PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...
Transcript of PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI ...
1
KETAHANAN KOROSI SISTEM LAPISAN Al DAN NiCrSi DENGAN
METODE THERMAL SPRAY
SKRIPSI
Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si)
Disusun Oleh :
MUTIA RISMIANI
11160970000049
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
TAHUN 2020
i
LEMBAR PENGESAHAN
KETAHANAN KOROSI SISTEM LAPISAN Al DAN NiCrSi DENGAN
METODE THERMAL SPRAY
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sains (S.Si)
Oleh:
MUTIA RISMIANI
NIM: 11160970000049
Menyetujui;
Pembimbing I Pembimbing II
Anugrah Azhar, M.Si. Dr. Eni Sugiarti, M.Eng.
NIP. 19921031 201801 1 003 NIP. 19820505 200604 2 002
Mengetahui;
Kepala Program Studi Fisika Pimpinan Instansi Tempat Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kepala Pusat Penelitian Fisika LIPI
Tati Zera, M.Si. Dr. Rike Yudianti
NIP. 19690608 200501 2 002 NIP. 19680721 199403 2 003
ii
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Ketahanan Korosi Sistem Lapisan Al Dan NiCrSi Dengan Metode
Thermal Spray” yang ditulis oleh Mutia Rismiani dengan NIM 11160970000049
telah diuji dan dinyatakan lulus dalam sidang Munaqasah Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 16
November 2020 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Fisika.
Menyetujui;
Penguji I Penguji II
Arif Tjahjono, S.T M.Si Edi Sanjaya, M.Si
NIP. 19751107 200701 1 015 NIP. 19730715 200212 1 001
Pembimbing I Pembimbing II
Anugrah Azhar, M.Si. Dr. Eni Sugiarti, M.Eng.
NIP. 19921031 201801 1 003 NIP. 19820505 200604 2 002
Mengetahui;
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Fisika
Prof. Dr. Lily Surraya Eka Putri, M.Env.Stud Tati Zera, M.Si.
NIP. 19690404 200501 2 005 NIP. 19690608 200501 2 002
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini Saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) di Unversitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang Saya gunakan dalam penulisan ini telah Saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Uinversitas Islam
Negeri Syaruf Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan merupakan hasil karya
Saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka Saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 16 November 2020
Mutia Rismiani
NIM. 11160970000049
iv
ABSTRAK
Pada penelitian ini, telah dilakukan pelapisan pada substrat baja karbon rendah
menggunakan pelapis aluminium (Al) dan paduan nikel-kromium-silikon (NiCrSi)
dengan metode thermal spray. Setelah dilakukan proses thermal spray, kemudian
kedua sampel dilakukan uji korosi di dalam media korosif NaCl 5% wt selama 48
jam. Perubahan massa kedua sampel kemudian di catat pada siklus 0, 12, 18, 24,
30, 36, 42, dan 48 jam yang kemudian diolah untuk mendapatkan kurva perubahan
massa dan laju korosi kedua sampel. Uji karakterisasi Fe-SEM juga dilakukan
untuk melihat perubahan struktur mikro, lapisan oksida yang terbentuk dan tampak
permukaan sampel lapisan sebelum dan sesudah uji korosi. Dari hasil pengujian Fe-
SEM diketahui bahwa oksigen berhasil masuk kedalam lapisan coating dan
berikatan dengan ion ion penyusun lapisan membentuk produk korosi berupa
lapisan oksida dipermukaan sampel. Pada sampel FeAl terbentuk lapisan oksida
alumina Al2O3 yang kontinu diatas permukaan sampel, sedangkan pada sampel
FeNiCrSi belum terbentuk lapisan oksida yang kontinu pada media NaCl 5% wt
sehingga oksigen masih dapat terus terdifusi dan meningkatkan laju korosi. Hal ini
dikonfirmasi dengan melihat kurva perubahan massa sampel lapisan FeNiCrSi yang
lebih tinggi dari sampel lapisan FeAl. Laju korosi FeAl dan FeNiCrSi secara
berurutan diketahui sebesar 0,25 mm/y dan 0,33 mm/y, menunjukkan sampel FeAl
memiliki ketahnan korosi lebih baik dari sampel FeNiCrSi dalam media NaCl 5 %
wt.
Kata kunci : Alumunium, Fe-SEM, Ketahanan Korosi, NiCrSi, thermal spray
v
ABSTRACT
In this study, Al and NiCrSi coatings were succesfully formed on wild carbon steel
substrate using thermal spray method. Surface immersion times in corrosive
solutions NaCl 5 % wt was varied in both of samples for 48 hours. Mass change of
the two samples were recorded in cycles 0, 12, 18, 24, 30, 36, 42, and 48 hours
which were processed to obtain the mass change curve and corrosion rate of the two
samples. The Fe-SEM characterization was also carried out to see changes in
microstructure, in formed oxide layer, and in surface of the coating samples before
and after the corrosion test. The Fe-SEM results show that aluminum layer reacts
with the oxygen and form passive film alumina (Al2O3), while NaCrSi layer still do
not show the oxide layer on the surface. It cause the continuous diffusion of Oxygen
and increase corrosion rate of NiCrSi sample. Our results confirm that FeNiCrSi
sample has higher mass change than FeAl. We obtain that FeAl has better corrosive
resistance (0,25mm.y) compared to FeNiCrSi (0,33 mm/y) in NaCl 5% wt solution.
Keywords: Aluminum, Corrosion resistance, Fe-SEM, NiCrSi , thermal spray
vi
KATA PEGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Puji syukur dan ikhlas terucap sebesar-
besarnya kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya dalam setiap nafas dan
langkah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tugas akhir ini walau dengan
beberapa hambatan yang terjadi dikarenakan pandemi Covid-19. Begitu pula tidak
lupa salawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai sosok yang
selalu dikagumi dan menjadi inspirasi bagi penulis. Tugas akhir ini berjudul
”Ketahanan Korosi Sistem Lapisan Al dan NiCrSi Dengan Metode Thermal Spray”
yang dilaksanakan pada bulan Februari hingga selesai dibulan Oktober 2020 ini.
Kegiatan ini dapat berjalan dengan baik karena adanya fasilitas dan dukungan
dari Pusat Penelitian Fisika – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2F LIPI)
yang bertempat di Serpong dan Program Studi Fisika UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah memberikan kontribusi dalam pelaksanaan kegiatan ini.
1. Kedua orang tua Bapak. Atang Midil, Ibu. Fauziah serta ketiga saudara
kandung atas doa, kasih, sayang serta pembelajaran bermakna yang selalu
hadir dalam kehidupan penulis.
2. Bapak Anugrah Azhar, M. Si selaku dosen pembimbing skripsi satu yang
selalu sabar mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir
dengan sangat baik.
3. Ibu Dr. Eni Sugiarti, M.Eng selaku pembimbing kedua yang sangat sabar
mengajari dan memberikan ilmunya tanpa pamrih.
4. Teman-teman Girls Squad, Salsabilah Firdausi Hidayah, Salsa Fajar Dini,
Dinniar Damayanti, Niken Aprilia Eka Putri, dan Hizba Millatina Nujjiya.
5. Teman-teman kosan Penghuni Surga yang menjadi teman seperjuangan
bertahan hidup yaitu Siti Mahmudah, Gita Pratiwi dan Rahmita Prasukam
Dewi.
6. Teman-teman Fisika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2016 yang
tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
vii
7. Seluruh kawan seperjuangan di HmI Komisariat Fakultas Sains dan
Teknologi, kepada Ilham Fitra Pradana, Muzhawwir Yunus, Muhammad
Solehudin, May Sarah , Merry Nur Rakhmawati, Rizki Khusnul Adin,
M.Fauzan Zarkasie dan yang lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu. Sebuah kesempatan beharga bisa bertukar pikiran dan
memperjuangkan jalan Islam bersama kalian.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan kalian semua di dunia
dan terlebih lagi di akhirat. Penulis menyadari penyusunan tugas akhir ini pasti
terdapat beberapa kesalahan karena kurangnya pengalaman penulis dalam
melaksanakan kegiatan ini. Penulis mengharap kritik dan saran yang membangun
dari pembaca, sehingga untuk penyusunan laporan serupa pada masa yang akan
datang dapat lebih baik lagi. Diskusi, kritik, dan saran membangun dari pembaca
dapat disampaikan melalui alamat surat elektronik penulis,
Akhir kata penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat, baik bagi
pembaca dan lebih khusus bagi penulis.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i
PENGESAHAN UJIAN ......................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
ABSTRACT ............................................................................................................ v
KATA PEGANTAR .............................................................................................. vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
BAB I ...................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
1.3. Pembatasan Masalah .................................................................................... 4
1.4. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4
1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 4
1.6. Sistematika Penulisan ................................................................................... 4
BAB II ..................................................................................................................... 6
2.1. Korosi ........................................................................................................... 6
2.1.1. Korosi Temperatur Tinggi ..................................................................... 7
2.1.2. Mekanisme Korosi Lingkungan Basah .................................................. 8
2.1.3. Laju Korosi ............................................................................................ 9
2.1.4. Pengendalian Korosi ............................................................................ 10
2.2. Aluminium .................................................................................................. 13
2.2.1. Definisi Aluminium ............................................................................. 13
2.2.2. Karakteristik Aluminium ..................................................................... 15
2.2.3. Sifat-Sifat Aluminium.......................................................................... 16
2.3. Nikel ........................................................................................................... 18
2.4. Kromium .................................................................................................... 19
2.5. Kegunaan Kromium ................................................................................... 20
ix
2.5.1. Sebagai zat penghambat/anti korosi .................................................... 20
2.5.2. Diperlukan dalam metabolisme gula manusia ..................................... 21
2.5.3. Zat warna (pigment) ............................................................................. 21
2.5.4. Proses pelapisan logam secara elektrolisis (elektroplating) ................ 21
2.5.5. Baja anti karat (stainless steel) ............................................................ 21
2.6. Silikon ........................................................................................................ 21
2.7. Baja ............................................................................................................. 22
2.8. Klasifikasi Baja .......................................................................................... 22
2.8.1. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel) ........................................... 22
2.8.2. Baja Karbon Sedang (Medium Carbon Steel)...................................... 23
2.8.3. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel) ............................................ 23
2.9. Thermal spray ............................................................................................. 23
2.10.Klasifikasi Thermal spray ......................................................................... 24
2.10.1. Chemical Heat Source ....................................................................... 24
2.10.2. Electrik ............................................................................................... 27
2.10.3. Kinetik ............................................................................................... 29
2.11. Fe-SEM (Field Emission -Scanning Electron Microscope) ..................... 30
BAB III ................................................................................................................. 32
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 32
3.2 Bahan dan Alat Penelitian ........................................................................... 32
3.2.1 Bahan .................................................................................................... 32
3.2.3 Alat........................................................................................................ 32
3.3. Diagram Alir Penelitian .............................................................................. 33
3.4. Prosedur Penelitian ..................................................................................... 35
3.4.1.Preparasi Sampel................................................................................... 35
3.4.3.Proses Thermal spray............................................................................ 35
3.4.3.Uji Korosi ............................................................................................. 36
3.4.4.Karakterisasi ......................................................................................... 38
3.5. Variabel Penelitian ..................................................................................... 39
BAB IV ................................................................................................................. 40
4.1.Analisa Visual Sampel ................................................................................ 40
x
4.2.Morfologi Permukaan Lapisan Sampel ....................................................... 42
4.3.Analisa Penampang Melintang Lapisan Sampel ......................................... 44
4.3.1 Pemetaan Unsur Lapisan Sampel ......................................................... 45
4.3.2 Lapisan Oksida Permukaan Sampel ..................................................... 51
4.3.3 Line Analysis Lapisan Sampel .............................................................. 54
4.4.Kurva Perubahan Massa dan Laju Korosi ................................................... 57
BAB V ................................................................................................................... 62
5.1. Kesimpulan ................................................................................................. 62
5.2. Saran ........................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 64
LAMPIRAN .......................................................................................................... 68
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Tabel konstanta perhitungan laju korosi. ............................................ 10
Tabel 2. 2 Konversi satuan laju korosi. ................................................................ 10
Tabel 2. 3 Karakteristik Fisik Aluminium ............................................................ 15
Tabel 2. 4 Karakteristik Unsur Nikel ................................................................... 19
Tabel 2. 5 Tabel karakteristik kromium ............................................................... 20
Tabel 2. 6 Tabel karakteristik Silikon .................................................................. 22
Tabel 3. 1 Tabel parameter thermal spray ............................................................ 35
Tabel 4. 1 Analisa visual sampel lapisan FeAl dan FeNiCrSi ............................. 40
Tabel 4. 2 Analisa Visual sampel siklus 24 dan 30 jam ....................................... 60
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Mekanisme pembentukan oksida ..................................................... 8
Gambar 2. 2 Ilustrasi terjadinya korosi pada lingkungan basah ........................... 9
Gambar 2. 3 ilustrasi proses elektroplating ........................................................ 12
Gambar 2. 4 Mekanisme Pack Cementation ...................................................... 13
Gambar 2. 5 Proses Thermal spray .................................................................... 13
Gambar 2. 6 Aluminium ..................................................................................... 16
Gambar 2. 7 Nikel .............................................................................................. 19
Gambar 2. 8 Kromium ........................................................................................ 20
Gambar 2. 9 Silikon ............................................................................................ 21
Gambar 2. 10 Prinsip Kerja D-Gun Spray .......................................................... 25
Gambar 2. 11 prinsip kerja Flame Spray ............................................................ 26
Gambar 2. 12 Mekanisme kerja HVOF .............................................................. 27
Gambar 2. 13 Ilustrasi Plasma Spray.................................................................. 27
Gambar 2. 14 Prinsip kerja wire arc spray ......................................................... 28
Gambar 2. 15 wire Arc Spray ............................................................................. 28
Gambar 2. 16 Prinsip cerja cold spray ............................................................... 29
Gambar 2. 17 Prinsip kerja Fe-SEM .................................................................. 31
Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian ................................................................. 34
Gambar 3. 2 Proses pemotongan plat ................................................................. 36
Gambar 3. 3 Diagram alir proses uji korosi........................................................ 37
Gambar 3. 4 Proses Uji Korosi ........................................................................... 38
Gambar 3. 5 Preparasi sampel Cross Section untuk karakterisasi Fe-SEM ....... 39
Gambar 3. 6 Sampel pelapisan ........................................................................... 39
Gambar 4. 1 Morfologi sampel FeAl sebelum uji korosi ................................... 42
Gambar 4. 2 Morfologi sampel FeAl sesudah uji korosi 48 jam ........................ 42
Gambar 4. 3 Morfologi sampel FeNiCrSi sebelum uji korosi ............................ 43
Gambar 4. 4 Morfologi sampel FeNiCrSi setelah uji korosi 48 jam .................. 44
Gambar 4. 5 EDS-mapping unsur FeAl sebelum uji korosi ............................... 45
xiii
Gambar 4. 6 EDS-mapping unsur FeAl setelah uji korosi ................................ 46
Gambar 4. 7 EDS-Mapping lapisan FeNiCrSi sebelum uji korosi .................... 48
Gambar 4. 8 EDS-mapping unsur FeNiCrSi setelah uji korosi ......................... 49
Gambar 4. 9 Lapisan Oksida sampel FeAl ........................................................ 52
Gambar 4. 10 Lapisan oksida sampel FeNiCrSi ............................................... 53
Gambar 4. 11 Line Analysis Sampel sampel FeAl ............................................ 54
Gambar 4. 12 Line analysis sampel FeNiCrSi .................................................. 56
Gambar 4. 13 Kurva Perubahan Massa Uji Korosi sampel lapisan................... 57
Gambar 4. 14 Kurva laju Korosi terhadap waktu .............................................. 59
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Baja karbon rendah merupakan salah satu baja yang banyak digunakan karena
harganya yang relatif murah dibandingkan dengan baja paduan lainnya. Baja
karbon rendah mengandung karbon antara 0,1-0,3% [1]. Baja karbon rendah
memiliki sifat mampu las dan mampu tempa yang sangat baik. Baja karbon rendah
juga memiliki sifat kekerasan yang relatif rendah, lunak, dan keuletan yang tinggi.
