PROBLEMATIKA GURU PAI DALAM PROSES BELAJAR …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2039/1/skripsi...

119
i PROBLEMATIKA GURU PAI DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI (STUDI KASUS DI SMP NEGERI 2 SALATIGA) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Strata I (S.Pd.) Dalam Ilmu Tarbiyah Oleh: FITRI WIJAYANTI NIM : 111 13 098 FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2017

Transcript of PROBLEMATIKA GURU PAI DALAM PROSES BELAJAR …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/2039/1/skripsi...

i

PROBLEMATIKA GURU PAI

DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI

(STUDI KASUS DI SMP NEGERI 2 SALATIGA)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Strata I (S.Pd.)

Dalam Ilmu Tarbiyah

Oleh:

FITRI WIJAYANTI

NIM : 111 13 098

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2017

ii

iii

iv

v

MOTTO

رك لظلم ع إن الش ﴾٣١﴿ظمم وإذ قال لقمان لبنه وهو يعظه يا بني ل تشرك بالل

Artinya : “Ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya diwaktu ia

memberikan pelajaran kepadanya : Hai anakku, janganlah kamu

mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-

benar kezaliman yang besar”

(QS. Luqman ayat 13)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahan kepada:

1. Kedua orang tuaku, ayahanda tercinta Bapak Mugiran dan ibunda tercinta

Ibu Siti Mahmudah atas perjuangannya banting tulang, kalimah do’a dan

seluruh pengorbanannya telah mengukir segala asa, cinta dan harapan

membimbing dan mendidik dengan penuh kesabaran serta memberikan

segalanya baik moral maupun spiritual bagi kelancaran Studyku, semoga

Allah senantiasa meridhoinya.

2. Kepada bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si. selaku pembimbing dan sekaligus

sebagai motivator serta pengarah sampai selesainya penulisan skripsi ini.

3. Kepada Muhammad Farid Kurniawan, yang sudah senantiasa selalu setia

di samping saya hampir 3 tahun ini dan selalu memberikan semangat

untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Kepada sahabat-sahabatkutercinta Pina, Bukur, Putri, Nur, Galuh,Anggun

F.S yang selalu ada memberikan semangat dan bantuan untuk segera

menyelesaikan skripsi ini.

5. Kepada sahabat-sahabatku PAI angkatan 2013.

6. Almamaterku IAIN Salatiga.

vii

KATA PENGANTAR

حمم س ب حمن الر م هللا الر

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiinatas segala karunia dari Allah SWT, tanpa

sadar sampai detik ini kita masih diberi denyut nafas kehidupan dalam menempuh

hidup memerankan diri sebagai khalifatullah dimuka bumi dan sebagai Abdullah

(hamba Allah). Teriring Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi

Muhammad SAW sebagai tauladan dalam mengangkat derajat kaum Mustad’affin

sehingga karena tauladan beliaulah saya dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul : PROBLEMATIKA GURU PAI DALAM PROSES BELAJAR

MENGAJAR PAI (STUDI KASUS SMP NEGERI 2 SALATIGA).

Karena kemampuan penulis yang masih terbatas, maka di dalam

penyusunan skripsi ini mungkin terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis

dengan rendah hati dan tangan terbuka akan menerima masukan, kritik dan saran

yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi.

Dalam penyusunan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan, saran,

pertimbangan dan kritik dari berbagai pihak, maka bersamaan dengan selesainya

penyusunan skripsi ini penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.

viii

4. Bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si selaku dosen pembimbing dalam penyusunan

skripsi ini yang telah memberikan bimbingan dengan penuh perhatian,

kesabaran, dan keikhlasan.

5. Bapak Achmad Maimun, M.Ag., selaku dosen Pembimbing Akademik

6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang tidak dapat saya sebutkan

satu persatu, yang dengan keikhlasan memberikan ilmu dan pengetahuan

selama menuntut ilmu di IAIN Salatiga.

7. Kepada Kepala SMP Negeri 2 Salatiga, yang telah mengizinkan saya untuk

melakukan penelitian.

8. Kepada Guru Pendidikan Agama Islam SMP Negeri 2 Salatiga yang sudah

meluangkan waktunya sehingga terselesainya skripsi ini.

Kepada mereka semua, penulis tidak dapat mendaptkan balasan apapun.

Hanya untaian atas terima kasih serta doa semoga Allah SWT membalas semua

amal baik yang telah diberikan kepada penulis.

Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis memohon petunjuk dan

hidayah. Semoga tulisan ini bermanfaat. Amin.

Salatiga, 31 Mei 2017

Penulis,

FITRI WIJAYANTI

NIM. 111 13 098

ix

ABSTRAK

Wijayanti, Fitri, 2017. Problematika Guru PAI Dalam Proses Belajar Mengajar

PAI (Studi Kasus Di SMP Negeri 2 Salatiga). Skripsi Jurusan

Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama

Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Drs. Abdul Syukur, M.Si.

Kata Kunci : Problematika Guru, Proses Belajar Mengajar, PAI.

Proses belajar mengajar merupakan proses perubahan pengetahuan dan

nilai yang di dalamnya terdapat hubungan antara pendidik dan peserta didik. Di

dalam hubungan tersebut pendidik dan peserta didik memiliki kedudukan dan

perasaan yang berbeda. Tetapi, keduanya memiliki daya yang sama, yaitu saling

mempengaruhi guna terlaksananya proses pendidikan (transformasi pengetahuan,

nilai-nilai, dan keterampilan-keterampilan yang tertuju kepada tujuan yang

diinginkan). Problematika sering terjadi manakala pembelajaran berlangsung,

tidak hanya dari guru tetapi juga faktor dari siswa.Dalam penelitian ini, akan

penulis fokuskan pada permasalahan : 1) Apa saja problematika Guru PAI di SMP

N 2 Salatiga? 2) Bagaimanakah upaya dalam mengatasi problematika Guru PAI di

SMP Negeri 2 Salatiga?

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatifpendekatan fenomenologis.

yang berlokasi di SMP Negeri 2 Salatiga. Teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah metode wawancara, observasi dan dokumentasi.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini: 1) Problematika yang dihadapi

Guru PAI dalam proses belajar mengajar di SMP N 2 Salatiga adalah: Terdapat

siswa yang belum bisa membaca tulisan Arab, faktor waktu, tidak adanya buku

penunjang (LKS), faktor media sosial, kurangnya prasarana. 2)Cara mengatasi

problematika pembelajaran tersebut dengan cara Solusi yang dilakukan guru

adalahmemberikan kegiatan ekstrakurikuler BTA,memberikan tugas-tugas khusus

untuk membaca tulisan Arab, mengoptimalkan waktu yang tersedia,

membebaskan siswa untuk mengkopi LKS yang sudah memdapat persejutuan dari

penerbit,menyita hp saat pembelajaran berlangsung, memanfaatkan masjid

sebagai prasarana pembelajaran.

x

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................... 00

LEMBAR LOGO ........................................................................................ 0

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................. iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................................. iv

MOTTO ..................................................................................................... v

PERSEMBAHAN ....................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................ vii

ABSTRAK .................................................................................................. ix

DAFTAR ISI .............................................................................................. x

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1

B. Fokus Penelitian ................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian .................................................................. 5

D. Kegunaan Penelitian ............................................................. 6

E. Kajian Penelitian Terdahulu ................................................. 6

F. Sistematika Penulisan ........................................................... 9

xi

BAB II LANDASAN TEORI

A. Guru ...................................................................................... 11

B. PAI ........................................................................................ 14

C. Problematika Guru PAI ........................................................ 20

D. Belajar Mengajar .................................................................. 23

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian .......................................... 38

B. Lokasi Penelitian .................................................................. 39

C. Sumber Data ......................................................................... 39

D. Prosedur Pengumpulan Data ................................................ 40

E. Analisis Data......................................................................... 42

F. Pengecekan Keabsahan Data ................................................ 43

G. Tahap – Tahap Penelitian .................................................... 44

BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS

A. Paparan Data ......................................................................... 46

B. Analisis Data......................................................................... 61

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ............................................................................... 67

B. Saran ..................................................................................... 67

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN – LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP PENULIS

xii

DAFTAR TABEL

TABEL 4.1 DATA GURU ........................................................................ 54

TABEL 4.2 DATA SISWA ....................................................................... 54

TABEL 4.3 DATA RUANG KELAS ....................................................... 55

TABEL 4.4 DATA SARANA PRASARANA .......................................... 55

TABEL 4.5 KEGIATAN PEMBELAJARAN .......................................... 57

TABEL 4.6 KEGIATAN EKSTRAKULIKULER ................................... 59

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Denah SMP Negeri 02 Salatiga.

Gambar 2. SMP Negeri 02 Salatiga.

Gambar 3. Dokumentasi Wawancara

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Tugas Pembimbing

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian

Lampiran 3. Surat Pernyataan Telah Meneliti

Lampiran 4. Lembar Konsultasi

Lampiran 5. Laporan SKK

Lampiran 6. Hasil wawancara

Lampiran 7. Dokumentasi

Lampiran 8. Riwayat Hidup Penulis

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Proses belajar mengajar merupakan proses perubahan pengetahuan

dan nilai yang di dalamnya terdapat hubungan antara pendidik dan peserta

didik. Di dalam hubungan tersebut pendidik dan peserta didik memiliki

kedudukan dan persamaan yang berbeda. Tetapi, keduanya memiliki daya

yang sama, yaitu saling mempengaruhi guna terlaksananya proses pendidikan

(transformasi pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan-keterampilan yang

tertuju kepada tujuan yang diinginkan).

Pendidikan adalah proses sepanjang hayat sebagai perwujudan

pembentukan diri secara utuh. Maksudnya pengembangan segenap potensi

dalam rangka penentuan semua komitmen manusia sebagai individu,

sekaligus sebagai makhluk sosial dan makhluk Tuhan (Suwarno, 2006:23).

Secara umum Pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran yang

dikembangkan dari ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam agama Islam.

Ajaran-ajaran tersebut terdapat dalam al-qur’an dan al-hadits (Maslikhah,

2004:199). Untuk kepentingan pendidikan, dengan melalui proses ijtihad para

ulama mengembangkan materi Pendidikan Agama Islam pada tingkat yang

lebih rinci. Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam tidak hanya

mengantarkan peserta didik untuk menguasai berbagai ajaran Islam. Tetapi

yang terpenting adalah bagaimana peserta didik dapat mengamalkan ajaran-

ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari.

2

Pendidikan dan pengajaran merupakan masalah yang cukup kompleks,

banyak faktor yang ikut mempengaruhinya. Salah satu faktor tersebut di

antaranyaadalah guru. Guru merupakankomponenpengajaran yang

memegangperananpentingdanutama, karenakeberhasilan proses

belajarmengajarsangatditentukanoleh faktor guru. Tugas guru

adalahmenyampaikanmateripelajarankepadasiswamelaluiinteraksikomunikasi

dalam proses belajarmengajar yang dilakukannya. Keberhasilan guru

dalammenyampaikanmaterisangattergantungpadakelancaraninteraksiantara

guru

dengansiswanya.Ketidaklancarankomunikasimembawaakibatterhadappesan

yang disampaikan guru (AsnawirdanUsman, 2002:1).

Guru merupakan pendidik yang mempunyai peran penting dalam

mendidik dan membentuk karakter peserta didik. Guru sering disebut sebagai

pemimpin masyarakat (Social Leader) dan pekerja sosial (Sosial Worker),

khususnya dalam masyarakat paguyuban. Dalam masyarakat pedesaan,

sebagai misal, guru sering didudukan pada status sebagai sumber

pengetahuan ketika media informasi masih amat terbatas. Guru sering

menduduki posisi sebagai tokoh yang diteladani oleh warga masyarakat, ia

menjadi satu-satunya sumber informasi dan sumber ilmu pengetahuan. Oleh

karena itu, guru dipandang sebagai sosok yang harus digugu dan ditiru.

Dalam masyarakat paguyuban seperti inilah terlahir pepatah dan petitih

bahwa guru kencing berdiri, murid kencing berlari, karena apa yang

3

dilakukan seorang guru akan menjadi contoh bagi warga disekitarnya

(Suparlan, 2005: 21-22).

Guru pendidikan Islam memegang peranan yang cukup penting dalam

suatu sekolah atau lembaga pendidikan. Seorang guru Pendidikan Agama

Islam harus mampu menjadi teladan dalam pembentukan watak dan

kepribadian siswanya. Selain, dalam berinteraksi dengan masyarakat guru

juga dianggap sebagai orang yang serba bisa. Melalui Pendidikan Agama

Islam, guru mampu menanamkan nilai sosial yang hidup dan dipertahankan

dalam kehidupan bermasyarakat.

Pengajaran agama berkaitan dengan proses pendidikan dalam lembaga

pendidikan formal dan nonformal, dengan jelas telah diatur di dalam

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pasal 12 ayat (1a) dengan jelas menyebutkan bahwa pengajaran agama (di

dalam Undang-undang tersebut disebutkan pendidikan agama) harus

diberikan disemua satuan pendidikan baik formal maupun nonformal.

Bahkan di dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah asing

harus memberikan pelajaran agama dari pengajar yang seagama dengan

pesertadidik. Pengajaran agama sebagai suatu bentuk dari kebudayaan

tentunya harus sejalan dengan pendidikan keagamaan dalam suatu

masyarakat. Kedua-duanya mengenal hegemoni nilai-nilai agama di dalam

kehidupan bersama. Apabila pelajaran agama ditekankan kepada bentuk-

bentuk yang normatif, prosedural, obyektif dalam pelaksanaan ajaran dan

4

nilai-nilai agama tertentu, maka pendidikan keagamaan sifatnya sangat

penting dan memiliki kedudukan yang tinggi.

Secara umum Pendidikan Agama Islam merupakan mata pelajaran

yang dikembangkan dari ajaran-ajaran dasar yang terdapat dalam agama

Islam. Ajaran-ajaran tersebut terdapat dalam al-qur’an dan al-hadits

(Maslikhah, 2004:199). Untuk kepentingan pendidikan, dengan melalui

proses ijtihad para ulama mengembangkan materi Pendidikan Agama Islam

pada tingkat yang lebih rinci. Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam tidak

hanya mengantarkan peserta didik untuk menguasai berbagai ajaran Islam.

Tetapi yang terpenting adalah bagaimana peserta didik dapat mengamalkan

ajaran-ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan agama Islam merupakan progam pengajaran pada lembaga

pendidikan serta usaha bimbingan dan pembinaan guru terhadap siswa

dalam memahami ,menghayati, serta mengamalkan ajaran Islam. Sehingga

siswa dapat menjadi manusia yang bertaqwa serta memiliki budi pekerti

luhur, sesuai dengan tujuan dari pendidikan Islam. Seperti yang dikatakan

(Djamarah, 2004:29) pembentukan budi pekerti yang baik adalah tujuan

utama dalam pendidikan Islam.

Secara substansial tujuan pendidikan agama Islam adalah mengasuh,

membimbing, mendorong, mengusahakan, menumbuhkembangkan manusia

takwa. Takwa merupakan derajat yang menunjukkan kualitas manusia

bukan saja dihadapan sesama manusia, tetapi juga di hadapan Allah.

Ketakwaan merupakan “high concept” dalam arti memiliki banyak dimensi

5

dan merupakan suatu kondisi yang pencapaiannya membutuhkan upaya

yang keras melewati dan melampaui tahap demi tahap. Pencapaiannya

mempersyaratkan bukan saja dimilikinya sejumlah pengetahuan dan

pemahaman, tetapi juga penghayatan dan pengejawantahannya dalam

perilaku nyata.

Tentunya dalam proses belajar mengajar PAI sering ditemui banyak

problematika. Dari hal-hal itulah yang menginspirasi penulis untuk

mengadakan penelitian dengan judul “PROBLEMATIKA GURU PAI

DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR PAI (STUDI KASUS DI SMP

NEGERI 02 SALATIGA)”. Diharapkan dengan adanya penelitian ini akan

ditemukan permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam proses belajar

mengajar PAI sehingga muncul solusi pembelajaran yang efektif untuk

murid-murid.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis paparkan maka

rumusan masalah dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Apa sajakah problematika Guru PAI di SMP N 2 Salatiga?

2. Bagaimanakah upaya dalam mengatasi problematika Guru PAI di SMP

Negeri 2 Salatiga?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui problematika Guru PAI di SMP N 2 Salatiga.

