Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang...

13
1 Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Penelitian ini hendak membahas pelaksanaan putusan pengadilan yang berkuatan hukum tetap ( studi kasus putusan Pengadilan Negeri Pemalang No. 08/Pdt.G/2003/PN.Pml). khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan eksekusi putusan tersebut. Mengingat bahwa ada mengenai putusan Pengadilan yang sudah memepunyai kekuatan hukum tetap akan tetapi dalam eksekusinya tidak dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang- orang sebagai anggota suatu masyarakat dan bertujuan mengadakan tata tertib diantara anggota-anggota masyarakat itu. Ini berarti, bahwa anasir-hukum baru dapat dianggap ada, apabila suatu tingkah laku seorang sedikit banyak menyinggung atau mempengaruhi tingkah laku dan kepentingan orang lain. 1 Dapat dikatakan jika hukum memiliki andil dalam melaksanakan suatu proses yang dimana proses tersebut adalah keadilan untuk masyarakat yang membutuhkan. Keberadaan tanah semakin penting sehubungan dengan makin tingginya pertumbuhan penduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan yang menyebabkan kebutuhan akan tanah juga semakin meningkat, sementara di pihak lain persediaan akan tanah relatif sangat terbatas. Ketimpangan antara pesatnya peningkatan kebutuhan manusia akan tanah dengan keterbatasan ketersediaan tanah sering menimbulkan benturan kepentingan di tengah-tengah masyarakat. Terjadinya benturan kepentingan menyangkut sumber daya tanah tersebutlah yang dinamakan masalah pertanahan. Masalah pertanahan juga ada yang menyebut sengketa atau 1 Wirjono Prodjodikoro. “ Azas-azas Hukum Perjanjian”, Mandar Maju, Bandung. 2000 hal. 7.

Transcript of Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang...

Page 1: Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14629/1/T1_312012012_BAB I.pdf · 2 konflik pertanahan. Istilah sengketa sendiri lebih sering digunakan

1

Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Penelitian ini hendak membahas pelaksanaan putusan pengadilan yang

berkuatan hukum tetap ( studi kasus putusan Pengadilan Negeri Pemalang No.

08/Pdt.G/2003/PN.Pml). khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan eksekusi

putusan tersebut. Mengingat bahwa ada mengenai putusan Pengadilan yang sudah

memepunyai kekuatan hukum tetap akan tetapi dalam eksekusinya tidak dapat

berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-

orang sebagai anggota suatu masyarakat dan bertujuan mengadakan tata tertib

diantara anggota-anggota masyarakat itu. Ini berarti, bahwa anasir-hukum baru

dapat dianggap ada, apabila suatu tingkah laku seorang sedikit banyak

menyinggung atau mempengaruhi tingkah laku dan kepentingan orang lain.1 Dapat

dikatakan jika hukum memiliki andil dalam melaksanakan suatu proses yang

dimana proses tersebut adalah keadilan untuk masyarakat yang membutuhkan.

Keberadaan tanah semakin penting sehubungan dengan makin tingginya

pertumbuhan penduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan yang menyebabkan

kebutuhan akan tanah juga semakin meningkat, sementara di pihak lain persediaan

akan tanah relatif sangat terbatas. Ketimpangan antara pesatnya peningkatan

kebutuhan manusia akan tanah dengan keterbatasan ketersediaan tanah sering

menimbulkan benturan kepentingan di tengah-tengah masyarakat. Terjadinya

benturan kepentingan menyangkut sumber daya tanah tersebutlah yang dinamakan

masalah pertanahan. Masalah pertanahan juga ada yang menyebut sengketa atau

1 Wirjono Prodjodikoro. “ Azas-azas Hukum Perjanjian”, Mandar Maju, Bandung. 2000 hal. 7.

Page 2: Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14629/1/T1_312012012_BAB I.pdf · 2 konflik pertanahan. Istilah sengketa sendiri lebih sering digunakan

