Referat Rini Isi

82
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kemajuan ilmu kedokteran dewasa ini khususnya bidang pembedahan tidak terlepas dari peran dan dukungan kemajuan bidang anestesiologi. Dokter spesialis bedah sehari-hari sekarang dapat melakukan pembedahan yang luas dan rumit pada bayi baru lahir sampai orang yang tua dengan berbagai kelainan yang berat, melakukan pembedahan jantung, transplantasi berbagai organ tubuh, yang berlangsung berjam-jam, dengan aman tanpa merasa sakit sedikitpun adalah berkat dukungan tindakan anestesia yang canggih. Anestesia (pembiusan, berasal dari bahasa Yunani an-“tidak,tanpa” dan aesthētos, “persepsi, kemampuan untuk merasa”), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah enstesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846. Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anesthesia maupun analgesia ; penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan atau tindakan lainnya, bantuan resusitasi dan pengobatan intensif pasien yang gawat ; pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Bersama-sama cabang kedokteran lain serta anggota masyarakat ikut aktif mengelola bidang kedokteran gawat darurat. Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis. Dokter spesialis anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena sewaktu-waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan pananganan secepatnya. Empat rangkaian kegiatan yang merupakan kegiatan sehari-hari dokter anestesi adalah : Mempertahankan jalan napas Memberi napas bantu Membantu kompresi jantung bila berhenti Membantu peredaran darah Mempertahankan kerja otak pasien 1

Transcript of Referat Rini Isi

Page 1: Referat Rini Isi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kemajuan ilmu kedokteran dewasa ini khususnya bidang pembedahan tidak terlepas dari peran dan dukungan kemajuan bidang anestesiologi. Dokter spesialis bedah sehari-hari sekarang dapat melakukan pembedahan yang luas dan rumit pada bayi baru lahir sampai orang yang tua dengan berbagai kelainan yang berat, melakukan pembedahan jantung, transplantasi berbagai organ tubuh, yang berlangsung berjam-jam, dengan aman tanpa merasa sakit sedikitpun adalah berkat dukungan tindakan anestesia yang canggih.

Anestesia (pembiusan, berasal dari bahasa Yunani an-“tidak,tanpa” dan aesthētos, “persepsi, kemampuan untuk merasa”), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah enstesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anesthesia maupun analgesia ; penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan atau tindakan lainnya, bantuan resusitasi dan pengobatan intensif pasien yang gawat ; pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Bersama-sama cabang kedokteran lain serta anggota masyarakat ikut aktif mengelola bidang kedokteran gawat darurat.

Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis. Dokter spesialis anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena sewaktu-waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan pananganan secepatnya. Empat rangkaian kegiatan yang merupakan kegiatan sehari-hari dokter anestesi adalah :

Mempertahankan jalan napas Memberi napas bantu Membantu kompresi jantung bila berhenti Membantu peredaran darah Mempertahankan kerja otak pasien

Seorang dokter umum di Indonesia sekarang dengan tugas dan kewajiban yang diatur dalam program kesehatan nasional tidak mungkin melaksanakan tugas di bidang anestesiologi sesuai ketentuan di atas. Oleh karena itu dokter umum diharapkan memiliki pengetahuan dan kemampuan dasar-dasar anestesiologi, meliputi :

1. Menguasai ilmu resusitasi jantung paru (RJP) dan mampu melakukannya2. Mampu menilai keadaan pasien sebelum pemberian anesthesia dan analgesia

serta menentukan sikap selanjutnya3. Mampu melakukan anesthesia dengan eter, halotan, gas gelak (N20),

thiopental dan ketamine dengan cara yang sederhana4. Mengetahui cara-cara anesthesia dan analgesia untuk pembedahan yang

banyak dilakukan di Indonesia baik akut maupun elektif pada pasien yang berobat jalan atau yang dirawat serta penatalaksanaan pasca anesthesia

5. Mengetahui cara penanggulangan dan perawatan pasien dalam keadaan gawat, kapan dan kemana harus merujuk

6. Memahami anestesiologi mutakhir

1

Page 2: Referat Rini Isi

Pemberian anesthesia pada tindakan bedah saraf memerlukan pemahaman yang baik tentang fisiologi system saraf. Di samping itu juga harus dipahami bahwa pemberian anesthesia, baik intravena maupun inhalasi dapat mempengaruhi sirkulasi dan metabolisme serebral. Beberapa aspek yang dapat mempengaruhi aliran serebral yaitu regulasi metabolisme, CO2, tekanan darah, O2, obat-obatan, neurogenic, temperature dan rheology darah.

Terdapat golongan obat-obatan yang secara langsung atau tidak langsung memperngaruhi pembuluh darah serebral. misalnya golongan vasodilator (gas anesthesia, azetazolamid), golongan obat-obatan yang merangsang aktivitas neuron (amfetamin, epinefrin, ketamine). Zat-zat yang berefek langsung terhadap aliran darah serebral, seperti papaverin, nitroprusid. Terdapat pula golongan obat-obatan yang berefek vasokontriksi mengurangi aliran darah serebral seperti pentotal, etomidat, altesin dan derivate xantin. Sedangkan noreepinefrin, trimetafon dan penghambat reseptor alfa memiliki efek tidak langsung terhadap aliran darah serebral, tapi bekerja melalui tekanan darah. Tindakan bedah saraf itu sendiri juga mempengaruhi sirkulasi dan metabolisme serebral. Oleh karena itu, pemberian agen anesthesia pada tindakan bedah saraf harus memperhatikan aspek-aspek neurofisiologi agar dapat melindungi otak yang merupakan pusat kontrol tubuh.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan refrat ini adalah untuk mengetahui bagaimana teknik pemberian serta pengaruh anestesia pada bedah saraf.

2

Page 3: Referat Rini Isi

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 NEUROFISIOLOGI SISTEM SARAF

Untuk memahami bagaimana kerja anestesi pada system saraf dan bagaimana tindakan ini dapat mempengaruhi praktek neuroanestesia, maka pertama kita perlu memahami prinsip-prinsip dasar neurobiology.

2.1.1 Konstruksi umum sistem saraf

Otak manusia 98% terdiri dari jaringan otak yang beratnya pada dewasa sekitar 1400 gram dengan volume 1200 mL. Ukuran otak pria 10% lebih besar dari wanita. Pembagian secara anatomis sistem saraf pusat menggambarkan suatu distribusi fungsi otak dan dibagi menjadi 4 kelompok.

a. Serebrum (otak besar, korteks serebri)

Otak dewasa dibagi menjadi hemisfer kiri dan kanan. Yang mengurus di antaranya:

Korteks serebri memproses informasi kesadaran, sensoris, motoris dan asosiasi.

Sistem limbik mengatur integrasi, emosi dengan aktivitas motorik dan viseral.

Diensefalon terdiri dari talamus kiri dan kanan di pusat otak, di bawah korteks–ganglia basalis dan di atas hipotalamus menyampaikan rangsang sensorik di antara mereka.

Hipotalamus pada dasar diensefalon mengatur sistem saraf otonom, misalnya emosi, tekanan darah,suhu badan, keseimbangan air, sekresi hormon, emosi dan tidur.

b. Serebelum (otak kecil)

berfungsi mengadakan koordinasi yang kompleks antara sensorik dan motorik. Dan hal ini penting untuk mengatur postur badan.

c. Brainstem (batang otak)

menghubungkan korteks serebri dengan korda spinal dan berisi hampir semua inti saraf kranial dan sistem aktivitas retikuler yang esensial untuk mengatur tidur dan bangun.

d. Medula spinalis (sumsum tulang belakang, korda spinalis)

Terletak antara medula oblongata sampai vertebra lumbal bawah.

Substansia alba (white matters) tempat jaras asendens dan desendens berada

Substansia grisea (gray matters) tempat koreksi intersegmentaldan kontak sinaptik. Informasi sensorik mengalir ke bagian dorsal dan motorik keluar dari bagian ventral.

3

Page 4: Referat Rini Isi

System saraf pusat terdiri atas lebih dari 100 juta neuron. Sinyal yang datang masuk melalui sinaps pada dendrit-dendrit neuron atau badan sel ; untuk berbagai jenis neuron, mungkin hanya terdapat beberapa ratus sampai 200.000 sambungan sinaptik dari serabut yang masuk. Selain itu, sinyal yang keluar berjalan melalui jalur akson tunggal meninggalkan neuron, tetapi akson ini memiliki banyak cabang yang berbeda ke bagian-bagian lain system saraf atau tubuh bagian perifer.

Gambaran khusus dari sebagian besar sinaps adalah bahwa dalam keadaan normal sinyal hanya berjalan ke arah depan kecuali dalam situasi tertentu yang jarang. Hal ini memudahkan sinyal untuk dihantarkan menuju arah yang diperlukan untuk menghasilkan fungsi saraf yang sesuai. Neuron-neuron disusun dalam jaringan saraf yang sangat luas yang menentukan fungsi system saraf.

2.1.2 Sinaps system saraf pusat

Sinyal-sinyal saraf dijalarkan dari satu neuron ke neuron berikutnya melalui batas antar neuron (interneuronal junction) yang disebut sinaps. Terdapat dua macam sinaps : sinaps kimia dan sinaps listrik.

Hampir semua sinpas yang dipakai untuk menjalarkan sinyal pada system saraf pusat manusia adalah sinaps kimia. Pada sinaps kimia ini, neuron pertama yang menyekresi bahan kimia disebut neurotransmiter pada sinaps, dan bahan transmiter ini ini sebaliknya akan bekerja pada reseptor protein dalam membrane neuron berikutnya sehingga neuron tersebut akan terangsang, menghambatnya atau mengubah sensitivitasnya dalam berbagai cara. Sampai saat ini telah ditemukan lebih dari 40 substansi transmitter. Beberapa diantaranya adalah asetilkolin, norepinefrin, histamine, asam gamma-aminobutirat (GABA), glisin, serotonin, dan glutamate.

Sebaliknya sinyal listrik ditandai oleh adanya saluran langsung yang menjalarkan aliran listrik dari satu sel ke sel berikutnya. Kebanyakan saluran ini terdiri atas struktur tubuler protein kecil yang disebut taut celah (gap junction) yang memudahkan pergerakan ion-ion secara bebas dari bagian suatu sel ke sel berikutnya. Di dalam system saraf pusat hanya dijumpai sedikit taut celah, dan artinya secara umum belum diketahui. Sebaliknya pada otot visceral, dengan melewati taut celah dan taut lain yang serupa maka potensial aksi itu

4

Page 5: Referat Rini Isi

dapat dijalarkan dari satu serabut otot polos ke serabut berikutnya dan juga pada otot jantung, dari satu otot jantung ke sel otot jantung lainnya.

Sinaps kimia mempunyai sifat yang penting sehingga sangat disukai sebagai tempat penjalaran sinyal system saraf. Sinaps ini selalu menjalarkan sinyal dalam satu arah, yakni dari neuron yang menyekresi transmitter yang disebut neuron presinaps ke neuron dimana bahan transmiter tadi bekerja yang disebut neuron postsinaps. Hal ini dikenal sebagai prinsip konduksi satu arah pada sinaps kimia, dan penjalaran ini sungguh berbeda dengan penjalaran melewati sinaps listrik yang dapat menjalarkan sinyal secara dua arah. Mekanisme konduksi satu arah memungkinkan penjalaran sinyal sinyal ke arah satu tujuan yang khas. Hal ini merupakan penjalaran sinyal yang berciri tersendiri dan ada daerah yang sangat tepat di dalam sistem saraf yang mempermudah system saraf itu melaksanakan fungsinya yang sangat banyak seperti sensasi, pengaturan motoric, memori dan banyak lainnya.

Ujung presinaps dipisahkan dari soma neuron oleh suatu celah sinaps yang biasanya mempunyai lebar 200 sampai 300 angstrom. Ujung presinaps ini mempunyai dua struktur interna yang berfungsi untuk penerusan rangsang (excitatory) atau penghambatan sinaps, yakni kantong transmitter (transmitter vesicles) dan mitokondria. Kantong transmitter ini mengandung bahan transmiter yang bila dilepaskan ke dalam celah sinaps dapat merangsang neuron postsinaps (jika membrane neuronnya mengandung reseptor perangsang) atau menghambat neuron postsinaps (jika membrane neuron tersebut mengandung reseptor penghambat). Mitokondria akan menyediakan adenoin trifosfat yang mensuplai energy untuk mensintesis bahan transmitter baru.

Bila suatu potensial aksi menyebar di sepanjang ujung presinaps, maka depolarisasi membrane yang terjadi akan mengosongkan sejumlah kecil kantong ke dalam celah sinaps dan bahan transmitter yang dikeluarkan itu sebaliknya akan segera menyebabkan perubahan pada sifat permeabelitas membrane neuron postsinaps sehingga mempermudah terjadinya perangsangan atau penghambatan pada neuron postsinaps tersebut.

2.1.3 Aliran darah serebralAliran darah normal yang melalui jaringan otak pada orang dewasa rata-rata sekitar 50

sampai 60 ml per 100 gr otak per menit. Untuk seluruh otak, terdapat 750-900 ml/menit, atau 15 % curah jantung normal.

5

Page 6: Referat Rini Isi

Seperti pada sebagian besar area vascular tubuh lainnya, aliran darah serebral sangat berkaitan dengan metabolism jaringan serebral. Sedikitnya terdapat tiga factor metabolic yang memberi pengaruh kuat terhadap pengaturan aliran darah serebral yaitu : konsentrasi karbon dioksida, konsentrasi ion hydrogen, dan konsentrasi oksigen. Peningkatan konsentrasi karbondioksida mapun ion hydrogen akan meningkatkan aliran darah serebral sedangkan penurunan konsentrasi oksigen akan meningkatkan aliran.

Peningkatan konsentrasi karbondioksida dalam darah arteri yang memasuki otak akan sangat meningkatkan aliran darah serebral (peningkatan 70 % Pco2 arteri kira-kira akan melipatduakan aliran darah). Ada dugaan bahwa kemampuan karbondioksida untuk meningkatkan aliran darah serebral hamper seluruhnya diawali dengan penggabungan nya dengan air dalam cairan tubuh untuk membentuk aram karbonat, dan selanjutnya melakukan disosiasi untuk membentuk ion hydrogen. Ion hydrogen ini kemudian menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah serebral. Dilatasi hamper seluruhnya terjadi secara langsung, sebanding dengan peningkatan konsentrasi ion hydrogen dan mencapai batasnya hingga aliran darah mendekati dua kali normal.

Setiap substansi lain yang meningkatkan keasaman jaringan otak dan oleh karena itu pula meningkatkan konsentrasi ion hydrogen, maka akan meningkatkan aliran darah. Substansi semacam ini antara lain asam laktat, asam piruvat, dans etiap bahan asam lain yang terbentuk selama metabolism.

Peningkatan konsentrasi ion hydrogen sangat menurunkan aktivitas neuronal. Oleh karena itu, ada manfaatnya bahwa peningkatan konsentrasi ion hydrogen menimbulkan peningkatan aliran darah yang kemudian membawa karbondioksida dan substansi asam lainnya menjauh dari jaringan otak. Hilangnya karbondioksida akan menyingkirkan asam karbonat dari jaringan. Hal ini bersama dengan penyingkiran asam-asam lainnya akan menurunkan konsentrai ion hydrogen kembali menjadi normal. Jadi, mekanisme ini dapat membantu mempertahankan konsentrasi karbondioksida agar tetap konstan dalam cairan serebral dan dengan demikian membantu untuk menjaga aktivitas neuronal pada tingkat yang normal.

Kecuali selama masa aktivitas otak yang berat, maka penggunaan oksigen oleh jaringan otak tetap dalam batas normal, kira-kira 3,5 ml oksigen per 100 gram jaringan otak per menit. Jika aliran darah ke otak tidak mencukupi dan tidak dapat memenuhi jumlah oksigen yang diperlukan, maka mekanisme defisiensi oksigen akan menyebabkan vasodilatasi sehingga dapat mengembalikan aliran darah dan transport oksigen ke jaringan otak sampai mendekati normal.

Aliran darah serebral terautoregulasi dengan sangat baik pada batas tekanan arteri antara 60 – 140 mmHg. Artinya tekanan arteri dapat diturunkan secara akut samapi serendah 60 mmHg atau dinaikkan sampai setinggi 140 mmHg tanpa terjadi perubahan aliran serebral yang bermakna. Jika tekanan arteri turun sampai di bawah 60 mmHg, maka aliran darah serebral kemudian menjadi sangat membahayakan, dan jika tekanan tersebut meningkat di atas batas atas autoregulasi, maka aliran darah akan meningkat secara cepat dan dapat menyebabkan peregangan yang berlebihan atau bahkan robeknya pembuluh darah serebral, kadang-kadang menghasilkan edema otak yang serius atau perdarahan serebral.

2.1.4 Sistem cairan serebrospinal Seluruh ruang yang melingkupi otak dan medulla spinalis memiliki volume kira-kira

1600 – 1700 ml, dan sekitar 150 ml dari volume ini ditempati oleh cairan serebrospinal, dan sisanya oleh otak dan medulla. Cairan ini ditemukan dalam ventrikel otak, dalam sisterna sekitar otak, dan di dalam ruang subaraknoid sekitar otak dan medulla spinalis. Seluruh

6

Page 7: Referat Rini Isi

ruangan berhubungan satu sama lain, dan tekanan cairan diatur pada suatu tingkat yang konstan.

Fungsi utama cairan serebrospinal adalah untuk melindungi otak dalam kubahnya yang padat. Otak dan cairan serebrospinal memiliki gaya berat spesifik yang kurang lebih sama (hanya berbeda sekitar 4 %), sehingga otak terapung dalam cairan ini. Oleh karena itu, benturan pada kepala akan menggerakkan seluruh otak dan tengkorak secara serentak, menyebabkan tidak satu bagianpun dari otak yang berubah bentuk akibat adanya benturan tadi.

Bila benturan pada kepala kuat sekali, biasanya benturan tidak merusak otak pada sisi yang terbentur, tetapi justru pada sisi yang berlawanan. Fenomena ini dikenal sebagai countrecoup, dan penjelasannya adalah : ketika benturan mengenai kepala, cairan pada sisi kepala yang terbentur tertahan sehingga cairan tersebut mendorong otak pada saat yang bersamaan dengan pergerakan tulang tengkorak. Pada sisi yang berlawanan, gerakan tulang tengkorak yang tiba-tiba menyebabkan tulang tengkorak terpisah dari otak untuk sementara waktu akibat adanya inersia otak, dan menciptakan suatu ruang hampa sesaat dalam rongga tengkorak pada tempat ini. Kemudian, ketika tulang tengkorak tidak lagi mengalami akselerasi, ruang hampa tersebut tiba-tiba kolaps dan otak membentur permukaan dalam dari tulang tengkorak. Karena efek ini, kerusakan otak pada seorang petinju biasanya tidak terjadi pada daerah frontal di mana ia seringkali terbentur, tetapi sebaliknya pada daerah oksipital.

Cairan serebrospinal dibentuk rata-rata sekitar 500 ml setiap hari, dimana jumlah ini 3-4 kali banyaknya volume total cairan di seluruh system cairan serebrospinal. Mungkin duapertiga atau lebih dari cairan ini berasal dari sekresi pleksus koroideus pada keempat ventrikel, terutama pada ventrikel lateral. Dan selebihnya disekresikan oleh permukaan ependim dari ventrikel dan membrane araknoid dan sebagian kecil berasal dari otakitu sendiri melalui ruang perivesikuler yang mengelilingi pembuluh darah yang masuk ke dalam otak. Gambar berikut melukiskan saluran utama aliran cairan dari pleksus koroideus dan kemudian melewati system cairan serebrospinal.

7

Page 8: Referat Rini Isi

Cairan serebrospinal disekresikan pada ventrikel lateral dan ventrikel ketiga, kemudian mengalir di sepanjang akuaduktus silvius ke dalam ventrikel keempat, di mana sejumlah kecil cairan ditambahkan. Cairan ini kemudian keluar dari ventrikel keempat melalui tiga pintu kecil, dua foramina Luscha di lateral dan satu foramen Magendie di tengah, memasuki sisterna magna, yaitu sebuah ruang cairan yang besar yang terletak di belakang medulla dan di bawah serebelum. Sisterna magna berhubungan dengan ruang subarachnoid yang mengelilingi seluruh otak dan medulla spinalis. Hampir seluruh cairan serebrospinalis kemudian mengalir ke atas dari sisterna magna melalui ruang subarachnoid yang mengelilingi serebrum. Dari sini, cairan mengalir ke dalam vili araknoid multiple yang menyalurkannya ke dalam sinus venosus sagitalis yang besar dan sinus venosus yang lain pada serebrum. Akhirnya cairan tersebut dikosongkan ke dalam darah vena melalui permukaan vili-vili ini.

Sifat khas dari cairan serebrospinal adalah :

Tekanan osmotic kira-kira sama dengan plasma Konsentrasi ion Natrium juga kira-kira sama dengan plasma Klorida kurang lebih 15 % lebih besar dari plasma Kalium kira-kira 40 % lebih kecil Glukosa kira-kira 30 % lebih sedikit

2.1.5 Metabolisme otak

Seperti jaringan lainnya, otak memerlukan oksigen dan bahan nutrisi padat untuk memenuhi kebutuhan metabolismenya.

Dalam keadaan istirahat, metabolism otak kira-kira merupakan 15 % dari seluruh metabolism dalam tubuh, walaupun massa otak hanya 2 % dari massa tubuh total. Oleh karena itu, dalam keadaan istirahat metabolism otak kira-kira 7,5 kali metabolism rata-rata dalam tubuh yang istirahat.

Sebagian besar kelebihan metabolism otak terjadi di neuron, bukan di jaringan penyangga glia. Kebutuhan utama untuk metabolisme dalam neuron adalah memompa ion-ion melalui membrannya, terutama untuk mentranspor ion natrium dan kalium ke bagian luar membran neuronal, dan ion kalium serta klorida ke bagian dalam. Setiap kali neuron menghantarkan potensial aksi, maka ion-ion bergerak melalui membrane, mingkatkan kebutuhan transport membrane untuk memulihkan konsentrasi ionic yang sesuai. Oleh karena itu, selama aktivitas otak yang berlebihan, metabolism neuronal dapat meningkat beberapa kali lipat.

Kebanyakan jaringan tubuh masih dapat tetap hidup tanpa oksigen selama beberapa menit dan kadang-kadang sampai selama 30 menit. Selama waktu ini, jaringan sel memperoleh energinya melalui proses metabolism anaerobic, yang berarti terjadi pelepasan energy dari pemecahan sebagian glukosa dan glikogen tetapi tanpa bergabung dengan oksgen. Pengiriman energy ini hanya terjadi pada pemakaian jumlah glukosa dan glikogen yang luar biasa. Namun, hal ini dapat mempertahankan fungsi jaringan.

