KONFLIK PERTANAHAN dalam menyelesaikan konflik sengketa...

18
KONFLIK PERTANAHAN DIKABUPATEN BINTAN ( Studi Pada Konflik antara Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan dengan Pihak Swasta ) Oleh : DEBY SUSILAWATY NIM : 100565201172 ABSTRAK Penangan Konflik Pertanahan yang melibatkan satu individu dengan individu lain, maupun antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya, tentu saja membutuhkan penanganan khusus, serta pihak yang secara khusus ditunjuk dan memiliki kewenangan dalam upaya penyelesaian konflik pertanahan, yakni Badan Pertanahan Nasional di tingkat pusat maupun yang berkedudukan di tingkat Kabupaten dan Kota. Penanganan masalah pertanahan melalui lembaga mediasi Badan Pertanahan Nasional biasanya didasarkan dua prinsip utama, yaitu: kebenaran secara formal dari fakta-fakta yang mendasari permasalahan persengketaan dan keinginan yang bebas dari pihak yang berkonflik. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana cara pengelolaan konflik yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bintan dengan pihak swasta PT. Sunny Mas Prima Agung dengan masyarakat setempat (Toapaya Utara)?. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mengambarkan dan menjelaskan penyelesaian konflik pertanahan yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bintan antara pihak PT. Sunny Mas Prima Agung dengan masyarakat setempat (Toapaya Utara). Dalam penelitian yang akan dilakukan bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif, dimana berusaha untuk memaknai keadaan atau fenomena serta menjelaskan gambaran yang nyata, dalam hal ini yang dijadikan objek adalah Lembaga Mediasi Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk sebagai mediator dalam menyelesaikan konflik sengketa lahan antara pihak perusahaan dengan pihak masyarakat setempat di Toapaya Utara Kabupaten Bintan. Kesimpulan dari hasil penelitianan ini bahwa penerapan penyelesaian konflik pertanahan melalui Lembaga Mediasi, atas kesepakatan bersama kedua belah pihak yang menunjuk Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bintan sebagai mediator dalam pengelolaan penyelesaian konflik persengketaan memberikan hasil yang positif dan tidak ada merugikan kedua belah pihak. Kata Kunci : Kebijakan Publik, Manajemen Konflik, Badan Pertanahan Nasional ABSTRACT Conflict Handlers Land that involves one individual with another individual, as well as between one community group and other community groups, of course requires special handling, as well as parties specifically appointed and authorized to solve land conflicts, namely the National Land Agency at the central level as well as Which is located at the Regency and Municipal level. The handling of land issues through the National Land Agency's mediation agency is usually based on two main principles, namely: the formal truth of the facts underlying the dispute problem and the free will of the conflict party. Therefore, the formulation of the problem in this research is how the conflict management conducted by the National Land Agency of Bintan Regency with the private sector of PT. Sunny Mas Prima Agung with the local community (Toapaya Utara) ?. This study aims to identify, describe and explain the settlement of land conflicts conducted by the National Land Agency of Bintan Regency between the PT. Sunny Mas Prima Agung with the local community (North Toapaya). In the research that will be conducted is descriptive with qualitative approach, which try to interpret the situation or

Transcript of KONFLIK PERTANAHAN dalam menyelesaikan konflik sengketa...

Page 1: KONFLIK PERTANAHAN dalam menyelesaikan konflik sengketa ...repository.umrah.ac.id/677/1/JURNAL.pdf · melalui lembaga mediasi Badan Pertanahan Nasional biasanya didasarkan dua prinsip

KONFLIK PERTANAHAN

DIKABUPATEN BINTAN

( Studi Pada Konflik antara Kantor

Pertanahan Kabupaten Bintan dengan

Pihak Swasta )

Oleh :

DEBY SUSILAWATY

NIM : 100565201172

ABSTRAK

Penangan Konflik Pertanahan yang

melibatkan satu individu dengan individu

lain, maupun antara satu kelompok

masyarakat dengan kelompok masyarakat

lainnya, tentu saja membutuhkan

penanganan khusus, serta pihak yang secara

khusus ditunjuk dan memiliki kewenangan

dalam upaya penyelesaian konflik

pertanahan, yakni Badan Pertanahan

Nasional di tingkat pusat maupun yang

berkedudukan di tingkat Kabupaten dan

Kota. Penanganan masalah pertanahan

melalui lembaga mediasi Badan Pertanahan

Nasional biasanya didasarkan dua prinsip

utama, yaitu: kebenaran secara formal dari

fakta-fakta yang mendasari permasalahan

persengketaan dan keinginan yang bebas

dari pihak yang berkonflik. Oleh karena itu,

rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah Bagaimana cara pengelolaan konflik

yang dilakukan oleh Badan Pertanahan

Nasional Kabupaten Bintan dengan pihak

swasta PT. Sunny Mas Prima Agung

dengan masyarakat setempat (Toapaya

Utara)?.

Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui, mengambarkan dan

menjelaskan penyelesaian konflik

pertanahan yang dilakukan oleh Badan

Pertanahan Nasional Kabupaten Bintan

antara pihak PT. Sunny Mas Prima Agung

dengan masyarakat setempat (Toapaya

Utara). Dalam penelitian yang akan

dilakukan bersifat deskriptif dengan

pendekatan kualitatif, dimana berusaha

untuk memaknai keadaan atau fenomena

serta menjelaskan gambaran yang nyata,

dalam hal ini yang dijadikan objek adalah

Lembaga Mediasi Badan Pertanahan

Nasional yang ditunjuk sebagai mediator

dalam menyelesaikan konflik sengketa

lahan antara pihak perusahaan dengan

pihak masyarakat setempat di Toapaya

Utara Kabupaten Bintan.

Kesimpulan dari hasil penelitianan

ini bahwa penerapan penyelesaian konflik

pertanahan melalui Lembaga Mediasi, atas

kesepakatan bersama kedua belah pihak

yang menunjuk Badan Pertanahan Nasional

Kabupaten Bintan sebagai mediator dalam

pengelolaan penyelesaian konflik

persengketaan memberikan hasil yang

positif dan tidak ada merugikan kedua

belah pihak.

Kata Kunci: Kebijakan Publik,

Manajemen Konflik, Badan Pertanahan

Nasional

ABSTRACT

Conflict Handlers Land that

involves one individual with another

individual, as well as between one

community group and other community

groups, of course requires special handling,

as well as parties specifically appointed and

authorized to solve land conflicts, namely

the National Land Agency at the central

level as well as Which is located at the

Regency and Municipal level. The handling

of land issues through the National Land

Agency's mediation agency is usually based

on two main principles, namely: the formal

truth of the facts underlying the dispute

problem and the free will of the conflict

party. Therefore, the formulation of the

problem in this research is how the conflict

management conducted by the National

Land Agency of Bintan Regency with the

private sector of PT. Sunny Mas Prima

Agung with the local community (Toapaya

Utara) ?.

This study aims to identify, describe

and explain the settlement of land conflicts

conducted by the National Land Agency of

Bintan Regency between the PT. Sunny

Mas Prima Agung with the local

community (North Toapaya). In the

research that will be conducted is

descriptive with qualitative approach,

which try to interpret the situation or

Page 2: KONFLIK PERTANAHAN dalam menyelesaikan konflik sengketa ...repository.umrah.ac.id/677/1/JURNAL.pdf · melalui lembaga mediasi Badan Pertanahan Nasional biasanya didasarkan dua prinsip

phenomenon and explain the real picture, in

this case the object is the National Land

Agency Mediation Institution appointed as

a mediator in resolving land dispute

conflicts between the parties with the

parties Local community in North Toapaya

Bintan Regency.

The conclusion of this research is

that the implementation of land conflict

settlement through Mediation Institution,

on mutual agreement between the parties

appointing the National Land Agency of

Bintan Regency as mediator in the

management of conflict dispute resolution

give positive result and there is no harm to

both parties.

Keywords: Public policy, Conflicy

management, National Land Agency

BAB I PENDAHULUAN

Keterbukaan informasi terkait

dengan berbagai hal-hal yang

dibutuhkan diantaranya penyediaan

arsip serta melakukan upaya untuk

menghimpun data dan fakta-fakta yang

dilapangan. Upaya penyelesaian konflik

juga dilakukan dalam proses

penyebarluasan informasi sebagai

bentuk upaya persuasif guna

meningkatkan kesadaran masyarakat

terhadap tertib administrasi pertanahan,

hingga pada upaya penanganan sengketa

pertanahan. Dengan upaya ini,

diharapkan di masa mendatang

sengketa-sengketa pertanahan dapat

diminimalisir.

