Profil Perlindungan Perempuan Dan Anak Diy 2010

60
PROFIL PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK PROVINSI DAERAH ISTIMEWAYOGYAKARTA TAHUN 2010 PROFIL PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2010 BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN MASYARAKAT PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Transcript of Profil Perlindungan Perempuan Dan Anak Diy 2010

PROFIL PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK

PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

TAHUN 2010

PROFIL PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK

PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

TAHUN 2010

BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN MASYARAKAT

PROVINSI DAERAH ISTIMEWA

YOGYAKARTA

    

 i  

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penyusunan dan penulisan Profil Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi DIY Tahun 2010 dapat disajikan sebagai sarana inventarisasi terhadap upaya yang telah dilaksanakan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat maupun organisasi lain dalam Forum Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak (PK2PA). Hasil dari inventarisasi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak-pihak terkait dalam menyusun rencana pencegahan maupun penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Terwujudnya Profil Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi DIY ini berkat kerjasama Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Provinsi DIY dengan Institusi Pemerintah dan Lembaga Sosial Masyarakat di Kabupaten/Kota yang tergabung dalam Forum PK2PA. Untuk itu kami sampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada semua pihak yang telah membantu hingga tersusunnya profil ini.

Diharapkan buku Profil Perlindungan Perempuan dan Anak ini dapat bermanfaat sebagai referensi dan sekaligus

    

 ii  

informasi kepada pihak terkait maupun para pengambil keputusan. Kritik dan saran untuk perbaikan buku ini dimasa datang sangat kami harapkan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Yogyakarta, Agustus 2010 Kepala Badan Pemberdayaan

Perempuan dan Masyarakat Provinsi DIY

Dra. Siti Munawaroh, Apt, M. Kes NIP. 19540807 198103 2 004

    

 iii  

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ………………………………………… i DAFTAR ISI …………………………………………………. iii DAFTAR TABEL ……………………………………………. v DAFTAR GAMBAR ……………………………………….... x BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……………………………………… 1 1.2. Permasalahan ……………………………………... 6 1.3. Maksud dan Tujuan ……………………………….. 10 1.4. Ruang lingkup ……………………………………… 11 1.5. Kerangka Pemikiran ………………………………. 12 BAB II. KONDISI WILAYAH PROVINSI DIY 2.1. Geografis ………………………………………………. 14 2.2. Kependudukan………………………………………… 17

2.2.1. Laju Pertumbuhan Penduduk ………………… 17 2.2.2. Persebaran dan Kepadatan ………………….. 22 2.2.3. Struktur Penduduk …………………………….. 25

BAB III. KONDISI PEREMPUAN DAN ANAK DI PROV. DIY 3.1. Kondisi Umum …………………………………………. 27 3.2. Indeks Pembangunan Gender ………………………. 29 3.3. Indeks Pemberdayaan Gender ……………………… 38 3.4. Kondisi Pendidikan Anak ……………………………. 45 3.5. Kondisi Kesehatan …………………………………… 54

    

 iv  

BAB IV. PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI PROVINSI DIY …………………………… 59 4.1. Penanganan korban kekerasan terhadap perempuan

dan anak di Provinsi DIY …………………………….. 61 4.1.1. Jumlah Kasus Kekerasan Terhadap

Perempuan dan Anak …………………………. 65 4.1.2. Jenis Kekerasan ……………………………… 68 4.1.3. Wilayah Terjadinya Kasus ………………….. 72 4.1.4. Status Korban ………………………………… 73 4.1.5. Usia, Pendidikan, dan Pekerjaan …………. 75 4.1.6. Wilayah Kejadian ……………………………. 78

4.2. Penanganan Kekerasan Terhadap Anak ………… 82 4.2.1. Kekerasan terhadap anak berdasarkan Jenis

Kelamin dan pendidikan …………………… 85 4.2.2. Anak Berhadapan dengan Hukum ……….. 87

4.3. Pelaku Tindak Kekerasan …………………………… 88 4.3.1. Pelaku Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia 89 4.3.2. Pelaku Berdasarkan Pendidikan ………….. 90 4.3.3. Pelaku berdasarkan Status Perkawinan dan

hubungan dengan korban ………………….. 91 4.4. Upaya Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan

Dan Anak ………………………………………………. 93 4.4.1. Pembentukan Forum Penanganan Korban

Kekerasan Perempuan dan anak (FPK2PA) Provinsi DIY ……………………………………. 93

4.4.2. Sosialisasi untuk Mencegah Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak ………….. 98

4.4.3. Produk Hukum dalam rangka Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan anak … 100

4.5. Upaya Pemberdayaan Perempuan Korban KDRT …. 104 BAB V. PENUTUP ………………………………………… 106 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………. 108

    

 v  

DAFTAR TABEL Tabel.1.1 Proyeksi penganggur tahun 2008-2012

Provinsi DIY 6 Tabel.1.2 Jumlah Penganggur menurut kategori jenis

kelamin di Provinsi.DIY 8 Tabel.1.3 Sebaran penduduk miskin di Provinsi DIY

Tahun 2007-2009 9 Tabel.2.1 Jumlah Penduduk menurut struktur umur dan

jenis kelamin (1000), Tahun 2005 sd 2012 18 Tabel.2.2 Persebaran penduduk menurut

kabupaten/kota tahun 2005 sampai 2008 23 Tabel.2.3 Kepadatan Penduduk untuk kabupaten kota di

Provinsi DIY 24 Tabel.2.4 Jumlah penduduk pada tahun 2008 sesuai

Jenis Kelamin 26 Tabel.3.1 Pencari kerja menurut Jenis Kelamin di Prov.

DIY 27 Tabel.3.2 Pegawai Negeri Sipil di DIY menurut tingkat

Pendidikan dan Jenis Kelamin 28 Tabel.3.3 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi DIY 31 Tabel.3.4 Indeks Pembangunan Gender untuk Provinsi

DIY, 2004-2008 31 Tabel.3.5 Angka Harapan Hidup Prov.DIY 2004-2008 32 Tabel 3.6 Angka Melek Huruf Prov. DIY 2004-2008 34 Tabel 3.7 Rata-rata lama sekolah penduduk di Provinsi

DIY 2004-2008............................... 36 Tabel.3.8 Upah pekerja Perempuan non pertanian

Prov.DIY Tahun 2004 – 2007 .................... 38 Tabel.3.9 Perempuan dalam parlemen di Prov.DIY .. 39

    

 vi  

Tabel.3.10 Prosentase Perempuan Sebagai Pekerja Profesional Provinsi DIY (2004-2008)........ 41

Tabel.3.11 Perempuan dalam angkatan kerja 2004-2008 di Prov.DIY........................................ 43

Tabel.3.12 Upah Pekerja Perempuan non-pertanian Tahun 2004 – 2007. ................................... 44

Tabel.3.13 Jumlah penduduk usia sekolah di Provinsi DIY Tahun 2008. ........................................ 45

Tabel.3.14 Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Usia SD, SMP dan SMA..................................... 47

Tabel.3.15 Angka Partisipasi Kasar Menurut Jenjang Pendidikan. ................................................. 48

Tabel.3.16 APK menurut Jenis Kelamin di Provinsi DIY. ... 49 Tabel.3.17 Angka Partisipasi Murni menurut jenjang

pendidikan. ................................................. 51 Tabel.3.18 APM Berdasarkan Jenis Kelamin di Provinsi

DIY................................................ 51 Tabel.3.19 Angka Putus Sekolah menurut jenjang

pendidikan Tahun 2007............................... 53 Tabel.3.20 Jumlah kematian Bayi dan Balita di Provinsi

DIY............................................................... 56 Tabel.3.21 Imunisasi Campak pada bayi di Provinsi

DIY............................................................... 57 Tabel.3.22 Jumlah Kematian ibu di provinsi DIY

58 Tabel 4.1 Tindak Kekerasan terhadap perempuan dan

anak yang ditangani FPK2PA Provinsi DIY .. 66

    

 vii  

Tabel 4.2 Jumlah Korban Yang Telah Ditangani Oleh

Forum PK2PA Provinsi DIY Tahun 2009 Berdasarkan Jenis Kekerasan 69

Tabel. 4.3 Jenis Kasus Kekerasan Yang ditangani dii P2TPA ”RDU” .................................................. 71

Tabel 4.4 Jumlah Korban yang telah Ditangani oleh Forum PK2PA Prov. DIY Januari sd Desember 2009 Berdasarkan Locus/Tempat Terjadinya Kekerasan ........................................................ 73

Tabel 4.5 Jumlah Korban Kekerasan yang telah Ditangani oleh Forum PK2PA Provinsi DIY Tahun 2009 berdasarkan Status Perkawinan .. 73

Tabel 4.6 Jumlah Korban Kekerasan Kategori Dewasa yang telah Ditangani oleh Forum PK2PA Provinsi DIY Tahun 2009 berdasarkan Status Perkawinan ....................................................... 74

Tabel .4.7 Pelaku KDRT Tahun 2009 Berdasarkan Hubungan Dengan Korban ............................... 75

Tabel.4.8 Jumlah Korban kekerasan yang ditangani oleh FPK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Usia .................................................................. 76

Tabel.4.9 Korban kekerasan terhadap perempuan dan anak berdasarkan pendidikan ......................... 76

Tabel 4.10 Korban Kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi DIY berdasar pekerjaan ........ 77

Tabel.4.11 Jumlah Korban yang telah Ditangani Forum PK2PA Provinsi DIY Tahun 2009 berdasarkan Kabupaten Asal Korban ................................... 79

    

 viii  

Tabel 4.12 Jumlah Korban yang telah Ditangani Oleh

Forum PK2PA Provinsi DIY Tahun 2009 Berdasarkan Kecamatan Asal Korban ............. 80

Tabel.4.13 Jumlah Korban kekerasan yang ditangani oleh FPK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin .................................... 83

Tabel.4.14 Jumlah KTA yang ditangani RDU (2004-2009) . 84 Tabel.4.15 Jumlah Kasus kerasan terhadap anak

Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin .............. 86 Tabel.4.16 Korban Kekerasan pada anak berdasarkan

jenis kekerasan di Prov.DIY ............................. 87

Tabel.4.17 Tindak Pidana yang dilakukan Anak ................ 88 Tabel.4.18 Pelaku Kekerasan yang Ditangani Forum

PK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Jenis Kelamin ................................................... 89

Tabel.4.19 Pelaku Kekerasan yang Ditangani Oleh Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Usia .................................................................. 90

Tabel.4.20 Pelaku Kekerasan yang Ditangani Oleh Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Pendidikan ....................................................... 91

Tabel.4.21 Pelaku Kekerasan Yang Telah Ditangani Oleh Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Status Perkawinan ...................... 92

Tabel.4.22 Jumlah Pelaku Kekerasan Yang Telah Ditangani Oleh Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Hubungan Keluarga 92

    

 ix  

Tabel.4.23 Lembaga yang Memberikan

LayananPenanganan Kekerasan Pada Perempuan Dan Anak Di Provinsi DIY serta Peran Masing-Masing Lembaga....................... 94

Tabel.4.24 Jenis Layanan yang diberikan Kepada Korban Kekerasan Oleh Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009 ..................................................... 98

    

 x  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Prosentase kasus yang ditangani P2TPA “RDU“ selama tahun 2009 .......................... 5

Gambar 1.2 Penganggur menurut kategori jenis kelamin di Provinsi.DIY ............................................ 8

Gambar.1.3 Kerangka berpikir penyusunan profil Perlindungan perempuan dan anak ............ 13

Gambar.2.1 Batas wilayah Provinsi DIY ......................... 14 Gambar.2.2 Luas Wilayah Kabupaten/kota di DIY ......... 16 Gambar.2.3 Sebaran Jenis Tanah di Prov.DIY ............... 17 Gambar.2.4 Bandingan struktur penduduk menurut usia

antara Nasional dengan Provinsi DIY tahun 2010 .............................................................. 21

Gambar.2.5 Jumlah Penduduk di Provinsi DIY .............. 22 Gambar.2.6 Distribusi Penduduk (2005-2008) Provinsi

DIY .............................................................. 24 Gambar.2.7 Kepadatan di Provinsi DIY tahun 2008 ....... 25 Gambar 3.1 Perempuan dalam parlemen di Prov.DIY .... 40 Gambar 3.2 Persentase Perempuan sebagai

Profesional (2004-2008) .............................. 42 Gambar.3.3 Angka Putus sekolah untuk SD,SMP dan

SMU di Provinsi DIY .................................... 54 Gambar.4.1 Grafik Jumlah Kasus Kekerasan terhadap

Perempuan dan Anak yang ditangani P2TPA”RDU” di Provinsi DIY ...................... 67

Gambar. 4.2 Tindakan kekerasan KDRT sesuai Jenis Kelamin di prov.DIY Tahun 2009 ................. 68

    

 1  

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara yang memegang komitmennya sejak lama untuk mengusahakan dan memberikan perlindungan hak asasi manusia kepada setiap warga negaranya. Komitmen ini jelas diwujudkan dengan partisipasi aktif Indonesia dalam penyusunan berbagai konvensi internasional dan keikutsertaan Indonesia dalam persetujuan-persetujuan Internasional dalam rangka memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia khususnya terhadap hak-hak perempuan dan anak.

Konvensi Internasional yang telah disetujui oleh Indonesia tersebut antara lain konvensi pemberantasan perdagangan manusia dan eksploitasi prostitusi (1949), konvensi 100 ILO tentang persamaan pendapatan (1951), konvensi tentang hak politik perempuan (1952), konvensi tentang hak kewarganegaraan perempuan yang menikah (1957), deklarasi perlindungan perempuan dan anak dalam situasi darurat dan konflik bersenjata (1974), Beijing platform untuk melihat isu perkembangan perempuan dalam berbagai bidang (1995), dan konvensi internasional tentang penghapusan segala bentuk deskriminasi terhadap perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women/CEDAW) yang telah diratifikasi menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984.

Dalam tataran target pembangunan, Indonesia juga menjadi salah satu negara yang menyepakati delapan point

    

 2  

tujuan untuk dicapai bersama yang dikenal dengan Millenium Development Goals (MDGs) yang meliputi:

1. penghapusan kemiskinan 2. pencapaian wajib belajar pendidikan dasar 3. peningkatan keadilan gender dan pemberdayaan

perempuan 4. mengurangi tingkat kematian anak 5. peningkatan kesehatan ibu 6. penanganan HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular

lainnya 7. memastikan kelestarian lingkungan 8. pengembangan kemitraan untuk pembangunan

berkelanjutan Jika dicermati tujuan yang terangkum dalam MDGs

terbagi menjadi tiga bidang, yaitu bidang ekonomi, bidang pendidikan dan bidang kesehatan. Pada bidang ekonomi antara lain meliputi pengentasan kemiskinan, dan pengembangan kemitraan, penanggulangan kemiskinan sebagai salah satu target utama dari MDGs mempunyai sasaran yang harus dijalankan semua negara yang telah meratifikasinya, yaitu menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah satu dollar per hari, dan menurunkan penduduk yang menderita kelaparan. Bidang kedua, berkaitan dengan pendidikan dan keadilan gender, dimana terangkum dalam solusi untuk permasalahan pendidikan target yang ingin dicapai adalah menghilangkan ketimpangan gender pada tingkat pendidikan dasar dan lanjutan pada tahun 2005 dan semua tingkat pada tahun 2015. Pada Bidang ketiga, merupakan sisi kesehatan meliputi penurunan angka kematian bayi, peningkatan kesehatan ibu,

    

 3  

dan penanganan HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya.

Berhubungan dengan perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan, hingga sekarang Perempuan dan anak merupakan pihak yang rentan untuk mengalami kekerasan. Data BPS tahun 2006 pada survei kekerasan bekerjasama dengan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat, angka kekerasan terhadap perempuan secara nasional mencapai 2,27 juta perempuan (3,07 persen). Berarti dari setiap 10.000 perempuan Indonesia, sekitar 307 perempuan mengalami tindak kekerasan. Sementara untuk anak, angkanya tidak jauh berbeda yaitu 3,02 persen atau secara angka nasional 2,29 juta anak. Ini berarti, setiap 10.000 anak Indonesia sekitar 302 anak pernah mengalami tindak kekerasan. Komisi Nasional Perempuan (Komnas) melaporkan bahwa kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), secara nasional mengalami peningkatan nyata dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 kasus KDRT yang tercatat berjumlah 14.020 kasus. Angka ini terus meningkat pada tahun 2005 jumlah kasus KDRT mencapai 20.391 kasus, pada tahun 2006 naik menjadi 22.512 kasus. Jumlah kasus tersebut dihitung secara nasional dan ditangani oleh 258 lembaga di 32 Provinsi di Indonesia. Kasus kekerasan terbanyak adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga sebanyak 16.709 kasus setara dengan 74%, disusul dengan kekerasan di ranah komunitas sebanyak 5.240 kasus setara dengan 23%, dan 43 kasus ditemukan terjadi di ranah negara. Catatan tahunan 2010 ini merupakan kompilasi catatan kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam tahun 2009 (periode

    

 4  

Januari sampai dengan Desember). Seperti biasanya, catatan tahunan ini merupakan kompilasi data dari lembaga mitra pengada layanan, berjumlah 269 lembaga yang memberikan responnya. Jumlah Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) yang tercatat ditangani lembaga pengada layanan meningkat setiap tahun (tahun 2001 – 2008). Tahun 2009 peningkatan jumlah KTP mencapai 143.586 kasus atau naik 263% dari jumlah KTP tahun lalu (54.425). (Komnas Perempuan, 2009). Jumlah kasus yang ditangani di Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) “Rekso Dyah Utami” (RDU) secara total meningkat dari tahun ke tahun. Dimulai tahun 2004 terdapat 14 kasus yang ditangani, tahun 2005 meningkat menjadi 109 kasus, tahun 2006 sebanyak 113 kasus, tahun 2007 sebanyak 118 kasus, tahun 2008 sebanyak 120 kasus, dan menurun pada tahun 113 kasus pada tahun 2009. dari 135 kasus yang ditangani pada tahun 2009, terbesar adalah kasus kekerasan terhadap isteri/KDRT (65,48%), dan 45 kasus (36,28%) merupakan kasus kekerasan terhadap anak.

Sebaran kekerasan yang ditunjukkan oleh data jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tersebut merupakan sebagian kecil dari sekian kasus yang belum tertangani, fenomena tersebut terkait dengan budaya yang dipegang teguh oleh sebagian masyarakat, dimana kekerasan di rumah tangga dianggap sebagai kekurangan yang tidak perlu di expose, karena dianggap sebagai aib baik bagi diri korban maupun keluarga.

    

 5  

56%

1%4%4%2%

33%

KTI/KDRTKTAPERKOSAANKTDPELECEHANKDP

Gambar.1.1. Prosentase kasus yang ditangani P2TPA “RDU”

selama Tahun 2009

Berdasarkan data kasus yang ditangani oleh P2TPA ”Rekso Dyah Utami” tampak bahwa penyebaran kasus tidak terjadi secara merata di semua wilayah di Provinsi DIY, artinya dimungkinkan terdapat kantong-kantong wilayah yang memiliki potensi kekerasan terhadap perempuan dan anak yang tinggi disatu sisi lainnya terdapat wilayah yang potensi kekerasan terhadap perempuan dan anak rendah. Data kasus yang ditangani oleh P2TPA “RDU” merupakan gambaran kecil yang belum mampu mewakili keberadaan kasus kekerasan dalam masyarakat sosial, walaupun demikian keberadaan data tersebut akan menjadi informasi penting dalam menyusun regulasi penanganan kekerasan dalam rumah tangga, dan elemen kekerasan lainnya. Dalam rangka meyusun strategi perlindungan perempuan dan anak, yang valid dan rasional, dibutuhkan adanya profil yang secara nyata mendeskripsi kondisi situasional tindak kekerasan pada

    

 6  

perempuan dan anak, beserta upaya pencegahan dan penanganan yang sudah dilaksanakan oleh pendamping dari Forum PK2PA. Penyusunan profil dalam jangka pendek menjadi sangat penting untuk disusun dan dikembangkan, sebagai basis data dan menjadi masukan dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. 1.2. Permasalahan

Pertumbuhan penduduk di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan angka yang cukup pesat. Pada tahun 2009 pertumbuhan penduduk DIY sebesar 0,96. Hal ini membawa dampak yang cukup beragam, mulai dari peluang kerja dan kesempatan kerja, dan perumahan/permukiman. Kesempatan kerja serta peluang kerja yang semakin sempit sehingga berakibat meningkatnya pengangguran di masyarakat.

