Promosi K3 Di PT IPPI
-
Upload
indah-rachman -
Category
Documents
-
view
178 -
download
11
description
Transcript of Promosi K3 Di PT IPPI
Tugas Individu
PROMOSI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI PT IPPI
DISUSUN OLEH :
NAMA : NUR INDAH SARI R.
KELAS : 09.101.266
KELAS : KL/KK 7A1
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKATUNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan suatu sistem program
yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan
(preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dalam
lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta tindakan antisipatif apabila hal-
hal tersebut terjadi di suatu tempat kerja. (Yusra, www.indonusa.ac.id, diakses
22 April 2009, dalam Elly, smoking cessation dan hearing conservation program
(hcp)).
Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi kesehatan pekerja, yaitu beban
kerja (fisik dan mental), kapasitas kerja (ketrampilan, kesegaran jasmani dan
rohani, status kesehatan/gizi, jenis kelamin, ukuran tubuh, dll) dan lingkungan
kerja (fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial).
Saat ini sudah lebih dari 400 juta ton bahan kimia yang diproduksi tiap
tahunnya dan lebih dari 1000 bahan kimia baru diproduksi setiap tahunnya.
Penggunaan bahan kimia ini selain membawa dampak yang positif bagi
kemajuan dunia industri juga memiliki dampak negatif terutama bagi kesehatan
pekerja, salah satunya adalah dermatitis. Sejak 1982, penyakit dermatitis telah
menjadi salah satu dari sepuluh besar penyakit akibat kerja (PAK) berdasarkan
potensial insidens, keparahan dan kemampuan untuk dilakukan pencegahan
(NIOSH 1996). Biro Statistik Amerika Serikat (1988) menyatakan bahwa
penyakit kulit menduduki sekitar 24% dari seluruh penyakit akibat kerja yang
dilaporkan.
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah permasalahan K3 pada PT IPPI?
2. Apa sajakah tujuan promosi K3 pada PT IPPI?
3. Apa sajakah metode dan aktivitas K3 yang digunakan pada PT IPPI?
4. Apa sasaran pada manajamen K3 pada PT IPPI?
5. Apa sajakah sumber daya dan hambatan program K3 pada PT IPPI?
6. Bagaimanakah POA program promosi K3 pada PT IPPI?
7. Apa sajakah rencana evaluasi program K3 pada PT IPPI?
C. Tujuan
1. Bagaimanakah permasalahan K3 pada PT IPPI?
2. Apa sajakah tujuan promosi K3 pada PT IPPI?
3. Apa sajakah metode dan aktivitas K3 yang digunakan pada PT IPPI?
4. Apa sasaran pada manajamen K3 pada PT IPPI?
5. Apa sajakah sumber daya dan hambatan program K3 pada PT IPPI?
6. Bagaimanakah POA program promosi K3 pada PT IPPI?
7. Apa sajakah rencana evaluasi program K3 pada PT IPPI?
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masalah K3 pada PT Inti Pantja Press Industri (IPPI)
PT Inti Pantja Press Industri (IPPI) sebagai perusahaan yang bergerak
dibidang otomotif khususnya dalam bidang pressing body dan chasis mobil, juga
menggunakan bahan kimia dalam prosesnya. Bahan kimia yang digunakan
antara lain minyak tanah, anti karat, dan beberapa jenis bahan kimia lain untuk
perawatan. Bahan-bahan tersebut berpotensi menimbulkan gangguan pada kulit
pekerja. Berdasarkan hasil pemeriksaan berkala tahun 2005 kasus dermatitis
menempati urutan keempat terbesar di PT Inti Pantja Press Industri, dengan
ratio 23,73% dari jumlah populasi pekerja tetap. Pekerja yang paling sering
terpajan oleh bahan kimia adalah pekerja di bagian produksi khususnya yang
menangani pekerjaan handwork, bagian maintenance yaitu plant service dan die
shop, bagian quality control, dan bagian inventory finish part khususnya yang
menangani pekerjaan pemberian anti rust. Berdasarkan hasil pemeriksaan
berkala tahun 2005 pada keempat bagian tersebut memiliki kurang lebih 25%
pekerja yang menderita dermatitis.
