PROFESIONALISME GURU Vs GURU BERSERTIFIKASI …staff.uny.ac.id/sites/default/files/131872515/B13...

8
SEMINAR INTERNASIONAL Revitalisasi Pendidikan Kejuruan dalam Pengembangan SDM Nasional 1011 PROFESIONALISME GURU Vs GURU BERSERTIFIKASI : TINJAUAN KRITIS TERHADAP PELAKSANAAN SERTIFIKASI GURU Oleh Mutaqin * ABSTRACT Profesionalisme guru merupakan tuntutan kerja seiring dengan perkembangan sains teknologi dan merebaknya globalisme dalam berbagai sektor kehidupan. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan sebuah perjuangan sekaligus komitmen untuk meningakatkan kualitas guru yaitu kualifikasi akademik dan kompetensi profesi pendidik sebagai agen pembelajaran. Sertifikasi guru merupakan salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas guru sehingga pembelajaran di sekolah menjadi semakin berkualitas.Dalam praktiknya, pelaksanaan sertifikasi guru ada kecenderungan berorientasi memisahkan antara guru yang “profesional” dan belum (amatir). Demikian pula dalam pelaksanaan sertifikasi masih banyak ditemukan adanya beberapa penyimpangan dari semestinya. Belum lagi sertifikasi ini juga masih membuka peluang sekadar meningkatkan pendapatan daripada kualitas mengajar. Uji Sertifikasi bagi guru mesti dipahami sebagai sebuah sarana untuk mencapai tujuan yaitu kualitas guru, bukan sekedar menjadi guru yang bersertifikat. Sertifikasi bukan tujuan itu sendiri. Kesadaran dan pemahaman yang benar tentang hakekat sertifikasi akan melahirkan aktivitas yang benar dan elegan, bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk mencapai kualitas. Keyword: profesionalisme, guru, dan sertifikasi, * Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FT UNY Yogyakarta Pendahuluan Pembicaraan tentang profesionalisme guru saat ini menjadi sesuatu yang mengemuka ke ruang publik seiring dengan tuntutan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Oleh banyak kalangan, mutu pendidikan Indonesia dianggap masih rendah karena beberapa indikator antara lain: Pertama, lulusan dari sekolah dan perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki. Dalam sebuah surat kabar, dikata- kan bahwa kaum industriawan merasa kegerahan harus mendidik kembali lulusan yang diterimanya, usahawan yang kecewa atas bekal keterampilan para tenaga kerja baru yang minim dengan kompetensi rendah (Suara Merdeka, Senin, 20 Februari 2006). Bekal kecakapan yang diperoleh di lembaga pendidikan belum memadai untuk digunakan secara mandiri, karena yang terjadi di lembaga pendidikan hanya transfer of knowledge semata yang mengakibatkan anak didik tidak inovatif, dan tidak kreatif, bahkan tidak pandai dalam menyiasati persoalan-persoalan di seputar lingkungannya. Kedua, Peringkat indeks pengembangan manusia (Human Development Index) masih sangat rendah, demikian pula mutu akademik sekolah di Idonesia. Menurut data tahun 2004, dari 117 negara yang disurvei Indonesia berada pada peringkat 111 dan pada tahun 2005 peringkat 110 dibawah Vietnam yang berada di peringkat 108. Mutu akademik di bidang IPA, Matematika dan Kemampuan Membaca sesuai hasil penelitian Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2003

Transcript of PROFESIONALISME GURU Vs GURU BERSERTIFIKASI …staff.uny.ac.id/sites/default/files/131872515/B13...

SEMINAR INTERNASIONALRevitalisasi Pendidikan Kejuruan dalam Pengembangan SDM Nasional

