Pro Dan Kontra UAN

100
Rabu, 13 November 2013 PRO DAN KONTRA UJIAN AKHIR NASIONAL DI INDONESIA Oleh Fathun Niam Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang [email protected] abstrak Dengan adanya kebijakan Ujian Akhir Nasional di Indonesia yang memiliki fungsi dan bertujuan untuk mengukur pencapaian hasil peserta didik dan mengukur mutu pendidikan secara nasional ternyata masih banyak pro dan kontra dari berbagai pihak dan masyarakat. Dan juga ada dampak dari ujian nasional itu sendiri, baik dari sisi positif dan negatifnya, dalam makalah ini dijelaskan ternyata masih banyak dampak negatifnya daripada dampak positifnya. Salah satu diantaranya banyak peserta didik,guru,dan pihak pihak lain yang melakukan kecurangan dalam pelaksanaan ujian nasional. Yang pada akhirnya membawa dampak buruk bagi pendidikan di Indonesia bahkan menggagalkan semua dari tujuan pendidikan di Indonesia yang sebenarnya. Kata Kunci : Pendidikan, Kecurangan, Ujian Nasional Pendahuluan 1.Latar Belakang Masalah Pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN) dalam beberapa tahun ini selalu menjadi topic menarik menjelang pengetahuan tahun

description

UAN

Transcript of Pro Dan Kontra UAN

Page 1: Pro Dan Kontra UAN

Rabu, 13 November 2013

PRO DAN KONTRA UJIAN AKHIR NASIONAL DI INDONESIA

Oleh Fathun Niam

Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan

Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang

[email protected]

 

abstrak

 

Dengan adanya kebijakan Ujian Akhir Nasional di Indonesia yang memiliki fungsi dan bertujuan untuk mengukur pencapaian hasil peserta didik dan mengukur mutu pendidikan secara nasional ternyata masih banyak pro dan kontra dari berbagai pihak dan masyarakat. Dan juga ada dampak dari ujian nasional itu sendiri, baik dari sisi positif dan negatifnya, dalam makalah ini dijelaskan ternyata masih banyak dampak negatifnya daripada dampak positifnya. Salah satu diantaranya banyak peserta didik,guru,dan pihak pihak lain yang melakukan  kecurangan dalam pelaksanaan ujian nasional. Yang pada akhirnya membawa dampak buruk bagi pendidikan di Indonesia bahkan menggagalkan semua dari tujuan pendidikan di Indonesia yang sebenarnya.

 

Kata Kunci : Pendidikan, Kecurangan, Ujian Nasional

 

 

Pendahuluan

1.Latar Belakang Masalah

Pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN) dalam beberapa tahun ini selalu menjadi topic menarik menjelang pengetahuan tahun atau pergantian tahun ajaran. Setiap tahun aturan UN terus berubah , mulai dari standar nilai, perubahan kurikulum dan paket soal. Sistem yang tidak jelas seolah menjadi ajang coba coba pemerintah untuk menerapkan suatu kebijakan. Padahal anak buakn sebagai ajang percobaan , mereka adalah anak yang seharusnya mendapatkan pelayanan pendidikan yang selayaknya. Mereka adalah subyek, pelaku pendidikan yang memiliki hak dasar mendapat pendisdikan bukan objek penelitian carut-marut kebijakan. UN juga menjadi suatu masalah yang cukup ramai di bicarakan dan menjadi kontroversi dalam banyak seminar.Beberapa kali sempat terlontarkan keinginan dari bebrerapa pihak untuk menghapus atau meniadakan UN tersebut.

 

Page 2: Pro Dan Kontra UAN

Pro kontra pun banyak bermunculan.Pro dan kontra dalam ujian nasional terjadi di sebabkan rasa kecewa masyarakat yang menilai pemerintah tidak konsisiten, karena ujian nasional tetap di jadikan faktor penentu kelilusan siswa ketimbang sarana pemetaan standar mutu pendidikan di Indonesia. Dari tahun ke tahun standar kelulusan terus meningkat belum di imbangi pemerataan fasilitas pendidikan di beberapa daerah secara tidak langsung membuat siswa mengalami kesulitan untuk memenuhi target yang ada. Sehingga tidak sedikit siswa terpaksa harus mengulang, di sebabkan nilainya kurang memenuhi standar.

 

            Oleh karena itu, ada beberapa pertimbangan penulis melihat kenyataan pada era ini , perkembangan pendidikan di kalangan masyarakat umumnya mengenai ujian Nasional banyak pro dan kontra dari berbagai kalangan masyarakat. Berdasarkan pertimbangan di atas penulis merasa tertarik untuk membuat makalah ini dengan memilih judul : "PRO DAN KONTRA UJIAN AKHIR NASIONAL (UAN) DI INDONESIA"

 

2.Rumusan Masalah

            Di dalam pembuatan makalah ini penulis mengambil sebuah judul "PRO DAN KONTRA UJIAN AKHIR NASIONAL (UN) DI INDONESIA". Dengan orientasi untuk memberikan gambaran umum dari seputar dunia pendidikan. Untuk lebih spesifikasinya, maka penulis batasi dengan batasan sebagai berikut :

1. Apa pengertian Ujian Nasional ?

2. Bagaimana jika Ujian Nasional menjadi salah satu kebutuhan?

3. Bagaimana dampak negatif dan positif dari Ujian Nasional?

4. Bagaimana solusi dari Ujian Nasional?

 

 

  Pembahasan

1. Pengertian Ujian Nasional

Ujian Akhir Nasional, berasal dari tiga kata yaitu ujian yang memiliki arti hasil menguji sesuatu yang dipakai untuk menguji mutu suatu kepandaian kemampuan hasil belajar, Akhir memeiliki arti selesai, pungkasan, tamat. Dan nasional berati kebangsaan, mencakup semua bangsa, bersentarl pada pemerintahan pusat.

            Ujian Akhir Nasional yang sekarang bernama Ujian Nasional (UN) dapat diartikan sebagai hasil menguji mutu suatu kepandaian untuk memperoleh hasil belajar yang dilakukan pada akhir jenjang pendidikan yang bersifat nasional.

Ujian Nasional adalah kegiatan pengukuran pencapaian kompetensi peserta didik pada beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahaun dan teknologi dalam rangka menilai pencapaian standar nasional pendidikan. Pemerintah

Page 3: Pro Dan Kontra UAN

mengadakan ujian nasional dengan memberiakn penentuan batas kelulusan atau disebut standar setting.

 

2. Tujuan diadakan Ujian Nasional

Menurut keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 153/U/2003 pasal 2 tentang Ujian Nasional tahun 2003/2004 bahwa tujuan dan fungsi uijian nasional yaitu:

1. Mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik

2. Mengukur mutu pendidikan di tingkat nasional, Propinsi, Kabupaten/Kota, sekolah

    propinsi, kabupaten/kota, sekolah/madrasah dan kepada masyarakat.

            Mengacu pada peraturan menteri pendidikan ansional nomor 77 tahun2008 tanggal 5 Desember 2008  tentang ujian ansioanal Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah (SMA / MA) tahun pelajaran 20087/2009 tujuan ujian nasional (UN) adalah untuk menilai pencapaian kompetensin lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.

 

3. Pelaksanaan Ujian Nasional

Indonesia sudah mengalami beberapa kali perombakan berkenaan dengan sistem yang di gunakan dalam bidang pendididkan. Yang terakhir kurikulumyang di gunakan dalam sistem pendidikan nasional disebut dengan kurikulium tingkat stuan pendidikan (KTSP) yang secara substansi dikembangkan dengan prinsip di verifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik. Satuan pendidikan atau sekolah juga harus melakukan penilaian pada siswa untuk menilaik pencapaian standar kompetensi lulusan (SKL) semua mata pelajaranmelalui ujian sekolah. Namun selain penilaian dari kedua pihak tersebut ada lagi penilaian yang di lakukan oleh pemerintah untuk menilai kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu kelompok mata pelajaran iptek melelui ujian nasional.

            Pertanyaan yang boleh di ajukan adalah perlukah ujian nasional di lakukan  untuk mengetahui penguasaan kompetensi lulusan? Padahal guru dan sekolah sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh dalam proses pembelajaran pun sudah melakukan penilaian yang menurut saya hemat sudah sangat representataif untuk mengetahui kompetensi siswa, bahkan hasilnya lebih valid dalam menggambarkan pencapaian belajar siswa karena dilakukan secara berkesinambungan dan di sesuaikan dengan kurikulum sebagai perencanaan pembelajaran siswa.

Permasalahan lain yang timbul dalam ujian nasional adalah banyaknya praktek kecurangan, mulai dari joki jawaban ujian sampai dengan mark up ujian nasional. Tuntutan nilai ketuntasan minimum yang semakin tinggi adalah salah satu indikasi penyebab praktek kecurangan dalam ujian nasional. Kalau pemerintah mengatakan bahwa hasil ujian nasional dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam seleksi penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi, maka hak itu bisa di negasikan karena perguruan tinggi bisa melakukan penerimaan mahasiswa baru melalui seleksi ujian masuk perguruan tinggi. Penerimaan mahasiswa dengan jalur khusus pun masih bisa menggunakan nilai hasil ujian akhir sekolah dan raport,

Page 4: Pro Dan Kontra UAN

karena hasil ujian akhir sekolah dan raport juga sudah memenuhi standar kompetensi lulusan yang di tetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

            Ujian Nasional dengan standar nilai yang sama tidak memungkinkan di gunakan karena kondisi tiap daerah tidak sama, ada yang pendapatan daerahnua tinggi sehingga fasilitas belajarnya lengkap dan menunjang pembelajaran siswa dan masih banyak pula daerah yang tertinggal dengan pebdapatan yang rendah yang tentunya hanya memenuhi kebutuhan fasilitas belajar satuan pendidikan di daerahnya seadanya atau bahkan jauh dari standar nasional yang sudah di tetapkan.

 

4. Dampak Ujian Akhir Nasional

Sebagai kebijakan pemerintah Ujian Nasional jelas ada sisi positif dan juga ada sisi negatifnya. Untuk kasus ujian Nasional, manfaatnya juga ada, dan juga dampak/ekses negatif dari Ujian Nasional itu sendiri juga jauh lebih besar di banding dengan manfaatnya.

            Dari sisi positif, ketertekanan dalam menghadapi UAN telah menjadikan UAN sebagai pemacu semangat belajar. UAN menuntut sekolah dan siswa untuk unjuk prestasi, bimbingan belajar di galakkan, dan program program pendukung serupa giat di laksanakan. Senada dengan fenomena ini, demikianlah pendapat yang dinyatakan oleh kelompok pendukung UAN yakni bahwa UN di yakini akan mampu meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

            Dampak negatif dari sistem Ujian Nasional yang ada sekarang ini adalah bergesernya paradigma bagi para praktisi pendidikan,  peserta didik dan wali peserta didik.Pertama, konstruk berfikir para kepala sekolah dan guru tentang hakekat atau substansi dari kegiatan pendidikan sekarang ini hanyalah sebatas mengantarkan peseerta didik untuk lulus ujian nasional saja, akibatnya tentang bagaimana mengantarkan peserta didik untuk menjadi anak yang cerdas sebagaimana di rumuskan dalam tujuan utama pendidikan nasional tidak pernah di pikirkan. Karena yang penting bagaiman para peserta didik itu siap berlaga dalam Ujian Nasional yang hanya terdiri dari tiga mata pelajaran tersebut.

Kedua, dampak ujian nasional bagi peserta didik  adalah timbulnya pemahaman yang keliru terhadap makna belajar di sekolah. Tujuan belajar yang mestinya dalam rangka mencari ilmu (thalab al-'ilmi), kecerdasan, dan ahlak mulia 9ahlak al-Karimah) berubah menjadi sekedar meraih kelulusan ujian nasional. Akibatnya, mata pelajaran yang tidak di ujian nasional kan akhirnya menjadi di nomorduakan, termasuk gurunya. Kondisi demikian ini masih di perparah oleh sistem pelaksanaan ujian nasionalnya tidak jujur. Setiap kali ada pelaksanaan Ujian Nasional hampir pasti muncul aroma yang cukup tajam bahwa ada beberapa sekolah yang dalam pelaksanaan ujian nasionalnya tidak fair-play alias tidak jujur.

Artinya dalam pelaksanaan ujian nasional tingkat sekolah itu panitianya dan tentu dengan 'restu' kepala sekolahnya secara langsung atau tidak langsung membantu siswa supaya lulus ujian nasional, misalnya dengan cara memberi kunci jawaban kepada peserta ujian nasional dan juga bisa menggunakan siswa pandai untuk 'dicontoh' oleh peserta didik yang lemah. Sebenarnya untuk mendeteksi sebuah sekolah yang berbuat curang atau tidak itu tidak terlalu sulit, di antaranya menanyakan kepada peserta didik yang baru saja menyelesaikan belajarnya (tamat).

Page 5: Pro Dan Kontra UAN

Dari informasi tersebut dapat diketahui bahwa sebuah sekolah itu melakukan curang atau tidak. Bagi seklah yang dalam pelaksanaan ujian nasionalnya curang, maka akan berdampak pada peserta didik kelas bawahnya yang tahun berikutnya akan menempuh ujian nasional. Mereka adik kelas yang mengetahui bahwa kakak kelasnya dalam ujian nasional itu di bantu oleh guru. Maka jelas mereka akan malas dalam belajarnya karena mereka tahu bahwa nanti saat ujian nasional pasti di bantu oleh guru sebagaimana kakak kelasnya dulu. Bahkan ada yang berpendapat UN malah menghambat perkembangan anak didik. Ujian Nasional merupakan pemborosan untuk sesuatu yang tidak berarti dalam peningkatan perkembangan peserta didik.

 

5. Analisa Kebijakan Ujian Nasional

Dalam pembahasan ini di jelaskan analisa kebijakan UAN yang bertentangan dengan UU Sisdiknas dan bentuk evaluasi didalam pendidikan.

            Pertama, ada anggapan dari sebagian orang terutama para pejabat legislatif yang menganggap bahwa UAN bertentangan dengan UU Sisdiknas. Dimana pemerintah telah mengambil kebijakan untuk menerapkan UAN sebagai salah satu bentuk evaluasi pendidikan. Menurut keputusan menteri pendidikan nasional no. 153/U/2003 tentang ujian nasional tahun pelajaran 2003/2004 disebutkan bahwa tujuan UAN adalah untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik melalui pemberian tes pada siswa sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah lanjutan tingkat atas.

            Dari paparan diatas yang menjadi pertanyaan apakah mutu pendidikan dapat diukur dengan memberikan ujian akhir secara nasional di akhir tahun ajaran? apakah bisa dilihat hanya pada saat sekejap di penghujung tahun ?Mutu pendidikan pada tingkat nasional dapat dilihat dengan berbagai cara, tetapi pelaksanaan UAN sebagaimana yang di praktekkan belum menjawab pertanyaan sejauh mana mutu pendidikan di Indonesia, apakah menurun atau meningkat dari tahun sebelumnya.

            Kedua, tujuan UAN yang lain adalah untuk mengukur mutu pendidikan dan mempertanggungjawabkan penyelenggaraan di tingkat nasional, propinsi, kabupaten, sampai tingkat sekolah.

            Ketiga, jika dihubungkan dengan kurikulum, maka UAN juga tidak sejalan dengan salah satu prinsip yang dianut dalam pengembanga kurikulum. Artinya bahwa pelaksanaan kurikulum di sesuaikan dengan situasi da kondisi daerah masing masing. Kondisi sekolah di Jakarta dan kota kota besar lainnya tidak bisa disamakan dengan kondisi sekolah didaerah perkampungan apalagi di daerah terpencil. Kondisi yang jauh berbeda mengakibatkan proses belajar mengajar juga berbeda.

Sekolah di lingkungan kota relatif lebih baik karena sarana dan prasarana lebih lengkap. Tetapi di daerah daerah pelosok keberadaan sarana prasarana serba terbatas, bahkan kadang jumlah guru pun kurang. Kebijakan penerapan UAN denganstandar yang sama untuk semua sekolah di Indonesia telah melanggar prinsip tersebut dan mengakibatkan ketidakadilan bagi peserta didik yang tentu saja hasilnya akan jauh berbeda, sedangkan kebijakan yang diambil adalah menyamakan mereka.

Page 6: Pro Dan Kontra UAN

            Keempat, pelaksanaan UAN hanya pada beberapa mata pelajaran yang di anggap 'penting' juga memiliki permasalahan tersendiri. Sekarang yang terjadi orang akan beranggapan hanya matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan IPA yang merupakan mata pelajarn penting. Sedangkan ada diantara kita anak anak yang memiliki bakat untuk melukis atau olahraga,mereka akan meragukan bahwa pelajaran tersebut merupakan pelajaran penting bagi mereka. Sehingga bakat tersebut akan terkubur dengan sendirinya karena yang ada di benak mereka adalah bagaimana agar bisa lulus UAN tersebut. Dengan demikian akan mendorong guru untuk lebih cenderung mengajarkan hanya mata pelajaran tersebut, karena yang lain tidak di ujian nasionalkan. Akibat dari kondisi ini adalah terjadi peremehan terhadap mata pelajaran yang tidak diujikan dalam UAN.

 

6. Solusi dari Masalah Ujian Akhir Nasional

Untuk menghindari pro dan kontra tentang perlu tidaknya ada ujian nasional, maka penulis menawarkan alternatif solusi. Pertama, kembalikan fungsi ujian nasional itu sebagai sekedar alat 'pemetaan' (mapping) kualitas pendidikan, bukan sebagai alat penentu kelulusan. Jadi ujian nasional itu berfungsi seperti sistem ebtanas yang model dahulu. Artinya anak tetap mendapatkan STTB dan nilai ebtanas sebagai lampiran dari STTB tersebut. Ketika ujian nasional tidak dijadikan alat penentu kelulusan,maka pelaksanaan ujian nasional di sekolah jelas cenderung akan lebih jujur karena tidak ada rasa khawatir peserta didiknya tidak lulus. Kemudian yang menentukan lulus tidaknya peserta didik di serahkan kepada sekolah/madrasah.

Kedua, apabila ujian ansional di jadikan alat penentu kelulusan, maka agar lebih demokratis dan adil patokan kelulusan itu jangan sama seperti sekarang ini, paling tidak ada tiga strata passing grade, misalnya: tipe A lulus dengan niali 6.0, tipe B lulus dengan nilai 5.0 dan tipeC lulus dengan nilai 4.0. Dan sejak awal pendaftaran ujian nasional, peserta didik sudah mendaftar dengan preferensi tipe passing grade yang sesuai dengan kemampuannya.

 

Penutup

1. Simpulan

Ujian Nasional sebagai kebijakan struktur dominan yang memiliki kuasa dalam pelulusan siswa, secara ideal dibingkai dengan slogan : "Prestasi Yes, Jujur Harus". Namun realitanya terjadi malpraktik, aktor yang terlibat dalam UN sangat heterogen kemampuan dan kondisinya sehingga kelompok yang memiliki keterbatasan akan merasa ketakutan tidak lulus UN sehingga mereka terpaksa dengan sadar berbuat menyimpang dengan berbagai modus demi sebuah prestasi kelulusan UN yang semu. Tujuan di adakannya ujian nasional adalah baik, yaitu untuk meningkatkan standar kualitas pendidikan di Indonesia, namun pada pelaksanaannya kadang terjadi penyimpangan dari aturan aturan yang sudah di tetapkan.

Salah satu faktor pemicu kecurangan/ketidak jujuran dalam pelaksanaan UN adalah karena adanya tekanan politik. Hali tu terjadi ketika kepala daerah memberikan instruksi untuk mencapai hasil UN yang lebih baik dari tahun sebelumnya kepada dinas pendidikan yang di teruskan kepada sekolah. Meski dasarnya benar, namun pihak dinas pendidikan maupun sekolah seringkali salah mengartikan instruksi tersebut.

Page 7: Pro Dan Kontra UAN

Dinas pendidikan atau sekolah sebagai pelaksana UN akhirnya terpaksa tidak jujur demi untuk memenuhi target dari kepala daerah, yang dilakukan oleh pihak dinas pendidikan dan sekolah bukannya bekerja lebih keras melakukan perbaikan mutu pembelajaran untuk mencapai hasil yang maksimal, karena salah mengartikan malah melakukan penyimpangan pelaksanaan UN dengan cara menyuruh guru mata pelajaran membantu siswa dengan cara mengerjakan soal UN dan membagikan jawaban ke siswa. Hal ini yang harus kita perbaiki bersama-sama.

 

2. Saran

Begitu banyak pertentangan tentang kebijakn UN dengan model evaluasi pendidikan yang seharusnya, tujuan pendidikan nasional maupun dengan tujuan UN itu sendiri. Dimana kebijakan UN kontra produktif bagi pendidikan nasional dan tujuan yang ingin dicapai menjadi gagal total bahkan hanya menimbulkan masalah baru. Dan juga berdampak buruk bagi guru dan murid dan juga kreatifitasterkukngkung karena perhatian dan porsi pembelajaran lebih besar pada mata pelajaran pilihan pemerintah. Padahal tujuan pendidikan sesungguhnya adalah membentuk manusia cerdas, penuh kreatifitas, mandiri serta dapat mengatasi segala persoalan yang di hadapi.

            Oleh karena itu pemerintah harus mengkaji ulang tentang kebijakan UN ini agar sesuai dengan tujuan pendidikan dan standarisasi pendidikan tidak bersifat diskriminatif. Dengan cara demikian maka perumusan kebijakan nasional pendidikan akan berjalan sesuai dengan aspirasi masyarakat dan menghasilkan kebijakan yang tepat bagi perkembangan bangsa dan negara di masa mendatang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  

 

DAFTAR PUSTAKA

Page 8: Pro Dan Kontra UAN

 

Detik.com

Gunawan, Ary H. 1986. Kebijakan kebijakan Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bina Aksara.

Harti, Yuli. Masih Perlukah Ujian Nasiona?.

Dalam http://guruvalah.20m.com/kontoversi_ujian_nasional.html.   diakses 28/10/2013Kompas.com 

Miaso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Jakarta:(http://www.tempointeraktif.com . Di akses tanggal 29 Oktober 2013)

Sudrajat, Akhmad, Seputar Pro-Kontra Kebijakan Ujian Nasional. Dalamhttp://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/11/28/seputar-pro-kontra-kebijakan-ujian-nasional/ . Di akses 28/10/2013 21.42 

KRITIK TERHADAP KEBIJAKAN UJIAN AKHIR NASIONAL (UAN) DALAM EVALUASI DAN STANDARISASI PENDIDIKAN DI INDONESIA

- IN: KULIAH - 0 COMMENTS

KRITIK  TERHADAP  KEBIJAKAN  UJIAN  AKHIR  NASIONAL  (UAN) DALAM  EVALUASI  DAN  STANDARISASI  PENDIDIKAN DI INDONESIA

makalah ini versi lengkapnya bisa di download di sini :) 

salam pembelajar!!! 

Makalah

TUGAS AKHIR SEMSETER

INDIVIDU

Mata Kuliah: Studi Kebijakan Publik

Disusun oleh

Page 9: Pro Dan Kontra UAN

Syahid Ismail (090901043)

----------------------------------

 

Ujian Nasional Menyiksamu, hehehe :)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan YME atas rahmat-Nya sehingga kita bisa tetap dalam kondisi prima untuk menjalankan segala aktivita kita baik itu aktivitas pribadi maupun dalam ranah sosial dan kebangsaan.

Selama proses penyusunan Makalah  ini ada kendala-kendala yang dialami seperti keterbatasan waktu, literatur dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Namun, selama proses itu pula penulis mendapat banyak pelajaran dan pengetahuan baru.

Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dosen dan Asisten Dosen yrang telah membimbing dengan memberikan pengetahuan-pengetahuan baru seputar Studi Kebijakan Publik.

Akhirnya penulis berharap, Makalah ini dapat dan layak untuk memenuhi tugas Akhir semester mata kuliah pilihan Studi Kebijakan Publik.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam Makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik-kritik yang konstuktif sangat dinantikan, untuk meningkatkan etos kerja dan kapasitas penulis di masa yang akan datang.

