Proposal TA loss circulation
-
Upload
ilhamputra4 -
Category
Documents
-
view
184 -
download
9
description
Transcript of Proposal TA loss circulation
EVALUASI PENANGGULANGAN HILANG LUMPUR PADA
PEMBORAN SUMUR “X” LAPANGAN “Y”
PROPOSAL SKRIPSI
Oleh :
ILHAM CAESAR PUTRA
113 070 130
PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2012
EVALUASI PENANGGULANGAN HILANG LUMPUR PADA
PEMBORAN SUMUR “X” LAPANGAN “Y”
PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Syarat Penulisan Skripsi
Untuk Meraih Gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Perminyakan
Fakultas Teknologi Mineral Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta
Oleh :
ILHAM CAESAR PUTRA
113 070 130
Disetujui Untuk Program Studi Teknik Perminyakan,
Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Yogyakarta,
Oleh Dosen Pembimbing :
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. P. Subiatmono, MT. Bambang Santosa Budi, ST, MT.
ii
I. JUDUL
EVALUASI WATERFLOODING SEBAGAI USAHA
PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK PADA RESERVOIR “X”
LAPANGAN “Y”
II. LATAR BELAKANG
Waterflooding merupakan salah satu metode produksi yang umum
digunakan pada proses secondary recovery karena selain bahan injeksi yang
tersedia dalam jumlah yang besar, waterflooding mempunyai efisiensi pendesakan
yang lebih besar jika dibandingkan dengan secondary recovery process yang lain
(immicible gas injection). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan faktor perolehan minyak adalah dengan membuat pola sumur
injeksi-produksi (pattern waterflooding) yang bertujuan untuk mendapatkan pola
penyapuan yang effisien.
Optimasi pattern waterflooding biasanya dilakukan setelah produksi minyak
yang dihasilkan sudah tidak optimal ditandai dengan besarnya water cut. Optimasi
pola pendesakan pada injeksi air dapat dilakukan dengan :
Pengaturan pola baru dari pola yang sudah ada (pattern re-alignment)
Penentuan metode penginjeksian air injeksi (injection strategy)
Perubahan perforasi dan acre-spacing
Perubahan sumur injeksi menjadi sumur produksi
III. PERMASALAHAN
Apakah metode pelaksanaan operasi injeksi waterflooding optimal
diterapkan untuk lapangan tersebut dengan kondisi reservoir yang ada untuk
meningkatkan perolehan produksi minyak ?
IV. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud penulisan ini adalah untuk mengetahui perkiraan perilaku reservoir
dengan dilakukannya injeksi waterflooding. Sehingga dapat diketahui kemampuan
dari injeksi waterflooding dalam pendesakan minyak. Tujuannya adalah
iii
memperkirakan perolehan minyak dari hasil pelaksanaan operasi injeksi
waterflooding.
V. TINJAUAN PUSTAKA
5.1. Injeksi Air (Waterflooding)
Waterflooding merupakan salah satu metoda pengurasan minyak tahap
lanjut yang banyak digunakan sebagai metoda pengurasan sisa cadangan minyak
yang masih tertinggal setelah proses produksi awal.
Alasan-alasan digunakannya waterflooding adalah sebagai berikut:
Mobilitas yang menguntungkan (cukup rendah)
Mudah diperoleh dan murah
Berat kolom air dalam sumur membantu menekan hal ini mengurangi
tekanan injeksi
Mudah tersebar ke dalam reservoir
Effisiensi pendesakannya baik
Penginjeksian yang dimaksudkan di sini merupakan penambahan energi ke
dalam reservoir melalui sumur-sumur injeksi. Air akan mendesak minyak
mengikuti jalur-jalur arus yang dimulai dari sumur injeksi dan berakhir pada
sumur-sumur produksi. Layak tidaknya suatu proyek waterflooding memerlukan
keterangan-keterangan mengenai:
Tahap pendahuluan : Perkiraan recovery menyeluruh
Tahap lanjutan : Perkiraan laju produksi terhadap waktu
5.2. Konsep Dasar Pendesakan Minyak oleh Air
Konsep pendesakan fluida reservoir berhubungan dengan karakteristik
batuan reservoir. Secara garis besar karakteristik batuan reservoir dapat
dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu sifat dasar batuan itu sendiri, seperti
porositas, permeabilitas dan distribusi ukuran pori, serta sifat yang terbentuk
dengan adanya interaksi antara batuan dengan fluida, seperti wettabilitas, tekanan
kapiler, dan distribusi saturasi fluida.
iv
Gambar 5.1.Proses Pendesakan Minyak
Pada proses pendesakan minyak oleh air akan terdapat suatu zona transisi
diantara keduanya. Zona tersebut mempunyai perubahan saturasi dari minyak dan
air dengan jarak yang dipengaruhi oleh sifat fisik fluida dan batuan, tingkat
misibilitas antara fluida injeksi dan fluida yang diinjeksi. Zona transisi
mempunyai perubahan saturasi fluida dengan variasi 100% minyak sampai 100%
air.