Tabel. 1.1. Proyeksi penganggur tahun 2008-2012 Provinsi DIY

Kelompok Umur

2008 2009 2010 2011 2012

15 - 19 13.753 13.924 14.084 13.820 13.612 20 - 24 39.618 34.968 30.223 24.335 18.551 25 - 29 40.004 47.226 55.239 62.326 70.594 30 - 34 10.233 11.353 12.501 12.134 12.114 35 - 39 8.745 10.739 12.748 13.463 14.501 40 - 44 3.227 3.865 4.525 3.776 3.322 45 - 49 3.358 5.747 8.249 9.667 11.449

    

 7  

Kelompok Umur

2008 2009 2010 2011 2012

50 - 54 911 1.725 2.553 2.448 2.565 55 - 59 5.291 6.858 8.497 9.403 10.549

60 + 7.064 9.001 10.946 11.333 12.094

Jumlah 132.205 145.405 159.565 162.706 69.351 Sumber : Disnakertrans Prov, DIY, 2009

Proyeksi penganggur berdasarkan kelompok umur

tertinggi didominasi oleh umur produktif diatas 34 tahun, diikuti oleh kelompok usia 25-34 tahun sebanyak 37.277 jiwa (28,122%), terendah pada kelompok usia 15-19 tahun setara dengan lulusan SMA/SMK sebanyak 23.703 jiwa (17,882%). Jika ditinjau dari kelompok pendidikan, penganggur tertinggi pada tingkat SLTA (42%) sebagai tingkat produktif dalam angkatan kerja, dan diikuti kelompok pendidikan kelulusan dari Perguruan Tinggi (11%), kelemahan pemerintah dalam mempersiapkan kesempatan kerja kepada masyarakat, menjadi triger semakin parahnya tingkat pengangguran di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Apabila dilihat dari data pilah menurut kategori jenis kelamin untuk Provinsi DIY sebagaimana disajikan pada tabel. 1.2. Dari tabel menunjukkan jumlah penganggur secara keseluruhan sebesar 132.552 orang, dimana jumlah laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan sebesar 52,256 persen, dan perempuan sebesar 47,743 persen, kondisi ini menunjukkan secara riil bahwa pencari kerja laki-laki hampir disamai jumlahnya oleh perempuan, hal ini menunjukkan perempuan sudah terbuka untuk mencoba mandiri untuk mencari peluang kerja, setara dengan laki-laki. Dilihat dari

    

 8  

persebaran parsial penganggur terbesar terdapat di Kabupaten Sleman (30,778%), kota Yogyakarta (23,554%), dan terendah terdapat di Kabupaten Kulonprogo (8,341%).

Tabel.1.2. Jumlah Penganggur menurut kategori jenis kelamin di Provinsi.DIY

Kabupaten/Kota L P Jumlah Kota Yogyakarta 16.915 14.307 31.222 Bantul 15.431 15.422 30.853 Kulon Progo 5.932 5.125 11.057 Gunungkidul 9.257 9.366 18.623 Sleman 21.732 19.065 40.797 Jumlah 69.267 63.285 132.552

Sumber ; Disnakertrans Prov.DIY, 2009

0

5000

10000

15000

20000

25000

laki-laki 16915 21732 15431 5932 9257

perempuan 14307 19065 15422 5125 9366

KOTA YOGYAKAR

SLEMAN BANTUL KULONPROGO

GUNUNGKIDUL

Gambar 1.2. Penganggur menurut kategori jenis kelamin di

Provinsi.DIY Disisi lain masalah kemiskinan yang terjadi di tingkat

masyarakat saat ini cukup signfikan sebagai salah satu faktor

    

 9  

munculnya KDRT maupun KTA. Data empirik besarnya kemiskinan di Provinsi DIY sampai tahun 2010 (PSE 05 dan PPLS 08), disajikan pada tabel.1.3.

Tabel.1.3. Sebaran penduduk miskin di Provinsi DIY

Tahun 2007-2009 KAB/KOTA 2007 2008 2009

Kota Yogyakarta 19.681 19.681 12.392

Bantul 64.386 64.386 49.157

Kulon Progo 42.345 42.360 33.280

Gunungkidul 95.722 95.694 81.232

Sleman 52.976 52.976 38.971

Jumlah 275.110 275.097 216.032

Sumber : BPS, 2007 dan BPS, 2009

Kekerasan dalam rumah tangga maupun kekerasan terhadap anak, merupakan akibat dari berbagai faktor, faktor lapangan, dari sekian faktor: sosial. budaya, dan ekonomi, menunjukkan faktor ekonomi sangat dominan, terjadi hampir pada masyarakat miskin yang tercatat pada data tahun 2010 sebesar 201.628 RTS. Dilihat dari data empirik sebagian besar Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang tercatat di Provinsi DIY di dominasi oleh KK laki-laki diatas 85% sedangkan untuk KK perempuan paling tinggi 15%, untuk KK perempuan merupakan orang tua perempuan dengan usia diatas 40 tahun. Dengan demikian permasalahan menjadi lebih mengerucut, penyebab terjadinya kekerasan dalam kehidupan rumah tangga termasuk didalamnya kekerasan

    

 10  

terhadap anak, merupakan muara dari faktor ekonomi, sosial, maupun faktor psikis.

Pengenalan relasi antara faktor pendukung kesejahteraan masyarakat pada umumnya, secara umum menunjukkan masih besarnya bias kesempatan dan peluang antara laki-laki dan perempuan. Kondisi seperti ini menjadi salah satu pemicu terjadinya ketidakseimbangan relasi antara subyek laki-laki dan perempuan. Pendekatan komprehensif dan holistik untuk mengantisipasi terjadinya tindak kekerasan menjadi satu pemikiran untuk mempersiapkan satu basis data yang valid dan terpercaya dalam upaya tindak pencegahan dan penanganan pada korban kekerasan yang terjadi di Provinsi DIY. Dengan demikian permasalahan dirumuskan : 1. Sejauhmanakah karakteristik dari upaya pencegahan dan

penanganan kasus berkaitan dengan perlindungan perempuan dan anak

2. Sejauhmanakah strategi upaya pencegahan dan penanganan kasus berkaitan dengan perlindungan perempuan dan anak

1.3. Maksud dan Tujuan Kegiatan ini dimaksudkan untuk sarana inventarisasi

upaya yang telah dilaksanakan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM) Provinsi DIY, maupun organisasi lain yang tergabung pada Forum Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak (PK2PA) sebagai upaya perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan. Hasil inventarisasi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak terkait dalam menyusun rencana

    

 11  

pencegahan maupun penanganan perempuan dan anak berhadapan dengan kekerasan.

Tujuan : 1. Menyusun suatu profil sebagai acuan tentang upaya

perlindungan perempuan dan anak dari kekerasan baik dalam pencegahan maupun penanganannya.

2. Mendeskripsikan upaya yang telah dilakukan pihak lembaga, khususnya pemerintah Provinsi DIY, melalui Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat, dan lembaga lain yang tergabung dalam forum PK2PA di wilayah Provinsi DIY: meliputi produk hukum yang dihasilkan, upaya sosialisasi, serta upaya pencegahan dan penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

1.4. Ruang lingkup Profil ini berusaha menyajikan keadaan umum perlindungan perempuan dan anak yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya dari berbagai macam tindakan kekerasan. Bahasan dalam Profil ini meliputi gambaran geografis Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta kaitannya dengan demografi, geografi, ekonomi, sosial termasuk didalamnya pendidikan, dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) maupun Indeks Pembangunan Gender (IPG) yang mempunyai sumbangan terhadap munculnya berbagai tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Keadaan umum tersebut mencerminkan indikator internal maupun eksternal dari masalah perlindungan perempuan dan anak.

    

 12  

1.5. Kerangka Pemikiran Data kependudukan dengan elemen data terpilah

mengenai indikator perempuan dan anak disusun sebagai data, yang dimanfaatkan sebagai basis data yang komprehensif dalam upaya perencanaan, implementasi, dan evaluasi merupakan profil upaya pencegahan serta penanganan mengenai perlindungan perempuan dan anak untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dukungan data primer dan data sekunder dari lembaga/institusi yang tergabung dalam Forum PK2PA provinsi DIY, dibutuhkan dalam kelengkapan profil perlindungan perempuan dan anak. Mengacu pada konsepsi berpikir, disusun diagram alir penyusunan acuan basis data perlindungan bagi perempuan dan anak.

    

 13  

Gambar.1.3. Kerangka berpikir penyusunan profil perlindungan

perempuan dan anak

Data Teks untuk perempuan dan

anak

Data terpilah Penanganan

Korban

Data Pendukung

indikator Pembangunan

Gender

Dukungan

Forum PK2PA

Data BPS atau data penunjang

lainnya

Penyusunan profil

perlindungan perempuan dan anak

    

 14  

BAB II KONDISI WILAYAH PROVINSI DIY

2.1. Geografis

Provinsi DIY merupakan salah satu provinsi dari 33 provinsi di Indonesia. Provinsi DIY terletak di Pulau Jawa bagian tengah. Batas wilayah Provinsi DIY sebelah selatan adalah Samudera Indonesia, bagian timur laut, tenggara, barat, dan barat laut berbatasan dengan Jawa Tengah yaitu: bagian timur laut Kabupaten Klaten, sebelah tenggara Kabupaten Wonogiri, sebelah barat Kabupaten Purworejo, dan di sebelah barat laut Kabupaten Magelang. Gambaran wilayah Provinsi DIY dapat digambarkan sebagaimana disajikan pada gambar 2.1.

Gambar.2.1. Batas wilayah Provinsi DIY

    

 15  

Provinsi DIY terdiri atas empat kabupaten dan satu kota dengan 78 kecamatan dan 438 desa/kelurahan yaitu :

1. Kabupaten Kulon Progo terdiri atas 12 kecamatan dan 88 kelurahan/desa;

2. Kabupaten Bantul terdiri atas 17 kecamatan dan 75 kelurahan/desa;

3. Kabupaten Gunungkidul terdiri atas 18 kecamatan dan 144 kelurahan/desa;

4. Kabupaten Sleman terdiri atas 17 kecamatan dan 86 kelurahan/desa;

5. Kota Yogyakarta terdiri atas 14 kecamatan dan 45 kelurahan/desa.

Secara Astronomis Wilayah DIY terletak pada 7033’-8012. LS dan 110000’ – 110050. Bujur Timur.

Luas wilayah wilayah Provinsi DIY seluas 1.890.754 km2, adapun Luas masing wilayah kabupaten/kota adalah sebagai berikut :

1. Kabupaten Kulon Progo dengan luas 586,27 km2, setara 18.4 persen;

2. Kabupaten Bantul dengan luas 506,85 km2, setara 15.91 persen;

3. Kabupaten Gunungkidul dengan luas 1485,36 km2, setara 46,63 persen;

4. Kabupaten Sleman, dengan luas 574,82 km2, setara 18,04 persen;

5. Kota Yogyakarta dengan luas 32,5 km2, setara 1,02 persen.

    

 16  

586.27

506.85

1485.36

574.82 32.5

Kulonprogo Bantul Gunungkidul sleman Yogyakarta

Gambar.2.2. Luas Wilayah Kabupaten/kota di DIY

Gambaran umum Topografi wilayah Provinsi DIY, terletak pada ketinggian antara 100-499 m dari permukaan laut, tercatat sebesar 65.65 persen ketinggian kurang dari 100 meter sebesar 28,84 persen, ketinggian antara 500-999 m sebesar 5.04 persen dan ketinggian diatas 1000 m sebesar 0.47 persen.

Provinsi DIY secara umum memiliki iklim tropis dengan curah hujan berkisar antara 0-22.8 mm perhari yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan. Menurut data Badan Pertanahan Nasional (Bapeda Prov DIY, 2008) Dengan Jenis tanah secara umum sebagai berikut :

1. Jenis tanah Litosol seluas 33,05 persen 2. Jenis tanah Regosol seluas 27,09 persen 3. Jenis tanah Latosol seluas 12,38 persen 4. Jenis tanah Grumosol seluas 10,97 persen

    

 17  

5. Jenis tanah mediterania seluas 10,84 persen 6. Jenis tanah Aluvial seluas 3,19 persen 7. Jenis tanah Renzina seluas 2,47 persen

luas (persen)

34%

27%

12%

11%

11% 3% 2%

Litosol Regosol Latosol Grumusol Mediteran Aluvial Renzina

Gambar.2.3. Sebaran Jenis Tanah di Prov.DIY 2.2. Kependudukan Secara harfiah, data kependudukan terdiri atas kelahiran, kematian, migrasi, pertumbuhan, struktur dan distribusi penduduk di suatu wilayah pada suatu periode tertentu. Komponen kependudukan ini pada gilirannya akan berpengaruh terhadap pembangunan daerah secara keseluruhan. 2.2.1. Laju Pertumbuhan Penduduk Jumlah penduduk merupakan suatu ukuran yang menggambarkan banyaknya penduduk yang menempati suatu wilayah dan sering diistilahkan dengan "size". cepat atau lambatnya suatu size bertambah ditentukan oleh

    

 18  

besarnya laju pertumbuhan penduduk dari suatu wilayah. Laju pertumbuhan penduduk itu merupakan suatu resultante dari pertambahan alamiah dan migrasi neto. Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka laju pertumbuhan penduduk tentunya harus dikendalikan dengan cara mempengaruhi variabel-variabel yang menentukan laju pertambahan penduduk. Hal ini sangat penting, dimana semakin cepat laju pertumbuhan penduduk, maka semakin cepat pula penduduk tersebut menjadi dua kali lipat (doubling time).

Jumlah penduduk di Provinsi DIY dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan. Pada tahun 1971 tercatat 2,5 juta jiwa, dan pada tahun 1980 dan 1990 masing-masing meningkat menjadi 2,8 juta dan 2,9 juta jiwa dan pada tahun 2000 mencapai 3,1 juta jiwa. Dengan laju dari tahun 1971 ke tahun 1980 laju pertumbuhan sebesar 1,10 persen pertahun dari tahun 1980 ke tahun 1990 selama 10 tahun laju pertumbuhan sebesar 0,58 per tahun dan dari 1990 ke tahun 2000 laju pertumbuhan sebesar sebesar 0,72 pertahun. Sedangkan dari tahun 2000 menuju tahun 2007 akhir laju pertumbuhan per kabupaten disajikan pada tabel.2.1.

Tabel.2.1. Jumlah Penduduk menurut struktur umur dan jenis

kelamin (1000) Tahun 2005 sd 2012 2005 2006 2007 2008 Kelom

pok umur

L P L P L P L P

0-4 104,0 99,5 106,6 100,3 108,2 100,9 108,9 103,6 4-9 100,6 95,8 101,3 97,2 102,6 97,9 105,2 98,3

10-14 123,6 117,9 119,5 115,2 116,6 111 113,7 108,0

    

 19  

2005 2006 2007 2008 Kelompok

umur L P L P L P L P

15-19 141,7 133,7 140,9 133,1 141,1 130,9 136,6 128,6 20-24 192,5 171,1 186,1 165,1 179,4 159,9 173,7 155,6 25-29 191,7 167,9 193,1 169,0 197,0 171,0 199,9 173,0 30-34 139,5 1137,6 151,7 144,0 161,8 150,9 173,2 157,4 35-39 123,3 130,3 125,4 131,0 126,4 131,9 128,5 132,8 40-44 117,0 124,1 118,4 125,9 119,1 128,0 120,9 129,2 45-49 104,4 107,7 107,1 111,8 109,9 115,0 112,2 118,8 50-54 85,4 86,8 89,0 90,8 92,7 95,0 95,6 98,7 55-59 66,0 71,3 68,7 73,9 71,4 76,1 75,5 79,3 60-64 57,3 64,4 56,5 63,9 56,3 65,0 57,1 64,7 65-69 51,1 60,1 50,6 59,7 50,2 59,0 48,9 58,7 70-74 38,8 49,0 40,5 49,8 40,9 51,1 40,5 51,2 75+ 47,4 64,6 48,2 65,9 49,2 68,1 50,4 70,4

Jumlah .684,3 .681,2 .703,6 .696,6 .722,8 .711,7 .740,8 .727,7

2009 2010 2011 2012 Kelompok

umur L P L P L P L P

0-4 109,6 103,9 111,3 103,9 112,5 105,3 113,0 106,4 4-9 106,5 99,7 108,1 100,1 108,4 101,4 110,0 101,6

10-14 109,7 105,0 106,6 100,9 107,0 100,4 106,6 99,7 15-19 131,2 125,3 124,9 122,1 124,7 120,0 123,6 117,7 20-24 167,7 151,4 160,9 148,1 157,4 143,8 154,1 140,5 25-29 204,1 174,6 208,1 176,5 199,1 171,1 190,5 165,5 30-34 184,2 162,3 192,0 167,2 197,3 171,4 202,1 173,6 35-39 132,4 134,8 138,5 138,1 147,6 143,1 158,1 148,9

    

 20  

2009 2010 2011 2012 Kelompok

umur L P L P L P L P

40-44 121,9 130,2 123,8 131,1 124,8 131,9 126,0 132,5 45-49 114,2 121,6 115,9 123,6 117,8 125,5 118,8 127,5 50-54 96,5 103,4 101,3 107,5 103,1 111,6 107,5 114,3 55-59 79,5 82,4 82,6 86,4 86,4 89,9 89,1 93,5 60-64 58,8 65,5 61,2 67,9 63,9 70,3 68,1 72,5 65-69 48,6 57,8 47,8 57,4 49,2 57,7 49,9 59,7 70-74 40,2 51,6 41,0 51,3 42,3 51,2 40,9 52,2 75+ 52,8 72,5 53,7 74,8 53,3 77,2 54,5 78,9

Jumlah 1.759,9 1.742,0 1.777,7 1.756,9 1.794,8 1.771,8 1.812,9 1.785,0 Sumber : BPS Provinsi DIY,2009

Pertumbuhan penduduk pada tahun 2007 sebesar

0,99 persen relatif lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2006 sebesar 1,011 persen, pertumbuhan 2008 sebesar 0,962 persen, lebih rendah dari tahun sebelumnya. Untuk Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakarta, memiliki laju pertumbuhan di atas angka provinsi yaitu 1,43 persen, 1,31 persen, dan 1,29 persen. Dengan luas wilayah 3.185,80 km2 kepadatan penduduk di Provinsi DIY tercatat 1089 jiwa/ km2. Kepadatan tertinggi di Kota Yogyakarta sebesar 14.059 jiwa/ km2, dan terendah di Kabupaten Gunungkidul sebesar 462 jiwa/ km2, dilihat dari komposisi kelompok umur penduduk DIY didominasi kelompok umur dewasa yaitu umur 25-59 tahun sebesar 10,75 persen, kelompok umur 0-24 tahun tercatat sebesar 35,51 persen, kelompok umur 25-59 tahun 51,75

    

 21  

persen, dan lanjut usia umur 60 tahun ke atas sebesar 12,74 persen (BPS Prov DIY, 2009).