Dermatitis Kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan
yang dapat bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan
eksternal yang mengenai kulit. Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu
dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik. Dermatitis kontak iritan
merupakan reaksi inflamasi lokal pada kulit yang bersifat non imunologik,
ditandai dengan adanya eritema dan edema setelah terjadi pajanan bahan
kontaktan dari luar. Bahan kontaktan ini dapat berupa bahan fisika atau kimia
yang dapat menimbulkan reaksi secara langsung pada kulit. Pada beberapa
literatur membagi jenis DKI ini dalam dua tipe yaitu tipe akut dan tipe kronis.
Banyak literatur yang menyatakan faktor-faktor penyebab dermatitis
kontak. Pernyataan-pernyataan tersebut mengarah pada dua kategori penyebab
dermatitis kontak yaitu direct causes/influence dan indirect causes/influences
(literatur lain menyebutnya sebagai faktor predisposisi). Secara garis besar
faktor-faktor tersebut antara lain:
4
Direct Causes antara lain bahan kimia, mekanik, fisika, racun tanaman, dan
biologi
Indirect Causes yaitu faktor genetik (alergi), penyakit yang telah ada
sebelumnya, usia, lingkungan, personal hygiene, jenis kelamin, ras, tekstur
kulit (ketebalan kulit, pigmentasi, daya serap, hardening) musim, keringat,
obat/pengobatan, dan musim.
Berdasarkan hasil penelitian dilakukan kepada pekerja di PT Inti Pantja
Press Industri (IPPI), dari 80 perkerja terdapat 39 orang (48,8%) yang
mengalami dermatitis kontak. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya dermatitis kontak pada pekerja yaitu jenis pekerjaan, usia pekerja,
lama bekerja, riwayat dermatitis akibat pekerjaan sebelumnya dan penggunaan
APD. Berikut hasil penelitiannya :
1. Jenis pekerjaan dalam penelitian ini digolongkan pada dua jenis
proses kerja yaitu proses realisasi dan proses pendukung. Pada proses
realisasi terlihat bahwa pekerja yang terkena dermatitis kontak (60,4%) lebih
banyak dibandingkan dengan pekerja yang tidak terkena dermatitis kontak
(39,6%). Hal ini berbanding terbalik dengan proses pendukung yang
pekerjanya lebih banyak tidak terkena dermatitis yaitu sebanyak 22 orang
(68,8%) dari total pekerja 32 orang.
Dermatitis kontak akan muncul pada permukaan kulit jika zat kimia
tersebut memiliki jumlah, konsentrasi dan durasi (lama pajanan) yang cukup.
Dengan kata lain semakin lama besar jumlah, konsentrasi dan lama pajanan,
maka semakin besar kemungkinan pekerja tersebut terkena dermatitis kontak.
Pekerjaan pada proses realisasi menggunakan bahan kimia dalam jumlah
yang cukup besar dalam waktu yang lama (8 jam kerja). Sehingga terlihat
jelas bahwa proses realisasi memiliki potensi terkena dermatitis kontak yang
lebih besar. Hal ini karena pada proses realisasi pekerja terpajan bahan kimia
dengan konsentrasi yang cukup tinggi dan dalam waktu yang lama.
Proses pendukung melakukan dua jenis pekerjaan yaitu perawatan
dan perbaikan. Perawatan dilakukan secara rutin setiap hari, sedangkan
perbaikan dilakukan jika terdapat kerusakan pada peralatan saja.
Penggunaan bahan kimia dalam proses perawatan dan perbaikan digunakan
dalam jumlah yang tidak terlalu banyak namun bervariasi. Jadi pada proses
pendukung, bahan kimia digunakan dalam konsentrasi yang kecil dan dalam
5
durasi pajanan (per bahan kimia) yang lebih singkat, sehingga potensi untuk
terkena dermatitis kontak menjadi lebih kecil. Namun karena penggunaan
bahan kimia yang lebih bervariasi menyebabkan kemungkinan untuk terkena
dermatitis kontak sama besar dengan pekerjaan pada proses realisasi.
Campuran bahan kimia ini banyak ditemukan pada dunia industri dan
menyebabkan kesulitan dalam menentukan penyebab kelainan kulit akibat
kerja atau kelainan kulit di tempat kerja. Penggunan yang sesuai kebutuhan
ini perlu dikontrol agar tidak terjadi penggunaan secara berlebihan yang dapat
memungkinkan timbulnya dermatitis kontak pada pekerja.