5.2.1. Efisiensi Pendesakan
Efisiensi pendesakan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume
hidrokarbon yang dapat didesak dari pori-pori dengan volume hidrokarbon total
dalam pori-pori tersebut.
Pada kasus pendesakan linier, contohnya media berpori berbentuk silinder
dan semua pori-pori di belakang front dapat diisi oleh fluida pendesaknya, maka
efisiensi volumetrik akan mencapai 100% dan hubungan umum yang
menunjukkan efisiensi pendesakan adalah sebagai berikut :
......................................................................................(5-1)
Pada saat dan sebelum breaktrough terjadi, efisiensi pendesakan
ditunjukkan oleh Persamaan :
...................................................................(5-2)
v
Harga Sor akan berkurang dan Ed akan bertambah dengan terus berlalunya
zona transisi melalui sumur produksi, sehingga setelah zona transisi ini berlalu
akan diperoleh harga Sor minimum yang merupakan harga saturasi minyak
irreducible dan efisiensi pendesakan mencapai harga maksimum, sesuai dengan
Persamaan :
....................................................................(5-3)
Persamaan yang digunakan untuk menghitung efisiensi pendesakan
dikembangkan pertama kali oleh Buckley-Leverret kemudian dikembangkan oleh
beberapa penulis lainnya.
Untuk pendesakan satu dimensi di dalam media berpori, fraksi aliran fluida
pendesak adalah :
...........................................(5-4)
............................................................................(5-5)
Fraksi aliran adalah fungsi dari saturasi sepanjang variasi permeabilitas
relatif. Plot antara fraksi aliran versus saturasi fluida pendesak disebut kurva
fraksi aliran (fractional flow curve), yang biasanya berbentuk kurva – S. Bentuk
dan posisi kurva tergantung dari kurva permeabilitas relatif, viskositas fluida,
densitas, sudut kemiringan dan hubungan saturasi-tekanan kapiler.
Kemajuan front pendesakan tak tercampur dapat ditentukan dengan
menghitung saturasi fluida pendesak sebagai fungsi waktu dan jarak dari slope
kurva fractional flow. Termasuk juga waktu breakthrough, yaitu pada saat fluida
pendesak tiba di ujung media berpori dan dan air injeksi ikut terproduksi ke
permukaan. Gambar 5.2. menggambarkan saturasi pada saat breakthrough,
sedangkan Gambar 5.3. menunjukkan profil saturasi air sebelum, pada saat dan
setelah breakthrough.
Saturasi fluida pendesak rata-rata sebelum breakthrough ditentukan dengan
material balance untuk media berpori, setelah breakthrough ditentukan dengan
vi
perluasan tangen terhadap kurva fractional flow pada satu titik yang
menghubungkan kondisi di ujung jalan keluar.
Efisiensi pendesakan minyak (ED), jika terdapat dua fluida di dalam proses
pendesakan tak tercampur (immiscible) seperti yang digambarkan di atas, dapat
dirumuskan sebagai berikut :
..................................................................................(5-6)
Gambar 5.2.Penentuan Saturasi Breakthrough
vii
Gambar 5.3.Profil Saturasi dalam Pendesakan Tak Tercampur Satu Dimensi
Berdasarkan Persamaan fraksi aliran, maka faktor yang mempengaruhi
pendesakan tak tercampur adalah :
1. Mobilitas rasio
Pada suku pertama dalam Persamaan (5-4), yang menunjukkan gaya
viscous merupakan faktor yang berpengaruh pada fraksi aliran. Pada harga
saturasi tertentu, fraksi aliran fluida pendesak akan mengecil pada
mobilitas rasio yang kecil. Akibatnya terjadi keterlambatan breakthrough
dan meningkatkan efisiensi pendesakan pada volume yang diinjeksikan.
Dengan kata lain, efisiensi pendesakan pada abondonment akan lebih
tinggi pada mobilitas rasio yang lebih kecil karena berkurangnya
producing cut dari fluida pendesak.
2. Gaya Gravitasional
Suku kedua dalam Persamaan (5-4), menyajikan perbandingan antara
gaya gravitasional dan gaya viscous. Hal ini dapat ditulis lagi sebagai
Bilangan Gravitasi (Ng), adalah :
...................................................................(5-7)
viii
..................................................................................(5-8)
Jika harga (Ng sin ) besar, gaya gravitasional akan berpengaruh terhadap
kurva fraksi aliran. Harga positif yang lebih tinggi dari Ng sin
menurunkan fraksi aliran fluida pendesak pada saturasinya.
Pengaruh dari mobilitas rasio dan gaya gravitasional terhadap fraksi aliran
dapat dilihat pada Gambar 5.4.
