Print Harus Sidang Tesis

190
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama Islam masuk ke Indonesia secara berangsur- angsur dan dimulai pada abad ketujuh Masehi. Menurut Hamka yang dikutip oleh Hasjmy dalam bukunya, agama Islam datang ke Indonesia dibawa oleh saudagar-saudagar Islam. Saudagar-saudagar tersebut bukan hanya dari Arab saja, melainkan ada yang berasal dari Persia dan Gujarat. 1 Muhammad Said membuat kesimpulan,sumber-sumber sejarah Arab mengatakan bahwa di Sumatra sejak abad sembilan di pelbagai bandar sudah banyak pendatang Arab yang beragama Islam. 2 Sebaliknya, menurut sumber-sumber orang luar (Arab dan Tionghoa) Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah yakni sekitar abad ketujuh sampai dengan abad kedelapan. Haji Abu Bakar Aceh memberi kesimpulan, Islam masuk ke Indonesia pertama kali di Aceh. Penyiar Islam pertama tidak hanya dari India dan Gujarat, akan tetapi ada dari bangsa Arab. Mazhab pertama yang dipeluk di Aceh adalah Syiah dan Syafi’i. 3 Menurut Muljana, Islam masuk ke Indonesia pada abad kedua belas. Hal ini dikarenakan pada akhir 1 Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia(Jakarta: Bulan Bintang, 1990), h. 3. 2 Ibid., h. 4. 3 Ibid

description

Contoh tesis hajarul asyura Ola fakultas dakwah, radiasi, radioaktif,dosis, lamanya pemaparan,waktu, intensiatas, yang telah disidangkan

Transcript of Print Harus Sidang Tesis

88

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang MasalahAgama Islam masuk ke Indonesia secara berangsur- angsur dan dimulai pada abadketujuhMasehi. Menurut Hamka yang dikutip oleh Hasjmy dalam bukunya, agama Islam datang ke Indonesia dibawa oleh saudagar-saudagar Islam. Saudagar-saudagar tersebut bukan hanya dari Arab saja, melainkan ada yang berasal dari Persia dan Gujarat.[footnoteRef:1] [1: Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia(Jakarta: Bulan Bintang, 1990), h. 3.]

Muhammad Said membuat kesimpulan,sumber-sumber sejarah Arab mengatakan bahwa di Sumatra sejak abad sembilan di pelbagai bandar sudah banyak pendatang Arab yang beragama Islam.[footnoteRef:2]Sebaliknya, menurut sumber-sumber orang luar (Arab dan Tionghoa) Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah yakni sekitar abad ketujuhsampai dengan abadkedelapan. [2: Ibid., h. 4.]

Haji Abu Bakar Aceh memberi kesimpulan, Islam masuk ke Indonesia pertama kali di Aceh. Penyiar Islam pertama tidak hanya dari India dan Gujarat, akan tetapi ada dari bangsa Arab. Mazhab pertama yang dipeluk di Aceh adalah Syiah dan Syafii.[footnoteRef:3] [3: Ibid]

Menurut Muljana, Islam masuk ke Indonesia pada abadkedua belas. Hal ini dikarenakan pada akhir abadkedua belasditemukan kerajaan Islam di daerah pantai Timur Sumatera. Kerajaan itu diberi namaPeureulak karena didirikan oleh para pedagang asing dari Maroko, Persi, Gujarat, dan Mesir yang sejak awal abadkedua belassudah menetap di sana.[footnoteRef:4] [4: Muljana dan Slamet,Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa(Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara, 2008), h. 130. ]

1Selain pendapat-pendapat para sejarawan diatas ada juga beberapa teori lain yang menyebutkan tentang masuknya Islam ke Indonesia. Teori-teori tersebut diantaranya adalah teori Gujarat, teori Makkah, dan teori Persia.Ketiga teori tersebut tidak membicarakan masuknya Islam dari setiap pulau tapi hanya menganalisis dari Sumatera dan Jawa sebab dua wilayah itu yang merupakan sampel wilayah Nusantara lainnya.Dalam teori Gujarat menyatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara dibawa oleh para pedagang dari Gujarat.Kemudian, Islam masuk ke Indonesia sekitar abadketiga belas. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya batu nisan pertama Sultan Kerajaan Samudra, yakni Malik al-Saleh yang wafat 1297. Teori Makkah merupakan suatu teori yang dihasilkan dari koreksi dan kritik Hamka.Teori yang ketiga adalah teori Persia, teori ini lebih memfokuskan pada kebudayaan yang hidup dalam masyarakat Islam Indonesia yang dirasakan memiliki persamaan dengan Persia.Dalam teori Persia dijelaskan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abadketiga belasdengan dibawa oleh saudagar dari Gujarat.Jika kita melihat, teori Gujarat dan Persia itu mempunyai kesamaan.Perbedaan dalam kedua teori ini terletak pada ajarannya.Dalam teori Gujarat dijelaskan bahwa Islam mempunyai kesamaan ajaran dengan mistik India. Namun, dalam teori Persia memandang bahwa adanya kesamaan ajaran sufi Indonesia dengan ajaran sufi Persia.[footnoteRef:5] [5: Suryanegara dan Ahmad Mansur, Menemukan Sejarah (Bandung: Mizan, 1996), h. 74-93.]

Dari semua pendapat-pendapat di atas kita dapat menyimpulkan bahwa menurut pendapat yang paling kuat, Islam masuk ke Indonesia pada awal abad pertama Hijriyah yakni abadtujuhMasehi. Sebaliknya, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abadketiga belas dan masuknyake Indonesia pertama kali dibawa oleh saudagar-saudagar dari Arab.Para sejarawan masih silang pendapat tentang awal masuknya Islam ke kawasan Nusantara, khususnya ke daerah Aceh.Hal yang telah menjadi kesamaan pendapat adalah bahwa pedagang-pedagang Arab memegang peran penting dalam menyebarkan Islam di kawasan ini.Namun, beberapa pakar seperti Harry W.Hazard dan Raymond LeRoy Archer berpendapat bahwa Islam telah masuk ke daerah ini pada abad pertama Hijriah. Hazard menyebutkan bahwa orang-orang muslim pertama yang mengunjungi Indonesia adalah para pedagang Arab abad ke tujuh yang berhenti di Sumatera dalam perjalanan ke Cina. Tentang masalah ini Archer nampaknya juga sependapat bahwa pengenalan Islam di Sumatera bukanlah melalui guru-guru agama melainkan melalui para pedagang Arab pada awal Hijrah.Pada abad ke 13, Islam telah menyebar luas dan telah menjadi agama resmi di Aceh.Banyak pedagang dari Arab, Persia, dan India berkumpul di Aceh menjadi rekan dagang dan pendukung politik penguasa lokal di sepanjang pos-pos perdagangan. Hal ini mempercepat penyebaran Islam dan berdirinya kerajaan-kerajaan islam seperti perlak, samudra pasai, Aceh, pidie dan Daya.[footnoteRef:6] [6: Luthfi Aunie, Pranata Islam di Indonesia, pergulatan Sosial, Politik Hukum dan Pendidikan(Yogyakarta: Logos, 2002), h. 135.]

Sebelum Islam masuk ke Aceh, Hindu (mistisme) merupakan agama masyarakat Aceh.Hinduisme sebagai pandangan hidup bagi masyarakat Aceh tercermin dari aktivitas ritual dan tradisi setempat. Akan tetapi mulai abad ke 7 H/13 M, Islam menjadi agama mayoritas bagi masyarakat Aceh, dan berdirinya kerajaan Samudra Pasai (Sultan Malikus Shalih w. 1297) sebagai kerajaan Islam kedua di Aceh menandai bahwa kekuasaan politik di Aceh telah dikuasai oleh masyarakat Islam Aceh.Sebelum masyarakat Islam Aceh menguasai politik, muslim Islam Aceh merupakan komunitas pinggiran yang berada dibawah pengaruh kekuasaan raja Hindu yang sudah berkembang sebelumnya. Hal ini terlihat dari catatan Marcopolo yang mengunjungi Aceh pada tahun 1292 M. Menurut Marcopolo pada saat ia datang, Sumatera terbagi dalam delapan kerajaan kecil dan semua kerajaan tersebut menyembah berhala kecuali Peureulak, karena Peureulak selalu didatangi oleh pedagang muslim.Menurut Al-Attas, masuknya Islam di Nusantara mesti berpegang pada teori umum mengenai islamisasi Nusantara, di mana yang menjadi dasarnya adalah karakteristik internal Islam di dunia Melayu-Indonesia yang ada saat ini. Dalam hal ini Al-Attas mengatakan bahwa konsep-konsep, istilah istilah kunci dalam literatur Melayu Indonesia tidak ada hubungannya dengan India, namun berhubungan langsung dengan Arab. Meskipun ada beberapa istilahPersia, namun asalnya Arab juga.Dengan demikian, jelas bahwa Islam di Nusantara dibawa langsung dari Arab.Kedatangan pedagang Arab ke Aceh, kalangan sejarawan melaporkan bahwa tidak terlepas dari popularitas kerajaan Sriwijaya yang mengalami masa puncaknya pada abad ke 9 10 M di samping pengaruh geografis di mana posisi Aceh sangat strategis bagi pelayaran lintas dunia. Daerah ini menjadi pintu utama perdagangan yang terletak di selat Melaka dan memiliki terusan sempit dalam rute perdagangan laut negeri negeri Islam ke Cina.Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa ketika masyarakat Aceh mengalami akulturasi budaya dengan bangsa Arab serta migrasi agama besar besaran masyarakat Nusantara ke agama Islam pada abad ke 15 M yang disebabkan oleh melemahnya kerajaan Sriwijaya, Majapahit dan Mataram, Islam sebagai keyakinan bagi masyarakat semakin kuat pengaruhnya terhadap budaya di Aceh.Nurcholish Madjid menjelaskan hubungan agama dan budaya.Menurutnya, agama dan budaya adalah dua bagian yang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan.Agama bernilai mutlak, tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat.Sedangkan budaya, sekalipun berdasarkan agama dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Sebagian besar budaya di dasarkan kepada agama; dan tidak pernah terjadi sebaliknya. Oleh karena itu agama adalah primer dan budaya adalah sekunder. Budaya bisa merupakan ekspresi hidup keagamaan, karena ia sub-ordinat terhadap agama, dan tidak pernah sebaliknya.Tentang ajaran agama Islam, Harun Nasution melaporkan, Islam pada hakikatnya mengandung dua kelompok ajaran.Kelompok pertama, karena merupakan wahyu dari Tuhan, bersifat absolut, mutlak benar, kekal, tidak berubah dan tidak bisa diubah.Kelompok kedua, karena merupakan penjelasan dan hasil pemikiran pemuka atau ahli agama, pada hakikatnya tidaklah absolut, tidak mutlak benar, dan tidak kekal.Kelompok kedua ini bersifat relatif, nisbi, berubah, dan dapat diubah sesuai dengan perkembangan zaman. Peringatan Maulid Nabi Saw. sebagai sebuah budaya Islamdalam pelaksanaannya akan mengalami keberagaman. Keberagaman ini dipengaruhi oleh faktor tempat dan tradisi tradisi lokal meskipun tujuannya adalah sama.Untuk kepentingan analisis, Soerjono Soekanto membagi kebudayaan dari berbagai segi. Dari sudut struktur dan tingkatannya dikenal adanyasuper culturalyang berlaku bagi seluruh masyarakat. Suatusuper culturalbiasanya dapat dijabarkan dalamculturesyang mungkin didasarkan pada kekhususan daerah, golongan, etnik, dan profesi. Dalam suatuculturalmungkin berkembang lagi kebudayaan kebudayaan khusus yang tidak bertentangan dengan kebudayaan induk, hal ini disebutsubcultural.Apabila kebudayaan khusus tadi bertentangan dengan kebudayaan induk, gejala itu disebutcounter culture.Berkaitan dengan Maulid Nabi Saw. sebagai budaya Islam, maka yang menjadisuper cultural-nya adalah legalitas Maulid Nabi Saw. berdasarkan hukum Islam kedua (ijtihadsebagai metode isthimbath hukum Islam). Sedangkancultural-nya adalah bentuk dan cara kegiatan Maulid Nabi Saw. yang dilaksanakan berdasarkan wilayah, daerah, golongan, etnik, dan profesi. Ketika Maulid dilaksanakan berdasarkan kearifan lokal (wilayah, daerah, golongan, etnik, profesi) maka muncul lagi keanekaragaman khusus di dalam wilayah tertentu dan tidak bertentangan dengan budaya induk.Hal ini disebut sebagaisubculture.Dan jika bertentangan dengan budaya induk, gejala itu disebutcounter culture.Dengan mengaplikasikan kebudayaan Maulid Saw.ke dalam struktur dan tingkat sebuah kebudayaan, maka tingkatan yang mendominasi perbedaan budaya Maulid saw antara satu daerah dengan daerah lain, masyarakat satu dengan lain adalah terjadi pada bentuk pelaksanaan Maulid Nabi Saw itu sendiri (cultures).Indonesia merupakan Negara yang sarat akan tradisi dan budaya, baik itu budaya yang berhubungan dengan adat istiadat, maupun yang berhubungan dengan keyakinan keagamaan. Salah satu daerah yang paling terkenal akan budaya yang bersinggungan dengan agama adalah Nanggro Aceh Darussalam, yang sejak dari dulu sudah dikenal dengan sebutan Serambi Mekkah.Aceh yang merupakan daerah mayoritas dan kental akan keislamannya memiliki berbagai macam budaya adat istiadat yang berkaitan dengan keyakinannya dalam memahami agama, baik itu yang diadaptasi dari budaya lama, maupun budaya yang memang tercipta untuk memudahkan dalam memahami agama. Salah satu perayaan yang paling sering degelar oleh masyarakat dan sangat di utamakan adalah perayaan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal pada penanggalan Islam (tahun Hijriah). Didalam Islam kedudukan Nabi Muhammad saw merupakan seorang utusan Allah Swt untuk menyampaikan risalah dari Tuhannya, Rasulullah merupakan teladan bagi sekalian umat Islam khususnya dan Rahmat bagi sekalian alam. Kaum muslimin di masa dahulu maupun di masa kini semuanya mengakui dan memuji ketinggian dan keagungan martabat Rasulullah Saw.Banyak Hadis yang diketengahkan oleh kaum Shalihin mengenai hal itu.Diantaranya ada yang terlampau berlebih-lebihan, tetapi ada pula yang membatasi pujian dan sanjungannya.Kenabian dan tugas Risalah yang diamanatkan Allah kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw. Sedemikian mulia dan sedemikian tinggi martabatnya sehingga Allah Swt berkenan mengangkat setinggi-tingginya dan menyertakan nama beliau sesudah asma Allah Swt di dalam kalimat shahadat. Islamnya seseorang tidak dapat diterima hanya dengan mengikrarkan salah satunya, bahwa tiada Tuhan selain Allah Swt.Tanpa mengikrarkan bahwa Nabi Muhammad Saw adalah Rasul (utusan) Allah Swt atau sebaliknya. Dengan keteladanan Rasulullah saw, menjadikan dirinya mulia dan Allah Swt memerintahkan semua orang beriman supaya meneladani perilaku Rasulullah Saw dan mengikuti semua petunjuknya.Dewasa ini perayaan hari lahir Nabi Muhammad (Arab, maulid an-Nabi) pada tanggal 12 Rabiul awal merupakan salah satu dari tiga hari raya Muslim yang utama.[footnoteRef:7]Meskipun maulid, berbeda dari dua perayaan lainnya, yaitu Hari Raya Buka Puasa (idul Fitri) dan Hari Raya Kurban (idul Adha). [7: Yang dimaksud adalah Islam Suni.]