Makalah:

Page 10: Pro Dan Kontra UAN

KRITIK TERHADAP KEBIJAKAN UJIAN AKHIR NASIONAL (UAN) DALAM EVALUASI DAN STANDARISASI PENDIDIKAN DI INDONESIA

Ketebalan halaman: iii+18=21

Medan, 24 Mei 2011

SYAHID ISMAIL

NIM: 090901043

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki segudang permasalahan yang saling kait-mengait bak benang kusut yang sulit untuk diurai. Mulai dari masalah kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, korupsi, bencana, rendahnya tingkat kesehatan, kebodohan, bahkan angka buta huruf di Indonesia masih sangat tinggi.

Dari segudang masalah tersebut, penulis berpendapat bahwa solusi inti  untuk mengurai semua permasalahan bisa dimulai dengan pendidikan yang baik bagi anak bangsa. Dengan pendidikan, permasalahan lain seperti rendahnya tingkat kesehatan, pengangguran, kriminalitas, dan korupsi akan mudah terselesaikan dengan sendirinya seiring dengan berkembangnya kecerdasan masyarakat. Sejarah telah membuktikan bagaimana ide perjuangan kemerdekaan Indonesia lahir dari para intelektual muda yang telah mengikuti proses pendidikan ketika itu.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah guna tercapainya cita-cita dalam bidang pendidikan seperti yang diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya yang dilakukan tersebut berupa pembaharuan atau inovasi dalam bidang pendidikan. Pembaharuan atau inovasi pendidikan merupakan suatu perubahan yang baru, yang kualitatif dan berbeda dari sebelumnya, serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan dalam pendidikan (Wijaya, Djajuri, dan Rusyan, 1988:7).

Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2004, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan,

Page 11: Pro Dan Kontra UAN

berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang mulia ini disusunlah kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan dan metode pembelajaran. Kurikulum digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Untuk melihat tingkat pencapaian tujuan pendidikan, diperlukan suatu bentuk evaluasi.

Dengan demikian evaluasi pendidikan merupakan salah satu komponen utama yang tidak dapat dipisahkan dari rencana pendidikan. Namun tidak semua bentuk evaluasi dapat dipakai untuk mengukur pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Informasi tentang tingkat keberhasilan pendidikan akan dapat dilihat apabila alat evaluasi yang digunakan sesuai dan dapat mengukur setiap tujuan. Alat ukur yang tidak relevan dapat mengakibatkan hasil pengukuran tidak tepat bahkan salah sama sekali.

Ujian Akhir Nasional merupakan salah satu alat evaluasi yang dikeluarkan Pemerintah yang merupakan bentuk lain dari Ebtanas (Evaluasi Belajar Tahap Akhir) yang sebelumnya dihapus. Pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN) dalam beberapa tahun ini menjadi satu masalah yang cukup ramai dibicarakan dan menjadi kontraversi dalam banyak seminar atau perdebatan. Beberapa kali sempat terlontar rencana atau keinginan dari beberapa pihak untuk menghapus atau meniadakan Ujian Akhir Nasional tersebut. Tidak kurang dari Mendikbud sendiri pernah melontarkan pernyataan akan menghapus UAN, dan pernyataan beberapa anggota Dewan yang mengusulkan penghapusan UAN tersebut.

Dalam beberapa pertemuan perkuliahan Studi kebijakan Publik, penulis  sempat melontarkan beberapa pertanyaan seputar kebijakan Ujian nasional tersebut. Banyaknya konroversi dan permasalahan yang timbul akibat kebijakan UN menyebabkan penulis tertarik untuk membahas secara terperinci dan mendalam yang berpatok pada referensi pustaka yang ada.

Dalam tahun 2006, walaupun UAN mengalami peningkatan dalam prosentase kelulusan, masih dipandang sebelah mata oleh anggota DPR. Hal ini terjadi karena banyaknya laporan yang masuk ke DPR mengenai penyelewengan yang terjadi dalam UAN tersebut. (Detik.com 26/06/2006).  Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR, UAN dinilai diskriminatif terhadap peserta didik. Komisi X menilai UAN ini sebaiknya hanya digunakan untuk pemetaan kemampuan siswa yang nantinya digunakan untuk mendukung pembuatan kebijakan dan bukan untuk penentu kelulusan. UAN juga bertentangan dengan Sisdiknas, karena dalam Sisdiknas dikatakan bahwa tenaga pengajar diberikan kewenangan untuk menilai siswanya dalam masalah kelulusan.

Pada tahun 2005, Komisi X DPR RI pernah menolak kebijakan pemerintah khususnya Mendiknas Bambang Sudibyo yang bersikukuh tetap melaksanakan UAN di tahun 2005 yang lalu. Menurut Ketua Komisi X Heri Akhmadi, pelaksanaan UAN bertentangan dengan UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan :Evaluasi Peserta Didik, satuan Pendidik, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik, untuk menilai pencapaian standard nasional pendidikan. Dalam pasal 58 UU Sisdiknas tersebut juga dinyatakan bahwa evaluasi belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan (Kompas, Senin 24 Januari 2005).

Page 12: Pro Dan Kontra UAN

Adapun syarat kelulusan UAN untuk tahun 2008 ini adalah 4,25 untuk nilai minimal masing-masing mata pelajaran yang diujikan dan rata-rata minimal 5,0. Ada empat mata pelajaran yang diujikan yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan IPA.  Banyak terjadi seorang siswa yang dalam pendidikan disekolah mendapatkan ranking cukup baik dikelas tetapi tidak lulus UAN hanya karena salah satu mata pelajaran tersebut nilainya kurang dari rata-rata. Sehingga walaupun nilai mata pelajaran lain tinggi, tetap tidak lulus. Beberapa siswa bahkan sudah diterima di perguruan tinggi negeri melalui jalur PMDK atau di SMA tertentu, tetapi gagal karena tidak lulus UAN, dan perguruan tinggi negeri serta SMA swasta favorit tidak mau menerima peserta yang tidak lulus UAN. Bahkan beberapa sudah sempat diterima di perguruan tinggi luar negeri tetapi gagal juga karena tidak lulus UAN.

Dengan demikian UAN dalam implementasinya mengalami krisis kebijakan dimana faktor penyebab krisis dapat ditinjau dari berbagai dimensi sebagai contoh sederhana krisis tersebut dapat terjadi karena kekurangan dalam proses perumusan kebijakan dan programnya, kekeliruan dalam proses perencanaan, penyimpangan dalam pelaksanaan, kelemahan dalam penentuan anggaran atau bahkan pada saat pengawasan dan dan pelaporan.

I.2 Rumusan Masalah

Pada makalah ini mencoba untuk mengupas analisis kebijakan evaluasi dalam bentuk UAN serta permasalahannya dan juga rekomendasi tentang pelaksanaan evaluasi yang bertaraf nasional.

I.2 Metode Penelitian

Dalam menyelesaikan makalah ini penulis menggunakan metode analisis studi pustaka . Pengumpulan data dilakukan dengan jara penelusuran pustaka (research file) terhadap sumber-sumber pustaka. Adapun sumber pustaka yang diteliti adalah sebagai berikut:

1.      Koran Kompas bulan April-Mei 2011,

2.      Media berita Online: detik.com,

3.      Jurnal, skripsi, dan literatur buku.

Penelitian dilakukan di Perpustakaan USU dan di rumah penulis pada tanggal 9-30 Mei 2011.

Penyelesaian studi pustaka ini dilakukan melalui beberapa tahap: Pertama, Perumusan data-data yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan yang ada. Data tersebut hanya merupakan data mentah yang berasal dari pengetahuan penulis berdasar pada hasil pembacaan penulis terhadap beberapa literatur sebelumnya.

Kedua, tahap mengumpulkan data. Data yang dikumpulkan diambil dari Koran Kompas, buku, jurnal, skripsi, dan beberapa situs internet yang dinilai validitas datanya tinggi karena sudah resmi diakui dan dijadikan sumber acuan berita nasional seperti kompas.com, dan web resmi universitas. Data internet tersebut diambil karena kurang tersedianya data ter-update dalam bentuk buku.

Ketiga, data tersebut dikumpulkan lalu diverifikasi guna menjawab permasalahan yang telah diajukan. Data-data tersebut disusun agar sistematis memberikan penjelasan yang valid dan jelas.

Page 13: Pro Dan Kontra UAN
Page 14: Pro Dan Kontra UAN

BAB II

DASAR TEORI

II.1 Ujuan Nasional

Ujian Nasional biasa disingkat UN / UNAS adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan, Depdiknas di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan dan proses pemantauan evaluasi tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan.

Proses pemantauan evaluasi tersebut dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan pada akhirnya akan dapat membenahi mutu pendidikan. Pembenahan mutu pendidikan dimulai dengan penentuan standar.

Penentuan standar yang terus meningkat diharapkan akan mendorong peningkatan mutu pendidikan, yang dimaksud dengan penentuan standar pendidikan adalah penentuan nilai batas (cut off score). Seseorang dikatakan sudah lulus/kompeten bila telah melewati nilai batas tersebut berupa nilai batas antara peserta didik yang sudah menguasai kompetensi tertentu dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi tertentu. Bila itu terjadi pada ujian nasional atau sekolah maka nilai batas berfungsi untuk memisahkan antara peserta didik yang lulus dan tidak lulus disebut batas kelulusan, kegiatan penentuan batas kelulusan disebut standard setting.

Manfaat pengaturan standar ujian akhir:

1.      Adanya batas kelulusan setiap mata pelajaran sesuai dengan tuntutan kompetensi minimum.

2.      Adanya standar yang sama untuk setiap mata pelajaran sebagai standard minimum pencapaian kompetensi.

Mata Pelajaran yang diujikan:

Untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) ada 3 mata pelajaran yang diujikan yaitu: Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam. Untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) ada 4 mata pelajaran yang diujikan yaitu: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam.  Untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) ada 6 mata pelajaran yang diujikan, tergantung penjurusannya:

Page 15: Pro Dan Kontra UAN

II.2 Evaluasi Hasil Belajar

Sebelum berbicara tentang evaluasi, terlebih dahulu akan dikemukakan tentang kurikulum sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum mencakup fokus program, media instruksi, organisasi materi, strategi pembelajaran, manajemen kelas, dan peranan pengajar (Arieh Lewy, 1977:7-8). Di Indonesia sekarang sedang dikembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Adapun tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan “bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Pasal 3).

Evaluasi harus mampu menjawab semua informasi tentang tingkat pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Pendidikan yang diarahkan untuk melahirkan tenaga cerdas yang mampu bekerja dan tenaga kerja yang cerdas tidak dapat diukur hanya dengan tes belaka (Soedijarto, 1993:17). Untuk itu evaluasi harus mampu menjawab kecerdasan peserta didik sekaligus kemampuannya dalam bekerja. Sistem evaluasi yang lebih banyak berbentuk tes obyektif akan membuat peserta didik mengejar kemampuan kognitif dan bahkan dapat dicapai dengan cara mengafal saja. Artinya anak yang lulus ujian dalam bentuk tes obyektif belum berarti bahwa anak tersebut cerdas apalagi terampil bekerja, karena cukup dengan menghafal walaupun tidak mengerti maka dia dapat mengerjakan tes. Sebagai konsekuensinya harus dikembangkan sistem evaluasi yang dapat menjawab semua kemampuan yang dipelajari dan diperoleh selama mengikuti pendidikan. Selain itu pendidikan harus mampu membedakan antara anak yang mengikuti pendidikan dengan anak yang tidak mengikuti pendidikan. Dengan kata lain evaluasi tidak bisa dilakukan hanya pada saat tertentu, tetapi harus dilakukan secara komperehensif atau menyeluruh dengan beragam bentuk dan dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan (Soedijarto, 1993b:27-29).

Demikian pula yang dikemukakan McNeil (1977:134-135) dimana evaluasi harus mampu memberikan tiga informasi penting yaitu penempatan, mastery, dan diagnosis. Penempatan berkaitan dengan pada level belajar yang mana seorang anak dapat ditempatkan sehingga dapat menantang tetapi tidak frustasi. Mastery berkaitan dengan apakah anak sudah memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk menuju ke tingkat berikutnya. Diagnosis berkaitan dengan pada bagian mana yang dirasa sulit oleh anak.

Page 16: Pro Dan Kontra UAN

BAB III

PEMBAHASAN

III.1 Kontroversi Kebijakan UN

Pada penyelenggaraan UAN tahun ajaran 2003/2004, Koalisi Pendidikan menemukan berbagai penyimpangan, dari teknis hingga finansial. Pertama, teknik penyelenggaraan. Perlengkapan ujian tidak disediakan secara memadai. Misalnya, dalam mata pelajaran bahasa Inggris, salah satu kemampuan yang diujikan adalah listening. Supaya bisa menjawab soal dengan baik, peserta ujian memerlukan alat untuk mendengar (tape dan earphone). Pada prakteknya, penyelenggara ujian tidak memiliki persiapan peralatan penunjang yang baik.

   Kedua, pengawasan. Dalam penyelenggaraan ujian, pengawasan menjadi bagian penting dalam UAN untuk memastikan tidak terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh peserta. Fungsi pengawasan ini diserahkan kepada guru dengan sistem silang--pengawas tidak berasal dari sekolah yang bersangkutan, tapi dari sekolah lain. Tapi, pada kenyataannya, terjadi kerja sama antarguru untuk memudahkan atau memberi peluang siswa menyontek.

Kasus di beberapa sekolah, guru, terutama untuk mata pelajaran yang dibuat secara nasional seperti matematika, bahasa Inggris, atau ekonomi, dengan berbagai modus memberi kunci jawaban kepada siswa. Selain itu, pada tingkat penyelenggara pendidikan daerah seperti dinas pendidikan, usaha untuk menggelembungkan (mark-up) hasil ujian pun terjadi. Caranya dengan membuat tim untuk membetulkan jawaban-jawaban siswa.

Itu tadi sekitar kilas balik dari ujian akhir yang telah beberapa tahun ini dilaksanakan di Indonesia. Dan untuk tahun ajaran 2007/2008 para petinggi pendidikan mengeluarkan sebuah kebijakan bahwa yang menetapkan 6 mata pelajaran yang di UN-kan. Ini merupakn fenomena yang benar – benar memberatkan siswa karena pemerintah telah mengeluarkan kebijakan secara instan. Mungkin karena kebijakan pemerintah ini akan menambah daftar panjang kecurangan maupun penyimpangan dalam Ujian Akhir Nasional.

Namun , Program pemerintah ini apakah akan berhasil jika tahun 2006/2007 mulai diterapkan? Pemerintah tidaklah sendirian dalam perjuangan ini. Dari pemerintah pendidikan pusat sampai siswa adalah semua faktor untuk mendukung upaya ini. Terutama bagi para siswa , merekalah yang sebenarnya sangat berperan dalam upaya ini. dari hasil kelulusan merekalah keberhasilan program ini bisa dilihat.

Mayoritas para siswa sangat keberatan untuk menghadapi Ujian Nasional yang 6 Mata Pelajaran ini. Mereka semua menganggap bahwa Upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan meningkatkan standar kelulusan adalah satu cara instan yang salah . Pemerintah terlalu ngotot untuk memberlakukan aturan ini padahal kenyataanya sistim pendidikan di negeri kita ini masih banyak yang perlu diperbaiki. Salah satu kebijakan kontroversial adalah keputusan Mendiknas Nomor  017 Tahun 2003 mengenai Ujian Akhir Nasional (UAN). Kebijakan ini mendapat tantangan dari berbagai kalangan pendidik. Kalangan guru merasa dipotong haknya sebagai penentu kelulusan siswa. Selain itu siswa pun merasa hasil belajar mereka tidak dihargai karena penilaian hanya didasarkan pada nilai UAN. Meski hanya 3 mata pelajaran, tidak seperti Ebtanas yang bisa mencapai 7 mata pelajaran, kebijakan itu tetap saja menuai protes. Apalagi belakangan diketahui bahwa Depdiknas menggunakan tabel konversi untuk mengatrol nilai siswa yang rendah. Banyak

Page 17: Pro Dan Kontra UAN

yang menilai bahwa kebijakan UAN hanya cara mudah pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Dengan memuat standar nilai kelulusan, diharapkan tidak semua siswa bisa lulus dan mutu lulusan pun meningkat. Padahal dengan kondisi Indonesia yang sangat beragam, tidak mungkin membuat sebuah standar yang sama dari Sabang sampai Merauke.

III.2 Analisa Kebijakan UAN

Dalam pembahasan ini dijelaskan analisa kebijakan UAN yang bertentangan dengan UU Sisdiknas dan bentuk evaluasi di dalam pendidikan. Pertama, ada anggapan dari sebagian orang, terutama para pejabat Legislatif yang menganggap bahwa UAN bertentangan dengan UU Sisdiknas. Dimana Pemerintah telah mengambil kebijakan untuk menerapkan UAN sebagai salah satu bentuk evaluasi pendidikan. Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004 disebutkan bahwa tujuan UAN adalah untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik melalui pemberian tes pada siswa sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah lanjutan tingkat atas.

Begitu pula evaluasi dalam pendidikan seharusnya dapat memberikan gambaran tentang pencapaian tujuan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003. Evaluasi seharusnya mampu memberikan informasi tentang sejauh mana kesehatan peserta didik. Evaluasi harus mampu memberikan tiga informasi penting seperti yang dipaparkan oleh McNeil. Selain itu pula dalam evaluasi pendidikan diharapkan dapat memberikan informasi tentang keimanan dan ketakwaan peserta didik terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan juga dapat meningkatkan kreativitas, kemandirian dan sikap demokratis peserta didik

Dari paparan di atas, yang menjadi pertanyaan apakah mutu pendidikan dapat diukur dengan memberikan ujian akhir secara nasional di akhir tahun ajaran? Apalagi bila dihadapkan mutu pendidikan dari aspek sikap dan perilaku siswa, apakah bisa dilihat hanya pada saat sekejap di penghujung tahun? Mutu pendidikan pada tingkat nasional dapat dilihat dengan berbagai cara, tetapi pelaksanaan UAN sebagaimana yang dipraktekkan belum menjawab pertanyaan sejauh mana mutu pendidikan di Indonesia, apakah menurun atau meningkat dari tahun sebelumnya. Bahkan terdapat indikasi bahwa soal-soal UAN (yang dulu disebut Ebtanas) berbeda dari tahun ke tahun, dan seandainya hal ini benar maka akibatnya tidak bisa dibandingkannya hasil ujian antara tahun lalu dengan sekarang. Selain itu mutu pendidikan tidak mungkin diukur dengan hanya memberikan tes pada beberapa mata pelajaran ‘penting’ saja, apalagi dilaksanakan sekali di akhir tahun pelajaran. Mutu pendidikan terkait dengan semua mata pelajaran dan pembiasaan yang dipelajari dan ditanamkan di sekolah, bukan hanya pengetahuan kognitif saja. UAN tidak akan dapat menjawab pertanyaan seberapa jauh perkembangan anak didik dalam mengenal seni, olah raga, dan menyanyi. UAN tidak akan mampu melihat mutu pendidikan dari sisi percaya diri dan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat dan bersikap demokratis. Dengan kata lain, UAN tidak akan mampu menyediakan informasi yang cukup mengenai mutu pendidikan. Artinya tujuan yang diinginkan masih terlalu jauh untuk dicapai hanya dengan penyelenggaraan UAN.

Selain itu pula UAN yang dilakukan hanya dengan tes akhir pada beberapa mata pelajaran tidak mungkin memberikan informasi menyeluruh tentang perkembangan peserta didik sebelum dan setelah mengikuti pendidikan. Karena tes yang dilaksanakan di bagian akhir

Page 18: Pro Dan Kontra UAN

tahun pelajaran tidak dapat memberikan gambaran tentang perkembangan pendidikan peserta didik, tes tersebut tidak dapat memperhatikan proses belajar mengajar dalam keseharian karena tes tertulis tidak dapat melihat aspek sikap, semangat dan motivasi belajar anak selain itu pula tes di ujung tahun ajaran tidak dapat menyajikan keterampilan siswa yang sesungguhnya dan juga hasil tes tidak dapat menggambarkan kemampuan dan keterampilan anak selama mengikuti pelajaran. Oleh karena itu terjadi pertentangan antara tujuan yang ingin dicapai dengan bentuk ujian yang diterapkan, karena pengukuran hasil belajar tidak bisa diukur hanya dengan memberikan tes di akhir tahun ajaran saja.

Kedua, tujuan UAN yang lain dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004 adalah untuk mengukur mutu pendidikan dan mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten, sampai tingkat sekolah. Adalah ironis kalau UAN dipakai sebagai bentuk pertanggungjawaban penyenggaraan pendidikan, karena pendidikan merupakan satu kesatuan terpadu antara kognitif, afektif, dan psikomotor. Selain itu pendidikan juga bertujuan untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia, berbudi luhur, mandiri, cerdas, dan kreative yang semuanya itu tidak dapat dilihat hanya dengan penyelenggaraan UAN. Dengan kata lain, UAN belum memenuhi syarat untuk dipakai sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat.

Ketiga, jika dihubungkan dengan kurikulum, maka UAN juga tidak sejalan dengan salah satu prinsip yang dianut dalam pengembangan kurikulum yaitu diversifikasi kurikulum. Artinya bahwa pelaksanaan kurikulum disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing. Kondisi sekolah di Jakarta dan kota-kota besar tidak bisa disamakan dengan kondisi sekolah-sekolah di daerah perkampungan, apalagi di daerah terpencil. Kondisi yang jauh berbeda mengakibatkan proses belajar mengajar juga berbeda. Sekolah di lingkungan kota relatif lebih baik karena sarana dan prasana lebih lengkap. Tetapi di daerah-daerah pelosok keberadaan sarana dan prasarana serba terbatas, bahkan kadang jumlah guru pun kurang dan yang ada pun tidak kualified akibat ketiadaan. Kebijakan penerapan UAN dengan standar yang sama untuk semua sekolah di Indonesia telah melanggar prinsip tersebut dan mengakibatkan ketidakadilan bagi peserta didik yang tentu saja hasilnya akan jauh berbeda, sedangkan kebijakan yang diambil adalah menyamakan mereka.

Keempat, pelaksanaan UAN hanya pada beberapa mata pelajaran yang dianggap “penting” juga memiliki permasalahan tersendiri. Sekarang yang terjadi orang akan beranggapan hanya matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris dan IPA yang merupakan mata pelajaran penting. Sedangkan ada diantara kita anak-anak yang memiliki bakat untuk melukis atau olahraga, mereka akan meragukan bahwa pelajaran tersebut merupakan pelajaran penting bagi dia. Sehingga bakat tersebut akan terkubur dengan sendirinya karena yang ada di benak mereka adalah bagaimana mereka bisa lulus dalam UAN tersebut. Dengan demikian pelaksanaan UAN hanya pada beberapa mata pelajaran akan mendorong guru untuk cenderung mengajarkan hanya mata pelajaran tersebut, karena yang lain tidak akan dilakukan ujian nasional. Hal ini dapat berakibat terkesampingnya mata pelajaran lain, padahal tidak semua anak senang pada mata pelajaran yang diujikan. Akibat dari kondisi ini adalah terjadi peremehan terhadap mata pelajaran yang tidak dilakukan pengujian.

Kelima, tingkat kreativitas guru empat mata pelajaran tersebut akan terkekang karena dikejar target untuk menyelesaikan materi. Selain itu pula metode pembelajaran yang seharusnya

Page 19: Pro Dan Kontra UAN

bisa disajikan secara menarik dan dikembangkan sesuai dengan implementasi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari tergantikan dengan metode drill latihan soal dan peserta didik hanya “dicekoki” dengan bagaimana dapat menjawab soal-soal pada empat mata pelajaran tersebut.