2

konflik pertanahan. Istilah sengketa sendiri lebih sering digunakan dan ditemukan

dalam kepustakaan ilmu hukum, misalnya sengketa perdata, sengketa dagang,

sengketa keluarga, sengketa produsen dan konsumen, sehingga kata penyelesaian

sengketa lebih sering digunakan dalam lingkungan ilmu hukum.2

Timbulnya sengketa tanah bermula dari pengaduan suatu pihak

(orang/badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik

terhadap status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat

memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.3 Munculnya sengketa tanah di Indonesia beberapa waktu terakhir seakan

kembali menegaskan kenyataan bahwa negara masih belum bisa memberikan

jaminan hak atas tanah kepada rakyatnya. Undang Undang No 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Pokok Pokok Agraria atau lebih dikenal dengan sebutan Undang-

Undang Pokok Agraria ( UUPA ) baru sebatas menandai dimulainya era baru

kepemilikan tanah yang awalnya bersifat komunal berkembang menjadi

kepemilikan individual.

Konflik dalam pertanahan sering disebut dengan sengketa, menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia, sengketa merupakan segala sesuatu yang menyebabkan

perbedaan pendapat, pertikaian dan pembantahan.4 Timbulnya sengketa hukum

mengenai tanah berawal dari pengaduan suatu pihak (orang atau badan hukum)

yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik terhadap suatu

tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh

penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.5

Sifat permasalahan dari suatu sengketa secara umum ada beberapa macam, antara

lain :

1) Masalah yang menyangkut prioritas dapat ditetapkan sebagai

pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak, atau atas yang

belum ada haknya.

2 Syarifilani. “Hukum Keperdataan Analisis Hukum terhadap Sengketa Hak atas Tanah oleh Pengurus Besar Darud. 3Rusmadi Murad. Administrasi Pertanahan Edisi Revisi : Pelaksanaan Hukum Pertanahan dalam Praktek. CV Mandar Maju. Bandung. 2005. hal. 32. 4 Bernhard Limbong. “Konflik Pertanahan”, Pustaka Margaretha, Jakarta. 2012 hal. 624. 5 Rusmadi Murad. Penyelesaian Hukum Atas Tanah, Mandar Maju, Bandung. 1991 hal 22.

Page 3: Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14629/1/T1_312012012_BAB I.pdf · 2 konflik pertanahan. Istilah sengketa sendiri lebih sering digunakan

3

2) Bantahan terhadap sesuatu atas hak / bukti perolehan yang

digunakan sebagai dasar pemberian hak.

3) Kekeliruan/kesalahan pemberian hak yang disebabkan penerapan

peraturan yang kurang atau tidak benar.

4) Sengketa atau masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial

praktis.

Alasan yang sebenanya menjadi tujuan akhir dari sengketa bahwa ada pihak

lain yang lebih berhak dari yang lain (prioritas) atas tanah yang disengketakan, oleh

karena itu, penyelesaian sengketa hukum terhadap sengketa tersebut tergantung dari

sifat permasalahan yang diajukan dan prosesnya akan memerlukan beberapa tahap

tertentu sebelum di peroleh suatu keputusan

Hukum acara perdata dipergunakan untuk menjamin ditaatinya hukum

perdata materiil. Ketentuan hukum acara perdata pada umumnya tidak memberi hak

dan kewajiban yang seperti dijumpai dalam hukum perdata materil, tetapi

melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan kaidah hukum perdata

materiil yang ada, atau melindungi hak perseorangan. Karena pada hakekatnya

hukum acara perdata adalah hukum yang mengatur bagaimana caranya dijamin

ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim. Dengan kata lain

hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya

mengajukan tuntutan hak.

Lembaga peradilan (Pengadilan) adalah lembaga yang bertugas dan

berwenang untuk menyelesaikan perkara, baik perkara pidana maupun perkara

perdata. Sebagaimana ditegaskan oleh Undang-Undang 8 Tahun 2004 tentang

Peradilan Umum, Pasal 50 menegaskan bahwa : Pengadilan Negeri bertugas dan

berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara

perdata pada tingkat pertama. Khususnya dalam perkara perdata, lembaga peradilan

sebagai tempat pelarian terakhir pencari keadilan, maka jika diantara mereka timbul

persengketaan dan tidak dapat menyelesaikan sendiri, sehingga para pihak dapat

mengajukan perkara ke pengadilan, maka sudah menjadi tugas dan wewenang

Lembaga Peradilan (Pengadilan Negeri) untuk memeriksa, memutus dan

menyelesaikan setiap sengketa perdata yang diajukan oleh pihak-pihak yang

bersangkutan.

