PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS...
Transcript of PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS...
IMPLEMENTASI UNDANG- UNDANG NO. 38 TAHUN 1999 DAN NO. 23
TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
DI KUA KECAMATAN LIMO KOTA DEPOK
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
NUR AZIZAH
NIM : 1111044100063
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
( A H W A L S Y A K H S I Y Y A H )
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2015 M
IMPLEMENTASI UNDANG- UNDANG NO. 38 TAHUN 1999 DAN NO. 23
TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
DI KUA KECAMATAN LIMO, KOTA DEPOK
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar SaIjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Nur Azizah NIM: 1111044100063
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
(AHWAL SY AKHSIYY AH)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 Hl2015 M
ii
PENGESAHAN PANITIA LTJJAN SKRIPSI
Skripsi yang beIjudul "Implementasi Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 dan No.
23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat di KUA Kecamatan Limo Kota Depok"
telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 19 Oktober 2015. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SaIjana Strata Satu (SI) pada Program
Studi Hukum Keluarga (Ahwal al Syakhshiyah).
Jakarta, 19 Oktober 2015
Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Ketua : Dr. H. Abdul Halim, M.Ag NIP. 19670608 199403 1 005
Sekertaris : Arip Purkon, MA ...............................) NIP. 19790427 200312 1 002
( Pembimbing : Afwan Faizin, MA ......)
NIP. 19721026200312 1 001
rPenguji I : Dr. Hj. Azizah, MA (...... . . NIP. 19630409 1989022001
_~I
Penguji II : H. M. Yasir, MH ( ~ ) NIP. 150075010 0065
iii
v
ABSTRAK
Nur Azizah. NIM 1111044100063. IMPLEMENTASI UNDANG-
UNDANG NO. 38 TAHUN 1999 DAN NO. 23 TAHUN 2011 TENTANG
PENGELOLAAN ZAKAT DI KUA KECAMATAN LIMO KOTA DEPOK.
Konsentrasi Peradilan Agama Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H / 2015
M. xi + 77 halaman + 36 halaman lampiran.
Skripsi yang berjudul Implementasi Undang-Undang No. 38 Tahun 1999
dan No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Di KUA Kecamatan Limo Kota
Depok ini merupakan hasil penelitian yang menggambarkan tentang bagaimana
penerapan undang-undang pengelolaan zakat di KUA Kecamatan Limo Kota Depok
khususnya tentang kewenangannya. Metode pendekatan yang digunakan oleh penulis
dalam penelitian ini adalah metode Yuridis Empiris. Pendekatan yuridis karena
penelitian ini bertitik tolak dengan menggunakan kaedah hukum dan peraturan yang
berkaitan dengan kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut undang-
undang. Empiris karena pendekatan bertujuan memperoleh data mengenai
kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut undang-undang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang kewenangan KUA dalam
pengelolaan zakat menurut undang-undang No. 38 Tahun 1999 dan No. 23 Tahun
2011 dan untuk mengetahui praktek pengelolaan zakatnya di KUA Kecamatan Limo
Kota Depok apakah sudah sesuai dengan undang-undang atau belum.
Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh suatu kesimpulan bahwa
kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat di KUA Kecamatan Limo sudah sesuai
dengan undang-undang No. 38 Tahun 1999 yaitu sebagai pengusul saja, tapi
menurut undang-undang No. 23 Tahun 2011 kewenangan KUA sudah dihapuskan
dan hanya menjadi UPZ (unit pengumpul zakat).
Kata Kunci : Kewenangan KUA, Zakat, dan Pengelolaan Zakat.
Pembimbing : Afwan Faizin, MA.
Daftar Pustaka : 1979-2013
vi
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini, Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW, pembawa Syariahnya yang universal bagi semua umat manusia
dalam setiap waktu dan tempat hingga akhir zaman.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada Ayahanda Sholeh dan Ibunda
Mastiah yang selalu memberikan dorongan, bimbingan, kasih sayang, serta doa tanpa
mengenal lelah sedikitpun. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih
sayang-Nya kepada mereka.
Dalam penulisan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis
temukan, namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-Nya,
kesungguhan, serta dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung
maupun tidak langsung segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya
sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, sudah
sepantasnya pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang
sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
2. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M.Ag, dan Bapak Arif Furqon, MA, Ketua
Program Studi dan Sekretaris Program StudiAhwal al Syakhshiyah Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Afwan Faizin, MA dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu,
tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis.
4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta staf pengajar pada lingkungan Program
studi Ahwal Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu
pengetahuannya kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan.
5. Segenap jajaran staf dan karyawan akademik Perpustakaan Fakultas Syariah
dan Hukum dan Perpustakaan Utama yang telah membantu penulis dalam
pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.
6. Bapak Asnawi, S.Ag, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Limo
dan seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
dalam mencari data-data sebagai bahan rujukan skripsi.
7. Bapak Saiful Millah, Penghulu KUA yang ahli dibidangnya yang telah
senatiasa memberikan wejangan dan bimbingan pada penulis selama penulis
melakukan wawancara.
8. Kepala Kantor Kecamatan Limo beserta staf dan jajarannya.
9. Adinda Fanny Saf Rian dan Rofi’atul Sholikhah yang senantiasa memberikan
do’a dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
viii
10. Sahabat seperjuangan penulis : Burhanatut Dyana, Arisa Dykawresa, Putri
Rahmawati, Nabila Al- halabi, Muhammad Fatinnudin, Ayu Cyntia Dewi, Nur
Azimah, Robiatul Adawiyah, Nia Oktaviani, Devi dan Novia Nasyomia.
11. Semua teman-teman Peradilan Agama Angkatan 2011 yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang
berlipat ganda. Sungguh, hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan mereka
dengan kebaikan yang berlipat ganda pula.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun senantiasa penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.
Ciputat, 04 Oktober 2015
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Identitas, Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 7
D. Review Studi Terdahulu ..................................................................... 8
E. Metode Penelitian.............................................................................. 10
F. Sistematika Penulisan ....................................................................... 13
BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG ZAKAT
A. Definisi Zakat .................................................................................... 15
B. Dasar Hukum Zakat .......................................................................... 20
C. Tujuan, Hikmah dan Manfaat Zakat ................................................. 23
D. Objek Zakat ....................................................................................... 25
x
E. Manajemen Pengelolaan Zakat ......................................................... 29
F. Macam-macam Zakat ........................................................................ 37
BAB III PENGELOLAAN ZAKAT MENURUT UNDANG-UNDANG
A. Sejarah Pengelolaan Zakat ................................................................ 50
1. Pengelolaan Zakat Pada Zaman Rasulullah dan Sahabat ............ 50
2. Pengelolaan Zakat Di Masa Penjajahan ...................................... 51
3. Pengelolaan Zakat Di Awal Kemerdekaan ................................. 51
4. Pengelolaan Zakat Di Masa Orde Baru ...................................... 52
5. Pengelolaan Zakat Di Era Reformasi .......................................... 54
B. Organisasi Pengelolaan Zakat Menurut Undang-Undang No. 38 Tahun
1999 ................................................................................................... 56
C. Alasan Diberlakukannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 ....... 60
D. Organisasi Pengelolaan Zakat Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun
2011 ................................................................................................... 61
E. Posisi KUA dalam Pengelolaan Zakat .............................................. 64
BAB IV IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO. 38 TAHUN 1999 DAN
NO. 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DI KUA
KECAMATAN LIMO KOTA DEPOK
A. Sekilas Tentang Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Limo ......... 67
B. Praktek Pengelolaan Zakat Di KUA Kecamatan Limo .......................... 68
C. Analisis Penulis ....................................................................................... 71
xi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 72
B. Saran-saran .............................................................................................. 74
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 75
LAMPIRAN
1. Surat Mohon Kesediaan Pembimbing Skripsi
2. Surat Keterangan Hasil Wawancara
3. Hasil Wawancara Skripsi
4. Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011
5. Dokumentasi Wawancara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam agama Islam, ada satu ajaran yang penting untuk diketahui
bahwa dalam harta orang kaya terdapat hak orang lain yang harus dikeluarkan
dalam bentuk zakat, infak, shadaqah dn sebagainya. Perintah menafkahkan
harta guna membantu sesama anggota masyarakat yang kurang beruntung
tersebut merupakan pelaksanaan konkrit dari prinsip Islam tentang keadilan
sosial.1
Zakat juga merupakan salah satu ibadah yang wajib bagi kaum
Muslim, bahkan menjadi salah satu pilar atau rukun Islam yang harus
dijalankan oleh orang- orang Muslim. Seperti yang kita ketahui bahwa zakat
sendiri ada yang sifatnya untuk pembersihan jiwa setiap Muslim (zakat
fitrah), dan ada juga yang diwajibkan khusus bagi kalangan tertentu yang
terikat oleh ketentuan jumlah nisab harta dan waktu kepemilikannya (zakat
mal).
Kewajiban zakat dalam Islam memiliki makna yang sangat
fundamental. Selain berkaitan erat dengan aspek- aspek ketuhanan, juga
1Tulus, Pedoman Zakat, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Zakat Dirjen Bimbingan
Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2006), h. 3
2
ekonomi dan sosial. Diantara aspek- aspek ketuhanan adalah banyaknya ayat-
ayat Al-Qur’an yang menyebut masalah zakat, termasuk diantaranya 27 ayat
yang menyandingkan kewajiban zakat dengan kewajiban shalat secara
bersamaan.2
Bila kita berbicara tentang Zakat, maka kita beranjak dari kesamaan
pengertian bahwa zakat merupakan salah satu sendi pokok ajaran Islam,
disamping syahadat, shalat, puasa dan haji. Banyak ayat Al- Qur’an yang
berisi perintah mengerjakan shalat diiringi dengan perintah membayar zakat. 3
Pada masa awal pemerintahan Islam, zakat menjadi salah satu
instrumen kesejahteraan umat. Di zaman Rasulullah SAW, Khulaffaur
Rasyidin dan pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, zakat memiliki peran
optimal sebagai instrumen kesejahteraan umat.4
Pengelolaan zakat pada zaman Rasulullah SAW. Diurus dan ditangani
langsung oleh beliau sebagai pimpinan dengan dibantu oleh para sahabat.
Dalam pembagian zakat beliau membentuk badan amil yang penggunaannya
sesuai dengan prinsip sebagaimana tersebut dalam Al- Qur’an dengan
disesuaikan situasi dan kondisi masyarakat pada saat itu, selain untuk fakir
miskin juga untuk membiayai tempat ibadah, tentara, menjinakkan hati orang
2 Nuruddin Mhd Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2006), h. 1
3 Wiwoho, Usman Yatim, dan Enny, Zakat dan Pajak, (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1991),
h. 32 4 Ahmad husnan, Zakat Menurut Sunnah dan Zakat Model Baru, (Jakarta: Pustaka Al
Kautsar, 1996), h. 22
3
kafir agar masuk Islam, membayar hutang dan memerdekakan budak dan lain
sebagainya.5
Sebagaimana yang telah disyariatkan dalam Islam, zakat adalah
lembaga pertama yang dikenal dalam sejarah yang mampu menjamin
kehidupan bermasyarakat. Bahkan sejak munculnya ajaran Islam zakat sudah
menjadi rukun ketiga dari rukun Islam yang lima, dan menjadi landasan dasar
ajaran Islam.6
Di Indonesia sendiri terjadi perkembangan yang menarik bahwa
pengelolaan zakat kini memasuki era baru, yaitu dikeluarkannya undang-
undang yang berkaitan dengannya sekaligus berkaitan dengan pajak. Undang-
undang tersebut adalah Undang- undang No. 38 tahun 1999 yang telah
direvisi menjadi Undang- undang No. 23 tahun 2011 tentang pengelolaan
zakat, Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 tahun 1999 dan Keputusan
Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No D/tahun
2000 tentang pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.7
Ditinjau dari tujuan pengelolaan zakat yang bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan bagi masyarakat, meningkatkan fungsi dan peranan
5 Tulus, Pedoman Zakat, (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Zakat Dirjen Bimbingan
Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2006), h. 277
6 Yusuf Qardhawi, Spektrum Zakat Dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, (Jakarta: Zikrul
Media Intelektual, 2005), h. 53
7 Didin Hafidhuddin, Zakat Infak & Sedekah, (Jakarta: Baznas, 2005), h. 15
4
pranata kegiatan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat, serta
meningkatkan hasil guna dan dayaguna zakat.8 Terlihat dari tujuan tersebut
pengelolaan zakat lebih ditujukan agar masyarakat muslim dapat
melaksanakan kewajibannya.
Secara yuridis jelas Undang- undang No. 23 Tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat menjelaskan bahwa pemerintah mengamanatkan kepada
BAZNAS untuk mengelola zakat dengan turunannya, namun di sisi lain
terdapat ketimpangan kewenangan, seperti KUA yang menjalankan
kewenangannya tidak sesuai dengan undang-undang.
Kantor Urusan Agama (KUA) adalah salah satu lembaga dari struktur
organisasi Kementrian Agama yang memungkinkan menyediakan pelayanan
sampai tingkat kecamatan, pelayanan administrasi keagamaan bagi Umat
Islam pada Kantor Urusan Agama (KUA) ini meliputi, pelayanan pernikahan,
nasehat perkawinan, bimbingan haji, pengelolaan zakat dan wakaf, pembinaan
keluarga sakinah serta pelayanan pembinaan umat secara umum.
Sejak direvisinya undang- undang No. 38 Tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat kewenangan KUA sudah tidak berlaku lagi. Diperkuat
dengan pasal 6 undang- undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan
zakat, yang menyebutkan bahwa Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
8 Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Cikal Sakti : 2007), h. 45
5
merupakan badan yang berwenang dalam pengelolaan zakat secara nasional.9
Namun pada kenyataannya masih banyak KUA yang sampai sekarang masih
mengelola zakat dan menjalankan kewenangan yang tidak sesuai dengan
undang-undang terbaru yaitu undang-undang No. 23 Tahun 2011. Salah
satunya adalah KUA Kecamatan Limo Kota Depok.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut adalah
diantaranya kurang tegasnya pengawasan dari pihak BAZNAS pusat sehingga
bisa dengan mudahnya pihak KUA melaksanakan kewenangan yang tidak
seharusnya, kurang adanya sarana dan prasarana yang masih ternbatas, kurang
adanya komunikasi yang baik antara pihak KUA dengan atasannya.
Untuk itulah penulis mejadikan KUA kecamatan Limo sebagai objek
penelitian. Hasil penelitian ini penulis sajikan dalam bentuk skripsi yang
berjudul:
“Implementasi Undang- Undang No. 38 Tahun 1999 Dan No. 23 Tahun
2011 Tentang Pengelolaan Zakat Di KUA Kecamatan Limo, Kota Depok”
B. Identifikasi Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
9Undang-undangNomor 1 Tahun 1974 TentangPerkawinan, (Bandung: Citra Umbara, 2012),
h. 210
6
Dalam UU No. No 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat,
KUA masih memiliki andil dalam pengelolaan zakat yaitu dalam hal
pembentukan BAZ (Badan Amil Zakat) sampai tingkat kecamatan sesuai
dengan pasal 6 ayat 2 huruf (d), tapi semenjak direvisinya UU No. 38
tersebut menjadi UU No. 23 Tahun 2011 KUA sudah tidak lagi memiliki
andil dalam pengelolaan zakat yaitu dalam pembentukan BAZ.
2. Pembatasan Masalah
Dalam pembahasan skripsi ini penulis memilih KUA Kecamatan
Limo Kota Depok sebagai obyek penelitian. Mengingat banyaknya
kewenangan oleh KUA tersebut, maka penulis melakukan pembatasan
yakni hanya pada kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut
undang-undang No. 38 Tahun 1999 dan undang- undang Nomor 23 tahun
2011. Dan penulis juga hanya membatasi pada pasal-pasal yang
berhubungan dengan kewenangan KUA tersebut.
Pembahasan di atas menarik untuk diteliti, namun perlu adanya
pembatasan masalah dalam skripsi ini sehingga nantinya tidak meluas atau
keluar dari pokok bahasan sehubungan dengan banyaknya kewenangan
KUA.
3. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini menilai tentang
kewenangan KUA Kecamatan Limo dalam pengelolaan zakat apakah
7
sesuai dengan peraturan perundang-undangan No. 38 Tahun 1999 dan
Undang- undang Nomor 23 tahun 2011.
Sehubungan dengan permasalahan di atas dan untuk memudahkan
penulis dalam penulisan skripsi ini, maka rincian rumusan masalah skripsi
ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut
Undang- undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang- Undang No. 23
Tahun 2011?
b. Bagaimana Praktek Pengelolaan Zakat di KUA Kecamatan Limo
menurut Undang- undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang- Undang
No. 23 Tahun 2011?
c. Sudah sesuaikah kewenangan KUA Kecamatan Limo dengan Undang-
undang pengelolaan zakat ?
C. Manfaat dan Tujuan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam melakukan suatu kegiatan pada dasarnya memiliki tujuan
tertentu. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah
penulis uraikan diatas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah:
8
a. Untuk mengetahui kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut
Undang- undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang- Undang No. 23
Tahun 2011.
b. Untuk mengetahui Praktek Pengelolaan Zakat di KUA Kecamatan Limo
menurut Undang- undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang- Undang No.
23 Tahun 2011.
c. Untuk mengetahui apakah sudah sesuai kewenangan KUA Kecamatan
Limo dengan Undang- Undang pengelolaan zakat.