Keenam, beberapa orang berpendapat bahwa UAN bertentangan dengan kebijakan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Hal ini dapat dipahami sebagai berikut. Kebijakan UAN dilaksanakan bersamaan dengan dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah. Selain itu pada saat yang sama juga dikenalkan kebijakan otonomi sekolah melalui manajemen berbasis sekolah. Evaluasi sudah seharusnya menjadi hak dan tanggung jawab daerah termasuk sekolah, tetapi pelaksanaan UAN telah membuat otonomi sekolah menjadi terkurangi karena sekolah harus tetap mengikuti kebijakan UAN yang diatur dari pusat. Selain itu UAN berfungsi untuk menentukan kelulusan siswa. Padahal pendidikan merupakan salah satu bidang yang diotonomikan, kecuali sistem dan perencanaan pendidikan yang diatur secara nasional termasuk kurikulum. Di sisi lain, dengan adanya kebijakan otonomi sekolah yang berhak meluluskan siswa adalah sekolah melalui kebijakan manajemen berbasis sekolah. UAN telah dijadikan alat untuk “menghakim” siswa, tetapi dengan cara yang tanggung karena dengan memberikan batasan nilai minimal 4.25. Dengan menetapkan nilai serendah itu, maka berarti bahwa standar mutu pendidikan di Indonesia memang ditetapkan sangat rendah. Kalau direnungkan, apa arti nilai 4 pada suatu ujian. Nilai 4 dapat diartikan hanya 40% dari seluruh soal yang diujikan dikuasai, padahal secara umum pada bagian lain diakui bahwa nilai yang dapat diterima untuk dinyatakan cukup atau baik adalah di atas 6. Dengan kata lain, UAN selain menetapkan standar mutu pendidikan yang sangat rendah telah “menghakimi” semua siswa tanpa melihat latar belakang, situasi, kondisi, sarana dan prasarana serta proses belajar mengajar yang dialami terutama siswa di daerah pedesaan.

III.3 Evaluasi Pendidikan Seharusnya dan Meluruskan Kebijakan

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa UAN banyak bertentangan dengan evaluasi pendidikan bahkan dengan tujuannya sendiri, sehingga sulit dipertahankan. Seandainya Pemerintah tetap memilih untuk mempertahankan UAN maka selama itu perdebatan dan ketidakadilan akan terjadi di dunia pendidikan karena memperlakukan tes yang sama kepada semua anak Indonesia yang kondisinya diakui berbeda-beda. Selain itu salah satu prinsip pendidikan adalah berpusat pada anak, artinya pendidikan harus mampu mengembangkan potensi yang dimiliki anak. Memperlakukan semua anak dengan memberikan UAN sama artinya menganggap semua anak berpotensi sama untuk menguasai mata pelajaran yang diujikan, padahal kenyataannya berbeda.

Sebaiknya, evaluasi sepenuhnya diserahkan kepada sekolah. Sistem penerimaan siswa pada jenjang berikutnya dilakukan dengan cara diberikan tes masuk oleh sekolah masing-masing. Dengan cara demikian, maka setiap sekolah akan menetapkan standar sendiri melalui tes masuk yang dipakai. Sekolah yang berkualitas akan memiliki tes masuk yang relevan, dan sekolah yang kurang bermutu akan ditinggalkan masyarakat. Selain itu sekolah yang menghasilkan lulusan yang tidak bisa menerobos ke sekolah berikutnya juga akan ditinggalkan masyarakat. Dengan demikian akan terjadi persaingan sehat antar sekolah dalam menghasilkan lulusan yang terbaik dalam arti dapat melanjutkan ke sekolah berikutnya. Sistem penerimaan dengan mengacu pada UAN akan berakibat pada manipulasi data, bahkan

Page 20: Pro Dan Kontra UAN

membuka peluang terjadinya kecurangan. Pada umumnya sekolah berlomba-lomba untuk meluluskan siswa-siswanya dengan cara memberikan nilai kelulusan yang tinggi. Tetapi dengan adanya tes masuk pada sekolah berikutnya (kecuali masuk SLTP harus lanjut karena masih dalam cakupan wajib belajar), maka sekolah akan berlomba untuk membuat siswanya disamping lulus juga diterima di sekolah berikutnya. Selain itu sistem evaluasi yang diserahkan sepenuhnya ke sekolah juga diperlukan pedoman atau petunjuk teknis. Pedoman untuk melakukan evaluasi tetap diperlukan dalam memberikan petunjuk bagi guru agar dalam melakukan evaluasi tetap mengacu kepada kaedah-kaedah evaluasi yang berlaku secara umum.

Apabila UAN tetap dipertahankan maka tujuan dan pelaksanaannya harus dimodifikasi dimana UAN bukan bertujuan untuk menentukan kelulusan siswa tetapi dipakai sebagai pengendalian mutu pendidikan. Artinya UAN tidak perlu dikaitkan dengan kelulusan siswa, tetapi untuk mengetahui perkembangan pendidikan pada umumnya. Dengan tujuan ini maka standar nilai UAN haruslah minimal 6 sebagaimana pada umumnya dan hanya berpengaruh pada kredibilitas sekolah. Bila suatu evaluasi mengacu pada hal tersebut di atas maka UAN bukanlah suatu kebijakan yang patut dipertentangkan lagi.

Oleh karena itu agar didapat suatu kebijakan nasional yang utuh tentang sistem penilaian pendidikan maka pemerintah dapat melakukan langkah perumusan ulang kebijakan UAN dan sistem penilaian tersebut secara komprehensif dengan melakukan pelurusan kebijakan-kebijakan tersebut. Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh antara lain pembentukan Tim Perumusan Kebijakan Nasional tentang Penilaian Pendidikan. Tim ini bisa dibentuk oleh Depdiknas yang BSNP menjadi leading sectornya dan anggotanya bisa berasal dari elemen-elemen masyarakat pendidikan, termasuk juga DPR Komisi Pendidikan, para pakar pendidikan, organisasi profesi independen seperti PGRI, LSM pendidikan dan sebagainya. Kemudian tim tersebut dapat melakukan evaluasi dan kajian terhadap semua kebijakan yang terkait dengan penilaian pendidikan di negeri ini misalnya dengan melakukan studi banding ke negara lain untuk mencari model yang sesuai dengan Indonesia dan kemudian merumuskannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta melaporkan hasil kerjanya kepada Pemerintah. Hasil dari kegiatan kajian tersebut akan menghasilkan butir-butir rekomendasi yang harus dilaksanakan oleh pemerintah dalam bidang penilaian pendidikan. Adapun kajian-kajian yang dilakukan tersebut dapat berupa substansi seperti :

1. Pelaksana tugas penilaian, seperti penilaian formatif, sumatif dan ujian akhir serta berbagai jenis penilaian lainnya dari tinggkat dasar sampai perguruan tinggi

2. Pengembangan model-model ujian akhir, penentu kelulusan atau tamat sampai dengan kemungkinan menggunakan ujian akhir online (online assessment) perlu diantisipasi dalam era teknologi informasi.

3. Bentuk-bentuk laporan pendidikan seperti rapor, sistem peringkat, sistem pemberian skor atau nilai.

4. Apakah diperlukan adanya standar kelulusan sebagimana telah ditetapkan dalam PP tentang Standar Nasional Pendidikan?

5. Dan masih banyak yang lainnya yang perlu dikaji secara mendalam.

Page 21: Pro Dan Kontra UAN

Proses kajian dan evaluasi tersebut akan menghasilkan rekomendasi yang akan menjadi pegangan utama pemerintah untuk merumuskan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).

Terakhir, pemerintah mengeluarkan PP atau setidaknya Peraturan Menteri tentang sistem penilaian pendidikan tersebut, untuk kemudian dilaksanakan dimana PP ini secara komprehensif akan mengatur tentang hal-hal sampai yang terkecil. Setelah PP dapat diterbitkan maka kebijakan itu harus dilaksanakan secara konsekuen dan konsisten.

Page 22: Pro Dan Kontra UAN

BAB IV

PENUTUP

IV.1 Kesimpulan

Begitu banyak pertentangan tentang kebijakan UAN dengan model evaluasi pendidikan yang seharusnya, tujuan pendidikan nasional maupun dengan tujuan UAN itu sendiri. Dimana kebijakan UAN kontra produktif bagi pendidikan nasional dan tujuan yang ingin dicapai menjadi gagal total bahkan hanya menimbulkan masalah baru. Kecurangan sistematik tidak hanya mengaburkan pemetaan mengenai kondisi pendidikan nasional tapi juga berdampak buruk bagi guru dan murid dan juga kreativitas murid terkungkung karena perhatian dan porsi pembelajaran lebih besar pada mata pelajaran pilihan pemerintah. Padahal tujuan pendidikan sesungguhnya adalah membentuk manusia cerdas, penuh kreativitas dan mandiri serta dapat mengatasi segala persoalan yang dihadapi.

Oleh karena itu pemerintah harus mengkaji ulang tentang kebijakan UAN ini atau memberikan kepercayaan kepada tim agar dapat melakukan kegiatannya secara optimal. Dengan cara demikian maka perumusan kebijakan nasional pendidikan akan berjalan sesuai dengan aspirasi masyarakat dan menghasilkan kebijakan yang tepat bagi perkembangan bangsa dan Negara di masa mendatang.

IV.2 Rekomendasi dan Saran

Pemerintah Perlu mengevaluasi kebijakan UN/UAN agar sesuai dengan tujuan pendidikan dan kondisi masyarakat Indonesia yang beragam sehingga standarisasi pendidikan tidak lagi bersifat diskriminatif.

Pada makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan. Oleh sebab itu diharapkan ada penelitian lanjutan tentang kajian ini.

Page 23: Pro Dan Kontra UAN

DAFTAR PUSTAKA

Detik.com

Gunawan, Ary H. 1986. Kebijakan-kebijakan Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, Jakarta: Bina Aksara.

Harti, Yuli. Masih Perlukah Ujian Nasional?. Dalam http://guruvalah.20m.com/kontoversi_ujian_nasional.html . diakses  09/05/2011 08.15

Kompas.com

Koran Kompas, April-Mei 2011

Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Miaso, Yusufhadi. 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Rachmawati, Rina. 2008.  Rp 90 Miliar untuk Program SMP Terbuka, Jakarta:(http://www.tempointeraktif.com . Diakses tanggal 10 Mei 2011)

Sudrajat, Akhmad. Seputar Pro-Kontra Kebijakan Ujian Nasional. Dalamhttp://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/11/28/seputar-pro-kontra-kebijakan-ujian-nasional/ . diakses  09/05/2011 08.41

Siahaan, Sudirman. 2008. Perkembangan Siaran Televisi Pendidikan, Jakarta.

Tabrani, A. Rusyan, dkk. 1988. Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran, Bandung:Remadja Karya CV.

UNSRI Jurnal: Landasan Kebijakan Pemerintah dalam Teknologi Pendidikanhttp://blog.unsri.ac.id/userfiles/tUGAS%20PAK%20FUAD%201(1).doc  diakses  09/05/2011 08.15

Wardoyo, Cipto. Anomali Kebijakan UN. Dalam http://edukasi.kompasiana.com/2010/04/26/anomali-kebijakan-un/ . diakses  09/05/2011 08.23

Page 24: Pro Dan Kontra UAN

MAKALAH PRO KONTRA UJIAN NASIONAL DI INDONESIA

PRO KONTRA UJIAN NASIONAL DI INDONESIA

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Ujian Akhir Semester Pada Mata Kuliah TPKI Dosen Pembimbing : Mulyawan S. Nugraha, M. Ag. M.Pd 

Disusun Oleh : 

MARYAH ULFAH NIM : 0891.01.1060 SEMESTER III B 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SUKABUMI Jl. Veteran I No. 36 Telp. (0266) 225 464 Suakbumi 43111 TAHUN 2010 M / 1431 H BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 

Pro kontra dalam Ujian Nasional terjadi disebabkan rasa kecewa masyarakat yang menilai pemerintah tidak konsisten, karena dengan Ujian Nasional tetap dijadikan sebagai factor penentu kelulusan siswa ketimbang sarana pemetaan standar mutu pendididkan di Indonesia.Dari tahun ke tahun standar kelulusan terus meningkat belum diimbangi dengan pemerataan

Page 25: Pro Dan Kontra UAN

fasilitas pendidikan di beberapa daerah secara tidak langsung membuat siswa mengalami kesulitan untuk memenuhi target yang ada. Sehingga tidak sedikit siswa terpaksa harus mengulang, disebabkan nilainya kurang memenuhi standar.Angka kelulusan dalam Ujian Nasional ditetapkan sejak tahun 2004 lalu, tingkat SMP/MTS, SMA/MA, dan SMK yaitu nilai rata-rata pada Ujian Nasional sebesar 4,0. tahun 2005 menjadi 4,25, tahun 2006 4,50, tahun 2007 naik menjadi 5,0, tahun 2008 sebesar 5,25 dan tahun 2009 angka kelulusan Ujian Nasional yakni 5,5.Angka kelulusan siswa terus dinaikkan dari tahun ke tahun berikutnya, tidak akan menjadi persoalan jika hasil evaluasi Ujian Nasional diumumkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ditindaklanjuti dengan memberikan perlakuan khusus bagi daerah-daerah yang diketahui dari hasi Ujian Nasional tersebut memiliki nilai kelulusan rata-rata rendah.Gerakan adanya penolakan terhadap pelaksanaan Ujian Nasional secara gencar berlangsung sejak lim tahun terakhir seiring munculnya kebijakan pemerintah untuk menjadikan evaluasi tahap akhir siswa yang sebelumnya sempat diserahkan kepada pihak sekolah kembali diberlakukan secara nasional.Berbagai upaya dilakukan untuk menolak pelaksanaan Ujian Nasional sebagai standar kelulusan nasional, diantaranya gugatan warga negaranya sendiri.Mendiknas (Menteri Pendidikan Nasional) Mohammad Nuh mengakui terjadinya pro dan kontra dalam pelaksanaan Ujian Nasional. Perdebatan ini diakuinya tidak akan pernah rampung, karena bukan masalah boleh ataupun tidak boleh Ujian Nasional dilaksanakan, tetapi bagaimana kualitas pelaksanaan Ujian Nasional ditingkatkan. “Tujuan penyelenggaraan Ujian Nasional tidak perlu diperdebatkan dan dipertentangkan lagi terutama terkait penentu kelulusan atau standar nasional,” ujarnya.Pemerintah akan tetap memberlakukan kebijakan tersebut dari kemajuan dunia pendidikan. Mohammad Nuh juga mengatakan salah satu komitmen Depdiknas adalah untuk membangun anak didik yang berkarakter, berkepribadian, dan berbudaya unggul. Untuk itu, orientasi pendididkan yang dilaksanakan tidak hanya mengukur hasil kegiatan belajar mengajar dari segi kuantitatif, tetapi juga kualitatif.Oleh karena itu, ada beberapa pertimbangan penulis melihat kenyataan pada era ini, perkembangan pendidikan di kalangan masyarakat umumnya mengenai Ujian Nasional banyak pro kontra dari berbagai kalangan masyarakat.Berdasarkan pertimbangan di atas penulis merasa tertarik untuk membuat makalah ini dengan memilih judul : “ PRO KONTRA UJIAN NASIONAL DI INDONESIA”. 

B. Rumusan MasalahDi dalam pembuatan makalah ini penulis mengambil sebuah judul “PRO KONTRA UJIAN NASIONAL DI INDONESIA”. Dengan orientasi untuk memberikan gambaran umum dari seputar dunia pendidikan di Indonesia itu sangat luas maka penulis batasi dengan pembatasan sebagai berikut:1) Bagaimana pengertian Ujian Nasional ?2) Bagaimana peran dan fungsi Ujian Nasional?3) Bagaimana jika Ujian Nasional menjadi salah satu kebutuhan?4) Bagaimana dampak negatif dari Ujian Nasional?5) Bagaimana solusi dari Ujian Nasional?C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan utama penulisan pembuatan makalah ini ialah sebagai berikut :

Page 26: Pro Dan Kontra UAN

1) Untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Akhir Semester mata kuliah Teknik Penulisan Karya Ilmiah (TPKI).2) Untuk mencoba kemampuan penulis sendiri membuat makalah dan untuk memperoleh pengalaman.3) Untuk memberikan gambaran tentang Ujian Nasional di Indonesia D. Langkah-langkah Penulisan BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang MasalahB. Rumusan Masalah C. Tujuan Penulisan D. Langkah-langkah Penulisan (sistematika)BAB II PEMBAHASANA. Pengertian Ujian NasionalB. Peran dan Fungsi Ujian NasionalC. Ujian Nasional Salah Satu KebutuhanD. Dampak Negatif Ujian NasionalE. Solusi Dari Ujian NasionalBAB III PENUTUP A. Simpulan B. Saran-saranBAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian Ujian NasionalPada era globalisasi ini, semua negara berkompetisi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Tingkat pendidikan penduduk sering dijadikan indikator kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu, peningkatan kualitas pendidikan harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan.Yang dimaksud dengan penentuan standar pendidikan adalah penentuan nilai batas (cut off score). Seseorang dikatakan lulus atau kompeten bila telah melewati nilai batas tersebut berupa nilai batas antara peserta didik yang sudah menguasai kompetensi tertentu dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi tertentu. Bila itu terjadi pada Ujian Nasional atau sekolah maka nilai batas berfungsi untuk memisahkan antara peserta didik yang lulus dan yang tidak lulus disebut batas kelulusan. Kegiatan penentuan batas kelulusan disebut standard setting.Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003, pada bab XVI pasal 57 sampai dengan 59 tentang evaluasi menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa bahwa evaluasi dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan dan proses pemantauan evaluasi tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan. Manfaat standard setting ujian akhir, diantaranya:1) Adanya batasan kelulusan setiap mata pelajaran sesuai dengan tuntutan kompetensi minimum.2) Adanya standar yang sama untuk setiap mata pelajaran sebagai standar minimum

Page 27: Pro Dan Kontra UAN

pencapaian kompetensi.

B. Peran dan Fungsi Ujian NasionalDi antara berita masalah hukum yang belum berkeadilan, masih ada berita masalah pendidikan yang juga tak kalah seru. Ujian nasional akan dimajukan waktunya, dan sungguh sangat mengejutkan Bila sampai mereka mogok, maka akan sengsaralah para guru, apalagi buat mereka yang belum dinyatakan lulus sertifikasi guru. Sudah lulus saja masih bermasalah, apalagi belum lulus sertifikasi pastilah ada banyak masalah, khususnya masalah isi kantong yang belum menyebar merata ke semua guru. Itulah yang saya baca dari koran kompas cetak bagian opini hari ini, Jum’at 20 November 2009.Masalah pendidikan memang masalah pelik, dan tidak semua orang bisa memahaminya dengan cara-cara yang bijaksana. Tentu dari kebijakan menteri pendidikan nasional yang baru, kita berharap ada terobosan yang berbeda dari menteri pendahulunya. Perbedaan itu misalnya berani menghapus Ujian Nasional karena Ujian Nasional mematikan kreatifitas siswa dan guru. Ujian Nasional hanya melatih siswa menjawab soal-soal pilihan ganda dan semua soal Ujian Nasional itu bisa di drill dengan latihan soal-soal terus menerus. Bagi mereka yang mempunyai uang banyak mungkin tak ada kesulitan dalam memberikan materi tambahan, tetapi bagi mereka yang tak punya uang, maka harus belajar ekstra keras berlatih soal-soal. Untuk bisa mengerjakan soal-soal Ujian Nasional, anda tak perlu sekolah, cukup masuk bimbingan belajar (bimbel) selama beberapa bulan, dijamin anda pasti lulus. Bila tak lulus, janji mereka, uang kembali 100 %. Ujian Nasional tidaklah cocok dijadikan penentu kelulusan siswa. Sebab, masih banyak ukuran kelulusan yang bisa dilakukan, misalnya dengan sistem tes masuk perguruan tinggi, sehingga bila ada peserta didik yang ingin melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, maka peserta didik itu harus ikut tes sesuai dengan jenjang yang akan dimasukinya. Seleksi tes perguruan tinggi tak melihat nilai siswa, tetapi kemampuan siswa. Mereka yang tak lolos tes, otomatis akan terlibas oleh mereka yang lulus tes.Selain masalah Ujian Nasional, ada masalah sertifikasi guru yang belum tuntas dan masih terus dievaluasi. Pelaksanaan sertifikasi guru memang belum menyenangkan semua pihak. Guru diibaratkan seperti kelinci percobaan dari para penentu kebijakan yang sebenarnya kebijakan ini dipaksakan. Satu sisi jelas guru harus disertifikasi untuk meningkatkan profesionalisme mereka, tetapi di sisi lain masalahnya adalah banyak guru yang kurang bersabar dalam menunggu giliran sesuai dengan jenjang kepangkatannya, dan kurang bersyukur dengan apa yang telah didapatkan, sehingga banyak kita lihat guru yang sudah tersertifikasi justru mengalami penurunan kinerja. Akhirnya Ujian Nasional dan sertifikasi adalah masalah yang memusingkan menteri, dan kita doakan beliau mampu mengatasinya dengan kebijakan yang “smart” . Berlaku adil dan menyenangkan semua pihak. Kita pun berharap guru semakin bermartabat. Guru di sekolah mampu menjalankan tugasnya dengan baik, dan dosen di perguruan tinggi tidak terlalu asyik mengerjakan tugasnya di luar, untuk mencari tambahan penghasilan sehingga banyak mahasiswa yang tidak terbina dengan baik.Semoga saja kita bisa memberikan dorongan positif agar pelaksanakan Ujian Nasional dan sertifikasi ini berjalan sesuai dengan harapan semua pihak. Tidak 100 % mungkin memang, tetapi setidaknya masalah pendidikan di negeri ini terselesaikan dengan tepat dan cepat.Fungsi Ujian Nasional SMA, SMK, dan MA sebagai bahan pertimbangan untuk masuk ke

Page 28: Pro Dan Kontra UAN

perguruan tinggi negeri. Fungsi evaluasi nasional tidak lagi merupakan syarat kelulusan tetapi terutama adalah untuk mengevaluasi sampai di mana pencapaian mutu pendidikan, baik secara kewilayahan maupun nasional.

C. Ujian Nasional Sebagai KebutuhanIndonesia sudah mengalami beberapa kali perombakan berkenaan dengan sistem yang digunakan dalam bidang pendidikan. Yang terakhir kurikulum yang digunakan dalam sistem pendidikan nasional disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang secara substansi dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh tiap satuan pendidikan dengan memasukkan pendidikan berbasis budaya lokal. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan kurikulum antara sekolah yang berada di wilayah A dengan sekolah yang berada di wilayah B. Karena karakteristik suatu wilayah pasti berbeda sesuai dengan topografi dan kondisi budayanya.Untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa, dilakukan penilaian secara sistematis. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan, penilaian dilakukan oleh pendidik secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Satuan pendidikan atau sekolah juga harus melakukan penilaian kepada siswa untuk menilai pencapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) semua mata pelajaran melalui ujian sekolah. Namun selain penilaian dari kedua pihak tersebut adalagi penilaian yang dilakukan oleh pemerintah untuk menilai kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu kelompok mata pelajaran iptek melalui Ujian Nasional. Ujian Nasional Bukan Representasi Pencapaian Kompetensi Siswa.Pertanyaan yang boleh diajukan adalah perlukah Ujian Nasional dilakukan untuk mengetahui penguasaan kompetensi lulusan? Padahal guru dan sekolah sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh dalam proses pembelajaran pun sudah melakukan penilaian yang menurut hemat saya sudah sangat representatif untuk mengetahui kompetensi siswa, bahkan hasilnya lebih valid dalam menggambarkan pencapaian belajar siswa karena dilakukan secara berkesinambungan dan disesuaikan dengan kurikulum sebagai perencanaan pembelajaran siswa.Permasalahan lain yang timbul dalam pelaksanaan Ujian Nasional adalah banyaknya praktek kecurangan, mulai dari joki jawaban ujian sampai dengan mark up nilai ujian nasional. Tuntutan nilai ketuntasan minimum yang semakin tinggi adalah salah satu indikasi penyebab praktek kecurangan dalam Ujian Nasional.Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 66 menyebutkan bahwa Ujian Nasional adalah salah satu bentuk penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pemerintah, bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi. Hal ini sedikit berbeda dengan penilaian hasil belajar di perguruan tinggi, yang proses penilaiannya hanya dilakukan oleh pendidik dan satuan pendidikan (perguruan tinggi) yang bersangkutan. Jika pada perguruan tinggi saja penilaian bisa dilakukan oleh dosen dan perguruan tinggi yang bersangkutan saja, maka tidak akan ada masalah berarti jika saja Ujian Nasional dihapuskan, karena pada tingkatan perguruan tinggi pun penilaian yang dilakukan oleh pendidik dan perguruan tinggi yang bersangkutan sudah representatif untuk mengetahui penguasaan kompetensi lulusan.

