Proposal Eksperimen

download Proposal Eksperimen

of 15

Transcript of Proposal Eksperimen

I.

JUDUL: HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 17 BANJARMASIN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS) DAN TANPA TPS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

II.

Latar Belakang Guru memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan

kualitas pengajaran yang dilaksanakannya, oleh sebab itu guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi siswanya dan memperbaiki kualitas mengajarnya. Hal ini menuntut perubahanperubahan dalam pengorganisasian kelas, penggunaan metode belajar, strategi pembelajaran, maupun sikap dan karakteristik guru dalam mengelola proses pembelajaran. Guru sebagai pengelola proses pembelajaran bertindak selaku fasilitator dan selalu berusaha menciptakan kondisi pembelajaran yang efektif, mengembangkan bahan pelajaran dengan baik, dan meningkatkan kemampuan siswa untuk menyimak pelajaran serta menguasai tujuan-tujuan pendidikan yang harus mereka capai. Untuk itu guru dituntut mampu mengelola proses pembelajaran yang memberikan rangsangan kepada siswa sehingga ia mau belajar karena memang siswalah subjek utama dalam belajar. Pada generasi masa lalu, masyarakat perlu bisa menghitung secara efisien dan akurat. Namun, saat ini sebagian besar tugas berhitung telah diambil alih oleh mesin. Mesin hitung saat ini telah sangat murah, ringkas, serta dapat diperoleh dengan mudah. Banyak orang membawa mesin hitung untuk keperluan yang bersifat segera. Oleh karena itu mesin telah membantu manusia, guru hendaknya mendefinisikan kembali peran-peran dalam masyarakat teknologi ini. Sekarang, dan terlebih lagi di masa depan, kebutuhan yang muncul adalah pribadi-pribadi berkemampuan untuk, melalui imaginasi keilmuan, menentukan masalah-masalah signifikan dan sekaligus menemukan cara-cara kreatif untuk mengatasinya. Ketepatan dalam memilih dan menggunakan strategi, model pembelajaran sangat berpengaruh terhadap hasil belajar yang ingin dicapai. Kegiatan pembelajaran

yang sudah dilakukan dan hasil belajar yang diperoleh menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran Matematika di SMP Negeri 17 Banjarmasin masih belum memanfaatkan keunggulan model pembelajaran yang ada, hal ini terlihat dari kebiasaan guru yang lebih sering menggunakan metode ceramah, sehingga kegiatan pembelajaran bersifat verbalisme dan siswa cenderung pasif. Sebagaimana terlihat dari rata-rata hasil UTS kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin semester I tahun pelajaran 2011/2012 adalah 58,15. Ini masih di bawah standar ketuntasan minimum yaitu 60. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat mengatasi permasalahan dalam pembelajaran matematika, dan diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (selanjutnya disebut TPS). TPS adalah suatu tipe model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari dua siswa tiap kelompok dan dirancang untuk memotivasi siswa berpikir pada topik yang diberikan, sehingga memungkinkan mereka untuk memformulasikan gagasangagasan individu yang membagikan gagasan-gagasan tersebut dengan siswa lain. Disamping itu berdasarkan beberapa penelitian, diantaranya penelitian yang dilaksanakan Afifah (2009) berkesimpulan bahwa penerapan pendekatan struktural TPS siswa kelas VII E di SMP Negeri 1 Salatiga lebih efektif dalam meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa pada pokok bahasan persamaan linear satu variabel dibandingkan dengan penerapan pembelajaran konvensional pada siswa kelasVII, penelitian yang dilaksanakan oleh Handayani (2009) berkesimpulan bahwa prestasi belajar siswa kelas VII B MTs Negeri Bekonang pada sub pokok bahasan persegi panjang dan persegi dapat ditingkatkan melalui metode TPS. Oleh karena itu, penulis ingin melakukan penelitian eksperimen dengan judul Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) dan Tanpa TPS Tahun Pelajaran 2011/2012.

III. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dibandingkan hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin yang diajar tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS?

