Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab...

301
1 Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMU USHUL FIQIH Untuk UIN, STAIN, PTAIS Kata Sambutan Oleh: Prof. DR. Juhaya S. Praja

Transcript of Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab...

Page 1: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

1

Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA.

ILMUUSHUL FIQIH

Untuk UIN, STAIN, PTAIS

Kata Sambutan Oleh:

Prof. DR. Juhaya S. Praja

Page 2: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA.

UNTUK UIN, STAIN, PTAIS

Kata Sambutan Oleh:

Prof. DR. Juhaya S. Praja

Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Penerbit PUSTAKA SETIA Bandung

Page 3: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

3

Syafe’i, Rackmat

ILMU USHUL FIQIH/Penyusun: Prof. DR. Rachmat Syafe’i, M.A.;

Editor: Drs. Maman Abd. Djaliel. — Cet. Iil --

Bandung: Pustaka Setia, 2007.356 him. ; 14,5 x 21 cm

Untuk UIN

Program SI (Strata Satu)

ISBN 9 7 9 -7 30 -0 8 5-4

Copy Right © 1998 CV PUSTAKA SETIA

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpaizin tertulis dari Penerbit.Hak penulis dilindungi undang-undang.All right reservedRencana Kuli :Dharma-1Khat Arab/Kaligrafi : Drs. Maman Abd. DjalielSetting, Layout, Montase : Tim Redaksi Pustaka SetiaCetakan III :Maret, 2007Diterbitkan oleh : CV PUSTAKA SETIAJl. BKR (Lingkar

Selatan) No. 162-164 Telp. : (022) 5210588 -5224105 M, Faks.: (022)5224105 • BANDUNG

40253

(Anggota IKAPI Cabang Jabar)

Page 4: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

KATA SAMBUTAN

MEMAHAMI KEHENDAK ALLAH DAN RASULOleh: Prof. Dr. Juliaya S. Praja

Al-Quran dan hadis yang sampai kepada kita masih otentik dan orisinil.Orisinilitas dan otentisitas didukung oleh penggunaan bahasa aslinya, yakni bahasaArab karena Al-Quran dan hadis merupakan dua dalil hukum, yakni petunjuk-petunjukadanya hukum. Untuk mengetahui hukum-hukum tidak cukup hanya dengan adanyapetunjuk, melainkan perlu cara khusus untuk mengetahui atau memahaminya daripetunjuk-petunjuk itu. Cara khusus itulah yang kita sebut metode. Ilmu untukmengetahui cara itu disebut metologi. Metologi untuk memahami hukum Islam daripetunjuk-petunjuknya itu disebut Ilmu Ushul Fiqih. Ilmu inilah yang ditulis olehseorang yang terpelajar, Dr. H. Rachmat Syafe’i Lc., M.A. Karya beliau itu, kini telahada di tangan para pembaca yang budiman.

Buku ini mengantarkan para pengkaji ilmu ushul fiqih untuk mengawali dirimeniti karir sebagai mujtahid, atau sebagai peminat studi ilmu ushul fiqih. Buku inimenyajikan jalan yang mesti dilalui oleh mereka yang berminat menjadi pakar hukumIslam. Buku ini terdiri dari enam bab, yaitu:I. Pendahuluan yang menjelaskan ushul fiqih dan sejarah perkembangannya.II.Sumber hukum, yakni Al-Quran, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas atau analogi.III. Metode Ijtihad yang meliputi penjelasan tentang ijtihad, ihtishan, al-maslahahal-

mursalah, al-ishtihab, al-’urf, al-dzari’ah, madzhab shahabi, sya’man qablana.IV. Qaidah-qaidah ushuliyah, lafadz dan dalalahnya, ta’wil, khash, ‘amm, amar,

nahyi, muthlaq, muqayyad, manthuq, dan mafhum.V. Ta’arud al-adillah, yakni pertentangan dalil-dalil dan cara penyelesaiannya serta

menjelaskan nash dan tarjih.VI. Qaidah-qaidah fiqih dan cabang-cabangnya.VII. Unsur-unsur hukum yang meliputi konsep-konsep hakim, mukallaf, perbuatan

hukum, dan hukum itu sendiri.Jika memahami dan menguasai dengan baik ketujuh bab di atas, pembaca akan

mudah untuk memahami hukum-hukum Allah dan Rasul-

Page 5: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

5

Nya. Perlu dicatat, bahwa bab-bab di atas memberikan petunjuk caramemahami hukum dari Al-Quran dan Sunnah melalui dua pendekatan.

Perlumu, pendekatan kebahasaan. Pendekatan ini menuntut para pengkajiushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman atas sya'ir- sya'ir zamanjahiIiyah. Ilmu nahwu. ilmu sharaf. ilmu balaghah. dan sebagainya. Penguasaanbidang ini sangat diperlukan untuk memahami bentuk-bentuk kata dan kalimatyang digunakan dalam Al-Quran dan Sunnah. Bagian ini dijelaskan dalam bukuini secara khusus pada bab IV. Kelemahan penguasaan bagian inimengakibatkan kekeliruan dalam penetapan dan pengambilan hukum, sepertiyang dijelaskan pada Bab VI dan VII.

Kedua, pendekatan maknawi. Pendekatan ini menuntut para pengkaji ushulfiqih menggunakan kemampuan penalarannya dalam berpikir abstraktifdankontemplatif. Bagian ini dijelaskan pada Bab III. Kelemahan dalam hal inimengakibatkan kelemahan dalam memahami konsep-konsep hukum Islam danmengembangkan hukum Islam.

Secara garis besar, buku ini memuat tiga pokok bahasan utama. Pertama,pembahasan tentang konsep-konsep hukum Islam dan istilah- istilah teknis atauterminologi baku dalam bidang ini. Kedua, pembahasan tentang metode ilmuushul fiqih yang merupakan penjelasan tentang konsep-konsep hukum Islam.Ketiga, pembahasan tentang cara memahami hukum dengan pendekatan bahasadan logikanya. Logika bahasa tersebut mempengaruhi proses pembentukankaidah-kaidah hukum yang dilahirkan.

Semoga buku ini menjadi obor penerang jalan untuk menaburkankebajikan di dunia dan menuainya di akhirat.

Page 6: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Salawat serta salam semogadilimpahkan kepada Rasulullah SAW. Penulis bersyukur kepada Ilahi Rabi yangtelah memberikan hidayah serta taufik-Nya kepada penulis sehingga buku yangIlmu Ushul Fiqih dapat terselesaikan.

Materi buku ini telah disesuaikan dengan Silabi/Kurikulum Nasional UIN,Program SI (Strata Satu) yang dikeluarkan oleh Ditjen Pembinaan KelembagaanAgama Islam, Departemen Agama RI, Jakarta.

Dengan diterbitkannya buku ini diharapkan para mahasiswa dapat memahamisecara mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan materi yang dikaji dalamUshul Fiqih.

Kami menyadari bahwa dalam buku ini masih terdapat kekurangan dankekhilafan. Oleh karena itu, kepada para pembaca dan para pakar, penulismengharapkan saran dan kritik konstruktif demi kesempurnaan buku ini padaterbitan selanjutnya.

Kepada penerbit PUSTAKA SETIA yang telah bersedia menerbitkanbuku ini dan juga kepada semua pihak yang telah memberikan saran dankritik konstruktif demi sempurnanya buku ini, kami ucapkan banyak terimakasih.

Semoga buku ini benar-benar bermanfaat bagi para mahasiswa danmasyarakat pada umumnya.

Amin, Ya Rabbil 'alamin.

Bandung, Juni 19 9 9 M

Rabiul Awwal 1420 H

KATA PENGANTAR

Page 7: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

7

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................. 7DAFTAR ISI .............................................................................. 9BAB I ...................................................................................... 17PENDAHULUAN.................................................................... 17A. USHUL FIQIH1. Pengertian Ushul Ficjih ..................................................... 172. Objek Kajian Ushul Fiqih ................................................. 233. Perbedaan Ushul Fiqihdengan Fiqih ................................. 244. Tujuan dan Fungsi Ushul Fiqih ......................................... 245. Sumber pengambilan Ushul Fiqih..................................... 25B. SEJARAH PERKEMBANGAN1. Pendahuluan ...................................................................... 262. Pembukuan Ushul Fiqih .................................................... 273. Tahapan-Tahapan Perkembangan Ushul Fiqih ................. 304. Pengaruh Manthiq Aristo dalam PerkembanganUshul

Fiqih 405. Peranan Ushul Fiqihdalam Pengembangan Fiqih Islam 426. Aliran-Aliran Ushul Fiqih ................................................. 45

BAB II : SUMBER HUKUMA. AL-QURAN1. Pengertian Al-Quran.......................................................... 492. Kehujjahan Al-Quran menurut Pandangan Ulama Imam Mazhab 51

2.1...................................................................................................................Pandangan Imam AbuHanifah51

2.2 .................................................................................................................... Pandangan ImamMalik .................................................................................. 512.3. ................................................................................................................... Pandangan Asy-Syafi’i................................................................................. 522.4. ................................................................................................................... Pandangan ImamAhmad Ibnu Hambal ......................................................... 53

3. Petunjuk (Dilalah) Al-Quran ............................................. 543.1 .................................................................................................................... Nash yangqatlvidilalah-nya.......................................................................... 563.2 .................................................................................................................... Nash yang zhannidilalah-nya.......................................................................... 56

4. Sikap Para Ulama ketika Zhaliir avat Al-Quran berhadapandengan Sunah ..................................................................... 57

B. SUNAH1. Pengertian Sunah .............................................................. 59

Page 8: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

2. Kehujjahan Sunah dan Pandangan Ulama McidzhabterhadapHadis Ahad........................................................................ 602.1 .................................................................................................................... Kehujjahan HadisAhad ................................................................................... 622.2 Persyaratan Hadis Ahadyang disepakati Para Imam Madzhab 62

2.2.1 MadzhubHanafy .................................... 622.2.2 MadzhabMai iky .................................... 632.2.3 MadzhabSyafi'yi ..................................... 642.2.4 Sebab-sebab Perbedaan Pendapat dan Kedudukan

Hadis Ahad dengan Qiyas ............... 643. Petunjuk Di Ialah Sunah......................................... 654. Kedudukan Sunah terhadap Al-Quran ..................... 65

4.1 Sunah sebagai Ta'kid (Penguat) Al-Quran ....... 654.2 Sunah sebagai Penjelas Al-Quran .................... 664.3 Sunah sebagai Musyar’i (Pembuat Svarrat) ..... 67

C. IJMA’1. Pengertian Ijma' ..................................................... 68

1.1 Menurut Bahasa ........................................... 681.2 Menurut Istilah Ulama Ushul ......................... 69

2. Syarat-Syarat Ijma' ................................................. 702.1 Yang Bersepakat adalah Para Mujtahid ........... 702.2 Yang Bersepakat adalah Seluruh Mujtahid ...... 702.3 Para Mujtahid Harus Umat Muhammad SAW .. 712.4 Dilakukan Setelah Wafatnya Nabi ................... 712.5 Kesepakatan Mereka Harus Berhubungan dengan Syari'at 71

3. Macam-Macam Ijma' .............................................. 723.1 Ijma ' Sharih..................................................... 723.2 Ijma' Sukuti ...................................................... 72

4. Kehujjahan Ijma' menurut Pandangan Para Ulama... 734.1 Kehujjahan Ijma ’Sharih................................... 73

4.1.1 Dalil-dalil yang Dikeluarkan oleh Jumhur 744.1.2 Dalil-dalil yang Dikeluarkan Nidzam dan Para

Pengikutnya........................................... 794.2 Kehujjahan Ijma' Sukuti.................................... 804.3 Kemungkinan adany a Ijma ’ ........................... 81

5. Maksud Ijma'dalam Kitab-Kitab Fiqih .................... 85D. QIYAS1. Pengertian Qiyas .................................................... 862. Operasional Qiyas .................................................. 873. Rukun Qiyas........................................................... 874. QiyasSebagai Sandaran Ijma'................................... 885. Kehujjahan Qiyasdan Pendapat Para Ulama ............ 88

Page 9: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

9

5.1 Kehujjahan Qiyas dalam Hukum dan Perbedaan MetodePengambilan Hukum........................................ 91

5.2 Perbedaan Pendapat tentang 'Illat di Kalangan Jumhur

dan Pengaruhnya..........................................................94

BAB III : METODE IJTIHADA. IJTIHAD1. Pengertian Ijtihad dan Perkembangannya ........................... 972. Dasar Hukum Ijtihad ......................................................... 1013. Macam-Macam Ijtihad ...................................................... 1034. Syarat-Syarat Ijtihad.......................................................... 1045. Objek Ijtihad...................................................................... 1066. Hukum Melakukan Ijtihad ................................................ 1077. Tingkatan Mujtahid ........................................................... 1088. Terbuka dan Tertutupnya Pintu Ijtihad ............................. 109B. ISTIHSAN1. Pengertian dan Hakikat Istihsan ........................................ 1112. Kehujjahan Istihsan danPandangan Para Ulama ........... 112

2.1 .................................................................................................................... Ulama Hanafiyah....................................................................................... 1122.2 .................................................................................................................... Ulama Malikiyah......................................................................................... 1122.3 .................................................................................................................... UlamaAl-Hanabilali......................................................................................... 1122.4 .................................................................................................................... UlamaAsy-Syafi’iyah......................................................................................... 112

3. Pengaruh Istihsan dalam Masalah Fiqih............................ 1133.1 Lelaki yangMenghadap Perempuan dalam shalat 1133.2 ....................................................................................................... Zakat Seluruh Harta TanpaNiat .............................................................................. 114

C. AL-MASLAHAH AL-MURSALAH1. Pengertian al-Maslahah ...................................................... 117

1.1. ...................................................................................................... Menurut Bahasa 1171.2. Pengertian dan Peristilahan al-Mashlahah al-Mursalah 118

2. Obj ek al-Mashlahah al-Mursalah....................................... 1213. Posisi Para Ulama dalam al-Mashlahah al-Mursalah 122

3.1. Penerimaan ImamMalik dan Pandangan Para Ulama . 1223.2. Posisi Imam Abu Hanifah terhadapal-Maslahah al-Mursalah 123

D. ISTISHHAB1. Pengertian Istishhab........................................................... 125

Page 10: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

2. Kehujjahan Istishhab ......................................................... 1263. Pendapat Ulama tentang Istishhab..................................... 127E. URF1. Pengertian ‘urf .................................................................. 1282. Macam-macam 'urf ........................................................... 1283. Hukum 'urf ........................................................................ 129

3.1 ................................ ................................ ........................ ‘UrfSahih danPandangan Para Ulama ........................................ 1293.2 ................................ ................................ ........................ ’Urf Fasid 130

4. Kehujjahan ‘urf.................................................... 131F. DZARI’AH

1. Pengertian Dzari 'ah .............................................. 1322. S add Dzari ’ah ....................................................... 132

3. Macam-Macam Dzari 'ah....................................... 1333.1. ................................ ................................ ............. Dzari 'ahdari Segi KualitasKemafsadatannya .............................................. 1333.2. Dzari’ahdari SegiKemafsadatan yang Ditimbulkan .... 135

4. Keh ujj ahan Dzari 'ah........................................... 1365. Fath Adz- Dzari 'ah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 139G. MADZHABSHAHABY1. Keadaan Para Sahabat Setelah Rasulullah Wafat .. 1412. Kehujjahan Madzhab Shahabydan Pandangan Para Ulama 141H. SYARI’AT SEBELUM KITA (SYAR’U MAN QABLANA)I. Hukum Syari'at Sebelum Kita .............................. 1432. Pendapat Para Ulama tentang Syari'at Sebelum Kita 144

BAB IV : QAIDAH-QAIDAH USHULIYYAHA. QAIDAH USHULIYYAH1. Pengertian Qaidah Ushuliyyah ................................. 1472. Urgensi Qaidah Ushuliyyah ..................................... 1473. Beberapa Contoh Qaidah Ushuliyyah ....................... 147B. LAFAZH DAN DALALAHNYA1. Pengertian Mujmaldan Mubayyan .......................... 1502. Tinjauan Lafazhdari Segi Kejelasannya ............... 151

2.1 Pembagian lafazhdari segi kejelasannya Menurut Ulama Hanafiyah 1512.1.1 Zhahir.................................................... 1512.1.2 Nash...................................................... 1532.1.3 Mufassar ................................................ 1552.1.4 Muhkam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 157

2.2 Kegunaan Pembagian Lafazhmenurut Kejelasannya dan Pengaruhnyaterhadap Penetapan Hadis ................... 1582.2.1 Pertentangan Antara Zhahir dan Nash *158

Page 11: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

11

2.2.2 Pertentangan Antara Nash dan Muhkam 1602.2.3 Pertetangan Antara Nash dan Mufassar 1612.2.4 Pertetangan Antara Mufassar dan Muhkam 161

2.3 Tingkatan Kejelasannya Lafazhmenurut Mutakallimin (Syafi’iyah) 1623. Tingkatan Lafazh menurut Ketidakjelasannya.................. 164

3.1 Tingkatan Lafazh menurut Ketidakjelasannya Hanafiyah 1643.1.1 .........................................................................................................Khafi 1643.1.2 .........................................................................................................Musykil 1653.1.3 .........................................................................................................Mujmal 1663.1.4 .........................................................................................................Mutasyabih 166

3.2 Pembagian Lafazh Ditinjau dari Ketidakjelasannya menurut UlamaMutakallimin ............................................................. 167

C. TAKWIL (MUAWWAL)1. Pengertian Takwil (Muawwal) .......................................... 169

1.1 ....................................................................................................... Menurut Etomologi 1691.2 .................................................................................................................... Menurut Terminologi......................................................................................... 170

2. Objek Ta/cwil .................................................................... 1723. Dalil-Dalil Penunjang Takwil.......................................... 173

3.1 Dalil Penunjang TakwilTidak Disyaratkan Qath ’i 1743.2 ........................................................................................................... Takwil itu Dihasilkan dariPerubahan Makna Bukan Perubahan Lafazh............ 174

4. Landasan Takwil................................................................ 1755. Syarat-Syarat Takwil dan Beberapa Contohnya ............. 176

5.1 Lafazh yang Ditakwil Harus Betul-Betul Memenuhi kriteria dan Masuk dalamKajiannya .................................................................. 176

5.2 Takwil itu Harus Didasarkan dalil Shahih yang Bisa Menguatkan Takwil 1775.2.1 Takwil BerdasarkanDalil adalah Maslahat 1775.2.2 Mentakhsis Keadaan Umum dengan Kemaslahatan 179

5.3 Lafazh Mencakup Arti yang Dihasilkan Melalui Takwil menurut Bahasa 1815.4 Takwil Tidak Boleh Bertentangan dengan Nash yang Qath’i Karena Nash

Tersebut Bagian dari Aturan Syara’ yang Umum .... 1815.5 Arti dari Penakwilan Nash Harus Lebih Kuat dari Arti Zhahir, yakni Dikuatkan

dengan Dalil ................................................ 1826. Takwil Ba’id....................................................................... 184D. KHAS1. Pengertian Lafazh Khas h................................................... 1872. Hukum Lafazh Khash...................................................... 1873. Perbedaan Pendapat Akibat Ke-c/ath 7-an Lafazh Khash 1904. Macam-Macam Lafazh Khash ......................................... 192

Page 12: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

E. ‘AMM1. Pengertian Lafazh ‘Amm ................................................. 1932. Di Ialah Lafazh ‘Amm ........................................................ 194A. AMR1. Pengertian Amr................................................................ 2002. Bentuk-bentuk Amr dan Hakikatnya............................... 2013. Keadaan Amr Bila Disertai Qarinah................................ 2014. Perintah Setelah Adanya Kejadian ................................. 2025. Amr Tidak Menuntut Dilaksanakan Terus-menerus ....... 2036. Amr Tidak Menuntut agar Dilaksanakan secara Langsung ..205B. NAHYI1. Pengertian Ncihyi............................................................. 2072. Hakikat Shigat Nahyi........................................................ 2073. Nahyi Mengharuskan Meninggalkan Secara Langsung 2084. Kaitan Nahyi dengan Fasad dan Buthlan.......................... 208

4.1 Ihwal Nahyi.............................................................. 2094.2 Pengertian Sah, Batal, dan Fasad............................. 209

5. Pendapat Ulama Ushul tentang Tuntutan Nahyi dalamKaitannya dengan Fasad dan Buthlan......................... 210

C. MUTLAQ MUQAYYADD. Pengertian Mutlaqdan Muqayyad ..................................... 2122. Bentuk-bentuk Mutlaq dan Muqayyad ......................... 2123. Hukum Lafazh Mutlaq dan Muqayyad............................... 2134. Hal-Hal yang diperselisihkan dalam Mutlaq dan

Muqayyad213I. MANTUQ DAN MAFHUM1. Pengertian Mantuqdan Mafhum ................................... 2152. Dilalah Mafhum................................................................ 2163. Pendapat Para Ulama tentang Mafhum Mukhalafah 2174. Macam-macam Mafhum Mukhalafah ............................... 220

4.1 Mafhum Sifat ................................................................ 2204 .2 Mafhum Syarat, Adad, dan Ghayah ........................... 222

BAB V

TA’ARUDL AL-ADILLAHA. TA’ARUDL AL-ADILLAH DAN CARA PENYELESAIANNYA1. Pengertian Ta’arudlal-adillah ........................................... 2252. Cara Menyelesaikan Ta 'arudl al-adillah .......................... 226

2.1 Menurut Hanafiyah .................................................. 2272.2 Menurut Malikiyah, Syafi’iyah, dan Zhahiriyyah .. 229

B. NASAKH1. Pengertian nasakh............................................................ 231

Page 13: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

13

2. Rukun Nasakh ................................................................. 2323. Hikmah Naskh.................................................................. 2324. Perbedaan Nasakh dengan Takhsis .................................. 2335. Pendapat Para Ulama tentang Nasakh.............................. 2346. Syarat-Syarat Nasakh ....................................................... 2367. Macam-Macam Nasakh.................................................... 2398. Cara mengetahui Nasakh dan Mansukh ............................ 241C. TARJIH1. Pengertian Tarjih.............................................................. 2422. Cara Pen-tar/7/i-an .......................................................... 243

2.1 Tarjih bain an-Nushush ............................................... 3432.1.1 Dari segi sanad.............................................. 2432.1.2 Dari segi matan ............................................. 2442.1.3 Dari segi hukum atau kandungan Hukum 2452.1.4 Tarjih dengan Menggunakan Faktor (Dalil) Lain

di Luar Nash................................................... 2472.2 Tarjih bain al-Aqyisah ................................................. 247

2.1.5 Dari Segi Hukum Ashl.................................. 2482.1.6 Dari Segi Hukum Cabang ............................. 2482.1.7 Dari Segi‘Iliat ................................................ 248

2.1.6.1 Pen-Tarjih-an Dari Segi ara Penetapan‘Illat .................................................... 248

2.2.3.1 Pen-Tarjih-an dari Segi “Illat............ 2492.2.3.3 Pen-Tarjih-an Qiyas Melalui Faktor Luar 249

BAB VI : QAIDAH-QAIDAH FIQIHA. QAIDAH FIQIH1. Definisi Qaidah Fiqih ...................................................... 2512. Perbedaan Qaidah Fiqihdengan Dhabith Fiqih .................. 2533. Perbedaan antara Qaidah Fiqihdengan Ashal.................... 2544. Perbedaan antara Qawaid Ushuliyyahdengan Qaidah Fiqih 2545. Kedudukan dan Urgensi Qaidah Fiqih ............................. 2556. Sejarah Ilmu Qaidah Fiqih................................................ 257

6.1 Fase Pertama............................................................. 2576.2 Fase Kedua ............................................................... 2636.3 Fase Ketiga ............................................................... 265

7. Kitab-Kitab Standar Qaidah FiqihTiap Madzhab Fiqih 2668. Jumlah Qaidah Fiqih......................................................... 268B. AL-QAWAID AI^ASASIYYAH DAN CABANG-CABANG YANG

BERKAITAN DENGANNYAPengertian, Sumber, Cabang, dan Aplikasi Qaidah-Qaidah Assasiyyah 270

BAB VII: HUKUM SYARA’DAN UNSUR-UNSURNYAA. HUKUM

Page 14: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

1. Pengertian Hukum ......................................................... 2952. Pembagian Hukum ........................................................ 296

2 .1 Hukum Taklifi............................................................ 2962.1.1 Pengertian Hukum Taklifi ............................. 2962.1.2 Bentuk-Bentuk Hukum Taklif......................... 2972.1.3 Hukum-Hukum menurut Fuqaha ................... 302

2 .1 .3 .1 Wajib................................................ 3022.1.3.2 Mandud ............................................. 3062 .1 .3 .3 Haram ................................................ 3072 .1 .3 .4 Makruh............................................... 3082.1.3.1 Mubah .......................................... 309

2 .2 Hukum Wadh 'i.......................................................... 3122.3 Perbedaan Antara Hukum Taklif dan Hukum Wadh’i...316

B. MAHKUM F IH/MA H KU M BIH (OBJEK DAN PERISTIWA HUKUM)1. Pengertian Mahkum Fih.................................................... ]J\12. Syarat-Syarat Mahkum Fih .............................................. 320

2.2 Al-Masyaqqah............................................................. 3262.2 Pembagian Kemampuan menurut Ulama Hanafiyah 330

3. Macam-macam Mahkum Fih ........................................... 331C. MAHKUM ALAIH (SUBJEK HUKUM)1. Pengertian Mahkum Alaih ................................................ 3342. Taklif ............................................................................. 335

2.1 Dasar Taklif............................................................... 3352.2 Syarat-syarat taklif .................................................... 336

3. Ahliyyah ........................................................................ 3393 .1 Pengertian Ahliyyah................................................... 3393 .2 Pembagian Ahliyyah ................................................... 339

3.2.1 AhliyahAda’ .................................................... 3403.2.2 Ahliyah Al-Wajib ........................................... 341

3.3 Halangan Ahliyyah .................................................... 343D. HAKIM (PEMBUAT HUKUM/ALLAH SWT)1. Pengertian Hakim ............................................................ 345

1.1 Sebelum Muhammad SAW diangkat Sebagai Rasul 3491.2 Setelah diangkatnya Muhammad SAW. Sebagai Rasul

dan Menyebarkan Dakwah Islam ............................ 3493 Tahsin dan Takbih ............................................................ 3494 Kemampuan Akal Mengetahui Syari’at ......................... 350

DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 355

Page 15: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

15

A. USHUL FIQIH1. Pengertian Ushul Fiqih

Untuk mengetahui makna dari kata Ushul Fiqh dapat dilihat dari dua aspek:Ushul Fiqihkata majemuk (marakkah), dan Ushul Fiqih sebagai istilah ilmiah.

Dari aspek pertama, Ushul Fiqihberasal dari dua kata, yaitu kata ushulbentukjamak dari ashldan kata fiqih,yang masing-masing memiliki pengertian yang luas.Ashlsecara etimologi diartikan sebagai “fondasi sesuatu, baik yang bersifat materiataupun bukan”.

Adapun menurut istilah, ashlmempunyai beberapa arti berikut ini:

1. Dalil,yakni landasan hukum, sepertipernyataan paraulamaushulFiqihbahwa ashldari wajibnya shalat lima waktu adalah firman Allah SWT. danSunah Rasul.

2. Qa’idah,yaitu dasar atau fondasisesuatii^seperti sabdaNabiMuhammad SAW. :

3. Rajih,yaitu yang terkuat, seperti dalam ungkapan para ahli ushul fiqih:

Artinya:"Yang terkuat dari (kandungan) suatu hukum adalah arti hakikatnya. "Maksudnya, yang menjadi patokan dari setiap perkataan adalah maknahakikat dari perkataan tersebut.

4. Mustashhab yaitumemberlakukan hukum yang sudah ada sejak

semula selama tidak ada dalil yang mengubahnya. Misalnya, seseorangyang hilang, apakah ia tetap mendapatkan haknya seperti warisan atauikatan perkawinannya? Orang tersebut harus dinyatakan masih hidup

Artinya:

“Islam itu didirikan atas lima ushul (dasar ataufondasi). ”

BAB 1 PENDAHULUAN

Page 16: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

sebelum ada berita tentang kematiannya. la tetap terpelihara haknyaseperti tetap mendapatkan waris, begitu juga ikatan perkawinannyadianggap tetap.

5. Far 'u (cabang), seperti perkataan ulama ushul:

Artinya:

"'Anak adalah cabang dari ayah. "(Al-Ghazali, 1: 5)

Dari kelima pengertian ashl di atas, yang biasa digunakan adalah dalil,yakni dalil-dalil fiqih.

Adapun fiqh, secara etimologi berarti pemahaman yang mendalam danmembutuhkan pengerahan potensi akal. Pengertian tersebut dapat ditemukandalam Al-Quran, yakni dalam surat Thaha (20): 27-28, An- Nisa(4): 78, Hud(11): 91. Dan terdapat pula dalam hadis, seperti sabda Rasulullah SAW. :

Artinya:

"'Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang, Dia akan memberikanpemahamat. agama (yang mendalam) kepadanya. ”

(H.R. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad Ibnu Hanbal. Tirmidzi,dan Ibnu Majali)

Adapun pengertian fiqih secara terminologi, pada mulanya diartikansebagai pengetahuan keagamaan yang mencakup seluruh ajaran agama, baikberupa akidah (ushuliah)maupun amaliah (furu'ah).Ini berarti fiqih sama denganpengertian svari 'ah Islamiyah.Pada perkembangan selanjutnya, fiqih merupakanbagian dari syari’ah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syariahIslamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa danberakal sehat (mukailaf)dan diambil dari dalil yang terinci.

Untuk lebih jelasnya tentang definisi fiqih secara terminologi dapatdikemukakan pendapat para ahli fiqih terdahulu, yaitu:

Page 17: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

17

Artinya:"Ilmu tentang hukum syara’ tentang perbuatan manusia (amaliah) yang diperolehmelalui dalil-dalilnya yang terperinci. ”

Artinya:"Himpunan hukum syara’ tentang perbuatan manusia (amaliah) yang diambil daridalil-dalilnya yang terperinci. ”

Definisi pertama menunjukkan bahwa fiqih dipandang sebagai ilmu yangberusaha menjelaskan hukum. Sedangkan definisi kedua menunjukkan fiqihdipandang sebagai hukum. Hal ini terjadi karena adanyakemiripan antara fiqihsebagai ilmu dan fiqih sebagai hukum.Ketika fiqih didefinisikan sebagai ilmu,diungkapkan secara deskriptif. Manakala didefinisikan sebagai hukum dinyatakansecara dreskriptif.

Keterangan di atas menunjukkan bahwa objek kajian fiqih ialah hukum perbuatanmukallaf, yakni halal, haram, wajib, mandub, makruh, dan mubah beserta dalil-dalilyang mendasari ketentuan hukum tersebut.

Pada umumnya, dalam memberikan pengertian fiqih, ulama menekankan bahwafiqih adalah hukum syari’atyang diambil dari dalilnya. Namun, menarik untukdiperhatikan adalah pernyataan Imam Haramain dan Al-Amidi yang menegaskanbahwa fiqih adalah pengetahuan hukum syara' melalui penalaran (nuclzar dan istidlal).Pengetahuan hukum yang tidak melalui ijtihad (kajian), tetapi yang bersifat daruri,seperti shalat lima waktu itu wajib, zinah itu haram, dan sebagainya. Setiap masalahyang qath’i bukan merupakan bahasan fiqih. (Al-Mahalli: 3)

Pada perkembangan selanjutnya, istilah fiqih sering dirangkaikan dengan Al-Islamisehingga terangkai Al-fiqh Al-Islami. Dan Al-Jfiqh AI-Islami sering diterjemahkan padahukum Islam. Istilah lain yang digunakan untuk istilah ini adalah Asy-Syari 'ah Al-Islamiyah dan Al-Hukm Al-Islami.

Setelah dijelaskan pengertian ushul dan fiqih, baik menurut bahasa maupun istilahmaka di sini dikemukakan pengertian Ushul Fiqih yang menjadi pokok bahasan padabab ini. Para ahli hukum Islam, dalam memberikan definisi Ushul Fiqih.beraneka ragam,ada yang menekankan pada fungsi Ushul Fiqihitu sendiri, dan ada pula yangmenekankan pada hakikatnya. Namun, pada prinsipnya sama, yaitu ilmu pengetahuanyang objeknya dalil hukum syara' secara global dengan semua seluk beluknya.

Sementara itu, ulama lain mengemukakan bahwa fiqih adalah:

Page 18: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Menurut Al-Baidhawi dari kalangan ulama Syafi’iyah (juz I: 16) bahwa yangdimaksud

dengan UshulFiqihitu adalah:

dalil tersebut, dan keadaan (persyaratan) orang yang menggunakannya. ” Selainitu, Ibnu Al-Subki (juz 1: 25) mendefinisikan Ushul Fiqihsebagai:

Artinya:

“Himpunan dalil fiqih secara global. ”

Jumhur ulama Ushul Fiqih mendefinisikannya sebagai berikut:

Artinya:“Himpunan kaidah (norma-norma) yang berfungsi sebagai alat penggalian syara ’dari dalil-dalilnya. ”Pendapat ini dikemukakan oleh Syaikh Muhammad Al-Khudhary Beik,seorang guru besar Universitas Al-Azhar Kairo. Adapun Kamaluddin IbnuHumamdari kalangan ulama Hanafiyah mendefinisikan Ushul Fiqih sebagai:

Artinya:""""" Pengetahuantentang kaidah-kaidah yang dapat mencapai kemampuan dalampenggalian fiqih. "

Artinya:

"Ilmu pengetahuan tentang dalilfiqih secara global, metodepenggunaan

Page 19: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

19

Sementara itu, Abui Wahab Khalaf, seorang guru besar hukum di Universitas KairoMesir menyatakan:

Artinya:“Ilmu pengetahuan tentang kaidah-kaidah dan metode penggalian hukum-hukumsyara’ mengenai perbuatan manusia (amaliah) dari dalil- dalil yang terperinci ataukumpulan kaidah-kaidah dan metode penelitian hukum syara’ mengenai perbuatanmanusia (amaliah) dari dalil-dalil yang terperinci. ” (Abdul Wahab Khalaf: 12)

Dari pengertian Ushul Fiqihdi atas, terdapat penekanan yang berbeda. Menurutulama Syafi’iyyah, objek kajian para ulama ushul adalah dalil-dalil yang bersifat ijmali(global); bagaimana cara menqistinbath hukum; syarat orang yang menggali hukumatau syarat- syarat seorang mujtahid. Hal itu berbeda dengan definisi yangdikemukakan oleh jumhur ulama. Mereka menekankan pada operasional atau fungsiUshul Fiqihitu sendiri, yaitu bagaimana menggunakan kaidah- kaidah Ushul Fiqihdalam menggali hukum syara’.

Dengan demikian, Ushul fiqih adalah ilmu pengetahuan yang objeknya dalilhukum atau sumber hukum dengan semua seluk-beluknya, dan metode penggaliannya.Metode tersebut harus ditempuh oleh ahlihukum Islam dalam mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya. Seluk-beluk tersebutantara lain menertibkan dalil-dalil dan menilai kekuatan dalil- dalil tersebut.

Pada masa kini istinbath hukum yang lebih relevan adalah istinbath dengan maksudsyariah (ruh hukum), bahkan cenderung menggunakan kaidah fiqiyah seperti yangdilakukan oleh para perumus kompilasi hukum Islam di Indonesia. Dalammerumuskannya, tampaknya mereka mengacu pada kaidah-kaidah fiqhiyah yangdijadikan suatu kerangka teori.

1. Objek Kajian Uslhul FiqihDari definisi Ushul Fiqih di atas, terlihat jelas bahwa yang menjadi objek kajian

Ushul Fiqih secara garis besarnya ada tiga:1. Sumber hukum dengan semua seluk beluknya.

Page 20: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

2. Metode pendayagunaan sumber hukum atau metode penggalian hukum darisumbernya.

3. Persyaratan orang yang berwewenang melakukanistinbathdengansemua permasalahannya.

Sementara itu. MuhammadAL-Juhaili merinci objek kajian Ushul Fiqih sebagaiberikut:1. Sumber-sumber hukum syara', baik yang disepakati seperti Al- Quran dan Sunah,

maupun yang diperselisihkan, seperti istihsan dan mashiahah mursaiah.2. Pembahasan tentang ijtihad, yakni syarat-syarat dan sifat-sifat orang yang

melakukan ijtihad.3. Mencarikan jalan keluar dari dua dalil yang bertentangan secara zahir. ayat

dengan ayat atau sunah dengan sunah, dan lain-lain baik dengan jalanpengompromian (Al-jam'u' wa At-taufiq) menguatkan salah satu (tarjih).pengguguran salah satu atau kedua dalil yang bertentangan (nasakh/tatsaqut Ad-dalilain)

4. Pembahasan hukum syara' yang meliputi syarat-syarat dan macam- macamnya.baik yang bersifat tuntutan, larangan, pilihan atau keringanan (rukhsah). Jugadibahas tentang hukum, hakim. mahkum alaih (orang yang dibebani), dan lain-lain.

5. Pembahasan kaidah-kaidah yang akan digunakan dalam mengistinbath hukum dancara menggunakannya.(Al-Ghazali: 7. Al-Amidi. 1 : 9. Asy-Syaukani:5, Al-Juhaili : 23)

3. Perbedaan Ushul Fiqih dlengan Fiqih

Dari keterangan di atas, dapat terlihat dengan jelas bahwa UshulFiqih merupakantimbangan atau ketentuan untuk istinbat hukumk dan objeknya selalu dalil hukum.sementara objekfigihnya selalu perbuatan mukallaf yang diberi status hukumnya.Walaupun ada titik kesamaan, yaitu keduanya merujukpadadalilnamun konsentrasinyaberbeda, yaitu ushul fiqih memandang dalil dari sisi cara penunjukan atas suatiiketentuan hukum, sedangkan fiqih memandang dalil hanya sebagai rujukannya.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalil sebagai pohon yang dapatmelahirkan buah sedangkan fiqih sebagai buah yang lahir dari pohon tersebut.

Setelah diketahui pengertian ushuldan fiqih,perlu diketahui bagaimana para ulamamendefinisikan Ushul Fiqih sebagai salah satu bidang ilmu. Ada dua pengertian yangdikemukakan oleh para ulama.

4. Tujuan dan Fungsi Ushul Fiqih

Para ulama ushul menyepakati bahwa Ushul Fiqih merupakan salah satu saranauntuk mendapatkan hukum-hukum Allah sebagaimana yang dikehendaki oleh AllahSWT. dan Rasul-Nya, baik yang berkaitan dengan masalah aqidah, ibadah, mifamalah,‘uqubah, maupun akhlak. Dengan kata lain, Ushul Fiqih bukanlah sebagai tujuanmelainkan hanya sebagai sarana.

Oleh karena itu. secara rinci Ushul Fiqihberfungsi sebagai berikut:

1. Memberikan pengeriian dasar lemang kaidah-kaidah dan metodologi para ulama

Page 21: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

21

mujtahid dalam menggali hukum.2. Menggambarkan persyaratan yang harus dimiliki seorang mujtahid. agar mampu

menggali hukum syara' secara tepat, sedangkan bagi orang awam supay a iebiiimantap daiam mengikuti pendapat yang dikemukakan oleh para mujtahid setelahmengetahui cara yang mereka gunakan untuk berijtihad.

3. Memberi bekal untuk menentukan hukum melalui berbagai metode yangdikerbangkan oleh para mujtahid, sehingga dapat memecahkan berbagai persoalanbaru.

4. Memelihara agama dari peny impangan dan penyalahgunaan dalil. Denganberpedoman pada Ushul fiqih,hukum yang dihasilkan melalui ijtihad tetap diakuisyara’.

5. Menyusun kaidah-kaidah umum (asas hukum) yang dapat dipakai untukmenetapkan berbagai persoalan dan fenomena sosial yang terus berkembang dimasyarakat.

6. Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, sejalan dengan dalil yangmereka gunakan. Dengan demikian, para peminat hukum Islam (yang belummampu berijtihad) dapat memilih pendapat mereka yang terkuat disertai alasan-alasan yang tepat.

5. Sumber Pengambilan Ushul FiqihDari definisi (pengertian) Ushul Fiqh di atas, dapat disimpulkan bahwa sumber

pengambilan Ushul Fiqih itu berasal dari:1. Ilmu Kalam (theologi)2. Ilmu Bahasa Arab3. Tuiuan syara’ (maqashid Asy-syari ’ah)

Hal itu disebabkan bahwa sumber hukum (dalil hukum) yang merupakan objekbahasan Ushul Fiqihdiyakini dari Allah SWT. berbentuk Al-Quran dan Sunah.Pembuat hukum adalah Allah, tiada hukum kecuali dari Allah SWT. Hal tersebutmerupakan bahasan ilmu kalam.

Ushul Fiqihjuga membahas dalalah lafaz. Penggunaan lafazhruang lingkup lafazh,seperti ‘amm dan khash, dan sebagainya. Ini berarti berkaitan dengan ilmu bahasa Arab.Selanjutnya, pengetahuan hukum tidak terlepas dari tujuan hukum (maqashid Asy-Syari’ah) dan hakikat hukum. Pengetahuan tentang ini diperlukan agar mampu menetapkanhukum yang tepat dan mengandung kemashlahatan. (Asy-Syaukani : 5)

SOAL LATIHAN

1. Jelaskan arti ushuldan fiqih,baik secara etimologi maupun terminologi!2. Jelaskan pengertian Ushul Fiqih,baik menurut bahasa, maupun istilah!

Apakah perbedaan definisi Ushul fiqihyang dikemukan oleh ulama Syafi’iyahdan jumhur?

Page 22: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

3. Tulis landasan (dalil) terhadap pengertian yang dikemukakan oleh para ulama!4. Jelaskan Objek kajian Ushul Fiqihdan objek kajian Fiqih!

Bagaimana persamaan dan perbedaan objek kajian antara Ushul FiqihdenganFiqih!

5. Bagaimana fungsi dan tujuan Ushul Fiqih?6. Jelaskan sumber pengambilan (istimdad) Ushul Fiqih?7. Mengapa mujtahid dianggap salah satu kajian Ushul Fiqih?

B. SEJARAH PERKEMBANGAN USHUL FIQH

1. PendahuluanSebagaimana ilmu-ilmu keagamaan lain dalam Islam, Ilmu Ushul Fiqih tumbuh

dan berkembang dengan tetap berpijak pada Al-Quran dan Sunah. Dengan kata lain,Ushul Fiqih tidak timbul dengan sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada sejakzaman Rasulullah dan sahabat. Masalah utama yang menjadi bagian ushul fiqih,sepertiijtihad, qiyas, nasakh, dan takhsis sudah ada pada zaman Rasulullah dan sahabat.

Kasus yang umum dikemukakan mengenai ijtihad adalah penggunaan ijtihadyang dilakukan oleh Mu’adz Ibnu Jabal (Abu Daud, IX, 509). Sebagai konsekuensi dariijtihad ini adalah qiyas,karena penerapan ijtihad dalam persoalan-persoalan yangbersipatjuz’iyah harus dengan qiyas(Ar-Rahman Asy-Sya’idi : 16). Contoh qiyasyangdapat dikemukakan adalah ucapan Ali dan Abd. Ar-Rahman Ibnu Auf mengenaihukuman peminum khamar yang berbunyi:

Artinya:“Bila seseorang meminum khamar, ia akan mengigau. Bila mengigau, ia akan menuduh orangberbuat zina, sedangkan had (hukuman) bagi orang yang menuduh itu 80 dera. ” (Asy-Syaukani, VII : 125)

Adapun pemahaman tentang takhsis dapat dilihat dalam cara Abdullah binMas’ud ketika menetapkan iddah wanita hamil. Dia menetapkan bahwa batas iddah-nyaberakhir ketika ia melahirkan. Pendapat tersebut didasarkan pada ayat 4 dan 6 surat Al-Thalaq.Menurutnya, ayat ini turun sesudah turunnya ayat tentang iddah yang ada pada surat AI-Baqarah ayat 228. Dari kasus tersebut terkandung pemahaman ushul. bahwa nash yangdatang kemudian dapat me-nasakh atau men-takhsis yang datang terdahulu. (Abu Zahrah

Page 23: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

23

: 11)Pada masa tabi'in, cara meng-istinbath hukum semakin berkembang. Di antara

mereka ada yang menempuh metode maslalah atau metode qiyasdi samping berpegangpula pada fatwa sahabat sebelumnya. Pada masa tabi'in inilah mulai tampak perbedaan-perbedaan mengenai hukum sebagai konsekuensi logis dari perbedaan metode yangdigunakan oleh para ulama ketika itu. (Abu Zahrah : 12)

Corak perbedaan pemahaman lebih jelas lagi pada masa sesudah tabi'in atau padamasa Al- ’Aiminat Al-Mujtahidin. Sejalan dengan itu, kaidah-kaidah istinbath yangdigunakan juga semakin jelas bentuknya. Abu Hanifah misalnya menempuh metodeqiyas dan istihsan. Sementara Imam Malik berpegang pada amalan orang-orangMadinah. Menurutnya, amalan mereka lebih dapat dipercaya daripada hadis Ahad. (AbuZahrah : 12)

Apa yang dikemukakan di atas menunjukkan bahwa sejak zaman Nabi, sahabat,tabi'in dan sesudahnya, pemikiran hukum Islam mengalami perkembangan. Namundemikian, corak atau metode pemikiran belum terbukukan dalam suatu tulisan yangsistematis. Dengan kata lain, belum berbentuk sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri.

2. Pembukuan Ushul FiqihSalah satu pendorong diperlukannya pembukuan ushul fiqihadalah perkembangan

wilayah Islam yang semakin meluas, sehingga tidak jarang menyebabkan timbulnyaberbagai persoalan yang belum diketahui kedudukan hukumnya. Untuk itu, para ulamaIslam sangat membutuhkan kaidah-kaidah hukum yang sudah dibukukan untukdijadikan rujukan dalam menggali dan menetapkan hukum. (Abdul Aziz AI-Sa'idi: 1 7)

Sebenarnya, jauh sebelum dibukukannya ushul fiqih.ulama-ulama terdahulu telahmembuat teori-teori ushul yang dipegang oleh para pengikutnya masing-masing. Takheran jika pengikut para ulama tersebut mengklaim bahwa gurunyalah yang pertamamenysun kaidah-kaidah ushul fiqih.

Golongan llanafiyah misalnya, mengklaim bahwa yang pertama- pertamamenyusun ilmu Ushul Fiqihialah Abu Hanifah, Abu Yusuf danMuhammad Ibnu Ali Al-Hasan. Alasan mereka balnva Abu Ilanifah merupakan orangyang pertama menjelaskan metode istinbath dalam bukunya Ar-Rci 'y. Dan Abu Yusufadalah orang yang pertama menyusun Ushul Fiqihdalam Madzhab Hanafi, demikian pulaMuhammad Ibnu Al-Hasan telah menyusun kitab Ushul Fiqihsebelum Asy-Syafi'i,bahkan Asy-Syafi’i berguru kepadanya. (Sulaiman: 60 - 61)

Akan tetapi, pernyataan di atas mendapatkan kritikan dari Musthafa Abdul Ar-Raziq. Dia berkata bahwa jika dianggap benar Abu Yusuf dan Muhammad Ibnu Hasanmempunyai kitab Ushul Fiqih,hal itu tidak lain hanyalah berdasarkan kitab yangmendukung metode istihsan Hanafiyah yang sangat ditentang oleh para ahli hadis. Dankalaupun Abu Yusuf diakui sebagai orang pertama yang berbicara Ushul Fiqih,tidaklahsalah jika dikatakan bahwa Asy-Syafi'i juga merupakan orang yang pertamamenyusunnya menjadi suatu disiplin ilmu tersendiri yang mengandung kaidah-kaidahuntuk rujukan setiap orang yang meng-istinbath hukum. (Sulaiman : 16)

Golongan Malikiyah juga mengklaim bahwa Imam Malik adalah orang pertama

Page 24: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

yang berbicara tentang Ushul Fiqih.Namun, mereka tidak mengklaim bahwa ImamMalik sebagai orang pertama yang menyusun kitab Ushul Fiqh. Pengakuan bahwa Maliksebagai perintis Ushul Fiqh,menurut Abd. Wahab Ibrahim Sulaiman dapat saja diterima.(Sulaiman: 62)

Begitu pula, Syi’ah Imamivah yang mengklaim bahwa orang pertama yangmenyusun kitab Ushul Fiqihadalah Muhammad Al-Baqir Ibnu Ali Ibnu Zain Al-Abidin,kemudian diteruskan oleh putranya Al- Imam Abu Abdillah Ja'far Ash-Shadiq.Pernyataan ini diungkapkan oleh As'ad Haidar, bahwa Imam Baqir adalah peletak dasardan perintis Ushul Fiqih.Dan orang pertama yang menyusunnya adalah Al-Hisyam IbnuAl-Hakam yang menulis kitab Al-Ahfadz, di dalamnya terdapat uraian sangat pentingdalam ilmu Ushul. Pendapat tersebut, diperjelas lagi oleh Yunus Ibnu Ar-Rahman yangmenulis kitab Al-lkhtilafAl-Hadis wa Masailah yang menguraikan pertentangan antara duahadis dan masalah perpaduan serta pen-tarjih-nya. Setelah itu, berkembanglah UshulFiqih dengan luas. (Sulaiman: 63)

Golongan Syafi’iyah pun mengklaim bahwa Imam Syafr i-lah orang pertamayang menyusun kitab Ushul Fiqih.Hal ini diungkapkan oleh Al- Allamah Jamal Ad-DinAbd Ar-Rahman Ibnu Hasan Al-Asnawi.Menurutnya, “Tidakdiperselisihkan lagi. Imam Syafi'i adalah tokoh besaryangpertama-tama menyusun kitab dalam ilmu ini, yaitu kitab yang tidak asinglagi dan yang sampai kepada kita sekarang, yakni kitab Al-Risalah”. (Sulaiman :64).

Kalau dikembalikan pada sejarah, yang pertama berbicara tentang UshulFiqihsebelum dibukukannya adalah para sahabat dan tabi'in. Hal ini tidakdiperselisihkan lagi. Namun, yang diperselisihkan adalah orang yang mula-mulamengarang kitab Ushul Fiqihsebagai suatu disiplin ilmu tersendiri yang bersifat umumdan mencakup segala aspeknya. Untuk itu, kita perlu mengetahui terlebih dahulu teori-teori penulisan dalam ilmu Ushul Fiqih.Secara garis besar, ada dua teori penulisan yangdikenal, yakni:

Pertama, merumuskan kaidah-kaidah fiqiyahbagi setiap bab dalam bab-bab fiqihdan menganalisisnya serta mengaplikasikan masalah furu' atas kaidah-kaidah tersebut.Misalnya, kaidah-kaidah jual beli secara umum, atau kaidah-kaidah perburuhan.Kemudian menetapkan batasan-batasannya dan menjelaskan cara-caramengaplikasikannya dalam kaidah-kaidah itu. Teori inilah yang ditempuh olehgolongan Hanafi dan merekalah yang merintisnya.

Kedua, Merumuskan kaidah-kaidah yang dapat menolong seorang mujtahid untukmeng-istinbat hukum dari sumber hukum syar'i tanpa terikat oleh pendapat seorangfaqih atau suatu pemahaman yang sejalan dengannya maupun yang bertentangan. Carainilah yang ditempuh Al- Syafi'i aaiam kitabnya Ar-Risaiah, suatu kitab yang tersusunsecara sempurna dalam bidang ilmu ushul dan independen. Kitab semacam ini belumpernah ada sebelumnya, menurut ijma' uiama dan caiaian sejarah. (Sulaiman: 64)

Dalam mengomentari kedudukan Asy-Syafi'i sebagai penulis pertama kitab UshulFiqih,berdasarkan teori kedua di atas. Jalaluddin As-Suyuti berkata, “Disepakati bahwa

Page 25: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

25

Asy-Syafi'i adalah peletak batu pertama pada ilmu Ushul Fiqh. Dia orang yang pertama-tama berbicara tentang itu dan menulisnya secara tersendiri. Adapun Malik dalam Al-Muwatha (hanya) menunjukkan sebagian kaidah-kaidahnya, demikian pula ulama-ulamalain semasanya, seperti Abu Yusuf dan Muhammad Al-Hasan.(AI-Hawji, II : 404).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kitab Ar-Risalahmerupakan kitab yang pertama-tama tersusun secara sempurna dalam ilmuUshul Fiqih. Kitab ini tersusun dengan metode tersendiri, objek pembahasan danpermasalahannya juga tersendiri, tanpa terkait dengan kitab-kitab fiqih manapun.

3.Tahapan-Tahapan Perkembangan Ushul FiqihSecara garis besarnya, perkembangan Ushul F i q h dapat dibagi dalam tiga tahap,

yaitu: tahap awal (abad 3 H); tahap perkembangan, (abad 4 H.) dan tahappenyempurnaan (abad 5 H ). Masing-masing tahapan akan diuraikan di bawah ini.

3.1. Tahap Awal (abad 3 H)Pada abad 3 H, di bawah pemerintahan Abbasyiah wilayah islam semakin meluas

ke bagian Timur. Khalifah-khalifah Abbasyiah yang berkuasa dalam abad ini adalah:Al-Ma'mun (w. 218 H). Al-Mu'tashim (w. 227 H). Al-Wasiq (w. 232 H), dan Al-Mutawakkil (w. 247 H). Pada masa mereka inilah terjadi suatu kebangkitan ilmiah dikalangan Islam, yang dimulai sejak masa pemerintahan khalifah Ar-Rasvid.Kebangkitan pemikiran pada masa ini ditandai dengan timbulnya semangatpenerjemahan di kalangan ilmuwan muslim. Buku-buku Filsafat Yunani diterjemahkandalam bahasa Arab dan kemudian diberikan penjelasan (syarah). (Ibrahim Hasan. II:347). Di samping itu, ilmu-ilmu keagamaan juga berkembang dan semakin meluasobjek pembahasannya. Hampir dapat dikatakan bahwa tidak ada ilmu keislaman yangberkembang sesudah Abbasyiah, kecuali yang teiah dirintis atau diletakkan dasar-dasarnya pada zaman dinasti Abbasyiah ini. (Ahmad Amin, II : 13).

Salah satu hasil dari kebangkitan berpikir dan semangat keilmuan Islam ketika ituadalah berkembangnya bidang fiqih, yang pada gilirannya mendorong untukdisusunnya metode berpikir fiqih yang disebut Ushul Fiqih.

Seperti telah dikemukakan. kitab Ushul Fiqih yang pertama-tama tersusun secarautuh dan terpjsah dari kitab-kitab fiqih ialah Ar-Risalah,. karangan Asy-Syafi'i. Kitab inidinilai para ulama sebagai kitab yang bernilai tinggi. Ar-Razi berkata, "K_dudukanAsy-Syafi’i dalam ilmu Ushul Fiqihsetingkat dengan kedudukan Aristo dalam ilmumanthiq dan kedudukan Al-Khalil lbnu Ahmad dalam ilmu 'Arud. Ulama sebelum Asy-Syafi'i berbicara tentang masalah-masalah ushul fiqh dan menjadikannya pegangan,tetapi mereka belum memperoleh kaidah-kaidah umum yang menjadi rujukan dalammengetahui dali-dalil syari'at dan cara memegangi serta me-tarjih-kannya: makadatanglah Al-Syafi'i menvusun ilmu Ushul Fiqihyang merupakan kaidah-kaidah umum(qanun kulliy) dan dijadikan rujukan untuk mengetahui tingkatan-tingkatan dalil Svari".Kalaupun ada orang yang menyusun kitab ilmu Ushul Fiqih sesudah Asy-Syatr, merekatetap bergantung pada Asy-Syafi’i. karena Asy-Syafi’i-lah yang membuka jalan untukpertama kalinya (Ahmad Amin, II : 227-229).

Page 26: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Selain kitab Ar-Risalah, pada abad 3 H. telah tersusun pula sejumlah kitab UshulFiqihlainnya. Isa Ibnu Iban (w. 221 H/835 M.) menulis kitab ItshatAl-Oiyas. KhabarAl-Wahici IjtihadAr-Ra’y, Ibrahim Ibnu Syiyar Al-Nazhzham (w. 221 H/835 M) menuliskitab An-Nakl; Daud Ibnu Ali Ibnu Daud Azh-Zhahiri (w. 270 H/883 M) menulis kitabAl-Ijma’, Al-Ibthal At-Taqlid. Ibthal Al-Oiyas, Al-Khabar Al-Mujib li Al- ’IIni, Al-Hujjal, Al-Khushush wa Al- ’Umum, Al-Mufassar w a Al- Mujmal, dan juga kitab Al-Ushul. Dalam kitabAl-Ushul ini, Azh-Zhahiri menyatakan tidak perlu menetapkan hukum atas dasarqiyasdan istihsan. Selain itu, Muhammad Ibnu Daud Ibnu Ali Ibnu Al-Khalf Azh-Zhahiri(w. 297 H/909 M), juga menulis kitab Al-Ushulfi Ma rifat Al Ushul, dan masih banyak lagikitab-kitab ushul fiqih yang ditulis oleh ulama-ulama lainnya. (Sulaiman : 98-100)

Namun, perlu diketahui pada umumnya kitab-kitab ushul fiqihyang ada pada abad3 I I ini tidak mencerminkan pemikiran-pemikiran ushul fiqihyang utuh dan mencakupsegala aspeknya, kecual i kitab Ar-Risalah itu sendiri. Kitab Ar-Risalah-lah yangmencakup permasalahan- permasalahan ushuliyah yang menjadi pusat perhatian parafuqaha pada zaman itu.

Di samping itu. pemikiran ushul iyah yang telah ada, kebanyakan termuat dalamkitab-kitab fiqih,dan inilah salah satu penyebab pengikut ulama-ulama tertentumengklaim bahwa imam madzhab--nya sebagai perintis pertama ilmu asmu fiqihtersebut.Goiongan fviaiikiyah contohnya, mengklaim Iman Madzhabr.ya sebagai perintispertama ushul fiqih dikarenakan Imam Malik telah menyinggung sebagian kaidah-kaidahushuliyah dalam kitabnya Al-Muwaththa. Ketika ia ditanya tentang kemungkinan adanyadua hadis sahih yang berlawanan yang datang dari Rasulullah pada saat yang sama.Malik menolaknya dengan tegas, karenaia berprinsip bahwa kebenaran itu hanya terdapat dalam satu hadis saja. (Hasan Al-Hawji : 335)

Hal lain yang dapat dicatat, pada abad ini ialah lahirnya ulama- ulama besar yangmeletakkan dasar berdirinya madzhab-madzhabfiqih. Para pengikut mereka semakinmenunjukkan perbedaan dalam mengungkapkan pemikiran ushul fiqihdari paraimamnya. Asy-Syafi'i misalnya, tidak menerima cara penggunaan istihsan yangmasyhur di kalangan I Ianafiyah, sebaliknya Hanafiyah tidak menggunakan cara-carapengambilan hukum berdasarkan hadis-hadis yang dipegang oleh Asy- Syafi'i.Sementara itu, kaum Ahl Al-hadis pada umumnya dan kaum zharivah pengikut DaudAzh-Zhahiri pada khususnya, tidak menyetujui metode-metode dari kedua golongantersebut, namun golongan terakhir mempunyai metode tersendiri dalam qiyasdanta’wil.(Sulaiman : 102- 103).

Perbedaan-perbedaan pendapat dan metode yang dimiliki oleh masing-masingaliran yang disertai dengan sikap saling mengeritik antara satu terhadap lainnyamerupakan salah satu pendorong semangat pengkajian ilmiah yang penuh antusias dikalangan ulama pada abad 3H ini. Semangat pengkajian ini berianjut terus dan semakinberkembang pada abad 4 H.

3.2. Tuhap Perkembangan (Abad 4 H)Abad 4 H. merupakan abad permulaan kelemahan dinasti Abbasyiah dalam

Page 27: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

27

bidang politik. Pada abad ini dinasti Abbasiyah terpecah- pecah menjadi daulah-daulahkecil yang masing-masing dipimpin oleh seorang sultan. Namun demikian, kelemahanbidang politik ini tidak mempengaruhi perkembangan semangat keilmuan di kalanganpara ulama ketika itu. Bahkan ada yang mengatakan bahwa perkembangan ilmukeislaman pada abad 4 H ini jauh lebih maju dibandingkan dengan masa- masasebelumnya. Hal ini antara lain disebabkan masing-masing penguasa daulah-daulahkecil itu berusaha memajukan negerinya dengan memperbanyak kaum inteiektuai,sekaiigus menjadi kebanggaan mereka. Juga disebabkan terjadinya desentralisasiekonomi yang membawa daulah- daulah kecil itu semakin makmur dan menopangperkembangan ilmu pengetahuan di negerinya. (Ahmad Amin, 11:1)

Khusus di bidang pemikiran fiqihIslam, abad 4 H. ini mempunyai karakteristiktersendiri dalam kerangka sejarah tasyri' Islam. Pemikiran liberal Islam berdasarkanijtihad muthlaqberhenti pada abad ini. Mereka menganggap para ulama terdahulumereka suci dari kesalahan sehingga seorang faqihtidak mau lagi mengeluarkanpemikirannya yang khas, terkecuali dalam hal-hal kecil saja. Akibatnya, aliran-aliranfiqih yang ada semakin mantap eksistensinya, apalagi disertai oleh fanatisme dikalangan penganutnya. Hal ini ditandai dengan adanya kewajiban menganut suatumadzhab tertentu dan larangan melakukan perpindahan madzhab sewaktu-waktu.(AhniadAmin : 54-56).

Namun demikian, keterkaitan pada imam-imam terdahulu tidak dapat dikatakantaqlid,karena masing-masing pengikut madzhab yang ada tetap mengadakan kegiatanilmiah guna menyempurnakan apa yang dirintis oleh para pendahulunya. Usaha merekaantara lain: (Lihat Sulaiman, 1983 : 106).1. Memperjelas 'ilat- 'ilat hukum yang di-istinbath-kan oleh para imam mereka; mereka

itulah yang disebut 'ulama takhrij;2. Men-tarjih-kan pendapat-pendapat yang berbeda dalam madzhab. baik dari segi

riwayat dan dirayah;3. Setiap golongan mendukung madzhab-nya sendiri dan men-tarjih-kannya dalam

berbagai masalah khilafiyah. Mereka menyusun kitab Al-Khilaf, yang di dalamnyadiungkapkan masalah-masalah yang diperselisihkan, dan men-tarjih-kan pendapatatau pendirian madzhab yang dianutnya.

Akan tetapi, tidak bisa diingkari bahwa pintu ijtihad pada periode ini telahtertutup. Akibatnya bagi perkembangan fiqih Islam adalah sebagai berikut: (Sulaiman :1983 : 106-107).a. Kegiatan para ulama terbatas dalam menyampaikan apa yang telah ada, mereka

cenderung hanya men-syarah-kan kitab-kitab terdahulu atau memahami danmeringkasnya;

b. Menghimpun masalah-masalah furu' yang sekian banyaknya dalam uraian yangsingkat;

c. Memperbanyak pengandaian-pengandaian dalam beberapa masalah.

Keadaan tersebut, sangat jauh berbeda di bidang ushul fiqih. Terhentinyaijtihad dalam fiqih dan adanya usaha-usaha untuk meneliti pendapat-pendapat para

Page 28: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

ulama-ulama terdahulu dan men-tarjih-kannya justru memainkan peranan yang sangatbesar dalam bidang Ushul Fiqih.Hal ini karena dalam meneliti dan men-takhrijpendapat para ulama terdahulu, diperlukanpenelusuran sampai pada akar-akarnya dan pengevaluasian kaidah-kaidah ushul yangmenjadi dasarnya. Dengan demikian, semakin berkembanglah ilmu ushul yang menjadidasarnya dan dengan sendirinya Ushul Fiqihpun semakin berkembang, apalagi masing-masing madzhab menyusun kitab Ushul Fiqih.

Dalam mengomentari perkembangan fiqih Islam pada abad 4 H. ini, MuhammadAl-Khudari Beik menyatakan, "Usaha mereka untuk menjelaskan ilat-ilat hukum yangdi-istinbath-kan oleh para imamnya tidak dapat diwujudkan jika ternyata dari sekianbanyak hukum yang diperoleh dari para imam mereka tidak mempunyai Illat, dan paraulama berbeda pula dalam menentukan atau men-takhrij-kan ilat ini. Kejelasan illatmembuka pintu untuk berfatwa dalam hal yang tidak ada nash-nya dari para imam yangbersangkutan. Apabila ilatyang menjadi dasar nash-nya telah diketahui, mereka(pengikut-pengikutnya) dapat mewujudkan apa yang disebutnya sebagai ushul yang dijadikan dasar oleh para imam mereka di dalam meng-istinbath hukum.” (Al-KhudariBeik : 284)

Tampaknya para fuqaha memperoleh lapangan baru untuk ber-ijtihaddalamUshulFiqh daripada ber-ijtihaddalam bidang fiqih. Mereka melakukan pemikiran yangmandiri dan liberal, serta mempunyai ciri khas dan keorsinilan yang belum pernahdimiliki sebelum mereka. Hal yang turut membantu ialah kecenderungan merekaterhadap ilmu aqliyah, antara lain filsafat, sehingga turut mewarnai metode berpikirIslam ketika itu. (Abu Zahrah : 17-18).

Dengan kata lain, terhentinya ijtihad mutlak bagi kebanyakan ulama ketika itutidaklah mengendorkan perkembangan ilmu Ushul Fiqih,bahkan timbul usaha untukmeneliti dan melakukan studi mendalam di bidang ilmu Ushul Fiqih.Meskipun tidakmelakukan istinbath hukum yang bertentangan dengan madzhab-nya, mereka dapatmenemukan argumen- argumen yang dapat menguatkan pendirian madzhab-nya itudalam ushul fiqih.Oleh karena itu, secara material diperlukan semacam ukuran untukmemperbandingkan pandangan-pandangan yang berbeda-beda yang pada masa itumenjadi perdebatan sengit, maka jadilah Ushul Fiqihsebagai alat tahkim dalammemecahkan perselisihan-perselisihan.

Sebagai tanda berkembangnya ilmu ushul fiqihdalam abad 4 H. ini, yaitumunculnya kitab-kitab Ushul Fiqih yang merupakan hasil karva dari para ulama fiqih.Kitab-kitab yang paling terkenal di antaranya ialah:

a. Kitab UshulAl-Kharkhi, ditulis oleh Abu Al-Hasan Ubadillah Ibnu Al-Husain IbnuDilal Dalaham Al-Kharkhi. (w. 340 H.) Kitab ini bercorak Hanafiyah. memuat 39kaidah-kaidah ushul fiqih.Salah satu kaidah yang menurut sebagian ulamamenunjukkan kefanatikan penulisnya terhadap madzab-nya, ialah kaidah yangberbunyi. “Pada dasarnya setiap ayat yang bertentangan dengan perkataansahabat-sahabat kami mengandung arti nasakh atau tarjih, sehingga harus di-takwil-kanuntuk menyesuaikannya”. Jelas sekali bahwa perkataan ini

Page 29: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

29

menunjukkan sikap lebih mementingkan perkataan imam-imamnya daripada teksayat dan sunah. (Sulaiman : 122).

b. Kitab Al-Fushul fi Al-UshuL ditulis oleh Ahmad Ibnu Ali Abu Bakar Ar-Razimyang juga dikenal dengan Al-Jashshash (305- 370 H.). Kitab ini juga bercorakHanafiyah dan banyak mengeritik isi kitab Ar-Risalah, terutama dalam masalah Al-Bayan dan istihsan (Abd. Al-Wahab Ibrahim Sulaiman, 1983 : 14-48)

c. Kitab Bayan Kasf Al-Alafazh, ditulis oleh Abu Muhammad Badr Ad-Din MahmudIbnu Ziyad Al-Lamisy Al-Hanafi. Kitab ini di- tahqiqoleh Dr. Muhammad HasanMusthafa Asy-Syalabv. Ia mengatakan bahwa kitab tersebut merupakan kamusyang menerangkan arti lafazh dan arti definisi-definisi yang sangat dibutuhkanoleh para Qadi dan Mufti. Kitab ini mengandung sekitar 128 lafazh/ta'rif dan tidaktersusun berdasarkan abjad, tetapi dengan cara antara lain menurut kaitanpengertian kata-katanya, misalnya kata Al-Kull, Al-Ba'cl, dan Al-Juz’u. (Sulaiman :159)Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa hal yang perlu dicatat sebagai ciri khas

perkembangan ilmu Ushul Fiqihpada abad 4 H., yaitu munculnya kitab-kitab UshulFiqihyang membahas masalah ushul fiqih secara utuh dan tidak sebagian-sebagian sepertiyang terjadi pada masa sebelumnya. Kalaupun ada yang membahas kitab-kitab tertentu,hal itu semata-mata untuk menolak atau memperkuat pandangan tertentu dalammasalah itu, (Sulaiman : 162)

Selain itu, materi berpikir dan materi penulisan dalam kitab-kitab itu berbedadengan kitab-kitab yang ada sebelumnya dan menunjukkan bentuk yang lebihsempurna, sebagaimana yang tampak dalam kitab Al-Fushulfi Al-Ushul, karya Abu BakarAr-Razi. Hal ini juga merupakan corak tersendiri dalam perkembangan ilmu ushulfiqihpada awal abad 4 H ini. (Sulaiman: 162)

Dalam abad 4 H, ini pula mulai tampak adanya pengaruh pemikiran yangbercorak filsafat, khususnya metode berpikir menurut ilmu Manthiq dalam ilmu UshulFiqih.Hal ini terlihat dalam masalah mencari makna dan pengertian sesuatu, yang dalamilmu UshulFiqh Al-hududmerupakan suatu hal yang tidak pernah dijumpai dalamperkembangan (kitab-kitab) sebelumnya. Akibat dari pengaruh ini sekurang-sekurangnya ada dua, yakni:a. Ketergantungan penulis dalam bidang ushul fiqihpada pola acuan dan kriteria

manthiq dalam menjelaskan arti-arti peristilahan ushuliyah. Hal ini membuka jalanbagi mereka untuk melakukan kriteria dan keabsahan berpendapat, yang padagilirannya mendorong pertumbuhan ilmu Ushul Fiqihselanjutnya;

b. Munculnya berbagai karangan dalam berbagai bentuk baru yang independendalam memberikan definsi dan pengertian terhadap peristilahan-peristilahan yangkhusus dipakai dalam ilmu ushul fiqih(Sulaiman: 164)

3.3. Tahap Penyempurnaan (Ahad 5-6 H.)Kelemahan politik di Baghdad, yang ditandai dengan lahirnya beberapa daulah

kecil, membawa arti bagi perkembangan peradaban dunia Islam. Peradaban Islam tidak

Page 30: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

lagi terpusat di Bagdad, tetapi juga di kota- kota, seperti Cairo, Bukhara. Gahznah, danMarkusy. Hal itu disebabkan adanya perhatian besar dari para sultan, raja-raja penguasadaulah- daulah kecil itu terhadap perkembangan ilmu dan peradaban. (Ibrahim Hasan: 5)

Salah satu dampak dari perkembangan itu ialah kemajuan di bidang ilmu UshulFiqihyang menyebabkan sebagian ulama memberikan perhatian khusus untukmendalaminya; antara lain Al-Baqilani, Al-Qahdhi Abd. Al Jabar, Abd Al-Wahab Al-Baghdadi, Abu Zayd Ad-Dabusy, Abu Husain Al-Bashri. Imam Al-Haramain, Abd Al-Malik Al-Juwaini, Abu Hamid Ai-Giiazaii, dan iain-iain. Mereka itulah peloporkeilmuan isiam di zaman itu. Para pengkaji ilmu keislaman di kemudian hari mengikutimetode dan jejak mereka, untuk mewujudkan aktivitas ilmiah dalam bidang ilmu UshulFiqihyang tidak ada bandingannya dalam penulisan dan pengkajian keislaman. Itulahsebabnya pada zaman itu, generasi Islam pada kemudian hari senantiasa menunjukkanminatnya pada produk- produk Ushul Fiqihdan menjadikannya sebagai sumberpemikiran. (Sulaiman: 168).

Kitab-kitab ushul fiqihyang ditulis pada zaman ini, di samping mencerminkanadanya kitab Ushul Fiqihbagi masing-masing madzhab--nya, juga menunjukkan adanyadua aliran ushul fiqih,yakni aliran Hanaflyah yang dikenal sebagai aliran fuqaha danaliran mutakallimin. Ulama yang terkenal di kalangan Hanafiyah ialah: Abu Zayd Ad-Dabusy dan Abu Husain Ali Ibnu Al-Husain Al-Bazdawi. sedangkan yang terkenal darialiran mutakallimin adalah: Iman Al-Haramain, penulis Al-Burhan, Al-Ghazali, penulisAl-Mustasyfa, keduanya dari golongan Asv'ariyah, dan Al-Qadhi Abd Al-Jabar, penuliskitab Al-’Ahd, Abu Al-Hasan AI- Bishri penulis kitab Al-Mu 'tamad, keduanya darigolongan Mu'tazilah. (Ibnu Khaldun : 455-456)

Dalam sejarah perkembangan ilmu Ushul Fiqih,pada abad 5 dan 6 H. inimerupakan periode penulisan kitab Ushul Fiqihterpesat, yang di antaranya terdapatkitab-kitab yang menjadi kitab standar dalam pengkajian iltnu ushul fiqihselanjutnya.

Kitab-kitab ushul fiqihyang paling penting, antara lain sebagai berikut:a. Kitab Al-Mughnifi Al-Abwab Al- ’Adi wa At-Tawhid. ditulis oleh Al-Qadhi Abd. Al-

Jabbar (w. 415 H./1024 M.). Penulis kitab ini juga penulis kitab Al-Ahdyang olehIbnu Khaldun dianggap sebagai salah satu dari empat standar kitab ushulfiqih.Dalam kitab Al-Mughni, Abd Al-Jabbartidak saja menulis kaidah-kaidah fiqih,tetapi juga kaidah-kaidah ilmu kalam yang bercorak Mu'tazilah. Baginya ilmukalam dan Ilmu Ushul tiqili saling menyempurnakan antara satu dengan yanglainnya. (Sulaiman: 200). Untuk diketahui, aliran Mu’tazilah merupakan aliranyang berpikir rasional maka tercermin pula dalam metode ilmiah dan disertaidengan argumen- argumen yang logis.

b. Kitab Al-Mu'amad fi Al-Ushul Fiqh, ditulis oleh Abu Al-Husain Al-Bashri (w. 436H./1044 M.). yang juga beraliran Mu'tazilah. Kitab ini adalah karya yang palingsempurna dan menjadi sumberutama bagi para ulama Mu’tazilah pada umumnya,bahkan dinilai sebagai salah satu dari empat standar kitab ushul fiqih,yangdijadikan rujukan oleh umumnya pengkaji ilmu Ushul Fiqih sesudahnya. Meskipunia penganut aliran Mu'tazilah dan pernah berguru pada Abd. Al-Jabbar, ia sering

Page 31: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

31

tidak sependapat dengan gurunya. Ia berbeda pendapat dengan Abd. Al-Jabbarantara lain dalam masalah Ijza’ Al-Ibadat (kesempurnaan ibadah), dan soal umumyang diiringi dengan qayd (sifat). Dia juga mengkeritik pengertian Al-bayan yangdiberikan Asy-Syafi’i (Sulaiman : 246- 247)

c. Kitab Al-Iddaf fi Ushul Al-Fiqh, ditulis Abu Ai-Qadhi Abu Muhammad Ya'laMuhammad Al-Husain Ibnu Muhammad Ibnu Khaif Al- Farra (w. 458/1065 M.),yang dianggap sebagai ulama besar madzhab pada abad 5 H. Pengaruhnya dikalangan Hambali sangat besar dan berlanjut sampai ke generasi sunnisesudahnya, khususnya kaum Hambali. melalui berbagai karangan tentang Al-Quran, akidah, fikih dan ushul fiqih.Juga terpengaruh oleh kitab Al-Fushul karyaAbu Bakar Al-Jashshash dalam masalah Al-Bayan dan macam-macamnya, dankitab Al-Mu’tamad karya Abu Al- Husain Al-Bashri dalam corak pemikiranMu'tazilah (Sulaiman : 286), Abu Ya’la di bidang Ushul Fiqihtergolong padaaliran mutakallimin dan mengikuti metode mereka dalam menguraikan ushulfiqihberbagai masalah furu' dalam fiqih. Ia berpendapat bahwa seorang yangmendalami ushul fiqih,mestilah mempelajari terlebih dahulu soal-soal furu'sehingga dapat mantap dalam memahami maksud istidlal dari kaidah-kaidahushul. (Sulaiman : 276)

d. Kitab Al-Burhanfi UshulAl-Fiqh. ditulis oleh Abu Al-Ma'ali Abd. Al-Malik IbnuAbdillah Ibnu Yusuf Al-.luwaini Imam Ai-Haramain (w. 478 H/l 094 M.). Kitabini juga dinilai sebagai salah satu kitab standar Ushul Fiqih.Ibnu Khaldun menilaikitab Ushul Fiqihyang terbaik dari kalangan mutakallimin, di samping kitab Al-Mustasyfa yangdituiis oleh Abu Hamid Al-Ghazali. Kitab Al-'Ahdyangditulis olehAbd. Al-Jabbar. dan kitab Al-Mu’tamad oleh Al-Husen Al- Bashri (Ibnu Khaldun:455). Dalam kitab ini, Al-Juwaini menunjukkan keorisinilan dan kebebasan caraberpikir sehingga dalam berbagai hal. ia berbeda pendapat dengan Asy-Syafi'i,Al- Aslvari, dan Al-Baqilani (Sulaiman : 311). Meskipun kitab ini merupakankebanggaan aliran Asy-Syafi'i, ulama-ulama terkemuka dan madzhab Malikiyahmenaruh perhatian dan membuat syara h untuknya, antara lain: Abu Abdillah Al-Maziri (w. 536 H./l 141 M.). Abu Al-Hasan. Ali Ibnu Ismail Al Ayyari (w. 616H./l219 M.), dan Ash-Shaf Abu Yahya. Hal ini mungkin disebabkan adanyakemiripan pendapat dengan pendapat Imam Malik dalam masalah istihsan danmaslahah mursalah. (Sulaiman: 317-318)

e. Kitab Al-Mustashfa min Ilm Al-Ushul, ditulis oleh Abu Hamid Al-Ghazali (w. 505H./1111 M.), yangjuga dikenal sebagai hujjah AI-lslam. Al-Ghazali telah bergurukepada Imam Al-Haramain, dan pernah memimpin madrasah Nizhamiyah. Iaterkenal sebagai ulama yang mendalami fiqih, filsafat, dan tasawuf sekaligus.Kitabnya Al-Mustashfa, menurut Ibnu Khaldun, adalah kitab terakhir dari seluruhkitab standar Ushul Fiqih.Hasil-hasil Ijtihad Al-Ghazal i yang terpenting dalam Al-Mustashfa antara lain adalah penolakannya terhadap hadis mursal; dalam hal ini, ia

Page 32: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

berbeda pendapat dengan Malik dan Abu Hanifah. Ia juga menolak pendapatbahwa fatwa-fatwa sahabat dapat dijadikan hujjah jika sahabat lainnyamendiamkannya. Menurut Al-Ghazali fatwa itu tidak dapat menjadi hujjahsebelum yakin bahwa diamnya sahabat itu menyetujui fatwa itu. la juga tidaksependapat dengan Asy-Syafi'i dalam taqlidkepada sahabat. Menurut Al-Ghazali.para sahabat sering salah dan lupa, dan tidak ada hujjah yang mutawatir tentangkesucian mereka; mereka pun sering berbeda pendapat sebagai bukti bahwamereka tidak ma'shum. Dan juga para sahabat itu membolehkan adanya ijtihadlain yang berbeda dengan ijtihad mereka. (Abd. Al-Wahab Ibrahim Sulaiman,1983 : 345-355). Menurut Al-Ghazali, setiap mujtahid memiliki nilai kebenaranpada pendapatnya masing-masing. Ia tidak setuju pada pendapat bahwa hanyasatu di antara semua ijtihad yang benar, sedangkan yang lainnya salah.Demikianlah dalam abad 5 dan 6 H. tampil fuqaha yangmemiiiki pemikiran-pemikiran yangorisinil dan liberalyang ditandai dengan timbulnya perbedaan-perbedaan pendapat dalam masalah-masalah tertentu. Dalam abad ini pula kitamelihat aktivitas ulama mutakallimin, baik ‘Asy’ariyah maupun Mu'tazilah yangmemberi perhatian terhadap penulisan kitab-kitab ushul fiqih. Di samping itu,kilab-kitab Ushul Fiqihdalam periode ini telah terpengaruh oleh corak pemikiranKalamiyah, Filsafat, dan Manthiqiyah. Pengaruh metode manthiq dalam ushulfiqihdalam abad 5 dan 6 H. akan diuraikan dalam bagian berikut ini.

4. Pengaruh Manthiq Aristodalam Perkembangan Ushul Fiqih

Pada dasarnya, ushul fiqihmerupakan metode pembahasan bagi seorang faqih ataumenjadi manthiq bagi segenap permasalahannya. Secara luas dapat diartikan bahwaushul fiqihadalah kaidah-kaidah berpikir yang menurut pikiran faqihbebas dari kekeliruanuntuk dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum-hukum (Ali Sami An-Nasyr: 65).Jika benar bahwa ushul fiqihitu adalah logika bagi faqih.maka yang perludipermasalahkan apakah ia terpengaruh dari manthiq atau filsafat- filsafat logika, yangjuga merupakan kaidah berpikir bagi para filosof?

Seperti diketahui bahwa ushul fiqih mengalami perkembangan pesat setelahdibukukan. Namun, merupakan suatu kekeliruan jika dikatakan bahwa perkembanganitu disebabkan oleh pengaruh asing, yakni filsafat Aristo, khususnya manthiq yang padasaat itu sudah diterjemahkan dalam bahasa Arab. Memang dalam menyusun kitab Ar-Risalah. Asy- Syafi'i menempuh metode deduktif filsafat, yaitu menyusun kaidah-kaidahkulliyah yang dapat diaplikasikan dalam masalah-masalah juzi’yah. Dengan demikian,ada yang mengira bahwa Asy-Syafi'i terpengaruh oleh pemikiran filsafat, khususnyametode manthiq dalam penulisan kitabnya itu. Alasan mereka adalah bahwa manthiqtelah dikenal oleh Islam sebelum masa Asy-Syafi'i, dan dia sendiri mengerti bahasaYunani dan ternyata metode qiyasnya mirip dengan metode tamsil Aristo (Ali Sami Al-Nasyr : 668-669.) Namun demikian, alasan-alasan itu kurang kuat, karena Asy- Syafi’iternyata sangat membenci manthiq Aristo. (As-Sami An-Nasy, 1978 : 70). Dengandemikian, hal tersebut tidak menjadikan Asy-Syafi’i terpengaruh oleh logika Aristo.