3. Tekanan Kapiler
Pada suku ketiga Persamaan (5-4), menunjukkan perbandingan gaya
kapiler dan gaya viscous. Gradien tekanan kapiler dalam arah aliran adalah
positif, karena gradien saturasi air dan turunan tekanan kapiler berkenaan
dengan saturasi air adalah negatif. Pengaruh ini akan lebih besar pada
gradien saturasi air yang lebih besar, seperti pada daerah didekat flood
front, seperti terlihat pada Gambar 5.5.
Gambar 5.4.Pengaruh Mobilitas Rasio dan Gaya Gravitasional
terhadap kurva Fractional Flow
ix
Gambar 5.5.Pengaruh Tekanan Kapiler
terhadap Profil Saturasi dalam Pendesakan Tak Tercampur 5.2.2. Efisiensi Penyapuan
Efisiensi penyapuan didefinisikan sebagai perbandingan antara luas daerah
hidrokarbon yang telah didesak di depan front dengan luas daerah hidrokarbon
seluruh reservoir atau dengan luas daerah hidrokarbon yang terdapat pada suatu
pola.
5.2.2.1. Efisiensi Penyapuan Areal
Efisiensi penyapuan areal didefinisikan sebagai perbandingan antara luasan
reservoir yang kontak dengan fluida pendesak terhadap luas areal total atau
fraksional dari reservoir yang tersapu oleh fluida injeksi.
Faktor Cakupan (Coverage Factor)
Pada pola sumur yang teratur, efisiensi tersebut dapat diperkirakan sebagai
fungsi dari bentuk pola, volume pori yang diinjeksikan dan perbandingan
mobilitas. Kegiatan perolehan minyak tahap lanjut tidak semuanya menggunakan
pola sumur teratur, sehingga efisiensi penyapuan areal akan menurun dengan
adanya coverage factor.
x
Coverage factor (faktor cakupan) adalah perbandingan sederhana antara
volume reservoir didalam pola sumur yang teratur dengan volume reservoir total,
seperti terlihat pada Gambar 5.6. Volume reservoir digunakan sebagai pengganti
areal untuk memasukkan variasi ketebalan lapisan.
Korelasi Efisiensi Penyapuan Areal
Untuk pola-pola sumur teratur di dalam reservoir yang homogen,
diperlukan korelasi efisiensi penyapuan areal. Korelasi ini dipersiapkan untuk
pengujian pendesakan dan dibantu dengan beberapa pertimbangan analitik.
Efisiensi penyapuan areal pada volume pori yang telah diinjeksi, akan
berkurang dengan naiknya perbandingan mobilitas. Perbandingan mobilitas akan
meningkat dengan naiknya volume yang telah diinjeksikan, sehingga harga akhir
untuk efisiensi penyapuan areal akan diambil pada harga volume pori yang telah
diinjeksikan dihubungkan dengan limiting cut yang ditentukan dalam produksi.
Gambar 5.6.Faktor Cakupan (Coverage Factor)
Harga efisiensi penyapuan yang ditentukan dari korelasi tidak dapat
menunjukkan beberapa anisotropi (variasi permeabilitas directional) atau
xi
heterogenitas. Untuk kasus dimana terdapat faktor tersebut, teknik simulasi
reservoir harus dipakai untuk mendapatkan peramalan efisiensi penyapuan areal
yang memberikan hasil yang lebih baik.
Pada kebanyakan korelasi penyapuan areal, perbandingan mobilitas
dihitung dengan memakai permeabilitas relatif end-point, biasanya dipakai
mobilitas rasio rata-rata, yang dirumuskan sebagai berikut :
…………………………………………………...(5-9)
Pengaruh Viscous Fingering
Front pendesakan yang tidak stabil akan menyebabkan fluida pendesak
tersembul di dalam lebar finger yang kecil melewati fluida terdesak. Sebagai
hasilnya fluida terdesak tertinggal di belakang front pendesakan. Keadaan seperti
ini terjadi akibat adanya proses pendesakan di dalam reservoir yang homogen dan
terlebih lagi pada heterogenitas reservoir. Viscous fingering berhubungan dengan
perbedaan viskositas antara fluida pendesak dengan fluida terdesak.
Model konseptual yang digunakan untuk menghitung pengaruh viscous
fingering adalah dengan memodifikasi Persamaan aliran fraksional, dengan
memasukkan transfer massa antara fluida-fluida di sepanjang finger,
memodifikasi viskositas fluida, dengan mempertimbangkan pencampuran fluida
dan mengkombinasikan pengaruh dispersi dengan fingering. Pengaruh viscous
fingering pada proses pendesakan menentukan efisiensi pendeskan. Pada kondisi
tersebut, efisiensi penyapuan vertikal dan areal tidak membutuhkan penyesuaian
terhadap pengaruh viscous fingering.
