PROLIFERASI SENJATA NUKLIR

7
PROLIFERASI SENJATA NUKLIR Isu proliferasi senjata nuklir merupakan salah satu dari isu yang sangat menonjol dalam globhalisasi politik dunia. Pengembangan dan persebaran senjata-senjata nuklir (baik secara kuantitas maupun kualitas) dan kemampuannya sebagai alat penghancur massal, baik untuk memusnahkan seluruh kota dan negara, maupun seluruh penduduk bumi, membuat isu proliferasi senjata nuklir menjadi fokus perhatian dalam agenda keamanan global. Hanya ada 5 negara (Cina, Prancis, Rusia, Inggris, AS) yang diakui oleh Perjanjian Non- Proliferasi Senajat Nuklir (NPT) sebagai pemilik senjata- senjata nuklir. Namun sebenarnya masih ada beberapa negara lainnya yang ditengarai memiliki senjata-senjata nuklir. Di mulai pada tahun 2005 jumlah seluruh arsenal senjata nuklir yang dimiliki oleh 5 negara besar tersebut diperkirakan mencapai19.600 hulu ledak nuklir, AS memiliki 10.350 hulu ledak nuklir dan Rusia mempunyai 8.400 hulu ledak nuklir. Disamping itu Prancis diperkirakan memiliki 400 hulu ledak nuklir, China memiliki 400, Inggris mempunya 200, India dan Pakistan dipercayai mempunyai 100, dan Israel memiliki 200 hulu ledak nuklir. Dengan demikian pada tahun 2005 terdapat 8 anggota resmi dari the nuclear club, yaitu AS, Rusia, Inggris, Pramcis, India, Pakistan, Israel. Lebih dari itu Iran, Korea Utara,dan diperkiran sebanyak 22 negara lainnya (termasuk Brazil) atau organisasi-organisasi teroris nonpemerintha secara umum dipercayai kemungkinan besar melakukan pelanggaran terhadap semngat dan undang-undang the nuclear

description

Materi Simulasi Sidang #DC2013 #SACK

Transcript of PROLIFERASI SENJATA NUKLIR

Page 1: PROLIFERASI SENJATA NUKLIR

PROLIFERASI SENJATA NUKLIR

Isu proliferasi senjata nuklir merupakan salah satu dari isu yang sangat menonjol

dalam globhalisasi politik dunia. Pengembangan dan persebaran senjata-senjata nuklir (baik

secara kuantitas maupun kualitas) dan kemampuannya sebagai alat penghancur massal, baik

untuk memusnahkan seluruh kota dan negara, maupun seluruh penduduk bumi, membuat isu

proliferasi senjata nuklir menjadi fokus perhatian dalam agenda keamanan global. Hanya ada

5 negara (Cina, Prancis, Rusia, Inggris, AS) yang diakui oleh Perjanjian Non-Proliferasi

Senajat Nuklir (NPT) sebagai pemilik senjata-senjata nuklir. Namun sebenarnya masih ada

beberapa negara lainnya yang ditengarai memiliki senjata-senjata nuklir.

Di mulai pada tahun 2005 jumlah seluruh arsenal senjata nuklir yang dimiliki oleh 5

negara besar tersebut diperkirakan mencapai19.600 hulu ledak nuklir, AS memiliki 10.350

hulu ledak nuklir dan Rusia mempunyai 8.400 hulu ledak nuklir. Disamping itu Prancis

diperkirakan memiliki 400 hulu ledak nuklir, China memiliki 400, Inggris mempunya 200,

India dan Pakistan dipercayai mempunyai 100, dan Israel memiliki 200 hulu ledak nuklir.

Dengan demikian pada tahun 2005 terdapat 8 anggota resmi dari the nuclear club, yaitu AS,

Rusia, Inggris, Pramcis, India, Pakistan, Israel. Lebih dari itu Iran, Korea Utara,dan

diperkiran sebanyak 22 negara lainnya (termasuk Brazil) atau organisasi-organisasi teroris

nonpemerintha secara umum dipercayai kemungkinan besar melakukan pelanggaran terhadap

semngat dan undang-undang the nuclear Nonproliferation Treaty (NPT) dengan menjadi

anggota-anggota the nuclear club.