Bagaimana kondisi penduduk pada tahun 2010 untuk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, jika dilihat dari konteks nasional, yang digambarkan seperti piramida sebagai berikut :

Gambar.2.4. Bandingan struktur penduduk menurut usia

antara Nasional dengan Provinsi DIY tahun 2010 (proyeksi BPS, 2002)

Gambaran ini menunjukkan bahwasanya perempuan

dan laki-laki dipilahkan dalam garis pemisah yang ditandai dengan pembagian persen di bagian bawah. Secara nasional pada usia paling rendah 0-4 tahun sampai diatas 70 tahun cenderung lebih besar laki-laki dibandingkan dengan perempuan, sehingga bentuknya mengerucut di bagian atas, selanjutnya untuk Provinsi DIY pada usia 0-4 tahun sampai 50-54 tahun menggelembung yang artinya keseimbangan antara laki-laki dan perempuan memiliki jumlah yang sama,

0-45-910-1415-1920-2425-2930-3435-3940-4445-4950-5455-5960-6465-6970-7475-7980-8485+

12.5 10 7.5 5 2.5 0 2.5 5 7.5 10 12.5Persen

Laki-laki Perempuan

Nasional

0-45-910-1415-1920-2425-2930-3435-3940-4445-4950-5455-5960-6465-6970-7475-7980-8485+

12.5 10 7.5 5 2.5 0 2.5 5 7.5 10 12.5Persen

Laki-laki Perempuan

DI Yogyakarta

    

 22  

dan selanjutnya bergerak pada usia di atas 70 tahun jumlah perempuan relatif lebih besar dibandingkan laki-laki, hal ini memberikan indikasi bahwasanya harapan hidup perempuan relatif lebih tinggi dibandingkan laki-laki untuk Provinsi DIY.

Gambar.2.5. Jumlah Penduduk di Provinsi DIY

2.2.2. Persebaran dan Kepadatan Persebaran penduduk di Provinsi DIY untuk 4 kabupaten dan satu kota, mendeskripsikan gambaran yang berimbang, kondisi tersebut merupakan indikasi akses antara kota dan desa, yang ada di Provinsi DIY relatif terjangkau dalam satuan 1 sampai 3 jam untuk jarak terjauh. Persebaran penduduk selama 4 tahun disajikan pada tabel 2.2.

Jumlah Penduduk di Prov. DIY

0100000200000300000400000500000600000700000800000900000

1000000

yogyakarta sleman bantul kl.progo gn.kidul

Kabupaten/kota

Jumlah Penduduk

2008 2009

    

 23  

Tabel.2.2 Persebaran penduduk menurut kabupaten/kota tahun 2005 sampai 2008

Kabupaten 2005 2006 2007 2008 Kota Yk 439.393 445.258 451.118 456.915Bantul 871.203 884.086 896.994 909.812Kulonprogo 373.770 374.142 374.445 374.783Gunungkidul 681.554 683.443 685.210 686.772Sleman 999.586 1.013.178 1.026.767 1.040.220

Sumber : BPS Provinsi DIY,2009

Dengan total luas kawasan Provinsi DIY sebesar 3.185,81 km2, Kabupaten Gunungkidul merupakan yang terluas yaitu 1.485,36 km2, atau 44,63 persen dari seluruh luasan DIY, sedangkan daerah dengan luas daerah paling kecil adalah Kota Yogyakarta seluas 32,50 km2 sekitar 1,02 persen dari luasan Provinsi DIY. Distribusi tertinggi masyarakat terdapat di Kabupaten Sleman, diikuti Bantul dan Gunungkidul, sedangkan terkecil distribusi adalah di Kota Yogyakarta, dengan memperhatikan pada data, deskripsi persebaran tersebut digambarkan secara grafis, sebagai gambar 2.6.

    

 24  

2005-2008

kulon progo 11%

Bantul26%

Gunungkidul20%

Sleman30%

Yogyakarta13% kulon progo

BantulGunungkidulSleman Yogyakarta

Gambar.2.6. Distribusi Penduduk (2005-2008) Provinsi DIY

Memperhatikan pada persebaran penduduk yang

paling tinggi dan paling rendah di Provinsi DIY, kepadatan menjadi satu indikator dari kemampuan wilayah untuk menyediakan kebutuhan primer bagi masyarakat, dari gambaran luas kawasan kabupaten terhadap jumlah penduduk diketahui kepadatan penduduk, secara umum digambarkan pada tabel.2.3.

Tabel.2.3.Kepadatan Penduduk untuk kabupaten kota di Provinsi DIY

Kabupaten 2005 2006 2007 2008 Kota Yk 13.520 13.700 13.881 14.059 Bantul 1.719 1.744 1.770 1.795 KP 638 638 639 639 GK 459 480 461 462 Sleman 1.739 1.763 1.786 1.810

Sumber : BPS Provinsi DIY,2009.

    

 25  

kulon progo 3%

Bantul10%

Yogy akarta75%

Gunungkidul2%

Sleman10%

kulon progo BantulGunungkidulSleman Yogyakarta

Gambar.2.7. Kepadatan di Provinsi DIY tahun 2008

Kepadatan tertinggi berada di Kota Yogyakarta, hal ini

menjadi wajar karena sebagai pusat kota atau ibu kota Provinsi perputaran dana, serta peluang kerja untuk sektor formal maupun informal sangat menjanjikan dengan kepadatan penduduk pada tahun 2007 sebesar 13.880,55 jiwa/km2, diikuti Sleman berjumlah 1.785,24 jiwa/km2, dan Bantul sebesar 1.769,74 jiwa/km2, sedangkan yang paling rendah terdapat di Kabupaten Gunungkidul sebesar 461,31 jiwa/km2, Sedangkan untuk tahun 2008 kepadatan tertinggi di Kota Yogyakarta sekitar 14059 jiwa/km2, dan terendah di Kabupaten Gunungkidul sebesar 462 jiwa/km2 2.2.3. Struktur Penduduk Struktur penduduk menurut kategori Jenis Kelamin, merupakan bentuk data pilah yang berfungsi dalam memberikan gambaran posisi gender. Persebaran penduduk menurut Jenis Kelamin dan menurut kabupaten/kota Provinsi

    

 26  

DIY pada tahun 2008 (BPS. DIY, 2009) sebagaimana disajikan pada tabel. 2.4.

Tabel.2.4. Jumlah penduduk pada tahun 2008 sesuai Jenis Kelamin

Kabupaten/kota Laki-laki Perempuan Jumlah

Kota Yk 14.638 10.085 24.723

Bantul 8.695 7.729 16.424

Kulonprogo 6.058 5.135 11.193

Gunungkidul 8.813 5.682 14.495

Sleman 15.970 11.977 27.947

Jumlah 54.174 40.608 94.782

Sumber : BPS Prov.DIY,2009

Data kependudukan sesuai Jenis Kelamin untuk kabupaten/kota merupakan gambaran dari distribusi keberadaan penduduk dengan Jenis Kelamin tertentu, dari gambaran data tahun 2008 (BPS, Prov.DIY, 2009) menunjukkan secara umum penduduk di Provinsi DIY lebih banyak kaum pria dengan rasio perbandingan 0,7 dibanding 1, dimana penduduk laki-laki lebih tinggi 0,7 persen dibandingkan dengan penduduk perempuan. Hal tersebut dapat dikatakan signfikan jika melihat trend data 2002 sampai 2006 dimana pada tahun 2002 laki-laki berjumlah 41.614 jiwa dan perempuan berjumlah 53.726 jiwa, khusus untuk tahun 2002 relatif perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, dan mulai menurun pada tahun 2003 sampai tahun 2006.Untuk tahun 2006, data empirik untuk laki-laki berjumlah 49.868 jiwa dan perempuan sebanyak 35.085 jiwa.

    

 27  

BAB III KONDISI PEREMPUAN DAN ANAK

DI PROVINSI DIY

3.1. Kondisi Umum Gambaran kondisi perempuan dan anak dalam bab ini

dimaksudkan untuk mengetahui peranan perempuan dalam komunitas masyarakat. Dari Jumlah penduduk Provinsi DIY sebesar 3.468.502 jiwa (BPS, Provinsi DIY, 2009) perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan adalah 49,48 persen laki-laki, dan 50,52 persen. Perempuan secara kuantitas jelas menunjukkan jumlah lebih banyak sehingga secara potensi, perempuan memiliki potensi yang sangat besar. Dalam perkembangan saat ini potensi itu sudah mulai terlihat dengan munculnya perempuan dalam berbagai jabatan serta peran publik. Salah satu indikator untuk melihat hal tersebut misalnya dari perbandingan perempuan dan laki-laki dalam pencari kerja (Disnakertrans DIY, 2009) disajikan sebagai berikut :

Tabel.3.1. Pencari kerja menurut Jenis Kelamin di Prov. DIY N0 Kab/Kota Laki-laki Perempuan Jumlah1. Kota Yk 16.915 14.307 31.2222. Bantul 15.431 15.422 30.8533. Kulonprogo 5.932 5.125 11.0574. Gunungkidul 9.257 9.366 18.6235. Sleman 21.732 19.065 40.797 Jumlah 69.267 63.285 132.552

Sumber: Disnakertrans Prov DIY 2009

    

 28  

Pencari kerja di Provinsi DIY, laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan, rasio perbandingan sekitar 1: 0,9136 dengan memperhatikan rasio yang hampir setara, menunjukkan dimana kesetaraan dalam meraih pekerjaan laki-laki dan perempuan di Provinsi DIY hampir tercapai, peluang serta kesempatan kerja terbuka baik bagi laki-laki maupun perempuan. Kesetaraan untuk meraih peluang karier juga nampak dari kesempatan menjadi pegawai negeri sipil, sebagaimana disajikan pada tabel.3.2.

Tabel.3.2. Pegawai Negeri Sipil di DIY menurut tingkat

Pendidikan dan Jenis Kelamin Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah

S3 3 2 5 S2 229 103 332 S1 1.363 1.077 2.440 SM 121 138 259 D3 213 187 400

D2/D1 168 284 452 SMA 2.067 952 3.019 SLTP 381 29 410

SD 275 15 290 Jumlah 4.820 2.787 7.607

Sumber : BKD Prov.DIY Oktober 2009

Rasio pegawai negeri sipil antara laki-laki dengan perempuan adalah 1:0,5, kondisi ini menggambarkan realitas dari tahun ke tahun sudah terjadi peningkatan pemberdayaan gender. Persentase lebih besar pada laki-laki baik secara menyeluruh ataupun parsial. Semakin rendah pendidikan

    

 29  

semakin sedikit perempuan yang terlibat didalamnya, sebagai contoh pada level pendidikan SD dan SMP tidak menarik bagi kaum perempuan untuk meraih peluang kerja, sebaliknya dengan meningkatnya tingkat pendidikan dimiliki perempuan rasa percaya diri semakin besar untuk bersaing dengan kaum laki-laki dalam berkompetisi meraih kesempatan kerja sebagai PNS. Memperhatikan fenomena tersebut menarik untuk dilihat lebih mendalam, dimana realistis di sisi positif perempuan semakin berkiprah dalam komunitas masyarakat dalam pemberdayaan maupun pembangunan gender, di sisi lain masih banyak terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan maupun anak yang belum tertangani.

Dalam bagian ini akan digambarkan keadaan perempuan dan anak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan pada ukuran Indeks Pembangunan Gender dan Indikator-indikatornya, Indeks Pemberdayaan Gender dengan indikator-indikatornya dan Indeks Kesejahteraan anak berdasarkan indikator kesehatan dan pendidikan.

3.2. Indeks Pembangunan Gender Indeks merupakan bagian dari indikator dalam suatu variabel yang dihitung sebagai bentuk ukuran subyek ataupun obyek. Pengertian indikator sendiri adalah variabel yang dapat dipergunakan untuk mengevaluasi keadaan atau status dan memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu (BPS, 2005). Indikator tidak selalu menjelaskan keadaan secara keseluruhan tetapi hanya memberikan indikasi atau petunjuk tentang keadaan keseluruhan sebagai pendugaan atau proxy. Indikator merupakan ukuran yang bersifat kuantitatif yang

    

 30  

dapat diterapkan untuk pengukuran obyek ataupun subyek di tingkat lapang.

Indeks pembangunan Gender, merupakan indikasi dari peran gender dalam pembangunan sosial kemasyarakatan, dimana keikutsertaan gender dalam pembangunan sebagai gambaran pendugaan dimana semakin banyaknya keterlibatan gender dalam pembangunan memberikan nilai positif bagi subyek gender tersebut secara indikatif. Untuk indikasi pembangunan gender, beberapa parameter yang dibutuhkan antara lain: Angka harapan hidup, Angka melek huruf, Rata-rata lama sekolah, dan Daya beli. Indeks pembangunan gender merupakan gambaran dari rasio perbandingan antara IPM secara keseluruhan, yang diukur dengan ketimpangan gender, selisih antara laki-laki dengan perempuan. Indeks Pembangunan Gender merupakan ukuran yang diterapkan untuk mengukur pembangunan gender, dimana secara implisit merupakan penilaian komposit dari peningkatan kapabilitas dasar perempuan yang menunjukkan status pencapaian pembangunan gender. Penilaian obyektif dari pencapaian pembangunan gender dirasiokan dengan IPM. Untuk Provinsi DIY pada tahun 2008 ini IPM Provinsi DIY mencapai 74,88.

Gambaran dari tabel 3.3. menunjukkan kenaikan, dari 72,90 pada tahun 2004 menjadi 74,88 pada tahun 2008, apabila dilihat perkabupaten/kota maka IPM tertinggi pada tahun 2008 adalah Kota Yogyakarta (78,14), diikuti Kabupaten Sleman (76,70), Kabupaten Bantul (72,78), Kabupaten Kulon Progo hampir sama dengan Kabupaten Bantul (72,76) dan terendah berada di Kabupaten Gunungkidul (70,0).

    

 31  

Tabel.3.3. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi DIY Tahun DIY Kota Bantul KP GK Sleman2004 72,90 77,40 71,50 70,90 68,90 75,10 2005 73,50 77,70 71,90 71,50 69,30 75,60 2006 73,70 77,81 71,97 72,01 69,44 76,20 2007 74,15 78,14 72,78 72,76 69,68 76,70 2008 74,88 78,14 72,78 72,76 70,00 76,70

Sumber: KNPP & BPS, 2009

Adapun IPG merupakan penilaian obyektif Indeks Pembangunan Gender, diukur dengan cara jika simpangan dengan IPM rendah maka dinyatakan IPG sangat baik. Selanjutnya IPG untuk Provinsi DIY disajikan pada tabel. 3.4.

Tabel.3.4. Indeks Pembangunan Gender untuk Provinsi DIY,

2004-2008 Tahun DIY Kota Bantul KP GK Sleman2004 69,60 75,70 67,00 51,90 60,10 72,70 2005 70,20 75,80 68,70 52,70 61,00 72,90 2006 70,30 76,10 70,30 65,10 62,90 72,90 2007 71,16 76,16 70,27 65,44 64,08 73,49 2008 71,50 77,05 71,20 66,13 64,69 73,73

Sumber: KNPP & BPS, 2009

Indeks Pembangunan Gender untuk Provinsi DIY secara rata-rata masih berada di bawah IPM yang menunjukkan masih adanya ketimpangan antara laki-laki dan perempuan dalam pembangunan. berikut akan dibahas satu persatu indikator-indikator Indeks pembangunan gender tersebut.

    

 32  

a. Angka harapan Hidup Angka harapan hidup (AHH) merupakan indikator sosial,

yang cukup efektif untuk mengukur kondisi masyarakat dalam bidang kesehatan, semakin tinggi angka harapan hidup mengindikasikan tingkat layanan kesehatan seperti diharapkan, sebaliknya dengan AHH yang rendah, mencerminkan buruknya kualitas pembangunan kesehatan.

Tabel.3.5. Angka Harapan Hidup Prov.DIY 2004-2008

Kab JK 2004 2005 2006 2007 2008

L 71,00 71,00 71,20 71,20 71,43 Kota Yk

P 74,9 75,0 75,0 75,2 75,22

L 68,90 69,0 69,0 69,0 69,21 Bantul

P 72,80 73,00 73,00 73,00 73,12

L 70,70 71,20 71,30 71,50 71,97 Kulon progo P 74,60 75,20 75,20 75,50 75,71

L 68,50 68,50 68,70 68,80 68,88 Gunungkidul P 72,40 72,50 72,60 72,80 72,81

L 70,80 70,80 71,60 72,20 72,63 Sleman

P 74,70 74,80 75,70 76,1 76,33

L 70,70 71,00 71,10 71,20 71,27 DIY

P 74,60 75,00 75,00 75,10 75,06 Sumber: KNPP & BPS, 2009

Angka Harapan Hidup (AHH) untuk Provinsi DIY selama tahun 2004 sampai 2008 mengalami kenaikan, hal ini menunjukkan semakin baiknya tingkat kualitas kesehatan

    

 33  

manusia di Provinsi DIY, secara detil Angka Harapan Hidup di DIY disajikan pada Tabel.3.5.

Angka Harapan Hidup paling tinggi di DIY pada tahun 2008 berada di Kabupaten Sleman yaitu 76,33 tahun untuk perempuan dan 72,63 untuk laki-laki, hal ini dimungkinkan karena ketersediaan fasilitas kesehatan yang besar di Sleman misalnya fasilitas kesehatan yang besar berada di Kabupaten Sleman : RSUP. Dr.Sardjito, Jogja International Hospital dan Puskesmas yang ada di semua Kecamatan. Angka Harapan Hidup terendah di DIY tahun 2008 terdapat di Gunungkidul sebesar 69,21 tahun bagi laki-laki dan 73,12 tahun bagi perempuan. Hal tersebut salah satunya disebabkan kondisi geografis Gunungkidul yang lebih sulit sehingga mempengaruhi cakupan dan pemanfaatan fasilitas kesehatan yang disiapkan pemerintah. b. Angka Melek Huruf Merupakan indikator pendidikan selain rata-rata lama sekolah, angka melek huruf merupakan gambaran dari pembangunan bidang pendidikan, dalam implementasi perhitungannya didasarkan pada persentase penduduk berusia 15 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya. Secara umum Angka Melek huruf di Provinsi DIY selama kurun waktu 5 tahun dapat dilihat pada tabel. 3.6.

    

 34  

Tabel 3.6. Angka Melek Huruf Prov. DIY 2004-2008 Kab JK 2004 2005 2006 2007 2008

L 98,3 98,7 99,0 99,7 99,74 Kota Yk P 93,7 94,1 94,1 95,5 96,34 L 91,4 93,2 93,4 95,9 95,87 Bantul P 80,2 81,2 81,2 81,5 83,75 L 94,0 94,7 94,9 95,0 95,40 Kulon

progo P 79,3 79,7 80,2 83,4 83,38 L 82,5 83,0 84,5 84,7 89,61 Gunung

kidul P 65,1 66,9 67,5 67,8 75,55 L 94,1 94,9 95,1 96,9 96,95 Sleman P 85,5 86,3 86,8 87,2 87,18 L 91,9 92,5 92,7 94,3 94,46 DIY P 79,9 81,2 81,6 82,2 84,64

Sumber: KNPP & BPS, 2009 Secara umum di Provinsi DIY Angka Melek Huruf

cukup tinggi, pada tahun 2004 untuk 100 orang laki-laki yang ada di Provinsi DIY mampu membaca dan menulis sebanyak 91,9 persen, sebaliknya untuk perempuan setiap 100 orang yang mampu membaca dan menulis sebanyak 79,9 persen. Demikian pula kondisi ini meningkat dengan diberlakukannya kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM masyarakat dengan adanya program BOS, PAUD maupun kejar paket A,B, C, sehingga secara formal maupun non formal masyarakat mampu mengikuti pendidikan. Sampai akhir tahun 2008 AMH laki-laki meningkat menjadi 94,46 persen dan perempuan 84.64 persen.