Maulid didalam kalangan masyarakat Aceh merupakan suatu kebudayaan yang dilaksanakan secara terus menerus setiap tahunnya. Masyarakat Aceh sebagai penganut agama Islam melaksanakan maulid (baca: Keunurie Mouloed) setiap bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir dan Jumadil Awal. Keunurie Mouloed yang dilaksanakan pada bulan Rabiul Awal disebut mouloed awai (maulid awal) dimulai dari tanggal 12 Rabiul Awal sampai berakhir bulan Rabiul Awal.Sedangkan kenduri maulid yang dilaksanakan pada bulan Rabiul Akhir disebut mouloed teungoh (maulid tengah) dimulai dari tanggal 1 bulan Rabiul Akhir sampai berakhirnya bulan.Selanjutnya, kenduri maulid pada bulan Jumadil Awal disebut mouloed akhee (maulid akhir) dan dilaksanakan sepanjang bulan Jumadil Akhir.Pelaksanaan kenduri maulid berdasarkan tiga bulan di atas, mempunyai tujuan supaya warga masyarakat dapat melaksanakan kenduri secara keseluruhan dan merata.Maksudnya apabila pada bulan Rabiul Awal warga belum mampu melaksanakan kenduri, pada bulan Rabiul Akhir belum juga mampu, maka masih ada kesempatan pada bulan Jumadil Awal.Umumnya seluruh masyarakat mengadakan kenduri maulid hanya waktu pelaksanaan yang berbeda-beda, tergantung pada kemampuan dari masyarakat.[footnoteRef:8] [8: Rusdi Sufi Dkk, Adat Istiadat Masyarakat Aceh (Banda Aceh: Dinas Kebudayaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2002), h. 53.]

Dari penjelasan diatas tampaknya ada suatu keharusan bagi masyarakat Aceh untuk selalu merayakan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw tersebut, itu dapat dilihat dari waktu-waktu yang diberikan kepada masyarakat agar semua kalangan dapat merayakannya. Hal inilah yang ingin peneliti lihat dan teliti sejauh apakah urgensi perayaan maulid tersebut didalam masyarakat Aceh khususnya Kabupaten Aceh Selatan, dan apakah ada pertentangan tentang tradisi ini dalam sebagian masyarakat tersebut.Perayaan maulid merupakan suatu kebudayaan yang terpelihara eksistensinya dalam masyarakat Aceh, yang dilaksanakan secara terus menerus sebagai sebuah tradisi yang pasti memiliki tujuan tertentu.Mengutip pemikiran Aristoteles, bahwa manusia dalam semua perbuatannya, selalu mengejar sesuatu yang baik.Oleh karenanya Aristoteles merumuskan definisi baik sebagai sesuatu yang menjadi arah semua hal, sesuatu yang dikejar, sesuatu yang dituju.Sedangkan untuk definisi tujuan, Aristoteles memberikan definisi sebagai sesuatu yang untuknya suatu hal dikerjakan.[footnoteRef:9] [9: Poespoprodjo, Filsafat Moral Kesusilaan Dalam Teori dan Praktek (Bandung: pustaka Grafika, 1999), h. 34.]

Bustanuddin Agus mengatakan kebudayaan adalah keseluruhan dari kehidupan manusia yang berpola dan didapatkan dengan belajar atau yang diwariskan kepada generasi berikutnya, baik yang masih dalam pikiran, perasaan dan hati pemiliknya, maupun yang sudah lahir dalam bentuk tindakan dan benda, kebudayaan dilestarikan oleh pemiliknya dengan mewariskan kepada generasi berikutnya.[footnoteRef:10]Unsur budaya yang dilestarikan itu salah satunya adalah sistem religi dan upacara keagamaan,[footnoteRef:11]yang ditujukan untuk sebuah kebaikan bagi masyarakat yang menjalaninya.Manusia disebut moral baik apabila hidupnya dijuruskan kearah tujuan terakhirnya, dan perbuatan-perbuatannya disebut moral baik karena perbuatan-perbuatan itu membawa manusia kearah tujuan terakhir.Sedangkan tujuan terakhir sendiri adalah selalu yang baik yang tertinggi, tidak peduli apakah manusia sebenarnya mencarinya atau tidak.Maka tujuan terakir adalah moral baik dalam arti pertama dan mutlak.[footnoteRef:12] [10: Sahrul, Sosiologi Islam(Medan: IAIN Press, 2011), h.82.] [11: Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) h. 203-204.] [12: Poespoprodjo, filsafath. 41.]

Ada beberapa hal yang menjadi kontroversi tentang perayaan maulid tersebut apabila kita tinjau dari sejarah munculnya, baik itu ada yang berpendapat merupakan perayaan yang tidak pernah dianjurkan Nabi saw dan Allah swt dalam hadis maupun ayat-ayatNya seperti. Rasulullahsawbersabda:

Ikutilah Sunnahku dan Sunnah para Khulafaur Rosyidin yang mendapat petunjuk setelahku. Berpengang teguhlah padanya dan gigitlah ia dengan gigi geraham. Dan hindarilah hal-hal yang baru (dalam agama), karena semua yang baru adalah bidah, dan setiap bidah adalah sesat.(HR. Ahmad dan at-Tirmidzi)[footnoteRef:13] [13: Sunan Abu Daud, Bab Fi Uzumi Sunnah, juz 4, h. 329.]

Peringatan Maulid Nabisawdikategorikan menyerupai perbuatan orang-orang Nasrani, karena mereka juga memperingati Maulid Nabi IsaAlaihissalam. Menyerupai orang-orang Nasrani adalah perbuatan yang sangat diharamkan. Rasulullahsawbersabda: Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka.(HR. Ahmad dan Abu Dawud).[footnoteRef:14] [14: Sunan Abu Daud, Bab Fi Labsusyahrati, juz 4, h. 78.]

Padahal Rasulullahsawmelarang keras umatnya berlebih-lebihan dalam memujinya, sebagaimana beliau bersabda:Janganlah kalian memujiku (secara berlebihan) sebagaimana orang Nasrani memuja Ibnu Maryam (Isa) secara berlebihan.Karena, sesungguhnya aku hanyalah hamba Alloh, maka ucapkanlah (kepadaku), Hamba dan utusan-Nya.(HR. al-Bukhori)Allah swtjuga telah melarang tindakan berlebihan seperti itu dalam firman-Nya:

Wahai ahli Kitab, janganlah kalian melampaui batas dalam agama kalian, dan janganlah kalian mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.Sesungguhnya al-Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Alloh dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya.[footnoteRef:15] [15: Depag RI, Al-Quran dan Terjemahannya. (Bandung: Syamic Cipta Media,2006), an-Nisa: 171.]

Dari dalil-dalil diatas inilah peneliti ingin melihat apakah dalam pemahamannya kita menggunakan pemahaman tekstual atau lebih kepada kontekstual yang dipahami masyarakat yang menjalaninya. Dikarenakan Maulid atau peringatan kelahiran sosok Nabi yang membawa ajaran Islam, juga diperingati di Aceh dengan upacara yang khas dan bernuansa tradisi. Di sana, terketemukan semangat kebersamaan masyarakat Aceh. Semangat yang melingkupi gerak badan, gerak lidah, dan gerak tangan; dalam zikir dan dalammeuseuraya(bergotong royong).Agama telah membantu mendorong terciptanya persetujuan mengenai sifat-sifat dan isi kewajiban sosial tersebut dengan memberikan nilai-nilai yang berfungsi menalurkan sikap-sikap para anggota masyarakat dan menetapkan isi kewajiban-kewajiban sosial mereka.Dalam peranan ini agama telah membantu menciptakan sistem-sistem nilai sosial yang terpadu dan utuh.Agama juga memainkan peranan vital dalam memberikan kekuatan memaksa yang mendukung dan memperkuat adat-istiadat. Dalam hubungan ini patut diketahui bahwa sikap mengagungkan dan rasa hormat, terutama yang berkaitan dengan adat istiadat (moral) yang berlaku, berhubungan erat dengan perasaan-perasaan kagum yang ditimbulkan oleh yang sakral itu sendiri.[footnoteRef:16] [16: Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996), h. 36.]

Upacara peringatan kelahiran Nabi Muhammad saw tersebut, dalam beberapa literatur disebutkan, sudah dikenal dan dilakukan oleh masyarakat Aceh yang notabene adalah muslim sejak awal mula Islam datang ke sana (abad ke-13, berdasar teori Hurgronje).Pada perhelatan tersebut, biasanya diisi dengan berbagai kegiatan yang berbau Islam bersamaan pada hari yang sama dilaksanakannya perayaan Maulid.Hal tersebut akan ditinjau lebih jauh lagi dalam perspektif pemikiran Islam untuk mendapatkan suatu analisis dengan pendekatan antropologis terhadap tradisi tersebut.Dari masalah-masalah yang timbul diatas, peneliti menjadikan suatu daya tarik tersendiri untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk dijadikan sebuah Tesis.

Maka dari itu peneliti ingin membuat karya ilmiah ini dengan mengambil judul :PANDANGAN MASYARAKAT ACEH TERHADAP TRADISI PERAYAAN PERINGATAN KEUNURIE MOULOED DITINJAU DARIFILSAFAT ISLAM,(STUDI KASUS MASYARAKAT KEC.BAKONGAN KAB.ACEH SELATAN ).

B. Rumusan MasalahBerdasarkan Uraian dari latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:1. Apa pandangan masyarakat Aceh di kecamatan Bakongan mengenai pelaksanakan tradisi perayaan peringatan Keunurie Mouloed?2. Bagaimana tata cara pelaksanaan Perayaan peringatan Keunurie Mouloeddi kecamatan Bakongan?3. Bagaimana tinjauan Filsafat Islam terhadap perayaan peringatan tersebut?

C. Batasan Istilah Dari judul di atas, ada beberapa istilah yang perlu dibatasi pengertianya agar istilah yang digunakan dalam judul tersebut diatas menjadi jelas dan tidak memberikan salah pengertian maupun tafsiran ganda, istilah yang dimaksud adalah:1. Pandangan berasal dari kata pandang yang berarti penglihatan yang tetap dan agak lama.[footnoteRef:17] Dan menjadi sebuah pemahaman di dalam diri seseorang. [17: Tim Penyusun, Kamus Besar bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikn Nasional, (Jakarta: balai Pustaka, Edisi Ketiga,2003), h. 821.]

2. Tradisi adalah kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan di masyarakat. Tradisi yaitu penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik dan benar.[footnoteRef:18] [18: Ibid., h. 1208.]

3. Keunurie Mouloed yaitu kenduri atau perayaan Maulid Nabi Muhammad saw yang jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal Tahun Hijriah.4. Peringatan atau memperingati berarti mengenang, atau mengadakan suatu kegiatan untuk memuliakan suatu peristiwa.[footnoteRef:19] [19: Ibid., h. 433.]

