#Proposal Penelitian AditDikaHeni REVISI3
description
Transcript of #Proposal Penelitian AditDikaHeni REVISI3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Struktur penduduk dunia termasuk Indonesia saat ini menuju proses penuaan yang
ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk lanjut usia (lansia). Proporsi
penduduk lansia di Indonesia mengalami peningkatan cukup signifikan selama 30 tahun
terakhir dan mencapai 19,3 juta (8,37 persen dari total keseluruhan penduduk Indonesia) pada
tahun 2009. Peningkatan jumlah penduduk lansia ini disebabkan peningkatan angka harapan
hidup sebagai dampak dari peningkatan kualitas kesehatan. Fenomena ini menimbulkan
permasalahan global. Permasalahan ini disebabkan keterbatasan lansia terutama karena faktor
biologis, penyakit degeneratif dan menimbulkan disabilitas.1
Menurut World Health Organization (WHO) 2005, menyatakan bahwa obesitas telah
menjadi masalah dunia. Panama tercatat sebagai negara dengan prevalensi obesitas tertinggi
di dunia, yakni 37%. Setelah itu Peru (32%) dan Amerika Serikat (31%). Keadaan ini tidak
hanya terjadi di negara maju tapi sudah mulai meningkat di negara berkembang.2
Pada tahun 2009, jumlah penduduk lansia Indonesia mencapai 19,32 juta orang atau 8,37
persen dari total seluruh penduduk Indonesia. Peningkatan jumlah lansia mengindikasikan
adanya keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan terutama disebabkan
meningkatnya angka harapan hidup yang berarti akan meningkatkan jumlah penduduk
lansia.3
Terdapat kecenderungan peningkatan prevalensi lansia dengan obesitas pada dekade
terakhir. Berdasarkan data survey Kementerian Kesehatan RI, analisis data dari 20.137 lansia,
yang terbagi menjadi 9.390 pria dan 10.747 wanita dari perkotaan dan pedesaan. Penelitian
menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada pria 7.2 % dan wanita 10.4 %. Prevalensi
obesitas lebih tinggi di daerah perkotaan ( 10.8 % ) daripada di pedesaan ( 7.5 % ).
Obesitas meningkatan risiko terjadinya penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes
mellitus, penyakit jantung koroner, osteoarthritis dan dislipidemia kemudian menyebabkan
disabilitas. Disabilitas juga dipengaruhi oleh karakteristik individual, kebiasaan seperti pola
makan, merokok dan alkoholisme serta aktivitas fisik.1,2
1
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah ada hubungan antara karakteristik individual dan disabilitas pada lansia ?
2. Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dan disabilitas pada lansia ?
3. Apakah ada hubungan antara kebiasaan dan disabilitas pada lansia ?
4. Apakah ada hubungan antara penyakit degeneratif dan disabilitas pada lansia ?
5. Apakah ada hubungan antara obesitas dan disabilitas pada lansia ?
1.3. TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum Untuk meningkatkan derajat kualitas hidup pada lansia
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk menentukan adanya hubungan antara karakteristik responden (umur, jenis
kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) dan disabilitas
pada lansia.
2. Untuk menentukan adanya hubungan antara aktivitas fisik dan disabilitas pada
lansia.
3. Untuk menentukan hubungan antara kebiasaan dan disabilitas pada lansia.
4. Untuk menentukan hubungan antara penyakit degeneratif dan disabilitas pada
lansia.
5. Untuk menentukan adanya hubungan antara obesitas dan disabilitas pada lansia.
1.4. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis dalam penelitian sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan antara karakteristik responden ( umur, jenis kelamin, status
perkahwinan, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) dan disabilitas pada lansia.
2. Terdapat hubungan antara aktivitas fisik dan disabilitas pada lansia.
3. Terdapat hubungan antara kebiasaan dan disabilitas pada lansia.
4. Terdapat hubungan antara penyakit degeneratif dan disabilitas pada lansia
5. Terdapat hubungan antara obesitas dan disabilitas pada lansia.
2
1.5 . RUANG LINGKUP PENELITIAN
1.5.1 Ruang Lingkup Tempat
Puskesmas Kecamatan Mampang
1.5.2 Ruang Lingkup Waktu
Ruang lingkup waktu dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012
sampai Maret 2012.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LANSIA
2.1.1 Definisi lansia
Pengertian usia lanjut adalah mereka yang telah berusia 60 tahun atau lebih. Belum
ada kesepakatan tentang batasan umur lanjut usia disebabkan terlalu banyak pendapat
tentang batasan umur lanjut usia. 4
2.1.2 Batasan-batasan lansia
Batasan lansia menurut WHO meliputi usia pertengahan ( Middle age ) antara 45-59
tahun, usia lanjut ( Elderly ) antara 60-74 tahun, dan usia lanjut tua ( Old ) antara 75-90
tahun, serta usia sangat tua ( very old ) diatas 90 tahun.3
Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu pertengahan
umur usia lanjut/virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampak keperkasaan
fisik dan kematangan jiwa antara 45-54 tahun, usia lanjut dini/prasenium yaitu kelompok
yang mulai memasuki usia lanjut antara 55-64 tahun, kelompok usia lanjut/ senium usia
65 tahun keatas dan usia lanjut dengan risiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih
dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal dipanti,
menderita penyakit berat atau cacat. Saat ini berlaku UU No 13 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia yang menyebutkan lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60
tahun keatas.3,5
2.1.3 Teori-teori penuaan
Terdapat banyak teori tentang penuaan yaitu teori biologis. Teori-teori biologis
terdiri dari teori sintesis protein, teori keracunan oksigen, teori sistem imun, teori radikal
bebas, teori rantai silang, teori reaksi dari kekebalan sendiri dan lain-lain.
4
Teori Biologis
a) Teori seluler
Teori ini menyatakan bahwa kemampuan sel yang hanya dapat membelah dalam
jumlah tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh diprogram untuk membelah sekitar 50 kali.
