Proposal Kualitatif Pedagang Kaki Lima

22
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya kota merupakan sebagai tempat pemungkiman yang relatif besar, berpenduduk padat dan permanen dari individu-individu yang secara sosial heterogen.semakin besar, semakin padat dan heterogen penduduknya. Dengan begitu kota merupakan pusat dari kegiatan suatu masyarakat. Dari hal itu dalam perkembangan waktu, kota dianggap sebagian besar penduduk sebagai tempat yang menjanjikan dalam mencari mata pencaharian. Banyak orang yang pindah dari desa ke kota. Dalam beberapa hal, permasalahan itu menyebabkan perubahan kebiasaan mereka. Kebanyakan warga perkotaan menjadi bersifat individualis dan interaksianya bersifat impersonal, dan menciptakan orientasi masyarakat hanya sebatas pada mendapatkan keuntungan ekonomi bagi dirinya sendiri, hal ini membuat semakin lemah ikatan kelompok kekerabatan antar warga. Ini akan menimbulkan serentetan masalah bagi masyarakat bersangkutan, oleh karennya masyarakat kota harus mengembangkan mekanisme- mekanisme baru untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan psikologi. Salah satu bentuk sektor ekonomi masyarakat perkotaan adalah dagang yang berbentuk PKL ( Pedagang Kaki Lima ). Sektor ekonomi ini banyak digeluti masyarakat di kota Surakarta. Meskipun yang berprofesi 1

Transcript of Proposal Kualitatif Pedagang Kaki Lima

Page 1: Proposal Kualitatif Pedagang Kaki Lima

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada umumnya kota merupakan sebagai tempat pemungkiman yang relatif

besar, berpenduduk padat dan permanen dari individu-individu yang secara sosial

heterogen.semakin besar, semakin padat dan heterogen penduduknya. Dengan begitu

kota merupakan pusat dari kegiatan suatu masyarakat.

Dari hal itu dalam perkembangan waktu, kota dianggap sebagian besar

penduduk sebagai tempat yang menjanjikan dalam mencari mata pencaharian. Banyak

orang yang pindah dari desa ke kota. Dalam beberapa hal, permasalahan itu

menyebabkan perubahan kebiasaan mereka. Kebanyakan warga perkotaan menjadi

bersifat individualis dan interaksianya bersifat impersonal, dan menciptakan orientasi

masyarakat hanya sebatas pada mendapatkan keuntungan ekonomi bagi dirinya

sendiri, hal ini membuat semakin lemah ikatan kelompok kekerabatan antar warga. Ini

akan menimbulkan serentetan masalah bagi masyarakat bersangkutan, oleh karennya

masyarakat kota harus mengembangkan mekanisme-mekanisme baru untuk

memenuhi kebutuhan ekonomi dan psikologi.

Salah satu bentuk sektor ekonomi masyarakat perkotaan adalah dagang yang

berbentuk PKL ( Pedagang Kaki Lima ). Sektor ekonomi ini banyak digeluti

masyarakat di kota Surakarta. Meskipun yang berprofesi disektor ini tidak semua

merupakan warga Surakarta asli, akan tetapi pedagang kaki lima dalam kehidupannya

memunculkan berbagai permasalahan bagi ketertiban kota Surakarta. Dari hal ini

maka pemahaman pedagang akan tata kehidupan kota mutlak diperlukan. Sehingga

untuk mengatasi permasalahan ketertiban masyarakat kota Surakarta tidak hanya dari

pemerintah kota saja, akan tetapi terbentuk dari partisipasi aktif dari elemen

masyarakat kota Surakarta, salah satunya pedagang kaki lima. Bertitik tolak dari latar

belakang masalah yang telah dikemukakan, maka dalam penelitian ini penulis

mengambil judul “BENTUK PANDANGAN DAN PERAN PEDAGANG KAKI

LIMA DALAM MEMBANTU MENCIPTAKAN KETERTIBAN KOTA

SURAKARTA”.