2. Usia pekerja pada kelima bagian objek penelitian memiliki rata-rata
(mean) 31 tahun. Namun jika dilihat dari data tunggal. Tidak terdapat pekerja
dengan usia tepat 31 tahun. Maka distribusi umur pekerja dikelompokan
menjadi usia dibawah rata-rata (≤30 tahun) dan usia diatas atau sama dengan
rata-rata (>30 tahun). Hasil analisis hubungan antara usia pekerja dengan
kejadian dermatitis kontak diperoleh bahwa sebanyak 26 (60,5%) dari 43
pekerja yang berusia ≤30 tahun terkena dermatitis kontak, sedangkan
diantara pekerja yang berusia >30 tahun hanya sekitar 13 orang (35,1%) yang
terkena dermatitis kontak. Hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa pekerja
muda lebih mudah terkena dermatitis kontak.
Pada beberapa literatur menyatakan bahwa kulit manusia mengalami
degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan lapisan
lemak diatasnya dan menjadi lebih lebih kering. Kekeringan pada kulit ini
memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi
lebih mudah terkena dermatitis. Pada dunia industri usia pekerja yang lebih
tua menjadi lebih rentan terhadap bahan iritan. Seringkali pada usia lanjut
terjadi kegagalan dalam pengobatan dermatitis kontak, sehingga timbul
dermatitis kronik. Dapat dikatakan bahwa dermatitis kontak akan lebih mudah
menyerang pada pekerja dengan usia yang lebih tua. Namun pada
kenyataannya (berdasarkan hasil penelitian ini) pekerja dengan usia yang
lebih muda justru lebih banyak yang terkena dermatitis kontak.
Salah satu faktor yang dapat menjadi penyebab fenomena ini adalah
bahwa pekerja dengan usia yang lebih muda memiliki pengalaman yang lebih
sedikit dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua. Sehingga kontak bahan
kimia dengan pekerja masih sering terjadi pada pekerja muda. Pada pekerja
6
tua yang berpengalaman dalam menangani bahan kimia, kontak bahan kimia
dengan kulit semakin lebih sedikit. Selain itu kebanyakan pekerja tua lebih
menghargai akan keselamatan dan kesehatannya, sehingga dalam
penggunaan APD pekerja tua lebih memberi perhatian dibandingkan pekerja
muda.
Selain itu pekerja muda dengan tenaga yang prima banyak
ditempatkan pada posisi pekerjaan yang lebih kasar atau dalam penelitian ini
pada area yang banyak menggunakan bahan kimia. Pekerja muda lebih
banyak ditempatkan pada pekerjaan yang berhubungan langsung dengan
pelayanan (service). Sehingga potensi untuk terkena dermatitis kontak lebih
besar dibandingkan dengan pekerja (pekerja tua) yang berada pada
pekerjaan yang tidak menggunakan banyak bahan kimia.
3. Lama bekerja dikategorikan menjadi dua bagian yaitu ≤2 tahun dan >2
tahun. Hal ini berdasarkan masa kontrak terlama di PT IPPI yaitu selama 2
tahun. Analisis hubungan antara lama bekerja dengan kejadian dermatitis
kontak menunjukan bahwa pekerja yang memiliki lama bekerja ≤2 tahun lebih
banyak yang terkena dermatitis yaitu sebanyak 22 orang (66,7%),
dibandingkan dengan 17 orang (36,2%) dari 47 pekerja yang telah bekerja di
PT IPPI selama >2 tahun.
Hampir sama seperti pernyataan pada bagian hubungan antara usia
dengan dermatitis kontak. Pekerja dengan lama bekerja ≤ 2 tahun dapat
menjadi salah satu faktor yang mengindikasikan bahwa pekerja tersebut
belum memiliki pengalaman yang cukup dalam melakukan pekerjaannya. Jika
pekerja ini masih sering ditemui melakukan kesalahan dalam prosedur
penggunaan bahan kimia, maka hal ini berpotensi meningkatkan angka
kejadian dermatitis kontak pada pekerja dengan lama bekerja ≤ 2 tahun.
Pekerja dengan pengalaman akan lebih berhati-hati sehingga kemungkinan
terpajan bahan kimia lebih sedikit.
