PEDAGANG KAKI LIMA

22
PEDAGANG KAKI LIMA GROUP 4 ANWAR P FEMMI T INDRA JAYADI RYAN P YOSA

description

PEDAGANG KAKI LIMA. GROUP 4 ANWAR P FEMMI T INDRA JAYADI RYAN P YOSA. Pedagang kaki lima ( PKL ) memiliki ciri yang bisa dikategorikan sebagai sektor informal. - PowerPoint PPT Presentation

Transcript of PEDAGANG KAKI LIMA

Page 1: PEDAGANG KAKI LIMA

PEDAGANG KAKI LIMA

GROUP 4ANWAR P

FEMMI TINDRA

JAYADIRYAN P

YOSA

Page 2: PEDAGANG KAKI LIMA

Pedagang kaki lima (PKL) memiliki ciri yang bisa dikategorikan sebagai sektor informal

Page 3: PEDAGANG KAKI LIMA

Istilah sektor informal sendiri, pertama kali diperkenalkan awal 1970-an oleh Keith Hart, dalam studinya mengenai kerja perkotaan di Ghana

Page 4: PEDAGANG KAKI LIMA

Karakteristik sektor informal yang fleksibel, kerap berpindah-pindah dan tidak tercatat menyulitkan pendokumentasian terhadap jumlah para pelaku sektor informal yang sesungguhnya

Page 5: PEDAGANG KAKI LIMA

Menurut perkiraan BPS

Lebih 60% dari total angkatan kerja di Indonesia tercatat sebagai pekerja informal.

Sedangkan dari sisi sumbangannya terhadap PDB menyatakan bahwa sektor informal mampu menyumbang sekitar 30-40%.

Page 6: PEDAGANG KAKI LIMA

Menurut Edy Priyono (2002)

Keberadaan sektor informal sebagai salah satu faktor yang menjelaskan rendahnya angka pengangguran, di masa krisis 1997-1998 yang hanya mencapai 5,5% atau 5,1 juta penganggur. Angka ini jauh di bawah perkiraan Depnaker, Bappenas, dan Task-Force ILO-Jakarta, yang berkisar 12% atau 11 juta penganggur. Data tersebut menunjukkan pentingnya peran sektor informal dalam perekonomian Indonesia. Namun, mengapa perhatian pemerintah terhadap pengembangan sektor informal khususnya PKL, masih sangat minim bahkan cenderung memarginalkan?

Page 7: PEDAGANG KAKI LIMA

Persoalan PKL

Page 8: PEDAGANG KAKI LIMA

Persoalan PKL

Terlepas dari potensi ekonomi sektor informal PKL, maraknya keberadaan PKL di kota-kota besar di Indonesia kerap menimbulkan masalah baik bagi pemerintah setempat, para pemilik toko, dan pengguna jalan. Tidak sedikit para pemilik toko dan pengguna jalan, merasa terganggu dengan membeludaknya PKL.

Page 9: PEDAGANG KAKI LIMA

Persoalan PKL

Page 10: PEDAGANG KAKI LIMA

Penataan PKL

Pilihan strategi terkait dengan cara pandang pemerintah terhadap PKL. Jika pemerintah melihat PKL sebagai potensi sosial ekonomi yang bisa dikembangkan, maka kebijakan yang dipilih biasanya akan lebih diarahkan untuk menata PKL, misalnya dengan memberikan ruang usaha bagi PKL, memformalkan status mereka sehingga bisa memperoleh bantuan kredit bank, dan lainnya

Page 11: PEDAGANG KAKI LIMA

Penataan PKL

Page 12: PEDAGANG KAKI LIMA

Penataan PKL

Page 13: PEDAGANG KAKI LIMA

Persoalan PKL

Namun sebaliknya, jika PKL hanya dilihat sebagai pengganggu ketertiban dan keindahan kota, maka mereka akan menjadi sasaran penggusuran dan penertiban

Page 14: PEDAGANG KAKI LIMA

Penggusuran PKL

Page 15: PEDAGANG KAKI LIMA

Penanganan PKL di kota Solo

Pemerintah setempat menganggap PKL sebagai potensi yang perlu dikembangkan dan ditata keberadaannya. Dalam rangka menata PKL, pemerintah menggunakan pendekatan budaya dan dialogis

Pada 2006, Pemkot Solo telah berhasil merelokasi sekitar 989 PKL Monjari ke pasar klithikan (barang bekas) Notoharjo Semanggi secara damai. Proses negosiasi relokasi PKL ini, berlangsung hingga enam bulan atau sekitar 54 kali pertemuan

antara pemerintah dan PKL

Page 16: PEDAGANG KAKI LIMA

Penanganan PKL di kota Solo

Selain kedua pendekatan di atas, pemberian kios secara gratis juga menjadi penentu keberhasilan relokasi ini

Sebagai pengganti biaya sewa kios, pemerintah setempat mewajibkan para pedagang di Pasar Notoharjo untuk membayar retribusi harian sekitar Rp 3.000,00/kios. Dengan cara ini, pemerintah memperkirakan biaya pembangunan pasar sudah bisa ditutupi dalam 7-9 tahun ke depan

Page 17: PEDAGANG KAKI LIMA

Penanganan PKL di kota Bandung Meskipun persoalan PKL yang dihadapi Pemkot

Bandung cukup kompleks, tetapi pemerintah tampak kurang memberi perhatian serius dan tidak memiliki skenario yang jelas dalam menangani permasalahan ini

Kebijakan penanganan PKL, lebih diarahkan pada penertiban daripada penataan

Page 18: PEDAGANG KAKI LIMA

Penanganan PKL di kota Bandung Ketiadaan skenario penanganan PKL yang jelas, membuat

pemkot terlihat kewalahan mengatasi persoalan ini. Upaya-upaya relokasi dan penertiban yang dilakukan, juga dianggap tidak mampu secara efektif menangani keberadaan PKL. Sebagai contoh, relokasi PKL ke Dezon dianggap kurang berhasil, karena tidak sedikit dari para pedagang yang bangkrut dan kembali ke jalan karena minimnya pembeli yang datang ke

Dezon Pembangunan pasar di Ciroyom dan Cicadas pun,

belum sepenuhnya berhasil menarik PKL ke dalam pasar. Hal ini, terkait dengan berbagai hal di antaranya harga kios yang mahal dan lokasi kios yang tidak strategis

Page 19: PEDAGANG KAKI LIMA

Menurut Hart, 1974)

Sektor informal PKL setidaknya dapat dilihat melalui dua cara : dari sudut pandang individu sebagai sumber

potensial untuk memperoleh penghasilan dari besarnya pendapatan dan pengeluaran

yang masuk ke perekonomian kota

(Hart, 1974)

Page 20: PEDAGANG KAKI LIMA

Menurut Bromley, 1978

Penting untuk dipahami bahwa meskipun secara harfiah PKL adalah perusahaan kecil yang mandiri, namun ia terikat dengan jaringan ekonomi yang rumit, berhubungan dengan banyak pihak, seperti penyalur, pesaing, pelanggan, pemberi pinjaman, pemberi perlengkapan, aparat pemerintah, dan berbagai pranata publik maupun privat (Bromley, 1978)

Page 21: PEDAGANG KAKI LIMA

Solusi

Dengan demikian, permasalahan PKL memerlukan perubahan yang lebih mendalam dari hanya sekadar pemberian kredit murah dan latihan keterampilan

Diperlukan perubahan secara vertikal seperti peraturan pemerintah dan hubungan kelembagaan yang memengaruhi perusahaan-perusahaan kecil

Page 22: PEDAGANG KAKI LIMA

TERIMA KASIH