5. Ditinjau berasal dari kata tinjau yag berarti melihat sesuatu yang jauh dari ketinggian, ditinjau memiliki arti melihat pandangan, pendapat (sesudah penyelidikan).[footnoteRef:20] [20: Ibid., h. 1198.]

D. Tujuan dan Kegunaan PenelitianAdapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:1. Untuk mengetahui pandangan masyrakat Aceh mengenai pelaksanaan perayaan peringatan Keunurie Mouloed di kecamatan Bakongan.2. Untuk mengetahui bagaimana tata caraperayaan peringatan tersebut bagi masyarakat Aceh di kecamatan Bakongan.3. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan filsafat Islam terhadap perayaan peringatan tersebut yang diadakan masyarakat Aceh di kecamatan Bakongan.Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah:1. Sebagai masukan dan penambah wawasan keIslaman bagi masyarakat terkait dengan perayaan peringatan Keunurie Mouloed yang sudah mengakar di tengah-tengah masyarakat. 2. Sebagai sumbangsih pemikiran terhadap masyarakat, akademisi, pemerintah dan tokoh agama didalam masyarakat Aceh.3. Sebagai kelengkapan penyelesaian Studi S2 (Strata 2) pada program Pascasarjana IAIN Sumatera Utara

E. Kajian TerdahuluPembicaraan mengenai peringatan perayaan maulid, sejauh ini belum peneliti temukan berbentuk sebuah karya tulis sejenis seperti tesis.Namun buku-buku yang menjelaskan mengenai tradisi ini banyak juga dijumpai, dari yang menjelaskan secara spesifik maupun ringkas. Salah satu buku yang berbicara tentang itu adalah karangan Nico Kaptein yang berjudul Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad saw, Asal-usul Penyebaran Awalnya: Sejarah di Magrib dan Spanyol Muslim sampai abad ke-10/ke-16. Yang dalam buku tersebut dibahas awal mulanya perayaan maulid dilaksanakan dalam beberapa Dinasti. Kajian lain yang sedikit sama dalam membahas masalah tradisi masyarakat yang berbau keagamaan adalah sebuah Tesis yang berjudul Tradisi Wirid Yasin Pada Masyarakat Muslim Di Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhan Batu oleh Darman 07 Peki 1171 jurusan Pengkajian Islam tahun 2011 Pascasarjana IAIN Sumatera Utara. Dalam Tesis tersebut peneliti membahas masalah-masalah dasar hukum wirid yasin dalam Alquran dan hadis, juga menjelaskan bentuk pelaksanaan wirid tersebut, makna wirid didalam masyarakat n relevansi dengan kehidupan Masyarakat.Tapi tidak dijelaskan apakah ada kontroversi dalam menjalankan tradisi tersebut dan hal-hal yang berbau magis, bidah dan sebagainya.Yang menurut hemat saya perlu dijelaskan lebih rinci, karena berkaitan dengan budaya yang dapat berubah-ubah dan bercampur dengan kepentingan masyarakat pribadi. Karya yang membahas tema yang sama namun mempunyai lokasi yang berbeda ialah Skripsi yang ditulis oleh Misbachul Munir jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2012 dengan judul Tradisi Maulid dalam Kultur Jawa, (Studi kasus terhadapkesenian tradisional Shalawatan Emprak di Klenggotan Piyungan Bantul). Pada karya ilmiah ini dijelaskan bagaimana tradisi asli masyarakat yaitu Emprak yang mengalami pergeseran fungsi dari sebuah ritual pembacaan riwayat nabi dalam peringatan Maulid menjadi seni pertunjukkan. Saat ini shalawatan Emprak bisa ditampilkan dalam acara keagamaan dan acara yang berkaitan dengan siklus hidup manusia seperti kelahiran dan pernikahan. Peneliti tersebut tertarik untuk melakukan kajian terhadap kesenian tradisional, yang diduga telah terjadi pergumulan budaya dalam proses interaksi antara Islam dan jawa khususnya diwilayah sastra dan unsur pertunjukan lainnya. Maka dari itu peneliti dapat melihat adanya tinjauan lain yang digunakan oleh saudara Munir dalam penelitiannya, yaitu dia mengkhususkan pada aspek penempatan tradisi yang bergeser dan menjadi lebih luas dari yang biasanya. Maka dari itu walaupun tema yang peneliti pilih hampir sama namun aspek pembahasannya berbeda.

F. Sistematika penelitianDalam penelitian ini, agar lebih terarah dan sesuai metode penelitian perlu kiranya disusun sistematika pembahasannya. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan disusun sistematikanya pada lima bab sebagai berikut:Bab pertama, berisikan pendahuluan yang memaparkan latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah, batasan istilah, tujuan dan kegunaan penelitian ini, kajian terdahulu dan sistematika penelitian.Bab kedua, akan dibahas masalah pengertianperayaan dan peringatan, pengertianmaulid nabi, keyakinan dan pola pemikiran masyarakat Aceh tentang budaya, pengertian filsafat Islam dan alirannya.Bab ketiga, akan dibahas masalah metode penelitian yang berisikan jenis penelitian dan pendekatan ,subjek penelitian ,sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data, teknik pemeriksaan keabsahan dataBab keempat, merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang melingkupi gambaran lokasi penelitian, pengenalan masyarakat Aceh, adat budaya di Aceh, perayaan maulid di Aceh, pandangan masyarakat mengenai maulid, bentuk pelaksanaan dan tata cara, dan tinjauan filsafat Islam terhadap tradisi perayaan tersebut.Bab kelima adalah penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-saran

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Pengertian Perayaan dan PeringatanMenurut kamus besar bahasa Indonesia, perayaan adalah pesta (keramaian) untuk merayakan sesuatu.Sedangkan merayakan adalah memuliakan (memperingati, memestakan) hari raya atau peristiwa-peristiwa penting.[footnoteRef:21]Pada hari besar nasional dan keagamaan, masyarakat Aceh di kecamatan Bakongan Kabupaten Aceh Selatan merayakannya dalam bentuk seremonial.Seperti hari kemerdekaan Indonesia atau yang kita kenal sebagai 17-an. Warga Aceh merayakannya dengan mengadakan berbagai perlombaan yang diadakan di pelbagai tempat umum seperti lapangan, jalan, maupun lahan kosong.Demikian juga pada maulid Nabi, warga masyarakat juga merayakannya secara seremonial.Ini menandakan bahwa Maulid nabi adalah hari bersejarah bagi umat Islam Indonesia.Khususnya masyarakat Aceh yang menjadikan Islam sebagai agama sekaligus budaya, sehingga dapat kita jumpai banyak tradisi kebudayaan Aceh telah berbaur dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam. Pada perayaan peringatan Maulid nabi ini dapat kita lihat bahwa dari perencanaan sampai dengan pelaksanaannya dimana banyak membutuhkan orang banyak serta biaya yang besar. Disamping itu, perayaan maulid Nabi biasanya diadakan secara formaldengan susunan kepanitiaan lengkap dengan perangkatnya. [21: Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen Pendidikn Nasional, (Jakarta: balai Pustaka, Edisi Ketiga,2003), h. 935.]

B. Pengertian dan Sejarah Maulid Nabi

15Kata maulid merupakan bentuk masdar mimi yang berasal dari kata: walada, yalidu, wiladatn, maulidun, waldatun, wildatun,lid, laa talid, maulidun, mauladun, miladun. Yang berarti dari segi bahasa (etimologi) adalah kelahiran. Sedangkan pada istilah (terminologi) berarti, berkumpulnya manusia membaca ayat-ayat Alquran, membaca riwayat kabar berita yang datang dari permulaan urusan Nabi Muhammad saw, dan apa yang terjadi pada maulidnya (kelahiran Nabi Muhammad Saw). Daripada tanda-tanda kebesarannya, setelah itu dihidangkan bagi mereka hidangan makanan, mereka memakannya dan setelah itu pulang tanpa ada tambahan atas yang demikian itu.[footnoteRef:22] [22: Syarif Mursal al Batawiy, Keagungan Maulid Nabi Muhammad Saw (Jakarta: Al Syarifiyah, 2006), h. 13.]

Menurut pusat bahasa Departemen Pendidikan Nasional, maulid adalah hari lahir (terutama hari lahir Nabi Muhammad Saw. Memperingati Nabi Muhammad, tempat lahir, dan peringatan hari lahir Nabi Muhammad. Acara akan diisi dengan ceramah dan kegiatan lainnya pada bulan Rabiul awal. Sedangkan bermaulid Rasul berarti memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw.[footnoteRef:23] Kelahiran nabi Muhammad saw ke muka bumi ini merupakan karunia Allah yang teramat agung untuk umat manusia. Kehadirannya bagaikan matahari terbit yang menghapus kegelapan malam.Ia bagai rembulan di malam purnama dan air di tengah padang sahara. Cahayanya menjanjikan kebahagiaan dan kesejateraan abadi.[footnoteRef:24] [23: Tim Penyusun, Kamus Besar...h. 725.] [24: M. Anwar, Sejarah Nabi Muhammad (Jakarta: PB Syahmah), h. 1.]

Sekitar 14 abad yang lalu, pada suatu malam di bulan Rabiul Awwal, orang-orang kafir Majusi dikagetkan dengan padamnya api sesembahan mereka yang selama ratusan tahun tidak pernah padam, pada malam itu juga penduduk kota Mekkah dikagetkan dengan suara burung yang berterbangan di atas udara dengan suara yang beraneka ragam, para Pendeta Ahli Kitab dari golongan Yahudi dan Nasrani berkumpul dan memanggil pengikut mereka untuk beramai-ramai keluar dari rumah menyaksikan bintang besar yang berada di cakrawala yang sejak dahulu belum pernah muncul dan belum pernah terlihat oleh ahli perbintangan, singgasana raja Persia-pun bergoncang pada saat itu.[footnoteRef:25]Itu semua merupakan pertanda manusia istimewa pilihan Rabb semesta alam baru saja lahir ke muka bumi setelah sembilan bulan berada dalam kandungan Siti Aminah. Ketika Siti Aminah mengandung Nabi Muhammad Saw., ia tidak merasakan seperti kandungan yang dialami oleh wanita-wanita hamil lainnya. Menurut suatu riwayat, ketika mau atau sedang mengandung.Siti Aminah tidak pernah merasa kelelahan dan kepayahan, meskipun kandungannya berumur tua. Selama iamengandung pula, Siti Aminah kerap kali didatangi para Nabi yang memberitahukan kepadanya bahwa yang dikandungnya itu akan menjadi pelita dunia yang akan menerangi seluruh jagat raya dari Timur sampai Barat serta utara maupun selatan. Dalam sejarah kehidupan Rasulullah, 12 Rabiul Awwal memiliki makna tersendiri, selain menandai kelahiran Nabi, tanggal tersebut juga menandai Hijrahnya Rasulullah ke Madinah, bahkan ada yang berpendapat pada tanggal yang sama Rasulullah menghadap kepangkuan Allah swt.[footnoteRef:26] [25: Ibid., h. 25.] [26: Syarif Mursal ,Keagungan Maulid...h.14.]