6

2. Untuk mengetahui upaya dalam mengatasi problematika Guru PAI di

SMP Negeri 2 Salatiga.

D. Kegunaan Penelitian

Terdapat 2 manfaat yakni manfaat teoritis dan manfaat praktis yaitu :

1. Manfaat teoritis

a. Dapat Mengetahui problematika yang dihadapi guru PAI dalam

proses belajar mengajar di SMP Negeri 02 Salatiga.

b. Dapat memecahkan problematika Guru PAI dalam belajar mengajar

di SMP Negeri 02 Salatiga.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru PAI, sebagai pembelajaran untuk lebih meningkatkan

proses belajar mengajar di dalam kelas setelah memecahkan

problematika yang dihadapi.

b. Bagi peneliti, hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi bagi

peneliti lain di bidang terkait.

E. Kajian Penelitian Terdahulu

Fahrul Razi, 2013, tentang problematika pembelajaran guru PAI

dalam meningkatkan pemahaman siswa di MIN Kampung Durian

Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang. Penelitian ini merupakan

penelitian kualitatif dengan metode diskriptif analitis menggunakan

perspektif fenomenologis. Hasil penelitian ini mendapatkan solusi dalam

mengatasi problematika guru PAI memberikan perhatian lebih kepada siswa

7

yang tidak serius dan malas dalam belajar. Serta meningkatkan pengajaran

terhadap siswa untuk lebih memahami ilmu pengetahuan agama Islam serta

memberi tugas-tugas tambahan kepada siswa agar siswa selalu giat dalam

belajar baik di sekolah maupun di rumah.

Bob Zeussa, 2016, tentang Problematika Proses Belajar Mengajar

Tahfidz Al-Qur’an di SD Plus Tahfizhul Qur’an An-nida Salatiga.

Penelitian merupakan penelitian lapangan (field research), dengan

pendekatan deskriptif menggunakan purposive sampling. Metode

pengumpulan data menggunakan wawancara, dokumentasi dan observasi.

Analisis data bersifat deskriptif kualitatif dan menggunakan cara pentahapan

secara berurutan serta interaksionis. Hasil penelitian ini berupa problematika

pembelajaran Tahfidzul Qur’an dan solusinya di SD PTQ An-Nida, yaitu :

a) Faktor peserta didik : usia yang belum matang untuk dimasukkan ke

sekolah dasar, daya tangkap masing-masing siswa yang berbeda-beda,

faktor kemauan dari anak yang kurang, belum bisa baca tulis Al-Qur’an atau

kurang lancar dalam membaca Al-Qur’an, bahkan ada yang masih tahap

membaca buku Iqro’, sifat malas yang ada pada siswa, ketika dirumah

sering bergaul dengan anak-anak yang malas terutama malas dalam

menghafal Al-Qur’an. b) Faktor kurangnya jumlah tenaga pendidik, c)

Faktor Eksternal (orang tua dan lingkungan rumah). Solusi dari kendala dan

problem yang diberikan oleh penulis adalah: a) Faktor peserta didik: 1.

Melakukan seleksi penerimaan siswa baru, 2. Menambah tenaga pendidik

untuk memberikan bimbingan ke siswa yang membutuhkan, 3. Dirumah

8

orang tua juga harus memotivasi anak, 4. Guru membimbing bacaan siswa

sebelum menghafal dengan memperhatikan tajwid dan makhroj hurufnya

dan siswa hendaknya sering membaca Al Qur’an, 6. Guru dan orang tua

menumbuhkan cinta anak terhadap Al Qur’an dengan memberikan tauladan

yang baik, 7. Siswa dapat bergabung dengan kelompok penghafal Al Qur’an

supaya saling membantu dan memberi motivasi.

Anas Misbakhudin, tentang problematika pembelajaran aqidah akhlak

di kelas VIII-B MTs Nurul Huda Mangkang. Dari penelitian tersebut

ditemukan bahwa, dalam pelaksanaan pembelajaran aqidah akhlak di kelas

VIII-B MTs NU Nurul Huda Mangkang muncul beberapa problematika

meliputi, problematika yang berhubungan dengan guru, problematika yang

berhubungan dengan siswa dan problem yang berhubungan dengan sarana

prasarana. Dalam menghadapi problematika tersebut MTs NU Nurul Huda

Mangkang melakukan langkah-langkah sebagai berikut: Dengan

menggunakan dan memodifikasi metode mengajar yang tepat dan

disesuaikan dengan gaya belajar (learning style) masing-masing siswa, cara

lain dilakukan dengan cara membentuk kelompok dalam belajar, bisa

kelompok belajar dan kelompok diskusi, melakukan koordinasi dan

menyamakan visi dalam pendidikan akhlak antara Madrasah, keluarga, dan

masyarakat sekitar, dan menjalin kekompakan diantara para guru dalam

memantau perilaku siswa yaitu dengan diadakannya rapat koordinasi

diantara para guru di bawah koordinasi kepala madrasah. Sedangkan

langkah-langkah yang berhubungan dengan problem dari siswa:

9

Memberikan sangsi berupa kredit point bagi siswa yang melanggarnya,

mensosialisasikan arti disiplin dan pentingnya mematuhi peraturan

madrasah baik di dalam kelas maupun di luar, serta mengarahkan untuk

menghindari lingkungan pergaulan yang kurang baik dan berusaha memilih

teman yang baik.

Berdasarkan kajian penelitian di atas, terdapat persamaan dan

perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan, persamaannya

membahas tentang problematika Guru PAI, sedangkan perbedaannya

terdapat pada subjek penelitian yang di teliti merupakan guru PAI,

sedangkan objek dalam penelitian ini ditujukan pada guru PAI di SMP

Negeri 2 Salatiga.

F. Sitematika Penulisan

Skripsi ini peneliti susun dalam lima bab, yang secara sistematis dapat

dijabarkan sebagai berikut :

BAB I: PENDAHULUAN.

Merupakan bab pendahuluan. Bab ini berfungsi untuk

memberikan gambaran tentang penelitian yang akan

dilakukan yang meliputi Latar belakang masalah, fokus

penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,kajian

penelitian terdahulu, serta sistematika penulisan.

BAB II: KAJIAN TEORI.

Merupakan landasan teori. Bab ini berfungsi untuk

membaca fenomena yang akan disajikan dalam bab empat,

10

memuat tentang problematika Guru PAI dalam proses

belajar mengajar.

BAB III: METODE PENELITIAN.

Bagian ini memuat uraian tentang metode dan langkah-

langkah penelitian secara operasional yang meliputi :

Pendekatan penelitian, jenis penelitian, lokasi penelitian,

sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data,

pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.

BAB IV: PAPARAN DATA DAN ANALISIS.

Merupakan temuan penelitian, berfungsi (1)

mendiskripsikan gambaran lokasi penelitian, (2) hasil

temuan tentang problematika Guru PAI dalam belajar

mengajar di SMP Negeri 02 Salatiga meliputi gambaran

umum dan deskriptif data di SMP Negeri 02 Salatiga. Dan

juga memuat tentang pembahasan dari data yang telah di

dapat yang meliputi apa saja problematika Guru PAI dalam

belajar mengajar di SMP Negeri 02 Salatiga dan upaya apa

sajakah yang dilakukan Guru PAI dalam mengatasi

problematika di SMP Negeri 02 Salatiga.

BAB V: PENUTUP

Merupakan bab penutup. Bab ini berfungsi mempermudah

para pembaca dalam mengambil inti sari dari proposal ini

yang berisi kesimpulan dan saran.`

11

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Guru

Guru dalam bahasa arab dikenal dengan sebutan “al mu’alim atau al

ustadz” yang bertugas memberikan ilmu pada majelis ta’lim (tempat memperoleh

ilmu). Dalam hal ini al mu’alim atau al ustadz juga mempunyai pengertian orang

yang mempunyai tugas untuk membangun aspek spiritualitas manusia (Suparlan,

2005:12).

Dalam UU Guru dan Dosen No.14 Tahun 2005 guru adalah pendidik

profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini

jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya)

mengajar. (Mulyasa, 2007:288). Zuraini mengatakan bahwa guru adalah orang

yang mempunyai tanggung jawab terhadap pembentukan pribadi anak yang sesuai

dengan ajaran Aama Islam dan bertanggungjawab kepada Allah. (Zuhairini, 2004:

54). Nurdin (2010:128) menguraikan bahwa guru adalah orang yang bertanggung

jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan seluruh

potensinya, baik potensi efektif, potensi kognitif, maupun potensi potensi

psikomotorik. Dengan begitu pengertian guru agama Islam, adalah seorang

pendidik yang mengajarkan ajaran Islam dan membimbing anak didik ke arah

12

pencapaian kedewasaan serta membentuk kepribadian muslim yang berakhlak,

sehingga terjadi keseimbangan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Diantara peran guru seperti yang dikutip dari (Mulyasa 2001:37-64)

ialahsebagai berikut :

1. Guru sebagai pendidik

Guru adalah pendidik, yang menjadi kokoh, panutan, dan identifikasi

bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu guru harus

memiliki standar kualitas yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri

dan disiplin.

2. Guru sebagai pengajar

Sejak adanya kehidupan, sejak itu pula guru telah melaksanakan

pembelajaran, dan memang hal tersebut merupakan tugas yang pertama dan

utama. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk

mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi dan

memahami materi standar yang dipelajari.

3. Guru sebagai pembimbing

Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang

berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas

kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya

menyangkut fisik, tetapi juga menyangkut perjalanan mental,emosional,

kreatifitas, moral dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks.

4. Guru sebagai pelatih

Protes pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan

baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak

sebagai pelatih.

5. Guru sebagai penasihat

Guru adalah seorang penasihat bagi peserta didik bahkan bagi orang

tua, meski mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasihat. Dan

dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasihati orang.

6. Guru sebagai inovator

Guru sebagai bagian dari komponen pendidikan dituntut untuk

menjembatani kesenjangan ini. Guru harus bertindak sebagai pembaharuan

yang dapat memperkecil perbedaan antara pelaksanaan pendidikan dan

kemajuan masyarakat. Untuk itu guru harus selalu belajar dan meningkatkan

pengetahuan serta keterampilannya agar dapat menciptakan hal-hal baru guna

peningkatan mutu pendidikan sehingga sejalan dengan perkembangan

masyarakat.

7. Guru sebagai model dan teladan.

Perilaku guru disekokah selalu menjadi figur dan menjadikan dalil

bagi para siswanya untuk meniru perilaku tersebut. Hal ini wajar karena

peserta didik dalam proses pembelajaran kadang melakukan modelling untuk

13

mengubah tingkah lakunya. Sebagai teladan bagi peserta didik dan orang-

orang di sekitarnya, mengharuskan guru melaksanakan kode etik keguruan

yang menjadi dasar berperilaku. Baik dalam interaksinya dengan kepala

sekolah, teman sejawat, bawahan, peserta didik, dan masyarakat pada

umumnya.

8. Guru sebagai pribadi

Sebagai individu yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, guru

harus memiliki kepribadian yang mencerminkan seorang pendidik. Karena,

seorang guru merupakan salah satu panutan bagi masyarakat. Guru dituntut

untuk meningkatkan pengetahuannya, selalu mengontrol emosinya, berbaur

dengan masyarakat sekitarnya, serta selalu melaksanakan ajaran-ajaran

agamanya.

9. Guru sebagai peneliti.

Manusia adalah makhluk yang unik, satu sama lain berbeda. Manusia

yang satu memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Namun,

mereka juga memiliki kelemahan yang tidak dimiliki yang lainnya. Demikian

pula dengan peserta didik, mereka memiliki keunikan yang beraneka ragam

dari waktu ke waktu. Karenanya guru tidak bisa memperlakukan mereka

dengan cara yang sama untuk semua peserta didik dan untuk zaman yang

berbeda. Hal ini menuntut guru mencari suatu sistem pembelajaran yang

sesuai dengan perkembangan zaman, tingkat perkembangan, serta kebutuhan

peserta didik tersebut.

10. Guru sebagai pendorong kreativitas.

Dalam proses pembelajaran, peserta didik terkadang tidak memiliki

motivasi belajar, apalagi menciptakan hal-hal baru yang dapat meningkatkan

kompetensinya. Sebagai motivator , guru berkewajiban meningkatkan

dorongan peserta didik untuk kreatif dalam belajar. Motivasi merupakan salah

satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, karena peserta

didik akan sungguh-sungguh belajar apabila memiliki motivasi yang tinggi.

11. Guru sebagai pembangkit pandangan.

Guru harus menanamkan pandangan yang positif terhadap martabat

manusia kedalam pribadi peserta didik. Sebagai seorang guru tentunya tidak

ingin peserta didik menjadi orang yang akan memperbudak orang lain,

melainkan menjadi orang yang menjunjung tinggi harkat dan martabat

manusia. Sehingga terjadi kehidupan masyarakat yang sejahtera lahir dan

batin.

12. Guru sebagai pekerja rutin

Guru bekerja dengan keterampilan dan kebiasaan rutin yang amat

diperlukan dan sering kali memberatkan. Jika kegiatan tersebut tidak

dilakukan dengan baik, maka bisa mengurangi atau merusak keefektifan guru

pada semua peranannya.(Zakiah Daradjat, 2001: 99).

Guru merupakan pemegang peranan sentral proses belajar mengajar,

dalam pelaksanaan proses pembelajaran di Sekolah guru dihadapkan pada siswa

14

yang memiliki berbagai macam karakteristik dan juga dihadapkan pada problem

pembelajaran yang terjadi. Seorang guru harus mau dan berusaha mencari

penyelesaian berbagai kesulitan itu. (Zakiah Daradjat, 2001: 99).

B. Pendidikan Agama Islam

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara (Undang-Undang Sisdiknas, 2009:3). Menurut

Muhaimin bahwa pendidikan adalah upaya yang secara sadar dirancang untuk

membantu seseorag atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan

hidup (bagaimana orang akan menjalani dan memanfaatkan hidup dan

kehidupannya), sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual

(petunjuk praktis), maupun mental dan sosial. (Muhaimin, 2001:37).

Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan

adalah usaha sadar yang dilakukan oleh orang dewasa dalam rangka menanamkan,

membina, dan mengembangkan potensi anak didik agar menjadi manusia utama

yang berakhlak mulia yang terwujud dalam berfikir, bertindak, bersikap dan

mempunyai keterampilan yang berguna bagi nusa dan bangsa.

Pendidikan agama Islam merupakan usaha sadar dan terencana untuk

menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan

ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan. (Nazarudin,

2007:12).Pendidikan Agama Islam adalah suatu mata pelajaran yang diajarkan di

15

setiap lembaga pendidikan baik pendidikan dasar, menengah maupun perguruan

tingi baik negeri maupun swasta. Adapun tujuan diberikannya materi PAI adalah

untuk memperkuat iman, ketakwaan terhadap tuhan Yang Maha Esa sesuai yang

dianut oleh peserta didik yang bertakwa.

Menurut Zakiah Daradjat (2011:86) pengertian Pendidikan Agama Islam

sebagai berikut :

1. Pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan

terhadap anak didik, agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat

memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya

sebagai pendangan hidup.

2. Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan

ajaran Islam.

3. Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran

agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar

nantinya setelah selesai dari pendidikannya, ia dapat memahami, menghayati

dan mengamalkan ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara

menyeluruh serta menjadikannya sebagai suatu pandangan hidupnya, demi

keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak.

Jadi, Pendidikan Agama Islam merupakan “usaha sadar yang dilakukan

pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami

dan mengamalkan ajaran agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran

atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”

(Majid 2004 : 132).

16

Pendidikan agama Islam merupakan komponen yang tak terpisahkan dari

sistem pendidikan Islam yang jangkauan serta sasarannya lebih luas, namun

berfungsi sangat strategik untuk mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam

berbagai disiplin ilmu yang dipelajari oleh subjek didik.

Pendidikan agama Islam sebagai sebuah progam pembelajaran yang

diarahkan untuk:

1. Menjaga akidah dan ketakwaan peserta didik,

2. Menjadi landasan untuk lebih rajin mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu

agama,

3. Mendorong peserta didik untuk lebih kritis, kreatif, dan inovatif,

4. Menjadi landasan perilaku dalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat.

Dengan demikan bukan hanya mengerjakan pengetahuan secara teori

semata tetapi juga untuk dipraktekkan atau diamalkan dalam kehidupan sehari-

hari membangun etika sosial (Idi, 2010:59-60).