Page 29: Pro Dan Kontra UAN

Kalau pemerintah mengatakan bahwa hasil Ujian Nasional dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam seleksi penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi, maka hal itu bisa dinegasikan karena perguruan tinggi bisa melakukan penerimaan mahasiswa baru melalui seleksi ujian masuk perguruan tinggi. Penerimaan mahasiswa dengan jalur khusus pun masih bisa menggunakan nilai hasil ujian akhir sekolah dan raport, karena hasil ujian akhir sekolah dan raport juga sudah memenuhi standar kompetensi lulusan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Artinya alasan apapun yang menjadi pertimbangan agar Ujian Nasional tetap digunakan sebagai alat penilaian hasil belajar atau sebagai alat untuk mengukur tingkat penguasaan kompetensi lulusan secara nasional bisa terbantahkan.Untuk melakukan pemetaan mutu pendidikan secara nasional, pemerintah pusat bisa berkoordinasi dengan pemerintah daerah, karena satuan pendidikan (sekolah) biasanya melakukan pelaporan hasil belajar siswa secara berkala kepada dinas pendidikan yang menaungi sekolah tersebut. Selain itu pemerintah pusat punya badan khusus yang disebut dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yaitu badan mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan. Standar nasional pendidikan yang ditetapkan BSNP yang terdiri dari standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan adalah acuan bersama satuan pendidikan dalam mengelola proses pembelajarannya.Untuk mensinergiskan pencapaian minimal profesionalitas pendidikan mungkin keberadaan badan bagian dari pemerintah yang capable dalam memformulasikan standar minimal secara nasional seperti BSNP diakui sangat dibutuhkan. Namun formulasi yang dilakukan hendaknya secara konsep dan teori adalah sebagai acuan pelaksanaan pembelajaran oleh satuan pendidikan. Pelaksanaannya dikembalikan lagi ke satuan pendidikan, disesuaikan dengan sejauh mana pemerintah daerah tempat satuan pendidikan tersebut bernaung dalam memberikan dan meningkatkan fasilitas yang layak untuk proses pembelajaran.Kondisi daerah yang berbeda pastinya memberikan pengaruh terhadap satuan pendidikan yang dinaunginya. Alhasil ini pun berdampak pada hasil belajar siswa yang berada di daerah tersebut. Ujian Nasional dengan standar nilai minimal yang sama tidak memungkinkan digunakan karena kondisi tiap daerah tidak sama, ada yang pendapatan daerahnya tinggi sehingga fasilitas belajarnya lengkap dan menunjang pembelajaran siswa dan tidak dinafikan pula masih banyak daerah tertinggal di negeri ini yang tentunya hanya memenuhi kebutuhan fasilitas belajar satuan pendidikan di daerahnya seadanya atau bahkan jauh dari standar nasional yang sudah ditetapkan.

D. Dampak Negatif Ujian NasionalPerhelatan rutin tahunan Ujian Nasional telah usai. Sebagai sebuah kebijakan pemerintah Ujian Nasional jelas ada sisi positif (manfaat) dan juga ada sisi negatifnya (madharat). Untuk kasus Ujian Nasional, manfaatnya jelas ada, dampak/ekses negatif dari Ujian Nasional itu jauh lebih besar dibanding dengan manfaatnya. Tulisan ini sengaja hanya akan mencoba menguak dampak negatif dari pelaksanaan Ujian Nasional dengan sistem yang ada sekarang. Bukankah Ujian Nasional yang sungguh telah menghabiskan dana negara atau uang rakyat yang sangat banyak itu, langsung maupun tidak langsung, sebenarnya telah meninggalkan efek negatif terhadap masyarakat di dalam mempersepsi keberadaan pendidikan nasional?. Dampak negatif dari sistem Ujian Nasional yang ada sekarang ini adalah bergesernya

Page 30: Pro Dan Kontra UAN

paradigma (wijhat al- Nadzar) bagi para praktisi pendidikan, peserta didik dan wali pseserta didik.Pertama, konstruk berfikir para kepala sekolah / madrasah dan guru tentang hakekat atau substansi dari kegiatan pendidikan sekarang ini hanyalah sebatas mengantarkan para peserta didik untuk lulus Ujian Nasional saja. Akibatnya, tentang bagaimana mengantarkan peserta didik untuk menjadi anak yang cerdas sebagaimana dirumuskan dalam tujuan utama pendidikan nasional, tidak pernah terpikirkan secara sistemik. Karena yang penting bagaimana para peserta didik itu siap berlaga dalam Ujian Nasional yang hanya terdiri dari tiga mata pelajaran tersebut.Kedua, dampak Ujian Nasional bagi peserta didik adalah timbulnya pemahaman yang keliru terhadap makna bejalar di sekolah/madrasah. Tujuan study (belajar) yang mestinya dalam rangka mencari ilmu (thalab al- ‘ilmi), kecerdasan dan akhlak yang mulia (akhlak al-Karimah) berubah menjadi sekedar meraih kelulusan Ujian Nasional untuk tiga mata pelajaran Ujian Nasional. Akibatnya, mata pelajaran yang tidak di Ujian Nasional kan akhirnya menjadi dinomorduakan, termasuk gurunya. Kondisi demikian ini masih diperparah oleh sistem pelaksanaan Ujian Nasionalnya tidak jujur. Setiap kali ada pelaksanaan Ujian Nasional hampir pasti muncul aroma yang cukup tajam bahwa ada beberapa sekolah/madrasah yang dalam pelaksanaan Ujian Nasionalnya tidak fair-play alias tidak jujur. Artinya, dalam pelaksanaan Ujian Nasional di tingkat sekolah/madrasah itu panitianya dan tentu dengan “restu” kepalanya secara langsung atau tidak langsung membantu siswa supaya lulus Ujian Nasional, misalnya dengan cara memberi kunci jawaban kepada peserta Ujian Nasional, dan juga bisa dengan cara menggunakan siswa pandai untuk “dicontoh” oleh peserta didik yang memang lemah.Sebenarnya untuk mendeteksi sebuah sekolah/madrasah bertindak curang atau tidak itu tidak terlalu sulit, di antaranya menanyakan kepada para peserta didik yang baru saja menyelesaikan belajarnya (tamat). Dari informasi tersebut dapat diketahui bahwa sebuah sekolah/madrasah itu melakukan curang/ tidak. Di samping itu, di dunia pendidikan kita sekarang ini muncul “keanehan-keanehan”. Pertanyaannya adalah “ada apa denganmu panitia Ujian Nasional di tingkat sekolah/madrasah?” Sekolah/madrasah yang dalam pelaksanaan Ujian Nasionalnya itu tidak jujur dan tidak fair-play, sebenarnya lembaga pendidikan tersebut telah melakukan “kejahatan intelektual” secara berjama’ah. Siapa yang paling berdosa, tidak lain adalah panitia Ujian Nasional di tingkat sekolah/madrasah yang tentu saja “dikomandani” oleh kepala sekolah/kepala madrasahnya. Dengan melakukan kecurangan, berarti telah menafikan nilai-nilai akademis dari sebuah kegiatan pendidikan yaitu kejujuran (fairness) dan obyektifitas (objectivity) itu sendiri. Kalau dalam wilayah ilmu itu tidak jujur, jelas itu merupakan bentuk “kejahatan intelektual”. Bagi sekolah/madrasah yang dalam pelaksanaan Ujian Nasionalnya curang, maka akan berdampak pada peserta didik di kelas bawahnya yang tahun berikutnya akan melaksanakan Ujian Nasional. Mereka para adik kelas yang mwngetahui bahwa kakak kelas dalam Ujian Nasionalnya itu dibantu oleh guru, maka jelas mereka akan “ogah-ogahan” dalam belajar karena mereka tahu bahwa nanti pada saat UJian Nasional pasti akan dibabntu oleh guru sebagaimana kakak kelasnya dulu.Ketiga, dampak negatif terhadap wali peserta didik adalah bahwa sekarang ini sudah banyak wali peserta didik yang beranggapan bahwa yang namanya sukses pendidikan anaknya yaitu apabila anaknya lulus Ujian Nasional. Degan demikian para wali peserta didik sudah tidak lagi memperdulikan apakah anaknya itu akhlak/kelakuannya baik atau tidak, menjadi tambah mandiri, berwawasan luas, kretaif dan inovatif atau tidak?. Yang penting apabila sudah lulus

Page 31: Pro Dan Kontra UAN

Ujian Nasional berarti sudah berhasil. Konsekuensi asumsi yang demikian adalah wali peserta didik kemudian menjadi kurang respek terhadap pengawasan dan pendampingan belajar anaknya. Orang tua baru akan peduli terhadap belajar anaknya ketika Ujian Nasional sudah dekat, sementara untuk saat-saat di luar menjelang Ujian Nasional, anak tidak pernah dimotivasi untuk belajar secata continue.Di samping apa yang telah diuraikan di atas, sebenarnya dampak negatif dari sistem Ujian Nasional yang ada sekarang ini juga melanda ke lembaga-lembaga /para pengelola pendidikan non pemerintah. Harus diingat bahwa para pengelola lembaga pendidikan non-pemerintah dalam membangun gedung/ RKB dan pengadaan fasilitas pendidikan yang lain itu, dananya berasal dari hutang bank. Kemudian guru dan karyawannya 100% swasta .Mereka berkewajiban “mencicil” tiap bulan ke Bank dan membayar guru/karyawan tiap bulan. Coba apa yang bakal terjadi apabila sekolah tersebut banyak yang tidak lulus?. Dengan demikian lembaga-lembaga pendidikan non pemerintah yang kondisinya demikian penulis yakin akan berusaha dengan “cara apapun” yang penting para siswanya harus lulus Ujian Nasional. Sebab, kalau sampai terjadi banyak yang tidak lulus Ujian Nasional akan dapat berakibat fatal dan bahkan bisa terjadi “kiamat” di lembaga pendidikan tersebut. Sebab, secara empirik, lembaga pendidikan non pemerintah yang demikian itu, sebenarnya bukan saja berfungsi sebagai wahana pencerdasan anak bangsa/peserta didik tetapi juga berfungsi ekonomis, yakni sebagai “lahan penghidupan” bagi guru dan pegawai yang berada di dalamnya beserta keluarganya. Dengan demikian kelulusan Ujian Nasional itu ada hubungannya dengan “dapur”.Pelaksanaan Ujian Nasional sering kali mengorbankan siswa dan guru, di tingkat akhir sekolah pembelajaran siswa hanya difokuskan untuk lulus Ujian Nasional dengan pemberian pelajaran tambahan yang bisa menyebabkan siswa stress.Ada yang berpendapat Ujian Nasional malah menghambat perkembangan anak didik. Ujian Nasional merupakan pemborosan untuk sesuatu yang tidak berarti apa-apa dalam peningkatan perkembangan anak didik.

E. SolusiUntuk menghindari pro dan kontra tentang perlu-tidaknya ada Ujian Nasional, maka penulis menawarkan alternatuf solusi. Pertama, kembalikan fungsi Ujian Nasional itu sebagai sekedar alat “pemetaan” (mapping) kualitas pendidikan, bukan sebagai alat penentu kelulusan. Jadi, Ujian Nasional itu berfungsi seperti sistem Ebtanas yang model dahulu. Artinya anak tetap mendapat STTB dan nilai Ebtanas sebagai lampiran dari STTB tersebut. Ketika Ujian Nasional tidak dijadikan alat penentu kelulusan, maka pelaksanaan Ujian Nasional di sekolah/madrasah jelas cenderung akan lebih fair-play dan jujur karena tidak ada rasa khawatir peserta didiknya tidak lulus. Kemudian yang menentukan lulus-tidaknya peserta didik, diserahkan kepada sekolah/madrasah. Kedua, apabila Ujian Nasional itu tetap dijadikan alat penentu kelulusan, maka agar Ujian Nasional itu lebih demokratis dan adil, batas kelulusan (passing-grade) yang dijadikan patokan kelulusan itu jangan hanya ada satu seperti sekarang, tapi paling tidak ada tiga tipologi /strata passing-grade, misalnya : tipe A dinyatakan lulus dengan passing grade 5,1, tipe B lulus dengan passing grade 4,1 dan tipe C lulus dengan passing grade 3,1. Dan sejak awal pendaftaran Ujian Nasional peserta didik sudah mendaftar Ujian Nasional dengan preferensi tipe /passing-grade yang sesuai dengan kemampuan dirinya. Sekarang ini kan tidak adil. Sekolah/madrasah yang pinggiran, sekolah/madrasah yang gurunya belum memenuhi standar,

Page 32: Pro Dan Kontra UAN

sekolah/madrasah yang sarprasnya sangat tidak memenuhi, passing-grade-nya disamakan dengan sekolah yang sudah berstandar SSN. Dimana letak keadilannya?. Apabila tiga tipologi passing-grade itu sejak awal sudah ditawarkan kepada peserta didik yang akan melaksanakan Ujian Nasional berarti telah ada keadilan dalam dunia pendidikan kita. Peserta didik yang mendapat nilai tinggi tentu akan masuk ke sekolah-sekolah favorit- sementara yang nilainya rendah akan memilih sekolah/madrasah yang sekiranya mau menerima dirinya sesuai dengan nilai hasil Ujian Nasional/Nilai Ebtanas Murni yang dimilki.

BAB IIIPENUTUP

A. SimpulanIndonesia sudah mengalami beberapa kali perombakan berkenaan dengan sistem yang digunakan dalam bidang pendidikan. Yang terakhir kurikulum yang digunakan dalam system pendidikan nasional disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang secara substansi dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh tiap satuan pendidikan dengan memasukkan pendidikan berbasis budaya lokal.Ada yang bahagia karena berhasil lulus dan ada sekelompok kecil yang bersedih karena tidak berhasil lulus. Yang lulus belum berarti mereka lebih pintar daripada yang tidak lulus tidak mengindikasikan bahwa mereka lebih bodoh.Satu hal lagi yang dilupakan oleh pemerintah adalah bahwa tidak semua siswa menjadi lebih rajin dalam mempersiapkan menghadapi Ujian Nasional. Pemerintah mungkin lupa akan adanya kecerdasan majemuk dan sifat para siswa yang memang sangat beragam.Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Jawa Barat, Ginandjar Kartasasmita, menyatakan menolak penyelenggaraan Ujian Nasional dengan alasan Ujian Nasional mengurangi hak guru menilai prestasi siswanya selama belajar di sekolah tersebut. Sedangkan Sofyan Yahya, anggota dewan DPD lainnya, menyayangkan sikap pemerintah yang bersikeras melaksanakan Ujian Nasional meski sudah ada putusan kasasi dari Mahkamah Agung (KOMPAS, 15 Desember 2009).

B. Saran-saranDari beberapa sumber yang saya baca, Ujian Nasional memang sangat dibutuhkan karena dengan standar tersebut saya bisa termotivasi untuk lebih giat belajar untuk mencapai hasil yang maksimal.Sebaiknya Ujian Nasional, tidak perlu terus dinaikkan setiap tahunnya. Karena akan membuat peserta didik menjadi sangat terbebani dengan nilai standarisasi itu. Upaya yang harus lebih diperhatikan siswa dianjurkan sewaktu mengikuti kegiatan belajar tambahan harus serius dan bersungguh-sungguh.Ujian Nasional sangat penting karena itu merupakan barometer atau ukuran keberhasilan

Page 33: Pro Dan Kontra UAN

peserta didik sejauh mana siswa menyerap atau menerima materi yang disampaikan pengajar, karena kalau peserta didik yang berhasil menerima materi tersebut pasti lulus, tapi itu kembali pada pengajar dan yang memberi materi tersebut.Selain mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah sebaiknya peserta didik dibekali keterampilan, agar peserta didik bisa mengembangkan keterampilannya setelah keluar dari sekolahnya.Tidak harus yang mengeluarkan biaya besar-besaran untuk mengadakan pendidikan keterampilan tersebut di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

www.google.comhttp://anakhawa.blogspot.com/2009/12/ujian-nasional-sebagai-standar.htmlhttp://edukasi.kompasiana.com/2009/11/22/ujian-nasional-dansertifikasi/http://ngaliyanmetro.blogspot.com/2009/12/edisi-8-kejar-paket-solusi-tidak-lulus.htmlharian KOMPAS, Selasa 15 Desember 2009harian KOMPAS, Jumat 20 November 2009

KATA PENGANTAR

BismillahirrahmaanirrahimPuji serta syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang senantiasa memberi rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salamnya semoga dilimpahkan kepada junjunan kita Nabi Besar Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, serta orang-orang yang taat kepada ajarannya.Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangannya, baik dalam penyusunan maupun dalam tutur bahasanya. Namun penulis tetap mengharapkan dan semoga makalah ini dapat memberi manfaat pada semua yang berkepentingan, khususnya bagi penulis sendiri.Untuk itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan sebagai landasan penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah yang sederhana ini mencapai tujuan yang dimaksud dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa. Amien Yarabbaralamien.

Sukabumi, 13 Januari 2010

Page 34: Pro Dan Kontra UAN

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iDAFTAR ISI iiBAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah 1B. Rumusan Masalah 2C. Tujuan Penulisan 3D. Langkah-langkah Penulisan 3

BAB II PEMBAHASANA. Pengertian Ujian Nasional 4B. Peran dan Fungsi Ujian Nasional 5C. Ujian Nasional Sebagai Kebutuhan 7D. Dampak Negatif Ujian Nasional 10E. Solusi 13

BAB III PENUTUPA. Simpulan 15B. Saran-saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

Seputar Pro-Kontra Kebijakan UN

Posted on 28 November 2009 by AKHMAD SUDRAJAT

Page 35: Pro Dan Kontra UAN

Dari tahun ke tahun penyelenggaraan Ujian Nasional selalu diwarnai dengan pro-kontra. Di satu pihak ada yang meyakini  bahwa Ujian Nasional sebagai syarat kelulusan siswa masih tetap diperlukan. Tetapi di lain pihak, tidak sedikit pula yang menyatakan menolak Ujian Nasional sebagai syarat kelulusan siswa. Masing-masing pihak tentunya memliki argumentasi tersendiri.

Berikut ini disajikan aneka berita seputar Pro-Kontra Kebijakan Ujian Nasional  yang berhasil dihimpun dari berbagai sumber, yang tentunya baru sebagian kecil saja dari sejumlah berita yang saat ini sedang hangat diberitakan dalam berbagai mass media.

BERITA PRO UJIAN NASIONAL

1. Penerbitan Permendiknas   Ujian Nasional 2010

Mendiknas menerbitkan peraturan  No.74 dan 75 tentang Panduan UN Tahun Pelajaran 2009-2010 SD dan SMP/SMA/SMK, ditandatangani oleh Mendiknas  Bambang Sudibyo per tanggal 13 Oktober 2009.  Salah satu isinya menyebutkan  bahwa  Hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan. (baca selengkapnya Depdiknas )

2. Kalah di MK Soal UN, Pemerintah Segera Ajukan PK

Menyusul keputusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi ujian nasional yang diajukan oleh pemerintah, Pemerintah akan kembali melakukan upaya hukum yang terakhir yakni pengajuan peninjauan kembali. “Terus terang saya belum membaca keputusan MA. Yang jelas kita menghormati apa pun keputusan lembaga hukum. Siapa pun juga harus menghormati upaya-upaya hukum yang masih dilakukan. Untuk selanjutnya, tentu pemerintah akan menggunakan hak yang dimiliki,” kata Menteri Pendidikan Nasional RI Mohammad Nuh seusai upacara bendera Peringatan Hari Guru, Rabu (25/11) di halaman Departemen Pendidikan Nasional RI, Jakarta.  (baca selengkapnya Kompas.com)

3. 2010, UN Bukan Penentu Kelulusan

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M Nuh mengatakan, pada tahun 2010 Departemen Pendidikan Nasional (depdiknas) akan melakukan perubahan pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Tetapi pihaknya menyangkal jika perubahan tersebut dikaitkan dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi dari pemerintah berkait keputusan dari Pengadilan Tinggi Jakarta tentang pelaksanaan UN. (baca selengkapnya Republika Online)

4. Ujian Nasional Jalan Terus

Salah satu anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Prof Mungin Eddy Wibowo, mengatakan bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) yang melarang pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tak memengaruhi penyelenggaraan UN pada 2010. “Kami akan tetap menyelenggarakan UN pada 2010 sesuai dengan jadwal yang ditetapkan, dan hal itu juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,” kata Mungin.  (baca selengkapnya Kompas.com)

5. Hasil UN Meningkat, Pemerintah Puas

Pemerintah atau Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), mengaku merasa puas dengan hasil Ujian Nasional (UN)

Page 36: Pro Dan Kontra UAN

2008/2009 yang secara nasional persentasenya mengalami kenaikan.(baca selengkapnya: Diknas.go.id)

BERITA KONTRA UJIAN NASIONAL

1. Press Realease dari Mahkamah Agung

Mahkamah Agung menolak permohonan pemerintah terkait perkara ujian nasional, dalam perkara Nomor : 2596 K/Pdt/2008 dengan para pihak Negara RI cq Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono; Negara RI cq Wakil Kepala Negara, Wakil Presiden RI, M. Jusuf Kalla; Negara RI cq Presiden RI cq Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo; Negara RI cq Presiden RI cq Menteri Pendidikan Nasional cq Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan, Bambang Soehendro melawan Kristiono, dkk (selaku para termohon Kasasi dahulu para Penggugat/para Terbanding.(baca selengkapnya Mahkamah Agung )

2. Pasca Putusan MA, Pemerintah Perlu Tinjau UN

“…  Dari segi hukum perlu diapresiasi, karena setidaknya putusan MA itu perlu dikritisi oleh pemerintah untuk benar-benar meninjau kembali UN, yang selama ini terjadi pemerintah tidak pernah melakukan itu,” ujar Dr Anita Lie, dosen di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unika WIdya Mandala Surabaya.