Untuk itu, baja karbon rendah sering dijadikan bahan dasar dalam industri besar.
Salah satunya baja karbon rendah diaplikasikan sebagai pipa boiler pada
pembangkit listrik. Selama penggunaannya sebagai pipa boiler pada pembangkit
listrik, baja karbon rendah akan lebih sering berinteraksi dengan lingkungan
elektrolit. Keadaan ini akan membuat baja karbon rendah mudah mengalami
degradasi akibat korosi terhadap lingkungannya. Korosi adalah kerusakan atau
degradasi logam akibat reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di
lingkungannya yang menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak dikehendaki [2].
Korosi merupakan salah satu musuh besar dalam dunia industri, beberapa contoh
kerugian yang ditimbulkan korosi adalah terjadinya penurunan kekuatan material
dan biaya perbaikan akan naik jauh lebih besar dari yang diperkirakan [3]. Untuk
mengantisipasi kerugian, maka diperlukan peningkatan pada sifat mekanik baja
karbon rendah terutama pada ketahanannya terhadap korosi. Salah satu upaya yang
telah banyak dikembangkan para ilmuan untuk meningkatkan sifat ketahanan
korosi yaitu dengan melapisi baja dengan material yang memiliki sifat tahan korosi
yang baik. Metode pelapisan ini disebut juga dengan teknologi coating.
Teknologi coating adalah penutup atau lapisan yang diaplikasikan pada
permukaan suatu benda, biasanya disebut sebagai substrat. Teknologi ini sudah
sejak lama dikembangkan. Salah satu metode pelapisan atau coating yang populer
yaitu metode Thermal spray. Thermal spray adalah serangkaian proses di mana
bahan pelapis dipanaskan dengan cepat dalam panas medium gas, dan secara
bersamaan diproyeksikan pada kecepatan tinggi ke permukaan media yang
2
disiapkan, untuk menghasilkan ketebalan lapisan yang diinginkan [4]. Material
yang akan digunakan pada proses thermal spray dicairkan dengan cara dipanaskan.
Material yang telah dicairkan kemudian didorong oleh gas dan disemprotkan pada
permukaan material substrat, yang kemudian akan mengeras dan membentuk
lapisan yang kuat [2]. Thermal spray memiliki berbagai macam jenis, yaitu; Plasma
Sprayed, Wire Arc Sprayed, Flame Spray, Thermal spray, dan High Velocity Oxy-
Fuel Spray (HVOF). Thermal spray menghasilkan lapisan yang lebih kuat merekat
pada substrat dibandingkan metode pelapisan lainnya. Selain itu, metode thermal
spray juga sangat efesien digunakan untuk pabrikasi produk. Untuk itu, dalam
penelitian kali ini penulis akan menggunakan thermal spray sebagai metode
pelapisan.
Pada dekade terakhir, telah banyak diteliti mengenai penggunaan aluminium
sebagai bahan pelapis anti korosi. Aluminium merupakan unsur logam yang paling
melimpah jumlahnya di kerak bumi. Aluminium menduduki presentase dengan
jumlah terbesar ketiga setelah oksigen dan silikon. Aluminium di kerak bumi
ditemukan dalam bentuk senyawa yang berkombinasi dengan unsur-unsur lain,
seperti oksigen, silikon dan florine. Aluminium murni didapatkan dengan proses
Bayer dan kemudian proses pemurnian Hall-Heroult [1]. Aluminium memiliki
keunggulan yaitu tahan terhadap korosi. Sifat tahan korosi yang dimiliki aluminium
disebabkan oleh sifat alamiah aluminium yang memiliki lapisan jenuh oksigen
diatas permukaannya. Selama proses oksidasi, lapisan aluminium akan
menghasilkan lapisan oksida protektif diatas permukaan. Lapisan oksida protektif
ini mampu menghalangi difusi oksigen lebih lanjut kedalam logam [5]. Lapisan
oksida protektif ini dikenal dengan sebutan alumina (Al2O3). Tung-Yuan Yung
(2019) bersama kedua rekannya meneliti ketahanan korosi lapisan aluminium pada
substrat stainless steel pada larutan 3,5% wt NaCl. Pada penelitian tersebut,
digunakan kawat 99,5 wt % pure aluminium sebagai bahan pelapis substrat
stainless steel menggunakan metode thermal spray [6]. Penelitian yang
dilakukannya telah menghasilkan lapisan aluminium yang memiliki cukup banyak
porosity seperti ditunjukkan penelitian lain [7-9]. Namun, meski memiliki cukup
banyak porosity, dilaporkan bahwa lapisan aluminium cukup baik dalam
3
melindungi substrat baja karbon rendah pada larutan 3,5 % wt NaCl selama waktu
1000 jam perendaman. Selain aluminium, unsur lain yang telah banyak diteliti
sebagai bahan pelapis anti korosi adalah paduan Kromium. Lei SHAN (2016)
melakukan penelitian ketahanan korosi lapisan CrSiN terhadap media korosif air
laut (seawater). Penelitian tersebut menyatakan bahwa lapisan CrSiN menghasilkan
good resistance terhadap lingkungan korosif air laut [10]. Biasanya, penambahan
unsur Cr diikuti dengan penambahan unsur Ni [1]. Dimana penambahan unsur Ni
pada lapisan CrSi dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan korosi lapisan.
Untuk itu, perlu adanya pembahasan mengenai ketahanan korosi lapisan NiCrSi
pada media korosif elektrolit.
Dalam penelitian ini digunakan aluminium dan paduan NiCrSi untuk melapisi
substrat baja karbon rendah dengan menggunakan metode thermal spray.
Penggunaan dua material yang berbeda bertujuan untuk membandingkan ketahanan
korosi lapisan aluminium dengan lapisan NiCrSi. Perosedur pembanding dilakukan
dengan melihat struktur mikro dan laju korosi (corrosion rate) yang dihasilkan.
Lingkungan uji pada penelitian ini adalah larutan elektrolit 5% wt NaCl dengan
durasi 48 jam. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis berniat mengambil judul
penelitian “Ketahanan Korosi Sistem Lapisan Al dan NiCrSi Dengan Metode
Thermal spray”. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan pengetahuan yang
bermanfaat, sehingga selanjutnya pengetahuan ini akan dapat terus dikembangkan
dan direalisasikan dalam kehidupan nyata.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah dari
peneitian ini sebagai berkut:
1. Bagaimana morfologi lapisan aluminium dan NiCrSi pada substrat Baja
karbon rendah?
2. Bagaimana struktur mikro lapisan aluminium dan NiCrSi pada substrat baja
karbon rendah?
3. Bagaimana ketahanan korosi sistem lapisan aluminium dan NiCrSi pada
substrat baja karbon rendah?
4
1.3. Pembatasan Masalah
Batasan masalah yang digunakan dalam penilitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sampel yang digunakan berupa substrat baja karbon rendah.
2. Karakterisasi sampel menggunakan Fe-SEM dan kurva perubahan massa
pada uji korosi.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengamati morfologi lapisan aluminium dan NiCrSi pada substrat baja
karbon rendah.
2. Mengamati struktur mikro pada sistem lapisan aluminium dan NiCrSi
dengan substrat baja karbon rendah.
3. Menghitung ketahanan korosi sistem pelapisan aluminium dan NiCrSi pada
substrat baja karbon rendah.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai struktur
mikro dan ketahanan sistem lapisan thermal spray aluminium dan NiCrSi terhadap
korosi.
1.6. Sistematika Penulisan
Untuk membuat pembaca mudah memahami penelitian ini, maka penulisan
ditulis menggunakan sistematika sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab 1 ini mencakup tentang latar belakang yang mendasari mengapa
dilakukan penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan
masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan teori-teori mengenai bahan maupun metode yang
digunakan pada penelitian ini secara singkat yang dibutuhkan sebagai acuan
dari penelitian. Pembahasan landasan teori meliputi pembahasan
5
aluminium, nikel, kromium, silikon, baja karbon, korosi, thermal spray dan
prinsip kerja alat karakterisasi yang digunakan.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan mengenai waktu dan tempat pelaksanaan penelitian,
bahan dan alat penelitian, diagram alir penelitian, serta prosedur penelitian.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan hasil data penelitian serta pembahasan mengenai data
yang telah didapatkan.
BAB 5 PENUTUP
Bab penutup ini menjelaskan kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan serta saran untuk penelitian selanjutnya.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Korosi
Korosi adalah kerusakan atau degradasi logam akibat reaksi redoks antara
suatu logam dengan berbagai zat di lingkungannya yang menghasilkan senyawa-
senyawa yang tidak dikehendaki [2]. Korosi dapat terjadi karena logam mengalami
kontak/bersentuhan dengan lingkungan sekitar. Bila plat baja diletakkan begitu saja
dalam udara terbuka, maka plat itu lama-kelamaan akan mengalami korosi. Hal ini
dikarenakan udara mengandung oksigen, sehingga memungkinkan mengalami
reaksi reduksi oksidasi. Pada dasarnya logam akan berusaha menyesuaikan diri
dengan lingkungannya untuk mencapai kestabilan, sehingga dalam udara terbuka
logam akan melepaskan elektron dan elektron tersebut ditangkap dan bereaksi
dengan uap air (reduksi oksigen). Reaksi oksidasi yang terjadi pada logam dan
reduksi oksigen udara terbuka akan menghasilkan oksida logam yang warnanya
kecoklatan[11]. Oksida logam inilah yang disebut sebagai korosi. Korosi
merupakan peristiwa yang tidak dapat dihindari oleh logam, apalagi sifatnya yang
dapat terjadi hanya karena didiamkan di udara terbuka. Korosi jenis ini juga dapat
disebut sebagai korosi kering (Dry Corrosion).
Selain dapat disebabkan karena reaksi reduksi oksidasi (reaksi kimia), korosi
juga dapat disebabkan oleh reaksi elektrokimia. Reaksi elektrokimia yang
dimaksudkan adalah reaksi yang tidak hanya melibatkan logam dan oksigen saja,
namun juga melibatkan lingkungan elektrolit (air). Pengertian korosi secara
elektrokimia merupakan proses pelepasan elektron dikarenakan adanya beda
potensial yang terjadi karena aliran elektron secara kontinu. Dalam hal ini, aliran
elektron terjadi pada anoda menuju katoda. Pada sisi anoda terjadi reaksi oksidasi.
Reaksi ini merupakan reaksi setangah sel. Pada sisi katoda juga terjadi reaksi
setengah sel yaitu penangkapan elektron. Korosi jenis ini dapat disebut juga korosi
basah (Aqueous Corrosion) karena terjadi akibat melibatkan air atau larutan
lainnya.
7
2.1.1. Korosi Temperatur Tinggi
Korosi temperatur tinggi didefinisikan sebagai proses degradasi atau
penurunan mutu material, termasuk degradasi sifat-sifat mekanisnya yang
disebabkan oleh adanya pengaruh atmosfer pada temperatur tinggi [12].
Temperatur tinggi memiliki arti temperatur dimana difusi atom dapat
memberikan perubahan secara signifikan (0,5 Tm). Temperatur tinggi
menyebabkan baja/besi teroksidasi secara cepat (T > 570 C) dan air berada
dalam keadaan fasa gas. Korosi yang terjadi pada temperatur tinggi disebabkan
oleh reaksi kimia yang melibatkan logam dengan oksigen, nitrogen, dan
sulfida. Korosi ini merupakan jenis korosi kering yang terjadi tanpa
melibatkan larutan elektrolit atau air. Korosi temperatur tinggi sering terjadi
pada turbin gas pada pesawat terbang, ataupun komponen alat pembangkit
listrik yang berkedudukan pada temperatur yang sangat tinggi.
Temperatur tinggi menimbulkan pengaruh yang sangat besar pada
degradasi logam. Temperatur tinggi dapat mempengaruhi aspek
termodinamika dan kinetika reaksi sehingga proses degradasi terjadi semakin
cepat. Kenaikan tempertur juga dapat merubah struktur dan perilaku logam
yang menyebabkan penurunan mutu logam. Pada temperatur tinggi, atmosfer
akan bersifat oksidatif. Keadaan ini sangat berpotensi mengoksidasi logam.
Korosi pada temperatur tinggi pada dasarnya diakibatkan karena adanya
reaksi kimia yaitu reaksi reduksi-oksidasi. Reaksi kimia pada logam terjadi
dimana oksigen ditambahkan pada unsur logam dan disebut oksidasi.
Sedangkan reaksi reduksi terjadi dimana oksigen dilepaskan dari suatu
senyawa. Reaksi reduksi-oksidasi pada dasarnya terjadi melalui transfer
elektron. Tidak semua reaksi reduksi-oksidasi melibatkan oksigen, namun
reaksi ini pasti melibatkan transfer elektron. Apabila suatu materi kehilangan
elektron, maka materi ini telah mengalami oksidasi, dan apabila suatu materi
menerima elektron, maka materi ini telah mengalami reaksi reduksi.
Korosi pada temperatur tinggi terjadi dalam keadaan kering melibatkan
logam (M) dengan oksigen, nitrogen, dan sulfida. Proses oksidasi pada logam
dapat dituliskan sebagai berikut:
8
𝑀 → 𝑀2 + 2𝑒− (1)
½𝑂2 + 2𝑒− → 𝑂2 (2)
𝑀 + ½𝑂2 ⟶ 𝑀𝑂 (3)
Proses oksidasi terjadi diawali dimana oksigen masuk dan ditarik menuju
permukaan logam. Oksigen yang masuk ke permukaan logam akan mengalami
reaksi dengan unsur logam didalamnya. Selanjutnya akan terjadi transfer
elektron antara keduanya. Logam akan mengalami oksidasi dan melepaskan
elektron, sedangkan oksigen yang datang akan mengalami reduksi dan
menangkap elektron. Selanjutnya proses transfer elektron ini akan membentuk
lapisan oksida. Dimana lapisan oksida yang terbentuk di permukaan logam
bersifat non-protektif. Oksida inilah yang disebut dengan korosi dan berwarna
kecoklatan. Proses mekanisme pertumbuhan oksida digambarkan pada Gambar
2.1.
