PRINSIP PERTUMBUHAN BAKTERI

download PRINSIP PERTUMBUHAN BAKTERI

of 56

Transcript of PRINSIP PERTUMBUHAN BAKTERI

PRINSIP PERTUMBUHAN BAKTERIFiled under: Mikrobiologi Laju Pertumbuhan Bakteri Istilah pertumbuhan bakteri lebih mengacu kepada pertambahan jumlah sel bukan mengacu kepada perkembangan individu organisme sel. Bakteri memiliki kemampuan untuk menggandakan diri secara eksponensial dikarenakan sistem reproduksinya adalah pembelahan biner melintang, dimana tidap sel membelah diri menjadi dua sel. Selang waktiu yang dibutuhkan sel untuk membelah diri disebut dengan waktu generasi. Tiap spesies bakteri memiliki waktu generasi yang berbeda-beda, seperti Escherichia coli, bakteri umum yang dijumpai di saluran pencernaan dan di tempat lain, memiliki waktu generasi 15-20 menit. Hal ini artinya bakteri E. coli dalam waktu 15-20 menit mampu menggandakan selnya menjadi dua kali lipat. Misalnya pada suatu tempat terdapat satu sel bakteri E. coli, maka ilustrasinya dapat berlangsung sebagai berikut Tabel 2 : Contoh Pembelahan biner Bakteri tiap 15 menit 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 1 sel 2 sel 4 sel 8 sel 16 sel 32 sel 64 sel 128 sel 256 sel 512 sel 0 1 2 3 4 5 2 2 2 2 2 2 26 27 28 29 Hal ini menunjukkan hubungan antara pertambahan sel dengan waktu adalah berbentuk geometrik eksponensial dengan rumus 2n. Jadi, bakteri E. coli dalam waktu 10 jam berkembang dari satu sel menjadi 1,091012 sel atau lebih dari 1 triliun sel. Sekarang bagaimana apabila jumlah sel awal lebih dari 1 sel??? Kurva Pertumbuhan Bakteri Apabila satu bakteri tunggal (seperti E. coli di atas) diinokulasikan pada suatu medium dan memperbanyak diri dengan laju yang konstan/tetap, maka pada suatu waktu pertumbuhannya akan berhenti dikarenakan sokongan nutrisi pada lingkungan sudah tidak memadai lagi, sehingga akhirnya terjadi kemerosotan jumlah sel akibat banyak sel yang sudah tidak mendapatkan nutrisi lagi. Hingga akhirnya pada titik ekstrim menyebabkan terjadinya kematian total bakteri. Kejadian di atas apabila digambarkan dalam bentuk kurva adalah sebagaimana di bawah.

Gambar 4 : Kurva Pertumbuhan Bakteri

Kurva di atas disebut sebagai kurva pertumbuhan bakteri. Ada empat fase pada pertumbuhan bakteri sebagaimana tampak pada kurva, yaitu : Tabel 3 : Ciri dan Fase pada Kurva Pertumbuhan Fase Pertumbuhan Ciri Lag (lambat) Tidak ada pertumbuhan populasi karena sel mengalami perubahan komposisi kimiawi dan ukuran serta bertambahnya substansi intraseluler sehingga siap untuk membelah diri. Logaritma atau eksponensial Sel membela diri dengan laju yang konstan, massa menjadi dua kali lipat, keadaan pertumbuhan seimbang. Stationary (stasioner/tetap) Terjadinya penumpukan racun akibat metabolisme sel dan kandungan nutrien mulai habis, akibatnya terjadi kompetisi nutrisi sehingga beberapa sel mati dan lainnya tetap tumbuh. Jumlah sel menjadi konstan. Death (kematian) Sel menjadi mati akibat penumpukan racun dan habisnya nutrisi, menyebabkan jumlah sel yang mati lebih banyak sehingga mengalami penurunan jumlah sel secara eksponensial. Pengetahuan akan kurva pertumbuhan bakteri sangat penting untuk menggambarkan karakteristik pertumbuhan bakteri, sehingga akan mempermudah di dalam kultivasi (menumbuhkan) bakteri ke dalam suatu media, penyimpanan kultivasi dan penggantian media.http://rachdie.blogsome.com/2006/10/14/prinsip-pertumbuhan-bakteri/

