PROP-KU

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Material nanokristal ferromagnetik merupakan material yang menarik perhatian para peneliti beberapa tahun terakhir ini. Salah satunya adalah oksida heksagonal ferit atau lebih dikenal dengan sebutan heksaferit. Barium heksagonal ferit (BaM) merupakan material heksaferit yang paling banyak dimanfaatkan secara komersial dan hingga kini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan material tersebut baik dari segi fabrikasinya maupun penggunaannya (Dimri dkk, 2004). Barium heksaferit dan seluruh turunannya memiliki sifat magnet yang spesifik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai magnet permanen, media peredam magnetik dan peralatan aplikasi gelombang mikro lainnya. Kemampuan bahan ferit heksagonal sebagai peredam gelombang elektromagnetik inilah yang diharapkan dapat diaplikasikan sebagai bahan antiradar yang sangat diperlukan dalam pertahanan militer negara. Beberapa sintesis partikel nano yang telah dilaporkan dalam jurnal internasional sebelumnya diantaranya adalah metode prekursor sitrat , high-energy ball milling (HEBM) process, gel self-propagating combustion (GSPC) technique, metode sol-gel, reaksi larutan padat dan 1

description

TESIS AWALAN

Transcript of PROP-KU

Page 1: PROP-KU

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Material nanokristal ferromagnetik merupakan material yang menarik

perhatian para peneliti beberapa tahun terakhir ini. Salah satunya adalah oksida

heksagonal ferit atau lebih dikenal dengan sebutan heksaferit. Barium heksagonal

ferit (BaM) merupakan material heksaferit yang paling banyak dimanfaatkan

secara komersial dan hingga kini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk

mengembangkan material tersebut baik dari segi fabrikasinya maupun

penggunaannya (Dimri dkk, 2004).

Barium heksaferit dan seluruh turunannya memiliki sifat magnet yang spesifik

sehingga dapat dimanfaatkan sebagai magnet permanen, media peredam magnetik

dan peralatan aplikasi gelombang mikro lainnya. Kemampuan bahan ferit

heksagonal sebagai peredam gelombang elektromagnetik inilah yang diharapkan

dapat diaplikasikan sebagai bahan antiradar yang sangat diperlukan dalam

pertahanan militer negara.

Beberapa sintesis partikel nano yang telah dilaporkan dalam jurnal

internasional sebelumnya diantaranya adalah metode prekursor sitrat , high-energy

ball milling (HEBM) process, gel self-propagating combustion (GSPC) technique,

metode sol-gel, reaksi larutan padat dan metode kopresipitasi. Dari sekian metode

yang dipaparkan dalam beberapa jurnal, metode kopresipitasi merupakan metode

yang paling sederhana untuk dilakukan, membutuhkan waktu yang relatif lebih

cepat dan temperatur pemanasan yang lebih rendah.

Hsiang dkk (2007) menggunakan metode kopresipitasi dengan bahan dasar

, , dan dengan kondisi pH 13. Fasa

kristalin terbentuk sempurna pada temperatur 600 ºC selama 2 jam.

Lisjak dkk (2006) memanfaatkan metode kopresipitasi dengan bahan dasar

, , yang dilarutkan dalam etanol atau aquades dan

diendapkan dalam dengan pH 13. Mereka menciptakan variasi keadaan

yang bergantung pada jenis garam pereaksi, suasana ketika proses pengendapan

(dialirkan gas Ar atau udara), proses aging, waktu dan temperatur kalsinasi.

1

Page 2: PROP-KU

Secara umum fasa kristalin berukuran nanometer mulai terbentuk

pada temperatur 500ºC meskipun berupa fase amorfus dan terbentuk sempurna

ketika mencapai temperatur ≥700ºC.

Lisjak dkk (2007) menyempurnakan pekerjaan sebelumnya dengan

menggunakan bahan dasar , , , , yang

dilarutkan dalam ethanol atau aquades dan diendapakan dalam pada pH

13. Hasil yang sama diperoleh seperti penelitian sebelumnya. Dan fasa

terbentuk sempurna pada temperatur kalsinasi 600ºC selama 5 jam,

bahkan hanya 1 jam pada 700-800 ºC.

