Profil Kependudukan Prov DIY

25
BAB I GAMBARAN UMUM WILAYAH 1.1 Keadaan Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa Yogyakarta di bagian selatan dibatasi Lautan Indonesia, bagian timur laut dibatasi oleh Kabupaten Klaten, bagian tenggara dibatasi oleh Kabupaten Wonogiri, bagian barat dibatasi oleh Kabupaten Purworejo, dan pada bagian barat laut dibatasi oleh Kabupaen Magelang. Berdasarkan satuan fisiografis, Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari Pegunungan Selatan dengan luas ± 1.656,25 km 2 dengan ketinggian antara 150-700 mdpl, Gunung Berapi Merapi dengan luas ± 582,81 km 2 dengan ketinggian 80-2.911 mdpl, dataran rendah antara Pegunungan Selatan dan Pegunungan Kulon Progo dengan luas ± 215,62 km 2 dengan ketinggian antara 0- 80 mdpl, serta Pegunungan Kulon Progo dan Dataran Rendah Selatan dengan luas ± 706,25 km 2 dengan ketinggian antara 0-572 mdpl. Posisi D.I. Yogyakarta yang terletak antara 7°.33’ - 8°.12’ Lintang Selatan dan 110°.00’ 110°.50’ Bujur Timur, tercatat memiliki luas 3.185,80 km² atau 0,17 persen dari luas Indonesia (1.860.359,67 km²) dan merupakan provinsi terkecil setelah Provinsi DKI Jakarta. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri

description

tugas teknik demografi

Transcript of Profil Kependudukan Prov DIY

Page 1: Profil Kependudukan Prov DIY

BAB I GAMBARAN UMUM WILAYAH

1.1 Keadaan Geografis

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi di

wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa

Yogyakarta di bagian selatan dibatasi Lautan Indonesia, bagian timur laut

dibatasi oleh Kabupaten Klaten, bagian tenggara dibatasi oleh Kabupaten

Wonogiri, bagian barat dibatasi oleh Kabupaten Purworejo, dan pada bagian

barat laut dibatasi oleh Kabupaen Magelang.

Berdasarkan satuan fisiografis, Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari

Pegunungan Selatan dengan luas ± 1.656,25 km2 dengan ketinggian antara

150-700 mdpl, Gunung Berapi Merapi dengan luas ± 582,81 km2 dengan

ketinggian 80-2.911 mdpl, dataran rendah antara Pegunungan Selatan dan

Pegunungan Kulon Progo dengan luas ± 215,62 km2 dengan ketinggian antara

0-80 mdpl, serta Pegunungan Kulon Progo dan Dataran Rendah Selatan

dengan luas ± 706,25 km2 dengan ketinggian antara 0-572 mdpl.

Posisi D.I. Yogyakarta yang terletak antara 7°.33’ - 8°.12’ Lintang Selatan

dan 110°.00’ 110°.50’ Bujur Timur, tercatat memiliki luas 3.185,80 km² atau

0,17 persen dari luas Indonesia (1.860.359,67 km²) dan merupakan provinsi

terkecil setelah Provinsi DKI Jakarta. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

terdiri dari 5 kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Kulon Progo, Bantul, Gunung

Kidul, Sleman, dan Kota Yogyakarta.

Tabel 1.1.1 Luas Wilayah, Ketinggian, dan Jarak Lurus ke Ibukota

Provinsi menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta Tahun 2007

Kabupaten/Kota

IbukotaLuas

Wilayah(km2)

Persentase Luas(%)

Ketinggian

Jarak Lurus(km)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)Kulon Progo Wates 586,27 18,40 50 22Bantul Bantul 506,85 15,91 45 12Gunung Kidul Wonosari 1.485,36 46,63 185 30Sleman Sleman 574,82 18,04 145 9Yogyakarta Yogyakarta 32,50 1,02 75 2Provinsi DIY Yogyakarta 3.185,80 100,00

Sumber : Badan Pertanahan Nasional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Page 2: Profil Kependudukan Prov DIY

1.2 Keadaan Ekonomi

1.2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan perhitungan PDRB atas harga konstan, perekonomian