Mikrobiologi (pendahuluan)Februari 18, 2008 Iqbal Ali Tinggalkan komentar Go to comments

7 Votes

Mikrobiologi merupakan cabang ilmu biologi yang khusus mempelajari jasad-jasad renik. Mikrobiologi berasal dari bahasa yunani (micros: kecil, bios: hidup, dan logos: pengetahuan) sehingga secara singkat dapat diartikan bahwa mikrobiologi adalah ilmu yang

mempelajari tentang makhluk-makhluk hidup yang kecil-kecil. Makhluk-makhluk hidup yang kecil-kecil tersebut disebut juga dengan mikroorganisma, mikrobia,mikroba, jasad renik atau protista. Beberapa aspek yang dibahas dalam mikrobiologi, anatara lain mengkaji tentang 1. karakteristik sel hidup dan bagaimana mereka melakukan kegiatan 2. karakteristik mikroorganisme, suatu kelompok organisme penting yang mampu hidup bebas, khususnya bakteri. 3. keanekaragaman dan evolusi, membahas perihal bagaimana dan mengapa muncul macam-macam mikroorganisme. 4. keberadaan mikroorganisme pada tubuh manusia, hewan dan tumbuhan. 5. peranan mikrobiologi sebagai dasar ilmu pengetahuan biologi 6. bagaimana memahami karakteristik mikroorganisme dapat membantu dalam memahami proses-proses biologi organisme yang lebih besar termasuk manusia. Mikroorganisma tidak dapat dipisahkan dengan lingkungan biotic maupun lingkungan abiotik dari suatu ekosistem karena berperan sebagai pengurai. Oleh karena itu organisme yang hidup di dalam tanah berperan aktif dalam proses-proses pembusukan, humifikasi dan mineralisasi. Ada juga mikroorganisme tertentu yang dapat mengikat zat lemas (N) dari udara bebas sehungga dapat menyuburkan tanah. Dalam sejarah kehidupan, mikroorganisme telah banyak sekali memberikan peran sebagai bukti keberadaannya. Mulai dari pembentukan minyak bumi di dasar-dasar samudra sampai proses pembuatan tempe, semuanya merupakan pekerjaan mikroorganisme. Bukan Cuma itu, sekarang mikroorganisme telah digunakan dalam pembuatan antibiotika, berbagai bahan makanan, sampai pada teknik rekayasa genetika modern. Begitu banyak dan dominannya peranan mikroorganisme dalam kehidupan ini menjadi salah satu unsur dalam cakupan mikrobiologi. Dengan semakin majunya teknologi mikroskop, semakin mendukung perkembangan mikrobiologi, sehingga pembahasan tentang ilmu ini semakin luas dan mendalam. Bahkan mikrobiologi telah dibagi menjadi beberapa cabang, seperti mikrobiologi pertanian, mikrobiologi

kedokteran/medis, mikrobiologi lingkungan dan lain-lain. Pembagian ini bertujuan untuk mengakomodir perkembangan nikrobiologi yang pesat dan besarnya peranan serta mungkin dampak dari mikroorganime di dalam kehidupan. Mikrobiologi dalam kehidupan telah diterapkan di banyak sekali sektor kehidupan, yang paling mashur adalah di bidang pangan; pembuatan tempe, bir, tape, keju dan lain-lain, di bidang kedokteran; telah banyak dihasilkan berbagai jenis serum dan antibiotika dari mikrobia, di bidang lingkungan mikroba telah menjadi bahasan penting, dan banyak lagi di bidang-bidang lainnya. Cakupan mikrobiologi dalam kehidupan sangatlah luas, dikarenakan hampir semua sektor kehidupan melibatkan mikrobia di dalamnya, seperti yang telah dijelaskan di atas. semoga ini memjadi awalan untuk artikle-artikel tentang mikrobiologi, kami juga menharapkan bantuan dan koreksi jika saja disini terdapat banyak konsep-konsep yang kurang tepat atau tambhannya jika kurang lengkap!http://iqbalali.com/2008/02/18/mikrobiologi-pendahuluan/

http://blog.unila.ac.id/wasetiawan/files/2009/07/kultivasi-reproduksi-dan-pertumbuhan-bakteri.pdf

LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL

Transformasi Gen Resistensi Higromisin (hph) ke Kapang Monascus purpureus Mutan Albino melalui Mediasi Agrobacterium tumefaciens.