Jika secara terpilah memperhatikan pada perempuan saja, maka AMH di setiap kabupaten/kota yang ada di

    

 35  

Provinsi DIY, menunjukkan adanya perbedaan, dari tabel 3.6. nampak bahwa untuk Kota Yogyakarta peringkat tertinggi, dimana AMH perempuan (2008) sebesar 96,34, diikuti Kabupaten Sleman sebesar 87,18, Kabupaten Bantul sebesar 83,75, Kabupaten Kulon Progo sebesar 83,38, dan terendah di Kabupaten Gunungkidul sebesar 75,55. Walaupun secara umum AMH di kota/kabupaten dinyatakan baik, akan tetapi nampak bahwa Yogyakarta dan Sleman memiliki kemungkinan bagi setiap perempuan untuk menikmati fasilitas pendidikan yang disiapkan oleh pemerintah jauh lebih baik dan berkualitas. c. Rata-rata Lama Sekolah Rata-rata lama sekolah merupakan salah satu indikator di bidang pendidikan yang sangat berguna untuk mengetahui tingkat pendidikan penduduk secara umum. Rata-rata lama sekolah atau MYS (mean years schooling) adalah sebuah angka yang menunjukkan rata-rata lamanya bersekolah seseorang dari masuk sekolah dasar sampai tingkat pendidikan terakhir. Selama beberapa tahun terakhir 2004-2008 rata-rata lama sekolah di Provinsi DIY mengalami kenaikan yang signifikan, pada tahun 2004 rata-rata lama sekolah penduduk mencapai 8,25 tahun yang meningkat pada tahun 2008 sebesar 8,745 tahun. Angka 8,745 menunjukkan rata-rata lama sekolah penduduk Provinsi DIY setingkat SMP kelas 2 atau kelas 3. Gambaran secara nyata persebaran rata-rata lama sekolah di Provinsi DIY disajikan pada tabel.3.7.

    

 36  

Tabel 3.7. Rata-rata lama sekolah penduduk di Provinsi DIY 2004-2008

Kab JK 2004 2005 2006 2007 2008 L 11,2 11,3 11,1 11,6 11,87

Kota Yk P 10,3 10,3 9,2 10,3 11,14 L 8,5 8,9 8,9 9,1 9,23

Bantul P 7,3 7,5 7,5 7,7 8,28 L 8,2 8,6 8,7 8,8 8,39 Kulon

progo P 6,6 6,9 7,0 7,0 7,05 L 6,1 6,5 6,5 7,7 7,74 Gunung

kidul P 4,6 5,0 5,0 5,0 5,21 L 10,6 10,9 11,0 11,3 11,09

Sleman P 8,9 9,2 9,2 10,3 9,22 L 9,0 9,0 9,2 9,4 9,4

DIY P 7,5 7,6 7,7 7,8 8,1

Sumber: KNPP & BPS, 2009

Dilihat secara parsial rata-rata lama sekolah untuk Provinsi DIY, untuk laki-laki pada tahun 2004 sebesar 9,0 tahun dan meningkat sebesar 0,4 pada tahun 2008 sehingga mencapai 9,4, secara numerikal terdapat kenaikan, tetapi kenyataan tetap sama setara dengan jenjang SMP kelas 3. Demikian pula untuk perempuan rata-rata lama sekolah pada tahun 2004 sebesar 7,5 dan meningkat nyata pada tahun 2008 menjadi 8,10 tahun, artinya pada tahun 2004 rata-rata lama sekolah setara dengan SMP kelas 1, dan pada tahun 2008 menjadi setara dengan SMP kelas 2. Dilihat dengan unit kabupaten/kota, rata-rata lama sekolah tertinggi di Kota Yogyakarta, dimana rata-rata lama sekolah mencapai 11.5

    

 37  

tahun atau setara dengan SMU kelas 2, terdiri atas rata-rata lama sekolah untuk laki-laki sebesar 11,87 tahun dan perempuan sebesar 11,14 tahun. Sedangkan yang paling rendah terdapat di Kabupaten Gunungkidul, dimana rata-rata lama sekolah adalah 6.475 tahun setara dengan SD, terdiri atas atas rata-rata lama sekolah untuk laki-laki sebesar 7,74 tahun setara SMP kelas 1 dan perempuan sebesar 5.21 tahun setara dengan SD kelas 5. d. Daya Beli Daya Beli merupakan kemampuan beli masyarakat terhadap produk konsumtif minimal kebutuhan primer bagi kebutuhan rumah tangga, jika dikaitkan dengan petani, maka dikenal adanya Nilai Tukar Petani atau NTP, merupakan indikator penting untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani, yaitu dengan mengukur kemampuan tukar produk yang dihasilkan ataupun dijual oleh petani, dibandingkan dengan produk yang dibutuhkan petani, baik untuk prose produksi, maupun untuk konsumsi rumah tangga. Dengan tingginya NTP dapat dipastikan tingkat kesejahteraan petani akan tinggi. Disisi lain dikenal masyarakat yang bekerja di luar sektor pertanian, dengan mengandalkan mata pencaharian di luar pertanian, diukur dengan cara yang sama yaitu kemampuan daya beli yang dipengaruhi pendapatan, dalam upaya memenuhi kebutuhan. Untuk Provinsi DIY pada tahun 2004-2007, distribusi untuk kabupaten/kota, disajikan pada tabel.3.8.

    

 38  

Tabel.3.8. Upah pekerja Perempuan non pertanian Prov.DIY Tahun 2004 - 2007

Kab 2004 2005 2006 2007 Kota Yk 446.4 494.3 688.9 1092.1 Bantul 418.1 596.0 735.7 960.9 Kulonprogo 162.9 308.6 704.3 710.3 Gunungkidul 304.3 325.1 558.2 785.0 Sleman 552.4 787.6 847.8 1034.0 DIY 439.4 451.7 755.4 885.2

Sumber: KNPP & BPS, 2007 Sebaran dari data upah pekerja perempuan non

pertanian untuk Provinsi DIY rata-rata sebesar Rp.885.200,00 untuk setiap bulan. Pendapatan atau upah perempuan tertinggi berada di Kota Yogyakarta sebesar Rp.1.092.100,00 per bulan diikuti Kabupaten Sleman sebesar Rp.1.034.000,00 per bulan dan paling rendah terdapat di Kabupaten Kulon Progo yaitu sebesar Rp.710.000,00 per bulan. 3.3. Indeks Pemberdayaan Gender Hal yang penting dari pemberdayaan gender adalah tercapainya kesetaraan gender dalam peran perempuan dan laki-laki. Indeks Pemberdayaan Gender (IDG), seperti halnya dengan IPG dihitung dengan disparitas, atau perbedaan ketimpangan dengan laki-laki. Elemen dasar untuk menghitung kesetaran pemberdayaan gender antara lain: ekonomi, politik dan pengambilan keputusan. Untuk Provinsi DIY besarnya masing-masing elemen dilihat sebagai berikut : a. Perempuan dalam Parlemen

Banyaknya perempuan yang mampu masuk dalam wilayah publik yaitu bidang politik, diindikasikan dengan

    

 39  

banyaknya perempuan yang duduk dalam parlemen/wakil rakyat. Untuk Provinsi DIY dari tahun 1999-2009 diperlihatkan pada tabel 3.9.

Tabel.3.9. Perempuan dalam parlemen di Prov.DIY

Periode 1999-2004

Periode 2004 - 2009

Periode 2009 - 2014DPRD

Jml % Jml % Jml % Kota Yk 1 2,7 7 20,0 7 17,5 Bantul 3 6,7 4 8,9 7 15,6 KulonProgo 2 5,6 3 8,6 5 12,5 GunungKidul 2 4,4 1 2,2 7 15,9 Sleman 2 4,4 5 11,1 8 16,0 Prov. DIY 5 9,1 7 12.7 12 21,8

Sumber: KPUD Prov. DIY, 2009

Dari Tabel.3.9 di atas tampak bahwa keikutsertaan perempuan dalam perwakilan rakyat, dari tahun 1999 sampai 2004 sebanyak 9,09 persen dari seluruh anggota parlemen berasal dari perempuan, dan pada 2004-2009 mulai meningkat sebanyak 7 orang setara dengan 12,73 persen, terakhir rentang waktu tahun 2009-2014 sebanyak 12 orang setara dengan 21,82 persen. Walaupun belum memenuhi target 30% namun peningkatan jumlah perempuan yang berada di parlemen khususnya di Provinsi DIY terus terjadi.

Jika dilihat dari masing-masing kabupaten, tampak di masing-masing kabupaten/kota juga menunjukkan trend peningkatan yang cukup nyata dimana dimasing-masing DPRD kabupaten juga terjadi peningkatan proporsi perempuan yang masuk dalam parlemen. Pada Parlemen

    

 40  

Kota Yogyakarta proporsi perempuan dalam parlemen menunjukkan tingkat yang paling tinggi di DIY dimana periode 2004-2009 mencapai 20% perempuan dalam parlemennya, namun pada periode 2009-2014 mengalami penurunan menjadi 17,5%. Di Kabupaten lain di DIY proporsi perempuan dalam parlemen pada periode 2009-2014 menunjukkan angka yang hampir setara yaitu sekitar 15% angka ini sudah meningkat dari periode sebelumnya yang hanya 10%.

Proporsi perempuan di Parlemen ini diharapkan akan terus meningkat dengan sosialiasi dan usaha fasilitasi pemerintah terhadap perempuan khususnya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi melalui Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat.

Grafik Prosentase Perempuan Dalam Parlemen DIYTahun 1999 sampai dengan 2009

9.09

2.7

6.675.56

4.44 4.44

12.73

20

8.9 8.57

2.22

11.11

21.82

17.5

15.56

12.5

15.86 16

0

5

10

15

20

25

Provinsi Kota  Bantul KP GK Sleman

1999 ‐ 2004

2004 ‐ 2009

2009 ‐ 2014*

Gambar 3.1. Perempuan dalam parlemen di Prov.DIY

    

 41  

b. Perempuan dalam Ekonomi Didalam bidang ekonomi, diindikasikan dengan peran perempuan yang bekerja sebagai pekerja, pejabat tinggi, dan manajer. Untuk Provinsi DIY sebaran dari perempuan yang bekerja pada sektor perekonomian, baik sebagai manajer, pekerja, ataupun pengambil keputusan, disajikan pada tabel.3.10

Tabel. 3.10. Prosentase Perempuan Sebagai Pekerja Profesional Provinsi DIY (2004-2008)

Kabupaten 2004 2005 2006 2007 2008 Kota Yk 47,2 51,6 52,2 52,6 46,0 Bantul 47,1 49,1 49,7 48,8 42,85 Kulonprogo 47,2 38,0 39,5 40,5 44,33 Gunungkidul 37,2 38,0 39,5 40,5 44,33 Sleman 52,1 49,6 50,1 51,1 46,04 DIY 49,4 49,4 51,0 46,8 46,32

Sumber: KNPP & BPS, 2009

Peranan perempuan dalam bidang ekonomi di Provinsi DIY secara simultan menunjukkan kenaikan, dari tahun 2004 sampai tahun 2005 sebesar 3,17 persen, dan menurun pada tahun 2007 sampai tahun 2008, penurunan terkait dengan regulasi dalam bidang ekonomi di Indonesia, dengan dampak banyaknya sektor jasa industri yang pailit, berdampak pada menyempitnya kesempatan kerja. Dilihat secara parsial untuk kabupaten/kota, pada tahun 2008 paling tinggi terdapat di Kabupaten Kulon Progo (47,24), diikuti Kota Yogyakarta dan Sleman (46,04), Kabupaten Gunungkidul (44,39) dan terendah di Kabupaten Kulon Progo.

    

 42  

Gambar 3.2. Persentase Perempuan sebagai Profesional

(2004-2008)

c. Perempuan dalam Angkatan Kerja Kemajuan sektor pendidikan di DIY membawa

perubahan besar terhadap corak potensi tenaga kerja di DIY. Tenaga kerja yang dahulu di dominasi oleh laki-laki mulai diwarnai kehadiran perempuan di dalamnya. Perkembangan selama 5 tahun terakhir di Provinsi DIY, menujukkan trend tersebut ditunjukkan pada tabel. 3.11.

Di Provinsi DIY perkembangan perempuan dalam angkatan kerja, menunjukkan posisi yang cukup menggembirakan, walaupun berfluktuatif, untuk tahun 2004 sebesar 44,1 persen, dan menurun pada dua tahun berikutnya di tahun 2005 dan 2006, pada tahun 2008 sebesar 43,78 persen. Walaupun angka ini belum menunjukkan angka

Grafik  Prosentase Perempuan Sebagai Pekerja Profesional  Tahun 2004 sd 2008

0

10

20

30

40

50

60

DIY KP Bantul GK Sleman Kota 

2004 2005 2006 2007 2008

    

 43  

tenaga kerja perempuan di DIY yang sebenarnya karena banyaknya perempuan DIY yang bekerja di sektor informal yang sulit dalam pendataannya.

Tabel.3.11. Perempuan dalam angkatan kerja 2004-2008 di

Prov.DIY Kabupaten 2004 2005 2006 2007 2008 Kota Yk 47,1 47,1 43,5 45,3 45,33 Bantul 42,1 40,1 41,4 43,9 42,08 Kulonprogo 42,7 41,5 39,4 38 45,69 Gunungkidul 46,7 44,4 46,1 40,7 42,78 Sleman 42,9 40,1 40,5 44,4 41,14 DIY 44,1 41,2 42,6 44,1 43,78

Sumber: KNPP & BPS, 2009 d. Upah Pekerja Perempuan

Upah pekerja merupakan perolehan tingkat gaji ataupun upah kerja di luar bidang pertanian, merupakan upah dari sektor jasa ataupun industri. Keikutsertaan perempuan bekerja dalam bidang jasa dan industri sudah dimulai jauh sebelum tahun 1998, dimana indikasi perempuan yang bekerja di sektor jasa, ataupun wanita yang memegang kendali mata pencaharian untuk keluarga (lihat: perempuan dari kotagede), kebanyakan akan menjadi pedagang di pasar Beringharjo. Dengan kemudahan untuk investasi masuk di Provinsi DIY, membuka kesempatan serta peluang kerja bagi perempuan di sektor jasa dan industri.. Perkembangan dari tahun 2004-2008 perempuan yang bekerja dan memperoleh upah di luar sektor pertanian di Provinsi DIY disajikan pada tabel.3.12

    

 44  

Tabel.3.12. Upah Pekerja Perempuan non-pertanian Tahun 2004 - 2007

Kab 2004 2005 2006 2007 Kota Yk 446.4 494.3 688.9 1092.1 Bantul 418.1 596.0 735.7 960.9 Kulonprogo 162.9 308.6 704.3 710.3 Gunungkidul 304.3 325.1 558.2 785.0 Sleman 552.4 787.6 847.8 1034.0 DIY 439.4 451.7 755.4 885.2

Sumber: KNPP & BPS, 2009

Dari tahun 2004 sampai 2007, perkembangan perempuan yang memperoleh upah dari sektor non pertanian meningkat hampir 200 persen, dengan memperhatikan secara parsial kabupaten nampak perkembangan pesat terjadi di Kabupaten Kulon Progo hampir 336 persen, diikuti Kabupaten Gunungkidul peningkatan sebesar 157 persen Kota Yogyakarta meningkat selama 4 tahun sebesar 144,62 persen, dan terendah peningkatan terjadi di Kabupaten Bantul sebesar 129,8 persen. Perkembangan pesat di Kabupaten Kulon Progo diorong oleh banyaknya peluang dan kesempatan kerja disektor jasa dan industri kerajinan home industri, di Kabupaten Sleman dengan berkembangnya industri pabrik lampu dan garment, dan untuk Kota Yogyakarta meningkat dengan dorongan banyaknya arus urban dari desa untuk bekerja di sektor informal, maupun pada jasa di industri maupun pertokoan.

    

 45  

3.4. Kondisi Pendidikan Anak Sesuai dengan MDGs, khususnya berkaitan dengan

pendidikan, yang tercantum pada tujuan ke 2 MDGs, yaitu mewujudkan pendidikan dasar untuk semua, dengan target menjamin semua anak di manapun baik laki-laki maupun perempuan dapat menyelesaikan jenjang pendidikan dasar pada tahun 2015. Indikator yang sering dipergunakan untuk melihat kondisi pendidikan anak antara lain adalah Angka partisipasi murni, angka partisipasi kasar, dan angka putus sekolah. Berikut akan dibahas masing-masing indikator tersebut.

Tabel.3.13. Jumlah penduduk usia sekolah di Provinsi DIY

Tahun 2008 Penduduk menurut usia

sekolah Kabupaten/kota 7-12 th 13-15 th 16-18 th

Jumlah

Kota Yk 32.386 19.544 31.055 82.985 Bantul 70.208 36.077 32.750 139.035 Kulonprogo 40.428 18.150 20.227 78.805 Gunungkidul 63.950 32.825 34.195 130.970 Sleman 74.456 34.065 42.062 150.673 Jumlah 281.518 140.661 160.289 582.468

Sumber: Dinas Pendidikan Prov.DIY,2009 Dsalah satu faktor penting dari hasil pembangunan

yang sangat efektif bagi pembangunan manusia adalah pendidikan dan kesehatan, dua elemen dasar tersebut menjadi fundamental faktor bagi manusia yang perlu dimiliki untuk meraih potensi. Berdasarkan pengalaman empiris untuk

    

 46  

mempercepat pembangunan manusia, antara lain dilaksanakan melalui distribusi sarana dan prasarana pendidikan yang diusahakan merata, dan alokasi belanja publik yang memadai untuk kesehatan dan pendidikan.

Penduduk usia sekolah di Provinsi DIY pada tahun 2008, sebanyak 582.468 orang dari total penduduk. Penduduk pada usia sekolah terbagi atas tiga kelompok, kelompok umur 7-12 th setara dengan pendidikan SD sejumlah 281.518 orang, dari gambaran anak usia sekolah SD, sebaran tertinggi terdapat di Kabupaten Sleman sebesar 26,44 persen diikuti Kabupaten Bantul sebesar 24,93 persen, dan terkecil berada di Kota Yogyakarta yaitu 11,50 persen. Kelompok usia sekolah 13-15 th setara usia anak SMP, sebanyak 140.661 orang, sebaran tertinggi di Kabupaten Bantul sebesar 25,64 persen, diikuti Kabupaten Sleman sebesar 24,21, terendah terdapat di Kabupaten Kulon Progo 12,90 persen, dan kelompok usia 16-18 tahun setara pendidikan SMA, distribusi terbesar di Kabupaten Sleman 20,431 persen, diikuti Kabupaten Gunungkidul 21,33 persen, dan terendah 12,519 persen. a. Angka Partisipasi Sekolah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar pokok bagi masyarakat, salah satu cerminan dari kesejahteraan masyarakat adalah tingginya masyarakat yang mampu untuk melaksanakan pendidikan. Banyaknya anak yang dalam ukuran angka partisipasi sekolah, ditetapkan berdasarkan kabupaten/kota yang ada di Provinsi DIY, disajikan pada tabel.3.14.