Dari penelitian Lisjak dkk di atas disimpulkan bahwa pembentukan

dengan metode kopresipitasi dapat tercapai melalui 2 mekanisme,

yaitu (i) tidak langsung, melalui fasa peralihan ( ) dan (ii) langsung dari

fasa prekursornya ( ). Pada mekanisme kedua, pembentukan

membutuhkan temperatur yang lebih rendah dibandingkan mekanisme pertama.

Berdasarkan hasil di atas, diusulkan penelitian untuk mensintesis serbuk

berfasa tunggal berukuran partikel < 100 nm dengan metode

kopresipitasi pada variasi temperatur rendah dengan bahan dasar ,

dan pasangan asam-basa kuat yaitu sebagai pelarut serta sebagai

pengendapnya. Pasangan asam-basa kuat tersebut merupakan media yang baik

karena mudah dihilangkan melalui proses pencucian dengan aquades maupun

pemanasan pada temperatur rendah. Sehingga diharapkan serbuk

dapat terbentuk sempurna dan tidak ada impuritas lain di dalamnya.

Karakterisasi serbuk hasil penelitian dilakukan menggunakan difraktometri

sinar-X. Adapun analisis kuantitatif data difraksi dilakukan dengan software

Rietica atau Maud. Analisis termal dilakukan menggunakan uji DTA/TGA. Dan

untuk mengetahui distribusi fase serta mikrostrukturnya menggunakan uji SEM.

1.2 Perumusan Masalah

2

Page 3: PROP-KU

Permasalahan yang akan ditangani dalam penelitian ini adalah bagaimana

pengaruh bahan dasar terhadap temperatur pemanasan pada penerapan metode

kopresipitasi dalam proses fabrikasi partikel nano .

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan partikel nano dengan metode

kopresipitasi pada temperatur rendah.

1.4 Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada sintesis partikel nano .

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai metode

sintesis kopresipitasi untuk menghasilkan partikel nano sehingga

dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengembangkan penelitian selanjutnya.

BAB II

3

Page 4: PROP-KU

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Barium Heksaferit ( )

Berdasarkan rumus kimia dan struktur kristalnya, heksaferit dikelompokkan

menjadi 5 tipe, yaitu : tipe-M , tipe-W , tipe-X

, tipe-Y , tipe-Z dan

tipe-U (Özgüri dkk, 2009). Barium heksaferit memiliki rumus

kimia . Sel komplek barium heksaferit tersusun atas 2

sistem kristal yaitu struktur kubus-pusat-sisi (face-centered-cubic) dan heksagonal

mampat (hexagonal-close-packed) seperti terlihat pada Gambar 2.1 .

Gambar 2.1. Struktur kristal (wikipedia.com, 2009)

Sruktur memanjang ke arah sumbu z dengan c = 23,2 A˚ dan a =

5,88 A˚. Ion-ion dan memiliki ukuran yang besar, hampir sama dan

bersifat non magnetik. Keduanya tersusun dalam model close pecked (tertutup).

Ion menempati posisi interstisi. Ion yang bersifat magnet dalam

hanyalah ion , tiap-tiap ion dengan nilai momen magnetik .

Gambar 2.2 menunjukkan skema struktur kristal . Tanda panah

pada ion Fe menunjukkan arah polarisasi spin. 2a, 12k, dan 4f2 adalah struktur

oktahedral, 4f1 adalah struktur tetrahedral, dan 2b adalah struktur heksahedral

(trigonal bipiramida). Satu unit sel berisi 38 ion O2-, 2 ion Ba2+, dan 24 ion Fe3+.

Ion Fe3+ dalam 12k, 2a dan 2b (16 atom tiap satu unit sel) memiliki spin up,

4

: ion O2-

: ion Ba2+

: ion Fe3+

Page 5: PROP-KU

sedangkan ion Fe3+ dalam 4f1 dan 4f2 (8 atom tiap satu unit sel) memiliki spin

down, maka jumlah totalnya adalah 8 spin up. Oleh karena itu, momen magnet

total setiap satu unit se; adalah 8 x 5 = 40 yang berisi dua ion Ba2+. Sub unit

R dan S menunjukkan rumus kimia R = dan S = .