Otak tidak mampu melangsungkan metabolisme anaerob selama itu. Salah satu penyebabnya adalah karena kecepatan metabolisme neuron yang tinggi, sehingga lebih banyak energy yang dibutuhkan oleh setiap sel otak daripada yang dibutuhkan oleh jaringan lain. Alasan lainnya adalah karena jumlah glikogen yang tersimpan dalam neuron sangat sedikit, sehingga pemecahan glikogen anaerobic tidak dapat mensuplai energy lebih banyak. Penyimpanan oksigen dalam jaringan otak juga sedikit. Oleh karena itu, sebagian besar

8

Page 9: Referat Rini Isi

aktivitas neuronal bergantung pada pengiriman glukosa dan oksigen detik per detik dari darah. Berdasarkan hal tersebut, dapat dimengerti mengapa penghentian aliran darah ke otak atau kebocoran oksigen yang tiba-tiba dalam darah dapat menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 5 sampai 10 detik.

Gambaran khusus pengiriman oksigen ke neuron adalah bahwa transpornya ke dalam neuron melalui membrane sel tidak bergantung pada insulin, meskipun insulin dibutuhkan oleh kebanyakan sel tubuh lainnya. Oleh karena itu, bahkan pada pasien yang menderita diabetes berat dengan sekresi insulin sampai nol, glukosa masih tetap dapat berdifusi ke dalam neuron, yang sangat bermanfaat dalam mencegah hilangnya fungsi mental pada pasien diabetic. Bila pasien diabetes diberi insulin secara berlebihan, maka konsentrai glukosa darah dapat menjai sangat rendah, karena kelebihan insulin menyebabkan hamper seluruh glukosa dalam darah ditranspor secara cepat ke sel-sel non-neural sensitive insulin ke seluruh tubuh, khususnya sel-sel otot dan sel-sel hati. Bila hal ini terjadi, maka glukosa yang tertinggal dalam darah tidak untuk mensuplay neuron-neuron dan fungsi mental kemudian menjadi sangat terganggu, kadang-kadang sampai menyebabkan koma, tetapi lebih sering terjadi ketidakseimbangan mental dan gangguan psikotik.

2.1.6 Tekanan Intrakranial

Otak berada dalam rongga tertutup yaitu tengkorak, yang memiliki volume tetap. Ada 3 komponen utama yang mengisi rongga tengkorak : otak, termasuk neuron dan glia ; cairan serebrospinal dan cairan ekstraseluler ; darah yang mengalir ke otak. Oleh karena itu, jika salah satu dari komponen tersebut mengalami peningkatan volume maka akan terjadi peningkatan tekanan intracranial (TIK).

Peningkatan TIK memberi 2 efek negative yang bisa merusak organisme :

a) Mengurangi aliran darah ke otak tekanan perfusi otak (CCP, Cerebral Perfusion Pressure) ditentukan oleh

MAP-TIK. Jika TIK meningkat lebih besar dari MAP, maka CCP berkurang. Jika TIK sudah sangat meningkat, bisa menimbulkan iskemia pada jaringan otak

b) Menimbulkan herniasi otak herniasi bisa di meningens, menuruni kanal tulang belakang, atau melalui

bukaan pada tengkorak. Herniasi yang cepat dapat menyebabkan kerusakan neurologis dan kematian.

TIK pada manusia biasanya kurang dari 10 mmHg. Pada keadaan normal, peningkatan kecil pada volume intracranial tidak teralalu berpengaruhterhadap peningkatan TIK karena adanya elastance dari komponen yang terletak di tengkorak. Namun jika batas elastance dan kapasitas system untuk menyesuaikan diri dengan peningkatan volume sudah terlampaui maka peningkatan kecil volume dapat meningkatkan TIK.

Peningkatan TIK dapat disebabkan oleh hal-hal berikut :a) Peningkatan volume CSF karena penyumbatan dari sirkulasi atau penyerapan

CSFb) Peningkatan volume darah akibat vasodilatasi atau hematomac) Peningkatan volume jaringan otak yang disebabkan tumor atau edema

9

Page 10: Referat Rini Isi

Peninggian tekanan intrakranial (TIK/ICP, Intracranial Pressure) merupakan bencana sejak masa awal bedah saraf, dan tetap merupakan penyebab kematian paling sering pada penderita bedah saraf. Ini terjadi pada penderita cedera kepala, stroke hemoragik dan trombotik, serta lesi desak ruang seperti tumor otak. Massa intrakranial bersama pembengkakkan otak meninggikan TIK dan mendistorsikan otak. Cara untuk mengurangi TIK dengan cairan hipertonik yang mendehidrasi otak, menjadi bagian penting pada tindakan bedah saraf.

Beberapa proses patologi yang mengenai otak dapat menimbulkan peninggian tekanan intrakranial. Sebaliknya hipertensi intrakranial mempunyai konsekuensi yang buruk terhadap outcome pasien. Jadi peninggian TIK tidak hanya menunjukkan adanya masalah, namun sering bertanggung-jawab terhadapnya. Walau hubungan antara pembengkakan otak dengan hipertensi intrakranial dan tanda-tanda neurologi yang umum terjadi pada herniasi tentorial, hingga saat ini sedikit informasi direk tentang kejadian, derajat dan tanda klinik yang jelas dari peninggian TIK. Sebabnya adalah bahwa tekanan jarang yang langsung diukur intrakranial. Untuk itu, pengukuran dilakukan pada rongga subarakhnoid lumbar dan hanya kadang-kadang dicatat serta pada waktu yang singkat pula. Pungsi lumbar tidak hanya memacu herniasi tentorial atau tonsilar, namun juga tekanan yang terbaca lebih rendah dari yang sebenarnya.

Sejak Lundberg memperkenalkan pemantauan yang sinambung terhadap TIK dalam praktek bedah saraf tahun 1960, telah banyak peningkatan pengetahuan atas TIK dan pengelolaannya. Pada saat yang sama timbul kontroversi atas pemantauan TIK. Sebagian menganggap teknik ini merupakan bagian dari perawatan intensif dan berperan dalam pengelolaan setiap pasien koma. Lainnya mengatakan bahwa tidak ada hubungan bahwa pemantauan TIK mempengaruhi outcome dan hanya menambah risiko karena tindakan yang invasif tersebut. Pemantauan sinambung sebenarnya sudah dikenalkan oleh Guillaume dan Janny 1951. Sejak awal 1970 lebih mendapat perhatian seiring dengan majunya tehnologi yang bersangkutan.

Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pemantauan TIK merupakan satu-satunya cara untuk memastikan dan menyingkirkan hipertensi intrakranial. Bila hipertensi terjadi, pemantauan TIK merupakan satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk menilai tentang kerja pengobatan dan memberikan kesempatan dini untuk mengubah pilihan terapi bila tampak kegagalan. Bila tak terdapat peninggian TIK, pengobatan yang potensial berbahaya dapat dihindari. Bila pasien dalam keadaan paralisa atau tidur dalam, pengamatan neurologis konvensional tidak ada gunanya dan pemantauan TIK dapat memberikan nilai tekanan perfusi serebral dan indeks dari fungsi serebral.

2.2 BATASAN, RUANG LINGKUP DAN SEJARAH SINGKAT ANESTESIA DAN REANIMASI

2.2.1 Batasan Ilmu Anestesi dan Reanimasi adalah cabang Ilmu kedokteran yang mempelajari

tatalaksana untuk me”mati”kan rasa, baik rasa nyeri, rasa takut, dan rasa tidak nyaman lain sehingga pasien nyaman dan ilmu yang memepelajari tatalaksana untuk menjaga/ mempertahankan hidup dan kehidupan pasien selama mengalami “kematian” akibat obat anestesia.

10

Page 11: Referat Rini Isi

2.2.2 Ruang Lingkup Bidang AnestesiologiRuang lingkup pelayanan medis yang dicakup Cabang Ilmu Anestesi dan Reanimasi

meliputi:a. Usaha-usaha penanggulangan nyeri dan stress emosional agar pasien merasa

nyaman, baik dalam keadaan nyeri akut atau nyeri kronik.b. Usaha-usaha kedokteran gawat darurat yang meliputi bantuan resusitasi, PPGD,

dan terapi intensif.c. Usaha-usaha kedokteran perioperatif yang meliputi evaluasi persiapan praoperatif,

tindakan anestesi, dan reanimasi intraoperatif dan tindakan anesthesia serta reanimasi pascaoperatif.

2.2.3 Penanggulangan Nyeri

Nyeri adalah bentuk pengalaman sensorik dan emosional tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau cenderung akan terjadinya kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang menandakan adanya kesrusakan jaringan.

Terdapat dua asumsi mengenai nyeri:

a. Persepsi nyeri merupakan sensasi tidak menyenangkan, berkaitan dengan adanya kerusakan jaringan yang nyata (pain with nociception). Keadaaan nyeri ini dinamakan nyeri akut.

b. Perasaan nyeri dapat juga terjadi tanpa adanya kerusakan jaringan yang nyata (pain without nociception). Keadaan nyeri ini dinamakn nyeri kronis.

Nyeri dapat berfungsi sebgai mekanisme proteksi, defensif, dan penunjang diagnostik. Dalam mekanisme proteksi, nyeri memungkunkan seseorang untuk bereaksi terhadap sustu trauma, sehingga dapat menghindari terjadinya kerusakan jaringan. Sebagai mekanisme defensif, nyeri memungkinkan untuk immobilisasi organ tubuh yang mengalami inflamasi atau patah sehingga sensibel yang dirasakan akan mereda dan bisa mempercepat penyembuhannya. Sebagai penuntun diagnostik, nyeri pada daerah tertentu proses yang terjadi pada pasien dapat diketahui . Contoh, saat terjadinya nyeri daerah perut pada wanita hamil, menandakan proses persalinan sudah dimulai.

Usaha penanggulan nyeri akut akibat trauma atau bedah, dilakukan untuk memperpendek fase akut/ katabolik pasca trauma atau bedah sehingga pasien dapat segera memasuki fase anabolik dan proses penyembuhan luka lebih cepat. usaha penanggulan nyeri kronis baik cancer atau non cancer dilakukan untuk memberikan suasana nyaman bagi pasien.

2.2.4 Stadium Anestesi

Tindakan anestesia meliputi 3 komponen, yang dikenal dengan “trias anestesia”:

a. Hipnotik (tidak sadarkan diri = “ mati ingatan”)b. Analgesia (bebas nyeri = “mati rasa”)c. Relaksasi otot rangka (“mati gerak”)

Ketiga target diatas dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat, seperti eter atau dengan memberikan beberapa kombinasi obat yang memeberikan efek khusus, seperti: obat khusus hipnotik, obat khusus analgesia, dan obat khusus pelumpuh otot.

11

Page 12: Referat Rini Isi

Untuk itu perlu dikenal stadium-stadium anestesia dan mengenal tanda dan gejala masing-masing stadium. Stadium anaestesia dan mengenal tanda dan gejala masing-masing stadium. Stadium anaestesia mulai diperkenalkan sejak ditemukan eter dan pertama kali didemonstrasikan oleh Morton. Pembagian stadium dimulai oleh Pounly pada tahun 1877 menjadi 3 stadium, dan kemudian oleh John Snow ditambah 1 stadium yang disebut stadium paralisis atau stadium kelebihan obat (stadium IV). Kemudian Guedel memperinci gejala-gejala dan tanda-tanda stadium-stadium tersebut secara sistimatik.

Gillespie pada tahun 1943 menyempurnakan stadium-stadium menurut Guedel, tanda-tanda perubahan pada sistem pernafasan akibat pengaruh insisi kulit, sekresi air mata dan refleks laring.

Satdium-stadium anaestesia :

Stadium 1 : disebut sebagai stadium analgesia atau disorientasi. Stadium ini berlangsung antara induksi sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini rasa nyeri belum hilang sama sekali, oleh karena itu hanya pembedahan kecil yang dapat dilakukan pada stadium ini. Stadium ini berakhir ditandai dengan hilangnya refleks bulu mata.

Stadium 2 : disebut stadium hipersekresi atau eksistasi atau delirium. Dimulai dari hilangnya kesadaran atau hilangnya refleks bulu mata sampai ventilasi kembali teratur. Pada stadium terjadi depresi pada gangglia basalis sehingga refleks-refleks tidak terkendali atau terjadi reaksi yang berlebihan terhadap segala bentuk rangsangan seperti hidung, cahaya, nyeri, rasa, raba.

Stadium 3 : disebut stadium pembedahan, mulai dari ventilasi teratur sampai apnu. Stadium ini dibagi 4 plana :

Plana 1 : ventilasi teratur, sifatnya torako abdominal, anak mata terfiksasi, kadang-kadang eksentrik, pupil miosis, refleks cahaya positif, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah negatif, tonus otot mulai menurun.

Plana 2 : ventilasi teratur, sifatnya abdominotorakal, volume tidak menurun, frekuensi nafas meningkat, anak mata terfiksasi ditengah, pupil mulai midriasis, refleks cahaya mulai menurun dan refleks kornea negatif.

Plana 3 : ventilasi teratur, dan sifatnyya abdominal karena terjadi kelumpuhan syaraf interkostal, lakrimasi tidak ada, pupil melebar dan sentral, refleks laring dan peritoneum negatif, tonus otot makin menurun.

Plana 4 :Ventilasi tidak teratur dan tidak adekuat (tersendat-sendat). Hal tersebut karena otot diafragma lumpuh yang makin nyata pada akhir pelana. Tonus otot sangat menurun, pupil midriasis dan refleks sfingter ani dan kelenjar air mata negatif.

Stadium 4 : disebut stadium paralisis atau stadium kelebihan obat. Yaitu mulai dari henti nafas sampai henti jantung.

12

Page 13: Referat Rini Isi

Tanda-tanda diatas semua diperoleh dengan anestesia eter tanpa sesuatu premedikasi. Perlu diketahui bahwa pada anaestesia modern menggunakan metode dan obat yang berbeda untuk memperoleh stadium anaestesia yang dikehendaki dengan cara yang lebih, cepat dan mulus. Pada cara ini, stadium 1, 2, dan 3 plana 1 seakan-akan dilampaui.

Tanda-tanda stadium anaestesia diatas penting untuk menilai apakah stadium anaestesia tersebut cukup dalam, terlalu dalam atau masih dangkal.

Ventilasi : dalam keadaan normal pada laki-laki dewasa, ventilasi abdomen (diafragma) lebih dominan dari/pada wanita, dan sebaliknya pada wanita ventilasi torokal lebih dominan (ventilasi interkostalis).

Tanda-tanda pada pasien yang masuk dalam anaestesia yaitu ventilasi akan meningkat, teratur, dan lebih dalam daripada waktu yang masih sadar. Dari tanda-tanda ventilasi tersebut kita harus mampu menilai kedalam atau stadium anaestesia apakah masih dangkal, cukup dalam atau terlalu dalam. Misalnya bila ventilasi dada lebih dominan karena otot-otot interkostalis masih bekerja keras, berarti anestesia masih dangkal. Sedang ventilasi yang hanya bersifat abdominal karena otot interkostalis sudah lumpuh, berarti anaestesia sudah dalam. Bila dengan inspeksi kita ragu-ragu maka tangan dapat diletakkan pada dinding toraks atau abdomen dengan duk steril untuk menilai apakah ventilasi dada abdomen atau sudah sangat berkurang.

Volume tidal akan menurun pada waktu ventilasi abdomen lebih menonjol. Semakin dalam anaestesia semakin menurun volume tidal sampai terjadi apnu. Bila dengan tanda ventilasi masih ragu-ragu, kita dapat dilihat tanda-tanda pupil dan refleksnya. Tetapi hendaknya jangan dibalik yang dimonitor pupil dan refleks-refleksnyadahulu baru tanda-tanda ventilasi kemudian. Pupil derivat opiat berakibat miosis, sedang obat golongan atropin atau miosin berakibat sebaliknya yaitu midrasis. Namun bila diberi bersamaan dengan golongan opiat yang lebih kuat dan hasilnya pada pupil adalah miosis.

Pada stadium1 pupil tidak melebar (midrasis) akibat rangsang psikosensorik dan pengaruh emosi. Pada stadium2 pupil midrasis akibat rangsang simpatik pada otot dilatator. Pada stadium 3 pupil mulai midrasis kembali karena terjadi pelepasan adrenalin pada anaestesia dengan halotan atau intravena. Posisi pupil; disini yang diperhatikan adalah bergerak atau terfiksasi pada posisi lateral, medial (juling), artinya sudah mulai masuk. Stadium pembedahan bila pupil sudah terfiksasi deitengah, artinya stadium pembedahan sudah mulai. Bila kita lihat tanda-tanda fisik yang lain yaitu bila ventilasi dada teratur dan pupil terletak sentral stadium pembedahan sudah mulai masuk. Tetapi bila ventilasi belum teratur dan pupil masih tampak bergerak (juling) b berarti anaestesia belum cukup dalam (kelebihan dosis) pupil tampak dilatasi maksimal akibat paralisis syaraf kranial ke III. Perlu diketahui pelebaran tersebut tidak terjadi mendadak dan perlu dibandingkan yang kanan dan kiri serta diamati selama 1-2 menit. Kemudian kita perlu ventilasi, kalau hanya ventilasi perut dan dangkal serta pupil midriasis, artinya anaestesia sudah terlalu dalam ( planan 4 stadium 3 atau stadium 4).

Harus diketahui juga sebab-sebab pupil midriasis yang mungkin adalah akibat dari : midriasis :

13

Page 14: Referat Rini Isi

1. pada waktu induksi pasien masih setengah sadar (sub concious fear) dan curahan adrenalin.

2. premedikasi dengan golongan atropin tanpa opiat.3. hipoksia4. syok dan perdarahan

Refleks bulu mata

Caranya dengan menyentuh bulu mata yang pada keadaan normal akan menyebabkan kontraksi kelopak mata. Refleks ini akan hilang pada akhir stadium 1 atau awal stadium 2. cara memberi refleks bulu mata harus gentle karena bila anaestesia belum dalam dapat merupakan pencetus terjadinya eksitasi.

Refleks kelopak mata

Dengan menarik kelopak mata secara aktif pada keadaan normal timbul reaksi tahanan (kontraksi). Refleks ini akan hilang pada permulaan stadium 3.

Reaksi cahaya

Dengan menyinarkan cahaya pada pupil akan timbul miosis. Refleks ini menghilang pada permulaan plana 2 stadium 3.

Refleks konjungtiva dan kornea

Refleks ini akan hilang pada stadium 3. penggunaan tes ini sebaiknya hanya digunakan apabila kita ragu-ragu tingkatan kedalaman anestesia oleh karena dapat menimbulkan kerusakan pada kornea.

Pada anaestesia dengan eter saja sulit masuk dalam stadium anaestesia karena itu harus dibantu dengan obat lain seperti khlor etil atau golongan barbiturat, yang mempercepat fase induksi (stadium 1 mudah dilewati) dan kemudian cepat masuk dalam stadium 3. stadium pembedahan dapat dibagi menjadi 3 :

1. pasien tidak sadar tetapi refleks masih dibutuhkan.2. anaestesia cukup dalam dan refleks tidak ada.3. anaestesia masih dangkal ditambah dengan obat lain untuk mencegah terjadinya refleks-

refleks.

ad 1 dan 3.

Pada permulaan insisi kulit merupakan testing apakah stadium pembedahan sudah tercapai. Ada kala ventilasi menjadi cepat, kadang-kadang disertai dengan gerakan spontan, nadi dan tekanan darah naik, keluar air mata dan keringat hal ini menunjukkan anaestesia perlu diperdalam. Apabila anaestesia terlalu dangkal dengan tanda-tanda pernafasan tiba-tiba tidak teratur dan cepat, kadang-kadang berhenti (tahan nafas) refleks-refleks meningkat bahkan dapat timbul refleks laring, maka anaestesia harus segera dihentikan dan hanya diberikan oksogen sampai keadaan menjadi stabil kembali, kemudian diberi obat induksi lagi dengan lebih hati-hati.

14

Page 15: Referat Rini Isi

ad 2.

Anaestesia yang cukup dalam ditandai dengan ventilasi abdominal teratur, pupil sudah terfiksasi sentral dan midrasis, refleks-refleks sudah hilang. Dapat pula dilihat pada otot perut yang tidak tegang sehingga pada saat insisi peritoneum usus tidak menonjol keluar. Anaestesia terlalu dalam (kelebihan dosis) ditandai dengan ventilasi abdomen tidak teratur, dangkal, kadang-kadang apnu, pupil sangat midrisis dan tonus otot sangat turun. Tindakan yang harus dilakukan hentikan obat anaestesia berikan 100% oksigen, lakukan bantuan nafas dan kalau perlu bantuan kardiovaskular seperti cairan dan obat obatan.

2.2.5 Kedokteran Gawat Darurat

Akibat pengaruh obat anestikum yang menimbulkan efek “trias anestesia” seperti yang dimaksud di atas, pasien akan mengalami koma (tidak sadar), refleks-refleks proteksi menghilang akibat mati rasa dan kelumpuhan otot rangka termasuk otot pernafasan. Jadi dengan demikian pasien berada pada keadaan kritis. Selanjutnya, disamping dengan pengaruh “trias anestesia” tersebut, pasien juga mengalami manipulasi bedah mulai dari derajat ringan maupun berat, sehingga pada keadaan demikian pasien sangat memerlukan tindakan bantuan kehidupan selama prosedur anestesia/ bedah berlangsung, yakni tindakan reanimasi/ resusitasi atau gerakan yang paling primitif untuk kehidupan yaitu gerakan pernafasan (bantuan nafas).

Tindakan reanimasi dapat dilakukan pada pasien gawat darurat yang terjadi “dimana saja, kapan saja, siapa saja, dan oleh karena apa saja”, yang masih mempunyai “harapan hidup”. Jadi dengan demikian, tindakan anestesi dan reanimasi merupakan salah satu dari “trias kedokteran gawat darurat” (resusitasi, kadaruratan medic, dan intensive care) yang bisa dikerjakan dimana saja.

Di rumah sakit, tindakan resusitasi total dikerjakan di ruang terapi khusus yaitu ruang terapi intensif, mulai dari bantuan hidup dasar yang telah diberikan sebelumnya, bantuan hidup lanjut, dan bantuan hidup jangka panjang.

Terapi intensif adalah usaha kedokteran gawat darurat yang berorientasi pada usaha oksigenasi darurat/ usaha pemulihan fungsi serebral yang dilakukan secara simultan di Ruang Terapi Intensif pada pasien yang mengalami kegagalan mendadak fungsi respirasi, sirkulasi, dan fungsi serebral yang masih mempunyai harapan hidup. Dokter Spesialis Anestesiologi harus mampu menggalang kebersamaan dengan Dokter Spesialis Cabang Ilmu Lain dalam menangani kasus/ pasien yang meenderita kegagalan multi organ.