Penangan Konflik Pertanahan

yang melibatkan satu individu dengan

individu lain, maupun antara satu

kelompok masyarakat dengan kelompok

masyarakat lainnya, tentu saja

membutuhkan penanganan khusus, serta

pihak yang secara khusus ditunjuk dan

memiliki kewenangan dalam upaya

penyelesaian konflik pertanahan, yakni

Badan Pertanahan Nasional (BPN) di

tingkat pusat maupun yang

berkedudukan di tingkat Kabupaten dan

Kota. Hal ini tercantum didalam

Peratuan Presiden Nomor 10 tahun 2006

tentang Badan Pertanahan

Nasional.Seiring dengan permasalahan

masih banyaknya tanah yang belum

memiliki sertipikat.Badan Pertanahan

Nasional mengeluarkan kebijakan mulai

dari Prona hingga Larasita dengan

Konsep jemput bola.

Namun beberapa program yang

sudah berjalan tersebut belum dapat

menekan permasalahan sengketa di

Kabupaten Bintan.Permasalahan yang

terjadi adalah jumlah laporan kasus

sengketa lahan dari masyarakat Bintan

mencapai puluhan, tetapi sebagian besar

lemah dalam memberikan data kepada

penyidik. Sehingga laporan yang

disampaikan sulit untuk ditindak lanjuti

secara hukum (Sumber: Suhardi Heri

Heryanto: batamtoday.com di Mapolres

Bintan, Selasa (16/12/2014).

Melihat masih ada permasalahan

yang sering terjadi berkaitan dengan

sengketa tanah di Kabupaten Bintan

maka Kantor Pertanahan akan mengatasi

konflik PT. Sunnymas Prima Agung

dengan masyarakat. Permasalahan kerap

terjadi, salah satu permasalahan yang

terjadi adalah konflik antara Kantor

Pertanahan sendiri dengan pihak swasta

seperti adanya tumpang tindih

kepemilikan sertipikat tanah yang

disinyalir karena adanya kesalahan dari

pihak Kantor Pertanahan itu

sendiri.Salah satu permasalahan yang

saat ini terjadi adalah mengatasi konflik

antara Kantor Pertanahan dengan pihak

swasta yaitu PT. Sunnymas Prima

Agung. Konflik tersebut berhubungan

dengan Surat Ukur Nomor : 01 /

Tuapaya / 1991 tanggal 7 Februari 1991

merupakan perbuatan melanggar

hukum, karena dianggap tidak sesuai

dengan tata cara prosedur pembuatan

sertipikat tanda bukti hak atas tanah.

(Laporan: BPN Kabupaten Bintan,

2014).

Page 3: KONFLIK PERTANAHAN dalam menyelesaikan konflik sengketa ...repository.umrah.ac.id/677/1/JURNAL.pdf · melalui lembaga mediasi Badan Pertanahan Nasional biasanya didasarkan dua prinsip

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kebijakan Publik.

Undang-Undang Pokok Agraria

(UUPA), Hukum Tanah Nasional yang

akan dibangun didasarkan pada hukum

adat dalam pengertian hukum adat yang

telah di-"seneer", maka harus diartikan

bahwa norma- norma hukum adat yang

telah dibersihkan dari unsur-unsur

pengaruh asing dan norma hukum adat

itu dalam kenyataannya masih hidup dan

mengikat masyarakat. Selanjutnya

konsiderans tersebut menunjukkan,

bahwa hukum adat merupakan sumber

utama dalam pembangunan hukum

tanah nasional. Hal tersebut dapat dilihat

dari rumusan konsiderans undang-

undang :

“Komunalistik religius yang

memungkinkan penguasaan tanah

secara individual dengan hak-hak

atas tanah yang bersifat pribadi

sekaligus mengandung

kebersamaan.”

Sifat komunalistik religius yang

bersumber dari hukum adat sebagai

salah satu ciri yang tertuang dalam

konsepsi Hukum Tanah Nasional juga

ditunjukkan dalam Pasal 1 Ayat (2)

Undang-Undang Pokok Agraria

(UUPA) yang menyatakan bahwa :

“Seluruh bumi, air, dan ruang

angkasa, termasuk kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya

dalam wilayah Republik

Indonesia sebagai karunia Tuhan

Yang Maha Esa adalah bumi, air,

dan ruang angkasa bangsa

Indonesia dan merupakan

kekayaan nasional.”

Tanah ulayat sebagai salah satu

wujud hak yang bersumber dari hukum

adat merupakan tanah bersama para

warga masyarakat hukum adat yang

kemudian dalam konsepsi hukum tanah

nasional dikembangkan bahwa semua

tanah dalam wilayah negara menjadi

tanah bersama seluruh rakyat Indonesia

yang bersatu menjadi bangsa Indonesia

sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1

Ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria

(UUPA).

Sifat religius hukum tanah

nasional juga tampak dengan apa yang

tersurat dalam konsiderans dan rumusan

Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria

(UUPA), yang memuat kandungan suatu

pesan atau peringatan kepada pembuat

undang-undang agar dalam membangun

hukum tanah nasional tidak

mengabaikan, melainkan harus

mengindahkan unsur-unsur yang

bersandar pada hukum agama.

Konsepsi hukum tanah nasional

dengan mengacu untuk

mengembangkan pengertian yang

bersumber dari hak ulayat sebagaimana

dalam Pasal 1 Ayat (2), serta

memerhatikan rumusan Pasal 1 Ayat (1)

Undang-Undang Pokok Agraria (UU

PA) mengakui dan menempatkan hak

bangsa sebagai hak penguasaan atas

tanah yang tertinggi atas seluruh wilayah

Indonesia sebagai kesatuan tanah air

terhadap seluruh rakyat Indonesia yang

telah bersatu sebagai bangsa Indonesia.

Hal ini berarti bahwa hak-hak

penguasaan atas tanah yang lain,

termasuk hak ulayat dan hak-hak

individual atas tanah sebagaimana

dimaksudkan oleh penjelasan um um

secara langsung atau pun tidak langsung

semuanya bersumber pada hak bangsa.

Pengertian hak bangsa tersebut,

meliputi semua tanah dalam rumusan

Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Pokok

Agraria (UUPA), artinya dengan kata

"seluruh" berarti seluruh bumi, air, dan

ruang angkasa termasuk kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya di wilayah

Republik Indonesia menunjukkan

bahwa tidak ada sejengkal tanah pun di

negara Republik Indonesia yang

merupakan tanah yang tidak bertuan (res

nullius).

Adapun hubungan antara bangsa

dan bumi, air, dan ruang angkasa

Indonesia adalah hubungan yang bersifat

Page 4: KONFLIK PERTANAHAN dalam menyelesaikan konflik sengketa ...repository.umrah.ac.id/677/1/JURNAL.pdf · melalui lembaga mediasi Badan Pertanahan Nasional biasanya didasarkan dua prinsip

abadi. Ini berarti bahwa selama rakyat

Indonesia yang bersatu sebagai bangsa

Indonesia masih ada dan selama bumi,

air serta ruang angkasa Indonesia masih

ada pula dalam keadaan bagaimanapun

tidak ada sesuatu kekuasaan yang dapat

memutuskan atau meniadakan hubungan

tersebut. Hak bangsa yang meliputi

semua tanah dalam wilayah negara

Republik

Indonesia, di samping

mengandung unsur hukum publik juga

mengandung unsur privat. Dalam

pengertian unsur hukum publik bahwa

sumber-sumber alam yang merupakan

karunia Tuhan Yang Maha Esa sebagai

salah satu unsur pendukung utama bagi

kelangsungan hidup dan peningkatan

kemakmuran bangsa sepanjang masa

dan potensi sumber-sumber alam

tersebut dianggap sebagai modal dasar

pembangunan nasional.

Pemberian karunia Tuhan Yang

Maha Esa harus diartikan pula

mengandung "amanat" berupa beban

tugas untuk mengelolanya dengan baik,

bukan saja untuk generasi sekarang,

melainkan juga untuk generasi-generasi

yang akan datang. Tugas mengelola

berupa mengatur dan, memimpin

penguasaan dan penggunaan tanah

bersama tersebut menurut sifatnya

termasuk bidang hukum publik.

Tugas kewajiban pengelolaan

tanah dalam bidang hukum publik tidak

mungkin dilaksanakan sendiri oleh

seluruh bangsa Indonesia, maka

penyelenggaraannya oleh bangsa

Indonesia sebagai pemegang hak dan

pengemban amanat tersebut pada

tingkatan yang tertinggi dikuasakan

kepada Negara Republik Indonesia

sebagai organisasi kekuasaan seluruh

rakyat (Pasal 2 Ayat (1) UUPA).

Pemberian kuasa tersebut dituangkan

dalam Undang-Undang Dasar 1945 oleh

wakil-wakil bangsa Indonesia pada

waktu dibentuknya Negara Republik

Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945

dengan kata-kata: "Bumi, air, dan

kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh negara dan

digunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat".