Provinsi D.I. Yogyakarta tahun 2007 tumbuh sekitar 4,31 persen, lebih

tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 3,70

persen(angka diperbaiki). Hal yang menggembirakan dari gambaran

ekonomi D.I. Yogyakarta tahun 2007 adalah pertumbuhan positif dari

seluruh sektor. Sektor pertambangan/penggalian mengalami

partumbuhan paling besar yaitu sebesar 9,69 persen, disusul dengan

sektor bangunan dan listrik/gas/air masing-masing sebesar 9,66 persen

dan 8,45 persen. Sektor keuangan, sector angkutan/komunikasi, sektor

perdagangan dan sektor jasa-jasa tahun ini tumbuh positif sebesar 6,49

persen, 6,45 persen dan 5,06 persen dan 3,61 persen. Sedangkan

pertumbuhan sektor industry pengolahan dan sektor pertanian relatif

kecil, tercatat sebesar 1,89 persen dan 0,80 persen. Meski andil sektor

industri masih lebih kecil dari sektor perdagangan/hotel/restauran,

sektor pertanian ataupun sektor jasa-jasa, namun sektor industri tetap

merupakan salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi yang potensial

karena sifat industri yang mampu mendorong pembentukan nilai

tambah yang tinggi.

1.2.2 Struktur Ekonomi

Nilai Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku

Provinsi D.I. Yogyakarta pada tahun 2007 tercatat sebesar Rp

32.916.736 juta dengan PDRB per kapita sebesar Rp 9.584.047 atau

naik 10,77 persen. Berdasarkan komposisi nilai Produk Domestik

Regional Bruto atas dasar harga berlaku dapat diketahui bahwa peran

sektor pertanian sebagai penyumbang terbesar dalam perekonomian

Provinsi D.I. Yogyakarta mulai tergeser oleh sektor lain. Pada tahun

2007, andil terbesar berasal dari sektor jasa-jasa sebesar 19,79 persen.

Kemudian sektor perdagangan/hotel/restaurant, sektor pertanian dan

sektor industri pengolahan memiliki andil 19,22 persen, 15,01 persen,

Page 3: Profil Kependudukan Prov DIY

dan 13,06 persen. Sektor bangunan, sector angkutan/komunikasi,

sektor keuangan tercatat sebesar 10,54 persen, 10,08 persen dan 9,69

persen. Sedangkan sektor listrik/gas/air bersih dan sektor

pertambangan dan penggalian merupakan sektor dengan andil terkecil

atau tercatat sebesar masing-masing sebesar 1,29 persen dan 0,79

persen dari total PDRB harga berlaku.

1.3 Keadaan Sosial Budaya

1.3.1 Pendidikan

Kualitas pendidikan yang memadai diperlukan penduduk untuk

meningkatkan kualitas hidup mereka. Tingginya permintaan jasa

pendidikan menuntut tersedianya penyelenggara pendidikan yang

makin bermutu. Secara nasional, pendidikan diselenggarakan baik oleh

pemerintah maupun swasta. Pada jenjang Sekolah Dasar(SD), pada

tahun 2007 memiliki 2.035 sekolah dengan jumlah murid sebanyak

307.475 anak dan diasuh oleh 23.149 guru. Untuk jenjang pendidikan

yang lebih tinggi, yakni SMP tercatat sebanyak 500 sekolah dengan

147.569 anak didik yang diasuh oleh 12.988 orang guru. Pada Sekolah

Menengah Umum, tercatat sebanyak 7.175 orang guru yang mengajar

62.100 siswa yang tersebar pada 208 sekolah. Adapun untuk tingkat

Sekolah Menengah Kejuruan terdapat 173 unit sekolah dengan 63.359

siswa yang diajar oleh 6.849 orang guru. Pada jenjang perguruan tinggi

negeri, Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki Universitas Gadjah

Mada(UGM), Universitas Negeri Yogyakarta(UNY), Universitas

Islam Indonesia(UII), Institut Seni Indonesia(ISI), Sekolah Tinggi

Pertanahan Nasional(STPN), Sekolah Tinggi Teknik Nuklir(STTN)

dan Akademi Teknologi Kulit(ATK) dengan jumlah mahasiswa

keseluruhan sebanyak 84.344 orang atau naik 3,45 persen

dibandingkan tahun 2006, yang diajar 4.213 dosen tetap. Adapun

perguruan tinggi swasta(PTS) tercatat sebanyak 123 institusi dengan

rincian 48,78 persen akademi, 27,64 persen sekolah tinggi, 13,82

Page 4: Profil Kependudukan Prov DIY

persen universitas serta masing-masing 6,50 persen politeknik dan 3,25

persen institut yang diasuh oleh 17.444 orang dosen.