Faktor lain yang memungkinkan pekerja dengan lama bekerja ≤ 2
tahun lebih banyak yang terkena dermatitis kontak adalah masalah kepekaan
atau kerentanan kulit terhadap bahan kimia. Pekerja dengan lama bekerja ≤ 2
tahun masih rentan terhadap berbagai macam zat kimia. Pada pekerja
dengan lama bekerja > 2 tahun dapat dimungkinkan telah memiliki resistensi
terhadap bahan kimia yang digunakan oleh perusahaan. Resistensi ini dikenal
7
sebagai proses hardening yaitu kemampuan kulit yang menjadi lebih tahan
terhadap bahan kimia karena pajanan bahan kimia yang terus-menerus.
Untuk itulah mengapa pekerja dengan lama bekerja >2 tahun lebih sedikit
yang mengalami dermatitis kontak.
4. Riwayat alergi merupakan salah satu faktor yang dapat menjadikan
kulit lebih rentan terhadap penyakit dermatitis kontak. Analisis hubungan
antara riwayat alergi dengan dermatitis kontak menunjukkan bahwa pekerja
dengan riwayat alergi yang terkena dermatitis sebanyak 15 orang (57,7%)
dari 26 orang yang memiliki riwayat alergi. Sedangkan pekerja yang tidak
memiliki riwayat alergi terkena dermatitis sebanyak 24 orang dengan
persentase sebesar 44,4% dari 54 orang pekerja.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa dermatitis kontak (terutama
dermatitis kontak alergi) akan lebih mudah timbul jika terdapat riwayat alergi
sebelumnya. Dalam melakukan diagnosis dermatitis kontak dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Diantaranya adalah dengan melihat sejarah
dermatologi termasuk riwayat penyakit pada keluarga, aspek pekerjaan atau
tempat kerja, sejarah alergi (misalnya alergi terhadap obat-obatan tertentu),
dan riwayat lain yang berhubungan dengan dermatitis .
Pada pemeriksaan dermatitis kontak terkadang sulit membedakan
antara kelainan kulit yang disebabkan alergi dengan dermatitis kontak akibat
kerja. Jika riwayat alergi telah diketahui, maka dapat ditelusuri penyebab
gangguan kulit tersebut apakah akibat alergen yang telah diketahui ataukah
akibat kerja. Pihak perusahaan sebaiknya mempunyai daftar riwayat
kesehatan pekerja termasuk riwayat alergi yang terdapat pada pekerja. Daftar
riwayat kesehatan ini dapat diperoleh sebagai salah satu syarat penerimaan
pekerja.
5. Penggunaan APD adalah salah satu cara yang efektif untuk
menghindarkan pekerja dari kontak langsung dengan bahan kimia. Analisis
hubungan antara penggunaan APD dengan dermatitis kontak memperlihatkan
hasil bahwa pekerja dengan penggunaan APD yang baik sebanyak 10 orang
(41,7%) dari 24 orang pekerja terkena dermatitis kontak.
Sedangkan dengan penggunan APD yang kurang baik, pekerja yang
terkena dermatitis sebanyak 29 orang (51,8%) dari 56 orang pekerja. Hasil uji
statistik yang dilakukan menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi
8
kejadian dermatitis kontak yang bermakna antara penggunaan APD yang baik
dengan penggunaan APD yang kurang baik. Hal ini terlihat dari hasil p value
sebesar 0,588.
Melihat perbedaan yang tidak terlalu jauh antara pekerja yang
menggunakan APD dengan baik tetapi terkena dermatitis kontak dengan yang
tidak terkena dermatitis kontak, maka selain masalah perilaku pekerja,
kesesuaian APD juga perlu untuk diperhatikan. APD yang baik seharusnya
dapat mengurangi potensi pekerja untuk terkena dermatitis kontak. Jika
pekerja masih merasakan adanya kontak dengan bahan kimia walaupun telah
mengenakan APD, hal ini menunjukan bahwa APD yang digunakan tidak
sesuai untuk melindungi kulit dari material bahan kimia. Pemilihan APD tidak
hanya berdasarkan harga dan kualitasnya saja. Tetapi yang lebih penting
adalah kesesuaiannya dengan proses kerja (penggunaan bahan kimia). Pada
pekerjaan yang menggunakan variasi bahan kimia yang banyak sebaiknya
menggunakan APD yang sesuai dengan seluruh material bahan kimia.
Melihat gambaran permasalah diatas maka perlu suatu program promosi
Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam rangka untuk menurunkan angka
kesakitan dermatitis kontak pada pekerja PT Inti Pantja Press Industri (IPPI).
