penting. Hal ini mengakibatkan
guru hanya menitikberatkan pada pencapaian nilai UAN yang tinggi dengan
latihan berbagai cara untuk menyelesaikan soal lebih membantu siswa
menyelesaikan tes-tes tersebut (Rohandi, 2003:199-201). Seperti halnya yang
terjadi di SMA Negeri Simo Boyolali yang menyandang gelar predikat ke-1 se-
kabupaten Boyolali dalam hasil UAN tahun pelajaran 2005/2006. Tetapi, dalam
penguasaan konsep kimia khususnya perhitungan kimia masih rendah. Target
3
menyelesaikan materi secara kuantitatif dan menyiapkan siswa menghadapi ujian
membelenggu guru sehingga guru menjadi kurang kreatif dan inovatif dalam
meningkatkan mutu pembelajaran. Data rata-rata nilai Ujian Akhir Nasional di
SMA Negeri 1 Simo selama 9 tahun terakhir disajikan dalam Tabel 1, sebagai
berikut :
Tabel 1. Daftar Peringkat SMA N 1 Simo Kabupaten Boyolali Berdasarkan Rata-rata NEM / Nilai Ujian Nasional Selama 9 (sembilan) Tahun Terakhir.
No. Tahun PelajaranProgram IPA
Rata-rataPeringkatKabupaten
1. 1996/1997 6,29 42. 1997/1998 5,70 33. 1998/1999 4,86 44. 1999/2000 5,82 25. 2000/2001 5,70 26. 2002/2003 7,29 27. 2003/2004 7,00 28. 2004/2005 7,52 29. 2005/2006 9,15 1
(Sumber : Profil SMA N 1 Simo, 2007:5)
Akibat yang langsung dirasakan oleh dunia pengajaran adalah beberapa
diantara siswa-siswa tersebut masih membawa salah konsep sains ke perguruan
tinggi, bahkan setelah menjadi sarjana sekalipun (Wilardjo,1998:54-57).
Pelurusan salah konsep telah banyak dilakukan misalnya dengan penalaran yang
logis, yaitu dengan menunjukkan adanya perbedaan konsep yang dimiliki siswa
dengan konsep yang mengikuti paradigma ilmiah. Beberapa ahli miskonsepsi dan
pendidik sudah cukup lama mengadakan penelitian untuk membantu siswa untuk
mengatasi miskonsepsi. Sudah tiga kali seminar internasional di selenggarakan di
Cornell University , Ithaca, New York, USA dengan menampilkan makalah yang
4
berjumlah lebih dari 600 judul, yang bertolak dari penelitian maupun teori
bagaimana menghilangkan miskonsepsi (Suparno,2005:4). Miskonsepsi sendiri
dapat terjadi karena konsep sains tersebut sudah umum dipakai orang meskipun
berbeda dengan konsep sains yang diterima para ilmuwan. Selain itu salah konsep
sains dapat menjadi kebenaran praktis yang relatif pada suatu hal tertentu.
Menurut banyak penelitian , miskonsepsi terdapat dalam semua bidang
sains, seperti fisika (Clement, 1987; Gilbert dkk.,1982; Mohapatra,1988), kimia
(Penddley & Brets,1994), biologi (Marek dkk.,1994), dan astronomi
(Comins,1993 dalam Wandersee, Mintzes dan Novak,1994) (Suparno,2005:7).
Miskonsepsi dalam bidang kimia banyak terjadi dalam konsep jumlah zat dan
mol, kesetimbangan kimia, atom dan molekul. Dari beberapa data hasil penelitian
seperti Peterson dan Treagust (1989) menemukan miskonsepsi di antara siswa
kelas 12 di Australia yang belajar kimia, sekitar ¼ dari mereka beranggapan
bahwa pasangan elektron yang sama terjadi pada semua ikatan kovalen dan kutub
ikatan itu menentukan bentuk molekul. Vanessa Kind (2004:52) mengemukakan
beberapa kesulitan dalam mempelajari stoikiometri (perhitungan kimia) yang
berakibat dapat menyebabkan terjadinya miskonsepsi pada siswa., kesulitan siswa
pada konsep stoikiometri disajikan dalam Tabel 2.
Sebelum mengikuti proses pelajaran formal di sekolah, seorang siswa
telah membawa konsep tertentu yang mereka kembangkan dalam pengalaman
hidup mereka sebelumnya. Pengetahuan awal atau prakonsepsi ini kita sebut
skema yang bisa diartikan suatu struktur mental atau kognitif yang dengannya
seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan
5
sekitarnya (Suparno,2006:30). Skema ini berfungsi sebagai filter dan fasilitator
ide-ide dan pengetahuan baru. Konsep awal yang dibawa siswa dapat sesuai
dengan konsep ilmiah tetapi terkadang berbeda dengan konsep ilmiah. Biasanya
konsep awal ini kurang lengkap atau kurang sempurna, maka perlu dikembangkan
atau dibenahi dalam pelajaran formal di sekolah. Tidak jarang bahwa konsep awal
ini meskipun berbeda dengan konsep ilmiah dapat bertahan lama dan sulit
diperbaiki atau diubah selama pendidikan formal. Hal ini disebabkan konsep yang
salah ini mampu menjelaskan persoalan yang terjadi di lingkungan mereka.
