#Proposal Penelitian AditDikaHeni REVISI3

52
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Struktur penduduk dunia termasuk Indonesia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk lanjut usia (lansia). Proporsi penduduk lansia di Indonesia mengalami peningkatan cukup signifikan selama 30 tahun terakhir dan mencapai 19,3 juta (8,37 persen dari total keseluruhan penduduk Indonesia) pada tahun 2009. Peningkatan jumlah penduduk lansia ini disebabkan peningkatan angka harapan hidup sebagai dampak dari peningkatan kualitas kesehatan. Fenomena ini menimbulkan permasalahan global. Permasalahan ini disebabkan keterbatasan lansia terutama karena faktor biologis, penyakit degeneratif dan menimbulkan disabilitas. 1 Menurut World Health Organization (WHO) 2005, menyatakan bahwa obesitas telah menjadi masalah dunia. Panama tercatat sebagai negara dengan prevalensi obesitas tertinggi di dunia, yakni 37%. Setelah itu Peru (32%) dan Amerika Serikat (31%). Keadaan ini tidak hanya terjadi di negara maju tapi sudah mulai meningkat di negara berkembang. 2 Pada tahun 2009, jumlah penduduk lansia Indonesia mencapai 19,32 juta orang atau 8,37 persen dari total seluruh penduduk Indonesia. Peningkatan jumlah lansia mengindikasikan adanya 1

description

proposal

Transcript of #Proposal Penelitian AditDikaHeni REVISI3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Struktur penduduk dunia termasuk Indonesia saat ini menuju proses penuaan yang

ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk lanjut usia (lansia). Proporsi

penduduk lansia di Indonesia mengalami peningkatan cukup signifikan selama 30 tahun

terakhir dan mencapai 19,3 juta (8,37 persen dari total keseluruhan penduduk Indonesia) pada

tahun 2009. Peningkatan jumlah penduduk lansia ini disebabkan peningkatan angka harapan

hidup sebagai dampak dari peningkatan kualitas kesehatan. Fenomena ini menimbulkan

permasalahan global. Permasalahan ini disebabkan keterbatasan lansia terutama karena faktor

biologis, penyakit degeneratif dan menimbulkan disabilitas.1

Menurut World Health Organization (WHO) 2005, menyatakan bahwa obesitas telah

menjadi masalah dunia. Panama tercatat sebagai negara dengan prevalensi obesitas tertinggi

di dunia, yakni 37%. Setelah itu Peru (32%) dan Amerika Serikat (31%). Keadaan ini tidak

hanya terjadi di negara maju tapi sudah mulai meningkat di negara berkembang.2

Pada tahun 2009, jumlah penduduk lansia Indonesia mencapai 19,32 juta orang atau 8,37

persen dari total seluruh penduduk Indonesia. Peningkatan jumlah lansia mengindikasikan

adanya keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan terutama disebabkan

meningkatnya angka harapan hidup yang berarti akan meningkatkan jumlah penduduk

lansia.3

Terdapat kecenderungan peningkatan prevalensi lansia dengan obesitas pada dekade

terakhir. Berdasarkan data survey Kementerian Kesehatan RI, analisis data dari 20.137 lansia,

yang terbagi menjadi 9.390 pria dan 10.747 wanita dari perkotaan dan pedesaan. Penelitian

menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada pria 7.2 % dan wanita 10.4 %. Prevalensi

obesitas lebih tinggi di daerah perkotaan ( 10.8 % ) daripada di pedesaan ( 7.5 % ).

Obesitas meningkatan risiko terjadinya penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes

mellitus, penyakit jantung koroner, osteoarthritis dan dislipidemia kemudian menyebabkan

disabilitas. Disabilitas juga dipengaruhi oleh karakteristik individual, kebiasaan seperti pola

makan, merokok dan alkoholisme serta aktivitas fisik.1,2

1

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah ada hubungan antara karakteristik individual dan disabilitas pada lansia ?

2. Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dan disabilitas pada lansia ?

3. Apakah ada hubungan antara kebiasaan dan disabilitas pada lansia ?

4. Apakah ada hubungan antara penyakit degeneratif dan disabilitas pada lansia ?

5. Apakah ada hubungan antara obesitas dan disabilitas pada lansia ?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum Untuk meningkatkan derajat kualitas hidup pada lansia

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk menentukan adanya hubungan antara karakteristik responden (umur, jenis

kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) dan disabilitas

pada lansia.

2. Untuk menentukan adanya hubungan antara aktivitas fisik dan disabilitas pada

lansia.

3. Untuk menentukan hubungan antara kebiasaan dan disabilitas pada lansia.

4. Untuk menentukan hubungan antara penyakit degeneratif dan disabilitas pada

lansia.

5. Untuk menentukan adanya hubungan antara obesitas dan disabilitas pada lansia.

1.4. HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis dalam penelitian sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan antara karakteristik responden ( umur, jenis kelamin, status

perkahwinan, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) dan disabilitas pada lansia.

2. Terdapat hubungan antara aktivitas fisik dan disabilitas pada lansia.

3. Terdapat hubungan antara kebiasaan dan disabilitas pada lansia.

4. Terdapat hubungan antara penyakit degeneratif dan disabilitas pada lansia

5. Terdapat hubungan antara obesitas dan disabilitas pada lansia.

2

1.5 . RUANG LINGKUP PENELITIAN

1.5.1 Ruang Lingkup Tempat

Puskesmas Kecamatan Mampang

1.5.2 Ruang Lingkup Waktu

Ruang lingkup waktu dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012

sampai Maret 2012.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LANSIA

2.1.1 Definisi lansia

Pengertian usia lanjut adalah mereka yang telah berusia 60 tahun atau lebih. Belum

ada kesepakatan tentang batasan umur lanjut usia disebabkan terlalu banyak pendapat

tentang batasan umur lanjut usia. 4

2.1.2 Batasan-batasan lansia

Batasan lansia menurut WHO meliputi usia pertengahan ( Middle age ) antara 45-59

tahun, usia lanjut ( Elderly ) antara 60-74 tahun, dan usia lanjut tua ( Old ) antara 75-90

tahun, serta usia sangat tua ( very old ) diatas 90 tahun.3

Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu pertengahan

umur usia lanjut/virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampak keperkasaan

fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia lanjut dini/prasenium yaitu kelompok

yang mulai memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun, kelompok usia lanjut/ senium usia

65 tahun keatas dan usia lanjut dengan risiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih

dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal dipanti,

menderita penyakit berat atau cacat. Saat ini berlaku UU No 13 tahun 1998 tentang

kesejahteraan lansia yang menyebutkan lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60

tahun keatas.3,5

2.1.3 Teori-teori penuaan

Terdapat banyak teori tentang penuaan yaitu teori biologis. Teori-teori biologis

terdiri dari teori sintesis protein, teori keracunan oksigen, teori sistem imun, teori radikal

bebas, teori rantai silang, teori reaksi dari kekebalan sendiri dan lain-lain.

4

Teori Biologis

a) Teori seluler

Teori ini menyatakan bahwa kemampuan sel yang hanya dapat membelah dalam

jumlah tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh diprogram untuk membelah sekitar 50 kali.

Bila sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di laboratorium lalu

diobservasi jumlah sel yang akan membelah akan terlihat sedikit. Pembelahan sel lebih

lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan, justru kemampuan sel

akan menurun sesuai dengan bertambahnya usia. Sedangkan pada sistem saraf, sistem

muskuloskeletal dan jantung, sel pada jaringan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti

jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut berisiko

mengalami penuaan dan memiliki kemampuan yang rendah untuk tumbuh dan

memperbaiki diri dan sel dalam tubuh seseorang ternyata cenderung mengalami

kerusakan dan akhirnya sel akan mati karena sel tidak dapat membelah lagi.3

b) Teori sintesis protein

Teori sintesis protein menyatakan bahwa proses penuaan terjadi ketika protein tubuh

terutama kolagen dan elastin menjadi kurang fleksibel dan kurang elastis. Observasi dapat

dilakukan pada jaringan seperti kulit dan kartilago. Hal ini dihubungkan dengan adanya

perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lansia, beberapa

protein terutama kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit dibuat oleh tubuh dengan

struktur yang berbeda dengan protein tubuh orang yang lebih muda. Banyak kolagen pada

kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal,

seiring dengan bertambahnya usia, perubahan permukaan kulit yang kehilangan

elastisitasnya akan cenderung berkerut.6

c) Teori keracunan oksigen

Teori ini menyatakan bahwa adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam

tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar

yang tinggi tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu. Ketidakmampuan untuk

mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat struktur membran sel mengalami

perubahan dan terjadi kesalahan genetik. Membran sel tersebut merupakan alat untuk

memfasilitasi sel dalam berkomunikasi dengan lingkungan yang juga mengontrol proses

5

pengambilan nutrien dan proses ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Konsekuensi dari

kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang

mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini dapat

menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh.6

d) Teori sistem imun

Teori ini mengemukakan kemampuan sistem imun mengalami kemunduran,

walaupun demikian kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan

khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berdistribusi dalam proses

penuaan. Hal ini dimanifestasikan dengan meningkatnya infeksi autoimun dan kanker.6

e) Teori radikal bebas

Teori radikal bebas menyatakan bahwa dalam teori terjadi ketidakstabilan radikal

bebas sehingga oksidasi bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini

menyebabkan sel-sel tidak mampu lagi beregenerasi. 3,6

2.1.4. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia

Adapun beberapa faktor yang dihadapi lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan

jiwa mereka adalah perubahan kondisi fisik, perubahan fungsi dan potensi seksual,

perubahan aspek psikososial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan dan perubahan

peran sosial di masyarakat.

a) Perubahan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia, umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik

yang bersifat patologis. Misalnya, tenaga berkurang, kulit makin keriput, gigi makin

rontok, tulang makin rapuh, berkurangnya fungsi indra pendengaran, penglihatan, gerak

fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada

lansia misalnya badan menjadi bungkuk, pendengaran berkurang, penglihatan kabur,

sehingga menimbulkan keterasingan.3

b) Perubahan Fungsi dan Potensi Seksual

Perubahan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan

berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung, gangguan metabolisme, vaginitis, baru

selesai operasi ( prostatektomi ), kekurangan gizi ( karena pencernaan kurang sempurna

6

atau nafsu makan sangat kurang ), penggunaan obat-obatan tertentu ( antihipertensi,

golongan steroid, tranquilizer ) dan faktor psikologis yang menyertai lansia seperti rasa

malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia, sikap keluarga dan masyarakat

yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya, kelelahan atau kebosanan

karena kurang variasi dalam kehidupannya, pasangan hidup telah meninggal dunia, dan

disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya

misalnya cemas, depresi, pikun, dan sebagainya.3

c) Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi

kognitif dan fungsi psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,

pemahaman, pengertian, perhatian, dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan

perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi

hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,

koordinasi yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.3

d) Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal

pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun

dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya karena pensiun sering diartikan

kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan harga diri.3

e) Perubahan dalam peran sosial di masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatanm gerak fisik, dan

sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.

Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur,

dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah

dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih

sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Jika keterasingan terjadi akan

semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus

muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan

barang-barang tak berguna serta merengek-rengek bila ketemu orang lain sehingga

perilakunya seperti anak kecil.3

7

2.1.5. Masalah kesehatan pada lansia

Adapun beberapa masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari

orang dewasa, yang menurut Kane & Ouslander sering disebut dengan istilah 14 I, yaitu

Immobility (kurang bergerak), Instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah

jatuh), Incontinence (beser buang air kecil dan atau buang air besar), Intellectual

impairment (gangguan intelektual/ dementia), Infection (infeksi), Impairment of vision

and hearing, taste, smell, communication, convalescence, skin integrity (gangguan

pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit), Impaction (sulit buang air besar),

Isolation (depresi), Inanition (kurang gizi), Impecunity (tidak punya uang), Iatrogenesis

(menderita penyakit akibat obat-obatan), Insomnia (gangguan tidur), Immune deficiency

(daya tahan tubuh yang menurun), dan Impotence (impotensi).2,7

2.1.6. Status Kesehatan pada Lansia Indonesia

Membicarakan mengenai status kesehatan para lansia, penyakit atau keluhan yang

umum diderita adalah penyakit rematik, hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru-paru

(bronkitis/ dispnea), diabetes mellitus, jatuh, paralisis/ lumpuh separuh badan, TBC paru,

patah tulang dan kanker. Lebih banyak wanita yang menderita/ mengeluhkan penyakit-

penyakit tersebut daripada kaum pria, kecuali untuk bronkitis ( pengaruh rokok pada

pria).7

2.2. OBESITAS

2.2.1 Pengertian Obesitas

Kata obesitas berasal dari bahasa latin : obesus, obedere yang artinya gemuk atau

kegemukan. Obesitas atau gemuk merupakan suatu kelainan atau penyakit yang ditandai

dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.

8

Ditinjau dari segi klinis, obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang

umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan

kadang terjadi perluasan kedalam jaringan organnya. Obesitas merupakan salah satu

bentuk salah gizi yang banyak dijumpai di antara golongan masyarakat dengan sosial

ekonomi tinggi. Menurut World Health Organization (WHO) 2006, obesitas didefinisikan

sebagai kumpulan lemak berlebih yang dapat mengganggu kesehatan dengan Body Mass

Index (BMI) ≥ 30 kg/m2.8

2.2.2 Pengukuran Obesitas

Banyak metode yang dapat dilakukan untuk menentukan kriteria overweight dan

obesitas pada seseorang diantaranya adalah pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT), tebal

lemak bawah kulit, dan dengan menghitung rasio lingkar pinggang terhadap lingkar

panggul. Dalam hal ini, untuk menentukan overweight dan obesitas dapat diketahui

dengan menghitung indeks massa tubuh yang merupakan indikator status gizi. Nilai

Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung dengan menggunakan rumus :

Berat Badan (kg)

Indeks Masa Tubuh = -----------------------

Tinggi Badan (m)2

WHO telah mendefinisikan sejumlah klasifikasi/kategori IMT yang dapat

mencerminkan risiko penyakit tertentu. (tabel 2.1)9

Tabel 2.1 Klasifikasi IMT Menurut WHO Tahun 20049

9

Kategori IMT Risiko Penyakit

Kurus (underweight) < 18,5 Rendah

Berat badan normal 18,5 – 24,9 Rata – rata

Berat badan berlebih (overweight)

25 – 29,9 Meningkat

Obesitas – kelas 1 30 – 34,9 Sedang

Obesitas – kelas 2 35 – 39,9 Berbahaya

Obesitas – kelas3 (obesitas morbid)

≥ 40,0 Sangat berbahaya

Tabel 2.2 Klasifikasi IMT Menurut Asia Pasifik9

Klasifikasi BMI (kg/m2) Risiko Penyakit

Kurus (underweight)

Berat badan normal

Berat badan berlebih (over

weight)

Berisiko

Obesitas – kelas I

Obesitas – kelas II

< 18.5

18.5 – 22.9

> 23.0

23.0 – 24.9

25.0 – 29.9

> 30.0

Rendah

Rata-rata

Meningkat

Sedang

Berbahaya

Sangat berbahaya

Saat ini indeks massa tubuh (IMT) sudah digunakan untuk penentuan status gizi

pasien dewasa di beberapa rumah sakit seperti di RSCM (Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo). Dalam menentukan status gizi orang dewasa IMT ternyata sangat

sensitif untuk menentukan berat badan kurang, normal, dan lebih, baik pada laki-laki

maupun perempuan.

2.2.3. Epidemiologi Obesitas

Distribusi dan Frekuensi Obesitas

a. Menurut Orang (Person)

Masalah obesitas banyak dialami oleh beberapa golongan masyarakat, antara lain

balita, anak sekolah, remaja, orang dewasa, dan orang lanjut usia. Hasil pemantauan

masalah gizi lebih pada orang dewasa yang dilakukan oleh Departemen

10

Kesehatan tahun 1997 menunjukkan, prevalensi obesitas pada orang dewasa

(≥18tahun) adalah 2,5% (pria) dan 5,9% (wanita). Prevalensi obesitas tertinggi terjadi

pada kelompok wanita berumur 41-55 tahun (9,2%).

Dari survei Indeks Masa Tubuh (IMT) pada kelompok usia ≥ 60 tahun di kota besar di

Indonesia tahun 2004, 15,6% pria dan 26,1% wanita mengalami obesitas.16 Sedangkan

menurut penelitian pada usia lanjut kelompok binaan Puskesmas di Kecamatan Kota Arga

Makmur Kabupaten Bengkulu Utara (2005), 19 orang (30,6%) lansia mengalami obesitas

dari 62 responden.17 Menurut penelitian Juwita (2007), pada lansia di Posyandu Lansia

Wilayah Kerja Puskesmas Amplas Medan, 25 orang (20,7%) lansia mengalami obesitas

dari 121 responden.

Saat ini, 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih

(overweight), dan 400 juta diantaranya mengalami obesitas. Pada tahun 2015, diperkirakan

2,3 miliar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta di antaranya obesitas.

Di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi

nasional obesitas pada penduduk berusia ≥ 15 tahun adalah laki-laki 13,9% dan

perempuan 23,8%.8

b. Menurut Tempat (Place)

WHO (2004) menyatakan bahwa obesitas telah menjadi masalah dunia. Panama

tercatat sebagai negara dengan prevalensi obesitas tertinggi di dunia, yakni 37%. Setelah

itu Peru (32%) dan Amerika Serikat (31%).6 Di daerah perkotaan Cina, prevalensi

overweight adalah 12,0% pada laki-laki dan 14,4% pada perempuan, sedang di daerah

pedesaan prevalensi overweight pada laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 5,3%

dan 9,8%.

Menurut penelitian Sjarif, dkk (2002) melakukan penelitian di 10 kota-kota besar

yaitu Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya,

Denpasar, dan Manado dengan subyek siswa sekolah dasar. Hasilnya memperlihatkan

prevalensi obesitas pada anak sebesar 17,7% di Medan, Padang 7,1%, Palembang 13,2%,

Jakarta 25,0%, Semarang 24,3%, Solo 2,1%, Yogyakarta 4,0%, Surabaya 11,4%,

Denpasar 11,7%, dan Manado 5,3%.

11

Prevalensi nasional obesitas pada penduduk dewasa berusia ≥ 15 tahun di 10 provinsi

di Indonesia tahun 2007 adalah Sulawesi Utara (33,3%), Jakarta (26,9%), Gorontalo

(26,3%), Maluku Utara (24,4%), Kalimantan Timur (23,5%), Papua Barat (23,0%),

Kepulauan Riau (22,8%), Papua (22,4%), Bangka Belitung (22,2%), dan Sumatera Utara

(20,9%).

c. Menurut Waktu (Time)

National Health Survey (2004-2005), pada penduduk Australia menunjukkan data

hasil prevalensi overweight meningkat dari 29,5% menjadi 32,6% dan obesitas dari 11,1%

menjadi 16,4% pada kelompok umur 55-64 tahun.9 WHO menyatakan bahwa obesitas

telah menjadi masalah dunia. Data yang dikumpulkan dari seluruh dunia memperlihatkan

bahwa terjadi peningkatan prevalensi overweight dan obesitas pada 10-15 tahun terakhir,

saat ini diperkirakan sebanyak lebih dari 100 juta penduduk dunia menderita o

Berdasarkan data SUSENAS tahun 1989, prevalensi obesitas di Indonesia adalah 1,1 %

dan 0,7%, masing-masing untuk kota dan desa. Angka tersebut meningkat hampir lima

kali menjadi 5,3 % dan 4,3 % pada tahun 1999. SUSENAS (2004) prevalensi obesitas

mencapai 11,0%.32 Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Himpunan Studi

Obesitas Indonesia (HISOBI) tahun 2004 mendapatkan angka prevalensi obesitas

(IMT≥30 kg/m2) 9,16 % pada pria dan 11,02 % pada wanita.

2.2.4. Determinan Obesitas

a. Pola Makan

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah

dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap harinya telah banyak berubah. Perubahan

ini meliputi dengan banyaknya jenis makanan, makanan dapat dibeli kapan saja, metode

pengawetan semakin canggih (makanan dapat selalu tersedia) dan banyak produk

makanan hanya memerlukan sedikit proses pemasakan sehingga dapat segera dimakan.

Hal yang perlu diyakini bahwa obesitas hanya mungkin terjadi, jika terdapat kelebihan

makanan dalam tubuh terutama bahan makanan sumber energi. Dengan kata lain, jumlah

makanan yang dimakan setiap hari jauh melebihi kebutuhan faal tubuh.

12

Tampaknya memang ada kebiasaan makan yang berbeda pada orang yang mengalami

obesitas. Obesitas sering dijumpai pada orang yang senang masak atau bekerja di dapur.

Di samping itu, juga dijumpai pada orang yang memiliki gejala suka makan pada waktu

malam. Pola makan yang tinggi kalori dan lemak akan menyebabkan penimbunan energi

dalam bentuk lemak. Hal ini diperberat dengan kurangnya aktivitas fisik.9

b. Aktivitas Fisik

Obesitas banyak dijumpai pada orang yang kurang melakukan aktivitas fisik dan

kebanyakan duduk. Saat sekarang ini dengan meningkatnya mekanisasi dan kemudahan

transportasi, orang cenderung kurang gerak atau menggunakan sedikit tenaga untuk

aktivitas. Dengan demikian, kurangnya pemanfaatan tenaga akan menyebabkan simpanan

tenaga/energi di dalam tubuh yang lambat laun akan semakin bertumpuk sehingga

menyebabkan obesitas. Jadi memperbanyak aktivitas fisik sangat dianjurkan.

Kemajuan teknologi menyebabkan berkurangnya kebutuhan untuk menggunakan

tenaga otot manusia dalam melaksanakan tugas manual yang memerlukan banyak energi.

Dari segi transportasi, semakin banyak orang menggunakan kendaraan, ketimbang

berjalan kaki atau bersepeda walaupun pada jarak yang tidak jauh. Dengan kemajuan

teknologi, dimana tenaga manusia telah banyak digantikan oleh mesin, sehingga manusia

menjadi semakin dimanjakan. Oleh karena itu, manusia menjadi kurang melakukan

aktivitas fisiknya sehingga obesitas menjadi lebih merupakan masalah kesehatan

masyarakat.9

c. Faktor Psikologis

Faktor psikologis sering juga disebutkan sebagai salah satu faktor predisposisi yang

dapat mendorong terjadinya obesitas. Gangguan emosional akibat adanya tekanan

psikologis atau lingkungan kehidupan masyarakat yang dirasakan tidak menguntungkan,

dapat mengubah kepribadian seseorang sehingga orang tersebut menjadikan makanan

sebagai pelariannya.9,10

d. Genetik (Riwayat Keluarga)

Faktor genetik merupakan salah satu faktor yang juga berperan dalam timbulnya

obesitas. Telah lama diamati bahwa anak-anak obesitas umumnya berasal dari keluarga

dengan orang tua obesitas. Bila salah satu orang tua obesitas sekitar 40-50% anak-anaknya

akan mengalami obesitas sedangkan bila kedua orang tuanya obesitas, 80% anak-anaknya

13

akan menjadi obesitas. Timbulnya obesitas dalam keluarga semacam ini lebih ditentukan

karena kebiasaan makan dalam keluarga yang bersangkutan, dan bukan karena faktor

genetis yang khusus. Hanya saja penelitian di laboratorium gizi Dunn di Cambridge,

Inggris baru-baru ini menunjukkan peran faktor genetik.10

e. Metabolisme Basal

Metabolisme basal adalah metabolisme yang dilakukan oleh organ-organ tubuh dalam

keadaan istirahat total (tidur). Kecepatan metabolisme basal setiap orang berbeda, ada

yang tinggi dan ada juga yang rendah. Seseorang yang mempunyai kecepatan metabolisme

rendah akan cenderung lebih mudah gemuk jika dibandingkan dengan orang yang

mempunyai kecepatan metabolisme tinggi.

Pada umumnya, berat badan akan semakin meningkat sesuai dengan peningkatan usia.

Secara alami, metabolisme basal pada usia yang semakin senja akan semakin menurun.

Sejalan dengan itu, aktivitas fisiknya juga semakin berkurang.1,9

2.2.5. Komplikasi Obesitas

Hasil penelitian membuktikan bahwa kegemukan dan obesitas menimbulkan banyak

masalah dan memperbesar risiko seseorang terserang penyakit degeneratif (penyakit yang

timbul akibat ada perubahan atau kerusakan tingkat seluler yang meluas ke jaringan yang

sama). Beberapa penyakit yang disebabkan oleh obesitas, antara lain :

a. Hipertensi

Penderita kegemukan mempunyai risiko yang tinggi terhadap hipertensi. Seseorang

dikatakan menderita hipertensi bila tekanan systole >140 mmHg dan diastole >90 mmHg.

Penderita obesitas tipe buah apel beresiko lebih tinggi dalam kemungkinan menderita

hipertensi dibandingkan dengan orang yang kurus dan penderita obesitas tipe buah pear.

Berat badan yang berlebih sudah tentu akan meningkatkan beban jantung dalam

memompa darah keseluruh tubuh. Hal ini menyebabkan tekanan darah cenderung akan

lebih tinggi. Selain itu, pembuluh darah pada lansia lebih tebal dan kaku atau disebut

aterosklerosis, sehingga tekanan darah akan meningkat. Untuk itu lansia hendaknya

mengurangi konsumsi natrium (garam), karena garam yang berlebih dalam tubuh dapat

meningkatkan tekanan darah.2,9

14

b. Diabetes Mellitus (DM)

Obesitas dapat menyebabkan penyakit diabetes mellitus tipe II. Sebagaimana

diketahui, diabetes mellitus adalah suatu keadaan/kelainan dimana terdapat gangguan

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekurangan insulin atau

tidak berfungsinya insulin, akibatnya gula dalam darah tertimbun (tinggi). Biasanya 75%

penderita DM tipe II adalah orang yang mengalami obesitas atau riwayat obesitas.

Diabetes mellitus sebenarnya merupakan penyakit keturunan, tetapi kondisi tersebut

tidak selalu timbul jika seseorang tidak kelebihan berat badan. Pada umumnya, penderita

diabetes mempunyai kadar lemak yang abnormal dalam darah.9

c. Kanker

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki yang mengalami obesitas akan berisiko

lebih tinggi untuk menderita kanker usus besar, rektum dan kelenjar prostat. Adapun pada

wanita penderita obesitas, akan mengalami risiko terkena penyakit kanker payudara dan

rahim. Wanita yang telah menopause, umumnya pada usia lebih dari 50 tahun dan

mengalami kelebihan berat badan akan mudah terserang penyakit kanker payudara. Untuk

mengurangi risiko terkena kanker, konsumsi lemak total harus dikurangi.10

d. Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang terjadi akibat penyempitan

pembuluh darah koroner (pembuluh darah yang mendarahi dinding jantung). Hasil

penelitian menunjukkan bahwa dari 500 penderita kegemukan sekitar 88% mendapat

risiko terserang penyakit jantung koroner. Meningkatnya faktor risiko penyakit jantung

koroner sejalan dengan terjadinya penambahan berat badan seseorang.

Konsumsi lemak jenuh dan kolesterol yang berlebihan akan meningkatkan risiko

penyakit ini. Lemak jenuh dan kolesterol hanya terdapat pada bahan makanan hewani.

Oleh karena itu, usia lanjut lebih disarankan mengkonsumsi ikan karena dapat

menurunkan risiko menderita penyakit jantung dibandingkan sumber protein hewan lain.

Pengaruh kegemukan pada penyakit jantung koroner tidak selalu berdiri sendiri, tetapi

biasanya diperburuk oleh faktor risiko lain seperti hipertensi, diabetes, dan hiperlipidemia.

15

e. Arthritis dan Gout

Orang yang menderita kegemukan dan obesitas mempunyai risiko tinggi terhadap

penyakit arthritis (radang sendi) yang lebih serius bila dibandingkan dengan orang yang

memiliki berat badan ideal atau gemuk.

Gout merupakan salah satu bentuk penyakit arthritis atau lebih tepatnya radang sendi

akibat meningkatnya kadar asam urat dan terbentuknya kristal asam urat pada sendi.

Penyakit ini sering menyerang penderita kegemukan yang mengalami kelebihan berat

badan > 30% dari berat badan ideal dan kandungan asam urat dalam darahnya tinggi2,10

f. Dislipidemia

Definisi Dislipidemia

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan

maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah

kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida serta penurunan

kadar HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya mempunyai peran yang

penting dan sangat kaitannya satu dengan yang lain, sehingga tidak mungkin dibicarakan

sendiri-sendiri. Ketiga-tiganya sekaligus dikenal sebagai Triad Lipid.10

Kriteria Diagnostik dan Pemeriksaan Laboratorium Dislipidemia

Angka patokan kadar lipid yang memerlukan pengelolaan, penting dikaitkan dengan

terjadinya komplikasi kardiovaskuler. Dari berbagai penelitian jangka panjang di negara-

negara barat, yang dikaitkan dengan besarnya resiko untuk terjadinya PKV, dikenal patokan

kadar kolesterol total sbb :

a) Kadar yang diinginkan dan diharapkan masih aman (desirable) adalah < 200 mg/dl

b) Kadar yang sudah mulai meningkat dan harus diwaspadai untuk mulai dikendalikan

(bordeline high) adalah 200-239 mg/dl

c) Kadar yang tinggi dan berbahaya bagi pasien (high) adalah > 240 mg/dl .

16

Untuk trigliserida besamya pengaruh terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi

kardiovaskuler belum disepakati benar. NECP (National Cholesterol Education Program)

tidak memesukkan kadar trigliserida dalam anjuran pengelolaan lipid mereka. Sebaliknya

kelompok kontinental memasukkan juga faktor trigliserida dalam algoritma yang mereka

anjurkan, dilandasi oleh penelitian mereka di Eropa ( studi Procam dan studi Paris ).10

2.3. DISABILITAS PADA LANSIA

2.3.1 Definisi disabilitas

Disabilitas adalah ketidakmampuan untuk terlibat dalam aktivitas penting yang

berguna karena keterbatasan fisik maupun mental yang ditentukan secara medis.

UU No.4/1997 Psl. 1 menyebutkan bahwa penyandang disabilitas adalah setiap orang

yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental,yang dapat menggangu atau merupakan

hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya,yang terdiri dari :

disabilitas fisik,disabilitas mental,serta disabilitas fisik dan mental (ganda).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberikan definisi disabilitas ke dalam 3

kategori,yaitu : impairment,disability dan handicap.11

2.3.2 Disabilitas pada obesitas

Selama beberapa dekade akhir, prevalensi dari obesitas di dunia meningkat secara

pesat. Seperti yang diketahui kelebihan berat badan dan obesitas merupakan masalah

kesehatan karena berhubungan dengan meningktanya faktor risiko terjadinya penyakit-

penyakit seperti penyakit jantung, stroke, diabetes tipe 2, hipertensi, dislipidemia, gangguan

muskuloskeletal dan beberapa keganasan.12

Secara keseluruhan, 17% pria mengalami obesitas dan selebihnya sekitar 50%

mengalami kelebihan berat badan. Prevalensi dari hipertensi, kolesterol HDL yang rendah,

kadar trigliserid yang tinggi dan prevalensi dari penyakit-penyakit lain meningkat seiring

dengan peningkatan derajat dari kelebihan berat badan atau obesitas. Pria dengan berat badan

normal cenderung mengalami prevalensi penyakit yang lebih rendah. Pada lansia, kelebihan

17

berat badan dan obesitas berhubungan dengan peningkatan yang signifikan dari berbagai

penyakit,terutama pada gangguan cerebrovascular dan disabilitas.11,12

Hubungan antara dua komponen utama tubuh juga telah diperiksa, menunjukkan

hubungan antara peningkatan usia dengan penurunan masa otot dan bertanggung jawab

terhadap disabilitas dan penimbunan lemak tubuh.

Telah diteliti pada sampel laki-laki dan wanita usia 72 sampai 95 tahun, hubungan

antara masa lemak dan disabilitas secara umum.Penurunan aktifitas fisik berkaitan dengan

obesitas paling sering disebabkan oleh osteoarthritis (OA). Disabilitas dapat juga disebabkan

oleh beberapa kondisi medis seperti : diabetes melitus, kanker, penyakit jantung, hipertensi,

penyakit Alzheimer, stroke, penyakit paru dan osteoarthritis. Survey menunjukkan

pembatasan aktivitas hidup sehari hari seperti: mandi, berpakaian, makan, duduk dan berdiri

di kursi, jalan, menggunakan kamar mandi. Disabilitas terbagi dalam tiga kelas yaitu :

Tanpa pembatasan aktivitas kehidupan sehari hari

Terdapat satu atau dua pembatasan aktivitas kehidupan sehari hari

Terdapat lebih dari tiga pembatasan aktivitas kehidupan sehari hari1,12

Penyakit kardiovaskuler merupakan komplikasi serius pada lansia dengan obesitas

sehingga dapat menimbulkan terjadinya disabilitas. Klasifikasi yang rinci mengenai metode

dan pengukuran risiko kardiovaskuler ( seperti aktivitas fisik, faktor sosial, alkohol dan

merokok ) telah diterangkan. Hipertensi yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan

sistolik > 160 mmHg dan tekanan diastolik >90 mmHg dengan atau tanpa obat antihipertensi.

Kolesterol tinggi didefinisikan sebagai peningkatan kadar kolesterol total lebih dari > 200

mg/dL, HDL, 40 mg/dL dan trigliserida > 200 mg/dL.13

Berdasarkan penelitian di Inggris ( 2004 ), nilai rerata BMI pada 4232 pria, obesitas

terjadi pada 17.4 % dan 52 % overweight. Dimana didapatkan IMT tinggi berkaitan dengan

usia, riwayat merokok dan alkoholisme.

Obesitas berkaitan dengan beberapa penyakit yang berkaitan dengan disabilitas, yang

direfleksikan dengan peningkatan penggunaan obat anti hipertensi, pengobatan dan intervensi

kardiovaskuler. Selain itu juga berkaitan juga dengan osteoarthritis yang prevalensinya cukup

tinggi pada pasien obesitas. Pelaporan terhadap ada disabilitas terhadap aktivitas sehari-hari

18

pada lansia sesuai dengan peningkatan IMT. Pada 50 % responden obesitas terdapat

disabilitas dalam kehidupan sehari-hari. Aktivitas fisik yang rendah juga meningkatkan

prevalensi disabilitas pada lansia.13

2.4 KERANGKA TEORI

19

KARAKTERISTIK INDIVIDUAL

- Usia - Pendidikan- Jenis kelamin - Status perkawinan- Pekerjaan - Pendapatan

TEORI BIOLOGIS

- Teori seluler

- Sintesis protein

- Keracunan oksigen

- Teori sistem imun

- Teori radikal bebas

BAB III

KERANGKA KONSEP, VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 KERANGKA KONSEP

20

KARAKTERISTIK INDIVIDUAL

Usia Jenis kelamin Status perkawinan Pendidikan Pekerjaan Pendapatan

MASALAH

KESEHATAN

KEBIASAAN

- Merokok,- Minum alkohol- Pola Makan

PENYAKIT

DEGENERATIF

HIPERTENSI

DM

DISLIPIDEMIA

KANKER

PJK

OA

OBESITAS

- AKTIVITAS FISIK

- PSIKOLOGI

- GENETIKA

DISABILITAS

Gambar 2. Kerangka konsep variabel-variabel yang berhubungan dengan disabilitas

pada lansia

3.2 VARIABEL PENELITIAN

a. Variabel Tergantung

Disabilitas pada lansia

b. Variabel Bebas

i. Karakteristik individual :

Usia

Jenis kelamin

Status perkawinan

Pendidikan

21

KEBIASAAN DAN GAYA HIDUP

Merokok

Alkohol

Pola makan

AKTIVITAS FISIK

OBESITASPENYAKIT

DEGENERATIF

Hipertensi

DM

Hiperkolesterolemia

PJK

Osteoarthritis

DISABILITAS

Pekerjaan

Pendapatan

ii. Gaya hidup dan kebiasaan :

Asupan makan

Merokok

Alkohol

iii. Obesitas

iv. Aktivitas fisik

v. Penyakit degeneratif

Hipertensi

DM

Hiperkolesterolemia

22

3.3 DEFINISI OPERASIONAL

Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Pengukuran

Referensi

Variabel bebas: 1. Usia Usia responden ≥ 60 tahun yang

diperoleh dari KTPKTP untuk mengetahui umur dalam tahun.

Wawancara 1= 60- 69 tahun2= 70- 79 tahun3= ≥ 80 tahun

Rasio

2.Jenis Kelamin Ciri atau karakteristik yang menunjukkan bahwa responden adalah laki-laki atau perempuan

Kuesioner Wawancara 1 = Laki-laki2 = Perempuan Nominal

3. Pendidikan Pendidikan adalah jenjang pendidikan terakhir yang pernah dilalui sesuai dengan tingkat pendidikan formal di Indonesia.

Kuesioner Wawancara 1=Tidak bersekolah

2=Tamat SD

3=Tamat SMP

4=Tamat SMA

5=Tamat Kuliah (D3/S1/lebih)

Ordinal

4. Pekerjaan Sesuatu yang dikeluarkan oleh responden sebagai profesi, sengaja dilakukan untuk mendapatkan

Kuesioner Wawancara 1=Pegawai Negeri

2= Pegawai Swasta

Nominal

23

penghasilan 3= Mandiri/usaha

4= Tidak bekerja

5. Pendapatan Sesuatu yang didapatkan oleh responden dalam bentuk uang yang diukur menggunakan UMR (Upah Minimum Regional) DKI Jakarta pada tahun 2011

Kuesioner Wawancara 1= < Rp 1290000

2= ≥ Rp 1290000

Rasio

6. Status perkawinan

Status responden sudah menikah (berpasangan) , janda/duda dan belum menikah.

Kuesioner Wawancara 1=Menikah(pasangan masih ada)

2= Duda/janda

3= Belum menikah

Nominal

7. Aktivitas fisik Kebiasaan responden melakukan aktivitas fisik yang diukur mengunakan instrument Physical Activity Scale of Elderly (PASE ) and Paffenbarger Physical Activity Index

Instrumen PASE WawancaraTerdapat 3 domain yang dinilai : Leisure time activity, Household activity, work related activity

1 = Tinggi 2 = Sedang3 = Rendah

Ordinal New England Research Institute 15

24

8.Kebiasaan Merokok

Aktivitas atau kegiatan responden yang berhubungan dengan kebiasaan merokok (>2 batang per hari)

Kuisoner Wawancara 1 = Merokok2 = Tidak Merokok

Nominal

9.Kebiasaan minum alkohol

Kebiasaan responden minum miunuman beralkohol (>2 gelas untuk pria,>1 gelas untuk wanita)

Kuesioner Wawancara 1 = Minum alkohol2 = Tidak minum alkohol

Nominal

10.Asupan makan Penilaian asupan makan secara kualitatif dan kuantitatif. Setiap makanan dikategorikan menjadi karbohidrat, lemak, protein dan kalori yang dihasilkan. Secara kuantitatif dilakukandengan food recall 1 x 24 jam yang juga didapat dari hasilwawancara terpimpin dengan menggunakan food model. Dari metode food recall tersebut didapatkan jumlah dan frekuensi konsumsi makanan yang kemudian diterjemahkan sebagai asupan gizi subyek penelitian. Untuk menilai kalori tiap makanan digunakan

kuesioner wawancara Total energi dari karbohidrat , lemak, protein pada makanan dalam kalori dan gram sesuai AKG menurut usia dan jenis kelamin

1= ≥AKG (untuk laki-laki ≥ 60 tahun total kalori adalah 2050 kcal dan untuk perempuan ≥ 60 tahun total kalori adalah 1600 kcal)

2=<AKG (nilai total kalori yang kurang dari 2050

Ordinal Pubmed US Natioanal Library of Medicine17

25

program Nutrisurvei for Windows dr. J Erhardt, Universitas Indonesia dengan menginput data kuesioner yang telah diisi orangtua responden. Sebagai patokan digunakan angka kecukupan gizi(AKG) berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) 2004 yang dianjurkan di Indonesia

kcal untuk laki-laki dan kurang dari 1600 kcal untuk perempuan)

11. Obesitas Obesitas adalah kumpulan lemak berlebih yang dapat mengganggu kesehatan dengan Body Mass Index (BMI) ≥ 23 kg/m2

Timbangan pegasAlat pengukur tinggi lutut

BMI (Asia Pasifik): Berat badan Tinggi badan

Subjek diukur berat badan dengan timbangan injak,dngan pakaian tipis dan tanpa aksesoris maupun alas kaki, lalu melihat jarum penunjukTinggi badan yang didapatkan berdasarkan tinggi lutu responden.Pengukuran dilakukan pada kaki kiri diantara tulang tibia dengan tulang paha membentuk sudut 90°.Alat ditempatkan diantara tumit sampai bagian proksimal dari tulang patela dan diukur kemudian disesuaikan dengan rumus chumlea

1 = 23.0 – 24.9 ( Overweight )

2 = 25.0- 29.9 (Obese I)

3 = ≥ 30 (Obese II )

Ordinal Asia Pasific Journal of Clinical Nutrition 9

12. Hipertensi Seseorang responden yang mempunya riwayat menderita

Pemeriksaan tekanan darah

Subjek duduk menghadap peneliti

1 = Normal (<120/<80 mmHg)

Ordinal JNC 7

26

tekanan darah yang tinggi sebelumnya. Tekanan darah sesuai klasifikasi hipertensi berdasarkan kriteria JNC 7

secara manual dengan alat sfigmomanometer

kemudian dipasang manset pada lengan kanan. Kemudian diukur tekanan darahnya dengan melihat jarum pada sfigmomanometer

2 = Prehipertensi (120-139/80-89 mmHg)3 = Hipertensi derajat I (140-159/90-99 mmHg)

4 = Hipertensi derajat II (≥160/≥100mmHg)

13. Diabetes Mellitus

Hasil pemeriksaan gula darah sewaktu responder yang diambil dari darah kapiler.

Alat ukur gula darah.

Subjek di tusuk ujung jarinya untuk mendapatkan darah kapiler, lalu darah ditempelkan ke strip pemeriksaan yang dihubungkan ke alat pemeriksa gula darah.

1 = Normal: GDS <200mg/dL

2 = Diabetes: GDS > 200mg/dL dengan gejala klasik diabetes.

Ordinal American Diabetic Association

14.Hiperkoleste- rolemia

Hasil pemeriksaan kolesterol responder yang diambil dari darah kapiler.

Alat ukur kolesterol total

Subjek di tusuk ujung jarinya untuk mendapatkan darah kapiler, lalu darah ditempelkan ke strip pemeriksaan yang dihubungkan ke alat pemeriksa kolesterol total

1 = Normal : Kolesterol total < 200 mg/dL

2 = Hiperkolesterolemia : Kolesterol total >200 mg/dL

Ordinal American Heart Association

Variabel tergantung :

Ketidakmampuan untuk terlibat dalam aktivitas penting yang berguna karena keterbatasan fisik

Kuesioner Katz basic activities of daily living (ADL)

Wawancara

Katz (ADL) : yang

Katz (ADL) : Ordinal Katz and lawton-Brody

27

Disabilitas maupun mental yang ditentukan secara medis.

Lawton-Brody (IADL)

dinilai adalah bathing,dressing,toiletting,transferring,continence,feeding14

Setiap jawaban ”Ya” diberi nilai satu.Total nilai 6

Lawton-Brody (IADL) :8 domain pada wanita,5 domain pada pria(food preparation,housekeping,laundry tidak dimasukkan).yaitu:ability to use telephone,shopping,food, preparation,housekeeping,laundry,mode of transportation,responsibility for own medications,ability to handle finance16

1 = Ya

2= Tidak

Lawton-Brody (IADL)

Pria :

1= dependent

2= independent

Wanita :

1 = dependent

2 = independent

Questionnaire

28

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah ini rancangan penelitian observasional jenis

analitik dengan mengunakan pendekatan rancangan potong silang (cross sectional).

4.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Mampang, Jakarta Selatan.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan sejak bulan Februari 2012 – Maret 2012.

4.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

4.3.1 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau adalah seluruh lansia ( ≥ 60 tahun ) di Mampang periode

Desember 2011 – Januari 2012 sebanyak 550 orang yang datang ke Poli Umum

dengan subjek penelitian adalah seluruh lansia yang termasuk ke dalam populasi

terjangkau dan memenuhi kriteria penelitian sebanyak orang.

4.3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria Inklusi

a) Orang dewasa berusia 60 tahun ke atas.

b) Lansia yang kooperatif

c) Lansia yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian

d) Lansia dengan obesitas

2. Kriteria Eksklusi

a) Lansia yang tidak sehat secara mental.

b) Lansia yang tidak dapat membaca dan menulis

c) Lansia yang mempunyai lebih dari satu penyakit kronik berat

(stroke, penyakit jantung)

29

4.3.2 Sampel Penelitian

Besar sampel

Perkiraan besar sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan

rumus.

Rumus populasi infinit:

No = Zα2 x P x Q

d2

Zα = Tingkat kemaknaan yang dikehendaki 95% besarnya 1,96

P = Prevalensi kelompok lansia obesitas dengan disabilitas tahun 2007*= 19 %

Q = Prevalensi/proporsi yang tidak mengalami peristiwa yang diteliti = 1 – 0.19

= 0.81

d = Akurasi dari ketepatan pengukuran untuk p > 10% adalah 0.05

No = (1.96)2 x 0.19 x 0.81 = 236.4 ~ pembulatan 236

(0.05)2

*Penelitian sebelumnya pada tahun 2007 menurut Riskesdas

Rumus populasi finit:

n = n0

(1 + n0/N)

n = Besar sampel yang dibutuhkan untuk populasi yang finit.

n0 = Besar sampel dari populasi yang infinit

N = Besar sampel populasi finit ( lansia yang berkunjung ke puskesmas

mampang selama Desember 2011 – Januari 2012 )

Karena jumlah lansia yang berkunjung ke Puskesmas Mampang selama periode

Desember 2011 – Januari 2012 berjumlah 550 orang maka:

n = 236

(1 + 236/550)

= 165 lansia

30

4.4 INSTRUMEN PENELITIAN

No. INSTRUMEN FUNGSI INSTRUMEN

1. Wawancara Untuk mengetahui :

Usia

Jenis kelamin

Pendidikan

Pekerjaan

Pendapatan

Status perkawinan

Kebiasaan (merokok dan alkohol)

Pola makan

2. Alat ukur GDS dan kolesterol

total

untuk menentukan DM dan dislipidemia

sebagai faktor risiko

3. Sphygmomanometer Untuk mengetahui tekanan darah

4. Kuesioner Rosow-Breslau Untuk mengukur aktivitas fisik

5. Katz basic activities of daily living (ADL)Lawton-Brody (IADL)

Untuk mengukur disabilitas

6. Timbangan injak Untuk mengukur berat badan

7. Meteran Untuk mengukur tinggi lutut

31

4.5 ALUR PELAKSANAAN PENELITIAN

32

Proposal disetujui

Peneliti turun ke lapangan

Mengumpulkan sampel

Peneliti melakukan wawancara, penyebaran kuesioner, dan

pemeriksaan BMI

Peneliti mengumpulkan data

Peneliti mengolah dan menganalisis data dalam bentuk

tabular, tekstular dan grafik dengan menggunakan Microsoft Excel, Word 2007 dan SPSS 17,0

Penyajian data dalam bentuk presentasi

Peneliti mendapatkan data yaitu populasi daftar pasien lansia dari

Puskesmas Mampang

Gambar 3: Alur pelaksanaan penelitian

4.6 JADWAL KEGIATAN PENELITIAN

Tahapan KegiatanWaktu Dalam Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9

A Perencanaan

1 Orientasi dan Identifikasi Masalah                  

2 Pemilihan Topik

3 Penelurusan kepustakaan                  

4 Pembuatan Proposal                  

5 Konsultasi dengan pembimbing

6 Pembuatan questionnaire                  

7 Presentasi Proposal                  

B Pelaksanaan

1 Ujicoba questionnaire

2 Pengumpulan data dan Survey                  

3 Pengolahan data

4 Analisis data                  

5 Konsultasi dengan Pembimbing                  

C Pelaporan Hasil

1 Penulisan laporan sementara                  

2 Diskusi

3 Presentasi hasil laporan sementara

4 Revisi                  

5

Presentasi Hasil akhir

(puskesmas dan trisakti)                  

6 Penulisan laporan akhir                  

Jadwal kegiatan

33

4.7 PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN

Penggandaan Kuesioner Rp. 250.000,-

Transportasi Rp. 100.000,-

CD Rp. 15.000,-

Kertas A4 Rp 35.000,-

Tinta Printer Rp. 220.000,-

Cenderamata Rp 100.000,-

Strip GDS dan Kolesterol Rp. 1.000.000

Biaya tak terduga: Rp. 350.000,-

Rp. 2.070.000,-

4.8 ORGANISASI PENELITIAN

1. Pembimbing dari Kedokteran Universitas Trisakti

Prof.DR.dr.Adi Hidayat

2. Pembimbing Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu

dr. Chitra Rasjmi Cara

3. Penyusun dan Pelaksana Penelitian

Aditya Prabawa

Andikha Putra

Maria Henny

34

DAFTAR PUSTAKA

1. Banegas JR, Garcia EL, Graciani A, Castillan PG, et al. Relationship between obesity,

hypertension and diabetes, and health related quality of life among the elderly.

European Journal of Preventive Cardiology 2007;14:456-62. Available at

http://cpr.sagepub.com/content/14/3/456. Accessed February 14, 2012.

2. Lakdawalla DN, Goldman DP, Shang B. The health and cost onsequences of obesity

among the future elderly. Health Affair 2005.Available at

http://content.healthaffairs.org/content/early/2005/09/26/hlthaff.w5.r30.full.pdf+html.

Accessed February 14, 2012.

3. Departemen Sosial RI. Penduduk lanjut usia di Indonesia dan masalah

kesejahteraannya. Diposkan tanggal 23 Oktober 2007. Available at

http://www.depsos.go.id. Diakses pada 14 Februari 2012.

4. World Health Organization. Active Ageing A Policy Framework. Madrid, Spain;April

2002. Hal 4-11. Diunduh dari http://www.who.int/ageing/publications/active/en.html.

5. Watson, Roger. Perawatan Lansia. Edisi ke-3. Jakarta: EGC;2003.

6. Netuveli G, Blane D. Quality of life in older ages. London; 15 Februari 2008.

7. Soejono CH, Setiati S, Nasrun MWS, Silaswati S. Pedoman Pengelolaan Kesehatan

Pasien Geriatri Untuk Dokter dan Perawat. Edisi Pertama. Jakarta:Pusat Informasi dan

Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;2004.

8. WHO/IASO/IOTF. The Asia-Pacific perspective: redefining obesity and its treatment.

Health Communications Australia:Melbourne.ISBN 0-9577082-1-1. 2005.

9. WHO Expert Consultation. (2004). Appropiate body mass index for Asian

populations and its implication for policy and intervention strategies. Lancet.

363:157-163.

35

10. Perhimpunan dokter Kardiologi Indonesia. Pedoman Deteksi, Prevensi dan

Tatalaksana Dislipidemia dalam penanggulangan Penyakit Jantung Koroner. 2005.

11. Gama EV, Damian J, Molino JP, Lopez MR, et al. Association of individual activity

of daily living with self-rated health in older people. British Geriatrics Sociaety 2000;

29: 267-70.

12. Zoico E, Francesco VD, Guralnik JM, Mazzali G, et al. Physical disability and

muscular strength in relation to obesity and different body composition indexes in a

sample of healthy elderly women. International Journal of Obesity 2004; 28: 234-41.

13. Wannamethee SG, Shaper AG, Whincup PH, Walker M. Overweight and obesity and

the burden of disease and disability in elderly men. International Journal of Obesity

2004; 28: 1374-82.

14. Katz SC, Ford AB, Moskovitz RW. Studies of illness in the aged.The index of ADL:a

standarized measure of biological and psychosocial function. JAMA 1963; 185: 914-

19.

15. Rosow I, Breslau N. A guttman health scale for the aged. J Gerontol 1966; 21: 556-

59.

16. Lawton NP, Brody EM. Assesment of older people:selt maintaining and instrumental

activities of daily living.J Gerontol 1982; 37: 91-99.

36