Bila sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di laboratorium lalu
diobservasi jumlah sel yang akan membelah akan terlihat sedikit. Pembelahan sel lebih
lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan, justru kemampuan sel
akan menurun sesuai dengan bertambahnya usia. Sedangkan pada sistem saraf, sistem
muskuloskeletal dan jantung, sel pada jaringan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti
jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut berisiko
mengalami penuaan dan memiliki kemampuan yang rendah untuk tumbuh dan
memperbaiki diri dan sel dalam tubuh seseorang ternyata cenderung mengalami
kerusakan dan akhirnya sel akan mati karena sel tidak dapat membelah lagi.3
b) Teori sintesis protein
Teori sintesis protein menyatakan bahwa proses penuaan terjadi ketika protein tubuh
terutama kolagen dan elastin menjadi kurang fleksibel dan kurang elastis. Observasi dapat
dilakukan pada jaringan seperti kulit dan kartilago. Hal ini dihubungkan dengan adanya
perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lansia, beberapa
protein terutama kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit dibuat oleh tubuh dengan
struktur yang berbeda dengan protein tubuh orang yang lebih muda. Banyak kolagen pada
kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal,
seiring dengan bertambahnya usia, perubahan permukaan kulit yang kehilangan
elastisitasnya akan cenderung berkerut.6
c) Teori keracunan oksigen
Teori ini menyatakan bahwa adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam
tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar
yang tinggi tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu. Ketidakmampuan untuk
mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat struktur membran sel mengalami
perubahan dan terjadi kesalahan genetik. Membran sel tersebut merupakan alat untuk
memfasilitasi sel dalam berkomunikasi dengan lingkungan yang juga mengontrol proses
5
pengambilan nutrien dan proses ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Konsekuensi dari
kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang
mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini dapat
menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh.6
d) Teori sistem imun
Teori ini mengemukakan kemampuan sistem imun mengalami kemunduran,
walaupun demikian kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan
khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berdistribusi dalam proses
penuaan. Hal ini dimanifestasikan dengan meningkatnya infeksi autoimun dan kanker.6
e) Teori radikal bebas
Teori radikal bebas menyatakan bahwa dalam teori terjadi ketidakstabilan radikal
bebas sehingga oksidasi bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini
menyebabkan sel-sel tidak mampu lagi beregenerasi. 3,6
2.1.4. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia
Adapun beberapa faktor yang dihadapi lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan
jiwa mereka adalah perubahan kondisi fisik, perubahan fungsi dan potensi seksual,
perubahan aspek psikososial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan dan perubahan
peran sosial di masyarakat.
a) Perubahan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia, umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik
yang bersifat patologis. Misalnya, tenaga berkurang, kulit makin keriput, gigi makin
rontok, tulang makin rapuh, berkurangnya fungsi indra pendengaran, penglihatan, gerak
fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada
lansia misalnya badan menjadi bungkuk, pendengaran berkurang, penglihatan kabur,
sehingga menimbulkan keterasingan.3
b) Perubahan Fungsi dan Potensi Seksual
Perubahan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan
berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung, gangguan metabolisme, vaginitis, baru
selesai operasi ( prostatektomi ), kekurangan gizi ( karena pencernaan kurang sempurna
6
atau nafsu makan sangat kurang ), penggunaan obat-obatan tertentu ( antihipertensi,
golongan steroid, tranquilizer ) dan faktor psikologis yang menyertai lansia seperti rasa
malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia, sikap keluarga dan masyarakat
yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya, kelelahan atau kebosanan
karena kurang variasi dalam kehidupannya, pasangan hidup telah meninggal dunia, dan
disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya
misalnya cemas, depresi, pikun, dan sebagainya.3
c) Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi
kognitif dan fungsi psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian, dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan
perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi
hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.3
d) Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun
dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya karena pensiun sering diartikan
kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan harga diri.3
e) Perubahan dalam peran sosial di masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatanm gerak fisik, dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur,
dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah
dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih
sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Jika keterasingan terjadi akan
semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus
muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan
barang-barang tak berguna serta merengek-rengek bila ketemu orang lain sehingga
perilakunya seperti anak kecil.3
7
2.1.5. Masalah kesehatan pada lansia
Adapun beberapa masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari
orang dewasa, yang menurut Kane & Ouslander sering disebut dengan istilah 14 I, yaitu
Immobility (kurang bergerak), Instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah
jatuh), Incontinence (beser buang air kecil dan atau buang air besar), Intellectual
impairment (gangguan intelektual/ dementia), Infection (infeksi), Impairment of vision
and hearing, taste, smell, communication, convalescence, skin integrity (gangguan
pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit), Impaction (sulit buang air besar),
Isolation (depresi), Inanition (kurang gizi), Impecunity (tidak punya uang), Iatrogenesis
(menderita penyakit akibat obat-obatan), Insomnia (gangguan tidur), Immune deficiency
(daya tahan tubuh yang menurun), dan Impotence (impotensi).2,7
2.1.6. Status Kesehatan pada Lansia Indonesia
Membicarakan mengenai status kesehatan para lansia, penyakit atau keluhan yang
umum diderita adalah penyakit rematik, hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru-paru
(bronkitis/ dispnea), diabetes mellitus, jatuh, paralisis/ lumpuh separuh badan, TBC paru,
patah tulang dan kanker. Lebih banyak wanita yang menderita/ mengeluhkan penyakit-
penyakit tersebut daripada kaum pria, kecuali untuk bronkitis ( pengaruh rokok pada
pria).7
2.2. OBESITAS
2.2.1 Pengertian Obesitas
Kata obesitas berasal dari bahasa latin : obesus, obedere yang artinya gemuk atau
kegemukan. Obesitas atau gemuk merupakan suatu kelainan atau penyakit yang ditandai
dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.