Page 4: Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14629/1/T1_312012012_BAB I.pdf · 2 konflik pertanahan. Istilah sengketa sendiri lebih sering digunakan

4

Suatu putusan Pengadilan dapat dieksekusi apabila putusan tersebut telah

memupnyai kekuatan hukum tetap ( in kracht van gewijsde). Dimaksud putusan

yang berkekuatan hukum tetap adalah putusan Pengadilan yang sudah tidak dapat

dilakukan upaya hukum lagi, baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum yang

luar biasa. Putusan pengadilan yang demikian akan mengikat para pihak yang

berperkara dan dapat dilaksanakan eksekusi terhadap putusan tersebut.

Setiap putusan haruslah dapat dieksekusi, karena tidak akan ada artinya jika

putusan tidak dapat dieksekusi, seperti diketahui bahwa putusan hakim itu sewaktu-

waktu akan menjadi putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van

gewijsde). Dalam Pasal 195 ayat (1) HIR atau Pasal 206 ayat (1) RBg, menjalankan

eksekusi terhadap putusan pengadilan mutlak hanya diberikan kepada instansi

peradilan tingkat pertama, yaitu Pengadilan Negeri.

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 Tentang Larangan

Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau Kuasanya, menyebutkan bahwa

“Dilarang memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah”6. Dari

ketentuan Pasal 2 tersebut jelas sekali bahwa pengokupasian yang dilakukan warga

tersebut yang menyerobot tanah orang lain tanpa izin yang berhak atau kuasanya

adalah suatu tindakan yang bertentangan dengan Undang-Undang yang berlaku

sebagaimana mestinya, tetapi dalam prakteknya masih ada saja sengketa pertanahan

yang terjadi karena adanya main serobot tanah yang bukan hak dan kuasanya.

Sebagaimanapun pemakaian tanah yang secara demikian

Tentang kepastian hukum hak atas tanah ini diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Kemudian sesuai

dengan dinamika dalam perkembangannya, peraturan pemerintah tersebut

disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah. Dalam peraturan pemerintah terbaru ini memang banyak

dilakukan penyederhanaan persyaratan dan prosedur untuk penyelenggaraan

pendaftaran tanah.

6 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasannya.

Page 5: Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14629/1/T1_312012012_BAB I.pdf · 2 konflik pertanahan. Istilah sengketa sendiri lebih sering digunakan

5

Oleh karena itu dalam perspektif ini, tanah selalu berhubungan dengan

orang dan badan hukum, yang sejatinya memerlukan kepastian hukum akan haknya

tersebut. Disamping itu diperlukan pula perlindungan hukum terhadap hak atas

tanah yang bersangkutan yaitu perlindungan terhadap hubungan hukumnya serta

perlindungan terhadap pelaksanaan haknya. Kepastian tentang letak dan batas-batas

tanah juga menjadi krusial, karena konflik pertanahan biasanya juga menyangkut

tanda batas tanah. Konklusinya adalah setiap hak atas tanah dituntut kepastian

mengenai subyek, obyek serta perlindungan hukum dan dalam pelaksanaan

kewenangan hak tersebut.

Salah satu identitas dari suatu negara hukum adalah memberikan jaminan

dan perlindungan hukum atas hak-hak warga negaranya. Sebagaimana diketahui

tujuan hukum ialah ketertiban, keadilan dan kepastian hukum termasuk di dalamnya

perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah. Dalam kehidupan manusia,

keberadaan tanah tidak akan terlepas dari segala perbuatan manusia itu sendiri,

sebab tanah merupakan tempat manusia untuk menjalankan dan melanjutkan

kehidupannya7

Selanjutnya sehubungan dengan tahap pelaksaan putusan tersebut, dalam

setiap yang hendak dijatuhkan oleh hakim dalam mengakhiri dan menyelesaiakan

suatu perkara, perlu memperhatikan tiga hal yang sangat esensial yaitu unsur

keadilan, unsur kemanfaatan dan unsur kepastian hukum.Apabila hakim telah

memeriksa suatu perkara yang diajukan kepadanya, maka ia harus menyusun

putusan dengan baik dan benar. Pada tahap pelaksanaan dari pada putusan ini, maka

akan diperoleh suatu putusan yang inkracht van gewijsde (berkekuatan hukum

tetap).

