Proposal Metpen Compliance
-
Upload
moccaberry -
Category
Documents
-
view
366 -
download
0
Transcript of Proposal Metpen Compliance
-- Proposal Penelitian --
Perbedaan Efektivitas Teknik Compliance:Foot-in-the-door dan Door-in-the-face
dalam Partisipasi Kegiatan Sosial
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian II
Depok, Desember 2005
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada berbagai bentuk
kegiatan sosial yang menuntut partisipasi, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Di samping faktor kepedulian yang mencoba untuk dieksplorasi, pihak-
pihak yang berkepentingan dengan kegiatan sosial tersebut tak jarang juga
menerapkan strategi dalam memperoleh compliance dalam meminta kita untuk
ikut menunjukkan solidaritas kepedulian, menjadi donatur, bahkan bersedia
menjadi relawan dalam kegiatan sosial tersebut.
Di dalam buku Social Psychology, Baron & Byrne (2004) menyebutkan
ada beberapa teknik untuk mendapatkan compliancepersetujuan orang lain atas
permintaan kita. Beberapa teknik compliance yang sering dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari adalah foot-in-the-door technique dan door-in-the-face
technique. Foot-in-the-door technique adalah prosedur untuk mendapatkan
persetujuan dimana pihak yang meminta persetujuan memulai dengan permintaan
yang kecil dan setelah permintaan itu dikabulkan, meningkat pada permintaan
yang lebih besar (hal yang sebenarnya mereka inginkan dari semula). Sedangkan
door-in-the-face technique adalah prosedur untuk meminta persetujuan dimana
pihak yang meminta persetujuan memulai dengan permintaan yang besar, dan
ketika permintaan tersebut ditolak, intensitas permintaan diturunkan menjadi lebih
kecil atau lebih mudah diterima (hal yang sebenarnya mereka inginkan sejak
semula).
Dalam studi oleh Pliner, Hart, Kohl & Saari (1979), mereka menerapkan
teknik compliance: foot-in-the-door dalam meminta kesediaan responden untuk
menyumbang dalam kegiatan sosial. Terbukti, bahwa orang-orang yang pada
awalnya hanya membeli pin kepedulian terhadap kanker dan memakainya,
memiliki kecenderungan untuk turut menyumbang bagi yayasan kanker, bahkan
berpartisipasi sebagai relawan di dalamnya.
Studi lain oleh Robert Cialdini dan asistennya, melakukan penelitian
mengenai Door-in-the-face Technique pada siswa perguruan tinggi, dengan
mengajukan permintaan yang besar untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial.
Pada awalnya mereka diminta untuk menjadi konselor remaja pada Pusat
Kegiatan Remaja selama dua tahun. Secara umum, mereka menolak permintaan
tersebut dengan halus. Kemudian, ketika peneliti menurunkan permintaan menjadi
lebih kecil, yaitu dengan menjadi pengawas remaja di Pusat Kegiatan Remaja itu,
sebagian besar dari mereka menyetujuinya (DeJong, 1979 dalam Wrightsman,
2004).
Bertitik tolak dari kedua teknik yang terkesan berlawanan tersebut, peneliti
ingin mengetahui mana di antara dua teknik tersebut yang lebih efektif. Penelitian
ini membandingkan efektivitas kedua teknik compliance tersebut dalam meminta
kesediaan calon responden untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan sosial.
I.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik compliance mana di
antara teknik foot-in-the-door dan door-in-the-face yang lebih efektif dalam
meminta kesediaan calon responden untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan
sosial.
I.3 Manfaat
Manfaat teoritis penelitian ini adalah untuk memperkuat atau
memperlemah teori-teori mengenai Compliance dan memberikan referensi bagi
studi di bidang Psikologi Sosial.
Penelitian ini bermanfaat dalam aplikasi praktisnya, yaitu menunjukkan
teknik yang lebih efektif di antara foot-in-the-door dan door-in-the-face
technique, sehingga memberikan kemudahan bagi pihak-pihak yang
berkepentingan dalam kegiatan sosial dalam meminta kesediaan orang lain untuk
turut berpartisipasi dalam kegiatan sosialnya .