IV. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh jawaban atas masalah yang telah dirumuskan di atas. Secara rinci tujuan tersebut adalah untuk mengetahui bahwa ada perbedaan hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dibandingkan hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin yang diajar tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

V. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan setelah penelitian ini dilaksanakan adalah: 1. Bagi guru dan sekolah (1) Sebagai bahan informasi bagi guru dalam mengembangkan tipe pembelajaran. (2) Sebagai masukan positif bagi guru-guru SMP khususnya SMP Negeri 17 Banjarmasin dalam menentukan alternatif model pembelajaran kooperatif yang cocok dengan kelas VII. (3) Sebagai bahan informasi bagi sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran dan peningkatan kualitas pendidikan. (4) Memberikan sumbangsih yang berguna dalam rangka perbaikan pembelajaran matematika dan peningkatan prestasi belajar matematika peserta didik 2. Bagi siswa (1) Meningkatkan minat, kemampuan dan motivasi belajar matematika siswa. (2) Meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran

(3) Dapat membantu siswa dalam memahami dan menguasai konsep-konsep matematika, khususnya kelas VII.

VI. Tinjauan Pustaka 1. Hasil Belajar Suprijono (2010: 5) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap apresiasi dan keterampilan. Lebih lanjut Suprijono (2010: 5-6) mengutip pendapat dari beberapa ahli sebagai berikut: Merujuk pemikiran Gagne, hasil belajar berupa: (1) Informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak

memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan. (2) Keterampilan intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analisis-sintetis fakta-konsep dan mengembangkan prinsipprinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan

melakukan aktivitas kognitif yang bersifat khas. (3) Strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah. (4) Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. (5) Sikap, adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilainilai sebagai standar perilaku.

Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. comprehension (menerapkan), Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, contoh), hubungan), ingatan), application synthesis

(pemahaman, analysis

menjelaskan,

meringkas,

(menguraikan,

menentukan

(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual. Sementara, menurut Lindgren hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Jadi, dapat disimpulkan hasil belajar adalah suatu puncak belajar, yaitu kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar, perubahan perilaku yang secara keseluruhan, bukan hanya salah satu aspek potensi manusia saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut diatas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif.

2. Matematika Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang penting baik dari segi teoritis maupun aplikatif di dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat beberapa hakekat atau pengertian dari matematika. Afifah (2009, 8) mengutip dari beberapa sumber, diantaranya adalah: Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 723) disebutkan bahwa, Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan. Purwoto (2003: 12-13) mengemukakan bahwa, Matematika adalah pengetahuan tentang pola keteraturan pengetahuan tentang struktur yang terorganisasi mulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan ke unsur-unsur yang didefinisikan ke aksioma dan postulat dan akhirnya ke dalil.

Sedangkan R. Soejadi (2000: 11) mengemukakan bahwa ada beberapa definisi dari matematika, yaitu sebagai berikut. (1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik. (2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. (3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan. (4) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk. (5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. (6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak tentang bilangan, kalkulasi, penalaran, logik, faktafakta kuantitatif, masalah ruang dan bentuk, aturan-aturan yang ketat, dan pola keteraturan serta tentang struktur yang terorganisir.

3. Model Pembelajaran Suprijono (2010: 45) mengungkapkan model merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem, dan model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Lebih lanjut, Suprijono (2010, 45) mengutip pendapat dari beberapa ahli sebagai berikut: Mills berpendapat bahwa model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Menurut Arends, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Disamping itu Isjoni (2010, 50) mengutip pengertian model pembelajaran menurut Joice dan Weil (1990), yaitu suatu pola atau rencana yang sudah

direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

4. Pembelajaran kooperatif Isjoni (2010, 15-20) mengutip pendapat dari beberapa ahli, diantaranya adalah sebagai berikut: Slavin (1995) mengatakan, in cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initially presented by the teacher. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Sedangkan Sunal dan Hans (2000) mengemukakan cooperative learning merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran. Selanjutnya Stahl (1994) menyatakan cooperative learning dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolong-menolong dalam perilaku sosial. Johnson (dalam Hasan, 1994) mengemukakan, cooperanon means working together to accomplish shared goals. Within cooperative activities individuals seek outcomes that are beneficial to all other groups members. Cooperative learning is the instructional use of small groups that allows students to work together to maximize their own and each other as learning. Berdasarkan uraian tersebut, cooperative learning mengandung arti bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari hasil menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk

memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu.