Tabel 2. Data Kesulitan Belajar Stoikiometri Yang Mengarah terjadinya
Miskonsepsi Stoikiometri
Kesulitan siswa Sumber
1. mendefinisikan pengertian mol
2. Stoikiometri memerlukan
kemampuan menghubungkan
antara kimia dengan konsep
matematika
3. anggapan siswa tentang alasan
reaksi massa.
4. bilangan Avogadro tidak dapat
dilihat
1. Mol merupakan konsep yang
abstrak, (kita tidak dapat
melihat jumlah partikel
“Avogadro”)
2. kemampuan menghitung
siswa mempunyai pengaruh
dalam memahami konsep
stoikiometri
3. siswa kurang mengerti
konsep-konsep yang
mendasarinya, misalkan
reaksi kimia
4. ukuran dari bilangan
Avogadro sangat besar
(Sumber:Vanessa Kind:2004:52)
http: //chemsoc.org/carnner/miscon/htm.
6
Konsep awal yang tidak sesuai dengan konsep ilmiah inilah yang
biasanya disebut miskonsepsi atau salah konsep. Menurut Dykstra penyebab
terjadinya salah konsep sains antara lain, dugaan yang diyakini benar,
kepercayaan yang tidak ilmiah, kesalahpahaman, keterbatasan kata atau bahasa
(Dykstra,1995).
Setiap konsep itu tidak berdiri sendiri, melainkan setiap konsep
berhubungan dengan konsep yang lain. Maka setiap konsep dapat dihubungkan
dengan konsep yang lain dan hanya memiliki arti dalam hubungannya dengan
konsep lain. Gagne menyatakan bahwa konsep-konsep dan prinsip-prinsip
memiliki hubungan dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang lain dalam
satu hierarki, jika siswa tidak mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip
pada tingkatan yang paling rendah, pembelajaran yang lebih tinggi akan menjadi
sulit (De Cecco & Crawford,1977:298). Padahal belajar bermakna adalah yang
memperhatikan konsep awal siswa (prior knowledge). Dengan mengabaikan
pengetahuan awal siswa, miskonsepsi siswa akan makin kompleks dan stabil
(Ausubel,1988 dalam Nicoll: 2001: 863)
Model pembelajaran konstruktivisme merupakan model pembelajaran
yang menekankan pada kemampuan siswa dalam membentuk / mengkonstruk
konsep sendiri. Menurut von Glasefeld (1991) dalam Nicoll (2001:863)
penggunaan peta konsep sebagai alat pembelajaran dianjurkan dalam model
pembelajaran konstruktivisme, yang di dalamnya siswa membangun sendiri
pemahaman mereka dari materi yang disampaikan di kelas. Termasuk dalam
kegiatan belajar mengajar seorang siswa membentuk / mengkonstruk konsep
7
sendiri. Menurut Piaget Perkembangan intelektual anak terdiri dari dua fungsi
yaitu organisasi dan adaptasi. Materi yang diterima seorang anak akan
diorganisasikan dalam struktur pikiran mereka sampai terintegrasikan menjadi
struktur tingkat tinggi dengan bertambahnya umur anak. Selain itu suatu materi
atau konsep pengetahuan akan diadaptasi seorang anak melalui proses asimilasi
dan akomodasi. Proses asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang
mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema
atau pola yang sudah ada (Suparno: 1997:31). Sedangkan akomodasi merupakan
suatu keadaan dimana konsep yang dimiliki seseorang berbeda dengan paradigma
ilmiah sehingga perlu membentuk skema baru yang dapat cocok dengan informasi
baru atau memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
adaptasi merupakan keseimbangan antara proses asimilasi dan proses akomodasi,
proses itu disebut equilibrium, yakni pengaturan diri secara mekanis untuk
mengatur keseimbangan proses asimilasi dan akomodasi berkebalikan dengan
disequilibrium. Proses equlibrium ke disequilibrium atau sebaliknya disebut
equilibration (Suparno,1997:32).
Kedua proses diatas yaitu asimilasi dan akomodasi merupakan bagian
dari pengubahan konsep (conceptual change) dalam mereduksi miskonsepsi.
Meskipun kadang-kadang miskonsepsi sangat bandel untuk dihilangkan dengan
penalaran logis. Miskonsepsi ini dapat menghalangi pembelajaran tingkat tinggi.
Materi perhitungan kimia merupakan materi yang dianggap sulit oleh siswa. Hal
ini disebabkan materi ini berhubungan dengan penggunaan matematis yang
dihubungkan dengan menerjemahkan soal kedalam bentuk persamaan kimia dan
8
menentukan rumus kimia yang digunakan, termasuk didalamnya menentukan
pereaksi pembatas, kadar zat, jumlah mol dan lain-lain.