Perbedaan antara dua kondisi tersebut digambarkan pada Gambar 5.7. Jika
pengaruh viscous fingering dimasukkan dalam efisiensi pendesakan, maka
volume yang tersapu sama dengan daerah terinvasi (invaded region). Jika efisiensi
pendesakan tidak memasukkan pengaruh tersebut, maka volume penyapuan hanya
merupakan daerah yang terkena kontak dengan fluida pendesak.
xii
Gambar 5.7.Perbedaan antara Invaded Region dan Contacted Region
5.2.2.3. Efisiensi Invasi
Efisiensi invasi adalah perbandingan antara volume hidrokarbon dalam
pori-pori yang telah didesak oleh fluida atau front terhadap volume hidrokarbon
yang masih tertinggal di belakang front. Pada efisiensi penyapuan, seolah-olah
dianggap bahwa yang sedang mengalami proses pendesakan mempunyai sifat
merata (uniform) ke arah vertikal. Pada keadaan yang sebenarnya, dalam reservoir
jarang terjadi hal seperti itu. Oleh karena itu, supaya pengaruh aliran ke arah
vertikal turut diperhitungkan, maka harus diketahui efisiensi invasi.
Pengaruh perubahan sifat batuan ke arah vertikal dinyatakan dengan adanya
perlapisan dalam reservoir yang sifat batuannya berbeda terutama
permeabilitasnya. Pengaruh perlapisan terhadap bidang front atau zona transisi
adalah bidang front akan bergerak lebih cepat pada daerah dengan permeabilitas
yang tinggi, sehingga breakthrough air akan lebih dahulu terjadi pada lapisan
yang lebih permeabel. Pengaruh perlapisan terhadap penentuan efisiensi invasi
ditunjukkan pada Gambar 5.8.
xiii
Gambar 5.8.Pengaruh Perlapisan dan Komunikasi
antar lapisan terhadap Pendesakan fluida
5.2.3. Penentuan Lokasi Sumur Injeksi-Produksi
Umumnya dipegang prinsip bahwa sumur-sumur yang sudah ada sebelum
injeksi dipergunakan secara maksimal pada waktu berlangsungnya injeksi nanti.
Jika masih diperlukan sumur-sumur baru maka perlu ditentukan lokasinya. Untuk
memilik lokasi sebaiknya digunakan peta distribusi cadangan minyak tersisa. Di
daerah yang sisa minyaknya masih besar mungkin diperlukan lebih banyak sumur
produksi dari pada daerah yang minyaknya tinggal sedikit. Peta isopermeabilitas
juga membantu dalam memilih arah aliran supaya penembusan fluida injeksi
(breakthrough) tidak terjadi terlalu dini.
5.2.3.1. Penentuan Pola Sumur Injeksi-Produksi
Untuk meningkatkan faktor perolehan minyak salah satu caranya adalah
dengan mendapatkan efisiensi yang sebaik-baiknya dengan membuat pola sumur
injeksi-produksi. Tetapi kita harus tetap memegang prinsip bahwa sumur yang
sudah ada sebelumnya injeksi harus dapat digunakan semaksimal mungkin pada
waktu berlangsungnya injeksi nanti.
Pertimbangan dalam penentuan pola sumur injeksi produksi tergantung pada:
xiv
Tingkat keseragaman formasi, yaitu penyebaran permeabilitas ke arah lateral
maupun ke arah vertikal.
Struktur batuan reservoir meliputi patahan, kemiringan dan ukuran
Sumur-sumur yang sudah ada (lokasi dan penyebarannya)
Topografis
Ekonomi
Pada operasi waterflooding sumur-sumur injeksi dan produksi umumnya
dibentuk dalam suatu pola tertentu yang beraturan. Pola sumur dimana sumur
produksi dikelilingi oleh sumur-sumur injeksi disebut dengan pola normal.
Sedangkan bila sebaliknya yaitu sumur-sumur produksi mengelilingi sumur
injeksi disebut dengan pola inverted. Masing-masing pola mempunyai sistem
jaringan sendiri yang mana akan memberikan jalur arus berbeda-beda sehingga
memberikan luas daerah penyapuan yang berbeda-beda. Di antara pola-pola yang
paling umum digunakan.
Direct line drive : sumur injeksi dan produksi membentuk garis dan saling
berlawanan. Dua hal penting untuk diperhatikan dalam sistem ini adalah jarak
antara sumur-sumur sejenis (a) dan jarak antara sumur-sumur tak sejenis (b).
Staggered line drive : sumur-sumur yang membentuk garis tertentu dimana
sumur injeksi dan produksinya saling berlawanan dengan jarak yang sama
panjang, umumnya adalah a/2, yang ditarik secara lateral dengan ukuran
tertentu.
Four spot : Terdiri dari tiga jenis sumur injeksi yang membentuk segitiga dan
sumur produksi terletak di tengah-tengahnya.