Asterix (*) menunjukkan bahwa sub-unit berotasi 180º mengelilingi sumbu

heksagonal.

Gambar 2.2 Skema struktur kristal (Özgüri dkk, 2009)

Barium heksaferit merupakan material magnetik dengan medan anisotropik

yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan pada frekuensi yang lebih tinggi

daripada ferit spinel atau garnet (di atas 30 GHz). Kristal magnet anisotropik

berasal dari struktur kristal dengan anisotropik tinggi. Pertumbuhan butir struktur

5

Page 6: PROP-KU

kristal tersebut juga bersifat anisotropik, dengan bentuk morfologi seperti bidang

heksagonal yang memberikan peningkatan sisi anisotropiknya. Akibatnya, Barium

heksaferit menghasilkan koersifitas tinggi. Syarat itulah yang harus dimiliki oleh

magnet permanen.

Berbagai macam metode telah dilakukan untuk menghasilkan serbuk BaM

diantaranya adalah : metode prekursor sitrat , high-energy ball milling (HEBM)

process, gel self-propagating combustion (GSPC) technique, metode sol-gel,

reaksi larutan padat dan metode kopresipitasi. Dari sekian metode yang

dipaparkan dalam beberapa jurnal, metode kopresipitasi merupakan metode yang

paling sederhana untuk dilakukan, membutuhkan waktu yang relatif lebih cepat

dan temperatur pemanasan yang lebih rendah.

Dari penelitian yang pernah dilakukan oleh Lisjak dkk (2007), pembentukan

BaM dengan metode kopresipitasi dapat tercapai melalui 2 mekanisme, yaitu : (i)

langsung dari fase precursornya, (ii) tidak langsung, melalui BaFe2O4 sebagai fase

intermediate. Pada mekanisme pertama, pembentukan BaM membutuhkan

temperatur yang lebih rendah karena energi aktivasi lebih rendah dibandingkan

mekanisme kedua. BaCO3 dibentuk dari prekursor selama proses preparasi

dilakukan. Pembentukan BaFe2O4 dan BaFe12O19 dimulai dengan proses degradasi

BaCO3 pada temperatur 700-900˚ C. Jadi, pembentukan BaCO3 dibutuhkan untuk

membentuk BaFe12O19 pada temperatur rendah. Berikut reaksi kimia yang terjadi :

………………(2.1)

………………………………….…(2.2)

.........................................................(2.3)

......................(2.4)

..................................(2.5)

.......................................................(2.6)

Berikut ini beberapa referensi pola difraksi sinar X serbuk yang

diperoleh dari beberapa jurnal internasional.

6

Page 7: PROP-KU

Gambar 2.3 Pola difraksi sinar X File JCPDS standrat (27-1029)

(Shepperd dkk,2006)

Gambar 2.4 Pola difraksi sinar X standart µPDSM No. 84-0757

(Lisjak dkk, 2006)

Gambar 2.5 Pola difraksi sinar X File JCPDS standart (40-0002) (Lee dkk, 2010)

2.2 Barium Karbonat (Ba CO 3)

Barium karbonat atau dikenal dengan sebutan witherite, adalah senyawa kimia

yang biasa digunakan sebagai bahan dasar racun tikus, batu bata, gelas keramik

dan semen.

Struktur kristal dari barium karbonat adalah sistem ortorombik. Barium

karbonat dapat berubah menjadi barium sulfat oleh reaksi air yang mengandung

kalsium sulfat. Secara komersil barium karbonat dibuat secara komersil dari

7

Page 8: PROP-KU

barium sulfide baik melalui perlakuan dengan sodium karbonat pada suhu 60 ˚ C

sampai 70˚ C atau menambahkan karbon dioksida pada 40˚ C sampai 90˚ C.

Reaksi kimia barium karbonat dengan beberapa larutan asam untuk

mendapatkan garamnya, sebagai contoh reaksi barium karbonat dengan asam

klorida dapat menghasilkan barium klorida seperti reaksi di bawah ini:

BaCO3(s) + 2 HCl(aq) → BaCl2(aq) + CO2(g) + H2O(l).................................(2.7)

2.3 Besi (III) klorida ( )

Besi(III) klorida atau ferit klorida, adalah suatu senyawa kimia yang

merupakan komoditas skala industri dengan rumus kimia FeCl3. Senyawa ini

umumnya digunakan dalam pengolahan limbah, produksi air minum maupun

sebagai katalis, baik dalam industri maupun laboratorium.

