Profil Model Mental

16
A. JUDUL Profil Model Mental Siswa pada Materi Sistem Koloid B. LATAR BELAKANG Kimia adalah salah satu cabang ilmu yang penting dalam sains karena dengan memahami kimia orang bisa mengerti apa yang terjadi di sekitar mereka (Sirhan, 2007). Kimia sebagai ilmu seringkali didominasi oleh penggunaan model dalam menjelaskan suatu teori, memprediksikan fenomena, memahami reaksi-reaksi kimia, bahkan untuk menjelaskan fakta yang ada (Coll & Taylor, 2002). Vosniadou (2007) mengungkapkan model merupakan sumber dari kekuatan penjelasan dan prediksi serta dapat digunakan untuk mengusulkan hipotesis baru dan tambahan dalam penemuan-penemuan di bidang sains. Oleh Karena itu, penggunaan model dalam mengungkapkan teori-teori sains sangatlah penting karena model bisa digunakan sebagai salah satu instrumen dalam membangun suatu teori. Untuk mengungkapkan kimia secara lebih utuh, para ahli mengusulkan tiga level representasi yang saling terkait dalam mengungkapkan fenomena kimia (Chandrasegaran, Treagust, & Mocerino, 2007). Ketiga level representasi ini adalah: (1) level makroskopik yang menjelaskan tentang fenomena kimia yang dapat terlihat secara kasat mata dan dapat langsung teramati, misalnya perubahan warna, perubahan suhu, perubahan wujud, dan lain-lain, (2) level submikroskopik yang menjelaskan ilmu kimia dari tingkat partikulatnya. Representasi ini tidak akan teramati langsung oleh siswa dengan mata telanjang, karena representasi ini menjelaskan mengenai interaksi antar molekul yang terjadi pada suatu reaksi, bagaimana keadaan atom, ion, dan molekulnya, serta lain sebagainya, (3) level simbolik, menjelaskan dengan menggunakan simbol-simbol yang terdapat di kimia, persamaan reaksi, diagram tingkat energi, diagram fasa, dan lain-lain. Salah satu hal yang menjadi kesulitan siswa dalam memahami materi kimia adalah tingkatan dalam merepresentasikan fenomena kimia itu sendiri. Pemahaman siswa yang tidak mendalam mengenai penggunaan tiga level representasi akan menyebabkan kebingungan bagi siswa dalam menguasai ilmu kimia. Ketika siswa mengamati perubahan kimia secara makroskopik, siswa dituntut harus bisa menjelaskan fenomena tersebut menggunakan level submikroskopiknya, dari level submikroskopik ini nantinya fenomena tersebut diterjemahkan ke dalam simbol dan persamaan reaksi. Saat ketiga representasi bertingkat ini digunakan secara bersamaan, umumnya siswa cenderung mengalami kesulitan menjelaskan fenomena kimia tersebut pada level submikroskopik

description

Profil Model Mental Pada Sistem Koloid

Transcript of Profil Model Mental

Page 1: Profil Model Mental

A. JUDUL

Profil Model Mental Siswa pada Materi Sistem Koloid

B. LATAR BELAKANG

Kimia adalah salah satu cabang ilmu yang penting dalam sains karena dengan

memahami kimia orang bisa mengerti apa yang terjadi di sekitar mereka (Sirhan, 2007).

Kimia sebagai ilmu seringkali didominasi oleh penggunaan model dalam menjelaskan

suatu teori, memprediksikan fenomena, memahami reaksi-reaksi kimia, bahkan untuk

menjelaskan fakta yang ada (Coll & Taylor, 2002). Vosniadou (2007) mengungkapkan

model merupakan sumber dari kekuatan penjelasan dan prediksi serta dapat digunakan

untuk mengusulkan hipotesis baru dan tambahan dalam penemuan-penemuan di bidang

sains. Oleh Karena itu, penggunaan model dalam mengungkapkan teori-teori sains

sangatlah penting karena model bisa digunakan sebagai salah satu instrumen dalam

membangun suatu teori.