Five spot : Pola yang paling dikenal dalam waterflooding dimana sumur
injeksi membentuk segi empat dengan sumur produksi terletak di tengah-
tengahnya.
Seven spot : Sumur-sumur injeksi ditempatkan pada sudut-sudut dari bentuk
hexagonal dan sumur produksinya terletak di tengah-tengahnya.
xv
5.2.3.2. Penentuan Debit Injeksi dan Tekanan
Debit injeksi yang akan ditentukan di sini adalah untuk sumur-sumur
dengan pola tertutup dengan anggapan bahwa mobility ratio (R) sama dengan
satu. Besarnya debit injeksi sangat tergantung pada perbedaan tekanan injeksi di
dasar sumur dan tekanan reservoirnya.
Dari persamaan Darcy terlihat bahwa debit injeksi dan tekanan injeksi
mempunyai keterkaitan. Masalah sekarang adalah besaran mana yang harus
ditentukan lebih dahulu, karena keduanya merupakan besaran yang dapat diatur
dalam operasi injeksi air. Untuk mencapai keuntungan ekonomis yang maksimal
biasanya diinginkan debit injeksi yang maksimal, namun ada pembatasan-
pembatasan yang harus diperhatikan. Metode untuk memperkirakan debit injeksi
yang terbaik dengan menggunakan pola five-spot seperti yang ditunjukkan pada
gambar sebagai berikut :
Gambar 5.9Divisi dari sebuah segment jaringan sumur five-spot
kedalam sektor aliran radial.
5.2.3.3. Penentuan Perilaku Injeksi Berpola
Percobaan model fisik berskala kecil menghasilkan beberapa grafik
performance dalam bentuk Es (Effisiensi penyapuan) terhadap Vid (Volume yang
diinjeksikan, tak berdimensi) atau fw (Fraksi laju aliran dari fluida pendesak,
misalnya air) terhadap M (Perbandingan mobilitas air terhadap minyak). Model
fisik ini menggambarkan reservoir dan aliran sebagai berikut :
xvi
Tebal tipis dibandingkan dengan ukuran reservoir adalah kecil, sehingga
persoalan dapat dianggap 2 dimensi.
Tidak ada pengaruh gravitasi atau kemiringan reservoir adalah kecil (<100)
Reservoir besifat homogen.
Pendesakan torak dan aliran mantap berlaku pada proses injeksi.
Hasil percobaan diperoleh dari perekeman luas daerah yang telah didesak
dan dinyatakan dalam hubungan Es terhadap bermacam-macam harga fw dan V id :
injeksi.
Es = ....................................................(5-10)
Vid = …………………..(5-11)
Vd = Vb (1 – Swc – Sor)…………………………………………(5-12)
5.2.4. Sistem Pengolahan Air Injeksi
Hal pertama yang harus diperhatikan dalam merencnakan konstruksi sistem
pengolahan air adalah ruang yang dibutuhkan atau ruang yang tersedia dan jarak
antara sumber air primer dan titik injeksi. Kemudian setelah itu diputuskan
kemungkinan-kemungkinan daripada sistem pengolahan yang akan digunakan.
5.2.4.1. Sistem Perbaikan Air Tertutup (Closed Water Treating Systems)
Pada sistem pengolahan air tertutup ini pabrik atau sistem didesign
sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kontak antara air dengan udara. Ini untuk
menghindari reaksi reduksi-oksidasi dimana pengendapan dapat terbentuk dan
pemecahan oksigen atmosfer dalam air.
5.2.4.2. Sistem Perbaikan Air Terbuka (Open Water Treating Systems)
Sistem ini dipakai apabila air yang tersedia mempunyai saturasi yang tinggi
atau saturasi rendah dengan karbonat dan membutuhkan kestabilan. Dalam sistem
xvii
ini, peralatan yang digunakan lebih banyak dibandingkan dengan sistem tertutup,
karena fluida injeksi bersinggungan langsung dengan udara. Untuk mencegah
timbulnya masalah baru yang dapat menghambat pelaksanaan proyek ini, maka
dipasang sejumlah peralatan pebersih air. Peralatan yang digunakan, antara lain:
1. Aeration, berfungsi untuk membebaskan gas yang terlarut.
2. Chemical Treatment, befungsi untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang
dapat mengakibatkan korosi, swelling dan scale.
3. Sedimentasi, befungsi untuk mengendapkan padatan yang tersuspensi dalam
air.
4. Filtration, berfungsi sebagai penyaring partikel-partikel yang tersuspensi di
dalam air, dengan ukuran yang lebih kecil.
5. Clear Water Storage, yaitu tanki pengumpul air yang siap diinjeksikan dan
benar-benar telah bersih.
5.2.4.3. Sistem Perbaikan Air Setengah Tertutup
Sistem ini merupakan gabungan antara sistem terbuka dan sistem tertutup.
Dalam hal ini, terdapat dua proses yaitu:
1. Pengolahan air, seperti pada sistem terbuka mulai dari supplay well sampai
clear water storage.
