Profil Model Mental
-
Upload
laeliamunawaroh -
Category
Documents
-
view
73 -
download
3
description
Transcript of Profil Model Mental
A. JUDUL
Profil Model Mental Siswa pada Materi Sistem Koloid
B. LATAR BELAKANG
Kimia adalah salah satu cabang ilmu yang penting dalam sains karena dengan
memahami kimia orang bisa mengerti apa yang terjadi di sekitar mereka (Sirhan, 2007).
Kimia sebagai ilmu seringkali didominasi oleh penggunaan model dalam menjelaskan
suatu teori, memprediksikan fenomena, memahami reaksi-reaksi kimia, bahkan untuk
menjelaskan fakta yang ada (Coll & Taylor, 2002). Vosniadou (2007) mengungkapkan
model merupakan sumber dari kekuatan penjelasan dan prediksi serta dapat digunakan
untuk mengusulkan hipotesis baru dan tambahan dalam penemuan-penemuan di bidang
sains. Oleh Karena itu, penggunaan model dalam mengungkapkan teori-teori sains
sangatlah penting karena model bisa digunakan sebagai salah satu instrumen dalam
membangun suatu teori.
Untuk mengungkapkan kimia secara lebih utuh, para ahli mengusulkan tiga level
representasi yang saling terkait dalam mengungkapkan fenomena kimia (Chandrasegaran,
Treagust, & Mocerino, 2007). Ketiga level representasi ini adalah: (1) level makroskopik
yang menjelaskan tentang fenomena kimia yang dapat terlihat secara kasat mata dan
dapat langsung teramati, misalnya perubahan warna, perubahan suhu, perubahan wujud,
dan lain-lain, (2) level submikroskopik yang menjelaskan ilmu kimia dari tingkat
partikulatnya. Representasi ini tidak akan teramati langsung oleh siswa dengan mata
telanjang, karena representasi ini menjelaskan mengenai interaksi antar molekul yang
terjadi pada suatu reaksi, bagaimana keadaan atom, ion, dan molekulnya, serta lain
sebagainya, (3) level simbolik, menjelaskan dengan menggunakan simbol-simbol yang
terdapat di kimia, persamaan reaksi, diagram tingkat energi, diagram fasa, dan lain-lain.
Salah satu hal yang menjadi kesulitan siswa dalam memahami materi kimia adalah
tingkatan dalam merepresentasikan fenomena kimia itu sendiri. Pemahaman siswa yang
tidak mendalam mengenai penggunaan tiga level representasi akan menyebabkan
kebingungan bagi siswa dalam menguasai ilmu kimia. Ketika siswa mengamati
perubahan kimia secara makroskopik, siswa dituntut harus bisa menjelaskan fenomena
tersebut menggunakan level submikroskopiknya, dari level submikroskopik ini nantinya
fenomena tersebut diterjemahkan ke dalam simbol dan persamaan reaksi. Saat ketiga
representasi bertingkat ini digunakan secara bersamaan, umumnya siswa cenderung
mengalami kesulitan menjelaskan fenomena kimia tersebut pada level submikroskopik
dan simbolik karena kedua representasi ini tidak secara langsung dapat diamati (Gabel
1998; Chandrasegaran, Treagust, & Mocerino, 2007).
Beberapa penelitian mengungkapkan sebagian besar siswa mampu menjawab soal
kimia dengan benar tanpa mengetahui dan menggunakan konsep yang dimilikinya
(Islahiah, 2012). Sebuah studi yang dilakukan oleh Boo (1998) memperlihatkan hasil
bahwa siswa kelas XII di Singapura dapat memberikan jawaban yang benar untuk
pertanyaan tertentu tanpa memahami konsep kimia yang mendasarinya. Dalam tesisnya
Andari (2010) menyampaikan bahwa siswa dengan tingkat kemampuan tinggi, sedang,
dan rendah tidak memperlihatkan kemampuan yang berbeda dalam menggunakan model
mikroskopik. Penelitian Islahiah (2012) memberikan hasil yang sama. Sebagian besar
siswa SMA kelas X dan XI masih memiliki pemahaman yang sangat sederhana terutama
pada level sub-mikrosopik dan simbolik.
