Proposal Penelitian - Lalat Buah Tanaman Cabai
-
Upload
imamandiko -
Category
Documents
-
view
424 -
download
1
description
Transcript of Proposal Penelitian - Lalat Buah Tanaman Cabai
1
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu tanaman sayuran penting
yang dibudidayakan secara komersil di daerah tropis. Hal ini disebabkan penggunaan
cabai yang cukup luas diantaranya sebagai penyedap makanan, bahan baku industri
(makanan, obat-obatan dan kosmetik).Cabai juga mengandung vitamin C yang cukup
tinggi sehingga tidak mengherankan jika cabai menjadi sumber pendapatan sebagian
besar petani sayuran(Sastrosiswojo dan Lukmana, 2000).
Produksi cabai Indonesia tahun 2011, yaitu sebesar 888.852 ton dengan luas
panen sebesar 121.063 hektar dengan rata-rata produktivitas sebesar 7,34 ton per
hektar. Pada tahun 2010 telah terjadi kenaikan produksi sebesar 81.692 ton (10,12%)
dibandingkan tahun 2009. Kenaikan tersebut disebabkan oleh kenaikan produktivitas
sebesar 0,76 ton per hektar (11,55%) dengan keadaan luas panen terjadi penurunan
sebesar 1.692 hektar (1,38%) (Anonim, 2012a). Adanya kecenderungan pertumbuhan
ekonomi baik dunia maupun Indonesia yang mengalami peningkatan, menyebabkan
makin meningkatnya permintaan akan produk daricabaiitusendiri. Kebutuhan ini
diperkirakan akan terus meningkat sehingga dikhawatirkan akan terjadi kekurangan
pasokan buahcabai(Anonim, 2011a).
Sumatera Barat merupakansalahsatupenghasilcabai di
Indonesia.Produktivitascabai di Sumatera Barattahun2011 sebesar 18.772 ton dengan
luas lahan 6.853 hektar. Perkembangan luas lahancabai dari tahun ke tahun di
Sumatera Barat sangat pesat, pada tahun 2006 luas pertanaman cabai hanya 3.382 ha
dan akhir tahun 2010 sudah mencapai >5.873 ha. Sentra pertanamancabai di Provinsi
Sumatera Barat adalah di Kabupaten Agam. Selain itu cabai juga terdapat di
Kabupaten Limapuluh Kota, Pesisir Selatan, Kepulauan Mentawai, Sijunjung, Solok,
Tanah Datar dan kabupaten lainnya (Anonim, 2011b).
Dari sekian banyak sentra produksi cabai di Sumatera Barat, Padang
merupakan salah satu kota yang dijadikan sebagai pusat pengembangan produksi
tanaman cabai (Anonim, 2011f).Secara umum, Padang bukanlah kawasan pertanian,
2
akan tetapi 5,27% lahan yang dimiliki dimanfaatkan masyarakat untuk usaha tani
termasuk sayuran. Jenis sayuran utama yang ditanam masyarakat Padang salah
satunya tanaman cabai. Kecamatan penghasil cabai adalah Koto Tangah, Pauh,
Nanggalo dan Kuranji yang memproduksi lebihdari 70% hasil produksi cabai di
Padang (Anonim, 2011c).Pada tahun 2011, produksi cabai di Padang sebesar 222 ton
dengan luas lahan 141 ha (Anonim, 2011f).
Kegiatan usaha tani untuk meningkatkan produktivitas tanaman cabai yang
dilakukan oleh para petani di Padang dihadapkan pada banyak kendala.Penyebab
menurunnya produksi cabai dapat diakibatkan oleh serangan organisme pengganggu
tanaman (OPT), faktor cuaca, angin serta bencana alam (Anonim, 2011e).
