proposal menulis cerpen
-
Upload
hyenim-chansung -
Category
Documents
-
view
2.636 -
download
57
Transcript of proposal menulis cerpen
1. Latar Belakang dan Masalah
1.1 Latar Belakang
Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena
itu, pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia baik lisan
maupun tulisan. Pembelajaran bahasa selain untuk meningkatkan kemampuan
berpikir dan bernalar serta kemampuan memperluas wawasan. Siswa tidak hanya
diharapkan mampu memahami informasi yang disampaikan secara lugas atau
langsung tetapi juga dapat memahami informasi yang disampaikan secara
terselubung atau tidak secara langsung.
Menurut Tarigan (1983:1) keterampilan berbahasa mencakup 4 segi yaitu
menyimak (Listening Skill), Berbicara (Speaking Skill), Membaca (Reading Skill),
dan Menulis (Writing Skill). Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa
yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Menulis merupakan
suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini, maka
sang penulis haruslah terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa dan
kosakata, keterampilan menulis ini tidak akan datang secara otomatis melainkan
harus melalui latihan. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan
ekspresif (Tarigan 1983:4) kegiatan menulis bertujuan untuk mengungkapkan
fakta- fakta, pesan sikap dan isi pikiran secara jelas dan efektif kepada para
pembacanya.
1
Wagiran dan Doyin (2005:1-3) menyatakan bahwa keterampilan menulis
merupakan keterampilan yang perlu dikuasai oleh siswa. Melalui menulis, siswa
dapat mengungkapkan pikirannya mengingat tidak semua siswa dapat
menyampaikan pikirannya melalui berbicara. Menulis juga dapat membantu siswa
berpikir logis dan sistematis. Pembelajaran menulis yang terdapat dalam KTSP
ada dua macam, yaitu menulis dalam bidang kebahasaan dan menulis sastra.
Menurut keterangan yang diperoleh dari guru bidang studi Bahasa
Indonesia SD Negeri 44 Banda Aceh, kemampuan dan ketrampilan siswa menulis
dalam cerita pendek masih kurang. Hal ini disebabkan oleh guru dan siswa itu
sendiri. Penyebab dari dalam diri siswa adalah kemalasan siswa karena kurangnya
motivasi untuk mulai menulis. Di samping itu, siswa mengaku mengalami
kesulitan untuk menemukan tema dalam penulisan cerita pendek. Hal ini
umumnya disebabkan karena proses pendekatan yang dilakukan oleh guru dalam
proses pembelajaran cenderung monoton. Hal tersebut membuat siswa merasa
cepat bosan. Siswa jadi malas mengikuti pembelajaran menulis cerita pendek
sehingga hasil belajar siswa tidak memuaskan.
Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model
pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran
Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok
yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok
(Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab
individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.
2
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang
berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi
belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat
kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa
anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk
memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan
belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan
pelajaran.
Pendekatan pembelajaran ini akan melatih siswa untuk berpartisipasi lebih
aktif dalam proses pembelajaran. Jadi, kegiatan berpusat pada siswa, guru sebagai
motivator dan fasilitator didalamnya agar suasana kelas lebih hidup.
Berdasarkan uraian di atas, penting kiranya diadakan suatu penelitian
ilmiah secara lebih cepat dan mendalam menyangkut model karya sastra di
sekolah dengan mengguanakan metode yang dapat meningkatkan kemampuan dan
kemauan siswa mempelajari dan mengaplikasikan teori yang telah dipelajari
dalam proses belajar-mengajar, terutama dalam menulis sebuah cerita pendek.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul
“Pengaruh Cooperative Learning Terhadap Kemampuan Menulis Cerita Pendek
pada Siswa Kelas V SD Negeri 44 Banda Aceh”.
3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas, permasalahan yang menjadi bahan
pembahasan dan pengkajian dalam penelitian ini dapat dirumuskan berikut ini:
1. Bagaimana peningkatan keterampilan menulis cerpen siswa kelas V SD
negeri 44 Banda Aceh setelah mengikuti pembelajaran dengan cooperative
learning?
2. Bagaimana perubahan sikap dan perilaku siswa kelas V SD negeri 44
Banda Aceh terhadap pembelajaran menulis cerpen, setelah mengikuti
pembelajaran dengan cooperative learning?
2. Tujuan Penelitian
2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah siswa dapat meningkatkan kemampuan
menulis cerita pendek berbentuk narasi melalui cooperative learning.
2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus untuk penelitian ini adalah:
1. Untuk meneliti hasil tulis siswa dalam menulis cerpen setelah cooperative
learning di laksanakan di kelas.