Gambar 2.6 Serbuk (wikipedia.com, 2009)

Warna dari kristal besi (III) klorida tergantung pada sudut pandangnya: dari

cahaya pantulan ia berwarna hijau tua, tapi dari cahaya pancaran ia berwarna

ungu-merah. Besi (III) klorida bersifat berbuih di udara lembap, karena

munculnya HCl, yang terhidrasi membentuk kabut. Bila dilarutkan dalam air, besi

(III) klorida mengalami hidrolisis yang merupakan reaksi eksotermis

(menghasilkan panas). Hidrolisis ini menghasilkan larutan yang kuning

kecoklatan , asam, dan korosif yang digunakan sebagai koagulan pada pengolahan

limbah dan produksi air minum. Larutan ini juga digunakan sebagai pengetsa

untuk logam berbasis-tembaga pada papan sirkuit cetak (PCB). Besi(III) klorida

memiliki titik lebur yang relatif rendah dan mendidih pada 315 °C. Uapnya

merupakan di-mer Fe2Cl6, yang pada suhu yang semakin tinggi lebih cenderung

8

Page 9: PROP-KU

terurai menjadi monomer FeCl3, daripada penguraian reversibel menjadi besi(II)

klorida dan gas klorin.

2.4

Besi (III) oksida

Besi (III) oksida atau dikenal juga dengan nama bijih besi adalah salah satu

senyawa oksida dari besi dan mempunyai rumus kimia Fe2O3 yang mempunyai

sifat paramagnetik. Ada beberapa fasa besi (III) klorida, yaitu :

2.4.1 Bentuk alfa

α-Fe2O3 atau hematite mempunyai struktur rombohedral, seperti corundum (α-

Al2O3) merupakan bentuk yang paling banyak ditemukan. Senyawa dalam bentuk

ini terbentuk secara alamiah sebagai mineral bijih besi yang ditambang sebagai

bijih besi utama. Senyawa ini bersifat antiferromagnetik di bawah suhu ~260 K

(suhu transisi Morin), dan ferromagnetik lemah antara 260 K dan 950 K (suhu

Neel). Besi(III) oksida mudah disiapkan menggunakan dekomposisi termal dan

pengendapan dalam suatu cairan. Sifat magnetiknya dipengaruhi oleh banyak

faktor, seperti tekanan, ukuran partikel, dan intensitas medan magnet.

(a) (b)

Gambar 2.7 a.) Struktur kristal α-Fe2O3 b.) serbuk Fe2O3 (wikipedia.com, 2009)

2.4.2 Bentuk beta

β-Fe2O3 mempunyai struktur kristal face centered cubic, metastabil, pada suhu

di atas 500 °C berubah ke bentuk alfa. Besi (III) oksida dalam bentuk ini bisa

disiapkan dengan cara reduksi dari bijih besi oleh karbon, pyrolysis dari larutan

besi (III) klorida, atau dekompsisi termal dari besi (III) sulfat.

9

Page 10: PROP-KU

2.4.3 Bentuk gamma

γ-Fe2O3 berbentuk kubik, metastabil, berubah ke bentuk alfa saat suhu tinggi.

Terbentuk secara alamiah sebagai mineral maghemite dan bersifat ferimagnetik.

Partikel yang berukuran lebih kecil dari 10 nanometer merupakan

superparamagnetik. Bisa disiapkan dengan dehidrasi termal dari gamma besi (III)

oksida-hidroksida, oksidasi dari besi (II,III) oksida dengan hati-hati. Partikel-

partikel yang berukuran sangat kecil bisa disiapkan dengan cara dekomposisi

termal dari besi (III) oksalat.