Berdasarkan data dari Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi
Sumatera Barat bulan November Tahun 2012, lalat buah menyerang tanaman cabai
dengan luas lahan pertanaman 7,60 ha di kecamatan Koto Tangah Padangdengan
kategori serangan ringan (Anonim, 2012b), Selain itu hama lainyang diketahui
menyerang dan menyebabkan penurunan produksi cabai di Padang, antara lainthrips
(Thrips parvisipinus), tungau kuning (Polyphagotarsonemus sp.), kutu daun
(Myzuspersicae), ulat grayak (Spodoptera litura),ganjur (Asphondylia sp.) dan lalat
buah (Bactrocera spp.) (Anonim, 2011c).
Lalat buah (Bactroceraspp.)merupakan salah satu hama penyebab gagalnya
panen buah danmerupakan spesies lalat buah dari daerah tropika. Secara ekonomis
lalat buah merupakan hama penting yang berasosiasi dengan buah-buahan dan
sayuran tropika (White dan Harris, 1992).Serangan lalat buah di Indonesia tahun
2011 diperkirakan mencapai 4.790 ha dengan kerugian Rp 21,99 miliar (Anonim,
2011e).Beberapahasil penelitian menunjukkan bahwa di Sumatera Barat, Sumatera
Selatan dan Riau ditemukan 43 spesies Bactrocera yang telah teridentifikasi
diantaranya ditemukan 5 spesies Bactrocera sebagai hama penting yaitu Bactrocera
dorsalis, B. cucurbitae,B. albistrigatus, B. umbrosus dan B. caudatus (Muryati et al.
2004). Ada dua spesies Bactrocerayangmerupakan hama sangat merusak tanaman
buah dan sayuran yaitu B. cucurbitae dan B. dorsalis. Di India sekitar 50 % tanaman
Cabai diserang oleh B. dorsalis(Singh dan Singh, 1998).Untuk mencegah serangan
3
hama tersebut telah dilakukan penelitiandenganmenggunakan perangkap metil
eugenol pada tanaman cabai sehingga dapat menurunkan populasi lalat buah sampai
58% dan mengurangi kerusakan sampai 29% (Samad, 2001).
Populasi hama lalat buahyang melimpah menjadi suatu kendala dalam usaha
peningkatan produksi cabai. Populasi dan tingkat serangan hamatersebut juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang tentu saja berbeda pada masing-masing
daerah. Perbedaan ini memungkinkan adanya perbedaan jenis dan populasi hama
serta tingkat serangan pada setiap daerah sentra pertanaman cabai.Sampai saat ini
populasi hama lalat buah sudah ditemukan hampir pada semua pertanaman cabai di
Padang. Namun demikianbelum diketahui pasti informasi yang akurat tentang jenis
hama lalat buah yang menyerang tanaman cabai di Padang (Anonim, 2011f). untuk
itu diperlukan identifikasi morfologi setiap genus dari hama lalat buah tersebut pada
masing-masing pertanaman cabai sampel di setiap kecamatan di Padang.Berdasarkan
uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Keanekaragaman
danTingkat Serangan Lalat Buah (Bactrocera spp.)(Diptera; Tephritidae)Pada
Tanaman Cabai(Capsicum annumL.)Di Kota Padang”
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaituuntuk mengetahuijenis lalat buah yang
menyerang buah cabai dan mengetahui tingkat serangannyadi Padang.
1.3 Manfaat Penelitian
Tersedianya informasi tentang jenis lalat buah yang menyerang pertanaman
cabai serta tingkat serangannya yang dapat dijadikan dasar untuk tindakan
pengelolaan hama dan penyakit tanaman cabai di Padang.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tanaman Cabai
Tanaman cabai (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditi tanaman
holtikultura yang cukup penting. Tanaman cabai termasuk tanaman berbunga
(Angiospermae) digolongkan ke dalam kelas Magnoliopsida, ordo Solanales, Famili
Salanaceae dan genus Capsicum. Dalam genus Capsicum terdapat lima spesies cabai
yang didomestikasi yaitu Capsicum annum, C. frutescens, C. chineses, C. batum, C.
pubescens.Dari kelima spesies cabai tersebut yang memiliki potensi ekonomis adalah
C. annum dan C. frutescens. Kedua spesies ini dibudidayakan secara luas di seluruh
dunia (Pickersgill, Permadi dan Kusandriani, 2001). Cabai merupakan tumbuhan
perdu berkayu dengan tinggi dapat mencapai satu meter, buahnya berasa pedas, dan
tumbuh di daerah dengan iklim tropis (Lukmana, 2001).