Terhadap putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut dapat dilanjutkan

pada tahap eksekusi bilamana pihak yang kalah tidak mau memenuhi isi putusan

dengan sukarela. Eksekusi atau pelaksanaan putusan ini dapat dijalankan apabila

sudah ada permohonan eksekusi dari pihak yang menang dalam putusan. Pada

dasarnya putusan hakim yang dapat dimohonkan eksekusi adalah putusan bersifat

7 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal.31

Page 6: Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14629/1/T1_312012012_BAB I.pdf · 2 konflik pertanahan. Istilah sengketa sendiri lebih sering digunakan

6

condemtoir, atau penghukuman. Eksekusi pada hakikatnya merupakan suatu upaya

hukum untuk merealisasi kewajiban pihak yang kalah dalam suatu perkara untuk

memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan pengadilan.

Namun, ada kalanya pelaksanaan eksekusi tidak dapat berjalan dengan

lancar. Banyak hambatan yang merintangi, baik yang berupa perlawanan fisik,

psikis dari pihak yang kalah yang sampai pada tidak terpenuhinya perintah

pemberian jaminan, yang ditetapkan hakim pada putusan uitvoerbaar bij voorraad

(putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu). Sehingga dapat menimbulkan

sengketa dan gugatan dari pihak lain.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik pada sebuah kasus yang terjadi

di Pengadilan Negeri Pemalang. Kasus ini berawal dari Eny Ester bin M.Z Zacheus

melawan Majelis Daerah VII Jawa Tengah Gereja Pantekosta Di Indonesia. Posisi

kasus :

Kasus ini bermula dari adanya sebidang tanah yang terletak di jalan teratai

nomor 12, Kelurahan Pelutan, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang, Jawa

Tengah Tanah. Bahwa diatas tanah tersebut didirikan gereja pada tahun 1960an dan

dihuni oleh MS Zacheus yang dipercaya untuk menempati tempat tersebut oleh

majelis daerah. .

Kemudian pada saat itu ada salah satu donator yang ingin memperluas

gereja tersebut yang dahulu luasnya 190m2 sekarang luasnya 560m2 dan akhirnya

membeli tanah pada tahun 1988 gereja tersebut berubah menjadi besar yaitu terdiri

dari gereja dan pastori.M.S Zacheus masih menjadi pendeta pada saat itu sampai

1990an.

Dalam transaksi jual beli tersebut ini tanah terdiri 3 bidang tanah

1. tanah pertama milik gereja dengan luas 190 M2,

2. tanah kedua sebidang tanah persil No. 137 d. II C No. 772 luas 205

M2 yang terletak di kelurahan Pelutan, Pemalang dengan sertifikat

Hak Milik No. 1004 atas nama Tan Kim Nio dengan harga sebesar

RP. 2.500.000 telah dibayar tunai pada tanggal 23 Agustus 1988 dan

uangnya diterima oleh Kristiadji selaku kuasa dari Tan Kim Nio, dan

Page 7: Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14629/1/T1_312012012_BAB I.pdf · 2 konflik pertanahan. Istilah sengketa sendiri lebih sering digunakan

7

3. tanah ketiga dengan luas tanah 165 M2 terletak di Kelurahan

Pelutan, Pemalang tercatat dalam sertifikat Hak Milik No. 33 atas

nama Keng Lin dengan harga sebesar Rp. 1.500.000 telah dibayar

tunai pada tanggal 23 Agustus1988 dan uangnya diterima oleh Keng

Lin sendiri.