B. Tujuan Program Promosi K3
1. Tujuan Jangka Pendek
a. Sasaran pada pekerja, bertujuan untuk :
Meningkatkan pemahaman tentang bahaya bahan kimia yang
menyebabkan terjadinya dermatitis bagi pekerja yang bekerja di area
proses realisasi.
Meningkatkan kedisiplinan penggunaan alat pelindung diri (APD)
ketika bekerja di area proses realisasi.
b. Sasaran pada manajemen, bertujuan untuk :
Meningkatkan kegiatan – kegiatan yang berkaitan dan mendukung
upaya pengurangan keterpaparan bahan kimia pada pekerja.
Meningkatkan monitoring pada area proses realisasi secara berkala.
Meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan alat pelindung diri
(APD) pada pekerja yang bekerja di area proses realisasi.
9
Meningkatkan manajemen/pengaturan yang berkaitan dengan upaya
meminimalkan paparan bahan kimia pada pekerja.
Meningkatkan kegiatan-kegiatan pendidikan dan pelatihan yang
berkaitan dengan upaya pencegahan terjadinya dermatitis pada
pekerja yang terpapar bahan kimia.
2. Tujuan Jangka Menengah
Tujuan jangka menengah dari program nini adalah meningkatkan
kesadaran pekerja terhadap faktor penyebab dermatitis dan melindungi
pekerja dari paparan bahan kimia di tempat kerja.
3. Tujuan Jangka Panjang
Tujuan jangka panjang dari program ini adalah untuk menurunkan
angka kesakitan dermatitis pada pekerja PT. Inti Pantja Press Industri (IPPI).
C. Metode dan Aktivitas Promosi K3
Program promosi kesehatan di tempat kerja yang dirumuskan merupakan
suatu program yang ditujukan kepada kedua kelompok sasaran, yaitu pekerja itu
sendiri sebagai obyek yang terkena dampak dari paparan bahan kimia dan pihak
manajemen sebagai pemegang kebijakan pelaksanaan program. Adapun
program promosi kesehatan dan sasaran yang direncanakan adalah sebagai
berikut :
Berikut akan diuraikan program tersebut diatas beserta metode dan
aktivitasnya masing-masing :
10
Program Promosi Kesehatan dan
Sasaran Program
Elimination ImpactExposure Chemical Program
Chemical Knowledge Program
Substitution Program
TrainingProgram
Medical Program
Safe work Practices Program
1. Elimination Impact Exposure Chemical Program
Merupakan sebuah program yang melibatkan pekerja secara keseluruhan,
dikarenakan fokus sasaran adalah pekerja itu sendiri terutama para pekerja
yang bekerja pada proses realisasi yang secara langsung terpapar dengan
bahan kimia dengan jumlah yang besar.
Fokus kegiatan dari program tersebut adalah sebagai berikut :
a. Berkaitan dengan upaya pemahaman tentang keterpaparan bahan kimia
secara bagi kesehatan secara umum dan risikonya terhadap gangguan
pada kulit pada khususnya.
b. Berkaitan dengan penyampaian kebijakan oleh pihak manajemen tentang
program pengurangan keterpaparan bahan kimia (elimination impact
expusure chemical program ).
c. Berkaitan dengan upaya peningkatan kesadaran untuk hidup sehat dan
lebih positif serta perubahan perilaku untuk selalu menggunakan APD
dengan benar selama bekerja.
Strategi dan Metode
Strategi dan metode yang digunakan adalah terbagi atas beberapa
kegiatan beserta masing-masing sasarannya :
a. Sasaran pada pekerja
Chemical Knowledge Program merupakan suatu program yang bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai bahan kimia dan
dampak keterpaparannya.
b. Sasaran Pada Pekerja Di Area Produksi
Fokus Kegiatan
1) Berkaitan dengan infomasi mengenai bahan kimia dan dampak
keterpaparannya
2) Berkaitan dengan penggunaan APD di area produksi
Strategi dan Metode
Strategi dan metode yang digunakan yaitu melalui penyuluhan, lomba
cerdas cermat, dan poster.
Aktivitas
1) Melakukan penyuluhan tentang bahaya bahan kimia secara umum
dan bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi perusahaan
khususnya.
11
2) Melaksanakan lomba cerdas cermat bagi para pekerja sebagai salah
satu parameter keberhasilan program untuk mengetahui tingkat
pengetahuan dan pemahaman pekerja tentang bahan kimia..