Cabai dapat hidup pada daerah yang memiliki ketinggian antara 0 - 1200 m
dpl (Riana, 2003; Siswanto 2001). Tanaman cabai tumbuh optimal pada intensitas
cahaya matahari sekurang – kurangnya selama 10 – 12 jam untuk fotosintesis,
pembentukan bunga dan buah serta pemasakan buah. Jika sinar matahari yang
dibutuhkan kurang atau tanamannya ternaungi, umur panen cabai akan lebih lama,
tanaman meninggi dan gampang terkena hama dan penyakit. Untuk itu, lokasi
penanaman yang dipilih harus bebas dari tanaman – tanaman pelindung yang dapat
menghalangi cahaya matahari (Wiryanta,2002).Secara umum cabai bisa ditanam di
persawahan, lahan kering, di daerah dataran tinggi maupun dataran rendah dan juga
bisa ditanam musim kemarau atau musim penghujan. Namun demikian tanaman ini
akan tumbuh baik di lahan dataran rendah yang tanahnya gembur dan kaya bahan
organik, tekstur ringan sampai sedang, pH tanah 5,5 – 6,8 , drainase baik dan cukup
tersedia unsur hara bagi pertumbuhan tanaman (Siswanto, 2001).
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabaiharuslah di temperatur yang
stabil pada suhu 20° - 25° C terutama temperatur tanah tempat tumbuh tanaman cabai
tersebut. Pada umumnya dalam membudidayakan tanaman diareal terbuka faktor
5
suhu tidak dapat dikendalikan efeknya terhadap pertumbuhan tanaman sehingga
pertanaman berubah – ubah sesuai musimnya. Dengan demikian jelaslah bahwa
temperatur merupakan syarat mutlak yang diperlukan untuk berlangsungnya proses
pertumbuhan dan perkembangan tanaman sejak saat pembibitan sampai tanaman
menghasilkan buah (Agusalim, 2008).
II.2 Lalat Buah
Lalat buah (Bactrocera spp.) adalah hama yang banyak menyerang buah-
buahan dan sayuran, termasuk tanaman cabai.Spesies lalat buah dari famili
Tephritidae yang menjadi hama tanaman mencapai 4.500 spesies dan terdapat 20
spesies dari genus Bactrocera merupakan hama penting pada buah-buahan dan
sayuran di Asia (Vijaysegaran, 1998). Genus Dacus diidentifikasi terdapat di daerah
tropika termasuk Indonesia, diketahui merupakan kekeliruan identifikasi dari Genus
Bactrocera. Dacus merupakan asli spesies dari Afrikadan biasanya berasosiasi
dengan bunga dan buah dari Cucurbitaceae dan kulit buah kacang-kacangan
(Wiryanta, 2002) dengan demikian semua yang disebut sebagai Dacus di buku
Kalshoven diganti menjadi Bactrocera (Suharni dan Siwi, 2004).
Lalat buah merupakan hama yang sangat berpotensi menimbulkan kerugian
pada usaha tani tanaman hortikultura di dunia. Lebih dari 100 jenis tanaman
hortikultura diduga menjadi sasaran serangan lalat buah (Anonim, 2000). Serangan
hama tersebut dapat menyebabkan buah menjadi rusak dan busuk, karena aktifitas
larva yang memakan daging buah, sehingga buah akan gugur sebelum waktunya dan
mengurangi kuantitas dan kualitas hasil produksinya. Populasi lalat buah yang tinggi
mengakibatkan intensitas serangannya juga tinggi (Nawangsih, 2005).