Oleh : Dr. Marlia Singgih Wibowo Tiana Milanda, M.Si Elin Julianti, M.Si.

Dibiayai melalui Proyek Penelitian Fundamental DP3M-DIKTI Surat perjanjian Nomor : 322/SP3/PP/DP2M/II/2006 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2006 2 HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Penelitian : Transformasi Gen Resistensi Higromisin (hph) ke Kapang Monascus purpureus Mutan Albino melalui Mediasi Agrobacterium tumefaciens

2. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap : Dr. Marlia Singgih Wibowo b. Jenis kelamin : Perempuan c. NIP : 131 835 237 d. Pangkat/Golongan : III D e. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala f. Sekolah : Farmasi g. Perguruan Tinggi : Institut Teknologi Bandung h. Pusat Penelitian : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Institut Teknologi Bandung 3. Jumlah Tim Peneliti : 3 orang 4. Lokasi Penelitian : Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Kimia Medisinal/Bioproses, Sekolah Farmasi ITB 5. Kerja Sama dengan Institusi Lain :6. Masa Penelitian : 10 bulan 7. Biaya yang Diperlukan : Rp. 15.000.000

Bandung, 28 September 2006 Mengetahui, Dekan Sekolah Farmasi ITB

Dr. Tutus Gusdinar NIP. 130 675 825 Ketua Peneliti,

Dr. Marlia Singgih Wibowo NIP. 131 835 237 Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian,

Prof. Dr. Emmy Suparka NIP. 130 515 659 3 RINGKASANMonascus purpureus merupakan jamur berfilamen yang memberikan warna merah kepada beras angkak. Jamur ini menghasilkan metabolit sekunder zat warna, monakolin K, sitrinin dan beberapa metabolit sekunder lain. Zat warna yang dihasilkan Monascus secara tradisional digunakan sebagai pewarna makanan dan pengawet daging. Monakolin K mempunyai aktivitas antihiperkolesterolemia. Sitrinin merupakan antibakteri terhadap bakteri Gram positif, namun bersifat karsinogen, teratogen dan merusak ginjal, sehingga pembentukannya perlu ditentukan agar beras angkak aman untuk dikonsumsi. Ketiga metabolit sekunder tersebut disintesis melalui alur yang sama yaitu alur biosintesis poliketida dari prekursor tetraketida. Informasi mengenai alur biosintesis poliketida pada kapang Monascus sangat terbatas, dikarenakan gen-gen yang terlibat belum diketahui. Jumlah kromosom, ukuran genom maupun kemungkinan mentransformasikan DNA asing ke kapang tersebut juga belum diketahui. Seluruh informasi ini diperlukan untuk memulai studi molekular gen-gen yang terlibat dalam biosintesis zat warna atau sitrinin dalam Monascus purpureus. Informasi sistem transformasi yang efisien merupakan informasi penting dalam penelitian awal rekayasa genetik untuk menghilangkan sitrinin. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem transformasi genetik menggunakan marka seleksi gen resistensi higromisin B (hph) dalam plasmid pUR5750 ke protoplas, miselium dan spora mutan albino Monascus purpureus ITBCC-HD-F002 dengan mediasi Agrobacterium tumefaciens LBA 1100.

Penelitian diawali dengan menguji konsentrasi hambat minimum (KHM)higromisin B terhadap Monascus purpureus ITBCC-HD-F002. Protoplas dibuat dengan menggunakan enzim pendegradasi dinding sel. Kultur Agrobacterium tumefaciens LBA 1100 yang mengandung plasmid disiapkan dari biakan muda dengan cara pengocokan. Transformasi dilakukan dengan kokultur antara protoplas, miselium dan spora Monascus purpureus ITBCC-HD-F002 dengan kultur Agrobacterium tumefaciens LBA 1100 yang mengandung plasmid pUR5750 dengan volume yang sama, kemudian diinkubasi pada medium LB padat dan medium YMP padat dengan suhu 250