1. Peran guru Pendidikan Agama Islam

Pada dasarnya peranan guru Pendidikan Agama Islam dan guru umum

itu sama, yaitu sama-sama berusaha untuk memindahkan ilmu pengetahuan

yang ia miliki kepada anak didiknya, agar mereka lebih banyak memahami

dan mengetahui ilmu pengetahuan yang lebih luas lagi. Akan tetapi peranan

guru Pendidikan Agama Islam selain berusaha memindahkan ilmu, juga harus

menanamkan nilai-nilai agama Islam kepada anak didiknya agar mereka bisa

mengaitkan antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan umum.

17

2. Syarat guru Pendidikan Agama Islam

Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah

merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab

pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua. Mereka ini, tatkala

menyerahkan anaknya ke sekolah, sekaligus berarti pelimpahan sebagian

tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru. Hal itupun menunjukkan

pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang

guru atau sekolah karena tidak sembarang orang dapat menjabat guru.

Dilihat dari ilmu pendidikan Islam, maka secara umum untuk menjadi

guru yang baik dan diperkirakan dapat memenuhi tanggung jawab yang

dibebankan kepadanya hendaknya bertakwa kepada Allah, berilmu sehat

jasmaniahnya, baik akhlaknya, bertanggung jawab dan berjiwa nasional.

a. Takwa

Guru, sesuai dengan tujuan Ilmu Pendidikan Islam, tidak mungkin

mendidik anak agar bertakwa kepada Allah, jika ia sendiri tidak bertakwa

kepada-Nya. Sebab ia adalah teladan bagi muridnya sebagaimana

Rasulullah SAW menjadi teladan bagi umatnya. Sejauh mana seorang guru

mampu memberi teladan baik kepada murid-muridnya sejauh itu pulalah ia

diperkirakan akan berhasil mendidik mereka agar menjadi generasi penerus

bangsa yang baik dan mulia.

18

b. Berilmu

Ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi suatu bukti, bahwa

pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu

yang diperlukannya untuk suatu jabatan.

Gurupun harus mempunyai ijazah supaya ia dibolehkan mengajar.

Kecuali dalam keadaan darurat, misalnya jumlah murid sangat meningkat,

sedang jumlah guru jauh daripada mencukupi, maka terpaksa menyimpang

untuk sementara, yakni menerima guru yang belum berijazah. Tetapi dalam

keadaan normal ada patokan bahwa makin tinggi pendidikan guru makin

baik mutu pendidikan dan pada gilirannya makin tinggi pula derajat

masyarakat.

c. Sehat jasmani

Kesehatan jasmani kerapkali dijadikan salah satu syarat bagi mereka

yang melamar untuk menjadi guru. Guru yang mengidap penyakit menular

umpamanya sangat membahayakan kesehatan anak-anak. Disamping itu,

Guru yang berpenyakit tidak akan bergairah mengajar. Kita kenal ucapan

“Mens sana in corpore sano”, yang artinya dalam tubuh yang sehat

terkandung jiwa yang sehat. Walaupun pepatah itu tidak benar secara

menyeluruh, akan tetapi bahwa kesehatan badan sangat mempengaruhi

semangat bekerja. Adalah jelas guru yang sakit-sakit kerapkali terpaksa

absen dan tentunya merugikan anak-anak.

19

d. Berkelakuan baik

Budi pekerti guru maha penting dalam pendidikan watak murid. Guru

harus menjadi suru teladan, karena anak-anak bersifat suka meniru. Di

antara tujuan pendidikan ialah membentuk akhalak baik pada anak dan ini

hanya mungkin jika guru itu berakhlak baik pula. Guru yang tidak berakhlak

baik tidak mungkin dipercayakan pekerjaan mendidik. Yang dimaksud

dengan akhlak baik dalam Ilmu Pendidikan Islam adalah akhlak yang sesuai

dengan ajaran Islam.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa persyaratan menjadi seorang guru

memang tidak mudah. Banyak tuntutan yang harus dipenuhi serta memiliki

tanggung jawab yang besar. Akan tetapi dibalik itu semua terdapat nilai-nilai

amalan yang akan menjadikan manfaat bagi seorang guru, baik manfaat

didunia maupun di akhirat.

3. Tugas dan tanggung jawab guru Pendidikan Agama Islam

Pada dasarnya, tugas pendidik adalah mendidik dengan mengupayakan

pengembangan seluruh potensi peserta didik, baik aspek kognitif, efektif

maupun psikomotoriknya. Potensi peserta didik ini harus dikembangkan secara

seimbang sampai ketingkat keilmuan tertinggi dan mengintegrasi dalam diri

peserta didik. Upaya pengembangan potensi peserta didik tersebut dilakukan

dengan penyucian jiwa dan mental, penguatan metode berfikir , penyelesaian

masalah kehidupan, mentransfer pengetahuan dan keterampilannya melalui

teknik mengajar, motivasi, memberi contoh, memuji, dan mentradisikan

20

keilmuan. Maka tugas pendidik dalam proses pembelajaran secara berurutan

adalah:

a. Menguasai mata pelajaran

b. Menggunakan metode pembelajaran agar peserta didik mudah menerima

dan memahami pelajaran

c. Melakukan evaluasi pendidikan yang dilakukan, dan

d. Menindak lanjuti hasil evaluasinya (Roqib,2009:50).

C. Problematika Guru Pendidikan Agama Islam

Pada setiap kehidupan pasti selalu terdapat problematika, tidak terkecuali

dalam proses pendidikan agama Islam. Setiap kendala yang ada, pasti memiliki

solusinya masing-masing. Apabila bisa menemukan solusinya, maka akan

mempermudah pembelajaran dan dapat menghasilkan hasil yang lebih maksimal.

Beberapa kendala yang terdapat dalam proses pendidikan menurut Muhaimin

adalah keterbatasan sumber belajar yang ada, keterbatasan alokasi waktu, dan

keterbatan dana yang tersedia (Muhaimin, 2002:150).

Istilah problema/problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu

problematic yang artinya persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa

Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat dipecahkan; yang menimbulkan

masalah; permasalahan; situasi yang dapat didefinisikan sebagai suatu kesulitan

yang perlu dipecahkan, diatasi atau disesuaikan (Sutan Rajasa, 2002: 499).

Dalam Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia “Problematika” mempunyai

arti “masih menimbulkan masalah, masih belum dapat dipecahkan permasalahan”.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan

21

problematika dalam penelitian ini adalah suatu masalah yang memerlukan

pemecahan masalah tersebut atau jalan keluar (KBBI, 2007:896).

Problematika adalah persoalan yang belum terungkap sampai diadakan

penyelidikan ilmiah dan metode yang tepat. Sehingga problematika itu

merupakan suatu masalah yang terjadi dan menuntut adanya perubahan dan

perbaikan, serta belum dapat dipecahkan. Problematika bermakna sesuatu yang

masih menimbulkan masalah; masih belum dapat terpecahkan; permasalahan.

Sedangkan masalah dapat diartikan sebagai ketidaksesuaian antara apa yang

terlaksana.

Menurut Abdul Majid (2008:32) menjelaskan ada dua problem yang

dihadapi yaitu:

1. Problematika yang dihadapi guru yang bersumber dari murid/siswa adalah:

a. Tingkat kecerdasan rendah

b. Alat penglihatan dan pendengaran kurang baik

c. Kesehatan sering terganggu

d. Gangguan alat perseptual

e. Tidak menguasai cara-cara belajar dengan baik

2. Problematika yang dihadapi siswa yang bersumber dari lingkungan sekolah/

guru.

a. Kurikulum kurang sesuai

b. Guru kurang menguasai bahan pelajaran

c. Metode mengajar kurang sesuai

d. Alat-alat dan media pembelajaran kurang memadai

22

Secara umum problem yang dialami guru dalam pembelajaran dapat

dibagi menjadi 2, yaitu faktor internal dan eksternal. (Iskandar Agung, 2010: 54).

1. Faktor Internal

Problem internal yang dialami oleh guru pada umumnya berkisar pada

kompetensi profesional yang dimilikinya, diantaranya:

a. Penguasaan bahan/materi

Menguasai materi harus dimulai dengan merancang dan

menyiapkan bahan ajar/materi pelajaran yang merupakan faktor penting

dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran dari guru kepada anak

didiknya. Agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik,

rancangan dan penyiapan bahan ajar harus cermat, baik dan sistematis.

Seringkali sebelum pembelajaran dimulai guru belum menyiapkan

rencana pembelajaran.

b. Mencintai profesi keguruan

Guru merupakan profesi seorang pendidik yang notabennya

mendidik, membimbing dan mengasuh anak didik. Guru harus memiliki

perilaku dan kemampuan yang memadai dalam mengembangkan peserta

didik secara utuh. Namun masih banyak guru yang punya anggapan

bahwa mengajar hanyalah pekerjaan sambilan, padahal guru merupakan

faktor dominan dalam pendidikan formal.

c. Keterampilan mengajar

Guru harus memiliki beberapa komponen keterampilan mengajar

agar proses pembelajaran dapat tercapai, di antaranya; menguasai bahan,

23

mengelola program belajar mengajar, mengelola kelas, penggunaan media

atau sumber, mengelola interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa

untuk kepentingan pengajaran, mengenal fungsi layanan bimbingan dan

penyuluhan, mengenal menyelenggarakan administrasi sekolah,

memahami prinsip-prinsip, menafsirkan hasil penelitian pendidikan guru

untuk keperluan pengajaran. (Mulyasa, 2006: 4-5).

d. Menilai hasil belajar siswa

Evaluasi diadakan bukan hanya ingin mengetahui tingkat kemajuan

yang telah dicapai siswa saja, melainkan ingin mengetahui sejauh mana

tingkat pengetahuan siswa atau peserta didik yang telah dicapai.

Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh guru dengan memakai instrument

penggali data seperti tes perbuatan, tes tertulis dan tes lisan. (Syaiful

Bahri Djamarah, 2005: 20).

2. Faktor Eksternal

Problem eksternal yaitu problem yang berasal dari luar diri guru itu

sendiri, diantaranya;

a. Karakteristik kelas seperti besarnya kelas, suasana belajar, fasilitas dan

sumber belajar yang tersedia.

b. Karakteristik sekolah, seperti disiplin sekolah, perpustakaan yang ada di

sekolah, memberikan perasaan yang nyaman, bersih, rapi dan teratur.

24

D. Belajar Mengajar

1. Pengertian Belajar

Menurut Slameto (2010: 2) pengertian belajar secara psikologis, belajar

merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan dalam tingkah laku

sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan dinyatakan dalam

seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai

berikut :

“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya.”

Menurut Tohirin (2005: 151) Belajar merupakan suatu proses

perubahan yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku yang terjadi melalui latihan atau pengalaman sebagai hasil

interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sedangkan prestasi belajar adalah sebagai hasil apa yang telah dicapai oleh

siswa setelah melakukan kegiatan belajar.

2. Teori-teori Belajar

Menurut Slameto (2010: 8-12) bahwa ada beberapa teori-teori belajar

sebagai berikut :

25

a. Teori belajar menurut konsepsi ahli-ahli Ilmu Jiwa Daya

Disebut juga Vermogons-psychologie atau The Faculty Psychology

dalam Slameto jiwa manusia mempunyai daya-daya, misalnya: daya

mengenal, daya mengingat, daya berpikir, daya fantasi dan sebagainya.

Daya-daya itu supaya menjadi tajam harus dilatih: daya berpikir

meningkat kalau dilatih untuk memecahkan soal, daya ingatan lebih tinggi

kalau digunakan untuk mengingat. Belajar hanyalah melatih daya-daya

tersebut. Akibat teori ini untuk mendapatkan pengetahuan dengan hafalan

saja seperti menghafal tahun, diberi soal-soal yang semuanya tidak bernilai

praktis.

b. Teori Tanggapan

Yang mengemukakan teori ini ialah Herbart, yang menentang teori

ilmu Jiwa Daya karena dianggap tidak ilmiah, sebab psikologi daya tak

dapat menerangkan kehidupan jiwa. Herbart menghendaki supaya

psikologi mampu menerangkan kehidupan jiwa, untuk itu ia

mengemukakan Teori Tanggapan, yaitu unsur jiwa yang paling sederhana

adalah tanggapan. Menurut Herbart orang pandai adalah orang yang

mempunyai banyak tanggapan yang tersimpan dalam otaknya. Jadi belajar

adalah memasukkan tanggapan sebanyak-banyaknya, berulang-ulang dan

sejelas-jelasnya. Maka inti belajar ialah juga ulangan.

c. Teori Thorndike

S = Stimulus, R = Respons, Bond = dihubungkan. Percobaan

dilakukan pada anjing herder yang karena kebiasaan mengeluarkan air liur

26

kalau melihat lampu warna merah. Dalam hal ini sinar merah stimulusnya

– dan air liur adalah response nya. Mengajar menurut Thorndike dengan

mengadakan suatu perbuatan emosional menimbulkan response pada anak,

jadi perbuatan ini kalau sering diulang menjadi suatu proses yang

otomatis, belajar adalah dressure belaka.

d. Teori Medan dari Lewin

Seorang yang menghadapi masalah, kalau ingin memecahka, maka

orang akan meletakkan persoalan itu pada suatu medan context sehingga

dapat menghubungkan antara persoalan dengan contextnya sehingga

terpecahkan masalahnya.

e. Teori Behaviorisme

Teori ini dikemukakan oleh Waston. Menurut pendapatnya:

pengetahuan harus bersifat positif sehingga obyeknya harus dapat diamati,

yaitu berupa tingkah laku. Tingkah laku ialah reaksi organisme sebagai

keseluruhan terahadap perangsang dari luar. Belajar adalah melatih reaksi-

reaksi itu terhadap prangsang yang sudah tertentu. Dalam hal ini reaksi itu

harus dapat diamati dan diukur.

f. Teori Gestalt

Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman.

Bahwa belajar menurut teori Gestalt ialah

27

1) Belajar berdasarkan keseluruhan

Orang berusaha menghubungkan suatu pelajaran dengan pelajaran

yang lain sebanyak mungkin. Mata pelajaran yang bulat lebih mudah

dimengerti daripada bagian-bagiannya.

2) Belajar adalah suatu proses perkembangan

Anak-anak baru dapat mempelajari dan merencanakan bila ia telah

matang untuk menerima bahan pelajaran itu. Manusia sebagai suatu

organisme yang berkembang, kesediaan mempelajari sesuatu tidak

hanya ditentukan oleh kematangan jiwa batiniah, tetapi jufa

perkembangan anak karena lingkungan dan pengalaman.

3) Siswa sebagai organisme keseluruhan

Siswa belajar tak hanya inteleknya saja, tetapi juga emosional dan

jasmaniahnya. Dalam pengajaran modern guru di samping mengajar,

juga mendidik untuk membentuk pribadi siswa.

4) Terjadi transfer

Belajar pada pokoknya yang terpenting pengyesuaian pertama

ialah memperoleh response yang tepat. Mudah atau sukarnya problem

itu terutama adalah masalah pengamatan, bila dalam suatu kemampuan

telah dikuasai betul-betul maka dapat dipindahkan untuk

kemampuannya yang lain.

28

5) Belajar harus dengan insight

Insight adalah suatu saat dalam proses belajar di mana seorang

melihat pengertian tentang sangkut-paut dan hubungan-hubungan

tertentu dalam unsur yang mengandung suatu problem.

3. Prinsip-prinsip belajar

Prinsip belajar merupakan petunjuk atau cara yang perlu diikuti untuk

melakukan kegiatan belajar. Ada banyak sekali teori dan prinsip belajar yang

dikemukaan para ahli yang satu dengan yang lain. Dari berbagai prinsip belajar

tersebut terdapat prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat kita pakai

sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu

meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam meningkatkan cara

mengajarnya. Perbuatan belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan reaksi

atau hasil kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan oleh guru. Siswa akan

berhasil belajar jika guru mengajar secara efisien dan efektif. Itu sebabnya,

guru perlu mengenal prinsip-prinsip belajar agar para siswa belajar aktif dan

berhasil.Adapun prinsip-prinsip belajar sebagai berikut:(Dimyati, 2002:68)

a. Pengalaman dasar

Pengalaman dasar berfungsi mempermudah siswa memperoleh

pengalaman baru. Siswa merasa sulit memahami suatu generalisasi jika ia

belum mempunyai suatu konsep sebagai pengalaman dasar. Pengalaman

dasar ini dapat diperoleh melalui kegiatan-kegiatan membaca, mendengar,

cerita, observasi, acara televisi dan radio, karyawisata, dan sebagainya.