3) Pembuatan pesan-pesan kesehatan seperti : poster-poster bahaya
kontak langsung terhadap bahan kimia, poster-poster pelaksanaan
kerja yang baik sesuai prosedur, dan poster-poster pentingnya
pemakaian APD.
Target
1) 100 % pekerja mengetahui tentang bahan kimia dan dampak
keterpaparannya
2) 100 % pekerja di area produksi menggunakan APD
3) Terbentuk kebijakan yang berkaitan dengan pemberian reward bagi
pekerja yang mendukung program chemical knowledge.
2. Training Program
Training program merupakan suatu program untuk meningkatkan
keterampilan dan kinerja pekerja serta keterampilan untuk menghindari atau
mengurangi keterpaparan bahan kimia di area produksi.
Fokus Kegiatan
a. Berkaitan dengan upaya peningkatan keterampilan pekerja dalam proses
produksi
b. Berkaitan dengan upaya peningkatan keterampilan pekerja dalam
menghindari atau mengurangi keterpaparan bahan kimia.
Strategi dan Metode
Strategi dan metode yang dilakukan melalui kegiatan workshop dan pelatihan
pada pekerja.
Aktivitas
a. Melakukan workshop pada pekerja mengenai keterampilan dalam proses
produksi dan menghindarai atau mengurangi keterpaparan bahan kimia.
b. Melakukan pelatihan melalui praktek-praktek proses bekerja yang baik
dan praktek upaya menghindari atau mengurangi keterpaparan bahan
kimia.
Target
a. 100 % pekerja mengetahui cara proses kerja yang baik
12
b. 100 % pekerja mengetahui cara menghindari atau mengurangi
keterpaparan bahan kimia selama di area produksi
D. Sasaran Pada Manajemen
1. Substitution Program
Substitution program merupakan program untuk mengganti bahan kimia yang
beresiko tinggi untuk menimbulkan dampak bagi kesehatan, terutama
dermatitis dengan bahan kimia yang memiliki resiko yang rendah, serta
mengganti APD sebelumnya dengan APD yang mampu memprotect
keterpaparan bahan kimia secara langsung, khususnya pada kulit (APD yang
sesuai dengan bahan kimia
Fokus Kegiatan
a. Berkaitan dengan upaya mengganti bahan kima yang beresiko tinggi
dengan bahan kimia yang beresiko rendah
b. Berkaitan dengan upaya mengganti mengganti APD sebelumnya dengan
APD yang mampu memprotect keterpaparan bahan kimia secara
langsung, khususnya pada kulit (APD yang sesuai dengan bahan kimia
Strategi dan Metode
Strategi dan metode yang dilakukan melalui kegiatan Chemical Substitution
dan APD Substitution
Aktivitas
a. Chemical Substitution , yaitu dengan mengganti bahan kimia yang
beresiko tinggi untuk menimbulkan gangguan kesehatan, khususnya
dermatitis dengan bahan kimia lain yang memiliki resiko yang rendah.
b. APD Subtitution, yaitu mengganti APD sebelumnya dengan APD yang
mampu memprotect keterpaparan bahan kimia secara langsung,
khususnya pada kulit (APD yang sesuai dengan bahan kimia).
Target
a. 75 % bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi merupakan
bahan kimia yang aman bagi kesehatan.
b. 100 % APD yang digunakan adalah APD yang efektif untuk memproteksi
keterpaparan bahan kimia secara langsung, khususnya pada kulit (APD
yang sesuai dengan bahan kimia)..
2. Medical Program
13
Medical Program merupakan program yang bertujuan untuk pemeriksaan
kesehatan pada pekerja secara dini bagi pekerja yang baru dan berkala (6
bulan sekali) bagi pekerja yang lama.
Fokus Kegiatan
a. Berkaitan dengan pemeriksaan kesehatan secara dini (awal perekrutan).
b. Berkaitan dengan pemeriksaan kesehatan secara berkala (6 bulan sekali)
bagi pekerja yang lama.
Strategi dan Metode
Strategi dan metode yang dilakukan melalui kegiatan pemeriksaan
kesehatan pada para pekerja.
Aktivitas
a. Melakukan pemeriksaan kesehatan dini kepada calon tenaga kerja baru,
guna mengetahui riwayat penyakit.
b. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala (6 bulan sekali) untuk
mengetahui sejauh mana keterpaparan bahan kimia dan dampak dari
bahan kimia tersebut terhadap pekerja.