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Compliance
Compliance dalam buku Social Psychology 11th Edition didefinisikan
sebagai ”a form of social influence involving direct request from one person to
another”suatu bentuk pengaruh sosial yang meliputi permintaan secara
langsung dari seseorang kepada orang lain (Baron & Byrne, 2006). Melalui salah
satu penelitiannya, Cialdini (1994) menyimpulkan bahwa teknik compliance
didasari oleh enam prinsip dasar, yaitu:
1. Friendship/Liking (pertemanan dan rasa suka)
Pada umumnya, orang akan cenderung lebih mengabulkan permintaan
dari seorang teman atau seseorang yang disukai, daripada permintaan dari
orang asing atau seseorang yang tidak disukai.
2. Commitment/Consistency (komitmen dan konsistensi)
Ketika seseorang telah berkomitmen terhadap sesuatu, mereka akan
cenderung menyetujui permintaan untuk melakukan sesuatu yang konsisten
dengan komitmen tersebut.
3. Scarcity (kelangkaan)
Pada umumnya orang menghargai dan berusaha untuk memiliki hal-
hal yang jarang ada atau menurun keberadaannya (langka), sebagai hasilnya
orang lebih mudah untuk menyetujui permintaan yang terfokus pada
kelangkaan daripada hal-hal yang lazim dijumpai.
4. Reciprocity (balas budi)
Pada umumnya orang akan menyetujui permintaan orang yang pernah
menolongnya (balas budi).
5. Social Validation (validasi sosial)
Orang pada umumnya akan menyetujui permintaan bila orang yang
dianggap ”sama” dengan orang tersebut diprediksikan akan menerima atau
mengabulkan permintaan tersebut.
6. Authority (kewenangan)
Pada umumnya, orang akan menyetujui permintaan orang yang
dianggap memiliki kuasa atas orang tersebut dibandingkan bila permintaan
tersebut datang dari orang yang tidak memiliki kuasa atasnya.
Teknik yang akan diujikan kefektivitasnya ini, teknik foot-in-the-door dan
door-in-the-face, didasari oleh dua prinsip yang berbeda. Teknik foot-in-the-door
didasari oleh prinsip dasar komitmen/konsistensi, sedangkan door-in-the-face
didasari oleh prinsip dasar resiprokal.
II.2 Foot-in-the-door Technique
DeJong & Musilli (1982) menyatakan bahwa teknik foot-in-the-door
berkaitan dengan prinsip konsistensi: sekali kita mengatakan ”iya” untuk
permintaan kecil maka kita cenderung untuk mengatakan ”iya” juga untuk
permintaan yang lebih besar, karena jika kita menolaknya hal itu akan
menunjukkan ketidakkonsistenan perilaku kita (dalam Baron & Byrne, 2004). Hal
ini dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari kita, misalnya ketika kita ingin
meminjam catatan pelajaran seorang teman. Mungkin kita akan memulai dengan
meminjam catatan satu mata pelajaran miliknya, dan setelah permintaan kita ini
dikabulkan, sangat mungkin bila kita meminjam catatan pelajarannya yang lain,
dia akan mengatakan ”iya”, sebab hal ini akan menandakan kekonsistenannya
dengan komitmen dia sejak awal.
II.3 Door-in-the-face Technique
Lain halnya dengan teknik compliance the-door-in-the-face. Teknik yang
dilatari oleh resiproksitas ini menjelaskan aturan tidak baku yang berlaku di
masyarakat, yaitu bahwa kita biasanya akan berlaku kepada seseorang
sebagaimana orang itu berlaku terhadap kita (Baron & Byrne, 2006).
Wrightsman (2004) dalam bukunya memuat pernyataan bahwa efek dari
teknik ini bergantung dari lingkungan tertentu. Pertama, permintaan awal haruslah
sangat menuntut pengorbanan sehingga orang yang menolak tidak akan
mempunyai kesimpulan negatif tentang diri mereka. Mereka yang menolak
permintaan pertama (yang terbesar) akan menyangka bahwa siapa saja pasti akan
menolak permintaan sebesar itu dan oleh karena itu, mereka tidak akan berpikir
bahwa mereka tidak lebih penolong dibanding orang lain. Kedua, permintaan
selanjutnya haruslah dilaksanakan oleh orang yang juga mengajukan permintaan
pertama. Menurut Cialdini (Wrightsman, 2003), responden memandang
permintaan tersebut sebagai pertimbangan khusus dan kemudian menimbulkan
perasaan tertekan untuk merespon balik pertimbangan khusus tersebut. Jika
permintaan kedua dilakukan oleh orang yang berbeda dengan permintaan pertama,
perilaku tersebut tidak penting sebab tidak tercapat perilaku respon-balik
(resiprokal).