Gambar 2. 1 Mekanisme pembentukan oksida [5]
2.1.2. Mekanisme Korosi Lingkungan Basah
Korosi yang terjadi pasa lingkungan basah atau lingkungan yang
melibatkan air disebut sebagai Aqueous Corrosion. Korosi ini melibatkan
larutan elektrolit dan reaksi elektrokimia. Menurut Trethewey (1991)
mekanisme terjadinya korosi pada besi dalam baja adalah sebagai berikut;
Pada anoda terjadi pelarutan unsur besi Fe menjadi Fe2+. Pada anoda ini terjadi
juga oksidasi dimana unsur besi Fe akan melepaskan elektron.
𝐹𝑒 → 𝐹𝑒2+ + 2𝑒− (4)
9
Sedangkan pada katoda terjadi reaksi reduksi yang menangkap elektron.
𝐻2𝑂 + ½𝑂2 + 2𝑒− → 2𝑂𝐻− (5)
Reaksi yang terjadi pada larutan yang sersifat netral adalah sebagai berikut
𝐻2𝑂 + ½𝑂2 + 2𝑒− → 𝐻2𝑂 (6)
Reaksi yang terjadi pada lingkungan asam
2𝐻+ + 2𝑒− → 𝐻2 (7)
Katoda yang melibatkan larutan elektrolit lain biasanya juga dapat mengalami
reaksi pengendapan logam [1][13] seperti;
𝑁𝑎+ + 𝑒− → 𝑁𝑎 (8)
Dari uraian diatas, syarat terjadinya korosi basah dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Adanya anoda tempat reaksi anodik terjadi
2. Adanya katoda tempat reaksi katodik terjadi
3. Ada media untuk transfer elektron/arus
4. Ada lingkungan yang bersifat elektrolit [14]
Gambar 2. 2 Ilustrasi terjadinya korosi pada lingkungan basah [15]
2.1.3. Laju Korosi
Laju korosi atau laju oksidasi adalah kecepatan degradasi material
terhadap waktu. Untuk menentukan laju korosi atau laju oksidasi dapat
menggunakan perbandingan perubahan massa (mass change) dengan waktu
yang dijelaskan dalam ASTM G31 tentang standar Immersion Corrosion
testing for metal [16]. Dituliskan sebagai berikut:
10
𝒎𝒑𝒚 = 𝑲. 𝑾
𝑫.𝑨.𝑻 (9)
Keterangan :
Mpy = mills per year
W = Perubahan massa (gr)
D = density ( gr/cm3), untuk baja karbon rendah = 7,86 𝑔/𝑐𝑚3
A = Luas Permukaan Kontak (cm2)
T = Waktu pengujian (jam)
K = konstanta pada persamaan korosi berdasarkan satuan
Adapun konstanta perhitungan laju korosi dan konversi satuan
perhitungan laju korosi dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2.
Tabel 2. 1 Tabel konstanta perhitungan laju korosi [16].
satuan laju korosi/ Corrosion rate Konstanta
Mills per year (mpy) 3,45 x 106
Inches per year (ipy) 3,45 x 103
Milimeters per year (mm/y) 8,76 x 104
Tabel 2. 2 Konversi satuan laju korosi [17].
mA 𝑐𝑚2 mm/y Mpy
mA 𝑐𝑚2 1 11,6 456
mm/y 0,0863 1 39,4
Mpy 0,00219 0,0254 1
2.1.4. Pengendalian Korosi
Secara teori, sifat korosi pada logam tidak dapat dihilangkan. Karena
sifat korosi pada logam terjadi secara alamiah. Namun, sifat korosi ini mampu
dikendalikan atau mampu ditekan. Pengendalian yang dimaksud adalah
menekan angka laju korosi pada logam. Pengendalian korosi didasarkan pada
beberapa metode. Diantaranya pengendalian korosi dapat dilakukan melalui:
11
a) Desain dan pemilihan bahan
Desain dan pemilihan bahan akan sangat berpengaruh pada
kemampuan bahan, dalam hal ini adalah ketahanan oksidasi bahan.
Penambahan material pemadu yang memiliki sifat ketahanan korosi yang
baik juga dapat dilakukan untuk menaikan sifat tahan korosi.
b) Penggunaan inhibitor (chemistry treatment)
Inhibitor korosi didefinisikan oleh ISO 8044 sebagai ‘zat kimia yang
mengurangi tingkat korosi ketika ada dalam sistem korosi pada
konsentrasi yang sesuai, tanpa secara signifikan mengubah konsentrasi
agen korosi lainnya. Atau dengan kata lain, inhibitor adalah zat yang bila
ditambahkan dalam jumlah kecil ke lingkungan yang korosif, akan
mengurangi laju korosi. Inhibitor mengurangi korosi dengan menjadi
pelindung, membentuk lapisan penyerap atau pemerlambat proses
katodik dan anodik [18]. Sebelum tahun 1960 inhibitor inorganik seperti
zinc, chrom , polipospat dan nitrida. Setelah tahun 1980, molydate,
fofonat, asam phospono karbosilat, dan polimer digunakan sebagai
inhibitor. Seiring perkembangan zaman, dikembangkan inhibitor natural
yang memiliki sifat biodegrable. Hingga saat ini, penelitian mengenai
organik inhibitor yang berasal dari biji tumbuhan, buah-buahan, daun,
bungan dan bahan organik lainnya terus dikembangkan.
c) Pelapisan (coating)
Teknik pelapisan dapat membantu mengurangi laju korosi pada
bahan. Teknik pelapisan memiliki beberapa metode yaitu;
Elektroplating
Adalah teknik pelapisan yang menggunakan metode elektrolisis,
yang akan membentuk lapisan tipis pada permukaan substrat.
Komponen elektroplating terdiri atas katoda, anoda, larutan elektrolit,
dan rectifier. Neny Anggraeni dalam bukunya Faraday dan
12
Kelistrikan menggambarkan ilustrasi proses elektroplating yang
ditunjukan pada Gambar 2.2.
Gambar 2. 3 ilustrasi proses elektroplating [19]
Hot dip galvanizing
Hot dip galvanizing adalah salah satu teknik pelapisan dimana
menggunakan metode pencelupan larutan yang telah dipanaskan.
Hot dipping dilakukan dengan mencelupkan logam yang akan
dilapiskan, biasanya baja kedalam wadah yang berisi logam cair
biasanya seng ada juga aluminium dan paduan seng-aluminium.
Pack Cementation
Pack-Cementation adalah teknik pelapisan yang terdiri dari
pengerjaan pengadukan dalam campuran serbuk logam dan sebuah
fluks pada temperatur tinggi yang memungkinkan logam untuk
berdifusi kedalam logam dasar. Metode ini terdiri dari empat
komponen utama yaitu substrat, materalloy (serbuk dari elemen atau
unsur-unsur yang akan didepositkan pada bermukaan substrat),
aktivator garam halida atau energizer, atau inner filler [17].
13
Gambar 2. 4 Mekanisme Pack Cementation [17]
Thermal spray
Thermal spray adalah teknik pelapisan di mana bahan pelapis
dipanaskan dengan cepat dalam panas medium gas, dan secara
bersamaan diproyeksikan pada kecepatan tinggi ke permukaan
substrat. Penggunaan thermal spray pada dunia industri logam
sangat populer. Ini dikarenakan thermal spray dapat menghasilkan
lapisan dengan ketebalan yang lebih baik dari metode pelapisan
lainnya. Proses thermal spray ditunjukan pada Gambar 2.4.
Gambar 2. 5 Proses Thermal spray [20]
2.2. Aluminium
2.2.1. Definisi Aluminium
Aluminium adalah salah satu unsur kimia yang dilambangkan dengan Al.
Aluminium memiliki nomor atom 13 dan jumlahnya sangat berlimpah di kerak
bumi. Persentase jumlah aluminium di kerak bumi adalah yang ketiga
terbanyak setelah oksigen dan silikon. Aluminium tergolong kedalam jenis
14
logam non ferrous atau jenis logam yang tidak mengandung unsur besi (Fe).
Aluminium juga termasuk kedalam salah satu jenis logam berat bersama
dengan timbal (Pb), cadium (Cd), dan jenis lainnya. Dalam kamus Cambridge
disebutkan bahwa aluminium adalah elemen kimia yang ringan, logam
berwarna perak, digunakan terutama untuk membuat peralatan memasak dan
bagian-bagian pesawat. Nama aluminium sendiri berasal dari bahasa Latin
yaitu allumen yang berarti tawas (aluminium mineral).
Aluminium merupakan elemen reaktif dan tidak ditemukan begitu saja di
alam. Aluminium ditemukan dengan kombinasi dengan unsur-unsur lain,
seperti oksigen, silikon dan florine. Senyawa kimia ini umumnya ditemukan
ditanah sebagai mineral batuan (terutama batuan beku) yaitu, bauksit, kriolit
(Na3AlF6), korandum (Al2O3), dan tanah liat (aluminium silikat). Aluminium
sebagai logam diperoleh dari bijih bauksit yang terdiri dari hydrous aluminum
oxyde (Al2O3aH2O) atau aluminium hidroksida. Aluminium (dalam bentuk
bauksit) adalah suatu mineral yang berasal dari magma asam yang mengalami
proses pelapukan dan pengendapan secara residual [21]. Untuk mendapatkan
aluminium, harus dilakukan pemisahan mineral atau pemurnian bijih bauksit.
Metode pembuatan aluminium yang digunakan saat ini ditemukan oleh
Charles Hall dari USA dan Paul Heroult dari Perancis pada tahun 1886. Metode
pembuatan aluminium dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama dinamakan
proses Bayer. Proses Bayer adalah pemurnian bijih bauksit menjadi alumina.
Proses Bayer menghasilkan alumina (Al2O3) dengan membasuh bahan
tambang yang mengandung aluminium (bauksit) dengan larutan natrium
hidroksida (NaOH) dan akan menghasilkan aluminium hidroksida. Aluminium
hidroksida lalu dipanaskan pada suhu sedikit di atas 1000 oC sehingga
terbentuk alumina dan H2O yang menjadi uap air.
Tahap kedua, alumina yang telah terbentuk kemudian dilakukan proses
pemurnian Hall-Heroult untuk memperoleh aluminium murni. Proses ini
dilakukan dengan melarutkan alumina kedalam lelehan Na3AlF6 atau biasa
disebut dengan kriloit. Larutan kemudian dielektrolisis dan menyebabkan
aluminium yang telah cair menempel pada anoda, sementara oksigen akan
15
teroksidasi dengan karbon pada anoda dan membentuk karbon dioksida.
Sehingga aluminium murni didapatkan dalam bentuk cair.
2.2.2. Karakteristik Aluminium
Aluminium merupakan logam mengkilap yang berwarna putih keperakan
yang ringan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6. Aluminium memiliki
nomor atom 13. Isotop utama yang dimiliki 27Al yang stabil dengan 14 neutron
dan 13 proton. Elektron valensi yang dimiliki aluminium adalah 3 dengan
konfigurasi elektron 1s2, 2s2, 2p6, 3s2, dan 3p1. Aluminium memiliki struktur
kristal FCC (Face Centered Cubic atau kubus berpusat muka) yang stabil dari
4 ˚K hingga melting point [22]. Massa atom aluminium yaitu 26,9815386
g/mol. Christian Vergel dalam bukunya yang berjudul Corrosion Of
Aluminium menuliskan karakteristik fisik Aluminium yang ditunjukkan pada
Tabel 2.3.
Tabel 2. 3 Karakteristik Fisik Aluminium [23]
Property Unit Value Note
Atomic number 13
Density 𝜌 Kgm-1 2698
Melting point °𝐶 660.45 < 1013 × 10−3𝑏𝑎𝑟
Boiling point °𝐶 2056 < 1013 × 10−3 𝑏𝑎𝑟
Vapour pressure Pa 3,7 x 10-3 At 927℃
Mass internal energy 𝜐 J-kg-1 3,98 x 105
Mass thermal capacity Cp J-kg-1.K-1 897 At 25℃
Thermal conductivity 𝜆 W.m-1.K-1 237 At 25℃
Linear axpansion coefficient 𝛼1 10-6.K-1 23.1 At 25℃
Electrical resisitivity 10-9.Ω. 𝑚 26,548 At 25℃
Magnetic susceptibility K 1.6 x 10-3 At 25℃
Longitudinal elasticity modulus E 𝑁/𝑚2 69.000
Poisson’s ratio 𝜈 0,33
16
Gambar 2. 6 Aluminium [24]
2.2.3. Sifat-Sifat Aluminium
Berikut ini beberapa sifat yang dimiliki aluminium:
a) Lightness (keringanan)
Aluminium merupakan logam yang lebih ringan daripada logam
lainnya. Aluminum sering disebut sebagai light metal atau logam ringan.
Aluminium memiliki density 2700 kg/m3 dimana ini tiga kali lebih
ringan dari besi [23]. Density dari paduan aluminium biasanya hanya
mencapai 2600 hingga 2800 kg/m3 [23]. Ini menyebabkan aluminium
menjadi sangat ringan.
b) Penghantar panas dan listrik yang baik
Aluminium merupakan penghantar panas yang baik yang kurang
lebih memiliki 60% dari konduktivitas thermal tembaga (copper). Pada
abad ke-19 terjadi pergantian plat timah tembaga menjadi paduan
aluminium untuk peralatan dapur domestik maupun profesional. Selain
penghantar panas yang cukup baik, aluminium juga merupakan
penghantar listrik yang baik. Kemampuan alumnium dalam menghantar
listrik adalah 2/3 dari tembaga [23]. Walaupun kemampuan aluminium
tidak melebihi tembaga, namun aluminium masih memiliki keunggulan
dalam penggunaanya. Hal ini dikarenakan sifat dari aluminium yang
lebih ringan dari tembaga.
17
c) Tahan korosi
Aluminium merupakan unsur yang sangat reaktif. Untuk itu,
aluminium ditemukan di alam bukan sebagai unsur tunggal. Namun
bentuknya berupa senyawa yang memiliki daya gabung yang tinggi
dengan oksigen. Dapat dikatakan bahwa kemampuan mengoksida
aluminiun sangat baik yang membuat aluminium seharusnya sangat
mudah berkarat (korosi). Namun dalam kenyataanya aluminium adalah
logam yang memiliki keunggulan tahan terhadap korosi. Aluminium
ternyata memiliki keistimewaan yang membuatnya menjadi logam tahan
korosi. Aluminium memiliki lapisan tipis yang jenuh oksigen yang
terbentuk pada permukaanya dan melindunginya dari atmosfer. Lapisan
yang jenuh oksigen ini adalah aluminium oksida (Al2O3) yang berada
pada permukaan aluminium akibat adanya fenomena paviasi. Fenomena
paviasi adalah pembentukan lapisan pelindung akibat reaksi logam
terhadap udara sehingga lapisan tersebut dapat melindungi logam dalam
dari korosi. Lapisan inilah yang membuat aluminium tahan korosi,
namun menjadikan aluminium susah untuk di las.
d) Dapat di daur ulang
Aluminum adalah logam yang dapat didaur ulang. Proses daur ulang
aluminium adalah hal yang menarik dikarenakan aluminium tidak akan
kehilangan kualitasnnya saat didaur ulang. Proses daur ulang tidak dapat
merubah struktur aluminium dan dapat dilakukan berkali-kali. Penelitian
mengenai pendaurulangan alumnium sudah banyak dilakukan. Salah satu
cara mendaurulang alumnium adalah dengan meleburkannya dengan
suhu tinggi yang menghasilkan endapan dan dapat diekstrasi menjadi
aluminium murni kembali. Selain dengan cara meleburkan aluminium,
Samuel (2002) dalam jurnal yang ditulisnya menyebutkan teknik baru
untuk mendaur ulang aliminium. Samuel menyebutkan metode yang
dibuatnya sebagai direct Conversion Method. Dalam metode yang
dibuatnya tidak ada proses peleburan, melainkan dilakukan proses
18
penggilingan (millig proses) pada aluminium. Proses penggilingan akan
menghasilkan serbuk aluminium dan selanjutnya dilakukan proses
cleaning dan sintering. Hasil dari penelitianya berupa serbuk aluminium
dan mengurangi biaya sebanyak 59% dari convential method dengan cara
meleburkan aluminium [25]. Kedua cara ini dapat digunakan dan
membuktikan bahwa aluminium dapat didaur ulang.
e) Mudah di tempa
Aluminium memiliki karakteristik yang ringan dan juga lunak. Hal
ini yang menyebabkan aluminium mudah untuk dibentuk ataupun
ditempa. Aluminium juga memiliki kemampuan dapat dituang, mampu
cor (castabllity) yang baik. Aluminium dapat dibentuk menjadi bentuk
yang sulit sekalipun dengan cara; rolling, drawing, forging, extrusi, dll.
