Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

34
Evaluasi Ujian Nasional (UN), PISA, dan TIMSS WULI OKTININGRUM Februari , 2014 Makalah ini berisi tentang hasil evaluasi pendidikan di Indonesia ditinjau fari pelaksanaan Ujian Nasional (UN), Programme for International Student Assessment (PISA), dan Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS).

description

Makalah ini berisi tentang hasil evaluasi pendidikan di Indonesia ditinjau dari pelaksanaan Ujian Nasional (UN), Programme for International Student Assessment (PISA), dan Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS).

Transcript of Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

Page 1: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

Evaluasi Ujian Nasional (UN), PISA, dan TIMSS

WULI OKTININGRUM

Februari , 2014

Makalah ini berisi tentang hasil evaluasi pendidikan di Indonesia ditinjau fari pelaksanaan Ujian Nasional (UN), Programme for International Student Assessment (PISA), dan Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS).

Page 2: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

A. PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu pilar penting dalam peningkatan kualitas dan

kesejahteraan hidup masyarakat. Maka tujuan fundamental dari pendidikan adalah

untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan fungsi dari pendidikan itu sendiri

seperti yang dijelaskan di dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20

tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pendidikan juga merupakan salah satu bentuk usaha menuju pendewasaan

dalam kehidupan. Melalui pendidikan diharapkan dapat tercipta kehidupan lebih baik.

Berbagai usaha dilakukan agar pendidikan dapat memberikan hasil yang maksimal,

mulai dari perbaikan penyusunan program, perbaikan proses dan perbaikan sistem

evaluasi.

Evaluasi merupakan subsistem yang sangat penting dan sangat di butuhkan

dalam setiap sistem pendidikan, karena evaluasi dapat mencerminkan seberapa jauh

perkembangan atau kemajuan hasil pendidikan. Dengan evaluasi, maka maju dan

mundurnya kualitas pendidikan dapat diketahui, dan dengan evaluasi pula, kita dapat

mengetahui titik kelemahan serta mudah mencari jalan keluar untuk berubah menjadi

lebih baik ke depan.

Tanpa evaluasi, kita tidak bisa mengetahui seberapa jauh keberhasilan siswa,

dan tanpa evaluasi pula kita tidak akan ada perubahan menjadi lebih baik, maka dari

itu secara umum evaluasi adalah suatu proses sistemik untuk mengetahui tingkat

keberhasilan suatu program.

Sehingga dalam kesempatan ini saya akan membahas tentang pro da kotra

masyarakat tentang sistem evaluasi pendidikan nasional melalui UAN, PISA dan

TIMSS.

B. UJIAN NASIONAL (UN)

Mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No

45 tahun 2006, UN merupakan kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta

didik secara nasional untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah yang

pelaksanaannya ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), dimana

penyelenggaraannya meliputi mata pelajaran tertentu yang diikuti oleh peserta didik

SMP, MTs, SMPLB, SMA, MA, SMALB, dan SMK.

Landasan yuridis pelaksanaan UN adalah a) Undang-Undang No.20/2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional; b) Peraturan Pemerintah No.19/2005 tentang

Page 3: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

Standar Nasional Pendidikan; c) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

(Permendiknas) No.20/2005 tentang Ujian Nasional Tahun Pelelajaran 2005/2006.

UN bertujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada

mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan

teknologi. Sedangkan hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk

pemetaan mutu satuan dan/program pendidikan; seleksi untuk masuk jenjang

pendidikan berikutnya; penentuan kelulusan peserta didik dari suatu satuan

pendidikan; akreditasi satuan pendidikan; dan pembinaan dan pemberian bantuan

kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

Senada dengan hal tersebut Haryanti dan Mujiran (Suara Merdeka, 150205)

mengemukakan bahwa alasan pemerintah menyelenggarakan ujian nasional, antara

lain karena ujian nasional berguna untuk mengukur dan menilai kompetensi peserta

didik dalam bidang pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya disampaikan juga bahwa

pemerintah memandang perlu dilaksanakannya UN karena selain untuk kepentingan

pemetaan pendidikan UN juga dipakai sebagai instrumen penentu kelulusan dan

pemberian ijazah bagi peserta didik.

Tujuan diadakan Ujian Nasional (UN) , Menurut Keputusan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 153/U/2003 Tentang Ujian Akhir Nasional Tahun

Pelajaran 2003/2004 bahwa tujuan dan fungsi ujian nasional seperti yang tercantum

dalam SK Mendiknas 153/U/2003 yaitu:

Mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.

Mengukur mutu pendidikan di tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kota, dan

sekolah/madrasah.

Mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan secara nasional,

propinsi, kabupaten/kota, sekolah/madrasah, dan kepada masyarakat.

- PRO UAN

UN (Ujian Nasional) merupakan kegiatan tahunan pemerintah yang

menimbulkan banyak pro dan kotra. Meskipun banyak masyarat dan beberapa

pejabat pemerintah menilai kegiatan ini harus dihapuskan, tapi masih ada

masyarakat dan pejabat pemerintah yang mendukung kegiatan ini.

Bapak Agung Laksono selaku Menkokesra yang dikutip dalam Kompas edisi

25 April 2013 menyatakan dukungannya kepada UN. Beliau menyampaikan

Page 4: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

bahwa pelaksanaan UN itu penting bagi pemeritah, meskipun ada banyak

kekurangan dan harus diperbaiki setiap tahunnya.

