Prognosis

3
Prognosis Pasien GJK memiliki prognosis yang buruk dalam satu randomized trial yang besar, pada pasien yang di rawat dengan gagal jantung yang mengalami dekompesasi mortalitas 600 hari adalah 9,6%, dana pa bila di kombinasi dengan perawatan ulang dari 60 hari menjadi 35,2% angka kematian lebih tinggi lagi pada infark jantung yang di sertai gagal jantung berat, dengan mertalitas 30% dalam 12 bulan. Pada pasien edema paru akut, angka kematian di rumah sakit 12% dan mortalitas 1 tahun 40% Prediktor mortalitas tinggi antara lain tekanan baji kapiler paru yang tinggi, sama atau lebih dari 16 mmHg, kadar natrium yang rendah, dimensi ruang ventrikel kiri yang meningkat, dan konsumsi oksigen puncak yang rendah. Sekitar 45% pasien GJA akan di rawat ulang paling tidak satu kali 15%, paling tidak dua kali dalam 12 bulan pertama Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakan komplikasi terjadinya gagal jantung (Riaz, 2012). Berdasarkan studi Framingham dalam Cowie tahun 2008 didapati bahwa 91% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi. Studi terbaru Waty tahun 2012 di Rumah Sakit Haji Adam Malik menyebutkan bahwa 66.5% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi. Hipertensi menyebabkan gagal jantung kongestif melalui mekanisme disfungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi predisposisi terjadinya infark miokard, aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya akan berujung pada gagal jantung kongestif (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000). Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung yang tidak bisa berkontraksi secara normal seperti infark miokard, gangguan tekanan hemodinamik, overload volume, ataupun kasus

description

as

Transcript of Prognosis

Page 1: Prognosis

Prognosis

Pasien GJK memiliki prognosis yang buruk dalam satu randomized trial yang besar, pada pasien yang di rawat dengan gagal jantung yang mengalami dekompesasi mortalitas 600 hari adalah 9,6%, dana pa bila di kombinasi dengan perawatan ulang dari 60 hari menjadi 35,2% angka kematian lebih tinggi lagi pada infark jantung yang di sertai gagal jantung berat, dengan mertalitas 30% dalam 12 bulan. Pada pasien edema paru akut, angka kematian di rumah sakit 12% dan mortalitas 1 tahun 40%

Prediktor mortalitas tinggi antara lain tekanan baji kapiler paru yang tinggi, sama atau lebih dari 16 mmHg, kadar natrium yang rendah, dimensi ruang ventrikel kiri yang meningkat, dan konsumsi oksigen puncak yang rendah.

Sekitar 45% pasien GJA akan di rawat ulang paling tidak satu kali 15%, paling tidak dua kali dalam 12 bulan pertama

Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakan komplikasi terjadinya gagal jantung (Riaz, 2012). Berdasarkan studi Framingham dalam Cowie tahun 2008 didapati bahwa 91% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi. Studi terbaru Waty tahun 2012 di Rumah Sakit Haji Adam Malik menyebutkan bahwa 66.5% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi.Hipertensi menyebabkan gagal jantung kongestif melalui mekanisme disfungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi predisposisi terjadinya infark miokard, aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya akan berujung pada gagal jantung kongestif (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000).

Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung yang tidak bisa berkontraksi secara normal seperti infark miokard, gangguan tekanan hemodinamik, overload volume, ataupun kasus herediter seperti cardiomiopathy. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan penurunan kapasitas pompa jantung. Namun, pada awal penyakit, pasien masih menunjukkan asimptomatis ataupun gejala simptomatis yang minimal. Hal ini disebabkan oleh mekanisme kompensasi tubuh yang disebabkan oleh cardiac injury ataupun disfungsi ventrikel kiri (Mann, 2010).

Page 2: Prognosis

Gagal jantung merupakan komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi kronis. Pasien dengan hipertensi dapat menunjukkan gejala-gejala gagal jantung namun dapat juga bersifat asimtomatis (tanpa gejala). Prevalensi (gagal jantung)disfungsi diastolik asimtomatis pada pasien hipertensi tanpa disertai hipertrofi ventrikel kiri adalah sebanyak 33%. Peningkatan tekanan afterload kronik dan hipertrofi ventrikel kiri dapat mempengaruhi fase relaksasi dan pengisian diastolik ventrikel.

Disfungsi diastolik sering terjadi pada penderita hipertensi, dan terkadang disertai hipertrofi ventrikel kiri. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tekanan afterload, penyakit arteri koroner, penuaan, disfungsi sistolik dan fibrosis. Disfungsi sistolik asimtomatis biasanya mengikuti disfungsi diastolik. Setelah beberapa lama, hipertrofi ventrikel kiri gagal mengkompensasi peningkatan tekanan darah sehingga lumen ventrikel kiri berdilatasi untuk mempertahankancardiac output. Lama-kelamaan fungsi sistolik ventrikel kiri akan menurun. Penurunan ini mengaktifkan sistem neurohormonal dan renin-angiontensin, sehingga meretensi garam dan air dan meningkatkan vasokonstriksi perifer, yang akhirnya malah memperburuk keadaan dan menyebabkan disfungsi sistolik.

Apoptosis (kematian sel terprogram yang dirangsang oleh hipertrofi miosit dan ketidak seimbangan stimulus dan inhibitornya) diduga memainkan peranan penting dalam peralihan fase “terkompensasi” menjadi fase “dekompensasi”. Peningkatan mendadak tekanan darah dapat menyebabkan edema paru tanpa adanya perubahan fraksi ejeksi ventrikel kiri. Secara umum dilatasi ventrikel kiri (asimtomatik atau simtomatik) dapat memperburuk keadaan dan meningkatkan risiko kematian. Disfungsi ventrikel kiri serta dilatasi septal dapat menyebabkan penebalan ventrikel kanan dan disfungsi diastolic.