Untuk mengungkapkan kimia secara lebih utuh, para ahli mengusulkan tiga level

representasi yang saling terkait dalam mengungkapkan fenomena kimia (Chandrasegaran,

Treagust, & Mocerino, 2007). Ketiga level representasi ini adalah: (1) level makroskopik

yang menjelaskan tentang fenomena kimia yang dapat terlihat secara kasat mata dan

dapat langsung teramati, misalnya perubahan warna, perubahan suhu, perubahan wujud,

dan lain-lain, (2) level submikroskopik yang menjelaskan ilmu kimia dari tingkat

partikulatnya. Representasi ini tidak akan teramati langsung oleh siswa dengan mata

telanjang, karena representasi ini menjelaskan mengenai interaksi antar molekul yang

terjadi pada suatu reaksi, bagaimana keadaan atom, ion, dan molekulnya, serta lain

sebagainya, (3) level simbolik, menjelaskan dengan menggunakan simbol-simbol yang

terdapat di kimia, persamaan reaksi, diagram tingkat energi, diagram fasa, dan lain-lain.

Salah satu hal yang menjadi kesulitan siswa dalam memahami materi kimia adalah

tingkatan dalam merepresentasikan fenomena kimia itu sendiri. Pemahaman siswa yang

tidak mendalam mengenai penggunaan tiga level representasi akan menyebabkan

kebingungan bagi siswa dalam menguasai ilmu kimia. Ketika siswa mengamati

perubahan kimia secara makroskopik, siswa dituntut harus bisa menjelaskan fenomena

tersebut menggunakan level submikroskopiknya, dari level submikroskopik ini nantinya

fenomena tersebut diterjemahkan ke dalam simbol dan persamaan reaksi. Saat ketiga

representasi bertingkat ini digunakan secara bersamaan, umumnya siswa cenderung

mengalami kesulitan menjelaskan fenomena kimia tersebut pada level submikroskopik

Page 2: Profil Model Mental

dan simbolik karena kedua representasi ini tidak secara langsung dapat diamati (Gabel

1998; Chandrasegaran, Treagust, & Mocerino, 2007).

Beberapa penelitian mengungkapkan sebagian besar siswa mampu menjawab soal

kimia dengan benar tanpa mengetahui dan menggunakan konsep yang dimilikinya

(Islahiah, 2012). Sebuah studi yang dilakukan oleh Boo (1998) memperlihatkan hasil

bahwa siswa kelas XII di Singapura dapat memberikan jawaban yang benar untuk

pertanyaan tertentu tanpa memahami konsep kimia yang mendasarinya. Dalam tesisnya

Andari (2010) menyampaikan bahwa siswa dengan tingkat kemampuan tinggi, sedang,

dan rendah tidak memperlihatkan kemampuan yang berbeda dalam menggunakan model

mikroskopik. Penelitian Islahiah (2012) memberikan hasil yang sama. Sebagian besar

siswa SMA kelas X dan XI masih memiliki pemahaman yang sangat sederhana terutama

pada level sub-mikrosopik dan simbolik.

Hasil dari semua penelitian di atas secara tidak langsung mengungkapkan bahwa

pemahaman ilmu kimia secara utuh akan sangat diperlukan untuk bisa menyelesaikan

soal-soal kimia pada level analisis atau pada level yang lebih tinggi. Namun Coll (2002)

menemukan bahwa kebanyakan siswa masih belum memahami kimia secara utuh.

Mereka masih menggunakan model yang sederhana terutama dalam menjelaskan konsep

ikatan kimia. Representasi ide individual yang digunakan untuk mendeskripsikan dan

menjelaskan suatu fenomena dikenal sebagai model mental (Jansoon, 2009).

Sejatinya, model mental yang dimiliki siswa terus meningkat menuju pemahaman

yang utuh seiring peningkatan jenjang pendidikannya. Hal ini menjadi alasan pentingnya

guru untuk memahami model mental siswanya, sebab guru harus mengajar dengan model

mental yang sesuai dengan tingkat pendidikan siswa (Johnson-Laird, 1983; Vosniadou,

1994; Coll, 2002). Dengan mengetahui model mental siswa, guru bisa merancang

lingkungan belajar yang kondusif, yang bisa mendukung tercapainya pemahaman siswa

yang utuh mengenai konsep kimia (Jonassen, 1994; Nguyen et al, 2008).