Hasil dari semua penelitian di atas secara tidak langsung mengungkapkan bahwa
pemahaman ilmu kimia secara utuh akan sangat diperlukan untuk bisa menyelesaikan
soal-soal kimia pada level analisis atau pada level yang lebih tinggi. Namun Coll (2002)
menemukan bahwa kebanyakan siswa masih belum memahami kimia secara utuh.
Mereka masih menggunakan model yang sederhana terutama dalam menjelaskan konsep
ikatan kimia. Representasi ide individual yang digunakan untuk mendeskripsikan dan
menjelaskan suatu fenomena dikenal sebagai model mental (Jansoon, 2009).
Sejatinya, model mental yang dimiliki siswa terus meningkat menuju pemahaman
yang utuh seiring peningkatan jenjang pendidikannya. Hal ini menjadi alasan pentingnya
guru untuk memahami model mental siswanya, sebab guru harus mengajar dengan model
mental yang sesuai dengan tingkat pendidikan siswa (Johnson-Laird, 1983; Vosniadou,
1994; Coll, 2002). Dengan mengetahui model mental siswa, guru bisa merancang
lingkungan belajar yang kondusif, yang bisa mendukung tercapainya pemahaman siswa
yang utuh mengenai konsep kimia (Jonassen, 1994; Nguyen et al, 2008).
Model mental seorang siswa tidak dapat ditentukan dengan mudah karena model
mental yang dimiliki siswa tidak bisa ditentukan secara tepat, sebab model mental siswa
dibangun dalam konteks sosial (Coll, 2002). Artinya masing-masing siswa memiliki
model mental yang berbeda, sehingga setiap siswa bisa memecahkan suatu masalah yang
sama dengan cara dan pendekatan yang berbeda (Ellis& Maidan-Gilad dalam Nguyen et
al, 2008). Apalagi selama ini tes yang dikembangkan belum dapat mengungkapkan model
mental yang dimiliki siswa. Sehingga pengembangan alat evaluasi berupa tes diagnostik
yang dapat mengungkapkan model mental siswa sangat penting. Salah satu cara yang
dapat digunakan dalam mempelajari pemahaman siswa mengenai representasi bertingkat
dalam mendeskripsikan dan menjelaskan fenomena kimia yang terlibat adalah dengan
menggunakan instrumen tes diagnostik berupa pilihan ganda two-tier atau lebih dikenal
dengan two-tier multiple-choice diagnostic test instruments (Chandrasegaran, Treagust, &
Mocerino, 2007).
Salah satu materi kimia yang oleh siswa cukup sering dianggap memiliki tuntutan
tingkat hafalan dan pemahaman yang mendalam serta mengandung aspek yang bersifat
abstrak yaitu mengenai sistem koloid. Padahal sistem koloid sendiri cukup sering
ditemukan oleh siswa dalam kehidupannya sehari-hari. Selain itu, berdasarkan studi
pustaka yang dilakukan, belum terlalu banyak penelitian yang dilakukan para ahli terkait
konsep sistem koloid ini. Oleh sebab itu, pada penelitian ini akan dilakukan pengujian
terhadap siswa kelas XII di sebuah Sekolah Menengah Atas untuk mengetahui profil
model mental dari siswa tersebut pada materi sistem koloid, dengan fokus pada sifat-sifat
koloid, kestabilan koloid, dan pembuatan koloid.
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, masalah yang akan diteliti adalah
“Bagaimanakah profil model mental siswa pada materi sistem koloid dengan fokus
terhadap sifat-sifat koloid, kestabilan koloid, dan pembuatan koloid?” Secara spesifik
rumusan masalahnya adalah:
1. Bagaimana mengembangkan tes diagnostik model mental dalam bentuk pilihan ganda
dua tingkat?
