PROGRAM SOCIAL EMOTIONAL LEARNING SEBAGAI UPAYA...
Transcript of PROGRAM SOCIAL EMOTIONAL LEARNING SEBAGAI UPAYA...
PROGRAM SOCIAL EMOTIONAL LEARNING
SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN KARAKTER TANGGUNG
JAWAB PESERTA DIDIK DI SEKOLAH DASAR
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi syarat
mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Lu’lu’a Farah Adiba
NIM: 11160183000021
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020 M / 1441 H
i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi dengan judul Program Social Emotional Learning Dalam Upaya
Pembentukan Karakter Tanggung Jawab Peserta Didik di Sekolah Dasar yang
disusun oleh Lu’lu’a Farah Adiba, NIM. 11160183000021. Jurusan Pendidikan
Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah
sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan fakultas.
Bojongsari, 05 Juni 2020
Yang mengesahkan,
Pembimbing
Asep Ediana Latip, M., Pd
NIP. 198106232009121003
ii
LEMBAR PENGESAHAN ILMIAH
PROGRAM SOCIAL EMOTIONAL LEARNING
DALAM UPAYA PEMBENTUKAN KARAKTER TANGGUNG
JAWAB PESERTA DIDIK DI SEKOLAH DASAR
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi syarat
mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Lu’lu’a Farah Adiba
NIM. 11160183000021
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
Asep Ediana Latip, M., Pd
NIP. 198106232009121003
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020 M / 1441 H
iii
UJI REFERENSI
Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi yang berjudul Program
Social Emotional Learning Dalam Upaya Pembentukan Karakter Tanggung
Jawab Peserta Didik di Sekolah Dasar yang disusun oleh Lu’lu’a Farah Adiba,
NIM. 11160183000021. Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universtas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Telah diuji kebenarannya oleh dosen pembimbing skripsi.
Bojongsari, 05 Juni 2020
Dosen Pembimbing,
Asep Ediana Latip, M., Pd
NIP. 198106232009121003
iv
v
ABSTRAK
Lu’lu’a Farah Adiba (11160183000021) Program Social Emotional Learning
Dalam Upaya Pembentukan Karakter Tanggung Jawab Peserta Didik di
Sekolah Dasar.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Program Social Emotional
Learning dalam upaya pembentukan karakter tanggung jawab di sekolah dasar.
Pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode yang digunakan
library research didukung dengan metode field research. Teknik pengumpulan data
menggunakan dokumen, catatan penelitian, dan wawancara. Instrumen dalam
penelitian ini adalah daftar check list dokumen, catatan, dan pedoman wawancara.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan content analysis. Hasil Penelitian
menunjukkan Program Social Emotional Learning dapat membentuk karakter
tanggung jawab peserta didik di sekolah dasar. Hal ini dapat diperoleh dengan
tumbuhnya social awareness, self management, self awareness, responsible decision
making, dan relationship skill setelah Program Social Emotional Learning
dilaksanakan. Program Social Emotional Learning efektif dalam pembentukan
karakter tanggung jawab dengan menggunakan pendekatan yang terdiri dari Explicit
SEL Instruction, Teacher Instructional, dan Integrated with curriculum areas.
Didukung dengan beberapa strategi yaitu PATH, RC Approach, 4Rs,dan RULER.
Kata kunci: Social Emotional Learning, Karakter Tanggung Jawab, Library
Research
vi
ABSTRACK
Lu’lu’a Farah Adiba (11160183000021) Social Emotional Learning Program for
Building Responsible Character of Students in Elementary School
The aim of this research was describe Social Emotional Learning Program for
Building Responsible Character of Students in Elementary School. The approach for
this study was qualitative. The main method of this study was library research that
supported with field research. The researcher collected the data from document,
research notes, and interview. The Instruments of this research were document check
list, notes, and interview guidelines. Data analysis was achieved through a content
analysis technique. The results showed that the Social Emotional Learning Program
can build responsible character of students in elementary school. It can be obtained
by growing social awareness, self management, self awareness, responsible decision
making, and relationship skill after implementing The Social and Emotional Program.
The Social and Emotional Program was effective to build the responsibility character
by using some approaches there were Explicit SEL Instruction, Teacher Instructional,
and Integrated with curriculum areas that supported by several strategies between
PATH, RC Approach, 4Rs,and RULER.
Keywords: Social Emotional Learning, Responsible Character, Library Research
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur mari kita panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat,
karunia serta kasih sayang – Nya skripsi ini yang berjudul berjudul “Implementasi
Program Social Emotional Learning dalam Upaya Pembentukan Karakter
Tanggung Jawab Pada Peserta Didik di Sekolah Dasar” dapat terselesaikan.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi terakhir, penutup para Nabi
yaitu Nabi Muhammad SAW.
Penyusunan skripsi ini tidak luput dari doa, bimbingan, dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yaitu:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A., selaku Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Sururin, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
3. Asep Ediana Latip., M.Pd., selaku Ketua Prodi Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah, sekaligus sebagai dosen pembimbing skripsi yang senantiasa
mengingatkan dan mengarahkan dalam proses pembuatan skripsi ini.
4. Dr. Siti Masyitoh, M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan nasehat, bimbingan, serta apresiasinya.
5. Segenap dosen Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah yang telah
memberikan nasehat, motivasi, apresiasi, dan semangatnya hingga dapat
menginspirasi saya melalui banyak hal.
6. Siti Zubaidah, S.Pd., M.Si., selaku Kepala Sekolah Dasar Kharisma Bangsa
yang dengan tangan terbuka menerima saya untuk melakukan wawancara
penelitian.
7. Ibu saya, Ida Farida sebagai salah seorang yang paling berjasa dalam hidup
saya. Kesabarannya, perhatiannya, dan doa – doanya yang tidak akan pernah
bisa terbalaskan.
viii
8. Kakak saya Galang Rayza Aditya dan adik saya Cheryl Sylfia Fatin,
terimakasih telah menjadi saudara yang kompak dan saling menginspirasi.
9. Teman – teman Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, terkhusus Khansa
Affifah Firdaus yang telah menyemangati saya dalam meraih cita – cita.
10. Teman – teman KKN Bersama Desa Parik Sabungan, Sumatera Utara,
terimakasih karena telah menjadi keluarga yang saling peduli satu sama lain.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tak luput dari kekurangan. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan agar skripsi ini dapat mendekati
kata sempurna. Sehingga skripsi ini dapat menjadi sumber literasi dan wawasan
tentang keadaan sosial dan emosional serta karakter tanggung jawab pada peserta
didik di Sekolah Dasar.
Jakarta, 05 Juni 2020
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ........................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN KARYA ILMIAH ................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN UJI REFERENSI .................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI ................................................ iv
ABSTRAK ............................................................................................................ v
ABSTRACK ........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................... 7
C. Pembatasan Masalah .................................................................................. 7
D. Rumusan Masalah ...................................................................................... 8
E. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 8
F. Manfaat Penelitian...................................................................................... 8
BAB II KAJIAN TEORI ................................................................................... 10
A. Program Social Emotional Learning ..................................................... 10
1. Definisi Social Emotional Learning .................................................... 10
2. Landasan Teori Penerapan Program Social Emotional Learning ......... 13
a. Landasan Social Learning Albert Bandura ................................... 13
x
b. Landasan Perkembangan Moral Lawrance Kohlberg .................... 15
3. Perkembangan Program Social Emotional Learning ........................... 18
4. Pendekatan Penerapan Program Social Emotional Learning................ 20
5. Strategi Penerapan Program Social Emotional Learning ..................... 21
6. Kompetensi Program Social Emotional Learning ................................ 24
a. Self Awareness ............................................................................. 24
b. Self Management .......................................................................... 26
c. Social Awareness ......................................................................... 27
d. Relationships Skills ...................................................................... 28
e. Responsible Decision Making ....................................................... 30
7. Urgensi Program Social Emotional Learning Bagi Peserta Didik ........ 31
8. Manfaat Program Social Emotional Learning Bagi Peserta Didik ...... 33
B. Karakter Tanggung Jawab ..................................................................... 38
1. Definisi Karakter Tanggung Jawab ...................................................... 38
2. Ciri – ciri Karakter Tanggung Jawab ................................................... 41
3. Indikator Karater Tanggung Jawab ...................................................... 42
4. Tahapan Pembentukan Karakter ........................................................... 43
C. Hasil Penelitian yang Relevan ................................................................. 45
D. Kerangka Berpikir .................................................................................. 49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian ..................................................................... 50
B. Metode Penelitian ..................................................................................... 51
C. Fokus Penelitian ....................................................................................... 52
D. Prosedur Penelitian .................................................................................. 53
xi
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Hasil Analisis Kritis Deskriptif ............................................... 55
1. Self Awareness Dalam Pembentukan Karakter Tanggung Jawab ............. 55
2. Self Management Dalam Pembentukan Karakter Tanggung Jawab ......... 56
3. Social Awareness Dalam Pembentukan Karakter Tanggung Jawab ......... 57
4. Relationships skills Dalam Pembentukan Karakter Tanggung Jawab ...... 58
5. Responsible Decision Making Dalam Pembentukan Karakter Tanggung
Jawab ..................................................................................................... 59
B. Temuan Hasil Analisis Kritis Komparatif ............................................. 67
1. Komparasi Kurikulum ........................................................................ 68
2. Komparasi Fokus Kajian ..................................................................... 70
3. Komparasi Strategi ............................................................................. 72
4. Komparasi Cakupan Integrasi ............................................................. 75
C. Interpretasi Hasil Analisis ...................................................................... 79
D. Pembahasan ............................................................................................ 81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................................................. 85
B. Implikasi ................................................................................................. 86
C. Saran ....................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 88
LAMPIRAN – LAMPIRAN .............................................................................. 92
BIODATA PENULIS ........................................................................................145
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 5 Kompetensi Dasar SEL ................................................................. 31
xiii
DAFTAR TABEL
3.1 Tabel Perencanaan Penelitian ......................................................................... 44
4.1 Tabel Komparasi Strategi dalam Program PPK Integrasi K13 dan Program
Social Emotional Learning ............................................................................ 68
4.2 Tabel Komparasi Fokus Kajian Program PPK Integrasi K13 dan Program
Social Emotional Learning ............................................................................ 71
4.3 Tabel Komparasi Strategi dalam Pelaksanaan Program PPK Integrasi K13 dan
Program Social Emotional Learning.............................................................. 73
4.4 Tabel Komparasi Cakupan Integrasi Program PPK Integrasi K13 dan Program
Social Emotional Learning ............................................................................ 78
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 01 Surat Bimbingan Skripsi ................................................................. 92
Lampiran 02 Surat Permohonan Izin Penelitian .................................................... 93
Lampiran 03 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ................................ 94
Lampiran 04 Surat Keterangan Validasi Instrumen .............................................. 95
Lampiran 05 Kisi – Kisi Instrumen Penelitian ...................................................... 96
Lampiran 06 Pedoman Wawancara 01 ................................................................. 97
Lampiran 07 Transkrip Wawancara 01 ................................................................. 98
Lampiran 08 Pedoman Wawancara 02 ................................................................101
Lampiran 09 Transkrip Wawancara 02 ................................................................102
Lampiran 10 Pedoman Wawancara 03 ................................................................105
Lampiran 11 Transkrip Wawancara 03 ................................................................106
Lampiran 12 Pedoman Wawancara 04 ................................................................109
Lampiran 13 Transkrip Wawancara 04 ................................................................110
Lampiran 14 Instrumen Check List Dokumen .....................................................114
Lampiran 15 Catatan Penelitian 01 ......................................................................119
Lampiran 16 Catatan Penelitian 02 ......................................................................121
Lampiran 17 Catatan Penelitian 03 ......................................................................122
Lampiran 18 Catatan Penelitian 04 ......................................................................123
Lampiran 19 Catatan Penelitian 05 ......................................................................125
Lampiran 20 Catatan Penelitian 06 ......................................................................127
Lampiran 21 Uji Referensi ..................................................................................128
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia saat ini mengalami perubahan yang begitu luar biasa. Pada era
Revolusi Industri 4.0 saat ini kemajuan teknologi berkembang dengan sangat
pesat. Informasi dari segala sumber dapat dengan mudah diakses melalui layar-
layar gawai. Secara tidak langsung hal ini sangat berpengaruh pada dunia
pendidikan. Peserta didik harus disiapkan untuk dapat menerima informasi yang
tepat. Selain itu juga peserta didik tidak hanya dituntut untuk menguasai
kompetensi inti mata pelajaran saja, tetapi mereka juga dituntut untuk dapat
menguasai keterampilan abad ke-21. Keterampilan-keterampilan tersebut
diantaranya yaitu kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, kreatif,
komunikasi, kolaborasi, mengenali dan menyikapi keberagaman fenomena sosial
budaya, dan lain sebagainya.1
Berbagai fasilitas pendidikan dan materi pengajaran harus segera
disesuaikan agar peserta didik mampu mempersiapkan diri untuk mengahadapi
revolusi selanjutnya. Penanaman sikap dan karakter juga penting untuk
dilakukan sejak dini hal ini supaya peserta didik memiliki nilai karakter yang
baik sehingga dapat mencapai tujuan dari proses pendidikan. Salah satu dari nilai
pendidikan karakter yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2017
adalah tanggung jawab. Selain itu juga tujuan pendidikan nasional yang tertera
dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 menyebutkan tanggung jawab
sebagai aspek yang dijadikan salah satu tujuan pendidikan. Tanggung jawab
merupakan sikap siap seseorang untuk menerima tugas dan segala akibatnya.
Maka dari itu karakter tanggung jawab menjadi hal yang sangat penting untuk
1 Laura Greenstein, Assesing 21
st Century Skills: A Guide to Evaluation Mastery and
Authentic Learning, (California: Conwin,2012), h. 7.
2
diajarkan sejak dini, mengingat manfaat dari karakter tanggung jawab yang akan
dirasakan seumur hidup.
Ketika nilai tanggung jawab pada peserta didik mulai luntur maka berbagai
masalah akan muncul. Salah satunya adalah tindakan indisipliner peserta didik
seperti mengabaikan perintah guru, hingga tindakan agresi yang dilakukan
peserta didik. Tindakan agresi yang terjadi bisa dalam bentuk verbal maupun
fisik. Agresi dalam bentuk verbal diantaranya yaitu menghina, mengejek,
mengancam, membentak, dan sebagainya. Sebagai contoh nyatanya yaitu video
viral pada tahun 2019 yang menunjukkan peserta didik sekolah dasar memaki
gurunya saat diintrogasi. Kejadian ini berlangsung di salah satu sekolah dasar di
Surabaya.2 Agresi dalam bentuk lainnya yaitu agresi fisik seperti memukul,
mendorong, menendang, mencubit, dan lain sebagainya. Hal ini terjadi di salah
satu Sekolah Dasar di Kudus, Jawa Tengah pada tahun 2017. Seorang peserta
didik dipukuli oleh 9 temannya di kelas.3 Tindakan tidak bertanggung jawab
tersebut merupakan salah satu akibat dari rendahnya kesadaran peserta didik
tentang tanggung jawabnya sebagai pelajar. Selain itu pengabaian tanggung
jawab juga akan menimbulkan masalah-masalah baru seperti tindakan intimidasi
dan rendahnya prestasi belajar.
Menurut tahap perkembangan emosionalnya peserta didik sekolah dasar
memiliki karakteristik mulai belajar dan mengontrol ekspresi. Anak-anak pada
usia ini juga sudah mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi tidak boleh
sembarangan. Misalnya emosi kasar yang tidak diterima di masyarakat.
Perkembangan sosial pada peserta didik sekolah dasar ditandai dengan adanya
perluasan hubungan. Tidak hanya pada keluarga tetapi juga mulai membentuk
2 Tim Redaksi Pojoksatu.id, Dindik Klarifikasi Kasus Siswa Tendang Guru dan
Bocah SD Bentak Guru, Pojoksatu.id/news, (diakses pada: 27/04/20 19.50 WIB). 3 Dahyal Akbar, Siswa SD Dipukuli 9 Temannya Saat Jam Pelajaran Berlangsung,
cnnidonesia.com, (diakses pada: 27/04/20 20.00 WIB).
3
ikatan baru dengan teman sebaya atau teman sekelas. Pada tahap ini juga peserta
didik mulai mampu menyesuaikan dirinya (egosentris) kepada sikap bekerja
sama (kooperatif), dan sikap saling peduli atau memerhatikan kepentingan orang
lain (sosiosentris). Selanjutnya dari aspek perkembangan moralnya peserta didik
sekolah dasar sudah mulai mampu mengikuti aturan yang ada pada lingkungan
keluarga dan sekitarnya. Pada akhir usia 11 atau 12 tahun peserta didik sudah
dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Selain itu juga peserta
didik mulai mampu untuk mengasosiasikan setiap bentuk perilaku benar salah
atau baik dan buruk.4
Selain dari perkembangan emosional, moral dan sosialnya peserta didik
sekolah dasar juga menunjukkan sifat-sifat yang khas. Sifat khas yang dilakukan
oleh peserta didik sekolah dasar tingkat kelas rendah diantaranya adalah;
cenderung untuk memuji diri sendiri, membandingkan dirinya dengan orang lain,
jika tidak menyelesaikan soal maka soal itu dianggap tidak penting,
menginginkan nilai yang baik tanpa mengingat prestasinya. Sedangkan sifat khas
yang ditunjukkan peserta didik kelas tinggi yaitu menunjukkan minat kepada
kehidupan sehari-hari yang praktis, realistik, ingin tahu, dan ingin belajar, gemar
membentuk teman sebaya.5
Berdasarkan tugas perkembangan dan sifat khas yang dilakukan oleh peserta
didik sekolah dasar yang sudah dijelaskan di atas maka peserta didik pada usia
sekolah dasar sangat membutuhkan bimbingan agar tugas perkembangan sosial,
emosional dan moralnya tercapai. Karena hal-hal tersebut dapat menjadi pondasi
yang kuat pada kehidupan di masa yang akan datang untuk membentuk pribadi
yang baik. Selain itu juga keterampilan sosial, emosional dan moral yang
diarahkan dengan baik akan menghindarkan peserta didik dari perilaku negatif.
4 Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, (Kencana:
Jakarta, 2013) h. 74 – 76. 5 Maliki, Bimbingan Konseling di Sekolah Dasar, (Kencana: Jakarta, 2016) h. 57 – 56
4
Sejalan dengan hal tersebut penelitian yang dilakukan oleh Mario Piacentini
berdasarkan data PISA 2015 mendapati hasil bahwa negara yang tergabung
dalam Organisation for Economic Co - Operation and Development (OECD)
rata-rata 4% peserta didik melaporkan bahwa mereka dipukuli atau didorong dan
8% melaporkan bahwa mereka adalah korban dari rumor buruk. Hal ini
mempengaruhi kinerja peserta didik menjadi lebih buruk dari pada di sekolah
yang tingkat intimidasinya lebih rendah. Selain itu juga dari 54 negara pada
penelitian ini 42% menunjukkan perilaku intimidasi di sekolah berpengaruh pada
penurunan prestasi akademik.6
Penelitian berikutnya datang dari Australia menurut lembaga Murdoch
Children's Research Institute's Childhood to Adolescents Transition Society
(CATS) dalam America News ABC yang meneliti 1.000 murid di Australia,
yaitu murid dengan usia 8-9 tahun pada tahun 2017. Hasilnya sejumlah murid
sekolah dasar memiliki gangguan perilaku berupa mengamuk dan berkelahi
tertinggal selama 12 bulan dalam hal akademis.7
Selanjutnya penelitian di
Indonesia tentang gangguan dan emosi yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementrian Pendidikan Indonesia di empat provinsi dengan
jumlah sampel sebanyak 696 peserta didik didapati hasil bahwa peserta didik
dengan nilai rapor yang rata-ratanya di bawah 6,0 sebanyak 33% dinyatakan
mengalami gangguan emosi dan perilaku.8
Karakter tanggung jawab dapat menjadi sebuah alat untuk menghindari
perilaku negatif seperti tindakan pengabaian, agresi verbal maupun fisik.
Karakter tanggung jawab juga sangat erat hubungannya dengan keadaan sosial
6 Safinatunnajah, Rahmawati, Bullying and Student Achievment Trend Analysis of
PISA 2012 – 2015 Results, Proceeding Book of 1st International Conference on Education
Assesment and Policy, Vol 1, h. 55 – 60. 7 David Taylor, Primary School Boys Increasingly Exbihiting Emotional and
Behavioural Problem Study Shows, Diakses Dari https://www.abc.net.au/, Pada Tanggal
23/02/2020, Pukul 20. 59 WIB 8 Aini Mahabbati,
Identifikasi Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku di Sekolah
Dasar, Jurnal Pendidikan Khusus, Vol 2, No. 2, h. 1 – 14
5
dan emosional peserta didik. Peserta didik dapat mengimplementasikan karakter
tanggung jawabnya dengan baik sejalan dengan keterampilan sosialnya.
Keterampilan emosional yang dimiliki oleh peserta didik juga akan mendukung
peserta didik untuk dapat menerima, mengolah dan mengeluarkan emosi dengan
cara yang tepat sehingga peserta didik dapat membuat keputusan yang
bertanggung jawab.
Pada umunnya sekolah lebih fokus pada penguatan mata pelajaran sehingga
tidak cukup untuk memfasilitasi kebutuhan peserta didik mengenai pembelajaran
tentang kehidupan sosial dan bagaimana merespon emosi sebagai bagian dari
pembentukan karakter tanggung jawab. Sedangkan peserta didik yang belum
memahami bagaimana cara yang baik untuk menjadi makhluk sosial dan
merespon segala bentuk emosi dalam diri mereka sangat memerlukan bimbingan
dan pengetahuan mengenai hal tersebut.
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan pada ketua departemen Social
Emotional Learning SD Kharisma Bangsa, Pondok Cabe Tangerang Selatan.
Beberapa tingkah laku peserta didik yang bertolak belakang dengan karakter
tanggung jawab terjadi di sekolah ini. Seperti tindakan agresi verbal, contohnya
peserta didik memotong pembicaraan guru, berteriak, dan berkata kasar. Selain
agresi bentuk fisik seperti mendorong teman sebayanya. Data lain yang diperoleh
dari wawancara tersebut yaitu, Program Social Emotional Learning ini dianggap
membantu para guru untuk mendapatkan ruang agar mereka dapat memberi
pemahaman kepada peserta didik mengenai aspek sosial yang harus dimiliki dan
pengaturan emosi yang harus dipahami oleh peserta didik sehingga dapat
membantu guru dalam rangka pembentukan karakter tanggung jawab.9 Melalui
Social Emotional Learning (SEL) peserta didik tidak hanya diajarkan mengenai
9 Wawancara dengan Ozlem A. K, pada tanggal 27 November 2019, Tempat: SD
Kharisma Bangsa, Pondok Cabe, Tangerang Selatan.
6
karakter tanggung jawab, tetapi juga ada lima karakter lain yang termasuk dalam
kompetensi dasar Social Emotional Learning (SEL). The Collaborative for
Academic Social and Emotional Learning (CASEL) membagi SEL menjadi lima
kompetensi dasar yaitu self awareness, self management, social awareness,
relationship skill, dan responsible decision making. Kelima dasar tersebut
kemudian banyak diadopsi oleh negara-negara yang menerapkan SEL di sekolah.
CASEL sudah bekerjasama dengan banyak sekolah baik yang ada di Amerika
maupun diberbagai belahan dunia.10
Menurut Greenberg SEL terbukti membawa pengaruh positif terhadap
peserta didik. SEL dapat mencegah masalah-masalah yang terjadi pada masa
perkembangan peserta didik. Dalam hal ini SEL juga turut mempromosikan
kebiasaan positif untuk peserta didik, kesehatan mental yang positif dan menjadi
sebuah persiapan untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab.
Berdasarkan hasil penelitian peserta didik yang megikuti program SEL
menujukkan peningkatan pada aspek kehidupan pribadi, sosial dan akademik.
SEL dapat memberikan manfaat positif pada peserta didik seperti keterampilan
sosial, emosi dan sikap terhadap diri sendiri maupun sekolah. SEL juga dapat
mengatasi masalah emosional, tekanan dan performa akademik peserta didik.11
Berdasarkan permasalahan serta teori yang telah dipaparkan, penulis
bermaksud untuk mengangkat judul penelitian mengenai “Program Social
Emotional Learning Dalam Upaya Pembentukan Karakter Tanggung Jawab Pada
Peserta Didik Sekolah Dasar.
10
The Colaborative of Academic Social Emotional Learning, https://casel.org/,
(diakses pada 20/03/2020 Pukul 12.26 WIB). 11 John Payton Dkk, The Positive Impact of Social and Emotional Learning for
Kindergarten to Eight-Grade Students: Findings from Three Scientific Reviews. Chicago, IL: Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning. (CASEL: Chicago, 2008) , h.
6-11.
7
B. Identifikasi Masalah
1. Peserta didik melakukan pengabaian terhadap perintah guru yang merupakan
salah satu bentuk sikap pelanggaran dari tanggung jawab seorang pelajar.
2. Peserta didik melakukan perilaku agresi atau penyerangan melalui tindakan
verbal maupun fisik.
3. Peserta didik belum mampu untuk menerima, mengolah dan mengeluarkan
emosi secara tepat sehingga sering kali membuat keputusan yang tidak
bertanggung jawab.
4. Tindakan indisipliner dan perilaku tidak tanggung jawab yang dilakukan
peserta didik.
5. Pada umumnya sekolah lebih fokus pada penguatan mata pelajaran.
6. Waktu yang tersedia pada setiap mata pelajaran dengan beban materi yang
banyak dinilai kurang untuk dapat memasukkan aspek – aspek yang berkaitan
dengan sosial dan emosional.
C. Pembatasan Masalah
1. Program Social Emotional Learning yang akan diteliti meliputi pendekatan,
strategi, dan Kompetensi- kompetensi yang ada di dalamnya.
2. Karakter peserta didik sekolah dasar yang akan diteliti yaitu karakter tanggung
jawab.
3. Aspek pada Pembentukan karakter tanggung jawab yang akan diteliti yaitu
meliputi tahapan pembentukan karakter, ciri-ciri karakter tanggung jawab, dan
indikator karakter tanggung jawab.
8
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang sudah dipaparkan
di atas, maka rumusan masalah dari penellitian ini adalah “Bagaimana Program
Social Emotional Learning (SEL) dalam Upaya Pembentukan Karakter
Tanggung Jawab Pada Peserta Didik di Sekolah Dasar?”
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Program Social Emotional Learning
(SEL) dalam upaya pembentukan karakter tanggung jawab pada peserta didik di
sekolah dasar.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a. Sebagai salah satu bentuk kontribusi ilmu pengetahuan tentang Social
Emotional Learning (SEL) dan pemebntukan karakter tanggung jawab.
b. Memperkaya sumber keilmuan tentang mengenal karakteristik sosial
dan emosional peserta didik Sekolah Dasar.
c. Sebagai salah satu sumber data ilmiah tentang Social Emotional
Learning (SEL) dalam upaya pembentukan karakter tanggung jawab
peserta didik sekolah dasar.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
Guru terinspirasi untuk menggunakan Social Emotional Learning (SEL)
dalam upaya memperbaiki aspek sosial dan emosional serta
menumbuhkan karakter tanggung jawab peserta didik.
b. Bagi Kepala Sekolah
9
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai contoh dalam
Penerapan Program Social Emotional Learning (SEL) di Sekolah Dasar.
c. Bagi Peserta Didik
Mendorong peserta didik agar lebih antusias dalam mengikuti
pelaksanaan Program Social Emotional Learning (SEL) sehingga
memiliki perilaku sesuai dengan harapan.
d. Bagi Peneliti
Dapat dijadikan sebagai penelitian yang relevan bagi penelitian yang
terkait dengan Program Social Emotional Learning (SEL) dan karakter
tanggung jawab.
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Program Social Emotional Learning
1. Definisi Social Emotional Learning
Pada era global ini pendidikan tidak hanya diberikan sebagai bentuk
capaian kognitif saja. Tetapi juga sebagai alat untuk memperbaiki moralitas
bangsa. Para orang tua dan guru juga mengharapkan anak atau peserta
didiknya tidak hanya sukses pada bidang akademik saja, tetapi juga dalam
aspek personalnya maupun sosialnya. Social Emotional Learning (SEL)
merupakan program yang tujuannya mengacu kepada aspek moral tersebut.
