Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional I.

31
Prinsip penyelesaian sengketa perdagangan internasional (Januar Abdul Razak) A. Pendahuluan. Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, dari berupa hubungan Jual Beli, pengiriman dan penerimaan barang, produksi barang dan jasa berdasarkan suatu Kontrak. Semua transaksi tersebut sarat dengan potensi melahirkan sengketa. Umumnya sengketa-sengketa Dagang kerap didahului oleh penyelesaian oleh Negosiasi. Jika cara penyelesaian ini gagal atau tidak berhasil, barulah ditempuh cara-cara lainnya seperti penyelesaian melalui Pengadilan atau Arbitrase. 1 Praktek Perdagangan Internasional Potensial Menimbulkan Sengketa Perdata Internasional dan Antisipasi Penyelesaiannya Penyerahan sengketa, baik kepada Pengadilan maupun ke Arbitrase, kerap kali berdasarkan pada suatu Perjanjian di antara para pihak. Langkah yang biasa ditempuh adalah dengan membuat suatu Perjanjian atau memasukkan suatu klausul penyelesaian sengketa ke dalam Kontrak atau Perjanjian yang mereka buat, baik ke Pengadilan atau ke Badan Arbitare. Pada umumnya di samping menyepakati lembaga atau forum yang akan 1 Gerald Cooke, Disputes Resolution in International Trading, in Jonathan Reuvid (ed), The Straregic Guide to International Trade, London: Kogan Page, 1977, p. 193. 1

description

Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional

Transcript of Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional I.

Page 1: Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional I.

Prinsip penyelesaian sengketa perdagangan internasional (Januar Abdul Razak)

A. Pendahuluan.

Transaksi-transaksi atau hubungan dagang banyak bentuknya, dari

berupa hubungan Jual Beli, pengiriman dan penerimaan barang, produksi

barang dan jasa berdasarkan suatu Kontrak. Semua transaksi tersebut sarat

dengan potensi melahirkan sengketa. Umumnya sengketa-sengketa Dagang

kerap didahului oleh penyelesaian oleh Negosiasi. Jika cara penyelesaian ini

gagal atau tidak berhasil, barulah ditempuh cara-cara lainnya seperti

penyelesaian melalui Pengadilan atau Arbitrase.1

Praktek Perdagangan Internasional Potensial Menimbulkan Sengketa

Perdata Internasional dan Antisipasi Penyelesaiannya Penyerahan sengketa,

baik kepada Pengadilan maupun ke Arbitrase, kerap kali berdasarkan pada

suatu Perjanjian di antara para pihak. Langkah yang biasa ditempuh adalah

dengan membuat suatu Perjanjian atau memasukkan suatu klausul

penyelesaian sengketa ke dalam Kontrak atau Perjanjian yang mereka buat,

baik ke Pengadilan atau ke Badan Arbitare. Pada umumnya di samping

menyepakati lembaga atau forum yang akan menyelesaikan sengketa, para

pihak perlu juga menyepakati Hukum apa yang akan diterapkan oleh Badan

Peradilan yang baru disepakati para pihak.

Dasar hukum bagi Forum atau badan penyelesaian sengketa yang akan

menangani sengketa adalah kesepakatan para pihak. Kesepakatan tersebut

diletakkan, baik pada waktu Kontrak ditandatangani atau setelah sengketa

timbul.

Hukum Common Law dikenal konsep “long arm jurisdiction”.

Dengan konsep ini, pengadilan dapat menyatakan kewenangannya untuk

menerima setiap sengketa yang dibawa ke hadapannya meskipun antara

pengadilan dengan sengketa tersebut tipis sekali. Demikian juga

dibandingkan dengan prinsip hukum di Indonesia bahwa badan peradilan

tidak boleh menolak setiap sengketa yang dibawa kehadapannya meskipun

hubungan antara Pengadilan dengan sengketa tersebut tipis sekali.

1 Gerald Cooke, Disputes Resolution in International Trading, in Jonathan Reuvid (ed), The Straregic Guide to International Trade, London: Kogan Page, 1977, p. 193.

1

Page 2: Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional I.

Prinsip penyelesaian sengketa perdagangan internasional (Januar Abdul Razak)

Misalnya: badan peradilan di Amerika Serikat dan Inggris kerap kali selalu

menerima sengketa yang para pihak diserahkan ke hadapannya meskipun

hubungan atau keterkaitan sengketa dengan badan peradilan sangatlah kecil.

Pihak termohon memiliki usaha di Amerika atau dalam Kontrak tersebut

secara tegas atau diam-diam mengacu kepada salah satu negara bagian

Amerika Serikat atau Hukum Inggris.2

Disamping Badan Peradilan atau Badan Arbitrase, para pihak dapat

pula menyerahkan sengketanya kepada cara Alternatif Penyelesaian

Sengketa, yang lazim dikenal sebagai ADR (Alternative Dispute

Resolution) atau APS (Alternative Penyelesaian Sengketa). Pengaturan

alternatif di sini dapat berupa cara alternatif di samping Pengadilan. Bisa

juga berarti alternatif penyelesaian secara umum, yaitu berbagai alternatif

penyelesaian sengketa yang para pihak dapat gunakan, termasuk alternatif

penyelesaian melalui Pengadilan.

Biasanya dalam klausul tersebut dimasukkan atau dinyatakan pula Hukum

yang akan diterapkan oleh Badan Penyelesaian Sengketa.3

Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas lembaga atau forum

yang akan menyelesaikan sengketa, para pihak dalam Kontrak

Perdangangan Internasional dengan perumusan permasalahan dibawah ini.

B. PERUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa dalam Perdagangan

Internasional ?

C. PRINSIP-PRINSIP PENYELESAIAN SENGKETA

2 Ibid, hlm 194.3 Adolf Huala, Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004, hlm 193.

2

Page 3: Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional I.

Prinsip penyelesaian sengketa perdagangan internasional (Januar Abdul Razak)

Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa.

Dalam Hukum Perdagangan Internasional, dapat dikemukakan di sini

prinsip-prinsip mengenai Penyelesaian Sengketa Perdagangan

Internasional.4

1. Prinsip Kesepakatan Para Pihak (Konsensus).

Prinsip Kesepakatan para pihak merupakan prinsip fundamental dalam

Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional. Prinsip inilah yang

menjadi dasar untuk dilaksanakan atau tidaknya suatu proses Penyelesaian

Sengketa. Prinsip ini pula dapat menjadi dasar apakah suatu proses

Penyelesaian Sengketa yang sudah berlangsung diakhiri. Jadi prinsip ini

sangat esensial, Badan-badan Peradilan (termasuk Arbitrase) harus

menghormati apa yang para pihak Sepakati. Termasuk dalam lingkup

pengertian kesepakatan ini adalah: a. Bahwa salah satu pihak atau kedua

belah pihak tidak berupaya menipu, menekan atau menyesatkan pihak

lainnya. b. Bahwa perubahan atas Kesepakatan harus berasal dari

Kesepakatan kedua belah pihak artinya pengakhiran Kesepakatan atau revisi

terhadap muatan Kesepakatan harus pula berdasarkan pada Kesepakatan

kedua belah pihak.5

2. Prinsip Kebebasan Memilih Cara-cara Penyelesaian Sengketa.

Prinsip penting kedua ini adalah prinsip di mana para pihak memiliki

Kebebasan penuh untuk menentukan dan memilih cara atau mekanisme

bagaimana sengketanya diselesaikan (principle of free choice of means).

Prinsip ini termuat antara lain dalam Pasal 7 The UNCITRAL. Model Law

on International Commercial Arbtration. Pasal ini memuat definisi

mengenai Perjanjian Arbitrase, yaitu perjanjian penyerahan sengketa ke

suatu Badan Arbitrase. Menurut pasal ini, penyerahan sengketa kepada

Arbitrase merupakan Kesepakatan atau Perjanjian para pihak artinya:

penyerahan suatu sengketa ke Badan Arbitrase haruslah berdasarkan pada

Kebebasan para pihak untuk memilihnya.

4 Cindawati, Asas Keseimbangan Hukum Kontrak Bisnis Internasional (Menyongsong Era Perdagangan Bebas 2020), Disertasi Doktor Ilmu Hukum Uupar , 2008, hlm 765 Cf,,,,,,,,,,,Pasal 1338 KUH Perdata Indonesia.

3

Page 4: Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional I.

Prinsip penyelesaian sengketa perdagangan internasional (Januar Abdul Razak)

3. Prinsip Kebebasan Memilih Hukum.

Prinsip Kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri hukum apa

yang akan diterapkan (bila sengketanya diselesaikan oleh Badan Peradilan

Arbitrase) terhadap pokok sengketa. Kebebasan para pihak untuk

menentukan Hukum ini termasuk Kebebasan untuk memilih Kepatutan dan

Kelayakan (ex aequo et bono). Prinsip ini adalah sumber di mana

pengadilan akan memutus sengketa berdasarkan “prinsip-prinsip Keadilan,

Kepatutan atau Kelayakan suatu penyelesaian sengketa.

4. Prinsip Itikad baik (Good Faith).

Prinsip itikad baik dapat dikatakan sebagai prinsip fundamental dan

paling sentral dalam penyelesaian sengketa. Prinsip ini mensyaratkan dan

mewajibkan adanya itikad baik dari para pihak dalam menyelesaikan

sengketanya.

Dalam menyelesaikan sengketa, prinsip ini tercermin dalam dua tahap.

Pertama, prinsip itikad baik disyaratkan untuk mencegah timbulnya

sengketa yang dapat mempengaruhi hubungan-hubungan baik di antara

negara.

Kedua, prinsip ini disyaratkan harus ada ketika para pihak

menyelesaikan sengketanya melalui cara-cara penyelesaian sengketa yang

dikenal dalam Hukum (Perdagangan) Internasional yakni Negosiasi,

Mediasi, Konsiliasi, Arbitrase, Pengadilan atau cara-cara pilihan para

pihak lainnya. Dalam instrumen-instrumen Hukum Internasional, prinsip ini

jarang sekali ditemui. Hal ini mungkin disebabkan karena sulitnya patokan

yang dapat digunakan untuk megukur sesuatu pihak telah atau tidak

melaksanakan sesuatu perbuatan dengan itikad baik. Dalam Hukum

Nasional, prinsip ini antara lain tampak dalam Pasal 1330 KUH Perdata

dan UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa. Pasal 6 ayat (1) UU No. 30 Tahun 1999

menyatakan : (1) “Sengketa atau beda pendapat Perdata dapat diselesaikan

oleh para pihak melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa yang didasarkan

4

Page 5: Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional I.

Prinsip penyelesaian sengketa perdagangan internasional (Januar Abdul Razak)

pada itikad baik, dengan mengenyampingkan penyelesaian secara ligitasi di

Pengadilan Negeri.

5. Prinsip Exhaustion of Local Remedies,

prinsip ini sebenarnya lahir dari Hukum Kebiasaan Internasional.