1.3.2 Kesehatan

Untuk meningkatkan kualitas kesehatan penduduk, pemerintah

berupaya menyediakan sarana dan prasarana kesehatan disertai tenaga

kesehatan yang memadai baik kualitas maupun kuantitas. Upaya ini

diarahkan agar tempat pelayanan kesehatan mudah dikunjungi dengan

biaya yang terjangkau oleh masyarakat. Pada tahun 2007 sarana

kesehatan yang tersedia di D.I. Yogyakarta sebanyak 44 unit rumah

sakit, 22 unit rumah bersalin, 35 unit balai pengobatan dan 118 unit

puskesmas induk. Untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk,

pemerintah mencanangkan program Keluarga Berencana (KB) dengan

memberikan sarana pelayanan dan prasarana yang memadai. Hal ini

memperoleh respon baik dari masyarakat yang tercermin dengan

tingginya pencapaian akseptor aktif, dan tahun 2007 tercatat mencapai

418.069 orang dari target sebanyak 422.209 orang atau 99,02 persen

dari target. 43,96 persen dari akseptor aktif memilih suntik, disusul

26,70 persen menggunakan IUD serta 12,88 persen memakai pil dan

selebihnya 16,46 persen menggunakan alat kontrasepsi lainnya.

1.3.3 Agama

Dari sekitar 3.518.589 orang pemeluk agama, agama Islam

merupakan agama yang dominan dipeluk yakni mencapai 91,08

persen. Disusul oleh agama Katholik 5,52 persen, Kristen 3,05 persen,

Hindu 0,18 persen, dan Budha 0,17 persen. Sejalan dengan komposisi

di atas, jumlah tempat peribadatan yang tersebar di DIY juga

didominasi oleh tempat ibadah umat Islam berupa masjid, mushola dan

langgar yang tercatat sebanyak 96,67 persen. Kemudian rumah ibadah

Kristen dan Katholik masing-masing 1,75 persen dan 1,16 persen serta

tempat ibadat umat Hindu dan Budha masing-masing 0,21 persen dan

0,20 persen.

Page 5: Profil Kependudukan Prov DIY

BAB II KONDISI DEMOGRAFI

2.1 Jumlah, Tingkat Pertumbuhan, Persebaran, dan Komposisi Penduduk

Jumlah penduduk di suatu daerah akan memberikan gambaran umum

tentang kebutuhan fasilitas sosial ekonomi yang meliputi fasilitas pendidikan,

kesehatan, kesempatan kerja dan aspek sosial ekonomi lainnya.

Peningkatan kebutuhan fasilitas sosial ekonomi di masa yang akan datang

dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk. Sebaran penduduk di daerah

kota atau desa merupakan cerminan dari keinginan penduduk untuk

mendapatkan kemudahan di daerah perkotaan daripada perdesaan. Disribusi

penduduk menurut wilayah pemerintahan memberikan gambaran terhadap

jangkauan program-program pemerintah di daerah.

Berdasarkan hasil Hasil Proyeksi SUPAS 2005, tahun 2007 jumlah

penduduk Provinsi D.I. Yogyakarta tercatat 3.434.534 jiwa, dengan persentase

jumlah penduduk laki-laki 50,16 persen dan penduduk perempuan 49,84

persen.

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 20123200000325000033000003350000340000034500003500000355000036000003650000

33655003400200

34345003452500

35019003534600

35666003597900

Grafik 2.1.1 Jumlah Penduduk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2005-2012

Jumlah Penduduk

Sumber : Proyeksi Penduduk Indonesia per Provinsi 2005-2012

Menurut daerah, persentase penduduk kota mencapai 60,57 persen dan

penduduk desa mencapai 39,31 persen (Susenas 2007). Pertumbuhan

penduduk pada tahun 2007 sebesar 1,01 persen relatif lebih rendah

dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya. Kabupaten Bantul,

Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta memiliki angka pertumbuhan di atas

angka provinsi, masing-masing sebesar 1,46 persen, 1,34 persen dan 1,32

Page 6: Profil Kependudukan Prov DIY

persen. Dengan luas wilayah 3.185,80 km2, kepadatan penduduk di D.I.