Kemudian dalam transaksi jual beli diatas disaksikan dari pihak Gereja

Pantekosta di Indonesia dikuasakan kepada pendeta M.S Zacheus, sedangkan uang

untuk membayar kedua bidang tanah tersebut diatas adalah Uung Bintoro untuk

diwakafkan pada Gereja Pantekosta dimaksud jadi jumlah tanah-tanah aset gereja

seluruhnya adalah 560 M2, selanjutnya disertifikatkan dengan sertifikat Hak Milik

N0. 1885 atas nama Mohamad Sangid Zacheus dengan alasan gereja tidak dapat

memilik tanah dimaksud.

Setelah kejadian tersebut oleh pihak gereja tanah-tanah tersebut didirikan

bangunan antara lain : untuk perluasan kegiatan Jemaah dan 2 (dua) buah bangunan

rumah dinas Pastori untuk pendeta yang bertugas dalam memberikan pelayanan

kepada umatnya dengan fasilitas lengkap dan peralatan yang baik. Bahwa kemudian

oleh Mohamad Sangid Zacheus pendeta gereja tersebut sertifikat tanah di pecah

menjadi 2 (dua) sertifikat yaitu :

1. Sertifikat Hak Milik No. 1886 dengan luas kurang lebih 407

M2 sebagai pemegang hak adalah Mohamad Sangid

Zacheus.

2. Sertifikat No. 1887 dengan luas tanah kurang lebih 154 M2

dan sebagai pemegang hak adalah Mohamad Sangid

Zacheus ( Rumah Dinas Pastori yang ada di sebelah gereja

dan dfitempati oleh pendeta Mohamad Sangid Zacheus

beserta keluarganya).

Page 8: Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14629/1/T1_312012012_BAB I.pdf · 2 konflik pertanahan. Istilah sengketa sendiri lebih sering digunakan

8

Selanjutnya M.S Zacheus memberikan pandangan bagaimana kalau

sertifikat jangan atas nama MS Zacheus melainkan dirubah menjadi atas nama

Gereja Pantekosta Di Indonesia agar jemaat tidak bubar dan masukan pak Zacheus

tersebut diterima gereja sehingga ia akhirnya merubah dan mengalihkan dari atas

nama M.S Zacheus menjadi GPDI melalui notaris Liliek Sudarsono, S.H. Bahwa

setelah ganti kepengurusan timbul sengketa dari anak-anak M.S Zacheus yang

mempermasalahkan gereja tersebut. Karena Eny Ester anak dari M.S Zacheus dan

Ronny Rampen (suami dari Eny Ester seta menantu dari M.S Zacheus) menganggap

gereja tersebut adalah miliknya M.S Zacheus (ayah). Dalam hal ini yang

diperkarakan adalah mengenai sertifikat Hak Milik No. 1886 atas Mohamad Sangid

Zacheus.

Akhirnya Eny Ester memperkarakan masalah ini ke jalur hukum melalui

pengadilan. Dengan nomor perkara : No. 08/PdtG/2003/PN.Pml. Dari pihak

penggugatnya Eny Ester dan sebagai tergugat adalah Majelis Daerah VII Jawa

Tengah Gereja Pantekosta Di Indonesia. Dalam prosesnya Eny Ester dan suami

(Ronny) membuktikan bahwa gereja tersebut diakui sebagai warisan yang

ditinggalkan ayahnya. Kemudian hakim memenangkan tergugat karena bukti

otentik yang menyatakan sah milik gereja. Akhirnya Pengadilan Negeri Pemalang

memberikan putusan sebagai berikut: (1) mengabulkan gugatan Penggugat untuk

sebagian, (2) menyatakan bahwa para Tergugat yang menempati, menguasai dan

memakai tanah beserta bangunan permanen rumah pastori tingkat yang menjadi

satu dengan bangunan gereja pantekosta sebagaimana diuraikan dengan tanpa ijin

Majelis Daerah VII Jawa Tengah Gereja Pantekosta di Indonesia adalah perbuatan

melawan hukum, (3) menghukum para Tergugat atau siapapun juga yang menerima

hak dari padanya untuk segera mengosongkan dan menyerahkannya kepada

Penggugat dalam keadaan bebas yaitu 2 (dua) bidang tanah berikut bangunan

Pastori Gedung Gereja Pantekosta di Indonesia dalam keadaan sempurna.