    

 47  

Tabel.3.14. Angka Partisipasi Sekolah Penduduk Usia SD, SMP dan SMA

Kabupaten /kota

SD termasuk

Kejar Paket A

SMP termasuk

Kejar Paket B

SMA termasuk

Kejar Paket C

Kota Yk 46.239 26.530 27.781 Bantul 69.101 33.352 26.515 Kulonprogo 37.523 19.177 14.414 Gunungkidul 62.181 30.366 20.318 Sleman 81.606 36.768 27.142 Jumlah 296.650 146.193 116.170

Sumber :Dinas Pendidikan Provinsi DIY,2009. Dari tabel.3.14. dapat dilihat bahwa untuk tingkatan

SD Provinsi DIY memiliki APS cukup menggembirakan dengan total seluruh provinsi adalah 296.650, ini menunjukkan adanya kesadaran dari masyarakat untuk mengikuti program pendidikan sembilan tahun. Begitu juga dengan tingkat SMP dan SMA. b. Angka Partisipasi Kasar Angka ini dipergunakan sebagai indikator mengukur proporsi anak sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok usia yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. APK ini diperoleh dengan cara membandingkan antara jumlah murid pada jenjang pendidikan tertentu pada waktu yang sama dan dinyatakan dalam persentase. Untuk memperoleh gambaran APK, untuk provinsi DIY diperoleh data disajikan pada tabel.3.15.

    

 48  

Tabel.3.15. Angka Partisipasi Kasar Menurut

Jenjang Pendidikan

Kabupaten/ Kota

APK Rata-rata SD

termasuk kejar paket

A

APK Rata-rata SMP termasuk

Kejar Paket B

APK rata-rataSMA termasuk

Kejar Paket C

Kota Yk 140,25 136 ,93 131 ,23 Bantul 104 ,39 106 ,34 82 ,45 Kulonprogo 106 ,64 118 ,07 87 ,84 Gunungkidul 100 ,75 112 ,92 68 ,96 Sleman 116,43 114 ,43 75 ,72

Sumber : Dinas Pendidikan Prov DIY,2009

Angka Parisipasi Kasar pada tingkat SD, setara penduduk usia 7-15 tahun rata-rata kabupaten dan kota diatas angka 100%, artinya adalah jumlah murid SD di kabupaten-kabupaten tersebut melebihi jumlah penduduk usia antara 7-12 tahun, hal ini memberikan indikasi bahwa umur anak <7 tahun sudah di kelas SD, atau banyak siswa yang berasal dari luar daerah. Sehingga melihat trend APK di tingkat usia 7-12 tahun, yang berada diatas level 100, masyarakat mengetahui bahwa pendidikan pada tingkat dasar sangat penting, dengan biaya sekolah yang masih terjangkau, terlebih dengan adanya bantuan pemerintah (PAUD, BOS) menjadi lebih mudah. Demikian pula untuk SMP dengan nilai APK di atas 100, menunjukkan adanya kesadaran dari masyarakat untuk mengikuti pendidikan SMP, sebaliknya

    

 49  

untuk jenjang pendidikan SMA agak tersendat APK sangat kurang ditunjukkan oleh level dibawah angka 100, ini memberikan indikasi: 1. Masyarakat tidak mampu untuk menutup biaya pendidikan

yang bersaing 2. Asumsi positif adalah masih banyaknya anak > usia SMP

duduk di SD atau juga anak usia SMA duduk di bangku SMP.

Walaupun demikian secara trend untuk APK di tingkat umur SMP maupun SMA menunjukkan kenaikan, artinya secara umum masyarakat beranggapan dengan sadar bahwa persaingan ketat dimasa depan generasinya hanya dengan memiliki pendidikan yang semakin tinggi, akan mampu bersaing. Jika dilihat secara terpilah data APK yang ada di provinsi DIY menunjukkan deskripsi sebagaimana disajikan pada tabel 3.16.

Tabel.3.16. APK menurut Jenis Kelamin di Provinsi DIY

APK SD APK SMP APK SMA Kab/ Kota L P L P L P

Kota Yk 150,12 131,06 142,45 131,65 137,23 125,66Bantul 112,74 96,62 106,21 106,47 83,96 80,98 KP 109,52 109,67 122,78 113,43 85,13 90,98 GK 106,38 95,23 118,86 107,11 72,59 65,39 Sleman 142,58 96,38 128,89 142,28 85,12 68,64

Sumber : Dinas Pendidikan Prov DIY,2009 Dilihat secara parsial untuk Kabupaten Kulonprogo

APK untuk SD baik laki-laki maupun perempuan menunjukkan nilai diatas 100 persen artinya keterbukaan masyarakat untuk

    

 50  

memberikan pendidikan tingkat SD terbuka dan menjadi kebutuhan peningkatan kualitas SDM, demikian pula untuk APK setingkat SD laki-laki maupun perempuan memiliki nilai diatas 100 persen, sebaliknya untuk APK ditingkatan SMA nilai APK dibawah 100, berarti ada masalah dengan biaya yang kurang terjangkau ataupun sebab sosial lain. Dilihat secara generalis senyatanya APK pada tingkatan SD dan SMP walaupun baik, tetapi disebagian kabupaten masih belum optimal, justru yang paling lemah adalah APK di tingkat SMA hampir laki-laki ataupun perempuan yang ada di 4 kabupaten di luar Yogyakarta APK dibawah 100. Diperbandingkan secara umum APK laki-laki dengan perempuan cenderung laki-laki lebih banyak, hal ini menunjukkan masih terjadinya bias gender untuk meraih pendidikan pada tingkat SMA.

c. Angka Partsipasi Murni Berbeda dengan APK maupun APS maka APM ini lebih tepat untuk menggambarkan usia anak pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan kelompok usianya. APM, bila dibandingkan dengan APK, diantara keduanya walaupun secara general naik dan menunjukkan kenaikan significant, tetapi yang jelas pada APK, banyak orang tua menyekolahkan anaknya di bawah usia <7 tahun masuk di kelas SD. Sebaliknya pada APM meskipun jenjang pendidkan yang diduduki SD, SMP, ataupun SMA tetapi karena usianya berada di luar usia sekolah yang sudah ditentukan untuk masing-masing tingkat pendidkan, mereka ini tidak termasuk sebagai pembilang dalam penghitungan APM, inilah yang menjadikan APM < APK.

    

 51  

Tabel.3.17. Angka Partisipasi Murni menurut jenjang pendidikan

Kab/Kota SD/MI/A SMP/MTS/B SMA/SMK/MA/CKota Yk 121,55 98,03 95,92 Bantul 90,98 80,93 59,80 Kulonprogo 91,30 88,01 56,10 Gunungkidul 88,98 77,26 49,18 Sleman 99,98 88,64 50,28

Sumber : Dinas Pendidikan Prov DIY,2009

APM secara umum di tingkat kabupaten/kota menunjukkan hal yang kurang, dimana rata-rata masih dibawah 100 persen, kondisi APM diatas 100 persen hanya di kota Yogyakarta, hal ini wajar karena pusat kegiatan pendidikan banyak terdapat di kota Yogyakarta dan Sleman. Jika dilihat secara terpilah data APM yang ada di Provinsi DIY menunjukkan deskripsi sebagaimana disajikan pada tabel 3.18.

Tabel.3.18. APM Berdasarkan Jenis Kelamin di Provinsi DIY

Kab/ Kota

APM SD APM SMP APM SMA

L P L P L P Kota Yk 106,26 88,03 102,01 94,22 102,69 89,63 Bantul 97,97 84,47 81,11 80,74 63,20 56,48 KP 93,52 89,01 90,33 85,73 56,89 55,18 GK 93,77 84,29 80,87 73,72 54,85 43,61 Sleman 121,99 83,35 97,12 77,83 54,78 46,89

Sumber : Dinas Pendidikan Prov DIY,2009

    

 52  

Dilihat secara parsial untuk seluruh kabupaten APM untuk SD baik laki-laki maupun perempuan menunjukkan nilai dibawah 100 persen, demikian pula untuk APM setingkat SD, SMP, dan SMA untuk laki-laki maupun perempuan memiliki nilai dibawah 100 persen, jika dilihat perbandingan antara laki-laki dengan perempuan secara umum dapat dinyatakan APM lebih tinggi laki-laki dibandingkan perempuan, hal ini menunjukkan masih terjadinya bias gender untuk meraih pendidikan pada strata yang paling mendasar, hal ini menjadi perhatian pemerintah untuk mendorong dan mensosialisasi perbantuan dalam bidang pendidikan.

d. Angka Putus Sekolah Angka putus sekolah merupakan angka yang diperoleh dari suatu keadaan anak yang tidak mampu meneruskan pendidikan yang tersedia dengan usianya, dikarenakan beberapa hal, baik berupa faktor internal maupun eksternal. Untuk mengetahui pula seberapa kegagalan sistem pendidikan di suatu wilayah dengan melihat angka putus sekolah. Perhitungan dilaksanakan dengan cara jumlah penduduk pada usia sekolah (misal : SD) yang putus sekolah dengan jumlah usia yang sama dan bersekolah pada tingkatan yang sesuai (misal : SD). Untuk Provinsi DIY angka putus sekolah dapat dilihat pada tabel. 3.19.

Angka Putus Sekolah pada tingkat SD banyak terjadi di daerah perdesaan tertinggi di Kabupaten Gunungkidul sebesar 87 siswa atau sekitar 37.82 persen, diikuti Kabupaten Bantul 62 siswa atau sekitar 26.95 persen, dan terendah di Kabupaten Kulon Progo sebesar 16 siswa setara dengan 6.95 persen. Dengan banyaknya angka putus sekolah pada tingkat

    

 53  

SD sesungguhnya sangat memprihatinkan, berarti pemikiran untuk tidak sekolah atau mengenyam pendidikan sudah mencukupi untuk mampu kerja, perlu diubah, karena dengan adanya program pendidikan yang menjadi prioritas pemerintah (BOS, PAUD dan Paket belajar), menunjukkan keseriusan pemerintah untuk menangani pendidikan untuk tingkat SD sampai SMU, walaupun demikian tidak semua program pemerintah berjalan dengan mulus, hal ini terbukti dengan tingginya angka putus sekolah pada tingkat SMP maupun SMU.

Tabel.3.19. Angka Putus Sekolah menurut jenjang pendidikan

Tahun 2007 Angka Putus Sekolah

Kabupaten/kota SD dan MI

SMP dan MTs

SMU, SMK dan MA

Kota Yk 33 60 155 Bantul 62 210 369 Kulon Progo 16 115 145 Gunungkidul 87 335 290 Sleman 41 71 267 Jumlah 230 791 1236

Sumber: Dinas Pendidikan Prov.DIY, 2008 Khusus untuk tingkat SMU dan sederajad, angka putus

sekolah yang tertinggi adalah SMK. Dengan asumsi bahwasanya ketidak mampuan masyarakat (desa), untuk memenuhi biaya yang cukup tinggi. Menurut tingkat pendidikannya tampak bahwa semakin tinggi jenjang pendidikannya maka angka putus sekolah semakin besar.

    

 54  

Pada tahun 2007/2008 besarnya APTS (angka putus sekolah) di DI Yogyakarta untuk SD sebesar 0,15, untuk SMP 1,66 dan SMU 1,74 persen. Jika dibedakan menurut daerah penyelenggaraan pendidikan, APTS terbesar di perdesaan, dimana untuk SD APTS sebesar 0,28 lebih besar dibandingkan APTS di perkotaan demikian pula untuk SMP APTS sebesar 2,57 persen jauh diatas APTS di perkotaan dan untuk jenjang Smu APTS perdesaan sebesar 2,68 persen dua kali lipat lebih besar dari perkotaan yang memiliki APTS 1,30 persen.

6287

1641 33

210

335

115

71 60

369

290

145

267

155

0

50

100

150

200

250

300

350

400

Bantul Gunungkidul Kulon Progo Sleman Yogyakarta

SD dan MISMP dan MTsSMU ,SMK dan MA

Gambar.3.3. Angka Putus sekolah untuk SD,SMP dan SMU di

Provinsi DIY

3.5. Kondisi Kesehatan Untuk menciptakan kualitas kesehatan penduduk,

pemerintah berupaya menyediakan sarana dan prasarana kesehatan, disertai tenaga kesehatan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas. Upaya ini diarahkan agar tempat

    

 55  

layanan kesehatan mudah dikunjungi dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat. Pada tahun 2008 sarana kesehatan yang tersedia di Provinsi DIY sebanyak 53 unit rumah sakit, 47 unit rumah bersalin, 139 unit balai pengobatan, dan 118 unit puskesmas (Dinkes Prov.DIY, 2009). Upaya untuk perbaikan kesehatan masyarakat dapat dilaksanakan secara eksternal maupun internal, perbaikan secara eksternal dilaksanakan oleh pemerintah atau pihak lain yang berkepentingan dengan kesehatan masyarakat. Sedangkan untuk perbaikan internal dilaksanakan oleh masyarakat ataupun keluarga, yaitu dengan melakukan kunjungan ketempat layanan kesehatan untuk berobat. Beberapa indikator penting untuk melihat keadaan perempuan dan anak dalam bidang kesehatan akan dibahas dibawah ini antara lain: kematian balita, kematian bayi, Persentase anak di bawah satu tahun yang diimunisasi campak, dan kematian ibu.

a. Kematian Bayi dan Balita

Salah satu indikator untuk menilai kesehatan pada anak-anak adalah angka kematian Balita, dengan asupan gizi yang kurang baik menjadi salah satu penyebab menjadi meninggalnya bayi atau balita, disamping hal lain karena penyakit yang lambat penanganan, atau penyakit dalam kategori berat. Angka kematian bayi untuk Provinsi DIY tergolong rendah (yang dilaporkan) sebesar 17/1000 kelahiran hidup, lebih rendah dibandingkan dengan angka nasional sebesar 26/1000 kelahiran hidup. Pada tahun 2009 jumlah balita yang mati sebesar 36 jiwa, tersebar di Kulonprogo 14 anak, di Bantul 11 anak, di Gunungkidul 3

    

 56  

anak, dan di Yogyakarta 8 anak. Dilihat proporsi jumlah balita mati terhadap total balita pada tahun yang sama sebesar 0,018 persen. Dengan demikian dinyatakan kesehatan anak dilihat dari indikator jumlah kematian balita yang rendah, untuk Provinsi DIY adalah cukup baik.

Tabel.3.20 Jumlah kematian Bayi dan Balita

di Provinsi DIY

Kab/ Kota

Lahir hidup

Lahir mati

% Lahir mati

Jumlah bayi mati

Jumlah Balita

Jumlah Balita mati

Kota Yk 4,872 0 0 15 0 8 Bantul 12,003 86 0.71 142 57,785 11 KP 6,041 15 0 95 27,378 14 GK 8,965 43 0 24 34,465 3 Sleman 11,843 51 0 54 75,283 0 Jumlah 43,724 195 0,71 330 194,911 36 Sumber : Dinas kesehatan Provinsi DIY,2009

Dilihat dari jumlah kematian bayi di Provinsi DIY tahun

2009 sebesar 330 bayi, dengan sebaran paling besar terdapat di Kabupaten Bantul (142 bayi), diikuti Kabupaten Kulonprogo, dan terendah di Kota Yogyakarta (15 bayi).

b. Bayi Mendapatkan Imunisasi Campak Kesehatan pada anak di indikasi pula dengan tingkat imunisasi. Imunisasi yang diberikan BCG, DPT1+HB1, DPT3+HB3, Polio3, Campak, dan DO, indikator imunisasi mudah untuk dihitung mengingat sampai pada tingkat puskesmas, maupun rumah bersalin menyediakan fasilitas

    

 57  

untuk layanan tersebut. Khusus untuk imunisasi campak yang diberikan pada bayi pada tahun 2009 seluruh kabupaten yang ada di wilayah Provinsi DIY disajikan pada tabel.3.21.

Tabel.3.21. Imunisasi Campak pada bayi di Provinsi DIY

Imunisasi Campak Kabupaten/Kota

Jumlah Bayi Jumlah Persen

Kota Yk 4,955 4,820 97.28 Bantul 12,205 11,991 98.25 Kulonprogo 5,636 5,693 101.01 Gunungkidul 8,965 8,189 0 Sleman 11,745 11,949 101.74 Jumlah 43,506 42,642 98.01

Sumber : Dinas Kesehatan Prov.DIY,2009

c. Kematian Ibu Kematian ibu merupakan indikator lain yang penting dalam mengenali tingkat kesehatan pada masyarakat, dengan diberlakukannya program kesehatan ibu dan anak oleh pemerintah dewasa ini angka kematian terjadi pada bayi ataupun ibu terus mengalami penurunan. Angka kematian ibu sendiri merupakan penjumlahan kematian ibu hamil, kematian ibu bersalin dan kematian ibu nifas. Untuk tahun 2009 angka kematian ibu DIY sebesar 104/100ribu lebih rendah dari angka nasional yag masih mencapai 226/100ribu. Adapun jumlah kematian ibu per kabupaten disajikan pada tabel 3.22 berikut. Dilihat dari tabel tersebut jumlah kematian ibu untuk Provinsi DIY pada tahun 2009 sebesar 48 orang, distribusi kematian ibu hamil sejumlah 7 orang paling banyak terjadi di

    

 58  

Kabupaten Bantul. Sedangkan angka kematian ibu bersalin berjumlah 33 orang. Kabupaten Bantul dan Kulonprogo menempati rangking teratas masing-masing 10 orang, selanjutnya angka kematian ibu nifas berjumlah 8 orang, tertinggi di Kabupaten Bantul sebanyak 4 orang, diikuti Kabupaten Sleman sebanyak 3 orang.

Tabel.3.22. Jumlah Kematian ibu di provinsi DIY

Kabupaten/ Kota

Kematian ibu hamil

Kematian ibu

bersalin

Kematian ibu nifas

Jumlah

Kota Yk 0 3 1 4 Bantul 5 10 4 19 Kulonprogo 0 10 0 10 Gunungkidul 1 5 0 6 Sleman 1 5 3 9 Jumlah 7 33 8 48

Sumber : Dinas Kesehatan Prov.DIY,2009 Jumlah diatas berhubungan dengan cakupan kunjungan

ibu hamil K1 di Provinsi DIY tahun 2009 yang paling besar di Kabupaten Sleman (113 persen), diikuti Kabupaten Bantul (109 persen), dan terendah di Kulonprogo sebesar 92 persen. Sedangkan target cakupan kunjungan ibu hamil pada pelayanan kesehatan (K4) untuk tahun 2009 bervariasi untuk Kabupaten Sleman mencapai 97,36 persen, Kabupaten Bantul 93,59 persen, terendah di Kabupaten Kulon Progo sebesar 74,20 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa pelayanan antenatal telah lengkap, sehingga dapat menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah.

    

 59  

BAB IV PERLINDUNGAN TERHADAP

PEREMPUAN DAN ANAK DI PROVINSI DIY

Perlindungan perempuan merupakan upaya strategis

untuk memberikan dukungan peningkatan kualitas hidup perempuan. Perlindungan dalam hal ini merupakan action program yang dilaksanakan pemerintah dalam melindungi perempuan dan anak khususnya dari tindak kekerasan. Hal ini sesuai dengan dasar hukum yang dipergunakan yaitu : Undang Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Undang-undang tersebut digunakan sebagai payung hukum bagi pemerintah dan masyarakat untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan, melindungi korban, menindak pelaku dan dapat tetap menjaga keutuhan dan keharmonisan rumah tangga.

Sebagai tindak lanjut dari Undang-undang di atas, maka Pemerintah Provinsi DIY melalui Keputusan Gubernur DIY Nomor 199 Tahun 2004 tentang Pembentukan Forum Penanganan Korban Kekerasan bagi Perempuan dan Anak (FPK2PA) di Provinsi DIY dan Keputusan Gubernur DIY Nomor 132/Kep/2005 tentang Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) “Rekso Dyah Utami” yang

    

 60  

berfungsi sebagai tempat Pos pengaduan/konsultasi, pendampingan, advokasi, rujukan, shelter dan pasca shelter. Disamping melakukan upaya penanganan bagi korban kekerasan perempuan dan anak telah dilakukan juga upaya pencegahan melalui; a. Sosialisasi baik media cetak maupun elektronik. b. pendidikan dan latihan.. c. Pembekalan ketrampilan-ketrampilan. Forum Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak (FPK2PA) Provinsi DIY sendiri sampai sekarang beranggotakan lebih dari 50 lembaga yang secara aktif melaksanakan kegiatan perlindungan terhadap perempuan dan anak di Provinsi DIY.