Model mental seorang siswa tidak dapat ditentukan dengan mudah karena model

mental yang dimiliki siswa tidak bisa ditentukan secara tepat, sebab model mental siswa

dibangun dalam konteks sosial (Coll, 2002). Artinya masing-masing siswa memiliki

model mental yang berbeda, sehingga setiap siswa bisa memecahkan suatu masalah yang

sama dengan cara dan pendekatan yang berbeda (Ellis& Maidan-Gilad dalam Nguyen et

al, 2008). Apalagi selama ini tes yang dikembangkan belum dapat mengungkapkan model

mental yang dimiliki siswa. Sehingga pengembangan alat evaluasi berupa tes diagnostik

yang dapat mengungkapkan model mental siswa sangat penting. Salah satu cara yang

Page 3: Profil Model Mental

dapat digunakan dalam mempelajari pemahaman siswa mengenai representasi bertingkat

dalam mendeskripsikan dan menjelaskan fenomena kimia yang terlibat adalah dengan

menggunakan instrumen tes diagnostik berupa pilihan ganda two-tier atau lebih dikenal

dengan two-tier multiple-choice diagnostic test instruments (Chandrasegaran, Treagust, &

Mocerino, 2007).

Salah satu materi kimia yang oleh siswa cukup sering dianggap memiliki tuntutan

tingkat hafalan dan pemahaman yang mendalam serta mengandung aspek yang bersifat

abstrak yaitu mengenai sistem koloid. Padahal sistem koloid sendiri cukup sering

ditemukan oleh siswa dalam kehidupannya sehari-hari. Selain itu, berdasarkan studi

pustaka yang dilakukan, belum terlalu banyak penelitian yang dilakukan para ahli terkait

konsep sistem koloid ini. Oleh sebab itu, pada penelitian ini akan dilakukan pengujian

terhadap siswa kelas XII di sebuah Sekolah Menengah Atas untuk mengetahui profil

model mental dari siswa tersebut pada materi sistem koloid, dengan fokus pada sifat-sifat

koloid, kestabilan koloid, dan pembuatan koloid.

C. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, masalah yang akan diteliti adalah

“Bagaimanakah profil model mental siswa pada materi sistem koloid dengan fokus

terhadap sifat-sifat koloid, kestabilan koloid, dan pembuatan koloid?” Secara spesifik

rumusan masalahnya adalah:

1. Bagaimana mengembangkan tes diagnostik model mental dalam bentuk pilihan ganda

dua tingkat?

2. Bagiamana validitas tes diagnostik model mental yang dikembangkan?

3. Bagaimana profil model mental siswa kimia pada pokok bahasan sistem koloid di

sekolah yang diteliti?

D. BATASAN MASALAH

Penelitian ini dilakukan pada materi sistem koloid dengan fokus sifat-sifat koloid,

kestabilan koloid, dan cara pembuatan koloid.

E. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui profil model mental siswa

kelas XII pada materi sistem koloid.

F. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti bagi pihak-

pihak dalam dunia pendidikan, diantaranya:

Page 4: Profil Model Mental

1. Sebagai alternatif bagi guru dalam mengembangkan tes diagnostik model mental

pada pembelajaran kimia.

2. Sebagai referensi bagi peneliti lainnya dalam mengembangkan instrumen penelitian

mengenai tes diagnostik model mental.

G. TINJAUAN PUSTAKA

1. Representasi Ilmu Kimia

Dalam mempelajari ilmu kimia, ada tiga level representasi yang perlu

dierhatikan dan dipahami. Ketiga level representasi ini mencakup level makroskopik,

level sub-mikroskopik, dan level simbolik (Treagust, Chittleborough, Mamiala,

2003; Gilbert and Treagust, 2009). Berikut diberikan hubungan dari ketiga level

representasi kimia tersebut.

Gambar1. Representasi Ilmu Kimia

Talanquer (2011) menyatakan ketiga level representasi tersebut dengan

chemist’s tgiangle atau biasa juga disebut sebagai chemist’s triplet. Tiga level

representasi kimia saat ini semakin sering menjadi objek penelitian karena

keterkaitan ketiganya dalam menjelaskan fenomena kimia yang ada. Saat ketiga level

representasi kimia ini diterapkan pada proses pembelajaran, maka siswa akan mampu

menguhubungkan ketiga representasi tersebut dan memberikan hasil pencapaian

belajar sesuai yang diharapkan, yaitu siswa akan memahami ilmu kimia secara utuh

(Gabel, 1993; Sanger, 2000; Ardac and Kaygun, 2004; Gilbert and Treagust, 2009;

Davidowitz et al., 2010; de Berg 2011).