29

b. Motivasi belajar

Siswa akan melakukan perbuatan belajar untuk memperoleh

pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya. Jika memilih motivasi belajar,

dorongan motivasi ini berguna tidak hanya mendorong mereka belajar

secara aktif, tetapi juga berfungsi sebagai pemberi arah dan penggerak

dalam belajar. Motivasi belajar dapat tumbuh dari dalam diri sendiri, yang

disebut motivasi intrinsik. Motivasi belajar juga dapat timbul berkat

dorongan dari luar seperti pemberian angka, kerja kelompok, hadiah, atau

teguran yang disebut motivasi ekstrinsik. Kedua jenis motivasi ini berguna

bagi siswa untuk belajar secara aktif.

c. Penguatan (latihan dan ulangan) belajar.

Hasil belajar yang telah diperoleh oleh siswa perlu dimantapkan agar

tercipta penguasaan tuntas. Guru hendaknya memberikan kesempatan

kepada siswa untuk mengulang dan melatih hal-hal yang telah dipelajari

oleh mereka. Caranya antara lain dengan resitasi dan aplikasi.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa

penyusunan dan pelaksanaan program belajar-mengajar hendaknya

memperhatikan beberapa prinsip belajar sehingga siswa belajar secara aktif.

4. Teori-teori Mengajar

a. Menurut Prof. Dr. DeQueliy dari buku (Slameto, 2010: 31)

Mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada seseorang dengan

cara paling singkat dan tepat. Dalam hal ini pengertian waktu yang

singkat sangat penting. Guru kurang memperhatikan bahwa di antara

30

siswa ada perbedaan individual, sehingga memerlukan pelayanan yang

berbeda-beda. Bila semua siswa dianggap sama kemampuan dan

kemajuannya, maka bahan pelajaran yang diberikan pun akan sama pula.

Hal itu bertentangan dengan kenyataan.

b. Menurut Kilpatrik dari buku (Slameto, 2010: 32)

Menunjukkan definisi mengajar yang tegas, dengan dasar pemikiran

pada gambaran perjuangan hidup umat manusia. Definisi Kilpatrik

tersebut ialah dengan menggunakan metode “problem sloving” anak,

siswa dapat mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam hidupnya. Disini

mengajar ialah bagaimana usaha guru menempatkan anak/siswa untuk

menghadapi kesulitan dan berusaha memecahkannya atau mencari jalan

keluar.

c. Menurut Alvin W. Howard dari buku (Slameto, 2010:33)

Mengajar adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong,

membimbing seseorang untuk mendapatkan, merubah atau

mengembangkan skill, attitude, ideals (cita-cita), appreciations

(penghargaan) dan knowlegde. Dalam pengertian ini guru harus berusaha

membawa perubahan tingkah laku yang baik atau berkecenderungan

langsung untuk merubah tingkah laku siswanya.

d. Menurut A. Morrison D.Mc Intyre dari buku (Slameto, 2010: 34)

Mengajar adalah aktivitas personal yang unik. Dalam mengajar dapat

membuat kesimpulan-kesimpulan umum yang tidak berguna,

keberhasilan dan kejatuhannya samar-samar, dan sukar diketahui juga

31

kelangsungannya teknik belajar yang tidak tepat untuk dijelaskan.

Kemungkinan lain yang dapat diamati ialah memberikan model teori dan

teknik assesmen yang sesuai, dan banyak aspek mengajar yang dilukiskan

dengan cara yang di bimbing oleh hal-hal yang praktis, pribadi guru

banyak berbicara.

e. Menurut John R. Pancella dari buku (Slameto, 2010: 34)

Mengajar adalah sebagai berikut : Mengajar dapat dilukiskan

sebagai membuat keputusan (decision malking) dalam interaksi, dan hasil

dari keputusan guru adalah jawaban siswa atau sekelompok siswa, kepada

siapa guru berinteraksi.

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembelajaran

Faktor pengajaran dalam proses kegiatan belajar-mengajar memang

sangat berpengaruh sekali terhadap motivasi pembelajaran, meski memang ada

juga siswa yang mandir, yang tidak berpengaruh terhadap faktor pengajar

karena dia mau belajar sendiri. Akan tetapi menurut Slameto (2010: 56-72)

dalam sebuah pembelajaran, secara umum ada 2 faktor yang mempengaruhi :

a. Faktor Internal yaitu faktor intern terdiri dari :

1) Faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh/Fisiologis)

Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan

dengan kondisi fisik individu. (Baharuddin, 2010: 19). Kondisi fisik

peserta didik dalam hal ini kesehatan, baik kesehatan jasmani maupun

rohani mempunyai peran yang sangat penting bagi proses pembelajaran.

Kondisi fisik seseorang yang terganggu kesehatannya akan

32

mengakibatkan orang tersebut tidak dapat belajar secara maksimal.

Misalnya, Pendengaran dan penglihatan siswa yang rendah akan

menghambat penyerapan informasi yang bersifat gambar dan citra.

Akibatnya, proses pengaksesan informasi yang dilakukan oleh sistem

memori siswa tersebut tidak dapat berjalan lancar. Berbeda dengan siswa

yang pendengaran dan penglihatan sehat, ia akan mudah menyerap

informasi yang bersifat gambar dan citra.

Rasulullah mengajak umatnya untuk selalu menjaga kesehatan,

sebagaimana dalam hadits:

خمر عن أبى هريرة قال: قال رسول هللا صلى هللا علمه وسلم ))المؤمن القوي

عمف وفى كل خمر احرص على ماينفعك واستعن وأحب إلى هللا من المؤمن الض

باهلل. ولتعجز. وإن أصابك شمئ فل تقل: لو أن ى فعلت كان كذا وكذا. ولكن قل:

)روه مسلم(.ء فعل. فإن لوتفتح عمل الشمطان((قدر هللا. وماشا

Artinya: “Dari abi Hurairah ia berkata, Rasulullah saw bersabda:

Seorang mu'min yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah

daripada seorang mu'min yang lemah dalam hal kebaikan.

Peliharalah apa-apa yang menguntungkan kamu dan mohonlah

pertolongan Allah dan jangan lemah semangat (patah hati).

Jika ditimpa suatu musibah janganlah berkata: andai kata

tadinya aku melakukaan itu tentu berakibat begini dan begitu.

Tetapi katakalah: ini takdir Allah dan apa yang dikehendakinya

pasti dikerjakannya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya ucapan

“andai kata” dan “jikalau” itu membuka peluang bagi

setan”.(H.R. Muslim). ( Abi al Khusain, Libanon: 2052).

Maksud kuat dalam hadits di atas adalah keteguhan hati dan jiwa

untuk melakukan amalan ukhrawi, sehingga orang yang memiliki

keteguhan seperti ini akan menjadi sosok terdepan dalam berjihad,

33

tercepat saat berangkat untuk menghadapi musuh dan mengejarnya. Ia

juga akan menjadi orang yang kuat pendiriannya dalam melakukan amar

ma’ruf nahi munkar, sabar dalam menghadapi gangguan pada semua itu,

dan mampu menanggung beban berat di jalan Allah. Lebih dari itu, ia

akan menjadi sosok yang menyenangi, bersemangat dan memelihara

shalat, puasa, dzikir dan berbagai ibadah lainnya. (Imam An-

Nawawi,2011: 160-161).

2) Faktor psikologis (inteligensi, perhatian, minat, bakat, kematangan dan

kesiapan)

a) Inteligensi

Slameto dalam bukunya belajar dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya mendefinisikan intelegensi sebagaimana yang

dirumuskan oleh J.P Chaplin adalah:

(1) The ability to meet and adapt to novel situasions quikly and

effectively

(2) The ability to utilize abstract concepts effectively

(3) The ability to grasp relationships and to learn quickly.

Jadi inteligensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis

yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam

situasi yang baru dengan cepat dan efektif,

mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara

efektif, mengetahui relasi dan mempelajari dengan cepat.

Muhibbin Syah mengartikan intelegensi sebagai kemampuan

psikofisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri

dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Inteligensi sebenarnya

34

bukan persoalan otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ

tubuh lainnya. Akan tetapi memang harus diakui bahwa peran otak

dalam hubungannya dengan inteligensi manusia lebih menonjol

daripada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan

“menara pengontrol” hampir seluruh aktivitas manusia. (Muhibbin

Syah, 2009: 131).

Jadi, inteligensi merupakan suatu faktor yang paling penting

dalam proses belajar siswa. Jika siswa mempunyai kecerdasan yang

tinggi, maka akan dapat dengan mudah menerima dan memahami

pelajaran yang disampaikan oleh guru. Sehingga peluang untuk

meraih kesuksesan dalam belajar menjadi tinggi. Sebaliknya siswa

yang inteligensinya rendah maka peluang untuk meraih kesuksesan

dalam belajar sangat kecil.

b) Perhatian

Perhatian adalah keaktifan peningkatan kesadaran seluruh

fungsi jiwa yang dikerahkan dalam pemusatannya kepada barang

sesuatu, baik yang di dalam maupun yang di luar individu. Perhatian

merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang dalam hubungannya

dengan pemilihan rangsangan yang datang dari lingkungannya.

(Slameto, 2010:105).

c) Minat

Minat yaitu suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada

suatu hal/aktifitas tanpa ada yang menyuruh. (Noer rohmah, 2012:

35

196). Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan

kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.

Umpamanya, seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap

mata pelajaran matematika akan banyak memusatkan perhatiannya

pada mata pelajaran matematika daripada mata pelajaran lainnya.

d) Bakat

Bakat atau atitude menurut Hilgard adalah “the capacity to

learn”. Dengan kata lain bakat adalah kemampuan untuk belajar.

Menurut Syatha Al-Dimyathi yang dikutip oleh Mahmud dalam

bukunya yang berjudul psikologi pendidikan,

Setiap orang memiliki bakat (maziyyah) masing-masing yang

tidak dimiliki oleh orang lain. Manusia berpotensi untuk mencapai

prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-

masing. (Mahmud, 2010: 97).

Jadi bakat merupakan kemampuan seseorang yang tidak

dimiliki oleh orang lain. Misalnya seseorang yang mempunyai bakat

mengetik, maka ia dapat mengetik dengan lancar dan cepat

dibandingkan dengan orang yang kurang atau tidak mempunyai bakat

mengetik.

36

Al Qur’an menyebut bakat dengan istilah Syakilah terdapat

dalam Q.S Al Isra’ ayat 84:

﴾٤٨قل كل يعمل على شاكلته فرب كم أعلم بمن هو أهدى سبمل ﴿

Artinya: “Katakanlah: Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya

masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa

yang lebih benar jalanNya.” (Q.S Al Isra’/17:84)

(Departemen Agama RI, 2006:290).

e) Kematangan dan kesiapan

Kematangan adalah tingkat perkembangan pada individu atau

organ-organnya sehingga berfungsi sebagaimana mestinya. Proses

pembentukannya melewati setiap fase perkembangan, yang didukung

oleh faktor eksternal maupun faktor internal individu.

b. Faktor eksternal yaitu faktor dari luar individu. Faktor ekstern terdiri dari:

1) Faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antara anggota

keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang

tua, dan latar belakang kebudayaan). Faktor keluarga (orang tua) sangat

besar pengaruhnya terhadap keberhasilan siswa dalam belajar. Tinggi

rendahnya pendidikan orang tua, besar kecilnya penghasilan, cukup

atau kurangnya perhatian dan bimbingan orang tua, akrab atau tidaknya

hubungan orang tua dengan anak-anaknya, semua itu turut

mempengaruhi pencapaian hasil belajar anak.Orang tua yang kurang

memperhatikan pendidikan anaknya, menyebabkan anak tidak/kurang

berhasil dalam belajarnya.

37

2) Faktor sekolah (metode mengajar guru, kurikulum, relasi guru dengan

siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu

sekolah, standart belajar diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar

dan tugas rumah. Keadaan sekolah tempat belajar turut memengaruhi

tingkat keberhasilan mengajar. Kualitas guru, metode mengajarnya,

kesesuaian kurikulum dengan kemampuan anak, keadaan fasilitas atau

perlengkapan di sekolah, keadaan ruangan, jumlah murid perkelas,

pelaksanaan tata tertib sekolah, semua ini turut memengaruhi

keberhasilan belajar anak. Bila suatu sekolah kurang memperhatikan

tata tertib (disiplin), maka murid-muridnya kurang mematuhi perintah

para guru dan akibatnya mereka tidak mau belajar sungguh-sungguh di

sekolah maupun di rumah

3) Faktor masyarakat (Kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media,

teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat). Lingkungan

masyarakat yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar juga

dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan

ketika memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat

belajar yang kebetulan belum dimilikinya.Selain itu, kadang juga

menimbulkan sifat malas belajar dalam diri siswa ketika ia berada di

lingkungan yang kumuh. Bila di sekitar tempat tinggal keadaan

masyarakatnya terdiri dari orang-orang yang berpendidikan, terutama

anak-anaknya rata-rata bersekolah tinggi dan moralnya baik, hal ini

akan mendorong anak lebih giat belajar.

38

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metodologi adalah proses, prinsip dan prosedur yang kita gunakan

untuk mendekati problem dan mencari jawaban dengan ungkapan lain

metodologi adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian.

Penelitian adalah terjemahan dari bahasa inggris: research yang berarti

usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan dengan suatu

metode tertentu dengan cara hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap

permasalahan sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan atau menjawab

problemnya.

Pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan

kualitatif yaitu penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud

yang menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan

melibatkan berbagai metode yang ada.Dalam penelitian kualitatif metode

yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara,pengamatan dan pemanfaatan

dokumen.Dalam penelitian kualitatif mengutamakan latar alamiah,metode

alamiah dan dilakukan oleh orang yang mempunyai perhatian alamiah

(moloeng, 2015:5). Jadi penelitian kualitatif adalah penelitian yang

berdasarkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang atau perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif dalam pengumpulan

datanya secara fundamental sangat tergantung pada proses pengamatan yang

dilakukan oleh peneliti itu sendiri.

39

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat peneliti melakukan penelitian

problematika Guru PAI dalam belajar mengajar. Dalam hal ini peneliti

melakukan penelitian di SMP Negeri 02 Salatiga, yang terletak di Jl.Kartini

No.26 Salatiga, Jawa Tengah.

C. Sumber Data

Adapun jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

melalui

1. Data Primer

Sumber data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata

yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan

oleh subyek yang dapat dipercaya (Arikunto, 2010:22). Sumber data

langsung yang peneliti dapatkan berasal dari Guru PAI SMP Negeri 02

Salatiga.

2. Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah kata yang diperoleh dari dokumen-

dokumen grafis (tabel,catatan, notulen rapat, SMS, dan lain-lain), foto-

foto, film, rekaman video, dan benda-benda yang dapat memperkaya data

primer (Arikunto, 2010:22). Peneliti menggunakan data sekunder ini

memperkuat dan melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui

wawancara. Adapun sumber data sekunder yang digunakan adalah foto

keadaan di kelas dan data data lain di tempat penelitian.

40

D. Prosedur Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

a. Metode Wawancara

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata wawancaradimaknai

sebagai tanya jawab peneliti dengan nara sumber (2007:1270).

Menurut Mulyana (2008:180) Wawancara adalah bentuk komunikasi

antara dua orang ,melibatkan seseorang yang ingin memperoleh

informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.

Sedangkan Supranto menguraikan (2003:85) bahwa wawancara

adalah tanya jawab antara petugas dengan responden yang berupa

percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh

dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu.

Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan dengan wawancara

terbuka dan terstruktur karena informan atau narasumber mengetahui

bahwa mereka sedang diwawancarai dan tahu pula tujuan dari

wawancara. Wawancara akan dilakukan kepada narasumber yaitu

diantaranya adalah guru PAI, dan waka kesiswaan. Peneliti

menggunakan teknik ini untuk mencari data terkait problematika guru

PAI, pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan sejauh

41

mana siswa dalam memahami Pendidikan Agama Islam di SMP

Negeri 02 Salatiga.

Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan dengan wawancara

terbuka dan berstruktur karena informan atau narasumber mengetahui

bahwa mereka sedang diwawancarai dan tahu pula tujuan dari

wawancara. Selain itu pada saat wawancara, peneliti sudah

menetapkan dan menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang tersusun

secara sistematis. Adapun sumber data yang akan penulis jadikan

sebagai sumber wawancara adalah :

1. Guru Agama SMP Negeri 02 Salatiga.

2. Kesiswaan SMP Negeri 02 Salatiga.

b. Metode Observasi

Metode Observasi yaitu dengan pengamatan dan pencatatan suatu

objek dengan sistematika fenomena yang akan diselidiki

(Sukandarrumidi, 2004:67). Dan menurut Sutrisno Hadi dalam

bukunya Sugiyono (2011:144) mengemukakan bahwa observasi

merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun

dari berbagai proses biologis dan psikologis. Jadi metode observasi

yang dimaksud adalah suatu proses pengamatan secara langsung

dengan panca indera sendiri. Metode ini peneliti gunakan untuk

memperoleh data-data yang berkaitan dengan :

1. Letak dan keadaan geografis.

2. Keadaan lingkungan belajar mengajar.

42

3. Proses belajar mengajar bidang studi PAI.

c. Metode Dokumentasi

Metode Dokumentasi sekarang ini lebih banyak dipakai sebagai

alat untuk keperluan penelitian kualitatif karena dapat dipakai dalam

berbagai keperluan. Ada dua kategori foto atau dokumentasi yang

dapat di manfaatkan dalam penelitian kualitatif yaitu foto yang

dihasilkan orang dan foto yang dihasilkan oleh peneliti sendiri

(Moleong, 2015:160).

Dalam hal ini peneliti akan mengambil sumber dokumentasi

meliputi :

1. Foto dengan Guru PAI SMP Negeri 02 Salatiga.

2. Foto dengan Waka kesiswaan SMP Negeri 02 Salatiga.

3. Foto gedung bangunan SMP Negeri 02 Salatiga.

E. Analisis Data.

Analisis data dapat diartikan sebagai proses yang

menghubungkan, memisahkan-memisahkan dan mengelompokkan

data yang ada sehingga dapat ditarik kesimpulan yang benar. Analisis

data yang digunakan adalah analisis deskriptif analitik, analisis yang

diwujudkan bukan dalam bentuk angka melainkan dalam bentuk

laporan dan uraian deskriptif.

Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data pada

penelitian kualitatif deskriptif menurut milles dan Huberman antara

lain :

43

a. Data Reduction (Reduksi Data)

Reduksi data adalah proses memilih, menyederhanakan,

memfokuskan, mengabstraksikan, dan mengubah data kasar ke

dalam catatan lapangan.

b. Data Display (Penyajian Data)

Sajian data merupakan suatu cara merangkai data dalam suatu

organisasi-organisasi yang memudahkan untuk pembuatan

kesimpulan dan atau penyimpulan data.

c. Conclusion Drawing/Verification (Penyimpulan data)

Verifikasi data merupakan penjelasan tentang mujahadah

keliling dan ukhuwah Islamiyah. Mujahadah keliling memiliki peran

dalam peningkatan ukhuwah Islamiyah karena dengan adanya

mujahadah keliling jamaah akan merasakan kebersamaan dan

tumbuh rasa solidaritas antar sesama serta ukhuwah akan tertanam

pada jamaah yang mengikutinya (Sugiyono, 2008:246-252).

F. Pengecekan keabsahan data.

Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik

pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada tiga

kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility),

kebergantungan (dependability), dan kepastian

(confirmability).Masing-masing kriteria tersebut menggunakan teknik

sendiri-sendiri. Pada kriteria credibility menggunakan beberapa teknik

pemeriksaan yaitu perpanjangan keikutsertaan, ketekunan

44

pengamatan,dan triangulasi. Sedangkan kriteria kebergantungan dan

kepastian menggunakan teknik auditing.

G. Tahap-tahap Penelitian.

Pelaksanaan penelitian terdiri dari empat tahap yaitu : tahap

sebelum ke lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data,

dan tahap penulisan laporan yang ditempuh sebagai berikut :

a. Tahap sebelum ke lapangan

Tahap ini meliputi kegiatan penentuan fokus, penyesuaian

paradigma teori, penjajakan alat peneliti, permohonan izin kepada

subyek yang diteliti, dan konsultasi fokus penelitian.

b. Tahap pekerjaan lapangan

Tahap ini meliputi pengumpulan bahan-bahan yang berkaitan

dengan pola pendidikan agama Islam dalam keluarga nelayan. Data

ini diperoleh dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi.

c. Tahap Analisa Data

Menurut Miles dan hubermen yang dikutip Sugiyono

(2007:337) aktivitas dalam analisis data yaitu reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

1) Mereduksi atau merangkum data, memilih hal-hal pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan

polanya serta membuang yang tidak perlu.

2) Penyajian data dalam uraian singkat, bagan, hubungan antar

kategori, dan sejenisnya secara naratif.

45

3) Penarikan kesimpulan berupa penemuan baru yang belum

pernah ada.

d. Tahap Penulisan Laporan

Tahap ini meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian dari

semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian

makna data. Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian

dengan dosen pembimbing untuk mendapatkan perbaikan, saran-

saran demi kesempurnaan skripsi yang kemudian ditindaklanjuti

hasil bimbingan tersebut dengan penulis skripsi yang sempurna.

46

BAB IV

PAPARAN DATA DAN ANALISIS DATA

A. Paparan Data

Hasil penelitian yang peneliti lakukan di lokasi obyek penelitian, yaitu

SMP Negeri 2 Salatiga tentang problematika guru PAI dalam proses belajar

mengajar di SMP Negeri 2 Salatiga.

1. Sejarah Sekolah

SMP Negeri 2 Salatiga merupakan salah satu sekolah yang telah

berlangsung cukup lama. Dibangun pada tahun 1917, SMP Negeri 2 Salatiga

mulai beroperasi mulai tanggal 25 Mei 1960. Dengan luas tanah 25.200 m2

serta masih banyaknya pepohonan yang rindang, menjadikan SMP Negeri 2

Salatiga tampak begitu asri.

SMP Negeri 02 Salatiga, terletak di Jl.Kartini No.26 Salatiga, Jawa

Tengah. Status tanah dan bangunan SMP Negeri 2 Salatiga ini merupakan

milik pemerintah.

2. Letak Geografis

Pada saat ini SMP Negeri 2 Salatiga merupakan salah satu sekolah

Adiwiyata Nasional yang menjadi idola bagi masyarakat Salatiga karena

memiliki lokasi yang strategis, lahan yang cukup luas dan berbagai fasilitas

seperti lapangan olahraga ( Ruang Terbuka Hijau yang luas, lapangan sepak

bola, Basket, Tenis lapangan serta arena bermain yang luas), ruang kelas

peninggalan jaman Belanda yang merupakan aset budaya yang tak ternilai

harganya. Prestasi akademis dan non akademis yang cukup membanggakan,

47

baik di tingkat Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah maupun Nasional. Hasil

Ujian Nasional juga cukup membanggakan, sebagaimana yang telah dicapai

pada tahun pelajaran 2015/2016 mampu meluluskan 100 %.

SMP Negeri 2 Salatiga optimis masa yang akan datang akan lebih

cerah dan mampu bersaing dibidang prestasi. Untuk itu semua kekurangan

akan diupayakan dipenuhi sedikit demi sedikit baik sarana prasarana,

kesejahteraan, kerja sama lingkungan dan promosi akademik / pendidikan.

Hal tersebut sebagai upaya agar SMP Negeri 2 Salatiga menjadi salah satu

sekolah yang dapat memberikan pelayanan masyarakat yang sesuai dengan

Standar Nasional Pendidikan( SNP ).

Sekolah Menengah Pertama Negeri 02 Salatiga terletak di kawasan

strategis di kota Salatiga. Dengan lokasi yang berdampingan dengan SD

Negeri Salatiga 06), SMP Negeri 1 Salatiga, SMA Negeri 3 Salatiga, TK

Darma Wanita dan SD Negeri Salatiga 05, sangatlah tepat jika dikatakan

SMP Negeri 2 Salatiga terletak di kawasan pendidikan kota Salatiga. Bahkan

di jalan Kartini juga terdapat salah satu sekolah jenjang pendidikan tinggi,

yakni Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Asing (STIBA) Satya Wacana.

Terletak di kecamatan Sidorejo yang juga berada di tengah kota,

lokasi sekolah yang memiliki luas bangunan lebih dari 9.000 m2 ini sangat

mudah dijangkau. Sarana transportasi yang memadai membuat SMP Negeri 2

Salatiga begitu mudah diketemukan. Terlebih dengan status sebagai salah

satu sekolah favorit di kota Salatiga, menjadikan SMP Negeri 2 Salatiga

begitu dikenal oleh masyarakat.

48

Dalam urusan kedinasan pun SMP Negeri 2 Salatiga cukup

diuntungkan. Jarak sekolah dengan kantor Dinas Pendidikan, Pemuda dan

Olahraga Kota Salatiga yang hanya berjarak kurang lebih 800 meter,

membuat urusan kedinasan bertambah lancar. Bahkan jarak yang cukup dekat

dengan berbagai kantor urusan yang terkait seperti Badan Kepegawaian

Daerah, Kantor Walikota dan Wakil Walikota Salatiga, serta gedung DPRD

kota Salatiga, membuat SMP Negeri 2 Salatiga mendapatkan keuntungan

tambahan.

Lebih lanjut lagi, letak SMP Negeri 2 Salatiga yang berada di kaki

Gunung Merbabu menjadikan sekolah ini menjadi salah satu sekolah yang

masih diselimuti udara yang sejuk baik pagi maupun di siang hari.

Implikasinya, kondisi yang ideal ini sangat mendukung dalam terciptanya

proses pembelajaran yang kondusif. Bahkan dengan bangunan tuanya yang

masih tampak kokoh menjadikan sirkulasi udara di dalam kelas juga baik

serta mendukung dalam kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan segi kondisi sosial ekonomi peserta didik, SMP Negeri 2

Salatiga memiliki keragaman siswa dari semua strata sosial. Mulai dari yang

berasal dari keluarga mampu maupun kalangan pejabat sampai dengan yang

berasal dari keluarga tidak mampu, merupakan kekuatan tersendiri dari SMP

Negeri 2 Salatiga. Hal yang paling mendasari adalah kemampuan

berkompetisi dari masing-masing siswa tanpa melihat strata sosialnya.

Dengan dukungan beasiswa baik yang berasal dari pemerintah maupun

49

sumber-sumber yang lain, memberikan dukungan yang positif bagi

keberlangsungan kegiatan belajar mengajar di SMP Negeri 2 Salatiga.

Sementara itu, seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi

informatika saat ini berpengaruh pula terhadap perkembangan dunia

pendidikan. Secara langsung atau tidak langsung perkembangan teknologi

informatika harus diadopsi dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, guna

meningkatkan daya serap dalam proses pembelajaran, SMP Negeri 2 Salatiga

perlu menerapkan pembelajaran berbasis ICT. Dengan diterapkannya

Pembelajaran berbasis multi media (ICT) diharapkan siswa lebih memahami

materi yang diajarkan karena dengan menggunakan media tersebut materi

yang disampaikan oleh guru bersifat nyata sesuai dengan kondisi yang

semestinya. Dengan demikian pembelajaran lebih kontektual dan mudah

dipahami sehingga siswa dapat mencapai kompetensi yang diharapkan.

Muaranya adalah tercapainya kompetensi siswa dalam meningkatkan prestasi

belajar di Sekolah yang berujung pada peningkatan prestasi secara nasional.

3. Profil Sekolah

a. Nama Sekolah : SMP Negeri 2 Salatiga

Alamat : Jl. Kartini No. 26 Salatiga

Kecamatan : Sidorejo

Kab./Kota : Salatiga

No. Telp. : ( 0298 ) 326864

b. NSS : 201036204002

c. Jenjang Akreditasi : ANilai = 97,25

50

d. Tahun Didirikan : 1917

e. Tahun Beroperasi : 1960

f. Kepemilikan Tanah/Bangunan : MilikPemerintah

Status Tanah : Hak Pakai

Luas Tanah : 25.200 m2

g. Status Bangunan : Milik Pemerintah

h. Luas Seluruh Bangunan : 8.827 m2

i. Nomor Rekening Sekolah : 0081-01-018364-50-7Bank BRI

Cabang Salatiga.

4. Visi dan Misi Sekolah

a. Visi Sekolah

Slogan:

“PRIMA BERKARAKTER”

(Pinter, Rigen, Imani, Mandiri, Akhlak Mulia, Bersih,

Komunikatif,Aman, Rindang, Aktif, Kreatif, dan Tertib)

Visi:

“Terciptanya generasi prima yang berpegang pada iman dan takwa,

unggul dalam prestasi, berpijak pada karakter bangsa dan nasionalisme,

serta bersikap komunikatif, kreatif, santun, berbudaya, dan berwawasan

lingkungan. ”

51

Visi tersebut mencerminkan profil dan cita-cita sekolah dengan

indikator:

1) Terwujudnya siswa yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa

2) Terwujudnya siswa yang cerdas dan berprestasi.

3) Terwujudnya siswa yanag berkarakter dan menjujung prinsip-

prinsip nasionalisme.

4) Terwujudnya siswa yang aktif, komunikatif, dan kreatif.

5) Terwujudnya siswa yang santun dan berbudaya.

6) Terwujudnya siswa yang berwawasan lingkungan.

b. Misi Sekolah

1) Membentuk siswa yang beriman dan bertaqwa kepadaTuhan Yang

Maha Esa.

2) Membentuk siswa yang cerdas dan berprestasi.

3) Mewujudkan siswa yang berkarakter dan menjunjung prinsip-prinsip

nasionalisme.

4) Melatih siswa untuk menjadi aktif, komunkatif, dan kreatif.

5) Membentuk siswa yang santun berbudaya.

6) Membentuk siswa yang berwawasan lingkungan.

5. Tujuan Sekolah dalam 5 Tahun Mendatang

Tujuan yang ingin dicapai selama 5 ( lima ) tahun mendatang

adalah sebagai berikut :

52

a. Meningkatnya nilai Ujian Nasional ( UN ) mencapai 8,50.

b. Nilai terendah ketuntasan belajar siswa = 75 (tujuh puluh lima).

c. Memiliki kelas Multi Media dalam rangka pembelajaran CTL.

d. Menjadi juara I lomba siswa berprestasi tingkat kota maupun Propinsi

Jawa Tengah.

e. Menjadi juara lomba LCC tingkat Propinsi.

f. Menjadi juara I lomba Karya Ilmiah Remaja ( KIR ) / Sinopsis tingkat

propinsi.

g. Tim MTQ menjadi juara I tingkat propinsi.

h. Tim olahraga menjadi juara tingkat propinsi.

i. Tim seni masuk 2 besar di tingkat propinsi.

j. Regu PMR dan Pramuka menjadi juara I tingkat kota.

k. 95 % siswa melaksanakan ibadah sesuai dengan agama yang dianut.

l. 100 % siswa memiliki akhlak dan perilaku yang terpuji, misalnya :

1) Kebiasaan jajan di kantin sekolah.

2) Menempatkan dan atau membetulkan kembali segala sesuatuyang

dilihat tidak pada tempatnya.

3) Menggunakan sapaan dan ungkapan-ungkapan agamis dalam

percakapan sehari- sehari hari.

m. Siswa dapat menjadi penyelenggara dalam kegiatan sekolah, misalnya

sholat Jum’at, beston, Wasana Warsa, lomba antar kelas dll.

n. Alumni siswa SMP Negeri 2 Salatiga dikenal / dititeni karena budi

pekerti dan kesantunannya.

53

o. 100 % pemerintah dan masyarakat percaya akan bentuk-bentuk

pelayanan sekolah.

p. Memiliki beberapa ruang laboratorium yang representatif dan

pemanfaatannya optimal.

q. Memiliki laboratorium bahasa yang representatif dengan

pemanfaatannya secara optimal.

r. Memiliki laboratorium IPA ( Fisika dan Biologi ) yang representatif dan

pemanfaatannya optimal.

s. Memiliki laboratorium IPS, Matematika dan ruang keterampilan yang

representatif dan pemanfaatannya optimal.

t. Memiliki ruang kantor Tata Usaha yang rapi, sejuk, lengkap dan tertata

sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal.

u. Memiliki ruang arsip abadi yang tertata, terawat dan lengkap dengan

dokumen-dokumen sekolah.

v. Memiliki Masjid dan Kapel yang memadahi sebagai tempat ibadah dan

tempat pembelajaran agama.

w. Memiliki perpustakaan yang representatif dengan pelayanan yang

optimal.

x. Memiliki pagar sekolah yang baik guna menciptakan situasi belajar yang

aman.

y. Memiliki mesin pencacah sampah guna menciptakan lingkungan sekolah

yang bersih dan sehat.

z. Memiliki Kamar mandi siswa yang mencukupi,setiap kelas.