2. Untuk mengamati kerjasama siswa dalam menulis cerpen dalam kelompok.
3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki dua manfaat, yaitu :
4
3.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis penelitian ini dapat menjadi sumber referensi bagi
penelitian penulisan karya ilmiah selanjutnya. Hasil yang akan dibahas
dalam penelitian ini dapat menjadi gambaran secara konseptual terhadap
guru untuk memberikan alternatif bagi guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan.
3.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi guru untuk menjadi
alternatif pendekatan bagi pembelajaran bahasa Indonesia yang efektif.
Pembelajaran yang dilaksanakan dengan cooperative learning akan
membuat siswa menjadi aktif, kreatif, dan mandiri. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan pada penelitian dan
kegiatan pembelajaran yang lain, terutama penelitian pendidikan yang
berorientasi pada peningkatan kemampuan akademik dan keterampilan
siswa. Pihak sekolah dapat mengembangkan cooperative learning untuk
digunakan pada semua mata pelajaran, namun harus disesuaikan dengan
situasi dan kondisi sekolah.
4. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah, peneliti meruskan hipotesis sebagai
berikut.
Alternatif hipotesis (Ha): cooperative learning mempengaruhi kemampuan siswa
kelas V SD 44 Banda Aceh dalam menulis cerita pendek.
5
Nul hipotesis (Ho) : cooperative learning tidak mempengaruhi kemampuan siswa
kelas V SD 44 Banda Aceh dalam menulis cerita pendek.
5. Populasi dan Sampel Penelitian
5.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah siswa SD negeri 44 Banda Aceh.
Sekolah ini memiliki 6 kelas tetapi peneliti hanya mengambil satu kelas
sebagai populasi penelitian ini karena tidak mungkin mengambil seluruh
jumlah siswa di sekolah untuk di jadikan subjek penelitian. Hal ini di
karenakan keterbatasan waktu dan dana yang tersedia oleh peneliti.
5.2 Sampel penelitian
Sampel penelitian ini adalah siswa kelas V SD negeri 44 Banda
Aceh. Jumlah siswa kelas V SD negeri 44 berjumlah 18 siswa. Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
purposif sampling. Purposif sampling yaitu pengambilan sampel di
karenakan tujuan tertentu (Arikunto, 2003:33). Dalam hal ini, peneliti
mengambil kelas V SD negeri 44 Banda Aceh di karenakan kelas ini
adalah kelas peneliti sendiri sehingga membuat peneliti lebih nyaman
melakukan penelitian ini dalam kelas ini.
6
6. Ruang Lingkup/ Definisi Operasional
6.1 Ruang Lingkup
Dari berbagai masalah yang muncul maka batasan permasalahan yang
dibahas penulis dalam penelitian ini adalah keterampilan menulis cerita pendek
pada siswa kelas V SD negeri 44 Banda Aceh melalui cooperative learning.
Peneliti membatasi ruang lingkup kriteria menulis cerpen menjadi penggunaan
alur atau plot, penggambaran tokoh dan penokohan,
pendeskripsian latar, penggunaan gaya bahasa, penggunaan
sudut pandang, dan tema cerita.
6.2 Definisi Operasional
Untuk menghindari arti yang ambigu dalam penelitian ini maka
peneliti memperjelas istilah-istilah sebagai berikut.
a. Cooperative Learning
Cooperative learning adalah sistem kerja atau belajar kelompok
yang terstruktur.
b. Kemampuan
Kemampuan adalah keahlian melakukan sesuatu. Dalam penelitian
ini, keahlian yang di maksud adalah kemampuan siswa dalam menulis
cerita pendek.
c. Menulis
Menulis adalah kegiatan menuangkan idea dan menyusunnya
dalam bentuk tulisan.
7
d. Cerita Pendek
Cerita pendek adalah cerita fiksi atau cerita rekaan yang sering
disebut kisahan prosa pendek yang mempunyai alur dan tokoh.
7. Landasan Teoritis
7.1 Pengertian Cooperative Learning
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003
menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam pembelajaran,
guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami
berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk
belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.
Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model
pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran
Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/ belajar kelompok
yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok
(Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab
individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.
Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning (pembelajaran
gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang
menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
8
Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang
menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di
antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang
terdiri dari dua orang atau lebih.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang
berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi
belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat
kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa
anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk
memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan
belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan
pelajaran.
Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model
pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekadar belajar kelompok,
tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok
yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak
semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus
diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu :
1. Saling ketergantungan positif.
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya.
Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas
sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan
tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
9
2. Tanggung jawab perseorangan.
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran
Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk
melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran
Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa
sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung
jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3. Tatap muka.
Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus
diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini
akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang
menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai
perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.
4. Komunikasi antar anggota.
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai
keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga
bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan
kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan
berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses
ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk
memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan
emosional para siswa.
5. Evaluasi proses kelompok.
10
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar
selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
7.2 Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional
yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan
pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah
menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi
oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-
tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al.