Menurut Johnstone (Wang, 2007) level makroskopik merupakan dimana ilmu

kimia dapat dialami secara langsung, seperti perubahan warna, perubahan wujud,

perubahan suhu, dan sebagainya. Level sub-mikrokopik adalah penjelasan mengenai

fenomena makroskopik dengan memperhatikan level atomik dan level molekular,

sementara level simbolik merujuk pada penggunaan persamaan kimia, stoikiometri,

dan perhitungan secara matematika.

Page 5: Profil Model Mental

Mayer (Cittleborough and Davidowitz, 2004; Gilbert and Treagust, 2009)

mengungkapkan jika dibandingkan dengan penyampaian materi kimia berupa teks,

maka ketika materi kimia disampaikan dalam bentuk gambar dan teks, siswa akan

lebih mampu mempelajari konsep-konsep sulit. Para siswa akan lebih menguasai apa

yang telah mereka pelajari sebelumnya dan akan lebih mampu menggunakan konsep

tersebut dalam menyelesaikan persoalan kimia.

Kean dan Middlecam (Sihaloho, 2007) mengatakan bahwa kita harus

memahami suatu konsep baik dari segi makroskopik maupun mikroskopiknya agar

dapat memahami konsep tersebut secara utuh. Seperti yang juga diungkapkan oleh

Nakhlek (Sihaloho, 2007) bahwa siswa cenderung mengalami kesulitan dalam

memahami konsep mikroskopik. Jika dibiarkan terus menerus kesulitan ini akan

menimbulkan pemahaman yang salah dan akan berakhir dengan terjadinya salah

konsep.

2. Model Mental dan Tes Diagnostik Model Mental

Penggunaan model dalam mengungkapkan teori-teori sains sangatlah penting

karena model bisa digunakan sebagai salah satu instrumen dalam membangun suatu

teori. Model merupakan sumber dari kekuatan penjelasan dan prediksi serta dapat

digunakan untuk mengusulkan hipotesis baru dan tambahan dalam penemuan-

penemuan di bidang sains (Vosniadou, 2007). Sementara itu, Gilbert (1998)

mendefinisikan model sebagai representasi dari sebuah objek, kejadian, atau ide.

Chittleborough (2002; Gilbert and Treagust, 2009) menyatakan model mental adalah

sebuah ide, pengalaman, gambaran, model, dan sumber-sumber lain yang ada dalam

pikiran siswa dan siswa telah mengalami sebelumnya. Jansoon (2009)

mengungkapkan bahwa model mental merupakan representasi ide individual yang

digunakan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan suatu fenomena (Jansoon, 2009).

Dalam tinjauan proses belajar mengajar, Chittleborough (2004) membedakan model

menjadi empat tipe, diantaranya:

a. Model mental (Mental Model) adalah ide, pengalaman, gambaran, model, dan

sumber-sumber lain yang ada dalam pikiran.

b. Model yang diekspresikan (Expressed Model) adalah penjelasan dari sebuah

objek, ide, atau kejadian yang ada dalam pikiran ke dalam bentuk-bentuk

ekspresi. Bisa berupa gambar, grafik, dan lain-lain.

Page 6: Profil Model Mental

c. Model konsensus (Concensus Model) adalah model yang diajukan oleh para

ilmuwan dan sudah disepakati oleh kelompok ilmuwan tersebut.

d. Model pengajaran (Teaching Model) adalah penjelasan mengenai konsep-

konsep yang ada di dalam model konsesus yang diajarkan guru kepada siswa.

Keempat model tersebut digambar dalam sebuah diagram sebagai berikut:

Gambar 2. Keterkaitan Empat Tipe Model

Model mental adalah salah satu bentuk citra mental yang mewakili mental

konstruksi seseorang (Johnson-Laird, 1983; Islahiah 2012). Menurut Piaget dan

Inhelder (1974; Islahiah 2012) dan Ausubel (1968; Islahiah 2012) telah menekankan

bahwa pembangunan mental sangat bergantung pada mental gambar individu pada

saat mereka mempelajari konsep baru.

Beberapa istilah yang dikemukakan oleh Norman (1983a; Stagger, 1992)

terkait dengan konsep model mental, yaitu:

1. Sistem target merupakan sistem yang digunakan atau dipelajari oleh pengguna.

2. Model/konsep target adalah model yang dimiliki oleh guru atau ilmuwan yang

akurat dan lengkap dalam suatu sistem target.