C dan 280

C. Transforman diseleksi dengan menumbuhkan pada kertas saring diatas medium YMP padat mengandung higromisin B, kertas 4saring selanjutnya dipindahkan ke medium seleksi dengan posisi dibalik dan tanpa dibalik. Stabilitas transforman diuji dengan menumbuhkan sampai lima generasi berturut-turut pada medium mengandung higromisin B yang dilanjutkan pada medium yang mengandung higromisin B dengan konsentrasi dua kali lipat. Transforman dikarakterisasi dengan metoda polimerase chain reaction (PCR) dengan membandingkan pita-pita transforman dengan plasmid pUR5750 sebagai kontrol positif dan induk mutan albino Monascus purpureus sebagai kontrol negatif. DNA transforman dan Monascus purpureus ITBCC-HD-F002 diisolasi menggunakan prosedur standar kit pemurnian DNA genom Wizard. Proses PCR diawali dengan denaturasi pada suhu 950

C selama 4 menit, siklus yang terdiri dari denaturasi pada suhu 950

C selama 45 detik, hibridisasi pada suhu 600

C selama 1 menit dan pemanjangan fragmen DNA pada suhu 720

C selama 90 detik danpolimerisasi akhir selama 10 menit. Produk PCR dikarakterisasi menggunakan elektroforesis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi hambat minimum higromisin B terhadap Monascus purpureus ITBCC-HD-F002 adalah 10 g/ml medium. Protoplas yang diperoleh sebanyak 2,85 x 107

protoplas/ml. Agrobacteriumtumefaciens yang mengandung plasmid tumbuh baik melalui pengocokan. Transforman diperoleh hanya induk Monascus berupa protoplas. Transforman yang tumbuh berasal dari pemidahan kertas saring dengan posisi tidak dibalik, frekwensi transformasi yang diperoleh sebesar 350 koloni/107

protoplas dengan stabilitas transforman 53,8 % pada medium YMP padat mengandung higromisin B 50 g/ml.Keberhasilan transformasi terbukti dengan adanya gen hph pada transforman yang diperbanyak dengan PCR yang ditunjukkan dengan adanya pita yang identik dengan

pita dari plasmid pada elektroforegram.

5 PRAKATA Alhamdulillah, kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainyapenelitian dan penulisan laporan ini, namun hasil yang dilaporkan pada tulisan ini belum sepenuhnya sesuai dengan rencana yang tercantum pada proposal, dikarenakan terjadinya keterlambatan pengiriman pereaksi yang diperlukan untuk proses akhir (Southen blot) sehingga tidak dapat dilaporkan sampai pada waktunya. Atas kekurangan ini kami mohon maaf.

Selanjutnya kami berterimakasih pada Direktorat Pendidikan Tinggi melaluiProyek Penelitian Fundamental yang telah memberikan bantuan pada kami untuk melakukan penelitian ini. Kami juga berterimakasih pada LPPM ITB dan pihak Sekolah Farmasi ITB atas dukungan dan bantuan dalam penelitian ini.

6 DAFTAR TABELTabel

V.1 Hasil Penentuan KHM Higromisin B terhadap M. purpureus ITBCCHD-F002 ............................................................................................... 15 V.2 Hasil Transformasi Plasmid pUR5750 ke Sel M. purpureus ITBCCHD-F002 melalui Mediasi A. tumefaciens LBA1100) ....................... 17

7 DAFTAR GAMBARGambar

II.1 Kapang M. purpureus (A) di medium beras (beras angkak) (B) dimedium YMP (ekstrak ragi, ekstrak malt, epton, glukosa) ................. 2 II.2

Proses transformasi DNA dari sel donor ke sel penerima ................... 4 II.3 Transformasi T-DNA dari sel A. tumefaciens ke sel tanaman ............. 6 II.4 Skema plasmid Ti dari A. tumefaciens A. tumefaciens ......................... 7 II.5 Struktur molekul acetosyringone........................................................... 7 II.6 Struktur molekul higromisin B.............................................................. 10 II.7 Gen resistensi higromisin B (hph, higromisin fosfotranferase) dari E.coli .................................................................................................... 10 V.1 Hasil uji stabilitas transforman higromisin dari M. purpureus ITBCCHD-F002 ............................................................................................... 19 V.2