Selain Menkokesra, UN juga mendapat dukungan penuh dari instansi terkait

seperti Kemendikbud, DPR dan Kementrian Keuangan. Bentuk dukungan mereka

yaitu berupa anggaran yang selalu disihkan untuk UN setiap tahunnya.

Menurut Karso selaku Lektor Kepala FPMIPA UPI terdapat beberapa hal yang

dapat dijadikan alasan mengapa UN peru dipertahankan, antara lain :

Ada beberapa hal yang dapat dijadikan alasan mengapa UN perlu tetap

dipertahankan, antara lain:

a. Beberapa pasal pada Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang

terkait langsung dengan kegiatan ujian atau evaluasi pendidikan adalah pasal

35, pasal 57, pasal 58, dan pasal 59. Berdasarkan pasal-pasal dan ayat-ayatnya

serta kaitannya satu sama lain, maka dapat ditarik suatu pemahaman seperti

berikut ini.

1) Terhdap hasil belajar peserta didik perlu dilakukan evaluasi oleh pendidik

dengan tujuan utama untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan

hasil belajar peserta ddik secara berkesinambungan (pasal 58, ayat 1).

2) Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, satuan/lembaga pendidikan,

dan program pendidikan untuk memantau (pasal 35, ayat 3) dan/atau

menilai (pasal 58, ayat 2) pencapaian standar nasional pendidikan (isi,

proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,

pengelolaan, pembiayaan, dan evaluasi pendidikan) (pasal 35, ayat 1).

3) Evaluasi terhadap peserta didik, satuan/lembaga pendidkan, dan program

pendidikan untuk memantau atau menilai pencapaian standar nasional

dilakukan oleh suatu lembaga mandiri (pasal 58, ayat 2), dapat berupa

badan standarisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan (pasal

35, ayat 3) dan/atau lembaga yang diselenggarakan oleh masyarakat

dan/atau yang diselenggarakan oleh organisasi profesi.

4) Pasal 35, 57, dan 58 mengamanatkan bahwa evaluasi perlu dilakukan

untuk (a) pengendalian mutu pendidikan secara nasional (pasal 57, ayat

1), dan (b) memantau (pasal 35, ayat 3) dan/atau menilai (pasal 58, ayat 2)

pencapaian standar nasional pendidikan.

5) Pasal 59 berisi tentang lembaga yang harus melakukan evaluasi dan

membentuk lembaga evaluasi yang mandiri disertai beberapa spesifikai

Page 5: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

tentang apa dan siapa yang dievaluasi, yaitu pemerintah dan pemerintah

daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan

jenis pendidikan (pasal 59, ayat 1). Masyarakat dan/atau organisasi profesi

dapat membentuk lembaga yang mandiri untuk melakukan evaluasi

sebagaimana ynag dimaksud dalam pasal 58 (pasal 59, ayat 2).

b. Tidak sedikit pula pendapat yang mendukung dilaksanakan UN terutama

didasarkan pada argumentasi tentang pentingnya UN sebagai pengendali mutu

pendidikan secara nasional dan pendorong atau motivator bagi peserta didik

dan penyelenggara pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan.

c. UN perlu dilaksanakan dalam rangka menegakkan akuntabilitas pengelola dan

penylenggara pendidikan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan dan

masyarakat pada umumnya. Secara konseptual UN mampu menyediakan

informasi yang akurat kepada masyarakat tentang prestasi yang dicapai oleh

setiap peserta didik, sekolah, lembaga pendidikan kabupaten/kota, provinsi,

dan prestasi nasional secara keseluruhan. Informasi ini dapat digunakan untuk

membandingkan prestasi belajar antar sekolah, kabupaten/kota, dan antar

provinsi. Dalam konteks ini UN merupakan instrumen yang potensial untuk

menyediakan informasi penting dalam menegakkan akuntabilitas.

Beberapa masyarakat pun berpendapat bahwa UN masih perlu dilaksanakan

karena UN memberikan beberapa dampak positf dan hasil dari UN bisa dijadikan

acuan untuk kejenjang pendidikan selanjutnya.

Beberapa kegunaan hasil UN :

Penetapan mutu satuan dan atau program pendidikan di seluruh Indonesia,

Seleksi masuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau berikutnya,

Pertimbangan penentuan kelulusan peserta didik dari satuan dan atau

program pendidikan,

Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan dan atau program

pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan untuk mencapai

tingkat kelulusan tertentu, dan

Perbaikan sarana dan prasarana untuk guru, laboratorium, perpustakaan,

tenaga kependidikan dan keperluan sekolah lainnya.

Page 6: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

Secara tidak langsung dampak positif dari pelaksaan UN bagi siswa adalah

memotivasi siswa untuk lebih rajin belajar, karena siswa sadar bahwa persaingan

dalam UN sangat ketat sekali dan hasil UN merupakan penentu masa depan

mereka.

- KONTRA UAN

Telah muncul berbagai tanggapan dan pendapat yang beragam dari berbagai

kalangan tentang UN yang dilansir oleh sejumlah media masa. Di antara mereka

ada yang secara tegas menolak keberadaan UN dalam bentuk apapn dan

menggantinya dengan ujian sekolah.

Menurut kajian Koalisi Pendidikan, setidaknya ada empat penyimpangan

dengan digulirkannya UN (Tempo, 040205), yaitu ;

pertama, aspek pedagogis. Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta

didik mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Tapi

yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan, yaitu kognitif.