Dalam upayanya merumuskan pengaturan mengenai prinsip ini, Komisi

Hukum Internasional PBB (International Law Commission) memuat aturan

khusus mengenai prinsip ini. Menurut prinsip ini, Hukum Kebiasan

Internasional menetapkan bahwa: sebelum para pihak mengajukan

sengketanya di Pengadilan Internasional. langkah-langkah penyelesaian

sengketa yang tersedia atau diberikan oleh Hukum Nasional suatu negara

harus terlebih dahulu ditempuh (exhausted).

D. Forum Penyelesaian Sengketa

Forum Penyelesaian Sengketa dalam Hukum Perdagangan

Internasional pada prinsipnya juga sama dengan forum yang dikenal dalam

Penyelesaian Sengketa Internasional pada umumnya. Forum tersebut adalah

Negosiasi, penyelidikan fakta-fakta (inquiry), Mediasi, Konsiliasi,

Arbitrase, Penyelesaian melalui Hukum atau Pengadilan, atau cara-

cara penyelesaian sengketa lainnya. yang dipilih dan disepakati para pihak.

Cara-cara sengketa di atas telah dikenal dalam berbagai negara dan Sistem

Hukum di dunia. Cara-cara tersebut dipandang sebagai bagian integral dan

penyelesaian sengketa yang diakui dan Sistem Hukumnya. Misalnya,

Hukum Nasional RI yang dapat ditemukan dalam Pasal 6 UU Nomor 30

Thun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, negara

lainnya adalah Amerika Serikat, Inggris dan Australia.

Selanjutnya akan diuraikan Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, Pengadilan dan

Arbitrase sebagai berikut:

1. Negosiasi

5

Page 6: Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional I.

Prinsip penyelesaian sengketa perdagangan internasional (Januar Abdul Razak)

Negoisasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan

yang paling tua digunakan Penyelesaian melalui Negosiasi merupakan cara

yang paling penting. Banyak sengketa diselesaikan setiap hari oleh

Negosiasi ini tanpa adanya publisitas atau menarik perhatian publik. Alasan

utamanya adalah karena dengan cara ini para pihak dapat mengawasi

prosedur penyelesaian sengketanya. Setiap penyelesaiannya pun didasarkan

pada “Kesepakatan atau Konsensus para pihak”.

Kelemahan utama dalam penggunaan cara ini dalam menyelesaikan

sengketa adalah: pertama, ketika para pihak berkedudukan tidak

seimbang. Salah satu pihak kuat, yang lain lemah. Dalam keadaan ini,

salah satu pihak kuat berada dalam posisi untuk menekan pihak lainnya.

Kelemahan kedua adalah proses berlangsungnya Negosiasi acap kali

lambat dan bisa memakan waktu lama. Ini terutama karena sulitnya

permasalahan-permasalahan yang timbul di antara para pihak. Selain itu,

jarang sekali ada persyaratan penatapan batas waktu bagi para pihak untuk

menyelesaikan sengketanya melalui Negosiasi.

Kelemahan ketiga adalah ketika suatu pihak terlalu keras dengan

pendiriannya. Keadaan ini dapat mengakibatkan proses Negosiasi ini

menjadi tidak produktif. Mengenai pelaksanaannya Negosiasi, prosedur-

prosedur yang terdapat di dalamnya perlu dibedakan sebagai berikut: 1.

Negosiasi digunakan ketika suatu sengketa belum lahir (disebut pada

sebagai konsultasi), 2. Negosiasi digunakan ketika suatu sengketa telah

lahir, prosedur Negosiasi ini merupakan proses penyelesaian sengketa oleh

para pihak (dalam arti Negosiasi).

2. Mediasi

Mediasi adalah suatu cara penyelesaian melalui pihak ketiga. Pihak

ketiga tersebut bisa Individu (Pengusaha) atau Lembaga atau organisasi

profesi atau dagang. Mediator ikut serta secara aktif dalam proses

Negosiasi. Biasanya ia, dengan kapasitasnya sebagai pihak yang netral,

berupaya mendamaikan para pihak dengan memberikan saran penyelesaian

sengketa. Usulan-usulan penyelesaian melalui Mediasi dibuat agak tidak

6

Page 7: Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional I.

Prinsip penyelesaian sengketa perdagangan internasional (Januar Abdul Razak)

resmi (informal). Usulan ini dibuat berdasarkan informasi-informasi yang

diberikan oleh para pihak, bukan atas penyelidikannya. Jika usulan tersebut

tidak diterima, mediator masih dapat tetap melanjutkan fungsi mediasinya

dengan membuat usulan-usulan baru. Oleh karena itu salah satu fungsi

utama mediator adalah mencari berbagai solusi (penyelesaian),

mengidentifikasi hal-hal yang dapat disepakati para pihak serta membuat

usulan-usulan yang dapat mengakhiri sengketa. Seperti halnya dalam

negosiasi, tidak ada prosedur-prosedur khusus yang harus ditempuh dalam

proses mediasi. Para pihak bebas menentukan prosedurnya. Hal yang

penting adalah Kesepakatan para pihak mulai dari proses (pemilihan) cara

Mediasi, menerima atau tidaknya usulan-usulan yang diberikan oleh

mediator, sampai kepada pengakhiran tugas mediator. Menurut Gerald

Cooke menggambarkan kelebihan mediasi sebagai berikut:

“When mediation is successfully used, it generally provides a quick,

cheap and effective result. It is clearly appropriate, therefore, to consider

providing for mediation or other alternative dispute resolution techniques in

the contractual dispute resolution clause”

Cooke juga dengan benar mengingatkan bahwa penyelesaian melalui

Mediasi ini tidaklah mengikat artinya, para pihak meski telah sepakat untuk

menyelesaikan sengketanya melalui Mediasi, namun mereka tidak wajib

atau harus menyelesaikan sengketanya melaui Mediasi.