2. Manfaat Penelitian
Selain tujuan sebagaimana telah dikemukakan diatas, penelitian
ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun praktis, antara lain:
a. Secara Teoritis : untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang
Hukum Islam, baik materiil maupaun formil.
b. Secara Praktis : sebagai referensi bagi akademisi dan memberikan
kejelasan pada masyarakat umumnya tentang kewenangan KUA dalam
pengelolaan zakat beserta undang- undang yang mengaturnya.
D. Review Studi Terdahulu
Sebelum masuk lebih jauh mengenai pembahasan ini. Penulis
menemukan ada beberapa penelitian terdahulu yang mengangkat pembahasan
tentang Pengelolaan Zakat akan tetapi mempunyai sudut pandang yang
9
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, adapun penelitian
tersebut dintaranya:
1. Kewenangan KUA Dalam Pengelolaan Zakat Pasca Undang- Undang
Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat (Studi Kasus di KUA
Kecamatan Pamulang), Lutfyudin, NIM 108044100053 Tahun 2013.
Dalam skripsi ini hanya menganalisis bagaimana pengelolaan zakat di
KUA Pamulang pasca munculnya Undang- Undang Nomor 23 tahun
2011.
Perbedaannya dengan skripsi ini adalah Penulis tidak hanya
menganalisis kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat pasca
munculnya Undang- Undang tersebut, tapi juga menganalisis kewenangan
KUA sebelum munculnya Undang- Undang tersebut, membandingkan
kedua undang-undang tersebut, serta menganalisis sudah sesuaikah
praktek di KUA Kecamatan Limo dengan undang-undang.
2. Praktek Pengelolaan Zakat di Negra Muslim (Studi Kasus Negara Brunei
Darussalam), Febrianti NIM 107046102178 tahun 2011. Dalam skripsi ini
menganalisa bagaimana praktek pengelolaan zakat di Negara Muslim
Khususnya di Negara Brunei Darussalam, karena Brunei merupakan salah
satu Negara yang mayoritas penduduknya Muslim.
Perbedaannya dalam skripsi ini adalah Penulis lebih
mengkhususkan kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut
10
undang- undang No. 38 Tahun 1999 dan undang-undang No. 23 Tahun
2011. Apakah sudah sesuai antara undang-undang dan prakteknya.
E. Metode Penelitian
Dalam menyusun skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian
sebagai berikut:
1. Metode Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
pendekatan yuridis empiris. Metode pendekatan yuridis empiris
merupakan cara prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah
penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian
dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data primer di
lapangan menyangkut kewenangan KUA dalam Pengelolaan zakat
menurut undang-undang No. 38 Tahun 1999 dan undang- undang No. 23
tahun 2011 di KUA Kecamatan Limo.
2. Jenis Penelitian
Adapun dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode
deskriptif analisis yakni menggambarkan dan memaparkan secara
sistematika tentang apa yang menjadi obyek penelitian dan kemudian
dilakukan analisis. Metode deskriptif analisis yang dilakukan melalui
11
pendekatan kualitatif, yakni menggambarkan berupa kata-kata, ungkapan,
norma atau aturan-aturan dari fenomena yang diteliti.10
Cara tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis
secara mendalam tentang “kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat
menurut Undang- undang Nomor 38 Tahun 1999 dan Undang- undang
Nomor 23 Tahun 2011”.
3. Subjek dan Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di KUA Kecamatan Limo karena KUA
Kecamatan Limo memiliki permasalahan yang unik. Adapun yang menjadi
bahan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah Undang- Undang
tentang pengelolaan zakat yaitu undang- undang No. 38 Tahun 1999 dan
No. 23 Tahun 2011. Sehubungan dengan hal tersebut maka yang menjadi
respondennya adalah Kepala KUA Kecamatan Limo.
4. Metode Pengumpulan Data
a. Jenis Data
Jenis data yang digunakan sebagai referensi untuk menunjang
keberhasilan penelitian yakni meliputi data primer dan data sekunder.
1). Data primer adalah data-data yang didapat langsung dari
perpustakaan yakni dengan cara mencari fakta- fakta yang ada di
10Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2004), h.
3
12
lapangan tersebut, melakukan observasi, mengumpulkan data-data
serta melihat langsung objek yang akan dijadikan topik skripsi.
Dalam hal ini adalah undang- undang tentang pengelolaan zakat dan
hasil pengamatan.
2). Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari penelitian hukum
normatif (penelitian hukum kepustakaan) dan penelitian hukum
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yaitu bahan
yang dihasilkan dari bahan hukum terhadap Undang-undang No. 38
Tahun 1999 dan No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dan
bahan hukum lainnya seperti buku- buku yang mendukung dan
memperjelas bahan hukum tersebut.
b. Sumber Data
Sumber data yang dipakai oleh penulis yaitu:
1. Dokumen, dengan mempelajari berkas yang berbentuk Undang-
undang tentang pengelolaan zakat, yaitu undang-undang No. 38
Tahun 1999 dan No. 23 Tahun 2011 serta dokumen yang diperoleh
dari hasil penelitian.
2. Wawancara yang dilakukan dengan Kepala KUA dan stafnya.
Wawancara ini dilakukan dengan metode wawancara tak terstruktur
(open – ended) yaitu wawancara dengan pertanyaan yang bersifat
13
terbuka dimana responden secara bebas menjawab pertanyaan
tersebut.11
c. Analisis Data
Data yang diperoleh baik dari penelitian kepustakaan maupun dari
penelitian lapangan akan diolah berdasarkan analisis normatif kualitatif.
Normatif karena peneliti bertitik tolak dari peraturan yang ada sebagai
norma hukum positif, sedangkan kualitatif yang dimaksud yaitu analisis
yang bertitik tolak pada usaha penemuan asas dan informasi yang bersifat
monografis atau berwujud kasus-kasus (sehingga tidak dapat disusun ke
dalam suatu struktur klasifikatoris) dari responden. Memahami kebenaran
yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pertanyaan kepada sejumlah
responden baik secara lisan maupun secara tertulis selama dalam
melakukan penelitian.12
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan penelitian skripsi ini berpedoman kepada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.”Adapun sistematika
penulisannya adalah sebagai berikut :
11
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja RosdaKarya) h. 233.
12Koentjaraningrat, Metode- Metode Penelitian Masyarakat, ( Jakarta: 1997), h. 269.
14
Bab Pertama, terdiri dari Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang
Masalah, Identifikasi Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Studi Review Terdahulu, Metodologi Penelitian dan
Sistematika Penulisan.
Bab Kedua, memuat tentang tinjauan teoritis tentang zakat, yang
didalamnya terdiri dari definisi zakat, dasar hukum zakat, tujuan hikmah dan
manfaat zakat, objek zakat, manajemen zakat, dan macam-macam zakat.
Bab Ketiga, berisi tentang pengelolaan zakat menurut Undang-
Undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang- Undang No. 23 Tahun 2011 serta
badan pelaksananya.
Bab Keempat, pada bab ini penulis akan menguraikan tentang
Implementasi Undang- Undang pengelolaan zakat di KUA Kecamatan Limo,
yang berisi tentang sekilas tentang KUA Kecamatan Limo, Praktek
Pengelolaan Zakat di KUA Kecamatan Limo, dan dilanjutkan dengan Analisa
Penulis.
Bab Kelima, adalah Penutup yang berisi Kesimpulan serta Saran-
saran. Dalam bab penutup ini penulis menyimpulkan semua yang telah
dibahas dalam skripsi ini.
15
BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG ZAKAT
A. Definisi Zakat
Asal kata zakat adalah zaka‟ yang artinya tumbuh, suci, dan
berkah.1Kata zakat juga diambil dari lafazh ( الزكاة) yang maknanya adalah
berkembang, suci dan berkah.2
Zakat dalam kamus besar Bahasa Indonesia juga diartikan sebagai
jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama
Islam dan diberikan kepada golongan yang berhakmenerimanya menurut
ketentuan yang telah ditentukan oleh syara‟, Salah satu rukun Islam yang
mengatur harta yang wajib dikelurkan kepada mustahik.3
Dalam kitab Fiqih, zakat menurut bahasa artinya keberkahan,
kesuburan, kesucian, atau kebaikan. Sedangkan secara istilah zakat adalah
harta atau makanan pokok yang wajib dikeluarkan seseorang untuk orang-
orang yang membutuhkan. Zakat mengandung keberkahan dan kebaikan,
sehingga harta akan menjadi suci dan tumbuh subur.4zakat juga sebutan
atas segala sesuatu yang dikelurkan oleh seseorang sebagai kewajiban
1 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Terj. Khairul Amru Harahap dan masrukhin,(Jakarta;
Cakrawala Publishing, 2011), h.56 2 Syaikh as-SayyidSabiq, Panduan Zakat Menurut Al- Qur‟an dan As- Sunnah, Terj. Beni
Sarbeni, (Bogor; Pustaka Ibnu Katsir, 2005), cet. 1, h. 1 3 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2008), Ed. 4, h.1569 4Ahsin W Alhafidz, Kamus Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2013), cet.1, h.244
16
kepada Allah Swt, kemudian diserahkan kepada orang- orang miskin atau
orang- orang yang berhak menerimanya.5
Di dalam Ensiklopedi Indonesia, zakat juga didefinisikan sebagai
jumlah harta tertentu yang dikeluarkan dan diberikan kepada golongan-
golongan yang berhak menerimanya menurut yang telah ditetapkan
syara‟dalam surat At- Taubah: 60.6
Dalam Ensiklopedi Fiqih Wanita juga dijelskan bahwa zakat
adalah jumlah tertentu dari harta tertentu yang dikeluarkan pada waktu
tertentu kepada sekelompok orang tertentu.7
Senada dengan definisi-definisi di atas, zakat juga diartikan
sebagai satu nama yang diberikan untuk harta yang dikeluarkan oleh
seorang manusia sebagai hak Allah Ta‟ala yang diserahkan kepada orang-
orang fakir. Dinamakan zakat karena didalamnya terdapat harapan akan
adanya keberkahan, kesucian jiwa, dan berkembang di dalam kebaikan.8
Dalam buku yang lain juga dijelaskan bahwa zakat menurut
bahasa mempunyai beberapa arti, yaitu al- barakatu “keberkahan”, al-
namaa “pertumbuhan dan perkembangan”, ath- thaharatu “kesucian”, dan
ash- shalahu “keberesan”.9 Sedangkan secara istilah, zakat itu adalah
bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah Swt mewajibkan
5Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah,Terj. Khairul Amru Harahap, (Jakarta: Cakrawala
Publishing, 2011), h. 56 6 Tim Penyusun, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: PT Ichtiar Baru – Van Hoeve), h. 4023
7Abu Malik Kamal, Ensiklopedi Fiqih Wanita, (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2007), jilid 1,
cet 1, h. 417 8 Syaikh as-SayyidSabiq,Panduan Zakat, (Bogor; Pustaka Ibnu Katsir, 2005), cet. 1, h. 1
9 Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, mengutip dari Majma Lughah
al-„Arabiyyah, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 7
17
kepadapemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya,
dengan persyaratan tertentu pula.10
Sedangkan zakat dari segi istilah fikih berarti “sejumlah harta
tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang- orang yang
berhak” disamping berarti “ mengeluarkan jumlah itu sendiri”.11
Wahbah al-Zahayly mendefinisikan zakat secara bahasa adalah
berarti tumbuh (numuww) dan bertambah (ziyadah). Jika diucapkan zaka
al-zar‟ artinya adalah tanaman itu tumbuh dan bertambah. Jika diucapkan
zakat al-nafaqah artinya nafkah tumbuh dan bertambah jika diberkati.12
Adapun hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dengan
pengertian zakat menurut istilah adalah, sekalipun secara tekstual zakat
dilihat dari aspek jumlah berkurang, namun hakikat zakat itu bisa
menyebabkan harta itu bertambah, baik secara maknawi maupun secara
kuantitas. Karena terkadang Allah membukakan pintu rezeki bagi
seseorang yang tidak pernah terbetik dalam hati sanubarinya. Allah
berbuat seperti itu tentu karena seorang tadi melaksanakan kewajiban
terhadap harta yang Allah wajibkan atasnya.13
10
Didin Hafidhuddin,Zakat Dalam Perekonomian, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 7 11
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Terj. Salaman Harun,dkk, (Jakarta; Litera Antarnusa
dan Mizan, 1986),h.34 12
Wahbah al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005) ,cet. 6, h. 82 13
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Fiqih Zakat Kontemporer, (Surakarta: Alqowam,
2011), cet. 1, h. 11
18
Al- Qur‟an menggunakan beberapa terminologi untuk arti zakat
yaitu:14
a. Al- Zakat (zaka) seperti pada ayat 110 surat al- Baqarah:
Artinya:Dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat.(QS 2: 110)
b. Al- Sadaqah (sedekah) seperti yang ditemukan pada ayat 103 surat
al- Taubah:
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat
itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah
untuk mereka. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS
9: 103)
c. Al- Nafaqah (infak) seperti yang ditemukan pada ayat 34 surat al-
Taubah:
Artinya: Dan orang- orang yang menyimpan emas dan perak dan
tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukan kepada
mereka(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. (QS
9:34)
d. Al- Haq (hak) seperti pada ayat 141 surat al- An‟am :
14 Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002),
cet. 2, h. 172
19
Artinya: ...dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya
(dengan mengeluarkan zakatnya), dan janganlah kamu berlebih-
lebihan. Allah tidak menyukai orang yang berlebih- lebihan. (QS 6: 141)
Para pemikir Ekonomi Islam mendefinisikan zakat sebagai harta
yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat berwenang kepada
masyarakat umum atau individual yang bersifat mengikat, final, tanpa
mendapat imbalan tertentu yang dilakukan pemerintah sesuai dengan
kemampuan pemilik harta. Zakat itu dialokasikan untuk memenuhi
kebutuhan delapan golongan yang telah ditentukan oleh Al- Qur‟an, serta
untuk memenuhi tuntutan politik bagi keuangan Islam.15
Dalam Undang- Undang No. 23 Tahun 2011 pasal 1 ayat (2)
dijelaskan bahwa Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang
muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya sesuai dengan syariat Islam.16
Dengan demikian, zakat merupakan kewajiban bagi seorang
mukmin yang memenuhi syarat syariah Islam sebagai muzakki untuk
mengeluarkan sebagian pendapatan atau harta guna diberikan kepada
mustahik yang telah ditetapkan syari‟ah Islam.17
15
Gazi Inayah, Teori Komprehensip Tentang Zakat dan Pajak, (Yogyakarta: PT Tiara
Wacana, 2003), cet. 1, h. 35 16
Tim Penyusun, Undang- Undang R.I Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan &
Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra Umbara, 2012), h.211 17
Lili Bariadi, MuhammadZen, dan M Hudri, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta: Centre For
Entrepreneurship Development, 2005), cet. 1, h. 6
20
B. Dasar Hukum Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dijalankan,
dan dinyatakan dalam Al-Qur‟an secara bersamaan dengan sholat
sebanyak 82 ayat. Pada masa permulaan Islam di Mekah, kewajiban zakat
ini masih bersifat global dan belum ada ketentuan mengenai jenis dan
kadar (ukuran) harta yang wajib dizakati. Hal itu untuk menumbuhkan
kepedulian dan kedermawanan umat Islam. Zakat baru benar- benar
diwajibkan pada tahun 2 Hijriah, namun ada perbedaan pendapat
mengenai bulannya. Pendapat yang masyhur menurut ahli hadits adalah
pada bulan Syawal tahun tersebut.18
Pada tahun kedua Hijriyah, baru Allah SWT memerintahkan
kewajiban zakat dengan menggunakan ungkapan atu al-zakat (tunaikanlah
zakat). Seiring dengan perintah itu Nabi SAW memberikan penjelasan
mengenai ketentuan- ketentuannya, seperti jenis harta yang dikenakan
wajib zakat, kadar nisab, dan presentasinya.19
Oleh karena itu zakat
hukumnya wajib berdasarkan Al- Qur‟an, Sunnah, dan Ijma‟ atau
kesepakatan ulama.
Berikut ini sebagian ayat- ayat Al- Qur‟an dan As- Sunnah yang
dijadikan dasar hukum kewajiban zakat:
a. Surat An- Nisa‟ ayat 77:
18
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah
Thaharah Shalat Zakat Puasa dan Haji, (Jakarta: Amzah, 2013), cet. 3, h. 344 19
Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002),
cet. 2, h. 174
21
Artinya: Dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat. (QS 3: 77)
b. Surat Al- Baqarah ayat 277:
2 /222)
Artinya: sesungguhnya orang- orang yang beriman mengerjakan
amal shaleh, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka
mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak adakekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(QS 2: 277)
c. Surat At- Taubah ayat 11:
Artinya: jika mereka (kaum musyrikin) bertaubat, mendirikan shalat
dan menunaikan zakat, maka mereka adalah saudara- saudaramu
seagama. (QS 9: 11)
d. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar:
.20
Artinya: Islam dibangun atas lima perkara, syahadad tiada Tuhan
Selain Allah, dan Muhammad Utusan Allah, Menegakan
Shalat,membayar zakat, haji, dan puasa Ramadhan.(H.R. Bukhari dan
Muslim)
e. Hadits riwayat Muslim dari Ibnu Abbas RA:
20
Muhammad bin Ismâ‟îl al-Bukhârî, Şahîh al-Bukhârî, (Riyâ Maktabah al-Rusyd,
2006) h. 8 dan Imâm Abî Husain Muslim bin Hajjâj, Şahîh Muslim, (Riyâ Maktabah al-Rusyd,
1991), h. 45
22
Artinya: dari Ibnu Abbas RA, dia berkata, Mu‟adz berkata, Rasulullah
mengutusku dan berpesan”Sesungguhnya kamu akan mendatangi
suatu kaum darigolongan ahli kitab, maka serulah mereka untuk
bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allahdan Aku adalah utusan Allah.