Lalat buah dewasa berukuran3–5 mm, berwarna kuning dan sayapnya datar
(Elvinardewi dan Karyatiningsih. 1999). Pada tepi ujung sayap ada bercak-bercak
coklat kekuningan. Abdomennya ada pita-pita hitam, sedangkan thoraxnya ada
bercak-bercak kekuningan. Ovipositornya terdiri dari tiga ruas dengan bahan seperti
tanduk yang keras(Nawangsih, 2005). Lalat buah betina menusuk kulit buah dengan
ovipositornya. Jumlah telur sekitar 100-120 butir (Agussalim, 2008). Setelah 2-3 hari,
6
telur akan menetas dan menjadi larva. Larva lalat buah bewarna putih kekuningan dan
dapat bergerak melenting(Suharni dan Siwi, 2004).Larva tersebut akan membuat
terowongan di dalam buah dan memakan dagingnya selama ± 2 minggu.Larva yang
telah dewasa meninggalkan buah dan jatuh diatas tanah, kemudian setelah 7-8 hari
menjadi pupa. Total daur hidupnya antara 23-34 hari. Dalam satu tahun lalat ini
menghasilkan 8-10 generasi. Imago (serangga dewasa) dapat bermigrasi sejauh 5-100
km, Lalat buah aktif terbang pada jam 06.00-09.00 pagi atau sore hari jam 15.00-
18.00 (Agusalim, 2008)
Lalat buah menyerang buah cabai mulai dari yang masih muda dan yang paling
banyak menyerang cabai hampir masak (Endah dan Kardinan, 2003).Buah yang
terserang lalat buah akan terlihat bercak-bercak kecil kecoklatan dan lunak.
Selanjutnya buah akan rusak, rontok dan menjadi busuk. Bagian dalam buah yang
busuk akan telihat adanya belatung. Buah busuk merupakan media potensial bagi
perkembangbiakan lalat buah. Guna meminimalisir media potensial untuk
perkembangan lalat tersebut sebaiknya buah-buah busuk dapat segera dimusnahkan
agar belatung dan larva lalat dapat diputus rantai kehidupannya(Baharudin dan
Syahardi, 2004).
Umumnya gejala serangan yang diakibatkan oleh masing-masing spesies lalat
buah cenderung sama, namun biologi dan morfologi tiap spesies lalat buah beberapa
ada yang berbeda. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi terhadap serangga tersebut
agar dapat mengetahui morfologinya, dengan diketahui morfologi tersebut akan
menjadi langkah awal untuk mendapatkan informasi mengenai biologi dan
ekologinya. Dengan informasi tersebut dapat dirancang pengendalian yang tepat
(Raros, 1980). Menurut para ahli entomologi, identifikasi yang tepat dari suatu jenis
hama diperlukan untuk mendapatkan rekomendasi pengendalian yang tepat, dan jika
ingin melakukan pengendalian dengan musuh alami(Duriat dan Sastrosiswojo, 1995).
Apabila hama ini sudah menyerang tanaman maka disarankan untuk melakukan
pengendalian dengan cara: (1) kultur teknis, dengan mempraktekkan penyiapan
bedengan bermulsa plastik hitam perak, mengatur pergiliran (rotasi) tanaman yang
bukan sefamili, dan mengatur waktu tanam yang baik dan tepat (Anonim, 2004).(2)
7
biologi (hayati) dengan memanfaatkan musuh – musuh alami hama thrips, yaitu
kumbang Coccinellidae, tungau predator, kepik Anthocoridae, dan kumbang
Staphulinidae. (3) memasang perangkap perekat hama, misalnya dengan
menggunakan Insect Adhesif Trap Paper (IATP) berwarna kuning (Untung, 2003).
(4) memberikan insektisida seperti Curacron, Basudin, dan Matador. Dosis sesuai
anjuran. Pengambilan keputusan pengendalian hama lalat buah. dengan insektisida
yang efektif dan diizinkan ialah bila ditemukan intensitas serangannya sama atau
melebihi ambang kendali hama lalatbuah. yaitu 10% (Nawangsih, 2005).