54

6. Data Guru dan Data Siswa

a. Data Guru

Tabel 4.1

Data Guru SMP Negeri 2 Salatiga

Tenaga Pendidik / Tk Jumlah Keterangan

Guru Tetap 48 PNS

Guru Kontrak -

Guru Honorer 3

Tenaga kependidikan 17 7 PNS, 10 Honorer

( Sumber : Dokumentasi SMP Negeri 2 Salatiga )

b. Data Siswa dalam 4 ( empat ) tahun terakhir :

Tabel 4.2

Data Siswa SMP Negeri 2 Salatiga

Th.

Pljrn

Jml

(Calonsi

swa

Baru)

Kelas VII Kelas VIII Kelas IX

Jumlah

(Kls. VII + VIII

+ IX)

Jml

Siswa

Jml

Rombel

Jml

Siswa

Jml

Rombel

Jml

Siswa

Jml

Rombel

Jml

siswa

Jml

Rombel

2014 512 249 8 227 8 222 8 698 24

2015 546 264 8 247 8 225 8 736 24

2016 564 249 8 249 8 266 8 760 24

2017 536 267 8 248 8 266 8 781 24

( Sumber : Dokumentasi SMP Negeri 2 Salatiga )

55

7. Data Ruang Kelas dan Sarana Prasarana

a. Data Ruang Kelas

Tabel 4.3

Data Ruang Kelas SMP Negeri 2 Salatiga

Jumlah Ruang Kelas Asli (d) Jmlh Ruang

Lain

yg digunakan

utk ruang

kelas

Jmlh Ruang

yg

digunakan

utk.kelas

Ukuran

7x9 m2

Ukuran

>

63 m2

Ukuran

<

63 m2

Jumlah

(d)

(a) (b) (c) =(a+b+c) (e)

Ruang

Kelas

24

-

-

24

-

24

( Sumber : Dokumentasi SMP Negeri 2 Salatiga )

b. Data Sarana Prasarana

Tabel 4.4

Data Sarana Prasarana

No. Jenis prasarana Ketersediaan* Kondisi*

Ada Tidak Baik Rusak

1 Ruang kelas

2 Ruang perpustakaan

3 Ruang laboratorium IPA

(Biologi)

4 Ruang laboratorium IPA

(Fisika)

5 Ruang laboratorium Bahasa

6 Ruang laboratorium TI & K

56

No. Jenis prasarana Ketersediaan* Kondisi*

7 Ruang Studio Musik

8 Ruang Tari

9 Ruang Pertemuan/Aula

10 Ruang Multimedia

11 Ruang Ganti Pakaian Siswa

12 Ruang Peralatan Olah Raga

13 Ruang Komite

14 Ruang OSIS

15 Ruang /Loket Bank (BKK)

16 Rumah Penjaga sekolah

17 Ruang Satpam

18 Ruang pimpinan

19 Ruang guru

20 Ruang tata usaha

21 Tempat beribadah

22 Ruang Bimbingan dan

Konseling

23 Ruang UKS

24 Jamban

25 Gudang

26 Ruang sirkulasi

27 Tempat

bermain/berolahraga

( Sumber : Dokumentasi SMP Negeri 2 Salatiga )

57

c. Kegiatan Pembelajaran dan Kegiatan Ekstrakurikuler

a. Kegiatan Pembelajaran

Tabel 4.5

Kegiatan Pembelajaran SMP Negeri 2 Salatiga

No. Komponen Muatan Kurikulum

1. Mata pelajaran:

1). Pendidikan Agama 6). IPA

2). PKn 7). IPS

3). Bhs. Indonesia 8). Seni Budaya

4). Bhs. Inggris 9). Penjaskes

5). Matematika 10). T I K

2. Muatan lokal:

1). Bhs. Jawa

2). Keterampilan Elektronika / Hasta Karya

3. Kegiatan pengembangan diri:

1). Layanan Bimbingan dan Konseling

2). Kegiatan Ekstrakurikuler

4. Pengaturan beban belajar* : Kalender Pendidikan dan SK pembagian

tugas mengajar.

5. Ketuntasan belajar (KKM)**:

1). Pendidikan Agama VII : 78/77/78 VIII : 79/77/78/79

IX: 80/77/78/80

2). PKn VII : 76 VIII : 76 IX : 76

3). Bhs. Indonesia VII : 76 VIII : 76 IX : 77

4). Bhs. Inggris VII : 75 VIII : 75 IX : 75

5). Matematika VII : 75 VIII : 75 IX : 75

6). I P A VII : 75 VIII : 75 IX : 75

7). I P S VII : 76 VIII : 76 IX : 76

58

No. Komponen Muatan Kurikulum

8). Seni Budaya VII : 75 VIII : 76 IX : 86

9). Penjaskes VII : 75 VIII : 75 IX : 75

10).T I K VII : 76 VIII : 75 IX : 75

11). Bahasa Jawa VII : 76 VIII : 76 IX : 76

12). Ket. Elektronika VII : 75 VIII : 76 IX : 76

13). Hasta Karya VII : 77 VIII : 77 IX : 77

14). Prakarya VII : 76 VIII : 75 IX : -

6. Kriteria kenaikan kelas:

1. Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun.

2. Peserta didik dinyatakan naik kelas apabila yang bersangkutan telah

mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

3. Peserta didik dinyatakan harus mengulang di kelas yang sama bila:

a. Jika peserta didik tidak menuntaskan standar kompetensi dan

kompetensi dasar lebih dari tiga mata pelajaran sampai pada

batas akhir tahun pelajaran, dan

b. Peserta didik karena alasan yang kuat, misal karena gangguan

kesehatan fisik, emosi atau mental sehingga tidak mungkin

berhasil dibantu mencapai kompetensi yang ditargetkan.

c. Ketidak hadiran mencapai lebih dari 15 % hari efektif sekolah.

4. Ketika mengulang dikelas yang sama, nilai peserta didik untuk semua

indikator, kompetensi dasar dan standar kompetensi yang ketuntasan

belajar minimumnya sudah dicapai, minimal sama dengan yang

dicapai pada tahun sebelumnya.

Kriteria kelulusan:

1). Menyelesaikan seluruh program pembelajaran

2). Memperoleh minimal baik, pada penilaian akhir untuk seluruh mata

pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia,

kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata

pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga,

dan kesehatan.

3). Lulus Ujian sekolah untuk kelompok mata pelajaran ilmu

pengetahuan dan teknologi.

4). Lulus Ujian Nasional.

59

No. Komponen Muatan Kurikulum

5). Di sekolah kami, kelulusan juga mempertimbangkan kehadiran di

kelas mencapai minimal 90%.

7 Pendidikan kecakapan hidup:

1). Membatik (Integral dalam seni budaya).

2). Ketrampilan Teknik Elektro.

3). Hasta Karya

8 Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dalam bentuk:

1). Pembelajaran berbasis Multimedia

2). Internet sebagai sumber belajar (pembelajaran berbasis internet)

3). Pertanian ( Pengolahan sampah organik menjadi kompos )

( Sumber : Dokumentasi SMP Negeri 2 Salatiga )

b. Kegiatan Ekstrakurikuler

Tabel 4.6

Kegiatan Ekstrakulikuler SMP Negeri 2 Salatiga

No.

Jenis Kegiatan

Ekstrakurikuler

No.

Jenis Kegiatan

ekstrakurikuler

A

AKADEMIS

B

NON AKADEMIS

1 Bahasa Indonesia 1 Pramuka

2 Bahasa Inggris 2 Drum Band

3 Sastra Jawa 3 Bina Vokalia

4 Matematika 4 Bola Basket

60

5 Atletik

6 Drumblek

7 Tenis Meja

8 Sepak Bola

9 PMR

10 Jurnalistik (Mading,Pinastika)

11 Baca dan Tulis Al-Qur’an

12 Rebana

13 Pendalaman Alkitab

14 Seni Rupa

15 Seni Tari

16 Band

17 Pertanian dan Pertamanan

18 Paskibra

19 Karawitan

20 Qosidah

21 Judo

22 Cheerleader

23 Futsal

24 ICT

( Sumber : Dokumentasi SMP Negeri 2 Salatiga )

61

B. Analisis Data

Hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan, disampaikan bahwa

problematika pengajaran pendidikan agama Islam yang dihadapi di SMP Negeri

02 Salatigaadalah sebagai berikut:

1. Siswa belum bisa membaca tulisan Arab

Dalam mempelajari pendidikan agama Islam hendaklah sudah bisa

membaca tulisan Arab yang baik apalagi sudah sekolah menengah. Tetapi di

sekolah ini ternyata masih terdapat siswa yang belum bisa mengenal huruf

Arab. (Wawancara tgl. 27 April 2017 Pukul 13.30 di Sekolah).

2. Faktor Waktu

Waktu yang disediakan di sekolah ini untuk mata pelajaran

pendidikan agama Islam sangatlah minim yaitu hanya 2 jam pelajaran. Dalam

mempelajari pendidikan agama Islam, waktu 2 jam pelajaran sangatlah

kurang, karena materi yang dipelajari sangatlah banyak yang meliputi

keimanan, pengamalan, pembiasaan, rasional, emosional, fungsional, dan

keteladanan. (Wawancara tgl. 27 April 2017 Pukul 13.30 di Sekolah).

3. Tidak adanya buku penunjang (LKS)

Buku penunjang sangatlah penting untuk memperlancar proses belajar

mengajar, namun dengan adanya peraturan pemerintah untuk tidak memungut

biaya sekolah bagi siswa menyebabkan pihak sekolah tidak berani memungut

biaya walau untuk membeli kebutuhan siswa seperti LKS. Sementara itu,

uang bos yang digadang-gadang untuk memenuhi kebutuhan siswa hanya

cukup untuk kegiatan-kegiatan sekolah saja. Akibatnya anak hanya punya

62

buku paket, buku paket penjelasannya kurang dan itu membuat guru lebih

keras untuk menambah pelajaran, namun tidak bisa maksimal memberi

pemahaman kepada siswa.(Wawancara tgl. 27 April 2017 Pukul 13.30 di

Sekolah).

4. Faktor media sosial

Media sosial sangatlah berpengaruh sebagai penunjang siswa dalam

pembelajaran. Pihak sekolah SMP N 2 Salatiga mengijinkan siswa membawa

HP untuk proses pembelajaran. Namun hal itu juga punya sisi negatif kadang

di kelas siswa malah fokus sama Hpnya dan tidak mencari informasi tentang

pelajaran tetapi malah buka Facebook, Watshaap atau BBM. Guru merasa itu

malah jadi penghambat, tapi sampai hari ini peraturan itu belum di hapus

sehingga Guru harus lebih tegas kepada siswa yang main-main dengan

hpnya.(Wawancara tgl. 27 April 2017 Pukul 13.30 di Sekolah).

5. Kurangnya prasarana

Pembelajaran pendidikan agama Islam tidak bisa dipisahkan dengan

labolaturium, karena belajar agama harus melakukan praktik. Misal kalau

anak-anak akan mempelajari tentang ilmu tajwid, lebih mudahnya harus ada

Laboraturium dengan segala sarana prasarananya. Tapi di SMP N 2 belum

punya Lab PAI, kalau masjid ada, tapi belum lengkap, belum ada alat-alat

pendukung. Masjid dijadikan sarana untuk ibadah.(Wawancara tgl. 27 April

2017 Pukul 13.30 di Sekolah).

63

C. Cara Mengatasi Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di

SMP N 02 Salatiga

1) Siswa belum bisa membaca tulisan Arab

Solusi yang dilakukan guru adalah pertama memberikan kegiatan

ekstrakurikuler BTA, solusi ini sangat membantu siswa agar dapat keluar dari

permasalahan tersebut, kegiatan ini juga tidak menggangu atau mengurangi

waktu dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di kelas. Selain itu,

kegiatan diberikan khusus untuk siswa yang mengalami kesulitan dalam

membaca tulisan Arab sehingga materi BTA dapat disesuaikan dengan siswa

karena kemampuan siswa yang sudah seragam, solusi ini tepat diberikan

tetapi perlu diperhatikan kesediaan murid dalam mengikuti kegiatan ini,

mengingat kegiatan ini adalah ekstrakurikuler di luar dari jam sekolah.

Solusi kedua adalah memberikan tugas-tugas khusus untuk membaca

tulisan Arab, padahal pemberian tugas terus menerus dapat mengakibatkan

kebosanan dan jika siswa tidak mempunyai orang tua atau orang yang

membimbing, maka bagaimanakah dia dalam mengerjakan tugas yang

diberikan sehingga solusi ini belum memberikan jalan-jalan yang tepat.

(Wawancara TR,tgl. 27 April 2017 Pukul 13.30 di Sekolah).

Solusi ketiga dengan melakukan pendekatan secara individu serta

berikan tugas-tugas yang berkaitan dengan pembelajaran dan yang dia

rasakan sulit. Kemudian, kalau sudah mereka disuruh untuk mengahadap

guru, sedangkan yang praktik mereka disuruh praktik. (Wawancara tgl. 26

Mei 2017 pukul 09.00 di Rumah Endah Rohmah Hidayah).

64

2) Faktor Waktu

Waktu yang disediakan di sekolah untuk mata pelajaran pendidikan

agama Islam adalah 2 jam pelajaran, waktu yang sangat minim sekali dalam

pembelajaran agama Islam. Waktu 2 jam pelajaran dalam satu minggu

tidaklah cukup. Selain itu ada dua kelas yang mendapat jadwal pelajara

Agama Islam di jam-jam yang kurang pas, seperti setelah jam istirahat. Guru

masuk siswa belum ada, mereka masih menikmati waktu istirahat padahal bel

masuk sudah berbunyi.

Solusi yang dilakukan oleh guru adalah dengan mengoptimalkan

waktu yang tersedia. Solusi yang dilakukan oleh guru pendidikan agama

Islam tersebut belumlah cukup, karena materi pendidikan agama Islam yang

cukup banyak sehingga guru terlalu tergesa-gesa dalam menyampaikan

materi untuk dapat menyelenggarakan batas (tuntutan) kurikulum yang telah

ditetapkan meskipun peserta didik belum matang (menguasai materi

pelajaran) sudah dipaksakan untuk pindah ke pokok bahasan selanjutnya.

Selain itu peserta didik diberi tugas tambahan untuk memperkaya

pengetahuan mereka perihal materi yng diajarkan. (Wawancara DT, tgl. 27

April 2017 Pukul 13.30 di Sekolah).

3) Tidak adanya buku penunjang (LKS)

Buku merupakan penunjang untuk memperlancar proses belajar

mengajar, namun dengan adanya peraturan pemerintah untuk tidak memungut

biaya sekolah bagi siswa menyebabkan pihak sekolah tidak berani memungut

biaya walau untuk pembelian buku. Akibatnya anak tidak memiliki buku,

65

mereka hanyamempunyai buku paket yang dipinjamkanoleh sekolah. Buku

paket penjelasannya kurangbegitu detail dibandingkan dengan buku

penunjang lainnya. Dengan adanya kendala tersebut guruberusaha lebih

keras untuk menambah pengetahuan siswa dari sumber-sumber yang lain,

tetapi hal tersebut tidak bisa maksimal. Selain itu secara diam-diam guru

meminta siswa untuk membeli LKS dengan cara berkordinasi dengan

penerbitnya untuk di taruh di foto copian di sekitar SMP Negeri 2 Salatiga.