1011

PROFESIONALISME GURU Vs GURU BERSERTIFIKASI : TINJAUAN KRITISTERHADAP PELAKSANAAN SERTIFIKASI GURU

Oleh

Mutaqin *

ABSTRACTProfesionalisme guru merupakan tuntutan kerja seiring dengan perkembangan sainsteknologi dan merebaknya globalisme dalam berbagai sektor kehidupan. Undang-UndangNomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen merupakan sebuah perjuangan sekaliguskomitmen untuk meningakatkan kualitas guru yaitu kualifikasi akademik dan kompetensiprofesi pendidik sebagai agen pembelajaran. Sertifikasi guru merupakan salah satuupaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas guru sehingga pembelajaran di sekolahmenjadi semakin berkualitas.Dalam praktiknya, pelaksanaan sertifikasi guru adakecenderungan berorientasi memisahkan antara guru yang “profesional” dan belum(amatir). Demikian pula dalam pelaksanaan sertifikasi masih banyak ditemukan adanyabeberapa penyimpangan dari semestinya. Belum lagi sertifikasi ini juga masih membukapeluang sekadar meningkatkan pendapatan daripada kualitas mengajar. Uji Sertifikasibagi guru mesti dipahami sebagai sebuah sarana untuk mencapai tujuan yaitu kualitasguru, bukan sekedar menjadi guru yang bersertifikat. Sertifikasi bukan tujuan itu sendiri.Kesadaran dan pemahaman yang benar tentang hakekat sertifikasi akan melahirkanaktivitas yang benar dan elegan, bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk mencapaikualitas.

Keyword: profesionalisme, guru, dan sertifikasi,

* Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FT UNY Yogyakarta

PendahuluanPembicaraan tentang profesionalisme

guru saat ini menjadi sesuatu yangmengemuka ke ruang publik seiringdengan tuntutan untuk meningkatkanmutu pendidikan di Indonesia. Olehbanyak kalangan, mutu pendidikanIndonesia dianggap masih rendah karenabeberapa indikator antara lain: Pertama,lulusan dari sekolah dan perguruan tinggiyang belum siap memasuki dunia kerjakarena minimnya kompetensi yangdimiliki. Dalam sebuah surat kabar, dikata-kan bahwa kaum industriawan merasakegerahan harus mendidik kembalilulusan yang diterimanya, usahawan yangkecewa atas bekal keterampilan paratenaga kerja baru yang minim dengankompetensi rendah (Suara Merdeka,Senin, 20 Februari 2006). Bekalkecakapan yang diperoleh di lembaga

pendidikan belum memadai untukdigunakan secara mandiri, karena yangterjadi di lembaga pendidikan hanyatransfer of knowledge semata yangmengakibatkan anak didik tidak inovatif,dan tidak kreatif, bahkan tidak pandaidalam menyiasati persoalan-persoalan diseputar lingkungannya.

Kedua, Peringkat indekspengembangan manusia (HumanDevelopment Index) masih sangat rendah,demikian pula mutu akademik sekolah diIdonesia. Menurut data tahun 2004, dari117 negara yang disurvei Indonesiaberada pada peringkat 111 dan padatahun 2005 peringkat 110 dibawahVietnam yang berada di peringkat 108.Mutu akademik di bidang IPA, Matematikadan Kemampuan Membaca sesuai hasilpenelitian Programme for InternationalStudent Assesment (PISA) tahun 2003

SEMINAR INTERNASIONALRevitalisasi Pendidikan Kejuruan dalam Pengembangan SDM Nasional

1012

menunjukan bahwa dari 41 negara yangdisurvei untuk bidang IPA Indonesiaberada pada peringkat 38, untukMatematika dan kemampuan membacamenempati peringkat 39 (Octavianus S,200…….). Keempat, sebagai konsekuensilogis dari indikator-indikator diatas adalahpenguasaan terhadap IPTEK dimana kitamasih tertinggal dari negara-negaraseperti Malaysia, Singapura, danThailand.

Dengan tetangga dekat Malaysia yangpernah berguru pada kita sebagai''saudara tua'', beberapa institusipendidikan tingginya ternyata mampumengungguli beberapa tingkat di atasperguruan tinggi ternama kita. Kejutan inimenyadarkan bahwa dunia pendidikanIndonesia ternyata hanya jalan di tempat.Catatan panjang ini memberi warningbetapa terpuruknya keberadaan duniapendidikan kita, dan itu butuh solusisegera kalau tidak mau dianggaptertinggal. Ketertinggalan, keterpurukankualitas pendidikan seringkali dialamatkanpada kualitas guru yang dimiliki, takterkecuali dosen, dan tenagakependidikan lainnya.