2.4.4 Bentuk epsilon

ε –Fe2O3 berbentuk seperti belah ketupat, memperlihatkan sifat perantara

antara bentuk alfa dan gamma. Sejauh ini tidak disiapkan dalam bentuk murninya,

melainkan selalu tercampur dengan bentuk alfa atau gamma. Bahan dengan kadar

besi (III) oksida dengan bentuk epsilon tinggi bisa disiapkan dengan transformasi

termal dari bentuk gamma. Bentuk epsilon ini metastabil, berubah ke bentuk alpha

pada suhu antara 500˚C dan 750˚C. Bisa juga disiapkan dengan cara oksidasi dari

besi atau dengan cara pengendapan sol-gel dari besi (III) nitrat.

2.5 Sifat kemagnetan bahan

Dalam fisika, magnetisme adalah salah satu fenomena dimana material

mengeluarkan gaya menarik atau menolak pada material lainnya. Beberapa

material yang memiliki sifat magnet adalah besi, dan beberapa baja, namun

seluruh material pasti terpengaruh walaupun sedikit saja oleh kehadiran medan

magnet meskipun dalam kebanyakan kasus pengaruhnya sangat kecil untuk

dideteksi tanpa alat khusus.

Berdasarkan sifat kemagnetannya, material digolongkan menjadi dua bagian:

1. Golongan pertama:

Momen tunggal

Antara satu atom dengan atom yang lain tidak saling mempengaruhi

Ada dua klasifikasi:

10

Page 11: PROP-KU

a. Diamagnetik ( bahan yang ditolak oleh medan magnet), diamagnetik

merupakan sifat universal dari atom karena terjadi gerakan elektron pada

orbitalnya mengelilingi nukleus. Elektron dengan gerakan seperti ini

merupakan suatu rangkaian listrik dan dari hukum Lenz diketahui bahwa

gerakan ini diubah oleh medan yang diterapkan sedemikian rupa sehingga

menimbulkan gaya tolak. Diamagnetik terjadi pada material-material yang

semua spinnya berpasangan.

Beberapa contoh material diamagnetik adalah sebagai berikut :

(i) Gas seperti hidrogen, nitrogen, klorin, dan bromida. Gas mulia

seperti He, Ne, Ar, Kr, Xe.

(ii) Elemen kimia dari grup IIA (2); grup IIIA(13) : B, Ga, In, Ti; grup

IVA(14) : C, Si, Ge, Pb; grup VA(15): P, As, Sb, Bi; grup

VIA(16): S, Se, Te; grup IA(11): Cu, Ag dan Au; grup IIA(12): Zn,

Cd, Hg;

(iii) Material kristal padat seperti magnesia (MgO) dan intan.

(iv) Superkonduktor tipe I

b. Paramagnetik, terdapat kelebihan spin tanpa pasangan yang

menghasilkan resultan momen magnetik. Pada material ini apabila diberi

medan eksternal, akan timbul sifat kemagnetan bahan tetapi sangat kecil.

Material yang termasuk golongan ini misalnya BaFe2O4.

2. Golongan kedua :

Orientasi coupling magnetic

Penggandengan momen

Antara satu atom dengan yang lain saling mempengaruhi

Ada tiga klasifikasi:

a. Feromagnetik, pada material ini semua spin paralel dan sejajar. Seperti

pada material paramagnetik, pada material feromagnetik sifat kemagnetan

bahan berasal dari spin elektron. Namun pada material ini dapat dihasilkan

magnet permanen. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan dari spin

elektron untuk tidak berubah arah meskipun medan ditiadakan. Material

logam yang termasuk feromagnetik antara lain: besi, iron, kobal, dan nikel.

11

Page 12: PROP-KU

b. Anti-feromagnetik, material jenis ini momen bersih dari atom

bertetangga mempunyai arah berlawanan, yaitu anti paralel. Jika diberi

medan luar, maka akan timbul sifat kemagnetan bahan, tetapi akan hilang

apabila medan ditiadakan. Contoh bahan anti-feromagneti antara lain:

CoO, MnO,dan CuCl2.

c. Ferimagnetik, beberapa material magnetik mempunyai sifat diantara

feromagnetik dan antiferomagnetik. Hal ini terjadi apabila momen dalam

satu arah tidak sama dengan momen dalam arah lain. Jika bahan

ferimagnetik diberi medan eksternal maka timbbul sifat kemagnetan, tetapi

masih ada momen sisa ketika medan eksternal ditiadakan.