Dari situ nanti, anak diberi kebebasan untuk mengkopi atau

tidak.(Wawancara ER,tgl. 27 April 2017 Pukul 13.30 di Sekolah)

4) Faktor media sosial

Faktor penghambat pembelajaran salah satunya adalah penggunaan

handphone, di SMP N 02 Salatiga memberikan kebebasan untuk siswanya

membawa handphone ke sekolah dengan alasan tertentu. Namun hal itu juga

menjadi penghambat karena Hp punya sisi negatif kadang di kelas siswa

malah asyik dan fokus dengan Hpnya saja, jadi tidak mencari informasi tetapi

buka Facebook, Watshaap atau BBM, solusi yang dilakukan gur pendidikan

Agama Islam adalah Guru harus lebih tegas kepada siswa yang main-main

dengan hpnya. Misalnya dengan menyita hpnya saat pembelajaran

berlangsung.(Wawancara DT,tgl. 27 April 2017 Pukul 13.30 di Sekolah).

5) Kurangnya prasarana

Pembelajaran pendidikan agama Islam tidak bisa dipisahkan dengan

labolaturium, karena belajar agama harus melakukan praktik. Misal kalau

anak-anak akan mempelajari tentang ilmu tajwid, lebih mudahnya harus ada

66

Laboraturium dengan segala sarana prasarananya. Tapi di SMP N 2 belum

punya Lab PAI, kalau masjid ada, tapi belum lengkap, belum ada alat-alat

pendukung. Masjid dijadikan sarana untuk ibadah. Problematika itu misalnya

kalau memang anak-anak itu harus praktik memang sebaiknya di sekolah itu

harus praktik, harus mempunyai LAB PAI, tapi di SMP N 2 belum punya Lab

PAI, kalau masjid ada, tapi di masjid itu belum lengkap semuanya, belum ada

alat-alatnya mendukung kalau masjid hanya untuk ibadah saja. Misalkan

masih ada anak yang belum menerima pembelajaran karna kelasnya itu kelas

besar, sebagai Guru harus memperhatikan perbedaan dari anak-anak dan

berusaha mendekatinya dan segera bertanya masalah apa yang di hadapinya,

kemudian membimbingnya.(Wawancara RS,tgl. 27 April 2017 Pukul 13.30

di Sekolah).

67

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian dan pembahasan mengenai

problematika guru PAI dalam proses belajar mengajar PAI di SMP Negeri

02 Salatiga, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :

1. Problematika yang dihadapi Guru PAI dalam proses belajar mengajar di

SMP N 2 Salatiga adalah terdapat siswa yang belum bisa membaca

tulisan Arab, faktor waktu, tidak adanya buku penunjang (LKS), faktor

media sosial, dan kurangnya prasarana

2. Cara mengatasi problematika pembelajaran pendidikan agama Islam di

SMP N 2 Salatiga adalah dengan cara Solusi yang dilakukan guru

adalah pertama memberikan kegiatan ekstrakurikuler BTA,

memberikan tugas-tugas khusus untuk membaca tulisan Arab,

mengoptimalkan waktu yang tersedia, membebaskan siswa untuk

mengkopi LKS yang sudah mendapat persejutuan dari penerbit,

menyita hp saat pembelajaran berlangsung, dan memanfaatkan masjid

sebagai prasarana pembelajaran.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah disajikan,

maka selanjutnya peneliti menyampaikan saran-saran yang kiranya dapat

memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang terkait atas hasil penelitian

ini. Adapun saran-saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:

68

1. UntukKepala Sekolah

a. Agar menambah sarana prasarana untuk meningkatkan proses

belajar mengajar

b. Memberikan tambahan jam diluar kegiatan belajar mengajar untuk

pendidikan agama Islam, ataupun memberikan kegiatan

ekstrakurikuler.

c. Menaruh jadwal pembelajaran pendidikan Agama Islam diawal jam

pelajaran.

2. Bagi guru

a. Agar senantiasa meningkatkan profesinya dan mengefektifkan

penggunaan metode mengajar demi tercapainya tujuan

pembelajaran.

b. Guru harus menggunakan media atau metode pembelajaran yang

sederhana agar mudah dipahami siswa.

c. Guru harus memanfaatkan IT untuk mengenalkan huruf-huruf Arab

agar mudah dipahami siswa.

3. Bagi siswa

a. Mengikuti kegiatan ekstrakurikuler agar dapat membaca tulisan

Arabdengan baik.

b. Memperhatikan dengan sungguh-sungguh pelajaran yang

disampaikan guru.

c. Memanfaatkan IT untuk keperluan belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, Iskandar, 2010. Meningkatkan kreativitas pembelajaran bagi guru,

Jakarta: Bestari Buana Murni.

AL-‘Aliyy.2006. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung : Diponegoro

An-Nawawi, Imam. 2011. Syarah Shahih Muslim. Jakarta: Pustaka Azzam.

Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran.

Jogjakarta: Ar Ruzz Media.

Daradjat, Zakiah. 2001. Metodolodi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi

Aksara.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan anak didik. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah,Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua & Anak dalam

Keluarga. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

E. Mulyasa. 2007. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Rosda

Karya.

Hamalik, Oemar. 2015. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Khajjaj, Abi al Khusain Muslim bin al. Shahih Muslim. Libanon: Beirut. t.t. Juz.

4.

Mahmud. 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Majid, Abdul. 2008. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Kopetensi

Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Maslikhah. 2004. Paradigma Pendidikan Islam Berbasis Multikulturalisme.

Attarbiyah, No. 2 Tahun XV/ Juli- Desember.

Moleong , Lexy J. 2015. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosda Karya.

Muhaimin. 2001. Paradigma Pendidika Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan

Islam di Sekolah. Bandung: Remaja Rosda karya.

Mulyana, Deddy. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya.

Mulyasa. 2006. Menjadi guru profesional, Bandung: PT. Rosda Karya.

Nazarudin. 2007. Manajemen Pembelajaran: Implementasi Konsep, Karakteristik,

dan Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum. Yogyakarta:

Teras.

Nurdin,Muhammad. 2010. Kiat Menjadi Guru Profesional. Yogyakarta: AR.Ruzz

Media Group.

Rahmah, Noer. 2012. Psikologi Pendidikan, Psikologi Pendidikan. Yogyakarta:

Teras.

Rajasa, Sutan. 2002. Kamus ilmiah populer. Surabaya: Karya Utama.

RI, Departemen Agama. 2006. Al Qur’an al Karim dan Terjemah Bahasa

Indonesia. Kudus: Menara Kudus.

Rumidi, Sukandar. 2004. Metodologi Penelitian.Yogyakarta: Gajah Mada

University prees.

Sentana, Septiawan. 2010. Menulis Ilmiah Metodologi Penelitian Kualitatif.

Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:

Rineka Cipta.

Sudjana, Nana. 1998. Cara belajar siswa aktif dalam proses belajar mengajar.

Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung :

Penerbit Alfabeta.

Suparlan. 2005. Manjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayat Publising.

Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jogjakarta : AR-RUZZ.

Syah, Muhibbin. 2009. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta : Balai Pustaka.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan

Dosen.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

2

2

Pedoman Wawancara

1. Bagaimana kedisiplinan siswa dalam mengikuti belajar mengajar

PAI? Mohon jelaskan!

2. Bagaimana sikap dan pemahaman siswa saat pembelajaran PAI yang

anda berikan? Mohon jelaskan

3. Adakah problematika dalam proses belajar mengajar PAI yang anda

lakukan? Mohon jabarkan secara rinci!

4. Jika ada problematika yang anda hadapi mohon klasifikasikan

problem itu secara jelas!

5. Solusi apa yang anda temukan dan dapat menjawab sekaligus

menyelesaikan dari problema yang anda hadapi dalam proses bealajar

mengajar PAI?

6. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam mencari

menemukan dan menerapkan solusi atas problem yang anda hadapi?

v Hasil Wawancara

Responden : Donny Tangguh.P S.Pd.i

Jabatan : Guru PAI SMP Negeri 2 Salatiga

Waktu : Kamis, 27 April 2017, Pukul 13.30 WIB

Tempat : SMP Negeri 2 Salatiga

1. Menurut Bapak bagaimana kedisiplinan siswa saat mengikuti belajar

mengajar PAI? Mohon Jelaskan!

“Kedisplinan dalam arti misalnya sikap kedisiplinan sini bagus dari 8 kelas yang

saya ajar itu setiap saya ngasih tugas dan sebaginya, atau besok harus membawa

apa gitu, jalan paling dari 8 kelas ada 2 kelas yang agak kurang yaitu kelas F

dan H, menurut saya kalau perintah harus diulang berkali-kali, masuknya juga

telat kan jamnya habis istirahat, saya masuk siswa belum ada, kalau kelas yang

lain bisa tertib, saya masuk siswanya sudah di kelas”

2. Menurut Bapak bagaimana sikap dan pemahaman siswa terhaadap

pembelajaran PAI yang Bapak berikan? Mohon jelaskan!

“Pemahaman kalau dilihat dari nilai itu bagus karena setiap ulangan UTS dan

UAS rata-rata nilainya di atas 7 semua, palingh hanya 1 atau 2 yang dapat nilai

4 atau 5 tapi KKM disini tinggi yaitu 80 jadi meskipun yang dapet 7 itu ya tetap

masuknya remidi gitu, Cuma menurut saya selama ini nilainya di atas 7 itu bagus

dan habis dijelaskan ada pertanyaan yang banyak itu malah kadang mereka suka

mengandai-andaikan membuat guru jadi pusing. Jadi misalnya habis menjelaskan

halal dan hara, belum sampai keciri-ciri mereka sudah tanya “Pak ini halal atau

2

haram?”. Cuma disini pemahamannya kan agamanya di SMP tidak sedalam MTS

jadi kalau dibandingkan dengan mereka kan kalah jauh kendalanya tu Cuma di

sini, tiap kelas pasti ada beberapa anak yang belum bisa baca Al-Qur’an baca,

baca ayat itu tersendat di situ.”

3. Menurut Bapak adakah problematika dalam proses belajar mengajar PAI yang

Bapak lakukan? Mohon jabarkan secara rinci!

“Ya problemnya itu ada satu dua anak di tiap kelas yang tidak bisa baca

Qur’an, kalau nulis itu banyak kalau baca Qur’an ada beberapa sehingga

ketika penilaian lisan itu anaknya pasti nggak bisa, apalagi menghafal,

problem utamanya itu disitu.”

4. Menurut Bapak jika ada problrmatika yang Bapak hadapi mohon

kasifikasikan problem itu secara jelas!

“Nggak bisa baca, kan kita nggak boleh memakai buku, LKS sekarang nggak

boleh, akibatnya anak nggak punya buku, hanya buku paket, buku paket

penjelasannya kurang dan itu membuat kita itu lebih keras untuk menambahi

tapi ya tidak bisa maksimal jadi pemahamannya itu saja kendalanya, dan

soal-soal kurang sekali jadi guru sudah buat tapi tidak sebanyak LKS gitu lo.

Yang pertama tidak bisa baca. Yang kedua, karena tidak diperbolehkan

3

membeli buku jadi untuk latihan soal berkurang, buku paket dari pemerintah

itu paling kalau ada 1-5 latihan soalnya”

5. Solusi apa yang Bapak temukan dan dapat menjawab sekaligus

menyelesaikan dari problema yang Ibu hadapi dalam proses belajar mengajar

PAI?

“Yang tidak bisa baca Qur’an itu yang pertama dari sekolah sudah di fasilitasi

untuk ikut ekskul BTA biasanya hanya belajar membaca dan metode khusus

nahh.. itu sama bu Midah, tetapi anak terkadang sudah seperti itu tidak mau ikut,

alasannya mau cari sendiri di rumah, berarti sudah kita percaya, jadi kalau dari

sekolah kita berusaha menyediakan itu kemudian memberi waktu misalnya di

kelas 8 kok belum bisa berarti nanti naik kelas 8 harus bisa, entah itu belajar dari

sekolah atau dia cari Guru sendiri gitu, itu untuk yang tidak bisa baca, kadang

orang tua ambil raport itu tak sampaikan ke orang tuanya. Terus untuk yang

kedua tadi yang nggak boleh tetapi yaa secara diam-diam ya saya meminta

mereka untuk membeli, kalau dulu kan dibagikan dari sekolah, sekarang buku itu

saya minta penerbitnya untuk di taruh di foto copyan di sekitar sini di SMP

Negeri 2 dari situ nanti, anak saya persilahkan kalau mau beli saya persilahkan

kalau enggak ya gapapa. Biasanya anak minta beli, jadi otomatis akan datang

kesana sendiri, gitu paling sekarang yang nggak punya buku paling 5, 3 anak jadi

gitu caranya saya”

6. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam mencari menemukan dan

menerapkan solusi atas problem yang Bapak hadapi?

4

“Faktor pendukung karena anak di sini boleh bawa Hp dan laptop, ada wifi

juga, maka kalau seandainya sumber belajar itu kurang, langsung pada buka

laptop itu mempermudah.

Faktor penghambat, karena Hp itu juga punya sisi negatif kadang di kelas

palah fokus sama Hpnya, jadi tidak mencari informasi tetapi mungkin buka

Facebook, Watshaap atau BBM, ya itu aja di sini masih mempermasalahkan

Hp yang sekolah mengijinkan tapi banya Guru merasa itu yang jadi

penghambat tapi sampai hari ini peraturan itu belum di hapus, jadi masih

diperbolehkan, sehingga ya Gurunya harus lebih tegas kepada siswa yang

main-main pake’ hp aja.”

5

6

Responden : Dra. Sumidah

Jabatan : Guru PAI SMP Negeri 2 Salatiga

Waktu : Kamis, 27 April 2017, Pukul 13.30 WIB

Tempat : SMP Negeri 2 Salatiga

1. Menurut Ibuk bagaimana kedisiplinan siswa saat mengikuti belajar mengajar

PAI? Mohon Jelaskan!

“Anak-anak di dalam mengikuti belajar mengajar mulai dari masuk kelas

terus berdo’a bersama, membaca surat-surat pendek, itu di siplin mbak,

kecuali manakala ada hafalan surat yang belum hafal itu dia diam tapi tetap

di siplin namun diam, yang sudah hafal semuanya membaca”

2. Menurut Ibuk bagaimana sikap dan pemahaman siswa terhadap pembelajaran

PAI yang Ibuk berikan? Mohon jelaskan!

“Anak-anak itu kan memang ada 3 model dalam belajar ada yang hanya

dengan auditori, siswa sudah bisa menangkap pembelajaran itu, bisa

menyimpulkan bisa menemukan konsep, tapi anak ada yang harus visual

harus melihat, maka bu Midah juga di samping anak-anak itu sudah melihat

tayangan-tayangan materi itu, juga anak-anak harus mendengarkan

penjelasan atau pun hasil presentasi anak dan hasil diskusi, di samping itu

ada anak yang belum keluar semua potensinya ,manakala anak itu belum

bergerak atau menyampaikan emosinya dengan kinestetik, maka kalau

seperti tadi waktu pembelajaran materi tentang akhlak sebenarnya mbak,

tapi karna kita harus belajar tentang ayat al-Qur’an sebagai dasar akhlak

itu, surat An-Nisa : 146, Al-Baqarah:153, Al-Imran: 134, nah itu pertama

kali kan harus bisa mengenal bagaimana bisa membaca ayat itu dengan baik

dan benar, materi yaitu ilmu tajwid tentang nun mati atau tanwin bila mana

bertemu dengan huruf Hijaiyah yang 5 hukum. Bacaan itu di situ harus ada

kinestetiknya, anak saya suruh maju, “Ayo siapa yang menemukan bacaan

Idzhar! Siapa yang bisa menemukan bacaan Idgham bighunnah, siapa

menemukan Idgham bilagunnah, siapa yang menemukan Iqlab, siapa yang

menemukan Ikhfa’.” Dengan kinestetik karena tanpa kinestetik anak-anak

tidak mau mempelajari semuanya, jadi memang cara belajarnya auditori,

visual dan kinestetik.

3. Menurut Ibuk adakah problematika dalam proses belajar mengajar PAI yang

Ibuk lakukan? Mohon jabarkan secara rinci!