Guru (dosen) akhirnya menjadi salahsatu faktor yang menentukan dalamkonteks meningkatkan mutu pendidikandan menciptakan sumber daya manusiayang berkualitas, karena guru adalahgarda terdepan yang berhadapanlangsung dan berinteraksi dengan siswadalam proses belajar mengajar. Mutupendidikan yang baik dapat dicapaidengan guru yang profesional dengansegala kompetensi yang dimiliki.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun2005 tentang Guru dan Dosen merupakansebuah perjuangan sekaligus komitmenuntuk meningakatkan kualitas guru yaitukualifikasi akademik dan kompetensiprofesi pendidik sebagai agen pem-belajaran. Kualifikasi akademik diperolehmelalui pendidikan tinggi program sarjana(S1) atau D4. Sedangkan kompetensiprofesi pendidik meliputi kompetensipedagogik, kompetensi kepribadian,kompetensi profesional dan kompetensisosial. Dengan sertifikat profesi, yang

diperoleh setelah melalui uji sertifikasilewat penilaian portofolio (rekamankinerja) guru, maka seorang guru berhakmendapat tunjangan profesi sebesar 1bulan gaji pokok (Dirjen PMPTK, 2007).Intinya, Undang-Undang Guru dan Dosenadalah upaya meningkatkan kualitaskompetensi guru seiring denganpeningkatan kesejahteraan mereka.

Persoalannya sekarang, bagaimanapersepsi guru terhadap uji sertifikasi?Bagaimana pula kesiapan guru untukmenghadapi pelaksanaan sertifikasitersebut ? dan adakah suatu garansibahwa dengan memiliki sertifikasi, guruakan lebih bermutu? Bagaimana agarsertifikasi bisa meningkatkan kualitaskompetensi guru?" Analisa terhadappertanyaan-pertanyaan ini mesti dikritisisebagai sebuah feed back untukpencapaian tujuan dan hakekatpelaksanaan uji sertifikasi itu sendiri.

Kritisi terhadap Pelaksanaan SertifikasiGuru1. Profesionalisme Guru

Profesionalisme guru merupakantuntutan kerja seiring dengan per-kembangan sains teknologi dan merebak-nya globalisme dalam berbagai sektorkehidupan. Suatu pola kerja yang di-proyeksikan untuk terciptanya pembelajar-an yang kondusif dengan memperhatikankeberagaman sebagai sumber inspirasiuntuk melakukan perbaikan danpeningkatan mutu pendidikan. Gurusebagai tenaga pendidikan secarasubstantif memegang peranan tidak hanyamelakukan pengajaran atau transfer ilmupengetahuan (kognitif), tetapi juga dituntutuntuk mampu memberikan bimbingan danpelatihan. Di dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 ditegaskan pada pasal 39bahwa: ”Tenaga pendidikan selainbertugas melaksanakan administrasi,pengelolaan, pengembangan, pelayanandalam satuan pendidikan, juga sebagaitenaga profesional yang bertugasmerencanakan dan melaksanakan prosesserta menilai hasil pembelajaran,bimbingan dan pelatihan.

SEMINAR INTERNASIONALRevitalisasi Pendidikan Kejuruan dalam Pengembangan SDM Nasional

1013

Sebagaimana pengertian profesionalyang terdapat dalam UU Guru dan Dosendapat diartikan sebagai berikut:”Profesional adalah pekerjaan ataukegiatan yang dilakukan oleh seseorangdan menjadi sumber penghasilankehidupan yang memerlukan keahlian,kemahiran, atau kecakapan yangmemenuhi standar mutu atau normatertentu serta memerlukan pendidikanprofesi” (Depdiknas,2005:2).

Sementara prinsip profesionalitas gurudan dosen UU No.14 tahun 2005 pasal 7ayat 1, merupakan bidang pekerjaankhusus yang dilaksanakan berdasarkanprinsip sebagai berikut; 1) Memiliki bakat,minat, panggilan jiwa, dan idealisme;memiliki komitmen untuk meningkatkanmutu pendidikan, keimanan, ketakwaan,dan akhlak mulia; 2) Memiliki kualifikasiakademik atau latar belakang pendidikansesuai dengan bidang tugas; 3) Memilikikompetensi yang diperlukan sesuaidengan bidang tugas; 4) memilikitanggungjawab atas pelaksanaan tugaskeprofesionalan; 5) Memperoleh peng-hasilan yang ditentukan sesuai denganprestasi kerja; 6) Memiliki kesempatanuntuk mengembangkan keprofesionalansecara berkelanjutan dengan belajarsepanjang hayat; 7) Memiliki jaminanperlindungan hukum dalam melaksanakantugas keprofesionalan; dan 8) Memilikiorganisasi profesi yang mempunyaikewenangan mengatur hal-hal yang ber-kaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Secara akademis, seorang guruprofesional ia memiliki keahlian ataukecakapan akademis atau dalam bidangilmu tertentu; cakap mempersiapkanpenyajian materi (pembuatan silabus;program tahunan, program semester)yang akan menjadi acuan penyajian; me-laksanakan penyajian materi; melaksana-kan evaluasi atas pelaksanaan yangdilakukan; serta mampu memperlakukansiswa secara adil dan secara manusiawi.