2.3 Feromone Sex
Feromoneadalahsubstansikimia yang
dilepaskanolehsuatuorganismekelingkungannya yang
memampukanorganismetersebutmengadakankomunikasisecaraintraspesifikdenganind
ividu lain. Feromonbermanfaatdalam monitoring populasimaupunpengendalianhama
(Nation, 2002). Disampingituferomonbermanfaatjugadalam proses
reproduksidankelangsunganhidupsuatuserangga (Knowden, 2002).Feromone berasal
dari bahasa Yunani ‘phero’ yang artinya ‘pembawa’ dan ‘mone’ ‘sensasi’. Feromone
merupakan sejenis zat kimia yang berfungsi untuk merangsang dan memiliki daya
pikat seks pada hewan jantan maupun betina. Zat ini berasal dari kelenjar eksokrin
dan digunakan oleh makhluk hidup untuk mengenali sesama jenis, individu lain,
kelompok, dan untuk membantu proses reproduksi. Berbeda dengan hormon,
feromon menyebar ke luar tubuh dan hanya dapat mempengaruhi dan dikenali oleh
individu lain yang sejenis (satu spesies)(Winoto,2009).
Pelaksanaanpenerapanteknikpencegahan yang
tidakkonsekuenolehpetanimerupakansuatupermasalahan yang
seringterjadi.Pencegahanseranganmelaluipengurangansumberinfestasihamadapatjuga
dilakukandenganpemasanganperangkapmenggunakanferomonseks.
FeromoninimampumenarikseranggaPenggerekBuahKakaojantandanlalatbuahsehingg
aperkembangbiakannyadapatditekanakibatterputusnyasiklusreproduksi(Nation, 2002).
8
Beberapapercobaankomposisisenyawasintetikferomontelahdilakukan di
Malaysia danberhasilmenarikseranggajantandengan rata – rata 2,5 /trap.
Pengujianferomonseksdilakukanoleh National Resourse Institute di
Amerikadanujilapangdilakukan di Malaysia dan Indonesia (Zhang danPolavarapu,
2004), kemudiansenyawaferomonseks di produksioleh Pest Control India
(PCI).PerangkapFeromoniniterdiridari 3 komponen, yaitu trap
terbuatdarikertaskartonberbentuksegitiga, kertasperekat, dan tube
berisiferomonseks.Senyawavolatil yang dikeluarkanolehbetinalalatbuahdan PBK
dandiketahuikomposisisenyawaferomonterdiriatas EZZ dan EEZ isomer dari 4,6,10-
Hexadecatrienyl Acetat, kerabatalkoholdanHexadecylalkohol.
Lebihlanjutdilaporkanbahwajumlahferomon yang dikeluarkanolehseekorbetina PBK
adalah 0,1μg (Sulistyowatiet. al, 2009).
Metileugenoladalahzat yang
dikeluarkanolehsenyawakimiadandisebarkanmelaluiudarauntukmenariklawanjenisdar
ispesies yang sama.Aroma yang dikeluarkan akan memikat lalat buah jantan sehingga
masuk dan mati terperangkap di dalam botol dengan demikian perkawinan antara
lalat jantan dan betina dapat ditekan. Pemanfaatannya untuk mengendalikan lalat
buah karena sangat efektif, efisien dan aman terhadap lingkungan dan kehidupan
manusia. Penggunaan atraktan di Hawai dapat menekan penggunaan pestisida hingga
75-95%. Pemanfaatan Atraktan (metileugenol) diharapkan mampu mendongkrak
ekspor buah-buahan Indonesia khususnya buah cabai mengingat semakin tingginya
permintaan produk pertanian yang bebas dari residu pestisida serta dibudidayakan
secara berkelanjutan (Anonim, 2012c).
Metileugenolmerupakanzatatraktan yang
bersifat volatile ataumenguapdanmelepaskan aroma
wangi.Susunankimiametileugenolterdiridariunsur C, H, dan O
(C12H24O2).Zatinimerupakan food lure yang bias
menariklalatbuahjantan.Dengandemikian, jikamencium aroma metileugenol,
lalatbuahjantanakanberusahanmencarisumber aroma tersebutdanmemakannya. Radius
9
aroma antraktandarimetileugenolinimencapai 20-100 m, tetapijika di bantuangin,
jangkauannyabisamencapai 3 km(Winoto,2009).
