Proposal Penelitian Perb 5 Rini Rosita Baru Lg

download Proposal Penelitian Perb 5 Rini Rosita Baru Lg

of 48

description

proposal

Transcript of Proposal Penelitian Perb 5 Rini Rosita Baru Lg

Proposal Penelitian

ANALISIS UMUR SIMPAN SELAI TERUNG BELANDA (Cyphomandra betacea Sendt)

OLEH:

RINI ROSITA0905105010008

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIANFAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALADARUSSALAM, BANDA ACEH2012

I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendt ) yang dikenal dengan nama tamarillo, di daerah New Zealand serta di Amazone disebut Solanum kabiu merupakan tanaman yang tergolong suku terung-terungan. (Sianipar, 2008). Terung belanda mengandung antioksidan yang terbilang lengkap seperti vitamin A, vitamin C, vitamin B6, senyawa karotenoid, antosianin, dan serat (Kumalaningsih, 2001). Buah ini biasanya dimanfaatkan sebagai buah yang dimakan segar, untuk bumbu masak, sayuran, dan minuman (Soetasad dan Muyanti, 1995). Di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), terung belanda tumbuh subur di daerah dataran tinggi seperti Takengon. Pemerintah setempat belum melakukan pendataan terhadap hasil buah terung belanda dikarenakan masih minimnya hasil penjualan baik dalam bentuk buah maupun produk jadi (Amelia, 2007). Hasil buah yang berlimpah memungkinkan pemanfatannya menjadi produk pangan yang berkualitas dan memiliki nilai ekonomis yang lebih baik seperti selai, tentunya tidak mengurangi nilai gizinya terlalu besar.Menurut Suryani (2004), selai merupakan produk awetan yang dibuat dengan memasak hancuran buah yang dicampur gula, dengan atau tanpa penambahan air. Selai yang baik memiliki warna yang cemerlang, konsisten, distribusi buah merata, tekstur lembut, dan tidak mengalami sineresis (keluarnnya air dari gel). Indeks kematangan buah dalam pembuatan selai perlu diperhatikan agar menghasilkan selai buah yang berkualitas. Berdasarkan hasil penelitian Julianti (2011), perbedaan tingkat kematangan buah terung belanda menyebabkan terjadinya perbedaan mutu. Semakin tinggi tingkat kematangan buah maka kadar air, total padatan terlarut, nilai warna, dan tingkat kesukaan terhadap aroma serta warna akan semakin meningkat.Selain faktor kematangan buah, hal lain yang perlu diperhatikan adalah jumlah penambahan gula. Kadar gula akan mempengaruhi sifat gel dari produk. Gula dipakai dalam pengawetan bahan pangan karena dengan daya larut yang tinggi akan mampu mengurangi keseimbangan kelembaban relatif dan berfungsi untuk mengikat air (Buckle et al. 1987).Selai tergolong jenis pangan semi basah yang memiliki beberapa titik kritis dalam proses dan paska pengolahannya, salah satunya adalah kemunduran mutu selai selama proses penyimpanan hingga produk tersebut dinyatakan kadaluwarsa. Pendugaan umur simpan selai dengan model yang tepat diperlukan agar dapat menentukan umur simpan selai secara cermat.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :a. Menentukan formula kematangan buah dan penambahan gula terbaik pada proses pembuatan selai terung belanda.b. Pendugaan umur simpan selai terung belanda dengan metode Arrhinenius.

1.3 Hipotesis

a. Buah terung belanda yang berwarna merah menghasilkan kualitas selai yang lebih baik dibandingkan dengan buah yang berwarna kuning kemerahan.b. Penambahan gula dengan kadar 100% dapat meningkatkan kualitas serta umur simpan selai terung belanda.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi mengenai dari umur simpan selai terung belanda dan dapat bermanfaat terhadap pengembangan industri rumah tangga mengenai prosedur pembuatan selai terung belanda.

II. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Terung Belanda Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan pertumbuhan yang cepat dan tinggi dapat mencapai 7,5 meter (Gambar 1). Tanaman ini mulai berproduksi pada umur 18 bulan setelah tanam hingga umur 11-12 tahun, walaupun setelah 5-6 tahun produksinya akan menurun. Pemanenan dilakukan secara bertahap karena kemasakan buah tidak bersamaan. Terung belanda hidup di daerah pegunungan pada ketinggian 500 hingga 1000 meter di atas permukaan laut dengan suhu 20 hingga 27 oC. Di dataran rendah, pohon terung belanda tidak mampu berbunga, sedangkan udara sejuk dapat mendorong pembungaan. (Sianturi, 2007).

Gambar 1. Pohon terung belanda

Tanaman terung belanda mempunyai taksonomi sebagai berikut, (Sinaga, 2009):Kingdom: Plantae (Tumbuhan)Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)Sub Kelas: AsteridaeOrdo: SolanalesFamili: Solanaceae (suku terung-terungan)Genus: CyphomandraSpesies: Cyphomandra betacea SendtIndeks kematangan buah yang terbaik untuk terong belanda adalah warna kulit dan daging buah (pulp). Indikator lainnya yang berhubungan dengan warna kulit adalah perubahan kekerasan, kandungan juice dan total padatan terlarut. Selama proses pemasakan terjadi perubahan warna kulit. Pada buah dengan warna kulit merah tua, perubahan kulit dari hijau menjadi ungu tua yang disebabkan oleh klorofil dan antosianin hingga akhirnya berubah menjadi merah (El-Zeftawi et al., 1988; Heatherbell et al., 1982). Menurut Kader (2001), indikator kematangan buah yang akan dipanen adalah terbentuknya warna merah atau kuning secara penuh, bergantung pada kultivarnya, atau berumur 21-24 minggu setelah penyerbukan. Kematangan buah terung belanda menurut Heatherbell et al, (1982) pada Gambar 2 terjadi saat buah telah berwarna kuming kemerahan dan puncak kematangan terjadi saat buah telah merah penuh.

(a) (b)Gambar 2. (a) Buah terung belanda kuning kemerahan, (b) buah merah penuh

Buah terung belanda perlu dipanen pada saat masak optimal, artinya buah telah berwarna kuning meskipun belum penuh. Buah tersebut perlu disimpan dalam wadah dan jangan ditumpuk supaya tidak terjadi kumpulan panas di antara buahnya, karena masih terjadi proses respirasi lanjutan. Di dalam buah terdapat gula, oksigen yang terlarut dalam air. Pada saat penyimpanan gula yang ada di dalam jaringan akan diubah dengan reaksi sebagai berikut C6H12O6 + O2 6CO2 + 6H2O + energi Pada proses tersebut dikeluarkan gas CO2, H2O dan energi atau panas. Meskipun gula di dalam buah terung belanda tidak banyak tetapi bila buah ditumpuk akan terjadi akumulasi panas, air dan gas yang menyebabkan buah-buah tersebut masak, lunak dan bila luka maka akan cepat membusuk (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).