2.3. Nikel
Nikel adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki nomor atom 28
dan memiliki lambang unsur Ni. Nikel termasuk kedalam golongan X pada tabel
periodik dan termasuk kedalam unsur logam transisi. Pada dasarnya Nikel memiliki
warna metallic-lustrous atau perak keemasan seperti ditunjukkan gambar 2.7. Nikel
ditemukan pada tahun 1751 oleh Cronstedt dalam bentuk mineral yang disebut
kupfernickel (nikolit). Nikel adalah material yang banyak ditemukan dalam
meteorit. Nikel memiliki sifat tahan karat yang baik. Nikel juga kerap dijadikan
bahan paduan dalam baja untuk meningkatkan hardness (kekerasan) pada baja.
Penambahan Nikel pada baja karbon dapat berpengaruh pada ketahanan korosinya.
Biasanya pemaduan Nikel diikuti dengan unsur Kromium [1]. Nikel memiliki
beberapa karakteristik yang ditunjukkan oleh Tabel 2.4.
19
Gambar 2. 7 Nikel [26]
Tabel 2. 4 Karakteristik Unsur Nikel [26]
No Keterangan Nilai
1 Massa atom standar 58.6934 g/mol
2 Titik lebur 1728 K (1455 °C, 2651 °F)
3 Titik didih 3186 K (2913 °C, 5275 °F)
4 Struktur kristal Face centered cubic (FCC)
5 Modulus Young 200 Gpa
6 Konduktivitas Thermal 90.9 W/(m·K)
7 Resistivitas listrik 69.3 n Ω·m (suhu 20 °C)
8 Arah magnet Feromagnetik
2.4. Kromium
Kromium adalah unsur yang melimpah jumlahnya ke-22 di kerak bumi.
Kromium di kerak bumi ditemukan dalam bentuk bijih kromit (FeCr2O4). Kromium
adalah salah satu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cr.
Kromium memiliki nomor atom 24 dan masuk kedalam golongan VI. Kromium
termasuk salah satu jenis logam transisi yang berwarna keabu-abuan seperti
ditunjukkan gambar 2.8. Kromium juga memiliki sifat fisik berkilau dan keras.
Karakteriskik logam Kromium diunjukkan pada Tabel 2.5.
20
gambar 2. 8 Kromium [27]
Tabel 2. 5 Tabel karakteristik kromium [28]
No Keterangan Nilai
1 Massa atom standar 51,9961 g/mol
2 Titik lebur 2180 K (1907 °C, 3465 °F)
3 Titik didih 2944 K (2671 °C, 4840 °F)
4 Konduktivitas thermal 93,9 W/(m·K)
5 Resistivitas listrik 125 n Ω·m (suhu 20 °C)
6 struktur kristal BCC
7 modulus young 279 GPa
2.5. Kegunaan Kromium
Dalam sebuah buku yang ditulis oleh Titiek Berniyanti tahun 2018
dijelaskan bahwa Kromium memiliki banyak kegunaan, diantaranya;
2.5.1.Sebagai zat penghambat/anti korosi
Ketika dibiarkan dalam udara terbuka, kromium akan mengalami paviasi
oleh oksidasi. Paviasi adalah suatu fenomena dimana suatu material menjadi
inert atau pasif. Saat Kromium mengalami paviasi, ia akan membentuk oksida
kromat hijau yaitu sebuah lapisan permukaan tipis yang protektif terhadap
korosi. Lapisan ini mencegah difusi oksigen kedalam logam dibawahnya.
Oksida yang terbentuk pada Kromium Ini berbeda dari oksida yang terbentuk
pada permukaan besi dan baja karbon, yang mana oksigen elemental terus
bermigrasi, mencapai logam di bawahnya yang menyebabkan perkaratan atau
korosi berkelanjutan.
21
2.5.2.Diperlukan dalam metabolisme gula manusia
Kromium trivalen (Cr(III)) sangat dibutuhkan dalam metabolisme tubuh
manusia.
2.5.3.Zat warna (pigment)
2.5.4.Proses pelapisan logam secara elektrolisis (elektroplating)
Karena sifatnya yang memiliki kemampuan paviasi, Kromum sering
dijadikan bahan pelapis untuk mengatasi masalah korosi pada logam.
2.5.5.Baja anti karat (stainless steel)
Perpaduan anatara besi dan Kromium dapat menghasilkan baja yang
memiliki ketahanan korosi yang baik. Baj aini disebut juga dengan baja tahan
karat (anti korosi) [29].
2.6. Silikon
Silikon merupakan unsur kimia yang pertama kali ditemukan oleh Jons Jakob
Berzelius. Silikon merupakan unsur kedua yang terbanyak ditemukan di kerak bumi
setelah oksigen. Di kerak bumi, silikon tidak ditemukan langsung dalam bentuk
silikon murni melainkan sebagai silikat atau silika (SiO2). Dalam tabel periodik
kimia silikon memiliki lambang Si dan nomor atom 14. Silikon termasuk kedalam
salah satu unsur nonlogam an termasuk dalam golongan 14 periode 3. Silikon
memiliki sifat fisik berwarna abu-abu metalik dan berbentuk padat pada suhu
ruangan. Adapun karakteristik kimia Silikon dapat dilihat dalam tabel karakterisasi
unsur silikon.
Gambar 2. 9 Silikon [30]
22
Tabel 2. 6 Tabel karakteristik Silikon [30]
No Keterangan Nilai
1 Massa atom standar 28.0855 g/mol
2 Titik lebur 1687 K (1414 °C, 2577 °F)
3 Titik didih 3538 K (3265 °C, 5909 °F)
4 Konduktivitas thermal 149 W/(m·K)
5 Resistivitas listrik 103 Ω·m (suhu 20 °C)
6 struktur kristal FCC
7 modulus young 130-188 GPa
2.7. Baja
Baja adalah logam paduan besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur
paduan utamanya. Kandungan karbon (C) pada baja karbon mencapai 0,2% hingga
2,1% seusai dengan gradenya [28]. Selain karbon. pada baja biasanya ditambahkan
unsur paduan lainnya berupa mangan (Mn, krom (Cr), vanadium (V), molibdenum
(Mo) ataupun nikel (Ni). Variasi dari paduan disesuaikan dengan kualitas baja yang
diinginkan, misalnya sifat tahan panas, dan tahan temperatur tinggi.
Penambahan kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan kekerasan
(hardeness) dan kekuatan tariknya (tensile strengh), namun di sisi lain membuatnya
menjadi getas (brittle) serta menurunkan keuletannya (ductility) [31]. Untuk itu
perlu ditambahkan paduan lain atau diberikan perlakuan lebih untuk meningkatkan
kemampuan mekanik baja.
2.8. Klasifikasi Baja
2.8.1.Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)
Baja karbon rendah memiliki kandungan karbon dibawah 0,30%. Baja
karbon rendah sering disebut dengan baja ringan (mild steel). Baja jenis ini
memiliki kekerasan yang relatif rendah, namun memiliki keuletan dan
elastisitas yang baik karena unsur karbon dalam baja yang rendah. Selain itu,
baja karbon rendah memiliki sifat mampu mesin dan mampu las yang cukup
baik. Sifat mampu las yang baik membuat baja karbon rendah memiliki biaya
23
pengelasan yang lebih rendah dari baja lainnya. Baja karbon rendah dibawah
0.15% disebut sebagai dead mild steel dan banyak digunakan pada sheet, strip,
wire, dan ship plate. Baja karbon rendah juga sering digunakan sebagai bodi
mobil, pipa saluran, komponen konstruksi jembatan dan bangunan.
2.8.2.Baja Karbon Sedang (Medium Carbon Steel)
Baja karbon sedang memiliki kandungan unsur karbon berkisar 0,3 –
0,6%. Baja karbon sedang memiliki sifat kualitas perlakuan panas yang tinggi,
tidak mudah dibentuk oleh mesin, dan lebih sulit untuk dilakukan pengelasan.
Baja karbon sedang memiliki sifat kekerasan yang juga relatif rendah. Namun
sifat mekaniknya tersebut dapat ditingkatkan melalui perlakuan panas (heat
treatment) dalam bagian yang sangat tipis dan proses pendinginan (quenching)
yang sangat cepat. Sehingga baja karbon sedang dapat memiliki sifat kekerasan
dan kekuatan yang lebih baik dari baja karbon rendah. Baja ini dapat
diaplikasikan sebagai roda gigi, poros, dan crankshaft.
2.8.3.Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)
Baja Karbon Tinggi memiliki kandungan unsur karbon sebanyak 0,6 s.d
1,7%. Karena kandungan unsur karbon yang tinggi, baja jenis ini memiliki
tingkat kekerasan dan kekuatan yang paling tinggi. Baja jenis ini memiliki sifat
tahan panas yang tinggi, namun keuletannya lebih rendah. Baja karbon tinggi
juga memiliki kekuatan tarik paling tinggi dan sering digunakan sebagai
material tools. Baja karbon tinggi biasanya diaplikasikan sebagai pisau,
gergaji, atau dalam pembuatan kawat dan kabel baja.
2.9. Thermal spray
Teknologi coating adalah penutup atau lapisan yang diaplikasikan pada
permukaan suatu benda, biasanya disebut sebagai substrat. Teknologi ini memiliki
fungsi untuk melindungi material dalam dari lingkungan luar. Teknologi coating
terdiri dari beberapa jenis, salah satunya yang sangat populer adalah Thermal spray.
Thermal spray adalah istilah kolektif untuk serangkaian proses di mana bahan
24
pelapis dipanaskan dengan cepat dalam panas medium gas, dan secara bersamaan
diproyeksikan pada kecepatan tinggi ke permukaan media yang disiapkan, untuk
menghasilkan ketebalan lapisan yang diinginkan [4]. Prinsip dasar dari proses
Thermal spray adalah pembentukan lapisan secara permanen dengan meleburkan
material yang akan dijadikan sebagai bahan pelapis dalam suatu ruang pembakaran,
kemudian material yang telah dileburkan di proyeksikan pada permukaan substrat
yang akan menempel dan membentuk lapisan. Thermal spray mulai digunakan pada
sekitar tahun 1900-an. Pada tahun 1984, Conoco Hutton TLP menggunakan 200
mikron Thermal Arc Spray aluminium pada anak tangga anjungan lepas di Laut
Utara dan setelah delapan tahun, lapisan pada anak tangga masih dalam keadaan
baik. Itu adalah pertama kali Thermal spray digunakan pada daerah pantai [32].
2.10.Klasifikasi Thermal spray
Thermal spray dikelompokan menjadi tiga kelompok berdasarkan sumber
panas atau bahan bakar yang digunakan[33], yaitu:
2.10.1.Chemical Heat Source
Thermal spray yang mengunakan chemical heat source (sumber panas
dari bahan kimia) dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu; Detonation Spray,
Flame Spray, dan HVOF Spray.
a) Detonation Gun Spray
Detonation Gun Spray sering disebut juga D-Gun Spray. D-Gun
spray adalah proses thermal spray yang memiliki kekuatan adhesi yang
sangat baik. Dalam proses ini, serbuk pelapis akan bercampur dengan
oksigen dan bahan bakar (fuel) berupa asetilena dan dimasukan kedalam
tabung gas/barel dan dinyalakan oleh busi (spark plung). Untuk
mencegah tembakan balik, gas nitrogen (N2) digunakan untuk menutup
lubang masuk gas. Pembakaran campuran gas ini menciptakan
gelombang kejut tekanan tinggi (gelombang detonasi), yang merambat
melalui aliran gas. Gas panas mempercepat partikel hingga kecepatan
25
supersonik. Partikel-partikel ini kemudian keluar dari laras dan menuju
substrat. Sistematik dari D-Gun Spray ditunjukan oleh gambar.
Gambar 2. 10 Prinsip Kerja D-Gun Spray [33]
Proses D-Gun spray ini menghasilkan kerapatan yang lebih tinggi,
ketahanan terhadap korosi yang lebih baik, kekerasan yang lebih tinggi,
ketahanan aus yang lebih baik, daya rekat yang lebih tinggi dan kekuatan
kohesif, hampir tidak ada oksidasi, lapisan yang lebih tebal, dan
permukaan yang disemprotkan dengan lebih halus. Metode thermal
spray jenis ini banyak digunakan dalam industri baja (roller squeeze,
tension rolls), industri tekstil (pemandu benang yang dilapisi dengan
lapisan titanium alumina), industri aeronautika (pelapisan muka pada
baling-baling dan poros penggerak helikopter) dan di industri mobil [33].
b) Flame Spray
Flame Spray merupakan jenis Thermal spray yang paling tua. Flame
Spray pertama kali dikembangkan pada tahun 1910 [33,34]. Flame spray
menggunakan gas yang mudah terbakar sebagai sumber panas untuk
melelehkan material pelapis. Proses ini menggunakan bahan bakar
oxyacetylene flame dengan sushu sekitar 2.760˚C untuk meleburkan
material pelapis. Material pelapis dapat berupa serbuk, kawat atau
batang. Material pelapis yang berupa kawat, serbuk, atau batang
didorong maju menuju nyala api (flame) dengan tekanan oksigen yang
tinggi dan dileburkan. Material pelapis yang telah dileburkan menjadi
partikel-partikel kecil disemprotkan secara manual menuju substrat.
26
Sistematika proses Flame Spray ditunjukan pada gambar. Metode Flame
spray memiliki beberapa keunggulan yaitu mudah untuk dioperasikan,
biaya yang murah, desain yang sederhana, dan debu serta asap yang
dihasilkan selama proses berlangsung juga sedikit.