Metileugenoldapat di buatsecarasintesisdaribahan-bahankimia,
tetapiantraktantersebutdapatmenyebabkaniritasipadakulit.Selaindaribahankimiasintesi
s, metileugenoljugadapatdibuatsecaratidaklangsungdarieugenol.Salah
satubahanpenghasileugenoladalahtanamancengkeh.Eugenoldaritanamancengkehiniha
rusdiproseslagi agar bisamenjadimetileugenol. Proses
perubahandarieugenolmenjadimetileugenolinidisebutdenganmetilasi.
Metilasimembutuhkan proses yang cukuppanjang, dengansendirinyabiaya yang
diperlukanuntukmenghasilkanmetileugenoldaribahansintesisjugalebihtingg
i(Kardinan, 2004).
Lalatbuahjantanmemperolehmetileugenoldariberbagaijenistanaman,
sepertitregguladanselasih.Lalatbuahjantanmemperolehmetileugenoldengancaramengis
apbungaataudauntanamanpenghasilmetileugenolsehinggatidakjarangdilihatkerumuna
nlalatbuah yang sedangmengerumuti tanamanpenghasilmetileugenol (Kardinan,
2004). Metil eugenol dapat dihasilkan oleh tanaman daun wangi (Melaleuca brateata)
danselasih (Ocimum sanctum). Hasil penelitian menunjukkan bahwa metil eugenol
pada tanaman daun wangi dan selasi efektif memerangkap lalat buah. Tanaman
tersebut tersedia cukup banyak di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
(Anonim, 2003). Minyak yang disuling dari daunnya mengandung metil eugenol
berkisar antara 64 – 80% dan sisanya berupa linalol, sineol serta komponen mikro
lainnya yang berkisar antar 20 – 25%. Bahan ini mempunyai bau (aroma) yang sama
seperti yang dikeluarkan oleh lalat buah betina untuk menarik perhatian lalat buah
jantan untuk melakukan hubungan (FeromoneSex).Metil eugenol terdapat dalam
berbagai jenis tumbuhan seperti beberapa famili, seperti Anacardiaceae, Araceae,
Caricaceae, Labiatae, Liliaceae, dan Leguminosae (Anonim, 2011d).
10
III. BAHAN DAN METODE
3.1 WaktudanTempat
Penelitian akan dilaksanakan di pertanaman cabai rakyat di Kota Padangdan
Laboratorium Bioekologi Serangga Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas
Pertanian Universitas Andalas Padang.Penelitianiniakan dilaksanakan mulaiMei–Juli
2013 (Lampiran 1).
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70 %, sampel
buah cabai, akuades, kertas label dan Petrogenol dengan bahan aktif Metil Eugenol
800 g/l).
Alat-alat yang akan digunakan adalah kamera digital, mikroskop binokuler,
kotak plastik, pinset, jaring ayun, kain kasa, kapas, botol air mineral ukuran 1,5 liter,
botol film,styrofoam, jarum peniti, serbuk gergajidan alat tulis.
3.3 Metodologi Penelitian
Penelitian akan dilakukan dengan menggunakan metode surveidan sampel di
ambil secara acak terpilih (Purposive Random Sampling). Kriteria yang digunakan
dalam penentuan lokasi pertanaman sampel
adalahkecamatandenganlahancabaiterluasdandisetiap kecamatan yang terpilih
ditetapkan masing-masing dua lokasipertanaman cabai sampel (polikultur dan
monokultur)dengan luas lahan ± 400 m2danpadalahantersebut tanaman
cabaidalamfasevegetatifataupadaawalfasegeneratif.