Gambar 2.5 menunjukkan momen magnetik dalam tiga tipe magnetisasi.

Tanpa medan ada medan magnet magnet luar (H=0) luar (H)

Gambar 2.8 Momen magnetik dalam magnetisasi material

(Callister, 1985)

2.6 Metode Kopresipitasi

Kopresipitasi merupakan salah satu metode basah yang melibatkan reaksi

kimia di dalamnya dan digunakan dalam fabrikasi serbuk nanokristalin Al2O3,

MgO, spinel MgAl2O4, , dan serbuk keramik lainnya. Pada metode

tersebut, serbuk dasar dilarutkan dalam larutan asam kuat dan dihasilkan produk

garam metal. Kemudian ditambahkan larutan basa sedikit demi sedikit sambil

diaduk untuk menghasilkan endapan yang memiliki homogenitas

tinggi. Homogenitas larutan ditentukan oleh lamanya bahan bereaksi dan

12

Page 13: PROP-KU

temperatur yang digunakan. Hasil endapan tersebut selanjutnya disaring dan

dibilas dengan aquades untuk menghilangkan sisa asam dan kotoran lainnya.

Biasanya digunakan senyawa-senyawa karbonat sebagai bahan pengendap

yaitu NaOH. Hanya saja kerugiannya adalah kation-kation Na+ dapat diabsorpsi

oleh endapan hidroksida, sedangkan pencucian untuk membebaskan endapan dari

kation-kation ini sangat sulit dilakukan. Pengotoran seperti ini yang menurunkan

mutu alumina yang dibuat. Penggunaan lebih menguntungkan, karena

sisa yang mengotori endapan dapat dihilangkan dengan jalan

memanaskan endapan pada suhu tinggi.

Pada dasarnya terdapat aturan umum yang menyatakan bahwa suatu partikel

bulat haruslah berdiameter lebih besar dari ±10-4 cm agar mengendap di dalam

larutan sebagai endapan. Partikel dengan garis tengah 10-4 sampai dengan 10-7 cm

disebut koloid. Proses pengendapan ditunjukkan pada Gambar 2.15. Jika beberapa

koloid berkoagulasi mengangkut turun sejumlah besar air maka akan

menghasilkan endapan mirip selai yang disebut gel atau hidrogel dengan air

sebagai pelarutnya. Secara kimia, serbuk yang dipresipitasi mempunyai

kemurnian yang tinggi, ukuran partikel kecil dan kecenderungan untuk

beraglomerasi.

Gambar 2.8 Perubahan ukuran partikel pada proses pengendapan (Day, 1989)

Reaksi yang terjadi pada pembentukan endapan pada proses

kopresipitasi adalah sebagai berikut :

…………………………………...…(2.8)……………………………..…

(2.9)

(2.10)

BAB III

13

Page 14: PROP-KU

METODOLOGI

3.1 Preparasi Sampel dan Sintesis

Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah , ,

12,063 M, 6,5 M, dan aquades. Sedangkan peralatan yang digunakan

adalah pengaduk magnet (stirring magnetic), timbangan digital, oven, furnace, pH

meter, piknometer untuk menghitung densitas serbuk sintesis, termometer digital,

gelas beker, gelas ukur, spatula, pipet dan bohlam 75 watt untuk mengeringkan

endapan hasil sintesis.

Langkah-langkah sintesis adalah sebagai berikut. dilarutkan

dalam aquades dan diaduk menggunakan spatula hingga terlarut sempurna.

Sedangkan serbuk direaksikan dengan larutan menggunakan stirring

magnetic hingga terlarut sempurna. Komposisi bahan dihitung berdasarkan

stoikiometri reaksi kimia pada persamaan (2.8) sampai (2.10) seperti ditunjukkan

pada tabel 3.1.