Sekitar enam ratus tahun setelah Nabi Muhammad saw wafat, di kalangan umat Islam banyak yang telah melupakan ajaran Islam itu sendiri. Kejahatan dan kemaksiatan merajalela,perbudakan, pencurian, serta diskriminasi terhadap perempuan yang pada zaman Rasulullah dihapuskan kini kembali marak.Umat Islam pada saat itu sudah tidak memiliki semangat keislaman seperti pada zaman Rasulullah, apalagi saat itu umat Islam sedang mengalami kelelahan dalam Perang Salib yang berkepanjangan.[footnoteRef:27]Jika Islam menganjurkan kepada umatnya untuk senantiasa memupuk persatuan dan perdamaian, maka dalam kenyataannya sedikit demi sedikit umat Islam banyak yang saling melakukan pertentangan, sekalipun adanya pertentangan itu hanya disebabkan oleh persoalan kecil dan tidak penting.Dengan adanya perpecahan-perpecahan seperti itulah yang menyebabkan kedudukan umat Islam semakin hari semakin lemah, dan akibat dari kelemahan-kelemahan yang demikian itu maka sebagian negara-negara Islam dikuasai oleh negara-negara adikuasa yang mayoritas dari Barat. Dalam keadaan umat seperti itu, bangun dan bangkitlah Sultan Shalahudin al-Ayyubi, yang terkenal dengan julukan Singa Padang Pasir. Sultan Shalahudin al-Ayyubi bangkit dengan tujuan agar umat tidak sampai berlarut-larut melupakan dan meninggalkan ajaran dan perjuangan Rasulullah Saw.Maka dianjurkanlah orang-orang untuk menulis kembali riwayat kehidupan Nabi dan perjuangannya serta dipentaskan pada acara seremonial untuk membacakan kembali sejarah Nabi Muhammad Saw.Penelitian riwayat Nabi tersebut dikarang beberapa Ulama pada saat itu, setelah selesai ditulis lalu kaum Muslimin diundang untuk mendengarkan pembacaan riwayat kehidupan Nabi yang diselingi oleh jamuan- jamuan yang telah disiapkan.[footnoteRef:28] Di zaman Khulafaul Rasyidin dan Daulah Umayyah serta Abbasiyah, belum berkembang ide memperingati kelahiran atau Maulid Nabi, sejarah mengungkapkan bahwa dimulainya peringatan Maulid nabi dimulai pada masa Daulah Fathimiyyah pada abad 14 hijriyah. Acara itu berlangsung dengan sangat meriah,[footnoteRef:29]Raja Abu Said al-Malik al-Muzaffar[footnoteRef:30] (w. malam Rabu 18 Ramadhan 630 H) ipar dari Sultan Shalahudin al-Ayyubi adalah orang pertama (pelopor) yang memperingati maulid Nabi Muhammad Saw secara besar-besaran yaitu pada tahun 580 H/ 1184 M. Raja yang memerintah Kerajaan Arbil (Arbelles) sebelah Timur Mosul Irak itu gagah berani, pandai mengatur strategi, alim, saleh, dan adil, hidup dalam kesederhanaan, namun untuk memperingati maulid nabi Saw, beliau mengadakannya selama tujuh hari tujuh malam yang bertujuan untuk membacakan sejarah Nabi Muhammad Saw. Di samping itu diadakan pula pekan raya sepekan di negeri tersebut, Salah satu contoh kebaikan Malik al-Muzaffar adalah membangun Masjid Muzaffari di kaki gunung Qasiyun.[footnoteRef:31]Ibn Katsir pernah berkata: Dia (Malik al-Muzaffar) dulu selalu menjalankan ibadah Maulid pada bulan Rabii dan merayakannya secara meriah.[footnoteRef:32] [27: M. Anwar, Sejarah Nabi Muhammad Saw... h. 11.] [28: Ibid., h. 11] [29: Abdul Hadi W.M, Perayaan Maulud Melintas Abad (Jakarta:Harian Pelita, Minggu, 11 November 1990), h. 10.] [30: H.L. Gottschalk, Al-Malik Al-Kamil, h. 44, sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw (Jakarta: INIS, 1994), h. 40.] [31: Sebuah gunung terkenal di luar Damaskus ] [32: Lihat mengenai Ibn Katsir, (lk. 700/1300-772/1373) E.l. (2), iii, h. 817-818, art.oleh H. Laoust. Teks yang dikutip As-Suyuti di sini hampir identik dengan teks Ibn Katsir, Al-bidayah wa-n- nihayah fi t-tarikh, 14 jil. Al-Qahirah 1351-8/1932-9, jil. XI, h. 136-137, sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta INIS, 1994), h. 48.]

Menurut Cendekiawan Mesir, Hasan As-Sandubi dalam bukunya: Tarikh al-ihtifal bil Maulud an-Nabawi, min al-asr al-awwal ila asr Faruq al-awwal, terbitan Kairo 1948, menuliskan bahwasanya penguasa Fatimi pertamalah yang menetap di Mesir, al-Muidz al-Din Allah (memerintah 341H/953-365H/975) yang untuk pertama kalinya merayakan Maulid Nabi dalam sejarah Islam.[footnoteRef:33] As-Sundubi berasumsi bahwa al-Muidz al-Din Allah merayakan Maulid nabi karena ingin mencoba membuat dirinya populer di kalangan rakyat dengan memperkenalkan beberapa perayaan, salah satunya yang paling penting adalah Maulid.[footnoteRef:34]Sumber tertua yang menyebut tentang Maulid pada Dinasti Fatimi adalah karya Ibnu al-Mamun.Nama lengkapnya adalah Jamal al-Din ibn al-Mamun Abi Abd Allah Muhammad ibn Fatik ibn Mukhtar al-Bataihi.[footnoteRef:35]Ayahnya adalah al-Mamun ibn al-Bataihi yang termasyhur, yang dari tahun 515/1121 menduduki jabatan Perdana Menteri di istana khalifah Fatimi, al-Amir.[footnoteRef:36]Tanggal kelahirannya secara tepat tidak diketahui, tetapi C.H. Becker mengasumsikan bahwa ia dilahirkan beberapa waktu sebelum ayahnya ditangkap, sebab Ibn al-Mamun menyandang gelar amir, yang pasti didapat dari ayahnya.[footnoteRef:37]Ibn al-Mamun meninggal pada tanggal 16 Jumada I/30 Mei 1192.40 Dalam Khitat karya ibn al-Mamun berisi satu bagian tentang Maulid. Bagian bacaan ini mengacu kepada tahun 517/1123, adalah sebagai berikut:[footnoteRef:38]Untuk menyongsong peringatan tersebut, dipersiapkan pula sebuah buku yang secara lengkap membahas tentang riwayat hidup Nabi Muhammad Saw. yang kemudian ditulis oleh Al-Hafidz Ibnu Dihyah dengan judul At-Tanwir fi-imaulidin Basyirin Nazhir[footnoteRef:39] (Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw yang menggembirakan). Dari tulisan inilah beliau mendapatkan hadiah dari Raja Malik al-Muzaffar sebanyak 1000 dinar emas,[footnoteRef:40] Perayaan Maulid secara besar-besaran didasari karena pada zaman itu, Raja Mongolia Zengis Khan mengganas, melabrak, serta menghancurkan negeri Irak. Raja Malik al-Muzaffar membayangkan apabila rakyat tidak memiliki ketahanan mental yang tinggi, tentu mereka akan menjadi korban keganasan nafsu ekspansionisme tersebut. Pada saat semangat rakyat melemah, Raja al-Muzaffar menemukan gagasan untuk membangkitkan dan mengorbankan semangat rakyat dengan mengungkap kembali riwayat hidup Rasulullah yang penuh dengan nilai heroisme dan patriotisme dalam menegakkan kebenaran serta melindungi hak kaum lemah dan golongan yang tertindas.Dengan keberkahan Maulid tersebut, diharapkan dapat memompa semangat rakyat untuk berjuang membela negerinya sampai titik darah penghabisan, sehingga Zengis Khan-pun tidak berhasil melabrak kerajaan kecil tersebut.[footnoteRef:41] Menurut Ibnu Jauzi menuliskan bahwa Raja Maulana Malik al-Muzaffar mengeluarkan jamuan sebanyak: [33: Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw (Jakarta:INIS, 1994), h. 20.] [34: As-Sundubi, Tarikh al-ihtifal bil Maulud an-Nabawi, min al-asr al-awwal ila asr Faruq al- awwal, al-Qahirah 1948, h. 63. Sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw (Jakarta:INIS, 1994), h. 20.] [35: Khit. I, h. 390; dalam Khit., h. 83 dan Itt. III, h. 69 namanya diberikan sebagai berikut: Jamal al-Mulk Musa ibn al-Mamun al-Bataihi. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw (Jakarta:INIS, 1994), h. 7.] [36: E.I. (2), i, h. 1091-1092, s.v. al-Bataihi, art.oleh D.M. Dunlop. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw (Jakarta:INIS, 1994), h. 7. ] [37: C.H. Becker, Zur Geschichtsschreibung unter de Fatimiden, dalam: Beitrage zur Geschichte Aegyptens unter dem Islam, erstes Heft, Strassburg 1902, hlm. 1-31, hlm. 23. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw (Jakarta:INIS, 1994), h. 7.] [38: Wiet, G., Compte rendu de ibn Muyassar, Annales dEgypte, ed. H. Masse, Le Caire 1919 dalam: Jurnal Asiatique 18 (1921), hlm. 65-125, h. 85 cat. 3. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw (Jakarta:INIS, 1994), h. 7.] [39: Dua naskah sajak Ibn Dihyah Kitab at-tanwir fi maulid as-siraj al-munir disimpan di Paris, lihat GAL, GI, h. 311.sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw., (Jakarta:INIS, 1994), h. 48.] [40: M. Anwar, Sejarah Nabi Muhammad... h. 12] [41: Syarif Mursal al-Batawiy, Keagungan Maulid... h. 15]

No.Jenis jamuanJumlah

1 .Kambing Panggang5.000 ekor

2 .Ayam10.000 ekor

3 .Keju10.000 kg

4 .Kue dan Buah-buahan30.000 piring

Total Biaya 300.000 dinar emas

Dewasa ini perayaan hari lahir Nabi Muhammad Saw (Arab. Maulid an-nabi) pada tanggal 12 Rabiul Awwal (=Rabii) merupakan satu dari tiga hari raya muslim yang utama.[footnoteRef:42] Meskipun Maulid berbeda dari dua perayaan lainnya, yaitu Hari Raya Buka Puasa (Id al-Fitr) dan Hari Raya Qurban (Id al-Adha) dimana Maulid Nabi bukan hari raya agama, dan perayaannya tidak ditentukan oleh Hukum.[footnoteRef:43]Namun dirayakan di hampir seluruh dunia muslim termasuk di Indonesia. [42: Yang dimaksudkan adalah Islam Sunni.Dalam kalangan SyiI maulid juga dirayakan, tetapi perayaan-perayaan lain lebih penting. Cf. H. Lazarus-Yafeh, Muslim Festival, dalam Numen 25 (1978), h. 52-64. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw (Jakarta:INIS, 1994] [43: Th. W. Jynboll, Handleiding tot de kennis van de Mohammedaansche Wet, Leiden 1930, hlm. 109. sebagaimana dikutip Nico Kapten, Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad Saw (Jakarta INIS, 1994).]

C. Keyakinan dan Pola Pemikiran Masyarakat Aceh TentangBudayaBudaya dan adat Aceh yang ada sekarang merupakan refleksi dari masa lalu.Untuk memperoleh ilustrasi budaya dan adat Aceh, kita akan menoleh sejenak kebelakang pada masa kejayaan kerajaan Aceh di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636), dimana perkembanan budaya dan adat Aceh sangat pesat dan mengagumkan pendatang dari luar negeri. Adat dan kebudayaan masih meninggalkan bekas sampai sekarang ini dalam berbagai bentuk upacara-upacara adat seperti salah satunya upacara perkawinan.Jauh kebelakang asal muasal adat Aceh dan sejauh mana keasliannya dan pengaruh pada pendatang yang sudah barang tentu umurnya pun sudah sangat tua.Adat istiadat Aceh lebih dikenal dengan sebutan reusam yaitu norma yang dituruti secara turun temurun dan mengalami perubahan serta sifatnya tidak tertulis, sementara pengertian adat adalah ketentuan-ketentuan dari pemerintah atau penguasa atau dalam istilah Aceh disebut Poteumeurehom, yang mengatur pelbagai peraturan seperti tentang kejahatan dan pelanggaran, tentang bea dan pajak, protokolan, pegawai kerajaan dan sebagainya dan sifatnya tertulis seperti yang diatur dalam Adat Aceh yang merupakan Undang-Undang Dasar kerajaan Aceh. Jadi, pengertian adat di Aceh akan berbeda dengan pengertian dalam ilmu hukum yang membedakan antara adat yang tidak tertulis dengan hukum adat yang tertulis dan mempunyai sanksi.[footnoteRef:44] [44: Syamsuddin Daud, Adat Perkawinan Aceh (Adat Meukawen) (Banda Aceh: Boebon Jaya, 2010), h. 1.]

Peradatan termasuk masalah esensial dalam kehidupan sosial budaya orang Aceh.Dalam hal peradatan ini, hadih maja[footnoteRef:45] berbicara mengenai pentingnya adat dalam kehidupan manusia, hakikat adat orang Aceh, perlunya menjunjung tinggi adat, unsur peradatan, dan pemangku adat.Hadih majasebenarnya merupakan representasi kristalisasi nilai-nilai sosial budaya orang Aceh yang berkaitan erat dengan nilai-nilai keagamaan, yang dalam hal ini adalah agama Islam.Frasa kepercayaan rakyat mengindikasikan bahwa hadih majamemang sangat mengakar dalam kehidupan orang Aceh sehari-hari, bahkan jauh sebelum Islam membumi di Aceh. Karya sastra yang sudah berumur tua ini berisi pelbagai konsep hidup dan mengatur pelbagai tindakan manusia aceh, yang secara khusus diamalkan oleh orang Aceh, dan secara umum dalam sisi-sisi tertentu dapat menjadi pencerah bagi etnis non-Aceh.[footnoteRef:46] [45: Hadih majayaitu sumber nilai dalam kehidupan orang Aceh, merupakan karya sastra (lisan) yang dijunjung tinggi keberadaannya. Menurut Bakar, dkk (1985:273) menyebutkan bahwa Hadih majaberarti ucapan-ucapan yang berasal dari nenek moyang yang tidak berhubungan dengan agama, tetapi ada kaitannya dengan kepercayaan rakyat yang perlu diambil ibaratnya untuk menjamin ketentraman hidup atau untuk mencegah terjadinya bencana, seperti adat istiadat pada suatu upacara, aturan-aturan berpantang, ucapan-ucapan mengenai moral, dan lain-lain. sementara hasjmy (1995: 539) menyebukan bahwa Hadih majamerupakan kata atau kalimat berhikmat, sedangkan menurut Ali (1994:199), adalah nasihat dan peutuah nenek moyang yang mengandung nilai-nilai dan pendidikan keagamaan.] [46: Mohd. Harun, Memahami Orang Aceh(Medan: Citapustaka Media Perintis, 2009), h. 116.]