Ketika para pihak gagal menyelesaikan sengketanya melalui Mediasi,

mereka masih dapat menyerahkan ke forum yang mengikat yaitu

penyelesaian melalui Hukum, yaitu Pengadilan atau Arbitrase.

3. Konsiliasi

Konsiliasi memiliki kesamaan dengan Mediasi. Kedua cara ini

adalah melibatkan para pihak ketiga untuk menyelesaikan sengketanya

secara damai. Konsialiasi dan Mediasi sulit untuk dibedakan. Istilahnya

acap kali digunakan dengan bergantian. Namun menurut Behrens, ada

7

Page 8: Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional I.

Prinsip penyelesaian sengketa perdagangan internasional (Januar Abdul Razak)

perbedaan antara kedua istilah ini yaitu Monsialiasi lebih formal daripada

Mediasi.6

Konsiliasi bisa juga diselesaikan oleh seorang individu atu suatu

badan yang disebut dengan badan atau Komisi Konsiliasi. Komisi Konsiliasi

bisa yang sudah terlembaga atau ad hoc (sementara) yang berfungsi untuk

menetapkan persyaratan-persyaratan penyelesaian yang diterima oleh para

pihak. Namun putusannya tidaklah mengikat para pihak.7

Persidangan suatu Komisi Konsiliasi biasanya terdiri dari dua tahap

yaitu tahap tertulis dan tahap lisan : pertama, sengketa yang diuraikan

secara tertulis diserahkan kepada Badan Konsiliasi. Kemudian badan ini

akan mendengarkan keterangan lisan dari para pihak. Para pihak dapat

hadir pada tahap pendengaran tersebut, tetapi bisa juga diwakili oleh

kuasanya. Berdasarkan fakta-fakta yang diperolehnya, konsiliator atau

Badan Konsiliasi akan menyerahkan laporannya kepada para pihak disertai

dengan kesimpulan dan usulan-usulan penyelesaian sengketanya. Sekali

lagi, usulan ini sifatnya tidaklah mengikat, Oleh karena itu, diterima

tidaknya usulan tersebut bergantung sepenuhnya kepada para pihak. Contoh

Komisi Konsiliasi yang terlembaga adalah badan yang dibentuk oleh Bank

Dunia untuk menyelesaikan sengketa-sengketa penanaman mosdal asing,

yaitu The ICSID Rules of Procedure for consiliation Proceedings

(Consiliation Rules). Namun dalam praktiknya penggunaan cara ini kurang

populer. Sejak berdiri tahun 1966, Badan Konsiliasi ICSID hanya

menerima dua kasus :

Kasus pertama, diterima pada 5 Oktober 1982, jadi selama 16 tahun

kosong. Namun sebelum badan konsiliasi terbentuk para pihak sepakat

mengakhiri persengketaannya.

Kasus kedua, yaitu Tesoro Petroleum Corp.v. Government of

Trinidad and Tobago diterima tahun 1983. Kasus ini berhasil diselesaikan

6 Peter Behrens, Alternative Methods of Dispute Settlement in international Economic Relations” dalam: Ernst-Ulrich Petersmann and Gunther Jaenicke, Adjudication of International Trade Dispute in International and National Economic Law. Fribourg UP. P 22.7 Ibid, p 24.

8

Page 9: Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional I.

Prinsip penyelesaian sengketa perdagangan internasional (Januar Abdul Razak)

pada tahun 1985 setelah para pihak sepakat untuk menerima usulan-usulan

yang diberikan oleh konsiliator.

4. Arbitrase.

Mengapa Arbitrase dipilih? Arbitarse adalah penyerahan sengketa

secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral. Pihak ketiga ini bisa

individu, Arbitrase terlembaga atau Arbitrase sementara (ad hoc).

Badan Arbitrase dewasa ini sudah semakin populer. Dewasa ini Arbitrase

semakin banyak digunakan dalam menyelesaikan sengketa-sengketa Dagang

Nasional maupun Internasional. Adapun alasan utama mengapa Badan

Arbitrase ini semakin banyak dimanfaatkan adalah sebagai berikut:

a. Kelebihan penyelesaian Sengketa melalui Arbitrase yang pertama dan

terpenting adalah penyelesaiannya yang relatif lebih cepat daripada

proses berpekara melalui Pengadilan, dalam Arbitrase tidak dikenal

upaya banding, kasasi atau peninjauan kembali seperti yang kita kenal

dalam Sistem Peradilan. Putusan Arbitrase sifatnya final dan mengikat.

Kecepatan penyelesaian ini sangat dibutuhkan oleh dunia usaha.

b. Keuntungan lainnya dari Penyelesaian Sengketa melalui Arbitrase ini

adalah sifat kerahasiannya, baik kerahasiaan mengenai persidangannya

maupun kerahasiaan putusan Arbitrasenya.

c. Dalam penyelesaian melalui Arbitrase, para pihak memiliki kebebasan

untuk memilih hakimnya (arbiter) yang menurut mereka netral dan ahli

atau spesialis mengenai pokok sengketa yang mereka hadapi. Pemilihan

arbiter sepenuhnya berada pada kesepakatan para pihak. Biasanya

arbiter yang dipilih adalah mereka yang tidak saja ahli, tetapi juga ia

tidak selalu harus ahli hukum. Bisa saja ia menguasai bidang-bidang

lainnya. Ia bisa insinyur, pimpinan perusahaan (manajer), ahli asuransi,

ahli perbankan.

d. Keuntungan lainnya dari Badan Arbitrase ini adalah dimungkinkannya

para arbiter untuk menerapkan sengketanya berdasarkan kelayakan dan

kepatutan (apabila memang para pihak menghendakinya)

9

Page 10: Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional I.