Dalam konsep perlindungan dalam konteks kekerasan ini, ada tiga hal pokok yang dilakukan yaitu upaya penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak, upaya pencegahan terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan upaya pemberdayaan korban kekerasan perempuan dan anak. Berkaitan dengan tiga upaya tersebut maka dalam pembahasan mengenai profil perlindungan terhadap perempuan dan anak di Provinsi DIY ini, perlindungan perempuan dan anak di jabarkan dalam tiga pokok bahasan yaitu: 1. Upaya penanganan korban kekerasan terhadap

perempuan dan anak. 2. Upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan

anak, serta 3. Upaya pemberdayaan korban kekerasan perempuan dan

anak.

    

 61  

4.1. Penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi DIY

Berdasarkan data kasus kekerasan yang terlaporkan atau kasus yang telah ditangani lembaga terkait dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan meningkat. Komnas Perempuan (2006) melaporkan bahwa Kasus KDRT secara nasional mengalami peningkatan signifikan. Pada tahun 2004 kasus KDRT yang tercatat baru berjumlah 14.020 kasus. Angka ini terus meningkat pada tahun 2005 dimana jumlah kasus KDRT mencapai 20.391 dan terus mengalami kenaikan hingga 22.512 kasus pada tahun 2006. Jumlah kasus tersebut dihitung secara nasional dan ditangani oleh 258 lembaga di 32 Propinsi di Indonesia. Kasus terbanyak dari kasus-kasus KDRT tersebut adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (16.709 kasus, 74%), disusul dengan kekerasan di ranah komunitas (5.240 kasus, 23%) dan 43 kasus ditemukan terjadi di ranah negara. Berdasar pada laporan Komnas perempuan tahun 2006, Yogyakarta memang bukan daerah dengan angka kekerasan dalam rumah tangga tertinggi namun termasuk daerah dengan kasus KDRT yang tinggi (1.588 kasus) apabila dibandingkan dengan daerah lain yang memiliki wilayah lebih luas seperti Jawa Barat (1.142 Kasus) atau Kalimantan (1.242 kasus).

Data dari Forum Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak (FPK2PA) Provinsi DIY juga menunjukkan trend yang sama dimana tahun 2007 kasus yang ditangani Forum PK2PA Provinsi DIY hanya 1.287 kasus, sedangkan tahun 2009 kasus KDRT mencapai 1.345 kasus. Sebagian besar korban kekerasan tersebut adalah

    

 62  

perempuan yang mencapai 93,1% dari keseluruhan kasus dan kekerasan terhadap anak yang mencapai 28,4% kasus (BPPM, 2009).

Data penanganan kasus yang ada pada Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat Provinsi DIY juga menampakkan gejala yang sama, dimana jumlah kasus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 kasus KDRT yang ditangani di Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) “Rekso Dyah Utami” hanya 14 kasus, tahun 2005 meningkat 109 kasus, tahun 2006 sebanyak 113 kasus, tahun 2007 sebanyak 118 kasus, tahun 2008 sebanyak 120 kasus dan tahun 2009 mencapai 135 kasus. Dari 135 kasus yang ditangani di RDU tahun 2009 74 kasus (55%) diantaranya adalah kasus Kekerasan Terhadap Istri (KTI) dan 45 kasus (33%) merupakan kasus kekerasan terhadap anak (BPPM, 2009).

Fakta diatas menunjukkan setidaknya dua hal, pertama bahwa kasus KDRT yang terlaporkan dan tertangani mengalami trend kenaikan dari tahun ke tahun. Kedua tampak bahwa perempuan dan anak masih menjadi dua fihak yang sering menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.

Data KDRT di atas diperkirakan hanyalah sebagian kecil saja dari jumlah kejadian yang sebenarnya sedangkan kasus yang masih tersembunyi masih sangat banyak jumlahnya. Hal tersebut berkaitan dengan banyaknya kasus kekerasan terutama yang terjadi di rumah tangga, disimpan, ditutupi dan tidak dilaporkan karena kejadian tersebut dianggap sebagai aib keluarga dan dapat pula menimbulkan aib pada diri korban.

    

 63  

Fenomena kasus KDRT tersebut bermakna bahwa tingginya angka kasus tersebut terjadi karena tingginya yang terungkap, yang berarti banyak masyarakat yang mulai berani untuk mengungkap kasus KDRT yang menimpanya atau yang menimpa orang di sekelilingnya. Hal tersebut merupakan indikator bahwa usaha sosialisasi yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh lembaga masyarakat yang terkait telah menimbulkan efek positif. Disamping hal tersebut angka kasus yang semakin meningkat juga dapat menjadi indikator bahwa hasil kerja lembaga-lembaga terkait yang semakin giat untuk mendekati masyarakat dan memberikan bantuan serta pendampingan kepada masyarakat.

Mengingat dampak Kasus KDRT kepada masyarakat dan keluarga khususnya, maka Negara dalam hal ini Pemerintah, perlu mengambil sikap dan langkah yang kongkrit untuk menghentikan serta melindungi perempuan dan anak sebagai korban kekerasan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Negara dalam hal ini pemerintah akan melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu maka Pemerintah telah mengundangkan Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Selain tiga produk hukum tersebut, pada tahun 2002 Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan telah mengambil inisiatif demi terselenggaranya pelayanan terpadu bagi korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KtPA). Inisiatif

    

 64  

tersebut dituangkan dalam bentuk Surat Kesepakatan Bersama Antara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI, Menteri Kesehatan RI, Menteri Sosial RI, dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor: 14 / MenPP/ Dep.V/X/2002 Nomor: 1329/MenKes/SKB/X/2002 Nomor: 75/HUK/2002 Nomor: POL.B/3048/X/2002 tentang Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak.

Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan di atas, Pemerintah Provinsi DIY menetapkan Keputusan Gubernur DIY Nomor 199 Tahun 2004 tentang Pembentukan Forum Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak Provinsi DIY dan Keputusan Gubernur DIY Nomor 132/Kep/2005 tentang Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Provinsi DIY ”Rekso Dyah Utami” sebagai upaya untuk memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak korban kekerasan di Provinsi DIY

Forum Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak (FPK2PA) dalam aplikasinya merupakan koordinasi antar instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat yang diwakili oleh NGO (Non Government Organization).

Tujuan dibentuknya Forum Penanganan Korban kekerasan Perempuan dan Anak Provinsi DIY (Forum PK2PA) adalah antara lain: a. Menyatukan semua Instansi / Lembaga / Organisasi /

Masyarakat yang tergabung dalam anggota Forum untuk menciptakan sinergi dalam kerangka kerja pelayanan penanganan terhadap korban kekerasan perempuan dan anak sesuai tupoksi masing–masing secara berjejaring dengan tetap menghormati visinya.

    

 65  

b. Menyediakan sarana pelayanan bagi Perempuan dan Anak korban kekerasan berupa konsultasi, konseling, rujukan, shelter dan pasca shelter.

c. Meningkatkan kepedulian dari berbagai organisasi dan Pemerintah untuk memberikan pelayanan yang “bersahabat” bagi perempuan dan anak korban kekerasan.

d. Meningkatkan peran serta bagi pemangku kepentingan (stake holders) dalam menyelenggarakan pelayanan terpadu perempuan dan anak korban kekerasan.

e. Meminimalisir terjadinya permasalahan korban kekerasan perempuan dan anak di Provinsi DIY.

f. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat khususnya kualitas hidup perempuan dan anak korban kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Semua anggota Forum PK2PA mempunyai peran sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi masing-masing dalam upaya pencegahan dan pelayanan penanganan korban kekerasan perempuan dan anak serta dapat digunakan sebagai pintu masuk korban kekerasan yang memerlukan perlindungan. 4.1.1. Jumlah Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan

dan Anak Data empirik kasus kekerasan terhadap perempuan

dan anak dari tahun 2004 sampai dengan 2009 di Provinsi DIY menunjukkan adanya kenaikan. Sebagai perbandingan berikut disajikan data tentang penanganan kasus dari dua sumber. Pertama data penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga yang ditangani oleh Forum Penanganan Kasus

    

 66  

Kekerasan Perempuan dan Anak (FPK2PA) Provinsi DIY dan kedua data penanganan kasus dari P2TPA ”RDU” yang merupakan anggota dari Forum PK2PA yang langsung dibawah BPPM Provinsi DIY.

Tabel 4.1. Tindak Kekerasan terhadap perempuan dan anak yang ditangani FPK2PA Provinsi DIY

NO TAHUN JUMLAH 1 2004 332 2 2005 572 3 2006 1.116 4 2007 1.287 5 2008 594* 6 2009 1.345

Sumber : Laporan FPK2PA 2009 *Ket: hanya 17 lembaga dari keseluruhan anggota yang melaporkan kasus yang ditanganinya.

Kasus yang tertangani Forum di atas menunjukkan

peningkatan. Mulai tahun 2004 kasus yang ditangani Forum PK2PA Provinsi DIY terus mengalami peningkatan dan tahun 2009 kasus KDRT mencapai 1.345 kasus yang melibatkan perempuan dan anak. Demikian juga jumlah kasus yang ditangani oleh P2TPA “Rekso Dyah Utami” seperti halnya yang ditangani lewat FPK2PA mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 kasus KDRT yang ditangani di Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TPA) “Rekso Dyah Utami” hanya 14 kasus, tahun 2005 meningkat

    

 67  

109 kasus, tahun 2006 sebanyak 113 kasus, tahun 2007 sebanyak 118 kasus, tahun 2008 sebanyak 120 kasus dan tahun 2009 mencapai 135 kasus. (BPPM, 2009)

Gambar.4.1. Grafik Jumlah Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak yang ditangani P2TPA”RDU” di

Provinsi DIY

Apabila dilihat dari klasifikasi jenis kelamin korban, dari 1.345 kasus yang ditangani oleh anggota Forum PK2PA nampak bahwa tindakan kekerasan yang ditangani, melibatkan tidak saja pada korban perempuan, akan tetapi juga korban laki-laki. Dari data empirik sebagaimana disajikan pada tabel 4.2.

    

 68  

Gambar. 4.2. Tindakan kekerasan KDRT sesuai Jenis Kelamin di Provinsi .DIY Tahun 2009

Sumber : Laporan FPK2PA 2009

Gambar.4.2. menunjukkan bahwa frekuensi relatif

KDRT yang menjadi korban paling besar adalah perempuan, selama kurun tahun 2009 mayoritas korban adalah adalah perempuan sebanyak 1.171 kasus setara dengan 87% persen, dan sisanya adalah KDRT dengan laki-laki sebagai korbannya 174 kasus (12,9%). Perbandingan tersebut mengindikasikan bahwa KDRT banyak terjadi pada kaum perempuan dibandingkan dengan korban laki-laki. 4.1.2. Jenis Kekerasan

Data tentang jenis kekerasan yang dilaporkan oleh FPK2PA Provinsi DIY menunjukkan bahwa jenis kekerasan

    

 69  

terbesar adalah kekerasan fisik sebanyak (26,1%). Disusul kemudian Kekerasan psikis (17,8%) dan kekerasan fisik disertai dengan kekerasan psikis yang juga cukup tinggi jumlahnya (17,3% dari 1.345 kasus yang terjadi). Disamping jenis kekerasan tersebut jenis kekerasan perkosaan juga cukup tinggi yaitu 182 kasus atau 13,8%.

Tabel 4.2. Jumlah Korban Yang Telah Ditangani Oleh

Forum PK2PA Provinsi DIY Tahun 2009 Berdasarkan Jenis Kekerasan

Jenis Kekerasan Jumlah Percent Kekerasan Fisik 351 26,1 Psikis 239 17,8 Fisik dan Psikis 233 17,3 Perkosaan 186 13,8 pelecehan 112 8,3 Pencabulan 115 8,6 Ekonomi/Penelantaran 75 5,6 Trafficking 7 0,5 Tidak terdata* 27 2,0 Total 1.345 100,0

Sumber : Laporan FPK2PA 2009

*) Keterangan Tidak terdata karena dalam laporan anggota forum, kolom untuk data ini belum terisi.

Apabila dilihat dari jenis kekerasan yang ditangani di

RDU, Kasus Kekerasan Terhadap Istri (KTI) dari tahun pengamatan 2004 sampai 2009 menunjukkan fenomena yang semakin meningkat pada tahun 2004 sebanyak 7 kasus yang

    

 70  

melapor dan ditangani oleh P2TPA” RDU”, meningkat dengan tajam pada tahun 2009 menjadi 74 kasus KTI/KDRT yang ditangani. Tingkat ke dua kekerasan terhadap anak (KTA) dimana pada tahun 2004 sebesar 5 kasus yang ditangani, meningkat dengan tajam menjadi 45 kasus. Kasus perkosaan fluktuatif dari tahun 2004 dan tercatat pada tahun 2009 sebanyak 3 kasus yang ditangani oleh RDU. Kehamilan Tidak Dikehendaki (KTD) pada tahun 2005 memiliki nilai tertinggi sebesar 17 kasus yang ditangani, dan mengalami penurunan sampai pada tahun 2009 sejumlah 6 kasus. Untuk kasus pelecehan seksual (PS) pada tahun 2005 mencapai frekuensi penanganan yang paling tinggi selama 5 tahun yaitu sebesar 17 kasus, dan menurun secara fluktuatif hingga pada tahun 2009 mencapai jumlah 6 kasus yang ditangani. Sedangkan KDP pada tahun 2005 tercatat 13 kasus yang ditangani, dan menurun secara nyata sampai pada tahun 2009 sejumlah 1 kasus. Bila dilihat secara vertikal dengan kategori tahun, nampak tahun 2005 mulai adanya kemauan dari pihak yang terkena tindakan kekerasan untuk melapor pada institusi dan ditangani oleh RDU, disini menunjukkan adanya kesadaran dari masyarakat perlunya perlindungan terhadap hak masyarakat khususnya perempuan dan anak.

Kasus kekerasan yang ditangani oleh RDU dapat dilihat dalam tabel 4.3 berikut ini

    

 71  

Tabel. 4.3. Jenis Kasus Kekerasan Yang ditangani Di P2TPA”RDU”

No Kategori kasus

2004 2005 2006 2007 2008 2009

1 Kekerasan Terhadap isteri

7 40 70 72 68 74

2 Kekerasan terhadap Anak

5 20 21 22 29 45

3 Perkosaan 2 6 6 10 9 3 4 KTD 0 17 5 6 4 6

5 Pelecehan seksual

0 13 7 2 4 6

6 Kekerasan Dalam pacaran

0 13 4 6 6 1

Jumlah 14 109 113 118 120 135 Sumber : P2TPA ‘RDU”, 2009

Salah satu permasalahan yang muncul dari data jenis

kekerasan adalah bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak didominasi oleh kekerasan yang melibatkan kekerasan fisik. Hal tersebut berimplikasi pada pentingnya lembaga kesehatan untuk memberikan pertolongan medis kepada korban dan perlunya sebuah sistem bantuan pembiayaan bagi korban, mengingat mayoritas korban adalah mereka yang mempunyai ekonomi menengah kebawah.

Langkah yang telah diambil oleh Pemerintah Provinsi DIY adalah dengan mengajak serta seluruh rumah sakit dan fasilitas kesehatan di provinsi DIY untuk masuk dalam Forum

    

 72  

PK2PA melalui kerjasama tentang penatalaksanaan pelayanan terpadu korban kekerasan terhadap perempuan (KtP) dan kekerasan terhadap anak (KtA) juga dibuat melalui kesepakatan bersama antara pemerintah provinsi dengan Rumah sakit pemerintah maupun swasta di DIY. sehingga penanganan kasus kekerasan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat melalui kerjasama jejaring antar lembaga kesehatan.

Berkaitan dengan pembiayaan langkah yang diambil yaitu memasukkan Bapeljamkesos kedalam Forum PK2PA yang kemudian melahirkan kebijakan adanya layanan kesehatan gratis bagi korban kekerasan. Dengan kerjasama tersebut penanganan terhadap korban yang membutuhkan layanan kesehatan menjadi lebih mudah dengan kemungkinan merujuk korban kekerasan kerumah sakit dengan tanpa dipungut biaya. 4.1.3. Wilayah Terjadinya Kasus

Apabila dilihat berdasarkan locus atau tempat terjadinya kekerasan, terdapat indikasi bahwa permasalahan yang mendasari munculnya kekerasan terhadap perempuan dan anak berada dalam rumah tangga. Hal ini didukung oleh data bahwa 62,8% kasus kekerasan yang ditangani oleh FPK2PA DIY terjadi dalam setting rumah tangga, hal ini dapat dilaihat sebagaimana tabel berikut ini.

    

 73  

Tabel 4.4. Jumlah Korban yang telah Ditangani oleh Forum PK2PA Prov. DIY Januari sd Desember 2009 Berdasarkan Locus/Tempat Terjadinya Kekerasan

Locus Jumlah Percent Rumah Tangga 844 62,8 Tempat Kerja 45 3,3 Umum 356 26,5 Tak Terdata 100 7,4 Total 1.345 100,0 Sumber : Laporan FPK2PA 2009

4.1.4. Status Korban

Secara umum apabila dilihat dari status perkawinan korban tampak bahwa jumlah korban dengan status belum menikah sedikit lebih banyak dibandingkan dengan korban dengan status menikah dan bercerai. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.5. Jumlah Korban Kekerasan yang telah

Ditangani oleh Forum PK2PA Provinsi DIY Tahun 2009 berdasarkan Status Perkawinan

Status Jumlah Percent Belum Menikah 661 49,14 Menikah 655 48,70 Cerai 29 2,16 Total 1.345 100,00 Sumber : Laporan FPK2PA 2009

    

 74  

Namun apabila dilakukan pemilahan dengan memisahkan korban yang dalam kategori usia anak maka akan nampak bahwa apabila dilihat dari status perkawinan korban, tampak korban yang berada dalam kategori dewasa kebanyakan adalah mereka yang telah menikah. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.6. Jumlah Korban Kekerasan Kategori Dewasa

yang telah Ditangani oleh Forum PK2PA Provinsi DIY Tahun 2009 berdasarkan Status Perkawinan

Status Jumlah Percent

Belum Menikah 189 22,1

Menikah 640 74,8

Cerai 27 3,2

Total 856 100,00

Sumber : Laporan FPK2PA 2009

Kondisi di atas apabila dihubungkan dengan data tentang locus yang menyebutkan bahwa kekerasan terbanyak terjadi di rumah tangga maka dapat ditarik hubungan bahwa kekerasan terbanyak terjadi terhadap istri dalam setting rumah tangga. Hal ini menjadi relevan dan peting ketika kita melihat bahwa dari sampel pelaku terhadap kasus kekerasan di DIY tahun 2009 memperlihatkan bahwa pelaku terbesar justru keluarga sendiri (termasuk suami) yang mencapai 37,4 %. Sebagaimana disajikan pada tabel 4.7.

    

 75  

Fenomena di atas patut menjadi perhatian pengambil kebijakan bahwa ancaman kekerasan dalam rumah tangga masih besar dan harus mendapatkan perhatian yang serius.

Tabel .4.7. Pelaku KDRT Tahun 2009 Berdasarkan Hubungan Dengan Korban

Hubungan Jumlah Percent Orangtua 20 3,5 Keluarga 213 37,4 Lain-lain 160 28,1 Tidak Terdata 177 31,1 Total 570 100,0

Sumber: Laporan FPK2PA 2009

4.1.5. Usia, Pendidikan, dan Pekerjaan

Jumlah korban tindakan kekerasan bervariatif dalam usia, pendidikan maupun pekerjaan, nampaknya tindakan kekerasan baik pada KDRT/KTI ataupun KTA tidak mengenal status. Berdasarkan usia korban kekerasan yang terjadi disajikan pada tabel.4.8.