Program ini memiliki dua kata kunci yang pertama yaitu Social dan yang
kedua yaitu Emotional. Banyak sekali pendapat yang dikemukakan oleh para
ahli mengenai SEL yang sebenarnya tidak memiliki pengertian yang pasti
atau mutlak.
Elias dkk dalam Zins, Bloodworth, Weisberg, Wellberg (2007)
mengemukakan bahwa “SEL is process through which we learn to recognize
and manage emotions, care about others, make good decision, behave
ethically and responsibly, develop positive relationships, and avoid negative
behaviors”. Dari pengertian tersebut maka dapat dipahami bahwa SEL
merupakan suatu proses yang dipelajari agar seseorang dapat memperbaiki
dan mengatur emosi, peduli dengan orang lain, membuat keputusan yang
baik, berperilaku dengan penuh tanggung jawab, mengembangkan hubungan
yang positif dan mencegah adanya kebiasaan negatif.12
12
Joseph E. Zins, Michelle R. Bloodworth, Roger P. Weissberg, dan Herbert J.
Walberg, The Scientific Base Linking Social Emotional Learning to School Success,(Research Gate: Journal of Educational and Psychological Consultation, July, 2007),
h. 4.
11
Beberapa aspek tersebut merupakan aspek-aspek yang dapat mendukung
human-being. Selain itu juga aspek-aspek tersebut sangat mendukung
perkembangan intrapersonal peserta didik sekolah dasar yang masih dalam
tahapan golden age. Tentang norma, bertindak secara etik, dan membangun
kebiasaan positif adalah hal-hal yang sangat urgen yang harus dimiliki setiap
manusia. Maka jika hal-hal tersebut dipelajari lebih dini tentunya akan
memberi hasil yang maksimal.
Pendapat lainnya datang dari Greenberg dkk, mereka berpendapat
bahwa Social Emotional Learning is through developmentally and culturally
apropriate classroom instruction and application of learning to everyday
situation, SEL programming builds children’s skills to recognize and
manage their emotions, appreciate the prespectives of others, establish
positive goals, make responsible decisions, and handle interpersonal
situation. Pada intinya Greenberg menjelaskan bahwa program SEL yang
diterapkan melalui instruksi yang dapat membangun peserta didik mengenali
dan mengontrol emosinya, mengapresiasi pandangan orang lain, mendukung
tujuan positif, membuat keputusan yang bertanggung jawab, dan
mengendalikan situasi interpersonal.13
Pendapat tersebut tidak jauh dari pendapat Zins, Bloodworth, Weisberg,
Wellberg yang sama-sama mengutarakan tentang membuat keputusan,
tujuan postif, dan kontrol emosi. Keduanya sama-sama berpendapat bahwa
aspek sosial dan emosi sangat penting untuk dicapai seorang peserta didik
sebagai pengetahuan tentang hidup yang dibutuhkan di masa depan. SEL
sebagai salah satu sumber belajar peserta didik mengenai sosial dan emosi
menjadi sebuah jawaban dari tantangan zaman yang ada. Kedua pendapat
tersebut sama-sama mengungkapkan tentang SEL sebagai salah satu cara
untuk membentuk kepribadian peserta didik menjadi lebih baik.
13
Kenneth W.Merrel, Barbara A Gueldner, Social and Emotional Learning in The
Classroom,(New York: The Guilford Press, 2010), h. 7
12
Pendapat selanjutnya yaitu dari Joseph E. Zins, dkk. “SEL serves as a
critical element of it by assisting students in navigating the social and
emotional contexts of the classroom effectively and by helping schools create
positive environments conductive to learning”. SEL sebagai elemen kritis
untuk mengarahkan siswa dalam konteks pembelajaran sosial dan emosional
yang efektif dan membantu sekolah untuk menciptakan lingkungan yang
positif dan kondusif untuk belajar. Dari pengertian tersebut dapat dimengerti
bahwa SEL dapat membantu untuk menciptakan lingkungan yang positif
serta kondusif untuk belajar karena SEL mengajarkan peserta didik dalam
mengatur emosinya serta menciptakan lingkungan sosial yang positif.14
The Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning
(CASEL) mendefinisikan SEL sebagai proses pengetahuan yang dilalui oleh
anak-anak dan remaja, sikap, dan keterampilan secara efektif untuk
memahami dalam mengatur emosi, mengatur tujuan positif, dan merasa atau
menunjukkan empati pada orang lain.15
Selanjutnya Peterson mengartikan SEL sebagai instruksi yang terfokus
pada pengembangan terhadap perilaku siswa yang dapat diterima secara
sosial serta pemahaman dan pengaturan emosi Kemudian sederhananya SEL
menurut Martinsone merupakan kombinasi kemampuan akademik dan
keterampilan sosial emosional yang dipadukan dalam sebuah program
pembelajaran di sekolah.16
Berbagai pendapat di atas tidak lepas dari istilah keterampilan sosial,
kontrol emosi, serta usaha menciptakan lingkungan dan tujuan yang positif.
Maka dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa Social Emotional
14
Joseph E. Zins, Michelle R. Bloodworth, Roger P. Weissberg, dan Herbert J.
Walberg, Op. Cit., h. 5. 15
The Collaborative of Social and Emotional Learning, casel.org, diakses pada
03/03/2020 pukul 17. 49 WIB 16
Aaron Peterson, Connecting STEM Curriculum with Social Emotional Learning in
Early Childhood, Jurnal: Vol. 22 , Artikel 5, 2018, h. 4.
13
Learning adalah proses yang dilakukan untuk meningkatkan keterampilan
sosial dan emosional peserta didik dengan menciptakan lingkungan yang
positif dan mengarahkan peserta didik pada tujuan yang positif, sehingga
pada akhirnya peserta didik dapat menjadi seseorang yang dapat mengatur
dirinya dengan baik, bertanggung jawab dalam menciptakan suatu
keputusan, peka terhadap lingkungan sosial, dan memahami dirinya sendiri
dengan baik.
2. Landasan Teori Penerapan Social Emotional Learning (SEL)
a. Landasan Social Learning Albert Bandura
Teori Social Learning atau Teori Belajar Sosial berdasarkan karya
awal Albert Bandura merupakan proses kognitif mediasional. Teori ini
menjelaskan bahwa seseorang dapat memilih peristiwa mana yang
dihindari, dipertahankan dan kemudian dilakukan, ketika seseorang
terpapar rangsangan permodelan. Bandura menunjukkan bagaimana
individu dapat memperoleh pola perilaku baru yang lebih prososial
melalui mengamati orang lain. Hal tersebut merupakan sebuah proses
yang dapat difasilitasi oleh kekuatan motivasi pengamat untuk
memperhatikan tindakan model dan kemampuan pengamat untuk fokus
pada aspek yang menonjol dari model perilaku serta semua tanggapan
pengamat yang terdiri dari perilaku yang dimodelkan. Teori ini
menjelaskan bahwa individu dapat mengubah lingkungan dan sebaliknya.
Hal tersebut juga dikenal dengan istilah determinisme. Determinisme atau
konsep timbal balik merupakan fitur utama dalam Teori Belajar Sosial. 17
Konsep permodelan sangat erat kaitannya dengan Social Emotional
Learning (SEL). Kurikulum SEL secara eksplisit dan implisit bergantung
17 Frank M. Gresham, Effective Intervension for Social and Emotional Learning,
(London: The Guilford Press, 2018), h. 3-5.
14
pada permodelan yang dilakukan oleh orang dewasa di lingkungan
pendidikan seperti; guru, orang tua dan staff. Selain itu hal ini juga
bergantung pada pemodelan teman sebaya untuk dapat memperkuat
keterampilan sosial dan emosional yang baru didapatkan. Pada SEL dapat
diterapkan program yang dapat meningkatkan keterampilan sosial peserta
didik, misalnya dengan memberikan kesempatan bagai peserta didik
untuk meningkatkan praktik baru yang lebih terampil, fokus pada
serangkaian keterampilan atau respon tertentu dan membantu guru dalam
menyusun praktik keterampilan baru untuk peserta didik. Sehingga pada
akhirnya peserta didik dapat menyatukan rantai kompleks dari perilaku
dan respon yang terampil secara sosial dan emosional. Teori Belajar
Sosial mengakui peran kuat yang disajikan oleh lingkungan ekologis
tetapi juga tetap fokus pada interpretasi individu terhadap kontingensi
lingkungan yang akhirnya menjadi pengaruh paling kuat terhadap
perilaku.
Selanjutnya teori Cognitive-behavioral menjelaskan bahwa perilaku
individu dalam menanggapi peristiwa lingkungan dimediasi oleh kognisi
atau pikiran. Pendekatan ini didasarkan pada teori kognitif yang
menghadirkan individu dengan situasi sosial dengan berbagai isyarat
sosial internal dan eksternal. Dilengkapi oleh Teori Behavior Analysis
yang dibawa oleh Skinner yang menghubungkan Teori Social Learning
dengan hubungan antara peristiwa sebelumnya, perilaku, dan peristiwa
yang diakibatkannya. Dalam pendekatan intervensi Social Emotional
Learning ini, analisis perilaku terapan digunakan untuk menggantikan
masalah perilaku yang bersaing Proses ini dikenal dengan pelatihan
penggantian perilaku positif.18
18Frank M. Gresham Ibid, h. 3
15
Albert Bandura menerapkan Teori Belajar Sosial pada pengobatan
perilaku agresif. Hal ini sangat relevan dengan program SEL. Sebagai
contoh saat ia berpendapat bahwa tanpa memberikan keterampilan yang
lebih efektif kepada seorang anak, akan sangat tidak mungkin perilaku
agresifnya akan berubah karena lingkungan yang jarang memperkuatnya.
Ia juga mengusulkan agar program pencegahan atau pengobatan
diterapkan dilingkungan anak – anak secara alami.19
b. Landasan Perkembangan Moral Lawrance Kohlberg
Lawrance Kohlberg menjelaskan bahwa perkembangan moral yang
terjadi pada individu terdiri dari tiga tahapan. Ketiga tahapan
perkembangan moral tersebut adalah penalaran pra konvensional,
konvensional dan post konvensional. Tahapan pra konvensional adalah
tingkatan terendah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada
tahapan ini individu tidak menujukkan adanya internalisasi nilai – nilai
moral. Penalaran moral dikendalikan oleh hadiah atau reward dan
hukuman eksternal. Contohnya ketika seorang anak melakukan sesuatu
karena takut dihukum dan memandang sesuatu itu baik ketika dapat
memenuhi kebutuhan pribadi. Pada fase ini terjadi dua tahapan. Tahap
pertama yaitu orientasi hukuman dan kepatuhan. Sebagai contoh, anak –
anak dan remaja mematuhi orang dewasa karena orang dewasa menyuruh
mereka untuk patuh. Tahapan kedua yaitu individualisme dan tujuan,
pada tahap ini pemikiran didasarkan pada hadiah dan minat pribadi.
Contohnya ketika anak – anak dan remaja bersikap patuh karena ada hal
yang menguntungkan bagi mereka. Apa yang benar dalam tahapan
perkembangan ini adalah apa yang menghasilkan reward.20
19
Larry P. Nucci, Handbook of Moral and Character Education: Educational
Psychology Handbook, (University of Maryland: 2008), h. 248 – 250. 20 Penney Upton, Psikologi Perkembangan, (Erlangga: Jakarta, 2012), h. 179-181
16
Tahapan selanjutnya yaitu tingkat penalaran moral konvensional
yang di dalamnya terdapat tahap perkembangan norma interpersonal.
Tahapan ini berkaitan dengan rasa percaya, kasih sayang dan kesetiaan
yang dihargai dan dipandang sebagai basis penilaian moral. Tahapan ini
adalah tingkatan menengah dari teori perkembangan moral Kholberg.
Pada tahapan ini internalisasi bersifat menengah. Individu mematuhi
beberapa standar orang lain (eksternal), misalnya orang tua atau hukum
yang berlaku di masyarakat. Selain norma interpersonal pada fase ini
juga terjadi tahap ke-empat yaitu moralitas sistem sosial. Pada kondisi ini
penilaian moral didasarkan pada pemahaman terhadap aturan, hukum,
keadilan dan tugas sosial. Contohnya yaitu ketika remaja dapat
mengatakan bahwa supaya suatu organisasi dapat bekerja secara efektif,
maka organisasi tersebut perlu dilindungi oleh hukum yang ditaati oleh
seluruh anggota organisasi.21
Kemudian dilanjutkan dengan Tingkat penalaran moral post
konvensional. Tahapan ini adalah tahapan tertinggi dari teori
perkembangan moral Kohlberg Pada tahapan ini individu yang
mengartikan “baik” sebagai nilai – nilai dan prinsip – prinsip yang sudah
disepakati masyarakat. Dalam tahapan ini individu sudah melibatkan
nurani yang dapat menimbulkan risiko pribadi. Moralitas
diinternalisasikan sepenuhnya dan tidak lagi didasarkan pada standar
orang lain. Pada fase ini terjadi tahap kelima yaitu komunitas vs hak
individu. Pada tahap ini individu memandang bahwa pemahaman nilai
dan hukum adalah relatif dan standar yang dimiliki oleh satu orang
dengan orang lain akan berbeda. Seseorang percaya bahwa hukum
memang penting bagi suatu masyrakat tetapi tetap dapat diubah.
Seseorang percaya bahwa nilai seperti kebebasan lebih penting dari pada
21
John. W. Santrock, Adolesence Edisi 6, (Erlangga: Jakarta, 2003), h. 441
17
hukum. Selanjutnya pada tingkatan post konvensional ini juga terjadi
tahap ke-enam yaitu prinsip etis universal yang merupakan tahap tertinggi
dari penalaran seorang individu menurut Kohlberg. Pada tahapan ini
individu sudah membentuk standar moral yang didasarkan pada hak
manusia secara universal. Ketika ada konflik yang melibatkan hukum dan
kata kata maka individu akan mendengarkan kata hatinya meski akan
menimbulkan risiko pada dirinya.
Setelah teori perkembangan moral yang ia ciptakan Kohlberg
kemudian tertarik untuk menguraikan pendekatan pendidikan yang dapat
mempromosikan perkembangan kognitif dan sosial – moral. Kohlberg
kemudian menggunakan pendekatan pendidikan sistematik dengan
formula kontemporer dari pembelajaran sosial dan emosional.22
Mengacu pada teori perkembangan moral yang dibawa Kholberg
anak – anak pada usia Sekolah Dasar yaitu antara umur 6-12 tahun
mengalami tahapan yang sangat membutuhkan bimbingan dalam
membentuk prinsip pribadi masing-masing individu. Anak-anak
memerlukan pengetahuan – pengetahuan yang dapat mendorong
perkembangan moralnya agar dapat tercapai secara maksimal. Selain itu
juga pada usia ini anak-anak mencapai tahapan “Golden Age” yang
merupakan salah satu fase terpenting dalam membentuk karakter anak di
masa yang akan datang.
Dalam hal ini untuk dapat mengembangkan keterampilannya anak –
anak membutuhkan arahan dan permodelan positif sebagai contoh untuk
ditiru. Program diperlukan untuk menarahkan fokus peserta didik agar
mencapai tugas perkembangannya dengan baik. Selain itu juga program
dapat memberikan keterampilan dan nilai – nilai kepada peserta didik
untuk membantu mengarahkannya menuju masa depan yang lebih
22 Harlord L. Miller Jr, The Sage Encyclopedia of Theory in Psychology, (Sage
Publication: United States of America, 2016) h. 490
18
produktif. Maka dari itu program Social Emotional Learning (SEL)
merupakan salah satu program yang sangat relevan untuk diterapkan di
sekolah dasar dalam rangka menunjang tahap perkembangan moral
peserta didik. The Collaborative of Academic Social Emotional Learning
(CASEL) membagi fokus diskusi Social Emotional Learning (SEL)
menjadi lima aspek diantarnya yaitu; Diversity and Inclusion, Emphaty
and Critical Thingking, Communication, Problem Solving, dan Peer
Relation yang jika dihubungkan dengan tujuan pendidikan nasional dan
tantangan keterampilan abad ke-21, hal ini saling berkesinambungan.23
3. Perkembangan Program Social Emotional Learning
Ide untuk menerapkan Program Social Emotional Learning di sekolah
terinspirasi dari pemikiran seorang filsuf yaitu Plato. Melalui karyanya The
Republic Plato mengusulkan Kurikulum Holistik yang menyeimbangkan
pengetahuan tentang pendidikan jasmani, seni, matematika, sains, karakter,
dan pendidikan moral. Plato menjelaskan “By maintaining a sound system of
education and up bringing, you produce citizens of good character, and
citizens of sound character, with the advantage of a good education produce
in turn children better than themselves and better able to produce still better
children in their turn”. Dari pendapat Plato tersebut dapat dipahami bahwa
dengan mempertahankan sistem pendidikan yang baik akan menghasilkan
warga negara yang memiliki karakter baik, dan juga dengan keunggulan
pendidikan dapat menciptakan anak – anak dengan karakter baik sehingga di
masa depan mereka dapat menjadi generasi penerus yang lebih baik.
Kemudian antara tahun 1987 sampai 1992 Weissberg dan Shriver
mendirikan program pembangunan sosial yang diberi nama K – 12 New Haven
Social Development Program. Dalam waktu yang sama kelompok sekolah berbasis
23
Sanford Harmony, www.sanfordharmony.com, (diakses pada: 15/03/2020, pukul
15.34 WIB)
19
pencegahan dan pengembangan pemuda The W. T. Grant yang dipimpin oleh
Weissberg mengumumkan untuk menggabungkan SEL di sekolah. Garis besar dari
program tersebut yaitu keterampilan menilai perasaan, mengendalikan impuls,
menunda hasrat, mengekspresikan, mengidentifikasi, memberi label, dan mengelola
emosi, bersamaan dengan mengurangi stress sebagai kompetensi emosional.
Pada tahun 1994 The Collaborative of Academic Social Emotional
(CASEL) terbentuk melalui pertemuan di Fetzer Institute Michigan. Pada
tahun 1997 CASEL dan Association for Supervision and Curriculum Development
(ASCD) membuat buku strategi praktis untuk membuat program SEL yang
komprehensif dari usia pra – sekolah sampai dengan kelas 12 yang juga dikenal
dengan “the missing piece” atau potongan yang hilang dalam suatu pendidikan.
Kemudian buku tersebut tersebut terus dikembangkan hingga terilis buku yang
berjudul “Handbook of Social Emotional Learning: Research and Practice”.
Pada tahun 2004 Ilinois menjadi negara pertama yang menciptakan kerangka
kerja SEL yang mencakup tujuan, standar, pembelajaran, hingga tolok ukur untuk
sekolah, mulai dari pra sekolah sampai dengan kelas 12. Kemudian pada tahun 2013
mereka merevisi kerangka kerja mereka untuk mengakomodir lembaga pra sekolah.
Pada tahun 2015 semua pra sekolah di Amerika Serikat telah mengembangkan
standar SEL. Illinois memilki tiga tujuan SEL yaitu yang pertama, mengembangkan
kesadaran diri untuk mencapai keberhasilan sekolah dan kehidupan. Kedua,
menggunakan kesadaran sosial dan keterampilan interpersonal untuk membangun
dan memelihara hubungan positif. Ketiga, menunjukkan keterampilan membuat
keputusan dan perilaku yang bertanggung jawab dalam konteks pribadi, sekolah, dan
masyarakat. 24
Sampai dengan saat ini CASEL bekerjasama dengan 20 distrik sekolah di
berbagai negara yang melayani 1,7 juta peserta didik. Menurut Humphrey (2013)
Program Social Emotional Learning telah dilaksanakan oleh ribuan sekolah di
24
Jodi Beaty, Robert Morris, Journal of English for Specific Puposes, Vol. 1 No. 2,
2018, h. 68 – 70.
20
Amerika Serikat dan negara lain di dunia.25
Diantara negara tersebut yaitu Australia,
beberapa negara di Eropa dan Asia.26
4. Pendekatan Penerapan Program Social Emotional Learning
Berbagai pendapat mengenai pendekatan-pendekatan yang digunakan
untuk menerapkan SEL sangat beragam. CASEL sendiri sebagai salah satu
sumber yang menjadi bahan acuan penerapan SEL mengungkapkan tiga
pendekatan yang dapat digunakan diantaranya yaitu:
1) Explicit SEL Instruction
Pendekatan ini melibatkan guru dengan topic – topik SEL
misalnya, bagaimana untuk mengenali emosi dan menyelesaikan
masalah dengan pasangan atau teman27
. Topik yang dapat dibahas
dalam instruksi SEL secara eksplisit dapat mengenai pelabelan
perasaan, mengatasi stress, menetapkan dan mencapai tujuan,
mengembangkan empati, berkomunikasi secara efektif,
menyelesaikan konflik dan bersikap tanggung jawab. Misalnya
peserta didik sekolah dasar belajar mengenai bagaimana
menggunakan kata nyaman, senang, atau marah dalam pelabelan
emosi.
Pengajaran SEL secara eksplisit ini harus merepresentasikan
unsur SAFE yaitu sequenced, kegiatan yang dilakukan terhubung dan
terkoordinasi untuk mendorong pengembangan keterampilan. Active,
bentuk pelajaran aktif untuk mendorong peserta didik memilki
25
Roger. P. Weissberg, dkk, Artikel Social and Emotional Learnig: Past, Present, and Future, 01/01/2015, h. 3. 26
Casel.org, CASEL diakses pada 12/04/20, 15. 16 WIB. 27
Sara Rimm Kaufman, Chris Hulleman, Social and Emotional Learning in
Elementary School Settings: Identifying Mechanism That Matter, University of Virginia, 6 Januari 2019, 17.56, h. 5-6 .
21
ketarampilan baru. Focused, berisi kegiatan yang secara jelas
menekankan pengembangan keterampilan pribadi dan sosial.
Explicit, menargetkan keterampilan sosial dan emosional tertentu.
2) Teacher Instructional
Pendekatan ini fokus pada proses pembelajaran, metode
pedagogis dan pendekatan pengelolaan. Program tersebut secara aktif
melibatkan peserta didik untuk belajar dan mengembangkan
keterampilan SEL pada saat yang bersamaan. Program ini fokus
untuk menciptakan pengalaman kelas yang positif didukung dengan
metode pedagogis atau rutinitas kelas. Contohnya, pujian yang khas
dan melibatkan peserta didik dalam pengambilan keputusan yang
mendukung hubungan positif antara guru dan peserta didik serta
menumbuhkan suasana untuk belajar.
3) Integration with academic curriculum areas
Pendekatan ini merupakan alternatif lain yaitu dengan cara
mengintegrasikan komponen dasar SEL pada kurikulum akademik.
Contohnya, guru dapat menghubungkan pengembangan keterampilan
SEL ke dalam pelajaran literasi. Peserta didik dapat membaca dan
mendiskusikan buku yang cocok dengan usianya dan membuat
peserta didik dapat menghubungkan konten yang ada di dalam buku
pada kehidupan pribadinya dan pembuatan keputusan pada situasi
sosial yang ada di sekitar peserta didik.
5. Strategi Penerapan Program Social Emotional Learning
Beberapa strategi dilakukan dalam melaksanakan Social
Emotional Learning. Strategi tersebut dilakukan agar dapat mencapai
tujuan dari pendekatan yang dilakukan. CASEL menjelaskan beberapa
strategi yang dapat diterapkan di sekolah, diantaranya yaitu:
22
1. Promoting Alternative Thinking Strategy (PATH)
Strategi ini dikhususkan bagi anak – anak prasekolah dan
sekolah dasar. PATH bertujuan untuk meningkatkan kompetensi
sosial dan emosional pada peserta didik, mencegah kekerasan, agresi,
dan permasalahan lainnya. Program ini mengacu pada ABCD
(Affective, Behavioural, Cognitive, Dynamic) yang meyakini bahwa
kompetensi sosial dapat dicapai apabila kompetensi afektif dan
kognitif peserta didik dapat saling bekerja sama. Langkah – langkah
dalam startegi ini diantaranya; 1) Promosi karakter, dalam hal ini
guru dapat menyediakan pengetahuan – pengetahuan mengenai
karakter yang akan dibahas; 2) Pembiasaan karakter, hal ini dapat
diterapkan dengan membiasakan hal – hal yang dapat membentuk
karakter baik peserta didik seperti berdoa sebelum belajar,
memberikan salam senyum dan sapa, dan membaca buku selama 15
menit sebelum belajar; 3) Pencapaian Affective, Behavioural,
Cognitive, Dynamic (ABCD), ketika pengenalan berbagai macam
nilai karakter baik dan pembiasaan mengenai karakter telah
dilakukan maka aspek ABCD akan tercapai.
2. The Responsive Classroom Approach (RC Approach)
Strategi ini merupakan pendekatan yang menggabungkan
kebutuhan sosial, emosional, dan akademik bagi peserta didik.
Program ini berusaha untuk menyeimbangkan pembelajaran yang
optimal dengan keadaan kelas yang aman, menantang, dan
menyenangkan. Strategi ini dilaksanakan dengan langkah – langkah
sebagai berikut: 1) Orientasi masalah, guru dapat memulai
pembelajaran dengan mengenalkan suatu masalah yang berhubungan
dengan keterampilan sosial dan emosional; 2) Diskusi, setelah
peserta didik disajikan dengan sebuah masalah, selanjutnya yaitu
23
meminta peserta didik untuk berdiskusi mencari solusi masalah
tersebut; 3) Responsive Classroom, guru dapat memberikan
kesempatan bagi peserta didik untuk mempresentasikannya dan
memberikan penghargaan terhadap capaian karakter yang dimiliki
peserta didik selama proses belajar.
3. The Reading, Writing, Respect and Resolution Strategy (4Rs)
Strategi ini melatih guru menggunakan kurikulum berbasis
literasi. Guru dapat mengintegrasikan SEL dalam pembelajaran di
kelas seperti menyelesaikan masalah, perbedaan budaya, sikap
kooperatif dan kerja sama. Adapun langkah – langkah dari strategi ini
adalah; 1) Reading, memberikan kesempatan untuk membaca teks
tentang keterampilan yang berhubungan dengan sosial dan
emosional; 2) Writing, meminta peserta didik untuk menuliskan
kembali yang mereka pahami dari teks bacaan; 3) Respect, hal ini
bisa dilakukan dengan mengajak peserta didik untuk bersama – sama
mengapresiasi hasil pekerjaan teman – temannya; 4) Resolution
Strategy, merupakan langkah akhir untuk memberi solusi terhadap
suatu masalah yang belum terjawab ketika diskusi. Dalam tahap ini
guru dapat mengarahkan peserta didik dengan memberinya beberapa
petunjuk sehingga peserta didik dapat berpikir kritis.
4. Recognizing, Understanding, Labeling, Expressing, and Regulating
(RULER)
Strategi ini adalah strategi dengan literasi emosional yang
meliputi mengenali, memahami, melabeli, mengekspresikan, dan
mengatur emosi. Sehingga pada akhirnya peserta didik diharapkan
dapat menguasai keterampilan yang ada di dalam RULER serta
keterampilan lain yang ada di dalam SEL seperti kesadaran diri,
24
kesadaran sosial, empati, kemampuan untuk mengambil perspektif
dan menumbuhkan emosi dengan iklim yang sehat.28
Strategi ini dapat diterapkan dalam penerapan Program SEL
dengan langkah – langkah sebagai berikut yaitu: 1) Recognizing;
peserta didik dapat diajak untuk mengidentifikasi hal – hal yang
berhubungan dengan sosial dan emosional misalnya perasaan; 2)
Understanding; peserta didik diajak untuk memahami mengapa
perasaan – perasaan tersebut dapat terjadi pada seseorang; 3) Labeling,
peserta didik dibimbing untuk dapat melabeli perasaan sesuai dengan
ekspresi wajah seseorang; 4) Expressing,peserta didik dapat diminta
untuk mengekspresikan apa yang sedang mereka rasakan; 5)
Regulating, peserta didik diajarkan untuk mengatur perasaan –
perasaan tersebut sehingga dapat mengekspresikannya dengan cara
yang tepat.