Yogyakarta tercatat 1.079 jiwa per km2. Kepadatan tertinggi terjadi di Kota

Yogyakarta yakni 13.881 jiwa per km2 dengan luas wilayah hanya sekitar 1

persen dari luas Provinsi DIY. Sedangkan Kabupaten Gunung kidul yang

memiliki wilayah terluas mencapai 46,63 persen memiliki kepadatan

penduduk terendah yang dihuni rata-rata 461 jiwa per km2.

Informasi tentang jumlah penduduk untuk kelompok usia tertentu penting

diketahui agar pembangunan dapat diarahkan sesuai kebutuhan penduduk

sebagai pelaku pembangunan. Dengan mengetahui jumlah dan persentase

penduduk tiap kelompok umur dapat diketahui berapa besar penduduk yang

berpotensi sebagai beban yaitu penduduk yang belum produktif(usia 0-14

tahun) termasuk bayi dan anak(usia 0-4 tahun) dan penduduk yang dianggap

kurang produktif(65 tahun ke atas). Selain itu juga dapat dilihat persentase

penduduk yang berpotensi sebagai modal dalam pembangunan yaitu penduduk

usia produktif atau usia 15-64 tahun.

Berdasarkan data SUPAS 2005 Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,

persebaran penduduk laki-laki pada kelompok umur 0-4 dan 15-64 tahun yang

tinggal di daerah perkotaan lebih banyak disbanding yang tinggal di

perdesaan. Kemudian untuk kelompok umur 65+ hampir sama.

Grafik 2.1.2 Penduduk Laki-Laki menurut Perkotaan dan Perdesaan di

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2005

Berdasarkan Data SUPAS 2005

0-14 15-64 65+0

100000

200000

300000

400000

500000

600000

700000

800000

215640

707025

69192171885

439980

66217

Perkotaan / UrbanPerdesaan / Rural

Sumber : Data SUPAS 2005 Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Page 7: Profil Kependudukan Prov DIY

Jumlah dan persentase penduduk kota di provinsi D.I. Yogyakarta pada

tahun 2003 sebesar 57,52%, namun pada tahun 2004 penduduk Kota mulai

bertambah menjadi 58,67% dan pada tahun 2005 bertambah menjadi 59,12,

akan tetapi pada tahun 2006 penduduk kota mengalami penurunan menjasi

55,81%. Jumlah penduduk desa pada tahun 2003 sebesar 42,48%, tahun 2004

mengalami penurunan menjadi 41,33%, pada tahun 2005 mengalami penurunan

menjadi 40,88%, dan pada tahun 2006 mengalami kenaikan menjadi 44,19%

(Susenas BPS Provinsi DIY, 2007)

Komposisi kelompok umur penduduk D.I. Yogyakarta didominasi oleh

kelompok usia dewasa yaitu umur 25-29 tahun sebesar 10,71 persen.

Kelompok umur 0-24 tahun tercatat 36,35 persen, kelompok umur 25-59

tahun 50,84 persen, dan lanjut usia yaitu umur 60 tahun ke atas sebesar 12,81

persen. Besarnya proporsi mereka yang berusia lanjut mengisyaratkan

tingginya usia harapan hidup penduduk DIY.

Grafik 2.1.3 Jumlah Penduduk Hasil Proyeksi SUPAS 2005 menurut

Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta Tahun 2007

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Dari piramida di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk pada usia produktif

sangat besar. Hal ini mengindikasikan potensi tenaga kerja yang besar yang

seharusnya diimbangi dengan tercukupinya kesempatan kerja yang ada.

Penduduk muda berusia di bawah 15 tahun umumnya dianggap sebagai

penduduk yang belum produktif karena secara ekonomis masih tergantung pada

Page 8: Profil Kependudukan Prov DIY

orang tua atau orang lain yang menanggungnya. Selain itu penduduk berusia di atas

65 tahun juga dianggap tidak produktif lagi sesudah melewati masa pensiun. Pada

tahun 2007 dependency ratio di Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 38,55. NIlai

tersebut meningkat dari 29,44 pada tahun 2006. Hal ini mengindikasikan bahwa

tanggungan bagi penduduk usia produktif semakin meningkat.

Pengembangan perencanaan pembangunan yang berwawasan gender berkaitan

dengan perimbangan pembangunan laki-laki dan perempuan secara adil. Rasio jenis

kelamin(sex ratio) merupakan salah satu indicator yang digunakan dalam melihat

perimbangan antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan data jumlah penduduk

menurut jenis kelamin hasil SUPAS 2005 dan proyeksinya, sex ratio di Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta berada di atas nilai 100. Tercatat tahun 2005 sex ratio

sebesar 100,18 meningkat seiring tahun dan pada tahun 2008 sebesar 100,76. Nilai ini

berarti bahwa di wilayah DIY penduduk laki-laki lebih banyak dinbandingkan dengan

penduduk perempuan.