Gambar 2. 11 prinsip kerja Flame Spray [33]
c) High Velocity Oxyfuel Spray (HVOF)
Metode ini ditemukan pada tahun 1958 oleh Union Carbide (sekarang
disebut Praxair Surface Technologies) [34]. Namun, metode ini baru
dipergunakan untuk keperluan komersil pada sekitar tahun 1980-an oleh
James Browling dan Witfield [33,34]. Proses ini menggunakan
kombinasi antara oksigen dan bahan bakar gas yang dapat berupa
hidrogen, propana, propilena, dan bahkan minyak tanah. Saat roses
berlangsung, oksigen dan bahan bakar berada pada ruang pembakaran
bersamaan dengan serbuk. Temperatur dan tekanan dalam keadaan tinggi
selama proses pembakaran. Hal ini menyebabkan kecepatan aliran gas
pada nozzle sangat tinggi. Serbuk pelapis kemudian akan meleleh,
kecepatan serbuk meleleh dipengaruhi oleh temperatur, titik lebur
material, dan konduktivitas termal dari material.
27
Gambar 2. 12 Mekanisme kerja HVOF [33]
2.10.2.Elektrik
Jenis Thermal spray yang memanfaatkan sumber elektrik adalah
Plasma Spray dan Wire Arc Spray.
a) Plasma Spray
Plasma spray memanfaatkan aliran listrik DC untuk menghasilkan gas
plasma yang terionisasi suhu tinggi. Plasma Spray dapat menghasilkan
suhu mencapai 16.6650˚C. Energi panas dari busur listrik bersamaan
dengan suhu gas nitrogen atau argon membentuk gas plasma. Gas plasma
ini adalah sumber panas penyemprotan yang akan mencairkan dan
menembakkan partikel pelapis dengan kecepatan tinggi menuju substrat.
Plasma Spray banyak digunakan untuk mengaplikasikan hidrosiapatit
pada implan gigi dan protesis ortopedi. Plasma Spray memiliki
keunggulan yaitu lapisn yang dibuat lebih padat, porositas rendah dan
adhesinya lebih kuat jika dibandingkan dengan flame spray. Skema
plasma spray dapat dilihat pada gambar 2.13.
Gambar 2. 13 Ilustrasi Plasma Spray [33]
28
b) Wire Arc Spray
Wire Arc Spray adalah proses pelapisan di mana dua kabel logam
yang dimasukkan secara ke dalam pistol semprot. Kabel-kabel ini
kemudian diisi dan sebuah busur dihasilkan di antara mereka. Panas
dari busur ini melelehkan kawat yang masuk, yang kemudian
diterbangkan dalam jet udara dari pistol. Bahan baku lelehan yang
dititrasi ini kemudian diendapkan ke substrat dengan bantuan udara
terkompresi [33]. Wire Arc Spray terdiri dari empat bagian utama,
yaitu; 1) Spray gun digunakan untuk menembakan material yang telah
melebur kepada substrat 2) Air compressor berfungsi sebagai
pemercepat material 3) Blasting pot digunakan sebagai ruang garnet
saat persiapan blasting berlangsung 4) Thermal Arc Spray Machine
untuk mengalirkan arus listrik kepada kawat sehingga busur (Arc) dapat
terbentuk [32]. Diagram sistematik Wire Arc Spray ditunjukkan pada
gambar 2.14.
Gambar 2. 14 Prinsip kerja wire arc spray [33]
Gambar 2. 15 wire Arc Spray [33]
29
2.10.3.Kinetik
Jenis Thermal spray yang menggunakan sumber kinetik adalah Cold
Spray. Cold Spray adalah metode semprot yang relatif baru di mana partikel
serbuk padat biasanya logam, keramik, komposit, dan polimer dipercepat
dalam nozzle de Laval yang menyatu menuju substrat. Partikel-partikel serbuk
padat diendapkan pada substrat dengan kecepatan supersonik pada suhu kurang
dari titik leleh bahan serbuk. Jika kecepatan tumbukan melampaui batas kritis,
partikel serbuk mengalami deformasi permanen dan menempel pada
permukaan material. Manfaat utama cold spray dibandingkan dengan metode
Thermal spray lain adalah prosesnya menggunakan suhu rendah. Keuntungan
lain adalah tidak ada pembentukan oksida, porositas rendah (di bawah 1%),
konduktivitas termal dan listrik yang tinggi, kepadatan tinggi, lebih banyak
kekerasan lapisan, meningkatkan ketahanan aus, abrasi panas, kekuatan
dampak tinggi, oksidasi dan ketahanan korosi tinggi [33]. Aplikasi cold spray
mencakup pembuatan dan pemulihan di bidang aerospace, medis, kelautan,
elektronik, perbaikan mesin, otomotif, dan pabrik senyawa organik.
Sistematika proses Cold Spray ditunjukkan pada gambar 2.16.
Gambar 2. 16 Prinsip cerja cold spray a) high preassure gas suplly b) low preassure
gas suplly [33]
30
2.11. Fe-SEM (Field Emission -Scanning Electron Microscope)
Field Emission -Scanning Electron Microscope (Fe-SEM) adalah sebuah
mikroskop elektron yang didesain untuk melihat dan mengamati permukaan suatu
objek secara langsung. Pada pengujian Fe-SEM bahan yang akan diuji haruslah
berbentuk solid atau padat. Fe-SEM memiliki perbesaran 10 – 3.000.000 kali
perbesaran, depth of field 4-0,4 mm, dan resolusi sebesar 1 - 10 nm. Alat kerja Fe-
SEM sangat bermanfaat dalam dunia penelitian maupun industri. Fe-SEM memiliki
manfaat untuk mengetahui informasi berupa;
a) Topografi material, topografi material meliputi tekstur dan ciri-ciri
permukaan material.
b) Morfologi material, morfologi material yaitu termasuk bentuk, dan
ukuran partikel penyusun material. informasi ini juga berguna untuk
mengetahui komposisi unsur dan senyawa yang terkandung dalam
material.
c) Informasi kristalografi, berupa susunan butir material (konduktifitas,
sifat elektrik, dan sebagainya)
Prinsip kerja Fe-SEM pada dasarnya adalah menggambarkan permukaan
material dengan menggunakan berkas elektron yang dipantulkan dengan energi
tinggi. Permukaan material uji akan disinari berkas elektron yang kemudian akan
memantulkan kembali berkas elektron yang membawa informasi mengenai
permukaan material. berkas elektron yang terpantul kembali disebut juga bekas
elektron sekunder. Detektor kemudian akan mendeteksi berkas elektron
berintensitas tinggi yang dipantulkan oleh material. Skema pengujian menggunakan
Field Emission Scanning Electron Microscope ditunjukan pada Gambar 2.17.
31
Gambar 2. 17 Prinsip kerja Fe-SEM [35]
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian “Ketahanan Korosi Sistem Lapisan Al dan NiCrSi Dengan metode
Thermal spray” dilaksanakan pada bulan Februari s.d Juli 2020 dan bertempat di
Pusat Penelitain Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Penelitian secara
intensif dilakukan di Laboratorium High Resistance Material (HRM) Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Serpong.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
3.2.1 Bahan
Berikut bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini;
No Nama Bahan
1 Substrat baja karbon
2 Aluminium wire
3 Silikon wire
4 Nikel wire
5 Kromium wire
6 Resin epoxy
7 Aquades
8 Aseton
9 NaCl
3.2.3 Alat
Berikut alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini;
No Nama Alat
1 Timbangan digital
2 Jangka sorong
3 Dryer
4 Ultrasonic cleaner
5 Penggaris
6 Spatula
7 Pinset
8 Mounting cup
33
9 Clip
10 Plat besi
11 Abrasive paper
12 Polisher
3.3. Diagram Alir Penelitian
Proses penelitian yang berjudul “Ketahanan Korosi Sistem Lapisan Al dan
NiCrSi Dengan Metode Thermal spray” ini digambarkan dengan diagram alir yang
dapat dilihat pada Gambar 3.1.
34
Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian
35
3.4. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu; preparasi
sampel yang mencakup substrat dan material pelapis, proses Thermal spray, proses
uji korosi, uji karakterisasi, dan analisis hasil.
3.4.1. Preparasi Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu substrat baja karbon
rendah dan material pelapis aluminium dan paduan nikel kromium silikon.
Substrat baja karbon rendah terlebih dahulu dipersiapkan sebelum dilakukan
proses pelapisan. Tahapan ini perlu dilakukan agar pelapisan material
aluminium dalam substrat baja karbon rendah berhasil.
Substrat baja karbon dihaluskan sisi dan permukaannya menggunakan
abrasive paper dengan grade berturut-turut yaitu #100 #400 #600 #800 #1000
#1500. Proses pengamplasan ini menggunakan mesin polisher. Substrat baja
karbon yang telah selesai diamplas akan menunjukan permukaan yang
mengkilat seperti cermin. Setelah diamplas substrat di bersihkan menggunkana
mesin ultrasonic stirer. Larutan yang digunakan untuk membersihkan baja
karbon adalah aseton. Baja karbon dibersihkan sekitar 2-3 menit. Proses
preparasi substrat baja karbon pun selesai, dan sampel siap digunakan.
3.4.3. Proses Thermal spray
Proses Thermal spray dilakukan di Pt. Thermic yang bertempat di
Bekasi dengan menggunakan metode Thermal spray. Hal ini dilakukan
dikarenkan LIPI tidak memiliki fasilitas alat yang dibutuhkan untuk proses
thermal spray. Parameter Thermal Spray yang digunakan untuk melapisi
substrat dengan aluminium dan NiCrSi diinformasikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3. 1 Tabel parameter thermal spray
No Parameter Nilai
Aluminium
1 Jenis thermal spray TSA
2 Jenis material Wire
36
3 Tegangan 32 Volt
4 Arus 200 Ampere
5 Tekanan udara 5 bar
6 Jarak spray 15-30 cm
NiCrSi
1 Jenis thermal spray Wire arc spray
2 Jenis material Wire
3 Tegangan 32 Volt
4 Arus 170-180 Ampere
5 Tekanan udara 5 bar
6 Jarak spray 15-25 cm
Setelah dilakukan proses thermal spray, sampel yang telah terlapisi
kemudian dipotong menggunakan mesin pemotong besi. Masing-masing dari
plat dipotong menjadi dua spesimen kecil. Proses pemotongan sampel dapat
dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3. 2 Proses pemotongan plat
3.4.3. Uji Korosi
Sampel yang telah terlapisi selanjutnya dilakukan proses uji korosi.
Proses uji korosi dilakukan di Lab HRM Fisika Lipi. Proses uji korosi
dilakukan dengan perendaman didalam larutan NaCl 5% wt selama 48 jam.
Tahap persiapan dan pengujian korosi ditunjukkan oleh diagram dibawah ini.
37
Gambar 3. 3 Diagram alir proses uji korosi
Uji korosi diawali dengan membuat larutan NaCl 5% wt sebagai
lingkungan uji. Pembuatan NaCl 5% wt menggunakan 5 gram NaCl dan 100
ml aquades. Pertama, NaCl ditimbang sebanyak 5 gram kemudian dimasukkan
kedalam gelas beaker. Aquades diukur sebanyak 100 ml dan dimasukkan
kedalam gelas beaker yang sama. Aduk hingga NaCl larut dalam air. Larutan
dibuat sebanyak sampel yang digunakan dan ditutup dengan kertas para film.
Pada pengujian ini siklus perendaman sampel yang digunakan adalah 0
jam, 12 jam, 18 jam, 24 jam, 30 jam, 36 jam, 42 jam, dan 48 jam. Setiap siklus
sampel akan diangkat dikeringkan dan ditimbang untuk mengetahui perubahan
massanya. Selanjutnya sampel akan di dokumentasikan untuk melihat
perubahan visual yang terjadi selama proses pengujian berlangsung. Proses
pengujian dilakuakan didalam lemari asam. Hasil dari pengujian berupa tabel
perubahan massa sampel yang akan membentuk kurva perubahan massa.
38
Gambar 3. 4 Proses Uji Korosi
3.4.4. Karakterisasi
Pada penelitian ini, karakterisasi sampel menggunakan Fe-SEM. Alat
Fe-SEM yang digunakan merupakan Fe-SEM dengan tipe JIB-4610F Multi
Beam System. Pengujian dengan menggunakan Fe-SEM ditujukan untuk
mengetahui tampak permukaan sampel. Selain itu pengujian Fe-SEM juga
dilakukan untuk mengetahui struktur mikro, ukuran partikel dan juga
komposisi unsur pembentuk. Pengujian Fe-SEM pada sampel dilakukan
sebelum uji korosi dan juga setelah uji korosi pada lingkungan NaCl selama
48 jam untuk melihat perbedaan pada struktur mikro sampel. Sebelum
dilakukan karakterisasi sampel penampang melintang (cross section)
menggunakan Fe-SEM, sampel harus dilakukan preparasi terlebih dahulu
untuk memenuhi standar pengujian.
Preparasi sampel dilakukan dengan metode cup mounting. Langkah
pertama sebelum dilakukan cup mounting yaitu melakukan elektroplating
menggunakan elektroda tembaga (Cu) dan larutan Cu plating. Larutan Cu
plating serbuk CuSO4 (10%), H2SO4 (18%) dan aquades sebanyak 500 ml.
Kemudian dilakukan elektroplating kepada kedua sampel dengan rapat arus
100 mA/cm2 pada temperatur ruang. Hal ini dilakukan agar lapisan tidak
mengalami kerontokan saat proses mounting. Langkah selanjutnya, sampel
diletakkan melintang dan dijepit menggunakan clip. Sampel yang telah dijepit
menggunakan clip, diletakkan pada cup khusus, kemudian dimasukan resin
epoxy kedalam cup. Setelah sampel mengering, sampel dapat dikeluarkan
39
dari cup dan dilakukan proses amplas. Pengamplasan sampel menggunakan
abbrasive paper berukuran #150 #400 #800 #1000 dan #1500 menggunakan
mesin polisher manual. Setelah itu dilakukan proses pengamplasan
menggunakan alumina micropolisher dengan ukuran 1 μm dan 0.5 μm untuk
memastikan tidak ada scratch pada sampel.
Gambar 3. 5 Preparasi sampel Cross Section untuk karakterisasi FE-SEM
3.5. Variabel Penelitian
Variabel sampel yang digunakan pada penelitian ini ditunjukkan adalah sampel
#1 sebagai aluminium coating dan #2 sebagai CrSi coating. Sampel ditunjukkan
pada gambar 3.6
Gambar 3. 6 Sampel pelapisan a) FeAl dan b) FeNiCrSi
Variabel pengujian yang digunakan adalah;
a. Uji korosi menggunakan NaCl 5% dengan waktu 48 jam
b. Analisa struktur mikro sampel menggunakan FE-SEM
(a) (b)
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisa Visual Sampel
Analisa visual sampel dapat dilakukan dengan melihat dan mengamati sampel
secara langsung. Selama pengujian berlangsung, pengamatan secara visual dapat
dilakukan dengan mengamati sampel dalam setiap siklus pengujian korosi.