Jika mereka menurutinya, maka sampaikan kepada mereka bahwa
Allah mewajibkan mereka shalat lima waktu sehari semalam. Jika
mereka menaatinya, maka sampaikan kepada mereka bahwaAllah
telah mewajibkan membayarzakat dari (harta) orang kaya diantara
mereka untuk dibagikan kepada fakir miskin dari golongan mereka
juga. Jika mereka patuh atas kewajiban itu padamu, maka hati-
hatilah kamu terhadap harta mereka yang sangat mulia bagi mereka.
Hindarilah doa orang yang terzalimi, karena antara doa orang yang
dizhalimi dan Allah tidak ada penghalang.(Muslim 1/37-38)
f. Dalil Ijma‟
Setelah Nabi SAW wafat, maka pimpinan pemerintahan dipegang
oleh Abu Bakar al- Shiddiq sebagai Khalifah pertama. Pada saat itu
timbul gerakan sekelompok orang yang menolak membayar zakat
(mani‟ al-zakah) kepada Khalifah. Khalifah mengajak para sahabat
lainnya untuk bermufakat memantapkan pelaksanaan dan penerapan
zakat dan mengambil tindakan tegas untukmenumpas orang- orang
21
Imâm Abî Husain Muslim bin Hajjâj, Şahîh Muslim, (Riyâ Maktabah al-Rusyd,
1991) h. 50
23
yang menolak membayar zakat dengan mengkategorikan mereka
sebagai orang murtad.22
Dari uraian nash di atas dapat dipahami mengenai kewajiban
mengeluarkan zakat. Pemahaman ini berdasarkan kepada kejelasan sighat
berupa redaksi dalam bentuk fi‟il amar yang berarti kewajiban/ perintah
dan dilalah berupa petunjuk dalil yang bersifat qothi‟i.
C. Tujuan, Hikmah Dan Manfaat Zakat
1. Tujuan Zakat
Zakat merupakan ibadah yang mengandung dua dimensi, ialah
dimensi hablum minallah dan hablum minannas. Ada beberapa tujuan
yang ingin dicapai oleh Islam dibalik kewajiban zakat adalah sebagai
berikut:23
a. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari
kesulitan hidup dan penderitaan.
b. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh gharim,
ibnusabil san mustahiq dan lain- lainnya.
c. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam
dan manusia pada umumnya.
d. Menghilangkan sifat kikir pemilik harta kekayaan.
22
Abdurrachman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdhah, mengutip dari al- Zakah wa
Tathbigatuha al- Mu‟ashirah Daral- Wathan(Jakarta: Srigunting, 2001), Cet. 2, h.49
23
ElsiKartika Sari, PengantarHukum Zakat, (Jakarta: CikalSakti : 2007), h. 12
24
e. Membersihkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati
orang- orang miskin.
f. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin
dalam suatu masyarakat.
g. Mengembangkan rasa tanggungjawab sosial pada diri seseorang,
terutama pada mereka yang mempunyai harta.
Berdasarkan uraian di atas maka secara umumzakat bertujuan
untuk menutupi kebutuhan pihak- pihak yang memerlukan dari harta
kekayaan sebagai perwujudan dari rasa tolong- menolong antara sesama
manusia beriman.
Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 pasal 3 juga
dijelaskan tujuan pengelolaan zakat sebagai berikut:
a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan
zakat; dan
b. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
2. Hikmah Dan Manfaat Zakat
Dalam ajaran Islam tiap- tiap perintah untuk melakukan ibadah
mengandung hikmah dan rahasia yang sangat berguna bagi pelaku ibadah
tersebut, termasuk ibadah zakat. Hikmah dan manfaat tersebut antara lain
disimpulkan sebagai berikut:
25
a. Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah SWT, mensyukuri
nikmat-NYA, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa
kemanusiaan yang tinggi.24
b. Menolong, membantu dan membangun orang yang lemah dan
susah, sekedar memenuhi kebutuhan pokoknya, sehingga mereka
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan melaksanakan
kewajibannya terhadap Allah.25
c. Mendidik dan membiasakan orang menjadi pemurah dan
menjauhkan dari sifat bakhil.26
d. Bagi orang miskin, dengan dana zakat akan mendorong dan
memberi kesempatan untuk berusaha dan bekerja keras sehingga
pada gilirannya berubah dari golongan penerima zakat menjadi
golongan pembayar zakat.
e. Bagi orang kaya, memperoleh kesempatan untuk menikmati hasil
usahanya, yaitu terlaksananya berbagai kewajiban agama dan
ibadah kepada Allah.
D. Objek Zakat
Pada awal sejarah pertumbuhan Islam di Mekah, orang- orang yang
berhak menerima zakat (infaq) itu adalah orang miskin saja. Setelah
24
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 10
25 Zurinal Z dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Lembaga Peneltian UIN
SyarifHidayatullah, 2008), cet. 1, h. 184
26Abdurrachman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdhah Dan Sosial, (Jakarta: Srigunting,
2001), Cet. 2, h.83
26
tahunke -9 Hijriyah Allah SWT menurunkan ayat 60 surat al-Taubah di
Madinah.27
Ayat tersebut menjelaskan secara rinci mengenai orang- orang
yang berhak menerima zakat. Ayat dimaksud ialah:
Artinya: sesungguhnya zakat- zakat ituhanyalahuntuk orang- orang
fakirorang- orang miskin, pengurus- pengurus zakat, muallaf yang dibujukhatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang- orang yang
berhutang, untukjalan Allah dan orang- orang yang
sedangdalamperjalanan, sebagaisesuatuketetapan. (QS 9: 60)yang
diwajibkan Allah; dan Allah MahaMengetahuilagiMahaBijaksana
Ayat di atas menunjukkan bahwa orang yang berhak menerima zakat
terdiri dari delapan golongan yaitu sebagai berikut:
1. Orang Fakir
Para ulama tidak sependapat dalam memberi definisi terhadap
terminologi fakir. Ulama Mazhab Syafi‟I dan Maliki
mendefinisikannya sebagai orang yang tidak mempunyai harta dan
tidak pula memiliki pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan
pokoknya. Dia juga tidak mempunyai suami atau anak atau saudara
yang menanggung nafkahnya.28
2. Orang Miskin
27
Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002),
cet. 2, h. 180
28 Wahbah Zuhayli, Al-Fiqh al-Islam waAdillatuh, (Beirut: Dar al-Fikri, 1987), hal. 869
27
Para Ulama Fiqh yang berpendapat bahwa fakir dan miskin adalah dua
kata yang mempunyai arti satu yaitu orang yang serba berkekurangan
atau yang benar- benar membutuhkan. Ada yang mengatakan bahwa
dua kata itu memiliki arti yang berbeda. Mazhab Syafi‟I dan Hanbali
misalnya mengatakan makna kedua istilah itu jelas berbeda. Orang
fakir menurut mereka lebih parah keadaan ekonominya dari orang
miskin. Orang yang fakir adalah orang yang sama sekali tidak
memiliki harta dan pekerjaan. Sedangkan orang miskin adalah orang
yang memiliki harta atau pekerjaan, tetapi hanya dapat menutupi
sekitar limapuluh persen atau lebih dari kebutuhannya dan kebutuhan
keluarga yang wajib dinafkahinya, namun tetap juga tidak
mencukupi.29
3. Amil Zakat
Yang dimaksud Amil zakat adalah orang yang diberi tugas untuk
pemimpin, kepala pemerintahan, atau wakilnya untuk mengambil
zakat dari orang kaya, meliputi pemungut zakat, penanggung jawab,
petugas penyimpanan, penggembala ternak dan pengurus
administrasinya. Mereka harus terdiri dari kalangan kaum Muslimin
dan bukan dari golongan yang tidak diperkenankan menerima zakat,
seperti keluarga Rasulullah SAW, yaitu Bani Hasyim dan Bani Abdul
Muthalib.30
29
Wahbah Zuhayli, Al-Fiqh al-Islam, (Beirut: Dar al-Fikri, 1987), hal. 879
30
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Terj. Khairul Amru Harahap dan masrukhin,(Jakarta;
Cakrawala Publishing, 2011), jilid. 2, h.142
28
4. Muallaf
Secara etimologis, muallaf berarti orang yang dilunakkan hatinya.
Tentu orang yang seperti ini adalah orang yang belum kuat imannya
dalam memeluk agama Islam, untuk menguatkan hatinya terhadap
agama Islam diberikan kepadanya zakat.31
5. Riqab
Yang dimaksud dengan riqab adalah usaha memerdekakan hamba
sahaya dengan cara membelinya dengan uang zakat kemudian
memerdekakannya. Jadi zakat digunakan sebagai dana untuk
membebaskan dirinya agar ia merdeka.
6. Gharimin
Gharim adalah orang- orang yang berhutang dan menghadapi
kesulitan untuk melunasinya. Yusuf Qardhawi mendefinisikannya
sebagai orang yang berhutang yang sulit dilunasinya. Hutang itu
timbul melalui kegiatan- kegiatan sosial, bukan kemaksiatan.32
7. Fi Sabilillah
Pada awalnya sesuai dengan konteks sosial, fi sabilillah diartikan
dengan sekelompok orang yang berjuang, berperang menegakkan
agama Allah SWT. Zakat digunakan sebagai dana atau biaya angkatan
perangnya. Pengertian ini wajar, karena penggunaan kata sabilillah
31Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002),
cet. 2, h. 183
32
Yusuf Qardhawi, Al- „ibadah Fi al-Islam, (Mesir, Muassasah al-Risalah, 1979), h.250
29
mutlak digunakan untuk peperangan, sebab Allah SWT sering
mengaitkannya dengan kata al-qatl dan al-jahd yang berarti berperang.
Misalnya dalam ayat berikut:
Artinya: dan perangilah di jalan Allah orang- orang yang
memerangikamu..(QS 2: 190)
8. IbnuSabil
Ibnu sabil adalah orang yang sedang dan akan melaksanakan
perjalanan dengan tujuan kebaikan. Tetapi dia kekurangan biaya untuk
mencapai tujuan dari perjalanan itu. Dengan zakat diharapkan dia
sampai ke tujuan.
E. Manajemen Pengelolaan Zakat
Manajemen merupakan kata serapan dari bahasa Inggris,
“managemen” yang berakar kata “manage” yang berarti “control” control
dan “succed” sukses.33
Sedangkan secara istilah dikemukakan oleh James Stoner bahwa
manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan pengawasan usaha para anggota organisasi dengan menggunakan
symber daya yang ada agar mencapai tujuan organisasi yang sudah
ditetapkan.34
33
Sudirman, Zakat Dalam Pusaran Arus Modern, (Malang: UIN Malang Press, 2007), h.
71
34 Eri Sudewo, Manajemen Zakat, (Jakarta: Institut Manajemen Zakat, 2004), cet. 1, h. 63
30
Mary Parker Follet memiliki definisi yang berbeda dengan
Stoner, dia mengartikan manajemen adalah seni dalam menyelesaikan
tugas pekerjaan melalui orang lain. Sedangkan menurut Hani Handoko
manajemen adalah bekerja dengan orang- orang untuk menentukan,
menginterpretasikan dan mencapai tujuan- tujuan organisasi dengan
pelaksanaan fungsi- fungsi perencanaan, pengorganisasian, penyusunan
personalia atau kepegawaian, pengarahan dan kepemimpinan serta
pengawasan.35
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen pengelolaan
zakat adalah sistem atau cara yang dilakukan oleh organisasi pengelola
zakat untuk mengelola zakat itu sendiri sehingga bisa tersalurkan kepada
orang- orang yang memang berhak untuk menerimanya. Seperti
pengumpulan, pengambilan, pendayagunaan dan pendistribusian.
Dasar hukum pengelolaan zakat itu sendiri adalah QS At-Taubah
103:
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan berdoalah untuk
mereka, sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Penyayang.
35 Eri Sudewo, Manajemen Zakat, (Jakarta: Institut Manajemen Zakat, 2004), cet. 1, h. 64
31
Berangkat dari perintah yang tersurat dan tersirat dari ayat di atas,
yang diawali dengan “kata perintah” : Ambillah, seharusnya mekanisme
pengumpulan dan penyaluran zakat adalah sebagai berikut:
Muzakki Amil/petugas Mustahiq
Dengan demikian dalam pengelolaan zakat, Allah memerintahkan
ada muzakki yang merupakan pembayar zakat, ada Amil sebagai
pengumpul dan penyalur, dan ada mustahiq sebagai penerima zakat.
MANAJEMEN ZAKAT
1. Lembaga Pengelola Zakat
a. Eksistensi Lembaga Pengelola Zakat
Pengelolaan zakat di Indonesia saat ini ada dua bentuk yaitu
pengelolaan zakat oleh pemerintah yaitu Badan Amil Zakat (BAZ)
dan Lembaga pengelola zakat non pemerintah yaitu Lembaga Amil
Zakat (LAZ). Lembaga Amil Zakat (LAZ) dibentuk oleh masyarakat
dan mendapatkan pengukuhan dari pemerintah setelah memenuhi
kriteria dan persyaratan yang telah ditetapkan.36
b. Pendayagunaan dan Pengelolaan zakat
Pengelolaan zakat sebagaimana disebut dalam UU RI No. 38
Tahun 1999 merupakan kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan
36
Oneng Nurul Bariyah, Total Quality Managemen Zakat, (Jakarta: Wahana Kardofa,
2012), cet. 1, h. 38
32
pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Pengelolaan dan
pendayagunaan zakat sebagai bentuk dari manajemen zakat.
c. Distribusi zakat kepada mustahiq
Sebagaimana diketahui bahwa orang yang berhak menerima
zakat ada delapan kelompok, yaitu: fakir, miskin, amil, muallaf, riqab,
orang yang berutang (gharim), orang yang berjuan di jalan Allah
(sabilillah), dan orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil). Dalam
masalah penyaluran harta zakat ulama berbeda pendapat tentang
distribusi zakat. Imam Syafi‟I dann pengikutnya berpendapat bahwa
zakat harus diberikan kepada delapan kelompok secara merata.
Sedangkan Abu Hanifah dan Imam Ahmad boleh memberikan zakat
hanya kepada sebagian tidak semua asnaf yang delapan. Sementara
Imam Malik berpendapat bahwa pemberian zakat didahulukan
berdasarkan tingkat kebutuhan. Para ulama Mazhab juga berpendapat
tentang larangan pemindahan zakat dari suatu Negara ke Negara yang
lain. Demikian pendapat Imam Malik dan Imam Syafi‟I. Sedangkan
Abu Hanifah dan Imam Ahmad menyatakan boleh memindahkan
zakat dari suatu Negara ke Negara lain jika penduduk Negara itu
berkecukupan.37
2. Deskripsi Manajemen Mutu Kinerja Lembaga Pengelola Zakat
a. Kepemimpinan
37
Oneng Nurul Bariyah, Total Quality Managemen Zakat, (Jakarta: Wahana Kardofa,
2012), cet. 1, h. 44
33
Pengetahuan tentang misi dan visi lembaga merupakan hal
penting bagi setiap pegawai (amil). Untuk itu visi dan misi
disampaikan kepada para pegawai saat mulai bekerja dalam bentuk
pelatihan serta pada kegiatan rutin bagi keseluruhan pegawai.
Intensitas pertemuan ditentukan secara berkala, ada yang mingguan,
bulanan, serta akhir tahun.
b. Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis sebagai bagian dari manajemen yang
membuat rencana kerja jangka panjang, menengah, dan tahunan.
Setiap lembaga pengelola zakat memiliki RENSTRA lembaga.
Demikian pula strategi pencapaian, rencana tindakan dan indicator
kunci.
c. Fokus pada pengelolaan Mustahiq dan muzakki
Data mustahik dan muzakki terhimpun dalam data base. Dengan
adanya data tersebut dapat diketahui jumlah muzakki dan mustahik
yang ada pada lembaga. Data mustahik dan muzakki pada lembaga
pengelola zakat harus dapat dilihat dalam media website masing-
masing.
d. Pengukuran dan Analisis Manajemen
Pengukuran kinerja lembaga tertuang dalam bentuk laporan
rutin tertulis kinerja unit setiap lembaga.
e. Sumber daya Amil
34
Sumber daya manusia dalam hal ini amil (pegawai) merupakan
faktor yang sangat penting dalam kegiatan operasional lembaga
pengelola zakat. Semua lembaga pengelola zakat memberikan
gaji/insentif bagi para amil. Begitu pula penghargaan atas prestasi
yang dicapai.
f. Pencapaian Hasil
Hasil yang dicapai oleh lembaga pengelola zakat berupa dana
ZIS yang terkumpul, pengelolaan dan penyalurannya. Dalam hal ini
terdapat pula daftar mustahik dan muzakki dalam periode tertentu.
Setiap lembaga memiliki daftar capaian hasil serta penyalurannya.
Penjelasan secara rinci dari deskripsi kinerja lembaga pengelola
zakat disajikan dalam uraian yang meliputi: manajemen
penghimpunan zakat (Fundrising Managemen), manajemen
pengelolaan dan pendayagunaan zakat (Empowering Managemen),
manajemen keuangan dan akuntasi (Finance anda Accounting
managemen), dan Manajemen amil (amil Managemen).
3. Manajemen Penghimpunan Zakat (Fundrising Managemen)
Fundrising merupakan kegiatan dalam rangka penghimpunan
dana dan sumber dana lainnya dari masyarakat baik individu,
kelompok, organisasi, perusahaan atau pemerintah yang akan
digunakan untuk membiayai program dan kegiatan operasional
35
lembaga dalam rangka mencapai tujuan. Dengan demikian kegiatan
Fundrising berujuan untuk menghimpun dana dan donatur.