2.2.6 Kedokteran Perioperatif

Kedokteran Perioperatif adalah kolaborasi dan tatalaksana penanggulan nyeri khususnya nyeri akut trauma bedah dan Kedokteran gawat darurat.

Pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan maupun diagnostik, umumnya mengalami stres psikologis karena penyakit yang dideritanya, kecuali pasien tidak sadar. Paien tersebut tidak jarang pula mengalami penyakit sistemik lain, seperti stroke, PPOM, hipertensi, diabetes mellitus, dan sebagainya. Seorang dokter spesialis anestesiologi harus mampu menyelesaikan masalah tersebut.

15

Page 16: Referat Rini Isi

Tindakan anestesia-anelegesia yang berlandaskan kepada farmakologi dan fisiologi, yang merupakan tindakan “meracuni” pasien, dengan menggunakan obat-obatan khusus yaitu obat anestesikum yang umumnya bersifat depresan atau “racun” yang bersifat reversible pada sistem organ tubuh. Oleh karena itu diperlukan pemahaman mengenai farmakologi obat yang digunakan dan fisiologi yang terjadi akibat pemberian obat serta keterampilan untuk memepertahankan kehidupan selama anesthesia, yang pada saat ini popular disebut “ilmu reanimasi”.

Tindakan anastesia berarti memeberikan pelayanan anesthesia umum pada pasien pembedahan. Sedangkan tindakan analgesia berate memeberikan pelayanan anesthesia yang hanya mencakup analgesia dan relaksasi otot pada area/region tertentu pada tubuh, seperti operasi di daerah perut bagian bawah.

2.2.7 Sejarah Singkat Perkembangan AnestesiologiPerkembangan awal Anestesiologi berasal dari Amerika Serikat pada tahun 1846 oleh

Willian Thomas Green Morton, yang ketika itu memperagakan penggunaan dietil eter untuk menghilangkan kesadaran dan rasa nyeri pada pasiennya. Kemudian WTG Morton bekerjasama dengan dr. John Collins Warren dan berhasil melakukan tindakan pembedahan radang tumor rahang pada pasien tanpa memeperlihatkan tanda kesakitan.setelah waktu tiga minggu dari waktu peragaan tersebut, pengguanaan eter diterima oleh masyarakat kedokteran dan digunakan beberapa rumah sakit di London.

Perkembangan anestesiologi sejak tahun 1846 sampai tahun 1900 tidak menampakkan kemajuan, karena pertama, anesthesia ditemukan oleh seorang doktergigi dan pada masa itu kedudukannya dianggap lebih rendah dibandingkan dengan dokter spesialis bedah. Jika penemunya sorang dokter ahli bedah barangkali dampak professional terhadap anesthesia akan lebih cepat.

Kedua, karena eter yang ditemukan cukup aman, memenui kebutuhan, mudah digunakan, dan tidak memerlukan obat-obat lain, cara membuatnya juga mudah dan harganya pun murah. Oleh karena itu, eter terus dipakai , tanpa ada usaha untuk mencari obat lain, apalagi untuk mencari aspek ilmunya dan mengembangkannya sebagai “science and clinical art”. Seratus tahun setelah penemuan Morton barulah ada perkembangan mengenai anestesiologi. Banyak dokter yang m ulai tertarik memepelajarinya dan menjadikannya sebagai pilihan karir.

Di Indonesia, khususnya di Jakarta, Anestesiologi lahir pada tahun 1954. Dimulai dengan (Alm) dr. Mohammad Kelan, yang pada mulanya seorang asisten dalam Ilmu Bedah dan telah menamatkan pendidikan Anestesiologi di Amerika Serikat, yang pada saat itu telah memiliki sekitar 1000 Dokter Spesialis Anestesiologi.

Di Bali, khususnya Denpasar, Anestesiologi lahir pada tahun 1979 diawali oleh dr. Wayan Sukra, Alumnus FK UNUD, dan telah menyelesaikan pendidikan Anestesiologinya di FKUI Jakarta.

2.2.8 Langkah-langkah Baku Anestesi dan Reanimasi

Langkah-langkah yang dilakukan dalam memberikan pelayanan anesthesia-analgesia pada pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan atau prosedur diagnostic lain adalah:1. Evaluasi pra anesthesia dan reanimasi2. Persiapan pra anesthesia dan reanimasi3. Anesthesia dan reanimasi

16

Page 17: Referat Rini Isi

3.1. Induksi3.2. Pemeliharaan3.3. Pemulihan

4. Pasca anesthesia.

2.3 PENGARUH ANESTESIA DAN OBAT ADJUVANT LAINNYA PADA FISIOLOGI OTAK

2.3.1 Anestesia inhalasi

Halotan, enfluran, sevofluran, desfluran dan isofluran memiliki dampak vasodilatasi langsung yang meningkatkan aliran darah otak. Halotan dengan N2O telah terbukti meningktakan aliran darah hampir 65 %, sedangkan enfluran dan isofluran memiliki efek yang lebih sedikit sekitas 35 %.

Aliran darah orak yang meningkat ini dapat kembali ke tingkat awal sekitar 3 jam setelah paparan awal 1,3 MAC (Minimal Alveolar Consentration) anestesi. Sevofluran dan desfluran terlihat mirip dengan isofluran dalam hal aliran darah otak, namun sebenarnya peningkatan aliran darah otak yang ditimbulkan desfluran lebih besar, dan sevofluran pada tingkat lebih rendah daripada isofluran. Desfluran telah dilaporkan dapat merusak autoregulasi otak.

Pentingnya peningkatan aliran darah otak yang ditimbulkan agen inhalasi terebut adalah pengaruhnya terhadap TIK. Meningkatnya aliran darah akan cenderung meningatkan jumlah darah dalam otak, yang dapat menyebabkan peningkatan TIK dibawah kondisi dari elastance intracranial normal. Dalam penelitian terhadap hewan coba, sevofluran menunjukkan peningkatan kecil TIK dibandingkan dengan isofluran, sementara desfluran menunjukkan peningkatan yang lebih besar perbedaan-perbedaan ini menghilang dengan pemberian hiperventilasi. Dalam kasus apapun, jika TIK tinggi lebih baik digunakan agen intravena seperti propofol karena tidak memiliki efek vasodilatasi langsung

Anestesi inhalasi dapat mengurangi CMR (Cerebral Metabolic Rate). Isofluran mengurangi CMR lebih besar daripada halotan. Sevofluran mengurangi CMR dalam kadar yang sama seperti isofluran. Diperkirakan efek metabolic isofluran yang mengurangi aliran darah otak, berlawanan dengan kerja langsung vasodilator sehingga dapat membatasi kenaikan aliran darah otak. Enfluran telah menunjukkan efek pda kejang tipe discharge, efek ini potensial dengan keadaan hipokapnia. Pada kejang, diberikan induksi 1,5 enfluran MAC, hipokapnia, dan meningkatkan CMR. Keuntungan utama dari desfluran disbanding isofluran adalah onset lebih cepat dan pemulihan cepat dari anestesi. Namun hal tersebut justru dapat menyebabkan peningkatan TIK lebih besar. Oleh karena itu desfluran tidak dianjurkan untuk pasien dengan lesi space-occupying. Desfluran juga terbukti dapat menyebabkan hiperaktivitas simpatik.

Sevofluran telah terbukti menjadi alternative yang berguna untuk halotan jika diperlukan induksi pada anak, namun ada laporan kejadian kejang discharge pada pemberian sevofluran dosis induksi (1,5 - 2 MAC). Sevofluran menunjukkan perlindungan serebral pada iskemik incomplete pada percobaan dengan tikus dibandingkan dengan N2O . Hal ini menjadikan sevofluran dan isofluran sebagai anestesi inhalasi pilihan untuk neuroanestesia. Namun kedua agen ini adalah vasodilator dan memiliki potensi untuk meningkatkan TIK pada batas tertentu. N2O dapat meningkatkan aliran darah otak dan TIK. Penggunaan barbiturate dan kondisi hipokapnia dapat mencegah kenaikan ini. Ada indikasi bahwa, bahkan jika diberikan secara mandiri, barbiturate, benzodiazepine, dan morfin efektif dalam mengurangi

17

Page 18: Referat Rini Isi

efek N2O pada aliran darah otak dan TIK. Meskipun data efek N2O terhadap metabolisme otak masih kurang, bukti-bukti menunjukkan bahwa bisa ada peningkatan CMR jika N2O diberikan tunggal. Meskipun N2O umumnya digunakan dalam neuroanestesia, penggunannya harus hati-hati, pertimbangkan potenisinya yang berdampak pada aliran darah otak, CMR, dan TIK.

2.3.2 Anestesia intravena

Barbiturate menurunkan CMR dan CBF (Cerebral Blood Flow). Masalah utama pada penggunaan barbiturate adalah bahwa mereka secara substansial dapat mengurangi MAP yang jika tidak terkontrol dapat mengurangi CPP. Pada dosis tinggi (10 – 55 mg/kg), thiopental dapat menghasikan EEG isoelektrik dan penurunan CMR hingga 50 %. Efek metabolic langsung thiopental menyebabkan penyembpitan pembuluh darah otak sehingga mengurangi CBF. Barbiturat juga efektif dalam mengurangi peninggian TIK dan aktivitas epileptiform.

Etomidate, seperti barbiturate, mengurangi CMR dan CBF. Selain efek tidak langsung pada penurunan metabolism otak dan juga aliran darah, etomidate juga merupakan vasokontriktor langsung bahkan sebelum metabolisme ditekan. Keuntungannya dibandingkan barbiturate adalah bahwa etomidate tidak menghasilkan depresi kardiovaskuler yang signifikan. Penggunaan berkepanjangan dari etomidate dapat menekan respon adrenocortical untuk stress.

Propofol adalah obat bius intravena dengan onset cepat, sama seperti barbiturate dan etomidate obat ini juga mengurangi CMR dan CBF. Obat ini mengurangi CMR untuk tingkat yang sama seperti sevofluran, tetapi karena tidak meningkatkan aliran darah otak obat ini mampu mengurangi TIK. Namun karena juga mengurangi TIK, efeknya pada CPP harus di monitor secara hati-hati. Penelitian terbaru menunjukkan saturasi oksigen jugular rendah selama hiperventilasi untuk pasien yang menjalani anestesi propofol ketika dibandingkan dengan pasien yang dibius dengan sevofluran sehingga pernafasan pasien harus benar-benar diperhatikan pda anestesi dengan propofol. Propofol menunjukkan depresi nafas yang lebih lama dibandingkan dengan barbiturate.

Benzodiazepines telah terbukti mengurangi CMR dan CBF, namun efek ini tidak disebutkan seperti barbiturates. Seperti halnya dengan barbiturate, pengurangan aliran darah oleh benzodiazepine diduga akibat sekunder karena pengurangan CMR. Benzodiazepin dapat mengurangi TIK karena efeknya pada CBF.

Flumazenil merupakan antagonis benzodiazepine yang dapat mengembalikan CMR, CBF, dan TIK yang telah turun akibat midazolam benzodiazepine. Oleh karena itu, flumazenil harus digunakan hati-hati, pada pasien dengan TIK tinggi atau pada peregangan abnormal intracranial.

Anestesi opoid, morfin dan fentanyl menyebabkan baik pengurangan kecil atau tidak berpengaruh pada CBF dan CMR ketika dibandingkan dengan kondisi otak yang tidak distimulasi. Ada kontroversi mengenai efek sufentanil, beberapa studi menunjukkan penurunan CBF dan metabolisme sedangkan yang lain mlaporkan peningkatan aliran darah dan TIK. Durasi aliran darah meningkat dan efek TIK dari sufentanil dalam studi sebelumnya didapatkan rendah dana dapat diatasi dengan hipokapnia. Dalam penelitian pada hewan, afentanil menurunkan CBF dan metabolisme setelah 35 menit dan tidak berpengaruh nyata pada TIK. Pada pasien dengan tumor otak, alfentanil maningkatkan tekanan cairan serebrospinal (CSF). Efeknya terhadap tekanan CSF kurang dari yang ditemukan dengan sufentanil tetapi lebih besar dari yang ditemukan dengan fentanyl. Alfentanyl memiliki

18

Page 19: Referat Rini Isi

pengaruh besar terhadap MAP dan CPP. Ramifentanil, suatu opioid yang cepat dimetabolisme, memiliki efek yang sama pada CBF seperti fentanyl. Keuntungan utama remifentanil adalah dengan pemberian obat ini, memungkinkan penilaian neurologis pasien yang lebih cepat. Anestesi opioid tidak menekan metabolism secara substansial seperti halnya propofol, namun tidak ada perbedaan dalam fungsi kognitif pada operasi bypass arteri coroner.

Dexmedetomidine adalah agonis α-2 selektif yang memiliki efek analgetik dan sedative. Hal ini berguna karena pasien dibius tapi cooperative. Dexmedetomidine telah terbukti mengurangi aliran darah otak.

Ketamine, obat bius disosiatif mengaktifkan daerah-daerah tertentu di otak dan dapat meningkatkan CBF dan CMR. Oleh karena itu ketamine tidak umum digunakan dalam neuroanestesia. Barbiturate, propofol, dan benzodiazepine adalah agen intravena yang dianjurkan untuk neuroanestesia. Opoid, khususnya fentanil dan remifentanil juga telah terbukti bermanfaat

Efek anestesi pada cerebral blood flow (CBF) / cerebral metabolism rate (CMR)CBF CMRO2 Vasodilatasi

serebral langsungHalotaneEnfluraneIsofluraneDesfluraneSevofluraneN2O tunggalN2O dengan anestesi inhalasiN2O dengan anestesi intravenaThiopentalEtomidatePropofolMidazolamKetamineFentanyl

↑↑↑↑↑↑↑↑↑↑↑

-

↓↓↓↓↓↓↓↓↑↑↓/-

↓↓↓↓↓↓↓↓↑↑

-

↓↓↓↓↓↓↓↓↑

↓/-

YesYesYesYesYes

--

-

NoNoNoNoNoNo

2.4 PERLINDUNGAN OTAK

Tingkat morbiditas dan mortalitas untuk bedah saraf elektif begitu rendah, yang mendeteksi penurunan kematian hampir keluar dari pertanyaan dan ukuran sampel menakutkan akan diperlukan untuk mendeteksi kurang dari 30 % perbaikan dalam morbiditas utama. Dengan demikian, kesimpulan tentang perlindungan otak terbatas dengan apa yang kita dapat tarik dari laboratorium, dari uji klinis terapi yang dilembagakan setelah cedera iskemik terutama pasien stroke dan trauma kepala dan dari sejumlah kecil uji klinis yang diuji untuk pelindung saraf profilaksis dalam operasi saraf dan jantung.

19

Page 20: Referat Rini Isi

2.4.1 Prekondisi Serebral

Menggunakan retina sebagai model untuk SSP, ditemukan bahwa tikus untuk menundukkan kejutan panas (15 menit pada 41oC) neuron dilindungi dari kerusakan cahaya intensitas tinggi jika tikus dibiarkan untuk pulih selama paparan panas 18 jam berikutnya. Fenomena ini segera direplikasi untuk model ischemia otak dan induksi perbaikan protein endogen dan gen yang dikode untuk mereka sekarang juga didokumentasikan sebagai penemuan paling menarik genom terbaru adalah Stenzel-Poore dan menemukan rekan yang iskemik preconditioning dalam mamalia homeothermic memunculkan "sebuah respon evolusi endogen dilestarikan terhadap penurunan aliran darah dan keterbatasan oksigen seperti terlihat selama hibernasi "

Mungkin preconditioning akan membawa kita lebih dekat kepada visi yang diartikulasikan oleh James Cottrell lebih dari satu dekade yang lalu: "Banyak penelitian telah diarahkan memungkinkan mamalia homeothermic untuk mendapatkan manfaat dari hipotermia tanpa membayar biaya, seperti halnya hibernators. Jika penelitian yang berhasil, kita mungkin akhirnya mampu memberikan perlindungan otak selama periode 'iskemik' lama CBF dan bahkan mendorong peredaran darah yang memadai di bedah saraf pasien tanpa terjadi bypass ". Klinis yang diterima untuk mencapai preconditioning otak sedang dicari. Hasil penelitian menunjukkan kemungkinan oksigen hiperbarik preop, normobaric 100%paparan oksigen, shock electroconvulsive, dan kalium pembuka saluran diazoxide antara candidates lain pertama pengadilan manusia dari otak preconditioning agent mempekerjakansubstansi endogen yang diproduksi di otak setelah hipoksia atau keadaan iskemik eritropoietin (EPO).

Meskipun EPO baik dalam peran sistemik ditandai sebagai sitokin pertumbuhan hormon yang meningkatkan produksi eritrosit dengan mencegah apoptosis mereka selama diferensiasi, peran EPO dalam otak hanya baru-baru ini dijelaskan. EPO diproduksi di otak mamalia dewasa terutama oleh astrosit di penumbra iskemik. Reseptor EPO (EPOr) yang diregulasi oleh neuron di penumbra iskemik, dan interaksi EPO EPOr dalam otak dan lainnya serta jenis sel darah otak telah dilaporkan untuk merangsang perbaikan protein, mengurangi excitotoxicity neuronal, mengurangi inflamasi, menghambat apoptosis neuronal, dan merangsang baik neurogenesis dan angiogenesis setelah iskemik eksperimental, hipoksia, dan luka beracun. Membatasi studi mereka untuk penderita stroke iskemik yang pengobatannya bisa dimulai dalam 8 jam setelah timbulnya gejala. Ehrenreich menemukan bahwa injeksi intravena rekombinan EPO sekali sehari selama 3 hari menyebabkan peningkatan EPO 60 - 100 kali lipat dalam SSP, mengurangi konsentrasi serumpenanda glial dari cedera otak, mengurangi ukuran infark dan ditingkatkan recovery.

Jika hasil ini tahan dalam sebuah multicenter, acak, terkontrol, ada alasan berharap bahwa EPO akan lebih efektif sebagai profilaksis sebuah pelindung-karena kita mungkin dapat memanfaatkan EPO's preconditioning efek dengan memulai administrasi 24 untuk 48 jam sebelum operasi, memberikan EPO selama operasi (sering intraventricularly, yang terutama efektif), dan maintenance pada ICU saraf. Sayangnya, EPO memiliki efek meningkatkan hematokrit dan ada efek berpotensi merugikan dalam konteks cedera iskemik. Untungnya, nonhematopoietic analog dari EPO, seperti asialoEPO, telah dikembangkan dan menunjukkan setara berpotensi sebagai neuroprotectants di laboratorium.

2.4.2 Anesthetic dan obat-obat adjuvan

Barbiturat

Sama dengan hipotermia ringan, pengurangan CMR meliputi semua hal yang mungkin 20

Page 21: Referat Rini Isi

menunjukkan perlindungan terhadap otak. Meskipun suatu reaksi intelektual telah menantang menentang hipotesis operasi yang menurunkan CMR memiliki efek pelindung substansial. Semua cara yang dikenal menurunkan CMR memerlukan simultan efek negatif, dengan kontinum obat, teknik, dan racun yang mengurangi CMR mulai pada keseimbangan, dari pelindung untuk merusak. Untuk pengurangan serupa CMR diperoleh dengan hipotermia, pentobarbital, atau isoflurane, hipotermia mengakibatkan substansial lagi untuk depolarisasi dari korteks serebral. Berikutnyauntuk serangan jantung ditemukan bahwa hipotermia mengurangi CMR selama iskemia secara proporsional lebih daripada pentobarbital atau isoflurane. Dengan demikian, kita menemukan hipotermia ringan di dekat pelindung akhir kontinum, diikuti di beberapa jarak dengan anestesi (Neurotoksin reversibel), kemudian pindah ke akhir kerusakan, kita menemukan neurotoksin nonreversible diikuti di beberapa jarak dengan trauma tumpul-semua metabolisme otak yang lebih rendah.

Beberapa mekanisme proksimat dimana barbiturat CMR lebih rendah termasuk pengurangan masuknya kalsium, saluran natrium blokade, penghambatan pembentukan radikal bebas, potensiasi kegiatan GABAergic, dan inhibisi transfer glukosa melintasi penghalang darah-otak. Semua mekanisme ini konsisten dengan Goodman dan laporan pentobarbital nyata mengurangi laktat, glutamat, dan aspartate di ruang ekstraseluler pasien cedera kepala dengan TIK yang sangat meningkat. Penyelidikan in vitro menunjukkan bahwa thiopental juga menimbulkan penundaan hilangnya listrik transmembran gradien disebabkan oleh penerapan NMDA dan AMPA. Ini berbeda dengan efek propofol, yang dapat memperburuk excitotoxicity glutamat dan meningkatkan kerusakan saraf.

Sodium Channel Blokade-Lidokain

Masuknya natrium adalah langkah pertama dalam kaskade iskemik. Memotonglangkah awal nya, berbeda dari memblokir reseptor glutamat dan radikal bebas, mengurangi kerusakan yang dilakukan oleh tindakan akhir dan menurunkan kemungkingan gangguan mekanisme perbaikan endogen. Selain menghalangi masuknya natrium, lidocaine juga dapat mengurangi cedera postnecrotic. Data in vivo terbaru menunjukkan lidokain yang memotong "kerusakan iskemik di penumbra dengan menghalangi apoptosis jalur kematian sel yang melibatkan pelepasan sitokrom C dan caspase-3 aktivasi ". Ini tampaknya beberapa mekanisme dimana eksperimental, profilaksis, dosis rendah lidokain memiliki sifat saraf yang diperlihatkan dalam penelitian in vitro dan in vivo.

Mencari pelindung saraf pada pasien katup jantung, Mitchell menemukan bahwa infus lidokain dimulai pada induksi anestesi dan dilanjutkan selama 48 jam dengantarget konsentrasi plasma antara 6 dan 12 ìmol / L meningkat skornya di 6 dari 11 tes neuropsikologi dan pada pasien memori inventory. Sebuah pertimbangan tambahan adalah bahwa suhu pasien dipertahankan pada 30-30o C selama operasi dimana kolega jantung cenderung menganggap tidak hipotermia, tapi dapat memberikan tingkat pelindung saraf yang tidak tergantung lidokain.

Kalsium-Magnesium Blokade Channel

Blok magnesium baik ligan dan kalsium tergantung tegangan masuk, telah enunjukkan pelindung saraf besar dalam percobaan hewan, dan tampaknya melindungi neurologis bayi prematur jika diberikan kepada ibu mereka dengan segera sebelum kelahiran. Fakta bahwa magnesium juga pelindung kuat secara invitro menunjukkan bahwa

21

Page 22: Referat Rini Isi

secara kritis dapat mengurangi masuknya kalsium selain untuk meningkatkan CBF setelah dilatasi serebrovaskular. Pekerjaan laboratorium terakhir menunjukkan bahwa kekurangan magnesium memperburuk cedera otak traumatis sementara magnesium loading segera setelah trauma mengurangi cedera.