2. Bagiamana validitas tes diagnostik model mental yang dikembangkan?
3. Bagaimana profil model mental siswa kimia pada pokok bahasan sistem koloid di
sekolah yang diteliti?
D. BATASAN MASALAH
Penelitian ini dilakukan pada materi sistem koloid dengan fokus sifat-sifat koloid,
kestabilan koloid, dan cara pembuatan koloid.
E. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui profil model mental siswa
kelas XII pada materi sistem koloid.
F. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berarti bagi pihak-
pihak dalam dunia pendidikan, diantaranya:
1. Sebagai alternatif bagi guru dalam mengembangkan tes diagnostik model mental
pada pembelajaran kimia.
2. Sebagai referensi bagi peneliti lainnya dalam mengembangkan instrumen penelitian
mengenai tes diagnostik model mental.
G. TINJAUAN PUSTAKA
1. Representasi Ilmu Kimia
Dalam mempelajari ilmu kimia, ada tiga level representasi yang perlu
dierhatikan dan dipahami. Ketiga level representasi ini mencakup level makroskopik,
level sub-mikroskopik, dan level simbolik (Treagust, Chittleborough, Mamiala,
2003; Gilbert and Treagust, 2009). Berikut diberikan hubungan dari ketiga level
representasi kimia tersebut.
Gambar1. Representasi Ilmu Kimia
Talanquer (2011) menyatakan ketiga level representasi tersebut dengan
chemist’s tgiangle atau biasa juga disebut sebagai chemist’s triplet. Tiga level
representasi kimia saat ini semakin sering menjadi objek penelitian karena
keterkaitan ketiganya dalam menjelaskan fenomena kimia yang ada. Saat ketiga level
representasi kimia ini diterapkan pada proses pembelajaran, maka siswa akan mampu
menguhubungkan ketiga representasi tersebut dan memberikan hasil pencapaian
belajar sesuai yang diharapkan, yaitu siswa akan memahami ilmu kimia secara utuh
(Gabel, 1993; Sanger, 2000; Ardac and Kaygun, 2004; Gilbert and Treagust, 2009;
Davidowitz et al., 2010; de Berg 2011).
Menurut Johnstone (Wang, 2007) level makroskopik merupakan dimana ilmu
kimia dapat dialami secara langsung, seperti perubahan warna, perubahan wujud,
perubahan suhu, dan sebagainya. Level sub-mikrokopik adalah penjelasan mengenai
fenomena makroskopik dengan memperhatikan level atomik dan level molekular,
sementara level simbolik merujuk pada penggunaan persamaan kimia, stoikiometri,
dan perhitungan secara matematika.
Mayer (Cittleborough and Davidowitz, 2004; Gilbert and Treagust, 2009)
mengungkapkan jika dibandingkan dengan penyampaian materi kimia berupa teks,
maka ketika materi kimia disampaikan dalam bentuk gambar dan teks, siswa akan
lebih mampu mempelajari konsep-konsep sulit. Para siswa akan lebih menguasai apa
yang telah mereka pelajari sebelumnya dan akan lebih mampu menggunakan konsep
tersebut dalam menyelesaikan persoalan kimia.
Kean dan Middlecam (Sihaloho, 2007) mengatakan bahwa kita harus
memahami suatu konsep baik dari segi makroskopik maupun mikroskopiknya agar
dapat memahami konsep tersebut secara utuh. Seperti yang juga diungkapkan oleh
Nakhlek (Sihaloho, 2007) bahwa siswa cenderung mengalami kesulitan dalam
memahami konsep mikroskopik. Jika dibiarkan terus menerus kesulitan ini akan
menimbulkan pemahaman yang salah dan akan berakhir dengan terjadinya salah
konsep.