Page 33: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

33

Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya, metode ilmiah yangdikembangkan oleh Asy-Syafi'i banyak menarik minat ulama-ulama ushulfiqihsesudahnya, baik dari kalangan fuqaha maupun dari kalangan mutakallimin. Sepertitelah disebutkan di atas, para ulama mutakallimin adalah Al-Qadlu Al-Jabbardan Al-Husaini Al-Bashri, keduanya dari aliran mu'tazilah; Abu Hasan Al-'Asy'ari, Abu Ma'aliAl Juwaini, dan AbuHamid Al-Ghazali, ketiganya dari aliran 'Asy'ariyah. Mereka inilah yang mewarnaiushul fiqih dengan corak pemikiran kalam, dengan menggunakan dalil-dalil pikiranyang bersifat teoretis. Di antara mereka, orang yang pertama memasukkan metodemanthiq dalam pemikiran ushul fiqh adalah Abu Al-Ma'ali Al Juwaini meskipun masihsangat terbatas. (As-Sami An-Nasyr: 73)

Ulama yang dianggap menerima pengaruh manthiq secara sungguh-sungguh ialahAl-Ghazali karena secara mencolok ia mengemukakan teori- teori manthiq sebagaimukaddimah kitabnya Al-Mustashfa. Di dalamnya, ia menegaskan barang siapa yangtidak menguasai manthiq Aristo, maka ilmunya tidak dapat dipastikan kebenarannya.Atas dasar inilah, Al- Ghazali menilai manthiq Aristo sebagai salah satu syarat ijtihaddan merupakan fardukifayah bagi umat Islam. Hal ini membawa Al-Ghazali pada posisiyang bertentangan dengan para fuqaha Islam ketika itu. (Ali Sami An-Nasyr : 74)

Suatu hal yang patut dicatat bahwa masuknya pengaruh manthiq Aristo ke dalamushul fiqih, yang dimulai semenjak imam Al-Haramain (Al-Juawaini) atau setidak-tidaknya oleh Al-Ghazali, ternyata merupakan suatu bukti bahwa pengaruh itu masukdalam ushul fiqh melalui para ulama mutakallimin ‘Asy’ariyah, bukan dari kalanganMu'tazilah. (Ali- Sami An-Nasyr : 79-80).

Pengaruh manthiq dalam ushul fiqih,yang terjadi sejak akhir abad 5 H ini banyakmendapat tantangan dari para ulama yang hidup semasanya dan sesudahnya. Ulamayang paling terkenal menentangnya ialah Ibnu Ash-Shalah dan Ibnu Taimiyah. IbnuAsh-Shalah (w. 643 H./1245M.) membantah keras Al-Ghazali yang berpendapat bahwabarang siapa yang tidak menguasai manthiq maka pada dasarnya ilmunya tidak diyakinikebenarannya. Ibnu Ash-Shalah berpendapat bahwa Abu Bakar, Umar, dan lain-lain,dapat mencapai tingkat keyakinan padahal tidak seorang pun di antara mereka yangmengetahui manthiq”. Ketika Ibnu Ash-Shalah ditanya apakah para sahabat, tabi’in,dan mujtahid salaf membolehkan mempelajari manthiq? Ia menjawab, "Manthiq ialahsuatu jalan masuk ke kesesatan, sedangkan masuk ke dalam kesesatan adalah sesat.Mempelajarinya bukanlah hal yang dibolehkan oleh syari’at dan tidak seorang pun daripara sahabat tabi’in, dan mujtahid salaf yang membolehkannya. (Ali-Sami An-Nasy:144-155).

Tantangan yang sama dilontarkan oleh Ibnu Taimiyah (w. 728 H./ 1327) dalambukunya Ar-Radd ‘ala Al-Manthiqiyah.la menyalahkan orang yang menganggap ilmuyang diperoleh dengan akal (dalam hal ini manthiq) sebagai bagian dari ilmu kenabian(keagamaan), selain ilmu akliyah yang pernah diajarkan oleh nabi sendiri dalam bentukpemahaman dan praktek, la menyatakan bahwa orang yang beranggapan demikian telahdimasuki pengaruh dari luar dan hawa nafsu yang merusak. (Ibnu Taimiyah: 371-372)

Page 34: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

5. Peranan Ushul Fiqih dalam Pengembangan Fikih Islam

Perlu dijelaskan terlebih dahulu mengenai target yang hendak dicapai oleh ilmuushul fiqihdalam pengembangan fiqih Islam. Dengan demikian, seorang seorang faqihatau seorang peneliti yang menggeluti dan mendalami bidang studi Fikih Islam tidakmerasa terikat atau terhambat dengan adanya kaidah-kaidah ushulliyyah itu, melainkansebaliknya, mereka memerlukan kaidah-kaidah tersebut dan menganggapnya sebagaisuatu jalan yang harus ditempuh sebagaimana para mujtahid terdahulu telahmenempuhnya. Akan tetapi, tidak berarti bahwa pendahulu dalam bidang ushul fiqih iniharus diikuti secara mutlak, karena kaidah ushul fiqih itu ada yang telah mapan danmantap dan ada yang belum mapan. Ilmu pengetahuan akan berkembang terus menujukesempurnaannya.

Dapat dikatakan bahwa kegiatan ulama dalam penulisan ilmu ushul fiqihmerupakan salah satu upaya dalam menjaga keasrian hukum syara' dan menjabarkannyapada kehidupan sosial yang berubah-ubah itu. Kegiatan tersebut dimulai pada abadketiga hijriyyah. Ushul fiqih itu terus berkembang menuju kesempurnaannya hinggapuncaknya pada abad kelima dan awal abad keenam hijriyyah. Abad tersebutmerupakan abad keemasan penulisan ilmu ushul fiqih karena banyak para ulamamemusatkan perhatiannya pada ilmu tersebut. Pada abad inilah muncul kitab-kitabushul fiqih yang menjadi standar dan rujukan untuk perkembangan ushul fiqihselanjutnya. (As-Sa'di: 24-28)

Target yang hendak dicapai oleh ilmu ushul fiqih ialah tercapainya kemampuanseseorang untuk mengetahui hukum syara’ yang bersifat furu’ dan kemampuannya untukmengetahui metode istinbath hukum dari dalil- dalilnya dengan jalan yang benar.Dengan demikian, orang yang meng-istinbath hukum dapat terhindar dari kekeliruan.Dengan mengikuti kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dalam ilmu ushul fiqih berarti,seorang mujtahid dalam ber-ijtihad-nya berpegang pada kaidah-kaidah yang benar.

Target studi fiqih bagi mujtahid ialah agar ia mampu meng-istinbath hukum yang iahadapi dan terhindar dari kekeliruan. Sebaliknya, bagi nonmujtahid yang mempelajariFiqih Islam, target ushul fiqih itu ialah agar ia dapat mengetahui metode ijtihad imammadzhab dalam meng-istinbath hukum sehingga ia dapat men-tarjihdan men-takhrijpendapat imam madzhab tersebut. Hal ini tidak dapat dilakukan dengan tepat dan benar,kecuali dengan diaplikasikannya kaidah-kaidah ushuliyah dengan metode istinbath. (Al-Amidi, I : I)

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa motif dirintisnya, dikodifikasikannya, danditetapkannya kaidah-kaidah disebabkan adanya kebutuhan mujtahid terhadap kaidah ituuntuk keperluan instinbath hukum, terutama setelah masa sahabat dan tabi'in. Kalau kitaperhatikan sejarah At-TasyriAl-Islami dan mengikuti perkembangan fiqih Islam sertaperiode-periode yang dilaluinya, kita dapati bahwa setelah madzhabfiqih terbentuk,hukum-hukum fiqih hanya terbukukan pada berbagai kitab- kitab madzhab. Dan setelahbanyak ulama yang berpendapat bahwa mulai tahun 400 H. pintu ijtihad tertutup, fiqihIslam hanya terbatas pada pendapat para imam dan pendapat mereka yang tertulisdalam kitab-kitab fiqih tanpa ada yang berusaha untuk mengeluarkan hukum dari dalil-

Page 35: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

35

dalilnya. (Umar Abdullah, 1959:23) Ketika para ulama melihat orang- orang yangbukan ahli ijtihad tetap ber-ijtihad, sehingga hasil ijtihadnya sesat dan menyesatkan,maka para ulama mengambil sikap memilih sesuatu yang lebih ringan mudaratnya,vakni menutup pintu ijtihad. (Umar Abdullah: 23). Mereka mengatakan bahwa pintuijtihad tertutup supaya jalan menuju kerusakan tertutup pula dan hawa nafsu untukmain-main dalam hukum syara' dapat dihindari.

Dengan demikian, apabila target dari ilmu ushul fiqih sebagaimana telahdijelaskan di atas, sedangkan pintu ijtihad telah tertutup sejak sekitar sepuluh abad yanglalu, dan manusia sejak saat itu sampai sekarang masih terikat dan berpegang teguhpada hukum-hukum fiqih yang tertulis dalam kitab-kitab madzhabfiqih. hal ini berarti-dari ilmu ushul fiqih tidak tercapai. Dengan demikian, apa perlunya mempelajari ushulfiqih dan apa faedah mendalaminya?

Sesungguhnya pendapat mayoritas ulama menyatakan bahwa pintu ijtihad ituadalah tidak berdasar pada dalil syara'. Hanya saja, ulama berpendapat demikian karenapertimbangan-pertimbangan yang telah dikemukakan di atas. Dengan demikian, bagiseseorang yang memenuhi syarat ijtihad, tidak ada halangan baginya untukmelaksanakan ijtihad. Karena tidak seorang pun berpendapat bahwa ijtihad itumempunyai masa atau kurun tertentu dan terbatas sehingga bisa dikatakan waktunyasudah berakhir. Demikian juga tidak ada seorang ulama yang berpendapat bahwa ijtihaditu dilarang sama sekali. Oleh sebab itu, ijtihad kapan saja dapat dilakukan dan bisakembali lagi sebagaimana di masa Aimmat Al- Mujtahidin selama ada orang yang ahlidalam ber-ijtihad atau selama ada orang yang memenuhi syarat ber-ijtihad.

Segi lain bagi orang yang hendak mendalami fiqih Islam adalah kebutuhan padailmu ushul fiqih selalu ada. Hal ini karena mujtahid madzhab yang tidak sampai ketingkat mujtahid mutlak perlu mengetahui kaidah-kaidah dan undang-undang ushul fiqih.Dan bagi mujtahid madzhab yang hendak mempertahankan imam madzhab-nya tidakmungkin dapat melaksanakannya dengan baik tanpa mengetahui ilmu ushul fiqih dankaidah-kaidahnya. Demikian pula bagi ulama yang hendak men-tarjih pendapat imammadzhab-nya, ia pun memerlukan ilmu ushul fiqih sebab tanpa mengetahui ilmutersebut, ia tidak mungkin dapat men- tarjih dengan baik dan benar. Lebih dari itu dapatdikatakan bahwa penguasaan ilmu ushul fiqih serta penyerapannya yang mendalamsangat membantu seseorang dalam mengadakan perbandingan suatu masalah di antaraberbagai madzhab.

Dengan demikian, peranan ushul fiqih dalam pengembangan fiqih Islam dapatdikatakan sebagai penolong faqihdalam mengeluarkan hukum-hukum syara' dari dalil-dalilnya. Dan bisa juga dikatakan sebagai kerangka acuan yang dapat digunakansebagai pengembangan pemikiran fiqih Islam dan sebagai penyaring pemikiran-pemikiran seorang mujtahid. Sehubungan dengan ini. Ibnu Khaldun dalam kitabnyaMuqaddamah berkata, “Sesungguhnya ilmu ushul itu merupakan ilmu syari'ah yangtermulia, tertinggi nilainya, dan terbanyak kaidahnya.” (Ibnu Khaldun : 0452)

Berdasarkan hal tersebut di atas, para ulama memandang ilmu ushul fiqih sebagaiilmu dharuri yang penting dan harus dimiliki oleh setiap faqih dan dipandang sebagai

Page 36: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

ilmu syari'ah yang terpenting dan tertinggi nilainya.Perlu diingat pula bahwa ushul fiqih merupakan suatu usaha ulama terdahulu

dalam rangka menjaga keutuhan dalalahlafazh yang terdapat dalam nash syara terutamadalam Al-Quran. Dan mereka dengan ushul fiqih mencoba mengungkapkan maksudpembuat hukum (Allah) atau murad Asy-syari

6. Aliran-Aliran Uslul FiqihDalam sejarah perkembangan Ushul Fiqih,dikenal dua aliran, yang terjadi antara

lain akibat adanya perbedaan dalam membangun teori ushul fiqihuntuk menggali hukumIslam.

Aliran pertama disebut aliran Syafi’iyah dan jumhur mutakallimin (ahli kalam).Aliran ini membangun ushul Fiqihsecara teoretis murni tanpa dipengaruhi oleh masalah-masalah cabang keagamaan. Begitu pula dalam menetapkan kaidah, aliran inimenggunakan alasan yang kuat, baik dari dalil naqli maupun aqli, tanpa dipengaruhimasalah furu’ dan mazhab, sehingga adakalanya kaidah tersebut sesuai dengan masalahfuru' dan adakalanya tidak sesuai. Selain itu, setiap pemasalahan yang didukung naqlidapat dijadikan kaidah.

Namun, pada kenyataannya di kalangan Syafi’iyah sendiri terjadi pertentangan,misalnya Al-Amidi yang mengajukan kekhujjahan ijma' Sukuti, padahal Imam Syafi’isendiri tidak mengakuinya. Padahal ijma' yang diakui secara mutlak oleh Imam Syafi'iadalah ijma' di kalangan sahabat saja secara jelas. Pendapat Al-Amidi tersebutsebenarnya merupakan salah satu konsekuensi dari usahanya bersama Al-Qarafi (tokohUshul FiqihMalikiyah) untuk menyatukan dua aliran ushul fiqih.

Sebagai akibat dari perhatian yang terlalu difokuskan pada masalah teoretis, aliranini seringtidak bisa menyentuh permasahan praktis. Aspek bahasa dalam aliran inisangat dominan, seperti penentuan tentang tahsin (menganggap sesuatu itu baik dandapat dicapai akal atau tidak), dan taqbih(menganggap sesuatu itu buruk dan dapatdicapai akal atau tidak). Permasalahan tersebut biasanya berkaitan dengan pembahasantentang hakim (pembuat hukum svara') yang berkaitan pula dengan masalah aqidah.Selain itu, aliran ini seringkali terjebak terhadap masalah yang tidak mungkin terjadidan terhadap kema'shuman Rasulullah SAW.

Kitab standar aliran ini antara lain: Ar-Risalah (Imam Asy-Syafi'i), Al-Mu'tamad(Abu Al-Husain Muhammad ibnu 'Ali Al-Bashri), Al-Burhan fi UshulFiqh(Imam Al-Haramain Al-Juwaini), Al-Mankhul min Ta 'liqal Al-Ushul, Shifa Al-Ghalil fiBayan Asy-Syabah wa Al-Mukhil wa Masalik At-Ta’Iil, AI-Mushfa fi ilmi Al-Ushul(ketiganyakarangan Imam Abu Hamid Al-Ghazali)

Aliran kedua dikenai dengan istiiaii aiiran fuqaha yangdianut oien para ulamamazhab Hanafi. Dinamakan mazhab fuqaha, karena dalam menyusun teorinya aliranini, banyak dipengarui oleh furu’ yang ada dalam mazhab mereka.

Dan aliran ini berusaha untuk menerapkan kaidah-kadiah yang mereka susunterhadap furu'. Apabila sulit untuk diterapkan, mereka mengubah atau membuat kaidahbaru supaya bisa diterapkan pada masalah furu’ tersebut.

Page 37: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

37

Di antara kitab-kitab standar dalam aliran fuqaha ini antara lain: Kitab Al-Ushul(Imam Abu Hasan Al-Karkhi), Kitab Al-Ushul (Abu Bakar Al-Jashshash), UshulAl-Sarakhsi (Imam Al-Sarakhsi), Ta'sisAn- Nazhar (Imam Abu Zaid Al-Dabusi), dan Al-Kusyaf Al-Asrar (Imam Al-BazdaWi). (Ad-Dimasyqi: 42-43).

Sedangkan kitab-kitab Ushul yang menggabungkan kedua teori di atas antaralain:1. At-Tahrir, disusun oleh Kamal Ad-Din Ibnu Al-Humam Al-Hanafi (W.861 H.)2. Tanqih Al-Ushul, disusun oleh Shadr Asy-Syari’ah (w. 747 H). Kitab ini merupakan

rangkuman dari tiga kitab ushul fiqih,yaitu: Kasf Al-Asrar (Imam Ai-Bazdawi), Al-Mahshul(Faqih Ad-Din Ar-Razi Asy-Syafi’i), dan Mukhtashar Ibnu Al-Hajib (IbnuAl- Hajib Al-Maliki)

3. Jam’u Al-Jawami, disusun oleh Taj Ad-Din Abd Al-Wahab As- Subki Asy-Syafi’i(w. 771 H.)

4. Musallam Ats-Tsubul, disusun oleh Muhibullah Ibnu Abd Al- Syakur(w. 1 1 1 9 H).(Ad-Dimasyqi:42-43)

Pada abad 8 muncul Imam Asy-Syatibhi (w.790 H.) yang menyusun kitab Al-Muwafaqat fi Al-Ushul Asy-Syari ‘ah. Pembahasan ushul fiqih yang dikemukakan dalamkitab tersebut berhasil memberikan corak baru, sehingga para ulama ushul menganggapsebagai kitab ushul fiqih kontemporer yang komprehensif dan akomodatif untuk zamansekarang.

SOAL LATIHAN

1. Jelaskan secara singkat awal pemulaan adanya ilmu ushul fiqih!2. Bagaimanakah perkembangan Ushl Fiqih pada masa sahabat dan tabi’in?3. Jelaskan corak perbedaan pemahaman pada masa setelah tabi ‘in?4. Sebutkan beberapa faktor yang mendorong para ulama untuk membukukukan

Ilmu Ushul Fiqih?5. Mengapa tiap mazhab fiqih mengklaim bahwa mazhab dialah yang pertama kali

membukukan ilmu Ushul Fiqih?6. Bagaimanakah peranan Imam Syafi’i dalam penyusunan buku Ushul Fiqih?7. Siapakah yang mengklaim bahwa golongan syi’ah yang pertama- tama menyusun

Ushul Fiqih?8. Bagaimanakah perkembangan Ushul Fiqihpada abad 5 H.?9. Sebutkan beberapa kitab Ushul Fiqihyang disusun pada abad 3 H?10. Adakah pengaruh pemikiran Aristo terhadap Ushul Fiqih?Jelaskan!

Page 38: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

BAB II

SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM

A. AL-QURAN SEBAGAI SUMBER HUKUM

1. Pengertian Al-QuranMenurut sebagian besar ulama, kata Al-Quran berdasarkan segi bahasa

merupakan bentuk mashdar dari kata qara 'a, yang bisa dimasukkan pada wajan fu’lan,yang berarti bacaan atau apa yang tertulis padanya, maqru’, seperti terdapat dalamsurat Al-Qiyamah (75): 17-18:

Artinya:“Sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmupandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaannyaitu. ”

(QS. Al-Qiyamah : 17 - 18)

Adapun definisi Al-Quran secara terminologi, menurut sebagian besar ulamaUshul Fiqih adalah sebagai berikut:

Page 39: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

39

Artinya:“Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. dalam bahasa Arab yangdinukilkan kepada generasi sesudahnya secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah,tertulis dalam mushaf; dimulai dari surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas. ”

Dari definisi di atas, para ulama ushul fiqih menyimpulkan beberapa ciri khas Al-Quran, antara lain sebagai berikut: (Asy-Syaukani : 26-27)1. Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada

Muhammad SAW. Dengan demikian, apabila bukan kalam Allah dan tidakditurunkan kepada Muhammad SAW., tidak dinamakan Al-Quran, seperti Zabur,Taurat, dan Injil. Ketiga kitab ter;ebut memang termasuk di antara kalam Allah,tetapi bukan diturunkan kepada Muhammad SAW., sehingga tidak dapat disebutAl-Quran.

2 Bahasa Al-Quran adalah bahasa Arab Quraisy. Seperti ditunjukkan dalambeberapa ayat Al-Quran, antara lain: Asy-Syu’ara (26) : 192-195; Yusuf (12) : 2; Az-Zumar (39) : 28; An-Nahl (16): 103; dan Ibrahim (14): 4. Maka para ulama sepakatpara ulama bahwa penafsiran dan terjemahan Al-Qur’an tidak dinamakan Ai-Qur’an serta tidak bernilai ibadah membacanya. Dan tidak sah shalat denganhanya membaca tafsir atau terjemahan Al-Quran, Sekalipun ulama Hanafiyyahmembolehkan shalat dengan bahasa Parsi, tetapi kebolehan ini hanya bersifatrukhshah (keringanan hukum).

3 Al-Quran itu dinukilkan kepada beberapa generasi sesudahnya secara mutawatir(dituturkan oleh orang banyak kepada orang banyak sampai sekarang. Mereka itutidak mungkin sepakat untuk berdusta), tanpa perubahan dan penggantian satukata pun. (Al- Bukhari : 24)

4 Membaca setiap kata dalam Al-Quran itu mendapatkan pahala dari Allah, baikbacaan itu berasal dari hapalan sendiri maupun dibaca langsung dari mushhaf Al-Quran.

5. Al-Quran dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan suratAn-Nas. 'l ata urutan surat yang terdapat dalam An-Quran, disusun sesuai denganpetunjuk Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW., tidakboleh diubah dan diganti letaknya. Dengan demikian, doa-doa yang biasanyaditambahkan di akhir Al-Quran, tidak termasuk Al-Quran.

2. Kehujjahan Al-Qur’an Menurut Pandangan Ulama ImamMazhab.

Page 40: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

2.1 Pandangan Imam Abu HanifahImam Abu Hanifah sependapat dengan jumhur ulama bahwa Al- Quran

merupakan sumber hukum Islam. Namun, menurut sebagian besar ulama. Imam AbuHanifah berbeda pendapat dengan jumhur ulama, mengenai Al-Quran itu mencakuplafazh dan maknanya atau maknanya saja.

Di antara dalil yang menunjukkan pendapat Imam Abu Hanifah bahwa Al-Quranhanya maknanya saja adalah ia membolehkan shalat dengan menggunakan bahasaselain Arab, misalnya dengan bahasa Parsi walaupun tidak dalam keadaan madarat.Padahal menurut Imam Syafi’i sekalipun seseorang itu bodoh tidak dibolehkanmembaca Al-Quran dengan menggunakan bahasa selain Arab.

2.2 Pandangan Imam MalikMenurut Imam Malik, hakikat Al-Quran adalah kalam Allah yang lafazh dan

maknanya dan Allah SWT. la bukan makhluk karena kalam Allah termasuk sifat Allah.Sesuatu yang termasuk sifat Allah tidak dikatakan makhluk, bahkan dia memberikanpredikat kafir zindiq terhadap orang yang menyatakan bahwa Al-Q)uran itu makhluk.Imam Malik juga sangat keberatan untuk menafsirkan Al-Quran secara murni tanpamemakai atsar, sehingga beliau berkata, “Seandainya aku mempunyai wewenang untukmembunuh seseorang yang menafsirkan Al-Quran (dengan daya nalar murni), makaakan kupenggal leher orang itu.”

Dengan demikian, dalam hal ini Imam Malik mengikuti ulama salaf (sahabat dantabi’in) yang membatasi pembahasan Al-Quran sesempit mungkin karena merekakhawatir melakukan kebohongan terhadap Allah SWf. Maka tidak heran kaiaukitabnya, Ai-Muwathlha dan Ai-Mudawwanah sarat dengan pendapat sahabat dan tabi’in. Dan Malik pun mengikuti jejakmereka dalam cara menggunakan ra’yu.

Berdasarkan ayat 7 surat Ali-Imran, petunjuk lafazh yang terdapat dalam Al-Quranterbagi dalam dua macam, yaitu muhkamat dan mutasyabihat, Ayat-ayat muhkamat adalahayat yang terang dan tegas maksudnya serta dapat dipahami dengan mudah, sedangkanayat-ayat mustasyahihat ialah ayat-ayat yang mengandung beberapa pengertian yangtidak dapat ditentukan artinya, kecuali setelah diselidiki secara mendalam.

Muhkamat terbagi dalam dua bagian, yaitu lafazh dan nash. Imam Malikmenyepakati pendapat ulama-ulama lain bahwa lafazh nash itu adalah lafazh yangmenunjukkan makna yang jelas dan tegas (quth’i) yang secara pasti tidak memilikimakna lain, sedangkan lafazh zhahir adalah lafazh yang menunjukkan makna jelas,namun masih mempunyai kemungkinan makna lain. Menurut Imam Malik, keduanyadapat dijadikan hujjah, hanya saja lafazh nash didahulukan daripada lafazh zhahir.Menurut Imam Malik, dilalah nash termasuk qath'i, sedangkan dilalah zhahir termasulzhanni, sehingga biia terjadi pertentangan antara keduanya, maka yang didahulukanadalah dilalah nash. Yang perlu diingat adalah makna zhahir di sini adalah makna zhahirmenurut pengertian Imam Malik.

2.3. Pandangan Imam Asy-Syafi’i

Page 41: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

41

Imam As-Syafi'i, sebagaimana para ulama lainnya, menetapkan bahwa Al-Quranmerupakan sumber hukum Islam yang paling pokok, bahkan beliau berpendapat.“Tidak ada yang diturunkan kepada penganut agama manapun, kecuali petunjuknyaterdapat dalam Al-Quran.” (Asy- Syafi’i, 1309:20). Oleh karena itu. Imam Asy-Syafi’isenantiasa mencantumkan nash-nash Al-Quran setiap ka l i mengeluarkan pendapatnya,sesuai metode yang digunakannya, yakni deduktif.

Namun, Asy-Syafi'i menganggap bahwa Al-Quran tidak bisa dilepaskan dari As-Sunah, karena kaitan antara keduanya sangat erat sekali. Kalau para ulama lainmenganggap bahwa sumber hukum Islam yang pertama itu Al-Quran kemudian As-Sunah, maka Imam Asy-Syafi’i berpendapat bahwa sumber hukum Islam pertama ituAl-Quran dan As- Sunah, sehingga seakan-akan beliau menganggap keduanya beradapada satu martabat.

Sebenarnya. Imam Asy-Syafi'i pada beberapa tulisannya yang lain tidakmenganggap bahwa Al-Quran dan Sunah berada dalam satu martabat, namunkedudukan As-Sunah itu adalah setelah Al-Quran. Tapi Asy-Syafi’i menganggapbahwa keduanya berasal dari Allah SWT. Meskipun mengakui bahwa di antarakeduany a terdapat perbedaan cara memperolehnya. Dan menurutnya As-Sunahmerupakan penjelas berbagai keterangan yang bersifat umum yang ada dalam Al-Quran.

Kemudian Asy-Syafi'i menganggap Al-Quran itu seluruhnya berbahasa Arab, dania menentang mereka yang beranggapan bahwa dalam Al-Quran terdapat bahasa' Ajam(luar Arab), di antara pendapatnya adalah firman Allah SWT. :

Artinya:

"Dan begitulah Kami turunkan Al-Quran berbahasa arab. ”Dengan demikian, tak heran bila Imam Asy-Syafi’i dalam berbagai pendapatnya

sangat mementingkan penggunaan bahasa Arab, misalkan dalam shalat. nikah, danibadah-ibadah lainnya. Dan beliau pun mengharuskan penguasaan bahasa Arab bagimereka yang ingin memahami dan meng-istinbath hukum dari Al-Quran. (Abu Zahrah :191- 197)

2.4. Pandangan Imam Ahmad Ibnu HambaI

Al-Quran merupakan sumber dan tiangnya syari'at Islam, yang di dalamnyaterdapat berbagai kaidah yang tidak akan berubah dengan perubahan zaman dan tempat.Al-Quran juga mengandung hukum-hukum global dan penjelasan mengenai akidahyang benar, di samping sebagai hujjah untuk tetap berdirinya agama Islam.

Ahmad Ibnu Hambal, sebagaimana para ulama lainnya berpendapat bahwa Al-Quian itu sebagai sumber pokok Islam, kemudian disusul oleh As-Sunah. Namun,

Page 42: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

seperti halnya Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad memandang bahwa As-Sunahmempunyai kedudukan yang kuat di samping Al-Quran, sehingga tidak jarang beliaumenyebutkan bahwa sumber hukum itu adalah nash, tanpa menyebutkan Al-Qurandahuluatau As-Sunah dahulu, tetapi yang dimaksud nash tersebut adalah Al- Quran dan As-Sunah.

Dalam penafsiran terhadap Al-Quran. Imam Ahmad betul-betul mementingkanpenafsiran yang datangnya dari As-Sunah (Nabi Muhammad SAW.), dan sikapnyadapat diklasifikasikan menjadi tiga:a. Sesungguhnya zhahir Al-Quran tidak mendahulukan As-Sunah.b. Rasulullah SAW. saja yang berhak menafsirkan Al-Quran, maka tidak ada

seorang pun yang berhak menafsirkan atau menakwilkan Al-Quran, karena As-Sunah telah cukup menafsirkan dan menjelaskannya.

c. Jika tidak ditemukan penafsiran yang berasal dari Nabi, penafsiran parasahabatlah yang dipakai, karena merekalah yang menyaksikan turunnya Al-Qurandan mendengarkan takWil. Dan mereka pula yang lebih mengetahui As-Sunah,yang mereka gunakan sebagai penafsir Al-Quran.

Menurut Ibnu Taimiyah, Al-Quran itu tidak ditafsirkan, kecuali dengan atsar,namun dalam beberapa pendapatnya, ia menjelaskan kembali bahwajika tidakditemukan dalam hadis Nabi dan qaul sahabat, diambil dari penafsiran para tabi’in.(Abu Zahrah : 242-247)

3. Petunjuk (Dilalah) Al-QuranKaum muslimin sepakat bahwa Al-Quran merupakan sumber hukum syara'.

Mereka pun sepakat bahwa semua ayat Al-Quran dari segi wurud(kedatangan) dantsubut(penetapannya) adalah qath'i.Hal ini karena semua ayatnya sampai kepada kitadengan jalan mutawatir. Kalaupun ada sebagian sahabat yang mencantumkan beberapakata pada mushaf-nya, yang tidak ada pada qira'ah mutawatir, hal itu hanya merupakanpenjelasan dan penafsiran terhadap Al-Quran yang didengar dari Nabi SAW. atau hasilijtihad mereka dengan jalan membawa nash mutlaqpada muqayyaddan hanya untukdirinya sendiri. Hanya saja para pembahas berikutnya menduga bahwa hal tersebuttermasuk qira'atgair mutawatiryang periwayatannya tersendiri. Di antara para sahabatyang mencantumkan beberapa kata pada mushafnyaitu adalah Abdullah Ibnu Mas'ud, iamencantumkan kata mutatabi'atinpada ayat 89 surat Al- Ma'idahsehingga ayat tersebutpada mushaf-nyatertulis:

Page 43: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

43

Ubay Ibnu Ka’abmencantumkan kata min Al-ummi pada ayat 12 surat An-Nisa, sehingga ayat tersebuttertulis pada mushaf--nya:

(Muhammad Al-Makdur, 1976 : 104).

Namun, perlu ditegaskan bahwa hal tersebut tidak didapati dalam mushafUtsmani yang kita pakai sekarang ini.

Dengan demikian, penambahan kata pada sebagian ayat Al-Quran seperti di atastidak dapat dikatakan sebagai Al-Quran; dan orang yang mengingkarinya pun tidakdihukumi sebagai orang kufur. Demikian pula, kata-kata yang merupakan penambahitu tidak dapat dijadikan hujjah untuk istinbath hukum, kecuali menurut golonganHanafiyah. Hal ini berakibat pada perbedaan pendapat antara Jumhur ulama denganulama Hanafiyah dalam beberapa masalah, yang antara lain sebagai berikut:a. Hanafiyah mensyaratkan puasa kifarat sumpah dilakukan terus menerus, karena

mereka berpegang kepada qira’ah Ibnu Mas’ud, sedangkan selain ulamaHanafiyah tidak mensyaratkannya, (Al- Ghazali, 1968:229)

b. Hanafiyah melarang memotong tangan kiri pencuri yang mencuri untuk ketigakalinya, karena yang dimaksudkan dengan pemotongan tangan pada ayat 38 suratAl-Maidah adalah tangan kanan pencuri.

dan kata dzi ar-rahmi Al-muharramipada ayat 233, surat Al-Baqarah sehingga ayat itu tertulis:

Page 44: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Pendapat mereka bersumber pada qira’ah Ibnu Mas’ud, sedangkan menurut paraulama selain Hanafiyah, pencuri yang mencuri ketiga kalinya itu harus dipotongtangan kirinya,

c. Hanafiyah berpendapat bahwa kewajiban memberi nafkah kepada kerabat zawilArhani itu hanyalah kepada zawil arham yang muhrim, sedangkan menurut jumhurulama, zawil arham yang wajib diberi nafkah tidak terikat dengan muhrim-nya saja,baik muhrim ataupun bukan, mereka tetap diberi nafkah. ( A l i Hasaballah, 1968 :259)

Adapun ditinjau dari segi dilalah-nya, ayat-ayat Al-Quran itu dapat dibagi dalamdua bagian:

3.1. Nash yang qath ’i dilalali-nyaYaitu nash yang tegas dan jelas maknanya, tidak bisa di-takwil, tidak mempunyai

makna yang lain, dan tidak tergantung pada hal-hal lain di luar nash itu sendiri. Contohyang dapat dikemukakan di sini, adalah ayat yang menetapkan kadar pembagian waris,pengharaman riba, pengharaman daging babi, hukuman had zina sebanyak seratus kalidera, dan sebagainya. Ayat-ayat yang menyangkut hal-hal tersebut, maknanya jelas dantegas dan menunjukkan arti dan maksud tertentu, dan dalam memahaminya tidakmemerlukan ijtihad. (Abdul Wahab Khalaf, 1972:35)

3.2. Nash yang zhanni dilalah-nyaYaitu nash yang menunjukkan suatu makna yang dapat di-takwil atau nash yang

mempunyai makna lebih dari satu, baik karena lafazhnya musytarak (homonim) ataupunkarena susunan kata-katanya dapat dipahami dengan berbagai cara, seperti dilalahisyarat-nya, iqtidha-nya, dan sebagainya.

Para ulama, selain berbeda pendapat tentang nash Al-Quran mengenai penetapanyang qath’idan zhanni dilalah, juga berbeda pendapat mengenai jumlah ayat yangtermasuk qath ’i atau zhanni dilalah.

Imam Asy-Syatibi menegaskan bahwa wujud dalil syara’ yang dengan sendirinyadapat menunjukkan dilalah yang qath’i itu tidak ada atau sangat jarang. Dalil syara’yang qath ’i tsubut pun untuk menghasilkan dilalah yang qath’i masih bergantung padapremis-premis yang seluruh atau sebagiannya zhanni. Dalil-dalil syara’ yang bergantungpada dalil yang zhanni menjadi zhanni pula. (Asy-Syatibi, 1975,1:35).

Premis-premis yang dimaksud Asy-Syatibi adalah:a. Proses penggunaan bahasa dan berbagai persoalanIlmu Nahwu.b. Keterbatasan dari lsyiirak.c. Keterbatasan dari majaz.d. Proses penggunaan secara syara’ atau tradisi.e. Persoalan penggunaan dhamir.f. Adanya lakhshish terhadap lafazh 'amm.g. Adanya taqyidterhadap lafazh muthlaq.h. Keterbebasan dari nasikh.i. Kejelasan taqdimdan la ’khir.

Page 45: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

45

j. Ketiadaan pertentangan dengan pemikiran yang logis.

Mengingat dalil syara' yang dapat menunjukkan dilalah yang qath'i hanya terwujuddengan sepuluh premis di atas, maka menemukan dalil yang seperti itu hampir tidakmungkin. Andaikata ada, jumlahnya pun sangat sedikit. (Asy-Syatibi, 1975, 1:36).Pandangan seperti ini juga dikemukakan oleh Al-Asnawi dalam kitabnya Nihayah As-Sul. Ia menyatakan bahwa redaksi As-Sunnah Al-Mutawatirah, seperti halnya Al-Quranadalah qath'i, sedangkan dilalah-nya zharmi karena berkaitan dengan: Al-Ihtimalatu Al-Asyrah (Al-Asnawi, t.t: 125). Agaknya, yang dimaksud dengan Al-Ihtimalatu Al-Asyrahsama dengan sepuluh premis yang dikemukakan Asy-Syatibi.

Selanjutnya, Asy-Syatibi mengajukan suatu pandangan tentang upaya mencariqath'i dilalah, yaitu melalui istiqra'. Menurutnya, dalil- dalil syar'i yang dapat diandalkanqath'i dilalah-nya adalah yang dihasilkan melalui proses istiqradari seluruh nash syara'.Dalil yang dihasilkan melalui proses ini disebut syabihu hi Al-mutawatiri Al- ma'nawy,karena ditunjang oleh makna berbagai nash yang menunjuk pada satu pengertian ataukeputusan. (Asy-Syatibi, 1975 : 1 : 36).

Konsep Asy-Syatibi tentang maqashidAs-Syari'ah dirumuskannya berdasarkanmetode istiqra ini, sehingga mempunyai landasan yang qath 'i. Oieh sebab itu, di tempatiain ia menjeiaskan bahwa daiii zhaimidiiaiah bisa menjadi qath'i dilalah apabilamaknanya sesuai dengan makna yang terkandung pada dalil yang qath'idilalah-nya (Asy-Syatibi. 1975. I l l : 16).

4. Sikap Para Ulama ketika Zahir Al-Quran Berhadapan dengan SunahMenurut Imam Abu Zahrah, perbedaan pendapat para ulama juga terjadi karena

adanya dilalah yang penjelasannya berkaitan erat dengan nash sunah, seperti sunah yangmen-takhshish keumuman dilalahAl- Quran. Dalam hal ini, para ulama berbedapandangan. Imam Asy-Syafi’i, Ahmad Ibnu Hambal, dan ulama lainnya berpendapatbahwa pemahaman Al-Quran itu mesti disesuaikan dengan keterangan yang ada dalamSunah, karena Sunah berfungsi sebagai penjelas dan penafsir Al-Quran, dan jugasebagai takhsis terhadap ayat-ayat yang mujmal (umum), sehingga artinya men jadi jelas.Contohnya sangat banyak, dan para ulama pun bila tidak menemukan penasiran dari Al-Quran itu sendiri akan mencari penafsirannya dari Sunah.

Dengan demikian, semua lafazh ’ammyang ada dalam Al-Quran jika sudah adaketerangan dalam hadis, meskipun menyalahi zahir ayat tersebut, harus di-takhsishdengan sunah.

Adapun Abu Hanifah dan beberapa ulama lain berpendapat bahwa lafazh umumyang ada dalam Al-Quran itu dijalankan sesuai dengan kebutuhan terhadapkeumumannya. Jika ada sunnah yang mutawatir atau yang masyhur, sunah tersebut yangbisa men-takhshish-nya.. Namun jika sunahnya tidak mutawatir, Al-Quran dipahamiberdasarkan keumumannya karena Al-Quran itu qath'ike-takhsis-annya. Menurutnya,hadis Ahad tidak bisa dipakai men-takhsis Al-Quran karena tidak sahih untuk dinisbatkankepada Nabi.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendapat para ulama mengenai takhshishsunah terhadap Al-Quran terbagi dua:

Page 46: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

a. As-Sunah sebagai hakim terhadap Al-Quran, yakni As-Sunah sebagai tafsir danpenjelas maksud-maksud ayat yang ada dalam Al- Quran. As-Sunah dianggapsebagai kunci untuk memahami Al- Quran yang tidak mungkin dilepaskan dalammemahami Al-Quran;

b. Al-Quran sebagai hakim bagi sunah, yakni sunah tidak dianggap sahih jikabertentangan dengan Al-Quran, termasuk di dalamnya khabar Ahad.

Perbedaan pendapat mengenai pemahaman terhadap dilalahAl- Quran, juga terjadipada golongan Sunni dan Syi'i. Kaum Sunni memahami dilalah Al-Quran melaluisunah. Jika tidak ditemukan dalam sunah, mereka memahaminya melalui ilmu bahasaArab dan Ilmu syari’at dengan mengambil maqashiddan tujuan disyariatkannya ayattersebut. Sedangkan golongan Syi'i(Imamiyah) berpendapat bahwatidakseorang pun yang mampu memahami Al-Quran selain Imam mereka yang dua belas.Mereka beranggapan bahwa Imam yang dua belas tersebut sebagai kunci dalammemahami Al-Quran, sedangkan selain mereka tidak ada yang mampu mencapainya.Selain itu, mereka juga dianggap ma'shum, terhindar dari kesalahan. (Abu Zahrah, II :59-60)

SOAL LATIHAN

1. Jelaskan pengertian Al-Quran dari segi bahasa dan istilah yang telah disepakatioleh ulama Ushul Fiqih!

2. Bolehkah shalat dengan menggunakan terjemah atau tafsir Al-Quran!3. Apakah semua ulama sepakat terhadap kehujjahan Al-Quran, Jelaskan dan

berikan dalil dari masing-masing ulama!4. Jelaskan tentang dilalah qath ’i dan zhanni dalam Al-Quran!5. Apakah semua ayat yang ada dalam Al-Quran itu muhkaml Jelaskan pendapat

Imam Malik tentang ayat-ayat yang muhkamatl6. Apakah yang dimaksud Al-Qira’atghairu Al-mutawatir?7. Berikan beberapa contoh ayat yang diberi tambahan oleh para sahabat!8. Jelaskan maksud istiqra,menurut Asy-Syatibhi!9. Bagaimana sikap para ulama bila zahir Al-Quran berhadapan dengan Sunah?10. Bagaimana perbedaan antara kaum Syi’i dan Sunni dalam memahami dilalah Al-

Quran?

Page 47: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

47

B. SUNAH

1. Pengertian SunahArti sunah dari segi bahasa adalah jalan yang biasa dilalui atau suatu cara yang

senantiasa dilakukan, tanpa mempermasalahkan, apakah cara tersebut baik atau buruk.Arti tersebut bisa ditemukan dalam sabda Rasulullah SAW. yang berbunyi:

Artinya:“Barang siapa yang membiasakan sesuatu yang baik di dalam Islam, maka ia menerimapahalanya dan pahala orang-orang sesudahnya yang mengamalkannya. ”

(H.R. Muslim) (Al-Khatib: 17) Secara terminologi, pengertian sunah bisa dilihatdari tigadisiplinilmu;

1. Ilmu Hadis, para ahli hadis mengidentikkan sunah dengan hadis, yaitu segalasesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik perkataan,perbuatan, maupun ketetapannya.

2. Ilmu Ushul Fiqh, menurut ulama ahli Ushul Fiqh, sunah adalah segala yangdiriwayatkan dari Nabi SAW. berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapan yangberkaitan dengan hukum.”

3. Ilmu Fiqih,pengertian sunah menurut ahli fiqih hampir sama dengan pengertianyang dikemukakan oleh para ahli Ushul Fiqh. Akan tetapi, istilah sunnah dalamfiqih juga dimaksudkan sebagai salah satu hukum taklifi, yang berarti suatuperbuatan yang akan mendapatkan pahala bila dikerjakan dan tidak berdosaapabila ditinggalkan.

2. Kehujjahan Sunah dan Pandangan Ulama Mazhab terhadapHadis AhadPara ulama sepakat bahwa hadis sahih itu merupakan sumber hukum, namun

mereka berbeda pendapat dalam menilai kesahihan suatu hadis.Kebanyakan ulama hadis menyepakati bahwa dilihat dari segi sanad, hadis itu

terbagi dalam mutawatir dan ahad, sedangkan hadis ahad itu terbagi lagi menjadi tigabagian, yaitu masyhur, ‘aziz, dan gharib. Namun menurut Hanafiyah, hadis itu terbagi tigabagian, yaitu: mutawatir, mashyur, dan ahad.

Semua ulama telah menyepakati kehujjahan hadis Mutawatir, namun merekaberbeda pendapat dalam menghukumi hadis ahad, yaitu hadis yang diriwayatkan dariRasulullah SAW. oleh seorang, dua orang atau jamaah, namun tidak mencapai derajatmutawatir.

2.1 Kehujjahan Hadis Ahad

Page 48: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Para ulama telah sepakat tentang kehujjahan hadis ahad jika benardan yakin berasal dari Rasulullah SAW. dan telah disepakati oleh para sahabat,

tabi'in, dan para ulama selelahnya.Pernyataan di atas telah disepakati oleh para ulama dari semua golongan, kecuali

golongan Mu'tazilah. Pendapat kaum Mu'tazilah tersebut bisa dipandang sebagai pendapatyang keliru, karena mereka telah mengingkari berbagai ketetapan yang berkembang dansesuai dengan Al-Quran. Mereka juga telah mengingkari kesepakatan para sahabat danpara ulama yang menerima hadis ahad dan mengamalkannya apabila benar-benardatang dari Rasulullah.

Alasan golongan yang tidak menerima hadis ahad karena, menurut mereka, parasahabat juga tidak menerimanya. Seperti hadis yang diriwayatkan oleh Malik binSyihabdari Qubaidah bin Dzu’aib, bahwa seorang nenek mendatangi Abu Bakar danberkata. “Sesungguhnya aku mempunyai hak atas harta putra dari putri anakku yangtelah meninggal.” Abu Bakar berkata, ’Apakah Engkau mempunyai dasar dari Al-Quran dan telah diamalkan dalam sunah Rasul? Kembalilah, sehingga orang yanglainnya pun meminta.” Maka orang yang lainnya pun meminta. Kemudian Mugirah binSyu'bah berkata, ‘‘Sesungguhnya Rasulullah telah memberinya seperenam.” Abu Bakarberkata, '‘Apakah Engkau memiliki saksi yang lain?” “Ya, Muhammad bin MusallamahAl-Anshary.” Kemudian Abu Bakar mendatanginya uan iapun berkata sesuai denganyang dikatakan oleh Mugirah. Setelah Muhammad bin Musallamah Al- Ansharymembenarkannya, maka Abu Bakar pun memberikan kepada nenek tersebutseperenam.”

Menurut mereka hadis tersebut menunjukkan bahwa Abu Bakar tidak menerimahadis ahad, vakni dan Mugirah bin Syu’bah, kecuali setelah mengeceknya kepadaMuhammad bin Musallamah.

Sebagai jawaban terhadap argumen di atas, pada kenyataannya para ulamamenggunakan hadis ahad dalam menetapkan berbagai hukum dan fatwa, danmembatalkan berbagai macam hukum apabila bertentangan dengan hadis ahad.Seandainya ada di antara mereka yang tidak mengamalkan sebagian hadis ahad, merekatidak bisa mengklaim secara keseluruhan. Selain itu, penyebab mereka tidakmengamalkan hadis ahad semata-mata karena kehati-hatian mer-ka saja supaya tidakmenyalahi Al-Quran dan Sunah. Sebagai contoh. Abu Bakar tidak ragu lagi untukmelaksanakan hadis yang dibawa oleh Mugirah setelah diperkuat oleh Muhammad binMusallamah.2.2 Persyaratan Hadis Ahad yang Disepakati Para Imam Madzhab

Para Imam Madzhab telah sepakat tentang keharusan mengamalkan hadisahad dengan syarat berikut:1. Perawi hadis sudah mencapai usia balig dan berakal.2. Perawi harus muslim, karena bila tidak muslim, tidak bisa dipercaya hadis

tersebut benar-benar dari Rasulullah.3. Perawi haruslah orang yang adil, yakni orang yang senantiasa bertakwa dan

menjaga dari perbuatan-perbuatan tercela.

Page 49: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

49

4. Perawi harus betul-betul dhabit terhadap yang diriwayatkannva. denganmendengar dari Rasulullah, memahami kandungannya, dan benar-benarmenghapalnya.Persyaratan di atas disepakati oleh para Imam madzhab, namun di antara para

Imam madzhab ada yang memberikan persyaratan-persyaratan tambahan lainnya.

2.1 Madzhab Imam HanafiMenurut ulama Hanafiyah, hadis ahad dapat diterima apabila memenuhi tiga

persyaratan lain selain persyaratan d’ atas:1. Perbuatan perawi tidak menyalahi riwayatnya itu. Berdasarkan

hal ini, ulama Hanafiyah tidak membasuh bejana yang dijilat anjing sebanyaktujuh kali seperti yang ditunjukkan oleh hadis Abu Hurairah yang berbunyi:

Artinya:"Sucinya wadah salah satu di antara kamu jika dijilat anjing, denganmencucinya tujuh kali dan salah satunya dengan tanah.Mereka membasuhnya sebanyak tiga kali sebab Abu Hurairah (perawi) sendirihanya membasuhnya liga kaii, sedangkan jumhur tetap membasuhnyasebanyak tujuh kali. Demikian pula masalah wali dalam nikah.

b. Riwayat itu (kandungan hadis) bukan hal yang umum terjadi dan layak diketahuioleh setiap orang, seperti menyentuh kemaluan karena hal yang demikiandiketahui dan diriwayatkan oleh orang banyak. Dengan demikian, hadismengenai hal tersebut dipandang syaz (ganjil). Oleh sebab itu, menurut ulamaHanafiyah menyentuh kemaluan (zakar) tidak membatalkan wudhu. Selain itu,mengeraskan membaca bismillah pada surat AI-Fatihah ketika shalat danmengangkat tangan ketika ruku' dalam shalat tidak diharuskan.

c. Riwayat hadis itu tidak menyalahi qiyasselama perawinya tidak faqih.Di antarapara perawi yang tidak faqih menurut mereka adalah Abu Hurairah, Salman Al-Farisi, dan Anas Ibnu Malik. Oleh sebab itu, mereka menolak hadis riwayat AbuHurairah yang berbunyi:

Page 50: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Karena hadis ini bertentangan dengan prinsip qiyas,yaitu jaminan (ganti rugi)harus sejenis atau sama barangnya.

2.2.2 Mazhab Imam MalikiMalikiah menerima hadis Ahad selama tidak bertentangan dengan amalan ulama

Madinah. Karena menurut Imam Malik, amalan ulama Madinah merupakan riwayatdari Rasulullah SA\V. Riwayat jamaah dari jamaah lebih utama daripada riwayat satuorang dari satu orang (hadis ahad). Berdasarkan hal itu, mereka tidak menerima khiyarmajlis, karena bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku di Madinah.2.2.3 Mazhab Imam Syafi’i

Madzhab Asy-Syafi’i dalam menerima hadis ahad mensyaratkan empat syarat:1. Perawinya tsiqatdan terkenal shidiq.2. Perawinya cerdik dan memahami isi hadis yang diriwayatkannya.3. Periwayatannya dengan riwayat bi al-lafzi, bukan riwayat bi al-makna.4. Periwayatannya tidak menyalahi hadis ahl al-Ilmi (Al-Amidi, I 1968: 178)

Kalau kita perhatikan, persyaratan Asy-Syafi’i tersebut sebenarnya hanyamerupakan persyaratan kesahihan suatu hadis pada umumnya, yaitu sahih sanad danmuttasil. Oleh sebab itu Asy-Syafi’i menerima hadis ahad, apabila sanadnya sahih danbersambung, tanpa mensyaratkan syarat lain, seperti ulama di atas. Hadis mursal tidakditerima, kecuali ada beberapa syarat tertentu.

Ulama Hanafiyah dan Imam Ahmad dalam menerima hadis ahad tidakmensyaratkan sesuatu pun, kecuali harus sahih sanad-nya seperti Asy-Syafi’i. Bahkan iamenerima hadis mursal, namun lebih mendahulukan fatwa sahabat daripada hadis da’if(Ibnu Qadamah, I : 281 dan Ibnu Qayyim, I : 30)

2.2.4 Sebab-sebab Perbedaan Pendapat dan Kedudukan Hadis Ahad dengan QiyasPenyebab perbedaan pendapat mengenai hadis ahad, di antaranya adalah

perbedaan dalam menentukan persyaratan perawi hadis. Adapun tentang persyaratanperawi yang dapat diterima riwayatnya, ada yang disepakati dan ada yangdiperselisihkan oleh para ulama. Di antara persyaratan yang diperselisihkan oleh paraulama adalah ma'ruf dan majhul perawi.

Yang ma 'ruf pun terbagi dua: Pertama, yang ahli di bidang fiqih; kedua, yang tidak

Page 51: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

51

ahli di bidang fiqih. Hadis riwayat pertama dapat dijadikan hujjah dan didahulukan bilabertentangan dengan qiyas,kecuali menurut pendapat Imam Malik, yang mendahulukanqiyasdaripada hadis ahad. Sedangkan hadis riwayat kedua (yang tidak faqih) menurutjumhur ulama, masih tetap dapat diterima, baik hadis itu sejalan dengan qiyas maupunmenyalahi qiyas.Akan tetapi, menurut Hanafiyah dan Malikiyah, hadis riwayat kedua initidak dapat diterima. (Al-Bukhari, 1: 377)

Sehubungan dengan masalah ini, Abu Hasan Al-Basari lebih jauh menjelaskanbahwa hadis ahad yang bertentangan dengan qiyasitu, apabila illat yang ada dalamqiyasitu mansusah (diperkuat) dengan nash qath’i,maka mereka sepakat tentang wajibnyamengamalkan qiyas tersebut, karena nash atas illat tersebut bagaikan nash atashukumnya. Sedangkan apabila illat-nya itu mansusah dengan nash zhanni, maka merekasepakat, wajib mengamalkan hadis ahad, sebab hadis itu secara tegas (sarih)menunjukkan suatu hukum (Al-Basari, II, 1983 : 263)

Menurut jumhur ulama hadis, Asy-Syafi’i dan Al-Karakhi, kefakihan seorangrawi tidaklah menjadi syarat dalam mendahulukan hadis pada qiyas.

Adapun perawi majhul apabila diriwayatkan oleh ulama salaf dan merekamenguatkan atas kesahihan hadisnya, maka ia dipandang sebagai perawi yang ma 'rufdan hadisnya dapat diterima. Sebaliknya, apabila tidak, hadisnya tertolak.

3. Dilalah (Petunjuk) SunahDitinjau dari segi petunjuknya (dilalah), hadis sama dengan Al- Quran, yaitu bisa

qath ’iah dilalah dan bisa zhanniyah dilalah. Demikian juga dari segi tsubut, ada yangqat’idan ada yang zhanni. Kebanyakan ulama menyepakati pembagian tersebut, namundalam aplikasinya berbeda-beda.

Dalam kaitannya antara nisbat As-Sunah terhadap Al-Quran, para ulama telahsepakat bahwa As-Sunah berfungsi menjelaskan apa yang terdapat dalam Al-Quran danjuga sebagai penguat. Akan tetapi, mereka berbeda pendapat mengenai kedudukan As-Sunah terhadap Al-Quran apabila As-Sunah itu tidak sejalan dengan zhahir ayat Al-Quran.

4. Kedudukan Sunah terhadap AI-QuranSunah merupakan sumber kedua setelah Al-Quran. Karena Sunah merupakan

penjelas dari Al-Quran, maka yang dijelaskan berkedudukan lebih tinggi daripada yangmenjelaskan. Namun demikian, kedudukan Sunah terhadap Al-Quran sekurang-kurangnya ada tiga hal berikut ini.

4.1 Sunah sebagai ta'kid (penguat) Al-OuranHukum Islam disandarkan kepada dua sumber, yaitu Al-Quran dan Sunah. Tidak

heran kalau banyak sekali sunah yang menerangkan tentang kewajiban shalat, zakat,puasa, larangan musyrik, dan lain-lain.4.2 Sunah sebagai penjelas Al-Quran

Sunah adalah penjelas (.bayanutasyri') sesuai dengan firman Allah

surat An-NahI ayat 44:

Page 52: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:Telah Kami turunkan kitab kepadamu untuk memberikan penjelasan

tentang apa-apa yang diturunkan kepada mereka, supaya mereka berfikir.(QS. An-Nahl : 44)

Diakui bahwa sebagian umat Islam tidak mau menerima Sunah, Padahaldari mana mereka mengetahui bahwa shalat Zhuhur itu empat raka’at, Magribtiga raka’at, dan sebagainya kalau bukan dari sunah.

Maka jelaslah bahwa sunah itu berperan penting dalam menjelaskanMaksud-maksud yang terkandung dalam Al-Quran, sehingga dapat meng-hilangkan kekeliruan dalam memahami Al-Quran.

Penjelasan sunah terhadap Al-Quran dapat dikategorikan menjadi 'igabagian:1. Penjelasan terhadap hal yang global, seperti diperintahkannya shalat dalam Al-

Quran tidak diiringi penjelasan mengenai rukun, syarat dan ketentuan-ketentuan shalat lainnya. Maka hal itu dijelaskan oleh sunah sebagaimanasabda Rasulullah SAW. :

Artinya:“Shalatlah kamu semua, sebagaimana kamu telah melihat saya shalat. ”

2. Penguat secara mutlaq,Sunah merupakan penguat terhadap dalil-dalil umum yang adadalam Al-Quran.

3. Sunah sebagai takhsis terhadap dalil-dalil Al-Quran yang masih umum.

4.Sebagai Musyar ’i (Pembuat Syari ’at)Sunah tidak diragukan lagi merupakan pembuat syari'at dari yang

tidak ada dalam Al-Quran, misalnya diwajibkannya zakat fitrah,disunahkan aqiqah, dan lain-lain. Dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat:1. Sunah itu memuat hal-hal baru yang belum ada dalam Al-Quran.2. Sunah tidak memuat hal-hal baru yang tidak dalam Al-Quran, tetapi

hanya memuat hal-hal yang ada landasannya dalam Al-Quran.

Page 53: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

53

SOAL LATIHAN1. Jelaskan perbedaan pengertian sunah menurut ulama hadis, ushul

dan ahli fiqih!2. Apakah yang dimaksud dangan hadis sahih? Jelaskan!3. Jelaskan sikap para ulama terhadap hadis ahad, dan bagaimanakah persyaratannya

menurut kesepakatan mereka agar hadis ahad dapat diterima?4. Jelaskan alasan orang-orang yang tidak menerima hadis ahad beserta dalil yang

digunakannya!5. Bagaimanakah persyaratan hadis Ahad yang dapat diterima sebagai dalil menurut

Imam Hanafi?6. Jelaskan tentang ma 'ruf dan majhul perawi, serta pengaruhnya terhadap

penerimaan sebuah hadis!7. Jelaskan yang dimaksud dengan zhanni Al-wurud wa Al-dilalah!

8. Apa yang Anda ketahui tentang kedudukan sunah terhadap Al- Quran?

9. Ditinjau dari segi apakah, As-Sunah dikategorikan sebagai penjelas Al-Quran?Jelaskan!

10. Bagaimanakah pendapat Anda terhadap orang yang mengingkari Sunah?

C . IJMA’1. Pengertian Ijma1.1 Menurut BahasaDefinisi Ijma ’ menurut bahasa terbagi dalam dua arti:

1. Bermaksud atau berniat, sebagaimana firman Allah dalam Al- Quran suratYunusayat 71:

Artinya:“Dan bacakanlah kepada mereka berita tentang Nuh di waktu dia berkata kepada

Page 54: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

kaumnya, "Hai kaumku, jika terasa berat bagimu tinggal (bersamaku) danperingatanku (kepadamu) dengan ayat-ayat Allah, maka kepada Allah-lah akubertawakal, karena itu billatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakannya). Kemudian janganlah keputusanmu itudirahasiakan. Lalu lakukanlah terhadap diriku, dan janganlah kamu memberi tangguhkepadaku. ”

(QS. Yunus : 71)Maksudnya, semua pengikut Nabi Nuh dan teman-temannya harus mengikutijalan yang beliau tempuh. Dan hadis Rasulullah SAW. yang artinya, “Barangsiapa yang belum berniat untuk berpuasa sebelum fajar, maka puasanya tidak sah. ”

2. Kesepakatan terhadap sesuatu. Suatu kaum dikatakan telah ber- ijma’bila merekabersepakat terhadap sesuatu. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran suratYusuf ayat 15, yang menerangkan keadaan saudara-saudara Yusuf a.s. :

Artinya:“Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar sumur (lalumereka memasukkan dia), dan (di waktu dia sudah ada di dalam sumur) Kami wahyukankepada Yusuf, “Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatanmereka ini, sedang mereka tiada ingat lagi. ”

(QS. Yusuf: 15) yakni merekabersepakat terhadap rencana tersebut.Adapun perbedaan antara kedua arti di atas adalah: yang pertama bisa dilakukan

oleh satu orang atau banyak, sedangkan arti yang kedua hanya bisa dilakukan oleh duaorang atau lebih, karena tidak mungkin seseorang bersepakat dengan dirinya.1.2 Ijma’ Menurut Istilah Ulama Ushul

Para ulama ushul berbeda pendapat dalam mendefinisikan ijma' menurut istilah,di antaranya:1. Pengarang kitab Fushulul Bada'i berpendapat bahwa ijma’ itu adalah kesepakatan

semua mujtahid dari ijma' umat Muhammad SAW. dalam suatu masa setelahbeliau wafat terhadap hukum syara’.

2. Pengarang kitab Tahrir, Al-Kamal bin Hamam berpendapat bahwa ijma' adalahkesepakatan mujtahid suatu masa dari ijma’ Muhammad SAW. terhadap masalahsyara’. (Al-Ghifari)

2. Syarat-Syarat Ijma ’

Page 55: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

55

Dari definisi ijma' di atas dapat diketahui bahwa ijma' itu bisa terjadi bilamemenuhi kriteria-krieriadi bawah ini.

2.1 Yang Bersepakat adalah Para MujtahidPara ulama berselisih faham tentang istilah mujtahid, secara umum, mujtahid itu

diartikan sebagai para ulama yang mempunyai kemampuan dalam meng-istinbath hukumdari dalil-dalil syara’. Dalam kitab Jam 'ul Jawami disebutkan bahwa yang dimaksudmujtahid adalah orang yang faqih.Dalam Sulam Ushuliyin kata mujtahid diganti denganistilah ulama ijma’, sebagaimana menurut pandangan Ibnu Hazm dalam Hikam.

Selain pendapat di atas, ada juga yang memandang mujtahid sebagai ahlu ahli walaqdi, dan istilah ini sesuai dengan pendapat Al- Wadih dalam kitab Isbat bahwa mujtahidyang diterima fatwanya adalah ahlu Al-halli wal aqdi.

Beberapa pendapat tersebut sebenarnya mempunyai kesamaan, bahwa yangdimaksud mujtahid adalah orang Islam yang balig, berakal, mempunyai sifat terpuji danmampu meng-istinbath hukum dari sumbernya.

Dengan demikian, kesepakatan orang awam (bodoh) atau mereka yang belummencapai derajat mujtahid tidak bisa dikatakan ijma ’, begitu pula penolakan mereka.Karena mereka tidak ahli dalam menelaah hukum- hukum syara ’.

Maka, apabila dalam suatu masa tidak ada seorang pun yang mencapai derajatmujtahid, tidak akan terjadi ijma ’. Meskipun ada, tetapi hanya satu orang, itu pun tidakbisa dikatakan ijma’, karena tidak mungkin seseorang bersepakat dengan dirinya.Dengan demikian, suatu kesepakatan bisa dikatakan ijma ’ bila dilakukan oleh tigaorang atau lebih. Adapun kesepakatan yang dilakukan oleh dua orang, para ulamaberbeda pendapat. Ada yang menyatakan bahwa hal itu tidak bisa dikatakan ijma ’.Akan tetapi, menurut jumhur ulama, hal itu termasuk ijma', karena mewakilikesepakatan seluruh mujtahid yang ada pada masa itu.

2.2. Yang Bersepakat adalah Seluruh MujtahidBila sebagian mujtahid bersepakat dan yang lainnya tidak, meskipun sedikit, maka

menurut Jumhur, hal itu tidak bisa dikatakan ijma’, karena ijma’ itu harus mencakupkeseluruhan mujtahid.

Sebagian ulama berpandangan bahwa ijma ’ itu sah bila dilakukan oleh sebagianbesar mujtahid, karena yang dimaksud kesepakatan ijma termasuk pula kesepakatansebagian besar dari mereka. Begitu pula menurut kaidah fiqih, sebagian besar itu telahmencakup hukum keseluruhan.

Sebagian ulama yang lain berpandangan bahwa kesepakatan sebagian besarmujtahid itu adalah hujjah, meskipun tidak dikategorikan sebagai ijma'. Karenakesepakatan sebagian besar mereka menunjukkan adanya kesepakatan terhadap dalilsahih yang mereka jadikan landasan penetapan hukum. Dan jarang terjadi, kelompokkecil yang tidak sepakat, dapat mengalahkan kelompok besar.

2.3 Para Mujtahid Harus Umat Muhammad SAW.Para ulama berbeda pendapat tentang arti umat Muhammad SAW. Ada yang

berpendapat bahwa yang dimaksud umat Muhammad SAW. adalah orang-orang

Page 56: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

mukallaf dari golongan ahlAl-halli waAl-aqdi,ada juga yang berpendapat bahwa merekaadalah orang-orang mukalaf dari golongan Muhammad. Namun yang jelas, arti mukalafadalah muslim, berakal, dan telah baligh.

Kesepakatan yang dilakukan oleh para ulama selain umat Muhammad SAW.tidak bisa dikatakan ijma ’. Hal itu menunjukan adanya umat para Nabi iain yang ber-ijma '. Adapun ijma' umat Nabi Muhammad SAW', tersebut telah dijamin bahwa merekatidak mungkin ber-ijma' untuk melakukan suatu kesalahan.

2.4 Dilakukan Setelah Wafatnya NabiIjma’ itu tidak terjadi ketika Nabi masih hidup, karena Nabi senantiasa

menyepakati perbuatan-perbuatan para sahabat yang dipandang baik, dan itu dianggapsebagai syari'at.

2.5 Kesepakatan mereka harus berhubungan dengan syari’atMaksudnya, kesepakatan mereka haruslah kesepakatan yang ada kaitannya

dengan syari'at, seperti tentang wajib, sunah, makruh, haram, dan lain-lain.Hal itu sesuai dengan pendapat Imam Al-Gazali yang menyatakan bahwa

kesepakatan tersebut dikhususkan pada masalah-masalah agama, juga sesuai denganpendapat Al-Juwaini dalam kitab Al-Warakat. Safiudin dalam Oawaidul usul, Kamal binHamal dalam kitab Tahrir, dan lain- lain.

Adapun mengenai masa atau zaman, para ulama ada yang memasukkannyasebagai syarat ijma'. Sedang Al-Athar dalam kitab Hasiyah Jam 'ulJawami' mengartikanzaman dalam definisi ijma ’di atas dengan zaman mana saja.3. Macam-Macam Ijma'

Macam-macam Ijma' bila dilihat dari cara terjadinya ada dua macam, yaitu:

3.1 Ijma’SharihMaksudnya, semua mujtahid mengemukakan pendapat mereka masing-masing,

kemudian menyepakati salah satunya.Hal itu bisa terjadi bila semua mujtahid berkumpul di suatu tempat, kemudian

masing-masing mengeluarkan pendapat terhadap masalah yang ingin diketahuiketetapan hukumnya. Setelah itu, mereka menyepakati salah satu dari berbagaipendapat yang mereka keluarkan tersebut.

Selain itu. bisa juga pada suatu masa timbul suatu kejadian, kemudian seorangmujtahid memberikan fatwa tentang kejadian itu. Mujtahid kedua berfatwa sepertifatwanya mujtahid pertama. Dan mujtahid ketiga mengamalkan apa yang telahdifatwakan tersebut, begitu seterusnya sehingga semua mujtahid menyepakati pendapattersebut.

3.2 Ijma’ SukutiAdalah pendapat sebagian ulama tentang suatu masalah yang diketahui oleh para

mujtahid lainnya, tapi mereka diam, tidak menyepakati ataupun menolak pendapattersebut secara jelas. Ijma' sukuti dikatakan sah bila memenuhi beberapa kriteria dibawah ini:1. Diamnya para mujtahid itu betul-betul tidak menunjukkan adanya kesepakatan

Page 57: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

57

atau penoiakan. Biia terdapat tanda-tanda yang menunjukkan adanya kesepakatanyang dilakukan oleh sebagian mujtahid, maka tidak dikatakan ijma’ sukuti,melainkan ijma’ sharih. Begitu pula bila terdapat tanda-tanda penolakan yangdikemukakan oieii sebagian mujtahid, itupun buk in ijma ’.

2. Keadaan diamnya para mujtahid itu cukup lama, yang bisa dipakai untukmemikirkan permasalahannya, dan biasanya dipandang cukup untukmengemukakan pendapatnya. Namun, perlu diingat bahwa tidak mungkinmenentukan lamanya waktu bagi seorang mujtahid untuk mengeluarkan fatwanya,karena setiap mujtahid memerlukan waktu yang berbeda, cepat atau lambat, dalammengeluarkan fatwanya.

3. Permasalahan yang difatwakan oleh mujtahid tersebut adalah permasalahan ijtihadi,yang bersumberkan dalil-dalil yang bersifat zhanni. Adapun tentang permasalahanyang tidak boleh di-ijtihadi, atau yang bersumberkan dalil-dalil qath ’i, apabilaseorang mujtahid mengeluarkan pendapat tanpa didasari dalil yang kuat,sedangkan yang lainnya diam, hal itu tidak bisa disebut ijma'. Karena diamnyamereka tidak bisa dikatakan menyepakati, melainkan meremehkan pemberi fatwatersebut karena ilmunya masih dangkal.

4. Kehujjahan Ijma’ menurut Pandangan Para Ulama

Ada beberapa permasalahan yang berkaitan dengan kehuijjahan ijma', misalnya,apakah ijma’ itu hujjah syar’i? Apakah ijma’ itu merupakan landasan ushul fiqihataubukan? Bolehkah kita menafikan atau mengingkari ijma?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, para ulama berbeda pendapat.Al-Bardawi berpendapat bahwa orang-orang Hawa tidak menjadikan ijma ’ itu sebagaihujjah, bahkan dalam syarah-nya dia mengatakan bahwa ijma’ itu bukan hujjah secaramutlak.

Menurut Al-Amidi, para ulama telah sepakat mengenai ijma’ sebagai hujjah yangwajib diamalkan. Pendapat tersebut bertentangan dengan Syi’ah Khawarij dan Nizamdari golongan Mu’tazilah.

Al-Hajib berkata bahwa ijma' itu hujjah tanpa menanggapi pendapat Nizam,Khawarij, dan Syi’ah. Adapun Ar-Rahawi berpendapat bahwa ijma’ itu pada dasarnyaadalah hujjah. Sedangkan dalam kitab Qawa ’idul Ushuldan Ma ’aqidid Ushul dikatakanbahwa ijma' itu hujjah pada setiap masa. Namun, pendapat itu ditentang oleh Daud yangmengatakan bahwa ijma' itu hanya terjadi pada masa shahabat.

Kehujjahan ijma’ juga berkaitan erat dengan jenis ijma' itu merupakan sendiri,yaitu sharih dan sukuti, agar lebih jelas maka pendapat mereka tentang ijma’ akan ditinjauberdasarkan pembagian ijma’ itu sendiri:

4.1 Kehujjahan Ijma’Sharih

Jumhur telah sepakat bahwa ijma’ sharih itu merupakan hujjah

Page 58: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

secara qath’i,wajib mengamalkannya dan haram menentangnya. Bila sudah terjadi ijma’pada suatu permasalahan maka ia menjadi hukum qath’i yang tidak boleh ditentang, danmenjadi masalah yang tidak boleh di-ijtihadi lagi.

Ibrahim An-Nidzam, sebagian dari golongan syi'ah dan khawarij, berkata bahwaijma' itu tidak termasuk hujjah.

4.1.1 Dalil-dalil yang dikeluarkan oleh JumhurJumhur mengeluarkan beberapa dalil untuk memperkuat pendapat mereka tentang

kehujjahan ijma ’, antara lain:Pertama, firmanAllah SWT. dalamsurat An-Nisa ayat1 1 5 :

Artinya:“Barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalanyang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telahdikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruktempat kembali. ”

(QS. An-Nisa : 1 1 5 )Kehujjahan dalil dari ayat di atas adalah ancaman Allah SWT. terhadap mereka

yang tidak mengikuti jalannya orang-orang mukmin. Disebutkan bahwa mereka akandimasukkan ke neraka Jahannam dan akan mendapat tempat kepibali yang buruk. Halitu menunjukkan bahwa jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang tidak beriman ituadalah bathil dan haram diikuti. Sebaliknya, jalan yang ditempuh oleh orang-orangmukmin adalah hak dan wajib diikuti.

Page 59: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

59

Dalil yang digunakan oleh jumhur di atas dibantah kehujjahannya dalam ijma’.bahwa yang dimaksud jalannya orang-orang mukmin di atas adalah para pengikutRasulullah SAW., penolongnya dan penjaga dari musuh-musuhnya, bukan legalisasihukum terhadap kesepakatan ulama mujtahid. Maka maksud ayat di atas, sesuai denganyang ada dalam kitab Al-Burhan, adalah, “Sesungguhnya orang-orang yang memusuhiRasulullah SAW., dan para penentang jalan orang-orang beriman yang menolongRasulnya dan menjaga dari musuhnya, mereka akan dibiarkan oleh Allah mengikutihawa nafsunya, dan akan disiksa di akhirat dengan dimasukkan dalam neraka Jahannamdan ditempatkan pada tempat yang hina.

Itulah arti tekstual ayat, yang sesuai dengan Asbab Nuzul-nya, bahwa ayat itu turunberkaitan dengan Bashir bin Ubairiq yang masuk Islam, tetapi kemudian ia mencuri.Nabi memerintahkan untuk memotong tangannya, tetapi ia bisa kabur ke Mekah denganmemanfaatkan kelengahan orang-orang beriman. Di Mekah, ia juga berusaha untukmencuri sebuah rumah dengan cara melubangi dindingnya, dan ia pun mati dalamkeadaan kafir.

Sehubungan dengan hal itu, pada firman Allah SWT. dalam surat An-Nisa : 48,disebutkan:

Artinya:“Sesungguhnya Allah SWT. tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia akan mengampunidosa selain itu (syirik) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. ”

(QS. An-Nisa : 48) Dengandemikian, jelaslah bahwa ayat di atas bukan dalil tentang ijma

Pengarang At-Tahrir berkata bahwa “As-Subki pernah berkata, Imam Syafi’imeng-istinbath hukum dari dalil di atas dan menyatakan bahwa dalil itu menunjukankehujjahan ijma’,

Artinya:“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu umat (umat Islam) umat yang adil dan

Page 60: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

pilihan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia. ”(QS. Al-Baqarah : 143)

Ayat tersebut dikemukakan oleh Al-Amidi. Kehujjahan dari ayat tersebut adalahkeadilan mereka (para mujtahid)yang menjadi hujjah bagi manusia untuk menerimapendapat mereka. Seperti halnya menjadikan Rasul sebagai hujjah dengan menerimasabdanya. Dengan mengartikan seperti itu, jelas bahwa pendapat mereka merupakanhujjah bagi yang lainnya.

Muslim Al-Tsubut berpendapat bahwa keadilan itu tidak mesti menghilangkankesalahan yang bisa dikategorikan sebagai perbuatan maksiat. Namun, yang mestiditekankan dari ayat tersebut adalah keutamaan ijma' terdahulu.

Ketiga,firman Allah SWT. dalam Surat Ali-Imranayat 110:

Artinya:"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yangmakruf dan mencegah dari yang mungkar. ”(QS. Ali Imran : 110)

Menurut Pemberi Syarah kitab Al-Baidawi bahwa Allah SWT. memberitahukankeutamaan mereka dengan menggunakan isim tafdil. Karena arti khair itu samadengan tafdil. Hal itu menunjukkan bahwa kesepakatan merekajuga merupakan haq.Kalau tidak menunjukan haq, mereka pasti akan memerintahkan berbuat kejelekandan melarang berbuat baik. Bila perbuatan mereka seperti itu berarti sama sekalitidak ada unsur kebaikannya bahkan menyalahi nash.

Keempat, firman Allah SWT dalam surat Ali-Imran ayat 103, yang dikemukakan olehAmidi:

Artinya:

Page 61: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

61

“Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamubercerai berai...”

(QS. Ali-Imran : 103)

Kehujjahan ayat tersebut bahwa Allah SWT. melarang untuk berpecah belah.Sedangkan menentang ijma’ adalah salah satu bentuk perpecahan, sehinggajelassekali bahwa hal itu dilarang. Dengan demikian, ijma' itu merupakan hujjahsebagaimana larangan untuk mengingkarinya.

Kelima, firman Allah SWT., Surat An-Nisa’ ayat 59:

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil amri diantara kamu ...”(QS. An-Nisa: 59)

Kehujjahan ayat di atas adalah bahwa adanya pertentangan merupakan syaratdikembalikannya permasalahan kepada Allah dan Rasul- Nya. Dengan demikian,syarat tersebut tidak akan ada bila telah terjadi kesepakatan terhadap hukum yangdiambil dari Kitab dan Sunah. Oleh sebab itu, tidak diragukan lagi bahwa ijma' itumerupakan hujjah.Keenam, Hadis-hadis yang menunjukkan terjaganya ijma’ Islam dari kesalahan bilabersepakat dalam suatu perkara, di antaranya hadis-hadis di bawah ini yang artinya:□ “Kekuatan Allah berada padajamaah, barang siapa menguatkannya, maka ia telah

menyempitkan dirinya dari neraka. ”□ “Sesungguhnya Allah tidak mengumpulkannya ijma' pada kesesatan. ”□ “Tidak akan berkumpul ijma' pada hal yang salah.”□ “Tidak akan melihat kaum mukmin kepada kebaikan, kecuali Allah pun menganggapnya

baik. ”Semua hadis di atas diriwayatkan oleh para perawi tsiqat,meskipun ada sebagian

yang merupakan hadis ahad, namun bisa dikategorikan hadis mutawatir, yakni menjagaijma’ Islam dari kesalahan. Sedangkan mutawatir ma ’nawy pada hakikatnya samadengan mutawatir lafdzi.

Page 62: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Menurut Al-Amidi, “Berhujjah dengan ayat-ayat di atas kalau hanya bersifatzhanni maka tidak akan berfaedah terhadap yang qath'i. Barang siapa yangberanggapan bahwa perkara yang qath’i dapat diberi hujjah dengan dalil zhanni, makaia telah keliru, karena tidak sampai kepada yang diharapkan. Maka dalil-dalil di atascocok bagi mereka yang menganggap bahwa ijma' itu zhanni.4.1. 2 Dalil-Dalil yang dikeluarkan Nidzam dan para pengikutnya

Ibrahim bin Nidzam, penentang adanya ijma’. dan para pengikutnya,memberikan dalil-dalil sebagai berikut:

Pertama, firman Allah SWT., dalam surat An-Nisa : 59 :

Artinya:"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul- (Nya), dan ulil amri diantara kamu ... "

(QS. An-Nisa : 59)

Sesungguhnya Aliah SWT. memerintahkan untuk mengembalikan segala bentukpertentangan kepada Allah dan Rasul-Nya. Yang dimaksud mengembalikan kepadaAllah adalah kembali kepada Al-Quran, sedangkan yang dimaksud mengembalikankepada Rasul adalah mengembalikan kepada diri Rasulullah sewaktu beliau masihhidup dan kepada Sunnah kalau beliau sudah wafat. Allah SWT. tidak memerintahkanuntuk mengembalikan kepada ijma' mujtahidin. Hal itu menunjukkan bahwa ijma'mereka tidak berarti apa-apa dan tidak bisa disebut hujjah.

Keterangan di atas dijawab jumhur, bahwa ayat tersebut adalah hujjah bagikamu semua (penentang ijma') bukanlah hujjah untuk kita. Ayat di atas telahmewajibkan untuk mengembalikan berbagai ikhtilaf (pertentangan) kepada Allah danSunah Rasul. Adapun hujjah ijma ’dari pertentangan yang terjadi di antara kita wajibdikembalikan kepada Al- Quran dan sunah Rasul. Mengamalkan perintah ayat di atasmenunjukkan bahwa ijma' itu hujjah. Berdasarkan ayat tersebut juga kita bisamengatakan bahwa ijma' adalah hujjah.

Kedua, sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. ketika bertanya kepada Mu'adz binJabal tentang dalil yang akan dijadikan sandarannya, tidakdisebutkan adanya ijma 'dan Rasul telah menyepakatinya. Kalau ijma' sebagai hujjahmaka harus ada ketetapan hukumnya dari Rasul, mengapa Rasul tidak menetapkanadanya ijma

Page 63: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

63

Dalil yang kedua itu, tidak diragukan lagi kelemahannya. Rasul tidak menetapkanadanya ijma' pada Mifadz karena beliau hanya menetapkan dalil-dalil yang bisadijadikan hujjah pada masa itu. Sedangkan ijma' tidak dianggap hujjah pada masa Rasulkarena semua permasalahan dikembalikan pada Rasulullah.

Kalau ditelaah secara teliti, dari kedua golongan yang bertentangan tentangkehujjahan ijma’ tersebut, tidak ada yang dapat dipegang landasan hukumnya. Namun,yang dianggap paling betul adalah dalil yang mewajibkan kepada kita untuk berpegangpada ijma' dan melarang untuk mengingkarinya.

4.2 Kehujjahan Ijma’SukutiIjma' sukuti telah dipertentangkan kehujjahannya di kalangan para ulama.

Sebagian dari mereka tidak memandang ijma’ sukuti sebagai hujjah, bahkan tidakmenyatakan sebagai ijma.Di antara mereka adalah pengikut Maliki dan Imam Syafi’iyang menyebutkan hal tersebut dalam berbagai pendapatnya.

Mereka berargumen bahwa diamnya sebagian mujtahid itu mungkin sajamenyepakati sebagian atau bisa juga tidak sama sekali. Misalnya karena tidakmelakukan ijtihad pada satu masalah atau takut mengemukakan pendapatnya sehinggakesepakatan mereka terhadap mujtahid lainyatidak bisa ditetapkan apakah hal itu qath’iatau zhanni. Jika demikian adanya, tidak bisa dikatakan adanya kesepakatan dariseluruh mujtahid. Berarti tidak bisa dikatakan ijma’ataupun dijadikan sebagai hujjah.