6. Kompetensi Program Social Emotional Learning
Social Emotional Learning sebagai suatu program tentunya memiliki
kompetensi dasar yang digunakan sebagai indikator keberhasilan program.
The Collaborative for Academic Social and Emotional Learning (CASEL)
sebagai salah satu sumber acuan mengenai SEL mengelompokkan
kompetensi dasar SEL menjadi 5 bagian yaitu:
a. Self Awareness
Pengenalan mengenai konsep diri yang ada pada suatu individu
merupakan hal yang sangat penting. Hal ini dapat membentuk
gambaran diri dari setiap individu meliputi kelebihan dan
kekurangannya. Selain itu konsep diri juga dapat diartikan sebagai
28
CASEL Guide, Effective Social and Emotional Learning Programs, Preschool and
Elementary School, Edition, 2013, h. 43-50
25
penilaian diri dan penerimaan diri termasuk didalamnya konsep diri
sosial, akademis, dan fisik.
Pada dasarnya self awareness atau kesadaran diri juga
mempengaruhi konsep diri yaitu merupakan sifat yang melibatkan
kesadaran akan pikiran, perasaan, perilaku dan sifat seseorang.
Mersino (2007) mendefinisikan self awareness sebagai kemampuan
untuk mengenali emosi dan dampaknya pada diri sendiri serta orang
lain. Stain dan Book (2006) mengartikan self awareness sebagai
kemampuan untuk mengenali perasaan-perasaan yang ada di dalam
diri, membedakannya, mengetahui alasan kenapa individu merasakan
perasaan tersebut, dan mengenali dampak perasaan yang timbul
kepada individu lainnya. Pendapat lain datang dari Mayer dan
Alexander (1994) yang menjelaskan self awareness sebagai kesadaran
atas suasana hati dan pikiran individu tentang suasana hati tersebut.29
Selanjutnya CASEL mendefinisikan self awareness sebagai
kemampuan yang secara akurat mengenali emosi, pikiran, dan nilai
seseorang serta bagaimana mereka memengaruhi perilaku. Menurut
CASEL akurat di sini juga meliputi penilaian terhadap kekuatan yang
dimiliki, keterbatasan, rasa percaya diri, optimism dan mindset yang
berkembang. CASEL menurunkan kompetensi ini menjadi lima
diantaranya yaitu identifying emotions, accurate self-perception,
recognizing strengths, self-confidence, dan self efficacy. Kelima
indikator tersebut merupakan jalan bagi peserta didik untuk mengenali
presepsi, kekuatan, kepercayaan diri, dan kemampuan diri untuk
mengatasi kehidupan, sehingga individu dapat mengenali dirinya
secara utuh. 30
29
S.K.Mangal, Shubra Mangal, Emotional Intellegence: Managing Emotions to Win Life ,( Delhi: PHI Learning, 2015), h. 84. 30
CASEL, Loc.it, h. 9.
26
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa self
awareness adalah kesadaran individu tentang perasaannya, pikiran
tentang perasaannya, dan dampak perasaannya terhadap orang lain.
Keterampilan self awareness ini membuat individu dapat mengenali
emosinya dengan melibatkan perasaan, sikap, dan perilakunya sebagai
individu. Maka ketika individu menguasai keterampilan ini ia akan
menjadi seseorang yang mengenali dirinya secara utuh.
b. Self Management
Self Management atau pengaturan diri merupakan salah satu
kompetensi SEL yang sangat penting. Hal ini karena pengaturan diri
berkaitan dengan cara individu dalam mengelola dirinya sendiri
sehingga dapat tercipta individu yang baik dan sesuai harapan.
Individu yang dapat mengatur dirinya dengan baik akan mendapatkan
kesejahteraan pribadi yang tercipta dari pengaturan diri yang tertib.
Hal tersebut menjadi pondasi yang kuat agar individu dapat mencapai
tujuannya.
Pengertian lain dari self management adalah metode, kemampuan,
dan strategi dari seorang individu untuk secara efektif mengarahkan
kegiatan mereka ke arah pencapaian tujuan, penetapan tujuan,
pembuatan keputusan, fokus perencanaan, penjadwalan, pengerjaan
tugas, evaluasi diri, intervensi diri, dan pengembangan diri. Maka jika
seorang individu melakukan self management dengan baik
pencapaian-pencapaian yang termasuk ke dalam tujuan individu
tersebut akan segera terlaksana. Begitu pentingnya hal ini sehingga
SEL memasukkan indikator self management sebagai salah satu dasar
untuk menciptakan lingkungan yang positif. 31
31
Folorunso Dipo Omisakin, Busisiwe Purity Ncama, Self, self-care and self-management concepts: Implications for self-management education, Journal of University of
Kwazulu Natal, Vol. 2 (12), 2011, h. 1
27
Menurut CASEL self management merupakan kemampuan untuk
mengatur suatu emosi dengan baik, dalam perkataan dan perbuatan di
keadaan yang berbeda, mengatur stress atau tekanan dengan efektif,
mengendalikan impuls, dan kemampuan memotivasi diri. Berbeda
dengan pendapat sebelumnya CASEL memasukkan faktor emosi,
stress, impuls dan motivasi diri. Tetapi pada dasarnya kedua
pengertian tersebut mengarah pada hal yang sama yaitu pencapaian
suatu tujuan. Seseorang dapat mencapai tujuan mereka apabila mereka
memiliki kemampuan self management dengan faktor – faktor
pendukungnya. CASEL menurunkan istilah ini menjadi enam bagian
yaitu: impulse control, stress management, self discipline, self
motivation, goal setting,dan organizational skills.32
Sehingga dari kedua pendapat tersebut penulis menyimpulkan
bahwa self management merupakan suatu kemampuan individu untuk
mengatur emosi, tekanan, pengendalian diri, memotivasi diri, serta
kemampuan untuk mengarahkan kegiatannya sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai. Self management merupakan suatu komponen
penting yang perlu dibentuk agar individu dapat hidup terarah sesuai
dengan target dan tujuan hidupnya. Komponen ini menjadi salah satu
penentu keberhasilan individu dalam memotivasi diri untuk
mendapatkan tujuan yang diinginkan.
c. Social Awareness
Pendapat Bruce (2010) tentang social awareness adalah suatu
elemen yang esensial, social awareness merupakan kapasitas untuk
mengerti tentang perasaan orang lain dalam berbagai keadaan, yang
dapat dimengerti sebagai simpati dan empati. Pendapat lain datang
dari Cantor (1987), Kishlstrom (1989) dan Davidson (2011) yang
32
CASEL, Ibid, h. 9
28
menyatakan social awareness bersangkutan dengan fleksibilitas,
perubahan kebiasaan dan adaptivitas dari individu yang bergantung
pada keadaan. Kedua pendapat tersebut sama-sama membahas tentang
social awareness sebagai kapasitas seseorang untuk berlaku adaptif
dengan lingkungan dan keadaannya.
Menurut CASEL social awareness adalah kemampuan untuk
mengambil perspektif dan berempati dengan orang lain, termasuk
orang – orang dari berbagai latar belakang dan budaya. Kemampuan
untuk memahami norma – norma sosial dan etika untuk perilaku dan
untuk mengenali sumber daya dan dukungan keluarga, sekolah dan
masyarakat. CASEL membagi social awareness menjadi lima bagian
yaitu: perspective taking, emphaty, appreciating diversity, respect
others.
Dari penjabaran ketiga pendapat tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa social awareness merupakan kemampuan untuk bersimpati,
berempati, berprilaku adaptif, dan fleksibilitas seorang individu yang
bergantung pada keadaan. Adaptif yang dimaksud dalam hal ini
misalnya kemampuan untuk memahami norma – norma, budaya, dan
etika yang ada di lingkungan sekitar. Social awareness di dalam SEL
menjadi salah satu tuntunan agar individu dapat memiliki kepekaan
sosial yang tinggi, sehingga diharapkan dapat menjadi individu yang
bertanggung jawab di masa depan.
d. Relationships Skills
Relationships skills termasuk pada keterampilan yang dibutuhkan di
abad ke- 21. Salah satu aspek dari relationships skills ini yang
disebutkan dalam keterampilan abad ke- 21 adalah komunikasi dan
kolaborasi. Hal ini merupakan salah satu dasar yang harus diperkuat
sebagai landasan pembentukan hubungan sosial atau interaksi sosial
yang baik. Sebagai makhluk sosial komunikasi bagi manusia
29
merupakan hal yang sangat esensial, karena dengan berkomunikasi
individu lain dapat mengerti apa yang menjadi keinginan kita.
Dalam pelaksanaannya hubungan merupakan karakteristik yang
mendasari sebuah relasi. Dalam berelasi ada tiga tingkatan sebuah
relasi pertama, intrapersonal level yaitu keadaan dimana individu
menjalin sebuah hubungan dengan dirinya sendiri. Seseorang tidak
hanya terikat pada hubungan masa lalunya tetapi juga pada keadaan
hubungan yang sedang dijalani dan hubungan masa depan yang akan
datang. Kedua, intrapersonal adalah keadaan saat individu
berhubungan dengan orang lain karena apa yang mereka bicarakan,
perasaan, reaksi fisik, serta cara mereka berkomunikasi dan bertindak
kepada orang lain. Ketiga, konteks sosial yang merupakan hubungan
antara dua orang yang sudah menikah termasuk keluarga, teman,
kenalan, budaya, kelas sosial, ras, agama, dan seterusnya.33
CASEL mendefinisikan relationships skills sebagai kemampuan
untuk membangun dan memelihara hubungan yang sehat dan
bermanfaat dengan beragam individu dan kelompok. Kemampuan
untuk berkomunikasi dengan jelas, mendengarkan dengan baik,
bekerja sama dengan orang lain, melawan tekanan sosial yang tidak
pantas, menegosiasikan konflik secara konstruktif, mencari dan
menawarkan ketika dibutuhkan. Kemudian CASEL membaginya
menjadi lima komponen penyusun yaitu: communication, social
engagement, relationship building, teamwork.
33
Richard Nelson Jones, Human Relationships Skills, (Routledge: New York, 2006), h. 5-8
30
e. Responsible Decision Making
Bryer (2015), dan Kress & Elias (2006) memaknai responsible
decision making sebagai keterampilan untuk membuat keputusan
terkait erat dengan kemampuan seperti kapasitas untuk secara akurat
mengevaluasi situasi, bereaksi positif terhadap masalah – masalah
tersebut, mengidentifikasi dan mengklarifikasi masalah dengan strategi
yang mencerminkan diri sendiri, ketermpilan memecahkan masalah
dan menyesuaikan norma – norma sosial dan moral. Dengan
responsible decision peserta didik dapat menyelesaikan masalahnya
dengan seharusnya dan dengan lebih baik.34
Penjabaran di atas membuktikan betapa pentingnya peserta didik
mendapat pengetahuan tentang hal tersebut. Keputusan – keputusan
yang mereka buat akan secara langsung berpengaruh pada kehidupan
mereka di masa yang akan datang. Selain itu juga pembuatan
keputusan merupakan hal yang tidak dapat dihindari sebagai individu.
Maka dari itu pengetahuan tentang responsible decision merupakan
salah satu urgensi yang harus dipenuhi dalam usaha pembentukan
karakter peserta didik khususnya pada tingkatan Sekolah Dasar.
Pendapat lain datang dari CASEL menurutnya responsible
decision making adalah kemampuan untuk membuat pilihan yang
konstruktif tentang perilaku pribadi dan interaksi sosial bersadarkan
pada standar etika, masalah keselamatan, dan norma sosial. Evaluasi
realistis dari konsekuensi berbagai tindakan, dan pertimbangan
kesejahteraan diri sendiri dan orang lain. Selanjutnya CASEL
membaginya menjadi lima aspek yaitu: identifying problem, analyzing
34 Son Van Huynh, Social Awareness and Responsible Decision Making of Students in
Grade 4 and 5 in Vietnam, Journal of Education and Human Development, Vol. 7, No. 4, h.
7-8
31
situations, solving problems, evaluating and reflecting, dan ethical
responbiliy.35
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
responsible decision making merupakan kapasitas seseorang untuk
membuat keputusan yang bertanggung jawab berdasarkan pada standar
norma sosial dan moral.
Gambar 2.1 5 Kompetensi Dasar SEL
7. Urgensi Program Social Emotional Learning Bagi Peserta Didik
Secara sederhana menurut Elias Social Emotional Learning (SEL) dapat
dikatakan sebagai sebuah kapasitas untuk mengenali dan mengatur emosi,
mengatasi masalah dengan efektif, mengembangkan hubungan yang positif,
dan merupakan kompetensi dasar yang penting bagi seluruh peserta didik.
Menurutnya target dari SEL mencakup tiga aspek yaitu sikap, kognisi, dan
emosi.36
Maka dari itu SEL merupakan bagian yang penting dari proses
pendidikan. Program SEL yang tentunya berkaitan dengan pendidikan
35
The Academic of Social Emotional Learning (CASEL), https://casel.org, (diakses
pada: 01/04/20, pukul 19.28 WIB). 36 Zins J.E, Maurice Elias, Artikel Social and Emotional Learning, 01/01/2006, h. 1
32
karakter dapat menjadi acuan sekolah dalam rangka pembentukan karakter
baik bagi peserta didik dan menciptakan kultur positif di sekolah.
Selain itu SEL juga digunakan sebagai alat pencegahan untuk perilaku
yang tidak baik. Penelitian menunjukkan bahwa SEL memiliki dampak
positif pada kemampuan akademik, kesehatan fisik, serta meningkatkan rasa
kewarganegaraan. Elias mengatakan bahwa mengembangkan kompetensi
sosial dan emosional adalah kunci keberhasilan dalam kehidupan dan
sekolah. Dalam pelaksanaannya SEL tentunya membutuhkan banyak sinergi.
Kompetensi yang ada di dalam SEL perlu didukung dengan mengeksplorasi
dan mencoba kegiatan belajar baru, memberi kesempatan dan menyediakan
akses agar kebutuhan pribadi serta masalah yang ada pada peserta didik
dapat teratasi. Sehingga pada akhirnya akan timbul hubungan timbal balik
yang baik antara sekolah dan SEL.37
SEL dianggap dapat membantu peserta didik dalam dunia pekerjaan di
masa yang akan datang. Sebuah transformasi dari dunia pekerjaan di masa
depan membutuhkan keterampilan sosial dan emosional seperti kreativitas,
inisiatif, dan kemampuan untuk beradaptasi dalam bernavigasi. Menurut
beberapa pakar ekonomi pasar tenaga kerja akan membutuhkan pekerja
untuk memecahkan masalah yang tidak terstruktur, bekerja dengan informasi
baru, melakukan pekerjaan manual yang non rutin dan lebih banyak
digitalisasi. Suatu pekerjaan akan bergantung pada kemampuan pekerja
dalam memproses dan menyampaikan informasi. Untuk dapat sukses di
dunia kerja seseorang harus mampu mengomunikasikan temuan mereka.38
Begitu pentingnya SEL Greenberg menjelaskan bahwa SEL merupakan
salah satu jawaban dari tantangan abad ke – 21. Pada abad ini keterampilan
yang dibutuh dari seseorang semakin beragam, bersifat multikultural, dan
37
Zins J.E, Maurice Elias, Ibid, h. 1 – 3. 38
World Economic Forum, New Vision of Educatin: Mastering Social and Emoional
Learning Through Technology, Maret 2016, h. 6.
33
lebih menantang secara sosial dan ekologis dari pada waktu sebelumnya.
Keterampilan yang ada pada kehidupan, seperti menjadi anggota di dalam
kelompok ataupun pada lingkungan sosial yang luas dapat diajarkan dengan
SEL. Menurut Elias SEL adalah sebuah upaya agar seseorang dapat
memahami, mengelola, dan mengekspresikan tugas – tugas sosial di dalam
kehidupan. Termasuk di dalamnya mengadaptasi kondisi baru, berprilaku
tanggung jawab, serta menghormati diri sendiri dan orang lain.39
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa urgensi Social
Emotional Learning (SEL) untuk peserta didik adalah sebagai berikut:
1. Sebagai sebuah kapasitas untuk mengenali, mengatur emosi, mengatasi
masalah, dan mengembangkan hubungan yang positif.
2. Sebagai alat untuk mencegah perilaku yang tidak baik.
3. Sebagai panduan dalam rangka melaksanakan pendidikan karakter di
sekolah.
4. Sebagai alat untuk mempersipkan peserta didik agar siap untuk
memasuki dunia pekerjaan di masa depan.
5. Sebagai jawaban dari tantangan abad ke – 21.
8. Manfaat Social Emotional Learning Bagi Peserta Didik
Social Emotional Learning (SEL) merupakan program yang dapat
menjawab tantangan abad ke-21. Dari lima dasar kompetensi yang ada
dalam SEL, keterampilan – keterampilan yang dibutuhkan pada abad ke-21
ini dipaparkan dengan jelas. SEL merupakan suatu alat yang diciptakan
dalam rangka memperbaiki karakter peserta didik agar siap bersaing di masa
yang akan datang. Kurikulum yang tidak dapat mengakomodir kebutuhan
39
Mark. T. Greenberg, dkk, Enhancing School-Based Prevention and Youth Development Through Coordinated Social, Emotional, and Academic Learning, The
American Psychological Association Vol. 58, No. 6/7, 466–474.
34
dari aspek sosial dan emosional akhirnya dapat ditutupi dengan program ini.
SEL dinilai sangat membantu dalam menciptakan ruang bagi guru dan
peserta didik agar dapat lebih memahami aspek kemanusiaan dari segi sosial
dan emosional.
Peserta didik saat ini tidak cukup hanya menyiapkan diri untuk ujian di
sekolah tetapi juga harus menyiapkan diri untuk menghadapi ujian hidup
yang disebut “The Real Life”. Social Emotional Learning dalam hal ini
sangat erat kaitannya untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi dunia
yang nyata setelah keluar dari sekolah. Dalam Social Emotional Learning
peserta didik belajar untuk dapat memenuhi kebutuhan pribadi dan
menyelesaikan masalah pribadinya dengan cara yang tepat. Peserta didik
juga dapat belajar untuk menerima, mengolah, dan mengeluarkan emosi
dengan cara yang tepat.
Mengacu dari program Promoting Alternative Thinking Strategy
(PATH), The Responsive Classroom Approach (RC Program), The Reading,
Writing, Respect and Resolution Program (4Rs), Recognizing,
Understanding, Labeling, Expressing, and Regulating (RULER) yang telah
dilakukan terdapat hasil yang tercatat berdasarkan hasil observasi, catatan
sekolah dan tingkat kepuasan yang diberikan oleh guru, orang tua dan
peserta didik. Hasil tersebut adalah sebagai berikut:
a. Peningkatan kemampuan akademik yang disebabkan oleh pengaruh
penerapan program – program tersebut. Contohnya, peningkatan
peringkat dan nilai ujian.
b. Peningkatan kebiasaan positif. Hal ini termasuk efek program yang
signifikan pada perilaku sosial positif. Misalnya, bekerja sama baik
dengan orang lain, hubungan positif dengan teman sebaya, ketegasan
dan memberi solusi untuk masalah.
c. Mengurangi masalah yang berhubungan dengan perilaku atau sikap
seperti perilaku mengganggu dan sikap agresif.
35
d. Mengurangi tekanan emosional yang meliputi gejala depresi,
kecemasan dan penarikan diri dari lingkungan sosial. 40
Pendapat lain datang dari Elias et al., (1997); Zins, Weissberg et al.,
2004) emosional adalah kunci dari keberhasilan sekolah dan kehidupan.
Emosi dapat mempengaruhi apa yang kita pelajari. Emosi merupakan dasar
untuk membangun pendidikan yang tahan lama. Penelitian menunjukkan
SEL memiliki pengaruh positif pada kemampuan akademik peserta didik,
meningkatkan kesehatan, rasa kewarganegaraan, mencegah kegagalan
relasi, dan mencegah perasaan tidak bahagia. Begitu pentingnya emosi
dalam membangun pendidikan dan sebagai alat preventif untuk hal – hal
yang tidak diinginkan membuat SEL dinilai perlu untuk diterapkan.
Bear (2005) mengungkapkan bahwa kompetensi yang ada di dalam
SEL mendukung pembentukan lingkungan yang saling peduli, manajemen
lingkungan yang baik, pengembangan otonomi pribadi, disiplin diri, etika,
saling menghormati, pengertian, dan norma sebagai dasar pembentukan
keputusan. Pendapat tersebut meletakkan SEL sebagai langkah untuk
mencapai berbagai hal yang diharapkan dari setiap individu. Nilai-nilai
positif yang ada di dalam SEL diharapkan dapat membentuk individu yang
siap menghadapi tantangan zaman di masa depan.41
Social Emotional Learning (SEL) terbukti berpengaruh pada kesehatan
mental peserta didik. Kompetensi dasar yang ada pada SEL dapat
membantu peserta didik dalam memahami apa yang ada di dalam dirinya
dan lingkungan sekitarnya. Kesehatan mental merupakan salah satu aspek
yang dibutuhkan para peserta didik untuk mencapai standar minimal yang
ada dalam setiap mata pelajaran. Sehingga secara tidak langsung SEL dapat
40
CASEL. Loc.it, h. 21 41 Joseph E. Zins, Maurice. J. Elias, Social and Emotional Learning: Promoting The
Development of All Student, Journal of Education and Psycological Consultation, 2017, h. 3.
36
membantu peserta didik dalam capaian akademiknya. Namun demikian
masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini. 42
Program Social Emotional Learning juga berpengaruh pada
kesejahteraan peserta didik. SCS (Safe and Caring School) mendefinisikan
kesejahteraan peserta didik sebagai perkembangan dalam ilmu
pengetahuan, sikap, keterampilan dan kebiasaan peserta didik untuk
memaksimalkan peran peserta didik dalam kehidupan, sekolah, rumah, dan
komunitasnya. SCS sebagai salah satu program yang memfasilitasi
kurikulum program SEL mendeskripsikan beberapa manfaat yang didapat
dari penerapan kurikulum SCS dalam pelaksanaan SEL yaitu: Pertama,
melengkapi dan meningkatkan kesejahteraan anak – anak dengan
mempromosikan self awareness, self respect, integritas, dan kasih sayang
yang dapat meningkatkan fungsi mereka di dalam suatu komunitas. Kedua,
mendorong peserta didik untuk berani mengambil risiko dan menjadi
pelajar yang aktif terlepas dari kemampuannya, bahasanya, dan budayanya.
Ketiga, mengarahkan peserta didik untuk menciptakan hubungan dengan
dunia yang ada di sekitarnya dengan membuat kesempatan untuk melatih
keterampilan yang mereka butuhkan dalam menghadapi tantangan yang
ada pada kehidupan sehari-hari. Ke empat, mengarahkan peserta didik
dalam memaksimalkan potensinya untuk menjadi pemimpin yang positif
dengan mempromosikan pendidikan sosial dan emosional sebagai salah
satu bagian dari pendidikan akademik.43
Lebih lanjut Social Emotional Learning dapat secara aktif dapat
melindungi guru dari perlakuan penentangan yang dilakukan oleh peserta
didik. Selain itu SEL juga dapat menjadi fasilitas bagi guru untuk
42
Margarita Panayiotou, Neil Humphrey, Michael Wigelsworth, An Emperical Basis
for Linking Social Emotional Learning, Manchester Institute of Education, Article of
University of Manchester, United Kingdom, 9 Januari 2019, h. 202 43
Katia S. Petersen, Activities for Building Character and Social Emotional Learning
Grades 6-8, Free Spirit: Monneapolis, 2012, h. 2
37
menemukan kembali definisi guru sebenarnya yang tidak hanya menjadi
penyedia jasa untuk pengetahuan dan akademis, tetapi juga sebagai
fasilitator dalam mendidik, mendorong dan mengembangkan pengelolaan
emosi, keterampilan berhubungan, dan sebagai orang yang menciptakan
emosi positif di dalam kelas pada khususnya dan di sekolah pada
umumnya. Selain itu peserta didik yang menguasai keterampilan sosial dan
emosional akan cenderung lebih bahagia, bertindak sebagai kontributor
dalam komunitasnya, memiliki hubungan yang bermakna, merasa, bahagia
dalam lingkungan kerjanya, lebih optimis, dan menujukkan kasih sayang
kepada orang lain.44
Dari penjabaran di atas maka penulis dapat menarik kesimpulan
mengenai manfaat Program Social Emotional Learning (SEL) bagi peserta
didik sebagai berikut:
1. Meningkatkan sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain,
termasuk peningkatan kepercayaan diri, kegigihan, empati,
komitmen, dan tujuan untuk sekolah
2. Mendorong kebiasaan sosial yang positif dengan rekan sejawat dan
orang tua
3. Mendorong peserta didik untuk menerima, mengelola, dan
mengeluarkan emosinya dengan cara yang tepat
4. Mendorong peserta didik agar menjadi pelajar yang aktif, bertindak
sebagai kontributor di dalam komunitasnya, serta menjadi seorang
pemimpin yang baik
5. Menciptakan relasi yang bermakna antara peserta didik dengan
lingkungan sekolah, rumah, dan komunitasnya
44
Baiba Martinsone, Social Emotional Learning: Implementation of Sustainability Orianted Program in Latvia, Journal of Teacher Education for Sustainability, University of
Latvia, 2016, Vol. 18, No. 1, h. 58-59.
38
6. Meningkatkan disiplin diri, etika, saling menghormati, pengertian,
dan norma sebagai dasar pembentukan keputusan
Berbagai manfaat yang diterima peserta didik karena adanya program
SEL ini menjadi hal yang sangat menguntungkan bagi peserta didik sendiri,
guru, sekolah, orang tua, dan lingkungan masyarakat luas. Manfaat tersebut
juga dapat meningkatkan kualitas pendidikan setiap sekolah yang tidak
hanya konsen pada pengetahuan saja tetapi juga konsen dalam usaha
pembentukan karakter peserta didik agar siap untuk menghadapi ujian
dalam kehidupan yang nyata. Jika sekolah berhasil dalam
menyelenggarakan program SEL tersebut maka secara tidak langsung hal
ini akan ikut berpengaruh terhadap pembangunan sumber daya manusia
suatu Negara sebagai salah satu syarat dari kesejahteraan sosial sebuah
Negara.
B. Karakter Tanggung Jawab
Pembentukan karakter tanggung jawab adalah hal yang sangat penting
untuk dilakukan di lingkungan sekolah. Hal ini dapat mengarahkan peserta
didik menjadi pribadi yang bertanggung jawab di masa yang akan datang.
Pembentukan karakter dapat dimaknai dengan proses yang dilakukan untuk
menjadikan seseorang berkarakter atau berkepribadian baik.
1. Definisi Karakter Tanggung Jawab
Karakter tanggung jawab adalah salah satu nilai karakter yang penting
untuk dimiliki oleh peserta didik. Tanggung jawab memiliki peranan
penting dalam proses pendidikan. Maka dari itu karakter tanggung jawab
perlu diajarkan di sekolah. Hal itu tentunya sesuai dengan salah satu
tujuan pendidikan nasional yaitu menciptakan generasi yang bertanggung
jawab.
Kata Karakter berasal dari bahasa Yunani yang artinya “to mark”
yaitu menandai. Seseorang dengan perilaku tidak baik akan ditandai
39
sebagai seseorang yang memiliki karakter jelek. Maka dari itu istilah
karakter erat kaitannya dengan kepribadian seseorang.45
Beberapa ahli
berpendapat mengenai definisi karakter. Menurut Thomas Lickona dalam
Glanzer: 2006 “character as knowing the good, desiring the good, and
doing the good”. Dari pendapat tersebut kita dapat mengartikan karakter
sebagai pengetahuan tentang hal yang baik, menginginkan hal yang baik,
dan melakukan kebaikan.