8
Ditinjau dari segi klinis, obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang
umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan
kadang terjadi perluasan kedalam jaringan organnya. Obesitas merupakan salah satu
bentuk salah gizi yang banyak dijumpai di antara golongan masyarakat dengan sosial
ekonomi tinggi. Menurut World Health Organization (WHO) 2006, obesitas didefinisikan
sebagai kumpulan lemak berlebih yang dapat mengganggu kesehatan dengan Body Mass
Index (BMI) ≥ 30 kg/m2.8
2.2.2 Pengukuran Obesitas
Banyak metode yang dapat dilakukan untuk menentukan kriteria overweight dan
obesitas pada seseorang diantaranya adalah pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT), tebal
lemak bawah kulit, dan dengan menghitung rasio lingkar pinggang terhadap lingkar
panggul. Dalam hal ini, untuk menentukan overweight dan obesitas dapat diketahui
dengan menghitung indeks massa tubuh yang merupakan indikator status gizi. Nilai
Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung dengan menggunakan rumus :
Berat Badan (kg)
Indeks Masa Tubuh = -----------------------
Tinggi Badan (m)2
WHO telah mendefinisikan sejumlah klasifikasi/kategori IMT yang dapat
mencerminkan risiko penyakit tertentu. (tabel 2.1)9
Tabel 2.1 Klasifikasi IMT Menurut WHO Tahun 20049
9
Kategori IMT Risiko Penyakit
Kurus (underweight) < 18,5 Rendah
Berat badan normal 18,5 – 24,9 Rata – rata
Berat badan berlebih (overweight)
25 – 29,9 Meningkat
Obesitas – kelas 1 30 – 34,9 Sedang
Obesitas – kelas 2 35 – 39,9 Berbahaya
Obesitas – kelas3 (obesitas morbid)
≥ 40,0 Sangat berbahaya
Tabel 2.2 Klasifikasi IMT Menurut Asia Pasifik9
Klasifikasi BMI (kg/m2) Risiko Penyakit
Kurus (underweight)
Berat badan normal
Berat badan berlebih (over
weight)
Berisiko
Obesitas – kelas I
Obesitas – kelas II
< 18.5
18.5 – 22.9
> 23.0
23.0 – 24.9
25.0 – 29.9
> 30.0
Rendah
Rata-rata
Meningkat
Sedang
Berbahaya
Sangat berbahaya
Saat ini indeks massa tubuh (IMT) sudah digunakan untuk penentuan status gizi
pasien dewasa di beberapa rumah sakit seperti di RSCM (Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo). Dalam menentukan status gizi orang dewasa IMT ternyata sangat
sensitif untuk menentukan berat badan kurang, normal, dan lebih, baik pada laki-laki
maupun perempuan.
2.2.3. Epidemiologi Obesitas
Distribusi dan Frekuensi Obesitas
a. Menurut Orang (Person)
Masalah obesitas banyak dialami oleh beberapa golongan masyarakat, antara lain
balita, anak sekolah, remaja, orang dewasa, dan orang lanjut usia. Hasil pemantauan
masalah gizi lebih pada orang dewasa yang dilakukan oleh Departemen
10
Kesehatan tahun 1997 menunjukkan, prevalensi obesitas pada orang dewasa
(≥18tahun) adalah 2,5% (pria) dan 5,9% (wanita). Prevalensi obesitas tertinggi terjadi
pada kelompok wanita berumur 41-55 tahun (9,2%).
Dari survei Indeks Masa Tubuh (IMT) pada kelompok usia ≥ 60 tahun di kota besar di
Indonesia tahun 2004, 15,6% pria dan 26,1% wanita mengalami obesitas.16 Sedangkan
menurut penelitian pada usia lanjut kelompok binaan Puskesmas di Kecamatan Kota Arga
Makmur Kabupaten Bengkulu Utara (2005), 19 orang (30,6%) lansia mengalami obesitas
dari 62 responden.17 Menurut penelitian Juwita (2007), pada lansia di Posyandu Lansia
Wilayah Kerja Puskesmas Amplas Medan, 25 orang (20,7%) lansia mengalami obesitas
dari 121 responden.
Saat ini, 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih
(overweight), dan 400 juta diantaranya mengalami obesitas. Pada tahun 2015, diperkirakan
2,3 miliar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta di antaranya obesitas.
Di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi
nasional obesitas pada penduduk berusia ≥ 15 tahun adalah laki-laki 13,9% dan
perempuan 23,8%.8
b. Menurut Tempat (Place)
WHO (2004) menyatakan bahwa obesitas telah menjadi masalah dunia. Panama
tercatat sebagai negara dengan prevalensi obesitas tertinggi di dunia, yakni 37%. Setelah
itu Peru (32%) dan Amerika Serikat (31%).6 Di daerah perkotaan Cina, prevalensi
overweight adalah 12,0% pada laki-laki dan 14,4% pada perempuan, sedang di daerah
pedesaan prevalensi overweight pada laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 5,3%
dan 9,8%.
Menurut penelitian Sjarif, dkk (2002) melakukan penelitian di 10 kota-kota besar
yaitu Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya,
Denpasar, dan Manado dengan subyek siswa sekolah dasar. Hasilnya memperlihatkan
prevalensi obesitas pada anak sebesar 17,7% di Medan, Padang 7,1%, Palembang 13,2%,
Jakarta 25,0%, Semarang 24,3%, Solo 2,1%, Yogyakarta 4,0%, Surabaya 11,4%,
Denpasar 11,7%, dan Manado 5,3%.
11
Prevalensi nasional obesitas pada penduduk dewasa berusia ≥ 15 tahun di 10 provinsi
di Indonesia tahun 2007 adalah Sulawesi Utara (33,3%), Jakarta (26,9%), Gorontalo
(26,3%), Maluku Utara (24,4%), Kalimantan Timur (23,5%), Papua Barat (23,0%),
Kepulauan Riau (22,8%), Papua (22,4%), Bangka Belitung (22,2%), dan Sumatera Utara
(20,9%).
c. Menurut Waktu (Time)
National Health Survey (2004-2005), pada penduduk Australia menunjukkan data
hasil prevalensi overweight meningkat dari 29,5% menjadi 32,6% dan obesitas dari 11,1%
menjadi 16,4% pada kelompok umur 55-64 tahun.9 WHO menyatakan bahwa obesitas
telah menjadi masalah dunia. Data yang dikumpulkan dari seluruh dunia memperlihatkan
bahwa terjadi peningkatan prevalensi overweight dan obesitas pada 10-15 tahun terakhir,
saat ini diperkirakan sebanyak lebih dari 100 juta penduduk dunia menderita o
Berdasarkan data SUSENAS tahun 1989, prevalensi obesitas di Indonesia adalah 1,1 %
dan 0,7%, masing-masing untuk kota dan desa. Angka tersebut meningkat hampir lima
kali menjadi 5,3 % dan 4,3 % pada tahun 1999. SUSENAS (2004) prevalensi obesitas
mencapai 11,0%.32 Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Himpunan Studi
Obesitas Indonesia (HISOBI) tahun 2004 mendapatkan angka prevalensi obesitas
(IMT≥30 kg/m2) 9,16 % pada pria dan 11,02 % pada wanita.
2.2.4. Determinan Obesitas
a. Pola Makan
Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah
dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap harinya telah banyak berubah. Perubahan
ini meliputi dengan banyaknya jenis makanan, makanan dapat dibeli kapan saja, metode
pengawetan semakin canggih (makanan dapat selalu tersedia) dan banyak produk
makanan hanya memerlukan sedikit proses pemasakan sehingga dapat segera dimakan.
Hal yang perlu diyakini bahwa obesitas hanya mungkin terjadi, jika terdapat kelebihan
makanan dalam tubuh terutama bahan makanan sumber energi. Dengan kata lain, jumlah
makanan yang dimakan setiap hari jauh melebihi kebutuhan faal tubuh.