Fundrising juga merupakan sarana untuk menghimpun
simpatisan juga pendukung. Kegiatan fundrising dapat pula menjadi
sarana dalam upaya membangun citra lembaga dan menjadi tujuan
utamanya memberikan kepuasan bagi para donatur. Bagi lembaga
yang didirikan untuk melaksanakan syari‟at agama seperti lembaga
pengelola zakat, kegiatan fundrising ditujukan untuk melaksanakan
tujuan dari pemberlakuan syari‟ah itu sendiri yaitu mewujudkan
kemaslahatan, membangun kemandirian umat, dan terwujudnya
keadilan distributive sehingga dapat merubah kehidupan para
mustahik idealnya mereka menjadi muzakki.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi
penggalangan dana yang dilakukan lembaga pengelolaan zakat baik
Badan Amil Zakat (BAZ) maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah
sebagai berikut:
a. Sumber dana: individual, perusahaan (corporate fund), lembaga
pemerintah, dan pendapatan usaha (earned income): unit usaha
yang dikelola dari berbagai sumbangan yang diberikan oleh
perusahaan
b. Media yang digunakan: cetak, elektronik, internet, dan media
komunikasi
36
4. Manajemen Pengelolaan dan Pendayagunaan Zakat
(Empowering Managemen)
Bagian ini akan memaparkan praktek pengelolaan dan
pendayagunaan zakat oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).
Pada bagian ini dibahas pula mengenai pola pendayagunaan yang
dilakukan masing- masing lembaga beserta program
pendayagunaannya. Bagian ini merupakan bagian dari indicator sitem
manajemen mutu terkait mustahik dan muzakki.38
Untuk penyaluran dana BAZNAS memiliki beberapa program.
Program tersebut secara garis besar terdiri atas: program kemanusiaan,
program kesehatan, program pendidikan, program ekonomi, dan
program dakwah. Adapun alokasi dana untuk program kemanusiaan
sebanyak 10%, program kesehatan sebanyak 20%, program
pendidikan 25%, program ekonomi sebanyak 35%, dan program
dakwah sebanyak 10%. Program yang dilakukan yaitu Indonesia
Cerdas, Indonesia Makmur, Indonesia Peduli, Indonesia Talwa, dan
Indonesia Sehat. Seluruh program tersebut dilaksanakan diberbagai
daerah yang berada diseluruh Indonesia melalui unit salur zakat yang
tersebar di berbagai daerah.
38
Oneng Nurul Bariyah, Total Quality Managemen Zakat, (Jakarta: Wahana Kardofa,
2012), cet. 1, h. 79
37
F. Macam- Macam Zakat
Secara umum zakat terbagi menjadi dua :pertama, zakat yang
berhubungan dengan badan atau disebut zakat fitrah. Kedua, zakat yang
berhubungan dengan harta atau zakat mal.
a. Zakat Fitrah
Zakat fitrah dilihat dari segi kebahasaan bermakna membersikan jiwa
atau diri dengan cara mengeluarkan harta dan diberikan kepada mereka
yang sangat memerlukan harta tersebut.
Sedangkan menurut istilah dalam syari‟ah Islam, zakat fitrah adalah
mengeluarkan beras atau bahan makanan pokok sebesar kuranglebih 2,5
kg (kurang lebih 3,5 liter), atau nilainya yang sepadan dengan jumlah
tersebut, dan didistribusikan kepada mereka yang memerlukannya, untuk
membersihkan diri atau jiwa yang mengeluarkannya.39
Dalam pengertian lain zakat fitrah menurut istilah adalah zakat yang
dikeluarkan oleh seorang muslim dari sebagian hartanya kepada orang-
orang yang membutuhkan untuk mensucikan jiwanya serta menambal
kekurangan- kekurangan yang terdapat pada puasanya seperti perkataan
yang kotor dan perbuatan yang tidak ada gunanya.40
Hadits yang berkaitan tentang kewajiban zakat fitrah adalah sebagai
berikut:
39
Tim Penyusun, MengenalHukum Zakat danInfak/ sedekah, (Jakarta: BAZIS, 1999), h.
15 40
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah,
(Jakarta: Amzah, 2013), cet. 3, h. 395
38
Telah menceritakan kepada kami „Abdullah bin Yusuf telah
mengabarkan kepada kami Malik dari Nafi‟ dari Ibnu „Umar radliallahu
„anhuma bahwa Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam mewajibkan
zakat fitrah satu sha‟ dari kurma atau sha‟ dari gandum bagi setiap orang
yang merdeka maupun hamba sahaya (budak), laki-laki maupun
perempuan dari kaum muslimin.
Zakat fitrah boleh dikeluarkan di awal malam bulan Ramadhan, namun
penundaannya hingga akhir bulan Ramadhan lebih utama. Dalam hal ini,
ada 5 waktu untuk mengeluarkan zakat fitrah, yiatu:
1. Waktu boleh, yaitu pada permulaan Ramadhan, mengingat sudah
terpenuhinya sebab perrtama diantara dua sebab diwajibkannya zakat
yaitu Ramadhan dan Idul fitri.
2. Waktu wajib, yaitu akhir Ramadhan dan awal syawal.
3. Waktu utama, yaitu setelah shalat shubuh dan sebelum shalat idul fitri.
4. Waktu makruh, setelah shalat idul fitri, meskipun memang
disunnahkan mengakhirkannya untuk menunggu orang yang dekat
seperti tetangga selama belum terbenam matahari.
5. Waktu haram, yaitu waktu yang dilarang untuk menunda- nunda
pembayaran zakat fitrah, yaitu akhir hari raya Idul Fitri ketika
matahari telah terbenam.
b. Zakat mal
39
Zakat mal (harta) adalah zakat yang dikeluarkan untuk menyucikan
harta, apabila harta itu telah memenuhi syarat- syarat wajib zakat.41
Zakat mal itu sendiri terbagi menjadi beberapa macam berdasarkan jenis
harta yang dimiliki. Antara lain sebagai berikut:
1. Zakat Binatang Ternak
Hewan ternak dinamakan al-an‟am karena banyaknya nikmat Allah
yang dianugerahkan kepada hambanya melaui hewan tersebut. hewan
ternak itu mencangkup unta, sapi dan kambing.42
Syarat- syarat zakat
ternak:
a) Sampai nishab, yaitu mencapai kuantitas tertentu yang ditetapkan
hukum syara‟, jumlah minimal (nishab).
b) Telah dimiliki satu tahun, menghitung masa satu tahun anak-anak
ternak berdasarkan masa satu tahuninduknya.
c) Digembalakan, maksudnya adalah sengaja diurung sepanjang
tahun dengan dimaksudkan untuk memperoleh susu,daging dan
hasil perkembang biakannya.
d) Tidak dipekerjakan demi kepentingan pemiliknya, seperti untuk
membajak,mengairi tanaman, alat transportasi, dan sebagainya.43
Nishab atas zakat binatang ternak:
41 Gustiana Djuanda, dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, (Jakarta:
PTRaja Grafindo Persada, 2006), h. 18 42
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah,
(Jakarta: Amzah, 2013), cet. 3, h. 350
43
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa dan Mizan, 1986), h.
170-172
40
1) Unta
Nishab unta adalah 5 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 5
ekor unta, ia terkena kewajiban zakat. Selanjutnya zakat itu
bertambah, jika jumlah unta yang dimilikinya juga bertambah.
Sesuai dengan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari Muslim:
.44
Artinya: “Tidak ada kewajiban zakat pada unta yang kurang dari
lima ekor”.
maka dapat dibuat table sebagai berikut:45
Jumlah (ekor) Zakat
5-9
10-14
15-19
20-24
25-35
36-45
45-60
1 ekor kambing
2 ekor kambing
3 ekor kambing
4 ekor kambing
1 ekor anak unta betina umur 1 tahun
lebih
1 ekor anak unta betina umur 2 tahun
lebih
1 ekor anak unta betina umur 3 tahun
44 Imâm Abî Husain Muslim bin Hajjâj, Şahîh Muslim, (Riyâ Maktabah al-Rusyd,
1991) h. 675 45 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa dan Mizan, 1999), h.
176
41
61-75
76-90
91-120
lebih
1 ekor anak unta betina umur 4 tahun
lebih
2 ekor anak unta betina umur 2 tahun
lebih
2 ekor anak unta betina umur 3 tahun
lebih
2) Ternak Unggas
Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak diterapkan
berdasarkan jumlah (ekor), sebagaimana halnya sapi, dan
kambing. Akan tetapi dihitung berdasarkan skala usaha.
Nishab ternak unggas dan perikanan adalah setara dengan
20 dinar (1 dinar =4,25 gram emas murni) atau sama dengan 85
gram emas. Artinya bila seorang berternak unggas atau
perikanan,, dan pada akhir tahun (tutup buku) ia memiliki
kekayaan yang berupa modal kerja dan keuntungan lebih besar
atau setara dengan 85 gram emas murni, maka ia terkena
kewajiban zakat sebesar 2,5 %.46
3) Sapi
46 Gustiana Djuanda, dkk, Pelaporan Zakat, (Jakarta: PTRaja Grafindo Persada, 2006), h.
25
42
Sapi adalah binatang ternak yang wajib dizakatkan apabila
telah mencukupi satu nisab. Termasuk kedalam jenis sapi
adalah kerbau, dan zakat kedua binatang itu juga sama.
Berdasarkan kesepakatan ulama sapi atau kerbau yang kurang
dari tiga puluh ekor tidak wajib dizakatkan. Sehingga sapi dan
kerbau baru dikeluarkan zakatnya setelah mencapai tiga puluh
ekor, seperti tabel berikut:
Jumlah (ekor) Zakat
30-39 1 ekor anak sapi jantan atau
betina/seekor anak kerbau umur 1 tahun
40-59 1 ekor anak sapi betina/seekor anak
kerbau umr 2 tahun
60-69 2 ekor anak sapi jantan
70- 79 Seekor anak sapi betina (umur 2 tahun)
ditambah anak sapi jantan (umur 1
tahun)
80- 89 2 ekor anak sapi betina umur 2 tahun
90- 99 3 ekor anak sapi jantan umur 1 tahun
4) Zakat kambing Domba
43
Yang dimaksud kambing disini adalah kambing domba dan
kambing kacangan, karena keduanya adalah satu jenis.47
Kewajiban zakat atas ternak kambing apabila telah mencapai
empat puluh ekor dan seterusnya, sebagaimana rincian dalam
table berikut:
Jumlah (ekor) Zakat
40-120 1 ekor kambing
121-200 2 ekor kambing
201-399 3 ekor kambing
400- 499 4 ekor kambing
500-599 5 ekor kambing48
2. Zakat Emas dan Perak
Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang
yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh karena
itu segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito,
cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk ke dalam
kategori emas dan perak, sehingga penentuan nishab dan besarnya
zakat disetarakan dengan emas dan perak.
47
Zurinal dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah, 2008), h. 165
48 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa dan Mizan, 1986), h.
205
44
Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti rumah,
villa, kendaraan, tanah, dan lain- lain. Yang melebihi keperluan
menurut syara‟ atau dibeli/ dibangun dengan tujuan menyimpan
uang dan sewaktu- waktu dapat diuangkan. Pada emas dan perak
lainnya yang berbentuk perhiasan, asal tidak berlebihan, maka
tidak diwajibkan zakat atas barang- barang tersebut.
Nishab atas zakat emas dan perak:
Sesungguhnya kewajiban mengeluarkan zakat emas dan perak
terikat dengan dua syarat:
1. Mencapai Nishab
2. Memilikinya genap satu tahun dengan hitungan hijriyah
semenjak memilikinya , dan nisab harus sempurna dalam
setahun penuh.
Nishab emas adalah 20 dinar (85gram emas murni) dan perak
adalah 200 dirham (setara 672 gram perak). Artinya bila seseorang
telah memiliki emas sebesar 20 dinar atau perak 200 dirham dan
sudah setahun, makaia terkena wajib zakat sebesar 2,5 %.49
Sesuai dengan Hadits Nabi berikut:
49
Gustiana Djuanda, dkk, Pelaporan Zakat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h.
25 50
Abu Daud Sulaimân bin Ats‟asy, Sunan Abî Daud, (Riyâ Maktabah al-Ma‟ârif, 2002,
h. 272
45
Artinya: Dari Ali, ia berkata : Rasulullah Saw, bersabda: “aku
telah membebaskan kalian dari zakatnya kuda dan hamba, karena
itu keluarkanlah zakatnya perak, yaitu untuk setiap 40 dirham,
(zakatnya) satu dirham, dan tidak ada kewajiban zakat pada 190
(dirham), tetapi apabila sudah mencapai 200 (dirham), maka
(zakatnya) 5 dirham.” (HR Ahmad, Abu daud, dan Tirmidzi).
3. Zakat Harta Perniagaan
Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk
diperjual belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang
seperti alat- alat,pakaian,makanan, perhiasan, dan lain- lain.
Perniagaan tersebut diusahakan secara perorangan, atau
perserikatan sepertiCV, PT, Koperasi, dan sebagainya.
Zakat atas harta perniagaan:
Harta perniagaan nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan
85 gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha padaakhir
tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja dan laba) lebih
besar atau setara dengan 85 gram emas (jika pergram Rp 25.000,00
= Rp 2.125.000,00) maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5
%.
Usaha yang bergerak di bidang jasa, sperti perhotelan,
penyewaan apartemen, taksi, rental mobil, bus/truk, kapal laut,
pesawat udara,danlain- lain, kemudian dikeluarkan zakatnya dapat
dipilih diantara 2 cara :
a. Pada perhitungan akhir tahun (tutupbuku) seluruh harta
kekayaan perusahaan dihitung termasuk barang (harta)
46
penghasiljasa, sperti hotel, taksi, kapal, dan lain-lain, kemudian
dikeluarkan zakatnya 2,5 %.
b. Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya hanya
dihitung dari hasil bersih yang diperoleh usaha tersebut selama
satu tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%.
4. Zakat Hasil Pertanian
Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau
tanaman yang bernilai ekonomis, seperti biji- bijian, umbi- umbian,
sayur- mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput- rumputan, dan
lain- lain.
Nisab dan kadar zakat hasil pertanian:
Adapaun nishab hasilpertanian adalah 5 wasaq atau setara
dengan 653 kg (gabah kering). Hal tersebut berdasarkan riwayat
dari Jabir, dari Rasulullah SAW., “…tidak wajib bayar zakat
padakurma yang kurang dari 5 ausuq” (HR Muslim).
Ausuq adalah bentuk jamak (plural) dari wasaq,dimana 1
wasaq = 60 sha‟, sedangkan 1sha‟= 2,176 kg, maka 5 wasaq adalah
5x60x2,176= 652,8 kg, dibulatkan menjadi 653 kg.
Apabila hasil pertanian tersebut termasuk makanan pokok,
seperti beras, jagung, gandum, kurma, dan lain- lain, maka
nishabnya adalah 653 kg. akan tetapi, jika hasil pertanian itu bukan
makanan pokok, seperti buah- buahan, sayur- sayuran,daun, bunga,
47
dan lain- lain, maka nishabnya disetarakan dengan harga nishab
dari makanan pokok yang paling umum di daerah negeri tersebut.
Kadar zakat untuk hasil pertanian, yang apabila diairi
dengan air hujan, atau sungai atau mata air adalah 10%, sedangkan
apabila diairi dengan disirami atau irigasi maka zakatnya 5%.
Dalam Nabijuga dijelaskan sebagai berikut:
Artinya: Dari Jabir, dari Nabi Saw, Ia bersabda: “ Pada
(tanaman)yang mendapat air dari sungai dan hujan, (zakatnya)
sepersepuluh (10%), dan pada(tanaman) yang disiram dengan
tenaga binatang, (zakatnya) seperduapuluh (5%). (HR Ahmad,
Muslim, Nasai,dan Abu Daud).51
Hasil pertanian yang bukan merupakan makanan pokok,
seperti buah- buahan, sayur- sayuran,bunga, daun, dammar, kayu
dan lain- lain, yang memiliki musimpanen tertentu, zakatnya
dihitung setiap kali musim panen. Sedang hasil pertanian yang
tidak memiliki musim panen tertentu atau panen secaraterus
menerus, zakatnya dihitung pada setiap akhir tahun. Nishabnya
dihitung berdasarkan harga yang senilai dengan harga nishab
makanan pokok yang berlaku di negeri yang bersangkutan.
5. Rikaz
51
Mu‟ammal Hamidy dan Imron AM dan Umar Fanany, Terjemah Nailul Authar,
(Surabaya: PT Bina Ilmu), jilid. 3, h. 1184
48
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau bisa
disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang
ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya.
Termasuk dalam rikaz yaitu harta yang diperoleh dari hasil undian
atau kuis berhadiah. Oleh sebab itu jika hasil tersebut memenuhi
criteria zakat wajib dizakati sebesar 20 % (1/5).
6. Zakat Profesi dan Zakat Wiraswasta
Wiraswasta yang dimaksud disini ialah pekerjaan yang
tidak terikat dengan Negara, seperti pekerjaan dokter, insyinyur,
sarjana hukum, penjahit, tukang batu, dan lain- lain. Adapun
pekerjaan yang terkait dan terikat dengan pemerintah atau yayasan
dan badan usaha umum atau khusus ialah yang para pegawainya
menerima upah bulanan. Penghasilan yang diperoleh
wiraswastawan atau pegawai negeri itu dikenal dalam fiqih dengan
istilah al-mal almustafad.52
Pengertian Profesi menurut Yusuf Qardhawi adalah kegiatan
atau pekerjaan yang penghasilan atau pendapatannya diusahakan
melalui keahliannya seperti dokter, arsitek, dan lain-lain .