2. Model Mental dan Tes Diagnostik Model Mental
Penggunaan model dalam mengungkapkan teori-teori sains sangatlah penting
karena model bisa digunakan sebagai salah satu instrumen dalam membangun suatu
teori. Model merupakan sumber dari kekuatan penjelasan dan prediksi serta dapat
digunakan untuk mengusulkan hipotesis baru dan tambahan dalam penemuan-
penemuan di bidang sains (Vosniadou, 2007). Sementara itu, Gilbert (1998)
mendefinisikan model sebagai representasi dari sebuah objek, kejadian, atau ide.
Chittleborough (2002; Gilbert and Treagust, 2009) menyatakan model mental adalah
sebuah ide, pengalaman, gambaran, model, dan sumber-sumber lain yang ada dalam
pikiran siswa dan siswa telah mengalami sebelumnya. Jansoon (2009)
mengungkapkan bahwa model mental merupakan representasi ide individual yang
digunakan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan suatu fenomena (Jansoon, 2009).
Dalam tinjauan proses belajar mengajar, Chittleborough (2004) membedakan model
menjadi empat tipe, diantaranya:
a. Model mental (Mental Model) adalah ide, pengalaman, gambaran, model, dan
sumber-sumber lain yang ada dalam pikiran.
b. Model yang diekspresikan (Expressed Model) adalah penjelasan dari sebuah
objek, ide, atau kejadian yang ada dalam pikiran ke dalam bentuk-bentuk
ekspresi. Bisa berupa gambar, grafik, dan lain-lain.
c. Model konsensus (Concensus Model) adalah model yang diajukan oleh para
ilmuwan dan sudah disepakati oleh kelompok ilmuwan tersebut.
d. Model pengajaran (Teaching Model) adalah penjelasan mengenai konsep-
konsep yang ada di dalam model konsesus yang diajarkan guru kepada siswa.
Keempat model tersebut digambar dalam sebuah diagram sebagai berikut:
Gambar 2. Keterkaitan Empat Tipe Model
Model mental adalah salah satu bentuk citra mental yang mewakili mental
konstruksi seseorang (Johnson-Laird, 1983; Islahiah 2012). Menurut Piaget dan
Inhelder (1974; Islahiah 2012) dan Ausubel (1968; Islahiah 2012) telah menekankan
bahwa pembangunan mental sangat bergantung pada mental gambar individu pada
saat mereka mempelajari konsep baru.
Beberapa istilah yang dikemukakan oleh Norman (1983a; Stagger, 1992)
terkait dengan konsep model mental, yaitu:
1. Sistem target merupakan sistem yang digunakan atau dipelajari oleh pengguna.
2. Model/konsep target adalah model yang dimiliki oleh guru atau ilmuwan yang
akurat dan lengkap dalam suatu sistem target.
3. Sistem gambar adalah ungkapan dalam menggambarkan sesuatu pada
pembelajar.
4. Pengguna model mental pada sistem target.
5. Model mental ilmuwan adalah model yang berkaitan dengan sistem target.
Model Mental individu biasanya diungkapkan dengan cara
menginterpretasikan model yang diekspresikan oleh siswa atau penjelasan verbal
(Buckley&Boulter, dalam Wang, 2007). Sumber data model mental tersebut antara
lain adalah: catatan siswa, catatan ilmuwan, diagram yang dibangun oleh siswa,
karya tulis ilmiah, model konkrit, jawaban singkat atau uraian terhadap suatu
Model
Pengajaran
Siswa Belajar
dan Memahami
Model
Ekspresi
Model
Konsensus
Model
Mental
fenomena yang diberikan, dan deskrpsi verbal dari wawancara (Wang, 2007). Karena
data dari sebuah model mental adalah kompleks, penelitian mengenai model mental
seharusnya memanfaatkan beberapa data untuk mengetahui profil model mental
siswa sari beberapa aspek.
Tes diagnostik adalah tes untuk mengetahui kesulitan belajar siswa yang
secara terus menerus ada padanya. Tes diagnostik model mental merupakan salah
satu alat untuk dapat melihat bagaimana profil model mental siswa. Tes diagnostik
yang selama ini diberikan berupa tes dengan analisis yang menuntut tingkat berpikir
siswa, dengan memadukan ketiga level representasi. Setelah itu dilakukan kajian,
apakah siswa dapat mempertautkan ketiganya atau tidak.
3. Tinjauan Materi Sistem Koloid
Sistem koloid merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan suatu
sistem yang memiliki sifat diantara larutan dan suspensi. Jika pada larutan dikenal
istilah pelarut dan zat terlarut, maka pada sistem koloid pelarut dan zat terlarut lebih
dikenal dengan medium pendispersi dan fasa terdispersi. Antara medium pendispersi
dengan fasa terdispersinya terbentuk satu fasa yang terlihat keruh dan bersifat
menghamburkan cahaya. Dimana berdasarkan ukuran partikelnya, sistem koloid
memiliki ukuran partikel yang lebih besar dibandingkan larutan, tapi memiliki
ukuran partikel yang lebih kecil dibandingkan dengan campuran. Hal ini
menyebabkan koloid tidak bisa dipisahkan antara fasa terdispersi dan medium
pendispersinya dengan menggunakan saringan biasa. Berikut diberikan perbedaan
antara larutan sejati, koloid, dan suspensi.
Tabel. 1. Perbedaan Koloid, Larutan, dan Suspensi
Variabel Larutan sejati Koloid Suspensi kasar
Ukuran partikel (cm) 10-8 – 10-7 10-6 – 10-4 10-3 – 10-1
Fasa campuran Satu fasa Satu fasa Polifasa
Penembusan oleh cahaya transparan Tidak transparan –
Penyaringan cara biasa Tidak terpisahkan Tidak terpisahkan Terpisahkan
Kestabilan larutan Sangat stabil Beragam Tidak stabil
Sama seperti larutan, fasa terdispersi dan medium pendispersi pada koloid
juga bisa berupa fasa cair, gas, dan padat. Berdasarkan fasa terdispersi dan medium
pendispersinya, koloid dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis sebagai
berikut:
Tabel. 2. Penggolongan Koloid Berdasarkan Fasa Terdispersi
dan Medium Pendispersi
Fasa
terdispersi
Medium
pendispersi
Wujud koloid Contoh
Gas Cair Busa Busa sabun, krim kocok
Gas Padat Busa padat Batu apung, karet busa
Cair Gas Aerosol cair Kabut, awan, aerosol, spray
Cair Cair Emulsi Susu cair, cokelat cair, saos
Cair Padat Emulsi padat Keju, mentega, jeli
Padat Gas Aerosol padat Asap, debu
Padat Cair Sol Cat, selai, gelatin
Padat Padat Sol padat Kaca rubi, obat-obatan
Kemampuan koloid dalam menghamburkan cahaya seperti pada kabut
diakibatkan beberapa sifat yang dimiliki koloid seperti efek Tyndall dan gerak
Brown. Selain itu sifat koagulasi dan adsorpsi pada koloid juga bisa dimanfaatkan
dalam berbagai kepentingan seperti pada penjernihan air minum. (Sunarya &
Setiabudi, 2009).
H. METODOLOGI PENELITIAN
1. Metode Dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode analisis deskriptif.
Penelitian menggunakan format deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan,
meringkaskan berbagai kondisi, situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang
ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke
permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang
kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu. (Burhan Bungin, 2007). Menurut Firman
(2006) yaitu bertujuan untuk mengungkapkan suatu fenomena dalam pembelajaran
dengan ukuran-ukuran statistik, seperti frekuensi, persentase, rata-rata. Menurut
Arikunto (2009) tes diagnostik digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan
siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan
pemberian perlakuan yang tepat.
2. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap
a. Tahap awal
1. Menentukan pokok bahasan kimia yang akan diteliti
2. Analisis standar isi berdasarkan kurikulum dan analisis konten dari berbagai
macam buku teks
3. Mengembangkan konsep-konsep penting yang sesuai dengan indkator.
4. Pembuatan instrumen tes diagnostik model mental berupa pilihan ganda two-
tier
5. Validasi instrumen dari ahli dan uji coba keterbacaan pada siswa kelas XII.
b. Tahap pelaksanaan
Pengambilan data yaitu pelaksanaan tes diagnostik model mental
c. Tahap akhir
Pengolahan data hasil penelitian berupa analisis data untuk memperoleh gambaran
mengenai model mental siswa pada konsep yang ditanyakan
3. Subjek Penelitian
Penelitian ini melibatkan siswa kelas XII di salah satu SMA di Kota Bandung yang
telah mempelajari materi sistem koloid sebagai subjek penelitian.
4. Alur Penelitian
Berikut ini penjelasan alur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Penelitian diawali dengan menetukan pokok bahasan yang akan diteliti. Pokok
bahasan yang diteliti akhirnya dipilih materi sistem koloid.
2. Selanjutnya dilakukan analisis standar isi pada pokok bahasan sistem koloid dan
menganalisis materi dari berbagai macam buku teks berdasarkan kajian
intertekstualitas ilmu kimia. Untuk indikatornya sendiri, digunakan indikator yang
sudah divalidasi pada skripsi Tesa Andini (2010). Kegiatan ini menghasilkan
poin-poin dan konsep-konsep penting yang sesuai indikator sebagai acuan
pembuatan tes diagnostik.
3. Selanjutnya yaitu pembuatan tes diagnostik. Tes diagnostik disusun dengan tipe
pilihan ganda two-tier. Instrumen yang dipilih dianalisis berdasarkan penelitian-
penelitian model mental yang pernah dilakukan.
4. Kegiatan selanjutnya yaitu validasi instrumen penelitian. Validasi oleh ahli
dilakukan dengan memperhatikan dua aspek, yaitu kesesuaian pertanyaan dengan
indikator dan kesesuaian jawaban dengan pertanyaan. Sedangkan aspek
keterbacaan diujicobakan kepada siswa secara sampling. Setelah diperoleh saran,
instrumen kemudian direvisi dan diujicobakan kembali.
5. Kegiatan inti penelitian yaitu pengambilan data mengenai model mental siswa
kelas XII.
6. Kegiatan akhir yaitu pengumpulan data. Data yang diperoleh selanjutnya
dianalisis agar diketahui gambaran model mental siswa kelas XII pada pokok
bahasan sistem koloid. Data yang diperoleh dikelompokkan ke dalam pola-pola
model mental.
Tidak
Ya
Gambar 3. Bagan Alur Penelitian
Menetukan pokok
bahasan yang akan
Analisis standar isi dan
analisis konten pokok
bahasan sistem koloid
Studi kepustakaan dan
analisis mengenai
penelitian profil model
mental yang sudah ada
Penentuan konsep-konsep
penting yang sesuai indikator
Pembuatan instrumen
tes diagnostik model
mental
Validasi Instrumen
Uji coba
Revisi instrumen
penelitian
Pengambilan Data
Pengumpulan Data
Analisis Data
Kesimpulan berupa profil model
mental siswa pada pokok bahasan
sistem koloid
5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes diagnostik model
mental dengan format pilihan ganda two-tier. Penelitian ini berupa penyajian
fenomena yang kerap terjadi dalam kehidupan siswa yang berkaitan dengan sistem
koloid. Soal-soal disusun dengan memerhatikan aspek intertekstualitas kimia yaitu
level makroskopik, sub-mikroskopik, dan simbolik. Sehingga diharapkan dari hasil
tes ini dapat diperoleh informasi apakah model mental yang dimiliki siswa kelas XII
yang diteliti ini utuh atau tidak. Sejatinya penelitian ini dimulai dengan menguji
kesesuaian antara indikator dan konsep koloid itu sendiri, namun penelitian ini
menggunakan indikator yang sudah divalidasi sebelumnya dalam skripsi Tesa
Andini, 2010 (Tabel 3).
Perangkat instrumen dalam penyusunan tes diagnostik ini adalah:
a. Tabel Validasi Kesesuaian Indikator-Pertanyaan
Pada instrumen ini terdapat beberapa kolom yang isinya adalah indikator yang
telah dikembangkan dengan pertanyaan yang telah dibuat dimana pertanyaan
tersebut disusun berdasarkan analisis intertekstualitas ilmu kimia. Kemudian
terdapat kolom untuk menyatakan valid tidaknya. Yaitu berdasarkan kesesuaian.
Di akhir kolom terdapat kolom perbaikan.
b. Tabel Validasi Pertanyaan-Jawaban
Pada instrumen ini terdapat beberapa kolom yang isinya pertanyaan yang telah
dibuat dimana pertanyaan tersebut disusun berdasarkan analisis intertekstualitas
ilmu kimia dengan jawaban yang memerhatikan aspek intertekstualitas juga.
Jawaban ini sebagai acuan standar yang merupakan judgement ahli. Kemudian
terdapat kolom untuk menyatakan valid tidaknya. Yaitu berdasarkan kesesuaian.
Di akhir kolom terdapat kolom perbaikan.
Tabel. 3. Indikator dan Konsep Dasar pada Sistem Koloid
Indikator Konsep
1. Menjelaskan ciri koloid. Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-100 nm.
2. Mengelompokkan jenis
koloid berdasarkan fase
terdipersi dan medium
pendispersi.
Koloid terdiri dari fase terdispersi dan medium
pendispersi.
Koloid yang fase terdispersinya padat disebut sol.
Koloid yang fase terdispersinya cair disebut emulsi.
Koloid yang fase terdispersinya gas disebut buih.
Koloid yang fase terdispersinya mudah menarik atau
menyukai medium perdispersinya disebut koloid
liofil.
Koloid yang sukar menarik atau tidak menyukai
medium pendispersinya disebut koloid liofob.
3. Menjelaskan sifat-sifat
koloid.
Partikel koloid dapat menghamburkan cahaya.
Partikel koloid bergerak tidak teratur, acak, atau zig-
zag.
Partikel koloid dapat menyerap partikel lain pada
permukaannya.
Partikel koloid yang bermuatan dapat dipisahkan
melalui proses elektroforesis.
4. Menjelaskan proses
pemurnian dan
destabilisasi koloid.
Partikel koloid dapat dimurnikan melalui proses
dialisis.
Partikel koloid dapat didestabilisasi melalui proses
koagulasi.
5. Menjelaskan proses
pembuatan koloid dengan
cara kondensasi.
Pembutan koloid dapat dilakukan dengan cara
kondensasi yaitu dengan memperbesar ukuran partikel
larutan.
Pembuatan koloid dengan cara kondensasi dapat
dilakukan melalui reaksi-reaksi kimia.
6. Menjelaskan proses
pembuatan koloid dengan
cara dispersi.
Pembuatan koloid dapat dilakukan dengan cara
dispersi yaitu dengan memperkecil ukuran partikel
larutan.
Pembuatan koloid dengan cara dipersi dapat
dilakukan secara mekanik, peptisasi, homogenasi,
atau dengan cara busur Bredig.
4. Teknik Pengolahan Data
Sumber data yang diperoleh yaitu dari tes diagnostik model mental.
Pengolahan data dilakukan berdasarkan proses sebagai berikut:
Jawaban yang diberikan siswa mungkin bermacam-macam. Model
mental yang dimiliki setiap individu adalah khas. Namun karena dalam
penelitian ini dilakukan kepada subjek penelitian yang cukup banyak, maka
dari jawaban yang bermacam-macam itu dikelompokkan berdasarkan pola
jawaban yang memiliki kemiripan. Setelah itu ditentukan dan dihitung jumlah
siswa yang menjawab sama seperti pola model mental yang telah disusun.
Kemudian dihitung persentase dari masing-masing pola. Lalu dilakukan
penafsiran persentase menjadi kategori tertentu. Adapun perhitungan
persentasenya adalah sebagai berikut:
Persentase= �
� × 100%
Keterangan: P= Jumlah siswa yang masuk pada tiap kategori
N= Jumlah siswa seluruhnya
I. JADWAL PENELITIAN
No Jenis Kegiatan Pelaksanaan bulan ke-
1 2 3 4 5 6
1 Penentuan pokok bahasan untuk diteliti
Daftar Pustaka
2 Analisis standar isi dan analisis konten materi
3 Pembuatan Instrumen tes diagnostik model mental
4 Validasi dan perbaikan instrument
5 Pelaksanaan uji coba tes
6 Pelaksanaan tes diagnostik model mental
8 Pengolahan data dan analisis data
9 Pembuatan Laporan
Andari, Mia. (2012). Analisis Profil Model Mental Siswa SMA Dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhiny Pada Topik Larutan Penyangga. Tesis Program Studi Pendidikan IPA
SPs UPI: tidak diterbitkan.
Andini, Tesa. (2010). Pengembangan Strategi Pembelajaran Intertekstual pada Materi
Pokok Sistem Koloid SMA Kelas XI. Skripsi Jurusan pendidikan Kimia FPMIPA UPI:
tidak diterbitkan.
Arikunto, Suharsimi. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi
Aksara.
Boo, H. K. (1998). Students Understanding of Chemical Bonds and the Energetics of
Chemical Reaction. Journal of Research in Science Teaching. 35(5): 569-581.
Bungin. B. (2007). Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Chandrasegaran, A. L., David F. Treagust, and Mauro Mocerino. (2007). The Development
Of A Two-Tier Multiple-Choice Diagnostic Instrument For Evaluating Secondary School
Students’ Ability To Describe And Explain Chemical Reactions Using Multiple Levels Of
Representation. Chemistry Educational Research and Practice, 8 (3), 293-307.
Coll, Richard K. and Neil Taylor. (2002), Mental Models In Chemistry: Senior Chemistry
Student’s Mental Models of Chemical Bonding. Journal of Chemistry Education:
Research and Practical in Europe, Vol. 3, No. 2, pp. 175-184.
de Berg, Kevin. (2011). A study of first-year chemistry students’ understanding of solution
concentration at the tertiary level. Chemistry Education Research and Practice, 2012,
13, 8-16
Firman, Harry. (2006). Penilaian Hasil Belajar dalam Pengajaran Kimia. Bandung : Jurusan
Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.
Gilbert. J. K. and Treagust. D. (2009). Multiple Representation in Chemical Education.
Springer.
Islahiah, Novianti. (2012). Profil Model Mental Siswa Pada Pokok Bahasan Kesetimbangan
Kimia. Skripsi Jurusan pendidikan Kimia FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.
Nguyen. T. et al. (2008). First year Bachelor of Education students’ mental models of
themselves as learners. Australia: James Cook University.
Purnamasari, Rose. (2012). Tes Diagnostik Two-Tier Multiple Choice Kelarutan dan Ksp.
Skripsi Jurusan pendidikan Kimia FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.
Sihaloho, Mangara. (2007). Analisis Pemahaman Konsep Pergeseran Kesetimbangan Kimia
Pada Tingkat Makroskopis dan Mikroskopis Siswa Di SMA Negeri Gorontalo.
Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo.
Sunarya, Yayan dan Agus Setiabudi. (2009). Mudah dan Aktif Belajar Kimia. Pusat
Perbukuan Nasional.
Talanquer. V. (2011). Macro, Submicro, and Symbolic: Te many faces of the chemistry
“triplet”. International Jurnal of Science Education. Vol. 33, No. 2, 15 January 2011, pp.
179-195
Wang, C. Y. (2007). The Role of Mental Modeling Ability, Content Knowledge, and Mental
Models in General Chemistry Students’ Understanding About Molecular Polarity.
Columbia: The Faculty of the Graduate School University of Missouri.