3. Sistem gambar adalah ungkapan dalam menggambarkan sesuatu pada

pembelajar.

4. Pengguna model mental pada sistem target.

5. Model mental ilmuwan adalah model yang berkaitan dengan sistem target.

Model Mental individu biasanya diungkapkan dengan cara

menginterpretasikan model yang diekspresikan oleh siswa atau penjelasan verbal

(Buckley&Boulter, dalam Wang, 2007). Sumber data model mental tersebut antara

lain adalah: catatan siswa, catatan ilmuwan, diagram yang dibangun oleh siswa,

karya tulis ilmiah, model konkrit, jawaban singkat atau uraian terhadap suatu

Model

Pengajaran

Siswa Belajar

dan Memahami

Model

Ekspresi

Model

Konsensus

Model

Mental

Page 7: Profil Model Mental

fenomena yang diberikan, dan deskrpsi verbal dari wawancara (Wang, 2007). Karena

data dari sebuah model mental adalah kompleks, penelitian mengenai model mental

seharusnya memanfaatkan beberapa data untuk mengetahui profil model mental

siswa sari beberapa aspek.

Tes diagnostik adalah tes untuk mengetahui kesulitan belajar siswa yang

secara terus menerus ada padanya. Tes diagnostik model mental merupakan salah

satu alat untuk dapat melihat bagaimana profil model mental siswa. Tes diagnostik

yang selama ini diberikan berupa tes dengan analisis yang menuntut tingkat berpikir

siswa, dengan memadukan ketiga level representasi. Setelah itu dilakukan kajian,

apakah siswa dapat mempertautkan ketiganya atau tidak.

3. Tinjauan Materi Sistem Koloid

Sistem koloid merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu

sistem yang memiliki sifat diantara larutan dan suspensi. Jika pada larutan dikenal

istilah pelarut dan zat terlarut, maka pada sistem koloid pelarut dan zat terlarut lebih

dikenal dengan medium pendispersi dan fasa terdispersi. Antara medium pendispersi

dengan fasa terdispersinya terbentuk satu fasa yang terlihat keruh dan bersifat

menghamburkan cahaya. Dimana berdasarkan ukuran partikelnya, sistem koloid

memiliki ukuran partikel yang lebih besar dibandingkan larutan, tapi memiliki

ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan dengan campuran. Hal ini

menyebabkan koloid tidak bisa dipisahkan antara fasa terdispersi dan medium

pendispersinya dengan menggunakan saringan biasa. Berikut diberikan perbedaan

antara larutan sejati, koloid, dan suspensi.

Tabel. 1. Perbedaan Koloid, Larutan, dan Suspensi

Variabel Larutan sejati Koloid Suspensi kasar

Ukuran partikel (cm) 10-8 – 10-7 10-6 – 10-4 10-3 – 10-1

Fasa campuran Satu fasa Satu fasa Polifasa

Penembusan oleh cahaya transparan Tidak transparan –

Penyaringan cara biasa Tidak terpisahkan Tidak terpisahkan Terpisahkan

Kestabilan larutan Sangat stabil Beragam Tidak stabil

Sama seperti larutan, fasa terdispersi dan medium pendispersi pada koloid

juga bisa berupa fasa cair, gas, dan padat. Berdasarkan fasa terdispersi dan medium

Page 8: Profil Model Mental

pendispersinya, koloid dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis sebagai

berikut:

Tabel. 2. Penggolongan Koloid Berdasarkan Fasa Terdispersi

dan Medium Pendispersi

Fasa

terdispersi

Medium

pendispersi

Wujud koloid Contoh

Gas Cair Busa Busa sabun, krim kocok

Gas Padat Busa padat Batu apung, karet busa

Cair Gas Aerosol cair Kabut, awan, aerosol, spray

Cair Cair Emulsi Susu cair, cokelat cair, saos

Cair Padat Emulsi padat Keju, mentega, jeli

Padat Gas Aerosol padat Asap, debu

Padat Cair Sol Cat, selai, gelatin

Padat Padat Sol padat Kaca rubi, obat-obatan

Kemampuan koloid dalam menghamburkan cahaya seperti pada kabut

diakibatkan beberapa sifat yang dimiliki koloid seperti efek Tyndall dan gerak

Brown. Selain itu sifat koagulasi dan adsorpsi pada koloid juga bisa dimanfaatkan

dalam berbagai kepentingan seperti pada penjernihan air minum. (Sunarya &

Setiabudi, 2009).