Elektroforegram hasil amplifikasi gen hph dalam sel M. purpureus

ITBCC- HD-F002 .................................................................................. 20

8 DAFTAR ISIHALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. i RINGKASAN ............ .......................................................................................... ii PRAKATA ................. .......................................................................................... iv DAFTAR TABEL ................................................................................................ v DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vi I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 2 III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ............................................... 12 IV. METODE PENELITIAN ............................ ............................................... 12 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 15 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 21

9 I. PENDAHULUAN Monascus purpureus adalah kapang berfilamen yang digunakan dalamfermentasi beras yang menghasilkan beras angkak. Produk fermentasi ini telah lama digunakan sebagai pewarna makanan, pengawet daging dan obat tradisional, terutama di daerah Cina Selatan, Jepang dan Asia Tenggara (Blanc et al. 1998). Dari beras angkak telah diisolasi berbagai metabolit sekunder, antara lain zat warna, zat antihiperkolesterolemia, asam-asam organik dan enzim (Pastrana et al., 1995 ; K. Lakrod et al., 2000).

Pada tahun 1977, Wong dan Bau mengisolasi senyawa antibakteri Monascusyang diberi nama monascidin A. Tetapi Blanc et al. (1995) menunjukkan senyawa tersebut adalah sitrinin, suatu senyawa karsinogenik, teratogenik dan nefrotoksik. Adanya sitrinin menyebabkan keraguan terhadap keamanan produk fermentasi Monascus (Blanc et al. 1998).

Berbagai cara dilakukan untuk menghasilkan produk Monascus yang bebassitrinin.Upaya-upaya tersebut dapat menghilangkan atau menekan jumlah sitrinin, tetapi produksi zat warna dan monakolin K juga menurun secara bermakna (Blanc et al., 1998). Hal ini disebabkan ketiga metabolit sekunder tersebut sama-sama disintesis melalui alur biosintesis poliketida, yang dikatalisis oleh multienzim poliketida sintase (PKS). Tetapi enzim-enzim maupun gen-gen pengkode PKS yang terlibat dalam alur biosintesis tersebut belum diketahui (Hajjaj et al. 1999).

Untuk memulai studi molekular terhadap enzim-enzim dan gen-gen PKS,diperlukan sistem transformasi genetik yang efisien untuk M. purpureus. Transformasi gen atau fragmen DNA dalam suatu vektor ke genom kapang berfilamen dapat dilakukan melalui mediasi bakteri Agrobacterium tumefaciens. Selanjutnya sel transforman diseleksi berdasarkan marka seleksi tertentu, baik berupa marka dominan (gen resistensi antibiotik) atau melalui skrining positif terhadap mutan auksotrof yang termutasi pada gen tertentu (S. Campoy et al., 2003).

Pada penelitian ini dilakukan pencarian sistem transformasi genetik yang efisien untuk M. purpureus mutan albino menggunakan marka gen resistensi higromisin (hph) melalui mediasi A. tumefaciens. Penggunaan mutan albino sebagai sel penerima dikarenakan kembalinya produksi zat warna dapat digunakan sebagai 10marka dalam studi molekuler gen-gen PKS yang terlibat dalam biosintesis zat warna, monakolin K dan sitrinin.

II. TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kapang Monascus purpureus

Monascus sp. adalah kapang berfilamen yang termasuk divisi Ascomycotina,kelas Ascomycetes, sub kelas Plectomycetidae, ordo Eurotiales dan famili Monascaceae. Salah satu spesiesnya, yaitu M. purpureus pertama kali diisolasi oleh Went (1895) dari beras angkak yang berasal dari Jawa, Indonesia (Blanc et al., 1998). Dari beras angkak ini telah diisolasi berbagai metabolit sekunder, antara lain zat warna, zat antihiperkolesterolemia, asam-asam organik dan enzim (Pastrana et al., 1995 ; K. Lakrod et al., 2000).

Gambar II.1. Kapang M. purpureus (A) di medium beras (beras angkak), (B) di medium YMP (ekstrak ragi, ekstrak malt, pepton, glukosa) Zat warna Monascus terdiri dari ankaflavine dan monascine (berwarnakuning), rubropunctatine dan monascorubrine (jingga) serta rubropunctamine dan monascorubramine (ungu). Seluruh zat warna Monascus larut dalam lemak dan pelarut organik, sedangkan bentuk kompleksnya larut dalam air. Zat warna ini sangat stabil terhadap pengaruh suhu, cahaya, oksigen, ion logam dan perubahan pH, sehingga dapat menggantikan zat warna sintetik pada makanan dan kosmetik (L. Pastrana et al., 1995; K. Lakrod et al., 2000).