Hubungan hukum yang

menyangkut pertanahan dalam Undang-

Undang Dasar 1945 dirumuskan dengan

istilah "dikuasai" dapat dinyatakan

secara normarif sebagai hubungan

bersifat hukum publik. Sebagaimana

dirumuskan dalam Pasal 2 Ayat (2)

Undang-Undang Pokok Agraria

(UUPA) memuat rincian kewenangan

hak menguasai negara, berupa kegiatan:

1. Mengatur dan

menyelenggarakan,

peruntukan, penggunaan,

persediaan, dan pemeliharaan

bumi, air, dan ruang angkasa;

2. Menentukan dan mengatur

hubungan-hubungan hukum

antara orang-orang dengan;

bumi, air, dan ruang angkasa;

3. Menentukan dan mengatur

hubungan-hubungan hukum

antara orangorang dan

perbuatan-perbuatan hukum

yang mengenai bumi, air, dan

ruang angkasa.

Dalam lingkup hak bangsa juga

dimungkinkan para warga negara

Indonesia sebagai pihak yang

mempunyai hak bersama atas tanah

bersama tersebut, masing-masing

menguasai dan menggunakan sebagian

dari tanah bersama itu secara individual

dengan hak-hak yang bersifat pribadi.

Menguasai dan menggunakan tanah

secara individual berarti bahwa tanah

yang bersangkutan boleh dikuasai secara

perorangan, dan tidak ada keharusan

untuk menguasainya bersamasama

orang lain secara kolektif, namun dibalik

ketentuan/peraturan menguasai dan

menggunakan tanah secara kolektif

bersama terbuka kemungkinan untuk

diperbolehkan. Hal ini diatur dalam

Pasa1 4 Ayat (1) yang menyatakan bahw

a:

Page 5: KONFLIK PERTANAHAN dalam menyelesaikan konflik sengketa ...repository.umrah.ac.id/677/1/JURNAL.pdf · melalui lembaga mediasi Badan Pertanahan Nasional biasanya didasarkan dua prinsip

"Atas dasar hak menguasai dari

negara sebagai yang dimaksud

dalam Pasal 2 ditentukan adanya

macam-macam hak atas

permukaan bumi yang disebut

tanah, yang dapat diberikan

kepada dan dipunyai oleh orang-

orang baik sendiri maupun

bersama-sama dengan orang lain

serta badan-badan hukum".

Dalam konsepsi hukum tanah

nasional, di samping diakui hak

perorangan atas tanah bersifat pribadi

hak-hak individual juga diakui unsur

kebersamaan atas hak-hak atas tanah.

Sifat pribadi hak-hak individual

dimaksudkan menunjuk kepada

kewenangan pemegang hak untuk

menggunakan tanah yang bersangkutan

bagi kepentingan dan dalam memenuhi

kebutuhan pribadi dan keluarganya,

sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 9

Ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria

(UUPA) menyatakan bahwa :

“Tiap-tiap warga negara Indonesia

baik laki-laki maupun wanita

mempunyai kesempatan yang

sama untuk memperoleh sesuatu

hak atas tanah serta untuk

mendapat manfaat dan hasilnya

baik bagi diri sendiri maupun

keluarganya.”

Rumusan kata untuk mendapat

manfaat dan hasilnya baik bagi diri

sendiri maupun keluarganya

menunjukkan sifat pribadi hak-hak atas

tanah dalam konsepsi Hukum Tanah

Nasional. Oleh karena itu, konsepsi

Hukum Tanah Nasional, hak-hak atas

tanah yang individual berunsur pribadi

juga mengandung norma unsur

kebersamaan. Unsur kebersamaan yang

bersifat kemasyarakatan tersebut ada

pada tiap hak atas tanah, karena semua

hak atas tanah secara langsung ataupun

tidak langsung bersumber pada hak

bangsa yang merupakan hak bersama.

1. Pengertian Konflik Pertanahan.

Konflik menurut pengertian

hukum adalah perbedaan pendapat,

perselisihan paham, sengketa antara

dua pihak tentang hak dan kewajiban

pada saat dan keadaaan yang sama.

Secara umum konflik atau

perselisihan paham, sengketa,

diartikan dengan pendapat yang

berlainan antara dua pihak mengenai

masalah tertentu pada saat dan

keadaan yang sama.

Selanjutnya, kata "konflik"

menurut Kamus Ilmiah Populer

adalah pertentangan, pertikaian,

persengketaan, dan perselisihan.

Menurut Kamus Umum Bahasa

Indonesia diartikan dengan

pertentangan, percekcokan Merujuk

pada pengertian tersebut, dapat

dipahami bahwa kata "'konflik"

mempunyai pengertian yang lebih

luas, oleh karena istilah konflik tidak

hanya digunakan dalam kasus

pertanahan yang terkait dengan

proses perkara pidana, juga terkait

dalam proses perkara perdata dan

proses perkara tata usaha negara.

Dalam penelitian ini konflik yang

dimaksudkan adalah konflik

pertanahan yang terkait proses

perkara pidana, khususnya ketentuan

perundang-undangan di luar

kodifikasi hukum pidana.

Sebutan "tanah" dalam bahasan

ini dapat dipahami dengan berbagai

arti, maka penggunaannya perlu

diberi batasan agar diketahui dalam

arti apa istilah tersebut digunakan.

Dalam hukum tanah sebutan istilah

"tanah" dipakai dalam arti yuridis,

sebagai suatu pengertian yang telah

diberi batasan resmi oleh Undang-

Undang Pokok Agraria (UUPA).

Berdasarkan Pasal 4 Undang-

Undang Pokok Agraria (UUPA)

dinyatakan bahwa; "Atas dasar hak

menguasai dari Negara ...,

ditentukan adanya macam-macam

hak atas permukaan bumi yang

disebut tanah yang dapat diberikan

Page 6: KONFLIK PERTANAHAN dalam menyelesaikan konflik sengketa ...repository.umrah.ac.id/677/1/JURNAL.pdf · melalui lembaga mediasi Badan Pertanahan Nasional biasanya didasarkan dua prinsip

dan dipunyai oleh orang-orang.".

Tanah dalam pengertian yuridis

mencakup permukaan bumi

sebagaimana diatur dalam Pasal 4

Ayat (1) Undang-Undang Pokok

Agraria (UUPA). Hak tanah

mencakup hak atas sebagian tertentu

yang berbatas di permukaan bumi.

Tanah diberikan kepada dan dipunyai

oleh orang dengan hak-hak yang

disediakan oleh Undang-Undang

Pokok Agraria (UUPA) untuk

digunakan atau dimanfaatkan.

Diberikannya dan dipunyai tanah

dengan hak-hak tersebut tidak akan

bermakna jika penggunaannya

terbatas hanya pada tanah sebagai

permukaan bumi saja.

Untuk keperluan apa pun tidak

bisa tidak, pasti diperlukan juga

penggunaan sebagai tubuh bumi yang

ada di bawahnya dan air serta ruang

angkasa yang di permukaan bumi.

Oleh karena itu, dalam Pasal 4 Ayat

(2) Undang-Undang Pokok Agraria

(UUPA) dinyatakan bahwa hak-hak

atas tanah bukan hanya memberikan

wewenang untuk menggunakan

sebagian tertentu permukaan bumi

yang bersangkutan yang disebut

"tanah", tetapi juga tubuh bumi yang

ada di bawahnya dan air serta ruang

angkasa yang ada di atasnya, dengan

demikian yang dipunyai dengan hak

atas tanah adalah tanahnya, dalam arti

sebagian tertentu dari permukaan

bumi, tetapi wewenang

menggunakan yang bersumber

dengan hak tersebut diperluas hingga

meliputi juga penggunaan sebagian

tubuh bumi yang ada di bawah tanah,

air serta ruang yang ada di atasnya.

Menurut Parlindungan tanah

hanya merupakan salah satu bagian

dari bumi. Pembatasan pengertian

tanah dengan permukaan bumi

seperti itu juga diatur dalam

penjelasan Pasal Undang-Undang

Pokok Agraria (UUPA) sebagaimana

tertuang dalam Pasal 1 bagian II

angka I bahwa dimaksud dengan

tanah ialah permukaan bumi.

Pengertian tanah dalam Pasal 1

Undang-Undang Nomor 51

PRPTahun 1960 tentang Larangan

Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang

Berhak atas Kuasanya, dirumuskan:

1) Tanah yang langsung

dikuasai oleh negara;

2) Tanah yang tidak dikuasai

oleh negara yang dipunyai

dengan sesuatu hak oleh

perorangan atau badan

hukum.

Tanah dalam pengertian

geologis agronomis, diartikan lapisan

permukaan bumi yang paling atas

yang dimanfaatkan untuk menanam

tumbuh-tumbuhan yang disebut tanah

garapan, tanah pekarangan, tanah

pertanian, tanah perkebunan, dan

tanah bangunan yang digunakan

untuk mendirikan bangunan.

Beberapa pengertian tersebut dapat

dipahami bahwa yang dimaksud

dengan pengertiam tanah ialah bagian

permukaan bumi termasuk tubuh

bumi di bawahnya serta yang berada

di bawah air yang langsung dikuasai

oleh negara atau dipunyai dengan

sesuatu hak oleh perorangan atau

badan hukum.