Menurut Stedje “character is the culmination of habit, resulting from
the ethical choices behaviors, and attitudes an individual makes, and is
the moral excellence an individual exhibits when no one is watching. Dari
penjelasan Stedje dapat dipahami bahwa karakter merupakan kulminasi
atau puncak dari sebuah kebiasaan, kebiasaan yang dihasilkan dari pilihan
secara etik, perilaku, dan sikap yang dimiliki individu ketika tidak ada
orang yang melihatnya. Stedje menyiratkan bahwa sebuah karakter adalah
apa yang sudah tertanam dalam diri seseorang tanpa adanya pencitraan
yang dibuat yang dihasilkan dari kebiasaan seseorang.46
Pendapat lainnya datang dari Fasli Jalal dalam Zubaedi: 2011
menurutnya “karakter adalah nilai – nilai yang khas – baik (tahu nilai
kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik dan berdampak
baik pada lingkungan) yang terpatri dalam diri dan terjawantahkan dalam
perilaku”. Dari pendapat beliau dapat dipahami bahwa karakter adalah
tentang mengetahui yang baik, melakukan yang baik, dan memberi
dampak yang baik pada lingkungan. Karakter menurutnya adalah sesuatu
yang sudah tidak bisa dipisahkan dari hati seseorang dan tertuang dalam
perilaku orang tersebut.47
45
Zubaedi, Dasar Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan, (Kencana: Jakarta, 2011) h. 12 46
Muhammad Yaumi, Pendidikan Karakter, (Kencana: Jakarta, 2016), h. 6 – 7 47
Zubaedi, Ibid, h. 12
40
Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
karakter adalah tentang mengetahui apa yang baik, menginginkan
kebaikan dan melakukan kebaikan. Karakter adalah sesuatu hal baik yang
sudah tertanam dalam hati seseorang sehingga dilakukan akibat dari
kebiasaan tanpa adanya pencitraan. Sehingga seseorang yang berkarakter
akan cenderung melakukan sesuatu yang baik.
Selanjutnya yaitu tanggung jawab yang menurut KBBI adalah keadaan
menanggung segala sesuatu. Sedangkan tanggung jawab secara istilah
menurut Zubaedi adalah sikap siap menerima kewajiban atau tugas.
Keadaan tersebut membuat orang yang bertanggung jawab harus siap
menerima tugas dan menanggung segala akibatnya.48
Pendapat lain yaitu
dari Moeliono yang mengatakan bahwa tanggung jawab adalah keadaan
menanggung segala sesuatu, sehingga bertanggung jawab adalah
kewajiban menanggung, atau memberikan jawab dan menanggung
akibatnya.49
Dari pendapat tersebut dapat kita pahami bahwa tanggung
jawab adalah nilai yang membuat seseorang harus siap menerima
konsekuensi dari setiap perbuatan yang dilakukan.
Dari penjelasan karakter dan tanggung jawab di atas maka dapat
disimpulkan bahwa karakter tanggung jawab merupakan kepribadian
seseorang yang telah tertanam dalam hati untuk siap menerima kewajiban
yang diberikan dan menanggung segala sesuatunya. Setiap orang pasti
akan memiliki tanggung jawab begitu pula peserta didik. Maka dari itu
penting untuk memupuk karakter tanggung jawab pada peserta didik
sedini mungkin.
48
Wuryanano, The 21 Principles to Build and Develop Fighting Spirit, (Gramedia:
Jakarta, 2006), h. 26 49
Khabib Luthfi, Masyarakat Indonesia dan Tanggung Jawab Moralitas, (Gupedia:
Jakarta, 2018) h. 15
41
2. Ciri – Ciri Karakter Tanggung Jawab
Tanggung jawab merupakan hal yang sebenarnya harus dilakukan
setiap orang. Hal ini karena di dalam tanggung jawab ada hak orang lain
yang harus dipenuhi. Selain itu juga ada kewajiban yang harus dikerjakan.
Seseorang yang bertanggung jawab akan melaksanakan kewajibannya
dengan sepenuh hati. Menurut Setiawan dalam Sartana: 2020 berikut
adalah ciri – ciri karakter tanggung jawab yang dapat ditemukan di dalam
diri seseorang:
a. Menyelesaikan setiap pekerjaan yang dibebankan sampai tuntas
b. Tidak mencari – cari kesalahan orang lain
c. Berani menanggung resiko terhadap perbuatan yang dilakukan
d. Bersedia menerima pujian atau celaan terhadap tindakan yang
dilakukan
e. Berbicara dan berbuat secara terus terang
f. Melaksanakan setiap keputusan yang sudah diambil dengan tepat
dan bertanggung jawab
g. Menyelesaikan tugas dengan jujur dan tepat waktu50
Pendapat lainnya yaitu dari Mustari dalam Aisyah, dkk: 2014 ciri – ciri
orang yang bertanggung jawab diantaranya yaitu:
1) Memilih jalan lurus,
2) Selalu memajukan diri sendiri,
3) menjaga kehormatan diri,
4) Selalu waspada,
5) Memiliki komitmen pada tugas,
6) Melakukan tugas dengan standar terbaik,
7) Mengakui semua perbuatannya,
50
Sartana, 18 Karakter Anak Bangsa, (Tisande: Jakarta, 2020), h. 6 – 7.
42
8) Menepati janji, dan berani menanggung risiko atas perbuatannya.
Berdasarkan ciri orang yang bertanggung jawab tersebut terdapat
empat nilai yang penting yaitu kedisiplinan, sportifitas, ketaatan pada tata
tertib, dan komitmen pada tugas.51
3. Indikator Karater Tanggung Jawab
Dalam proses pembelajaran karakter tanggung jawab peserta didik
tentunya dapat dikembangkan. Guru dapat mengarahkan peserta didik
untuk melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang pelajar.
Misalnya mengerjakan tugas dengan baik dan mengumpulkannya tepat
waktu. Berikut adalah indikator yang dapat dipakai oleh guru dalam
proses pembelajaran untuk mengamati sikap tanggung jawab pada peserta
didik menurut Zaenal Fitri:
a) Mengerjakan tugas dan pekerjaan rumah dengan baik.
b) Bertanggung jawab kepada setiap perbuatan.
c) Melakukan piket sesuai dengan jadwal yang diterapkan.
d) Mengerjakan tugas kelompok secara bersama – sama.52
Selain itu Nurul Zuriah juga berpendapat bahwa indikator sikap
tanggung jawab dapat diamatin dengan indikator sebagai berikut:
a) Menyerahkan tugas tepat waktu
b) Mengerjakakn sesuai petunjuk
c) Mengerjakan tugas berdasarkan karya sendiri.53
51
A’an Aisyah, Dkk, Meningkatkan Tanggung Jawab Belajar Melalui Layanan
Penguasaan Konten, Jurnal Universitas Negeri Surakarta, 3 (3) 2014. 52
Agus Zaenul Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah.
(Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2012), h. 43 53
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan,
(Bumi Akasara: Jakarta, 2008), h.232
43
4. Tahapan Pembentukan Karakter
Karakter dapat dibentuk melalui tiga tahap yaitu pengetahuan
(knowing), pelaksanaan (acting) dan kebiasaan (habit). Dalam hal ini
karakter baik akan dimulai dari mengetahui kebaikan, melaksanakan
kebaikan dan pada akhirnya menghasilkan tekad yang kuat untuk
melaksanakan kebaikan. Oleh karena itu diperlukan tiga komponen
karakter yang baik yaitu, moral knowing (pengetahuan tentang moral),
moral feeling (perasaan tentang moral), dan moral action (perbuatan
bermoral).
Lickona menjabarkan tahap moral knowing sebagai pengetahuan
seseorang tentang nilai abstrak yang dibagi menjadi enam komponen,
antara lain: (a) moral awareness; (b) knowing moral values; (c)
perspective taking; (d) moral reasoning; (e) decision making; (f) self
knowing. Selanjutnya moral feeling juga dibagi menjadi enam
komponen yaitu: (a) conscience (nurani); (b) self esteem (harga diri);
(c) emphaty (empati); (d) loving the good (mencintai kebaikan); (e)
self control (kontrol diri); (f) humility (harga diri). Bermudian moral
action dibagi menjadi tiga komponen yaitu: (a) competence
(Kompetensi); (b) will (keinginan); (c) Habit (kebiasaan).54
Pengetahuan tentang moral akan berpengaruh pada kesadaran
moral, nilai – nilai moral, penentuan sudut pandang, logika moral,
keberanian mengambil sikap, dan pengenalan diri. Sedangkan moral
feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk
menjadi manusia yang berkarakter. Penguatan moral ini berkaitan
dengan bentuk – bentuk sikap lainnya seperti jati diri, percaya diri,
54
Muhammad Fajri, Pengembangan Moral dan Karakter di Sekolah Dasar,
(Guepedia: Jakarta, 2019), h. 87
44
kepekaan terhadap orang lain, cinta kebenaran, pengendalian diri dan
kerendahan hati.55
Pendapat lain menjelaskan bahwa pembentukan karakter dapat
dilakukan dengan lima tahap yaitu;
a. Nilai, adanya nilai yang diserap dan diyakini oleh seseorang
dari lingkungan sekitar seperti agama, keluarga, dan
pendidikan.
b. Paradigma, pola pikir atau paradigma seseorang tercipta karena
nilai yang didapat dari lingkungan sekitar. Paradigma tersebut
akan membentuk visi atau tujuan dalam diri seseorang.
c. Mentalitas, hal ini ada karena setelah seseorang memiliki tujuan
berdasarkan paradigma yang dimilikinya.
d. Perilaku, mentalitas dalam diri seseorang akan menimbulkan
perilaku yang menunjukkan keterkaitan antara pikiran,
perasaan, dan tindakan.
e. Karakter, setelah terbiasa dengan perilaku yang dilakukan
berulang kali maka hal tersebut akan membentuk sebuah
budaya yang kemudian terbentuk menjadi karakter.56
55
Gendon Barus, Menakar Hasil Pendidikan Krakter Terintegrasi di SMP, Jurnal Cakrawala Pendidikan, 2015, No. 2, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, h. 4 56
Derli Fahlevi, Paradigma Awal dari Kesuksesan, (Gramedia: Jakarta, 2016), h. 57
45
C. Hasil Penelitian yang Relevan
1. Jurnal Internasional, Agnes S.K. Wong, Cecilia. W. P. Li-Tsang, Andrew.
M. H. Siu, Department of Rehabilitation Sciences, The Hong Kong
Polytechnic University. Penelitian ini berjudul “Effect of a Social
Emotional Learning Programme for Primary School Students”.
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengevaluasi dampak atau efek
dari program Social Emotional Learning di Sekolah Dasar yang
mengalami kesulitan dalam manajemen sosial dan emosional. Sampel
dalam penelitian ini adalah dua puluh tujuh Sekolah Dasar yang dipilih
secara acak di Hong Kong. Metode penelitian ini adalah eksperimen.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis statistik.
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini menujukkan SEL dapat
secara efektif mengurangi masalah yang berhubungan dengan tingkah
laku di Sekolah Dasar. Berbeda dengan masalah yang dikaji dalam
penelitian ini Wong dkk mengaitkan SEL dengan masalah tingkah laku.
Sedangkan peneliti lebih memfokuskan pada pembentukan karakter
tanggung jawab yang dapat mengurangi masalah perilaku.57
2. Jurnal Internasional Margarita Panayiotou, Neil Humphrey, Michael
Wigelsworth, Manchester Institute of Education, University of
Manchester, United Kingdom. Penelitian ini berjudul “An empirical
basis for linking social and emotional learning to academic
performance”.
Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa tujuannya adalah untuk
melihat hubungan antara SEL dengan peningkatan kemampuan akademik.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan instrument test dan
kuesioner. Sampel dari penelitian ini adalah 1626 peserta didik dari 45
57
Agnes S.K. Wong, Cecilia. W. P. Li-Tsang, Andrew. M. H. Siu, Department of Rehabilitation Sciences, Effect of a Social Emotional Learning Programme for Primary
School Students, The Hong Kong Polytechnic University, 2014, h. 56-59.
46
Sekolah Dasar di Inggris. Data analisis dari penelitian ini menggunakan
SPSS. Hasil dari penelitian ini menunjukkan SEL dapat meningkatkan
kemampuan akademik peserta didik. Penelitian yang dilakukan oleh
Panayiotou berfokus pada pengaruh SEL pada peningkatan akademik.
Menurutnya SEL dapat mengurangi masalah yang berhubungan dengan
perilaku dengan demikian hal tersebut bisa membantu pencapaian
akademik peserta didik. Berbeda dengan fokus masalah pada penelitian
ini yang menghubungkan SEL dengan karakter tanggung jawab. 58
3. Jurnal Internasional Yehui Wang, Zhaoxi Yang, Yingbin Zhang, Faming
Wang, Tour Liu, Tao Xin, Beijing Normal University, China. Penelitian
ini berjudul “The Effect of Social Emotional Competence on Child
Development in Western China”.
Penelitian tersebut bertujuan untuk menginvestigasi efek dari
kompetensi sosial dan emosional pada peserta didik dalam pencapaian
akademik, emosi dan sikap dalam ranah akademik dan hubungan
interpersonal. Sampel dari penelitian ini adalah 7106 peserta didik kelas
empat dan kelas lima di Cina Barat. Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif dengan instrumen kuesioner dan tes . Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan teknik analisis statistik. Hasil dari penelitian
ini adalah pertama, kompetensi sosial dan emosional positif dapat
memprediksi prestasi akademik peserta didik termasuk membaca,
matematika dan sains. Kedua, kompetensi sosial dan emosional
memprediksi emosi dan sikap akademik peserta didik, termasuk
kecemasan dan minat belajar. Ketiga, kompetensi sosial dan emosional
memprediksi hubungan interpersonal peserta didik secara positif yang
58
Margarita Panayiotou, Neil Humphrey, Michael Wigelsworth, An empirical basis for linking social and emotional learning to academic performance, Manchester Institute of
Education, University of Manchester, United Kingdom, 2019, Volume 56, h. 193-199.
47
meliputi hubungan dengan teman sebaya, hubungan antara guru dengan
peserta didik dan hubungan interpersonal peserta didik.
Penelitian yang dilakukan oleh Wang dkk melihat SEL dari
pengaruhnya terhadap ranah yang beragam, sehingga penelitiannya lebih
kompleks. Selain itu juga dalam penelitian tersebut dilakukan penelitian
secara langsung dengan menggunakan sampel. Sedangkan pada penelitian
yang dilakukan oleh penulis SEL dihubungkan pada karakter tanggung
jawab. Metode yang digunakan juga berbeda. Penelitian ini menggunakan
metode library research sebagai metode utama yang didukung oleh field
research yang dilakukan dengan wawancara59
4. Jurnal Internasional Esmaeil Sadri Damirchi, Hacettepe University,
Ankara, Turki. Penelitian ini berjudul “The Impact of Social-Emotional
Learning Skills Programs on Social Development Among Primary
School Students”.
Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi efek dari social
emotional learning skills program pada perkembangan sosial di Sekolah
Dasar di Urmiya, Iran. Metode penelitian ini adalah eksperimen dengan
64 orang peserta didik Sekolah Dasar sebagai sampel. Data analisis dalam
penelitian ini menggunakan teknik analisis statistik. Hasil dari penelitian
ini adalah Program Social and Emotional Learning memiliki dampak
yang signifikan terhadap perkembangan sosial pada peserta didik Sekolah
Dasar. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Damirchi SEL dihubungkan
dengan keterampilan sosial yang dimensinya lebih luas dari penelitian
yang dilakukan oleh penulis. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan
59
Yehui Wang, Zhaoxi Yang, Yingbin Zhang, Faming Wang, Tour Liu, Tao Xin,. The Effect of Social Emotional Competence on Child Development in Western China, Beijing
Normal University, China, 2019, Vol. 01, No. 282, h. 1-4.
48
penulis yang berfokus pada pencapaian karakter tanggung jawab melalui
Program Social Emotional Learning.60
60
Esmaeil Sadri Damirchi, Hacettepe University, Ankara, Turki. The Impact of Social-Emotional Learning Skills Programs on Social Development Among Primary School Student,
Vol. 4, No. 16, 2013
49
D. Kerangka Berpikir
MASALAH
Pengabaian terhadap perintah guru
Ketidakmampuan mengolah emosi
Tindakan indisipliner dan perilaku
tidak tanggung jawab
Pada umumnya sekolah lebih fokus
pada penguatan mata pelajaran
Waktu yang tersedia pada setiap mata
pelajaran dengan beban materi yang
banyak dinilai kurang untuk dapat
memasukkan aspek – aspek yang
berkaitan dengan sosial dan emosional.
SOLUSI
PROGRAM SOCIAL EMOTIONAL
LEARNING
Perilaku agresi
Self Awareness
Social Awareness
Relationship Skill
Self Management
Responsible
Decision Making
PEMBENTUKAN KARAKTER
TANGGUNG JAWAB
50
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian
Objek penelitian ini adalah Program Social Emotional Learning sebagai
variabel bebas dan upaya pembentukan karakter tanggung jawab pada peserta
didik sekolah dasar sebagai variabel terikat. Penelitian ini akan dilaksanakan
pada awal Februari hingga akhir Mei 2020. Di bawah ini merupakan tabel
perencanaan penelitian sampai dengan sidang munaqasah dan revisi skripsi:
No. Keterangan
Tahun dan Bulan
2019 2020
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
1. Observasi dan
Penyusunan
Proposal Skripsi
(BAB 1-3)
✓ ✓
2. Seminar
Proposal Skripsi
✓
3. Revisi Proposal
Skripsi
✓
4. Penyusunan
instrument
✓
5. Penelitian ✓ ✓
6. Penyusunan
BAB 4-5
✓
7. Munaqasah dan
Revisi Skripsi
✓
51
B. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Objek
dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif merupakan objek alamiah yang
berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran
peneliti tidak mempengaruhi dinamika pada objek penelitian tersebut.
Laporan berdasarkan pendekatan kualitatif mencakup masalah deskripsi murni
tentang program dan atau pengalaman orang di lingkungan penelitian.61
Tujuannya adalah untuk membantu pembaca mengetahui apa yang terjadi di
lingkungan dan di bawah pengamatan. Kemudian deskripsi tersebut
diseimbangkan dengan analisis dan interpretasi.62
Pada penelitian ini peneliti mengumpulkan data kualitatif mengenai
Program Social Emotional Learning dalam upaya pembentukan karakter
tanggung jawab dengan metode library research yang didukung dengan
metode field research. Metode Library Research yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah kegiatan untuk mengumpulkan data pustaka, membaca,
mencatat, dan mengolah data penelitian. Teknik pengumpulan data
menggunakan dokumen, catatan penelitian, dan wawancara. Instrumen dalam
penelitian ini adalah daftar check list dokumen, catatan, dan pedoman
wawancara. Data yang didadapat dari hasil wawancara akan dijadikan sebagai
pendukung teori-teori yang telah dianalisis. Penelitian ini menggunakan
wawancara semi terstruktur, yaitu wawancara yang dilakukan dengan
menggunakan pedoman yang telah ditetapkan, namun berkembang setelah
wawancara berlangsung.63
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik content
analysis. Menurut Kripendoff teknik analisis ini digunakan untuk
61
Sugiyono, Metode Penlitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D, (Alfabeta: Bandung,
2017), h. 8-9 62
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif, (Rajawali Pers: Depok, 2019), h. 166 63
Sugiyono, Ibid, h. 262
52
mendapatkan inferensi yang valid dan dapat diteliti ulang berdasarkan
konteksnya. Sebagai teknik, analisis konten ini dapat memberikan wawasan
baru, meningkatkan pemahaman peneliti tentang fenomena tertentu, atau
menginformasikan tindakan praktis. Dalam penelitian ini akan dilakukan
proses memilih, membandingkan, dan menggabungkan data hingga
ditemukan data yang relevan. 64
C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian dapat diartikan sebagai batasan dari penelitian. Fokus
dalam hal ini merupakan usaha pembatasan penelitian agar ruang lingkup
yang akan diteliti tidak terlalu luas. Menurut Spadley 1920 “a focused refers
to a single cultural domain or few related domains”. Dari pernyataan tersebut
kita dapat memaknai bahwa fokus dari suatu penelitian merupakan domain
yang terkait dengan situasi sosial. Ada dua tujuan yang ingin dicapai dengan
memfokuskan masalah. Pertama, penetapan fokus dapat membantu dalam
membatasi penelitian. Ketika fokus sudah ditemukan maka batasan – batasan
tentang yang akan diteliti secara pasti sudah didapatkan. Kedua, penetapan
fokus dapat membantu dalam mengidentifikasi data – data yang dibutuhkan
dan data – data yang relevan dengan penelitian.65
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan maka fokus
penelitian ini adalah Program Social Emotional Learning dalam upaya
pembentukan karakter tanggung jawab peserta didik di sekolah dasar. Fokus
utama tersebut kemudian terbagi menjadi pendekatan, program pembelajaran,
serta manfaat yang didapatkan dari Program Social Emotional Learning yang
meliputi self awareness, social awareness, self management, responsible
64
Klaus Krippendorff, Content Analysis: An Introduction to Its Methodology Second
Edition, (Sage Publications: London, 2004) 18. 65
Albi Anggito dan Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (CV Jejak: Suka
Bumi, 2018), h. 52 – 53
53
decision making, dan self management. Selain itu penelitian ini juga akan
membahas tentang pembentukan karakter tanggung jawab peserta didik
sekolah dasar, sehingga rumusan masalah dalam penelitian ini dapat terjawab.
D. Prosedur Penelitian
Metode kepustakaan ini digunakan untuk menyusun konsep mengenai
Social Emotional Learning (SEL) dalam upaya pembentukan karakter
tanggung jawab peserta didik di Sekolah Dasar. Adapun langkah – langkah
dalam penelitian kepustakaan menurut Kuhlthau dalam Milla (2018) adalah
sebagai berikut:
1. Pemilihan topik
Dalam hal ini peneliti dapat menentukan topik yang akan dikaji pada
penelitian kepustakaan. Pemilihan topik ini didasarkan pada beberapa
pertimbangan diantaranya yaitu; ketertarikan peneliti, informasi yang
tersedia, waktu yang tersedia, serta kemungkinan keberhasilan penelitian.
Dalam penelitian ini peneliti memilih topik Social Emotional Learning
(SEL) dalam upaya pembentukan karakter tanggung jawab pada peserta
didik sekolah dasar.
2. Eksplorasi Informasi
Eksplorasi informasi dilakukan agar peneliti dapat memperoleh
pengetahuan yang lengkap untuk meneliti. Eksplorasi informasi ini juga
dilakukan untuk mengumpulkan data – data yang diperlukan agar hasil
penelitian lebih mendalam. Pada tahap ini peneliti mengeksplorasi
informasi atau data yang berkaitan dengan Social Emotional Learning
(SEL) dalam upaya pembentukan karakter tanggung jawab pada peserta
didik sekolah dasar.
54
3. Menentukan Fokus Penelitian
Pada tahap ini peneliti membatasi masalah yang akan diteliti agar
penelitian menjadi lebih terarah. Dalam penelitian kepustakaan ini
peneliti memfokuskan penelitiannya pada masalah yang berkaitan dengan
Social Emotional Learning (SEL) dalam upaya pembentukan karakter
tanggung jawab pada peserta didik sekolah dasar.
4. Pengumpulan Sumber Data
Sumber data dalam penelitian studi pustaka dapat diperoleh dari
berbagai macam jurnal, buku, dan artikel ilmiah. Dalam penelitian ini
peneliti memanfaatkan buku yang ada di perpustakaan serta berbagai situs
di internet seperti e – book, e – journal, dan artikel ilmiah lainnya yang
berkaitan dengan fokus penelitian. Dengan memanfaatkan hal – hal
tersebut maka sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini akan
terpenuhi.
5. Persiapan Penyajian Data
Persiapan penyajian data dilakukan dengan menganalisis data yang
didapatkan dari berbagai macam sumber. Peneliti dapat memilah,
mengolah, dan membuat sintesis dari informasi yang telah didapatkan.
Penyajian data dalam penelitian ini akan menggunakan pola penyajian
deskriptif.
6. Penyusunan Laporan.
Penyusunan laporan dalam penelitian dilakukan sesuai dengan
keperluannya. Dalam penelitian ini sistematika penyusunannya akan
mengikuti sistematika penyusunan tugas akhir skripsi dengan metode
studi pustaka.66
66
Milla Tuna Imah, Budi Purwoko, Studi Kepustakaan Penerapan Konseling Neuro Linguistic Programming (NLP) dalam Lingkup Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya,
2018, hlm. 13.
55
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Hasil Analisis Kritis Deskriptif
Temuan hasil analisis menunjukkan lima kompetensi dalam Program Social
Emotional Learning dapat membentuk karakter tanggung jawab peserta didik di
Sekolah Dasar. Kompetensi tersebut adalah self awareness, self management,
social awareness, relationships skills, dan responsible decision making. Lima
kompetensi tersebut dilengkapi dengan berbagai indikator yang mendukung
pembentukan karakter tanggung jawab dalam berbagai dimensi. Indikator –
indikator tersebut dapat menjadi acuan bagi guru sehingga akan membantu
mengarahkan guru dalam membentuk karakter tanggung jawab peserta didik.
Berikut adalah penjabaran dari kompetensi yang ada di dalam Program Social
Emotional Learning dalam pembentukan karakter tanggung jawab:
1. Self Awareness Dalam Pembentukan Karakter Tanggung Jawab
Self awareness dapat mendorong peserta didik untuk bertanggung
jawab mengenali dirinya. Peserta didik didorong untuk mengenali
emosi, sikap, dan perilakunya sebagai individu. Selain itu peserta didik
juga diarahkan untuk mengenali perasaan – perasaan yang timbul,
membedakannya, mengetahui kenapa perasaan tersebut bisa timbul, dan
mengetahui dampak perasaan tersebut pada individu lainnya. Misalnya
ketika peserta didik marah, dalam hal ini kompetensi self awareness
mengarahkan agar peserta didik mengetahui kenapa timbul perasaan
marah. Peserta didik juga diarahkan agar dapat mengetahui dampak
ketika amarah tersebut ditumpahkan pada orang lain. Pada akhirnya
peserta didik mengerti bagaimana mengelola perasaan mereka sehingga
56
membuatnya bersikap tanggung jawab terhadap dampak dari
perasaannya terhadap dirinya sendiri maupun orang lain.
Kompetensi self awareness ini memiliki lima indikator yaitu; 1)
Identifying emotions, peserta didik diarahkan untuk mengenali berbagai
emosi seperti sedih, marah, kecewa, dan gembira melalui ekspresi wajah
sesorang; 2) Self-perception, indikator ini mengarahkan peserta didik
agar dapat mempresepsikan diri mereka seperti kekuatannya,
kelemahannya, kepercayaan diri, dan kemampuan untuk mengatasi
kehidupan; 3) recognizing strengths, indikator ini mengajarkan peserta
diri agar menyadari kekuatan atau kelebihannya sehingga dapat
dikembangkan dengan optimal; 4) Self-confidence, indikator ini dapat
membantu untuk membentuk kepercayaan diri peserta didik. Ketika
peserta didik menyadari kekuatannya atau kelebihannya maka
kepercayaan diri akan terbentuk; 5) Self efficacy, indikator ini dapat
mendorong peserta didik untuk percaya pada kemampuannya dalam
mengatasi situasi. Indikator ini membuat peserta didik untuk tidak ragu
dalam mengambil keputusan yang bertanggung jawab.
2. Self Management Dalam Pembentukan Karakter Tanggung Jawab
Self management mendorong peserta didik agar bertanggung jawab
untuk mengatur dirinya agar mencapai tujuan. Hal ini berkaitan dengan
cara individu untuk mengelola dirinya agar tercipta individu yang sesuai
harapan. Ketika peserta didik diajarkan untuk bertanggung jawab
dengan mengelola dirinya dengan baik maka kesejahteraan pribadi akan
tercapai dari pengaturan diri yang tertib. Hal tersebut menjadi dasar bagi
peserta didik agar dapat mencapai tujuannya sebagai seorang pelajar.
Misalnya ketika seorang peserta didik ingin menjadi juara pada
olimpiade matematika, maka peserta didik tersebut harus mampu
57
mengatur dirinya untuk belajar dan berlatih dengan giat. Sehingga
tujuannya untuk menjuarai olimpiade matematika dapat tercapai.