Monascus juga menghasilkan beberapa zat antihiperkolesterolemia berupasenyawa statin, yang diberi nama monakolin J, K dan L. Senyawa yang paling potensial adalah monakolin K atau mevinolin atau lovastatin, yaitu senyawa

(A) (B) 11hipolipidemik yang menginhibisi kerja HMG-KoA reduktase. Enzim ini berperan dalam metabolisme HMG-KoA menjadi asam mevalonat (Blanc et al., 1998; Z. Hai, 1998; Keane, 1999 ).

Pada tahun 1977, Wong dan Bau mengisolasi zat antibakteri dari Monascus,yang diberi nama monascidin A. Penelitian Blanc et al. (1995) menunjukkan bahwa monascidin A adalah sitrinin, yaitu suatu senyawa mikotoksin yang bersifat karsinogenik, teratogenik dan nefrotoksik.

Adanya sitrinin dalam produk fermentasi Monascus menimbulkan keraguanakan keamanan zat warna Monascus dan Monakolin K. Berbagai cara telah dilakukan untuk menghasilkan produk fermentasi yang bebas sitrinin, antara lain fermentasi menggunakan galur alam yang tidak menghasilkan sitrinin, merekayasa kondisi fermentasi atau mendetoksifikasi produk akhir fermentasi. Upaya-upaya tersebut dapat menghilangkan atau menekan jumlah sitrinin, tetapi produksi zat warna dan monakolin K juga menurun secara bermakna (Blanc et al., 1998). Hal ini disebabkan ketiga metabolit sekunder tersebut sama-sama disintesis melalui alur biosintesis poliketida, yang dikatalisis oleh multienzim poliketida sintase (PKS).

Tetapi enzim-enzim maupun gen-gen pengkode PKS yang terlibat dalam alur biosintesis tersebut belum diketahui (Hajjaj et al. 1999).

Pada tahun 1985, More et al. meneliti alur biosintesis lovastatin (monakolin K) pada kapang Aspergillus tereus. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa lovastatin disintesis melalui alur biosintesis poliketida dari prekursor poli-ketoasil-KoA. Selanjutnya, Hajjaj et al. (1999) melakukan penelitian terhadap alur biosintesis sitrinin pada M. ruber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sitrinin dan zat warna juga diproduksi melalui alur biosintesis poliketida dari prekursor tetraketida. Seluruh reaksi dalam alur biosintesis tersebut dikatalisis

oleh multienzim poliketida sintase (PKS) (Blanc et al., 1998; Hajjaj et al., 1999). Beberapa spesies Penicillium dan Aspergillus juga menghasilkan sitrinin,tetapi dari prekursor pentaketida dan tidak memproduksi zat warna (Hajjaj et al., 1999). Informasi tersebut memberikan kemungkinan baru untuk mengembangkan strategi produksi zat warna dan monakolin K yang bebas sitrinin. Produksi sitrinin dapat dikendalikan secara spesifik melalui represi terhadap satu atau beberapa gen biosintesis sitrinin melalui teknik rekayasa genetik. Aplikasi teknik biomolekular ini

12memerlukan informasi tentang enzim-enzim maupun gen-gen PKS yang terlibat dalam alur biosintesis zat warna, monakolin K dan sitrinin (Blanc et al., 1998 ; Lakrod et al., 2000).

Untuk memulai studi molekular terhadap enzim-enzim dan gen-gen PKS,diperlukan sistem transformasi genetik yang efisien untuk M. purpureus. Transformasi gen atau fragmen DNA dalam suatu vektor ke genom kapang berfilamen dapat dilakukan melalui berbagai metode transformasi, seperti metode protoplas-polietilenglikol (PEG), elektroporasi maupun transformasi DNA yang dimediasi bakteri Agrobacterium tumefaciens. Selanjutnya sel transforman diseleksi berdasarkan marka seleksi yang digunakan, baik berupa marka seleksi dominan (gen resistensi antibiotik) atau melalui skrining positif terhadap mutan auksotrof yang termutasi pada gen tertentu (S. Campoy et al., 2003). II.2. Transformasi dan Kompetensi Sel