Kedua, aspek yuridis. Beberapa pasal dalam UU Sistem Pendidikan Nasional

Nomor 20 Tahun 2003 telah dilanggar, misalnya pasal 35 ayat 1 yang

menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses,

kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,

pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara

berencana dan berkala. UN hanya mengukur kemampuan pengetahuan dan

penentuan standar pendidikan yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah.

Pasal 58 ayat 1 menyatakan, evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh

pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar

peserta didik secara berkesinambungan. Kenyataannya, selain merampas hak

guru melakukan penilaian, UN mengabaikan unsur penilaian yang berupa

proses. Selain itu, pada pasal 59 ayat 1 dinyatakan, pemerintah dan pemerintah

daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan jalur, jenjang, dan jenis

pendidikan. Tapi dalam UN pemerintah hanya melakukan evaluasi terhadap

hasil belajar siswa yang sebenarnya merupakan tugas pendidik.

Ketiga, aspek sosial dan psikologis. Dalam mekanisme UN yang

diselenggarakannya, pemerintah telah mematok standar nilai kelulusan 3,01

pada tahun 2002/2003 menjadi 4,01 pada tahun 2003/2004 dan 4,25 pada

tahun 2004/2005 dan pada tahun 2006 ini standar nilai kelulusan dinaikan

Page 7: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

hingga 5,00. Ini menimbulkan kecemasan psikologis bagi peserta didik dan

orang tua siswa. Siswa dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang akan

di-UN-kan di sekolah ataupun di rumah.

Keempat, aspek ekonomi. Secara ekonomis, pelaksanaan UN memboroskan

biaya. Pada 2005 memang disebutkan pendanaan UN berasal dari pemerintah,

tapi tidak jelas sumbernya, sehingga sangat memungkinkan masyarakat

kembali akan dibebani biaya. Selain itu, belum dibuat sistem yang jelas untuk

menangkal penyimpangan finansial dana UN. Sistem pengelolaan selama ini

masih sangat tertutup dan tidak jelas pertanggungjawabannya. Kondisi ini

memungkinkan terjadinya penyimpangan (korupsi) dana UN.

Selain itu Karso selaku Lektor Kepala FPMIPA UPI berpendapat bahwa

argumentasi yang dapat dikemukakan sebagai penolakan UN antara lain :

a. Dilihat dari UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu

Pasal 8 ayat 1: “Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik

untuk memantau proses, kemampuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik

secara berkesinambungan”.

b. Karena sifat ujiannya nasional, maka bidang kajian yang di-UN-kan dianggap

lebih penting daripada pelajaran lain, sehingga sebagian besar upaya sekolah

hanya ditujukan untuk mengantarkan peserta didik mencapai keberhasilan

dalam UN. Padahal materi UN hanya mencakup aspek intelektual, belum

mampu mengukur seluruh aspek pendidikan secara utuh. Dalam hal ini telah

terjadi malpraktik dengan kesan penyempitan terhadap makna dan hakekat

pendidikan yang utuh menjadi hanya menyangkut aspek kognitif untuk

beberapa pelajaran yang diujikan. Kecakapan motorik, sosial, emosional,

moral atau budi pekerti, dan aspek spiritual dianggap diabaikan.

c. Menurut sebagian ahli tes, UN dalam keadaan sekarang bertentangan dengan

kaidah pendidikan itu sendiri. Dalam kaidah pendidikan tes digunakan untuk

menjamin kualitas anak didik, bukan untuk menghukumnya. Sekarang ini UN

digunakan untk menghukum anak didik yang telah belajar selama tiga tahun

tetapi tidak lulus dalam UN yang hanya dilaksanakan dalam beberapa menit

dan beberapa mata pelajaran. Padahal seharusnya pemerintah introspeksi diri

bahwa ketidaklulusan anak didik adalah cerminan dari ketidakmampuan

Page 8: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

pemerintah dalam memberikan pelayanan pendidikan kepada siswa. Jangan

kesalahan itu dibebankan kepada para siswa.

d. Kenyataannya sekarang ini di lapangan, di sekolah-sekolah ada yang mulai

berkiblat pada bimbingan les. Para siswa lebih percaya pada bimbingan les

daripada kepada guru mereka sendiri, yang mengajar selama tiga tahun. Guru

mata pelajaran yang di-UN-kan saja merasa terabaikan, bagaimana dengan

guru mata pelajaran yang non-UN? Tidak sedikit ada yang mendatangkan guru

bimbingan belajar atau bentuk-bentuk kersajama antara lembaga bimbingan

belajar dengan sekolah. Ada yang berangapan bahwa dunia pendidikan

berkiblat pada UN, sehingga telah mengerdilkan makna pendidikan. Menurut

Ketua Komisi X DPR RI Heri Ahmadi (Pikiran Rakyat, 19 Desember 2007)

mengungkapkan bahwa “Pelaksanaan UN ini mengakibatkan fungsi sekolah

sebagai tempat belajar semakin kehilangan makna, sebab yang terpenting

bagaimana sekolah dapat meluluskan siswanya”. Hal ini memang benar,

karena sering terdengar adanya berita-berita yang negatif yang dilakukan oleh

oknum guru atau sekolah dalam pelaksanaan UN.

e. Belum lagi tentang disvaritas mutu sekolah, efisiensi anggaran, belum

memberikan jaminan kualitas lulusan meningkat. Sebagai contoh penulis

pernah menemukan suatu sekolah di suatu kabupaten terpencil yang hanya

mengajarkan mata pelajaran yang di-UN-kan saja untuk para siswa di kelas

tiga. Kemudian menurut hasil penelitian di ITB, ternyata lebih banyak

mahasiswa yang drop out yang pada waktu di SMA-nya mengikuti bimbingan

belajar daripada mereka yang tidak mengikuti bimbingan belajar.