“….Sementara itu, menurut Sekretaris Institute for Education Reform Universitas Paramadina Mohammad Abduhzen, ada hal lebih penting dari putusan MA tersebut, yaitu soal pemborosan. Abduh mengatakan, pemborosan terjadi akibat dikeluarkannya kebijakan UN ulang bagi siswa yang tidak lulus. “Dengan model yang seperti ini, UN sampai saat ini tidak memperlihatkan satu hal pun yang menyangkut soal peningkatan mutu anak didik,” ujarnya. Abduh menegaskan, kalau tidak dikritisi oleh masyarakat, kondisi yang terjadi akan terus begini. “UN itu tentu bisa diadakan, tetapi kalau sudah dilakukan perubahan pada kerangka pendidikan nasional yang bermutu secara menyeluruh, namun kenyataannya secara makro hal itu tidak ada sama sekali, tidak ada kompromi,” tambahnya. (Baca selanjutnya Kompas.com)

3. Putusan Kasasi UN Dirayakan dengan Tumpeng

Peringatan Hari Guru di Bandung dirayakan dengan tumpengan oleh guru, siswa, dan masyarakat pemerhati pendidikan. Syukuran ini juga dilakukan terkait ditolaknya permohonan kasasi pemerintah mengenai ujian nasional oleh Mahkamah Agung. (Baca se;engkapnya Kompas.Com )

4. Pemerintah Dinilai Langgar Hukum Jika Tetap Gelar Ujian Nasional

Pemerintah dinilai melanggar hukum jika tetap menyelenggarakan Ujian Nasional tahun depan. Sebab, putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi yang diajukan pemerintah dianggap sudah final.   (baca selengkapnya Tempointeraktif )

5. Guru Menuntut Ujian Nasional Dibatalkan

Para guru yang tergabung dalam Forum Interaksi Guru Banyumas (Figurmas), Jumat (27/11), menuntut agar Ujian Nasional dibatalkan, menyusul keputusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi perkara UN yang diajukan pemerintah.  (baca selengkapnya Kompas.Com )

Page 37: Pro Dan Kontra UAN

6. Wakil Ketua MPR Setuju Penghapusan Ujian Nasional

Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin meminta pemerintah menerima putusan MA yang membatalkan ujian nasional. Ketimpangan fasilitas pendidikan menjadikan pendidikan di Indonesia tidak pantas lagi distandarisasi secara nasional. (baca se;lanjutnya  : Detik News )

7. Mahasiswa Demo Minta Ujian Nasional Dihapus

Aliansi Mahasiswa Peduli Pendidikan (AMPP) Polewali Mandar, Sulawesi Barat, melakukan aksi unjuk rasa di kantor dinas pendidikan setempat. Dalam orasinya para mahasiswa mendesak pemerintah dan dinas pendidikan untuk bertanggung jawab dengan bobroknya pelaksanaan ujian nasional tahun ini. (baca se;lanjutnya  : Liputan6.com)

8. Tolak UN, BEM Universitas Palangkaraya Demo

Puluhan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Palangkaraya berdemo di halaman Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah. Mereka menolak ujian nasional sebagai standar kelulusan. (baca se;lanjutnya: Kompas.com)

BERITA “KORBAN” UJIAN NASIONAL

1. Peserta UN Dicampur, Guru Bingung

… Kebijakan mencampur peserta UN itu membingungkan pihak sekolah, guru, dan siswa. Apalagi hingga saat ini kepastian soal perubahan-perubahan teknis dalam pelaksanaan UN belum juga disampaikan secara resmi ke sekolah.Sejumlah pimpinan sekolah dari berbagai daerah, Rabu (25/11), mengatakan, rencana mencampur peserta UN menambah beban psikologis pelajar. (baca selengkapnya: Kompas. com)

2. Kisah Pahit Para Korban Ujian Nasional

Ujian nasional digugat. Ujian sebagai standarisasi kelulusan itu dianggap mengabaikan prestasi yang dibina anak didik selama bertahun-tahun. Banyak siswa berprestasi tidak lulus hanya lantaran gagal dalam ujian nasional. Seperti yang dialami Siti Hapsah pada 2006. Mimpinya kuliah di Institut Pertanian Bogor sirna gara-gara ujian ujian nasional. Ia dinyatakan tak lulus ujian nasional lantaran nilainya kurang 0,26.  (baca selengkapnya  VivaNews)

3. Pelajar Alami Gangguan Jiwa Hadapi UN {Video)

Seorang siswi kelas 3 SMP Negeri 4 Kendari, Sulawesi Tenggara mengalami gangguan jiwa setelah terlalu banyak belajar menghadapi ujian nasional. (baca selengkapnya  VivaNews)

4. Bunuh Diri Karena Tak Lulus UN

Gara-gara tak lulus ujian nasional (UN) SMA, seorang pemuda nekat bunuh diri. Diduga karena tak kuat menahan beban psikis, Tri Sulistiono (21) memilih mengakhiri hidupnya dengan cara melompat ke dalam sumur.  (baca selengkapnya Suara Merdeka)

5.  Mengurung diri setelah gagal UN,  Edy akhirnya bunuh diri

Page 38: Pro Dan Kontra UAN

Edi Hartono (19), aib karena gagal UN masih terus terasa menyesakkan. Setelah mengurung diri di rumah neneknya, mantan siswa SMA di Besuki itu akhirnya bunuh diri. (baca selengkapnya: Kompas. com)

6. Gagal UN, Siswi SMP Mencoba Bunuh Diri

Hasil ujian nasional sekolah menengah pertama nyaris membawa korban jiwa di Banyuwangi, Jawa Timur, belum lama ini. Ida Safitri, siswi SMPK Santo Yusuf, mencoba bunuh diri dengan menenggak puluhan pil tanpa merek karena gagal lulus. Beruntung nyawa korban dapat diselamatkan setelah pihak keluarga segera membawanya ke rumah sakit. (baca selengkapnya: Liputan6.com)

7. Siswa SMK Coba Bunuh Diri, Diduga Karena Tak Bisa Ikut UN

Ujian Nasional (UN) adalah segalanya bagi seorang siswa. Diduga karena stres tidak bisa ikut UN, Hendrik Irawan (19) nekat minum racun serangga. Beruntung nyawanya bisa diselamatkan. (baca selengkapnya : DetikNews.com)

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/11/28/seputar-pro-kontra-kebijakan-ujian-nasional/

UN Ternyata Tak Berlaku di Beberapa Negara Maju

Posted on June 25, 2014 by admin in Sketsa with 0 Comments

MUSIM Ujian Nasional (UN) baru saja berakhir untuk tahun ajaran 2013/2014. Di setiap penyelenggaraannya, UN di Indonesia selalu saja menuai pro dan kontra. Yang dipermasalahkan tentu saja apa manfaat yang bisa didapat dari setiap gelaran UN rutin tahunan tersebut. Apakah UN memang mutlak diperlukan untuk meningkatkan kompetensi siswa dan kualitas pembelajaran? Atau hanya sekedar formalitas yang katanya proyek pengadaan soalnya pun melibatkan dana yang tidak sedikit dan rentan permainan tender tingkat tinggi?

Terlepas dari bahasan di atas, ternyata di negara-negara maju (yang tentunya maju pula sistem pendidikannya), ujian nasional tak pernah ada dalam agenda tahunan mereka. Namun, output para siswanya ternyata tak pernah terpengaruh alias kompetensi lulusannya selalu di atas rata-rata dan melanjutkan pendidikan tinggi di universitas-universitas terkemuka. Negara mana sajakah itu? Berikut di antaranya:

Finlandia

Page 39: Pro Dan Kontra UAN

Finlandia adalah negara dengan sistem pendidikan paling maju di dunia, dan tidak mengenal yang namanya ujian nasional. Evaluasi mutu pendidikan sepenuhnya dipercayakan kepada para guru, sehingga negara berkewajiban melatih dan mendidik guru-guru agar bisa melaksanakan evaluasi yang berkualitas.

Setiap akhir semester, siswa menerima laporan pendidikan berdasarkan evaluasi yang sifatnya personal dengan tidak membandingkan atau melabel para siswa dengan peringkat juara atau ranking seperti yang telah menjadi tradisi pendidikan di Indonesia. Masyarakat Finlandia sangat meyakini bahwa setiap individu adalah unik dan memiliki kemampuan dan minat yang berbeda-beda, jadi tak bisa dipilah berdasarkan angka ranking.

Hebatnya lagi, di Finlandia profesi guru adalah profesi yang paling terhormat. Bahkan, profesi dokter justru derajatnya berada di bawah profesi guru dan dosen.

Amerika Serikat

Amerika Serikat (AS) yang terdiri dari banyak negara bagian ternyata tidak pernah menyelenggarakan UN atau ujian negara secara nasional. Walaupun ada, itu adalah ujian yang diselenggarakan oleh masing-masing state (negara bagian), namun tidak semua sekolah diwajibkan mengikuti ujian negara bagian. Tiap negara bagian juga mempunyai materi ujian-masing masing. Sekolah-sekolah tetap boleh menyelenggarakan ujian sendiri dan menentukan kelulusannya sendiri.

Semua lulusan, baik lulusan yang diselenggarakan oleh sekolahnya sendiri atau lulus ujian yang diselenggarakan negara bagian, tetap boleh mengikuti ujian masuk ke college ataupun universitas asal memenuhi persyaratan dan lulus tes masuk.

Logika pendidikan yang digunakan yaitu kualitas pendidikan ditentukan oleh individu masing-masing kelulusan. Walaupun seseorang lulus dari SMA pinggiran yang tidak terkenal, kalau dia bisa lulus tes masuk ke Universitas Harvard, maka dia pun akan diterima di universitas tersebut. Jadi masalah kualitas ditentukan oleh individu (individual quality).

Page 40: Pro Dan Kontra UAN

Pakar pendidikan dari Columbia University, Linda Hammond (1994) berpendapat bahwa nasionalisasi ujian sekolah tidak bisa melahirkan kreativitas guru. Sekolah tidak bisa menciptakan strategi belajar sesuai dengan perbedaan kondisi sosial, ekonomi, budaya, serta kemajuan teknologi. Sistem pendidikan harus top down oriented, tak bisa disamaratakan di daerah-daerah yang berbeda.

Jerman

Jerman tidak mengenal ujian nasional. Kebijaksanaan yang diutamakan adalah membantu setiap peserta didik dapat berkembang secara optimal. Berbagai upaya tersebut di antaranya: Menyediakan guru yang profesional, yang seluruh waktunya dicurahkan untuk menjadipendidik; Menyediakan fasilitas sekolah yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan penuh kegembiraan dengan fasilitas olahraga dan ruang bermain yang memadai dan ruang kerja guru;

Menyediakan media pembelajaran yang kaya, yang memungkinkan peserta didik dapat secara terus-menerus belajar melalui membaca buku wajib, buku rujukan, dan buku bacaan (termasuk novel), serta kelengkapan laboratorium dan perpustakaan yang memungkinkan peserta didik belajar sampai tingkatan menikmati belajar; dan Evaluasi yang terus-menerus, komprehensif dan obyektif.

Melalui model pembelajaran seperti terurai di atas itulah peserta didik setiap saat dinilai tingkah lakunya, kesungguhan belajarnya, hasil belajarnya, kemampuan intelektual, partisipasinya dalam belajar, yang menjadikan sekolah di Jerman mampu menghasilkan rakyat yang beretos kerja tinggi, peduli mutu, dan gemar belajar.

Mereka setiap hari belajar, para siswa selalu mendapat tugas dari semua mata pelajaran yang proses maupun hasilnya dinilai. Nilai-nilai ini memengaruhi nilai akhir semester dan seterusnya. Sangat komprehensif dan berkesinambungan

Kanada

Page 41: Pro Dan Kontra UAN

Di Kanada tidak ada ujian nasional karena dianggap tak bermanfaat untuk kemajuan pendidikan di negara tersebut. Untuk kontrol kualitas, Kanada melakukan penjaminan mutu pendidikan yang kendalinya sangat kuat. Lembaga penjamin mutu ini benar-benar bekerja secara ketat dari pendidikan dasar hingga menengah. Sehingga murid yang akan masuk ke perguruan tinggi cukup dengan rapor terakhir.

Di Kanada, perguruan tinggi tidak sulit lagi untuk menerima murid darimana pun sekolahnya, karena standar sekolah di sana sudah sesuai dengan standar perguruan tinggi yang akan dimasuki setiap lulusan sekolah.

Ini berkebalikan dengan di Indonesia, perguruan tinggi banyak yang tidak percaya dengan lulusan sekolah menengah. Saling tidak percaya standar ini yang menyebabkan pemborosan keuangan negara, karena harus menyelenggarakan UN dan ujian mandiri.

Australia

Di Negeri Kangguru, ujian nasional tidak dilaksanakan bahkan tidak dikenal sama sekali. Yang berlaku adalan ujian state (negara bagian). Ujian ini tidak menentukan lulus tidaknya para peserta didik, namun untuk menentukan ke mana siswa tersebut akan melanjutkan pendidikan. Berapa pun nilai yang didapatkan oleh siswa dari ujian tersebut tetap dinyatakan lulus. Nilai nol pun tetap dinyatakan lulus. Namun, kelulusan tersebut tidak ada gunanya, karena akan sangat sulit untuk melanjutkan pendidikan selanjutnya.

Minat dan bakat siswa adalah yang paling diperhatikan betul-betul dalam sistem pendidikan di Australia. Itulah mengapa pendidikan kejuruan dan kursus-kursus yang mengasah skill dan keterampilan khusus mendapat porsi yang hampir berimbang dengan pelajaran umum, bahkan sudah digeber sejak setingkat SMP. Tujuannya adalah mengarahkan sedini mungkin minat dan bakat siswa agar mendalami bidang yang sesuai dengan kompetensinya di tingkatan-tingkatan pendidikan selanjutnya.(sbkfrvr/edt)

Page 42: Pro Dan Kontra UAN

http://www.mediapendidikanganesha.com/un-ternyata-tak-berlaku-di-beberapa-negara-maju/

Menyikapi Kontroversi Ujian Nasional (UN) Antara yang Pro dan Kontra

Kata Pengantar

Assalam Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt, karena hanya dengan ijin dan kuasa-Nyalah penyusun dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ Menyikapi Kontroversi Ujian Nasional Antara yang Pro dan Kontra”.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas akhir mata kuliah Ilmu Pendidikan dengan dosen pengampu Bapak Hiryanto. Beliau telah memberi kesempatan kepada kami untuk menyusun sebuah makalah dengan tema ‘Potret Pendididikan di Indonesia’. Tema ini sangat bagus, melihat realita pendidikan di Indonesia yang masih jauh dari harapan kita bersama. Untuk itu pula penyusun membatasi makalah ini pada Ujian Nasional di Indonesia yang setiap tahun selalu mengundang kontroversi.

Semoga makalah ini bukan hanya bertujuan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Ilmu Pendidikan, tetapi juga bermanfaat bagi mahasiswa lainnya, Guru dan Dosen, masyarakat pada umumnya, dan tentu saja juga kepada diri penyusun sendiri.

Akhir kata, penyusun mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang telah turut membantu tersusunnya makalah ini tepat pada waktunya. Dan demi perbaikan makalah ini, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Wabillahi Taufik Wal hidayah. Wassalam Alaikum warahmatullahi Wabarakatuh

Yogyakarta, 30 Desember 2008

Penyusun

Karlina Husin

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Menurut UU No.20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk umtuk

Page 43: Pro Dan Kontra UAN

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang dimiliki dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang mulia ini disusunlah kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan metode pembelajaran. Kurikulum digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan.

Untuk melihat tingkat pencapaian tujuan pendidikan, diperlukan suatu bentuk evaluasi. Ralp Tyler mendefinisikan evaluasi ialah proses yang menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai (Tyler, 1950, hlm 69). Dengan demikian evaluasi pendidikan merupakan salah satu komponen utama yang tidak dapat dipisahkandari rencana pendidikan. Namun perlu dicatat bahwa tidak semua bentuk evaluasi dapat dipakai untuk mengukur pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Informasi tentang tingkat keberhasilan pendidikan akan dapat dilihat apabila alat evaluasi yang digunakan sesuai dan dapat mengukur setiap tujuan. Alat ukur yang tidak relevan dapat mengakibatkan hasil pengukuran tidak tepat bahkan salah sama sekali.

Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu alat evaluasi yang dikeluarkan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Ironisnya, setiap tahunnya UN menjadi topik pembicaraan yang hangat baik dalam lingkup pemerintah, masyarakat maupun lingkungan pendidikan itu sendiri. Ujian Akhir Nasional selalu menuai kontroversi yang tak kunjung selesai antara kubu yang pro dan yang kontra.

Dapat dikatakan bangsa ini sudah terlalu lama berkelahi gaya preman beradu wacana dan teori di jalanan yang sebenarnya tidak menyelesaikan masalah, tetapi malah memperkeruh masalah. Untuk itu diperlukan sikap yang tegas dari berbagai pihak dalam menyikapi kontroversi tentang Ujian Nasional di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah pada makalah ini antara lain:

1) Apa yang dimaksud dengan Ujian Nasional

2) Apa tujuan pelaksanaan Ujian Nasional di Indonesia

3) Bagaimana sejarah perkembangan Ujian Nasional di Indonesia

4) Apa saja kelemahan Ujian Nasional di Indonesia

5) Bagaimana Cara Menyikapi Kontroversi Ujian Nasioanal di Indonesia antara yang pro dan kontra

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini meliputi

1) Menjelaskan pengertian Ujian Nasional

2) Menyebutkan tujuan pelaksanaan Ujian Nasional di Indonesia

3) Mendeskripsikan sejarah perkembangan Ujian Nasional di Indonesia

Page 44: Pro Dan Kontra UAN

4) Menjelaskan kelemahan Ujian Nasional di Indonesia

5) Menjelaskan cara menyikapi kontroversi Ujian Nasioanal di Indonesia antara yang pro dan kontra

1.4 Manfaat Penulisan

a) Bagi Mahasiwa

Merupakan sumber pengetahuan yang dapat menambah wawasan Ujian Nasional, baik tentang kontroversi yang terjadi maupun sikap yang diperlukan.

b) Bagi Pemerintah dan Masyarakat (termasuk guru, dosen dan orang tua)

Dapat menjadi acuan sikap ataupun kebijakan yang akan dilakukandengan melihat kontroversi Ujian Nasional di Negara Indonesia saat ini.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ujian Nasional

Dalam peraturan menteri pendidikan nasional tentang Ujian Nasional tahun pelajaran 2004/2005 pasal 3 menyebutkan bahwa Ujian Nasioanal merupakan suatu kegiatan yang mengukur ilmu pengetahuan dan teknologi peserta didik pada mata pelajaran yang telah ditentukan, dalam rangka mencapai standar nasional pendidikan.

2.2 Tujuan Pelaksanaan Ujian Nasional di Indonesia

Secara sadar atau tidak, sistem pendidikan di Indonesia mengacu pada sistem pendidikan di Amerika Serikat yang dibangun atas dasar kepanikan negara adi daya tersebut terhadap keberhasilan uni sovyet dalam meluncurkan pesawat luar angkasa pada era tahun1950-an. Pada saat itu untuk mengejar ketertinggalan, Amerika Serikat melaksanakan reformasi besar-besaran dalam sistem pendidikannya. Isu utama yang diusung adalah luaran pendidikan Amerika Serikat harus mampu mengembangkan basic science guna mendukung ‘perang’ dingin dengan uni sovyet. Alhasil pendidikan di Amerika Serikat merupakan potret pendidikan terunggul di dunia ditinjau dari sisi basic science. Indikator sederhana dari keberhasilan ini adalah penerima nobel dalam bidang sains diterima oleh ilmuwan-ilmuwan negara ini.

Rupanya pemerintah Indonesia lebih suka mengikuti strategi pendidikan yang dikembangkan oleh Amerika Serikat. Konsekuensi dari hal ini berpengaruh pada kurikulum pendidikan termasuk juga pada evaluasi belajar di Indonesia yang lebih berorientasi pada dimensi akademik (lebih cenderung menekankan aspek kognitif).

Sejalan dengan hal ini, maka pada Pasal 2 Permendiknas No.34 Tahun 2007 dinyatakan bahwa Ujian Nasional bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.

Page 45: Pro Dan Kontra UAN

Sedangkan hasil Ujian Nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:

· Pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan

· Seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya

· Penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan

· Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatkan mutu pendidikan.

2.3 Sejarah Perkembangan Ujian Nasional di Indonesia

Membahas UN tidak dapat lepas dari sejarah perkembangan ujian akhir yang dimulai sejak tahun 1950 hingga sekarang ini.“Hal ini penting agar kita bisa belajar dari apa yang sudah dilakukan oleh pendahulu kita serta hasil yang dicapai,” ujar Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan Djemari Mardapi.

2.3.1 Periode 1950-an

Ujian akhir yang bersifat nasional yang dimulai sejak tahun 1950-an dikenal dengan istilah ujian penghabisan. Soal ujian dirakit di kantor direktorat di Jakarta dan dikirim ke semua kota yang memiliki SMA/SMP.

2.3.2 Periode 1965-1971

Pada periode ini, sistem ujian yang diterapkan disebut dengan Ujian Negara, berlaku untuk hampir semua mata pelajaran. Bahkan untuk ujian dan pelaksanaannya ditetapkan oleh pemerintah pusat dan seragam untuk semua wilayah di indonesia.

2.3.3 Periode 1972-1979

Pada tahun 1972 diteapkan Sistem Ujian Sekolah dimana setiap atau sekelompok sekolah menyelenggarakan ujian akhir masing-masing. Soal dan pemrosesan ujian akhir semuanya ditetapkan oleh setiap/sekelompok sekolah. Pemerintah Pusat hanya menyusun dan mengeluarkan pedoman yang bersifat umum.

2.3.4 Periode 1980-2000

Untuk mengendalikan dan meningkatkan mutu pendidikan serta diperoleh nilai yang memiliki makna yang “sama” dan dapat dibandingkan antar sekolah, maka sejak tahun 1980 dilaksanakan ujian akhir nasional yang dikenal dengan sebutan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). Dalam EBTANAS dikembangkan sejumlah perangkat soal yang “paralel” untuk setiap mata pelajaran, dan perbanyakan soal dilakukan di daerah.

2.3.5 Periode 2001-2004

Sejak tahun 2001, EBTANAS diganti dengan Penilaian Hasil Belajar Secara Nasional dan kemudian berubah nama menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN) sejak tahun 2002. Perbedaan yang menonjol antara UAN dan EBTANAS adalah dalam cara menentukan kelulusan siswa, terutama sejak tahun 2003. Pada EBTANAS, kelulusan siswa ditentukan oleh hasil evaluasi sekolah pada semester 5 (P) dan pada semester 6 (Q) serta hasil EBTANAS (R).

Page 46: Pro Dan Kontra UAN

Kelulusan siswa ditentukan oleh formula (P+Q+nR)/(2+n). Harapan penggunaan formula ini adalah nilai “n” semakin lama, semakin besar.“Namun kenyataannya sejumlah sekolah menentukan nilai 'n' tetap kecil dan banyak sekolah yang menentukan nilai 'n' setelah diperoleh hasil EBTANAS dengan harapan semua siswa lulus,” kata Djemari. Pada kenyataannya, nilai “n' dari tahun ke tahun tidak menunjukkan peningkatan yang berarti. Sedangkan kelulusan siswa pada UAN ditentukan oleh nilai mata pelajaran secara individual.

2.3.6 Periode 2005-2006

Untuk mendorong tercapainya target wajib belajar pendidikan yang bermutu, pemerintah menyelenggarakan Ujian Nasional (UN) untuk SMP, SMA dan sederajatnya.

2.3.7 Periode 2007-2008

Nilai UN pada tahun pelajaran 2007/2008 adalah rata-rata 5,25 dengan tidak ada nilai di bawah 4,25. Tetapi boleh memiliki nilai 4,00 pada salah satu mata pelajaran, namun nilai pada mata pelajaran lainnya masing-masing 6,00. Semua ini untuk mengakomodisi kondisi sekolah-sekolah di Indonesia yang masih beragam.

Bahkan pada tahun 2008 bidang studi yang diujikan bukan hanya Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, tetapi juga ditambah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Untuk jenjang SMA, bidang studi IPA meliputi Biologi, Kimia dan Fisika sedangkan IPS meliputi Ekonomi, Geografi, dan Sosiologi. Sementara untuk tingkat SD/MI/SDLB, mulai 2008 diselenggarakan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN).

2.4 Kelemahan Ujian Nasional di Indonesia

Di sisi lain kubu yang berlawanan dengan pemerintah (Kontra UAN) menganggap bahwa strategi pendidikan basic science tidaklah tepat. Pihak yang kontra menilai bahwa ujian nasioanal memiliki banyak kekurangan diantaranya:

2.4.1 Pemberian Tes

Pelaksanaan UN yang mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik melalui pemberian tes menimbulkan beberapa pertanyaan.

· Dapatkah tes yang dilaksanakan di bagian akhir tahun pelajaran memberikan gambaran tentang perkembangan pendidikan peserta didik?

· Dapatkah tes tersebut memperhatikan proses belajar mengajar dalam keseharian?

· Dapatkah tes tertulis melihat aspek sikap, semangat dan motivasi belajar anak?