Sebagian besar golongan Hanafi dan Imam Ahmad bin Hambal menyatakanbahwa ijma' sukuti merupakan hujjah yang qath’iseperti halnya ijma’sharih. Alasanmereka adalah diamnya sebagian mujtahid untuk menyatakan sepakat ataupun tidaknyaterhadap pendapat yang di- kemukakan oleh sebagian mujtahid lainnya, bila memenuhipersyaratan adanya ijma' sukuti, bisa dikatakan sebagai dalil tentang kesepakatanmereka sehingga bisa dikatakan sebagai ijma karena kesepakatan mereka terhadaphukum. Dengan demikian, bisa juga dikatakan sebagai hujah yang qath'ikarenaalasannyajuga menunjukkan adanya ijma'yang tidak bisa dibedakan denganijma’sharih.

Al-Kurhi dari golongan Hanafi dan Al-Amidi dari golongan Syafi'i menyatakanbahwa ijma' sukuti adalah hujjah yang bersifat zhanni. Pendapat merekalah yang kitaanggap lebih baik. Karena diamnya sebagian mujtahid untuk menyatakan pendapatnyakalau memenuhi syarat ijma’ sukuti tidak bisa dikatakan sebagai kesepakatan terhadappara mujtahid lainnya. Tetapi boleh dinyatakan diamnya mereka itu antara menyepakatidan tidak. Sikap tersebut sebagaimana telah dilakukan oleh kaum ulama salaf. Merekatidak melarang untuk menyatakan haq meskipun tidak mampu melaksanakan dan adasebagian yang mengingkarinya.

Contohnya, ketika Mu’adz bin Jabal melaporkan pada Umar bin Khaththabbahwa la bermaksud menghukum wanita hamil yang melakukan zinah, ia berkata,“Seandainya Allah menjadikan kepada kamu keselamatan pada punggungnya(perempuan), maka kamu tidak akan menjadikan bayi perempuan itu jalankeselamatan”, maka Umar berkata: “kalau bukan Mu'adz (yang berkata) maka Umarakan memarahinya”.

Page 64: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Begitu pula ketika seorang perempuan berkata kepada Umar bin Khaththab,bahwa ia mendengar kaum muslimin tidak boleh memberikan mahar pada perempuanmelebihi empat ratus dirham dan mengharuskan agar memasukkan selebihnya kepadabaitul mal. la berkata, “Tidakkah Allah pernah berfirman:

Artinya:“Apakah Umar melarangnya? " Beliau berkata, "perempuan tersebut benar dan Umar salah. "

Dan masih banyak contoh-contoh lainnya yang dapat diketahui dengan menelaahkehidupan mereka. Bila diamnya sebagian mujtahid tidak bisa dikatakan sebagaiketetapan qath'i, tetapi zhanni. maka kehujjahan ijma' sukuti tidak bisa dikatakan qath ’i,melainkan zhanni.

4.3 Kemungkinan adanya ijma’Para ulama berbeda pendapat tentang kemungkinan adanya ijma' dan kewajiban

melaksanakannya. Jumhur berkata. “Ijma'itu bisa terjadi bahkan telah terlaksana”.Sedangkan pengikut Nizam dan golongan Syi'ah menyatakan, ijma' itu tidak mungkinterjadi, dengan mengemukakan beberapa argumen, antara lain:

Pertama, sesungguhnya ijma' yang dimaksudkan oleh jumhur tetntangdiharuskannya adanya kesepakatan semua mujtahid pada suatu masa sehingga harusmemenuhi dua kriteria berikut:1. Mengetahui karakter setiap mujtahid yang dikategorikan mampu untuk

mengadakan ijma’.2. Mengetahui pendapat masing-masing mujtahid tentang permasalahan tersebut.

Kedua hal itu tidak mungkin dapat terlaksana menurut kebiasaan. Kesulitanpertama adalah tidak adanya standar yang pasti untuk menyatakan seseorangdisebut mujtahid ataupun bukan. Kesulitan kedua, sesungguhnya para mujtahid itutidak berada pada suatu tempat, tetapi tersebar di berbagai daerah atau kota.Karena itu. tidaklah mungkin untuk mengumpulkan mereka pada suatu tempatdan mengetahui masing-masing pendapat mereka sehingga tidak mungkin untukmenyatakan pendapat terbaik di antara mereka.

Kedua, ijma' itu harus bersandarkan kepada dalil, baik yang qath'i ataupun yangzhanni. Bila berlandaskan pada dalil yang qath'i,maka tidak diragukan lagi bahwa hal itutidak membutuhkan ijma'. Sebaliknya bila didasarkan pada dalil yang zhanni. dapatdipastikan para ulama akan berbeda pendapat karena masing-masing mujtahid akanmengeluarkan pendapatnya dengan kemampuan berpikir dan daya nalar mereka,disertai berbagai dalil yang menguatkan pendapat mereka.

Itulah beberapa alasan terpenting yang dikemukakan oleh mereka yangmengingkari adanya ijma'. Adapun mereka yang mengakui adanya ijma', memberikanargumen dengan mengemukakan beberapa contoh ijma' yang telah dilakukan oleh para

Page 65: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

65

mujtahid dari golongan sahabat, seperti nenek mendapat seperenam dari harta waris,tidak sahnya perempuan muslim menikah dengan nonmuslim, dan lain-lain.

Menurut mereka, itulah dalil yang jelas menunjukkan adanya ijma' denganperbuatan, sekaligus sebagai petunjuk adanya ijma'. Mereka tidak menjawab berbagaiargumen yang dikemukakan oieii para penoiak ijma secara mendetail, tetapi merasacukup dengan menjawab, "Sesungguhnya hal itu merupakan perumpamaan dankeraguan terhadap perkara yang sudah qath'i,maka janganlah menerimanya danberpaling padanya.”

Metode seperti itu menghilangkan kemurnian dan menyalahi kebenaran, karenakemurnian itu mesti melihat argumen para penolak, menolak argumen yang tidaksesuai dengan kebenaran serta mengakui dalil-dalil yang sesuai dengan kebenaran.

Kalau kita lihat argumen yang dikemukakan oleh para penolak ijma', yaitu dalilmereka nomor dua yang menyatakan bahwa ijma'itu harus berdasarkan pada dalil yangqath'iataupun dalil yang zhanni,dan seterusnya, tidaklah sesuai dengan kenyataan dankebenaran. Sesungguhnya adanya dalil itu tidak bisa menghilangkan adanya ijma',karena meskipun suatu dalil dikatakan qath'i.dalil tersebut belum tentu diketahui olehsemua orang. Terkadang dalam suatu masalah terdapat dalil yang qath'i.tetapi tidakdiketahui masyarakat bany ak. Seperti yang terjadi pada masa Umar bin Khaththab,ketika itu beliau melarang masyarakat untuk memberikan mahar melebihi 400 dirham,dan memerintahkan supaya menyerahkan selebihnya dari jumlah tersebut kepadabaitul mal.Padahal pendapatnya itu bertentangan dengan nash yang membolehkanperbuatan tersebut. Sehingga salah seorang perempuan memperingatkan Umar,"Bagaimana ini, Allah telah memberikan kepada kita, sementara Umar melarangnya?Umar berkata. "Kapan Allah memberikannya? la membacakan ayat:

maka Umar pun mencabut kembali perintahny a.Adapun jika dalam suatu permasalahan terdapat dalil qath’idan semua manusia

mengetahuinya maka tidaklah berarti ijma'itu tidak bermanfaat, tetapi sebaliknyasangatlah berfaedah sebagai penguat dalil dan mencegah adany a perbedaan pendapattentang hukum yang berkaitan dengan dalil tersebut.

Kalau dalam suatu permasalahan terdapat dalil yang zhanniseperti denganqiyasdan hadis ahad,tidaklah mustahil untuk mengadakan ijma' karena beberapa dalilyang zhanniakan menjadi lebih jelas ketetapan hukumnya dan menghilangkanpertentangan serta perbedaan pendapat.

Misalnya, terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah yang mengungguli sahabat-sahabat lainnya, kemudian ijma' menyepakatinya tanpakecuali. Di antara qiyas yang mereka gunakan adalah Rasulullah senantiasamengangkat dia sebagai imam ketika tidak ada Rasul (udzur), sehingga mereka berkata

Page 66: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Rasulullah saja telah rela kepada Abu Bakar terhadap perkara agama, mengapa kitatidak merelakannya terhadap permasalahan dunia.

Argumen pertama mereka yang mengingkari ijma' bisa dianggap betul danrasional, namun tidak bisa digeneralisasikan pada semua zaman, melainkan hanyasesuai untuk beberapa zaman saja. Misalnya pada masa salaf yang terdiri atas dua masayang istimewa. Yang pertama, masanya Abu Bakar dan Umar, Kedua, masa Utsmandan generasi sesudahnya sampai terjadinya penyebaran para ulama.

Pada masa pertama, pemerintahan umat Islam adalah satu. Para mujtahid dapatdiketahui dan dikenal karenajumlah mereka sedikit dan tinggal di satu negara, yaituMadinah. Merekajuga mampu mengetahui beberapa pendapat yang berada di luarMadinah. Maka sangatlah mudah untuk mengetahui jati diri mereka dan untuk memintapendapat mereka ketika dibutuhkan, khususnya pada zaman Umar bin Khaththab.Karena pada masa itu para mujtahid dilarang meninggalkan Madinah, kecuali pada saatmadarat.

Pada masa ini para penentang ijma' tidak mungkin mengingkari keberadaannya,karena setiap ulama tidak pernah mengemukakan pendapat, kecuali pendapat tersebutdiketahui oleh mujtahid lainnya. Bahkan, mereka diundang bermusyawarah untukmembicarakan berbagai hal (ketetapan) yang tidak terdapat dalam nash. Dengandemikian, ketetapan yang dihasilkan mereka menjadi sumber hukum yang diamalkandan ditaati oleh kaum muslimin. Di antaranya ijma’ mereka terhadap kekhalifahan AbuBakar setelah wafatnya Rasulullah SAW.

Pada masa kedua, yaitu zaman Khalifah Utsman bin Affan dan generasisetelahnya, ijma’cukup sulit terjadi apalagi setelah adanya fitnah yang berakhir dengankematian Utsman. Di antara penyebabnya adalah menyebarnya para mujtahid di daerah-daerah taklukan umat Islam. Karena banyaknya jumlah mereka yang menyebarsehingga sangat sulit untuk mengetahui keadaan mereka dan pendapat-pendapatmereka. Selain itu, adanya pergolakan politik dan gejolak lainnya yang menyebabkanterbaginya umat Islam golongan Khawarij, Syiah, dan Jumhuratau lebih dikenal dengansebutan ahli sunah. Itulah di antara beberapa sebabyang menyulitkan adanya ijma' dikalangan kaum muslimin terhadap permasalahan-permasalahan yang membutuhkanketetapan hukum. Padahal sangat banyak permasalahan-permasalahan yang terjadi padamasa itu yang memungkinkan terjadinya perbedaan di antara mereka. Namun, karenasulitnya berkomunikasi antara mereka, tidaklah mudah untuk menetapkan adanya ijma'pada masa itu.

Walaupun begitu, ijma' yang terjadi pada masa itu merupakan hujjah yang wajibdiamalkan, karena keumuman dalil yang menunjukkan kehujjahan ijma' pada setiapmasa.

5. Maksud Ijma' dalam Kitab-Kitab Fiqih

Sebagaimana telah kita ketahui, yang dimaksud ijma' menurut syara' itu antaralain adanya kesepakatan dari semua mujtahid yang hidup dalam satu masa tentangketetapan hukum syara'. Dengan demikian, apabila jumhur ulama menetapkan

Page 67: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

67

kesepakatan yang dilakukan oleh sebagian besar ulama, hal itu tidak termasukketetapan hukum dan tidak dikatakan ijma'.

Di antara mereka ada yang berpendapat tentang kehujjahan ijma' sukuti, tetapitidak sedikit yang menentang, ituiah ketetapan uiania usnui dalam kitab-kitab merekadengan disertai dalil-dalilnya yang kuat. Apakah hal itu harus dijadikan landasan ketikaberijtihad dalam suatu masalah?

Menurut orang-orang yang selalu mengikuti beberapa permasalahan, hasil ijma'itu adakalanya bersumberkan dari sebagian besar para mujtahid, tetapi ada juga yangberasal dari kesepakatan imam madzhab dan terkadang pula berupa ijma'sukuti yangbanyak ditemukan pada fiqihnya madzhab Imam Hanafi. Di antara mereka ada yangberkata bahwa hukum ini telah disepakati oleh Fulan bin Fulan dari golongan mujtahidyang tidak diingkari oleh semuanya. Hal itu menurut mereka termasuk ijma'.

Dengan demikian, sulit sekali untuk menemukan ijma'dalam kitab- kitab fiqihyang betul-betul memenuhi persyaratan ijma' yang akan dijadikan dalil hukum.

Maka tidaklah sah untuk menggantungkan diri kepada kitab-kitab Fiqih yang didalamnya terdapat kata ijma', karena ijma'tersebut mungkin saja hanya kesepakatan paraulama yang ada pada suatu madzhab yang ditulis oleh pengarang kitab.

SOAL LATIHAN1. Jelaskan pengertian ijma'baik secara bahasa maupun istilah!2. Ada berapakah syarat ijma' itu, jelaskan!3. Mengapa yang bersepakat dalam ijma'harus para mujtahid?4. Apakah kesepakatan para ilmuwan tentang penemuan suatu ilmu yang

berhubungan dengan alam bisa disebut ijma’?5. Bedakan antara ijma' sukuti dan ijma ’ sharih!6. Jelaskan kehujjahan ijma'!7. Sebutkan dua dalil yang dikemukakan oleh jumhur tentang kehujjahan ijma'!8. Mengapa Nizham tidak mengakui kehujjahan ijma'?

9. Apakah ijma' itu mungkin terjadi pada setiap zaman, jelaskan!10. Apakah sama istilah ijma' dalam istilah Ushul Fiqih dengan yang ada dalam

Kitab-kitab? Jelaskan dengan singkat!

D. QIYAS

1. Pengertian QiyasQiyasmenurut bahasa ialah pengukuran sesuatu dengan yang lainnya atau

penyamaan sesuatu dengan yang sejenisnya. Ulama ushul fiqih memberikan definisiyang berbeda-beda bergantung pada pandangan mereka terhadap kedudukan qiyasdalamistinbath hukum. Dalam hal ini. mereka terbagi dalam dua golongan berikut ini.

Golongan pertama, menyatakan bahwa qiyasmerupakan ciptaan manusia, yaknipandangan mujtahid. Sebaliknya, menurut golongan kedua, qiyasmerupakan ciptaan syari’.

Page 68: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

yakni merupakan dalil hukum yang berdiri sendiri atau merupakan hujjat ilahiyah yangdibuat Syari' sebagai alat untuk mengetahui suatu hukum. Qiyas ini tetap ada, baikdirancang oleh para mujtahid ataupun tidak. (Abdul Hakim, 1986: 22- 24)

Bertitik tolak pada pandangan masing-masing ulama tersebut maka merekamemberikan definisi qiyassebagai berikut:1. Shadr Asy-Syari’at menyatakan bahwa qiyasadalah pemindahan hukum yang

terdapat pada ashl kepada furu' atas dasar illat yang tidak dapat diketahui denganlogika bahasa.

2. Al-Human menyatakan bahwa qiyasadalah persamaan hukum suatu kasus dengankasus lainnya karena kesamaan illat hukumnya yang tidak dapat diketahui melaluipemahaman bahasa secara murni.

Sebenarnya, masih banyak definisi lainnya yang dibuat oleh para ulama, namunsecara umum qiyasadalah suatu proses penyingkapan kesamaan hukum suatu kasusyang tidak disebutkan dalam suatu nash, dengan suatu hukum yang disebutkan dalamnash karena adanya kesamaan dalam illat-nya.

2. Operasional Qiyas

Operasional penggunaan qiyasdimulai dengan mengeluarkan hukum yang terdapatpada kasus yang memiliki nash. Cara ini memerlukan kerja nalar yang luar biasa dantidak cukup hanya dengan pemahaman makna lafazh saja. Selanjutnya, mujtahidmencari dan meneliti ada tidaknya illat tersebut pada kasus yang tidak ada nash-nya.Apabila ternyata ada illat itu, faqihmenggunakan ketentuan hukum pada kedua kasus ituberdasarkan keadaan illat. Dengan demikian, yang dicari mujtahid di sini adalah illathukum yang terdapat pada nash (hukum pokok).

Selanjutnya, jika illat tersebut ternyata betul-betul terdapat pada kasus-kasus lain,yang tampak bagi mujtahid adalah bahwa ketentuan hukum pada kasus-kasus itu adalahsatu, yaitu ketentuan hukum yang terdapat pada nash (makhshus alaihj menjalar padakasus-kasus lain yang tidak ada nash-nya.

3. Rukun Qiyas

Dari pengertian qiyasyang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa unsurpokok (rukun) qiyasterdiri atas empat unsur yang berikut:1. Ashl (pokok), yaitu suatu peristiwa yang sudah ada nash-nya yang

dijadikan tempat meng-ty/ym-kan. Ini berdasarkan pengertian ashl menurutfuqaha. Sedangkan ashl menurut hukum teolog adalah suatu nash syara' yangmenunjukkan ketentuan hukum, dengan kata lain, suatu nash yang menjadi dasarhukum. Ashl itu disebut juga maqis alaih (yangdijadikan tempat meng-g/ym-kan),mahmul alaih (tempat membandingkan), atau musyahhah hih (tempatmenyerupakan).

2. Far'u (cabang) yaitu peristiwa yang tidak ada nash-nya. Far'u itulah yangdikehendaki untuk disamakan hukumnya dengan ashl. Ia disebut juga maqis(yangdianalogikan) dan musyahhah (yang diserupakan)

Page 69: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

69

3. Hukum Ashl, yaitu hukum syara',yang ditetapkanoleh suatu nash;4. Illat, yaitu suatu sifat yang terdapat pada ashl.Dengan adanya

sifat itulah, ashl mempunyai suatu hukum. Dandengan sifat itupula, terdapat cabang, sehingga hukum cabang itu disamakanlah dengan hukumashl.

4. Qiyas sebagai Sandaran Ijma ’Para ulama berbeda pendapat tentang qiyasapabila dijadikan sandaran ijma’. Di

antara mereka ada yang mengatakan bahwa qiyasitu tidak sah dijadikan dasarijmaDengan argumen bahwa ijma' itu qath'i, sedangkan dalil qiyasadalah zhanni. Menurutkaidah, yang qath’iitu tidak sah didasarkan pada yang zhanni.

Para ulama yang menyatakan bahwa qiyas sah dijadikan sandaran ijma',berargumen bahwa hal itu telah sesuai dengan pendapat sebagian besar ulama. Jugadikarenakan qiyasitu termasuk salah satu dalil syara maka sah dijadikan landasan ijma ’sebagaimana dalil-dalil syara' lainnya.

Para sahabat setelah wafatnya Nabi besar Muhammad SAW. berbeda pendapattentang siapa yang akan dijadikan penggantinya sebagai khalifah. Kemudian merekamemilih Abu Bakar As-Siddiq, karena ketika beliau sakit keras, Rasulullah senantiasamewakilkan Abu Bakar untuk menjadi imam shalat.

Penunjukan Abu Bakar sebagai imam di-qiyas-kan pada penunjukan beliausebagai khalifah dan hal itu disepakati oleh semua sahabat. Dengan demikian, jelaslahbahwa qiyas merupakan landasan hukum bagi ijma'. Adapun mereka yang menyatakanijma' itu adalah dalil qath'i, sedangkan qiyasadalah dalil zhanni tidak bisa diterima, karenakhabar ahad juga termasuk zhanni, tetapi para ulama menyatakan sah dijadikan sandaranijma'. Qiyasyang tadinya berupa dalil zhanni, setelahnya ada ijma’ maka akan jadi qath'ikarena berubah dari pendapat individu menjadi pendapat jamaah.

5. Kehujjahan Qiyas dan Pendapat para UlamaTelah terjadi perbedaan pendapat dalam berhujjah dengan qiyas. ada yang

membolehkannya, ada yang melarangnya, di antara contohnya adalah kifarat bagi yangberbuka puasa dengan sengaja di bulan Ramadhan.

Bagi mereka yang sengaja berbuka pada bulan Ramadhan, apakah diwajibkankifarat sebagaimana diwajibkan kifarat bagi yang sengaja berbuka puasa dengan jima’?

Menurut pendapat Malik, Abu Hanifah dan para penganut keduanya, Tsauri, sertasebagian jemaah, bahwa perbuatan tersebut wajib diganti dengan qadha dan kifarat,berdasarkan hadis Rasulullah SAW. :

Page 70: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:“Telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW. ia berkata, “Celakalahaku, ya Rasulullah. ” Rasulullah bersabda, “Celaka kenapa? ” “Aku telahbersetubuh dengan istriku pada bulan Ramadhan ”. Rasulullah bersabda, “Apakahkamu memiliki sesuatu untuk memerdekaan abid? ” ia menjawab, “tidak. ” Nabibertanya lagi, “Mampukah kamu untuk berpuasa dua bulan berturut-turut? ” Diamenjawab, “ tidak ”. Nabi bersabda lagi, “Apakah kamu mempunyai sesuatu untukdisedekahkan kepada orang miskin? Dia menjawab, “tidak, ” Kemudian dia duduk,

Page 71: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

71

lalu Nabi memberikan kepadanya karung yang di dalamnya terdapat kurma,“Bersedekahlah kamu dengan ini! ”. Dia bertanya,“Apakah aku harusmenyedekahkan kepada orang yang lebih miskin dariku, padahal tidak satukeluargapun di kampungku yang lebih membutuhkan dari keluargaku. ” Nabitertawa dan berkata,“Pergilah dan berilah keluargamu dengan makanan tersebut. ”

(HR. Bukhari dan Muslim)

Mereka berhujjah dengan meng-qiyas-kan makan dan minum dengan jima’.Adapun illat-nya menurut mereka adalah merusak kesucian bulan Ramadhan.

Adapun golongan Zahir tidak mewaj ibkan kifarat kepada orang yang puasanyabatal disebabkan makan dan minum dengan sengaja. Mereka berpendapat bahwahadis tersebut menerangkan tentang ijma' pada bulan Ramadhan, bukanmenerangkan setiap yang membatalkan puasa.

Golongan Syafi’i dan Hambali sependapat dengan pendapat Zahir di atas,yakni tidak adanya kifarat. Hal itu tidak berarti mereka itu tidak menggunakanqiyas,tetapi berpandangan bahwa illat seperti itu tidakcocok. Menurut pendapat mereka, hadis tersebut hanya cocok untuk jima', tidak untukselainnya.

Untuk lebih jelasnya, Imam Syafi’i telah membahasnya dalam kitab Al- Umm;’’Tidak waj ib berkifarat bagi mereka yang sengaja berbuka puasa selain karena denganber-jima baik itu minum, makan, dan sebagainya. Adapun kepada sebagian orang yangberpendapat bahwa wajib kifarat bila mereka berbuka dengan minum, makan, dansebagainya, Syafi’i menjawabnya, “Sunah hanya menerangkan tentang jima’, maka darisiapakah sumbernya yang mengatakan bahwa membatalkan puasa dengan makan danmimun wajib kifarat? Mereka menjawab, “Kami berpendapat demikian dengan meng-gzyos-kan kepada jima’. Imam Safi’i bertanya kembali, “Apakah sama antara makandan minum dengan jima' sehingga boleh men-gzj’o.s-kannya? Mereka menjawab, “Ya!karena sama-sama diharamkan dan membatalkan puasa. Dikatakan kepada mereka,“Apakah setiap yang membatalkan puasa diharuskan menggantinya dengan kifarat?Mereka jawab, “Ya”. Kemudian dikatakan kepada mereka, “Bagaimana dengan orangyang minum obat? Jawabnya, “Tidak ada kifarat dalam hal seperti itu, karena hal itutidak menyegarkan badan. Imam Syafi’i berkata, “Kalian meng-qiyas-kan makankepada jima’ yang diharamkan berbuka dengannya, tetapi tidak ineng-qiyas-kannyapada minum obat dengan alasan bahwa hal itu tidak menyegarkan badan. Kalau begitu,maka memakan sedikit dari buah-buahan tidaklah membatalkan dan tidak wajib kifarat.Karena tidak menyegarkan badan. Bila kita kembali kepada pembahasan fiqih jelaslahbahwa jima’ itu mengurangi kekuatan badan, yakni mengeluarkan sesuatu yangmelemahkan badan, dan bukan memasukkan sesuatu, bagaimana kalian meng-ty/yav-kan sesuatu yang menambah kekuatan badan dengan sesuatu yang mengurangikekuatan badan, bahkan jima ’ itu tidaklah membuat kenyang, tetapi membuat lapar.Jadi, qiyasseperti dianggap tidak sah.

5.1. Kehujjahan Qiyas dalam Hukum dan Perbedaan Metode

Page 72: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Pengambilan Hukum

Masalah ini termasuk hal yang tidak boleh dikesampingkan dalam pembahasanqiyas. Dan tidak berarti bahwa untuk menghindari berhujjah dapat dilakukan denganqiyas. Sebenarnya, para pembicara setiap menyampaikan hukum dengan metodeqiyasharus menyebutkan pula orang yang tidak berhujjah dengan qiyasdanmengembalikkan semua pada hukum.

Dalam beberapa keadaan terjadi, dua kubu dalam penentuan hukum, yangberbeda dalam metode untuk mencapai ketetapan hukum tersebut. Orang-orang yangmenganut adanya qiyasmenetapkan hukum dengan qiyas.Sedangkan mereka yang tidakmengakui adanya qiyas ternyata menggunakan ketetapan hukum yang sama, tetapidengan metode yang berbeda. Berikut ini akan diterangkan beberapa permasalahanuntuk lebih memperjelas hal tersebut.

Ibnu Hazm berkata, ’’Merekatelah berhujjah dengan firman Allah SWT. SuratAn-Nur ayat:

Artinya:“Mereka yang telah menuduh wanita-wanita yang sudah menikah (berbuat zina) danmereka tidak mendatangkan empat orang saksi maka deralah mereka dengan 80 kalidera dan janganlah kamu terima persaksian mereka selamanya. ”

(QS. An-Nur : 4)

Nash tersebut menerangkan tentang hukuman dera bagi mereka yang menuduhzina kepada wanita-wanita yang sudah berkeluarga. Dan hukuman tersebut diberikanjuga kepada orang yang menuduh laki-laki berzina. Metode seperti itu adalah qiyas.

Abu Muhammad berkata, “Kami mewajibkan untuk mendera penuduh laki-lakiberzina sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran dan Sunah. Jika tidak terdapat nashyang jelas, maka kami, tidak menetapkan melalui metode qiyas.Seandainya kamimenggunakan metode qiyas-punmaka hasilnya tidak sama dengan mereka. Dan di bawah ini kami terangkanbagaimana metode kami:

Firman Allah SWT. dalam surat An-Nur ayat 4, tersebut adalah umum. Tidak

Page 73: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

73

boleh A\-takhsish kecuali harus dengan nash atau ijma' Mungkin maksud Allah adalahwanita-wanita yang sudah menikah atau laki-laki yang sudah menikah. Hal seperti itutidaklah termasuk munkar dalam bahasa dimana Al-Quran diturunkan, Allahberfirman dalam surat An-Naba ayat 14:

Artinya:“Dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah. ”

Yang dimaksud mu’shirat dalam ayat di atas adalah ashhab.

Maka maksud Al-muhsonat dalam surat An-Nur tersebut adalah furuj- furujyang sudahmenikah. Padahal kamu semua mengartikannya sebagai wanita yang sudah menikah.Dan kami memperkuat pendapat tersebut dengan dalil yang jelas.

Sesungguhnya furuj itu lebih umum daripada wanita. Dan dimaklumi bahwafuruj adalah alat penghubung antara seorang laki-laki dengan perempuan, denganmenjelaskan firman Allah SWT. dalam surat Al-Mu ’minim ayat 5-6:

Page 74: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:"Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri- istri mereka atau budakyang mereka miliki, maka sesunggunya mereka dalam hal ini tiada tercela. ”pada ayat lain yaitu surat An-Nur: 31, Allah berfirman:

Artinya:"Katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangan merekadan memelihara kemaluan mereka ...Dengan ayat-ayat di atas sahlah bahwa ayat tersebut sebagai perintah untuk menderalaki-laki yang mukhsan dengan dalil-dalil Al-Quran.

Dengan demikian, maka dapatlah dilihat bahwa hukuman mendera untuk orangyang menuduh berzina kepada yang sudah menikah adalah melalui dua metode yangberbeda.1.1. Perbedaan Pendapat tentang Illat di kalangan Jumhur dan Pengaruhnya

Telah dibahas perbedaan pendapat antara penerima dan penolak qiyas,yang telahmenghasilkan beberapa faedah. Sekarang akan dibahas mengenai Jumhur yangmengakui adanya qiyas dan to 7/7. Di kalangan jumhur sendiri, sebenarnya terjadiperbedaan pendapat yang cukup sengit dalam sebagian hukum. Perbedaan pendapat dikalangan.mereka terutama berkaitan dengan illat, yang mempunyai faedah yang banyak.Hal itu telah menghasilkan perbedaan sangat besar dalam masalah furu'. Mungkin j ugaperbedaan tersebut yang mendorong para penolak qiyasuntuk tidak mengakui adanyaqiyas,sebagaimana telah dijelaskan.

SOAL LATIHAN1. Jelaskanlah pengertian qiyasmenurut para ulama ushul!2. Ada berapakah rukun qiyasitu, jelaskan satu per satu!3. Bisakah qiyasdianggap sebagai sumber hukum yang qath 'i?4. Terangkan dengan singkat tentang operasional qiyasbeserta contohnya!5. Bisakah qiyasdijadikan sandaran ijma’? Jelaskan!

6. Jelaskan secara singkat pendapat para ulama tentang kehujjahan qiyas!7. Mengapa Imam Syafi’i mengakui keberadaan qiyas?8. Jelaskan alasan para ulama yang menolak qiyas?9. Berikan contoh hukum yang berdasarkan qiyas?

Page 75: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

75

10. Mengapa perbedaan tentang illat sangat berpengaruh terhadap furu'?

Page 76: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

BAB IIIMETODE IJTIHAD

A. IJTIHAD

1.Pengertian Ijtihad dan PerkembangannyaSecara etimologi, ijtihad diambil dari kata al-jahd atau al-juhd, yang berarti al-

masyaqat(kesulitan dan kesusahan) dan ath-thaqat (kesanggupan dan kemampuan).Dalam Al-Quran disebutkan:

Artinya:... Dan (mencela) orang yang tidak memperoleh (sesuatu untuk disedekahkan) selain

kesanggupan. ”(Q.S. At-Taubah : 79)

Kata al-jahdbeserta seluruh derivasinya menunjukkan pekerjaan yang dilakukanlebih dari biasa dan sulit untuk dilaksanakan atau disenangi. Dalam pengertian inilah,Nabi mengungkapkan kata-kata

Artinya:

'Bacalah salawat padaku dan bersungguh-sungguhlah dalam berdoa. ”

Page 77: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

77

Artinya:"Pada waktu sujud, bersungguh-sungguhlah dalam berdoa. ”

"A'isyah mengatakan bahwa Rasulullah SAW. bersungguh-sungguh dalam beribadah padasepuluh hari terakhir (bulan puasa) yang berbeda dengan hari yang lainnya. ”Demikian pula pada jihad (perang) yang derivasinya sama dengan ijtihad mengandungarti sungguh-sungguh dan tidak disenangi.

Ijtihad adalah masdar dari fiil madzi ijtahada. Penambahan hamzah dan ta' padakata ja-ha-da menjadi ijtahada pada wajan if-ta- a’-la berarti, “usaha itu lebih sungguh-sungguh”. Seperti halnya ka-sa- ba menjadi iktasaba, yang berarti “usaha lebih kuat dansungguh- sungguh.” Oleh sebab itu, ijtihad berarti usaha keras atau pengerahan davaupaya (istifragh al-wus ' atau badzl al-wus ’). Dengan demikian, ijtihad berarti usahamaksimal untuk mendapatkan atau memperoleh sesuatu. Sebaliknya, suatu usahayang dilakukan tidak maksimal dan tidak menggunakan daya upaya yang keras tidakdisebut ijtihad, melainkan daya nalar biasa, ar-ra’y atau at-tafkir.

Dalam istilah fuqaha(para pakar hukum Islam), pada umumnya, ijtihaddibicarakan dalam buku ushul fiqih.Pembicaraan? ya sering dikaitkan dengan hadisyang menjelaskan Mu’adz ibnu Jabal ketika diutus ke Yaman. Pada hadis tersebut,terdapat kata-kata ajtahidu ra’yu.

Adapun definisi ijtihad secara terminologi cukup beragam dikemukakan olehulama ushul fiqih.Namun secara umum adalah sebagai berikut:

Artinya:"Aktivitas untuk memperoleh pengetahuan (istinbath) hukum syara’ dari dalil terperinci dalam

Page 78: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

syari 'at.”Dengan kata lain, ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih

(pakar liqih Islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melaluidalil syara' (agama). Dalam istilah inilah, ijtihad lebih banyak dikenal dan digunakanbahkan banyak para fuqahayang menegaskan bahwa ijtihad itu bisa dilakukan dibidang fiqih.

Pendapat fuqahadan ulama ushul tersebut diperkuat oleh At- Taftazani dan Ar-Ruhawi. Kedua ulama tersebut mengatakan bahwa ijtihad tidak dilakukan dalammasalah qath 'iyat dan masalah ushul addin(akidah) yang wajib dipegang secaramantap. Selain itu. mayoritas ulama ushul fiqihtidak memasukkan masalah akidah padalapangan ijtihad, bahkan mereka melarang untuk ber-ijtihad pada masalah tersebut.Mereka juga beranggapan bahwa orang yang keliru dan salah dalam ijtihad padamasalah akidah dipandang kafir atau fasik.

Imam Malik termasuk ulama yang berpandangan seperti itu. Dia berpendapatbahwa akidah bukan masalah ijtihadiyah dan dia juga menolak pembahasan ayat-ayatmutasyabihat. Dalam hal ini, ia berpegang teguh pada zhahir Al-Quran atau As-Sunnahserta mengimani hal-hal yang ghaib tanpa pembahasan yang mendalam. Iaberpendapat balnva kebenaran mujtahid dalam hal ini adalah satu. Namun, minoritasulama ushul, seperti Al-Kamal Ibnu Al-Hummam dan Ibnu Taimiyyah mengakuiadanya ijtihad dalam akidah.

Sehubungan dengan hal tersebut, kenyataan menunjukkan bahwaijtihaddiberlakukan dalam berbagai bidang, yakni mencakup akidah, mu'amalah (fiqih), danfalsafat. Akan tetapi, yang menjadi permasalahan di sini adalah mengenai kedudukanhasil ijtihad. Persoalan tersebut berawal dari pandangan mereka tentang ruang lingkupqath 'i tidaknya suatu dalil. Ulama ushul memandang dalil-dalil yang berkaitandengan akidah termasuk dalil qath 'i. sehingga di bidang ini tidak dilakukan ijtihad.Mereka mengatakan bahwa kebenaran mujtahid di bidang ilmu kalam hanya satu.Sebaliknya, golongan mutakalimin memandang bahwa di bidang ilmu kalam ituterdapat hal-hal yang zhaniyat, karena ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan denganpersoalan tersebut adalah ayat-ayat mutasyahihat. Oleh karena itu, dalammenyelesaikan persoalan tersebut diperlukan ijtihad. Bahkan, mereka menyatakanbahwa setiap mujtahid itu benar. Kalaupun melakukan kekeliruan, ia tetapmendapatkan pahala. Namun, pendapat tersebut ditolak oleh ulama ushul. Sekalipunsama-sama menyatakan bahwa setiap mujtahid itu benar, namun kebenaran di siniterbatas dalam bidang fiqih.

Menurut Harun Nasution, arti ijtihad seperti yang telah dikemukakan di atasadalah ijtihad dalam arti sempit. Dalam arti luas, menurutnya, ijtihad juga berlaku padabidang politik, akidah, tasawuf, dan falsafat.

Telah kita ketahui bahwa ijtihad telah berkembang sejak zaman Rasul.Sepanjang fiqih mengandung “pengertian tentang hukum syara' yang berkaitan denganperbuatan mukallaf, maka ijtihad akan terus berkembang. Perkembangan itu berkaitandengan perbuatan manusia yang selalu berubah-ubah, baik bentuk maupun macamnya.

Page 79: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

79

Dalam hubungan inilah, Asy-Syahrastani mengatakan bahwa kejadian-kejadian, dankasus-kasus dalam peribadatan dan muamalah (tindakan manusia) termasuk yang tidakdapat dihitung. Secara pasti dapat diketahui bahwa tidak setiap kasus ada nash-nya.Apabila nash-nya sudah berakhir, sedangkan kejadian-kejadiannya berlangsung terustanpa terbatas; dan tatkala sesuatu yang terbatas tidak mungkin dapat mengikuti sesuatuyang tidak terbatas, maka qiyaswajib dipakai sehingga setiap kasus ada ijtihadmengenainya.

Dalam masalah fiqih, ijtihad hi Ar-ra 'yu telah ada sejak zaman Rasulullah SAW.Beliau sendiri memberi izin kepada Mu'adz Ibnu Jabal untuk ber-ijtihad ketika Muadzdiutus ke Yaman. Umar Ibnu Al- Khaththab sering menggunakan ijtihad bi al ra’yuapabila ia tidak menemukan ketentuan hukum dalam Al-Quran dan As-Sunah.Demikian pula para sahabat lainnya dan para tabi’in sehingga pada perkembanganselanjutnya muncul dua golongan yang dikenal dengan golongan ahlar-ra'yu sebagaibandingan golongan ahli hadis. Umar Ibnu Khaththab dipandang sebagai pemuka ahlar-ra’yu.

Demikianlah penggunaan ra’yu terus berlangsung secara alami. Pada zamanImam Syafi’i, cara penggunaan ra’yu itu disistematiskan sehingga ada kerangka acuanyang jelas, seperti apa yang dikenal dengan metode al-qiyas (analogi). Imam Syafi’iyang mula-mula meletakkan persyaratan qiyasyang valid sehingga qiyasitu dapatdijadikan alat penggalian hukum yang sahih.

Setelah Rasulullah wafat dan meninggalkan risalah Islamiyyah yang sempurna,kewajiban berdakwah berpindah pada sahabat. Mereka melaksanakan kewajiban itudengan memperluas wilayah kekuasaan Islam dengan berbagai peperangan. Merekaberhasil menaklukan Persia, Syam, Mesir, dan Afrika Utara. Akibat perluasan wilayahitu, terjadilah akulturasi bangsa dan kebudayaan sehingga muncul berbagai masalahbaru yang memerlukan pemecahan. Keadaan seperti itu mendorong pemuka sahabatuntuk ber-ijtihad.

Upaya pencarian ketentuan hukum tertentu terhadap masalah-masalah baru itudilakukan pemuka sahabat dengan berbagai tahapan. Pertama- tama, mereka berusahamencari hukum itu dari Al-Quran dan apabila hukum itu telah ditemukannya, makaberpegang teguh pada hukum tersebut, walaupun sebelumnya mereka berbedapendapat. Selanjutnya, apabila masalah itu tidak ditemukan dalam Al-Quran, merekamencarinya dalam Al-Hadis dengan cara menggali hadis dan menanyakan hadis yangberkenaan dengan masalah yang tengah dihadapinya kepada para sahabat. Apabilamasalah itu tidak ditemukan dalam hadis tersebut, mereka baru melakukan ijtihad.

2. Dasar Hukum IjtihadIjithad bisa dipandang sebagai salah satu metode untuk menggali sumber hukum

Islam. Yang menjadi landasan dibolehkannya ijtihad banyak sekali, baik melaluipernyataan yang jelas maupun berdasarkan isyarat, di antaranya:

Page 80: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:“Sesungguhnya kami turunkan kitab kepadamu secara hak, agar dapat menghukumi diantara manusia dengan apa yang Allah mengetahui kepadamu."

Dalam ayat tersebut terdapat penetapan ijitihad berdasarkan qiyas.

Artinya:“Sesungguhnya pada hal itu terdapat tanda-tanda bagi orang- orang yang berpikir. ”

2. Adanya keterangan dari sunah, yang membolehkan berijtihad, di antaranya:Hadis yang diriwayatkan oleh Umar:

Artinya:“Jika seorang hakim menghukumi sesuatu, dan benar, maka ia mendapat dua, dan bilasalah maka ia mendapat satu pahala. ’’Dan hadis Mu’adz Ibnu Jabal ketika Rasulullah SAW. mengutusnya ke Yamanuntuk menjadi hakim di Yaman.

Page 81: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

81

Artinya:“Rasulullah SAW. bertanya, “Dengan apa kamu menghukumi? ” Ia menjawab,’’Dengan apa yang ada dalam kitab Allah. Bertanya Rasulullah, ’’Jika kamu tidakmendapatkan dalam kitab Allah? ” Dia menjawab: ”Aku memutuskan dengan apa yangdiputuskan Rasulullah ”. Rasul bertanya lagi, ”,Jika tidak mendapatkan dalam ketetapanRasulullah? ” Berkata Mu ’adz, 'Aku berijtihad dengan pendapatku. ’’Rasulullahbersabda, ”Aku bersyukur kepada Allah yang telah menyepkati utusan dari Rasulul-Nya.”Dan hal itu telah diikuti oleh para sahabat setelah Nabi wafat. Mereka selalu

berijtihad jika menemukan suatu masalah baru yang tidak terdapat dalam AL-Qur’andan Sunnah Rasul.

Macam-macam IjtihadDi kalangan ulama, terjadi perbedaan pendapat mengenai masalah ijtihad. Imam

Syafi’i menyamakan ijtihad dengan qiyas, yakni dua nama, tetapi maksudnya satu. Diatidak mengakui ra'yu yang didasarkan pada istihsan atau maslahah mursalah. Sementaraitu, para ulama lainnyamemiliki pandangan lebih luas tentang ijtihad. Menurut mereka, ijtihad itu mencakupra’yu, qiyas, dan akal. (DaWalibi : 37)

Pemahaman mereka tentang ra’yu sebagaimana yang diungkapkan oleh parasahabat, yaitu mengamalkan apa-apa yang dipandang maslahat oleh seorang mujtahid,atau setidak-tidaknya mendekati syari'at, tanpa melihat apakah hal itu ada dasarnya atautidak (Al-Khadry : 126). Berdasarkan pendapat tersebut, Dr. Dawalibi membagi ijtihadmenjadi tiga bagian, yang sebagiannya sesuai dengan pendapat Asy-Syatibi dalam kitabAl-Muwafaqat, yaitu:a. Ijtihad Al-Batani, yaitu ijtihad untuk menjelaskan hukum-hukum syara ’ dari nash.

Page 82: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

b. Ijtihad Al-qiyasi, yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat dalam Al-Quran dan As-Sunah dengan menggunakan metode qiyas.

c. Ijtihad al-istishlah, yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat dalamAl-Quran dan As-Sunah dengan menggunakan ra’yu berdasarkan kaidah istishlah.

Pembagian di atas masih belum sempurna, seperti yang diungkapkan olehMuhammad Taqiyu al-Hakim dengan mengemukakan beberapa alasan, di antaranyajami ’ wal mani. Menurutnya, ijtihad itu dapat dibagi menjadi dua bagian saja, yaitu:1. Ijtihadal-aqli, yaitu ijtihad yang hujjahnya didasarkan pada akal, tidak

menggunakan dalil syara'. Mujtahid dibebaskan untuk berpikir, dengan mengikutikaidah-kaidah yang pasti. Misalnya, menjaga kemadaratan, hukuman itu jelekbila tidak disertai penjelasan, dan lain-lain.

2. Ijtihad syari', yaitu ijtihad yang didasarkan pada syara’, termasuk dalam pembagianini adalah ijma’, qiyas, istihsan. Istishlah, ‘urf, istishhab, dan lain-lain.

4. Syarat-Syarat IjtihadUlama ushul berbeda pendapat dalam menetapkansyarat-syarat

ijtihad atau syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid (orang yangmelakukan ijtihad). Secara umum, pendapat mereka tentang persyaratan seorangmujtahid dapat disimpulkan sebagai berikut:a. Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-Quran,

baik menurut bahasa maupun syari'ah. Akan tetapi, tidak disyaratkan harusmenghapalnya, melainkan cukup mengetahui letak-letaknya saja, sehinggamemudahkan baginya apabila ia membutuhkan. Imam Ghazali, Ibnu Arabi, danAr-Razi membatasi ayat-ayat hukum tersebut sebanyak lima ratus ayat.

b. Menguasai dan mengetahui hadis-hadis tentang hukum, baik menurut bahasamaupun syari'at. Akan tetapi, tidak disyaratkan harus menghapalnya, melainkancukup mengetahui letak-letaknya secara pasti, untuk memudahkannya jika iamembutuhkannya. Ibnu Arabi membatasinya sebanyak 3000 hadis. Menurut IbnuHanbal, dasar ilmu yang berkailan dengan hadis Nabi berjumlah sekitar 1.200hadis. Oleh karena itu. pembatasan tersebut dinilai tidak tepat karena hadis-hadishukum itu tersebar dalam berbagai kitab yang berbeda-beda.

Menurut Asy-Svaukani. seorang mujtahid harus mengetahui kitab-kitab yangmenghimpun hadis dan bisa membukanya dengan cepat, misalnya denganmenggunakan kamus hadis. Seiain itu, ia pun harus mengetahui persambungansanad dalam hadis. (Asy- Syaukani: 221)

Sedangkan menurut At-Taftaji, sebaiknya mujtahid mengambil referensidari kitab-kitab yang sudah mashyur kesahihannya, seperti Bukhari, Muslim,Baghawi, dan lain-lain. (Taftazi. 11 : 117)

c. Mengetahui nasakh dan mansukh dari Al-Quran dan As-Sunah, supaya tidak salahdalam menetapkan hukum, namun tidak disyaratkan harus menghapalnya. Diantara kitab-kitab yang bisa dijadikan rujukan dalam nasakh dan mansukh adalahkitab karangan Ibnu Khujaimah. Abi Ja'far An-Nuhas, Ibnu Jauzi, Ibnu Hajm, dan

Page 83: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

83

lain-lain.d. Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijma’ ulama, sehingga

ijtihad-nya tidak bertentangan dengan ijma '. Kitab yang bisa djadikan rujukan diantaranya Kitab Maratibu al-Ijma' (Ibn Hajm).

e. Mengetahui qiyasdan berbagai persyaratannya serta meng-istinbat-nva, karena qiyasmerupakan kaidah dalam berijtihad.

f. Mengetahui bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitandengan bahasa, serta berbagai problematikanya. Hal ini antara lainkarena Al-Quran dan As-Sunah ditulis dengan bahasa Arab. Namun, tidakdisyaratkan untuk betul-betul menguasainya atau menjadi ahlinya, melainkansekurang-kurangnya mengetahui maksud yang dikandung dari Al-Quran atauAl-Hadis. (Al-Amidi: 140)

g. Mengetahui Ilmu Ushul Fiqihyang merupakan fondasi dari ijtihad. Bahkan,menurut Fakhru Ar-Razi. ilmu yang paling penting dalam ber-ijtihad adalahilmu Ushul Fiqih.

h. Mengetahui maqashidu Asy-Syari’ah (tujuan syari'at) secara umum, karenabagaimanapun juga syari'at itu berkaitan dengan maqashidu Asy-Syari 'ah ataurahasia disyari'atkannya suatu hukum. Sebaiknya, mengambil rujukan padaisitihsan, maslahah mursalah. urf, dan sebagainya yang menggunakan maqashiduAsy- Syari’ah sebagai standarnya.

Maksud dari maqashidu al-Syari’ah, antara lain menjaga kemaslahatanmanusia dan menjauhkan dari kemadaratan. Namun, standarnya adalah syara’,bukan kehendak manusia, karena manusia tidak jarang menganggap yang hakmenjadi tidak hak dan sebaiiknya.

5. Objek IjtihadMenurut Al-Ghazali, objek ijtihad adalah setiap hukum syara’ yang tidak

memiliki dalil yangqathi’.Dari pendapatnya itu, diketahui ada permasalahan yangtidak bisa dijadikan objek ijtihad.

Dengan demikian, syari'at Islam dalam kaitannya dengan ijtihad terbagi dalamdua bagian:1. Syari’at yang tidak boleh dijadikan lapangan ijtihad, yaitu hukum-

hukum yang telah dimaklumi sebagai landasan pokok Islam, yang berdasarkanpada dalil-dalil yang qathi’,seperti kewajiban melaksanakan shalat, zakat, puasa,ibadah haji, atau haramnya melakukan zina, mencuri, dan-lain-lain. Semua itutelah ditetapkan hukumnya di dalam Al-Quran dan As-Sunah.Kewajiban shalat dan zakat berdasarkan firman Allah SWT.

Page 84: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:"Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat ... "

(QS. An-Nur - 56)Ayat tersebut tidak boleh dijadikan lapangan ijtihad untuk mengetahui maksudshalat.

2. Syari'at yang bisa dijadikan lapangan ijtihad, yaitu hukum yang didasarkan pada dalil-dalil yang bersifat zhanni. baik maksudnya, petunjuknya, ataupun eksistensinya(tsubut), serta hukum-hukum yang belum ada nash-nya dan ijma’ para ulama.

Apabila ada nash yang keberadaannya masih zhanni. hadis ahad misalnya,maka yang menjadi lapangan ijtihad di antaranya adalah meneliti bagaimanasanadnya, derajat para perawinya, dan lain-lain.

Dan nash yang petunjuknya masih zhanni, maka yang menjadi lapanganijtihad, antara lain bagaimana maksud dari nash tersebut, misalnya denganmemakai kaidah ‘am, khas, mutlacj muqayyad,dan lain-lain.

Sedangkan terhadap permasalahan yang tidak ada nash- nya, maka yangmenjadi lapangan ijtihad adalah dengan cara menggunakan kaidah-kaidah yangbersumber dari akal, seperti qiyas, istihsan, maslahah mursalah, dan lain-lainNamun, permasalahan ini banyak diperdebatkan di kalangan para ulama.

6. Hukum Melakukan Ijtihad

Menurut para ulama, bagi seseorang yang sudah memenuhi persyaratan ijtihad diatas, ada lima hukum yang bisa dikenakan pada orang tersebut berkenaan dengan ijtihad,yaitu:

a. Orang tersebut dihukumi fardu ain untuk berijtihad apabila ada permasalahan yangmenimpa dirinya, dan harus mengamalkan hasil dari ijtihad-nya dan tidak boleh taqlidkepada orang lain. Karena hukum ijithad itu sama dengan hukum Allah terhadappermasalahan yang ia yakini bahwa hal itu termasuk hukum Allah,

b. Juga dihukumi fardu 'ain jika ditanyakan tentang suatu permasalahan yang belum adahukumnya. Karena jika tidak segera dijawab, dikhawatirkan akan terjadi kesalahandalam melaksanakan hukum tersebut atau habis waktunya dalam mengetahui kejadiantersebut.c.Dihukumi fardu kifayah, jika permasalahan yang diajukan kepadanya tidak dikhawatirkan

akan habis waktunya, atau ada orang lain selain dirinya yang sama-sama memenuhisyarat sebagai seorang mujtahid.

d.Dihukumi sunah apabila ber-ijtihad terhadap permasalahan yangbaru, baik ditanyaataupun tidak.

e.Dihukumi haram apabila bar-ijtihad terhadap permasalahan yangsudah ditetapkansecara qalthi'sehingga hasil ijltihad-nya itu bertentangan dengan dalil syara ’.

7. TingkatanMujtahid

Page 85: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

85

Dalam membicarakan masalah tingkatan ijtihad, tidak terlepas dari perbedaanpendapat di kalangan para ulama ushul tentang telah tertutupnya menurut pintu ijithad.

Menurut As-Suyuthi “Umat sekarang (pada zamannya) telah terjebak padapemikiran bahwa mujtahid mutlaqitu sudah tidak ada lagi dan yang ada sekaranghanyalah mujtahid muqayyad.Pernyataan seperti itu adalah salah besar dan tidak sesuaidengan pendapat para ulama. Mereka tidak mengetahui apa sebenarnya perbedaanantara mujtahid mutlaq, mujtahid muqayyad,dan mujtahid muntasib yang semuanyaberbeda.

Adapun tingkatan para mujtahid, menurut para ulama, di antaranya menurut ImamNawawi Ibnu Shalah dan lain-lain, terbagi dalam lima tingkatan:1. Mujtahid mustaqil

Adalah seorang mujtahid yang bebas menggunakan kaidah-kaidah yang ia buatsendiri, dia menyusun flqih-nya sendiri yang berbeda dengan madzhab yang ada.Menurut As-Suyuthi, tingkatan ini sudah tidak ada lagi.

2.Mujtahid mutlaq ghairu mustaqilAdalah orang yang memiliki kriteria seperti mujtahid mustaqil, namun dia tidakmenciptakan sendiri kaidah-kaidahnya, tetapi mengikuti metode salah satu imammadzhab. Dia bisa disebut juga sebagai mnthlaq muntasib, tidak mustaqil.tetapi jugatidak terikat, karena dia tidak dikategorikan taqlidkepada imamnya, melainkanmengikuti jalan yang ditempuh imamnya. Di antaranya Abu Yusuf danMuhammad Jafar dari Hanafiyah.

3. Mujtahid Muqayyad/ Mujtahid TakhrijAdalah mujtahid yang terikat oleh madzhab imamnya. Memang dia diberikebebasan dalam menentukan berbagai landasannya berdasarkan dalil, tetapi tidakboleh keluar dari kaidah-kaidah yang telah dipakai imamnya. Di antaranya Hasanbin Ziyad dari golongan Hanafi, Ibnu Qayyim dan Asyhab dari golongan Maliki,serta Al- Buwaiti dan Majani dari golongan Syafi'i.

4. Mujtahid TarjihAdalah mujtahid yang belum sampai derajatnya pada mujtahid takhrij. tetapimenurut Imam Nawawi dalam kitab Majmit'. mujtahid ini sangat faqih, hapalkaidah-kaidah imamnya, mengetahui dalil-dalilnya, cara memutuskan hukumnya,dia juga mengetahui bagaimana cara mencari dalil yang lebih kuat, dan lain-lain.Tetapi kalau dibandingkan dengan tingkatan mujtahid di atas, dalam mengetahuikaidah-kaidah imamnya, ia tergolong masih kurang. Di antaranya. Ai-Qaduri danpengarang kitab AI- Hidayah dalam madzhab Hanafi.

5. Mujtahid FatwaAdalah orang yang hapal dan paham terhadap kaidah-kaidah imam madzhab,mampu menguasai permasalahan yang sudah jelas atau yang sulit, namun diamasih lemah dalam menetapkan suatu putusan berdasarkan dalil serta lemahdalam menetapkan qiyas.Menurut Imam Nawawi, "Tingkatan ini dalam fatwanya sangat bergantungkepada fatwa-fatwa yang telah disusun oleh imam madzhab, serta berbagai cabang

Page 86: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

yang ada dalam madzhab tersebut."8. Terbuka dan Tertutupnya Pintu Ijtihad

Pada abad 4 Hijriyah, Daulah Islam iyah terbagi-bagi kepada beberapa negara. Halitu menyebabkan lemahnya kekuatan umat Islam, karena hubungan di antara negara-negara tersebut menjadi terputus. Selain itu, perkembangan keilmuan dan kebebasanberpikir pun menjadi lemah. Hal itu menyebabkan timbulnya sikap loyal (ta'asuh) danfanatik yang sangat berlebihan para ulama pada saat itu terhadap madzhab mereka danmenjadikan mereka kurang percaya diri terhadap kemampuan mereka sendiri. Selainitu, di antara mereka pun sering terjadi perdebatan dan Perpecahan sehinggamenyebabkan tidak tuntasnya berbagai permasalahan yang dihadapkan kepada mereka,dan mereka disibukkan dengan upaya menyusun berbagai kitab madzhab, bahkanmerasa cukup dengan membuat berbagai ringkasan dari kitab-kitab imam madzhabmereka. Dan yang lebih parah lagi, mereka terlalu khawatir menyalahi berbagaiketetapan yang telah ditetapkan oleh Imam madzhab. Semua itu menyebabkan merekaberpendirian bahwa pintu ijtihad telah tertutup, dan merasa bahwa mereka bukan ahliijtihad. (Al-Khudri: 319, As-Subki : 119).

Kalau dicermati secara saksama, pendapat mereka tentang tertutupnya pintuijtihad tiada lain karena dipengaruhi oleh perkembangan politik pada masa itu, danadanya perasaan bahwa ijtihad tidak diperlukan lagi, baik karena ketidakmampuanmereka ataupun karena mereka merasa sudah cukup dengan ijtihad yang telah dilakukanoleh para ulama terdahulu. Padahal kalau dikembalikan kepada syari'at Islam, tidak adasatu dalil pun yang menyatakan bahwa pintu ijtihad itu telah tertutup. Pernyataan bahwapintu ijtihad telah tertutup hanya didasarkan pada kepicikan cara berpikir mereka.

Para ulama dari golongan syi'ah berpendapat bahwa pernyataan tentangtertutupnya pintu ijtihad dan adanya pembatasan dalam berpikir pada abad keempatadalah kesalahan besar. Padahal tiga abad sebelumnya pintu ijtihad selalu terbuka, yangmenyebabkan berkembangnya keilmuan dan semakin menyebarkan syari’at. (Hasyim:359). Dengan demikian, di kalangan Syi’ah, pintu ijtihad selalu terbuka bagi merekayang ahli.

Memang demikianlah seharusnya, tidak ada alasan untuk membatasi pemikiranuntuk ber-ijtihad, apalagi perkembangan zaman yang semakin pesat, sehingga seringkalimenimbulkan permasalahan baru yang sangat memerlukan ijtihad untuk pemecahannya.

Menurut Imam Suyuthi, sebenarnya para ulama dari setiap madzhab telah sepakatbahwa ijtihad itu hukumnya wajib dan taqlid adalah perbuatan tercela. Mereka punmelarang umat Islam untuk taqlid buta kepada pendapat mereka tanpa berpikir danmenyelidiki terlebih dahulu terhadap apa-apa yang telah difatwakan.

Menurut Al-Baghawi dan Asy-Syahrastani. dihukumi dosa jika tidak ada seorangpun dari kaum muslimin yang mempelajari fatwa para ulama terdahulu. Hal itudianggap meremehkan hukum syara ’. di samping semakin berkembangnyapermasalahan yang tidak sama dengan waktu- waktu tertentu, yang sudah pastimemerlukan ijtihad untuk memecahkannya.

Page 87: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

87

SOAL LATIHAN1. Jelaskan pengertian ijtihad, baik secara etimologi maupun terminologi!2. Sebutkan dasar hukum ijtihad!3. Kapan istilah ijtihad dikenal di dunia Islam?4. Ada berapa macamkah ijtihad itu? Jelaskan!5. Bolehkah setiap orang melakukan ijtihad, apa sajakah syarat - syarat ijtihad itu?6. Lapangan mana sajakah yang boleh di-ijtihad-i?7. Bolehkah seseorang melakukan ijtihad, apakah hukumnya ber- ijtihad bagi orang

yang sudah memenuhi syarat-syarat ijtihad?8. Ada berapakah tingkatan mujtahid? Jelaskan!9. Mengapa ada segolongan ulama yang menyatakan bahwa ijtihad telah tertutup?10. Berikan contoh masalah yang merupakan hasil ijtihad dari seorang

mujtahidmuthlaqyang masih dilakukan umat Islam masa sekarang!

B. ISTIHSAN

1. Pengertian dan Hakikat IstihsanSecara harfiyah, istihsan diartikan meminta berbuat kebaikan, yakni

menghitung-hitung sesuatu dan menganggapnya kebaikan. (Kamus Lisanal-Arab)

Menurut Istilah ulama ushul, istishan adalah sebagai berikut ini.1. Menurut Al-Ghazali dalam kitabnya Al-Mustashfa juz I : 137, "Istihsan adalah

semua hal yang dianggap baik oleh mujtahid menurut akalnya.”2. Al-Muwafiq Ibnu Qudamah Al-Hambali berkata, "Istihsan adalah suatu keadilan

terhadap hukum dan pandangannya karena adanya dalil tertentu dari Al-Qurandan As-Sunah.”

3. Abu Ishaq Asy-Syatibi dalam madzhab Al-Maliki berkata, "Istihsan adalahpengambilan suatu kemaslahahan yang bersifat juz’i dalam menanggapi dalilyang bersifat global.”

4. Menurut Al-Hasan Al-Kurkhi Al-Hanafi, "Istihsan adalah perbuatan adil terhadapsuatu permasalahan hukum denganmemandang hukum yang lain, karena adanya suatu yang lebih kuat yangmembutuhkan keadilan.”

5. Menurut Muhammad Abu Zahrah, “Definisi yang lebih baik adalah menurut Al-Hasan Al-Kurkhi di atas.”

6. Sebagian ulama yang lainnya mengatakan bahwa istihsan adalah perbuatan adildalam hukum yang menggunakan dalil adat untuk kemaslahatan manusia, danlain-lain.

2. Kehujjahan Istihsan dan Pandangan Para Ulama

2.1 Ulama Hanafiyah

Page 88: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Abu Zahrah berpendapat bahwa Abu Hanifah banyak sekali menggunakanistihsan. Begitu pula dalam keterangan yang ditulis dalam beberapa kitab Ushul yangmenyebutkan bahwa Hanafiyah mengakui adanya istihsan. Bahkan, dalam beberapakitab fiqhnya banyak sekali terdapat permasalahan yang menyangkut istihsan.

2.2 Ulama MalikiyahAsy- Syatibi berkata bahwa sesungguhnya istihsan itu dianggap dalil yang kuat

dalam hukum sebagaimana pendapat Imam Maliki dan Imam Abu Hanifah. Begitu pulamenurut Abu Zahrah, bahwa Imam Malik sering berfatwa dengan menggunakanistihsan.

2.3 Ulama HanabilahDalam beberapa kitab Ushul disebutkan bahwa golongan Hanabilah mengakui

adanya istihsan, sebagaimana dikatakan oleh Imam Al Amudi dan Ibnu Hazib. Akantetapi, Al-Jalal al-Mahalli dalam kitab Syarh Al- Jam ’Al-Jawami ’ mengatakan bahwaistihsan itu diakui oleh Abu Hanifah, namun ulama yang lain mengingkarinya termasukdi dalamnya golongan Hanabilah.

2.4 Ulama Syafi’iyahGolongan Al Syafi’i secara mashyur tidak mengakui adanya istihsan, dan mereka

betul-betul menjauhi untuk menggunakannya dalam istinbat hukum dan tidakmenggunakannya sebagai dalil. Bahkan, Imam Syafi’ i berkata “Barang siapa yangmenggunakan istihsan berarti ia telah membuat syari’at.” Beliau juga berkata, “Segalaurusan itu telah diatur oleh Allah SWT., setidaknya ada yang menyerupainya sehinggadiboleh- kan menggunakan qiyas, namun tidak dibolehkan menggunakan istihsan.

Di bawah ini akan diberikan beberapa contoh tentang pengaruh Istihsan dalammasalah Fiqih;3. 1 Lelaki yang Menghadap Perempuan dalam Shalat

Berdasarkan sunah, para ulama sepakat bahwa apabila laki-laki dan perempuanmelakukan shalat berjama’ah, maka perempuan berada di barisan belakang laki-laki.Tetapi mereka berbeda pendapat, mengenai seorang perempuan yang melaksanakanshalat berjama’ah berada tepat pada barisan laki-laki atau laki-laki yang melaksanakanshalat berjama’ah tepat berada pada barisan perempuan.1. Abu Hanifah dan sahabat-sahabatnya berpendapat, bahwa

dianggap rusak shalat seorang laki-laki yang menghadap (berada di belakang)perempuan, dan tidak dianggap rusak shalat perempuan yang menghadap (beradadi belakang) laki-laki. Dalam kitab Bidayah Al-Mubtadi (255:1), ia mengatakanbahwa apabila di hadapan laki-laki itu terdapat seorang perempuan dan keduanyasama-sama dalam satu shalat, maka shalat laki-laki itu adalah fasad (rusak) jika iabertekad/niat menjadikannya (perempuan) sebagai imam.

2. Imam yang tiga (Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad), berpendapat bahwa shalattersebut adalah makruh, namun shalat salah satu di antara mereka, baik laki-lakimaupun perempuan tidaklah rusak. Dalam Syarh Al-Kabir (333:1) dinyatakanbahwa shalat seorang laki-laki yang berada di antara barisan perempuan dan atau

Page 89: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

89

sebaliknya adalah makruh. Dan dalam kitab Al-Hasysyiyat dipertegas bahwa baiklaki-laki yang menghadap (di belakang) perempuan maupun perempuan yangmenghadap (di belakang) laki- laki adalah makruh.

3. Dalam kitab Al-Umm (150:1), Imam Asy-Syafi’i menyatakan bahwa apabilaseseorang bermakmum kepada seorang laki-laki dan kepada seorang perempuan,sedangkan perempuan tersebut berdiri di belakang imam, dan laki-laki berada dibelakang perempuan atau perempuan tersebut berdiri di samping imam, kemudianlaki-laki itu bermakmum kepadanya dan ia berada di samping perempuan tersebutmaka shalat bagi perempuan, laki- laki, dan imam tersebut adalah makruh, namunshalat salah satu di antara mereka tidak rusak.

4. Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni(150:1), berpendapatbahwa jika terdapat seorang perempuan yang melaksanakan shalat pada barisanlaki-laki, maka shalatnya itu adalah makruh, namun tidak menjadikannya batal.

Di antara argumen yang dikemukakan oleh para para ulama di atas adalahsebagai berikut:a. Landasan madzhab Hanafi atas pendapat mereka mengenai rusaknya shalat

seorang laki yang berhadapan dengan perempuan adalah istihsan.Alasanistihsanitu berdasarkan perintah dari Rasulullah untuk mendahulukan laki-lakidan mengakhirkan perempuan dalam shalat. karena apabila laki-laki diakhirkanatau shalatnya menghadap kepada perempuan, maka ia dianggap tertinggal shalatfardu dan shalatnya pun menjadi rusak. Perintah yang dimaksud adalah sabdaRasulullah SAW. yang berbunyi, “Akhirkanlah mereka (perempuan) sepertihalnya Allah inengakhirkannya ”.

b. Alasan ulama yang menyatakan shalatnya makruhadalah mereka menganalogikankeadaan shalat dengan sesuatu yangterjadi di luar shalat, maka shalatnya tidaklahbatal menurut ijma'.Hal tersebut didasari oleh praktek yang dilakukan olehRasulullah SAW. yaitu ketika Rasulullah sedang melaksanakan shalat, sementara'Aisyah tertidur di hadapannya.

c. Dalam kitab Al-Umm(150-151), Asy-Syafi'i mengatakan bahwa sesungguhny aapa yang aku katakan ini di informasikan pula oleh Ibnu 'Uyainah kepadaku dariZuhri dari “Urwah dari 'Aisyah ia berkata, "Ketika Rasulullah sedangmelaksanakan shalat malam, sedang aku berbaring antara beliau dan arah kiblatseperti berbaringnya jenazah. Asy-Syafi’i berkata, “Jika seorang perempuan yang berada di hadapannya tidak merusak laki-laki yang sedang shalat, makaperempuan tersebut, baik di kanan atau kiri laki-laki itu tidak merusak shalatlaki-laki itu", (lihat Al-Mughni. hal 150, jilid II).

3.2 Zakat Seluruh Harta Tanpa NiatPara ulama sepakat bahwa tidak diperbolehkan melaksanakan zakat tanpa

dibarengi oleh niat untuk memisahkan ukuran yang wajib dizakati.Akan tetapi, mereka berbeda pendapat mengenai kepada siapa sebenarnyadiwajibkannya zakat atau bersedekah seluruh hartanya bila tidak disertainiat. Apakah kewajiban zakatnya menjadi gugur atau tetap berada pada

Page 90: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

tanggung jawabnya?a. Asy-Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwa kewajiban tersebut tidak gugur. Dalam

kitab Al-Majnni '(191:6) dikatakan bahwa jika seseorang menyedekahkan(menzakatkan) seluruh hartanya dengan tidak disertai niat zakat, maka zakattersebut tidak gugur.

b. Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni (377: 2), mengatakan bahwa walaupunhukum seseorang menyedekahkan semua hartanya itu adalah sunah, tetapi jika iatidak berniat zakat, maka ia tetap tidak mendapatkan pahala zakat.

c. Abu Hanifah dan rekan-rekannya berpendapat bahwa zakat tersebut adalah gugur.Ia menyatakan dalam kitab Al-Hidayah (493:1) bahwa barang siapa yang berzakatdengan seluruh hartanya, tetapi ia tidak menyertainya dengan niat zakat makagugurlah kewajibannya.

Di antara argumen yang dikemukakan oleh mereka adalah:a. Alasan mereka yang mengatakan bahwa kewajiban zakat itu tidak gugur karena

orang tersebut belum berniat dengan apa yang disedekahkannya itu untukmembayar hal yang wajib/fardu. Maka zakatnya tidak gugur. Merekamenganalogikan hal tersebut pada shalat, yaitu jika seseorang melakukan shalatseperti apa yang ia kehendaki dan ia tidak berniat shalat fardhu atas shalatnya itumaka shalatnya tidaklah gugur sebelum ia melakukan shalat tersebut dengan niatshalat fardhu. Sedekah tersebut bisa jatuh pada fardhu juga sunah. Oleh karenaitu. niatnya harus ditentukan.

b. Asy-Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm( 18 : 2 ) , mengatakan bahwa apabila dalambersedekah itu tidak ditentukan fardu dan sunahnya, maka sebenarnya AllahSWT. itu sangat mengetahui akan hal itu.

c. Dalam kitab Al-Majmu' ( 1 9 1 :6 ) , An-Nawaw i mengatakan bahwa perbuatantersebut tidak murni sebagai fardu dan juga tidak sah, seperti halnya shalat.

d. Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mugni (377:2) berpendapat bahwa menyedekahkan (zakat) semua harta dengan tidak disertai niat zakat adalahtidak sah, karena tidak disertai dengan niat fardu.Perbuatan tersebut juga tidak mendapatkan pahala. Hal tersebut sama halnyaapabila seseorang melakukan shalat 100 (seratus) raka’attanpa menentukan niatbahwa shalat tersebut adalah shalat fardu atau shalat sunat,

e. Alasan golongan Hanafi mengenai gugurnya kewajiban itu adalah istihsan.Pengarang kitab al- 'Inayah (126 :5) berpendapat bahwa berdasarkanqiyas,kewajiban tersebut tidak gugur, karena sunah dan fardu keduanyamerupakan syari'at. Oleh karena itu, harus ditentukan seperti dalam shalat.

Alasan menurut dalil istihsan tentang zakat tersebut adalah setelah jelasnyakewajiban tentang bagian dari seluruh hartanya, yaitu 4/10. dan ukuran tersebutmerupakan ketentuan dari keseluruhan. Apabila sesuatu telah ditentukan, maka tidakperlu penentuan lagi, karena adanya fardu itu telah membayar keseluruhan danpenentuan kefarduan itu sendiri untuk mempersempit antara bagian yang harus

Page 91: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

91

dilaksanakan dengan bagian yang lainnya.

SOAL LATIHAN

1. jelaskan Pengertian istihsan secara harliyah!

2. Bagaimanakah pendapat Imam Al-Ghazali dan Abu Ishaq Asy- Syatibi tentangIstihsan!

3. Jelaskan kehujjahan istihsan menurut pendapat ulama Hanafiyah dan Al-Hanabilah!

4. Apakah Imam Syafi7i menerima istihsan? Jelaskan!

5. Adakah perbedaan pendapat antara Al-Hanabilah dan Asy- Syafriyah dalammemandang kehujjahan iistihsan?

6. Sejauh manakah pengaruh istihsan terhadap masalah fiqih?

7. Bagaimanakah pengaruh Istihsan dalam masalah fiqih?

8. Mengapa laki-laki tidak boleh bermakmum di belakang perempuan? Jelaskanalasannya menurut Imam Asy-Syafi'i!

9. Bagaimanakah pendapat para ulama tentang menzakatkan tanpa niat melaluimetode istihsan?

10. Berikan contoh istihsan menurut Anda yang terjadi di masyarakat sekarang ini!

Page 92: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

A. AL-MASHLAHAH AL-MURSALAH

1. Pengertian A l-Maslah ah A l-Mursalah1.1 Menurut Bahasa

Dari segi bahasa, kata al-maslahah adalah seperti lafazh al- manfa 'at. baik artinyaataupun wajan-nya (timbangan kata), yaitu kalimat mashdar yang sama artinya dengankalimat ash-Shalah, seperti halnya lafazh al-manfa’at sama artinya dengan al-naf’u.

Bisa juga dikatakan bahwa al-mashlahah itu merupakan bentuk tunggal (mufrad)dari kata al-mashalih. Pengarang Kamus Lisan Al- ’Arah menjelaskan dua arti, yaitu al-mashlahah yang berarti al-shalah dan al-mashlahah yang berarti bentuk tunggal dari al-mashalih. Semuanya mengandung arti adanya manfaat baik secara asal maupun melaluisuatu proses, seperti menghasilkan kenikmatan dan faedah, ataupun pencegahan danpenjagaan, seperti menjauhi kemadaratan dan penyakit. Semua itu bisa dikatakanmashlahah.

Manfaat yang dimaksud oleh pembuat hukum syara' (Allah) adalah sifat menjagaagama, jiwa, akal, keturunan, dan hartanya untuk mencapai ketertiban nyata antaraPencipta dan makhluk-Nya.

Manfaat itu adalah kenikmatan atau sesuatu yang akan mengantarkan kepadakenikmatan. Dengan kata lain, tahshil al-ibcja. Maksud tahsil adalah penghimpunankenikmatan secara langsung, sedangkan yang dimaksud dengan ibqa adalah penjagaanterhadap kenikmatan tersebut dengan cara menjaganya dari kemadaratan dan sebab-sebabnya.

Dengan demikian, al-Maslahah al-Mursalah adalah suatu kemasalahatan yang tidakmempunyai dasar dalil, tetapi juga tidak ada pembatalnya. Jika terdapat suatu kejadianyang tidak ada ketentuan syari’at dan tidak ada illat yang keluar dari syara’ yangmenentukan kejelasan hukum kejadian tersebut, kemudian ditemukan sesuatu yangsesuai dengan hukum syara’, yakni suatu ketentuan yang berdasarkan pemeliharaankemadaratan atau untuk menyatakan suatu manfaat, maka kejadian tersebut dinamakanal-Mashlahah al-Mursalah. Tujuan utama ul-MasIahah al -Mursalah adalah kemaslahatan;yakni memelihara dari kemadaratan dan men jaga kemanfaatannya.

Sedangkan alasan dikatakan al-mursalah, karena syara’ Memutlakkannya bahwa didalamnya tidak terdapat kaidah syara’ yang wenjadi penguatnya ataupun pembatalnya.1.2 Pengertian dan Peristilahan AI-Mashlahah Al-Mursalah

Menurut para ulama ushul, sebagian ulama menggunakan istilah al-maslahahal-mursalahitu dengan kata al-Munasib al-Mursal. " Ada pula yang menggunakanal-istishlahdan ada pula yang menggunakan istilah al-istidlalal-mwsal.Istilah-istilahtersebut walaupun tampak sama memiliki satu tujuan, masing-masing mempunyaitinjauan yang berbeda- beda. Setiap hukum yang didirikan atas dasarmashlahatdapat ditinjau dari tiga segi yaitu:a. Melihat mashlahahyang terdapat pada kasus yang dipersoalkan. Misalnya

pembuatan akte nikah sebagai pelengkap administrasi akad nikah dimasasekarang. Akle nikah tersebut memiliki kemaslahatan. Akan tetapi,kemaslahatan tersebut tidak didasarkan pada dalil yang menunjukkan

Page 93: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

93

pentingnya pembuatan akte nikah tersebut. Kemaslahatan ditinjau dari sisi inidisebut al-maslahah al-mursalah(maslahah yang terlepas dari dalil khusus),tetapi sejalan dengan petunjuk-petunjuk umum syari’at Islam.

b. Melihat sifat yang sesuai dengan tujuan syara’ (al-washf al- munasib)yangmengharuskan adanya suatu ketentuan hukum agar tercipta suatukemaslahatan. Misalnya surat akte nikah tersebut mengandung sifat yangsesuai dengan tujuan syara’, antara lain untuk menjaga status keturunan. Akantetapi, sifat kesesuaian ini tidak ditunjukkan oleh dalil khusus. Oleh karena itu,dari sisi ini ia disebut al-munasib Al-mursal(kesesuaian dengan tujuan syara'yang terlepas dari dalil syara' yang khusus).

c. Melihat proses penetapan hukum terhadap suatu maslahah yang ditunjukkanoleh dalil khusus. Dalam hal ini adalah penetapan suatu kasus bahwa hal itudiakui sah oleh salah satu bagian tujuan syara’. Proses seperti ini disebutistishlah(menggali dan menetapkan suatu maslahah).

Apabila hukum itu ditinjau dari segi yang pertama, maka dipakai ' istilah al-Mashlahah al-Mursalah.Istilah ini yang paling terkenal. Bila ditinjau dari segi yangkedua, dipakai istilah al-munasib al-mursal.Istilah tersebut digunakan oleh Ibnu Hajib dan Baidawi (Al-Qadhi Al-Baidhawi : 135). Untuk segi yang ketiga dipakai istilahal-istishlah,yang dipakai Al-Ghazali dalam kitab Al-Mustasyfa(Al-Ghazali : 3 11 ) ,atau dipakaiistilah al-lsti'dal al-mursal, seperti yang dipakai Al-Syatibi dalam kitab Al-Muwafagat(Al-Muwafaqat, Juz I : 39).

Walaupun para ulama berbeda-beda dalam memandang al- Mashlahah al-Mursalah, hakikatnya adalah satu, yaitu setiap manfaat yang di dalamnya terdapattujuan syara' secara umum, namun tidak terdapat dalil yang secara khusus menerimaatau menolaknya. Di bawah ini akan dibahas beberapa pandangan para ulama tentanghakikat dan pengertian al-Mashlahah al-Mursalah.

Menurut Abu Nur Zuhair, al-Mashlahah al-Mursalah adalah suatu sifat yangsesuai dengan hukum, tetapi belum tentu diakui atau tidaknya oleh syara'. (MuhammadAbu Nur Zuhair. IV : 185)

Abu Zahrah mendefinisikannya dengan suatu maslahah yang sesuai denganmaksud-maksud pembuat hukum (Allah) secara umum, tetapi tidak ada dasar yangsecara khusus menjadi bukti diakui atau tidaknya. (Abu Zahrah : 221)

Al-Ghazali menyatakan, setiap maslahah yang kembali kepada pemeliharaanmaksud syara' yang diketahui dari Al-Quran, As-Sunah dan Ijma', tetapi tidakdipandang dari ketiga dasar tersebut sccara khusus dan tidak juga melalui metode qiyas,maka dipakai al-maslahah al- mursalah. Jika memakai qiyas,harus ada dalil asal (magisalaih). Cara mengetahui maslahah yang sesuai dengan tujuan itu adalah dari beberapadalil yang tidak terbatas, baik dari Al-Quran, sunah, qarinah-qarinah maupun dariisyarat-isyarat. Oleh sebab itu, cara penggalian maslahah seperti itu disebut al-maslahah al-mursalah (Al-Ghazali: 310). Artinya, terlepas dari-dalil secara khusus,tetapi termasuk pada petunjuk umum dari beberapa dalil syara’.

Page 94: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Dari pernyataan Al-Ghazali tersebut dapat disimpulkan bahwa al- maslahah al-mursalah (istishlah) menurut pandangannya adalah suatu metode istidlal (mencari dalil)dari nash syara' yang tidak merupakan dalil tambahan terhadap nash syara’, tetapi iatidak keluar dari nash syara' Menurut pandangannya, ia merupakan hujjahgath'iyyatselama mengandung arti pemeliharaan maksud syara' , walaupun dalamPenerapannya zhanni.

Lebih jauh Al-Ghazali menegaskan apabila kita menafsirkan maslahah denganpemeliharaan maksud syara' maka tidak ada jalan bagi kita untuk berselisih dalammengikutinya, bahkan wajib meyakini bahwamaslahah seperti itu adalah hujjah agama.Sekiranya dikatakan ada perbedaan pendapat dalam hal itu. perbedaan tersebut hanyamerupakan pertentangan antara satu maslahah dengan maslahah lainnya atau per-tentangan tujuan syara' dengan yang lainnya. Dalam hal ini. kita wajib men-tarjih yanglebih kuat. (Al-Ghazali:310)

Asy-Syatibi, salah seorang ulama madzhab Maliki mengatakan bahwa al-Mashlahah al-Mursalah adalah setiap prinsip syara' yang tidak disertai bukti nash khusus,namun sesuai dengan tindakan syara' serta maknanya diambil dari dalil-dalil syara'.Maka prinsip tersebut adalah sah sebagai dasar hukum dan dapat dijadikan rujukansepanjang ia telah menjadi prinsip dan digunakan syara' yang qath ’i. Dari pengertianyang dikemukakan Al-Syatibi tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa:a. Al-maslahah Al-mursalah menurut Asy-Syatibi adalah suatu maslahah yang tidak

ada nash tertentu, tetapi sesuai dengan tindakan syara'.b. Kesesuaian maslahah dengan syara’ tidak diketahui dari satu dalil dan tidak dari

nash yang khusus, melainkan dari beberapa dalil dan nash secara keseluruhanyang menghasilkan hukum qath'i walaupun secara bagian-bagiannya tidakmenunjukkan qath ’i.Setelah dikemukakan beberapa pengertian al-mashlahah menurut beberapa ulama

ushul, dapat ditarik kesimpulan bahwa hakikat al- maslahah dalam syari'at Islam adalahsetiap manfa'at yang tidak didasarkan pada nash khusus yang menunjukkan mu'tabar(diakui) atau tidaknya manfa'at itu.

