PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

87
1 KETAHANAN KOROSI SISTEM LAPISAN Al DAN NiCrSi DENGAN METODE THERMAL SPRAY SKRIPSI Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) Disusun Oleh : MUTIA RISMIANI 11160970000049 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2020

Transcript of PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

Page 1: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

1

KETAHANAN KOROSI SISTEM LAPISAN Al DAN NiCrSi DENGAN

METODE THERMAL SPRAY

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si)

Disusun Oleh :

MUTIA RISMIANI

11160970000049

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

TAHUN 2020

Page 2: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

i

LEMBAR PENGESAHAN

KETAHANAN KOROSI SISTEM LAPISAN Al DAN NiCrSi DENGAN

METODE THERMAL SPRAY

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Oleh:

MUTIA RISMIANI

NIM: 11160970000049

Menyetujui;

Pembimbing I Pembimbing II

Anugrah Azhar, M.Si. Dr. Eni Sugiarti, M.Eng.

NIP. 19921031 201801 1 003 NIP. 19820505 200604 2 002

Mengetahui;

Kepala Program Studi Fisika Pimpinan Instansi Tempat Penelitian

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI

Tati Zera, M.Si. Dr. Rike Yudianti

NIP. 19690608 200501 2 002 NIP. 19680721 199403 2 003

Page 3: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

ii

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “Ketahanan Korosi Sistem Lapisan Al Dan NiCrSi Dengan Metode

Thermal Spray” yang ditulis oleh Mutia Rismiani dengan NIM 11160970000049

telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqasah Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 16

November 2020 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh

gelar sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Fisika.

Menyetujui;

Penguji I Penguji II

Arif Tjahjono, S.T M.Si Edi Sanjaya, M.Si

NIP. 19751107 200701 1 015 NIP. 19730715 200212 1 001

Pembimbing I Pembimbing II

Anugrah Azhar, M.Si. Dr. Eni Sugiarti, M.Eng.

NIP. 19921031 201801 1 003 NIP. 19820505 200604 2 002

Mengetahui;

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Fisika

Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M.Env.Stud Tati Zera, M.Si.

NIP. 19690404 200501 2 005 NIP. 19690608 200501 2 002

Page 4: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini Saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) di Unversitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang Saya gunakan dalam penulisan ini telah Saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Uinversitas Islam

Negeri Syaruf Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan merupakan hasil karya

Saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka Saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 16 November 2020

Mutia Rismiani

NIM. 11160970000049

Page 5: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

iv

ABSTRAK

Pada penelitian ini, telah dilakukan pelapisan pada substrat baja karbon rendah

menggunakan pelapis aluminium (Al) dan paduan nikel-kromium-silikon (NiCrSi)

dengan metode thermal spray. Setelah dilakukan proses thermal spray, kemudian

kedua sampel dilakukan uji korosi di dalam media korosif NaCl 5% wt selama 48

jam. Perubahan massa kedua sampel kemudian di catat pada siklus 0, 12, 18, 24,

30, 36, 42, dan 48 jam yang kemudian diolah untuk mendapatkan kurva perubahan

massa dan laju korosi kedua sampel. Uji karakterisasi Fe-SEM juga dilakukan

untuk melihat perubahan struktur mikro, lapisan oksida yang terbentuk dan tampak

permukaan sampel lapisan sebelum dan sesudah uji korosi. Dari hasil pengujian Fe-

SEM diketahui bahwa oksigen berhasil masuk kedalam lapisan coating dan

berikatan dengan ion ion penyusun lapisan membentuk produk korosi berupa

lapisan oksida dipermukaan sampel. Pada sampel FeAl terbentuk lapisan oksida

alumina Al2O3 yang kontinu diatas permukaan sampel, sedangkan pada sampel

FeNiCrSi belum terbentuk lapisan oksida yang kontinu pada media NaCl 5% wt

sehingga oksigen masih dapat terus terdifusi dan meningkatkan laju korosi. Hal ini

dikonfirmasi dengan melihat kurva perubahan massa sampel lapisan FeNiCrSi yang

lebih tinggi dari sampel lapisan FeAl. Laju korosi FeAl dan FeNiCrSi secara

berurutan diketahui sebesar 0,25 mm/y dan 0,33 mm/y, menunjukkan sampel FeAl

memiliki ketahnan korosi lebih baik dari sampel FeNiCrSi dalam media NaCl 5 %

wt.

Kata kunci : Alumunium, Fe-SEM, Ketahanan Korosi, NiCrSi, thermal spray

Page 6: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

v

ABSTRACT

In this study, Al and NiCrSi coatings were succesfully formed on wild carbon steel

substrate using thermal spray method. Surface immersion times in corrosive

solutions NaCl 5 % wt was varied in both of samples for 48 hours. Mass change of

the two samples were recorded in cycles 0, 12, 18, 24, 30, 36, 42, and 48 hours

which were processed to obtain the mass change curve and corrosion rate of the two

samples. The Fe-SEM characterization was also carried out to see changes in

microstructure, in formed oxide layer, and in surface of the coating samples before

and after the corrosion test. The Fe-SEM results show that aluminum layer reacts

with the oxygen and form passive film alumina (Al2O3), while NaCrSi layer still do

not show the oxide layer on the surface. It cause the continuous diffusion of Oxygen

and increase corrosion rate of NiCrSi sample. Our results confirm that FeNiCrSi

sample has higher mass change than FeAl. We obtain that FeAl has better corrosive

resistance (0,25mm.y) compared to FeNiCrSi (0,33 mm/y) in NaCl 5% wt solution.

Keywords: Aluminum, Corrosion resistance, Fe-SEM, NiCrSi , thermal spray

Page 7: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

vi

KATA PEGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Puji syukur dan ikhlas terucap sebesar-

besarnya kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya dalam setiap nafas dan

langkah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tugas akhir ini walau dengan

beberapa hambatan yang terjadi dikarenakan pandemi Covid-19. Begitu pula tidak

lupa salawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai sosok yang

selalu dikagumi dan menjadi inspirasi bagi penulis. Tugas akhir ini berjudul

”Ketahanan Korosi Sistem Lapisan Al dan NiCrSi Dengan Metode Thermal Spray”

yang dilaksanakan pada bulan Februari hingga selesai dibulan Oktober 2020 ini.

Kegiatan ini dapat berjalan dengan baik karena adanya fasilitas dan dukungan

dari Pusat Penelitian Fisika – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2F LIPI)

yang bertempat di Serpong dan Program Studi Fisika UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang

telah memberikan kontribusi dalam pelaksanaan kegiatan ini.

1. Kedua orang tua Bapak. Atang Midil, Ibu. Fauziah serta ketiga saudara

kandung atas doa, kasih, sayang serta pembelajaran bermakna yang selalu

hadir dalam kehidupan penulis.

2. Bapak Anugrah Azhar, M. Si selaku dosen pembimbing skripsi satu yang

selalu sabar mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir

dengan sangat baik.

3. Ibu Dr. Eni Sugiarti, M.Eng selaku pembimbing kedua yang sangat sabar

mengajari dan memberikan ilmunya tanpa pamrih.

4. Teman-teman Girls Squad, Salsabilah Firdausi Hidayah, Salsa Fajar Dini,

Dinniar Damayanti, Niken Aprilia Eka Putri, dan Hizba Millatina Nujjiya.

5. Teman-teman kosan Penghuni Surga yang menjadi teman seperjuangan

bertahan hidup yaitu Siti Mahmudah, Gita Pratiwi dan Rahmita Prasukam

Dewi.

6. Teman-teman Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2016 yang

tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Page 8: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

vii

7. Seluruh kawan seperjuangan di HmI Komisariat Fakultas Sains dan

Teknologi, kepada Ilham Fitra Pradana, Muzhawwir Yunus, Muhammad

Solehudin, May Sarah , Merry Nur Rakhmawati, Rizki Khusnul Adin,

M.Fauzan Zarkasie dan yang lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu

persatu. Sebuah kesempatan beharga bisa bertukar pikiran dan

memperjuangkan jalan Islam bersama kalian.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan kalian semua di dunia

dan terlebih lagi di akhirat. Penulis menyadari penyusunan tugas akhir ini pasti

terdapat beberapa kesalahan karena kurangnya pengalaman penulis dalam

melaksanakan kegiatan ini. Penulis mengharap kritik dan saran yang membangun

dari pembaca, sehingga untuk penyusunan laporan serupa pada masa yang akan

datang dapat lebih baik lagi. Diskusi, kritik, dan saran membangun dari pembaca

dapat disampaikan melalui alamat surat elektronik penulis,

Akhir kata penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat, baik bagi

pembaca dan lebih khusus bagi penulis.

Penulis

Page 9: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i

PENGESAHAN UJIAN ......................................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iii

ABSTRAK ............................................................................................................. iv

ABSTRACT ............................................................................................................ v

KATA PEGANTAR .............................................................................................. vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii

DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii

BAB I ...................................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3

1.3. Pembatasan Masalah .................................................................................... 4

1.4. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4

1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 4

1.6. Sistematika Penulisan ................................................................................... 4

BAB II ..................................................................................................................... 6

2.1. Korosi ........................................................................................................... 6

2.1.1. Korosi Temperatur Tinggi ..................................................................... 7

2.1.2. Mekanisme Korosi Lingkungan Basah .................................................. 8

2.1.3. Laju Korosi ............................................................................................ 9

2.1.4. Pengendalian Korosi ............................................................................ 10

2.2. Aluminium .................................................................................................. 13

2.2.1. Definisi Aluminium ............................................................................. 13

2.2.2. Karakteristik Aluminium ..................................................................... 15

2.2.3. Sifat-Sifat Aluminium.......................................................................... 16

2.3. Nikel ........................................................................................................... 18

2.4. Kromium .................................................................................................... 19

2.5. Kegunaan Kromium ................................................................................... 20

Page 10: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

ix

2.5.1. Sebagai zat penghambat/anti korosi .................................................... 20

2.5.2. Diperlukan dalam metabolisme gula manusia ..................................... 21

2.5.3. Zat warna (pigment) ............................................................................. 21

2.5.4. Proses pelapisan logam secara elektrolisis (elektroplating) ................ 21

2.5.5. Baja anti karat (stainless steel) ............................................................ 21

2.6. Silikon ........................................................................................................ 21

2.7. Baja ............................................................................................................. 22

2.8. Klasifikasi Baja .......................................................................................... 22

2.8.1. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel) ........................................... 22

2.8.2. Baja Karbon Sedang (Medium Carbon Steel)...................................... 23

2.8.3. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel) ............................................ 23

2.9. Thermal spray ............................................................................................. 23

2.10.Klasifikasi Thermal spray ......................................................................... 24

2.10.1. Chemical Heat Source ....................................................................... 24

2.10.2. Electrik ............................................................................................... 27

2.10.3. Kinetik ............................................................................................... 29

2.11. Fe-SEM (Field Emission -Scanning Electron Microscope) ..................... 30

BAB III ................................................................................................................. 32

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 32

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ........................................................................... 32

3.2.1 Bahan .................................................................................................... 32

3.2.3 Alat........................................................................................................ 32

3.3. Diagram Alir Penelitian .............................................................................. 33

3.4. Prosedur Penelitian ..................................................................................... 35

3.4.1.Preparasi Sampel................................................................................... 35

3.4.3.Proses Thermal spray............................................................................ 35

3.4.3.Uji Korosi ............................................................................................. 36

3.4.4.Karakterisasi ......................................................................................... 38

3.5. Variabel Penelitian ..................................................................................... 39

BAB IV ................................................................................................................. 40

4.1.Analisa Visual Sampel ................................................................................ 40

Page 11: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

x

4.2.Morfologi Permukaan Lapisan Sampel ....................................................... 42

4.3.Analisa Penampang Melintang Lapisan Sampel ......................................... 44

4.3.1 Pemetaan Unsur Lapisan Sampel ......................................................... 45

4.3.2 Lapisan Oksida Permukaan Sampel ..................................................... 51

4.3.3 Line Analysis Lapisan Sampel .............................................................. 54

4.4.Kurva Perubahan Massa dan Laju Korosi ................................................... 57

BAB V ................................................................................................................... 62

5.1. Kesimpulan ................................................................................................. 62

5.2. Saran ........................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 64

LAMPIRAN .......................................................................................................... 68

Page 12: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Tabel konstanta perhitungan laju korosi. ............................................ 10

Tabel 2. 2 Konversi satuan laju korosi. ................................................................ 10

Tabel 2. 3 Karakteristik Fisik Aluminium ............................................................ 15

Tabel 2. 4 Karakteristik Unsur Nikel ................................................................... 19

Tabel 2. 5 Tabel karakteristik kromium ............................................................... 20

Tabel 2. 6 Tabel karakteristik Silikon .................................................................. 22

Tabel 3. 1 Tabel parameter thermal spray ............................................................ 35

Tabel 4. 1 Analisa visual sampel lapisan FeAl dan FeNiCrSi ............................. 40

Tabel 4. 2 Analisa Visual sampel siklus 24 dan 30 jam ....................................... 60

Page 13: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Mekanisme pembentukan oksida ..................................................... 8

Gambar 2. 2 Ilustrasi terjadinya korosi pada lingkungan basah ........................... 9

Gambar 2. 3 ilustrasi proses elektroplating ........................................................ 12

Gambar 2. 4 Mekanisme Pack Cementation ...................................................... 13

Gambar 2. 5 Proses Thermal spray .................................................................... 13

Gambar 2. 6 Aluminium ..................................................................................... 16

Gambar 2. 7 Nikel .............................................................................................. 19

Gambar 2. 8 Kromium ........................................................................................ 20

Gambar 2. 9 Silikon ............................................................................................ 21

Gambar 2. 10 Prinsip Kerja D-Gun Spray .......................................................... 25

Gambar 2. 11 prinsip kerja Flame Spray ............................................................ 26

Gambar 2. 12 Mekanisme kerja HVOF .............................................................. 27

Gambar 2. 13 Ilustrasi Plasma Spray.................................................................. 27

Gambar 2. 14 Prinsip kerja wire arc spray ......................................................... 28

Gambar 2. 15 wire Arc Spray ............................................................................. 28

Gambar 2. 16 Prinsip cerja cold spray ............................................................... 29

Gambar 2. 17 Prinsip kerja Fe-SEM .................................................................. 31

Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian ................................................................. 34

Gambar 3. 2 Proses pemotongan plat ................................................................. 36

Gambar 3. 3 Diagram alir proses uji korosi........................................................ 37

Gambar 3. 4 Proses Uji Korosi ........................................................................... 38

Gambar 3. 5 Preparasi sampel Cross Section untuk karakterisasi Fe-SEM ....... 39

Gambar 3. 6 Sampel pelapisan ........................................................................... 39

Gambar 4. 1 Morfologi sampel FeAl sebelum uji korosi ................................... 42

Gambar 4. 2 Morfologi sampel FeAl sesudah uji korosi 48 jam ........................ 42

Gambar 4. 3 Morfologi sampel FeNiCrSi sebelum uji korosi ............................ 43

Gambar 4. 4 Morfologi sampel FeNiCrSi setelah uji korosi 48 jam .................. 44

Gambar 4. 5 EDS-mapping unsur FeAl sebelum uji korosi ............................... 45

Page 14: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

xiii

Gambar 4. 6 EDS-mapping unsur FeAl setelah uji korosi ................................ 46

Gambar 4. 7 EDS-Mapping lapisan FeNiCrSi sebelum uji korosi .................... 48

Gambar 4. 8 EDS-mapping unsur FeNiCrSi setelah uji korosi ......................... 49

Gambar 4. 9 Lapisan Oksida sampel FeAl ........................................................ 52

Gambar 4. 10 Lapisan oksida sampel FeNiCrSi ............................................... 53

Gambar 4. 11 Line Analysis Sampel sampel FeAl ............................................ 54

Gambar 4. 12 Line analysis sampel FeNiCrSi .................................................. 56

Gambar 4. 13 Kurva Perubahan Massa Uji Korosi sampel lapisan................... 57

Gambar 4. 14 Kurva laju Korosi terhadap waktu .............................................. 59

Page 15: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Baja karbon rendah merupakan salah satu baja yang banyak digunakan karena

harganya yang relatif murah dibandingkan dengan baja paduan lainnya. Baja

karbon rendah mengandung karbon antara 0,1-0,3% [1]. Baja karbon rendah

memiliki sifat mampu las dan mampu tempa yang sangat baik. Baja karbon rendah

juga memiliki sifat kekerasan yang relatif rendah, lunak, dan keuletan yang tinggi.