Fokus kajian dalam tesis ini

dibatasi pada konflik pertanahan di

permukaan bumi sebagaimana

dirumuskan dalam Pasal 4 Ayat (1)

dan (2) Undang-Undang Pokok

Agraria (UUPA), khususnya yang

terkait dengan hak milik atas tanah.

Konflik pertanahan menurut A.

Hamzah diistilahkan dengan delik di

bidang pertanahan, yang pada garis

besarnya dapat dibagi atas dua

bagian, yang meliputi:

1) Konflik pertanahan yang

diatur dalam kodifikasi

hukum pidana, yakni konflik

(delik) pertanahan yang

diatur dalam beberapa Pasal

Page 7: KONFLIK PERTANAHAN dalam menyelesaikan konflik sengketa ...repository.umrah.ac.id/677/1/JURNAL.pdf · melalui lembaga mediasi Badan Pertanahan Nasional biasanya didasarkan dua prinsip

yang tersebar dalam

kodifikasi hukum pidana

(KUHP);

2) Konflik pertanahan yang

diatur di luar kodifikasi

hukum pidana, yakni konflik

(delik) pertanahan yang

khusus terkait dengan

peraturan perundang-

undangan pertanahan di luar

kodifikasi hukum pidana.

2. Teori-teori Gaya Manajemen

Konflik.

Teori Frid.

Para pakar telah

mengembangkan berbagai teori

mengenai gaya manajemen konflik

R.R Blake dan J. Mounton (1994)

merupakan pendahulu yang

menggunakan istilah gaya

manajemen konflik. Teorinya

mengenai gaya manajemen konflik

merupakan bagian dari teorinya

mengenai gaya kepemimpinan

mereka. Kerangka teori gaya

manajemen konflik itu disusun

berdasarkan dua dimensi: (1)

perhatian manajer terhadap orang/

bawahan (concern for people) pada

sumbu horizontal dan (2) perhatian

manajer terhadap produksi (concerm

for production) pada sumbu vertikal.

Berikut adalah kelima jenis gaya

manajemen konflik tersebut.

(1) Memaksa (forcing) ;

(2) Konfrontasi (condrontation)

;

(3) Komromi (compromising) ;

(4) Menarik diri (withdrawal) ;

(5) Mengakomodasi

(smoothing).

Teori Thomas dan Kilmann

Kenneth W. Thomas dan Ralp

H. Kilmann (1974) mengembangkan

taksonomi gaya manajemen konflik

berdasarkan dua dimensi : (1) kerja

sama (cooperativeness), (2)

keasertifan (assertiveness),

berdaasarkan kedua dimensi ini,

thomas dan kilmann mengemukakan

lima jenis gaya manajemen konflik.

a. Kompetisi (competing) gaya

manajemen dengan tingat

keaserifan tinggi dan tingkat

kerja sama rendah.Berikut

adalah alasan pihak yang

terlibat konflik

menggunkana gaya

manajemen konflik

kompetisi.

- Merasa mempunyai

kekuasaan dan sumber-

sumber lainnya untuk

memaksakan sesuatu

kepada lawan konfliknya;

- Tindakan dan keputusan

perlu diambil dengan

cepat diambil dengan

cepat, misalnya dalam

keadaan darurat.

- Dalam tindakan yang

tidak populer, terdapat

hal yang harus dilakukan,

seperti mengurangi biaya,

peraturan baru dan

pendisiplinan pegawai.

- Melindungi perusahaan

dari kebangkrutan dan

keadaan yang dapat

merusak citra

perusahaan.

b. Kolaborasi (collaborating)

gaya manajemen konflik

denagn tingkat keasertifan

dan kerja sama yang tinggi.

Menurut Derr (1975)

kolaborasi merupakan gaya

manajemen konflik yang

paling penting disukai

sebab; a. Mendorong

hubungan interpersonal; b.

Kekuatan kreatif untuk

inovatif dan perbaikan; c.

Meningkatkan balikan dan

lairan informasi, serta ; d.

Mengembangkan iklim

organisasi yang lebih

terbuka, percaya,

pengambilan risiko dan

Page 8: KONFLIK PERTANAHAN dalam menyelesaikan konflik sengketa ...repository.umrah.ac.id/677/1/JURNAL.pdf · melalui lembaga mediasi Badan Pertanahan Nasional biasanya didasarkan dua prinsip

perasaan baik terhadap

integritas.

c. Kompromi (compromising)

gaya manajemen konflik

tengah atau menengah.

d. Mnghindar (avoiding). Gaya

manajemen konflik dengan

tingkat keasertifan dan kerja

sama yang rendah.

e. Mengakomodasi

(accomodating) gaya

manajemen dengan tingkat

keasertifan rendah dan

tingkat kerja sama tinggi.

3. Mengatasi Konflik.

Istilah konflik menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

berarti percekcokan, perselisihan,

pertentangan. Menurut asal katanya,

istilah ‘konflik’ berasal dari bahasa

Latin ‘confligo’, yang berarti

bertabrakan, bertubrukan, terbentur,

bentrokan, bertanding, berjuang,

berselisih, atau berperang. Dalam

pustaka Sosiologi, ada banyak

definisi mengenai konflik sosial.

Ada banyak definisi mengenai

konflik sosial. Berikut adalah

beberapa di antaranya:

a. Konflik social adalah

perselisihan mengenai nilai-

nilai atau tuntutan-tuntutan

berkenaan dengan status,

kuasa, dan sumber-sumber

kekayaan yang

persediaannya terbatas.

Pihak-pihak yang sedang

berselisih tidak hanya

bermaksud untuk

memperoleh sumber-sumber

yang diinginkan, tetapi juga

memojokkan, merugikan

atau menghancurkan lawan

mereka. (Lewis A. Coser).

b. Konflik social adalah suatu

proses social dimana orang

perorangan atau kelompok

manusia berusaha untuk

memenuhi apa yang menjadi

tujuannya dengan jalan

menentang pihak lain

disertai dengan ancaman

dan/atau kekerasan.

(Leopold von Wiese);

c. Konflik social adalah

konfrontasi kekuasaan /

kekuatansosial. (R.J.

Rummel);

d. Konflik social adalah

kondisi yang terjadi ketika

dua pihak atau lebih

mengangga pada perbedaan

‘posisi’ yang tidak selaras,

tidak cukup sumber, dan /

atau tindakan salah satu

pihak menghalangi,

mencampuri atau dalam

beberapa hal membuat

tujuan pihak lain kurang

berhasil. (Duane Ruth-

Heffelbower).

Pemahaman Teoretik

Mengenai Konflik Sosial Ada dua

sudut pandang yang umumnya

digunakan untuk memahami

kenyataan konflik dalam masyarakat,

yaitu pendekatan konsensus

(teorifungsional-struktural) dan

pendekatan konflik (teorikonflik).

Secara ringkas, perbandingan antara

pendekatan consensus dan

pendekatan konflik.

Konflik berasal dari kata

kerja Latin configere yang berarti

saling memukul. Secara sosiologis,

konflik diartikan sebagai suatu proses

social antara dua orang atau lebih

(bias juga kelompok) di mana salah

satu pihak berusaha menyingkirkan

pihak lain dengan

menghancurkannya atau

membuatnya tidak berdaya. Tidak

satu masyarakat pun yang tidak

pernah mengalami konflik antar

anggotanya atau dengan kelompok

masyarakat lainnya, konflik hanya

akan hilang bersamaan dengan

hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik dilator belakangi oleh

Page 9: KONFLIK PERTANAHAN dalam menyelesaikan konflik sengketa ...repository.umrah.ac.id/677/1/JURNAL.pdf · melalui lembaga mediasi Badan Pertanahan Nasional biasanya didasarkan dua prinsip

perbedaan ciri-ciri yang dibawa

individu dalam suatu interaksi.

Perbedaan-perbedaan tersebut

diantaranya adalah menyangkut cirri

fisik, kepandaian, pengetahuan, adat

istiadat, keyakinan, dan lain

sebagainya. Dengan dibawa sertanya

ciri-ciri individual dalam interak

sisosial, konflik merupakan situasi

yang wajar dalam

setiap masyarakat dan tidak satu

masyarakat pun yang tidak pernah

mengalami konflik antar anggotanya

atau dengan kelompok masyarakat

lainnya, konflik hanya akan hilang

bersamaan dengan hilangnya

masyarakat itu sendiri. Konflik

bertentangan dengan integrasi.

Konflik dan Integrasi berjalan

sebagai sebuah siklus di masyarakat.

Konflik yang terkontrol akan

menghasilkan integrasi. Sebaliknya,

integrasi yang tidak sempurna dapat

menciptakan konflik.

Robbin (1996: 431)

mengatakan konflik dalam organisasi

disebut sebagai The Conflict

Paradoks, yaitu pandangan bahwa di

sisi konflik dianggap dapat

meningkatkan kinerja kelompok,

tetapi di sisi lain kebanyakan

kelompok dan organisasi berusaha

untuk meminimalisasikan konflik.