Kendala bagi meningkatnya bagi proliferasi sebetulnya sangat rapuh, seperti yang

ditunjukkan oleh program-program pengembangan nuklir India dan Pakistan pada tahun

1998, dan kegagalan larangan uji senjata nuklir setelah penolakan AS terhadap The

Comprehensive Test Ban Traety (CTBT). Dorongan untuk ikut serta ke dalam the nuclear

club dan untuk memperoleh rudal-rudal dan pesawat-[esawat pembom guna peluncuran

senjata-senjata nuklir adalah demikian kuat atas dasar bebrapa alasan. Pertama, bahan-bahan

nuklir yang dibutuhkan untuk pembuatan senjata nuklir secara luas tersedia. Ini disebabkan

oleh penggunaan teknologi nuklir secara luas tersedia. Ini disebabkan oleh penggunaan

teknologi nuklir secra luas untuk menghasilkan listrik. Sekarang ini terdapat 440 reaktor

tenaga nuklir dan penelitian yang tersebar luas di 44 negara di seluruh dunia. Disamping itu,

pengetahuan nuklir tersebar luas sehingga memungkinkan negara-negara memproses kembali

uranium dan plutonium yang dihasilakn oleh pabrik-pabrik energi sebagai sampah yang

Page 2: PROLIFERASI SENJATA NUKLIR

kemudia bisa dipakai untuk meproduksi senjata-senjata nuklir secara tersembunyi. Pada wal

tahun 2006-an, reaktor-reaktor reprocessing secara komersial menghasilkan cukup banyak

plutonium untuk membuat sekitar 40.000 senjat nuklir. Kedua keahlian ilmu yang diperlukan

untuk pengembangan senjata-senjata nuklir tersebar luas dengan maraknyaglobalisasi

pelatihan ilmu yang canggih. Ketiga, pengawasan ekspor yang dirancang untuk

menghentikan transfer teknologi bagi tujuan-tujuan militer adalah sangat lemah. Disampin itu

kebocoran-kebocoran dalam pengawasan ekspor nuklir telah melemahkan rezim

antiproliferasi. Koversi program-program tenaga nklir ke tujuan-tujuan militer bisa terjadi

kapan saja baik secara terbuka atau terselubung, seperti dalam kasus India dan Pakistan.

Upaya penjagaan yang dibangun ke dalam rezim sangat tidak memdai untuk mendeteksi dan

mencegah program-program pengembangan senjata-senjata nuklir secara rahasia. Keempat,

nonnuclear weapons states mempunyai dorongan yang kuat untuk mengembangkan senjata-

senjata nuklir yang tidak ada bedanya dengan yang dimiliki oleh the nuclear club.

Berakhirnya perang dingin memunculkan persepsi bahwa bahay perang nuklir antar

negara-negara yang sebelumnya dijuluki negara adidaya telah merosot secara dramatis,

namun tidak demikian halnya dengan isu-isu nuklir lainnya justru mengalami peningkatan

arti pentingnya. Pasca perang dingin telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan komunitas

internasional terhadap isu proliferasi nuklir acapkali didiskripsikan sebagao: “masalah negara

‘N + !.’ Artinya, masalah proliferasi tidak perlu dikaitkan dengan kepemilikan senjata-senjata

nuklir oleh suatu negara (N), namun efek domino dari kepemilikan senjata nuklir sebagai

hasil dari resolusi-resoluis pesimistis terhadap dilema interpretasi oleh negara-negara lain

justru mendorong mereka melakukan tindakan nuklirisasi (N + 1). Kondisi seperti ini

kemudian disebut security dilemma contagion. Dalam era perang dingin isu ini dipandang

kurang penting dalam keamanan pada saat terdapat 2 perspektif yang berbeda mengani

proliferasi nuklir, pertama, negara-negara yang diakui sebagai pemilik senjata nuklir

mempunyai kepedulian untuk mencegah negara-negara lain memperoleh senjata nuklir.

Kelompok ini berupaya untuk emncegah dan menghalangi apa yang dinamakan horizontal

proliferation. Kedua, sebuah perspektif lain dari beberapa negara yang tidak memiliki senjata

nuklir (non-nuclear states), yang mempunyai kepedulian dan keprihatinan terhadap

pembangunan terhadap senjata-senjata nuklir dalam kualitas maupun kuantitas oleh 5 negara

pemilik senjata nuklir. Kelompok negara lain lebih khawatir terhadap apa yang dinamakan

vertical proliferation.

Page 3: PROLIFERASI SENJATA NUKLIR

Di beberapa kawasan, isu nuklir telah bergerak dari situasi di mana senjata-senjata

nuklir menjadi isu menonjol ke situasi yang kurang menonjol. Di kawasan lain, justru

bergerak ke arah yang berlawanan. Di Ameriak Latin, Asia Tenggara, Afrika, dan Asia

Tengah cenderung cenderung telah terbentuk dan mengonsolidasikan kawasan sebagai zona

bebas sebjata nuklir (NWFZ). Di kawasan – kawasan lain seperti Asia Selatan dan Adia

Timur, dan memungkinkan timur tengah justru sebaliknya. Ada kecenderungan diamna

negara-negara di kawasan itu tergerak untuk memiliki senjata nuklir. Perkembangn seperti

ini, tentunya mempunyai konsekuensi yang telah mengubah politik global secara radikal

sejak 1945, dan menciptakan suatu situasi dimana saling ketergantungan telah menjadi suatu

fakat kehidupan.