Untuk itu, baja karbon rendah sering dijadikan bahan dasar dalam industri besar.

Salah satunya baja karbon rendah diaplikasikan sebagai pipa boiler pada

pembangkit listrik. Selama penggunaannya sebagai pipa boiler pada pembangkit

listrik, baja karbon rendah akan lebih sering berinteraksi dengan lingkungan

elektrolit. Keadaan ini akan membuat baja karbon rendah mudah mengalami

degradasi akibat korosi terhadap lingkungannya. Korosi adalah kerusakan atau

degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di

lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki [2].

Korosi merupakan salah satu musuh besar dalam dunia industri, beberapa contoh

kerugian yang ditimbulkan korosi adalah terjadinya penurunan kekuatan material

dan biaya perbaikan akan naik jauh lebih besar dari yang diperkirakan [3]. Untuk

mengantisipasi kerugian, maka diperlukan peningkatan pada sifat mekanik baja

karbon rendah terutama pada ketahanannya terhadap korosi. Salah satu upaya yang

telah banyak dikembangkan para ilmuan untuk meningkatkan sifat ketahanan

korosi yaitu dengan melapisi baja dengan material yang memiliki sifat tahan korosi

yang baik. Metode pelapisan ini disebut juga dengan teknologi coating.

Teknologi coating adalah penutup atau lapisan yang diaplikasikan pada

permukaan suatu benda, biasanya disebut sebagai substrat. Teknologi ini sudah

sejak lama dikembangkan. Salah satu metode pelapisan atau coating yang populer

yaitu metode Thermal spray. Thermal spray adalah serangkaian proses di mana

bahan pelapis dipanaskan dengan cepat dalam panas medium gas, dan secara

bersamaan diproyeksikan pada kecepatan tinggi ke permukaan media yang

Page 16: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

2

disiapkan, untuk menghasilkan ketebalan lapisan yang diinginkan [4]. Material

yang akan digunakan pada proses thermal spray dicairkan dengan cara dipanaskan.

Material yang telah dicairkan kemudian didorong oleh gas dan disemprotkan pada

permukaan material substrat, yang kemudian akan mengeras dan membentuk

lapisan yang kuat [2]. Thermal spray memiliki berbagai macam jenis, yaitu; Plasma

Sprayed, Wire Arc Sprayed, Flame Spray, Thermal spray, dan High Velocity Oxy-

Fuel Spray (HVOF). Thermal spray menghasilkan lapisan yang lebih kuat merekat

pada substrat dibandingkan metode pelapisan lainnya. Selain itu, metode thermal

spray juga sangat efesien digunakan untuk pabrikasi produk. Untuk itu, dalam

penelitian kali ini penulis akan menggunakan thermal spray sebagai metode

pelapisan.

Pada dekade terakhir, telah banyak diteliti mengenai penggunaan aluminium

sebagai bahan pelapis anti korosi. Aluminium merupakan unsur logam yang paling

melimpah jumlahnya di kerak bumi. Aluminium menduduki presentase dengan

jumlah terbesar ketiga setelah oksigen dan silikon. Aluminium di kerak bumi

ditemukan dalam bentuk senyawa yang berkombinasi dengan unsur-unsur lain,

seperti oksigen, silikon dan florine. Aluminium murni didapatkan dengan proses

Bayer dan kemudian proses pemurnian Hall-Heroult [1]. Aluminium memiliki

keunggulan yaitu tahan terhadap korosi. Sifat tahan korosi yang dimiliki aluminium

disebabkan oleh sifat alamiah aluminium yang memiliki lapisan jenuh oksigen

diatas permukaannya. Selama proses oksidasi, lapisan aluminium akan

menghasilkan lapisan oksida protektif diatas permukaan. Lapisan oksida protektif

ini mampu menghalangi difusi oksigen lebih lanjut kedalam logam [5]. Lapisan

oksida protektif ini dikenal dengan sebutan alumina (Al2O3). Tung-Yuan Yung

(2019) bersama kedua rekannya meneliti ketahanan korosi lapisan aluminium pada

substrat stainless steel pada larutan 3,5% wt NaCl. Pada penelitian tersebut,

digunakan kawat 99,5 wt % pure aluminium sebagai bahan pelapis substrat

stainless steel menggunakan metode thermal spray [6]. Penelitian yang

dilakukannya telah menghasilkan lapisan aluminium yang memiliki cukup banyak

porosity seperti ditunjukkan penelitian lain [7-9]. Namun, meski memiliki cukup

banyak porosity, dilaporkan bahwa lapisan aluminium cukup baik dalam

Page 17: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

3

melindungi substrat baja karbon rendah pada larutan 3,5 % wt NaCl selama waktu

1000 jam perendaman. Selain aluminium, unsur lain yang telah banyak diteliti

sebagai bahan pelapis anti korosi adalah paduan Kromium. Lei SHAN (2016)

melakukan penelitian ketahanan korosi lapisan CrSiN terhadap media korosif air

laut (seawater). Penelitian tersebut menyatakan bahwa lapisan CrSiN menghasilkan

good resistance terhadap lingkungan korosif air laut [10]. Biasanya, penambahan

unsur Cr diikuti dengan penambahan unsur Ni [1]. Dimana penambahan unsur Ni

pada lapisan CrSi dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan korosi lapisan.

Untuk itu, perlu adanya pembahasan mengenai ketahanan korosi lapisan NiCrSi

pada media korosif elektrolit.

Dalam penelitian ini digunakan aluminium dan paduan NiCrSi untuk melapisi

substrat baja karbon rendah dengan menggunakan metode thermal spray.

Penggunaan dua material yang berbeda bertujuan untuk membandingkan ketahanan

korosi lapisan aluminium dengan lapisan NiCrSi. Perosedur pembanding dilakukan

dengan melihat struktur mikro dan laju korosi (corrosion rate) yang dihasilkan.

Lingkungan uji pada penelitian ini adalah larutan elektrolit 5% wt NaCl dengan

durasi 48 jam. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis berniat mengambil judul

penelitian “Ketahanan Korosi Sistem Lapisan Al dan NiCrSi Dengan Metode

Thermal spray”. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan pengetahuan yang

bermanfaat, sehingga selanjutnya pengetahuan ini akan dapat terus dikembangkan

dan direalisasikan dalam kehidupan nyata.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah dari

peneitian ini sebagai berkut:

1. Bagaimana morfologi lapisan aluminium dan NiCrSi pada substrat Baja

karbon rendah?

2. Bagaimana struktur mikro lapisan aluminium dan NiCrSi pada substrat baja

karbon rendah?

3. Bagaimana ketahanan korosi sistem lapisan aluminium dan NiCrSi pada

substrat baja karbon rendah?

Page 18: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

4

1.3. Pembatasan Masalah

Batasan masalah yang digunakan dalam penilitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sampel yang digunakan berupa substrat baja karbon rendah.

2. Karakterisasi sampel menggunakan Fe-SEM dan kurva perubahan massa

pada uji korosi.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengamati morfologi lapisan aluminium dan NiCrSi pada substrat baja

karbon rendah.

2. Mengamati struktur mikro pada sistem lapisan aluminium dan NiCrSi

dengan substrat baja karbon rendah.

3. Menghitung ketahanan korosi sistem pelapisan aluminium dan NiCrSi pada

substrat baja karbon rendah.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai struktur

mikro dan ketahanan sistem lapisan thermal spray aluminium dan NiCrSi terhadap

korosi.

1.6. Sistematika Penulisan

Untuk membuat pembaca mudah memahami penelitian ini, maka penulisan

ditulis menggunakan sistematika sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab 1 ini mencakup tentang latar belakang yang mendasari mengapa

dilakukan penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan

masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan teori-teori mengenai bahan maupun metode yang

digunakan pada penelitian ini secara singkat yang dibutuhkan sebagai acuan

dari penelitian. Pembahasan landasan teori meliputi pembahasan

Page 19: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

5

aluminium, nikel, kromium, silikon, baja karbon, korosi, thermal spray dan

prinsip kerja alat karakterisasi yang digunakan.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menjelaskan mengenai waktu dan tempat pelaksanaan penelitian,

bahan dan alat penelitian, diagram alir penelitian, serta prosedur penelitian.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan hasil data penelitian serta pembahasan mengenai data

yang telah didapatkan.

BAB 5 PENUTUP

Bab penutup ini menjelaskan kesimpulan dari penelitian yang telah

dilakukan serta saran untuk penelitian selanjutnya.

Page 20: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Korosi

Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara

suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-

senyawa yang tidak dikehendaki [2]. Korosi dapat terjadi karena logam mengalami

kontak/bersentuhan dengan lingkungan sekitar. Bila plat baja diletakkan begitu saja

dalam udara terbuka, maka plat itu lama-kelamaan akan mengalami korosi. Hal ini

dikarenakan udara mengandung oksigen, sehingga memungkinkan mengalami

reaksi reduksi oksidasi. Pada dasarnya logam akan berusaha menyesuaikan diri

dengan lingkungannya untuk mencapai kestabilan, sehingga dalam udara terbuka

logam akan melepaskan elektron dan elektron tersebut ditangkap dan bereaksi

dengan uap air (reduksi oksigen). Reaksi oksidasi yang terjadi pada logam dan

reduksi oksigen udara terbuka akan menghasilkan oksida logam yang warnanya

kecoklatan[11]. Oksida logam inilah yang disebut sebagai korosi. Korosi

merupakan peristiwa yang tidak dapat dihindari oleh logam, apalagi sifatnya yang

dapat terjadi hanya karena didiamkan di udara terbuka. Korosi jenis ini juga dapat

disebut sebagai korosi kering (Dry Corrosion).

Selain dapat disebabkan karena reaksi reduksi oksidasi (reaksi kimia), korosi

juga dapat disebabkan oleh reaksi elektrokimia. Reaksi elektrokimia yang

dimaksudkan adalah reaksi yang tidak hanya melibatkan logam dan oksigen saja,

namun juga melibatkan lingkungan elektrolit (air). Pengertian korosi secara

elektrokimia merupakan proses pelepasan elektron dikarenakan adanya beda

potensial yang terjadi karena aliran elektron secara kontinu. Dalam hal ini, aliran

elektron terjadi pada anoda menuju katoda. Pada sisi anoda terjadi reaksi oksidasi.

Reaksi ini merupakan reaksi setangah sel. Pada sisi katoda juga terjadi reaksi

setengah sel yaitu penangkapan elektron. Korosi jenis ini dapat disebut juga korosi

basah (Aqueous Corrosion) karena terjadi akibat melibatkan air atau larutan

lainnya.

Page 21: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

7

2.1.1. Korosi Temperatur Tinggi

Korosi temperatur tinggi didefinisikan sebagai proses degradasi atau

penurunan mutu material, termasuk degradasi sifat-sifat mekanisnya yang

disebabkan oleh adanya pengaruh atmosfer pada temperatur tinggi [12].

Temperatur tinggi memiliki arti temperatur dimana difusi atom dapat

memberikan perubahan secara signifikan (0,5 Tm). Temperatur tinggi

menyebabkan baja/besi teroksidasi secara cepat (T > 570 C) dan air berada

dalam keadaan fasa gas. Korosi yang terjadi pada temperatur tinggi disebabkan

oleh reaksi kimia yang melibatkan logam dengan oksigen, nitrogen, dan

sulfida. Korosi ini merupakan jenis korosi kering yang terjadi tanpa

melibatkan larutan elektrolit atau air. Korosi temperatur tinggi sering terjadi

pada turbin gas pada pesawat terbang, ataupun komponen alat pembangkit

listrik yang berkedudukan pada temperatur yang sangat tinggi.

Temperatur tinggi menimbulkan pengaruh yang sangat besar pada

degradasi logam. Temperatur tinggi dapat mempengaruhi aspek

termodinamika dan kinetika reaksi sehingga proses degradasi terjadi semakin

cepat. Kenaikan tempertur juga dapat merubah struktur dan perilaku logam

yang menyebabkan penurunan mutu logam. Pada temperatur tinggi, atmosfer

akan bersifat oksidatif. Keadaan ini sangat berpotensi mengoksidasi logam.

Korosi pada temperatur tinggi pada dasarnya diakibatkan karena adanya

reaksi kimia yaitu reaksi reduksi-oksidasi. Reaksi kimia pada logam terjadi

dimana oksigen ditambahkan pada unsur logam dan disebut oksidasi.

Sedangkan reaksi reduksi terjadi dimana oksigen dilepaskan dari suatu

senyawa. Reaksi reduksi-oksidasi pada dasarnya terjadi melalui transfer

elektron. Tidak semua reaksi reduksi-oksidasi melibatkan oksigen, namun

reaksi ini pasti melibatkan transfer elektron. Apabila suatu materi kehilangan

elektron, maka materi ini telah mengalami oksidasi, dan apabila suatu materi

menerima elektron, maka materi ini telah mengalami reaksi reduksi.

Korosi pada temperatur tinggi terjadi dalam keadaan kering melibatkan

logam (M) dengan oksigen, nitrogen, dan sulfida. Proses oksidasi pada logam

dapat dituliskan sebagai berikut:

Page 22: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

8

𝑀 → 𝑀2 + 2𝑒− (1)

½𝑂2 + 2𝑒− → 𝑂2 (2)

𝑀 + ½𝑂2 ⟶ 𝑀𝑂 (3)

Proses oksidasi terjadi diawali dimana oksigen masuk dan ditarik menuju

permukaan logam. Oksigen yang masuk ke permukaan logam akan mengalami

reaksi dengan unsur logam didalamnya. Selanjutnya akan terjadi transfer

elektron antara keduanya. Logam akan mengalami oksidasi dan melepaskan

elektron, sedangkan oksigen yang datang akan mengalami reduksi dan

menangkap elektron. Selanjutnya proses transfer elektron ini akan membentuk

lapisan oksida. Dimana lapisan oksida yang terbentuk di permukaan logam

bersifat non-protektif. Oksida inilah yang disebut dengan korosi dan berwarna

kecoklatan. Proses mekanisme pertumbuhan oksida digambarkan pada Gambar

2.1.