Beberapa peneliti telah menemukan cara-cara menemukan dan
menangani miskonsepsi diantaranya Alan K. Griffiths dan Kirk R Preston (1992:
611) telah menemukan miskonsepsi dalam materi atom dan molekul dan
meluruskan dengan diskusi. Barker (1995) dalam Vanessa Kind, 2004: 51)
melaporkan adanya miskonsepsi pada anak usia 16 – 17 tahun dalam memahami
alasan reaksi massa dalam penelitian ini adalah reaksi antara besi dan tembaga,
siswa beranggapan dalam reaksi kimia semua zat akan beraksi. BouJaude &
Barakat (2000) dalam Vanessa Kind (2004:51) melaporkan 40% sampel siswa
usia 16 – 17 tahun menghitung massa molar dengan membagi atau mengalikan
jumlah massa atom dengan koefisien yang ditunjukkan dalam persamaan reaksi
kimia. Ali Erylmaz (2002: 1001) meneliti pelurusan miskonsepsi dengan
pengubahan konsep dalan gaya dan gerakan. Dalam penelitian ini dilakukan
identifikasi miskonsepsi dalam konsep perhitungan kimia melalui tes multiple
choice dengan reasoning terbuka dilengkapi dengan skala CRI kemudian reduksi
miskonsepsi dengan model pembelajaran konstruktivisme yang menbantu
perubahan konsep dengan menggunakan metode demonstrasi.
B. Identifikasi Masalah
Beberapa kondisi pendidikan di Indonesia, dapat diidentifikasikan adanya
masalah pendidikan antara lain,
1. Mutu pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah
9
2. Profil SMA Negeri Simo Boyolali yang tergolong menduduki peringkat bagus
ditinjau dari nilai UAN, tetapi hasil belajar kimia rendah.
3. Guru kesulitan menyampaikan materi pelajaran karena tuntutan kurikulum dan
waktu yang terbatas
4. Guru kesulitan menyampaikan konsep perhitungan kimia secara benar.
5. Guru kurang memperhatikan konsep awal siwa (Prior Knowledge).
6. Konsep perhitungan kimia sulit.
7. Siswa memiliki miskonsepsi tentang perhitungan kimia.
8. Model pembelajaran konstruktivisme bisa digunakan untuk mereduksi
miskonsespsi .
9. Sarana dan prasarana yang kurang memadai.
Dalam penelitian ini menekankan pada identifikasi konsep-konsep yang
menimbulkan miskonsepsi, bentuk-bentuk miskonsepsi, penyebab miskonsepsi
serta pelurusannya. Masih banyak persoalan miskonsepsi yang mungkin belum
dapat diidentifikasi dalam penelitian ini.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah penelitian ini diadakan pembatasan
masalah sebagai berikut:
1. Penjaringan miskonsepsi dibatasi dalam konsep perhitungan kimia, karena
konsep ini sangat esensial dan merupakan konsep dasar bagi materi lain.
10
2. Penelitian ini dibatasi pada miskonsepsi pada siswa dan di deteksi dengan tes
multiple choice dengan reasoning terbuka dilengkapi dengan skala CRI dan
wawancara.
3. Pelurusan miskonsepsi perhitungan kimia menggunakan model pembelajaran
konstruktivisme menggunakan modul dengan hierarki konsep dan peta
konsep.
D. Perumusan Masalah
Masalah utama yang akan diteliti dan dicari pemecahannya adalah,
1. Miskonsepsi perhitungan kimia yang terjadi pada siswa SMA N Simo
Boyolali dan apa yang menjadi penyebabnya
2. Dapatkah model pembelajaran konstruktivisme melalui model diskusi dengan
modul hierarki konsep mampu meluruskan miskonsepsi perhitungan kimia.
E. Tujuan Penelitian
Dari penelitian diharapkan dapat diperoleh data,
1. Miskonsepsi perhitungan kimia yang terjadi pada siswa SMA Negeri Simo,
Boyolali
2. Penggunaan model pembelajaran konstruktivisme melalui model diskusi
dengan modul hierarki konsep mampu meluruskan miskonsepsi perhitungan
kimia di SMA N Simo Boyolali.
11
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dengan penelitian ini antara lain,
1. Manfaat praktis :
a. Memberikan gambaran kepada guru, orang tua, siswa yang terkait
dengan miskonsepsi dapat menghambat proses pembelajaran kimia di
tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
b. Memberikan masukan bagi peneliti untuk mengembangkan pendekatan
pembelajaran yang berbasis pada penanaman konsep yang benar.
2. Manfaat Teoritis :
a. Dapat digunakan sebagai bahan informasi dan referensi untuk menangani
miskonsepsi pada konsep perhitungan kimia.
b. Dapat digunakan sebagai wacana untuk menentukan strategi
pembelajaran yang tepat agar dalam proses pembelajaran tidak terjadi
miskonsepsi.
c. Membantu siswa MA/SMA dalam menerima konsep atom dan molekul
yang benar secara keilmuan.
12
13