Prinsip penyelesaian sengketa perdagangan internasional (Januar Abdul Razak)

Dalam Arbiter Internasional, putusan Arbitrasenya relatif lebih dapat

dilaksanakan di negara lain dibandingkan apabila sengketa tersebut

diselesaikan melalui misalnya Pengadilan. Hal ini dapat terwujud antara lain

karena dalam lingkup Arbitrase Internasional ada Perjanjian khusus

mengenai hal ini yaitu Konvensi New York 1958 mengenai Pengakuan dan

Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing.8

Perjanjian Arbitrase

Dalam praktik, biasanya penyerahan sengketa ke suatu Badan

Peradilan tertentu, termasuk Arbitrase, termuat dalam klausul penyelesaian

sengketa dalam suatu Kontrak. Biasanya judul klausul tersebut ditulis

secara langsung dengan “Arbitrase”. Kadang-kadang istilah lain yang

digunakan adalah choice of forum atau choice of jurisdiction. Kedua istilah

tersebut mengandung pengertian yang agak berbeda. Istilah choice of forum

berarti pilihan cara untuk mengadili sengketa, dalam hal ini Pengadilan atau

Badan Arbitrase. Istilah choice of yurisdiction berarti pilihan tempat di

mana Pengadilan memiliki kewenangan untuk menangani sengketa.

Tempat yang dimaksud misalnya Inggris, Belanda, Indonesia.9

Penyerahan suatu sengketa kepada Arbitrase dapat dilakukan dengan

pembuatan suatu submission clause, yaitu penyerahan kepada Arbitrase

suatu sengketa yang telah lahir. Alternatif lainnya, atau melalui pembuatan

suatu klausul Arbitrase dalam suatu Perjanjian sebelum Sengketanya lahir

(klausul arbitrase atau arbitration clause). Baik submission clause atau

arbitration clause harus tertulis, syarat ini sangat essensial. Sistim Hukum

Nasional dan Internasional mensyaratkan ini sebagai sebagai suatu syarat

utama untuk Arbitrase. Dalam Hukum Nasional kita, syarat ini tertuang

dalam Pasal 1 (3) UU Nomor 3 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dalam instrumen Hukum Internasional ,

termuat dalam Pasal 7 ayat (2) UNCITRAL Model Law on International

Commercial Arbitration 1985, atau Pasal II Konvensi New York 1958.

8 Indonesia meratifikasi Konvensi New York 1958 dengan Keppres Nomor 34 tahun 1981.9 Gerald Cooke, op cit, p. 194.

10

Page 11: Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional I.

Prinsip penyelesaian sengketa perdagangan internasional (Januar Abdul Razak)

Hal yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa klausul Arbitrase

melahirkan yurisdiksi Arbitrase. Artinya klausul tersebut memberi

kewenangan kepada arbitrator untuk menyelesaikan sengketa. Apabila

pengadilan menerima suatu sengketa yang didalam Kontraknya terdapat

klausul Arbitrase, Pengadilan harus menolak untuk menangani sengketa.

Lembaga-lembaga Arbitrase difasilitasi oleh adanya Lembaga-lembaga

Arbitrase Internasional terkemuka. Badan-badan tersebut misalnya adalah

the London Court of International Arbitration (LCIA), the Court of

Arbitration of the International Chamber of Commerce (ICC) dan The

Arbitration Institute of the Stockholm Chamber of Commerce (SCC).

Disamping kelembagaan, pengaturan Arbitrase sekarang ini ditunjang pula

oleh adanya suatu aturan ber arbitrase yang menjadi acuan bagi banyak

negara di dunia, yaitu Model Law on Internasional Commercial Arbitration

yang dibuat oleh The United Nations Commission on International Trade

Law (UNCITRAL).

Di dalam Perdagangan Internasional sering terjadi kasus-kasus yang

mempermasalahkan terntang Hukum negara mana yang akan dipakai

apabila terjadi perselisihan. Umumnya kunci masalah ini terletak pada

persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan di dalam sales contract yang

memuat klausula tentang hukum negara mana yang akan dipakai.

Apabila pihak-pihak menunjuk Arbitrase pada negara tertentu, maka

lembaga ini yang berusaha menyelesaikan perkara-perkara. Apabila perkara

berlanjut ke Pengadilan (litigasi) juga terarahkan bahwa mereka menunjuk

Pengadilan dari negara tersebut yang mempunyai yurisdiksi dan mereka

juga inginkan bahwa Hukum dari Negara tersebut yang akan dipakai

sebagai Hukum yang menguasai Kontrak. Namun apabila pihak-pihak tidak

secara jelas menyatakan keinginan mereka tentang Hukum Negara mana

yang akan dipakai oleh Kontrak tersebut apabila terjadi perselisihan,

keinginan pihak-pihak harus ditunjukkan oleh Pengadilan dari Kontrak dan

situasi yang berkaitan.

11

Page 12: Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional I.