Gambar 2. 1 Mekanisme pembentukan oksida [5]

2.1.2. Mekanisme Korosi Lingkungan Basah

Korosi yang terjadi pasa lingkungan basah atau lingkungan yang

melibatkan air disebut sebagai Aqueous Corrosion. Korosi ini melibatkan

larutan elektrolit dan reaksi elektrokimia. Menurut Trethewey (1991)

mekanisme terjadinya korosi pada besi dalam baja adalah sebagai berikut;

Pada anoda terjadi pelarutan unsur besi Fe menjadi Fe2+. Pada anoda ini terjadi

juga oksidasi dimana unsur besi Fe akan melepaskan elektron.

𝐹𝑒 → 𝐹𝑒2+ + 2𝑒− (4)

Page 23: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

9

Sedangkan pada katoda terjadi reaksi reduksi yang menangkap elektron.

𝐻2𝑂 + ½𝑂2 + 2𝑒− → 2𝑂𝐻− (5)

Reaksi yang terjadi pada larutan yang sersifat netral adalah sebagai berikut

𝐻2𝑂 + ½𝑂2 + 2𝑒− → 𝐻2𝑂 (6)

Reaksi yang terjadi pada lingkungan asam

2𝐻+ + 2𝑒− → 𝐻2 (7)

Katoda yang melibatkan larutan elektrolit lain biasanya juga dapat mengalami

reaksi pengendapan logam [1][13] seperti;

𝑁𝑎+ + 𝑒− → 𝑁𝑎 (8)

Dari uraian diatas, syarat terjadinya korosi basah dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Adanya anoda tempat reaksi anodik terjadi

2. Adanya katoda tempat reaksi katodik terjadi

3. Ada media untuk transfer elektron/arus

4. Ada lingkungan yang bersifat elektrolit [14]

Gambar 2. 2 Ilustrasi terjadinya korosi pada lingkungan basah [15]

2.1.3. Laju Korosi

Laju korosi atau laju oksidasi adalah kecepatan degradasi material

terhadap waktu. Untuk menentukan laju korosi atau laju oksidasi dapat

menggunakan perbandingan perubahan massa (mass change) dengan waktu

yang dijelaskan dalam ASTM G31 tentang standar Immersion Corrosion

testing for metal [16]. Dituliskan sebagai berikut:

Page 24: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

10

𝒎𝒑𝒚 = 𝑲. 𝑾

𝑫.𝑨.𝑻 (9)

Keterangan :

Mpy = mills per year

W = Perubahan massa (gr)

D = density ( gr/cm3), untuk baja karbon rendah = 7,86 𝑔/𝑐𝑚3

A = Luas Permukaan Kontak (cm2)

T = Waktu pengujian (jam)

K = konstanta pada persamaan korosi berdasarkan satuan

Adapun konstanta perhitungan laju korosi dan konversi satuan

perhitungan laju korosi dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2.

Tabel 2. 1 Tabel konstanta perhitungan laju korosi [16].

satuan laju korosi/ Corrosion rate Konstanta

Mills per year (mpy) 3,45 x 106

Inches per year (ipy) 3,45 x 103

Milimeters per year (mm/y) 8,76 x 104

Tabel 2. 2 Konversi satuan laju korosi [17].

mA 𝑐𝑚2 mm/y Mpy

mA 𝑐𝑚2 1 11,6 456

mm/y 0,0863 1 39,4

Mpy 0,00219 0,0254 1

2.1.4. Pengendalian Korosi

Secara teori, sifat korosi pada logam tidak dapat dihilangkan. Karena

sifat korosi pada logam terjadi secara alamiah. Namun, sifat korosi ini mampu

dikendalikan atau mampu ditekan. Pengendalian yang dimaksud adalah

menekan angka laju korosi pada logam. Pengendalian korosi didasarkan pada

beberapa metode. Diantaranya pengendalian korosi dapat dilakukan melalui:

Page 25: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

11

a) Desain dan pemilihan bahan

Desain dan pemilihan bahan akan sangat berpengaruh pada

kemampuan bahan, dalam hal ini adalah ketahanan oksidasi bahan.

Penambahan material pemadu yang memiliki sifat ketahanan korosi yang

baik juga dapat dilakukan untuk menaikan sifat tahan korosi.

b) Penggunaan inhibitor (chemistry treatment)

Inhibitor korosi didefinisikan oleh ISO 8044 sebagai ‘zat kimia yang

mengurangi tingkat korosi ketika ada dalam sistem korosi pada

konsentrasi yang sesuai, tanpa secara signifikan mengubah konsentrasi

agen korosi lainnya. Atau dengan kata lain, inhibitor adalah zat yang bila

ditambahkan dalam jumlah kecil ke lingkungan yang korosif, akan

mengurangi laju korosi. Inhibitor mengurangi korosi dengan menjadi

pelindung, membentuk lapisan penyerap atau pemerlambat proses

katodik dan anodik [18]. Sebelum tahun 1960 inhibitor inorganik seperti

zinc, chrom , polipospat dan nitrida. Setelah tahun 1980, molydate,

fofonat, asam phospono karbosilat, dan polimer digunakan sebagai

inhibitor. Seiring perkembangan zaman, dikembangkan inhibitor natural

yang memiliki sifat biodegrable. Hingga saat ini, penelitian mengenai

organik inhibitor yang berasal dari biji tumbuhan, buah-buahan, daun,

bungan dan bahan organik lainnya terus dikembangkan.

c) Pelapisan (coating)

Teknik pelapisan dapat membantu mengurangi laju korosi pada

bahan. Teknik pelapisan memiliki beberapa metode yaitu;

Elektroplating

Adalah teknik pelapisan yang menggunakan metode elektrolisis,

yang akan membentuk lapisan tipis pada permukaan substrat.

Komponen elektroplating terdiri atas katoda, anoda, larutan elektrolit,

dan rectifier. Neny Anggraeni dalam bukunya Faraday dan

Page 26: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

12

Kelistrikan menggambarkan ilustrasi proses elektroplating yang

ditunjukan pada Gambar 2.2.

Gambar 2. 3 ilustrasi proses elektroplating [19]

Hot dip galvanizing

Hot dip galvanizing adalah salah satu teknik pelapisan dimana

menggunakan metode pencelupan larutan yang telah dipanaskan.

Hot dipping dilakukan dengan mencelupkan logam yang akan

dilapiskan, biasanya baja kedalam wadah yang berisi logam cair

biasanya seng ada juga aluminium dan paduan seng-aluminium.

Pack Cementation

Pack-Cementation adalah teknik pelapisan yang terdiri dari

pengerjaan pengadukan dalam campuran serbuk logam dan sebuah

fluks pada temperatur tinggi yang memungkinkan logam untuk

berdifusi kedalam logam dasar. Metode ini terdiri dari empat

komponen utama yaitu substrat, materalloy (serbuk dari elemen atau

unsur-unsur yang akan didepositkan pada bermukaan substrat),

aktivator garam halida atau energizer, atau inner filler [17].

Page 27: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

13

Gambar 2. 4 Mekanisme Pack Cementation [17]

Thermal spray

Thermal spray adalah teknik pelapisan di mana bahan pelapis

dipanaskan dengan cepat dalam panas medium gas, dan secara

bersamaan diproyeksikan pada kecepatan tinggi ke permukaan

substrat. Penggunaan thermal spray pada dunia industri logam

sangat populer. Ini dikarenakan thermal spray dapat menghasilkan

lapisan dengan ketebalan yang lebih baik dari metode pelapisan

lainnya. Proses thermal spray ditunjukan pada Gambar 2.4.

Gambar 2. 5 Proses Thermal spray [20]

2.2. Aluminium

2.2.1. Definisi Aluminium

Aluminium adalah salah satu unsur kimia yang dilambangkan dengan Al.

Aluminium memiliki nomor atom 13 dan jumlahnya sangat berlimpah di kerak

bumi. Persentase jumlah aluminium di kerak bumi adalah yang ketiga

terbanyak setelah oksigen dan silikon. Aluminium tergolong kedalam jenis

Page 28: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

14

logam non ferrous atau jenis logam yang tidak mengandung unsur besi (Fe).

Aluminium juga termasuk kedalam salah satu jenis logam berat bersama

dengan timbal (Pb), cadium (Cd), dan jenis lainnya. Dalam kamus Cambridge

disebutkan bahwa aluminium adalah elemen kimia yang ringan, logam

berwarna perak, digunakan terutama untuk membuat peralatan memasak dan

bagian-bagian pesawat. Nama aluminium sendiri berasal dari bahasa Latin

yaitu allumen yang berarti tawas (aluminium mineral).

Aluminium merupakan elemen reaktif dan tidak ditemukan begitu saja di

alam. Aluminium ditemukan dengan kombinasi dengan unsur-unsur lain,

seperti oksigen, silikon dan florine. Senyawa kimia ini umumnya ditemukan

ditanah sebagai mineral batuan (terutama batuan beku) yaitu, bauksit, kriolit

(Na3AlF6), korandum (Al2O3), dan tanah liat (aluminium silikat). Aluminium

sebagai logam diperoleh dari bijih bauksit yang terdiri dari hydrous aluminum

oxyde (Al2O3aH2O) atau aluminium hidroksida. Aluminium (dalam bentuk

bauksit) adalah suatu mineral yang berasal dari magma asam yang mengalami

proses pelapukan dan pengendapan secara residual [21]. Untuk mendapatkan

aluminium, harus dilakukan pemisahan mineral atau pemurnian bijih bauksit.

Metode pembuatan aluminium yang digunakan saat ini ditemukan oleh

Charles Hall dari USA dan Paul Heroult dari Perancis pada tahun 1886. Metode

pembuatan aluminium dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama dinamakan

proses Bayer. Proses Bayer adalah pemurnian bijih bauksit menjadi alumina.

Proses Bayer menghasilkan alumina (Al2O3) dengan membasuh bahan

tambang yang mengandung aluminium (bauksit) dengan larutan natrium

hidroksida (NaOH) dan akan menghasilkan aluminium hidroksida. Aluminium

hidroksida lalu dipanaskan pada suhu sedikit di atas 1000 oC sehingga

terbentuk alumina dan H2O yang menjadi uap air.

Tahap kedua, alumina yang telah terbentuk kemudian dilakukan proses

pemurnian Hall-Heroult untuk memperoleh aluminium murni. Proses ini

dilakukan dengan melarutkan alumina kedalam lelehan Na3AlF6 atau biasa

disebut dengan kriloit. Larutan kemudian dielektrolisis dan menyebabkan

aluminium yang telah cair menempel pada anoda, sementara oksigen akan

Page 29: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

15

teroksidasi dengan karbon pada anoda dan membentuk karbon dioksida.

Sehingga aluminium murni didapatkan dalam bentuk cair.

2.2.2. Karakteristik Aluminium

Aluminium merupakan logam mengkilap yang berwarna putih keperakan

yang ringan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6. Aluminium memiliki

nomor atom 13. Isotop utama yang dimiliki 27Al yang stabil dengan 14 neutron

dan 13 proton. Elektron valensi yang dimiliki aluminium adalah 3 dengan

konfigurasi elektron 1s2, 2s2, 2p6, 3s2, dan 3p1. Aluminium memiliki struktur

kristal FCC (Face Centered Cubic atau kubus berpusat muka) yang stabil dari

4 ˚K hingga melting point [22]. Massa atom aluminium yaitu 26,9815386

g/mol. Christian Vergel dalam bukunya yang berjudul Corrosion Of

Aluminium menuliskan karakteristik fisik Aluminium yang ditunjukkan pada

Tabel 2.3.

Tabel 2. 3 Karakteristik Fisik Aluminium [23]

Property Unit Value Note

Atomic number 13

Density 𝜌 Kgm-1 2698

Melting point °𝐶 660.45 < 1013 × 10−3𝑏𝑎𝑟

Boiling point °𝐶 2056 < 1013 × 10−3 𝑏𝑎𝑟

Vapour pressure Pa 3,7 x 10-3 At 927℃

Mass internal energy 𝜐 J-kg-1 3,98 x 105

Mass thermal capacity Cp J-kg-1.K-1 897 At 25℃

Thermal conductivity 𝜆 W.m-1.K-1 237 At 25℃

Linear axpansion coefficient 𝛼1 10-6.K-1 23.1 At 25℃

Electrical resisitivity 10-9.Ω. 𝑚 26,548 At 25℃

Magnetic susceptibility K 1.6 x 10-3 At 25℃

Longitudinal elasticity modulus E 𝑁/𝑚2 69.000

Poisson’s ratio 𝜈 0,33

Page 30: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

16

Gambar 2. 6 Aluminium [24]

2.2.3. Sifat-Sifat Aluminium

Berikut ini beberapa sifat yang dimiliki aluminium:

a) Lightness (keringanan)

Aluminium merupakan logam yang lebih ringan daripada logam

lainnya. Aluminum sering disebut sebagai light metal atau logam ringan.

Aluminium memiliki density 2700 kg/m3 dimana ini tiga kali lebih

ringan dari besi [23]. Density dari paduan aluminium biasanya hanya

mencapai 2600 hingga 2800 kg/m3 [23]. Ini menyebabkan aluminium

menjadi sangat ringan.

b) Penghantar panas dan listrik yang baik

Aluminium merupakan penghantar panas yang baik yang kurang

lebih memiliki 60% dari konduktivitas thermal tembaga (copper). Pada

abad ke-19 terjadi pergantian plat timah tembaga menjadi paduan

aluminium untuk peralatan dapur domestik maupun profesional. Selain

penghantar panas yang cukup baik, aluminium juga merupakan

penghantar listrik yang baik. Kemampuan alumnium dalam menghantar

listrik adalah 2/3 dari tembaga [23]. Walaupun kemampuan aluminium

tidak melebihi tembaga, namun aluminium masih memiliki keunggulan

dalam penggunaanya. Hal ini dikarenakan sifat dari aluminium yang

lebih ringan dari tembaga.

Page 31: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

17

c) Tahan korosi

Aluminium merupakan unsur yang sangat reaktif. Untuk itu,

aluminium ditemukan di alam bukan sebagai unsur tunggal. Namun

bentuknya berupa senyawa yang memiliki daya gabung yang tinggi

dengan oksigen. Dapat dikatakan bahwa kemampuan mengoksida

aluminiun sangat baik yang membuat aluminium seharusnya sangat

mudah berkarat (korosi). Namun dalam kenyataanya aluminium adalah

logam yang memiliki keunggulan tahan terhadap korosi. Aluminium

ternyata memiliki keistimewaan yang membuatnya menjadi logam tahan

korosi. Aluminium memiliki lapisan tipis yang jenuh oksigen yang

terbentuk pada permukaanya dan melindunginya dari atmosfer. Lapisan

yang jenuh oksigen ini adalah aluminium oksida (Al2O3) yang berada

pada permukaan aluminium akibat adanya fenomena paviasi. Fenomena

paviasi adalah pembentukan lapisan pelindung akibat reaksi logam

terhadap udara sehingga lapisan tersebut dapat melindungi logam dalam

dari korosi. Lapisan inilah yang membuat aluminium tahan korosi,

namun menjadikan aluminium susah untuk di las.

d) Dapat di daur ulang

Aluminum adalah logam yang dapat didaur ulang. Proses daur ulang

aluminium adalah hal yang menarik dikarenakan aluminium tidak akan

kehilangan kualitasnnya saat didaur ulang. Proses daur ulang tidak dapat

merubah struktur aluminium dan dapat dilakukan berkali-kali. Penelitian

mengenai pendaurulangan alumnium sudah banyak dilakukan. Salah satu

cara mendaurulang alumnium adalah dengan meleburkannya dengan

suhu tinggi yang menghasilkan endapan dan dapat diekstrasi menjadi

aluminium murni kembali. Selain dengan cara meleburkan aluminium,

Samuel (2002) dalam jurnal yang ditulisnya menyebutkan teknik baru

untuk mendaur ulang aliminium. Samuel menyebutkan metode yang

dibuatnya sebagai direct Conversion Method. Dalam metode yang

dibuatnya tidak ada proses peleburan, melainkan dilakukan proses

Page 32: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

18

penggilingan (millig proses) pada aluminium. Proses penggilingan akan

menghasilkan serbuk aluminium dan selanjutnya dilakukan proses

cleaning dan sintering. Hasil dari penelitianya berupa serbuk aluminium

dan mengurangi biaya sebanyak 59% dari convential method dengan cara

meleburkan aluminium [25]. Kedua cara ini dapat digunakan dan

membuktikan bahwa aluminium dapat didaur ulang.

e) Mudah di tempa

Aluminium memiliki karakteristik yang ringan dan juga lunak. Hal

ini yang menyebabkan aluminium mudah untuk dibentuk ataupun

ditempa. Aluminium juga memiliki kemampuan dapat dituang, mampu

cor (castabllity) yang baik. Aluminium dapat dibentuk menjadi bentuk

yang sulit sekalipun dengan cara; rolling, drawing, forging, extrusi, dll.