“Problematika itu misalnya seperti ini kalau memang anak-anak itu harus

praktik memang sebaiknya di sekolah itu harus praktik, harus mempunyai

LAB PAI, tapi di SMP N 2 belum punya Lab PAI, kalau masjid ada, tapi di

masjid itu belum lengkap semuanya, belum ada alat-alatnya mendukung kan

kalau di masjid kan hanya untuk ibadah saja, sebenarnya kalau anak-anak

misalnya ingin mempelajari tentang ilmu tajwid ya.. sebenarnya harus ada

Lab, ada ruangannya, ada LCD nya. Yang kedua anak-anak itu menerima

pembelajaran karna kelasnya itu kelas besar hanya 1,2 anak tidak tau persis

materi yang di ajarkan seperti tadi ilmu tajwid yang belum mengenal Ilmu

Tajwid itu memang tidak merasa tidak tertarik, nahh.. sebagai Guru harus

memperhatikan perbedaan dari anak-anak itu kenapa anak itu kok bicara

sendiri, nahh Guru mendekatinya. “Apasih ilmu tajwid, ya saya suruh tadi

dia nggak mau bergerak, kinestetiknya tidak sampai karena ternyata dia

tidak mudeng dan tidak mau bertanya, bilamana ada anak yang

mencurigakan memang saya suruh segera mendekatinya masalah apa yang

di hadapinya.

4. Menurut Ibuk jika ada problrmatika yang Ibuk hadapi mohon kasifikasikan

problem itu secara jelas!

“Bu midah tadi sudah menyampaikan manakala bahwa ada anak yang suruh

maju saya beri kebebasan biasanya kalau saya tidak langsung tunjuk dia itu

kan di perintah, saya yang bisa menemukan bacaan Idgham kalau itu anak-

anak yang sudah tau sudah mudeng kan akan langsung bergerak, sebutkan

nama dan nomer kan langsung mencatat, itu langsung saya beri centangan

dalam keaktrifan siswa. Tapi, kalau sudah hampir semuanya sudah maju,

tapi ada anak 3 atau 4 anak yang tidak maju itu sebagai Guru sebagai

pendidik harus mengetahui permasalahannya apa itu di klarifikasi.. Oh anak

ini ternyata yang belum kenal trus mengenalkan, menjelaskan, sambil anak-

anak yang lain yang ini di bimbing., klasifikasinya seperti itu, manakala ada

anak yang diam harus dilayani atau mungkin kalau kamu belum mengenal

huruf arab ada tindak lanjutnya diberi ekstra pembimbingan BTA.

5. Solusi apa yang Bapak temukan dan dapat menjawab sekaligus

menyelesaikan dari problema yang Ibu hadapi dalam proses belajar mengajar

PAI?

“Pertama, memperhatikan keaktifan siswa. Kedua, manakala ada anak yang

mencurigakan tidak mau menegerjakan yaa... harus didekati, kalau memang

perlu di bimbing ya di bimbing di arahkan, mungkin perlu penjelasan lagi, ya

di jelaskan yang jelas di layani lagi sesuai kebutuhan. Tapi, manakala pada

tes tidak mengerjakan, diadakan remidial, kalau yang tidak bisa 1 kelas

harus ada remidila teaching, tapi kalau hanya ada beberapa anak cuma

remidial tes saja.”

6. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam mencari menemukan dan

menerapkan solusi atas problem yang Bapak hadapi?

“Kalau ada anak-anak yang belum bisa membaca huruf arab ya khususnya

untuk ayat Al-Qur’an, itu kalau memang dari rumah, memang belum pernah

mengikuti BTA/TPA, itu adalah suatu penghambatan yang sangat berat.

Tetapi untuk faktor pendukungnya kami sebagai guru agama itu selalu

mengambil sikap untuk memberikan ekstra. Tetapi, yang namanya ekstra itu

kadang anak terhambat dengan kegiatan yang lain ada ekrtakulikuler yang

lain, kadang anak tidak bisa rajin, mengikuti ekstra itu juga menjadi

masalah. Jadi, Guru sudah memberikan kesempatan, “koe melu ekstra ya le

dino sebtu” tapi dia hari sabtu mengikuti ekstra yang lain mengikuyi les di

luar pasti anak itu nggak ikut, berarti kan permasalahannya tidak

terpecahkan. Karena, setiap kelas sekitar 3-4 anak itu anak yang belum bisa

baca tulis Al-Qur’an dan itu yang menjadi kendala, sehingga di dalam

memahami dalil mereka kurang baik, nilai jeleknya pasti ada di situ.Solusi

tadi yang pendekatan ke anak seperti itu, tapi yang paling berat ya itu anak

yang belum bisa baca tulis walaupun hanya beberapa siswa.”

2

Responden : Dra. Sumidah

Jabatan : Guru PAI SMP Negeri 2 Salatiga

Waktu : Kamis, 27 April 2017, Pukul 13.30 WIB

Tempat : SMP Negeri 2 Salatiga

7. Menurut Ibuk bagaimana kedisiplinan siswa saat mengikuti belajar mengajar

PAI? Mohon Jelaskan!

“Anak-anak di dalam mengikuti belajar mengajar mulai dari masuk kelas

terus berdo’a bersama, membaca surat-surat pendek, itu di siplin mbak,

kecuali manakala ada hafalan surat yang belum hafal itu dia diam tapi tetap

di siplin namun diam, yang sudah hafal semuanya membaca”

8. Menurut Ibuk bagaimana sikap dan pemahaman siswa terhadap pembelajaran

PAI yang Ibuk berikan? Mohon jelaskan!

“Anak-anak itu kan memang ada 3 model dalam belajar ada yang hanya

dengan auditori, siswa sudah bisa menangkap pembelajaran itu, bisa

menyimpulkan bisa menemukan konsep, tapi anak ada yang harus visual

harus melihat, maka bu Midah juga di samping anak-anak itu sudah melihat

tayangan-tayangan materi itu, juga anak-anak harus mendengarkan

penjelasan atau pun hasil presentasi anak dan hasil diskusi, di samping itu

ada anak yang belum keluar semua potensinya ,manakala anak itu belum

bergerak atau menyampaikan emosinya dengan kinestetik, maka kalau

seperti tadi waktu pembelajaran materi tentang akhlak sebenarnya mbak,

tapi karna kita harus belajar tentang ayat al-Qur’an sebagai dasar akhlak

itu, surat An-Nisa : 146, Al-Baqarah:153, Al-Imran: 134, nah itu pertama

SSkali kan harus bisa mengenal bagaimana bisa membaca ayat itu dengan

baik dan benar, materi yaitu ilmu tajwid tentang nun mati atau tanwin bila

mana bertemu dengan huruf Hijaiyah yang 5 hukum. Bacaan itu di situ harus

ada kinestetiknya, anak saya suruh maju, “Ayo siapa yang menemukan

bacaan Idzhar! Siapa yang bisa menemukan bacaan Idgham bighunnah,

siapa menemukan Idgham bilagunnah, siapa yang menemukan Iqlab, siapa

yang menemukan Ikhfa’.” Dengan kinestetik karena tanpa kinestetik anak-

anak tidak mau mempelajari semuanya, jadi memang cara belajarnya

auditori, visual dan kinestetik.

9. Menurut Ibuk adakah problematika dalam proses belajar mengajar PAI yang

Ibuk lakukan? Mohon jabarkan secara rinci!

“Problematika itu misalnya seperti ini kalau memang anak-anak itu harus

praktik memang sebaiknya di sekolah itu harus praktik, harus mempunyai

LAB PAI, tapi di SMP N 2 belum punya Lab PAI, kalau masjid ada, tapi di

masjid itu belum lengkap semuanya, belum ada alat-alatnya mendukung kan

kalau di masjid kan hanya untuk ibadah saja, sebenarnya kalau anak-anak

misalnya ingin mempelajari tentang ilmu tajwid ya.. sebenarnya harus ada

Lab, ada ruangannya, ada LCD nya. Yang kedua anak-anak itu menerima

pembelajaran karna kelasnya itu kelas besar hanya 1,2 anak tidak tau persis

materi yang di ajarkan seperti tadi ilmu tajwid yang belum mengenal Ilmu

Tajwid itu memang tidak merasa tidak tertarik, nahh.. sebagai Guru harus

memperhatikan perbedaan dari anak-anak itu kenapa anak itu kok bicara

sendiri, nahh Guru mendekatinya. “Apasih ilmu tajwid, ya saya suruh tadi

dia nggak mau bergerak, kinestetiknya tidak sampai karena ternyata dia

tidak mudeng dan tidak mau bertanya, bilamana ada anak yang

mencurigakan memang saya suruh segera mendekatinya masalah apa yang

di hadapinya.

10. Menurut Ibuk jika ada problrmatika yang Ibuk hadapi mohon kasifikasikan

problem itu secara jelas!

“Bu midah tadi sudah menyampaikan manakala bahwa ada anak yang suruh

maju saya beri kebebasan biasanya kalau saya tidak langsung tunjuk dia itu

kan di perintah, saya yang bisa menemukan bacaan Idgham kalau itu anak-

anak yang sudah tau sudah mudeng kan akan langsung bergerak, sebutkan

nama dan nomer kan langsung mencatat, itu langsung saya beri centangan

dalam keaktrifan siswa. Tapi, kalau sudah hampir semuanya sudah maju,

tapi ada anak 3 atau 4 anak yang tidak maju itu sebagai Guru sebagai

pendidik harus mengetahui permasalahannya apa itu di klarifikasi.. Oh anak

ini ternyata yang belum kenal trus mengenalkan, menjelaskan, sambil anak-

anak yang lain yang ini di bimbing., klasifikasinya seperti itu, manakala ada

anak yang diam harus dilayani atau mungkin kalau kamu belum mengenal

huruf arab ada tindak lanjutnya diberi ekstra pembimbingan BTA.

11. Solusi apa yang Bapak temukan dan dapat menjawab sekaligus

menyelesaikan dari problema yang Ibu hadapi dalam proses belajar mengajar

PAI?

“Pertama, memperhatikan keaktifan siswa. Kedua, manakala ada anak yang

mencurigakan tidak mau menegerjakan yaa... harus didekati, kalau memang

perlu di bimbing ya di bimbing di arahkan, mungkin perlu penjelasan lagi, ya

di jelaskan yang jelas di layani lagi sesuai kebutuhan. Tapi, manakala pada

tes tidak mengerjakan, diadakan remidial, kalau yang tidak bisa 1 kelas

harus ada remidila teaching, tapi kalau hanya ada beberapa anak cuma

remidial tes saja.”

12. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam mencari menemukan dan

menerapkan solusi atas problem yang Bapak hadapi?

“Kalau ada anak-anak yang belum bisa membaca huruf arab ya khususnya

untuk ayat Al-Qur’an, itu kalau memang dari rumah, memang belum pernah

mengikuti BTA/TPA, itu adalah suatu penghambatan yang sangat berat.

Tetapi untuk faktor pendukungnya kami sebagai guru agama itu selalu

mengambil sikap untuk memberikan ekstra. Tetapi, yang namanya ekstra itu

kadang anak terhambat dengan kegiatan yang lain ada ekrtakulikuler yang

lain, kadang anak tidak bisa rajin, mengikuti ekstra itu juga menjadi

masalah. Jadi, Guru sudah memberikan kesempatan, “koe melu ekstra ya le

dino sebtu” tapi dia hari sabtu mengikuti ekstra yang lain mengikuyi les di

luar pasti anak itu nggak ikut, berarti kan permasalahannya tidak

terpecahkan. Karena, setiap kelas sekitar 3-4 anak itu anak yang belum bisa

baca tulis Al-Qur’an dan itu yang menjadi kendala, sehingga di dalam

memahami dalil mereka kurang baik, nilai jeleknya pasti ada di situ.Solusi

tadi yang pendekatan ke anak seperti itu, tapi yang paling berat ya itu anak

yang belum bisa baca tulis walaupun hanya beberapa siswa.”

Pedoman Wawancara

Responden : Endah Rohmah Hidayah M.Pd.I

Jabatan : Guru PAI SMP Negeri 2 Salatiga

Waktu : Jum’at, 26 Mei 2017, Pukul 09.00 WIB

Tempat : SMP Negeri 2 Salatiga

1. Menurut Ibu bagaimana kedisiplinan siswa dalam mengikuti belajar

mengajar PAI? Mohon jelaskan!

“Murid saya khususnya itu disiplin, karena saya tidak

membolehkan anak-anak yang lebih dari 7 menit dari bel, itu

masuk, nggak boleh, dan saya begitu bel itu masuk kelas sudah

siap.”

2. Menurut Ibu bagaimana sikap dan pemahaman siswa terhadap

pembelajaran PAI yang Ibu berikan? Mohon jelaskan!

“Ya, secara menyeluruh baik, tapi juga perlu bimbingan. Jadi,

kalau anak memahami sesuatu hal perlu di berikan contoh, dengan

metode-metode yang macam-macamlah, contoh bacaan Al-qur’an

kita berikan demonstrasi, nahh... anak di suruh menirukan. Tapi,

kalau tidak secara datail kan anak sak karepe dewe, jenenge we

anak, ( semaunya sendiri, namanya juga anak), gitu yaa...”

3. Menurut Ibuk adakah problematika dalam proses belajar mengajar PAI

yang Ibuk lakukan? Mohon jabarkan secara rinci!

“Ada pasti ada yang sudah saya amati kalau anak-anak yang di

lingkungan keluarga yang dalam arti disiplin dan bisa membaca

Al-Qur’an saya lebih mudah, tapi kalau anak-anak yang biarkan

oleh orang tuanya yang kebetulan setelah saya tanyai secara jujur,

“Bapak Ibukmu bisa baca Qur’an nggak?” Tidak, “Shalat tidak?”

Tidak. Nahh.. itu yang sulit dan saya menerapkan disiplin,

menerapkan contoh yang baik kalau anaknya di rumah tidak ada

contoh yang baik kan tidak bisa.”

4. Menurut Ibu jika ada problrmatika yang Bapak hadapi mohon

kasifikasikan problem itu secara jelas!

“Pertama karena siswanya banyak sekali, kadang-kadang

kuwalahan memperhatikan satu per satu, itu kadang-kadang, nahh

terus terang itu waktunya kurang cukup.Kemudian, karena waktu

kurang cukup untuk pembinaan anak, kadang ada anak yang

terselip 1,2 anak yang sama sekali tidak bisa baca Qur’an itu jadi

harus ngoyakke. Kemudian, tentang sarana prasarana, ada di

sekolahan tu kalau masjid ya bagus tapi kalau untuk Al-Qur’an

masih kurang banyak. Karena anak-anak kurang disiplin, kalau

pinjam itu nggak dikembalikan ke ruang guru, sehingga semua

ditinggal di kelas. Nah.. akhirnya kelas lain tidak dapat. Pasalnya

kalau hari jum’at pagi kan ada tadarus, sehingga anak-anak

akhirnya saya berikan solusi membawa Al-Qur’an dari rumah, itu

punya tapi tidak membawa terutama laki-laki.

5. Solusi apa yang Ibuk temukan dan dapat menjawab sekaligus

menyelesaikan dari problema yang Ibu hadapi dalam proses belajar

mengajar PAI?

“Anak saya dekati secara individu dan saya berikan tugas-tugas

yang berkaitan dan yang dia rasakan sulit. Kemudian, kalau sudah

saya suruh untuk mengahadap dan kalau yang namanya praktik-

praktik dia saya suruh praktik kalau masalah, pemahaman ya

selama dia bertanya saya kasih jawaban. Solusi yang itu diberikan

tugas secara individu.

6. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam mencari menemukan

dan menerapkan solusi atas problem yang Ibuk hadapi?

“Kalau solusi yang dihadapi ya anak-anak yang saya beri tanda,

ya harus saya tangani secara individu saya panggil dan saya beri

pengarahan saya suruh praktik ini itu saya beri tugas yang sesuai

dengan apa yang di anggap sulit kemudian kalau pendukungnya

banyak. Kalau penghambatnya kalau dari keluarga yang kurang

bisa, kurang mampu di sekolah anak tidak bisa mengikuti

sementara materi kan sudah di patok ini, sampaikan tapi dia dari

rumah tidak ada sangu atau bekal sehingga dia menerimanya sulit

banget”

DENAH SMP NEGERI 2 SALATIGA

DAFTAR GAMBAR

2

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Fitri Wijayanti

Tempat, Tanggal Lahir : Ambarawa, 09 Maret 1995

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Pundan Timur RT 03/05, Desa Kebondowo,

Kec. Banyubiru, Kab. Semarang

Riwayat Pendidikan : TK Kemala Bayangkari 02, Lulus Tahun 2001

SD Negeri Kebondowo 02, Lulus Tahun 2007

SMP Negeri 01 Banyubiru, Lulus Tahun 2010

Madrasah Aliyah Negeri Salatiga, Lulus Tahun 2013

Salatiga, 31 Mei 2017

Fitri Wijayanti Nim. 11113098