II.4 Altruisme
Perilaku menolong dapat diartikan sebagai segala macam perilaku yang
dapat menguntungkan orang lain tanpa mengharapkan keuntungan langsung yang
melakukan perbuatan menolong dan dapat mengikutsertakan resiko terhadap
orang yang menolong (Baron and Byrne, 2006). sedangkan altruisme diartikan
sebagai perilaku yang menunjukkan ketidakegoisan dengan memperhatikan
kesejahteraan orang lain.
Berdasarkan teori empati (Batson et al, 1995 dalam Baron & Byrne,
2006), seorang penolong berarti dapat memperkirakan baik apa yang dirasakan
orang yang mengalami musibah atau apa yang akan dirasakan oleh penolong jika
ia yang mengalami musibah tersebut. Teori ini menjelaskan bahwa perilaku
menolong yang dilakukan oleh seseorang dapat dikarenakan simpati ataupun
egoisme. Perasaan simpati atau egoisme dapat pula tergabung dalam sebuah
tindakan menolong, sehingga dapat disebut empati.
Teori norma sosial juga menjelaskan tentang perilaku menolong.
Menurut teori ini, perilaku menolong disebabkan karena kewajiban yang
diharuskan oleh masyarakat atau kelompok sosial dimana seorang individu
berada. Perilaku menolong seseorang dapat dipicu karena keuntungan timbal balik
yaitu karena pada masa sebelumnya seseorang pernah ditolong atau ia berharap
agar pada masa yang akan datang bila ia membutuhkan pertolongan, seseorang
akan meolongnya. Seorang penolong dalam teori ini sangat dibutuhkan oleh
atribusi dirinya terhadap orang yang hendak ia tolong.
Menurut teori kognisi, perilaku menolong dipengaruhi oleh
perkembangan kognisi seseorang. Seorang yang berpikiran dewasa cenderung
memperhitungkan perilaku menolong berdasarkan untung dan rugi yang diperoleh
penolong baik keuntungan secara materiil maupun secara psikologis (rasa puas,
bangga atau balas budi).
BAB III
PERMASALAHAN PENELITIAN, HIPOTESIS DAN VARIABEL-
VARIABEL PENELITIAN
III.1 Permasalahan Penelitian
Permasalahan penelitian adalah pertanyaan tentang hubungan antara dua
variabel atau lebih. Permasalahan penelitian terdiri dari 3 jenis, yaitu
permasalahan umum, konseptual, dan operasional.
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah
Permasalahan umum : Apakah ada perbedaan efektivitas di antara
teknik compliance?
Permasalahan konseptual : Apakah ada perbedaan efektivitas antara
teknik compliance: foot-in-the-door dan door-in-the-face?
Permasalahan operasional : Apakah ada perbedaan skor tes yang
signifikan antara teknik compliance: foot-in-the-door dan door-in-the-face
dalam memperoleh partisipasi mahasiswa Psikologi UI angkatan 2005 dalam
kegiatan sosial?
III.2 Hipotesis
Hipotesis menurut F.J McGuigan dalam buku Experimental “A
Methodologcal Approach” Psychology, 1960 adalah kalimat yang memberikan
kemungkinan hubungan antara dua atau lebih variabel-variabel.
Dalam buku Foundation of Behavioral Research, 4th, 2000 dikatakan
bahwa fungsi hipotesis adalah sebagai alat kerja suatu teori yang dapat diuji.
Selain itu. hipotesis merupakan suatu kemungkinan yang dapat mendukung atau
tidak mendukung teori penelitian. Yang terakhir, hipotesis juga merupakan suatu
alat terpercaya untuk kemajuan suatu pengetahuan karena hipotesis membuat
peneliti untuk bersikap objektif.
Hipotesis Alternatif menurut Fred N. Kerlinger dan Howard B. Lee dalam
buku Foundation of Behavioral Research, ed.4th (2000) adalah kalimat dugaan
dari hubungan antara dua atau lebih variabel.