2.3. Nikel

Nikel adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki nomor atom 28

dan memiliki lambang unsur Ni. Nikel termasuk kedalam golongan X pada tabel

periodik dan termasuk kedalam unsur logam transisi. Pada dasarnya Nikel memiliki

warna metallic-lustrous atau perak keemasan seperti ditunjukkan gambar 2.7. Nikel

ditemukan pada tahun 1751 oleh Cronstedt dalam bentuk mineral yang disebut

kupfernickel (nikolit). Nikel adalah material yang banyak ditemukan dalam

meteorit. Nikel memiliki sifat tahan karat yang baik. Nikel juga kerap dijadikan

bahan paduan dalam baja untuk meningkatkan hardness (kekerasan) pada baja.

Penambahan Nikel pada baja karbon dapat berpengaruh pada ketahanan korosinya.

Biasanya pemaduan Nikel diikuti dengan unsur Kromium [1]. Nikel memiliki

beberapa karakteristik yang ditunjukkan oleh Tabel 2.4.

Page 33: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

19

Gambar 2. 7 Nikel [26]

Tabel 2. 4 Karakteristik Unsur Nikel [26]

No Keterangan Nilai

1 Massa atom standar 58.6934 g/mol

2 Titik lebur 1728 K (1455 °C, 2651 °F)

3 Titik didih 3186 K (2913 °C, 5275 °F)

4 Struktur kristal Face centered cubic (FCC)

5 Modulus Young 200 Gpa

6 Konduktivitas Thermal 90.9 W/(m·K)

7 Resistivitas listrik 69.3 n Ω·m (suhu 20 °C)

8 Arah magnet Feromagnetik

2.4. Kromium

Kromium adalah unsur yang melimpah jumlahnya ke-22 di kerak bumi.

Kromium di kerak bumi ditemukan dalam bentuk bijih kromit (FeCr2O4). Kromium

adalah salah satu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cr.

Kromium memiliki nomor atom 24 dan masuk kedalam golongan VI. Kromium

termasuk salah satu jenis logam transisi yang berwarna keabu-abuan seperti

ditunjukkan gambar 2.8. Kromium juga memiliki sifat fisik berkilau dan keras.

Karakteriskik logam Kromium diunjukkan pada Tabel 2.5.

Page 34: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

20

gambar 2. 8 Kromium [27]

Tabel 2. 5 Tabel karakteristik kromium [28]

No Keterangan Nilai

1 Massa atom standar 51,9961 g/mol

2 Titik lebur 2180 K (1907 °C, 3465 °F)

3 Titik didih 2944 K (2671 °C, 4840 °F)

4 Konduktivitas thermal 93,9 W/(m·K)

5 Resistivitas listrik 125 n Ω·m (suhu 20 °C)

6 struktur kristal BCC

7 modulus young 279 GPa

2.5. Kegunaan Kromium

Dalam sebuah buku yang ditulis oleh Titiek Berniyanti tahun 2018

dijelaskan bahwa Kromium memiliki banyak kegunaan, diantaranya;

2.5.1.Sebagai zat penghambat/anti korosi

Ketika dibiarkan dalam udara terbuka, kromium akan mengalami paviasi

oleh oksidasi. Paviasi adalah suatu fenomena dimana suatu material menjadi

inert atau pasif. Saat Kromium mengalami paviasi, ia akan membentuk oksida

kromat hijau yaitu sebuah lapisan permukaan tipis yang protektif terhadap

korosi. Lapisan ini mencegah difusi oksigen kedalam logam dibawahnya.

Oksida yang terbentuk pada Kromium Ini berbeda dari oksida yang terbentuk

pada permukaan besi dan baja karbon, yang mana oksigen elemental terus

bermigrasi, mencapai logam di bawahnya yang menyebabkan perkaratan atau

korosi berkelanjutan.

Page 35: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

21

2.5.2.Diperlukan dalam metabolisme gula manusia

Kromium trivalen (Cr(III)) sangat dibutuhkan dalam metabolisme tubuh

manusia.

2.5.3.Zat warna (pigment)

2.5.4.Proses pelapisan logam secara elektrolisis (elektroplating)

Karena sifatnya yang memiliki kemampuan paviasi, Kromum sering

dijadikan bahan pelapis untuk mengatasi masalah korosi pada logam.

2.5.5.Baja anti karat (stainless steel)

Perpaduan anatara besi dan Kromium dapat menghasilkan baja yang

memiliki ketahanan korosi yang baik. Baj aini disebut juga dengan baja tahan

karat (anti korosi) [29].

2.6. Silikon

Silikon merupakan unsur kimia yang pertama kali ditemukan oleh Jons Jakob

Berzelius. Silikon merupakan unsur kedua yang terbanyak ditemukan di kerak bumi

setelah oksigen. Di kerak bumi, silikon tidak ditemukan langsung dalam bentuk

silikon murni melainkan sebagai silikat atau silika (SiO2). Dalam tabel periodik

kimia silikon memiliki lambang Si dan nomor atom 14. Silikon termasuk kedalam

salah satu unsur nonlogam an termasuk dalam golongan 14 periode 3. Silikon

memiliki sifat fisik berwarna abu-abu metalik dan berbentuk padat pada suhu

ruangan. Adapun karakteristik kimia Silikon dapat dilihat dalam tabel karakterisasi

unsur silikon.

Gambar 2. 9 Silikon [30]

Page 36: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

22

Tabel 2. 6 Tabel karakteristik Silikon [30]

No Keterangan Nilai

1 Massa atom standar 28.0855 g/mol

2 Titik lebur 1687 K (1414 °C, 2577 °F)

3 Titik didih 3538 K (3265 °C, 5909 °F)

4 Konduktivitas thermal 149 W/(m·K)

5 Resistivitas listrik 103 Ω·m (suhu 20 °C)

6 struktur kristal FCC

7 modulus young 130-188 GPa

2.7. Baja

Baja adalah logam paduan besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur

paduan utamanya. Kandungan karbon (C) pada baja karbon mencapai 0,2% hingga

2,1% seusai dengan gradenya [28]. Selain karbon. pada baja biasanya ditambahkan

unsur paduan lainnya berupa mangan (Mn, krom (Cr), vanadium (V), molibdenum

(Mo) ataupun nikel (Ni). Variasi dari paduan disesuaikan dengan kualitas baja yang

diinginkan, misalnya sifat tahan panas, dan tahan temperatur tinggi.

Penambahan kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan kekerasan

(hardeness) dan kekuatan tariknya (tensile strengh), namun di sisi lain membuatnya

menjadi getas (brittle) serta menurunkan keuletannya (ductility) [31]. Untuk itu

perlu ditambahkan paduan lain atau diberikan perlakuan lebih untuk meningkatkan

kemampuan mekanik baja.

2.8. Klasifikasi Baja

2.8.1.Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)

Baja karbon rendah memiliki kandungan karbon dibawah 0,30%. Baja

karbon rendah sering disebut dengan baja ringan (mild steel). Baja jenis ini

memiliki kekerasan yang relatif rendah, namun memiliki keuletan dan

elastisitas yang baik karena unsur karbon dalam baja yang rendah. Selain itu,

baja karbon rendah memiliki sifat mampu mesin dan mampu las yang cukup

baik. Sifat mampu las yang baik membuat baja karbon rendah memiliki biaya

Page 37: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

23

pengelasan yang lebih rendah dari baja lainnya. Baja karbon rendah dibawah

0.15% disebut sebagai dead mild steel dan banyak digunakan pada sheet, strip,

wire, dan ship plate. Baja karbon rendah juga sering digunakan sebagai bodi

mobil, pipa saluran, komponen konstruksi jembatan dan bangunan.

2.8.2.Baja Karbon Sedang (Medium Carbon Steel)

Baja karbon sedang memiliki kandungan unsur karbon berkisar 0,3 –

0,6%. Baja karbon sedang memiliki sifat kualitas perlakuan panas yang tinggi,

tidak mudah dibentuk oleh mesin, dan lebih sulit untuk dilakukan pengelasan.

Baja karbon sedang memiliki sifat kekerasan yang juga relatif rendah. Namun

sifat mekaniknya tersebut dapat ditingkatkan melalui perlakuan panas (heat

treatment) dalam bagian yang sangat tipis dan proses pendinginan (quenching)

yang sangat cepat. Sehingga baja karbon sedang dapat memiliki sifat kekerasan

dan kekuatan yang lebih baik dari baja karbon rendah. Baja ini dapat

diaplikasikan sebagai roda gigi, poros, dan crankshaft.

2.8.3.Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)

Baja Karbon Tinggi memiliki kandungan unsur karbon sebanyak 0,6 s.d

1,7%. Karena kandungan unsur karbon yang tinggi, baja jenis ini memiliki

tingkat kekerasan dan kekuatan yang paling tinggi. Baja jenis ini memiliki sifat

tahan panas yang tinggi, namun keuletannya lebih rendah. Baja karbon tinggi

juga memiliki kekuatan tarik paling tinggi dan sering digunakan sebagai

material tools. Baja karbon tinggi biasanya diaplikasikan sebagai pisau,

gergaji, atau dalam pembuatan kawat dan kabel baja.

2.9. Thermal spray

Teknologi coating adalah penutup atau lapisan yang diaplikasikan pada

permukaan suatu benda, biasanya disebut sebagai substrat. Teknologi ini memiliki

fungsi untuk melindungi material dalam dari lingkungan luar. Teknologi coating

terdiri dari beberapa jenis, salah satunya yang sangat populer adalah Thermal spray.

Thermal spray adalah istilah kolektif untuk serangkaian proses di mana bahan

Page 38: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

24

pelapis dipanaskan dengan cepat dalam panas medium gas, dan secara bersamaan

diproyeksikan pada kecepatan tinggi ke permukaan media yang disiapkan, untuk

menghasilkan ketebalan lapisan yang diinginkan [4]. Prinsip dasar dari proses

Thermal spray adalah pembentukan lapisan secara permanen dengan meleburkan

material yang akan dijadikan sebagai bahan pelapis dalam suatu ruang pembakaran,

kemudian material yang telah dileburkan di proyeksikan pada permukaan substrat

yang akan menempel dan membentuk lapisan. Thermal spray mulai digunakan pada

sekitar tahun 1900-an. Pada tahun 1984, Conoco Hutton TLP menggunakan 200

mikron Thermal Arc Spray aluminium pada anak tangga anjungan lepas di Laut

Utara dan setelah delapan tahun, lapisan pada anak tangga masih dalam keadaan

baik. Itu adalah pertama kali Thermal spray digunakan pada daerah pantai [32].

2.10.Klasifikasi Thermal spray

Thermal spray dikelompokan menjadi tiga kelompok berdasarkan sumber

panas atau bahan bakar yang digunakan[33], yaitu:

2.10.1.Chemical Heat Source

Thermal spray yang mengunakan chemical heat source (sumber panas

dari bahan kimia) dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu; Detonation Spray,

Flame Spray, dan HVOF Spray.

a) Detonation Gun Spray

Detonation Gun Spray sering disebut juga D-Gun Spray. D-Gun

spray adalah proses thermal spray yang memiliki kekuatan adhesi yang

sangat baik. Dalam proses ini, serbuk pelapis akan bercampur dengan

oksigen dan bahan bakar (fuel) berupa asetilena dan dimasukan kedalam

tabung gas/barel dan dinyalakan oleh busi (spark plung). Untuk

mencegah tembakan balik, gas nitrogen (N2) digunakan untuk menutup

lubang masuk gas. Pembakaran campuran gas ini menciptakan

gelombang kejut tekanan tinggi (gelombang detonasi), yang merambat

melalui aliran gas. Gas panas mempercepat partikel hingga kecepatan

Page 39: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

25

supersonik. Partikel-partikel ini kemudian keluar dari laras dan menuju

substrat. Sistematik dari D-Gun Spray ditunjukan oleh gambar.

Gambar 2. 10 Prinsip Kerja D-Gun Spray [33]

Proses D-Gun spray ini menghasilkan kerapatan yang lebih tinggi,

ketahanan terhadap korosi yang lebih baik, kekerasan yang lebih tinggi,

ketahanan aus yang lebih baik, daya rekat yang lebih tinggi dan kekuatan

kohesif, hampir tidak ada oksidasi, lapisan yang lebih tebal, dan

permukaan yang disemprotkan dengan lebih halus. Metode thermal

spray jenis ini banyak digunakan dalam industri baja (roller squeeze,

tension rolls), industri tekstil (pemandu benang yang dilapisi dengan

lapisan titanium alumina), industri aeronautika (pelapisan muka pada

baling-baling dan poros penggerak helikopter) dan di industri mobil [33].

b) Flame Spray

Flame Spray merupakan jenis Thermal spray yang paling tua. Flame

Spray pertama kali dikembangkan pada tahun 1910 [33,34]. Flame spray

menggunakan gas yang mudah terbakar sebagai sumber panas untuk

melelehkan material pelapis. Proses ini menggunakan bahan bakar

oxyacetylene flame dengan sushu sekitar 2.760˚C untuk meleburkan

material pelapis. Material pelapis dapat berupa serbuk, kawat atau

batang. Material pelapis yang berupa kawat, serbuk, atau batang

didorong maju menuju nyala api (flame) dengan tekanan oksigen yang

tinggi dan dileburkan. Material pelapis yang telah dileburkan menjadi

partikel-partikel kecil disemprotkan secara manual menuju substrat.

Page 40: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

26

Sistematika proses Flame Spray ditunjukan pada gambar. Metode Flame

spray memiliki beberapa keunggulan yaitu mudah untuk dioperasikan,

biaya yang murah, desain yang sederhana, dan debu serta asap yang

dihasilkan selama proses berlangsung juga sedikit.