Dalam hal ini pihak Eny Ester yang kalah kemudian melanjutkan banding

ke Pengadilan Tinggi diSemarang dengan Putusan Nomor: 118/Pdt/2004/PT.Smg.

Tingkat banding Eny Ester tidak dapat membuktikan dengan bukti otentik yang

menyatakan bahwa tanah itu miliknya.Atas dasar putusan Pengadilan Tinggi

Nomor 118/Pdt/2004/PT.Smg, gereja mengajukan permohonan penetapan

Page 9: Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14629/1/T1_312012012_BAB I.pdf · 2 konflik pertanahan. Istilah sengketa sendiri lebih sering digunakan

9

pelaksanaan berita acara eksekusi ke Pengadilan Negeri Pemalang pada tanggal 19

April 2005. Kemudian Panitera Pengadilan Negeri Pemalang atas perintah Ketua

Pengadilan Negeri Pemalang melakukan eksekusi tersebut dengan surat

penetapannya yaitu tertanggal, 08 April 2005 dengan adanya Nomor:

02/Pdt.Eks/2005/PN.Pml, dalam perkara perdata Nomor: 08/Pdt.G/2003/PN.Pml.

Dengan dihadiri dua saksi yang telah dewasa dan cakap dilaksanakan

penetapan Nomor: 02/Pdt.Eks/2005/PN.Pml. Dari informasi berita acara eksekusi

dan penetapan ini pegawai Pengadilan Negeri Pemalang telah datang ke lokasi

tanah obyek sengketa di Kelurahan Pelutan Kecamatan Pemalang Kabupaten

Pemalang guna melaksanakan putusan pengadilan Negeri Pemalang tertanggal 2

Oktober 2003 Nomor: 08/Pdt.G2003/PN.Pml Jo. Putusan Pengadilan Tinggi

Semarang tertanggal 30 Agustus 2003 Nomor: 118/Pdt/2004/PT.Smg yang telah

berkekuatan hukum tetap karena para pihak yang berperkara tidak mengajukan

upaya hukum kasasi dalam tenggang waktu sebagaimana ditetapkan dalam undang-

undang.

Para tergugat (Eny) / Para Pembanding / Para Termohon Eksekusi tidak mau

melaksanakan dengan sukarela dan tetap membangkang serta tidak bersedia

melakukan pengosongan dan menyerahkan atas obyek sengketa tersebut kepada

Penggugat/Terbanding/Pemohon Eksekusi. Tindakan aparat dalam hal ini yang

dibantu oleh petugas-petugas dari kepolisian Sektor Pemalang, Koramil Pemalang,

Kepala Wilayah Kecamatan dan Kepala Kelurahan Pelutan telah memaksa Para

Termohon Eksekusi untuk mengosongkan dan menyerahkan obyek sengketa.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis terdorong ingin meneliti

tentang bagaimana hukum yang berlaku di Indonesia memberikan jalan keluar

(solusi) atas putusan Pengadilan Negeri Pemalang yang telah berkekuatan hukum

tetap atas objek sengketa tanah, karena bila dicermati bahwa polemik yang

ditimbulkan oleh putusan tersebut telah mempermainkan rasa keadilan para pihak

dan tidak terwujudnya tiga hal yang menjadi tujuan dari proses penegakan hukum

yaitu unsur keadilan, unsur kemanfaatan dan unsur kepastian. Dalam kenyatannya

Page 10: Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14629/1/T1_312012012_BAB I.pdf · 2 konflik pertanahan. Istilah sengketa sendiri lebih sering digunakan

10

yang ada pihak majelis daerah tetap tidak bisa menempati gereja tersebut

dikarenakan diancam serta diteror. Maka dari itu disini kurang adanya perlindungan

hukum yang diberikan.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka penulis tertarik untuk menyajikan

penulisan hukum dengan judul PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN

YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP (STUDI KASUS

PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PEMALANG NO.

08/Pdt.G/2003/PN.Pml)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang sebelumnya, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah :

1. Apa kendala dalam pelaksanaan putusan Pengadilan Negeri Pemalang

Nomor: 08/Pdt.G/2003/PN.Pml ?