Pandangan ini dibagi menjadi tiga

bagian, antara lain:

1) Pandangan Tradisional (The

Traditional View).

Pandangan ini menyatakan

bahwa konflik itu hal yang

buruk, sesuatu yang negatif,

merugikan, dan harus

dihindari. Konflik

disinonimkan dengan istilah

violence, destruction, dan

irrationality. Konflik ini

merupakan suatu hasil

disfungsional akibat

komunikasi yang buruk,

kurang kepercayaan,

keterbukaan di antara orang

– orang, dan kegagalaan

manajer untuk tanggap

terhadap kebutuhan dan

aspirasi karyawan.

2) Pandangan hubungan

manusia (The Human

Relation View. Pandangan

ini menyatakan bahwa

konflik dianggap sebagai

suatu peristiwa yang wajar

terjadi di dalam kelompok

atau organisasi. Konflik

dianggap sebagai sesuatu

yang tidak dapat dihindari

karena di dalam kelompok

atau organisasi pasti terjadi

perbedaan pandangan atau

pendapat antar anggota.

Oleh karena itu, konflik

harus dijadikan sebagai

suatu hal yang bermanfaat

guna mendorong

peningkatan kinerja

organisasi. Dengan kata lain,

konflik harus dijadikan

sebagai motivasi untuk

melakukan inovasi atau

perubahan di dalam tubuh

kelompok atau organisasi.

3) Pandangan Interaksionis

(The Interactionist View).

Pandangan ini cenderung

mendorong suatu kelompok

atau organisasi terjadinya

konflik. Hal ini disebabkan

suatu organisasi yang

kooperatif, tenang, damai,

dan serasi cenderung

menjadi statis, apatis, tidak

aspiratif, dan tidak inovatif.

Oleh karena itu, menurut

pandangan ini, konflik perlu

dipertahankan pada tingkat

minimum secara

berkelanjutan sehingga tiap

anggota di dalam kelompok

tersebut tetap semangat,

kritis – diri, dan kreatif.

Sedangkan menurut Scannell

(2010: 2) konflik adalah suatu hal

Page 10: KONFLIK PERTANAHAN dalam menyelesaikan konflik sengketa ...repository.umrah.ac.id/677/1/JURNAL.pdf · melalui lembaga mediasi Badan Pertanahan Nasional biasanya didasarkan dua prinsip

alami dan normal yang timbul

karena perbedaan persepsi, tujuan

atau nilai dalam sekelompok

individu. Hunt and Metcalf (1996:

97) membagi konflik menjadi dua

jenis, yaitu intrapersonal conflict

(Konflik Intrapersonal) dan

interpersonalconflict (Konflik

Interpersonal).

1) Konflik intrapersonal adalah

konflik yang terjadi dalam

diri individu sendiri,

misalnya ketika keyakinan

yang dipegang individu

bertentangan dengan nilai

budaya masyarakat, atau

keinginannya tidak sesuai

dengan kemampuannya.

Konflik intrapersonal ini

bersifat psikologis, yang jika

tidak mampu diatasi dengan

baik dapat menggangu bagi

kesehatan psikologis atau

kesehatan mental

(mentalhygiene) individu

yang bersangkutan.

2) Konflik Interpersonal ialah

konflik yang terjadi antar

individu. Konflik ini terjadi

dalam setiap lingkungan

sosial, seperti dalam

keluarga, kelompok teman

sebaya, sekolah, masyarakat

dan negara. Konflik ini

dapat berupa konflik antar

individu dan kelompok, baik

di dalam sebuah kelompok

(intragroupconflict) maupun

antar kelompok (intergroup

conflict). Dalam penelitian

ini titik fokusnya adalah

pada konflik social remaja,

dan bukan konflik dalam diri

individu (intrapersonal

conflict).

4. Fungsi dan Akibat Konflik.

George Simmel menyatakan

bahwa masyarakat yang sehat tidak

hanya membuthkan hubungan sosial

yang sifatnya integrative dan

harmonis, tetapi juga membutuhkan

adanya konflik (Veeger, 1990).

Berdasarkan pandangan Simmel

tersebut, Lewis Coserdan Joseph

Himes melakukan studi lebih lanjut

mengenai fungsi positif konflik bagi

kelangsungan masyarakat.

Menurut Coser (1956), konflik

memiliki fungsi positif, yaitu:

a. Konflik akan meningkatkan

solidaritas sebuah kelompok

yang kurang kompak.

b. Konflik dengan kelompok

tertentu akan melahirkan

kohesi dengan kelompok

lainnya dalam bentuk

aliansi. Misalnya, konflik

antara Perancis dengan

Amerika Serikat tentang

serangan ke Irak

memunculkan kohesi yang

lebih solid antara Perancis

dan Jerman.

c. Konflik di dalam

masyarakat biasanya akan

menggugah warga yang

semula pasif untuk

kemudian memainkan peran

tertentu secara lebih aktif.

d. Konflik juga memiliki

fungsi komunikasi.

BAB III GAMBARAN UMUM

LOKASI PENELITIAN

3.1.1. Kabupaten Bintan. Kabupaten Bintan sebelumnya

bernama Kabupaten Kepulauan Riau.

Perubahan nama ini dimaksudkan

agar tidak timbul kerancuan antara

Provinsi Kepulauan Riau dan

Kabupaten Kepulauan Riau dalam

hal administrasi dan korespondensi

sehingga nama Kabupaten Kepulauan

Riau (Kepri) diganti menjadi

Kabupaten Bintan. Perubahan nama

Kabupaten Kepulauan Riau menjadi

Kabupaten Bintan sesuai

dengan Peraturan Pemerintah Nomor

5 Tahun 2006, tertanggal 23

Februari 2006.

Page 11: KONFLIK PERTANAHAN dalam menyelesaikan konflik sengketa ...repository.umrah.ac.id/677/1/JURNAL.pdf · melalui lembaga mediasi Badan Pertanahan Nasional biasanya didasarkan dua prinsip

Berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 5 Tahun 2006

tertanggal 23 Februari 2006 tentang

Perubahan Nama Kabupaten

Kepulauan Riau Menjadi Kabupaten

Bintan Provinsi Kepulauan Riau :

a. bahwa untuk membedakan

penyebutan nama

Kabupaten Kepulauan Riau

yang dibentuk dengan

Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1956 tentang

Pembentukan Daerah

Otonom Kabupaten

Kepulauan Riau dalam

Lingkungan Daerah

Propinsi Sumatera Tengah

dengan nama Provinsi

Kepulauan Riau yang

dibentuk dengan Undang-

Undang Nomor 25 Tahun

2002 tentang Pembentukan

Provinsi Kepulauan Riau,

perlu diadakan perubahan

nama Kabupaten

Kepulauan Riau menjadi

Kabupaten Bintan Provinsi

Kepulauan Riau;

b. bahwa perubahan nama

tersebut diusulkan oleh

Pemerintah Daerah

Kabupaten Kepulauan Riau

setelah memperoleh

persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Kepulauan Riau

sebagaimana tertuang

dalam Keputusan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Kepulauan Riau

Nomor

33/KPTS/DPRDKEPRI/20

05 tanggal 3 Desember

2005 tentang Perubahan

Nama Kabupaten

Kepulauan Riau menjadi

Kabupaten Bintan;

c. bahwa berdasarkan

pertimbangan sebagaimana

dimaksud pada huruf a dan

huruf b serta sesuai dengan

ketentuan Pasal 7 ayat (2)

Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah

mengenai perubahan nama

Daerah, perlu menetapkan

Peraturan Pemerintah

tentang Perubahan Nama

Kabupaten Kepulauan Riau

menjadi Kabupaten Bintan

Provinsi Kepulauan Riau;

- Jarak Antara Kota Bandar Seri Bentan

merupakan ibu kota Kabupaten

Bintan yang terletak di Kecamatan

Teluk Bintan, saat ini Kabupaten

Bintan terdiri dari 10 kecamatan.

Tambelan merupakan Ibu Kota

kecamatan. Tambelan yang

memiliki jarak terjauh dengan Ibu

Kota Kabupaten Bintan yaitu 360

Km. sedangkan Bandar Seri

Bentanyang terletak di satu

kecamatan dengan Ibu Kota

Kabupaten Bintan yaitu di

kecamatan Teluk Bintan memiliki

Jarak yang paling dekat yaitu 1 Km.

Kabupaten Bintan memiliki

240 buah pulau besar dan kecil. Dari

jumlah tersebut hanya 49 buah

diantaranya yang berpenghuni,

sedangkan sisanya walau pun belum

berpenghuni namun sudah

dimanfaatkan untuk kegiatan

pertanian, khususnya usaha

perkebunan. Secara administrasi,

Kabupaten Bintan terdiri dari 10

kecamatan, 36 desa, dan 15

kelurahan. 3 kecamatan terletak di

luar Pulau Bintan yaitu Kecamatan

Bintan Pesisir, Kecamatan Mantang

dan Kecamatan Tambelan sedangkan

sisanya terletak di Pulau Bintan.

