Proposal - Suramadu (Isi)

10
PROPOSAL PENELITIAN KESIAPAN PONDOK PESANTREN DALAM MENGEMBANGKAN SDM MASYARAKAT MADURA MENGHADAPI INDUSTRIALISASI PASCA JEMBATAN SURAMADU A. Konteks Penelitian Dalam kehidupan sosial keagamaan masyarakat Madura, pondok pes memiliki posisi dan peran yang sangat penting. Sangat sukar dibayangkan a Islam dapat berkembang pesat di Madura pada khususnya, bahkan me semacam identitas kultural, tanpaperanpondok pesantren. 1 Hal inikarena lembaga-lembaga kegamaan tersebut rata-rata didirikan dan digerakkan oleh ulama atau kiai ( kiaeh , dalam Bahasa Madura) yang memiliki tempat yang khusus dalam kehidupan masyarakat Madura. Dalam kondisi ekologis dan struktur pemukiman yang khas, ulama berposisi sebagai perekat solidaritas dan kegi ritual keagamaan, pembangun sentimen kolektif keagamaan, dan penyatu elem elemen sosial atau kelompok kekerabatan. Posisi dan peran ulama dan pondok pesantren yang begitu penting terse akan benar-benar diuji pada saat industrialisasi masuk secara bes Madura, menyusul dioperasikannya Jembatan Suramadu kira-kira pada bulan J 2009 nanti. Sebab masyarakat Madura akan dihadapkan pada persoalan kesenjangan antara tuntutan industrialisasi dan realitas sosial mereka se satu sisi, industrialisasi atau globalisasi industri identik denga Qodri Azizy, 2004:26). 2 Ibarat hukum rimba, yang kuat akan menang, sementara yang lemah akan kalah, tersisih dan tergilas. Di sisi yang lain, SDM masy Madura saat ini rata-rata relatif masih rendah, baik dalam bidan maupun sosial ekonomi. Angka buta huruf dan putus sekolah begitu 1 M. Din Syamsuddin, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani , cetakan I (Ciputat: PT Logis Wacana Ilmu, 2000), halaman 101. 2 A. Qodri Azizy, Melawan Globalisasi: Reinterpretasi Ajaran Islam, Persiapan SDM dan Terciptanya Masyarakat Madani , cetakan V (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), halaman 26.

Transcript of Proposal - Suramadu (Isi)

PROPOSAL PENELITIAN KESIAPAN PONDOK PESANTREN DALAM MENGEMBANGKAN SDM MASYARAKAT MADURA MENGHADAPI INDUSTRIALISASI PASCA JEMBATAN SURAMADU

A. Konteks Penelitian Dalam kehidupan sosial keagamaan masyarakat Madura, pondok pesantren memiliki posisi dan peran yang sangat penting. Sangat sukar dibayangkan agama Islam dapat berkembang pesat di Madura pada khususnya, bahkan menjadi semacam identitas kultural, tanpa peran pondok pesantren.1 Hal ini karena lembaga-lembaga kegamaan tersebut rata-rata didirikan dan digerakkan oleh para ulama atau kiai (kiaeh, dalam Bahasa Madura) yang memiliki tempat yang khusus dalam kehidupan masyarakat Madura. Dalam kondisi ekologis dan struktur pemukiman yang khas, ulama berposisi sebagai perekat solidaritas dan kegiatan ritual keagamaan, pembangun sentimen kolektif keagamaan, dan penyatu elemenelemen sosial atau kelompok kekerabatan. Posisi dan peran ulama dan pondok pesantren yang begitu penting tersebut akan benar-benar diuji pada saat industrialisasi masuk secara besar-besaran ke Madura, menyusul dioperasikannya Jembatan Suramadu kira-kira pada bulan Juni 2009 nanti. Sebab masyarakat Madura akan dihadapkan pada persoalan kesenjangan antara tuntutan industrialisasi dan realitas sosial mereka sendiri. Di satu sisi, industrialisasi atau globalisasi industri identik dengan kompetisi (A. Qodri Azizy, 2004:26).2 Ibarat hukum rimba, yang kuat akan menang, sementara yang lemah akan kalah, tersisih dan tergilas. Di sisi yang lain, SDM masyarakat Madura saat ini rata-rata relatif masih rendah, baik dalam bidang pendidikan maupun sosial ekonomi. Angka buta huruf dan putus sekolah begitu tinggi

M. Din Syamsuddin, Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani, cetakan I (Ciputat: PT Logis Wacana Ilmu, 2000), halaman 101. 2 A. Qodri Azizy, Melawan Globalisasi: Reinterpretasi Ajaran Islam, Persiapan SDM dan Terciptanya Masyarakat Madani, cetakan V (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, . 2004), halaman 26.