Orang Aceh menganggap adat sangat penting dalam kehidupan sosial mereka, sehingga perlu disosialisasikan melalui hadih maja. Dalam sebuah prosesi adat, misalnya, dilukiskan hadih maja berikut ini: Mate aneuk mupat jeuratMate adat pat tamita(mati anak ada kuburannya, mati adat dicari kemana)Ungkapanhadih majadi atas dalam pertemuan adat mengandung implikasi yang sangat serius.Artinyabetapa pentingnya adat tampak dalam hal pilihan-pilihan hidup.[footnoteRef:47]Konsep nilai filosofis (filsafat) yang tercermin dalam hadih majamerepresentasikan pandangan hidup orang Aceh dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan kehidupan manusia dan alam semesta. Nilai-nilai tersebut bukan sekedar representasi cinta akan pengetahuan, tetapi yang lebih utama adalah cinta akan kebijaksanaan. Hal ini berarti bahwa nilai filosofis memanifestasikan pandangan orang Aceh seputar pertanyaan mengenai makna, kebenaran, kebaikan dan hubungan logis antara gagasan-gagasan dasar dalam konstelasi kebijaksanaan akal dan pengetahuan dalam lingkup mikrokosmos dan makrokosmos.[footnoteRef:48] [47: Ibid., h. 116.] [48: Mohd Harun, Memahami...,h.21.]

Pernyataan tentang nilai filosofis yang terkandung dalam hadih majasebagai pandangan hidup orang Aceh seirama dengan maksud filsafat. Bahwa filsafat terdiri dari usaha mengejar kebenaran dan kebijaksanaan, martabat manusia paling tinggi, serta menggabungkan keterlibatan personal dan pembicaraan tentang persoalan dan pernyataan dengan analisis dan kritik, serta mencoba mengintegrasikan semuanya itu kedalam sebuah pandangan hidup. Mencoba membuat manusia berpikir dan menjadi lebih sadar, menciptakan toleramsi, mengembangkan metode yang sistematik dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kemanusiaan, serta menuntun manusia hidup konsisten.Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia dari pola-pola perilaku yang normatif yaitu mencakup segala cara-cara atau pola-pola berfikir, merasaka dan bertindak. Soemarjan dan Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya,rasa dan cipta manusia. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya.Rasa meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai kemasyarakatan dalam arti yang luas, meliputi agama, ideologi, kesenian dan semua unsur hasil ekspresi jiwa manusia.Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir yang menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan, yang dimamfaatkan oleh karya untuk menghasilkan teknologi.Karya, rasa dan cipta dikuasai oleh karsa dari orang-orang yang menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau seluruh masyarakat.Islam pada dasarnya mengatur dua pola hubungan manusia dengan Allah Swt dan dengan makhluk sekitarnya.Dien Islam membicarakan keseluruhan hubungan itu, hubungan manusia dengan sang Khalik umumnya bersifat ritual, sedangkan hubungan manusia dengan makhluk sekitarnya dalam bermasyarakat dan menghasilkan kebudayaan. Pola tingkah laku manusia diamati baik dalam hubungannya dengan khalik maupun dalam hubungannya dengan manusia dan makhluk lain. Pola hubungan manusia dengan khalik menentukan pola tingkah laku manusia, karena itu sekaligus memberi warna pada kebudayaan. Jadi, hubungan manusia dengan sang khalik bukan tidak berhubungan dengan kebudayaan. Bahkan, kesempurnaan hubungan manusia dengan sang khalik akan meningkatkan makna daripada kebudayaan, karena itu akan menentukan corak daripada masyarakat melalui pola tingkah laku manusia dengan anggota masyarakat.[footnoteRef:49] [49: Saifuddin dkk, Buku Daras PAI, Islam Untuk Disiplin Ilmu Antropologi (Departemen Agama RI, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1996), h. 115]

D. Filsafat Islam dan Aliran Pemikirannya1. Pengertian Pemikiran Islam berasal dari kata dasar pikir yang berarti akal budi, ingatan, ditambah awal pedan akhiran an, yang berarti proses, cara, perbuatan memikir, atau hasil dari sebuah hasil berpikir. Kata ini muncul dari taksonomi tiga pendekatan Islam, yaitu: a. Islam Tekstual, Islam tekstual ialah Islam sebagaimana dalam teks (ajaran dasar), yaitu Alquran dan Hadis.b. Islam rasional, Islam rasional ialah Islam seperti sebagaimana dipikirkan oleh penganutnya.c. Islam empiris, ialah Islam seperti apa diamalkan atau dipraktekkan oleh penganutnya.Oleh karena itu, pemikiran Islam adalah bidang keilmuan Islam yang lahir sebagai respon intelektual umat Islam terhadap dua sumber ajaran Islam, yaitu Alquran dan Hadis.Respon intelektual ini melahirkan ilmu-ilmu baru, yaitu fiqih, ushul fiqh, sains kalam, filsafat Islam, tasawuf, pendidikan Islam, dakwah Islam dan lain-lain.ruang lingkup dan objek kajian pemikiran Islam sebagaimana yang tertuang dalam surat keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1982 terdapat 8 ( delapan) bidang keilmuan Islam yang dikembangkan di Perguruan Tinggi Agama Islam (STAIN,IAIN), yaitu (1) Al-Quran dan Hadis (2) Pemikiran Islam (3) Perkembangan Modern dalam Islam (4) Hukum dan Pranata sosial dalam Islam (5) Bahasa dan sastra Arab (6) Sejarah dan Kebudayaan Islam (7) Tarbiyah Islam, dan (8) Dakwah Islamiyah.Dari taksonomi ini secara umum pemikiran Islam dapat dikelompokkan kepada dua, yaitu[footnoteRef:50]: [50: Hasan Bakti, Metodologi...h. 4.]

1. Pemikiran Islam Murni, Sebagaimana tercukup dalam bidang kedua, yaitu kalam, filsafat Islam, dan tasawuf2. Pemikiran Islam terapan, sebagaimana termaktub dalam bidang ketiga, yaitu perkembangan modern dalam Islam. Secara etimologi, filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu philosophia atau philosophos. Kata ini terdiri atas dua suku kata, philo dan sophia(sophos). Kata philo berarti cinta, sedangkan kata sophiabermakna kebijaksanaan atau kearifan.Jadi kata filsafat bermakna cinta kepada kebijaksanaan (the love of wisdom).Filsafat merupakan salah satu asfek pemikiran yang sangat menonjol dalam islam. Hal ini terbukti dengan lahirnya para filosof muslim diantaranya seperti al-Kindi, al- Farabi, Ibn Sina, Ibn Bajjah, Ibn Tufail, Ibn Miskawaih dan al-Ghazali. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang membahas hakekat dari segala yang ada.Istilah philosophia dan philosophos pertama kali digunakan oleh phytagoras (582-507 SM), namun istilah ini lebih populer dizaman Socrates (469-399 SM) dan Plato (427-347 SM).Di dalam membuat rumusan pemikiran filsafat, para ahli berbeda pendapat. Menurut Plato, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mencari hakekat kebenaran yang asli.Filosof muslim, Al-Farabi (870-950), mengemukakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki hakekat yang sebenarnya (al-ilm bi al maujudat bima hiya maujudat). Menurut Syekh Nadin al-Jisr, salah seorang komentator pemikiran filsafat Ibn Tufail (1100-1185),filsafat adalah usaha-usaha pikiran untuk mengetahui semua prinsip pertama.[footnoteRef:51] [51: ] Ilhamuddin, Sejarah Perkembangan Pemikiran Islam (SPPI)(Medan: La- Tansa Press , 2004), h. 53-55.]

Pemikiran filsafat masuk kedunia Islam melalui filsafat Yunani yang dijumpai kaum muslimin pada abad ke-8 Masehi atau abad ke-2 Hijriah di Suriah, Mesopotamia, Persia dan Mesir. Kebudayaan dan filsafat Yunani masuk ke berbagai daerah tersebut melalui ekspansi Alexander Agung, Raja Macedonia (336-323 SM) Setelah mengalahkan Darius ada abad ke-4 SM di Arbela (sebelah Timur Tigris).Alexander datang dengan tidak menghancurkan peradaban dan kebudayaan persia. Bahkan sebaliknya, ia berusaha menyatuhkan kebudayaan yunani dan persia. Hal ini meningalkan pengaruh besar di daerah-daerah yang pernah dikuasaianya sehingga timbullah pusat-pusat kebudayaan Yunani di Timur, seperti Alexandria di Mesir, Antiokia di Suriah, Jundisyapur di Mesopotamia dan Bactra di Persia.Pengaruh filsafat Yunani ke dunia Islam pada masa dinasti Umayyah belum kuat, karena punguasa lebih cenderung kepada kebudayaan Arab, terutama pada sastra Arab sebelum Islam. Barulah pada masa Dinasti Abbasiyah pengaruh kebudayaan dan filsafat tampak di dunia Islam karena tidak seperti Umayyah, yang berpengaruh di pusat pemerintahan adalah orang-orang Persia, seperti keluarga Baramikah yang telah lama berkecimpung di dalam kebudayaan Yunani.Mulanya ilmu kedokteran dan metode pengobatan Yunani menarik perhatian petinggi Abbasiyah.Kemudian menyusul bidang-bidang ilmu lainnya termasuk di dalamnya filsafat.Perhatian yang lebih serius terhadap filsafat terjadi pada kekhalifahan al-Mamun (813-833), anak Khalifah Harun al-Rasyid.Dalam pada itu, pada masa kekhalifahan Harun al-Rasyid buku-buku ilmu pengetahuan berbahasa Yunani mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.Utusanpun dikirim ke kerajaan Romawi di Eropa untuk mencari manuskrip yang selanjutnya dibawa ke Bagdad untuk di terjemahkan kedalam bahasa Arab.Dalam kegiatan penerjemahan itu sebagian besar karya-karya Aristoteles, Plato, karangan mengenai neo-Platonismo, karangan Galen, buku-buku ilmu kedokteran dan filsafat berhasil di terjemahkan sehingga menjadi bahan bacaan para ulama dan kaum muslimin umumnya. Kelompok yang banyak tertarik kepada filsafat Yunani adalah kaum Mutazilah.Abu Huzail al-Allaf, Ibrahim al-Nazzam, Bisyr al-Mutamir dan al-Jubbai adalah di antara ulama mutakkalimin yang banyak membaca buku-buku filsafat sehingga berpengaruh terhadap pemikiran teologi mereka. Dalam kontek itulah kemudian teologi Mujazilah di pandang sebagai bercorak rasional.Tidak hanya dalam teologi, dalam berbagi ilmu pengetahuan lainnya kegiatan penerjemahan tersebut telah pula melahirkan banyak cendekiawan dan filosofot, seperti :a. al-Kindi (801-866). b. al-Razi (864-926).c. al-Farabi (870-950).d. Ibn Sina (980-1037). e. Ibn Maskawaih (w. 1030). f. al-Ghazali (1058-1111).g. Ibn Bajjah (w. 1138).h. Ibn Tufail (1110-1185). i. Ibn Rasyd (1126-1198).Dalam ilmu pengetahuan dikenal beberapa ahli seperti :a. Abu Abbas al-Syarkasyi pada abad ke 9 M dibidang kedokteran.b. Muhammad, Ahmad dan Hasan dibidang Matematika.c. Al-Asma dibidang Ilmu alam.d. Jabir dibidang Kimia.e. Al-Biruni dibidang Astronomi, sejarah, geografi dan Matematika.f. Ibn Haitam dibidang Optika.[footnoteRef:52] [52: Ilhamuddin...h. 55-57.]

Dalam tradisi Islam, kata filsafat tidak dijumpai di dalam nomenklatur Islam, baik Alquran maupun hadis. Terang saja, karena kata filsafat sendiri bukan berasal dari bahasa Arab sebagai bahasa Alquran dan hadis, tetapi bahasa yunani, sehingga kata ini tidak ditemukan dalam kedua sumber ajaran Islam tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah agama Islam memperkenankan pemeluknya mempelajari filsafat?Kendati kata filsafat tidak dijumpai di dalam Alquran maupun hadis, namun sinonim dari kata ini bisa ditemukan yaitu hikmah.Alquran menyebut kata hikmah sebanyak 20 kali[footnoteRef:53]. Allah swt berfirman: [53: Katimin, Mozaik pemikiran Islam (Bandung: Cipta pustaka, 2010), h. 118.]

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk[footnoteRef:54] [54: Q.S. An- Nahl : 125.]

Dalam ayat ini Allah Swt memberikan pedoman-pedoman kepada Rasul-Nya tentang cara mengajak manusia ke jalan Allah Swt. Yang dimaksud jalan Allah Swt di sini adalah agama Allah yakni syariat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Allah meletakkan dasar-dasar seruan untuk pegangan bagi umatnya.Kata hikmah disinyalir sebagai sinonim dari kata sophia. Kedua kata ini sama-sama memiliki makna kebijaksanaan atau kearifan.Dengan demikian, substansi filsafat memang bisa ditemukan di dalam nomenklatur Islam.[footnoteRef:55] [55: Ibid., h. 119.]