2. Dari clear water storage dipompakan ke vacum aeration untuk
menghilangkan gas yang masih terlarut sebelum diinjeksi ke dalam sumur.
Sistem ini umumnya merupakan injeksi fluida yang bebas oksigen. Dari
uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa untuk suatu pemilihan metoda
waterflooding harus memenuhi data/kondisi dari karakteristik suatu reservoir yang
bersangkutan.
5.2.5. Perkiraan Perolehan Minyak
Dalam melakukan perhitungan perkiraan perolehan minyak ini terdapat dua
periode yaitu:
1. Periode sebelum breakthrough (tembus air)
2. Periode sesudah breakthrough
xviii
Pendesakan yang dilakukan menggunakan prinsip incompresible, sehingga
minyak yang dihasilkan sama dengan jumlah air yang diinjeksikan.
5.1.5.1. Periode Sebelum Breakthrough
Persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan posisi Sw adalah:
Xsw = …………………………………………………..(5-
13)
Pada saat breakthrough X-nya menjadi L, sehingga persamaan (5-13) menjadi:
L = ……………………………………………………..(5-
14)
…………………………………………….(5-
15)
Dimana :
Swe = Sw pada saat ini ditepi titik sumur produksi
Wid = Air yang diinjeksikan dalam jumlah volume pori tanpa dimensi
(1 PV = L.A. )
Jadi perolehan minyak pada saat breakthrough adalah:
SwBT – Swe = WiDBT = NpDBT …………………………………………...(5-16)
Dimana:
SwBT = Saturasi air pada saat breakthrough (dicari secara grafis)
Swc = Saturasi water connate
WiDBT = Jumlah air yang diinjeksikan pada saat breakthrough, tanpa
dimensi
NpDBT = Kumulatip produksi minyak pada saat breakthrough
xix
5.1.5.2. Periode Sesudah Breakthrough
Pada saat breakthrough, Swf = SwBT ; fw meloncat dari fw = 0 ke fwBT = fw| Swf,
maka sesudah breakthrough Sw-nya lama kelamaan akan mendekati (1-Sor).
Perhitungan recovery pada saat ini lebih sulit, maka digunakan persamaan welge.
Persamaan Welge dipakai dimana front sudah lebih dahulu sampai pada sumur
produksi. Maka persamaan yang digunakan sebagai berikut:
Sw - Swe + (1 – fwe) ………………………………………….(5-17)
Dengan memakai persamaan (5-16) maka persamaan (5-17) dapat ditulis
sebagai berikut:
Sw + Swe + (1 = fwe) WiD ……………………………………………….(5-18)
Dan apabila masing-masing ruas dikurangi Swe, maka menghasilkan persamaan
recovery minyak sebagai berikut:
NpD = Sw = (Swe = Swe) + (1 = fwe) WiD ………………………………..(5-19)
Kedua persamaan recovery yaitu persamaan (5-13) dan (5-15) dapat dipakai
dalam prakteknya dengan cara sebagai berikut:
a. Buat kurva fw, yaitu dengan persamaan
Untuk kondisi lapisan horisontal :
fw = ……………………………………………………(5-20)
Untuk lapisan miring :
xx
fw = ……………………………………….(5-
21)
b. Tarik garis tangensial terhadap kurva terebut dari titik Sw = Swe, fw = 0
Titik tangensial tersebut merupakan koordinat Sw = Swf dimana Swf = SwBT dan
fw = fw Sw = fwBT dan ekstrapolasi garis tersebut ke fw =1, sehingga memberikan
Sw = SwBT (saturasi rata-rata di belakang front pada saat breakthrough).
c. Ambil Swe sebagai variabel bebas, biasanya diambil harga Swe dengan
pertambahan 5% di atas SwBt, untuk Swe > SwBT mempunyai koordinat Sw = Swe,
fw = fwe. Untuk setiap harga Swe baru harga=harga Sw yang bersangkutan
ditentukan secara grafis (dengan menarik titik tangensial hingga fw = 1) dan
recovery minyak dihitung dari NpD = Sw - Swe.
Selain cara grafis tersebut di atas, maka persamaan (5-18) dapat juga
dipakai langsung untuk menghitung recovery dengan menentukan few dan WiD dari
kurva fraksi aliran untuk setiap harga Swe yang dipilih. Dan secara tidak langsung
recovery ini berhubungan dengan waktu injeksi yaitu:
tBT (waktu sampai breakthrough) = WiD / iwd ………………………...(5-22)
Dimana:
iwd = rate penginjeksian air.