12
Tampaknya memang ada kebiasaan makan yang berbeda pada orang yang mengalami
obesitas. Obesitas sering dijumpai pada orang yang senang masak atau bekerja di dapur.
Di samping itu, juga dijumpai pada orang yang memiliki gejala suka makan pada waktu
malam. Pola makan yang tinggi kalori dan lemak akan menyebabkan penimbunan energi
dalam bentuk lemak. Hal ini diperberat dengan kurangnya aktivitas fisik.9
b. Aktivitas Fisik
Obesitas banyak dijumpai pada orang yang kurang melakukan aktivitas fisik dan
kebanyakan duduk. Saat sekarang ini dengan meningkatnya mekanisasi dan kemudahan
transportasi, orang cenderung kurang gerak atau menggunakan sedikit tenaga untuk
aktivitas. Dengan demikian, kurangnya pemanfaatan tenaga akan menyebabkan simpanan
tenaga/energi di dalam tubuh yang lambat laun akan semakin bertumpuk sehingga
menyebabkan obesitas. Jadi memperbanyak aktivitas fisik sangat dianjurkan.
Kemajuan teknologi menyebabkan berkurangnya kebutuhan untuk menggunakan
tenaga otot manusia dalam melaksanakan tugas manual yang memerlukan banyak energi.
Dari segi transportasi, semakin banyak orang menggunakan kendaraan, ketimbang
berjalan kaki atau bersepeda walaupun pada jarak yang tidak jauh. Dengan kemajuan
teknologi, dimana tenaga manusia telah banyak digantikan oleh mesin, sehingga manusia
menjadi semakin dimanjakan. Oleh karena itu, manusia menjadi kurang melakukan
aktivitas fisiknya sehingga obesitas menjadi lebih merupakan masalah kesehatan
masyarakat.9
c. Faktor Psikologis
Faktor psikologis sering juga disebutkan sebagai salah satu faktor predisposisi yang
dapat mendorong terjadinya obesitas. Gangguan emosional akibat adanya tekanan
psikologis atau lingkungan kehidupan masyarakat yang dirasakan tidak menguntungkan,
dapat mengubah kepribadian seseorang sehingga orang tersebut menjadikan makanan
sebagai pelariannya.9,10
d. Genetik (Riwayat Keluarga)
Faktor genetik merupakan salah satu faktor yang juga berperan dalam timbulnya
obesitas. Telah lama diamati bahwa anak-anak obesitas umumnya berasal dari keluarga
dengan orang tua obesitas. Bila salah satu orang tua obesitas sekitar 40-50% anak-anaknya
akan mengalami obesitas sedangkan bila kedua orang tuanya obesitas, 80% anak-anaknya
13
akan menjadi obesitas. Timbulnya obesitas dalam keluarga semacam ini lebih ditentukan
karena kebiasaan makan dalam keluarga yang bersangkutan, dan bukan karena faktor
genetis yang khusus. Hanya saja penelitian di laboratorium gizi Dunn di Cambridge,
Inggris baru-baru ini menunjukkan peran faktor genetik.10
e. Metabolisme Basal
Metabolisme basal adalah metabolisme yang dilakukan oleh organ-organ tubuh dalam
keadaan istirahat total (tidur). Kecepatan metabolisme basal setiap orang berbeda, ada
yang tinggi dan ada juga yang rendah. Seseorang yang mempunyai kecepatan metabolisme
rendah akan cenderung lebih mudah gemuk jika dibandingkan dengan orang yang
mempunyai kecepatan metabolisme tinggi.
Pada umumnya, berat badan akan semakin meningkat sesuai dengan peningkatan usia.
Secara alami, metabolisme basal pada usia yang semakin senja akan semakin menurun.
Sejalan dengan itu, aktivitas fisiknya juga semakin berkurang.1,9
2.2.5. Komplikasi Obesitas
Hasil penelitian membuktikan bahwa kegemukan dan obesitas menimbulkan banyak
masalah dan memperbesar risiko seseorang terserang penyakit degeneratif (penyakit yang
timbul akibat ada perubahan atau kerusakan tingkat seluler yang meluas ke jaringan yang
sama). Beberapa penyakit yang disebabkan oleh obesitas, antara lain :
a. Hipertensi
Penderita kegemukan mempunyai risiko yang tinggi terhadap hipertensi. Seseorang
dikatakan menderita hipertensi bila tekanan systole >140 mmHg dan diastole >90 mmHg.
Penderita obesitas tipe buah apel beresiko lebih tinggi dalam kemungkinan menderita
hipertensi dibandingkan dengan orang yang kurus dan penderita obesitas tipe buah pear.
Berat badan yang berlebih sudah tentu akan meningkatkan beban jantung dalam
memompa darah keseluruh tubuh. Hal ini menyebabkan tekanan darah cenderung akan
lebih tinggi. Selain itu, pembuluh darah pada lansia lebih tebal dan kaku atau disebut
aterosklerosis, sehingga tekanan darah akan meningkat. Untuk itu lansia hendaknya
mengurangi konsumsi natrium (garam), karena garam yang berlebih dalam tubuh dapat
meningkatkan tekanan darah.2,9
14
b. Diabetes Mellitus (DM)
Obesitas dapat menyebabkan penyakit diabetes mellitus tipe II. Sebagaimana
diketahui, diabetes mellitus adalah suatu keadaan/kelainan dimana terdapat gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh kekurangan insulin atau
tidak berfungsinya insulin, akibatnya gula dalam darah tertimbun (tinggi). Biasanya 75%
penderita DM tipe II adalah orang yang mengalami obesitas atau riwayat obesitas.
Diabetes mellitus sebenarnya merupakan penyakit keturunan, tetapi kondisi tersebut
tidak selalu timbul jika seseorang tidak kelebihan berat badan. Pada umumnya, penderita
diabetes mempunyai kadar lemak yang abnormal dalam darah.9
c. Kanker
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki yang mengalami obesitas akan berisiko
lebih tinggi untuk menderita kanker usus besar, rektum dan kelenjar prostat. Adapun pada
wanita penderita obesitas, akan mengalami risiko terkena penyakit kanker payudara dan
rahim. Wanita yang telah menopause, umumnya pada usia lebih dari 50 tahun dan
mengalami kelebihan berat badan akan mudah terserang penyakit kanker payudara. Untuk
mengurangi risiko terkena kanker, konsumsi lemak total harus dikurangi.10
d. Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang terjadi akibat penyempitan
pembuluh darah koroner (pembuluh darah yang mendarahi dinding jantung). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari 500 penderita kegemukan sekitar 88% mendapat
risiko terserang penyakit jantung koroner. Meningkatnya faktor risiko penyakit jantung
koroner sejalan dengan terjadinya penambahan berat badan seseorang.