Adapun al-Mashlahah al-Mursalah menurut Imam Malik sebagaimana hasil analisisAl-Syatibi adalah suatu maslahah yang sesuai dengan tujuan, prinsip, dan dalil-dalilsyara’, yang berfungsi untuk menghilangkan kesempitan, baik yang bersifat dharuriyat(primer) maupun hajjiyat (sekunder). (Al-I’tisham,juz II: 1229)

Penjelasan definisi-definisi di atas, juga menunjukkan bahwa tidak semua yangmengandung unsur manfaat bisa dikatakan maslahah mur salah, j ika tidak temasuk padamaqashid asy-syari 'ah.

Kita juga tidak bisa mengatakan bahwa at- Mashlahah i >l-Mursalah adalah segalasesuatu yang dilakukan oleh seorang Imam dalam kekuasaannya, seperti keputusanseorang imam untuk memerdekakan hamba sahaya, membunuhnya, dan membebaninyatebusan dengan harta. Kebijakan-kebijakan tersebut telah tercantum dalam nash Al-Quran dan As-Sunah.

Tidak juga dikatakan al-Mashlahah al-Mursalah bila ada dua kemaslahatan yang

Page 95: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

95

saling bertentangan dan masing-masing mempunyai penguat atau pembatal. Haltersebut tidak masuk dalam kategori jauh dari penguat dan pembatal.

Selain itu, juga tidak termasuk al-Mashlahah al-Mursalah segala kemaslahatan yangbertentangan dengan nash atau qiyas yang sahih, baik pertentangannya secara umummaupun mutlaq. Karena semua pertentangan terhadap keduanya terdapat penguat untukmembatalkannya, maka tidak sah untuk dikatakan mursal.

Namun demikian, al-Mashlahah al-Mursalah itu jangan dipahami tidak memilikidalil untuk dijadikan sandarannya atau jauh dari dalil- dalil pembatalnya. Tapi harusdipahami bahwa al-maslahah al-mursalah berdasarkan pada dalil yang terdapat padasyara", namun tidak dikhususkan terhadap al-mashiahah al-mursalah ini. Bisa dikatakanmelalui metode yang jauh, seperti penjagaan terhadap roh, akal dan keturunan.

Di antara contoh yang dapat dikatakan al-mashlahah al-mursalah adalahkemaslahatan daulah Islam dalam penjagaan harta penduduk oleh tentara ketikamembutuhkannya, atau ketika adanya musuh, juga ketika tidak sedikitpun harta yangdimiliki oleh negara karena dibelanjakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat.Kemaslahatan seperti itu tidak ada penguatnya dan tidak pula ada dalil yangmembatalkannya, namun termasuk salah satu dari maksud ketentuan syariat, yaknimenjaga agama.

2. Objek Al-Mashlahah Al-MitrsalaliDengan memperhatikan beberapa penjelasan di atas dapat diketahui bahwa

lapangan al-Mashlahah al-Mursalah selain yang berlandaskan Pada hukum syara' secaraumum, juga harus diperhatikan adat dan hubungan antara satu manusia dengan yanglain. Lapangan tersebut merupakan pilihan utama untuk mencapai kemaslahatan.Dengan demikian, segi ibadah tidak termasuk dalam lapangan tersebut.

Yang dimaksud segi peribadatan adalah segala sesuatu yang tidak memberikesempatan kepda akal untuk mencari kemaslahatan juznya dari setiap hukum yang adadi dalamnya. Di antaranya, ketentuan syari’at tentang ukuran had kifarat. ketentuanwaris, ketentuan jumlah bulan dalam jddah wanita yang ditinggal mati suaminya atauyang diceraikan. Dan segala sesuatu yang telah ditetapkan ukurannya dan disyari'atkanberdasarkan kemaslahatan yang berasal dari syara’ itu sendiri.

Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa al-Mashlahah al-Mursalah itu difokuskanterhadap lapangan yang tidak terdapat dalam nash;baik dalam Al-Quran maupun As-Sunah yang menjelaskan hukum-hukum yang ada penguatnya melalui suatu i 'tibar.Juga difokuskan pada hal-hal yang tidak didapatkan adanya ijma' atau qiyasyangberhubungan dengan kejadian tersebut.

3. Posisi Para Ulama dalam Al-Mashlahah Al-Mursalah3.1 Penerimaan Imam Malik dan Pandangan Para Ulama

Sebagaimana telah di jelaskan bahwa masalah istishlah merupakan permasalahanyang menjadi bahan perdebatan di kaiangan para ulama. Berdasarkan pendapat yanglebih kuat, dinyatakan bahwa tidak sah mengambil masalah yang menggunakan al-Mashlahah al-Mursalah karena tidak ada dalil yang mengisyaratkannya.

Page 96: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Di antara para ulama, tidak ada seorang pun yang menyangkal pendapat di atas,kecuali Imam Malik. Di bawah ini akan diterangkan pendapat beberapa orang ulamadalam kitab Ushul tentang al-Mashlahah al-Mursalalr.1. Al-Amidi berkata dalam kitab Al-lhkam,IV : 140, “Para ulama dari golongan

Syafi’i, Hanafi dan lain-lain telah sepakat untuk tidak berpegang kepada istishlah,kecuali Imam Malik, dan dia pun tidak sependapat dengan para pengikutnya. Paraulama tersebut sepakat untuk tidak memakai istishlah dalam setiap kemaslahahan,kecuali dalam kemaslahatan yang penting dan khusus secara qath'i. Mereka tidakmenggunakannya dalam kemaslahatan yang tidak penting, tidak berlaku umum,serta tidak kuat.

2. Menurut Ibnu Hajib, sesuatu yang tidak ada dalilnya itu disebut rnursal. Akantetapi kalau gharib atau ada pembatalnya maka dalil itu tertolak secara sepakat.Adapun bila dalilnya sesuai, maka Imam Al-Ghazali memakainya, diamenerimanya dari Asy-Syafi’i dan Malik. Namun, yang lebih utama adalahmenolaknya.

3. Imam Asy-Syatibi berkata dalam kitab Al-Istifham,II : 1 1 1 - 11 2 :Pendapat tentang adanya maslahah mursalahitu telali diperdebatkan di kalanganpara ulama, yang dapat dibagi dalam empat pendapat:a. Al-Qadhi dan beberapa ahli menolaknya dan menganggapnya sebagai

sesuatu yang tidak ada dasarnya.b. Imam Malik menganggapnya ada dan memakainya secara mutlak.c. Imam Asy-Syafi’i dan para pembesar golongan Hanatiyah memakai al-

Mashlahah al-Mursalahdalam permasalahan yang tidak dijumpai dasarhukumnya yang sahih. Namun mereka mensyaratkan dasar hukum yangmendekati hukum yang sahih. Hal itu senada dengan pendapat Al-JuWaini.

d. Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa bila kecocokannya itu ada dalam tahaptahsinatau tajayun(perbaikan), tidaklah dipakai sampai ada dalil yang lebihjelas. Adapun bila berada pada martabat penting boleh memakainya, tetapiharus memenuhi beberapa syarat. Dia pun berkata, jangan sampai paramujtahidmenjauhi untuk melaksanakannya. Namun pendapatnya berbeda-beda tentang derajat pertengahan: yakni martabat kebutuhan. Dalam kitabAl-Mustasyfa.dia menolaknya, namun dalam kitab Syafa’u al-Ghalil,diamenerimanya (Al-Mustasyfa, 1: 141)

Dengan melihat beberapa pendapat ulama di atas jelaslah bahwa hanya ImamMalik yang menerima istishlahsecara mutlak.

3.2 Posisi Imam Abu Hanifah terhadap Al-Maslahah Al-Mursalah

Abdul Wahaf Khalaf berkata dalam kitab Mashadiru At-Tasyri' Al-Islamy hal 89:“Pendapat yang mashyuryang tertulis dalam berbagai kitab adalah Abu Hanifah tidakmemakai istishlah dan tidak menganggapnya sebagai dalil syara'. Hal itu didasarkanpada berbagai tinjauan:1. Para ahli fiqih Irak dalam muqaddimahnya berkata bahwa hukum syara' itu

Page 97: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

97

mengandung maksud kemaslahatan, sehingga perlu mencari berbagai alasanuntuk mencapai kemaslahatan tersebut. Mereka menggunakan akal dan rohnashsehingga banyak sekali membuat takwil-takwil yang sesuai dengan akalmereka dengan maksud untuk mencari kemaslahatan. Pendapat yang lebih jauhlagi bahwa para pemimpin fiqih Iraq tidak menggunakan istishlah. sepertiIbrahim An-Nakha’i, dia tidak menggunakan istishlah,tetapi

senantiasa berhujjah untuk kemaslahatan. Mereka termasuk yan» mendahulukanqivas dan menjaga kemaslahatan.

2. Mereka hanya memakai istihsan dan tidak menggunakan istishlah dan menganggapbahwa istishlah itu bagian dari istihsan yang bersandarkan pada adat,kepentingan, dan kemaslahatan. Namun, bila mereka dikatakan berhujjah denganistishlah mereka tidak mengakuinya dan hanya menganggap bahwa mereka telahberdalil dengan istihsan dan 'urf.

Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui balnva para ulama telah mengeluarkanberbagai istinbath hukum dengan cara istishlah yang sama artinya dengan istihsanmenurut Imam Abu Hanifah.

Adapun penggunaan 'urfkhususnya di kalangan Hanaflyyah lebih luas dibandingistishlah terhadap hal-hal yang tidak ada nash-nya. Hal itu tentunya bebas bagi tiap-tiapdaerah dalam kehidupannya dengan maksud untuk mencapai kemaslahatan hidupmereka. Tak heran kalau banyak hukum yang didasarkan pada ‘urf menurut Hanafiyahsebenarnya sama dengan istishlah menurut ulama lainnya.

SOAL LATIHAN

1. Uraikan arti al-maslahah baik secara harfiyah maupun istilah!2. Sebutkan istilah lain yang dikemukakan oleh para ulama Ushul terhadap istilah al-

Mashlahah al-Mursalah berikut penjelasannya!

3. Apakah perbedaan antara al-mashlahah al-mursalah dengan al- munasib al-mursal ?

4. Jelaskan pandangan Asy-Syatibi tentangal-mushlcihuhal-mursolahl

5. Jelaskan pandangan Imam Malik tentang al-Mashlahah al-Mursalah!

6. Mengapa Imam Abu Hanifah tidak menerima al-Mashlahah al-Mursalah sebagaidalil?

7. Adakah perbedaan menurut Imam Abu Hanifah antara ‘Urf dan al-Mashlahah al-Mursulah?

8. Coba Anda jelaskan tentang lapangan al-Mashlahah at-Mursalah. dan berikancontohnya!

9. Berikan salah satu contoh dalam kehidupan di masyarakat yangbisa dikatakansebagai al-Mashlahah al-Mursalah!

Page 98: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

D. ISTISHHAB SEBAGAI DALIL

1. Pengertian 1stishhab.Istishhabsecara harfiyah adalah mengakui adanya hubungan perkawinan.

Sedangkan menurut Ulama Ushuladalah menetapkan sesuatu menurut keadaansebelumnya sampai terdapat dalil-dalil yang menunjukkan perubahan keadaan,atau menjadikan hukum yang telah ditetapkan pada masa lampau secara kekalmenurut keadaannya sampai terdapat dalil yang menunjukkan perubahannya.

Oleh sebab itu, apabila seorang mujtahid ditanya tentang hukum kontrakatau suatu pengelolaan yang tidak ditemukan nash-nyadalam Al-Quran dan As-Sunah. juga tidak ditemukan dalil syara' yang mengitlak-kan hukumnya, makahukumnya adalah boleh, berdasarkan kaidah:

Artinya:

"Pangkal sesuatu itu adalah kebolehan.

Yaitu suatu keadaan, pada saat Allah SWT. menciptakan segala sesuatuyang ada di bumi secara keseluruhan. Maka selama tidak terdapat dalil yangmenunjukkan atas perubahan dari kebolehannya, keadaan segala sesuatu itudihukumi dengan sifat asalnya.

Dan apabila seorang mujtahidditany a tentang hukum binatang, benda-benda, tumbuh-tumbuhan, makanan dan minuman, atau suatu amal yanghukumnya tidak ditemukan dalam suatu dalil syara' maka hukumnya adalahboleh. Kebolehan adalah pangkal (asal), meskipun tidak terdapat dalil yangmenunjukkan atas kebolehannya. Dengan demikian, pangkal sesuatu itu adalahboleh. Allah telah berfirman dalam kitab Al-Quran:

Artinya:

Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu. ”(QS. Ai-Baqaran : 29)

Dan Allah SWT. juga telah menjelaskan dalam beberapa ayat lainnya, bahwaDia telah menaklukkan segala yang ada di langit dan di bumi untuk manusia. Dengan

Page 99: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

99

kata lain, segala sesuatu yang ada di bumi itu tidak akan dijadikan dan ditaklukan,kecuali dibolehkan bagi manusia. Seandainya hal itu terlarang bagi mereka, niscayasemuanya diciptakan bukan untuk mereka.

2. Kehujjahan Istishhah

Istishhab adalah akhir dalil syara' yang dijadikan tempat kembali bagi paramujtahid untuk mengetahui hukum suatu peristiwa yang dihadapinya. Ulama ushulberkata, “Sesungguhnya Istishhab adalah akhir tempat beredarnya fatwa". Yaitumengetahui sesuatu menurut hukum yang telah ditetapkan baginya selama tidakterdapat dalil yang mengubahnya. Ini adalah teori dalam pengambilan dalil yang telahmenjadi kebiasaan dan tradisi manusia dalam mengelola berbagai ketetapan untukmereka.

Seorang manusia yang hidup tetap dihukumi atas hidupnya dan pengelolaan ataskehidupan ini diberikan kepadanya sampai terdapat dalil yang menunjukkan adanyakeputusan tentang kematiannya. Setiap orang yang mengetahui wujud sesuatu, makadihukumi wujudnya sampai terdapat dalil yang meniadakannya, dan barang siapamengetahui ketiadaanya sesuatu, maka dihukumi dengan ketiadaannya sampai terdapatdalil yang menunjukkan keberadaannya.

Hukum telah berjalan menurut keadaan ini. Jadi, suatu kepemilikan misalnya,tetap menjadi milik siapa saja berdasarkan sebab beberapa kepemilikan. Makakepemilikan itu dianggap ada sampai ada ketetapan yang menghilangkan kepemilikantersebut.

Begitu juga kehalalan pernikahan bagi suami-istri sebab akad pernikahandianggap ada sampai ada ketetapan yang menghapuskan kehalalan itu. Demikian pulahalnya dengan tanggungan karena utang piutang atau sebab ketetapan apa saja,dianggap tetap ada sampai ada' ketetapan yang menghapuskannya. Tanggungan yangtelah dibebaskan dari orang yang terkena tuntutan utang piutang atau ketetapan apasaja, dianggap bebas sampai ada ketetapan yang membebaskannya. Singkatnya, asalsesuatu itu adalah ketetapan sesuatu yang telah ada, menurut keadaan semula sampaiterdapat sesuatu yang mengubahnya.

Istishhabjuga telah di jadikan dasar bagi prinsip-prinsip syariat, antara lainsebagai berikut. “Asai sesuatu adaiah ketetapan yangada

Artinya:

“Asal segala sesuatu itu adalah kebolehan. ”

Pendapat yang dianggap benar adalah Istishhab bisa dijadikan dalil hukum

menurut keadaan semula sehingga terdapat suatu ketetapan yang mengubahnya”. Sesuaidengan kaidah:

Page 100: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

karena hakikatnya dalillah yang telah menetapkan hukum tersebut. Istishhab itu tiadalain adalah menetapkan dalalah dalil pada hukumnya.

3. Pendapat Ulama tentang IstishhabUlama Hanafiyah menetapkan bahwa Istishhab merupakan hujjah untuk

mempertahankan dan bukan untuk menetapkan apa-apa yang dimaksud oleh mereka.Dengan pernyataan tersebut jelaslah bahwa Istishhab merupakan ketetapan sesuatu,yang telah ada menurut keadaan semula dan juga mempertahankan sesuatu yangberbeda sampai ada dalil yang menetapkan atas perbedaannya.

Istishhab bukanlah hujjah untuk menetapkan sesuatu yang tidak tetap. Telahdijelaskan tentang penetapan orang yang hilang atau yang tidak diketahui tempattinggalnya dan tempat kematiannya, bahwa orang tersebut ditetapkan tidak hilang dandihukumi sebagai orang yang hidup sampai adanya petunjuk yang menunjukkankematiannya.

Istishhab-lah yang menunjukkan atas hidupnya orang tersebut dan menolakdugaan kematiannya serta warisan harta bendanya juga perceraian pernikahannya.Tetapi hal itu bukanlah hujjah untuk menetapkan pewaris dari lainnya, karena hidupyang ditetapkan menurut Istishhab itu adalah hidup yang didasarkan pengakuan.

SOAL LATIHAN

1.Jelaskan pengertian istishhab, baik secara harfiyah maupun menurut istilah syara’!2. Sebutkan dasar hukum dibolehkannya istishhab!3. Bagaimana sikap seorang muslim jika menemukan suatu benda yang belum jelas

hukumnya? Jelaskan!4. Jelaskan kehujjahan istishhab untuk dijadikan sebagai dalil!5. Bagaimana pendapat Imam Hanafi tentang istishhab?6. Bagaimanakah sikap yang harus diambil seorang hakim terhadap orang hilang, yang

belum jelas apakah dia sudah mati atau belum?7. Bagaimana pendapat Anda tentang istishhab?8. Jelaskan hubungan antara ishtishhab dan kaidah:

9.Berikan contoh hukum yang sudah berkembang di masyarakat yang didasarkan padaishtishhab!10.Jelaskan perbedaan antara ishtishhab dengan ishtihsan!

E. ‘URF1. Pengertian ‘urf

Arti ‘urf secara harfiyah adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan, atauketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk

Page 101: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

101

melaksanakannya atau meninggalkannya. Di kalangan masyarakat, urf ini seringdisebut sebagai adat.

Pengertian di atas, juga sama dengan pengertian menurut istilah ahli syara ’. Diantara contoh 'urf yang bersifat perbuatan adalah adanya saling pengertian di antaramanusia tentangjual beli tanpa mengucapkan shigat. Sedangkan contoh ‘urf yangbersifat ucapan adalah adanya pengertian tentang kemutlakan lafal al-walad atasanak laki-laki bukan perempuan, dan juga tentang meng-itlak-kan lafazh al-lahmyang bermakna daging atas as-samak yang bermakna ikan tawar.

Dengan demikian, 'urf itu mencakup sikap saling pengertian di antara manusiaatas perbedaan tingkatan di antara mereka, baik keumumannya ataupunkekhususannya. Maka 'urf berbeda dengan ijma karena Ijma’ merupakan tradisi darikesepakatan para mujtahidin secara khusus.

2. Macam-macam ‘urf'Urfterdiri dari dua macam, yaitu ‘urf sahih dan 'urf fasid (rusak). 'Urf sahih

adalah sesuatu yang telah saling dikenal oleh manusia dantidak bertentangan dengan dalil syara'. tidak menghalalkan yang haram dan

juga tidak membatalkan yang wajib. Seperti adanya saling pengertian di antaramanusia tentang kontrak borongan, pembagian maskaw in(mahar) yang didahulukandan yang diakhirkan. Begitu juga bahwa istri tidak boleh menyerahkan dirinyakepada suaminya sebelumia menerima sebagian dari maharnya. Juga tentang sesuatuyang telah diberikan oleh pelamar (calon suami) kepada calon istri, berupa perhiasan,pakaian, atau apa saja, dianggap sebagai hadiah dan bukan merupakan sebagian darimahar.

Adapun 'urffasid, yaitu sesuatu yang telah saling dikenal manusia, tetapibertentangan dengan syara’, atau menghalalkan yang haram dan membatalkan yangWajib. Seperti adanya saling pengertian di antara manusia tentang beberapaperbuatan munkar dalam upacara kelahiran anak, juga tentang memakan barangriba dan kontrak judi.

3. Hukum ‘urf3.1 ‘Urf Sahih dan Pandangan Para Ulama

Telah disepakati bahwa 'urf sahih itu harus dipelihara dalam pembentukanhukum dan pengadilan. Maka seorang mujtahid diharuskan untuk memeliharanyaketika ia menetapkan hukum. Begitu juga seorang Qadhi(hakim) harusmemeliharanya ketika sedang mengadili. Sesuatu yang telah saling dikenal manusiameskipun tidak menjadi adat kebiasaan, tetapi telah disepakati dan dianggapmendatangkan kemaslahatan bagi manusia serta selama hal itu tidak bertentangandengan syara' harus dipelihara.

Dan syari' pun telah memelihara ‘urf bangsa Arab yang sahih dalammembentuk hukum, maka difardukanlah dial(denda) atas perempuan yang berakal,disyaratkan kafa'ah (kesesuaian) dalam hal perkawinan, dan diperhitungkan pulaadanya 'ashahah (ahli waris yang bukan penerima pembagian pasti dalam hal

Page 102: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

kematian dan pembagian harta pusaka).Di antara para ulama ada yang berkata, “Adat adalah syariat yang dikukuhkan

sebagai hukum”. Begitu juga 'urf menurut syara' mendapat pengakuan hukum. ImamMalik mendasarkan sebagian besar hukumnya Pada perbuatan penduduk Madinah.Abu Hanifah bersama murid- muridnya berbeda pendapat dalam beberapa hukumdengan dasar atas - Perbuatan 'urf mereka. Sedangkan Imam Syafi'i ketika sudahberada diMesir, mengubah sebagian pendapatnya tentang hukum yang telah dikeluarkannyaketika beliau berada di Bagdad. Hal ini karena perbedaan ‘urf maka tak heran kalaubeliau mempunyai dua mazhab, madzhab qadim(terdahulu/pertama) dan madzhab jadid(baru).

Begitu pula dalam Fiqih Hanafiyah, banyak hukum-hukum yang berdasarkan atas'urf di antaranya apabila berselisih antara dua orang terdakwa dan tidak terdapat saksibagi salah satunya, maka pendapat yang dibenarkan (dimenangkan) adalah pendapatorang yang disaksikan 'urf. Apabila suami istri tidak sepakat atas mahar yang muqaddam(terdahulu) atau yang mu’akhar (terakhir) maka hukumnya adalah 'urf. Barang siapabersumpah tidak akan makan daging, kemudian ia makan ikan tawar, maka tidak berartibahwa ia melanggar sumpahnya menurut dasar 'urf

Pendapat yang dinukil itu adalah sah apabila telah menjadi 'urf Jadi, syarat sahakad itu apabila ketentuan tentang hal itu terdapat dalam syara’, atau apabila dituntutoleh akad atau apabila berjalan padanya 'urf Al-Marhum Ibnu Abidin telah menyusunRisalah yang ia namakan "Menyebarkan 'urf di antara hukum-hukum yang dibentuk ber-dasarkan 'urf'. Di antara ungkapannya yang terkenal, ”Apa-apa yang dimengerti secara‘urf adalah seperti yang diisyaratkan menurut syara'dan apa-apa yang telah tetapmenurut 'urf adalah seperti yang telah ditetapkan menurut nash”.

1.1 Hukum ‘Urf FasidAdapun 'urf yang rusak, tidak diharuskan untuk memeliharanya, karena

memeliharanya itu berarti menentang dalil syara' atau membatalkan dalil syara Apabilamanusia telah saling mengerti akad- akad yang rusak, seperti akad riba atau akad ghararatau khathar (tipuan dan membahayakan), maka bagi 'urf ini tidak mempunyai pengaruhdalam membolehkannya.

Dalam Undang-Undang positif' manusia, ‘urf yang bertentangan dengan undang-undang umum tidak diakui, tetapi dalam contoh akad ini bisa ditinjau dari segi lain,yaitu apakah akad tersebut dianggap darurat atau sesuai dengan hajat manusia?Artinya, apabila akad tersebut membatalkan, maka berarti menipu peraturan kehidupanmereka atau mereka akan memperoleh kesulitan. Jika hal itu termasuk darurat ataukebutuhan mereka, akad itu diperbolehkan, karena dalam keadaan darurat dibolehkanmelakukan hal-hal yang telah diharamkan, sedang hajat itu bisa menduduki tempatkedudukan darurat. Namun, jika tidak termasuk darurat atau kebutuhan mereka, makadihukumi dengan batalnya akad tersebut dan berdasarkan hal ini maka ‘urf tidak diakui.

Hukum-hukum yang didasarkan ‘urf itu dapat berubah menurut perubahan zamandan perubahan asalnya. Karena itu, para Fuqaha berkata, “Perselisihan itu adalah

Page 103: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

103

perselisihan masa dan zaman, bukan perselisihan hujjah dan bukti”.

4. Kehujjahan ‘urf'urfmenurut penyelidikan bukan merupakan dalil syara’ tersendiri. Pada

umumnya, ‘urf ditujukan untuk memelihara kemaslahatan umat serta menunjangpembentukan hukum dan penafsiran beberapa nash. Dengan ‘urf dikhususkan lafal yang‘amm (umum) dan dibatasi yang mutlak. Karena ‘urf pula terkadang qiyasituditinggalkan. Karena itu, sah mengadakan kontrak borongan apabila 'urfsudah terbiasadalam hal inisekalipun tidak sah menurut qiyas,karena kontrak tersebut adalah kontrakatas perkara yang ma'dum (tiada).

SOAL LATIHAN

1. Jelaskan Pengertian ‘urf baik secara harfiyah maupun menurut istilah syara" !2. Apakah persamaan dan perbedaan antara ‘urf dan adat!3. Berikan dua contoh ‘urf yang berkembang di masyarakat Indonesia!4. Jelaskan macam-macam ‘urf!5. Berikan contoh dari ‘urf fasid, dan jelaskan mengapa hal itu dinamakan ‘urffasid?6. Bolehkah mengamalkan ‘urffasid, jelaskan!

7. Apakah menurut Anda ‘urf bisa dijadikan hujjah, sertakan pula pendapat paraulama untuk memperkuat pendapat Anda!

8. Bagaimanakah pendapat Imam Hanafi tentang ‘urf?9. Jelaskan ungkapan “Apa-apa yang dimengerti secara ‘urf adalah seperti yang

diisyaratkan menurut syara ’!10. Bagaimanakah pendapat Anda apakah acara selamatan yang bisa dilakukan oleh

sebagian umat Islam Indonesia, seperti tingkeban atau babarit (upacara bulanketujuh dari kehamilan) bisa dikatakan ‘urf'? Mengapa?

E. DZARI’AH1. Pengertian Dzari'ah

Pengertian dzari 'ah ditinjau dari segi bahasa adalah ' jalan menuju sesuatu”.Sebagian ulama mengkhususkan pengertian dzari’ah dengan sesuatu yang membawa padaperbuatan yang dilarang dan mengandung kemadaratan. Akan tetapi, pendapat tersebutditentang oleh para ulama ushul lainnya, di antaranya Ibnu Qayyim Aj-Jauziyah yangmenyatakan bahwa dzari 'ah itu tidak hanya menyangkut sesuatu yang dilarang, tetapiada juga yang dianjurkan. Dengan demikian, lebih tepat kalau dzari’ah itu dibagimenjadi dua, yaitu sadd Adz-dzari’ah (yang dilarang), dan fath Adz-dzari ’ah (yangdianjurkan).

2. Sadd Adz-Dzari’ah

Pengertian sadd Adz-dzari 'ah. menurut Imam Asy-Syatibi adalah:

Page 104: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:“Melaksanakan suatu pekerjaan yang semula mengandung kemaslahatan menuju pada suatukerusakan (kemafsadatan). ”

(Asy-Syatibi, IV : 198)

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa sadd Adz-dzari 'ah adalahperbuatan yang dilakukan seseorang yang sebelumnya mengandung kemaslahatan,tetapi berakhir dengan suatu kerusakan.

Contohnya, seseorang yang telah dikenai kewajiban zakat, namun sebelum haul(genap setahun) ia menghibahkan hartanya kepada anaknya sehingga dia terhindar darikewaj iban zakat.

Hibbah (memberikan sesuatu kepada orang lain, tanpa ikatan apa- apa) dalamsyariat Islam, merupakan perbuatan baik yang mengandung kemaslahatan. Akan tetapi,bila tujuannya tidak baik, misalnya untuk menghindarkan dari kewajiban zakat makahukumnya dilarang. Hal itu didasarkan pada pertimbangan, bahwa hukum zakat adalahwajib, sedangkan hibbah adalah sunah.

Menurut Imam Asy-Syatibi, ada kriteria yang menjadikan suatu perbuatan itudilarang, yaitu:a. Perbuatan yang tadinya boleh dilakukan itu mengandung kerusakan

b. Kemafsadatan lebih kuat daripada kemashlahatan;c. Perbuatan yang dibolehkan syara' mengandung lebih banyak unsur

kemafsadatannya.

3 Macam-Macam Dzari’ahPara ulama membagi dzari ’ah berdasarkan dua segi: segi kualitas kemafsadatan,

dan segi jenis kemafsadatan.

3.1 Dzari’ah dari Segi Kualitas KemafsadatanMenurut Imam Asy-Syatibi, dari segi ini dzari’ah terbagi dalam empat macam:

a. Perbuatan yang dilakukan tersebut membawa kemafsadatan yang pasti. Misalnyamenggali sumur di depan rumah orang lain pada waktu malam, yangmenyebabkan pemilik rumah jatuh ke dalam sumur tersebut. Maka ia dikenaihukuman karena melakukan perbuatan tersebut dengan disengaja.

b. Perbuatan yang boleh dilakukan karena jarang mengandung kemafsadatan,misalnya menjual makanan yang biasanya tidak mengandung kemafsadatan.

c. Perbuatan yang dilakukan kemungkinan besar akan membawa kemafsadatan.Seperti menjual senjata pada musuh, yang dimungkinkan akan digunakan untukmembunuh.

d. Perbuatan yang pada dasarnya boleh dilakukan karena mengandung kemaslahatan,tetapi memungkinkan terjadinya kemafsadatan, seperti baiy al-ajal (jual beli

Page 105: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

105

dengan harga yang lebih tinggi dari harga asal karena tidak kontan). Contohnya:A membeli kendaraan dari B secara kredit seharga 20 juta. Kemudian A menjualkembali kendaraan tersebut kepada B seharga 10 juta secara tunai, sehinggaseakan-akan A menjual barang fiktif, sementara B tinggal menunggu sajapembayaran dari kredit mobil tersebut, meskipun mobilnya telah jadi miliknyakembali. Jual beli ini cenderung pada riba.

Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama, apakah baiy al-ajaldilarang atau dibolehkan. Menurut Imam Syafi'i dan Abu Hanifah, jual beli tersebutdibolehkan karena syarat dan rukun dalamJual beli sudah terpenuhi. Selain itu, dugaan (zhann al-mujarrad)tidak bisa dijadikandasar keharaman jual beli tersebut. Oleh karena itu. bentuk dzari 'ahtersebutdibolehkan.

Imam Malik dan Ahmad Ibnu Hambal lebih memperhatikan akibat yangditimbulkan oleh praktek jual beli tersebut, yakni menimbulkan riba. Dengan demikian,dzari’ahseperti itu tidak dibolehkan.

Ada tiga alasan yang dikemukakan oleh Imam Malik dan Imam Ahmad IbnuHambal dalam mengemukakan pendapatnya:a. Dalambaiy' al-ajalperlu diperhatikan tujuannya atau akibatnya, yang membawakepada perbuatan yang mengandung unsur riba, meskipun sifatnya sebatas pradugayang berat (galabah azh- zhami),karena syara' sendiri banyak sekali menentukan hukumberdasarkan praduga yang berat, di samping perlunya sikap hati- hati (ihtiyat). Dengandemikian, suatu perbuatan yang diduga akan membawa pada kemafsadatanbisadijadikan dasar untuk melarang suatu perbuatan, seperti baiy al-ajal,berdasarkankaidah:

Artinya:"Menolak segala bentuk kemafsadatan lebih didahulukan daripada mengambilkemaslahatan. ”

b.Dalam kasus bay al-ajalterdapat dua dasar yang bertentangan,antara sahnya jual belikarena ada syarat dan rukun, dengan menjaga-seseorang dari kemadaratan. Dalam halini. Imam Malik dan Ahmad Ibnu Hambal lebih menguatkan pemeliharaan keselamatandari kemadaratan, karena bentuk jual beli tersebut jelas-jelas membawa padakemafsadatan.c.Dalam nashbanyak sekali larangan terhadap perbuatan-perbuatanyang pada dasarnyadibolehkan, tetapi karena menjaga dari kemafasdatansehingga dilarang, seperti hadisyang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa seorang laki-laki tidak bolehbergaul dengan wanita yang bukan muhrim, dan wanita dilarang bepergian lebih daritiga hari tanpa muhrim atau mahramnya, dan lain-lain.

Perbuatan-perbuatan yang dilarang itu sebenarnya berdasarkan praduga semata-

Page 106: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

mata, tetapi Rasulullah SAW. melarangnya, karena perbuatan itu banyak membawakepada kemafsadatan.

3.2 Dzari ’ah dari Segi Kemafsadatan yang DitimbulkanMenurut Ibnu Qayyim Aj-Jauziyah, pembagian dari segi ini antara lain sebagai

berikut:a. Perbuatan yang membawa kepada suatu kemafsadatan, seperti meminum minuman

keras yang mengakibatkan mabuk, sedangkan mabuk adalah perbuatan yangmafsadat.

b. Suatu perbuatan yang pada dasarnya dibolehkan atau dianjurkan tetapi dijadikansebagai jalan untuk melakukan suatu perbuatan yang haram, baik disengajamaupun tidak, seperti seorang laki- laki menikahi perempuan yang ditalak tigadengan tujuan agar wanita itu bisa kembali kepada suaminya yang pertama (nikahat- tahlil).

Menurut Ibnu Qayyim, kedua bagian di atas terbagi lagi dalam:

1. Kemaslahatan suatu perbuatan lebih kuat dari kemafsadatan-nya

2. Kemafsadatan suatu perbuatan lebih kuat daripada kemanfaatannya;Kedua pembagian inipun, menurutnya dibagi lagi menjadi empat bentuk:

a. Sengaja melakukan perbuatan yang mafsadat, seperti minum arak, perbuatan inidilarang syara'.

b. Perbuatan yang pada dasarnya dibolehkan atau dianjurkan, tetapi dijadikan jalanuntuk melakukan suatu perbuatan yang haram, baik disengaja maupun tidak,seperti seorang laki-laki menikahi perempuan yang ditalak tiga dengan tujuan agarwanita itu bisa kembali kepada suaminya yang pertama (nikah al-tahlil).

c. Perbuatan yang hukumnya boleh dan pelakunya tidak bertujuanuntuk melakukan suatu kemafsadatan, tetapi berakibat timbulnya suatukemafsadatan, seperti mencaci maki persembahan orang musyrik yangmengakibatkan orang musyrik juga akan mencaci maki Allah.

d. Suatu pekerjaan yang pada dasarnya dibolehkan tetapi adakalanyamenimbulkan kemafsadatan, seperti melihat wanita yang dipinang. Menurut IbnuQayyim, kemaslahatannya lebih besar, maka hukumnya dibolehkan sesuaikebutuhan.

4. Kehujjahan Sadd Adz.-Dzari 'ahDi kalangan ulama ushul terjadi perbedaan pendapat dalam

menetapkan kehujjahan sadd adz-dzari'ah sebagai dalil syara’. UlamaMalikiyah dan Hanabilah dapat menerima kehujjahannya sebagai salah satudalil syara’.

Alasan mereka antara lain:

1. Firman Allah SWT. dalam surat Al-An ’am : 108:

Page 107: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

107

Artinya:"Dan jangan kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah,karena nanti mereka akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpapengetahuan.

(QS. Al-An’Am : 108)

2. Hadis Rasulullah SAW. antara lain:

Artinya:Sesungguhnya sebesar-besar dosa besar adalah seseorang melaknat keduaorang tuanya. Lalu Rasulullah SAW. ditanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanamungkin seseorang akan melaknat Ibu dan bapaknya. Rasulullah SAW.menjawab, “Seseorang yang mencaci-maki ayah orang lain, maka ayahnyajuga akan dicaci maki orang lain, dan seseorang mencaci maki ibu orang lain,maka orang lain pun akan mencaci ibunya.

(H.R. Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud)

Ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Syi’ah dapat menerima sadd al-dzari

Page 108: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

’ahdalam masalah-masalah tertentu saja dan menolaknya dalam masalah-masalahlain. Sedangkan Imam Syafi’i menerimanya apabila dalam keadaan uzur, misalnyaseorang musafir atau yang sakit diboleh- kan meninggalkan shalat Jum’at dandibolehkan menggantinya dengan shalat dzuhur. Namun, shalat dzuhurnya harusdilakukan secara diam- diam, agar tidak dituduh sengaja meninggalkan shalatJum’at.

Menurut Husain Hamid, salah seorang guru besar Ushul Fiqih FakultasHukum Universitas Kairo, Ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah menerima sadd al-dzari'ah apabila kemafsadatan yang akan muncul benar-benar akan terjadi atausekurang-kurangnya kemungkinan besar (galabah adz-zhann) akan terjadi.

Dalam memandang dzari’ah, ada dua sisi yang dikemukakan oleh Para ulamaushul:

a. Motivasi seseorang dalam melakukan sesuatu. Contohnya, seorang laki-lakiyangmenikah dengan perempuan yang sudah ditalak tiga oleh suaminyadengan tujuan agar perempuan itu bisa kembali pada suaminya yang pertama.Perbuatan ini dilarang karena motivasinya tidak dibenarkan syara’.

Dari segi dampaknya (akibat), misalnya seorang muslim mencaci makasesembahan orang, sehingga orang musyrik tersebut akan mencaci maki Allah.Oleh karena itu, perbuatan seperti itu dilarang.

Perbedaan pendapat antara Syafiiyah dan Hanafiyah di satu pihak denganMalikiyah dan Hanabilah di pihak lain dalam berhujjah dengan saddal-dzari’ahadalah dalam masalah niat dan akad. Menurut Ulama Syafi’iyah dan Hanafiyah,dalam suatu transaksi, yang dilihat adalah akad yang disepakati oleh orang yangbertransaksi. Jika sudah memenuhi syarat dan rukun maka akad transaksi tersebutdianggap sah. Adapun masalah niat diserahkan kepada Allah SWT. Menurutmereka, selama tidak ada indikasi-indikasi yang menunjukkan niat dari perilakumaka berlaku kaidah:

Artinya:“Patokan dasar dalam hal-hal yang berkaitan dengan hak Allah adalah niat,sedangkan yang berkaitan dengan hak-hak hamba adalah lafalnya. ”

Page 109: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

109

Artinya:“Yang menjadi patokan dasar dalam perikatan-perikatan adalah niat dan makna,bukan lafazh dan bentuk formal (ucapan). ”

(Al-Qarafi, II :32)

Sedangkan menurut Ulama Malikiyah dan Hanabilah, yang menjadi ukuran adalahniat dan tujuan. Apabila suatu perbuatan sesuai dengan

niatnya maka sah. Namun, apabila tidak sesuai dengan tujuan semestinya, tetapitidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa niatnya sesuai dengan tujuan tersebut,maka akadnya tetap dianggap sah, tetapi ada perhitungan antara Allah dan pelaku,karena yang paling mengetahui niat seseorang hanyalah Allah saja. Apabila adaindikator yang menunjukkan niatnya, dan niat itu tidak bertentangan dengan tujuansyara’, maka akadnya sah. Namun apabila niatnya bententangan dengan syara’, makaperbuatannya dianggap fasid(rusak), namun tidak ada efek hukumnya. (Aj-Jauziyyah,111: 114, 119 dan IV: 400)

Golongan Zhahiriyyah tidak mengakui kehujjahan sadd adz- dzari’ah sebagaisalah satu dalil dalam menetapkan hukum syara’. Hal itu sesuai dengan prinsipmereka yang hanya menggunakan nash secara harfiyah saja dan tidak menerimacampur tangan logika dalam masalah hukum.(Ibnu Hazm, IV : 745 - 757)

5. Fath Adz-Dzari'ahIbnu Qayyim Aj-Jauziyyah dan Imam Al-Qarafi, mengatakan bahwa dzari'ah

itu adakalanya dilarang yang disebut sadd adz-dzari ’ah, dan adakalanya dianjurkanbahkan diwajibkan yang disebut fath adz- dzari'ah. Misalnya meninggalkan segalaaktivitas untuk melaksanakan shalat jum’at yang hukumnya wajib.

Pendapat tersebut dibantah oleh Wahbah Al-Juhaili yang menyatakan bahwaperbuatan seperti di atas tidak termasuk kepada dzari 'ah, tetapi dikategorikan sebagaimuqaddimah(pendahuluan) dari suatu pekerjaan. Apabila hendak melakukan suatuperbuatan yang hukumnya wajib, maka berbagai upaya dalam rangka melaksanakankewajiban tersebut hukumnya wajib. Sesuai dengan kaidah:

Akan tetapi, jika tujuan orang yang berakad dapat ditangkap dari beberapa indikatoryang ada, maka berlaku kaidah:

Page 110: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:Apabila suatu perbuatan bergantung pada sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu

pun wajib. ”Begitu pula segala jalan yang menuju kepada sesuatu yang haram, maka

sesuatu itu pun haram, sesuai dengan kaidah:

Artinya:“Segala jalan yang menuju terciptanya suatu pekerjaan yang haram, maka jalan itu pundiharamkan. ”Misalnya, seorang laki-laki haram berkhalawat dengan wanita yang bukan muhrimatau melihat auratnya, karena hal itu akan membawa perbuatan haram yaitu zina.Menurut jumhur, melihat aurat dan berkhalawat dengan wanita yang bukan muhrimitu disebut pendahuluan kepada yang haram (muqaddimah al-hurmah).

Para ulama telah sepakat tentang adanya hukum pendahuluan tersebut, tetapimereka tidak sepakat dalam menerimanya sebagai dzari’ah. Ulama Malikiyah danHanabilah dapat menerima sebagai fath adz- dzari’ah, sedangkan ulama Syafi’iyah,Hanafiyah, dan sebagian Malikiyyah menyebutnya sebagai muqaddimah,tidaktermasuk sebagai kaidah dzari'ah. Namun, mereka sepakat bahwa hal itu bisadijadikan sebagai hujjah dalam menetapkan hukum. (Aj-Juhaili: 874)

SOAL LATIHAN1. Jelaskan pengertian dzari’ah, baik secara etimologi maupun terminologi!2. Apakah yang dimaksud dengan sadd adz-dzari’ah dan berikan contohnya!3. Apa yang Anda ketahui tentang dzari’ah dari segi kualitas kemafsadatan-nya?4. Terangkan tentang dzari ’ah dari segi kemafsadatan yang ditimbulkannya!5. Bisakah dzari ’ah dijadikan salah satu metode ijtihad? Jelaskan!6. Bagaimanakah pendapat Imam Malik tentang bai’y al-ajal?7. Bagaimanakah pandangan Imam Syafi’i tentang saddadz-dzari ’ah?8. Apa yang Anda ketahui tentang galabah al-zhann?9. Jelaskan tentang fath adz- dzari'ah!

10. Jelaskan bagaimana pandangan Ibnu Qayyim dan Wahbah Aj-Juhaili tentangfulli udz- dzuri'ah!

11. Berilah contoh penetapan hukum aktual melalui pendekatan teorisadd udz-dzuri'ah?

Page 111: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

111

G. MADZHABSHAHABY1.Keadaan Paru Sahabat Setelah Rasulullah Wafat

Setelah Rasulullah SAW. wafat, tampillah para sahabat yang telahmemiliki ilmu yang dalam dan mengenal fiqih untuk memberikan fatwa kepadaumat Islam dan membentuk hukum. Hal itu karena merekalah yang paling lamabergaul dengan Rasulullah SAW. dan telah memahami Al-Quran serta hukum-hukumnya. Dari mereka pulalah keluar fatwa mengenai peristiwa yangbermacam-macam. Para niufti dari kalangan tabi'in dan tabi'it-tabi'in telahmemperhatikan periwayatan dan pentakwian fatwa-fatwa mereka. Di antaramereka ada yang mengodifikasikannya bersama sunah-sunah Rasul, sehinggafatwa-fatwa mereka dianggap sumber-sumber pembentukan hukum yangdisamakan dengan nash. Bahkan, seorang mujtahid harus mengembalikan suatupermaslahan kepada fatwa mereka sebelum kembali kepada qiyas.kecuali kalauhanya pendapat perseorangan yang bersifat ijtihadi bukan atas nama umat Islam.

2. Kehujjahan Madzhab Shahaby dan Pandangan paru UlamaDari uraian di atas, tidak diragukan lagi bahwa pendapat para sahabat

dianggap sebagai hujjah bagi umat Islam, terutama dalam hal- hal yang tidakbisa dijangkau akal. Karena pendapat mereka bersumber langsung dariRasulullah SAW, seperti ucapan Aisyah: "Tidaklah berdiam kandungan itudalam perut ibunya lebih dari dua tahun, menurut kadar ukuran yang dapatmengubah bayangan alat tenun".

Keterangan di atas tidaklah sah untuk dijadikan lapangan ijtihad danpendapat, namun karena sumbernya benar-benar dari Rasulullah SAW;. makadianggap sebagai sunah meskipun pada /alurnya merupakan ucapan sahabat.

Pendapat sahabat yang tidak bertentangan dengan sahabat lain bisadijadikan hujjah oleh umat Islam. Hal ini karena kesepakatan mereka terhadaphukum sangat berdekatan dengan zaman Rasulullah SAW.Mereka juga mengetahui tentang rahasia-rahasia syari’at dan kejadian- kejadianlain yang bersumber dari dalil-dalil yang qath'i.Seperti kesepakatan mereka ataspembagian waris untuk nenek yang mendapat bagian seperenam. Ketentuantersebut wajib diikuti karena, tidak diketahui adanya perselisihan dari UmatIslam.

Adanya perselisihan biasanya terjadi pada ucapan sahabat yang keluardari pendapatnya sendiri sebelum ada kesepakatan dari sahabat yang lain. AbuHanifah menyetujui pernyataan tersebut dan berkata, “Apabila saya tidakmendapatkan hukum dalam Al-Quran dan Sunah, saya mengambil pendapatpara sahabat yang saya kehendaki dan saya meninggalkan pendapat orang yangtidak saya kehendaki. Namun, saya tidak keluar dari pendapat mereka yangsesuai dengan yang lainnya.

Dengan demikian, Abu Hanifah tidak memandang bahwa pendapatseorang sahabat itu sebagai hujjah karena dia bisa mengambil pendapat mereka

Page 112: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

yang dia kehendaki, namun dia tidak memperkenankan untuk menentangpendapat-pendapat mereka secara keseluruhan. Dia tidak memperkenankanadanya qiyasterhadap suatu peristiwa, bahkan dia mengambil cara nasakh(menghapus/menghilangkan) terhadap berbagai pendapat yang terjadi di antaramereka.

Menurut Abu Hanifah, perselisihan antara dua orang sahabat mengenaihukum suatu kejadian sehingga terdapat dua pendapat, bisa dikatakan ijma' diantara keduanya. Maka kalau keluar dari pendapat mereka secara keseluruhanberarti telah keluar dari ijma mereka.

Sedangkan Imam Syafi'i berpendapat bahwa pendapat orang tertentu dikalangan sahabat tidak dipandang sebagai hujjah, bahkan beliaumemperkenankan untuk menentang pendapat mereka secara keseluruhan danmelakukan ijtihad untuk mengistinbat pendapat lain. Dengan alasan bahwapendapat mereka adalah pendapat ijtihadi secara perseorangan dari orang yangtidak ma'sum(tidak terjaga dari dosa).

Selain itu. para sahabat juga dibolehkan menentang sahabat lainnya-Dengan demikian, para mujtahid juga dibolehkan menentang pendapat mereka.Maka tidaklah aneh jika Imam Syati i melarang untuk menetapkan hukum ataumemberi fatwa, kecuali dari Kitab dan Sunnah atau dari pendapat yangdisepakati oleh para ulama dan tidak terdapat perselisihan di antara mereka, ataumenggunakan qiyaspada sebagiannya.

SOAL LATIHAN

1. Siapa sajakah yang dimaksud sahabat Nabi? Jelaskan!2. Bagaimana keadaan para sahabat setelah wafatnya Rasulullah SAW.?

3. Apakah yang Anda ketahui tentang madzhab shahabv?4. Apakah semua perbuatan para sahabat harus diikuti oleh umat Islam?

Mengapa?

5. Berikan contoh perbuatan yang berasal dari madzhab shahabv'.'6. Jelaskan sikap para tabi'in terhadap madzhab shahaby?7. Jelaskan kehujjahan madzhab shahaby?8. Bagaimanakah sikap seorang mujtahidjika ada seorang sahabat yang

mengeluarkan pendapat, tapi berbeda dengan pendapat sahabat-sahabatyang lain?

9. Jelaskan pendapat para ulama tentang kehujjahan madzhab Sahabyl

10. Bagaimana pandangan Imam Syafi'i tentang madzhab sahabyl

Page 113: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

113

H. SYARI'AT SEBELUM KITA (SYAR’U MAN QABLANA)

1. Hukum Syari'at Sebelum KitaJika Al-Quran atau Sunah yang sahih mengisahkan suatu hukum yang

telah disyariatkan pada umat yang dahulu melalui para Rasul, kemudiannashtersebut diwajibkan kepada kita sebagaimana diwajibkan kepada mereka,maka tidak diragukan lagi bahwa syariat tersebut ditujukan juga kepada kita.Dengan kata lain, wajib untuk diikuti, seperti firman Allah SWT. dalam suratAl-Baqarah : 183,

Artinya:"Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan pada kamu semua berpuasasebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu. ”(QS. Al-Baqarah : 183)

Sebaliknya, bila dikisahkan suatu syariat yang telah ditetapkan kepadaorang-orang terdahulu, namun hukum tersebut telah dihapus untuk kita, paraulama sepakat bahwa hukum tersebut tidak disyariatkan kepada kita, sepertisyariat Nabi Musa bahwa seseorang yang telah berbuat dosa tidak akandiampuni dosanya, kecuali dengan membunuh dirinya. Dan jika ada najis yangmenempel pada tubuh, tidak akan suci kecuali dengan memotong anggota badantersebut, dan lain sebagainya.

2. Pendapat Para Ulama tentang Syariat Sebelum KitaTelah diterangkan di atas bahwa syariat terdahulu yang jelas dalilnya,

baik berupa penetapan atau penghapusan telah disepakati para ulama. Namunyang diperselisihkan adalah apabila pada syariat terdahulu tidak terdapat dalilyang menunjukkan bahwa hal itu diwajibkan pada kita sebagaimana diwajibkanpada mereka. Dengan kata lain, apakah dalil tersebut sudah dihapus ataudihilangkan untuk kita? Seperti firman Allah SWT. dalam surat Al-Maidahayat:32 :

Page 114: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:"Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil bahwa barang siapamembunuh seorang manusia bukan karena orang itu

(membunuh orang lain atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi makaseakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. ”

(QS. Al-Maidah : 3 2 )

Jumhur ulama Hanafiyah, sebagian ulama Malikiyah, danSyafi’iyah berpendapat bahwa hukum tersebut disyariatkan juga padakita dan kita berkewajiban mengikuti dan menerapkannya selamahukum tersebut telah diceritakan kepada kita serta t idak terdapathukum yang me-nasakh-nya. Alasannya, mereka menganggap bahwa halitu termasuk di antara hukum-hukum Tuhan yang telah disyariatkanmelalui para Rasul- Nya dan diceri takan kepada kita. Maka orang-orang Mukallaf wajib mengikutinya. Lebih jauh. Ulama Hanafiyahmengambil dalil bahwa yang dinamakan pembunuhan itu adalah umumdan tidak memandang apakah yang dibunuh itu muslim atau kafirdzimmi, laki-laki ataupun perempuan, berdasarkan kemutlakan firmanAllah SWT.

Sebagian ulama mengatakan bahwa syariat kita itu me -nasakh ataumenghapus syariat terdahulu, kecuali apabila dalam syariat terdapatsesuatu yang menetapkannya. Namun, pendapat yang benar adalahpendapat pertama karena syariat kita hanya me-nasakh syariat terdahuluyang bertentangan dengan syariat kita saja.

Page 115: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

115

SOAL LATIHAN

1. Jelaskan apakah yang dimaksud dengan syariat sebelum kita?

2. Bagimanakah hukum mengamalkan syariat sebelum kita?

3. Apakah semua syariat yang diperintahkan kepada para Nabi sebelumNabi Muhammad SAW. wajib diamalkan? Jelaskan!

4. Berikan contoh syariat sebelum kita yang wajib untuk diamalkan,beserta dalilnya dari Al-Quran?

5. Berikan pula contoh syariat sebelumyang tidak diwajibkan untukdiamalkan oleh umat Nabi Muhammad SAW!

6.Bagaimana pendapat para ulama tentang syariat sebelum kita yang tidakdidapatkan dalilnya? Jelaskan!

7. Jelaskan pendapat sebagian ulama, bahwa syariat Nabi Muhammad SAW. me-nasakh syariat sebelum kita?

8.Apakah Imam Abu Hanifah setuju terhadap alasan sebagian ulama tersebut?Jelaskan!

9.Apakah dalam ibadah haji terdapat syariat-syariat sebelum kita? Jelaskan!10.Bagaimana pendapat Anda tentang syariat sebelum kita?

Page 116: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

BAB IV

QAIDAH-QAIDAH USHULIYYAH

A. QAIDAH USHULIYYAH1. Pengertian Qaidah Ushuliyyah

Dalil syara’ itu adayang bersifat menyeluruh, universal, dan global (kullidanmujmal)dan ada yang hanya ditujukan bagi suatu hukum tertentu dari suatu cabanghukum tertentu pula. Dalil yang bersifat menyeluruh itu disebut pula qaidahushuliyyah.Dari pengertian Ushul Fiqihyang telah dikemukakan di atas terkandungmaksud bahwa objek bahasan Ushul Fiqihantara lain adalah qaidah penggalian hukumdari sumbernya. Dengan demikian yang dimaksud dengan qaidah ushuliyyah adalahsejumlah peraturan untuk menggali hukum. Qaidah ushuliyyah itu umumnya berkaitandengan ketemuan dalalah lafazhatau kebahasaan.

2. Urgensi Qaidah UshuliyyahSeperti disebutkan di atas, bahwa qaidah ushuliyyahitu berkaitan dengan bahasa.

Dalam pada itu, sumber hukum adalah wahyu yang berupa bahasa. Oleh karena itu,qaidah ushuliyyahberfungsi sebagai alat untuk menggali ketentuan hukum yangterdapat dalam bahasa (wahyu) itu. Menguasai qaidah ushuliyyahdapat mempermudahfaqihuntuk mengetahui hukum Allah dalam setiap peristiwa hukum yang dihadapinya.

Dalam hal ini, qaidah fujhiyahpun berfungsi sama dengan qaidahushuliyyah.Oleh karena itu. terkadang ada suatu qaidah yang dapat disebut qaidahushuliyyahdan qaidah fiqhiyah.

Perbedaan qaidah ushuliyyahdengan qaidah fiqhiyyahakandijelaskan padapembahasan qaidah fiqhiyyahpada bab VI.

3. Beberapa Contoh Qaidah UshuliyyahUntuk mengenal qaidah ushuliyyah lebih jauh, di bawah ini disebutkan beberapa

qaidah ushuliyyah:

Artinya:

Page 117: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

117

“Yang dipandang dasar (titik talak) adalah petunjuk umum dasar lafazh bukansebab khusus (latar belakang kejadian). ”

b. Kaidah:

Artinya:“Bila dalil yang menyuruh bergabung dengan dalil yang melarang makadidahulukan dalil yang melarang

c. Kaidah:

Artinya:“Makna implisit tidak dijadikan dasar bila bertentangan dengan makna eksplisit. ”

d. Kaidah:

Artinya:“Lafazh nakirah dalam kalimat negatif (nafi) mengandung pengertian umum. ”

Artinya:"Petunjuk nash didahulukan daripada petunjuk zahir. "

f. Kaidah:

Artinya:"Petun juk perintah (amr) menunjukkan wajib. ”

g. Kaidah:

Page 118: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:"Tidak dibenarkan berijtihad dalam masalah yang ada nash-nva. "

h. Kaidah:

Artinya:

”Datalah lafazh mutlak dibawa pada datalah lafazh muqayvad.”

i. Kaidah:

Artinya:

"Perinlah terhadap sesuatu berarti larangan alas kcha/ikaimva.

SOAL LATIHAN

1. Jelaskan pengertian qaidah ushuliyvah!

2. Bagaimana hubungan qaidah ushiilivyah dengan qaidah fiqhiyyah?

3. Bagaimana peran dan urgensi qaidah ushul iwahdalampengembangan hukum Islam?

4. Bagaimana hubungan dalil juz'i dengan dalil kuili?

5. Sebutkan tiga qaidah ushuliyyah ? Jelaskan!

B. LAFAZH DAN DALALAHNYA

1. Pengertian Mujnud dan MuhayyanUntuk menggali hukum terutama hukum syariah, tidak terlepas dari

pembahasan kebahasaan karena hampir delapan puluh persen penggalianhukum syari 'ah menyangkut lafazh. Sebenarnya, lafazh-lafazh yangmenunjukkan hukum harus jelas dan tegas supaya tidak membingungkanpara pelaku hukum. Namun dalam kenyataannya, petunjuk (dilalah) lafazh-

Page 119: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

119

lafuzh yang terdapat dalam nash syara' i tu beraneka ragam. Bahkan, adayang kurang jelas (khafa).

Suatu lafazh yang mempunyai makna tertentu, dan t idak mempunyaikemungkinan makna lain disebut muhayyan atau nash. Bila mempunyai duamakna atau lebih tanpa dapat diketahui makna yang lebih kuat disebutmujmal. Namun, bila diketahui makna yang lebih tegai, dari makna yangada disebut zhahir. Dengan demikian, yang disebut mujmal adalah suatulafazh yang cocok untuk berbagai makna, tetapi tidak ditentui ,n maknayang dikehendaki, baik melalui bahasa naupun menurut kebiasaanpemakaiannya (Al-Ghazali: 145).

Sifat ke-mujmal-an itu bisa terjadi pada kosa-kata (mufradat), sepertilafazh quru' bisa berarti suci dan haid, bisa juga terjadi pada kata majemuk(murakab) seperti mukhathab yang terdapat pada surat Al-Baqarah (2) :237, yang bisa berarti suami atau wali. Demikian pula sifat ke-mujmal-m\bisa terdapat di dalam kata kerja seperti lafazh asas yang bisa berartimenghadap dan membelakangi. Dan bisa juga terjadipada huiuf seperti pada n cut a taf bhaberarti memulai dan menvainbungkan (dan).

Hukum melaksanakan lafazh mujmalbergantung kepada bayan atau penjelasan.Untuk mengungkapkan lafazh tersebut dapat digunakan beverapa teoriyang telahdiungkapkan oleh para ulama terdahulu. Demikian juga er apa e eiapa teori ulamatentang tingkat kejelasan lafazh dan cara memadukan antaratingkatan-tingkatanjelastidaknya suatu lafaz. Hal tersebut akan diuraikan lebih lanjut.

2. Tingkatan Lafazh dari Segi Kejelasannya

Pendapat dalam mengatasi tingkatan dilalahlajuz lafazh dari segi kejelasan. Dalam halini, dapat dibagi dalam dua kelompok. Golongan pertama, yaitu golongan Hanafiyahyang membagi lafich dari segi kejelasan terhadap makna dalam empat bagian, yaitu:zhahir, nash, mufassat,dan muhkam.Sedangkan dari ketidakjelasannya merekamembagimenjadi empatpula, yaitu: khafi, musykil, mujmal, dan mutasyabbih.golongan kedua, yaitu jumhur dari kalanganmutakalimin, dipelopori oleh Asy-Syafi’I,yang membagi lafazh dari segi kejelasannya menjadi dua, yaitu mur dan hash.Keduabentuk lafazh ini disebut kalam mubayyan. Sedangkan dan segi ketidakjelasan dibagimenjadi dua macam yaitu mujmal dan mutasyabih. (Muhammad Adib Salih, 1984, I :140 -141)Sebagaimana telah dijelaskan di muka, golongan Hanafiyah membagi lafazh menjadiempat macam. Disini akan dijelaskan di sini akan dijelaskan secara terperinci disertaicontoh-contoh sebut mengenai macam-macam lafazh tersebut. Secara garis besarnya,pembagianmenurut lafadz menurut golonganHanafiyyah, dilihat dari peringkatkejelasan lafazh itu, dimulai dari jelasnya yang sederhana (zhahir), cukup jelas (nash),sanga jelas (mufassar), dan super jelas (muhkam).Mbagian lafazh itu sebenarnya dilihat dari segi mungkin atau tidaknya ditakwil ataudinasakh. Untuk jelasnya perhatikan berikut ini.

Page 120: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

2.1 pembagian Lafazh dari Segi Kejelasannya menurut Ulama Hanafiyah2.1.1Zhahir

Al-Bazdawi memberikan definisi zhahir sebagai berikut:

Artinya:"Suatu nama bagi sehtnih perkataan yang jelas maksudnya bagi pendengar,melaini bentuk lafazli itu sendiri. "

(Bazdawi, 1307 H. I : 46).

Definisi yang lebih jelas adalah yang dikemukakan oleh Al-Sarakhsi:

Artinya:"Sesuatu yang dapat diketahui maksudnya dari pendengaran itu sendiri tanpaharus dipikirkan lebih dahulu. ”

(As-Sarakhsi. 1372, I : 164 )

Dari definisi tersebut tampak jelas bahwa untuk memahamizhahiritu tidak bergantung pada petunjuk lain, tetapi bisa diambillangsung dari rumusan lafazhitu sendiri. Akan tetapi lafazhitu tetapmempunyai kemungkinan iain.

Atas dasar definisi-definisi tersebut, Muhammad Adib Salihmenyimpulkan bahwa zhahirituadalah:

Page 121: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

121

Artinya:"Suatu lafazh yang menunjukkan suatu makna dengan rumusan lafazh itusendiri tanpa menunggu i/arinah yang ada di luar lafazh itu sendiri, namunmempunyai kemungkinan ditakhsis. ditakwil, dan dinasakh. "

(Muhammad Adib Salih, 1984. I : 143)Contoh yang dapat dikemukakan di sini adalah

antara lain:

Artinya:

"Dan Allah lelah menghalalkan jual beli dan mengharamkanriba"

Ayat tersebut petunjuknya jelas, yaitu mengenai halalnya jualbeli dan haramnya riba. Petunjuk tersebut diambil dari lafazh itusendiri tanpa memerlukan qarincihlain. Masing-masing dari lafazh al-bay' dan ar-riba merupakan lafazh'amm yang mempunyai kemungkinandi-takhsis.

Kedudukan lafazh zhahir adalah wajib diamalkannya sesuaipetunjuk lafazh itu sendiri, sepanjang tidak ada dalil yang men-takhsis-nya, men-/afot '/7-nya atau me-imakh-nya.

2.1.2 NasliMenurut bahasa, A :'ash adalah raf ’a asy-syai’ atau munculnya

segalasesuatu yang tampak. Oleh sebab itu. dalam mimbar nash inisering disebut manashahal, sedangkan menurut istilah antara lain dapatdikemukakan di sini menurut:

a.Ad-Dabusi:

Page 122: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:

Suatu lafazh yang maknanya lebih jelas daripada zhahiirbila ia dibandingkan dengan lafazhzhahir

b.Al-Bazdawi

Artinya:

Daridefinisi tersebut dapat disimpulkan bahwa nash mempunyaitambahan kejelasan. Tambahan kejelasan tersebut tidak diambildari rumusan bahasanya, melainkan timbu1 dari pembicarasendiri yang bisa diketahui dengan qarinah.

Atas dasar uraian tersebut, Muhammad Adib Salihberkesimpulan bahwa yang dimaksud nash itu adalah:

lafazh yang lebih jelas maknanya daripada makna lafaz zhahiryang diambil dari si pembicaranya bukan dari rumusan bahasaitu sendiri. ”

Page 123: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

123

Artinya:

"Nash adalah suatu lafazh yang menunjukkan hukum dengan jelas, yang diambilmenurut alur pembicaraan, namun ia mempunyai kemungkinan ditakshish danditakwil yang kemungkinannya lebih lemah daripada kemungkinan yangterdapat dari lafazh zhahir. Selain itu, ia dapat dinasakh pada zaman risalah(zaman Rasul). "

Sebagai contoh adalah ayat Al-Quran, seperti yang dijadikan contoh darilafazh zhahir.

Dilalah nashdari ayat tersebut adalah tidak adanya persamaan hukumantara jual beli dan riba.

Pengertiannya diambil dari susunan kalimat yang menjelaskan hukum. Disini nashlebih memberi kejelasan daripada zhahir(halalnya jual beli danharamnya riba) karena maknanya diambil dari pembicaraan bukan darirumusan bahasa.

Kedudukan (Hukum) Lafazh NashHukum lafazh nashsama dengan hukum lafazh zhahir,vaitu waj ib

diamalkan petunjuknya atau dilalah-nya sepanjang tidak ada dalil yangmenakwilkan. mentakhsis atau menasakhnya. Perbedaan antara zhahir dannashadalah kemungkinan takwil. takhsis,atau nasakhpada lafazh nashlebih jauhdari kemungkinan yang terdapat pada lafazh zhahir. Oleh sebab itu, apabilaterjadi pertentangan antara lafazh zhahirdengan lafazh nash, maka lafazhnashlebih didahulukan pemakaiannya dan wajib membawa lafazh zhahirpadalafazh Nash.

2.1.3 MufassarMufassaradalah lafazhyang menunjukkan suatu hukum dengan petunjuk

yang tegas dan jelas, sehingga petunjuknya itu tidak mungkin ditakwil atauditakhsis, namun pada masa Rasulullah masih bisa dinasakh.

As-Sarakhsi memberikan definisi mufassardengan ungkapan sebagaiberikut: (As-Sarakhsi, 1372 H. 1 : 165).

Page 124: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:"Suatu nama untuk sesuatu yang terbuka dan dapat diketahui maksudnya dengan jelas sertatidak ada kemungkinan ditakwil. ”

Atas dasar definsi tersebut maka kejelasan petunjuk mufassar lebih tinggidaripada petunjuk zhahir dan nash. Hal ini karena pada petunjuk zhahir dan nash masihterdapat kemungkinan ditakwil atau ditaksis, sedangkan pada lafazh mufassarkemungkinan tersebut sama sekali tidak ada. Sebagai contoh firman Allah SWT. :

Artinya:"Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamusemuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang her takwai. ”

(QS. At-Taubah : 36)

Lafazh musyrikin pada ayat tersebut pada mulanya dapat di taksis, namun denganadanya lafazh kaafalan kemungkinan itu menjadi tidak ada.

Hukum MufassarDilalah mufassar wajib diamalkan secara qath'i, sepanjang tidak ada dalil yang me-nasakh-nya. Lafazh mufassar tidak mungkin

Page 125: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

125

dipalingkan artinya dari zhahir-nya, karena tidak mungkin di- lakwildan ditakhsis,melainkan hanya bisa di-nasakh atau diubah apabila ada dalil yangmengubahnya.

Dengan demikian, dilalah mufassar lebih kuat daripada dilalah zhahir dandilalah nash. Oleh sebab itu, apabila terjadi pertentangan antara dilalah mufassardengan dilalah nash dan zhahir maka dilalah mufassar harus didahulukan.

2.1.4 Muhkam

Muhkam adalah suatu lafazh yang menunjukkan makna dengan dilalah tegasdan jelas serta qath’i,dan tidak mempunyai kemungkinan di-takwil, di-takhsis dandi nasakh meskipun pada masa Nabi, lebih-lebih pada masa setelah Nabi.Misalnya firman Allah SWT. :

Artinya:“Dan Allah Maha Mengetahui terhadap segala sesuatu. ”

Pengertian ayat tersebut sangatjelas dan tegas dan tidak mungkin diubah.

Muhkammenurut bahasa diambil dari kata ahkama,yang berarti atqana,yaitupasti dan tegas. Sedangkan menurut istilah adalah sebagaimana yang

dikemukakan As-Sarakhsi:

Artinya:Muhkam itu menalak adanya penakwilan dan adanya nasakh. ”

Lafazh Muhkamapabila lafazhnya khash.tidak bisa di-takwildengan arti lain. Danapabila kfazh-nya ‘amm, tidak bisa di-takhsisdengan makna

Page 126: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

khash, karena maknanya sudah jelas dan tegas, tidak mempunyai kemungkinan-kemungkinan lain. Contoh: Firman Allah SWT. tentang haramnya menikahi jandaRasulullah.

Sehubungan dengan lafazh muhkam itu tidak bisa di-nashakh, maka muhkam ituterbagi kepada dua, ada muhkam dzat dan muhkam ghair dzat. Karena terkadang nasakhitu bisa dari nash itu sendiri atau dari luar nash.

Hukum MuhkamDilalah muhkam wajib diamalkan secara qath'i, tidak boleh dipalingkan dari

maksud asalnya dan tidak boleh dihapus. Oleh sebab itu, dilalah muhkam lebih kuatdaripada seluruh macam dilalah yang disebut di atas. Dengan sendirinya, apabila terjadipertentangan dengan macam dalil di atas, maka yang harus didahulukan adalah dilalahmuhkam.

2.2 Kegunaan Pembagian Lafazh Menurut Kejelasannya dan Pengaruhnyaterhadap Penetapan HukumSebagaimana telah dijelaskan di muka bahwa lafazh menurut kejelasan adalah

bertingkat-tingkat. Macam-macam tingkatan lafazh ini mempunyai faedah danpengaruh dalam menggali dan menetapkan hukum. Kegunaan dan pengaruh tersebutdapat dirasakan apabila terjadi pertentangan antara petunjuk macam-macam lafazhtersebut.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari contoh-contoh di bawah ini.

2.2.1 Pertentangan antara zhahir dan nashMisalnya tentang halalnya menikahi wanita tanpa dibatasi jumlahnya yang

bertentangan dengan halalnya menikahi wanita itu dengan dibatasi empat orang saja.Contohnya firman Allah SWT., surat An-Nisa:

Artinya:"dan dihalalkan bagi kamu apa yang dibelakang (selain) demikian itu bahwa kamumencari dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina ... “

(QS. An-Nisa’ : 24)bertentangan dengan An-Nisa ayat 3:

Page 127: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

127

Artinya:“Dan jika kamu tidak akan dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim (perempuan),maka kawinilah perempuan-perempuan yang kamu senangi dua, tiga, empat. Makajika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil maka (hendaklah cukup satu saja, ataukawinilah budak-budak yang kamu miliki ... “

(QS. An-Nisa’ : 3)Ayat pertama menunjukkan halalnya menikahi wanita yang halal tanpa dibatasi

jumlahnya. Dilalah tersebut termasuk zhahir. Berdasarkan dilalah ini, seorang laki-lakiboleh mengawini wanita lebih dari empat. Sedangkan ayat kedua termasuk dilalahnash. Ayat kedua ini menunjukkan halalnya menikahi wanita itu dibatasi empat,sehingga menikahi wanita lebih dari empat itu adalah haram.

Dengan demikian, terjadi pertentangan antara ayat pertama dan kedua, yaitu ayatyang pertama boleh menikahi wanita lebih dari empat, sedangkan ayat yang keduatidak boleh lebih dari empat. Dalam hal ini,dilalah yang diambil adalah yang kedua, sebab dilalah yang kedua itu dilalah nash, dandilalah nash lebih kuat dari pada dilalah zhahir.

2.2.2 Pertentangan antara Muhkam dengan Nash.

Contoh yang bisa dikemukakan di sini adalah surat An-Nisa : 3 :

bertentangan dengan surat Al-Ahjab ayat 53:

Page 128: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Arlinya:"dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya

sesudah ia wafat selama-lamanya ...(QS. Al-Ahzab : 53)

Ayat pertama termasuk dilalah nash, secara dilalah nash ayat ini menunjukkandibolehkannya mengawini wanita mana saja termasukjanda Rasulullah dengan syarattidak melebihi empat. Ayat kedua dilalah-nyamuhkam, ayat ini mengharamkanmengawini janda Rasulullah. Dengandemikian, kedua ayat tersebut ta ’arud(pertentangan), maka harus diambi 1dilalahayat yang kedua, karena dilalahayat ini muhkam.

2.2.3 Pertentangan antara Nash dengan Mufassar

Sebagian ushuliyyin memberikan contoh tentang dua hadis mengenaiwudunya orang yang sedang mustahadah(keluar darah haid karena penyakit).Hadis pertama yang diriwayatkan dari 'Aisyah. ia berkata, “Fatimah bintiAbu Hubaisv datang kepada Rasulullah dan ia berkata, “Sesungguhnya akuini dalam keadaan mustahadah.sehingga aku tidak bisa bersuci, apakah akuharus meninggalkan shalat?” Rasulullah menjawab, 'tidak, karenamustahadahbukan darah haid. Jauhilah shalat pada waktu haidmu, kemudianmandilah dan berwudulah untuk setiap shalat, dan shalatlah sekalipun dalamkeadaan mustahadah. ” (As-Syaukani, I : 299).

Dalam riwayat lain memakai ungkapan, “berwudulah tiap waktushalat.” (Az-Zayla’i, 1,1.1. : 125).

Hadis riwayat pertama menunjukkan bahwa seorang wanitamustahadahwajib berwudu untuk setiap shalat. Dengan demikian, tidak sahshalatnya lebih dari satu shalat dengan satu wudu sungguhpun pada waktuyang sama.

Sedangkan hadis riwayat kedua, menunjukkan bahwa wajibnyaberwudu itu untuk waktu seluruh shalat. Atas dasar ini, boleh shalat untukbeberapa kali, dengan satu wudu selama waktu untuk melakukan shalat itumasih ada.

Pertentangan riwayat pertama dan kedua ini dari segi lafazhdapatdikatakan antara Nashdan Mufassar.Hadis riwayat pertama berbentuk

Page 129: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

129

Nash,sedangkan hadis riwayat yang kedua berbentuk Mufassar.Oleh sebab itudalam hal ini harus mendahulukan hadis kedua, karena termasuk Mufassar.

2.2.4 Pertentangan antara Mufassar dengan Muhkam

Pertentangan tersebut seperti ayat 2 surat Al-Thalaq:

Artinya:

"..dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu.. ”(QS. Ath-Thalaq : 2)

bertentangan dengan ayat 4 surat An-Nur:

Artinya:dan janganlah kamu terima persaksian mereka buat selama-lamanya.. “

(QS. An-Nur : 4)

Ayat pertama termasuk mufassar. Ayat ini menunjukkan diterimanya kesaksian yangadil dari siapa saja. Ayat yang kedua termasuk muhkam. Ayat ini menunjukkan tidakbisa diterima kesaksian orang yang menuduh zina (qadzaf), sungguhpun ia bertobat.Dalam hal ini menurut sebagian ulama digunakan petunjuk ayat yang kedua.

2.3 Tingkatan-Tingkatan Kejelasan Lafazh menurut Mutakalimin (Syafi’iyyah)Menurut mutakalimin, kejelasan lafazh terbagi dua, yaitu zhahir dan nash.

Namun, Imam Syafi ’ i sendiri tidak membedakan antara zhahir dengan nash. Baginyazhahir dan nash ini adalah dua nama (lafazh) untuk satu arti, seperti yang dikemukakanAbu Al-Hasan Al-Basri:

Page 130: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:"Nash menurut batasan Imam Syafi'i culalah suatu khithab yang dapat diketahuihukum yang dimaksudnya, haik diketahuinya itu dengan sendirinya atau melaluiyang lain. Dan mujmal menurutnya disebut juga nash. "

(Muhammad Adib Salih, I. 1982 : 198-199).

Pada perkembangan selanjutnya, setelah Imam Asy-Syafi’i . nashdan zhahir ini dibedakan pengertian masing-masingnva. vaitu:

Artinya:"Nash adalah suatu lafazh yang tidak mempunyai kemungkinan ditakwil.sedangkan zhahir mempunyai kemungkinan untuk ditakwil. "

AI-Gazali juga membedakan definisi nash itu dengan ungkapan:

Artinya:

Suatu lafazh yang sama sekali tidak mempunyai kemungkinan ditakwil, baiktakwil dekat maupun takwil jauh. ’’

Pada kesempatan lain, ia mengungkapkan:

Page 131: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

131

Artinya:“Lafazh yang tidak mungkin ditakwil, yang diterima serta muncul dari dalil. Adapunkemungkinan yang didukung dengan dalil maka lafazh itu tidak keluar dari lafazh nash. ”

(Al-Gazali, I, 1322 H, : 385-386).

Dilalah nash wajib diamalkan secara pasti dan tidak boleh menyimpang daridilalah nash tersebut, kecuali apabila ada nasakh. Sedangkan hukum dilalah zhahir wajibdiamalkan dan tidak boleh ditinggalkan kecuali ada dalil yang memalingkannya.

3. Tingkatan Lafazh menurut Ketidakjelasan.Dalam hal ini ulama hanafiyah membagi ketidakjelasan lafazh menjadi empat

macam tingkatan, yaitu: khafi, musykil, mujmal, mutasyabih.Sedangkan ulama Al-Syafi’iyyah (Mutakalimin) membaginya menjadi dua

bagian, yaitu mujmal dan mutasyabih. Untuk lebih terperinci akan penulis kemukakanpengertian masing-masing tingkatan mubham tersebut.3.1 Tingkatan Lafazh menurut Ketidakjelasan menurut Hanafiyah

3.1.1 KhafiPengertian khafi menurut bahasa adalah tidak jelas atau tersembunyi, sedangkan

menurut istilah, seperti yang dikemukakan oleh Ad-Dabusi adalah suatu lafazh yangmaknanya menjadi tidak jelas karena hal baru yang ada di luar lafazh itu sendiri,sehingga arti lafazh itu perlu diteliti dengan cermat dan mendalam.

Adib Salih memberikan penjelasan bahwa, khafi adalah suatu lafazh zhahir yangjelas maknanya, tetapi lafazh itu sendiri menjadi tidak jelas karena ada hal baru yangmengubahnya, sehingga untuk mengatasinya tidak ada jalan lain, kecuali denganpenelitian yang mendalam (Muhammad Adib Salih, 1982 : 230). Tegasnya lafazh zahiritu menjadi khafa bila diterapkan pada masalah lain.

Dengan demikian munculnya lafazh khafa adalah, akibat peng-aplikasian suatu keputusan hukum yang diambil dari lafazh zahir pada masalah yangdihadapi dan benar-benar terjadi, di mana masalah tersebut tidak persis samadengan apa yang terdapat pada lafazh itu. Oleh sebab itu, untuk menghilangkannyaperlu diadakan ijtihad. Sebagai contoh yang berhubungan dengan masalah tersebutadalah pengertian lafazh As- sariqpada ayat:

Page 132: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Pada mulanya lafazh As-sariq itu tegas, yaitu orang yang mengambil hartaberharga milik orang lain secara diam-diam untuk dimiliki, pada tempat yangterpelihara. Akan tetapi, apabila pengertian ini diterapkan pada masalah lain yangsama, seperti pencopet, pencuri barang-barang dalam kuburan, korupsi, maka lafazhitu sendiri menjadi tidak tegas.

3.1.2 MusykilMusykil menurut bahasa ialah sulit, atau sesuatu yang tidak jelas perbedaannya,

sedangkan menurut istilah seperti pendapat As-Sarakhsi ialah, suatu lafazh yangtidak jelas artinya dan untuk mengetahuinya diperlukan dalil atau qarinah.(As-Sarakhsi, I, 1372 H : 168).

Muhammad Adib Salih menyimpulkan bahwa yang dimaksud musykil adalahsuatu lafazh yang tidak jelas maksudnya karena ada unsur kerumitan, sehinggauntuk mengetahui maksudnya diperlukan adanya qarinahyang dapat menjelaskankerumitan itu, dengan jalan pembahasan yang mendalam. (Muhammad Adib Salih.1982.1 : 254)

Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa perbedaan antara khafi danmusykil itu terletak pada dzatiah lafazh itu sendiri. Oleh sebab itu, musykil lebihtinggi kadar kemubhamannya daripada khafi.

Sebagai contoh lafazh musykil yang dapat dikemukakan di sini adalah kata-kata an-na pada surat Al-Baqarah : 223.

mala.Dari sini timbul kemusykilan, untuk menentukan makna yang lebih cocok dari ketigamakna tersebut. Para ulama dalam memahami ayat tersebut, ada yang mengambilpengertian kaifa. sepeiti Ibnu Abbas dan Ikrimah dan lain-lain. Mereka mengartikanayat itu adalah boleh menggauli isteri bagaimana maunya, kecuali pada dubur dan diwaktu haid. Ada yang mengartikan, selagi ia menghendakinya.

2.1.1 MujmalMujmal dalam bahasa adalah global atau tidak terperinci. Menurut istilah adalah

lafazli yang tidak bisa dipahami maksudnya, kecuali bila ada penafsiran dari pembuatmujmal (Syair) (As-Sarakhsi. 1. 1372 II : 168)

Dari definisi tersebut, dapat dipahami bahwa mujmal itu adalah suatu lafazh jangdzatiahnya khafi, tidak bisa dipahami maksudnya, kecuali bila ada penjelasan dari syara'

Page 133: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

133

baik ketidakjelasannya itu akibat peralihan lafazh dari makna yang jelas pada maknakhusus yang dikehendaki syara' ataupun karena sinonim lafazh itu sendiri ataupunkarena lafazh itu ganjil artinya.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa mujmal lebih tinggi kadar khafa-nyadaripada musykil, sebab penjelasan mujmal diperoleh dari syara' bukan hasil ijtihad.Contohnya lafazh shalat. menurut bahasa berarti doa. tetapi menurut istilah syara' adalahibadah khusus yang segala sesuatunya dijelaskan oleh Rasulullah.

Dari aspek keharusan adanya penjelasan dari syara' tentang lafazh mujmal itutimbul masalah, yaitu sejauh manakah penjelasan syara' itu. Sunnah dapat memberikanpenjelasan mujmal sepanjang tidak ada penjelasan nashAl-Quran. Oleh sebab itu untukmencari penjelasan mujmal terlebih dahulu harus melihat nash Al-Quran.

2.1.2 MutasyabihMutasyabih menurut bahasa adalah sesuatu yang mempunyai kemiripan dan atau

simpang siur. Menurut istilah, berdasarkan pendapat sebagian ulama adalah suatu lafazhyang maknanya tidak jelas dan juga tidak ada penjelasan dari syara. baik A!-Quranmaupun Sunah, sehingga lidak bisa dikeiaiuii oieii semua orang, kecuaii orang-orangyang mendaiani ilmu pengetahuannya (Asy-Syarakhsi, 1. 1372 II. : 169).

Sebagian lain mendefinikan bahwa mutasyabihadalah suatu lafazhyang mempunyai baberapa kemungkinan artinya dan simpang siurantara dua arti atau lebih.

Para ulama sepakat bahwa dalam Al-Quran terdapat ayat-ayatmutasyabih.namun mereka berbeda pendapat mengenai tempat-tempatnya.

Menurut Ibnu Hazm. tidak ada ayat-ayat mutasyabihdalam Al-Quran. kecuali pada dua tempat. Pertama, huruf hija’iyyah pada awalsurat. Kedua. Qasatn Allah. Misalnya:

(Ibnu Hazm. 1347 H. I. : 48).

Menurut ulama lainnya, tempat ayat -ayat mutasyabihitu selain yangdisebut Ibnu Hazm juga meliputi ayat-ayat yang mempunyai maknayang berkaitan dengan penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya.

Sekalipun para ulama menyadari bahwa mereka tidak mungkinmengetahui makna ayat mutasyabihdengan pasti, mereka tetap berusahadan meneliti secara cermat dan mendalam untuk mencoba mencarimaknanya.

Page 134: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

3.2 Pembagian Lafazh Ditinjau dari Segi Ketidakjelasannya menurutUlama Mutakallimin

Golongan Mutakallimin (Syall ' iyyah) tidak memiliki peryataan yangtegas dalam membagi lafazhditinjau dari segi ketidakjelasannya. Namun,dapat disimpulkan bahwa mereka membagi lafazhini dalam dua bagian.yaitu Mujmaldan Mutasyabih.Mereka pun berbeda-beda dalammemberikan definisi masing-masing kedua istilah tersebut, namunsecara umum dapat dikatakan bahwa yang dimaksud denganmujmaladalah suatu lafazh yang menunjukkan makna yang dimaksud,tetapi petunjuknyatidak jelas.

Artinya:

“Suatu lafazh yang menunjukkan makna yang dimaksud secara jelas. ”

Dengan demikian makna yang dimaksud lafazh itu memerlukan penjelasan,seperti:

Lafazh shalat dan zakat di sini adalah mujmal sehingga memerlukan penjabaran yanglebih jelas. Sebagian mereka ada yang menyamakan lafazh Mutasyabih dengan mujmal,yaitu suatu lafazh yang tidak jelas maknanya. Dan ada pula yang membedakan antaramujmal dan Mua'wwal. Hanya saja perbedaan antara mujmal dengan mu’awwal terletakpada kuat (rajih) dan lemah (marjuh) makna yang dimaksud. Makna yang dimaksudpada lafazh muawwal adalah lemah (marjuh), sedangkan makna yang terdapat padalafazh mujmal adalah kuat (rajih). (Al-Asnawi, 1 : 6 1 )

Berdasarkan keterangan ini, maka makna yang terdapat dalam lafazh mutasyabihadalah lemah (marjuh). Al-Asnawi menegaskan bahwa lafazh mutsayabih itu tidakmempunyai makna yang kuat. Dari aspek ini, lafazh mutsayabih sama denganmu’awwal atau mempunyai makna yang sama dari berbagai makna, sehingga dariaspek ini ia termasuk lafazh mujmal. Oleh karena itu, mutasyabih lebih umum darilafazh mujmal dan mu ’awwal.

SOAL LATIHAN

1. Jelaskan pengertian mujmal dan mubayyan! Beri contoh-contohnya!2. Jelaskan pengertian zhahir dan mu 'awwal!Beri contoh-contohnya!

Page 135: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

135

3. Bagaimana dasar pemikiran yang dipakai para ulama ushul dalam membagidilalah lafazh?

4. Terangkan pembagian tingkatan dilalah lafazh dari segi kejelasannya menurutulama Hanafiyyah!

5. Terangkan pembagian tingkatan dilalah lafazh dari segi kejelasannya menurutulama Syafi’iyyali!

6. Terangkan pembagian tingkatan dilalah lafazh dari segi ketidakjelasannyamenurut ulama Hanafiyyah!

7. Terangkan pembagian tingkatan dilalah lafazh dari segi ketidakjelasannyamenurut ulama Syafi’iyyah!

8. Jelaskan persamaan dan perbedaan antara lafazh musykil dengan lafazh mujmal\9. Bagaimana hukum menempatkan dilalah lafazh mujmal, zhahir, nash, mufassar, dan

muhkam?10. Jelaskan kegunaan dan fungsi pembagian lafazh dari sisi kejelasan!11. Sebutkan macam-macam mujmal.Bericontoh masing-masingnya!12. Jelaskan persamaan dan perbedaan antara ulama Hanafiyah dengan jumhur ulama

(mutakalimin) tentang lafazh mujmal\13. Jelaskan pengertian lafazh mutasyabih menurut ulama Hanafiyyah dan ulama

syafi’iyyah!14. Adakah lafazh mutasyabih dalam nash hukum? Mengapa?

15. Bagaimana pendapat ibnu Hazm tentang lafazh mutasyabih?

C. TAKWIL (MUAWWAL)1. Pengertian Takwil (Muawwal)1.1 Menurut Etimologi

Secara etimologi, takwil dirujuk dari kata

yang berarti At-Tafsir, Al-Marja Al-Mashir. Demikian pendapat Abu Ubaidah Ma’mar binAl-Matsani dan keterangan yang dikemukakan oleh Abu Ja’far Al-Thabary (AdibShalih, 1984 : 356).Pengertian ini diambil dari hadis:

Artinya:

Barang siapa yang puasa sepanjang masa, maka berarti ia tidak puasa dan tidak adabalasannya. ”

Page 136: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:“ ... yang demikian itu, lebih utama dan lebih baik akibatnya. ”

(QS. An-Nisa : 57)

Dengan demikian, dari sudut bahasa, takwil mengandung arti At- Tafsir(penjelasan, uraian) atau Al-Marja’, Al-Mashir (kembali, tempat kembali) atau Al-Jaza' (balasan yang kembali kepadanya).

1.2 Menurut TerminologiPara ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan takwil secara terminologi.

Para ulama salaf mendefinisikan takwil antara lain sebagai berikut:a. Imam Al-Ghazali dalam kitab Al-Mustashfa (Al-Ghazali. 1973:128)

Artinya:“Sesungguhnya takwil itu merupakan ungkapan tentang pengambilan maknadari lafazh yang bersifat probabilitas yang didukung oleh dalil dan menjadikanarti yang lebih kuat dari makna yang ditunjukkan oleh lafazh zhahir. ”

b. Imam Al-Amudi dalam kitab Al-Mustashfa:

Artinya:"Membawa makna lafazh zhahir yang mempunyai ihtimal (probabilitas) kepadamakna lain yang didukung dalil. ”

Page 137: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

137

Kaum muhaditsin mendefinisikan takwil yaitu sejalan dengan definisi yangdikemukakan oleh ulama Ushul Fiqih, yaitu:

a. Menurut Wahab Khalaf:

Artinya:"Memalingkan lafazh dari zhahirnya, karena ada dalil. ”

b. Menurut Abu Zarhah: (Abu Zarhah : 130):

Artinya:“Takwil adalah mengeluarkan lafazh dari artinya yang zhahir kepada makna lain,tetapi bukan zhahir-nya. ”Apabila diteliti secara saksama pengertian takwil menurut bahasa 'ebih umum

daripada pengertian khas, amm, atau mutlaqkarena lafazh-lufazh tersebutmenunjukkan arti yang dimaksud dan dianggap dalil qath’i. Selain itu, khasmemindahkan arti hakiki pada majazi, sedangkan ‘amm Memindahkan arti yangzhahir dengan dalil. Begitu pula mutlaq Memindahkan arti dan memperluas jenisnyadengan cara membatasi dan Mempersempit arti berdasarkan dalil.

Penyebab adanya penakwilan terhadap lafazh-lafazh yang artinya dianggap kuat diantaranya karena arti zhahir-nya tidak sesuai dengan arti yang hakiki, sehingga dalil hasiltakwil yang tidak kuat menjadi kuat. Dengan kata lain, mengutamakan makna dari hasilprasangka yang sesuai dengan maksud syara

2. Objek TakwilKajian takwil, sebagaimana ijtihad dengan ra'yu, tidak menyangkut nash-nashyang

qath'i, baik secara khusus maupun umum, yang merupakan landasan kaidah-kaidahsyara' yang bersifat umum atau kaidah-kaidah fiqih yang berguna untuk menentukanketetapan hukum permasalahan furu’, sehingga para imam dapat menerima danmengamalkannya. Selain itu, takwil juga tidak menyangkut hukum-hukum agamapenting lainnya yang mudah ataupun sulit untuk dipahami yang merupakan dasar-dasarsyari’at. Juga tidak mencakup peraturan-peraturan syari’at yang bersifat umum, diantaranya bahan-bahan yang memerlukan penafsiran dan pematokan hukum, karenamaksud syara’ harus diterangkan dengan jelas dan digambarkan secara qath’iagar

Page 138: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

terhindar dari munculnya arti spekillatif.Adapun kajian takwil kebanyakan adalah furu’ sebagaimana pendapat Imam Asy-

Syaukani. Selain itu juga hal-hal yang jelas dan nash yang merupakan kajian takwil juga.Itu semua merupakan kajian takwil secara global dan terbatas bila belum ada

penafsiran dari syari’at secara menyeluruh. Sedangkan muzmal yang ditafsirkan dengandalil qath ’i tidak termasuk kajian takwil.

Takwiljuga tidak membahas lafazh-lafazh yang musytarak, karena lafazh musytarakmerupakan suatu lafazh yang ditetapkan untuk dua arti atau lebih yang dilakukandengan sengaja berdasarkan hakikatnya. Maka ketika dimutlakkan, setiap arti akandiseleksi sesuai dengan konteks kalimat sebelum dan sesudahnya sehingga timbullaharti yang dimaksud syara'. yang bukan berasal dari makna hakiki, melainkan arti biasayang diperkuat dalil. Bahkan, semua artinya mempunyai derajat yang sama. Namun,salah satunya akan menjadi tentu jika sesuai dengan dalil. Hal itu hanya bisa disebuttakwil secara bahasa saja.

Takwil semakin berkembang pembahasannya, sehingga menurut Hanafi mencakupnash dan zahir.jf. Dalil-dalil Penunjang Takwil

Takwil pada dasarnya mencakup arti yang lemah yang memerlukan dalil untukmemperkuat praduga hasil takwil tersebut, sehingga arti yang tadinya lemah akanmenjadi kuat karena sesuai dengan kemaslahatan umum dan dugaan para mujtahid.

Dengan demikian, dalil penunjang takwil harus lebih kuat daripada dalilpenunjang arti secara bahasa. Atau dalilnya harus lebih kuat dari dalil-dalil yangmenunjukkan bahwa dilaksanakan ataupun tidak. nash tersebut sama saja. Dengan caraseperti itu, hasil penakwiian akan lebih kuat dan menjadi takwil yang sahih.

Dalil yang dipakai untuk menguatkan takwil juga disyaratkan harus sesuai denganketentuan syara’, di antaranya, dalil yang memberikan batasan yang terlalu luasterhadap maksud syara atau yang memperluas arti hacjiqiyang dikandung dalammaksud syara

Semua dalil tersebut harus sesuai dengan syara' dan dianggap hujjah dalamsyara’. Bisa juga dianggap sebagai i’tibar yang sesuai dengan Al-Quran, seperti ijmaatau bersumberkan dari roh nash dan hikmah nash. Atau mungkin juga yang diambildari perkembangan pemahaman terhadap nash yang sesuai dengan kemaslahatan yangumum, kemudian dikuatkan dengan pendapat para sahabat, tabi’in, dan tabiit tahi’in

Secara ringkas, dalil-dalil yang dipakai dalam takwil adalah sebagai berikut:a. Nash yang diambil dari Al-Quran dan As-Sunah.

b. Ijma'.c. Kaidah-kaidah umum syariat yang diambil dariAl-Qurandan

Sunah.d. Kaidah-kaidah fikih yang menetapkan bahwa pembentuk syariat

memperhatikan hal-hal yang bersifat juz 'i tanpa batas, yang diterima dandiamalkan oleh para imam dan menjadi dasar adanya perbedaan dalam berijtihaddengan rayu.

Page 139: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

139

e. Hakikat kemaslahatan umum.f. Adat yang diucapkan dan diamalkang. Hikmah syariat atau tujuan syariat itu sendiri, yang terkadang berupa maksudyang berhubungan dengan kemasyarakatan, perekonomian, politik, dan akhlak.

h. Qiyas.i. Akal yang merupakan sumber perbincangan segala sesuatu, yang menurut kaum

ushuliyyin lebih dikenal dengan istilah takwil qarib,j. Kecenderungan memperluas pematokan hukum untuk berbagai

tujuan dan merupakan dasar umum dalam pembinaan syari'at yang bersifatijtihady. atau ijtihad dengan ra'yu. Juga merupakan tujuan yang dianggap berlakusebagaimana pendapat Imam Asy-Syatiby, "Asal pandangan melaluikecenderungan adalah istilah lain dari maksud yang dikehendaki syariat,sebagaimana telah dilakukan oleh orang-orang terdahulu”.Dari cabang-cabang di atas muncullah cabang-cabang lainnya, seperti sadduddara'i

dan istihsan yang keduanya merupakan kajian dalam ijtihad dengan ra'yu.Rusaknya penakwilan biasanya berawal dari mendatangkan sesuatu yang tidak

perlu atau menyalahi salah satu pembentuk syariat kaidah- kaidah umum hukum,hukum-hukum yang bersumber dari dalil yang qath'i, dan melakukan takwil bai'd yangdilarang. Dengan kata lain, jangan sampai melakukan ijtihad dengan takwil danmenyimpang dari kaidah-kaidah dasar di atas

3.1 Dalil Penun jang lakwil tidak disyaratkan Qath’iSudah jelas bahwa takwil itu perubahan arti untuk membatasi maksud syara

dengan dalil sahih, baik yang qath'i maupun yangzhanni. Maka hikmah syariat' yangbersifat zhanni bisa dipakai dalil dalam ia ’wil, di antaranya juga khabar Ahaddan Qiyas.

3.2 Takwil itu Dihasilkan dari Perubahan Makna bukan Perubahan LafazhJika suatu syariat memakai bahasa untuk mengungkapkan maksudnya, dasar

umum yang dipakainya adalah yang sesuai dengan bunyi bahasa yang mempunyaikajian khusus. Setiap nash dalam syari at atau undang-undang harus dipahamiberdasarkan hakikat maknanya yang mutlak yang berasal dari bahasa itu sendiri.

Sebagai cabang pemahaman, barang siapa berpegang teguh kepada suatu dasar,tidak diminta untuk menegakkan arti dalil sesuai dengan pemahaman nash. ataumembatasinya sesuai dengan maksud syariat, karena orang yang berpegang teguhkepada dasar tidak dimintai dalil-

Dengan demikian, setiap mujtahidd i haruskan untuk berpegang teguh pada artizahir yang kuat dan tidak boleh mengamalkan berdasarkan arti lainnya yang dipandanglemah, meskipun sama-sama benar, selama tidak ada dalil lain yang kuat dan sahih.

4. Lamhisun TakwilPada mulanya takwilitu tidak ada dan tidak terbentuk, kecuali dengan dalil.

Kemudian dari ide dasar tersebut, muncul beberapa masalah juz’i,antara lain kewajibanuntuk mengamalkan setiap petunjuk yang berasal dari arti nashsecara zahirdan semuadalil dianggap hujjahkarena kejelasan dan keberadaannya, sehingga, lafazh

Page 140: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

mutlaqberlaku sesuai kemutlakannya dan tidak diikat, kccuali dengan dalil.Lafazhumum berlaku sesuai keumumannya dan tidak di-takhsish,kecuali dengan dalil.Adapun lafazhyang khasdiamalkan berdasarkan hakikat artinya dan tidak bolehmengubah arti kalimat majazi,kecuali dengan dalil. Sementara takwilitu menyalahilandasan asal tersebut.

Maka landasan umum takwiladalah mengamalkan dalil sesuai konteks bahasanyadan mengambil ketetapan hukumnya. Sesungguhnya takwilitu mencakup berbagaikemungkinan yang berasal dari akal, bukan bersumber dari bahasa. Karena takwilitumengubah arti sesuai dengan kebutuhan bahasa, takwilitu tidak akan ada kecualidengan dalil.

Al-Quran dalam penjelasannya mengikuti perkembangan bahasa dan teksnya,begitu pula sunah dan setiap perundang-undangan yang ditulis dengan bahasa Arab.

Oleh karena itu. Imam Syafi'i r.a. berpendapat bahwa di antara penyebabtimbulnya perbedaan pendapat di kalangan umat islam adalah kecerobohan dalammemahami teks dari berbagai nash.Kemudian mereka membuat penakwilan tanpamenggunakan dalil-dalil yang sahih, bahkan mereka mencoba mengadopsi hukum-hukum yang berasal dari filsafat Yunani, seperti Aritoteles, dan sebagainya, merekaberkata, ’'Manusia itu tidak akan bodoh dan saling berbeda pendapat kalau tidakmeninggalkan ucapan-ucapan orang Arab dan mengikuti Aristoteles".

Ada tiga ketentuan umum yang dapat dijadikan pegangan agar terhindar darikesalahan dalam berijtihad, juga sebagai cara meng-istinbat hukum dari nashdenganmenggunakan takwil:a. Jika arti nashitu sudah tentu mengandung hukum, jelas dan

dalalahnya qath’i, maka tidak boleh ditakwilkan dengan akal.b. Jika arti nash yang zahir itu berarti umum, atau berarti zhanni yang tidak pasti,

wajib mengamalkan sesuai maknanya, karena kejelasan arti dan keberadaannya.Jangan sampai diterangkan dengan berbagai kemungkinan yang tidak berdasarkanpada dalil.

c. Dibolehkan mengubah arti dari yang zahir kepada arti lain sepanjang berdasarpada dalil, bahkan diwajibkan untuk mengompromikan berbagai nash yang salingbertentangan.

5. Syarat-syarat Takwil dan Beberapa Contohnya.Dasar umum yang ditetapkan para ulama untuk menetapkan adanya takwil berasal

dari teks bahasa dan uslub-uslubnya, yang menjaga agar ijtihad dengan ra 'yu tidakmenjadi sesat. Para ulamajuga mewajibkan agar mengamalkan syariat sesuai denganzahir ayat sehingga terdapat isyarat untuk menggunakan takwil. Sesungguhnya syarat-syarat takwil itu diambil dari teks pembinaan syariat yang ada dan maksud syara'.

Telah diterangkan di atas bahwa sumber syariat membutuhkan teks sebagaipenjabaran nash, roh, dan dasar umum syariat.

Persyaratan takwil bergantung pula kepada makna teks agar ketetapan nash danmakna zhahir-nya tidak bertentangan dengan roh umum suatu syariat.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makna syariat yang berhubungan

Page 141: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

141

dengan takwil, berkaitan erat dengan taksis, taqyid, perubahan ke arti tnajazi, danpengompromian antara nash-nash yang zhahirnya saling bertentangan. Semuanyasesuai dengan dalil sahih yang kuat, dan tidak hanya berdasarkan pada pemahaman artisaja, tetapi juga makna rohnya.

Kesimpulannya, takwil itu erat kaitannya dengan maksud syariat yang berasaldari nash, bukan hanya dengan dalilnya itu sendiri. Hal itu juga termasuk salah satumetode ijtihad dengan ra ’yu, yaitu membatasi arti yang dimaksud dengan dalil. Agarlebih jelas, di bawah ini akan diterangkan persyaratan taqwil tersebut:

5.1 Lafazh yang ditakwil, harus betul-betul memenuhi kriteria dan masuk dalamkajiannyaTelah diterangkan bahwa dalil-dalil yang telah ditafsirkan dan ditetapkan

ketentuan hukumnya tidak bisa di-takwil. Namun, menurut Hanafiyah, takwilitu bolehsekalipun pada nash yang zahir dan semua dalil yang berhubungan dengan syariatIslam.

Adapun dasar-dasar umum syari'at adalah sumber takwil. karenabanyak nash yang art i zhahir-nya mengandung makna juz’i.

5.2 Takwil itu harus berdasarkan dalil sahih yang bisa menguatkan takwilContoh takwil dari nash yang di dalamnya terdapat pertentangan

antara zahir nash yang mengandung arti juz'i dengan dasar umumsyariat. adalah hadis yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW.bersabda.

Siti Aisyah menolak hadis tersebut karena menurutnya hal i tubertentangan dengan dasar umum syariat yang ada dalam Al-Ouran.yaitu firman Allah SWT. :

Sebagian mujtahid menakwilkan kemutlakan hadis tersebut, ke-mudian mereka menaqyiddengan jenazah ketika masa hidupnya.

Maka maksud ayat tersebut menjadi tidak bertentangan setelahditaqyid. Pengrompromian ini dilakukan dengan mengamalkan duanash secara bersamaan. Metode seperti itulah yang dianggap terbaik

Artinya:

"Sesungguhnya jenazah itu disiksa oleh tangisan keluarganya."

Page 142: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

dari pada mencela salah satunya.Dengan contoh di atas, dapat diketahui bahwa takwil itu ada

karena adanya pertentangan dalam nash yang art inya zahir.

5.2.1 Takwil Berdasarkan Dalil adalah Maslahat

Yang dimaksud maslahat di sini bukan berarti bahwa hikmahsyariat itu harus nash tertentu, tetapi dalil yang menaksis dalil umum,atau mengistitsna dari landasan umum, baik secara khas ataupun amm.Dengan cara sepert i itu, dalil yang keluar dari landasan umummelalui takhsis, menyalahi hukum yang umum atau keadaan umum.

Sebagaimana diketahui bahwa takhsis merupakan salah satu bagian

Page 143: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

143

Artinya:“Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh... ”Dari zahir ayat tersebut dapat d i paham i bahwa menyusui adalah kewajibanseorang ibu, dan kata al-walidatu itu lafazh-nya umum yang mencakup setiap ibu.

Imam Maliki menaksis keumumannya dengan perbuatan adat (urf amaly). Diaberpandangan bahwa seorang ibu diharuskan menyusui anaknya karenakesempurnaan derajatnya, maka bila seorang ibu sakit sehingga tidak bisa menyusuianaknya, ia tidak diwajibkan menyusui anaknya karena menjaga dari kemadaratan.Dan menjaga kemashlahatan adalah maslahat. Hal itu bisa juga disebutkemaslahatan individu.

Pengubahan arti yang dilakukan Imam Malik terhadap lafazh al- walidatu dariartinya yang zahir membawa lafazh umum kepada yang khusus denganmenggunakan dalil urf amaly, sehingga yang tadinya umum menjadi khusus. Diamenolak bahwa perempuan yang sakit wajib menyusui anaknya. Maka arti ayatmenjadi:“Dan ibu-ibu yang tidak sakit untuk menyusui anak-anak mereka sesuai kebiasaan adat,maka mereka menyusui anak-anak mereka. ”

Sebenarnya taksis pada permasalahan seperti itu bukanlah kemashlahatandengan zatnya, tetapi dengan dali-dalil yang berasal dari dasar-dasar umum syari’at,seperti dari sabda Rasulullah SAW. :

dari takwil, bahkan yang paling banyak dipakai. Contohnyafirman Allah SWT. :

Tanpa diragukan lagi bahwa kemadaratan yang betul-betul beiaharus dijaga dengan cara menghalangi penyebabnya. Dan halitu

Page 144: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

145

bagaimanapun juga bergantung pada keumumam hadis tersebut. Jikamenggunakan taksisdengan dalil kemaslahatan, maka selesailah pertentanganantara masalah juz 'idengan dasar umum syariat.

Telah dikatakan juga bahwa permasalahan cabang ( j u z 'i’yat)dalam syari'atharus sesuai dengan ketentuan umum syari at.Dengan demikian, ketentuankaidah umum, yakni kebebasan mengadakan perubahan dapat dipakai dalamsetiap keadaan, kecuali kalau muncul kemadaratan oleh kejahatan lain,sehingga tidak bertentangan dengan dasar umum yang qath'i.Dan diputuskanuntuk menghilangkan kemadaratan yang lebih besar daripada menyalahi hakatau kebolehan umum. Dengan demikian, sempurnalah pengompromian antarajuz'iyotdan dalil umum syari'at. karena tidak muncul pertentangan lagi dalamsyari atIslam. Hal di atas sebenarnya dapat diterapkan bila menyangkutkemaslahatan individu, yakni semata-mata untuk menjaga pandangan dalampembinaan syari 'at Islam. Untuk memperkuat pendapat di atas tentang kebaikanyang saling berkaitan dalam syari'atIslam, sebenarnya mencakup kemaslahatanindividu dan umum, keduanya sama saja dalam menuju tujuan pembinaansyari'at.Sedangkan menaksis dengan kemaslahatan umum lebih utama, yangcontoh-contohnya dari ijtihad para sahabat, tabi’in dan orang-orang setelahnyatelah kita jelaskan.

Golongan Hambali memperluas pelaksanaan taksisumum, di antaranyadalam masalah penetapan harga ketika negara sedang dalam krisis karenatakwilseperti itu berlandaskan pada kemaslahatan umum.

5.2.2 Mentaksis Keadaan Umum dengan KemaslahatanYang dimaksud keadaan umum adalah kemerdekaan umum, atau dasar

kebolehan yang berdasarkan firman Allah dalam Al-Quran:

Artinya:

"Dia-lah yang telah menjadikan untuk kamu semua apa-apa yang ada bumi. "(QS.AI-Baqarah : 29)

Di antara kemerdekaan umum adalah kemerdekaan berjual beli dan hakmemiliki terhadap barang.

Kemerdekaan hak memiliki terhadap barang adalah sesuatu yang sangatmendasar bagi manusia, dengan mengutamakan persamaan, karena hal itutermasuk perbuatan yang dibolehkan.

Itulah sebabnyaNabi Muhammad SAW. mengkhususkan kemerdekaanumum tersebut dalam inua 'malah. Juga dikuatkan dengan finnan Allah SWT.:

Page 145: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:‘'Kecuali kamu semua melakukan jual beli di antara kamu berdasarkan kerelaan darikamu semua. ”

(QS. An-Nisa : 29)

Rasulullah melarang talaaa as-si/’a atau perdagangan yang diadakanuntuk kaum badaWi, karenajual beli semacam itu dikategorikan jual beli yangmenggambarkan adanya penghinaan terhadap makanan yang sangat pentingbagi manusia.

Taksis seperti itu adalah berdasarkan kemaslahatan umum, begitu puialarangan jual beli garar dan jual yang mengandung riba, karena di dalamnyaterdapat pengikisan keadilan dan terdapat unsur memakan harta manusiasecara batil, yakni kaidah yang menghilangkan keridaan.

Keadaan umum adalah asas dalam ber-muamalat sampai ada dalil yangmelarangnya. Kaidah fiqih yang berkaitan dengan itu adalah:

Yang perlu diingat, sebuah larangan harus berdasarkan dalil, meskipunterkadang (larangan tersebut) berupa keadaan umum sebagaimana telah kitasebutkan tadi. Dan dalil seperti itu bisa disebut taksis atau takwil.5.3 Lafazh mencakup arti yang dihasilkan melalui takwil menurut bahasa

Penakwilan menurut bahasa dilakukan dengan cara tekstual,kontekstual atau majaz. Bisa juga mencakup asas yang berasal daripemakaian yang sudah dikenal atau adat syara'

Adat syara' telah banyak menaksis dalil-dalil umum pada sebagian besarnash. sehingga para ulama Ushuliyyin berkata. “Tidak ada sesuatu yang umum,kecuali telah ditaksis. Hal itu menunjukkan bahwa adat syara' telah banyakmenaksis sebagian besar dalil yang umum, sehingga taksis tersebut menjadisunah dalam syari'at. Hal itu cukup menunjukkan bahwa bagian ini sahmenjadi bagian takwil.

Di samping itu, kebolehan asasi dan keadaan umum telah menaksissebagian besar hukum-hukum yang bersifat juz'idengan berdasarkankemaslahatan dan kebutuhan akan keadilan, juga dengan mengompromikanantara hukum syara ' yang juz'i dengan landasan umum.

Page 146: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

147

Semua itu tetap berlangsung sesuai penempatan syara' itu sendirisebagaimana telah dibahas tadi, yang menunjukkan bahwa takwil sahihmembutuhkan keadilan dengan sendirinya. Apalagi kalau yang mewajibkanadanya takwil itu adalah adany a pertentangan antara yang juz'i dengan yangkuili.

Begitu pula men-taqyid yang mutlaqdengan muqayyadtelah menjadi adatsyara’ dan bahasa pun tidak menentangnya, misalnya sunah telah men-taqyidwasiat yang ada dalam Al-Quran dengan sepertiga.

Namun, jika pembuat syari’at menetapkan istilah khusus dalam istilahsyari'at, istilah khusus haruslah didahulukan dari arti bahasa kalau keduanyabertentangan, sebagai realisasi terhadap maksud pembuat syari’at dari segiartinya. Dengan demikian lafazh pembuat syari’at itu berdasarkan pemahamanmaksudnya sesuai dengan kebiasaan dalam penggunaannya.

5.4 Takwil tidak boleh bertentangan dengan nash yang qath’i, karena nashtersebut bagian dari aturan syara’ yang umum Takwiladalah metode ijtihad yangbersifat zhanni,sedangkan zhanni tidak akan kuat melawan yangqath'i.Contohnya menakwilkan kisah-kisah yang ada dalam Al-Ouran denganmengubah arti yang zhahir

menjadi fiksi (yang tidak terjadi). Penakwilan seperti itu bertentangan dengankejelasan ayat yang qath ’iyang menjadikan kisah tersebut sebagai kejadiansejarah yang nyata.

5.5 Arti dari penakwilan nasli harus lebih kuat dari arti zhahir,yakni dikuatkan dengan dalilHal itu telah dijelaskan ketika memberikan contoh tentang pertentangan

antara juz'idan dasar umum. Nash yang berarti juz’i dikompromikan artinyadengan dasar umum, yaitu dengan cara men- taqyid-nyadan dasar umum itumerupakan dalil yang lebih kuat. Telah dijelaskan juga beberapa contoh tentangmen-tor/v/c/hak kekuasaan atas harta tanpa memadaratkan tetangga, denganmengamalkan dasar umum, yakni sabda Nabi Muhammad SAW. :

Artinya:

"Tidak mudarat dan tidak memadaratkan. ”Hal tersebut merupakan kemaslahatan individu, sedangkan penakwilan

berdasarkan kemaslahatan umum yang dijadikan dalil adalah lebih kuat daripada zahir lafazh.

Begitu pula pertentangan antara zahirdengan nash. Tidak diragukan lagibahwa nash itu menaksis yang zahirkarena nash lebih kuat dan lebih jelas.

Page 147: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Selain itu. ucapan juga membutuhkan arti asli, maka nash harus diutamakan.Juga penakwilan yang berdasarkan hikmah pembinaan syarfat. Ha! itu

merupakan roh nash yang menguatkan dan merupakan tujuan pokoknya. Tidakdiragukan lagi bahwa maksud disyari’atkannya sesuatu itu lebih kuat daripadazahir lafazh-nya.

Begitu pula pertentangan-pertentangan arti yang diambil dari nash melaluimetode pengambilan dalil. Di sana terdapat beberapa metode untukmenunjukkan nash pada artinya, yaitu:• Arti yang didapat melalui metode iharah nash.adalah yang terkuat dari segi huj

jali• Arti yang didapat melalui metode isyarah nash.• Arti yang didapat melalui metode maksudnya (fahwu). Di kalangan

ulama ushul lebih dikenal dengan istilah dilalah nash.• Arti yang didapat melalui metode iqtidhayaitu arti yang mewajibkan

untuk memperkirakannya dalam ucapan supaya artinya sah menurutsyara

Apabila terjadi pertentangan di antara keempat pernyataan di atas,ibarat nash harus didahulukan dari isyarah nash. Keduanya didahulukandari metode maksudnya (fahwu) dan kemudian yang terakhir adalahmetode muqtadha.

Sebagai acuan dalam menentukan kekuatannya adalah sejauh manakejelasan maksud syara' dalam setiap dilalahnya.

Takwil itu terkadang tidak membutuhkan dalil sebagaimana telahjelaskan tadi, tetapi dimungkinkan berdasarkan pada pemahaman yangdangkal, akal, dan teks sesuatu. Takwil seperti itu dinamakan oleh ulamaUshul dengan istilah takwil qaribyang cukup memakai dalil yang terendah.Misalnya firman Allah SWT. :

Artinya:.. . apabila kamu hendak mengerjakan shalat, basuhlah mukamu dan tanganmu

sampai siku ..."(QS. Al-Maidali : 6)

Arti zhahirdari ayat tadi adalah mengharuskan berwudu setelahmelaksanakan shalat. Pemahaman sepert i itu tentu saja bertentangandengan syarat sahnya shalat yang mengharuskan berwudu terlebih

Page 148: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

149

dahulu. Dan syarat itu harus didahulukan, baik menurut akal ataupunsyara' agar shalatnya sah. Untuk itu. lafazh al-qiyamudalam firman Allahta'aladi atas harus ditakwilkan. Kemudian diubah dari art inya yanghakiki kepada artinya yang majazi yaitu al-'ajmu(bermaksud) mendirikan,bukan

Page 149: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Itulah beberapa persyaratan takwiljika persyaratan tersebut tidak terpenuhidinamakan takwil ba’id.

6. Takwil Bu’idSebagaimana dikatakan di atas, bahwa jika persyaratan tak dapat dipenuhi

dalam suatu penakwilan, maka takwil tersebut dinamakan takwil ba’id.Juga jika adapenyimpangan dari persyaratan tadi maka takwil seperti itu tertolak.

Namun, para ulama berbeda pendapat tentang keberadaan takwil ba’idtersebut.Mereka berbeda pendapat dalam penetapannya, ada yang berpendapat bahwasebagian takwilitu ba 'id,tetapi sebagian lagi menilai bahwa takwil seperti itu (yangdikatakan ba’id oleh yang lain) dikatakan qarib dan sahih.

Misalnya tentang kifarat khuntsa(banci) ketika melanggar sumpah:

Artinya:“...maka kifarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orangmiskin ...”

(QS. Al-Maidah : 89)

Zahir nashmenyatakan harus memberi makan dalam jumlah yang khusus, yaitusepuluh orang miskin. Karena 'adadadalah lafazhkhusus yang memaidahkan padaqath’isecara ijma’.

mendirikan dengan sendirinya. Dengan demikian, arti ayattersebut akan menjadi sah dengan kalimat:

Page 150: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

151

Namun, golongan hanafy menakwil lafazh 'as\\irah pada arti \anutidak tercakup di dalam kata tersebut, yakni sepuluh makanan atauukuran sepuluh makanan bagi orang-orang miskin. Menurut pendapatmereka lafazh 'usyuruh itu bukan dikhususkan kepada jumlah (fakir),namun merupakan ukuran yang wajib (dikeluarkan) dari makanan untuksepuluh orang miskin. Dengan penakwilan seperti itu. menurut AbuHanifah dibolehkan untuk memberikan makanan kepada sepuluh orangmiskin atau kepada satu orang miskin dengan sepuluh makanan, karenaukuran itu satu untuk dua keadaan. Menurut mereka, takwil seperti itudidasarkan pada maksud kebutuhan mendesak yang merupakan hikmahdi syari 'atkannya nash.

Namun, penakwilan di atas dianggap takwil ha iddan dinyatakanbatil menurut Imam Syali ' i . karena lafazh 'asyarah adalah \afazhkhususyang menunjukkan arti qath 'i. sehingga tidak membutuhkan penakwilan.

Dan hikmah syari 'atnya bukanlah sepert i pendapat mereka, tetapipembagian ukuran harta yang wajib dikeluarkan sesuai jumlahnya,supaya manfaatnya dirasakan umum.

Selain itu, penakw ilan mereka juga membutuhkan idhajat kalimatsebagai tambahan nash, sehingga ayat tersebut menjadi:

Sebagai batasan wajib, padahal idhajatseperti itu mennyalahi ashal.Jadi, kecacatan takwil di atas disebabkan dua perkara:

a. Meremehkan 'adad, lafazh khusus yang jelas menunjukkan artiyang qath'i maka haruslah menjaga arti yang qath'i tersebut dan tidakmeremehkannya,

b.Penambahan kalimat terhadap nash adalah menyalahi ashal.

Jelaslah bahwa penakwilan seperti itu dinamakan takwil ba" id.karena keluar dari persyaratan takwil yang sah.

Kesimpulannya, kajian ij tihad dengan ra'yudalam takwil. harussesuai dengan persyaratannya, tidak hanya sebatas pengambilanistinbath berdasarkan akal semata-mata, melainkan yang berlandaskanpada bahasa yang mampu menghasilkan arti yang tercakup dalam artilafazh tersebut.Dan diusahakan melalui berbagai cara yang didasarkan pada dalil melaluimetode perluasan bahasa yang dikenal dengan istilah majazi. Setelah itu,

Page 151: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

menjelaskan keterkaitan dan qarinah yang mencegah datangnya makna ashal.Selain itu. bisa juga dengan mendasarkan pada pengenalan syari'at dan adatnya.

Istinbath dengan takwil bisa juga didasarkan pada pemahaman syari’atyang telah ditentukan oleh dasar umum, nash-nash lain, ketetapan yangberdasarkan ijma’. pengompromian antara hukum-hukum syari’at secarakeseluruhan baik juz’i, kul/i. nash. ruh. dan maqasid-nya. '

Telah dijelaskan tadi, bahwa peranan takwil yang asasi adalahmengompromikan nash-nash yang saling bertentangan di bawah naungan iradatpembuat syara’ yang telah mengatur hukum-hukum semasa lalu. Takwil jugadibuat untuk menjelaskan dan membukakan peraturan tersebut denganberdasarkan dalil-dalil yang telah dijelaskan di atas, dan mengikuti persyaratanyang mengandung landasan yang ilmiah.

Hal itu merupakan salah satu keutamaan dari pengembangan hakikat nashdalam penetapannya berdasarkan hikmat pembinaan syari’at yang merupakantujuan disyaratkannya nash dan sebagai pernyataan terhadap keleluasaantujuannya, karena hal itu mengambarkan keadilan sebagaimana telah kita bahas.

SOAL LATIHAN

1. Jelaskan pengertian takwil baik secara bahasa maupun istilah!2. Apa yang Anda ketahui tentang objek takwil. Jelaskan!3. Jelaskan dalil-dalil penguat takwil dan berikan contohnya!4. Apakah dalil penguat takwil diharuskan qath 'i. jelaskan!5. Jelaskan maksud dari ungkapan balvwa takwil dihasilkan dari perubahan

makna bukan perubahan lafazh!6. Apakah yang dimaksud dengan landasan takwil. Jelaskan!

7. Sebutkan persyaratan dari takwil'!8. Berikan contoh hukum yang dihasilkan melalui takwil berikut dalil

pengambilannya!9. Bagaimana pandangan para ulama tentang takwil ha id.jelaskan!10. Bisakah mengambil istinbath melaui takwil didasarkan pada ijma',jelaskan!

D. KHASH1. Pengertian Khash

Para ulama ushul berbeda pendapat dalam memberikan definisi khash.Namun, pada hakikatnya definisi tersebut mempunyai pengertian yang sama.Definisi yang dapat dikemukan di sini, antara lain:

Artinya:

Page 152: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

153

"Suatu lafazh yang dipasangkan pada satu arti yang sudah diketahui (ma'lum) danmanunggal. "

Dan menurut Al-Bazdawi, definisi khash adalah:

Artinya:“Setiap lafaz yang yang dipasangkan pada satu arti yang menyendiri, dan terhindardari makna lain yang (musytarak). "

Dengan definisi di atas, ia mengeluarkan lafazh mutlaqdan musytarak daribagian lafazh khash. dan bukan pula bagian dari lafazh 'amm. Pendapat inidipegang pula oleh sebagian ulama Syaff iyah.

Cara penunjukan lafazh atas satu arti ini bisa dalam berbagai bentuk,yaitu bentuk genius, seperti lafazh insanun dipasangkan pada hewan yangberpikir, atau berbentuk spesies (nau'un), seperti kata laki- laki dan wanita,atau berbentuk individual yang berbeda-beda tetapi terbatas, seperti bilanganangka-angka (3, 5, 100. dan seterusnya).

2. Hukum Lafazh KhashLafazh yang terdapat pada nash syara’ menunjukkan satu makna tertentu

dengan pasti selama tidak ada dalil yang mengubah maknanyaitu. Dengan demikian, apabila ada suatu kemungkinan arti lain yang tidakberdasar pada dalil, maka ke-qath’ian dilalah-nyatidak terpengaruhi.

Oleh karena itu, apabila lafazh khashdikemukakan dalam bentuk mutlaq,tanpa batasan apapun, maka lafazhitu memberi faedah ketetapan hukum secaramutlaq, selama tidak ada dalil yang membatasinya. Dan bila lafazhitudikemukakan dalam bentuk perintah, maka ia memberikan faedah berupahukum wajib bagi yang diperintahkan (ma’mur bih), selama tidak ada dalilyang memalingkannya pada makna yang lain. Demikian juga apabila lafazhitudikemukakan dalam bentuk larangan (nahy), ia memberikan faidah berupahukum haram terhadap hal yang dilarang itu, selama tidak adaqarinah(indikasi) yang memalingkannya dari hal itu.

Atas dasar itu, maka kata salasatinpada firman Allah SWT. yangberbunyi:

Page 153: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

mengandung pengertian khash,yang tidak mungkin mengandung arti kurangatau atau lebih dari makna yang dikehendaki oleh lafazhitu sendiri, yaitu tiga.Oleh karena itu, dilalah makna-nyaadalah qatiyah.

Demikian juga kata nisfupada firman Allah yang berbunyi...

mengandung arti khashyang kandungannya tidak mungkin berarti selain artitertentu yang ditunjukkan lafazh-nya itu sendiri, yaitu setengah.

Kedua contoh di atas, termasuk lafazh-lafazh khash, sehinggakehujjahannya terdapat pada arti yang diperuntukkan baginya yang bersifatqat'iyah,karena tidak ada dalil yang memalingkan dari masalah haqiqi-nya (al-wad’ al-Haqiqi).Selain itu, juga lafaz nardalam firman Allah SWT. yangberbunyi:

adalah lafazh khash yang sudah dikenal yang berart i api (an-nar) yangsebenarnya, dan mengandaikan bahwa makna yang dimaksud bukanlahmakna itu. tanpa adanya dalil, maka yang demikian itu tidakberpengaruh sedikitpun terhadap ke-qath'i-an makna yang termaksuddalam lafazh tersebut.

Terhadap kemungkinan adanya takwil dalam lafazh khash. parapengikut mazhab Hanafi telah memalingkan arti lafazh khash tersebut darimaknanya yang haqiqi dalam beberapa nash karena adanya qarinah yangmengharuskan pemalingan artinya yang hakiki, dan karena adanyamaksud untuk memberi makna yang lain melalui maksud yangterkandung dalam dalil tersebut. Lafazh syat. dalam sabda RasulullahSAW. yang berbunyi:

merupakan lafazli khash. Para ulama Hanafiyah menakwilkannva denganarti yang iebiii umum yang mencakup ani s vai itu sendiri berikutharganya.

Berdasarkan itu. maka hadits tersebut memberikan arti khusus

Page 154: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

155

dalam menentukan Hishah yang dikenai zakat dari empat puluh kambing,yaitu satu ekor kambing, tidak kurang dan tidak lebih. (Salam Madkur.i976 :203).

Perbedaan Pendapat Akibat Keqath ia n Dilalali KhashPara ulama sepakat bahwa dilalah lafazh khash adalah qath’i. Namun,

mereka berbeda pendapat dalam sifat kc-qath 7-annya itu. apakah lafazhkhash yang dipandang qath 'i dilalah-nva itu sudah jelas dengansendirinya, sehingga tidak mempunyai kemungkinan penjelasan lainatau Perubahan makna, ataukah sekalipun lafazh khash itu qath i dilalah-nya. tetapi kemungkinan mempunyai perubahan dan penjelasan yanglain.

Golongan Hanafiyah mengambil pendapat pertama. Merekamenyatakan. "Sesungguhnya lafazh khash sepanjang telah memili lki art isecara tersendiri , berarti ia sudah jelas dan tegas dengan ketentuanlafazh- lafazhitu sendiri. Seandainya lafazh khashitu masih mempunyaikemungkinan perubahan dengan penjelasan yang lain, pasti keadaanpenjelasannya itu menetapkan yang sudah tetap atau menolak yang sudahtertolak. Sedangkan keduanya ini tidak bisa diterima. (Al-Bazdawi, 1308: I, 9).

Dari sikapnya ini dapat ditarik kesimpulan pokok, yaitu:a. Mereka menetapkan bahwa lafazh khashitu tidak memerlukan

penjelasan lain, sehingga dalam mengambil hukum dari satu dilalahkhash.mereka tidak mengambil hadis-hadis yang berhubungandengan penjelasan lafazh khashsebagai pembantu untuk penjelasannya. Karena menurut mereka, dilalalah kliashasitu tidakmemerlukan penjelasan lain. (M. Abu Zahrah. tt .: Abu Hanifah:261)

b. Karena mereka menyatakan bahwa lafazh khashAl-Quran itu qath'idilalah-nya dan tidak memerlukan penjelasan (hayau),maka setiapperubahan luikum dengan nashyang lain dipandang sebagaipenghapusan hukum, bukan penjelasan. Oleh sebab itu. nasikh(penghapus hukum) harus sama kekuatan dilalah-nya dengan nashyang dihapus dilalah-nya (mansukh).

Dengan demikian, apabila tidak sama kekuatan dilalah-nya, makatidak bisa diterima. Konsekuensinya lafazh khashyang qath’iitu tidak bisadihapus (dittasakh) dengan hadis ahad.

Golongan Jumhur Ulama, antara lain, Sati ' iyyah dan Malikiyyahmengambil pendapat yang menyatakan bahwa sekalipun lafazh khashitudilalah-nya qath'i.namun tetap mempunyai kemungkinan perubahan maknasoai wadita-nva (asai pemasangannya): sehingga apabiia terdapatnashyang mengubah dilalah khashitu. maka ia dipandang sebagai

Page 155: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

penjelasan terhadap lafazh kh'-diitu. Dari sikap ini terdapat duakesimpulan yang berbeda dengan pendapat pertama, yaitu:a. Nash khashmenerima penjelasan dan perubahan (gol: 11)b. l.afaz!] khashAl-Quran menurut pandangannya tetap menerima

penjelasan dan perubahan. Maka ia dipandang sebagai htfiizhinnjmal.Oleh sebab itu, lafazh khashmungkin saja be-ubnh melaluipenjelasan; sungguhpun penjelasan itu kekuatan dilalah-nyadari segitsnhiillebih rendah dari kekuatan khashitu sendiri , seperti hadis ahad

Perbedaan pendapat para ulama tentang kedudukan dilalah khashtersebut berpengaruh terhadap beberapa masalah fiqih. misalnya,pengertian ruku' pada ayat:

Artinya:

"Ruku'lah bersama orang-orang yang ruku'

Ulama Hanafiyah memandang bahwa ruku' dalam shalat itu se-bagaimana lafazh khash untuk suatu perbuatan yang ma'lum; yaitucondong dan berdiri tegak. Mereka menyatakan sesungguhnya ruku'yang diperintahkan pada ayat itu dan merupakan bagian fardu shalatadalah condong dan berdiri tegak tanpa tuma 'ninah.

Adapun hadis yang memerintahkan keharusan tuma 'ninah adalah:

Artinya:

Berdirilah dan shalallah karena engkau belum shalat. "

Tuma ninah itu bukan syarat sali shalat. Menurut mereka, seandainyatuma ninah itu syarat sah shalat, berarti merupakan penambahan ataslafazhkhash Al-Ouran yang jelas. Dengan sendiriny a, hal itutermasuk Penambahan khabar ahad. Dan berarti sebagai nasakh.sedangkan nasikh (penghapus) harus sama kekuatan dilalah-nya darisegi wurud dengan Monsukh-nya. Padahal hadis ahad tersebut tidaksama dengan kekuatan ashAl-Quran yang qath'i.sehingga merekatidak mensyaratkan tuma' ninah sebagai syarat ruku . Dengan katalain, mereka tidak Menjadikan tuma ninah sebagai fardu. Tegasny a,yang fardu i tu rukunnya. Bukan tuma'ninah-nya. (Abdul Aziz Bukhari .

Page 156: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

157

1308, I : 8 1 )

Golongan Syah iyah memandang bahwa lafazh khash itu mempunyaikemungkinan adanya penjelasan atau perubahan, maka dari segi inimereka memandang lafazh khash itu sebagai lafazh mujmal. Oleh sebabitu. mereka menerima kemungkinan adanya penambahan atas lafazh khash yangterdapat dalam Al-Quran dengan hadis ahad yang merupakan penjelasannya.Maka menurut golongan ini. tuma 'ninahyang diisyaratkan oleh hadis tersebutmerupakan penjelasan terhadap ayat Al-Quran dan termasuk fardu dalam ruku'.

4. Macam-Macam Lafazh KliasliLafazh khashitu bentuknya banyak, sesuai dengan keadaan dan sifat yang

dipakai pada lafazhitu sendiri, la kadang-kadang berbentuk mutlaqtanpa dibatasioleh suatu syarat atau qayyidapapun, kadang- kadang berbentuk muqayyad,vaknidibatasi oleh qayyicl.kadang-kadang berbentuk amr(perintah), dan kadang-kadang berbentuk nahy(larangan).

Dengan demikian, macam-macam lafazh khashmencakup: mutlaq, muqayyad.amr.dan nahyi.

SOAL LATIHAN1 . Jelaskan definisi khashmenurut para ulama ushul.dan terangkan

maksudnya!2 . Bisakah lafazh khashdijadikan hujjah dalam syari'at Islam?

3 . Berikan contoh satu ayat yang di dalamnya mengandung lafazh khashdanjelaskan!

4 . Tuliskan sebuah hadis yang di dalamnya mengandung kalimat khash'?5 . Jelaskan sikap golongan 1 lanafiah terhadap lafazhh khash

6 . Mungkinkah suatu lafazhyang mengandung lafazh khash mengandungperubahan makna? Jelaskan pandangan ulama jumhur!

7 . Mengapa golongan Hanafiyah tidak menganggap bahwa tuma'ninahitumerupakan bagian dari rukun shalat?

8 . Bagaimanakah alasan ulama Syafi'iyah yang menganggap bahwatuma'ninahsebagai salah satu rukun shalat?

9. Apakah perbedaan antara khashdengan muqayad?

10. Sebutkan macam-macam lafazh khash!

Page 157: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

E.'AMM

1. Pengertian Lafazh 'Amm

Pembahasan lafazh'amin dalam ilmu Ushul Fiqih mempunyaikedudukan tersendiri , karena lafazh amm mempunyai tingkat yang luasserta menjadi ajang perdebatan pendapat ulama dalam menetapkanhukum. Di lain pihak, sumber hukum Islam pun. Al -Quran dan Sunah,dalam banyak hal memakai lafazh umum yang bersifat universal.

Lafazh 'amm ialah suatu lufazh yang menunjukkan satu makna yangmencakup seluruh satuan yang tidak terbatas dalam jumlah tertentu.Para ulama Ushul Fiqih memberikan definisi ‘amm antara lain sebagaiberikut:1. Menurut ulama Hanafiyah:

Artinya:"Setiap lafazh yang mencakup banyak, baik secara lafazh maupun mukna. "

(Al-Bazdawi:131) 1:33). 2.Menurut ulama Syafi 'iyah, di antaranya Al-Ghazali:

Artiny a:Satu lafazh yang dari satu segi sulit menunjukkun dua

makna atau lebih. "

Page 158: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

159

Artinya:"Lafazh yang mencakup semua yang cocok untuk lafazh tersebut dengan satukata. ”

2. Dilalah lafazh ‘A nunPara ulama sepakat bahwa lafazh ‘amm yang disertai qarinah (indikasi) yang

menunjukkan penolakan adanya takhsis adalah qath’i dilalah. Mereka pun sepakatbahwa lafazh ‘amm yang disertai qarinah yang menunjukkan bahwa yangdimaksudnya itu khusus, mempunyai dilalah yang khusus pula. Yang menjadiperdebatan pendapat di sini ialah lafazh ‘amm yang mutlaqtanpa disertai suatuqarinahyang menolak kemungkinan adanya takhsis, atau tetap berlaku umum yangmencakup satuan-satuannya.

Menurut Hanafiyah dilalah ‘amm itu qath’i.yang dimaksud qath ’i. menurutHanafiyah iaiah:

Artinya:"Tidak mencakup suatu kandungan, yang menimbulkan suatu dalil ”Namun, bukan berarti tidak adr. kemungkinan taksissama sekali. Oleh karenaitu, untuk menetapkan ke-c/athi-an lafazh 'amm,pada mulanya tidak boleh di-taksissebab apabila pada awalnya sudah dimasuki takhsis, maka dilalah-nyazhar.ni.

Mereka beralasan, “Sesungguhnya suatu lafazhapabila dipasangkan (di-wadha’-kan)pada suatu makna, maka makna itu berketetapan yang pasti, sampaiada dalil yang mengubahnya, lebih tegas lagi mereka mengatakan:

Page 159: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:“Sesungguhnya lafazh ‘amm merupakan suatu hakikat, karena kosong dari segalayang menunjukkan satu (makna khusus). Dan suatu lafazh. jika dalam keadaanmutlak, maka menunjukkan pada maknanya yang hakiki, yakni mutlak. Begitu pulalafazh 'amm yang mutlak duri suatu indikasi tentung kekhususannya menunjukkanpada makna umum, dan tidaklah berubah dari maknanya yung hakiki, kecualidengun dulil ”

Menurut Jumhur ulama, (Malikiyah, Syatl ' iyyah. dan Hanabilah),dilalah 'ammadalah zhunni.Mereka beralasan, dilalah ‘ummitu termasukbagian dilalah zuhir,yang mempunyai kemungkinan A\-taksis.Dankemungkinan ini pada lufazh 'ammbanyak sekali. Selama kemungkinantetap ada, maka tidak dapat dibenarkan menyatakan bahwa dilalah-nyuqath'i.Sehubungan dengan hal itu. Ibnu Abbas berkata:

Artinya:“Dalam Al-Quran semua lafazh umum itu ada taksisnya, kecuali firman Allah SWT., ”DanAllah Maha Mengetahui atas segala sesuatu ”

Oleh karena itu. mereka mengeluarkan suatu kaidah yang berbunyi:

Page 160: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

161

Artinya:

"Tidaklah ada (lafazh) yang umum kecuali sudah ditaksis. ”

Ulama Hanafiyah membantah alasan Jumhur, “Kemungkinan itu tidak dapatdibenarkan, sebab timbulnya dari ucapan pembicara (mutakallimin), bukan dari dalil”.

Dari kedua sikap ulama tersebut, timbul masalah lain yang menjadi prinsip bagimereka masing-masing. Masalah ini mempunyai dampak yang sangat besar padaperbedaan pendapat di antara mereka dalam beberapa masalah, yaitu antara lain:a. Apakah boleh lafazh ‘amm yang qcilh'i tsubut di-takhsis oleh dalil zhanni?b. Apabila ada suatu nash yang menggunakan lafazh ‘amm di suatu tempat dan di

tempat lain menggunakan lafazh khash, yang satu sama lainnya salingbertentangan. Apakah hal ini bisa dikatakan sebagai ta'arud (saling bertentangan) ?

Pada masalah pertama; menurut Asy-Syafi’iah dan Ahmad. apabila pertentanganantara lafazh khash yang terdapat pada khabar ahad dengan lafazh ‘amm Al-Quran, makakhabar ahad itu dapat men-takhsis lafazh ‘amm Al-Quran. Sekalipun lafazh ‘amm Al-Quran itu qath’i subut- nya, dilalali-nya zhanni. Sebaliknya, khash khabar ahadsungguhpun zhanni subut-nya, tetapi qath’i dilalah-nya. Menurut pendapat ini, As-Sunahdipandang sebagai penjelasan terhadap Al-Quran, walaupun khabar ahad.

Menurut Hanafiyah khabar ahad tidak dapat men-taksis Al-Quran, kecuali lafazh‘amm Al-Quran itu sebelumnya telah terkena taksis. Mereka memandang bahwa dilalah‘amm itu qath’i, seperti yang telah diuraikan di muka, dan takhsis bukanlah merupakansuatu penjelasan, melainkan pembatalan pemakaian sebagian satuan lafazh ‘amm.Mereka menetapkanbahwa pada lafazh ‘amm itu, kehendak makna umumnya jelas, tegas dan tidakmemerlukan penjelasan. Oleh sebab itu, Hanafiyah tidak mewajibkan tertib dalamberwudhu, karena ayat mengenai wudhu, yaitu surat AI- Maidah ayat 6 sudah cukupjelas dan tegas tidak memerintahkan tertibnya berwudhu. Sedangkan Jumhur ulamamewajibkan tertib dalam berwudhu karena berdasar hadis yang berbunyi:

Artinya:“Allah tidak menerima shalat seseorang sehingga ia bersuci sesuai tempatnya (tertibpelaksanaannya), maka hendaklah ia membasuh wajahnya kemudian dua tangannya. ”

Page 161: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Hadis ini menunjukkan keharusan tertib dalam berwudhu. Hanafiyah memandangtertib itu hanya sunah mu’akkadah saja (Abu Zahrah: 159).

Lain halnya Imam Malik, sungguhpun memandang bahwa lafazh ‘amm Al-Quranadalah zhanni, ia tidak selamanya menjadikan khabar Ahad dapat men-takshis lafazh‘amm Al-Quran. Ia kadang-kadang berpegang pada lafazh ‘amm Al-Quran danmeninggalkan khabar ahad, namun kadang-kadang men-taksis lafazh ‘amm Al-Qurandengan khabar ahad.Misalnya firman Allah SWT. :

Artinya:“Dan Allah menghalalkan (menikah) selain itu (yang telah disebut). ” Di-takhshishdengan hadis:

Artinya:“Wanita yang dilarang dinikahi, adalah bibinya, baik dari pihak ayah maupun ibu. ”

Menurut Imam Malik, kliabar ahad yang yang dapat men-taksis lafazh ‘ammAl-Quran ialah khabar ahad yang didukung oleh perbuatan penduduk Madinah ataudengan qiyas.

Di antara masalah furu’ yang diperselisihkan akibat perbedaan prinsip di atasialah halal tidaknya memakan binatang hasil sembelihan tanpa memakai bismillah.

Menurut Hanafiyah sembelihan tanpa disertai dengan ucapan bismillah tidakhalal dimakan, mereka berpegang pada ayat:

Artinya:“Janganlah kamu semua makan (binatang sembelihan) yang belum disebut bismillahterhadap binatang tersebut (ketika disembelih), karena itu adalah perbuatan dosa. ”

(Al-An’am : 121)

Mereka tidak mau men-taksis-nya dengan hadis Rasul yang berbunyi:

Page 162: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

163

Artinya:“Seorang muslim menyembelih dengan menyebut bismillah, sebutlah (ucapkanlahbismillah) atau tidak. ”

(H.R. Abu Dawud) Sebab hadis inizhanni wurudnya sekalipun qath’i dilalah-nya.

Page 163: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Adapun masalah yang kedua, yaitu: ta arudu al-'am wa al-khash (pertentanganantara ‘amm dan khash). Menurut Hanafiyah, apabila lafaz ‘amm dan khash ituberbarengan waktu turunnya, maka lafazh khash dapat men-taksis lafazh ‘amm. Danapabila berbeda waktu, maka berlaku konsep nasakh mansukh.

Menurut Jumhur, hal tersebut tidak bisa dikatakan ta ’arud, sebab fungsi lafazhkhash di sini sebagai penjelasan terhadap 'amm, seperti nisab zakat hasil bumi. MenurutJumhur ulama, nisab zakat hasil bumi adalah lima ausaq, berdasarkan atas hadis.

Artinya"

“Tidak ada zakat bagi yang kurang dari lima ausaq.”(H.R. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini dijadikan pen-taksisterhadap hadis:

Artinya:Zakat hasil bumi yang diairi sumber air atau air hujan adalah 10%, sedangkan

zakat yang diairi irigasi adalah 5% . "(H.R. Al-Bukhari dan Ashhabu Sunan)

Menurut Hanafiyah, zakat hasil bumi diwajibkan tanpa harus ada nisab, baik sedikitataupun banyak, tetap wajib dizakati. Mereka berpegang

Page 164: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

165

pada hadis yang kedua yang bersifat ‘amm.Sedangkan pada hadis yang khusus,yaitu hadis pertama, mereka menakwilkannya, dan menyatakan bahwa hadistersebut berlaku pada zakat perdagangan. Mereka berpendapat bahwa limaausaqitu senilai dengan dua ratus dirham (Asy- Syaukani, 111 : 3)

SOAL LATIHAN1. Jelaskan pengertian lafazh ‘amm?2. Jelaskan, kapan suatu lafazhbisa dikatakan ‘ammdan bedakan dengan

muthlaql3. Apakah para ulama sepakat tentang dilalah lafazh ‘amm?4. Berikah contoh dua ayat yang di dalamnya mengandung kalimat ‘amm,dan

jelaskan?5. Berikan contoh lafaz ‘ammyang ada dalam hadis!6. Bagaimanakah pendapat golongan Hanafi tentang ‘amm?7. Apakah jumhur ulama sependapat dengan dolongan Hanafi tentang ‘amm?8. Bolehkan lafazh ‘ammyang qath’idi-taksisdengan dalil yang zhanni,terangkan!9. Bolehkah seorang muslim memakan daging hewan yang disembelih tanpa

menyebut bismillah terlebih dahulu? Jelaskan berdasarkan pendapatkedua golongan!

10. Jelaskan maksud dari kaidah:

F. AMR (PERINTAH)

1. Pengertian AmrMenurut Jumhur ulama Ushul,definisi amradalah lafazhyang menunjukkan

tuntutan dari atasan kepada bawahannya untuk mengerjakan suatu pekerjaan.Definisi di atas tidak hanya ditujukan pada lafazhyang memakai

sighat amr,tetapi ditujukan pula pada semua kalimat yang mengandungperintah, karena kalimat perintah tersebut terkadang menggunakan kalimatmajazi (samar).

Namun, yang paling penting dalam amr adalah bahwa kalimat tersebutmengandung unsur tuntutan untuk mengerjakan sesuatu.

2. Bentuk-bentuk Ani r dan HakikatnyaPara ulama ushul telah menyepakati bahwa bentuk amr ini digunakan untuk

berbagai macam arti. Al-Amidi menyebutkan sebanyak 15 macam makna. (Al-Amidi. 1968.11:9). Sedangkan Al-Mahalli dalam Syara h Jamu ' AI-.Jawami'menyebutkan sebanyak 26 makna. Demikian pula mereka sepakat bahwa bentukamr secara hakikat digunakan untuk thalab (tuntutan). Namun, mereka berbeda

Page 165: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

pendapat mengenai thatab ini. Apakah dengan sendirinya menunjukkan wajibataukah diperlukan adanya qarinah.

Menurut jumhur ulama, amr itu secara hakikat menunjukkan wajib dantidak bisa berpaling pada arti lain, kecuali bila ada qarinah.Pendapat inidipegang oleh Al-Amidi, Asy-Syafi'i. para fuqahu.kaum mutakallimin. seperti Al-Husen Al-Basari. dan Al-Juba'i (Al-Amidi. 1968 :92).

Golongan kedua, yaitu madzhab Abu Hasyim dan sekelompok ulamamutakallimin dari kalangan Mu tazilali meny atakan bahwa hakikat amr itu adalahnadb.

Golongan ketiga berpendapat bahwa amr itu musytarak antara wajib dannadb. pendapat ini dipengaruhi oleh Abu Mansur Al-Maturidi.

Pendapat keempat, Qadi Abu Bakar. Al-Cihazali. dan lain-lain,menyatakan bahwa amr itu maknanya bergantung pada dalil yang menunjukkanmaksudnya.

Keadaan Amr Bila lidak Disertai Qarinah

Makna hakiki amr yang diperselisihkan di atas ialah apabila amr >tu tidakdisertai suatu qarinah.Golongan Zahirivah. antara lain Ibnu Hazm berpendapatbahwa amr yang terdapat dalam Al-Quran. sungguhpun disertai qarinahtetapmenunjukkan wajib, kecuali kalau ada flashlain atau ijma' yang memalingkanpengertian amr dari wajib. Sedapkanjumhur ulama berpendapat bahwa tidakadanya qarinahmenunjukkan wiijub. Sebaliknya, adanya suatu qarinahsudahcukup dapat mengubah hakikat arti amr itu.

Dari kedua sikap ulama di atas, ada dampak luas pada penetapanhukum. Contoh yang dapat dikemukakan di sini ialah masalah pencatatan danpersaksian dalam utang piutang. Menurut Zahiriyah.pencatatan dan persaksiandalam utang piutang ini adalah wajib, berdasarkan ayat 282, Al-Baqarah.Bentuk amrpada ayat tersebut, menunjukkan wajib dan tidak bisa menyimpangdari arti zahirkecuali dengan nashatau ijma’ (Ibnu Hazm : 80)

Menurut jumhur ulama, amrpada ayat tersebut adalah nadh. Alasannya,mayoritas kaum muslimin dalam melakukan jual beli yang tidak kontan itutidak dicatat dan dipersaksikan. Oleh karena itu, dipandang ijma'di kalangankaum muslimin, bahwa amrpada ayat tersebut bukan untuk menunjukkan wujub.

Bagi ulama yang berpendapat bahwa amritu pada prinsipnya menunjukkanwajib dan tidak bisa berubah, kecuali ada qarinah.mereka sendiri sebenarnyaberbeda pendapat dalam menentukan sesuatu yang dipandang sebagaiqarinah.Perbedaan tersebut otomatis berpengaruh pada penetapan hukum.Misalnya, masalahmut'ahbagi wanita yang telah dicerai.

Menurut Asy-Syafi'iyah. Hanafiyah, dan Hanabilah. mut'ahtersebut adalahwajib dengan mendasarkan pada muthlaq amr.Demikian pula menurut pendapatIbnu Umardari kalangan sahabat. Sa’id Ibnu Al- Musayyaab, A'tai, danMutjahiddari kalangan tabi'in.

Page 166: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

167

4. Perintah Setelali Adanya KejadianPara ulama telah sepakat tentang amrterhadap sesuatu dari yang tidak ada

sebelumnya. Namun mereka berbeda pendapat tentang hukum amryang adasetelah adanya larangan atau setelah timbulnya kejadian. Dalam hal itu paraulama terbagi pada tiga golongan:1. Menunjukkan mubah,karena amryang belum ada sebelumnya secara

bahasajuga menunjukkan wajib. Namun jika adanya setelah kejadian makadianggap qarinahyang menunjukkan mubah, kecuali kalau ada dalil yangmenunjukkan wajib. Alasannya karena para ulama ushul telahmemakainya untuk arti mubah. Dan hal itu sudah menjadi kebiasaan.

2. Menunjukkan wajib, karena suatu kalimat yang menggunakan kata amritumenunjukkan wajib. Selain itu, tidak boleh dipisahkan antara amryangberkaitan dalam rangka menetapkan hukum syara atau amryang adasetelah adanya larangan.

3. Perintah setelah adanya kejadian telah menghilangkan kejadian tersebut.Adapun hukumnya bergantung pada ashlsebelum adanva kejadian,apakah wajib, sunah, atau mubah.

Pendapat yang terakhir dianggap paling kuat, karena disebutkan dalamAl-Quran. di antaranya firman Allah SWT., dalam surat At-Taubahayat 5:

Artinya:"Apabila telah berakhir bulan haram, maka perangilah orang-orang musyrik. "

(QS. At-Taubah : 5)

Dalam ayat tersebut, diharamkan berperang pada bulan haram. Namun,setelah itu ada perintah untuk berperang, maka kembalilah hukum asalperang tersebut, yaitu menunjukkan wajib.

5. Amr Tidak Menuntut Dilaksanakan Terus-menerusTelah dibahas di atas, bahwa shigat amrmenunjukkan adanya tuntutan

mengerjakan sesuatu pada masa yang akan datang. Apakah amr berdasarkankonteks bahasanya membutuhkan kesinambungan atau tidak? Dalam hal initerbagi dalam dua pendapat:1. Menunjukkan tuntutan untuk mengerjakan sesuatu dan berulang- ulang

selama masih hidup.2. Hal itu tidak menunjukkan kepada mutlak, tetapi menunjukkan sekali saja,

karena hakikat dari perintah itu adalah pemenuhan tuntutan.

Page 167: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Perlu diingat bahwa apabila perintah tersebut tidak mungkindilaksanakan, kecuali satu kali, maka yang sekali itu merupakan hal pokokdalam melaksanakan hakikat perintah. Namun, yang sekali bukan berartiPetunjuk dari shighat amar, melainkan untuk melaksanakan hakikat dari amrtersebut.

Di antara argumen yang dikemukakan oleh golongan pertama:1. Pemahaman para ahli bahasa dari hadis Rasulullah SAW. bahwa Aqra

Ibnu Habis bertanya kepada Rasulullah SAW. tentang salah satu isikhotbahnya, “Sesungguhnya Allah SWT. telah mewajibkan kepada kami semuauntuk melaksanakan haji, maka tunaikanlah oleh kamu semua ibadah haji Diabertanya kepada Rasulullah SAW. “Apakahpada tiap-tiap tahun, YaRasulullah? ” Rasulullah diam, sehingga ia mengulangi pertanyaannyasampai tiga kali. Kemudian Rasulullah SAW. bersabda, “Jika aku katakanwajib maka kamu semua tidak mungkin mampu melaksanakannya, haji itu adalahsekali, adapun selebihnya adalah sunah. ”

Hadis itu menunjukkan keharusan untuk terus-menerus dalammelaksanakan amr. Namun karena yang bertanya itu adalah ahli bahasa,sehingga jika tidak memahaminya sebagai keharusan melaksanakan hajiberulang kali, ia tidak mungkin bertanya.

Namun, hal itu dibantah oleh golongan kedua, bahwa adanyapengulangan pertanyaan itu karena dia menyangka bahwa haji itu sepertiibadah-ibadah lainnya yang memerlukan pengulangan, itu sebabnyadijelaskan oleh Rasulullah SAW. bahwa haj i itu hanya diwajibkan sekalisaja.

2. Amr itu seperti nahi, yang mengharuskan pengekangan untuk tidakmelaksanakan sesuatu secara terus-menerus.

3. Amr mengandung makna perwujudan sesuatu yang posistif, yaknimewujudkan suatu pekerjaan pada waktu yang akan datang, yangsebelumnya tidak ada. Hal itu bisa terpenuhi dengan sekali melaksanakan,namun harus diulangi sebagai perwujudan melaksanakan kewajiban.

Hal itu tidak berbeda dengan nahyi yang mengadung makna peniadaansesuatu yang negatif, yaitu mengekang dan menghindari dari larangan. Hal itutentu saja memerlukan waktu yang panjang dan terus- menerus.

Adapun argumen yang dikemukakan oleh golongan kedua adalah sebagaiberikut:

Sesungguhnya hakikat tuntutan itu tidak bisa dipahami dengansekali atau berulang-ulang. Hal itu telah disepakati oleh ahli bahasa Namun,adanya pengulangan itu didasarkan pada berulangnya perintah dan sighalamr.atau adanya illat yang mengharuskan untuk diulangi.

Jadi, adanya pengulangan dalam amr itu apabila adanya qarinah, sepertifirman Allah SWT. dalam surat Al-Baqarahayat 185:

Page 168: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

169

Artinya:“Barang siapa di antara kamu yang menyaksikan bulan maka berpuasalah.”Berdasarkan dalil di atas, puasa wajib dilaksanakan berulang-ulang seiring dengandatangnya bulan yang berulang-ulang pula.

Pendapat yang dipandang sahih adalah yang kedua. Karena hakikatmelaksanakan perintah itu adalah sekali dan itu dipandang cukup, kecualikalau ada qarinahyang menujukkan keharusan untuk melaksanakannyaberulang-ulang.6. Amr Tidak Menuntut agar Dilaksanakan secara Langsung

Sesungguhnnya amr tidak menuntut untuk dilaksanakan secara langsungatau ditunda-tunda, berdasarkan ketentuan-ketentuan di bawah ini:1. Pelaksanaan dengan segera atau menunda-nunda adalah tambahan dari

shigat amr yang mutlak menurut bahasa.2. Sesungguhnya yang dituntut oleh amr itu pelaksanaannya, tidak

memandang apakah dilaksanakan secara langsung atau ditunda- tunda.3. Jika amr diiringi qarinahyang menuntut agar dilaksanakan secara

langsung, maka harus dilaksanakan secara langsung berdasarkan ijma’.4. Bila amr itu dibatasi oleh waktu maka habislah perintah tersebutbila habis waktunya, seperti ibadah puasa.

5. Bila amr itu memerlukan pelaksanaan secara langsung maka harusdilaksanakan secara langsung, seperti menolong yang kebakaran atauorang tenggelam

6. Bersegera dalam melaksanakan amradalah sunah, seperti firman AllahSWT. dalam surat A1-Baqarah: 148.

Artinya:"Berlomba-lomba kamu semua dalam kebaikan (yakni bersegeralah)."

(QS. Al-Baqarah : 148)

SOAL LATIHAN1. Jeaskan pengertian amr,baik dari segi bahasa maupun istilah!

Page 169: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

2. Apa yang Anda ketahui tentang bentuk-bentuk amr,jelaskan!3. Bagaimanakah pengaruh qarinahterhadap amr?4. Apakah setiap amrmengandung arti wajib? Jelaskan!5. Berikan contoh ayat yang mengandung amrwajib!6. Apakh amrbisa berarti anjuran? Berikan contohnya!7. Jelaskan apakah amritu harus dilaksanakan secara berulang-ulang,

ataukah cukup sekali saja!8. Mengapa ibadah haji hanya diwajibkan sekali dalam seumur hidup?9. Jika ada kalimat yar.g menunjukkan amr, apakah mengharuskan agar

dilaksanakan secara langsung atau bisa ditunda?10. Jelaskan kalimat amrdalam ayat di bawah ini:

G. NAHYI (LARANGAN)

1.Pengertian NahyiMenurut ulama ushul, definisi nahyi adalah kebalikan dari amr, yakni

lafazh yang menunjukkan tuntutan untuk meninggalkan sesuatu (tuntutanyang mesti dikerjakan) dari atasan kepada bawahan.

Namun, para ulama ushul sepakat bahwa nahyi itu seperti juga amr dapatdigunakan dalam berbagai arti.

2. Makna Shighat NahyiPara ulama ushul sepakat bahwa hakikat dalalah nahyi adalah untuk

menuntut meninggalkan sesuatu, tidak bisa beralih makna, kecuali bila adasuatu qarinah(Abd. Aziz Al-Bukhari: 256). Namun, mereka berbedapendapat tentang hakikat tuntutan untuk meninggalkan larangan tersebut,apakah hakikatnya untuk tahrim, karahah, atau untuk keduanya:a. Menurut jumhur, hakikatnya itu untuk tahrim, bukan karahah. Tidak

bisa menunjukkan makna lain, kecuali dengan qarinah.b. Menurut pendapat kedua, nahyi yang tidak disertai qarinah

menunjukkan karahah.c. Menurut pendapat ketiga, musytarak antara tahrim dan karahah, baik

isytirak lafazhi maupun isyitrak maknawi.d. Hakikat tuntutan nahyi itu tasawuf. (Al-Amidi. 1968, II : 32)

Dari keempat pendapat di atas, yang dipandang kuat adalah pendapatJumhur. Hal itu disimpulkan dari keumumam shigat-shigat nahyi, juga

Page 170: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

171

didasarkan pada argumen-argumen di bawah ini:a. Akal yang sehat bisa menunjukkan bahwa larangan itu menunjukkan

pada haram.b. Para ulama salaf memakai nahyi dalil untuk menunjukkan haram. Dan

hal itu telah disepakati sejak zaman para sahabat, tabi'in. dan parapengikut mereka.

c. Firman Allah Swt. dalam surat Al-Hasyr : 7,

"Dan apa-apa yang Rasul datangkan (perintahkan) kepada kamu semuataatilah, dan apa-apa yang dilarang kepada kamu semua jauhilah. "

(QS. Al-Hasyr; 7)

3. Nahyi menuntut untuk Meninggalkan secara LangsungSesungguhnya nahyiitu menuntut untuk meninggalkan apa yang dilarang

sebagaimana disebutkan dalam firman Aliah SWT. surat Al- An'amayat 1 5 1 :

Artinya:"Janganlah kamu semua membunuh seorang jiwa yang diharamkan Allah, kecualidengan hak"

(QS. Al-An’am : 151)Dengan kata lain, janganlah kamu semua menyebabkan seseorang

terbunuh, kata “terbunuh” adalah bentuk nakirah dalam keadaan nahyi. Hal itusangat umum dan menunjukkan siapa saja yang terbunuh, kapan saja dandilakukan terus menerus, kecuali jika ada dalil yang men-taksiskeumumannya, seperti membunuh dengan hak.

Dengan demikian, jelaslah bahwa larangan itu membutuhkan pelaksanaansecara langsung dan terus menerus, karena pelaksanaan secara terus-menerusdan langsung termasuk dilalah nahyi

Hal itu merupakan ijma’dari ulama, masa sahabat dan tabi’n. Merekamenetapkan bahwa nahyiitu menuntut agar meninggalkanyang dilarang secaralangsung dan terus menerus.

Page 171: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

4. Kaitan Nahyi dengan Fasad dan ButhlanUlama ushulberbeda pendapat tentang tuntutan nahyidalam kaitannya

dengan fasaddan buthlan.Apakah sesuatu yang dituntut itu menunjukkanfasadatau buthlan, atau keduanya secara sekaligus.

Sebelum menjelaskan pendapat para ulama tentang hal tersebut,terlebih dahulu akan dijelaskan dua hal penting yang berkaitan denganmasalah nahyi.yaitu: hal ihwal nahyi.dan makna sah, fasaddan buthlan.

4 . 1 Ihwal NahyiPara ulama ushul dalam menjelaskan hal ihwal nahyi menempuh berbagai

jalan. Namun, pada garis besarnya, hal ihwal nahyi dapat dikelompokkan padaempat macam:1. Nahyi itu berada secara muthlaq. yakni tanpa ada qarinahyang menunjukkan

sesuatu yang dilarang. Bentuk ini ada dua macam. Pertama larangan yangbersifat perbuatan indrawi. seperti puasa, shalat dan sebagainya. Keduaadalah tindakan syara'.

2. Para ulama memberikan penjelasan lebih rinci bahwayangdimaksud dengan perbuatan indrawi ialah suatu perbuatan yang dapat

diketahui secara indrawiyang wujudnya tidak bergantung pada syara Sedangkanyang dimaksud dengan tindakan syara' ialah segala perbuatan yang wujudnyabergantung pada svara'. seperti puasa dan shalat tidak mungkin dikatakan sahsebagai ibadah, kecuali dengan penetapan dari syara'. Demikian pula masalahjual beli tidak akan sah, kecuali bila sesuai dengan ketentuan svara'(Abdul AzizAl-Bukhari. 1307 H. I : 257)

3.Nahyi itu kembali kepada dzatiyah perbuatan, seperti laranganjual beli hashal (jual beli y ang penentuan barangnya dengan jalan

melempar batu kerikil, pada masa sekarang bisa berbentuk koin).4.Nahyi yang melekat pada sesuatu yang dilarang, bukanpadapokokny a, seperti jual beli riba dan larangan puasa pada hari raya5. Nahyi kembali kepada silat y ang berkaitan dengan suatu perbuatan,tetapi perbuatan itu bisa terpisah dari perbuatan yang lainnya, sepertilarangan shalat di tempat hasil rampasan dan larangan jual beli di waktushalat Jum'at.

4.2 Pengertian Sah, Batal, dan FasadMenurut fuqaha.sah dalam ibadah artiny a sesuatu perbuatan itu telah gugur

karena telah dilakukan. Menurut ulama mutakallimin,sah berarti perbuatan yangtelah dilakukan itu sesuai dengan perintah syara',baik dalam keadaan wajib

qhada.maupun tidak. Misalnya seseorang yangtelah shalat menduga bahwa iashalat dalam keadaan suci, padahal

tidak. Shalat tersebut menurut ulama mutakallimin tetap sah meskipun ia tetapwajib mengulanginya (mengqadanya).Akan tetapi, menurut fuqahashalat tersebuttidak menggugurkan qada.

Page 172: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

173

Arti sah dalam mu'amalah adalah keadaan suatu akad menjadi sebabadanya sesuatu yang dituntut syara'. seperti jual beli yang sah berakibat sahnyapemindahan hak milik dan pernikahan yang sah berakibat halalnya bergaulsuami istri dan si istri berhak atas mahar.

Arti batal dalam ibadah ialah tidak gugurnya suatu perbuatan yangdiwajibkan. Sedangkan arti batal dalam mu'ammalah ialah suatu perbuatan yangdilakukan dengan menyalahi hukum dan keluar dari hal yang dapatmengakibatkan hukum, seperti menikahi wanita yang diharamkan.

Adapun arti Fasad. menurut jumhur sama dengan batal.

4.3 Pendapat Ulama Usliul tentang Tuntutan Nahyi, dalamkaitannya dengam Fasad dan ButhlanPara ulama ushuliyyinberbeda pendapat dalam menentukan tuntutan nahyi

yang berbentuk empat hal tersebut. Pada bentuk pertama, yakni nahyi yangmuthlaq, para ulama sepakat bahwa nahyi di sini menunjukkan buruknyaperbuatan yang dilarang itu. Apabila perbuatan yang dilarang itu termasukindrawi, seperti zina maka larangannya menunjukkan fasad dan batal. Sedangkanapabila yang dilarang itu termasuk pada at-tasarufat Asy-syar 'iyah. merekaberbeda pendapat. Menurut Asy-Syafi 'iyah dan sebagian ulama mutakallimin.nahyi itu menunjukkan buruknya perbuatan yang dilarang. Menurut Hanafiyah.Al-Ghazali, dan Al-Qafal, nahyi seperti ini tidak menunjukkan batalnyaperbuatan yang dilarang. Sedangkan menurut golongan ketiga, yang dinisbatkanoleh Asy-Syaukani kepada Abu Al-Husen Al-Basri, Al- Ghazali dan Ar-Razi,nahyi itu menunjukkan fasad dalam ibadah dan tidak fasad dalam mu'amalah.