Menurut Johnson & Johnson (1994) cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut. Djajadisastra (1982) mengemukakan, metode belajar kelompok atau lazim disebut dengan metode gotong-royong, merupakan suatu metode mengajar dimana murid-murid disusun dalam kelompok-kelompok pada waktu menerima pelajaran atau mengerjakan soal-soal dan tugas-tugas. Nasution (1989) mengemukakan belajar kelompok itu efektif bila setiap individu merasa bertanggung jawab terhadap kelompok, anak turut berpartisipasi dan bekerja sama dengan individu lain secara efektif, menimbulkan perubahan yang konstruktif pada kelakuan seseorang dan setiap anggota aman dan puas di dalam kelas. Suryosubroto (2002) menyebutkan, belajar kelompok dibentuk dengan harapan para siswa dapat berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative leraning) adalah model pembelajaran yang menggunakan kelompok-kelompok kecil dimana siswa dalam satu kelompok saling bekerja sama memecahkan masalah untuk mencapai tujuan pembelajaran.

5. Think-Pair-Share (TPS) Seperti namanya Thinking, pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik. Guru memberi kesempatan kepada mereka memikirkan jawabannya. Selanjutnya, Pairing, pada tahap ini guru meminta peserta didik berpasangpasangan. Beri kesempatan kepada pasangan-pasangan itu untuk berdiskusi. Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkannya melalui intersubjektif dengan pasangannya. Hasil diskusi intersubjektif di tiap-tiap pasangan dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas. Tahap ini dikenal dengan Sharing. Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada pengonstruksian pengetahuan secara integratif. Peserta didik dapat menemukan struktur dari pengetahuan yang dipelajarinya (Suprijono, 2010: 91).

Disini Jumberi (2009, 13-15) mengambil beberapa pendapat, diantaranya: Menurut Zumarni (2007) Strategi TPS tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif dan waktu tunggu. Tipe TPS merupakan struktur pembelajaran kooperatif dalam diskusi kelompok kecil yang beranggotakan dua orang siswa sehingga relatif mudah diterapkan di kelas. Tujuan dari penggunaan tipe TPS (Anonim, 2004) adalah sebagai berikut: (1) Memberikan waktu berfikir akan meningkatkan kualitas jawaban siswa. (2) Siswa menjadi lebih aktif terlibat dalam berfikir tentang konsep-konsep yang disajikan dalam pelajaran. (3) Penelitian mengatakan bahwa kita perlu waktu untuk menerima ide-ide baru untuk menyimpannya di dalam memori atau ingatan kita. Apabila guru menyajikan terlalu banyak informasi sekaligus, maka banyak dari informasi itu akan hilang. (4) Ketika siswa menyampaikan ide-ide barunya, mereka harus memberikan makna atau maksud dari gagasan-gagasan pada pengetahuan mereka sebelumnya. (5) TPS mudah digunakan tanpa persiapan rumit. (6) Mudah digunakan dalam kelas-kelas besar. Menurut Anonim (2004) pertimbangan penilaian yang digunakan dalam tipe TPS adalah keterampilan mendengar, keterampilan berkomunikasi menggunakan struktur bahasa lisan yang tepat, efektivitas pencatatan dan keterampilan bekerjasama. Tipe ini memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk berbagi pikiran mereka setidaknya dengan satu siswa yang lain. Ini pada akhirnya akan meningkatkan rasa keterlibatan mereka dalam pembelajaran di kelas. Sebagai sebuah model belajar kelompok, TPS bermanfaat bagi siswa dalam hal penerimaan teman, dukungan teman, prestasi akademik, rasa penghargaan diri dan meningkatkan minat pada siswa dan sekolah yang lain. Tipe ini juga bermanfaat bagi guru, yaitu siswa menghabiskan lebih banyak waktu untuk melaksanakan tugas dan saling mendengarkan ketika terlibat dalam kegiatan tipe TPS. Lebih banyak siswa yang merespon dalam

kelompok besar setelah mereka sharing dengan pasangan-pasangan mereka. Selain itu, kualitas jawaban siswa juga meningkat.