H. METODOLOGI PENELITIAN

1. Metode Dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode analisis deskriptif.

Penelitian menggunakan format deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan,

meringkaskan berbagai kondisi, situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang

ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke

permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang

kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu. (Burhan Bungin, 2007). Menurut Firman

(2006) yaitu bertujuan untuk mengungkapkan suatu fenomena dalam pembelajaran

dengan ukuran-ukuran statistik, seperti frekuensi, persentase, rata-rata. Menurut

Arikunto (2009) tes diagnostik digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan

siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan

pemberian perlakuan yang tepat.

Page 9: Profil Model Mental

2. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap

a. Tahap awal

1. Menentukan pokok bahasan kimia yang akan diteliti

2. Analisis standar isi berdasarkan kurikulum dan analisis konten dari berbagai

macam buku teks

3. Mengembangkan konsep-konsep penting yang sesuai dengan indkator.

4. Pembuatan instrumen tes diagnostik model mental berupa pilihan ganda two-

tier

5. Validasi instrumen dari ahli dan uji coba keterbacaan pada siswa kelas XII.

b. Tahap pelaksanaan

Pengambilan data yaitu pelaksanaan tes diagnostik model mental

c. Tahap akhir

Pengolahan data hasil penelitian berupa analisis data untuk memperoleh gambaran

mengenai model mental siswa pada konsep yang ditanyakan

3. Subjek Penelitian

Penelitian ini melibatkan siswa kelas XII di salah satu SMA di Kota Bandung yang

telah mempelajari materi sistem koloid sebagai subjek penelitian.

4. Alur Penelitian

Berikut ini penjelasan alur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Penelitian diawali dengan menetukan pokok bahasan yang akan diteliti. Pokok

bahasan yang diteliti akhirnya dipilih materi sistem koloid.

2. Selanjutnya dilakukan analisis standar isi pada pokok bahasan sistem koloid dan

menganalisis materi dari berbagai macam buku teks berdasarkan kajian

intertekstualitas ilmu kimia. Untuk indikatornya sendiri, digunakan indikator yang

sudah divalidasi pada skripsi Tesa Andini (2010). Kegiatan ini menghasilkan

poin-poin dan konsep-konsep penting yang sesuai indikator sebagai acuan

pembuatan tes diagnostik.

3. Selanjutnya yaitu pembuatan tes diagnostik. Tes diagnostik disusun dengan tipe

pilihan ganda two-tier. Instrumen yang dipilih dianalisis berdasarkan penelitian-

penelitian model mental yang pernah dilakukan.

4. Kegiatan selanjutnya yaitu validasi instrumen penelitian. Validasi oleh ahli

dilakukan dengan memperhatikan dua aspek, yaitu kesesuaian pertanyaan dengan

indikator dan kesesuaian jawaban dengan pertanyaan. Sedangkan aspek

Page 10: Profil Model Mental

keterbacaan diujicobakan kepada siswa secara sampling. Setelah diperoleh saran,

instrumen kemudian direvisi dan diujicobakan kembali.

5. Kegiatan inti penelitian yaitu pengambilan data mengenai model mental siswa

kelas XII.

6. Kegiatan akhir yaitu pengumpulan data. Data yang diperoleh selanjutnya

dianalisis agar diketahui gambaran model mental siswa kelas XII pada pokok

bahasan sistem koloid. Data yang diperoleh dikelompokkan ke dalam pola-pola

model mental.

Tidak

Ya

Gambar 3. Bagan Alur Penelitian

Menetukan pokok

bahasan yang akan

Analisis standar isi dan

analisis konten pokok

bahasan sistem koloid

Studi kepustakaan dan

analisis mengenai

penelitian profil model

mental yang sudah ada

Penentuan konsep-konsep

penting yang sesuai indikator

Pembuatan instrumen

tes diagnostik model

mental

Validasi Instrumen

Uji coba

Revisi instrumen

penelitian

Pengambilan Data

Pengumpulan Data

Analisis Data

Kesimpulan berupa profil model

mental siswa pada pokok bahasan

sistem koloid

Page 11: Profil Model Mental

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes diagnostik model

mental dengan format pilihan ganda two-tier. Penelitian ini berupa penyajian

fenomena yang kerap terjadi dalam kehidupan siswa yang berkaitan dengan sistem

koloid. Soal-soal disusun dengan memerhatikan aspek intertekstualitas kimia yaitu