Data tentang usi korban tersebut menunjukkan bahwa ancaman kekerasan tak hanya mengancam kelompok usia dewasa. Anak-anak juga menjadi sasaran kekerasan yang potensial hal ini dapat dilihat dari jumlah korban yang masuk dalam kategori anak-anak (0-18 tahun) yang mencapai 489 korban (36,4%). Fenomena yang sama juga terjadi pada kelompok usia remaja (19-25 tahun) yang mencapai 234 kasus (17,4%). Apabila dilihat korban berdasar usia memang yang terbesar masih kategori dewasa dan usia produktif (19-55 tahun) yang mencapai 834 kasus (62%).

    

 76  

Tabel.4.8. Jumlah Korban kekerasan yang ditangani oleh FPK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Usia

Usia Jumlah Percent 0 - 5 tahun 98 7,3 5 - 18 Tahun 391 29,1 19 - 25 Tahun 234 17,4 25 - 55 Tahun 600 44,6 55 tahun keatas 22 1,6 Total 1.345.0 100,0

Sumber : Laporan FPK2PA,2009

Jika dilihat dari pendidikannya, korban kekerasan terhadap perempuan dan anak tampak tidak selalu didominasi oleh mereka yang berpendidikan rendah. Mereka yang memiliki pendidikan tinggi juga tidak jarang terkena tindakan kekerasan KDRT/KTI. Untuk melihat lebih jauh rincian korban berdasarkan pendidikan, sebagaimana disajikan pada tabel.4.9.

Tabel.4.9. Korban kekerasan terhadap perempuan dan anak

berdasarkan pendidikan Pendidikan Jumlah Percent

Belum Sekolah/Tidak sekolah 71 5,3 SD 184 13,7 SMP 230 17,1 SMA 382 28,4 Diploma 67 5,0 Sarjana (S1) 151 11,2 Master (S2) 6 0,4

    

 77  

Pendidikan Jumlah PercentSD Luar biasa 18 1,3 Tidak Terdata 236 17,6 Total 1.345 100,0

Sumber: Laporan FPK2PA 2009

Berdasarkan Pekerjaan Korban, yang tertangani selama tahun 2009 dapat disajikan pada tabel 4.10. Tabel 4.10.Korban Kekerasan terhadap perempuan dan anak

di Provinsi DIY berdasar pekerjaan Pekerjaan Jumlah Percent

Ibu Rumah Tangga 208 15,5 Pelajar 240 17,8 mahasiswa 52 3,9 Tani 14 1,0 Buruh 60 4,5 TKW 2 0,1 Wiraswasta 328 24,5 PNS 24 1,8 Guru 14 1,0 Dokter/Paramedis 8 0,5 PRT 15 1,1 Karyawan swasta 22 1,6 Tidak Terdata 220 16,4 Tdk Bekerja 138 10,3 Total 1.345 100,0

Sumber: Laporan FPK2PA 2009

    

 78  

Ditinjau dari tabel tentang pekerjaan korban di atas tampak bahwa korban kekerasan dalam rumahtangga dapat muncul dari segala jenis pekerjan. Hal ini terlihat dari munculnya korban dari pekerjaan-pekerjaan yag sebenarnya kerawanannya rendah misalnya guru, dan dokter/paramedis. Apabila dilihat dari jumlahnya memang ada pekerjaan yang korban banyak berasal darinya. Tertinggi pada status pekerjaan wiraswasta (sektor informal) sebanyak 24,5 persen pekerjaan ini misalnya pedagang dipasar dan pedagang kecil, selanjutnya diikuti oleh perempuan dengan status pekerjaan pelajar 17,8 persen. Korban dalam kategori pelajar di dominasi oleh korban yang masih dalam usia anak, disusul oleh Ibu rumah tangga yag mencapai 15,5 persen. 4.1.6. Wilayah Kejadian

Kasus yang terjadi paling banyak terdistribusi di Kabupaten Sleman hampir semua tindakan kekerasan terjadi, mulai dari KDRT/KTI, KTA, perkosaan, kehamilan tidak dikehendaki, pelecehan seksual, dan kekerasan dalam pacaran. Secara komulatif, jumlah korban yang telah ditangani oleh PK2PA sebanyak 425 kasus (31.6 persen) terjadi di Kabupaten Sleman, diikuti kota Yogyakarta sebanyak 368 kasus (27,4 persen), Kabupaten Bantul 185 kasus (13,8 persen), Kabupaten Gunungkidul 146 kasus (10,8 persen), dan terendah Kulonprogo 109 kasus (8,1 persen).

Berdasarkan Sebaran kasus yang sitangani tersebut tampak bahwa kasus KDRT yang tertangani paling banyak di daerah Sleman, Kota Yogyalarta dan di Bantul. Hal ini dapat bermakna dua hal yaitu bahwa memang potensi KDRT di

    

 79  

Daerah tersebut tinggi, atau apakah karena kesiapan lembaga penanganan kasus yang telah baik di daerah tersebut sehingga kasus yang ditangani lebih besar daripada yang ada di daerah kabupaten Kulonprogo dan Gunung Kidul.

Tabel.4.11. Jumlah Korban yang telah Ditangani Forum

PK2PA Provinsi DIY Tahun 2009 berdasarkan Kabupaten Asal Korban

Kabupaten Jumlah Percent Kota Yogyakarta 368 27,4 Bantul 185 13,8 Kulon Progo 109 8,1 Gunung Kidul 146 10,8 Sleman 425 31,6 Luar DIY 66 4,9 Tidak Terdata 46 3,4 Jumlah 1.345 100,0

Sumber: Laporan FPK2PA 2009 Apabila dilihat pada sebaran kasus Kabupaten Sleman

per kecamatan, banyaknya migrasi dari luar yang menetap untuk pendidikan, ataupun perkembangan permukiman menjadi daya dorong heterogenitas sosial yang terjadi, ketimpangan sosial dan ekonomi, disatu sisi dorongan kemajuan media, menjadi salah satu penyebab mengapa Sleman menempati menjadi daerah dengan jumlah KDRT terbesar.

    

 80  

Tabel 4.12. Jumlah Korban yang telah Ditangani Oleh Forum PK2PA Provinsi DIY Tahun 2009 Berdasarkan Kecamatan Asal Korban

Kabupaten/Kota Kecamatan Jumlah Percent Mergangsan 42 13,73 Umbulharjo 28 9,15 Kraton 19 6,21 Tegalrejo 15 4,90 Gondomanan 13 4,25 Danurejan 11 3,59 Gedongtengen 9 2,94 Gondokusuman 8 2,61 Jetis 8 2,61 Kotagede 8 2,61 Ngampilan 8 2,61 Wirobrajan 8 2,61 Mantrijeron 7 2,29 Pakualaman 2 0,65

Kota Yogyakarta

Tidak Terdata 120 39,22 Bantul 22 14,77 Kasihan 20 13,42 Sewon 19 12,75 Banguntapan 14 9,40 Imogiri 11 7,38 Sedayu 10 6,71 Jetis 8 5,37 Pleret 7 4,70 Kretek 6 4,03

Kabupaten Bantul

Pandak 6 4,03

    

 81  

Kabupaten/Kota Kecamatan Jumlah PercentDlingo 4 2,68 Piyungan 4 2,68 Pajangan 2 1,34 Tidak Terdata 16 10,74 Wates 17 21,52 Pengasih 5 6,33 Galur 4 5,06 Kokap 3 3,80 Lendah 2 2,53 Nanggulan 2 2,53 Panjatan 2 2,53 Samigaluh 2 2,53 Sentolo 2 2,53

Kabupaten Kulon Progo

Tidak Terdata 40 50,63 Wonosari 9 11,25 Playen 5 6,25 Ponjong 4 5 Paliyan 2 2,5 Karangmojo 1 1,25 Nglipar 1 1,25 Purwosari 1 1,25 Semanu 1 1,25 Semin 1 1,25 Tepus 1 1,25

Kabupaten Gunungkidul

Tidak Terdata 56 67,50 Depok 62 18,6 Mlati 35 10,5

Kabupaten Sleman

Ngaglik 30 9,0

    

 82  

Kabupaten/Kota Kecamatan Jumlah Percent Godean 24 7,2 Gamping 21 6,3 Kalasan 15 4,5 Seyegan 11 3,3 Berbah 10 3,0 Pakem 9 2,7 Tempel 8 2,4 Cangkringan 5 1,5 Moyudan 4 1,2 Sleman 4 1,2 Ngemplak 3 0,9 Turi 3 0,9 Prambanan 2 0,6 Tidak Terdata 88 26,3

Sumber: Laporan FPK2PA 2009 4.2. Penanganan Kekerasan Terhadap Anak Berdasarkan UU 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Negara melindungi hak anak untuk tumbuh kembang, walaupun demikian empirik lapangan bahkan sering terjadi tindak kekerasan KTA terhadap anak berasal dari lingkungan sosial terdekat

    

 83  

Apabila diklasifikasikan berdasarkan usia korban yang ditangani oleh FPK2PA Provinsi DIY kedalam korban dewasa dan anak-anak maka dari 1.345 korban yang ditangani, sebanyak 856 korban (63,6%) korban dewasa dan 489 (36,4%) Korban termasuk dalam kategori anak. Jumlah korban berdasarkan klasifikasi usia dan jenis kelamin dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel.4.13. Jumlah Korban kekerasan yang ditangani oleh FPK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Usia dan Jenis

Kelamin Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki Total Kategori

Usia Jml % Jml % Jml %

> 5 th 53 4.5% 45 25.9% 98 7,3 5 -18 th 304 26.0% 87 50.0% 391 29,1 19 -25 th 221 18.9% 13 7.5% 234 17,4 25 – 55 th 572 48.8% 28 16.1% 600 44,6

> 55 th 21 1.8% 1 .6% 22 1,6 Jumlah 1171 174 1.345 100,0

Sumber : Laporan FPK2PA,2009

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa korban memang masih didominasi oleh perempuan dewasa namun korban anak-anak baik laki-laki maupun perempuan juga besar jumlahnya.

Berkaitan dengan korban dalam kategori anak-anak, anak-anak yang berusia balita (0-5 tahun) mencapai 7,3% dari 489 Kasus anak-anak selebihnya adalah mereka yang berusia 10-18 tahun. Ini menunjukan bahwa mereka yang

    

 84  

berada dalam usia balita tersebut juga mengalami ancaman kekerasan.

Apabila diamati lebih lanjut semakin tinggi kategori usia tampak bahwa korban lebih banyak berjenis kelamin perempuan yang menunjukkan bahwa kekerasan yang berbasis gender masih nampak jelas bahwa kekerasan yang terjadi adalah disebabkan oleh posisi perempuan dalam budaya. Hal ini juga nampak pada jenis kekerasannya dimana dalam kategori anak usia 14 tahun-18 tahun banyak terjadi kekerasan seksual, perkosaan dan pencabulan. Apabila diamati dari trend data kekerasan Terhadap Anak yang ditangani oleh RDU tampak bahwa dari tahun ke tahun kasus KDRT terhadap anak juga meningkat. Data terakhir kekerasan terhadap anak dan jenis kekerasan yang ditangani oleh RDU adalah sebagaimana tersaji dalam tabel. dibawah ini :

Tabel.4.14. Jumlah KTA yang ditangani RDU (2004-2009)

Jenis Kelamin Korban Tahun Jml Kasus

L P 2004 5 1 4 2005 20 7 13 2006 21 11 10 2007 22 9 13 2008 29 17 12 2009 45 21 24

Sumber : Laporan P2TPA “RDU”,2009

    

 85  

Jumlah kasus yang ditangani oleh RDU sebagai indikasi terjadinya permasalahan dengan KTA selama 6 tahun tercatat jumlah kasus meningkat signifikan dari tahun dasar 2004 sampai 2005 meningkat sebesar 300 persen, terhadap tahun 2006 terjadi peningkatan sebesar 320 persen, dan terhadap tahun 2009 peningkatan sebesar 800 persen, meningkat hampir 8 kali lipat, hal ini menjadi cerminan positif, bagi kesadaran masyarakat untuk bersama menegakkan ketertiban dalam bermasyarakat dan ikut serta dalam perlindungan terhadap masyarakat (linmas). Dari persebaran jenis kelamin korban yang terjadi rata-rata terjadi pada perempuan lebih banyak, rasio terjadi pada tahun 2009 KTA yang menimpa anak laki-laki berjumlah 21 kasus sedangkan untuk anak perempuan lebih banyak sebesar 24 kasus. 4.2.1. Kekerasan terhadap anak berdasarkan Jenis

Kelamin dan pendidikan Berdasar pada catatan kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani oleh Forum PK2PA Provinsi DIY nampak bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap anak di Provinsi DIY kasus yang ditangani mencapai 489 kasus. 98 diantaranya masuk dalam kategori Balita dan 391 kasus masuk dalam kategori usia 5 sampai dengan 18 tahun.

Apabila dilihat dari perbandingan jenis kelamin dalam kategori usia balita perbedaan antara jumlah kasus laki-laki dan perempuan tampak tidak ada perbedaan jumlah yang signifikan, namun ketika masuk dalam kategori usia diatas 5 tahun kasus kekerasan terhadap anak perempuan hampir tiga kali lebih tinggi dari pada kasus yang terjadi pada anak laki-llaki, hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

    

 86  

Tabel.4.15. Jumlah Kasus kerasan terhadap anak Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki Ketegori Usia Jumlah % Jumlah %

< 5 Tahun 53 14.8% 45 34.1% 5 sd 18 Tahun 304 85.2% 87 65.9% Total 357 100.0% 132 100.0%

Sumber : Laporan FPK2PA,2009

Ditinjau dari kategori jenis kekerasan yang terjadi, yang paling menonjol adalah pencabulan memiliki nilai sebesar 84 kasus setara dengan 27,6 persen. Diikuti perkosaan sebesar 50 kasus (16,4 persen), kekerasan psikis 47 kasus (15,5 persen), kekerasan fisik 45 kasus (14,8 persen).

Memperhatikan pada sebaran jenis kekerasan pada anak, nampaknya faktor perubahan sosial yang mengubah corak cara pandang masyarakat terhadap norma masyarakat yang ada cukup kuat pengaruhnya. Ini terlihat dari tingginya ancaman kekerasan seksual pada anak baik itu perkosaan, pelecehan maupun pencabulan yang terlihat pada banyaknya jenis kasus tersebut yang terjadi pada korban usia anak.

Balita juga tampaknya tidak luput dari kekerasan. Ini terlihat dari jumlah Balita sebagai korban KDRT yang mencapai 98 kasus. Jenis kekerasan yang menimpa korban balita antara lain kekerasan psikis dan penelantaran yang kebanyakan disebabkan karena konflik orang tua dan kehamilan tidak dikehendaki.

    

 87  

Gambaran jenis kekerasan ini memberikan peringatan bagi kita untuk segera mengambil langkah antisipasi perlindungan dengan memunculkan peraturan mapun melakukan program terkait dengan penguatan pemahaman masyarakat tentang norma masyarakat yang ada. Untuk korban kekerasan yang terjadi pada anak dengan kategori jenis kekerasan di Provinsi DIY disajikan pada tabel.4.16

Tabel.4.16. Korban Kekerasan pada anak berdasarkan jenis

kekerasan di Prov.DIY Jenis Kekerasan Jumlah Percent Kekerasan Fisik 45 14,8 Psikis 47 15,5 Fisik dan Psikis 26 8,6 Perkosaan 50 16,4 pelecehan 24 7,9 Pencabulan 84 27,6 Ekonomi 23 7,6 Tak Terdata 5 1,6 Total 304 100,0

Sumber : Laporan FPK2PA,2009

4.2.2 Anak Berhadapan dengan Hukum

Salah satu permasalahan perlindungan anak adalah perlindungan terhadap anak berhadapan dengan hukum. Berdasarkan penelusuran data anak berhadapan dengan hukum baik di Polda DIY, Kejaksanaan Tinggi DIY, serta Pengadilan Tinggi DIY, masih dapat ditemukan anak-anak yang berhadapan dengan hukum.

    

 88  

Dalam catatan Polda maupun kejaksaan kasus yang terbesar adalah pencurian dan kasus asusila. Data empirik selama tahun 2009 sebagaimana ditunjukkan oleh tabel 4.17. berhadapan dengan hukum menunjukkan bahwa tindakan pencurian yang dilakukan anak pada tahun 2008 sebanyak 122 kasus, diikuti tindakan asusila sebesar 9 kasus, penganiayaan sebanyak 4 kasus.

Tabel.4.17. Tindak Pidana yang dilakukan Anak

Polda DIY Kejaksaan PengadilaKasus 2007 2008 2007 2008 2007 2008

a. Pencurian 63 122 45 81 4 6 b. Pembunuhan 1 0 0 0 0 0 c. Asusila 15 9 8 8 0 1 d. Narkoba 0 0 2 6 0 0 e. Penganiayaan 8 4 9 11 1 1 Sumber : Laporan FPK2PA,2009 4.3. Pelaku Tindak Kekerasan

Pengertian pelaku tindak kekerasan, merupakan subyek yang melakukan tindakan kekerasan, memiliki dasar dorongan pribadi, perencanaan secara sadar, dan dukungan lingkungan, untuk melakukan kekerasan pada pihak lain.

Pada bagian ini akan digambarkan karakteritik pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak tahun 2009 berdasarkan catatan FKP2PA provinsi DIY yang meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Pelaku berdasarkan jenis kelamin dan usia 2. Pelaku berdasarkan pendidikan

    

 89  

3. Pelaku berdasarkan status perkawinan dan hubungan dengan korban

4.3.1. Pelaku Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Pelaku tindakan kekerasan dalam rumah tangga, secara umum asumsinya dilakukan oleh pihak yang lebih kuat apalagi kasus-kasus kekerasan fisik dan seksual. Walaupun kenyataan dilapangan pelaku tindak kekerasan tidak hanya pihak laki-laki, tetapi juga oleh perempuan. ini ditunjukkan oleh tabel 4.18.

Tabel.4.18. Pelaku Kekerasan yang Ditangani Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009

Berdasarkan Jenis Kelamin

JENIS KELAMIN Jumlah Percent

Perempuan 24 4,2

Laki-laki 546 95,8

Total 570 100,0 Sumber : Laporan FPK2PA,2009

Data pelaku KDRT yang ditangani oleh FPK2PA menunjukkan bahwa pelaku KDRT masih didominasi oleh laki-laki yang mencapai 95,8% selebihnya perempuan dengan proporsi yang masih relatif kecil (4,2%). Dominannya laki-laki ini menunjukkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga masih berhubungan dengan kuatnya budaya patriarki yang meletakkan kekuasaaan pada laki-laki dan perempuan dalam posisi yang lebih lemah dibandingkan dengan laki-laki.

    

 90  

Tabel.4.19 . Pelaku Kekerasan yang Ditangani Oleh Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009

Berdasarkan Usia Usia (tahun) Jumlah Percent < 17 44 7,72 18-24 88 15,44 25 keatas 390 68,42 Tak Terdata 48 8,42 Total 570 100,00

Sumber : Laporan FPK2PA,2009

Apabila dilihat dari segi usia pelaku (Tabel.4.19), maka usia pelaku paling banyak adalah pelaku berusia 25 tahun ke atas sebesar 68,42% yang bermakna bahwa kebanyakan pelaku dalam kategori dewasa, diikuti pelaku berusia 18-24 tahun sebesar 15,43 %, usia < 17 tahun sebesar 7.7 % . 4.3.2. Pelaku Berdasarkan Pendidikan

Berdasarkan pendidikannya, pelaku KDRT terbanyak adalah mereka yang berpendidikan SMA. para lulusan SMA ini kebanyakan menempati posisi pelaksana dalam pekerjaannya. Lulusan SMA juga banyak yang menjadi tanggung dalam masyarakat dimana untuk melamar pekerjaan profesional tidak mencukupi tetapi untuk menjadi wiraswastawan ketrampilannya belum terasah sehingga banyak yang menganggur atau berpekerjaan tidak tetap. Posisi ini menjadikan kelompok ini kelompok yang sulit dalam ekonomi dan secara sosial sehingga sebagai akibatnya mereka rawan untuk berprilaku agresif.