Jika hal yang sama berlaku untuk pasien stroke, keberhasilan adalah paling mungkin diwujudkan dengan yang FAST-MAG (Bidang Administrasi Pengobatan Stroke-Magnesium) percobaan. Sebuah laporan awal mengenai FASTMAG 20 pertama pasien menunjukkan bahwa paramedis dapat mengelola dosis awal 4 g magnesium sulfat dalam perjalanan ke rumah sakit tanpa komplikasi substansial. Perbedaannya, yang longawaited RCT dari MgSO4 kerja lama (dalam waktu 12 jam dari stroke), magnesium lebih meyakinkan (2.386 pasien) yang ditunjukkan loading tidak saraf dan dapat meningkatkan kematian pada pasien stroke. Untuk alasan rinci sebelumnya tentang hipotermia intra-operatif pada pasien stroke, pasien jantung yang mungkinmodel yang lebih baik untuk menguji kemanjuran saraf umum MgSO4. Sayangnya, bagaimanapun, meta-analisis menunjukkan bahwa satunya manfaat profilaksis magnesium dalam bedah jantung pasien adalah pengurangan atrial fibrilasi pascaoperasi.

Tambahan Clinical Trials-Remacemide dan Manitol dosis tinggi

Remacemide mengurangi pelepasan glutamat, dan begitu excitotoxicity, oleh blocking NMDA channels. Bukti untuk menguntungkan profilaksis efek dari blocker NMDA itu dikumpulkan dengan menggabungkan skor dari sembilan tes neuropsikologi pada arteri koroner bypass pasien. Pasien pingsan dengan pembengkakan otak difus parah dan tanda-tanda klinis mati otak baru-baru ini yang akan datang memiliki dibenarkanambang rendah untuk menjadi sasaran perlakuan eksperimental. Cruz dan koleganya melaporkan keberhasilan dramatis dengan administrasi dari manitol dosis tinggi versus konvensional-dosis manitol pada pasien tersebut secara acak di ruang darurat untuk menerima 1,4 g / kg atau 0,7 g / kg manitol. "Ultra-awal perbaikan dari pelebaran pupil bilateral abnormal signifikan lebih sering pada kelompok manitol dosis tinggi daripada pada kelompok konvensional-dosis "seperti jumlah pasien dengan Googd atau Moderate (GOS) hasil klinis 6 bulan (10 pada kelompok dosis tinggi versus 2 pada kelompok konvensional-dosis,p <0,02). Hasil ini dingin mohon untuk diuji di sebuah multinasionaltrial.101 acak terkendali.

2.4.3 Obat yang harus dihindari

Penghambat kanal kalsium postoperasi Beberapa uji klinis dan dua meta-analisis menunjukkan bahwa calsium channel blockers nimodipine, nicardipine, dan AT877 mengurangi frekuensi vasospasme setelah perdarahan subaraknoid dan / atau memperbaiki outcome.

Etomidate Etomidate bisa menimbulkan depresi EEG. Meskipun tidak ada bukti klinis yang mendukung, dan adanya hasil laboratorium yang bermasalah, etomidate tetap menjadi regimen standar untuk perlindungan otak di beberapa lembaga. Kita sekarang memiliki bukti klinis bahwa formulasi glikol propilen standar etomidate menginduksi terjadinya hipoksia jaringan otak, asidosis jaringan, dan defisit neurologis dibandingkan dosis desflurane yang ekuivalen dengan EEG.

N 2O dan Ketamine

22

Page 23: Referat Rini Isi

Mekanisme aksi nitrit oksida adalah antagonisme reseptor NMDA, dan seperti antagonis NMDA yang lain, N2O telah menunjukkan mengurangi kerusakan dari pelepasan glutamat yang berlebihan. Sayangnya, bagaimanapun, karena NMDA juga mengeksitasi inhibisi neuron, blokade NMDA menyebabkan inhibisi pelepasan GABA, dan disinhibisi yang umum. Ini mungkin merupakan komponen mekanisme dimana N2O, seperti antagonis NMDA lain (misalnya, ketamin, phencyclidine, dextrorphan, MK- 801), dapat menyebabkan kerusakan saraf.

Pertanyaan tentang pengaruh N2O pada efikasi neuroproteksi pada anestesi primer telah ditangani oleh beberapa penyelidikan. Setelah demonstrasi Arnfred dan Secher yang menyatakan thiopental lebih dari dua kali lipat waktu kelangsungan hidup tikus yang dijadikan hipoksia sementara N2O mengurangi kelangsungan hidupnya, ditemukan bahwa pemberian bersama dengan N2O hampir menghilangkan efek proteksi thiopental pada model yang sama. Dua tahun kemudian, Baughman dan rekan penulisnya menemukan bahwa N2O menghilangkan setengah efek proteksi isoflurane. Baru-baru ini, Jevtovic-Tedrovic dan rekan penulisnya menemukan bahwa N2O mengubah dosis ketamin non toksik menjadi dosis yang toksik secara substansial pada tikus, dan menambahkan N2O ke isoflurane atau isoflurane dengan midazolam secara substansial memperburuk efek pro-apoptosis agen-agen ini selama perkembangan otak pada tikus yang sedang berkembang.

Steroid Tirilazad Tirilazad mesylate meningkatkan kematian dan cacat pada sekitar seperlima bila diberikan kepada pasien dengan stroke iskemik akut". Sebuah reanalisis terkini pada hasil yang awalnya menjanjikan telah menunjukkan kegagalan untuk menyesuaikan ketidakseimbangan dalam karakteristik dasar.

2.5 MONITORING

2.5.1 ElektroensefalografEEG ini dapat digunakan untuk memantau fungsi otak selama anestesi umum.

Penggunaan utama dari pemantauan EEG intraoperatif adalah deteksi iskemia serebral selama karotid Endarterektomi aneurisma, otak, dan kelainan manajemen arteriovenous dan prosedur bypass cardiopulmonary. Monitoring EEG juga digunakan untuk intraoperatif atau perioperatif penilaian intervensi farmakologis, seperti barbiturat-induced penindasan meledak, selama hipotensi disengaja, dan untuk penilaian koma atau kematian otak. Aplikasi intra-operatif penting lainnya dari EEG adalah pada diagnosis dan manajemen epilepsi keras.

Gelombang EEG direkam pada permukaan kulit kepala adalah potensi listrik sponta yang dihasilkan oleh piramida sel-sel dari korteks granular. Sinyal EEG terdiri dari gradasi penjumlahan postsynaptic potensi penghambatan dan rangsang yang menciptakan bidang dipol dalam dendrit dari piramida sel. Ketika sejumlah dipol mengembangkan sekaligus, penjumlahan yang menciptakan potensi listrik cukup besar untuk menghasilkanterdeteksi tegangan pada kulit kepala. Bentuk gelombang EEG diinterpretasikan oleh pengenalan pola dan kuantifikasi. Kompleks khusus dibahas dalam morfologi, distribusi spasial dan temporal, dan reaktivitas dari bentuk gelombang. Kuantifikasi melibatkan mengukur frekuensi dan amplitudo. Frekuensi diukur dalam hertz (Hz) dan didefinisikan sebagai jumlah kali per detik gelombang melintasi garis tegangan nol. Amplitudo, yang diukur dalam microvolts (μV), adalah tinggi gelombang listrik. Frekuensi band dibagi menjadi delta (0-3 Hz), theta (4-7 Hz), alfa (8-13 Hz), dan beta (> 13 Hz) ritme (Tabel 27-6).EEG tradisional adalah plot tegangan terhadap waktu. Enambelas saluran biasanya dicatat,

23

Page 24: Referat Rini Isi

memungkinkan analisis kegiatan daerah berbeda dari otak. Perubahan gelombang EEG terkaitdengan obat bius, PaO2, PaCO2, dan suhu.

Tanggapan EEG untuk agen anestesi dapat bervariasi dari korteks eksitasi melalui depresi untuk isoelectricity. Biasanya, induksi anestesi menghasilkan penurunan alpha dan peningkatan dalam kegiatan beta. Sebagai bukti kedalaman tingkat anestesi, frekuensi EEG menurun sampai theta dan aktivitas delta mendominasi. Dengan lebih lanjut meningkatkan dosis anestesi, Perubahan pola EEG muncul, yang bertepatan dengan dekat-maksimal depresi aktivitas metabolisme otak. Keheningan listrik lengkap atau isoelectricity berikut tambahanpeningkatan anestesi. Anestesi-induced burst adalah penekanan yang digunakan untuk memberikan perlindungan otak dengan menekan metabolisme. Pemantauan EEG memverifikasi penindasan pecah dan keheningan listrik dan bermanfaat ketika menentukan dosis obat yang diperlukan untuk mendorong dan mempertahankan koma barbiturat. Upaya untuk menggunakan EEG sebagai monitor kedalaman anestesi telah bermasalah karena berbagai agen yang digunakan untuk mempertahankan anestesi dan karena beberapa agen anestesi yang dilakukan tidak mengikuti pola umum. Beberapa teknik pemantauan otak yang berbeda berdasarkan EEG yang diturunkan dari algoritma, electromyograms, respon yang dimunculkan pendengaran, atau kombinasi ini telah diperkenalkan lebih tepat menentukan "kedalaman anestesi" selama surgery. Berbagai teknik saat ini sedang diselidiki denganhasil yang menjanjikan. Sebuah multicenter baru-baru ini diterbitkan, percobaan acak terkontrol mengungkapkan bahwa pemantauan bispektrum indeks (BIS) mengurangi risiko kesadaran pada orang dewasa, pasien bedah beresiko (operasi jantung, operasi caesar, dan trauma operasi) menjalani anesthesia umum dengan relaksan.

Pemantauan EEG intraoperative memungkinkan deteksi dini otak hipoksia dan iskemia. PaO2 tidak memadai atau kurang CBF tercermin dalam hitungan detik. Dalam Hipoksia mungkin EEG awalnya menghasilkan aktivasi EEG, yang diikuti dengan memperlambat dan diam akhirnya listrik.

Parameter fisiologis lain yang mempengaruhi bentuk gelombang EEG adalah PaCO2, suhu, dan stimulasi sensorik. Hypocarbia menyebabkan EEG melambat. Hiperkarbia ringan menyebabkan peningkatan frekuensi, dan hiperkarbia berat menghasilkan penurunan frekuensi dan amplitudo. Ketika suhu tubuh turun di bawah 35oC, hipotermia menyebabkan menurunnya aktivitas progresif. Keheningan listrik lengkap terjadi pada 15 sampai 20oC. Sensory stimulasi dikaitkan dengan aktivasi EEG. Ketika pemantauan EEG selama anestesi, perubahan yang dihasilkan dari hipoksia atau iskemia harus dibedakan dari efek obat dan fisiologis yang mungkin juga mempengaruhi EEG. Karena ini, EEG harus selalu ditafsirkan dalam konteks klinis di mana ia diamati.

Sebuah aplikasi intra-operasi khusus dari EEG, yang disebut electrocorticography (ECoG), adalah lokalisasi epilepsi fokus selama operasi untuk epilepsi keras. Untuk prosedur ini, elektroda rekaman diterapkan pada atau di otak. Kraniotomi dapat dilakukan dengan anestesi lokal dengan sadar sedasi (biasanya menggunakan propofol dan fentanil) atau di bawah anestesi umum cahaya menggunakan nitrous oxide, narkotika dan rendah isoflurane dosis (maksimum 0,25% konsentrasi akhir-pasang surut). Anestesi diberikan harus menghindari farmakologis kortikal depresi, yang akan mencegah aktivitas kejang provokatif. Provokatif teknik dan agen, seperti hiperventilasi, barbiturat dosis rendah (methohexital 10 sampai 50 mg, thiopental 25 sampai 50 mg), propofol 10 sampai 20 mg, atau etomidate 2 sampai 4 mg, telah digunakan untuk mengaktifkan fokus tersebut. Dalam anestesi umum, alfentanil 20 sampai 50 mg / kg dan 10 fentanil mg / kg juga telah digunakan untuk berhasil menghasilkan aktivasi ECoG.

24

Page 25: Referat Rini Isi

2.5.2 Evoked potensial

Evoked potensial digunakan intraoperatively untuk memantau integritas jalur sensori dan motor tertentu. Sensory evoked potensial (SEP) mengevaluasi integritas fungsional jalur sensorik naik, sedangkan potensi evoked potensial (MEPs) menguji integritas fungsional jalur motor turun.

Ada perbedaan besar antara evoked potensial dan EEG. EEG adalah rekaman spontan, acak listrik kegiatan yang memiliki fungsi spesifik dan menghasilkan sinyal yang relatif besar, misalnya, 50 μV atau lebih. Evoked potensial merupakan respon amplitudo relatif kecil (0,1 sampai 20 μV) untuk stimulus tertentu yang jalur khusus.

2.5.3 Monitoring saraf kranial

Potensi cedera pada saraf kranial dapat terjadi selama prosedur pada fosaposterior dan batang otak yang lebih rendah. Integritas saraf kranial ini dapat dilestarikan dengan memantau elektromiografi (EMG) potensi saraf tengkorak dengan motor komponen (V, VII, IX, X, XI, XII). Keduanya spontan dan aktivitas otot dipicu bisa direkam. Rekaman dapat diperoleh dengan menempatkan dua elektroda kawat di dalam otot atau menggunakan elektroda permukaan.

Simultan dan spontan EMG otot aksi senyawa potensial (CMAP) rekaman bisadiperoleh dengan menggunakan kawat elektroda intramuskular dan permukaan.elektroda kawat intramuscular meningkatkan sensitivitas untuk mendeteksi EMG spontan aktivitas, sedangkan elektroda permukaan memungkinkan untuk pemantauan lebih dapat diandalkan amplitudo CMAP dan morfologi. Dengan pelanggaran bedah disengaja, kegiatan spontan saraf berubah menjadi phasic "semburan" atau "melatih" kegiatan, yang menunjukkan potensi cedera. Membangkitkan saraf dengan listrik stimulasi memfasilitasi identifikasi dan pelestarian dari saraf kranial. Meskipun dimungkinkan untuk merekam potensi EMG selama blokade neuromuskuler parsial, disarankan relaksan otot tidak diberikan selama pemantauan saraf kranial

2.5.4 Monitoring tekanan intrakranial (TIK/ICP)

Sejak laporan Lundberg's pada tahun 1960, pemantauan ICP telah digunakan untuk memandu manajemen perioperatif dari pasien dengan cedera kepala, tumor otak besar, pecah aneurisma intrakranial, penyakit oklusi serebrovaskular, dan hidrosefalus. Dengan pemantauan ICP terus menerus, dimungkinkan untuk mengoptimalkan CPP (MAP-ICP) pada pasien bedah saraf sakit kritis. Hal ini juga memungkinkan deteksi dini dan pengobatan yang tepat dari perdarahan otak, pembengkakan, dan herniasi. Indikasi penting untuk pemantauan ICP intraoperatif adalah untuk mendeteksi hipertensi intrakranial pada pasien trauma eberapa saat nonneurosurgical prosedur. Teknik yang digunakan untuk memantau ICP mencakup ventrikel kateter, baut subdural-subarachnoid atau kateter, berbagai epidural transduser, dan perangkat serat optik intraparenchymal .

Kateter intraventricular adalah standar metode pemantauan ICP. Teknik ini memerlukan sayatan kecil pada kulit kepala dan lubang kecil melalui tengkorak. Sebuah kateter plastik lembut, nonreactive dimasukkan ke dalam ventrikel lateral dan dihubungkan dengan tabung steril diisi dengan larutan garam untuk sebuah transduser eksternal. Langkah-langkah kateter intraventricular CSF tekanan andal. Hal ini memungkinkan drainase terapeutik CSF dan juga dapat digunakan untuk pengujian kepatuhan. Namun demikian,beberapa potensi masalah dengan teknik ini. perangkat ini tergantung pada penularan ICP

25

Page 26: Referat Rini Isi

melalui pipa berisi cairan yang dapat menutup jalan, sehingga redaman atau melenyapkan rekaman.

Pada pasien dengan pembengkakan otak yang parah atau lesi massa besar dan ventrikel kecil, mungkin secara teknis sulit untuk menemukan ventrikel lateral. Selain tidak bisa lulus kateter ke dalam CSF, ada kemungkinan kerusakan jaringan otak, hematoma, dan infeksi. Studi laporan tingkat infeksi rendah untuk 4 hari pertama setelah penempatan kateter penghapusan. Oleh karena itu, dianjurkan pada atau sebelum hari kelima, dengan penggantiandi situs yang berbeda jika lanjutan pemantauan ICP diperlukan. Baut subdural-subarachnoid biasanya terdiri dari beberapa jenis screw berongga tetap ke calvarium, dengan ujung yang lewat melalui dura gores. Kelebihan dari baut adalah tidak memerlukan penetrasi jaringan otak atau pengetahuan posisi ventrikel dan dapat ditempatkan di lokasi tengkorak yang menghindari sinus vena utama. Ada beberapa kelemahan untuk menggunakan teknik ini. baut tidak dapat digunakan untuk menurunkan ICP oleh CSF drainase atau untuk menguji kepatuhan andal. Seperti kateter intraventricular, baut terhubung ke transducer dengan tabung diisi dengan saline steril. Tidak hanya kaleng blok tubing, tetapi juga substansi otak dapat menghambat ujung baut, dalam situasi yang baik, merekam mungkin teredam atau hilang.

Pengeboran lubang hanya pada sisi proksimal ke ujung baut mengkompensasi masalah ini sampai batas tertentu. Perangkat subdural mudah dimasukkan, namun dapat berfungsi jika mereka tidak coplanar ke permukaan otak atau jika mereka menjadi longgar. Komplikasi utama dari prosedur ini adalah infeksi, umumnya meningitis, osteomyelitis, atau infeksi lokal. Perdarahan epidural dan kejang fokal, jika baut dimasukkan terlalu dalam, juga dapatterjadi.

Dua jenis utama dari transduser epidural telah dikembangkan. Salah satu menggunakan perangkat yang memiliki membran yang sensitif terhadap tekanan dipasang dekat dengan atau menghubungi dura, jenis lainnya, dikenal sebagai transduser Ladd epidural, didasarkan pada prinsip dari sakelar tekanan Numoto. Meskipun risiko infeksi ke otak lebih rendah karena penempatan ekstradural, ada beberapa kelemahan yang terkait dengan penggunaan perangkat tersebut. Penempatan dalam ruang potensial adalah lebih sulit, danada risiko pendarahan. Masalah teknis di posisi dan kalibrasi transduser di situ juga dapat terjadi. Kelemahan lain dari transduser epidural adalah bahwa kepatuhan pengujian intrakranial dan terapi drainase CSF tidak dapat dilakukan.

Teknik pemantauan ICP Intraparenchymal memungkinkan pengukuran langsung tekanan jaringan otak, yang mungkin penting dalam pembentukan edema dan aliran darah regional kapiler. Perangkat Intraparenchymal menggunakan kateter serat optik yang dimasukkan dalam materi abu-abu kortikal. Dibandingkan dengan ventriculostomies, monitor ini lebih mudah untuk memasukkan, memiliki lebih kecil diameter, dan kurang mengganggu jaringan otak. Karena ada ada kolom cairan, risiko infeksi lebih rendah.

Perangkat pemantauan cerebral sedang dikembangkan dengan miniatur sensor, transduser, dan probe menggunakan serat optik solid state teknologi. Perangkat ini dapat dimasukkan ke yang subdural, intraparenchymal, atau intraventricular kompartemen.Karena ini adalah solid-state monitor, masalah infeksi, kebocoran, oklusi kateter, dan drift yang hadir fluidor sistem udara penuh diminimalkan atau dihindari. Studi pada hewan dan manusia menunjukkan bahwa rekaman tekanan diperoleh dengan perangkat yang akurat dan dapat diandalkan. Kelemahan utama perangkat ini adalah bahwa mereka tidak dapat dikalibrasi ulang di situ. Keterbatasan lain adalah bahwa mereka tidak dapat digunakan untuk drainase CSF atau kepatuhan pengujian kecuali dimasukkan dalam hubungannya dengan suatu ventriculostomy.

26

Page 27: Referat Rini Isi

Generasi baru monitor ICP serat optik yang memungkinkan simultan pengukuran ICP, CBF lokal dengan menggunakan laser Doppler flowmetry, tekanan jaringan otak oksigen (PO2), karbon dioksida tekanan (PCO2), pH, dan spidol metabolik lainnya. Denganpemantauan secara simultan ICP, CBF lokal, dan oksigenasi jaringan otak, tanda-tanda awal dari iskemia dapat diidentifikasi dan efektivitas terapeutik manuver lebih lengkap ditentukan.

2.5.5 Monitor oksigenasi / metabolism serebral

Oksigenasi Otak Jaringan

Sebuah sensor multiparameter tersedia untuk mengukur PO2, PCO2, pH, dan suhu jaringan otak menggunakan kombinasi elektroda-sistem serat optik. Sensor awalnya dirancang untuk terus menerus pemantauan gas darah intra-arteri. Hal ini disediakan sebagai perangkat, steril sekali pakai terdiri dari dua diubah optik serat untuk pengukuran PCO2 dan pH, sebuah miniatur Clark elektroda untuk pengukuran PO2, dan termokopel untuk menentukan suhu. Ditambah dengan kateter dialisis, perangkat memungkinkan pengukuran penanda metabolik lainnya, termasuk laktat, glukosa, dan asam amino excitotoxic. Ini sensor invasif, membutuhkan penyisipan ke dalam jaringan korteks di bawah visualisasi langsung. Pengukuran yang diperoleh adalah terbatas pada parenkim dimana elektroda dimasukkan.

Bulb oximetry vena j ugularis

Estimasi saldo global terus-menerus atau intermiten antara permintaan dan suplai oksigen otak dapat dicapai oleh oksimetri bohlam jugularis vena. Hal ini dilakukan dengan mengukur saturasi oksigen darah vena jugular (SjVO2) melalui kanulasi retrograde perkutan dari internal pembuluh darah di leher dengan kateter intravaskular dengan tertanam optik serat. SjVO2 normal adalah 60 sampai 70%. Dengan tidak adanya anemia dan setiap perubahan saturasi oksigen, peningkatan SjVO2 di atas 75% adalah indikasi dari hiperemi absolut atau relatif; yaitu, pasokan lebih dari kebutuhan metabolik. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat kebutuhan metabolik berkurang (misalnya, satu koma atau pasien mati otak) atau dari aliran berlebihan (misalnya, hypercapnia berat).