Konsumsi lemak jenuh dan kolesterol yang berlebihan akan meningkatkan risiko
penyakit ini. Lemak jenuh dan kolesterol hanya terdapat pada bahan makanan hewani.
Oleh karena itu, usia lanjut lebih disarankan mengkonsumsi ikan karena dapat
menurunkan risiko menderita penyakit jantung dibandingkan sumber protein hewan lain.
Pengaruh kegemukan pada penyakit jantung koroner tidak selalu berdiri sendiri, tetapi
biasanya diperburuk oleh faktor risiko lain seperti hipertensi, diabetes, dan hiperlipidemia.
15
e. Arthritis dan Gout
Orang yang menderita kegemukan dan obesitas mempunyai risiko tinggi terhadap
penyakit arthritis (radang sendi) yang lebih serius bila dibandingkan dengan orang yang
memiliki berat badan ideal atau gemuk.
Gout merupakan salah satu bentuk penyakit arthritis atau lebih tepatnya radang sendi
akibat meningkatnya kadar asam urat dan terbentuknya kristal asam urat pada sendi.
Penyakit ini sering menyerang penderita kegemukan yang mengalami kelebihan berat
badan > 30% dari berat badan ideal dan kandungan asam urat dalam darahnya tinggi2,10
f. Dislipidemia
Definisi Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan
maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah
kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kenaikan kadar trigliserida serta penurunan
kadar HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya mempunyai peran yang
penting dan sangat kaitannya satu dengan yang lain, sehingga tidak mungkin dibicarakan
sendiri-sendiri. Ketiga-tiganya sekaligus dikenal sebagai Triad Lipid.10
Kriteria Diagnostik dan Pemeriksaan Laboratorium Dislipidemia
Angka patokan kadar lipid yang memerlukan pengelolaan, penting dikaitkan dengan
terjadinya komplikasi kardiovaskuler. Dari berbagai penelitian jangka panjang di negara-
negara barat, yang dikaitkan dengan besarnya resiko untuk terjadinya PKV, dikenal patokan
kadar kolesterol total sbb :
a) Kadar yang diinginkan dan diharapkan masih aman (desirable) adalah < 200 mg/dl
b) Kadar yang sudah mulai meningkat dan harus diwaspadai untuk mulai dikendalikan
(bordeline high) adalah 200-239 mg/dl
c) Kadar yang tinggi dan berbahaya bagi pasien (high) adalah > 240 mg/dl .
16
Untuk trigliserida besamya pengaruh terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi
kardiovaskuler belum disepakati benar. NECP (National Cholesterol Education Program)
tidak memesukkan kadar trigliserida dalam anjuran pengelolaan lipid mereka. Sebaliknya
kelompok kontinental memasukkan juga faktor trigliserida dalam algoritma yang mereka
anjurkan, dilandasi oleh penelitian mereka di Eropa ( studi Procam dan studi Paris ).10
2.3. DISABILITAS PADA LANSIA
2.3.1 Definisi disabilitas
Disabilitas adalah ketidakmampuan untuk terlibat dalam aktivitas penting yang
berguna karena keterbatasan fisik maupun mental yang ditentukan secara medis.
UU No.4/1997 Psl. 1 menyebutkan bahwa penyandang disabilitas adalah setiap orang
yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental,yang dapat menggangu atau merupakan
hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya,yang terdiri dari :
disabilitas fisik,disabilitas mental,serta disabilitas fisik dan mental (ganda).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberikan definisi disabilitas ke dalam 3
kategori,yaitu : impairment,disability dan handicap.11
2.3.2 Disabilitas pada obesitas
Selama beberapa dekade akhir, prevalensi dari obesitas di dunia meningkat secara
pesat. Seperti yang diketahui kelebihan berat badan dan obesitas merupakan masalah
kesehatan karena berhubungan dengan meningktanya faktor risiko terjadinya penyakit-
penyakit seperti penyakit jantung, stroke, diabetes tipe 2, hipertensi, dislipidemia, gangguan
muskuloskeletal dan beberapa keganasan.12
Secara keseluruhan, 17% pria mengalami obesitas dan selebihnya sekitar 50%
mengalami kelebihan berat badan. Prevalensi dari hipertensi, kolesterol HDL yang rendah,
kadar trigliserid yang tinggi dan prevalensi dari penyakit-penyakit lain meningkat seiring
dengan peningkatan derajat dari kelebihan berat badan atau obesitas. Pria dengan berat badan
normal cenderung mengalami prevalensi penyakit yang lebih rendah. Pada lansia, kelebihan
17
berat badan dan obesitas berhubungan dengan peningkatan yang signifikan dari berbagai
penyakit,terutama pada gangguan cerebrovascular dan disabilitas.11,12
Hubungan antara dua komponen utama tubuh juga telah diperiksa, menunjukkan
hubungan antara peningkatan usia dengan penurunan masa otot dan bertanggung jawab
terhadap disabilitas dan penimbunan lemak tubuh.
Telah diteliti pada sampel laki-laki dan wanita usia 72 sampai 95 tahun, hubungan
antara masa lemak dan disabilitas secara umum.Penurunan aktifitas fisik berkaitan dengan
obesitas paling sering disebabkan oleh osteoarthritis (OA). Disabilitas dapat juga disebabkan
oleh beberapa kondisi medis seperti : diabetes melitus, kanker, penyakit jantung, hipertensi,
penyakit Alzheimer, stroke, penyakit paru dan osteoarthritis. Survey menunjukkan
pembatasan aktivitas hidup sehari hari seperti: mandi, berpakaian, makan, duduk dan berdiri
di kursi, jalan, menggunakan kamar mandi. Disabilitas terbagi dalam tiga kelas yaitu :
Tanpa pembatasan aktivitas kehidupan sehari hari
Terdapat satu atau dua pembatasan aktivitas kehidupan sehari hari
Terdapat lebih dari tiga pembatasan aktivitas kehidupan sehari hari1,12
Penyakit kardiovaskuler merupakan komplikasi serius pada lansia dengan obesitas
sehingga dapat menimbulkan terjadinya disabilitas. Klasifikasi yang rinci mengenai metode
dan pengukuran risiko kardiovaskuler ( seperti aktivitas fisik, faktor sosial, alkohol dan
merokok ) telah diterangkan. Hipertensi yang didefinisikan sebagai peningkatan tekanan
sistolik > 160 mmHg dan tekanan diastolik >90 mmHg dengan atau tanpa obat antihipertensi.