Sedangkan menurut Wahbah Zuhaily Profesi adalah kegiatan
penghasilan atau pendapatan yang diterima seseorang melalui
usaha sendiri, seperti dokter, insinyur, dan lain-lain.
52
Yusuf al- Qardhawi, Fiqh al-Zakat, h. 487
49
Landasan zakat profesi itu sendiri adalah QS. Adz-
Dzariyat: 19
Artinya: Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang
miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat
bahagian.
Adapun nisab, waktu dan kadar zakat profesi tergantung
pada qiyas (analogi) yang dilakukan. Pertama, Jika dianalogikan
pada zakat perdagangan maka kadar, nisab dan waktunya sama
dengannya, sama pula dengan zakat emas dan perak. Nisabnya 85
gram emas, kadarnya 2,5 % dan waktunya setahun sekali setelah
dikurangi kebutuhan pokok. Kedua, jika dianalogikan pada zakat
pertanian, nisabnya 653 kg padi, kadarnya 5 % dan waktunya
dikeluarkan pada setiap mendapatkan gaji. Ketiga, jika
dianalogikan pada zakat rikaz, maka zakatnya sebesar 20 % tanpa
ada nisab, dan dikeluarkan pada saat menerimanya.53
Dari penjelasan di atas penulis dapat memberikan
kesimpulan bahwasanya zakat itu wajib bagi seluruh umat muslim
di dunia, karena perintah zakat itu sendiri sudah dijelaskan di
dalam Al-Qur‟an dan Hadits. Oleh karena itu wajib bagi setiap
muslim untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat harta yang telah
dianugerahkan. Salah satu caranya adalah dengan menunaikan
zakat dari harta tersebut.
53 Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h. 96
50
BAB III
Pengelolaan Zakat Menurut Undang- Undang
A. Sejarah Pengelolaan Zakat
1. Pengelolaan Zakat Pada Zaman Rasulullah dan Sahabat
Sebelum penulis membahas tentang pengelolaan zakat menurut
Undang- undang alangkah lebih baiknya kita mengetahui terlebih dahulu
sejarah pengelolaan zakat pada zaman dahulu. Pada masa Rasulullah zakat
dikelola oleh pemerintah. Nabi turun tangan sendiri dan memberi petunjuk
operasionalnya. Sahabat Muadz ibn Jabal ditunjuk sebagai pengumpul dari
dan untuk penduduk di kota Yaman, (desentralisasi) dalam penyaluran, tapi
sentralisasi dalam kebijakan. Begitu juga pada masa sahabat Abu Bakar ra,
zakat dikelola langsung oleh pemerintah, bahkan pada masa Abu Bakar yang
tidak berzakat diperangi. Abu bakar turun sendiri untuk mengawasi dan
zakat profesi pada masa itu belum diwajibkan. Pada masa Sahabat Umar bin
Khatab ra, karena baitul maal pada masa itu dananya makin banyak berasal
dari wilayah yang ditaklukan, jadi ada bagian zakat yang dibagikan di
wilayah namun ada juga yang disetor ke pusat. Pada masa sahabat Usman
bin Affan agak sedikit berbeda, zakat tetap dikelola oleh pemerintah namun
karena baitul maal penuh maka muzakki atas nama Khlaifah boleh langsung
51
membagikan ke asnaf. Zaid ibn Tsabit diangkat khusus untuk bagian
keuangan Negara (baitul maal). Sedangkan pada masa sahabat Ali biin Abi
Thalib sama dengan masa Usman, Ali turun mengawasi sendiri.1
2. Pengelolan Zakat di Masa Penjajahan
Zakat sebagai bagian dari ajaran Islam wajib ditunaikan oleh umat
Islam terutama yang mampu (aghniya’), tentunya sudah diterapkan dan
ditunaikan oleh umat Islam Indonesia berbarengan dengan masuknya Islam
ke Nusantara. Kemudian ketika Indonesia dikuasai oleh para penjajah, ara
tokoh agama Islam tetap melakukan mobilisasi pengumpulan zakat . Pada
masa penjajahan Belanda, pelaksanaan ajaran Islam (termasuk zakat) diatur
dalam Ordonantie Pemerintah Hindia Belanda Nomor 6200 tanggal 28
Pebruari 1905. Dalam pengaturan ini pemerintah tidak mencampuri masalah
pengelolaan zakat dan menyerahkan sepenuhnya kepada umat Islam dan
bentuk pelaksanaannya sesuai dengan syari’at Islam.2
3. Pengelolan Zakat di Awal Kemerdekaan
Pada awal kemerdekaan Indonesia, pengelolaan zakat juga diatur
pemerintah dan masih menjadi urusan masyarakat. Kemudian pada tahun
1951 barulah Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran Nomor :
1 Hidayat Nur Wahid, Zakat & Peran Negara, (Jakarta: Forum Zakat, 2006), cet. 1, h. 87
2 Aliboron, “ Pengelolaan Zakat Di Indonesia Persepektif Peran Negara”. Artikel diakses pada
Tanggal 03 Oktober 2015 dari https://aliboron.wordpress.com,
52
A/VII/17367, tanggal 8 Desember 1951 tentang Pelaksanaan Zakat Fithrah.
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama hanya menggembirakan dan
menggiatkan masyarakat untuk menunaikan kewajibannya melakukan
pengawasan supaya pemakaian dan pembagiannya dari pungutan tadi dapat
berlangsung menurut hukum agama.3
4. Pengelolaan Zakat di Masa Orde Baru
Pada masa orde baru, Menteri Agama menyusun Rancangan Undang-
Undang tentang Zakat dan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Gotong Royong (DPRGR) dengan surat Nomor : MA/095/1967 tanggal 5
Juli 1967. Dalam surat Menteri Agama tersebut disebutkan antara lain :
“Mengenai rancangan undang-undang zakat pada prinsipnya, oleh karena
materinya mengenai hukum Islam yang berlaku bagi agama Islam, maka
diatur atau tidak diatur dengan undang-undang, ketentuan hukum Islam
tersebut harus berlaku bagi umat Islam, dalam hal mana pemerintah wajib
membantunya. Namun demikian, pemerintah berkewajiban moril untuk
meningkatkan manfaat dari pada penduduk Indonesia, maka inilah perlunya
diatur dalam undang-undang”.
Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut disampaikan juga kepada
Menteri Sosial selaku penanggungjawab masalah-masalah sosial dan
Menteri Keuangan selaku pihak yang mempunyai kewenangan dan
wewenang dalam bidang pemungutan. Menteri Keuangan dalam
3 Depag RI, Pedoman Zakat, 2002, hlm. 284
53
jawabannya menyarankan agar masalah zakat ditetapkan denga peraturan
Menteri Agama. Kemudian pada tahun 1968 dikeluarkan Peraturan Menteri
Agama Nomor 5 tahun 1968 tentang pembentukan Bait al-Mal. Kedua PMA
(Peraturan Menteri Agama) ini mempunyai kaitan sangat erat, karena bait al-
mal berfungsi sebagai penerima dan penampung zakat, dan kemudian disetor
kepada Badan Amil Zakat (BAZ) untuk disalurkan kepada yang berhak.
Pada tahun 1968 dikeluarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor
4 tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ). Pada tahun
yang sama dikeluarkan juga PMA Nomor 5 tahun 1968 tentang
Pembentukan Bait al-Mal. Bait al-Mal yang dimaksud dalam PMA tersebut
berstatus Yayasan dan bersifat semi resmi. PMA Nmor 4 tahun 1968 dan
PMA Nomor 5 tahun 1968 mempunyai kaitan yang sangat erat. Bait al-Mal
itulah yang menampung dan menerima zakat yang disetorkan oleh Badan
Amil Zakat seperti dimaksud dalam PMA Nomor 4 Tahun 1968.4
Pada tahun 1984 dikeluarkan Instruksi Menteri Agama Nomor 2 tahun
1984 tanggal 3 Maret 1984 tentang Infaq Seribu Rupiah selama bulan
Ramadhan yang pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal
Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor 19/1984 tanggal 30 April 1984. Pada
tanggal 12 Desember 1989 dikeluarkan Instruksi Menteri Agama Nomor
4 Aliboron, “ Pengelolaan Zakat Di Indonesia Persepektif Peran Negara”. Artikel diakses pada
Tanggal 03 Oktober 2015 dari https://aliboron.wordpress.com
54
16/1989 tentang Pembinaan Zaat, Infaq, dan Shadaqah yang menugaskan
semua jajaran Departemen Agama untuk membantu lembaga-lembaga
keagamaan yang mengadakan pengelolaan zakat, infaq, dan shadaqah agar
menggunakan dana zakat untuk kegiatan pendidikan Islam dan lain-lain.
Pada tahun 1991 dikeluarkan Keputusan Bersama Menteri Agama dan
Menteri dalam Negeri Nomor 29 dan 47 tahun 1991 tentang Pembinaan
Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah yang kemudian ditindaklanjuti
dengan instruksi Menteri Agama Nomor 5 tahun1991 tentang Pedoman
Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah dan Instruksi
Menteri Dalam Negeri Nomor 7 tahun 1988 tentang Pembinaan Umum
Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah.
5. Pengelolaan Zakat di Era Reformasi
Pada era reformasi tahun 1998, setelah menyusul runtuhnya
kepemimpinan nasional Orde Baru, terjadi kemajuan signifikan di bidang
politik dan sosial kemasyarakatan. Setahun setelah reformasi tersebut, yakni
1999 terbitlah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat. Di era reformasi, pemerintah berupaya untuk menyerpurnakan sistem
pengelolaan zakat di tanah air agar potensi zakat dapat dimanfaatkan untuk
memperbaiki kondisi sosial ekonomi bangsa yang terpuruk akibat resesi
ekonomi dunia dan krisis multi dimensi yang melanda Indonesia. Untuk
55
itulah pada tahun 1999, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
pengelolaan Zakat, yang kemudian diikuti dengan dikeleluarkannya
Keputusan Menteri Agama Nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jenderal
Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D-291 tahun 2000 tentang Pedoman
Teknis Pengelolaan Zakat. Berdasarkan Undang-undang Nomor 38 tahun
1999 ini, pengelolaan zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) yang
dibentuk oleh Pemerintah yang terdiri dari masyarakat dan unsur pemerintah
untuk tingkat kewilayahan dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk
dan dikelola oleh masyarakat yang terhimpun dalam berbagai ormas
(organisasi masyarakat) Islam, yayasan dan institusi lainnya.
Dalam Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 dijelaskan prinsip
pengelolaan zakat secara profesional dan bertanggungjawab yang dilakukan
oleh masyarakat bersama pemerintah. Pemerintah dalam hal ini
berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada
muzakki, mustahiq, dn pengelola zakat.5
Dari segi kelembagaan tidak ada perubahan yang fundamental
dibanding kondisi sebelum tahun 1970-an. Pegelolaan zakat dilakukan oleh
5 Aliboron, “ Pengelolaan Zakat Di Indonesia Persepektif Peran Negara”. Artikel diakses pada
Tanggal 03 Oktober 2015 dari https://aliboron.wordpress.com
56
Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah, tetapi kedudukan formal
badan itu sendiri tidak terlalu jauh berbeda dibanding masa lalu. Amil zakat
tidak memiliki power untuk menyuruh orang membayar zakat. Mereka tidak
diregistrasi dan diatur oleh pemerintah seperti halnya petugas pajak guna
mewujudkan masyarakat yang peduli bahwa zakat adalah kewajiban.
B. Organisasi Pengelolaan Zakat Menurut Undang- Undang No. 38 Tahun
1999
Keberadaan organisasi pengelola zakat di Indonesia diatur oleh
beberapa peraturan perundang- undangan diantaranya yaitu UU No.38 Tahun
1999 tentang pengelolaan zakat, Keputusan Menteri Agama No. 581 Tahun
1999 tentang pelaksanaan UU No. 38 Tahun 1999, dan Keputusan Direktur
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 Tahun
2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.6
Undang- undang Republik Indonesia No 38 Tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat Bab III pasal 6 dan pasal 7 menyatakan bahwa lembaga
pengelolaan zakat di Indonesia terdiri dari 2 macam, yaitu Badan Amil Zakat
(BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Badan amil zakat yang didirikan
oleh pemerintah, sedangkan Lembaga Amil Zakat yang dibentuk oleh
masyarakat. Dalam buku petunjuk teknis pengelola zakat yang dikeluarkan
6 Gustiana Djuanda, dkk, Pelaporan Zakat, (Jakarta: PTRaja Grafindo Persada, 2006), h. 3.
57
oleh Institut Managemen Zakat pada tahun 2001 dikemukakan susunan
organisasi lembaga pengelola zakat sebagai berikut:7
1. Susunan Organisasi Badan Amil Zakat
a. Badan Amil Zakat terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi
Pengawas dan Badan pelaksana.
b. Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
unsur ketua, sekretaris dan anggota.
c. Komisi pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur
ketua, sekretaris dan anggota.
d. Badan pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur
ketua, sekretaris, bagian kauangan ,bagian pengumpulan, bagian
pendistribusian dan pendayagunaan.
e. Anggota pengurus Badan Amil Zakat terdiri atas unsur masyarakat
dan unsur pemerintah. Unsur masyarakat terdiri atas unsur ulama,
kaum cendekia, tokoh masyarakat, tenaga professional dan lembaga
pendidikan yang terkait.
2. Fungsi dan Tugas Pokok Pengurus Badan Amil Zakat (BAZ)
a. Dewan Pertimbangan
1). Fungsi
7 Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern. (Jakarta: Gema Insani, 2002), h.
130
58
Memberikan pertimbangan, fatwa, saran, dan rekomendasi
kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas dalam Pengelolaan
Badan Amil Zakat, meliputi aspek syariah dan aspek managerial.8
2). Tugas Pokok
(1) memberikan garis- garis kebijakan umum Badan Amil Zakat.
(2) mengesahkan rencana kerja dari Badan Pelaksana dan Komisi
Pengawas.
(3) mengeluarkan fatwa syari’ah baik diminta maupun tidak berkaitan
dengan hukum zakat yang wajib diikuti oleh pengurus Badan
Amil Zakat.
(4) memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada Badan
Pelaksana dan Komisi Pengawas baik diminta maupun tidak.
(5) memberikan persetujuan atas laporan tahunan hasil kerja Badan
pelaksana dan Komisi pengawas.
(6) menunjuk Akuntan Publik.
b. Komisi Pengawas
1). Fungsi
Sebagai pengawas internal lembaga atas operasional kegiatan yang
dilaksanakan Badan Pelaksana.
2). Tugas Pokok
8 www.academia.edu/9624600/manajemen_lembaga_zakat_di_indonesia diakses pada
tanggal 30 Agustus 2015 (13.00)
59
(1) Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan
(2) Mengawasi pelaksanaan kebijakan- kebijakan yang telah ditetapkan
Dewan pertimbangan.
(3) Mengawasi Operasional kegiatan yang dilaksankan Badan Pelaksana,
yang mencangkup pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan.
(4) melakukan pemeriksaan oprasional dan pemeriksaan syariah.
c. Badan Pelaksana
1) Fungsi
Sebagi pelaksana Pengelola Zakat.
2) Tugas Pokok
(1) Membantu Rencana Kerja
(2) Melaksanakan oprasional pengelolaan zakat sesuai rencana kerja
yang telah disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah
ditetapkan.
(3) Menyusun laporan Tahunan
(4) Menyampaikan Laporan pertanggungjawaban kepada pemerintah.
(5) Bertindak dan bertanggungjawab untuk dan atas nama Badan Amil
Zakat ke dalam maupun keluar.
60
C. Alasan diberlakukannya Undang- Undang No. 23 tahun 2011
Alasan diberlakukannya Undang- Undang No. 23 Tahun 2011 yang
merupakan hasil amandemen Undang- undang No. 38 Tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat, merupakan salah satu kemajuan dalam penerapan prinsip-
prinsip syariah ke dalam hukum positif. Namun demikian pelaksanaan
Undang- undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dirasakan
masih belum optimal untuk mengakomodir penyelenggaraan kewaiban zakat
dalam sistem yang professional. Karenanya, undang- undang tersebut sudah
tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat
sehingga perlu diganti.
Berdasarkan alasan tersebut Komisi VIII DPR melakukan usul inisiatif
perubahan terhadap Undang- undang tentang pengelolaan zakat agar
kebijakan pengelolaan zakat dapat dilakukan secara terarah, terpadu, dan
terkoordinasi dengan baik serta disesuaikan dengan kebutuhan saat ini,
adapaun terkait dengan permasalahan ini agar Undang- undang No. 23 Tahun
2011 ini dapat berlaku efektif sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat
tersebut.