Gambar 2. 11 prinsip kerja Flame Spray [33]

c) High Velocity Oxyfuel Spray (HVOF)

Metode ini ditemukan pada tahun 1958 oleh Union Carbide (sekarang

disebut Praxair Surface Technologies) [34]. Namun, metode ini baru

dipergunakan untuk keperluan komersil pada sekitar tahun 1980-an oleh

James Browling dan Witfield [33,34]. Proses ini menggunakan

kombinasi antara oksigen dan bahan bakar gas yang dapat berupa

hidrogen, propana, propilena, dan bahkan minyak tanah. Saat roses

berlangsung, oksigen dan bahan bakar berada pada ruang pembakaran

bersamaan dengan serbuk. Temperatur dan tekanan dalam keadaan tinggi

selama proses pembakaran. Hal ini menyebabkan kecepatan aliran gas

pada nozzle sangat tinggi. Serbuk pelapis kemudian akan meleleh,

kecepatan serbuk meleleh dipengaruhi oleh temperatur, titik lebur

material, dan konduktivitas termal dari material.

Page 41: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

27

Gambar 2. 12 Mekanisme kerja HVOF [33]

2.10.2.Elektrik

Jenis Thermal spray yang memanfaatkan sumber elektrik adalah

Plasma Spray dan Wire Arc Spray.

a) Plasma Spray

Plasma spray memanfaatkan aliran listrik DC untuk menghasilkan gas

plasma yang terionisasi suhu tinggi. Plasma Spray dapat menghasilkan

suhu mencapai 16.6650˚C. Energi panas dari busur listrik bersamaan

dengan suhu gas nitrogen atau argon membentuk gas plasma. Gas plasma

ini adalah sumber panas penyemprotan yang akan mencairkan dan

menembakkan partikel pelapis dengan kecepatan tinggi menuju substrat.

Plasma Spray banyak digunakan untuk mengaplikasikan hidrosiapatit

pada implan gigi dan protesis ortopedi. Plasma Spray memiliki

keunggulan yaitu lapisn yang dibuat lebih padat, porositas rendah dan

adhesinya lebih kuat jika dibandingkan dengan flame spray. Skema

plasma spray dapat dilihat pada gambar 2.13.

Gambar 2. 13 Ilustrasi Plasma Spray [33]

Page 42: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

28

b) Wire Arc Spray

Wire Arc Spray adalah proses pelapisan di mana dua kabel logam

yang dimasukkan secara ke dalam pistol semprot. Kabel-kabel ini

kemudian diisi dan sebuah busur dihasilkan di antara mereka. Panas

dari busur ini melelehkan kawat yang masuk, yang kemudian

diterbangkan dalam jet udara dari pistol. Bahan baku lelehan yang

dititrasi ini kemudian diendapkan ke substrat dengan bantuan udara

terkompresi [33]. Wire Arc Spray terdiri dari empat bagian utama,

yaitu; 1) Spray gun digunakan untuk menembakan material yang telah

melebur kepada substrat 2) Air compressor berfungsi sebagai

pemercepat material 3) Blasting pot digunakan sebagai ruang garnet

saat persiapan blasting berlangsung 4) Thermal Arc Spray Machine

untuk mengalirkan arus listrik kepada kawat sehingga busur (Arc) dapat

terbentuk [32]. Diagram sistematik Wire Arc Spray ditunjukkan pada

gambar 2.14.

Gambar 2. 14 Prinsip kerja wire arc spray [33]

Gambar 2. 15 wire Arc Spray [33]

Page 43: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

29

2.10.3.Kinetik

Jenis Thermal spray yang menggunakan sumber kinetik adalah Cold

Spray. Cold Spray adalah metode semprot yang relatif baru di mana partikel

serbuk padat biasanya logam, keramik, komposit, dan polimer dipercepat

dalam nozzle de Laval yang menyatu menuju substrat. Partikel-partikel serbuk

padat diendapkan pada substrat dengan kecepatan supersonik pada suhu kurang

dari titik leleh bahan serbuk. Jika kecepatan tumbukan melampaui batas kritis,

partikel serbuk mengalami deformasi permanen dan menempel pada

permukaan material. Manfaat utama cold spray dibandingkan dengan metode

Thermal spray lain adalah prosesnya menggunakan suhu rendah. Keuntungan

lain adalah tidak ada pembentukan oksida, porositas rendah (di bawah 1%),

konduktivitas termal dan listrik yang tinggi, kepadatan tinggi, lebih banyak

kekerasan lapisan, meningkatkan ketahanan aus, abrasi panas, kekuatan

dampak tinggi, oksidasi dan ketahanan korosi tinggi [33]. Aplikasi cold spray

mencakup pembuatan dan pemulihan di bidang aerospace, medis, kelautan,

elektronik, perbaikan mesin, otomotif, dan pabrik senyawa organik.

Sistematika proses Cold Spray ditunjukkan pada gambar 2.16.

Gambar 2. 16 Prinsip cerja cold spray a) high preassure gas suplly b) low preassure

gas suplly [33]

Page 44: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

30

2.11. Fe-SEM (Field Emission -Scanning Electron Microscope)

Field Emission -Scanning Electron Microscope (Fe-SEM) adalah sebuah

mikroskop elektron yang didesain untuk melihat dan mengamati permukaan suatu

objek secara langsung. Pada pengujian Fe-SEM bahan yang akan diuji haruslah

berbentuk solid atau padat. Fe-SEM memiliki perbesaran 10 – 3.000.000 kali

perbesaran, depth of field 4-0,4 mm, dan resolusi sebesar 1 - 10 nm. Alat kerja Fe-

SEM sangat bermanfaat dalam dunia penelitian maupun industri. Fe-SEM memiliki

manfaat untuk mengetahui informasi berupa;

a) Topografi material, topografi material meliputi tekstur dan ciri-ciri

permukaan material.

b) Morfologi material, morfologi material yaitu termasuk bentuk, dan

ukuran partikel penyusun material. informasi ini juga berguna untuk

mengetahui komposisi unsur dan senyawa yang terkandung dalam

material.

c) Informasi kristalografi, berupa susunan butir material (konduktifitas,

sifat elektrik, dan sebagainya)

Prinsip kerja Fe-SEM pada dasarnya adalah menggambarkan permukaan

material dengan menggunakan berkas elektron yang dipantulkan dengan energi

tinggi. Permukaan material uji akan disinari berkas elektron yang kemudian akan

memantulkan kembali berkas elektron yang membawa informasi mengenai

permukaan material. berkas elektron yang terpantul kembali disebut juga bekas

elektron sekunder. Detektor kemudian akan mendeteksi berkas elektron

berintensitas tinggi yang dipantulkan oleh material. Skema pengujian menggunakan

Field Emission Scanning Electron Microscope ditunjukan pada Gambar 2.17.

Page 45: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

31

Gambar 2. 17 Prinsip kerja Fe-SEM [35]

Page 46: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

32

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian “Ketahanan Korosi Sistem Lapisan Al dan NiCrSi Dengan metode

Thermal spray” dilaksanakan pada bulan Februari s.d Juli 2020 dan bertempat di

Pusat Penelitain Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Penelitian secara

intensif dilakukan di Laboratorium High Resistance Material (HRM) Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Serpong.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

3.2.1 Bahan

Berikut bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini;

No Nama Bahan

1 Substrat baja karbon

2 Aluminium wire

3 Silikon wire

4 Nikel wire

5 Kromium wire

6 Resin epoxy

7 Aquades

8 Aseton

9 NaCl

3.2.3 Alat

Berikut alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini;

No Nama Alat

1 Timbangan digital

2 Jangka sorong

3 Dryer

4 Ultrasonic cleaner

5 Penggaris

6 Spatula

7 Pinset

8 Mounting cup

Page 47: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

33

9 Clip

10 Plat besi

11 Abrasive paper

12 Polisher

3.3. Diagram Alir Penelitian

Proses penelitian yang berjudul “Ketahanan Korosi Sistem Lapisan Al dan

NiCrSi Dengan Metode Thermal spray” ini digambarkan dengan diagram alir yang

dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Page 48: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

34

Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian

Page 49: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

35

3.4. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu; preparasi

sampel yang mencakup substrat dan material pelapis, proses Thermal spray, proses

uji korosi, uji karakterisasi, dan analisis hasil.

3.4.1. Preparasi Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu substrat baja karbon

rendah dan material pelapis aluminium dan paduan nikel kromium silikon.

Substrat baja karbon rendah terlebih dahulu dipersiapkan sebelum dilakukan

proses pelapisan. Tahapan ini perlu dilakukan agar pelapisan material

aluminium dalam substrat baja karbon rendah berhasil.

Substrat baja karbon dihaluskan sisi dan permukaannya menggunakan

abrasive paper dengan grade berturut-turut yaitu #100 #400 #600 #800 #1000

#1500. Proses pengamplasan ini menggunakan mesin polisher. Substrat baja

karbon yang telah selesai diamplas akan menunjukan permukaan yang

mengkilat seperti cermin. Setelah diamplas substrat di bersihkan menggunkana

mesin ultrasonic stirer. Larutan yang digunakan untuk membersihkan baja

karbon adalah aseton. Baja karbon dibersihkan sekitar 2-3 menit. Proses

preparasi substrat baja karbon pun selesai, dan sampel siap digunakan.

3.4.3. Proses Thermal spray

Proses Thermal spray dilakukan di Pt. Thermic yang bertempat di

Bekasi dengan menggunakan metode Thermal spray. Hal ini dilakukan

dikarenkan LIPI tidak memiliki fasilitas alat yang dibutuhkan untuk proses

thermal spray. Parameter Thermal Spray yang digunakan untuk melapisi

substrat dengan aluminium dan NiCrSi diinformasikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3. 1 Tabel parameter thermal spray

No Parameter Nilai

Aluminium

1 Jenis thermal spray TSA

2 Jenis material Wire

Page 50: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

36

3 Tegangan 32 Volt

4 Arus 200 Ampere

5 Tekanan udara 5 bar

6 Jarak spray 15-30 cm

NiCrSi

1 Jenis thermal spray Wire arc spray

2 Jenis material Wire

3 Tegangan 32 Volt

4 Arus 170-180 Ampere

5 Tekanan udara 5 bar

6 Jarak spray 15-25 cm

Setelah dilakukan proses thermal spray, sampel yang telah terlapisi

kemudian dipotong menggunakan mesin pemotong besi. Masing-masing dari

plat dipotong menjadi dua spesimen kecil. Proses pemotongan sampel dapat

dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3. 2 Proses pemotongan plat

3.4.3. Uji Korosi

Sampel yang telah terlapisi selanjutnya dilakukan proses uji korosi.

Proses uji korosi dilakukan di Lab HRM Fisika Lipi. Proses uji korosi

dilakukan dengan perendaman didalam larutan NaCl 5% wt selama 48 jam.

Tahap persiapan dan pengujian korosi ditunjukkan oleh diagram dibawah ini.

Page 51: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

37

Gambar 3. 3 Diagram alir proses uji korosi

Uji korosi diawali dengan membuat larutan NaCl 5% wt sebagai

lingkungan uji. Pembuatan NaCl 5% wt menggunakan 5 gram NaCl dan 100

ml aquades. Pertama, NaCl ditimbang sebanyak 5 gram kemudian dimasukkan

kedalam gelas beaker. Aquades diukur sebanyak 100 ml dan dimasukkan

kedalam gelas beaker yang sama. Aduk hingga NaCl larut dalam air. Larutan

dibuat sebanyak sampel yang digunakan dan ditutup dengan kertas para film.

Pada pengujian ini siklus perendaman sampel yang digunakan adalah 0

jam, 12 jam, 18 jam, 24 jam, 30 jam, 36 jam, 42 jam, dan 48 jam. Setiap siklus

sampel akan diangkat dikeringkan dan ditimbang untuk mengetahui perubahan

massanya. Selanjutnya sampel akan di dokumentasikan untuk melihat

perubahan visual yang terjadi selama proses pengujian berlangsung. Proses

pengujian dilakuakan didalam lemari asam. Hasil dari pengujian berupa tabel

perubahan massa sampel yang akan membentuk kurva perubahan massa.

Page 52: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

38

Gambar 3. 4 Proses Uji Korosi

3.4.4. Karakterisasi

Pada penelitian ini, karakterisasi sampel menggunakan Fe-SEM. Alat

Fe-SEM yang digunakan merupakan Fe-SEM dengan tipe JIB-4610F Multi

Beam System. Pengujian dengan menggunakan Fe-SEM ditujukan untuk

mengetahui tampak permukaan sampel. Selain itu pengujian Fe-SEM juga

dilakukan untuk mengetahui struktur mikro, ukuran partikel dan juga

komposisi unsur pembentuk. Pengujian Fe-SEM pada sampel dilakukan

sebelum uji korosi dan juga setelah uji korosi pada lingkungan NaCl selama

48 jam untuk melihat perbedaan pada struktur mikro sampel. Sebelum

dilakukan karakterisasi sampel penampang melintang (cross section)

menggunakan Fe-SEM, sampel harus dilakukan preparasi terlebih dahulu

untuk memenuhi standar pengujian.

Preparasi sampel dilakukan dengan metode cup mounting. Langkah

pertama sebelum dilakukan cup mounting yaitu melakukan elektroplating

menggunakan elektroda tembaga (Cu) dan larutan Cu plating. Larutan Cu

plating serbuk CuSO4 (10%), H2SO4 (18%) dan aquades sebanyak 500 ml.

Kemudian dilakukan elektroplating kepada kedua sampel dengan rapat arus

100 mA/cm2 pada temperatur ruang. Hal ini dilakukan agar lapisan tidak

mengalami kerontokan saat proses mounting. Langkah selanjutnya, sampel

diletakkan melintang dan dijepit menggunakan clip. Sampel yang telah dijepit

menggunakan clip, diletakkan pada cup khusus, kemudian dimasukan resin

epoxy kedalam cup. Setelah sampel mengering, sampel dapat dikeluarkan

Page 53: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

39

dari cup dan dilakukan proses amplas. Pengamplasan sampel menggunakan

abbrasive paper berukuran #150 #400 #800 #1000 dan #1500 menggunakan

mesin polisher manual. Setelah itu dilakukan proses pengamplasan

menggunakan alumina micropolisher dengan ukuran 1 μm dan 0.5 μm untuk

memastikan tidak ada scratch pada sampel.

Gambar 3. 5 Preparasi sampel Cross Section untuk karakterisasi FE-SEM

3.5. Variabel Penelitian

Variabel sampel yang digunakan pada penelitian ini ditunjukkan adalah sampel

#1 sebagai aluminium coating dan #2 sebagai CrSi coating. Sampel ditunjukkan

pada gambar 3.6

Gambar 3. 6 Sampel pelapisan a) FeAl dan b) FeNiCrSi

Variabel pengujian yang digunakan adalah;

a. Uji korosi menggunakan NaCl 5% dengan waktu 48 jam

b. Analisa struktur mikro sampel menggunakan FE-SEM

(a) (b)

Page 54: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

40

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisa Visual Sampel

Analisa visual sampel dapat dilakukan dengan melihat dan mengamati sampel

secara langsung. Selama pengujian berlangsung, pengamatan secara visual dapat

dilakukan dengan mengamati sampel dalam setiap siklus pengujian korosi.