VI. METODOLOGI
Metodologi penelitian tugas akhir meliputi yaitu :
1. Mengumpulkan dan mengidentifikasi data-data
Metode Buckley Laverret
- Kondisi saat fill up
Data geologi : luas reservoir,ketebalan,jarak injektor ke
producer, jarak antar injektor ,Vp,sudut kemiringan formasi
(αd),kedalaman
xxi
Data reservoir:
Ф,ko,kw,swi,sgi,µo,µw,Bo,Pc,Soi,ρ,kro,krw,OIP,Ф
Data produksi : qo,qw, qt,iw,∆t
- Tahap injeksi air dari fill up sampai breaktrough
Data geologi : vp,luas area,ketebalan,kedalaman
Data reservoir : SwBT,swi,Bo,OIP,Ф
Data produksi : Np,Wif,WiBT,Iw,RECBT,qo,qw
- Tahap injeksi air setelah terjadinya breaktrough
Data geologi : vp,luas area,ketebalan,kedalaman
Data reservoir : Sw,Soi,Sgrs,Bo,OIP,Bw,Ф
Data produksi : Iw,Wi, Np,Qo,Qw,WOR
Metode Stiles
- Tahap penentuan Vertical coverage
Data geologi :thickness,A (luas area),panjang reservoir
(L),kedalaman
Data reservoir : µo,µw,ko,kw,kro,krw,Bw,Bo,pressure,Ф
Data Produksi : qo,qw
- Pada perhitungan WOR dan Water cut
Data geologi : panjang reservoir,luas area,ketebalan,kedalaman
Data reservoir : kro,krw,Bw,Bo,∆p,µo,µw,Ф
Data Produksi : qo,qw,iw
- Pada perhitungan laju produksi minyak dan air
Data reservoir :Bo,Bw
Data Produksi :qo,qw,WCR,iw,qor,qwr
- Pada perhitungan cumulative oil recovery
Data geologi : vp
Data reservoir :Sor,Soi, Ф
Data Produksi :Np,EA,Cv
Metode Craig-geffen-Morse
- Pada tahap awal sampai interference
Data geologi : thickness,re,rw,kedalaman
xxii
Data reservoir :Ф,Sgi,Swbt,Swc,kro,krw,k,∆p,µo,µw
Data Produksi: Wi,iw,∆t
- Pada tahap interference sampai fillup
Data geologi : Vp,thickness,kedalaman,rw
Data reservoir :Sgi,kro, ∆p, µo,µw,krw,Swbt,Swc,Ф
Data Produksi :EA,Wi,iw, ∆t
- Pada tahap fillup sampai breakthrough
Data geologi : vp,kedalaman,thickness
Data reservoir :Swbt,swc, Ф,Bo,OIP
Data Produksi :iw,EA,qo,qw,Np,Wi
- Pada tahap setelah breakthrough
Data geologi : Vp,kedalaman,thickness
Data reservoir :Bo,Bw,Swc,Swbt,Ф
Data Produksi :EA,Wi,Wibt,EABT,Np,WOR
2. Memilih metode waterflooding berdasarkan tingkat heterogenitasnya dengan
menghitung harga CPV. Apabila harga CPV > 0,5 reservoir dikatakan
heterogen dan apabila harga CPV < 0.5 reservoir dikatakan homogen.
Berdasarkan asumsi – asumsi metode waterflooding Buckley Laverret, Stiles
dan Dykstra-Parson dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Reservoir homogen lebih sesuai waterflooding menggunakan metode
Buckley Laverret dan Craig-geffen-Morse
b. Reservoir heterogen lebih sesuai waterflooding menggunakan metode
Stiles dan Dykstra-Parson
3. Memperkirakan kinerja waterflooding dengan
metode yang sesuai untuk lapangan “Y”
a. Buckley Laverret
Proses perkiraan waterflood dengan metode ini secara garis besar dibagi
menjadi tiga tahap :
1. Fill up
2. Fill up sampai breakthrough
3. Breakthrough sampai watered out
xxiii
b. Stiles
Proses perkiraan waterflooding dengan metode ini secara garis besar
dibagi menjadi empat tahap yaitu:
1. Vertical coverage
2. Water Cut dan WOR
3. Laju Produksi Minyak dan Air
4. Kumulatif Perolehan Minyak
c. Dykstra-Parson
d. Craig-geffen-morse
1. tahap awal sampai interference
2. tahap interference sampai fillup
3. Fill up sampai breakthrough
4. tahap setelah Breakthrough
4. Pengamatan pelaksanaan operasi waterflooding
secara actual di lapangan “Y”
5. Evaluasi performance waterflooding dilakukan
dengan langkah membandingkan antara hasil dari performance waterflooding
secara perencanaan dengan performance waterflooding actual dilapangan.
VII. TIME SHEET
NoDISKRIPSI
MINGGU
I II III IV V VI VII VIII
1 Pengumpulan Data i. ii. iii. iv. v. vi. vii. viii.
2 Peninjauan Lapangan ix. x. xi. xii. xiii. xiv. xv. xvi.
3Analisa pelaksanaan
waterflooding
xvii. xviii. xix. xx. xxi. xxii. xxiii. xxiv.