3.3.1 Penentuan lokasi penelitian
Berdasarkan kriteria luasan pertanaman cabai ditentukan empat kecamatan di
Kota Padang yang memiliki lahan cabai terluas sebagai lokasi penelitian
yaituKecamatan Nanggalo, Koto Tangah, Kuranji dan Pauh.Pada empatkecamatan
11
yang terpilih ditetapkan masing-masing dua lokasi pertanaman cabai sampel untuk
diamati, yaitu pertanaman cabai yang polikultur dan monokulturdengan luas ±400 m2
(± 100 batang tanaman cabai). Jadi pada tiap kecamatan terdapat± 800 m2
pertanamansampel.
3.3.2 Penentuan tanaman sampel
Sampel diambil sebanyak 10% dari jumlah tanaman cabai pada setiap lahan
per kecamatan.Penentuan tanaman sampel dilakukan secara sistematis dengan
membuat garis diagonal. Pada setiap sisi diagonal diambil 4 batang tanaman cabai.
Jarak antara satu tanaman sampel dengan tanaman sampel lainya ditentukan
kemudian, karena jumlah tanaman cabai dalam satu garis diagonal belum diketahui
dan tergantung dengan kondisi pertanaman (Lampiran 2 dan 3).
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Survei pendahuluan
Sebelum penelitian, terlebih dahulu dilakukan survei pendahuluan berupa
peninjauan lokasi penelitian sekaligus wawancara dengan petani pengelola lahan.
Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui informasi tentang kondisi
pertanamancabai. Data ini dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner pada setiap
lokasi sampel(Lampiran 4).
3.4.2 Di lapangan
Pada tahap awal ditentukan lahan pertanaman cabai yang memenuhi kriteria
sebagai lokasi pengamatan dan tanaman sampel yang akan diamati. Sampel lahan
yang diamati bersifat polikultur dan monokultur. Buah cabai yang
diamatikemudiandihitung persentase serangannya. Pendataan mengenaipersentase
dan tingkat seranganlalat buah dilakukan dengan mengamati gejala serangan yang
terdapat pada tanaman cabai sampel.
12
3.4.2.1 Pengambilan Sampel
a. Pembuatan dan pemasangan perangkap
Perangkap lalat buah dibuat dari botol bekas air mineral berukuran 1,5 liter.
Setiap sisi atas dan bawah botol dilubangisebagai pintu masuk bagi lalat buah.
Kemudian di dalam botoldigantungkantali yang pada ujungnya berada diberi kapas.
Terlebih dahulu kapas tersebut ditetesi metil eugenol dan sebaiknya tidak tersentuh
air yang berada didasar botol. Ujung tali yang berada di luar botol digunakan untuk
menggantungkan alat perangkap pada sebuah kayu yang ditancapkan di tengah-
tengah pertanaman cabai. Setelah botol digantungkan kemudian diisi air agar lalat
yang terperangkap akan mati.Perangkap digantung secara vertikal pada ketinggian 2 –
3 meter dari permukaan tanah. Satu buah perangkap dipasang pada setiap lahan yang
luasnya ± 400 m2(Lampiran 5).
b. Jaring ayun
Jaring ayun yang digunakan berbentuk kerucut, mulut jaring yang dari kawat
berbentuk melingkar dengan diameter 30 cm, jaring tersebut terbuat dari kain kasa
dan tangkai jaring dari kayu sepanjang 60 cm. Pengambilan sampel disetiap petak
pertanaman dilakukan dengan mengayunkan jaring ke kiri dan ke kanan secara bolak-
balik sebanyak 10 kali sambil berjalandiantarabedenganlahan.Penangkapan lalat
buahmenggunakan jaring ayunpada pagi hari diantara jam 07.00 – 09.00 dan pada
saat sore hari diantara jam 15.00 – 18.00. Lalat buah yang tertangkap kemudian
disimpan dalam botol film yang sudah diisi dengan alkohol 70 %. Botol film tersebut
diberi label sesuai dengan jam, lokasidan tanggal pengambilan sampel. Sampel
dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.
c. Pengambilan langsung
Sampel larva lalat buah diambil bersamaan dengan buah cabai yang
terseranglalu dimasukkan ke dalam kotak plastikdan diamati perkembangannya di
laboratorium.