Keadaan visual yang diamati dapat berupa perubahan warna dan perubahan bentuk

sampel sebelum dan sesudah dilakukan uji korosi selama 48 jam dalam larutan

NaCl 5% wt. Perbandingan visual kondisi sampel sebelum dan setelah uji korosi

pada lingkungan NaCl ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4. 1 Analisa visual sampel lapisan FeAl dan FeNiCrSi sebelum dan sesudah uji

korosi

Nama Sampel Sebelum Uji Korosi Setelah Uji Korosi 48

jam

FeAl

FeNiCrSi

Pada tabel 4.1 diinformasikan mengenai penampakan sampel sebelum dan

setelah dilakukan uji korosi dalam 5% wt NaCl selama 48 jam. Pada sampel FeAl,

terlihat penampakan sampel sebelum dilakukan uji korosi memiliki warna abu-abu

metalik terang. Setelah dilakukan uji korosi, warna pada sampel FeAl tidak

Page 55: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

41

memiliki perubahan. Bentuk sampel FeAl sebelum dan sesudah pun tidak

menunjukkan perubahan. Hal ini mengindikasikan, lapisan pelindung masih dalam

kondisi baik pada media 5% wt NaCl. Tidak ada perubahan warna dan bentuk juga

mengindikasikan lapisan mampu menghalangi oksigen terdifusi sehingga tidak

menimbulkan karat berwarna kecoklatan. Namun, jika diperhatikan sampel FeAl

setelah uji korosi memiliki permukaan yang lebih kasar daripada sebelum dilakukan

uji korosi. Hal ini sama seperti yang telah dilaporkan penelitian sebelumnya [6].

Pada tabel 4.1 sampel FeNiCrSi sebelum uji korosi memiliki warna abu-abu

yang lebih gelap dari sampel FeAl. Setelah dilakukan uji korosi pada lingkungan

NaCl selama 48 jam, terjadi perubahan pada warna sampel FeNiCrSi menjadi

sedikit lebih kekuningan terutama pada bagian atas dan bawah sampel. Perubahan

warna ini mengindikasikan adanya reaksi elektrokimia yang terjadi yaitu adanya

oksigen yang terdifusi kedalam lapisan NiCrSi. Sedangkan, bentuk maupun ukuran

sampel FeNiCrSi sebelum dan setelah uji korosi tidak menujukkan perubahan yang

signifikan. Berdasarkan hasil visual, tidak terdapat kerusakan berupa delaminasi

(pengelupasan) ataupun pitting corrosion pada logam [5]. Perubahan warna tanpa

disertai adanya delaminasi pada logam mengindikasikan reaksi yang dominan

terjadi saat logam berada pada lingkungan NaCl adalah reaksi anodis, dimana

logam mengalami proses oksidasi. Ini mengindikasikan terbentuknya produk korosi

yang merupakan oksida dari unsur logam [36]. Lapisan oksida yang terbentuk

diasumsikan sebagai lapisan pasif yang berperan sebagai penghalang difusi oksigen

kedalam logam [37].

Jika membandingkan hasil analisa visual antara kedua sampel, maka dapat

disebutkan bahwa sampel FeAl memiliki ketahanan lebih baik dari FeNiCrSi.

Dilihat pada tabel 4.1 dimana sampel FeAl tidak memiliki banyak perubahan

setelah pengujian dalam lingkungan NaCl. Sedangkan sampel FeNiCrSi

menunjukkan perubahan warna pada lapisan logam. Namun, pada dasarnya kedua

sampel bekerja cukup baik dalam menahan korosi pada lingkungan NaCl

ditunjukkan dengan tidak adanya delaminasi diantara kedua sampel.

Page 56: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

42

4.2. Morfologi Permukaan Lapisan Sampel

Analisa morfologi permukaan (surface) sampel dilakukan dengan

menggunakan alat karakterisasi Fe-SEM (Field Emission -Scanning Electron

Microscope). Alat karakterisasi ini mampu memberikan informasi mengenai

topografi dan bentuk dari partikel penyusun sampel. Hasil pengujian Fe-SEM-

surface ditunjukkan pada gambar 4.1 hingga gambar 4.4.

Gambar 4. 1 Morfologi sampel FeAl sebelum uji korosi (a) perbesaran 500x (b)

perbesaran 5000x

Gambar 4. 2 Morfologi sampel FeAl sesudah uji korosi 48 jam (a) perbesaran 500x (b)

perbesaran 5000x

Gambar 4.1 menunjukkan hasil karakterisasi morfologi permukaan sampel

FeAl sebelum dilakukan uji korosi. Dapat dilihat secara jelas bahwa permukaan

sampel tidak merata dan morfologi sampel memiliki bentuk granular (butiran) yang

berukuran berbeda. Morfologi lapisan FeAl juga tidak padat (dense) dan terdapat

Page 57: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

43

beberapa pores/defect pada permukaan sampel. Pores/defect terbentuk akibat

proses thermal spray yang menggunakan temperatur dan kecepatan tinggi untuk

mendeposisikan material ke substrat dan kemudian didinginkan dengan cepat pada

temperatur ruang. Hal ini menyebabkan udara atau oksigen terdifusi dan

membentuk splash zone berupa cacat pada sampel [5]. Ketika dilakukan perbesaran

5000 kali morfologi sampel FeAl sebelum uji korosi menunjukkan bahwa terdapat

bagian yang memiliki tekstur yang halus.

Gambar 4.2 Menunjukkan lapisan FeAl Setelah di lakukan uji korosi pada

lingkungan NaCl selama 48 jam. Permukaan sampel masih tidak homogen, namun

ukuran granular pada permukaan sampel semakin mengecil dan morfologi menjadi

lebih padat [6]. Setelah dilakukan perbesaran 5000 kali terlihat tekstur pada

permukaan menjadi lebih kasar. Tekstur permukaan yang lebih kasar ini

diasumsikan telah membuat sampel terlihat lebih kasar pada hasil pengamatan

visual. Hal ini seperti ditunjukkan pada penelitian sebelumnya [6]. Setelah uji

korosi pada lingkungan NaCl, metal oxide (logam oksida) terlihat pada permukaan

sampel [36]. Hal ini dikonfirmasi dengan pembacaan spektrum morfologi sampel,

ditemukan bagian yang memiliki element Al dan O didalamnya. Diasumsikan

bahwa telah terbentuk produk korosi berupa metal oxide Al2O3 pada lapisan setelah

dilakukan uji korosi pada lingkungan NaCl selama 48 jam. Lapisan oksida ini

memiliki peran menghalangi oksigen terdifusi lebih lanjut kedalam logam.

Gambar 4. 3 Morfologi sampel FeNiCrSi sebelum uji korosi (a) perbesaran 500x (b)

perbesaran 5000x

Page 58: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

44

Gambar 4. 4 Morfologi sampel FeNiCrSi setelah uji korosi 48 jam (a) perbesarann 500x

(b) perbesaran 5000x

Gambar 4.3 Memperlihatkan morfologi sampel FeNiCrSi sebelum dilakukan

uji korosi. Dapat dilihat bahwa sampel memiliki bentuk yang tidak homogen.

Permukaan sampel juga tidak padat dan memiliki porosity yang ditunjukkan oleh

garis panah sama seperti sampel FeAl [39,40]. Namun, prorosity yang terbentuk

berukuran sangat kecil sehingga tidak akan membahayakan lapisan [8]. Gambar 4.4

menunjukkan morfologi sampel FeNiCrSi setelah uji korosi pada lingkungan NaCl.

Setelah dilakukan uji korosi, sampel FeNiCrSi memiliki morfologi yang lebih padat

dan rata [41,42]. Ukuran granula pada sampel juga semakin halus. Berdasarkan

pembacaan spektrum elemen, ditemukan produk korosi yang mengandung elemen

Cr dan O, serta Si dan O. Diasumsikan bahwa telah terbentuk metal oxide Cr2O3

dan SiO2 pada lapisan [41].

4.3. Analisa Penampang Melintang Lapisan Sampel

Analisa struktur mikro penampang lapisan pada sampel dilakukan dengan

melihat hasil pengujian Fe-SEM (Field Emission-Scanning Electron Microscope)

dengan hamburan BSE (Back Scattered Electron). Analisa penampang melintang

atau cross section ini bertujuan untuk mengetahui struktur lapisan, tebal lapisan,

jumlah layer sampel sebelum dan sesuah uji korosi. Analisi penampang melintang

ini meliputi karakterisasi dengan EDS-Mapping dan line analysis pada setiap

sampel uji.

Page 59: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

45

4.3.1 Pemetaan Unsur Lapisan Sampel

EDS-mapping penampang melintang sangat berguna untuk mengetahui

pemetaan unsur pada sampel uji. Berikut ini hasil pemetaan unsur

menggunakan EDS pada lapisan seluruh sampel sebelum dan sesudah uji

korosi.

Gambar 4. 5 EDS-mapping unsur FeAl sebelum uji korosi

Page 60: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

46

Gambar 4. 6 EDS-mapping unsur FeAl setelah uji korosi

Gambar 4.5 menunjukkan cross section backscattered electron image dan

EDS mapping dari sampel FeAl sebelum dilakukan uji korosi. Hasil EDS-

mapping menunjukkan pemetaan atau penyebaran unsur sesuai dengan warna

yang berbeda untuk memudahkan pengamatan. Warna kuning menunjukkan

area distribusi unsur aluminium (Al), warna hijau metalik menunjukkan area

persebaran unsur ferrum (Fe), dan warna hijau toska menunjukkan area

persebaran oksigen (O). Lapisan FeAl seperti yang terlihat pada gambar

memiliki dua layer. Layer yang memiliki warna lebih terang atau berada pada

susunan bawah adalah substrat baja karbon. Hal ini dikonfirmasi dengan

melihat pemetaan unsur pada layer yang berwarna hijau metalik atau hanya

memiliki unsur Ferrum (Fe) didalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa unsur Fe

dalam substrat tidak terdeposisi keluar dan bercampur dengan lapisan

diatasnya. Sedangkan unsur Al yang ditunjukkan dengan warna kuning

memenuhi layer atas atau layer yang berwarna lebih gelap. Lapisan aluminium

tersebar diatas permukaan substrat dengan ketebalan 235 μm. Tidak ada unsur

Al yang terdifusi masuk kedalam substrat. Pada hasil EDS-mapping unsur

aluminium juga menunjukkan aluminium tidak tersebar pada seluruh lapisan

coating. Jika melihat hasil morfologi penampang melintang sampel FeAl

dengan seksama, dapat dilihat jelas pada lapisan aluminium terdapat beberapa

bagian yang berwarna hitam. Sisi yang berwarna hitam pada lapisan ini diisi

oleh unsur oksigen. Unsur oksigen yang ditandai dengan warna hijau toska

tersebar secara tipis dalam lapisan aluminium. Oksigen yang masuk kedalam

lapisan aluminium ini dindikasikan sebagai porosity atau defect pada lapisan.

Diasumsikan oksigen terdifusi saat proses thermal spray dengan temperatur

Page 61: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

47

tinggi berlangsung [43]. Dimana material pelapis diproyeksikan kepada

substrat dengan temperatur tinggi dan kemudian didinginkan dengan cepat

pada temperatur ruang. Inilah yang menyebabkan pada lapisan Al terdapat

oksigen yang menyebabkan porosity. Hal ini sama seperti yang telah

diinformasikan pada penelitian sebelumnya [5-8]. Porosity/defect ini juga

disebut oleh peneliti lain dengan sebutan splash zone. Splash zone ini berperan

memblok ion-ion agresive (H2O, Cl) saat terdifusi kedalam logam [7].

Gambar 4.6 menunjukkan hasil cross section backscattered electron image

dan EDS-mapping unsur sampel FeAl setelah uji korosi. Berdasarkan gambar

4.6 ditunjukkan bahwa lapisan FeAl setelah uji korosi memiliki dua layer

dengan layer Al coating sebesar 224 μm. Pengurangan nilai ketebalan lapisan

ini bukanlah merupakan akibat daripada uji korosi, melainkan pengambilan

gambar pada saat karaktaresisasi Fe-SEM yang berbeda, sehingga perbedaan

yang ditunjukkan tidak berbeda jauh. Lapisan FeAl setelah uji korosi memiliki

dua layer yang berwarna berbeda. Layer bawah berwarna abu-abu terang dan

layer Al coating berwarna abu-abu yang lebih gelap. Jika melihat pada EDS-

mapping unsur terlihat jelas perbedaan yang terjadi pada sampel setelah uji

korosi. Pada lapisan coating Al terdapat beberapa spot berbentuk garis atau

bulat yang berwarna lebih gelap dari sekitarnya. Spot-spot ini terisi oleh unsur

aluminium yang berwarna hijau toska dan oksigen yang ditunjukkan dengan

warna ungu. Diasumsikan bahwa spot yang berwarna abu-abu gelap ini

merupakan produk korosi yang terbentuk akibat adanya proses oksidasi dimana

oksigen terdifusi kedalam substrat. Oksigen yang terdifusi kedalam substrat

akan berinteraksi dengan unsur logam Al membentuk lapisan pasif yang

disebut dengan alumina (Al2O3). Hal ini diperkuat dengan adanya EDS-point

pada gambar yang menunjukkan adanya nilai point 24Al-74O. Oksida yang

berada didalam lapisan coating disebut juga dengan internal oxide. Pada

gambar 4.5 lapisan Al coating memiliki porosity (splash zone) yang terlihat

seperti lubang, namun setelah uji korosi porosity ini terisi oleh unsur oksigen

yang masuk saat proses oksidasi terjadi dan membentuk lapisan pasif Alumina.

Hal ini menjelaskan bahwa splash zone telah memblok oksigen dan

Page 62: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

48

membentuk lapisan oksida. Pada layer kedua yang berwarna abu-abu terang,

terlihat bahwa ada unsur oksigen yang berhasil terdifusi kedalam substrat Fe.

Ditunjukan dengan adanya spot garis-garis halus berwarna lebih gelap pada

substrat. EDS-mapping unsur oksigen yang berwarna ungu tersebar secara

halus pada substrat yang berdekatan dengan daerah coating. Jika dilanjutkan,

oksigen akan terus masuk dan membuat laju korosi lapisan meningkat.

Gambar 4. 7 EDS-Mapping lapisan FeNiCrSi sebelum uji korosi

Page 63: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

49

Gambar 4. 8 EDS-mapping unsur FeNiCrSi setelah uji korosi

Gambar 4.7 Menunjukkan hasil EDS mapping FeNiCrSi sebelum

dilakukan uji korosi. Warna hijau metalik menunjukkan unsur Ferrum (Fe)

warna ungu menunjukkan area persebaran unsur kromium (Cr), warna kuning

menunjukkan area persebaran unsur nikel (Ni) warna hijau toska menunjukkan

unsur oksigen (O), dan yang terakhir warna oranye menunjukkan persebaran

unsur silikon (Si). Setelah dilakukan proses pelapisan, terbentuk lapisan

pelindung NiCrSi dengan ketebalan 516 μm. Angka yang cukup tinggi untuk

sebuah pelapis. Hasil cross section penampang melintang sampel FeNiCrSi

memiliki tiga layer. Layer pertama berwarna abu-abu gelap, layer kedua

berwarna abu-abu yang sedikit lebih terang, dan layer yang berada paling atas

berwarna abu-abu paling terang. Melihat pada hasil EDS-Mapping unsur, layer

Page 64: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

50

yang berwarna abu-abu gelap didominasi oleh unsur Ferrum (Fe) yang

merupakan element utama substrat sampel. Namun unsur Fe pada substrat tidak

merata dan padat, melainkan pada layer tersebut dapat dilihat oksigen dengan

persebaran warna hijau toska masuk kedalam substrat. Hal ini dikonfirmasi

oleh hasil morfologi penampang melintang sampel FeNiCrSi pada substrat

memiliki warna lebih gelap di beberapa bagian, dan terlihat bentuk yang

berbeda pada substrat yang berisi oksigen berbeda dengan substrat yang hanya

mengandung unsur Fe. Bagian substrat yang memiliki Oksigen yang terdifusi

kedalam terlihat lebih tidak teratur. Hal ini diasumsikan sebagai Oksigen yang

terdifusi kedalam substrat pada saat proses thermal spray dan terperangkap

didalamnya. Layer bagian tengah didominasi dengan unsur Cr dan Ni. Tercatat

berdasarkan EDS-pint pada layer tengah menunjukkan point 64Ni-29Cr-3Si-

3O. EDS-point ini menunjukkan atomic percent (at) % unsur yang mengisi

pada bagian sampel. Seperti yang terlihat, lapisan nikel-kromium (NiCr) tidak

terdifusi masuk kedalam substrat. Sama seperti lapisan aluminium, oksigen

terdifusi pada lapisan NiCr membuat lapisan ini memiliki beberapa titik hitam

gelap dalam morfologi penampang melintangnya. Pada morfologi penampang

melintang sampel FeNiCrSi ini, layer tiga atau layer paling atas didominasi

oleh unsur silikon (Si). Dimana pada gambar 4.7 ditunjukkan EDS-point layer

teratas yang tercatat yaitu 55O-33Si-7Cr.