Adapun menurut Ahmad Juwaini Undang- undang No. 38 Tahun 1999
tentang pengelolaan zakat telah berlaku selama 12 tahun. Undang- undang
No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat ini dinilai memiliki banyak
kekurangan dan amat ringkas. Undang- undang No. 38 tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat juga tidak memiliki peraturan pemerintah. Karena undang-
61
undang tersebut hanya menyebutkan bahwa aturan turunannya diatur dalam
peraturan menteri. Sudah lama dirasakan dan diusulkan agar undang- undang
No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat direvisi atau diamandemen.9
D. Organisasi Pengelolaan Zakat Menurut Undang- Undang No. 23 Tahun
2011
Organisasi pengelola zakat adalah institusi yang bergerak di bidang
pengelolaan dana zakat, infaq, dan shadaqah. Pada zaman Rasulullah SAW,
dikenal sebuah lembaga yang disebut baitul maal. Baitul maal ini memiliki
tugas dan fungsi mengelola keuangan Negara. Sumber pemasukannya berasal
dari dana zakat, infaq, ghanimah, dan lain- lain. Sedangkan penggunaannya
untuk asnaf mustahiq yang telah ditentukan, untuk kepentingan dakwah,
pendidikan, pertahanan, kesejahteraan sosial, pembuatan infrastruktur, dan
lain- lain.10
Di Indonesia sesuai yang diatur oleh pemerintah menurut Undang-
undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) merupakan organisasi
pengelola zakat. BAZNAS adalah badan pengelola zakat yang dibentuk oleh
pemerintah, hal ini sesuai dengan makna yang terkandung pada pasal 1 poin 7
9 Ahmad Juwaini, catatan kritis Undang- undang pengelolaan zakat. (Jakarta: Info zakat,
2012), ed. VII, h. 30
10 www.academia.edu/9624600/manajemen_lembaga_zakat_di_indonesia diakses pada
tanggal 30 Agustus 2015 (13.00)
62
Undang- undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, yang
berbunyi “ Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS
adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional”.
Sedangkan Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah lembaga yang
mengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat sebagaimana juga terdapat
pada pasal 1 point 8 Undang- undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan
zakat yang berbunyi “ Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ
adalah Lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu
pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat”.
Dalam pasal 7 Undang- undang No. 23 Tahun 2011 juga dijelaskan
bahwa dalam melaksanakan tugas sebagai lembaga pengelola zakat, BAZNAS
menyelenggarakan fungsi perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat, pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat, pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat, dan pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan
pengelolaan zakat.
Dalam pasal 7 ayat (3) Undang- undang No. 23 Tahun 2011 juga
dijelaskan bahwa dalam melaksanakan tugasnya BAZNAS wajib melaporkan
hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri
dan kepada Dewan Prwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1
(satu) kali dalam (1) Tahun.
63
Keanggotaan BAZNAS juga telah dijelaskan dalam pasal 8 Undang-
undang No. 23 Tahun 2011 bahwa BAZNAS dipimpin oleh ketua dan seorang
wakil ketua, yang terdiri dari 11 (sebelas) orang anggota terdiri atas 8
(delapan) orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur
pemerintah.
1. Fungsi dan Tugas Pokok organisasi pengelola zakat
LAZ dan BAZNAS yang dulunya sejajar dan sama dalam tugas dan fungsi
kini berbeda. Secara tegas dalam pasal 6 Undang- Undang zakat (Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2011) mengatur tentang tugas BAZNAS yakni
BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas
pengelola zakat secara nasional. Sementara pada pasal 7 Undang- undang
zakat tersebut mengatur fungsi BAZNAS dalam pengelolaan zakat secara
nasional, yakni menyelenggarakan fungsi:
a. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
b. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
c. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
d. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
Sedangkan LAZ memiliki peran yang tidak jauh berbeda dengan tugas
pokok sebelumnya, yaitu mengumpulkan, mendistribusikan dan
64
mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama namun
cenderung bersifat membantu BAZNAS.11
E. Posisi KUA Dalam Pengelolaan Zakat
KUA ssebagai lembaga Negara yang bergerak dibidang keagamaan
pada tingkat Kecamatan, selain menjalankan fungsinya sebagai lembaga
pencatat nikah juga memiliki fungsi lain yaitu salah satunya dalam
pengelolaan zakat. Adapun posisi KUA Kecamatan dalam hal pengelolaan
zakat menurut Undang- undang Nomor 38 Tahun 1999 dan Keputusan
Menteri Agama RI Nomor 373 Tahun 2003 tentang pelaksanaan Undang-
undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, KUA kecamatan
sebagai badan amil zakat menurut yang dibentuk oleh pemerintah mulai dari
tingkat Kabupaten sampai tingkat kecamatan, yang selanjutnya disingkat
dengan BAZDA dan BAZCAM.
Adapun yang melatar belakangi pembentukan Badan Amil Zakat
(BAZ) yaitu:12
a. Daerah Kabupaten oleh Bupati atas usul Kepala Kantor Urusan
Departemen Agama Kabupaten/kota.
b. Kecamatan oleh Camat atas usul Kantor Urusan Agama tingkat
Kecamatan. Pengurusan BAZ terdiri dari unsur masyarakat muslim dan
unsur pemerintah.
11
Pasal 17 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. 12
Pasal 2 Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.
65
Sebagai pengelola zakat KUA yang ditugaskan sebagai lembaga unit
pelaksana zakat (UPZ) yang sering disebut BAZCAM dan BAZDA
memiliki tugas pokok dan fungsinya sebagai badan pengelola zakat, yaitu:
1. Tugas Pokok
Sebagai pengelola zakat, tugas poko BAZDA adalah:
a. Menggali Potensi zakat
b. Mengumpulkan harta/zakat
c. Mengelola harta/zakat yang telah terkumpul
d. Mendistribusikan zakat kepada mustahiq secara professional
e. Mendayagunakan dana zakat
f. Mengupayakan pengembangan zakat baik dari segi sumber maupun
pemanfaatannya
g. Menyusun pedoman zakat yang sederhana dan mudah dipahami oleh
muzakki.
2. Fungsi
Sebagai pengelola zakat, BAZDA akan memfungsikan diri sebagai
lembaga pelayanan masyarakat yang akan berzakat (muzakki) dan bagi
orang- orang yang membutuhkan bantuan dana zakat (mustahiq).
Lembaga zakat yang ada saat ini di dunia Islam ada dua bentuk,
yaitu lembaga zakat yang berada di bawah pemerintah serta lembaga
pengelola zakat yang berada di bawah pengelola masyarakat, begitu juga
66
KUA yang menepatkan posisinya sebagai pengelola zakat ditingkat
Kecamatan seperti yang kita ketahui menurut Undang- undang Nomor 38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan zakat sebagai salah satu lembaga yang
mengatur pengelola zakat.
Sebagai lembaga pengelola zakat KUA memiliki tugas
menampung, mengelola dan menyalurkan pendayagunaan zakat.
Pendayagunaan zakat yaitu penyaluran zakat kepada mustahiq yang
memberi manfaat bagi mustahiq dalam memenuhi kebutuhan hidup baik
jangka pendek maupun jangka panjang.
Namun hal itu merubah posisi KUA, dengan direvisinya Undang-
undang Nomor 38 Tahun 1999 menjadi Undang- undang Nomor 23
Tahun 20111 tentang pengelolaan zakat KUA sudah tidak mempunyai
kewenangannya sebagai pengelola zakat, karena dalam undang- undang
Nomor 23 Tahun 2011 dijelaskan bahwa BAZNAS yang merupakan
lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara
nasional.13
13
Pasal 6 Undang- undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat.
67
BAB IV
IMPLEMENTASI UNDANG- UNDANG NO. 38 TAHUN 1999 DAN NO. 23
TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DI KUA KECAMATAN
LIMO KOTA DEPOK
A. Sekilas Tentang KUA (kantor Urusan Agama) Kecamatan Limo
1. Sejarah Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Limo
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Limo berdiri pada
Tahun 1994, dulunya KUA Kecamatan Limo masih KUA Kemantren,
tapi kemudian dipisah menjadi KUA Kecamatan Limo, Kepala KUA
Kecamatan Limo yang pertama adalah Bapak H. Rohidi, kemudian beliau
pensiun pada tahun 1998, kemudian digantikan oleh bapak Drs.
Ngadiono. KUA Kecamatan Limo sudah mengalami 6 kali pergantian
kepala KUA hingga sekarang yang dijabat oleh bapak Asnawi.1
2. Fungsi dan Tugas Kantor Urusan Agama (KUA)
a. Tugas KUA
Kantor Urusan Agama adalah unit pelaksana teknis direktorat
jenderal bimbingan masyarakat Islam yang bertugas melaksanakan
1 Wawancara langsung dengan Kepala KUA Kecamatan Limo, Kota Depok Bapak Asnawi,
S.Ag
68
sebagian tugas Kantor Kementrian Agama Kabupaten/ Kota di bidang
urusan agama islam.
b. Fungsi KUA
1) Pelaksanaan pelayanan, pengawasan, pencatatan, dan pelaporan
nikah dan rujuk
2) Penyususnan statistik, dokumentasi dan pengelolaan sistem
informasi manajemen KUA
3) Pelaksanaan tata usaha dan rumah tangga KUA
4) Pelayanan bimbingan keluarga sakinah
5) Pelayanan bimbingan kemasjidan
6) Pelayanan bimbingan pembinaan syariah serta
7) Penyelenggaraan fungsi lain di bidang agama islam yang
ditugaskan oleh Kepala Kantor Kementrian Agama Kabupaten/
Kota
B. Praktek Pengelolaan Zakat Di KUA Kecamatan Limo
Sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan Kepala KUA
Kecamatan Limo dan pihak KUA yang lain dapat diambil kesimpulan
bahwasanya Implementasi Undang- undang tentang pengelolaan zakat
(Undang- undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang- undang No. 23 Tahun
2011) di KUA Kecamatan Limo belum sesuai dengan kenyataannya.
Kepala KUA Kecamatan Limo Bapak Asnawi S.Ag menjelaskan
bahwasanya Dulu pengelolaan Badan amil zakat nya sampek ke kecamatan
69
tetapi kalau sekarang cukup sampek ditingkat kabupaten kota. Dulu juga
namanya BAZDA sekarang BAZNAS. Kalau tingkat kecamatan, kelurahan
atau yang ada di sekitar masyarakat itu namanya UPZ (unit Pengumpul
Zakat). Menurut UU No. 38 tahun 1999 lembaga pengelola zakat di tingkat
kecamatan namanya BAZ ,kepengurusannya dibentuk oleh panitia atas usul
dari Kantor Urusan Agama (KUA). Jadi KUA hanya memiliki kewenangan
mengusulkan kepada camat untuk dibentuk tim oleh camat, dan tim itulah
yang akan bekerja menerima laporan untuk menjadi pengurus zakat. Sekarang
juga masih begitu. Cuma namanya Unit Pengumpul Zakat (UPZ), tetapi kalau
UPZ tidak boleh menyalurkan hanya pengumpul. Jadi kalau dulu BAZ
sekarang UPZ, tapi kalau BAZ selain mengumpulkan juga menyalurkan
kepada fakir miskin. Kalau UPZ Cuma mengumpulkan tetapi pada
kenyataannya tidak begitu, mereka tetap menyalurkan.2
Selain dengan Kepala KUA, Penulis juga mewawancarai Bapak Saiful
Millah salah satu pegawai KUA Kecamatan Limo yang Ahli dibidangnya,
beliau menjelaskan kalau Menurut Undang- Undang No. 38 Tahun 1999
Pembentukan BAZ Provinsi oleh Gubernur, kalau BAZ tingkat kota oleh
Bupati/ walikota, tingkat kecamatan itu oleh pihak kecamatan dengan usulan
dari pihak KUA, hanya sebatas itulah membentuk BAZ tingkat kecamatan.
Saat itu pihak KUA didudukkan pada sekertaris umumnya dalam
2 Wawancara langsung dengan Kepala KUA Kecamatan Limo, Kota Depok Bapak Asnawi,
S.Ag
70
kepengurusan BAZ, pengelolanya adalah staf- staf kecamatan sampai
kelurahan, jadi secara otomatis siapapun yang jadi Kepala KUA akan menadi
sekertaris umum dalam BAZ Kecamatan. Jadi sebatas itu aja. Mengenai
pelaporannya itupun dilaporkan kepada BAZ tingkat kota.
Sedangkan menurut undang- undang No. 23 Tahun 2011 peran itu
dihilangkan, jadi BAZ terakhir hanya sampai tingkat Kota saja. adi tingkat
kecamatan sudah tidak ada, tapi pihak BAZ tingkat kota berhak membentuk
UPZ (unit pengumpul zakat) di wilayah kota itu. Jadi KUA pun menjadi
semacam UPZ (unit pengumpul zakat), dan pelaporannya pun masuk ke
tingkat kota. Dan zakat yang dikelolla oleh kita itu biasanya memang zakat
fitrah, dan kita juga menggunakan perpanjangan tangan dari P3N (amil), nah
itu biasanya mitra kerja kita, kita minta bantuan mereka untuk semacam
memberikan laporan saja, laporan tertulis tentang kumpulan zakat fitrah.
Sementara zakat mal biasanya langsung di laporkan ke BAZ tingkat Kota. 3
Menurut beliau yang menjadi alasan kenapa UPZ masih mengelola
atau menyalurkan zakat adalah kurang adanya pemahaman tentang tugas UPZ
itu sendiri. Karna sesuai dengan pasal 1 ayat (9) Undang-Undang No. 23
Tahun 2011 bahwasanya Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disingkat
UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu
pengumpulan zakat. Jadi hanya mengumpulkan.
3 Wawancara langsung dengan Bapak Saiful Millah pegawai KUA Kecamatan Limo (Senin,
14 September 2015)
71
C. Analisis Penulis
Pada pasal 6 ayat (2) Undang- undang No. 38 Tahun 1999 Tentang
pengelolaan zakat dijelaskan bahwa pembentukan badan amil zakat di tingkat
Kecamatan dibentuk oleh camat atas usul Kantor Urusan Agama (KUA). Jadi
untuk implementasi undang-undang No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan
zakat di KUA Kecamatan Limo ada yang sudah sesuai yaitu peran KUA
hanya mengusulkan kepada camat dalam pembentukan badan amil zakat
tingkat kecamatan, dan ada juga yang kurang sesuai yaitu dalam undang-
undang tersebut tidak mencantumkan bahwa KUA memiliki peran sebagai
pengawas tapi narasumber menjelaskan bahwa KUA juga sebagai pengawas.
Untuk implementasi undang-undang No. 23 Tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat di KUA Kecamatan Limo ada yang sudah sesuai dengan
undang-undang dan ada juga yang belum sesuai, untuk yang sudah sesuai
yaitu kewenangan KUA yang sebelumnya dihapuskan, yaitu bukan lagi
megusulkan kepada camat untuk pembentukan badan amil zakat tingkat
kecamatan tetapi sudah berubah menjadi UPZ (unit pengumpul zakat).
Sedangkan untuk yang tidak sesuai dengan undang-undang adalah
kewenangan UPZ itu sendiri. di dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2011
pasal 1 ayat (9) dijelaskan bahwasanya unit pengumpul zakat yang disingkat
UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu
pengumpulan zakat, jadi tugasnya hanya mengumpulkan zakat saja, tapi pada
kenyataannya sesuai dengan penjelasan para narasumber ternyata mereka
72
tidak hanya mengumpulkan zakat saja, tetapi juga menyalurkan zakat dan
mengelola zakat. Selain itu kekurangan yang dimiliki oleh KUA Kecamatan
Limo adalah tidak mempunyai laporan data tentang zakat yang seharusnya
dibuat untuk dilaporkan kepada pihak kota. Jadi secara administrasi KUA
Kecamatan Limo masih sangat kurang.
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan skripsi penulis yang berjudul Implementasi
Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat Di KUA Kecamatan Limo Kota Depok, Penulis
dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Jadi kewenangan KUA menurut undang- undang No. 38 Tahun 1999
Tentang pengelolaan zakat dijelaskan pada pasal 6 ayat (2) yaitu
pembentukan badan amil zakat di tingkat Kecamatan dibentuk oleh camat
atas usul Kantor Urusan Agama (KUA), jadi KUA hanya memiliki
kewenangan mengusulkan kepada camat untuk membentuk badan amil
zakat (BAZ), hanya sekedar itu saja. Sedangkan menurut Undang-Undang
No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat kewenangan KUA yang
ada pada Undang-Undang sebelumnya dihapuskan, tetapi KUA bisa
menjadi Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang dibentuk oleh BAZNAS
kabupaten/kota sesuai yang dijelaskan dalam pasal 16 Undang-Undang
No. 23 Tahun 2011 yang berbunyi Dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya, BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota
73
dapat membentuk UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada
tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya.
2. Praktek pengelolaan zakat di KUA Kecamatan Limo Kota Depok
menurut undang- undang No. 38 Tahun 1999 Tentang pengelolaan zakat
dijelaskan oleh narasumber bahwasanya KUA hanya memiliki
kewenangan mengusulkan kepada camat untuk membentuk badan amil
zakat tingkat kecamatan, dan secara otomatis siapapun yang jadi Kepala
KUA akan menadi sekertaris umum dalam badan amil zakat tingkat
Kecamatan, Mengenai pelaporannya itupun dilaporkan kepada badan amil
zakat tingkat kota. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 23 Tahun
2011 Tentang Pengelolaan Zakat kewenangan KUA sudah di hapuskan,
dan berubah menjadi unit pengumpul zakat (UPZ), unit pengumpul zakat
itu sendiri hanya memiliki kewenangan mengumpulkan saja bukan
menyalurkan, tetapi pada kenyataannya tidak demikian, mereka justru
menyalurkan juga, jadi sudah tidak sesuai dengan kewenangannya.
3. Kewenangan KUA Kecamata Limo menurut undang-undang No. 38
Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat sudah sesuai dengan undang-
undang tersebut, yaitu hanya mengusulkan. Sedangkan menurut undang-
undang No. 23 Tahun 2011 sudah sesuai yaitu sebagai Unit Pengumpul
Zakat (UPZ) tetapi kewenangannya belum sesuai, karena UPZ hanya
74
berwenang mengumpulkan saja bukan menyalurkan. Tapi kenyataannya
mereka juga menyalurkan.