Target
100 % pihak menejeman mengetahui kondisi kesehatan dari seluruh pekerja.
3. Safe Work Practices Program
Safe Work Practices Program adalah program untuk menjaga pekerja dari
keterpaparan bahan kimia dalam waktu yang lama.
Fokus Kegiatan
a. Berkaitan dengan penetapan system rolling pada pekerja di area produksi
b. Berkaitan dengan penetapan system shift pada seluruh pekerja.
Strategi dan Metode
Strategi dan metode yang dilakukan melalui sistem rolling dan shift kerja.
Aktivitas
a. Melakukan system rolling bagi pada pekerja di area produksi (4 bulan
sekali).
b. Melakukan system shif kerja dengan metode 2-2-3
Target
Dilaksanakannya system rolling dan shift kerja dengan baik dan sustainable.
E. Sumber Daya dan Hambatan
14
Sumber Daya
Sumber daya yang diperlukan untuk menunjang kesuksesan program
promosi kesehatan di tempat kerja tersebut antara lain :
1. Sumber daya manusia , meliputi
a. Pihak Manajemen
b. Serikat Pekerja
c. Lintas Sektoral
- Dinas Kesehatan
- Ahli kimia
- Teknik Design (Design APD)
2. Ketersediaan Dana
3. Ketersediaan media promosi
4. Struktur pengawasan oleh supervisor
Beberapa sumber daya tersebut diharapkan dapat dimaksimalkan guna
mendukung terlaksananya program Elimination Impact Exposure Chemical
Program dalam pengurangan keterpaparan bahan kimia terhadap pekerja di
Industri PT. Inti Pantja Press
Hambatan
Hambatan yang mungkin akan ditemui dalam pelaksanaan program
promosi kesehatan kerja ini adalah adanya kurangnya kesadaran pekerja
terhadap keterpaparan bahan kimia, pentingnya penggunaan APD, dan
kurangnya pengawasan oleh ahli kimia terhadap penggunaan bahan kimia yang
berisiko tinggi di perusahaan tersebut. Serta ketersediaan dana yang terbatas
yang dimiliki perusahaan dalam pelaksanaan program.
F. Plan Of Action (POA)
No
Jenis Kegiatan Tujuan Sasaran WaktuTempat
PelaksanaanMetode dan
Media
15
1 Chemical Knowledge Program
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pekerja terhadap keterpaparan bahan kimia
Para pekerja yang kontak langsung dengan bahan kimia, khususnya pada proses realisasi
Januari , April, Juli, Oktober 2010 (Triwulan)
Aula perusahaan dan area-area strategis
Penyuluhan dan LCC
Media: Poster
2 Substitution Program
Mengurangi keterpaparan bahan kimia terhadap pekerja
Para pekerja yang kontak langsung dengan bahan kimia, khususnya pada proses realisasi
Januari 2010
Area produksi
- Mengganti bahan kimia
- Disaign APD yang aman dan sesuai
3 Training Program
- Meningkatkan keterampilan pekerja dalam proses kerja yang aman dan sehat
- Mengetahui tingkat sensitivitas pekerja baru terhadap paparan bahan kimia
Tenaga kerja dibawah masa kerja 2 tahun
3 bulan PT. Inti Pantja Press
- Pelatihan dan praktek
- APD
4 Medical Program
- Mengetahui riwayat penyakit pekerja
- Mengetahui tingkat keterpaparan bahan kimia
Tenaga Kerja baru dan Seluruh Pekerja
- Awal perekrutan
- 6 bulan sekali
Poliklinik perusahaan
- Pemeriksaan kesehatan
- Uji Laboratorium
5 Safe work practices program
- Untuk meminimalisir keterpaparan bahaya kimia
- Untuk menghindari efek kumulatif bahan kimia pada perkerja
Seluruh tenaga kerja di bagian produksi
- 6 bulan sekali
PT. Inti Pantja Press
- Rolling
- Shift Kerja
G. Rencana Evaluasi Program
Evaluasi program direncanakan secara bertahap yaitu selama rentang
waktu program dilaksanakan. Evaluasi program tersebut diuraikan sebagai
berikut :
16
1. Evaluasi Proses (2009)
Evaluasi proses dilihat berdasarkan terlaksananya kegiatan yang telah
disusun sesuai rencana program. Ukuran keberhasilannya adalah
terlaksananya kegiatan promosi kesehatan kerja kepada sasaran program
sesuai dengan rencana, ketepatan waktu pelaksanaan dan anggaran yang
direncanakan.