C. PISA

PISA merupakan singkatan dari Programme Internationale for Student

Assesment yang merupakan suatu bentuk evaluasi kemampuan dan pengetahuan yang

dirancang untuk siswa usia 15 tahun . PISA sendiri merupakan proyek dari

Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yang pertama

kali diselenggarakan pada tahun 2000 untuk bidang membaca, matematika dan sains.

Ide utama dari PISA adalah hasil dari sistem pendidikan harus diukur dengan

kompetensi yang dimiliki oleh siswa dan konsep utamanya adalah literasi.

PISA dilaksanakan setiap tiga tahun sekali, yaitu pada tahun 2000, 2003,

2006, 2009, dan seterusnya. Sejak tahun 2000 Indonesia mulai sepenuhnya

Page 9: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

berpartisipasi pada PISA. Pada tahun 2000 sebanyak 41 negara berpartisipasi sebagai

peserta sedangkan pada tahun 2003 menurun menjadi 40 negara dan pada tahun 2006

melonjak menjadi 57 negara. Jumlah negara yang berpartisipasi pada studi ini

meningkat pada tahun 2009 yaitu sebanyak 65 negara. PISA terakhir diadakan pada

tahun 2012, dan laporan mengenai hasil studi ini belum dirilis oleh pihak OECD.

Dalam melakukan studi ini, setiap negara harus mengikuti prosedur operasi

standar yang telah ditetapkan, seperti pelaksanaan uji coba dan survei, penggunaan tes

dan angket, penentuan populasi dan sampel, pengelolaan dan analisis data, dan

pengendalian mutu. Desain dan implementasi studi berada dalam tanggung jawab

konsorsium internasional yang beranggotakan the Australian Council for Educational

Research (ACER), the Netherlands National Institute for Educational Measurement

(Citogroep), the National Institute for Educational Policy Research in Japan (NIER),

dan WESTAT United States.

Tujuan PISA adalah untuk mengukur prestasi literasi membaca, matematika,

dan sains bagi siswa usia 15 tahun. Bagi Indonesia, manfaat yang dapat diperoleh

antara lain untuk mengetahui posisi prestasi literasi siswa di Indonesia bila

dibandingkan dengan prestasi literasi siswa di negara lain dan faktor – faktor yang

mempengaruhinya. Dasar penilaian prestasi literasi membaca, matematika, dan sains

dalam PISA memuat pengetahuan yang terdapat dalam kurikulum dan pengetahuan

yang bersifat lintas kurikulum.Masing-masing aspek literasi yang diukur adalah

sebagai berikut:

o Membaca : memahami, menggunakan, dan merefleksikan dalam bentuk

tulisan.

o Matematika : mengidentifikasikan dan memahami serta menggunakan dasar-

dasarmatematika yang diperlukan seseorang dalam menghadapi kehidupan

sehari-hari.

o Sains : menggunakan pengetahuan dan mengidentifikasi masalah untuk

memahamifakta-fakta dan membuat keputusan tentang alam serta perubahan

yang terjadi padalingkungan.

Keterlibatan Indonesia dalam Program for International Student Assessment

(PISA) adalah dalam upaya melihat sejauh mana program pendidikan di negara kita

Page 10: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

berkembang dibanding negara-negara lain di dunia. Hal ini menjadi penting dilihat

dari kepentingan anak-anak kita di masa yang akan datang sehingga mampu bersaing

dengan negara-negara lain dalam era globalisasi. Penilaian PISA dapat dibedakan dari

penilaian lainnya dalam hal sebagaimana disebutkan di bawah ini ( Hayat, 2009):

PISA berorientasi pada kebijakan desain dan metode penilaian dan pelaporan

disesuaikan dengan kebutuhan masing- masing negara peserta PISA agar

dapat dengan mudah ditarik pelajaran tentang kebijakan yang telah dibuat oleh

negara peserta melalui perbandingan data yang disediakan.

PISA menggunakan pendekatan literasi yang inovatif, suatu konsep belajar

yang berkaitan dengan kapasitas para siswa untuk menerapkan pengetahuan

dan keterampilan dalam mata pelajaran kunci disertai dengan kemampuan

untuk menelaah, memberi alasan dan mengomunikasikannya secara efektif,

serta memecahkan dan menginterpretasikan permasalahan dalam berbagai

situasi.

Konsep belajar dalam PISA berhubungan dengan konsep belajar sepanjang

hayat, yaitu konsep belajar yang tidak membatasi pada penilaian kompetensi

siswa sesuai dengan kurikulum dan konsep lintas kurikulum, melainkan juga

motivasi belajar, konsep diri mereka sendiri, dan strategi belajar yang

diterapkan.

Pelaksanaan penilaian dalam PISA teratur dalam rentangan waktu tertentu

yang memungkinkan negara-negara peserta untuk memonitor kemajuan

mereka sesuai dengan tujuan belajar yang telah ditetapkan.

Tetapi, pada kenyataannya dalam tes PISA negara indonesia masih berada

pada level yang paling bawah. Berdasarkan hasil survey Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan pada tahun 2011menyatakan bahwa posisi atau peringkat Indonesia

berada pada juru kunci, seperti tampak pada tabel berikut.