Pada tahun 2007, Pemerintah

Kabupaten Bintan melakukan

pemekaran wilayahnya melalui

Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun

2007 tentang Pembentukan

Kelurahan Toapaya Asri di

Page 12: KONFLIK PERTANAHAN dalam menyelesaikan konflik sengketa ...repository.umrah.ac.id/677/1/JURNAL.pdf · melalui lembaga mediasi Badan Pertanahan Nasional biasanya didasarkan dua prinsip

Kecamatan Gunung Kijang, Desa

Dendun, Desa Air Glubi di

Kecamatan BintanTimur, Kelurahan

Tanjung Permai, Kelurahan Tanjung

Uban Timur di Kecamatan Bintan

Utara, Kelurahan Tembeling Tanjung

di Kecamatan Bintan Teluk Bintan,

Desa Kukup dan Desa Pengikik di

Kecamatan Tambelan dan Kelurahan

Kota Baru di Kecamatan Teluk

Sebong.

Selain itu juga dilakukan

Pemekaran Kecamatan melalui

Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun

2007 tentang Pembentukan

Kecamatan Toapaya, Kecamatan

Mantang, Kecamatan Bintan Pesisir

dan Kecamatan Seri Kuala Lobam.

Dengan terjadinya pemekaran

wilayah maka jumlah Kecamatan

yang terdapat di wilayah Kabupaten

Bintan bertambah dari 6 (enam)

Kecamatan menjadi 10 (sepuluh)

kecamatan, yaitu Kecamatan Teluk

Bintan, Sri Kuala Lobam, Bintan

Utara, Teluk Sebong, Bintan Timur,

Bintan Pesisir, Mantang, Gunung

Kijang, Toapaya, dan Tambelan.

3.1.2. PT. Sunnymas Prima Agung.

Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas (UUPT), modal

dasar PT adalah sebesar Rp 50

jutadengan minimal 25% nya

disetorkan sebagai modal disetor PT.

Persyaratan ini kerap menjadi

kendala bagi mereka yang ingin

mendirikan PT tapi modalnya pas-

pasan. Padahal mereka paham bahwa

mendirikan PT yang memiliki badan

hokum dapat mengurangi risiko

berbisnis di kemudian hari.

Pemerintah kemudian

mengeluarkan aturan baru dimana

besaran modal dasar untuk pendirian

PT tergantung pada kesepakatan para

pendirinya. Hal ini disebutkan

dalam Peraturan Pemerintah Nomor

29 Tahun 2016 tentang Perubahan

Modal Dasar Perseroan

Terbatas (“PP 29/2016”). Meski

demikian, persyaratan modal ini

hanya berlaku bagi UMKM (Usaha

Mikro, Kecil, danMenengah).

PT Sunnymas Prima Agung,

Terletak Di Desa Toapaya Utara,

Toapaya, Teluk Bakau, Dan

Kelurahan Toapaya Asri (Dahulu

Desa Toapaya, dalam Sertipikat

Tertulis Desa Tua Paya), Kecamatan

Gunung Kijang dan Toapaya (Dahulu

Kecamatan Bintan Timur),

Kabupaten Bintan (Dahulu

Kabupaten Kepulauan Riau),

Provinsi Kepulauan Riau (Dahulu

Propinsi Riau), memiliki HakGuna

Usaha Nomor 00001 seluas

2.787,151 Ha, terletak di Desa

Toapaya Utara, Toapaya, Teluk

Bakau, dan Kelurahan Toapaya Asri,

Kecamatan Gunung Kijang dan

Toapaya, Kabupaten Bintan, Provinsi

Kepulauan Riau.

PT. Sunnymas Prima Agung,

suatu Perseroan Terbatas, yang

didirikan berdasarkan hukum Negara

Republik Indonesia, berkedudukan di

Jakarta, yang dalam hal ini diwakili

oleh Gatot Sugiarto dalam

kedudukannya selaku Direktur

Utama, dan berkantor pusat di

Gedung Rabana, 4th floor, Jalan

Tomang Raya Nomor 48 A, Jakarta

11430, didirikan berdasarkan Akta

Pendirian Perseroan Terbatas Nomor

27 tanggal 8 Agustus 1986 dan Akta

Nomor 3 tanggal 3 Maret 1987,

keduanya dibuat dihadapan

JACINTA SUSANTI, S.H., Notaris

di Jakarta, dan telah memperoleh

pengesahan dari Menteri Kehakiman

Republik Indonesia dengan Surat

Keputusannya Nomor : C2-

4709.HT.01.01.Th.87 tanggal 6 Juli

1987; yang telah beberapa kali

dilakukan perubahan dan terakhir

diubah dengan Akta tertanggal 5

Februari 2010 Nomor 34.

3.1.3. Kantor Pertanahan Provinsi

Kepulauan Riau.

Page 13: KONFLIK PERTANAHAN dalam menyelesaikan konflik sengketa ...repository.umrah.ac.id/677/1/JURNAL.pdf · melalui lembaga mediasi Badan Pertanahan Nasional biasanya didasarkan dua prinsip

Keputusan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 14

Tahun 2006 Tentang Pembentukan

Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional Provinsi Kepulauan Riau.

Bahwa berdasarkan Undang-

Undang Nomor 25 Tahun 2002

tentang Pembentukan Provinsi

Kepulauan Riau yang merupakan

pemekaran wilayah Provinsi Riau,

maka dalam rangkapeningkatan

pelayanan kepada masyarakat di

bidang pertanahan pada Provinsi

Kepulauan Riau, perlu dibentuk

Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional, bahwa untuk membentuk

Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional di Provinsi tersebut, perlu

ditetapkan dengan Keputusan Kepala

Badan Pertanahan Nasional.

Persetujuan tertulis Menteri

Negara Pendayagunaan Aparatur

Negara dalam Surat Nomor

B/505/M.PAN/2/2006 tanggal 22

Pebruari 2006 perihal Usul

Pembentukan Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasionaldan Kantor

Pertanahan. Menetapkan

Pembentukan Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional Provinsi

Kepulauan Riau. Berdasarkan Pasal 1

Membentuk Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional Provinsi

Kepulauan Riau yang berkedudukan

di Tanjung Pinang.

Berdasarkan Undang-

UndangNomor 25 Tahun 2002 Pasal

2 ayat (1) Kantor Wilayah Badan

Pertanahan Nasional Provinsi

Kepulauan Riau membawahi Kantor

Pertanahan Kabupaten / Kota yang

semula dibawah Kantor Wilayah

Badan Pertanahan Nasional Provinsi

Riau, yang terdiriatas :

1. Kantor Pertanahan

Kabupaten Bintan;

2. Kantor Pertanahan

Kabupaten Karimun;

3. Kantor Pertanahan

Kabupaten Natuna;

4. Kantor Pertanahan Kota

Batam; dan

5. Kantor Pertanahan Kota

Tanjung Pinang.

Berdasarakan Undang-

Undang Nomor 25 Tahun 2002 ayat

(2) Dengan dibentuknya Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional

Provinsi Kepulauan Riau, maka

Kantor Pertanahan Kabupaten / Kota

yang berada dibawah Kantor Wilayah

Badan Pertanahan Nasional Provinsi

Riau dikurangi dengan Kantor

Pertanahan Kabupaten / Kota

sebagaimana tersebut dalam ayat (1).

Pasal 3 Kedudukan, Tugas, Fungsi,

Susunan Organisasi dan Tata Kerja

Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional, sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 1 adalah berdasarkan

ketentuan Pasal 1 sampai dengan

Pasal 28 dan Pasal 57 sampai dengan

Pasal 61 Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik

Indonesia Nomor 4 Tahun 2006

tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional dan Kantor Pertanahan.

3.1.4. Kantor Pertanahan Kabupaten

Bintan.

Bahwa untuk melaksanakan

Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah dan Pasal 105

ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor

18 Tahun 2016 tentang Perangkat

Daerah, perlu menetapkan Peraturan

Menteri Agraria dan Tata

Ruang/Kepala Badan Pertanahan

Nasional tentang Penetapan Hasil

Pemetaan dan Pedoman Organisasi

Perangkat Daerah Bidang

Pertanahan.

