Profesionalisme Guru

138
SKRIPSI KOMPETENSI PROFESIONAL GURU DALAM PEMBELAJARAN SENI RUPA SMA NEGERI DI KABUPATEN DEMAK Disusun sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Strata 1 Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh : Nama : Joko Irawan NIM : 2401402017 Jurusan : Seni Rupa Prodi : Pendidikan Seni Rupa S1 FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2007

Transcript of Profesionalisme Guru

Page 1: Profesionalisme Guru

SKRIPSI

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU

DALAM PEMBELAJARAN SENI RUPA SMA NEGERI

DI KABUPATEN DEMAK

Disusun sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Studi Strata 1

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

Nama : Joko Irawan

NIM : 2401402017

Jurusan : Seni Rupa

Prodi : Pendidikan Seni Rupa S1

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2007

Page 2: Profesionalisme Guru

2

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia

ujian skripsi pada:

Hari : Senin

Tanggal : 23 Juli 2007

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Syafii, M.Pd. Drs. PC. S. Ismiyanto, M.Pd NIP. 131472572 NIP. 131568902

Mengetahui,

Ketua Jurusan Seni Rupa

Dr. Sri Iswidayati, M. Hum NIP. 131095302

Page 3: Profesionalisme Guru

3

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi dengan judul: Kompetensi Profesional Guru dalam Pembelajaran Seni

Rupa SMA Negeri di Kabupaten Demak Telah dipertahankan di hadapan sidang

Panitia Ujian Skripsi Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.

Hari : Rabu

Tanggal : 01 Agustus 2007

Panitia Ujian

Ketua Sekretaris

Drs.Triyanto, M.A Drs. Syakir, M.Sn. NIP. 131281218 NIP. 1312059065

Penguji I

Drs. Aryo Sunaryo, M.Pd NIP. 130515742

Penguji II Penguji III

Drs. PC. S. Ismiyanto, M.Pd. Drs. Syafii, M. Pd.

Page 4: Profesionalisme Guru

4

NIP. 131568902 NIP. 131472572

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi atau tugas akhir ini

benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik

sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam

skripsi atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 2007

Joko Irawan 2401402017

Page 5: Profesionalisme Guru

5

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

1. Kita tak diijinkan memilih bingkai nasib, namun kita dapat memilih apa yang

dapat kita masukkan ke dalam bingkai tersebut (Dag Hammarskjold)

2. Isilah kehadiran jangan isi kekosongan, jangan terlalu penuh jangan terlalu

kurang (penulis)

Persembahan

Dengan rasa syukur kepada Allah S.W.T, atas segala karunia-

Nya skripsi ini kupersembahkan kepada:

1. Ayah dan Ibu tercinta atas segala doa, bimbingan,

semangat, dan kesabaran beliau.

2. Kakakku, adikku, dan keponakanku tersayang

3. kekasihku syalunk ganeroza yang selalu menemani

membuka hari dan mengerti aku.

4. Teman-teman seperjuangan 2002.

5. Almamater.

Page 6: Profesionalisme Guru

6

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya karena peneliti dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Kompetensi Profesional Guru dalam pembelajaran Seni Rupa

SMA Negeri di Kabupaten Demak”

Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan berbagai pihak. Berkenaan

dengan itu, peneliti mengucapkan penghargaan dan terima kasih yang sedalam-

dalamnya kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M. Si, Rektor Universitas Negeri Semarang,

yang telah memberi kesempatan penulis untuk menempuh studi di UNNES.

2. Prof. Dr. Rustono, M. Hum, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, yang telah

memberi fasilitas yang memungkinkan penulis dapat melaksanakan penelitian ini.

3. Dr. Sri Iswidayati, M. Hum, Ketua Jurusan Seni Rupa yang telah memberi

berbagai pelayanan dan berbagai fasilitas yang memungkinkan penulis melakukan

penelitian ini.

4. Drs. Syafii, M. Pd, Pembimbing I yang telah memberikan motivasi dan

bimbingan dalam melaksanakan penelitian ini.

5. Drs. PC. S. Ismiyanto, M. Pd, Pembimbing II yang telah memberikan motivasi

dan bimbingan dalam melaksanakan penelitian ini.

6. Pak Bambang, Pak Susilo, dan Pak Bowo serta pihak sekolah SMAN 1, 2, dan 3

Demak yang telah memberi ijin dan pelayanan selama penelitian ini.

Page 7: Profesionalisme Guru

7

7. Drs. Ruswondho, Dosen Wali yang memberikan motivasi dan nasihat baik

akademik maupun nonakademik.

8. Para Bapak dan Ibu Dosen Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas

Negeri Semarang yang telah memberikan bekal ilmu dan pengetahuan, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

9. Bapak dan Ibu, Kakak dan Adik-adikku serta Syalunkku tercinta, atas pengertian,

waktu, motivasi dan doa yang telah diberikan.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan

bantuan dan dukungan baik moril maupum materiil, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini

Tidak ada sesuatu yang dapat saya berikan kepada beliau selain doa semoga

Allah SWT membalas semua amal dan jasa beliau.

Penulis berharap, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan saran dari

pembaca sangat penulis harapkan.

Semarang, 2007

Penulis

Page 8: Profesionalisme Guru

8

SARI Joko Irawan, 2007. Kompetensi Profesional Guru Dalam Pembelajaran Seni Rupa SMA Negeri Di Kabupaten Demak Pendidikan Seni Rupa. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Semarang.

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan berkaitan dengan segala aspek kehidupan manusia yang berguna untuk meningkatkan kualitas dan memberikan sesuatu hal yang baru dan juga memberi kesempatan pada siswa untuk berkreasi dan belajar, dengan tujuan agar perkembangan selanjutnya dapat menjadi lebih baik dan juga dapat menarik minat siswa untuk belajar. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pembelajaran seni rupa serta kompetensi.profesional guru seni rupa SMA di Kabupaten Demak

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.Teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Data yang diambil meliputi: kegiatan proses pembelajaran seni rupa dan informan meliputi kompetensi guru-guru seni rupa SMA

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pembelajaran seni rupa di SMA Negeri di Kabupaten Demak mencakup tiga tahapan pembelajaran yaitu perencanaan pembelajaran meliputi program tahunan, program semester, silabus dan rencana pembelajaran, yang diwajibkan bagi guru. Pelaksanaan pembelajaran di SMA Negeri Kabupaten Demak sudah terstruktur dengan baik yaitu diawali dari tahap pendahuluan, tahap inti dan tahap penutup. Dalam proses belajar mengajar setiap guru memiliki strategi tersendiri. Sebelum memberikan pelajaran, guru menyiapkan materi terstruktur dengan baik, terlebih dahulu memberikan materi yang mudah dipahami oleh siswa. Dalam pengelolaan media dan sumber belajar tidak semua guru menyiapkan peraga dan mengambil sumber dari referensi, internet dan majalah terkait. Dalam penggelolaan kelas tidak semua guru sudah dan mampu mengkondisikan kelas secara optimal serta seringnya seorang guru meninggalkan jam pelajaran, sehingga proses pembelajaran siswa mengalami kejenuhan dan pembelajaran yang tidak efektif. Pengelolaan interaksi belajar mengajar guru selalu memonitoring dan membantu siswa yang mengalami kesulitan serta memberi kesempatan kepada siswa mengikuti ekstrakurikuler bagi yang berminat mendalami seni rupa, sehingga interaksi dengan siswa berjalan dengan baik. Penilaian yang dilakukan oleh guru meliputi penilaian proses dan hasil pembelajaran dan memberikan nilai tambah bagi siswa yang aktif, kreatif, dan tepat waktu.

Bertolak dari penelitian ini dikemukakan saran-saran sebagai berikut; Kepada guru khususnya guru seni rupa hendaknya sebagai seorang pendidik harus bertanggung jawab terhadap profesinya, tidak sering meninggalkan jam pada saat mengajar, menggunakan peraga sebagai contoh untuk siswa dalam pembelajarannya, serta seorang guru dituntut kreatif dan memiliki wawasan yang luas agar siswa tidak mengalami kejenuhan. Guru yang sudah menguasai kemampuan profesinya dengan baik hendaknya lebih ditingkatkan lagi dengan mengikuti perkembangan pembelajaran seni rupa, sedangkan guru yang kurang memperhatikan kemampuan profesinya hendaknya lebih disiplin dan lebih meningkatkan kemampuannya sebagai

Page 9: Profesionalisme Guru

9

guru serta bertanggung jawab terhadap profesinya sebagai seorang pendidik. Bagi pemerintah disarankan lebih memperhatikan keberadaan seorang guru, perlu disadari bahwa guru adalah sosok paling penting dalam memajukan dan meningkatkan pengetahuan generasi bangsa. Hendaknya pemerintah mendahulukan peningkatan taraf hidup guru tanpa mempersoalkan dulu kualifikasinya. Siapa pun yang berstatus guru diberi hak atas pengabdiannya, sehingga tanggung jawabnya sebagai pendidik akan dilaksanakan sebaik-baiknya.

Page 10: Profesionalisme Guru

10

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ..................................................................... iii

PERNYATAAN .............................................................................................. iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................. v

PRAKATA ...................................................................................................... vi

SARI ................................................................................................................ viii

DAFTAR ISI ................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1

1.2 Permasalahan ........................................................................... 8

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................ 8

BAB II LANDASAN TEORI...................................................................... 13

2.1 Profesionalisme Guru .............................................................. 13

2.2 Pembelajaran Seni Rupa ........................................................ 22

2.2.1 Konsep Belajar .............................................................. 22

2.2.2 Konsep Mengajar .......................................................... 26

2.2.3 Pembelajaran ................................................................. 28

2.2.4 Konsep Pendidikan Seni Rupa ...................................... 29

2.3 Tahapan Pembelajaran Seni Rupa di SMA Negeri ................. 35

2.3.1 Tahap Perencanaan ..................................................... 36

2.3.2 Tahap Pelaksanaan ...................................................... 38

Page 11: Profesionalisme Guru

11

2.3.3 Tahap Penilaian ........................................................... 39

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 44

3.1 Pendekatan Penelitian ............................................................. 44

3.2 Lokasi Penelitian ..................................................................... 45

3.3 Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 45

3.1.1 Teknik Wawancara ..................................................... 46

3.1.2 Teknik Observasi ........................................................ 47

3.1.3 Dokumentasi ............................................................... 48

3.4 Teknik Analisis Data ............................................................... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 50

4.1 Hasil Penelitian ....................................................................... 50

4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Demak ......................... 50

4.1.2 Deskripsi Latar Penelitian ........................................... 52

4.1.2.1 Gambaran Umum SMAN di Demak .............. 52

4.1.2.1.1 Keadaan Sekolah .............................. 52

4.1.2.1.2 Profil Guru Seni Rupa ...................... 57

4.1.3 Pembelajaran Seni Rupa di SMAN Demak ................ 62

4.1.3.1 Perencanaan ..................................................... 62

4.1.3.1.1 Program tahunan ........................... 62

4.1.3.1.2 Program semester .......................... 66

4.1.3.1.3 Silabus ........................................... 70

4.1.3.1.4 Rencana pembelajaran .................. 70

4.1.3.2 Pelaksanaan ..................................................... 73

4.1.3.3 Penilaian .......................................................... 81

4.1.4 Kompetensi Profesional Guru Seni Rupa ................... 86

4.1.4.1 Penguasaan Bahan Ajar ................................... 86

4.1.4.2 Penggunaan Media dan Sumber Belajar ......... 91

4.1.4.3 Pengelolaan Kelas ........................................... 93

Page 12: Profesionalisme Guru

12

4.1.4.4 Pengelolaan Interaksi Pembelajaran ............... 98

4.1.4.5 Program Belajar .............................................. 101

4.1.4.6 Evaluasi Pembelajaran .................................... 104

4.2 Pembahasan ............................................................................. 106

4.3 Tantangan Profesionalisme Guru Seni Rupa .......................... 110

BAB V PENUTUP ...................................................................................... 113

5.1 Simpulan ................................................................................. 114

5.2 Saran ........................................................................................ 115

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 117

LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................. 121

Page 13: Profesionalisme Guru

13

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Format Program Tahunan ............................................................. 63

Tabel 2.2. Format Program Semester ............................................................. 66

Tabel 2.3. Format Silabus .............................................................................. 70

Tabel 2.4. tingkat kompetensi guru................................................................. 109

Page 14: Profesionalisme Guru

14

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Depan Sekolah SMAN 1 Demak ............................................... 53

Gambar 4.2 Sisi lain SMAN 1 Demak ........................................................... 53

Gambar 4.3 Depan Sekolah SMAN 2 Demak ............................................... 54

Gambar 4.4 Sisi lain SMAN 2 Demak ........................................................... 55

Gambar 4.5 Depan Sekolah SMAN 3 Demak ............................................... 55

Gambar 4.6 Aktivitas Pak Bambang Saat Mengajar ...................................... 57

Gambar 4.7 Aktivitas Pak Susilo Saat Mengajar ........................................... 58

Gambar 4.8 Aktivitas Pak Bowo Saat mengajar ............................................ 61

Gambar 4.9 Aktivitas Pembelajaran Seni Rupa SMAN 1 Demak ................. 74

Gambar 4.10 Aktivitas Pembelajaran Seni Rupa SMAN 2 Demak ................ 77

Gambar 4.11 Aktivitas Pembelajaran Seni Rupa SMAN 3 Demak ................ 79

Gambar 4.12 Aktivitas Pak Susilo Dalam Pembelajaran................................. 88

Gambar 4.13 Aktivitas Pak Bambang Dalam Pembelajaran ........................... 91

Gambar 4.14 Aktivitas Pak Susilo Dalam Pembelajaran................................. 95

Gambar 4.15 Aktivitas Pak Bowo Dalam Pembelajaran ................................. 100

Page 15: Profesionalisme Guru

15

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Program Tahunan .......................................................................

Lampiran B Program Semester .......................................................................

Lampiran C Silabus .........................................................................................

Lampiran D Rencana Pembelajaran ................................................................

Lampiran E Alat Penilaian Kemampuan Guru ...............................................

Page 16: Profesionalisme Guru

16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang Masalah

Perkembangan dan kemajuan jaman dewasa ini demikian pesat, terutama

perkembangan dalam bidang teknologi. Oleh karena itu, merupakan tugas berat bagi

dunia pendidikan, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia untuk dapat

membina dan membawa anak didik ke arah kemajuan. Pendidikan harus dapat

menghasilkan manusia yang cakap, aktif, dan kreatif.

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan

sebagai wahana pengembang sumber daya manusia. Melalui pendidikan manusia

dapat melepaskan diri dari keterbelakangan. Pendidikan juga mampu menanamkan

kapasitas baru bagi manusia dalam mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru,

sehingga dapat diperoleh manusia yang produktif (Sutarto, 1999).

Senada dengan itu, Nurhadi (2003) menyatakan bahwa, “Kualitas kehidupan

bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan”. Berdasarkan pernyataan tersebut di

atas, tidaklah salah jika disimpulkan bahwa pendidikan mempunyai peran yang

sangat penting dalam rangka meningkatkan kualitas, kemajuan, dan perkembangan

suatu negara pada umumnya dan generasi muda pada khususnya. Oleh karena itu,

pembaruan pendidikan harus selalu dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas

pendidikan nasional.

Pada dasarnya pendidikan merupakan kegiatan interaktif antara pendidik

dengan yang dididik untuk mewujudkan tujuan pendidikan itu sendiri. Dengan

Page 17: Profesionalisme Guru

17

demikian, pendidikan dapat berlangsung di mana saja dan dalam berbagai kondisi,

dalam masyarakat, keluarga, dan di sekolah.

Interaksi pendidikan dalam suatu lembaga pendidikan, dalam hal ini sekolah,

tenaga pengajarnya adalah guru yang memiliki kecakapan-kecakapan, keterampilan

atau kepandaian khusus yang diperoleh dan dipelajari dalam suatu institusi, yang

menjadikannya sebagai guru. Lebih dari itu, para guru telah mendapat kepercayaan

dari masyarakat. Pendidikan di sekolah mempunyai standar kompetensi jelas, materi

yang akan diberikan, dan bagaimana strategi penyampaian materi serta evaluasi untuk

mengetahui kemampuan peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar-mengajar

yang semua itu terangkum dalam satu kesatuan yang disebut kurikulum.

Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional, salah satu usaha yang

dapat dilakukan adalah penyempurnaan kurikulum. Hal ini dilakukan karena

kurikulum mempunyai kedudukan yang penting dalam proses pendidikan. Kurikulum

merupakan alat yang menjadi pedoman bagi para pendidik dalam melaksanakan

kegiatan belajar-mengajar di sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan atau standar

kompetensi yang telah dirumuskan. Kurikulum memberikan gambaran kepada para

pendidik mengenai ke mana peserta didik akan diarahkan, dengan apa peserta didik

diarahkan, dan bagaimana strategi yang digunakan. Kurikulum merupakan salah satu

faktor penunjang keberhasilan dalam meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Kurikulum sering dinilai tidak hanya sebagai momok, tetapi juga sebagai

pengganggu dunia pendidikan. Pendidikan kita seperti disandera oleh sistem

kurikulum yang tak kunjung menghasilkan apa yang menjadi cita-cita ideal

pendidikan. Seperti sekarang ini, muncul kurikulum baru yang disebut Kurikulum

Page 18: Profesionalisme Guru

18

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang katanya sebagai penyempurnaan dari

kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) meskipun

dalam kenyataannya belum sepenuhnya dilaksanakan.

Guru dalam pelaksanaan kurikulum baru tersebut dituntut agar menjadi guru

yang profesional. Guru dipaksa untuk meninggalkan cara-cara mengajar yang

konservatif dan menggantinya dengan cara yang kreatif. Selama ini guru lebih banyak

menampakkan wajahnya sebagai perpanjangan dari wajah birokrasi, guru harus patuh

pada apa yang disebut dengan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan dalam

mengajar.

Dalam rangka membangun manusia seutuhnya yang selaras, seimbang antara

lahir dan batinnya dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara terutama

dalam aspek pengembangan kreativitas dan sensitivitas, pendidikan seni mempunyai

peranan yang sangat penting. Menurut Salam (2000), berkaitan dengan pendidikan

seni terdapat dua pandangan yang berbeda, yaitu seni dalam pendidikan (Art in

Education) dan pendidikan melalui seni (Education through Art). Seni dalam

pendidikan merupakan bentuk upaya untuk mewariskan, mengembangkan, dan

melestarikan berbagai jenis kesenian yang ada terhadap anak didik. Seni dalam

pendidikan merupakan sebuah proses enkulturasi atau proses pembudayaan yang

dilakukan oleh generasi tua terhadap generasi berikutnya dalam upaya mewariskan

dan menurunkan nilai-nilai. Sedangkan pendidikan melalui seni merupakan bentuk

upaya dalam pendidikan yang menggunakan seni sebagai alat atau sarana kegiatan

untuk mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan melalui seni bertujuan untuk

memberikan keseimbangan antara intelektualitas dan sensitivitas pada diri siswa.

Page 19: Profesionalisme Guru

19

Oleh karena itu, pendidikan melalui seni lebih tepat diterapkan pada sekolah-sekolah

umum, termasuk Sekolah Menengah Umum (SMU).

Pada dasarnya fokus pendidikan seni terletak pada program kreativitas dan

pengembangan sensitivitas. Dalam pengembangan kreativitas, anak didorong agar

mampu mengembangkan kreativitas sehingga mampu berekspresi. Sedangkan dalam

pengembangan sensitivitas, siswa didorong agar mampu mengembangkan

sensitivisme sehingga mampu berapresiasi.

Pada jenjang pendidikan di tingkat SMU mata pelajaran seni rupa mempunyai

alokasi waktu dua kali pertemuan (2 x 45 menit) dalam seminggu dan dalam

pelaksanaannnya disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah masing-masing.

Dalam pembelajaran seni rupa kegiatan diarahkan pada pemenuhan kebutuhan

siswa akan nilai estetik yang kasat mata melalui kegiatan menggambar atau seni

lukis, seni patung, dan pameran. Materi pembelajaran diberikan secara teori dan

praktik. Dengan teori siswa akan memiliki pengetahuan dan wawasan tentang

kesenirupaan, sementara dengan praktik siswa akan memiliki keterampilan

berekspresi, sehingga mampu berkarya sesuai dengan kemampuannya. Untuk

mendorong pengembangan kreativitas dan sensitivitas siswa, sangat terkait erat

dengan kemampuan guru menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan

membawa kegiatan belajar ke arah tujuan yang ingin dicapai.

Profesionalisme guru dibangun melalui penguasaan kompetensi-kompetensi

yang secara nyata diperlukan dalam menyelesaikan pekerjaan. Kompetensi-

kompetensi penting jabatan guru tersebut adalah: kompetensi bidang substansi atau

bidang studi, kompetensi bidang pembelajaran, kompetensi bidang pendidikan nilai

Page 20: Profesionalisme Guru

20

dan bimbingan serta kompetensi bidang hubungan dan pelayanan/pengabdian

masyarakat.

Pengembangan profesionalisme guru meliputi peningkatan kompetensi.

peningkatan kinerja (performance) dan kesejahteraannya. Guru sebagai orang yang

profesional dituntut untuk senantiasa meningkatkan kemampuan, wawasan dan

kreativitasnya.

Masyarakat telah mempercayakan sebagian tugasnya kepada guru. Tugas guru yang

diemban dari limpahan tugas masyarakat tersebut antara lain adalah mentransfer

kebudayaan dalam arti luas, keterampilan menjalani kehidupan (life skills), dan nilai-

nilai serta beliefs. Selain itu, guru secara mendalam harus terlibat dalam kegiatan-

kegiatan menjelaskan, mendefinisikan, membuktikan, dan mengklasifikasi. Tugasnya

sebagai pendidik bukan hanya mentransfer pengetahuan, keterampilan dan sikap,

tetapi mempersiapkan generasi yang lebih baik di masa depan. Oleh karena itu guru

harus memiliki kompetensi dalam membimbing siswa siap menghadapi the real life

dan bahkan mampu memberikan teladan yang baik.

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa sekolah berubah dari zaman

ke zaman. Di masa depan sekolah akan berubah dari format kelas menjadi sekolah

bersama dalam satu kota, sekolah bersama dalam satu negara, bahkan bersama di

dunia atau sekolah global. Berkat kemajuan teknologi informasi sekolah bersama

yang diikuti oleh siswa dalam jumlah besar tersebut dapat terlaksana. Kehadiran

secara fisik dalam ruangan yang di sebut kelas tidak lagi menjadi keharusan, yang

menjadi keharusan adalah adanya perhatian dan aktivitas secara mandiri terhadap

sesuatu persoalan yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi interaktif. Oleh

Page 21: Profesionalisme Guru

21

karena itu. sejalan dengan perubahan format belajar klasikal ke belajar bersama

secara global, tetapi mandiri tersebut, dapat dipastikan bahwa peran guru juga akan

berubah. Selain itu peran guru juga dipengaruhi oleh adanya kebijakan desentralisasi

dan atau otonomi pendidikan. Guru di masa depan dituntut mengusai dan mampu

memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi dan berubah peran menjadi

fasilitator yang membelajarkan siswa sampai menemukan sesuatu (scientific

curiosity'). Selain itu guru harus bersikap demokratis serta menjadi profesional yang

mandiri dan otonom. Peran guru seperti itu sejalan dengan era masyarakat madani

(civil society).

Lebih jauh lagi akibat adanya sinergi dari perkembangan teknologi

komunikasi dan informasi serta perubahan masyarakat yang lebih demokratis dan

terbuka akan menimbulkan suatu tekanan dan tuntutan terhadap profesionalisme guru

dalam mendayagunakan teknologi komunikasi dan informasi tersebut. termasuk

dalam hal pertanggungjawabannya. Sebagaimana profesi-profesi lain, guru adalah

profesi yang kompetitif. Oleh karena itu, guru harus siap untuk diuji kompetensinya

secara berkala untuk menjamin agar kinerjanya tetap memenuhi persyaratan

profesional yang terus berkembang. Di masa depan dapat dipastikan bahwa profil

kelayakan guru akan ditekankan pada aspek-aspek kemampuan membelajarkan siswa,

dimulai dari menganalisis, merencanakan atau merancang, mengembangkan,

mengimplementasikan, dan menilai pembelajaran yang berbasis pada penerapan

teknologi pendidikan.

Kemerosotan pendidikan kita sudah terasakan selama bertahun-tahun, untuk

kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan

Page 22: Profesionalisme Guru

22

adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum

1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994. Nasanius (1998)

mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum

tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar

siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan

tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal meliputi minat dan bakat. Sedangkan faktor eksternal

meliputi lingkungan sekitar, sarana dan prasarana, serta berbagai latihan yang

dilakukan oleh guru (Sumargi, 1996) Profesionalisme guru dan tenaga kependidikan

masih belum memadai terutama dalam penguasaan bidang keilmuannya. Sekalipun

jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup, tetapi mutu dan

profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak di antaranya yang kurang

berkualitas, sehingga guru tidak atau kurang mampu menyajikan dan

menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000).