Prinsip penyelesaian sengketa perdagangan internasional (Januar Abdul Razak)

Prinsip umum dalam hal ini ialah hukum yang wajar yang berlaku bagi

suatu Kontrak adalah Sistem Hukum yang menunjukkan atas dasar Sistem

Hukum tersebut Kontrak dibuat atau transaksi berkaitan sangat dekat.

Dalam skala internasional Badan Arbitrase sangat berwibawa, sehingga

kasus-kasus sengketa niaga dapat diselesaikan tanpa ligitasi di pengadilan.10

Dalam hal tidak adanya Pilihan Hukum dalam suatu Kontrak, apabila

ternyata di kemudian hari suatu sengketa lahir maka Pengadilan atau Badan

Arbitrase akan memutus sengketanya berdasarkan Prinsip-prinsip Hukum

Perdata Internasional yang berlaku. Khususnya Hukum yang menentukan

hukum yang berlaku dalam hal para pihak tidak memilih hukumnya sendiri.

Dalam hal ini Pengadilan pertama-tama akan melihat apakah ada kehendak

dari para pihak atau Presumed Intention of the Parties.11

Memberikan kesempatan kepada Pengadilan untuk menentukan hukum

yang akan berlaku terhadap Kontrak tidak lepas dari resiko. Pertama, tidak

adanya Pilihan Hukum menimbulkan ketidakpastian. Para pihak tidak atau

sulit untuk memastikan hukum mana kira-kira yang Pengadilan akan

terapkan. Kedua, menurut UNCITRAL, tidak adanya Pilihan Hukum akan

menimbulkan dua keadaan sebagai berikut: a) Hukum yang berlaku

terhadap Kontrak akan tunduk dan ditentukan oleh aturan-aturan Hukum

Perdata Internasional dari suatu Sistem Hukum dari suatu negara, b)

Meskipun aturan-aturan HPI suatu negara akan menentukan hukum yang

berlaku untuk Kontrak, aturan-aturan Sistem Hukum tersebut dapat saja

tidak jelas, terlalu umum, sehingga sulit memberi kepastian dan menentukan

hukum yang berlaku untuk Kontrak.

Upaya mencari jalan keluar dari kemelut ini, peran Hukum Perdata

Internasional dapat memberi arah bagaimana seyogyanya kemelut ini dapat

dijernihkan melalui penerapan beberapa teori, sebagai berikut:

10 Soedjono Dirdjosisworo,Pengantar Hukum Dagang Internasional,Bandung: PT Refika Aditama, 2006, hlm. 105.11 Sudargo Gautama, Hukum Perdata dan Dagang Internasional, Binacipta Bandung, 1980, hlm 8.

12

Page 13: Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional I.

Prinsip penyelesaian sengketa perdagangan internasional (Januar Abdul Razak)

1) The proper law theory, teori ini dipraktekkan di Inggris. Menurut

teori ini, Pengadilan akan melakukan analisis daripada ketentuan-ketentuan

dan fakta-fakta sekitar Kontrak yang bersangkutan, untuk menetapkan

hukum yang sebenarnya. Telah “dipikirkan” oleh para pihak, hukum yang

“the parties had in mind”.

2) Teori lex loci contractus, menurut teori ini suatu Kontrak ditentukan

oleh Hukum di mana tempat itu dibuat, di mana ia “diciptakan, dilahirkan”.

Teori ini merupakan teori kuno. Teori ini muncul pada awal mulainya

manusia mengadakan Kontrak yang waktu itu dilakukan secara langsung

atau secara tradisional.

3) The lex loci solution, menurut teori ini, dalam hal tidak adanya Pilihan

Hukum maka Pengadilan akan menentukan hukum yang berlaku

berdasarkan tempat dimana Perjanjian dilaksanakan. Menurut Sudargo

Gautama, penggunaan teori ini tidak selalu tepat karena dapat terjadi

pelaksanaan suatu Kontrak ternyata dilakukan di beberapa tempat. Masalah

lain yang dapat timbul apabila teori ini diterapkan adalah bahwa dapat

terjadi situasi di mana kadang-kadang para pihak tidak dapat memastikan

waktu mereka menandatangani Kontrak, pada tempat manakah kewajiban-

kewajiban harus dilaksanakan.

4) Teori lex fori, menurut teori ini hukum yang berlaku terhadap suatu

Kontrak adalah hukum dari pihak Pengadilan (hakim). Keunggulan teori ini

adalah menerapkan hukum dan hakim, maka Penyelesaian Perkara menjadi

lebih singkat dan lebih murah.

5) Teori the most Characteristic Connection, yang dapat membantu

dalam menemukan titik taut yang paling mempunyai karakteristik atau

paling fungsional dalam Perjanjian tersebut. Contoh titik taut yang paling

karakteristik adalah dalam Perjanjian Jual Beli, berlaku hukum si penjual.

Sudargo Gautama mengklaim teori inilah yang paling tepat untuk kita.

Beliau mengatakan:

“Menurut pandangan kami kiranya konsepsi inilah yang paling baik

dipergunakan dalam menentukan hukum yang harus diperlakukan pada

13

Page 14: Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional I.

Prinsip penyelesaian sengketa perdagangan internasional (Januar Abdul Razak)

Kontrak-kontrak Internasional di mana para pihak tidak melakukan Pilihan

Hukum”.