Badan Pertanahan Nasional

(disingkat BPN) dahulu bernama

Kantor Agraria merupakan lembaga

yang dimiliki pemerintah yang

bertugas melaksanakan tugas

pemerintah di bidang Pertanahan

yang sesuai dengan ketentuan

Page 14: KONFLIK PERTANAHAN dalam menyelesaikan konflik sengketa ...repository.umrah.ac.id/677/1/JURNAL.pdf · melalui lembaga mediasi Badan Pertanahan Nasional biasanya didasarkan dua prinsip

perundang-undangan tugas pokok

dan funsi diatur dalam peraturan

Presiden (PREPES) Nomor 20 tahun

2015. BPN dahulu dipimpin oleh

seorang kepala, namun sejak berganti

pemerintah pada masa Pemerintah

Presiden Jokowi, tugas dari BPN dan

Direktorat Jenderal Tata Ruang

Kemeneterian Pekerjaan Umum

digabung dalam satu lembaga

Kementerian Agraria dan Tata

Ruang, adanya perubahan tersebut,

sejak tanggal 27 Juli 2016 Jabatan

Kepala BPN dijabat oleh seorang

Menteri, yaitu Menteri Agraria dan

Tata Ruang.

BPN memiliki Visi “ Menjadi

lembaga yang mampu mewujudkan

tanah dan Pertanahan untuk sebesar-

besar kemakmuran rakyat, serta

keadilan dan keberlanjutan sitem

kemasyarakatan, kebangsaan dan

kenegaraan Republik Indonesia”.

Makauntuk mencapai visi tersebut

BPN memiliki Misi mengembangkan

dan menyelengarakan politik dan

kebijakan pertanahan untuk :

a. Peningkatan kesejahteraan rakyat,

pencitraan sumber-sumber baru

kemakmuran rakyat, pengurangan

kemiskinan dan kesenjangan

pendapatan, serta pemantapan

ketahanan pangan.

b. Pengingkatan tatanan kehidupan

berseama yang lebih berkeadilan

dan bermartabat dalam kaitannya

dengan penguasaan, pemilikan,

penggunaan dan pemanfaatan

tanah (P4T).

c. Perwujudan tatanan kehidupan

bersama yang harmonis dengan

mengatasi berbagai sengketa,

Konflik dan perkara pertanahan

diseluruh tanah air dan penataan

perangkat hukum dan sistem

pengolahan pertanahan sehingga

tidak melahirkan sengketa, konflik

dan perkara di kemudian hari.

d. Keberlanjutan sistem

kemasyarakatan, kebanggan dan

kenegaraan Indonesia dengan

memberikan akses seluas-luasnya

pada generasi yang akan datang

terhadap tanah sebagai sumber

kesejahteraan masyarakat.

Menguatkan lembaga pertanahan

sesuai dengan jiwa, semangat,

prinsip dan aturan yang tertuang

dalam UUPA dan aspirasi rakyat

secara luas.

Fungsi

Fugsi Badan Pertanahan

Nasional sebagaimana yang

tercantum dalam Peraturan Presiden

Nomor 20 Tahun 2015, diantaranya

yaitu, penyusunan dan penetapan

kebijakan dibidang pertanahan

perumusan dan pelaksanaan

kebijakan di bidang Survei,

Pengukuran dan pemetaan, penetapan

hak tanah, pendaftaran tanah

pemberdayaan masyarakat,

pengaturan penataan dan

pengendalian kebijakan pertanahan,

pengadaan, tanah, penangaan

sengketa pertanahan serta

melaksanakan tugas dibidang

pertanahan meliputi pengembangan

SDM pada bidang pertanahan, selain

itu memiliki fungsi mengelola data

informasi lahan pertanian pangan

berkelanjutan dan informasi tentang

pertanahan.

BAB IV ANALISIS DATA Penyelesaian persengketaan

pertanahan melalui lembaga mediasi BPN,

merupakan penyelesaian persengketaan di

luar pengadilan (non-letigasi), sebagaimana

diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999

Tentang Arbitrase dan Arternatif

Penyelesaian Sengketa. Dalam hal ini dapat

dilakukan dengan salah satu cara melalui

Mediasi. Mediasi merupakan

pengendalian konflik (pertanahan) yang

dilakukan dengan cara membuat

consensus diantara dua pihak yang

berkonflik untuk mencari pihak ketiga

yang berkedudukan netral sebagai

mediator dalam penyelesaian konflik.

Page 15: KONFLIK PERTANAHAN dalam menyelesaikan konflik sengketa ...repository.umrah.ac.id/677/1/JURNAL.pdf · melalui lembaga mediasi Badan Pertanahan Nasional biasanya didasarkan dua prinsip

Dalam penyelesaian konflik

melalui cara mediasi, kedua belah pihak

sepakat mencari nasehat dari pihak

ketiga. Penyelesaian konflik melalui

bentuk ini dilakukan atas dasar

kesepakatan kedua belah pihak yang

berkonflik bahwa masalah mereka akan

diselesaikan melalui bantuan seorang

atau beberapa penasehat ahli maupun

melalui mediator. Pihak ketiga yang

bersifat netral serta independen dalam

artian ini tidak dapat diintervensi oleh

pihak lainnya. Oleh karena itu, kedua

belah pihak yang berkonflik yaitu PT

Sunnymas Prima Agung dengan

masyarakat setempat Desa Toapaya

Utara atas dasar kesepakatan kedua

belah pihak yang berkonflik menunjuk

BPN Kabupaten Bintan sebagai

mediator dalam penyelesaian konflik,

serta disaksikan oleh saksi-saksi.

Penanganan masalah pertanahan melalui

lembaga mediasi oleh Badan Pertanahan

Nasional (BPN) biasanya didasarkan

dua prinsip utama, yaitu:

1. Kebenaran Secara Formal Dari

Fakta-Fakta Yang Mendasari

Permasalahan Persengketaan.

Kebenaran secara formal

merupakan langkah pertama yang

harus diperhatikan dalam prosedur

mediasi, sebagaimana BPN

Kabupaten Bintan ditunjuk sebagai

mediator terlebih dahulu menerima

pengaduan dari salah satu pihak yang

berkonflik. Pengaduan yang disertai

bukti secara formal (dokumen) inilah

kemudian akan diproses hingga

ditemukan adanya penyelesaian atas

konflik tersebut.

Berdasarkan surat-surat tanah

yang dimiliki oleh pihak masyarakat

setempat dan sertifikat yang dimiliki

oleh PT. Sunnymas Prima Agung

bahwa benar PT. Sunnymas Prima

Agung memiliki sertifikat Hak Guna

Usaha Nomor : 00001 / Tuapaya dan

Surat Ukur Nomor : 01 / Tuapaya /

1991 tanggal 7 Februari 1991 seluas

2.787, 151 m2 (Dua ribu tujuh ratus

delapan puluh tujuh koma seratus

lima puluh satu hektar) yang

ditunjukan lokasi oleh Sdr.

DALIMIN dan tanda batas-batas

terdiri dari batu 1 s/d 68 yang telah

memenuhi ketentuan OLA No. 8 /

1961 pasal 2 ayat b.

2. Keinginan Yang Bebas Dari Pihak

Yang Berkonflik.

Konflik yang merupakan suatu

proses sosial antara dua orang atau

lebih (bisa juga kelompok) dimana

konflik yang terjadi berusaha

menyingkirkan pihak lain dengan

menghancurkannya atau

membuatnya tidak berdaya.

Pengelolaan konflik persengketaan

melalui lembaga mediasi, dimana

BPN Kabupaten Bintan yang

ditunjuk sebagai mediator oleh kedua

belah pihak yang berkonflik dalam

penyelesaiannya, dapat

meningkatkan suatu kinerja dalam

kelompok organisasi, yang berusaha

untuk meminimalisasikan konflik

yang terjadi antara pihak Perusahaaan

dengan masyarakat setempat.

Adapun penyelesaian konflik

sengketa dengan jalan mediasi yang

menjadikan pihak BPN Kabupaten

Bintan sebagai mediator dalam

penyelesaiannya, merupakan jalan

untuk mengetahui keinginan yang

bebas bagi kedua belah pihak yang

berkonflik.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan berdasarkan masalah

penelitian cara pengelolaan konflik yang

dilakukan oleh Badan Pertanahan

Nasional (BPN) Kabupaten Bintan

dengan pihak swasta PT. Sunny Mas

Prima Agung dengan masyarakat

setempat (Toapaya Utara) melalui

Lembaga mediasi,maka dapat

disimpulkan bahwa :

1. Menurut pasal 1 ayat (7) Peraturan

Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun

2008, mediasi adalah cara

Page 16: KONFLIK PERTANAHAN dalam menyelesaikan konflik sengketa ...repository.umrah.ac.id/677/1/JURNAL.pdf · melalui lembaga mediasi Badan Pertanahan Nasional biasanya didasarkan dua prinsip

penyelesaian sengketa melalui

proses perundingan untuk

memperoleh kesepakatan para pihak

dengan dibantu oleh mediator.

2. Mediasi adalah satu diantara sekian

banyak Alternatif Penyelesaian

Sengketa atau biasa dikenal dengan

istilah Alternative Dispute

Resolution (ADR). Mediasi

merupakan salah satu bentuk

penyelesaian sengketa di luar

pengadilan (non–litigasi) yang

merupakan salah satu bentuk dari

Alternatif Penyelesaian Sengketa

(APS) atau Alternative Dispute

Resolutions (ADR) akan tetapi dapat

juga berwujud mediasi peradilan

sebagaimana amanat Pasal 130 HIR

atau Pasal 154 Rbg.