Hipotesis Null menurut Fred N. Kerlinger dan Howard B. Lee dalam buku
Foundation of Behavioral Research, ed.4th (2000) adalah kalimat yang
menyatakan tidak adanya hubungan antara variabel-variabel atau menyangkal
hipotesis alternatif.
Fungsi Hipotesis alternatif dan hipotesis null adalah menjaga keobjektifan
penelitian atau menghindari adanya persepsi pribadi dari peneliti (subjektifitas).
III.2.1 Hipotesis Alternatif
Hipotesis alternatif dari penelitian ini adalah ada perbedaan
efektivitas antara teknik compliance: foot-in-the-door dan door-in-the-face
dalam memperoleh partisipasi responden dalam kegiatan sosial?
III.2.2 Hipotesis Null
Hipotesis null dari penelitian ini adalah tidak ada perbedaan
efektivitas antara teknik compliance: foot-in-the-door dan door-in-the-face
dalam memperoleh partisipasi responden dalam kegiatan sosial?
III.3 Variabel Penelitian
Arti variabel menurut Ranjit Kumar dalam Research Metodology, 1999
adalah sebuah gambaran, persepsi atau konsep yang dapat diukur.
Variabel Independen adalah variabel yang menyebabkan perubahan dalam
suatu fenomena atau situasi. Variabel independen dalam penelitian ini adalah
teknik compliance: foot-in-the-door dan door-in-the-face.
Variabel dependen adalah hasil dari perubahan yang disebabkan oleh
perubahan pada variabel independen. Adapun variabel dependen dalam penelitian
ini adalah kesediaan responden untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan sosial.
Dalam hal ini, kesediaan tersebut diklasifikasikan menjadi tiga bentuk, yakni
kesediaan memakai pita solidaritas, kesediaan untuk membeli kupon donasi dan
kesediaan untuk menjadi relawan.
Extraneous variable adalah beberapa faktor dalam realitas yang mungkin
mempengaruhi perubahan pada variabel independen. Faktor-faktor ini, tidak
diukur dalam studi, tetapi dapat meningkatkan atau mengurangi besar atau
kekuatan dari hubungan antara varibel dependen dan independen. Dalam
extraneous variable ada variabel yang dapat dikontrol maupun variabel yang
tidak dapat dikontrol. Adapun extraneous variable dalam penelitian ini adalah
tingkat altruisme seseorang.
Intervening variable adalah variabel yang menghubungkan variabel
independen dan variabel dependen. Dalam situasi-situasi tertentu hubungan antara
variabel dependen dan variabel independen tidak ada tanpa adanya intervensi dari
variabel lain. Adapun intervening variable dalam penelitian ini adalah
BAB IV
METODE PENELITIAN
IV.1. Sampel Penelitian
IV.1.1 Karakteristik sampel
Responden dalam penelitian adalah mahasiswa Psikologi UI angkatan
2005 dengan alasan mereka belum banyak mengetahui keorganisasian dalam
lingkungan kampus. Hal ini menghindarkan mereka akan adanya prior knowledge
atau pengetahuan awal, sehingga meminimalkan kesalahan akibat bias pada
responden penelitian.
IV.1.2 Jumlah sampel
Jumlah sampel dalam penelitian ini ditetapkan 40 orang, dengan
pembagian 20 orang yang diberi treatment penerapan teknik foot-in-the-door dan
20 orang sebagai kelompok orang dengan treatment penerapan teknik door-in-
the-face dalam meminta kesediaan mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan
sosial . Jumlah responden ini dikatakan sebagai sampel besar (minimum 30 orang)
dan menghasilkan distribusi frekuensi yang mendekati normal, seperti yang
dikatakan oleh Guilford & Fruchter (1981).
IV.1.3 Teknik Sampling
Berdasarkan kriteria responden yang telah disebutkan diatas, ditetapkan
bahwa pengambilan sampel (sampling) akan dilakukan dengan menggunakan
teknik random sampling. Menurut Guilford (1978) dalam bukunya Fundamental
Statistics in Psychology and Education, cara terbaik dalam teknik random
sampling, adalah
Every individual in the population has an equal chance of being chosen. The selection of any one individual is also in no way tied to the selection of any other.