Keadaan visual yang diamati dapat berupa perubahan warna dan perubahan bentuk
sampel sebelum dan sesudah dilakukan uji korosi selama 48 jam dalam larutan
NaCl 5% wt. Perbandingan visual kondisi sampel sebelum dan setelah uji korosi
pada lingkungan NaCl ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4. 1 Analisa visual sampel lapisan FeAl dan FeNiCrSi sebelum dan sesudah uji
korosi
Nama Sampel Sebelum Uji Korosi Setelah Uji Korosi 48
jam
FeAl
FeNiCrSi
Pada tabel 4.1 diinformasikan mengenai penampakan sampel sebelum dan
setelah dilakukan uji korosi dalam 5% wt NaCl selama 48 jam. Pada sampel FeAl,
terlihat penampakan sampel sebelum dilakukan uji korosi memiliki warna abu-abu
metalik terang. Setelah dilakukan uji korosi, warna pada sampel FeAl tidak
41
memiliki perubahan. Bentuk sampel FeAl sebelum dan sesudah pun tidak
menunjukkan perubahan. Hal ini mengindikasikan, lapisan pelindung masih dalam
kondisi baik pada media 5% wt NaCl. Tidak ada perubahan warna dan bentuk juga
mengindikasikan lapisan mampu menghalangi oksigen terdifusi sehingga tidak
menimbulkan karat berwarna kecoklatan. Namun, jika diperhatikan sampel FeAl
setelah uji korosi memiliki permukaan yang lebih kasar daripada sebelum dilakukan
uji korosi. Hal ini sama seperti yang telah dilaporkan penelitian sebelumnya [6].
Pada tabel 4.1 sampel FeNiCrSi sebelum uji korosi memiliki warna abu-abu
yang lebih gelap dari sampel FeAl. Setelah dilakukan uji korosi pada lingkungan
NaCl selama 48 jam, terjadi perubahan pada warna sampel FeNiCrSi menjadi
sedikit lebih kekuningan terutama pada bagian atas dan bawah sampel. Perubahan
warna ini mengindikasikan adanya reaksi elektrokimia yang terjadi yaitu adanya
oksigen yang terdifusi kedalam lapisan NiCrSi. Sedangkan, bentuk maupun ukuran
sampel FeNiCrSi sebelum dan setelah uji korosi tidak menujukkan perubahan yang
signifikan. Berdasarkan hasil visual, tidak terdapat kerusakan berupa delaminasi
(pengelupasan) ataupun pitting corrosion pada logam [5]. Perubahan warna tanpa
disertai adanya delaminasi pada logam mengindikasikan reaksi yang dominan
terjadi saat logam berada pada lingkungan NaCl adalah reaksi anodis, dimana
logam mengalami proses oksidasi. Ini mengindikasikan terbentuknya produk korosi
yang merupakan oksida dari unsur logam [36]. Lapisan oksida yang terbentuk
diasumsikan sebagai lapisan pasif yang berperan sebagai penghalang difusi oksigen
kedalam logam [37].
Jika membandingkan hasil analisa visual antara kedua sampel, maka dapat
disebutkan bahwa sampel FeAl memiliki ketahanan lebih baik dari FeNiCrSi.
Dilihat pada tabel 4.1 dimana sampel FeAl tidak memiliki banyak perubahan
setelah pengujian dalam lingkungan NaCl. Sedangkan sampel FeNiCrSi
menunjukkan perubahan warna pada lapisan logam. Namun, pada dasarnya kedua
sampel bekerja cukup baik dalam menahan korosi pada lingkungan NaCl
ditunjukkan dengan tidak adanya delaminasi diantara kedua sampel.
42
4.2. Morfologi Permukaan Lapisan Sampel
Analisa morfologi permukaan (surface) sampel dilakukan dengan
menggunakan alat karakterisasi Fe-SEM (Field Emission -Scanning Electron
Microscope). Alat karakterisasi ini mampu memberikan informasi mengenai
topografi dan bentuk dari partikel penyusun sampel. Hasil pengujian Fe-SEM-
surface ditunjukkan pada gambar 4.1 hingga gambar 4.4.
Gambar 4. 1 Morfologi sampel FeAl sebelum uji korosi (a) perbesaran 500x (b)
perbesaran 5000x
Gambar 4. 2 Morfologi sampel FeAl sesudah uji korosi 48 jam (a) perbesaran 500x (b)
perbesaran 5000x
Gambar 4.1 menunjukkan hasil karakterisasi morfologi permukaan sampel
FeAl sebelum dilakukan uji korosi. Dapat dilihat secara jelas bahwa permukaan
sampel tidak merata dan morfologi sampel memiliki bentuk granular (butiran) yang
berukuran berbeda. Morfologi lapisan FeAl juga tidak padat (dense) dan terdapat
43
beberapa pores/defect pada permukaan sampel. Pores/defect terbentuk akibat
proses thermal spray yang menggunakan temperatur dan kecepatan tinggi untuk
mendeposisikan material ke substrat dan kemudian didinginkan dengan cepat pada
temperatur ruang. Hal ini menyebabkan udara atau oksigen terdifusi dan
membentuk splash zone berupa cacat pada sampel [5]. Ketika dilakukan perbesaran
5000 kali morfologi sampel FeAl sebelum uji korosi menunjukkan bahwa terdapat
bagian yang memiliki tekstur yang halus.
Gambar 4.2 Menunjukkan lapisan FeAl Setelah di lakukan uji korosi pada
lingkungan NaCl selama 48 jam. Permukaan sampel masih tidak homogen, namun
ukuran granular pada permukaan sampel semakin mengecil dan morfologi menjadi
lebih padat [6]. Setelah dilakukan perbesaran 5000 kali terlihat tekstur pada
permukaan menjadi lebih kasar. Tekstur permukaan yang lebih kasar ini
diasumsikan telah membuat sampel terlihat lebih kasar pada hasil pengamatan
visual. Hal ini seperti ditunjukkan pada penelitian sebelumnya [6]. Setelah uji
korosi pada lingkungan NaCl, metal oxide (logam oksida) terlihat pada permukaan
sampel [36]. Hal ini dikonfirmasi dengan pembacaan spektrum morfologi sampel,
ditemukan bagian yang memiliki element Al dan O didalamnya. Diasumsikan
bahwa telah terbentuk produk korosi berupa metal oxide Al2O3 pada lapisan setelah
dilakukan uji korosi pada lingkungan NaCl selama 48 jam. Lapisan oksida ini
memiliki peran menghalangi oksigen terdifusi lebih lanjut kedalam logam.
Gambar 4. 3 Morfologi sampel FeNiCrSi sebelum uji korosi (a) perbesaran 500x (b)
perbesaran 5000x
44
Gambar 4. 4 Morfologi sampel FeNiCrSi setelah uji korosi 48 jam (a) perbesarann 500x
(b) perbesaran 5000x
Gambar 4.3 Memperlihatkan morfologi sampel FeNiCrSi sebelum dilakukan
uji korosi. Dapat dilihat bahwa sampel memiliki bentuk yang tidak homogen.
Permukaan sampel juga tidak padat dan memiliki porosity yang ditunjukkan oleh
garis panah sama seperti sampel FeAl [39,40]. Namun, prorosity yang terbentuk
berukuran sangat kecil sehingga tidak akan membahayakan lapisan [8]. Gambar 4.4
menunjukkan morfologi sampel FeNiCrSi setelah uji korosi pada lingkungan NaCl.
Setelah dilakukan uji korosi, sampel FeNiCrSi memiliki morfologi yang lebih padat
dan rata [41,42]. Ukuran granula pada sampel juga semakin halus. Berdasarkan
pembacaan spektrum elemen, ditemukan produk korosi yang mengandung elemen
Cr dan O, serta Si dan O. Diasumsikan bahwa telah terbentuk metal oxide Cr2O3
dan SiO2 pada lapisan [41].
4.3. Analisa Penampang Melintang Lapisan Sampel
Analisa struktur mikro penampang lapisan pada sampel dilakukan dengan
melihat hasil pengujian Fe-SEM (Field Emission-Scanning Electron Microscope)
dengan hamburan BSE (Back Scattered Electron). Analisa penampang melintang
atau cross section ini bertujuan untuk mengetahui struktur lapisan, tebal lapisan,
jumlah layer sampel sebelum dan sesuah uji korosi. Analisi penampang melintang
ini meliputi karakterisasi dengan EDS-Mapping dan line analysis pada setiap
sampel uji.
45
4.3.1 Pemetaan Unsur Lapisan Sampel
EDS-mapping penampang melintang sangat berguna untuk mengetahui
pemetaan unsur pada sampel uji. Berikut ini hasil pemetaan unsur
menggunakan EDS pada lapisan seluruh sampel sebelum dan sesudah uji
korosi.
Gambar 4. 5 EDS-mapping unsur FeAl sebelum uji korosi
46
Gambar 4. 6 EDS-mapping unsur FeAl setelah uji korosi
Gambar 4.5 menunjukkan cross section backscattered electron image dan
EDS mapping dari sampel FeAl sebelum dilakukan uji korosi. Hasil EDS-
mapping menunjukkan pemetaan atau penyebaran unsur sesuai dengan warna
yang berbeda untuk memudahkan pengamatan. Warna kuning menunjukkan
area distribusi unsur aluminium (Al), warna hijau metalik menunjukkan area
persebaran unsur ferrum (Fe), dan warna hijau toska menunjukkan area
persebaran oksigen (O). Lapisan FeAl seperti yang terlihat pada gambar
memiliki dua layer. Layer yang memiliki warna lebih terang atau berada pada
susunan bawah adalah substrat baja karbon. Hal ini dikonfirmasi dengan
melihat pemetaan unsur pada layer yang berwarna hijau metalik atau hanya
memiliki unsur Ferrum (Fe) didalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa unsur Fe
dalam substrat tidak terdeposisi keluar dan bercampur dengan lapisan
diatasnya. Sedangkan unsur Al yang ditunjukkan dengan warna kuning
memenuhi layer atas atau layer yang berwarna lebih gelap. Lapisan aluminium
tersebar diatas permukaan substrat dengan ketebalan 235 μm. Tidak ada unsur
Al yang terdifusi masuk kedalam substrat. Pada hasil EDS-mapping unsur
aluminium juga menunjukkan aluminium tidak tersebar pada seluruh lapisan
coating. Jika melihat hasil morfologi penampang melintang sampel FeAl
dengan seksama, dapat dilihat jelas pada lapisan aluminium terdapat beberapa
bagian yang berwarna hitam. Sisi yang berwarna hitam pada lapisan ini diisi
oleh unsur oksigen. Unsur oksigen yang ditandai dengan warna hijau toska
tersebar secara tipis dalam lapisan aluminium. Oksigen yang masuk kedalam
lapisan aluminium ini dindikasikan sebagai porosity atau defect pada lapisan.
Diasumsikan oksigen terdifusi saat proses thermal spray dengan temperatur
47
tinggi berlangsung [43]. Dimana material pelapis diproyeksikan kepada
substrat dengan temperatur tinggi dan kemudian didinginkan dengan cepat
pada temperatur ruang. Inilah yang menyebabkan pada lapisan Al terdapat
oksigen yang menyebabkan porosity. Hal ini sama seperti yang telah
diinformasikan pada penelitian sebelumnya [5-8]. Porosity/defect ini juga
disebut oleh peneliti lain dengan sebutan splash zone. Splash zone ini berperan
memblok ion-ion agresive (H2O, Cl) saat terdifusi kedalam logam [7].
Gambar 4.6 menunjukkan hasil cross section backscattered electron image
dan EDS-mapping unsur sampel FeAl setelah uji korosi. Berdasarkan gambar
4.6 ditunjukkan bahwa lapisan FeAl setelah uji korosi memiliki dua layer
dengan layer Al coating sebesar 224 μm. Pengurangan nilai ketebalan lapisan
ini bukanlah merupakan akibat daripada uji korosi, melainkan pengambilan
gambar pada saat karaktaresisasi Fe-SEM yang berbeda, sehingga perbedaan
yang ditunjukkan tidak berbeda jauh. Lapisan FeAl setelah uji korosi memiliki
dua layer yang berwarna berbeda. Layer bawah berwarna abu-abu terang dan
layer Al coating berwarna abu-abu yang lebih gelap. Jika melihat pada EDS-
mapping unsur terlihat jelas perbedaan yang terjadi pada sampel setelah uji
korosi. Pada lapisan coating Al terdapat beberapa spot berbentuk garis atau
bulat yang berwarna lebih gelap dari sekitarnya. Spot-spot ini terisi oleh unsur
aluminium yang berwarna hijau toska dan oksigen yang ditunjukkan dengan
warna ungu. Diasumsikan bahwa spot yang berwarna abu-abu gelap ini
merupakan produk korosi yang terbentuk akibat adanya proses oksidasi dimana
oksigen terdifusi kedalam substrat. Oksigen yang terdifusi kedalam substrat
akan berinteraksi dengan unsur logam Al membentuk lapisan pasif yang
disebut dengan alumina (Al2O3). Hal ini diperkuat dengan adanya EDS-point
pada gambar yang menunjukkan adanya nilai point 24Al-74O. Oksida yang
berada didalam lapisan coating disebut juga dengan internal oxide. Pada
gambar 4.5 lapisan Al coating memiliki porosity (splash zone) yang terlihat
seperti lubang, namun setelah uji korosi porosity ini terisi oleh unsur oksigen
yang masuk saat proses oksidasi terjadi dan membentuk lapisan pasif Alumina.
Hal ini menjelaskan bahwa splash zone telah memblok oksigen dan
48
membentuk lapisan oksida. Pada layer kedua yang berwarna abu-abu terang,
terlihat bahwa ada unsur oksigen yang berhasil terdifusi kedalam substrat Fe.
Ditunjukan dengan adanya spot garis-garis halus berwarna lebih gelap pada
substrat. EDS-mapping unsur oksigen yang berwarna ungu tersebar secara
halus pada substrat yang berdekatan dengan daerah coating. Jika dilanjutkan,
oksigen akan terus masuk dan membuat laju korosi lapisan meningkat.
Gambar 4. 7 EDS-Mapping lapisan FeNiCrSi sebelum uji korosi
49
Gambar 4. 8 EDS-mapping unsur FeNiCrSi setelah uji korosi
Gambar 4.7 Menunjukkan hasil EDS mapping FeNiCrSi sebelum
dilakukan uji korosi. Warna hijau metalik menunjukkan unsur Ferrum (Fe)
warna ungu menunjukkan area persebaran unsur kromium (Cr), warna kuning
menunjukkan area persebaran unsur nikel (Ni) warna hijau toska menunjukkan
unsur oksigen (O), dan yang terakhir warna oranye menunjukkan persebaran
unsur silikon (Si). Setelah dilakukan proses pelapisan, terbentuk lapisan
pelindung NiCrSi dengan ketebalan 516 μm. Angka yang cukup tinggi untuk
sebuah pelapis. Hasil cross section penampang melintang sampel FeNiCrSi
memiliki tiga layer. Layer pertama berwarna abu-abu gelap, layer kedua
berwarna abu-abu yang sedikit lebih terang, dan layer yang berada paling atas
berwarna abu-abu paling terang. Melihat pada hasil EDS-Mapping unsur, layer
50
yang berwarna abu-abu gelap didominasi oleh unsur Ferrum (Fe) yang
merupakan element utama substrat sampel. Namun unsur Fe pada substrat tidak
merata dan padat, melainkan pada layer tersebut dapat dilihat oksigen dengan
persebaran warna hijau toska masuk kedalam substrat. Hal ini dikonfirmasi
oleh hasil morfologi penampang melintang sampel FeNiCrSi pada substrat
memiliki warna lebih gelap di beberapa bagian, dan terlihat bentuk yang
berbeda pada substrat yang berisi oksigen berbeda dengan substrat yang hanya
mengandung unsur Fe. Bagian substrat yang memiliki Oksigen yang terdifusi
kedalam terlihat lebih tidak teratur. Hal ini diasumsikan sebagai Oksigen yang
terdifusi kedalam substrat pada saat proses thermal spray dan terperangkap
didalamnya. Layer bagian tengah didominasi dengan unsur Cr dan Ni. Tercatat
berdasarkan EDS-pint pada layer tengah menunjukkan point 64Ni-29Cr-3Si-
3O. EDS-point ini menunjukkan atomic percent (at) % unsur yang mengisi
pada bagian sampel. Seperti yang terlihat, lapisan nikel-kromium (NiCr) tidak
terdifusi masuk kedalam substrat. Sama seperti lapisan aluminium, oksigen
terdifusi pada lapisan NiCr membuat lapisan ini memiliki beberapa titik hitam
gelap dalam morfologi penampang melintangnya. Pada morfologi penampang
melintang sampel FeNiCrSi ini, layer tiga atau layer paling atas didominasi
oleh unsur silikon (Si). Dimana pada gambar 4.7 ditunjukkan EDS-point layer
teratas yang tercatat yaitu 55O-33Si-7Cr.