B. Saran-saran
Adapun bagian akhir dari skripsi ini, penulis memberikan saran-saran
yang ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait adalah sebagai berikut :
1. Kepada Pemerintah, khususnya BAZNAS untuk lebih tegas lagi dalam
melaksanakan tugasnya sebagai badan yang bertugas mengelola zakat,
baik pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan, maupun
pertanggungjawaban pelaksanaan. Harus mengawasi pelaporan juga.
Karna pada kenyataannya masih ada KUA yang tidak memiliki catatan
laporan pengelolaan zakat, salah satunya KUA Kecamatan Limo.
2. Kepada KUA, supaya lebih bertanggung jawab sesuai dengan
kewenangannya, tidak menyalahi aturan, supaya pelaksanaan pengelolaan
zakat di Indonesia bisa terlaksana dengan baik, selain itu juga lebih
bertanggungjawab terhadap laporan-laporan yang harus dibuat.
3. Kepada masyarakat, supaya lebih sadar lagi akan kewajiban membayar
zakat, tidak hanya zakat fitrah tetapi juga zakat harta (zakat mal).
75
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bukhârî, Muhammad bin Ismâ‟îl, Şahîh al-Bukhârî. Riyâ Maktabah al-Rusyd,
2006.
Alhafidz, Ahsin W , Kamus Fiqh. Jakarta: Amzah, 2013.
Ali, Nuruddin Mhd. Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal. Jakarta:
Rajawali Pers, 2006.
Azzam, Abdul Aziz Muhammad dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah
Thaharah Shalat Zakat Puasa dan Haji. Jakarta: Amzah, 2013.
Bariadi, Lili dan Muhammad Zen, dkk, Zakat dan Wirausaha. Jakarta: Centre For
Entrepreneurship Development, 2005.
Bariyah, Oneng Nurul, Total Quality Managemen Zakat. Jakarta: Wahana Kardofa, 2012.
Depag RI, Pedoman Zakat, 2002.
Djuanda, Gustiana, dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2006.
Hafidhuddin, Didin. Zakat Infak & Sedekah. Jakarta: Baznas, 2005.
__________, Zakat Dalam Perekonomian Modern, mengutip dari Majma Lughah
al-„Arabiyyah. Jakarta: Gema Insani, 2002.
Hamidy, Mu‟ammal dan Imron AM, dkk, Terjemah Nailul Authar. Surabaya: PT
Bina Ilmu.
Husnan, Ahmad.Zakat Menurut Sunnah dan Zakat Model Baru. Jakarta: Pustaka Al
Kautsar, 1996.
Inayah, Gazi, Teori Komprehensip Tentang Zakat dan Pajak. Yogyakarta: PT Tiara
Wacana, 2003.
Juwaini, Ahmad, catatan kritis Undang- undang pengelolaan zakat. Jakarta: Info
zakat, 2012.
76
Kamal, Abu Malik, Ensiklopedi Fiqih Wanita. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2007.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2004.
Mufraini, Arifin, AkutansidanManajemen Zakat. Jakarta: Kencana, 2006.
Muslim, Imâm Abî Husain bin Hajjâj, Şahîh Muslim. Riyâ Maktabah al-Rusyd,
1991.
Qardhawi, Yusuf, Spektrum Zakat Dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan.
Jakarta: Zikrul Media Intelektual, 2005.
__________, Hukum Zakat, Terj. Salaman Harun, dkk. akarta; Litera Antarnusa dan
Mizan, 1986.
__________, Al- ‘ibadah Fi al-Islam. Mesir, Muassasah al-Risalah, 1979.
Qadir, Abdurrachman, Zakat Dalam Dimensi Mahdhah, mengutip dari al- Zakah wa
Tathbigatuha al- Mu’ashirah Daral- Wathan. Jakarta: Srigunting, 2001.
Ritonga, Rahman dan Zainuddin, Fiqh Ibadah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002.
Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, Terj. Khairul Amru Harahap dan masrukhin. Jakarta;
Cakrawala Publishing, 2011.
__________, Panduan Zakat Menurut Al- Qur’an dan As- Sunnah, Terj. Beni
Sarbeni. Bogor; Pustaka Ibnu Katsir, 2005.
Sari, Elsi Kartika.Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf.Jakarta: CikalSakti : 2007.
Sudewo, Eri, Manajemen Zakat. Jakarta: Institut Manajemen Zakat, 2004.
Sudirman, Zakat Dalam Pusaran Arus Modernitas. Malang: UIN malang Pers,
2007.
Sulaimân, Abu Daud bin Ats‟asy, Sunan Abî Daud. Riyâ Maktabah al-Ma‟ârif,
2002.
Tulus. Pedoman Zakat. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Zakat Dirjen Bimbingan
Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2006.
77
Tim Penyusun, Undang- Undang R.I Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan &
Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Citra Umbara, 2012.
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Tim Penyusun, Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: PT Ichtiar Baru – Van Hoeve.
Wahid, Hidayat Nur, Zakat & Peran Negara. Jakarta: Forum Zakat, 2006.
Wawancara Langsung dengan Bapak H. Asnawi, S.Ag Kepala KUA Kecamatan
Limo Kota Depok
Wawancara Langsung dengan Bapak Saiful Millah, S.Ag, Penghulu KUA
Kecamatan Limo Kota Depok
Wiwoho, dkk. Zakat dan Pajak. Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1991.
Zuhayli, Wahbah, Al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh. Beirut: Dar al-Fikri, 1987.
Zurinal dan Aminuddin, Fiqih Ibadah. Jakarta: Lembaga Peneltian UIN Syarif
Hidayatullah, 2008.
www.academia.edu/9624600/manajemen_lembaga_zakat_di_indonesia Aliboron, “ Pengelolaan Zakat Di Indonesia Persepektif Peran Negara”. Artikel
diakses pada Tanggal 03 Oktober 2015 dari https://aliboron.wordpress.com
KEMENTERIAN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
Telp. (62-21) 74711537. 7401925 Fax. (62-21) 7491821 . Jln. Ir. H. Juanda No. 95 Cipulat Jakarta 15412. Indonesia Website: www.uinjkt.ac.id E-mail: [email protected]
Nomor :Un.01/F4/PP.00.9/ ((3e/2015 Jakarta, 26 Mei 2015 Lampiran Perihal : Mohon Kesediaan Menjadi
Pembimbing Skripsi
Kepada Yang Terhormat, Afwan Faizin, MA (Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta) ·Di-
JAKARTA
Assa/amu'a/aikum Wr. Wb.
Pimpinan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pembirnbing skripsi mahasiswa :
Nama : Nur Azizah NIM : 1111044100063 Prodi/Konsentrasi : Peradilan Agama
Judul Skripsi : /mp/ementasi Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Penge/o/aan Zakat di KUA Kecamatan D%po Madiun Jawa Timur
Beberapa hal yang dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikut : 1. Topik bahasan dan outline bila dianggap perlu dapat dilakukan perubahan dan
penyempu rn aan. 2. Tehnik penulisan agar merujuk kepada buku "Pedoman Karya IImiah di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta"
Demikian atas kesediaan saudara kami ucapkan terima kasih
Wassa/amu'a/aikum W. W.
Tembusa n : 1. Kasubag Akademik &kemahasiswaan Fakultas Syariah dan Hukum 2. Sekretaris Program Studi Ahwal al Syakhshiyah 3. Arsip
KEMENTERIAN AGAMA KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN LIMO
KOTADEPOK
Jl. Limo Tengah No. 71 Telp. (021) 7536182 Kode Pos 16531
SURAT KETERANGAN Nomor: Kk.l0.22.06/HM.02/538/2015
Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Limo, Kota Depok Provinsi Jawa Barat, dengan ini
menerangkan bahwa:
NO NAMA NIM FAKULTAS / JURUSAN
1 NURAZIZAH 1111044100063 SYARI'AH / AHWAL SYAKHSIAH
Telah melakukan observasi dan wawancara ke Kantor Urusan Agama Kecamatan Limo KOla
Depok - Jawa Barat pada tanggal 14 September 2015.
Demikian surat keterangan llll kami buat dengan sebenarnya agar dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
HASIL WAWANCARA
DENGAN KEPALA KUA KECAMATAN LIMO
Narasumber : Bapak H. Asnawi, S.Ag
Haril Tanggal : Kamis, 3 September 2015
Waktu : 14.00 sid selesai
Tempat : KUA Kecamatan Limo
1. Bagaimana sejarah berdirinya KUA Kecamatan Limo?
Jawab : Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Limo berrl:ri pada Tahun 1994,
dulunya KUA Kecamatan Limo masih KUA Kemantren, tapi kemudian dipisah
menjadi KUA Kecamatan Limo, Kepala KUA Kecamatan Limo yang pertama
adalah Bapak H. Rohidi, kemudian beliau pensiun pada tahun 1998, kemudian
digantikan oleh bapak Drs. Ngadiono. KUA Kecamatan Limo sudah
mengalami 6 kali pergantian kepala KUA hingga sekarang yang dijabat oleh
bapak Asnawi.
2. Setahu bapak bagaimana kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut Undang
undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang- Undang No. 23 Tahun 2011?
Jawab : Dulu pengelolaan Badan amil zakat nya sampek ke kecamatan tapi kalau
sekarang cukup sampek ditingkat kabupaten kota. Dulu juga namanya BAZDA
sekarang BAZNAS. Kalau tingkat kecamatan, ke1urahan atau yang ada di
sekitar masyarakat itu namanya UPZ (unit Pengumpul Zakat). Menurut UU
No. 38 tahun 1999 lembaga pengelola zakat di tingkat kecamatan namanya
BAZ ,kepengurusannya dibentuk oleh panitia atas usul dari Kantor Urusan
Agama (KUA). Jadi KUA hanya memiliki kewenangan mengusulkan kepada
camat untuk dibentuk tim oleh camat, dan tim itulah yang akan bekeIja
menenma laporan untuk menjadi pengurus zakat. Sekarang juga masih begitu.
Cuma namanya Unit Pengumpul Zakat (UPZ), Cuma kalau UPZ tidak boleh
menyalurkan hanya pengumpul. Jadi kalau dulu BAZ sekarang UPZ, tapi kalau
BAZ selain mengumpulkan juga menyalurkan kepada fakir miskin. Kalau UPZ
Cuma mengumpulkan tapi pada kenyataannya tidak begitu, mereka tetap
menyalurkan.
3. Apakah ada perbedaan yang mendasar diantara kedua Undang- Undang tersebut
khususnya tentang kewenangan KUA?
Jawab : ya tentu ada, ya itu tadi tentang kewenangan KUA yang sudah dihapuskan, tidak
seperti dulu lagi.
4. Sudah sesuaikan peran KUA Kecamatan Limo dengan Undang- undang pengelolaan
zakat di Indonesia ini?
Jawab : Va, sudah.
5. Bagaimanakah pendayagunaan dana zakat di KUA Kecamatan Limo ini?
Jawab: untuk orang-orang sekitar saja di Kecamatan Limo ini
HASIL WAWANCARA
DENGAN PEGAWAI KUA KECAMATAN LIMO
Narasumber : Bapak Saiful Millah, S.Ag
Haril Tanggal : Senin, 14 September 2015
Waktu : 12. 00 sid se1esai
Tempat : KUA Kecamatan Limo
I. Bagaimana sejarah berdirinya KUA Kecamatan Limo?
Jawab : Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Limo berdiri pada Tahun
1994, dulunya KUA Kecamatan Limo masih KUA Kemantren, tapi
kemudian dipisah menjadi KUA Kecamatan Limo, Kepala KUA
Kecamatan Limo yang pertama adalah Bapak H. Rohidi, kemudian
beliau pensiun pada tahun 1998, kemudian digantikan oleh bapak
Drs. Ngadiono. KUA Kecamatan Limo sudah mengalami 6 kali
pergantian kepala KUA hingga sekarang yang dijabat oleh bapak
Asnawi.
2. Setahu bapak bagaimana kewenangan KUA dalam pengelolaan zakat menurut
Undang- undang No. 38 Tahun 1999 dan Undang- Undang No. 23 Tahun
2011 ?
Jawab: Menurut Undang- Undang NO. 38 Tahun 1999 Pembentukan BAZ
Provinsi oleh Gubemur, kalau BAZ tingkat kota oleh Bupati/
walikota, nah tingkat kecamatan itu oleh pihak kecamatan dengan
usulan dari pihak KUA, hanya sebatas itulah membentuk BAZ
tingkat kecamatan. Nah saat itu kita pihak KUA didudukkan pada
sekertaris umumnya dalam kepengurusan BAZ, pengelolanya
adalah staf- staf kecamatan sampai kelurahan, jadi secara otomatis
siapapun yang jadi Kepala KUA akan menadi sekertaris umum
dalam BAZ Kecamatan. Jadi sebatas itu aJa. Mengenai
pelaporannya itupun dilaporkan kepada BAZ tingkat kota.
Sedangkan menurut undang- undang No. 23 Tahun 2011 peran itu
dihilangkan, jadi BAZ terakhir hanya sampai tingkat Kota saja. adi
tingkat kecamatan sudah tidak ada, tapi pihak BAZ tingkat kota
berhak membentuk UPZ (unit pengumpul zakat) di wilayah kota
itu. Jadi KUA pun menjadi semacam UPZ (unit pengumpul zakat),
dan pelaporannya pun masuk ke tingkat kota. Dan zakat yang
dikelolla oleh kita itu biasanya memang zakat fitrah, dan kita juga
menggunakan perpanjangan tangan dari P3N (amiI), nah itu
biasanya mitra keIja kita, kita minta bantuan mereka untuk
semacam memberikan laporan saja, laporan tertulis tentang
kumpulan zakat fitrah. Sementara zakat mal biasanya langsung di
laporkan ke BAZ tingkat Kota.
3. Apakah ada perbedaan yang mendasar diantara kedua Undang- Undang
tersebut khususnya tentang kewenangan KUA?
Jawab: wewenang KUA yang tadinya berada di posisi Badan Amil Zakat
yang mengumpulkan dana dari UPZ- UPZ , tapi sekarang kita atau
KUA berada dalam UPZ nya. Yang langsung melaporkan ke BAZ
tingkat kota.
4. Sudah sesuaikan peran KUA Kecamatan Limo dengan Undang- undang
pengelolaan zakat di Indonesia ini?
Jawab : Ya, sudah.
5. Bagaimanakah pendayagunaan dana zakat di KUA Kecamatan Limo ini?
Jawab: Pendayagunaannya memang zakat itu habis dibagi di UPZ
setempat, jadi di masing- masing kelurahan itu ada UPZ masing
masing, nah itu habis dibagi disitu. Nah kita hanya sebatas
tembusan dalam bentuk angka- angka saja, untuk memberikan
laporan kepada pimpinan kita ke Kemenag Kota Depok, kemudian
sampek provinsi, memang sebatas itu saja memang.
DOKUMENTASI HASIL WAWANCARA DENGAN KUA KECAMATAN LIMO
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 1999
TENTANG PENGELOLAANZAKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MARA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
beribadat menUIUt agamanya masing-masing; b. bahwa penunaian zakat merupakan kewajiban umat Islam Indoneia yang mampu dan basil
pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial bagi upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
c. bahwa zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memperhatikan masyarakat yang kurang mampu;
d. bahwa upaya penyempwnaan sistem pengelolaan zakat perlu terus ditingkatkan agar pelaksanaan zakat lebih berbasil guna dan berdaya guna serta dapat dipertanggungjawabkan;
e. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut pada butir a, b, c, dan d perlu dibentuk Undangundang Penge10laan Zakat
Mengingat: I. Pasal 5 ayat (1), Pasal20 ayat (1), Pasal 29, dan Pasal 34 Undang-undang Dasar 1945; 2. Ketetapan Maje1is Permusyawaratan Rakyat Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok
Reformasi Pembangunan dalam rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara;
3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3400);
4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Derah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839.
Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN : Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
BABI KETENfUAN UMUM
Pasal1 Dalam Undang-w1dang ini yang dimkasud dengan :
I . Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengwnpulan dan pendistribusian serta pendayagw1aan zakat.
2.. Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang musli atau badan yang dimiliki oleh
orang muslin1 sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerm1anya.
3. Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban menunaikan zakat.
4. Mustahiq adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat.
5. Agama adalah agama Islam.
6. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang agama.
Pasa! 2
Setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau badan yang d.imiliki oleh
orang muslim berkewajiban menunaikan zakat.
Pasal3
PemeJintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan dan pelayanan kepada
muzakki, mustahiq dan amil zakat.
BABII ASAS DAN TUJUAN
Pasal4
Pengelolaan zakat berasaskan iman dan takwa, keterbukaan dan kepastian hukum sesuai denga Pancasila dan Undang-undang Dasaar 1945.
Pasal5
Pengelolaan zakat bertujuan :
1. meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntunan
agama; 2. meningkatnya ftmgsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan
kesejahteraan masyaralcat dan keadilan sosial.
3. meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.
BABIII ORGANISASI PENGELOLAAN ZAKAT
~ (1) Pengelolaan zakat dilakukan oleh b~angdibentuk oleh pemerintah. (2) Pembentukan badan amil zakat:
a. nasional oleh Presiden atas usu1 Menteri;
b. daerah propinsi oleh gubemur atas usul kepala kantor wilayah departemen agarna
propins~
c. daerah kabupaten atau daerah kota oleh bupati atau wali kota atas usul kepala kantor
departemen agama kabupaten atau kota;
d. ~atan oleh carnat atas usu1 kepala kantor urusan agama kecarnatan. ) (3) Badan amil zakat di semua tingkatan memiliki hubungan keIja yang bersifat koordinatit:
konsultatifdan informatif.
(4) Pengurus badan amil zakat terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah yang memenuhi
persyaratan tertentu.