1

Page 2: Proposal Kualitatif Pedagang Kaki Lima

B. Perumusan Masalah

Dalam kaitannya dengan rumusan masalah yang dikemukakan maka penelitian

memiliki beberapa tujuan, yaitu :

1. Bagaimanakah deskripsi persepsi pedagang kaki lima tentang ketertiban kota di

Surakarta ?

2. Bagaimanakah pandangan pedagang kaki lima mengenai penciptaan ketertiban ?

3. Bagaimanakah pola partisipasi yang dilakukan oleh para pemuda desa

mandungan, jungke ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian tentang persepsi pedagang kaki lima tentang ketertiban kota di

Surakarta ini bertujuan untuk mengungkapkan dan menjelaskan pandangan pedagang

kaki lima mengenai penciptaan ketertiban dalam bentuk dan pola partisipasi yang

dilakukan oleh para pemuda desa mandungan, jungke pada khususnya dan peranan

organisasi Karang – tarunan dalam membangun masyarakat desa pada umumnya.

Dengan memahami bentuk dan pola partisipasi yang dilakukan karang -taruna

tersebut maka dapat ditemui dan dikenali berbagai kendala dan hambatan yang dapat

terjadi dalam berupaya mencari nilai tambah dan cenderung berwawasan ke depan

yang lebih baik.

Sedangkan tujuan praktisnya adalah tersedianya data mengenai bagaimana

pandangan para pedagang kaki lima akan hal ketertiban di kota Surakarta Yang mana

berhubungan dengan pemahaman warga akan hal menjaga dan menciptakan

keteraturan dalam kehidupan bersama dengan elemen masyarakat kota lainnya di

Surakarta. Sehingga dengan begitu pedagang kaki lima memiliki potensi dalam

mengarahkan akan ketertiban bersama sesama warga

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Umum.

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap pihak yang

melakukan pengambilan kebijakan yang berkaitan tentang Pedagang Kaki Lima.

2. Manfaat Khusus.

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan referensi bagi para pendamping

Pedagang kaki lima yang melakukan kegiatan – kegiatan untuk pengembangan

dan pemberdayaan masyarakat.

2

Page 3: Proposal Kualitatif Pedagang Kaki Lima

E. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pemikiran

Dalam kehidupan di dunia, setiap manusia akan selalu berinteraksi dengan

manusia lainnya. dalam setiap kehidupan sosialnya manusia akan selalu mengalami

perubahan dan perkembangan. Perubahan dan perkembangan masyarakat yang

mewujudkan segi dinamikanya, disebabkan karena para warganya mengadakan

hubungan satu dengan yang lainnya, baik dalam bentuk orang – perorang maupun

kelompok sosial. Dalam istilah ilmu sosial hal itu biasa disebut dengan interaksi

sosial.

Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa

interaksi sosial, tidak akan mungkin terjadi perubahan maupun pembangunan. Dapat

juga dikatakan bahwa interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-

aktivitas sosial ( soekanto, 1990: 67 ). Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa

proses asosiatif ( Processes of association ) dalam bentuk kerja sama ( cooperation ),

dan proses disosiatif ( processes of dissociation ) yang meliputi, persaingan

( competition ), dan bahkan juga berbentuk pertentangan atau pertikaian ( conflict ).

Dilema pemikiran kualitatif dan kuantitatif terutama di bidang pendidikan

sebenarnya terpusat pada masalah apakah ada hubungan antara paradigma penelitian

dengan tipe metodologi kedua jenis penelitian tersebut. Jika peneliti kuantitatif

menekankan pada cara berfikir yang lebih positifistik bertolak dari fakta sosial yang

ditarik dari realitas obyektif, maka peneliti kualitatif bertolak dari paradigma

fenomenologis yang obyektifitasnya dibangun atas rumusan tentang situasi tertentu

sebagaimana yang dihayati oleh individu atau kelompok sosial tertentu.