Gambar 4.8 menunjukkan hasil cross section backscattered electron image

(BSE) dan EDS-mapping unsur sampel FeNiCrSi setelah uji korosi. Perbedaan

hasil cross section BSE sampel FeNiCrSi sebelum dan setelah uji korosi dapat

diamati dengan jelas. Jika pada gambar 4.7 lapisan yang kaya akan unsur Si

pada permukaan terlihat seperti terpisah layer dengan lapisan NiCr, setelah uji

korosi lapisan Si larut pada kromium yang membuat lapisan menyatu dalam

satu layer [44]. Hal ini dikarenakan adanya reaksi elektrokimia yang terjadi

sehingga merubah struktur mikro sampel. Diasumsikan unsur Si larut pada

lapisan NiCr selama reaksi elektrokimia berlangsung . Jika diperhatikan spot-

spot gelap pada lapisan setelah uji korosi terlihat lebih banyak. Spot-spot yang

berwarna gelap ini merupakan produk korosi akibat adanya reaksi elektrokimia

Page 65: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

51

yang terjadi. Dapat dikatakan bahwa reaksi elektrokimia menyebabkan ion

logam larut dan berinteraksi dengan ion ion katoda (larutan elektrolit)

kemudian mengendap membentuk karat dipermukaan sampel. Hal ini juga

dapat disebutkan sebagai salah satu alasan mengapa sampel mengalami

perubahan warna seperti terlihat pada tabel 4.1.

4.3.2 Lapisan Oksida Permukaan Sampel

Kecepatan korosi sangat tergantung pada banyak faktor, misalnya adanya

atau terbentuknya lapisan pasif, lapisan tipis yang disebut dengan lapisan

oksida yang bersifat pasif terhadap oksigen maupun ion lainnya. Hasil reaksi

korosi yang berbentuk oksida akan menutupi permukaan logam, apabila

lapisan oksida tersebut menghalangi kontak logam lebih lanjut dengan

lingkungannya, seperti oksida dari Al, Cr, Ni, dan Zn, maka lapisan oksida

akan menghambat proses korosi [45]. Dimana lapisan ini terbentuk karena

adanya interaksi unsur ion logam dengan oksigen yang terdifusi kedalam

substrat. Biasanya, lapisan oksida akan terbentuk diatas permukaan sampel

yang menghalang oksigen terdifusi lebih lanjut kedalam sampel. Dimana

lapisan ini akan baik, jika lapisan pasif oksida yang terbentuk kontinu dan

memiliki ketebalan yang baik.

Pada kedua sampel, dilakukan pengamatan lebih lanjut pada lapisan oksida

yang terbentuk seperti ditunjukkan pada gambar 4.9 dan 4.10.

Page 66: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

52

Gambar 4. 9 Lapisan Oksida sampel FeAl

Page 67: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

53

Gambar 4. 10 Lapisan oksida sampel FeNiCrSi

Lapisan oksida yang terbentuk pada sampel FeAl ditunjukkan oleh gambar 4.9

(b). dapat dilihat bahwa lapisan oksida alumina (Al2O3) terbentuk diatas permukaan

Page 68: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

54

sampel. Seperti yang terlihat pada gambar, lapisan oksida Al2O3 yang terbentuk

diatas permukaan gambar kontinu dengan ketebalan 2,34 μm. Lapisan ini kemudian

akan berperan sebagai pelindung/barrier yang menahan oksigen atau ion agresif

lainnya masuk kedalam sampel. Terbentuknya lapisan oksida diatas permukaan

sampel menunjukkan sampel memiliki good resistance corrosion dalam

lingkungan NaCl. Sedangkan sampel FeNiCrSi tidak menampilkan terbentuknya

lapisan tipis oksida yang kontinu diatas permukaan sampel seperti yang ditunjukkan

gambar 4.10 (b). Namun, ditemukan oksida berupa Ni-Cr-Si-O pada permukaan.

Diskontinuitas lapisan juga terlihat jauh lebih besar dari yang ditunjukkan sampel

FeAl. Sehingga dapat diketahui bahwa lapisan oksida pada sampel FeNiCrSi belum

sepenuhnya terbentuk secara sempurna dalam media korosif NaCl dengan rentang

waktu 48 jam.

4.3.3 Line Analysis Lapisan Sampel

Pengamatan struktur mikro penampang melintang sampel juga dapat

dilakukan menggunakan line analysis. Line analysis menunjukkan perubahan

elemen tertentu pada suatu daerah pada sampel. Line analysis pada sampel

sebelum dan sesudah uji korosi dapat memberikan informasi mengenai tata letak

sampel dan juga zona difusi elemen (diffusion zone).

Gambar 4. 11 Line Analysis Sampel sampel FeAl (a) sebelum uji korosi (b) setelah uji korosi

Page 69: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

55

Gambar 4.11 (a) menunjukkan hasil line analysis sampel FeAl sebelum

dilakukan uji korosi. Terlihat jelas setelah dilakukan pelapisan, sampel

membentuk dua zona. Zona pertama menunjukkan lapisan berwarna abu-abu

yang lebih terang dari zona kedua. Zona pertama menunjukkan substrat yang

berisi unsur Fe dengan atomic percent (at%) sebesar 98,79%, sedangkan zona

kedua yang berwarna lebih gelap ini adalah lapisan aluminium dengan atomic

percent (at) sebesar 96,21%. Pada line Analysis, terlihat bahwa garis hijau

(unsur Fe) berada pada zona satu, dan garis berwarna kuning (unsur Al) berada

pada zona dua. Pada daerah perbatasan zona satu dan dua, tidak terlihat garis

hijau dan kuning melebur dan berinteraksi, melainkan garis hijau langsung

mengalami penurunan drastis pada zona dua. Hal ini membuktikan bahwa

unsur aluminium berada diatas permukaan substrat (zona dua) dan tidak

terdifusi kedalam substrat, ataupun unsur Fe tidak terdeposisi keluar menuju

lapisan aluminium. Hal ini sesuai dengan hasil EDS-Mapping sampel FeAl

yang digambarkan pada gambar 4.5 yang menunjukkan tidak ada unsur

aluminium dalam substrat dan sebaliknya tidak ditemukan unsur Fe pada

lapisan aluminium. Namun, jika melihat pada line analysis pada gambar 4.7

(a), tidak ditemukan lapisan interface intermetalik Fe-Al seperti dilaporkan

oleh penelitian sebelumnya [46]. Hal ini dapat dikarenakan metode pelapisan

yang berbeda.

Line analysis sampel FeAl setelah uji korosi ditunjukkan pada gambar 4.11

b. dapat dilihat dengan jelas perbedaan hasil sebelum dan setelah uji korosi,

yaitu adanya zona kedua yang merupakan zona difusi element (diffusion zone).

Dimana pada zona ini oksigen dan juga aluminium terdifusi kedalam substrat

dan berinteraksi dengan unsur Fe. Setelah dilakukan uji korosi atomic percent

(at %) oksigen bertambah menjadi 35% pada lapisan coating. Penambahan

atom oksigen dalam lapisan memperkuat penjelasan bahwa oksigen telah

terdifusi kedalaman logam selama prosesk korosi berlangsung. Jika berlanjut,

maka akan meningkatkan laju korosi pada sampel dan juga menimbulkan karat.

Page 70: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

56

Gambar 4. 12 Line analysis sampel FeNiCrSi (a) sebelum uji korosi (b) sesudah uji

korosi

Pada gambar 4.12 (a) diperlihatkan hasil line analysis FeNiCrSi sebelum

dan setelah dilakukan uji korosi pada media NaCl selama 48 jam. Sebelum

dilakukan uji korosi, lapisan FeNiCrSi terdiri dari tiga zona. Dimana zona satu

diisi oleh unsur Fe sebesar at% 94,65%. Pada zona satu, terlihat garis biru yang

menunjukkan elemen oksigen (O) yang terperankap dalam substrat sebesar

36,7% atom. Dapat dikatakan bahwa oksigen telah terdifusi dan terperangkap

didalam substrat pada saat proses thermal spray berlangsung, sehingga dapat

ditemukan elemen oksigen didalam substrat. Hal ini sesuai dengan hasil

pemetaan unsur EDS-mapping yang ditampilkan pada gambar 4.7. Zona kedua

didominasi dengan unsur Ni sebesar 45,7 % Cr sebesar 33,95% atom dan unsur

O sebesar 27,7% atom. Zona tiga didominasi dengan unsur oksigen sebesar

64%, dan unsur Si sebesar 32,6%. Dapat diasumsikan telah terbentuk lapisan

SiO pada sampel setelah dilakukan pelapisan. Hal ini terjadi diakibatkan

adanya Oksigen yang terdifusi saat pengerjaan thermal spray dan berinteraksi

dengan logam kemudian membentuk lapisan logam pada permukaan.

Setelah dilakukan uji korosi, line Analysis menunjukkan adanya

perubahan. Dimana zona analysis berubah menjadi dua daerah. Lapisan yang

kaya akan unsur Si pada permukaan tidak lagi membentuk zona tersendiri. Hal

Page 71: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

57

ini dapat dilihat pada line berwarma oranye yang menunjukkan element Si yang

tersebar tipis-tipis pada zona yang sama dengan elemen Cr. Sedangkan

berdasarkan line analysis, oksigen mulai terdifusi kedalam substrat. Terlihat

dari garis berwarna biru yang menunjukkan oksigen berada pada zona satu.

Berbeda dengan FeAl yang menampilkan adanya zona difusi, pada FeNiCrSi

tidak terdapat zona difusi dimana semua element Cr,Si, dan O terdifusi

kedalam substrat. Element unsur coating CrSi dan Fe berada pada zona

analysis berbeda. Hanya unsur oksigen saja yang terdifusi kedalam substrat.

Setelah uji korosi, At % unsur Ni menjadi sebesar 50%, Cr sebesar 30,8%, Si

sebesar 7 % dan unsur oksigen meningkat dalam lapisan sebesar 12,2%.

4.4. Kurva Perubahan Massa dan Laju Korosi

Pada proses uji korosi selama 48 jam dalam lingkungan NaCl 5% wt, diamati

mengenai perubahan massa pada sampel setiap siklus 12 jam, 18 jam, 24 jam, 30

jam, 36 jam, 42 jam dan 48 jam. Hasil data perubahan massa setiap siklus dapat

memberikan informasi mengenai kurva perubahan massa per satuan luas sampel.

Kurva ini berfungsi untuk melihat ketahanan korosi sampel terhadap media uji.

Kurva perubahan massa terhadap waktu pada sampel FeAl dan FeNiCrSi dapat

dilihat pada gambar 4.13.

Gambar 4. 13 Kurva Perubahan Massa Uji Korosi sampel lapisan

Page 72: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

58

Pada gambar 4.13 diinformasikan perubahan massa selama uji korosi pada

lingkungan NaCl dalam temperatur ruang. Kurva yang terbentuk merupakan kurva

hubungan perubahan massa (mg/cm2) terhadap waktu (jam). Berdasarkan kurva

perubahan massa, kedua sampel FeAl dan FeNiCrSi mengalami kenaikan massa

pada media NaCl dengan selang waktu hingga 48 jam perendaman. Hal ini

dikarenakan kurva yang terbentuk berupa kurva linier. Namun, sampel FeNiCrSi

memiliki perubahan massa lebih tinggi dibanding sampel FeAl dalam setiap siklus

uji korosi. Jika diperhatikan, sampel FeAl dan FeNiCrSi mengalami kenaikan

perubahan massa drastis pada selang waktu 12 hingga 24 jam pertama. Kenaikan

perubahan massa maksimum pada kedua sampel terjadi pada selang waktu 24 jam.

Penambahan massa ini diindikasikan terjadi akibat adanya oksigen yang terdifusi

kedalam lapisan sehingga menambah berat pada logam. Setelah 24 jam pertama,

meski massa terus bertambah namun perubahan massa kedua sampel mengalami

kecenderungan menurun dibandingkan dengan perubahan massa pada 24 jam

pertama. Hal ini menunjukkan bahwa kadar oksigen yang terdifusi kedalam logam

semakin menurun dibanding sebelumnya. Penurunan kadar oksigen disebabkan

splash zone telah berhasil membloking ion-ion agresif yang masuk kedalam lapisan

dan membuat lapisan oksida yang bersifat pasif [6]. lapisan pasif ataupun produk

korosi yang terbentuk bertindak sebagai barrier/pelindung seperti Al2O3 [47].

Keadaan ini mengartikan lapisan mulai melindungi logam dari korosi sehingga

perubahan massa mengalami kecenderungan menurun dari sebelumnya. Data hasil

perubahan massa dapat memberikan informasi mengenai laju korosi (pada sampel).

Untuk itu secara teori, perubahan massa akan mempengaruhi kurva laju korosi yang

terbentuk. Kurva laju korosi ditunjukkan pada gambar 4.14.

Page 73: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

59

Gambar 4. 14 Kurva laju Korosi terhadap waktu

Gambar 4.14 merupakan kurva hubungan laju korosi (mm/y) dengan waktu

(jam). Dimana garis berwarna merah menunjukan laju korosi pada sampel FeAl,

dan garis berwarna biru menunjukkan laju korosi sampel FeNiCrSi. Kurva yang

terbentuk pada kedua sampel berbentuk parabolik. Pada 24 jam pertama, laju korosi

pada kedua sampel mengalami kenaikan terus menerus. Berdasarkan pengamatan

visual yang ditunjukkan pada tabel 4.2, pada rentang waktu 12 jam hingga 24 jam

sampel FeNiCrSi tidak nampak perubahan yang signifikan pada kedua sampel. Hal

ini menandakan belum terbentuknya lapisan oksida yang mampu menahan korosi,

sehingga laju korosi yang dihasilkan tinggi [48]. Kemudian, pada siklus pengujian

selama 30 jam dalam lingkungan NaCl, sampel FeNiCrSi mulai menunjukan

adanya perubahan warna. Hal ini menandakan telah terjadi proses reaksi

elektrokimia didalam sampel yang memperngaruhi perubahan warna pada sampel.