Gambar 4.8 menunjukkan hasil cross section backscattered electron image
(BSE) dan EDS-mapping unsur sampel FeNiCrSi setelah uji korosi. Perbedaan
hasil cross section BSE sampel FeNiCrSi sebelum dan setelah uji korosi dapat
diamati dengan jelas. Jika pada gambar 4.7 lapisan yang kaya akan unsur Si
pada permukaan terlihat seperti terpisah layer dengan lapisan NiCr, setelah uji
korosi lapisan Si larut pada kromium yang membuat lapisan menyatu dalam
satu layer [44]. Hal ini dikarenakan adanya reaksi elektrokimia yang terjadi
sehingga merubah struktur mikro sampel. Diasumsikan unsur Si larut pada
lapisan NiCr selama reaksi elektrokimia berlangsung . Jika diperhatikan spot-
spot gelap pada lapisan setelah uji korosi terlihat lebih banyak. Spot-spot yang
berwarna gelap ini merupakan produk korosi akibat adanya reaksi elektrokimia
51
yang terjadi. Dapat dikatakan bahwa reaksi elektrokimia menyebabkan ion
logam larut dan berinteraksi dengan ion ion katoda (larutan elektrolit)
kemudian mengendap membentuk karat dipermukaan sampel. Hal ini juga
dapat disebutkan sebagai salah satu alasan mengapa sampel mengalami
perubahan warna seperti terlihat pada tabel 4.1.
4.3.2 Lapisan Oksida Permukaan Sampel
Kecepatan korosi sangat tergantung pada banyak faktor, misalnya adanya
atau terbentuknya lapisan pasif, lapisan tipis yang disebut dengan lapisan
oksida yang bersifat pasif terhadap oksigen maupun ion lainnya. Hasil reaksi
korosi yang berbentuk oksida akan menutupi permukaan logam, apabila
lapisan oksida tersebut menghalangi kontak logam lebih lanjut dengan
lingkungannya, seperti oksida dari Al, Cr, Ni, dan Zn, maka lapisan oksida
akan menghambat proses korosi [45]. Dimana lapisan ini terbentuk karena
adanya interaksi unsur ion logam dengan oksigen yang terdifusi kedalam
substrat. Biasanya, lapisan oksida akan terbentuk diatas permukaan sampel
yang menghalang oksigen terdifusi lebih lanjut kedalam sampel. Dimana
lapisan ini akan baik, jika lapisan pasif oksida yang terbentuk kontinu dan
memiliki ketebalan yang baik.
Pada kedua sampel, dilakukan pengamatan lebih lanjut pada lapisan oksida
yang terbentuk seperti ditunjukkan pada gambar 4.9 dan 4.10.
52
Gambar 4. 9 Lapisan Oksida sampel FeAl
53
Gambar 4. 10 Lapisan oksida sampel FeNiCrSi
Lapisan oksida yang terbentuk pada sampel FeAl ditunjukkan oleh gambar 4.9
(b). dapat dilihat bahwa lapisan oksida alumina (Al2O3) terbentuk diatas permukaan
54
sampel. Seperti yang terlihat pada gambar, lapisan oksida Al2O3 yang terbentuk
diatas permukaan gambar kontinu dengan ketebalan 2,34 μm. Lapisan ini kemudian
akan berperan sebagai pelindung/barrier yang menahan oksigen atau ion agresif
lainnya masuk kedalam sampel. Terbentuknya lapisan oksida diatas permukaan
sampel menunjukkan sampel memiliki good resistance corrosion dalam
lingkungan NaCl. Sedangkan sampel FeNiCrSi tidak menampilkan terbentuknya
lapisan tipis oksida yang kontinu diatas permukaan sampel seperti yang ditunjukkan
gambar 4.10 (b). Namun, ditemukan oksida berupa Ni-Cr-Si-O pada permukaan.
Diskontinuitas lapisan juga terlihat jauh lebih besar dari yang ditunjukkan sampel
FeAl. Sehingga dapat diketahui bahwa lapisan oksida pada sampel FeNiCrSi belum
sepenuhnya terbentuk secara sempurna dalam media korosif NaCl dengan rentang
waktu 48 jam.
4.3.3 Line Analysis Lapisan Sampel
Pengamatan struktur mikro penampang melintang sampel juga dapat
dilakukan menggunakan line analysis. Line analysis menunjukkan perubahan
elemen tertentu pada suatu daerah pada sampel. Line analysis pada sampel
sebelum dan sesudah uji korosi dapat memberikan informasi mengenai tata letak
sampel dan juga zona difusi elemen (diffusion zone).
Gambar 4. 11 Line Analysis Sampel sampel FeAl (a) sebelum uji korosi (b) setelah uji korosi
55
Gambar 4.11 (a) menunjukkan hasil line analysis sampel FeAl sebelum
dilakukan uji korosi. Terlihat jelas setelah dilakukan pelapisan, sampel
membentuk dua zona. Zona pertama menunjukkan lapisan berwarna abu-abu
yang lebih terang dari zona kedua. Zona pertama menunjukkan substrat yang
berisi unsur Fe dengan atomic percent (at%) sebesar 98,79%, sedangkan zona
kedua yang berwarna lebih gelap ini adalah lapisan aluminium dengan atomic
percent (at) sebesar 96,21%. Pada line Analysis, terlihat bahwa garis hijau
(unsur Fe) berada pada zona satu, dan garis berwarna kuning (unsur Al) berada
pada zona dua. Pada daerah perbatasan zona satu dan dua, tidak terlihat garis
hijau dan kuning melebur dan berinteraksi, melainkan garis hijau langsung
mengalami penurunan drastis pada zona dua. Hal ini membuktikan bahwa
unsur aluminium berada diatas permukaan substrat (zona dua) dan tidak
terdifusi kedalam substrat, ataupun unsur Fe tidak terdeposisi keluar menuju
lapisan aluminium. Hal ini sesuai dengan hasil EDS-Mapping sampel FeAl
yang digambarkan pada gambar 4.5 yang menunjukkan tidak ada unsur
aluminium dalam substrat dan sebaliknya tidak ditemukan unsur Fe pada
lapisan aluminium. Namun, jika melihat pada line analysis pada gambar 4.7
(a), tidak ditemukan lapisan interface intermetalik Fe-Al seperti dilaporkan
oleh penelitian sebelumnya [46]. Hal ini dapat dikarenakan metode pelapisan
yang berbeda.
Line analysis sampel FeAl setelah uji korosi ditunjukkan pada gambar 4.11
b. dapat dilihat dengan jelas perbedaan hasil sebelum dan setelah uji korosi,
yaitu adanya zona kedua yang merupakan zona difusi element (diffusion zone).
Dimana pada zona ini oksigen dan juga aluminium terdifusi kedalam substrat
dan berinteraksi dengan unsur Fe. Setelah dilakukan uji korosi atomic percent
(at %) oksigen bertambah menjadi 35% pada lapisan coating. Penambahan
atom oksigen dalam lapisan memperkuat penjelasan bahwa oksigen telah
terdifusi kedalaman logam selama prosesk korosi berlangsung. Jika berlanjut,
maka akan meningkatkan laju korosi pada sampel dan juga menimbulkan karat.
56
Gambar 4. 12 Line analysis sampel FeNiCrSi (a) sebelum uji korosi (b) sesudah uji
korosi
Pada gambar 4.12 (a) diperlihatkan hasil line analysis FeNiCrSi sebelum
dan setelah dilakukan uji korosi pada media NaCl selama 48 jam. Sebelum
dilakukan uji korosi, lapisan FeNiCrSi terdiri dari tiga zona. Dimana zona satu
diisi oleh unsur Fe sebesar at% 94,65%. Pada zona satu, terlihat garis biru yang
menunjukkan elemen oksigen (O) yang terperankap dalam substrat sebesar
36,7% atom. Dapat dikatakan bahwa oksigen telah terdifusi dan terperangkap
didalam substrat pada saat proses thermal spray berlangsung, sehingga dapat
ditemukan elemen oksigen didalam substrat. Hal ini sesuai dengan hasil
pemetaan unsur EDS-mapping yang ditampilkan pada gambar 4.7. Zona kedua
didominasi dengan unsur Ni sebesar 45,7 % Cr sebesar 33,95% atom dan unsur
O sebesar 27,7% atom. Zona tiga didominasi dengan unsur oksigen sebesar
64%, dan unsur Si sebesar 32,6%. Dapat diasumsikan telah terbentuk lapisan
SiO pada sampel setelah dilakukan pelapisan. Hal ini terjadi diakibatkan
adanya Oksigen yang terdifusi saat pengerjaan thermal spray dan berinteraksi
dengan logam kemudian membentuk lapisan logam pada permukaan.
Setelah dilakukan uji korosi, line Analysis menunjukkan adanya
perubahan. Dimana zona analysis berubah menjadi dua daerah. Lapisan yang
kaya akan unsur Si pada permukaan tidak lagi membentuk zona tersendiri. Hal
57
ini dapat dilihat pada line berwarma oranye yang menunjukkan element Si yang
tersebar tipis-tipis pada zona yang sama dengan elemen Cr. Sedangkan
berdasarkan line analysis, oksigen mulai terdifusi kedalam substrat. Terlihat
dari garis berwarna biru yang menunjukkan oksigen berada pada zona satu.
Berbeda dengan FeAl yang menampilkan adanya zona difusi, pada FeNiCrSi
tidak terdapat zona difusi dimana semua element Cr,Si, dan O terdifusi
kedalam substrat. Element unsur coating CrSi dan Fe berada pada zona
analysis berbeda. Hanya unsur oksigen saja yang terdifusi kedalam substrat.
Setelah uji korosi, At % unsur Ni menjadi sebesar 50%, Cr sebesar 30,8%, Si
sebesar 7 % dan unsur oksigen meningkat dalam lapisan sebesar 12,2%.
4.4. Kurva Perubahan Massa dan Laju Korosi
Pada proses uji korosi selama 48 jam dalam lingkungan NaCl 5% wt, diamati
mengenai perubahan massa pada sampel setiap siklus 12 jam, 18 jam, 24 jam, 30
jam, 36 jam, 42 jam dan 48 jam. Hasil data perubahan massa setiap siklus dapat
memberikan informasi mengenai kurva perubahan massa per satuan luas sampel.
Kurva ini berfungsi untuk melihat ketahanan korosi sampel terhadap media uji.
Kurva perubahan massa terhadap waktu pada sampel FeAl dan FeNiCrSi dapat
dilihat pada gambar 4.13.
Gambar 4. 13 Kurva Perubahan Massa Uji Korosi sampel lapisan
58
Pada gambar 4.13 diinformasikan perubahan massa selama uji korosi pada
lingkungan NaCl dalam temperatur ruang. Kurva yang terbentuk merupakan kurva
hubungan perubahan massa (mg/cm2) terhadap waktu (jam). Berdasarkan kurva
perubahan massa, kedua sampel FeAl dan FeNiCrSi mengalami kenaikan massa
pada media NaCl dengan selang waktu hingga 48 jam perendaman. Hal ini
dikarenakan kurva yang terbentuk berupa kurva linier. Namun, sampel FeNiCrSi
memiliki perubahan massa lebih tinggi dibanding sampel FeAl dalam setiap siklus
uji korosi. Jika diperhatikan, sampel FeAl dan FeNiCrSi mengalami kenaikan
perubahan massa drastis pada selang waktu 12 hingga 24 jam pertama. Kenaikan
perubahan massa maksimum pada kedua sampel terjadi pada selang waktu 24 jam.
Penambahan massa ini diindikasikan terjadi akibat adanya oksigen yang terdifusi
kedalam lapisan sehingga menambah berat pada logam. Setelah 24 jam pertama,
meski massa terus bertambah namun perubahan massa kedua sampel mengalami
kecenderungan menurun dibandingkan dengan perubahan massa pada 24 jam
pertama. Hal ini menunjukkan bahwa kadar oksigen yang terdifusi kedalam logam
semakin menurun dibanding sebelumnya. Penurunan kadar oksigen disebabkan
splash zone telah berhasil membloking ion-ion agresif yang masuk kedalam lapisan
dan membuat lapisan oksida yang bersifat pasif [6]. lapisan pasif ataupun produk
korosi yang terbentuk bertindak sebagai barrier/pelindung seperti Al2O3 [47].
Keadaan ini mengartikan lapisan mulai melindungi logam dari korosi sehingga
perubahan massa mengalami kecenderungan menurun dari sebelumnya. Data hasil
perubahan massa dapat memberikan informasi mengenai laju korosi (pada sampel).
Untuk itu secara teori, perubahan massa akan mempengaruhi kurva laju korosi yang
terbentuk. Kurva laju korosi ditunjukkan pada gambar 4.14.
59
Gambar 4. 14 Kurva laju Korosi terhadap waktu
Gambar 4.14 merupakan kurva hubungan laju korosi (mm/y) dengan waktu
(jam). Dimana garis berwarna merah menunjukan laju korosi pada sampel FeAl,
dan garis berwarna biru menunjukkan laju korosi sampel FeNiCrSi. Kurva yang
terbentuk pada kedua sampel berbentuk parabolik. Pada 24 jam pertama, laju korosi
pada kedua sampel mengalami kenaikan terus menerus. Berdasarkan pengamatan
visual yang ditunjukkan pada tabel 4.2, pada rentang waktu 12 jam hingga 24 jam
sampel FeNiCrSi tidak nampak perubahan yang signifikan pada kedua sampel. Hal
ini menandakan belum terbentuknya lapisan oksida yang mampu menahan korosi,
sehingga laju korosi yang dihasilkan tinggi [48]. Kemudian, pada siklus pengujian
selama 30 jam dalam lingkungan NaCl, sampel FeNiCrSi mulai menunjukan
adanya perubahan warna. Hal ini menandakan telah terjadi proses reaksi
elektrokimia didalam sampel yang memperngaruhi perubahan warna pada sampel.