Page 11: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

Gambar 1. Hasil PISA

Hasil terbaru dari PISA 2013 seperti yang dilansir dalam detikNews bahwa

Mendikbud menyatakan jika perombakan kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013

itu sangat perlu berdasarkan hasil survei PISA yang menyatakan bahwa Indonesia

menempati posisi 64 dari 65 negara.

Hal ini bisa jadi disebabkan kebijakan pemerintah kita dengan adanya Ujian

Nasional. Saat ini tolak ukur keberhasilan siswa sepertinya hanya terletak pada Ujian

Nasional sebagai suatu tes formal yang mesti ditempuh oleh peserta didik untuk lulus

guna melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Misalnya dari SMP ke SMA. Seperti

kita ketahui pada soal-soal ujian nasional lebih menekankan pada penguasaan

keterampilan dasar (basic skill), namun sedikit atau sama sekali tidak ada penekanan

untuk penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari- hari, berkomunikasi

secara matematis, dan bernalar secara matematis. Seperti hasil penelitian yang

dilakukan oleh Sampoerna Foundation menunjukkan bahwa sebaran soal Ujian

Nasional masih sangat kontekstual, yakni penuh dengan penghitungan. Sehingga

siswa banyak dituntut melakukan penghitungan dengan menerapkan rumus-rumus

tanpa menekankan problem solving atau penalaran (Yuyun Yunengsih, 2008).

Soal-soal PISA sangat menuntut kemampuan penalaran dan pemecahan

masalah. Seorang siswa dikatakan mampu menyelesaikan masalah apabila ia dapat

menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang

belum dikenal (Wardhani, 2005).

Di dalam soal-soal PISA terdapat delapan ciri kemampuan kognitif

matematika yaitu :

Page 12: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

a. thinking and reasoning

b. argumentation

c. communication

d. modelling

e. problem posing and solving

f. representation, using symbolic

g. formal and technical language and operations

h. use of aids and tools

Kedelapan kemampuan kognitif matematika itu sangat sesuai dengan tujuan

pembelajaran matematika yang terdapat pada kurikulum kita . Dari penjelasan di atas

dapat disimpulkan bahwa soal-soal PISA bukan hanya menuntut kemampuan dalam

penerapan konsep saja, tetapi lebih kepada bagaimana konsep itu dapat diterapkan

dalam berbagai macam situasi, dan kemampuan siswa dalam bernalar dan

berargumentasi tentang bagaimana soal itu dapat diselesaikan.

PISA Framework

Framework PISA Matematika berdasarkan tiga dimensi: (i) isi atau konten

matematika; (ii) proses yang perlu dilakukan siswa ketika mengamati suatu gejala,

menghubungkan gejala itu dengan matematika, kemudian memecahkan masalah yang

diamatinya itu; dan (iii) situasi dan konteks. Seperti terlihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2. PISA Matematika Framework

Konten dibagi menjadi empat bagian (Hayat, 2009) yaitu:

1. Ruang dan bentuk (space and shape) berkaitan dengan pokok pelajaran

Page 13: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

geometri. Soal tentang ruang dan bentuk ini menguji kemampuan siswa

mengenali bentuk, mencari persamaan dan perbedaan dalam berbagai dimensi

dan representasi bentuk, serta mengenali cirriciri suatu benda dalam

hubungannya dengan posisi benda tersebut.

2. Perubahan dan hubungan (change and relationships) berkaitan dengan pokok

pelajaran aljabar. Hubungan matematika sering dinyatakan dengan persamaan

atau hubungan yang bersifat umum, seprti penambahan, pengurangan, dan

pembagian. Hubungan itu juga dinyatakan dalam berbagai symbol aljabar,

grafik, bentuk geometris, dan table. Oleh karena setiap representasi symbol itu

memiliki tujuan dan sifatnya masing-masing, proses penerjemahannya sering

menjadi sangat penting dan menentukan sesuai dengan situasi dan tugas yang

harus dikerjakan.

3. Bilangan (quantity) berkaitan dengan hubungan bilangan dan pola bilangan,

antara lain kemampuan untuk memahami ukuran, pola bilangan, dan segala

sesuatu yang berhubungan dengan bilangan dalam kehidupan sehari-hari,

seperti menghitung dan mengukur benda tertentu. Termasuk ke dalam konten

bilangan ini adalah kemampuan bernalar secara kuantitatif, merepresentasikan

sesuatu dalam angka, memahami langkah-langkah matematika, berhitunhg di

luar kepala, dan melakukan penaksiran.

4. Probabilitas dan ketidakpastian (uncertainty) berhubungan dengan statistic

dan probabilitas yang sering digunakan dalam masyarakat informasi.

Keempat konten matematika tersebut adalah landasan untuk belajar

matematika sepanjang hayat untuk kebutuhan hidup keseharian.

Proses Matematika

PISA mengelompokkan komponen proses ini ke dalam tiga kelompok (Hayat,

2009) yaitu:

1. Komponen proses reproduksi (reproduction cluster) Dalam penilaian PISA,

siswa diminta untuk mengulang atau menyalin informasi yang diperoleh

sebelumnya. Misalnya, siswa diharapkan dapat mengulang kembali defenisi

suatu hal dalam matematika. Dari segi keterampilan, siswa dapat mengerjakan

perhitungan sederhana yang mungkin membutuhkan penyelesaian tidak terlalu

rumit dan umum dilakukan. Tentunya keterampilan seperti ini sudah sering

kita lihat dalam penilaian tradisional.