Filsuf Heroklaitos (540-480) sudah memaknai kata filsafat untuk menerangkan hanya Tuhan yang mengetahui hikmah dan pemilik hikmah.Manusia harus puas dengan tugasnya di dunia sebagai pencari dan pecinta hikmah.Pengetahuan sejati, terutama untuk menentang kaum sofis yang menamakan dirinya para bijaksana (sofos).Ia bersama pengikutnya menyadari bukan orang yang sudah bijaksana, tetapi hanya mencintai kebijaksanaan dan berusaha mencarinya. Dalam arti pengetahuan sejati (pengetahuan yang benar), kata philosophia bertahan mulai plato sampai aristoteles, tetapi obyeknya meliputi juga ilmu, yaitu usaha untuk mencari sebab yang universal. Kebijaksanaan atau pengetahuan sejati itu tidak mungkin didapati oleh satu orang. Sejarah mencatat bahwa setelah timbulnya seorang filsuf, muncul kemudian filsuf lain yang mengoreksi penemuan yang pertama dan mengajukan gagasan-gagasan yang memperbaharui gagasan yang pertama, demikianlah seterusnya sepanjang kehidupan manusia berlangsung. Hal ini dimungkinkan keinginan tahu manusia yang besar sebagai refleksi dari potensi kemampuan yang dimilikinya yang dianugrahkan Allah Swt, yaitu akal, intuisi, alat indra dan kekuatan fisik. Jadi, secara sederhana dapat dikatakan filsafat adalah hasil kerja berpikir dalam mencari hakikat segala sesuatu secara sistematis, radikal dan universal.Sedangkan filsafat Islam itu sendiri adalah hasil pemikiran filsuf tentang keTuhanan, kenabian, manusia dan alam yang disinari ajaran Islam dalam suatu aturan pemikiran yang logis dan sistematis.[footnoteRef:56] [56: Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002 ), h. 2]

Filsafat dipahami sebagai pengetahuan rasional tentang segala keberadaan.Filsafat membahas eksistensi dari sisi eksistensi itu sendiri secara rasional.Karenanya, objek pembahasan filsafat sangat luas sekali.Dalam sejarah intelektual islam, ada empat aliran filsafat islam yakni:

2. Aliran pemikiran Islam (filsafat) a. PeripatetismeIstilah paripatetik muncul sebagai sebutan bagi para pengikut Aristoteles. Paripatetik sendiri berasal dari bahasa Yunani paripatein yang berarti berkeliling, berjalan-jalan berkeliling. Kata ini juga menunjuk pada suatu tempat, beranda dari peripatos. Dan dalam tradisi Yunani, kata ini mengacu pada suatu tempat yang biasa digunakan oleh Aristoteles untuk mengajar sambil berjalan-jalan.[footnoteRef:57]Dalam tradisi filsafat islam paripatetik disebut dengan istilah masysyaiyyah yang diambil dari kata masya-yamsyi-masyyan wa timsyaan yang juga memiliki arti berjalan atau melangkahkan kaki dari satu tempat ketempat yang lain. [57: Amroini Drajat, Suhrawardi: Kritik Falsafah Paripatetik (Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara, 2005)h. 75]

Terdapat beberapa ahli hikmah baik yang Islam maupun non Islam yang dikelompokkan sebagai para filosof paripatetik. Dikatakan sebagai filosof paripatetik dikarenakan oleh landasan epistemologi yang digunakan bagi filsafat mereka berdasarkan rasional murni yang tersusun dari premis minor dan premis mayor yang telah disepakati. Para filosof tersebut antara lain Plato, Aristoteles, Plotinus. Sementara dari dunia islam antara lain al-Kindi, al-Farabi, dan Ibn Sina yang kebetulan menjadi wakil para filosof paripatetik sebelumnya, serta pemikirannya. Penekun filsafat paripatetik harus mampu menguasai, memahami dan mengaplikasikan ilmu logika secara tepat, sebab ilmu ini sangat membantu seorang filosof paripatetik meraih pengetahuan yang benar. Jadi, secara metodologis, paripatetisme menggunakan ilmu logika agar bisa memperoleh kebenaran. Berikut adalah pemikiran salah satu tokoh filosof paripatetik:Abu Ali Hussein ibn Abdullah ibn Sina, yang di Barat dikenal dengan nama Avicenna dilahirkan pada tahun 370 H / 980 M di Afsyana dekat Bukhara, dan meninggal di Hamadan pada tahun 428 H/1037 M. Di Timur ia dikenal sebagai Hujjat al-Haqq (bukti sang Tuhan/kebenaran), Ia terlahir dari keluarga yang menganut paham ismailiyah. Sejak usia dini, Ibn Sina sudah menunjukkan bakatnya yang luar biasa terhadap ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan ayahnya yang selalu memperhatikan pendidikannya . di usianya yang kesepuluh, Ibn sina sudah menguasai keseluruhan Alquran dan tata bahasa, dan sudah mulai mempelajari logika dan matematika. Setelah menguasai logika dan matematika, ia pun segera beranjak untuk mempelajari fisika, metafiska, dan kedokteran kepada Abu Sahl al-Masihi. Di usianya yang ke enam belas ia sudah mahir dalam semua cabang ilmu pengetahuan yang berkembang di masanya kecuali metafisika seperti terkandung dalam metafisikanya Aristoteles yang walaupun ia telah membacanya berulang-ulang bahkan sampai menghafalnya ia masih belum bisa memahaminya. Namun hal itu pun teratasi ketika ia membaca ulasan-ulasan al-Farabi tentang metafisika Aristoteles yang memberikan penjelasan pada bagian-bagian yang dianggap rumit oleh Ibn Sina. Diusianya yang ke delapan belas, Ibn Sina sudah menguasai semua cabang ilmu pengetahuan yang berkembang di masanya tanpa terkecuali, sejak saat itu Ibn Sina sudah tidak lagi memperluas pengetahuannya, beliau hanya mendalami pengetahuan yang sudah ia miliki sebelumnya. Hal ini tercermin dari perkataannya yang ia ucapkan kepada muridnya, al-Juzjani di penghujung usianya bahwa sepanjang tahun yang telah ia lalui ia telah mempelajari tidak lebih dari apa yang ia ketahui sebagai seorang pemuda yang berusia delapan belas tahun.[footnoteRef:58] [58: Sayyed Hosain Nasr, Tiga Mazhab Utama Filsafat Islam (Yogyakarta: IRCiSoD, 2006), h. 46.]

a) OntologiBerbicara masalah status ontologis segala sesuatu, secara otomatis kita akan berbicara masalah hakikat dari sesuatu yang akan kita bahas. Pada hal ini objek pembahasan kita adalah ontologi dari filsafat paripatetik menurut Ibn Sina. Hakikat sesuatu tergantung pada eksistensinya, dan pengetahuan atas sebuah obyek pada puncaknya adalah pengetahuan terhadap status ontologisnya dalam rangkaian eksistensi universal yang menentukan seluruh atribut dan kualitasnya.[footnoteRef:59]Kajian Ibn Sina yang menjadi ciri utama dari seluruh gagasan ontologinya adalah mengenai perbedaan yang sangat mendasar tentang segala sesuatu.Perbedaan itu adalah mengenai kuiditas atau esensi (mahiyah) sesuatu dan eksistensinya (wujud) sesuatu, berikut keniscayaan, kemungkinan, dan kemustahilannya. Namun sebelum kita membahas lebih jauh perihal gagasan ontologinya Ibn Sina, alangkah baiknya kalau kita perjelas dahulu apa yang dimaksud dengan kuiditas (mhiyah) dan eksistensi (wujud). [59: Ibid., h. 52.]

Berbicara masalah kuiditas (mhiyah) biasanya identik dengan pertanyaan apakah sesuatu itu (m hiya)? Untuk lebih jelasnya kita akan coba untuk membawanya pada perumpamaan. Misalnya, ketika seseorang membayangkan seekor ayam jantan, maka secara tidak langsung orang itu dapat membedakan gagasan tentang ayam jantan tersebut yang meliputi warna, bentuk, dan sebagainya yang disebut sebagai kuiditas (mahiyah) dengan ayam jantan itu sendiri yang ada pada realitas external yang disebut exsistensi (wujud). Di dalam pikiran kuiditas sesuatu tidak terikat dengan eksistensinya artinya bahwa setiap orang dapat memikirkan apapun, kendati apa yang dipikirkan itu tidak ada pada realitas eksternal. Seperti ketika seseorang bisa berpikir tentang manusia yang bersayap, yang pada realitasnya eksternalnya manusia bersayap itu tidak ada. Namun dalam realitas eksternal kuiditas dan eksistensi itu adalah hal yang sama, tak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lain. Artinya bahwa kuiditas dan eksistensi itu bukanlah dua hal yang memiliki realitas eksternal masing-masing melainkan pada realitas eksternal keduanya itu adalah satu komponen yang membentuk satu realitas di dalam realitas eksternal. Dari penjelasan di atas, dapat kita hubungkan langsung denganpokok permasalahan yang akan menjadi dasar prinsip (ashl) Ibn Sina adalah tentang pendapat beliau yang menyatakan bahwa eksistensilah yang memberikan realitas pada setiap kuiditas. Walaupun beberapa abad berikutnya, pendapat ini mendapat kritikan keras dari pilosof Suhrawardi yang justru memiliki konsep yang berbeda dengan konsep (ashl) Ibn sina. Dan persoalan ini akan kami bahas pada pembahasan berikutnya seputar Suhrawadi.Hal lain yang menjadi perbedaan mendasar mengenai kuiditas dan eksistensi dalam sudut pandang Ibn Sina adalah mengenai pemilahan beliau tentang wujud niscaya (wajib), mungkin (mumkin), dan mustahil (mumtani). Inilah formulasi original dari Ibn Sina yang disepakati oleh para filosof setelahnya.

a. Niscaya ( wajib)Apabila kuiditas tidak dapat dipisahkan dari eksistensinya, namun ketiadaannya adalah hal yang mustahil karena akan menimbulkan kontradiksi itulah disebut dengan wujud niscaya (wajib). Dalam kasus ini, kuiditas dan wujud merupakan hal yang sama, kuiditasnya adalah wujud dan wujud adalah kuiditas. Sesuatu yang dapat kita nisbatkan sebagai wujud niscaya ini adalah Tuhan, yang keberadaannya adalah sebuah keharusan, sebab keniscayaan-Nya akan menimbulkan banyak kontradiksi.[footnoteRef:60] [60: Sebagaimana pembuktian tentang keberadaan Tuhan yang telah dibuktikan oleh banyak filosof dengan berbagai dalilnya, bahwa Tuhan itu harus ada sebagai penyebab utama atas keberadaan alam semesta.]

b. Mungkin (mumkin)Apabila kuiditas sebuah objek berhadapan dengan eksistensi dan noneksistensi.Artinya bahwa sesuatu itu bisa ada atau tidak ada tanpa menimbulkan kontradiksi atau kemustahilan, maka sesuatu itu bisa dikatakan sebagai wujud mungkin (mumkin).Banyak hal yang bisa kita nisbatkan pada wujud mungkin ini, seperti manusia, hewan, tumbuhan, dan sebagainya. Bahwa keberadaan atau ketiadaan manusia itu tak akan menyebabkan suatu kemustahilan atau kontradiksi. Ia bisa ada atau pun tidak ada.c. Mustahil (mumtani).Apabila seseorang melihat kuiditas sebuah objek di dalam pikiran, dan kuiditas tersebut tidak dapat diterima oleh eksistensi dengan cara apapun yaitu kuiditas tersebut tidak dapat eksis karena tidak ada eksistensi yang mampu menerimanya , maka objek tersebut tidak ada atau mustahil ada (mumtani).Selanjutnya bahwa Ibn Sina juga membagi wujud mungkin itu sendiri menjadi dua bagian, pertama adalah wujud mungkin yang di dalam dirinya dijadikan wujud niscaya oleh wujud niscaya, dan yang kedua wujud mungkin yang di dalam dirinya tidak dijadikan wujud niscaya oleh wujud niscaya. Hal ini akan kami bahas dalam pembahasan kosmologinya Ibn Sina pada pembahasan kosmologi.b). KosmologiPembahasan kosmologi ini membahas tentang proses bagaimana suatu ketunggalan itu bisa berubah menjadi suatu keragaman, layaknya alam semesta, para Malaikat yang beragam itu berasal dari suatu yang tunggal yaitu Tuhan. Kosmologi melalui sudut pandang Ibn Sina ini sebenarnya sangat berkaitan erat dengan pembahasan angelologi. Maksudnya bahwa Malaikat memiliki peran dan signifikansi dalam proses penciptaan. Dengan bersandarkan kepada skema pancaran hierarki malaikat yang berurutan, namun masih dalam koridor kemungkinan dan ketergantungannya sebagai makhluk.Maka dari sinilah Ibn Sina berpandangan bahwa dari yang satu itu hanya mungkin melahirkan satu wujud.Wujud itulah yang disebut akal pertama sebagai pancaran langsung dari Tuhan.Dan dari wujud pertama memancarkan akal kedua serta langit pertama, begitu seterusnya hingga sampai akal ke sepuluh dan bumi, dan dari akal ke sepuluh memancarkan segala sesuatu yang ada di bumi.Dikatakan juga bahwa akal pertama itu adalah malaikat tertinggi dan akal ke sepuluh adalah jibril.[footnoteRef:61] Ibn Sina juga menggunakan gagasan bahwa melalui inteseleksilah proses penciptaan itu terjadi. [61: Amroini, kritik falsafah...h. 129.]