· Dapatkah tes di ujung tahun ajaran menyajikan keterampilan siswa yang sesungguhnya?

· Bagaimana kalau terjadi anak sakit pada saat mengikuti tes?

· Apakah hasil tes dapat menggambarkan kemampuan dan keterampilan anak selama mengikuti pelajaran?

Pertanyaan-pertanyaan di atas tidak mudah untuk memperoleh jawabannya bila dengan hanya memberikan tes pada akhir tahun pelajaran. Hasil belajar bukan hanya berupa pengetahuan

Page 47: Pro Dan Kontra UAN

yang lebih banyak bersifat hafalan, tetapi juga berupa keterampilan, sikap, motivasi, dan perilaku yang tidak semuanya dapat diukur dengan menggunakan tes karena melibatkan proses belajar.

Dengan kata lain terjadi pertentangan antara tujuan yang ingin dicapai dengan bentuk ujian yang diterapkan, karena pengukuran hasil belajar tidak bisa diukur hanya dengan memberikan tes di akhir tahun pelajaran saja.

2.4.2 Mutu Pendidikan

Tujuan ujian adalah untuk mengukur mutu pendidikan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten, sampai tingkat sekolah. Lagi pertanyaan yang serupa dengan pertanyaan-pertanyaan di atas muncul. Seperti apakah mutu pendidikan dapat diukur dengan memberikan ujian akhir secara nasional di akhir tahun ajaran? Apalagi bila dihadapkan mutu pendidikan dari aspek sikap dan perilaku siswa, apakah bisa dilihat hanya pada saat sekejap di penghujung tahun?

Mutu pendidikan pada tingkat nasional dapat dilihat dengan berbagai cara, tetapi pelaksanaan UN sebagaimana yang dipraktekkan belum menjawab pertanyaan sejauh mana mutu pendidikan di Indonesia, apakah menurun atau meningkat dari tahun sebelumnya. Bahkan terdapat indikasi bahwa soal-soal UN (yang dulu disebut Ebtanas) berbeda dari tahun ke tahun, dan seandainya hal ini benar maka akibatnya tidak bisa dibandingkannya hasil ujian antara tahun lalu dengan sekarang.

Selain itu mutu pendidikan tidak mungkin diukur dengan hanya memberikan tes pada beberapa mata pelajaran penting saja, apalagi dilaksanakan sekali di akhir tahun pelajaran. Mutu pendidikan terkait dengan semua mata pelajaran dan pembiasaan yang dipelajari dan ditanamkan di sekolah, bukan hanya pengetahuan koqnitif saja.

UN tidak akan dapat menjawab pertanyaan seberapa jauh perkembangan anak didik dalam mengenal seni, olah raga, dan menyanyi. UN tidak akan mampu melihat mutu pendidikan dari sisi percaya diri dan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat dan bersikap demokratis.

Dengan kata lain, UN tidak akan mampu menyediakan informasi yang cukup mengenai mutu pendidikan. Artinya tujuan yang diinginkan masih terlalu jauh untuk dicapai hanya dengan penyelenggaraan UAN.

2.4.3 Kurikulum

Jika dihubungkan dengan kurikulum, maka UN juga tidak sejalan dengan salah satu prinsip yang dianut dalam pengembangan kurikulum yaitu diversifikasi kurikulum. Artinya bahwa pelaksanaan kurikulum disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing. Kondisi sekolah di Jakarta dan kota-kota besar tidak bisa disamakan dengan kondisi sekolah-sekolah di daerah perkampungan, apalagi di daerah terpencil. Kondisi yang jauh berbeda mengakibatkan proses belajar mengajar juga berbeda. Sekolah di lingkungan kota relatif lebih baik karena sarana dan prasana lebih lengkap. Tetapi di daerah-daerah pelosok keberadaan sarana dan prasarana serba terbatas, bahkan kadang jumlah guru pun kurang dan yang ada pun tidak kualified akibat ketiadaan.

Page 48: Pro Dan Kontra UAN

Kebijakan penerapan UN untuk semua sekolah di Indonesia telah melanggar prinsip tersebut dan mengakibatkan ketidakadilan karena ibarat mengetes atletik tingkat pelatnas yang setiap hari dilatih dengan segala sarana dan prasarana termasuk pelatih yang memadai dengan atletik kampung yang memiliki sarana seadanya. Tentu saja hasilnya jauh berbeda, tetapi kebijakan yang diambil adalah menyamakan mereka.

2.4.4 Otonomi Daerah

Beberapa orang berpendapat bahwa UN bertentangan dengan kebijakan otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Hal ini dapat dipahami sebagai berikut.

Kebijakan UN dilaksanakan bersamaan dengan dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah. Selain itu pada saat yang sama juga dikenalkan kebijakan otonomi sekolah melalui manajemen berbasis sekolah. Evaluasi sudah seharusnya menjadi hak dan tanggung jawab daerah termasuk sekolah, tetapi pelaksanaan UN telah membuat otonomi sekolah menjadi terkurangi karena sekolah harus tetap mengikuti kebijakan UN yang diatur dari pusat. Selain itu UN berfungsi untuk menentukan kelulusan siswa. Padahal pendidikan merupakan salah satu bidang yang diotonomikan, kecuali sistem dan perencanaan pendidikan yang diatur secara nasional termasuk kurikulum.

2.4.5 Sistem Evaluasi

Evaluasi harus mampu menjawab semua informasi tentang tingkat pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Pendidikan yang diarahkan untuk melahirkan tenaga cerdas yang mampu bekerja dan tenaga kerja yang cerdas tidak dapat diukur hanya dengan tes belaka (Soedijarto, 1993a:17). Untuk itu evaluasi harus mampu menjawab kecerdasan peserta didik sekaligus kemampuannya dalam bekerja.

Sistem evaluasi yang lebih banyak berbentuk tes obyektif akan membuat peserta didik mengejar kemampuan kognitif dan bahkan dapat dicapai dengan cara mengafal saja.

Artinya anak yang lulus ujian dalam bentuk tes obyektif belum berarti bahwa anak tersebut cerdas apalagi terampil bekerja, karena cukup dengan menghafal walaupun tidak mengerti maka dia dapat mengerjakan tes.

Sebagai konsekuensinya harus dikembangkan sistem evaluasi yang dapat menjawab semua kemampuan yang dipelajari dan diperoleh selama mengikuti pendidikan. Selain itu pendidikan harus mampu membedakan antara anak yang mengikuti pendidikan dengan anak yang tidak mengikuti pendidikan. Dengan kata lain evaluasi tidak bisa dilakukan hanya pada saat tertentu, tetapi harus dilakukan secara komperehensif atau menyeluruh dengan beragam bentuk dan dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan (Soedijarto, 1993b:27-29).

2.4.6 Pelaksanaan Ujian Nasional

Pelaksanaan UN dinilai tidak cukup valid karena terbukti adanya joki ujian dan soal-soal yang bocor. Hal ini telah menampar dunia pendidikan kita, karena ternyata di lembaga pendidikan ada jaringan “tukang nyontek”, bukannya menjadi sarana menanam dan memelihara nilai-nilai luhur. Maka jangan kaget kalau hasilnya manusia pintar, tetapi bermental manipulator.

Page 49: Pro Dan Kontra UAN

Dalam Media Indonesia, Selasa 4 Juli 2006, Darmaningtyas menyatakan bahwa banyak laporan dari berbagai daerah mengenai penyimpangan pelaksanaan UN, yang salah satu bersumber pada tidak dijalankannya Standar Prosedur Operasioanl (SPO) yang dibuat oleh Badan Standarrisasi Nasional Pendidikan (BNSP) tentang UN. SPO itu mengatur mengenai keberadaan pegawai silang, lembar jawaban murid sudah dimasukkan ke dalam amplop dan dilem di dalam kelas, murid tidak boleh membawa HP, dan sejenisnya. Tapi yang terjadi di lapangan banyak sekolah yang tidak menerapkan pengawas silang, lembar jawaban di amplop baru dilem di ruangan panitia sehinnga memungkinkan penggantian lembar jawaban yang sudah dipersiapkan oleh guru, dan penggunaan SMS lewat HP untuk memudahkan menerima jawaban yang disusun oleh guru.

Kasus di SMK I Cilegon hanyalah salah satu contoh kasus yang terungkap saja. Banyak modus serupa terjadi , tapi tidak terpublikasikan karena tahu sama tahu saja antara guru dan murid. Murid ingin mereka agar dapat lulus, sedangkan guru ingin agar hasil kerja mereka dinilai baik, sehingga tidak ada salahnya membantu murid.

Hal lain yang merupakan ironi tapi tidak pernah terungkap di media massa adalah keheranan para guru sendiri atas hasil UN murid-murid mereka yang sering di luar dugaan, nilai hasil UN murid jauh melampaui kemampuan sehari-harinya. Sedangkan mereka yang dikenal pandai malah tidak lulus. Ini bukan kasuistik, tetapi banyak terjadi di beberapa tempat. Mengapa hal ini terjadi? Sangat mungkan karena penyimpangan memasukkan amplop tadi.

Ironi juga terjadi antar daerah. Daerah-daerah yang pada tahun-tahun sebelumnya dikenal memiliki angka kelulusan sangat rendah; seperti Papua, Maluku, dan Bengkulu; pada tahun 2006 mengalami peningkatan cukup signifikan. Sebaliknya Daerah Istimewa Yogyakarata (DIY) pada tahun 2006 justru mengalami penurunan tingkat kelulusan. Ini sungguh ironis bila dikaitkan dengan kepemilikan infrastruktur DIY yang lebih lengkap bila dibandingkan dengan ketiga daerah tersebut.

Ironi yang lebih jelas lagi adalah banyaknya murid SMTA (SMA dan SMK) yang tidak lulus UN sudah diterima di PTN terkemuka, baik melalui jalur PMDK maupun tes. Secara umum, standar tes masuk di PTN terkemuka lebih tinggi dibandingkan dengan standar kelulusan UN.

Buktinya tidak semua lulusan SMA dapat diterima di PTN, tapi hanya sebagian kecil saja yang lolos. Jadi, bila ada murid SMA yang sudah lolos tes msuk PTN terkemuka tapi tidak lulus UN, apafair bila disebutkan anak itu malas belajar? Mengingat, untuk dapat lolos tes di PTN itu sendiri berkat hasil balajar keras.

2.4.7 Aturan Ujian Nasional

Dalam surat kabar Pembaruan, 15 Mei 2006 disebutkan bahwa terdapat kontroversi tentang aturan Ujian Nasional.

Kotroversi Aturan tentang Ujian Nasional

PP No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Pasal 63 Ayat (1)

Penilaiaan hasil belajar dilakukan

Pasal 58 Ayat (1)

Evaluasi hasil belajar peserta didik

Page 50: Pro Dan Kontra UAN

oleh Tenaga Pendidik, Satuan Pendidik dan Pemerintah

dilakukan Pendidik untuk memantau proses, kemajuan. Dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan

Kontroversi Pasal-Pasal PP No. 19 2005

Pasal 78 huruf e

Pemerintah hanya mengevaluasi kinerja pendidikan

Pasal 79 Ayat (1) huruf a,b,c dan d

Tugas evaluasi hasil belajar dilakukan satuan pendidik.

Pasal 63 Ayat (1) huruf b dan c

Penilaian hasil belajar dilakukan oleh satuan pendidik dan pemerintah.

Dari tabel di atas terlihat jelas PP No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) yang kontradiktif mengenai Ujian Nasional. Dalam SISDIKNAS dijelaskan bahwa yang bertugas mengevaluasi hasil belajar adalah pendidik. Akan tetapi dalam Peraturan Pemerintah, pemerintah juga ikut andil dalam penilaian hasil belajar. Kontroversi mengenai pelaksanana evaluasi atau penilaian belajar tidak hanya dalam dua aturan yang berbeda tersebut, tetapi juga terdapat dalam PP No. 19/2005 itu sendiri.

2.5 Menyikapi Kontroversi Ujian Nasional di Indonesia

Beberapa bulan yang lalu pengumuman kelulusan ujiannasional (UN) diumumkan secara nasional. Seperti halnya pada tahun-tahun sebelumnya pemerintah mendapatkan ‘hujan’ cacian dari berbagai pihak, mulai dari ‘cacian’ yang didasari argumen teoritis akademis sampai dengan cacian yang hanya berdasar alasan-alasan irasional. Namun demikian pemerintah tidak bergeming sedikitpun ‘anjing menggonggong kafilah berlalu”, bahkan pada tahun sebelumnya pemerintah malah menaikkan nilai standard kelulusan peserta UN.

Cak Baskoro Adi Prayitno dalam opinininya mencoba menempatkan diri dalam posisi netral untuk mengurai akar permasalahan perdebatan permasalahan UAN yang tidak kunjung selesai dari tahun ketahun. Menurutnya akar masalah dari perdebatan ini hanya bersumber dari satu akar masalah sederhana namun sangat sulit untuk disatukan, yaitu perbedaan sudut pandang mengenai definisi atau cara memandang terhadap “konsep” mutu pendidikan.

Kedua kubu pro dan kontra UN pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama, yaitu berkeinginan meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. ‘Perkelahian’ yang tidak kunjung selesai antara kubu pro dan kontra UAN ini, menurut Cak Baskoro disebabkan posisi mereka yang kontradiktif (kalau tidak boleh dikatakan ekstrim kiri dan kanan) dalam memandang definisi mutu pendidikan.

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa sistem pendidikan di indonesia mengikuti sistem pendidikan yang ada di Amerika Serikat yang berlandaskan pada “Basic Sience”. Metode seperti ini diharapkan pemerintah dapat mendongkrak mutu pendidikan di Indonesia, dan pandangan semacam ini sebenarnya tidak dapat dipersalahkan.

Page 51: Pro Dan Kontra UAN

Di sisi lain kubu yang berlawanan dengan pemerintah (Kontra Ujian Nasional) menganggap bahwa strategi pendidikan semacam itu tidaklah tepat. Kubu kontra Ujian Nasional (UN) rupanya lebih suka memandang definisi mutu pendidikan dari sisi pragmatis. Pendidikan yang dikembangkan oleh Amerika Serikat memang teruji sebagai yang terbaik di muka bumi ini, bahkan sampai saat ini belum ada satu negara di dunia ini yang dapat menandinginya (coba kita lihat hampir sebagian besar the best teen perguruan terbaik di dunia berasal dari Amerika Serikat), tetapi dengan sistem pendidikan yang berorientasi pada basic science sesungguhnya membuat Amerika Serikat mengalami ’kekalahan’ dalam ’perang’ persaingan global (coba kita pikirkan siapa penemu mobil pertama, semua orang tahu Henri Ford orang Amerika. Siapa yang menguasai pasar mobil Amerika saat ini, semua orang tahu negara Jepang).

Mereka (kubu kontra ujian akhir nasioanal) beranggapan bahwa, pendidikan model Amerika Serikat hanya menyiapkan 10% penduduk terpandai, karena secara teoritis hanya 10% penduduk terpandai yang akan mampu menguasai ilmu pengetahuan dengan baik, atau dengan kata lain hanya 10% siswa terpandai saja yang mampu melewati ujian yang hanya berdimensi kognitif-akademik. Sementara itu di sisi lain banyak potensi lain dari siswa yang sebenarnya dapat dikembangkan tidak tergarap dengan baik (toh semua siswa tidak harus menjadi ilmuwan atau filosof bukan?).

Dan celakanya 80% siswa atau penduduk Indonesia (sebenarnya bukan hanya di Indonesia namun juga seluruh penduduk dunia) bukan tergolong dalam mereka yang mempunyai kecerdasan akademik 10% tersebut, tetapi pada kecerdasan-kecerdasan yang lain, seperti pekerjaan teknis, seniman, dan lain-lain. Dan celakanya juga 80% siswa-siswa tersebut ’dipaksa’ mengikuti 10% siswa yang mempunyai kecerdasan akademik, sehingga hak-hak mereka untuk sukses dibidang lain ’diperkosa’ oleh negara dengan kebijakan strategi pendidikan seperti di atas, indikator tersebut dengan mudah dapat kita lihat, banyak dari siswa kita yang tidak lulus ujian akhir nasional justru mereka anak-anak yang berprestasi dibidang lain seperti olahraga, bahasa, seni, dll, di satu sisi memang harus di akui ada beberapa siswa-siswa Indonesia berjaya dalam event-event olimpiade sains di dunia, namun sebenarnya hal itu tidak dapat digeneralisasikan ke semua populasi siswa Indonesia. Mereka adalah siswa-siswa yang termasuk dalam 10% yang memiliki kecerdasan akademik tadi. Sedangkan sisa 80% dari siswa tadi sering kali mendapat predikat ’siswa bodoh’ dari masyarakat (anggapan seperti ini masih berlaku di masyarakat sampai saat ini, orang tua merasa anaknya bodoh jika pada saat SMA anak mereka masuk pada jurusan-jurusan sosial dan bahasa).

Pandangan-pandangan semacam ini agaknya merupakan salah satu argumen yang mendasari ketidaksetujuan kubu kontra ujiannasional (UN) terhadap kebijakan strategi pendidikan yang dipilih oleh pemerintah, dan pandangan semacam ini sebenarnya juga tidak dapat dipersalahkan.

Mempertemukan cara pandang yang kontradiktif terhadap suatu permasalahan memang bagaikan menyatukan ‘minyak dengan air’, namun demikian bukan hal yang mustahil untuk dapat dipersatukan, yang kita perlukan hanya sebuah ‘sabun’ untuk mempersatukannya, yang kita perlukan adalah mencoba memandang sebuah permasalahan secara ’utuh’ dengan ’melihat’ dari semua sudut pandang, sehingga perdebatan ’orang buta mendefinisikan gajah’

Page 52: Pro Dan Kontra UAN

tidak lagi terjadi.. Mungkin kita perlu belajar dari negara Jepang dan beberapa negara eropa seperti Jerman.

Strategi pendidikan di Jepang dan Jerman berbeda dengan Amerika Serikat dan Indonesia yang lebih mementingkan 10% siswa terpandai dalam akademik, serta memaksakan sisanya mengikuti jejak 10% terpandai, strategi pendidikan di Jepang dan Jerman justru sebaliknya.

Pemerintah Jepang dan Jerman berusaha memberdayakan keduanya, 10% siswa pandai dalam bidang akademik betul-betul disaring untuk menjadi ilmuwan dan pemikir, mereka dipersiapkan untuk menempuh pendidikan di perguruan tinggi dengan sistem seleksi yang terkenal sangat sulit, sedangkan sisanya 80% dipersiapkan sesuai dengan bakat mereka. Tidak heran pendidikan dasar di Jepang termasuk dalam kategori tidak sulit, bahkan relatif menyenangkan. Strategi pendidikan semacam ini terbukti mampu membawa Jepang menjadi negara ‘pemenang ‘ dalam persaingan global saat ini.

Langkah yang dapat dilakukan saat ini adalah mendudukkan kedua kubu ini dalam ‘meja’ bersama-sama, mendiskusikan solusi yang tepat untuk mencari jalan keluar yang paling baik untuk meningkatkan mutu pendidikan. Bukankah kedua kubu ini sudah pada posisi jalur yang benar yaitu sama-sama ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia tercinta. Pemerintah seyogyanya tidak tutup mata dan tutup telinga terhadap kritikan tentang kelemahan-kelemahan Ujian Nasional yang sebenarnya memang benar adanya. Demikian juga sebaliknya kubu kontra ujian nasional (UN), bukan hanya selalu mengkritik tapi tidak mau mencari solusinya. Kita sudah teralu lama ‘berkelahi gaya preman’ beradu wacana dan teori di jalanan yang sebenarnya tidak pernah menyelesaikan masalah, yang kita butuhkan adalah duduk bersama demi mutu pendidikan Indonesia yang lebih baik.

Hal yang lebih penting untuk dilakukan adalah bagaimana peranan siswa yang akan menghadapi UN, pihak keluarga, dan sekolah dalam membantu melewati tantangan UN.

a) Yang harus dimiliki oleh para siswa adalah keyakinan diri. Motivasi dalam dirinya. Hal tersebut penting karena bagaimana mau sukses menjalani UN jika dalam dirinya tidak ada kemauan untuk berhasil untuk menghadapi UN. Optimisme dan berpikir positif  harus tertanam dalam jiwa setiap siswa.

b) Pihak keluarga    yang merupakan tempat paling dekat dengan siswa. Semua anggota keluarga harus bisa menciptakan suasana yang nyaman untuk belajar. Rasa aman dan keakraban juga diperlukan untuk menjaga perasaan siswa sehingga siswa tidak mengalami gangguan dan dapat mempengaruhi konsentrasi belajarnya.

Selain itu, orang tua senantiasa mengontrol perkembangan hasil belajar anaknya. Mulai dari ulangan harian sampai try out menjelang UN. Sehingga orang tua bisa memahami kesulitan apa yang dihadapi anaknya dan berusaha mencari solusi kesulitas tersebut. Pihak keluarga sangat berperan untuk mempersiapkan mental siswa apabila hasil UN tidak sesuai dengan harapan. Kekuatan iman sedang diuji apakah ikhlas menerima keputusan yang diberikan Allah SWT.

c) Tidak ketinggalan, pihak sekolah tentu juga berperan dalam membangun semangat berjuang para siswanya. Guru memberikan strategi pembelajaran yang tepat dan efisien agar peserta didik memiliki kompotensi setiap mata pelajaran. Dan juga mudah untuk menyelesaikan SOAL-Soal UN dengan cepat dan tepat. Selain itu, guru dapat memberikan

Page 53: Pro Dan Kontra UAN

buku panduan sesuai dengan Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) dan membahasnya bersama siswa agar mereka memahami pelajaran yang ada. Menurutnya Djemari, kunci keberhasilan dalam menghadapi tantangan UN adalah kualitas pembelajaran yang dilakukan pendidik di kelas, di laboratorium, bengkel maupun di luar kelas. Tantangan lain yang penting adalah kejujuran dan objektivitas dalam pelaksanaan Ujian Nasional.

Ketiga hal di atas bersatu dan hasil akhir tentunya tergantung dari keputusan Allah SWT. Seluruh rencana dan ikhtiar yang telah dilakukan tidak akan terwujud tanpa campur tangan Yang Maha Kuasa..Wallahu’alam

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Ujian Nasional merupakan suatu evaluasi belajar tahap akhir di setiap jenjang pendidikan dasar dan menengah. Salah satu tujuan pelaksanaan Ujian Nasional adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Tetapi, pada akhir-akhir ini justru Ujian Nasional (UN) menimbulkan kontroversi. Akibatnya melahirkan pihak-pihak yang pro dan kontra. Pemerintah sebagai pihak yang pro tetap melaksanakan UN, sedangkan pihak yang kontra dengan pemerintah sering memberikan hujatan ataupun cacian sebagai bentuk penolakan terhadap pelaksanaan UN. Mereka menilai UN memilki banyak kelemahan. Kedua pandangan ini tidak dapat dipersalahkan. Langkah yang dapat dilakukakan saat ini adalah pihak yang pro dan kontra sebaiknya duduk bersama untuk membahasa masalah Ujian Nasional di Indonesia, mencari solusi yang terbaik bagi peningkatan mutu pendidikan di Indonesia ini. Peranan orang tua, guru, dan instansi pendidikan juga sangat berpengaruh kepada pelaksanaan UN serta siswa sebagai pihak yang mengikuti Ujian Nasional itu sendiri.

3.2. Saran

Pemerintah sebagai pengambil kebijakan sebaiknya tidak menutup mata dan telinga akan adanya potret pendidikan di Indonesia terutama dalam pelaksanaan Ujian Nasional yang selalu menuai kontroversi di setiap tahunnya. Begitu pun halnya dengan pihak yang kontra dengan pemerintah tidak hanya selalu memberikan kritikan yang pedas, tanpa mau berusaha bersama-sama memikirkan solusi yang terbaik menghadapi realita ini. Pihak sekolah dan instansi pendidikan lainnya sekiranya tidak menambah kelemahan UN dengan kasus-kasus seperti soal-soal yang bocor dan lain sebagainya. Peran orang tua juga tidak kalah penting mempersipkan ananknya menghadapi UN, terutama kesiapan mental. Semoga hal ini sedikitnya dapat memyelesaikan kontrovesi Ujian Nasional di Indonesia.