Berdasarkan berbagai kajian di atas,ada beberapa kewajiban yang harusdilaksanakan oleh seorang guruprofesional, yaitu : 1) Merencanakanpembelajaran, melaksanakan proses

pembelajaran yang bermutu, serta menilaidan mengevaluasi hasil pembelajaranyang bermutu, serta menilai dan meng-evaluasi hasil pembelajaran; 2) Me-ningkatkan dan mengembangkan kualifi-kasi akademik dan kompetensi secaraberkelanjutan sejalan dengan per-kembangan ilmu pengetahuan, teknologi,dan seni; 3) Bertindak obyektif dan tidakdiskriminatif atas dasar pertimbanganjenis kelamin, agama, suku, ras, dankondisi fisik tertentu, atau latar belakangkeluarga, dan status social ekonomiperserta didik dalam pembelajaran; 4)Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru,serta nilai-nilai agama dan etika; dan 5)Memelihara dan memupuk persatuan dankesatuan bangsa.

Tuntutan terhadap guru untuksenantiasa mengikuti perkembangansains, teknologi dan seni merupakantuntutan profesi, sehingga guru dapatsenantiasa menempatkan diri dalamperkembangannya. Guru tidak lagimenjadi satu-satunya sumber informasiakibat kemajuan teknologi yangmemberikan banyak peluang untuk setiaporang menjadi guru bagi dirinya sendiri,artinya ia bisa mengakess aneka jenisinformasi sebagai pengetahuan baru.Guru lebih diposisikian sebagai partnerbelajar, memfasilitasi belajar siswa sesuaidengan kondisi setempat secara kondusif.

Dalam kerja profesional, guru dituntutuntuk bisa melayani siswa sebagai subyekbelajar dan memperlakukannya secaraadil, melihat keberbedaan sebagaikeberagaman pribadi dengan anekapotensi yang harus dikembangkan. Makahubungan antara guru dengan siswamerupakan pola hubungan yang fleksibel,ada kalanya guru menempatkan dirisebagai patner belajar siswa, saat yanglain sebagai pembimbing, dan berposisisebagai penerima informasi yang belumdiketahuinya. Di inilah pembelajaranberlangsung dalam sebuah orkestrasipembelajaran yang melihat segalasesuatu di sekitar guru sebagaipembelajar potensi untuk mencapaikesuksesan belajar .

SEMINAR INTERNASIONALRevitalisasi Pendidikan Kejuruan dalam Pengembangan SDM Nasional

1014

Ukuran kesuksesan kerja profesionalbagi seorang guru dapat dilihat dari targetyang ingin dicapai dalam pembelajaran,serta kemampuan mengoptimalkanfasilitas belajar dan kondisi setempat.Persiapan pembelajaran menjadi sesuatuyang wajib dikerjakan, dan pelaksanaanaplikasi dalam kelas berpijak kepadapersiapan yang telah dibuat denganmenyesuaikan terhadap kondisi setempatatau kelas yang berbeda. Kepedulianuntuk mengembangkan kemampuanafektif, emosional, sosial dan spiritualsiswa, sesuatu yang vital untuk bisamelihat kelebihan atau keunggulan yangterdapat dalam diri anak. Peserta didikdiberi kesempatan untuk mengembangkandiri dan menemukan aktualisasi sehinggatumbuh rasa percaya diri.

Secara implikatif sikap profesionalis-me, guru dibutuhkan dalam upayastrategis untuk terlaksana dan tercapainyatujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi,yang dimulai dari implikasi dalam kelas.Lebih jauh lagi akan berpengaruhterhadap sistem pendidikan yangberlangsung dalam sekolah. Suatu sistemyang mencerminkan amanat Undang-Undang untuk memanusiakan manusia,terciptanya pendidikan yang demokratisdan berwawasan kebangsaan. Ber-kembangnya potensi manusia Indoensiayang bertakwa terhadap Tuhan YangMaha Esa, tanpa lupa mengembangkankecerdasan kognitif, afektif danpsikomotriknya.

2. Sertifikasi GuruSertifikasi guru merupakan salah satu

upaya pemerintah dalam meningkatkankualitas guru sehingga pembelajaran disekolah menjadi semakin berkualitas.Dalam buku panduan Sertifikasi Guruyang dikeluarkan oleh Direktorat ProfesiPendidik, dirjen PMPTK, Depdiknas 2007,dikatakan bahwa Sertifikasi guru bertuju-an untuk: 1) menentukan kelayakan gurudalam melaksanakan tugas sebagai agenpembelajaran dan mewujudkan tujuanpendidikan nasional, 2) peningkatanproses dan mutu hasil pendidikan, dan 3)peningkatan profesionalitas guru.

Selanjutnya dikatakan bahwa manfaatsertifikasi guru adalah : 1) Melindungiprofesi guru dari praktik-praktik yang tidakkompeten, yang dapat merusak citraprofesi guru; 2) Melindungi masyarakatdari praktik-praktik pendidikan yang tidakberkualitas dan tidak profesional; 3)Menjaga lembaga penyelenggarapendidikan tenaga kependidikan (LPTK)dari keinginan internal dan tekananeksternal yang menyimpang dariketentuan-ketentuan yang berlaku; 4)Meningkatkan kesejahateraan guru.

Sertifikasi guru adalah prosesperolehan sertifikat pendidik bagi guru.Sertifikat pendidik yang diperoleh guruberlaku sepanjang yang bersangkutanmelaksanakan tugas sebagai guru sesuaidengan peraturan perundang-undangan.Sertifikat pendidik ditandai dengan satunomor registrasi guru yang dikeluarkanoleh Departemen Pendidikan Nasional.

Sertifikat diperoleh melalui pendidikanprofesi yang diakhiri dengan ujikompetensi. Kompetensi yang harusdikuasai oleh guru meliputi kompetensipedagogik, kepribadian, sosial, danprofesional. Berdasarkan panduan ter-sebut dikemukakan bahwa prinsipsertifikasi guru : a) Dilaksanakan secaraObjektif, Transparan, dan Akuntabel, b)Berujung pada peningkatan mutupendidikan nasional melalui peningkatanmutu guru dan kesejahteraan guru, 3)Dilaksanakan sesuai dengan peraturandan perundang-undangan, 4) Dilaksana-kan secara terencana dan sistematis, 4)Menghargai pengalaman kerja guru, 5)Jumlah Peserta Sertifikasi Guru Ditetap-kan oleh Pemerintah

Dikatakan bahwa sertifikasi gurumelalui uji kompetensi memperhitungkanpengalaman profesionalitas guru, melaluipenilaian portofolio guru. Sepuluhkomponen portofolio guru akan dinilai olehperguruan tinggi penyelenggara sertifikasiguru. Ada dua macam pelaksanaan ujisertifikasi: 1) Sebagai bagian daripendidikan profesi, bagi mereka calonpendidik, dan 2) Berdiri sendiri untukmereka yang saat diundangkannya UUGDsudah berstatus pendidik.

SEMINAR INTERNASIONALRevitalisasi Pendidikan Kejuruan dalam Pengembangan SDM Nasional

1015

Sertifikasi pendidik atau guru dalamjabatan akan dilaksanakan dalam bentukpenilaian portofolio. Penilaian portofoliomerupakan pengakuan atas pengalamanprofesional guru dalam bentuk kumpulandokumen yang mendeskripsikan: kualifi-kasi akademik; pendidikan dan pelatihan;pengalaman mengajar; perencanaan danpelaksanaan pembelajaran; penilaian dariatasan dan pengawas; prestasi akademik;karya pengembangan profesi; keikut-sertaan dalam forum ilmiah; pengalamanorganisasi di bidang kependidikan dansosial; dan penghargaan yang relevandengan bidang pendidikan.

Guru yang memenuhi penilaianportofolio dinyatakan lulus dan mendapatsertifikat pendidik. Sedangkan guru yangtidak lulus penilaian portofolio dapat:melakukan kegiatan-kegiatan untukmelengkapi portofolio agar mencapai nilailulus, atau mengikuti pendidikan danpelatihan profesi guru yang diakhiridengan evaluasi/penilaian sesuaipersyaratan yang ditentukan olehperguruan tinggi penyelenggara sertifikasi.

3. Pelaksanaan Sertifikasi GuruMenurut salah satu anggota Komisi X

DPR RI Angelina Sondakh yang dikutipoleh Suara Merdeka (2007), dikatakanbahwa proses sertifikasi guru sampai saatini belum bejalan dengan baik, hal itudikarenakan mekanismenya belum sesuaidengan harapan, sehingga masih perluperbaikan. Selain itu, pemberian intensifguru juga belum berjalan sesuai harapan.

Ketakutan dan pesimisme pesertasertifikasi guru dalam jabatan, ternyatabukan isapan jempol belaka. Adasebagian kalangan mengatakan bahwasertifikasi guru ada kecenderunganberorientasi memisahkan antara guruyang “profesional” dan belum (amatir).Dengan kata lain ada guru yang mendapattunjangan profesi dan ada yang tidakmendapatkannya. Hal ini sudah menjadikenyataan, di beberapa tempat terjadiadaanya kecemburuan secara horisontalantar guru yang berhasil lolos sertifikasidan yang belum . Jika hal ini tidak segera

diatasi maka akan merambat pada konflikyang berkepanjangan, oleh karena itubutuh solusi segera.

Pada awal tahun 2007 seretifikasiguru telah terimplementasi, dan menurutpengamatan Penulis (sebagai salah satuasesor sertifikasi guru di Rayon 11 DIYdan Jawa Tengan Bag. Selatan), telahada sinyal pada sebagian guru, yaknikekecewaan manakala tunjangan profesitak jadi diterimakan, karena masukkelompok ''amatir''. Sebaliknya, senyumsimpul tersungging bagi penerima yangmemenuhi syarat profesional.Persoalannya, dari mana batasanprofesionalitas guru diukur, belum adabatasan pasti. Sertifikasi guru cenderungmenjebak guru pada kultur formalistik.Dalam upaya memenuhi persyaratanpenilaian portofolio, guru lebih sukamemburu dan mengoleksi lembar-lembarsertifikat dan piagam forum ilmiahketimbang memahami esensiprofesionalisme sebagai pendidik.

Kesenjangan pelaksanaan sertifikasiguru antara pegawai negeri sipil atau PNSdan honorer terlalu jauh. Selain itu,sertifikasi ini juga masih membukapeluang sekadar meningkatkanpendapatan daripada kualitas mengajar.Kekhawatiran itu muncul ketika terbukakemungkinan tindakan tidak terpuji dalamsertifikasi. Dalam sebuah seminar ”GuruMenggugat Sertifikasi” di Makassar,(Suara Merdeka, 6 april 2007), di hadapansekitar 500 guru, Suparmanmengingatkan, pelaksanaan sertifikasicenderung melenceng dari niat semulamewujudkan sosok guru profesional.Sekarang di kalangan guru muncul kulturdan kegemaran baru, yakni sebagaikolektor piagam dan sertifikat dari forumilmiah dan pelatihan. Disampaikan pulaoleh Aris Munandar sebagai salah satupembicara pada seminar tersebut,dikatakan “Apalah arti sebuah predikatprofesional yang hanya didasarkan padalembaran formalistik tanpa memahamiesensinya. Bila hal itu terjadi, tentusajapelaksanaan sertifikasi jauh daritujuan sebenarnya yaitu meningkatkankompetensi dalam kegiatan belajar-mengajar, predikat profesional hanya

SEMINAR INTERNASIONALRevitalisasi Pendidikan Kejuruan dalam Pengembangan SDM Nasional

1016

didasarkan pada lembaran formalistiktanpa memahami esensinya.

Menurut pengalaman seorang gurudari salah satu sekolah di Makasar,mereka mengkisahkan bahwa:“Pengalaman 30 tahun mengajar, denganbeberapa kali ikut pendidikan dan latihandi tingkat kota, provinsi, maupun nasional,banyak menulis (buku, modul, artikelkoran, jurnal, dan majalah), sering terlibatseminar (tingkat kota dan nasional),penguji ujian nasional (UN), dan aktif diberbagai organisasi sosial maupunpendidikan, aktif sebagai ketua MGMP(musyawarah guru mata pelajaran) lebihdari 12 tahun, si Guru tadi toh hanya bisalulus dengan skor di bawah 860. Hal inicukup memprihatinkan, tambahnya.Dikatakan sebagai guru biasa, ia merasabangga berkesempatan ikut sertifikasi.Dengan portofolio sejumlah sertifikat yangada, ia mengira akan lulus dengan skortinggi. Tapi saat pengumuman keluar,hasilnya amat sangat mengejutkan.Skornya boleh dikata hanya "sekadarlulus", (Rosid, 2007).

Kasus di atas menggambarkan bahwamasih banyak guru yang ternyata belumfaham akan pelaksanaan sertifikasi guru.Banyak hal yang mesti dicermati oleh gurupeserta sertifikasi. Karena itu, sosialisasidari pihak Dinas Pendidikan sungguhdiperlukan. Kurangnya sosialisasi,terutama menyangkut cara pengisian danpenyusunan portofolio, mengakibatkanbanyak terjadi kesalahan. Celakanya,kesalahan pengisian portofolio karenaketidaktahuan itulah yang acapkalimenjadi faktor penyebab ketidaklulusan.Sebagai gambaran, untuk kuota 2007kelulusan para guru peserta sertifikasi diRayon 12 Jateng baru mencapai 59,4persen dari sekitar 12.000 peserta (SuaraMerdeka, Senin, 21 Januari 2008).Kendala utama yang cukup beratmenyangkut singkatnya waktu. Untukmenyiapkan dokumen portofolio, biasanyapeserta menerima informasi dua minggusebelumnya. Andai sudah tahu dokumenapa saja yang diperlukan, mungkin jauhlebih mudah. Nyatanya, banyak guru tidakpaham dokumen apa saja yang mestidisiapkan. Sialnya, setelah tahu, banyak di

antara dokumen itu tidak tersimpandengan baik.

Ke depan, Dinas Pendidikan di tiapkabupaten dan kota perlu memperketatpemberkasan dokumen sertifikasi. Jangansampai peserta gagal (meraih poin sedikit)akibat ketidaklengkapan portofolio. Untukdokumen karya ilmiah (penelitian, bukudan modul), portofolio harus lengkap dandiketahui atasan langsung. Hanya sajatidak semua sertifikat mesti dilampirkankarena untuk komponen tertentu (sepertipengalaman organisasi, dan keterlibatandalam forum ilmiah) skornya dibatasimaksimal 100. Karena khawatir gurusering meninggalkan kelas untukmengikuti berbagai forum seminar dansebagainya, sehingga murid jadi terlantar.

Belum lagi pasca sertifikasi pada akhirtahun 2007, sejumlah ratusan guru belummenerima tunjangan meskipun telahmenyelesaikan program sertifikasi sejakakhir tahun lalu (Suara Merdeka, 20 Mei2008). Mereka resah karena tunjanganyang besarannya mencapai sekitar satukali gaji pokok itu masih belum jelaspembayarannya. Sementara itu, ber-dasarkan perjanjian, seharusnya tunjang-an sertifikasi itu dapat diterimakan satubulan kemudian, namun kenyataannyabelum jelas kabarnya.

Pengalaman di lapangan, menunjukanbahwa di mata guru, uji sertifikasi adalahsebuah ” revolusi” untuk peningkatan gajiguru. Di sisi lain sertifikasi guru adalahsuatu political will pemerintah dalamrangka meningkatkan kualitas guru yangsangat besar kontribusinya bagipeningkatan mutu pendidikan diIndonesia. Miskonsepsi semacam ini,membuat para guru dapat menghalalkansegala cara dalam membuat portofolionyadengan memalsukan dokumen prestasiatau kinerjanya, seperti yang terjadi dibeberapa tempat (pengalaman Penulissebagai asesor). Dalam konteks inidiperlukan kejelian dari tim penilaiportofolio untuk melakukan identifikasi danjustifikasi. Semua penyimpangan harusdiungkap atas nama kualitas, denganmelakukan cross check di lapangan.

SEMINAR INTERNASIONALRevitalisasi Pendidikan Kejuruan dalam Pengembangan SDM Nasional

1017

Uji Sertifikasi bagi guru mestidipahami sebagai sebuah sarana untukmencapai tujuan yaitu kualitas guru.Sertifikasi bukan tujuan itu sendiri.Kesadaran dan pemahaman yang benartentang hakekat sertifikasi akanmelahirkan aktivitas yang benar danelegan, bahwa apapun yang dilakukanadalah untuk mencapai kualitas. Kalauseorang guru kembali masuk kampusuntuk kualifikasi, maka proses belajarkembali mesti dimaknai dalam kontekspeningkatan kualifikasi akademik yaitumendapatkan tambahan ilmu danketrampilan baru, sehingga mendapatkanijazah S1 / D4.