level makroskopik, sub-mikroskopik, dan simbolik. Sehingga diharapkan dari hasil

tes ini dapat diperoleh informasi apakah model mental yang dimiliki siswa kelas XII

yang diteliti ini utuh atau tidak. Sejatinya penelitian ini dimulai dengan menguji

kesesuaian antara indikator dan konsep koloid itu sendiri, namun penelitian ini

menggunakan indikator yang sudah divalidasi sebelumnya dalam skripsi Tesa

Andini, 2010 (Tabel 3).

Perangkat instrumen dalam penyusunan tes diagnostik ini adalah:

a. Tabel Validasi Kesesuaian Indikator-Pertanyaan

Pada instrumen ini terdapat beberapa kolom yang isinya adalah indikator yang

telah dikembangkan dengan pertanyaan yang telah dibuat dimana pertanyaan

tersebut disusun berdasarkan analisis intertekstualitas ilmu kimia. Kemudian

terdapat kolom untuk menyatakan valid tidaknya. Yaitu berdasarkan kesesuaian.

Di akhir kolom terdapat kolom perbaikan.

b. Tabel Validasi Pertanyaan-Jawaban

Pada instrumen ini terdapat beberapa kolom yang isinya pertanyaan yang telah

dibuat dimana pertanyaan tersebut disusun berdasarkan analisis intertekstualitas

ilmu kimia dengan jawaban yang memerhatikan aspek intertekstualitas juga.

Jawaban ini sebagai acuan standar yang merupakan judgement ahli. Kemudian

terdapat kolom untuk menyatakan valid tidaknya. Yaitu berdasarkan kesesuaian.

Di akhir kolom terdapat kolom perbaikan.

Page 12: Profil Model Mental

Tabel. 3. Indikator dan Konsep Dasar pada Sistem Koloid

Indikator Konsep

1. Menjelaskan ciri koloid. Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-100 nm.

2. Mengelompokkan jenis

koloid berdasarkan fase

terdipersi dan medium

pendispersi.

Koloid terdiri dari fase terdispersi dan medium

pendispersi.

Koloid yang fase terdispersinya padat disebut sol.

Koloid yang fase terdispersinya cair disebut emulsi.

Koloid yang fase terdispersinya gas disebut buih.

Koloid yang fase terdispersinya mudah menarik atau

menyukai medium perdispersinya disebut koloid

liofil.

Koloid yang sukar menarik atau tidak menyukai

medium pendispersinya disebut koloid liofob.

3. Menjelaskan sifat-sifat

koloid.

Partikel koloid dapat menghamburkan cahaya.

Partikel koloid bergerak tidak teratur, acak, atau zig-

zag.

Partikel koloid dapat menyerap partikel lain pada

permukaannya.

Partikel koloid yang bermuatan dapat dipisahkan

melalui proses elektroforesis.

4. Menjelaskan proses

pemurnian dan

destabilisasi koloid.

Partikel koloid dapat dimurnikan melalui proses

dialisis.

Partikel koloid dapat didestabilisasi melalui proses

koagulasi.

5. Menjelaskan proses

pembuatan koloid dengan

cara kondensasi.

Pembutan koloid dapat dilakukan dengan cara

kondensasi yaitu dengan memperbesar ukuran partikel

larutan.

Pembuatan koloid dengan cara kondensasi dapat

dilakukan melalui reaksi-reaksi kimia.

6. Menjelaskan proses

pembuatan koloid dengan

cara dispersi.

Pembuatan koloid dapat dilakukan dengan cara

dispersi yaitu dengan memperkecil ukuran partikel

larutan.

Pembuatan koloid dengan cara dipersi dapat

dilakukan secara mekanik, peptisasi, homogenasi,

atau dengan cara busur Bredig.

Page 13: Profil Model Mental

4. Teknik Pengolahan Data

Sumber data yang diperoleh yaitu dari tes diagnostik model mental.

Pengolahan data dilakukan berdasarkan proses sebagai berikut:

Jawaban yang diberikan siswa mungkin bermacam-macam. Model

mental yang dimiliki setiap individu adalah khas. Namun karena dalam

penelitian ini dilakukan kepada subjek penelitian yang cukup banyak, maka

dari jawaban yang bermacam-macam itu dikelompokkan berdasarkan pola

jawaban yang memiliki kemiripan. Setelah itu ditentukan dan dihitung jumlah

siswa yang menjawab sama seperti pola model mental yang telah disusun.

Kemudian dihitung persentase dari masing-masing pola. Lalu dilakukan

penafsiran persentase menjadi kategori tertentu. Adapun perhitungan

persentasenya adalah sebagai berikut:

Persentase= �

� × 100%

Keterangan: P= Jumlah siswa yang masuk pada tiap kategori

N= Jumlah siswa seluruhnya

I. JADWAL PENELITIAN

No Jenis Kegiatan Pelaksanaan bulan ke-

1 2 3 4 5 6

1 Penentuan pokok bahasan untuk diteliti

Page 14: Profil Model Mental

Daftar Pustaka

2 Analisis standar isi dan analisis konten materi

3 Pembuatan Instrumen tes diagnostik model mental

4 Validasi dan perbaikan instrument

5 Pelaksanaan uji coba tes

6 Pelaksanaan tes diagnostik model mental

8 Pengolahan data dan analisis data

9 Pembuatan Laporan

Page 15: Profil Model Mental

Andari, Mia. (2012). Analisis Profil Model Mental Siswa SMA Dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhiny Pada Topik Larutan Penyangga. Tesis Program Studi Pendidikan IPA

SPs UPI: tidak diterbitkan.

Andini, Tesa. (2010). Pengembangan Strategi Pembelajaran Intertekstual pada Materi

Pokok Sistem Koloid SMA Kelas XI. Skripsi Jurusan pendidikan Kimia FPMIPA UPI:

tidak diterbitkan.

Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi

Aksara.

Boo, H. K. (1998). Students Understanding of Chemical Bonds and the Energetics of

Chemical Reaction. Journal of Research in Science Teaching. 35(5): 569-581.

Bungin. B. (2007). Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan publik, dan Ilmu

Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Chandrasegaran, A. L., David F. Treagust, and Mauro Mocerino. (2007). The Development

Of A Two-Tier Multiple-Choice Diagnostic Instrument For Evaluating Secondary School

Students’ Ability To Describe And Explain Chemical Reactions Using Multiple Levels Of

Representation. Chemistry Educational Research and Practice, 8 (3), 293-307.

Coll, Richard K. and Neil Taylor. (2002), Mental Models In Chemistry: Senior Chemistry

Student’s Mental Models of Chemical Bonding. Journal of Chemistry Education:

Research and Practical in Europe, Vol. 3, No. 2, pp. 175-184.

de Berg, Kevin. (2011). A study of first-year chemistry students’ understanding of solution

concentration at the tertiary level. Chemistry Education Research and Practice, 2012,

13, 8-16

Firman, Harry. (2006). Penilaian Hasil Belajar dalam Pengajaran Kimia. Bandung : Jurusan

Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Gilbert. J. K. and Treagust. D. (2009). Multiple Representation in Chemical Education.

Springer.

Islahiah, Novianti. (2012). Profil Model Mental Siswa Pada Pokok Bahasan Kesetimbangan

Kimia. Skripsi Jurusan pendidikan Kimia FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.

Nguyen. T. et al. (2008). First year Bachelor of Education students’ mental models of

themselves as learners. Australia: James Cook University.

Purnamasari, Rose. (2012). Tes Diagnostik Two-Tier Multiple Choice Kelarutan dan Ksp.

Skripsi Jurusan pendidikan Kimia FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.

Page 16: Profil Model Mental

Sihaloho, Mangara. (2007). Analisis Pemahaman Konsep Pergeseran Kesetimbangan Kimia

Pada Tingkat Makroskopis dan Mikroskopis Siswa Di SMA Negeri Gorontalo.

Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo.

Sunarya, Yayan dan Agus Setiabudi. (2009). Mudah dan Aktif Belajar Kimia. Pusat

Perbukuan Nasional.

Talanquer. V. (2011). Macro, Submicro, and Symbolic: Te many faces of the chemistry

“triplet”. International Jurnal of Science Education. Vol. 33, No. 2, 15 January 2011, pp.

179-195

Wang, C. Y. (2007). The Role of Mental Modeling Ability, Content Knowledge, and Mental

Models in General Chemistry Students’ Understanding About Molecular Polarity.

Columbia: The Faculty of the Graduate School University of Missouri.