(5) Organisasi badan amil zakat terdiri atas unsur pertimbangan, unsur pengawas dan unsur
pelaksana.
Pasal7
(1) Lembaga amil zakat dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah.
(2) Lembaga amil zakat sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) hams memenuhi persyaratan
yang diatur lebih lanjut oleh Menteri.
PasaI8 Badan amil zakat sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 dan Iembaga amil &lkat sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 memplll1yai tugas pokok mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.
PasaI9 Dalarn melaksanakan tugasnya, badan amil zakat dan Iembaga amil zakat bertanggoog jawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya.
PasailO Ketentuan lebih Ianjut mengenai susunan organisasi dan tata ketja badan amil zakat ditetapkan dengan keputusan menteri.
BABIV PENGUMPULAN ZAKAT
PasaIII (l) Zakat terdiri atas zakat mal dan zakat fitrah. (2) Barta yang dikenai zakat adalah :
a. emas, perak dan uang; b. perdagangan dan perusahaan; c. Basil pertanian, perkeblll1an dan perikanan; d. Basil pertambangan; e. Basil petemakan; f Basil pendapatan dan jasa; g. tikaz
(3) Penghitllllgan zakat mal menurut nishab, kadar clan waktllllya ditetapkan berdasarkan hukum agarna.
PasaIl2 (l) Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan earn menerima atau mengarnbil
dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki. (2) Badan amil zakat dapat beketja sarna dengan bank dalarn pengumpulan zakat harta
muzakki yang berada di bank atas pennintaan muzakki.
PasaIl3 Badan amil zakat dapat menerima harta selain zakat seperti infaq, shadaqah, wasiat waris dan kafarat.
PasaIl4 (l) Muzakki melakukan penghitllllgan sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya berdasarkan
hukum agama. (2) Dalam hal tidak dapat menghitllllg sendiri hartaya dan kewajiban zakatnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (l), muzakki dapat meminta bantuan kepada badan amil zakat atau badan ami1 zakat memberikan bantuan kepada muzakki lll1tuk menghitllllgnya.
(3) Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau Iembaga amil zakat dikurangkan dari Iaba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan pefllllclang-undangan yang beriaku.
Pasal15 Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh badan amil zakat elitetapkan dengan keputusan menteri.
BABV PENDAYAGUNAA.t""J ZAKAT
Pasal16 (1) Hasil pengumpulan zakat elidayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan ketentuan agama. (2) Pendayagunaan basil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahiq
dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produkti£ (3) Persyaratan dan prosedur pendayagunaan basil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) eliatur dengan keputusan menteri.
Pasal17 Hasil penerimaan infaq, shadaqah, wasiat, waris dan ktfarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal13 elidayagunakan terutama untuk usaha yang produktif.
BABVI PENGAWASAN
Pasal18 (1) Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas badan amil zakat dilakukan oleh unsur pengawas
sebagain1ana dimaksud dalam Pasal6 ayat (5). (2) Pimpinan unsur pengawas elipilili langsung oleh anggota. (3) Unsur pengawas berkedudukan eli semua tingkatan badan amil zakat. (4) Dalam melakukan pemeriksaan keuangan badan amil zakat, unsur pengawas dapat meminta
bantuan akuntan publik.
Pasal19 Badan amil zakat memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan tingkatannya.
Pasal20 Masyarakat dapat belperan serta dalam pengawasan badan amil zakat dan lembaga amil zakat.
BAB VII SANKSI
Pasal21 (1) Setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat atau mencatat dengan tidak
benar harta zakat, infaq, shadaqah, wasiat, hibah, waris dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 12, Pasal 13 dalam U1dang- undang ini eliancam dengan hukun1an kurungan selama-lamanya tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
(2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) eli atas merupakan pelanggaran. (3) Setiap petugas badan amil zakat dan J=etugas lembaga amil zakat yang melakukan tindak
pidana kejahatan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal22 Dalam hal muzakki berada atau menetap di luar negeri, pengmnpulan zakatnya dilakukan oleh unit pengumpul zakat pada peJWakilan Republik Indonesia, yang selanjutnya diteruskan kepada badan amil zakat nasional.
Pasal23 Dalam menunjang pelaksanaan tugas badan amil zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pemerintah wajib membantu operasional badan amil zakat.
BABIX KETENTUAN PERALIHAN
Pasal24 (l) Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan zakat masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan danlatau belum diganti dengan peraturan yang bam berdasarkan Undang-tmdang ini.
(2) Selambat-Iambatnya dua tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini, setiap organisasi pengelolaan zakat yang telah ada wajib menyesuaikan menurut ketentuan Undang-undang mL
BABX KETENTUAN PENUTUP
Pasal25 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 23 Desember 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd.
BACHARUDDIN JUSUF RABIBIE Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1999 MEN1ERI NEGARA SEKREfARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd.
MOLADI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 164
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011
TENTANG
PENGELOLAAN ZAKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu;
b. bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam;
c. bahwa zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat;
d. bahwa dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam;
e. bahwa Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat;
Mengingat Pasal 20, Pasal 21, Pasal 29, dan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Dan
PRESIDEN
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT.
BABI KETENTUAN UMUM
Pasal1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
2. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
3. Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
4. Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
5. Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan zakat.
6. Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat.
7. Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional.
8. Lembaga Ami! Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
9. Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disingkat UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat.
10. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
11. Hak Amil adalah bagian tertentu dari zakat yang dapat dimanfaatkan untuk biaya operasional dalam pengelolaan zakat sesuai syariat Islam.
12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
Pasal2
Pengelolaan zakat berasaskan: a. syariat Islam; b. amanah; c. kemanfaatan; d. keadilan; e. kepastian hukum; f. terintegrasi; dan g. akuntabilitas.
Pasal3
Pengelolaan zakat bertujuan: a. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan b. meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan
penanggulangan kemiskinan.
Pasal4
(1) Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah.
(2) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) meliputi: a. emas, perak, dan logam mulia lainnya; b. uang dan surat berharga lainnya; c. perniagaan; d. pertanian, perkebunan, dan kehutanan; e. peternakan dan perikanan: f. pertambangan; g. perindustrian; h. pendapatan dan jasa; dan i. rikaz.
(3) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan harta yang dimiliki oleh muzaki perseorangan atau badan usaha.
(4) Syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB II BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL
Bagian Kesatu Umum
Pasal5 (1) Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah membentuk BAZNAS.
(2) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibu kota negara.
(3) BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.
Pasal6
BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.
Pasal7 (1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, BAZNAS
menyelenggarakan fungsi: a. perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; b. pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayaglJnaan zakat; c. pengendalian pengurnpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan d. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
(2) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. BAZNAS dapat bekerja sama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Bagian Kedua Keanggotaan
Pasal8
(1) BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota.
(2) Keanggotaan BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 8 (delapan) orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah.
(3) Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Islam.
(4) Unsur pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditunjuk dar; kementerian/ instansi yang berkaitan dengan pengelolaan zakat.
(5) BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua.
Pasal9
Masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 10
(1) Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri.
(2) Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(3) Ketua dan wakil ketua BAZNAS dipilih oleh anggota.
Pasal11
Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 paling sedikit harus: a. warga negara Indonesia; b. beragama Islam; c. bertakwa kepada Allah SWT; d. berakhlak mulia; e. berusia minimal 40 (empat puluh) tahun; f. sehat jasmani dan rohani; g. tidak menjadi anggota partai politik; h. memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat; dan i. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
Pasal 12
Anggota BAZNAS diberhentikan apabila: a. menil1ggal dunia; b. habis masa jabatan; c. mengundurkan diri; d. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara terus menerus; atau e. tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota.
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai, tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibantu oleh sekretariat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja sekretariat BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota
Pasal 15
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota.
(2) BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
(3) BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas usul bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
(4) Dalam hal gubernur atau bupati/walikota tidak mengusulkan pembentukan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota, Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat membentuk BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
(5) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS di provinsi atau kabupaten/kota masing-masing.
( p~Sal;) (1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS
kabupaten/kota dapat membentuk UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat Lembaga Amil Zakat
Pasal 17
Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.
Pasal 18
(1) Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit: a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang
pendidikan, dakwah, dan sosial; b. berbentuk lembaga berbadan hukum; c. mendapat rekomendasi dari BAZNAS; d. memiliki pengawas syariat; e. memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan
kegiatannya; f. bersifat nirlaba; g. memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan h. bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.
Pasal19
LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala.
Pasal20
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi, mekanisme penzlnan, pembentukan perwakilan, pelaporan, dan pertanggungjawaban LAZ diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB III PENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN,
PENDAYAGUNAAN,DANPELAPORAN
Bagian Kesatu Pengumpulan
Pasal21
(1) Dalam rangka pengumpulan zakat, muzaki melakukan penghitungan sendiri atas kewajiban zakatnya.
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri kewajiban zakatnya, muzaki dapat meminta bantuan BAZNAS.
Pasal22
Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak.
Pasal23
(1) BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki.
(2) Bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
Pasal24
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua Pendistribusian
Pasal25
Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam.
Pasal26
Pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.
Bagian Ketiga Pendayagunaan
Pasal27
(1) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.
(2) Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat Pengelolaan Infak, Sedekah,
dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya
Pasal28
(1) Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya.
(2) Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi.
(3) Pengelolaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya harus dicatat dalam pembukuan tersendiri.
Bagian Kelima Pelaporan
Pasal29
(1) BAZNAS kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS provinsi dan pemerintah daerah secara berkala.
(2) BAZNAS provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala.
(3) LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala.
(4) BAZNAS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada Menteri secara berkala.
(5) Laporan neraca tahunan BAZNAS diumumkan melalui media cetak atau media elektronik.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan BAZNAS kabupaten/kota, BAZNAS provinsi, LAZ, dan BAZNAS diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB IV PEMBIAYAAN
Pasal30
Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Ami/.
Pasal31
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Ami!.
(2) Selain pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal32
LAZ dapat menggunakan Hak Amil untuk membiayai kegiatan operasiona/.
Pasal33
(1) Pembiayaan BAZNAS dan penggunaan Hak Ami! sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BABV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 34
(1) Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ.
(2) Gubernur dan bupati/walikota melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ sesuai dengan kewenangannya.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi fasilitasi, sosialisasi, dan edukasi.
BABVI PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal35
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS dan LAZ.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka: a. meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menunaikan zakat melalui BAZNAS dan
LAZ; dan b. memberikan saran untuk peningkatan kinerja BAZNAS dan LAZ.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk: a. akses terhadap informasi tentang pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS
dan LAZ; dan b. penyampaian informasi apabila terjadi penyimpangan dalam pengelolaan zakat yang
dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ.
BAB VII SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal36 (1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 23 ayat
(1), Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 29 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara dari kegiatan; dan/atau
c. pencabutan izin.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VIII LARANGAN
Pasal37
Setiap orang dilarang melakukan tindakan memiliki, menjaminkan, menghibahkan, menjual, dan/atau mengalihkan zakat, infak, sedekah, dan/atau dana sosial keagamaan lainnya yang ada dalam pengelolaannya.
Pasal38
Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang.
BABIX KETENTUAN PIDANA
Pasal39
Setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum tidak melakukan pendistribusian zakat sesuai dengan ketentuan Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,OO (lima ratus juta rupiah).
Pasal40
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal41
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal42
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 40 merupakan kejahatan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 merupakan pelanggaran.
BABX KETENTUAN PERALIHAN
Pasal43
(1) Badan Amil Zakat Nasional yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS berdasarkan Undang-Undang ini sampai terbentuknya BAZNAS yang baru sesuai dengan Undang-Undang ini.
(2) Badan Ami! Zakat Daerah Provinsi dan Badan Amil Zakat Daerah kabupaten/kota yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota sampai terbentuknya kepengurusan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
(3) LAZ yang telah dikukuhkan oleh Menteri sebelum Undang-Undang ini berlaku dinyatakan sebagai LAZ berdasarkan Undang-Undang ini.
(4) LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib menyesuaikan diri paling lambat 5 (lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
BABXI KETENTUAN PENUTUP
Pasal44
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan tentang Pengelolaan Zakat dan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal45
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal46
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal47
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 25 November 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 115
LAPORAN HASIL PENGUMPULAN ZAKAT FITRAH, ZAKAT MAAL, INFAQ DAN SHODAQOH
TAHUN 1436 H /2015 M
KECAMATAN LIMO
PENDISTRIBUSIANHASIL PENGUMPULAN JUMLAH
JUMLAHKELURAHA KETZAKAT FITRAH ZAKAT MAAL & INFAQMUZAKK ZAKAT FITRAH ZAKATNO
INFAQ JUMLAH MUSTAHIKN UANG UPZ Kel. UPZ Ket.I UPZ Kota JUMLAHMAAL BERASBERAS UANG
Rp.Rp. Rp. Rp. 30% Rp.Uter 20%Rp.Liter 10""
500,000.00385,915,000.00 1,168 15,755 200,849,000.00 1,500,000.00 1,000,000.0011,800 57,540,000.00 127,526,000.00 3,000,000.0015,755 200,849,000.001 LIMO
1,666 218,444,000.00 500,000.00 1,500,000.00 1,000,000.0014,944 57,564,000.00 276,008,000.00 26,141.50 3,000,000.00218,444,000.00 0.002 26,141.50GROGOl
500,000.00294,450,000.00 1,888 264,225,000.00 1,500,000.00 1,000,000.0010,568 25,625,000.00 4,600,000.00 10,829 3,000,000.003 KRUKUT 10,829 264,225,000.00
500,000.00136,855,000.00 1,500,000.00 1,000,000.0011,106 136,855,000.00 6,491 146,525 3,000,000.004 146,525 136,855,000.00 0.00 0.00MERUYUNG
199,251 820,373,000.00 2,000,000.00 6,000,000.00189,690,000.00 1,093,228,000.00 11,213 4,000,000.00 12,000,000.0048,418 544,208,463.75 83,165,000.00JUMLAH 199,251
Mengetahui,
Ketua SAZ Kec. Limo Sekretaris
Nita Ita Hernita, SH, M.Si H. NGATONO, S.Sos
NIP: 19741011199803 2 005 Nip. 19680509199003 1005
LAPORAN HASIL PENGUMPULAN lAKAT FITRAH, lAKAT MAAL, INFAQ DAN SHODAQOH
TAHUN 1434 H /2013 M
KECAMATAN LIMO
NO KELURAHAN JUMLAH MUZAKKI
ZAICAT FITRAH BERAS UANG Liter Rp.
HASIL PENGUMPULAN
ZAICAT INFAQ
MAAL Rp. Rp.
JUMLAH
Rp. BERAS Liter
UANG Rp.
ZAKAT MAAL & INFAQ MSTHK BAZ Ket. BAZ Kota JUMLAH
KEY
1 LIMO 12,063 15,423 191,436,000.00 38,184,000.00 55,197,700.00 284,817,700.00 15,423 191,436,000.00 6,031 450,000.00 150,000.00 600,000.00
2 GROGOL 11,127 21.724,50 108,426,775.00 0.00 2,900,000.00 111,326,775.00 21.724,50 108,426,775.00 1,525 450,000.00 150,000.00 600,000.00
3 KRUKUT 8,156 13,155 140,391)000.00 6,150,000.00 11,385,000.00 157,926,000.00 13,155 140,391,000.00 1,731 450,000.00 150,000.00 600,000.00
4 MERUYUNG 9,866 23,951 78,040,000.00 0.00 0.00 78,040,000.00 23,951 78,040,000.00 4,379 450,000.00 150,000.00 600,000.00
JUMLAH 41,212 52,529 518,293,175.00 44,334,000.00 69,482,700.00 632,110,475.00 52,529 518,293,775.00 13,666.00 1,800,000.00 600,000.00 2,400,000.00
Mengetahui,
Ketua BAZ Kec. Sekretaris
( )
LAPORAN HASll PENGUMPULAN ZAKAT FITRAH, ZAKAT MAAl, INFAQ DAN SHODAQOH TAHUN 1433 H /2012 M
KECAMATAN LIMO
HASIL PENGUMPULAN PENDISTRIBUSIAN
NO KELURAHAN JUMLAH
ZAKAT FITRAH ZAKAT ZAKAT FITRAH ZAKAT MAAL & INFAQMUZAKKI
BERAS UANG MAAL INFAQ JUMLAH
JIWA BERAS UANG MSTHK BAl Kec. BAZ Kota JUMLAH Liter Rp. Rp. Rp. Rp. JUMLAH Liter Rp.
KET
1 LIMO 12,063 15,423 191,436,000.00 38,184,000.00 55,197,700.00 284,817,700.00 6,031 15,423 191,436,000.00 6,031 450,000.00 150,000.00 600,000.00
2 GROGOL 11,127 21.724,50 108,426,775.00 0.00 2,900,000.00 111,326,775.00 1,525 21.724,50 108,426,775.00 1,525 450,000.00 150,000.00 600,000.00
3 KRUKUT 8.156 13,155 140,391,000.00 6,150,000.00 11,385,000.00 157,926,000.00 1,731 13,155 140,391,000.00 1,731 450,000.00 150,000.00 GOO,OOO.OO
4 MERUYUNG 9,866 23,951 78,040,000.00 0.00 0.00 78,040,000;00 4,379 23,951 78,040,000.00 4,379 450,000.00 150,000.00 600,000.00
JUMLAH 41,212 52,529 518,293,175.00 44,334,000.00 69,482,700.00 632,110,475.00 13,666 52,529 518,293,775.00 13,666.00 1,800,000.00 600,000.00 2,400,000.00
Mengetahui,
Ketua BAZ Kec. Sekretaris
( ) ( )
'"