4 Evaluasi Perolehan Minyak xxv. xxvi.xxvii.xxviii.xxix. xxx. xxxi. xxxii.
5 Laporan & Presentasi xxxiii.xxxiv.xxxv.xxxvi.xxxvii.xxxviii.xxxix. xl.
xxiv
VII. KESIMPULAN SEMENTARA
1. Proses waterflooding perolehannya tergantung pada efisiensi
pendesakan, efisiensi penyapuan dan efisiensi invasi.
2. Efektifitas dari efisiensi pendesakan, efisiensi penyapuan, efesiensi
invasi dipengaruhi oleh heterogenitas reservoir seperti ketidakseragaman
permeabilitas, porositas, saturasi, tekanan kapiler dan wetabilitas batuan.
3. Pada proses pendesakan air hal yang perlu diperhatikan adalah
wetabilitas batuan, air sebagai fluida pendesak akan dapat mendesak
minyak dan cenderung mengisi ruang pori-pori batuan yang kecil,
sehingga efisiensi pendesakan semakin baik.
IX. RENCANA DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB
I. PENDAHULUAN
II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN “Y’’
Letak Geografis Lapangan “Y’’Geologi Lapangan “Y’’
Stratigrafi Stratigrafi Regional Stratigrafi Lapangan “Y’’Struktur Geologi Struktur Regional Struktur Lapangan “Y’’
Karakterisitik Reservoir Karakteristik Batuan ReservoirKarakteristik Fluida Reservoir
Sejarah Produksi Lapangan “Y’’
xxv
III. TEORI DASAR WATER FLOODING
Kriteria Karakteristik Reservoir3.2. Faktor Yang Mempengaruhi Operasi Waterflooding
GeometriReservoir dan Jenis ReservoirSifat Fisik Batuan dan Sifat Fisik FluidaLaju InjeksiSifat-sifar Air Injeksi
3.3. Pola Sumur Injeksi Produksi3.3.1. Pola Tak Teratur3.3.2. Pola Teratur
3.4. Perbandingan Mobilitas3.5. Pendesakan Minyak Oleh Air
3.5.1. Konsep Pendesakan Fluida3.5.2. Pergerakan Flood Front
3.6. Perkiraan Perilaku Waterflooding menggunakan metode Buckley-Leverett
3.6.1. Asumsi-asumsi dalam Metode Buckley-Leverett3.6.2. Perhitungan Permeabilitas Rata-rata3.6.3. Prediksi Performance Waterflooding
IV. EVALUASI PELAKSANAAN WATERFLOODING PADA LAPANGAN “Y”
Data Reservoir Lapangan “Y”Langkah-langkah Perhitungan Tiap Kolom Tabel Perkiraan Perilaku
Waterflooding Menggunakan Metode Buckley-Leverett4.2.1. Tahap Perhitungan Pergerakan Front Fluida Injeksi4.2.2. Tahap Peramalan Injeksi Air Dengan Metode Buckley-Leverett
4.2.2.1. Tahap Peramalan Injeksi Air Saat Fill up4.2.2.2. Tahap Peramalan Injeksi Air Dari Fill up Sampai
Breakthrough4.2.2.3. Tahap Peramalan Injeksi Air Setelah Terjadinya
Breakthrough4.3. Ringkasan Hasil Perhitungan Prediksi4.4. Evaluasi Pelaksaan Waterflooding
V. PEMBAHASAN
VI. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xxvi
X. RENCANA DAFTAR PUSTAKA
1. Amyx J.W., Bass D.M. Jr. and Whitting R.L. “Petroleum Reservoir
Engineering : Physical Properties “, First Edition, Mc. Graw-Hill
Book Company, New York, 1960.
2. Craft, Jr., ”Applied Petroleum Reservoir Engineering”, Prentince Hall Inc,
Englewood Cliffs, New Jersey, 1959.
3. Craig, F.F., The Reservoir Engineering Aspect of Water Flooding, Henry L.
Doherty Memorial Fund of AIME, SPE of AIME, New York, 1971.
4. Charles R Smith., GW. Tracy and R.L. Farrar, Applied Reservoir
Enggineering, Oil and Gas Consultant International, Inc. 4554 South
Havard, Tulsa, Oklahoma 74135, 1992.
5. Dake, L.P., Fundamental of Reservoir Engineering, Elsevier Scientific
Publishing Company, Amsterdam, 1970.
6. Green, D.W., and Willhite, G.P., Enhanched Oil Recovery, Henry L.
Doherty Memorial Fund of AIME, SPE Richardson,Texas, 1998.
7. Kristanto, D., Injeksi Air (Waterflooding), Jurusan Teknik Perminyakan,
Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Yogyakarta, 1998.
8. McKay, V., “Petroleum Canadian Institute”, Penn well Publishing Co.,
Tulsa, 1973.
xxvii