Menurut Suherman, model pembelajaran ini tergolong tipe kooperatif dengan sintaks: guru menyajikan materi klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja dalam kelompok dengan cara berpasangan sebangku-sebangku (think-pair), dan presentasi kelompok (share). Menurut Ibrahim dkk (2000) langkah-langkah dalam tipe think-pair-share sebagai berikut: (1) Tahap 1 : Thinking (berpikir), guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. (2) Tahap 2 : Pairing, guru meminta siswa berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dpikirkannya pada tahap satu. (3) Tahap 3 : Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk sharing (berbagi) dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan sampai sekitar seperempat kelas telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.

VII. Hipotesis Penelitian Berangkat dari latar belakang dan tinjauan pustaka, maka hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai ada perbedaan antara hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan hasil belajar siswa yang diajar tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Hipotesis ini menggunakan hipotesis statistik dua ujung (two-tail). Dalam pengujian statistik, hipotesis tersebut dirumuskan sebagai berikut : H0 :1

=

2

lawan H1 :

1

2

dengan : H0 = tidak ada perbedaan signifikan antara rata-rata hasil belajar kelas yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan ratarata hasil belajar kelas yang diajar tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. H1 = ada perbedaan signifikan antara rata-rata hasil belajar kelas yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan rata-rata hasil belajar kelas yang diajar tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

VIII. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian eksperimen metode perbedaan (method of difference) dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin.

2. Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012, di Kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin.

3. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 17 Banjarmasin tahun pelajaran 2011/2012 yang tersebar pada enam kelas yaitu kelas VIIA VIIF. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dengan mengambil 2 kelas yang dianggap memiliki kemampuan matematika sama dilihat dari rata-rata nilai hasil UTS kelas tersebut. Kemudian dari kedua kelas tersebut secara acak ditentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol.

4. Variabel dan Desain Penelitian (1) Variabel penelitian Terdapat dua variabel dalam penelitian ini yaitu: a. Variabel bebas, berupa perlakuan (treatment), yakni penerapan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (X). b. Variabel terikat, berupa hasil belajar siswa, yakni hasil belajar matematika siswa (O).

(2) Desain penelitian Desain penelitian dari kedua variabel tersebut menggnakan randomized twogroup design, posttset only, yaitu sebagai berikut : R (KE) X O

R (KK)

O

(Seniati dkk, 2008: 127) Desain ini adalah desain yang sudah memenuhi syarat dilakukannya penelitian eksperimen karena dilakukannya randomisasi. Oleh karena itu, kesimpulan mengenai pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat lebih akurat karena kedudukan kedua kelompok penelitian setara. Desain ini menggunakan prinsip method of difference karena desain ini membuat dua kondisi yang berbeda pada dua kelas penelitian. Bila dilihat dari simbol desain ini, pengukuran variabel terikat dilakukan di akhir penelitian (posttest), baik pada kelas eksperimen maupun pada kelas kontrol.

5. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah seperangkat tes hasil belajar berupa tes tertulis berbentuk pilihan ganda. Sebelum digunakan sebagai instrumen penelitian, tes tersebut terlebih dahulu diujicobakan untuk mengetahui validitas tiap item tes dan reliabilitas tesnya. Untuk mengetahui validitas tiap item tes digunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut (Arikunto, 1998: 72): { Keterangan: rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y X = skor item Y = skor total N = jumlah subjek Kriteria pengujian :

}{

}

Jika rxy rtabel maka butir soal valid Jika rxy < rtabel maka butir soal tidak valid Selanjutnya, untuk mengetahui reliabilitas tes digunakan rumus Alpha

Cronbach, yaitu (Arikunto, 1998: 109):

( Keterangan :

)

r11 = reliabilitas instrumen n = banyaknya butir soal yang valid = jumlah varians skor tiap-tiap item = varians total Kriteria pengujian :

Jika rxy rtabel maka tes memiliki reliabilitas yang tinggi Jika rxy < rtabel maka tes belum memiliki reliabilitas yang tinggi Adapun instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil

belajar yang terdiri dari soal-soal yang valid dan reliabel.

6. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pemberian instrumen penelitian berupa tes hasil belajar berbentuk pilihan ganda kepada siswa dari kedua kelas (kelas eksperimen dan kelas kontrol). Pemberian tes dilakukan setelah kedua kelas tersebut diberikan perlakuan. Kemudian tes tersebut dikerjakan oleh siswa, selanjutnya hasil pekerjaan siswa dikumpulkan oleh peneliti untuk kemudian dikoreksi dan diberikan skor. Skor dari hasil pekerjaan siswa yang kemudian akan dijadikan data dalam penelitian ini.

7. Teknik Analisis Data Untuk instrumen penelitian yang berupa hasil belajar dianalisis menggunakan program SPSS 18. Perhitungan T-Test dalam program SPSS 18 melalui independent sample t-test, dengan cara memasukkan data nilai hasil belajar siswa sesuai kelasnya (eksperimen dan kontrol) seperti berikut:

Kode

Nilai

KE KE KK KK

Dari output SPSS tersebut, kolom-kolom yang diperhatikan adalah: nilai Levenes Test dan signifikansinya serta nilai-t dan signifikansinya. Levenes Test adalah teknik statistik untuk menguji kesamaan varians di antara kedua kelas. Jika nilai signifikansi Levenes Test lebih kecil dari 0,05 (p0,05) berarti varian kedua kelompok sama. Nilai Levenes Test ini mengarahkan dalam melihat nilai-t. jika nilai Levenes Test signifikan maka dilihat nilai-t pada baris equal variance not assumed, sedangkan jika nilai Levenes Test tidak signifikan maka dilihat nilai-t pada baris equal variance assumed. Selanjutnya dilihat signifikansi nilai-t, jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p0,05) berarti nilai-t hitung tidak signifikan, artinya tidak ada perbedaan skor yang signifikan pada kedua kelas. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TPS terhadap hasil belajar siswa dilakukan dengan membandingkan mean dari kedua kelas (KE dan KK). Jika mean KE lebih besar dari KK (KE > KK) maka hasil belajar siswa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan kelas kontrol. Sebaliknya jika mean KK lebih besar dari KE (KK > KE) maka hasil belajar siswa kelas kontrol lebih baik dibandingkan kelas eksperimen (Seniati dkk, 2008: 130-132).

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Fardha Seha. 2009. Eksperimentasi Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Struktural Think-Pair-Share pada Sub Pokok Bahasan Operasi Hitung Bentuk Aljabar dan Persamaan Linier Satu Variabel Ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa. Skripsi. Surakarta. Salatiga. Arikunto, Suharsimi. 1998. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Bumi Aksara. Jakarta. ___, 2006. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek (Edisi Revisi VI). Rineka Cipta. Jakarta. Handayani, Nanik Tri. 2009. Eksperimentasi Pengajaran Matematika melalui Metode TPS (Think Pair Share) Terhadap Prestasi Belajar Siswa. Skripsi. Surakarta. Bekonang. Isjoni. 2010. Cooperative Learning, Eefektivitas Pembelajaran Kelompok. Alfabeta. Bandung. Jumberi. 2009. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Model Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) pada Pokok Bahasan Garis Singgung Lingkaran di Kelas VIII A SMP Negeri 2 Daha Utara Tahun Pelajaran 2008/2009. Skripsi. Banjarmasin. Sukardi. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya. Bumi Aksara. Jakarta. Seniati, Liche, dkk. 2008. Psikologi Eksperimen. Indeks. Jakarta. Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning, Teori & Aplikasi PAIKEM. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.