Daftar Pustaka

Tilaar, H.A.R. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional. Jakarta: PT Rineka Cipta

Page 54: Pro Dan Kontra UAN

Yusuf, Farida Tayibnapsis. 2000. Evaluasi Peogram. Jakarta: PT Rineka Cipta

Suyanto, Bagong. Senin, 31 Januari 2005. Menggugat Ujian Nasional. Kompas

Darmaningtyas. Selasa, 4 Juli 2006. Kontroversi Ujian Nasional. Media Indonesia, Tempo Interaktif

Dananjaya, Utomo. Juma’at, 30 Juni 2006. Kaji Ulang Ujian Nasional. Suara Pembaruan

Pembaruan, 15 Mei 2008. UN Jangan Tentukan Kelulusan

http://nuritaputranti.wordpress.com/2008/03/07/tanggapan-ujian-akhir-nasional/

http://re-searchengines.com/art05-75.html

http://dhita.blogspot.com/2007/04/peranan-ujian-akhir-nasional-dalam.html

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0712/19/kesra03.html http://www.freelists.org/post/list_indonesia/ppiindia-Dilema-Ujian-Nasional,2

http://www.suaramerdeka.com/harian/0511/09/nas21.htm 

http://pena-deni.blogspot.com/2008/04/ujian-nasional-slta.html

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0702/17/opi01.html 

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0702/17/opi01.html 

http://setjen.diknas.go.id/portal/index.php?fa=tanggapan.view&kategori_id=1&id=202 

http://setjen.diknas.go.id/datafile/un2008.pdf 

http://baskoro1.blogspot.com/2008/06/mengurai-akar-permasalahan-soal.html

Page 55: Pro Dan Kontra UAN

UJIAN NASIONAL MASIHKAH SESUAI DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN INDONESIA?

published by humas on Wed, 2012-05-16 13:40

Berbicara soal pendidikan merupakan sebuah hal yang tiada habisnya untuk didiskusikan, bukan lantaran masalah momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional, namun karena lebih fokus pada refleksi pendidikan yang masih jauh dari harapan. Hadirnya berbagai problem pendidikan mulai dari isu RUU PT, kapitalisme, komersialisasi pendidikan sampai polemik pelaksanaan Ujian Nasional menjadikan tanda tanya kepada kita semua,  mau dibawa kemana pendidikan kita sekarang?

Beberapa hal tersebut yang menjadikan dasar Departemen Sosial Politik Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (BEM FIS UNY) mengadakan diskusi edukatif terkait polemik Ujian Nasional dengan mengangkat tema “Ujian Nasional: Antara Pemetaan Mutu dan Penentu Kelulusan” pada hari Kamis, (10/5) di Aula FE lantai 2.

Diskusi ini dihadiri puluhan peserta dari berbagai kalangan, baik dari mahasiswa, guru se-D.I.Y dan beberapa pemerhati pendidikan. Diskusi yang dimulai pukul 13.00 wib ini dihadiri pula oleh Birokrat kampus seperti Dekan FIS UNY Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M. Ag dan Wakil

Page 56: Pro Dan Kontra UAN

Dekan III FIS Terry Irenewati, M. Hum. Acara ini mengundang pembicara yang berkompeten, yakni Drs. Aulia Reza Bastian, M. Hum (Dewan Pendidikan D.I.Y), Suwandi, M. Pd (Guru MAN 3 Yogyakarta), dan Vivit Nur Arista Putra (Aktifis Pusaka Pendidikan).

Mengawali acara diskusi tersebut, Ajat Sudrajat mengungkapkan problema pendidikan adalah pendidikan sendiri telah di rampas oleh penguasa yang sudah tidak lagi memberikan kebebasan kepada dunia pendidikan untuk mengembangkan potensi secara maksimal, “Hak-hak pendidikan para siswa telah dirampas para penguasa, lantaran hanya tidak lulus satu pelajaran saja, gugur semua dan sia-sia perjuangan selama 3 tahun lebih dalam belajar” tegas beliau dalam sambutan sekaligus membuka acara.

Mengkritisi adanya Ujian Nasional, Drs. Aulia Reza Bastian, M. Hum, mengungkapkan  dari berbagai segi, salah satunya melihat dari segi filosofis. Menurutnya, Ujian Nasional telah melenceng dari hakikat tujuan pendidikan Indonesia, seperti yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara, mendidik itu menuntun agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan, namun pada kenyataannya UN sendiri selalu berdampak pada masalah psikologis, baik pendidik maupun peserta didik. Hal lain yang di kritisi lagi adalah UN yang telah melenceng dari pijakan dasar pelaksanaan UN yakni PP 19/2005 Standar Nasional Pendidikan BAB X pasal 68, “isi aturan tersebut hakikatnya jelas UN sebagai penanda bukan sebagai penentu” tegas Aulia reza.

Tidak jauh apa yang diungkapkan oleh Aulia, Suwandi, M. Pd, Guru MAN 3 Yogyakarta mengungkapkan carut-marut pelaksanaan akbar tahunan seperti Ujian Nasional selalu menyebabkan pro-kontra. Perhatian masyarakat terhadap UN sangat besar, terbukti tak sedikit diantara masyarakat berkembang adanya plesetan UN seperti Ujian Niat, Uji Nyali, Uji Nasib, dan lain-lain. Hal ini menandakan terganggunya psikologis masyarakat akibat UN. Kondisi adanya UN telah menjelma menjadi Tuhan baru, banyak diantara siswa mendadak alim, tobat. Namun prihatinnya, ketika sudah selesai ujian tobat dan alim juga selesai, “Hal tersebut menunjukkan realitas contoh akibat korban pendidikan yang hanya mengejar nilai kuantitas saja tanpa menilai sebuah proses” Tegas Suwandi.

Senada yang diungkapkan kedua pembicara diatas, Vivit Nur Arista Putra, mengungkapkan bahwa pelaksanaan UN berimbas pada psikis atau mental pendidik dan peserta didik. Cara pandang dan cara mengajar guru menjadi pragmatis, “Mengukur keberhasilan bukan dari segi hasil, namun seharusnya dari serangkaian proses. Kondisi ini menjadikan sekolah fokus pada mata pelajaran (mapel) yang diujikan, karena UN menyangkut prestise satuan pendidikan. Sehingga kondisi inilah yang menyebabkan potensi adanya kecurangan massal antara pendidik, peserta didik, bahkan sekolah. Semua dilakukan hanya demi satu kata pragmatis yakni LULUS” tegas Vivit. (Ahmad/Sari)

Page 57: Pro Dan Kontra UAN

Pro Kontra Ujian NasionalPublished April 18, 2013 Artikel Pengamat Ditutup Tag:Eko Supriatno, Pro Kontra Ujian Nasional

Oleh Eko Supriatno

 ”UN sudah menjadi tembok besar yang menghalangi anak untuk mampu berpikir logis,

tidak hafalan, dan kritis bertanya. Dengan bentuk UN yang sekarang, hilang semua itu.

Omong kosong dengan pendidikan karakter,” -Mudji Sutrisno -

Ujian nasional memang masih menyimpan pro dan kontra yang belum jua menemukan titik

cerah. Setiap tahunnya, isu tentang keefektifan penyelenggaraan UN terus bergulir ibarat

“bola panas”.

Pro Kontra itu artinya bahwa Ujian Nasional “kehadirannya” menjadi perdebatan dan “sangat

amat” kontroversi di masyarakat. Di satu pihak ada yang “setuju”, karena dianggap dapat

meningkatkan mutu pendidikan. Dengan adanya ujian nasional, sekolah dan guru akan dipacu

untuk dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya agar para siswa dapat mengikuti ujian

dan memperoleh hasil ujian yang sebaik-baiknya. Konon “katanya”, dengan adanya UN

Page 58: Pro Dan Kontra UAN

siswa didorong untuk belajar secara sungguh-sungguh agar dia bisa lulus dengan hasil yang

sebaik-baiknya. Begitupun dengan “sudut pandang” pemerintah yang “ngotot” untuk

mempertahankan Ujian Nasional sebagai finalisasi seorang siswa pada jenjang pendidikan

(SMA/MA dan Kejuruan). Asumsi pemerintah juga bahwa ujian nasional “sangat”

dibutuhkan, karena sebagai kontrol sejauh mana suatu sekolah itu telah menerapkan dengan

baik program pendidikan nasional. Oleh karena itu hasil ujian nasional adalah salah satu

indikasi keberhasilan sekolah dalam menerapkan kurikulum pendidikan nasional. Dengan

alasan ini maka ujian nasional apapun kendalanya tetap diperlukan.

Sementara, di pihak lain juga tidak sedikit yang merasa “tidak setuju”. Alasan yang tidak

setuju, karena menganggap bahwa ujian nasional sebagai sesuatu yang sangat “kontradiktif

dan “kontraproduktif” dengan semangat reformasi pembelajaran yang sedang kita

kembangkan. Sebagaimana dimaklumi, bahwa saat ini ada kecenderungan untuk menggeser

paradigma model pembelajaran kita dari pembelajaran yang lebih berorientasi pada

pencapaian kemampuan kognitif ke arah pembelajaran yang lebih berorientasi pada

pencapaian kemampuan afektif dan psikomotor, melalui strategi dan pendekatan

pembelajaran yang jauh lebih menyenangkan dan kontekstual, dengan berangkat dari teori

belajar “konstruktivisme”.

Dan bagi penulis, pro kontra ujian nasional ini, “seyogyanya” tidak terjadi kalau semua pihak

saling memahami dan menempatkan UN secara proporsional. Menurut penulis, setidaknya

ada beberapa hal yang menjadi “Catatan Kritis” dalam tulisan “Pro Kontra Ujian Nasional”

ini:

Pertama, Sudah saatnya mengembalikan fungsi UN sebagai uji diagnostik pemetaan kualitas

layanan pendidikan bukan sekedar kelulusan. Ingat!! Penempatan ujian nasional sebagai ujian

kelulusan hanya akan menyempitkan kurikulum, melanggengkan pengajaran berbasis soal

ujian, dan pembelajaran bersifat hafalan. Tulisan ini tidak berarti desakan untuk

menghapuskan UN, tetapi bagaimana caranya mereposisi fungsi UN sebagai “marwah”

pemetaan. Dan menurut penulis juga, UN sebagai ujian kelulusan tidak logis mengingat

kualitas pendidikan itu berbeda di setiap daerahnya.

Kedua, UN dan relevansi kelulusan siswa. Seperti yang kita ketahui, meski dikatakan tak lagi

menjadi satu-satunya penentu, UN tetap menjadi ujung tombak nasib kelulusan jutaan siswa

Page 59: Pro Dan Kontra UAN

sekolah dasar dan menengah. Anggapan ketidakadilan terhadap aspek penentu kelulusan,

juga didasarkan atas mata pelajaran yang di-UN-kan. Keterwakilan mata pelajaran yang di-

UN-kan, dianggap masih kurang komprehensif. Mata pelajaran seperti agama,

kewarganegaran, seni, dan olahraga seolah hanya menjadi pelengkap mata pelajaran di

sekolah. Hal ini mampu berdampak pada “kekurangseriusan” siswa maupun guru dalam

mapel tersebut lantaran tidak diikutsertakan dalam UN.

Ketiga, UN dan sistem yang masih lemah. “Impoten-nya” sistem UN yang paling kentara

adalah pada pengawasan pelaksanaan UN. Tak sekali dua kali tersiar kabar maraknya

kecurangan dalam penyelenggaraan UN, baik di pusat maupun daerah. Kecurangan yang

sebenarnya berlandas atas ketakutan tidak mendapat titel “Lulus 100%” ini tidak hanya

menjangkiti siswa. Pihak sekolah yang semestinya menjadi motor sportivitas pelaksanaan

UN, malah rela mengorbankan idealisme dan turut “membantu” siswa lulus dengan cara yang

tidak jujur. Hal lain yakni pada permasalahan teknis, seperti kesalahan “lucu” soal dan LJK

bisa di fotocopy, katanya “komputerisasi”, begitupun dengan pengisian data pada lembar

jawaban. Masalah ini disebabkan oleh terlalu banyaknya data yang harus siswa isi. UN

merupakan saat yang menegangkan bagi sebagian besar siswa. Terlalu banyaknya data yang

diisi di awal, mampu menyebabkan buyarnya konsentrasi siswa. Bisa jadi, siswa malah salah

mengisi kode paket hingga menyebabkan jawaban tidak valid dan dinilai tidak lulus penilaian

UN.

Keempat, UN 2013 ini, ada istilah “Penundaan Ujian Nasional”. Penundaan Ujian Nasional

(UN) “pasti”mempengaruhi psikologi Siswa SLTA. Menurut penulis, selain dapat

memberikan dampak psikologis bagi siswa dan sekolah, juga memiliki dampak materi dan

sosiologis. Contohnya, kerugian materi karena pendistribuan berkas soal dan jawaban.

Sedangkan, dampak sosiologisnya, kepercayaan Masyarakat akan menurun terhadap

pemerintah selaku Penyelenggara UN.

Kelima, UN dan kepentingan diluar pendidikan, penulis lihat “masih ada” dan ini

“berbahaya”, seperti kepentingan politik dari para pemegang kebijakan pendidikan atau

kepentingan ekonomi bagi segelintir orang. Seperti kita ketahui, Ujian Nasional merupakan

“hajat besar” atau “pesta gede-gede-an” masyarakat dunia pendidikan. Pemerintah pun tak

tanggung-tanggung merogoh kocek “kurang lebih” sebesar 600 miliar rupiah untuk

Page 60: Pro Dan Kontra UAN

pelaksanaan UN tahun ini. Beragam kasus dan polemik pelaksanaan UN, layaknya menjadi

sarana pembelajaran bagi setiap pihak untuk penyempurnaannya. Dana sebesar 600 miliar

yang digelontorkan pemerintah, seyogyanya mampu menyokong penyelenggaraan UN yang

berkualitas. Masalah yang berkaitan dengan teknis, dalam sistem penyelenggaraan maupun

pengawasan UN, selayaknya diminimalisir dengan memperketat administrasi maupun

distribusi soal UN. Tetapi kelihatannya, “hari ini” masih banyak ditemukannya kejanggalan-

kejanggalan, seperti kasus kebocoran soal, nyontek yang sistemik dan disengaja, merekayasa

hasil pekerjaan siswa dan bentuk-bentuk kecurangan lainnya. Terlepas dari kontroversi yang

ada bahwa sampai saat ini belum ada pola baku sistem ujian akhir untuk siswa. Perubahan

sering terjadi seiring dengan pergantian pejabat. Hampir setiap pejabat ganti, kebijakan

sistem juga ikut berganti rupa.

UN dan Potret Pendidikan

Dari fenomena pro kontra UN ini, terlihat potret pendidikan kita “aslinya”. Kita bisa menilik

realitas konkret pada momentum UN dewasa ini. Masyarakat bisa menyaksikan bagaimana

siswa–siswa yang mengikuti UN harus dikawal dengan penjagaan ekstra, mirip “darurat

militer”. Dan ini merujuk pada satu persepsi bahwa produk yang dihasilkan oleh pendidikan

belum menciptakan manusia yang seutuhnya, manusia pun ternyata harus dijaga agar tidak

berbuat curang dalam UN. Dan begitupun juga, mau atau tidak mau proses pendidikan di

Negara kita adalah yang paling bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Tujuan pendidikan

yang menciptakan manusia yang bertanggung jawab dan bermoral ternyata belum dicapai

oleh siswa.

Kecurangan dan ketidaksiapan dalam mengikuti UN adalah indikator atas itu semua.

Sehingga dapat diasumsikan bahwa potret pendidikan nasional hari ini telah gagal,

disebabkan karena pemerintah tidak percaya dengan proses pendidikan. Anda saja

pemerintah percaya terhadap output proses pendidikan, maka pemerintah tidak perlu

menjadikan siswa seperti ‘terpenjara’.

Menurut penulis, terdapat 2 langkah strategis yang bisa dilakukan pemerintah dalam

mereformasi dan merevitalisasi persoalan ”Pro Kontra UN” ini yaitu Pertama, Pihak

pemerintah melalui Depdikbud harus merancang sistem ujian atau penilaian yang sistematis,

bertahap, dan berkelanjutan. Sistem penilaian harus dapat difungsikan untuk mendeteksi

Page 61: Pro Dan Kontra UAN

potensi dan kompetensi siswa sekaligus bisa memetakan kompetensi guru dalam keberhasilan

pembelajaran di kelas. Hasil UN juga harus ditindaklanjuti dengan berbagai program yang

dapat meningkatkan mutu pendidikan secara komprehensif.

Kedua, Sistem penilaian (UN) “kedepan”, harus mampu memberi informasi yang akurat;

mendorong siswa untuk belajar; memotivasi guru dalam pembelajaran; meningkatkan kinerja

lembaga; dan meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan sistem penilaian yang demikian

diharapkan secara berangsur-angsur mutu pendidikan di tanah air akan meningkat. Di lain

pihak, para praktisi pendidikan di lapangan, terutama guru dan Kepala Sekolah harus

meningkatkan kompetensi dan kinerjanya, sehingga kualitas pembelajaran di kelas akan

meningkat dan pada gilirannya akan meningkatkan mutu pendidikan.

Dan ketiga, Penulis, mendesak pemerintah “Kaji Ulang” yang namanya Ujian Nasional”

apabila, kelihatannya banyak madlorot dibandingkan manfaatnya, tentu harusnya dihapus

saja. Atau bisa saja UN difungsikan sebagai pemetaan, pelaksanaannya tidak harus tiap

tahun, tetapi secara periodik 3-5 tahun dengan pengambilan sampel. Jika menjadi ujian

kelulusan, ujian nasional (UN) justru mematikan kreativitas siswa dan membuat siswa jenuh

belajar. Idealnya, untuk ujian kelulusan, lakukan saja ujian sekolah karena guru dan sekolah

yang mengetahui secara persis kondisi siswa. Dengan demikian berapapun standar kelulusan

yang akan ditetapkan pemerintah akan selalu siap, tanpa ada rasa takut dan kaget. Di sisi lain

pula para siswa dan orang tua juga akan tumbuh kesadaran bahwa untuk mencapai hasil yang

memuaskan harus ditempuh dengan kerja keras, sehingga anggapan dalam ujian pasti lulus

100% hilang dari pikiran mereka. Kalau semua pihak sudah pada pemikiran, kesadaran, dan

tindakan yang sama, maka mutu pendidikan di Indonesia perlahan-lahan namun pasti akan

meningkat. Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak bisa ditempuh dengan cara parsial

tetapi harus holistik dengan melibatkan semua pihak yang terkait dalam dunia pendidikan.

Kiranya, Pro Kontra UN masih akan terus terjadi, karena dalam perjalanannya sampai hari ini

(Selasa/16/04/2013), UN belum juga dievaluasi secara menyeluruh di hadapan publik. Tidak

kecuali, UN tetap dilaksanakan meski banyak pihak belum merasa puas terhadap rencana

penyelenggaraan tersebut pada tahun mendatang. Atau mungkin UN akan dihapus?? Wallahu

A’lam. Kontak person: 081385628075, Email: [email protected]://gagasanhukum.wordpress.com/2013/04/18/pro-kontra-ujian-nasional-2/

Page 62: Pro Dan Kontra UAN

Pro Kontra Ujian Nasional”Posted by abdurrahmanhaqiqi on Mei 15, 2013

Oleh : Antonius Setiaji Hardono

NIM : 12104241038

Ujian nasional, seakan menjadi musuh paling besar dikalangan pelajar Indonesia. Mengapa demikian? Fakta

membuktikan, disaat siswa-siswi akan menghadapi Ujian Nasional, bukan rasa semangat dan termotivasi untuk

lebih giat belajar, tetapi malah rasa takut yang luar biasa dirasakan para siswa. Menurut saya, depresi para

siswa tersebut dikarenakan nilai Ujian Nasional dijadikan sebagai syarat utama kelulusan, dan nilai tersebut

siswa harus mencapai standar nilai kelulusan sesuai keputusan Kementrian Pendidikan. Pemerintah berharap,

dengan adanya Ujian Nasional beserta standarisasi kelulusannya, Indonesia mampu menciptakan sumber daya

manusia yang berkualitas baik. Selain itu pemerintah berharap bisa meningkatkan daya saing dengan negara

lain sehingga Indonesia bisa menyaingi negara-negara maju. Harapan-harapan pemerintah yang diwujudkan

dengan pengadaan ujian nasional beserta standarisasi kelulusannya tersebut dipandang negatif oleh sebagian

besar siswa dan masyarakat umum. Seperti yang kita ketahui bersama, ujian nasional berjalan selama 3 hari

yang meliputi 3 mata pelajaran utama untuk tingkat SD, 4 hari dengan 4 mata pelajaran utama di tingkat SMP, 3

hari dengan 3 mata pelajaran utama ditingkat SMK, dan 4 hari dengan 6 mata pelajaran utama di tingkat SMA.

Dengan demikian, perjalanan sekolah para siswa tersebut ditentukan dengan sekian hari saja.

Keputusan pemerintah tentang pengadaan ujian nasional beserta standarisasinya tersebut mendapat kritikan

dari banyak pihak. Dilihat dari hasil ujian nasional yang sudah terlaksana, nilai ujian nasional tidak bisa dijadikan

jaminan kulitas siswa tersebut. Siswa yang juara olimpiade matematika belum tentu bisa mendapatkan hasil

maksimal di ujian nasional. Dan sebaliknya, siswa yang malas belajar dan riwayat hasil pendidikannya kurang

bisa mendapatkan hasil yang diatas rata-rata, mereka justru mempunyai kemungkinan mendapat hasil yang

memuaskan. Hal tersebut dikarenakan adanya faktor keberuntungan. Banyak siswa yang asal memilih jawaban,

ternyata yang dia pilih sebagian besar benar. Ada juga siswa yang membeli kunci jawaban karena kebocoran

soal ujian nasional sebelum hari-H. Dilihat dari sistemnya saja pemerintah bisa dibilang gagal, karena setiap

tahunnya pasti ada kebocoran soal dan keterlambatan pemasokan soal ke daerah-daerah terpencil. Dengan

adanya ujian nasional ini, para siswa akan terpacu untuk mendapat nilai atau hasil akhir yang bagus, tetapi

dengan berbagai cara selain belajar. Dengan demikian, siswa lebih mementingkan hasil akhir dan tidak

menghiraukan seberapa banyak ilmu yang dia dapatkan selama masa belajarnya. Sehingga ketika lulus, siswa

hanya memiliki sedikit ilmu pengetahuan dari sekolahnya.

Pada dasarnya sekolah adalah tempat untuk menuntut ilmu dan membuka jendela dunia, namun pada fakta

yang ada sekolah menjadi syarat utama untuk mencari pekerjaan ataupun mencari lanjutan pendidikan nya,

sehingga siswa hanya memandang bahwa sekolah adalah syarat, asal sudah dapat ijazah, itu sudah baik.

Lalu,bagaimana dengan proses belajarnya? Kembali ke individu siswa masing-masing. Sebagian siswa peduli

dengan proses, dalam artian mereka selalu berusaha mencari ilmu sebanyak-banyaknya selama proses belajar

mengajar. Siswa yang peduli dengan proses tersebut memiliki semangat yang tinggi dalam menggali ilmu

pengetahuan, dan ketika hasil ujiannya tidak maksimal, mereka akan tetap merasa puas karena hasil itu adalah

Page 63: Pro Dan Kontra UAN

jerih payah mereka dan mereka jadikan sebagai tolok ukur kemampuan mereka. Meskipun demikian, ada juga

siswa yang hanya mementingkan hasil akhir. Siswa yang mementingkan hasil akhir tersebut tidak

memperdulikan proses belajarnya. Yang mereka cari hanyalah hasil akhir, meskipun dengan cara yang tidak

benar dan beresiko tinggi. Hal inilah yang menjadi sebagian kecil sisi gelap dunia pendidikan Indonesia.