Kolesterol tinggi didefinisikan sebagai peningkatan kadar kolesterol total lebih dari > 200
mg/dL, HDL, 40 mg/dL dan trigliserida > 200 mg/dL.13
Berdasarkan penelitian di Inggris ( 2004 ), nilai rerata BMI pada 4232 pria, obesitas
terjadi pada 17.4 % dan 52 % overweight. Dimana didapatkan IMT tinggi berkaitan dengan
usia, riwayat merokok dan alkoholisme.
Obesitas berkaitan dengan beberapa penyakit yang berkaitan dengan disabilitas, yang
direfleksikan dengan peningkatan penggunaan obat anti hipertensi, pengobatan dan intervensi
kardiovaskuler. Selain itu juga berkaitan juga dengan osteoarthritis yang prevalensinya cukup
tinggi pada pasien obesitas. Pelaporan terhadap ada disabilitas terhadap aktivitas sehari-hari
18
pada lansia sesuai dengan peningkatan IMT. Pada 50 % responden obesitas terdapat
disabilitas dalam kehidupan sehari-hari. Aktivitas fisik yang rendah juga meningkatkan
prevalensi disabilitas pada lansia.13
2.4 KERANGKA TEORI
19
KARAKTERISTIK INDIVIDUAL
- Usia - Pendidikan- Jenis kelamin - Status perkawinan- Pekerjaan - Pendapatan
TEORI BIOLOGIS
- Teori seluler
- Sintesis protein
- Keracunan oksigen
- Teori sistem imun
- Teori radikal bebas
BAB III
KERANGKA KONSEP, VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 KERANGKA KONSEP
20
KARAKTERISTIK INDIVIDUAL
Usia Jenis kelamin Status perkawinan Pendidikan Pekerjaan Pendapatan
MASALAH
KESEHATAN
KEBIASAAN
- Merokok,- Minum alkohol- Pola Makan
PENYAKIT
DEGENERATIF
HIPERTENSI
DM
DISLIPIDEMIA
KANKER
PJK
OA
OBESITAS
- AKTIVITAS FISIK
- PSIKOLOGI
- GENETIKA
DISABILITAS
Gambar 2. Kerangka konsep variabel-variabel yang berhubungan dengan disabilitas
pada lansia
3.2 VARIABEL PENELITIAN
a. Variabel Tergantung
Disabilitas pada lansia
b. Variabel Bebas
i. Karakteristik individual :
Usia
Jenis kelamin
Status perkawinan
Pendidikan
21
KEBIASAAN DAN GAYA HIDUP
Merokok
Alkohol
Pola makan
AKTIVITAS FISIK
OBESITASPENYAKIT
DEGENERATIF
Hipertensi
DM
Hiperkolesterolemia
PJK
Osteoarthritis
DISABILITAS
Pekerjaan
Pendapatan
ii. Gaya hidup dan kebiasaan :
Asupan makan
Merokok
Alkohol
iii. Obesitas
iv. Aktivitas fisik
v. Penyakit degeneratif
Hipertensi
DM
Hiperkolesterolemia
22
3.3 DEFINISI OPERASIONAL
Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Pengukuran
Referensi
Variabel bebas: 1. Usia Usia responden ≥ 60 tahun yang
diperoleh dari KTPKTP untuk mengetahui umur dalam tahun.
Wawancara 1= 60- 69 tahun2= 70- 79 tahun3= ≥ 80 tahun
Rasio
2.Jenis Kelamin Ciri atau karakteristik yang menunjukkan bahwa responden adalah laki-laki atau perempuan
Kuesioner Wawancara 1 = Laki-laki2 = Perempuan Nominal
3. Pendidikan Pendidikan adalah jenjang pendidikan terakhir yang pernah dilalui sesuai dengan tingkat pendidikan formal di Indonesia.
Kuesioner Wawancara 1=Tidak bersekolah
2=Tamat SD
3=Tamat SMP
4=Tamat SMA
5=Tamat Kuliah (D3/S1/lebih)
Ordinal
4. Pekerjaan Sesuatu yang dikeluarkan oleh responden sebagai profesi, sengaja dilakukan untuk mendapatkan
Kuesioner Wawancara 1=Pegawai Negeri
2= Pegawai Swasta
Nominal
23
penghasilan 3= Mandiri/usaha
4= Tidak bekerja
5. Pendapatan Sesuatu yang didapatkan oleh responden dalam bentuk uang yang diukur menggunakan UMR (Upah Minimum Regional) DKI Jakarta pada tahun 2011
Kuesioner Wawancara 1= < Rp 1290000
2= ≥ Rp 1290000
Rasio
6. Status perkawinan
Status responden sudah menikah (berpasangan) , janda/duda dan belum menikah.