Kompetensi self management oleh CASEL diturunkan menjadi lima
indikator yaitu: 1) Impulse control; 2) Stress management, indikator ini
mengarahkan peserta didik agar dapat mengendalikan dirinya saat
menghadapi tekanan; 3) Self dicipline, indikator ini mengajarkan peseta
didik agar bertanggung jawab dengan bersikap disiplin atau tertib dalam
mengelola dirinya untuk mencapai tujuan 4) self motivation; indikator
ini mengajarkan peserta didik untuk memotivasi dirinya sendiri
sehingga peserta didik tidak bergantung pada orang lain 5) Goal setting;
indikator ini membantu peserta didik untuk menciptakan tujuan – tujuan
yang membawa pengaruh positif pada dirinya 5) Organizational skills;
indikator ini mendukung peserta didik agar memiliki kemampuan untuk
mengorganisir semua hal yang dapat membantu mencapai tujuannya
sebagai pelajar yang baik.
3. Social Awareness Dalam Pembentukan Karakter Tanggung Jawab
Social awareness, kompetensi ini mendorong peserta didik agar dapat
bertanggung jawab terhadap lingkungan sosialnya dengan cara berempati
dan bersimpati terhadap orang lain. Dalam hal ini peserta didik diarahkan
untuk memahami berbagai norma yang berlaku di lingkungan sosial.
Kompetensi ini juga mengarahkan peserta didik agar dapat mengambil
perspektif orang lain dari berbagai latar belakang dan budaya, sehingga
hal ini akan mengajarkan peserta didik agar senantiasa berpikir terbuka.
Dengan kompetensi social awareness ini peserta didik juga akan belajar
untuk dapat berperilaku adaptif dan fleksibel bergantung dengan keadaan
lingkungan sekitar.
Kompetensi ini dibagi menjadi lima indikator yaitu; 1) Perspective
taking, indikator ini mengarahkan peserta didik untuk melihat masalah
58
melalui berbagai sudut pandang, sehingga mengajarkan peserta didik agar
bersikap lebih hati – hati dalam mengambil langkah; 2) Emphaty,
indikator ini mengarahkan peserta didik agar dapat bersikap empati.
Peserta didik diajarkan untuk berusaha mengerti keadaan orang lain
dengan cara membayangkan apabila mereka ada pada posisi orang lain; 3)
Appreciating diversity, indikator ini mendorong peserta didik agar dapat
mengapresiasi segala bentuk perbedaan. Misalnya perbedaan mengenai
ras, suku, bangsa, agama, dan budaya. Dengan indikator ini peserta didik
dapat melatih dirinya agar senantiasa bertoleransi sebagai wujud dari rasa
tanggung jawab kepada lingkungan sosial.
4. Relationships skills Dalam Pembentukan Karakter Tanggung Jawab
Relationships skills, kompetensi ini mengarahkan peserta didik untuk
bertanggung jawab dalam menciptakan hubungan yang positif. Peserta
didik diarahkan untuk membangun dan memelihara hubungan yang
sehat. Selain itu dengan kompetensi ini peserta didik dapat belajar untuk
bertanggung jawab dalam menegosiasi konflik secara konstruktif.
CASEL membagi kompetensi ini menjadi empat indikator yaitu: 1)
Communication, cara berkomunikasi peserta didik dapat mempengaruhi
terbentuknya suatu hubungan, maka dari itu mengarahkan peserta didik
untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan benar merupakan hal yang
penting dalam rangka pembentukan karakter tanggung jawab; 2) Social
engangement, indikator ini mendorong peserta didik agar bertanggung
jawab dalam membentuk ikatan baik dengan lingkungan sosialnya; 3)
Relationship building, indikator ini dapat digunakan untuk mengarahkan
peserta didik dalam membentuk suatu hubungan yang positif dan
bermanfaat; 4) Teamwork, indikator ini mengarahkan peserta didik agar
memiliki keterampilan bekerja yang baik di dalam kelompok.
59
5. Responsible Decision Making Dalam Pembentukan Karakter
Tanggung Jawab
Responsible decision making mengarahkan peserta didik untuk
bertanggung jawab dalam membuat keputusan. Hal ini mengarahkan
peserta didik untuk mengambil keputusan yang bertanggung jawab
dengan memperhatikan standar etika, masalah keselamatan, dan norma
sosial. Kompetensi ini mengajarkan peserta didik untuk membuat
keputusan yang konstruktif dengan mengidentifikasi, mengklarifikasi,
dan mengevaluasi situasi. CASEL membagi kompetensi ini menjadi
lima indikator yaitu: 1) Identifying problem, indikator ini menyediakan
pengetahuan agar peserta didik dapat memahami masalahnya dengan
baik. Ketika mereka memahami cara mengenali dan menyelesaikan
masalah dengan perilaku yang baik maka tindakan – tindakan
indisipliner dapat dikurangi. 2) Analyzing situations, indikator ini
mengarahkan peserta didik untuk menganalisis masalah dari berbagai
sudut pandang, meliputi bagaimana dan kenapa masalah dapat muncul;
3) solving problems, indikator ini dapat dijadikan sebagai latihan untuk
peserta didik agar dapat mempraktikan dan mengembangkan metode
dalam menyelesaikan masalah. Peserta didik perlu mengidentifikasi
pilihan yang mungkin untuk dilakukan dan mengeksplorasi potensi dari
konsekuensi pada setiap pilihan; 4) Evaluating and reflecting, ketika
peserta didik dapat mengambil waktu untuk mengevaluasi
keberhasilannya dalam mengidentifikasi, menganalisa, dan
menyelesaikan suatu masalah maka mereka dapat mengembangkan
keterampilannya. Refleksi tersebut dapat membuat peserta didik lebih
bijak untuk mengambil langkah yang perlu dilakukan dalam
memutuskan sesuatu pada kesempatan berikutnya; 5) Ethical
responbiliy, indikator ini dapat melatih peserta didik untuk
mengidentifikasi konsekuensi dari setiap keputusan, peserta didik juga
60
harus mempertimbangkan aspek moral yang dirasa perlu untuk
dilakukan.67
Berdasarkan penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa lima
kompetensi dasar dalam Program Social Emotional Learning tersebut dapat
dijadikan sebagai acuan dan ukuran dalam pembentukan karakter tanggung
jawab. Hal ini tentunya dapat membantu para guru untuk membentuk
karakter tanggung jawab peserta didik. Dengan kompetensi dan indikator
yang ada di dalam Program Social Emotional Learning langkah – langkah
yang dilakukan oleh guru akan lebih terarah. Selain itu guru dapat
memandang peserta didik lebih objektif. Dengan adanya indikator tersebut
maka guru akan menilai keberhasilan pembentukan karakter tanggung jawab
dengan lebih terukur.
Penelitian Yehui Wang yang berjudul The Effect of Social Emotional
Competency on Child Development in Western China mendukung penjelasan
di atas mengenai dampak yang diberikan oleh kompetensi yang ada di dalam
Program Social Emotional Learning. Wang menjelaskan bahwa peserta didik
dengan kompetensi sosial dan emosional yang tinggi cenderung melakukan
lebih banyak pengaturan diri atau self – regulation dan membuat keputusan
yang bertanggung jawab. Peserta didik dengan kompetensi sosial dan
emosional memiliki pengetahuan tentang makna belajar yang lebih dalam,
hal ini berkaitan dengan rasa tanggung jawab seorang peserta didik. Ketika
peserta didik sadar akan makna belajar yang merupakan tugas dari seorang
pelajar, maka mereka akan merasa lebih bertanggung jawab pada akademik,
yang didik dapat menjaga ketertarikannya untuk mempelajari sesuatu dan
pada akhirnya akan meningkatkan prestasi akademik yang merupakan buah
dari karakter tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang peserta didik.68
67
Casel.org, CASEL diakses pada 12/04/20, 15. 16 WIB. 68
Yehui Wang, The Effect of Social Emotional Competency on Child Development in
Western China, Journal of Front. Psychol, Vol. 10, 2019, h. 6.
61
Penelitian selanjutnya yang mendukung penjelasan di atas adalah jurnal
karya Son Van Huynh yang berjudul Social Awareness and Responsible
Decision Making of Students in Grade 4 and 5 in Vietnam. Berbeda dengan
jurnal sebelumnya penelitian ini memfokuskan hubungan antara social
awareness dengan responsible decision making yang merupakan bagian dari
Social Emotional Learning (SEL). Penelitian ini membuktikan bahwa ada
korelasi yang kuat antara social awareness dengan responsible decision
making. Ketika seseorang ingin membuat keputusan yang sesuai dengan
situasi maka mereka harus memahami orang lain dari berbagai perspektif
seperti emosinya, hobinya, kebutuhannya dan keinginannya. Ketika individu
dapat menyadari lingkungan sosialnya, maka individu tersebut dapat
memberikan keputusan tepat yang tidak menyinggung dan tidak menyakiti
orang lain. Semakin seseorang mengerti akan keadaan orang lain maka
mereka juga akan semakin bertanggung jawab dalam mengambil
keputusan.69
Dalam proses penelitian ditemukan salah satu sekolah yang menerapkan
Program Social Emotional Learning yaitu SD Kharisma Bangsa, Pondok
Cabe, Tangerang Selatan. Sekolah tersebut menerapkan program ini mulai
Januari 2019. Pelaksaan program dilakukan di semua kelas mulai dari kelas
satu sampai dengan kelas enam. Program dilaksanakan di dalam kelas
selama 2 x 35 menit pembelajaran SD Kharisma Bangsa bekerja sama
dengan Sanford Harmony. Kerja sama tersebut meliputi pengadaan buku,
pelatihan, dan penyediaan langkah – langkah pembelajaran. Program Social
Emotional Learning dinilai membantu guru sebagai tindakan preventif
terhadap tingkah laku buruk peserta didik. Awalnya peserta didik khususnya
69
Son Van Huynh, “Social Awareness and Responsible Decision Making of Students in Grade 4 and 5 in Vietnam,” Journal of Education and Human Development 7, No. 4
(2018). h. 15
62
kelas rendah mengalami communication bloopers. Seperti berteriak dan
memotong pembicaraan orang lain. Selain itu pada awal semester mereka
belum mampu untuk mengendalikan emosi. Mereka belum memahami
bagaimana cara menerima, mengatur, dan mengeluarkan emosi dengan baik.
Kemudian setelah Program Social Emotional Learning ini dilakukan selama
satu semester mereka menunjukkan perubahan positif. Mereka mulai belajar
untuk berkomunikasi, bersosialisasi, dan mengatur emosi.70
Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian Agnes. S.K. Wong, dkk
yang berjudul Effect of Social Emotional Learning Programme for Primary
School Students. Dalam penelitiannya Wong, dkk mengevaluasi efek dari
Program Social Emotional Learning untuk peserta didik sekolah dasar yang
memiliki kesulitan dalam manajemen sosial dan emosional, berdasarkan
laporan yang diterima dari para orang tua dan guru di sekolah. Hasil dari
penelitian ini diantaranya yaitu permasalahan dalam perilaku peserta didik
secara signifikan menurun setelah diberikan Program Social Emotional
Learning. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa Program Social
Emotional Learning secara efektif dapat mengurangi permasalahan tentang
perilaku pada peserta didik sekolah dasar.
Selain penelitian Wong, dkk penelitian Esmaeil Sadri Damrichi yang
berjudul The Impact of Social Emotional Learning Skills Programs on
Social Development Among Primary School Students juga mendukung
pernyataan tersebut. Penelitian ini membuktikan adanya pengaruh Social
Emotional Learning terhadap kenaikan perkembangan sosial peserta didik di
sekolah dasar. Dalam peneleitian ini dijelaskan adanya peningkatan rata –
rata hitung antara Pre – test dan Post-test untuk keterampilan sosial. Hal ini
membuktikan bahwa kelas eksperimen yang diberikan perlakuan Social
70
Wawancara dengan Ozlem A. K, pada tanggal 27 November 2019, Tempat: SD
Kharisma Bangsa, Pondok Cabe, Tangerang Selatan.
63
Emotional Learning memiliki keterampilan sosial yang lebih tinggi dari pada
kelas kontrol.71
Fakta lain yang didapat dari lapangan adalah pernyataan yang
didapatkan dari salah satu guru di SD Kharisma Bangsa. Guru tersebut
mengakui bahwa manfaat dari Program Social Emotinal Learning sudah
mulai terasa terutama pada peserta didik di kelas rendah. Sementara itu
untuk peserta didik di kelas tinggi pengaruhnya masih belum begitu terlihat,
karena program ini masih dalam tahap penyesuaian. Guru tersebut mengakui
bahwa program ini dapat membentuk karakter tanggung jawab, karena selain
dari kompetensinya, langkah – langkah pembelajaran yang tercantum dalam
buku pedomannya juga memberikan banyak kesempatan bagi peserta didik
untuk melakukan aktivitas – aktivitas yang mendukung pembelajaran sosial
dan emosional di dalam kelas. Peserta didik diarahkan untuk berpasrtisipasi
secara aktif di dalam proses pembelajaran. Hal tersebut akan melatih peserta
didik untuk tanggung jawab dengan cara berpatisipasi aktif. Maka seiring
dengan proses pembelajaran karakter tanggung jawab peserta didik akan
terbentuk. Selain itu karena semua langkah – langkah dalam menerapkan
Program Social Emotional Learning sudah tercatat dalam buku panduan
guru tersebut merasa sangat terbantu, sehingga pelaksanaan Program Social
Emotional Learning sebagai upaya pembentukan karakter tanggung jawab
akan terukur dan terarah. 72
Setelah dikonfirmasi dengan beberapa orang tua peserta didik ternyata,
kegiatan Social Emotional Learning juga di lakukan di rumah. Contohnya
seperti membuat makanan bersama keluarga untuk program chairity day dan
melakukan beberapa permainan yang dapat melatih keterampilan sosial dan
71
Esmaeil Sadri Damirchi, “The Impact of Social-Emotional Learning Skills Programs
on Social Development Among Primary School Students” 4, No. 16 (2013), h. 202–207. 72
Wawancara dengan Ridwan Sumitro, pada tanggal 19 Mei 2020, melalui voice call
whatsapp.
64
emosional. 73
Hal-hal seperti itu melatih peserta didik untuk bisa saling
membantu dan bersikap tanggung jawab. Menurut beberapa orang tua terjadi
beberapa perubahan setelah anak-anak memperlajari SEL diantaranya yaitu
anak-anak jadi lebih mudah berempati pada apa yang terjadi di sekitarnya,
berusaha memenuhi tanggung jawabnya dan lebih mudah menawarkan
bantuan kepada orang lain.74
Selain itu menurut keterangan salah satu orang
tua lainnya setelah anak-anak mempelajari SEL mereka jadi lebih bijak
dalam bertindak dan memiliki self control yang lebih baik.75
Beberapa peserta didik juga menyampaikan bahwa mereka pernah
melakukan kegiatan Social Emotional Learning seperti membantu orang tua,
menceritakan tentang kegiatan di sekolah, dan bermain beberapa games yang
ada dalam buku pedoman Program Social Emotional Learning bersama
keluarga. Beberapa peserta didik ini juga menyampaikan mereka senang
untuk mempelajari Social Emotional Learning karena banyak hal–hal baru
yang mereka dapatkan seperti; belajar mengenai stereotype, who we are,
bersikap empati, dan mencapai tujuan positif, dan mengetahui karakter orang
lain serta cara untuk bekerja sama dengan mereka.76
Untuk melaksanakan Program Social Emotional Learning tentu
membutuhkan pendekatan yang perlu untuk dilakukan. Berikut ini adalah
pendekatan yang dapat digunakan dalam menerapkan Program Social
Emotional Learning menurut The Collaborative of Social Emotional
Learning (CASEL); 1) Explicit SEL Instruction, pendekatan ini melibatkan
guru dalam menciptakan instruksi yang berhubungan dengan topik – topik
SEL yang mendukung pembentukan karakter tanggung jawab seperi
73
Wawancara dengan Sandra Susanto, pada tanggal 16 Juli 2020, melalui voice call
Whatsapp 74 Wawancara dengan Sandra Susanto dan Suciati Gita, pada tanggal 16 Juli 2020,
melalui voice call Whatsapp 75 Wawancara dengan Shinta Viani, pada tanggal 18 Juli 2020, melalui voice call Whatsapp
76 Wawancara dengan Nafisha, Keianna, Esma, dan Queena, pada tanggal 16 dan 18
Juli 2020, melalui voice call Whatsapp.
65
pelabelan emosi; 2) Teacher Instructional, guru dapat terlibat dalam
menciptakan pengalaman kelas untuk mengembangkan keterampilan –
keterampilan yang ada di dalam Program SEL; 3) Integrated with academic
curriculum areas, pendekatan ini merupakan alternatif lain yaitu dengan cara
menintegrasikan komponen dasar SEL pada kurikulum akademik.
Contohnya, guru dapat menghubungkan pengembangan keterampilan SEL
ke dalam pelajaran literasi.77
Berbagai pendekatan tersebut dapat membantu peserta didik untuk
menguasai kelima kompetensi Social Emotional Learning sehingga pada
akhirnya karakter tanggung jawab dapat terbentuk. Misalnya, ketika
kompetensi self awareness diajarkan menggunakan pendekatan Explicit SEL
Instruction. Dalam hal ini guru dapat memberi instruksi secara jelas dan
langsung kepada peserta didik mengenai hal – hal yang berknaan dengan self
awareness, contohnya seperti mengenali emosi pada diri sendiri. Guru dapat
meminta peserta didik untuk menunjuk salah satu simbol perasaan seperti
sedih atau gembira. Dengan pendekatan ini guru dapat sekaligus membentuk
karakter tanggung jawab peserta didik dalam mengenali emosinya sendiri.
Begitu juga dengan pendekatan lainnya yang membantu guru dalam
menyampaikan kompetensi Program Social Emotional Learning sehingga
menjadi lebih terarah. Dengan menggunakan pendekatan tersebut Program
Social Emotional Learning akan berjalan optimal karena didasari dengan
pendekatan yang jelas, sehingga guru tidak salah langkah dalam
melaksanakan program tersebut.
Selain pendekatan yang dilakukan ada juga strategi yang dapat
digunakan dalam mengajarkan lima kompetensi dasar tersebut agar lebih
optimal diantaranya yaitu; 1) Promoting Alternative Thinking Strategy
(PATH) yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi sosial dan
77
CASEL Guide, Effective Social and Emotional Learning Programs, Preschool and
Elementary School, Edition, 2013, h. 19 – 20
66
emosional pada peserta didik, mencegah kekerasan, agresi, dan
permasalahan lainnya. Strategi ini mengacu pada ABCD (Affective,
Behavioural, Cognitive, Dynamic) yang meyakini bahwa kompetensi sosial
dapat dicapai apabila kompetensi afektif dan kognitif peserta didik dapat
saling bekerja sama. 2) The Responsive Classroom Approach (RC
Approach), strategi ini merupakan pendekatan yang menggabungkan
kebutuhan sosial, emosional, dan akademik bagi peserta didik. Program ini
berusaha untuk menyeimbangkan pembelajaran yang optimal dengan
keadaan kelas yang aman, menantang, dan menyenangkan. 3) The Reading,
Writing, Respect and Resolution Strategy (4Rs), strategi ini melatih guru
menggunakan kurikulum berbasis literasi. Guru dapat mengintegrasikan
Program Social Emotional Learning dalam pembelajaran di kelas seperti
menyelesaikan masalah, perbedaan budaya, sikap kooperatif dan kerja sama;
4) Recognizing, Understanding, Labeling, Expressing, and Regulating
(RULER), strategi ini adalah strategi dengan literasi emosional yang meliputi
mengenali, memahami, melabeli, mengekspresikan, dan mengatur emosi.
Sehingga pada akhirnya peserta didik diharapkan dapat menguasai
keterampilan yang ada di dalam RULER serta keterampilan lain yang ada di
dalam Program Social Emotional Learning seperti kesadaran diri, kesadaran
sosial, empati, kemampuan untuk mengambil perspektif dan menumbuhkan
emosi dengan iklim yang sehat.78
Ketika Program Social Emotional Learning didukung oleh macam –
macam strategi maka akan membuat pembelajaran di dalamnya terasa
bervariatif. Selain itu strategi – strategi tersebut sangat mendukung
pembentukan karakter tanggung jawab. Seperti strategi PATH yang berusaha
menyeimbangkan kompetensi afektif dan kognitif sehingga pada akhirnya
kompetenesi sosial yang dibutuhkan dalam pembentukan karakter tanggung
78
CASEL, ibid, h. 43-50
67
jawab dapat tercapai. Selanjutnya strategi RC Approach yang berusaha
meyeimbangkan pembelajaran dengan keadaan kelas yang aman,
menantang, dan menyenangkan. Kemudia strategi 4Rs yang dapat
menggabungkan antara pembelajaran berbasis literasi dan strategi RULER
yang mengarahkan peserta didik agar dapat mengenali, memahami, melabeli,
mengekspresikan, dan mengatur emosi. Semua strategi tersebut berusaha
untuk menyeimbangkan harmonisasi yang ada di dalam kelas. Sehingga
kompetensi Program Social Emotional Learning yang dapat membentuk
karakter tanggung jawab peserta didik dapat tercapai.
B. Temuan Hasil Analisis Kritis Komparatif
Temuan hasil analisis kritis komparatif dilakukan dengan cara
mendeskripsikan perbandingan antara Program Social Emotional Learning dan
Program Pendidikan Penguatan Karakter (PPK) yang terintegrasi Kurikulum
2013. Perbandingan dilakukan melalui beberapa aspek yang ada di dalam kedua
program tersebut diantaranya yaitu: kurikulum, fokus kajian, strategi, dan
cakupan integrasi. Dasar dari perbandingan ini adalah buku pedoman
pelaksanaan kedua program tersebut.
1. Komparasi Kurikulum
Kurikulum yang dipakai dalam Program Pendidikan Penguatan
Karakter adalah Kurikulum 2013. Pendidikan Penguatan Karakter
terintegrasi dengan Kurikulum 2013 melalui kompetensi inti satu dan
dua. Kompetensi inti satu mencakup karakter religius, sedangkan
kompetensi isi dua mencakup karakter sosial seperti tanggung jawab
seperti karakter jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan
percaya diri. Program Pendidikan Penguatan Karakter tidak hanya
terintegrasi dalam pembelajaran di kelas saja atau intrakurikuler tetapi
juga pada kegiatan ekstrakurikuler dan kokurikuler. Sehingga dalam
68
pelaksanaannya Pendidikan Penguatan Karakter bersifat holistik atau
menyeluruh.79
Dalam pengintegrasiannya dengan Kurikulum 2013 Program
Pendidikan Penguatan Karakter memiliki beberapa keunggulan
diantaranya yaitu sifatnya yang praktis dan holistik. Sedangkan
kelemahannya yaitu fokus Pendidikan Penguatan Karakter yang menjadi
terbagi dengan beban materi akademik yang harus disampaikan guru.
Sehingga pada akhirnya transfer pengetahuan mengenai nilai – nilai
yang ada dalam Program Pendidikan Karakter kurang optimal. Selain itu
tidak ada penambahan alokasi waktu dengan bertambahnya beban
penguatan karakter yang harus disampaikan oleh guru.
Berbeda dengan Kurikulum yang dipakai dalam Program Social
Emotional Learning. Program Social Emotional Learning memilki
kurikulumnya sendiri. Kurikulum Program Social Emotional Learning
memuat lima kompetensi dasar yaitu self awareness, self management,
social awareness, relationships skills, dan responsible decision making.
Kemudian kompetensi dasar tersebut dibagi menjadi beberapa
indikator.80
Berbagai platform penyedia jasa penyelenggara Program
Social Emotional Learning mengembangkan kurikulum penerapan
Program Social Emotional Learning. Salah satunya yaitu Sanford
Harmony, yang memfokuskan Kurikulum Program Social Emotional
Learning dalam lima tema besar yaitu Diversity & Inclusion, Emphaty
& Critical Thinking, Communication, Problem Solving, dan Peer
Relationships. Fokus tema tersebut kemudian diimplementasikan di
79
Kemendikbud, Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter,
(Kemendikbud: Jakarta, 2017) , h. 13 – 14. 80 CASEL, Loc.it, diakses pada 12/04/20, 15. 16 WIB.
69
dalam kelas, pembiasaan – pembiasaan di sekolah, keluarga dan
masyarakat.81
Kurikulumnya yang terpisah dengan mata pelajaran lainnya
membuat Program Social Emotional Learning dapat diimplementasikan
secara lebih fokus dan terarah. Kurikulum yang dirancang secara khusus
dibuat agar program tersebut dilaksanakan dengan lebih optimal dengan
menggunakan pendekatan dan strategi yang khusus. Namun demikian
ada tantangan dengan penggunaan kurikulum khusus ini. Guru – guru
yang akan mengajarkan Social Emotional Learning harus diberi
pelatihan terlebih dahulu karena substansi yang berbeda dengan
kurikulum nasional. Selain itu karena kurikulum khusus tersebut
dibentuk dan dikembangkan di luar negeri, maka perlu beberapa
penyesuaian agar bisa diterapkan di Indonesia.
Tabel 4.1 Komparasi Kurikulum dalam Program PPK Integrasi K13 dan
Program Social Emotional Learning
Aspek Pembeda
Program PPK
Integrasi Kurikulum
2013
Program Social
Emotional Learning
Kurikulum
Kurikulum 2013 yang
diwujudkan melalui
kompetensi inti satu
dan kompetensi inti
dua.
Kurikulum khusus
yang fokus pada lima
kompetensi dasar
Social Emotional
Learning.
81
Sanford Harmony.org , Sanford Harmony, diakses pada 31/05/20, 15. 52 WIB.
70
2. Komparasi Fokus Kajian
Program Pendidikan Penguatan Karakter (PPK) yang terintegrasi
Kurikulum 2013 dan Program Social Emotional Learning tentunya
memiliki fokus kajiannya masing – masing. Fokus kajian pertama yang
akan dibahas yaitu fokus kajian yang ada di dalam Program Pendidikan
Penguatan Karakter (PPK) yang terintegrasi Kurikulum 2013. Program
Pendidikan Penguatan Karakter (PPK) yang terintegrasi Kurikulum
2013merupakan buah dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM)
yang diatur dalam Instruksi Presiden No. 12 Tahun 2016. Kurikulum
2013 yang terkenal dengan Kurikulum Karakter memuat aspek afektif
dari lima nilai yang ada dalam PPK sebagai perwujudan GNRM. Lima
nilai utama sebagai fokus kajian dari Program PPK integrasi K13
tersebut yaitu; 1) Religius, merupakan nilai karakter yang
mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang
diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama yang dianut,
mengharga perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai
dengan pemeluk agama lain; 2) Nasionalis, adalah cara berpikir,
bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa
dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya; 3) Mandiri,
merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan
mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan
harapan, mimpi dan cita – cita; 4) Gotong Royong, mencerminkan
tindakan menghargai semangat kerjasama dan bahu membahu
menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan
persahabatan, memberi bantuan/ penolongan pada orang – orang yang
membutuhkan; 5) Integritas, merupakan nilai yang mendasari perilaku
71
yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan,
memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai – nilai kemanuasiaan dan
moral.82
Lima nilai karakter yang menjadi fokus kajian dalam PPK
integrasi K13 merupakan nilai – nilai karakter yang menjadi kebutuhan
bagi negara. Ketika peserta didik dapat menguasai lima karakter tersebut
maka akan berpengaruh pada mental peserta didik sehingga tujuan dari
GNRM dapat tercapai dan memberi pengaruh positif bagi bangsa
Indonesia. Selain itu nilai religius yang menjadi salah satu fokus kajian
menjadi keunggulan program ini. Namun demikian jika ditelaah lebih
dalam lima nilai karakter tersebut merupakan sebuah tujuan dan bukan
sebagai cara untuk mencapai sebuah pembentukan karakter. Berbeda
dengan Program Social Emotional Learning yang fokus kajiannya
adalah tentang cara untuk membentuk karakter peserta didik. Program
Social Emotional Learning lebih fokus pada penanaman aspek sosial
dan emosional sebagai dasar dalam pembentukan karakter peserta didik.
Program Social Emotional Learning mendeskripsikan lima
kompetensi dasarnya sebagai fokus kajian diantaranya yaitu: self
awareness, self management, social awareness, relationships skills, dan
responsible decision making.83
Lima kompetensi tersebut diajarkan
dalam Program Social Emotional Learning sebagai upaya dalam
pembentukan karakter peserta didik. Self awareness diajarkan sebagai
upaya dalam pembentukan karakter tanggung jawab dan percaya diri.