2.2 Komponen Pertumbuhan Penduduk

2.2.1 Fertilitas

Fertilitas atau kelahiran merupakan salah satu faktor penambah

jumlah penduduk disamping migrasi masuk. Kelahiran bayi membawa

konsekuensi pemenuhan kebutuhan tumbuh kembang bayi tersebut,

termasuk pemenuhan gizi dan kecukupan kalori, serta perawatan

kesehatan. Pada gilirannya, bayi ini akan tumbuh menjadi anak usia

sekolah yang menuntut pendidikan, lalu masuk angkatan kerja dan

menuntut pekerjaan. Bayi perempuan akan tumbuh menjadi remaja

perempuan dan perempuan usia subur yang akan menikah dan

melahirkan bayi.

Tingkat kelahiran di masa lalu mempengaruhi tingginya tingkat

fertilitas masa kini. Jumlah kelahiran yang besar di masa lalu disertai

dengan penurunan kematian bayi akan menyebabkan bayi-bayi tersebut

tetap hidup dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan

tahun-tahun sebelumnya disaat kematian bayi masih tinggi. Lima belas

tahun kemudian bayi-bayi ini akan membentuk kelompok perempuan

usia subur.

Page 9: Profil Kependudukan Prov DIY

Informasi tentang jumlah kelahiran bermanfaat untuk perencanaan

pembangunan berbagai fasilitas yang dibutuhka khususnya fasilitas

kesehatan ibu dan anak, baik untuk masa kini maupun untuk masa yang

akan datang. Selain itu data tentang jumlah kelahiran merupakan dasar

untuk perhitungan berbagai indicator fertilitas seperti Angka Kelahiran

Kasar(CBR), Angka Kelahiran Menurut Umur(ASFR), Angka Fertilitas

Total, Angka Reproduksi Bersih, dan Rasio Angka Manusia.

Semakin tinggi CBR menggambarkan bahwa jumlah wanita usia

subur yang melahirkan semakin tinggi. Berdasakan parameter Hasil

Proyeksi Penduduk SP 2000 di Provinsi D.I.Yogyakarta Tahun 2000–

2025 dari BPS 2006/2007, CBR tertinggi pada tahun 2005 yaitu sebesar

12,0 per 1000 penduduk. Akan tetapi mulai tahun 2010 mengalami

penurunan. Pada tahun 2025, CBR sebesar 8,9 per 1.000 penduduk,

sehingga CBR mengalalami penurunan sangat signifikan yaitu sebesar

3,1 selama satu tahun setiap 1.000 penduduk. Hal ini dapat disebabkan

banyaknya wanita usia subur yang tidak menikah maupun tidak

melahirkan.

Age Specific Fertility Rate(ASFR) merupakan indicator kelahiran

yang memperhitungkan perbedaan fertilitas dari perempuan yang

terpapar untuk melahirkan yaitu perempuan usia subur dengan

memperhatikan karakteristik kelompok umurnya. Secara alamiah

potensi(fekunditas) perempuan untuk melahirkan berbeda menurut

umur dan menjadi steril setelah menopause atau usia 49 tahun. Nilai

ASFR ini berguna untuk pelaksanaan program KB dan peningkatan

pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Berdasarkan data gabungan Susenas tahun 2003, 2004, 2005

diperoleh nilai ASFR 2000 menurut umur wanita seperti tergambar

dalam grafik di bawah ini.

Page 10: Profil Kependudukan Prov DIY

15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-490

20406080

100120

18

83

111

84

44

143

Grafik 2.2.1 ASFR Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Berdasarkan Data Gabungan

Susenas 2003-2005

ASFR 2000

Sumber : Data gabungan Susenas 2003, 2004, 2005

Dari grafik di atas terlihat bahwa pola ASFR mengikuti huruf U

terbalik, rendah pada kelompok umur 15-19 tahun dan umur 40-49

tahun, dan tinggi pada perempuan kelompok umur 20-34 tahun, dengan

puncaknya pada perempuan kelompok umur 25-29 tahun, yaitu sebesar

111. Hal ini berarti dari 1000 perempuan yang berusia antara 25-29

tahun terdapat 111 kelahiran hidup pada kurun waktu 2003-2005.