Penting juga untuk diketahui bahwa akal satu itu memiliki dua sifat, pertama adalah sifat al-wajib wujud ligairihi hal ini jika ditinjau dari sifat akal satu sebagai pancaran langsung dari Tuhan. Yang kedua adalah mumkin al wujud lizatihi hal ini jika ditinjau dari hakikat dirinya.[footnoteRef:62] [62: Ibid,.]

Sebelum masuk pada pembahasan selanjutnya ada baiknya kalau kita membahas terlebih dahulu tentang keterbagian wujud mumkin menjadi dua bagian, yang pertama adalah wujud mumkin yang mengandung sifat niscaya dan wujud mumkin yang sama sekali tidak mengandung sifat niscaya. Wujud mumkin yang pertama ini adalah apa yang kita sebut malaikat sebagai akibat abadi dari Tuhan, artinya bahwa Tuhan menjadikannya sebagai wujud yang niscaya namun tingkat keniscayaan disini berbeda dengan keniscayaan yang ada pada Tuhan. Wujud mumkin yang kedua ini adalah apa yang kita sebut manusia, hewan, dan sebagainya. Artinya bahwa wujud manusia ini tidak bersifat abadi.Inti perbedaannya adalah bahwa wujud mumkin para malaikat bersifat abadi dan wujud mumkin manusia, hewan, dan sebagainya itu tidak bersifat abadi.Teori Emanasi Ibnu Sina[footnoteRef:63] [63: Mulyadi Kartanegara, Gerbang Kearifan (Jakarta: Lenteng Hati, 2006), h. 40-41]

Wujud Niscaya (Tuhan)

Akal Pertama (al-Aql al-Awwal) Malaikat utamaAkal Kedua Jiwa/malaikat langit pertamaTubuh Langit PertamaAkal Ketiga Jiwa/malaikat langit keduaTubuh langit kedua(bintang-bintang tetap atau tanda-tanda zodiak)Akal Keempat Jiwa/Malaikat langit ketigaTubuh langit ketigaAkal Kelima Jiwa/Malaikat langit keempatTubuh langit keempatAkal Keenam Jiwa/Malaikat langit kelimaTubuh langit kelima (Mars)Akal Ketujuh Jiwa/Malaikat langit keenamTubuh langit keenam (Matahari)Akal Kedelapan Jiwa/Malaikat langit ketujuhTubuh langit ketujuh(Venus)Akal Kesembilan Jiwa/Malaikat langit kedelapanTubuh langit kedelapan(Merkuri) Akal Kesepuluh Jiwa/Malaikat langit kesembilan(Pemberi bentuk/wahib al-shuwar:Malaikat Jibril) Dunia yang fanaTubuh langit kesembilan(Bulan)(generation and corruption)b. Aliran Iluminasionis (Isyraqi)Aliran iluminasionis ini didirikan oleh seorang pemikir Iran yang bernama Suhrawardi.Mengarah kepada makna Israq itu sendiri yang dijadikan Suhrawardi sebagai sintesis kebijaksanaannya, dimana para filosof dan ahli sejarah mendefinisikannya dengan definisi yang berbeda. Seperti definisi yang pernah diberikan oleh al-Jurjani dalam Tarifatnya yang termashur menyebut kaumisyraqi sebagai para filosof dengan Plato sebagai pengikutnya.[footnoteRef:64]Sementara Ibn Washiyah yang ditetapkan sebagai peneliti paling awal dalam dunia Islam pernah menggunakan istilah Isyraqi yang ditujukan kepada kelompok orang-orang suci mesir yang merupakan anak-anak saudari Hermes. [64: Sayeed, tiga mazhab...h. 114.]

Dari definisi yang termaktub di atas dapat kita lihat bahwa para ahli lebih mengaitkan istilah isyraqi ini dengan periode pra-Aristotelian sebelum filsafat murni dirasionalisasikan dan ketika jalan untuk mencapai ilmu pengetahuan masih bersifat intuitif.Maka dari itu Suhrawardi mengikuti definisi kebijaksanaan Isyraqi yang serupa.Yang menunjukkan bahwa landasan epistemologi filsafat Suhrawardi tidak hanya terfokus pada nalar intelektual yang berpusat pada rasional murni sebagaimana yang dilakukan oleh para filosof Paripatetik melainkan juga berporos pada penalaran intelektual intuitif.Seperti ungkapannya yang mengatakan bahwa pemikiran-pemikirannya tidak bisa dihimpun oleh pemikiran dan penalaran, tapi yang lebih berperan besar di dalamnya adalah intuisi intelektual, kontemplasi, dan praktek-praktek asketik.Berikut adalah pemikiran seorang filosof beraliran iluminasionis.Nama lengkapnya adalah Syihab al-Din Yahya bin Habasyi bin Amirak al-Suhrawardi, ia sering dikenal sebagai al-Maqtl(yang terbunuh) atau syaikh al-Isyraq.[footnoteRef:65]Lahir di Suhraward, sebuah kampung di kawasan Jibal, Iran Barat Laut dekat Zanjan pada tahun 549 H atau 1153 M. [65: Ibid., h. 102]

Suhrawardi menerima pendidikan awalnya dari Majd al-Din al-Jili di Maraghah, kemudian pergi ke Isfahan, yang pada saat itu merupakan pusat pembelajaran yang terkemuka di Persia dan berguru kepada Dhahir al-Din al-Qari. Setelah itu beliau melancong ke Persia menemui berbagai guru sufi. Pada fase inilah ia larut dalam kehidupan yang bernuansa sufistik, melakukan aktivitas pengasingan spiritual dan banyak menghabiskan waktunya untuk dzikir dan meditasi. Perjalanannya terus berlanjut hingga mencapai Anatolia dan Syiria. Sempat juga ia pergi ke Aleppo dan bertemu dengan Malik Dhahir, putera Shalah al-Din al Ayyubi yang biasa dikenal dengan nama saladin. Malik Dhahir yang memiliki kecintaan khusus kepada kaum sufi dan para sarjana kemudian mengundang beliau untuk tinggal di istananya di Aleppo.Namun sangat disayangkan, kecerdasan intelektual yang diiringi oleh ketidak hati-hatian dalam mengungkapkan doktrin-doktrin esoteriknya dihadapan seluruh audiens membuat ia dimusuhi oleh para sarjana yang waktu itu didominasi oleh para ahli hukum (ulama), yang pada akhirnya berakhir atas hukuman yang dijatuhkan padanya oleh saladin yang didasarkan atas permohonan para ahli hukum tersebut dengan alasan bahwa Suhrawardi telah menyebarkan ajaran-ajaran yang bertentangan dengan keimanan. Akhirnya Suhrawardi pun dijebloskan ke dalam penjara dan meninggal pada tahun 587 H atau 1191 M, tanpa diketahui penyebab khusus dari kematiannya.Beliau meninggal pada usia yang masih tergolong muda jika dibandingkan dengan para ahli hikmah sebelumnya yaitu pada usianya yang ke 38. Dalam jengkal kehidupannya sang guru iluminasi ini telah menulis hampir lima puluh karya baik dalam bahasa arab maupun persia, yang sebagian besar dari karyanya masih bisa ditemukan hingga sekarang.Pembahasan yang menarik tentang pemikiran Suhrawardi ini antara lain mengenai kritikannya terhadap filsafat paripatetik yang sebelumnya pernah dibawa oleh filosof muslim Ibn Sina. Salah satu yang menjadi objek kritikannya terhadap pandangan Ibn Sina dan para filosof aristotelian lainnya adalah mengenai keberadaan segala sesuatu, apakah yang membuat segala sesuatu itu ada eksistensi ataukah kuiditas.Jika menurut sudut pandang Ibn Sina bahwa eksistensilah yang membuat kuiditas itu ada sementara menurut Suharawardi bahwa kuiditaslah yang membuat eksistensi itu ada.Menurutnya bahwa yang memiliki realitas dan merupakan prinsip itu adalah quiditas atau esensi, sementara eksistensi itu hanyalah aksiden yang ditambahkan pada esensi.Pandangan yang mengutamakan esensi dari pada eksistensi ini yang disebut sebagai prinsipialitas esensi (ashalatul mahiyah).Kendati prisnsip ini mendapat kritikan pedas oleh filosof sesudahnya yaitu Mulla Shadra yang menafsirkan seluruh kebijaksanaan isyraqi sesuai dengan pandangan bahwa wujudlah yang merupakan prinsip (ashalatul wujud) bukan mahiyah.hal inilah yang menjadi salah satu objek kritikannya terhadap filsafat paripatetik selain kritikan yang lain atas proses penciptaan yang diusung oleh para filosof paripatetik seperti Plotinus, al-Farabi, dan Ibn Sina.Sebagaimana telah diuraikan di atas mengenai proses penciptaan yang diluncurkan oleh para filosof paripatetik yaitu bagaimana dari yang itu melahirkan keberagaman. Tampaknya Syaikh al-Isyraq kurang sepakat dengan konsep emanasi yang hanya dibatasi sampai akal kesepuluh saja. Menurut Suhrawardi seharusnya tidak dibatasi hanya sampai akal kesepuluh, melainkan bisa terus dilanjutkan bahkan sampai akal keseratus, seribu, dan seterusnya. Sehingga dari sini Suharawardi menawarkan konsep emanasi yang berbeda seperti apa yang telah ditawarkan oleh para filosof paripatetik. Pada pembahasan ini Suhrawardi memakai istilah cahaya untuk menjelaskan proses penciptaan. Proses iluminasi ini dimulai dari Nur al Anwar yang merupakan sumber dari segala cahaya yang ada atau dengan kata lain yang kita sebut sebagai Tuhan, kemudian dari Nur al Anwar ini lahirlah sebuah cahaya yang disebut sebagai nur al-Aqrab. Dinamakan nur al-Aqrab karena kedekatannya pada nur al-Anwar sebagai pusat cahaya dan tidak ada lagi cahaya lain yang lebih dekat melebihi kedekatan yang dimiliki oleh nur al-Aqrab. Kemudia dari nur al-Aqrab ini lahirlah cahaya ketiga, kemudian dari cahaya ketiga muncullah cahaya keempat, dan dari cahaya keempat timbullah cahaya kelima, terus menerus seperti itu hingga melahirkan banyak cahaya.Perlu juga diingatkan bahwa cahaya yang berada di bawah Nur al Aqrab dan seterusnya tetap mendapatkan cahaya dari nur al Anwar walaupun tetap juga mendapatkan pancaran cahaya dari atasnya.Al- Israq dimaknai sebagai iluminasi.Istilah ini diartikan sebagai cahaya pertama pagi hari, yakni cahaya matahari dari timur.Jadi, kata israq bermakna pancaran cahaya.Sementara itu, kata isyraq dikaitkan dengan kata syaraq, artinya timur.Timur dimaknai sebagai dunia cahaya tanpa kegelapan. Jadi, ia dikaitkan dengan dunia cahaya. Dalam konteks ini, kata timur tidak saja berarti timur secara geografis, tapi timur secara simbolis, bahwa ia berarti awal cahaya, sebab timur sebagai sumber cahaya, seperti cahaya pagi muncul dari sebelum timur (makna geografis). Sementara isyraqiyyah diartikan sebagai metafisika cahaya sebab itu, filsafat israqiyyah disebut pula sebagai filsafat ketimuran, dan ia didasari kepada metafisika cahaya. Demikianlah asal-usul kata israq.Dengan demikian, istilah hikmah al- Israqiyah berarti kebijaksanaan cahaya, kebijaksanaan Iluminasi, dan kebijaksanaan timur. Sebab itulah, inti filsafat iluminasi ini sendiri adalah ilmu tentang cahaya, baik teori sifat maupun cara pembiasan cahaya. Dengan kata lain, filsafat ini didasari oleh metafisika cahaya.[footnoteRef:66] [66: Katimin, Mozaik Pemikiran Islam...h. 128.]

c. Aliran Irfan (tasawuf)Di tengah khalayak pada umumnya, aliran Irfan biasa dikenal sebagai aliran tasawuf dan para pelakunya disebut sufi. Berbeda dengan filsafat yang bertumpu pada penalaran rasional, sementara tasawuf bertumpu pada pengalaman mistik yang bersifat supra-rasional.Jauh sebelum kelahiran Syaikh Isyraq pembahasan tasawuf dibedakan dengan pembahasan filsafat, seperti pada masa Ibn Rusyd dan sebelumnya.Namun pada masa Suhrawardi, sudah mulai terlihat adanya upaya untuk menyatukan kedua hal tersebut.dibuktikan dengan pemikiran filosofisnya yang tidak hanya dibangun atas usaha-usaha rasional semata tapi juga melibatkan usaha-usaha intuitif.Seperti yang sudah kami singgung di atas bahwa kaum sufi mendapatkan pengetahuan tentang segala sesuatu melalui pendekatan-pendekatan intuitif atau yang bersifat perenungan, dan pendekatan ini bertumpu pada hati. Sangat berbeda dengan para filosof yang mendapatkan pengetahuan mereka melalui pendekatan-pendakatan rasional yang bertumpu pada akal atau rasio. Menurut kaum sufi perolehan pengetahuan yang didapatkan melalui pendekatan intuitif sangat berbeda dengan pendekatan rasional, karena dengan menggunakan metode pendekatan intuitif ini seseorang dapat langsung mengetahui objek pengetahuan tanpa harus melewati perantara. Artinya bahwa dengan cara ini kaum sufi bisa melihat realitas pengetahuan yang diinginkan tanpa adanya sekat-sekat yang membatasi mereka. Sementara para filosof yang menggunakan pendekatan rasional dalam mencapai pengetahuan akan terhambat oleh sekat-sekat yang harus diterima oleh akal itu sendiri sebagai poros dari kegiatan rasional. Sesuai dengan pertanyaan yang dimunculkan oleh sufi agung jalaluddin rumi, bisakah anda menyunting mawar dari M.A.W.A.R.[footnoteRef:67]maksudnya adalah bahwa para filosof bisa memahami bunga mawar itu dengan mengetahui terlebih dahulu huruf-huruf yang digunakan untuk menyusun kata mawar, sementara kaum sufi bisa langsung mengetahui bunga mawar tanpa harus mengetahui nama dari bunga mawar tersebut. sama halnya juga dengan cinta walaupun sudah banyak para ahli yang mencoba untuk mendifinisikannya, namun tetap saja seseorang tak akan pernah mengerti arti cinta yang sesungguhnya ketika ia belum merasakan sendiri rasanya jatuh cinta. Begitu juga dengan pengetahuan sejati, tak akan pernah bisa dipahami dengan benar apabila seseorang tidak mencoba untuk melihat pengetahuan itu sendiri (mengalami). Pendekatan seperti inilah yang disebut oleh ahli sufi sebagai pendekatan intuitif, yang terkadang juga sering disebut sebagai ilmu laduni atau ilmu huduri (ilmu yang diperoleh secara langsung). Jadi kesimpulannya bahwa kaum sufi lebih mengandalkan hati sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan ketimbang akal. [67: Mulyadi, Gerbang...h. 56.]