Ijazah S1 bukan tujuan yang harusdicapai dengan segala cara, termasukcara yang tidak benar seperti jual-beliijazah, melainkan konsekuensi dari telahbelajar dan telah mendapat tambahanilmu dan ketrampilan baru. Demikian pulakalau guru yang mengikuti uji sertifikasi,tujuan utama bukan untuk mendapatkantunjangan profesi, melainkan untuk dapatmenunjukkan bahwa yang bersangkutantelah memiliki kompetensi sebagaimanadiisyaratkan dalam standard kemampuanguru. Tunjangan profesi adalahkonsekuensi logis yang menyertai adanyakemampuan dimaksud. Denganmenyadari hal ini maka guru tidak akanmencari jalan pintas guna memperolehsertifikat profesi kecuali denganmempersiapkan diri dengan belajar yangbenar dan tekun berkinerja menyongsongsertifikasi.

Idealisme, semangat dan kinerja tinggidisertai rasa tanggung jawab mestimenjadi ciri guru yang profesional.Dengan kompetensi profesional, guruakan tampil sebagai pembimbing(councelor), pelatih (coach) dan manejerpembelajaran ( learning manager) yangmampu berinteraksi dengan siswa dalamproses transfer pengetahuan, ketrampilandan nilai-nilai yang baik. Semangat untuktetap belajar (bukan hanya mengajar)akan membantu guru untuk meng-upgrade pengetahuannya, sehingga dapatmenyiasati kemajuan ilmu pengetahuandan teknologi, serta peluang pemanfaat-

annya untuk memajukan proses belajarmengajar di kelas.

Sertifikasi guru adalah amanatUndang-undang bagi semua guru diIndonesia yang jumlahnya sekitar 2,8 jutabaik negeri maupun swasta, jadi bukansesuatu yang mesti diperebutkan olehguru. Semua akan kebagian, asalkantelah memenuhi persyaratan. Marilah kitaterus tingkatkan kompetensi danprofesionalisme kita, sehingga dapatmeraih prestasi dan prestise dibidangpendidikan, untuk selanjutnya dapatberdiri sejajar dan bersaing dengannegara-negara lain. Semoga.

KesimpulanSertifikasi merupakan sarana atau

instrumen untuk meningkatkan kualitaskompetensi guru. Sertifikasi bukan tujuan,melainkan sarana untuk mencapai suatutujuan, yakni keberadaan guru yangberkualitas. Oleh karenanya, semenjakawal harus ditekankan khususnya dikalangan pendidik, guru, dan dosen,bahwa tujuan utama adalah kualitas,sedangkan kualifikasi dan sertifikasimerupakan sarana untuk mencapaikualitas tersebut.

Sertifikasi sudah semestinya harusmampu memicu guru untuk berkarya lebihoptimal. Guru profesioanl adalah guruyang mampu melaksanakan tugasprofesinya dengan baik, yakni memilikikompetensi pedagogik, kepribadian,profesional dan sosial.

Pelaksanaan sertifikasi guru demitercapainya tujuan utama, yakniperbaikan kulitas, menciptakan guru yangprofesional, maka upaya perbaikan dansosialisasi pelaskaanaan uji serertifikasidan peningkatan kompetensi guru harusdilakukan secara baik, terencana danberkelanjutan dan bersinergis.

SEMINAR INTERNASIONALRevitalisasi Pendidikan Kejuruan dalam Pengembangan SDM Nasional

1018

REFERENCERosid, (2007). Sertifikasi Guru

http://www.suaramerdeka.com/harian/0801/21/opi03.htm

………….www.wikipedia.org.id/wiki/guru

............. (2007). Sertifikasi Guru. Jakarta:Direktur Jenderal PMPTK.

...........http://www.suaramerdeka.com/beta1/index.php

---------http://www.suaramerdeka.com/beta1/index.php?fuseaction

---------UU No. 14 Tahun 2005 , TentangUU Guru dan Dosen

---------UU N0. 20 Th. 2003 TentangSisdiknas