Puncak ASFR yang terletak pada kelompok umur 25-29 tahun dapat

mengindikasikan bahwa kelahiran pada tahun tersebut paling banyak

dikontribusi oleh perempuan pada kelompok umur 25-29 tahun. Hal ini

juga dapat berarti bahwa anjuran pemerintah untuk tidak melahirkan

pada usia yang terlalu muda sudah mencapai sasaran. Fenomena ini bisa

juga dikaitkan lebih jauh dengan suksesnya program wajib belajar

sembilan tahun yang menyebabkan semakin banyaknya perempuan

muda yang bersekolah lebih tinggi, dan semakin terbukanya

kesempatan bagi perempuan di pasar kerja. Pada akhirnya, hal ini akan

membuat banyak perempuan menunda untuk menikah dan melahirkan

karena pada umumnya mereka yang menikah dan melahirkan pada usia

muda secara fisik dan emosional sebetulnya belum matang.

Total Fertility Rate(TFR) merupakan gambaran mengenai rata-rata

jumlah anak yang dilahirkan seorang perempuan dari usia 15 sampai 49

tahun. Perbandingan angka TFR antar negara atau antar daerah dapat

menunjukkan keberhasilan daerah dalam melaksanakan pembangunan

Page 11: Profil Kependudukan Prov DIY

sosial ekonominya. Berdasarkan data demografi Badan Pusat Statistik

diperoleh tren TFR provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang

cenderung semakin menurun dari tahun ke tahun. Selain itu nilai TFR

provinsi ini lebih rendah jika dibandngkan dengan provinsi lainnya.

Angka TFR yang tinggi dapat merupakan cerminan rata-rata usia kawin

yang rendah,  tingkat pendidikan yang rendah terutama perempuannya,

tingkat sosial ekonomi rendah atau tingkat kemiskinan yang tinggi.

Selain itu tentu saja menunjukkan tingkat keberhasilan program

Keluarga Berencana(KB) yang dilaksanakan selama tiga dekade ini.

Diketahunya TFR untuk suatu daerah akan membantu para perencana

program pembangunan untuk meningkatkan rata-rata usia kawin,

meningkatkan program pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan

pelayanan ibu hamil dan perawatan anak.

1968 1972 1977 1982 1987 1992 1997 20000

0.51

1.52

2.53

3.54

4.55

4.754.47

3.422.93

2.08 2

1.441.79

Grafik 2.2.2 Trend TFR Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

TFR

Sumber : Data Demografi Badan Pusat Statistik

Berdasarkan parameter Hasil Proyeksi Penduduk SP 2000 di

Provinsi D.I.Yogyakarta Tahun 2000–2025 dari BPS 2006/2007,

taksiran jumlah total anak yang dilahirkan oleh 1000 wanita bila para

wanita tersebut secara terus manerus hamil pada saat mereka berada

dalam tingkat fertilitas menurut usia pada saat sekarang atau rata-rata

jumlah anak yang dapat dilahirkan seorang wanita selama masa

Page 12: Profil Kependudukan Prov DIY

hidupnya dari tahun 2000–2025 tidak mengalami peningkatan yaitu 1,4.

Dapat diinterpretasikan bawa jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang

ibu selama hidupnya adalah 1,4. Jumlah kelahiran pada tahun 2007

yang dilaporkan dari dinas kesehatan Kabupaten/Kota adalah sejumlah

44.203 lahir hidup dan 234 lahir mati dengan jumlah kelahiran

terbanyak di wilayah kabupaten Bantul (12.729) dan terendah (4.872) di

kota yogyakarta(Dinkes DIY, 2008).

2.2.2 Mortalitas

Mortalitas atau kematian dapat menimpa siapa saja, tua, muda,

kapan dan dimana saja. Kasus kematian terutama dalam jumlah banyak

berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi, adat istiadat maupun

masalah kesehatan lingkungan. Indikator kematian berguna untuk

memonitor kinerja pemerintah pusat maupun lokal dalam peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Mortalitas atau kematian merupakan salah

satu dari tiga komponen demografi selain fertilitas dan migrasi yang

dapat mempengaruhi jumlah dan komposisi umur penduduk.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefiniskan kematian

sebagai suatu peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan

secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup.

Dalam hal kematian, Indonesia mempunyai komitmen untuk mencapai

sasara Millenium Development Goals (MDG) untuk menurunkan angka

kematian anak sebesar dua per tiga dari angka di tahun 1990 atau menjadi 20

per 1000 kelahiran bayi pada tahun 2015 dan menurunkan kematian Ibu

sebesar tiga perempatnya menjadi 124 per 100.000 kelahiran. Untuk mencapai

tujuan ini diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dari berbagai instansi

terkait, mulai dari pemerintah baik pusat maupun daerah, LSM dan

masyarakat pada umumnya. Untuk mengembangkan rogram-program tersebut

pemerintah daerah perlu memperhatikan indicator-indikator kematian.

Berdasarkan parameter Hasil Proyeksi SP 2000 di Provinsi ini, angka

kematian terendah pada tahun pada tahun 2005 yaitu sebesar 7,8 per 1.000

penduduk, sedangkan angka kematian tertinggi pada tahun 2025 yaitu 9,2 per

1.000 penduduk. Tingginya angka kematian kasar di provinsi DIY dapat

Page 13: Profil Kependudukan Prov DIY

disebabkan penyakit gaya hidup maupun penyakit degeneratif yang

mendominasi pola penyebab kematian terbesar di Provinsi

D.I.Yogyakarta(Dinkes, 2008).

2000 2005 2010 2015 2020 20257

7.5

8

8.5

9

9.5

87.8 7.9

8.18.4

9.2

Grafik 2.2.3 Angka Kematian Kasar/Crude Death Rate(CDR) Hasil Proyeksi SP 2000 Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta Tahun 2000-2025

CDR

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Tahun 2008 Dinas Kesehatan Provinsi D.I.Yogyakarta

menyelenggarakan kegiatan Gerakan untuk Kesejahteraan Balita

(GARBA) yang diharapkan dapat menurunkan Angka Kematian Ibu,

Bayi dan Balita untuk mmepercepat penurunan Gizi buruk di provinsi

D.I.Yogyakarta. Angka Kematian Bayi (AKB) di D.I. Yogyakarta dari

tahun 2000 sampai dengan tahun 2025 berdasarkan parameter hasil

Proyeksi Penduduk di Provinsi D.I.Yogyakarta sebagai berikut:

Grafik 2.2.4 Angka Kematian Bayi Berdasarkan Proyeksi SP 2000

Provinsi Daerah Istimwa Yogyakarta

Tahun 2000-2025

2000 2005 2010 2015 2020 20250

10

20

30

40

50

60

21.216.6 13.6 11.6 10.4 10.4

1511.9

9.8 8.5 7.8 7.8

18.2

14.311.8

10.1 9.1 9.1AKB laki-laki dan perempuanAKB PerempuanAKB laki-laki

Page 14: Profil Kependudukan Prov DIY

Sumber : Proyeksi penduduk Indonesia 2000-2025 BPS Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta

Dari hasil proyeksi tersebut diatas dapat diketahui bahwa pada

kurun waktu 2000-2005 (5 tahun) penurunan AKB rata-rata per tahun

adalah 3,9% yaitu dari 18,3 kematian bayi setiap 1.000 kelahiran hidup

pada tahun 2000 menjadi 14,3 kematian bayi per seribu kelahiran hidup

pada tahun 2005. Sedangkan untuk periode tahun 2005 -2010

penurunan AKB rata-rata per tahun adalah 2,5% yaitu dari 14,3

kematian bayi setiap 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi

11,8 kematian bayi setiap 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2010.

Periode tahun 2010 - 2015 penurunan AKB rata-rata per tahun adalah

1,7% yaitu dari 11,8 kematian bayi setiap 1.000 kelahiran hidup pada

tahun 2010 menjadi 10,1 kematian bayi setiap 1.000 kelahiran hidup

pada tahun 2015. Periode tahun 2015 – 2020 penurunan AKB rata-rata

per tahun sebesar 1,0% yaitu 10,1 kematian bayi setiap 1000 kelahiran

hidup pada tahun 2015 menjadi 9,1 kematian bayi setiap1000 kelahiran

hidup. Periode tahun 2020 - 2025 tidak terjadi penurunan yaitu 9,1

kematian bayi setiap 1000 kelahiran hidup pada tahun 2020 sampai

dengan 2025.

Angka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup di Provinsi

D.I.Yogyakarta sampai dengan tahun 2007 lebih rendah dari pada target angka

nasional.

Hasil pelaporan yang disampaikan melalui Dinas Kesehatan

kabupaten/kota pada tahun 2007 jumlah kematian bayi di propinsi DIY

sebanyak 317 bayi dengan jumlah kematian bayi terbanyak di kabupaten

Kulon Progo (107 kematian bayi) dan terendah di kota yogyakarta (15

kematian bayi).

Angka Kematian Balita (0-4 tahun) adalah jumlah kematian anak

umur 0-4 tahun per 1.000 kelahiran hidup. AKABA menggambarkan

tingkat permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor lain yang

berpengaruh terhadap kesehatan anak balita seperti gizi, sanitasi,

Page 15: Profil Kependudukan Prov DIY

penyakit menular dan kecelakaan. Angka Kematian balita di D.I.

Yogyakarta dalam beberapa tahun terakhir (kecuali tahun 2002) terlihat

mengalami penurunan terus-menerus. Pada tahun 1986 AKABA

diperkirakan sebesar 58 per 1.000 kelahiran hidup, kemudian turun

menjadi 53 pada tahun 1992 dan turun kembali menjadi 28 pada tahun

2.000. Sedangkan AKABA pada tahun 2002 diperkirakan sebesar 43

per 1.000 kelahiran hidup dan ternyata Hasil Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia 2002-2003 (SDKI 2002-2003) menunjukkan

bahwa AKABA mencapai angka 23 per 1.000 kelahiran hidup.

Perkembangan AKABA dalam 15 tahun terakhir terdapat pada grafik di

bawah ini.

1986 1992 1993 2000 2002 2003 20070

20

40

60

80

100

120

98

53 52

2843

23 22

Grafik 2.2.5 Angka Kematian Balita per 1000 Ke-lahiran Hidup Provinsi Daerah Istimewa Yo-

gyakarta Tahun 1986, 1992, 1993, 2000, 2003, dan 2007

AKABA

Sumber : Profil Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,

2008(Berdasarkan laporan program kesehatan ibu dan anak,

untuk tahun 2003 dan 2007 berasal dari SDKI 2002-2003 dan

SDKI 2007)

Angka Kematian Ibu (AKI) yang diperoleh melalui SDKI dan

SKRT hanya menggambarkan angka nasional dan tidak dirancang

untuk mengukur angka kematian ibu menurut provinsi. Hasil Susenas

tahun 2005 menunjukkan angka kematian ibu di Provinsi DIY sebesar

105/100.000 kelahiran hidup, angka ini mengalami penurunan

dibandingkan hasil Susenas sebelumnya, yaitu sebesar 110/100.000

kelahiran hidup.

Page 16: Profil Kependudukan Prov DIY

Jumlah kematian ibu yang terlaporkan dari pencatatan dan

pelaporan melalui dinas kesehatan tahun 2007 dilaporkan sebesar 34

kasus kematian dengan perincian kematian pada ibu hamil sebanyak 3

kasus, kematian ibu bersalin 16 dan kematian ibu nifas sebanyak 15

kasus(Dinkes DIY, 2008).

2.2.3 Migrasi

Perpindahan penduduk (migrasi atau mobilitas) merupakan salah

satu dari tiga komponen utama pertumbuhan penduduk yang dapat

menambah atau mengurangi jumlah penduduk. Komponen ini bersama

dengan kelahiran dan kematian mempengaruhi dinamika penduduk di

suatu wilayah seperti jumlah, komposisi, dan distribusi keruangan.

Tinjauan migrasi secara regional sangat penting dilakukan terutama

terkait dengan kepadatan dan distribusi penduduk yang tidak merata,

adanya faktor-faktor pendorong dan penarik bagi penduduk untuk

melakukan migrasi, kelancaran sarana transportasi antar wilayah, dan

pembangunan wilayah dalam kaitannya dengan desentralisasi

pembangunan.

Sebagai upaya melakukan pemerataan penyebaran penduduk antar

wilayah di Indonesia, pemerintah melakukan transmigrasi penduduk.

Jumlah transmigran dari DIY pada tahun 2007 tercatat sebanyak 289

KK atau sebanyak 957 jiwa. Jumlah KK transmigran terbanyak berasal

dari Kabupaten Kulonprogo serta daerah penempatan terbanyak adalah

Provinsi Kalimantan Selatan(DDA DIY, 2008).