Menurut teori ini, Pengadilan akan menentukan Pilihan Hukum didasarkan

pada Hukum dari salah satu pihak yang melakukan Prestasi yang Paling

Karakteristik (Center of Gravity) dalam suatu Transaksi. 12

Terkait, atau disebut juga Teori Keterkaitan Paling Dekat dan Paling

Nyata. Menurut teori ini, kecenderungan Hukum Nasional yang berlaku

untuk L/C adalah Hukum Negara di mana Bank penerbit berada. Alasannya

adalah Keterkaitan Paling Dekat dan Paling Nyata ditemukan di Negara

Bank penerbit berupa tempat dilakukan penerbitan L/C, tempat

dilakukannya perubahan L/C, tempat dilaksanakannya penelitian dokumen-

dokumen L/C dan tempat dilaksanakannya pembayaran L/C. Namun,

kecenderungan itu juga berlaku pada negara tersebut dapat terjadi

permintaan pembayaran L/C, penelitian dokumen-dokumen dan

pembayaran L/C

5. Pengadilan (Nasional dan Internasional)

Metode yang memungkinkan untuk menyelesaikan sengketa selain cara-cara

tersebut di atas adalah melalui Pengadilan Nasional atau Internasional.

Penggunaan cara ini biasanya ditempuh apabila cara-cara penyelesaian yang

ada ternyata tidak berhasil.13

Penyelesaian sengketa dagang melalui Badan Peradilan biasanya hanya

dimungkinkan ketika para pihak sepakat. Kesepakatan ini tertuang dalam

klausul penyelesaian sengketa dalam Kontrak dagang para pihak. Dalam

klausul tersebut biasanya ditegaskan bahwa jika timbul sengketa dan

hubungan dagang mereka, mereka sepakat untuk menyerahkan sengketanya

kepada suatu Pengadilan (negeri) suatu negara tertentu.

12 Sudargo Gautama, Hukum Perdata dan............, Op Cit, hlm 62.13. Gerald Cooke, op cit, p. 196.

14

Page 15: Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional I.

Prinsip penyelesaian sengketa perdagangan internasional (Januar Abdul Razak)

Kemungkinan kedua, para pihak dapat menyerahkan sengketanya kepada

Badan Pengadilan Internasional. Salah satu Badan Peradilan yang

menangani sengketa dagang ini misalnya: WTO (world trade

organization /organisasi perdagangan dunia), perlu ditekankan di sini

bahwa WTO hanya menangani sengketa antarnegara anggota WTO.

Umumnya sengketa lahir karena adanya satu pihak (Pengusaha atau

Negara) yang dirugikan karena adanya kebijakan perdagangan negara lain

anggota WTO yang merugikannya. Alternatif badan peradilan lain adalah

Mahkamah Internasional (International Court of Justice). Namun

penyerahan sengketa ke Mahkamah Internasional, menurut hasil

pengamatan beberapa sarjana, kurang begitu diminati oleh negara-negara.

Sebagai ilustrasi adalah peranan Mahkamah Internasional (The International

Court of Justice). Peranan Mahkamah Internasional menyelesaikan

sengketa-sengketa ekonomi (termasuk perdagangan). Menurut Mann, 14

sangatlah “suram” selama berdiri sejak tahun 1945 sampai tulisan ini

dimuat, Mahkamah International hanya mengadili dua kasus di bidang

ekonomi internasional, yakni the ELSI Case antara Amerika Serikat

melawan Italia. Kemudian The Barcelona Traction Case antara Belgia

melawan Spanyol. Contoh kasus sengketa The Barcelona Traction

merupakan sengketa terkenal. Dalam sengketa ini sebuah perusahaan

Kanada, Barcelona Traction, Light and Power,Co, didirikan pada tahun

1911. Perusahaan ini mengoperasikan pembangunan dan pengadaan tenaga

listrik di Spanyol. Pada tahun 1968 pengadilan Spanyol memutusakan

perusahaan tersebut pailit. Keputusan ini ditindaklanjuti oleh serangkaian

tindakan dalam rangka Kepailitan tersebut. Pemerintah Kanada kemudian

turut campur dalam upaya melindungi kepentingan warga negaranya.

Masalahnya menjadi rumit karena ternyata pemegang saham mayoritas

dalam perusahaan tersebut dimiliki warga negara Belgia, yaitu sebesar

88%. Pemerintah Belgia dalam upaya melindungi warga negaranya yang

dirugikan oleh tindakan pemerintah Spanyol itu membawa sengketanya ke

Mahkamah Internasional. Spayol menolak gugatan pemerintah Belgia

14 F.A. Mann, “ Foreign Investment in the International Court of Justice: the ELSI Case”,. 1992, 86 Ajil 92.,,,,,,,,,,,,,,

15

Page 16: Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional I.

Prinsip penyelesaian sengketa perdagangan internasional (Januar Abdul Razak)

dengan dalil bahwa Belgia tidak memiliki dasar hukum yang sah (locus

standi) untuk membawa kasus ini dalam putusannya, Mahkamah

Internasional setuju dengan Spanyol.

Alasan F.A. Mann menyatakan “hasil kerja” Mahkamah Internasional ini

“suram” pada dasarnya karena dua alasan. Pertama, kurang adanya

penghargaan terhadap fakta-fakta specifik mengenai duduk perkaranya.

Kedua, kurangnya keahlian atau kemampuan Manakah pada permasalahan-

permasalahan bidang (hukum) ekonomi atau perdagangan internasional.

Selain itu, Pengadilan-pengadilan permanen Internasional ini juga

yurisdiksinya kadangkala terbatas hanya kepada negara saja, misalnya

Mahkamah Internasional. Sementara itu kegiatan-kegiatan atau hubungan-

hubungan Perdagangan Internasioanl dewasa ini peranan Subyek-subyek

Hukum Perdagangan Internasional non negara juga penting.