Untuk membahas kajian Irfan ini lebih jauh lagi, kami akan mengambil satu tokoh yang sekiranya dapat mewakili pemikiran tokoh-tokoh sufi lainnya yaitu Ibn Arabi. Ibn Arabi ini merupakan seorang Sufi agung yang dikenal melalui konsep wahdat al wujudnya.Abu Bakar Muhammad bin al-Arabi al-Hatimi al-Thai atau yang biasa di panggil Ibn Arabi, dilahirkan di Murcia, Spanyol Selatan pada tahun 560 H/1165 M. Beliau lahir dari rahim seorang wanita asli arab yang berasal dari Suku Thai. Di tengah masyarakat beliau juga dikenal dengan panggilan Syeikh al-Akbar (guru teragung) atau Muhy al-Din(penghidup agama). Setelah menghabiskan tahun-tahun awalnya di Murcia, beliau pun hijrah menuju Sevilla tempat ia tumbuh dan menerima pendidikan awalnya. Pada periode awal kehidupannya beliau bertemu dengan dua wali perempuan yaitu yasmin Mursyaniyah dan Fathimah al-Qurthubiyah, kedua figur ini lah yang memberikan pengaruh yang kuat atas orientasi kehidupannya. Terutama kepada Fatimah yang sudah ia anggap sebagai ibu spritual baginya, yang terus menjadi pembimbingnya selama dua tahun. Sebagai seorang pemuda yang jenius, memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi, serta memiliki penglihatan spritual yang tajam, Ibn Arabi mulai melakukan rihlah ke berbagai kota di Andalusia dan bertemu dengan para wali. Dikatakan juga bahwa beliau pernah bertemu dengan Ibn Rusyd salah seorang filosof yang namanya lebih dikenal di dunia barat.Sebagaimana yang telah saya ungkit di atas, bahwa Ibn Arabi itu dikenal dengan konsep wahdat al wujud-nya . yang artinya bahwa wujud sejati itu hanyalah satu Dia lah Allah, Tuhan alam semesta, sumber segala kebenaran. sementara alam hanyalah manifestasi dari wujud sejati yang di dalam dirinya tidak memiliki wujud sebagaimana wujud sejatinya Tuhan.Hubungan wujud sejati dengan alam biasanya beliau gambarkan dengan gambar wajah yang muncul dari sebuah cermin.Sesuai dengan perkataan beliau,wajah itu satu, tetapi cermin seribu satu, artinya bahwa wajah sejati Tuhan itu terpantul dalam ribuan cermin.Keberagaman model dari pantulan tersebut tergantung kualitas dari kaca yang memantulkan wujud sejati.Hingga dari sinilah muncul berbagai macam bentuk makhluk yang tercipta dari pantulan wajah Tuhan yang semuanya berbeda karena kualitas kaca yang memantulkan juga berbeda. Bisa kita ambil contoh ketika kita memasuki rumah kaca yang setiap sudutnya penuh dengan kaca yang berbeda dari segi kualitasnya, ketika kita memasuki rumah tersebut tentu kita akan menyaksikan banyaknya bayangan kita yang terlihat dengan bentuk yang berbeda-beda tergantung jumlah kaca yang terdapat dalam rumah tersebut. oleh karenanya kebinekaan yang ada di alam semesta ini seharusnya tidak mengelabui pandangan kita, bahwa masing-masing dari mereka memantulkan wajah Tuhan, maka dimanapun kita menghadapakan wajah, maka disitulah kita akan menemukan wajah Tuhan. Dan keberadaan alam semesta ini sangat bergantung kepada kehadiran Tuhan. Karena jikalau Tuhan menarik kehadirannya, maka alam semesta ini pun akan lenyap, sebagaimana lenyapnya bayangan kita ketika kita menghindar atau menjauhkan diri dari kaca tersebut.Bagi Ibn Arabi, kehadiran Tuhan itu begitu jelas, bahkan terlalu jelas untuk kita sadari. Sebagaimana kelalawar yang tak bisa melihat matahari bukan karena matahari itu tidak ada, melainkan karena cahayanya yang terlalu terang sehingga membuat kelalawar kesulitan untuk melihatnya.Konsep kosmologi yang ditawarkan oleh Muhy al Din ini sangat berbeda dengan konsep yang pernah ditawarkan oleh para filosof paripatetik dan iluminasi. Ibn Arabi mengatakan bahwa segala yang ada di alam semesta ini hanyalah manifestasi Tuhan, yang tidak akan mungkin ada tanpa keberadaannya. Seperti akal pertama merupakan manifestasi awal dari Tuhan, kemudian disusul dengan jiwa universal disambung dengan tabiat universal, begitu seterusnya hingga mencapai tahapan manusia yang menyimbolkan manifestasi yang paling sempurna dari Dzat yang maha sempurna. Dalam konsep kosmologi yang ditawarkan oleh para filosof menyebutkan bahwa alam fisik adalah emanasi terendah dari Tuhan, beda halnya dengan kaum sufi yang menempatkan keberadaan Tuhan di setiap manifestasi yang ada.[footnoteRef:68] [68: Mulyadi, gerbang...h. 66.]

d. Aliran Hikmah MutaaliyahAliran hikmah mutaaliyah ini diusung oleh seorang filosof muslim abad ketujuh belas yang dikenal dengan nama Mulla Sadra. Dengan pemikirannya yang brilian Mulla Sadra akhirnya berhasil mensintesiskan aliran-aliran filsafat sebelumnya seperti, paripatetik, iluminasi, dan irfan yang ia rangkum membentuk satu aliran baru yang dinamakan aliran Hikmah Mutaaliyah. Awalnya Mulla Sadra ini dikelompokkan ke dalam mazhab Isfahani yang dipimpin oleh Mir Damad, namun karena pemikiran Mulla Sadra sendiri yang dianggap melebihi para pemikir mazhab Isfahan, maka beliau pun dimasukkan kedalam mazhab tersendiri yang hingga sekarang disebut sebagai mazhab Hikmah Mutaaliyah.Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ibrahim Yahya Qamawi Syirazi, yang kerap kali dipanggil dengan sebutan Mulla Sadra. Dilahirkan di Syiraz pada tahun 979/980 H dan meninggal di Basrah pada tahun 1050 H sewaktu beliau hendak pulang dari ibadah haji.[footnoteRef:69]Beliau merupakan anak satu-satunya dari seorang gubernur wilayah fars. Dengan fasilitas serta dukungan dari orang tuanya, beliau pun dengan cepat mempelajari serta cepat pula memahami berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti, Alquran, Hadis, dan berbagai ilmu-ilmu keislaman lainnya. [69: Hasyimsyah, Filsafat Islam...h. 162.]

Ringkasnya, perjalanan hidup Mulla Sadra ini bisa dipetakan menjadi tiga fase.1). Masa pendidikan formalnya di Isfahan.Pada waktu itu Isfahan merupakan kota yang sangat penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan islam. Dan di sinilah beliau berguru dengan seorang teolog Baha al Din al Amili.Kemudian melanjutkan pendidikannya bersama Mir Abu al-Qasm Fendereski seorang filosof paripatetik.Namun guru yang paling utama yang pernah mengajar Mulla Sadra adalah seorang filosof sekaligus teolog yaitu Muhammad atau yang dikenal dengan panggilan Mirdamad, beliau adalah seorang tokoh sekaligus penggagas berdirinya pusat kajian filsafat dan teolog yang hingga kini dikenal sebagai aliran Isfahan.2). Masa kezuhudan dan pembersihan jiwa di Kahak.Setelah menyelesaikan pendidikannya di Isfahan, akhirnya beliau memutuskan untuk hijrah ke daerah kahak sebuah desa pedalaman yang tidak terlalu jauh dari Qum. Di sinilah sang tokoh Hikmah Mutaaliyah ini mulai menjalani kehidupannya sebagai seorang yang zuhud, menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat duniawi guna mendapatkan kesucian hati dan kebersihan jiwa. Sebagian mengatakan bahwa beliau menjalani kehidupannya sebagai seorang yang zuhud selama tujuh tahun, sebagian lagi mengatakan sebelas tahun [footnoteRef:70]. [70: Ibid., h. 168.]

3). Masa dimana beliau diposisikan sebagai pengajar sekaligus peneliti di Syiraz.Berawal dari desakan masyarakat yang meminta beliau untuk menjadi pengajar di Madrasah Allah Wirdi Khan, ditambah lagi dengan Syah Abbas II seorang khalifah dari dinasti Safawi yang mengajukan permintaan yang sama terhadap beliau. akhirnya beliaupun menyanggupinya dan menyulap kota kelahirannya itu menjadi pusat studi ilmu pengetahuan yang terkenal hingga seluruh pelosok Persia yang mengembangkan berbagai cabang ilmu seperti, filsafat, astrologi, fisika, kimia, dan matematika.Landasan epistemologi yang digunakan dalam filsafat hikmah ini sebetulnya tidak terlalu beda dengan landasan epistemologi yang digunakan Suhrawardi dalam filsafat iluminasi. Mulla Sadra juga percaya bahwa jalan untuk mendapatkan pengetahuan itu tidak hanya melalui akal saja melainkan bisa juga ditempuh melalui jalur yang bersifat intuitif (mistik).Berbicara tentang wahdah Mulla sadra percaya bahwa wujud itu hanya satu, namun yang membedakan satu wujud dengan wujud yang lainnya itu adalah esensi yang dimiliki oleh masing-masing wujud itu sendiri.Menurut Prof Mulyadi Kartanegara dalam bukunya gerbang kearifan,mengatakan bahwa konsep wahdatul wujud Mulla Sadra ini lebih dekat dengan konsep cahaya yang diusung oleh Suhrawardi.Suhrawardi mengatakan bahwa cahaya pada hakikatnya hanyalah satu, namun yang membedakannya adalah intensitas dari cahaya tersebut. Bagi Mulla Sadra semua wujud itu sama saja apabila dipandang dari sisi kewujudannya, hatta wujud Tuhan sekalipun dapat disamakan dengan wujud kerikil jika dipandang dari kewujudannya, namun sekali lagi kami tekankan bahwa yang membedakan wujud satu dengan wujud lainnya itu adalah berbedanya tingkat gradasi yang dimiliki oleh tiap-tiap wujud. Kemudian mengenai ashalah (principality),menurut Mulla Sadra menyebut prinsipnya ini dengan ishalat al-wujud yang berbicara tentang keutamaan wujud. Berbeda dengan Suhrawardi yang mengatakan bahwa yang prinsip itu adalah mahiyah. Mulla Sadra berpendapat bahwa yang prinsip itu adalah wujud, yang benar-benar real itu adalah wujud, dan mahiyah itu hanya ada dalam pikiran manusia saja tidak benar-benar ada pada benda-benda yang terdapat dalam realitas eksternal. Mulla Sadra memahami betul tentang kritikan yang pernah diberikan oleh Syaikh Israq bahwa sebenarnya yang kita fahami sebagai (wujud) eksistensi itu sebenarnya adalah mahiyah(esensi). Namun yang dimaksud disini oleh Mulla Sadra adalah wujud sejati yang bukan hanya sekadar konsep atau pemahaman kita tentang wujud.Kalau yang dimaksud oleh Suhrawardi adalah wujud yang berada ditataran konsep maka Mulla Sadra juga sepakat bahwa itu disebut juga sebagai esensi.Dan yang terakhir mengenai perubaha substantif yang oleh