Diasumsikan telah terbentuk lapisan oksida pada sampel FeNiCrSi pada rentang

waktu 30 jam yang mampu menghalangi difusi Oksigen lebih lanjut sehingga

menurunkan laju korosi. Sedangkan sampel FeAl pada siklus 12 hingga 24 jam

tidak memiliki perubahan yang signifikan. Namun, pada siklus 30 jam kurva laju

korosi sampel FeAl menunjukkan adanya penurunan.

Page 74: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

60

Laju korosi pada kedua sampel mencapai titik maksimum pada rentang

waktu 24 jam, yaitu pada sampel FeAl sebesar 0,4524 mm/y dan pada sampel

FeNiCrSi sebesar 0,5160 mm/y. Setelah 24 jam pertama, laju korosi mengalami

penurunan terus menerus. Hal ini menandakan telah terbentuk lapisan pasif yang

mampu menahan difusi oksigen lebih lanjut, sehingga mampu menurunkan laju

korosi. Hal ini disebabkan telah tebentuknya lapisan pasif (lapisan oksida) yang

melindungi logam. Pernyataan ini dikonfirmasi pada gambar 4.2 yang

menunjukkan terbentuknya lapisan oksida pada permukaan sampel setelah uji

korosi 48 jam.

Tabel 4. 2 Analisa Visual sampel siklus 24 dan 30 jam

Nama Sampel Stelah uji korosi 24 jam Setelah Uji Korosi 30

jam

FeAl

FeNiCrSi

Page 75: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

61

Larutan NaCl

Berdasarkan kurva laju korosi, kedua sampel memang cenderung

mengalami keadaan yang sama. Namun, jika dibandingkan sampel FeNiCrSi

memiliki laju korosi yang lebih tinggi daripada FeAl. Pada akhir pengujian selama

48 jam dalam media korosif NaCl didapatkan nilai laju korosi untuk FeAl sebesar

0,025 mm/y sedangkan untuk FeNiCrSi sebesar 0,33 mm/y. Hal ini menjelaskan

bahwa ketahanan korosi FeAl pada lingkungan NaCl lebih baik dibanding

FeNiCrSi.

Page 76: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

62

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari hasil data dan pembahasan yang telah dijelaskan, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut;

1. Morfologi sampel FeAl dan FeNiCrSi setelah uji korosi pada lingkungan

NaCl mengalami perubahan menjadi lebih homogen dan padat. Namun

tekstur permukaan pada sampel FeAl menjadi lebih kasar, sedangkan pada

FeNiCrSi menjadi lebih halus. Terlihat lapisan oksida pada morfologi

kedua sampel setelah dilakukan uji korosi. Berdasarkan analisa visual dan

morfologi, FeAl menunjukkan ketahanan korosi lebih baik dibandingkan

FeNiCrSi. Dimana pada FeAl tidak terjadi perubahan warna maupun

bentuk, sedangkan pada FeNiCrSi sampel mengalami perubahan warna

menjadi sedikit kekuningan.

2. Struktur mikro penampang melintang sampel FeAl menunjukkan adanya

lapisan oksida yang terbentuk dengan ketebalan 2,34 μm, dan juga adanya

peningkatan atom oksigen setelah dilakukan uji korosi. Lapisan FeNiCrSi

setelah uji korosi pada media korosif NaCl belum menunjukkan

terbentuknya lapisan pasif oksida yang kontinu diatas permukaan sampel.

3. Perubahan massa dan laju korosi sampel FeNiCrSi pada lingkungan NaCl

menunjukkan angka lebih tinggi dari FeAl. Lapisan FeAl memiliki laju

korosi sebesar 0,025 mm/y sedangkan untuk FeNiCrSi sebesar 0,33 mm/y.

Hal ini menunjukkan lapisan FeAl memiliki ketahanan korosi lebih baik

dibanding FeNiCrSi pada lingkungan NaCl. Meski demikian, kedua lapisan

termasuk kedalam keadaan yang baik dalam hal ketahanan korosi pada

lingkungan korosif NaCl.

Page 77: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

63

5.2. Saran

Berdasarkan pengalaman penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan

beberapa hal untuk penelitian selanjutnya dengan topik yang sama yaitu;

1. Dilakukan pengujian mekanik lainnya untuk membandingkan kekuatan

mekanik kedua sampel.

2. Dilakukan pada suhu ekstrim untuk melihat ketahanan korosi lebih lanjut

pada keadaan tertentu.

Page 78: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

64

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Tjahjono, A. (2013). Fisika Logam dan Alloy. Jakarta: UIN JAKARTA

PRESS.

[2]. Cita, I. (2017). Pengaruh Komposisi Paduan dan Tebal Coating Pada

Proses Flame Sprayed Coating Serbuk ZN-AL Terhadap Laju Korosi

Baja Karbon di Lingkungan Air Laut. Surabaya: Institut Teknologi

Sepuluh Nopember.

[3]. Utomo, B. (2009). jenis korosi dan penanggulangannya. KAPAL , vol 6

no 2.

[4]. Kim, B. K. (2013). High Temperature Oxidation of Low Carbon Steel.

Departement of Mining Metals and Material Engineering.

[5]. C. Tucker Robert, et.al. (2004). Thermal Spray Coating. journal. Surface

Engineering, 497-509.

[6]. Tung-Yuan Yung, et al. (2019). Thermal Spray Coatings of Al, ZnAl,

and Inconel 625 Alloys on SS304L for anti-Saline Corrosion .

MDPIjournal coatings, 1-12.

[7]. Han-Seung Lee, et al. (2016). Corrosion Resistance Properties of

Aluminum Coating Applied by Arc Thermal Metal Spray in SAE j2334

Solution with Exposure Periods . MDPI journal, 1-15.

[8]. Nataly Ce, et al. (2016). Thermal Sprayed ALuminum coating for the

Protection of Subsea Risers and Pipelines Carrying Hot Fluids . MDPI

Journals.

[9]. Muhamad Hafiz Abd Malek, et al . (2013). Performance and

Microstructure Analysis of 99,5% Aluminium Coating by Thermal Arc

Spray Technique. The Malaysian International Tribology Conference

2013 (pp. 558-565). Malaysia: ELSEVIER.

[10]. Lei SHAN, et al. (2016). Corrosion and wear behaviors of PVD CrN and

CrSiN coatings in seawater. Trans. nonferous metal Society of China ,

175-184.

[11]. Gapsari, F. (2017). Pengantar Korosi. Malang: UB Press.

Page 79: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

65

[12]. Kamajaya. (2008). Fisika. In Kamajaya, Fisika (p. 53). Gafindo Media

Pratama .

[13]. Wulandari, A. (2011). Studi Ketahanan Korosi H2 Pada baja Karbon

Rendah yang Mengalami Canai Hangat 600 C. depok: Universitas

Indonesia.

[14]. Sumarji. (2012). Evaluasi Korosi Baja Karbon Rendah ASTM A36 Pada

Lingkungan Atmosferik di Kabupaten Jember. Jurnal Rotor, 44-51.

[15]. Antara, N. L. (2013). Pencegahan Akibat Terjadinya Karat Pada Pipa

Boiler. Jurnal Logic, 117-123.

[16]. American Society for Testing and Materials G31. (1999). Standar

parctice for laboratory immersion corrosion testing of metal.

[17]. Prameswari,Bunga. (2008). Studi Efektifitas lapisan Galvanis terhadap

ketahanan Korosi pada Baja ASTM A53 di Dalam Tanah (Underground

pipe). Depok. Universitas indonesia

[18]. A. Sahaya Raja, et.al. (2014). Corrosion Control by green slotuion-an

Overview. international Journal of Advanced Research in Chemical

Science (IJARCS), 10-21.

[19]. Anggraeni, N. (n.d.). Faraday dan Kelistrikan. Jakarta: Elex Media

Komputindo.

[20]. HVOF. Available on: https://www.manufacturingguide.com/en/high-

velocity-oxygen-fuel-coating-hvof. juli 2018

[21]. Setiawan, S. W. (2018). Pengaruh Variasi Waktu Proses Anodizing

Terhadap ketebalan Lapisan Oksida dan Kekerasan permukaan

Aluminium . Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

[22]. Hatch, J. E. (1984). Aluminum : Properties and Physical Metallurgy.

Ohio: American Society For Metals.

[23]. Vargel, C. (2004). Corrosion of Aluminium . USA: Elsevier.

[24]. Wikipedia. Aluminium. 2016. available on : https://images-of-

elements.com/aluminium.php .Mei 2020.

[25]. Samuel, M. (2003). A new Technique for recycling Aluminium Scrap.

Journal of Materials Processing Technology, 117-124.

Page 80: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

66

[26]. Wikipedia. Nikel. 2020. Available on :

https://en.wikipedia.org/wiki/Nickel. Juli 2020

[27]. Wikipedia. Chromium. 2010. Available on

https://en.wikipedia.org/wiki/Chromium#/media/File:Chromium_crysta

ls_and_1cm3_cube.jpg. Juli 2020

[28]. Wikipedia. Chromium. 2010. available on :

https://en.wikipedia.org/wiki/Chromium. Juli 2020

[29]. Berniyanti, T. (2018). Biomarker Toksisitas ; paparan logam Tingkat

Molekular. Surabaya: Airlangga University Press.

[30]. Wikipedia. Silikon. Available on ; https://en.wikipedia.org/wiki/Silicon

.Juli 2020

[31]. Simon Dwi Prasetyo, Edi Septe, Jovial Mahyoeddin. (2015). Jurnal

Teknik Mesin, Universitas Bung Hatta.

[32]. Malek, M. H. (2013). Thermal Arc Spray Overview. IOP Conference

Series : Materials Science and Engineering . IOP.

[33]. Rakesh Kumar & Santosh Kumar . (2018). Thermal Spray Coating : a

study. International Journal of Engineering Sciences & Research

Technology, 610-617.

[34]. Davis, J. R. (2004). Handbook of Thermal Spray Technology. In J. R.

Davis, Handbook of Thermal Spray Technology (p. 56). America: ASM

International.

[35]. Frontier Lab Inc. Principle of SEM.

https://sites.google.com/site/frontierlab2011/scannig-electron-

icroscope/principie-of-SEM . Juni 2020

[36]. Jodi, H. (n.d.). Karakterisasi Korosi Baja SS-430 Pada Lingkungan

NaCl. Serpong: Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir - BATAN.

[37]. Dian A, et al . (2015). Fenomena Korosi Zirkaloy-2 dan Zirkaloy-4dalam

Media Larutan NaCl Secara Elektrokimia . ISSN 0852-4777, 151-159.

[38]. Qiong Jiang, et al. (2014). Corrosion Behavior of Arc Sprayed Al-Zn-Si-

RE coatings on Mild Steel in 3,5 % NaCl Solution . Electrochimia Acta,

644-656.

Page 81: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

67

[39]. Feng Cai, et al. (2010). Microstructure and Corrosion Behavior of CrN

and CrSiN Coatings. Journal of Materials Engineering and Performance,

721-727.

[40]. E. Celik, et al. (2003). NiCr coatings on stainless steel by HVOF

technique. Surface and Coatings Technology, 173-174.

[41]. Haixin Wang, et al. (2017). Structure, corrosion, and tribological

properties of CrSiN coatings with various Si content in 3,5% NaCl

solution. Wiley , 1-9.

[42]. C. Liu, et al . (2003). An electrochemical impedance spectroscopy study

of the corrosion behaviour of PVD coated steels in 0.5 N NaCl aqueous

solution: Part II. EIS interpretation of corrosion behaviour. Corrosion

Science 45 , 1257-1273.

[43]. Erfan Abedi Esfahani, et al. (2012). Study of Corrosion Behavior of Arc

Sprayed Aluminum Coating on Mild Steel . JTTEE5, 1195-1202.

[44]. Bih-Show Lou. (2019). High Temperature Oxidation Behaviors of CrNx

and Cr-Si-N Thin Films at 1000 C . coatings MDPI, 1-17.

[45]. Budiwati, R. (2019). Kimia Terapan. Bandung: Itenas.

[46]. Purnamasari. (2018). Ketahanan Oksidasi Lapisan ALuminium Pratical

Grade dan Aluminium scrap pada baja karbon menggunakan metode

pack cementation . Ciputat: UIN Jakarta.

[47]. R.M Rodriguez, et al . (2007). Comparison of Aluminum Coatings

Deposited by Flame Spray and by Electric Arc Spray . Surface Coating

Technology , 172-179.

[48]. Dyah Sawitri, et al. (2006). Pengaruh Tebal Lapisan Sealants Terhadap

Laju Korosi Atmosferik Lingkungan Asam Sulfat Pada Pelat Logam

Badan Mobil . Jurnal Sains Materi indonesia, 12-17.

Page 82: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

68

LAMPIRAN

1. Tabel perubahan massa

Durasi percobaan

FeAl FeNiCrSi

NaCl 3,5 wt % NaCl 3,5 wt %

p= 1.855 p= 0.885

l= 1.32 l= 0.831

t= 0.165 t= 0.222

A= 5.94495 A= 2.232774

0 2,449.00000 1,124.00000

12 2,449.78000 1,124.93000

18 2,452.88000 1,125.48000

24 2,454.79000 1,126.48000

30 2,454.85000 1,126.64000

36 2,455.05000 1,126.68000

42 2,455.21000 1,126.94000

48 2,455.55000 1,127.18000

Mass change mg/cm2

Waktu FeAl FeNiCrSi

0 0.000000000 0.000000000

12 0.131203795 0.416522228

18 0.652654774 0.662852577

24 0.973935862 1.110725940

30 0.984028461 1.182385678

36 1.017670460 1.200300613

42 1.044584059 1.316747687

48 1.101775456 1.424237294

Page 83: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

69

2. Tabel laju korosi

Waktu FeAl

(mm/y) FeNiCrSi (mm/y)

0

12 0.121898 0.386979

18 0.404242 0.410558

24 0.452428 0.515972

30 0.365693 0.439408

36 0.315163 0.371722

42 0.277284 0.349529

48 0.255907 0.330804

3. Alat

no nama alat gambar fungsi

1 Timbangan

digital

untuk menimbang sampel

2 Jangka sorong

untuk mengukur dimensi sampel

3 Dryer

untuk mengeringkan sampel

Page 84: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

70

4 Ultrasonic cleaner

untuk membersihkan sampel dari pengotor yang tak

terlihat

5 Penggaris

untuk proses dokumentasi

6 Spatula

untuk mengambil serbuk NaCl

7 Pinset

untuk menjepit sampel

8 Mounting cup

untuk proses cup mounting

Page 85: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

71

9 Abrasive paper

untuk mengamplas sampel

10 Polisher

mesin pengamplas

11 timbangan

powder

untuk menimbang serbuk NaCl

12 Gunting

untuk memotong

13 gelas ukur

untuk mengukur bahan yang cair

Page 86: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

72

14 gelas beaker

untuk menaruh larutan NaCl

15 pinset plastik

untuk menjepit sampel saat proses uji korosi

16 ph kertas

untuk mengukur Ph larutan

17 mesin potong

untuk memotong plat

Page 87: PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...

73

4. Bahan

No nama bahan gambar fungsi

2 resin epoxy

untuk proses cup mounting.

Melindungi sampel saat dilakukan uji

karakterisasi

3 pengencer resin

pengencer resin untuk proses cup

mounting

4 NaCl

untuk membuat larutan NaCl 5% wt

5 Aquades

Sebagai pelarut NaCl untuk membuat

larutan NaCl 5% wt