(2000), yaitu:
1. Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga
memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa
ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami
konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa
model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada
belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar,
pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok
11
bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas
akademik.
2. Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas
dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan,
dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa
dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung
pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan
belajar saling menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan
kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-
keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda
masih kurang dalam keterampilan sosial.
7.3 Pengertian Cerita Pendek
H.B. Jassin (sastrawan Indonesia) mengatakan bahwa yang disebut cerita
pendek harus memiliki bagian perkenalan, pertikaian, dan penyelesaian. A. Bakar
Hamid dalam tulisan “Pengertian Cerpen” berpendapat bahwa yang disebut cerita
pendek itu harus dilihat dari kuantitas, yaitu banyaknya perkataan yang dipakai:
antara 500-20.000 kata, adanya satu plot, adanya satu watak, dan adanya satu
kesan. Sedangkan Aoh. KH, mendefinisikan bahwa cerpen adalah salah satu
ragam fiksi atau cerita rekaan yang sering disebut kisahan prosa pendek. Dan
12
masih banyak sastrawan yang merumuskan definisi cerpen. Rumusan-rumusan
tersebut tidak sama persis, juga tidak saling bertentangan satu sama lain. Hampir
semuanya menyepakati pada satu kesimpulan bahwa cerita pendek atau yang
biasa disingkat cerpen adalah cerita rekaan yang pendek.
7.4 Karakteristik dalam Cerita Pendek
Untuk mempertegas perbedaan cerpen dengan novel, Ismail Marahimin,
dalam Menulis Secara Populer menjelaskan bahwa cerpen memang harus pendek
dan singkat. Sedangkan cerita rekaan yang panjang adalah novel. Meskipun ada
yang berpendapat jumlah katanya tidak lebih dari 10.000 kata (The Liang Gie).
Ada yang membatasi jumlah katanya antara 500-30.000 kata (Helvy Tiana Rosa).
Yang jelas, karakteristik utama cerpen adalah pendek dan singkat. Di dalam cerita
yang singkat itu, tentu saja tokoh-tokoh yang memegang peranan tidak banyak
jumlahnya, bisa jadi hanya seorang, atau bisa juga sampai sekitar empat orang
paling banyak. Itu pun tidak seluruh kepribadian tokoh, atau tokoh-tokoh itu
diungkapkan di dalam cerita. Fokus atau, pusat perhatian, di dalam cerita itu pun
hanya satu. Konfliknya pun hanya satu, dan ketika cerita itu dimulai, konflik itu
sudah hadir di situ. Tinggal bagaimana menyelesaikan saja.
7.5 Unsur-unsur dalam Cerita Pendek
1. Tema
Tema yaitu gagasan inti. Dalam sebuah cerpen, tema bisa disamakan
dengan pondasi sebuah bangunan. Tidaklah mungkin mendirikan sebuah
13
bangunan tanpa pondasi. Dengan kata lain tema adalah sebuah ide pokok, pikiran
utama sebuah cerpen; pesan atau amanat, dasar tolak untuk membentuk rangkaian
cerita, dasar tolak untuk bercerita.
2. Alur atau Plot
Alur atau plot yaitu rangkaian peristiwa yang menggerakkan cerita untuk
mencapai efek tertentu. Banyak anggapan keliru mengenai plot. Sementara orang
menganggap plot adalah jalan cerita. Dalam pengertian umum, plot adalah
suatu permufakatan atau rancangan rahasia guna mencapai tujuan tertentu.
Rancangan tentang tujuan itu bukanlah plot, akan tetapi semua aktivitas untuk
mencapai yang diinginkan itulah plot.
3. Penokohan
Penokohan yaitu penciptaan citra tokoh dalam cerita. Tokoh harus tampak
hidup dan nyata hingga pembaca merasakan kehadirannya. Dalam cerpen modern,
berhasil tidaknya sebuah cerpen ditentukan oleh berhasil tidaknya menciptakan
citra, watak dan karakter tokoh tersebut. Penokohan, yang didalamnya ada
perwatakkan sangat penting bagi sebuah cerita, bisa dikatakan ia sebagai mata
air kekuatan sebuah cerita pendek
4. Latar atau Setting
Latar atau setting yaitu segala keterangan mengenai waktu, ruang dan
suasanadalam suatu cerita. Pada dasarnya, latar mutlak dibutuhkan untuk
menggarap plot cerita, karena latar harus bersatu dengan teman dan plot untuk
menghasilkan cerita pendek yang gempal, padat, dan berkualitas. Kalau latar
14
bisa dipindahkan ke mana saja, berarti latar tidak integral dengan tema dan plot.
Jelas bahwa settingakan sangat menentukan watak dan karakter tokoh.
5. Sudut Pandangan Tokoh
Diantara elemen yang tidak bisa ditinggalkan dalam membangun cerita
pendek adalah sudah pandangan tokoh yang dibangun sang pengarang. Sudut
pandangan tokoh ini merupakan visi pengarang yang dijelmakan ke dalam
pandangan tokoh-tokoh bercerita. Jadi sudut pangan ini sangat erat dengan teknik
bercerita.
8. Metode dan Teknik Penelitian
8.1 Metode Penelitian
Metodologi penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah desain
penelitian tindakan kelas. Desain penelitian tindakan kelas yang di gunakan
adalah jenis konsep Stepehen Kemmis dan Mc.Taggart (Hopskin dalam
Depdiknas 2004). Penelitian tindakan kelas bersifat reflektif dengan melakukan
tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan
praktik-praktik pembelajaran di kelas secara profesional. Penelitian tindakan kelas
dilaksanakan dalam wujud proses pengkajian berdaur yang terdiri atas empat
tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.
8.2 Teknik Penelitian
8.2.1 Teknik Pengumpulan Data
Intrumen yang di gunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis dan
observasi. Tes tertulis di gunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam
15
menulis cerita pendek. Siswa di berikan bantuan pertanyaan untuk menulis
kembali cerita apa yang di dengar langsung dari peneliti.
Instumen nontes yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
pengamatan penelitian dan dokumentasi foto. Instrumen nontes digunakan untuk
mengukur pelaksanaan cooperative learning di kelas dan juga untuk mengungkap
semua kejadian dan peristiwa yang terjadi pada saat pelaksanaan kegiatan
pembelajaran., baik keadaan kelas pada saat pembelajaran dan perilaku siswa
ketika kegiatan pembelajaran berlangsung. Lembar pengamatan disusun untuk
menilai kegiatan siswa di dalam kelompok yang meliputi dua aspek yaitu
keterampilan bekerja sama dan fungsi dalam kerja kelompok. Keterampilan
bekerja sama meliputi penampilan, peran dalam kelompok, kemampuan
menyusun atau menyimpulkan dan kemampuan menyampaikan ide atau saran.
Fungsi dalam kerja kelompok meliputi meliputi sumbangan pemikiran,
penyimpulan ide atau saran, memotivasi anggota, inisiatif kerja dalam kelompok,
pengordinasian kerja kelompok. Dokumentasi foto di lakukan untuk merekam
kegiatan kerja kelompok siswa selama berlangsung penelitian.
Setelah menentukan instrumen yang digunakan dalam penelitian, maka
kegiatan selanjutnya adalah mengumpulkan data berdasarkan instrumen yang
telah ditentukan. Teknik tes dilakukan untuk memperoleh data tes dalam rangka
mengukur tingkat keterampilan menulis cerita pendek siswa SD 44. Teknik
pengumpulan data nontes dilakukan peneliti melalui kegiatan observasi dan
dokumentasi foto.
16
8.2.2 Teknik Pengolahan Data
Teknik yang digunakan untuk menganalisis data
penelitian ini adalah teknik kuantitatif dan teknik kualitatif.
Tes kuantitatif dipakai untuk menganalisis hasil tes
subjektif siswa. Nilai masing-masing siswa dijumlahkan,
kemudian jumlah tersebut dihitung dalam presentase dengan
menggunkan rumus:
NP= NK x 100% R
Keterangan:
NP= Nilai dalam presentase
NK= Nilai kumulatif
R = Jumlah siswa
Teknik kualitatif dipakai untuk menganalisis data-data nontes, yaitu data
observasi dan dokumentasi foto. Data observasi dianalisis untuk mengetahui sikap
siswa dalam mengikuti pembelajaran. Dari data ini dapat diketahui perubahan
sikap siswa selama mengikuti pembelajaran. Data dokumentasi foto digunakan
untuk memperoleh rekaman aktivitas atau perilaku siswa selama mengikuti proses
pembelajaran dalam bentuk dokumen gambar. Dokumentasi foto ini akan
memperkuat bukti analisis penelitian.
17
Daftar Pustaka
Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Barulgensindo
Arsyad, Azhar. 2004. Media Pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Pranggawidagda, Suwara. 2002. Strategi Penguasaan Bahasa. Yogyakarta : Adi Cita
Suharianto. 1982. Dasar-dasar Teori Sastra. Surakarta : Widya Duta
Sudjana, Nana dan Achmad Rivai. 2001. Media Pengajaran. Jakarta : Sinar Baru Algensindo
Sayuti, A Suminto. 1988. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Tarigan. 1983. Menulis sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa Bandung.
Titik, dkk. 2003. Teknik Menulis Cerita Anak. Yogyakarta.
Wiyanto, Asul. 2005. Kesusastraan Sekolah Penunjang Pembelajaran Bahasa Indonesia SMP dan SMA. Jakarta : Grasindo
18