-Guilford, 1978-
Guilford mengatakan bahwa dalam random sampling setiap individu
dalam suatu populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih. Pemilihan
dari salah satu individu tidak berhubungan dengan pemilihan individu yang lain.
Peneliti memilih teknik random sampling agar penelitian ini memiliki
responden yang mempunyai karakteristik seragam.
IV.2. Peneliti
IV.2.1 Eksperimenter
Eksperimenter yang bertugas melakukan penelitian dalam penelitian ini
berjumlah empat orang, yaitu:
Vidia Kusumasari (0804007151) yang bertugas melakukan eksperimen
penerapan teknik compliance: foot-in-the-door dalam meminta kesediaan
responden untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan sosial.
Yuki Fitriany (080400232X) yang bertugas melakukan eksperimen
penerapan teknik compliance: foot-in-the-door dalam meminta kesediaan
responden untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan sosial.
Pradannayanti M (0804007127) yang bertugas melakukan eksperimen
penerapan teknik compliance: door-in-the-face dalam meminta kesediaan
responden untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan sosial.
Rr. Nuraini S (0804007135) yang bertugas melakukan eksperimen
penerapan teknik compliance: door-in-the-face dalam meminta kesediaan
responden untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan sosial.
IV.2.3 Observer
Observer ditugaskan untuk mengamati jalannya penelitian dan mencatat
hal-hal apa saja yang terjadi selama penelitian diadakan. Observer pada penelitian
ini adalah Aulia Rosemary (0804007046)
IV.3. Desain Penelitian
Menurut Larry B. Christensen dalam buku Experimental Psychology, 8th,
2001, desain penelitian eksperimental adalah
The experimental research approach is a quantitative approach designned to ferret ou cause and effect relationships.
Jadi, penelitian eksperimen adalah metode kuantitatif untuk mengetahui
hubungan antara penyebab dan efek.
Dalam Kerlinger (2004), disebutkan bahwa
Field Experiment is a research study conducted in realistic situation, in which one or more independent variables are manipulated by the experimenter under conditions as carefully controlled as the situation will permit
Field Experiment adalah eksperimen yang dilakukan pada setting
kehidupan sehari-hari. Kelemahan disain ini adalah pada kontrol yang kurang
ketat daripada Laboratory Experiment sehingga memungkinkan kurangnya presisi
dan kemungkinan terkontaminasi. Akan tetapi, dibandingkan dengan Laboratory
Experiment, memiliki efek variabel dan external validity yang lebih besar,
sehingga sesuai untuk masalah sehari-hari atau yang lebih kompleks (Kerlinger,
2004).
IV.4. Instrumen Ukur
Pita, kupon dan data responden adalah alat yang digunakan
eksperimenter untuk mengukur kesediaan responden dan catatan bentuk
kesediaan responden dalam berpartisipasi dalam kegiatan sosial.
IV.5. Cara Skoring
Cara skoring yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
Nilai 1 : untuk kesediaan memakai pita solidaritas.
Nilai 2 : untuk kesediaan membeli kupon donasi.
Nilai 3 : untuk kesediaan menjadi relawan selama dua tahun
Langkah pertama, nilai yang didapat masing-masing responden ditotal
untuk tiga item tersebut. Kemudian nilai yang didapat masing-masing responden
tersebut ditotal untuk menjadi nilai kelompok eksperimen dan dicari nilai rata-
ratanya (mean). Mean kelompok (kelompok eksperimen teknik satu dan kelompok
eksperimen teknik dua) tersebut diperbandingkan dengan mentranformasikannya
ke nilai T-test Fisher dan dicari signifikasinya.
IV.6. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Quantitative research.
Pedersen, Keithly, dan Brady (1986) dalam Kerlinger (2004) menyatakan
bahwa dalam penelitian kuantitatif, peneliti harus menggunakan bantuan untuk
mengubah situasi. Dalam situasi responden-observer, peneliti menjadi bagian dari
lingkungan yang diteliti sehingga peneliti dapat melihat pengaruh atau efek dari
hal yang dimanipulasi
IV.7. Metode Analisis Data
Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode
independent samples t-test. Menurut John J. Shaughnessy dan Eugene B.
Zechmeister dalam buku Research Methods in Psychology (1990), independent
samples t-test adalah:
The independent samples t-test is used to determine whether two sample means are sufficiently different so as to be unlikely to have been drawn from the same population. This test is applicable for the analysis of two-group designs involving either the random groups design or the natural groups design, although the assumptions underlying the test strictly apply only to the random groups design.