Self management diajarkan dalam upaya membentuk karakter disiplin
dan tanggung jawab. Social awareness diajarkan dalam rangka
82
Kemendikbud, Loc. It , h. 7 – 10. 83 Loc. It CASEL, h. 19 – 20
72
membentuk karakter peserta didik agar lebih peka terhadap lingkungan
sekitar, bersikap empati dan simpati, tanggung jawab, serta menghargai
orang lain. Relationships skills diajarkan dalam upaya pembentukan
karakter gotong royong, menghargai, jujur, dan tanggung jawab.
Responsible decision making, diajarkan untuk membentuk karakter
tanggung jawab, mandiri, adil, dan komitmen terhadap moral. Berikut
adalah tabel pembeda dari fokus kajian antara Program Pendidikan
Penguatan Karakter Integrasi Kurikulum 2013 dan Program Social
Emotional Learning:
Tabel 4.2 Komparasi Fokus Kajian Program PPK Integrasi K13 dan
Program Social Emotional Learning.
Aspek Pembeda
Program PPK
Integrasi Kurikulum
2013
Program Social
Emotional Learning
Fokus Kajian
Religius Self Awareness
Nasionalis Self Management
Mandiri Social Awareness
Gotong Royong Relationships Skills
Integritas Responsible
Decision Making
3. Komparasi Strategi
Strategi perlu dilakukan agar program dapat terlaksana secara
optimal. Setiap program tentunya memiliki strateginya masing –
masing. Pada Program Pendidikan Penguatan Karakter Integrasi
73
Kurikulum 2013 beberapa strategi digunakan dalam pelaksanaan
program seperti; collaborative learning, presentasi, diskusi, debat, dan
pemanfaatan TIK. Strategi – strategi tersebut merupakan strategi yang
dapat mendorong partsipasi aktif dari peserta didik atau yang dikenal
dengan student center learning. Selain itu pemanfaatan TIK juga
menambah keunggulan dari strategi pelaksanaan PPK Integrasi K13.84
Jika dibandingkan dengan strategi yang dilakukan dalam
pelaksaanaan Program Social Emotional Learning strategi dalam PPK
Integrasi K13 cakupannya masih terlalu umum. Tidak ada strategi yang
dikhususkan untuk enerapan Program PPK Integrasi K13. Strategi
dalam Penerapan Program Social Emotional Learning terkesan lebih
khusus dan detail. Berbagai strategi dalam Program Social Emotional
Learning diantaranya yaitu; 1) Promoting Alternative Thinking Strategy
(PATH) yang mengacu pada ABCD (Affective, Behavioural, Cognitive,
Dynamic); 2) The Responsive Classroom Approach (RC Approach),
strategi ini merupakan pendekatan yang menggabungkan kebutuhan
sosial, emosional, dan akademik bagi peserta didik; 3) The Reading,
Writing, Respect and Resolution Strategy (4Rs), strategi ini melatih guru
menggunakan kurikulum berbasis literasi; 4) Recognizing,
Understanding, Labeling, Expressing, and Regulating (RULER), strategi
ini adalah strategi dengan literasi emosional yang meliputi mengenali,
memahami, melabeli, mengekspresikan, dan mengatur emosi.85
Maka
dengan strategi – strategi tersebut maka Program Social Emotional
Learning dapat berjalan dengan lebih optimal karena adanya fokus
tersendiri terhadap strategi yang digunakan sesuai dengan kebutuhan
program. Berikut tabel komparasi dari strategi yang digunakan dalam
84
Kemendikbud, Ibid, h. 10 – 11. 85 CASEL, Loc.it, h. 43 – 50.
74
penerapan Program PPK Integrasi K13 dan Program Social Emotional
Learning:
Tabel 4.3 Komparasi Strategi dalam Pelaksanaan Program PPK
Integrasi K13 dan Program Social Emotional Learning.
Aspek Pembeda
Program PPK
Integrasi Kurikulum
2013
Program Social
Emotional Learning
Strategi
Collaborative
Learning
Promoting
Alternative Thinking
Strategy (PATH)
Presentasi
The Responsive
Classroom Approach
(RC Approach)
Diskusi The Reading,
Writing, Respect and
Resolution Strategy
(4Rs)
Debat Recognizing,
Understanding,
Labeling,
Expressing, and
Regulating (RULER)
Pemanfaatan TIK
75
4. Komparasi Cakupan Integrasi
Dalam implementasinya Program PPK Integrasi K13 dan Program
Social Emotional Learning melakukaan pengintegrasian dengan
kegiatan yang ada di dalam maupun di luar kelas. Dalam hal ini
Program PPK Integrasi K13 melakukan pengintegrasian dengan tiga
pendekatan utama, yaitu berbasis kelas, berbasis budaya sekolah, dan
berbasis masyarakat. Pendekatan tersebut dilakukan untuk membantu
satuan pendidikan dalam merancang dan mengimplementasikan
program dan kegiatan PPK. PPK berbasis kelas dapat dilakukan melalui
pendekatan sebagai berikut: 1) Mengintegrasikan proses pembelajaran
di dalam kelas melalui isi kurikulum dalam mata pelajaran, baik secara
tematik maupun mata pelajaran; 2) Memperkuat manajemen kelas,
pilihan metodologi, dan evaluasi pengajaran; 3) Mengembangkan
muatan lokal. Selanjutnya PPK berbasis budaya sekolah dilakukan
dengan cara; 1) Menekankan pada pembiasaan atau nilai utama dalam
keseharian sekolah; 2) Menonjolkan keteladanan orang dewasa; 3)
Melibatkan seluruh ekosistem pendidikan di sekolah; 4)
Mengembangkan dan memberi ruang yang luas pada segenap potensi
siswa melalui kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler; 5)
Memberdayakan manajemen dan tata kelola sekolah; 6)
Mempertimbangkan norma, peraturan, dan tradisi sekolah.
Pengintegrasian lainnya yaitu dengan pendekatan berbasis masyarakat
yang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut; 1) Memperkuat
peranan komite sekolah dan orang tua sebagai pemangku kepentingan
utama pendidikan; 2) Melibatkan dan memberdayakan potensi
lingkungan; 3) Mensinergikan implementasi PPK dengan program
dalam lingkup akademisi, penggiat pendidikan, dan LSM; 4)
76
Mensinkronkan program dengan pemerintah daerah, kementerian, dan
lembaga masyarakat pada umumnya.86
Pengintegrasian Program PPK dan berbagai hal yang ada di
sekolah dapat mempermudah proses pelaksanannya. Karena nilai PPK
akan selalu dibawa pada semua kegiatan yang ada di sekolah. Bahkan
PPK juga diintegrasikan dengan masyrakat, sehingga dapat menambah
harmonisasi yang baik antara lembaga pendidikan dan masyarakat atau
komunitas pada umumnya. Dari berbagai pengintegrasian tersebut hal
yang ingin peneliti garis bawahi adalah mengenai pengintegrasiannya
yang secara umum dilaksanakan bersamaan dengan mata pelajaran atau
tematik. Pada saat guru menyampaikan mata pelajaran tertentu atau
materi tematik tertentu guru tersebut sudah membawa beban akademik,
maka ketika ditambahkan dengan beban PPK pembentukan nilai – nilai
karakter tidak dapat berjalan optimal. Guru menyampaikan mata
pelajaran tentunya disertai dengan nilai – nilai afektif lainnya seperti
rasa tanggung jawab, menghargai, dan sopan santun. Tetapi hal ini tidak
diajarkan secara jelas. Sehingga pengetahuan tentang lima karakter yang
ada pada PPK tidak dapat tersampaikan dengan optimal karena fokus
guru akan terbagi dua antara PPK dan mata pelajaran. Sementara itu
pemerintah mengantisipasinya dengan PPK melalui mata pelajaran
khusus yang berfokus pada tema nilai – nilai tertentu. Namun demikian
untuk pelaksanaan sepenuhnya diserahkan pada sekolah. Alokasi waktu
dan desain pembelajaran diserahkan pada sekolah tanpa ada pedoman
yang jelas, sehingga akan menimbulkan kesenjangan antar sekolah.
Berbeda dengan Program Social Emotional Learning yang
pada umumnya dilaksanakan terpisah dengan mata pelajaran. Program
Social Emotional Learning memiliki kurikulum dan pedoman
86 Kemendikbud, Ibid, h. 15
77
khususnya lainnya. Dalam hal pengintegrasian Program Social
Emotional Learning juga menggunakan basis kelas (classroom beyond
the SEL program lessons), budaya sekolah (school wide), keluarga
(family) dan komunitas (community). Pada basis kelas Program Social
Emotional Learning menggunakan tiga pendekatan yaitu explicit SEL
instruction, teacher instructional, dan integrated with academic
curriculum areas. Dalam hal ini meskipun ada pengintegrasian dengan
kurikulum akademik tetapi Program Social Emotional Learning pada
umumnya lebih sering dilakukan dengan kelas khusus, sehingga
kompetensi yang ada di dalam program tersebut dapat tersampaikan
dengan optimal. Selanjutnya pelaksanaan Program Social Emotional
Learning berbasis budaya sekolah dilakukan dengan berbagai cara
diantaranya yaitu; 1) Menanamkan filosofi Program Social Emotional
Learning yang mendukung seluruh peserta didik, kebijakan, prosedur
dan program sekolah serta pemerintah; 2) Mendukung seluruh
komponen pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah untuk menjadi
contoh sesuai dengan Program Social Emotional Learning; 3)
Mempromosikan dan memperkuat praktik dan strategi serta menjaga
lingkungan tetap aman secara fisik dan emosional; 4) Menghubungkan
Program Social Emotional Learning dengan upaya penting lainnya di
dalam ekosistem sekolah. Dalam hal pengintegrasian dengan sekolah
Program PPK Integrasi Kurikulum 2013 dan Program Social Emotional
Learning tidak jauh berbeda. Kedua program tersebut sama – sama
membahas mengenai keteladanan yang harus dibawa oleh orang dewasa
di dalam sekolah.
Selanjutnya Program Social Emotional Learning juga memiliki
kolaborasi dengan keluarga dan komunitas atau masyarakat pada
umumnya. Kolaborasi dengan keluarga dapat dilakukan dengan langkah
78
– langkah sebagai berikut; 1) Melibatkan keluarga dalam
mengembangkan visi untuk implementasi Program Social Emotional
Learning; 2) Mengembangkan kebijakan yang ramah keluarga; 3)
Menawarkan pelatihan untuk orang tua tentang kompetensi Program
Social Emotional Learning; 4) Membuat keputusan, komunikasi dan
pelatihan yang kolaboratif dengan staf dan keluarga. Sedangkan
kolaborasi dengan komunitas atau masyarakat dapat dilakukan dengan
langkah – langkah sebagai berikut; 1) Mengundang kolaborator dari
perguruan tinggi; 2) Memulai dengan melibatkan komunitas dan
mempelajari apa yang telah mereka lakukan untuk mempromosikan
Social Emotional Learning; 3) Bermitra dengan organisasi lokal untuk
menghubungkan lebih banyak kaum muda.87
Dalam pengintegrasian Program Social Emotional Learning
dengan berbagai dimensi, yang menjadi pembeda dengan
penginetgrasian dalam Program PPK adalah integrasi dengan keluarga.
Dalam Program PPK tidak dijelaskan langkah pengintegrasian yang
jelas dengan orang tua. Hal ini sangat disayangkan karena keluarga
merupakan orang yang terdekat dengan peserta didik, sehingga dapat
membantu guru dalam mengenali peserta didik secara lebih mendalam
agar guru tidak salah langkah dalam melaksanakan program sebagai
upaya pembentukan karakter.
87
Washington State, Social Emotional Learning Implementation Guide, (Washington
State: Washington , 2019) , h. 26 – 51
79
Tabel 4.4 Komparasi Cakupan Integrasi Program PPK Integrasi K13
dan Program Social Emotional Learning.
Aspek Pembeda
Program PPK
Integrasi Kurikulum
2013
Program Social
Emotional Learning
Cakupan Integrasi
Berbasis Kelas Classroom Beyond
The SEL Program
Lessons
Berbasis Budaya
Sekolah
School Wide
Berbasis Masyarakat Family
Community
C. Interpretasi Hasil Analisis
Program Social Emotional Learning (SEL) merupakan program yang
dapat digunakan sebagai upaya pembentukan karakter tanggung jawab di sekolah
dasar. Program ini dapat menjadi acuan sekolah sehingga pelaksanaan upaya
pembentukan karakter tanggung jawab menjadi terarah. Sesuai dengan kelima
dasar kompetensi yang ada pada Program Social Emotional Learning yang
mengarahkan peserta didik untuk senantiasa bertanggung jawab dalam berbagai
hal. Kompetensi self awareness, mendorong peserta didik agar bertanggung
jawab terhadap perasaannya dan dampak perasaannya terhadap orang lain;
kompetensi self management, mendorong peserta didik untuk bertanggung jawab
dalam hal pengaturan diri agar mencapai tujuan; kompetensi, social awareness,
mendorong peserta didik agar bertanggung jawab pada lingkungan sosial dengan
bersikap empati, simpati, fleksibel, dan berperilaku adaptif; kompetensi
80
relationships skills, mendorong peserta didik agar bertanggung jawab untuk
menciptakan hubungan yang sehat dan bermanfaat; dan terakhir kompetensi
responsible decision making, mendorong peserta didik untuk bertanggung jawab
dalam mengambil keputusan sesuai dengan standar norma sosial dan moral.88
Kompetensi tersebut kemudian diturunkan dalam indikator – indikator
yang mendukung pembentukan karakter tanggung jawab sehingga pelaksanaan
program dapat lebih terukur. Selain itu dilakukan juga pendekatan untuk
mengimplementasikan Program Social Emotional Learning yaitu explicit SEL
instruction, teacher instructional, dan integrated with curriculum areas.
Berbagai strategi juga dapat dilakukan dalam penerapan Program Social
Emotional Learning di dalam kelas dapat menggunakan berbagai macam strategi
seperti Promoting Alternative Thinking Strategy (PATH), The Responsive
Classroom Approach (RC Approach), The Reading, Writing, Respect and
Resolution Strategy (4Rs), Recognizing, Understanding, Labeling, Expressing,
and Regulating (RULER). Dengan menggunakan pendekatan dan strategi
tersebut maka Program Social Emotional Learning dapat diterapkan secara lebih
terukur dan terarah. Sehingga pembentukan karakter tanggung jawab dalam
berjalan secara optimal.89
Kemudian berdasarkan hasil analisis komparatif antara Program Social
Emotional Learning dan Program Pendidikan Penguatan Karakter Integrasi
Kurikulum 2013 melalui berbagai aspek pembanding seperti kurikulum, fokus
kajian, strategi, dan cakupan integrasi Program Social Emotional Learning dapat
dikatakan lebih unggul. Pertama, berdasarkan aspek kurikulumnya Program
Social Emotional Learning menggunakan kurikulum yang dirancang khusus,
sehingga dalam pelaksanaannya tidak terkesan memaksa. Kedua, berdasarkan
fokus kajiannya Program Social Emotional Learning fokus pada kompetensi
88
CASEL, Loc. It, h. 19 – 20 89 CASEL, Ibid, h. 43 – 50
81
yang dapat membentuk sebuah karakter, bukan hanya fokus pada hasil yang
ingin dicapai. Ketiga, berdasarkan strateginya Program Social Emotional
Learning menggunakan srategi khusus dalam pelaksanaannya, sehingga program
bisa dilaksanakan dengan lebih terarah. Keempat, berdasarkan cakupan
integrasinya Program Social Emotional Learning unggul dalam hal kolaborasi
dengan keluarga atau orang tua yang merupakan orang terdekat peserta didik.
Hal ini dibuktikan dengan adanya langkah – langkah yang jelas untuk
mengolaborasikan Program Social Emotional Learning dan orang tua peserta
didik.
D. Pembahasan
Pembentukan karakter tanggung jawab pada peserta didik memerlukan
lingkungan dan program yang mendukung. Nilai karakter tanggung jawab di
sekolah dapat terlaksana secara maksimal apabila pendidik, orang tua, dan semua
yang terlibat dalam proses pendidikan di sekolah mendukung. Sesuai dengan
tahapan perkembangan sosial dan emosionalnya anak – anak pada usia sekolah
dasar menjadikan orang lain sebagai role model dalam kehidupannya. Hal ini
dapat dibentuk dengan menciptakan lingkungan yang positif.
Sesuai dengan Teori Social Learning Albert Bandura yang menunjukkan
bagaimana individu dapat memperoleh pola perilaku baru yang lebih prososial
melalui mengamati orang lain. Teori ini juga menjelaskan bahwa individu dapat
mengubah lingkungannya dan juga sebaliknya.90
Peserta didik pada usia sekolah
dasar mulai mengenali lingkungan sosialnya dan berusaha untuk mengontrol
emosinya. Beberapa karakter khas emosi pada peserta didik usia sekolah dasar
yaitu berlangsung singkat, berakhir tiba – tiba, dan bersifat sementara. Jika
dilihat dari karakter khasnya maka anak pada usia sekolah dasar sangat
memerlukan bimbingan dari orang dewasa di sekitarnya.
90
Frank M. Gresham, Effective Intervension for Social and Emotional Learning,
(London: The Guilford Press, 2018), h. 3.
82
Maka dari itu sesuai dengan penjelasan di atas Program Social Emotional
Learning merupakan salah satu program yang dapat digunakan dalam upaya
pembentukan karakter tanggung jawab peserta didik sekolah dasar. Kelima
kompetensi Program Social Emotional Learning yaitu: self awareness, social
awareness, self management, responsible decision making, dan self management,
merupakan kompetensi yang mendorong peserta didik untuk dapat bertanggung
jawab pada berbagai hal yang ada dalam kehidupan peserta didik, diantaranya
yaitu: bertanggung jawab untuk mengatur diri sendiri, mengenali diri sendiri,
lingkungan sosial, menciptakan hubungan yang positif, dan membuat keputusan
yang bertanggung jawab. Kelima kompetensi dasar yang ada pada Program
Social Emotional Learning juga memiliki indikator – indikator yang dapat
mengarahkan peserta didik untuk memahami makna dari karakter tanggung
jawab. Maka ketika peserta didik dapat memahami makna tanggung jawab
dengan benar, mereka akan semakin yakin untuk melakukan tindakan – tindakan
yang bertanggung jawab.91
Kelima kompetensi dasar dalam Program Social
Emotional Learning tersebut kemudian dapat diajarakan melalui tiga pendekatan
yaitu explicit SEL instruction, teacher instructional, dan integration with
academic curriculum areas, sehingga pelaksanaan Program Social Emotional
Learning dalam upaya pembentukan karakter tanggung jawab akan terlaksana
dengan optimal. Guru juga dapat menggunakan berbagai strategi untuk
melaksanakan program ini di kelas diantaranya yaitu PATH, RULER, 4RS, dan
RC Approach.92
Selain itu Program Social Emotional Learning juga dapat menciptakan
lingkungan positif bagi peserta didik sekolah dasar merupakan hal yang sangat
penting. Peserta didik sekolah dasar sangat membutuhkan hal tersebut agar
senantiasa melaksanakan nilai – nilai tanggung jawab dalam kehidupan sehari –
91
CASEL, Loc. It, h. 19 – 20 92 CASEL, Ibid, h. 43 – 50
83
hari. Selain itu peserta didik akan belajar untuk memaknai lebih dalam segala
sesuatu yang berhubungan dengan sosial dan emosional. Dalam Program Social
Emotional Learning diajarkan bagaimana cara mengambil keputusan dengan
memerhatikan berbagai sudut pandang. Peserta didik akan diajarkan bagaimana
membaca situasi sosial dan bersikap empati, sehingga dapat menghasilkan
keputusan bertanggung jawab dengan banyak pertimbangan tanpa mengabaikan
perasaan dari orang lain.
Sesuai dengan tahapan pembentukan karakter menurut Lickona yaitu moral
knowing, moral feeling, dan moral action SEL memberikan pengalaman belajar
yang sesuia dengan tahapan tersebut. Selain itu SEL juga sesuai dengan teori lain
tentang pembentukan karakter yaitu pengetahuan (knowing), pelaksanaan
(acting) dan kebiasaan (habit).93
Program Social Emotional Learning dapat
diterapkan dengan tahapan tersebut. Pertama tahap knowing, dalam hal ini
Program Social Emotional Learning dapat menyediakan pengetahuan tentang
karakter tanggung jawab yang harus dimiliki oleh seseorang. Kedua yaitu acting
atau pelaksanaan. Program Social Emotional Learning dapat mendorong peserta
didik dalam melaksanakan karakter tanggung jawab melalui praktik
pembelajaran di dalam maupun di luar kelas. Sekolah juga dapat ikut membantu
dengan menciptakan program – program pendukung Social Emotional Learning
agar karakter tanggung jawab yang diinginkan dapat tercapai. Tahap akhir dalam
pembentukan karakter yaitu habit atau kebiasaan. Ketika peserta didik telah
memiliki pengetahuan tentang manfaat dari karakter tanggung jawab. Kemudian
mulai melaksanakan hal – hal yang melatih karakter tanggung jawab, maka
secara bertahap akan tercipta kebiasaan untuk selalu bertanggung jawab terhadap
segala sesuatu. Sehingga pada akhirnya sebuah karakter tanggung jawab akan
terbentuk.
93 Gendon Barus, Menakar Hasil Pendidikan Krakter Terintegrasi di SMP, Jurnal
Cakrawala Pendidikan, 2015, No. 2, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, h. 4
84
Berdasarkan temuan lapangan Program Social Emotional Learning
menciptakan respon positif dalam rangka membentuk karakter tanggung jawab
peserta didik. Selain itu hasil analisis komparasi Program Social Emotional
Learning menunjukkan keunggulannya melalui berbagai aspek seperti
kurikulum, fokus kajian, strategi, dan cakupan integrasinya. Dengan Program
Social Emotional Learning upaya pembentukan karakter pada peserta didik dapat
dilaksanakan dengan terarah dan terukur, sehingga karakter tanggung jawab pada
peserta didik dapat terbentuk dengan maksimal.
85
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Program Social
Emotional Learning dapat membentuk karakter tanggung jawab peserta didik di
sekolah dasar. Hal ini dapat diperoleh dengan tumbuhnya social awareness, self
management, self awareness, responsible decision making, dan relationship skill
setelah Program Social Emotional Learning dilaksanakan. Program Social
Emotional Learning efektif dalam pembentukan karakter tanggung jawab dengan
menggunakan pendekatan yang terdiri dari explicit SEL Instruction, Teacher
Instructional, dan Integrated with curriculum areas. Didukung dengan beberapa
strategi yaitu PATH, RC Approach, 4Rs,dan RULER.
Kelima kompetensi dalam penerapan Program Social Emotional Learning
mendorong peserta didik untuk senantiasa bersikap tanggung jawab dalam
berbagai hal. Kompetensi tersebut adalah sebagai berikut; 1) Self awareness,
mendorong peserta didik agar bertanggung jawab terhadap perasaannya dan
dampak perasaannya terhadap orang lain; 2) Self management, mendorong
peserta didik untuk bertanggung jawab dalam hal pengaturan diri agar mencapai
tujuan; 3) Social awareness, mendorong peserta didik agar bertanggung jawab
pada lingkungan sosial dengan bersikap empati, simpati, fleksibel, dan
berperilaku adaptif; 4) Relationships skills, mendorong peserta didik agar
bertanggung jawab untuk menciptakan hubungan yang sehat dan bermanfaat; 5)
responsible decision making, mendorong peserta didik untuk bertanggung jawab
dalam mengambil keputusan sesuai dengan standar norma sosial dan moral.
86
B. Implikasi
Penelitian ini menunjukkan bahwa Program Social Emotional Learning
dapat membentukan karakter tanggung jawab di sekolah dasar. Lima kompetensi
yang ada dalam Program Social Emotional Learning mendukung peserta didik
untuk senantiasa bertanggung jawab dalam berbagai hal. tersebut kemudian
diturunkan menjadi indikator – indikator yang dapat digunakan sebagai alat ukur
ketercapaian program. Dari hasil penelitian yang telah dijabarkan, penelitian ini
memberikan beberapa implikasi antara lain:
1. Implikasi terhadap perencanaan dan pengembangan kurikulum dalam
upaya pembentukan karakter.
2. Implikasi terhadap integrasi Program Social Emotional Learning dalam
kebijakan sekolah.
3. Implikasi terhadap cara pandang guru dalam mengimplementasikan nilai –
nilai karakter.
4. Implikasi terhadap usaha sadar sebagai institusi pendidikan dalam
mewujudkan nilai – nilai karakter di sekolah.
5. Implikasi terhadap pendidik dan tenaga kependidikan dalam
menyelenggarakan pendidikan berbasis karakter.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa hal yang penulis sarankan,
antara lain sebagai berikut:
1. Sekolah yang telah menerapkan Program Social Emotional Learning agar
tetap mempertahankan dan meningkatkan program ini.
2. Sekolah yang telah menerapkan Program Social Emotional Learning agar
lebih mengoptimalkan pengintegrasian kebijakan sekolah dengan Program
Social Emotional Learning.
87
3. Sekolah yang belum menerapkan Program Social Emotional Learning agar
dapat mengajarkan dimensi yang ada dalam Social Emotional Learning
yang dijadikan sebagai sebuah pendekatan dalam kegiatan belajar
mengajar.
4. Guru dapat mengikuti pelatihan keprofesionalan untuk meningkatkan
kemampuan mengajar Social Emotional Learning.
5. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat memperluas objek penelitiannya
melalui metode field research agar penelitian dapat lebih mendalam.
88
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah A’an, Dkk. Meningkatkan Tanggung Jawab Belajar Melalui Layanan
Penguasaan Konten. Jurnal Universitas Negeri Surakarta. 2014.
Barus Gendon. Menakar Hasil Pendidikan Krakter Terintegrasi di SMP. Jurnal
Cakrawala Pendidikan. 2015. No. 2. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Beaty. Jodi Morris Robert. Journal of English for Specific Puposes. Vol. 1 No. 2. 2018
Anggito Albi. 2018. Setiawan Johan. Metodologi Penelitian Kualitatif. Suka Bumi: CV Jejak.
CASEL Guide. Effective Social and Emotional Learning Programs, Preschool and
Elementary School Edition. 2013.
Damirchi Esmaeil Sadri. The Impact of Social-Emotional Learning Skills Programs
on Social Development Among Primary School Student. Hacettepe University.
Ankara. Turki. V ol. 4. No. 16. 2013.
Emzir. 2019. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Depok:
Rajawali Pers.
Fajri Muhammad, 2019, Pengembangan Moral dan Karakter di Sekolah Dasar,
Jakarta: Guepedia
Fitri Agus Zaenul. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah.
Jogjakarta: Ar-Ruzz
Greenberg Mark. T., dkk, Enhancing School-Based Prevention and Youth
Development Through Coordinated Social, Emotional, and Academic
Learning, The American Psychological Association Vol. 58, No. 6/7, 466–
474.
Greenstein Laura. 2012. Assesing 21st
Century Skills: A Guide to Evaluation Mastery
and Authentic Learning. California: Conwin.
Gresham Frank M. 2018. Effective Intervension for Social and Emotional Learning.
London: The Guilford Press.
89
Huynh Son Van. Social Awareness and Responsible Decision Making of Students in
Grade 4 and 5 in Vietnam. Journal of Education and Human Development. Vol.
7. No. 4. 2018.
Halaluddin. Kajian Konseptual Tentang Social-Emotional Learning (Sel) Dalam
Pembelajaran Bahasa. Jurnal Universitas Islam Negeri Sultan Maulana
Hasanuddin Serang. Vol. 1. 2019
Imah Milla Tuna, Purwoko Budi. Studi Kepustakaan Penerapan Konseling Neuro
Linguistic Programming (NLP) dalam Lingkup Pendidikan.Universitas Negeri
Surabaya. 2018
Jahja Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana.
Jones Richard Nelson. 2006. Human Relationships Skills. New York: Routledge.
Joseph E Zins. Elias Maurice. J. Social and Emotional Learning: Promoting The
Development of All Student. Journal of Education and Psycological
Consultation. 2017
Joseph E Zins. Michelle R Bloodworth. Weissberg P Roger.. Walberg. J Herbert. The
Scientific Base Linking Social Emotional Learning to School Success, Research
Gate: Journal of Educational and Psychological Consultation, July, 2007.