2. Tindakan hukum yang dapat diambil gereja agar dapat menempati dan

memanfaatkan tanah tersebut ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun beberapa tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kendala dalam pelaksanaan putusan Pengadilan Negeri

Pemalang No. 08/Pdt.G/2003/PN.Pml

2. Untuk memberikan solusi tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh

gereja agar dapat menempati dan memanfaatkan tanah tersebut

D. Manfaat Penelitian

Penulisan penelitian diharapkan memberikan manfaat :

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan bagi perkembangan

ilmu hukum, khususnya mengenai sebuah putusan Pengadilan Negeri yang

mempunyai kekuatan hukum tetap

Page 11: Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14629/1/T1_312012012_BAB I.pdf · 2 konflik pertanahan. Istilah sengketa sendiri lebih sering digunakan

11

.

2. Secara Praktis

Memberikan pengetahuan kepada masyarakat agar dapat memahami akan

hak2nya sebagai pemegang hak atas tanah.

E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis

dan kontruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten.

Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah

berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang

bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.

Berdasarkan uraian diatas, maka metode penulisan yang digunakan penulis

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian hukum ini adalah jenis deskripti

yang akan menjelaskan tentang pelaksanaan putusan Pengadilan Negeri

Pemalang No. 08/Pdt.G/2003/PN.Pml yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap, serta kendala-kendala yang muncul dalam pelaksanaan

putusan tersebut.

2. Pendekatan

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode pendekatan empiris. Melaluipendekatan ini akan dipaparkan secara

detail tentang fakta yang terjadi pada saat pelaksanaan Putusan Pengadilan

Negeri Pemalang Nomor 08/Pdt.G/2003/PN.Pml. Dengan hasil pemaparan

tersebut dapat diketahui kendala – kendala yang ada pada saat pelaksanaan

putusan pengadilan tersebut. Dari paparan tersebut akan nampak perilaku

pihak yang terkait dalam pelaksanaan putusan.

Page 12: Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14629/1/T1_312012012_BAB I.pdf · 2 konflik pertanahan. Istilah sengketa sendiri lebih sering digunakan

12

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini

dilakukan dengan :

1. Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara metode

interview atau wawancara dengan advokat, saksi, dan tokoh

masyarakat mengenai pelaksanaan putusan eksekusi tersebut

oleh Pengadilan Negeri Pemalang No.08/Pdt.G/2003/PN.Pml

yang terjadi. Dalam hal ini sebagai nara sumber adalah :

a. pendeta Pdt Hengky Tohea S.Th

b. panitera Pengadilan Negeri Pemalang

c. saksi yaitu Uung Bintoro selaku Donatur.

d. Tokoh masyarakatn yakni ketua RT setempat yang

hadir saat proses eksekusi dilakukan

2. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan teknik

Library Research, yaitu mempelajari literature ilmu hukum

yang berkaitan dengan permasalahan. Data sekunder terdiri

dari bahan hukum primer yaitu:

a. Undang-Undang No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria,

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

c. UU No 51 PRP Tahun 1960 Tentang Larangan

Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya,

d. HIR.

4. Sistematika Penulisan

Bab I merupakan pendahuluan yang berisi mengenai latar belakang

masalah yang mempaparkan isu penelitian yaitu mengenai pelaksanaan

putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap Selain itu juga

Page 13: Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14629/1/T1_312012012_BAB I.pdf · 2 konflik pertanahan. Istilah sengketa sendiri lebih sering digunakan

13

memaparkan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

metode penelitian.

Bab II merupakan tinjuan pustaka, hasil penelitian dan pembahasan.

Pada bab ini diuraikan sekilas mengenai pengertian eksekusi, macam-

macam eksekusi, tata cara pelaksanaan eksekusi yang dilakukan. Serta soal

perlindungan hukum yang diberikan terhadap pemegang hak atas tanah

yang sah. Disamping itu akan dipaparkan tentang kasus penelitian dan

analisisnya

Bab III merupakan bab penutup yang berisi mengenai kesimpulan

yang menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian.