PRODUK PEMBIAYAAN WARUNG MIKRO DI BANK ... PEMBIAYAAN WARUNG MIKRO DI BANK SYARIAH MANDIRI CABANG...
Transcript of PRODUK PEMBIAYAAN WARUNG MIKRO DI BANK ... PEMBIAYAAN WARUNG MIKRO DI BANK SYARIAH MANDIRI CABANG...
PRODUK PEMBIAYAAN WARUNG MIKRO
DI BANK SYARIAH MANDIRI CABANG DEPOK KELAPA DUA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
TRY PRASETYO
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2011 M
LEMBAR PERNYATAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 20 Juni 2011
Try Prasetyo
i
ABSTRAK
Try Prasetyo (107046101971), “Produk Pembiayaan Warung Mikro
Di Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua”, Skripsi, Konsentrasi
Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat, Fakultas Syriah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
Penelitian ini adalah penelitian empiris yang dilakukan pada tahun 2011
untuk mengetahui konsep dan aplikasi produk pembiayaan Warung Mikro di
Bank Syariah Mandiri pada kurun waktu 2010-2011. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kesesuaian antara konsep aplikasi dari produk pembiayaan
Warung Mikro di Bank Syariah Mandiri. Selain itu penelitian ini juga melakukan
analisa matrik SWOT terhadap produk Pembiayaan Warung Mikro di Bank
Syariah Mandiri. Setelah melakukan analisa terhadap produk tersebut, maka
selanjutnya penulis membuat rancangan strategi dalam rangka peningkatan
produk Pembiayaan Warung Mikro.
Pada penelitian ini diketahui bahwasannya Aplilasi akad jual beli
murabahah pada produk pembiayaan warung mikro dilakukan sebelum barang
secara prinsip menjadi milik bank. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan ketentuan
Fatwa MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 1 April 2000 (26 Dzulhijah 1420
H) yang menetapkan bahwa jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk
membeli barang dari pihak ketiga, maka akad jual beli murabahah harus dilakukan
setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.
Kata Kunci: Konsep, Aplikasi, Pembiayaan.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah mencurahkan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada
pemimpin umat, Rasulullah saw, kepada keluarganya, para sahabatnya dan
seluruh umatnya.
Alhamdulillah, akhirnya penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul “PRODUK PEMBIAYAAN WARUNG MIKRO DI BANK
SYARIAH MANDIRI CABANG DEPOK KELAPA DUA” dengan baik.
Tentunya penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki. Sebagai manusia biasa, tentunya
penulis memiliki keterbatasan kemampuan dan pengetahuan. Untuk itu, kiranya
pembaca dapat memaklumi atas keterbatasan dan kekurangan yang ada pada
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa sejak awal penulisan skripsi ini banyak pihak
yang telah membantu dan memberi dukungan secara moril maupun materil hingga
terselesaikan skripsi ini dengan baik. Perjalanan studi penulis dari awal hingga
akhir, tidak ada yang sukses dilalui sendiri. Dibalik keberhasilan selalu ada
kebersamaan yang memberikan semangat, motivasi, bimbingan serta doa. Untuk
itu, tak lupa pada kesempatan ini penulis secara khusus ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
iii
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Prof. Dr. H. M.
Amin Suma, SH., MA., MM.
2. Kepala Program Studi Muamalat Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag yang senantiasa
meluangkan waktunya di tengah kesibukannya untuk membimbing dan
mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini.
3. Ibu Dr. Nur Hasanah, M.Ag dan Bapak Mu’min Rauf, M.Ag sebagai dosen
pembimbing yang telah sabar membimbing penulis ditengah kesibukannya
dalam menyelesaikan skripsi ini sampai selesai.
4. Segenap Dosen Pengajar dan Civitas Akademika Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Program Studi
Muamalat tempat penulis melakukan studi.
5. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang senantiasa memberikan dukungan dan
kasih sayang tanpa rasa lelah hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
Kepada adik-adikku Agnesia Putri dan Sarah Monica dan kakakku Iis
Maryani terima kasih atas dukungan dan motivasi kalian.
6. Kepada Bank Syariah Mandiri Cabang Pembantu Depok Kelapa Dua,
khususnya Bapak Fitra Mizan yang telah membantu penulis sehingga dapat
memperoleh data-data yang dibutuhkan pada penelitian ini.
7. Teman-teman PS C 2007, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya
selama 4 tahun ini kita saling mengenal dan menjalin persahabatan yang tidak
akan pernah terlupakan.
iv
8. Teman-teman seperjuangan LiSEnSi, khususnya kepengurusan tahun 2010
(Fitoy, Didin, Amel, Bimo, Mawaddah) yang tidak bisa penulis sebutkan
satu-persatu. Lanjutkan perjuangan Kawan!
9. Sahabat karibku Shafitranata, Rifki, Didin, Fahmi, Fitoy, Hadi,Wahyu, Fikri,
Lisan, Brader Irfan dan Aan. Terima kasih atas kebaikan, dukungan dan
semangat kalian. Semoga persahabatan kita tidak akan pernah putus
meskipun tidak bersama lagi.
10. Seluruh Staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Jakarta yang telah banyak membantu dalam mendapatkan buku-
buku atau referensi lainnya yang berkaitan dengan skripsi ini.
11. Seluruh Keluarga Besar yang telah mendukung dan memotivasi penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
12. Semua pihak yang ikut serta membantu penulisan skripsi ini yang tidak dapat
penulis tuliskan satu persatu.
Mengakhiri kata pengantar ini, atas semua bantuan yang telah diberikan
penulis hanya dapat memanjatkan doa kepada Allah SWT semoga kebaikan yang
telah diberikan dapat bernilai ibadah dan dibalas oleh Allah SWT. Penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua, amin.
Jakarta, 20 Juni 2011
Try Prasetyo
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................ 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian … ................................................ 6
D. Review Studi Terdahulu …………………………………… ....... 7
E. Objek Penelitian ……………………………………………. ...... 10
F. Metode Penelitian …………………………………..………. ...... 11
G. Sistematika Penulisan ……………………………………… ....... 14
BAB II PEMBIAYAAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN UMKM DI
INDONESIA
A. Pembiayaan Dalam Perspektif Islam
1. Pengertian Pembiayaan .................................................... 16
2. Penilaian Pemberian Pembiayaan .................................... 20
3. Tujuan dan Manfaat Pembiayaan ..................................... 21
4. Akad-Akad Pembiayaan Syariah ...................................... 23
vi
B. UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) di Indonesia
1. Pengertian UMKM ............................................................ 30
2. Karakteristik UMKM ....................................................... 36
3. Profil UMKM di Indonesia .............................................. 41
C. Peranan Pembiayaan Bank Syariah Terhadap Perkembangan
UMKM di Indonesia ................................................................. 43
BAB III GAMBARAN UMUM BANK SYARIAH MANDIRI CABANG
DEPOK KELAPA DUA
A. Profil Perusahaaan ................................................................... 46
B. Sejarah Singkat Bank Syariah Mandiri ................................... 47
C. Visi, Misi, Budaya Perusahaan dan Prinsip Operasional
Bank Syariah Mandiri
1. Visi dan Misi ....................................................................... 50
2. Budaya Perusahaan ............................................................. 51
3. Prinsip Operasional ............................................................. 52
D. Struktur Organisasi Bank Syariah Mandiri ............................. 53
E. Produk-Produk Pembiayaan Bank Syariah Mandiri Cabang
Depok Kelapa Dua .................................................................. 58
BAB IV APLIKASI PRODUK PEMBIAYAAN WARUNG MIKRO DI
BANK SYARIAH MANDIRI
A. Konsep Murabahah ................................................................. 59
vii
B. Mekanisme Pembiayaan Warung Mikro di Bank Syariah
Mandiri .................................................................................... 63
1. Prosedur Umum Pembiayaan Warung Mikro .................. 68
2. Tahap Pengajuan Pembiayaan .......................................... 71
3. Aplikasi Pembiayaan Warung Mikro Dari Perspektif
Nasabah ............................................................................ 74
C. Analisa Matrik SWOT Produk Pembiayaan Warung Mikro
Bank Syariah Mandiri............................................................... 76
D. Rancangan Strategi Peningkatan Pembiayaan Warung Mikro
Bank Syariah Mandiri .............................................................. 80
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 84
B. Saran ........................................................................................ 86
DAFATAR PUSTAKA ................................................................................. 88
LAMPIRAN ................................................................................................... 91
viii
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 3.1 ............................................................................................. 55
2. Gambar 3.2 ............................................................................................. 57
3. Gambar 4.1 ............................................................................................. 62
4. Gambar 4.2 ............................................................................................. 66
5. Gambar 4.3 ............................................................................................. 69
6. Gambar 4.4 ............................................................................................. 74
7. Gambar 4.5 ............................................................................................. 75
ix
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1.1 .................................................................................................. 8
2. Tabel 2.1 .................................................................................................. 19
3. Tabel 2.2 .................................................................................................. 34
4. Tabel 2.3 .................................................................................................. 35
5. Tabel 4.1 .................................................................................................. 80
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perbankan selalu dituntut untuk lebih perduli terhadap UMKM sebagai
pasar potensial dalam penyaluran kreditnya. Di lain pihak perbankan sendiri
masih menghadapi sejumlah persoalan yang juga harus segera diselesaikan.1
Berbagai kebijakan dan peraturan telah dikeluarkan pemerintah agar perbankan
lebih berorientasi kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Program-
program pengembangan UMKM seperti penyediaan kredit likuiditas (KL),
keharusan memiliki portfolio kredit usaha kecil (KUK) sebesar 25 persen, serta
pencantuman komponen KUK dalam laporan keuangan, merupakan salah satu
bukti pentingnya keperdulian bank terhadap UMKM.
Tidak dapat dipungkiri bahwa UMKM memiliki daya tahan yang tangguh
dalam menghadapi gejolak. Sejak terjadinya krisis moneter yang diikuti oleh
krisis ekonomi dan berbagai krisis lainnya, ditemukan suatu kenyataan bahwa
ketahanan perekonomian nasional sesungguhnya ditopang oleh UMKM.2 Oleh
karena itu upaya untuk terus memberdayaan UMKM merupakan tantangan yang
harus selalu ditingkatkan, termasuk dukungan pembiayaan melalui perbankan.
1 K.H. Ma’ruf Amin, Prospek Cerah Perbankan Syariah, Cet. I, (Jakarta: LeKAS, 2007),
h.134. 2 “Tak Punya Utang Luar Negeri, UMKM Malah Tahan Krisis”. Kompas 27 November 2008.
2
Belum lama ini BI kembali mengeluarkan kebijakan baru mengenai
KUK. Dalam ketentuan tersebut antara lain menyangkut plafon kredit untuk
usaha kecil maksimal Rp 500 juta; dan bank wajib menyantumkan jumlah kredit
untuk usaha kecil, dalam publikasi laporan keuangannya.3 Menyusul ketentuan
BI tersebut, kini sudah ada undang-undang yang mengatur usaha mikro kecil dan
menengah, yaitu Undang-Undang No.20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah.
Pada intinya, semua kebijakan itu menekankan perlunya perbankan
memperhatikan usaha kecil. Akan tetapi yang menjadi persoalan bagi perbankan
adalah di tengah ketatnya peraturan yang menghendaki agar perbankan
beroperasi menurut prinsip perbankan yang sehat akan menemui kendala
manakala dihadapkan dengan kondisi usaha kecil yang belum diberdayakan.
Masalah persyaratan teknis bank merupakan persoalan lama yang terus dihadapi
oleh perbankan maupun UMKM. Bagi bank, prinsip-prinsip perkreditan yang
sehat mengharuskan setiap pembiayaan harus memenuhi standar teknis seperti
kelayakan peminjam, kelayakan hukum, kelayakan bisnis, kelayakan keuangan,
dan kelayakan jaminan.
Penerapan standar kelayakan tersebut mau tidak mau akan diterapkan
oleh bank karena selain hal tersebut merupakan keharusan, bank pun
mengharapkan jaminan keamanan atas dana masyarakat yang telah dihimpun,
3 Peraturan Bank Indonesia nomor 13/11/PBI/2011 tentang Pencabutan atas PBI Nomor
3/2/PBI/2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
3/9/BKR perihal Petunjuk Pelaksanaan Pemberiaan Kredit Usaha Kecil
3
serta harapan mendapatkan return yang optimal. Sementara pada sisi lain,
standar-standar tersebut masih menjadi masalah klasik bagi UMKM dan belum
terbenahi secara optimal.
Pembangunan ekonomi Indonesia dalam 5 tahun terakhir menargetkan
penurunan pengangguran dari 9,7% tahun 2004 menjadi 5,1% tahun 2009 yang
disertai pengentasan kemiskinan dari 16,6% tahun 2004 menjadi 8,2% tahun
2009. Salah satu dari “Triple Strategy” pemerintah untuk mencapai sasaran
tersebut adalah dengan menggerakkan sektor riil yang komponennya didominasi
oleh UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) hingga 99,9%. Secara lebih
rinci, UMKM mengambil peran yang sangat strategis dalam menggerakkan
aktivitas perekonomian Indonesia dengan menyediakan 99,5% kesempatan kerja
penduduk yang memproduksi 57 % kebutuhan barang dan jasa nasional. Devisa
negara sebesar 19% volume ekspor merupakan hasil produksi UMKM serta
kontribusi 2-4% pertumbuhan nasional yang disumbangkan oleh UMKM.4
Walaupun menempati fondasi struktur ekonomi Indonesia dan menjadi
motor penggerak pembangunan ekonomi, tetapi dukungan modal yang diterima
UMKM masih minimal. Dengan keadaan seperti itu, bantuan berupa keuangan,
teknologi, dan manajemen untuk pembangunan kemampuan institusi sangat
mereka butuhkan. Satu hal yang sulit ditemui saat ini, pada UMKM, adalah
komitmen dan kepedulian mereka terhadap moralitas. Di saat para pengusaha
4 Bappenas, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009, Artikel Diakses
pada 15 April 2011 dari http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/7642/
4
besar dan konglomerat ramai-ramai melakukan segala jenis kejahatan bisnis yang
melanggar hukum, orang-orang yang bergerak di bidang UMKM tetap berpegang
teguh pada etika bisnis dan moralitas.
Dengan memandang urgensi dan kontribusi UMKM terhadap
pembangunan ekonomi bangsa, maka sudah sewajarnya industri perbankan
syariah melakukan reorientasi ke sektor riil dengan memfokuskan pemberdayaan
kepada pengusaha UMKM. Salah satu target pencapaian sistem perbankan
syariah nasional yang tercantum pada blue print Perbankan Syariah Indonesia
adalah memiliki peran signifikan dalam sistem perekonomian nasional, serta
mampu melakukan perbaikan kesejahteraan rakyat. Sekaligus berdasarkan nilai-
nilai syariah, visi pengembangan perbankan syariah di Indonesia adalah
“Terwujudnya sistem perbankan syariah yang kompetitif, efisien dan memenuhi
prinsip kehati-hatian yang mampu mendukung sektor riil secara nyata melalui
kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil (share-based financing) dan transaksi
riil dalam kerangka keadilan, tolong-menolong dan menuju kebaikan guna
mencapai kemashlahatan masyarakat.”5
Beberapa hal yang dapat disediakan oleh Bank Syariah untuk UMKM,
kaitannya dengan pencapaian target dan visi di atas, antara lain: Pertama, produk
alternatif yang luas dengan bagi hasil sebagai produk utama. Produk-produk
dengan sistem profit and loss sharing yang berparadigma kemitraan sangat tepat
5 Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005),
h.37.
5
untuk memberdayakan UMKM. Kedua, pengelolaan bisnis berdasarkan moral
dan transaksi sesuai dengan prinsip syariah. Keungggulan ini cocok dengan
karakteristik orang-orang yang bergerak di bidang UMKM, yang menginginkan
tetap berpegang teguh pada etika bisnis dan moralitas. Ketiga, mengelola dan
memiliki akses kepada dana-dana di voluntary sector. Hal ini sangat sesuai
dengan komitmen Bank Syariah yang peduli dengan pengembangan UMKM
sebagai bagian dari pengentasan kemiskinan melalui instrumen Ekonomi Islam
(Zakat, Infak, Shadaqah, Wakaf).6
Dari paparan latar belakang di atas penulis tertarik mengangkat
permasalahan yang berkaitan dengan produk pembiayaan usaha mikro yang
dimiliki oleh Bank Syariah Mandiri. Nama dari produk tersebut ialah BSM
Warung Mikro. Maka judul yang akan diangkat oleh penulis ialah “Produk
Pembiayaan Warung Mikro Di Bank Syariah Mandiri Cabang Depok
Kelapa Dua”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dilakukan di Divisi Warung Mikro Bank Syariah Mandiri
Cabang Depok Kelapa Dua untuk mengetahui Konsep dan Aplikasi produk
Pembiayaan Warung Mikro di Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa
Dua. Penelitian ini dilakukan pada aplikasi Pembiayaan Warung Mikro tahun
6 Muhammad, Bank Syariah: Problem dn Prospek Perkembangan di Indonesia, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2005), h.128.
6
2010-2011 dengan segmentasi usaha mikro dan kecil (memiliki aset tidak lebih
dari Rp500 juta).
2. Perumusan Masalah
Dari rumusan persoalan di atas, tulisan ini akan difokuskan pada
pertanyaan berikut ini:
1. Bagaimana konsep dan aplikasi dari produk Pembiayaan Warung Mikro
yang ada di Bank Syariah Mandiri?
2. Bagaimana analisa matrik SWOT dari produk Pembiayaan Warung Mikro
Bank Syariah Mandiri?
3. Strategi apa saja yang dilakukan dalam mengembangkan produk
Pembiayaan Warung Mikro?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dirumuskan oleh penulis
diatas, maka ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini,
diantaranya:
1. Untuk mengetahui konsep dan aplikasi pembiayaan warung mikro di Bank
Syariah Mandiri.
2. Untuk mengetahui hasil analisa matrik SWOT terhadap produk Pembiayaan
Warung Mikro dari Bank Syariah Mandiri.
3. Untuk mengetahui strategi apa yang harus dilakukan dalam mengembangkan
produk Pembiayaan Warung Mikro.
7
Sejalan dengan tujuan penelitian maka penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi peneliti, civitas akademika, institusi terkait dan para pejuang
ekonomi syariah. Bagi peneliti, yang sedang menekuni kuliah di bidang
perbankan syariah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN
Jakarta), melalui penelitian ini akan semakin memperkaya dan memperdalam
wawasan peneliti tentang produk-produk yang ada di bank syariah. Sementara
bagi kalangan civitas akademika, penelitian ini diharapkan dapat menambah
informasi dan menumbuhkan minat segenap civitas akademika untuk mengkaji
produk-produk lainnya yang ada di bank syariah.
Bagi institusi terkait diharapkan hasil penelitian ini bisa menjadi
sumbangan yang konstruktif, sehingga bisa semakin mengembangkan produk
pembiayaan warung mikro untuk menyejahterakan masyarakat. Bagi masyarakat
umum tentunya penelitian ini bisa menjadi tambahan informasi dan wawasan
mengenai produk pembiayaan usaha mikro secara syariah dan juga sebagai
media sosialisasi sehingga produk ini dapat dipahami oleh masyarakat luas.
D. Review studi Terdahulu
Sebelumnya ada beberapa penelitian skripsi yang membahas produk-
produk yang ada pada bank syariah baik itu yang bersifat kualitatif maupun yang
bersifat kuantitatif. Terdapat beberapa penelitian yang dapat menunjang dan
dapat membantu untuk menyempurnakan hasi penelitian kali ini, dimana terdapat
perbedaan didalamnya. Hasil penelitian sebelumnya dan perbedaan dengan
penelitian yang akan diteliti oleh penulis dapat dilihat dari tabel berikut ini:
8
Tabel 1.1
No. Penulis, Judul, Tahun Isi Penelitian Perbedaan
1.
2.
Penulis: Ahmad Syukri
Judul: “Analisis Produk
Pembiayaan Kepemilikan
Rumah BNI IB Griya”.
Skripsi S1, Fakultas
Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah,
2008.
Penulis: Ahmad Fauki
Judul: “Konsep dan
Aplikasi Pembiayaan Ar-
Rahn Usaha Mikro Pada
Penelitian empiris tahun
2010 yang bertujuan untuk
mengetahui praktek dan
mekanisme pembiayaan
KPR BNI iB Griya pada
BNI Syariah dan
mengetahui hasil analisa
Kekuatan (Strength),
Kelemahan (Weakness),
Peluang (Opportunity) dan
Ancaman (Threats)
terhadap produk ini .
Membahas tentang
bagaimana konsep dan
aplikasi pembiayaan Ar-
Rahn Usaha Mikro
Perbedaan dengan
penelitian yang akan
dilakukan penulis yaitu
terletak pada produk yang
menjadi obyek penelititan
dan fokus penelitian.
Penelitian yang dilakukan
penulis bersifat dekriptif
analisis yang terfokus
pada kesesuaian antara
konsep dan aplikasi pada
produk Pembiayaan
Warung Mikro di Bank
Syariah Mandiri.
Perbedaan dengan
penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis
terletak pada produk dan
9
3.
Pegadaian Syariah.”
Skripsi S1, Fakultas
Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah,
2008.
Penulis: Rizky Armis
Maulana
Judul: “Analisa Produk
Tabungan Rencana
Bukopin Syariah Serta
Pengaruhnya Terhadap
(ARRUM) yang dilakukan
oleh Pegadaian Syariah
Cabang Dewi Sartika,
serta faktor-faktor yang
menjadi pendorong dan
penghambat dalam produk
ini.
Penelitian kuantitatif yang
membahas mengenai
produk Tabungan Rencana
Bukopin Syariah ,
Pengaruhnya terhadap
Perolehan Dana Pihak
tujuan penelititan.
Peneltian yang akan
dilakukan oleh penulis
untuk mengetahui
kesesuaian antara konsep
dan aplikasi dari Produk
Pembiayaan Warung
Mikro di Bank Syariah
Mandiri. Selain itu
menulis juga melakukan
analisa matrik SWOT
terhadap produk yang
menjadi obyek yang
diteliti.
Perbedaan dengan
penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis
terletak pada jenis
peneltian, obyek penelitian
dan fokus dari penelitian.
10
Perolehan Dana Pihak
Ketiga Pada Bank
Bukopin Syariah
Jakarta”. Skripsi S1,
Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif
Hidayatullah, 2010.
Ketiga pada Bank Bukopin
Syariah dan Komposisi
kontribusi pengaruh
produk Tabungan Rencana
Bukopin Syariah Terhadap
Perolehan Dana Pihak
Ketiga pada Bank Bukopin
Syariah
Penetian yang akan
dilakukan oleh penulis
bersifat kualitatif. Yang
menjadi obyek penelitian
ialah produk Pembiayaan
Warung Mikro dari Bank
Syariah Mandiri dengan
fokus mengetahui
kesesuaian antara konsep
dan aplikasi dari produk
tersebut.
E. Obyek Penelitian
Permasalahan utama dari penelitian ini adalah mengenai konsep dan
aplikasi produk BSM Warung Mikro yang merupakan salah satu produk
alternatif pembiayaan bagi usaha mikro dan kecil. Masalah ini menarik untuk
dingakat karena merupakan salah satu produk alternatif yang tidak semua Bank
Syariah memilikinya. Selain itu dalam penelitian ini juga akan dibahas mengenai
kelebihan dan kelemahan dari produk BSM Warung Mikro ini.
Penelitian ini dilakukan pada PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Depok Kelapa Dua. Adapun lokasi PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
11
Depok Kelapa Dua terletak di Komplek Ruko Depok, Jl. Raya Akses UI No. 9B &
9C, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.16951. Tempat ini dipilih karena menyediakan
layanan produk BSM Warung Mikro yang merupkan obyek utama dari penelitian
ini. Pada penelitian ini juga dilakukan wawancara terhadap nasabah pembiayaan
warung mikro yang bergerak di sektor usaha mikro dan kecil (aset tidak lebih
dari Rp 500 juta) dengan jumlah pembiayaan mulai Rp 2 juta sampai dengan Rp
100 juta.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Secara keseluruhan jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan
skripsi ini adalah penelitian kualitatif, yaitu pendekatan yang tidak
mengadakan penghitungan matematis, statistik dan lain sebagainya,
melainkan menggunakan penekanan ilmiah7 atau penelitian yang
menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dicapai dengan menggunakan
prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi. Bilamana
terdapat ilustrasi yang mengarah pada perhitungan yang berbentuk angka-
angka (kuantitatif), maka hal itu dimaksudkan hanya untuk mempertajam
analisa dan menguatkan argumentasi penelitian.
2. Jenis Data dan Sumber Data
7 Lexi Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. VIII, (Bandung: PT remaja Rosda
Karya, 1997), h.6.
12
Dalam penyusunan skripsi ini, penullis menggunakan jenis data
kualitatif yaitu berupa kata-kata atau gambar bukan angka-angka, kalaupun
ada angka-angka sifatnya hanya sebagai penunjang.8 Serta menggunakan
sumber data yaitu :
a. Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara pihak-pihak yang
bersangkutan, serta dokumentasi atau arsip perusahaan.
b. Data Sekunder
Merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul data. Data yang diperoleh dari literatur-literatur kepustakaan
seperti buku-buku karya tulis berupa makalah, koran, majalah, artikel, jurnal
serta sumber lainnya yang berkaitan dengan materi penulisan skripsi.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan ini, maka
teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: 9
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari
data-data atau bahan-bahan dari berbagai daftar kesusastraan yang ada.
Dengan cara membaca, mempelajari, mencatat, dan merangkum teori-teori
yang ada kaitannya dengan masalah pokok pembahasan melalui buku-buku,
8 Sudarman Danim, Menjadi Peneliti Kuaitatif, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002), h.51.
9 Sutrisno Hadi, Motodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1992), h. 132.
13
skripsi terdahulu, majalah, surat kabar, artikel, buletin, brosur, internet dan
media lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
b. Observasi
Observasi berarti pengamatan dan pencatatan sistematis terhadap fenomena
yang diselidiki. Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan terhadap
aplikasi dari produk Pembiayaan Warung Mikro di Bank Syariah Mandiri
Cabang Depok Kelapa Dua.
c. Interview/Wawancara
Interview merupakan cara yang digunakan dengan tujuan mendapatkan
keterangan secara lisan dari pihak yang bersangkutan secara sistematis dan
berlandaskan pada tujuan penelitian. Pada penelitian ini penulis melakukan
wawancara dengan Pejabat Analis Pembiayaan Warung Mikro di Bank
Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua.
4. Teknik Analisa Data
Dalam menganalisa data, penulis menggunakan metode Analisis
Deskriptif. Analisis deskriptif yaitu suatu teknik analisa data dimana penulis
membaca, mempelajari, memahami dan kemudian menguraikan semua data
yang diperoleh lalu membuat analisa-analisa komprehensif sesuai dengan
rumusan masalah dan tujuan penelitian. Dengan menggunakan metode
14
analisis ini maka selanjutnya penulis akan menjelaskan secara komrehensif
semua data yang diperoleh dalam skripsi ini.10
5. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan dalam penulisan skripsi ini adalah
menggunakan “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 2007”.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan sripsi ini dirancang secara sederhana dengan mengacu pada
buku pedoman penulisan skripsi fakultas syariah dan hukum Universitas islam
negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Cet.1.2007.
Untuk menjembatani kebutuhan tulisan dan memperoleh suatu
pemahaman dari karya tulis secara total, salah satunya terletak pada
penyajiannya, sistematiskah atau tidak. Untuk mempermudah dan memperjelas
penyusunan skripsi ini, maka secara sistematis penulis membagi skripsi ini
kedalam lima bab dengan sub-sub sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, yang berisi tentang Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusasan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Review Studi Terdahulu, Metode Penelitian dan
Sistematika Penulisan.
Bab II Perspektif Teoritis, yang berisi tentang pembahasan teori
pembiayaan dalam perspektif islam yang mencakup pengertian
10
Sutrisno Hadi, Motodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 1992), h. 134.
15
pembiayaan, konsep pembiayaan murabahah, konsep
pembiayaan ijarah, penilaian pemberian pembiayaan, tujuan
dan manfaat pembiayaan serta akad-akad pembiayaan.
Selanjutnya teori mengenai UMKM (usaha mikro, kecil dan
menengah) di Indonesia yang mencakup pengertian,
karakteristik serta profil UMKM di Indonesia.
Bab III Gambaran Umum Bank Syariah Mandiri, yang berisi
tentang latar belakang sejarah berdirinya, visi dan misi, logo
perusahaan, stuktur organisasi serta produk-produk yang ada di
Bank Syariah Mandiri cabang Depok Kelapa Dua.
Bab IV Analisis Produk Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah
Mandiri, yang berisi pembahasan mengenai mekanisme
pelaksanaan pembiayaan Warung Mikro di Bank Syariah
Mandiri. Selanjutnya pembahasan mengenai keunggulan dan
kelemahan produk pembiayaan warung mikro di Bank Syariah
Mandiri.
Bab V PENUTUP, merupakan bagian akhir dari penulisan yang
merupakan jawaban ringkas dari permasalahan yang dibahas
yang tertuang dalam kesimpulan dan saran.
16
BAB II
PEMBIAYAAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN UMKM DI
INDONESIA
A. Pembiayaan Dalam Perspektif Islam
1. Pengertian Pembiayaan
Definisi tentang pembiayaan yaitu: pendanaan yang diberikan oleh
suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah
direncanakan.1 Pengertian pembiayaan menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah adalah
penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan hal itu berupa:
a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan
istishna‟;
d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multijasa, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank
Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana
1 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Yogyakarta: UPP. AMN YKPN,
2002), h. 17
17
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa
imbalan, atau bagi hasil.2
Sedangkan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah
penyediaan uang/tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan
pesetujuan/kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang dibiayai dengan imbalan atau bagi hasil. Pembiayaan yang
dipersamakan dengan kredit berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan
uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak
lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian imbalan atau bagi hasil.3
Pembiayaan dalam perbankan syariah atau istilah teknisnya aktiva produktif,
menurut ketentuan Bank Indonesia adalah penanaman dana bank syariah baik
dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh,
surat berharga syariah, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal
sementara, komitmen dan kontinjensi pada rekening administratif serta
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI).4
Dalam aktivitas pembiayaan, bank syariah akan menjalankan dengan
berbagai teknik dan metode yang penerapannya tergantung pada tujuan dan
aktifitas nasabah penerima pembiayaan. Mekanisme pebankan syariah yang
berdasarkan prinsip mitra usaha, adalah bebas bunga. Oleh karena itu,
2 UU No. 21 Tahun 2008 sebagai revisi UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
Syariah, Pasal 1 ayat 25 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang-
undang RI Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan. (Pasal 1, ayat 12) 4 Peraturan Bank Indonesia No. 5/7/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003
18
masalah membayarkan bunga kepada kepada debitur atau pembebanan bunga
kepada nasabah pembiayaan tidak akan timbul.
Yang menjadi perbedaan antara kredit yang diberikan oleh bank
berdasarkan konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank
berdasarkan prinsip syariah adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan,
bagi bank berdasarkan prinsip konvensional, keuntungan diperoleh melalui
bunga. Sedangkan bagi bank berdasarkan prinsip syariah berupa
imbalan/bagi hasil. Perbedaan lainnya terdiri dari analisis pemberian
pembiayaan (kredit) beserta persyaratannya.5
5 Kashmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h.72-73.
19
Tabel 2.1
Tabel Perbedaan Antara Bunga dan Bagi Hasil6
BAGI HASIL BUNGA
a) Penentuan besarnya rasio/nisbah
bagi hasil dibuat pada waktu
akad dengan berpedoman pada
kemungkinan untung rugi.
a. Penentuan bunga dibuat pada
waktu akad dengan asusmsi harus
selalu untung.
b) Besarnya rasio bagi hasil
berdasarkan jumlah
keuntungan yang diperoleh.
b. Besarnya persentase berdasarkan
pada jumlah uang (modal) yang
dipinjamkan.
c) Bagi hasil bergantung pada
keuntungan proyek yang
dijalankan. Bila usaha merugi,
kerugian ditanggung bersama
kedua belah pihak.
c. Pembayaran bunga tetap seperti
yang dijanjikan tanpa
pertimbangan apakah proyek
yang dijalankan oleh pihak
nasabah untung atau rugi.
d. Jumlah pembagian laba
meningkat sesuai dengan
peningkatan jumlah pendapatan.
e. Jumlah pembayaran bunga tidak
meningkat sekalipun jumlah
keuntungan berlipat atau keadaan
ekonomi sedang “booming”.
f. Tidak ada yang meragukan
keabsaha bagi hasil.
g. Eksistensi bunga diragukan
(kalau tidak dikecam) oleh
semua agama, termasuk Islam.
6 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik,(Jakarta: Gema Insani Press,
2001), h.61.
20
2. Penilaian Pemberian Pembiayaan
Ada beberapa syarat penilaian pembiayaan yang sering dilakukan, di
antaranya dengan analisis 5C, analisis 7P dan studi kelayakan. Analisis 5C
dan 7P memiliki hubungan yang erat dimana analisis 7C merupakan
penjelasan dari analisis 5C.
Syarat pemberian pembiayaan dengan analisis 5C:7
1) Character (Karakter/Akhlak)
Karakter dapat terlihat dari interaksi kehidupan seseorang dengan
keluarga dan tetangganya. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai
karakter seseorang biasanya dilakukan dengan bertanya kepada tokoh
masyarakat setempat maupun para tetangga calon penerima pembiayaan.
2) Condition of economi (Kondisi usaha)
Usaha yang dijalankan oleh calon penerima pembiayaan harus baik,
dalam arti mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, menutupi
biaya operasional usaha dan kelebihan dari hasil dari hasil usaha dapat
menjadi modal usaha untuk lebih berkembang lagi. Jika kelak mendapat
pembiayaan, maka diharapkan usaha tersebut dapat tumbuh lebih baik
dan akhirnya mampu melunasi kewajibannya.
3) Capacity (Kemampuan manajerial)
Calon peneriama pembiayaan harus mempunyai kemampuan manajerial
yang baik, handal dan tangguh dalam menjalankan usahanya. Biasanya
7 Kasmir, “Manajemen Perbankan”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003).
21
seorang wirausahawan sudah dapat mengatasi permasalahan yang
mungkin timbul dari usahanya apabila sudah berjalan minimal dua tahun.
4) Capital (Modal)
Calon penerima pembiayaan harus mampu mengatur keuangannya
dengan baik, dalam hal ini seoarang pengusaha harus mampu
menyisihkan sebagian keuntungan usahanya untuk menambah modal
sehingga skala usahanya dapat ditingkatkan. Satu hal yang perlu
diwaspadai adalah apabila usaha calon penerima pembiayaan yang
sebagian struktur permodalannya berasal dari luar (bukan modal sendiri),
maka hal ini akan menimbulkan kerawanan pembiayaan bermasalah.
5) Collateral (Jaminan)
Petugas pembiayaan harus dapat menganalisis usaha calon anggota
pembiayaan dimana sumber utama pelunasan pembiayaan nantinya
dibayarkan dari hasil keuntungan usahanya. Untuk mengatasi
kemungkinan sulitnya pembayaran kembali dana pembiayaan maka perlu
diadakannya jaminan. Fungsi dari jaminan tersebut pertama, sebagai
pengganti pelunasan pembiayaan jika penerima pembiayaan sudah tidak
mampu melunasi pembiayaan. Kedua, sebagai pelunasan pembiayaan
jika penerima pembiayaan melakukan wanprestasi.
3. Tujuan dan Manfaat Pembiayaan
Pemberian suatu fasilitas pembiayaan mempunyai tujuan tertentu
dan tidak akan terlepas dari misi bank tersebut didirikan. Adapun tujuan
utama dari pemberian suatu pembiayaan antara lain:
22
1. Mencari keuntungan yaitu untuk memperoleh return ditambah laba
dari pemberian pembiayaan tersebut. Hasil tersebut terutama dalam
bentuk bagi hasil atau margin yang diterima oleh bank sebagai balas
jasa dan biaya administrasi pembiayaan yang diberikan kepada
nasabah.
2. Membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana
investasi maupun untuk modal kerja.
3. Membantu pemerintah agar semakin banyak pembiayaan yang
diberikan oleh pihak perbankan, mengingat semakin banyak
pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat akan maka akan
berdampak kepada pertumbuhan di berbagai sektor.8
Dilihat dari tujuan diatas, maka dapat dikatakan bahwa pemberian
suatu pembiayaan tidak hanya menguntungkan bagi satu pihak saja yaitu
pihak yang diberikan pembiayaan, melainkan juga menguntungkan pihak
yang memberikan pembiayaan.
Manfaat pembiayaan ditinjau dari berbagai segi:
1. Kepentingan Debitur
a. Memungkinkan untuk memperluas dan mengembangkan usahanya.
b. Jangka waktu pembiayaan dapat disesuaikan dengan kebutuhan
dana debitur, untuk pembiayaan investasi dapat disesuaikan dengan
kapasitas usaha yang bersangkutan, dan untuk pembiayaan modal
kerja dapat diperpenjang berulang-ulang.
8 Kasmir, Dasar-dasar Perbankan. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h.96.
23
2. Kepentingan Perbankan
a. Menjaga stabilitas usahanya, serta membantu memasarkan jasa-jasa
perbankan.
b. Untuk memperluas pangsa pasar (market share) dalam industri
perbankan nasional, dimana pada saat ini belum ada keseimbangan
antara penawaran dana dan permintaan akan dana.
3. Kepentingan Pemerintah
a. Pembiayaan dapat digunakan sebagai alat untuk memacu
pertumbuhan ekonomi secara umum, diantaranya mencipatakan
lapangan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
b. Sebagai sumber pendapatan negara.
4. Kepentingan Masyarakat Luas
a. Dengan adanya kelancaran dari proses pembiayaan yang
diharapkan terjasdi sirkulasi dari masyarakat yang kelebihan dana
kapada masyarakat yang kekurangan dana.
b. Meningkatkan daya beli masyarkat.
4. Akad-Akad Pembiayaan Syariah
Akad (al-„Aqd) dalam bahasa Arab berarti: perikatan, perjanjian dan
pemufakatan.9 Secara terminologi, akad memiliki arti umum dan khusus.
Adapun arti umum dari akad adalah segala sesuatu yang dikehendaki
seseorang untuk dikerjakan, baik yang muncul dari kehendaknya sendiri,
9 Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990)
24
seperti kehendak untuk wakaf, membebaskan hutang, thalak dan sumpah,
maupun yang membutuhkan kehendak dua pihak dalam melakukannya,
seperti jual beli, sewa menyewa, perwakilan ,gadai/jaminan.10
Sedangkan arti khusus akad adalah pertalian atau keterikatan antara
ijab dan qabul sesuai dengan kehendak syariah yang menimbulkan akibat
hukum pada obyek akad.11
Menurut Jumhur ulama rukun akad ada tiga; yaitu
aqid (orang yang menyelenggarakan akad seperti penjual dan pembeli), harga
dan barang yang ditransaksikan (ma'qud alaih) dan shighatul „aqd (bentuk
ucapan akad) .
Adapun akad-akad pembiayaan yang bisa dipergunakan dalam
pembiayaan pada bank syariah adalah sebagai berikut:
1. Mudharabah
a. Pengertian Mudharabah
Mudharabah adalah suatu perjanjian pembiayaan antara bank dan
nasabah, dimana bank menyediakan 100% pembiayaan bagi uasaha
tertentu dari nasabah, sedangkan nasabah mengelola usaha tersebut
tanpa campur tangan bank.12
Dalam akad mudharabah bank
mempunyai hak untuk mengajukan usul dan melakukan pengawasan
atas penyediaan dana. Dari pembiayaan tersebut bank mendapat
imbalan atau keuntungan yang besarnya ditetapkan atas dasar
persetujuan kedua belah pihak. Apabila terjadi kerugian, maka
10 Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 2002) 11 Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h.60. 12 Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait di Indonesia,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), h.86.
25
kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung oleh bank, kecuali kerugian
akibat dari kelalaian nasabah.
b. Rukun dan Syarat Mudharabah
Adapun rukun dari akad mudharabah yaitu:
1) Pemodal
2) Pengelola
3) Modal
4) Nisbah keuntungan
5) Shigat atau akad
Syarat dari akad mudharabah yaitu:
1) Pemodal dan pengelola merupakan orang yang cakap hukum.
2) Shigat penawaran dan pnerimaan (ijab dan qabul) harus
diucapkan oleh kedua belah pihak guna menunjukan kemauan
mereka untuk menyempurnakan kontrak.
3) Modal harus berbentuk uang tunai yang jelas jumlahnya.
2. Musyarakah
a. Pengertian Musyarakah
Musyarakah atau syirkah adalah suatu perjanjian usaha antara dua
atau beberapa pemilik modal untuk menyertakan modalnya pada
suatu proyek dimana masing-masing pihak mempunyai hak untuk
ikut, serta mewakilkan atau menggugurkan haknya dalam proyek.13
Keuntungan dari hasil usaha dapat dibagi menurut proporsi
13 Ahmad Ghazali, Serba-Serbi Kredit Syariah Jangan Ada Bunga Diantara Kita,
(Jakarta: Media Komputindo, 2005), h.29.
26
penyertaan modal masing-masing sesuai dengan kesepakatan
bersama.
b. Rukun dan Syarat Musyarakah
Adapun rukun dari akad musyarakah yaitu:
1) Pemodal
2) Pengelola
3) Modal
4) Nisbah keuntungan
5) Shigat atau akad
Sedangkan syarat dalam akad musyrakah yaitu:
1) Pemodal dan pengelola merupakan orang yang cakap hukum.
2) Shigat penawaran dan pnerimaan (ijab dan qabul) harus
diucapkan oleh kedua belah pihak guna menunjukan kemauan
mereka untuk menyempurnakan kontrak.
3) Modal harus berbentuk uang tunai yang jelas jumlahnya.
3. Murabahah
a. Pengertian Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang telah disepakati oleh
penjual dan pembeli (bank dan nasabah).14
Sedangkan pembiayaan
murabahah yaitu suatu perjanjian dimana bank membiayai barang
yang diperlukan nasabah dengan sistem pembayaran ditangguhkan.
14 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisi Fiqh dan Keuangan,cet IV, (Jakarta: IIIT
Indonesia, 2003), h.61.
27
Dalam prakteknya, pembiayaan murabahah dilakukan dengan cara
bank membeli dan memberi kuasa kepada nasabah atas nama bank,
dan pada saat yang bersamaan bank menjual barang tersebut kepada
nasabah dengan harga pokok ditambah sejumlah keuntungan atau
margin untuk dibayar oleh nasabah dalam jangka waktu tertentu
sesuai dengan perjanjian antara bank dengan nasabah. Pembiayaan
murabahah ditujukan untuk pembiayaan yang sifatnya konsumtif
seperti rumah, toko, mobil, motor dan sebagainya.15
Pada pembiayaan murabahah merupkan perjanjian yang disepakati
antara bank, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian
bahan baku atau modal kerja lainnya yang dibutuhkan oleh nasabah
yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank
(harga beli bank ditambah margin keuntungan) pada saat jatuh
tempo.16
b. Syarat-Syarat Murabahah
1) Para pihak:
a) Berwenang secara hukum
b) Rela atau suka sama suka
2) Obyek:
a) Ada secara fisik
b) Memiliki kepemilikan yang jelas
15 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta: Tazkia Institute,
2000), h.251. 16 Muhammad Yusuf dan Junaedi, Perngantar Ilmu Ekonomi dan Perbankan Syariah,
(Jakarta: Ganeca Press, 2006), h.69.
28
c) Bukan barang haram
d) Harga
e) Tidak berubah selama masa perjanjian
f) Merupakan kesepakatan
4. Salam
a. Pengertian Salam
Transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada.
Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan
pembayaran dilakukan secara tunai.
b. Rukun dan Syarat Salam
Adapun rukun dalam akad salam yaitu:
1) Pembeli (Muslam)
2) Penjual (Muslam ilaih)
3) Modal
4) Barang(Muslam fihi)
5) Ucapan ijab qabul(Shigat)
Sedangkan syarat dalam akad salam yaitu:
1) Modal harus diketahui.
2) Barang harus jelas spesifikasinya.
3) Harus dapat diidentifikasikan secara jelas untuk menguraangi
kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang barang yang
diperjualbelikan, tentang kualifikasi kualitas, serta mengenai
jumlahnya.
29
4) Penyerahan barang dilakukan dikemudian hari.
5) Boleh menentukan waktu di masa yang akan datang untuk
penyerahan barang.
5. Ijarah
a. Pengertian Ijarah
Akad antara bank (muajjir) dengan nasabah (musta‟jir) untuk
menyewa suatu barang atau obyek sewa (ma‟jur) milik bank dan
bank mendapatkan imbalan jasa atas barang yang disewanya, dan
diakhiri dengan pembelian obyek sewa oleh nasabah.17
Dalam pembiayaan ini pertama, bank akan membeli aset untuk
disewakan kepada nasabah dan dikategorikan sebagai aktiva ijarah.
Setelah dimiliki bank, selanjutnya nasabah akan menyewanya untuk
jangka waktu yang disepakati dengan membayar harga sewa. Selama
jangka waktu yang disepakati aktiva ijarah masih dimilki bank dan
akan dialihkan kepemilikannya pada akhir masa sewa.
b. Rukun Ijarah
Adapun rukun dalam akad ijarah yaitu:
1) Shigat (ucapan): ijab (tawaran), qobul (penerimaan)
2) Pihak yang berakad (berkontrak): pemberi sewa (lessor-pemilik
aset), penyewa (lessee).
3) Obyek kontrak yang terdiri dari pembayaran (sewa)dan manfaat
dari penggunaan aset.
17 M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik,(Jakarta: Gema Insani Press,
2001), h.118.
30
Adapun Jenis Pembiayaan dalam perbankan syariah berdasarkan tujuannya
dapat dibagi tiga, yaitu: 18
1. Return Bearing Financing
Yaitu bentuk pembiayan yang secara komersial menguntungkan, ketika
pemilik modal mau menanggung risiko kerugian dan nasabah juga
memberikan keuntungan.
2. Return Free Financing
Yaitu bentuk pembiayaan yang tidak untuk mencari keuntungan dan
lebih ditujukan kepada orang-orang yang membutuhkan (poor), sehingga
tidak ada keuntungan yang diperoleh.
3. Charity Financing
Yaitu bentuk pembiayaan yang memang diberikan kepada orang miskin
dan membutuhkan, sehingga tidak ada klaim terhadap pokok dan
keuntungan.
B. USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DI INDONESIA
1. Pengertian UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah)
Keberadaan usaha kecil, mikro dan menengah dalam perekonomian
Indonesia memiliki sumbangan yang sangat positif, diantaranya dalam
menyediakan lapangan kerja, menyediakan barang dan jasa, serta
pemerataan usaha untuk mendistribusikan pendapatan nasional. Dengan
peranan usaha kecil, mikro dan menengah tersebut, posisi UMKM dalam
pembangunan ekonomi nasional menjadi sangat penting.
18 Ahmad Ghazali, Serba-Serbi Kredit Syariah Jangan Ada Bunga Diantara Kita,
(Jakarta: Media Komputindo, 2005).
31
Pembahasan tantang UMKM meliputi pengelompokan jenis usaha,
yaitu jenis industri skala kecil menengah (ISKM) dan perdagangan skala
kecil dan menengah (PSKM). Karena dengan pengelompokannya pada
akhirnya terfokus pada permasalahan kesempatan lapangan kerja dan
diletakkan pada kemampuan pengembangan ISKM dan PSKM.19
Adapun pengertian UMKM di berbagai negara tidak selalu sama
dan bergantung pada konsep yang digunakan oleh negara tersebut. Oleh
karena itu pengertian UMKM ternyata berbeda antara satu negara dan
negara lainnya. Dalam pengertiannya mencakup dua aspek, yaitu aspek
tenaga kerja dan aspek pengelompokan ditinjau dari jumlah tenaga kerja
yang diserap dalam kelompok perusahaan tersebut (range of the member
of employes).20
Di Indonesia, berdasarkan literatur yang ada hingga kini terdapat
beberapa pengertian yang didasarkan pada besar modal dan usaha serta
jumlah tenaga kerja yang digunakan. Batasan-batasan tersebut antara
lain:21
1. Usaha Mikro
a. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), usaha
mikro adalah usaha produktif milik perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memiliki kekayaan bersih (tidak termasuk
19 Titik Sartika Partomo dan Abd. Rachman Soejono, Ekonomi Skala Kecil dan Kecil
Menengah dan Koperasi, (Jakarta: Galia Indonesia, 2002), h.16. 20 Ibid, h.14. 21 Tulus T.H Tambunan, UMKM di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009).
32
tanah dan bangunan) paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah) dan hasil penjualan tahunan (omzet/tahun) paling
banyak Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).
b. Bank Indonesia, Departemen Perindustrian dan Perdagangan
memberi batasan berdasarkan aset yang dimiliki (tidak termasuk
tanah dan bangunan) bahwa usaha mikro adalah usaha yang
memiliki aset kurang dari
2. Usaha Kecil
a. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), usaha
kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan anak cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar.
Kriteria dari usaha kecil adalah memiliki kekayaan bersih (tidak
termasuk tanah dan bangunan) lebih dari Rp 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah) dan hasil penjualan tahunan (omzet/tahun)
lebih dari Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan
paling banyak Rp 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta
rupiah).
33
b. Bank Indonesia, Departemen Perindustrian dan Perdagangan
memberi batasan berdasarkan aset yang dimiliki (tidak termasuk
tanah dan bangunan) bahwa usaha mikro adalah usaha yang
memiliki aset kurang dari Rp 600.000.000,-.
c. Departemen keuangan memberi batasan bahwa usaha kecil adalah
usaha dengan omzet kurang dari Rp 300.000.000,-.
d. Departemen Perindustrian Perdagangan dan Departemen Tenaga
Kerja memberi batasan berdasarkan jumlah tenaga keja, bahwa
usaha dengan jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan 20 orang
disebut usaha kecil. Seddagkan menurut GBHN Tahun 1993,
pengusaha kecil adalah mereka yang lemah dalam hal modal,
tenaga kerja serta dalam penerapan teknologi.
3. Usaha Menengah
e. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), usaha
menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang
bukan merupakan anak perusahaan atau bukan anak cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha
besar. Kriteria dari usaha menengah adalah memiliki kekayaan
bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan) lebih dari Rp
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling
34
banyak Rp 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) dan hasil
penjualan tahunan (omzet/tahun) lebih dari Rp 2.500.000.000,-
(dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak
Rp 50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah).
Di dalam UU No. 20 Tahun 2008 tersebut, pengertian UMKM
tergambar dari kriteria UMKM yang dibedakan berdasarkan, pertama:
kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan), kedua: hasil
penjualan tahunan (omzet/tahun). Secara ringkas kriteria usaha mikro,
kecil dan menengah adalah sebagai berikut:22
Tabel 2.2
Tabel Kriteria UMKM23
Kriteria UMKM Mikro Kecil Menengah
Kekayaan bersih
(tidak termasuk
tanah dan
bangunan)
Paling banyak
Rp 50 juta
Lebih dari
Rp 50 juta
sampai dengan
paling banyak
Rp 500 juta
Lebih dari
Rp 500 juta
sampai dengan
paling banyak
Rp 10 milyar
Hasil Penjualan
Tahunan
(omzet/tahun)
Paling banyak
Rp 300 juta
Lebih dari
Rp 300 juta
sampai dengan
paling banyak
Rp 2,5 milyar
Lebih dari
Rp 2,5 milyar
sampai dengan
paling banyak
Rp 50 milyar
22 Kementrian Koperasi dan UKM. Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Menurut
UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM. Diakses pada 20 April 2011 dari
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=129 23 Tulus T.H. Tambunan, “UMKM di Indonesia”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), h.11.
35
Dalam dunia perbankan, pengelompokan/klasifikasi UMKM
didasarkan pada jumlah (plafond) pembiayaan yang dapat diberikan
kepada UMKM, yaitu untuk usaha mikro pembiayaan yang diberikan
sampai dengan maksimal Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), untuk
usaha kecil pembiayaan yang diberikan antara Rp 50.000.000,- (lima puluh
juta rupiah) sampai dengan Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dan
untuk usaha menegah pembiayaan yang diberikan antara dengan Rp
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)sampai dengan dengan Rp
5.000.000.000,- (lima milyar rupiah). Dalam peneitian ini jenis usaha yang
termasuk kedalam pembiayaan mikro yaitu hanya tercaku pada usaha
mikro dan kecil saja dimana jumlah pembiaayaan yang disalurkan Rp
2.000.000,- (dua juta rupiah) sampai dengan maksimal Rp 100.000.000,-
(seratus juta rupiah).
Tabel 2.3
Tabel klasifikasi UMKM berdasarkan jumlah (plafond)
pembiayaan di bank
Jenis Usaha Jumlah (plafond) Pembiayaan
Usaha Mikro Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
Usaha Kecil Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) s/d
Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)
Usaha Menengah Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) s/d
Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah)
36
2. Karakteristik UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah)
1. Usaha Mikro
Berikut ini ciri-ciri usaha mikro:
Jenis barang/komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu
dapat berganti;
Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah
tempat;
Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun,
dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha;
Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa
wirausaha yang memadai;
Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah;
Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari
mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank;
Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas
lainnya termasuk NPWP.
Dilihat dari kepentingan perbankan, usaha mikro adalah suatu
segmen pasar yang cukup potensial untuk dilayani dalam upaya
meningkatkan fungsi intermediasi-nya karena usaha mikro mempunyai
karakteristik positif dan unik yang tidak selalu dimiliki oleh usaha non
mikro, antara lain :
37
Perputaran usaha (turn over) cukup tinggi, kemampuannya
menyerap dana yang mahal dan dalam situasi krisis ekonomi
kegiatan usaha masih tetap berjalan bahkan terus berkembang;
Tidak sensitive terhadap suku bunga;
Tetap berkembang walau dalam situasi krisis ekonomi dan moneter;
Pada umumnya berkarakter jujur, ulet, lugu dan dapat menerima
bimbingan asal dilakukan dengan pendekatan yang tepat.
Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa masih banyak usaha
mikro yang sulit memperoleh layanan kredit perbankan karena berbagai
kendala baik pada sisi usaha mikro maupun pada sisi perbankan sendiri.
2. Usaha Kecil
Berikut ini ciri-ciri usaha kecil:
Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak
gampang berubah;
Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-
pindah;
Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau
masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan
dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha;
Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya
termasuk NPWP;
Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam
berwira usaha;
38
Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal;
Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik
seperti business planning.
3. Usaha Menengah
Berikut ini ciri-ciri usaha menengah:
Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih
baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas
yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan
bagian produksi;
Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem
akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan
penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan;
Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan,
telah ada Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll;
Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga,
izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll;
Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan;
Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih
dan terdidik.24
4. Keunggulan dan Kelemahan UMKM
Beberapa keunggulan yang dimiliki oleh UMKM dibandingkan
dengan usaha besar antara lain25
:
24 Dessy, “Pengertian dan Kriteria UMKM”, artikel ini diakses pada 20 April 2011 dari
http://chichimoed.blogspot. com/2009/03/pengertian-dan-kriteria-ukm.html
39
1. Inovasi dalam teknologi yang dengan mudah terjadi dalam
pengembangan produk.
2. Hubungan kemanusiaan yang akrab di dalam perusahaan kecil.
3. Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi
pasar yang berubah dengan cepat dibandingkan dengan perusahaan
berskala besar yang pada umumnya birokratis.
4. Terdapat dinamisme manajerial dan peranan kewirausahaan.
Sedangkan kelemahan yang dimiliki UMKM adalah:
1. Kesulitan pemasaran
Hasil dari studi lintas Negara yang dilakukan oleh James dan
Akarasanee (1988) di sejumlah Negara ASEAN menyimpulkan
salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran yang
umum dihadapi oleh pengusaha UKM adalah tekanan-tekanan
persaingan, baik dipasar domestik dari produk-produk yang serupa
buatan pengusaha-pengusaha besar dan impor, maupun dipasar
ekspor.
2. Keterbatasan finansial
UKM di Indonesia menghadapi dua masalah utama dalam aspek
finansial antara lain: modal (baik modal awal maupun modal kerja)
dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat
diperlukan untuk pertumbuhan output jangka panjang.
3. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM)
25 Titik Sartika Partomo dan Abd. Rachman Soedjono, “Ekonomi: Skala Kecil, Menengah
dan Koperasi”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), h.20.
40
Keterbatasan sumber daya manusia juga merupakan salah satu
kendala serius bagi UKM di Indonesia, terutama dalam aspek-
aspek kewirausahaan, manajemen, teknik produksi, pengembangan
produk, control kualitas, akuntansi, mesin-mesin, organisasi,
pemprosesan data, teknik pemasaran, dan penelitian pasar. Semua
keahlian tersebut sangat diperlukan untuk mempertahankan atau
memperbaiki kualitas produk, meningkatkan efisiensi dan
produktifitas dalam produksi, memperluas pangsa pasar dan
menembus pasar baru.
4. Masalah bahan baku
Keterbatasan bahan baku dan input-input lain juga sering menjadi
salah satu masalah serius bagi pertumbuhan output atau
kelangsungan produksi bagi UKM di Indonesia. Terutama selama
masa krisis, banyak sentra-sentra Usaha Kecil dan Menengah
seperti sepatu dan produk-produk textile mengalami kesulitan
mendapatkan bahan baku atau input lain karena harganya dalam
rupiah menjadi sangat mahal akibat depresiasi nilai tukar terhadap
dolar AS.
5. Keterbatasan teknologi
Berbeda dengan Negara-negara maju, UKM di Indonesia
umumnya masih menggunakan teknologi tradisonal dalam bentuk
mesin-mesin tua atau alat-alat produksi yang sifatnya manual.
Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya membuat rendahnya
41
jumlah produksi dan efisiensi di dalam proses produksi, tetapi juga
rendahnya kualitas produk yang dibuat serta kesanggupan bagi
UKM di Indonesia untuk dapat bersaing di pasar global.
Keterbatasan teknologi disebabkan oleh banyak faktor seperti
keterbatasan modal investasi untuk membeli mesin-mesin baru,
keterbatasan informasi mengenai perkembangan teknologi, dan
keterbatasan sumber daya manusia yang dapat mengoperasikan
mesin-mesin baru.
3. Profil UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) di Indonesia
UKM kurang mendapatkan perhatian di Indonesia sebelum krisis pecah
pada tahun 1997. Namun demikian sejak krisis ekonomi melanda Indonesia
(yang telah meruntuhkan banyak usaha besar) sebagian besar UKM tetap
bertahan, dan bahkan jumlahnya meningkat dengan pesat perhatian pada UKM
menjadi lebih besar, kuatnya daya tahan UKM juga didukung oleh struktur
permodalannya yang lebih banyak tergantung pada dana sendiri (73%), 4%
bank swasta, 11% bank pemerintah, dan 3% supplier (Azis, 2001).
Demikian juga kemampuannya menyerap tenaga kerja juga semakin
meningkat dari sekitar 12 juta pada tahun 1980, tahun 1990, dan 1993 angka
ini meningkat menjadi sekitar 45 juta dan 71 juta (data BPS), dan pada tahun
2001 menjadi 74,5 juta. Jumlah UKM yang ada meningkat dengan pesat, dari
sekitar 7 ribu pada tahun 1980 menjadi sekitar 40 juta pada tahun 2001.
Sementara itu total volume usaha, usaha kecil dengan modal di bawah Rp. 1
miliar yang merupakan 99,85% dari total unit usaha, mampu menyerap 88,59%
42
dari total tenaga kerja pada tahun yang sama. Demikian juga usaha skala
menengah (0,14% dari total usaha) dengan nilai modal antara Rp. 1 miliar
sampai Rp. 50 miliar hanya mampu menyerap 10,83% tenaga kerja. Sedangkan
usaha skala besar (0,01%) dengan modal di atas Rp. 54 miliar hanya mampu
menyerap 0,56% tenaga kerja.
Melihat sumbangannya pada perekonomian yang semakin penting,
UKM seharusnya mendapat perhatian yang semakin besar dari para pengambil
kebijakan. khususnya lembaga pemerintahan yang bertanggung jawab atas
perkembangan UKM. Pengembangan UKM di Indonesia selama ini dilakukan
oleh Kantor Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
(Kementerian Negera KUKM). Selain Kementrian Negara KUKM, instansi
yang lain seperti Depperindag, Depkeu, dan BI juga melaksanakan fungsi
pengembangan UKM sesuai dengan wewenang masing-masing.
Dalam perkembangannya, menurut data Biro Pusat Statistik (BPS),
jumlah UMKM terus meningkat dan tetap mendomenasi jumlah perusahaan.
Pada tahun 2006 terdapat sekitar 48 juta UMKM, dibandingkan dengan 7200
usaha berskala besar. Dalam kesempatan kerja UMKM menyumbang sekitar
97 persen dari jumlah pekerja di Indonesia.26
Tidak dapat dipungkiri bahwa UMKM memiliki daya tahan yang
tangguh dalam menghadapi gejolak. Sejak terjadinya krisis moneter yang
diikuti oleh krisis ekonomi dan berbagai krisis lainnya, ditemukan suatu
kenyataan bahwa ketahanan perekonomian nasional sesungguhnya ditopang
26 Tulus T.H. Tambunan, “UMKM di Indonesia”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), h.3.
43
oleh UMKM.27
Oleh karena itu upaya untuk terus memberdayaan UMKM
merupakan tantangan yang harus selalu ditingkatkan, termasuk dukungan
pembiayaan melalui perbankan.
Pembangunan ekonomi Indonesia dalam 5 tahun terakhir menargetkan
penurunan pengangguran dari 9,7% tahun 2004 menjadi 5,1% tahun 2009 yang
disertai pengentasan kemiskinan dari 16,6% tahun 2004 menjadi 8,2% tahun
2009. Salah satu dari “Triple Strategy” pemerintah untuk mencapai sasaran
tersebut adalah dengan menggerakkan sektor riil yang komponennya
didominasi oleh UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) hingga 99,9%.
Secara lebih rinci, UMKM mengambil peran yang sangat strategis dalam
menggerakkan aktivitas perekonomian Indonesia dengan menyediakan 99,5%
kesempatan kerja penduduk yang memproduksi 57 % kebutuhan barang dan
jasa nasional. Devisa negara sebesar 19% volume ekspor merupakan hasil
produksi UMKM serta kontribusi 2-4% pertumbuhan nasional yang
disumbangkan oleh UMKM.28
C. Peranan Pembiayaan Bank Syariah Terhadap Perkembangan UMKM di
Indonesia
Salah satu target pencapaian sistem perbankan syariah nasional yang
tercantum pada blue print Perbankan Syariah Indonesia adalah memiliki peran
signifikan dalam sistem perekonomian nasional, serta mampu melakukan
perbaikan kesejahteraan rakyat. Sekaligus berdasarkan nilai-nilai syariah, visi
27 “Tak Punya Utang Luar Negeri, UMKM Malah Tahan Krisis”. Kompas 27 November
2008. 28 Bappenas, Rencana Pemangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009, Artikel
Diakses pada 15 April 2011 dari http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/7642/
44
pengembangan perbankan syariah di Indonesia adalah “Terwujudnya sistem
perbankan syariah yang kompetitif, efisien dan memenuhi prinsip kehati-hatian
yang mampu mendukung sektor riil secara nyata melalui kegiatan pembiayaan
berbasis bagi hasil (share-based financing) dan transaksi riil dalam kerangka
keadilan, tolong-menolong dan menuju kebaikan guna mencapai kemashlahatan
masyarakat.”29
Beberapa hal yang dapat disediakan oleh Bank Syariah untuk UMKM,
kaitannya dengan pencapaian target dan visi di atas, antara lain: Pertama, produk
alternatif yang luas dengan bagi hasil sebagai produk utama. Produk-produk
dengan sistem profit and loss sharing yang berparadigma kemitraan sangat tepat
untuk memberdayakan UMKM. Kedua, pengelolaan bisnis berdasarkan moral dan
transaksi sesuai dengan prinsip syariah. Keungggulan ini cocok dengan
karakteristik orang-orang yang bergerak di bidang UMKM, yang menginginkan
tetap berpegang teguh pada etika bisnis dan moralitas. Ketiga, mengelola dan
memiliki akses kepada dana-dana di voluntary sector. Hal ini sangat sesuai
dengan komitmen Bank Syariah yang peduli dengan pengembangan UMKM
sebagai bagian dari pengentasan kemiskinan melalui instrumen Ekonomi Islam
(Zakat, Infak, Shadaqah, Wakaf).30
Tidak dapat dipungkiri bahwa UMKM memiliki daya tahan yang tangguh
dalam menghadapi gejolak. Sejak terjadinya krisis moneter yang diikuti oleh
krisis ekonomi dan berbagai krisis lainnya, ditemukan suatu kenyataan bahwa
29 Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta: Pustaka Alvabet,
2005), h.37. 30 Muhammad, Bank Syariah: Problem dn Prospek Perkembangan di Indonesia,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), h.128.
45
ketahanan perekonomian nasional sesungguhnya ditopang oleh UMKM.31
Oleh
karena itu upaya untuk terus memberdayaan UMKM merupakan tantangan yang
harus selalu ditingkatkan, termasuk dukungan pembiayaan melalui perbankan.
31 “Tak Punya Utang Luar Negeri, UMKM Malah Tahan Krisis”. Kompas 27 November
2008.
46
BAB III
GAMBARAN UMUM BANK SYARIAH MANDIRI
A. Profil Perusahaan
Saat ini, dunia perbankan Indonesia tidak hanya didominasi oleh bank
yang berkonsep konvensional, tetapi bank yang berkonsep syariah pun mulai
menjamur untuk meramaikan persaingan antar bank di Indonesia. Bank
Syariah Mandiri merupakan salah satu bank yang berkonsep syariah di
Indonesia. Bank syariah mandiri juga merupakan salah satu pelopor
berdirinya bank-bank berkonsep syariah di Indonesia dan merupakan salah
satu bank syariah terbesar di Indonesia saat ini.
PT. Bank Syariah Mandiri didirikan pada tanggal 25 Oktober 1999
dan mulai beroperasi pada tanggal 1 November 1999. Modal dasar pendirian
Bank Syariah Mandiri sebesar Rp. 1 triliun rupiah dengan modal disetor
sebesar Rp. 658.243.565.000,- (enam ratus lima puluh delapan milyar dua
ratus empat puluh tiga juta lima ratus enam puluh lima ribu rupiah). Dengan
modal sebesar itu sampai Desember 2010 aset Bank Syariah Mandiri
mencapai Rp. 32,48 triliun.1
Saat ini Bank Syariah Mandiri telah memiliki total kantor cabang
mencapai 1.171 kantor, di luar cabang unit bisnis mikro. Dari jumlah
tersebut, sebanyak 977 unit berstatus Kantor Cabang (KC) dan Kantor
Cabang Pembantu (KCP) serta 194 unit berupa Kantor Kas (KK) yang
1 Aset Bank Syariah Mandiri Rp. 32,48 Triliun”, Kompas, 19 April 2011, h.14
47
semuanya tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Selain itu Bank Syariah
Mandiri juga memiliki jaringan ATM sejumlah 220 ATM Syariah Mandiri,
4.795 ATM Mandiri, 20,487 ATM Bersama (termasuk ATM Mandiri dan
ATM BSM), 14.403 ATM Prima, 121.743 unit EDC BCA, 7.053 ATM BCA
dan & 7.435 unit Malaysia Electronic Payment System (MEPS).
Sampai saat ini, hampir 100 persen BSM masih milik Bank Mandiri.
Hanya satu lembar saham yang dimiliki oleh Mandiri Sekuritas. Ini
membuktikan bahwa Bank Syariah Mandiri merupakan salah satu bank
dengan prinsip syariah terbesar di Indonesia.
B. Sejarah Singkat Bank Syariah Mandiri
Krisis moneter dan ekonomi sejak Juli 1997 yang disusul dengan
krisis politik nasional telah membawa dampak besar dalam perekonomian
nasional. Krisis tersebut telah mengakibatkan perbankan Indonesia yang
didominasi bank-bank konvensional mengalami kolaps dan kekeringan
likuiditas. Keadaan tersebut menyebabkan Pemerintah Indonesia terpaksa
mengambil kebijakan untuk merestrukturisasi dam merekapitulasi bank-bank
yang ada di Indonesia.
Kehadiran BSM sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah
sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Sebagaimana
diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan
krisis multi dimensi termasuk di panggung politik nasional, telah
menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh
sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi
48
tersebut, industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank
konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya mengambil
tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank
di Indonesia.
Salah satu bank konvensional, PT Bank Susila Bakti (BSB) yang
dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang
Negara dan PT Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB berusaha
keluar dari situasi tersebut dengan melakukan upaya merger dengan beberapa
bank lain serta mengundang investor asing.
Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan penggabungan (merger)
empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan
Bapindo) menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada
tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan
dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai pemilik mayoritas
baru BSB.
Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri
melakukan konsolidasi serta membentuk Tim Pengembangan Perbankan
Syariah. Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan
perbankan syariah di kelompok perusahaan Bank Mandiri, sebagai respon
atas diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang memberi peluang bank
umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking system).2
2 Mini Profile, Menemukan Kembali Konsep Perbankan Modern, (Jakarta, Bank Syariah
Mandiri), Edisi Juni 2001. h. 4
49
Tim Pengembangan Perbankan Syariah memandang bahwa
pemberlakuan UU tersebut merupakan momentum yang tepat untuk
melakukan konversi PT Bank Susila Bakti dari bank konvensional menjadi
bank syariah. Oleh karenanya, Tim Pengembangan Perbankan Syariah segera
mempersiapkan sistem dan infrastrukturnya, sehingga kegiatan usaha BSB
berubah dari bank konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan
prinsip syariah dengan nama PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana
tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8 September
1999.
Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah
dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No.
1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI
menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul
pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara
resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1
November 1999.
PT Bank Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh sebagai bank
yang mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang
melandasi kegiatan operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan
nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah
Mandiri dalam kiprahnya di perbankan Indonesia. BSM hadir untuk bersama
membangun Indonesia menuju Indonesia yang lebih baik.
50
C. Visi, Misi, Budaya Perusahaan dan Prinsip Operasional Bank
Syariah Mandiri
1. Visi dan Misi Bank Syariah Mandiri
Visi dari Bank Syariah Mandiri adalah “Menjadi Bank Syariah
Terpercaya Pilihan Mitra Usaha”. Sedangkan misi yang ingin dicapai
oleh Bank Syariah Mandiri adalah sebagai berikut:
1. Menciptakan suasana pasar perbankan syariah agar dapat berkembang
dengan mendorong terciptanya syarikat dagang yang terkoordinasi
dengan baik.
2. Mencapai pertumbuhan dan keuntungan yang berkesinambungan
melalui kinerja dengan mitra strategis agar menjadi bank syariah
terkemuka di Indonesia yang mampu meningkatkan nilai bagi para
pemegang saham dan memberikan kemaslahatan bagi masyarakat
luas.
3. Mempekerjakan pegawai yang profesional dan sepenuhnya mengerti
operasional perbankan syariah.
4. Menunjukan komitmen terhadap standar kinerja operasional
perbankan dengan pemanfaatan teknologi mutakhir, serta memegang
teguh prinsip keadilan, keterbukaan dan kehati-hatian.
5. Mengutamakan mobilisasi pendanaaan dari golongan masyarakat
menengah dan ritel, memperbesar portofolio pembiayaan untuk skala
menengah dan kecil, serta mendorong terwujudnya manajemen zakat,
51
infaq dan shadaqah yang lebih efektif sebagai cerminan kepedulian
sosial.
6. Meningkatkan permodalan sendiri dengan mengundang perbankan
lain, segenap lapisan masyarakat dan investor baik lokal maupun
asing.
2. Budaya Perusahaan
Bank Syariah Mandiri sebagai bank yang beroperasi atas dasar
prinsip syariah Islam menetapkan budaya perusahaan yang mengacu
kepada sikap akhlaqul karimah (budi pekerti mulia), yang terangkum
dalam lima sikap dasar yang disingkat SIFAT, yaitu:
1. Siddiq
Menjaga martabat dengan integritas. Awali dengan niat hati tulus,
berpikir jernih, bicara benar, sikap terpuji dan perilaku teladan.
2. Istiqomah
Konsisten adalh kunci menuju sukses. Pegang teguh komitmen, sikap
optimis, pantang menyerah, kesabaran dan percaya diri.
3. Fathonah
Profesional adalh gaya kerja kami. Semangat belajar berkelanjutan,
cerdas, inovatif, terampil dan adil.
4. Amanah
Terpercaya karena penuh tanggung jawab. Menjadi terpercaya, cepat
tanggap, obyektif, akurat dan disiplin.
52
5. Tabligh
Kepemimpinan berlandaskan kasih sayang. Selalu transparan,
membimbing, visioner, komunikatif dan memberdayakan.3
3. Prinsip Operasional
Dalam operasionalnya, Bank Syariah Mandiri berada dalam koridor
prinsip-prinsip sebagai berikut:4
1. Keadilan
Bank Syariah Mandiri memberikan bagi hasil, transfer prestasi dari mitra
usaha sesuai dengan kerjanya masing-masing dalam proporsi yang adil.
Aplikasi prinsip keadilan tersebut adalah pembagian keuntungan antara
bank dan pengausaha atas dasar volume penjualan riil. Besarnya
pembagian keuntungan tergantung kepada besarnya kontribusi modal
masing-masing serta posisi resiko yang disepakati. Semakin besar hasil
usaha yang diperoleh pengusaha maka semakin besar pula hasil yang
diperoleh pemilik dana. Dalam menjalankan usaha pembiayaan
semuanya berlandaskan keadilan dalam berbagi laba sesuai kontribusi
dan resiko. Penghargaan akan faktor upaya (skill, pemikiran, kerja keras
dan waktu) mandapatkan tempat yang sepadan dengan faktor modal dan
resiko.
3 Bank Syariah Mandiri, “Gambaran Umum dan Visi dan Misi”, diakses pada 12 April
2011 dari http://www .syariahmandiri.co.id/2011/04/gambaran umum visi dan misi. html 4 Mini Profile, Menemukan Kembali Konsep Perbankan Modern, (Jakarta, Bank Syariah
Mandiri), Edisi Juni 2001.
53
2. Kemitraan
Posisi nasabah investor, pengguna dan bank berada dalam hubungan
yang sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk
memperoleh keuntungan bersama yang menguntungkan dan bertanggung
jawab.
3. Transparansi (keterbukaan)
Transparansi merupakan faktor inheren yang melekat dan menjadi bagian
dalam sistem perbankan syariah. Melalui laporan keuangan bank yang
terbuka secara berkesinambungan, nasabah pemilik dana dapat dengan
segera mengetahui tingkat keamanan dana, situsi dunia usaha, kondisi
perekonomian bahkan manajemen bank.
4. Universal
Dalam kemitraan Bank Syariah Mandiri harus menjadi alat ampuh untuk
mendukung perkembangan usaha tanpa membedakan suku, agama, ras
dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai
rahmatan lil alamin.
D. Struktur Organisasi
Struktur organisasi Bank Syariah Mandiri terdiri dari Dewan
Komisaris, Dewan Direksi, Dewan Pengawas Syariah, Penasehat Direksi,
Divisi dan Kantor-kantor Cabang.
Dewan Direksi terdiri dari Presiden Direktur dan Direktur Bidang
Pemasaran Korporasi, Direksi Bidang Pemasaran Menengah Ritel, serta
Direktur Bidang Operasi, Kepatuhan dan Manajemen Cabang.
54
Sebagai bank syariah, pada struktur organisasinya terdapat Dewan
Pengawas Syariah yang bertugas mengarahkan, memeriksa dan mengawasi
kegiatan bank guna menjamin bahwa bank telah beroperasi sesuai dengan
aturan dan prinsip-prinsip syariah Islam.
Tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah:
1. Memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi
kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah
2. Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman
operasional dan produk yang dikeluarkan Bank
3. Mengawasi proses pengembangan produk baru Bank
4. Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk baru
Bank yang belum ada fatwanya
5. Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah
terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta
pelayanan jasa Bank
6. Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan
kerja Bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
55
Gambar 3.1
Bagan Struktur Organisasi Bank Syariah Mandiri
56
Adapun struktur organisasi Bank Mandiri Syariah periode 2011 adalah
sebagai berikut:
Dewan Pengurus
Presiden Direktur Utama : Yuslam Fauzi
Direktur Pembiayaan Korporasi : Amran P. Nasution
Direktur Treasury dan Jaringan : Sugiharto
Direktur Pemb. Komersial dan Konsumer : Hanawijaya
Direktur Operasi dan Pendukung : Achmad Syamsudin
Direktur Kepatuhan dan Manajemen Resiko : Zainal Fannani
Dewan Komisaris
Presiden Komisaris : Achmad Marzuki
Komisaris Independen : Abdillah
Komisaris Independen : Ramzi A. Zuhdi
Komisaris : Lilis Kurniasih
Komisaris : Tardi
Dewan Pengawas Syariah
Ketua : Prof. KH. Alie Yafie
Anggota : Drs. Mohammad Hidayat, MBA
Anggota : Dr. Muhammad Syafi’i Antonio, Mec
57
Gambar 3.2
Struktur Organisasi Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua
KEPALA KCP
Nurhadiansyah
OFFICER
GADAI
OPERATIONAL
OFFICER
ACCOUNT
OFFICER
TELLER
BACK
OFFICE
CUSTOMER
SERVICE
PELAKSANA
GADAI
KEPALA WARUNG MIKRO
M. Reza Dwiputranto
ANALIS
Kholis Wardan
ADMINISTRASI
Melissa.A
PMM
Fitra Mizan
M. Taufik
Abdul Aziz
PELAKSANA
MARKETING
SUPPORT
SHARIA
FUNDING
EXECUTIVE
MENTOR
USAHA
KEPALA CABANG
Anton Sukarna
58
E. Produk-Produk Pembiayaan Bank Syariah Mandiri di Cabang Depok
Kelapa Dua
Secara umum semua produk pembiayaan yang dikeluarkan oleh Bank
Syariah Mandiri ada di Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua ini.
Produk-produk pembiayaan yang ada diantaranya:
Pembiayaan Warung Mikro
Pembiayaan Perumahan Griya BSM
Pembiayaan Pensiun
Pembiayaan Eduka (Pendidikan)
Pembiayaan Multiguna
Pembiayaan Konsumer
Pembiayaan Produktif
Pembiayaan Kendaraan Bermotor
Pembiayaan Talangan Haji dan Umrah
Pembiayaan Koperasi Karyawan
59
BAB IV
APLIKASI PRODUK PEMBIAYAAN WARUNG MIKRO DI BANK
SYARIAH MANDIRI
A. Konsep Pembiayaan Murabahah
Kata al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu ( (الربح
yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan).1 Menurut istilah fiqih
dalam Kamus Istilah Fiqih dijelaskan bahwa murabahah adalah “bentuk jual
beli barang dengan tambahan harga (cost plus) atas harga pembelian yang
pertama secara jujur. Dengan murabahah ini, orang pada hakikatnya ingin
mengubah bentuk bisnisnya dari kegiatan pinjam-meminjam menjadi
transaksi jual beli.”2
Murabahah adalah salah satu jenis jual beli yang dibenarkan oleh
syariah dan merupakan implementasi muamalat tijariyah (interaksi bisnis).
Adapun dasar hukum yang membolehkan jual beli murabahah adalah sebagai
berikut:
Al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 275:
الب للا باوأحل مالر ...يعوحر
Artinya: “Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
1 Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung,
1990), h.136 2 M. Abdul Mujieb, Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus), Cet. ke-1, h.225
60
Al-Qur‟an Surat an-Nisa‟ (4) ayat 29:
Artinya: “Hai orang orang yang beriman , jangan lah kamu memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.”
Hadis Riwayat Ibnu Majah:
ثلث : ) ليه وسلم قال عن صهيب رضي هللا عنه أن النبي صلى هللا ع
ل , البيع إلى أجل، والمقارضة، وخلط البر بالشعير للبيت : فيهن البركة
رواه ابن ماجه (للبيع
Artinya: “Nabi bersabda, „Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual
beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum
dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR.
Ibnu Majah dari Shuhaib).3
Ketentuan yang harus dipenuhi dalam jual beli murabahah meliputi
hal-hal berikut:4
1) Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki/hak
kepemilikan telah berada di tangan penjual. Artinya bahwa keuntungan
3 Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Al-Afbar al-Daugih, 2004)
4 Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h.119.
61
dan resiko barang tersebut ada pada penjual sebagai konsekuensi dari
kepemilikan yang timbul dari akad yang sah.
2) Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembelian)
dan biaya-biaya lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli pada suatu
komoditi, semuanya harus diketahui oleh pembeli saat akad dan ini
merupakan salah satu syarat sah murabahah.
3) Ada informasi yang jelas tentang keuntungan baik nominal maupun
persentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat
murabahah.
4) Dalam sistem murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada
pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi
lebih baik syarat seperti itu tidak ditetapkan, karena pengawasan barang
merupakan kewajiban penjual disamping untuk menjaga kepercayaan.
5) Transaksi pertama (antara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika
tidak sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah (antara pembeli
pertama yang menjadi penjual kedua dengan pembeli murabahah), karena
murabahah adalah jual beli dengan harga pertama disertai tambahan
keuntungan.5
5 Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 2002) jilid 5,
h.3806-3827.
62
Gambar 4.1
Skema Transaksi Murabahah di Perbankan Syariah6
1 Negosiasi &
Persyaratan
2 Akad Jual Beli
6 Bayar
5 Terima Barang & Dokumen
3 Beli Barang 4 Kirim
Konsep pembiayaan murabahah pada bank syariah muncul karena
bank tidak memiliki barang yang diinginkan oleh nasabah, sehingga bank
harus melakukan transaksi pembelian atas barang yang diinginkan nasabah
kepada pihak lainnya yang disebut sebagai supplier. Dengan demikian, bank
bertindak selaku penjual disatu sisi, dan disisi lain bertindak selaku pembeli.
Kemudian bank akan menjualnya kembali kepada nasabah bank tersebut yang
bertindak sebagai pembeli dengan harga yang disesuaikan yakni harga beli
ditambah margin yang disepakati.
Adapun karakteristik pembiayaan murabahah yang dipraktekkan oleh
lembaga keuangan syariah adalah:
a. Akad yang digunakan adalah akad jual beli. Implikasi dari penggunaan
akad jual beli mengharuskan adanya penjual, pembeli, dan barang yang
6 M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press,
2001), h.107.
BANK NASABAH
SUPPLIER
PENJUAL
63
dijual. Bank syariah selaku penjual harus menyediakan barang untuk
nasabah yang dalam hal ini adalah sebagai pembeli. Sehingga nasabah
berkewajiban untuk membayar barang yang telah diserahkan oleh bank
syariah.
b. Harga yang ditetapkan oleh pihak penjual (bank syariah) tidak dipengaruhi
oleh frekuensi waktu pembayaran. Jadi, harga yang ada hanyalah satu
yaitu harga yang telah disepakati oleh bank syariah dan nasabah.
c. Keuntungan dalam pembiayaan murabahah berbentuk margin penjualan
yang sudah termasuk harga penjualan. Keuntungan tersebut sewajarnya
dapat dinegoisasikan antara pihak bank syariah dan nasabah.
d. Pembayaran harga barang dapat dilakukan secara angsuran. Jadi, pihak
nasabah berhutang kepada pihak bank syariah, karena belum melunasi
kewajiban membayar harga barang yang ditransaksikan. Sedangkan
angsuran pada pembiayaan murabahah tidak terikat oleh jangka waktu
pembayaran yang ditetapkan.
e. Dalam pembiayaan murabahah memungkinkan adanya jaminan, karena
sifat dari pembiayaan murabahah merupakan jual beli yang
pembayarannya tidak dilakukan secara tunai. Sehingga bank syariah
memberlakukan prinsip kehati-hatian dengan mengenakan jaminan kepada
nasabah.
B. Mekanisme Pembiayaan Warung Mikro di Bank Syariah Mandiri
Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah Mandiri adalah pembiayaan
Bank kepada nasabah perorangan atau badan usaha yang bergerak di bidang
64
UMKM untuk membiayai kebutuhan usahanya melalui pembiayaan modal
kerja atau pembiayaan investasi dengan maksimal limit pembiayaan Rp 2 juta
sampai dengan Rp100 juta. Persyaratan yang mudah, proses pembiayaan
cepat, dan angsuran ringan serta tetap hingga jatuh tempo adalah nilai plus
dari produk Pembiayaan Warung Mikro ini. Dengan keunggulan tersebut
maka diharapkan dengan fasilitas yang diberikan Warung Mikro, masyarakat
kecil dan pelaku UMKM dapat tetap menjalankan roda perekonomiannya
secara maksimal.
Warung Mikro sendiri menawarkan tiga jenis produk yakni,
Pembiayaan Usaha Mikro Tunas (non agunan) dengan nilai pembiayaan Rp 2
juta hingga Rp 10 juta, Pembiayaan Usaha Mikro Madya dengan nilai Rp
diatas Rp 10 juta hingga Rp 50 juta, dan Pembiayaan Usaha Mikro Utama
dengan nilai diatas Rp 50 juta hingga Rp 100 juta.
Cukup mudah bagi calon nasabah yang ingin mengajukan Pembiayaan
Warung Mikro Bank Syariah Mandiri. Yang pertama, calon nasabah harus
memiliki tujuan yang jelas dimana calon nasabah harus menyepakati dengan
pihak bank bahwa pembiayaan yang diberikan akan digunakan untuk usaha
apa dan barang-barang apa saja yang akan dibeli.
Akad yang digunakan pada produk Pembiayaan Warung Mikro adalah
akad murabahah. Implikasi dari penggunaan akad murabahah mengharuskan
adanya penjual, pembeli, dan barang yang dijual. Sebagaimana kita ketahui,
dalam skim Murabahah fungsi bank adalah sebagai penjual barang untuk
kepentingan nasabah, dengan cara membeli barang yang diperlukan nasabah
65
dan kemudian menjualnya kembali kepada nasabah dengan harga jual yang
setara dengan harga beli ditambah keuntungan bank dan bank harus
memberitahukan secara jujur harga pokok barang berikut biaya yang
diperluan dan menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian
barang kepada nasabah.
Pada aplikasinya bank syariah menggunakan media ”akad Wakalah”
dengan memberikan kuasa kepada nasabah untuk membeli barang tersebut.
Dengan adanya akad wakalah tersebut maka bank sepenuhnya menyerahkan
dana tersebut kepada nasabah untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan
oleh nasabah. Walaupun bank telah menggunakan akad wakalah kepada
nasabah, namun bank akan tetap melakukan pengawasan terhadap barang-
barang yang akan dibeli oleh nasabah agar tidak keluar dari koridor transaksi
jual beli yang ada dalam syariat Islam. Hal ini dilakukan untuk mencegah
nasabah melakukan transaksi yang dilarang, misalnya menggunakan dana
pembiayaan untuk membeli barang-barang yang termasuk barang haram.
Dengan adanya akad wakalah ini sebagai tambahan tentunya hal ini
akan sedikit menimbulkan pertanyaan apakah bank syariah sudah
menjalankan operasionalnya sesuai dengan prinsp-prinsip syariah atau belum.
Selain itu akad wakalah ini juga akad membuat persepsi yang ada di
masyarakat bahwasannya bank syariah tidak ada bedanya dengan bank
konvensional karena pada prakteknya akan menimbulkan persamaan diantara
keduanya. Terkesan aplikasi murabahah pada produk pembiayaan warung ini
66
bank yang seharusnya bertindak sebagai penyedia barang „tidak mau
dipusingkan dengan langkah-langkah pembelian barang.‟
Gambar 4.2
Skema Transaksi Pembiayaan Warung Mikro di Bank Syariah
Mandiri
1 Negosiasi &
Persyaratan
2 Akad Jual Beli
6 Bayar
5 Terima Barang & Dokumen
4 Kirim
Selain itu dalam aplilasinya akad jual beli murabahah dilakukan
sebelum barang secara prinsip menjadi milik bank. Hal ini tentunya tidak
sesuai dengan ketentuan Fatwa MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 1
April 2000 (26 Dzulhijah 1420 H) yang menetapkan bahwa jika bank hendak
mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, maka
akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip
menjadi milik Bank. Masalah ini tentunya harus betul-betul diperhatikan oleh
bank-bank syariah yang ada karena masalah ini bisa berpotensi menurunkan
citra bank syariah itu sendiri.
BANK NASABAH
SUPPLIER
PENJUAL
Bank Mewakilkan pada nasabah
untuk membeli barang barang
Akad
Wakalah
67
Mengenai adanya ketidaksesuaian ini pihak DPS menganggap hal ini
masih berada didalam koridor syariah. Menurut mereka selama
ketidaksesuaian itu masih berada di tataran aplikasi dan tidak masuk kedalam
wilayah prinsip.oleh karena itu produk Pembiayaan Warung Mikro masih
sesuai dengan prinsip syariah dan layak adanya.7
Adapun Perbedaan antara murabahah dan kredit konvensional adalah
sebagai berikut:8
Prinsip dasar yang dipakai murabahah adalah akad jual beli sedangkan
prinsip dasar yang dipakai oleh kredit konvesional adalah pinjam
meminjam.
Dalam praktek pembiayaan murabahah, hubungan antara bank syariah dan
nasabahnya adalah penjual dan pembeli, sedangkan pada praktek kredit
konvensional, hubungan antara pihak bank konvensional dan nasabahnya
adalah hubungan kreditur dan debitur.
Dalam murabahah hanya menghendaki satu harga dan tidak tergantung
dengan jangka waktu pembayaran, sedangkan kredit konvensional
mengharuskan adanya perbedaan pembayaran sesuai dengan jangka waktu
yang telah ditentukan. Semakin lama waktu pembayaran semakin besar
jumlah tanggungan yang harus dibayar.
Keuntungan dalam praktek murabahah berbentuk margin penjualan yang
didalamnya sudah termasuk harga jual. Sedangkan keuntungan pada kredit
7 Fitra Mizan, Analis Warung Mikro Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu
Depok Kelapa Dua. Wawancara Pribadi, Depok, 7 Juni 2011. 8 Ahmad Ghazali, Serba-Serbi Kredit Syariah Jangan Ada Bunga Diantara Kita, (Jakarta:
Media Komputindo, 2005).
68
konvensional didasarkan pada tingkat suku bunga. Nasabah yang
mendapatkan kredit dari bank konvensional dibebani kewajiban membayar
cicilan beserta bunga pinjaman sekaligus.
1. Prosedur Umum Pembiayaan Warung Mikro
Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah Mandiri merupakan produk
alternatif pembiayaan dari Bank Syariah Mandiri yang diperuntukan bagi
pengusaha yang skalanya sangat terbatas atau biasa disebut UMKM (usaha
mikro kecil dan menengah). Pembiayaan Warung Mikro ini menggunakan
akad murabahah.
Prosedur pengajuan pembiayaan Warung Mikro di Bank Syariah
Mandiri dijelaskan pada poin-poin dibawah ini:
a. Nasabah datang ke bank untuk mengajukan pemohonan pembiayaan.
Pihak pelaksana dan administrasi warung mikro akan melakukan
pengecekan terhadap kelengkapan persyaratan yang telah diserahkan
nasabah.
b. Setelah semua persyaratan terpenuhi, pihak bank akan melakukan analisis
secara administratif dan bila diperlukan melakukan survei langsung ke
lapangan.
c. Selanjutnya Analis Warung Mikro akan membuat proposal pembiayaan
untuk diajukan kepada komite pembiayaan dan kepala cabang.
d. Bila proposal pembiayaan telah disetujui oleh komite pembiayaan dan
kepala cabang maka selanjutnya bank melakukan akad / kontrak perjanjian
dengan pihak nasabah.
69
e. Setelah akad dilakukan dengan nasabah maka bank akan mencairkan dana
pembiayaan dengan mentransfer langsung pada rekening nasabah.
f. Dengan akad wakalah, bank menunjuk nasabah sebagai wakil dari bank
untuk membeli barang yang dibutuhkan oleh nasabah (dalam hal ini
kebutuhan untuk usaha) atas nama bank secara tunai.
g. Ketika akad ditandatangani, maka kewajiban nasabah terhadap bank telah
dimulai, yaitu membayar angsuran pembiayaan dengan besaran dan jangka
waktu yang sudah disepakati dalam perjanjian.
Gambar 4.3
Gambar Prosedur Pengajuan Pembiayaan Warung Mikro
Nasabah datang ke bank
untuk mengajukan
pemohonan pembiayaan
Nasabah menyerahkan
semua persyaratan
yang dibutuhkan
bank akan melakukan
analisis secara
administratif dan bila
diperlukan melakukan
survei langsung ke
lapangan
Bila proposal pembiayaan
telah disetujui oleh komite
pembiayaan dan kepala
cabang maka selanjutnya
bank melakukan akad /
kontrak perjanjian dengan
pihak nasabah
bank akan mencairkan
dana pembiayaan
dengan mentransfer
langsung pada rekening
nasabah
Analis Warung Mikro
akan membuat proposal
pembiayaan untuk
diajukan kepada komite
pembiayaan dan kepala
cabang
Dengan akad wakalah,
bank menunjuk nasabah
sebagai wakil dari bank
untuk membeli barang
yang dibutuhkan
70
Persyaratan umum Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah Mandiri
adalah sebagai berikut:
Usaha telah berjalan minimal 2 tahun.
Usia minimal 21 tahun atau sudah menikah dan maksimal 55 tahun saat
pembiayaan lunas.
Surat keterangan/ijin usaha.
Adapun kelengkapan dokumen yang harus dipenuhi ketika seorang
nasabah ingin mengjukan Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah Mandiri
adalah:
1. Persyaratan pemohon pembiayaan bagi Wiraswasta / Profesional:
a. Fotokopi KTP/Paspor, kartu keluarga (KK), surat nikah pemohon &
suami/istri
b. Pas foto terbaru 3x4 pemohon & suami
c. Surat Keterangan Usaha (SKU) + Rekening Tabungan 3 bulan terakhir
d. Jaminan:
Sertifikat, IMB, Akte Jual beli, SPPT
Girik, Keterangan tidak sengketa, Perjanjian jual beli
BPKB kendaraan >2005, Faktur Pembelian, Gesekan no. rangka,
no. mesin, STNK
Deposito
e. Rencana Usaha dan Peruntukan Pembiayaan Tercatat
2. Persyaratan pemohon pembiayaan bagi Pegawai / Karyawan:
71
a. Fotokopi KTP/Paspor, kartu keluarga (KK), surat nikah pemohon &
suami/istri
b. Slip gaji + Rekening Tabungan 3 bulan terakhir
c. SK Pengangkatan pertama dan terakhir
d. NPWP untuk pembiayaan diatas Rp. 50 juta
e. Jaminan:
Sertifikat, IMB, Akte Jual beli, SPPT
Girik, Keterangan tidak sengketa, Perjanjian jual beli
BPKB kendaraan >2005, Faktur Pembelian, Gesekan no. rangka, no.
mesin, STNK
Deposito
f. Rencana Usaha dan Peruntukan Pembiayaan Tercatat
2. Tahap Pengajuan Pembiayaan
Secara garis besar, tahapan yang akan dilalui oleh nasabah yang
hendak mengajukan pembiayaan warung mikro adalah 4 (empat) tahap.
Pertama, tahap permohonan pengajuan pembiayaan. Disini nasabah
mengajukan jumlah pembiayaan yang diinginkan kepada bank. Setelah
pengisian aplikasi permohonan, maka selanjutnya nasabah mengumpulkan
kelengkapan data persyaratan pembiayaan.
Kedua, tahap analisa yang dilakukan oleh bagian Analis Warung
Mikro yang ada di Bank Syariah Mandiri. Analisa yang dilakukan adalah 3
pilar analisa, yaitu kemampuan nasabah, aspek legalitas dan objek akad.
Analisa kemampuan dapat dilihat melalui fotokopi rekening tabungan (mutasi
72
tabungan rekening perbulan), slip gaji, BI Checking untuk mengetahui apakah
calon nasabah memiliki pinjaman di bank lain atau tidak. Analisa legalitas
data-data dapat diketahui melalui hasil wawancara dengan nasabah dan
memverifikasi data-data calon nasabah yang sudah masuk, baik melalui
telepon dan juga survey ke lapangan (on the spot). Selain itu bank juga akan
memeriksa melalui Sistem Informasi Debitur (SID) untuk mengetahui apakah
calon nasabah masuk daftar hitam Bank Indonesia atau tidak.
Ketiga, bila masih ada kekurangan persyaratan yang belum dilengkapi
oleh nasabah, maka nasabah harus melengkapi persyaratan. Ketika semua
persyaratan telah lengkap, maka pihak analis warung mikro akan membuat
proposal pembiayaan untuk dilaporkan kepada komite pembiayaan dan
kepala cabang. Proposal tersebut nantinya akan dibawa ke rapat komite
pembiayaan. Apabila komite pembiayaan beserta kepala cabang setuju, maka
bisa dilanjutkan pada tahapan berikutnya.
Tahapan yang terakhir atau keempat yaitu melakukan akad antara
pihak bank dan nasabah. Barulah setelah akad dilaksanakan dana pembiayaan
akan langsung ditransfer oleh bank ke rekening nasabah. Sebelumnya
nasabah tentunya telah melunasi biaya administrasi yang menjadi kewajiban
pihak nasabah. Selanjutnya nasabah bisa menyetorkan angsuran pembayaran
pertama sebulan setelah ditandatanganinya akad dengan cara menyetorkan
angsuran perbulannya sebesar yang telah disepakati dalam kontrak.
73
Dengan akad wakalah yang diberikan pada nasabah, maka nasabah
bisa langsung menggunakan dana pembiayaan untuk membeli barang-barang
yang dibutuhkan sesuai dengan rencana usaha.
Semua penendatanganan akad dilakukan secara bertahap dalam waktu
satu hari sehingga dapat mengefisienkan waktu tanpa melanggar ketentuan
mengadakan akad sesuai dengan syariah, tanpa paksaan, berdasarkan
kesepakatan bersama tanpa harus merugikan satu sama lain.
Setelah penandatanganan akad maka selambat-lambatnya keesokan
harinya nasabah dapat mencairkan dana pembiayaan sesuai dengan yang
diajukan. Sebelumnya nasabah tentunya telah melunasi biaya administrasi
yang menjadi kewajiban pihak nasabah. Selanjutnya nasabah bisa
menyetorkan angsuran pembayaran pertama sebulan setelah
ditandatanganinya akad dengan cara menyetorkan angsuran perbulannya
sebesar yang telah disepakati dalam kontrak.
74
Gambar 4.4
Skema Kriteria dan Sub Kriteria dari Proses Pengajuan
Pembiayaan
3. Aplikasi Pembiayaan Warung Mikro di Bank Syariah Mandiri
Cabang Depok Kelapa Dua dari Perspektif Nasabah
Secara garis besar para nasabah dari produk pembiayaan warung
mikro memandang bahwa tidak ada masalah dengan aplikasi dari konsep
murabahah pada produk Pembiayaan Warung Mikro. Menurut mereka produk
ini sudah cukup baik dan sangat menolong bagi pengusaha yang memiliki
usaha mikro dan kecil yang membutuhkan fasilitas pembiayaan. Dari
pengalaman nasabah Pembiayaan Warung Mikro mereka cukup puas dengan
Keputusan Pengambilan Pembiayaan
Resiko
Jaminan
Latar Belakang
Debitur
Analisa
Resiko
Analisa
Keuangan
Kondisi
Usaha
- Hasil Dari BI checking - Identitas Debitur - Status tempat tinggal - Riwayat hutang debitur
- Sejarah keuangan - Tingkat perputaran
uang - Proyeksi
cash flow
- Tujuan pengajuan - Lama
usaha - Jenis
usaha - Prospek
usaha
- Jenis jaminan
- Lokasi jaminan - Nilai
jaminan - Status
kepemilikan
- Resiko jangka
pendek - Resiko
jangka menengah - resiko jangka
panjang
75
pelayanan dan fasilitas dari produk Pembiayaan Warung Mikro.9 Hal ini
dibuktikan dengan rata-rata realisasi pencairan pembiayaan periode Januari –
Agustus 2011 mencapai Rp 3.144.600.000,- (tiga milyar seratus empat puluh
empat juta enam ratus ribu rupiah) atau mencapai 78% dari total target.
Gambar 4.5
Secara konsep produk ini sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan
yang ada dalam akad murabahah. Dalam aplikasinya memang belum semua
ketentuan-ketentuan yang ada sudah dijalankan sebagaimana mestinya.
Misalnya posisi bank sebagai penjual terkesan hilang karena memang bank
hanya mewakilkan pada nasabah untuk membeli barang-barang yang
9 Fitra Mizan, Analis Warung Mikro Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu
Depok Kelapa Dua. Wawancara Pribadi, Depok, 7 Juni 2011.
Jan-11 Feb-11 Mar-11 Apr-11 Mei-11 Jun-11 Jul-11Agust-
11
Realisasi 106,80 53,40% 110,80 89,20% 104,70 102,08 61,94% 56,64%
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
100,00%
120,00%
Re
alis
asi P
em
bia
yaan
Target Pencairan Pembiayaan Januari -Agustus2011
76
dibutuhkan sehingga seolah-olah barang yang dibeli nasabah langsung
menjadi milik nasabah. Padahal seharusnya barang tersebut menjadi milik
bank terlebih dahulu. Hal ini tentunya akan membuat aplikasi dari produk ini
terkesan sama dengan produk kredit yang ada pada bank konvensional. Hal
ini merupakan salah satu cerminan dimana saat ini belum murni syariahnya
bank syariah yang ada di Indonesia.
C. Analisa Matrik SWOT Produk Pembiayaan Warung Mikro Bank
Syariah Mandiri
a. Kekuatan (Strengths)
a. Rasa tentram dan tenang karena produk pembiayaan di bank syariah
terhindar dari riba.
Seluruh agama melarang adanya transaksi ribawi. Riba bukan hanya
merupakan persoalan masyarakat Islam, tetapi kalangan diluar Islam
pun memandang serius masalah ini. Karenanya, kajian masalah riba
dapat dirunut mundur hingga lebih dari dua ribu tahun silam. Masalah
riba telah menjadi bahan bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian
juga bangsa Romawi. Kalangan Kristen juga mempunyai pandangan
tersendiri mengenai riba dimana mereka juga mengecam praktik
pengambilan riba.
b. Selama masa pembiayaan, besarnya angsuran tetap dan tidak berubah
sampai lunas.
Pada kredit konvensional, angsuran bersifat floating (mengambang)
tergantung suku bunga yang berlaku. Lain halnya pada produk
77
Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah Mandiri, angsuran akan
tetap selama masa pembiayaan sesuai kesepakatan pada saat
penandatanganan akad. Nasabah tidak akan dipusingkan dengan
masalah naiknya angsuran jika terjadi kenaikan tingkat suku bunga
karena besarnya nilai angsuran tetap sampai masa angsuran selesai.
c. Jumlah plafon pembiayaan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan
nasabah.
Dengan jumlah plafon pembiayaan yang dapat disesuaikan dengan
kebutuhan hal ini tentunya bisa menjadi solusi bagi sebagian
pengusaha mikro dan kecil yang kesulitan untuk memperoleh akses
permodalan.
d. Margin kompetitif.
Dengan tingkat margin yang kompetitif, produk ini juga menjadi
andalan Bank Syariah Mandiri untuk membiayai segmen masyarakat
menegah kebawah atau masyarakat kecil.
e. Proses pengajuan pembiayaan yang mudah dan relatif cepat.
Proses pengajuan pembiayaan Warung Mikro juga relatif mudah dan
cepat. Ketika nasabah yang ingin mengajukan pembiayaan sudah
melengkapi persyaratan yang dibutuhkan dan telah disetujui oleh pihak
bank, maka selanjutnya akan diadakan akad / kontrak perjanjian antara
nasabah dan bank dan setelah itu dana pembiayaan langsung cair.
f. Jangka waktu pembiayaan yang panjang.
78
Semakin panjang waktu pembiayaan maka semakin kecil jumlah
angsuran yang dibayarkan tiap bulannya. Dengan jangka waktu hingga
4 tahun, nasabah bisa mengangsur sesuai dengan kemampuan finansial
yang dimiliki oleh nasabah.
g. Merupakan salah satu perusahaan pemerintah yang memiliki brand
yang cukup familiar.
b. Kelemahan (Weakness)
a. Kurangnya promosi kepada masyarakat.
Dalam hal ini Bank Syariah Mandiri masih kurang dalam
mempromosikan produk ini kepada masyarakat, baik promosi melalui
media cetak maupun elektronik.
b. Kurangnya pemahaman SDM yang profesional dalam bidangnya.
Pemahaman SDM yang masih kurang terhadap produk pembiayaan
syariah akan berpengaruh terhadap aplikasi dari produk pembiayaan itu
sendiri.
c. Masih adanya persyaratan agunan.
Dalam ketentuan Pembiayaan Usaha Mikro dengan limit pembiayaan
Rp. 2 juta sampai dengan Rp 10 juta tidak dipersyaratkan adanya
jaminan. Hal ini tentunya akan sangat berkaitan dengan prinsip kehati-
hatian yang diterapkan oleh bank. Selain itu masalah moral hazard dari
masyarakat juga belum memungkinkan pinjaman tanpa agunan.
d. Jaringan kantor yang terbatas.
79
Saat ini Bank Syariah Mandiri telah memiliki total kantor cabang
mencapai 1.171 kantor, di luar cabang unit bisnis mikro. Dari jumlah
tersebut, sebanyak 977 unit berstatus Kantor Cabang (KC) dan Kantor
Cabang Pembantu (KCP) serta 194 unit berupa Kantor Kas (KK) yang
semuanya tersebar di 33 provinsi di Indonesia.
3. Peluang (Opportunities)
a. Fatwa MUI bahwa “Bunga Bank Haram.”
b. Memiliki undang-undang yang mendukung bank syariah.
Pengaturan mengenai perbankan syariah dalam Undang-Undang Nomor
7 Tahun !992 tantang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 belum spesifik dan kurang
mengakomodir
c. Pertumbuhan UMKM yang pesat.
Dalam perkembangannya, menurut data Biro Pusat Statistik (BPS),
jumlah UMKM terus meningkat dan tetap mendomenasi jumlah
perusahaan. Pada tahun 2006 terdapat sekitar 48 juta UMKM,
dibandingkan dengan 7200 usaha berskala besar. Dalam kesempatan
kerja UMKM menyumbang sekitar 97 persen dari jumlah pekerja di
Indonesia.10
d. Promosi melalui media elektronik.
Pada era globalisasi ini media elektronik adalah salah satu media
pemasaran yang sangat efektif. Saat ini masyarakat sekarang lebih
10 Biro Pusat Statistik.
80
banyak mengakses media elektronik dibanding media cetak. Selain
lebih cepat dan mudah diakses.
4. Ancaman (Threats)
a. Banyaknya pesaing baru.
Saat ini banyak bank syariah maupun bank konvensional yang
menawarkan produk yang juga menyasar segmentasi UMKM, sehingga
persaingan pada segmentasi ini cukup kompetitif untuk saat ini.
b. Masih kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap produk pembiayaan
syariah.
Sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa produk pembiayaan
yang ada di bank syariah tidak berbeda dengan produk kredit dari bank
konvensional.
D. Rancangan Strategi Peningkatan Pembiayaan Warung Mikro Bank
Syariah Mandiri
Tabel 4.1
Tabel Matrik SWOT
IFAS
STRENGTHS
(KEKUATAN)
WEAKNESSES
(KELEMAHAN)
a. Rasa tentram dan tenang
karena produk pembiayaan di
bank syariah terhindar dari
riba.
b. Selama masa pembiayaan,
besarnya angsuran tetap dan
tidak berubah sampai lunas.
c. Jumlah plafon pembiayaan
yang dapat disesuaikan
dengan kebutuhan nasabah.
a. Kurangnya promosi
kepada masyarakat.
b. Kurangnya pemahaman
SDM yang profesional
dalam bidangnya.
c. Masih adanya persyaratan
agunan.
d. Jaringan kantor yang
terbatas.
81
EFAS
d. Margin kompetitif.
e. Proses pengajuan pembiayaan
yang mudah dan relatif cepat.
f. Jangka waktu pembiayaan
yang panjang.
g. Merupakan salah satu
perusahaan pemerintah yang
memiliki brand yang cukup
familiar.
OPPORTUNITIES
(PELUANG) S-O W-O
a. Fatwa MUI bahwa
“Bunga Bank Haram.”
b. Memiliki undang-undang
yang mendukung bank
syariah.
c. Pertumbuhan UMKM
yang pesat.
d. Promosi melalui media
elektronik.
a. Membuat strategi pemasaran
yang lebih efektif untuk
memasarkan produk.
b. Membangun brand image
yang kuat di benak
masyarakat dengan
memanfaatkan acara event
dan pameran.
c. Memperkenalkan secara
intensif keunggulan-
keunggulan produk yang
dimiliki kepada segmentasi
yang hendak dicapai yaitu
UMKM.
a. Ekspansi jaringan dengan
membuka kantor-kantor
cabang baru sehingga
terciptanya jaringan
pemasaran yang luas.
b. Pemanfaatan event dan
acara pameran untuk
mempromosikan produk
kepada masyarakat.
c. Bank harus meningkatkan
kemampuan SDM yang
dimiliki dengan
memberikan pelatihan-
pelatihan yang lebih
intensif dan komprehensif.
THREATS
(ANCAMAN)
S-T W-T
a. Banyaknya pesaing.
b. Masih kurangnya
pengetahuan masyarakat
terhadap produk
pembiayaan syariah.
a. Meningkatkan sistem dan
prosedur pelayanan nasabah
sehingga pelayanan dapat
lebih cepat, mudah dan
efisien.
b. Menyelenggarakan atau turut
berpartisipasi dalam seminar,
lokakarya dan workshop
perbankan syariah.
a. Mengoptimalkan
pemasaran untuk
menghadapi agresifitas
para pesaing.
b. Membuat inovasi dalam
memasarkan produk.
c. Memberikan edukasi yang
komprehensif kepada
masyarakat mengenai
produk pembiayaan yang
82
ada di bank syariah.
a. Strategi Strength Opportunity (S-O)
Strategi yang mengutamakan kekuatan dan memanfaatkan peluang
yang ada. Strategi ini digunakan untuk mendukung kebijakan pertumbuhan
yang agresif seperti:
a. Membuat strategi pemasaran yang lebih efektif untuk memasarkan
produk.
b. Membangun brand imge yang kuat di benak masyarakat dengan
memanfaat kan acara event dan pameran.
c. Mulai memperkenalkan keunggulan-keunggulan produk kepada
segmentasi yang hendak dicapai.
d. Memberikan edukasi yang komprehensif kepada masyarakat
mengenai produk pembiayaan yang ada di bank syariah.
b. Strategi Strength Threath (S-T)
Strategi dengan memanfaatkan kekuatan untuk mengatasi tantangan
yang ada seperti:
a. Meningkatkan sistem dan prosedur pelayanan nasabah sehingga
pelayanan dapat lebih cepat, mudah dan efisien.
b. Menyelenggarakan atau turut berpartisipasi dalam seminar, lokakarya
dan workshop perbankan syariah.
c. Strategi Weaness Opportunity (W-O)
Strategi yang meminimalkan kelemahan intern dengan memanfaatkan
peluang yang kuat untuk memperbaiki kondisi internal seperti:
83
a. Ekspansi jaringan dengan membuka kantor-kantor cabang baru
sehingga terciptanya jaringan pemasaran yang luas.
b. Pemanfaatan even dan acara pameran untuk mempromosikan produk
kepada masyarakat.
c. Bank harus meningkatkan kemampuan SDM yang dimiliki dengan
memberikan pelatihan-pelatihan.
d. Strategi Weakness Threat (W-T)
Strategi yang meminimalkan kelemahan internal untuk dapat bertahan
(defensif) dalam menghadapi tantangan:
a. Mengoptimalkan pemasaran untuk menghadapi agresifitas para
pesaing.
b. Membuat inovasi dalam memasarkan produk.
c. Memberikan edukasi yang komprehensif kepada masyarakat
mengenai produk pembiayaan yang ada di bank syariah.
84
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan oleh penulis pada bab-
bab sebelumnya, maka ada beberapa kesimpulan yang dapat diambil
sebagaimana berikut:
1. Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah Mandiri merupakan produk
alternatif pembiayaan dari Bank Syariah Mandiri yang diperuntukan bagi
pengusaha yang skalanya sangat terbatas atau biasa disebut UMKM (usaha
mikro, kecil dan menengah) dengan menggunakan akad murabahah.
Aplilasi akad jual beli murabahah pada produk pembiayaan warung mikro
dilakukan sebelum barang secara prinsip menjadi milik bank. Hal ini
tentunya tidak sesuai dengan ketentuan Fatwa MUI No.04/DSN-
MUI/IV/2000 tanggal 1 April 2000 (26 Dzulhijah 1420 H) yang
menetapkan bahwa jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk
membeli barang dari pihak ketiga, maka akad jual beli murabahah harus
dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.
2. Hasil dari analisis matrik SWOT terhadap produk Pembiayaan Warung
Mikro:
1. Kekuatan (Strengths)
a. Rasa tentram dan tenang karena produk pembiayaan di bank
syariah terhindar dari riba.
85
b. Selama masa pembiayaan, besarnya angsuran tetap dan tidak
berubah sampai lunas.
c. Jumlah plafon pembiayaan yang dapat disesuaikan dengan
kebutuhan nasabah.
d. Margin kompetitif.
e. Proses pengajuan pembiayaan yang mudah dan relatif cepat.
f. Jangka waktu pembiayaan yang panjang.
g. Merupakan salah satu perusahaan pemerintah yang memiliki brand
yang cukup familiar.
2. Kelemahan (Weaknes)
a. Kurangnya promosi kepada masyarakat.
b. Kurangnya pemahaman SDM yang profesional dalam bidangnya.
c. Masih adanya persyaratan agunan.
d. Jaringan kantor yang terbatas.
3. Peluang (Opportunity)
a. Fatwa MUI bahwa “Bunga Bank Haram.”
b. Memiliki undang-undang yang mendukung bank syariah.
c. Pertumbuhan UMKM yang pesat.
d. Promosi melalui media elektronik.
4. Ancaman (Threats)
a. Banyaknya Pesaing.
b. Masih kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap produk
pembiayaan syariah.
86
3. Ditengah ketatnya persaingan antar bank dalam memasarkan produk-
produk yang dimiliki, ada beberapa strategi yang dilakukan dalam
mengembangkan produk Pembiayaan Warung Mikro, diantaranya:
a. Memberikan pelayanan kepada nasabah dengan sebaik mungkin.
b. Melakukan promosi dan sosialisasi yang lebih efektif kepada
masyarakat.
c. Pemanfaatan even dan acara pameran untuk mempromosikan produk
kepada masyarakat.
d. Mengadakan pelatihan bagi SDM yang ada di bagian warung mikro
untuk meningkatkan kemampuan teknis.
e. Memberikan edukasi yang komprehensif kepada masyarakat mengenai
produk pembiayaan yang ada di bank syariah.
B. SARAN
Merujuk pada kesimpulan diatas maka penulis mencoba memberikan
dan mengemukakan masukan atau rekomendasi bagi Bank Syariah Mandiri
Cabang Depok Kelapa Dua yang kiranya dapat menjadi bahan pertimbangan
kedepannya:
1. Menyesuaikan aplikasi produk pembiayaan yang memakai akad
murabahah dengan peraturan-peraturan yang ada seperti Fatwa Dewan
Syariah Nasional dan Peraturan Bank Indonesia.
2. Memberikan kemudahan bagi masyarakat yang ingin mengajukan
pembiayaan Warung Mikro, utamanya bagi masyarakat yang layak setelah
dilakukan survei.
87
3. Lebih memberdayakan masyarakat yang kurang mampu untuk dibina
dalam meningkatkan usaha mikro mereka sehingga menjadi pengusaha
yang sukses dan bertaqwa.
4. Meningkatkan konsistensi kegiatan yang berjalan didalam perbankan,
sehingga bank syariah tetap dalam koridor yang sesuai dengan ketentuan
syariah, serta keberkahan yang nyata.
5. Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua harus lebih
mensosialisasikan produk-produk yang ada, khususnya produk
pembiayaan Warung Mikro agar lebih banyak masyarakat yang mengenal
produk tersebut.
6. Sebagai salah satu bank syariah terbesar, tentunya Bank Syariah Mandiri
harus lebih memperhatikan dan menjalankan prinsip-prinsip syariah agar
tidak keluar dari koridor yang ada, sehingga akan menumbuhkan kesan
yang baik di masyarakat.
88
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Karim dan Terjemahannya.
Al-Jaziri, Adurrhaman. Kitabu al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah. Beirut: Darul
Fikr, 2001.
Amin, Ma’ruf. Prospek Cerah Perbankan Syariah. Jakarta: LeKAS, 2007. Cet. I
Antonio, M. Syafi’i. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek. Jakarta: Gema Insani
Press, 2001.
Antonio, M. Syafi’i. Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum. Jakarta: Tazkia
Institute, 2000.
Antonio, M. Syafi’i. Bank Syariah: Wacana Ulama dan Cendekiawan. Jakarta:
Tazkia Institut dan Bank Indonesia, 1999.
Arifin, Zainul. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Pustaka Alvabet,
2005.
Danim, Sudarman. Menjadi Peneliti Kuaitatif. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002.
Ghafur W, Muhammad. Potret Perbankan Syariah Indonesia Terkini (Kajian
Kritis Perkembangan perbankan Syariah). Yogykarta: Biruni Press, 2007.
Ghazali, Ahmad. Serba-Serbi Kredit Syariah Jangan Ada Bunga Diantara Kita.
Jakarta: Media Komputindo, 2005.
Hadi, Sutrisno. Motodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset, 1992.
Karim, Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: IIIT
Indonesia, 2003.
Kasmir. Dasar-dasar Perbankan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Kasmir. Manajemen Perbankan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Kementrian Koperasi dan UKM RI. Petunjuk Teknis Program Pembiayaan
Produktif Koperasi dan Usaha mikro (P3KUM) Pola Syariah. Jakarta:
2007.
Lathif, Ah. Azharudin. Fiqh Muamalah. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.
89
Lexi, Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda
Karya, 1997.
Majah, Ibn. Sunan Ibn Majah, Beirut: Al-Afbar al-Daugih, 2004.
Mini Profile. Menemukan Kembali Konsep Perbankan Modern. Jakarta, Bank
Syariah Mandiri, Edisi Juni 2001.
Muhammad, Bank Syariah: Problem dn Prospek Perkembangan di Indonesia.
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005.
Muhammad. Manajemen Dana Bank Syariah. Yogyakarta: Ekonisia, 2005.
Muhammad. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN, 2005.
Mujieb, M. Abdul. Kamus Istilah Fiqh. Jakarta: PT. Pustaka Firdaus.
Mujiono. Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersial. Yogyakarta: Penerbit
BPFE, 1996. Cet. Ke III.
Partomo, Titik Sartika dan Abd. Rachman Soejono. Ekonomi Skala Kecil dan
Kecil Menengah dan Koperasi. Jakarta: Galia Indonesia, 2002.
Rangkuti, Freddy. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta:
Gamedia Pustaka Utama, 2006. Cet. Ke-12.
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 1994.
Rivai, Veithzal dan Andria Permata Veithzal. Credit Manajemen Hand Book,
Teori, Konsep, Prosedur dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa,
Bankir Dan Nasabah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Sinungan, Muchdarsyah. Manajemen Dana Bank. Jakarta: Bumi Aksara, 1993.
Cet. III.
Sumitro, Warkum. Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait di
Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.
Syafi’I, Rahmat. Fiqh Muamalah. Bandung: CV Pustaka Setia. 2004.
Tambunan, Tulus T.H. UMKM di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009.
Yunus, Mahmud. Kamus Bahasa Arab-Indonesia. Jakarta: PT. Hidakarya Agung,
1990.
Yusuf, Muhammad dan Junaedi. Perngantar Ilmu Ekonomi dan Perbankan
Syariah. Jakarta: Ganeca Press, 2006.
90
Zuhaili, Wahbah. al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu. Beirut: Dar al-Fikr, 2002.
Artikel dan Undang-Undang
Bank Syariah Mandiri, “Gambaran Umum dan Visi dan Misi”, diakses pada 12
April 2011 dari http://www .syariahmandiri.co.id/2011/04/gambaran
umum visi dan misi. html
Dessy, “Pengertian dan Kriteria UMKM”, artikel ini diakses pada 20 April 2011
dari http://chichimoed.blogspot. com/2009/03/pengertian-dan-kriteria-
ukm.html
Kementrian Koperasi dan UKM RI, Petunjuk Teknis Program Pembiayaan
Produktif Koperasi dan Usaha mikro (P3KUM) Pola Syariah Jakarta:
2007.
Kementrian Koperasi dan UKM. Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Menurut UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM. Diakses pada 20 April
2011 dari
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&i
d=129
Peraturan Bank Indonesia nomor 13/11/PBI/2011 tentang Pencabutan atas PBI
Nomor 3/2/PBI/2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 3/9/BKR perihal Petunjuk Pelaksanaan
Pemberiaan Kredit Usaha Kecil
Bank Indonesia (PBI) No.7/46/PBI/2005 tanggal 14 Nopember 2005 tentang
Standarisasi Akad
“Tak Punya Utang Luar Negeri, UMKM Malah Tahan Krisis”. Kompas 27
November 2008.
Undang-undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 sebagai revisi UU No. 10
Tahun 1998 Tentang Perbankan Syariah, Pasal 1 ayat 25
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan
Undang-undang RI Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan. (Pasal 1, ayat
12)
91
LAMPIRAN-LAMPIRAN
HASIL WAWANCARA
Nama : Fitra Mizan
Jabatan : Pelaksana Unit Warung Mikro BSM KCP Kelapa Dua
Hari, tanggal : Selasa, 7 Juni 2011
Waktu :17.00 WIB s.d selesai
Tempat : Kantor Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua
Tanya : Kapan Bank Syariah Mandiri cabang pembantu kelapa dua ini berdiri dan
bagaimana perkembangannya?
Jawab : Tanggal 23 Juli 2011. Sejauh ini perkembangannya sangat baik dan terus tumbuh
dengan pesat.
Tanya : Produk pembiayaan apa saja yang ada di Bank Syariah Mandiri Cabang Kelapa Dua
ini?
Jawab : Secara umum semua produk pembiayaan yang dikeluarkan oleh Bank Syariah
Mandiri ada di Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua ini, seperti misalnya
Pembiayaan Warung Mikro, Pembiayaan Griya BSM, Pembiayaan Consumer,
Pembiayaan Produktif, Pembiayaan Kendaraan Bermotor dan Pembiayaan Talangan
Haji dan Umrah.
Tanya : Apakah definisi dari produk pembiayaan BSM warung mikro Bank Syariah
Mandiri?
Jawab : Pembiayaan Warung Mikro Bank Syariah Mandiri adalah pembiayaan Bank kepada
nasabah perorangan atau badan usaha yang bergerak di bidang UMKM untuk
membiayai kebutuhan usahanya melalui pembiayaan modal kerja atau pembiayaan
investasi dengan maksimal limit plafon pembiayaan Rp 2 juta sampai dengan Rp100
juta. Warung Mikro sendiri menawarkan tiga jenis produk yakni, Pembiayaan Usaha
Mikro Tunas (non agunan) dengan nilai pembiayaan Rp 2 juta hingga Rp 10 juta,
Pembiayaan Usaha Mikro Madya dengan nilai Rp diatas Rp 10 juta hingga Rp 50
juta, dan Pembiayaan Usaha Mikro Utama dengan nilai diatas Rp 50 juta hingga Rp
100 juta.
Tanya : Segmen apa yang hendak dicapai dengan membuka layanan pembiayaan BSM
warung mikro?
Jawab : Segmentasi yang hendak dicapai oleh Bank Syariah Mandiri dengan membuka
layanan produk pembiayaan warung mikro adalah segmen masyarakat menengah
kebawah, bahkan sampai pada kalangan masyarakat yang paling bawah. Fokus utama
dari segmentasi yang hendak dicapai oleh produk ini ialah pada sektor UMKM yang
masih belum tergarap oleh bank-bank lain yang ada saat ini.
Tanya : Akad apa yang digunakan pada produk pembiayaan warung mikro?
Jawab : Akad yang digunakan pada produk pembiayaan warung mikro ini adalah murabahah
dimana bank nantinya akan bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli.
Tanya : Bagaimana Prosedur pengajuan sampai tahap realisasi pembiayaan BSM warung
mikro?
Jawab : Nasabah datang bertemu ke bank bertemu dengan bagian administrasi warung mikro
atau bagian pelaksana warung mikro untuk menyerahkan persyaratan yang
dibutuhkan dalam pengajuan pembiayaan warung mikro. Selanjutnya dilakukan BI
checking oleh pihak administrasi warung mikro. Ketika sudah dilakukan BI checking
pelaksana warung mikro dan analis warung mikro akan melakukan survei tempat
usaha dan rumah untuk mengumpulkan data di lapangan, selanjutnya pelaksana
melaporkan data hasil survei laapangan pada bagian administrasi. Ketika semua
persyaratan telah lengkap maka analis warung mikro akan membuat proposal
pengajuan pembiayaan untuk diajukan kepada komite pembiayaan. Jika kepala
capang dan komite pembiayaan sudah memberikan persetujuan maka nasabah akan
dihubungi oleh pelaksana warung mikro untuk melakukan akad pembiayaan.
Tanya : Bagaimana aplikasi dari konsep murabahah pada produk pembiayaan warung?
Jawab : Bank adalah sebagai penjual barang untuk kepentingan nasabah, dengan cara
membeli barang yang diperlukan nasabah dan kemudian menjualnya kembali kepada
nasabah dengan harga jual yang setara dengan harga beli ditambah keuntungan atau
margin bank dan bank harus memberitahukan secara jujur harga pokok barang berikut
biaya yang diperluan dan menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian
barang kepada nasabah. Selanjutnya bank menggunakan media ”akad Wakalah”
dengan memberikan kuasa kepada nasabah untuk membeli barang tersebut. Dengan
adanya akad wakalah tersebut maka bank sepenuhnya menyerahkan dana tersebut
kepada nasabah untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan oleh nasabah sesuai
dengan rencana usaha dan peruntukan pembiayaan tercatat yang telah diserahkan pada
pihak bank. Setelah nasabah membeli barang-barang tersebut bank akan meminta
laporan pembelian pada nasabah.
Tanya : Apa saja persyaratan pembiayaan BSM warung mikro ini?
Jawab : Persyaratan pembiayaan warung mikro diantaranya Fotokopi KTP/Paspor, kartu
keluarga (KK), pas foto terbaru 3x4 pemohon, Surat Keterangan Usaha (SKU),
Jaminan dan Rencana Usaha dan Peruntukan Pembiayaan Tercatat.
Tanya : Menurut pandangan bapak, apakah aplikasi akad murabahah pada produk
pembiayaan warung mikro ini sudah sesuai dengan ketentuan yang ada?
Jawab : Secara garis besar produk ini sudah memenuhi rukun dan syarat dalam akad
murabahah. Namun pada prakteknya mungkin tidak 100% seluruhnya sama dengan
syarat dan ketentuan dalam akad murabahah karena faktor-faktor eksternal.
Tanya : Setelah nasabah memenuhi persyaratan yang diminta oleh bank, apakah bank
langsung mencairkan dana yang dibutuhkan oleh nasabah?
Jawab : Setelah nasabah memenuhi semua persyaratan dan telah disetujui oleh komite
pembiayaan dan kepala cabang maka akan diadakan akad antara pihak bank dan
nasabah. Setelah akad dilaksanakan maka dana pembiayaan akan ditransfer langsung
ke rekening nasabah.
Tanya : Adakah biaya-biaya yang dibebankan kepada nasabah dalam proses pengajuan
pembiayaan BSM warung mikro ini?
Jawab : Biaya yang dibebankan pada nasabah hanya biaya administrasi dan biaya materai.
Untuk pembiayaan usaha mikro tunas dengan limit pembiayaan Rp 2 juta sampai Rp
10 juta dibebankan biaya administrasi sebesar Rp 60.000,- dan biaya materai sebesar
Rp 36.000,-. Untuk pembiayaan usaha mikro madya dan utama dengan limit
pembiayaan diatas Rp 10 juta sampai dengan Rp 100 juta akan dikenakan biaya
administrasi sebesar 1% dari nilai pembiayaan ditambah biaya materai sebesar Rp
36.000,-.
Tanya : Bagaimana perkembangan produk pembiayaan BSM warung mikro ini dari awal
kemunculannya?
Jawab : Untuk perkembangan dari produk pembiayaan warung mikro sangat baik dan
mendapat respon yang sangat baik dari masyarakat. Hal ini terbukti dengan jumlah
pembiayaan yang disalurkan telah mencapai Rp 2 milyar dalam jangka waktu kurang
dari 1 tahun.
Tanya : Apa keunggulan produk ini sehingga dapat menarik minat masyarakat sebagai
produk alternatif bagi pengusaha kecil?
Jawab : Yang menjadi keunggulan dari poduk ini diantaranya adalah persyaratan tidak
memberatkan, margin yang sangat kompetitif dan produk ini merupakan produk yang
dibuat sesederhana mungkin sehingga dapat dijangkau oleh kalangan masyarakat
terbawah sekalipun.
Tanya : Apa yang menjadi kelemahan dari produk ini ?
Jawab : Yang menjadi kelemahan dari produk ini adalah masih adanya persyaratan jaminan .
yang harus dipenuhi oleh nasabah. Padahal dalam peraturan dari Bank Syariah
Mandiri pada Pembiayaan Usaha Mikro Tunas (dengan nilai pembiayaan Rp 2 juta
hingga Rp 10 juta) tidak disyaratkan adanya agunan atau jaminan. Namun pada
aplikasinya tetap dpersyaratkan adanya jaminan karena alasan moral hazard. Selain
itu keterbatasan Sumber Daya Manusia juga menjadi kendala karena belum semua
SDM memahami konsep syariah secara menyeluruh.
Tanya : Bagaimana prospek dari produk pembiayaan warung mikro ini kedepannya?
Jawab : Untuk prospek dari produk pembiayaan warung mikro kedepannya sangat bagus dan
potensial karena memang untuk sektor menengah kebawah masih belum tergarap oleh
bank-bank atau lembaga-lembaga keuangan yang ada saat ini. Selain itu salah satu
misi dari Bank Syariah Mandiri kedepannya yaitu menjadi Bank Syariah yang
terdepan dalam memberdayakan golongan masyarakat menengah kebawah.
Tanya : Bagaimana rancangan strategi dari bank syariah mandiri dalam mengembangkan
produk BSM warung mikro ini?
Jawab : Strategi yang dilakukan yaitu dengan memberikan pelayanan kepada nasabah
dengan sebaik mungkin, mempromosikan produk-produk yang ada di BSM Cabang
Depok Kelapa Dua khususnya produk pembiayaan warung mikro, mengadakan
pelatihan bagi SDM yang ada di bagian warung mikro agar mereka dapat
meningkatkan kemampuan teknis, meningkatkan jumlah SDM dan melakukan
pembianaan pada nasabah
HASIL WAWANCARA NASABAH
Nama : Budi Herman
Alamat : Depok
Jenis Usaha : Bengkel Motor
Hari, tanggal : Sabtu, 18 Juni 2011
Waktu :10.00 WIB s.d selesai
Tanya : Sejak kapan bapak / ibu menjadi nasabah di Bank Syariah Mandiri?
Jawab : Oktober 2010
Tanya : Produk pembiayaan apa yang bapak / ibu gunakan di Bank Syariah Mandiri?
Jawab : Produk Pembiayaan Warung Mikro khususnya Pembiayaan Usaha Mikro Tunas
dengan jumlah pembiayaan Rp 10 juta.
Tanya : Bagaimana tahap pengajuan sampai tahap realisasi pembiayaan warung mikro?
Jawab : Awalnya saya datang ke Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua untuk
mencari informasi mengenai pembiayaan warung mikro. Setelah diberi penjelasan
oleh petugas warung mikro yang ada di bank mengenai prosedur dan aturannya
akhirnya saya tertarik mengajukan permohonan pembiayaan. Setelah itu saya segera
mengumpulkan data dan persyaratan pembiayaan dan kembali datang ke bank untuk
menyerahkan persyaratan. Selang beberapa hari ada pelaksana warung mikro yang
melakukan survei ke bengkel saya. Setelah itu saya dihubungi untuk melakukan akad
dan keesokan harinya dana pembiayaan sudah ada di rekening saya. Kemudian modal
yang saya dapatkan saya belanjakan oderdil motor sesuai dengan rencana usaha yang
saya serahkan dalam persyaratan.
Tanya : Menurut bapak / ibu bagaimana aplikasi konsep murabahah pada produk
pembiayaan warung mikro?
Jawab : Kalau dari segi aplikasinya saya kira tidak berbeda jauh dengan bank konvensional.
Di bank syariah mungkin ada akad yang jelas dan harus ada rencana usaha sehingga
bank harus mengetahui dana pembiayaan akan digunakan untuk membeli barang apa
saja. Sedang aplikasi murabahahnya saya kira sudah jelas bahwa bank disini bertindak
sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Saya kira semuanya masih dalam
koridor-koridor bank syariah.
Tanya : Apakah sudah sesuai antara akad murabahah dan aplikasinya pada produk
pembiayaan warung mikro?
Jawab : Kurang lebih sesuai walaupun mungkin masih ada kekurangannya.
Tanya : Menurut bapak / ibu apa keunggulan produk ini sehingga dapat menarik minat
masyarakat sebagai produk alternatif bagi pengusaha kecil?
Jawab : Prosedurnya tidak terlalu sulit, prosesnya cepat, dan marginnya cukup terjangkau.
HASIL WAWANCARA NASABAH
Nama : Yulianti
Alamat : Depok II
Jenis Usaha : Warung Sembako
Hari, tanggal : Sabtu, 18 Juni 2011
Waktu :13.00 WIB s.d selesai
Tanya : Sejak kapan bapak / ibu menjadi nasabah di Bank Syariah Mandiri?
Jawab : Januari 2011
Tanya : Produk pembiayaan apa yang bapak / ibu gunakan di Bank Syariah Mandiri dan
berapa jumlahnya?
Jawab : Produk Pembiayaan Warung Mikro dengan jumlah pembiayaan Rp 25 juta.
Tanya : Bagaimana tahap pengajuan sampai tahap realisasi pembiayaan warung mikro?
Jawab : Awalnya saya datang ke Bank Syariah Mandiri Cabang Depok Kelapa Dua untuk
menanyakan informasi mengenai pembiayaan warung mikro yang diperuntukan bagi
usaha mikro dan kecil. Setelah saya mendapatkan informasi yang lengkap mengenai
pembiayaan warung mikro, maka saya pun tertarik untuk mengajukan pembiayaan
untuk menambah modal usaha saya. Setelah itu saya segera mengumpulkan data dan
persyaratan yang dibutuhkan dalam proses pembiayaan. Setelah semua persyaratan
terkumpul saya kembali datang ke bank untuk mengajukan pembiayaan dan
menyerahkan persyaratan yang dibutuhkan. Setelah toko saya di survei oleh pihak
bank, dilakukanlah akad dengan pihak bank. Dengan segera bank langsung
mentransfer dana pembiayaan ke rekening saya. Selanjutnya dana tersebut saya
gunakan untuk menambah stok barang-barang dagangan di toko.
Tanya : Menurut bapak / ibu bagaimana aplikasi konsep murabahah pada produk
pembiayaan warung mikro?
Jawab : Saya kira aplikasi dari konsep murabahah pada produk pembiayaan warung mikro
sudah sesuai dengan ketentuan yang ada. Namun, menurut saya posisi bank sebagai
penjual terkesan hilang karena memang bank hanya mewakilkan pada nasabah untuk
membeli barang-barang yang dibutuhkan sehingga terkesan barang yang dibeli
nasabah langsung menjadi milik nasabah. Padahal seharusnya barang tersebut menjadi
milik bank terlebih dahulu. Bagi saya hal ini masih hal wajar karena memang dalam
prakteknya bank tidak mungkin membelikan barang-barang yang dibutuhkan nasabah
satu persatu.
Tanya : Apakah sudah sesuai antara akad murabahah dan aplikasinya pada produk
pembiayaan warung mikro?
Jawab : Kalau menurut saya bisa dikatakan sudah sesuai, walaupun belum 100% dan masih
ada kekurangan.
Tanya : Menurut bapak / ibu apa keunggulan produk ini sehingga dapat menarik minat
masyarakat sebagai produk alternatif bagi pengusaha kecil?
Jawab : Bila dibandingkan dengan produk lain yang sejenis mungkin keunggulannya terletak
pada persyaratan dan prosedur yang tidak terlalu menyulitkan nasabah. Selain itu
produk ini juga memang diperuntukkan bagi usaha kecil.
FATWA
DEWAN SYARI'AH NASIONAL
NO: 04/DSN-MUI/IV/2000
Tentang
MURABAHAH
Menetapkan : FATWA TENTANG MURABAHAH
Pertama : Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari’ah:
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan
harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus
memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya
yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka
waktu tertentu yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut,
pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari
pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara
prinsip, menjadi milik bank.
Kedua : Ketentuan Murabahah kepada Nasabah:
1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau
aset kepada bank.
2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu
aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus
menerima (membeli)nya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya,
karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat; kemudian kedua belah
pihak harus membuat kontrak jual beli.
4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang
muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus
dibayar dari uang muka tersebut.
6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank,
bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
7. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka,
maka:
a. jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal
membayar sisa harga.
b. jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal
sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut;
dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi
kekurangannya.
Ketiga : Jaminan dalam Murabahah:
1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan
pesanannya.
2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat
dipegang.
Keempat : Hutang dalam Murabahah:
1. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak
ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak
ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut
dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan
hutangnya kepada bank.
2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak
wajib segera melunasi seluruh angsurannya.
3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus
menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Ia tidak boleh
memperlambat pembayaran angsuran atau meminta kerugian itu
diperhitungkan.
Kelima : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah:
1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian
hutangnya.
2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu
pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
Keenam : Bangkrut dalam Murabahah:
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank
harus menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau
berdasarkan kesepakatan.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 26 Dzulhijjah 1420 H / 1 April
2000 M
PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR: 7/46/PBI/2005
TENTANG
AKAD PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA BAGI BANK
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN
PRINSIP SYARIAH
Pasal 9
(1) Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Murabahah
berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a. Bank menyediakan dana pembiayaan berdasarkan perjanjian jual beli
barang.
b. jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada Bank
ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah;
c. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang
yang telah disepakati kualifikasinya;
d. dalam hal Bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli
barang, maka Akad Murabahah harus dilakukan setelah barang secara
prinsip menjadi milik Bank;
e. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun saat
menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah;
f. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan agunan tambahan selain
barang yang dibiayai Bank;
g. kesepakatan marjin harus ditentukan satu kali pada awal Akad dan tidak
berubah selama periode Akad;
h. Angsuran pembiayaan selama periode Akad harus dilakukan secara
proporsional.
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN BANK NDONESIA
NOMOR: 7/46/PBI/2005
TENTANG
AKAD PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA BAGI BANK YANG
MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN
PRINSIP SYARIAH
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a: Yang dimaksud dengan “barang” adalah barang yang diketahui jelas
kuantitas, kualitas dan spesifikasinya.
Huruf b dan huruf c Cukup jelas
Huruf d: Wakalah harus dibuatkan Akad secara terpisah dari Akad Murabahah.
Yang dimaksud dengan secara prinsip barang milik Bank dalam wakalah pada
Akad Murabahah adalah adanya aliran dana yang ditujukan kepada pemasok
barang atau dibuktikan dengan kuitansi pembelian.
Huruf e sampai dengan huruf g Cukup jelas
Huruf h: Angsuran secara proposional adalah angsuran yang ditetapkan Bank
secara proposional antara harga pokok dan marjin, serta jangka waktu angsuran.
Contoh :
_ Harga pokok mesin Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)
_ Marjin Rp2.000.000,- (dua juta rupiah)
_ Jangka waktu angsuran = 12 (dua belas) bulan
_ Angsuran nasabah Rp12.000.000,-/12 = Rp1.000.000,- (satu
juta rupiah)