Kuesioner Wawancara 1=Menikah(pasangan masih ada)
2= Duda/janda
3= Belum menikah
Nominal
7. Aktivitas fisik Kebiasaan responden melakukan aktivitas fisik yang diukur mengunakan instrument Physical Activity Scale of Elderly (PASE ) and Paffenbarger Physical Activity Index
Instrumen PASE WawancaraTerdapat 3 domain yang dinilai : Leisure time activity, Household activity, work related activity
1 = Tinggi 2 = Sedang3 = Rendah
Ordinal New England Research Institute 15
24
8.Kebiasaan Merokok
Aktivitas atau kegiatan responden yang berhubungan dengan kebiasaan merokok (>2 batang per hari)
Kuisoner Wawancara 1 = Merokok2 = Tidak Merokok
Nominal
9.Kebiasaan minum alkohol
Kebiasaan responden minum miunuman beralkohol (>2 gelas untuk pria,>1 gelas untuk wanita)
Kuesioner Wawancara 1 = Minum alkohol2 = Tidak minum alkohol
Nominal
10.Asupan makan Penilaian asupan makan secara kualitatif dan kuantitatif. Setiap makanan dikategorikan menjadi karbohidrat, lemak, protein dan kalori yang dihasilkan. Secara kuantitatif dilakukandengan food recall 1 x 24 jam yang juga didapat dari hasilwawancara terpimpin dengan menggunakan food model. Dari metode food recall tersebut didapatkan jumlah dan frekuensi konsumsi makanan yang kemudian diterjemahkan sebagai asupan gizi subyek penelitian. Untuk menilai kalori tiap makanan digunakan
kuesioner wawancara Total energi dari karbohidrat , lemak, protein pada makanan dalam kalori dan gram sesuai AKG menurut usia dan jenis kelamin
1= ≥AKG (untuk laki-laki ≥ 60 tahun total kalori adalah 2050 kcal dan untuk perempuan ≥ 60 tahun total kalori adalah 1600 kcal)
2=<AKG (nilai total kalori yang kurang dari 2050
Ordinal Pubmed US Natioanal Library of Medicine17
25
program Nutrisurvei for Windows dr. J Erhardt, Universitas Indonesia dengan menginput data kuesioner yang telah diisi orangtua responden. Sebagai patokan digunakan angka kecukupan gizi(AKG) berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) 2004 yang dianjurkan di Indonesia
kcal untuk laki-laki dan kurang dari 1600 kcal untuk perempuan)
11. Obesitas Obesitas adalah kumpulan lemak berlebih yang dapat mengganggu kesehatan dengan Body Mass Index (BMI) ≥ 23 kg/m2
Timbangan pegasAlat pengukur tinggi lutut
BMI (Asia Pasifik): Berat badan Tinggi badan
Subjek diukur berat badan dengan timbangan injak,dngan pakaian tipis dan tanpa aksesoris maupun alas kaki, lalu melihat jarum penunjukTinggi badan yang didapatkan berdasarkan tinggi lutu responden.Pengukuran dilakukan pada kaki kiri diantara tulang tibia dengan tulang paha membentuk sudut 90°.Alat ditempatkan diantara tumit sampai bagian proksimal dari tulang patela dan diukur kemudian disesuaikan dengan rumus chumlea
1 = 23.0 – 24.9 ( Overweight )
2 = 25.0- 29.9 (Obese I)
3 = ≥ 30 (Obese II )
Ordinal Asia Pasific Journal of Clinical Nutrition 9
12. Hipertensi Seseorang responden yang mempunya riwayat menderita
Pemeriksaan tekanan darah
Subjek duduk menghadap peneliti
1 = Normal (<120/<80 mmHg)
Ordinal JNC 7
26
tekanan darah yang tinggi sebelumnya. Tekanan darah sesuai klasifikasi hipertensi berdasarkan kriteria JNC 7
secara manual dengan alat sfigmomanometer
kemudian dipasang manset pada lengan kanan. Kemudian diukur tekanan darahnya dengan melihat jarum pada sfigmomanometer
2 = Prehipertensi (120-139/80-89 mmHg)3 = Hipertensi derajat I (140-159/90-99 mmHg)
4 = Hipertensi derajat II (≥160/≥100mmHg)
13. Diabetes Mellitus
Hasil pemeriksaan gula darah sewaktu responder yang diambil dari darah kapiler.
Alat ukur gula darah.
Subjek di tusuk ujung jarinya untuk mendapatkan darah kapiler, lalu darah ditempelkan ke strip pemeriksaan yang dihubungkan ke alat pemeriksa gula darah.
1 = Normal: GDS <200mg/dL
2 = Diabetes: GDS > 200mg/dL dengan gejala klasik diabetes.
Ordinal American Diabetic Association
14.Hiperkoleste- rolemia
Hasil pemeriksaan kolesterol responder yang diambil dari darah kapiler.
Alat ukur kolesterol total
Subjek di tusuk ujung jarinya untuk mendapatkan darah kapiler, lalu darah ditempelkan ke strip pemeriksaan yang dihubungkan ke alat pemeriksa kolesterol total
1 = Normal : Kolesterol total < 200 mg/dL
2 = Hiperkolesterolemia : Kolesterol total >200 mg/dL
Ordinal American Heart Association
Variabel tergantung :
Ketidakmampuan untuk terlibat dalam aktivitas penting yang berguna karena keterbatasan fisik
Kuesioner Katz basic activities of daily living (ADL)
Wawancara
Katz (ADL) : yang
Katz (ADL) : Ordinal Katz and lawton-Brody
27
Disabilitas maupun mental yang ditentukan secara medis.
Lawton-Brody (IADL)
dinilai adalah bathing,dressing,toiletting,transferring,continence,feeding14
Setiap jawaban ”Ya” diberi nilai satu.Total nilai 6
Lawton-Brody (IADL) :8 domain pada wanita,5 domain pada pria(food preparation,housekeping,laundry tidak dimasukkan).yaitu:ability to use telephone,shopping,food, preparation,housekeeping,laundry,mode of transportation,responsibility for own medications,ability to handle finance16
1 = Ya
2= Tidak
Lawton-Brody (IADL)
Pria :
1= dependent
2= independent
Wanita :
1 = dependent
2 = independent
Questionnaire
28
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah ini rancangan penelitian observasional jenis
analitik dengan mengunakan pendekatan rancangan potong silang (cross sectional).
4.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Mampang, Jakarta Selatan.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan sejak bulan Februari 2012 – Maret 2012.
4.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
4.3.1 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau adalah seluruh lansia ( ≥ 60 tahun ) di Mampang periode
Desember 2011 – Januari 2012 sebanyak 550 orang yang datang ke Poli Umum
dengan subjek penelitian adalah seluruh lansia yang termasuk ke dalam populasi
terjangkau dan memenuhi kriteria penelitian sebanyak orang.
4.3.2 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
1. Kriteria Inklusi
a) Orang dewasa berusia 60 tahun ke atas.
b) Lansia yang kooperatif
c) Lansia yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian
d) Lansia dengan obesitas
2. Kriteria Eksklusi
a) Lansia yang tidak sehat secara mental.
b) Lansia yang tidak dapat membaca dan menulis
c) Lansia yang mempunyai lebih dari satu penyakit kronik berat
(stroke, penyakit jantung)
29
4.3.2 Sampel Penelitian
Besar sampel
Perkiraan besar sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan
rumus.