Bentuk kedua adalah Pengadilan ad hoc atau Pengadilan Khusus.

Dibandingkan dengan Pengadilan permanen, pengadilan ad hoc atau khusus

ini lebih populer, terutama dalam kerangka suatu Organisasi Perdagangan

Internasional. Badan Pengadilan ini berfungsi cukup penting dalam

menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul dari Perjanjian-perjanjian

Perdagangan Internasional.15.

Faktor penting yang mendorong negara-negara untuk menyerahkan

sengketanya kepada badan-badan Peradilan seperti ini adalah:

1. Hakim-hakimnya yang tidak harus seorang ahli hukum. Ia bisa saja

seorang ahli atau spesialis mengenai pokok sengketa.

2. Adanya perasaan dari sebagian besar negara kurang percaya kepada

suatu Badan Peradilan (Internasional) yang dianggap kurang tepat

untuk menyelesaikan sengketa-sengketa dalam bidang Perdagangan

Internasional.16

15 Adolf Huala, Hukum Perdagangan…….,op cit, hlm. 21316 Palitha TB.Konona, The Regulation of International…..op cit, p. 152.

16

Page 17: Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional I.

Prinsip penyelesaian sengketa perdagangan internasional (Januar Abdul Razak)

D. KESIMPULAN

1. Penyelesaian sengketa Hukum Perdagangan Internasional dengan

Prinsip-prinsip:

a. Prinsip Kesepakatan Para Pihak (Konsensus). Prinsip

Kesepakatan para pihak merupakan prinsip fundamental dalam

Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional. Jadi prinsip ini

sangat esensial.

b. Prinsip Kebebasan Memilih Cara-cara Penyelesaian Sengketa.

Prinsip penting kedua ini adalah prinsip di mana para pihak

memiliki Kebebasan penuh untuk menentukan dan memilih cara

atau mekanisme bagaimana sengketanya diselesaikan (principle of

free choice of means).

c. Prinsip Itikad baik (Good Faith). Prinsip itikad baik dapat

dikatakan sebagai prinsip fundamental dan paling sentral dalam

penyelesaian sengketa. Prinsip ini mensyaratkan dan mewajibkan

adanya itikad baik dari para pihak dalam menyelesaikan

sengketanya. Dalam Hukum Nasional, prinsip ini antara lain tampak

dalam Pasal 1330 KUH Perdata dan UU Nomor 30 Tahun 1999

tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pasal 6 ayat

(1) UU No. 30 Tahun 1999 menyatakan : (1) “Sengketa atau beda

pendapat Perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui

Alternatif Penyelesaian Sengketa yang didasarkan pada itikad baik,

dengan mengenyampingkan penyelesaian secara ligitasi di

Pengadilan Negeri

d. Prinsip Exhaustion of Local Remedies, prinsip ini sebenarnya lahir

dari Hukum Kebiasaan Internasional. Menurut prinsip ini, Hukum

Kebiasan Internasional menetapkan bahwa: langkah-langkah

penyelesaian sengketa yang tersedia atau diberikan oleh sebelum

para pihak mengajukan sengketanya di Pengadilan Internasional.

langkah-langkah penyelesaian sengketa yang tersedia atau diberikan

17

Page 18: Prinsip-prinsip Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional I.

Prinsip penyelesaian sengketa perdagangan internasional (Januar Abdul Razak)

oleh Hukum Nasional suatu negara harus terlebih dahulu ditempuh

(exhausted).

2. Forum Penyelesaian Sengketa dalam Hukum Perdagangan

Internasional

Pada prinsipnya juga sama dengan forum yang dikenal dalam

Penyelesaian Sengketa Internasional pada umumnya. Forum tersebut adalah

Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, Arbitrase, Penyelesaian melalui Hukum

atau Pengadilan, atau cara-cara penyelesaian sengketa lainnya. yang dipilih

dan disepakati para pihak. Metode yang memungkinkan untuk

menyelesaikan sengketa selain cara-cara tersebut di atas adalah melalui

Pengadilan Nasional atau Internasional. Penggunaan cara ini biasanya

ditempuh apabila cara-cara penyelesaian yang ada ternyata tidak berhasil.

Di dalam Perdagangan Internasional yang mempermasalahkan

tentang Hukum negara mana yang akan dipakai apabila terjadi

perselisihan. Terletak pada persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan di

dalam sales contract yang memuat klausula tentang hukum negara mana

yang akan dipakai. Apabila pihak-pihak menunjuk Arbitrase pada negara

tertentu, maka lembaga ini yang berusaha menyelesaikan perkara-perkara.

Prinsip umum dalam hal ini ialah hukum yang wajar yang berlaku

bagi suatu Kontrak adalah Sistem Hukum yang menunjukkan atas dasar

Sistem Hukum tersebut Kontrak dibuat atau transaksi berkaitan sangat

dekat. Dalam skala internasional Badan Arbitrase sangat berwibawa,

sehingga kasus-kasus sengketa niaga dapat diselesaikan tanpa ligitasi di

pengadilan. Karena Arbitrase semakin banyak digunakan dalam

menyelesaikan sengketa-sengketa Dagang Nasional maupun Internasional.

Adapun alasan utama mengapa Badan Arbitrase ini semakin banyak

dimanfaatkan karena cepat, sifat kerahasiaan, para pihak memiliki

kebebasan untuk memilih hakim (arbiter) yang netral dan penyelesaian

berdasarkan kelayakan dan kepatutan.

18