Page 14: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

2. Komponen proses koneksi (connection cluster) Dalam koneksi ini, siswa

diminta untuk dapat membuat keterkaitan antara beberapa gagasan dalam

matematika, membuat hubungan antara materi ajar yang dipelajari dengan

kehidupan nyata di sekolah dan masyarakat. Dalam kelas ini pula, siswa dapat

memecahkan permasalahan yang sederhana. Khususnya, siswa dapat

memecahkan soal yang berkaitan dengan pemecahan masalah dalam

kehidupan tetapi masih sederhana. Dengan demikian, siswa diharapkan dapat

terlibat langsung dalam pengambilan keputusan secara matematika dengan

menggunakan penalaran matematika yang sederhana.

3. Komponen proses refleksi (reflection cluster) Komponen refleksi ini adalah

kompetensi yang paling tinggi yang diukur kemampuannya dalam PISA, yaitu

kemampuan bernalar dengan menggunakan konsep matematika. Melalui uji

kompetensi ini, diharapkan setiap siswa berhadapan dengan suatu keadaan

tertentu. Mereka dapat menggunakan pemikiran matematikanya secara

mendalam dan menggunakannya untuk memecahkan masalah. Dalam

melakukan refleksi ini, siswa melakukan analisis terhadap situasi yang

dihadapinya, mengidentifikasi dan menemukan ‘matematika’ dibalik situasi

tersebut. Proses matematisasi ini meliputi kompetensi siswa dalam mengenali

dan merumuskan keadaan dalam konsep matematika, membuat model sendiri

tentang keadaan tersebut, melakukan analisis, berpikir kritis, dan melakukan

refleksi atas model itu, serta memecahkan masalah dan menghubungkannya

kembali pada situasi semula.

Konteks Matematika

Dalam PISA, konteks matematika dibagi ke dalam empat situasi ( Hayat,

2009) sebagi berikut:

1. Konteks pribadi yang secara langsung berhubungan dengan kegiatan pribadi

siswa sehari-hari. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari tentu para siswa

menghadapi berbagai persoalan pribadi yang memerlukan pemecahan

secepatnya. Matematika diharapkan dapat berperan dalam menginterpretasikan

permasalahan dan kemudian memecahkannya.

2. Konteks pendidikan dan pekerjaan yang berkaitan dengan kehidupan siswa di

sekolah dan atau di lingkungan tempat bekerja. Pengetahuan siswa tentang

konsep matematika diharapkan dapat membantu untuk merumuskannya,

Page 15: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

melakukan klasifikasi masalah, dan memecahkan masalah pendidikan dan

pekerjaan pada umumnya.

3. Konteks umum yang berkaitan dengan penggunaan pengetahuan matematika

dalam kehidupan bermasyarakat dan lingkungan yang lebih luas dalam

kehidupan sehari-hari. Siswa dapatmenyumbangkan pemahaman mereka

tentang pengetahuan dan konsep matematikanya itu untuk mengevaluasi

berbagai keadaan yang relevan dalam kehidupan di masyarakat.

4. Konteks keilmuan yang secara khusus berhubungan dengan kegiatan ilmiah

yang lebih bersifat abstrak dan menuntut pemahaman dan penguasaan teori

dalam melakukan pemecahan masalah matematika. Konteks ini dikenal

sebagai konteks intra-mathematical.

Setiap soal dalam PISA mencakup ketiga dimensi di atas, yaitu dimensi

konten, proses, dan konteks. Ketiga komponen dalam PISA tersebut, dapat di lihat

pada bagan di bawah ini (OECD, 2009)

Gambar 3. Komponen PISA Matematika

Soal-soal itu disusun dalam berbagai format. Ada soal yang menuntut siswa

untuk menjawab pertanyaan dengan menggunakan kata-kata mereka sendiri. Pada

beberapa soal, siswa diminta untuk menuliskan proses perhitungan sehingga dapat

diketahui metode dan proses berpikir siswa dalam menjawab pertanyaan. Ada juga

soal yang menuntut siswa untuk menjelaskan lebih jauh lagi apa yang menjadi

jawaban mereka. Seperti yang ditulis Gerry Shiel dkk dalam PISA Mathematics: A

Teacher’s Guide bahwa format dalam penilaian PISA adalah:

1. Traditional multiple-choice item

2. Complex multiple-choice items

3. Closed-constructed response items

Page 16: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

4. Short-response items

5. Open-constructed response items

D. TIMSS

Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) merupakan

studi international tentang kecenderungan atau perkembangan matematika dan sains.

Studi ini diselenggarakan oleh International Association for the Evaluation of

Education Achievement (IEA) yaitu sebuah asosiasi internasional untuk menilai

prestasi dalam pendidikan yang berpusat di Lynch School of Education, Boston

College, USA.

TIMSS bertujuan untuk mengetahui peningkatan pembelajaran matematika

dan sains. yang diselenggarakan setiap 4 tahun sekali. Pertama kali diselenggarakan

pada tahun 1995, kemudian berturut-turut pada tahun 1999, 2003, 2007 dan 2011

sedang berlangsung. Salah satu kegiatan yang dilakukan TIMSS adalah menguji

kemampuan matematika siswa kelas IV SD (Sekolah Dasar) dan Kelas VIII SMP

(Sekolah Menengah Pertama). Bentuk soal-soal dalam TIMSS adalah pilihan ganda

dengan 4 atau 5 pilihan jawaban, isian singkat dan uraian. Kerangka penilaian

kemampuan bidang matematika yang diuji menggunakan istilah dimensi dan domain.