3

Page 4: Proposal Kualitatif Pedagang Kaki Lima

BAB II

PEMBAHASAN

Pedagang kaki lima dalam melakukan usahanya tidak seperti orang yang

bekerja disektor formal. Mereka melakukan usahanya sesuai dengan jenis barang atau

jasa yang dihasilkan. Pedagang kaki lima rata-rata melakukan aktivitasnya pagi

sampai sore hari. Bagi pedagang kaki lima yang melakukan usaha siang sampai

malam hari rata-rata mereka mendirikan bangunan yang semi permanen. Sedangkan

untuk pedagang kaki lima yang melakukan kegiatan pagi sampai sore, mereka

mengunakan tenda-tenda yang bisa dibuka dan ditutup setiap saat, mereka ini

biasanya menempati tempat yang bukan miliknya sendiri. Untuk pedagang kaki lima

yang melakukan kegiatan siang dan malam, mereka mengunakan peralatan gerobag

dorong dan biasanya diengkapi dengan tenda yang setiap saat bisa dibuka dan ditutup.

Untuk mengetahuhi seberapa besar pandangan pedang kaki lima surakarta

dalam kontribusinya menciptakan ketertiban kota maka sekiranya kita terlebih dahulu

mengkaji akan peraturan pemerintah daerah Surakarta yang terkait dengan pedagang

kaki lima. Untuk menganalisa dari landasasan yuridis ini maka tahap yang kita amati

yakni terkait sosialisasi peraturan daerah ( Perda ) tersebut di mata Pedagang kaki

lima.

Pemahaman PKL akan Peraturan Daerah No. 8 tahun 1995

Perda ini berisi tentang Pembinaan dan Penataan Pedagang Kaki

Lima.Peraturan Daerah agar dapat diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat, maka

perlu disosialisasikan secara meluas. Tujuannya tiada lain agar peraturan tersebut bisa

berjalan dengan baik tanpa hambatan. Sosialisasi peraturan dilakukan pejabat atau

petugas yang sesuai dengan bidang kerjanya, yang dalam hal ini adalah kantor

pedagang kaki lima. Dalam pelaksanaannya sosialisasi ini dilakukan oleh Tim

Pembina dan Tim Operasi Lapangan yang nampaknya belum bisa berjalan secara

maksimal. Meskipun dalam kenyataannya pedagang kaki lima sebagian sudah

mengetahui keberadaan Peraturan Daerah tersebut, namun mereka tidak mengetahui

isinya secara mendetil. Hal ini sebagaimana dikatakan Mas Di, seorang penjual sate,

” Saya mengetahui peraturan daerah tentang pedagang kaki lima itu dari

Koran, dan saya memang langganan koran untuk servis para pembeli.”

4

Page 5: Proposal Kualitatif Pedagang Kaki Lima

Dengan melihat keterangan tersebut, maka para aparat perlu bersungguh-

sungguh dalam mensosialisasikan Perda tersebut. Apa yang sudah dilakukan

sepertinya masih belum cukup dan kurang merata. Hal ini bisa diawali dengan

membentuk kelompok-kelompok atau paguyuban-paguyuban kemudian dikumpulkan

dan diberikan penjelasaan tentang perda. Pembinaan dan penataan pedagang kaki lima

yang mengarah pada ketertiban kota, kemudian dari hasil pertemuan tersebut masing-

masing ketua kelompok memberikan penjelasaan kepada para angotanya. Sehingga

peran instansi pemerintah saat ini harus dioptimalkan kembali, yang mana salah

satunya dengan mengoptimalan kerja kantor pedagang kaki lima

Sedangkan Kantor pedagang kaki lima di kota Surakarta sendiri merupakan

lembaga baru yang khusus menangani urusan pedagang kaki lima, karena khusus

seharusnya kantor ini lebih intensif dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini ditanggapi

oleh kepala kantor pedagang kaki lima ;

“ lembaga kami ini masih baru, instrument, personil, alat maupun pebeayaan,

kalau hal tersebut belum lengkap maka kami belum bisa bekerja secara

maksimal. Sehingga apa yang kami kerjakan saat ini baru yang sifatnya pokok

yaitu bagaimana membuat pedagang kaki lima itu tenang dan sejahtera. Agar

PKL tidak menganggap pemerintah itu selalu meminta dari kantor satpol PP

hadir untuk membicarakan hal yang sifatnya tehnis.”