1

2

sehingga pada gilirannya berimbas kepada masih rendahnya keterampilan kerja.3 Dengan kualitas SDM seperti itu, masyarakat Madura nantinya tidak hanya akan tersisih dalam kehidupan ekonomi, namun juga akan tergilas oleh ancaman pergeseran budaya dan sistem nilai sebagai ekses lain dari industrialisasi yang tidak kalah rumitnya. Oleh karena itu, sangat penting untuk diamati kesiapan pondok pesantren di Madura dalam merespon persoalan kesenjangan di atas. Sebagai lembaga pendidikan agama, pondok pesantren dan sosok kiainya dituntut untuk berperan aktif dalam melakukan upaya-upaya pemberdayaan, supaya masyarakat Madura bisa berkompetisi dengan arus industrialisasi, baik dalam kehidupan ekonomi maupun sosial budaya. Jika tidak memiliki kesiapan, maka pondok pesantren secara lambat namun pasti akan kehilangan perannya sebagai agen reformasi sosial sekaligus kehilangan apresiasi dari masyarakatnya sendiri.

B. Konteks Penelitian Mengacu kepada latar belakang di atas, maka, secara operasional, pokok permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apa respon pondok-pondok pesantren terhadap masih rendahnya SDM masyarakat Madura menghadapi industrialisasi? 2. Peran dan kontribusi apa dari pondok-pondok pesantren yang telah dirasakan oleh masyarakat Madura?

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kesiapan pondok pesantren di Madura dalam menyiapkan SDM Masyarakat menghadapi industrialisasi, yaitu dengan cara: 1. Mendeskripsikan respon pondok pesantren di Madura terhadap kenyataan masih rendahnya SDM Madura.

Sujito, Laporan MDGs Kabupaten http://www.gapri.org, akses tanggal 22 Juni 2008.

3

Bangkalan

Jawa

Timur

(2007),

3

2. Mengidentifikasi peran dan kontribusi pondok pesantren dalam hal penyiapan SDM yang telah dirasakan oleh masyarakat Madura.

D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini nantinya diharapkan memberikan ragam kontribusi sebagai berikut: 1. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan ilmu sosial kemasyarakatan, terutama dalam hal revitalisasi fungsi dan peran lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan dalam proses pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (community development and empowerment). 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran kepada: a. Pengambil kebijakan; terutama dalam menentukan strategi pembinaan pondok pesantren agar mampu berperan aktif dalam mengembangkan SDM masyarakat. b. Pimpinan pondok pesantren; terutama dalam mengembangkan strategi dakwah, sistem pendidikan dan strategi kerjasama internal-eksternal yang mampu merespon kebutuhan masyarakat.

E. Kajian Penelitian Sebelumnya Dalam konteks industrialisasi pasca Jembatan Suramadu, setidaknya ada dua penelitian yang telah dilakukan, yaitu: 1) penelitian oleh Muthmainnah4 dan 2) penelitian oleh Andang Subaharianto dkk.5 Jika penelitian yang pertama secara khusus memotret perdebatan dan konflik soal industrialisasi antara Pemerintah dan BASSRA, maka penelitian yang kedua mengamati persepsi masyarakat Madura terhadap industrialisasi yang terpecah menjadi tiga kelompok; skeptis, realistis dan pragmatis.

Muthmainnah, Jembatan Suramadu: Respon Ulama terhadap Industrialisasi, cetakan I (Yogyakarta: LKPSM, 1998). 5 Andang Subaharianto dkk., Tantangan Industrialisasi Madura: Membentur Kultur, Menjunjung Leluhur, cetakan I (Malang: Bayumedia Publishing, 2004).