Dalam TIMSS 2011 Assesment framework penilaian terbagi atas dua dimensi,

yaitu dimensi konten dan dimensi kognitif. Penilaian dimensi konten untuk siswa

kelas IV SD terdiri atas tiga domain, yaitu: bilangan, bentuk geometri dan

pengukuran, serta penyajian data. Perhatikan tabel berikut.

Fourth GradeContent (Mathematics) Percentages Topic Area

Number

50%

Whole numbers, Fraction and Decimals, Number sentences, Patterns and Relations

Geometric Shapes dan Measures 35%

Lines and Angles, Two and Three Dimention, Location and Movement

Data Display15%

Reading and Interpreting, Organizing and Representing

Page 17: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

Fourth GradeContent (Science) Percentages Topic Area

Life Scince 45%

Characteristics and Life Process of Living Things, Life Cycles, Reproduction and Heredity Interaction with the Environment Ecosystems, Human Health

Physical Science 35%

Classification and Properties of Matter, Physical States and Change in Matter, Energy Sources, Heat and Temperature, Light and Sound, Electricity and Magnetism, Forces and Motion

Earth Science 20%

Earth’s Structure and Physical Features, Earth’s Processes, Cycles and History, Earth’s Resources, Their Use and Conservation, Eart in the Solar System and The Universe

Sedangkan dimensi konten untuk kelas VIII SMP terdiri atas empat domain,

yaitu: bilangan, aljabar, geometri, data dan peluang. Perhatikan tabel berikut.

Eighth GradeContent (Mathematics) Percentages Topic Area

Number

30%

Whole numbers, Fraction and Decimals, Integers, Ration,

Proportion and Percent

Algebra

30%

Patterns, Algebraic Expressions, Equations/ Formulas and Functions

Page 18: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

Geometry

20%

Geometrics Shapes, Geometric Measurement, Location and Movement

Data and Chance20%

Data Organization and Representation, Data

Interpretation, Chance

Fourth GradeContent (Science) Percentages Topic Area

Biology 35%

Characteristics, Classification and Life, Processes of Organisms, Cells and Their Fuctions, Life Cycles, Reproduction and Heredity, Diversity, Adaptation and Natural Selection, Hyman Health

Chemistry 20%

Classification and Composition of Matter, Properties of Matter, Chemical change

Physics 25%

Physical States and Change in Matter, Energy Transformations, Heat and Temperature, Light and Sound, Electricity and Magnetism, Forces and Motion

Earth Science 20%

Earth’s Structure and Physical Features, Earth’s Processes, Cycles and History, Earth’s Resources, Their Use and Conservation, Eart in the Solar System and The Universe

Page 19: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

Penilaian dimensi kognitif pada kelas IV SD dan kelas VIII SMP terdiri dari

tiga domain, yaitu :

1. Domain pertama adalah pengetahuan, mencakup fakta-fakta, konsep dan

prosedur yang harus diketahui siswa.

2. Domain kedua adalah penerapan, yang berfokus pada kemampuan siswa

menerapkan pengetahuan dan pemahaman konsep untuk menyelesaikan

masalah atau menjawab pertanyaan.

3. Domain ketiga yaitu domain penalaran, yang berfokus pada penyelesaian

masalah non rutin, konteks yang kompleks dan melakukan langkah

penyelesaian masalah yang banyak.

Cognitive Domains for Mathematics Fourth Grade Eighth Grade

Knowing 40% 35%Applying 40% 40%Reasoning 20% 25%

Cognitive Domains for ScienceFourth Grade Eighth Grade

Knowing 40% 35%Applying 40% 35%Reasoning 20% 30%

Selama keikutsertaan Indonesia dalam TIMSS hanya mengikutsertakan siswa

kelas VIII SMP saja, sedangkan siswa kelas IV SD belum pernah diikutsertakan.

Padahal pembelajaran dan soal-soal yang menuntut penalaran harus sudah dibiasakan

sejak dini. Beberapa ahli mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika sejak

usia dini akan tercermin dalam pemahaman tentang konsep matematika pada saat

mereka dewasa.

Terdapat empat aspek penalaran yang perlu dikembangkan sejak anak Sekolah

Dasar yaitu :

a. pertama mengembangkan pembenaran dan menggunakan perumuman.

b. Kedua, menuntun pada jalinan dari pengetahuan matematik yang saling

berhubungan daam suatu ranah matematik.

Page 20: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

c. Ketiga, pengembangan jalinan pemahaman matematik dakan menjadi dasar ari

kepekaan matematik yang manjadi basis untuk melihat ke intinya sewaktu

anak berjumpa dengan masalah matematik.

d. Keempat, perlunya mengkaji penalaran keliru sebagai kawah menuju

pengembangan mendalam pengetahuan matematik.

Dan Soal-soal matematika model TIMSS dapat digunakan untuk membiasakan siswa

Sekolah Dasar untuk melatih penalaran matematis siswa.