Tabel 3.1 Komposisi material dasar

No Material Dasar Massa/Volume

1 dan aquades 10 gram dan 0,,67 ml

2 dan 0,61 gr dan 0,51 ml

3 Larutan 3,1 ml

4 Larutan 18,52 ml

Selanjutnya, larutan dimasukkan ke dalam larutan dan

yang berada di atas stirring magnetic. Apabila kedua larutan telah tercampur

dengan homogen, larutan ditambahkan sedikit demi sedikit hingga

terbentuk endapan. Hasil endapan tersebut dibilas dengan aquades dan diendapkan

menggunakan magnet. Pembilasan dilakukan hingga sisa asam, kotoran dan

impuritas di dalam endapan menghilang. Hal itu bisa dilakukan dengan mengukur

pH endapan menggunakan pH meter. Kemudian endapan dikeringkan

menggunakan bohlam 75 watt supaya terjadi penguapan sempurna. Hasil sintesis

yang telah kering diuji DTA/TGA untuk mengetahui temperatur terjadinya

14

Page 15: PROP-KU

transformasi fasa. Selanjutnya, sampel hasil sintesia dipanaskan dalam oven dan

furnace pada temperatur 150ºC, 200ºC, dan 250ºC dengan variasi waktu 1 jam dan

2 jam. Kemudian dilakukan uji XRD dan SEM untuk melakukan identifikasi fasa,

ukuran kristal dan mengetahui mikrostruktur sampel. Secara terperinci, diagram

alir penelitian dapat dilihat pada diagram 3.1.

Berikut ini diagram alir penelitian sintesis partikel nano dengan

metode kopresipitasi.

15

Page 16: PROP-KU

Uji DTA/TGA, XRD, SEM

+ (10 gr ) (0,67 ml)

+ (0,61 gr ) (0,51 ml)

+ +

Endapan

Pembilasan dengan aquades

Pemanasan 150ºC, 200ºC, dan 250ºC selama 1 dan 2 jam

Ditambahkan 3,1 ml

Ditambahkan 18,52 ml

Pengeringan dengan bohlam

Uji DTA/TGA

3.2 Karakterisasi Sampel

3.2.1 Uji DTA/TGA

16

dicampurkan

Page 17: PROP-KU

Karakterisasi sampel yang pertama kali dilakukan adalah uji DTA/TGA. DTA

(Differential Termal Analize) merupakan analisis termal yang mengukur

perbedaan suhu (ΔT) antara sampel dan material referen yang inert sebagai fungsi

dari suhu. Sedangkan TGA ( Termogravimetrik Analize) secara otomatis

merekam perubahan berat sampel sebagai fungsi suhu dan waktu. Keduanya

adalah alat untuk melakukan analisis termal dengan tujuan penentuan reaksi

keadaan padat, dekomposisi termal, terjadinya transisi fasa dan penentuan

diagram fasa.

Pengujian dilakukan di Balai Penelitian Universitas Negeri Malang (UNM).

Analisis termal dilakukan pada temperatur 100-1300ºC dengan langkah

pengukuran 10ºC/menit.

3.2.2 Uji XRD

Identifikasi fasa sampel hasil sintesis dilakukan dengan melakukan pengujian

difraksi sinar-x Tipe Philips XPert MPD (Multi Purpose Diffractometer) di

Laboratorium Difraksi Sinar-X RC (Research Center) LPPM ITS Surabaya.

Karakterisasi pengukuran mengambil sudut 2θ mulai dari 20o hingga 70o dengan

step 0,004. Panjang geombang yang dipakai adalah CuKα 1,54 Ǻ, 40 kV, 30 mA.

Pengujian dengan XRD dilakukan untuk mengidentifikasi phasa yang terbentuk

dari hasil sintesis. Dari pola difraksi dapat diperkirakan ada tidanya fasa Kristal

atau masih amorf. Fasa Kristal ditunjukkan dengan adanya puncak-puncak

difraksi sedangkan fasa amorf ditunjukkan dengan pola difraksi yang berbentuk

punuk atau intensitas latar yang tidak teratur.

Proses identifikasi fasa didasarkan pada pencocokan data posisi-posisi puncak

difraksi terukur dengan basis data (database). Identifikasi fasa juga dinamakan

cari-dan-cocokkan (search-match) yang dapat dilakukan dengan cara manual atau

yang berbasis komputer.