Diasumsikan telah terbentuk lapisan oksida pada sampel FeNiCrSi pada rentang
waktu 30 jam yang mampu menghalangi difusi Oksigen lebih lanjut sehingga
menurunkan laju korosi. Sedangkan sampel FeAl pada siklus 12 hingga 24 jam
tidak memiliki perubahan yang signifikan. Namun, pada siklus 30 jam kurva laju
korosi sampel FeAl menunjukkan adanya penurunan.
60
Laju korosi pada kedua sampel mencapai titik maksimum pada rentang
waktu 24 jam, yaitu pada sampel FeAl sebesar 0,4524 mm/y dan pada sampel
FeNiCrSi sebesar 0,5160 mm/y. Setelah 24 jam pertama, laju korosi mengalami
penurunan terus menerus. Hal ini menandakan telah terbentuk lapisan pasif yang
mampu menahan difusi oksigen lebih lanjut, sehingga mampu menurunkan laju
korosi. Hal ini disebabkan telah tebentuknya lapisan pasif (lapisan oksida) yang
melindungi logam. Pernyataan ini dikonfirmasi pada gambar 4.2 yang
menunjukkan terbentuknya lapisan oksida pada permukaan sampel setelah uji
korosi 48 jam.
Tabel 4. 2 Analisa Visual sampel siklus 24 dan 30 jam
Nama Sampel Stelah uji korosi 24 jam Setelah Uji Korosi 30
jam
FeAl
FeNiCrSi
61
Larutan NaCl
Berdasarkan kurva laju korosi, kedua sampel memang cenderung
mengalami keadaan yang sama. Namun, jika dibandingkan sampel FeNiCrSi
memiliki laju korosi yang lebih tinggi daripada FeAl. Pada akhir pengujian selama
48 jam dalam media korosif NaCl didapatkan nilai laju korosi untuk FeAl sebesar
0,025 mm/y sedangkan untuk FeNiCrSi sebesar 0,33 mm/y. Hal ini menjelaskan
bahwa ketahanan korosi FeAl pada lingkungan NaCl lebih baik dibanding
FeNiCrSi.
62
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari hasil data dan pembahasan yang telah dijelaskan, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut;
1. Morfologi sampel FeAl dan FeNiCrSi setelah uji korosi pada lingkungan
NaCl mengalami perubahan menjadi lebih homogen dan padat. Namun
tekstur permukaan pada sampel FeAl menjadi lebih kasar, sedangkan pada
FeNiCrSi menjadi lebih halus. Terlihat lapisan oksida pada morfologi
kedua sampel setelah dilakukan uji korosi. Berdasarkan analisa visual dan
morfologi, FeAl menunjukkan ketahanan korosi lebih baik dibandingkan
FeNiCrSi. Dimana pada FeAl tidak terjadi perubahan warna maupun
bentuk, sedangkan pada FeNiCrSi sampel mengalami perubahan warna
menjadi sedikit kekuningan.
2. Struktur mikro penampang melintang sampel FeAl menunjukkan adanya
lapisan oksida yang terbentuk dengan ketebalan 2,34 μm, dan juga adanya
peningkatan atom oksigen setelah dilakukan uji korosi. Lapisan FeNiCrSi
setelah uji korosi pada media korosif NaCl belum menunjukkan
terbentuknya lapisan pasif oksida yang kontinu diatas permukaan sampel.
3. Perubahan massa dan laju korosi sampel FeNiCrSi pada lingkungan NaCl
menunjukkan angka lebih tinggi dari FeAl. Lapisan FeAl memiliki laju
korosi sebesar 0,025 mm/y sedangkan untuk FeNiCrSi sebesar 0,33 mm/y.
Hal ini menunjukkan lapisan FeAl memiliki ketahanan korosi lebih baik
dibanding FeNiCrSi pada lingkungan NaCl. Meski demikian, kedua lapisan
termasuk kedalam keadaan yang baik dalam hal ketahanan korosi pada
lingkungan korosif NaCl.
63
5.2. Saran
Berdasarkan pengalaman penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan
beberapa hal untuk penelitian selanjutnya dengan topik yang sama yaitu;
1. Dilakukan pengujian mekanik lainnya untuk membandingkan kekuatan
mekanik kedua sampel.
2. Dilakukan pada suhu ekstrim untuk melihat ketahanan korosi lebih lanjut
pada keadaan tertentu.
64
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Tjahjono, A. (2013). Fisika Logam dan Alloy. Jakarta: UIN JAKARTA
PRESS.
[2]. Cita, I. (2017). Pengaruh Komposisi Paduan dan Tebal Coating Pada
Proses Flame Sprayed Coating Serbuk ZN-AL Terhadap Laju Korosi
Baja Karbon di Lingkungan Air Laut. Surabaya: Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.
[3]. Utomo, B. (2009). jenis korosi dan penanggulangannya. KAPAL , vol 6
no 2.
[4]. Kim, B. K. (2013). High Temperature Oxidation of Low Carbon Steel.
Departement of Mining Metals and Material Engineering.
[5]. C. Tucker Robert, et.al. (2004). Thermal Spray Coating. journal. Surface
Engineering, 497-509.
[6]. Tung-Yuan Yung, et al. (2019). Thermal Spray Coatings of Al, ZnAl,
and Inconel 625 Alloys on SS304L for anti-Saline Corrosion .
MDPIjournal coatings, 1-12.
[7]. Han-Seung Lee, et al. (2016). Corrosion Resistance Properties of
Aluminum Coating Applied by Arc Thermal Metal Spray in SAE j2334
Solution with Exposure Periods . MDPI journal, 1-15.
[8]. Nataly Ce, et al. (2016). Thermal Sprayed ALuminum coating for the
Protection of Subsea Risers and Pipelines Carrying Hot Fluids . MDPI
Journals.
[9]. Muhamad Hafiz Abd Malek, et al . (2013). Performance and
Microstructure Analysis of 99,5% Aluminium Coating by Thermal Arc
Spray Technique. The Malaysian International Tribology Conference
2013 (pp. 558-565). Malaysia: ELSEVIER.
[10]. Lei SHAN, et al. (2016). Corrosion and wear behaviors of PVD CrN and
CrSiN coatings in seawater. Trans. nonferous metal Society of China ,
175-184.
[11]. Gapsari, F. (2017). Pengantar Korosi. Malang: UB Press.
65
[12]. Kamajaya. (2008). Fisika. In Kamajaya, Fisika (p. 53). Gafindo Media
Pratama .
[13]. Wulandari, A. (2011). Studi Ketahanan Korosi H2 Pada baja Karbon
Rendah yang Mengalami Canai Hangat 600 C. depok: Universitas
Indonesia.
[14]. Sumarji. (2012). Evaluasi Korosi Baja Karbon Rendah ASTM A36 Pada
Lingkungan Atmosferik di Kabupaten Jember. Jurnal Rotor, 44-51.
[15]. Antara, N. L. (2013). Pencegahan Akibat Terjadinya Karat Pada Pipa
Boiler. Jurnal Logic, 117-123.
[16]. American Society for Testing and Materials G31. (1999). Standar
parctice for laboratory immersion corrosion testing of metal.
[17]. Prameswari,Bunga. (2008). Studi Efektifitas lapisan Galvanis terhadap
ketahanan Korosi pada Baja ASTM A53 di Dalam Tanah (Underground
pipe). Depok. Universitas indonesia
[18]. A. Sahaya Raja, et.al. (2014). Corrosion Control by green slotuion-an
Overview. international Journal of Advanced Research in Chemical
Science (IJARCS), 10-21.
[19]. Anggraeni, N. (n.d.). Faraday dan Kelistrikan. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
[20]. HVOF. Available on: https://www.manufacturingguide.com/en/high-
velocity-oxygen-fuel-coating-hvof. juli 2018
[21]. Setiawan, S. W. (2018). Pengaruh Variasi Waktu Proses Anodizing
Terhadap ketebalan Lapisan Oksida dan Kekerasan permukaan
Aluminium . Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
[22]. Hatch, J. E. (1984). Aluminum : Properties and Physical Metallurgy.
Ohio: American Society For Metals.
[23]. Vargel, C. (2004). Corrosion of Aluminium . USA: Elsevier.
[24]. Wikipedia. Aluminium. 2016. available on : https://images-of-
elements.com/aluminium.php .Mei 2020.
[25]. Samuel, M. (2003). A new Technique for recycling Aluminium Scrap.
Journal of Materials Processing Technology, 117-124.
66
[26]. Wikipedia. Nikel. 2020. Available on :
https://en.wikipedia.org/wiki/Nickel. Juli 2020
[27]. Wikipedia. Chromium. 2010. Available on
https://en.wikipedia.org/wiki/Chromium#/media/File:Chromium_crysta
ls_and_1cm3_cube.jpg. Juli 2020
[28]. Wikipedia. Chromium. 2010. available on :
https://en.wikipedia.org/wiki/Chromium. Juli 2020
[29]. Berniyanti, T. (2018). Biomarker Toksisitas ; paparan logam Tingkat
Molekular. Surabaya: Airlangga University Press.
[30]. Wikipedia. Silikon. Available on ; https://en.wikipedia.org/wiki/Silicon
.Juli 2020
[31]. Simon Dwi Prasetyo, Edi Septe, Jovial Mahyoeddin. (2015). Jurnal
Teknik Mesin, Universitas Bung Hatta.
[32]. Malek, M. H. (2013). Thermal Arc Spray Overview. IOP Conference
Series : Materials Science and Engineering . IOP.
[33]. Rakesh Kumar & Santosh Kumar . (2018). Thermal Spray Coating : a
study. International Journal of Engineering Sciences & Research
Technology, 610-617.
[34]. Davis, J. R. (2004). Handbook of Thermal Spray Technology. In J. R.
Davis, Handbook of Thermal Spray Technology (p. 56). America: ASM
International.
[35]. Frontier Lab Inc. Principle of SEM.
https://sites.google.com/site/frontierlab2011/scannig-electron-
icroscope/principie-of-SEM . Juni 2020
[36]. Jodi, H. (n.d.). Karakterisasi Korosi Baja SS-430 Pada Lingkungan
NaCl. Serpong: Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir - BATAN.
[37]. Dian A, et al . (2015). Fenomena Korosi Zirkaloy-2 dan Zirkaloy-4dalam
Media Larutan NaCl Secara Elektrokimia . ISSN 0852-4777, 151-159.
[38]. Qiong Jiang, et al. (2014). Corrosion Behavior of Arc Sprayed Al-Zn-Si-
RE coatings on Mild Steel in 3,5 % NaCl Solution . Electrochimia Acta,
644-656.
67
[39]. Feng Cai, et al. (2010). Microstructure and Corrosion Behavior of CrN
and CrSiN Coatings. Journal of Materials Engineering and Performance,
721-727.
[40]. E. Celik, et al. (2003). NiCr coatings on stainless steel by HVOF
technique. Surface and Coatings Technology, 173-174.
[41]. Haixin Wang, et al. (2017). Structure, corrosion, and tribological
properties of CrSiN coatings with various Si content in 3,5% NaCl
solution. Wiley , 1-9.
[42]. C. Liu, et al . (2003). An electrochemical impedance spectroscopy study
of the corrosion behaviour of PVD coated steels in 0.5 N NaCl aqueous
solution: Part II. EIS interpretation of corrosion behaviour. Corrosion
Science 45 , 1257-1273.
[43]. Erfan Abedi Esfahani, et al. (2012). Study of Corrosion Behavior of Arc
Sprayed Aluminum Coating on Mild Steel . JTTEE5, 1195-1202.
[44]. Bih-Show Lou. (2019). High Temperature Oxidation Behaviors of CrNx
and Cr-Si-N Thin Films at 1000 C . coatings MDPI, 1-17.
[45]. Budiwati, R. (2019). Kimia Terapan. Bandung: Itenas.
[46]. Purnamasari. (2018). Ketahanan Oksidasi Lapisan ALuminium Pratical
Grade dan Aluminium scrap pada baja karbon menggunakan metode
pack cementation . Ciputat: UIN Jakarta.
[47]. R.M Rodriguez, et al . (2007). Comparison of Aluminum Coatings
Deposited by Flame Spray and by Electric Arc Spray . Surface Coating
Technology , 172-179.
[48]. Dyah Sawitri, et al. (2006). Pengaruh Tebal Lapisan Sealants Terhadap
Laju Korosi Atmosferik Lingkungan Asam Sulfat Pada Pelat Logam
Badan Mobil . Jurnal Sains Materi indonesia, 12-17.
68
LAMPIRAN
1. Tabel perubahan massa
Durasi percobaan
FeAl FeNiCrSi
NaCl 3,5 wt % NaCl 3,5 wt %
p= 1.855 p= 0.885
l= 1.32 l= 0.831
t= 0.165 t= 0.222
A= 5.94495 A= 2.232774
0 2,449.00000 1,124.00000
12 2,449.78000 1,124.93000
18 2,452.88000 1,125.48000
24 2,454.79000 1,126.48000
30 2,454.85000 1,126.64000
36 2,455.05000 1,126.68000
42 2,455.21000 1,126.94000
48 2,455.55000 1,127.18000
Mass change mg/cm2
Waktu FeAl FeNiCrSi
0 0.000000000 0.000000000
12 0.131203795 0.416522228
18 0.652654774 0.662852577
24 0.973935862 1.110725940
30 0.984028461 1.182385678
36 1.017670460 1.200300613
42 1.044584059 1.316747687
48 1.101775456 1.424237294
69
2. Tabel laju korosi
Waktu FeAl
(mm/y) FeNiCrSi (mm/y)
0
12 0.121898 0.386979
18 0.404242 0.410558
24 0.452428 0.515972
30 0.365693 0.439408
36 0.315163 0.371722
42 0.277284 0.349529
48 0.255907 0.330804
3. Alat
no nama alat gambar fungsi
1 Timbangan
digital
untuk menimbang sampel
2 Jangka sorong
untuk mengukur dimensi sampel
3 Dryer
untuk mengeringkan sampel
70
4 Ultrasonic cleaner
untuk membersihkan sampel dari pengotor yang tak
terlihat
5 Penggaris
untuk proses dokumentasi
6 Spatula
untuk mengambil serbuk NaCl
7 Pinset
untuk menjepit sampel
8 Mounting cup
untuk proses cup mounting
71
9 Abrasive paper
untuk mengamplas sampel
10 Polisher
mesin pengamplas
11 timbangan
powder
untuk menimbang serbuk NaCl
12 Gunting
untuk memotong
13 gelas ukur
untuk mengukur bahan yang cair
72
14 gelas beaker
untuk menaruh larutan NaCl
15 pinset plastik
untuk menjepit sampel saat proses uji korosi
16 ph kertas
untuk mengukur Ph larutan
17 mesin potong
untuk memotong plat
73
4. Bahan
No nama bahan gambar fungsi
2 resin epoxy
untuk proses cup mounting.
Melindungi sampel saat dilakukan uji
karakterisasi
3 pengencer resin
pengencer resin untuk proses cup
mounting
4 NaCl
untuk membuat larutan NaCl 5% wt
5 Aquades
Sebagai pelarut NaCl untuk membuat
larutan NaCl 5% wt