Hasil survei empat tahunan TIMSS, pada keikutsertaan pertamakali tahun

1999 Indonesia berada pada peringkat 34 dari 38 negara. Pada tahun 2003 Indonesia

berada pada peringkat 34 dari 46 negara. Dan ranking Indonesia pada TIMSS tahun

2007 turun menjadi ranking 36 dari 48 negara. Posisi Indonesia dengan rata-rata 405,

relatif sangat rendah dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lain yang

berpartisipasi dalam TIMSS 2007 seperti Malaysia yang menempati posisi 20 dengan

skor rata-rata 474, apalagi Singapura yang menempati posisi ke-3 dengan skor rata-

rata 593 (Mullis et al dalam Iryanti, 2010). Bila dirujuk ke benchmark yang dibuat

TIMSS. Standar internasional untuk kategori mahir 625, tinggi 550, sedang 475 dan

rendah 400. Maka hasil yang dicapai siswa Indonesia tersebut masuk pada kategori

rendah, jauh dari kategori mahir (625) dimana pada kategori ini siswa dapat

mengorganisasikan informasi, membuat perumuman, memecahkan masalah tidak

rutin, mengambil dan mengajukan argumen pembenaran simpulan. Dimana pada

kategori mahir inilah yang ingin dicapai dalam kurikulum pendidikan matematika

disekolah.

Hasil TIMSS yang rendah ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah

satu faktor penyebabnya antara lain karena siswa di Indonesia kurang terlatih dalam

menyelesaikan soal-soal kontektual, menuntut penalaran, argumentasi dan kreativitas

dalam meyelesaikannya. Dimana soal-soal tersebut merupakan karakteristik soal-soal

TIMSS.

Dalam penelitian yang dilakukan beberapa ahli menunjukkan persentasi waktu

pembelajaran matematika di Indonesia lebih banyak digunakan untuk membahas atau

mendiskusikan soal-soal dengan kompleksitas rendah yaitu sebesar 57% dan untuk

membahas soal-soal dengan kompleksitas tinggi menggunakan waktu yang lebih

sedikit sekitar 3%, sedangkan soal-soal model TIMSS termasuk soal-soal yang

memiliki kompleksitas sedang dan tinggi, serta memerlukan penalaran dalam

penyelesaiannya. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa Indonesia

Page 21: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

kurang terbiasa mengerjakan soal-soal model TIMSS. Untuk itu penting sekali

memperbanyak soal-soal model TIMSS yang mengandung penalaran matematis

dalam pembelajaran. Dalam hal ini penting untuk mensosialisasikan pada guru

tentang apa dan bagaimana karakteristik soal-soal model TIMSS untuk

diimplementasikan dalam proses pembelajaran di kelas.

E. DAFTAR PUSTAKA

Dhany. 2013. PISA (Programme Internationale for Students Assesment) dalamhttp://dhanymatika.wordpress.com/2013/09/02/pisa-programme-internationale-for-student-assesment/ (diunduh tanggal 18 Februari 2014)

Eka, lutvi. 2013. Dampak Positif dan Negatif Adanya Ujian dalamhttp://lutviaaekaa.blogspot.com/2013/05/dampak-positif-dan-negatif-adanya-ujian.html (diunduh tanggal 18 Februari 2014)

Hayat, B. dan Yusuf, S. 2010. Mutu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Heny. 2012. TIMSS dalam http://mathheny.blogspot.com/p/timss.html (diunduh tanggal 18 Februari 2014)

Kompas. 2013 dalam http://edukasi.kompas.com/read/2013/04/25/10591267/Menkokesra.UN.Penting..Jadi.Harus.Didukung (diunduh tanggal 18 Februari 2014)

Karso. 2009. Pro Konta Ujian Nasional dalam http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/195509091980021-KARSO/Ujian_Nasional.pdf diunduh pada tanggal 18 Februari 2014

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Penelitian dan Pengembangan. 2011 Survei International PISA dalam http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pisa diunduh pada tanggal 18 Februari 2014

Mulia, Wahyu. 2008. Special Issues in Test dalam http://wahyunimuliahelmi.wordpress.com/category/pendidikan/page/2/(diunduh tanggal 18 Februari 2014)

Noer. 2013. Tujuan Diadakan Ujian Nasional dalam http://matahati99.blogspot.com/2013/02/tujuan-diadakan-ujian-nasional-un.html diunduh pada tanggal 19 Februari 2014

OECD. PISA 2009 Assessment Framework. (On line). Tersedia:http://www.oecd.org/dataoecd/11/40/4 455820.pdf. diakses 19 Februari 2014

Page 22: Pro dan Kontra Ujian Nasional, PISA, dan TIMSS

Shiel, Gerry dkk. 2007. PISA Mathematics: A Teacher’s Guide. Stationery Office. D

TIMSS. 2011. TIMSS 2011 Assessment Frameworks dalam http://timssandpirls.bc.edu/timss2011/downloads/TIMSS2011_Frameworks-Chapter1.pdf dan http://timssandpirls.bc.edu/timss2011/downloads/TIMSS2011_Frameworks-Chapter2.pdf diunduh pada tanggal 20 Februari 2014

Wardhani, Sri. 2005. Pembelajaran dan Penilaian Aspek Pemahaman Konse, Penalaran dan Komunikasi, Pemecahan Masalah. Jogjakarta: Materi Pembinaan matematika SMP di Daerah Tahun 2005 (PPPG Matematika).

Yunengsih, Yuyun. 2008 . Ujian Nasional: Dapatkah Menjadi Tolak Ukur StandarNasional Pendidikan (Hasil Kajian Ujian Nasional Matematika pada Sekolah Menengah Pertama). Jakarta: Sampoerna Foundation

http://news.detik.com/read/2013/12/12/010409/2439467/158/1/mendikbud-survei-pisa-makin-memperkuat-pentingnya-kurikulum-2013 (diunduh tanggal 18 Februari 2014)