Selain untuk mengetahui fasa apa saja yang terkandung didalam bahan yang

telah disintesis, karakterisasi XRD juga dilakukan untuk mengetahui ukuran

Kristal yang terbentuk. Ukuran Kristal yang terbentuk dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan Scharrer, yaitu:

17

Page 18: PROP-KU

D =

3.1

sedangkan perhitungan ralat ukuran kristalnya:

σD = D

3.2

dengan

λ = Panjang gelombang sinar-X (Å)

HL = Komponen peleran puncak lorenzian (rad)

HL,S = Komponen pelebaran puncak lorenzian standar (rad)

nilai HL dan HL,S merupakan output atau parameter keluaran dari analisis Rietveld.

Ukuran Kristal diasumsikan hanya bepengaruh pada fungsi lorentzian saja

(Pratapa, 2009).

3.3.3 Uji SEM (Scanning Electron Microscopy)

Untuk mengetahui mikrostruktur permukaan sampel hasil sintesis dilakukan

uji SEM (Scanning Electron Microscopys). Selain itu, dapat digunakan untuk

mengetahui ukuran partikel sampel. Uji SEM dilakukan di laboratorium COE

(Center of Energy) pada gedung robotika ITS Surabaya.

RENCANA DAN JADWAL KERJA SERTA PENYUSUNAN TESIS

18

Page 19: PROP-KU

Kegiatan penelitian berlangsung selama 6 bulan, dimulai bulan Pebruari 2011

sampai dengan Juni 2011 dengan rincian kegiatan sebagai berikut :

No KegiatanBulan Ke-

2 3 4 5 6 71 Studi Literatur2 Sintesa Material3 Pengambilan Data4 Analisis5 Penulisan Tesis6 Publikasi Ilmiah

DAFTAR PUSTAKA

19

Page 20: PROP-KU

Abdullah, Mikrajuddin. & Khairurrijal. ”Review: Karakterisasi Nanomaterial”,

Jurnal Nanoscience dan Teknologi vol.2, No.1, (Februari 2008).

Callister, Jr., W.D., ”Material Science and Engineering”, 1985.

Day, Jr, R. A dan Underwood, A.L. 1989. ”Analisis Kimia Kuantitatif”.

Jakarta:Erlangga.

Dimri, M.C, dkk. ”Electrical and magnetic properties of barium hexaferrite

nanoparticles prepared by citrate precursor method”, Ceramics

International 30, 1623-1626 (2004).

Hsing, Hsing-I & Ren-Qian Yao. ”Hexagonal Ferrite Powder Synthesis Using

Chemical Coprecipitation”. Material Chemistry and Physics 104 (2007) 1-

4.

Lee, Hye Moon dkk. ”Crystallization of Colloidal Amorphous Precursor Particles

into BaFe12O19 with Hexagonal Structure by Aerosol Anneling Process”.

Journal of Alloys and Compounds xxx (2010) xxx-xxx.

Lisjak, D. & Miha Drofenik. ”The low temperature formation of barium

hexaferrites”, Journal of the European Ceramic Society 26, 3681-3686

(2006).

Lisjak, D. & Miha Drofenik. ”The mechanism of the low temperature formation

of barium hexaferrites”, Journal of the European Ceramic Society 27,

4515-4520 (2007).

Pratapa, Drs, Suminar, M.Sc., Ph.D. 2009. ’’Analisis Data Difraksi Menggunakan

Metode Rietveld”. Jurusan Fisika FMIPA ITS Surabaya.

Qiu, Jianxun, dkk. ”Microwave absorption of nanosized barium ferrite particles

prepared using high-energy ball milling”, Journal Powder Technology 154,

116-119 (2005).

Qiu, Jianxun. & Mingyuan Gu. ”Crystal structure and magnetic properties of

barium ferrite synthesized using GSPC and HEBM”, Journal of Alloys and

Compounds 415,209-212 (2006).

Shepherd, P, dkk. ”Magnetic and structural properties of M-type barium

hexaferrite prepared by co-precipitation”. Juornal of Magnetism and

Magnetic Materials 311, 683-692 (2007).

20

Page 21: PROP-KU

Özgür et al. ”Microwave Ferrites, Part 1: Fundamental properties”. Journal of

Material Science: Material in Electronics, 2009.

www.wikipedia.com . Barium Karbonat.

www.wikipedia.com . Besi (III) Klorida.

www.wikipedia.com . Besi Oksida.

www.wikipedia.com . Magnetisme .

21