3. Penerapan alternatif penyelesaian

konflik pertanahan melalui Mediasi

untuk mewujudkan kepastian hukum

di Badan Pertanahan Nasional RI

dilaksanakan oleh Seksi Sengketa,

Konflik dan Perkara di tingkat Kantor

Pertanahan, Bidang Pengkajian dan

Penanganan Sengketa dan Konflik

Pertanahan di tingkat Kantor Wilayah

Provinsi, dan Deputi Bidang

Pengkajian dan Penanganan Sengketa

dan Konflik Pertanahan di tingkat

pusat karena Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia

merupakan lembaga yang

mempunyai fungsi pelaksanaan

mediasi berdasarkan Peraturan

Presiden Nomor 10 Tahun 2006.

4. Peraturan yang digunakan sebagai

pedoman dalam melakukan mediasi

di bidang pertanahan adalah

Peraturan Kepala Badan Pertanahan

No. 3 Tahun 2011 Tentang

Pengelolaan Pengkajian Dan

Penanganan Kasus Pertanahan

sebagai penjabaran Pasal 23

Peraturan Presiden No. 10 Tahun

2006 jo. Pasal 345 Peraturan

KepalaBadan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia Nomor 3 Tahun

2006. Dari data yang didapat, di

Indonesia sejumlah sengketa dan

konflik pertanahan bisa diselesaikan

melalui mediasi dan mediasi bisa

diterapkan di hampir seluruh wilayah

Kabupaten Bintan.

5. Hasil penyelesaian konflik

persengketaan yang terjadi antara

pihak masyarakat (warga setempat)

toapaya utara dan pihak perusahaan

(PT Sunnymas Prima Agung) melalui

lembaga mediasi BPN Kabupaten

Bintan atas kesepakatan bersama

kedua belah pihak yang berkonflik,

menerima :

a. Kesepakatan atas kejelasan

sertifikat yang dikeluarkan sebagai

kebenaran secara formal, bahwa

lahan yang menjadi pemicu

konflik merupakan lahan

masyarakat yang dipergunakan

oleh perusahaan untuk kegiatan

usaha.

b. Keinginan Kebebasan yang

diharapkan oleh kedua belah pihak

yang berkonflik melalui lembaga

mediasi memberikan hasil positif,

dimana lahan masyarakat yang

telah dipakai oleh pihak

perusahaan akan dikembalikan.

Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU)

yang sudah diterbitkan oleh BPN

Kabupaten Bintan dulunya akan

dicabut. Pencabutan HGU ini

didasarkan atas lahan yang

digunakan perusahaan sudah tidak

dioperasikan kegiatan usahanya

selama 3 Tahun sebelumnya.

Keputusan ini diterima atas

kesepakatan bersama kedua belah

pihak dan atas dasar peraturan

yang berlaku dalam permasalahan

Agraria.

6. Penerapan penyelesaian konflik

pertanahan melalui Lembaga

Mediasi, atas kesepakatan bersama

kedua belah pihak yang menunjuk

BPN Kabupaten Bintan sebagai

mediator dalam pengelolaan

penyelesaian konflik persengketaan

memberikan hasil yang positif dan

Page 17: KONFLIK PERTANAHAN dalam menyelesaikan konflik sengketa ...repository.umrah.ac.id/677/1/JURNAL.pdf · melalui lembaga mediasi Badan Pertanahan Nasional biasanya didasarkan dua prinsip

tidak ada merugikan kedua belah

pihak.

7. Mediasimemberikankepadaparapiha

kperasaankesamaankedudukandanu

payapenentuanhasilakhirperundinga

ndicapaimenurutkesepakatanbersam

atanpatekananataupaksaan

B. Saran

Secara prinsip bentuk

penyelesaian Konflik dengan

menggunakan lembaga mediasi adalah

merupakan terjemahan dari Karakter

budaya bangsa Indonesia yang selalu

mengedepankan semangat kooperatif.

Semangat Kooperatif sudah mengakar

sehingga nuansa musyawarah selalu

dihadirkan dalam setiap upaya

menyelesaikan setiap sengketa dalam

masyarakat melalui upaya musyawarah

untuk mencapai mufakat. Adapun saran

yang dapat diberikan adalah :

1. Diharapkan Badan Pertanahan

Nasional (BPN) Kabupaten Bintan

sebagai Aparatur Negara yang

menangani masalah Agraria dapat

meningkatkan kinerja dengan

wewenang yang dimiliki.

2. Diharapkan sebagai Lembaga

mediasi BPN Kabupaten Bintan,

dapat menjalani tugas dan fungsinya

sebagaimana mestinya guna

mewujudkan kesejahteraan rakyat.

3. Diharapkan bagi Pihak perusahaan

untuk lebih memahami masalah

sertifikat yang dikeluarkan oleh

Pihak BPN atas Hak Lahan.

4. Diharapkan Masyarakat Setempat,

khususnya warga Toapaya Utara

lebih berhati-hati dan mampu

memahami hak atas lahan yang

dimiliki.

DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku :

Adurrasyid, Priyatna, 2002. Arbitrase &

Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Jakarta: Fikahati Aneska

Arianto, Suharsini, 2006. Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik.Jakarta : Rineka Cipta

Davey, K.J Pembiayaan Pemerintah Daerah

– Praktek Internasional dan

Relevansinya Bagi Dunia Ketiga

(terjemahan). Jakarta : UI Press

Fauzan, Ali, (2010), Implementasi PP

Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa

Terkait Dengan Peran BPD Dalam

Menyusun Dan Menetapkan

Peraturan Desa Menyusun Dan

Menetapkan Peraturan Desa, Tesis,

Universitas Diponegoro. Semarang.

Handoko, T. Hani, 2003.Manajemen Edisi

Kedua. Yogyakarta : BPEE

Hamdi, Muchlis, 2002, Bunga Rampai

Pemerintah. Jakarta : Yarsif

Eatampone

Kreitner, Robert dan Kanicki, Angelo.

2005. Perilaku Organisasi, Buku 2,

Edisi 5 (Terjemahan). Jakarta :

Salemba Empat.

Labolo Mahadam, 2013.Memahami Ilmu

Pemerintahan Suatu Kajian Teori

Konsep dan Pengembangannya.

Jakarta : Rajawali Pers.

Moleong, Lexy. 2007. Metodologi

Penelitian Kualitatif. Bandung : PT.

Remaja Rosdakaya.

March, James G Dan Simon Herbert A.

1958. Organization, Jhon Wiley &

Sans. New York (Dalam Ndaraha,

Taliziduhu. 2011. Kybernologi Il,u

Pmerintahan Baru). Jakarta : Rhineka

Cipta.

Ndara, Taliziduhu, 2011.Kybernologi Ilmu

Pemerintahan Baru I. Jakarta :

Rhineka Cipta.

Page 18: KONFLIK PERTANAHAN dalam menyelesaikan konflik sengketa ...repository.umrah.ac.id/677/1/JURNAL.pdf · melalui lembaga mediasi Badan Pertanahan Nasional biasanya didasarkan dua prinsip

Soemardjono, Maria S.W. 2001.

Kebijakan: Antara Regulasi dan

Implementasi, Jakarta : Kompas

Sunyoto, Danang Dan Buhanudin,

2015.Teori Perilaku Keorganisasian.

Yogyakarta : CAP (center of

academik publishing service)

Suparman, Erman, 2004. Kitab Undang-

undang PTUN ( Peradilan Tata

Usaha Negara ), Bandung :

Fokusmedia.

Syarief, Elza, 2014. Menuntaskan Sengketa

Tanah Melalui Pengadilan Khusus

Pertanahan, Jakarta : PT. Gramedia.

Wijaya, Gunawan, 2001. Alternatif

Penyelesaian Sengketa, Jakarta : PT.

Raja Grafindo Persada.

Winardi. J. 2007. Motivasi dan

Promotivasian. Jakarta : Penerbit

Raja Grafindo Persad

Dokumen-Dokumen :

Keputusan Menteri Pendagunaan Aparatur

Negara Nomor 63 Tahun 2003

Tentang Pedoman Umum

Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Keputusan Kepala Badan Pertanahan

Nasional Tentang Layanan Rakyat

untuk Sertipikat Tanah No : 18 tahun

2009.

Keputusan Kepala BPN-RI Nomor 34

Tahun 2007 tentang petunjuk teknis

penanganan dan penyelesaian

masalah pertanahan.

Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 3 Tahun

2011 Tentang Pengelolaan

Pengkajian Dan Penanganan Kasus

Pertanahan

Peraturan Presiden RI Nomor 10 Tahun

2006 Tentang BPN-RI.

Undang-undang Dasar 1945.

Undang-undang Nomor : 25 Tahun 2009

Tentang Pelayanan Publik

UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Arbitrase

dan Arternatif Penyelesaian Sengketa