2. Output (2009)
Evaluasi pada output dapat dilihat dari :
Pelaksanaan penyuluhan, dan pelatihan tentang penggunaan bahan
kimia yang aman kepada pekerja dapat berjalan dengan baik.
Pelaksanaan monitoring dari pihak manajeman dapat berjalan dengan
baik.
3. Impact (2009)
Observasi pada pekerja di area produksi mengenai keterpaparan bahan
kimia selama bekerja.
Observasi terhadap penggunaan APD bagi pekerja
4. Outcome (2010)
Sebanyak 80% pekerja bebas dari penyakit dermatitis.
Program ini dapat terlaksana dengan optimal berjalan secara
berkelanjutan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
17
Promosi kesehatan di tempat kerja merupakan komponen kegiatan
pelayanan pemeliharaan/ perlindungan kesehatan pekerja dari suatu pelayanan
kesehatan kerja. Sayang sekali, dalam beberapa hal promosi kesehatan di
tempat kerja dikembangkan sebagai kegiatan yang terpisah dari pelayanan
kesehatan kerja. Hal ini selain membuang sumber daya, juga tidak efektif dalam
kemajuan program promosi kesehatan di tempat kerja.
Sehat berarti tidak hanya ketiadaan suatu penyakit tapi optimalnya kondisi
fisik, mental dan kesejahteraan sosial. Promosi kesehatan kerja didefinisikan
sebagai proses yang memungkinkan pekerja untuk meningkatkan kontrol
terhadap kesehatannya. Jika dilihat dalam konteks yang lebih luas, promosi
kesehatan di tempat kerja adalah rangkaian kesatuan kegiatan yang mencakup
manajemen dan pencegahan penyakit baik penyakit umum maupun penyakit
yang berhubungan dengan pekerjaan serta peningkatan kesehatan pekerja
secara optimal.
Jadi dapat disimpulkan bahwa promosi kesehatan di tempat kerja (health
promotion at the workplace) adalah program kegiatan yang direncanakan dan
ditujukan pada peningkatan kesehatan para pekerja beserta anggota keluarga
yang ditanggungnya dalam konteks tempat kerja.
Promosi kesehatan di tempat kerja diselenggarakan berdasarkan suatu
kerangka konsep (framework), yang dibangun melalui beberapa kunci seperti ;
pendekatan (approach), strategi (strategies), area prioritas (priority areas), faktor
yang mempengaruhi (influence factors), dan lain-lain. Bagan kerangka konsep
dapat dilihat di bawah ini :
Pendekatan Langkah Area Prioritas Faktor Perilaku sehat
Strategi Pengaruh & positif
B. Saran
Evaluasi program direncanakan secara bertahap yaitu selama rentang
waktu program dilaksanakan harus dikontrol agar program promosi K3 dapat
berjalan sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
18
Fatma Lestari, Hari Suryo Utomo. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Dermatitis Kontak Pada Pekerja Di PT Inti Pantja Press Industri. Jurnal
Makara, Kesehatan, Vol. 11, No. 2, Desember 2007: 61-68
Thaha MA. 1997 Gambaran Klinik Dermatosis Akibat Kerja. In Kumpulan Makalah
Simposium Dermatosis Akibat Kerja dalam Rangka Pertemuan Ilmiah
Tahunan IV PERIDOSKI, Berkala Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Vol. 9
Agustus 1997 No. 2. 1997: 73-76.
Firdaus U. Dermatitis Kontak Akibat Kerja: Penyakit Kulit Akibat Kerja Terbanyak di
Indonesia. Majalah Kesehatan Masyarakat, Vol. II no.5. 2002: 16-18.
Putro HH. Penatalaksanaan Dermatitis Kontak. Majalah Dokter Keluarga. Volume 5
Nomor 1, Desember 1985: 4-7.
Priatna B. Peraturan Pemerintah Tentang Dermatosis Akibat Kerja. In Kumpulan
Makalah Simposium Dermatosis Akibat Kerja dalam Rangka Pertemuan
Ilmiah Tahunan IV PERIDOSKI, Berkala Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Vol. 9 Agustus 1997 No. 2. 1997: 63-66.
19