Kemendikbud. 2017. Konsep dan Pedoman Penguatan Pendidikan Karakter.
Jakarta: Kemendikbud
Krippendorff Klaus. 2004. Content Analysis: An Introduction to Its Methodology
Second Edition. London: Sage Publications.
Luthfi Khabib. 2018. Masyarakat Indonesia dan Tanggung Jawab Moralitas. Jakarta:
Gupedia.
Mangal S.K. Mangal Shubra. 2015. Emotional Intellegence: Managing Emotions to
Win Life. Delhi: PHI Learning.
Martinsone Baiba. Social Emotional Learning: Implementation of Sustainability
Orianted Program in Latvia. Journal of Teacher Education for Sustainability.
University of Latvia. Vol. 18. No. 1.
Merrel Kenneth W. Gueldner Barbara A. 2010.Social and Emotional Learning in The
Classroom. New York: The Guilford Press.
90
Omisakin Folorunso Dipo. Ncama Busisiwe Purity. Self-Care and Self-Management
Concepts: Implications for self-management education. Journal of University of
Kwazulu Natal. Vol. 2 (12). 2011.
Panayiotou . Humphrey . Wigelsworth Michael . An Emperical Basis for Linking
Social Emotional Learning, Manchester Institute of Education. Article of
University of Manchester. United Kingdom. 9 Januari 2019.
Petersen Katia S. 2012. Activities for Building Character and Social Emotional
Learning Grades 6-8. Free Spirit: Monneapolis.
Panayiotou Margarita. Humphrey Neil. Wigelsworth Michael. An empirical basis for
linking social and emotional learning to academic performance. Manchester
Institute of Education. University of Manchester. United Kingdom. 2019. Vol.
56.
Peterson Aaron. Connecting STEM Curriculum with Social Emotional Learning in
Early Childhood. Jurnal: Vol. 22 , Artikel 5, 2018
Rahmawati Dini, Supporting Students Social Emotional Learning in Indonesia
Primary Schools, Master Thesis, University of Jyväskylä, Finlandia, 2019
Sartana. 2020. 18 Karakter Anak Bangsa. Jakarta: Tisande
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sulastri. 2018. Nilai Karakter Dalam Pembelajaran Kimia. Banda Aceh:
Syiah Kuala University
Susanto Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran . Jakarta: Prendamedia
Group.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3
Tentang Tujuan Pendidikan Nasional.
Upton Penney. 2012. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
91
Wang Yehui, Yang Zhaoxi, Zhang Yingbin, Wang Faming, Liu Tour, Xin Tao. The
Effect of Social Emotional Competence on Child Development in Western
China. Beijing Normal University. China. 2019. Vol. 01. No. 282
Washington State. 2017. Social Emotional Learning Implementation Guide,
Washington State: Washington .
Weissberg. P. Roger.. dkk, Artikel Social and Emotional Learnig: Past, Present, and Future,
01/01/2015
Wong Agnes S.K. Cecilia. Li-Tsang W. P. Siu Andrew. M. H. Department of
Rehabilitation Sciences. Effect of a Social Emotional Learning Programme
for Primary School Students. The Hong Kong Polytechnic University. 2014
World Economic Forum, New Vision of Educatin: Mastering Social and Emoional
Learning Through Technology, 2016.
Wuryanano. 2006. The 21 Principles to Build and Develop Fighting Spirit. Gramedia:
Jakarta.
Yaumi Muhammad. 2016. Pendidikan Karakter. Jakarta: Kencana.
Zubaedi. 2011. Dasar Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam
Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Zed Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Zuriah Nurul. 2008. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif
Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara.
www.casel.org
www.cnnindonesia.com
www.abc.net.au
www.landmarkoutresearch.org
www.pojoksatu.id
www.sanfordharmony.com
92
LAMPIRAN
93
Lampiran 01
SURAT BIMBINGAN SKRIPSI
94
Lampiran 02
SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN
95
Lampiran 03
SURAT PERNYATAAN TELAH MELAKUKAN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Lu’lu’a Farah Adiba
Tempat/ tanggal lahir : Wonosobo, 7 Maret 1998
NIM : 11160183000021
Jurusan/Prodi : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI)
Judul Skripsi : Program Social Emotional Learning Dalam Upaya
Pembentukan Karakter Tanggung Jawab Peserta
Didik di Sekolah Dasar
Dosen Pembimbing : Asep Ediana Latip, M.,Pd
Dengan ini menyatakan telah melakukan penelitian di SD Kharisma Bangsa, Pondok
Cabe, Tangerang Selatan dengan teknik wawancara. Demikian pernyataan ini saya
buat dengan sebenar – benarnya dan saya berani menerima sanksi apabila pernyataan
ini tidak benar.
Jakarta, 05 Juni 2020
Mahasiswa Ybs,
Lu’lu’a Farah Adiba
NIM. 11160183000021
96
Lampiran 04
SURAT KETERANGAN VALIDASI INSTRUMEN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Asep Ediana Latip., M. Pd
Jabatan : Ketua Prodi dan Dosen Pendidikan Guru Madarsah Ibtidaiyah
Instansi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Telah menerima instrumen penelitian yang berjudul “Program Social Emotional
Learning Dalam Upaya Pembentukan Karakter Tanggung Jawab Peserta Didik di
Sekolah Dasar” yang disusun oleh:
Nama : Lu’lu’a Farah Adiba
Tempat/ tanggal lahir : Wonosobo, 7 Maret 1998
NIM : 11160183000021
Prodi : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI)
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Setelah memperhatikan dan mengadakan pembahasan pada butir – butir pernyataan
berdasarkan kisi – kisi instrumennya, maka instrumen tersebut telah dinyatakan valid.
Demikian surat ini dibuat dengan sebenar – benarnya untuk digunakan sebagaimana
mestinya.
Bojongsari, 05 Juni 2020
Validator,
Asep Ediana Latip., M.Pd
NIP. 198106232009121003
97
Lampiran 05
KISI – KISI INSTRUMEN PENELITIAN
No. Fokus Penelitian Variabel Penelitian Aspek Penelitian Teknik
Pengumpulan
Data
Sumber Data
1. Program Social
Emotional
Learning (SEL)
dalam
Pembentukan
Karakter
Tanggung
Jawab
Program Social
Emotional
Learning (SEL)
meliput
Definisi Social
Emotional Learning
(SEL)
Teori Pendukung
Social Emotional
Learning (SEL)
Pendekatan Dalam
Social Emotional
Learning
Program Dalam
Social Emotional
Learning
Hasil yang
Diharapkan dari
Social Emotional
Learning
Manfaat Social
Emotional Learning
Bagi Peserta Didik
Dokumentasi
Dokumentasi
Dokumentasi
Dokumentasi
Dokumentasi
Dokumentasi
wawancara
Buku, jurnal,
artikel ilmiah,
guru
2.
Program Social
Emotional
Learning (SEL)
dalam
Pembentukan
Karakter
Tanggung
Jawab
Pembentukan
Karakter
Tanggung Jawab
Tahapan
Pembentukan
Karakter
Definisi Karakter
Tanggung Jawab
Ciri – ciri Karakter
Tanggung Jawab
Indikator Karater
Tanggung Jawab
Dokumentasi
Dokumentasi
Dokumentasi
Dokumentasi
Buku, jurnal,
artikel ilmiah.
98
Lampiran 06
PEDOMAN WAWANCARA 01
No. Pertanyaan
1. Kenapa diadakan program Social Emotional Learning (SEL) di SD Kharisma
Bangsa?
2. Kapan diadakannya program SEL di SD Kharisma Bangsa?
3. Siapa penggagas program SEL di SD Kharisma Bangsa?
4. Dimana program SEL dilaksanakan? Apakah di semua jenjang kelas?
5. Bagaimana sejarah program SEL di SD Kharisma Bangsa?
6. Bagaimana kualifikasi guru yang mengajarkan program SEL?
7. Apakah guru yang mengajarkan program SEL mendapat pelatihan secara
khusus?
8. Adakah manfaat yang sudah dirasakan setelah terlaksananya program SEL di
SD Kharisma Bangsa?
9. Apakah SEL terdapat pada kurikulum Cambridge?
10. Apakah program ini akan tetap dilanjutkan untuk tahun ajaran berikutnya?
99
Lampiran 07
TRANSKRIP WAWANCARA 01
Nama Narasumber : Ozlem. A. K, B. Sc
Jabatan : Guru IPA dan Kepala Departemen Program Social Emotional
Learning SD Kharisma Bangsa
Tempat : Koridor Sekolah Dasar Kharisma Bangsa
Hari/ Tanggal : 5 Februari 2020
1. Pertanyaan : Kenapa diadakan Program Social Emotional Learning (SEL)
di SD Kharisma Bangsa?
Jawaban : Awalnya kami banyak menemukan masalah perilaku pada
anak – anak. Diantaranya yaitu tindakan agresi dan
indisipliner. Anak – anak belum memahami bagaimana
cara mengatur emosi mereka, sehingga timbul tindakan –
tindakan tersebut. Kami mengadakan Program Social
Emotional Learning (SEL) sebagai solusi dari perilaku
yang tidak baik tersebut.
2. Pertanyaan : Kapan diadakannya program SEL di SD Kharisma Bangsa?
Jawaban : Program SEL di SD Kharisma Bangsa pertama kali
dilaksanakan pada bulan Januari 2019.
3. Pertanyaan : Siapa penggagas program SEL di SD Kharisma Bangsa?
Jawaban : Penggagasnya adalah suami saya sendiri saya sekarang
menjadi Kepala Departemen SEL di SMA Kharisma Bangsa.
100
4. Pertanyaan : Dimana Program SEL dilaksanakan? Apakah di semua
jenjang kelas?
Jawaban : Iya benar, Program SEL dilaksanakan disemua kelas dari
kelas satu sampai dengan kelas 6.
5. Pertanyaan : Bagaimana sejarah program SEL di SD Kharisma Bangsa?
Jawaban : Awalnya kami menemukan ada masalah pada peserta didik
seperti tindakan agresi dan indisipliner. Bermudian kami
mencari informasi mengenai program yang dapat mengatasi
masalah – masalah tersebut. Akhirnya kami mendapatkan
informasi tentang SEL melalui laman Sanford Harmony. Di
laman tersebut sudah tersedia buku panduan dan cara untuk
mengimplementasikannya. Bermudian kami memutuskan
untuk bekerjasama dengan Sanford Harmony dalam
meyelenggarakan SEL. Mereka kemudian mendatangkan
pelatih langsung dari Amerika dan mengadakan pelatihan di
bagi guru – guru kelas selama 1 minggu.
6. Pertanyaan : Bagaimana kualifikasi guru yang mengajarkan program
SEL?
Jawaban : Guru – guru kami yang mengajarkan Program SEL
merupakan guru kelas yang telah mendapatkan pelatihan
dalam pengajaran Program SEL.
7. Pertanyaan : Apakah guru yang mengajarkan program SEL mendapat
pelatihan secara khusus?
Jawaban : Iya benar, kami mendapatkan pelatihan tersebut langsung dari
101
Sanford Harmony. Kami juga menentukan jadwal rapat
khusus mengenai program ini agar dapat melakukan evaluasi
secara berkala.
8. Pertanyaan : Adakah manfaat yang sudah dirasakan setelah terlaksananya
program SEL di SD Kharisma Bangsa?
Jawaban : Berbagai manfaat telah kami rasakan seperti contohnya
peserta didik yang tadinya sering berteriak saat marah ketika
diberi pengertian bahwa hal itu tidak baik melalui Program
Social Emotional Learning yang dilakukan perlahan mulai
berubah. SEL juga mengajarkan peserta didik agar
menerima, mengatur, dan mengeluarkan emosinya dengan
baik, sehingga tindakan agresi dapat dihindari.
9. Pertanyaan : Apakah SEL terdapat pada kurikulum Cambridge?
Jawaban : SEL tidak terdapat pada kurikulum Cambridge. Kurikulum
Cambridge digunakan untuk kegiatan akademik yang sifatnya
kognitif, seperi pembelajaran Matematika, IPA, dan Bahasa
Inggris.
10. Pertanyaan : Apakah program ini akan tetap dilanjutkan untuk tahun ajaran
berikutnya?
Jawaban : Saya berharap bisa tetap dilanjutkan, tetapi masih belum
tahu karena hal tersebut merupakan kebijakan dari kepala
sekolah.
102
Lampiran 08
PEDOMAN WAWANCARA 02
No. Pertanyaan
1. Apa saja pendekatan yang dilakukan dalam mengajarkan program SEL di
dalam kelas?
2. Apa saja strategi yang digunakan dalam mengajarkan SEL di dalam kelas?
3. Apakah sekolah mengintegrasikan SEL dengan kurikulum akademik dan
kebijakan atau peraturan yang ada?
4. Adakah manfaat yang telah dirasakan setelah program SEL dilaksanakan
selama 1 semester?
5. Apakah penerapan Program SEL dirasa dapat membantu pembentukan
karakter tanggung jawab peserta didik di sekolah?
6. Adakah pembiasaan – pembiasaan yang berkaitan dengan Program SEL di
sekolah?
103
Lampiran 9
TRANSKRIP WAWANCARA 02
Nama Narasumber : Ridwan Sumitro, B. Sc
Jabatan : Guru Kelas dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum
Hari/ Tanggal : 19 Mei 2020
1. Pertanyaan: Apakah pendekatan seperti explicit SEL instruction, teacher
instructional, dan integrated with curriculum areas
dilakukan dalam mengajarkan Program Social Emotional
Learning?
Jawaban : Iya benar, kami menggunakan pendekatan – pendekatan
tersebut hanya saja untuk pengintegrasian dengan kurikulum
akademik kami belum melaksanakannya karena program ini
baru dilaksanakan mulai Januari 2019 , sehingga masih
dalam tahap penyesuaian.
2. Pertanyaan: Apa saja strategi yang digunakan dalam mengajarkan Social
Emotional Learning di dalam kelas?
Jawaban : Strategi yang kami gunakan dalam mengajarkan Program
Social Emotional Learning sesuai dengan buku panduan
yang disusun oleh Sanford Harmony. Langkah – langkah
pembelajarannya juga sudah tersedia, kami para guru tinggal
mengikuti petunjuknya saja. Buku panduan tersebut juga
dilengkapi dengan latihan – latihan, sehingga guru dapat
langsung mengevaluasi pembelajaran melalui soal – soal
latihan tersebut.
104
3. Pertanyaan: Apakah sekolah mengintegrasikan Social Emotional
Learning dengan kurikulum akademik dan kebijakan atau
peraturan yang ada?
Jawaban : Seperti yang saya katakana tadi, Program Social Emotional
Learning di sekolah ini belum mengintegrasikan degan
kurikulum akademik sama hal nya degan peraturan yang ada
di sekolah.
4. Pertanyaan: Adakah manfaat yang telah dirasakan setelah program SEL
dilaksanakan selama 1 semester?
Jawaban : Ada, manfaat yang telah terasa yaitu perubahan sikap ke arah
positif terutama pada kelas rendah. Mereka mulai belajar
mengatur emosi dan mulai bersosialisasi dengan cara yang
baik. Tetapi, manfaat dari Program ini belum begitu terlihat
di kelas tinggi, mungkin karena masih dalam tahap
penyesuaian.
5. Pertanyaan: Apakah penerapan Program SEL dirasa dapat membantu
pembentukan karakter tanggung jawab peserta didik di
sekolah?
Jawaban : Saya rasa iya, karena Program Social Emotional Learning
ini dilengkapi dengan berbagai aktivitas yang mendukung
peserta didik untuk berpartisipasi aktif di dalam
pembelajaran. Saya rasa hal itu dapat menambah rasa
memiliki di dalam suatu pembelajaran sehingga pada
akhirnya peserta didik akan merasa bertanggung jawab
105
untuk turut partisipatif dan akhirnya seiring dengan proses
pembelajaran karakter tanggung jawab akan tercapai.
6. Pertanyaan: Adakah pembiasaan – pembiasaan yang berkaitan dengan
Program SEL di sekolah?
Jawaban : Pembiasaan – pembiasaan yang berkaitan dengan Program
Social Emotional Learning di sekolah ada dua yaitu meet up
dan body up. Kedua kegiatan tersebut seharusnya dilakukan
setiap hari. Tetapi karena sekolah kami memiliki program
lainnya yang juga harus dilaksanakan, maka untuk meet up
dan body up biasanya dilakukan pada saat Program Social
Emotional Learning berlangsung. Pembiasaan memiliki
program lainnya yang juga harus dilaksanakan, maka untuk
meet up dan body up dilakukan dengan memasangkan
peserta didik. Setelah itu mereka diberi kesempatan untuk
berdiskusi mengenai diri mereka, sehingga kedekatan antar
teman akan terbangun. Guru juga dapat memberikan topik
tertentu untuk didiskusikan bersama.
106
Lampiran 10
PEDOMAN WAWANCARA 03
No. Pertanyaan
1. Apa yang anda ketahui mengenai Program Social Emotional Learning di SD
Kharisma Bangsa?
2. Apakah ada perubahan yang terjadi pada anak anda setelah mempelajari Social
Emotional Learning? Jika ya, coba jelaskan!
3. Apakah anda pernah melakukan kegiatan yang berhubungan dengan Social
Emotional Learning dengan anak anda di rumah? (contoh: buddy up) Jika
pernah tolong deskripsikan kegiatan yang anda lakukan!
107
Lampiran 11
TRANSKRIP WAWANCARA 03
Nama Narasumber : Sandra Susanto
Status : Orang tua dari Aisyati Naura Adibah/ Kelas 6 Columbia
Hari/ Tanggal : 16 Juli 2020
1. Pertanyaan: Apa yang anda ketahui mengenai Program Social Emotional
Learning di SD Kharisma Bangsa?
Jawaban : Setahu saya Program Social Emotional Learning adalah
program yang dilakukan untuk meningkatkan kecerdasan sosial
dan emosional pada anak. Menurut saya program ini sangat
bermanfaat khususnya untuk anak SD sepertyi anak saya.
Program tersebut dapat mengajarkan anak – anak untuk dapat
menyadari dirinya dan lingkungannya dan bisa juga
mengajarkan akan untuk bisa membuat keputusan yang
bertanggung jawab.
2. Pertanyaan: Apakah ada perubahan yang terjadi pada anak anda setelah
mempelajari Social Emotional Learning? Jika ya, coba jelaskan!
Jawaban : Ya, tentu saja. Anak saya sekarang mulai mau membantu teman,
keluarga, dan berusaha untuk bertaggung jawab.
3. Pertanyaan: Apakah anda pernah melakukan kegiatan yang berhubungan dengan
Social Emotional Learning dengan anak anda di rumah?
108
Jawaban : Iya saya pernah melakukan kegiatan SEL di rumah seperti membuat
makanan untuk dijual di program chairity day di sekolah.
Nama Narasumber : Suciati Gita
Status : Orang tua dari Myesha Afsheen / Kelas 3 Columbia
Hari/ Tanggal : 16 Juli 2020
1. Pertanyaan: Apa yang anda ketahui mengenai Program Social Emotional
Learning di SD Kharisma Bangsa?
Jawaban : Program Social Emotional Learning adalah program yang
mengajarkan keterampilan sosial dan emosional untuk anak. Program
yang saya tahu dapat melatih anak untuk dapat bersosialisasi dan
mengolah emosi dengan baik.
2. Pertanyaan: Apakah ada perubahan yang terjadi pada anak anda setelah
mempelajari Social Emotional Learning? Jika ya, coba jelaskan!
Jawaban : Ya, ada. Saya merasa anak saya jadi lebih aware dan bisa kebih
berempati pada keadaan di sekitarnya.
3. Pertanyaan: Apakah anda pernah melakukan kegiatan yang berhubungan dengan
Social Emotional Learning dengan anak anda di rumah?
Jawaban : Iya pernah, saya melakukan permainan membuat huruf alfabet
dengan menggunakan bagian tubuh. Permainan itu membutuhkan
kerja sama, kreativitas dan kekompakan. Anak saya juga senang
melakukan hal tersebut.
109
Nama Narasumber : Shinta Viani
Status : Orang tua dari Freya/ Kelas 3 Stanford
Hari/ Tanggal : 18 Juli 2020
1. Pertanyaan: Apa yang anda ketahui mengenai Program Social Emotional
Learning di SD Kharisma Bangsa?
Jawaban : SEL adalah salah sau program guidance yang pembelajarannya
berfokus pada pengelolaan emosi anak untuk membentuk self control.
Selain itu juga yang saya tahu SEL dapat mengajarkan anak-anak
untuk mengelola respon
emosional, kesadaran sosial, menetapkan tujuan, dan mengambil
tanggung jawab.
2. Pertanyaan: Apakah ada perubahan yang terjadi pada anak anda setelah
mempelajari Social Emotional Learning? Jika ya, coba jelaskan!
Jawaban : Iya, Freya menjadi anak yang lebih bijak dalam bertindak dan
mempunyai self control yang baik saat bermain, belajar, dan
berinteraksi dengan teman-temannya serta saudaranya.
3. Pertanyaan: Apakah anda pernah melakukan kegiatan yang berhubungan dengan
Social Emotional Learning dengan anak anda di rumah?
Jawaban : Ya pernah. Kami bekerja sama untuk menyelesaikan tugas buddy up
untuk berfoto bersama membentuk huruf alfabet.
110
PEDOMAN WAWANCARA 04
No. Pertanyaan
1. Apa yang kamu ketahui tentang Social Emotional Learning (SEL)?
2. Apakah kamu senang mempelajari Social Emotional Learning (SEL)?
Iya/tidak, mengapa?
3. Apakah banyak hal - hal baru yang kamu pelajari saat pembelajaran Social
Emotional Learning (SEL)? Iya/tidak, jelaskan!
4. Apakah kamu pernah melakukan kegiatan yang berhubungan dengan Social
Emotional Learning (SEL) bersama orang tua di rumah? Pernah/tidak pernah.
Jika pernah jelaskan kegiatan tersebut!
111
TRANSKRIP WAWANCARA 04
Nama Narasumber : Nafisha Anastasya
Status : Siswa Kelas 6 Columbia
Hari/ Tanggal : 16 Juli 2020
1. Pertanyaan: Apa yang kamu ketahui tentang Social Emotional Learning (SEL)?
Jawaban : SEL mengajarkan kita untuk memahami satu sama lain dan mengelola
emosi, menciptakan tujuan positif, serta menunjukkan empati terhadap
orang lain.
2. Pertanyaan: Apakah kamu senang mempelajari Social Emotional Learning
(SEL)? Iya/tidak, mengapa?
Jawaban : Iya, karena saya belajar banyak hal dari SEL. Cara belajarnya juga
sangat seru. Menurut saya ini penting karena akan sangat
berpengaruh di hidup kita.
3. Pertanyaan: Apakah banyak hal - hal baru yang kamu pelajari saat pembelajaran
Social Emotional Learning (SEL)? Iya/tidak, jelaskan!
Jawaban : Iya, saya belajar untuk menunjukkan empati kepada orang lain,
bersikap sopan santun, bertanggung jawab, mencapai tujuan positif
dan masih banyak lagi.
4. Pertanyaan: Apakah kamu pernah melakukan kegiatan yang berhubungan dengan
Social Emotional Learning (SEL) bersama orang tua di rumah?
Pernah/tidak pernah. Jika pernah jelaskan kegiatan tersebut!
Jawaban : Pernah, saya menceritakan tentang kegiatan di sekolah pada ibu
saya.
112
Nama Narasumber : Queena Belva
Status : Siswa Kelas 5 Cambridge
Hari/ Tanggal : 16 Juli 2020
1. Pertanyaan: Apa yang kamu ketahui tentang Social Emotional Learning (SEL)?
Jawaban : SEL adalah program yang diadakan sekolah untuk meningkatkan
pengetahuan sosial dan emosional siswa.
2. Pertanyaan: Apakah kamu senang mempelajari Social Emotional Learning
(SEL)? Iya/tidak, mengapa?
Jawaban : Iya senang, karena bisa mendapatkan ilmu yang lebih.
3. Pertanyaan: Apakah banyak hal - hal baru yang kamu pelajari saat pembelajaran
Social Emotional Learning (SEL)? Iya/tidak, jelaskan!
Jawaban : Iya, saya belajar tentang Who we are pada saat belajar SEL.
4. Pertanyaan: Apakah kamu pernah melakukan kegiatan yang berhubungan dengan
Social Emotional Learning (SEL) bersama orang tua di rumah?
Pernah/tidak pernah. Jika pernah jelaskan kegiatan tersebut!
Jawaban : Pernah, saya bersama keluarga melakukan beberapa permainan yang
ada di dalam SEL.
113
Nama Narasumber : Esma Sultan Ozgul
Status : Siswa Kelas 6 Columbia
Hari/ Tanggal : 16 Juli 2020
1. Pertanyaan: Apa yang kamu ketahui tentang Social Emotional Learning (SEL)?
Jawaban : Kegiatan agar dapat berkomunikasi dengan baik terhadap
teman/orang lain.
2. Pertanyaan: Apakah kamu senang mempelajari Social Emotional Learning
(SEL)? Iya/tidak, mengapa?
Jawaban : Ya senang, karena kita dapat belajar untuk memahami orang lain.
3. Pertanyaan: Apakah banyak hal - hal baru yang kamu pelajari saat pembelajaran
Social Emotional Learning (SEL)? Iya/tidak, jelaskan!
Jawaban : Iya contohnya mengetahui karakter orang lain dan tentang bagaiamana
bekerjasama dengan orang tersebut.
4. Pertanyaan: Apakah kamu pernah melakukan kegiatan yang berhubungan dengan
Social Emotional Learning (SEL) bersama orang tua di rumah?
Pernah/tidak pernah. Jika pernah jelaskan kegiatan tersebut!
Jawaban : Iya pernah, saya pernah bermain permainan Hangman dan
Mirroring bersama saudara dan orang tua.
114
Nama Narasumber : Keianna
Status : Siswa Kelas 4 Stanford
Hari/ Tanggal : 16 Juli 2020
1. Pertanyaan: Apa yang kamu ketahui tentang Social Emotional Learning (SEL)?
Jawaban : Kegiatan tentang memahami dan mengelola emosi, menciptakan
tujuan positif, dan menunjukkan empati untuk orang lain.
2. Pertanyaan: Apakah kamu senang mempelajari Social Emotional Learning
(SEL)? Iya/tidak, mengapa?
Jawaban : Ya senang, karena belajarnya seru.
3. Pertanyaan: Apakah banyak hal - hal baru yang kamu pelajari saat pembelajaran
Social Emotional Learning (SEL)? Iya/tidak, jelaskan!
Jawaban : Iya aku belajar tentang stereotype.
4. Pertanyaan: Apakah kamu pernah melakukan kegiatan yang berhubungan dengan
Social Emotional Learning (SEL) bersama orang tua di rumah?
Pernah/tidak pernah. Jika pernah jelaskan kegiatan tersebut!
Jawaban : Iya pernah, membantu orang tua.
115
Lampiran 14
TABEL CHEK LIST DOKUMEN
1. Tabel Check – list Dokumen Variabel X
No. Aspek Penelitian Sumber Data Ada Tidak Ada
1.
Definisi Social Emotional
Learning (SEL)
1. E – Journal Joseph E,
The Scientific Base
Linking Social
Emotional Learning to
School Success, 2007
2. E – Book Kenneth
W.Merrel Social and
Emotional Learning in
The Classroom, 2010
3. Situs web https//casel.org,
diakses pada 20/03/20
4. E – Journal Aaron
Peterson Connecting
STEM Curriculum with
Social Emotional
Learning in Early
Childhood, 2018
✓
✓
✓
✓
2.