Sebuah nilai kurang dari 50% mencerminkan peningkatan ekstraksi oksigen dan menunjukkan potensi risiko cedera iskemik. Ini mungkin karena kebutuhan metabolik meningkat (misalnya, demam atau kejang) tidak diimbangi dengan peningkatan setara dalam aliran, atau mungkin karena pengurangan mutlak dalam aliran. Perubahan dengan oksigenasi darah sistemik juga mempengaruhi saturasi darah di leher bohlam. Monitor ini digunakan intraoperatively dan pasca operasi untuk mendiagnosa serebral iskemia dari tekanan perfusi yang tidak memadai atau berlebihan hiperventilasi. keterbatasan utama adalah bahwa hal itu tidak mendeteksi iskemia fokal.

Transkranial oximetry

Near-spektroskopi infrared (NIRS) adalah metode optic noninvasif untuk memonitor oksigenasi daerah otak. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa cahaya di kisaran dekat-inframerah (700-900 nm) mudah menembus kulit dan tulang, tetapi mencerminkan off chromophores tertentu dalam otak, seperti oxy-dan deoxyhemoglobin dan Aa3 sitokrom. Oleh karena itu, dengan memantau penyerapan cahaya pada panjang gelombang beberapa di near-infrared range, konsentrasi

27

Page 28: Referat Rini Isi

jaringan otak dari oxy-dan deoxyhemoglobin, hemoglobin total, dan oksigen hemoglobinkejenuhan dapat diukur. Bidang jaringan di bawah sensor mengandung kapiler, arteri, dan vena, yang mencerminkan campuran saturasi vaskular, yang NIRS monitor. Cerebral oksimetri dapat digunakan untuk memantau iskemia di beberapa klinik bedah saraf kondisi, termasuk endarterektomi, cedera kepala,dan perdarahan subarachnoid. keterbatasan utama meliputi intersubject variabilitas, panjang lintasan variabel optik, potensi kontaminasi dari darah ekstrakranial, dan kurangnya didefinisikan ambang batas. Saat ini, ia dianggap sebagai monitor tren,dengan pasien masing-masing bertindak sebagai kontrol sendiri. Dalam situasiiskemia potensi daerah, misalnya, endarterektomi dan aplikasi klip temporer selama intrakranial operasi aneurisma, pemantauan bilateral harus digunakan.

2.6 MANAJEMEN ANESTESI PADA PASIEN BEDAH SARAF

Pemberian anestesi untuk pasien bedah saraf membutuhkan pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar neurofisiologi dan efek dari agen anestesi pada dinamika intrakranial.

Preoperative Evaluasi Selama evaluasi praoperasi, kondisi medis pasien secara keseuruhan harus

dipertimbangkan dan diintegrasikan ke dalam formulasi dari rencana pengelolaan anestesi. Prosedur bedah saraf cenderung panjang, membutuhkan posisi yang tidak biasa daripasien dan lembaga teknik khusus seperti hiperventilasi, dehidrasi otak, dan hipotensi disengaja. Tidak semua pasien dapat mentoleransi posisi yang diinginkan oleh dokter bedah;ini harus diatasi dan, jika mungkin, dievaluasi sebelum operasi. Selanjutnya, pada pasien dengan penyakit jantung, osmotherapy atau hiperventilasi dapat membahayakan fungsi organ. Pasien tersebut harus dioptimalkan medis dan, jika diperlukan, pemantauan jantung harus dilembagakan. Kecuali untuk keadaan darurat bedah saraf (misalnya, trauma kepala atau yang akan datang herniasi), prosedur dapat ditunda untuk mengobati kondisi medis yang tidak stabil.

Evaluasi preoperative harus menyertakan pemeriksaan neurologis lengkap dengan perhatian khusus pada tingkat kesadaran pasien, ada atau tidak adanya ICP meningkat, dan sejauh mana defisit neurologik fokal. Tanda-tanda dan gejala yang sering berhubungan dengan hipertensi intrakranial adalah sakit kepala, mual, papill edema, dilatasi pupil unilateral, dan oculomotor atau abducens palsy. Stadium lanjut hipertensi intrakranial,pasien menunjukkan tingkat depresi kesadaran dan respirasi tidak teratur. Tanda-tanda klinis tidak andal menunjukkan tingkat ICP. Hanya tekanan pengukuran langsung CSF dapat digunakan menduga jumlah tekanan, namun bukti tidak langsung ICP tinggi dapat ditentukan dengan mengevaluasi MRI atau CT scan untuk lesi massa disertai dengan pergeseran garis tengah 0,5 cm atau lebih dan / atau perambahan perluasan otak pada sumber CSF.

Lokasi lesi di supratentorial atau infratentorial kompartemen akan menentukan presentasi klinis dan manajemen anestesi. Penyakit supratentorial biasanya dikaitkan dengan masalah dalam pengelolaan hipertensi intracranial, sedangkan lesi menyebabkan masalah terkait efek massa infratentorial pada struktur vital otak dan peningkatan ICP sebagai akibat dari hidrosefalus obstruktif. Kelainan cairan dan elektrolit umum terjadi pada pasien dengan penurunan tingkat kesadaran. Pasien biasanya dehidrasi dan mengalami kelainan elektrolit akibat penurunan asupan cairan, pembatasan air iatrogenik, kelainan neuroendokrin, dan diuresis dari diuretik, steroidrelated hiperglikemia, dan kontras agen x-ray. Cairan dan

28

Page 29: Referat Rini Isi

kelainan elektrolit harus dikoreksi sebelum induksi anestesi untuk mencegah ketidakstabilan kardiovaskular.

2.7 KELAINAN INTRAKRANIAL UMUM

2.7.1 Tumor intracranial supratentorialTumor supratentorial (meningioma, glioma, dan metastasis lesi) diduga mengubah

dinamika intrakranial. Awalnya, ketika lesi kecil dan perlahan-lahan meluas, volume-spasialkompensasi yang terjadi dengan kompresi wadah CSF dan pembuluh darah serebral di dekatnya, mencegah peningkatan ICP. Lesi terus tumbuh, mekanisme kompensasi menjadi lelah, dan setiap peningkatan lebih lanjut dalam massa tumor akan menyebabkan semakin besar kenaikan ICP. Tumor primer atau metastasis atau hematoma subdural kronis dapat hadir sebagai massa lesi kronis.

Karena kemampuan kompartemen intrakranial untuk mengkompensasi sampai titik tertentu, pasien mungkin menunjukkan disfungsi neurologis minimal meskipun ada massa yang besar, peninggian ICP, dan pergeseran posisi struktur otak.Perubahan yang signifikan dalam ICP dapat terjadi dengan tumor supratentorial jika mereka mengembangkan daerah pusat nekrotik hemorrhagic jaringan atau batas luas edema otak. Tumor membesar, dapat melebihi pasokan darah, mengembangkan pusat hemoragikdaerah yang dapat berkembang pesat, meningkatkan ICP. Edema otak sekitar tumor meningkatkan massa efektif tumor dan merupakan bagian tambahan dari otak yang tidak autoregulating. Dalam situasi seperti itu dikompromikan kepatuhan intrakranial, peningkatan kecil dalam tekanan arteri mungkin menghasilkan peningkatan besar di CBF, yang nyata dapat meningkatkan volume intrakranial dan ICP dengan komplikasi iskemia serebral dan herniasi. Selain hipertensi, penyebab lain peningkatan volume darah otak, seperti hiperkarbia,hipoksia, agen vasodilatasi, dan tahanan vena jugularis, dapat mempengaruhi hemodinamik serebral dan harus dihindari perioperatif.

Teknik anestesi dan obat Tujuan perawatan neuroanesthetic untuk pasien dengan tumor supratentorial adalah untuk memaksimalkan modalitas terapi yang mengurangi volume intrakranial. ICP harus dikontrol sebelum tengkorak dibuka, dan kondisi operasi yang optimal diperoleh dengan memproduksi slack otak yang memfasilitasi diseksi bedah. Berbagai manuver dan agen farmakologis telah digunakan untuk mengurangi kerusakan otak besar Sebagai contoh, pemberian diuretic atau steroid, hiperventilasi, dan kontrol tekanan darah sistemik dapat diimplementasikan sebelum operasi untuk mengurangi edema otak dan massal otak, sehingga mengurangi ICP. Penerapan metode ini selektif atau bersama-sama, bila diperlukan, sering disertai dengan perbaikan klinis yang ditandai.

Pengendalian Klinis Hipertensi intrakranial dehidrasi cepat pada otak dan penurunan ICP dapat diperoleh dengan pemberian diuretik osmotik, manitol, atau diuretik loop,furosemide. Manitol diberikan sebagai infus intravena dalam dosis 0,25-1,0 g / kg. Onsetnya mulai dalam waktu 10 sampai 15 menit dan efektif selama kurang lebih 2 jam. Dosis lebih besar menghasilkan durasi yang lebih lama tetapi tidak selalu lebih efektifmengurangi ICP. Selain itu, dosisi lebih besar dan pemberian berulang dapat mengakibatkan kekacauan metabolisme.

Manitol efektif bila sawar darah-otak utuh. Dengan meningkatkan osmolalitas darah relatif terhadap otak, manitol menarik air melintasi sawar darah-otak utuh dari otak untuk darah untuk mengembalikan keseimbangan osmolar. Ketika sawar darah-otak

29

Page 30: Referat Rini Isi

terganggu, manitol dapat memasuki otak dan osmolalitas meningkat. Manitol bisa menarik air ke dalam otak sebagai konsentrasi plasma agen menurun dan menyebabkan peningkatan rebound di ICP. Peningkatan rebound di ICP dapat dicegah dengan mempertahankan defisit cairan ringan. Manitol telah terbukti menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh darah halus otot, yang tergantung pada dosis dan tingkat administrasi. vasodilatasi yang diinduksi manitol mempengaruhi tekanan intrakranial dan ekstrakranial dan transiently dapat meningkatkan volume darah otak dan ICP sambil menurun tekanan darah sistemik. Karena manitol awalnya dapat meningkatkan ICP, ini harus diberikan secara perlahan (≥ infus 10-menit) dan dalam hubungannya dengan manuver yang mengurangi volume intrakranial (misalnya, steroid atau hiperventilasi). Lama penggunaan manitol dapat menghasilkan dehidrasi, gangguan elektrolit, hyperosmolality, dan fungsi ginjal terganggu.

Salin hypertonic , diuretik osmotic lain, saat ini di bawah penelitian. Hypertonic solusi salin telah terbukti mengurangi ICP pada model hewan dan dalam studi manusia dan mungkin lebih efektif daripada diuretik lain pada kondisi klinik tertentui, misalnya, pasien dengan refraktori intrakranial hipertensi atau pada mereka yang membutuhkan otak dan debulking pemeliharaan volume intravascular. Garam hypertonic juga dapat digunakan sebagai alternatif atau tambahan untuk penggunaan manitol intraoperatif . Ada beberapa dampak negatif dari terapi salin hipertonik. Komplikasi yang signifikan seperti myelinolysis pontine pusat dan perdarahan intracranial belum dilaporkan dalam studi manusia. Berbeda jenis larutan saline hipertonik dengan metode yang berbeda dari infus (bolus dan berkesinambungan) telah dilaporkan dalam penulisan. Agen hipertonik, baik saline manitol atau hipertonik, harus diberikan hati-hati pada pasien dengan yang sebelumnya telah ada penyakit kardiovaskuler. Pada pasien ini, peningkatan sementara volume intravaskuler dapat menimbulkan kegagalan ventrikel kiri.

Furosemide dapat menjadi agen yang lebih baik untuk mengurangi ICP pada pasien dengan cadangan jantung terganggu. Furosemide loop diuretic mengurangi ICP dengan menginduksi sistemik diuresis, penurunan produksi CSF, dan menghilangkan edema otak dengan meningkatkan transportasi air selular. Furosemide menurunkan volume darah ICP tanpa meningkatkan otak atau darah osmolalitas, namun tidak seefektif manitol dalam mengurangi ICP. Furosemide dapat diberikan sendiri sebagai dosis awal yang besar (0,5 hingga 1 mg / kg) atau sebagai dosis rendah dengan manitol (0,15 untuk 0,30 mg / kg). Kombinasi manitol dan furosemide telah terbukti lebih efektif daripada manitol sendirian dalam mengurangi ICP dan massa otak tetapi menyebabkan dehidrasi lebih parah dan ketidakseimbangan elektrolit. Dengan terapi kombinasi, maka diperlukan untuk memantau elektrolit intraoperatively dan ganti kalium seperti yang ditunjukkan.

Kortikosteroid mengurangi edema pada beberapa tumor otak. Namun, steroid emerlukan beberapa jam atau hari sebelum pengurangan di ICP menjadi jelas. Pemberian steroid sebelum operasi sering menyebabkan perbaikan neurologis yang dapat mendahului pengurangan ICP. Satu penjelasan untuk ini adalah bahwa perbaikan neurologis disertai dengan restorasi parsial dari sawar darah-otak yang sebelumnya abnormal. Mekanisme aksi steroid untuk pengurangan edema otak adalah otak dehidrasi, darah-otak perbaikan penghalang, pencegahan kegiatan lisosomal, meningkatkan transportasi elektrolit otak, otak meningkatkan metabolisme, promosi air dan elektrolit ekskresi, dan penghambatan aktivitas A2 fosfolipase. Potensi komplikasi perioperatif yang berkesinambungan yaitu hiperglikemia, glukosuria, perdarahan gastrointestinal, gangguan elektrolit, dan peningkatan insiden infeksi. Oleh karena itu, potensi risiko dan manfaat kebutuhan

30

Page 31: Referat Rini Isi

administrasi terus steroid akan dievaluasi dalam pasien tersebut.

Hiperventilasi mengurangi volume otak dengan menurunkan CBF melalui vasokonstriksi serebral. Untuk setiap perubahan 1 mm Hg dalam PaCO2, perubahan CBF oleh 1-2 ml/100 g / menit. Durasi efektivitas dari hiperventilasi untuk menurunkan ICP mungkin pendek 4 sampai 6 jam, tergantung pada pH CSF. Hyperventilasi hanya efektif ketika reaktivitas CO2 dari cerebrovasculature yang utuh. Gangguan tanggap terhadap perubahan CO2 terjadi pada ketegangan di bidang vasoparalysis, yang dikaitkan dengan penyakit intrakranial luas seperti iskemia, trauma, tumor, dan infeksi. Target PaCO2 khas adalah 30 sampai 35 mmHg. PaCO2 kurang dari 25 hingga 30 mmHg dalam beberapa kondisi patologis mungkin terkait dengan iskemia serebral yang disebabkan oleh vasokonstriksi ekstrim. Dengan memonitor oksigenasi serebral global dengan, misalnya, SjVO2, efektivitas terapeutik dari hiperventilasi dapat ditentukan dan lebih aman diterapkan.

Atoregulasi dari CBF telah dibahas, seperti memiliki hubungan antara tekanan darah dan ICP saat autoregulasi terganggu. Tujuan terapi adalah untuk mempertahankan CPP dan untuk mengontrol dinamika intrakranial sehingga iskemia otak, edema, perdarahan, dan herniasi dihindari. Hipotensi parah menyebabkan iskemia cerebral dan harus diobati dengan penggantian volume, inotropes, atau vasopressors sebagaimana ditentukan oleh kebutuhan klinis. Hipertensi parah sebaliknya, dapat memperburuk edema serebral dan menyebabkan perdarahan intracranial dan herniasi. β-adrenergik blocker propranolol dan esmolol dan α-gabungan dan labetalol β-adrenergik blocker efektif dalam mengurangi tekanan darah sistemik pada pasien dengan mengangkat ICP dengan efek minimal atau tidak ada pada CBF atau ICP. Asupan cairan yang dibatasi penggunaannya adalah pendekatan tradisional untuk terapi dekompresi intrakranial tapi sekarang jarang digunakan untuk ICP lebih rendah. restriksi berat cairan selama beberapa hari hanya sederhana efektif dalam mengurangi air otak dan dapat menyebabkan hipovolemia, mengakibatkan hipotensi, perfusi ginjal tidak memadai, gangguan elektrolit dan asam-basa, hipoksemia, dan pengurangan di CBF. Pada pasien yang dehidrasi sebelum operasi, volume intravaskular harus dikembalikan ke normal sebelum induksi anestesi untuk mencegah hipotensi sebagai respon terhadap agen anestesi dan ventilasi tekanan positif. Cairan resusitasi dan pemeliharaan cairan pada pasien bedah saraf rutin disediakan dengan glukosa bebas larutan kristaloid isoosmolar untuk mencegah peningkatan kadar air dari hypoosmolality otak.

Untuk kraniotomi rutin, pasien menerima jam perawatan cairan dan penggantian output urin. Darah diganti pada kira-kira rasio 3:1 (kristaloid: darah) dengan penurunan hematokrit sekitar 25 sampai 30%, tergantung pada status fisiologis pasien. Solusi yang mengandung glukosa dihindari dalam semua pasien bedah saraf dengan metabolisme glukosa normal, karena solusi ini memperburuk kerusakan iskemik dan edema otak. Hyperglycemia menambah kerusakan saraf iskemik dengan merangsang produksi laktat, yang memperburuk cedera seluler. Cairan intravena yang mengandung glukosa dan air (D5W0.45% NaCl atau D5W) sangat bermasalah karena glukosa dimetabolisme dan air bebas yang tersisa dalam cairan intrakranial kompartemen, mengakibatkan edema otak. Hal itu dapat mengganggu eksposur bedah dan, setelah penutupan tengkorak, bisa menekan perfusi serebral. Pada pasien normal, baik pengobatan deksametason pra operasi dan glukoneogenesis diinduksi anestesi umum- mungkin meningkatkan kadar glukosa beristirahat. Oleh karena itu, kadar glukosa darah harus dipantau selama kraniotomi dan dipertahankan pada kisaran rendah-normal dekat. Ini harus dilakukan terutama oleh glukosa pemotongan.

31

Page 32: Referat Rini Isi

Untuk pasien bedah saraf, posisi kepala netral, ditinggikan 15 sampai 30 ◦, dianjurkan untuk mengurangi ICP dengan meningkatkan vena drainase. Gerakkan atau memutar kepala dapat menghambat outflow vena otak, menyebabkan elevasi ICP dramatis yang dapat diatasi dengan mengembalikan posisi kepala kembali netral. Menurunkan kepala merusak drainase vena serebral, yang cepat dapat mengakibatkan peningkatan dalam jumlah besar otak dan ICP. Penerapan tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP) untuk pasien ventilasi mekanik berpotensi dapat meningkatkan ICP. Efek ini terjadi ketika PEEP meningkat berarti ada tekanan intratokal, merusak outflow vena otak dan cardiac output. Ketika PEEP diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi, seharusnya diterapkan hati-hati dan dengan monitoring yang tepat untuk meminimalkan penurunan curah jantung dan peningkatan ICP. Tingkat PEEP 10 H2O cm atau kurang telah digunakan tanpa peningkatan signifikan ICP atau penurunan CPP. Bila tingkat yang lebih tinggi dari PEEP diperlukan untuk mengoptimalkan hubungan PaO2-Peep-CPP, baik terhadap tekanan vena sentral dan pemantauan ICP ditunjukkan.

Pemberian agen farmakologis yang meningkatkan resistensi pembuluh darah otak akut dapat mengurangi ICP. Thiopental dan propofol adalah vasokonstriktor otak kuat yang dapat digunakan untuk tujuan ini. Agen ini biasanya diberikan selama induksi anestesi tetapi juga dapat diberikan dalam mengantisipasi rangsangan berbahaya atau untuk mengobati peningakatan terus ICP di unit perawatan intensif. Meskipun jarang digunakan untuk mengurangi ICP, hipotermia apakah ini dengan menurunnya metabolisme otak, CBF, volume darah otak, dan produksi CSF . Obat yang terpusat menekan menggigil, relaksan otot, dan ventilasi mekanik yang diperlukan ketika teknik hipotermia bekerja. Intraoperatif, tingkat sederhana hipotermia, sekitar 34 ◦ C, telah direkomendasikan sebagai cara untuk memberikan proteksi neuronal selama iskemia fokal. Teknik hipotermia juga digunakan untuk bedah saraf dingin pada penderita demam. Hipertermia terutama berbahaya pada pasien bedah saraf karena meningkatkan metabolisme otak, CBF, dan kecenderungan untuk edema otak. Untuk akut mengurangi ketegangan otak, drainase CSF baik oleh langsung bedah tusuk ventrikel lateral atau dengan lumbal kateter tulang belakang dapat digunakan. Lumbar CSF drainase harus digunakan hati-hati dan hanya jika dura terbuka dan pasien setidaknya sedikit hyperventilated untuk mencegah otak akut herniasi. Ketegangan otak dapat secara efektif dikurangi dengan pengeringan 10 sampai 20 mL CSF.

Premedikasi Pasien lesu tidak menerima premedikasi. Pasien yang waspada dan cemas mungkin menerima misalnya (anxiolytic, midazolam 5 mg po) sebelum datang ke ruang operasi. Jika ada keraguan tentang tingkat kesadaran pasien, pasien dapat diberikan sedasi atau analgesik di ruang operasi setelah ada rute intravena. Untuk penyisipan reinduction perangkat pemantauan invasif dalam fasih terjaga, pasien, premedicants (misalnya, dosis kecil opioid) harus dianggap mengurangi ketidaknyamanan dari tusukan jarum.

Monitoring Selain monitor rutin, pengukuran tekanan darah intraarterial, gas darah arteri, tekanan vena sentral, dan output urin direkomendasikan untuk semua prosedur bedah saraf utama. Sebuah kanula arteri terpasang sebelum induksi anestesi untuk terus memonitor tekanan darah dan untuk memperkirakan CPP. Ketika transduser tekanan arteri pada tingkat midhead (biasanya tingkat pendengaran eksternal meatus), MAP mendekati MAP di tingkat lingkaran dari Willis. Tekanan perfusi cerebral dihitung sebagai perbedaan antara MAP dan tekanan vena sentral pada pasien tanpa hipertensi intrakranial atau ICP pada mereka dengan intrakranial hipertensi. Ketika tengkorak terbuka, ICP sama

32

Page 33: Referat Rini Isi

atmosfer tekanan dan CPP sama MAP. Dengan pemantauan tekanan langsung arteri, konsekuensi hemodinamik agen farmakologis yang diberikan selama anestesi yang diakui langsung. Selain itu, kateter arteri menyediakan akses untuk pengukuran gas darah arteri intraoperative, hematokrit, elektrolit serum, glukosa, dan osmolalitas.