13
3.4.3 Di laboratorium
Pengamatan di laboratorium dilakukan untuk memelihara larva lalat buah
yang berada pada buah yang terserang. dan larva lalat buah yang diambil langsung
dari buah cabai sampel. Larva dimasukkan ke dalam kotak plastik bersamaan dengan
cabai yang terserang, setelah larva menjadi pupa diletakkan padakotak plastik yang
berisi serbuk gergaji setebal ± 1 cm, lalu diamati perkembangannya sampai menjadi
imago. Lalat buah ysng dipelihara tersebut kemudian diidentifikasi sampai tingkat
spesies menggunakan jurnal”Widodo dalamPictorial key” (Anonim, 2006) dan buku
”Identifikasi, status dan pengelolaan lalat buah di Indonesia” (Ahsyol et al.
2005).Selain itu identifikasi dilakukan pada imago lalat buah yang ditangkap
menggunakan jaring ayun di lapangan. Identifikasi jugadapat dilakukan dengan cara
mencocokkan sampel yang diperoleh di lapangan dengan gambar spesies yang
terdapat pada buku referensi, sedangkan yang tidak bisa diidentifikasi sampai tingkat
spesies, dibedakan berdasarkan morfologi (morfospesies).
3.5 Pengamatan
3.5.1 Kondisi pertanaman cabai
Pengamatan dilakukan dengan mengamati kondisi areal pertanaman cabai
secara langsung dan mengadakan wawancara dengan petani pengelola kebun.
Pengamatan dilakukan terhadap semua aspek yang berkaitan dengan pengelolaan
pertanaman cabai (pemupukan, pergiliran tanaman dan pengendalian OPT), kontur
lahan dan berkaitan dengan budidaya cabai seperti umur tanaman, jenis dan asal bibit,
jarak tanam, tanaman pelindung (naungan) dan lain-lain.
3.5.2 Jenis lalat buahtanaman cabai
Jenis lalat buah diamati berdasarkan morfologi dan diidentifikasi sampai ke tingkat
spesies.Identifikasi dilakukan dengan menggunakan alat bantu mikroskop binokuler
untuk mengamati karakteristik sayap, toraks, dan abdomen.Pengamatan terhadap
14
jenis lalat buah yang menyerang buahcabai dilakukan dari fase awal generatif sampai
dua kali panen dan diamati setiap sampel pertanaman cabai.
3.5.3 Jumlah populasi lalat buah
Jumlah populasi lalat buah dihitung dari lalat buah yangterperangkap oleh
perangkap feromone sexyang dipasang pada setiap pertanaman cabai. Pengamatan
populasi lalat buah dilakukan satu kali seminggu dari pertengahan fase vegetatif
sampai dua kali panen dan diamati setiap sampel pertanaman cabai sampel.
3.5.4 Jumlah imago lalat buah yang muncul dari buah yang terserang
Jumlah imago lalat buah yang muncul dari buah yang terserang diamati dari
buah cabai yang terserang yang diambil dari setiap lokasi pertanaman cabai sampel.
Pengambilan buah cabai yang terserang larva lalat buah dilakukan pada saat cabai
sudah di panen (panen pertama dan kedua).
3.6 Analisis Data
3.6.1 Persentase tanaman terserang
Analisis data dilakukan dengancaramenghitung persentase serangan pada buah
dan tanaman sampel.Untuk menghitung persentase tanaman yang terseranglalat buah
digunakan rumus sebagai berikut :
P = ab
x 100%
Keterangan : P = persentase tanaman terserang
a = jumlah tanaman terserang
b = jumlah tanaman yang diamati
15
3.6.2Persentase buah terserang
Untuk menghitung persentase buah yang terseranglalat buah digunakan rumus
sebagai berikut :
P = ab
x 100%
Keterangan : P = persentase buahterserang
`a = jumlah buah terserang
b = jumlah buah yang diamati