4

4

Dalam konteks wacana industrialisasi di Madura, dua penelitian di atas memang sangat menarik, karena memotret sebuah pergulatan wacana dan benturan kepentingan seputar industrialisasi, baik antara Pemerintah dan ulama BASSRA maupun antarkelompok masyarakat Madura sendiri. Namun, jika dikaitkan dengan perkembangan terakhir, di mana Jembatan Suramadu akan segera dioperasikan dan industrialisasi akan masuk secara besar-besaran ke Madura, maka kajian persepsi sudah tidak relevan lagi. Sejauh mana masyarakat Madura bersiap diri dan bentuk-bentuk pemberdayaan apa saja yang sudah dilakukan, terutama oleh pondok-podok pesantren, jauh lebih relevan untuk diteliti. Itulah titik pembeda antara penelitian ini dan dua penelitian di atas.

F. Kajian Teori Dalam menghadapi industrialisasi, diperlukan sebuah kekuatan yang mendorong mobilitas sosial di masyarakat, yakni suatu gerak perpindahan dari kelas atau status tertentu ke kelas atau status yang lain, baik secara vertikal maupun horizontal. Mobilitas vertikal adalah perpindahan individu atau kelompok dari kelas atau status yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya, dikenal dua jenis mobilitas vertikal, yaitu: 1) gerak sosial yang meningkat (social climbing) atau gerak perpindahan dari yang lebih rendah ke yang lebih tinggi, dan 2) gerak sosial menurun (social sinking) atau gerak perindahan yang sebaliknya. Sementara mobilitas sosial horizontal adalah perpindahan individu dan kelompok dari kelas atau status yang tidak sederajat.6 Seperti dijelaskan oleh Pitrim A. Sorokinsebagaimana dikutip oleh J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto,7 mobilitas sosial secara vertikal, baik yang didorong oleh faktor eksternal maupun internal, dapat dilakukan melalui beberapa saluran terpenting, yaitu: 1) angkatan bersenjata, 2) lembaga pendidikan, 3) lembaga keagamaan, 4) organisasi politik dan 5) organisasi sosial. Di antara kelima saluran ini, lembaga pendidikan dianggap yang paling kongkrit sebagai

Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto (ed), Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan, cetakan I (Jakarta: Kencana, 2004), halaman 188-189. 7 Ibid., halaman 190-191.

6

5

saluran mobilitas sosial vertikal, karena mampu mendorong seseorang untuk bisa bergerak secara menanjak dari derajat yang paling rendah menuju derajat yang paling tinggi. Optimalisasi peran pondok pesantren sebagai agen perubahan dan pemberdayaan tergantung kepada sejauh mana interaksi sosialnya dengan masyarakat. Dalam perspektif sosiologis, interaksi sosial merupakan hubunganhubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan: 1) antaraorang per orangan, 2) antarkelompok manusia dan 3) antara orang per orangan dan kelompok manusia.8 Hubungan-hubungan tersebut, menurut Astrid S., selanjutnya mengasilkan suatu proses pengaruh-mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap, sehingga memungkinkan pembentukan struktur sosial.9 Hidup berdampingan tidak secara otomatis melahirkan interaksi sosial. Menurut Soerjono Soekanto, interaksi sosial tidak mungkin terjadi tanpa terpenuhinya dua syarat, yaitu: 1) adanya kontak sosial, baik secara langsung maupun melalui perantara, dan 2) adanya komunikasi, yakni suatu situasi di mana terjadi pertukaran ide, sikap ataupun perasan antara seseorang dengan orang lain, perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut, lalu orang yang bersangkutan memberikan reaksi timbal-balik. Dua persyaratan ini sifatnya akumulatif. Artinya, tanpa adanya kontak sosial dan komunikasi sekaligus, interaksi sosial tidak akan terjadi.10 Secara umum, menurut Soerjono Soekanto, interaksi sosial terdiri atas dua kategori, yaitu: 1) proses yang asosiatif yang terdiri atas bentuk kerjasama, akomodasi dan asimilasi, dan 2) proses yang disasosiatif yang terdiri atas bentuk persaingan, kontravensi dan konflik.11

Soejono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar, cetakan XIV (Jakarta: PT RajaGravindo Persada, 2005), halaman 61. 9 Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, cetakan I (Bandung: Putra A. Bardin, 1999), halaman 19.10 11

8

Soejono, Sosiologi., halaman 64. Ibid., halaman 73-104.