Terkadang masyarakat luas memandang kekurangan pendidikan di Indonesia adalah salah pemerintah,  namun

masyarakat tidak melihat dari sisi siswanya sendiri.

Dalam web yang saya temukan, seorang komentator web tersebut yang bernama Ujang Heryanto

mengungkapkan bahwa “Ujian nasional itu perlu tetapi prosedurnya yang harus di ubah”.Dengan adanya banyak

kritikan dan pendapat tersebut, pemerintah harus bekerja ekstra keras untuk mencari yang terbaik demi majunya

pendidikan Indonesia yang tentunya juga harus bisa diterima masyarakat luas, dan demi meningkatkan sumber

daya manusia yang terdidik. Bukan hanya pemerintah, para siswa dan masyarakat luas sudah selayaknya ikut

serta dalam membangun pendidikan Indonesia. Masyarakat jangan hanya bisa mengkritik, tetapi juga harus

koreksi dan benah diri, sehingga ada relasi antara kinerja pemerintah dengan kondisi para siswa ataupun

masyarakat umum. Pada dasarnya  kejanggalan-kejanggalan yang terjadi di dunia pendidikan Indonesia bukan

hanya kekeliruan pemerintah, tetapi juga dari masyarakat nya sendiri  yang terkadang masyarakat tersebut tidak

mau koreksi diri dan hanya mau mengkritik serta menyalahkan pemerintah. begitupula dengan praktek

pendidikannya, para siswa banyak yang tidak mau kerja keras menuntut ilmu, dan ketika pemerintah

mengeluarkan ketentuan-ketentuan, para siswa baru berbicara dan mengkritik tanpa ada usaha nyata yang

dilakukan untuk meningkatkan ilmu pengetahuannya. Seharusnya sistem serta praktek pendidikan adalah

tanggung jawab bersama, bukan hanya tanggung jawab satu pihak saja. Jadi perubahan harus dilakukan oleh

para siswa, masyarakat luas, dan pemerintah. Dengan demikian pendidikan Indonesia akan maju dan akan

berdampak baik pada masa depan serta kualitas sumber daya manusia Indonesia, sehingga Indonesia tidak

tertinggal dengan negara-negara maju.

Page 64: Pro Dan Kontra UAN

AN PRO DAN KONTRA 

Akhir-akhir ini diketahui, bahwa adanya kebijakan UAN menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat, baik dari kalangan pendidikan maupun dikalangan non kependidikan. Adalah suatu hal yang wajar, apabila adanya suatu keputusan menimbulkan suatu yang pro dan kontra. Namun pro yang kontra kali ini, patut dipikirkan oleh pemerintah dalam hal ini jajaran Pemerintah yang berkaitan dengan Pendidikan Nasional. 

Saya melihat adanya kebijakan Ujian Akhir Nasional dari dua sudut pandang; 

Pertama, Ujian Akhir Nasional perlu diadakan, dalam rangka untuk mengetahui daya beda pencapaian target dari standar nasional yang ditetapkan, dengan adanya UAN, maka kita akan mengetahui daerah tertentu sudah mmampu memenuhi target, untuk itu kedepannya perlu ditingkatkan, nah bagi daerah yang belum mencapai, maka dibutuhkan suatu terobosan bagaimana daerah tersebut bisa mencapai standar yang ditetapkan. 

Kedua, UAN tidak perlu dilaksanakan, kalau hanya dijadikan sebagai standar kelulusan, karena akan merusak proses yang selama ini diikutiu oleh siswa. akan menjadi preseden buruk ke depan kalau ini tetap dipaksakan. sebagai ilustrasi, ada anaka yang rajin dan pintar, tidak pernah bolos, selalu juara, tetapi, karena pada malam sebelum ujian, ibu kandungnya sakit, sehingga harus menemani di rumah sakit, dan pagi harinya ujian diikuti dengan tidak konsentrasi akhirnya hasil menyatakan gagal. seorang siswa lainnya yang sering bolos, nilainya kurang memuaskan, tetapi pada saat ujian, kebetulan duduk berdekatan dengan anak yang pitar, sehingga dapat mencontek, akhirnya lulus. dua contoh di atas, menunjukkan bahwa ada ketidak adilan dalam penentuan kelulusan jika hanya menggunakan standar UAN. oleh karena itu solusi yang dapat saya berikan adalah, UAN tetap dilaksanakan untuk point pertama tadi, tetapi untuk menentukan kelulusan berikanlah kesempatan dan otonomi kepada sekolah dalam hal ini adalah guru untuk menentukan kelulusan karena guru yang tahu proses selama ini.

Saya afdhee setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright).

CATATAN:Artikel-artikel yang muncul di sini akan tetap di pertanggungjawabkan oleh penulis-penulis artikel masing-masing dan belum tentu mencerminkan sikap, pendapat atau kepercayaan Pendidikan Network.

http://researchengines.educationcreativity.com/0906afdhee.html

Page 65: Pro Dan Kontra UAN

Pro Kontra Ujian NasionalIsu yang mengatakan bahwa Ujian Nasional(UN) tidak akan dilaksanakan lagi pada tahun 2011 ternyata

merupakan angin lalu. Nyatanya UN tetap dilaksanakan di tahun 2011. Oleh karena itu, kemungkinan besar UN

akan tetap dilaksanakan di tahun 2012 ini.Ujian Nasional meru1pakan sesuatu yang tidak asing lagi di dalam

dunia pendidikan.

Ujian Nasional merupakan tahap akhir evaluasi belajar siswa dalam menyerap ilmu yantg diterimanya

di sekolah.UjianNasional merupakan kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan dan pelaksanaannya

dilaksanakan oleh lembaga-lembaga seperti SD/MI, SMP/MTs. dan SMA/MA/SMK dengan tujuan agar siswa

mengetahui kemampuannya serta mengukur kemampuannya dalam menyerap ilmu yang diterimanya di sekolah

yang bersangkutan.

Meskipun demikian, ujian nasional merupakan sesuatu yang pro dan kontra di kalangan masyarakat. Di satu sisi,

masyarakat yang pro diadakannya Ujian Nasional adalah mereka yang beralasan bahwa dengan adanya ujian

nasional akan dapat mengevaluasi siswa sejauh mana siswa mampu menyerap ilmu yang diterimanya.

Dengan adanya UN, siswa juga dituntut lebih giat belajar dan memperbanyak do’a kepada Allah SWT serta tidak

putus asa dalam menghadapi ujian nasional, karena ujian nasional merupakan penentu  kelulusan mereka

sekaligus penentu masa depan mereka.

Penentu masa depan maksudnya, mereka yang sudah lulus ujian nasional akan berpikir ke depannya

nanti.Mereka akan melanjutkan sekolah yang lebih tinggi atau berhenti sampai di situ saja.

Tetapi di sisi lain, ada juga masyarakat yang kontra tentang diadakannya ujian nasional bahkan mereka

mengatakan ujian nasional tidak perlu diadakan.Mereka beranggapan seperti itu karena dalam ujian nasional

tidak sedikit mengandung unsur-unsur penipuan.

Misalnya ada siswa yang dengan mudah membeli soal UN dan orang yang menjualnya dengan mudah

memberikannyakarena tergiur dengan imbalan. Bocoran soal UN juga sering terjadi setiap tahun setaip akan

diadakannya UN. Hal ini tentu merupakan suatu yang kontradiksi dari tujuan Ujian Nasional yaitu mengukur

kemampuan siswa dalam menyerap ilmu yang diterimanya.

Inilah kelemahan dari sistem pendidikan yang ada di negeri ini.Orang yang kontra terhadap UN juga

beranggapan bahwa UN merupakan hantu yang menakutkan bagi siswa yang kemampuannya di bawah rata-

rata, sehingga siswa tersebut tidak percaya diri dalam menghadapi UN karena dihantui rasa takut pada dirinya

kalau-kalau mereka tidak lulus.

Dari dua pendapat berbeda di atas, pemerintah dituntut untuk dapat memperbaiki sistem pendidikan yang ada di

negeri ini. Misalnya pemerintah tetap mengadakan ujian nasional tetapi tidak sebagai penentu kelulusan siswa.

UN hanya diadakan untuk mengevaluasi kemampuan siswa.

Pemerintah tidak berpihak terhadap yang pro maupun yang kontra dengan UN.Pemerintah bersikap netral.

Dengan demikian, masyarakat yang pro dan kontra terhadap UN, tidak akan lagi berselisih pendapat  tentang

diadakannya UN.

http://fialin12ipa.wordpress.com/pro-kontra-ujian-nasional/

Page 66: Pro Dan Kontra UAN

Pro Kontra Ujian Nasional

Penilaian Pembaca:  / 29 

Buruk Terbaik 

Ditulis Oleh Ahmad Nursolikhin   

09-01-2012,

Isu yang mengatakan bahwa Ujian Nasional(UN)

tidak akan dilaksanakan lagi pada tahun 2011

ternyata merupakan angin lalu. Nyatanya UN

tetap dilaksanakan di tahun 2011. Oleh karena itu,

kemungkinan besar UN akan tetap dilaksanakan

di tahun 2012 ini.Ujian Nasional meru1pakan

sesuatu yang tidak asing lagi di dalam dunia

pendidikan.

Ujian Nasional merupakan tahap akhir evaluasi

belajar siswa dalam menyerap ilmu yantg

diterimanya di sekolah.Ujian Nasional merupakan

kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan

dan pelaksanaannya dilaksanakan oleh lembaga-

lembaga seperti SD/MI, SMP/MTs. dan

SMA/MA/SMK dengan tujuan agar siswa

mengetahui kemampuannya serta mengukur

kemampuannya dalam menyerap ilmu yang

diterimanya di sekolah yang bersangkutan.

Meskipun demikian, ujian nasional merupakan

sesuatu yang pro dan kontra di kalangan

masyarakat. Di satu sisi, masyarakat yang pro

diadakannya Ujian Nasional adalah mereka yang

beralasan bahwa dengan adanya ujian nasional

akan dapat mengevaluasi siswa sejauh mana

siswa mampu menyerap ilmu yang diterimanya.

Dengan adanya UN, siswa juga dituntut lebih giat

belajar dan memperbanyak do'a kepada Allah

SWT serta tidak putus asa dalam menghadapi

ujian nasional, karena ujian nasional merupakan

penentu  kelulusan mereka sekaligus penentu

masa depan mereka.

Penentu masa depan maksudnya, mereka yang

sudah lulus ujian nasional akan berpikir ke

Beri Nilai

Page 67: Pro Dan Kontra UAN

depannya nanti.Mereka akan melanjutkan sekolah

yang lebih tinggi atau berhenti sampai di situ saja.

Tetapi di sisi lain, ada juga masyarakat yang

kontra tentang diadakannya ujian nasional bahkan

mereka mengatakan ujian nasional tidak perlu

diadakan.Mereka beranggapan seperti itu karena

dalam ujian nasional tidak sedikit mengandung

unsur-unsur penipuan.

Misalnya ada siswa yang dengan mudah membeli

soal UN dan orang yang menjualnya dengan

mudah memberikannyakarena tergiur dengan

imbalan. Bocoran soal UN juga sering terjadi

setiap tahun setaip akan diadakannya UN. Hal ini

tentu merupakan suatu yang kontradiksi dari

tujuan Ujian Nasional yaitu mengukur kemampuan

siswa dalam menyerap ilmu yang diterimanya.

Inilah kelemahan dari sistem pendidikan yang ada

di negeri ini.Orang yang kontra terhadap UN juga

beranggapan bahwa UN merupakan hantu yang

menakutkan bagi siswa yang kemampuannya di

bawah rata-rata, sehingga siswa tersebut tidak

percaya diri dalam menghadapi UN karena

dihantui rasa takut pada dirinya kalau-kalau

mereka tidak lulus.

Dari dua pendapat berbeda di atas, pemerintah

dituntut untuk dapat memperbaiki sistem

pendidikan yang ada di negeri ini. Misalnya

pemerintah tetap mengadakan ujian nasional

tetapi tidak sebagai penentu kelulusan siswa. UN

hanya diadakan untuk mengevaluasi kemampuan

siswa.

Pemerintah tidak berpihak terhadap yang pro

maupun yang kontra dengan UN.Pemerintah

bersikap netral. Dengan demikian, masyarakat

yang pro dan kontra terhadap UN, tidak akan lagi

berselisih pendapat  tentang diadakannya UN.

Ahmad Nursolikhin

Desa Gedangdowo RT 002/RW 003 Kec. Jepon,

Kab. Blora

Jln. Sayuran Km.05, Jepon

Telepon: 082134348536

[email protected] 

http://citizennews.suaramerdeka.com/?option=com_content&task=view&id=1519

Page 68: Pro Dan Kontra UAN

Fenomena Pro dan Kontra Kebijakan Ujian Nasional Muhammad Risal5.0Fenomena Pro dan Kontra Kebijakan Ujian Nasional

Artikelbagus.com – Fenomena Pro dan Kontra Kebijakan Ujian Nasional. 

Dari tahun ke tahun penyelenggaraan Ujian Nasional selalu diwarnai dengan pro-kontra. Di satu pihak ada yang

meyakini  bahwa Ujian Nasional sebagai syarat kelulusan siswa masih tetap diperlukan. Tetapi di lain pihak,

tidak sedikit pula yang menyatakan menolak Ujian Nasional sebagai syarat kelulusan siswa. Masing-masing

pihak tentunya memliki argumentasi tersendiri. 

 

Berikut ini disajikan aneka berita seputar Pro-Kontra Kebijakan Ujian Nasional  yang berhasil dihimpun dari

berbagai sumber, yang tentunya baru sebagian kecil saja dari sejumlah berita yang saat ini sedang hangat

diberitakan dalam berbagai mass media.

BERITA PRO UJIAN NASIONAL

1. Penerbitan Permendiknas   Ujian Nasional 2010

Mendiknas menerbitkan peraturan  No.74 dan 75 tentang Panduan UN Tahun Pelajaran 2009-2010 SD dan

SMP/SMA/SMK, ditandatangani oleh Mendiknas  Bambang Sudibyo per tanggal 13 Oktober 2009.  Salah satu

isinya menyebutkan  bahwa  Hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk penentuan kelulusan

peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan. (baca selengkapnya Depdiknas )

2. Kalah di MK Soal UN, Pemerintah Segera Ajukan PK

Menyusul keputusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi ujian nasional yang diajukan oleh pemerintah,

Pemerintah akan kembali melakukan upaya hukum yang terakhir yakni pengajuan peninjauan kembali. “Terus

terang saya belum membaca keputusan MA. Yang jelas kita menghormati apa pun keputusan lembaga hukum.

Siapa pun juga harus menghormati upaya-upaya hukum yang masih dilakukan. Untuk selanjutnya, tentu

pemerintah akan menggunakan hak yang dimiliki,” kata Menteri Pendidikan Nasional RI Mohammad Nuh seusai

upacara bendera Peringatan Hari Guru, Rabu (25/11) di halaman Departemen Pendidikan Nasional RI, Jakarta. 

(baca selengkapnya Kompas.com)

Page 69: Pro Dan Kontra UAN

3. 2010, UN Bukan Penentu Kelulusan

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M Nuh mengatakan, pada tahun 2010 Departemen Pendidikan

Nasional (depdiknas) akan melakukan perubahan pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Tetapi pihaknya

menyangkal jika perubahan tersebut dikaitkan dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi

dari pemerintah berkait keputusan dari Pengadilan Tinggi Jakarta tentang pelaksanaan UN. (baca selengkapnya

Republika Online)

4. Ujian Nasional Jalan Terus

Salah satu anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Prof Mungin Eddy Wibowo, mengatakan

bahwa putusan Mahkamah Agung (MA) yang melarang pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tak memengaruhi

penyelenggaraan UN pada 2010. “Kami akan tetap menyelenggarakan UN pada 2010 sesuai dengan jadwal

yang ditetapkan, dan hal itu juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan,” kata Mungin.  (baca selengkapnya Kompas.com)

5. Hasil UN Meningkat, Pemerintah Puas

Pemerintah atau Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), melalui Badan Standar Nasional Pendidikan

(BSNP), mengaku merasa puas dengan hasil Ujian Nasional (UN) 2008/2009 yang secara nasional

persentasenya mengalami kenaikan.(baca selengkapnya: Diknas.go.id)

BERITA KONTRA UJIAN NASIONAL

1. Press Realease dari Mahkamah Agung

Mahkamah Agung menolak permohonan pemerintah terkait perkara ujian nasional, dalam perkara Nomor : 2596

K/Pdt/2008 dengan para pihak Negara RI cq Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono; Negara RI cq Wakil

Kepala Negara, Wakil Presiden RI, M. Jusuf Kalla; Negara RI cq Presiden RI cq Menteri Pendidikan Nasional,

Bambang Sudibyo; Negara RI cq Presiden RI cq Menteri Pendidikan Nasional cq Ketua Badan Standar Nasional

Pendidikan, Bambang Soehendro melawan Kristiono, dkk (selaku para termohon Kasasi dahulu para

Penggugat/para Terbanding.(baca selengkapnya Mahkamah Agung )

2. Pasca Putusan MA, Pemerintah Perlu Tinjau UN

“…  Dari segi hukum perlu diapresiasi, karena setidaknya putusan MA itu perlu dikritisi oleh pemerintah untuk

benar-benar meninjau kembali UN, yang selama ini terjadi pemerintah tidak pernah melakukan itu,” ujar Dr Anita

Lie, dosen di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unika WIdya Mandala Surabaya.

“….Sementara itu, menurut Sekretaris Institute for Education Reform Universitas Paramadina Mohammad

Abduhzen, ada hal lebih penting dari putusan MA tersebut, yaitu soal pemborosan. Abduh mengatakan,

pemborosan terjadi akibat dikeluarkannya kebijakan UN ulang bagi siswa yang tidak lulus. “Dengan model yang

seperti ini, UN sampai saat ini tidak memperlihatkan satu hal pun yang menyangkut soal peningkatan mutu anak

didik,” ujarnya. Abduh menegaskan, kalau tidak dikritisi oleh masyarakat, kondisi yang terjadi akan terus begini.

“UN itu tentu bisa diadakan, tetapi kalau sudah dilakukan perubahan pada kerangka pendidikan nasional yang

bermutu secara menyeluruh, namun kenyataannya secara makro hal itu tidak ada sama sekali, tidak ada

kompromi,” tambahnya. (Baca selanjutnya Kompas.com)

Page 70: Pro Dan Kontra UAN

3. Putusan Kasasi UN Dirayakan dengan Tumpeng

Peringatan Hari Guru di Bandung dirayakan dengan tumpengan oleh guru, siswa, dan masyarakat pemerhati

pendidikan. Syukuran ini juga dilakukan terkait ditolaknya permohonan kasasi pemerintah mengenai ujian

nasional oleh Mahkamah Agung. (Baca se;engkapnya Kompas.Com )

4. Pemerintah Dinilai Langgar Hukum Jika Tetap Gelar Ujian Nasional

Pemerintah dinilai melanggar hukum jika tetap menyelenggarakan Ujian Nasional tahun depan. Sebab, putusan

Mahkamah Agung yang menolak kasasi yang diajukan pemerintah dianggap sudah final.   (baca selengkapnya

Tempointeraktif )

5. Guru Menuntut Ujian Nasional Dibatalkan

Para guru yang tergabung dalam Forum Interaksi Guru Banyumas (Figurmas), Jumat (27/11), menuntut agar

Ujian Nasional dibatalkan, menyusul keputusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi perkara UN yang

diajukan pemerintah.  (baca selengkapnya Kompas.Com )

6. Wakil Ketua MPR Setuju Penghapusan Ujian Nasional

Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin meminta pemerintah menerima putusan MA yang membatalkan ujian

nasional. Ketimpangan fasilitas pendidikan menjadikan pendidikan di Indonesia tidak pantas lagi distandarisasi

secara nasional. (baca se;lanjutnya  : Detik News )

7. Mahasiswa Demo Minta Ujian Nasional Dihapus

Aliansi Mahasiswa Peduli Pendidikan (AMPP) Polewali Mandar, Sulawesi Barat, melakukan aksi unjuk rasa di

kantor dinas pendidikan setempat. Dalam orasinya para mahasiswa mendesak pemerintah dan dinas pendidikan

untuk bertanggung jawab dengan bobroknya pelaksanaan ujian nasional tahun ini. (baca se;lanjutnya  :

Liputan6.com)

8. Tolak UN, BEM Universitas Palangkaraya Demo

Puluhan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Palangkaraya berdemo di halaman Dinas

Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah. Mereka menolak ujian nasional sebagai standar kelulusan. (baca

se;lanjutnya: Kompas.com)

BERITA “KORBAN” UJIAN NASIONAL

1. Peserta UN Dicampur, Guru Bingung

… Kebijakan mencampur peserta UN itu membingungkan pihak sekolah, guru, dan siswa. Apalagi hingga saat

ini kepastian soal perubahan-perubahan teknis dalam pelaksanaan UN belum juga disampaikan secara resmi ke

sekolah.Sejumlah pimpinan sekolah dari berbagai daerah, Rabu (25/11), mengatakan, rencana mencampur

peserta UN menambah beban psikologis pelajar. (baca selengkapnya: Kompas. com)

Page 71: Pro Dan Kontra UAN

2. Kisah Pahit Para Korban Ujian Nasional

Ujian nasional digugat. Ujian sebagai standarisasi kelulusan itu dianggap mengabaikan prestasi yang dibina

anak didik selama bertahun-tahun. Banyak siswa berprestasi tidak lulus hanya lantaran gagal dalam ujian

nasional. Seperti yang dialami Siti Hapsah pada 2006. Mimpinya kuliah di Institut Pertanian Bogor sirna gara-

gara ujian ujian nasional. Ia dinyatakan tak lulus ujian nasional lantaran nilainya kurang 0,26.  (baca

selengkapnya  VivaNews)

3. Pelajar Alami Gangguan Jiwa Hadapi UN {Video)

Seorang siswi kelas 3 SMP Negeri 4 Kendari, Sulawesi Tenggara mengalami gangguan jiwa setelah terlalu

banyak belajar menghadapi ujian nasional. (baca selengkapnya  VivaNews)

4. Bunuh Diri Karena Tak Lulus UN

Gara-gara tak lulus ujian nasional (UN) SMA, seorang pemuda nekat bunuh diri. Diduga karena tak kuat

menahan beban psikis, Tri Sulistiono (21) memilih mengakhiri hidupnya dengan cara melompat ke dalam sumur. 

(baca selengkapnya Suara Merdeka)

5.  Mengurung diri setelah gagal UN,  Edy akhirnya bunuh diri

Edi Hartono (19), aib karena gagal UN masih terus terasa menyesakkan. Setelah mengurung diri di rumah

neneknya, mantan siswa SMA di Besuki itu akhirnya bunuh diri. (baca selengkapnya: Kompas. com)

6. Gagal UN, Siswi SMP Mencoba Bunuh Diri

Hasil ujian nasional sekolah menengah pertama nyaris membawa korban jiwa di Banyuwangi, Jawa Timur,

belum lama ini. Ida Safitri, siswi SMPK Santo Yusuf, mencoba bunuh diri dengan menenggak puluhan pil tanpa

merek karena gagal lulus. Beruntung nyawa korban dapat diselamatkan setelah pihak keluarga segera

membawanya ke rumah sakit. (baca selengkapnya: Liputan6.com)

7. Siswa SMK Coba Bunuh Diri, Diduga Karena Tak Bisa Ikut UN

Ujian Nasional (UN) adalah segalanya bagi seorang siswa. Diduga karena stres tidak bisa ikut UN, Hendrik

Irawan (19) nekat minum racun serangga. Beruntung nyawanya bisa diselamatkan.

Read more: http://www.artikelbagus.com/2011/12/fenomena-pro-dan-kontra-kebijakan-ujian-nasional.html#ixzz3FBOVzACf