Pengukuran gas darah arteri diperlukan untuk memverifikasi kecukupan dari hiperventilasi. Pada orang tua dan mereka dengan ventilasi / perfusi mismatch, CO2 akhir tidal mungkin berhubungan buruk dengan PaCO2 tersebut. Oleh karena itu, perbedaan antara PaCO2 dan CO2 akhir tidal harus ditentukan untuk pasien. Radial, femoral, atau arteri brakialis cocok untuk kanulasi jangka pendek, namun setelah agunan arteri ulnaris aliran darah diuji, kanulasi dari arteri radial disukai.

Karena kebanyakan pasien bedah saraf dehidrasi sebelum operasi dan kemudian mengalami diuresis intraoperatif, yang pengukuran preload jantung dan output urin adalah penting. Sebuah kateter atrium kanan mencerminkan preload jantung dan digunakan untuk menentukan defisit cairan pra operasi dan tingkat intraoperatif cairan infus. Bila mungkin, kateter tekanan vena harus dimasukkan melalui antecubital bukannya vena jugularis atau subklavia. Hal ini untuk menghindari peningkatan ICP dari kedua posisi kepala di bawah dan penurunan vena otak keluar. Posisi pusat antecubital tekanan vena dapat diverifikasi oleh rontgen dada, tekanan gelombang transduser, atau konfigurasi gelombang P di EKG.

Pengeluaran urine juga diukur sebagai indikator keseimbangan cairan perioperatif. Selama kraniotomi, diuresis terjadi awalnya setelah pemberian diuretik osmotik atau loop. Berkurangnya output urin mungkin mencerminkan hipovolemia baik atau rilis hormon antidiuretik.

Pemantauan ICP preoperative jarang digunakan pada pasien untuk operasi tumor supratentorial elektif. Pemantauan ICP adalah prosedur invasif yang dapat menyebabkan perdarahan atau infeksi. Ketika dilakukan dengan anestesi lokal sebelum induksi, prosedur bisa tidak nyaman untuk pasien.

Relaksan otot Peningkatan ICP telah dilaporkan setelah pemberian succinylcholine pada hewan dan manusia. Pemberian intravena dari succinylcholine dilaporkan menghasilkan aktivasi dari EEG dan peningkatan CBF dan ICP pada anjing dengan normal brains. Efek otak telah dikaitkan dengan peningkatan aktivitas otot aferen diinduksi succinylcholien yang menghasilkan stimulasi otak. Pada banyak pasien, namun tidak semua, dengan kepatuhan intrakranial, succinylcholine telah terbukti dapat meningkatkan ICP. Peningkatan ini dapat diblokir dengan dosis penuh yang melumpuhkan vecuronium atau pretreatment sebuah (Defasciculating) dosis metocurine. Agen nondepolarisasi rupanya menghilangkan input aferen besar ke otak setelah succinylcholine.

Untuk mencapai relaksasi otot untuk intubasi trakea, succinylcholine tidak dianjurkan untuk kasus bedah saraf elektif, namun tetap succinylcholine agen terbaik untuk mencapai kelumpuhan total untuk intubasi cepat-urutan trakea. Oleh karena itu, di ruang darurat atau pengaturan ICU, ketika ada risiko aspirasi atau kebutuhan untuk segera penilaian ulang status neurologis, succinylcholine harus digunakan. Bersamaan dengan itu, upaya harus dilakukan untuk mengendalikan kedalaman anestesi untuk melindungi terhadap efek ICP-meninggikan stimuli berbahaya seperti laringoskopi, intubasi, atau trakea pengisapan.

33

Page 34: Referat Rini Isi

Dalam hemiplegic (atau lumpuh) pasien, succinylcholine dihindari karena risiko hiperkalemia. Succinylcholine-hiperkalemia diinduksi juga telah dilaporkan setelah cedera kepala tertutup dan aneurisma otak pecah pada pasien yang tidak hemiplegic atau lumpuh. Relaksan otot nondepolarizing digunakan selama induksi dan pemeliharaan anestesi pada pasien bedah saraf.

Agen yang release histamin dihindari, namun histamin saja dapat menurunkan tekanan darah dan meningkatkan ICP, sehingga menurunkan CPP. Ketika sawar darah-otak terganggu, histamin dapat menghasilkan cerebrovasodilation dan peningkatan CBF. Tergantung pada dosis dan tingkat administrasi, sebagian besar benzylisoquinolinium yang senyawa (d-tubocurarine, metocurine, atracurium, mivacurium) memiliki potensi untuk melepaskan histamin dan dengan demikian meningkatkan ICP. Doxacurium dan cisatracurium menghasilkan sedikit untuk tidak melepaskan histamin lebih dari dosis jangkauan yang luas.

Atracurium dalam dosis intubasi dilaporkan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap ICP, tekanan darah, atau CPP pada pasien bedah saraf. Pelepasan laudanosine oleh atracurium tampaknya tidak memiliki pengaruh klinis yang signifikansi pada manusia. Laudanosine telah dilaporkan menghasilkan aktivitas kejang pada hewan. Senyawa steroid (pankuronium, pipecuronium, vecuronium, dan rocuronium) merupakan relaksan yang lebih baik untuk pasien bedah saraf pasien karena mereka tidak langsung mempengaruhi ICP. Pankuronium tidak menghasilkan peningkatan CBF, CMRO2, atau ICP. Namun, efek vagolytic pankuronium bisa menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, yang dapat mengangkat ICP pada pasien dengan autoregulasi terganggu. Pipecuronium, agen lain long-acting, dilaporkan tidak ada efek signifikan pada ICP atau CPP pada pasien dengan tumor intrakranial dan tidak ada efek samping hemodinamik. Vecuronium tidak berpengaruh pada ICP, denyut jantung, atau tekanan darah pada pasien bedah saraf. Untuk mencapai kontrol saluran napas yang relatif cepat (dalam waktu 90 detik), dosis priming dari vecuronium (0,01 mg / kg) dapat diberikan diikuti dengan dosis yang lebih tinggi (0,10 mg / kg), atau dosis tinggi dari vecuronium (untuk 0,4 mg / kg) dapat aman diberikan tanpa konsekuensi hemodinamiki. Rocuronium juga tidak berpengaruh pada ICP pada pasien bedah saraf, tetapi mungkin memiliki beberapa aktivitas vagolytic ringan dalam dosis yang lebih tinggi (0,9 mg / kg).

Induksi, Pemeliharaan, dan Munculnya Ketika pasien dibawa ke ruang operasi, pemeriksaan neurologis harus diulang dan didokumentasikan karena perubahan status neurologis pasien dapat terjadi semalam. Pada pasien dengan peningkatan ICP oleh pemeriksaan klinis, CTscan, dan / atau pengukuran ICP, osmotherapy dapat diindikasikan sebelum induksi anestesi. Setelah perangkat monitoring yang tepat diterapkan, pasien diminta hiperventilasi sementara preoxygenation disediakan. Sebelum laringoskopi dan intubasi trakea, pasien dibius dengan agen yang mengurangi ICP. Jika terdapat ICP tinggi, thiopental umumnya digunakan untuk menginduksi anestesi, namun agen alternatif seperti propofol atau midazolam dapat digunakan tergantung pada kondisi medis pasien.

Urutan induksi berikut ini disarankan Pemberian intravena thiopental (3 sampai 5 mg / kg) atau propofol (1,25-2,5 mg / kg) diikuti oleh fentanyl (opioid, 3 sampai 5 mg / kg) dan relaksan otot. Jika tidak ada kesulitan napas diantisipasi, relaksan otot nondepolarizing diberikan sementara hiperventilasi terkontrol dengan oksigen 100% . Pada pasien yang telah muntah karena ICP tinggi, tekanan krikoid diterapkan selama face mask. Untuk memperdalam fentanyl,

34

Page 35: Referat Rini Isi

anestesi yang diberikan dalam 50 - mg bertahap dengan dosis total 10 mg / kg, tergantung pada respon tekanan darah. Lidocaine (1,5 mg / kg) juga diberikan intravena 90 detik sebelum intubasi untuk menekan refleks laring. Ketika otot perifer berkedut respon menghilang, sebuah tambahan untuk 2-3 mg / kg bolus thiopental diberikan, dan intubasi endotrakeal dilakukan dengan cepat dan selancar mungkin. Sebuah infus atau bolus esmolol juga dapat digunakan untuk mengurangi denyut jantung dan tekanan darah

respon terhadap laringoskopi dan intubasi. Setelah induksi anestesi, ventilasi paru-paru dikendalikan secara mekanis.

Gas darah arteri diukur setelah intubasi untuk menetapkan gradien CO2 arteri akhir-pasang surut. Hiperventilasi tidak lagi direkomendasikan pada pasien bedah saraf karena risiko iskemia otak dalam beberapa kondisi patologis. Dengan kata lain, kondisi bedah harus menentukan tingkat PaCO2 untuk setiap pasien. Sebagai contoh, pada pasien dengan hipertensi intrakranial yang signifikan atau saat menggunakan agen volatile, PaCO2 biasanya disesuaikan antara 30 sampai 35 mmHg untuk mengurangi gangguan pada otak. Setelah visualisasi langsung dari otak dan / atau diskusi dengan para ahli bedah saraf, tingkat PaCO2 harus disesuaikan seperlunya. Sejak anestesi mempengaruhi lingkungan intrakranial, selalu saja ada kontroversi atas pilihan terbaik dari anestesi. Teknik untuk pasien bedah saraf, yaitu, intravena atau inhalasi berbasis teknik. Dalam prakteknya, anestesi yang paling sering diberikan kepada pasien bedah saraf adalahpropofol-opioid atau isoflurane-opioid. Opioid dipilih biasanya fentanil atau remifentanil. Tidak ada hasil studi klinis yang dilakukan membandingkan teknik anestesi. Pilihan anestesi telah didasarkan terutama pada informasi yang diperoleh dari studi eksperimental dan klinis dari hemodinamik serebral (CBF, CMRO2), ICP dan pemulihan

karakteristik agen yang berbeda.

Suatu teknik pemeliharaan populer untuk pasien bedah saraf adalah kontinu infus propofol dengan remifentanil atau fentanyl. Pada pasien tumor otak, teknik ini telah terbukti mengurangi ICP lebih efektif dari isoflurane baik atau sevofluran, dan pada pasien nonneurosurgical, propofol dengan remifentanil menghasilkan munculnya lebih cepat dari baik desflurane atau sevoflurane. Teknik ini akan tampak ideal untuk pasien bedah saraf. Studi menunjukkan bahwa anestesi propofol menghasilkan pengurangan CBF lebih besar dari pengurangan CMR, mengakibatkan penurunan CBF / CMR ratio. Dalam rentan pasien, risiko hipoperfusi serebral mungkin bahkan lebih besar ketika pasien hyperventilated bawah anesthesia propofol. Nitrous oksida, 50 sampai 70% dalam oksigen, yang dikelola oleh beberapa untuk mengurangi dosis total agen intravena atau diperlukan konsentrasi agen volatile. Pada serebrovaskular efek nitrous oxide tidak jinak, dan penelitian melaporkan bahwa pada dosis equipotent, isoflurane memiliki efek kurang buruk pada ICP dan CBF dari nitrous oxide. Pada pasien dengan peningkatan ICP atau kepatuhan rendah, beberapa dokter menghindari administrasi baik nitrous oxide atau konsentrasi tinggi isoflurane (Yakni, lebih besar dari 1,0%). Atau, sebuah opioid-thiopental atau teknik anestesi propofol dapat digunakan dengan midazolam atau dosis rendah isoflurane tambah bagi amnesia. Ketika hipertensi intrakranial parah ada dan otak yang ketat meskipun hiperventilasi memadai dan administrasi steroid dan diuretik, teknik total intravena menggunakan thiopental infus (2 sampai 3 mg / kg / jam) dan fentanil bolus atau infus (1 sampai 4 mg / kg / jam) dianjurkan.

Dalam kraniotomi biasa untuk eksisi tumor supratentorial, pelaksanaan anestesi ini ditujukan menyadarkan dan extubating pasien pada akhir prosedur untuk memungkinkan awal penilaian hasil bedah dan neurologi pasca operasi tindak lanjut. Risiko dan manfaat

35

Page 36: Referat Rini Isi

dari awal versus tertunda pemulihan pada pasien bedah saraf telah reviewed. Para peneliti merekomendasikan ekstubasi pasien bedah saraf hanya ketika ada homeostasis sistemik dan otak lengkap. Ada beberapa kondisi yang dapat menunda kebangkitan pada pasien bedah saraf dan harus dipertimbangkan sebelum mengembangkan rencana ekstubasi. Hematoma intrakranial dan edema serebral utama adalah komplikasi paling ditakuti setelah operasi intrakranial. Dalam sebuah studi retrospektif pada pasien kraniotomi, telah didemonstrasikan hubungan antara hipertensi perioperatif dan munculnya hematoma pascaoperasi. Oleh karena itu, munculnya dari anestesi harus sehalus mungkin, hindari tegang atau bucking pada tabung endotrakeal. Bucking dapat menyebabkan hipertensi arteri dan ICP tinggi, yang dapat menyebabkan pendarahan pasca operasi dan edema otak. Untuk menghindari bucking, relaksan otot tidak dihapus sampai kepala ganti diterapkan. Lidokain intravena (1,5 mg / kg) dapat diberikan 90 detik sebelum suction, dan ekstubasi untuk meminimalkan batuk, tegang, dan hipertensi. Agen antihipertensi seperti labetalol dan esmolol juga juga diberikan selama Munculnya untuk mengontrol hipertensi sistemik.

Pasien diekstubasi hanya ketika sepenuhnya sadar dari kelumpuhan, dan ketika ia bangun dan mengikuti perintah. Jika pasien tidak responsif, tabung endotrakeal tetap berlaku sampai pasien terjaga dan mengikuti perintah. Abrief pemeriksaan neurologis dilakukan sebelum dan setelah ekstubasi trakea. Pasien diposisikan dengan kepala ditinggikan 15 sampai 30 ◦ dan dipindahkan ke ruangan pemulihan dengan oksigen dengan masker dan monitoring saturasi oksigen. Pemantauan dan perawatan, termasuk pemeriksaan neurologis, akan dilanjutkan di ruang pemulihan.

2.7.2 Awake KraniotomiTantangan utama dari operasi oncological adalah pengangkatan tumor radikal. Sebuah

pernyataan umum bahwa semakin besar reseksi semakin rendah risiko kekambuhan lesi dan semakin tinggi kesempatan keselamatan pasien. Tapi eksisi jaringan yang luas dapat mendukung terjadinya gelar tak terduga laesa functio, tergantung pada lokasi keganasan tersebut. Terutama di neuro-onkologi, yang sequelae neurologis akibat eksisi tumor dapat menyebabkan cacat berat mengorbankan kehidupan sosial pasien. Oleh karena itu, tujuan untuk menghilangkan jumlah maksimum lesi tanpa merusak fungsi saraf, telah mendorong para dokter dan industri untuk mengembangkan pendekatan bedah canggih yang akan dilakukan pada pasien terjaga dan menanggapi, sehingga untuk mengevaluasi disfungsi neurologis sebelum penghapusan jaringan.

Kraniotomi Awake kembali dikenalkan pada paruh kedua abad ke-19, dan pada saat itu, indikasi epilepsi operasi dilakukan dengan anestesi lokal. Selanjutnya, praktek bedah telah diperpanjang juga pada reseksi tumor melibatkan korteks fungsional dan akhirnya, dalam beberapa tahun terakhir lebih, indikasi telah diperpanjang untuk mencakup penghapusan tumor supratentorial, terlepas dari keterlibatan korteks.

Kraniotomi pada pasien terjaga telah berevolusi dan diperpanjang indikasi sebagai akibat langsung dari kekuatan mengemudi berikut: perbaikan besar alat diagnostik, pengembangan teknologi bedah saraf mengesankan intraoperatif fungsional, peningkatan perangkat monitoring anestesi, sifat farmakokinetik dan farmakodinamik dari agen anestesi baru dan modalitas dengan yang mereka disampaikan kepada pasien. Keuntungan utama pendekatan bedah saraf terjaga adalah memfasilitasi electrocorticography intraoperatif dan pemetaan kortikal untuk identifikasi akurat area otak yang mengontrol fungsi motorik dan pidato.

Pencitraan resonansi magnetik fungsional telah menghasilkan kemajuan yang cukup besar dalam pemetaan non-invasif area otak fungsional, sehingga stratifikasi tumor yang

36

Page 37: Referat Rini Isi

sangat awal. Namun, perusahaan mempekerjakan selama operasi tidak layak secara rutin dan pengujian intraoperative bahasa dan fungsi motor terus menjadi standar emas untuk reseksi bedah radikal dan meminimalkan kerusakan otak fasih.

Selain lokasi tumor anatomi, prasyarat wajib untuk kraniotomi terjaga adalah pasien sepenuhnya kooperatif dan kerjasama yang optimal antara anestesi dan staf bedah saraf, untuk menyadari apa yang didefinisikan sebagai fungsi bedah saraf yang dikontrol. Memang, evolusi anestesi umum dalam bedah saraf telah diizinkan kontrol yang memadai parameter penting, fungsi neurologis dan tekanan intrakranial, pada saat yang sama memastikan aspek-aspek kondisi kerja yang optimal untuk bedah saraf itu, tapi pemantauan intraoperative lesi fungsional dari sistem saraf pusat adalah sangat terhambat dengan anestesi umum: beberapa fungsi otak yang lebih tinggi kortikal (pidato yaitu) tidak dapat dipantau selama operasi.

"Kraniotomi Awake" adalah istilah yang menyesatkan. Karena fase bedah berbeda membutuhkan berbagai tingkat sedasi, pasien dipertahankan benar-benar terjaga hanya selama prosedur pemetaan, yang membutuhkan kerjasama pasien, dan selama awal reseksi tumor. Memberikan obat penenang yang tepat dan analgesia untuk kraniotomi terjaga adalah tantangan bagi anesthesiologist. Sebuah modulasi kontinyu dan cepat tingkat sedasi dan analgesia adalah mutlak diperlukan untuk mengelola rangsangan bedah menyakitkan dan tanggapan neurofisiologis tertentu (stimulasi korteks atau pengujian pidato). Yang paling penting, pasien harus terjaga dan waspada selama pemetaan otak. Sementara itu fungsi-fungsi vital harus dijamin, serta dukungan darurat jika memburuknya status klinis harus terjadi. Beberapa kombinasi sedasi, analgesia, dan teknik anestesi telah dijelaskan dalam literatur medis.

"Teknik tidur tidur terjaga", mencakup tahap awal anestesi umum, akhirnya dengan masuknya perangkat saluran napas supraglottic, diikuti oleh intraoperatif kebangkitan untuk pemetaan bahasa selama reseksi tumor, dan akhirnya, kembali lagi untuk anestesi umum selama penutupan kraniotomi. Dimonitor perawatan anestesi atau teknik sedasi sadar, dibutuhkan agen anestesi pendek bertindak dikombinasikan dengan anestesi lokal selama fase pembedahan yang menyakitkan.

Apapun strategi anestesi yang dipilih, tujuan akhir adalah untuk memungkinkan ahli bedah saraf untuk mengambil keuntungan dari kerjasama pasien dan mempertahankan homeostasis umum. Teknik anestesi yang dipilih memerlukan analgesia yang optimal selama rangsangan nociceptive; sedasi, anxiolysis, imobilitas dan kenyamanan selama pemetaan dan prosedur reseksi dan, akhirnya, pencegahan efek samping seperti mual, muntah dan kejang. Pemeliharaan jalan napas paten, ventilasi yang memadai, stabilitas hemodinamik dan relaksasi otak adalah wajib. Awake bedah kranial memiliki risiko spesifik dan pasien yang terkena stres fisik dan mental meningkat.

Selain masalah klasik sering dianjurkan sebelum jenis anestesi, anestesi harus membayar perhatian khusus terhadap titik-titik spesifik lainnya:

o Ia harus memprediksi intubasi sulit dan mendeteksi faktor risiko yang dapat menguntungkan obstruksi saluran napas bagian atas atau depresi pernapasan, seperti obesitas atau tidur sindrom apnea

o Ketika berhadapan dengan pasien epilepsi, ia harus menyadari jenis dan frekuensi kejang serta terapi antikonvulsan

o Anesthesiologist harus mengevaluasi derajat hipertensi intrakranial sesuai dengan tanda-tanda klinis dan pencitraan

o Risiko hemorrhagic prosedur, tergantung pada jenis lesi, sejarah klinis dan obat rutin juga harus diperhitungkan

37

Page 38: Referat Rini Isi

o Derajat anxiolysis, toleransi terhadap rasa sakit dan setiap defisit neurologis yang dapat menghambat kerjasama pasien selama operasi, adalah faktor penting untuk secara akurat dianggap terlalu.

Sebuah fitur penting dari informasi pasien selama penilaian pra operasi ini adalah penjelasan yang akurat dan rinci tentang prosedur (suara intraoperatif yaitu instrumen bedah, imobilisasi kepala, dll). Pasien harus diberitahu mengenai urutan peristiwa yang terjadi selama operasi serta komplikasi yang mungkin, untuk meminimalkan rasa takut tentang operasi dan anestesi. Mendapatkan kepercayaan pasien dan perjanjian kerja sama selama operasi adalah faktor fundamental untuk prosedur sukses. Masalah khusus seperti agitasi, kegelisahan dan kurangnya kerjasama, dapat menjadi perhatian serius selama operasi otak terjaga.

Adalah penting bahwa calon untuk kraniotomi terjaga secara psikologis siap untuk secara aktif terlibat dalam prosedur: tingkat kognitif dan motivasi pasien adalah kunci sukses.

Banyak protokol awal anestesi melaporkan tentang teknik terjaga-tertidur-terjaga yang sering membutuhkan manuver rumit manajemen jalan nafas intraoperatif, atau sedasi intravena relatif mendalam dengan obat yang memiliki lambat offset tindakan. Sarang dan Dinsmore retrospektif diperiksa tiga teknik anestesi yang berbeda: sedasi dengan propofol, fentanyl droperidol, dan midazolam; tertidur-terbangun-tertidur dengan infus propofol, iv fentanil dan ventilasi spontan melalui LMA; anestesi tertidur-terbangun-tertidur dengan propofol dan remifentani dan IPPV melalui LMA. Semua prosedur ini menjamin kenyamanan dan kepuasan pasien yang masuk akal, tapi obat penenang mendalam yang mereka hasilkan, dapat membahayakan manfaat pengujian intraoperatif fungsional. Saat ini, propofol adalah pilihan pertama hipnosis, bisa dikelola dengan menggunakan teknik target kontrol infus. Propofol terkait dengan remifentanil, yang memiliki paruh yang sangat singkat, menyebabkan modulasi cepat dan denda kedalaman sedasi; lebih lanjut suatu titrasi akurat dari kedua obat memungkinkan menghindari perangkat untuk kontrol saluran udara.

Teknik-teknik yang diuraikan untuk proteksi saluran udara lebih aman termasuk intubasi endotrakeal dan kebangkitan tanpa penarikan pipa endotrakeal (pengujian vokalisasi melarang); ekstubasi dan re-intubasi setelah pengujian; penempatan, pengangkatan dan penggantian dari LMA. Ventilasi tekanan non-invasif positif juga telah dijelaskan. Alfa 2 agonis clonidine sering digunakan sebagai analgesik adjuvant-co. Dexmetedomidine tampaknya peningkatan kepentingan karena sepertinya untuk memberikan obat penenang lebih dekat untuk tidur alami, memberikan anxiolysis dan analgesia, mengurangi kebutuhan opioid dan obat-obatan antihipertensi dan tidak mengganggu fungsi pernafasan.

Airway manajemen Perwatan airway merupakan tantangan besar selama operasi di kraniotomi terjaga, dan

komplikasi pernapasan yang paling ditakuti, khususnya pada saat terjadi teknik jalan napas tidak dilindungi sedasi. Apapun teknik dari kraniotomi terjaga digunakan, sangat penting, untuk anestesi, untuk mengantisipasi komplikasi pernapasan (SpO2 rendah, peningkatan EtCO2, hipoventilasi atau obstruksi saluran napas) dan memiliki rencana aksi dan peralatan yang dibutuhkan untuk menangani manajemen jalan nafas sulit. Anesthesiologist berurusan dengan kraniotomi terjaga harus menyadari kesulitan dalam memprediksi hak individu dosis obat untuk pasien terjaga dan cemas, serta komplikasi pernapasan akibat kondisi pasca kritis setelah kejang

Bedah Saraf pada pasien terjaga adalah sebuah tantangan yang menarik dan telah menjadi praktik umum di banyak pusat-pusat bedah. Kraniotomi terjaga untuk operasi tumor telah menjadi prosedur mapan, meskipun manajemen anestesi akan terus berbeda untuk

38

Page 39: Referat Rini Isi

masing-masing institusi. Teknologi baru muncul pada cakrawala seperti kamera inframerah untuk mendeteksi daerah-daerah fungsional korteks aktif selama operasi, serta teknik-teknik canggih lainnya mapan pencitraan untuk membimbing ahli bedah dan memungkinkan operasi kompleks yang harus dilakukan lebih cepat dan dengan komplikasi lebih sedikit. Tapi meskipun semua penaklukan teknologi, kemampuan dan keterampilan dari ahli anestesi untuk mengatur titrasi farmakologis yang tepat serta kepekaan untuk mempertahankan menghubungi psiko-emosional dekat dengan pasien di seluruh operasi masih akan tetap salah satu kunci tantangan bagi hasil yang sukses.

2.8 ANESTESI PADA CEDERA KEPALA

2.8.1 Pengelolaan Anestesi

Prinsip Umum: Obat-obatan dan teknik anestesi yang merupakan kontraindikasi pada pasien dengan cedera kepal berat adalah:premedikasi dengan narkotik (menyebabkan depresi nafas), nafas spontan, neurolab  analgesia, ketamin (meningkatkan ICP, CMRO2 dan mempresipitasi kejang-kejang), N2O bila ada aerocele, halotan, spinal anestasi.

Premedikasi:

Pada cedera kepala tidak memerlukan premedikasi untuk tujuan sedasi.

Monitoring :

Monitoring yang dipakai adalah: EKG, pulse oksimetri, stetoskop, termometer, kateter urin, tekanan darah, End Tidal CO2

Prinsip Pengelolaan Anestesi Yang Optimal.

1.Maintenance hemodinamik sistemik.

Pada perdarahan intrakranial atau luka pada scalp terutama pada anak menyebabkan hipotensi dan hipovolemi. Bila terjadi penurunan darah yang tiba-tiba disaat dekompresi berikan cairan, maka pada operasi kraniotomi harus selalu dipasang kanula vena yang besar minimal no.16. Pemberian vasopresor mungkin diperlukan sampai resusitasi cairan yang adekuata dicapai.

2.Maintenance ventilasi dan oksigenisasi yang adekuat

Pasien dengan cedera kepala berat sering mengalami hipoksia dan hiperkapni. Untuk terapi hipoksemi mungkin diperlukan oksigen konsentrasi tinggi.

3.Maintenance Perfusi Cerebral

Hiperventilasi yang ekstrim mempunyai pengaruh buruk terhadap perfusi otak.

2.8.2 Anestesi intravena

Obat anestesi intervena seperti barbiturat, etionamidate, dan propofol menurunkan CBF dan cerebral metabolisme. Menurunnya CBF maka ICP juga akan menurun.

39

Page 40: Referat Rini Isi

Ketamin sebaiknya dihindari dari pada pasien dengan kenaikan ICP, sebab ketamin meninggikan CBF,CMRO2,dan ICP.peningkatan CBV disebabkan oleh peningkatan tekanan darah akibat stimulasi simpatis dan peningkatan Pa CO2 pada pasien yang nafas spontan.

Opioid Fentanil, sulfentanil, dapat menaikkan icp pada pasien pasien tumor otak dan cedera kepala.

2.8.3 Anestesi inhalasi

Halotan:

. Paling sedikit menurunkan CMRO2.

· CBF meningkat 3 kali lebih besar daripada yang diakibatkan oleh isoflurane.· Bila halotan ditambah N2O, Maka CBF meningkat 300%· Pada umumnya peningkatan ICP oleh  obat anestesi inhalasi dapat dikurangi dengan

hiperventilasi, tapi dengan halotan peningkatan ICP tetap terjadi walaupun sudah hipokarbi

· Obat ini tidak dianjurkan untuk bedah saraf.

Enflurane:

· Dapat menimbulkan kejang EEG terutama bila ada hipokapni à meningkatkan CMRO2 meningkatkan CBF

· Produksi CSF meningkat absorbsi turun operasi lama jumlah CSF akan meningkat.· Obat ini tidak dianjurkan dalam bedah saraf.

Isoflurane:

· Merupakan obat anestesi inhalasi terbaik dalam bedah saraf. Menurunkan CMRO2 sampai 50% –> proteksi otak. Untuk regional iskemik lebih bagus Pentotal.

· Peningkatan ICP pada isoflurane dilawan oleh hipokapni atau barbiturat kenaikan ICP akan dicegah oleh hiperventilasi.

· Peningkatan ICP karena isoflurane berakhir setelah 3 menit, halotan dan influrane berakhir 3 jam.

Sevoflurane:

· Obat terpilih untuk bedah saraf sama dengan isoflurane.· Perbedaan dengan isoflurane induksi dan pemulihan lebih cepat kanaikan denyut

nadi berkurang.· Untuk induksi inhalasi pada pediatrik sangat baik karena non iritatif.· Tetapi karena operasi bedah saraf pada umumnya lama dan efek terhadap CSF lebih

baik isoflurane maka pilihan pertama untuk bedah saraf tetap isoflurane.

N2O:

· 60% N2O meningkatkan CBF ±100%.· Kejadian emesis pada N2O bisa terjadi 90%. Oleh karena itu penggunaan N2O harus

benar-brnar diperhitungkan.

40

Page 41: Referat Rini Isi

2.8.4 Terapi cairan

o Cairan yang pertama kali diberikan kristaloid isotonis hindari RL yang berlebihan (hiperosmoler).

o Untuk resusitasi cairan yang cepat koloid atau darah

2.8.5 Induksi Anestesi

o Posisi kepala pada posisi supine netral hindari fleksi ekstrim atau rotasi kepala.

o Sebelum induksi beri O2 100%o Pentotal merupakan induksi pilihan menurunkan CBF dan ICPo Lidokain 1,5 mg/kg 1-3 menit sebelum intubasi mencegah kenaikan

tekanan darah dan ICPo Narkotik bisa diberikan supaya intubasi lancaro Fentanyil 1-4 ug/kg sebelum laringoskopio Ketamin adalah kontra indikasi meningkatkan SBF dan ICPo Relaksan pilihan vecuronium dan rokuronium kardiovaskuler stabilo Obat-obat yang melepaskan histamin curare, metocurium dan dosis besar

atrakuriumà hindari.o Atrakurium mempunyai metabolit laudanosin yang menembus sawar otak

dan menimbulkan kejang-kejang pada binatang percobaan.o Suksinil kolin jangan diberikan pada cedera kepala karena adanya peningkatan

in put cerebral afferent Meningkatkan CBF dan ICP.

2.8.6 Maintenance (rumatan)

Hipotensi intraoperatif

Harus segera diterapi cairan atau vasopressor bila respon cairan tidak jelas.

Hipertensi intraoperatif

Jika hipertensi berat MAP >130-140 mmHg harus diterapi untuk mencegah bertambahnya edeme otak.dosis rendah isofluran dapat diberikan sebagai tambahan anestesi intravena.

Paska bedah

Bila pasien bangun dan bernafas spontan maka pada keadaan pasca bedah harus sama dengan pra bedah dan ektubasi dilakukan di OK. Bila GCS < 8, pipa endotrakeal tetap diperttahankan, dan bila keadaan tetap > 1 minggu, sebaiknya ditrakeostomi untuk memudahkan pengelolaan jalan nafas. Bila intubasi masih diperlukan dosis kecil narkotik atau pentotal dapat diberikan supaya tidak terangsang oleh endotrakeal tube.pasien harus dipindahkan dengan posisi kepala flat atau naik 0-5 derajat dengan tetap dimonitor dan diberi oksigen.

2.8.7 Pemantauan dan Pengontrolan Tekanan Intrakranial

41

Page 42: Referat Rini Isi

Indikasi Cedera kepala adalah indikasi paling umum untuk  pemantauan TIK. Cedera kepala berat dengan CT scan normal  umumnya mempunyai insidens hipertensi intrakranial  rendah (13 persen), kecuali mereka memiliki dua atau lebih keadaan buruk berikut saat masuk:

1. Tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg.2. Postur motor uni atau bilateral3. Usia diatas 40

Bila tekanan meninggi  dan menetap diatas 25 hingga 30 mmHg,  debridemen  operatif biasanya diindikasikan.  Klinisi  harus waspada  bahwa TIK tidak selalu meninggi karena  adanya proses intrakranial. Ini terutama jelas pada lesi lobus temporal yang dapat menimbulkan herniasi tentorial tanpa adanya peninggian TIK.

Pengobatan Peninggian TIK

Pendekatan bertahap terhadap peninggian TIK berikut dianjurkan:

1. Pastikan posisi tubuh dan leher yang optimal.  Umumnya  leher harus pada posisi netral  untuk  menjamin pengaliran vena. Pemutaran leher pada posisi ekstem berakibat  pengurangan outflow vena  dan  peninggian tekanan  intrakranial. Derajat  pengangkatan  kepala optimal agak kontroversial. Walau umumnya  dipercaya  bahwa peninggian kepala adalah manuver yang  bermanfaat,  beberapa penulis berpendapat hal  ini  adalah individual dan peninggian kepala mungkin  mengganggu

2. Perfusi serebral pada beberapa kasus.3. Periksa kalibrasi. Sebelum langkah yang lebih lanjut diambil untuk mengobati tekanan

intrakranial, pertama-tama sistem pemantauan harus dikalibrasi dan pastikan bacaan bukan artifak.

4. Periksa Na+ dan AGD serum. Hiponatremia adalah masalah yang umum pada pasien bedah saraf, sering  sebagai akibat SIADH. Hiponatremia harus dikoreksi agresif  karena berpengaruh dramatis terhadap pembengkakan otak. Hiperkarbia juga berakibat pada pembengkakan  otak sekunder terhadap  vasodilatasi.  Digunakan hiperventilasi (penurunan PCO2 hingga 25 mmHg) sebagai  tindakan  rutin dalam mengobati  pasien  dengan pembengkakan otak potensial. Penelitian mutakhir menunjukkan bahwa hiperventilasi setelah beberapa waktu mungkin berperan dalam timbulnya iskemia serebral akibat  vasokonstriksi (H.F. Young). Karenanya  hal ini  hanya digunakan dimana perlu, dan  untuk  waktu singkat yang diperlukan untuk mempertahankan tekanan intrakranial dalam batas normal.

5. Pastikan tidak ada kejang. Walau bukan hal yang umum terjadi, kejang subklinis bisa berakibat  peninggian TIK yang tak diperkirakan..

6. Pastikan  tidak ada lesi massa dengan CT scan .  Peninggian TIK adalah pertanda masalah dan tidak boleh dipikirkan sebagai suatu diagnosis semata. Karenanya bila  tindakan  sebelumnya tidak  mengatasi  masalah TIK,  CT scan otak harus dilakukan untuk  memastikan tiadanya lesi massa.

7. Hiperventilasi hingga PCO2 sekitar 25 mmHg.8. Alirkan CSS melalui ventrikulostomi. Pengaliran  CSS intermitten  melalui

ventrikulostomi  adalah  metodasangat berguna dalam mengontrol tekanan  intrakranial. Untuk alasan ini kateter ventrikular paling berguna dibanding alat pemantau lainnya.

9. Pemberian mannitol (0.25 hingga 2.0 g/kg). Tetap merupakan obat terpilih untuk mengobati peninggian tekanan  intrakranial. Walau urea dan  gliserol  sudah digunakan dibeberapa negara, mannitol tetap  merupakan obat yang paling luas

42

Page 43: Referat Rini Isi

digunakan. Ia beraksi  cepat, relatif aman, dan kemampuan untuk diberikan intra vena berperan atas popularitasnya.

10. Induksi koma dengan barbiturat. Bila semua  tindakan diatas  gagal mengontrol TIK, koma  barbiturat  bisa dipertimbangkan. Pegangan umum, bila didapatkan bahwa TIK tetap meninggi diatas 25 mmHg selama 30 menit atau  diatas 30 mmHg untuk 15 menit walau sudah  dengan semua tindakan terdahulu. Obat yang umum  digunakan  adalah pentobarbital (Nembutal) dengan  dosis 10  mg/kg sebagai dosis loading, dalam 30  menit,  5 mg/kg setiap 1 jam kali 3, diikuti dosis pemeliharaan 1 mg/kg/jam diatur hingga didapat kadar serum 3-4 mg%.

2.9 TATA LAKSANA ANESTESIA PADA OPERASI KRANIOTOMI

2.9.1 Batasan

Anesthesia pada kraniotomi adalah tindakan anesthesia yang dilakukan pada pasien yang menjalani pembwdahan intracranial baik karena cedera kepala, tumor otak, perdarahan dan lainnya.

Sasaran yang diutamakan dalam penatalaksaan tindakan anesthesia pada tindakan ini adalah, disamping untuk menciptakan suasana lapangan operasi yang memadai , juga mengupayakan agar homeostatis intra dan ekstrakranial memadai sehingga kondisi “human mentation”nya optimal.

2.9.2 Masalah

1. perubahan tingkat kesadaran2. pengendalian tekanan intracranial (TIK)3. pengendalian kejang4. ancaman gagal nafas5. kegoncangan sirkulasi6. trauma ganda (dalam kasus trauma kepala)7. pemberian terapi cairan dan nutrisi8. perdarahan luka operasi9. lama operasi

2.9.3 Penatalaksanaan

1. Evaluasi pra bedah a. penilaian status pasienb. evaluasi status generalis dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

sesuai dengan indikasi

2. Persiapan pra bedah a. persiapan rutinb. persiapan khusus .Apabila diperlukan ,dilakukan di ruang terapi intensif, antara

lain : usaha menurunkan tekanan intrakranial dengan bantuan hiperventilasi,

pemberian steroid dan diuretik serta kalau sarana tersedia dilakukan drainase likuor

usaha untuk mengatasi kejang, dapat diberikan pentothal atau diazepam secara intravena

43

Page 44: Referat Rini Isi

terapi oksigen, kalau perlu dengan ventilasi mekanik usaha mengatasi kegoncangan hemodinamik untuk mempertahankan

tekanan arteri rata-rata sesuai dengan batas autoregulasi aliran darah otak koreksi terhadap segala bentuk keadaan patologis ekstrakranial yang lain

yang mengancam

3. Premedikasi Dalam keadaan akut , tidak perlu diberikan premedikasi , kecuali terdapat bradikardi, dapat diberikan atropin dengan dosis 0,01 mg/kgbb secara intravena. Apabila pasien gelisah atau kejang dapat diberikan diazepam 5-10 mg secara intravena. Fentanil dapat dipertimbangkan untuk menekan respon nyeri. Pada operasi berencana, pemberian premedikasi disesuaikan dengan status fisik pasien.

4. Induksi dan intubasi Induksi merupakan tahap yang kritis, tidak jarang terjadi kenaikan tekanan intrakanium karena teknik yang salah. Beberapa faktor penting yang bisa menyebabkan kenaikan tekanan intrakranium pada saat intubasi adalah :

1. anestesia dan relaksasi otot kurang adekuat2. peningkatan PaCO2 karena henti nafas3. hipoksia, karena oksigenasi yang kurang memadai.4. posisi kepala yang salah sehinggga menyebabkan gangguan drainase likuor.

Teknik induksi dan intubasi:

1. prekurarisasi dan oksigenasi2. berikan lidokain 1-1,5 mg/kgBB (IV) untuk menekan rangsang simpatis pada

saat intubasi3. induksi dengan barbiturat atau profopol atau dexmetomidin intravena dengan

dosis disesuaikan.4. laringoskopi dan berikan analgesia lokal dengan semprotan lidokain. Hati-hati

kemungkinan adanya trauma tulang servikal ( kasus trauma kepala)5. intubasi, sebaiknya digunakan PET non kingking untuk mencegah sumbatan

jalan nafas, selanjutnya fiksasi adekuat untuk mencegah terlepasnya pipa.

5. Pemeliharaan anestesia 1. Sebaiknya digunakan teknik anastesia imbang, karena cara ini mempunyai

pengaruh yang kecil terhadap tekanan intrakranium. Racikan atau kombinasi obat yang digunakan adalah :a. N2O : O2 = 60% : 40%b. Fentanil / sufentanil dosis disesuaikan c. Dehidrobenzperidold. Obat pelumpuh otot non depolarisasi pilihan adalah esmeron / vekuronium

tetapi kalau tidak ada diberikan yang lain.Dosis masing-masing obat yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan

2. Pilihan lain adalah dengan obat anastetika inhalasi N2O : O2 = 60% : 40%, disertai insofluran atau desfluran atau kalau ada sevofluran dan pelumpuh otot.seperti tersebut diatas.

44

Page 45: Referat Rini Isi

3. lakukan hiperventilasi agar tekanan PaCO2 berkisar antara 25-30 mmHg untuk menurunkan tekanan intrakranium. Dianjurkan mempergunakan alat bantu nafas mekanik untuk nafas kendali selama anestesia.

4. usaha lain yang bertujuan untuk menurunkan TIK antara lain adalah pemberian ostomik diuretik dan pemberian steroid, walaupun tindakan ini masih dianggap kontroversi sampai saat ini.

5. pada kasus yang diduga mengalami banyak perdarahan, dapat dilakukan teknik ”hipotensi kendali” mempergunakan obat vasodilator yang masa kerjanya singkat, seperti misalnya ”sodium nitropruside” atau nitrogliserin.

6. diupayakan agar tekanan darah arteri rata-rata tidak lebih rendah dari batas autoregulasi aliran darah otak.

6. Terapi cairan dan transfusi darah se lama operasi Pada perdarahan yang terjadi <20% dari perkiraan volume darah pasien, berikan cairan pengganti kristaloid atau koloid, tetapi apabila terjadi perdarahan >20% dari perkiraan volume darah pasien berikan tranfusi darah. Untuk memantau terapi cairan dianjurkan memasang kateter vena sentral untuk mengulur tekanan vena sentral.

7. Pemantauan selama anestesia Pemantauan selama anastesia dan pembedahan dilakukan terutama terhadap parameter ekstrakranial dan juga TIK.

1. Pemantauan respirasi, meliputi parameter:a. Mekanik, meliputi : volume nidal, frekuensi nafas dan tahanan jalan nafas.

Apabila mempergunakan alat banyo nafas mekanik, semua parameter tersebut dapat diatur/ditentukan dan dipantau pada alat tersebut. Dianjurkan nafas kendali pada tatalaksanaan anestesia bedah syaraf khususnya kraniotomi menggunakan alat bantu nafas mekanik.

b. Kimiawi, CO2 udara ekspirasi dengan kapnograf, “pulse oxymeter” dan analisis gas darah. Diusahakan agar pH darah normal, PaCO berkisar antara 25/30 mmHg dan PaO2 diatas 100 mmHg.

2. KardivaskularDilakuakn pemantauan bunyi jantung dengan stetoskop prekordial, pemantauan EKG, tekanan darah dan tekanan vena sentral. Disamping itu juga dilakukan pemantauan kadar hemoglobin dan hematokrit.

3. Fungsi ginjalProduksi urine ditampung dan diukur, terutama pada pemberiaan diuretik dan kasus yang diduga akan terjadi diabetes insipidus.

4. Keseimbangan elektrolit, asam basa dan osmolaritas.Periksa analisis gas darah dan elektrolik serta osmolaritas serum secara periodek dan segera koreksi kelainan atau gangguan keseimbangan yang dijumpai.

5. Suhu tubuhPantau suhu tubuh secara kontiniu melalui rektum atau sublingual, cegah hipotermi atau hipertermi yang ekstrim dengan memasang selimut pengatur suhu.

6. Tekanan intrakranial (TIK)

45

Page 46: Referat Rini Isi

Pemantauna TIK dilakukan oleh dokter spesialis bedah syaraf yang melakukan pembedahan (apabila diperlukan).

8. Pemulihan anestesia 1. pada akhir pembedahan, pasien yang diperkirakan mengalami oedema, kejang

atau kenaikan tekanan intrakranium >30 mmHg, pipa endotrakea tetap dipertahankan untuk tindakan lebih lanjut.

2. sebaliknya pada pasien tidak diperkirakan akan mengalami keadaan seperti diatas, segera dipulihkan dan pipa endotrakia di ekstubasi setelah pasien bernafas spontan dan adekuat serta jalan nafas bersih.

9. Pasca anestesia / bedah 1. pasien dengan resiko tinggi seperti diatas segera dibawa keruang terapi intensif

untuk terapi lebih lanjut.2. pasien tanpa resiko untuk sementara dirawat diruang pulih, sesuai dengan

tatalaksana pasca anastesia.3. pasien pada butir ke 2 dapat dikembalikan keruangan apabila telah memenuhi

kriteria pemulihan.

2.10 ANESTESI UNTUK BEDAH SARAF PADA BAYI DAN ANAK

2.10.1 Pengantar Anastesi pada bayi dan anak-anak dalam prosedur bedah saraf menjadi tantangan unik

bagi ahli anestesi. Kemajuan dalam teknik bedah saraf dan teknologi telah mengubah tampilan bedah saraf pediatik dan menyebabkan hasil yang lebih baik untuk pasien bedah saraf pediatrik. Konsep dasar perawatan neuroanesthesia sama di segala usia. Dalam review ini, kita akan fokus pada perbedaan penting yang dihadapi ahli anestesi dalam mengawasi bayi dan anak-anak.

2.10.2 Fisiologi Intracranial

Tengkorak bayi tidak sepenuhnya tulang keras dan lebih compliant (viskoelastik) daripada tengkorak orang dewasa dan memiliki kemampuan untuk memperluas di open fontanelles dan nonfused sature. Bayi mungkin tidak menunjukkan tanda-tanda yang berhubungan dengan kelainan intrakranial, karena kranium dapat meluas dalam menanggapi perluasan intrakranial massa otak atau proses hydrocephalus, sebelum datang ke perhatian klinis.

Pada awalnya, bayi dan anak-anak muda sering tidak menunjukkan tanda-tanda umum hipertensi intrakranial seperti bradikardi, peningkatan tekanan darah sistemik, pelebaran pupil, dan papilledema. Jika ditemukan tanda-tanda tersebut, ini merupakan prognosis yang buruk dengan hasil yang buruk. Neonatus dan bayi dapat terlihat dengan lingkar kepala meningkat, fontanel menonjol, cranial sutures melebar, mata sayu, irritabilitas, lesu, nafsu makan menurun, atau berkurangnya pergerakan. Batas-batas autoregulasi serebral mungkin bergeser ke nilai signifikan yang lebih rendah (rata-rata tekanan arteri (MAP) 20-60 mmHg) pada neonatus dan bayi. Batas keselamatan lebih sempit pada bayi yang kurang bisa mengkompensasi akut-hipo atau hipertensi dengan baik. MAP rendah menyebabkan risiko iskemia, sementara hipertensi pada bayi mungkin berisiko menyebabkan perdarahan intrakranial. Respon untuk hiperventilasi (PaCO2 rendah) pada bayi dapat berisiko akibat dari merangsang iskemia serebral dengan PaCO2 yang sangat rendah (<20 mmHg).

46

Page 47: Referat Rini Isi

2.10.3 Pertimbangan Preoperative dan Persiapan Bedah Persiapan preoperative pasien bedah saraf pediatrik mencakup pemahaman yang

mendasari patologi neurologi dan evaluasi menyeluruh terhadap setiap penyakit penyerta, obat, status volume intravaskuler dan riwayat anestesi. Hipertensi intrakranial mungkin muncul dan dapat menjadi ancaman hidup. Pasien yang dicurigai atau diverifikasi peningkat ICP memerlukan perhatian selama induksi dan pemeliharaan anestesi untuk menghindari peningkatan lebih lanjut di ICP. Volume darah mungkin menurun karena asupan buruk atau muntah berulang. Anak mungkin memiliki saluran nafas abnormal karena terkait kelainan kraniofasial. Reaktif penyakit saluran napas, asma, atau URI baru-baru ini dapat meningkatkan reaktivitas saluran udara dan menyulitkan perawatan perioperatif. Laryngospasm / bronkospasme pada induksi akan mengarah pada peningkatan PaCO2 dan dengan demikian juga dengan CBF dan ICP. Dalam banyak kasus, sebuah induksi intravena (IV) mungkin lebih baik untuk menghindari komplikasi saluran napas. Komorbiditas mungkin memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Pada anak dengan penyakit jantung bawaan, penting untuk memahami dasar anatomi dan fisiologi. Fungsi ginjal harus dievaluasi terutama jika harus menggunakan pewarna intravena untuk kasus neuroimaging. Pada pasien dengan epilepsi, terapi antikonvulsan dapat mengubah metabolisme obat bius.

Sedasi preoperative dapat diindikasikan untuk meringankan kecemasan dan ketakutan pada anak. Kecemasan yang mengarah ke menangis atau menjerit atau melawan dapat menyebabkan peningkatan signifikan di ICP. Sedasi dengan midazolam oral lebih disukai selama tidak mengakibatkan depresi pernafasan atau perubahan PaCO2 yang telah dibuktikan dengan premedikasi midazolam oral pada anak-anak (di dosis sampai 0.7mg/kg dengan maksimal 20mg) intravena atau midazolam intranasal juga diterima jika oral tidak ditoleransi. Obat lainnya seperti opioid dan thiopental menyebabkan depresi pernafasan dan harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan ICP tinggi. Ketamine harus dihindari karena akan meningkatkan baik aliran darah serebral (CBF) maupun tingkat metabolisme otak dan akan meningkatkan ICP.

2.10.4 Manajemen Intraoperatif

Status neurologi pasien dan masalah komplikasi kesehatan akan menentukan pilihan induksi anestesi. Biasanya, bayi dan anak-anak yang tidak memiliki akses intravena akan menjalani induksi hirup melalui masker wajah. Karena semua anestesi volatile menyebabkan peningkatan CBF, (tabel 3) ahli anestesi harus mengontrol ventilasi sesegera mungkin dan hiperventilasi pasien untuk penurunan PCO2 untuk mengimbangi kenaikan CBF. Akses intravena kemudian dapat ditempatkan sesuai kebutuhan. Agen nondepolarizing neuromuscular blocking harus diberikan untuk memfasilitasi intubasi endotrakeal. Pada pasien dengan kanula IV permanen, anestesi dapat didorong dengan agen IV seperti propofol atau thiopental, dengan ICP rendah. Jika pasien berisiko aspirasi induksi urutan cepat harus dilakukan, lebih baik menggunakan fast-acting, nondepolarizing neuromuscular blocker.

Posisi Posisi pasien yang tepat untuk prosedur bedah saraf pediatrik penting untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan pasien. Umumnya, pasien yang menjalani bedah saraf berada dalam posisi terlentang dengan kepala tempat tidur ditinggikan. Leher fleksi dapat mengakibatkan migrasi ke bawah dari tabung endotrakeal atau oklusi drainase vena jugular, menyebabkan hipertensi vena cerebral dan meningkatkan volume intrakranial dan tekanan. Tempat-tempat posisi rawan menimbulkan risiko cedera mata dari tekanan okular langsung dan hipoperfusi. Posisi seperti bangku taman digunakan untuk lateral atau garis tengah sayatan dan ketika akses cepat ke pasien diperlukan. Padding yang tepat dan stabilisasi diperlukan untuk mencegah peregangan, iskemia dan cedera tekanan ke ketiak serta bagian tubuh yang lain. Posisi duduk memerlukan perhatian untuk nilai tekanan

47

Page 48: Referat Rini Isi

padding serta mengamankan pasien di tempat tidur untuk menjamin keselamatan pasien dan bedah stabilitas. Embolus udara vena (Vae) adalah risiko utama pada pasien dalam posisi duduk atau atau yang dengan kepala tempat tidur ditinggikan secara signifikan. Oleh karena itu, pemantauan tambahan diperlukan untuk mendeteksi dan mengobati Vae.

Pemeliharaan anestesi Pemeliharaan anestesi umumnya dicapai dengan teknik anestesi seimbang, anestesi volatile dan blokade neuromuskular. Anestesi hirup secara signifikan mungkin menumpulkan autoregulasi otak melalui ketergantungan dosis dengan menghasilkan vasodilatasi serebral, dan memperburuk intracranial hipertensi. Anestesi hirup juga mengubah potensi yang digunakan dalam pemantauan neurologis. Agen ini biasanya dihindari atau digunakan pada konsentrasi rendah 0.5MAC atau kurang. Infus opioid yang short-acting seperti fentanyl, sufentanil atau remifentanil dapat memberikan analgesia intraoperatif dan munculnya cepat, yang memungkinkan penilaian neurologis pasca operasi. Blokade neuromuskuler biasanya digunakan kecuali kasus tersebut membutuhkan intraoperatif penilaian fungsi saraf motorik, seperti pada saraf tulang belakang atau operasi epilepsi.

Manajemen cairan Manajemen cairan dalam kasus-kasus bedah saraf sangat penting dan membutuhkan komunikasi yang baik antara ahli bedah dan ahli anestesi. Isovolemia adalah tujuan dari manajemen cairan intraoperatif untuk menghindari hipoperfusi dari otak dan organ lainnya. Cairan fisiologis (NaCl 0,9%) umumnya dipilih karena sedikit hiperosmolar (308 mOsm) dan diperkirakan mengurangi edema otak. Pada pasien dengan hipertensi intrakranial preoperatif, obat dapat membantu mengurangi ICP. Terapi obat hiperosmolar umumnya menggunakan salin manitol atau hipertonik (3% atau lebih tinggi konsentrasi). Loop diuretik, furosemid atau bumetamide, dapat digunakan untuk menginduksi sistemik diuresis, penurunan produksi CSF, dan meningkatkan transportasi air keseluruhan otak. Agen ini harus digunakan dengan hati-hati untuk menghindari hipovolemia dan dehidrasi.

2.10.5 Perawatan Pasca Operasi Perawatan pasca operasi ditentukan oleh kompleksitas prosedur pembedahan dan

perubahan fisiologis yang mungkin terjadi selama operasi. Umumnya prosedur ekstrakranial biasanya membutuhkan perawatan pasca operasi rutin. Prosedur intrakranial dan kasus bedah saraf besar lainnya akan memerlukan perawatan pasca operasi di intensif pediatrik perawatan unit (PICU).

2.10.6 Kondisi Khusus

Pediatric Brain Tumor s Tumor otak adalah tumor solid paling sering pada masa kanak-kanak, dan kanker kedua tersering pada masa kanak-kanak. Dari semua tumor otak anak, dua-pertiga berlokasi infratentorially, yang memungkinkan mereka untuk berkembang secara cepat dari ukuran semula sehingga menimbulkan gejala klinis. Lokasi tumor bervariasi sesuai dengan usia. Pasien yang lebih muda lebih cenderung memiliki tumor cerebellum dan batang otak. Seiring dengan usia otak / tumor supratentorial menjadi lebih sering. Anak-anak datang dengan berbagai gejala dan tanda tergantung pada jenis dan lokasi tumor. Bayi biasanya memperlihatkan tanda-tanda cepat marah, gagal tumbuh dan macrocephaly, sementara anak-anak yang lebih tua mudah sakit kepala, mual, muntah, kejang, gangguan gaya berjalan dan defisit visual. Perhatian anestesi pada pasien ini tertuju pada ICP yang meningkat, edema otak, kehilangan darah intraoperatif, embolus udara vena, koagulopati,

48

Page 49: Referat Rini Isi

hilangnya refleks saluran napas pelindung, gangguan metabolisme, dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Rencana anestesi harus dirancang untuk mengoptimalkan ICP, mempertahankan tekanan perfusi serebral yang memadai (CPP) dan CBF, dan memungkinkan rapid emergense pada akhir kasus sehingga penilaian neurologis secara menyeluruh dapat dibuat.

Operasi Anti - epilepsi Anak dengan kejang keras hadir untuk reseksi bedah fokus pengecilan, reseksi area otak dari wilayah otak yang lebih luas yang mengandung regio epileptogenic yang berdifusi atau penempatan saraf vagal stimulator. Kekhawatiran anestesi termasuk kemungkinan kejang perioperatif, metabolisme obat diubah karena induksi enzim hati, dan interaksi obat bius dengan terapi antikonvulsan anak. Pada beberapa pasien awake craniotomy lebih dipersiapkan sehingga pasien dapat merespon perintah di daerah otak spesifik yang akan dipotong lalu diidentifikasi. kasus semacam itu membutuhkan tim ahli dan rencana anestesi yang sesuai. Kebijaksanaan menggunakan blok saraf regional dan obat penenang intravena sesuai prosedur yang akan dilakukan dengan aman kebanyakan situasi.

Craniosynostosis dan rekonstruksi kraniofasial Isolasi kraniosynotosis menhasilkan pertumbuhan asimetris dan deformitas tengkorak. Craniosynostosis juga dapat menjadi bagian dari suatu penyakit bawaan seperti Crouzon atau Apert sindrom, Pierre Robin sequence atau neurofibromatosis. Manajemen jalan nafas bisa menjadi tantangan utama di banyak kasus yang mungkin lebih memerlukan trakeostomi untuk mengamankan jalan napas. Pembedahan biasanya dilakukan pada awal masa bayi sampai mengoptimalkan kesempatan untuk pengembangan tengkorak dan psikososial normal. Keprihatinan perioperatif tertuju pada intrakranial hipertensi, kehilangan darah yang signifikan, dan kompromi saluran napas.

Trauma Cedera OtakCedera adalah penyebab paling umum kematian anak, dan cedera otak traumatis (TBI) adalah penyebab utama kematian pada pasien ini. Karena luas permukaan lebih besar dari kepala anak, bersama dengan otot leher yang lemah, TBI dapat terjadi bahkan dalam kondisi kecepatan rendah. Pengobatan agresif cedera primer, dan menghindari dan mengobati luka sekunder sangat penting untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian.

Cedera yang paling umum adalah difusi pembengkakan otak dengan hipertensi intrakranial, yang dapat menyebabkan herniasi uncal jika tidak dirawat. Pasien perlu manajemen agresif dalam unit perawatan intensif pediatrik. Pasien mungkin memerlukan perawatan anestesi untuk manajemen saluran udara, operasi untuk stabilisasi tengkorak retak, tulang wajah atau leher rahim. kekhawatiran perioperatif termasuk :a) pengelolaan trauma jalan nafas, dengan kemungkinan darah, benda asing, atau gigi di

jalan napasb) terkait perut penuh dan kesempatan aspirasi lambungc) hipertensi intrakranial berkembang karena pendarahan dan edema otak d) iskemia otak dari hipoksia sekunder atau hipotensi.Sepertiga atau lebih dari pasien mungkin terkait cedera dalam sistem organ lain, khususnya di perut dan tulang panjang. Manajemen anestesi termasuk pemantauan untuk menjaga tekanan darah sistemik pada atau di atas normal dan menghindari hipoksia. Hiperventilasi dan hipokapnia regular tidak disarankan sebagai praktek karena dapat menghasilkan iskemia otak di daerah otak tertentu. Anak-anak dengan hematoma epidural ditangani darurat bedah yang benar. Waktu evakuasi hematoma terisolasi yang tepat berhubungan

49

Page 50: Referat Rini Isi

dengan hasil yang baik. Pengobatan tertunda dapat menyebabkan iskemia otak dan mungkin uncal atau transtentorial hernation.

M alformasi v ascular malformasi vaskular, seperti malformasi arteriovenosa, sering muncul pada masa kanak-kanak sebagai perdarahan intrakranial akut. Bayi dengan vena Galen atau anomali besar lainnya mungkin tampil dalam gagal jantung kongestif karena aliran tinggi melalui kerusakan tersebut. Lokasi anomali dan jenis feeder vessels mempengaruhi rencana perawatan. Prosedur kraniotomi terbuka memiliki cara tertentu untuk operasi stereotactic atau microembolization di bawah fluoroskopi. Prosedur mungkin memerlukan durasi yang panjang dan pasien mungkin memerlukan pemantauan neurologis berkepanjangan dan perawatan karena risiko perdarahan intrakranial atau hipertensi dalam waktu dekat periode pemulihan. Lesi (jarang ditemukan) yang begitu besar mendukung sirkulasi extracorporeal diperlukan untuk mendukung kehidupan selama dan segera setelah prosedur.

Dysraphism Penutupan tidak lengkap dari raphe (dysraphism) selama perkembangan janin memungkinkan herniasi saraf yang berlanjut setelah lahir. Encephalocele adalah herniasi dari isi tengkorak (dengan dura dan CSF) keluar dari tengkorak melalui defek. Ini mungkin sulit untuk mendeteksi bila terjadi intranasal atau jelas selembut benjolan di kepala. Myelomeningocele adalah herniasi dari isi tulang belakang (dengan kantung dural dan CSF) melalui defek tulang di tulang belakang. Herniasi juga mungkin mengandung jaringan saraf.

Myelomeningoceles umumnya terdeteksi saat lahir dan dianggap kasus bedah mendesak. Defek harus diperbaiki dalam beberapa hari untuk mencegah infeksi dan kerusakan lebih lanjut pada jaringan saraf. kebocoran CSF atau ruptur dural dapat berkembang, yang menyebabkan volume intravaskular dan kelainan elektrolit yang perlu diobati sebelum operasi. Posisi yang tepat selama induksi dan intubasi untuk menghindari kerusakan pada isi tulang belakang. Kasus ditangani dalam posisi rawan dan padding yang hati-hati dari titik-titik tekanan yang dibutuhkan untuk melindungi neonatus. Pasien dengan dysraphism sering mengalami pasca operasi hidrosefalus karena aliran CSF terganggu dan memerlukan VP shunt. Associated urologi, ortopedi dan disfungsi bedah saraf seringkali membutuhkan beberapa prosedur pembedahan sepanjang hidup pasien.

A lergi lateks Pasien dengan dysraphism tulang belakang berada pada risiko untuk mengembangkan alergi lateks. Oleh karena itu, sejak awal, semua pasien dengan cacat tabung saraf harus dipertimbangkan manajemen sensitif dan menjalani lateks dalam free'latex lateks aman lingkungan. Gejala alergi lateks berkisar dari: ruam ringan, bronkospasme, urtikaria umum, hipoksemia dan hipotensi, runtuh cardio-pernafasan jujur. Pengobatan alergi lateks akan dibahas.

Hidrosefalus Hidrosefalus adalah hasil dari obstruksi aliran CSF normal. Kebanyakan anak dengan hidrosefalus akan memiliki beberapa derajat hipertensi intrakranial. Penyebab hidrosefalus termasuk perdarahan intraventricular [ivh], Malformasi Arnold-Chiari, tumor otak, obstruksi kongenital, dan myelomeningocele. Anak-anak biasanya datang dengan keluhan sakit kepala dan mudah marah, tetapi tanda-tanda dan gejala dapat berkembang menjadi kelesuan, kejang, muntah dan opthalmoplegia. Pembedahan untuk hidrosefalus melibatkan penyisipan sebuah sistem drainase untuk shunt CSF dari otak ke situs lain dalam tubuh. Induksi anestesi dilakukan untuk menghindari peningkatan CBF atau tingkat metabolisme

50

Page 51: Referat Rini Isi

otak. Pada pasien dengan hipertensi intrakranial berat, mungkin perlu bagi ahli bedah untuk tekan shunt untuk menghapus beberapa dari CSF tersebut. Pasien-pasien ini harus dirawat di sebuah lingkungan yang bebas lateks.

Bedah s pinal c ord Dua prosedur bedah saraf yang paling umum pada sumsum tulang belakang dilakukan untuk kelenturan yang berkaitan dengan cerebral palsy, dan untuk koreksi tethred cord. Tethred cord sindrom menghasilkan perkembangan anomali yang menjebak saraf cauda equina. Bagian cauda equina bermigrasi rostrally dengan pertumbuhan normal dari posisi L4 untuk L1-2. Jika saraf terjebak, mereka menjadi menggeliat dan membuat defisit neurologis. Bedah koreksi melibatkan pemaparan dari cauda equina dan penarikan pembebasan anomali. Stimulasi saraf langsung intraoperatif digunakan untuk memandu pelepasan tethred cord, dan dengan demikian relaksan otot harus dihindari. Bedah untuk kelenturan melibatkan baik rhizotomy punggung atau penempatan pompa baclofen.

Kelenturan dari cerebral palsy menjadikan pasien dengan kontraktur sendi kaki dan mobilitas terganggu. Sebuah rhizotomy dorsal melibatkan laminotomy pada posisi rawan di mana saraf tertentu yang menjadi target setelah dilakukan tes konduksi saraf intraoperatively. Akar saraf yang dipilih adalah transeksi untuk meringankan input ke otot-otot dan menurunkan kontraktur. Neuromuskular blocking agent adalah kontraindikasi. Prosedur ini memerlukan posisi rentan, yang memerlukan perawatan untuk menghindari cedera tekanan untuk kejang ekstremitas. Dalam periode pasca operasi langsung, anak-anak bisa menderita analgesia yang membutuhkan perhatian, atau kekejangan otot yang dapat diobati dengan benzodiazepin. Infus baclofen intratekal telah memberikan peningkatan pada beberapa pasien dengan spastisitas, mengurangi kebutuhan rhizotomy punggung pada pasien ini. Pasien awalnya memiliki percobaan 2-3 hari baclofen intratekal infus. Jika spastisitas membaik, kembali pasien untuk penempatan pompa baclofen.

Prosedur ini dilakukan dengan pasien pada posisi lateral di bawah anestesi umum. Kateter dimasukkan ke dalam sesuai intratekal ruang dan terowongan subkutan ke lokasi pompa yang ditempatkan dengan baik secara subkutan atau subfascially dalam perut. Kemuudian pompa memberikan sejumlah program dari baclofen ke ruang intratekal untuk mengurangi kekejangan tersebut.

51

Page 52: Referat Rini Isi

BAB III

KESIMPULAN

Pemberian anestesi untuk pasien bedah saraf membutuhkan pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar neurofisiologi dan efek dari agen anestesi pada dinamika intrakranial. Perubahan dinamika intracranial dapat menimbulkan gangguan pada seluruh system tubuh karena salah satu komponen intracranial adalah otak yang merupakan pusat control tubuh.

Oleh karena itu, pada tindakan bedah saraf perlu perhatian dan evaluasi yang lebih pada pasien yang akan di bedah. Evaluasi mencakup evaluasi praoperatif, selama operatif dan post operatif.

Hal-hal yang perlu mendapat perhatian pada anestesi bedah saraf adalah bagaimana metabolism otak, aliran darah serebral, dan tekanan intracranial selama operasi berlangsung. Perubahan perubahan yang terjadi pada komponen tersebut bisa akibat kondisi medis pasien sendiri dan bisa juga efek dari pemberian agen anestesi yang diberikan, inhalasi ataupun intravena

Selain pada orang dewasa, tindakan bedah saraf juga banyak dilakukan pada bayi dan anak. Anestesi untuk bayi dan anak-anak menyajikan beberapa tantangan unik karena perbedaan dalam anatomi dan fisiologi di berbagai tahap pertumbuhan dan perkembangan. Ahli anestesi harus sepenuhnya menyadari perbedaan ini dalam rangka untuk melakukan rencana anestesi yang aman dan efektif.

52

Page 53: Referat Rini Isi

DAFTAR PUSTAKA

Bendo, Audree A. and friends. Anesthesia for neurosurgery.

Deshpande, Jayant K. Neurosurgery in Infants and Children.

Dobson, Michael B. 1994. Penuntun Praktis Anestesi. Jakarta : EGC

Guyton, Arthur C dan John E.Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC

Mangku, Gde dan Tjokorda Gde Agung Senapathi. 2010. Buku Ajar Ilmu Anestesi dan Reanimasi. Jakarta : Indeks

Muhiman, Muhardi dkk. 2004. Anestesiologi. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI

53