Sebagaimana telah dijelaskan di awal, berakhirnya Perang dingi ternyata tidak diikuti

oleh senyapnya isu nuklir dari agenda keamanan global. Selama masa perang dingin, umat

manusia dihantui oleh kemungkinan pecahnya perang nuklir yang bisa menghancurkan umat

manusia. Namun saat ini, isu nuklir tetap mengemuka meski8 bukan dalam konteks pernag

nuklir yang mungkinbisa pecah kapan saja, tapi lebih pada usaha-usaha untuk menghentikan

pesebarannya. Ini karena perluasan persebaran senjata yang mematikan ini juga akan

membuka perang nuklir dalam skala yang lebih besar.

Banyak faktor yang membuat proliferasi nuklir menjadi sebuah isu global dalam

bebrapa dekade. Pertama, pengetahuan tentang efek destruktif yang besar dari senjata nuklir

terhadap penduduk manusia. Keuda, sama pentingnya tahun 1945, hanya AS mempunyai

kapabilitas untuk menghasilkan senjata nuklir. Ketiga, perkembangan-perkembangan yang

berasal dari bubarnya bekas Uni Soviet pada tahub 1990-an juga menimbulkan masalah-

masalah baru menyangkut proliferasi nuklir. Keempat, perkembangan lain yang memperoleh

momentum selama tahun 1990-an adalah perhatian yang diberikan untuk berteori mengapa

bebrapa negara menginginkan senjat anuklir sementara negara-negara lain tidak.

Teori Tentang Proliferasi dan Non-Proliferasi Nuklir

Isu-Isu Konseptual

Bagi para analisis dan juga para mahasiswa HI pembahasan tentang isu proliferasi

senjata nuklir akan selalu diliputi oleh beberapa pertanyaan. Salah satu yang paling penting

diantaranya adalah apakah yang akan menjadi fokus analisis itu. Sebagaimana dikemukakan

Howlett, isu mengenai proliferasi senjata nuklir akan bermuara pada pertanyaan mengenai

Page 4: PROLIFERASI SENJATA NUKLIR

apakah ‘level of analysis’ yang tepat dalam mempelajari proliferasi nuklir. Apakah fokus

studinya diletakkan pada tingkat individual, organisasi, kelompok budaya, negara, sistem

internasional ataupun kombinasi dari semua itu.

Motivasi

Howlett mengemukakan bahwa selama kurun waktu setelah perang dunia kedua, pola

kepemilikan (acquisition) dibentuk oleh 5 anggota NWS yang dinyatakan menjadi pola yang

paling mungkin diikuti oleh suatu negara yang mengembangbiakkannya di masa depan.

Analisis tentang aspek motivasi ini biasanya dipusatkan pada the strategic, political, and

prestige rationales yang mendorong negara-negara berupaya memiliki senjata nuklir.

Kapabilitas Nuklir

Paralel dengan usaha menganalisis aspek-aspek motivasi kepemilikan senjata nuklir,

menurut Howlett, adalah persoalan yang berkaitan dengan menentukan apakah suatu negara

sebenarnya memiliki kapabilitas nuklir. Dalam tahun 1974, melakukan percobaan di bawah

tanah tentang apa yang oleh pemerintah India sebut sebagai a peaceful nuclear exploition

(PNE). Kemudian, pada 24 Maret 1993, presiden FW de Klerk mengumumkan bahwa Afrika

Selatan telah memproduksi 6 peralatan nuklir sampai tahun 1989, tetapi pemerintah telah

membongkarnya sebelum menandatangani NPT.

Lebih banyak lebih baik ataukah lebih buruk

Dalam melihat apakah lebih banyak ataukah lebih sedikit kepemilikan senjata nuklir,

ada dua sudut pandang yang agak berbeda. Sudut pandang yang pertama berangkat dari

tradisi pemikiran neorealis yang dikembangkan Kenneth N. Waltz. Disini, Waltz melontarkan

suatu tesis provokatif dengan memngemukakan, “lebih banyak mungkin lebih baik”. Tesis

tersebut dikemukakan pada awal tahun 1980an, analisis ini menekankan dampak dari sebab-

sebab struktural mengenai kepemilikan senjata nuklir. Unit atau negara, dalam sistem

internasional tidak emmpunyai option atau pilihan kecuali berupaya untuk melakukan

tindakan-tindakan untuk mempertahankan wilayah mereka. Hasilnya adalah bahwa negara

akan berupaya untuk memiliki senjata nuklir untuk memperbesar keamanan mereka dan

untuk menangkal musuh-musuh potensial. Dengan demikian, Waltz menyarankan bahwa

lebih banyak senjata nuklir akan lebih baik karena menghalangi negara lain untuk

menggunakan senjata yang sama.

Page 5: PROLIFERASI SENJATA NUKLIR

Referensi:

Winarno, Budi. 2011. “Isu-Isu Global Kontemporer”. Proliferasi Senjata Nuklir 11:260-275.

Yogyakarta: CAPS