Mencermati keterangan diatas ternyata kantor PKL merupakan lembaga baru,

dimana sarana dan prasarananya belum begitu siap untuk melaksanakan pekerjaan.

Sebetulnya ini bukan merupakan suatu alasan untuk tidak berbuat, karena upaya awal

ini sebetulnya merupakan suatu moment yang strategis untuk langkah yang

berikutnya. Dalam hal koordinasi harus secara intensif dilakukan sebelum

melaksanakan sosialisasi, tujuannya agar tidak terjadi kesimpang-siuran dalam

menata pedagang kaki lima.

Dari paparan Pedagang kaki lima didepan, sekiranya pihak pemerintah (kantor

pedagang kaki lima) dalam menciptakkan ketertiban kota mempunyai peranan pokok

sebab tugas yang dilakukan oleh kantor pedagang kaki lima, pada penegaan peraturan

yaitu Perda. Maka sasaran kerja kantor pedagang kaki lima dalam penciptaan

ketertiban kota adalah:

1. Sosialisasi dan pembenahan kebijakan pemerintah yang relevan

dengan pedagang kaki lima yang saat ini ada banyak di kota Surakarta.

5

Page 6: Proposal Kualitatif Pedagang Kaki Lima

2. Terbetuknya karakteristik dan wilayah-wilayah pedagang kaki lima di

Surakarta.

3. Terbentuknya forum komunikasi atau paguyuban sebagai jembatan

perumusan dan pemecahan masalah terhadap kehidupan pedagang kaki lima di

kota Surakarta.

Sedangkan harapan PKL terhadap kerja yang dilakukan oleh kantor pedagang

kaki lima antara lain :

1. Mensosilaisasikan dan penyuluhan tentang kebijaksanaan

pemerintah kota tentang penataan dan pembinaan serta penertiban pedagang

kaki lima.

2. Membentuk dan menetapkan kelompok-kelompok atau paguyuban-

paguyuban sesuai dengan perwilayahannya.

3. Menciptakan hubungan yang harmonis antara pemerintah dan

pedagang kaki lima dalam rangka proses pembangunan kota.

4. Monitoring dan kesepakatan yang diambil dalam menciptakan

hubungan kemitraan yang baik antara pemerintah dan pedagang kaki lima.

5. Menghilangkan kesan bahwa pedagang kaki lima adalah

permasalahan kota.

6. Menghilangkan kesan bahwa pedagang kaki lima adalah musuh

dari pemerintah kota.

7. Menilai sampai seberapa jauh tingkat kesejahteraan dan kemajuan

para pedagang kaki lima.

8. Menghilangkan konflik diantara pedagang kaki lima.

Pada awal pembicaran kepala kantor pedagang kaki lima mengatakan, bahwa

apa yang ingin dicapai selama dalam menjalankan, bahwa apa yang ingin dicapai

selama menjalankan tugasnya telah dirumuskan dengan baik yaitu;

“ visi dan misi kami adalah menjadikan suatu kemitraan dan hubungan

antara pihak pemerintah dengan swasta khususnya pedagang kaki lima yang

merupakan penjabaran dari tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yaitu

pembinaan, penataan dan penertiban. Sebagai langkah awalnya kami sudah

lakukan sosialisasi, dan bahkan semua kegiatan kami awali dengan sosialisasi

secara periodic dan terjadwal”

Melihat tujuan yang ingin dicapai oleh kantor pedagamng kaki lima tersebut

sangatlah mulia. Sekarang tinggal bagaimana menyamakan persepsi antara pedagang

6

Page 7: Proposal Kualitatif Pedagang Kaki Lima

kaki lima dengan pejabat sehingga tujuan yang akan dicapai dapat berjalan dengan

mudah. Yang perlu diingat bahwa para pejabat dalam menjalankan tugasnya jangan

terlalu sakeleg / kaku, karena yang ditangani adalah para korban PHK yang sifat dan

perilakunya mudah tersinggung. Dalam sosialisasi yang dilakukan secara periodoik

dan terjadwal, sebaiknya diikat dengan kegiatan tertentu seperti arisan, koperasi,

simpan pinjam, bahkan dengan bentuk kesenian / budaya (campursari, dll ). Kalau ini

bisa terbentuk maka para pejabat akan lebih mudah dalam melakukan sosialisasi.

Dalam upaya mengumpulkan para pedagang kaki lima, perlu menyediakan

tempat dan saran yang lain, karena lembaga ini baru dan belum mempunyai tempat

yang representatif sebagaimana dikemukakan oleh Kepala Kantor Pedagang Kaki

Lima ;

“Mengumpulkan orang dan memberikan suatu penjelasan yang kita undang,

kita masih memperhatikan prinsip-prinsip orang jawa yaitu Gupuk, lungguh

lan suguh. Gupuk artinya kita akan membuat atau membentuk suatu hubungan

batin yang baik dan kental. Lungguh yaitu menyediakan tempat duduk artinya

kita dalam mengundang orang kita harus menyediakan tempat duduk dimana

tempatnya, untuk sementara ini kami harus menumpang ditempat yang

kosong. Kami menumpang di paguyuban-paguyuban. Suguh artinya

memberikan hidangan kepada yang diundang. Kegiatan semacam ini kami

lakukan di beberapa kelurahan yang ada di Kota Surakarta ini. Dan kami

datang ke paguyuban-paguyuban bersama dengan tim/staf ,Camat dan

Lurah”.

Kantor pedagang kaki lima dalam melakukan sosialisasi masih tetap

menggunakan dan memanfaatkan budaya Jawa yaitu dengan menggunakan slogan-

slogan seperti gupuk, lungguh dan suguh. Ternyata cara ini cukup mengena dan

diterima di paguyuban- paguyuban. Sedikit demi sedikit sosialisasi dilakukan oleh

kantor pedagang kaki lima akhirnya akan menjangkau ke seluruh Kota Surakarta

sehingga kasus-kasus ketidaktahuan pedagang terhadap peraturan akan dapat

dihilangkan .Mengenai tim pembina yang lama nampaknya tidak melakukan

sosialisasi dengan baik. Hal ini terlihat dari ketidaktahuan para pedagang kaki lima

di masing-masing wilayah, padahal tim Pembina sudah dibentuk sejak tahun 1997.

jika dibandingkan dengan setelah terbentuknya kantor pedagang kaki lima.maka

kantor ini nampaknya mempunyai kinerja yang cukup bagus khususnya dalam

melaksanakan sosialisasi peraturan daerah.

7

Page 8: Proposal Kualitatif Pedagang Kaki Lima

Pembinaan Pedagang Kaki Lima sebagai sarana awal kearah penertiban kota

Pembinaan yang dilakukan oleh kantor pedagang kaki lima dan tim Pembina

dilakukan dengan jalan rapat dan penyuluhan. Penyuluhan dilakukan oleh tim tidak

terbatas pada pertemuan-pertemuan yang sifatnya formal akan tetapi bisa setiap saat

setiap tim melakukan kegiatannya. Sedangkan rapat dilakukan dengan cara

mengumpulkan para pedagang kaki lima didalam suatu tempat tertentu kemudian

diberikan penjelasan. Hal ini seperti dikemukakan oleh Agus yang berusaha di bidang

stiker:

“Kami pernah diberikan penjelasan tentang peraturan PKL oleh seorang

petugas yang datang secara kebetulan dan sambil berdiri.”

Dari pernyataan itu dapat diketahui bahwa aparat didalam melakukan

pembinaan tidak pasti secara formal dan bisa terjadi setiap saat dan tempat yang

berbeda-beda.cara ini akan menjadi lebih efektif apabila petugas mengetahui sikap

maupun sifat dari pedagang kaki lima. Penyuluhan yang dilakukan oleh tim pembina

pedagang kaki lima sebetulnya dapat dilakukan secara tidak terbatas, bisa pagi, siang

maupun sore dan malam setelah mereka tidak bertugas.

Disisi lain tim pembinaan pedagang kaki lima dalam melaksanakan tugasnya

bisa mengundang para pedagang kaki lima dikumpulkan disuatu tempat seperti di

kemukakan oleh Hendro yang berprofesi sebagai penjual timlo dan wedang ronde di

Jayengan.

“Kami pernah diundang mengikuti pertemuan di kelurahan yang dihadiri oleh

Lurah, Camat dan Tim Pembina PKL dan diberikan penjelasan tentang

keberadaan peraturan daerah tentang pedagang kaki lima. Dan dimohon

untuk mentaati peratiran-peraturan tersebut serta menjaga kebersihan

lingkungan tempat usaha.

Dari penjelasan Hendro tersebut dapat diketahui bahwa pada saat-saat tertentu

memang ada pembinaan yang dilakukan oleh Tim PKL. Dilihat dari hasil pelaksanaan

pembinaan lewat penyuluhan dan rapat ternyata lebih efektif lewat rapat-rapat, hanya

sebagai konsekuensi rapat memerlukan biaya yang lebih besar. Hasil bagi para

pedagang kaki lima yaitu dipatuhinya Perda, indikasinya kebersihan lingkungan

terjaga, tempat usaha tertata rapi, ukuran tempat usaha sesuai dengan ketentuan dan

lain-lain. Bagi pedagang kaki lima oprokan, seperti di pasar-pasar tiban masih sangat

8

Page 9: Proposal Kualitatif Pedagang Kaki Lima

sulit dilakukan karena mereka berdagang tidak telalu lama walaupun mereka ditarik

retribusi oleh Petugas Dinas Pasar.

Penataan Pedagang Kaki Lima sebagai bentuk ketertiban kota

Penataan pedagang kaki lima yaitu membuat agar para pedagang tertata

sedemikian rupa sehingga toidak terkesan kumuh, tidak teratur dan lain-lain. Agar

kelihatan rapi dan baik maka dalam rangka penataan ini dilakukan dengan beberapa

cara yaitu dibentuk kelompok-kelompok/paguyuban dan dengan tenda yang seragam.

Hal ini seperti dikemukakan oleh Kepala Kantor PKL ;

“Penataan pedagang kaki lima kami lakukan dengan bermacam-macam cara, tetapi yang paling utama adalah dengan membentuk peguyuban dan tenda seragam untuk satu wilayah tertentu” Dengan melihat pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa penataan yang

dilakukan memang mengarah terbentuknya pedagang kaki lima teratur dan rapi juga

tidak berkesan kumuh dan menakutkan sehingga terwujud “SOLO BERSERI”.

Penataan bisa dilakukan dengan baik apabila awal pembinaannya juga dilakukan

dengan baik, dengan demikian pekerjaan yang dilakukan oleh aparat dari kantor

pedagang kaki lima harus secara sistematis.

9

Page 10: Proposal Kualitatif Pedagang Kaki Lima

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik

Observasi dan wawancara. Dimana Observasi adalah berdasarkan pengamatan

yang dilakukan terhadap gejala yang diteliti. yakni mengenai pandangan dan

pendapat PKL tentang ketertiban akan kota Surakarta. Dan batasan dari

penelitian ini adalah tentang bagaimanakah peran yang dimainkan pedagang kaki

lima dalam menciptakan akan tetertiban kota Surakarta.

2. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi diKecamatan Serengan, Kota

surakarta dengan alasan pada daerah ini terdapat beberapa macam model

pedagang kaki lima dan bisa dijadikan sebagai parameter pedagang kaki lima kota

surakarta. Disamping itu di kecamatan ini ada berbagai kegiatan-kegiatan yang

dilakukan pedagang kaki lima maupun pihak terkait yang mengarah pada

pemberdayaan dan penciptaan kedinamisan kota surakarta.

3. Sumber Data

a. Data Primer

Data yang peneliti peroleh dari pengamatan (observasi) pada saat pedagang

kaki lima melakukan kegiatannya dan mewawancarainya

b. Data Sekunder

Data yang peneliti peroleh secara tidak langsung dengan literatur dari buku

yang berkaitan dengan tema yang penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi( pengamatan)

Teknik pengumpulan data melalui proses pengamatan langsung pada obyek

yang menjadi tema penelitian.

b. Studi Pustaka

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menelusuri buku-buku

yang berhubungan dengan tema penelitian ini.

10

Page 11: Proposal Kualitatif Pedagang Kaki Lima

c. Wawancara

Peneliti mewawancarai informan dengan mengajukan pertanyaan yang

berhubungan dengan masalah yang di teliti dan wawancara dilakukan dengan

cara wawancara mendalam

5. Tehnik Pengambilan Sampel.

Penelitian kualitatif pada dasarnya merupakan suatu proses penyidikan,

peneliti dapat membuat pengertian fenomena sosial secara bertahab kemudian

melaksanakan sebagian besar dengan cara mempertentangkan ,membandingkan,

mereplikasi, menyusun katalog, dan mengklasifikasi objek kajian. Pada dasarnya

semua itu adalah kegiatan penarikan sample yaitu usaha untuk menemukan

keseragaman dan sifat umum dunia sosial, dan kegiatan tersebut dilakukan secara

terus menerus dan berulang – ulang oleh peneliti kalitatif ( A.M. Hubermas, 1992 ; 47

). Salah satu metode penarikan sample adalah purpositive sample dalam penelitian

kualitatif dapat berubah ( ibid : 48 ).

Berdasarkan hal tersebut maka sample dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

a. Pedagang kaki lima Surakarta.

b. Petugas kantor Pedagang kaki lima kota Surakarta.

6. Validitas Data.

Untuk menguji keabsahan data yang terkumpul peneliti mengunakan teknik

triangulasi sumber dengan cara mengecek, membandingkan informasi yang diperoleh

melalui sumber yang berbeda.

a. Pengecekan derajat kepercayaan

penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data.

b. Pengecekan derajat kepercayaan beberapa

sumber data dengan metode yang sama ( Patton dalam Moleong, 2000 : 178 ).

Triangulasi teori dilakukan dengan melakukan kajian ulang setelah penelitian.

Validitas data diperlukan dalam penelitian dengan maksud sebagai pembuktian dan

penguatan, bahwa data yang diperoleh peneliti sesuai dengan yang terjadi dilapangan.

7. Teknik Analisa Data.

Lexy j. Moleong berpendapat bahwa analisa data adalah proses

pengorganisasian data kedalam pola, kategori dan satuan variasi dasar sehingga dapat

diketemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti disarankan oleh data

11

Page 12: Proposal Kualitatif Pedagang Kaki Lima

(Moleong, 1990 : 130 ). Teknk analisa yang digunakan adalah analisis interaktif.

Dalam model ini ada tiga komponen analisis yaitu : reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan

Ada tiga jalur kegiatan untuk melakukan analisis yang terjadi secara bersama

untuk memperoleh data, tiga komponen pokok tersebut adalah :

a. Reduksi data ( data reduction ) merupakan proses seleksi,

pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data kasar yang ada dalam

fieldnote. Hasilnya data dapat disederhanakan, dan di transformasikan melalui

seleksi ketat, ringkasan serta pengolongan dalam satu pola.

b. Penyajian data ( data display ) adalah rakitan organisasi informasi

yang memungkinkan kesimpulan riset yang dilakukan, sehingga peneliti akan

mudah memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan.

c. Penarikan kesimpulan ( conclution drawing ). Proses ini dilakukan

dari awal pengumpulan data, peneliti harus mengerti apa arti dari hal – hal

yang ditelitinya, dengan cara pencatatan peraturan, pola – pola, pernyataan

konfigurasi yang mapan dan arahan sebab – akibat sehingga memudahkan

dalam pengambilan kesimpulan ( Miles dan Huberman, 1992 :15-19).

Tiga komponen analisa data diatas membentuk interaksi dengan proses

pengumpulan yang berbentuk siklus, dimana sifat interaksi ketiganya berjalan terus

menerus semenjak turun lapangan sampai selesai penelitian.

Dalam setiap turun lapangan akan dibuat catatan yang berisi skema pemikiran,

pokok pembicaraan yang kemudian akan di buat cacatan lapangan setelah sampai di

rumah. Catatan yang merupakan sarana pengumpulan data tersebut akan direduksi

dengan penambahan data dari literature yang mendukung yang kemudian diolah dan

digabung dengan pengumpulan data yang lain ke dalam bentuk laporan penelitian

yang sesunguhnya.

12

Page 13: Proposal Kualitatif Pedagang Kaki Lima

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Dari pemaparan bab di depan maka sekiranya seluruh unsur perlu berperan

sesuai dengan porsi masing-masing dalam menciptakan ketertiban kota, serta

memahami kelompok yang lain yang memang mengambil peran diwilayah yang

berbeda pula. Dan yang perlu disatukan dalam fokus penelitian ini yang terkait

dengan ketertiban kota adalah bagaimana grand design pembangunan kota Surakarta

yang dilakukan Pemkot sesuai dengan peran dan kepentingan para pedagang kaki

lima di Surakarta sehingga hal ini menjadi kesatuan utuh demi terciptanya ketertiban

kota dan mengarah pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat kota Surakarta.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang persepsi pedagang kaki

lima tentang penertiban kota Surakarta dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

Bawasanya kebijaksanaan, penataan pedagang kaki lima di Kota Surakarta belum

medapatkan perhatian yang serius dari Pemerintah Kota, ini terlihat pada : Kurangnya

sosialisasi penetapan Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 1995 tentang Pembinaan dan

Penataan Pedagang Kaki Lima serta diterbitkannya Surat Keputusan Walikota Nomor

2 tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Daerah Kotamadya Dati II

Surakarta Nomor 8 tahun 1995 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki

Lima.

Berdasarkan kesimpulan diatas dalam rangka pembinaan dan penataan

pedagang kaki lima di kota Surakarta umumnya disarankan:

1. Memperluas sosialisasi peraturan perundang –undangan yang berlaku dalam

penataan dan pembinaan pedagang kaki lima melalui pertemuan formal

maupun pertemuan informal. Dalam pertemuan informal perlu lebih banyak

dilakukan karena akan lebih mengena pada sasaran

2. .Dalam rangka penegakan /penertiban pedagang kaki lima harus dilakukan

secara obyektif an secara rutin, maksudnya tidak pada daeah-daerah tertentu

saja yang dilakukan operasi penertiban oleh tim PKL dan Satpol Polisi

Pamong Praja.

13

Page 14: Proposal Kualitatif Pedagang Kaki Lima

DAFTAR PUSTAKA

Surat Keputusan Walikota No.8 Tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksaaan Peraturan

Daerah Kota Madya Tingkat II Surakarta No.8 Tahun 1995 Tentang Penataan

dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima.

Prof Dr. J.W. Schoorl,1982, MODERNISASI (Pengantar Sosiologi Pembanguan

Negara-Negara Sedang Berkembang), PT Gramedia, Jakarta

Sumardi. 2003, Studi Pemetaan Pedagang Kaki Lima Kota Surakarta, P3 E Fakultas

Ekonomi UNS.

HB.Sutopo, 1988, Pengantar Penelitian Kualitatif Dasar Dasar Teoritis dan Praktis ,

Pusat Penelitian UNS Surakarta.

Peraturan Daerah No.8 tahun 1995 tentang Penataan dan Pembinaan Pedagang Kaki

Lima.

Hidayah.1983, Situasi Pengangguran,Setengah Pengangguran dan Kesempatan

Kerja di Sektor Informal. PPES UNPAD, Jakarta.

14