Teori Pendukung Social
Emotional Learning (SEL)
a. Teori Albert Bandura
b. Teori Lawrance Kohlberg
1. E – Book , Frank M.
Gresham, Effective
Intervension for Social
and Emotional
Learning, 2018
2. E – Book , Larry P.
Nucci, Handbook of
Moral and Character
Education, 2012
3. Buku, Penney Upton,
Psikologi
Perkembangan, 2012
4. E – Book , John. W.
✓
✓
✓
✓
116
Santrock, Adolesence,
2003
5. E – Book , Harlord L.
Miller Jr, The Sage
Encyclopedia of
Theory in Psychology,
2016
6. Situs web
www.sanfordharmony.
com, diakses pada
10/04/20
✓
✓
3. Pendekatan Dalam Social
Emotional Learning (SEL)
a. Explicit SEL Instruction
b. Teacher Instructional
c. Integration with academic
curriculum areas
E – Book , CASEL Guide,
Effective Social and
Emotional Learning
Programs, Preschool and
Elementary School, 2013
✓
4. Program Dalam Social Emotional
Learning (SEL)
a. Promoting Alternative
Thinking Strategy (PATH)
b. The Responsive Classroom
Approach (RC Program)
c. The Reading, Writing,
Respect and Resolution
Program (4Rs)
d. Recognizing, Understanding,
Labeling, Expressing, and
Regulating (RULER)
E – Book , CASEL Guide,
Effective Social and
Emotional Learning
Programs, Preschool and
Elementary School, 2013
✓
117
5. Hasil yang Diharapkan dari
Social Emotional Learning
a. Self Awareness
b. Self Management
c. Social Awareness
d. Relationship Skills
e. Resposible Decision
Making
1. E-Book S.K.Mangal,
Shubra Mangal,
Emotional
Intellegence:
Managing Emotions
to Win Life, 2015
2. E-Book CASEL
Guide, Effective
Social and Emotional
Learning Programs,
Preschool and
Elementary School,
2013
3. E – Journal
Folorunso Dipo
Omisakin, Busisiwe
Purity Ncama, Self,
self-care and self-
management
concepts:
Implications for self-
management
education, 2011
4. E – Book Richard
Nelson Jones, Human
Relationships Skills,
2006
5. E – Journal Son Van
Huynh, Social
Awareness and
Responsible Decision
Making of Students in
Grade 4 and 5 in
Vietnam, 2018
✓
✓
✓
✓
✓
6. Manfaat Social Emotional
Learning Bagi Peserta Didik
1. E – Book CASEL
Guide Effective Social
and Emotional
Learning Programs
Preschool and
Elementary School,
✓
118
2012
2. E - Journal Joseph E
Social and Emotional
Learning: Promoting
The Development of
All Student, 2017
3. Artikel Ilmiah Margarita Panayiotou
An Emperical Basis
for Linking Social
Emotional Learning,
Manchester Institute
of Education, 2019
4. E – Book Katia S.
Petersen, Activities
for Building
Character and Social
Emotional Learning
Grades 6-8, 2012
5. E - Journal Baiba Martinsone
, Social
Emotional Learning:
Implementation of
Sustainability
Orianted Program in
Latvia, 2016
✓
✓
✓
✓
2. Tabel Check – list Dokumen Variabel Y
No. Aspek Penelitian Sumber Data Ada Tidak Ada
1.
Tahapan Pembentukan Karakter
1. E - Journal Gendon Barus, Menakar Hasil
Pendidikan Krakter Terintegrasi di SMP,
2015
2. E – Book Derli Fahlevi, Paradigma
Awal dari Kesuksesan,
2016
✓
✓
119
2.
Definisi Karakter Tanggung
Jawab
1. E – Book Zubaedi,
Dasar Pendidikan Karakter, 2011
2. E – Book Muhammad Yaumi, Pendidikan
Karakter, 2016
3. E – Book Wuryanano, The 21 Principles to
Build and Develop
Fighting Spirit, 2018
✓
✓
✓
3. Ciri – Ciri Karakter Tanggung
Jawab
Aisyah, Dkk, Meningkatkan
Tanggung Jawab Belajar
Melalui Layanan Penguasaan Konten, 2014
✓
4. Indikator Karakter Tanggung
Jawab
1. E – Book Agus Zaenul
Fitri, Pendidikan Karak
ter Berbasis Nilai dan Etika di Sekolah, 2012
2. E – Book Nurul
Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti
dalam Perspektif
Perubahan, 2008
✓
✓
120
Lampiran 15
CATATAN PENELITIAN 01
Judul : Definisi Social Emotional Learning
Tanggal : 10 April 2020
Waktu : 17. 28
Social Emotional Learning tidak didefinisikan secara mutlak. Banyak ahli
yang berpendapat mengenai definisi Social Emotional Learning. Elias dkk Zins,
Bloodworth, Weissberg, Wellberg (2007) berpendapat bahwa Social Emotional
Learning (SEL) adalah proses yang dipelajari agar seseorang dapat memperbaiki dan
mengatur dan mengatur emosi, peduli dengan orang lain, membuat keputusan yang
baik, berperilaku dengan penuh tanggung jawab, mengembangkan hubungan yang
positif dan mencegah adanya kebiasaan negatif. Pendapat lain datang dari Greenberg
dkk yang mengungkapkan bahwa Social Emotional Learning merupakan program
yang diterapkan melalui instruksi yang dapat membangun peserta didik mengenali
dan mengontrol emosinya, mengapresiasi pandangan orang lain, mendukung tujuan
positif, membuat keputusan yang bertanggung jawab, dan mengendalikan situasi
interpersonal.
Dilanjutkan dengan pendapat The Collaborative for Academic, Social and
Emotional Learning (CASEL), SEL adalah proses pengetahuan yang dilalui oleh
anak-anak dan remaja, sikap, dan keterampilan secara efektif untuk memahami
dalam mengatur emosi, mengatur tujuan positif, dan merasa atau menunjukkan
empati pada orang lain. Bermudian Peterson mengartikan SEL sebagai instruksi yang
terfokus pada pengembangan terhadap perilaku siswa yang dapat diterima secara
sosial serta pemahaman dan peregulasian emosi. Selain itu SEL menurut Martinsone
121
merupakan kombinasi kemampuan akademik dan keterampilan sosial emosional yang
dipadukan dalam sebuah program pembelajaran di sekolah.
122
Lampiran 16
CATATAN PENELITIAN 02
Judul : Landasan Teori Social Emotional Learning
Tanggal : 11 April 2020
Waktu : 09.00
Teori pendukung pertama adalah Teori Belajar Sosial yang digagas oleh
Albert Bandura bahwa individu dapat mengubah lingkungan dan sebaliknya. Teori ini
menjelaskan individu dapat memperoleh pola perilaku baru melalui mengemati orang
lain. Teori ini menggunakan konsep timbal balik. Kurikulum pada Program Social
Emotional Learning sangat bergantung pada permodelan yang ada di lingkungan
sekitar. Teori ini mengakui peran kuat lingkungan dalam mempengaruhi perilaku
seseorang. Selanjutnya teori Cognitive-behavioral menjelaskan bahwa perilaku
individu dalam menanggapi peristiwa lingkungan dimediasi oleh kognisi atau pikiran.
Dilengkapi dengan Teori Behavior Analysis yang menghubungkan Teori Social
Learning dengan hubungan antara peristiwa sebelumnya, perilaku, dan peristiwa yang
diakibatkannya.
Teori kedua yaitu Teori Perkembangan Moral Kohlberg Lawrance yang
menjelaskan bahwa perkembangan moral yang terjadi pada individu terdiri dari tiga
tahapan. Ketiga tahapan perkembangan moral tersebut adalah penalaran pra
konvensional, konvensional dan post konvensional. Kohlberg kemudian tertarik
untuk menguraikan pendekatan pendidikan yang dapat mempromosikan
perkembangan kognitif dan sosial – moral. Kohlberg kemudian menggunakan
pendekatan pendidikan sistematik dengan formula kontemporer dari pembelajaran
sosial dan emosional.
123
Lampiran 17
CATATAN PENELITIAN 03
Judul : Pendekatan Pelaksanaan Porgram Social Emotional
Learning
Tanggal : 15 April 2020
Waktu : 13. 34
1. Explicit SEL Instruction, pendekatan ini melibatkan guru dalam menciptakan
instruksi yang berhubungan dengan topik – topik SEL yang mendukung
pembentukan karakter tanggung jawab seperi pelabelan emosi;
2. Teacher Instructional, guru dapat terlibat dalam menciptakan pengalam kelas
untuk mengembangkan keterampilan – keterampilan yang ada di dalam
Program SEL;
3. Integration with academic curriculum areas, pendekatan ini merupakan
alternatif lain yaitu dengan cara mengintegrasikan komponen dasar SEL pada
kurikulum akademik. Contohnya, guru dapat menghubungkan pengembangan
keterampilan SEL ke dalam pelajaran literasi. Berbagai pendekatan tersebut
dapat membantu peserta didik untuk menguasai kelima kompetensi dasar SEL
sehingga pada akhirnya karakter tanggung jawab dapat terbentuk.
124
Lampiran 18
CATATAN PENELITIAN 04
Judul : Strategi Penerapan Program Social Emotional Learning
Tanggal : 18 April 2020
Waktu : 12. 10
1. Promoting Alternative Thinking Strategy (PATH) yang bertujuan untuk
meningkatkan kompetensi sosial dan emosional pada peserta didik, mencegah
kekerasan, agresi, dan permasalahan lainnya. Strategi ini mengacu pada
ABCD (Affective, Behavioural, Cognitive, Dynamic) yang meyakini bahwa
kompetensi sosial dapat dicapai apabila kompetensi afektif dan kognitif
peserta didik dapat saling bekerja sama.
2. The Responsive Classroom Approach (RC Approach), strategi ini merupakan
pendekatan yang menggabungkan kebutuhan sosial, emosional, dan akademik
bagi peserta didik. Program ini berusaha untuk menyeimbangkan
pembelajaran yang optimal dengan keadaan kelas yang aman, menantang, dan
menyenangkan.
3. The Reading, Writing, Respect and Resolution Strategy (4Rs), strategi ini
melatih guru menggunakan kurikulum berbasis literasi. Guru dapat
mengintegrasikan SEL dalam pembelajaran di kelas seperti menyelesaikan
masalah, perbedaan budaya, sikap kooperatif dan kerja sama;
4. Recognizing, Understanding, Labeling, Expressing, and Regulating (RULER),
strategi ini adalah strategi dengan literasi emosional yang meliputi mengenali,
memahami, melabeli, mengekspresikan, dan mengatur emosi. Sehingga pada
akhirnya peserta didik diharapkan dapat menguasai keterampilan yang ada di
dalam RULER serta keterampilan lain yang ada di dalam SEL seperti
125
kesadaran diri, kesadaran sosial, empati, kemampuan untuk mengambil
perspektif dan menumbuhkan emosi dengan iklim yang sehat.
126
Lampiran 19
CATATAN PENELITIAN 05
Judul : Kompetensi – Kompetensi Dalam Program Social Emotional
Learning
Tanggal : 18 April 2020
Waktu : 17. 00
Program Social Emotional Learning memiliki lima kompetensi dasar. Berikut
adalah kelima kompetensi tersebut menurut The Collaborative for Academic Social
and Emotional Learning (CASEL); 1) Self awareness, merupakan kesadaran diri
seseorang mengenai pikiran, perasaan, perilaku, dan sifatnya sendiri. Self awareness
juga didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengenali emosi dan dampaknya
terhadap diri sendiri dan orang lain. CASEL membagi kompetensi ini menjadi lima
indikator yaitu; identifying emotions, accurate self-perception, recognizing strengths,
self-confidence, dan self efficacy;2) Self Management, hal ini berkaitan dengan
berkaitan dengan cara individu dalam mengelola dirinya sendiri sehingga dapat
tercipta individu yang baik dan sesuai harapan.. Self management merupakan suatu
komponen penting yang perlu dibentuk agar individu dapat hidup terarah sesuai
dengan target dan tujuan hidupnya. Komponen ini menjadi salah satu penentu
keberhasilan individu dalam memotivasi diri untuk mendapatkan tujuan yang
diinginkan. CASEL menurunkan istilah ini menjadi enam bagian yaitu: impulse
control, stress management, self discipline, self motivation, goal setting,dan
organizational skills; 3) Social awareness merupakan kapasitas untuk mengerti
tentang perasaan orang lain dalam berbagai keadaan, yang dapat dimengerti sebagai
simpati dan empati. CASEL membagi social awareness menjadi lima bagian yaitu:
perpective taking, emphaty, appreciating diversity, respect others; 4) Relationship
127
skills adalah kemampuan untuk berkomunikasi dengan jelas, mendengarkan dengan
baik, bekerja sama dengan orang lain, melawan tekanan sosial yang tidak pantas,
menegosiasikan konflik secara konstruktif, mencari dan menawarkan ketika
dibutuhkan. CASEL membaginya menjadi lima komponen penyusun yaitu:
communication, social engagement, relationship building, teamwork; 5) Responsible
decision making adalah kemampuan untuk membuat pilihan yang konstruktif tentang
perilaku pribadi dan interaksi sosial berdasarkan pada standar etika, masalah
keselamatan, dan norma sosial. CASEL membaginya menjadi lima aspek yaitu:
identifying problem, analyzing situations, solving problems, evaluating and
reflecting, dan ethical responsibiliy.
128
Lampiran 20
CATATAN PENELITIAN 06
Judul : Karakter Tanggung Jawab
Tanggal : 20 April 2020
Waktu : 09. 33
1. Kata Karakter berasal dari bahasa Yunani yang artinya “to mark” yaitu
menandai. Seseorang dengan perilaku tidak baik akan ditandai sebagai
seseorang yang memiliki karakter jelek. Maka dari itu istilah karakter erat
kaitannya dengan kepribadian seseorang. Karakter adalah tentang mengetahui
apa yang baik, menginginkan kebaikan dan melakukan kebaikan. Karakter
adalah sesuatu hal baik yang sudah tertanam dalam hati seseorang sehingga
dilakukan akibat dari kebiasaan tanpa adanya pencitraan. Sehingga seseorang
yang berkarakter akan cenderung melakukan sesuatu yang baik.
2. Tanggung jawab adalah nilai yang membuat seseorang harus siap menerima
konsekuensi dari setiap perbuatan yang dilakukan.
3. Karakter tanggung jawab dapat dimaknai sebagai kepribadian seseorang yang
telah tertanam dalam hati untuk siap menerima kewajiban yang diberikan dan
menanggung segala sesuatunya.
129
Lampiran 21
UJI REFERENSI
Nama : Lu’lu’a Farah Adiba
NIM : 11160183000021
Judul Skripsi : Program Social Emotional Learning Dalam Upaya
Pembentukan Karakter Tanggung Jawab Peserta
Didik di Sekolah Dasar
No. Referensi No
Footnote
Halaman
Skripsi
Paraf
Pembimbing
BAB I
1. Laura Greenstein, Assesing 21st
Century Skills: A Guide to
Evaluation Mastery and Authentic
Learning, (California:
Conwin,2012), h. 7.
1 1
2.
Tim Redaksi Pojoksatu.id, Dindik
Klarifikasi Kasus Siswa
Tendang Guru dan Bocah SD
Bentak Guru, Pojoksatu.id/news,
(diakses pada: 27/04/20 19.50
WIB).
2 2
130
3. Dahyal Akbar, Siswa SD Dipukuli
9 Temannya Saat Jam Pelajaran
Berlangsung, cnnidonesia.com,
(diakses pada: 27/04/20 20.00
WIB).
3 2
4. Ahmad Susanto, Teori Belajar dan
Pembelajaran di Sekolah Dasar,
(Kencana: Jakarta, 2013) h. 74 –
76.
4 3
5. Maliki, Bimbingan Konseling di
Sekolah Dasar, (Kencana: Jakarta,
2016) h. 57 – 56
5 3
6. Safinatunnajah, Rahmawati,
Bullying and Student Achievment
Trend Analysis of PISA 2012 –
2015 Results, Proceeding Book of
1st International Conference on
Education Assesment and Policy,
Vol 1, h. 55 – 60.
6 4
7. David Taylor, Primary School
Boys Increasingly Exbihiting
Emotional and Behavioural
Problem Study Shows, Diakses
Dari https://www.abc.net.au/, Pada
7 4
131
Tanggal 23/02/2020, Pukul 20. 59
WIB
8. Aini Mahabbati, Identifikasi Anak
dengan Gangguan Emosi dan
Perilaku di Sekolah Dasar, Jurnal
Pendidikan Khusus, Vol 2, No. 2,
h. 1 – 14
8 4
9. The Colaborative of Academic
Social Emotional Learning,
https://casel.org/, (diakses pada
20/03/2020 Pukul 12.26 WIB).
9 6
10. John Payton Dkk, The Positive
Impact of Social and Emotional
Learning for Kindergarten to
Eight-Grade Students: Findings
from Three Scientific Reviews.
Chicago, IL: Collaborative for
Academic, Social, and Emotional
Learning. (CASEL: Chicago,
2008) , h. 6-11.
10 6
BAB II
11. Joseph E. Zins, Michelle R.
Bloodworth, Roger P. Weissberg,
dan Herbert J. Walberg, The
Scientific Base Linking Social
12, 14 10, 12
132
Emotional Learning to School
Success,(Research Gate: Journal of
Educational and Psychological
Consultation, July, 2007), h. 4 - 5
12. Kenneth W.Merrel, Barbara A
Gueldner, Social and Emotional
Learning in The Classroom,(New
York: The Guilford Press, 2010),
h. 7
13 11
13. The Collaborative of Social and
Emotional Learning, casel.org,
diakses pada 03/03/2020 pukul 17.
49 WIB, diakses pada 12/04/20,
15. 16 WIB, diakses pada:
01/04/20, pukul 19.28 WIB
15, 26, 35 12, 20, 31
14. Aaron Peterson, Connecting STEM
Curriculum with Social Emotional
Learning in Early Childhood,
Jurnal: Vol. 22 , Artikel 5, 2018, h.
4.
16 12
15. Frank M. Gresham, Effective
Intervension for Social and
Emotional Learning, (London: The
Guilford Press, 2018), h. 3-5.
17, 18 13, 14
133
16. Larry P. Nucci, Handbook of
Moral and Character Education:
Educational Psychology
Handbook, (University of
Maryland: 2008), h. 248 – 250.
19 15
17. Penney Upton, Psikologi
Perkembangan, (Erlangga: Jakarta,
2012), h. 179-181
20 15
18. John. W. Santrock, Adolesence
Edisi 6, (Erlangga: Jakarta, 2003),
h. 441.
21 16
19. Harlord L. Miller Jr, The Sage
Encyclopedia of Theory in
Psychology, (Sage Publication:
United States of America, 2016)
h. 490.
22 17
20. Sanford Harmony,
www.sanfordharmony.com,
(diakses pada: 15/03/2020, pukul
15.34 WIB)
23 18
21. Jodi Beaty, Robert Morris, Journal
of English for Specific Puposes,
Vol. 1 No. 2, 2018, h. 68 – 70.
25 19
134
22. Roger. P. Weissberg, dkk, Artikel
Social and Emotional Learnig:
Past, Present, and Future,
01/01/2015, h. 3.
26 20
23. Sara Rimm Kaufman, Chris
Hulleman, Social and Emotional
Learning in Elementary School
Settings: Identifying Mechanism
That Matter, University of
Virginia, 6 Januari 2019, 17.56, h.
5-6 .
27 20
24. CASEL Guide, Effective Social
and Emotional Learning
Programs, Preschool and
Elementary School, Edition, 2013,
h. 9, 43-50, 21.
28, 30, 32,
40
24, 25, 27,
35
25. K.Mangal, Shubra Mangal,
Emotional Intellegence: Managing
Emotions to Win Life ,( Delhi: PHI
Learning, 2015), h. 84.
29 25
26. Folorunso Dipo Omisakin,
Busisiwe Purity Ncama, Self, self-
care and self-management
concepts: Implications for self-
31 26
135
management education, Journal of
University of Kwazulu Natal, Vol.
2 (12), 2011, h. 1.
27. Richard Nelson Jones, Human
Relationships Skills, (Routledge:
New York, 2006), h. 5-8
33 29
28. Son Van Huynh, Social Awareness
and Responsible Decision Making
of Students in Grade 4 and 5 in
Vietnam, Journal of Education and
Human Development, Vol. 7, No.
4, h. 7-8.
34 30
29. Zins J.E, Maurice Elias, Artikel
Social and Emotional Learning,
01/01/2006, h. 1 – 3.
36, 37 31, 32
30. World Economic Forum, New
Vision of Educatin: Mastering
Social and Emoional Learning
Through Technology, Maret 2016,
h. 6.
38 32
31. Mark. T. Greenberg, dkk,
Enhancing School-Based
Prevention and Youth
39 33
136
Development Through
Coordinated Social, Emotional,
and Academic Learning, The
American Psychological
Association Vol. 58, No. 6/7, 466–
474.
32. Joseph E. Zins, Maurice. J. Elias,
Social and Emotional Learning:
Promoting The Development of All
Student, Journal of Education and
Psycological Consultation, 2017,
h. 3.
41 35
33. Margarita Panayiotou, Neil
Humphrey, Michael Wigelsworth,
An Emperical Basis for Linking
Social Emotional Learning,
Manchester Institute of Education,
Article of University of
Manchester, United Kingdom, 9
Januari 2019, h. 202
42 36
34. Katia S. Petersen, Activities for
Building Character and Social
Emotional Learning Grades 6-8,
Free Spirit: Monneapolis, 2012, h.
2
43 36
137
35. Baiba Martinsone, Social
Emotional Learning:
Implementation of Sustainability
Orianted Program in Latvia,
Journal of Teacher Education for
Sustainability, University of
Latvia, 2016, Vol. 18, No. 1, h. 58-
59.
44 37
36. Zubaedi, Dasar Pendidikan
Karakter: Konsepsi dan
Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan, (Kencana: Jakarta,
2011) h. 12
45, 47 39
37. Muhammad Yaumi, Pendidikan
Karakter, (Kencana: Jakarta,
2016), h. 6 – 7
46 39
38. Wuryanano, The 21 Principles to
Build and Develop Fighting Spirit,
(Gramedia: Jakarta, 2006), h. 26.
48 40
39. Khabib Luthfi, Masyarakat
Indonesia dan Tanggung Jawab
Moralitas, (Gupedia: Jakarta,
2018) h. 15.
49 40
138
40. Sartana, 18 Karakter Anak Bangsa,
(Tisande: Jakarta, 2020), h. 6 – 7.
50 41
41. A’an Aisyah, Dkk, Meningkatkan
Tanggung Jawab Belajar Melalui
Layanan Penguasaan Konten,
Jurnal Universitas Negeri
Surakarta, 3 (3) 2014.
52 42
42. Agus Zaenul
Fitri, Pendidikan Karakter Berbasis
Nilai dan Etika di Sekolah.
(Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2012), h. 43.
53 42
43. Muhammad Fajri, Pengembangan
Moral dan Karakter di Sekolah
Dasar, (Guepedia: Jakarta, 2019),
h. 87
54 43
44. Nurul Zuriah, Pendidikan Moral
dan Budi Pekerti dalam Perspektif
Perubahan, (Bumi Akasara:
Jakarta, 2008), h. 232.
55 44
45. Gendon Barus, Menakar Hasil
Pendidikan Krakter Terintegrasi di
SMP, Jurnal Cakrawala
Pendidikan, 2015, No. 2,
55 44
139
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta, h. 4
46. Derli Fahlevi, Paradigma Awal
dari Kesuksesan, (Gramedia:
Jakarta, 2016), h. 57.
56 44
47. Agnes S.K. Wong, Cecilia. W. P.
Li-Tsang, Andrew. M. H. Siu,
Department of Rehabilitation
Sciences, Effect of a Social
Emotional Learning Programme
for Primary School Students, The
Hong Kong Polytechnic
University, 2014, h. 56-59.
57 45
48. Margarita Panayiotou, Neil
Humphrey, Michael Wigelsworth,
An empirical basis for linking
social and emotional learning to
academic performance,
Manchester Institute of Education,
University of Manchester, United
Kingdom, 2019, Volume 56, h.
193-199.
58 46
140
49. Yehui Wang, Zhaoxi Yang,
Yingbin Zhang, Faming Wang,
Tour Liu, Tao Xin,. The Effect of
Social Emotional Competence on
Child Development in Western
China, Beijing Normal University,
China, 2019, Vol. 01, No. 282, h.
1-4.
59 47
50. Esmaeil Sadri Damirchi, Hacettepe
University, Ankara, Turki. The
Impact of Social-Emotional
Learning Skills Programs on
Social Development Among
Primary School Student, Vol. 4,
No. 16, 2013.
60 47
BAB III
51. Sugiyono, Metode Penlitian
Kuantitatif, Kualitatif, R&D,
(Alfabeta: Bandung, 2017), h. 8-9,
262.
61, 63 50
52. Emzir, Metodologi Penelitian
Pendidikan Kuantitatif dan
Kualitatif, (Rajawali Pers: Depok,
2019), h. 166
62 50
141
53. Klaus Krippendorff, Content
Analysis: An Introduction to Its
Methodology Second Edition,
(Sage Publications: London, 2004)
18.
64 51
54. Albi Anggito dan Johan Setiawan,
Metodologi Penelitian Kualitatif,
(CV Jejak: Suka Bumi, 2018), h.
52 – 53.
65 52
55. Milla Tuna Imah, Budi Purwoko,
Studi Kepustakaan Penerapan
Konseling Neuro Linguistic
Programming (NLP) dalam
Lingkup Pendidikan, Universitas
Negeri Surabaya, 2018, hlm. 13.
66 53
BAB IV
56. Casel.org, CASEL diakses pada
12/04/20, 15. 16 WIB.
67, 76 59, 65
57. Yehui Wang, The Effect of Social
Emotional Competency on Child
Development in Western China,
Journal of Front. Psychol, Vol.
10, 2019, h. 6.
68 59
142
58. Son Van Huynh, “Social
Awareness and Responsible
Decision Making of Students in
Grade 4 and 5 in Vietnam,”
Journal of Education and Human
Development 7, No. 4 (2018). h. 15
69 60
59. Esmaeil Sadri Damirchi, “The
Impact of Social-Emotional
Learning Skills Programs on
Social Development Among
Primary School Students” 4, No.
16 (2013), h. 202–207.
71 62
60. CASEL Guide, Effective Social
and Emotional Learning
Programs, Preschool and
Elementary School, Edition, 2013,
h. 19 – 20, 43 – 50.
73, 74, 77,
81, 84, 86,
87, 88
63, 64, 69,
71, 78, 80
61. Kemendikbud, Konsep dan
Pedoman Penguatan Pendidikan
Karakter, (Kemendikbud: Jakarta,
2017) , h. 13 – 14, 7 – 10, 10 – 11,
15.
75, 78, 81,
82
66, 70, 71,
74
143
62. Sanford Harmony.org , Sanford
Harmony, diakses pada 31/05/20,
15. 52 WIB.
75 68
63. Washington State, Social
Emotional Learning
Implementation Guide,
(Washington State: Washington ,
2019) , h. 26 – 51.
81 77
64. Frank M. Gresham, Effective
Intervension for Social and
Emotional Learning, (London: The
Guilford Press, 2018), h. 3.
84 80
65. Gendon Barus, Menakar Hasil
Pendidikan Krakter Terintegrasi di
SMP, Jurnal Cakrawala
Pendidikan, 2015, No. 2,
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta, h. 4
87 82
Bojongsari, 05 Juni 2020
Dosen Pembimbing,
Asep Ediana Latip, M., Pd
NIP. 198106232009121003
144
145
BIODATA PENULIS
Lu’lu’a Farah Adiba adalah mahasiswi
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dengan
disiplin Ilmu Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidayiah (PGMI) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Mahasiswi kelahiran Wonosobo, 7 Maret
1998 ini akrab disapa Lulu. Ia sangat tertarik
dengan berbagai kegiatan mengajar dan
kerelawanan. Lulu aktif dibeberapa kegiatan
kampus. Seperti Himpunan Mahasiswa Jurusan
PGMI. Ia juga sempat menjadi relawan Gerakan
Ayo Mengajar Batch I yang dilaksanakan di
Lebak, Banten pada tahun 2016. Selain itu ia
juga pernah menjadi volunteer event
Internasional seperti Indonesia Asian Para Games 2018 yang dilaksanakan di Jakarta.
Selanjutnya pada tahun 2019 dengan misi membantu keberlanjutan program PBB
yaitu Sustainable Development Goals No. 4 di bidang pendidikan Lulu mengikuti
Global Volunteer Association Internationale Des Etudiants En Sciences Economiques
et Commeriales (AIESEC) yang dilaksankan di Yuan Ze University, Taoyuan,
Taiwan.