6

G. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif (qualitative reseach), dengan komunitas keagamaan (ulama, pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya) yang memiliki realitas sosial dan keunikan tersendiri.

2. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti memilih Kabupaten Bangkalan, tepatnya di Kecamatan Labang, Tragah dan Burneh sebagai situsnya. Pertimbangannya adalah sebagai berikut: a. Kabupaten Bangkalan hingga saat ini masih dililit dengan persoalan kemiskinan, di mana pada tahun 2006, 39% dari jumlah penduduknya bertaraf hidup miskin.12 b. Kecamatan Labang, Tragah dan Burneh merupakan pintu gerbang dan jalur akses Jembatan Suramadu; dengan kata lain, pintu gerbang industrialisasi. c. Kawasan kaki Jembatan Suramadu, yakni Desa Sukolilo Kecamatan Labang, akan dirombak secara besar-besaran dengan konsep kota modern, yaitu kombinasi antara perumahan, rekreasi dan industri.13

3. Sumber Data Data dalam penelitian ini akan digali dari dua sumber, yaitu: a. Sumber data lapangan, yaitu pimpinan pondok-pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya di Labang, Tragah dan Burneh. Informan awal dipilih dengan menggunakan teknik pusposive sampling, sementara informan berikutnya ditentukan dengan teknik snowball sampling.14 b. Sumber data dokumenter, berupa: 1) memo, pengumuman, instruksi, aturan, laporan rapat dan keputusan pimpinan dan semacamnya yang disimpan olehSujito, Laporan., http://www.gapri.org, akses tanggal 22 Juni 2008. Jawa Pos, 25 Juni 2008. 14 Burhan Bungin (ed.), Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, cetakan I (Jakarta: PT RajaGravindo Persada, 2007), halaman 53.13 12

7

pondok-pondok pesantren sebagai arsip organisasi, dan 2) bahan-bahan informasi yang dihasilkan suatu lembaga sosial atau individu, semisal majalah, buletin, laporan penelitian ataupun buku.

4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Riset lapangan (observation) akan peneliti lakukan dengan pengamatan secara langsung terhadap sasaran penelitian, yaitu aktivitas pemberdayaan

masyarakat yang dilaksanakan oleh pondok-pondok pesantren. Tujuannya adalah untuk melihat sejauh mana keterlibatan atau partisipasi pondokpondok pesantren tersebut dalam menyiapkan SDM masyarakat sekitarnya dalam menghadapi industrialisasi. b. Wawancara mendalam (in depth interview) akan peneliti lakukan dalam dua level, yaitu: 1) Level atas, yaitu wawancara dengan para pimpinan lembaga keagamaan. 2) Level bawahsebagai data pembanding, yaitu wawancara dengan masyarakat sekitarnya. c. Dokumentasi akan peneliti gunakan untuk menelaah dokumen-dokumen lembaga-lembaga keagamaan dan tulisan-tulisan orang lain yang relevan dengan fokus penelitian.

5. Teknik Analisis Data Oleh karena merupakan penelitan kualitatif, maka pengumpulan data dan analisis data tidak mungkin dipisahkan atau dilakukan secara linier sebagaimana dalam penelitian kuantitatif. Keduanya akan peneliti lakukan secara simultan dan terus-menerus. Data yang diperoleh, baik dengan observasi, wawancara maupun dokumentasi, akan langsung peneliti analisis, pertama-tama, melalui proses reduksi data (data reduction), yaitu memilah-milah data ke dalam satuan konsep, kategori atau tema tertentu. Seperangkat hasil reduksi data tersebut akan peneliti organisasikan ke dalam suatu bentuk tertentu (data display), sehingga akan

8

terlihat sosoknya secara utuh. Bentuknya bisa berupa sketsa, sinopsis ataupun matriks sesuai dengan kebutuhan. Reduksi dan organisasi data tersebut akan memudahkan peneliti dalam mendeskripsikan dan menegaskan kesimpulan (conclusion drawing and verification). Proses analisis data tentu tidak bisa sekali jadi, melainkan berinteraksi secara bolak-balik, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan data di lapangan. Itulah sebabnya, model analisis data seperti itu biasanya disebut dengan analisis data interaktif.

Gambar 2. Siklus Pengumpulan dan Analisis Data

Pengumpulan Data

Organisasi Data

Reduksi Data

Penarikan Kesimpulan

Gambar 1. Siklus Pengumpulan dan Analisis Data

6. Teknik Pengecekan Keabsahan Data Pemeriksaan keabsahan data akan peneliti lakukan berdasarkan empat kriteria sebagaimana diterangkan oleh Moleong,15 yaitu: a. Derajat kepercayaan (creadibility); akan peneliti lakukan dengan beberapa teknik berikut: (1) perpanjangan keikutsertaan, (2) ketekunan pengamatan, (3) triangulasi, utamanya dalam hal sumber data dan teknik penggalian data, dan (4) pemeriksaan sejawat. a. Derajat keteralihan (transferability); akan peneliti lakukan dengan cara melaporkan hasil penelitian secermat dan selengkap mungkin menggambarkan konteks dan pokok permasalahan secara jelas.Lexy J. Moleng, Metodologi Penelitian Kualitatif, cetakan XIV (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2001), halaman 173-188).15

serta

9

b. Derajat kebergantungan (dependability); akan peneliti lakukan dengan cara memberikan hasil penelitian, termasuk bekas-bekas kegiatan penelitian, kepada seorang auditor untuk diperiksa apakah temuan-temuan penelitian telah bersandar pada hasil di lapangan. c. Derajat kepastian (confirmability); akan peneliti lakukan dengan cara meminta berbagai pihak untuk melakukan audit kesesuaian antara temuan dengan data perolehan dan metode penelitian.

H. Jadwal Penelitian

NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

KEGIATAN

Jul 08

Agu 08

Sep 08

Okt 08

Nop 08

Des 08

Studi pendahuluan x Penyusunan proposal x Seminar proposal x Perbaikan proposal x x Pengumpulan data x x x x x x x x x x x x x x x x x Analisis data x x x x x x x x x x x x x x x x x Penulisan laporan penelitian x x x x x x x x x x x x x x x x x Presentasi laporan x Revisi laporan penelitian x x Pengesahan x

I. Daftar Rujukan Achmad Faiz. 2006. Membangun Madura atau Membangun di Madura. Kompas, 13 Desember 2006. Andang Subaharianto dkk. 2004. Tantangan Industrialisasi Madura: Membentur Kultur, Menjunjung Leluhur. Cetakan I. Malang: Bayumedia Publishing. Astrid S. Susanto. 1999. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Cetakan I. Bandung: Putra A. Bardin. Burhan Bungin (ed.). 2007. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Cetakan I. Jakarta: PT RajaGravindo Persada.

10

Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto (ed). 2004. Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Cetakan I. Jakarta: Kencana. Jawa Pos, 25 Juni 2008. Lexy J. Moleng. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Cetakan XIV. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. M. Din Syamsuddin. 2000. Etika Agama dalam Membangun Masyarakat Madani. Cetakan I. Ciputat: PT Logis Wacana Ilmu. Muthmainnah, 1998. Jembatan Suramadu: Respon Ulama terhadap

Industrialisasi. Cetakan I. Yogyakarta: LKPSM. Qodri Azizy. 2004. Melawan Globalisasi: Reinterpretasi Ajaran Islam, Persiapan SDM dan Terciptanya Masyarakat Madani. Cetakan V. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Soejono Soekanto. 2005. Sosiologi: Suatu Pengantar. Cetakan XIV. Jakarta: PT RajaGravindo Persada. Sujito. 2007. Laporan MDGs Kabupaten Bangkalan Jawa Timur.

ttp://www.gapri.org. akses hari Minggu 22 Juni 2008.