Rumus populasi infinit:
No = Zα2 x P x Q
d2
Zα = Tingkat kemaknaan yang dikehendaki 95% besarnya 1,96
P = Prevalensi kelompok lansia obesitas dengan disabilitas tahun 2007*= 19 %
Q = Prevalensi/proporsi yang tidak mengalami peristiwa yang diteliti = 1 – 0.19
= 0.81
d = Akurasi dari ketepatan pengukuran untuk p > 10% adalah 0.05
No = (1.96)2 x 0.19 x 0.81 = 236.4 ~ pembulatan 236
(0.05)2
*Penelitian sebelumnya pada tahun 2007 menurut Riskesdas
Rumus populasi finit:
n = n0
(1 + n0/N)
n = Besar sampel yang dibutuhkan untuk populasi yang finit.
n0 = Besar sampel dari populasi yang infinit
N = Besar sampel populasi finit ( lansia yang berkunjung ke puskesmas
mampang selama Desember 2011 – Januari 2012 )
Karena jumlah lansia yang berkunjung ke Puskesmas Mampang selama periode
Desember 2011 – Januari 2012 berjumlah 550 orang maka:
n = 236
(1 + 236/550)
= 165 lansia
30
4.4 INSTRUMEN PENELITIAN
No. INSTRUMEN FUNGSI INSTRUMEN
1. Wawancara Untuk mengetahui :
Usia
Jenis kelamin
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan
Status perkawinan
Kebiasaan (merokok dan alkohol)
Pola makan
2. Alat ukur GDS dan kolesterol
total
untuk menentukan DM dan dislipidemia
sebagai faktor risiko
3. Sphygmomanometer Untuk mengetahui tekanan darah
4. Kuesioner Rosow-Breslau Untuk mengukur aktivitas fisik
5. Katz basic activities of daily living (ADL)Lawton-Brody (IADL)
Untuk mengukur disabilitas
6. Timbangan injak Untuk mengukur berat badan
7. Meteran Untuk mengukur tinggi lutut
31
4.5 ALUR PELAKSANAAN PENELITIAN
32
Proposal disetujui
Peneliti turun ke lapangan
Mengumpulkan sampel
Peneliti melakukan wawancara, penyebaran kuesioner, dan
pemeriksaan BMI
Peneliti mengumpulkan data
Peneliti mengolah dan menganalisis data dalam bentuk
tabular, tekstular dan grafik dengan menggunakan Microsoft Excel, Word 2007 dan SPSS 17,0
Penyajian data dalam bentuk presentasi
Peneliti mendapatkan data yaitu populasi daftar pasien lansia dari
Puskesmas Mampang
Gambar 3: Alur pelaksanaan penelitian
4.6 JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
Tahapan KegiatanWaktu Dalam Minggu
1 2 3 4 5 6 7 8 9
A Perencanaan
1 Orientasi dan Identifikasi Masalah
2 Pemilihan Topik
3 Penelurusan kepustakaan
4 Pembuatan Proposal
5 Konsultasi dengan pembimbing
6 Pembuatan questionnaire
7 Presentasi Proposal
B Pelaksanaan
1 Ujicoba questionnaire
2 Pengumpulan data dan Survey
3 Pengolahan data
4 Analisis data
5 Konsultasi dengan Pembimbing
C Pelaporan Hasil
1 Penulisan laporan sementara
2 Diskusi
3 Presentasi hasil laporan sementara
4 Revisi
5
Presentasi Hasil akhir
(puskesmas dan trisakti)
6 Penulisan laporan akhir
Jadwal kegiatan
33
4.7 PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN
Penggandaan Kuesioner Rp. 250.000,-
Transportasi Rp. 100.000,-
CD Rp. 15.000,-
Kertas A4 Rp 35.000,-
Tinta Printer Rp. 220.000,-
Cenderamata Rp 100.000,-
Strip GDS dan Kolesterol Rp. 1.000.000
Biaya tak terduga: Rp. 350.000,-
Rp. 2.070.000,-
4.8 ORGANISASI PENELITIAN
1. Pembimbing dari Kedokteran Universitas Trisakti
Prof.DR.dr.Adi Hidayat
2. Pembimbing Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu
dr. Chitra Rasjmi Cara
3. Penyusun dan Pelaksana Penelitian
Aditya Prabawa
Andikha Putra
Maria Henny
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Banegas JR, Garcia EL, Graciani A, Castillan PG, et al. Relationship between obesity,
hypertension and diabetes, and health related quality of life among the elderly.
European Journal of Preventive Cardiology 2007;14:456-62. Available at
http://cpr.sagepub.com/content/14/3/456. Accessed February 14, 2012.
2. Lakdawalla DN, Goldman DP, Shang B. The health and cost onsequences of obesity
among the future elderly. Health Affair 2005.Available at
http://content.healthaffairs.org/content/early/2005/09/26/hlthaff.w5.r30.full.pdf+html.
Accessed February 14, 2012.
3. Departemen Sosial RI. Penduduk lanjut usia di Indonesia dan masalah
kesejahteraannya. Diposkan tanggal 23 Oktober 2007. Available at
http://www.depsos.go.id. Diakses pada 14 Februari 2012.
4. World Health Organization. Active Ageing A Policy Framework. Madrid, Spain;April
2002. Hal 4-11. Diunduh dari http://www.who.int/ageing/publications/active/en.html.
5. Watson, Roger. Perawatan Lansia. Edisi ke-3. Jakarta: EGC;2003.
6. Netuveli G, Blane D. Quality of life in older ages. London; 15 Februari 2008.
7. Soejono CH, Setiati S, Nasrun MWS, Silaswati S. Pedoman Pengelolaan Kesehatan
Pasien Geriatri Untuk Dokter dan Perawat. Edisi Pertama. Jakarta:Pusat Informasi dan
Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;2004.
8. WHO/IASO/IOTF. The Asia-Pacific perspective: redefining obesity and its treatment.
Health Communications Australia:Melbourne.ISBN 0-9577082-1-1. 2005.
9. WHO Expert Consultation. (2004). Appropiate body mass index for Asian
populations and its implication for policy and intervention strategies. Lancet.
363:157-163.
35
10. Perhimpunan dokter Kardiologi Indonesia. Pedoman Deteksi, Prevensi dan
Tatalaksana Dislipidemia dalam penanggulangan Penyakit Jantung Koroner. 2005.
11. Gama EV, Damian J, Molino JP, Lopez MR, et al. Association of individual activity
of daily living with self-rated health in older people. British Geriatrics Sociaety 2000;
29: 267-70.
12. Zoico E, Francesco VD, Guralnik JM, Mazzali G, et al. Physical disability and
muscular strength in relation to obesity and different body composition indexes in a
sample of healthy elderly women. International Journal of Obesity 2004; 28: 234-41.
13. Wannamethee SG, Shaper AG, Whincup PH, Walker M. Overweight and obesity and
the burden of disease and disability in elderly men. International Journal of Obesity
2004; 28: 1374-82.
14. Katz SC, Ford AB, Moskovitz RW. Studies of illness in the aged.The index of ADL:a
standarized measure of biological and psychosocial function. JAMA 1963; 185: 914-
19.
15. Rosow I, Breslau N. A guttman health scale for the aged. J Gerontol 1966; 21: 556-
59.
16. Lawton NP, Brody EM. Assesment of older people:selt maintaining and instrumental
activities of daily living.J Gerontol 1982; 37: 91-99.
36