-Zechmeister, 1990-
Jadi independent samples t-test digunakan untuk menentukan apakah rata-
rata dari dua kelompok sampel itu cukup berbeda yang diambil dari populasi yang
sama.
IV.8. Kontrol Penelitian
Pada penelitian ini akan dilakukan kontrol terhadap extraneous variable,
yaitu kemampuan persuasi eksperimenter yang berbeda. Variabel tersebut akan
dikontrol dengan pembuatan standardisasi (guideline) persuasi eksperimenter.
IV.9. Prosedur Penelitian
IV.9.1 Persiapan Penelitian
Membuat guideline persuasi yang berisi poin-poin yang harus disampaikan
kepada responden
Mempersiapkan instrumen ukur yang diperlukan selama penelitian seperti
pita dan kupon donasi.
Mempersiapkan blanko kosong yang akan menjadi catatan kesediaan
responden terhadap instrumen ukur.
IV.9.2 Pelaksanaan Penelitian
Eksperimenter yang akan melakukan eksperimen ini berjumlah empat orang
yang dibagi menjadi dua kelompok untuk masing-masing teknik compliance
yaitu RR Nuraini S dan Pradannayanti untuk teknik door-in-the-face dan
Vidia Kusumasari dan Yuki Fitriany untuk teknik foot-in-the-door.
Sedangkan satu observer, Aulia Rosemary, bertugas mengamati jalannya
eksperimen dan mengontrol distraktor-distraktor yang mungkin dapat
mengganggu jalannya eksperimen.
Eksperimenter mengecek ulang perlengkapan yang akan digunakan dalam
penelitian seperti pita, kupon donasi, dan blanko kesediaan responden.
Eksperimenter melakukan identifikasi sampel dengan memperhatikan
karakteristik sampel.
Kemudian, eksperimenter melakukan sampling dengan melakukan random
sampling terhadap mahasiswa Psikologi UI angkatan 2005.
Setelah menemukan responden yang sesuai dengan kriteria berdasarkan
teknik sampling, eksperimenter mulai mempersiapkan setting tempat yang
kondusif untuk melakukan eksperimen.
Pertama, eksperimenter memperkenalkan diri kepada responden sekaligus
memperkenalkan lembaga semu yang diberi nama PsychoAIDS sebagai
LSM yang menangani masalah psikologis penderita AIDS.
Setelah perkenalan diri dan perkenalan lembaga, eksperimenter bertanya
apakah ada yang perlu ditanyakan mengenai lembaga semu ini untuk
memperjelas pemahaman responden (jawaban yang diberikan adalah semu
belaka).
Kemudian, eksperimenter mulai melakukan teknik compliance.
Untuk teknik pertama, foot-in-the-door, eksperimenter meminta responden
agar bersedia memakai pita sebagai bentuk solidaritas terhadap AIDS. Jika
responden menjawab “ya”, eksperimenter menaikkan permintaan dengan
menawarkan kupon donasi. Jika responden menyetujui untuk membeli
kupon tersebut, eksperimenter meminta kesediaannya untuk menjadi
relawan dengan kontrak dua tahun. Namun, jika jawaban responden adalah
“tidak” pada setiap level permintaan, maka eksperimenter menghentikan
permintaannya (tidak menaikkan permintaan)
Untuk teknik kedua, door-in-the-face, ekperimenter mula-mula meminta
responden untuk menjadi relawan full time dengan kontrak dua tahun di
lembaga ini. Setelah mendapat jawaban dari responden, eksperimenter mulai
menurunkan permintaan dengan memperkenalkan kupon donasi. Yang
terakhir, responden diminta untuk memakai pita sebagai bentuk kepedulian
responden terhadap AIDS.
BAB V
PENUTUP
Demikianlah proposal ini kami buat dengan harapan dapat diterima untuk
kepentingan penelitian. Besar harapan kami agar proposal ini dapat diterima dan
penelitian dapat segera diselenggarakan. Kami juga berharap agar penelitian yang
didasarkan pada proposal ini dapat berjalan dengan baik, memenuhi semua tujuan
yang diharapkan serta dapat memenuhi semua manfaat yang diinginkan.