2.2 Komposisi dan Manfaat Terung Belanda

Terung belanda adalah buah yang mempunyai kandungan nutrisi yang sangat baik dengan beberapa kandungan vitamin yang sangat penting serta kaya akan besi dan potassium, kandungan sodium yang rendah dan berisi kurang dari 40 kalori (kurang lebih 160 kJ) (Kumalaningsih, 2006). Kandungan gizi buah terung belanda dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi buah terung belanda/100 gram buah Kandungan Nutrisi Jumlah

Vitamin A (g)54-560

Vitamin B1 (mg)0.03-0,14

Vitamin B2 (mg)0,01-0,05

Vitamin B6 (mg)0,01-0,05

Vitamin C (mg)15-42

Vitamin E (mg)2

Niasin (mg)0,3- 1,4

Potasium (g)0,28-0,38

Kalsium (g)6-18

Phosphorus (g)22-65

Magnesium (g)16-25

Besi (g)0,3-0,9

Seng(g)0,1-0,2

Protein (g)1,4-2 g

Lemak (g)0,1-0,6

Serat (g)1,4-4,7

Kadar air (g)80-90

Sumber: Kumalaningsih (2006)

Berdasarkan penelitian Kumalaningsih dan Suprayogi (2006), selain fungsi yang telah disebutkan diatas, terung belanda juga mengandung berbagai jenis antioksidan, baik berbentuk vitamin seperti vitamin E, Vitamin A, Vitamin C, Vitamin B6, maupun senyawa yang bukan vitamin, seperti karotenoid, anthosianin dan serat. Lengkapnya antioksidan alami dalam buah terung belanda memungkinkan pemanfaatan buah terung belanda sebagai bahan baku pembuatan antioksidan alami. Terung belanda kaya akan provitamin A yang merupakan prekursor vitamin A yang baik untuk kesehatan mata, vitamin C untuk mengobati sariawan dan meningkatkan daya tahan tubuh, serat yang bermanfaat untuk mencegah kanker, sembelit/konstipasi dan kandungan makronutrien (karbohidrat, air, protein, lemak) yang baik untuk dikonsumsi sebagai aspek fungsional makanan (Kumalaningsih, 2006). Menurut Imamuddin (1987), terung belanda berguna untuk mengobati penyakit tekanan darah rendah, menghilangkan gatal-gatal pada kulit serta untuk cuci perut. Bahkan bisa pula untuk kosmetik alamiah seperti mengeringkan kulit muka yang berminyak dan mencegah timbulnya jerawat. Menurut Sinaga (2009), Kandungan antosianin, vitamin-vitamin serta zat-zat gizi lainnya di dalam buah terung belanda bekerja sinergis untuk:1. Mencegah kerusakan sel-sel jaringan tubuh penyebab berbagai penyakit (kanker, tumor dan lain-lain).2. Melancarkan penyumbatan pembuluh darah (arterisklorosis) sehingga mencegah penyakit jantung dan stroke serta menormalkan tekanan darah.3. Menurunkan kadar kolesterol dan mengikat zat-zat racun dalam tubuh.4. Meningkatkan stamina, daya tahan tubuh dan vitalitas.5. Membantu mempercepat proses penyembuhan

2.3 Mutu Selai

Selai merupakan makanan kental atau semi padat yang dibuat dari buah-buahan ditambah gula kemudian dipekatkan agar terbentuk padatan gula terlarut (Marliyati et. al., 1992). Selai digunakan untuk mengisi (stuffing atau topping) berbagai jenis makanan, seperti: isian berbagai jenis roti, puff, cake, kudapan maupun jenis kue kering (cookies).Selai termasuk dalam golongan makanan semi basah berkadar air sekitar 15-40%, lunak dan plastis. Proporsinya adalah buah 45 bagian dan gula 55 bagian (Fachruddin, 1997). Selai yang bermutu baik memiliki sifat-sifat tertentu, diantaranya adalah konsisten, warna cemerlang, tekstur lembut, flavour buah alami, tidak mengalami sinersis dan kristalisasi selama penyimpanan (Suryani et al., 2004). Selai buah merupakan salah satu produk pangan semi basah yang cukup dikenal dan disukai oleh masyarakat. Food and Drug Administration (FDA) mendefinisikan selai sebagai produk olahan buah-buahan, baik berupa buah segar, buah beku, buah kaleng maupun campuran ketiganya dalam proporsi tertentu terhadap gula (sukrosa) dengan atau tanpa penambahan air (Fachruddin, 2008).Buah yang akan dijadikan selai dipilih yang bermutu baik. Buah yang terlalu muda akan terasa masam, sedangkan buah yang terlalu matang, maka warna, aroma, pektin dan rasa asam pada buah berkurang. Agar diperoleh selai dengan aroma yang harum dan konsistensi (kekentalan) sesuai standard sebaiknya digunakan campuran buah setengah matang dan buah yang matang penuh. Buah setengah matang akan memberi pektin dan asam yang cukup, sedangkan buah yang matang penuh akan memberikan aroma yang baik (Fachruddin, 2008).Untuk menjaga keamanan konsumen, pemerintah telah menetapkan standart kualitas untuk produk selai. Syarat mutu selai buah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar Nasional Indonesia Selai Buah SNI 3746: 2008NoKriteria UjiSatuanPersyaratan

1Keadaan Aroma Warna Rasa---NormalNormalNormal

2Serat buah-Positif

3Padatan terlarut% fraksi massaMin 65

4Cemaran logam Timah (Sn)*mg/kgMaks 250*

5Cemaran Arsen (As)mg/kgMaks 1

6Cemaran mikroba- Angka lempeng total- Bakteri coliform- Staphylococcus aureus- Clostridium sp- Kapang/KhamirKloni/grAPM/gKoloni/gKoloni/gKoloni/gMaks. 1 x 103< 3Maks. 2 x 101 70% padatan terlarut) hal ini umumnya bagi gula yang dipakai sebagai salah satu kombinasi dari teknik pengawetan bahan pangan. Gula merupakan bahan tambahan pada pengolahan makanan yang berfungsi untuk memperbaiki cita rasa sekaligus sebagai bahan pengawet alami dengan tujuan menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagai bahan pengawet penggunaan gula pasir minimal 3 % atau 30 g/Kg bahan. Dalam industri pangan biasanya yang digunakan ialah gula sukrosa atau lebih dikenal dengan gula tebu (Hidayat dan Daniati, 2005). Komposisi kimia dan nilai gizi gula per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 3:

Tabel 3. Kandungan gula/100 gram Komposisi KimiaJumlah

Kalori (Kal)364

Karbohidrat (g)595

Kalsium (mg)5

Fosfor (mg)1

Besi (mg)0,1

Air (g)5,4

BDD (%)100

Sumber: Departemen Kesehatan RI, (1996).Penggunaan gula yang tepat pada pembuatan selai tergantung oleh banyak factor, antara lain: tingkat keasaman buah, kandungan gula dalam buah, dan tingkat kematangan buah. Perbandingan buah yang ideal adalah 1:1, karena penambahan gula akan mempengaruhi keseimbangan air dan bahan utama (Fachruddin, 2008). Hal ini dikuatkan oleh penelitian Ramadhan (2011), yang menyatakan penambahan gula 100 % pada pembuatan selai jambu biji akan menghasilkan penampakan selai yang paling disukai.

2.5 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektron kepada molekul radikal bebas. Antioksidan yang ada dialam ini dibagi atas tiga macam yaitu: (1) Antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendiri yang berup enzim antara lain superoksidadismutase, glutathinoperoxidase, peroxidase dan katalase (2) antioksidan alami yang dapat diperoleh dari tanaman atau hewan, yaitu tokoferol, vitamin C, -karoten, flavonoid dan senyawa fenolik (3) antioksidan sintetik dibuat dari bahan-bahan kimia yaitu Butylated hidroxy-anisole (BHA), Butylated Hydroxy-toluene (BHT), Propylgallate (PG), yang ditambah dalam makanan untuk mencegah kerusakan lemak (Kumalaningsih, 2006).Fungsi utama antioksidan digunakan sebagai upaya untuk memperkecil terjadinya proses oksidasi, serta meminimalisir kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa simpan dalam industri makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan serta mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi. Lipid peroksidasi merupakan salah satu faktor yang cukup berperan dalam kerusakan selama dalam penyimpanan dan pengolahan makanan (Hernani dan Raharjo, 2005). Metode yang cepat, mudah dan tidak terlalu mahal untuk mengukur kapasitas antioksidan dalam bahan pangan dengan menggunakan radikal bebas 2,2-Diphenyl-1 picrylhydrazyl. DPPH banyak digunakan untuk menguji kemampuan senyawa antioksidan dalam merantas radikal bebas atau donor hidrogen dan untuk menilai aktivitas antioksidan dalam bahan pangan. Metode DPPH dapat digunakan untuk mengukur antioksidan total pada sampel padat maupun cair. Sehingga dengan mengukur kapasitas total antioksidan dapat diketahui sifat fungsional dari bahan pangan. Rumus struktur DPPH dapat dilihat pada Gambar 3. (Prakash, 2001 dalam Supriyono, 2008).

(a) (b)

Gambar 3. Struktur DPPH (a) radikal bebas (b)non radikalPengukuran kapasitas antioksidan dengan metode DPPH menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 517 nm. Larutan DPPH berwarna ungu gelap, ketika ditambahkan senyawa antioksidan maka warna larutan akan berubah menjadi kuning cerah. Penurunan absorbansi akan menunjukkan adanya aktivitas scavenging dengan berkurangnya warna ungu. Parameter untuk menginterpretasikan hasil pengujian dengan metode DPPH adalah IC50 (inhibition concentration). IC50 merupakan konsentrasi larutan substrat atau sampel yang akan menyebabkan reduksi terhadap aktivitas DPPH sebesar 50% (Molyneux, 2004). Antioksidan yang terdapat di dalam terung belanda antara lain sebagai berikut:

2.5.1 -Karoten

-karoten pada Gambar 4 merupakan salah satu bentuk dari karotenoid. Karotenoid merupakan pigmen alami berwarna merah, kuning, orange yang tersebar luas pada tumbuhan (Gross, 1991). -karoten merupakan salah satu senyawa bioaktif yang banyak terdapat pada pangan fungsional dan merupakan sumber antioksidan yang berfungsi melindungi tubuh dari serangan radikal bebas. Zat ini sangat besar peranannya pada manusia untuk mencegah terjadinya penyakit. Antioksidan melakukan semua itu dengan cara menekan kerusakan sel yang terjadi akibat proses oksidasi radikal bebas (Langseth, 2000).

Gambar 4. Struktur -karotenKarotenoid dan vitamin A yang dikonsumsi dalam saluran pencernaan akan dilepaskan dari ikatannya oleh pepsin lambung dan berbagai enzim proteolitik. Selanjutnya karotenoid dan vitamin A mengumpul dalam globula lipida yang kemudian terdispersi dan terkonjugasi dengan asam-asam empedu, lalu terhidrolisa menjadi karotenoid dan vitamin A bebas oleh enzim esterase dalam cairan pankreas. Emulsi atau misel yang dihasilkan berdifusi ke dalam glikoprotein dari mikrofili sel-sel epitel usus kecil dan diserap (Muchtadi et al.1993).

2.5.2 Vitamin C

Vitamin C adalah vitamin yang larut di dalam air dan sangat banyak dijumpai pada tanaman sebagai L-asam askorbat dan sumber vitamin C di alam adalah buah-buahan dan sayur-sayuran. Vitamin ini sangat labil terhadap suhu dan oksigen. Struktur kimia vitamin C dapat dilihat pada Gambar 5 (Cadenas dan Packer, 2002).Fungsi vitamin C adalah membantu penyerapan zat besi di dalam tubuh, menghambat produksi nitrosamin (zat pemicu kanker), memperbaiki system kekebalan tubuh, menjaga kesehatan gigi, gusi, pembuluh-pembuluh kapiler, mencegah oksidasi lemak dan membantu penyembuhan luka (Cadenas dan Packer, 2002 ; Kumalaningsih, 2006). Vitamin C terbukti juga dapat meningkatkan kadar hemoglobin pada tikus putih apabila diberikan sebesar 14,4 mg per 200 g berat badan per hari (Wahyuni, 2007).

Gambar 5. Struktur Molekul Asam Askorbat

Vitamin C merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh terhadap senyawa oksigen reaktif dalam plasma dan sel. Vitamin C mampu bereaksi dengan radikal bebas kemudian mengubahnya menjadi radikal askorbil yang nantinya segera berubah menjadi dehidroaskorbat (Zakaria et al., 1996). Vitamin C berperan menekan risiko kanker saluran pencernaan, terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Zakaria et al., (2000), yang menunjukkan adanya peningkatan kemampuan proliferasi sel B dan sel T pada konsumsi buah dan sayuran selama 30 hari. Temuan ini mengindikasikan bahwa asupan sayuran dan buah-buahan dalam jumlah memadai dapat mengurangi resiko penyakit kanker.

2.5.3 Serat

Serat makanan adalah zat non-gizi yang berguna untuk diet sebagai salah satu jenis polisakarida yang sukar dicerna oleh enzim pencernaan. Serat makanan tidak dapat diserap oleh dinding usus halus, namun akan dilewatkan menuju usus besar dengan gerakan peristaltik usus. Serat makanan dapat digolongkan menjadi dua berdasarkan jenis kelarutannya, yaitu serat tidak larut dalam air dan serat yang larut dalam air (Sulistijani, 2005).Serat makanan tidak larut adalah serat yang tidak dapat larut dalam air panas. Selulosa, hemiselulosa, dan lignin merupakan jenis serat tak larut (Sulistijani, 2005). Sebagian besar serat makanan total dalam bahan pangan berupa serat makanan tidak larut (Muchtadi et al., 2001).Serat makanan larut adalah serat yang dapat larut dalam air panas. Pektin, gum, dan musilase merupakan jenis serat larut (Sulistijani, 2005). Sebagian dari serat makanan total dalam bahan pangan merupakan serat makanan yang larut dalam air (Muchtadi et al., 2001). Serat makanan larut berperan dalam penyerapan lemak dan kolesterol serta dapat menyerap gula yang dapat menurunkan kadar glukosa darah (Karina, 2008).. 2.6 Metode Umur Simpan Model Arrhenius

Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin meningkat, karena itu dalam menduga kecepatan penurunan mutu bahan pangan selama penyimpanan, faktor suhu harus selalu diperhatikan (Syarief dan Halid, 1993).Pengaruh suhu dalam suatu reaksi dapat dideskripsikan dengan menggunakan persamaan Arrhenius seperti berikut (Chen, 2007):

Keterangan:K = konstanta kecepatan reaksik0 = konstanta pre-eksponensialEa = Energi aktivasi (kj/mol)T = suhuR = Konstanta gas ideal (0,082)Dengan mengubah persamaan di atas menjadi :

Persamaan yang digunakan dalam model Arrhenius ada dua jenis yaitu persamaan ordo nol dan persamaan ordo satu. Untuk memutuskan persamaan ordo mana yang lebih baik digunakan maka terlebih dahulu data hasil pengamatan diplot (Rahayu dan Arpah, 2003).

1. Persamaan ordo nol

Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo nol meliputi reaksi kerusakan enzimatis, pencoklatan enzimatis dan oksidasi (Labuza, 1982). Penurunan mutu ordo reaksi nol adalah penurunan mutu yang konstan. Kecepatan penurunan mutu tersebut berlangsung tetap pada suhu konstan dan dapat digambarkan dengan persamaan di bawah ini :Teori singkat ordo nol:

At = A0- (k t)

Waktu kadaluarsa dapat dihitung dengan persamaan :

Reaksi yang termasuk pada ordo nol, laju reaksinya tidak tergantung pada konsentrasi pereaksinya, dengan kata lain reaksi berlangsung dengan laju yang tetap. Grafik hubungan waktu penyimpanan dengan perubahan mutu pada ordo nol adalah berupa garis lurus, dengan slope kemiringan k yang nilainya konstan. Bentuk umum grafik tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

A0

k = Slope, nilainya konstant

[A]

At Waktu reaksi Gambar 6. Hubungan waktu dengan perubahan

2. Persamaan ordo satu

Tipe kerusakan bahan pangan yang mengikuti kinetika reaksi ordo satu meliputi : ketengikan, pertumbuhan mikroba, produksi off-flavour (penyimpangan flavor) oleh mikroba pada daging, ikan, unggas, kerusakan vitamin, penurunan mutu protein dan sebagainya (Labuza, 1982). Teori singkat ordo satu:

ln (At A0) = -k t

Persamaan waktu kadaluarsa ordo satu adalah:

Keterangan:A0= Konsentrasi mula-mula dari kriteria kadaluarsaAt = Konsentrasi akhir dari kriteria kadaluarsaK = Kecepatan perubahan kriteria tersebut selama penyimpanant = Umur simpan dari produkGrafik ordo satu berupa kurva (bukan garis lurus), namun akan membentuk garis lurus dalam persamaan logaritmanya, dengan slope kemiringan k yang nilainya tidak konstant dapat dilihat pada Gambar 7. [A]

Slope = ln [A] Slope = k

WaktuW(a) (b) Gambar 7. Hubungan waktu dengan perubahan mutu ordo satu (a) dan hubungan waktu dengan logaritma perubahan mutu ordo satu (b).Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi kimia ada tujuh antara lain jenis zat yang bereaksi, konsentrasi zat yang bereaksi, suhu, katalis dan otokatalis, tekanan, luas permukaan, sinar dan cahaya. Jenis zat yang bereaksi merupakan faktor terpenting dalam suatu reaksi. Selain itu laju reaksi akan semakin naik jika konsentrasi pereaksi semakin tinggi. Makin tinggi suhu campuran zat yang bereaksi, makin cepat reaksi berlangsung. Hal ini berdasarkan pada teori kinetic molekul, yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu suatu zat, semakin kuat gerakan-gerakan molekulnya (Irawadi, 2005).

2.7 Proses Pembuatan Selai Terung Belanda

Proses pembuatan selai secara umum meliputi sejumlah tahapan yaitu: pengupasan, penghancuran, penyaringan, pencampuran dan pemasakan (evaporasi). Berikut penjelasan rinci setiap tahapan proses pembuatan selai.

2.7.1 Pengupasan dan Pencucian

Buah-buahan yang digunakan untuk pembuatan selai adalah buah dengan 2 tingkat kematangan yaitu kuning kemerahan dan merah penuh. Menurut Baliwati et al., (2004) proses pembuatan selai dimulai dengan mengupas buah terung belanda yang telah dipersiapkan dengan pisau selanjutnya dicuci bersih dengan air.

2.7.2 Penghancuran

Setelah daging buah terung belanda dipisahkan dari kulitnya, maka proses selanjutnya adalah proses penghancuran. Daging buah dimasukkan ke dalam blender dan ditambahkan air. Penambahan air ini ditujukan agar memudahkan proses penghancuran. Proses penghancuran ini dilakukan sampai halus untuk mengurangi endapan sari buah yang dihasilkan (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).

2.7.3 Penyaringan

Bubur buah terung belanda yang telah di blender selanjutnya disaring dengan kain saring yang halus. Tujuan dari penyaringan ini adalah untuk mengurangi biji daging buah yang tidak hancur sempurna sehingga nanti akan mempengaruhi penampilan dari produk yang dihasilkan (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).

2.7.4 Pencampuran

Setelah didapatkan filtrat yang halus dari bubur buah, langkah berikutnya adalah mencampurnya dengan gula. Gula berfungsi sebagai perasa, selain itu juga sebagai pengawet bagi makanan atau minuman. Berdasarkan penelitian Ramadhan (2011), gula pasir ditambahkan dengan takaran 80% 90% dan 100%, kemudian diaduk merata. Penambahan gula dengan kadar tersebut dinilai mampu memberikan umur simpan selai sampai 4 minggu.

2.7.5 Pemasakan (Evaporasi)

Pemasakan atau evaporasi merupakan proses pengentalan larutan dengan cara mendidihkan larutan atau menguapkan pelarut. Muchtadi (1997), menyatakankan bahwa evaporasi bertujuan untuk menaikkan konsentrasi atau kadar kepekatan suatu larutan yang terdiri dari zat terlarut yang tidak mudah menguap dari zat pelarutnya yang relatif mudah menguap. Penguapan beberapa pelarut tersebut akan memberikan produk berupa larutan pekat dan kental, sedangkan hasil kondensasi uap pelarutnya biasanya dibuang langsung sebagai limbah, yang seharusnya diberi perlakuan kimia jika pelarut tersebut berbahaya atau didaur ulang dan digunakan lagi sebagai pelarut.Menurut Wirakartakusumah (1989), bahan makanan yang sensitif terhadap panas, mutu produk akhirnya sangat dipengaruhi oleh proses evaporasi. Faktor evaporasi yaitu hubungan antara suhu dan waktu akan menentukan tingkat kerusakan akibat panas. Suhu evaporasi seharusnya serendah mungkin dengan waktu evaporasi juga sesingkat mungkin. Suhu didih yang rendah dapat dicapai dengan menggunakan tekanan rendah dan bersamaan dengan itu perbedaan suhu produk dengan suhu media juga dapat diturunkan.

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November 2012 di Laboratorium Pengolahan Nabati dan Laboratorium Analisis Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

Buah terung belanda yang digunakan adalah buah dengan 2 tingkat kematangan yaitu, buah dengan tingkat kematangan optimum dengan warna kuning kemerahan dan tekstur yang masih keras dan buah yang berwarna merah dan tekstur yang sudah agak lunak yang diperoleh dari dataran tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah, bahan laninya gula, aquades. Bahan yang digunakan untuk analisis yaitu -karoten murni, etanol, larutan iod, dan indikator kanji, larutan DPPH, kertas saring, aluminium foil, enzim termamyl, HCl, NaOH, aseton, etanol, garam, media PDA, petroleum eter dan buffer fosfat.

3.2.2 AlatAlat yang digunakan dalam pembuatan selai berupa blender, timbangan, panci, kompor, pisau, baskom, gelas ukur, pengaduk kayu, kain saring, botol, dan tutup yang steril, serta Autoclave. Sedangkan alat untuk analisis yaitu spektrofotometer, inkubator, tekstur analyzer, Coloni Counter, desikator , biuret, pipet tetes, refraktometer, timbangan analitik, oven, erlenmeyer, beaker glass, termometer, pH meter, dan cawan petri.

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Pada penelitian pendahuluan dilakukan karakterisasi fisikokimia selai terung belanda. Setelah itu dilakukan formulasi terbaik dari tingkat kematangan buah terung belanda danbahan pembentuk selai antara lain gula (80%, 90 % dan 100%) dan dari total berat buah. Seletah dihasilkan selai terung belanda maka dilakukan analisis sebagai berikut: hedonik yang berupa warna, aroma, rasa tekstur (daya oles), total padatan terlarut dan kadar air serta tekstur selai dengan menggunakan tekstur analizerHasil pengujian kemudian diranking secara indeks kinerja berdasarkan metode Bayes. Perlakuan atau formulasi terbaik pada penelitian pendahuluan ini digunakan sebagai dasar untuk formulasi lanjutan pada tahap penelitian lanjutan. Pada penelitian lanjutan akan dilakukan analisis aktifitas antioksidan, - karoten, vitamin C, dan serat kasar. Produk yang dihasilkan dari formula terbaik kemudian dilakukan pendugaan umur simpannya dengan metode Arrhenius. Pendugaan umur simpan selai jambu biji lembaran ditentukan menggunakan metode Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) melalui model Arrhenius dimana produk disimpan pada suhu (300C, 350C, 400C). Pengujian hedonik dilakukan tiap selang waktu yang ditentukan (suhu 300C dengan selang pengambilan sampel pada hari ke 7, 14, 21 dan 28 ; suhu 350C dengan selang pengambilan sampel pada hari ke 5, 10, 15 dan 20 ; suhu 400C dengan selang pengambilan sampel pada hari ke 3, 6, 9 dan 12). Bersamaan dengan itu dilakukan pengujian total kapang pada selai jambu biji lembaran sesuai dengan selang waktu sesuai uji hedonik. Persamaan yang diperoleh dari model Arrhenius dapat digunakan untuk menentukan umur simpan selai dalam taraf hari, bulan dan tahun. Perhitungan Angka Kecukupan Gizi (AKG) setiap selai jambu biji lembaran juga dilakukan sebagai informasi tambahan yang bermanfaat dari produk yang dihasilkanPenelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial pola 2x3x3 dengan 2 faktor dan 3 kali ulangan. Faktor yang pertama yaitu tingkat kematangan (M), terdiri dari dua taraf yaitu buah yang matang berwarna kuning kemerahan teksturnya keras (M1) dan buah yang berwarna merah dan tekstur yang sudah agak lunak (M2). Faktor yang kedua yaitu konsentrasi gula (G), terdiri dari 3 taraf 80% (G1), 90% (G2), dan 100% (G3) Dengan demikian terdapat 6 kombinasi perlakuan dengan 3 kali ulangan sehingga diperoleh 18 satuan percobaan. Susunan kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Susunan kombinasi perlakuan Tingkat Kematangan (M) dan Waktu Evaporasi (E) pada selai terung belanda.Tingkat KematanganUlanganKonsentrasi Gula

G1 (80%)G2 (90%)G3 (100%)

M1(buah berwarna kuning)IM1G1U1M1G2U1M1G3U1

IIM1G1U2M1G2U2M1G3U2

IIIM1G1U3M1G2U3M1G3U3

M2(buah berwarna merah)IM2G1U1M2G2U1M2G3U1

IIM2G1U2M2G2U2M2G3U2

IIIM2G1U3M2G2U3M2G3U3

3.4 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan ANOVA (analysis Of Variance) sesuai dengan formulasi berikut (Tarigan, 2007; Gasperz dalam Susniati dkk, 2005):Yijk= + i + j + ( )ij + ijkKeterangan: Yijk = Nilai pengamatan untuk Ulangan ke-i, Faktor tingkat kematangan (M) pada taraf ke-j, konsentasri gula pada taraf ke-k= Nilai tengah Umumi= Pengaruh faktor tingkat kematangan pada taraf ke-jj= Pengaruh faktor konsentrasi gula pada taraf ke- k( )ij = interaksi tingkat kematangan pada taraf ke-j dengan konsentrasi gula pada taraf ke-k.ijk = Kesalahan (galat) percobaan untuk ulangan level ke-i, faktor tingkat kematagan ke-j, dan Konsentrasi gula ke-k.

Bila terdapat pengaruh nyata antara perlakuan akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan rumus sebagai berikut (Gomez dan Gomez, 1995):

Keterangan:t (v) = Nilai baku (t) pada taraf uji () dan derajat bebas galat (v)KT = Nilai jumlah kuadrat tengahR= Jumlah Ulangan

3.5 Prosedur Penelitian

Pembuatan selai terung belanda dilakukan dengan tahapan berikut ini:1. Terung belanda disortir dan dibersihkan dari kotoran, kemudian dikelompokkan kedalam berbagai tingkat kematangan menurut perlakuan.2. Terung belanda dikupas kulit dan daging buahnya dihancurkan menggunakan blender dengan perbandingan buah dan air (100 gr: 50 mL)3. Bubur buah disaring menggunakan kain saring4. Air sebanyak 50 ml ditambahkan kedalam bubur buah yang telah halus5. Gula ditambahkan gula (80%,90%, 100%) dari bubur buah6. Sirup buah dimasak dalam panci selama (1 jam)7. Selai yang sudah masak ditempatkan dalam wadah yang telah steril8. Dianalisis untuk memperoleh formulasi terbaik9. Selai dengan formulasi terbaik disimpan

3.6 Analisis Produk

Analisis yang dilakukan terhadap selai terung belanda meliputi analisis pendahuluan berupa: kadar air, padatan terlarut, tekstur analyzer, dan organoleptik (warna, aroma, daya oles, dan rasa). Selai dengan formulasi terbaik akan dilakukan analisis Aktivitas antioksidan, -karoten, vitamin C, dan serat kasar. Analisis lanjutan berupa umur simpan dengan metode Arrhenius dan penghitungan kapang menggunakan Coloni Counter.

DAFTAR PUSTAKAAmelia. 2007. Pengaruh Variasi Rasio Buah dengan Air dan Konsentrasi Pektin Terhadap Mutu Sirup Terung Belanda (Cyphomandra betacea Sendt). Jurusan THP Unsyiah, Banda Aceh.Anonim.2008. Panjang Umur dengan Antioksidan. http://www.hersmarz.com/her_magazine/view_caagory. [24 Juli 2012].AOAC. 1970. Official Methods of the Analysis of Assoiation of Official Analytical Chemists. 11 th Edition, Washington D.C.Apriyantono, A, D Fardiaz, NL Puspitasari, Sedarnawati & S Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. IPB Press, Bogor. Baliwati, Y.F., A Khomsan dan C.M. Dwiriani, 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya, Jakarta.Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, and M. Wootton, 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan : H.Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.Cadenas, E., Packer, L. 2002. Expanded Caffeic Acid and Related Antioxidant Compound: Biochemical and Cellular Effects. Handbook of Antioxidants. Second edition, California.Departemen Kesehatan RI, 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.El-Zeftawi, B.M., L. Brohier, L. Dooley, F.H. Goubran, R. Holmes, B.Scott. 1988. Some maturity indices for tamarillo and pepino fruits. J. HortFachruddin, L. 1997. Membuat Aneka Selai. Kanisius, Yogyakarta.Gross, J. 1991. Female Surgeons Quitting Touches Nerves an Medial School. Sanford Medical, California.Heatherbell, D.A., M.S. Reid, R.E.Wrolstad. 1982. The tamarillo. chemical composition during growth and maturation, New ZealandHernani dan Raharjo, M. 2005. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Penebar Swadya, Jakarta.Hidayat, N., dan W.A.P.Daniati, 2005. Minuman Berkarbonasi dari Buah Segar. Trubus Agrisarana, Surabaya.Imamuddin,H. 1987. Buah Langka Terung Belanda Buah Para Sinyo. Publitbang Biologi LIPI, Jakarta.Irawadi TT. 2005. Kimia Dasar. Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor.Julianti,E. 2012. Pengaruh Tingkat Kematangan dan Suhu Penympanan terhadap Mutu Buah Terung Belanda. IPB, Bogor.Kader, 2001. Pengolahan Panen dan Pasca Panen, Departemen Pertanian, Jakarta.Kosasih. 2004. Peranan Antioksidan pada Lanjut Usia. Pusat Kajian Nasional Maslah Lanjut Usia, Jakarta.Kumalaningsih S. dan Suprayogi, 2006. Tamarillo (Terong Belanda) dan Buah Segar. Trubus Agrisarana, Surabaya.Kumalaningsih. (2006). Antioksidan Alami Terong Belanda. Trubus Agrisarana, Surabaya.Labuza TP. 1982. Shelf Life Dating of Foods. Food and Nurition Press Inc. Westport, Conecticut.Langseth, L. 2000. Antioxidant and Their Effect on Health. Di dalamL : Labuza, P. T. Essentials of Fungtional Foods. AspenPubl, Maryland.Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.Marliyati, S.A., Ahmad Sulaeman dan Faizal Anwar. 1992. Pengolahan Pangan Tingkat Rumah Tangga. IPB, Bogor.Meyer, L.H., 1978. Food Chemistry. The AVI Publishing Company Inc. Westport Connecticut.Molyneux, P. 2004. The Use Of The Stable Free Radical Diphenylpicrilhydrazy (DPPH) For Estimazing Antioksidant Activity. Journal Science of Technology, Songklanakarin.Muchtadi, D, et al. 2001. Kajian terhadap serat makanan dan antioksidan dalam berbagai jenis sayuran untuk pencegahan penyakit degeneratif. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muchtadi, T. R. 1997. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU-IPB, Bogor.Prihastuti Ekawatiningsih dan Rizqieb Auliana. 2006. Pengelolaan Makanan Pasca Panen dari Buah Salak untuk Mendukung Kawasan Agro Wisata. Jurnal Inoteks. LPM UNY. Rahayu WP. dan Arpah. 2003. Penetapan Kadaluwarsa Produk Industri Kecil Pangan. Departemen Teknologi dan Ilmu Pangan IPB, Bogor. Rahayu WP. dan Arpah. 2003. Penetapan Kadaluwarsa Produk Industri Kecil Pangan. Departemen Teknologi dan Ilmu Pangan IPB, Bogor.Ramadhan, W. 2011. Pemanfaatan Agar-Agar Tepung Sebagai Texturizer Pada Formulasi Selai Jambu Biji Merah (Psidium guajava l.) Lembaran dan Pendugaan Umur Simpannya. IPB, Bogor.Sianipar. 2008. Buah Terung Belanda. Word Press, Jakarta.Sianturi, J.M. 2007. Terung Belanda. http://www.dairipress.com . [20 Juli 2012].Silalahi, J. 2006. Makanan Fungsional. Kanisius, YogyakartaSinaga, I.L.H, 2009. Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antioksidan Dari Ekstrak Etanol Buah Terung Belanda. USU, Medan.SNI 01-3544. 1994. Standarisasi Mutu Selai. Departemen Industri, Jakarta.SNI 2332. 7 2009. Cara Uji Mikrobilogi Bagian 7 :Perhitungan kapang dan khamir pada produk perikanan.. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.Soekarto, S.T., Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Liberty, Yogyakarta.Soetasad A.A dan S. Mulyani. 1995. Budidaya Terung Lokal dan Terung Jepang. Penebar Swadaya, Jakarta.Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhrdi, 1984. Analisis untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.Sulistijani, DA. 2005. Sehat dengan Menu Berserat. Trubus Agriwidya, Jakarta.Supriyono, T. 2008. Kandungan -Karoten, Polifenol Total dan Aktivitas Merantas Radikal Bebas Kefir Susu Kacang Hijau (Vigna radiata) oleh Pengaruh Jumlah Starter (Lactobacillus bulgaricus dan Candida kefir) dan Konsentrasi Glukosa. Universitas Diponegoro, Semarang.Suryani, A., E Hambali., M. Rivai. 2004. Membuat Aneka Selai. Penebar Swadaya, Jakarta.Wahyuni, Arlinda Sari, 2007. Statistika Kedokteran. Bamboedoea Communication, Jakarta.Wijayadi, F.2007. Formulasi Selai Lembaran Terong Belanda (Cympomandra betaceae sendt). Fakultas farmasi, Universitas Padjajaran, Bandung.Wirakartakusumah ES. 1999. Buah dan Sayur Untuk Terapi. Penebar Swadaya, Jakarta. Zakaria. F. 1996. Sintesis senyawa radikal dan elektrofil dalam dan oleh komponen pangan. Prosiding Seminar Senyawa Radikal dan Sistem Pangan Reaksi Molekuler dan Penangkalannya. CFNS, IPB, Bogor.

Buah kuning kemerahan dan buah merahLampiran 1. Diagram Alir Pembuatan dan Analisis Selai Terung BelandaTerung Belanda

Sortasi

kulitPengupasan dan pemotongan

Daging buah

Pencucian

Penghancuran dengan blender

Analisis:Kadar airPadatan terlarutRasaWarnaDaya oles AromaTekstur analizerPenyaringan dengan kain saring

Gula 80 %,90 %,100 %Pencampuran

Pemasakan/evaporasi

Selai Terung Belanda

Analisis:Aktivitas antioksidan-karoten vitamin C serat kasarSelai formulasi terbaik

300C, 350C, 400C

Analisis:ArrheniusTotal kapang

Lampiran 2. Prosedur analisis selai terung belanda

Prosedur dari analisis selai terung belanda dapat dilihat sebagi berikut:

1. Kadar air (Sudarmadji et al., 1984)

Bahan ditimbang sebanyak 5 gram dengan menggunakan aluminium foil. Bahan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 80oC selama 30 menit. Bahan yang sudah kering dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit. Bahan ditimbang dan dihitung kadar air:

2. Padatan terlarut (AOAC, 1970)

Pengukuran total padatan terlarut menggunakan alat yaitu handrefraktometer. Bahan ditimbang sebanyak 10 gram kemudian kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL Aquades ditambahkan sampai tanda tera Larutan dikocok hingga merata, kemudian disaring dengan kertas saring Filtratnya diambil dengan pipet tetes Diteteskan pada refraktometer Angka diamati pada tanda batas terang gelap

3. Organoleptik (Rasa, Aroma, Warna dan Daya Oles) (Soekarto, 1985)

Penentuan uji organoleptk dengan uji kesukaan atau uji hedonik, sebagai berikut: Uji diberikan secara acak dengan memberikan kode pada bahan yang akan diuji kepada 10 panelis yang melakukan penilaian Penilaian dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

Tabel 5. Skala uji hedonikSkala HedonikSkala Numerik

Sangat Suka5

Suka4

Biasa3

Agak suka2

Tidak Suka1

4. Tekstur Analizer (Faridah, 2005)

Pengukuran sifat fisik tekstur nugget ikan yaitu daya iris atau hardness diukur dengan menggunakan alat Stevens LFRA Texture Analyzer (Texture Expert TA-XT2i) dengan parameter yang diamati adalah kekerasan. Cara kerja alat ini adalah pisau pada alat akan memotong sampel kemudian akan terbaca kurva. Kurva yang tertinggi menyatakan nilai kekerasan sampel. Nilai kekerasan adalah besarnya gaya tekan untuk memecah produk padat, dinyatakan dalam gram force (gf). Semakin besar gaya yang digunakan untuk memecah produk, maka semakin besar nilai kekerasan produk tersebut.

5. Uji Aktivitas Antioksidan (Quinn 1988 dalam Sudirman 2011)

Pengujian aktifitas antioksidan dilakukan dalam beberapa tahap, yang akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Pembuatan Pereaksi DPPH 0,5 mM

DPPH 19,7 mg dimasukkan dalam labu ukur ukuran 100 ml Etanol ditambahkan sampai tanda batas (Departemen Kesehatan R.I).

b. Pembuatan Larutan Blanko

Larutan DPPH 0,5 mM sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml. Etanol ditambahkan sampai tanda batas (konsentrasi 40 ppm) kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm.

c. Pembuatan Larutan Induk

Sampel ditimbang 25 mg kemudian dimasukkan dalam labu ukur 25 ml, Etanol ditambahkan sampai tanda batas (konsentrasi 100 ppm).

d. Pembuatan Larutan Uji (Sampel)

larutan induk sebanyak 1 ml, 2 ml, 3 ml, dan 4 ml masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml (untuk mendapatkan konsentrasi 40 ppm, 80 ppm, 120 ppm, dan 160 ppm). 5 ml larutan DPPH 0,5 mM ditambahkan ke dalam masing-masing labu ukur lalu ditambahkan etanol sampai tanda batas. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 517 nm. Persentase inhibisi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Nilai IC50 dihitung dengan cara membuat kurva linier antara konsentrasi larutan uji/sampel (sumbu X) dengan persentase inhibisi (sumbu Y).Secara spesifik, suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50g/ml, kuat untuk IC50 bernilai 50-100 g/ml, sedang jika IC50 bernilai 100-150 g/ml, dan lemah jika IC50 bernilai 151-200 g/ml (Sinaga, 2009).

6. Vitamin C (Sudarmadji et al., 1984)

Bahan sebanyak 10 gram dimasukkan dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan sampai tanda batas. Larutan disaring dengan memakai kertas saring. Filtrat yang diperoleh sebanyak 25 ml dimasukkan kedalam erlemeyer, kemudian ditambahkan 1 ml larutan kanji 1 %. Larutan dititrasi dengan larutan iod 0,01 N sampai timbul warna biru. Setiap 1 ml 0,01 N iod ekuivalen dengan 0,88 mg asam askorbat. Kadar vitamin C dalam produk dihitung dengan rumus :

Keterangan:A = mg asam askorbat/ 100 gr bahanP = faktor pengenceran

7. -karoten (Apriyantono et al., 1989)

a. Cara Membuat Kurva Kalibrasi Larutan baku 10 ppm dibuat dengan cara menimbang sebanyak 0,001 g -karoten murni, dan dilarutkan dalam etanol sampai 67,57 ml. Larutan -karoten diencerkan dengan konsentrasi 0 ppm, 0,5 ppm, 1 ppm, 1,5 ppm, 2 ppm, 2,5 ppm, 3 ppm, 3,5 ppm, dan 4 ppm kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 450 nm. Dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi -karoten dengan absorbansi yang diperoleh dari hasil pengukuran.

b. Uji -karoten

Sampel yang sudah dihancurkan ditimbang sebanyak 0,1 g, dimasukkan dalam gelas kimia. Sampel dilarutkan dalam etanol sebanyak 10 ml. Kemudian larutan disaring dengan menggunakan kain saring. Filtrat yang diperoleh dimasukkan dalam tabung kuvet, lalu diukur absorbansinya pada panjang gelombang 450 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh dikonversikan menjadi konsentrasi -karoten dengan menggunakan kurva standar.

8. Uji serat pangan (Sulaeman et al., 1993)

Sampel basah dihomogenisasi. Semua sampel digiling menggunakan gilingan laboratorium dengan saringan 0,3 mm. Sementara itu ekstraksi lemak dilakukan dengan menggunakan petroleum eter pada pada suhu kamar selama 15 menit dan ditambahkan 40 ml petroleum eter per gram sampel. Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 25 ml 0,1 M buffer fosfat pH 6 lalu diaduk. Enzim termamyl sebanyak 0,1 ml ditambahkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasikan dalam penangas air pada suhu 1000C selama 15 menit. Setelah itu dibiarkan dingin, kemudian ditambahkan akuades 20 ml dan pH diatur menjadi 1,5 menggunakan HCl. Sebanyak 100 mg pepsin ditambahkan ke dalam erlenmeyer lalu ditutup dan diinkubasikan dalam penangas air bergoyang pada suhu 400C selama 60 menit. Kemudian ditambahkan 20 ml akuades dan pH diatur lagi menjadi 6,8 menggunakan NaOH. Sebanyak 100 gram pankreatin ditambahkan, kemudian erlenmeyer ditutup dan diinkubasikan dalam penangas air bergoyang pada suhu 400C selama 60 menit, pH diatur menjadi 4,5 menggunakan HCl. Larutan disaring menggunakan kertas saring yang telah diketahui beratnya, kemudian dicuci dengan akuades.

a. Residu (serat yang tidak larut)

Endapan yang tertinggal pada kertas saring dicuci dengan etanol 95% sebanyak 2x10 ml dan 2 x 10 ml aseton. Kertas saring dikeringkan pada suhu 1050C sampai mencapai berat konstan (semalam). Didinginkan dalam desikator (D1). Endapan pada kertas saring diabukan pada suhu 5500C selama 5 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang.

b. Filtrat (serat yang larut)

Volume filtrat sebanyak 100 ml kemudian ditambahkan 400 ml etanol 95% hangat (600C) Larutan dibiarkan mengendap selama satu jam. Setelah itu larutan disaring menggunakan Crucible (porosity 2) yang telah diketahui beratnya dan mengandung 0,5 gram celite. Sisa larutan dicuci dengan 2x10 ml etanol 78%, 2x10 ml etanol 95% dan 2x10 ml aseton. Endapan dikeringkan pada suhu 1050C selama semalam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D2). Endapan pada kertas saring diabukan pada suhu 5500C selama 5 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang (I2).

c. Blanko

Blanko untuk serat yang tidak larut dan serat yang larut diperoleh dengan cara seperti prosedur untuk sampel tetapi tanpa sampel. Nilai blanko sewaktu sewaktu harus dicek bila menggunakan enzim dari batch yang berbeda. Serat pangan total diperoleh dengan menjumlahkan serat pangan tidak larut (SPTL) dan serat pangan larut (SPL). Blanko yang digunakan diperoleh dengan metode yang sama, tetapi tidak ditambahkan contoh atau sampel. Nilai blanko yang digunakan perlu diperiksa ulang, terutama bila menggunakan enzim dari kemasan yang baru.

Rumus perhitungan nilai SPTL dan SPL

Nilai TSP (%) = Nilai SPTL (%) + Nilai SPL(%)

Keterangan:W = Berat contoh (g)B = Berat blanko bebas serat (g)D = Berat setelah analisis dikeringkan (g)I = Berat setelah analisis diabukan (g)

9. Penentuan Umur Simpan (Rahayu dan Arpah, 2003)

Penelitian lanjutan bertujuan untuk menentukan umur simpan selai terung belanda dengan menggunakan metode Arrhenius. Penyimpanan dilakukan pada suhu 300C, 350C, 400C. Pengujian total kapang dan uji sensori dilakukan setiap selang waktu 3 hari untuk suhu 400C, 5 hari untuk suhu 350C dan 10 hari untuk suhu 300C. Sampel disimpan dengan menggunakan kemasan botol kaca. Pemilihan suhu 300C, 350C, 400C merupakan contoh penyimpanan yang akan menjadi model linear sederhana dari metode Arrhenius. Pada prinsipnya dilakukan akselerasi terhadap suhu, sehingga berdasarkan hukum kinetika maka reaksi yang ada juga akan meningkat. Peningkatan suhu sebesar 100C akan meningkatkan dua kali reaksi pada produk. Pengamatan dilakukan setiap selag waktu yang telah ditentukan. Berbeda halnya dengan metoda sensori yang umumnya diterapkan pada kondisi penyimpanan Extended Storage Studies (ESS), metoda yang digunakan merupakan akselerasi dari parameter yang diamati atau Accelerated Shelf Life Testing (ASLT). Data yang digunakan merupakan data hasil pengukuran objektif. Persamaan yang digunakan ada 2 jenis yqitu persamaan ordo nol dan persamaan ordo satu. Untuk memutuskan persamaan ordo mana yang lebih baik digunakan maka terlebih dahulu data hasil pengamatan diplot. Persamaan ordo satu dapat dilihat pada persamaan berikut:

KeteranganAo = konsentrasi mula-mula (nilai awal) dari kriteria kadaluwarsaA atau Ac = konsentrasi pada titik batas kadaluwarsak = kecepatan perubahan kriteria tersebut selama penyimpanan

Persamaan ordo satu dapat dapat dilihat pada rumus berikut:

KeteranganAo = konsentrasi mula-mula (nilai awal) dari kriteria kadaluwarsaA atau Ac = konsentrasi pada titik batas kadaluwarsak = kecepatan perubahan kriteria tersebut selama penyimpanan

Penggunaan plot ordo satu atau ordo nol bergantung dari nilai R2 yang dihasilkan dari masing-masing ordo. Ordo yang dipakai adalah ordo yang memiliki nilai R2 yang paling mendekati satu. Jika nilai R2 yang paling mendekati satu maka akan memberikan hasil perhitungan waktu kadaluwarsa yang lebih tepat.

10. Uji Total Kapang (SNI 2332.7 : 2009)

Prinsip kerja dari uji mikrobiologis ini adalah penghitungan jumlah koloni bakteri yang ada dalam sampel (selai jambu biji lembaran) dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Pembuatan larutan contoh dilakukandengan mencampurkan 25 gram sampel dan larutan garam fisiologis sebanyak 225 ml atau 1 gram sampel ke dalam 9 ml larutan garam fisiologis sampai homogen, sehingga didapat seri pengenceran 10-1. Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil 1 ml larutan contoh dengan menggunakan pipet steril dimasukkan ke dalam 9 ml larutan garam fisiologis dan dikocok sampai homogen (minimal 25 kali) sehingga terbentuk seri pengenceran 10-2. Pengenceran yang dilakukan disesuaikan dengan keperluan, biasanya sampai 10-6. Pemipetan dilakukan pada tiap tabung pengenceran sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril secara duplo dengan menggunakan pipet steril.Media PDA dimasukkan ke dalam cawan petri dan digoyangkan supaya merata (metode cawan tuang), kemudian didiamkan sampai media agar dingin dan padat. Cawan petri yang berisi agar kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi terbalik pada suhu 22-250C dan diinkubasi selama 5 hari. Kemudian jumlah koloni bakteri yang ada dalam cawan petri dihitung. Jumlah koloni yang dapat dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni kapang antara 10-150.

11. Pemilihan selai terung belanda terbaik dengan uji indeks kinerja (Marimin, 2004).

Penentuan formulasi selai jambu biji lembaran terbaik dilakukan dengan menggunakan uji indeks kinerja (metode bayes). Metode Bayes merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif dengan tujuan menghasilkan perolehan yang optimal. Pengambilan keputusan yang optimal akan tercapai bila mempertimbangkan berbagai kriteria.Persamaan Bayes yang digunakan untuk menghitung nilai alternatif seringdisederhanakan menjadi :

Keterangan :

Total nilaii = Total nilai akhir dari alternatif ke iNilaiij= Nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-jKritj = tingkat kepentingan (bobot) kriteria ke-ji = 1,2,3,....n ; n jumlah alternatifj = 1,2,3,....n ; n jumlah criteria

Adanya perlakuan merupakan kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan selai terung belanda terbaik. Pemilihan selai terung belanda terbaik dengan uji indeks kinerja didasarkan pada total nilai yang paling tinggi dari setiap perlakuan. Parameter yang diberi bobot meliputi karakteristik sensori (tekstur, penampakan, aroma, warna, dan rasa). Nilai kepentingan masing-masing parameter sensori yang digunakan terdiri dari 5 nilai numerik, dimana 1 mewakili tidak penting, 2 mewakili kurang penting, 3 mewakili biasa, 4 mewakili penting dan 5 mewakili sangat penting. Nilai kepentingan bisa diperoleh dari hasil kuisioner panelis atau dari ahli. Nilai numerik yang digunakan adalah 1 mewakili tidak penting, 2 biasa, 3 penting dan 4 sangat penting. Bobot dari masing-masing parameter didapat dari hasil manipulasi matriks perbandingan nilai kepentingan antar parameter, kemudian matriks tersebut dikuadratkan. Hasil penjumlahan setiap baris matriks dibagi dengan total penjumlahan baris matriks tersebut hingga diperoleh nilai eigen. Nilai eigen dari proses manipulasi matriks merupakan nilai bobot dalam metode Bayes.