    

 91  

Tabel.4.20 . Pelaku Kekerasan yang Ditangani Oleh Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009

Berdasarkan Pendidikan Pendidikan Jumlah Percent Belum Sekolah/Tidak sekolah 1 0.2 SD 26 4.6 SMP 59 10.4 SMA 160 28.1 Diploma 11 1.9 Sarjana 45 7.9 S2 6 1.1 Tak Terdata 262 46 Total 570 100

Sumber : Laporan FPK2PA,2009

4.3.3. Pelaku berdasarkan Status Perkawinan dan hubungan dengan korban

Berdasarkan status perkawinannya tampak bahwa kebanyakan pelaku adalah mereka yang telah menikah yang mencapai 50,9%. Hal ini mungkin hubungannya dengan kenyataan bahwa tempat kejadian (locus) KDRT terbesar terjadi di Rumah Tangga dan dilakukan oleh anggota keluarga khususnya oleh suami. Jumlah Pelaku kekerasan berdasarkan status perkawinan dapat dilihat pada Tabel 4.21. berikut ini.

    

 92  

Tabel.4.21. Pelaku Kekerasan Yang Telah Ditangani Oleh Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009

Berdasarkan Status Perkawinan Status Perkawinan Jumlah Percent

Belum Menikah 105 18,4 Menikah 290 50,9 Cerai 11 1,9 Tak terdata 164 28,8 Total 570 100,0

Sumber : Laporan FPK2PA,2009

Data yang mengarah pada KDRT banyak dilakukan keluarga termasuk didalamnya suami adalah oleh merupakan anggota keluarga didukung oleh data bahwa 37,4% pelaku yang ditangani merupakan anggota keluarga korban termasuk didalamnya suami dari korban. Tabel.4.22. Jumlah Pelaku Kekerasan Yang Telah Ditangani

Oleh Forum PK2PA Prov. DIY Tahun 2009 Berdasarkan Hubungan Keluarga Hubungan Jumlah Percent

Orangtua 20 3,5 Keluarga 213 37,4 Lain-lain 160 28,1 Tak Terdata 177 31,1 Total 570 100,0

Sumber : Laporan FPK2PA,2009

    

 93  

Kenyataan di atas yang menjadikan salah satu hambatan dalam pengungkapan kasus-kasus KDRT. Hubungan keluarga antara korban dan pelaku menjadikan kasus KDRT sebagai aib keluarga yang tidak mudah dibuka kepada pihak luar.

4.4. Upaya Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan

Dan Anak 4.4.1. Pembentukan Forum Penanganan Korban

Kekerasan Perempuan dan anak (FPK2PA) Provinsi DIY

Langkah strategis untuk perlindungan terhadap perempuan dan anak di Provinsi DIY, dilaksanakan dengan landasan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 7 tahun 2008 tentang Pembentukan dan Organisasi Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah dibentuk “Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM)” dengan ketugasan dan fungsi sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 59 tahun 2008 tentang Rincian Tugas dan Fungsi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat..Pencegahan dimaksudkan untuk usaha agar bisa dihindari terjadinya tindak kekerasan pada diri perempuan dan anak, Selama tahun 2009 jumlah institusi yang menangani tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak sebanyak 52 institusi, dengan total kasus yang ditangani sebanyak 1.345 kasus dimana secara parsial disajikan pada tabel.4.23.

    

 94  

Tabel.4.23. Lembaga yang Memberikan Layanan

Penanganan Kekerasan Pada Perempuan Dan Anak Di Provinsi DIY serta Peran Masing-Masing Lembaga

NO Nama Instansi Jenis Peran 1 Kanwil Kementerian Hukum dan HAM

Provinsi DIY. Peran Hukum

2 Kanwil Kementerian agama Provinsi DIY.

Peran Sosial

3 Pengadilan Tinggi Agama Provinsi DIY Peran Hukum 4 Dinas Kesehatan Provinsi DIY Peran Medis 5 Dinas Sosial Provinsi DIY. Peran Sosial 6 Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Prov.DIY Peran ekonomi

7 Biro Hukum Setda Provinsi DIY Peran Hukum 8 Badan Kesbanglimas Provinsi DIY. Peran Hukum 9 Ketua Bapeda Provinsi DIY. Peran sosial 10 Dinas Pendapatan Pengelolaan

Keuangan dan Aset Daerah Provinsi DIY.

Peran sosial

11 BPPM Provinsi DIY. Peran pemberdayaan

12 Bapeljamkessos Provinsi DIY. Peran Medis 13 PSKW Sidoarum Yogyakarta.. Peran

Psikologis 14 PSAA Bimomartani Sleman. Peran

Psikologis 15 Lembaga Konsultasi Kesejahteraan

Keluarga (LK3) Provinsi DIY Peran Psikologis

    

 95  

NO Nama Instansi Jenis Peran 16 Rumah Sakit Grhasia Provinsi DIY. Peran Medis 17 Rumah Sakit Umum Provinsi DIY dr.

Sardjito. Peran Medis

18 Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta.

Peran Medis

19 Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Kabupaten Bantul.

Peran Medis

20 Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kulon Progo.

Peran Medis

21 Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Gunungkidul

Peran Medis

22 Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sleman.

Peran Medis

23 Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Peran Medis 24 Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Peran Medis 25 Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta Peran Medis

26 POLDA DIY. Peran Hukum 27 POLTABES Kota Yogyakarta. Peran Hukum 28 POLRES Bantul. Peran Hukum 29 POLRES Sleman. Peran Hukum 30 POLRES Gunungkidul. Peran Hukum 31 POLRES Kulon Progo. Peran Hukum 32 Kantor Pemberdayaan Masyarakat dan

Perempuan Kota Yogyakarta. Peran Sosial

33 Badan Kesejahteraan Keluarga Pemberdayaan Perempuan dan

Peran Sosial

    

 96  

NO Nama Instansi Jenis Peran Keluarga Berencana Kabupaten Bantul.

34 Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Kulon Progo.

Peran Sosial

35 Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Gunung Kidul.

Peran Sosial

36 Bagian Kesra Setda Kabupaten Sleman.

Peran Sosial

37 Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Yogyakarta.

Peran Hukum

38 Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Yogyakarta.

Peran Hukum

39 PKBI Yogyakarta Peran Medis 40 LSPPA Yogyakarta. Peran

Psikologis 41 Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta Peran

Psikologis 42 Rifka Annisa Yogyakarta. Peran

Psikologis 43 Yasanti Yogyakarta. Peran ekonomi 44 IWAPIYogyakarta. Peran ekonomi 45 Tim Penggerak PKK Provinsi DIY Peran ekonomi 46 SKH Kedaulatan Rakyat Yogyakarta Peran Sosial 47 BKKKS Provinsi DIY Peran Sosial 48 Jogya TV Peran Sosial 49 P2TPA ”Rekso Dyah Utami” Peran Sosial

    

 97  

NO Nama Instansi Jenis Peran Yogyakarta.

50 Yayasan SAMIN Yogyakarta. Peran Hukum 51 LBH Saraswati Yogyakarta 52 Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah

Raga Provinsi DIY. Peran Sosial

Sumber : Laporan FPK2PA,2009

Lembaga–lembaga tersebut secara berjejaring memberikan berbagai jenis layanan terhadap korban Kekerasan dalam rumah tangga serta melakukan upaya-upaya pencegahan terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Jenis layanan yang diberikan antara lain yang seperti yang disajikan pada tabel 4.24. yaitu antara lain : 1. Pendampingan Hukum 2. Konseling Umum 3. Layanan Kesehatan 4. Konseling kesehatan 5. Konseling Hukum 6. Shelter 7. Rehabilitasi, serta 8. Pendampingan Psikologi /Agama, Selama tahun 2009 tercatat 326 kasus (24,2%) yang ditangani dengan memberikan pendampingan hukum, 292 kasus (21,7%) yang diberikan konseling umum, 210 kasus (15,2%) yang diberikan layanan kesehatan, 94 kasus (7%) diberikan konseling kesehatan, 41 kasus (3%) mendapatkan konseling hukum. Adapun korban yang dilayani di shelter ada

    

 98  

68 kasus (5,1%), rehabilitasi 43 (3,2%) dan pendampingan psikologi sebanyak 38 kasus (17,7%).

Tabel.4.24. Jenis Layanan yang diberikan Kepada Korban Kekerasan Oleh Forum PK2PA Prov. DIY

Tahun 2009 Layanan Jumlah Percent

Pendampingan Hukum 326 24,2 Konseling Umum 292 21,7 Layanan Kesehatan 210 15,2 Konseling kesehatan 94 7,0 Konseling Hukum 41 3,0 Shelter 68 5,1 Rehabilitasi 43 3,2 Pendampingan Psikologi /Agama

38 2,8

Tak Terdata 238 17,7 Total 1345 100,00 Sumber : Laporan FPK2PA,2009 4.4.2. Sosialisasi untuk Mencegah Kekerasan Terhadap

Perempuan dan Anak Disamping upaya-upaya penanganan kasus KDRT

sebagaimana yang telah dideskripsikan di atas, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM) Provinsi DIY bersama dengan anggota Forum Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan anak (FPK2PA) Provinsi DIY juga secara bersama-sama menjalankan berbagai upaya berupa sosialisasi dan kegiatan lain dengan tujuan untuk upaya

    

 99  

pencegahan terjadinya KDRT di masyarakat. Upaya pencegahan yang telah dilaksanakan oleh BPPM secara langsung mulai tahun 2004 sampai dengan tahun 2009 antara lain: 1. Sosialisasi Undang-undang No.23 tahun 2004 tentang

Penghapusan KDRT. Sosialisasi ini terus dilakukan dengan rata-rata 20 kali dalam satu tahun dengan sasaran tokoh masyarakat, maupun masyarakat secara umum. Sosialisasi ini dilakukan juga bersama dengan anggota forum yang lain, misalnya POLDA DIY, POLRES dan Rumah Sakit di DIY.

2. Melakukan fasilitasi pengembangan pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan (P2TP2) “Rekso Dyah Utami”. P2TP2 “RDU” ini mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan di DIY.

3. Fasilitasi Telepon Sahabat Anak (TESA) 129 yaitu fasilitas telepon bebas pulsa untuk anak untuk dapat berkonsultasi tentang berbagai permasalahan yang dihadapi oleh anak di DIY.

4. Sosialisasi antisipasi kekerasan terhadap remaja yang dilaksanakan di lima kabupaten/kota. Sasaran sosialisasi ini dalah siswa SMP dan SMA di lima kabupaten/Kota di DIY.

5. Pelatihan Bagi Pelatih (TOT) SDM Pelayanan dan Pendampingan korban KDRT yaitu sebuah pelatihan dengan sasaran mereka yang memiliki peran dalam masyarakat untuk memberikan informasi dan membantu penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di masyarakat. misalnya guru bimbingan konseling

    

 100  

di sekolah-sekolah di DIY, unsur PKK, pamong desa/kelurahan, tokoh masyarakat, dan tokoh agama.

6. Gerakan Sayang Ibu, yaitu sosialisasi gerakan tentang pentingnya kesehatan Ibu dan anak berkaitan dengan kemialan, menyusui dan kesehatan perempuan secara umum.

7. Kesehatan Reproduksi Remaja yaitu kegiatan Advokasi dan KIE tentang kesehatan reproduksi remaja dengan sasaran kepada organisasi remaja, LSM, Kader PKB di Provinsi DIY

8. Program peningkatan penanggulangan narkoba, PMS termasuk HIV/AIDS

9. Pelaksanaan sosialisasi yang terkait dengan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dengan sasaran kepala desa / lurah di provinsi DIY

Disamping upaya yang berupa sosialisasi BPPM juga melakukan berbagai upaya berupa penyusunan penyusunan materi sosialisasi berupa: 1. Direktori pelayanan terpadu korban kekerasan yang berisi

Peran, profil & kontak person anggota forum, yang berfungsi panduan pada penanganan kasus.

2. Penyusunan berbagai materi sosialisasi termasuk leaflet dan buku panduan penanganan kasus.

4.4.3. Produk Hukum dalam rangka Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan anak Upaya penanganan dan pencegahan di atas juga

dipadukan dengan berusaha menyusun produk hukum yang dapat memudahkan proses perlindungan terhadap perempuan dan anak.

    

 101  

Dalam Tataran nasional beberapa produk hukum yang dijadikan panduan dalam perlindungan perempuan dan anak antara lain: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang

Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3277);

2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 95, Tambaha Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419);

4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720);

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);

6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant on Economic, Social

    

 102  

And Cultural Right (Konvenan Internasional Tentang Hak- Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118, lambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4557);

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant on Civics and Political Rights (Konvenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) (Lembaran Negara Republik Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4604);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761);

10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2008 Tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang;

11. Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak Hak Anak) (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1990 Nomor 57);

12. Surat Kesepakatan Bersama Antara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI, Menteri Kesehatan RI, Menteri Sosial RI, dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor: 14/MenPP/Dep.V/X/2002 Nomor:

    

 103  

1329/MenKes/SKB/X/2002 Nomor: 75/HUK/2002 Nomor: POL.B/3048/X/2002 tentang Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

13. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Peningkatan kualitas Hidup Perempuan.

14. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Perempuan.

15. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak.

16. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan Penyelenggaraan Data Terpilah Gender dan Anak

Di Provinsi DIY sendiri beberapa produk hukum yang

dijadikan panduan dalam perlindungan perempuan dan anak antara lain: 1. Keputusan Gubernur DIY Nomor 199 Tahun 2004 tentang

Pembentukan Forum Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak Provinsi DIY

2. Keputusan Gubernur DIY Nomor 132/Kep/2005 tentang Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Provinsi DIY ”Rekso Dyah Utami” sebagai upaya untuk memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak korban kekerasan di Provinsi DIY

    

 104  

3. Kesepakatan Bersama Antara Pemerintah Provinsi DIY dan beberapa Rumah Sakit tentang Penatalaksanaan Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Kekerasan Terhadap Anak di Rumah Sakit

4.5. Upaya Pemberdayaan Perempuan Korban KDRT

Sebagai upaya lain dalam perlindungan Perempuan dan anak dari Kekerasan adalah pelaksanaan pemberdayaan perempuan dan anak korban KDRT. Berbagai upaya yang dilaksanakan oleh BPPM bersama dengan anggota Forum PK2PA Provinsi DIY antara lain: 1. Usaha Ekonomi Produktif untuk mantan korban KDRT.

Dalam hal ini mantan korban KDRT yang terseleksi dari 5 kabupaten/Kota diberikan Pelatihan ketrampilan & kecakapan hidup dan bantuan peralatan (alat memasak, mesin jahit, alat produksi jamu gendong, sepeda, dll) yang dapat digunakan untuk memperbaiki tarap ekonominya.

2. Usaha ekonomi Produktif Perempuan Kepala Keluarga. Dalam hal ini Kepala Keluarga Perempuan diberi: Pelatihan ketrampilan & kecakapan hidup, Bantuan peralatan (alat memasak, mesin jahit, alat produksi jamu gendong, sepeda, dll)

3. UPPKS (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera) Yaitu Program yang dibina oleh BKKBN, BPD AKU & BPPM yang memberikan kesempatan kepada kelompok-kelompok perempuan untuk melakukan Temu

    

 105  

Usaha, Pameran hasil karya perempuan di bidang pembangunan, serta pelatihan manajemen uppks.

4. SPP (Simpan Pinjam Kelompok Perempuan) Merupakan salah satu program PNPM Mandiri perdesaan yang berupa kegiatan pengelolaan dana simpan pinjam pedesaan oleh kaum perempuan.

5. P2WKSS (Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera) berupa pembinaan oleh lintas sektor, dengan peran aktif dari TP PKK, swasta & LSM.

10. Inisiasi Desa Prima (Perempuan Indonesia Maju Mandiri) dengan target terbentuknya Desa Prima Kelompok produktif perempuan di DIY.

    

 106  

BAB V PENUTUP

Profil Perlindungan Perempuan dan anak, secara

holistik berusaha menggambarkan dan mendeskripsikan

kondisi serta situasi sosial dalam kehidupan perempuan dan

anak melalui indikator IPM , IPG maupun IDG, demikian pula

gambaran mengenai perempuan dan anak dari sisi usaha

perlindungan terhadap Kekerasan, selanjutnya secara rinci

disimpulkan sebagai berikut :

1. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan dan pembentukan character building bagi

seluruh masyarakat Indonesia baik bagi laki-laki dan

perempuan serta anak. Namun dalam prosesnya

pembangunan tidak dinikmati secara sama oleh laki-laki

dan perempuan. Akibatnya terjadi ketimpangan antara

laki-laki dan perempuan dalam pembangunan.

2. Akibat ketimpangan dalam relasi gender muncullah

kerawanan dalam bentuk kekerasan dalam rumah tangga

dengan korban yang didominasi oleh perempuan dan

anak sebagai fihak yang lemah dalam ketimpangan relasi

gender tersebut.

3. Dalam upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak

terdapat tiga kegiatan yaitu pencegahan, penanganan dan

pemberdayaan.

4. Dalam upaya perlindungan tersebut di DIY dibentuk

Forum Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan

    

 107  

anak (FPK2PA) yang mempunyai tugas untuk melakukan

upaya penanganan maupun pencegahan terjadinya

kekerasan terhadap perempuan dan anak di DIY.

5. dalam upaya penanganan tercatat bahwa jumlah kasus

kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi DIY

yang ditangani oleh Forum Pk2PA selama tahun 2004

sampai 2009 terus mengalami kenaikan. Untuk tahun

2009 sebanyak 1345 kasus telah ditangani oleh Forum.

6. Jumlah anak yang menjadi korban kekerasan juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

7. BPPM provinsi DIY bersama dengan lembaga lainnya dalam Forum PK2PA melaksanakan berbagai Upaya pencegahan melalui sosialisasi dan perumusan berbagai aturan hukum, serta melakukan usaha pemberdayaan perempuan khususnya para korban KDRT.

Sebagai penutup Profil ini, semoga profil ini dapat menjadi panduan pengambilan kebijakan dan dapat bermanfaat untuk mendukung upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta.

    

 108  

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, 2002, Supas 2000, Yogyakarta

Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, 2002. Pembangunan Manusia dan Kesetaraan gender Peta dan Disparitas Pencapaian antar Wilayah, Jakarta

Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, 2009, Provinsi DIY dalam angka, Yogyakarta

Badan Pemberdayaan Perempuan dan masyarakat, 2009, Laporan Kegiatan Penanganan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, tidak diterbitkan, Yogyakarta

Bapeda Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2008, Rencana Tata Ruang Daerah Provinsi DIY, Yogyakarta

Dinas Kesehatan Provinsi DIY, 2009, Profil Kesehatan Provinsi DIY. Yogyakarta

Dinas Pendidikan Provinsi DIY, 2009, Profil Pendidikan Provinsi DIY, Yogyakarta

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY, 2009. Profil Ketenagakerjaan. Yogyakarta.

Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan & BPS, 2007, Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2007

Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan & BPS, 2009, Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2009

Komnas Perempuan. 2009. Laporan Tahunan. Tidak diterbitkan

KPUD Prov. DIY. 2009. Laporan Data Anggota Legislatif Perempuan. tdk diterbitkan..