Pada bentuk kedua, yakni bentuk nahyi yang kembali kepada yangdilarang, menurut jumhur ulama, sama dengan nahyi bentuk pertama, yaitumenunjukkan fasad atau batalnya perbuatan yang dilarang.

Pada nahyi yang ketiga, menurut jumhur ulama sama dengan yangpertama, yakni menunjukkan fasad dan batalnya perbuatan yang dilarang itu,baik zatnya maupun sifatny a. Menurut Hanafiyah. nahyiseperti ini.hanya menunjukkan fasad sifatnya saja, sedangkan pokok perbuatannyatetap tnasyru'. Oleh sebab itu. menurutnya apabila sifat itu diperbaikimaka perbuatan itu menjadi sah. Menurut Hanafiyah fasad i tu berbedadengan batal, seperti yang telah dikemukakan di atas.

Selanjutnya, ulama Hanafiyah beralasan, seandainya kita katakanbahwa perbuatan itu fasad secara muthlaqberarti kita menyamakan hakikatyang mengandung fasad dengan yang tidak mengandung fasad. Sebaliknya,apabila kita katakan bahwa perbuatan itu sah secara muthlai/ berarti kitamenyamakan antara hakikat yang t idak mengandung fasad pada zatnya dansifatnya dengan hakikat yang mengandung fasad pada sifatnya saja. Olehkarena itu. di sini perlu dibedakan.

Bentuk nahyi yang keempat, menurut Jumhur, t idak menunjukkan

Page 173: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

fasad dan batal, melainkan perbuatan yang dilarang itu tetap sah. hanyasaja orang yang melakukan itu berdosa. Menurut Zahiriyah, semua bentuknahvi yang telah diuraikan di muka menunjukkan fasad. Ai-Amidimenjelaskan bahwa pendapat seperti ini dipengaruhi oleh Malik danAhmad Ibnu Hambal (Al-Amidi, 1968, II : 33).

SOAL LATIHAN

1. Jelaskanlah pengertian nahyi. baik dari segi bahasa maupun menurutpendapat para ulama!

2. Berikan contoh dari shigat nahyi dan apa maksudnya?3. Sebutkan salah satu ayat yang menunjukkan keharusan umat Islam

untuk meninggalkan larangan Allah!4. Apakah setiap shigat nahyimenunjukkan haram?5. Berikan contoh ayat yang mengandung nahyi dan menunjukan haram!6. Sebutkan salah satu hadis Nabi yang di dalamnya terdapat nahyidanmenunjukkan makruh!7. Jelaskan yang dimaksud dengan fasaddan buthlan?8. Bagaimana kaitan antara nahyi. fasad.dan buthlan?

9.Jelaskan pendapat ulama ushultentang nahyi muthlaq?10.Apakah tuntutan dalam nahyiitu mencakup zat dan sifat yangdilarang?

H. MUTLAQ DAN MUQAYYAD

1. Pengertian Mutlaq dan MuqayyadPara ulama ushul memberikan definisi mutlaq dengan berbagai definisi.

Namun semuanya bertemu pada suatu pengertian bahwa yang dimaksuddengan muthlaq ialah suatu lafazh yang menunjukkan hakikat sesuatu tanpapembatasan yang dapat mempersempit keluasan artinya. Misalnya, kataraqabahyang terdapat pada firman Allah SWT.

Lafazh tersebut termasuk mutlaqkarena tidak dibatasi dengan sifat tertentu.Pula para ulama memberikan definisi muqayyaddengan berbagai definisi.

Namun, semuanya bertemu pada satu pengertian, yaitu suatu lafazh yangmenunjukkan hakikat sesuatu yang dibatasi dengan suatu pembatasan yangmempersempit keluasan artinya.Misalnya, kata raqabahdisifati dengan kata mu’minah pada ayat:

Page 174: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

175

2. Bentuk-bentuk Mutlaq dan MuqayyadKaidah lafazh mutlaqdan Muqayyaddapat dibagi dalam lima bentuk:

1. Suatu lafazhdipakai dengan mutlaqpada suatu nash.sedangkan pada nashlaindigunakan dengan muqayyad;keadaan ithlaqdan taqyid-nya bergantung padasebab hukum.

2. Lafazh mutlaqdan muqayyadberlaku sama pada hukum dan sebabnya.3. Lafazh mutlaqdan muqayyadyang berlaku pada nashitu berbeda, baik dalam

hukumnya ataupun sebab hukumnya.4. Muthlaq dan muqayyadberbeda dalam hukumnya, sedangkan sebab

hukumnya sama.5. Mutlaqdan muqayyadsama dalam hukumnya, tetapi berbeda dalam

sebabnya.

3. Hukum Lafazh Mutlaq dan Muqayyad

Pada prinsipnya para ulama sepakat bahwa hukum lafazh mutlaq itu wajibdiamalkan kemutlakannya, selama tidak ada dalil yang membatasikemutlakannya. Begitu juga hukum lafazh muqayyaditu beraku padakemuqoyyadannya. Yang menjadi persoalan di sini adalah mutlaqdanmuqayyadyang terbentuk pada lima bentuk tersebut, ada yang disepakati dan adayang diperselisihkan. Yang disepakati ialah:a. Hukum dan sebabnya sama. Di sini para ulama sepakat bahwa wajibnya

membawa lafazh mutlaqkepada muqayyad.b. Hukum dan sebabnya berbeda. Dalam hal ini, para ulama sepakat

wajibnya memberlakukan masing-masing lafazh.yakni mutlaqtetap padakemutlakannya dan muqayyadtetap pada kemuqayyadannya.

c. Hukumnya berbeda sedangkan sebabnya sama. Pada bentuk ini. paraulama sepakat pula bahwa tidak boleh membawa lafazh mutlaqkepadamuqayyad,masing-masing tetap berlaku pada kemutlakannya dankemuqayyadannya.4.Hal-Hal yang Diperselisihkan dalam Mutlaq dan Muqayyad

a.Kemuthlaqan dan kemuqayyadanterdapat pada sebab hukum. Namun, masalah(maudu’) dan hukumnya sama. Menurut Jumhur ulama dari kalanganSyafi'iyah, Malikiyah,dan Hanafiyah.dalam masalah ini wajib membawamutlaqkepada muqayyad.

Oleh sebab itu. mereka tidak mewajibkan zakat fitrah kepada hamba

Page 175: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

sahaya. Sedangkan ulama Hanafiyah tidak mewajibkan membawa lafazhmutlaqpada muqayyad.Oleh sebab itu, ulama Hanafiyah mewaijbkan zakatfitrah atas hamba sahaya secara mutlaq.b. Mutlaqdan muqayyadterdapat pada nash yang sama hukumnya, namunsebabnya berbeda. Masalah ini juga diperselisihkan.Menurut Ulama Hanafiyah tidak boleh membawa mutlaq padamuqayyad,melainkan masing-masingnya berlaku sesuai dengan sifatnya. Oleh sebabitu, ulama Hanafiyah. pada kafarat zihar tidak mensyaratkan hambamukmin. Sebaliknya, menurut jumhur ulama harus membawamutlaqkepada muqayyadsecara mutlaq.Nanuni menurut sebagian ulamaSyaff iyah, mutlaqdibawa pada muqayyad apabila ada illat hukum yangsama, yakni dengan jalan qiyas. (Al- Amidi. 1968 : II : 112)

Alasan Masing-masing Golongan

1. Alasan Hanafiyah

Merupakan suatu prinsip bahwa kita melaksanakan dalalah lafazh atassemua hukum yang dibawa saja, sesuai dengan sifatnya, sehingga lafazhmuthlaqtetap pada kemuthlaqaimyadan lafazh muqayyadtetap padakemuqayyadannya. Tiap-tiap nash merupakan hujjah yang berdiri sendiri.Pembatasan terhadap keluasan makna yang terkandung pada mutlaqtanpadalil dari lafazh itu sendiri berarti mempersempit yang bukan dari perintahsyara'. Berdasarkan pada ini, lafazh muthlaqtidak bisa dibawa padamuqayyad.kecuali apabila terjadi saling menafikan antara dua hukum,yakni sekiranya mengamalkan salah satunya membawa pada tanaqud(saling bertentangan). (Al-Bazdawy, 1307, II : 290)

2. Alasan Jumhur

Al-Quran itu merupakan kesatuan hukum yang utuh dan antara satu ayatdengan ayat lainnya berkaitan, sehingga apabila ada suatu kata dalam Al-Quran yang menjelaskan hukum berarti hukum itu sama pada setiaptempat yang terdapat kata itu. (Asy-Syafi'i). Alasan kedua, muqayyadituharus menjadi dasar untuk menafikan dan menjelaskan maksud lafazhmutlaq.Sebab mutlaqitu kedudukannya bisa dikatakan sebagai orang diam,yang tidak menyebut qayyid.Di sini ia tidak menunjukkan adanya qayyid,dan tidak pula menolaknya, sedangkan muqayyidsebagai orang yangberbicara, yang menjelaskan adanya taqyid.Di sini tampak jelas adanyakewajiban memakai qayyidketika adanya dan menolaknya apabila tidakadanya. Sehingga kedudukannya sebagai penafsir. Oleh sebab itu, ia lebihbaik dijadikan sebagai dasar untuk menjelaskan maksud mutlaq.(Al-Amidi,1968, II : 112).

SOAL LATIHAN

Page 176: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

177

1. Jelaskan pengertian mutlaq dan muqayyad!

2. Ada berapakah bentuk mutlaq dan muqayyaditu, jelaskan berikut contohnya!3. Berikan contoh lafazh mutlaqyang terdapat dalam hadis!4. Bagaimana hukum menggunakan mutlaq dan muqayyad?5. Bagaimana perbedaan pendapat antara Jumhur dan Golongan Hanafiyah tentang

membawa mutlaqpada muqayyad?6. Apabila kemutlaqan dan kemuqayyadansuatu lafazh terdapat pada sebab hukumnya,

bagaimana solusinya menurut jumhur ulama?7. Bagaimanakah pendapat imam Abu Hanifah tentang mutlaqdan muqayyadpada

nash yang sama hukumnya? Jelaskan alasannya?8. Bagaimana sikap Anda terhadap dua golongan ulama di atas, berikan argumen

secarajelas!9. Berikan contoh lafazh mutlaqyang terdapat dalam hadis!

10. Kapan suatu lafazh mutlaqdibawa pada muqayyad?

I. MANTUQ DAN MAFHUM

1. Pengertian Mantuq dan Mafhum

Suatu lafazh bila ditinjau dari cara menunjukkan suatu makna, menurut Hanafiy ahterbagi dalam empat bagian, yaitu ibarat nash, isyarat nash,dilalah nash.dan iqtida' nash.Sedangkan menurut Syafi’iyah terbagi dalam mantuqdan mafhum.

Dilalah mantuqialah petunjuk lafazh pada hukum yang disebut oleh lafazh itusendiri. Dilalah mantuqseperti ini mencakup tiga dilalah yang dipakai dalam istilahHanafiyah, yaitu ibarat, isyarat,dan iqtida nash.

Dilalah mafhum ialah petunjuk lafazh pada suatu hukum yang tidak disebutkan olehlafazh itu sendiri, melainkan datang dari pemahaman. Dilalah mafhum tersebut dalamistilah Hanafiyah disebut dilalah nash.

Dari definisi mantuqdan mafhum di atas dapat disimpulkan bahwa mantuqdanmafhum ini termasuk madhul. bukan dilalah. Selanjutnya, mafhum terbagi menjadi mafhummuwafaqahdan mafhum mukhalafah.2. Dillalah Mahfum

Dilalah mafhumini terbagi menjadi dua macam, yaitu mafhummuwafaqahdan mafhum mukhalafah.

Mafhum muwafaqahdalam istilah ulama Hanafiyah disebut juga dilalahnash.yaitu suatu petunjuk kalimat yang menunjukkan bahwa hukum yangtertulis pada kalimat itu berlaku pada masalah yang tidak tertulis, dan hukumyang tertulis ini sesuai dengan masalah yang tidak tertulis karena adapersamaan dalam maknanya. Hal ini dapat diketahui dengan pengertian bahasa,tanpa memerlukan pembahasan yang mendalam ataupun ijtihad. Disebutmafhum muwafaqahkarena hukum yang tidak tertulis sesuai dengan hukum yangtertulis.

Page 177: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Mafhum muwafawahdikenal pula dengan nama fahwa al-khitab dan lahmal-khitab,sebagaimana dikemukakan oleh ulama Zaidiyyah. Ibnu As-Subkimembedakan pengertian antara keduanya, yang pertama dimaksudkan untukmasalah tak tertulis, yang hukumnya lebih utama dan lebih sesuai daripadahukum bagi masalah tertulis, sedangkan yang terakhir dimaksudkan untukmasalah yang sama tingkat hukumny a dengan masalah lain yang tidak tertulis.Perbedaan ini disepakati oleh Asy- Syaukani.

Al-Mawardi dan Ar-Rifyam menjelaskan bahwa perbedaan antara Fahwaal-Khiatabdan Lahu al-Khitabdapat dilihat dari dua segi Pertama, fahwa al-khitabadalah suatu petunjuk yang ditekankan oleh lafazh. sedangkan lahu al-khitabadalah suatu petunjuk yang terpancar dari lafazh.Kedua, fahwa al-khitabadalah suatu lafazhyang menunjukkan suatu petunjuk lebih jelas daripadaungkapan lafazhitu sendiri, sedangkan lahu al-khitabadalah suatu lafazhyangmenunjukkan pada suatu petunjuk yang sama dengan ungkapan lafazhitusendiri. (Asy-S'yaukani. 1937: 178)

Mafhum al-mukhalafahadalah petunjuk lafazhyang menunjukkan bahwahukum yang lahir dari lafazhitu berlaku bagi masalah yang tidak disebutkandalam lafazhitu, yang hukumnya bertentangan dengan hukum yang lahir darimantuq-nya. karena tidak adanya batasan (kayd) yang berpengaruh dalamhukum. (Lihat Ibnu Al Hajib jilid 11 hal. 172, Al-Amidi jilid II : 99, Al-Mahalli. 1 : 245 dan Zakiyuddm Sya’ban : 43).

Mafhum mukhalafahdisebut juga dalil khilab.Suatu dilalah dinamakanmafhum mukhalafahkarena hukum yang disebutkan berbeda dengan hukumyang tidak disebut. Dinamai dalil khitah, karena dalil hukumnya diambildari jenis khitah-nya atau karena khitahnya sendiri menunjukkan ataslnikum itu. (Asy-Syaukani, 1933 1799). Ulama Hanafiyah menamakandalil khitah dengan nama al-makhsus hi zikri. Mereka memandang bahwaberpegang pada dalil ini termasuk fasid (Al- Bazdawi. 1308 H.,11. 375).

3. Pendapat Para Ulama tentang Mafhum MukhalafahUlama Hanafiyah tidak memandang mafhum mukhalafah sebagai salah

satu metode penafsiran nash-nash syara'. Tegasnya menurut mereka,mafhum mukhalafah itu bukan suatu metode untuk penetapan hukum.Alasan mereka adalah sebagai berikut:

1. Sesungguhnya banyak nash syara ' yang apabila diambil mafhummukhalafahnya akan rusak pengertiannya, antara lain seperti avat:

Page 178: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

179

Apabila ayat tersebut diambil mafhum mukhalafahnya akanmempunyai arti bahwa berbuat zalim diharamkan hanya pada empatbulan tersebut saja, sedangkan di luar itu tidak haram. Padahalberbuat zalim itu diharamkan pada tiap saat.

2. Sifat-sifat yang terdapat pada nash syara' . dalam banyak hal bukanuntuk pembatasan hukum, melainkan untuk targib dan larhih. Misalnyaayat:

Sifat anak tiri pada ayat tersebut, adalah anak tiri yang ada dalampemeliharaan. Apabila diambil mafhum mukhalafah-nya, hal itu berartimengawini anak tiri yang di luar pemeliharaan adalah halal. Padahalsyara' tetap mengharamkan.

3. Seandainya mafhum mukhalafahnya itu dapat dijadikan hujjah syara’ makasuatu nash yang telah menyebut suatu sifat tidak perlu lagi disebut nashyang menerangkan hukum kebalikan hukum dari sifat tersebut. Padakenyataannya penyebutan seperti itu banyak ditemukan. Misalnya ayat:

Page 179: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Menurut jumhur ushuliyyin, mafhum mukhalafah dapat dijadikan sebagai hujjahsyara'. Alasannya antara lain:1. Berdasarkan logika, setiap syarat atau sifat tidak mungkin

dicantumkan tanpa tujuan dan sebab. Sebabnya itu tidak lain adalahuntuk qayyid (pembatasan) hukum selama tidak ada dalil yangmenunjukkan bahwa dicantumkannya suatu sifat itu untuk targib,tarhib, dan tanfir:

2. Sikap Rasulullah yang tidak menyalahkan Umar Ibnu Khathab dalammemahami mafhum mukhalafah dari ayat 101 An-Nisa'. Namun.Rasulullah menjelaskan bahwa qasar shalat dalamperjalanandibolehkan sekalipun dalam keadaan aman.

Ulama yang memakai mafhum mukhalafah sebagai hujjah menyebutkanbeberapa syarat, yaitu:1. Mafhum mukha/afah-nya itu tidak bertentangan dengan dalil yang lebih

kuat, seperti mantuqatau majhum muwafaqah.2. Qayidatau pembatasan yang terdapat pada suatu nash tidak berfungsi

yang lain, seperti:

3. Tidak ada dalil khusus yang membatalkan mafhum mukhalafah itu,seperti ayat:

Page 180: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

181

Mafhum mukhalafahnya, laki-laki tidak wajib diqisas apabila iamembunuh wanita, dibatalkan dengan ayat 45 surat Al-Ma idah, danhadis.(Abu Zahrah : 152)

Page 181: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

4. Macam-Macam Mafhum MukluilafahApabila qayid dalam luikum mantuqberlaku pada mafhum mukhalafah maka

mafhum nmkhalafah ini bisa terdiri atas bermacam- macam qayid.Al-Amidimenghitung jumlah mafhum itu sebanyak sepeuluh macam, yaitu: mafhum sifat,mafhum Illat, mafhum syarat, mafhum a'dad. mafhum gayah. mafhum laqab, mafhum hasr,mafhum hal, mafhum zaman, dan mafhum makna. Asy-Syaukani juga menyebutkanmafhum mukhalafah seperti itu, namun ia memasukkan ketiga mafhum yang disebutterakhir pada mafhum sifat. (Asy-Syaukani, 1973: 181-183).

4.1 Mafhum SifatMafhum sifat ialah petunjuk yang dibatasi oleh sifat, menunjukkan

berlakunya kebaikan hukum terhadap yang tidak disebutkan, karena tidakterdapat sifat yang menjadi qayidpada lafazh tersebut, seperti sabda Nabi:

Hadis ini secara mantuq-nya menunjukkan wajibnya zakat dalam kambing yangsaa ’imah. Dan secara mafhum mukhalfah-nya menunjukkan tidak ada kewajibanzakat pada kambing yang ma 'lufah (diberi makan).

Hal ini karena tidak ada sifat yang digembalakan secara bebas (sa'un) yangmenjadi qayidwajibnya zakat menurut mantuq-nya. Yang dimaksud sifat di siniadalah mutlaq sifat, baik sifatmenurut ilmu nahwu seperti:

atau mudlaf seperti:

Page 182: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

183

Pendapat Para Ulama tentang Mafhum SifatSikap ulama terhadap kehujjahan mafhum sifat dibagi menjadi tiga pendapat:

1. Mafhum sifat dapat dijadikan sebagai hujjah. Ia dipandang sebagai salah satu carauntuk menggali hukum. Apabila suatu hukum dikaitkan dengan suatu sifatmaka hukum itu tidak ada apabila sifatnya tidak ada. Pendapat ini dipegangoleh Malik. Asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Al-Asy'ary. dan segolongan darikalangan mutakallimin (Al-Amidi, 1968. I l l : 103, Asy-Syaukani, 1973, 168)Alasan mereka adalah sebagai berikut:

a. Para ahli bahasa memakai mafhum sifat.b. Dicantumkannya suatu sifat dan pembatasan suatu kalimat pasti

mempunyai kegunaan. Untuk lebih jelasnya perhatikan dalil-dalil berikutini:

Pertama: Sabda Nabi yang berbunyi:

Abu Ubadah mendefinisikan hadis tersebut, bahwa Rasulullah dengan hadis inibermaksud menjelaskan orang yang tidak mampu membayar suatu kewajiban(utang) tidak boleh dihukum dan dipenjarakan.

Pemahaman seperti ini, juga dipakai oieii ahii bahasa yang iain sepertiImamnya, Syafi’i dan Al-Usmu’i.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa para ahli bahasa memakaimafhum sifat.

Kedua, nash syara’ baik Al-Quran ataupun Sunah memakai salah satu qayyid dariberbagai quyyid, seperti: qayyid sifat lainnya mesti mengandung faedah; sepertiuntuk penguat dan penekanan atau untuk menjelaskan kebiasaan umum.Apabila hendak menafsirkan nash syara’ atau hendak menerapkan nash syaraterhadap suatu kasus maka harus membahas kegunaan atau faedah pencantumanqayyidpada suatu nash. Sehingga faedah tersebut tidak jelas, makaqayid(pembatasan) itu hanya untuk men-taqyidhukum yangmengandung silatnya itu. Dalam hal ini seandainya pada taqyiddengansifat menunjukkan tidak adanya hukum dari dalil lain, maka pastipencantuman sifat yang menjadi qayyidhukum pada suatu nashtidak adafaidahnya.

2. Mafhum sifatitu tidak dapat dijadikan hujjahkarena bukan merupakan suatumetode untuk menetapkan hukum. Apabila suatu hukum dibatasi dengansifat tidak berarti bahwa hukum itu hilang dengan hilangnya sifat tersebut.Apabila ternyata ada suatu hukum yang bertentangan dengan hukum yangdibatasi dengan sifat, hal ini tidak berarti hukum itu diambil dari

Page 183: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

mafhumsifatnya karena ada dalil lain. Pendapat ini dipegang oleh golonganHanafiyah. Malikiyah. Al-Ghazali, dan Al-Amidi dari golonganSvatViyyah (Al-Amidi. 1968. III : 103)

Demikian pula pendapat syi'ah Imamiyahdan Zaidiyyuh.dan sebagian ahlibahasa, seperti Al-Ahjasdan Ibnu Pars. Mafhum mukhalafah yang lainnya, sepertimafhum i'Hat, mafhum hal. mafhum zaman,dan mafhum maknapada hakikatnyadapat dikatakan sama dengan mafhum sifat,dari segi bisa tidaknya dijadikanhujjah syara' . Lain halnya dengan mafhum /agah,ulama sepakat bahwa mafhumtagabmi tidak bisa dijadikan hujjah kecuali tagab-nya dari isim sifat,bukan isimjamid. Karena, pencantuman tagabpada suatu kalimat tidak mempunyai artipembatasan makna melalui tagabitu sendiri.

Demikian pula halnya mafhum hasyrtidak diperselisihkan tentangkchujjahannya. Sebab pada hakikatnya, ia bukan mafhum,melainkan termasukmantug.Di mana adawat(alat) hasrbisa dipasangkan.

4.2 Mafhum Syarat, Adad, dan GhayahSeperti telah dijelaskan di muka bahwa ulama yang memakai mafhum

mukhalafahmemberikan beberapa syarat, antara lain bahwa pembatasan ataugayyidyang terdapat pada suatu lafazhharus berfungsi. Oleh karena itu. mafhummukhalafahyang gayid-nya berfungsi seperti mafhum syarat, mafhum "adad,danmafhum ghayahdapat dijadikan hujjah syara' . Mereka beralasan dengan alasanyang sama dengan alasan kehujjahan mafhum mukhalafahdari sifat. Sedangkanulama yang tidak memandang mafhum mukhalafahsebagai hujjah syara' tetapberpendapat bahwa ketiga macam mafhum mukhalafahtersebut tidak dapatdijadikan hujjah svara' .

SOAL LATIHANI. Jelaskan pengertian mantuqdan mafhum!2. Bagaimanakah persamaan antara mantuqdan mafhum!3 Berikan contoh hukum berdasarkan mantuq!4 Berikan contoh hukum yang dihasilkan melalui mafhumdari hadis!5. lerbagi kepada berapa bagiankah mafhumitu? Jelaskan!6. Apakah para ulama membedakan antara fahwa al-khitahdan lahn

al- khitah?7. Kapan mafhum mukhalafahdapat dijadikan hujjah syara' menurut jumhur

UshuliWin?8. Jelaskan macam-macam mafhum!

9. Apakah yang dimaksud mafhumsifat menurut Asy-Syaukani? Jelaskanapa yang dimaksud mafhum syarat, adad,dan ghavah!

Page 184: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

185

BAB V

TAARUD AL-ADHILLAH, NASKH,

DAN TARJIH

1. TA’ARUDL AL-ADILLAH DAN CARA PENYELESAIANNYA

l. Pengertian Ta 'rud al-adillah

Kata ta 'rud,secara etimologi berarti pertentangan, sedangkan al-adillahadalah bentuk jamak dari kata dalil, yang berarti alasan, argumen, dandalil.

Adapun secara terminologi, para ulama memiliki berbagai pendapattentang definisi ta 'rudal-adillah.di antaranya:a. Menurut Imam Asy-Syaukani, ta 'rudal-adillahadalah suatu dalil yang

menentukan hukum tertentu terhadap suatu persoalan, sedangkan dalillain menentukan hukum yang berbeda dengan dalil itu. (Asy-Syaukani :242)

b. Menurut Kamal Ibnu Al-Humam dan At-Taftazani, ta 'rudal-adillahadalah pertentangan antara dua alil yang tidak mungkin untukdikompromikan antara keduanya (At-Taftazai : 103)

c. Ali Hasaballah berpendapat bahwa ta'rud al-adillahadalah terjadinyapertentangan hukum yang dikandung satu dalil dengan hukum yangdikandung dalam dalil lainnya dan kedua dalil tersebut berada dalam satuderajat. (Ali Hasaballah : 334)

Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa persoalanta'rud al-adillah dibahasoleh para ulama ketika ada pertentangan antara dua dalil, atau antara satu dalildengan dalil lainnya secarazhahirpada derajat yang sama.

Maksud dari satu derajat adalah antara ayat dengan ayat atau antarasuratdengan surat. Seperti dalam masalah riba'. Rasulullah SAW. bersabda:

kalangan para ulama adalah dua macam. Kedua cara tersebut didasarkan padapendapat yang dikemukakan oleh Hanafiyah dan Syafi'iyah.

2.1 Menurut HanafiyahPara ulama Hanafiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa metode yang

harus digunakan dalam menyelesaikan antara dua dalil yang bertentangan

Page 185: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

adalah sebagai berikut:

1.NasakliNasakhadalah membatalkan dalil yang sudah ada dengan didasarkan pada

dalil yang datang kemudian yang mengandung hukum yangberbeda. Seorangmujtahid harus melacak sejarah kedua dalil tersebut dan kemudian mengambildalil yang datang kemudian. Misalnya, tentang iddahwanita hamil, yakni antarasurat At-Thalaq ayat, (65) : 4, yang menyatakan bahim iddah wanita hamilsampai melahirkan,dengan surat Al-Baqarah,ayat 234, yang menyatakan bahwaiddah keniatian suami 4 bulansepuluh hari.Menurut jumhur ulama, Ibnu Masudmeriwayatkan bahwa ayat pertama datang kemudian, sehingga ditetapkaniddahwanita hamil adalah sampai melahirkan.

2. TarjihTar j ih adalah menguatkan salah satu dalil dari dua dalil yang bertentangan

berdasarkan beberapa indikasi yang mendukung ketetapan tersebut. Apabiladua dalil yang bertentangan sulit untuk dilacak sejarahnya, maka bisamenggunakan tarjih dengan mengemukakan alasan-alasan yang mendukungdalil-dalil tersebut. Untuk melakukan tarjih. dapat dilihat dari tiga sisi:a. Petunjuk terhadap kandungan lafazh suatu nash.Misalnya menguatkan

nashyang hukumnya pasti (muhkam)dan tidak bisa dihapus, daripadanashyang hukumnya pasti namun bisa diubah (mufassar)

b. Dari segi yang dikandungnya. Misalnya menguatkan dalil yangmengandung hukum haram dari dalil yang mengandung hukum boleh.

c. Dari segi keadilan periwayatan suatu hadis.

3. Al-Jam' Wa At-Tauficj

Yaitu mengompromikan dalil-dalil yang bertentangan setelahArtinya“Tidak ada riba kecuali riba nasi’ah (riba yang muncul dari utang piutang). "

(U.R. Al-Bukhari dan Muslim)

Hadis di atas menyatakan bahwa tidak ada bentuk riba’ selain ribanasi'selalupadahal ada hadis lainnya tentang larangan melakukan riba fadl,seperti diterangkan dalam hadis:

Artinya:"Jangan kamu jual gandum dengan gandum kecuali dalam jumlah yang sama ”

(H.R. Al-Bukhari. Muslim, dan Ahmad Ibn Hambal)

Antara hadis yang pertama dan kedua terjadi pertentangan dalam

Page 186: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

187

hukumnya. Hadis pertama membolehkan riba fadldan hadis keduamengharamkannya. Wahbah Al-Juahili berpendapat bahwa pertentanganantara dua dalil atau dua hukum yang terkandung dalam dua buah dalilbergantung pada pandangan dan kemampuan para mujtahiddalam memahami,menganalisis, serta sejauh mana kekuatan logika mereka. Dengan kata lain,pertentangan tersebut bukanlah pertentangan yang aktual. Ia beralasan bahwatidaklah mungkin Allah SWT. atau Rasul- Nya menurunkan aturan yang salingbertentangan antara satu dalil dengan dalil yang lain.

Begitu pun Imam Asy-Syatibi berpendapat bahwa pertentangan antaradua dalil adalah pertentangan yang bersifat semu, yang bisa terjadi baik padadalil yang qathi' (dianggap pasti kebenarannya) maupun pada dalil yangzhanni(kebenaran dianggap relatif), selama berada dalam satu tingkatan atauderajat. Apabila pertentangan terjadi pada dua dalil yang kualitasnya berbeda,maka diambil dalil yang lebih kuat kualitasnya, misalnya antara Al-Qurandengan hadis Ahad, maka yang diambil adalah Al-Quran.

2. Cara Menyelesaikan Ta’rudal-Adillah

Cara penyelesaian ta’rud al-adillah,yang dikenal masyhur dimengumpulkan keduanya, berdasarkan kaidah, "Mengamalkan kedua dalil lebihbaik daripada meninggalkan atau mengabaikan dalil yang lain". Misalnya firmanAllah SWT. dalam surat Al-Maidah ayat 3:

Artinya:"Diharamkan bagi kamu bangkai dan darah.... ”

(QS. Al-Maidah : 3)

Ayat di atas tidak menjelaskan tentang jenis darah dan tidak membedakanantara darah yang mengalir dengan darah yang sudah beku. Kemudian adaayat lain dalam surat Al-An ’amayat 145:

Artinya:

Page 187: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

“ ...kecuali (yang diharamkan itu) bangkai dan darah yang mengalir... ”(QS. Al-An’Am : 145)

Pengompromian dari kedua ayat tersebut bahwa darah yang dilarang adalahdarah yang mengalir.

4. Tasaqut Ad-DalilainTasaqut Ad-Dalilain adalah menggugurkan kedua dalil yang

bertentangan dan mencari yang lebih rendah. Mal ini ditempuh apabila tidakbisa menggunakan ketiga cara di atas. Misalnya ada pertentangan antara duaayat, sedangkan ketiga cara di atas tidak bisa dipakai, maka langkah yangharus ditempuh adalah mengambil keterangan yang lebihrendah dari Al-Quran. yaitu Sunah. Apabila masih tetap bertentangan, makadiambil metode qiyas(analogi). Namun menurut ulama Hanafiyah, seorangmujtahid hanya boleh mengambil dalil yang lebih rendah apabila telahmenggunakan ketiga cara tersebut. Dan penggunaan metode penyelesaian ta'rudal-adillah harus dilakukan secara berurutan.

2.2 Menurut Syafi’iyah, Malikiyah, dan ZhahiriyahCara penyelesaian Ta’rud al-adillah, menurut Syafi’iyah. Malikiyah, dan

Zhahiriyah adalah berikut ini.

7. Jamu ' wa al-TauJiqMenurut Syafi’iyah, Malikiyah, dan Zhahiriyah, cara pertama

untuk menyelesaikan dua dalil yang bertentangan adalahdenganmengompromikan kedua dalil tersebut. Alasan mereka adalah kaidahmenyatakan, “Mengamalkan kedua dalil lebih baik daripada meninggalkanatau mengabaikan dalil yang lain”. Cara yang digunakan untukmengompromikan kedua dalil tersebut menurut mereka ada tiga:a. Membagi kedua hukum yang bertentangan.

b. Memilih suatu salah satu hukum. Misalnya ada hadis di bawah ini:

Tidak (sempurna)shalat bagi tetangga mesjid kecuali di mesjid. '' (HR. AbuDawud dan Ahmad Ibn Hambal)

Kata "la” dalam hadis tersebut, menurut ulama ushul fiqhmempunyaibanyak arti, bisa berarti "tidak sah", "tidak sempurna”, dan "tidak utama”,Seorang mujtahid boleh memilih salah satunya

Page 188: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

189

2. TarjihApabila cara pertama tidak bisa digunakan, maka menggunakan tarjih,

yakni menguatkan salah satu dalil.

3. Nasakh

Apabila cara kedua (tarjih) tidak bisa digunakan maka dapat menggunakancara ketiga, atau nasakh, yakni membatalkan salah satu hukum yang dikandungdalam kedua dalil tersebut dengan syarat harus diketahui dahulu, mana dalilyang pertama dan mana dalil yang datang kemudian.

4. Tatsaqut al-dalilainCara keempat yang harus ditempuh oleh seorang mujtahid apabila cara

pertama, kedua, dan ketiga tidak bisa ditempuh, menurut golongan ini adalahTatsaqut ad-dalilain, yakni meninggalkan kedua dalil tersebut dan berijtihaddengan dalil yang kualitasnya lebih rendah. Keempat cara di atas harusditempuh secara berurutan.

SOAL LATIHAN1 . Jelaskan apa yang dimaksud dengan ta’rul al-adilah menurut etimologi!2 . Bagaimanakah definisi ta’rul al-adilah menurut Imam Asy- Syaukani?3 . Apakah persamaan dan perbedaan antara definisi ta'rulad-adilah yang

dikemukakan oleh Kamal Ibn 1 lumam dengan Ali Hasaballah!4 . Berikan contoh t a ’ r u l ad-adilah, dan bagaimana cara penyelesaiannya?5 . Bolehkah mempertentangkan dua dalil yangtidak sama kualitasnya?

Jelaskan!6 . Sebutkan urutan yang harus ditempuh oleh seorang mujtahid apabila

mendapat ta’arudl ad-adilah menurut golongan Hanafiyah?7 . Apakah perbedaan cara menyelesaikan ta’rul al-adilah antara,golongan

Hanafiyah dengan Syafi’iyah, Malikiyah. dan Hanabilah?8 . Kapan seorang mujtahid dapat menggunakan metode tarjih, dan

bagaimanakah caranya?9. Dalam Islam darah yang seperti apakah yang diharamkan itu,

bagaimanakah cara menetapkannya?

10. Apakah yang dimaksud dengan tatsakut al-dalilairi?

2. NASAKH

1. Pengertian NasakhDari segi bahasa (lugah) nasakh bisa diartikan sebagai pembatalan

atau penghapusan, misalnya dalam kalimat:

Page 189: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:

“Angin telah menghapus jejak suatu kaum. ”

Sedangkan definisi nasakh menurut ulama Ushul Fiqih.yang masyhurada dua, yaitu:

Artinya:

“Penjelasan berakhirnya masa berlaku suatu hukum melalui dalil syari; yangdatang kemudian. "

Dari kedua definisi tersebut, para ahli ushul fiqihmenyatakan bahwa nasakh itubisa dibenarkan bila memenuhi kriteria berikut ini: (Tajuddi : 50)a. Pembatalan itu harus dilakukan melalui tuntutan syara' yang mengandung

hukum dari Allah dan Rasul-Nya, yang disebut nasikh (yang menghapus).Maka habisnya masa berlaku hukum yang disebabkan wafatnya seseorangtidak dinamakan nasakh.

b. Yang dibatalkan adalah syara’ yang disebut mansukh (yang dihapus).c. Nasikh harus datang kemudian (terakhir) dari mansukh. Dengan demikian,

istitsna (pengecualian) tidak disebut nasakh.

1. Rukuni NasakhRukun nasakh itu ada empat, yaitu:

a. Adat an-nasakh, yaitu pernyataan menunjukkan adanya pembatalanhukum yang telah ada.b.Nasikh,adalah dalil yang kemudian yang menghapus hukumyangtelah

ada. Pada hakikatnya nasikh itu berasal dari Allah ta’ala, karena Dia -lah yangmembuat hukum dan Dia pulalah yang menghapuskannya.

Artinya:Pembatalan hukum syara' yang ditetapkan terdahulu dariorang Mukallaf dengan hukum syara’ yang sama yang datangkemudian. ”

Page 190: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

191

a. Mansukh, yaitu hukum yang dibatalkan, dihapuskan,ataudipindahkan.b. Mansukh 'anhu, yaitu orang yang dibebani hukum.

2. Hikmah NasakhTelah disepakati oleh ulama Ushul Fiqih,bahwa disyari’atkannya berbagai

hukum kepada manusia bertujuan untuk memelihara kemaslahatan umatmanusia, baik di dunia maupun di akhirat, selain tuntutan dari Allah agarhamba-Nya mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Berkaitan dengan itu, Syar’i (Allah SWT.) senantiasa memperhatikan danmempertimbangkan kondisi yang ada di masyarakat. Terjadinya perubahanhukum yang diberlakukan kepada manusia tiada lain berdasarkan kondisi yangterjadi dan supaya kemaslahatan tetap terjamin. Akan tetapi, tidak berartibahwa Syari’ tidak mengetahui kejadian yang akan terjadi, justru di sinilahkelebihan Islam, yakni menetapkan hukum secara berangsur-angsur. Olehkarena itu, persoalan nasakh itu hanya berlaku pada masa Rasulullah masihhidup, makna setelah Rasulullah SAW. itu wafat, tidak ada lagi nasakh.

Menurut Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi. di antara hikmah adanyakonsep nasakhadalah berkaitan dengan pemeliharaan kemaslahatan umatmanusia, sekaligus menunjukkan fleksibilitas hukum Islam dan adanya tahapandalam penetapan hukum Islam. Bila tahapan berlakunya suatu hukum telahselesai menurut kehendak Syari’ maka datang tahapan berikutnya, sehinggakemaslahatan manusia tetap terpelihara. ( Al-Buthi: 223-226)

4. Perbedaan Nasakh dengan Taksis

Nasakhdan taksismemiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya antaralain, terletak pada fungsiny a, yakni untuk membatasi kandungan suatu hukum.Keduanya berfungsi untuk mengkhususkan sebagian kandungan dari suatulafazh. Hanya saja, taksislebih khusus pada pembatasan berlakunya hukum yangumum, sedangkan nasakh menekankan pembatasan suatu hukum pada masatertentu.

Adapun perbedaan di antara keduanya adalah; taksismerupakan penjelasanmengenai kandungan suatu hukum yang umum menjadi berlaku khusus sesuaidengan lafazh yang dikhususkan tersebut. Sedangkan nasakhmenghapus ataumembatalkan semua kandungan hukum yang ada dalam suatu nashdan yangsebelumnya telah berlaku. (Al-Bukhari : 876)

Penjelasan yang lebih rinci dikemukakan oleh Al-Ghazali tentangperbedaan di antara keduanya: (Al-Ghazali: 71, Al-Amidi : 165)

a. Taksisbisa dilakukan terhadap lafazh yang belakangan dan bisapula terhadap lafazh yang datang beriringan (datang belakangan).Sedangkan nasakh muthlaqhanya bisa dilakukan melalui lafazh yang datangkemudian

b. Taksisbisa dilakukan baik dengan dalil naqlimaupun dengan dalilaqli, sedangkan nasakhhanya bisa dilakukan dengan dalil naqli saja.

Page 191: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

c. Taksistidak berlaku pada perintah (amr)yang mengandung satuperintah saja, seperti "Berilah si fulan”, sedangkan nasakhbisa dilakukan

pada kasus seperti itu.d. Lafazh yang umum tetap ada sesuai keumumannya walaupun

setelah di-taksis. sedangkan lafazh yang telah di-nasakh tidak berlakulagi.

e. Dibolehkan men-takhsih lafazh yang qath'idengan qiyas, hadisahad, dan dalil-dalil syara' lainnya (pendapat ini masihdiperselishkan di kalangan para ulama). Sedangkan dalam nasakhtidak boleh men-takhsish suatu lafazh yang qath'i, kecuali denganlafazh yang qath'i pula.

5. Pendapat Para Ulama tentang Nasakh

Jumhur ulama berpendapat bahwa nasakh itu boleh saja, dan telahterjadi. Pendapat mereka didasarkan pada firman Allah SWT. surati/ .Daqarahayat 106:

Artinya:"Ayat mana saja yang Kami nasakhkan atau Kami jadikan (manusia) lupa kepada-Nya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengan-Nya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segalasesuatu. "

(QS. Al Baqarah : 106)

Jumhur ulama pun beralasan dengan firman Allah SWT., surat A n-Nahl(16)ayat 101:

Artinya:“Allah menghapus apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia

Page 192: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

193

kehendaki) dan di sisi-Nyalah terdapat Umm al-Kitab (Lauh Mahfuz) ■ "(QS. An-Nahl : 101 )

Menurut jumhur ulama. Allah berkuasa untuk melakukan apa saja yangsesuai dengan kehendak-Nya. tanpa terikat dengan maksud dan tujuan. Makasangat wajar bila Allah mengganti suatu hukum dengan hukum lainnya, yangmenurut-Nya lebih baik.

Selain itu, menurut jumhur sudah banyak sekali kasus yang berkaitandengan nasakh,,seperti nasakli terhadap syari’at sebelum datang Islam;pemindahan kiblat dari baitul AI-Maqdis ke Ka’bah: pembatalan puasaAsyura diganti dengan Ramadhan, dan lain-lain.

Pendapat jumhur tersebut dibantah oleh Abu Muslim Al-Ashfahani(mufassir). Menurutnya, apabila nasakh diakui keberadaannya berarti terdapatperbedaan kemaslahatan sesuai dengan penggantian zaman, memungkinkandibolehkannya seseorang untuk mengganti keimanannya sesuai dengankondisi zaman. Hal itu sangat mustahil diterima akal. Selain itu, adanyanasakh berarti menafikan pengetahuan Allah SWT. terhadap kemashlahatansuatu zaman, sehingga Dia harus mengganti dengan hukum yang lain.Keadaan seperti itu sangat mustahil bagi Allah dan sia-sia saja. PadahalAllah sendiri telah berfirman dalam surat Fushilat, 41: 42:

Artinya:Tidak datang kepadanya (Al-Ouran) kebatilan, baik dari depan maupun daribelakangnya "

(QS. Fushilat: 42).Menurutnya, ayat tersebut menunjukkan bahwa dalam Al-Quran tidakterdapat “pembatalan”. Jika nasakh diartikan sebagai pembatalan, maka tidakakan terdapat dalam Al-Quran. (Al-Amidi: 169. Ats-Tsubut: 38)

Mufassir dan pembaharu Islam, Muhammad Abduh berpendapat bahwanasakhlebih tepat diartikan sebagai penggantian, pengalihan (pemindahan) ayathukum di tempat ayat hukum lainnya, yakni penggantian atau pemindahansuatu wadah ke wadah yang lain” (Rida: 415 - 416)

Menanggapi pendapat tersebut, menurut Quraish Shihab pengertiantersebut membawa pada kesimpulan bahwa semua ayat Al-Quran akan tetapberlaku dan tidak ada yang bertentangan satu sama lain. Hanya saja, terjadipenggantian hukum pada masyarakat tertentu karena adanya kondisi yangberbeda, namun tetap berlaku bagi masyarakat yang kondisinya sama seperti

Page 193: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

kondisi ketika ayat tersebut diberlakukan. (Shihab : 147 - 148)

6. Syarat-syarat NasakhSebagaimana telah dibahas di atas, bahwa jumhur mengakui keberadaan

nasakh dalam Al-Qur'an. namun harus memenuhi beberapa persyaratan. Syarat-syarat tersebut ada yang disepakati dan ada yang tidak. Di antara syarat-syaratyang disepakati antara lain:a. Yang dibatalkan adalah hukum syara’.b. Pembatalan itu datangnya dari tuntutan syara’.c. Pembatalan hukum tidak disebabkan oleh berakhirnya waktu

pemberlakuan hukum, seperti perintah Allah tentang kewajiban berpuasa,tidak berarti dinasakh setelah selesai melaksanakan puasa tersebut.

d. Tuntutan yang mengandung nasakh harus datang kemudian.

Adapun persyaratan yang diperselisihkan, antara lain:1. Alasan yang dikemukakan oleh Mu’tazilah dan sebagian Hanafiyah

yang menyatakan bahwa hukum yang dinasakh itu pernah dilaksanakan,atau syara’ telah memberi kesempatan untuk melaksanakan hukumtersebut, yang menunjukkan bahwa hukum itu baik. Atau setidak-tidaknyamenunjukkan bahwa hukum tersebut bernilai bila diaktifkan dengankondisi tertentu. Dan bila nilai kebaikannya sudah tidak ada, barulahdiganti dengan hukum yang lebih baik. Sebaliknya, apabila belum sempatdilaksanakan, berarti hukum tersebut buruk, dan hal itu mustahil bahwasyaari'berbuat sesuatu yang sia-sia.

Jumhur membantah pendapat di atas dengan alasan:a. Kebaikan suatu hukum itu tidak hanya dinilai dari akibat perbuatan

tersebut. Namun, ada yang lebih penting dari itu, yaitu kepatuhankepada Allah SWT. untuk melakukan syari’at yang dibebankansyara’ kepada seseorang hamba. Oleh karena itu tidak perlu hukumyang dinasakh itu harus pernah dilakukan oleh mukallaf, karena bisajadi kalau hukum tersebut tetap dilakukan akan berdampak lain bagikelompok tertentu. Tetapi sikap seorang mukallaf cukup dengankeyakinan untuk patuh melaksanakan perintah-Nya.

b. Secara fakta, telah banyak sekali hukum yang dinasakh sebelumdilaksanakan, seperti perintah shalat pada waktu Isra Mi’raj Nabiyang mula-mula diperintahkan 50 kali, tetapi belum sempat perintahtersebut dilaksanakan sudah dinasakh dengan 5 kali saja.

2. Golongan Mu’tazilah dan Maturidiyah berpendapat bahwa disyaratkanhukum yang dinasakh itu haruslah ditujukan untuk sesuatu yang baik yangditerima akal pembatalannya. Syarat tersebut tidak terima Jumhur denganalasan bahwa baik dan buruknya suatu perbuatan itu ditentukan oleh syara’bukan oleh akal.

Page 194: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

195

3. Sebagian ulama Ushul Fiqihmensyaratkan adanya pengganti terhadaphukum yang dibatalkan. Mereka beralasan dengan firman Allah dalamsurat Al-Baqarah, 2: 106 (di atas). Jumhur membantah, bahwa Allah tidakwajib menggantinya, dan cukup banyak hukum yang dibatalkan, namuntidak ada penggantinya, seperti hukum memberi sedekah bagi mereka yangingin melakukan pembicaraan dengan Rasul (dalam surat Al-Mujadilah,58: 12), yang dinasakh dengan dengan firman-Nya pada surat Al-Mujadilah, 58: 13), sedangkan penggantinya tidak ada.

Sebagian ahli Ushul dari golongan Hanafiyah mensyaratkan bahwa apabilaakan menasakh terhadap nashAl-Quran atau hadis yang mutawatir, makanasikh harus yang sederajat, tidak boleh dengan yang kualitasnya lebihrendah, seperti menasakh hadis mutawatir dengan hadis ahad. Alasanmereka antara lain sebuah hadis yang diriwayatkan dari Umar Ibnu Al-Khaththab:

Artinya:"Kami tidak akan meninggalkan hukum Tuhan kami dan hukum Rasul kamihanya karena ucapan seseorang wanita yang kami sendiri tidak tahu apakah iabenar atau tidak... ”

(H.R. Abu Dawud dan Ahmad Ibn Hambal)

Jumhur dan Abu Daud Azh-Zhahiri tidak menerima syarat tersebutdengan alasan bahwa ada hadis ahad yang diriwayatkan oleh Tirmidzi,yakni:

Artinya:

“ Tidak ada wasiat bagi ahli waris. ”

Hadis Ahad tersebut telah inenasakh firman Allah SWT. dalam surat Al-Baqarah ayat 180.

5. Menurut Imam Syafi’i, Al-Quran tidak bisa dinasakh, kecuali dengan Al-

Page 195: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Quran, dan hadis mutawatir juga tidak dinasakh. kecuali harus denganhadis yang mutawatir pula. Hal itu dibantah oleh juinhur bahwa Al-Quran bisa dinasakh dengan Hadis mutawatir dan Hadis Mutawatir punbisa dinasakh dengan Al-Quran

6. Sebagian ulama ushul berpendapat bahwa teks ayat tidak boleh dihapusjika hukumnya tetap berlaku, karena hukum itu melekat pada teksnya.Akan tetapi, menurut jumhur hal itu boleh saja, baik teksnya telahdihapus dan hukumnya ada atau sebaliknya teksnya ada, tetapi hukumnyatidak berlaku. Jumhur memberikan contoh

tentang hukum rajam bagi laki-laki tua mukhsan (beristri) dan bagi wanitatua mukhsanah, padahal tidak didapatkan teksnya dalam Al-Quran.

7. Menurut jumhur. qiyastidak bisa menjadi nasikh maupun mansukh. Sebaliknya,Tajudin, ahli Ushul Fiqih dari kalangan Syafi'iyah berpendapat bahwaqiyasbisa menasakh Al-Quran, karena qiyas itu berasal dari nash. Namun,dia tidak memberikan contohnya.

8. Menurut jumhur ijma tidak boleh menjadi nasikh ataupun mansukh.

dengan alasan bahwa ijma itu baru bisa dianggap sah apabila tidakbertentangan dengan nasakh. Sedangkan bila ijma' di-mansukh berartimembatalkan landasan ijma" itu sendiri. Namun, menurut Imam Al-Bazdawi, salah seorang ahli ushul Hanafiyah, ijma' itu boleh dinasakhdengan ijma lainnya yang datang kemudian.

9. Sebagian ulama Ushul yang tidak dikenal identitasnya menyatakan bahwahukum yang diambil berdasarkan mafhum suatu nash. maka nash-nya jugamansukh. karena mafhum itu terkait dengan nash. Jumhur mengemukakanrincian yang jelas tentang masalah ini. yaitu:

a. Dibolehkan menasakh mafhum al-muwafaqah atau mafhum al-mukhalafahsekaligus dengan nash-nya,.

b. Dibolehkan menasakh mafhum nnikhalafah dan nash-nya tetap;

c. Tidak diterima menasakh nasli, tetapi mafhum mukhalafah- nya tidak.Begitu pula tidak dibolehkan menasakh nash dan menetapkan mafhumal-mukhalafah.

d. Menurut pendapat terkuat di kalangan ulama ushul. tidak boleh dantidak terjadi menasakh mafhum muwafaqahsedangkan nashnya tetaputuh.

7. Macam-Macam NasakhPara ulama yang mengakui keberadaan nasakh. membagi nasakh toenjadi

beberapa macam, di antaranya:

a. Nasakh yang tidak ada gantiny a: seperti nasakh terhadap keharusanmemberikan sedekah kepada orang miskin bagi mereka yang akanberbicara dengan Nabi.

Page 196: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

197

b. Nasakhyang ada penggantinya, namun penggantinya tersebutadakalanya lebih ringan dan adakalanya lebih berat; Seperti pembatalanshalat sebanyak 50 kali, diganti dengan lima kali saja.

c. Nasakhbacaan (teks) dari suatu ayat, namun hukumnya tetapberlaku, seperti hukum rajam bagi laki-laki dan perempuan tua yang telahmenikah:

d. Nasakhhukum ayat, namun teksnya masih ada. seperti nasakhterhadap keharusan memberikan sedekah kepada bagi orang miskin bagimereka yang akan berbicara dengan Nabi.

e. Nasakhhukum dan bacaan ayat sekaligus, seperti haramnyamenikahi saudara sesusu itu dengan batasan 10 kali. (H.R. Bukhari danMuslim dari ‘Aisyah). Hukum dan bacaan teks tersebut telah dihapus.

f. Terjadinya penambahan hukum dari hukum yang pertama. Menurut UlamaHanafiyah. hukum penambahan tersebut bersifat nasakh. Jumhur ulamalebih memerinci hukum tambahan ini:1. Apabila hukum tambahan tidak terkait dengan hukum yang

ditambah, tidak dinamakan nasakh. karena keduanya terpisah, sepertipenambahan kewajiban shalat pada ayat yang menerangkankewajiban zakat, maka perintah shalat tidak berpengaruh kepadazakat.

2. Apabila hukum yang A\-nasakh berkaitan dengan hukum yangditambah, maka tambahan itu dinamakan nasakh. Seperti penambahanrakaat pada shalat subuh yang dua rakaat, berarti mengubah esensidari shalat itu sendiri.

3. Apabila penambahan itu mempengaruhi bilangan, tetapi tidakmempengaruhi esensi hukum semula. Misalnya hukuman dera bagiorang yang menuduh orang lain berbuat zina, yaitu 80 dera,ditambah 20 pukulan. Terhadap hukuman tersebut terjadi perbedaanpendapat di kalangan ulama ushul Menurut Jumhur tidak dinamakannasakh. karena esensinya masih tefap. Akan tetapi, menurutHanafiyah. temasuk nasakh, karena hukum asainya teiaii berubah.

g. Pengurangan terhadap hukum ibadah yang telah disyariatkan. Menurutkesepakatan para ulama dikatakan nasakh. tetapi mereka tidak memberikancontohnya.

8.Cara Mengetahui Nasikh dan MansukhUntuk mengetahui atau melacak tentang nasikh dan mansukh, antara lain

melalui hal-hal di bawah ini: a Penjelasan langsung dari Rasulullah SAW.5. Dalam suatu nasakh, terkadang terdapat keterangan yang menya

takan bahwa salah satu nash diturunkan terlebih dahulu. Misalnya hadisRasulullah SAW. tentang ziarah kubur:

Page 197: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:

"Dahulu saya melayang kamu untuk menziarahi kubur, tetapi kini ziarahlah. ”(H.R. Muslim)

c. Berdasarkan keterangan dari periwayat hadis, yang menyatakansatu hadis dikeluarkan tahun sekian dan hadits lain dikeluarkan tahunsekian (Abdul Syakur, 11 : 161. At-Taftazani. II : 103. Al- Bukhari, III:1198).

SOAL LATIHAN

1. Jelaskan pengertian nasakhsecara harfiyahdan berikan contoh kalimatnya!2. Tulis dua definisi menurut syari’at yang masyhurdi kalangan ulama ushul!3. Sebutkan rukun nasakh!4. Bagaimanakah hikmah adanya nasakhbagi kaum muslimin?5. Apakah para ulama sepakat terhadap keberadaan nasakh'? Terangkan!6. Ada berapakah syarat-syarat nasakhyang disepakati oleh para ulama?7. Jelaskan persyaratan nasakhyang tidak disepakati di kalangan para

ulama8. Ada berapa macamkah nasakhitu? Jelaskan!9. Bagaimanakah cara mengetahui nasikhdan mansukh?10. Tulis ayat atau hadis yang menurut sebagian besar ulama telah di-

mansukh!

C. TARJIH

1. Pengertian TarjihSecara etimologi, tarjihberarti “menguatkan”, sedangkan secara

terminologi, ada dua definisi yang dikemukakan oleh ulama ushul fiqih.a. Menurut Ulama Hanafiyah:

Artinya:

Page 198: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

199

“Memunculkan adanya tambahan bobot pada salah satu dari dua dalil yangsama (sederajat), dengan tambahan yang tidak berdiri sendiri. ”

Menurut golongan ini, dalil yang bertentangan harus sederajatdalam kualitasnya, seperti pertentangan ayat dengan ayat. Daliltambahan yang menjadi pendukungnya harus berkaitan dengan salahsatu dalil yang didukungnya.

b. Menurut Jumhur Ulama

Artinya""Mengucilkan salah satu dalil yang zhanni dari yang lainnya untuk diamalkan(diterapkan) berdasarkan dalil tersebut. "

Dengan pengertian tersebut, jumhur mengkhususkan tarjih padapemasalahan yang zhanni. Menurut mereka tarjih tidak termasuk persoalanyang c/ath 'i. Juga tidak termasuk antara yang qath'i dengan yang zhanni.

Para ulama telah sepakat bahwa dalil yang rajih (dikuatkan) harusdiamalkan, sebaliknya dalil yang marjiih (dilemahkan) tidak perludiamalkan. Di antara alasannya, para sahabat dalam banyak kasus telahmelakukan pen-tarjih-an dan tarjih tersebut diamalkan, seperti parasahabat lebih menguatkan hadis yang dikeluarkan oleh Siti 'Aisyahtentang kewajiban mandi apabila telah bertemu antara alat vital lelakidan alat vital perempuan (H.R. Muslim dan Turmudzi), daripada hadisyang diterima dari Abu Hurairah. “Air itu berasal dari air". (H.R. AhmadIbnu Hambal dan Ibnu Hibban).

2. Cara Pen-tarjih-anMenurut para ulama Ushul. cukup banyak metode yang bisa digunakan

untuk men-tarjih dua dalil yang bertentangan apabila tidak mungkindilakukan melalui cara at-jam’u bainaat-ataufiq dan nasakh.

Namun cara pen-tarjih-an tersebut dapat dibagi dalam dua kelompokbesar, yaitu: (1) at-Tarjih baina an-Nushush dan (2) at-Tarjih baina al-qiyas,yaitu menguatkan salah satu qiyas(analogi yang bertentangan).

2.1 Tarjih bain an-Nushush

Tarjih baina an-Nushush. terbagi menjadi beberapa bagian, berikut

ini.

2.1.1 Dari segi sanad

Page 199: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Imam Asy-Syaukani berpendapat bahwa pen-tarjih-an dapat dilakukanmelalui 42 cara, di antaranya dikelompokkan dalam bagian berikut:

a. Menguatkan salah satu nash dan segi sanadnyaCara ini antara lain dengan meneliti kuantitas perawi suatu hadis.Menurut Jumhur, hadis y ang banyak peraw inya di -tarjih-kan dariyang sedikit, karena kemungkinan terjadinya kesalahan dalamperiwayatansangat kecil.

Tetapi Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan Abu Hasan Al-Karkhi menolakpendapat jumhur tersebut. Mereka semua berasal dari golongan madzabHanafi. Menurut mereka banyaknya perawi tidak bisa men-tarjihhadis lainyang lebih sedikit perawinya, kecuali kalau lebih dari tiga orang perawi(Hadist Mashyur). Mereka menganalogikan kepada kasus persaksian yangbertentangan, bahwa hakim tidak boleh memutuskan suatu perkara atasdasar persaksian yang lebih banyak orangnya.

Jumhur juga berpendapat bahwa pen-tarjih-an boleh dilakukanberdasarkan kualitas peraw i. misalnya hadis yang perawi yang lebihdhabit(kuat hapalan) dikuatkan dari hadis yang perawinya tidak dhabit.Dandibolehkan pula men-tarjihhadis berdasarkan pada cara penerimaan hadis,misalnya hadis yang diterima dan dipelihara melalui hapalan perawi lebihdiutamakan daripada hadis yang diterima peraw i melalui tulisan.

b. Pen-tarjih-andengan melihat riwayat itu sendiriYaitu menguatkan hadis mutawatir daripada hadis masyhur ataumenguatkan hadis masyhur dari pada hadis ahad. Bisa juga denganmelihat persambungan sanadnya. misalnya hadis yang sampai kepadaRasul di-rajih daripada hadis yang tidak sampai ke Rasul.

c. Pen-tarjih-anmelaui cara menerima hadis dari rasulYaitu me-rajih-kan hadis yang diterima dan dipelihara melalui hapalanperawi dari hadis yang diterima perawi melalui tulisan. Dikuatkan hadisyang memakai lafazh langsung dari Rasulullah SAW. seperti lafalnaha(melarang) atau antara(memerintah) daripada riwayat yang lain.Begitu pula hadis ahad yang matannya tidak menyangkut orang banyakdidahulukan dari hadis Ahad matannya mengandung orang banyak. Hal itudidasarkan pada kesangsian Ulama Ushul, bahwa tidak mungkin hadisyang menyangkut orang banyak memiliki perawi sedikit.

2.1.2 Dari segi matan

Maksud dari matan adalah teks ayat, hadis atau ijma'. Menurut

Al-Amidi ada 51 cara dalam pen-tarjih-andari segi matan, antara lain:a. Teks yang mengandung larangan diutamakan daripada teks yang

mengandung perintah, karena menolak kemadaratan lebih utamadaripada mengambil manfaat.

Page 200: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

201

b. Teks yang mengandung perintah didahulukan daripada teks yangmengandung kebolehan karena melaksanakan perintah berarti sekaligusmelaksanakan yang hukumnya boleh.

c. Makna hakikat dari suatu lafazh lebih diutamakan daripada maknamajazi- nya.

d. Dalil khusus diutamakan daripada dalil umum.

e. Teks umum yang belum dikhususkan lebih diutamakan daripada teksumum yang telah di-taksis.

f. Teks yang sifatnya perkataan lebih diutamakan daripada teks yangsifatnya perbuatan.

g. Teks yang muhkam lebih diutamakan daripada teks yang mufassar,karena muhkam lebih pasti dibanding mufassar.

h. Teks yang sharih (jelas) didahulukan daripada teks yang bersifatsindirian.

2.1.3 Dari Segi Hukum atau Kandungan Hukum

Cara pen-tarjih-an melalui metode ini, menurut Al-Amidi ada 11

cara, sedangkan menurut Asy-Syaukani ada sembilan cara, yaitu:

a. Teks yang mengandung bahaya menurut jumhur lebih diutamakan dariteks yang membolehkan. Berdasarkan hadits Rasulullah SAW:

Artinya:

"Tidaklah berkumpul antara yang halal dengan yang haram, kecuali yangharam lebih dominan

( H .R . Baihaqi)Namun, menurut Al-Ghazali, kedua hukum itu digugurkan saja. Denganalasan bahwa kualitas keduanya adalah sama. Teks

yang membolehkan didukung oleh hukum asal pada sesuatu, yaitu boleh.Sedang hukum yang dilarang itu menggiring seseorang untuk hati-hati.Dengan demikian, kualitas keduanya sama. (Al-Ghazali- 46)

b. Di kalangan para ulama terjadi perbedaan pendapat tentang teks yangbersifat menetapkan, dengan teks yang meniadakan. Misalnya hadis dariIbnu Abbas. yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW. mengawiniMaimunah ketika sedang ihram (H.R. Bukhari dan Muslim). Sedangdalam riwayat lain dinyatakan bahwa Rasulullah SAW. mengawiniMaimunnah tidak dalam keadaan ihram. (I I.R. Imam Malik)

Page 201: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Dalam kasus tersebut, menurut Imam Syafi’i teks yang bersifatmeniadakan lebih didahulukan daripada teks yang bersifat menetapkan.Jadi, hadis yang menyatakan bahwa Rasulullah tidak dalam keadaanihram diutamakan.

Adapun menurut jumhur, teks yang menetapkan lebih diutamakandari teks yang meniadakan, karena teks yang bersifat menetapkanmemberi informasi tambahan.

Sedangkan Imam Ghazali berpendapat bahwa hukum kedua hadistersebut digugurkan. Hal itu dimungkinkan keduanya benar dan keduanyasalah. Oleh karena itu, perlu dicari indikasi lainnya.

c. Apabila isi suatu teks menghindarkan terpidana dari hukuman, dan teksyang lain mewajibkan terpidana mendapat hukuman, maka yang dipilihadalah yang pertama, menghindarkan terpidana dari pada hukuman.Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.:

Artinya:“Tolaklah hukuman dalam (kejahatan) hudud apabila terdapat keraguan. ”

(H.R. Al-Baihaqi)d. Teks yang mengandung hukuman lebih ringan didahulukan daripada teks

yang di dalamnya mengandung hukuman berat. Syari’at Islamdidasarkan pada keringanan, sebagaimana firman Allah SWT. dalamsurat Al-Baqarah, 2 : 185:

Artinya:"Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaranbagimu."

(Al-Baqarah : 185)

2.1.4 Tarjih Menggunakan Faktor (dalil) Lain di Luar NashMenurut Al-Amidi ada lima belas cara pen-tarjih-andengan menggunakan

faktor lain di luar nash, namun Imam Asy-Syaukani meringkasnya menjadi

Page 202: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

203

sepuluh cara, di antaranya:a. Mendahulukan salah satu dalil yang didukung oleh dalil lain, baik dalil

Al-Quran. Sunah, Ijma’. Oiyas, dan lain-lain.b. Mendahulukan salah satu dalil yang didukung oleh amalan ahli Madinah,

karena mereka lebih mengetahui persoalan turunnya Al- Quran danpenafsirannya. Selain itu. ada anjuran untuk mengikuti mereka.

c. Menguatkan dalil yang menyebutnya Illat(motivasi) hukumnya dari suatunashserta dalil yang mengandung asbab an-nuzulatau asbab al-wuruddaripada dalil y ang tidak memuat hal tersebut.

d. Mendahulukan dalil yang di dalamnya menuntut sikap waspada daripadadalil yang tidak menuntut demikian.

e. Mendahulukan dalil yang diikuti dengan perkataan atau pengamalan dariperawinya daripada dalil yang tidak demikian.

2.2 Tarjih bain al-Aqyisah

Wahab Al-Zuhaili mengelompokkan tujuh belas cara pen-tarjih-andalam persoalan qiyasyang dikemukakan oleh Imam Asy-Syaukani ke dalamempat kelompok.

2.2.1 Dari Segi Hukum AshlPen-larjih-an qiyasdari segi hukum asal, menurut Imam Asy- Syaukani bisa

menggunakan enam belas cara, di antaranya:a. Menguatkan qiyasyang hukum asalnya qath 'i dari yang zhanni.b. Menguatkan qiyasyang landasan dalilnya ijma dari qiyasyang landasan

dalilnya nash, sebab nash itu bisa di-taksis, di-takwil, dan A\-nasakh,sedangkan ijma tidak. Tetapi cara ini dibantah oleh Al-Juwaini yangdidukung oleh ulama Syafiiyah dan Imam Al- Baidhawi. Ia berpendapatbahwa ada kemungkinan bahwa qiyas yang didasarkan pada qiyaslebih kuatdari ijma, karena ijma sendiri harus dilandasi nash. Dengan demikian, ijmabisa dianggap sebagai cabang dari nash yang tidak bisa didahulukan dariasalnya.

c. Menguatkan qiyasyang didukung dalil yang khusus.d. Menguatkan qiyasyang sesuai dengan kaidah-kaidah qiyasdari yang tidak.e. Menguatkan qiyasyang telah disepakati para ulama tidak akan di-nasakh.f. Menguatkan qiyasyang hukum asalnya bersifat khusus.

2.2.2 Dari Segi Hukum Cabanga. Menguatkan hukum cabang yang datangnya kemudian dibanding hukum

asalnyab. Menguatkan hukum cabang yang illat-nya diketahui secara qath'ii dari yang

hanya diketahui secara zhannic. Menguatkan hukum cabang yang ditetapkan berdasarkan sejumlah logika

nash dari hukum cabang yang hanya didasarkan kepada logika nash secaratafshil.

Page 203: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

2.2.3 Dari Segi lllatPen-tarjih-an ini dibagi dalam dua kelompok, yaitu dari segi cara

penetapan Illat dan dari segi sifat illat itu sendiri

2.2.3.1 Pen-tarjih-an dari segi cara penetapan illat. antara lain:a. Menguatkan illat yang disebutkan dalam nash atau disepakati se

bagai illat dari yang tidak demikian.b. Menguatkan Illatyang dilakukan dengan cara as-sibru wa at-taqsim

(pengujian, analisis, dan pemilahan illat)yang dilakukan para mujtahiddariillatyang hanya menggunakan metode munasabah (keserasian) antaraillatdengan hukum.

c. Menguatkanillatyang di dalamnya terdapat isyarat nashdariillatyang ditetapkan melalui munasabah(keserasian), karena isyaratnashlebih baik daripada dugaan seorang mujtahid.

2.2.3.2 Pen-tarjih-an dari sifat illat, antara lain:

a. Menguatkanillatyang bisa diukur daripada yang relatif.

b. Menguatkanillatyang sifatnya bisa dikembangkan pada hukumlain dari pada yang terbatas pada satu hukum saja.

c. Menguatkanillatyang berkaitan dengan masalah yang pentingdaripada yang bersifat hajjiyat(penunjang). Dan dikuatkan illat yangberkaitan dengan kemaslahatan yang bersifat hajjiyatdaripada yang bersifattahsiniyyat(pelengkap).

d. Menguatkan illatyang jelas melatarbelakangi suatu hukum, daripadaillatyang bersifat indikator saja terhadap latar belakang hukum.

2.2.4 Pen-tarjih-an Qiyas Melalui Faktor LuarPer-tarjih-andengan cara ini dapat dilakukan antara lain dengan:

a. Menguatkan qiyasyang didukung lebih dari satu illat.

b. Menguatkan qiyas yang didukung oleh pendapat sahabat (bagi yangmengakui bahwa pendapat sahabat sebagai salah satu dalil)

c. Menguatkan illatyang bisa berlaku untuk seluruh furu' daripada yang hanyaberlaku untuk sebagian furu' saja.

d. Menguatkan qiyasyang didukung lebih dari satu dalil.

SOAL LATIHAN

1 Jelaskan pengertian tarjihbaik secara ctimoiogi maupunterminologi!

2. Secara umum ada berapa carakah pen-tarjih-an? Sebutkan!3. Apakah yang dimaksud dengan tarjih bain an-Nushush?

Page 204: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

205

4. Menurut Imam Asy-Syaukani, ada berapa carakah pen-tarjih-an dari segi sanad? Sebutkan lima cara!

5. Menurut pen-tarjih-an dari segi matan, yang mana yang harusdidahulukan, teks yang mufassar atau yang muhkam?

6. Sebutkan 3 cara pen-tarjih-an dari segi hukum ataukandungan teks, menurut Asy-Syaukani!

7. Apa yang dimaksud dengan pen-tarjih-an denganmenggunakan dalil lain di luar nash?

8. Jelaskan secara ringkas tarjih bain al-Aqyisah!9. Ada berapa macamkah pen-tarjih-an dari segi hukum ashl?

Jelaskan!10.Berikan contoh suatu ketetapan hukum dari hasil pen-tarjih-an,

beserta dalilnya!

Page 205: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

BAB VIQAIDAH QAIDAH FIQH

A. QAIDAH FIQM

l. Definisi Qaida h FiqhSecara etimologi, arti qaidah adalah al-asas(dasar), yaitu yang menjadi

dasar berdirinya sesuatu. Bisa juga diartikan sebagai dasar sesuatu danfondasinya (pokoknya).(Al-Asfahani: 409, Az-Jaidy : 171)

Adapun menurut istilah atau termonologi. ulama ushul membuatbeberapa definisi, sebagaimana ditulis dalam beberapa kitab di bawah ini:1. Dalam kitab At-Ta’rifat:

Artinya:"Ketentuan universal yang bersesuaian dengan bagian-bagiannya (juz-juznya). "

At-Ta'rifat: 171)

2. Dalam kitab Syarah Jamu ' al-Jawami'

Artinya:"Ketentuan pernyataan universal yang memberikan pengetahuan tentangberbagai hukum dan bagian-bagiannya. "

(Al-Mahalli: 21)

Artinya:

3. Dalam kitab At-Talwih ‘ala At-Tawdih:

Page 206: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

207

"Hukum universal (kulli) yang bersesuaian dengan bagiannya, dan bisadiketahui hukumnya. ”

(At-Taftajani, I : 20)

4. Dalam kitab Al-Ashbah wa An-Nadzair:

Artinya:“Ketentuan universal yang bisa bersesuaian dengan bagian- bagiannya sertabisa dipahami hukumnya dari perkara tersebut. ”

(Al-Subki: 1)

5. Dalam kitab Syarh Mukhtashar al-Raudah ft Ushul Fiqh:

Artinya:"Ketentuan universal yang bisa menemukan bagian-bagiannya melaluipenalaran. ”

(At- Taufi Al-Hambali,H : 95)Bila beberapa del m isi di atas diteliti secara saksama, sebenarnya

antara satu dan lainnya berdekatan dan tidak ditemukan perbedaanmendasar yang menyebabkan adanya perbedaan esensi yang dimaksud.

Namun demikian, kita harus berhati-hati dalam menyikapi berbagaidefinisi yang dikemukakan para fuqaha, misalnva yang meny atakanbahwa qaidah adalah. "Sesuatu yang masih umum yang mencakupsejumlah bagian-bagiannya, yang kata-kata di dalamny a bisamengandung arti lain. Dengan kata lain, definisi tersebut mengandungarti bahwa qaidah fiqih itu mengandung berbagai macam pengecualianyang menjadi lawannya (Lihat Oawaidftqhivah, hlm 2 : 95). Padahal qaidahfiqih itu lebih umum daripada kii/liah (sesuatu yang mencakup bagian-bagian di bawahnya) dan dari aktsariah (kebanyakannya).

Kita pun jangan terjebak pada suatu definisi yang mengekang atauterlalu memperlebar pembicaraan, sehingga menyulitkan kita untukmenyesuaikan definisi tersebut dengan bagian-bagianny a. Definisi yang

Page 207: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

baik adalah yang bisa mencakup berbagai macam cabang fiqih dibawahnya.

2.Perbedaan Qaidah fiqih dan Dhabit Fiqih

Ibnu Nujaim berpendapat bahwa perbedaan antara qaidah dan dhabitadalah, "Qaidah itu menghimpun berbagai macam cabang dari berbagaijenis masalah hukum, sedangkan dhabit hanya mencakup pada satu jenismasalah saja. Menurutnya, itulah pengertian qaidahdan dhahit yang asli . "(Al-Ashbah \va -An-Nadzair : 192)

Menurut Abdurrahman Al-Bannany Al-Malikv. qaidah tidakdikhususkan pada suatu bab. berbeda dengan dhabit (Al-Bannay. II :210). Pendapat seperti itu. juga dikemukan oleh As -Subki dan Al-JalalAs-Suyuti.

Berdasarkan pendapat para ulama tersebut, bisa disimpulkan bahwaPerbedaan pokok antara kedua istilah tersebut lebih berkaitan denganmasalah pengungkapan saja.3.Perbedaan Qaidah dan Ashal

Ashal bisa diartikan sebagai tempat paling rendah dari sesuatu.Misalnya, seseorang duduk di dasar (kaki) gunung atau di fondasi se -bilah gedung: atau seseorang melepaskan akar sebuah pohon, dan banyaklagi contoh lainnya. Maka bisa dikatakan bahwa ashal setiap benda ada-lah yang menjadi sandaran adanya benda lersebut. (LihatAl-Jubaidi, Ta'jul Urusmin jawahiril Qomus).

Adapun arti asha! menurut istilah, antara lain sebagai berikut:1. Tempat bersandarnya sesuatu, arti sesuai dengan arti menurut bahasa

(Mania Khosrun, I : 21-22. Al-Khafaji : 33).2. Dalil. Seperti dikatakan: “Ashal masalah berada dalam Al-Quran dan

Sunah". Maksudnya, dalil masalah tersebut. Definisi ini, biasanya sesuaiyang dimaksud dari Ushul Ficjih (lihat Syarhal- Kaukabu al-Munir, I : 39).

2. Rcijih (yang diunggulkan). Seperti ucapan para ulama, "Landasan padapembicaraan adalah arti sebenarnya bukan majaz". dan “Ashal itu tetapbagaimanapun adanya” (Al-Kaukib al-IMunir, 1 : 39-40).

3. Qaidah yang terus berkembang. Seperti ucapan, "pada dasarnya memakanbangkai itu tidak sesuai dengan ashal (menyalahi dasar atau keadaan yangberkembang).

4. Qaidah yang global (kulli) (Syarah Al-Kaukib Al-Mimir : 40)5. Rujukan dalam penyandaran qiyas, lawan kata cabang (furu') dalam qiyas.

Sebenarnya, definisi lainnya masih banyak yang bisa didapatkan dalamkitab-kitab fiqih. Akan tetapi, kebanyakan para ulama ushul menganggap bahwadalil dianggap definisi paling tepat untuk ashal, sedangkan menurut ulamaqaidahfiqhiyaharti as hiadalah Ar-rAjih (yang diunggulkan).

Jelaslah bahwa ashal itu lebih umum daripada qaidahdan dhabit (definisi);

Page 208: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

209

karena ashal mencakup segala sesuatu yang disandarkan padanya berbagaimasalah fiqih. baik dari satu bab atau berbagai macam. Pernyataan tersebutterdapat pula dalam Syarh Al-Jam 'u Al-Kabir. Dan penjelasan y ang lebih lengkapbisa dibaca dalam kitab At-Tahrir karangan Al-I lasiri.

4. Perbedaan antara Qawaid Usludiyyalt dan Qaitlah tiqihPerbedaan pokok antara qawaid ushuliyyah dan qaidah fiqih adalah sebagai

berikut:1. Objek qaw aid ushuliyyah adalah dalil hukum, sedangkan qaidah

fiqihadalah perbuatan mukallaf2.Ketentuan qawaid ushuliyyahberlaku bagi seluruh juziyyah.sedangkan

qaidah fiqihberlaku pada sebagian besar (aghlah) juziyyah.3.Qawaid ushuliyyah,sebagai saran istinbathhukum, sedangkanqawaidJ'iqihsebagai usaha menghimpun dan mendekatkan ketentuanluikum yang sama untuk memudahkan pemahaman fiqih.4.Qawaid ushuliyyahbisa bersifat prediktif , sedangkan qawaid fiqih bersifat

wujud setelah ketentuan furu'.5.Qawaid ushuliyyahbersifat kebahasaan dan qaidah fiqihbersifat ukuran.

5. Kedudukan dan Urgensi Qaidah Fiqih

Qaidah fiqihadalah salah satu cabang dari i lmu syari 'at . Tak herankalau ulama mazhab yang empat sangat menjunjung t inggi ilmu ini . Dibawah ini akan diterangkan beberapa alasan yang mendukung pandangandi atas, antara lain:a. Imam Sarkhasi berkata dalam kitab Khitamu Bu 'dul Fusuli.“Siapa saja

yang menghukumi suatu masalah cabang dengan ashldan ia benar-benar memahaminya maka akan mudah baginya untuk mengambilkesimpulannya."

b. Imam Al-Mardinami berkata dalam kitab Al-Mu'ukil."Barang siapayang menghukumi ashaldengan sebenarnya, ia akan bisamengeluarkan hukum sesuai dengan keinginannya, baik berdasarkanpandangannya ataupun vanu berlaw anan."

c. Ilmuwan Ibnu Nujen berkata. "Sebenarnya qaidah fiqihitu merupakanusliul fiqih.namun kemudian derajatnya meningkat kepada derajatijtihadmeskipun dalam berfatwa." (Al-Asbah wa An-Nuzhuir : 10).

d. Pendapat Imam Al-Qaratl dalam permasalahan ini sangat bagus,sebagaimana teks di bawah ini . "Qaidah ini sangat penting dalamtiqih dan besar sekali manfaatnya. Mereka yang betul -betulmenelaahnya akan menjadi seorang fuqihdan mendapatkankemuliaan, serta akan mendapatkan rahasia-rahasia fiqih. Ilmu inijuga akan memudahkan dalam memberikan fatwa. Dan barang siapayang memutuskan suatu cabang permasalahan hanya bersandarkanpada juziyyahsaja dan tidak memperhatikan kulliayah, dipastikan

Page 209: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

cabang tersebutkan bertentangan dengan cabang-cabang yang lain,sehingga menimbulkan kebingungan dan menyempitkan dirinya. Danbarang siapa yang berhujjah dengan hanya menghapal juziyyah saja,hujjahnya itu tidak akan ada batasnya, serta akan menghabiskanumurnya tanpa bisa mencapai cita-citanya. Sebaliknya, mereka yangmemperdalam fiqih melalui qaidah-qaidah fiqih tidak harusmenghapalkan berbagai macam juz fiqih. karena telah tercakupdalam kulliyah. Selain itu. ia pun dapat menyatakan berbagai macamperpecahan dan pertentangan. Dengan demikian, ia bisa menjawabberbagai macam permasalahan yang rumit dalam waktu singkat, danlapanglah dadanya karena dapat menemukan pemecahan berbagaipermasalahan yang diinginkannya."(Al-Faruq, I : 3). Qaidahfiqihiyyah merupakan petunjuk arah bagi penggali hukum.

Sebenarnya masih banyak pendapat para ulama lainnya, namun

pendapat mereka dapat disimpulkan sebagai berikut:a . Dengan menggunakan hukum ashal serta berbagai cabangnya,

seseorang betul-betul dapat mendalami fiqih dan menjadikannyamampu untuk menganalisis berbagai masalah.

b . Dengan mempelajarinya, hal itu akan membantu penghapalan danpenetapan berbagai masalah yang berdekatan, dan mampu mencapaiketetapan hukum tanpa merasa lelah dan memerlukan waktu yangpanjang. Hal itu, sesuai dengan fungsi qaidahyaitu untukmenghadirkan berbagai macam hukum.

c . Kebutuhan para penggali hukum fiqih untuk menghapal qaidah,dewasa ini semakin mendesak. Hal itu antara lain, karena semakinkompleksny a berbagai masalah dalam kehidupan.

d . Kurangnya perhatian terhadap qaidah fiqih, menurut MuhammadAth-Thahir ‘ Asyura, termasuk di antara penyebab terbelakangnyafiqih. sebagaimana pendapatnya. 'Tidak adanya perhatian terhadapashal. atau kurangnya upaya untuk mengumpulkan berbagaipandangan dan qaidah untuk menetapkan suatu cabang, kemudianmenyatukan keduanya, menyebabkan berhentinya usahamengeluarkan berbagai cabang lainnya, bahkan cabang tersebutseakan-akan telah menjadi qaidah".

6. Sejarah Ilmu QoidahFiqhSuatu hai yang agak ganjil, dalam tarikh tasyri’ atau sejarah fiqih

Islam, bahwa sejarah dan fungsi qaidah fiqih tidak mendapatkan perhatianyang memadai, sekalipun qaidah fiqih memiliki fungsi yang penting bagipembinaan hukum Islam.

Sejarah perkembangan qaidah fiqih dapat dibagi menjadi tiga fase,yaitu: Fase kemunculan dan berdirinya; fase perkembangan danpembukuannya; dan fase kemajuan dan sistematikanya.

Page 210: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

211

6.1 Fase pertamaAdalah fase kemunculan dan berdirinya qaidah fiqih, dimulai dari

zaman Rasulullah hingga akhir abad III H./IX M.Jika qaidah fiqih didefinisikan sebagai suatu ketentuan hukum yang

dapat mencakup berbagai masalah furu’, maka banyak hadis yang dapatdikategorikan sebagai qaidah fiqih. Sesuai dengan pembatasan itu, bahkanterdapat hadis yang dapat diberlakukan sebagai qaidah-qaidah fiqih tanpaada perubahan, seperti hadis:

Artinya:

“Orang yang menikmati hasil sesuatu bertanggung jawab atas risikonya. ”

Oleh karena itu, masa kelahiran qaidah-kadiah fiqih dapat dikatakan telahdimulai sejak zaman Rasulullah SAW. Hadis-hadis lain yang dapatdijadikan sebagai qaidah-qaidah, di antaranya:

Artinya:

''Tidak mudarat dan tidak memadaratkan.

Artinya:"Bukti dinyatakan dari penggugat dan sumpah bagi yang inkar (tergugat),” KetikaIbnu Taimiyah mengomentari sebuah hadis:

Artinya:“Sesuatu yang banyaknya dapat memabukkan, maka yang sedikitnya juga haram. ”Ia menegaskan bahwa dalam hadis tersebut, Rasulullah SAW. membuatdhabitfiqih tentang keharaman setiap yang memabukkan, yakni setiapyang mematikan akal dan memabukkan tanpa membedakan macamnya,baik berupa makanan, ataupun minuman tetap diharamkan. (Lihat

Page 211: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Majmu Fatawa XXVIII : 342).

Seperti halnya hadis, terdapat beberapa atsarsahabat yang dapatdikategorikan sebagai qaidah fiqih. Salah satunya perkataan Umar binKhaththab r.a.

Artinya:

“Putusnya hak bergantung pada syarat yang diperbuat. ”

(Sahih Bukhari.svarah Al-Kirmani, XIX : 111); dan perkataan:

Artinya:“Orang yang menanggung suatu harta benda maka ia memperoleh keuntungannya. ”(Akhbar al-Oudhat. 11:319).

Qaidah ini semakna dengan qaidah berikut:

Artinya:"Orangyang menikmati hasil sesuatu bertanggungjawab atas risikonya. ” j-jalyang sama terlihat dari salah satu pernyataan Ibnu Abbas:

Artinya:“Segala sesuatu dalam Al-Quran yang menggunakan kata au (atau) berartimenunjukkan untuk memilih. Dan segala sesuatu yang menggunakan apabila kamutidak menemukan berarti hukumnya harus berurutan. "Di kalangan tabi'in, salah satu pernyataan Qadhi Syuraih:

Page 212: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

213

Artinya'Barang siapa yang melakukan pengakuan sesuatu untuk Kami, maka Kamimengikatnya. ”

Keterangan di atas menunjukkan bahwa qaidah fiqih yang telah lahir di masaRasulullah tumbuh pada masa sahabat dan tabi’in, sekalipun, dalam bentuk yangsederhana dan terbatas.

Dalam perkembangan selanjutnya, qaidah fiqih semakin bertambah danberkembang. Akan tetapi, qaidah-qaidah fiqih tersebut berserakan dalam berbagaikitab fiqih. Dalam kitab Al-Kharaj, karya Abu Yusuf (w 182 H./798 M.), dijumpaiberbagai qaidah fiqih. Di antaranya adalah qaidah yang menyatakan:

Artinya:"Hukuman ta’zir diserahkan pada pemimpin (pengurus), bergantung pada besar kecilnyapelanggaran. ”(Al-Kharaj : 180) Qaidah ini dikeluarkan sehubungam dengan adanya silang pendapatdi kalangan ulama mengenai batas maksimal hukumanta ’zir.

Dalam kitab Al-Umm, terdapat pernyataan Asy-Syafi’i yang dapat dikategorikansebagai qaidah fiqih, seperti:

Artinya:“Sesuatu yang disyaratkan atas dirinya secara taat, tanpaterpaksa, maka sesuatu itu mengikat atas dirinya. ”Demikian pula pernyataan Al-I .ays Ibnu Sa’ad:

Page 213: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:“Kedudukan pemimpin atas rakyat sama dengan kedudukan wali atas anak yatim. ”Pernyataan tersebut sejajar dengan qaidah fiqih:

Artinya

“Tindakanpemimpin terhadap rakyat bergantung pada kemaslahatan.”(Al-Asybah wa An-Nadzairdan Majallah Al-Ahkam AI-Adlivah), QV dan pasal58)

Dalam kitab yang ditulis oleh Abu Yusuf di atas, yaitu Al-Kharaj(183) dijumpai ungkapan:

Ungkapan tersebut sepadan dengan pernyataan As-Shadr Asy-Svahid. dalamSyarh Adab AI-Oadlhi ( I I : 292)

Artinya:Pengakuan itu sebagai hujjah yang efektif untuk diri yang melakukan Pengakuan.”Dalam Majallah Al-Ahkam Ail-Adliyah,pada pasal 79. kedua ungkapan di atasterangkum dalam qaidah fiqih yang berbunyi:

Page 214: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

215

Artinya:

"Seseorang itu terbebani oleh pengakuannya. ”

Hal itu menunjukkan proses perkembangan suatu qaidah fiqjh Qaidahfiqih dalam rumusan perundang-undangan sangat singkat dan menyentuh jiwahukum yang hidup di masa kini.

Dalam kitab Al-Umm,terdapat ketentuan furu’yang disertai ushul- nya. Padaumumnya, ushul-nyaitu merupakan dhawabith ficjhiyyah bukan qaidah fiqih.Selain itu, dijumpai pula qaidah fiqihnya, seperti:

Artinya:

“Keringanan itu tidak bisa melewati batas. "(Al-Umm, l : 80)

Dalam Majallah Al-Ahkam Al-Ad/iyyah,pasal 15, qaidah tersebut dirumuskan:

Artinya:"Sesuatu yang berbeda dengan ketentuan umum muka tidak bisa dijadikan sandaranqiyas. ”

Contoh lainnya:

Artinya:''Keringanan (rukhshah) menurut kami beradu paduketaatun. Sedang-

Page 215: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Qaidah fiqih dan dhabith fiqihterdapat dalam berbagai kitab fiqih abad 2 dan 3Hijriyyah, terutama kitab dalam berbagai raj,Al-ashl, dan Al-Umm. Kitab-kitab tersebut merupakan bahan pokok atau sumberperumusan qaidah-qaidah pada masa-masa berikutnya. Dengan demikian, dapatdikatakan bahwa hingga abad 3 H, qaidah fiqih belum merupakan disiplin Ilmutersendiri.

6.2 Fase Kedua, Masa Perkembangan dan Pembukuan Qaidah

FiqihFase kedua dimulai pada Abad 4 H./10 M. sampai lahirnya kompilasi hukum

Islam pada masa Turki Ustmani atau abad 13 H./19 H. Dalam tarikh tasri', masa initermasuk masataqlid. Pada masa ini, kitab- kitab fiqih sangat banyak. Masing-masingmadzhab fiqih memiliki kitab pegangan tertentu. Ketika itu, para ulama tampaknyapuas dengan kitab fiqih yang ada dan melimpah-ruah. Masa ini merupakan masakejayaan fiqih.

Dalam banyak hal, keadaan seperti itu menyebabkan para ulama tidak melakukanijtihad mutlak. Mereka merasa lebih tertarik untuk membuat qaidah-kadiah ushul; ataumenulis ushul fiqh, termasuk merumuskan qaidah fiqih.

Dengan demikian, sekalipun ijtihad tidak berlangsung dengan gencar, pada masaini terjadi peningkatan dalam penulisan ushul fiqih dan qaidah fiqih. Oleh karena itu,masa-masa ini dapat dikatakan sebagai masa keemasan penulisan ushul fiqh dan qaidahfiqih. Pada masa ini, fuqaha mulai menyusun fiqih dalam bentuk baru; kini, tulisanmereka terangkum dalam tema-tema semisal Al-Qawaid wa Ad-Dawabith, Al- Furuq,Al-Asbah wa An-Nazhair, dan sebagainya. Cara penulisan pada periode ini berbedadengan periode sebelumnya, karena penulisan pada periode ini dimulai denganpernyataan umum (qaidah-qaidah) kemudian diikuti dengan penulisan furu’,sebagaimana terlihat dari kitab yangditulis oleh Jalai al Din al-Suyuthi, Al-Asbah waAn-Nazha’ir.

kan dalam kemaksiatan tidak ada keringanan(rukhshah). ” Dirumuskan:

Page 216: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

217

Masa keemasan dari pembukuan qaidah-qaidah fiqih terjadi pada abad 8H. Pada abad ini, banyak lahir kitab qaidah. terutama di kalangan ulamaSyafi’iyah. Qaidah-qaidah fiqih tersebut, kemudian, disempurnakan secarasistematis pada abad 9 H. Hal ini terlihat jelas dari kitab Al-Asybcth wa An-Nazhair karya Ibnu Mulaqqin (723-804 H./1323-1402 M.), atau kitab Al-Qawaid karya Abu Bakr Al-Hishai (752-829 H./ 1351-1425 M.). Akhirnya,puncak keemasan pembukuan qaidah fiqih terjadi pada abad 10 H., yangditandai oleh kelahiran kitab al-Ashbah wa An-Nazhair karya Jalai Ad-Din Asy-Suyuthi; kitab qaidah fiqih yang terbaik, yang sedang kita bahas.

Pada fase kedua ini. penulisan qaidah fiqih dimulai oleh Al-Karakhi danAd-Dabusi dari kalangan ulama Hanafiyah. Pada fase ini, umumnya ulamamenulis qaidah fiqih dengan cara mengutip dan menghimpun qaidah-kadiahyang terdapat pada kitab-kitab fiqih masing-masing madzhab. Selain itu,mereka pun melakukannya dengan jalan mencantumkan qaidah-qaidah fiqihdalam kitab fiqih, yaitu ketika mereka mencari illatdan men-tarjih suatupendapat. Sebagai contoh, ketika Al- Juwaini (w. 478 H./1085 M.)menjelaskan bahwa pelaksanaan shalat bergantung pada kemampuanseseorang, ia mencantumkan qaidah:

Artinya:“Sesuatu yang bisa dilakukan tak bisa gugur karena ada yang tidak dapat dilakukan.”Pada perkembangan selanjutnya, qaidah tersebut berbunyi:

Artinya:“Sesuatu yang mudah dilakukan tidak gugur dengan adanya yang sulit dilakukan. "Contoh lain terlihat pada kitab Badai Al-Shana’i, karya Al-Kasani AlHanafi (w.587 H./l 191 M.), yang mencoba menghubungkan furu’denganushul-nya. Demikian pula An-Nawawi (w. 676 H./l277 M.), dalam kitab/ll-Majmu ' (1:222. 246, 252. 253. dan 257). melakukan hal yang sama; iasering menghubungkan ketetapan hukum berbagai masalah dengan qaidahfiqih:

Page 217: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:

“Suatu keyakinan tidak hilang dengan adanya keraguan. "Dalam pada itu, Ibnu Taimiyyah (XXI: 475 dan 503), melakukan hal yangsama dengan menggunakan qaidah:

Artinya:“Hukumyang ditetapkan berdasarkan illat bisa hilang (berubah) denganhilangnya illat.”Adapun Ibnu Al-Qayvim, dalam kitab I’lam Al-Muwaqi’in(11:161).melakukannya dengan menggunakan qaidah:

Qaidah-qaidah fiqih yang dikemukakan oleh para ulama di atas,menunjukkan bahwa qaidah-qaidah fiqih. baik yang tercantum di dalamkitab fiqih maupun yang telah dibukukan dalam kitab qaidah, sangatberperan dalam pembinaan hukum Islam.

Fase Ketiga, Fase Kemajuan dan Sistematisasi Qaidah Fiqih Fase inidimulai dengan kelahiran Majallah Al-Ahkam AI-Adliyyah

(Kompilasi Hukum Islam di masa Turki Usmani). Kompilasi ini pada dasarnyamerupakan hasil usaha para ulama Turki di zaman Sultan ‘Abd Al-Aziz KlianAl-Utsmani, yang ditetapkan pada tanggal 26 Sya’ban 1292 H./28 September1875 M. Ia merupakan ensiklopedi fiqih Islam dalam bidang mu’amalah danhukum acara peradilan yang terdiri atas 1851 pasal. Kitab tersebut disusundengan bahasa perundang-undangan. Dalam majalah tersebut, tidak semuapasal berupa qaidah fiqih, tetapi terdapat pula qaidah ushul. Di antara qaidahfiqih adalah:

1. pasal 12:

Artinya:'Sesuatu yang diharamkan karena saddAdz-dzari 'ah dapatdibolehkan karena adanya maslahat yang lebih kuat. "

Page 218: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

219

Artinya:"Ashal dalam suatu perkataan adalah makna hakikat. ”

2. pasal 13:

Artinya:"Petunjuk lafazh tidak dijadikan dasar bila bertentangan dengan maknaeksplisit. ”

3. pasal 14:

Artinya:

“Tidak dibenarkan berijtihad ketika ada nash (qath 'i). ”

7. Kitab-Kitab Standar Qaidah Fiqih pada Mazhab Fiqih7.1 MadzabHanafi1. Ushulu al-Jami ’ al-Kabir,karangan Malik al-Mu’adzam 'Isa Al-

Ayubi (623 H.)2. Al-Asybah wa-An-Nadzair. karangan Ibnu Nujaim (970 H.)3. Al-Faraid Al-Bahiyah fi Al-Oawaid wa Al-Fawaid AI-Fiqhiyah, karangan

Hamzah Al-Husaini (1305 H.)4. Svarh Qawaid AI-Fiqhiyah, yakni syarh dari qawaid "Al- Majallah” karangan

Ahmad Az-Zarqa (1357 H.)5. Qawaidu al-Fiqhiyah.karangan ‘Amim Al-lhsan Al-Banjaladisi Al-

Mujaddidi.

7.2 Madzhab Maliki1. Al-Furuq,karangan Abu Abbas Al-Qarafi. (758)2. Al-Qawaid.karangan Abdullah Al-Muqaara (758 H.)3. AI-Kulliahfi Al-Fiqh.karangan Ibnu Gazi (901 H. )4. Idahu Al-Masalik ila Qawaidi Al-Imam Malik,karangan Al- Insyarisi (914 H.)5. Al-Is afbi Alh-Thalib Mukhtashar Syarh A l-Minliaj Al-MwUakhab 'ala Qawaidi

al-Madzhab.karangan Al-Qasim At-TaWani.

7.3 Madzhab Asy-Syafi ’i1. Al-Majmu’ Al-Mudzahhab ji Qawai di Al-Madzhab.karangan Al-'Alai (761 H.)2. Al-Asybah wa An-Nadzar.karangan Tajuddin As-Subki (771 H.)3. Al-Mantsur fi Al-Oawaid,karangan Imam Zarkasyi (794 H.)

Page 219: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

4. Al-Oawaid.karangan Taqiyuddin Al-Hissani (829 H.)5. Al-Asybah wa- An-Nadzair,karangan Imam As-Suyuti (911 H.)

7.4 Madzhab Hambati1. Al-Qawaid An-Nuraniah Al-Fiqhivah.karangan Ibnu Taimiyah

(728 H)2. Al-Qawaid Al-Fiqhiyah.karangan Ibnu Qadi Al-Jabali (771)3. Al-Oawaid,karangan Ibnu Rajab(795 H.)4. Al-Qawaid A 1-KuUiah wa Adh-Dhawabil Al-Fiqhiyyah.karangan Ibnu Abdul

Uadi (909 II.)Al-Oawaid wa Al-Ushul Al-Jami'ah.karangan Abdurrahman As- Sa'di (1378H.)

Itulah beberapa kitab dalam ilmu terkenal yang membahas qaidah- qaidahdan definisi-definisi dalam berbagai tinjauan dan rujukan, serta Penggunaanistilah yang berbeda-beda.

Pembahasan tentang kitab-kitab tersebut sebenarnya masih sangat sedikit,karena masih banyak kitab karangan para ulama yang sampai sekarang belumada yang mampu menandinginya, di antaranya: HawasyiAl-Qawaid Al-Fiqhiyah,karangan Muhibbudin Ahmad bin Nashrullah Al-Hambali (844 H.) yang telahdisalin oleh Yunus bin Mansur Al-Buhuti dalam kitabnya Kasysyafual-Qcma’i‘an MatnuAl- 'Ina\ Al-Qawaidfi Al-Furu’ Asy-Syafi 'iyah. karangan Muhammad binIbrahim Al-Jajarmi As-Sahlaki (613). yang merupakan kitab pedoman orang-orang dahulu, dan Asna A!-Maqashidfi Tahriri Al-Qawaid, karangan Muhammadbin Muhammad AI-'Aijari Asy-Syafi'i (808 H.)

Itulah bahasan pengarang tentang kitab-kitab yang membahas ilmu, danmasih banyak lagi yang lainnya kalau diteliti lebih lanjut.

fi. Jumlalt Qaidah FiqihT idaklah mudah untuk menentukan jumlah qaidah fiqih yang ada dalam

madzhab-madzhab fiqih. Namun, ada cara yang paling mudah, yaitu denganmeneliti qaidah-qaidah fiqih yang ada dalam kitab-kitab tertentu, seperti dalamkitab Al-Qawaid karangan Al-MuqarriAl-Maliki dan kitab Al-Istigna fi Al- Farqi \vaAl-Istitsna. karangan Badruddin Al-Bakri Asy-Syafi’i.

Di bawah ini merupakan jumlah qaidah fiqih yang terdapat dalambeberapa ktab:1. Dalam kitab Risalah, Imam A-Kurkhi dicantumkan 36 qaidah.2. Imam Abu Jaid Ad-Dabusyi, dalam kitab Ta’sisu An-Nadzar mencantumkan

86 qaidah.3. Syaikh Amim Al-lhsan dalam Kitab OawaiduAl-Fiqh menuliskan 426

qaidah.4. Imam Al-Muqarri dalam pembukaan kitab Al-Oawaid berkata. "Saya

bermaksud mengumpulkan 1.200 qaidah".5. Asy-Syarisyi dalam kitabnya Idalnil Malik, mendapatkan 118 qaidah

Page 220: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

221

6. Imam Ibnu Rajab dalam kitabnya Al-Qawaid menyandarkan pada 160qaidah.

Begitulah kira-kira yang dapat diketahui tentang jumlah qaidah dalamsetiap kitab. Memang tidak diragukan lagi bahwa semakin banyak sebuah kitabmemuat qaidah fiqih, semakin menambah pentingnya kitab tersebut, meskipuntidak mempengaruhi metodenya.

Akan tetapi, sebaiknya kita harus memperhatikan hal-hal penting di bawah ini:“Dalam menghitung jumlah qaidah sebaiknya memperhatikan maksud dari

pengarang itu sendiri, karena apabila seorang ulama yang menyatakan bahwa iamenulis sekian qaidah fiqih, belum tentu menurut lainnya, semua qaidah termasukqaidah-qaidah fiqih”.

Oleh karena itu. dalam membahas jumlah qaidah ini diperlukan kehati-hatian,karena definisi itu tidak bisa dijadikan batasan. Maka sangat mungkin batasan tiap-tiapjudul dan definisinya akan dimasukkan kepada qaidah fiqih, kalau terlalu panjangmembicarakan tentang istilah-itilah qaidah fiqih.

Sesungguhnya qaidah-qaidah yang dimuat dalam kitab-kitab khusus qaidah fiqh,tidak bisa dimuat semuanya dalam kitab-kitab fiqih. Karena mereka hanya menulisqaidah-qaidah yang mereka butuhkan saja. Di bawah ini dijelaskan beberapa kitab fiqihyang memuat qaidah-qaidah fiqih:1. Kitab Al-Mabsuth, karangan Imam Syarkhasi terdapat 1000 qaidah beserta yang

diulang.2. Kitab Syarh As-Sair AI-Kabir, karangan Imam Syarkhasi memuat 200 qaidah.3. Imam Al-Marginani dalam kitab Al-Hidayah memuat 400 qaidah.4. Imam Al-Husairi dalam dua syarh-nya, AI-Wujir dan At-Tahrir, memuat lebih dari

400 qaidah. Dalam pembahasannya, qaidah tersebut ditempatkan di tengah ataudipakai sebagai alasan terhadap bahasannya.

5. Imam Al-Mansur Al-Bahuti, dalam kitabnya Kasysyafu At-Qana' memuat kira-kira300 qaidah.

Itulah qaidah-qaidah fiqih yang tersebar dalam berbagai macam kitab yang ditulisdi tengah-tengah pembahasan mereka.

SOAL LATIHAN

1 . Sebutkan pengertian qaidah fiqihyang dikemukakan oleh para ulama, minimaltiga!

2 . Adakah perbedaan antara qaidah fiqihdengan dhabith? Jelaskan!3. Bisakah qaidah fiqihdisebut Ushul? Mengapa?4. Bagaimanakah kedudukan dan urgensi qaidah fiqihbagi umat Islam?5. Jelaskan pendapat Imam Syarkhasi tentang qaidah fiqih!

6. Bagaimana perkembangan qaidah fiqih ? Jelaskan fase-fasenya!7. Jelaskan kitab-kitab yang berkembang pada fase II perkembangan qaidah

fiqih!

Page 221: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

8. Siapakah ulama yang dianggap sangat berjasa dalam pengembanganqaidah fiqih,sebutkan beserta karyanya!

9. Sebutkan kitab-kitab yang digunakan pada tiap madzhab fiqih, masing-masing dua kitab!

10. Bagaimana peranan Qaidah Fiqihiyyahdalam pengembangan hukum Islam?Jelaskan!

2. AL-QAWAID AL-ASSASIYYAH DAN QAIDAH-QAIDAH YANGBERKAITAN DENGANNYA

1. PendahuluanMaksud dari Al-qawaid Al-asasiyyah adalah qaidah-qaidahyang dipegang

oleh para imam mazhab. Qaidahtersebut terdiri atas dua bagian; qaidah-qaidahassasiyahdan qaidah-qaidah ghair assasiyah.Di dalam sejumlah kitab Al-QawaidAl-Fiqhiyyah dari berbagai kalangan madzhab disebutkan bahwa kaidah-kaidah fiqhiyyah assasiyyahitu ada lima. Kelima qaidah ini disebut qaidahfiqhiyyahyang pokok. Semua ulama merujukan semua masalah fiqih padakelima kaidah pokok tersebut.

Di dalam kitab Al- Faraid A 1-Bahiyyah Nazham Al-qawaid Al-fiqhiyyah,karya Sayyid Abu Bakar Al-AhdaL dari kalangan Ulama Syafi’iyyahdisebutkan:

Page 222: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

223

Page 223: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:“Fikih itu didasarkan pada lima asas, yaitu nilai segala sesuatu bergantung pada niat.Selanjutnya keyakinan tidak bisa hilang dengan keraguan. Dengarlah apa yangdikatakan itu. Kesulitan bisa menarik kemudahan, ini merupakan qaidah yang ketiga.Maka jadikanlah dengan waspada dan hati-hati. Keempat, adalah apa yang disebutkemadaratan harus dihilangkan. Kemadaratan tersebut harus tidak mengandungtipuan. Qaidah yang kelima, katakanlah adat itu dapat dijadikan patokan hukum.Kelima qaidah tersebut, semuanya sangat jelas dan meyakinkan. Bahkan, sebagianulama mengembalikan fiqih kepada satu qaidah yang lengkap, yaitu menarik maslahatdan menolak mafsadat yang jelek sebagai tolok ukur. "

Nazham tersebut menunjukkan bahwa qaidah asasiyyahitu hanya ada lima, bahkan bisadikatakan hanya satu qaidah, yaitu:

Artinya:

“Menarik maslahat dan menolak mafsadat. ”Sebagaimana yang dipegang oleh Izzuddin Ibnu Abd As-Salam.

Zainuddin Al-Abid Ad-Din Ibnu Ibrahim, yang dikenal nama Ibni Nujaim (w.970H/l 562 M.) dari kalangan madzhabHanafiyyah menyusun 19 qaidahdalam kitab Al-Asbah wa An-Nazhair.Ia menyebu enam qaidahfiqhiyyah assasiyyah.Lima qaidahsamadengan qaidaf yang disebut Sayyid Abu Bakar Al-Ahdal, dan satu qaidahlainny£berbunyi:

Artinya:''Tiadapahala, kecuali dengan niat. "

Sebenarnya, qaidahini merupakan bagian atau dapat dimasukkan kepadaqaidah.

Artinya:

“Setiap pekerjaan itu bergantung pada maksudnya. ”

Dengan demikian qaidah assasiyyah tetap hanya lima qaidah, sebagaimana

Page 224: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

225

yang ditegaskan oleh Abdurrahman Ibnu Abu Bakar As-Sayuti (w. 911 H/l 503 M)dari kalangan ulama Syafi’iyyah dalam kitabnya Al- Asbah wa An-Nazhair, yaitu:

Artinya:

“Setiap pekerjaan itu bergantung pada maksudnya. ”

Artinya:

“Keyakinan tidak hilang dengan keraguan. ”

Artinya:

‘Suatu kesusahan mengharuskan adanya kemudahan. ”

Artinya:

Kemadaratan itu dihilangkan. "

Artinya:

"Suatu kebiasaan bisa dijadikan patokan hukum. "

Dari qaidah-qaidahyang lima tersebut, para ulama menyusun qaidah-qaidahlainnya yang disebut furu'(cabang).

2. Pengertian, Sumber, Cabang, dan Aflikasi Kaidah-kaidah Assasiyyah.

QaidahPertama:

Page 225: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

1. Pengertian

Maksud dari qaidahini adalah setiap perkara bergantung pada tujuannya.Dengan kata lain, bahwa setiap mukallaf dan berbagai bentuknya sertahubungannya, baik dalam ucapannya, perbuatan, dan lain sebagainyabergantung pada niatnya. Dengan kata lain, niat dan motif yang terkandungdalam hati sanubari seseorang sewaktu melakukan suatu perbuatan menjadikriteria yang menentukan nilai dan status hukum amal yang ia dilakukan.

2. Sumber Pengambilan

Sumber pengambilan qaidahini, antara lain:

1. Firman Allah SWT. dalam surat Al-Bayyinah ayat 5:

Artinya:“Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah denganmemurnikan ketaatan kepada-Nya dalam agama yang lurus. ”

(QS. Al-Bayyinah : 5)2. Firman Allah SWT. dalam surat Ali Imran ayat145 ;

Artinya:"Barang siapa menghendaki pahala dunia Kami berikan pahala itu danbarang siapa menghendaki pahala akhirat Kami berikan kepadanya pahalaitu. Dan Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang

Page 226: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

227

bersyukur. ”(QS. Ali-Imran : 145)

3. Hadis yang diriwayatkan Bukhari:

Artinya:“Sesungguhnya segala amal bergantung pada niatnya. Dan sesungguhnyabagi seseorang hanyalah apa yang ia niati. ”

(HR. Bukhari)

4. Hadis yang diriwayatkan Anas Ibnu Malik:

Artinya:

"Tidak ada (pahala) bagi perbuatan yang tidak disertai niat. ”(HR. Anas bin Malik)

5. Hadis y an u diriwayatkan Ibnu Majali dan Abu Hurairah:

Artinya:

"Sesungguhnya manusia itu dibangkitkan menurut niatnya. "

(HR. Ibnu Majah dan Abu Hurairah)

6. Hadis riwayat At-Thabrani dari ShaPan Ibnu Said:

Artinya:

Page 227: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

"Niat seseorang itu lebih baik daripada perbuatannya. '(HR. Thabrani)

C. Cabang-cabangnyaBeberapa qaidahcabang yang bersumber dari qaidahitu, antara

lain:1. Qaidah

Page 228: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

229

Artinya""Suatu amal yang tidak disyaratkan untuk dijelaskan, baik secara glabal atauterperinci, bila dipastikan dan ternyata salah, maka kesalahannya tidakmembahayakan (tidak membatalkan). ”

2. Qaidah

Artinya:"Suatu amal yang disyaratkan penjelasannya, maka kesalahannyamembatalkan perbuatan tersebut. ”

3. Qaidah

■ Artinya:"Suatu amal yang harus dijelaskan secara global dan tidak disyaratkan secaraterperinci, karena apabila disebutkan secara terperinci dan ternyata salahmaka kesalahannya membahayakan. "

4. Qaidah

'T

Page 229: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

231

Artinya:"Niat dalam sumpah mengkhususkan lafazh umum, dan tidakpulamenjadikanumum pada lafazh yang khusus. "

5. Qoidah

Artinya:"Maksud dari suatu lafazh adalah menurut niat orang yang mengucapkannya,kecuali dalam satu tempat, yaitu dalam sumpah di hadapan hakim. Dalamkeadaan demikian maksud lafazh menurut niat hakim. ”

6. Qaidah

Artinya:"Yang dimaksud dalam akad adalah maksud atau makna bukan lafazh ataubentuk-bentuk perkataan. "

Selain itu, ada pula qaidah-qaidahyang dikeluarkan oleh mazhab- mazhabfiqih:a. Qoidah dari Hanafiyah

Artinya:"Pengkhususannya yang umum dengan disertai niatdapat dite-

Page 230: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

rima secara hukum berdasarkan agama dan bukan berdasarkan peradilan. "

b. QaidahdimSyafi’iyah:

Artinya:“Niat dalam

bersumpahmengkhususkan

lafazh yang bersifat umum dan tidak mengumumkan lafazh yang bersifat khusus."

c . Qoidah dari Malikiyah dan Hanabilah:

Artinya:“Sesungguhnya niat dapat mengumumkan yang khusus dan mengkhususkan yangumum. "

D. Contoh AplikasiDi antara contoh aplikasi yang sesuai dengan qaidah-qaidahdi atas adalah:

1. Dalam shalat tidak disyaratkan niat menyebutkan jumlah rakaat, maka bilaseorang muslim berniat melaksanakan shalat Maghrib 4 rakaat, tetapi iatetap dalam melaksanakan tiga rakaat, maka shalatnya tetap saja sah.

2. Seseorang yang akan melaksanakan shalat Zhuhur, tapi niatnya menunaikanshalat Ashar, maka shalatnya tidak sah.

3.Seseorang bersumpah tidak akan berbicara dengan seseorang, dan maksudnyadengan Ahmad, maka sumpahnya hanya berlaku pada Ahmad saja.

Page 231: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

233

A. PengertianArti dari qaidahtersebut adalah keyakinan itu tidak bisa hilang dengan

keraguan. Qoidah ini, kalau diteliti secara seksama erat kaitannya denganmasalah aqidah dan persoalan-persoalan dalil hukum dalam syari'at Islam.

Namun demikian, suatu yang diyakini keberadaannya tidak bisa hilang,kecuali berdasarkan dalil argumen yang pasti (qath’i),bukan semata-mata olehargumen yang hanya bernilai saksi/tidak qath ’i

B. Sumber qaidahQoidah ini dibangun berdasarkan tiga sumber, yaitu Al-Quran, As-Sunah

dan akal, antara lain sebagai berikut:

1. Firman Allah SWT. dalam surat Yunus, ayat 36:

Artinya:“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja.Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapaikebenaran. ”

(QS. Yunus : 36)

2. Hadis riwayat Muslim:

Page 232: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:"Apabila seseorang di antara kamu mendapatkan sesuatu di dalam perutnyakemudian sangsi apakah telah keluar sesuatu dari perutnya atau belum, makajanganlah keluar masjid sehingga mendapatkan baunya. ”

(HR. Muslim)

3. Hadis riwayat Bukhari dan Muslim:

Artinya:'Nabi mendapat pengaduan bahwa seseorang merasa bingung oleh sesuatudalam shalatnya. Nabi bersabda, "Janganlah ia pergi sehingga benar-benarmendengar suara atau mendapatkan baunya. ”

(HR. Bukhari dan Muslim)

Page 233: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

235

4. Hadisriwayat

Turmudzi:

Artinya:"Apabila

seseorang, ragu-ragu di dalamshalatnya, tidaktahu sudahberapa rakaatkahshalatnya, tigaataukah empat,maka buanglahkeraguan tersebutdan berpeganglahkepada yangmeyakinkan. ”

(HR. Tirmidzi)

5. Menurutlogika

“Keyakinan adalah lebih kuat daripada keraguan, sebab di dalam keyakinan terdapatkeputusan (hukum) yang pasti yang tidak hilang oleh keraguan. ”

C. Qaidah-Qaidah Cabang

Para ulama berbeda pendapat dalam mengemukkan qaidahcabang dariqaidahini, ada yang berpendapat tujuh qaidahcabang, ada pula yang berpendapatlebih dari tujuh. Dalam buku ini akan ditulis qaidah cabang menurut As-Suyuthi, yaitu:1. Qoidah:

Artinya:

' Asal itu tetap sebagaimanasemula, bagaimanapun keberadaannya.

2. Qaidah.

Artinya:"Apabila seseorang ragu-ragu di dalam shalatnya, tidaktahu sudah berapa rakaatkah shalatnya, tiga ataukahempat, maka buanglah keraguan tersebut danberpeganglah kepada yang meyakinkan. ”

(HR.Tirmidzi)

5. Menurut logika“Keyakinan adalah lebih kuat daripada keraguan, sebabdi dalam keyakinan terdapat keputusan (hukum) yangpasti yang tidak hilang oleh keraguan. ”

C. Qaidah-Qaidah Cabang

Para ulama berbeda pendapat dalam mengemukkanqaidahcabang dari qaidahini, ada yang berpendapat tujuhqaidahcabang, ada pula yang berpendapat lebih dari tujuh.Dalam buku ini akan ditulis qaidah cabang menurut As-Suyuthi, yaitu:1 . Qaidah:

Page 234: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:"Asal itu bebas dari tanggungan. ”

3. Qoidah.

Artinya:“Asal itu tidak ada. ”

4. Qoidah.

Artinya:"Asal dalam setiap kejadian, dilihat dari waktunya yang terdekat. "

5. Qoidah.

Artinya:"Asal dari sesuatu itu adalah kebolehan. ”

6. Qaidah:

Artinya:"Asal dari dalam kemubahan adalah keharaman. "

7. Qaidah.

artinya:

"Asal dari ucapan adalah hakikat ucapan tersebut. ”

D. Contoh aplikasinya

Di antara contoh aplikasi dari qaidahini, antara lain:

Page 235: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

237

1. Apabila seorang sedang melakukan shalat Ashar.kemudian diaragu apakah sudah empat rakaat atau baru tiga rakaat maka ambillah yanglebih yakin, yaitu tiga rakaat. Namun, sebelum salam disunahkansujudsahwidua kali.

2. Seorang musafir yang membaca takhiratul Ihram (bermakmum)di bekakang orang yang tidak diketahui apakah dia seorang musafir ataubukan, maka qasharnya tidak memenuhi syarat.

3. Seorang yang dalam perjalanan, kemudian ragu apakah sudahsampai di negerinya atau belum, maka tidak boleh mengambil rukhshah.

A. PengertianArti dari qaidahini adalah suatu kesusahan mengharuskan adanya

kemudahan. Maksudnya, suatu hukum yang mengandung kesusahan dalampelaksanaannya atau memadaratkan dalam pelaksanaannya, baik kepada badan,jiwa, ataupun harta seorang mukallaf, diringankan sehingga tidakmemadaratkan lagi. Keringanan tersebut dalam Islam dikenal dengan istilahrukhsah.

Hal itu antara lain karena kemampuan seorang mukallaf itu terbatas.Kesulitan yang dianggap bisa meringankan taklif kepada seorang mukallaf,menurut Asy-Asyatibhi antara lain sebagai berikut:1. Karena khawatir akan terputusnya ibadah dan khawatir akan adanya

kerusakan bagi dirinya, baik jiwa, badan, hartanya, maupun kedudukannya.2. Ada rasa takut akan terkuranginya kegiatan-kegiatan sosial yang

Page 236: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

berhubungan dengan sosial kemasyarakatan. Karena hubungantersebut dalam Islam bisa dikategorikan sebagai ibadah juga.

g. Sumber Qaidah

Sumber pengambilan qaidahini, antara lain:

1. Firman Allah SWT. dalam surat Al-Baqarah ayat 185:

Artinya:

"Allah SWT, menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendakikesukaran bagimu. ”

(QS. Al-Baqarah : 185)1. Firman Allah SWT. dalam surat Al-Hajj ayat 78:

Artinya:

"Dan Dia tidak menjadikan untukmu dalam agama suatu kesempitan. ”(QS. Al-Hajj : 78)

3. Hadis yang diterima dari Abu Hurairah:

T

Page 237: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:"Agama itu memudahkan, agama yang disenangi oleh Allah SWT.adalah agama yang benar dan mudah. ”

( H R. Bukhari)4. Hadis yang diterima dari Ibnu Abbas:

Artinya:"Aku diutus oleh Tuhan dengan membawa agama yang penuh kecenderungandan toleransi. ”

( H R. Ahmad dari Ibnu Abbas)

C. Cabang-Cabang

1. Qoidah

Artinya:' 'Apabila suatu perkara itu sempit maka hukumnya menjadi luas, sebaliknyajika suatu perkara itu luas, maka hukumnya menjadi sempit"

2. Qoidah'.

Artinya:"Semua yang melampaui batas, maka hukumnya berbalik kepada kebalikannya.”

Artinya:

"Rukhsah-rukhsah itu tidak boleh dihubungkan dengan kemaksiatan. ”

Page 238: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

241

4. Qoidah:

Artinya:

Rukhsah itu tidak dapat disangkutpautkan dengan keraguan. "

D. Contoh AplikasiDi antara contoh aplikasi dari qaidahini adalah:

1. Bolehnya buka puasa ketika bepergian atau ketika sakit.2. Dibolehkan tidak ada ijab qabul dalam jual barang-barang yang tidak

berharga.3. Tidak ada kelonggaran untuk melaksanakan maksiyat apapun

alasannya, tapi diharuskan untuk menghindarinya.

Kaidah Keempat

A. Pengertian

Arti qaidahini adalah suatu kerusakan atau kemafsadatan itudihilangkan. Dengan kata lain qaidahini menunjukkan bahwa berbuatkerusakan itu tidak dibolehkan dalam agama Islam. Adapun yang berkaitandengan ketentuan Allah, sehingga kerusakan itu menimpa seseorang.

Page 239: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

kedudukannya menjadi lain, bahkan bisa dianggap sebagai bagian darikeimanan terhadap qadha dan qadarnya Allah SWT., karena segala sesuatumenjadi boleh bagi Allah SWT. Dan dari-Nya-lah kemanfaatan.

B. Sumber Qaidah

1. Firman Allah SWT. dalam surat Al-Baqarah ayat 23 1:

Artinya:"Janganlah kamu rujuk mereka untuk memadaratkan. . . . ”

(QS. Al-Baqarah : 231)

2. Firman Allah SWT. dalam surat An-Nisa, 4: 12

Artinya:

" . . . sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangolehnya dengan tidak memberi mudharat. ”

(QS. An-Nisa : 12)

3. Fladis yang diriwayatkan Imam Malik:

Artinya:"Tidak boleh memadaratkan dan dimadaratkan. barangsiapa

Page 240: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

243

yang memadaratkan maka Allah SWT. akan memadaratkannya, dan siapa sajayang menyusahkan, maka Allah akan menyusahkannya. ”

(HR. Imam Malik)4. I ladis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:

Artinya:" Barang siapa yang memadaratkan (orang lain), maka Allah akanmemadaratkannya, dan barang siapa yang menyusahkan (orang lain) makaAllah akan menyusahkannya. ”

(HR. Bukhari dan Muslim)

5. I ladis riwayat Imam Turmudzi:

Artinya:"Di antara kebaikan seorang muslim adalah meninggalkan apa yang tidakbermanfaat. ”

(HR. Tirmidzi)

C. Cabang-cabangQaidahDi antara cabang qaidahini yang dikemukakan oleh para ulama, antara

lain:

1. Qoidah

Artinya:"Kemadaratcm membolehkan yang madarat (dilarang). ”

2. Qaidah

Page 241: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:“Apa-apa yang dibolehkan karena madarat diperkirakan sewajarnya, ataumenurut batasan ukuran kebutuhan minimal. ”

3. Qaidah:

Artinya:"Kemadaratan tidak bisa hilang dengan kemadaratan lain. "

4. Qaidah:

Artinya:“ Jika ada dua kemadaratan yang bertentangan, maka diambil ke madarat anyang paling besar. "

5. Qaidah.

Artinya:"Menolak kemafsadatan didahulukan daripada mengambil kemaslahatan. ”

Artinya:

“Kebutuhan itu menempati kemadaratan baik secara umum maupun khusus. ”

D. Contoh Aplikasi Qaidah

1. Dibolehkannya memakan daging babi ketika sedang kelaparan2. Ketika memakan makanan yang dibolehkan karena madarat, tidak boleh sampai

kenyang, tapi sekadarnya saja.3. Tidak boleh membunuh anaknya karena alasan kesulitan ekonomi, dan lain-lain.

QaidahKelima

Page 242: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

245

A. Pengertian

Artinya suatu kebiasaan bisa dijadikan patokan hukum. Kebiasaan dalam istilahhukum sering disebut sebagai urfatau adat.Meskipun banyak ulama yang membedakandi antara keduanya. Namun, menurut kesepakatan jumhur ulama, suatu adatatau urfbisaditerima jika memenuhi syarat-syarat beikut:1. Tidak bertentangan dengan syari'at;

2. Tidak menyebabkan kemafsadatan dan menghilangkan kemaslahatan;3. Telah berlaku pada umumnya orang muslim;

4. Tidak berlaku dalam ibadah mahdlah-;

5. Urftersebut sudah memasyarakat ketika akanditetapkanhukumnya;6. Tidak bertentangan dengan yang diungkapkan dengan jelas (A. Jazuli dan

1 Nural Aen: 145)

B. Sumber Qaidah

Qoidahdiambil dari beberapa sumber, antara lain:

1. Firman Allah SWT. dalam surat Al-Hajj ayat 78

Artinya:"Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatukesempitan. ”

(QS. Al-Hajj : 78)2. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Al-Bajjar, dan Ibnu Mas’ud:

Page 243: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:"Apa yang dipandang baik oleh orang Islam, maka menurut Allah pundigolongkan sebagai perkara yang baik, dan apa sajayang dipandang buruk oleh orang Islam, maka menurut Allah pun digolongkansebagai perkara yang buruk. ”

(HR. Ahmad, Bazar, Thabrani dalam Kitab Al-Kabiir dariIbnu Mas’ud)

C. Cabang-cabang Qaidah

Adapun cabang-cabang qaidahyang diungkapkan oleh para ulama antaralain:1. Qaidah.

Artinya:

"Tidak diingkari perubahan hukum disebabkan perubahan zaman dan tempat.”

2. Qaidah.

Artinya:"Yang baik itu menjadi ‘urf, sebagaimana yang disyaratkan itu menjadi syarat.”

3. Oaidalr.

Artinya:"Yang ditetapkan melalui ‘urf sama dengan yang ditetapkan melalui nash. ”

E. Contoh AplikasiDi antara contoh aflikasi qaidahini, antara lain:

1. Menjual buah di pohon adalah tidak boleh menurut qiyas karenatidakjelasjumlahnya, tapi karena sudah menjadi kebiasaan (adat) maka ulama

Page 244: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

247

membolehkannya.2. Mereka yang mengajarkan Al-Quran dibolehkan menerima gaji, hal itu antara lain

agar Al-Quran tetap eksis di kalangan umat Islam.3. Orang-orang Minangkabau memiliki adat, adat basandi syara’ dan syara basandi

adat, sehingga menetapkan bahwa seorang penghulu diharuskan memiliki sifat-sifat Rasulullah SAW.

SOAL LATIHAN1. Jelaskan yang dimaksud dengan qaidah al-asas!2. Apakah para ulama sepakat tentang jumlah qaidah al-asas? Jelaskan!3. Apa yang dimaksud dengan al-umur bimaqashidiha?4. Bolehkah seseorang berniat shalat Magrib empat raka’at? Jelaskan5. Bolehkah membunuh anak karena takut tidak bisa menafkahi? Berikan qaidah

fiqhya!6. Sebutkan sumber hukum dari al- ‘adat muhakkah!7. Sebutkan lima cabang dari al-yaqinu layuza/u b i Asy-Syakki!8. Apa yang dimaksud dengan al-Masyaqqatu tajlibu At-Taisir!9. Sebutkan cabang dari qaidah al- 'Adatu muhakkatun!10. Berikan contoh aplikasi dari qaidah Adh-dhararuyujalu!

Page 245: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

BAB VII HUKUM SYARA’ DAN UNSUR-UNSURNYA

A. HUKUM

1. Pengertian Hukum

Mayoritas ulama ushul mendefinisikan hukum sebagai berikut:

Artinya:''Kalam Allah yang menyangkut perbuatan orang dewasa dan berakal sehat, haikbersifat imperatif, fakultatif atau menempatkan sesuatu sebagai sebab, syarat,dan penghalang. "

Yang dimaksud khithab Allahdalam definisi tersebut adalah semuabentuk dalil, baik Al-Quran, As-Sunah maupun yang lainnya, sepertiijma'dan qiyas.Namun, para ulama ushul kontemporer, seperti AliHasaballah dan Abd. Wahab Khalaf berpendapat bahwa yang dimaksuddengan dalil di sini hanya Al-Quran dan As-Sunah. Adapun ijma' danqiyas hanya sebagai metode menyingkapkan hukum dari Al-Quran danSunah tersebut. Dengan demikian, sesuatu yang disandarkan pada keduadalil tersebut tidak semestinya disebut sebagai sumber hukum.

Yang dimaksud dengan yang menyangkut perbuatan mukallaf adalahperbuatan yang dilakukan oleh manusia dewasa yang berakal sehatmeliputi perbuatan hati, seperti niat dan perbuatan ucapan, seperti gibah(menggunjing) dan namimah(mengadu-domba).

Yang dimaksud dengan imperatif (iqtidha) adalah tuntutan untuk melakukansesuatu, yakni memerintah atau tuntutan untuk meninggalkannya yakni melarang, baiktuntutan itu bersifat memaksa maupun tidak Sedangkan yang dimaksud tahyir(fakultatif) adalah kebolehan memilih antara melakukan sesuatu atau meninggalkannyadengan posisi yang sama.

Dan yang dimaksud wadh’i (mendudukkan sesuatu) adalah memposisikansesuatu sebagai penghubung hukum, baik berbentuk sebab, syarat, maupun penghalang.

Definisi hukum tersebut merupakan definisi hukum sebagai kaidah, yaknipatokan perilaku manusia.

Page 246: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

249

2. Pembagian Hukum

Bertitik tolak pada definisi hukum di atas, maka hukum menurut ulamaushulterbagi dalam dua bagian, yaitu hukum taklif]idan hukum wadh 'i,2.1 Hukum Taklifi

2.1.1 Pengertian Hukum TaklifiHukum taklifiadalah firman Allah yang menuntut manusia untuk melakukan atau

meninggalkan sesuatu atau memilih antara berbuat dan meninggalkan.1. Contoh firman Allah SWT. yang bersifat menuntut untuk

melakukan perbuatan:

Artinya:"Dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan taatilah Rasul, supaya kamu diberirahmat. ”

(QS. An-Nur : 56)

2. Contoh firman Allah yang bersifat menuntut meninggalkan perbuatan:

Artinya:

"Janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan jalan batil. "(QS. Al-Baqarah : 188) 3. Contoh

firman Allah SWT. yang bersifat memilih (fakultatif)-.

Page 247: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

2.1.2 Bentuk-Bentuk Hukum Taklifi

Terdapat dua golongan ulama dalam menjelaskan bentuk-bentukhukum taklifi: Pertama,bentuk-bentuk Inikum taklifmenurut Jumhur UlamaUshul Fiqh/Mutakallimin.Menurut mereka bentuk-bentuk hukum tersebutada lima macam, yaitu ijab. nadb. ibahah, karahan, dan tahrim.Kedua,bentuk-bentuk hukum taklifi, seperti iftirad, ijab. nabd. ibahah.tarahah tanzhiliyah karahah tahrimiyyah, dan tahrim. bentuk Pertama

a. IjabYaitu tuntutan Syar’i yang bersifat untuk melaksanakan sesuatu

Artinya:“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putihdari benang hitam, yaitu fajar. ”

(QS. Al-Baqarah : 1 87)

Page 248: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

251

Artinya:"Dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat..."

(QS. An-Nur: 56)

Dalam ayat ini, Allah menggunakan lafazh amr. yang menurut para ahliUshul Fiqh melahirkan ijab, yaitu kewaiiban mendirikan shalat dan membayarzakat. Apabila kewajiban ini dikaitkan dengan perbuatan orang mukallaf. makadisebut dengan wujub. sedangkan perbuatan yang dituntut itu (yaitumendirikan shalat dan membayar zakat), disebut dengan wajib. Oleh sebab itu.istilah ijah. menurut ulama Ushul Fiqih, terkait dengan khithab (tuntutan) Allah,yaitu ayat di atas, sedangkan wujub merupakan akibat dari khithab tersebut danwajib adalah perbuatan yang dituntut oleh khithab Allah.

b. NailbYaitu tuntutan untuk melaksanakan suatu perbuatan yang tidak bersifat

memaksa, melainkan sebagai anjuran, sehingga seseorang tidak dilarang untukmeninggalkannya. Orang yang meninggalkannya tidak dikenai hukuman. Yangdituntut untuk dikerjakan itu disebut maudub, sedangkan akibat dari tuntutanitu disebut nadb. Misalnya, dalam surat Al-Baqarah: 282, Allah SWT.

berfirman:

dan tidak boleh ditinggalkan. Orang yangmeninggalkannya dikenai sanksi. Misalnya, dalam suratAn-Nur : 56

Artinya:"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalahtidak secara

Page 249: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

tunai untuk w aktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya

(OS. Al-Baqarah : 282 )

Lafal faktububu (maka tuliskanlah olehmu), dalam avat itu padadasarnya mengandung perintah (w u ju b ) . tetapi terdapat indikasi vaniimemalingkan perintah itu kepada nadh yang terdapat dalam kelanjutandari ayat tersebut (AI-Baqarah : 283):

Tuntutan wujubdalam ayat itu. berubah menjadi nadh. Indikasiyang membawa perubahan ini adalah lanjutan ayal, yaitu Allah menva-takan j ika ada sikap saling mempercayai, maka penulisan utangtersebut tidak begitu penting. Tuntutan Allah seperti mi disebut dengannadh. sedangkan perbuatan yang dituntut untuk dikerjakan itu. yaitumenuliskan utang-piutang disebut mauduh. dan akibat dan tuntutanAllah di atas disebut nadh.

c. Ibahah

\aitu khithab Allah yang bersilat lakultatil . mengandung pilihanantara berbuat atau tidak berbuat secara sama. Akibat dari khithab.Allah ini disebut juga dengan ibahah, dan perbuatan yang boleh dipil ihitu disebut mubah Misalnya, firman Allah dalam surat Al-Maiilah 2

Ayat ini juga menggunakan lafal amr(perintah) yang mengandungibahah (boleh), karena ada indikasi yang memalingkannya kepada hukumboleh. Khithabsepert i inidisebut ibahah,dan akibat dari khithabini jugadisebut dengan ibahah.sedangkan perbuatan yang boleh dipilih itudisebut mubah.

Artinya:"Akan tetapi. apahila sebagian kamit mempercayai sebagianyang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikanamanatnya ... "

(OS. Al-Baqarah : 283)

Artinya:Apabila kamu telah selesai melaksanakan ibadah haji, makabolehlah hniu berburu. "(OS. Al-Maidah : 2)

Page 250: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

253

d. Karahah

Yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan, tetapituntutan i tu diungkapkan melalui redaksi yang tidak bersifat memaksa .Dan seseorang yang mengerjakan perbuatan yang dituntut untukditinggalkan itu tidak dikenai hukuman. Akibat dan tuntutan seperti inidisebut juiia karahah. karahuliini merupakan kebalikan dari nadh.Misalnyahadist Nabi Muhammad SAW :

Artinya."Perbuatan halal yang paling dibenci. Allah adalah talak.

(H.R. Abu Daud. Ibn Majali. Al-Baihaqi dan Hakim)

Khithabhadis ini disebut karahahdan akibat dari khithabini disebutjuga dengan karahah.sedangkan perbuatan yang dikenai khithabitu disebutmakruh.

c. Tahrim

Yaitu tuntutan untuk tidak mengerjakan suatu perbuatan dengantuntutan yang memaksa. Akibat dari tuntutan ini disebut hurmah danperbuatan y ang dituntut i tu disebut dengan haram.Misalnya, firmanAllah dalam surat Al-An 'am: 151)

Artinya:

Jangan kamu membunuh jiwa yang telah diharamkan Allah . . .

(OS. AI-An'am : 151)

Khithab(ayat) ini disebut dengan tahrim.akibat dari tuntutan inidisebut luirmah.dan perbuatan yangdituntut untuk ditinggalkan, yaitumembunuh j iwa seseorang, disebut dengan haram.

Perbedaan istilah-istilah yang dikemukakan para ahli Ushul Fiqihdalam hukum taklifiini, seperti untuk yang sifatnya perintah ada tigaistilah, yaitu ijab, wujub.dan wajib,dan lainnya, disebabkan perbedaan sisipandang pada persoalan tersebut. Apabila khithab(ayat) tersebut dilihat

Page 251: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

dari sisi Allah sebagai Penuntut, maka ayat yang mewajibkan shalat danzakat itu disebut ijab.Apabila ayat itu dilihat dari sisi mukallaf yangdituntut untuk melaksanakannya, maka tuntutan shalat dan zakat itu di -sebut wujub.Sedangkan istilah wajib,merupakan sifat dari perbuatanmukallafyangdituntut Allah. Namun demikian, isti lah-istilah tersebut(wujub. wajib, tahrim. hurmah. haram,dan sebagainya). merupakan tuntutanSyar'i (Allah dan Rasul-Nva).

Kedua,bentuk-bentuk hukum taklifimenurut ulama Hanafiyy ah:

a. IftiradhYaitu tuntutan Allah kepada mukallafyang bersifat memaksa dengan

berdasarkan dalil yang qath'i.Misalnya, tuntutan untuk melaksanakanshalat dan membayar zakat. Ayat dan hadis yang menganduns tuntutanmendirikan shalat dan membayar zakat sifatnya adalah qath'i.

b. IjabYaitu tuntutan Allah yang bersifat memaksa kepada mukallafuntuk

melaksanakan suatu perbuatan, tetapi melalui dalil yang bersifat zhanni(relatif benar). Misalnya, kewajiban membayar zakat fitrah, membaca ol-Fatihalidalam shalat. dan ibadah kurban. Perbuatan-perbuatan seperti inimenurut ulama Hanafiyah. tuntutannya bersifat Ijabdan wajibdilaksanakan. tetapi kewajibannya didasarkan atas tuntutan yang zhanni.c. Nadb

Maksudnya sama dengan nadbyang dikemukakan Jumhur ulamaUshlulFiqih mutakallimin.d. Ihahah

Juga sama dengan yang dikemukakan Jumhur ulamaUshulFiqihmutakallimin.

e. Karahah TanzihiyyahYaitu tuntutan Allah kepada mukallafuntuk meninggalkan suatu

pekerjaan, tetapi tuntutannya t idak bersifat memaksa. Misalnya, larang-an berpuasa pada hari Jum'at. Karahah tanzihiyyah di kalangan Hanafiyyah,sama pengertiannya dengan karahah di kalangan Jumhur ulamaUshullFiqih/ mutakallimin.

f . Karahah TahrimiyyahYaitu tuntutan kepada mukallaf Allah untuk meninggalkan suatu

perbuatan dengan cara memaksa, tetapi didasarkan kepada dalil yangzhanni. Apabila pekerjaan yang dituntut untuk ditinggalkan, maka iadikenakan hukuman. Hukum ini sama saja dengan haram yang dikemuka-kan Jumhur ulamaUshlulFiqih/mutakallimin.

g. Tahrim

Page 252: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

255

Yaitu tuntutan kepada mukallaf untuk meninggalkan suatu pekerjaansecara memaksa dan didasarkan pada dalil yang qath’i. Misalnya,larangan membunuh orang (Q.S. Al-lsra : 23 di atas) dan berbuat zina.(Q.S. Al-Nur : 2).

Perbedaan pembagian hukum taklif antara Jumhur ulamaUshulFiqih/Mutakallimin dengan ulama Hanafiyyah tersebut bertolak darisisi kekuatan dalil .

2.1.3 Hukum-Hukum Menurut FuqahaSeperti telah diterangkan di atas, bahwa hukum-hukum menurut

fuqahaadalah dampak dari tuntutan khithabtasyri' seperti w ajib, haram,makruh, sunah, dan mandub.

2.1.3.1 WajibPara ulama Ushul Fiqhmengemukakan bahwa hukum wajib itu bisa

dibagi dari berbagai segi , yaitu:1. Dilihat dari segi waktu, wajib dibagi atas wajib al muthlaqdan wajib

al-mu'aqqat.a. Wajib al-muthlaqadalah sesuatu yang dituntut Syari untuk dilaksanakan

oleh mukallaf tanpa ditentukan waktunya. Misalnya, kewajiban membayar kafaratsebagai hukuman bagi orang yang melanggar sumpahnya. Orang yang bersumpah tanpamengaitkan dengan waktu, lalu ia melanggar sumpahnya itu. maka kafarat-nva bolehdibayar kapan saja.

Adapun wajib al-mu'aqqat adalah kewajiban yang harus dilaksanakan orangmukallaf pada waktu-waktu tertentu. seperti shalat dan puasa Ramadhan. Shalat wajib(Subuh. Zhuhur. 'Ashar, Maghrib dan ‘Isya’) harus dikerjakan pada waktunya,demikian juga puasa Ramadhan. Waktu di sini merupakan bagian dari kewajiban itusendiri, sehingga apabila belum masuk waktunya, kewajiban itu belum ada. Wajib al-mu'aqqat terbagi lagi dalam tiga macam, yaitu:□ Wajib muwassa (kewajiban yang mempunyai batas waktu yang lapang)

Yaitu kewajiban yang ditentukan waktunya, tetapi waktunya ini cukup lapang,sehingga dalam waktu itu bisa juga dikerjakan amalan yang sejenis. Misalnya.waktu-waktu yang ditentukan untuk melaksanakan shalat. Ketika masuknyawaktu shalat Zhuhur. seseorang bisa melaksanakan shalat Zhuhur dan shalatsunat.

□ Wajib mudhayyaq(kewajiban yang mempunyai batas waktu yang sempit)Yaitu kewajiban yang waktunya secara khusus diperuntukkan pada suatu amalan,dan waktunya itu tidak bisa digunakan untuk kewajiban lain. Seperti puasaRamadhan, harus dilaksanakan sebulan penuh, sehingga tidak bisa diselingidengan puasa sunah atau mengganti puasa yang tertinggal.

□ Wajib dzu asy-syibhainYaitu kewajiban yang mempunyai waktu yang lapang, tetapi tidak bisa digunakanuntuk amalan sejenis secara berulang-ulang. Misalnya, waktu haji itu cukup

Page 253: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

lapang dan seseorang bisa melaksanakan beberapa

Page 254: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

257

amalan haji pada waktu itu berkali -kali , tetapi yang diperhitungkan syara'hanya satu amalan saja. Orang bisa berulang-ulang melaksanakan amalanhaji, tetapi amalan yang berulang itu tidaklah diperhitungkan syara'sebagai suatu kewajiban. Akan tetapi , ulama Syafi 'iyyah berpendapatbahwa waktu untuk ibadah haji , termasuk dalam waktu Wajib al-mulhlaq.karena seseorang boleh melaksanakan ibadah haji itu kapan saja ia mauselama ia hidup, b. Dalam persoalan wajib al-mu'aqqat para ulama UshulFiqhjuga mengemukakan bahasan tentang persoalan 'ada. i'adah, dan qadha',yang ketiganya terkait erat dengan pelaksanaan amalan yang berstatuswajib al-mu'aqqat.

□ 'Ada ’. menurut Ibnu Al-Hajib. adalah melaksanakan suatuamalan untuk pertama kalinya pada waktu yang ditentukansyara'. Apabila amalan yang dikerjakan pada waktunya,bukan untuk pertama kalinya, maka hal itu tidakdinamakan dengan ‘ada'.

□ I 'adah, adalah suatu amalan yang dikerjakan untuk keduakalinya pada waktu yang telah ditentukan, karena amalanyang dikerjakan pertama kali tidak sah atau mengandunguzur.

□ Qadha. adalah suatu amalan yang dikerjakan di luar waktuyang telah ditentukan dan sifatnya sebagai pengganti.Apabila suatu amalan wajib tidak dilaksanakan, baiksecara disengaja atau tidak, dan mempunyai kemungkinanuntuk dikerjakan (seperti sakit atau bepergian), atau tidakmungkin dikerjakan, seperti puasa bagi wanita haid. makaseluruh amalan tersebut wajib dikerjakan pada waktu lain.Mengerjakan amalan-amalan yang bukan dalam waktunya,disebut qadha.

2. Dilihat dari segi ukuran yang diwajibkan, hukum wajib terbagimenjadi dua. yaitu wajib al-muhaddad dan wajib ghairu muhaddad.a. Wajib al-muhaddadadalah suatu kewajiban yang ditentukan ukurannya oleh

syara' dengan ukuran tertentu. Misalnya, jumlah harta yang wajibdizakatkan dan jumlah rakaat dalam shalat. Jumlah dan ukuran ini tidakboleh diubah, ditambah, atau dikurangi.

b. Wajib ghairu al-muhaddad adalah kewajiban yang tidak ditentukan syara’ukuran dan jumlahnya, tetapi diserahkan kepada para ulama dan pemimpinumat untuk menentukannya. Misalnya, penentuan hukuman dalam jarimahta'zir (tindak pidana di luar hudud dan qishash)yang diserahkan kepada paraqadhi(hakim). Dalam penentuan hukuman ini. para hakim harus berorientasipada tercapainya tujuan syara’ dalam mensyari’atkan suatu hukuman danbersifat adil.

3. Dilihat dari segi orang yang dibebani kewajiban, hukum wajib dibagi kepada wajib

Page 255: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

al- 'aini dan wajib al-kifa 'i.a. Wajib al- aini adalah kewajiban yang ditujukankepada

setiap pribadi orang mukallaf. Misalnya, kewajiban melaksanakan shalat bagisetiap orang mukallaf.

b. Wajib al-kifa’i adalah kewajiban yang ditujukankepadaseluruh orang mukallaf tetapi apabila telah dikerjakan oleh sebagian darimereka, maka kewajiban itu telah terpenuhi dan orang yang tidakmengerjakannya tidak dituntut untuk melaksanakannya. Misalnya,pelaksanaan shalat jenazah, melaksanakan amr ma’rif nahyi munkar, danmenjawab salam ketika berkumpul bersama orang banyak.

Akan tetapi, wajib al-kifa'i bisa berubah menjadi wajib al- 'aini apabila yangbertanggung jawab dalam kewajiban tersebut hanya satu orang. Misalnya, menolongorang yang tenggelam di laut atau sungai merupakan wajib al-kifa'i, karena semua orangyang menyaksikannya wajib menolongnya. Akan tetapi, jika dari sejumlah orang yangmenyaksikan peristiwa itu hanya satu orang yang pandai berenang, maka, wajib al-kifa 'iyang dikenakan kepada sejumlah orang itu berubah menjadi wajib al- 'anu bagi orangyang pandai berenang tersebut.4. Dilihat dari segi kandungan perintah, para ulama Ushul Fiqih membagi wajib wajib al-

mu 'ayyan dan wajib al-mukhayyar.

a. Wajib al-mu'ayyan adalah kewajiban yang terkait dengan sesuatuyangdiperintahkan, seperti shalat, puasa, dan harga barang dalam jual-beli.Shalat dan puasa pekerjaan yang pada dirinya adalah wajib, dan hargabarang yang dibeli itu juga wajib ada dan wajib diserahkan.

b. Wajib al-mukhayyar adalah suatu kewajiban tertentu yang bisa dipilih orangmukallaf. Misalnya firman Allah dalam surat Al-Ma'idah : 89. mengemukakanbahwa kafarat sumpah itu terdiri atas, memberi makan fakir miskin,memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan budak.

2.1.3.1Mandub

Para ulama Ushul Fiqihmembagi mandub menjadi tiga macam,

yaitu:

1. Sunah al-Mu‘akkadah (sunah yang sangat dianjurkan).

Yaitu pekerjaan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabiladitinggalkan tidak mendapat dosa, tetapi yang meninggalkannya mendapat celaan.Di antaranya adalah shalat-shalat sunah sebelum dan sesudah mengerjakan shalatlima waktu (shalat fardhu'), seperti shalat sunah dua rakaat sebelum subuh, duarakaat sebelum dan setelah Zhuhur. dan berkumur-kumur waktu berwudhu",adzan, berjama'ah, dan lain-lain.

Tolok ukur sunnah al-mu'akkadah adalah bahwa pekerjaan itu tidak pernahditinggalkan Rasulullah SAW., kecuali sekali-sekali saja dalam rangkamenunjukkan bahwa perbuatan itu tidak diwajibkan. Menurut Imam Muhammad

Page 256: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

259

Abu Zahrah. pekerjaan sunah seperti ini berfungsi sebagai pendahuluan suatupekerjaan yang wajib. Sedangkan Imam Asy-Syathibi. mengatakan bahwamandub itu apabila ditinjau secara umum, merupakan pelayan dan pendahuluandari yang wajib.

2. Sunah ghairu al-Mu 'akkadah (sunah biasa)Yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala apabiladitinggalkantidak berdosa dan tidak pula mendapat celaan dari

Syar'i . seperti bersedekah, shalat sunah dhuha dan puasa setiap hariSenin dan Kamis. Pekeriaan seperti ini. menurut para ulama fiqh,disyari 'atkan, tetapi tidak senantiasa dikerjakan Rasululah SAW.Sunah seperti ini disebut juga dengan isti lah mushtahahatau nafilah.

3. Sunah aiZa 'idah(sunah yang bersifat tambahan)Yaitu suatu pekerjaan untuk mengikuti apa yang dilakukanRasulullah SAW., sehingga apabila dikerjakan diberi pahala danapabila tidak dikerjakan tidak berdosa dan tidak pula dicela.Pekerjaan-pekerjaan seperti ini adalah berupa sikap dan tindak-tanduk Rasulullah SAW. sebagai manusia biasa, seperti cara tidur,cara makan, dan cara berpakaian. Apabila hal-hal seperti inidilakukan seorang Muslim dengan niat mengikuti apa yangdilakukan Rasulullah SAW'., maka disebut sunah za 'idah.

2.1.3.3 HaramHaram dapat dibagi menjadi haram lidzalihidan haram ghairihi. Apabila

keharaman terkait dengan esensi perbuatan haram itu sendiri, makadisebut dengan haram li dzatih.Dan apabila terkait dengan sesuatu yang diluar esensi yang diharamkan, tetapi berbentuk kemafsadatan,makadisebut haram li ghairih.

1 . Haram li dzatihiYaitu suatu keharaman langsung dan sejak semula ditentukan Syar' itentang keharamannya. Misalnya, memakan bangkai, babi, berjudi,meminum minuman keras, berzina, membunuh dan memakan hartaanak yatim. Keharaman dalam contoh ini adalah keharaman pada zat(esensi) pekerjaan itu sendiri. Akibatnya, apabila, melakukan suatutransaksi dengan sesuatu yang haram li dzatihiini, hukumnya menjadibatal, dan tidak ada akibat hukumnya. Misalnya, seseorang berzinadengan seorang wanita, lalu lahir anak dari hubungan tersebut. Anakitu tidak bisa dinasabkan kepada lelaki yang menanamkan bibit padawanita tersebut. Demikian |uga halnya memperjual-belikan benda-benda yang haram li dzatih. traksaksinya tidak sah dan tidak adaakibat hukumnya.2.Haram li ghairihYaitu sesuatu yang pada mulanya disyariatkan, tetapi dibarengi oleh

Page 257: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

sesuatu yang bersifat mudarat bagi manusia, maka keharamannya adalahdisebabkan adanya mudarat tersebut. Misalnya, melaksanakan shalat denganpakaian hasil ghashab (mengambil barang orang lain tanpa izin), melakukantransaksi jual beli ketika suara-adzan shalat Jum'at telah berkumandang pernikahantahalal, puasa di Hari Raya Idul Fitri.

Shalat tersebut pada dasarnya disyariatkan. tetapi karena dilaksanakandengan memakai pakaian hasil ghashab, atau puasa itu dilaksanakan pada waktuterlarang, maka shalat atau puasa itu menjadi haram. Jual beli pada dasarnyadibolehkan, tetapi ketika dilaksanakan pada waktu adzan shalat Jum'atberkumandang, maka jual belinya menjadi haram. Dengan demikian, haramlighairih pada awalnya perbuatan yang dilakukan itu disvari'atkan atau dibolehkan.tetapi karena dibarengi oleh sesuatu yang bersifat mudarat atau mafsadat dalampandangan syara', maka perbuatan itu menjadi haram.

Dalam menentukan hukum bagi perbuatan haram lighairih tersebut, apakahbatal atau fasad. terdapat perbedaan pendapat ulama Ushul Fiqih.Ulama Hanafiyahberpendapat, karena keharamannya bukan pada zatnya, tetapi disebabkan faktorluar, maka menurut mereka hukumnya fasid, bukan batal. Oleh sebab itu. akadtersebut boleh dilakukan, tetapi tidak sah. Agar akad tersebut menjadi sah. makafaktor-faktor luar yang menyebabkan keharaman itu harus disingkirkan.

Jumhur ulama berpendapat bahwa tidak ada bedanya antara haram lidzalihdengan haram lighairih dari segi akibatnya, yaitu sama-sama haram. Dalam kasusdi atas, shalat dengan pakaian hasil ghashab. shalatny a batal: puasa di hari'IdulFithri. hukumnya batal, dan jual beli ketika adzan hari Jum'at berkumandang,hukumnya batal.

2.1.3.2MakruhUlama Hanafiyyah. membagi makruh dalam dua bentuk, yaitu makruh Tanzih dan

makruh tahrim.1. Makruh tanzih

Yaitu sesuatu yang dituntut Syar i untuk ditinggalkan, tetapi dengan tuntutan yangtidak pasti. Makruh tanzih dalam istilah ulamaHanafiyyah ini sama dengan pengertian makruh di kalangan Jumhur ulama.Misalnya, memakan daging kuda yang dikemukakan di atas.

2. Makruh TahrimYaitu tuntutan Syar’i untuk meninggalkan suatu perbuatan dan tuntutan itumelalui cara yang pasti, tetapi didasarkan kepada dalil yang zhanni. Sepertilarangan memakai sutera dan perhiasan emas bagi kaum lelaki, sebagaimanaterdapat dalam sabda Rasulullah SAW. :Keduanya ini (emas dan sutra) haram bagi umatku yang laki-laki dan halal bagi wanita.(H.R. Abu Daud, An-Nasai’, Ibn Majah dan Ahmad ibn Hanbal)

2.1.3.5Mubah

Page 258: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

261

A. Pembagian mubah menurut ulama Ushul Fiqhdilihat dari segi keterkaitannyadengan mudarat dan manfaat, yaitu:

1. Mubah yang apabila dilakukan atau tidak dilakukan, tidak mengandung mudarat,seperti makan, minum, berpakaian dan berburu.

2. Mubah yang apabila dilakukan mukallaf tidak ada mudaratnya, sedangkanperbuatan itu sendiri pada dasarnya diharamkan. Mubah seperti ini di antaranya,melakukan sesuatu dalam keadaan darurat atau terpaksa, seperti makan dagingbabi, karena tidak ada makanan lagi yang mesti dimakan dan apabila daging babiitu tidak dimakan, maka seseorang bisa meninggal dunia. Oleh sebab itu, dalamkondisi seperti ini makan daging babi untuk sekadar mempertahankan nyawatermasuk mubah. Atau sesuatu yang pada dasarnya wajib dilaksanakan, tetapikarena darurat, maka boleh ditinggalkan, seperti berbuka puasa bagi orang hamil,musafir dan ibu yang menyusui anaknya.

3. Sesuatu yang pada dasarnya bersifat madarat dan tidak boleh dilakukan menurutsyara’, tetapi Allah memaafkan pelakunya, sehingga perbuatan itu menjadimubah. Contoh untuk kategori ini banyak sekali, yaitu mengerjakan pekerjaanharam sebelum Islam, seperti mengawini bekas istri ayah (ibu tiri) dan mengawinidua orang wanita yang bersaudara sekaligus. Kemudian datang syari’at Islamyang mengharamkan perbuatan tersebut, dan menyatakan

Page 259: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:"...terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu

amat keji dan dibenci Allah ... “(Q.S. An-Nisa’ : 22).

Ketika Islam datang ada juga contoh mubahseperti ini, yaitu meminumminuman keras dan beristri lebih dari empat orang. Kedua perbuatan ini pada masaawal Islam masih dibolehkan, kemudian turun ayat yang mengharamkannya. Apayang telah dilakukan umat Islam sebelum turunnya ayat yang melarang perbuatantersebut, termasuk dalam hukum ma’fu ‘anhuatau mubah.Akan tetapi, ma’fu‘anhutersebut, menurut sebagian ulama ushul fiqhmerupakan bagian tersendiri darihukum mubah.

B. Pembagian Mubah menurut Asy-SyathibiImam Abi Ishaq Asy-Syatibi, mengemukakan pembagian mubah dari sisi lain,

yaitu dari segi statusnya yang bersifat juz'idan kulli:

1. Mubah bi al-Juz'i al-mathlub bi al-kulli ‘ala jihat ar-rujub,

Artinya, hukum mubah yang secara parsial bisa berubah menjadi wajib, apabiladilihat dari keseluruhan atau kepentingan umat secara keseluruhan. Misalnya,makan, minum dan berpakaian. Pada dasarnya pekeriaan seperti ini hukumnyahanya mubah, sehingga seorang mukallafboleh memilih untuk melakukan atautidak melakukan pada waktu atau kondisi tertentu. Akan tetapi, apabnaseseorang meninggalkan makan, minum dan berpakaian sama sekali (secarakulli),maka pekerjaan tersebut menjadi wajib baginya, bukan mubah lagi.

bahwa orang yang telah melakukannya sebelum Islamdimaafkan. Dalam kaitan dengan ini Allah berfirman:

Page 260: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

263

2. Mubah bi al-juz li al-mathlub bi al-kulli 'ala jihat al-mandub. Artinya, hukum mubahsecara juz’iberubah menjadi mandub, apabila dilihat dari segi kulli. Misalnya, dalammasalah makan dan minum melebihi kebutuhan. Sekalipun hukum makan danminum merupakan hukum mubah dan boleh dipilih mukallaf pada waktu dankondisi tertentu, apabila ditinggalkan bisa menjurus kepada hukum makruh, makaketika itu makan dan minum menjadi sunah baginya. Karena, perbuatanmeninggalkan makan dan minum, sekalipun tidak sampai membawa kematian,hukumnya adalah makruh. Oleh sebab itu, makan dan minum dalam keadaanseperti ini berubah menjadi mandub (dianjurkan), bukan mubah lagi. Hal inisejalan dengan sabda Rasulullah SAW. yang mengatakan: "Apabila dilapangkanAllah bagimu, kamu harus berlapang- lapang, karena Allah sangat ingin melihat pengaruhnikmat yang Dia berikan pada hamba-Nya.

(H.R. Muslim, At-Tirmidzi dan Ahmad ibn Hanbal).Maksudnya, jika seseorang memiliki kelebihan harta, makan dan minum

bukan lagi sekedar kenyang saja, tetapi juga harus memperhatikan kualitas dankuantitas makan dan minumnya. Hukum inilah yang dimaksudkan dengan mandubsekalipun pada asalnya adalah mubah.

3. Mubah bial-juz 'i al-muharramah bi al-kulli, artinya, mubah yang secara juz 7 bisadiharamkan apabila dilihat dari segi kulli. Misalnya, mencela anak dan senantiasamakan dengan makanan yang lezat-lezat. Pada dasarnya kedua perbuatan inihukumnya adalah mubah apabila sesuai dengan waktu dan kondisinya. Akantetapi, hukum mubah ini bisa berubah menjadi haram, apabila pekerjaan tersebutmembawa kemudaratan, seperti makan tanpa mempertimbangkan kondisi fisikdan kesehatan, atau mencela anak yang berakibat kepada kerusakan mental anak.Dalam kasus seperti ini. hukum mubah berubah menjadi haram.

4. Mubah bi al juz ‘i al-makruh bi al-kulli. Artinya, hukum mubah bisa berubah menjadimakruh, apabila dilihat dari akibat negatif perbuatan itu secara kulli, sepertibernyanyi. Bernyanyi pada waktu dan kondisi tertentu adalah mubah. Akan tetapi,apabila bernyanyi itu berketerusan sehingga bisa meninggalkan pekerjaan yanglebih bermanfaat atau menurunkan nilai sopan santun dan etika seseorang, makahukum bernyanyi itu berubah dari mubah menjadi makruh.

Setelah mengemukakan bahasan empat macam hukum mubah di atas, Asy-Syathibi, lebih lanjut mengatakan bahwa hukum mubah itu berlaku hanyalah dari segijuz ’i-nya, sedangkan apabila sudah menyangkut permasalahan secara kulli(menyeluruh), maka hukumnya terkait dengan faktor ke-mafsadat-an dan ke-maslahatan-nya. Perbedaan itu berawal dari sisi kekuatan dalil hukum itu sendiri.

2.2 Hukum Wadh’iHukum wadl'i adalah firman Allah SWT. yang menuntut untuk menjadikan

sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang dari sesuatu yang lain. Bila firman Allahmenunjukkan atas kaitan sesuatu dengan hukum taklifi, baik bersifat sebagai sebab,atau syarat, atau penghalang maka ia disebut hukum wadh’i. Di dalam ilmu hukum ia

Page 261: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

disebut pertimbangan hukum.

I. Contoh firman Allah yang menjadikan sesuatu sebagai sebab yang lain:

Artinya:"Dirikanlah shalat sesudah matahari tergelincir. ”

(QS. Al-Isra : 78)

Pada ayat tersebut, tergelincirnya matahari dijadikan sebab wajibnya shalat.

2. Contoh firman Allah yang menjadikan sesuatu sebagai syarat:

Artinya:“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin (dewasa).”

(OS. An-Nisa : 6)Ayat tersebut menunjukkan kedewasaan anak yatim menjadi syarat hilangnyaperwalian atas dirinya.

3.Contoh khithab Allah yang menjadikan sesuatu sebagai penghalang:

Artinya:“Pembunuh tidak mendapat waris. ”

Hadis tersebut menunjukkan bahwa pembunuhan sebagai penghalang untukmendapatkan warisan.Dari pengertian hukum wadh ’i tersebut ditunjukkan bahwa macam- macam

hukum wadh ’i, yaitu sebab, syarat, mani' (penghalang).1. Sebab

Menurut bahasa adalah sesuatu yang dapat menyampaikan kepada sesuatu yanglain Berarti jalan yang dapat menyampaikan kepada sesuatu tujuan. Menurut istilahadalah suatu sifat yang dijadikan syari’ sebagai tanda adanya hukum. Pengertian inimenunjukkan bahwa sebab sama dengan Illat, walaupun sebenarnya ada perbedaan

Page 262: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

265

antara sebab dengan Mal tersebut.Dengan demikian, terlihat keterkaitan hukum wadh'i (dalam hal ini adalah sebab)

dengan hukum taklif sekalipun keberadaan hukum wadh 'i itu tidak menyentuh esensihukum taklifi. Hukum wadh 'i hanya sebagai petunjuk untuk pelaksanaan hukum taklifi.Akan tetapi, para ulama Ushul Ficjh menetapkan bahwa sebab itu harus muncul darinash, bukan buatan manusia.

2. Syara’Yaitu sesuatu yang berada di luar hukum syara’. tetapi keberadaan hukum syara"

bergantung kepadanya. Apabila syarat tidak ada, hukum Pun tidak ada, tetapi, adanyasyarat tidak mengharuskan adanya hukumsyara'. Oleh sebab itu, suatu hukum taklifi tidak dapat diterapkan, kecuali bilatelah memenuhi syarat yang telah ditetapkan syara'. Misalnya, wudhu’ adalahsalah satu syarat sah shalat. Shalat tidak dapat dilaksanakan tanpa wudhu'.Akan tetapi, apabila seseorang berwudhu', ia tidak harus melaksanakan shalat.Contoh lain adalah saksi dalam pernikahan. Keberadaan saksi itu adalah salahsatu syarat sahnya nikah, sehingga pernikahan tanpa saksi adalah tidak sah:Akan tetapi, kesaksian itu sendiri bukanlah merupakan unsur dari nikah, karenaia berada di luar esensi nikah itu sendiri. Apabila saksi tidak ada maka hukumnikah pun tidak ada, tetapi adanya saksi tidak mengharuskan adanyapernikahan.3.. Mani' (penghalang)

Yaitu sifat yang keberadaannya menyebabkan tidak ada hukum atau tidakada sebab. Misalnya, hubungan suami istri dan hubungan kekerabatanmenyebabkan timbulnya hubungan kewarisan (waris mewarisi). Apabila ayahwafat, istri dan anak mendapatkan pembagian warisan dari harta suami atauayah yang wafat, sesuai dengan pembagian masing-masing. Akan tetapi, hakmewarisi ini bisa terhalang apabila anak atau istri yang membunuh suami atauayah yang wafat tersebut. (H.R. Bukhari dan Muslim). Perbuatan membunuh itumerupakan mani' (penghalang) untuk mendapatkan pembagian warisan dariorang yang dibunuh. Di sisi lain, adanya pembunuhan menyebabkandilaksanakan hukuman qishashbagi pelaku pembunuhan. Akan tetapi, dalamhubungan ayah dan anak atau istri dengan suami dalam kasus pembunuhan diatas, maka hubungan keturunan (perkawinan) menjadi penghalangdilaksanakannya hukuman qishash.

Keterkaitan antara sebab, syarat, dan mani ’ sangat erat. Penghalang itu adabersamaan dengan sebab dan terpenuhinya syarat-syarat. Syari menetapkanbahwa suatu hukum yang akan dikerjakan adalah hukum yang ada sebabny a,memenuhi syarat-syaratnya dan tidak ada penghalang (mani') dalammelaksanakannya. Sebaliknya, hukum tidak ada. apabila sebab dan syarat-syaratnya tidak ada. atau adanya halangan untuk mengerjakannya. Misalnya,shalat Zhuhur wajib dikerjakan apabila telah tergelincir matahari (sebab) danleiaii berwudhu' (syarat). Tetapi, Karena orang yang akan mengerjakan itu

Page 263: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

sedang haid (mani'), maka shalat Zhuhur itu tidak sah dikerjakan. Demikian jugahalnya, apabila syarat terpenuhi (telah berwudhu'). tetapi penyebab wajibnyashalat Zhuhur belum muncul (matahari belum tergelincir), maka shalat punbelum wajib. Meskipun,telah terpenuhinya sebab dan syarat, tetapi ada maniyaitu haid, maka shalat Zhuhur pun tidak bisa dikerjakan.

4. ShihhahYaitu suatu hukum yang sesuai dengan tuntutan syara', yaitu terpenuhinya

sebab, syara/ dan tidak ada mani'.Misalnya, mengerjakan shalat Zhuluir setelahtergelicir matahari (sebab) dan telah berwudhu' (syarat), dan tidak ada halanganbagi orang yang mengerjakannya (tidak haid, nifas, dan sebagainya). Dalamcontoh ini. pekerjaan yang dilaksanakan itu hukumnya sah. Oleh sebab itu,apabila sebab tidak ada dan syaratnya tidak terpenuhi, maka shalat itu tidaksah, sekalipun mani '-nya tidak ada.

5. BathilYaitu terlepasnya hukum syara' dari ketentuan yang ditetapkan dan tidak

ada akibat hukum yang ditimbulkannya. Misalnya, memperjualbelikanminuman keras. Akad ini dipandang batal, karena minuman keras tidak bernilaiharta dalam pandangan syara'.

Di samping batal, ulama Hanafiyyah juga mengemukakan hukum lainyang berdekatan dengan batal, yaitu fasid. Menurut mereka, fasid adalahterjadinya suatu kerusakan dalam unsur-unsur akad.

Jumhur ulama Ushul Fiqih/mutakallimin berpendirian bahwa antara bataldan fasid adalah dua istilah dengan pengertian yang sama, yaitu sama-samatidak sah.

6. ‘Azimah dan Rukhshah'Azimah adalah hukum-hukum yang disyariatkan Allah kepada seluruh

hamba-Nya sejak semula. Artinya, belum ada hukum sebelum hukum itudisyariatkan Allah, sehingga sejak disyariatkannya seluruh mukallaf wajibmengikutinya, imam Ai-Baidiiawi (ahli Ushul Fiqih Syafi'iyyah), mengatakanbahwa 'azimah itu adalah hukum yang ditetapkan tidak berbeda dengan dalilyang ditetapkan karena ada uzur.” Misalnya, jumlah rakaat shalat dzuhur adalahempat rakaat. Jumlah raka'at ini ditetapkan Allah sejak semula, sebelumnyatidak ada hukum lain yang menetapkan jumlah rakaat shalat dzuhur. Hukumtentang rakaat shalat dzuhur adalah empat rakaat disebut dengan 'azimah.Apabila ada dalil lain yang menunjukkan bahwa orang-orang tertentu bolehmengerjakan shalat dzuhur dua rakaat , seperti orang musafir, makahukum itu disebut rukhsah.Dengan demikian, para ahliUshul Fiqihmendefinisikan rukhsahdengan hukum yang ditetapkan berbeda dengandalil yang ada karena ada uzur:

2.3 Perbedaan Hukum Taklif dengan Hukm Wadh’i

Page 264: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

267

Ada beberapa perbedaan antara hukum al-taklifdengan hukum al-wadh'iyang dapat disimpulkan dari pembagian hukum di atas. Perbedaandimaksud, antara lain adalah:

1. Dalam hukm al-taklifterkandung tuntutan untuk melaksanakan,meninggalkan, atau memilih berbuat atau tidak berbuat. Dalamhukm al-wadh'ihal ini tidak ada. melainkan mengandung keterkaitanantara dua persoalan, sehingga salah satu di antara keduanya bisadijadikan sebab, pengihalang,atau syarat.

2. Hukum al-taklifmerupakan tuntutan langsung pada mukallafuntukdilaksanakan, ditinggalkan, atau melakukan pilihan untuk berbuatatau tidak berbuat. Sedangkan hukum al-wadh 'itidak dimaksudkanagar langsung dilakukan mukallaf.Hukum al-wadh'iditentukan Syari 'agar dapat dilaksanakan hukum al-taklif.Misalnya, zakat ituhukumnya wajib (hukum al-laklif).Akan tetapi, kewajiban ini tidakbisa dilaksanakan apabila harta tersebut t idak mencapai ukuran satunishabdan belum haul.Ukuran satu nishab merupakan penyebab(hukum al-wadh'i)wajib zakat dan haulmerupakan sy arat (hukum al-wadh'i)wajib zakat.

3. Hukum al-taklifharus sesuai dengan kemampuan mukallafuntukmelaksanakan atau meninggalkannya, karena dalam hukum al-lakliftidak boleh ada kesulitan (masyaqqah)dan kesempitan (haraj)yangtidak mungkin dipikul oleh mukallaf.Sedangkan dalam hukum al-wadh’ihal seperti ini tidak dipersoalkan, karena masvaqqahdanharajdaiam hukum al-wadh'i adakalanya dapat dipikul mukallaf(sepert i menghadirkan saksi sebagai syarat dalam pernikahan), danadakalanya di luar kemampuan mukallaf (seperti tergelincirnyamatahari bagi wajibnya shalat Zhuhur).

4. Hukum al-laklif'ditujukan kepada para mukallaf, yaitu orangyang telahbaligh dan berakal: sedangkan hukum al-wadh’iditujukan kepadamanusia mana saja, baik telah mukallaf.maupun belum, sepert i anakkecil dan orang gila.

SOAL LATIHAN

]. Jelaskan pengertian hukum menurut mayoritas ulama ushul!

2. Berbagi kepada berapa bagiankah hukum itu? Sebutkan!

3. Berikan contoh ayat Al-Qur'an yang bersifat menuntuuntukberbuat!

4. Sebutkan pembagian hukum taklifmenurut jumhur ulamushul!5. Bedakan antara mubahdan ibahah!6. Jelaskan pembagian hukum taklifmenurut ulama Hanafiyah!7. Jelaskan pembagian wajib menurut fuqahaditinjau dari segi ukuran

Page 265: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

yang diwajibkan!8. Jelaskan yang dimaksud dengan sunah zaiclahdan berikan contohnya!9. Terbagi menjadi berapa macamkah hukum wadh’iitu? Jelaskan!

10. Jelaskan perbedaan antara hukum taklifdan hukum wadh’i ?

B. MAHKUM BIH DAN MAHKUM FIH (OBJEKDANPERISTIWA HUKUM)

1. Pengertian Mahkum Fih/Mahkum Bih

Untuk menyebut isti lah peristiwa hukum atau objek hukum, seba-gian ulama ushul menggunakan ist ilah mahkum fih.karena di dalamperbuatan atau peristiwa itulah ada hukum, baik hukum wajib maupunyang hukum haram. Sebagian ulama lainnya menggunakan ist ilah mahkumbih,karena perbuatan mukallafitu bisa disifati dengan hukum, baik bersifatyang diperintahkan maupun yang dilarang.

Menurut ulama Ushul Fiqih.yang dimaksud dengan mahkum /ih adalahobjek hukum, yaitu perbuatan seorang mukallafyang terkait denganperintah syari ' (Allah dan Rasul-Nya). baik yang bersifat tuntutanmengerjakan; tuntutan meninggalkan; memilih suatu pekerjaan; dan yangbersifat syarat, sebab, halangan, azimah. rukhsah, sahserta batal.(Al- Bardisi: II:148)

Para ulama pun sepakat, bahwa seluruh perintah syar'i i tu adaobjeknya, yakni perbuatan mukallaf.Dan terhadap perbuatan mukallaftersebut ditetapkanlah suatu hukum, misalnya:

Artinya:"Dirikanlah shalat ... ”

(QS. Al-Baqarah : 43)

Ayat ini berkaitan dengan perbuatan orang mukallaf,yakni tuntutan untukmengerjakan shalat, atau berkaitan dengan kewajiban mendirikan shalat.

b. Firman Allah SWT. dalam surat Al-An'am : 151

Page 266: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

269

Artinya:"Janganlah kamu membunuh jiwa yang telah diharamkan Allah melainkandengan sesuatu (sebab) yang benar... ”

(QS. Al-An'am : 151)

Dalam ayat ini terkandung suatu larangan yang terkait dengan perbuatan orangmukallafyaitu larangan melakukan pembunuhan tanpa hak, maka membunuhtanpa haq itu hukumnya haram.

c. Firman Allah SWT. dalam surat Al-Maidah : 5-6

Artinya:"Apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dantanganmu sampai dengan siku ...

(QS. Al-Maidah : 5-6)

Dari kandungan ayat di atas, dapat diketahui bahwa wudhu meru-pakan salah satu perbuatan orang mukallaf.yang termasuk salah satusyarat sahnya shalat.

d. Rasulullah SAW. bersabda:

Artinya:

"Pembunuh tidak mewarisi. "

(II.R. Abu Dawud. Imam Malik, dan Ahmad Ibn Hanbal)

Dari hadis tersebut dapat diketahui bahwa salah satu penyebabseseorang tidak mendapat harta waris adalah pembunuhan. Dengandemikian, pembunuhan itu merupakan perbuatan mukallaf yangmenjadi penghalang (mani)untuk menerima waris.

Dengan beberapa contoh di atas, dapat diketahui bahwa objek hukumitu adalah perbuatan mukallaf.Berdasarkan hal itu, ulama Ushul

Page 267: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Fiqihmenetapkan kaidah "Tidak ada taklif (pembebanan hukum) melainkanterhadap perbuatan. “ Kaidah tersebut teiah disepakati objek sebagian besarulama ushul.Di antara mereka, ada yang berargumen bahwa apabila dalamsyara' tercakup hukum wajib ataupun sunah, maka perintahnya pasti jelas,yakni perintah wajib itu berkaitan dengan keharusan, sedangkan sunahtidak demikian, tetapi keduanya sama-sama bisa terlaksana dengan adanya perbuatan.

Begitu pula hukum syara' yang berkaitan dengan haram dan makruhkeduanya terjadi dengan perbuatan, yakni mengekang diri untuk tidakmelaksanakan sesuatu yang haram atau yang makruh tersebut.

Namun menurut mayoritas golongan mu'tazilah.bahwa objekhukum yang terkait dengan larangan, baik yang hukumnya haram ataupunmakruh bukanlah perbuatan, namun terjadi semata-mata karena tidak adanyaperbuatan. Dan hal itu merupakan kemampuan seorang mukallaf untuk tidakmengerjakan perbuatan tersebut.

Pendapat seperti itu dinilai tidak tepat menurut jumhur, karena tidakadanya perbuatan tidak berarti seseorang tidak mampu melakukannya. Dengandemikian, tidak berkaitan dengan pujian ataupun pahala. Maka tidak adabedanya dengan ketiadaan sesuatu yang merupakan hasil dari sebelum adanyakeinginan untuk mengerjakannya. Maka otomatis tidak ada nilai tuntutan didalamnya.

2. Syarat-syarat Mahkum Bill

Para ulama ushul mengemukakan beberapa syarat sahnya suatutaklif(pembebanan hukum), yaitu:a. Mukallaf mengetahui perbuatan yang akan dilakukan, sehingga tujuannya

dapat ditangkap dengan jelas dan dapat ia laksanakan. Maka seorangmukallaf tidak terkena tuntutan untuk melaksanakan shalat misalnya,sebelum dia tahu persis, rukun, syarat, dan cara-cara shalat tersebut.

Dalam Al-Quran, perintah shalat dinyatakan antara lain dalam ayat:"Dirikanlah shalat!" Perintah shalat dalam Al-Quran ternyata masih global,maka Rasulullah SAW. menjelaskannya sekaligus memberikan contoh,sebagaimana sabdanya, “Shalatlah sebagaimana aku shalat." Begitu pulaperintah-perintah syara' lainnya, seperti zakat, puasa, dan sebagainya.Tuntutan untuk melaksanakannya dianggap tidak sah sebelum diketahuisyarat- syarat, rukun, waktu, dan sebagainya.

b. Mukallaf harus mengetahui sumber taklif Seseorang harus mengetahui bahwatuntutan itu dari Allah SWT. sehingga ia melaksanakannya berdasarkanketaatan dengan tujuan melaksanakan titah Allah semata. Sebenarnya, halitu sama dengan hukum yang berlaku dalam hukum positif, yakni tidakada keharusan untuk mengerjakan suatu perbuatan sebelum adanyaperaturan yang jelas. Hal itu antara lain, untuk menghindari kesalahan

Page 268: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

271

dalam pelaksanaannya sesuai tuntutan syara. Adapun yang dimaksuddengan pengetahuan mukallaf tentang apa yangdituntut kepadanya, adalah kemampuan untuk mengetahui perbuatan bukankemampun melaksanakannya. Hal itu telah direalisasikan di dunia Islam.Ketika seseorang itu dinyatakan sempurna akalnya, dan diperkirakan mampumengetahui hukum syara; baik dengan cara mempelajari melalui akalnyasendiri atau dengan cara bertanya kepada para ulama, maka sudah bisadinyatakan bahwa mengetahui dan menanggung beban syari'at. Namuntidaklah diterima suatu halangan dengan alasan karena kebodohan, sesuaidengan pendapat para fuqaha: "Tidaklah diterima di dunia Islam, udzur(halangan) yang disebabkan oleh kebodohan”.

Dan di antara sebab adanya pernyataan dimungkinkan mengetahuihukum, karena apabila disyaratkan sorang mukallaf harus mengetahui tuntutanyang dibebankan kepadanya, maka perbuatan yang harus dilakukan itu tidakakan terwujud. Dan akan banyak sekali manusia yang berhalangan karena tidakmengetahui hukum svara’. Dan kita pun sering menemukan dalam perundang-perundangan manusia, bahwa hukum itu dinyatakan telah diketahui manusia,apabila telah disebarluaskan secara wajar,

c. Perbuatan harus mungkin untuk dilaksanakan atau ditinggalkan. Berkaitandengan hal ini, terdapat beberapa syarat, antara lain:Pertama, tidaklah sah suatu tuntutan yang dinyatakan mustahil untuk

dikerjakan atau ditinggalkan berdasarkan kesepakatan jumhur ulama, baikberdasarkan zatnya ataupun kemustahilan itu dilihat dari luar zatnya. Contoh yangmustahil berdasarkan zatnya sendiri adalah berkumpulnya antara perintah danlarangan dalam suatu tuntutan dan dalam waktu, yang bersamaan. Sedangkan contohkemustahilan yang berdasarkan dari luar zatnya adalah sesuatu yang bisadigambarkan berdasarkan akal, namun menurut kebiasaan tidak mungkin dilakukan,misalnya menyuruh manusia terbang tanpa sayap, atau mengangkat gunung, danlain-lain.

Di antara dalil yang dikemukakan oleh jumhur ulama adalah: (I) Adanyafirman Allah SWT. bahwa Allah SWT. tidak menuntut suatu perbuatan sesuaidengan kemampuannya (2) Kalau tuntutan yang mustahil itu dianggap sah makaharus dilaksanakan. Padahal tidak mungkin berkumpul antara suatu kemustahilandengan adanya perbuatan. Selain itu, apabila tuntutan dinyatakan dengan sesuatuyang mustahil, maka berarti perintah Allah itu tidaklah berguna. Hal itu tidakmungkin.

Mayoritas Asy’ariyah. menyatakan kebolehan menuntut dengan sesuatuyang mustahil. Mereka mengemukakan dua alasan: (1) Seandainya tidak sahtuntutan dengan sesuatu yang tidak kuat untuk dilaksanakan, tentu tidak adatuntutan. Padahal itu sudah terjadi dalam syara. Seperti taklifberiman untukorang yang ingkar dan taklifAbu Jahai (orang kafir) untuk beriman danmenyatakan bahwa rasul itu benar. Dalam kasus ini menurut mereka, Allah

Page 269: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

sudah mengetahui bahwa mereka tidak akan beriman, dan Abu Jahal tidak akanpernah menyatakan beriman dan membenarkan Rasul. Bila Allah tidakmengetahu berarti Dia bodoh, padahal hal itu mustahil.

Jawaban untuk dalil pertama adalah hal itu bukanlah yang bisadipertentangkan. Perbuatan maksiat itu tidak berarti tidak adanya iman, karenaantara iman dan kemaksiatan bisa berkumpul. Sedangkan jawaban untuk dalilyang kedua, bahwa Abu Jahal itu diperintahkan beriman kepada Rasulullahyang mungkin dalam hatinya mengakui, namun Allah sangat mengetahui bahwadia tidak akan beriman, sebagaimana Allah pun mengetahui orang-orang yangmaksiat. Sebenarnya, ada tuntutan yang disepakati kebolehannya oleh paraulama, yaitu tuntutan yang dikaitkan dengan ilmu Allah, seperti perintah imanbagi orang kafir, padahal dia sudah mengetahui bahwa mereka tidak beriman,namun seandainya beriman pun, tidaklah berarti bahwa Allah itu bodoh.

Al-Amidi sependapat dengan golongan yang menyatakan bahwa tuntutandengan hal yang mustahil itu tidak boleh berdasarkan pada tuntutannya itusendiri seperti tuntutan yang bertentangan, namun selain itu boleh saja. ImamGhazali sendiri cenderung memilih pendapat tersebut.

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tuntutan dengansesuatu yang mustahil, selain yang berkaitan dengan ilmu Allah tidaklah terjadidalam sy ari'at. Namun, terjadi perbedaan tentang bolehnya tuntutan dengansesuatu yang mustahil, yang sebenarnya masalah teori saja. Al-Amidiberpendapat bahwa para ulama telah sepakat tentang bolehnya tuntutan yangberkaitan dengan ilmu Allah terhadap sesuatu yang mustahil menurut akal,seperti perintah beriman kepada orang kafir. Meskipun hal itu bertentangandengan mereka yang memiliki dua Tuhan.

Kedua, para ulama ushul fiqihmenyatakan tidak sah hukumnya seseorangmelakukan perbuatan yang di-taklif-kan untuk dan atas nama orang lain. Olehkarena itu. seseorang tidak dibenarkan melakukan shalatuntuk menggantikan saudaranya, atau menunaikan zakat menggantikan bapaknya.Dengan kata lain, bahwa seseorang tidaklah dituntut atas perbuatan yang dilakukanoleh orang lain. Hal yang mungkin dilakukan adalah menasihati dan amar ma’rufnahyimunkar.

Hadis-hadis yang menyatakan demikian antara lain hadis yang diiriwayatkan olehibnu Abas, "Tidak boleh shalat seseorang untuk orang lain, begitu pula tidak boleh berpuasauntuk orang lain” Dan Aisyah berkata. "Janganlah kamu shalat untuk menggantikan orangyang telah mati, namun beri makanlah kepada mereka (pahalanya). Kecuali haji yangdibolehkan menurut jumhur ulama dengan syarat-syarat tertentu. Namun hal itu tidakdibolehkan oleh Imam Malik. Golongan Asy-'ari berpendapat bahwa dibolehkannyamenggantikan kewajiban orang lain yang berhubungan dengan badan adalahberlawanan dengan pendapat Mu'tazilah, seperti dibolehkannya melaksanakan hajiuntuk orang lain. Bahkan, golongan Syafi'i, Al-Auja'i dan Hambali membolehkan walimenggantikan puasa untuk orang yang sudah meninggal. Di antara alasan mereka

Page 270: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

273

adalah:

Artinya:“Siapa yang meninggal dunia dan ia berutang puasa, maka walinya berkewajiban mengerjakanpuasa itu.

(HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad Ibn Hambal)

Akan tetapi. Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafi’i, menyatakan bahwa puasaitu tidak boleh diwakilkan.

Ketiga, tidak sah tuntutan yang berhubungan dengan perkara yang berhubungandengan fitrah manusia, seperti gembira, marah, takut, dan sebagainya karena hal ituberada di luar kendali manusia. Hal itu bisa dikaitkan dengan kecintaan seorang suamikepada istrinya yang satu dibandingkan kepada istri-istrinya yang lain. Dalam hal iniRasulullah bersabda, "Ya Allah ini adalah bagianku, makajangan paksakan dengan apa yangEngkau miliki, namun tidak aku miliki. ”

Dengan demikian, walaupun ada tuntutan nash yang berkaitan dengan haltersebut, maka nash itu dipalingkan dari makna zahirnyakepada sebab dan akibatnya. Seperti hadis Rasulullah yang menyatakan bahwa tidaklahberiman seseorang sehingga dia lebih mencintai Rasulullah SAW. daripada dirinya,orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia”. Maksud cinta di atas, bukanlah cinta yangsesungguhnya. namun berhubungan dengan ketaatan.

Keempat, tercapainya syarat taklif tersebut, seperti syarat iman dalam masalahibadah dan bersuci untuk shalat. Dalam hal ini. terdapat perbedaan pendapat ulamaUshul Fiqih, yatu permasalahan, apakah orang kafir dibenani taklif untuk melaksanakanhukum syara' sekalipun dalam masalah keimanan mereka dibebani taklif ?

Tidaklah diperselisihkan bahwa orang kafir diserukan untuk beriman,bermuamalah. dan diberi hukuman, karena Rasulullah SAW. itu diutus semua manusia.Adapun peraturan hukum syara. hak dengan aqidah, harta, utang dan tanggung jawabadalah berkaitan dengan masalah hukum positif, tetapi hal itu menjadi bahanperdebatan di kalangan para ulama. Apakah mereka dituntut untuk melaksanakanterhadap perkara yang tidak mereka yakini bahwa hal itu harus dilakukan oleh mereka?Dalam hal ini ada golongan:a. Menurut jumhur Asyariyah. Mu’tajilah. dan orang-orang Iraq, bahwa sampainya

syarat-syarat bukanlah syarat dalam tuntutan, tidak pula disyaratkan dalamtuntutan dengan tindakan, yakni syarat itu dihasilkan ketika dilaksanakannyatuntutan. Maka orang kafir jelas diharuskan untuk melaksanakan tuntutan danmendapat siksa bila tidak melaksanakan tuntutan tersebut.

b. Golongan Jumhur Hanafi dan Abu Hamid Al-Asfarayini dari mazhab Syafi'iberpendapat bahwa terpenuhinya syarat syara’ merupakan syarat dalam tuntutan.

c. Dan golongan lain yang merupakan pecahan dari pendapat kedua, berpendapat

Page 271: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

bahwa orang-orang kafir dituntut dalam hal larangan tetapi tidak dalam perintah.Karena larangan itu identik dengan hukuman.Alasan jumhur ulama bahwa orang kafir itu tetap terkena tuntutan meskipun tidakberiman, adalah sebagai berikut:1. Adanya perintah Allah secara umum seperti, "Hai manusia beribadahlah

kepada Tuhan kamu semua! ”2. Adanya janji mendapatkan siksa bagi orang-orang yang meninggalkan

shalat, seperti firman Allah "Kenapakamu semua berada di neraka Saqar?Mereka menjawab, ” kami semua bukan dari golongan orang yang sukamelaksanakan shalat, dan memberi makan kepada fakir miskin. ”

3. Secara rasional bisa dikatakan kepada orang kafir: “Diwajibkan kepadakamu shalat yang syarat sahnya adalah iman, maka diwajibkan kepadamuuntuk beriman” Tuntutan seperti itu dibolehkan secara akal. Selain itu,orang kafir pun dihukum karena zina, maka perintah pun bisa diqiyaskan.

Alasan Ulama Hanafiyah:1. Kalau orang kafir dituntut untuk melaksanakan ibadah maka kekufuran

mereka dianggap sah, atau bisa mengerjakan karena terpenuhi syarat,padahal kafir itu tidak memenuhi syarat dan dilarang. Jumhur menjawab,bahwa kekafirannya itu bukan penguat dalam melaksanakan ibadah, tetapiia harus beriman terlebih dahulu Seperti orang yang haid dan batal wudu,maka ia harus mandi wudhu terlebih dahulu.

2. Kalau mereka terkena taklif, maka harus dihukum jika masuk Islam,padahal menyalahi kesepakatan ulama. Jumhur menyatakan bahwa tidakadanya hukuman bagi mereka itu berdasarkan nash yakni firman AllahSWT., “Jika mereka mengakhiri kekafiran mereka, maka diampuni dosa merekayang terdahulu ”

Sementara itu, golongan yang memisahkan antara perintah dan laranganberpendapat bahwa yang dituntut kepada orang kafir itu hanya larangan saja, yaknimeninggalkan yang dilarang. Hal itu sangat mungkin terjadi bagi orang kafir.Pernyataan tersebut dibantah oleh jumhur ulama, bahwa kekufuran itu dilarang danharus ditinggalkan sebagaimana perintah suatu perbuatan. Dan perlu diingat, bahwa halitu berhubungan dengan pahala, sehingga tidak bisa mereka peroleh, kecuali setelahmereka beriman. Maka meninggalkan larangan itu sebenarnya juga merupakanperbuatan, yakni menahan diri, yang berarti pula perbuatan menahan diri.

Sedangkan alasan mereka bahwa orang kafir itu tidak terkena .tuntutan perintah,karena bila shalat misalnya diwaj ibkan kepada mereka.tentu mereka harus melaksanakannya. Padahal shalatnya itu tidak sah dan tidakmungkin syariat menuntut sesuatu yang rusak (tidak sah). Dan terbukti pula, merekatidak diwajibkan qada setelah beriman. Jawaban jumhur, bahwa adanya tuntutanperintah kepada orang kafir bukanlah pada waktu ia kafir, tetapi pada sat ia telah IslamNabi Muhammad SAW. bersabda, "Islam itu mewajibkan yang ada sebelumnya danmengharuskan mengqada terhadap apa yang dituntut kepadanya, namun dinyatakan

Page 272: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

275

gugur sebagai penggembira bagi mereka (orang kafir)Menurut Imam Asy-Syaukani, yang paling benar adalah pendapat Jumhur. Pada

kenyataannya sebagian besar ulama menyatakan bahwa orang kafir tidak terkenatuntutan karena kekufurannya. Akan tetapi, mereka berbeda pendapat tentang siksaanyang mereka peroleh di akhirat. Menurut pendapat jumhur, mereka akan mendapat duasiksa, yaitu siksa karena tidak beriman dan siksaan karena tidak melaksanakan syari'at.Namun, menurut golongan Hanafi mereka hanya akan menerima satu siksaan saja,yakni siksa karena tidak beriman.

Perbedaan pendapat antara dua golongan di atas, antara Jumhur ulama dangolongan Hanafi, menimbulkan beberapa hal, di antaranya:a. Menurut golongan jumhur, orang kafir terkena hukum dalam pernikahan seperti

cerai, kifarat dzihar, dan sebagainva. Namun, golongan Hanafi berpendapatsebaliknya, bahwa meeka tidak terkena hukuman tersebut, karena mereka bukanahlinya,

b. Bolehkah seorang kafir yang sedang junub memasuki mesjid ataukah tidak dansebagainva.

2.1 A l-MasyaqqahTelah dibahas di atas, bahwa salah satu syarat tuntutan harus bisa dilaksanakan.

Bagaimana bila ada tuntutan yang susah dilaksanakan? Masalah itu sebenarnya masihberkaitan dengan taklifyang mustahil dilaksanakan.

Disepakati bahwa hidup adalah usaha jihad. Di dalam mencapai suatu cita-citasangat bergantung kepada adanya kesungguhan dan kuatnya keinginan. Begitu puladalam merealisasikan syari'at tidaklah terlepas dari rintangan dalam pelaksanaannya.Untuk itu, akan dijelaskan maksud dari masyaqqah(halangan) serta pembagiannya:

Masyaqqahitu terbagi dalam dua bagian:a. Masyaqqah mu ’tadah, adalah kesulitan yang mampu diatasi oleh manusia tanpa

menimbulkan bahaya bagi dirinya. Kesulitan seperti itu tidak bisa dijadikan alasanuntuk tidak mengerjakan taklif, karena setiap perbuatan itu tidak mungkin terlepasdari kesulitan dalam melaksanakannya. Bahkan definisi taklif adalah permintaanuntuk merealisikan sesuatu yang di dalamnya terdapat kesulitan. Namun tidakberarti bahwa tujuan syari’at mengatasi kesulitan. Tujuan utama syari’at adalahkemaslahatan dan ketertiban. Seperti diwajibkannya shalat bukan dimaksudkanagar badan capai dan membebani pikiran. Tapi bertujuan untuk melatih dirisupaya bisa khusuk dalam menghamba kepada Allah, bahkan lebih jauh lagisupaya bisa mencegah diri dari perbuatan keji dan munkar.

Oleh karena itu, tidak dibenarkan untuk mengutamakan untukmenghilangkan kesulitan atau mencari-cari sesuatu yang lebih sulit, dengansangkaan bahwa semakin sulit suatu taklif semakin banyak pahalanya. Sangkaansemacam itu bertentangan dengan maksud syara’. Maka bila ada orang yangsengaja meninggalkan jalan yang biasa ia gunakan untuk pergi ke mesjidmisalnya, dan memilih jalan yang penuh dengan rintangan ia tidak dapatdibenarkan.

Page 273: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Dalam sebuah atsar dinyatakan bahwa keutamaan rumah yang dekat denganmasjid dibanding yang jauh, seperti lebih utamanya orang yang berperang denganyang duduk (tidak berperang).

b. Masyaqqah ghairu mu’tadah, (kesulitan yang tidak wajar), adalah suatukesulitan/kesusahan yang di luar kekuasaan manusia dalam mengatasinya danakan merusak jiwanya bila dipaksakan. Hal itu terjadi, biasanya apabila melebih-lebihkan perbuatan yang sebenarnya bermanafaat.

Taklif seperti itu mungkin bisa menurut akal, namun tidak ada dalamsyari’at. Allah tidaklah menuntut kepada manusia untuk melakukan perbuatanyang menyebabkan kesusahan dan kemadaratan. Misalnya, puasa terus-menerusdan mewajibkan diri untuk selalu bangun malam.

Alasan yang dikemukakan oleh ulama Ushul Fiqihdalam hal ini adalah:1. Ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang menghilangkan kesulitan dan

kesempitan dalam syara’, seperti:a. Dalam surat Al-Hajj : 78

Artinya:“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatukesempitan ... ”

(QS. Al-Hajj : 78)

b. Surat An-Nisa : 28

Artinya:“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikanbersifat lemah. ”

(QS. An-Nisa : 28)

c. Surat Al-Baqarah : 185

Page 274: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

277

Artinya:“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendakikesukaran, bagimu . . .”

(QS. Al-Baqarah : 185)

Artinya:

“Sesungguhnya aku orang yang paling takut dan paling takwa kepada Allah, tetapi sayaberpuasa, berbuka, shalat, tidur, dan kawin. Siapa yang benci terhadap Sunahku maka iabukanlah dari golonganku. ”

(H.R. Al-Bukhari, Muslim dan An-Nasai’ dari Anas Ibn Malik)

Selain itu, ada hadis lain yang menyatakan:

Artinya:'Ambillah olehmu amalan-amalan yang mampu kamu kerjakan. " (H.R. Al-Bukhari,Muslim, Imam Malik, Abu Dawud, An-Nasai dan At-Tirmidzi, dari ‘Aisyah)Apabila dalam suatu amalan terdapat kesulitan untuk mengerjakannya, maka

2. Dalam hadis Rasulullah SAW. sangat banyak yang menunjukkan bahwa syari’atIslam tidak membebani seseorang dengan berbagai kesulitan dan kesempitan. Misalnyasabda Rasulullah SAW.

Page 275: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Allah SWT. pun memberikan keringanan

Page 276: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

279

Artinya:"Sesungguhnya Allah menyukai untuk mendatangkan rukhsah-Nya, sebagaimana Iamendatangkan azimah-Nya. ”

(HR. Ah mad Ibn Hambal dan Al-Baihaqi dari AbdullahIbn Umar) Adanya rukhsah (keringanan) dalam hukum syara’, sepertidibolehkannya menjama’ dan mengqasar shalat, dan lain-lain, menunjukkanbahwa syariaat tidak menginginkan kesusahan bagi manusia.

Adapun yang dimaksud adanya pahala bagi mereka yang berusaha sekuattenaga dalam melaksanakan ibadah, tidak termasuk pada kesulitan yangdimaksud di sini. Hal itu merupakan fadilah amal, atau berhubungan dengankesabaran yang akan memperbanyak pahala. Seperti pahala orang yang berjihadakan lebih besar daripada orang yang menghindari jihad.

3. Adanya ijma’ para ulama yang menyatakan bahwa tidak ada tuntutan syara' yangmenyebabkan kesulitan. Jelas sekali, menunjukkan tidak adanya maksudsyari’at untuk menjadikan manusia berada dalam kesulitan.

2.2 Pembagian Kemampuan menurut Ulama HanafiyahMenurut Ulama Hanafiyah, kemampuan adalah terjaganya alat (sarana) untuk

melakukan sesuatu serta sahnya syarat. Maksudnya adalah adanya perantara untukmelakukan tuntutan tersebut, seperti sehat,

dengan cara yang oleh para ahli Ushul Fiqh disebut rukhsah.Dalam kaitan ini, Rasulullah SAW. bersabda:

Page 277: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

adanya air, dan lain-lain. Kemampuan tersebut menurut mereka terbagi dalam duabagian: mutlaqdan kesempurnaan.a. Mutlaq.adalah kemampuan yang mungkin, yaitu adanya sarana untuk

melaksanakan kewajiban, baik berupa harta ataupun yang lainnya. Oleh karenaitu, air mutlak diperlukan untuk berwudu, atau adanya kemampuan mutlakdiperlukan kalau akan melaksanakan ibadah haji, dan sebagainya.

Tidaklah disyaratkan keberadaan syarat itu harus sesuai dengan keadaanwajib, seperti saksi waktu pernikahan tidak disyaratkan harus terus menyaksikanpernikahan tersebut. Dan tidak pula gugur kewajiban haji, jika seseorang telahmampu, tetapi tidak melaksanakan sampai hartanyanya habis, dan sebagainya.

b. Sempurna, adalah kemampuan yang memudahkan, yakni adanya faktor yangmemudahkan dalam pelaksanaan kewajiban. Memang benar, kewajiban sangatbergantung pada syarat ini, sehingga seakan-akan dapat mengubah sesuatu yangsulit kepada sesuatu yang mudah. Hal itu, biasanya terjadi pada tuntutan yangberkaitan dengan harta, bukan dengan badan. Seperti kewajiban zakat, yangmerupakan keiebihan dari harta. Di dalamnya disyaratkan harus bertemu satutahun (haul). Dimaksudkan, antara lain supaya modal dari harta tidak habis,meskipun bisa saja diwajibkan sebelum setahun. Oleh karena itu. kewajiban zakatitu ada, selama adanya harta.

Berdasarkan kemudahan tersebut, kewajiban zakat akan gugur dengansendirinya bila harta rusak atau mempunyai utang. Karena bila dipaksakan makakemudahan tersebut akan berubah menjadi kesulitan.

J. Macam-Macam Mahkum fih

Para ulama Ushul Fiqh membagi mahkuh fih dari dua segi, yaitu: dari segikeberadaannya secara material dan syara7, serta dari segi hak yang terdapat dalamperbuatan itu sendiri.Dari segi keberadaannya secara material dan syara’, mahkum fih terdiri atas:a. Perbuatan yang secara material ada, tetapi tidak termasuk perbuatan

yang terkait dengan syara’, seperti makan dan minum. Makan danminum adalah perbuatan mukallaf. tetapi perbuatan makan itu tidak terkaitdenganhukum syara'.

a. Perbuatan yang secara material ada dan menjadi sebab adanya hukum syara’,seperti perzinaan, pencurian, dan pembunuhan. Perbuatan ini menjadi sebabadanya hukum syara', yaitu hudud dan qishah.

b. Perbuatan yang secara material ada dan baru bernilai dalam syara’ apabilamemenuhi rukun dan syarat yang ditentukan, seperti shalat dan zakat.

c. Perbuatan yang secara material ada dan diakui syara' serta mengakibatkan adanyahukum syara" yang lain, seperti nikah, jual beli, dan sewa menyewa. Perbuatanseperti ini secara material ada dan diakui oleh syara’. Apabila memenuhi rukundan syaratnya, perbuatan itu mengakibatkan munculnya hukum syara'yang lain,yaitu halalnya berhubungan suami istri, kewajiban nafkah, dan kewajiban mahar

Page 278: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

281

dalam perkawinan; berpindahnya hak milik dalam jual beli: dan berhaknyaseseorang menafkahkan milik orang lain; serta berhaknya pihak lain untukmenerima upah dalam akad sewa menyewa.

Dilihat dari segi hak yang terdapat dalam perbuatan itu, maka mahkum fih dibagidalam empat bentuk, yaitu;a. Semata-mata hak Allah, yaitu segala sesuatu yang menyangkut kepentingan dan

kemaslahatan umum tanpa kecuali. Dalam hak ini seseorang tidak dibenarkanmelakukan pelecehan dan melakukan suatu tindakan yang mengganggu hak ini.Hak sifatnya semata- mata hak Allah ini. menurut ulama Ushul Fiqihada delapanmacam:1. Ibadah Mahdah (murni), seperti iman dan rukun Islam yang lima.2. Ibadah yang di dalamnya mengandung makna pemberian dan santunan,

seperti zakat fitrah, karenanya disyaratkan niat dalam zakat fitrah, dankewajiban itu berlaku untuk semua orang, termasuk anak kecil/orang gilayang belum/ tidak mampu bertindak hukum.

3. Bantuan/santunan yang mengandung makna ibadah, seperti zakat hasil yangdikeluarkan dari bumi.

4. Biaya/santunan yang mengandung makna hukuman, seperti kharaj (pajakbumi) yang dianggap sebagai hukuman bagi orang yang tidak ikut jihad.

5. Hukuman secara sempurna dalam berbagai tindak pidana, seperti hukumanberbuat zina (dera atau rajam), hukuman pencurian (potong tangan),hukuman qadzaf (dera 80 kali), dan hukuman-hukuman terhadap tindakpidana ta 'zir.

6. Hukuman yang tidak sempurna, seperti seseorang tidak diberi hak waris atauwasiat, karena ia membunuh pemilik harta tersebut.

7. Hukuman yang mengandung makna ibadah, seperti kafarat sumpah, kafaratdzihar, kafarat sumpah, kafarat orang yang melakukan senggama di sianghari bulan Ramadhan, dan berbagai diyat lainnya.

8. Hak-hak yang harus dibayarkan, seperti kewajiban mengeluarkan seperlimaharta terpendam dan harta rampasan perang.

b. Hak hamba yang terkait dengan kepentingan pribadi seseorang, seperti ganti rugiharta seseorang yang dirusak, hak-hak kepemilikan, dan hak-hak pemanfaatanhartanya sendiri. Hak seperti ini boleh digugurkan oleh pemiliknya.

c. Kompromi antara hak Allah dengan hak hamba, tetapi hak Allah di dalamnyalebih dominan, seperti hukuman untuk tindak pidana qadzaf(menuduh orang lainberbuat zina). Dari sisi kemaslahatan dan kehormatan, hak ini termasuk hakAllah, dan dari sisi menghilangkan malu dari orang yang dituduh, hak initermasuk hak pribadi (hamba Allah). Akan tetapi, menurut ulama UshulFiqih, hakAllah lebih dominan dalam masalah ini.

d. Kompromi antara hak Allah dan hak hamba, tetapi hak hamba di dalamnya lebihdominan, seperti dalam masalah qishash. Hak Allah dalam qishali tersebutberkaitan dengan pemeliharaan keamanan dan penghormatan terhadap darah

Page 279: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

seseorang yang tidak halal dibunuh, sedangkan hak pribadi hamba Allahmenjamin kemaslahatan pihak ahli waris yang terbunuh. Akan tetapi, karenadalam pelaksanaan qishash itu sepenuhnya diserahkan kepada ahli waris terbunuhdan mereka berhak untuk menggugurkan hukuman tersebut, maka hak hambaAllah dianggap lebih dominan dalam hal ini.

SOAL LATIHAN

1. Jelaskan pengertian mahkum fih, dan apa bedanya dengan mahkum bih!2. Sebutkan dua contoh mahkum fih yang berkaitan dengan larangan dan kewajiban!3. Apakah tidak melakukan sesuatu karena ada larangan dikategorikan sebagai

perbuatan?4. Ada berapakah syarat-syarat mahfumfih sebutkan!

5. Mengapa jumhur berpendapat tidak boleh ada taklif terhadap sesuatu yangmustahil?

6. Bolehkah seseorang menggantikan taklif terhadap orang lain?

7. Sebutkan macam-macam masyaqqah!

8. Ada berapa macamkah kemampuan menurut ulama Hanafiyah? Sebutkan!9. Jelaskan macam-macam mahkum fih secara global!

10. Berikan contoh mahkum fih yang di dalamnya terdapat kompromi antara hak Allahdan hak hamba!

A. MAHKUM ALAIH (SUBJEK HUKUM)

1. Pengertian Mahkum Alaih

Ulama ushul fiqih telah sepakat bahwa mahkum alaih adalah seseorang yangperbuatannya dikenai khitab Allah ta'ala, yang disebut mukallaf.

Dari segi bahasa, mukallaf diartikan sebagai orang yang dibebani hukum,sedangkan dalam isitilah ushul fiqih, mukallaf disebut juga mahkum alaih (subjekhukum). Mukallaf adalah orang yang telah dianggap mampu bertindak hukum, baikyang berhubungan dengan perintah Allah maupun dengan larangan-Nya. Semuatindakan hukum yang dilakukan mukallaf akan diminta pertanggungjawabannya, baik didunia maupun di akhirat, la akan mendapatkan pahala atau imbalan bila mengerjakanperintah Allah, dan sebaliknya, bila mengerjakan larangan- Nya akan mendapat siksaatau risiko dosa karena melanggar aturan-Nya. di samping tidak memenuhikewajibannya.2. Taklif2.1 Dasar Taklif

Dalam Islam, orang yang terkena taklif adalah mereka yang sudah dianggapmampu untuk mengerjakan tindakan hukum. Tak heran kalau sebagian besarulama Ushul Fiqihberpendapat bahwa dasar pembebanan hukum bagi seorangmukallaf adalah akal dan pemahaman. Dengan kata lain, seseorang baru bisa

Page 280: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

283

dibebani hukum apabila ia berakal dan dapat memahami secara baik taklif yangditujukan kepadanya. Maka orang yang tidak atau belum berakal dianggap tidakbisa memahami taklif dari Syar’i (Allah dan Rasul-Nya). Termasuk ke dalamgolongan ini, adalah orang dalam keadaan tidur, mabuk, dan lupa, karena dalamkeadaan tidak sadar (hilang akal). Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. :

Artinya:“Diangkat pembebanan hukum dari tiga (jenis orang); orang tidur sampai ia bangun, anakkecil sampai baligh, dan orang gila sampai ia sembuh. ”

(HR. Bukhari, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah dan Daru Quthni dari

Aisyah dan Ali Ibnu Abi Thalib)

Rasulullah SAW. pun menegaskan dalam hadis lainnya:

Artinya:" Umatku tidak dibebani hukum apabila mereka terlupa, tersalah, dan dalam keadaan terpaksa.“

(HR. Ibnu Majali dan Thabrani)Dengan demikian, jelaslah bahwa taklif hanya diperuntukkan bagi orang yang dianggapcakap dan mampu untuk melakukan tindakan hukum.

2.2 Syarat-Syarat Taklif

Ulama ushul fiqih telah sepakat bahwa seorang mukallaf bisa dikenai taklif apabilatelah memenuhi dua syarat, yaitu: a. Orang itu telah mampu memahami khithab Syar

Page 281: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

’i(tuntutan syara’) yang terkandung dalam AI-Quran dan Sunnah, baik secara langsungmaupun melalui orang lain.

Hal itu, karena orang yang tidak mempunyai kemampuan untuk memahamikhithab syar 'i tidak mungkin untuk melaksanakan suatu taklif.

Kemampuan untuk memahami taklif tidak bisa dicapai, kecuali melalui akalmanusia, karena hanya akallah yang bisa mengetahui taklif itu harus dilaksanakan atauditinggalkan. Akan tetapi, telah dimaklumi bahwa akal adalah sesuatu yang abstrak dansulit diukur, dan dipastikan berbeda antara satu orang dengan yang lainnya, makasyara’ menentukan patokan dasar lain sebagai indikasi yang konkret (jelas) dalammenentukan seseorang telah berakal atau belum. Indikasi konkret itu adalah balighnyaseseorang. Penentu bahwa seseorang telah baligh itu ditandai dengan keluarnya haidpertama kali bagi wanita dan keluarnya mani bagi pria melaui mimpi yang pertamakali, atau telah sempurna berumur lima belas tahun. Seperti ditegaskan dengan firmanAllah SWT. dalam surat An-Nur : 59)

Apabila anakmu sampai umur baligh, maka hendaklah mereka minta izin, sepertiorang-orang yang sebelum mereka minta izin... ”

(QS. An-Nur : 59)

Ayat di atas, dapat dianggap sebagi syarat pertama taklif, bahwa anak kecil,orang gila, orang lupa, orang terpaksa, orang tidur, dan orang bersalah(khaththa), tidak dikenakan taklif karena keadaan mereka dianggap tidak ataubelum memahami dalil syara sesuai dengan sabda Rasuullah SAW. :

Artinya:

Page 282: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

285

Page 283: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:“Diangkat pembebanan hukum dari tiga (jenis orang); orang tidur sampai ia bangun,anak kecil sampai balig, dan oran gila sampai ia sembuh. "

(HR. Bukhari, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah dan Daru Quthni dari Aisyah danAli Ibnu Abi Thalib)

Namun, dalam syarat pertama ini bukan tidak terdapat permasalahan, karenadalam beberapa hal, anak kecil dan orang gila pun dikenakan beberapa kewajiban,seperti membayar zakat dari hartanya. Untuk menghindari adanyakesalahpahaman, Imam Al-Ghazali, Al-Amidi, dan Imam Asy-Syaukanimenjelaskan bahwa anak kecil dan orang gila memang dikenakan kewajibanmembayar zakat, baik zakat mal maupun zakat fitrah, nafkah diri mereka dan gantirugi (dhaman) akibat perbuatan mereka bila merusak atau menghilangkan hartaorang lain. Untuk itu, diambil dari harta, mereka sendiri. Akan tetapi, kewajibantersebut tidak berkaitan dengan perbuatan anak kecil dan orang gila tersebut, tetapiberkaitan dengan harta. Oleh karena itu, dalam kasus tersebut yang bertindakmembayarkan kewajiban zakat pada mereka; mengambilkan nafkah untuk dirimereka dan ganti rugi yang disebabkan kelalaian mereka adalah wali merekamasing-masing. Seluruh pengeluaran itu diambilkan wali dari harta mereka.Dengan demikian, seluruh kewajiban berkaitan dengan harta anak kecil dan oranggila tersebut, bukan dengan diri mereka.(Ibnu Hajib: 46, Al-Amidi: 137, Asy-Syaukani: 11 dan Asy-Syarakhi: 340)

b. Seseorang harus mampu dalam bertindak hukum, dalam ushul fiqih disebutdengan ahliyah.

Dengan demikian, seluruh perbuatan orang yang belum atau tidak mampubertindak hukum, belum atau tidak bisa dipertanggungjawabkan. Maka anak kecilyang belum baligh, yang dianggap belum mampu bertindak hukum, tidakdikenakan tuntutan syara'. Begitu pula orang gila, karena kecakapannya untukbertindakhukumnya hilang. Selain itu, orang yang pailit dan yang berada dibawah pengampunan (hajr), dalam masalah harta, dianggap tidak mampubertindak hukum, karena kecakapan bertindak hukum mereka dalam masalahharta dianggap hilang.

Page 284: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

287

3. Ahliyah3.1 Pengertian ahliyyah

Secara harfiyah (etimologi), ahliyyahberarti kecakapan menangani suatu urusan”.Misalnya orang yang memiliki kemampuan dalam suatu bidang, maka ia dianggap ahliuntuk menangani bidang tersebut.

Adapun arti ahliyyah secara terminologi, menurut para ahli ushul fiqih, antarasebagai berikut:

Artinya:"Suatu sifat yang dimiliki seseorang yang dijadikan ukuran oleh syari' untuk menentukanseseorang telah cakap dikenai tuntutan syara. ”

(Al-Bukhari : II: 1357)

Dari definisi tersebut, dapat dipahami bahwa ahliyyah adalah sifat yangmenunjukkan bahwa seseorang telah sempurna jasmani dan akalnya, sehingga seluruhtindakannya dapat dinilai oleh syara’. Orang yang telah mempunyai sifat tersebutdianggap telah sah melakukan suatu tidakan hukum, seperti transaksi yang bersifatmenerima hak dari orang lain. Dengan demikian, jual belinya, hibbahnya, dan lain-laindianggap sah. la juga telah dianggap mampu untuk menerima tanggung-jawab, sepertinikah, nafkah, dan menjadi saksi.

Kemampuan untuk bertindak hukum tidak datang kepada seseorang secarasekaligus, tetapi melalui tahapan-tahapan tertentu, sesuai dengan perkembanganjasmani dan akalnya. Oleh sebab itu, para ulama ushul fiqih,membagi ahliyyah tersebutsesuai dengan tahapan-tahapan perkembangan jasmani dan akalnya.

3.2 Pembagian AhliyyahMenurut para ulama ushul fiqih, ahliyyah terbagi dalam dua bentuk, yaitu: (Ibnu

Amir, II: 164)3.2.1 AhIiyyah ada’

Yaitu sifat kecakapan bertindak hukum bagi seseorang yang telah dianggapsempurna untuk mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya, baik yang bersifatpositif maupun negatif. Apabila perbuatannya sesuai dengan tuntutan syara’, iadianggap telah memenuhi kewajiban dan berhak mendapatkan pahala. Sebaliknya, bilamelanggar tuntutan syara’, maka ia dianggap berdosa dan akan mendapatkan siksa.Dengan kata lain, ia dianggap telah cakap untuk menerima hak dan kewajiban.

Menurut kesepakatan ulama ushul fiqih,yang menjadi ukuran dalam menentukan

Page 285: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

apakah seseorang telah memiliki ahliyyah ada ’ adalah 'aqil, baligh dan cerdas.Kesepakatan mereka itu didasarkan para firman Allah dalam surat An-Nisa : 6:

Artinya:“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup untuk menikah. Kemudian jika menurutpendapatmu mereka cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada merekaharta-hartanya... ”

(QS. An-Nisa : 6)

Kalimat “cukup umur” dalam ayat di atas, menurut ulama ushul fiqih,antara lainditunjukkan bahwa seseorang telah bermimpi dengan mengeluarkan mani untuk priadan telah keluar haid untuk wanita. Orang seperti itulah yang dianggap cakap untukmelakukan tindakan hukum sehingga seluruh perintah dan larangan syara’ dapat iapikirkan dengan sebaik-baiknya dan dan dapat ia laksanakan dengan benar. Apabila iatidak melaksanakan perintah dan melanggar larangan, maka ia harus bertanggungjawab, baik di dunia maupun di akhirat.5.2.2 Ahliyyah Al-Wajib

Yaitu sifat kecakapan seseorang untuk menerima hak-hak yang menjadi haknya,tetapi belum mampu untuk dibebani seluruh kewajiban. Misalnya, ia telah berhak untukmenerima hibbah. Dan apabila harta bendanya dirusak orang lain, ia pun dianggapmampu untuk menerima ganti rugi. Selain itu, ia juga dianggap mampu untukmenerima harta waris dari keluarganya.

Namun demikian, ia dianggap belum mampu untuk dibebani kewajiban-kewajiban syara’, seperti shalat, puasa, dan haji, dan lain-lain. Maka walaupun iamengerjakan amalan-amalan tersebut, statusnya sekadar pendidikan bukan kewajiban.

Menurut ulama ushul fiqih,ukuran yang digunakan dalam menentukan ahliyyah al-wujub adalah sifat kemanusiaannya yang tidak dibatasi oleh umur, baligh, kecerdasan,dan lain-lain. Sifat ini telah dimiliki seseorang semenjak dilahirkan sampai meninggaldunia dan akan hilang dari seseorang apabila orang yang bersangkutan meninggaldunia. Berdasarkan ahliyyah wujub, anak yang baru lahir berhak menerima wasiat, danberhak pula untuk menerima pembagian warisan. Akan tetapi, harta tersebut tidak bolehdikelola sendiri, tetapi harus dikelola oleh wali atau washi (orang yang diberi wasiatmemelihara hartanya), karena anak tersebut dianggap belum mampu untuk memberikanhak atau menunaikan kewajiban.

Page 286: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

289

Para ulama ushul fiqh juga membagi ahliyyah al-wujub menjadi dua bagian (Al-Taftazani: 152, Al-Baidhawi: 306, Al-Ghazali: 84, Musthafa As-Sibai’: 106)

1. Ahliyyah al-wujub al-naqishahYaitu anak yang masih berada dalam kandungan ibunya (janin). Janin sudah

dianggap memiliki ahliyyah al-wujub, tetapi belum sempurna. Hak-hak yang harus iaterima belum dapat menjadi miliknya, sebelum ia lahir ke dunia dengan selamatwalaupun hanya untuk sesaat. Dan apabila telah lahir, maka hak-hak yang ia terimadapat menjadi miliknya.

Para ulama ushul fiqhsepakat bahwa ada empat hak bagi seorang janin, yaitu:a. Hak keturunan dari ayahnya,b. Hak warisan dari pewarisnya yang meninggal dunia. Dalam kaitan ini, bagian

harta yang harus dia terima diperkirakan dari jumlah

Page 287: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

terbesar yang akan ia terima, karena jika seorang laki-laki, maka bagiannya lebihbesar dari seorang wanita, apabila ternyata janin itu wanita, maka kelebihanwarisan yang disisakan itu dikembalikan kepada ahlil waris lain.

c. Wasiat yang ditujukan kepadanya.

d. Harta wakaf yang ditujukan kepadanya.

Para ulama fiqihmenetapkan bahwa wasiat dan wakaf merupakan transaksisepihak; dalam arti pihak yang menerima wasiat atau wakaf tidak harus menyatakanpersetujuannya untuk sahnya akad tersebut. Dengan demikian, penerima wasiat danwakaf tidak perlu menyatakan penerimaannya. Dalam hal ini. w asiat atau wakaf yangdiperuntukkan kepada janin, secara otomatis menjadi milik janin tersebut.

2. Ahliyah Al-Wujub Al-Kamilah

Yaitu kecakapan menerima hak bagi seorang anak yang telah lahir ke duniasampai dinyatakan balig dan berakal, sekalipun akalnya masih kurang, seperti oranggiia.

Dalam status ahliyyah al-wujub (baik yang sempurna ataupun tidak), seseorangtidak dibebani tuntutan syara', baik bersifat ibadah mahdlah, seperti shalat dan puasa,maupun yang sifatnya tindakan- tindakan hukum duniawi, seperti transaksi yangbersifat pemindahan hak milik.

Namun demikian, menurut kesepakatan ulama ushul, apabila mereka melakukantindakan hukum yang bersifat merugikan orang lain, maka orang yang telah berstatusahliyyah al-ada ataupun ahliyyah al-wajib al-kamilah, wajibmempertanggungjawabkannya. Maka wajib memberikan ganti rugi dari hartanyasendiri, apabila tindakannya berkaitan dengan harta. Dan pengadilan berhak untukmemerintahkan wali atau washi anak kecil yang masih dalam ahliyah al-wajih, untukmengeluarkan ganti rugi terhadap harta orang lain yang dirusak dari harta anak itusendiri.

Akan tetapi, apabila tindakannya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat fisikrohani, seperti melukai seseorang dan bahkan membunuhnya, maka tindakan hukumanak kecil yang memiliki ahliyah al-wajib al- kamilah belum dapatdipertanggungjawabkan secara hukum, karena ia dianggap belum cakap untukbertindak hukum. Maka hukuman terhadap

Page 288: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

291

pembunuhan yang ia lakukan tidak dengan qishash, tetapi dianggap sebagai melukaiatau pembunuhan semisengaja; yang hukumnya dikenakan diyat.

Adapun bagi orang yang telah berstatus ahliyyah al-ada,apabila melakukantindakan hukum yang merugikan harta, fisik, atau nyawa orang lain, ia bertanggungjawab penuh untuk menerima hukuman apapun bentuknya yang diputuskan syara'ataupengadilan. Misalnya, ia wajib membayar ganti rugi terhadap harta orang lain yangdirusaknya. Dan ia pun harus Al-qishashapabila melakukan tindakan melukai oranglain dan pembunuhan.

3.3 Halangan ahliyyah

Sebagaimana telah dibahas di atas, bahwa penentuan mampu atau tidaknyaseseorang dalam bertindak hukum dilihat dari segi akalnya. Akan tetapi, para ulamasepakat bahwa berdasarkan hukum biologis, akal seseorang bisa berubah, kurang,bahkan hilang. Akibatnya, mereka dianggap tidak mampu lagi dalam bertindak hukum.Berdasarkan inilah, ulama ushul fiqihmenyatakan bahwa kecakapan bertindak hukumseseorang bisa berubah disebabkan hal-hal berikut:a. Awaridh as-samawiyah, yaitu halangan yang datangnya Allah bukan disebabkan

perbuatan manusia, seperti gila, dungu, perbudakan, mardh maut(sakit yangberlanjut dengan kematian), dan lupa.

b. Awaridh al-muktasabah,maksudnya halangan yang disebabkan perbuatanmanusia, seperti mabuk, terpaksa, bersalah, berada di bawah pengampunan danbodoh.

Kedua bentuk halangan tersebut sangat berpengaruh terhadap tindakan-tindakanhukumnya, yakni adakalanya bersifat menghilangkan sama sekali, mengurangi ataumengubahnya. Oleh karena itu. mereka membagi halangan bertindak hukum itu dilihatdari segi objek-objeknya dalam tiga bentuk: (Al-Bannani: 1, 72, Zhahir: 170, Al-Anshari: 166) a. ' Halangan yang bisa menyebabkan kecakapan seseorang bertindakhukum secara sempurna (ahliyah al-'ada) hilang sama sekali, seperti gila, tidur, lupa,dan terpaksa. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah SAW:

Artinya:"Diangkatkan (pembebanan hukum) dari umatku yang tersalah, terlupa, dan terpaksa. ”

(HR. Ibnu Majali dan Thabrani)

b. Halangan yang dapat mengurangi ahliyyah al- 'ada. seperti orang dungu. Orangseperti ini,ahliyyah al-ada-nya tidak hilang sama sekali, tetapi bisa membatasi

Page 289: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

sifat kecakapannya dalam bertindak hukum. Maka tindakan hukum yang sifatnyabemanfaat untuk dirinya dinyatakan sah, namun yang merugikan dirinyadianggap batal.

c. Halangan yang sifatnya dapat mengubah tindakan hukum seseorang, sepertiorang yang berutang, pailit, di bawah pengampunan, orang yang lalai, danbodoh. Sifat-sifat tersebut, sebenarnya tidak mengubah ahliyyah al-ada' seseorang,tetapi beberapa tindakan hukumnya yang berkaitan dengan masalah hartadibatasi. Hal itu dimaksudkan untuk kemaslahatan dirinya dan hak-hak orangyang membayar utang.

SOAL LATIHAN1. Jelaskan pengertian mahkum alaih !2. Apakah yang menjadi dasar adanya taklif!3. Tuliskan dua hadis yang menurut para ulama ushul sebagai dasar taklif!4. Kapankah seseorang bisa dikenakan taklif, sebutkan syarat-syarat taklif!5. Jelaskan pengertian Ahliyyah !6. Uraikan pembagian Ahliyyah secara global!7. Sebutkan hak anak yang masih ada dalam kandungan ibunya!8. Apakah hukuman atas pembunuhan yang dilakukan oleh oleh anak yang belum

baligh?9. Ada berapa macamkah halangan dalam Ahliyyah?10. Apakah orang dungu dimintai pertanggungjawaban atas semua tindakan

hukumnya?

Page 290: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

293

D. HAKIM (PEMBUAT HUKUM / ALLAH)

1. Pengertian HakimBila ditinjau dari segi bahasa, hakim mempunyai dua arti, yaitu: Pertama:

Artinya:

"Yang menemukan, menjelaskan, memperkenalkan, dan

menyingkapkan. ”

Hakim termasuk persoalan yang cukup penting dalam Ushul Fiqih, sebab berkaitandengan pembuat hukum dalam syari’at Islam, atau pembentuk hukum syara’, yangmendatangkan pahala bagi pelakunya dan dosa bagi pelanggarnya. Dalam ilmu ushulfiqih,hakim juga disebut dengan syar ’i.

Disepakati bahwa wahyu merupakan sumber syari’at. Adapun sebelum datangnyawahyu, para ulama memperselisihkan peranan akal dalam menentukan baik buruknyasesuatu, sehingga orang yang berbuat baik diberi pahala dan orang yang berbuat burukdikenakan sanksi.

Dari pengertian pertama tentang hakim di atas, dapat diketahui bahwa hakimadalah Allah SWT. Dia-lah pembuat hukum dan satu- satunya sumber hukum yangdititahkan kepada seluruh mukallaf. Dalam Islam, tidak ada syari’at, kecuali dari AllahSWT. baik yang berkaitan dengan hukum-hukum taklif (wajib, sunah, haram, makruh,dan mubah),

Artinya:'Pembuat hukum, yang menetapkan, memunculkan sumber hukum.” Kedua:

Page 291: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

maupun yang berkaitan dengan hukum wadhi’ (sebab, syarat, halangan, sah, batal,fasid, azimah, dan rukhsah). Menurut kesepakatan para ulama, semua hukum di atasbersumber dari Allah SWT. melalui Nabi Muhammad SAW., maupun hasil ijtihadpara mujtahid melalui berbagai teori istinbath, teperti qiyas, Ijma’, dan metodeistinbathlainnya untuk menyingkap hukum yang datang dari Allah SWT. Dalam halini, para ulama ushul fiqhmenetapkan kaidah:

Artinya:

“Tidak ada hukum kecuali bersumber dari Allah. ”

Dari pemahaman kaidah tersebut para ulama ushul fiqih mendefinisikan hukumsebagai titah Allah SWT. yang berkaitan dengan perbuatan orang mukallaf, baikberupa tuntutan, pemilihan, maupun wadhi ’.

Di antara alasan para ulama ushul fiqih untuk mendukung pernyataan di atas,adalah sebagai berikut:

1. Surat Al-An’am : 57

Artinya:"Menetapkan hukum itu hanya Allah, Dia menerangkan yang sebenarnya, dan Diapemberi keputusan yang paling baik. ”

(QS. Al-An’am : 57)

2. Surat Al-Maidah : 49

Artinya:“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara antara mereka menurut apayang diturunkan Allah,... ”

(QS. Al-Maidah :49)

3. Surat Al-Maidah : 44

Page 292: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

295

Artinya:“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa-apa yang diturunkanAllah, maka mereka adalah orang-orang yang kafir. ”

(QS. Al-Maidah : 44)4. Di akhir ayat 45 surat Al-Maidah, Allah berfirman:

Artinya:“Barang siapa yang tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkanAllah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zhalim. ”

(QS. Al-Maidah : 45)

5. Keharusan untuk merujuk kepada Al-Quran dan Sunah apabila terjadiperbedaan pendapat.

Page 293: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Artinya:“Apabila kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlahkepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sunah), jika kamu beriman kepada Allahdan Hari Kiamat. ”

(QS. An-Nisa : 59)

6. Keharusan untuk menggunakan hukum Allah SWT. dalam surat An-Nisa : 65,Allah berfirman:

Artinya:“Maka demi Tuhan-Mu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hinggamereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan,kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati terhadap putusan yangkamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. ”

(QS. An-Nisa : 65)

Sedangkan dari pengertian kedua tentang hakim di atas, ulama UshulFiqihmembedakannya sebagai berikut: (Asy-Syaukani: 7)

Page 294: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

297

1.1 Sebelum Muhammad SAW. Diangkat sebagai Rasul

Para ulama ushulfiqihberbeda-beda pendapat tentang siapa yang menemukan,memperkenalkan, dan menjelaskan hukum sebelum diutusnya Muhammad sebagaiRasul. Sebagian ulama Ushul Fiqihdari golongan Ahlussunnah wal Jamaah berpendapatbahwa pada saat itu tidak ada hakim dan hukum syara', sementara akal tidak mampumencapainya. Oleh sebab itu, hakim adalah Allah SWT. dan yang menyingkap hukumdari hakim itu adalah syara ’, namun syara ’ belum ada.

Golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa yang men jadi hakim pada saat NabiMuhammad belum diangkat menjadi rasul adalah Allah SWT. namun akal pun sudahmampu untuk menemukan hukum-hukum Allah SWT. dan menyingkap sertamenjelaskannya sebelum datangnya syara'.

Di kalangan para ulama ushul tiqih, persoalan yang cukup rumit tersebut dikenaldengan istilah “At-tahsin wa al-taqbih ", yakni pernyataan bahwa sesuatu itu baik atauburuk.

1.2 Setelah Diangkatnya Muhammad Sebagai Rasul dan Menyebarnya dakwah Islam.Para ulama ushul fiqh sepakat bahwa hakim adalah syari’at yang turun dari Allah

SWT. yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Apa yang telah dihalalkan oleh Allahhukumnya adalah halal, begitu pula apa yang diharamkan-Nya hukumnya haram. Jugadisepakati bahwa apa-apa yang dihalalkan itu disebut hasan (baik), di dalamnya terdapatkemaslahatan bagi manusia. Sedangkan segala sesuatu yang diharamkan Allah disebutqabih(buruk), yang di dalamnya terdapat kemadaratan atau kerusakan bagi manusia.

2. Tahsin dan Taqbih

Ada banyak pengertian yang dikemukakan oleh ulama ushul fiqh tentang hasandanqabih.a. Al-Husnu adalah segala perbuatan yang dianggap sesuai dengan tabiat manusia,

misalnya tentang rasa manis dan menolong orang yang celaka. Sedangkanqabihadalah segala sesuatu yang tidak sesuai dengan sifat tabiat manusia,misalnya menyakiti orang lain.

b. Al-Husnu. diartikan sebagai sifat yang sempurna, misalnya kemuliaan danpengetahuan. Sebaliknya, qabihdiartikan sebagai sifat jelek, yakni kekurangandalam diri seseorang, seperti bodoh,kikir. Kedua pengertian tentang hasandan qabihtersebut telah disepakati olehpara ulama bahwa hal itu hanya bisa dicapai oleh akal.

c. Al-Husnu, adalah sesuatu yang boleh dikerjakan oleh manusia, sedangkanqabih.merupakan segala perbuatan yang tidak boleh dikerjakan oleh manusia.Hal itu disepakati oleh para ulama dalam hal yang tidak bisa dicapai oleh akal.

d. Al-Husnu, diartikan sebagai pekerjaan yang bila dikerjakan akan mendapat pujiandi dunia dan pahala dari Allah SWT. kelak di akhirat. Sebaliknya qabihadalahperbuatan yang akan mendapat cercaan dari manusia bila dikerjakan, sepertimaksiat, mencuri, dan lain-lain.

Page 295: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Pengertian yang diperselisihkan oleh para ulama adalah nomor tiga dan empat,yakni tentang mungkin tidaknya dicapai oleh akal. Menurut Asy-‘ariyah, pengertiannomor tiga dan empat hanya bisa ditentukan oleh syara'. Baik dan buruknya bukanlahterdapat pada zatnya, tetapi pada sifatnya yang nisbi (relatif).

Pendapat di atas bertentangan dengan golongan mu 'tazilah yang menyatakanbahwa hasandan qabihdapat diketahui dan ditentukan oleh akal, tampa memerlukanpemberitahuan dari syara’. Menurut mereka sebagian yang baik atau yang buruk ituterletak pada zatnya, dan sebagian lainnya terdapat di antara manfaat, mudarat, baikdan buruk.

3. Kemampuan akal mengetahui syari 'atPara ulama terbagi kepada tiga golongan dalam menentukan kemampuan akal

untuk menentukan hukum sebelum turunnya syariat:1. Menurut ahlusunnah waljamaah, akal tidak memiliki kemampuan

untuk menentukan hukum, sebelum turunnya syari'at. Akal hanya bisamenetapkan baik dan buruk melalui perantaraan Al-Quran dan Rasul, sertakitab-kitab samawi lainnya. Pendapat mereka didasarkan pada firman AllahSWT. Surat Al-lsra : 15

Artinya:"Kami tidak akan mengazab seseorang sebelum Kami mengutus rasul. "

(QS. Al-Isra’ : 15)Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa Allah sekali-kali tidak akan mengazabseseorang yang belum sampai kepadanya seseorang utusan (rasul) yangmembawa risalah Ilahi. Selain ayat tersebut, Allah pun berfirman dalam suratAn-Nisa : 165

Artinya:"Agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. ”

(QS. An-Nisa : 165)Dengan mengemukakan nash di atas, menurut ahlussunnahwaal- jama'ah, akal

Page 296: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

299

tidak bisa dijadikan standar untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan.Dengan demikian, maka Allah tidak berkewajiban menietapakan suatukebaikan yang dipandang baik oleh akal, atau menetapkan keburukan suatuperbuatan yang dipandang buruk menurut akai, karena Allah mempunyaikehendak yang mutlak. Dan berkuasa untuk menetapkan perbuatan yang tidakbermanfaat sekalipun. Namun, menurut penelitian, semua perintah Allah pastimengandung suatu manfaat, sedangkan larangannya mengandung kemadaratan.

2. Mu’tazilah berpendapat bahwa akal bisa menentukan baik- buruknya suatupekerjaan sebelum datangnya syara meskipun tanpa perantara kitab samawi danrasul. Baik dan buruk itu ditentukan oleh zatnya, sehingga akal bisamenentukan syari'at. Alasan mereka sebenarnya sama dengan ayat yangdikemukakan oleh ahlussunnah wa aljamaah, vaitu dalam surat Al-isra ayat 17,hanya

mereka mengartikan rasul pada ayat tersebut dengan arti akal, sehingga artikeseluruhan dari ayat tersebut adalah:"Kami tidak akan mengazab seseorang sampai Kami berikan akal padanya"

Menurut mereka, sebagian perbuatan dan perkataan itu sudah semestinyadilakukan manusia, seperti beriman dan selalu berbuat baik. Dan orang yangmelakukannya berhak mendapat pujian, karena keimanan dan perbuatan baik itumerupakan hal yang baik pada zatnya. Sebaliknya, akal akan menolak perbuatanyang buruk pada zatnya, seperti berdusta, kafir, dan berbuat sesuatu yang tidakbenar. Perbuatan tersebut akan mendapat celaan dari manusia, dan sedikitpuntidak ada alasan untuk mengerjakannya.

Menurut kaum mu’tazilah, prinsip yang dipakai dalam menentukan sesuatuitu baik ataupun buruk adalah akal manusia, bukan syara’. Dengan demikian,sebelum datangnya rasul pun, manusia telah dikenakan kewajiban melakukanperbuatan yang menurut akal mereka baik dan untuk itu mereka akan diberiimbalan. Selain itu, mereka pun dituntut untuk meninggalkan perbuatan yangjelek menurut akal mereka, dan bila dikerjakan mereka akan mendapat hukuman.

Golongan mu'tazilah juga berpendapat bahwa syari’at yang ditetapkankepada manusia merupakan sesuatu yang dapat dicapai dengan akal, yakni bisaditelusuri bahwa di dalamnya ada unsur manfaat atau madarat. Dengan demikian,sesuatu yang baik menurut akal adalah baik menurut syara; dan manusia dituntutuntuk mengerjakannya. Sebaliknya, sesuatu yangjeiek menurut akai adalah jelekmenurut syara", dan manusia dilarang mengerjakannya.

3. Golongan Maturidiyah berusaha menengahi kedua pendapat di atas.Mereka berpendapat bahwa perkataan atau perbuatan ituadakalanya baik atauburuk pada zatnya. Syara’ menyuruh untuk mengerjakan perbuatan atau perkataanyang baik pada zatnya dan meiarang meiaksanakan perbuatan yangjeiek padazatnya. Adapun terhadap perkataan dan perbuatan yang kebaikan dankeburukannya tidak pada zatnya, syara memiliki wewenang untukmenetapkannya.

Page 297: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

Lebih jauh Maturidiyah berpendapat bahwa suatu kebaikan atau kejelekanyang didasarkan pada akai tidak wajib dikerjakanataupun ditinggalkan. Seandainya dikerjakan pun tidak akan mendapat pahalakalau semata-mata hanya berdasarkan pada akal saja. Begitu pula sebaliknya, bilamengerjakan suatu perbuatan yang dipandang buruk semata-mata oleh akal, tidakakan mendapatkan hukuman. Menurut mereka, akal itu tidak berdiri sendiri,namun harus dibarengi dengan nash. Dengan kata lain, walaupun akal mampumengetahui bahwa suatu perbuatan itu baik ataupun buruk, namun adanyapemberitaan dari kitab samawi atau penerangan dari rasul menetapkan keharusanuntuk mengerjakan atau meninggalkannya. Begitupun halnya dengan masalahimbalan dan hukuman.

Maka Allah tidak wajib memerintahkan kepada manusia untuk mengerjakanperkataan ataupun perbuatan yang baik menurut akal. Dan sebaliknya, Allah puntidak wajib untuk memerintahkan manusia meninggalkan perbuatan yang burukmenurut akal.

Implikasi dari perbedaan pendapat mengenai peranan akal tersebut,berkaitan pula dengan posisi akal dalam ijtihad, apakah akal bisa menjadi salahsatu sumber hukum Islam? Menurut ahlussunnah wa al-jamaah dan maturidiyah,akal tidak dapat secara berdiri sendiri menjadi sumber hukum Islam. Namundiakui, bahwa akal berperan penting dalam menangkap maksud-maksud syara’untuk menetapkan suatu hukum, tetapi bukan menentukan hukum. Sebagaimanapendapat Abu Zahrah, bahwa seluruh produk fiqih adalah hasil daya nalarmanusia yang tidak habis-habisnya sampai sekarang. Akan tetapi, daya nalartersebut tidak terlepas sama sekali, karena harus bersandar pada nash.

Mu’tazilah dan Syi 'ah Jafariyah, berpendapat bahwa akal merupakan sumberhukum ketiga setelah Al-Quran dan As-Sunah.

SOAL LATIHAN

I . Jelaskan pengertian hakim !2. Mengapa hakim dianggap masalah yang cukup penting?3. Sebutkan dalil yang menyatakan bahwa tiada hukum kecuali hukum

Allah!

Page 298: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

301

4. Siapa yang dimaksud hakim, sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul?5. Bagaimana pengertian Tahsin dan Takbih menurut ulama Ushul?6. Bagaimana pendapat golongan mu’tazilah tentang hasan dan qabih?7. Bagaimanakah pendapat jumhur tentang kemampuan akal dalammengetahui

syari’at?8. Sebutkan dua dalil yang dikemukakan oleh jumhur dalam mendukung pendapat

nomor tujuh di atas?9. Apa alasan mu’tazilah sehingga berpendapat bahwa akal mampu;

mengetahui seluruh syari’at?10. Bagaimanakah posisi akal dalam berijtihad?

Page 299: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

DAFTAR PUSTAKA

Abu Hamid Al-Ghazali, Al-Mushthafafi Ilm Al-Ushul.Beirut: Dar Al- Kutub Al-Ilmiyah.

A1-Alamah Al-Bannani, Hasyiah Al-Bannai 'ala Syarh Al-Mahalli ala Matn Jam’u al-Jawami’,Beirut: Dar Al-Fikr, 1983.

Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Al-UshulA1-Fiqh Kairo: Dar Al-Qalam, 1978 Ibn Al-Hajib, Mukhtashar Al-Muntaha, Mesir: Al-Mathbaah Al-Amirah, jilidi 1326.Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Cairo: Dar Al-Fikr Al-Arobi, t.t. Ad-Dawalibi,Muhammad Ma’ruf, Al-Madkhal ila Ilm ' Ushul al-Fiqh, Damaskus: J am i’ahDamaskus, 1378 H/1959 M.\li Hasaballah, Ushillat-Tasyri’Al-Islami, Kairo: Dar Al-Ma’arit, 1976. \bu IshaqAsy-Syatibhi, Al-Muwafaqatfi Ushul Asy-Syari 'ah,Beirut: Dar Al-Ma’rifah, 1973. onHazm Al-Andalusi, Al-Ihkamfi UshulAl-Ahkam, jilid VI. Al-Asnawi, JalaluddinAbd. Al-Rahim Al-Asnawi, Nihayahal-Sul Syarh Minhaj Al-Wushul, Kairo:Muhammad Ali Subaih, t.t.Al-Sarakhisyi, Abu Bsakar, Ushul Asy-Syarakhsyi, Dar Al-Ma’arif, Beirut, 1971Ibn Hazm, Ali Ibn Ahmad Ibn Hazm, Al-Muhalla, Kairo: Mathba'at Al- Sa'adat,tanpa tahun Al-Amidi, Sayf Ad-Din Abi Al-Hasan ‘Ali, Al-Ahkmafi Ushul Al-Ahkam, Muassasah Al-Halabi, Cairo:, 1967 Al-Mahalli, Jalai Syam Ad-Din,Syarh ‘ala Matn Jam’ Al-Jawami’, Musthafa Al-Babi Al-Halabi, Mesir. 1937Ar-Razi, Fakhr Ar-Din, Al-Mahshul fi ilm Ushul Al-Fiqh, Beirut: Dar Al-Kutub Al-

Ilmiyyah, 1988.Al-Subki, Taj Ad-Din Abd Ad-Wahab, Jam ’u Al-Jawami ’, Dar Al-Kutub Al-

Ilmiyyah, t.t.Kabir,jlvicoh . mu».

Al-Thufi, Al-Hambali, Syarh Mukhtashar Ar-RaudahAl-Marwiji, A]-Imam Al-Lais. Jawahir Al-MadiyahAl-Raghib Al-Ashfahani, Al-Husain ibn Muhammad. Al-Mufrodat fi Gharib Al-

Qur’an,Mesir: Mushthafa Al-Babi Al-HalabiIbnu Al-Hajib, Mukhtashar Al-Muntaha,Mesir: Al-Maktabah Al- miriyyah, 1328 H.Abdul Mujib, Al-Qowaidu Al-Fiqhiyyah,Yogyakarta: Nur Cahaya, 1980

Al-Fayruzzabadi, Abu Ishaq Ibrahim bin Ali bin Yusuf, Al-Luma 'j) Ushul Al-Fiqh,Tasikmalaya: Kairo, 1.1.

Al-Subki, Taj Ad-Din abdul wahab, Asy-Asybah wa an-Nazhair,Mesir: MarkazBuhuts Al-Ilmi

Ibnu Al-Hajib, Mukhtashar Al-Muntaha,Mesir: Al-Maktabah Al- Amirivyah, 1328H.

Al-Bardisi, Muhammad Zakariya, Ushul A!-Fiqh,Mesir: Dar Al-Nahdah AI-‘Arobiyah, 1969.

Page 300: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

303

Al-Baidhawi, Minhaj Al-Wushul “///« Al-Ushul, Mesir: Al-Maktabah Al-Tijariyah Al-kurba, 1326 H

Al-Haj. Ibn Amir, At-Takrir wa At-Tahir,Mesir: Al-Mathba’ah Al- Amiriyah, 13 16H.

Page 301: Prof. DR. Rachmat Syafe'i, MA. ILMUUSHUL FIQIH Untuk ... Ushul...ushul fiqih menguasai bahasa Arab dengan segala tata bahasa dan tradisi-tradisinya. seperti penguasaan dan pemahaman

TENTANG PENULISProf. DR. H.Rachmat Syaf'i lahir di Limbangan Garut pada tanggal3 Januari 1952 dari ibu Hj. Siti Maesyaroh dan ayah HQ, Zakaria.Menamatkan Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Garut tahun 1965,Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.(SLTP) Garut tahun l963, M AAIN tahun 1969 UIN Sunan Gunung Jati Bandung tahun 1972, Al-Azhar Kairo tahun 1973-1980, Cairo University (Jami'ah AI-Qahirah) dan Darul Ulum Jurusan Syari'ah Islamiyah tahun 1977-1979.

Sempat mengikuti kursus International language Institut (IL1) Kairo danInternational Idiom Course (IIC) Kairo. Gelar Sarjana (SI) diperoleh di AI-Azhartahun 1974 dan Sunan Gunung Jati Bandung tahun 1984, gelar Master-(S2)diperoleh di UIN Syarif Hidayatullah (Shyahida) Jakarta tahun 1988 dan Doktor(S3) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 1992.

Bekeija sebagai Dosen di UIN Surtan Gunung Jati Bandung tahun 1985sampai sekarang dan menjabat Ketua Bidang Kajian Hukum Islam di PusatPengkajian Islam dan Pranata (PPEP) UIN Sunan Gunung Jati Bandung,Disamping berbagai perguruan, antara lain Dosen di (UNISBA) mulai tahun1980 sampai sekarang Dosen STIA AI-Musaddadiyah tahun 199f Fakultas. Syari'ahIALM Pondok Pesantr tahun 1992 sampai sekarang, Dosen STIA i AI-Falah 1994,Dosen UIK Bogor tahun 1985 SGD dan Dosen Pasca Sarjana Dm u Hukum sebagaiKasubag Pendidikan dan Pelatih Jurusan PP Fakultas Syari'ah Tahun 1984-191985. Sejak tahun 1995 menjadi pengasuh Pondok Pesantren Al-irisan Cibiru hilir-Cileunyi, Bandung. Tahun 1999 diangkat menjadi Asisten Direktur Pasca SaijanaUIN Sunan Gunung Jati Bandung, juga Ketua MUI Jabar Bidang Pengkajian danPengembanganTahun2000.

ISBN 979-730-085-4