Secara spesifik pelaksanaan tugas guru sehari-hari di kelas seperti membuat

siswa berkonsentrasi pada tugas, memonitor kelas, mengadakan penilaian, dan

seterusnya, harus dilanjutkan dengan aktivitas dan tugas tambahan yang tidak kalah

pentingnya seperti membahas persoalan pembelajaran dalam rapat guru,

mengkomunikasikan hasil belajar siswa kepada orang tua, dan mendiskusikan

berbagai persoalan pendidikan dan pembelajaran dengan sejawat. Bahkan secara

lebih spesifik guru harus dapat mengelola waktu pembelajaran dalam setiap jam

pembelajaran secara efektif dan efisien. Menurut Rosenshine dan Stevens (1986),

terdapat sembilan keterampilan dasar yang penting dikuasai oleh guru untuk dapat

Page 23: Profesionalisme Guru

23

mengelola pembelajaran yang efektif dan efisien tersebut. Keterampilan-keterampilan

dasar tersebut adalah keterampilan; (1) membuka pembelajaran dengan me-review

secara singkat pembelajaran terdahulu yang terkait dengan pembelajaran yang akan

disajikan, (2) menyajikan secara singkat tujuan pembelajaran, (3) menyajikan materi

dalam langkah-langkah kecil dan disertai latihannya masing-masing, (4) memberikan

penjelasan dan keterangan yang jelas dan detil, (5) memberikan latihan yang

berkualitas, (6) mengajukan pertanyaan dan memberi banyak kesempatan kepada

siswa untuk menunjukkan pemahamannya, (7) membimbing siswa menguasai

keterampilan atau prosedur baru, (8) memberikan balikan dan koreksi, dan (9)

memonitor kemajuan siswa. Selain itu, masih ada keterampilan lain yang harus

dikuasai guru, misalnya menutup pelajaran dengan baik dengan membuat rangkuman

dan memberikan petunjuk tentang tindak lanjut yang harus dilakukan siswa.

Dengan kata lain, banyak hal-hal kecil yang harus diperhatikan dan dikuasai

oleh guru sehingga secara kumulatif membentuk suatu keutuhan kemampuan

profesional yang bisa ditampilkan dalam bentuk kinerja yang optimal

Penelitian ini mengambil Lokasi SMAN di Kabupaten Demak, alasan

dipilihnya lokasi tersebut di dasarkan atas observasi awal yang menunjukkan bahwa

sekolah tersebut belum pernah di teliti, terlebih yang berkenaan dengan kompetensi

guru seni rupa dan SMAN tersebut termasuk SMAN favorit di Kabupaten Demak. Di

samping itu SMAN tersebut banyak siswa yang mendapatkan atau meraih prestasi

yang cukup membanggakan dalam bidang seni rupa dan akademik

Page 24: Profesionalisme Guru

24

Berdasarkan uraian di atas peneliti terdorong untuk melakukan penelitian

yang berjudul “ KOMPETENSI PROFESIONAL GURU DALAM

PEMBELAJARAN SENI RUPA SMA NEGERI DI KABUPATEN DEMAK”.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan pada uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji beberapa

permasalahan, antara lain:

1. Bagaimana pembelajaran seni rupa pada SMA Negeri di Kabupaten Demak?

2. Bagaimana kompetensi profesional guru seni rupa SMA Negeri di Kabupaten

Demak?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, secara umum penelitian

ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan profesionalisme

guru seni rupa pada SMA Negeri di Demak kota Kabupaten Demak.

Namun secara khusus tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pembelajaran seni rupa pada SMA

Negeri di Kabupaten Demak.

2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan kompetensi profesional guru seni rupa

SMA Negeri di Kabupaten Demak.

Page 25: Profesionalisme Guru

25

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Bagi Dinas Pemerintah Kabupaten Demak

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dan bahan

pertimbangan bagi pemerintah kota dalam pengambilan kebijakan agar lebih

memperhatikan kualitas pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu sumber

daya manusia. Serta untuk lebih meningkatkan kerja sama dengan para guru

tentang bagaimana upaya penciptaan mutu lulusan sesuai dengan standar

kompetensi yang diharapkan

2. Bagi Dunia Pendidikan

Sebagai informasi dan bahan kajian untuk lebih meningkatkan kualitas

profesionalisme guru seni rupa dalam mengembangkan kreativitas dan sensitivitas

siswa. Khususnya bagi Guru seni rupa, sebagai bahan kajian untuk mengembangkan

pembelajaran seni rupa dilihat dari sudut penguasaan, penyampaian materi, dan

pengevaluasian hasil belajar siswa.

3. Bagi Perguruan Tinggi

Untuk menambah referensi bagi perguruan tinggi sehingga dapat memberikan

informasi kemungkinan dilaksanakannya penelitian lebih lanjut.

Page 26: Profesionalisme Guru

26

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Profesionalisme Guru

Hal penting yang harus diperhatikan dalam profesionalisme staf pengajar

(guru) adalah diusahakan agar guru bangga akan profesinya sebagai pengajar.

Walaupun kadang-kadang pekerjaan ini tidak mendapat penghargaan sebagaimana

mestinya. Masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa mengajar itu dapat

dilakukan oleh siapa saja. Anggapan ini bisa saja benar, akan tetapi mengajar yang

bagaimana yang guru lakukan, sejauh mana guru mengindahkan kompetensi yang

ingin dicapai, bagaimana guru mendorong siswanya untuk belajar atau sekadar berdiri

di depan kelas dan membicarakan sesuatu. Berbagai hal seperti tersebut yang

sebaiknya dipahami oleh pengajar, sehingga diharapkan dapat menghasilkan lulusan

yang sesuai dengan tujuan institusi.

Secara umum, mengajar yang baik itu memerlukan keterampilan dasar untuk

mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan bidang ilmu masing-masing. Menurut

Office of Educational Research and Improvement (1991), untuk mendapatkan status

profesional memerlukan ilmu sebagai ukuran atau standar. Pelaksanaan kegiatan

itulah yang akan dipakai sebagai ukuran untuk menilai cara mengajar seseorang yang

selanjutnya akan diukur dan dijadikan tolok ukur atau standar dalam penilaian profesi

mengajar. Rumusan dari tolok ukur ini akan diperlukan untuk menilai bagaimana

pengajar itu memenuhi pemahaman ilmu dasar dan untuk menilai bagaimana

Page 27: Profesionalisme Guru

27

pengajar itu memenuhi pemahaman ilmu dasar dan untuk pemberian sertifikat kepada

guru yang telah memenuhi standar tersebut.

The National Board for professional Teaching Standards (1998)

mengidentifikasi dan menemukan bahwa pengajar yang efektif akan mendorong

siswanya untuk belajar dan memperlihatkan sebagai seorang individu yang

memahami ilmu pengetahuan tentang mengajar yang mendalam, terampil,

berkemampuan, dan menjalankan semua tugasnya sebagai pengajar dengan baik

diperlihatkan dalam lima usulan, sebagai berikut:

1). Guru yang berhasil adalah guru yang dapat menyampaikan keahliannya untuk

semua siswanya.. Guru akan memperlakukan siswanya sama, namun mengetahui

perbedaan siswanya satu dengan yang lain, sehingga dapat memperlakukan

siswanya sama berdasarkan perbedaan yang telah diketahuinya. Guru akan

menyesuaikan kegiatannya berdasarkan observasi serta tentang pengetahuannya

akan minat, kecakapan, kemampuan, keterampilan, ilmu pengetahuan, lingkungan

keluarga serta hubungan satu sama lainnya di antara sesama siswa. Guru yang

berhasil akan memahami bagaimana siswanya berkembang dan belajar. Dia akan

mempergunakan teori kognisi dan intelegensi dalam kegiatan pembelajarannya.

Guru sadar bahwa siswanya akan berperilaku sesuai dengan konteks yang

dipengaruhi budaya. Guru akan mengembangkan kemampuan kognitif dan

menghormati cara siswanya belajar. Salah satu hal yang sangat penting adalah

mendorong self-esteem, motivasi, karakteristik, bertanggung jawab terhadap

masyarakat, respek terhadap perbedaan individu, budaya, kepercayaan, dan ras

dari siswanya.

Page 28: Profesionalisme Guru

28

2). Guru yang berhasil sangat memahami bidang ilmu keahlian yang akan

diajarkannya dan menghargai bagaimana pengetahuan tersebut diciptakan,

diorganisasikan, dihubungkan dengan ilmu pengetahuan lainnya serta diterapkan

dalam dunia nyata. Dengan tidak melupakan kebijaksanaan dari budaya dan

disiplin ilmu, serta mengembangkan kemampuan dari siswanya. Guru yang

berhasil akan mengetahui bagaimana cara menyampaikan ilmu keahliannya

kepada siswa, guru akan tahu mana yang sulit diterima oleh siswa sehingga akan

menyampaikannya dengan cara yang dapat diterima. cara guru mengajar akan

memungkinkan bahan ajar diterima siswa dengan baik karena mempunyai strategi

mengajar yang telah dikembangkannya sesuai kebutuhan siswa yang bervariasi

untuk memecahkan masalah yang sesuai dengan kemampuan siswa.

3). Guru yang berhasil akan menciptakan, memperkaya, memelihara, dan

menyesuaikan cara mengajarnya untuk menarik dan memelihara minat siswa

dalam mempergunakan waktu mengajar, sehingga mengajarnya efektif. Guru juga

memberikan pertolongan dalam proses belajar dan mengajar kepada siswa dan

teman sejawatnya. Guru yang profesioanal akan tahu cara mana yang tepat yang

dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. Guru juga akan tahu bagaimana

mengatur siswa agar dapat mencapai kompetensi yang diinginkan serta mampu

mengarahkan siswa untuk sampai pada lingkungan belajar yang menyenangkan.

Guru yang profesional harus memahami bagaimana memotivasi siswa termasuk

tahu bagaimana cara mengatasi apabila siswa mengalami kegagalan. Guru juga

harus mampu memahami kemajuan siswa dalam belajar baik perorangan ataupun

kelompok dalam kelasnya, memahami berbagai cara evaluasi untuk mengetahui

Page 29: Profesionalisme Guru

29

perkembangan siswa serta bagaimana mengkomunikasikan keberhasilan atau

kegagalan siswa.

4). Guru adalah model dari hasil pendidikan yang akan dijadikan contoh oleh

siswanya, baik keberhasilan dari ilmu pengetahuannya ataupun cara mengajarnya.

Seperti, keingintahuannya, kejujurannya, keramahannya, keterbukaannya, mau

berkorban dalam mengembangkan siswa. Guru juga harus mampu memanfaatkan

ilmu tentang perkembangan individu, keahlian dalam bidang ilmu dan

mengajarnya.. Untuk keberhasilan proses mengajar, guru yang profesional akan

selalu memikirkan dan mengembangkan keberhasilan cara mengajarnya serta

selalu menghubungkannya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan teori, ide,

atau pun realita.

5). Guru yang profesioanal akan mengkontribusikan serta bekerja sama dengan

teman sejawatnya tentang seluruh kegiatan yang berkaitan dengan proses belajar

mengajar, seperti: pengembangan kurikulum, pengembangan staf lainnya selain

pengajar ataupun kebijakan lainya dari seluruh institusi pendidikan. Guru yang

baik selalu mendapatkan cara yang terbaik dalam berhubungan dengan teman

sejawatnya untuk meningkatkan produktivitas hasil pendidikan secara

menyeluruh.

Dari kelima aspek tersebut kemudian dikembangkan untuk dirumuskan

tentang sesuatu yang sebaiknya dilaksanakan oleh guru yang dapat dikategorikan

profesional untuk kemudian disusun sebuah tolok ukur (standar), yakni kemampuan

intelektual yang diperoleh melalui pendidikan, memiliki pengetahuan spesialisasi,

memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain atau

Page 30: Profesionalisme Guru

30

klien, memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau communicable,

memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri atau self-organization,

mementingkan kepentingan orang lain (altruism), memiliki kode etik, memiliki

sanksi dan tanggung jawab komunita, mempunyai sistem upah, dan budaya

profesional

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1980 (Sukmadinata,

1996) telah merumuskan kemampuan–kemampuan yang harus dimiliki oleh guru dan

mengelompokkannya atas tiga dimensi umum kemampuan, yaitu:

1). Kemampuan profesional, yang mencakup:

a. Penguasaan materi pelajaran, mencakup bahan yang diajarkan dan dasar

keilmuan dari bahan pelajaran tersebut.

b. Penguasaan landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan.

c. Penguasaan proses kependidikan, keguruan, dan pembelajaran.

2). Kemampuan sosial, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja

dan lingkungan sekitar.

3). Kemampuan personal, yang mencakup:

a. Penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru

dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan.

b. Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seharusnya

dimiliki guru.

c. Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi

siswanya.

Page 31: Profesionalisme Guru

31

Selanjutnya Depdikbud(1998) merinci kemampuan profesional tersebut

menjadi sepuluh kemampuan dasar, yaitu; (1) penguasaan bahan pelajaran beserta

konsep-konsep dasar keilmuannya, (2) pengelolaan program belajar mengajar, (3)

pengelolaan kelas, (4) penggunaan media dan sumber pembelajaran, (5) penguasaan

landasan-landasan kependidikan, (6) pengelolaan interaksi belajar mengajar, (7)

penilaian prestasi siswa, (8) pengenalan fungsi dan program bimbingan penyuluhan,

(9) pengenalan dan penyelenggaran administrasi sekolah, (10) pemahaman prinsip-

prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan peningkatan

mutu pengajaran.

Profesi guru menurut Undang-Undang tentang Guru dan Dosen harus

memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada pasal 7 ayat 1, yaitu:

”Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan

prinsip-prinsip profesional sebagai berikut:

1). Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.

2). Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan,

ketakwaan, dan akhlak mulia.

3). Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan

bidang tugas.

4). Mematuhi kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.

5). Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.

6). Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi

kerjanya.

Page 32: Profesionalisme Guru

32

7). Memiliki kesempatan untuk mengernbangkan keprofesionalan secara

berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.

8). Memiliki jaminan hukum dalam melaksanakan tugas

keprofesionalan.

9). Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal

yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan

tugasnya secara profesional, yang memiliki ciri-ciri antara lain: Ahli di Bidang teori

dan Praktek Keguruan. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu

pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarnya (menyampaikannya). Dengan kata

lain guru profesional adalah guru yang mampu membelajarkan peserta didiknya

tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik.

Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru

dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh

pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga

masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada

beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a)

sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih (b)

pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan

kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemaslahakatan dengan fungsi

mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik. Peran

guru ini seperti ini menuntut pribadi harus memiliki kemampuan managerial dan

Page 33: Profesionalisme Guru

33

teknis serta prosedur kerja sebagai ahli serta keiklasan bekerja yang dilandaskan pada

panggilan hati untuk melayani orang lain.

Melaksanakan Kode Etik Guru, sebagai jabatan profesional guru dituntut

untuk memiliki kode etik, seperti yang dinyatakan dalam Konvensi Nasional

Pendidikan I tahun 1988, bahwa profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik

yaitu norma-norma tertentu sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta

dihargai oleh masayarakat. Kode etik bagi suatu organisasai sangat penting dan

mendasar, sebab kode etik ini merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku

yang dijunjung tinggi oleh setiap anggotanya. Kode etik berfungsi untuk

meningkatkan layanan profesionalismenya demi kemaslahatan orang lain.

Memiliki otonomi dan rasa tanggung jawab. Otonomi dalam artian dapat

mengatur diri sendiri, berarti guru harus memiliki sikap mandiri dalam melaksanakan

tugasnya. Kemandirian seorang guru dicirikan dengan dimilikinya kemampuan untuk

membuat pilihan nilai, dapat menentukan dan mengambil keputusan sendiri dan dapat

mempertanggung jawabkan keputusan yang dipilihnya.

Memiliki rasa pengabdian kepada masyarakat. Pendidikan memiliki peran

sentral dalam membangun masyarakat untuk mencapai kemajuan. Guru sebagai

tenaga pendidikan memiliki peran penting dalam mencerdaskan kehidupan

masyarakat tersebut. Untuk itulah guru dituntut memiliki pengabdian yang tinggi

kepada masyarakat khususnya dalam membelajarkan anak didik.

Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian

pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani.

Page 34: Profesionalisme Guru

34

Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdaskan

anak didik.

Usman (2004) membedakan kompetensi guru menjadi dua, yaitu kompetensi

pribadi dan kompetensi profesional. Kemampuan pribadi meliputi; (1) kemampuan

mengembangkan kepribadian, (2) kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi, (3)

kemampuan melaksanakan bimbingan dan penyuluhan. Sedangkan kompetensi

profesional meliputi: (1) penguasaan terhadap landasan kependidikan, dalam

kompetensi ini termasuk (a) memahami tujuan pendidikan, (b) mengetahui fungsi

sekolah di masyarakat, (c) mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan; (2)

menguasai bahan pengajaran, artinya guru harus memahami dengan baik materi

pelajaran yang ajarkan. Penguasaan terhadap materi pokok yang ada pada kurikulum

maupun bahan pengayaan; (3) kemampuan menyusun program pengajaran,

kemampuan ini mencakup kemampuan menetapkan kompetensi belajar,

mengembangkan bahan pelajaran dan mengembangkan strategi pembelajaran; dan (4)

kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil belajar dan proses pembelajaran.

Untuk mengantisipasi tantangan dunia pendidikan yang semakin berat, maka

profesionalime guru harus dikembangkan. Beberapa cara yang dapat ditempuh dalam

pengembangan profesionalisme guru menurut Balitbang Diknas(2004) antara lain

adalah :

1). Perlunya revitalisasi pelatihan guru yang secara khusus dititikberatkan untuk

memperbaiki kinerja guru dalam meningkatkan mutu pendidikan dan bukan untuk

meningkatkan sertifikasi mengajar semata-mata.

Page 35: Profesionalisme Guru

35

2). Perlunya mekanisme kontrol penyelenggaraan pelatihan guru untuk

memaksimalkan pelaksanaannya.

3). Perlunya sistem penilaian yang sistemik dan periodik untuk mengetahui

efektivitas dan dampak pelatihan guru terhadap mutu pendidikan.

4). Perlunya desentralisasi pelatihan guru pada tingkat kabupaten/ kota sesuai dengan

perubahan mekanisme kelembagaan otonomi daerah yang dituntut dalam UU

No.22/1999.

5). Perlunya upaya-upaya alternatif yang mampu meningkatkan kesempatan dan

kemampuan para guru dalam penguasaan materi pelajaran.

6). Perlunya tolok ukur (benchmark) kemampuan profesional sebagai acuan

pelaksanaan pembinaan dan peningkatan mutu guru.

7). Perlunya peta kemampuan profesional guru secara nasional yang tersedia di

Depdiknas dan Kanwil-kanwil untuk tujuan-tujuan pembinaan dan peningkatan

mutu guru.

8). Perlunya untuk mengkaji ulang aturan/kebijakan yang ada melalui perumusan

kembali aturan/ kebijakan yang lebih fleksibel dan mampu mendorong guru untuk

mengembangkan kreativitasnya.

9). Perlunya reorganisasi dan rekonseptualisasi kegiatan Pengawasan Pengelolaan

Sekolah, sehingga kegiatan ini dapat menjadi sarana alternatif peningkatan mutu

guru.

10). Perlunya upaya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam penelitian, agar

lebih bisa memahami dan menghayati permasalahan-permasalahan yang dihadapi

dalam proses pembelajaran.

Page 36: Profesionalisme Guru

36

11). Perlu mendorong para guru untuk bersikap kritis dan selalu berusaha

meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan.

12). Memperketat persyaratan untuk menjadi calon guru pada Lembaga Pendidikan

Tenaga Kependidikan (LPTK).

13). Menumbuhkan apresiasi karier guru dengan memberikan kesempatan yang lebih

luas untuk meningkatkan karier.

14). Perlunya ketentuan sistem credit point yang lebih fleksibel untuk mendukung

jenjang karier guru, yang lebih menekankan pada aktivitas dan kreativitas guru

dalam melaksanakan proses pengajaran.

Untuk lebih mendorong tumbuhnya profesionalisme guru selain apa yang

telah diutarakan oleh Balitbang Diknas, tentunya ”penghargaan yang profesional”

terhadap profesi guru masih sangat penting. Seperti yang diundangkan bahwa guru

berhak mendapat tunjangan profesi. Realisasi pasal ini tentunya akan sangat penting

dalam mendorong tumbuhnya semangat profesionlisme pada diri guru.

Menurut Rahardjo (dalam Kompas Oktober, 2006) profesionalisme yang

penuh adalah keahlian menguasai dan menjalankan sesuai dengan kemampuannya

sekaligus semangat kepedulian yang tinggi.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan profesionalisme guru seni rupa

adalah mengacu pada kemampuan profesional menurut Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan pada tahun 1980 (Sukmadinata, 1996) kemudian Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan merinci kemampuan profesional guru dalam beberapa

kemampuan dasar meliputi penguasaan bahan ajar, penggunaan media dan sumber

pembelajaran, dan pengelolaan kelas, pengelolaan interaksi belajar mengajar,

Page 37: Profesionalisme Guru

37

pengelolaan program belajar mengajar, dan penilaian prestasi siswa. Dengan

kemampuan dasar yang disebutkan di atas, maka sosok profesional guru harus

mampu mengaplikasikan kemampuannya dengan berbagai ilmu yang dimiliki baik

teoritik maupun empirik serta membiarkan anak didiknya untuk mempunyai

pengalaman langsung dalam proses pembelajaran yang diarahkan oleh guru dalam

metode mengajar. Metode mengajar ini dapat dimulai dengan metode yang

konvensional. Dengan menguasai kemampuan profesional, seorang guru diharapkan

mampu membawa siswa mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.

2.2. Pembelajaran Seni Rupa

2.2.1. Konsep Belajar

Kegiatan belajar merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam

keseluruhan proses pendidikan. Belajar merupakan aktivitas manusia yang sangat

kompleks sehingga berbagai penafsiran dan pengertian mengenai belajar menjadi

sangat beraneka ragam.

Belajar adalah untuk mencapai kebiasaan, ilmu pengetahuan dan sikap

(learning is acquisition of habits, knowledge and attitude), pendapat ini dikemukakan

oleh Crow dan Crow (dalam Martensi, 1979: 50). Pendapat lain dikemukakan oleh

Surahmad (1979: 50), bahwa belajar ditujukan pada pengumpulan pengetahuan,

penanaman konsep, dan kecekatan, serta pembentukan sikap dan perbuatan.

Kebiasaan belajar dan sikap yang dimiliki merupakan bentuk tingkah laku yang

relatif tetap pada diri seseorang, sehingga merupakan ciri khas pada bentuk pribadi

orang tersebut dalam memperoleh pengetahuan yang baru, hal ini berarti membentuk

pribadi.

Page 38: Profesionalisme Guru

38

Menurut Nasution (dalam Martensi 1980: 88) belajar adalah suatu usaha atau

kegiatan anak untuk menguasai bahan pelajaran yang diberikan guru di sekolah.

Sedangkan Surahmat (dalam Martensi 1980: 88) menyatakan bahwa belajar itu

merupakan perubahan dalam diri manusia dari yang tidak mengetahui menjadi

mengetahui.

Menurut Gagne, belajar adalah kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa

kapabilitas. Setelah belajar orang mempunyai keterampilan, pengetahuan, sikap dan

nilai (dalam Dimyati 1990: 10). Sejalan dengan ini adalah proses yang melibatkan

manusia secara perorangan sebagai satu kesatuan organisme sehingga terjadi

perubahan pada pengetahuan dan sikap.

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang

dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau

kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya.

Dalam proses belajar terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi. Menurut

Martensi (1980: 89) faktor-faktor tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor

internal dan faktor eksternal.

1). Faktor internal

Faktor ini berkaitan dengan kondisi fisik dan kondisi psikologis siswa.

Faktor internal ini mencakup beberapa hal antara lain:

a) Pengaruh kecerdasan

Kecerdasan merupakan faktor yang penting dalam belajar, karena

keberhasilan dalam belajar akan banyak dipengaruhi oleh faktor kecerdasan.

Page 39: Profesionalisme Guru

39

b) Pengaruh bakat

Bakat merupakan kemampuan atau sifat-sifat yang ada pada seseorang

dan dapat dikembangkan melalui latihan-latihan yang terarah. Bakat pada

bidang tertentu sangat berpengaruh terhadap hasil belajar pada bidang

tersebut.

c) Pengaruh minat

Minat adalah kecenderungan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat juga

merupakan penyebab dari suatu keaktifan dan hasil keikutsertaannya dalam

keaktifan tersebut, sehingga dapat dipastikan akan memperoleh hasil yang

lebih baik.

d) Pengaruh motivasi

Motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai

dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya

tujuan (Sardiman 1986: 73). Dalam konteks belajar motivasi merupakan daya

penggerak bagi individu untuk belajar sesuatu demi mencapai tujuan sehingga

memperoleh hasil yang optimal.

e) Pengaruh perasaan

Perasaan adalah suatu keadaan kejiwaan seseorang yang mempunyai

sifat lebih subyektif pada gejala mengenal. Menurut T.L Engel (dalam

Martensi 1980: 94) secara psikologis perasaan itu berarti suatu perasaan yang

menyenangkan. Dengan adanya perasaan senang akan menguntungkan proses

belajar sehingga akan mencapai prestasi belajar yang lebih baik.

Page 40: Profesionalisme Guru

40

f) Pengaruh sikap

Sikap senantiasa diarahkan terhadap suatu hal (obyek). Belajar akan

lebih efektif apabila disertai dengan sikap positif, sikap positif terhadap

belajar akan menimbulkan perasaan puas dan senang sehinggga akan

menentukan prestasi belajarnya.

g) Pengaruh kematangan

Kematangan merupakan kesempurnaan proses perkembangan di dalam

tubuh. Kematangan di sini bukan berarti dewasa dalam pengertian umum

yang berkaitan dengan usia, tetapi kematangan sesuai dengan fase-fase

perkembangan anak secara sempurna. Anak akan mampu mempelajari sesuatu

apabila sudah mencapai kematangan dari fungsi atau organ tertentu.

2). Faktor eksternal

Faktor eksternal ini mencakup dua hal, yakni:

a) Pengaruh lingkungan keluarga

Keluarga merupakan lingkungan utama dalam proses sosialisasi belajar

bagi anak, di dlam keluarga anak akan belajar bergaul, menghargai orang lain,

menerima norma-norma, sikap, dan sebagainya. Sikap dan tingkah laku anak

banyak dipengaruhi oleh keluarga dimana ia dilahirkan dan dimana ia tumbuh

(Elizabeth, dalam Martensi 1980: 96).

b) Pengaruh lingkungan sekolah

Iklim sosial dalam lingkungan sekolah sangat berpenagruh terhadap

proses belajar dan hasil prestasi belajar. Dalam lingkungan sekolah mencakup

hubungan dari beberapa komponen yang meliputi: kepala sekolah, guru,

Page 41: Profesionalisme Guru

41

siswa, program, fasilitas, media, kondisi gedung, peraturan (tata tertib), situasi

dan lain-lain. Keseluruhan hubungan antar beberapa komponen tersebut tidak

berdiri sendiri-sendiri melainkan saling terkait dan saling mempengaruhi satu

sama lain.

2.2.1.Konsep Mengajar

Pada dasarnya mengajar adalah mengusahakan terciptanya suatu situasi yang

memungkinkan berlangsungnya proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari

komponen-komponen yang saling mempengaruhi, antara lain: tujuan instruksional

yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang harus memainkan

peranan serta ada dalam hubungan sosial tertentu, bentuk kegiatan yang dilakukan

serta sarana dan prasarana belajar-mengajar yang tersedia. Menurut Arifin (1970:85)

Mengajar adalah rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar

dapat menerima, menanggapi, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu.

Sedangkan menurut Nasution (1967 :15) mengajar adalah suatu aktivitas

mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya

dengan anak, sehingga terjadi proses belajar.

Dengan tahap memperhatikan perkembangan kejiwaan siswa yang belajar,

maka mengajar hendaknya:

1) Menguraikan pengalaman belajar yang perlu dialami oleh siswa.

2) Menguaraikan cara mengorganisasi batang tubuh ilmu pengetahuan atau struktur

materi yang dipelajari siswa.

3) Menguaraikan secara sistematis urutan pokok-pokok bahasan yang diasjikan.

Page 42: Profesionalisme Guru

42

4) Menguraikan prosedur penggunaan penguatan dalam proses belajar-mengajar,

dari penguatan yang bersifat ekstrinsik menjadi penguatan yang bersifat intrinsik.

Strategi adalah suatu rencana tentang cara-cara pendayagunaan dan

penggunaan potensi dan saran yang ada untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

pengajaran. Dalam strategi terdapat metode belajar mengajar, yaitu cara atau jalan

untuk mencapai tujuan pengajaran. Dalam strategi belajar mengajar juga terkandung

teknik mengajar yaitu pemakaian alat-alat bantu mengajar atau cara-cara

menggunakan metode mengajar yang relevan dengan tujuan agar dapat mendorong

atau memotivasi siswa belajar yang optimal.

Strategi belajar-mengajar berbeda dari desain instruksional dalam arti yang

pertama berkenaan dengan kemungkinan variasi pola dalam arti macam dan urutan

umum perbuatan belajar-mengajar yang secara prinsip berbeda antara yang satu

dengan yang lain, sedangkan yang kedua menunjuk kepada cara-cara merencanakan

sesuatu sistem lingkungan belajar tertentu, setelah ditetapkan untuk menggunakan

satu atau lebih strategi belajar-mengajar tertentu. Kalau disejajarkan dengan

pembuatan rumah, pembicaraan tentang (bermacam-macam) strategi belajar-

mengajar adalah ibarat melacaki pelbagai kemungkinan variasi rumah yang akan

dibangun (joglo, rumah gadang, bale gede, rumah gedung modern, dan sebagainya

yang masing-masing menampilkan kesan dan pesan unik). Sedangkan desain

instruksional adalah penetapan cetak biru rumah yang akan dibangun itu serta bahan-

bahan yang diperlukan dan urutan langkah-langkah konstruksinya maupun kriteria

penyelesaiannya dari tahap ke tahap sampai dengan penyelesaian akhir, setelah

ditetapkan tipe rumah yang akan dibuat.

Page 43: Profesionalisme Guru

43

Dari uraian di atas jelaslah kiranya bahwa untuk dapat melaksanakan tugas

secara proporsional, seorang guru memerlukan wawasan yang mantap tentang

kemungkinan – kemungkinan strategi belajar-mengajar sesuai dengan tujuan-tujuan

belajar, baik dalam arti dampak instruksional maupun dampak pengiring, yang ingin

berdasarkan rumus tujuan pendidikan yang utuh, di samping penguasaan teknis di

dalam mendesain sistem lingkungan belajar- mengajar dan mengimplementasikan

secara efektif apa-apa yang tekah direncanakan di dalam desain instruksional.

Ceramah, diskusi, video tape, karya wisata, penggunaan nara sumber, dan

lain-lain itu adalah teknik dan alat yang dapat merupakan bagian dari perangkat alat

dan cara di dalam pelaksanaan sesuatu strategi belajar-mengajar. Juga harus dicatat

bahwa di dalam suatu peristiwa belajar-mengajar, seringkali harus dipergunakan lebih

daripada satu strategi, karena tujuan-tujuan yang akan dicapai juga biasanya kait

mengait satu dengan lain di dalam rangka usaha pencapaian tujuan yang lebih umum.

2.2.2.Pembelajaran

Kata pembelajaran merupakan persamaan kata instruction yang memiliki arti

pengajaran. S. Ulihbukit Karo-Karo, dkk (1979: 3) menegaskan bahwa pengajaran

artinya bahan pelajaran yang disajikan atau proses penyajian bahan ajar. Sedangkan

Surahmad (1979: 13) memberi pengertian bahwa pengajaran adalah suatu usaha yang

bersifat sadar tujuan dengan sistematis terarah pada perubahan tingkah laku menuju

kedewasaan anak didik. Perubahan itu adalah menunjuk suatu proses yang harus

dilalui.

Page 44: Profesionalisme Guru

44

Menurut Dimyati (1999:156), pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan

oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar, bagaimana memperoleh dan

memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran adalah

suatu proses yang mengandung serentetan perbuatan guru dan siswa sebagai usaha

sadar atas dasar hubungan timbal bailk yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk

mencapai tujuan yang ditentukan.

Pembelajaran pada dasarnya merupakan proses pemberdayaan sumber-sumber

belajar guna membantu siswa agar dapat belajar sesuatu dengan kebutuhan dan

minatnya. Dalam proses belajar mengajar guna mencapai tujuan pembelajaran

diperlukan berbagai perangkat atau komponen seperti materi (bahan), cara (metode),

alat (sarana), dan untuk membuktikan tercapai tidaknya tujuan diperlukan kegiatan

evaluasi (Sardiman 1986: 63).

Tujuan pembelajaran merupakan rumusan tingkah laku dan kemampuan yang

harus dicapai oleh siswa setelah menyelesaikan serangkaian kegiatan belajar. Tujuan

pembelajaran merupakan langkah awal yang harus ditetapkan dalam proses

pembelajaran.

2.2.3. Konsep Pendidikan Seni Rupa

Pendidikan seni rupa di sekolah umum pada dasarnya diarahkan untuk

menumbuhkan kepekaan rasa estetik dan artistik sehingga terbentuk sikap kritis,

apresiatif dan kreatif pada diri siswa secara menyeluruh. Sikap ini dapat tumbuh

melalui serangkaian proses kegiatan dan keterlibatan siswa dalam segala aktivitas

seni yang meliputi kegiatan pengamatan, penilaian dan menghargai karya seni.

Page 45: Profesionalisme Guru

45

Kurikulum mata pelajaran pendidikan seni rupa memuat ketiga kegiatan

tersebut di atas yang disusun sebagai suatu kesatuan. Artinya, pada proses

pembelajaran, ketiga proses kegiatan tersebut harus merupakan rangkaian aktivitas

seni yang harus dialami siswa melalui aktivitas mengapresiasi dan berkreasi seni.

Pendidikan seni rupa sebagai mata pelajaran di sekolah diberikan atas dasar

pertimbangan. pendidikan seni memiliki sifat multilingual, multidimensional, dan

multikultural. Multilingual adalah mengembangkan kemampuan mengekspresikan

diri dengan berbagai cara dan media, seperti bahasa rupa, bunyi, gerak, peran dan

berbagai perpaduannya. Multidimensional adalah mengembangkan kompetensi

meliputi persepsi, pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi dan

produktivitas dalam menyeimbangkan fungsi otak sebelah kanan dan kiri, dengan

cara memadukan secara harmonis unsur-unsur logika, kinestetik, etika, dan estetika.

Sifat multikultural mengandung makna pendidikan seni rupa menumbuhkembangkan

kesadaran dan kemampuan apresiasi terhadap keragaman budaya Nusantara dan

mancanegara sebagai wujud pembentukan sikap menghargai, bertoleransi,

demokratis, beradab, serta mampu hidup rukun dalam masyarakat dan budaya yang

majemuk.

Gagasan pendidikan seni rupa di sekolah sebagai upaya pemberian kesempatan

kepada anak untuk mengaktualisasikan diri melalui ekspresi seni rupa, barulah mulai

dikenal cara meluas sejalan dengan digantinya nama Mata Pelajaran Menggambar

dan Pekerjaan Tangan menjadi Pendidikan Seni Rupa.

Pendidikan Seni Rupa di Sekolah yang pada awalnya hanya mencakup

kegiatan menggambar dengan tujuan untuk menghasilkan anak yang terampil

Page 46: Profesionalisme Guru

46

menggambar melalui pelatihan koordinasi mata atau tangan, kemudian hadir dalam

cakupan yang lebih luas dengan tujuan yang beragam seperti: menanamkan kesadaran

budaya, mengembangkan kemampuan apresiasi seni rupa, menyediakan kesempatan

mengaktualisasikan diri, mengembangkan penguasaan disiplin ilmu pendidikan seni

rupa. Keragaman tujuan Pendidikan Seni Rupa di Sekolah ini merupakan cerminan

dari dinamika masyarakat yang senantiasa berubah dan berkembang, pengaruh

keragaman fokus pembinaan dan aspirasi masyarakat. Konsekuensi dari keragaman

ini tentu saja berdampak terhadap pelaksanaan pendidikan seni rupa (Bongsoe dalam

Salam, 2001: 8).

Dengan pemahaman yang baik, akan mampu membuat keputusan yang cerdas

dan arif terutama dalam pembuatan kebijakan, perencanaan, maupun penilaian

program pendidikan seni rupa di sekolah. Hakikat dan tujuan pendidikan seni rupa

juga perlu disosialisasikan di luar lingkungan pendidikan formal, masyarakat luas,

khususnya kalangan orang tua atau wali yang memiliki kedekatan psikologis dengan

baik, amat penting dalam turut serta menyukseskan misi pendidikan seni rupa di

sekolah (Efland dalam Salam, 2003: 263).

Pendidikan seni rupa di sekolah umum yang semula hanya mencakup kegiatan

menggambar, kemudian juga dikembangkan ke bidang seni rupa yang lain.

Pendidikan seni rupa di sekolah umum menawarkan beragam tujuan. Salah satu

tujuan pendidikan seni rupa adalah mengembangkan keterampilan menggambar,

menanamkan kesadaran budaya-lokal, mengembangkan kemampuan apresiasi seni

rupa, menyediakan kesempatan mengaktualisasikan diri, mengembangkan

penguasaan disiplin ilmu seni rupa, dan mempromosikan gagasan multikultural.

Page 47: Profesionalisme Guru

47

Pada pendidikan seni rupa, materi pelajaran yang diberikan tidak hanya

menggambar tetapi juga beragam bidang seni rupa yang lain seperti mematung,

mencetak, menempel, dan juga apresiasi seni. Fokus pembinaan tidak hanya pada

pelatihan keterampilan koordinasi mata dan tangan, tetapi juga pada pengembangan

fungsi jiwa yang memungkinkan anak menjadi sensitif dan kreatif.

Pendidikan seni rupa di sekolah hadir untuk memenuhi harapan masyarakat.

Itulah sebabnya seni rupa senantiasa berkembang mengikuti harapan masyarakat

sebagaimana yang dapat ditelusuri pada uraian mengenai berbagai tujuan pendidikan

seni rupa di sekolah. Menggambar mulai diajarkan di sekolah umum di Eropa

(sebagaimana sekolah umum yang dikenal dewasa ini). Tujuan pengajaran

menggambar di sekolah adalah untuk menjadikan anak pintar menggambar melalui

latihan koordinasi mata dan tangan yang amat ketat. Cara pengajaran seperti ini

mengikuti pola pelatihan yang berlangsung di akademi seni rupa di Eropa.

Asselbergs dan Knoop (1995; 5) menuliskan tentang apa yang dilakukan oleh

murid dalam kegiatan menggambar di sekolah di Belanda berdasarkan pendekatan ini

sebagai berikut. Siswa belajar menggambarkan garis lurus, sudut, segi empat,

lengkungan, dan lingkaran untuk kemudian menggambarkan bentuk tiga dimensional

yang lebih rumit. Karena guru pada umumnya tidak cukup terampil dalam hal

menggambar seperti yang harus dilakukan ini, maka guru sangat tergantung pada

buku pegangan yang berfungsi sebagai alat bantu mengajar.

Selama ini batasan tentang seni yang dikemukakan oleh para filsuf masih

dianggap kurang jelas, mereka memberi batasan atau pengertian yang berbeda-beda

Page 48: Profesionalisme Guru

48

sehingga istilah seni yang merupakan padanan kata art belum dicapai keseragaman

tentang batasannya.

Mendelssohn (dalam Kadir Abdul, 1975: 12) mengatakan bahwa seni adalah

pertumbuhan keindahan yang dengan samar-samar diketahui oleh perasaan sehingga

menjadi suatu hal yang b enar dan baik. Sementara ahli estetika Italia, Pagano (dalam

Kadir Abdul, 1975: 14) beranggapan bahwa seni adalah mempersatukan keindahan

yang tersebar pada alam. Kapasitas yang menentukan keindahan adalah selera,

sedangkan kapasitas yang membawanya dalan satu keseluruhan adalah artistik jenius.

Menurutnya keindahan berpadu dengan kebaikan, jadi keindahan adalah kebaikan

yang terwujud, dan kebaikan adalah kebaikan batin.

Menurut The Liang Gie (1976: 60) pengertian seni dijelaskan seperti:

kemahiran, kegiatan manusia, karya seni, seni indah, dan seni penglihatan (seni rupa).

Kaitannya dengan pengertian seni sebagai suatu kemahiran, hal ini bisa dengan asal

usul katanya yaitu berasal dari kata ars yang berarti kemahiran atau ketangkasan,

sehingga secara etimologi kata ars dapat diartikan sebagai suatu kemahiran atau

ketangkasan seseorang dalam menciptakan atau mengerjakan benda-benda atau

sesuatu barang (Sudarso, 1976: 15).

Sependapat dengan pengertian seni sebagai kegiatan manusia, Leo Tolstoy

(dalam Setjoatmodjo, 1988: 76) menjelaskan bahwa seni adalah aktivitas manusia

yang mengandung kenyataan, bahwa seseorang yang sadar melalui bantuan simbol-

simbol eksternal tertentu menyatakan perasaan yang pernah dialaminya kepada orang

lain dan bahwa orang lain tersebut lalu kejangkitan oleh persaan ini dan juga

mengalaminya (The Liang Gie, 1976: 61).

Page 49: Profesionalisme Guru

49

Pengertian seni sebagai karya seni adalah suatu benda atau barang dari hasil

kegiatan manusia. Karya seni merupakan produk aktivitas manusia atau hasil kegiatan

manusia.

Pengertian seni indah merupakan definisi yang paling bersahaja dan sering

kita dengar, seperti yang dinyatakan oleh Soedarso (1988: 2) yang mejelaskan bahwa

seni adalah segala macam keindahan yang diciptakan oleh manusia. Dalam

pengertian ini, seni merupakan produk keindahan, berkaitan dengan pembuatan benda

untuk kepentingan estetis, lazimnya seni indah (Fine art) dilawankan dengan seni

terap (Applied art).

Pengertian seni penglihatan ini agaknya lebih sempit lagi karena hanya

dikhususkan terhadap karya yang diperuntukkan untuk dilihat yaitu seni rupa (visual

art). Seni penglihatan tersebut meliputi seni lukis, seni pahat, seni arsitekstur.

Dari berbagai macam pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa seni

adalah suatu karya manusia yang mengkomunikasikan pengalaman-pengalaman

batinnya disajikan dalam bentuk yang indah dan menarik, sehingga dapat merangsang

timbulnya pengalaman batin manusia lain yang menikmatinya.

Istilah rupa merupakan padanan kata form artinya bentuk, rupa, selain itu juga

kata shape yang artinya bentuk, rupa, dan model. Dengan demikian maka dapat

disimpulkan bahwa rupa adalah bentuk yang berwujud sesuatu yang dapat dilihat

oleh mata. Kaitannya dengan seni, Sudarso (1976: 6) menjelaskan bahwa seni rupa

adalah cabang seni yang mengekspresikan pengalaman artistik manusia lewat obyek-

obyek dua dan tiga dimensional yang memakan tempat dan tahan akan waktu ini yang

menjadikan kelebihan cabang seni rupa dibanding dengan seni lain.

Page 50: Profesionalisme Guru

50

Berdasarkan pendapat tersebut di atas maka dapat dijelaskan bahwa seni rupa

adalah suatu hasil karya manusia yang mengekspresikan pengalaman batinnya yang

disajikan dalam bentuk dua atau tiga dimensi yang artistik, sehingga dapat

merangsang timbulnya pengalaman batin manusia lain untuk menikmatinya.

Seni rupa memiliki cabang-cabang, yaitu seni lukis (gambar), seni patung,

seni grafis, seni kriya, seni reklame, seni dekorasi, dan seni arsitektur (Sudarso 1976:

7). Menurut Kuntjaraningrat, membagi seni rupa menjadi tujuh macam, yaitu seni

bangunan, seni patung, seni relief, seni lukis (gambar), seni rias, seni kerajinan, dan

seni olah raga.

Dalam proses berkarya seni rupa tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik

semata, melainkan memerlukan pertimbangan batin dan kreativitas, sehingga dapat

menghasilkan karya seni yang dalam penyajiannya dapat menimbulkan rasa indah

dan artistik.

2.3.Tahapan Pembelajaran Seni Rupa di SMA Negeri

Pada dasarnya pembelajaran melalui tiga tahap yaitu perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi. Pembelajaran merupakan suatu proses, maka diperlukan

adanya perencanaan yang seksama dan sistematis (Ibrahim dan Sukmadinata, 1996:

31). Langkah sistematis dan seksama dalam pembelajaran merupakan suatu kegiatan

atau bagian terpenting dari strategi mengajar, yakni usaha guru dalam mengatur dan

menggunakan variabel-variabel pengajaran agar mempengaruhi siswa dalam

mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya.

Page 51: Profesionalisme Guru

51

Pada tahap perencanaan diperlukan pemikiran dan pertimbangan-

pertimbangan yang cukup mendalam untuk merumuskan dan mengembangkan

kompetensi, materi pokok, dan strategi pembelajaran yang digunakan serta evaluasi

yang memungkinkan untuk melihat kemampuan siswa dalam menguasai kompetensi

yang dirumuskan.

2.3.1. Perencanaan

Pada tahapan perencanaan ini meliputi pembuatan Program Tahunan (prota),

Program Semester (promes), silabus atau garis besar materi pelajaran, dan

perencanaan pembelajaran.

1). Program Tahunan

Setiap tahun ajaran baru, guru diwajibkan untuk membuat rencana

program studinya untuk kurun waktu satu tahun. Bentuk dan format Program

Tahunan telah ditentukan dari sekolah, sehingga dalam hal ini guru tinggal

mengisi form yang telah diberikan sekolah. Adapun komponen-komponen yang

terdapat dalam Program tahunan tersebut adalah identitas mata pelajaran, kolom

semester, kolom bidang studi, kolom nomor kompetensi dasar, kolom kompeteni

dasar, kolom alokasi waktu, dan kolom keterangan.

Identitas mata pelajran memuat sekolah, mata pelajaran, kelas, dan tahun

ajaran. Pada kolom semester berisikan pembagian kompetensi dasar yang hendak

dicapai dalam satu tahun. Dalam kegiatan ini, guru melihat waktu efektif yag ada

dan banyaknya materi yang akan diajarkan untuk setiap kometensi dasar. Kolam

bidang studi menjelaskan bidang studi yang diampu oleh guru. Pada kolom

nomor kompetensi dasar berisikan nomor kompetensi dasar yang telah

Page 52: Profesionalisme Guru

52

dirumuskan. Kolom alokasi waktu memuat waktu yang diperlukan untuk

memberikan materi kepada siswa guna mencapai kompetensi yang telah

dirumuskan. Dalam hal ini guru melihat kondisi siswa dan kondisi lingkungan

sekolah serta banyaknya materi yang nantinya akan disampaikan untuk mencapai

kompetensi yang telah dirumuskan. Sedangkan pada kolom keterangan memuat

penjelasan atas apa yang telah ditulis.

2). Program Semester

menentukan alokasi waktu untuk setiap materi pokok yang akan

disampaikan. Setelah membuat Program Tahunan, selanjutnya guru

mengembangkan program tersebut menjadi Program Semester, yaitu program

yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu satu semester. Format program

Semester ini lebih rinci dibanding dengan Program Tahunan. Alokasi waktu

sudah dalam bentuk tiap minggu pada setiap bulannya, tetapi belum disebutkan

secara rinci aloksi waktu dalam bentuk jam.

Adapun komponen-komponen yang terdapat dalam promes tersebut

adalah identitas mata pelajaran, kompetensi dasar, alokasi waktu dalam bentuk

minggu per bulan. Identitas pelajaran memuat hal yang seperti pada program

tahunan. Pada kolom kompetensi dasar memuat kompetensi-kompetensi dasar

yang telah dikembangkan oleh guru pengampu menjadi hasil belajar yang harus

dilalui oleh siswa untuk mencapai kompetensi yang dirumuskan.

Dalam penyusunan program ini, guru mengutip kompetensi dasar yang

tertera dalam buku teks pelajaran seni rupa yang dijadikan sebagai pegangan

Page 53: Profesionalisme Guru

53

dalam mengajar, sedangkan untuk menentukan alokasi waktu, guru tetap

menjadikan kalender pendidikan sebagai pedoman untuk mengajar.

3). Silabus

Dalam silabus terdapat beberapa komponen utama, yaitu identitas

pelajaran, kompetensi dasar, materi, strategi pembelajaran, alokasi waktu dan

sumber bahan. Identitas pelajaran berisikan nama sekolah, mata pelajaran, kelas/

semester, dan standar kompetensi. Kompetensi dasar memuat kompetensi-

kompetensi yang diharapkan akan dicapai oleh siswa setelah melalui serangkaian

pembelajaran. Dalam materi pokok memuat bahan pelajaran atau materi yang

digunakan untuk mencapai kompetensi-kompetensi yang telah dirumuskan.

4). Perencanaan Pembelajaran

Rencana pembelajaran merupakan bentuk perencanaan pembelajaran yang

dibuat setiap satu kali pertemuan. Dalam Rencana Pembelajaran ini memuat

identitas pelajaran, kompetensi dasar, indikator, materi pembelajaran, kegiatan

pembelajaran, alat/ bahan dan sumber pembelajaran, dan penilaian dan tindak

lanjut. Rencana pembelajaran ini memudahkan guru dalam mengajar di kelas,

karena materi yang akan disampaikan telah dipersiapkan sebelumnya.

2.3.2. Tahap Pelaksanaan

Dalam tahapan pelaksanaan ini merupakan serangkaian kegiatan guru dalam

pembelajaran seni rupa, yaitu meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan

penutup. Pada kegiatan pendahuluan berupa sapaan oleh guru kepada siswanya

sampai pada suasana kelas yang kondusif untuk dimulai pelajaran, ulasan tentang

materi sebelumnya, dan ulasan sekilas tentang materi yang akan disampaikan.

Page 54: Profesionalisme Guru

54

Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan inti. Pada tahapan inilah akan terlihat

bagaimana kemampuan guru terhadap penguasaan materi dalam menjelaskan materi

dan contoh karya agar bisa diterima dengan mudah oleh siswa. Hal ini merupakan

bagian tersulit yang harus ditempuh oleh guru, karena di sinilah guru dituntut untuk

profesional dengan menggunakan metode mengajar yang sevariatif dan seefektif

mungkin agar tujuan dari pembelajaran itu sendiri dapat tercapai.

Kegiatan terakhir adalah kegiatan penutup, di mana guru memberikan

simpulan atas apa yang telah disampaikan pada siswa pada pertemuan tersebut. Selain

itu juga tentang tindak lanjut dari praktik karya dan pemberitahuan kegiatan yang

akan dilaksanakan pada pertemuan selanjutnya.

2.3.3. Tahap Penilaian

Penilaian hasil belajar idealnya dapat mengungkap semua askpek domain

pembelajaran, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Sebab siswa yang

memiliki kemampuan kognitif baik saat diuji dengan paper-and-pencil test belum

tentu dapat menerapkan dengan baik pengetahuannya dalam mengatasi permasalahan

kehidupan (Green, 1975). Penilaian hasil belajar sangat terkait dengan tujuan yang

ingin dicapai dalam proses pembelajaran. Pada umumnya tujuan pembelajaran

mengikuti pengklasifikasian hasil belajar yang dilakukan oleh Bloom pada tahun

1956, yaitu cognitive, affective dan psychomotor. Kognitif adalah ranah yang

menekankan pada pengembangan kemampuan dan keterampilan intelektual. Affective

adalah ranah yang berkaitan dengan pengembangan perasaan, sikap nilai dan emosi.

Sedangkan psychomotor adalah ranah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan atau

keterampilan motorik (Degeng: 2001). Namun ketiga domain pembelajaran itu

Page 55: Profesionalisme Guru

55

memang tidak dapat dipaksakan pada semua mata pelajaran dalam porsi yang sama.

Untuk matapelajaran ekonomi misalnya lebih menekankan pada aspek kognigitif dan

affective dibandingkan dengan aspek psychomotor yang lebih menekankan pada

keterampilan motorik.

Fakta menunjukkan bahwa penilaian hasil belajar lebih menitikberatkan pada

aspek kognitif saja. Terbukti dengan tes-tes yang diselenggarakan di sekolah baik

lisan maupun tulis lebih banyak mengarah pada pengungkapan kemampuan aspek

kognitif. Laporan hasil belajar yang disampaikan kepada orang tua siswa (buku rapor)

juga hanya melaporkan kemampuan kognitif saja.

Tuntutan pada kurikulum baru itu penilaian harus mengarah pada kompetensi

siswa, sesuai dengan kompetensi tuntutan kurikulum. Kompentensi yang dimaksud

pada kurikulum adalah kemampuan yang dapat dilakukan peserta didik yang

mencakup pengetahuan, keterampilan dan perilaku. Penilaian harus mengacu pada

pencapaian standar kompetensi siswa. Standar kompetensi adalah batas dan arah

kemamuan yang harus dan dapat dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses

pembelajaran suatu mata pelajaran tertentu (Marpadi: 2003).

Sistem penilaian yang diharapkan diterapkan untuk mengukur hasil belajar

siswa menurut kurikulum 2004 adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Di mana

untuk mengetahui seberapa jauh peserta didik telah memiliki kompetensi dasar maka

diperlukan suatu sistem penilaian yang menyeluruh dengan mengunakan indikator-

indikator yang dikembangkan guru secara jelas. Berkelanjutan berarti semua

indikator harus ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi

dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan peserta

Page 56: Profesionalisme Guru

56

didik. Untuk itu perlu dikembangkan berbagai teknik penilaian dan ujian, seperti:

pertanyaan lisan, kuis, ulangan harian, tugas rumah, ulangan praktik, dan pengamatan

(Marpadi, 2003).

Pengembangan sistem penilaian berbasis kompetensi dasar mencakup

beberapa hal, yaitu: (1) standar kompetensi, adalah kemampuan yang harus dimiliki

oleh lulusan dalam setiap mata pelajaran. Hal ini memiliki implikasi yang sangat

signifikan dalam perencanaan, metodelogi dan pengelolaan penilaian; (2) kompetensi

dasar, adalah kemampuan minimal dalam rangka mata pelajaran yang harus dimiliki

lulusan SMA; (3) rencana penilaian, jadwal kegiatan penilaian dalam satu semester

dikembangkan bersamaan dengan pengembangan silabus; (4) proses penilaian,

pemilihan dan pengembangan teknik penilaiain, sistem pencatatan dan pengelolaan

proses; dan (5) proses implementasi menggunakan berbagai teknik penilaian.

Tujuan penilaian yang dilakukan guru di kelas hendaknya diarahkan pada

empat (4) hal berikut: keeping track, yaitu untuk menelusuri agar proses

pembelajaran anak didik tetap sesuai dengan rencana. Checking-up, yaitu untuk

mengecek adakah kelemahan-kelemahan yang dialami anak didik dalam proses

pembelajaran. Finding-out, yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang

menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.

Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah mencapai

kompetensi yang ditetapkan atau belum.

Syafii (1981: 1) mengemukakan bahwa evaluasi merupakan suatu tahapan dan

kegiatan yang amat penting dalam suatu proses rangkaian kegiatan pembelajaran.

Oleh karena itu dengan evaluasi akan dilihat derajat ketercapaian tujuan yang

Page 57: Profesionalisme Guru

57

dirumuskan. Sehubungan dengan itu pula dalam kegiatan evaluasi diperlukan

perencanaan, pelaksanaan dan pengolahan data serta pelaporan yang benar. Jika hal-

hal tersebut tidak dapat dilakukan sebagaimana mestinya maka tujuan dan sasaran

pembelajaran yang dirancang sebelumnya boleh jadi tidak tampak ketercapaiannya

(Syafii dalam Hastu, 2006: 30).

Agar tujuan penilaian tersebut tercapai, guru harus menggunakan berbagai

metoda dan teknik penilaian yang beragam sesuai dengan tujuan pembelajaran dan

karakteristik pengalaman belajar yang dilaluinya. Tujuan dan pengalaman belajar

tertentu mungkin cukup efektif dinilai melalui tes tertulis (paper-pencil test),

sedangkan tujuan dan pengalaman belajar yang lain (seperti bercakap dan praktikum)

akan sangat efektif dinilai dengan tes praktik (performance assessment). Demikian

juga, metoda observasi sangat efektif digunakan untuk menilai aktivitas pembelajaran

siswa dalam kelompok, dan skala sikap (rating scale) sangat cocok untuk menilai

aspek afektif, minat dan motivasi anak didik. Oleh sebab itu, guru hendaknya

memiliki pengetahuan dan kemahiran tentang berbagai metoda dan teknik penilaian

sehingga dapat memilih dan melaksanakan dengan tepat metoda dan teknik yang

dianggap paling sesuai dengan tujuan dan proses pembelajaran, serta pengalaman

belajar yang telah ditetapkan.

Di samping itu, tujuan utama dari penilaian berbasis kelas yang dilakukan

oleh guru adalah untuk memantau kemajuan dan pencapaian belajar siswa sesuai

dengan matriks kompetensi belajar yang telah ditetapkan, guru atau wali kelas

diharapkan mengembangkan sistem portofolio individu siswa (student portfolio) yang

berisi kumpulan yang sistematis tentang kemajuan dan hasil belajar siswa. Portofolio

Page 58: Profesionalisme Guru

58

siswa memberikan gambaran secara menyeluruh tentang proses dan pencapaian

belajar siswa pada kurun waktu tertentu. Portofolio siswa dapat berupa rekaman

perkembangan belajar dan psikososial anak (developmental), catatan prestasi khusus

yang dicapai siswa (showcase), catatan menyeluruh kegiatan belajar siswa dari awal

sampai akhir (comprehensive), atau kumpulan tentang kompetensi yang telah

dikuasai anak secara kumulatif. Portofolio ini sangat berguna baik bagi sekolah

maupun bagi orang tua serta pihak-pihak lain yang memerlukan informasi secara rinci

tentang perkembangan belajar anak dan aspek psikososialnya, sehingga guru dapat

memberikan bimbingan.

Page 59: Profesionalisme Guru

59

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini mengkaji profesionalisme guru seni rupa pada SMA Negeri di

Kabupaten Demak dengan fokus kajian pada potensi keilmuan yang dimiliki oleh

guru seni rupa yang bersangkutan. Sesuai dengan pokok permasalahan yang dikaji,

penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yaitu mendeskripsikan

data, gambar, dan perilaku orang yang diamati. Dengan kata lain, penelitian ini

memaparkan tentang kemampuan profesional guru dalam mengajar seni rupa pada

SMA Negeri di Demak Kota, yaitu SMA Negeri 1 Demak, SMA Negeri 2 Demak,

dan SMA Negeri 3 Demak.

Ismiyanto (2003: MP/III/ 3) menerangkan bahwa penelitian deskriptif adalah

penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan

akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah atau bidang-bidang tertentu.

Pendapat lain dikemukakan oleh Surakhmad (1975: 131) bahwa penelitian deskriptif

merupakan penelitian yang menuturkan, menganalisis, dan mengklarifikasikan.

Objek penelitian ini adalah guru seni rupa pada SMA Negeri di Kabupaten

Demak, di mana SMA Negeri memiliki image lebih tinggi, lebih diminati, kualitas

pendidikan lebih tinggi, dan lebih diakui di mata masyarakat. Dengan melihat

berbagai keunggulan SMA Negeri dibanding dengan SMA Swasta, peneliti tertarik

untuk mengkaji sejauh mana kompetensi guru, dalam hal ini guru seni rupa dilihat

Page 60: Profesionalisme Guru

60

dari kompetensi keilmuan yang dimiliki dalam melaksanakan tugasnya sebagai

sebuah profesi.

3.2. Lokasi dan Sasaran Penelitian

1. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Demak, SMA Negeri 2

Demak, dan SMA Negeri 3 Demak yang berlokasi di Demak Kota. Pemilihan

lokasi penelitian tersebut karena ketiga sekolah tersebut merupakan sekolah

unggulan atau favorit di Kabupaten Demak, sehingga masyarakat memiliki

pandangan bahwa mutu pendidikan dan mutu pengajar di sekolah-sekolah

tersebut lebih tinggi dibanding sekolah negeri lainnya.

2. Sasaran

Sasaran penelitian ini adalah kompetensi guru seni rupa dalam

pembelajaranyang ada di SMA Negeri 1 Demak, SMA Negeri 2 Demak, dan

SMA Negeri 3 Demak. Dalam hal ini yang menjadi fokus penelitian adalah

pembelajaran seni rupa dan kompetensi profesional guru seni rupa, meliputi

penguasaan bahan ajar, penggunaan media dan sumber pembelajaran, mengelola

kelas, mengelola interaksi belajar mengajar, mengelola program belajar, dan

penilaian siswa.

3.3.Teknik Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang lebih

banyak menampilkan uraian kata daripada angka. Oleh karena itu, teknik yang

digunakan dalam upaya menjaring data di lapangan adalah teknik wawancara,

observasi, dan dokumentasi.

Page 61: Profesionalisme Guru

61

1. Wawancara

Teknik wawancara merupakan teknik utama yang lebih banyak digunakan

untuk mencari data di lapangan. Agar kegiatan wawancara berjalan baik dan

dapat mencapai sasaran yang diinginkan maka di samping wawancara bebas

dilakukan pula wawancara terpimpin, yaitu dalam kegiatan wawancara digunakan

pedoman wawancara atau instrumen penelitian yang berupa daftar pertanyaan

yang telah disiapkan (Moleong 1988: 116). Urutan pertanyaan dan pelaksanan

wawancara dalam instrumen penelitian ini disesuaikan dengan informasi, karena

pengetahuan masing-masing informan tentang masalah yang diteliti tidak sama.

Sasaran informasi dalam penelitian ini adalah Guru Seni rupa, siswa Kelas X dan

XI, dan pihak-pihak yang terkait di SMA Negeri 1 Demak, SMA Negeri 2

Demak, dan SMA Negeri 3 Demak.

2. Observasi

Teknik observasi dilakukan di antaranya untuk mengetahui secara

langsung tentang keadaan SMA Negeri 1 Demak, SMA Negeri 2 Demak, dan

SMA Negeri 3 Demak yang meliputi kondisi geografis letak sekolah, jumlah

gedung sekolah, jumlah dan jenis inventaris sekolah adalah buku, meja, kursi,

sapu, tempat sampah, bola, papan tulis. latar belakang siswa, kemampuan siswa,

minat siswa, kesulitan siswa, dan para staf pengajarnya (khususnya guru seni

rupa) kepribadian guru seni rupa, latar belakang, kinerja guru seni rupa, profil

guru seni rupa. Teknik observasi ini dilengkapi dengan catatan-catatan dan

Page 62: Profesionalisme Guru

62

dokumentasi foto gedung bagian depan dan sudut lain sekolah dan foto guru dan

siswa saat proses belajar - mengajar di lapangan.

3. Dokumen

Teknik dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan dokumen-dokumen

yang digunakan sebagai data sekunder yang mendukung penelitian dengan jalan

menelusuri data-data yang ada di SMA Negeri 1 Demak, SMA Negeri 2 Demak,

dan SMA Negeri 3 Demak. Data program tahunan, program semester, silabus,

perencanaan pembelajaran. Data jumlah guru dan staf karyawan, data penugasan

guru, data perangkat pembelajaran, media dan sumber pembelajaran guru yang

bersangkutan, data jumlah siswa, data jumlah gedung.

3.4. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan,

hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman tentang

kasus yang diteliti dan menyajikan sebagai temuan bagi orang lain (Muhajir 1989:

171). Analisis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif

kualitatif. Proses analisis data yang diperoleh dari lapangan baik melalui wawancara,

observasi maupun dokumentasi disajikan dalam bentuk paparan deskriptif.

Proses analisis data ditempuh melalui proses redukdi data, penyajian data, dan

penarikan suatu kesimpulan hasil penelitian. Proses reduksi data meliputi: pemilihan

dan penyederhanaan data-data kasar yang diperoleh di lapangan. Kemudian data

diseleksi, diringkas, dan dikelompokkan dalam satuan-satuan pokok pikiran. Data-

data yang tidak perlu dan tidak banyak berkaitan dengan masalah penelitian dibuang

dan kemudian digantikan dengan data-data yang sesuai (Rohidi, 1990: 16).

Page 63: Profesionalisme Guru

63

Untuk mempermudah proses dalam penyusunan data dan memperoleh suatu

sajian data yang sistematis, maka sebelumnya dibuatkan kerangka tulisannya.

Kemudian data-data tersebut disusun berdasarkan urutan dalam kerangka tulisan.

Berdasarkan sajian data maka dapat diperoleh hasil penelitian dan pembahasan

berikut kesimpulannya.

Dengan demikian, melalui pendiskusian data tersebut dapat diketahui usaha-

usaha yang telah dilakukan oleh guru seni rupa dalam pembelajaran seni rupa pada

siswa kelas X dan XI SMU Negeri di Demak Kota Kabupaten Demak.

Page 64: Profesionalisme Guru

64

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Demak

Demak merupakan sebuah kabupaten yang letaknya di sebelah timur Kota

Semarang ( Ibu kota Propinsi Jawa Tengah). Demak merupakan kota yang bersejarah

dengan kejayaan Kerajaan Demak yang pernah berjaya pada masanya, Demak dulu

kota kerajaan yang besar dengan memimpin penduduk di Pulau Jawa, Demak juga

terkenal dengan kota wali, maka sering disebut Demak sebagai kota yang religius.

Sebagian besar atau 80% penduduk Demak beragama Islam, sedangkan 30% agama

yang lain, misalnya Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Konghuchu.

Demak memiliki kepadatan penduduk cukup tinggi dengan keanekaragaman

mata pencaharian, status sosial, dan pendidikan. Hampir 50 persen penduduk Demak

bermatapencaharian sebagai petani, 20 persen sebagai nelayan, 20 persen

berwiraswasta dan 10 persen PNS.

Status sosial penduduk Kota Demak berada pada taraf menengah ke bawah,

karena tingkat pendapatan yang relatif rendah, hal ini terkait dengan kondisi geografis

Kabupaten Demak yang berada di antara dua Kabupaten yang besar dan cukup maju

perekonomiannya, yaitu Kabupaten Semarang dan Kabupaten Kudus. Kondisi seperti

inilah yang menyebabkan Kabupaten Demak sulit untuk bangkit menjadi kabupaten

yang berperekonomian selalu tumbuh apabila tidak didukung oleh perencanaan

pemerintah kabupaten setempat untuk mampu mengembangkan

Page 65: Profesionalisme Guru

65

Demak sebagai kota wali. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara meningkatkan

sektor pariwisata misalnya: Masjid Agung Demak, makam Sunan Kadilangu.

Di sektor pendidikan, Kabupaten Demak masih relatif rendah. Hal ini bisa

dilihat dari banyaknya anak yang putus sekolah dan banyak orang tua yang kurang

mampu melanjutkan pendidikan anak-anaknya sampai ke tingkat SMP, SMA, apalagi

perguruan tinggi. Kurang lebih hanya 10 persen penduduk yang mampu melanjutkan

ke perguruan tinggi, dan selebihnya bekerja atau menganggur. Kabupaten Demak

memiliki 32 SMP terdiri dari 14 negeri dan 18 swasta, 40 SMA terdiri dari 17 negeri

dan 23 swasta, satu perguruan tinggi.

Keadaan secara topografi wilayah adalah tanah, dataran rendah, dan datar serta

merupakan daerah pemukiman padat penduduk. Seperti yang bisa dilihat, masalah

sanitasi di Kabupaten Demak masih sangat buruk. Kurangnya kesadaran masayarakat

untuk menjaga kesehatan dan kebersihan lingkungan.

Dilihat dari kondisi geografis, Kota Demak berbatasan dengan Semarang di

sebelah barat, di sebelah timur berbatasan dengan Kota Kudus, Purwodadi di sebelah

selatan, dan Laut Jawa di sebelah utara. Demak berada di antara dua kota maju yaitu

Semarang dan Kudus. Demak terkenal dengan Kota Wali yang merupakan tempat

pemakaman Sunan Kalijaga dan Masjid Agung Demak.

Simbol Kota Demak adalah Masjid Agung Demak, masjid pertama kali di

Pulau Jawa dan dibangun oleh para wali yang sering disebut “wali songo”. selain

Masjid Agung Demak, Kota Demak juga terkenal dengan seorang wali salah satu

“wali songo” adalah Kanjeng Sunan Kalijaga yang sekarang dimakamkan di

Page 66: Profesionalisme Guru

66

Kadilangu dan juga membuat masjid yang dikenal dengan Masjid Kadilangu karena

terletak di Desa Kadilangu.

Di Kabupaten Demak terdapat perkumpulan atau sanggar kesenian yang

dikenal dengan nama “Dewan Kesenian Demak”, anggotanya terdiri dari seluruh

seniman tua dan muda yang ada di Kabupaten Demak, baik lukis, patung

sinematografi maupun teater. Sanggar seni ini tergolong muda karena baru saja

berdiri tahun 2004, meskipun belum maju seperti di Kabupaten Semarang. Dewan

Kesenian telah berkali-kali mengadakan pameran bersama di setiap event kebudayaan

di Kabupaten Demak, bahkan juga pameran ke luar Kabupaten Demak.

4.1.2 Deskripsi Latar Penelitian

4.1.2.1. Gambaran Umum SMA Negeri Demak Kota di Kabupaten Demak

4.1.2.1.1. Keadaan Sekolah

Dilihat dari lingkungannya, SMA Negeri 1 Demak, SMA Negeri 2

Demak, dan SMA Negeri 3 Demak terletak di daerah perkotaan. SMA Negeri 1

Demak terletak di Jl Sultan Patah/ Katonsari 85 Demak. SMA Negeri 1 Demak

terletak di sebelah barat Kota Demak dengan jarak lima km dari Kabupaten

Demak. SMAN SMAN 1 tersebut terletak bersebelahan dengan Universitas

Sultan Fatah Demak (UNISFAT).

Page 67: Profesionalisme Guru

67

Gambar 4.1.Depan Sekolah SMA Negeri 1 Demak

Fasilitas lain yang dimiliki adalah empat kantin sekolah, 1 ruang Rohis,

satu ruang gambar, satu koperasi, satu ruang dapur, lima kamar mandi/ WC Guru

dan TU, 18 kamar mandi/ WC siswa, satu ruang ibadah, satu ruang musik, satu

ruang Satpam, satu rumah penjaga sekolah, dua tempat parkir siswa, satu tempat

parkir guru, dan empat ruang Wakasek.

.

Gambar 4.2. Sisi Lain Sekolah SMA Negeri 1 Demak

Page 68: Profesionalisme Guru

68

SMA Negeri 1 Demak termasuk sekolah menengah negeri paling tua di

Kabupaten Demak. SMA Negeri 1 Demak merupakan salah satu sekolah

unggulan di Kabupaten Demak. Hal inilah yang memicu pihak sekolah untuk

mampu memberikan yang terbaik untuk siswa dan sekolah. Salah satu di

antaranya adalah dalam hal perekrutan guru-guru yang ada

SMA Negeri 2 Demak terletak di Jl Kudus No. 182 Demak. SMA Negeri

2 Demak terletak di sebelah timur Kota Demak dengan jarak kurang lebih 5 km

dari Kabupaten Demak. SMAN 2 Demak terletak di pinggir jalan raya, sehingga

bisa ditempuh dengan berbagai alat transportasi dari berbagai arah.

Gambar 4.3.Depan Sekolah SMA Negeri 2 Demak

Tertulis dalam Laporan SMA Negeri Demak tahun 2006 bahwa sekolah

tersebut mempunyai gedung sekolah yang terdiri dari: 22 ruang kelas, satu

laboratorium IPA, satu laboratorium Bahasa, satu laboratorium Biologi, satu

laboratorium Komputer, satu ruang Perpustakaan, satu ruang UKS, satu ruang

Pramuka, satu ruang BP atau BK, satu ruang Kepala Sekolah, satu ruang Wakil

Kepala Sekolah, satu ruang Guru, satu ruang Tata Usaha (TU), dan 1 ruang OSIS.

Page 69: Profesionalisme Guru

69

Gambar 4.4. Sisi Lain Sekolah SMA Negeri 2 Demak

Fasilitas lain yang dimiliki adalah 4 kantin sekolah, Mushola, 1 ruang

gambar, satu koperasi, empat kamar mandi/ WC Guru dan TU, 15 kamar mandi/

WC siswa, satu ruang Satpam, satu rumah penjaga sekolah, dua tempat parkir

siswa, satu tempat parkir guru, dan lapangan sekolah (basket, tennis lapangan,

volley, takrow, sepak bola, dan tenis meja).

SMA Negeri 3 Demak terletak di Jl Sultan Trenggono No.81 Demak.

SMA Negeri 3 Demak terletak di sebelah barat Kota Demak dengan jarak sekitar

10 km dari Kabupaten Demak. SMAN 3 Demak juga terletak di pinggir jalan

raya, sehingga bisa ditempuh dengan berbagai alat transportasi dari berbagai

arah.

Page 70: Profesionalisme Guru

70

Gambar 4.5.Depan Sekolah SMA Negeri 3 Demak

Sesuai dengan Laporan yang tertulis, SMA Negeri Demak kota tahun

2006 bahwa SMAN 3 mempunyai gedung sekolah (permanen) yang terdiri dari:

18 ruang kelas, satu laboratorium IPA, satu laboratorium bahasa, satu

laboratorium komputer, satu ruang perpustakaan, satu ruang kegiatan OSIS, satu

ruang Komite, satu ruang UKS, satu ruang Pramuka, satu ruang BP atau BK, satu

ruang Kepala Sekolah, satu ruang Guru, satu ruang Tata Usaha (TU),

Fasilitas lain yang dimiliki adalah empat kantin sekolah, satu ruang Rohis,

satu ruang gambar, satu koperasi, satu ruang dapur, empat kamar mandi/ WC

Guru dan TU, 16 kamar mandi/ WC siswa, satu ruang ibadah, satu ruang musik,

satu ruang Satpam, satu rumah penjaga sekolah, dua tempat parkir siswa, satu

tempat parkir guru, dan satu ruang Wakil kepala sekolah.

Page 71: Profesionalisme Guru

71

4.1.2.1.2. Profil Guru Seni Rupa di SMA Negeri Demak Kota

Mata pelajaran Seni Budaya di SMA Negeri 1 Demak diampu oleh

Bambang Wahyono, mahasiswa Universitas Negeri Semarang tahun 2001. Pak

Bambang sudah mengajar di sekolah tersebut selama dua tahun, Pak Bambang

menggantikan guru seni rupa yang sebelumnya. Meskipun tergolong guru muda

dan baru, tetapi kemampuannya dalam mengajar serta kedekatan dengan siswa

hampir seperti guru seni rupa sebelumnya.

Gambar 4.6. Aktivitas Pak Bambang Saat Mengajar

Sedangkan di SMA Negeri 2 Demak, mata pelajaran Seni Budaya diampu

oleh Drs. Susilo, sarjana lulusan IKIP Semarang tahun 1987. Pak Susilo mulai

mengajar di SMA Negeri 2 Demak sejak tahun 1988 sampai sekarang. Selain itu,

Pak Susilo juga pernah dipercaya melaksanakan tugas sebagai wakil kepala

sekolah urusan sarana prasarana dari tahun 1993 sampai dengan 1998. Kemudian

Page 72: Profesionalisme Guru

72

pada tahun 2002 diberi tugas sebagai sekretaris Musyawarah Guru Mata

Pelajaran (MGMP) Pendidikan Seni Budaya Kabupaten Demak, juga sebagai

anggota tim penyusun Bahan Ajar Pendidikan Seni Rupa Kurikulum 2004 dan

LKS gabungan antara MGMP Pendidikan Seni Rupa Kota Semarang dan

Kabupaten Demak.

Pak Susilo, di sela-sela melaksanakan tugas sebagai guru, juga menjadi

pelukis pada Komunitas Seni rupa “Glagah Wangi” Demak yang pernah

mengadakan pameran di Jakarta, Surakarta, Kendal, Semarang, dan Demak. Pak

Susilo juga menjadi pengurus Dewan Kesenian Kabupaten Demak, serta menjadi

designer rumah, sebagai sambilan.

Gambar 4.7. Aktivitas Pak Susilo Saat Mengajar

Beberapa penghargaan yang diperoleh Pak Susilo yaitu: (1) penghargaan

sebagai Guru Berprestasi Juara I Tingkat Kabupaten Demak tahun 2002, (2)

sebagai sepuluh besar Guru Berprestasi Tingkat Propinsi Jawa Tengah tahun

2002, (3) mendapat penghargaan sebagai Juara Harapan Tingkat nasional dan

Page 73: Profesionalisme Guru

73

Lomba Menggambar Adegan Wayang Modern pada Pekan Wayang Indonesia

tahun 1998, (4) empat kali sebagai finalis lomba Keberhasilan Guru dalam

Pembelajaran Tingkat Nasional pada tahun 2002, 2004, 2005, dan 2006, (5) juara

II Lomba Kreativitas Guru tingkat Nasional tahun 2005 yang diselenggarakan

oleh LIPI, (6) juara III pada Keberhasilan Guru dalam Pembelajaran Tingkat

Nasional pada tahun 2006, (7) beberapa artikelnya tentang pendidikan pernah

dimuat di Harian Kompas, Suara Merdeka, dan jurnal pedagogik.

Dengan melihat begitu banyaknya penghargaan yang diraihnya, tidak

diragukan lagi kemampuan Pak Susilo dalam mengajar. Tidak sekadar pada

materi tetapi juga pengalaman dan berbagai karya Pak Susilo mampu

menguasainya dengan baik. Kemampuannya mengkoordinasi siswa-siswanya

selama proses belajar-mengajar dan kerendahan hatinya dengan sesama rekan

guru dan staf administrasi SMA Negeri 2 Demak menyebabkan Pak Susilo

menyandang guru profesional

Selain berbagai penghargaan yang diperoleh guru seni rupa yang

bersangkutan di SMA Negeri 2 Demak, ada juga beberapa siswa yang berprestasi

di bidang seni rupa dalam berbagai perlombaan, antara lain: (1) sepuluh besar

lomba karikatur di BII tahun 1996, (2) juara tiga tingkat Propinsi lomba Poster

atas nama Bambang, W. tahun 1999, (3) juara tiga tingkat Propinsi Jawa Tengah

lomba Poster atas nama Arafin Nahar tahun 2007, (4) juara dua lomba Poster

tingkat Kabupaten tahun 1999, (5) juara dua Lomba Lukis Tingkat Kabupaten

tahun 2002, (6) juara pertama Porseni tahun 2006, (7) juara pertama dalam ulang

tahun KORPRI (PGRI).

Page 74: Profesionalisme Guru

74

Di samping prestasi guru seni rupanya, ternyata Pak Susilo juga mampu

mencetak siswa-siswanya berprestasi di luar sekolah di bidang seni rupa. Di

sinilah peran seorang guru seni rupa benar-benar terlihat, karena kreativitas siswa

akan muncul seiring dengan profesionalitas seorang guru seni rupa untuk mampu

menularkan ilmunya, mengembangkan, menggali, dan menumbuhkan potensi dan

kreativitas siswa.

Mata pelajaran Seni Budaya di SMA Negeri 3 Demak diampu oleh Drs.

Prabowo, lulusan IKIP Yogyakarta tahun 1992. Beliau mulai mengajar di SMA

Negeri 3 Demak sejak tahun 1993 sampai sekarang. Selain mengajar, Pak

Prabowo mempunyai kesibukan lain yaitu usaha tanaman hias.

Sebagai seorang guru, tiga guru seni rupa tersebut termasuk guru yang

disegani dan disukai oleh anak-anak di sekolah masing-masing. Banyak alasan

guru tersebut disukai oleh murid-muridnya, kebiasaannya bergaul dengan siapa

saja merupakan salah satu dari faktor penyebabnya, tentunya dalam batas-batas

tertentu. Selain itu, sikapnya yang ramah kepada murid, cara mengajarnya juga

menjadi salah satu hal yang besar pengaruhnya dalam kedekatan dengan

siswanya.

Page 75: Profesionalisme Guru

75

Gambar 4.8. Aktivitas Pak Prabowo Saat Mengajar

Hasil wawancara peneliti dengan beberapa siswa menunjukkan bahwa

sebagian besar dari siswa senang jika diajar oleh guru seni rupa, baik oleh Pak

Bambang (25) pada SMAN 1 Demak, Pak Sus (47) pada SMAN 2 Demak

maupun Pak Bowo (45) pada SMAN 3 Demak. Seperti yang dikatakan oleh

Kutriyah kelas XI D, siswa SMAN 2 Demak ini “Pak Sus itu kalau mengajar

enak, tegas, santai tapi serius”. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Tohari

siswa kelas X SMAN 3 Demak “Pak Bowo itu kalau menerangkan mudah

ditangkap, jelas, meskipun tugas yang diberikan banyak tapi kami senang”.

Di kalangan teman sesama guru, guru seni rupa sangat disegani dan juga

disukai karena keramahannya dan sifatnya yang rendah hati dan suka menolong

teman. Hal ini dikemukakan oleh Pak Tukul salah seorang Tenaga Administrasi

mengatakan, “Pak Bambang orangnya baik mas, ramah, dan kalau ada teman

yang dalam kesulitan dengan tanpa diminta dia menawarkan diri untuk dapat

Page 76: Profesionalisme Guru

76

membantu kesulitannya”. Hal serupa juga disampaikan oleh Bu Maya, SPd guru

mata pelajaran Sejarah SMAN 2 Demak ini saat diwawancarai berkata, “Pak Sus

itu orangnya ramah mas dan banyak disukai teman-teman di sini, selain itu

orangnya pinter dan kreatif banget, banyak ide mas”.

4.1.3 Pembelajaran Seni Rupa di SMA Negeri Kabupaten Demak

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru-guru seni rupa diperoleh onformasi

bahwa, dalam pembelajaran seni rupa terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan

penilaian.

4.1.3.1. Perencanaan

Berdasarkan wawancara dengan informan Pada tahapan Perencanaan terdiri

dari empat jenis, yaitu program tahunan, program semester, silabus dan rencana

pembelajaran.

1). Program Tahunan

Dalam program tahunan ini, baik Pak Bambang, Pak Sus dan Pak Bowo

mengutip kompetensi-kompetensi dasar secara umum dalam waktu satu tahun,

sehingga terbentuk kompetensi- kompetensi dasar. Kompetensi-kompetensi dasar

tersebut antara lain:

1). Mengidentifikasi keunikan gagasan dan teknik karya seni rupa daerah

setempat secara lisan dan tulisan.

2). Mengidentifikasi karya seni rupa nusantara dalam gagasan dan teknik secara

lisan dan tulisan.

Page 77: Profesionalisme Guru

77

3). Berkreasi seni rupa berdasarkan eksplorasi gagasan, bentuk, dan teknik seni

rupa nusantara daerah setempat.

PROGRAM TAHUNAN

Mata Pelajaran : Pend. Seni Rupa

Satuan pendidikan : SMAN 1 Demak

Kelas/ program : X

Tahun pelajaran : 2006/ 2007

Semester Standar kompetensi/ kompetensi dasar

Alokasi waktu keterangan

Tabel 2.1. Format Program Tahunan

Bedasarkan pengamatan peneliti, kompetensi-kompetensi dasar yang Pak

Bambang, Pak Susilo, dan Pak Bowo memiliki kesamaan karena hasil wawancara

dengan ketiga guru tersebut menyampaiakan bahwa kompetensi-kompetensi dasar

sama karena kesepakan dari hasil rapat MGMP guru seni rupa di kabupaten Demak.

Berdasarkan format yang disampaikan oleh Pak Bambang(25), Pak Sus, dan

Pak Bowo, untuk bagian identitas di isi sendiri oleh guru yang bersangkutan,

kemudian untuk pengisian kolom-kolom baik Pak Bambang, Pak Sus dan Pak Bowo

ada kesamaan yaitu dimulai dari mengisi kolom semester, SK/KD, alokasi waktu, dan

keterangan. Seperti yang telah disampaikan guru yang bersangkutan bahwa kesamaan

penulisan karena sudah menjadi hasil musyawarah MGMP.

Berdasarkan pengamatan peneliti komponen- komponen yang terdapat dalam

program tahunan tersebut adalah identitas mata pelajaran, kolom semester, kolom

bidang studi, kolom nomor kompetensi dasar, kolom kompetensi dasar, kolom

alokasi waktu, dan kolom keterangan.

Page 78: Profesionalisme Guru

78

Identitas mata pelajaran memuat sekolah, mata pelajaran, kelas, dan tahun

ajaran. Pada kolom semester berisikan pembagian kompetensi dasar yang hendak

dicapai dalam satu tahun. Dalam kegiatan ini, guru melihat waktu efektif yang ada

dan banyaknya materi yang akan diajarkan untuk setiap kompetensi dasar. Kolom

bidang studi menjelaskan bidang studi yang diampu oleh guru. Dalam kolom nomor

kompetensi dasar berisikan nomor kompetensi dasar yang telah dirumuskan. Kolom

alokasi waktu memuat waktu yang diperlukan untuk memberi materi kepada siswa

guna mencapai kompetensi yang telah dirumuskan. Sedangkan pada kolom

keterangan memuat penjelasan apa yang telah ditulis.

Kompetensi-kompetensi dasar tersebut di atas disampaikan dalam waktu dua

semester dan dalam waktu satu semester hanya enam minggu atau kurang lebih 26

jam (26 x 45 menit). Pembuatan prota tersebut dengan berpedoman pada buku

pegangan, sehingga kinerja guru hanya bersandar pada buku bukan pada lintas

kurikulum yang saat dilaksanakan.

Berdasarkan informasi dari guru-guru seni rupa yang bersangkutan, Pak

Bambang memberi informasi prota dibuat selama dua hari, sedangkan format

pembuatan prota terdiri dari empat kolom yaitu kolom semester, kolom standar

kompetensi/kompetensi dasar, kolom alokasi waktu, dan kolom keterangan. Kolom

semester berisi jumlah semester yaitu semester satu dan dua, kolom SK/KD berisi

SK/SD yang akan ditempuh dalam waktu dua semester, kolom alokasi waktu berisi

tentang waktu yang akan ditempuh dalam setiap satu SK/KD dan, kolom keterangan.

Pak Sus (47) membuat prota selama satu hari, format yang digunakannya ada

persamaan dengan format yang digunakan Pak Bambang, yaitu terdiri dari empat

Page 79: Profesionalisme Guru

79

kolom adalah kolom semester, kolom SK/KD, kolom alokasi waktu, dan kolom

keterangan. Seperti yang disampaikan Pak Bambang ada kesamaan dengan isi kolom-

kolom prota yang dibuat oleh Pak Sus yaitu kolom semerter berisi jumlah semester

yang akan ditempuh dalam waktu satu tahun, kolom SK/KD terdiri dari SK/KD yang

sudah dibuat sesuai dengan semester yang akan ditempuh dalam kurun waktu satu

tahun, kolom alokasi waktu adalah waktu yang akan ditempuh dalam waktu satu

tahun yang sudah disesuaikan semester dan waktu yang ditempuh setiap satu

kompetensi dasar, dan kolom keterangan berisi tentang kegiatan yang nantinya perlu

dicatat.

Pak Bowo (45) dalam membuat prota selama dua hari. Pembuatan prota oleh

Pak Bowo memiliki kesamaan dengan Pak Bambang dan Pak Susilo, yaitu terdiri dari

empat kolom adalah kolom semester, kolom SK/KD, kolom alokasi waktu, dan

kolom keterangan. Seperti yang disampaikan Pak Bambang dan Pak Sus ada

kesamaan dengan isi kolom-kolom prota yang dibuat oleh Pak Bowo yaitu kolom

semerter berisi jumlah semester yang akan ditempuh dalam waktu satu tahun, kolom

SK/KD terdiri dari SK/KD yang sudah dibuat sesuai dengan semester yang akan

ditempuh dalam kurun waktu satu tahun, kolom alokasi waktu adalah waktu yang

akan ditempuh dalam waktu satu tahun yang sudah disesuaikan semester dan waktu

yang ditempuh setiap satu kompetensi dasar, dan kolom keterangan berisi tentang

kegiatan yang nantinya perlu dicatat.

Berdasarkan pengamatan peneliti tentang pembuatan prota oleh Pak Bambang,

Pak Sus dan Pak Bowo terdapat persamaan format, karena menurut Pak Sus untuk

semua guru-guru mendapatkan format yang sama dari sekolah masing- masing,

Page 80: Profesionalisme Guru

80

alokasi waktu disesuaikan dengan kalender akademik. Guru-guru yang bersangkutan

membuat perangkat pembelajaran salah satunya prota dikerjakan pada bulan Agustus

karena menurut informasi dari guru-guru yang bersangkutan bulan Agustus banyak

waktu yang luang untuk membuat perangkat pembelajaran sedangkan kalau dibuat

bulan Juli banyak kegiatan sekolah yang menyangkut penerimaan siswa baru.

2). Program Semester

Dalam mengembangkan kompetensi dasar, guru seni rupa baik Pak Bambang,

Pak Sus maupun Pak Bowo berdasarkan pada kondisi siswa, keadaan lingkungan, dan

fasailitas yang tersedia. Misalnya, kompetensi dasar, berkreasi seni rupa daerah

setempat. Berdasarkan kompetensi tersebut, guru mengembangkannya menjadi hasil

belajar sebagai berikut:

1). Merancang karya seni rupa daerah setempat

2). Membuat karya seni rupa daerah setempat.

3). Mempersiapkan pameran kelas atau sekolah.

PROGRAM SEMESTER

Mata Pelajaran : Pend. Seni Rupa

Jumlah Minggu efektif : 17 minggu

Kelas/ semester : X/ 1 (satu)

Tahun pelajaran : 2006/ 2007 Bulan Standar

kompetensi Kompetensi

dasar Alokasi waktu Juli Agust Sept Okt Nop Des

Tabel 2.2. Format Program Semester

Page 81: Profesionalisme Guru

81

Sama halnya dengan prota, dalam pengisian promes oleh guru yang

bersangkuatan memiliki kesamaan, yaitu dalam diawali dengan pengisian

identitas, dari pihak sekolah menyampaikan identitas di isi sendiri oleh guru-guru

yang bersankutan, kudian dalam pengisian kolom diawali dari mengisi standar

kompetensi, kompetensi dasar, alokasi waktu, dan bulan. Kesamaan ini juga

karena merupakan hasil dari MGMP.

Setelah membuat Program Tahunan, selanjutnya guru mengembangkan

program tersebut menjadi Program Semester, yaitu program yang akan

dilaksanakan dalam kurun waktu satu semester. Format program Semester ini

lebih rinci dibanding dengan Program Tahunan. Alokasi waktu sudah dalam

bentuk tiap minggu pada setiap bulannya, tetapi belum disebutkan secara rinci

aloksi waktu dalam bentuk jam.

Adapun komponen-komponen yang terdapat dalam promes tersebut

adalah identitas mata pelajaran, kompetensi dasar, alokasi waktu dalam bentuk

minggu per bulan. Identitas pelajaran memuat hal yang seperti pada program

tahunan. Pada kolom kompetensi dasar memuat kompetensi-kompetensi dasar

yang telah dikembangkan oleh guru pengampu menjadi hasil belajar yang harus

dilalui oleh siswa untuk mencapai kompetensi yang dirumuskan. Alokasi memuat

waktu yang diperlukan dalam tiap kompetensi dasar. Sedangkan bulan memuat

berapa kali pertemuan dalam setiap bulan, setiap bulan memiliki pertemuan yang

berbeda karena disesuaikan dengan kalender akademik.

Dalam penyusunan program ini, guru mengutip kompetensi dasar yang

tertera dalam buku teks pelajaran seni rupa yang dijadikan sebagai pegangan

Page 82: Profesionalisme Guru

82

dalam mengajar, sedangkan untuk menentukan alokasi waktu, guru tetap

menjadikan kalender pendidikan sebagai pedoman untuk mengajar.

Pengembangan promes ini bahkan hampir sama antara guru seni rupa di

SMA satu dengan lainnya. Di sinilah penulis melihat adanya alih fungsi dari buku

pegangan, padahal seharusnya guru mengembangkannya berdasarkan pada

perangkat kurikulum yang berlaku saat itu.

Berdasarkan wawancara dengan Pak Bambang(25), dalam pembuatan

promes Pak Bambang menggunakan format, yang terdiri dari identitas program

meliputi, mata pelajaran, jumlah minggu efektif, kelas/semester, dan tahun

ajaran. Sedangkan format kolom terdiri dari empat kolom yaitu, kolom standar

kompetensi yang berisi standar kompetensi yang ditempuh dalam satu semester,

kompetensi dasar berisi tentang kompetensi dasar yang dikembangkan oleh guru

kemudian menjadi poin-poin yang disesuaikan dengan waktu, alokasi waktu

berisi tentang waktu yang ditempuh dalam satu semester, pembagian waktu

ditentukan jumlah kompetensi dasar dan jumlah minggu yang akan ditempuh.

Sedangkan bulan terdiri dari enam bulan yang diawali bulan Juli sampai bulan

Januari pada semester satu. Pada kolom bulan, berisi tentang jumlah minggu yang

efektif dan tidak efektif, ulangan blok, libur hari raya dan libur akhir semester.

Dalam pembuatan progran semester ini Pak Bambang membutuhkan waktu

selama dua hari.

Sama halnya dengan Pak Bambang, promes yang dibuat oleh Pak Sus

memiliki kesamaan yaitu format identitas dan kolom. Format identitas terdiri dari

mata pelajaran, jumlah minngu efektif, kelas/semester, dan tahun ajaran.

Page 83: Profesionalisme Guru

83

Sedangkan format kolom terdiri dari empat kolom yaitu kolom standar

kompetensi, kompetensi dasar, alokasi waktu, dan bulan. Pada kolom kompetensi

dasar memuat kompetensi-kompetensi dasar yang telah dikembangkan oleh guru

pengampu menjadi hasil belajar yang harus dilalui oleh siswa untuk mencapai

kompetensi yang dirumuskan. Alokasi memuat waktu yang diperlukan dalam

tiap kompetensi dasar. Sedangkan bulan memuat beberapa kali pertemuan dalam

setiap bulan, setiap bulan memiliki pertemuan yang berbeda karena disesuaikan

dengan kalender akademik.

Pak Bowo mengerjakan promes selama dua hari, sama halnya informasi

yang disampaikan oleh Pak Bambang dan Pak Sus, promes yang dibuat memiliki

kesamaan format yaitu identitas yang terdiri dari mata pelajaran, jumlah minggu

efektif, kelas/semester, dan tahun ajaran. Sedangkan format kolom meliputi

kolom standar kompetensi, kolom kompetensi dasar, alokasi waktu, dan bulan.

Menurut informasi dari Pak Bowo untuk pembuatan memiliki kesamaan antara

sekolah satu dengan sekolah yang lain, karena guru mendapatkan format dari

sekolah masing-masing, perbedaan itu terjadi jika alokasi waktu di setiap

kompetensi dasar.

Berdasarkan pengamatan peneliti, program semester yang dibuat oleh

Pak Bambang, Pak Susilo, dan Pak Bowo memiliki kesamaan. Karena

berdasarkan wawancara dengan Pak Suntono yang merupakan wakasek

kurikulum mengatakan bahwa format prota yang dibuat oleh guru-guru

merupakan format yang diberikan dari dinas ke sekolah masing-masing.

sedangkan waktu pembuatan prota antara guru satu dengan yang lain ada

Page 84: Profesionalisme Guru

84

perbedaan dalam waktu penyelesaian, ada yang satu hari, dua hari, bahkan satu

minggu.

3). Silabus

Pembuatan silabus juga berpegangan pada buku pegangan. Meskipun

demikian, peneliti melihat bahwa selama proses belajar-mengajar berlangsung,

strategi pembelajaran yang digunakan adalah metode ceramah, tanya jawab,

demonstrasi, dan penugasan. Sedangkan dalam strategi pembelajaran pengalaman

belajar, Pak Bambang dan Pak Bowo hanya memberikan tiga macam, yaitu membaca

buku, mengamati, dan membuat karya, sedangkan Pak Sus menambahnya dengan

menggali informasi dari internet.

SILABUS DAN SISTEM PENILAIAN

Sekolah : SMAN 2 Demak

Mata Pelajaran : Pend. Seni Rupa

Kelas/ Semester : X / I (satu)

Standar Kompetensi : Penilaian Kompetensi Dasar Indikator

Pencapaian Materi

pembelajaran Kegiatan Pembelajaran

Alokasi Waktu

Sumber Bahan

Jenis Tes

Bentuk Instrumen

Instrumen

Tabel 2.3. format Silabus

Dalam silabus terdapat beberapa komponen utama, yaitu identitas pelajaran,

kompetensi dasar, materi, strategi pembelajaran, alokasi waktu dan sumber bahan.

Identitas pelajaran berisikan nama sekolah, mata pelajaran, kelas/ semester, dan

Page 85: Profesionalisme Guru

85

standar kompetensi. Kompetensi dasar memuat kompetensi-kompetensi yang

diharapkan akan dicapai oleh siswa setelah melalui serangkaian pembelajaran. Dalam

materi pokok memuat bahan pelajaran atau materi yang digunakan untuk mencapai

kompetensi-kompetensi yang telah dirumuskan. Indikator pencapaian dikutip dari

standar kompetensi dan kompetensi dasar, materi pembelajaran dikutip dari standar

kompetensi dan kompetensi dasar, kegiatan pembelajaran dikutip dari standar

kompetensi dan kompetensi dasar, alokasi waktu memuat waktu yang diperlukan

dalam setiap kegiatan pembelajaran, sumber bahan memuat tentang bahan ajar dan

buku yang digunakan.

Penilaian meliputi jenis tes, bentuk instrumen dan instrumen. Jenis tes terdiri

dari ulangan harian, tugas individu, dan tugas kelompok. Bentuk instrumen terdiri

dari soal pilihan ganda, dan lembar observasi

Dalam pembuatan silabus, berdasarkan hasil wawancara dengan guru seni

rupa yang bersangkutan, silabus dibuat bersama- sama melalui rapat MGMP,

sehingga semua guru seni rupa memiliki silabus dari MGMP. Pembuatan silabus ini

dikerjakan selama satu minggu.

Berdasarkan hasil penelitian, penulis melihat bahwa penugasan yang diberikan

pada siswa lebih dominan praktiknya daripada teoretisnya sehingga terkadang

cenderung memberatkan siswa di samping tugas yang banyak juga mahalnya biaya

yang harus dikeluarkan oleh siswa.

4). Perencanaan Pembelajaran

Berdasarkan wawancara dengan Pak Bambang(25) dalam pembuatan rencana

pembelajaran (RP) membutuhkan waktu dua hari, rencana pembelajaran yang dibuat

Page 86: Profesionalisme Guru

86

adalah pengembangan dari silabus yang telah dibuat. Format RP terdiri dari (1)

identitas meliputi satuan pendidikan, mata pelajaran, kelas/semester, (2) kompetensi

dasar, berisi tentang kompetensi yang dikutip dari standar kompetensi, (3) indikator,

adalah hasil pengembangan dari kompetensi dasar, berdasarkan pengamatan setiap

kompetensi dasar dikembangkan menjadi dua indikator, (4) materi pelajaran, berisi

tentang materi apa yang akan disampaikan sesuai dengan kompetensi dasar, (5)

kegiatan pelajaran, terdiri dari kegiatan belajar berisi tentang mengamati,

menjelaskan, dan menulis laporan. Strategi berisi tentang observasi, tanya jawab, dan

penugasan. dan alokasi waktu berisi tentang waktu yang ditempuh setiap satu

kegiatan pelajaran, (6) alat/bahan dan sumber pembelajaran terdiri dari alat dan bahan

sesuai dengan materi pelajaran, sedangkan sumber meliputi kliping, bahan ajar dan

LKS MGMP, majalah seni, dan internet, (7) penilaian dan tindak lanjut terdiri dari

penilaian ranah psikomotorik dan ranah afektif.

Menurut Pak Susilo dalam pembuatan RP untuk format semuanya sama,

perbedaan itu ada karena disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan dan ruang

lingkup sekolah masing-masing. Menurut informasi dari Pak Sus lingkup sekolah

desa dan kota ada perbedaan jadi materi yang disampaikan disesuaikan daerah

setempat.

Sedangkan menurut Pak Bowo ada kesamaan seperti yang disampaikan Pak

Sus, yaitu bentuk format, bisa terjadi perbedaan jika materi yang akan disampaikan

berbeda dan strategi pembelajarannya.

Dalam rencana pembelajaran ini, materi yang akan disampaikan dirinci dalam

poin kegiatan pembelajaran yang disesuaikan dengan alokasi waktu yang ada. Selama

Page 87: Profesionalisme Guru

87

penelitian, penulis melihat Pak Bowo terkesan melenceng dari tujuan pembelajaran

seni rupa, karena lebih cenderung pada fashion meskipun pada prinsipnya adalah

mengenalkan padu-padan warna tetapi tidak diterapkan dalam bentuk gambar atau

lukisan melainkan pada pakaian.

Berdasarkan pada fakta di atas, penulis beranggapan bahwa tidak semua guru

mengerti dan memahami tentang apa yang akan disampaikan agar tujuan dari

pembelajaran seni rupa dapat dicapai. Pola pembuatan perangkat pembelajaran yang

senantiasa mengacu pada buku pegangan saja dapat menghambat kinerja guru sebagai

tenaga profesional. Oleh karena itu guru harus senantiasa mengikuti perkembangan

seni rupa dan model pembelajaran agar dapat mencapai tujuan dari pembelajaran.

4.1.3.2. Pelaksanaan

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan, selama

pembelajaran berlangsung, baik Pak Bambang, Pak Susilo maupun Pak Bowo dalam

proses belajar mengajar terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pendahuluan, tahap inti,

dan penutup.

Pada tahap pendahuluan biasanya dimulai dengan guru mengucapkan salam,

selanjutnya guru berusaha untuk mengkondisikan siswa agar siap memulai pelajaran,

misalnya dengan bertanya tentang pelajaran atau tugas yang telah diberikan pada

pertemuan sebelumnya, dan bertanya tentang hal-hal yang berkenaan dengan materi

yang akan disampaikan oleh guru. Pertanyaan-pertanyan tersebut diberikan dalam

rangka untuk menggali pengetahuan siswa. Misalnya, pada 29 Januari 2007, di kelas

XI IPS 2 SMA Negeri 1 Demak, materi yang diberikan oleh Pak Bambang adalah

membuat karya seni topeng. Pak Bambang bertanya pada siswanya.

Page 88: Profesionalisme Guru

88

Guru : Ada yang tahu, apa itu topeng?

Siswa 1 : Karya seni yang meniru bentuk wajah manusia pak.

Guru : Ya, terus topeng dibuat dari apa saja?

Siswa 2 : kertas pak.

Siswa 3 : kayu.

Siswa 4 : tanah liat.

Guru : Benar. Nah, sekarang kita akan mempelajari bagaimana cara

membuat topeng dari tanah liat.

Setelah kegiatan pendahuluan, keadaan kelas sudah mulai kondusif untuk

dimulai kegiatan inti pembelajaran. Pada kegiatan ini guru mulai memberikan

penjelasan tentang topeng secara lebih jelas dan detail.

Gambar 4.1. Aktivitas pembelajaran seni rupa di SMAN 1 Demak

Dalam kegiatan ini Pak Bambang (25) mulai menguraikan materi pelajaran

untuk memberikan gambaran kepada siswa. Suasana belajar berjalan dengan santai

Page 89: Profesionalisme Guru

89

penuh dengan antusiasme siswa untuk mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh

Pak Bambang. Guru memberi contoh karya jadi dari topeng wajah, yang telah

dipersiapkan oleh Pak Bambang sebelumnya. Siswa mulai tertarik dengan

mengajukan berbagai pertanyaan seputar topeng, cara membuat, dan pewarnaan

sampai dengan finishing.

Pada kondisi inilah, akan terlihat bagaimana penguasaan guru tentang materi

yang disampaikan, kemampuannya untuk menjelaskan pada siswa tentang pelajaran

agar bisa diterima dengan mudah. Pada tahap ini, Pak Bambang juga memperagakan

bagaimana cara membuat topeng. Kondisi kelas dibuat melingkar sehingga seluruh

siswa dapat mengamati dengan detail proses pembuatannya dan Pak Bambang berada

di tengah-tengah siswanya. Sambil menjelaskan kepada siswa, Pak Bambang juga

sambil memperagakan cara membuatnya dengan pelan agar siswa bisa mengikuti.

Pada pertemuan sebelumnya, guru telah memberitahukan materi apa yang akan

dipelajari minggu depan dan peralatan serta perlengkapan apa saja yang harus

dibawa.

Pada tahapan ini, sambil guru menjelaskan siswa juga langsung praktik

dengan perlengkapan dan peralatan yang telah disiapkan sebelumnya. Guru

berkeliling mengamati proses pembuatan topeng oleh siswa, dan menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan siswa.

Kemudian, pada tahap akhir yaitu penutup yang merupakan tahapan paling

akhir dalam proses belajar-mengajar. Pada tahap ini, Pak Bambang menyimpulkan

tentang apa yang telah dipelajari pada pertemuan tersebut, dan apabila karya belum

selesai bisa dilanjutkan di rumah kemudian pada pertemuan selanjutnya dapat

Page 90: Profesionalisme Guru

90

diteruskan kembali. Biasanya materi praktik, diberikan selama dua kali pertemuan

untuk selanjutnya dilakukan penilaian oleh guru. Mata pelajaran seni budaya di

dalamnya termasuk seni rupa dan seni tari, sehingga waktu yang digunakan untuk

pembelajaran seni rupa yang pengaplikasian teori dan prakteknya secara proporsional

dirasa kurang.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, pada kelas X1 SMA Negeri 2 Demak,

Pak Susilo(47) memberikan materi tentang “gambar proyeksi perspektif”. Pada

kegiatan pendahuluan, hampir sama dengan yang dilakukan oleh Pak Bambang pada

SMA Negeri 1 Demak, yaitu dengan menanyakan tentang materi sebelumnya dan

bertanya sedikit tentang materi yang akan dipelajari yang pada pertemuan

sebelumnya juga telah diberitahukan materi serta peralatan dan perlengkapan yang

harus dipersiapkan oleh siswa.

Pada kegiatan inti, Pak Sus memulai dengan beberapa pertanyaan ringan.

Guru : Apa yang dimaksud dengan gambar perspektif?

Siswa 1 : Gambar yang penuh dengan garis-garis pak.

Memang banyak siswa yang belum mengetahui tentang gambar perspektif.

Pak Sus dapat melihat kebingungan siswanya tentang materi yang disampaikan

tersebut, sehingga Pak Sus menjelaskan secara lugas kepada siswa tentang apakah

gambar perspektif itu, bagaimana cara membuatnya, dan bagaimana mengaplikasikan

garis ke dalam kertas serta menjelaskan hukum perspektif kepada siswa. Seperti yang

kita ketahui, bahwa “bukan seni rupa bila tidak praktik”. Selama proses pembelajaran

berlangsung setiap teori yang diberikan selalu dibarengi dengan praktik, sehingga

siswa tidak hanya tahu tentang teorinya saja tetapi juga bisa cara membuatnya dengan

Page 91: Profesionalisme Guru

91

berbagai kreativitas masing-masing. Kondisi kelas dibuat senyaman mungkin oleh

Pak Sus sehingga siswa bisa dengan nyaman pula mengikuti dan menerima pelajaran

yang diberikan.

Gambar 4.2. Aktivitas pembelajaran Seni rupa di SMAN 2 Demak

Menurut Umi salah satu siswa kelas X, Pak Sus orangnya enak, santai, dan

penjelasannya mudah diterima siswa serta selalu diiringi bercanda supaya tidak

terlalu serius. Di sinilah kelebihan Pak Sus dibanding guru-guru yang lain di SMA

Negeri 2 Demak. Pak Sus telah mengajar di SMAN tersebut selama sembilan belas

tahun. Selama masa observasi, peneliti melihat berbagai kombinasi model

pembelajaran seni rupa yang dilakukan oleh Pak Sus, di antaranya metode ceramah,

tanya jawab, peraga, dan demonstrasi. Pembelajaran seni rupa tidak hanya

berlangsung di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas baik masih dalam lingkup

sekolah maupun daerah setempat. Seperti pernyataan Pak Sus, bahwa dengan

membawa siswa ke luar kelas akan lebih membangkitkan daya kreasi siswa, di

Page 92: Profesionalisme Guru

92

samping kejenuhan pada sistem kelas yang dibatasi oleh ruang. Selain mempelajari

seni rupa, guru juga mengenalkan budaya daerah setempat, seperti artefak Masjid

Agung Demak, tempat pembuatan keramik, dan sablon.

Pada kegiatan penutup, biasanya Pak Sus selalu memberikan tugas-tugas.

Pemberian tugas adalah salah satu cara yang dipakai oleh Pak Sus untuk membuat

agar kreativitas siswa selalu berkembang. Pemberian tugas tersebut diusahakan tidak

memberatkan siswa, siswa merasa senang meskipun mungkin diperlukan biaya untuk

bisa mengerjakan tugas tersebut. Pak Sus berpendapat bahwa dari praktik dan

pemberian tugaslah bakat dan kompetensi siswa dapat digali dan dikembangkan.

Selama satu semester, Pak Sus hampir tidak pernah absen mengajar. Seperti

pernyataan Pak Sus, “kehadiran adalah salah satu hal penting untuk guru dapat

membelajarkan siswa dengan baik, mengarahkan, dan juga sebagai sarana kita bisa

berinteraksi dan mendisiplinkan siswa”.

Tidak banyak berbeda dengan yang dilakukan oleh Pak Bowo(45) pada SMA

Negeri 3 Demak. Seperti kedua guru seni rupa di dua SMAN lain yang menjadi objek

penelitian, beliau dalam mengajar juga melalui tiga tahapan, yaitu pendahuluan, inti,

dan penutup. Pada bagian pendahuluan tidak berbeda dengan guru-guru yang lain,

yang berbeda adalah pada kegiatan inti pembelajaran. Selama periode penelitian,

peneliti jarang bisa bertemu dengan Pak Bowo, karena ketidakhadiran beliau bisa

dikatakan “sering”.

Page 93: Profesionalisme Guru

93

Gambar 4.3. Aktivitas pembelajaran Seni rupa di SMAN 3 Demak

Pembelajaran seni rupa pada kelas X adalah penerapan “komposisi warna”.

Akan tetapi penerapan komposisi warna tersebut tidak diterapkan pada media kertas,

kanvas atau media seni yang lain melainkan pada pakaian. Dengan komposisi warna

tersebut, yang diharapkan oleh Pak Bowo adalah siswa dapat peka terhadap warna

pakaian atau bagaimana memadupadankan warna dalam kehidupan sehari-hari. Selain

mengkomposisikan warna pada pakaian, materi selanjutnya yang akan diberikan

adalah mengkomposisikan bentuk dan warna buah, di mana siswa juga membawa

objek seperti yang diharapkan oleh Pak Bowo.

Dalam pembelajaran seni rupa, Pak Bowo mengajak siswanya langsung ke

objeknya, misalnya ke Masjid Agung, Klenteng yang berada di wilayah Demak kota

agar siswa bisa mengenal kebudayaan setempat. Pada setiap bagian akhir dari

Page 94: Profesionalisme Guru

94

pembelajaran, Pak Bowo juga memberikan tugas kepada siswanya begitu pula pada

setiap jam kosongnya.

Di sela-sela mengajar, baik Pak Bambang maupun Pak Sus sesekali

menceritakan pengalamannya waktu masih belajar di bangku sekolah dan bangku

kuliah. Pak Bambang dan Pak Sus juga menceritakan tentang bagaimana

perkembangan sejarah seni rupa di Indonesia. Bahkan tak jarang Pak Bambang

meminta kepada siswanya untuk mencari informasi tentang bagaimana seni rupa di

Indonesia dan perkembangannya dari internet maupun media lain, kemudian

disajikan dalam bentuk makalah. Hal ini dilakukan agar siswa tidak hanya mendapat

pengetahuan hanya dari guru dan sebatas pada silabus pembelajaran saja, tetapi agar

siswa menggali sendiri wawasan, kompetensi, dan kreativitasnya

Dalam pemberian tugas, terkadang siswa-siswanya Pak Bambang (25) merasa

keberatan, karena terlalu banyak di samping juga tugas-tugas dari guru mata pelajaran

yang lain dan harus dikumpulkan tepat waktu. Tetapi setelah semua itu dibiasakan,

akhirnya siswa merasa senang dengan tugas-tugas tersebut, karena siswa bisa bermain

dengan kreasi dan lebih tahu banyak hal yang berkaitan dengan seni.

4.1.3.3. Penilaian

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan fakta bahwa penilaian dalam

pembelajaran seni rupa dilakukan oleh guru meliputi dua aspek, yaitu afektif, dan

psikomotorik

Penilaian yang digunakan Pak Bambang (25) adalah penilaian proses karya

dan hasil karya baik dari ranah afektif dan psikomotorik. Penilaian ranah afektif Pak

Page 95: Profesionalisme Guru

95

Bambang melakukan pengamatan sikap siswa selama proses belajar mengajar

maupun diluar kelas akan tetapi masih dalam lingkup sekolah, sikap hubungan antara

siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan karyawan sekolah. Pak

Bambang juga memonitoring sikap siswa selama proses berkarya, dengan begitu akan

ketahuan sikap siswa ini dalam pembelajaran apakah mengganggu teman lain atau

malah serius mengerjakan tugas.

Penilaian psikomotorik baik proses berkarya ataupun hasil karya, Pak

Bambang memiliki strategi sendiri, dalam proses berkarya Pak Bambang memeriksa

alat dan media yang akan digunakan siswa dan Pak Bambang sangat tegas dan

disiplin, seperti yang disampaikan Ana siswa kelas X Ana mengatakan, “Pak

Bambang itu tegas dan disiplin mas, sering siswa dikeluarkan dari kelas karena tidak

membawa alat dan media.” Siswa lain Bayu juga berpendapat, “Pak Bambang

orangnya selalu menghargai karya siswa jadi nilai saya baik dan Pak Bambang selalu

menjaga siswa dalam proses berkarya.” Pak Bambang selalu memonitoring kerja

siswa sehingga penilaian proses karya siswa mulai dari persiapan alat dan media,

kesungguhan siswa, ide dan kreativitas, jika ada siswa yang belum siap akan

mendapatkan nilai kurang bahkan akan dikeluarkan dari kelas.

Penilaian hasil karya menurut hasil wawancara dengan Pak Bambang,

menyampaikan siswa akan mendapat nilai diatas standar jika mengerjakan tugas

dengan sungguh-sungguh dari mulai proses awal sampai finishing. Hasil karya akan

mendapatkan nilai baik jika selama proses dikerjakan sendiri dan orisinalitas siswa.

Penilaian aspek afektif dilakukan oleh guru adalah dengan cara membuat

daftar nama siswa dan kemudian melihat perilaku siswa dalam pembelajaran yang

Page 96: Profesionalisme Guru

96

meliputi minat dan sikap siswa sejak awal pelajaran sampai akhir pelajaran. Contoh

pada kegiatan siswa dalam membuat gambar proyeksi perspektif. Menurut informasi

dari Pak Sus penilaian yang digunakan adalah penilaian proses dan penilaian hasil.

Penilaian ranah afektif, Pak Sus (47) menggunakan strategi pengamatan siswa

baik selama praktik maupun selama proses belajar-mengajar, diamati sikap siswa

yang aktif bertanya dan siswa yang pasif bertanya, guru juga mengamati sikap

hubungan siswa dengan siswa dan bagaimana sikap siswa kepada guru

Penilaian proses pada ranah psikomotorik, Pak Sus menggunakan strategi

praktik dan tanya jawab, sebelum tugas dikerjakan oleh siswa Pak Sus memberikan

materi dan menampilakan peraga. Penilaian proses dilakukan pada saat siswa

mengerjakan tugas pada saat proses, yaitu yang dinilai perlengkapan alat dan media

yang dibawa siswa terlebih dahulu, jika siswa ada yang tidak lengkap membawa alat

dan media maka siswa yang bersangkutan disuruh keluar dan boleh kembali kalau

sudah mendapatkan alat dan media yang dibutuhkan, seperti informasi yang di

sampaikan Khamid siswa kelas X mengatakan saya sering dikeluarkan mas, gara-gara

saya lupa membawa alat dan media. Sedangkan jika ada siswa yang tertib dan disiplin

membawa alat dan media maka siswa yang bersangkutan akan mendapatkan nilai

tambah, kata Pak Sus. Kemudian penilaian proses kerja siswa, dilihat dari ide,

kreatifitas siswa. Bagi siswa yang kreatif mau mengerjakan tugasnya sendiri akan

mendapatkan nilai tambah daripada siswa yang tidak mengerjakan sendiri, kerja

siswa selalu dimonitoring guru mulai dari ide sampai hasil karya.

Page 97: Profesionalisme Guru

97

Pak Sus juga melakukan penilaian hasil karya, yaitu hasil karya siswa dilihat

dari kesungguhan siswa dalam mengerjakan tugas, nilai hasil juga di pengaruhi

dengan nilai proses.

Pak Bowo (45) dalam melakukan penilaian tidak jauh beda dengan apa yang

dilakukan oleh Pak Bambang dan Pak Sus yaitu penilaian proses dan hasil baik

afektif dan psikomotorik. Dalam penilaian afektif Pak Bowo menggunakan strategi

mengamati sikap siswa baik dalam proses belajar tatap muka di dalam kelas bahkan

juga sikap siswa diluar kelas tetapi masih dalam lingkup materi seni budaya. Seperti

yang telah disampaikan oleh Arifin siswa kelas X menyampaikan, jika diajar Pak

Bowo boleh rame asal sopan. penilaian sikap yang dilakukan oleh Pak Bowo juga

mengamati sikap hubungan antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa

dengan staf karyawan yang ada di sekolah.

Sedangkan penilaian ranah psikomotorik memiliki bobot yang paling tinggi

daripada ranah afektif, penilaian proses ranah psikomotorik yang dilakukan oleh Pak

Bowo sama dengan guru yang lain, Pak Bowo menilai proses berkarya siswa setelah

siswa mendapatkan materi terlebih dahulu, kemudian selama proses berkarya siswa

dipantau mulai dari menciptakan ide, kesungguhan berkarya dan orisinalitas karya.

Seperti hasil wawancara peneliti dengan Pak Bowo, menyampaikan siswa akan

mendapatkan nilai baik jika siswa memiliki alat dan media, kesungguhan berkarya,

kreatifitas dan karya sendiri. Penilaian hasilpun sangat diperhatikan oleh Pak Bowo,

jika siswa tidak mengumpulkan tugas tepat waktu walaupun karyanya baik maka nilai

akan dikurangi. Sebaliknya, walaupun hasilnya biasa saja tetapi sesuai prosedur

Page 98: Profesionalisme Guru

98

berkarya dan mengumpulkan tugas dengan tepat waktu maka siswa tersebut akan

mendapatkan nilai baik.

Penilaian aspek psikomotorik yang dilakukan oleh guru adalah dengan cara

memonitor kerja siswa melalui kegitan eksplorasi dan kreasi dilihat dari awal

penciptaan karya sampai finishing karya, kemudian apresiasi. Pada aspek psimotorik

ini memiliki bobot nilai paling besar, karena berdasarkan pengamatan peneliti

sebenarnya guru lebih menitikberatkan nilai praktik, karena dengan praktik guru akan

tahu bakat dan minat secara keseluruhan, selain itu karena praktik melalui tahapan

yaitu dari eksplorasi, kreasi, dan apresiasi.

Penjelasan Pak Susilo mengenai penilaian aspek psikomotorik, dalam

pembelajaran seni rupa Pak Sus mengatakan seni rupa adalah penilaian yang paling

lengkap dari mulai kognitif, afektif, dan psikomotorik. Untuk siswa SMA lebih

cenderung pada praktik karena dalam silabusnya lebih banyak praktik seni kriya dari

pada pengetahuan seni, untuk itu bobot nilai psikomotorik lebih dominan.

Seperti yang disampaikan Pak Sus, penilain psimotorik oleh Pak Bambang dan

Pak Bowo juga melalui beberapa tahap dari ide, proses karya, dan hasil karya. Guru

mengamati siswa dalam menyiapkan ide, kemudian mendampingi siswa dalam proses

berkarya, dalam proses berkarya tersebut berlangsung siswa boleh bertanya pada guru

jika masih ada yang belum jelas, setelah itu baru finishing. Jadi, berdasarkan

pengamatan peneliti penilaian yang dilakukan guru adalah sama yaitu dilihat dari

proses berkarya sampai hasil karya. Walaupun ada salah guru yang mengatakan yang

penting hasilnya bagus ya nilainya bagus, yaitu Pak Bowo.

Page 99: Profesionalisme Guru

99

4.1.4 Kompetensi Profesional Guru Seni Rupa SMA Negeri di Demak Kota

Pada penelitian ini, Kemampuan profesional guru SMA Negeri di Kabupaten

Demak mengacu pada penguasaan bahan ajar, penggunaan media dan sumber

pembelajaran, pengelolaan kelas, pengelolaan interaksi belajar mengajar, pengelolaan

program belajar mengajar, dan penilaian prestasi siswa.

4.1.4.1. Kemampuan Penguasaan Bahan Ajar

Dalam hal penguasaan bahan ajar antara SMAN 1 Demak, SMAN 2 Demak,

dan SMAN 3 Demak terdapat kesamaan dan juga perbedaan. Hasil pengamatan

terhadap Pak Bambang(25) guru seni rupa di SMA Negeri 1 Demak, dilihat dari

kemampuan penguasaan bahan ajar, Pak Bambang sangat menguasai, dalam

penyampain materi Pak Bambang sudah sangat terampil, materi-materi yang

disampaikan kepada siswa terstruktur dan logis, diawali dengan materi yang mudah

dipahami siswa. pada awal pelajaran Pak Bambang memberi materi yang ringan-

ringan. Pada waktu itu materi yang disampaikan adalah tentang topeng, Pak Bambang

memberi pertanyaan kepada siswa

Guru : “ siapa yang tau Pak Bambang menampilkan apa?”

Siswa : “ topeng Pak “

Guru : ” ya benar, trus apa yang di maksud topeng?”

Siswa : “ tiruan wajah manusia Pak”

Berdasarkan pengamatan peniliti, Pak Bambang dalam menjabarkan bahan

ajar tidak mengalami kendala yang berarti walaupun dari pengamatan peneliti Pak

Bambang dalam menyampaikan materi terlalu cepat. Berikut penyampaian materi

oleh Pak Bambang, setelah kalian melihat topeng dan sekarang kalian tau tentang

Page 100: Profesionalisme Guru

100

definisi topeng untuk itu Pak Bambang mau menjelaskan proses pembuatan topeng.

Dalam mendemostrasikan penguasaan bahan ajar Pak Bambanng cukup terampil

dengan cara menampilkan topeng dan bagaimana prosedur pembuatan topeng.

Pertama-tama kalian menyiapkan tanah liat yang kemudian kalian bentuk topeng

sesuai dengan ide kalian, diharapkan jangan mencontoh sama persis bentuk topeng

yang ada, melainkan mengembangkan gagasan bentuk topeng yang ada kemudian di

jadikan bentuk topeng yang baru, setelah jadi siapkan kertas limbah dan lem kertas,

kemudian topeng tanah liat ditempeli kertas limbah berulang kali dengan di campur

lem, kalau sudah merasa ketebalanya cukup, kertas diangkat dari dasar topeg tanah

liat, setelah topeng kertas sudah jadi, kemudian dirapikan dan siap untuk diwarna.

sambil menjelaskan proses pembuatan topeng Pak Bambang juga mempraktikkan di

dalam kelas, sesekali Pak Bambang memberi kesempatan kepada siswa untuk

bertanya jika dalam penjelasan ada yang belum dimengerti siswa. Materi yang

disampaikan Pak Bambang sudah terstruktur dengan mulai dari pengenalan topeng,

definisi topeng sampai prosedur pembuatan topeng. Setelah peneliti mengamati lebih

lanjut, dalam penyampaian bahan ajar Pak Bambang sudah menguasai bahan ajar

dengan baik, menyiapkan materi dengan terstruktur dan penyampaian materi yang

tepat, sudah sesuai rencana pembelajaran.

Hampir sama kemampuan profesional Pak Sus dengan Pak Bambang, tetapi

ada perbedaan yang menonjol dalam persiapan materi. Pak Susilo(47) dalam

menyiapkan bahan ajar sangat terstruktur dan logis. Dilihat dari cara mengajar, Pak

Sus termasuk salah satu guru profesional karena keahliannya menguasai bahan ajar

dan penyampaian materi yang terstruktur dan tidak tampak satupun kendala dalam

Page 101: Profesionalisme Guru

101

proses mengajarnya, sehingga Pak Sus telah siap dalam menyampaikan bahan ajar

kepada siswa..

4.12. Aktivitas Pak Sus Dalam Pembelajaran

Seperti yang diamati peneliti, pengorganisasian pelajaran oleh Pak Sus,

disesuaiakan dengan bahan yang mudah didapat oleh siswa dan telah siap sesuai

dengan kemampuan siswa. Pada awal pembelajaran siswa diminta menyiapkan buku

yang akan dibahas, saat itu Pak Sus memberi materi tentang gambar proyeksi-

perspektif. Pak Sus sudah menyiapkan peraga yang telah dibuat sendiri yang di sebut

Triple Side Box. Penggunaan alat peraga Triple Side Box ini sebagai strategi pilihan

dalam meningkatkan keterampilan siswa dan memberi kemudahan siswa dalam

proses pembelajaran menggambar proyeksi dan merancang desain tiga dimensi.

Pak Sus (47) dalam mendemostrasikan penguasaan bahan ajar, sudah baik. Di

lihat cara menggunaan media, Pak Sus dengan menggunakan media yang

Page 102: Profesionalisme Guru

102

mendukung, Pak Sus dengan baik sekali mendemonstrasikan pembelajaran sehingga

proses pembelajaran sangat menarik siswa untuk selalu memperhatikan materi. Pak

Sus dalam menjelaskan materi dari dasar terlebih dulu yaitu tentang definisi gambar

proyeksi-perspektif, setelah membahas itu, Pak Sus menjelaskan serta memperagakan

bagaimana cara menggambar proyeksi-perspektif dengan menggunakan alat peraga,

di sela-sela penyampaian materi Pak Sus juga memberi kesempatan kepada siswa

untuk bertanya. Setelah materi selesai Pak Sus memberi tugas kepada siswa untuk

membuat gambar proyeksi-perspektif seperti contoh. Hasil wawancara dengan siswa

yang bernama Winda, menyampaikan informasi bahwa, Pak Sus dalam

menyampaikan materi mudah dipahami, Pak Sus sabar lho mas, menghadapi siswa

yang tidak mudheng-mudheng, dibimbing Pak Sus agar bisa mengerjakan dengan

benar.

Berbeda lagi dengan kemampuan profesional Pak Bowo, dalam penguasaan

bahan ajar Pak Bowo belum begitu menguasai, berdasarkan pengamatan peneliti, Pak

Bowo dalam mengorganisasikan materi pembelajaran masih kurang tepat, karena

Pak Bowo kurang melihat kondisi dan lingkungan siswa sehingga penyampaian

materi belum terstruktur dengan baik, jadi banyak siswa yang bingung. Misalnya,

pada waktu materi tentang komposisi warna, Pak Bowo menerapkan materi itu

melalui bagaimana mengkomposisiskan warna diaplikasikan pada pakaian. Banyak

siswa yang mengalami kebingungan, seperti pertanyaan siswa berikut:

Siswa :”Pak, biar pakaian saya selaras cocoknya warna apa Pak?”

Guru : “pakai warna gelap dan terang!”

Page 103: Profesionalisme Guru

103

Pak Bowo (45) dalam menyampaikan bahan ajar kelihatan belum terstruktur

dengan baik. Pada materi komposisi warna yang seharusnya siswa diajak bagaimana

mengolah warna, dengan belajar mengolah warna maka siswa diharapkan peka

terhadap warna sekitar yang dilihat oleh siswa. Peneliti mengamati banyak siswa

yang bingung bahkan semangat belajar siswa pun menurun, menurut peneliti karena

kurang menariknya proses belajar yang disampaikan oleh guru. Seperti informasi dari

Indra, siswa yang diajar saat itu menyampaikan, saya binggung mencari pakaian yang

cocok buat saya mas, karena saya belum mendapatkan materi tentang perpaduan

warna, bukan cuma saya tetapi teman-teman yang lain pun sama. Informasi yang

disampaikan Indra ada benarnya karena peneliti mengamati banyak siswa yang

binggung mencari warna dan bentuk pakaian, seperti siswa lain yang bernama Teguh

mengatakan, saya membawa pakaian karang taruna yang biasa saya pakai buat

kegiatan karang taruna, soalnya saya binggung mau bawa apa, yang penting

membawa.

Awal masuk kelas Pak Bowo mengatakan, hari ini materinya melanjutkan

minggu kemarin yaitu tentang komposisi warna, siapkan pakaian dan silahkan ganti

pakaian, habis itu maju satu persatu untuk dinilai tentang perpaduan warna yang

kalian pakai. Setelah selesai siswa maju kemudian Pak Bowo mengevaluasi kerja

siswa. Berdasarkan pengamatan peneliti, Pak Bowo dalam mendemonstrasikan

pembelajaran tidak mampu memberikan daya tarik kepada siswa, sehingga siswa

cenderung binggung bahkan minat belajarnya sudah berkurang. Hal ini disebabkan

karena materi yang disampaikan oleh Pak Bowo kurang terstrukrur dengan baik,

contoh peragapun tidak disiapkan oleh guru.

Page 104: Profesionalisme Guru

104

Dalam penguasanan bahan ajar antara Pak Bambang, Pak Susilo, dan Pak

Bowo terdapat perbedaan, dilihat dari penguasaan bahan ajar Pak Bambang sudah

cukup baik, sedangkan pengamatan peneliti, Pak Sus sudah sangat baik dalam

penyampaian bahan ajar, sedangkan Pak Bowo dalam penyampaian bahan ajar

kurang begitu menguasai sehingga banyak kendala yang dihadapi siswa-siswanya

4.1.4.2. Kemampuan Penggunaan Media dan Sumber Pembelajaran

Berdasarkan pengamatan peneliti, selain bahan ajar, Pak Bambang (25) telah

mempersiapkan media dan sumber pembelajaran secara lengkap. Dalam

pembelajaran topeng, Pak Bambang membuat alat bantu mengajar yaitu peraga

topeng sesuai dengan bahan yang di tugaskan sekaligus sebagai contoh siswa dalam

berkarya nanti. Penentuan sumber belajar Pak Bambang mampu menyiapkan sumber

belajar yang dibutuhkan dan mendukung dalam proses pembelajaran. Buku-buku

4.13. Aktivitas Pak Bambang Dalam Pembelajaran

Page 105: Profesionalisme Guru

105

panduan tentang topeng pun telah disiapkan, mulai dari ensiklopedia topeng

tradisional dan modern, selain itu siswa juga diberi tugas mencari referensi dan

gambar topeng di majalah atau di internet, dengan begitu proses belajar mengajar

berjalan dengan lancar.

Sedangkan di SMAN 2 dilihat dari media dan sumber pelajaran, dalam materi

gambar proyeksi-perspektif oleh Pak Sus (47) menciptakan peraga yang disebut

Triple Side Box belum pernah dibuat oleh guru-guru seni rupa yang lain, dan dalam

hal penggunaan alat peraga Pak Sus pernah meraih juara guru prestasi dua nasional.

Apalagi dalam hal sumber pembelajaran, Pak Sus menyiapkan buku sumber secara

lengkap dari berbagai penerbit. Sehingga proses pembeljaran bisa berjalan secara

optimal.

. Sedangkan dalam media dan sumber pelajaran, Pak Bowo (45) tidak

menyiapkan media, baik itu peraga maupun komposisi warna yang lain untuk di

jadikan contoh siswa untuk berkarya. Sumber materi pelajaranpun tidak disiapkan

oleh Pak Bowo sehingg proses belajar-mengajar kurang efektif.

Berdasarkan wawancara dengan Pak Bowo, untuk contoh peraga biarkan

siswa bisa melihat sendiri di majalah atau di tabloid. Pak Bowo berharap siswa akan

peka memadukan warna pakaian dengan cara melihat contoh di majalah dan tabloid.

Berdasarkan pengamatan peneliti, Pak Bowo belum siap sama sekali untuk

menyampaikan materi kepada siswa, bisa dilihat dengan tidak mempersiapkan media

dan sumber, bahkan peraga. Sedangkan Pak Bambang dan Pak Sus telah siap media

dan sumber pembelajaran apalagi didukung dengan peraga yang memudahkan siswa

menerima materi.

Page 106: Profesionalisme Guru

106

4.1.4.3. Kemampuan Pengelolaan Kelas.

Dilihat dari pengelolaan kelas, Pak Bambang (25) dalam menentukan alokasi

waktu sudah sesuai dengan kalender akdemik dan mempunyai strategi tersendiri,

yaitu siswa diperbolehkan mendengarkan musik dalam berkarya, ”biar tidak spaneng

seperti mengerjakan tugas matematika”, pengelolaan kelas yang dilakukan Pak

Bambang memiliki perbedaan dengan sekolah-sekolah yang lain, menurut Pak

Bambang, tujuan pembelajaran akan tercapai jika kondisi pembelajaran optimal,

siswa juga harus menikmati tugas yang akan dikerjakan, untuk itu siswa tidak dibuat

spaneng. Siswa akan senang mengerjakan tugas jika kondisi kelas tidak tegang,

seperti yang dikatakan oleh Cahyo siswa kelas X, saya senang mas kalau ikut

pelajaran seni rupa, karena dalam pelajaran seni rupa itu santai, apalagi pelajaran

seni rupa boleh mendengarkan musik, sehingga membuat saya semangat mengerjakan

tugas. Siswa lainpun berpendapat seperti yang dikatakan Sugiyono siswa kelas X

mengatakan pelajaran seni rupa itu seperti bermaian mas, jadi kalau pelajaran seni

rupa saya kesannya jadi pelajaran refresing. Dengan begitu Pak Bambang mampu

mengorganisasikan siswa untuk dapat berpartisipasi dalam pembelajaran. Menurut

Pak Bambang setiap praktik, ruang kelas yang berada di tengah dikosongkan untuk

tempat praktik, dengan begitu kondisi kelas pada waktu praktik akan kelihatan santai,

nyaman, dan guru bisa memonitoring kerja siswa. Diberi kebebasan bertanya pada

saat praktik, mengumpulkan tugas harus tepat waktu, diamati proses berkarya siswa

sampai selesai. Pak Bambang dalam mengelola kelas, sudah sangat terampil

walaupun pengalaman mengajarnya kurang dibanding dengan Pak Sus yang sudah

berpengalaman.

Page 107: Profesionalisme Guru

107

Dalam pengelolaan kelas, Pak Sus (47) sangat berbeda sekali dengan Pak

Bambang. Pak Sus dalam mengelola kelas seperti yang peneliti amati, kondisi kelas

sangat tenang, rapi, tidak ada suara musik atau gaduh seperti di kelasnya Pak

Bambang. Cara mengajar Pak Sus walaupun tenang, Pak Sus juga sesekali mengajak

siswa untuk guyonan biar tidak spaneng sehingga selama proses belajar mengajar

banyak siswa mengatakan serius tapi santai, bagi Pak Sus yang penting siswa

mencapai ketuntasan belajar.

Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap pengelolaan kelas oleh Pak Sus,

pengelolaan waktu alokasi sudah di buat sebaik-baiknya sesuai dengan kalender

akademik. pada masuk kelas Pak Sus memberikan salam terlebih dahulu dan

kemudian menyampaikan materi yang akan dipelajari hari itu, sebelum pelajaran

dimulai Pak Sus memberikan pengantar materi, seperti yang disampaikan Pak Sus,

hari ini kita akan mempelajari tentang gambar perspektif, dengan kalian mempelajari

gambar perspektif, kalian akan mendapatkan dasar menggambar dengan benar, kita

juga akan mempelajari hukum perspektif. Biar kondisi kelas optimal, bagi siswa yang

belum jelas, Pak Sus memperbolehkan siswa mengajukan pertanyaan dengan tunjuk

jari terlebih dahulu, sehingga Pak Sus mampu menciptakan kelas yang kondusif. Jika

ada siswa yang mengganggu proses belajar-mengajar maka Pak Sus akan

menegurnya, kata Pak Sus. Guru mengamati siswa selama proses pembelajaran,

melihat ada siswa yang tidak memperhatikan karena sibuk main game di handphone,

kemudian Pak Sus menegur siswa itu

Guru : “ kamu yang di pojok kanan meja paling belakang tadi saya menjelaskan

apa?

Page 108: Profesionalisme Guru

108

Siswa :”saya Pak?”

Guru : “iya kamu! “

Ternyata siswa yang bernama Cipto diam dan tidak bisa menjawab

Guru : “kamu kalau ada guru menjelaskan malah main game, bawa sini handphone-

nya nanti diambil di kantor, siapa nama kamu?”

Cipto : “Cipto, Pak”

Guru : “jangan di ulangi lagi!”

Cipto : “ya Pak!”

Selanjutnya guru menjelaskan dan kemudian tanpa diketahui siswa Pak Sus

memberi tanda kurang pada siswa tersebut.

4.14. Aktivitas Pak Susilo Saat Mengajar

Guru menegur siswa yang mengganggu proses belajar-mengajar dengan tujuan

agar tidak mengganggu teman lain. selain itu, guru bertujuan mendisiplinkan kelas

agar mampu menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal. Berdasarkan

Page 109: Profesionalisme Guru

109

pengamatan, Pak Sus dalam mengelola kelas agar siswanya tidak jenuh Pak Sus

melakukan variasi dalam mengajarnya, yaitu dengan memvariasi gaya mengajarnya

dengan cara dalam menyampaikan materi, Pak Sus sesekali mengajak siswa

melakukan pembelajaran di luar kelas, media pembelajarannyapun divariasi, dari

kertas divariasi dengan media lain dengan tujuan untuk menghindari kejenuhan yang

menyebabkan menurunnya kegiatan belajar dan tingkah laku positif siswa.

Berdasarkan pengamatan peneliti, Pak Bowo (45) dalam mengelola kelas

sudah mampu menciptakan kondisi kelas yang optimal, dilihat dari penguasaan kelas

yang cukup baik walaupun banyak siswa yang mengeluhkan, seperti informasi yang

disampaikan Abdul Ghofur siswa kelas X, mengatakan Pak Bowo sering

meninggalkan kelas, sehingga kondisi kelas rame dan tidak teratur. Pak Bowo Terlalu

disiplin dan tegas mas, jika ada siswa yang terlambat memberi tahu jamnya Pak

Bowo, maka Pak Bowo marah sehingga pelajaran sudah tidak menarik lagi, kata

Hamzah ketua kelas X.

Dalam pengelolaan kelas, dengan ketegasan Pak Bowo mampu mengelola

alokasi waktu cukup baik dengan menetapkan alokasi waktu dengan tepat maka

proses pembelajaran akan tercapai dengan tepat pula. Pak Bowo juga mampu

mengkondisikan kelas dalam keadaan tenang dan sering sekali Pak Bowo membawa

siswanya praktik di luar kelas. Dengan tujuan agar mengurangi kejenuhan siswa yang

diakibatkan karena proses pembelajaran dalam ruang yang sama, gaya mengajar yang

sama, untuk itu Pak Bowo mencoba mengajak siswanya untuk melaksanakan

pembelajaran diluar kelas.

Page 110: Profesionalisme Guru

110

Menurut Pak Bowo (45), siswa sering diajak keluar sekolah untuk melihat

obyek secara langsung, dengan begitu Pak Bowo berharap siswa mampu

mengapresisai obyek budaya karya daerah setempat, dan peka terhadap karya seni di

daerah setempat. Informasi dari Hamzah, kita sering disuruh Pak Bowo menggambar

Masjid Agung Demak, Pak Bowo sudah siap di Masjid, sebelum mengerjakan tugas

Pak Bowo memberikan sedikit teknik dalam menggambar, setelah itu siswa dibiarkan

mengerjakan tugas sampai jam seni budaya habis, kemudian siswa diminta kembali

ke sekolah lagi. Begitulah cara Pak Bowo mengorganisasi siswa agar aktif dalam

proses pembelajaran.

Dilihat dari kemampuan mengelola kelas antara Pak Bambang, Pak Susilo,

dan Pak Bowo. Ada persamaan dan ada pula perbedaan. Kesamaan terletak pada

bagaimana seorang guru memperhatikan siswa agar kondisi belajar siswa optimal,

atau dengan kata lain, seorang guru berusaha menciptakan pembelajaran yang

kondusif, tidak membuat siswa mengalami kejenuhan yang berakibat menurunnya

semangat belajar siswa dan tingkah laku positif siswa. Sedangkan perbedaan terletak

pada strategi guru dalam pengelolaan kelas, agar siswa menikmati pembelajaran

dengan senang, Pak Bambang dan Pak Susilo sudah mampu berkreasi dengan cara

masing-masing, sehingga kondisi siswa dapat tercipta suasana yang mendukung

dalam proses pembelajaran, dan mampu membawa siswa pada kondisi pembelajaran

yang menyenangkan. Sedangkan Pak Bowo belum mampu menciptakan kreatifitas

untuk mengelola kelas agar kondusif dan membawa siswa pada pembelajaran yang

optimal dan menyenangkan.

Page 111: Profesionalisme Guru

111

4.1.4.4. Kemampuan Pengelolaan Interaksi Belajar-Mengajar

Dalam pengelolaan interaksi belajar mengajar, Pak Bambang(25)

menggunakan metode tanya jawab, ceramah dan demontrasi dalam proses belajar

mengajarnya. Sebagai cara pendekatan kepada siswa oleh Pak Bambang adalah

dengan selalu memonitoring kerja siswa dalam berkarya, memperhatikan baik dalam

proses berkarya maupun selama pembelajaran, memberi motivasi kepada siswa

melalui memberikan nilai tambah bagi siswa yang kreatif dan penyampaian hal-hal

baru tentang seni rupa beserta kegunaan seni rupa dalam kehidupan sehari-hari, dan

membantu siswa bila mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas Dengan begitu

secara tidak langsung Pak Bambang mampu mengembangkan hubungan antar pribadi

yang sehat dan serasi kepada siswa. Kata Pak Bambang, siswa diberi kebebasan

bertanya baik dalam proses belajar mengajar atau di luar pembelajaran seni rupa

dengan tujuan ada hubungan baik antara guru dan siswa dalam konteks pembelajaran,

interaksi yang baik antara guru dan siswa akan menciptakan suasana belajar-mengajar

yang kondusif, interaksi yang baik ini memotivasi siswa untuk lebih respect dalam

mempelajari seni rupa, sehingga Pak Bambang mengadakan ekstrakurikuler seni rupa

untuk menambah pengetahuan siswa yang ingin mendalami materi seni rupa.

Dalam pengelolaan kelas, Pak Bambang mampu menangani perilaku siswa

yang tidak diinginkan yaitu menegur siswa yang menggunakan tanah liat untuk di

lempar-lemparkan sehingga mengotori kelas, dengan teguran kepada siswa

diharapkan situasi pembelajaran akan kembali optimal.

Dalam pengelolaan interaksi belajar-mengajar, Pak Susilo (47) lebih banyak

menggunakan sistem tanya jawab, demonstrasi, dan praktik dalam strategi

Page 112: Profesionalisme Guru

112

mengajarnya. Sehingga dalam belajar-mengajar, siswa tidak hanya dijejali materi saja

melainkan juga siswa dituntut untuk aktif dalam pembelajaran. Di samping itu,

pemberian tugas yang diberikan selain praktik karya juga menuntut siswa untuk

mencari lagi materi yang mendukung, baik dari koran atau majalah, buku maupun

internet.

Kemampuan Pak Sus dalam mengelola kelas agar kondusif untuk belajar

adalah salah satu hal yang selalu dilakukan untuk menciptakan interaksi yang baik

antara guru dan murid, yaitu dengan melakukan tanya jawab tentang materi seni rupa,

jika ada pameran di luar sekolah, Pak Sus mengajak siswanya untuk ikut berapresiasi

karya seni rupa. Menurut Pak Sus, jika interaksi antara guru dengan siswa terjalin

dengan baik, maka proses belajar akan berjalan dengan baik pula. Siswa juga diberi

kesempatan belajar datang kerumah jika masih mengalami kesulitan, dengan sabar

Pak Sus membimbing siswa yang mengalami kesulitan

Pak sus dalam pengelolaan interaksi belajar mengajar, mampu menangani

perilaku siswa yang tidak diinginkan yaitu dengan menegur siswa. Dengan begitu Pak

Sus mampu membawa perilaku siswa menjadi lebih baik dan tidak segan- segan

memberi peringatan- peringatan kepada siswa jika melakukan perbuatan yang tidak

diinginkan di sekolah.

Page 113: Profesionalisme Guru

113

4.15. Aktivitas Pak Bowo Dalam Pembelajaran.

Dalam pengelolaan interaksi belajar-mengajar, Pak Bowo (45) juga

menggunakan metode tanya jawab, ceramah, dan demonstrasi. Dengan metode itu

kata Pak Bowo bisa mengembangkan hubungan antar pribasi yang sehat dan serasi

kepada siswa dan memberi kedekatan antara siswa dan guru, sehingga interaksi akan

terjalin dengan baik. Pak Bowo lebih sering memberikan tugas kepada siswanya

melalui telepon, seperti yang dikatakan oleh Firman Siswa kelas X mengatakan, “Pak

Bowo kalau memberikan tugas untuk menggambar di luar sekolah misalnya

menggambar Masjid Agung Demak, Pak Bowo tinggal telepon siswanya untuk

datang kesana dan yang tidak datang di anggap tidak masuk”.

Walaupun Pak Bowo(45) adalah guru yang tegas, tetapi interaksi Pak Bowo

dengan siswa sangat baik, Pak Bowo dengan sabar membimbing siswa yang

bersungguh-sungguh ingin belajar. Bagi siswa yang sulit untuk menerima materi, Pak

Page 114: Profesionalisme Guru

114

Bowo dengan sabar mengulas kembali materi yang baru saja disampaikan menurut

wawancara dengan siswa yang bernama agung siswa kelas X.

Dalam menangani peralaku siswa Pak Bowo selalu memantau sikap dan

tingkah laku siswa. Pak Bowo tidak segan- segan memberi peringatan dan menegur

siswa jika melihat perilaku siswa yang tidak diinginkan di sekolah.

Melihat dari kemampuan interaksi antara Pak Bambang, Pak Susilo,dan Pak

Bowo. Ketiganya sudah sangat baik, mulai dari membimbing sampai pada interaksi

siswa pada kegiatan belajar-mengajar.

4.1.4.5. Kemampuan Pengelolaan Program Belajar

Dalam pengelolaan program belajar-mengajar, seperti guru seni rupa yang lain

Pak Bambang menyiapkan program belajar-mengajar tentang materi apa yang akan

disampaikan yaitu meliputi prota, promes, silabus, dan rencana pembelajaran.

Perangkat pembelajaran disiapkan oleh guru di awal semester untuk menyiapkan

materi secara terstruktur dengan baik. Untuk guru seni rupa disetiap minggunya ada

kegiatan MGMP di Kabupaten Demak, anggotanya terdiri dari semua guru seni rupa

di Kabupaten Demak, tujuannya untuk membuat perangkat pembelajaran bersama

kemudian dikembangkan oleh guru masing-masing sekolah sesuai dengan lingkungan

sekolah masing-masing. Menurut informasi dari Pak Bambang, perangakat

pembelajaran dibuat membutuhkan waktu selama satu minggu, format perangkat

pembelajaran disediakan oleh sekolah.

Perangkat pembelajaran yang dibuat Pak Bambang (25) dikerjakan pada

bulan Agustus, karena menurut Pak Bambang bulan Agustus adalah bulan yang tidak

Page 115: Profesionalisme Guru

115

banyak kegiatan di sekolah, sedangkan kalau di bulan Juli banyak kegiatan di sekolah

seperti penerimaan siswa baru, pambagian tugas guru, dan orientasi siswa baru

Perangkat yang dibuat Pak Bambang meliputi rincian minngu efektif,

perhitungan alokasi waktu tiap semester, program tahunan, program semester, silabus

dan rencana pembelajaran. Berdasarkan wawancara dengan Pak Bambang, dalam

pembuatan program pembelajaran, Pak Bambang mengalami kesulitan karena

mungkin baru dua tahun Pak Bambang mengajar, jadi pengalaman membuat program

pambelajaran masih kurang, sehingga banyak kendala yang dihadapi.

Pak Susilo (47) selalu merencanakan terlebih dahulu setiap materi pelajaran

yang akan disampaikan, sehingga proses belajar-mengajar bisa berjalan secara

terstruktur dan materi selesai tepat pada waktunya. Berbeda dengan Pak Bambang,

Pak Susilo dalam pembuatan program pembelajaran tidak mengalami kendala yang

berarti karena banyaknya jam terbang mengajar Pak Sus, dengan kata lain Pak Sus

sudah berpengalaman dalam membuat program pembelajaran.

Sama halnya dengan Pak Bambang, Pak Sus menyelesaikan program

pembelajaran membutuhkan waktu selama satu minggu. Program pembelajaran juga

dikerjakan Pak Sus pada bulan Agustus, karena sama halnya yang disampaikan Pak

Bambang pada bulan Agustus adalah bulan yang luang untuk mengerjakan program

pembelajaran karena tidak banyak kegiatan di sekolah, sedangkan kalau bulan Juli

banyak kegiatan yang berkenaan dengan penerimaan siswa baru, orientasi siswa baru,

pembagian tugas guru. Pembuatan program belajar yang dibuat oleh Pak Sus meliputi

rincian minggu efektif, alokasi waktu persemester, prota, promes, silabus, dan

Page 116: Profesionalisme Guru

116

rencana pembelajaran, semua itu merupakan bagian terpenting yang harus disiapkan

agar tujuan dari pembelajaran seni rupa dapat tercapai.

Berdasarkan pengamatan peneliti, tidak jauh beda dengan Pak Bambang dan

Pak Susilo. Pak Bowo (45) juga menyipakan program pembelajaran meliputi, rincian

minggu efektif, alokasi waktu tiap semester, program tahunan, program semester,

silabus, dan rencana pembelajaran. Format program pembelajaran disediakan sekolah,

hasil wawancara dengan Pak Bowo, program pembelajaran dibuat membutuhkan

waktu selama dua minggu, dikerjakan pada bulan Agustus, karena kalau dikerjakan

bulan Juli banyak kegiatan di sekolah, yaitu penerimaan siswa baru dan orientasi

siswa. walaupun Pak Bowo sudah lama mengajar tetapi Pak Bowo mengalami

kesulitan, berdasarkan wawancara dengan Pak Sus, Pak Bowo hampir tidak pernah

ikut MGMP, jadi kendala yang dihadapi pak bowo karena tidak mengikuti

perkembangan materi yang sudah dimusywarahkan di MGMP.

Berdasarkan pengamatan peneliti program pembelajaran yang telah dibuat

antara Pak Bambang, Pak Susilo, dan Pak Bowo, dalam hal format terdapat

persamaan karena format disediakan sekolah masing-masing. Waktu yang dibutuhkan

dalam pembuatan program pembelajaran Pak Bowo membutuhkan waktu paling lama

daripada Pak Bambang dan Pak Susilo, dalam hal kesulitan, Pak Bambang dan Pak

Bowo yang yang banyak mengalami kesuliatan. Jadi tidak semua guru dengan

mudah mempersiapkan program pembelajaran, untuk itu guru harus dituntut

profesional dalam segala kemampuan pembelajaran.

Page 117: Profesionalisme Guru

117

4.1.4.6. Kemampuan Penilaian Prestasi Siswa

Pengelolaan penilaian prestasi siswa, Pak Bambang (25) menggunakan

strategi yaitu dengan memberikan nilai tambah pada siswa yang aktif memberikan

pertanyaan dan mengumpulkan tugas tepat waktu, dan jika tugas dikumpulkan

melebihi batas waktu yang ditentukan maka nilai akan dikurangi. Dalam penilaian,

Pak Bambang sangat disiplin selain penilaian dilihat dari proses berkarya, hasil karya,

kreatifitas, kesungguhan siswa tetapi juga disiplin waktu pengumpulan tugas. Dalam

penilaian Pak Bambang dalam menilai siswa dilihat dari selama proses pembelajaran

meliputi ide kreatifitas siswa, desain karya, hingga proses berkarya. Selain itu,

penilaian dilakukan pada akhir pembelajaran yaitu hasil karya siswa yang telah

dibuat siswa dalam monitoring guru. Penilaian ini selalu di lakukan Pak Bambang

dalam setipa pembelajaran.

Dalam hal penilaian prestasi siswa, Pak Susilo (47) tidak hanya menilai hasil

akhir dari praktik karya yang dihasilkan oleh siswa, tetapi juga bagaimana prosesnya,

ketekunan, dan keseriusan dalam mengerjakan tugas merupakan aspek penting yang

dinilai. Dengan adanya penilaian tersebut, Pak Sus berharap bisa menjadi motivasi

bagi siswanya untuk berkarya lebih baik, meningkatkan kreatifitas, dan serius dalam

mengerjakan tugas-tugas yang diberikan. “Bagi saya, nilai adalah tolok ukur

kemampuan dan keseriusan siswa, tetapi bukan berarti siswa yang nilainya jelek dia

bodoh, tetapi hanya kurang serius sehingga kreatifitasnya statis”, kata Pak Sus

Berdasarkan pengamatan peneliti, Pak Bowo (45) dalam hal pengelolaan

penilaian prestasi siswa hampir sama dengan guru seni rupa yang lain yaitu dengan

memberikan nilai tambah bagi siswa yang kreatif dan mengumpulkan tugas tepat

Page 118: Profesionalisme Guru

118

waktu, dan tidak segan-segan akan memberikan nilai kurang atau di bawah standar

jika siswa tidak ada kesungguhan dan tidak tepat waktu dalam menyelesaikan tugas,

semua itu dilakukan guru untuk memotivasi siswa agar lebih serius untuk

mengerjakan tugas seni rupa. Pak bowo juga menggunakan sistem penilaiaan proses

dan hasil karya yaitu dengan menilai kerja siswa dimulai dari penciptaan ide

kenmudian desain karya sampai dengan proses berkarya. Selain itu penilaian juga

dilakukan pada hasil pembelajaran yaitu dengan menilai finishing karya siswa.dilihat

denagn hasil akhir siswa dengan harapan guru selalu menilai tidak sekedar proses

akan tetapi hasilnya pun dipertanggung jawabkan.

Berdasarkan pengamatan peneliti tentang kompetensi profesional yang

meliputi penguasaan bahan ajar, penggunaan media dan sumber pembelajaran,

pengelolaan kelas, pengelolaan interaksi belajar mengajar, pengelolaan program

belajar mengajar, dan penilaian prestasi siswa, ternyata banyak persamaan dan

perbedaan antara Pak Bambang, Pak Sus, dan Pak Bowo. Untuk itu peneliti akan

melakukan penilaian dengan menggunakan media yang disebut alat penilaian

kemampuan guru (APKG).( hasil pengamatan terlampir).

Page 119: Profesionalisme Guru

119

4.2.Pembahasan

Tidak dapat dinaifkan bahwa memang tidak mudah merumuskan dan

menggambarkan profil seorang guru seni rupa profesional. Tetapi tidak mungkin kita

tidak dapat menemukan guru yang memenuhi syarat profesionalisme.

Berdasarkan hasil observasi bahwa, setelah bertugas lebih dari lima tahun,

seorang guru seni rupa mulai melampaui prestasi guru-guru seangkatannya. Guru

dapat berbicara dengan semangat dan teliti mengenai keadaan sekolahnya, dan

terutama mengenai murid-muridnya, lebih dari guru-guru lain. Sekali lagi, bukan

karena dia terlalu istimewa, tetapi karena dia peduli, dia peduli dengan segala

ketulusan. Apa yang dialaminya, direnungkannya; apa yang direnungkannya

disuarakannya; apa yang disuarakannya dilaksanakannya; apa yang dilaksanakannya

disempurnakannya. Dia mulai dapat melihat lebih dalam, tembus lapisan permukaan

apa-apa yang hanya kasat mata. Dialah itu, guru profesional tulen.

Tidak ada yang memerintahkan dia berbuat demikian, tetapi ini terjadi karena

dia menghargai pekerjaannya. Ia menghargai anak bangsa yang dipercayakan

kepadanya. Ia bangga pada pekerjaannya. Dan ia terus belajar, yang menjadikan

cakrawala pemikirannya menjadi lebih luas. Jauh lebih luas dari apa yang dimilikinya

lima tahun yang lalu.

Tetapi, meskipun guru seni rupa di SMA Negeri 1 Demak usia mengajarnya

baru dua tahun, tidak berarti dia tidak lebih profesional dibanding dengan guru seni

rupa di SMA Negeri 2 Demak dan SMA Negeri 3 Demak. Jika seorang guru

memahami dengan benar apa yang harus dilakukan, mengapa ia harus me-lakukannya

dan menyadari bagaimana ia dapat melakukannya dengan sebaik-baiknya, kemudian

Page 120: Profesionalisme Guru

120

ia melakukannya sesuai dengan pertimbangan yang terbaik. Dengan berbuat

demikian, ia telah berada di dalam arus proses untuk menjadi seorang profesional,

yang menjadi semakin profesional.

Dalam menjalankan tugasnya, guru-guru seni rupa baik di SMA Negeri 1, 2

maupun 3 Demak memiliki visi ke depan, dalam hal ini adalah masa depan dan

generasi muda yang berbahagia, yaitu: pendekatan mengajar yang kreatif, mengajar

sangat mengasyikan, belajar adalah penemuan, dan seminar adalah pengayaan.

Seperti pernyataan pak Susilo guru Seni Rupa di SMA Negeri 2 Demak “Tanpa visi,

sepanjang hayat kita akan berbicara tidak lain dari sesuatu yang negatif: pendidikan

tidak berguna, mengajar membosankan, murid tidak berselera belajar, bahkan

mungkin juga seminar hanya menghabiskan tenaga. Lalu kita pun menjadi semakin

lumpuh, dikalahkan oleh mata rantai permasalahan yang tampaknya tidak pernah

(memang tidak pernah) akan hilang”.

Pada dasarnya, argumentasi ini menekankan perlunya profesionalisasi dilihat

sebagai pengembangan serangkaian paradigma baru di dalam pendidikan, yang antara

lain dikaitkan dengan kondisi-kondisi yang akan dan sedang mempengaruhi

kehidupan di dunia, yang esensinya harus dapat ditangkap para guru, tidak hanya

guru seni rupa saja.

Peralihan dari paradigma pendidikan yang hanya mengawetkan kemajuan, ke

paradigma pendidikan yang merintis kemajuan. Guru dengan orientasi profesional

demikian, akan merangsang anak didiknya untuk mencari jawaban, untuk meneliti

masalah, dan mengembangkan sendiri berbagai informasi baru. Dia tidak secara

Page 121: Profesionalisme Guru

121

dogmatis atau indoktriner memaksakan informasi usang yang sudah tidak berharga

apa-apa di dalam kehidupan anak didik.

Jika dilihat dari cara mengajar dari tahap perencanaan hingga tahap penilaian,

Pak Bowo memang jauh berbeda dengan dua guru seni rupa lain yang menjadi objek

penelitian ini. Dapat dikatakan bahwa Pak Bowo belum cukup memiliki kemampuan

profesional dalam mengajar. Ia belum bisa mengkondisikan siswa dengan baik, untuk

bisa dengan mudah menerima apa yang disampaikannya. Tidak hanya itu, Pak Bowo

kurang mempersiapkan materi pelajaran dengan baik sehingga kurang terkuasai,

kurang terstruktur, dan bahkan tak jarang melenceng dari apa yang seharusnya

disampaikan. Jika pada proses penyampaian masih kurang menguasai, maka besar

kemungkinan siswa juga kurang paham tentang materi tersebut.

Pada dasarnya, profesionalisme seorang guru seni rupa tidak hanya tercermin

dari kemampuannya dalam menguasai pelajaran saja, melainkan juga pada tanggung

jawabnya sebagai pengajar yang salah satunya adalah kehadirannya di dalam kelas

untuk melaksanakan tugasnya. Bisa dibilang waktu 1 kali pertemuan dengan 2 jam

pelajaran dalam satu minggu, belum cukup untuk mengapresiasikan tujuan dari

pembelajaran seni rupa itu sendiri. Tetapi mengingat keterbatasan waktu, dengan

melihat banyaknya mata pelajaran lain yang juga harus diterima siswa maka

pembelajaran seni rupa dilakukan seefektif mungkin dengan tidak mematikan

kreativitas siswa. Oleh karena itu interaksi dengan siswa sangatlah penting. Guru

diharapkan mampu untuk bisa hadir paling tidak 90 persen untuk mengisi pelajaran.

Pemberian tugas untuk mengganti setiap jam kosong bukan solusi terbaik, tetapi lebih

Page 122: Profesionalisme Guru

122

pada bagaimana seorang guru bisa memenuhi tuntutan profesinya untuk lebih

profesional di dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Berdasarkan pengamatan, dapat disimpulkan sebagai berikut (tabel tingkat

kompetensi guru).

Tingkat Kompetensi Jenis Kompetensi Guru

Amatan Baik Cukup Kurang

A

B

Penguasaan Bahan

Ajar

C

A

B

Media Dan Sumber

Pembelajaran

C

A

B

Pengelolaan Kelas

C

A

B

Pengelolaan Interaksi

Belajar-Mengajar

C

A Pengelolaan Program

Belajar-Mengajar B

Page 123: Profesionalisme Guru

123

C

A

B

Penilaian Prestasi

Siswa

C

Tabel 2.4. Tingkat Kompetensi Guru Sementara

Keterangan : A = Pak Bambang

B = Pak Susilo

C = Pak Bowo

4.3.Tantangan Profesionalisme Guru Seni Rupa Masa Depan

“Menghadapi pesatnya persaingan pendidikan di tataran global, semua pihak

perlu menyamakan sikap untuk mengedepankan peningkatan mutu pendidikan.

Pemerintah, masyarakat, kalangan pendidik serta semua subsistem bidang pendidikan

harus berpartisipasi mengejar ketertinggalan maupun meningkatkan prestasi yang

telah diraih” (“Perlu Komitmen Dongkrak Mutu Pendidikan” - Kompas, 10 Maret

2004).

“Setiap kali membedah mutu pembelajaran, guru selalu dijadikan kambing

hitam. Terlebih dengan mutu pendidikan Indonesia yang terus terpuruk dibanding

negara tetangga” (“Pertajam Kompetensi Akademik” - Kompas, 10 Maret 2004).

Dari pernyataan-pernyataan di atas rasanya tidak mudah untuk menjadi guru

dewasa ini. Guru menjadi fokus utama dari kritik-kritik atas ketidakberesan sistem

pendidikan, namun pada sisi lain guru juga menjadi sosok yang paling diharapkan

dapat mereformasi tataran pendidikan. Guru menjadi mata rantai terpenting yang

Page 124: Profesionalisme Guru

124

menghubungkan antara pengajaran dengan harapan akan masa depan pendidikan/

sekolah yang lebih baik.

Eksistensi sekolah sebagai sebuah institusi pendidikan masih diperlukan oleh

masyarakat. Academic learning secara formal di sekolah masih dianggap sangat

penting. Para orang tua masih menganggap perlu mengirimkan anak-anaknya ke

sekolah. Guru masih tetap dianggap bertanggung jawab atas keberhasilan

pembelajaran akademis siswa. Institusi sekolah termasuk kurikulum dan fasilitas

pendukungnya dituntut untuk mampu bersaing tidak saja secara lokal juga secara

global. Karenanya untuk menghadapi semua tantangan ini, kemampuan professional

guru harus teruji. Penguasaan atas materi mata pelajaran saja tidak lagi cukup. Guru

diharapkan bertanggung-jawab atas pengembangan profesi mereka sendiri terus-

menerus, tidak “gaptek” (gagap teknologi), harus benar-benar menguasai teknologi

pembelajaran termasuk penggunaan komputer dan teknologi lainnya untuk proses

belajar mengajar dan pengembangan profesi.

Guru abad 21 harus menguasai banyak pengetahuan (akademik, pedagogik,

sosial dan budaya), mampu berpikir kritis, tanggap terhadap setiap perubahan, dan

mampu menyelesaikan masalah. Guru tidak boleh hanya datang ke sekolah melulu

untuk mengajar saja. Kemampuan untuk mengelola kelas saja tidak cukup lagi. Guru

diharapkan bisa menjadi pemimpin dan agen perubahan, yang mampu

mempersiapkan anak didik untuk siap menghadapi tantangan global di luar sekolah.

Selain orang tua, peran guru dalam mengarahkan masa depan anak didiknya sangat

signifikan. Bisa dibayangkan apa jadinya kalau guru tidak siap menghadapi semua

Page 125: Profesionalisme Guru

125

tantangan dinamika pendidikan abad 21 ini, yang nota-bene masih terus akan

berubah.

Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena

guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu

pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu

bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar

mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan

yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-

aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan.

Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi

muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap

eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional.

Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru Kondisi pendidikan

nasional kita memang tidak secerah di negara-negara maju. Baik institusi maupun

isinya masih memerlukan perhatian ekstra pemerintah maupun masyarakat. Dalam

pendidikan formal, selain ada kemajemukan peserta, institusi yang cukup mapan, dan

kepercayaan masyarakat yang kuat, juga merupakan tempat bertemunya bibit-bibit

unggul yang sedang tumbuh dan perlu penyemaian yang baik. Pekerjaan penyemaian

yang baik itu adalah pekerjaan seorang guru. Jadi guru memiliki peran utama dalam

sistem pendidikan nasional khususnya dan kehidupan kita umumnya.

Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati

nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena

tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para

Page 126: Profesionalisme Guru

126

guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diinterpensi. Tidak

adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai

pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru

tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol

melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, seorang guru yang telah

memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola

belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka

waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat

dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya.

Akadum (1999) menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah

yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan

kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil kebijakan; (1) profesi keguruan

kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi

pada kinerjanya; (2) profesionalisme guru masih rendah.

Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme

guru disebabkan oleh antara lain; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni

profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam

kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk

membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada; (2) belum adanya standar

profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (3) kemungkinan

disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang

lulusannya asal jadi tanpa memperhitungkan output-nya kelak di lapangan sehingga

menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; (4)

Page 127: Profesionalisme Guru

127

kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut

untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi. (5)

masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara

makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat

politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar

dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang

PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggo-tanya. Dengan

melihat adanya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru,

pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru.

Page 128: Profesionalisme Guru

128

BAB V

PENUTUP

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada penelitian ini, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

Pembelajaran seni rupa SMA Negeri di Kabupaten Demak dengan

menggunakan tahapan-tahapan pembelajaran, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan

penilaian Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pembelajaran seni rupa di SMA

Negeri di Kabupaten Demak mencakup tiga tahapan pembelajaran yaitu perencanaan

pembelajaran meliputi program tahunan, program semester, silabus dan rencana

pembelajaran, yang diwajibkan bagi guru. Pelaksanaan pembelajaran di SMA Negeri

Kabupaten Demak sudah terstruktur dengan baik yaitu diawali dari tahap

pendahuluan, tahap inti dan tahap penutup.

Dalam proses belajar mengajar setiap guru memiliki strategi tersendiri. Sebelum

memberikan pelajaran, guru menyiapkan materi terstruktur dengan baik, terlebih

dahulu memberikan materi yang mudah dipahami oleh siswa. Dalam pengelolaan

media dan sumber belajar tidak semua guru menyiapkan peraga dan mengambil

sumber dari referensi, internet dan majalah terkait.

Dalam penggelolaan kelas tidak semua guru sudah dan mampu mengkondisikan

kelas secara optimal serta seringnya seorang guru meninggalkan jam pelajaran,

sehingga proses pembelajaran siswa mengalami kejenuhan dan pembelajaran yang

tidak efektif.

Page 129: Profesionalisme Guru

129

Pengelolaan interaksi belajar mengajar guru selalu memonitoring dan

membantu siswa yang mengalami kesulitan serta memberi kesempatan kepada siswa

mengikuti ekstrakurikuler bagi yang berminat mendalami seni rupa, sehingga

interaksi dengan siswa berjalan dengan baik.

Penilaian yang dilakukan oleh guru meliputi penilaian proses dan hasil

pembelajaran dan memberikan nilai tambah bagi siswa yang aktif, kreatif, dan tepat

waktu.

Pada dasarnya guru seni rupa di SMA Negeri 1 Demak dengan berasumsi pada

ketentuan tentang guru profesional berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas, berada

pada tahap proses belajar untuk bisa menjadi profesional mengingat usia mengajarnya

yang masih baru, meskipun kemampuannya dalam mengajar dan menguasi materi

pelajaran seni rupa cukup baik.

Dengan melihat berbagai penghargaan baik dari guru seni rupa maupun siswa di

SMA Negeri 2 Demak serta usia mengajar yang sangat lama, guru profesional adalah

kata yang tepat diberikan pada guru SMAN 2. Banyak hal, mulai dari perencanaan,

pelaksanaan maupun penilaian dalam proses belajar mengajar dilaksanakan dengan

baik oleh beliau.

Guru seni rupa di SMA Negeri 3 Demak, kemampuan profesinya dirasa sangat

kurang karena ketidakhadirannya dalam mengajar menjadikan rasa tanggung

jawabnya terhadap tugas sedikit diabaikan. Meskipun, hal ini bisa disebabkan terkait

dengan sertifikasi guru. Relevansi materi yang disampaikan juga belum begitu

diperhatikan, padahal ini sangat diperlukan sesuai dengan kurikulum yang berlaku

meskipun seni rupa (seni budaya) bukan merupakan mata pelajaran utama.

Page 130: Profesionalisme Guru

130

Jadi dengan kemampuan profesional masing-masing guru dapat diamati

kemampuan profesional guru dilihat dari kreativitas guru dalam menguasai bahan

ajar, media dan sumber, mengelola kelas, interaksi pembelajaran, program belajar dan

penilaian pembelajaran, selain itu juga seorang guru harus dituntut kreatif dan variatif

dalam menggunakan strategi dan metode pembelajaran

5.2.Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disampaikan beberapa

saran sebagai berikut:

Kepada guru khususnya guru seni rupa hendaknya sebagai seorang pendidik

harus bertanggung jawab terhadap profesinya, tidak sering meninggalkan jam pada

saat mengajar, menggunakan peraga sebagai contoh untuk siswa dalam

pembelajarannya, serta seorang guru dituntut kreatif dan memiliki wawasan yang

luas agar siswa tidak mengalami kejenuhan. Guru yang sudah menguasai kemampuan

profesinya dengan baik hendaknya lebih ditingkatkan lagi dengan mengikuti

perkembangan pembelajaran seni rupa, sedangkan guru yang kurang memperhatikan

kemampuan profesinya hendaknya lebih disiplin dan lebih meningkatkan

kemampuannya sebagai guru serta bertanggung jawab terhadap profesinya sebagai

seorang pendidik. Bagi pemerintah disarankan lebih memperhatikan keberadaan

seorang guru, perlu disadari bahwa guru adalah sosok paling penting dalam

memajukan dan meningkatkan pengetahuan generasi bangsa. Hendaknya pemerintah

mendahulukan peningkatan taraf hidup guru tanpa mempersoalkan dulu

Page 131: Profesionalisme Guru

131

kualifikasinya. Siapa pun yang berstatus guru diberi hak atas pengabdiannya,

sehingga tanggung jawabnya sebagai pendidik akan dilaksanakan sebaik-baiknya.

Page 132: Profesionalisme Guru

132

DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, NU. 2002. “Kualitas dan Profesionalisme Guru, Pikiran Rakyat

(Online).” (http://www.pikiranrakyat.com) Akadum. 1999. "Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan.”

(Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1999/01/220199/OpEd, diakses 7 Juni 2001).Hlm.1-2.

Arifin, I. 2000. “Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi.” Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muham-madiyah Malang, 25-26 Juli 2001.

Asselbergs dan Knoop.1995. “Pendidikan Seni Rupa dengan Pendekatan Multikultur” Penyajian Seminar dan Lokakarya April 2001

Balitbang Diknas. Peningkatan Kemampuan Profesional dan Kesejahteraan Guru, Departemen Pendidikan Nasional, (Online). http://www.diknas.go.id

Bastomi, Suwaji. 1982. Landasan Berapresiasi Seni Rupa. Semarang: IKIP Press. --------------------. 1990. Pendidikan Seni Rupa. Semarang: IKIP Press. -------------------. 2003. Kritik Seni. Buku ajar UNNES. Dahrin, D. 2000. “Memperbaiki Kinerja Pendidikan Nasional Secara Komprehensif:

Transformasi Pendidikan.’’ Komunitas, Forum Rektor Indonesia. Vol.1 No. Hlm 24.

Darsono Max. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press. Depdikbud. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Depdiknas. 2000. Manajemen Berbasis Kompetensi. Jurnal pendidikan dan

kebudayaan No. 027 November 2000. Degeng, I N. S. 2001. Kumpulan Bahan Pembelajaran; Menuju Pribadi Unggul

Melalui Perbaikan Proses Pembelajaran, Malang: LP3, UM, ------------- 2003. Pedoman Umum Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi

Siswa SMU. Jakarta: Depdiknas. ------------- 2004. Persiapan Pelaksanaan Kurikulum 2004. Jakarta: Depdiknas. Dimyati. 1990. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rhineka Cipta. Green, S.A and DeLoach, S.B. 1975. Teaching Critical Thinking with Electronic

Discussion, Economic Education Journal, diakses dari:

Page 133: Profesionalisme Guru

133

http://www.susan.uits.indiana.edu.

Hadikusumo, kunaryo. 1999. Pengantar Pendidikan. Semarang: IKIP Semarang

Press. Haryadi, Sugeng. 1993. Perkembangan Peserta Didik. Semarang: IKIP Semarang

Press. Hastu. 2006. Pembelajaran Menggambar dalam Pengembangan Kreativitas pada TK

Taman Putra Banyumanik Semarang. Skripsi, FPBS UNNES Semarang.

Ibrahim dan Sukmadinata, Nan. 1996. Perencanaan Pengajaran. Jakarta : Rineke

Cipta kerjasama Dekdikbud. Ismiyanto. PCS.103. Metode Penelitian. Buku ajar UNNES. Kaber, Achasius.1988. Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Depdikbud. Kadir, Abdul. 1975. Pengantar Aesthetica. Yogyakarta : STRI ASRI. Karo-karo, Ulih Bukit, dkk. 1979. Metode Pengajaran. Salatiga: CV. Sadara. Marpadi, D. 2003. Pola Induk Sistem Pengujian Hasil KBM Berbasis Kemampuan

Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Martensi, K. DJ. 1979. Identifikasi Kesulitan Belajar. FIP IKIP Semarang. Moehadjir, N. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : CV.Remaja Karya.

Moleong, Lexy J.1990. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta, Dekdikbud Muslih, Masnur. 1994. Dasar-Dasar Pemahaman Kurikulum. Malang: YA3. Mulyasa, E. 2002. KBK: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: PT

Remaja Rosdikarya. Nasanius, Y. 1998. “Kemerosotan Pendidikan Kita: Guru dan Siswa Yang Berperan

Besar, Bukan Kurikulum. Suara Pembaharuan.” (Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1998/08/230898, diakses 7 Juni 2001). Hlm. 1-2.

Nasution, S. 1967. Ilmu Jiwa Anak-anak. Bandung: Ganarco Nurhadi, dan Agus Gerald senduk.2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapan

Dalam KBK. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.

Page 134: Profesionalisme Guru

134

Nurkolis.2003.MBS: Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: PT Grasindo. Rahardjo, Satjipto. Tiada Rotan akarpun jadi. Kompas, Oktober 2006. Rasdjoyo. Pendidikan Seni Rupa Untuk SMU Kelas 1: Jakarta: Erlangga. Rohidi, T.R.1999. Fungsi Seni dan Pendidikan Seni dalam Pendidikan serta

Implikasinya dalam Perkembangan Kebudayaan. Semarang: FPBS IKIP

Semarang.

Rosenshine dan Stevens.1986. “Makalah Ringkas Menyajikan Beberapa Gagasan

Tentang Berbagai Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru”.November 2001

Salam, S. 2000. Pendidikan Seni Rupa di Sekolah Dasar. Buku Ajar untuk

Mahasiswa PGSD. Makasar: Universitas Negeri Makasar. --------------. 2003. “Menelusuri Tujuan Pendidikan Seni Rupa di Sekolah.”

Depdiknas.go.id. Sardiman, A. S. 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : Rajawali Sudarso. 1990. Tinjauan Seni Rupa. Yogyakarta: ASRI Sukmadinata. 1996.Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdikarya Sumargi. 1996. “Profesi Guru Antara Harapan dan Kenyataan.” Suara Guru No. 3-

4/1996.Hlm.9-11. Suracmad, Winarno. 1979. Metodologi Pengajaran Nasional. Jemmars Sutarto. 1999. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineke Cipta kerjasama Dekdikbud. Sutrisno Hadi. 1985. Metode Research. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas

Psikologi UGM. Syafii. 1981. Pembelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian di SD: Berfokus pada

Seni Rupa. Makalah disampaikan pada penataran kertangkes bagi guru SD Provinsi Jawa Tengah, Agustus-September 2003

The Liang Gie. 1996. Filsafat Keindahan. Yogyakarta: PUBIB. Triyanto. 1997. Pendidikan Sebagai Proses Enkulturasi Nilai-Nilai Budaya. Media

FBS IKIP Semarang.

Page 135: Profesionalisme Guru

135

Undang-Undang no 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen sebagai Tenaga Profesi. Usman, M.U. 2004. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdikarya

Page 136: Profesionalisme Guru

136

Lampiran A Lampiran B

Page 137: Profesionalisme Guru

137

Lampiran C

Page 138: Profesionalisme Guru

138

Lampiran D