Transformasi DNA adalah proses pengambilan DNA asing dari lingkunganoleh sel penerima, yang menghasilkan sel transforman atau sel rekombinan. Ada 2 jenis transformasi, yaitu transformasi alami dan transformasi buatan. Pada transformasi alami, sel mengambil DNA asing dari lingkungan secara alami, karena memiliki sel yang kompeten. Kompetensi atau kemampuan sel mengambil DNA asing ini diregulasi oleh beberapa gen tertentu. Tetapi kebanyakan sel bakteri, mikroorganisme eukariot, sel tanaman dan sel hewan mempunyai sel non kompeten, sehingga harus diberi perlakuan khusus untuk menjadi sel kompeten dan ditransformasi melalui transformasi buatan (L. Snyder & W. Champness, 1997).

Gambar II.2 Proses transformasi DNA dari sel donor ke sel penerima ()

Sel donor

DNA bebas Sel penerima 13 DNA asing yang diambil oleh sel kompeten dapat berupa DNA bebas atauDNA sisipan dalam suatu vektor. Vektor-vektor yang membawa DNA tersebut terdiri dari plasmid, bakteriofaga dan kosmid (L. Snyder & W. Champness, 1997).

Plasmid adalah molekul DNA untai tunggal berbentuk sirkular berukuran 1kb sampai lebih dari 500 kb, yang merupakan DNA ekstrakromosomal. Setiap plasmid membawa sekuens origin of replication (ori), sehingga dapat bereplikasi secara mandiri tanpa tergantung pada kromosom. Kemampuan plasmid bereplikasi secara otonom, membuat molekul DNA ini digunakan sebagai vektor yang membawa DNA sisipan (T.A. Brown, 1995).

Plasmid yang digunakan dalam proses kloning harus merupakan vektorepisomal atau vektor integratif, yaitu vektor yang dapat terintegrasi ke salah satu kromosom sel penerima. Vektor-vektor integratif tersebut tersedia untuk berbagai spesies sel penerima, termasuk jamur berfilamen seperti Aspergillus nidulans dan Neurospora crassa (T.A. Brown, 1995).

Berbagai bakteri seperti Escerichia coli, Bacillus subtilis dan Agrobacteriumtumefasciens seringkali digunakan sebagai sel penerima. Plasmid yang digunakan pada transformasi DNA yang dimediasi A. tumefasciens, harus mempunyai ori E. coli maupun A. tumefasciens (shuttle cloning vector) (T.A. Brown, 1995).

Pada penelitian ini digunakan plasmid pUR5750 (15 kb), suatu plamid Ryang merupakan vektor biner E.coli-Agrobacterium yang membawa gen resistensi higromisin (hph) dari E. coli, yang diinsersikan diantara promoter gdp dan terminator trpC dari Aspergillus nidulans dan diapit oleh batas kiri dan batas kanan T-DNA. II.3 Transformasi DNA melalui mediasi Agrobacterium tumefaciens

Agrobacterium tumefaciens adalah bakteri berbentuk batang, Gram negatif,tidak berspora dan motil, yang umumnya ditemukan di permukaan akar (rizosfir) tanaman. Bakteri ini dapat menyebabkan crown gall tumour (tumor di daerah antara akar dan batang) pada berbagai tanaman dikotil, terutama dari keluarga mawarmawaran. Tumor ini diinduksi oleh proses transfer dan integrasi fragmen T-DNA (transferred DNA) dalam plasmid Ti (tumour inducing) dari sel A. tumefasciens ke ke genom sel tanaman (J. Deacon et al., 2003).

14

Plasmid Ti merupakan mega plasmid konjugatif berukuran 200-800 kb, yang mengandung daerah T-DNA sepanjang 12-24 kb. Di daerah T-DNA terdapat 2 tipe gen, yaitu gen-gen onkogenik yang mengendalikan biosintesis auksin dan sitokinin serta gen-gen yang mengendalikan biosintesis opin. Pada ujung 5 T-DNA terdapat sekuens batas kanan (right border), sedang pada di ujung 3 terdapat sekuens batas kiri (left border), yang keduanya tersusun dari unit berulang sepanjang 25 pb. Dalam

plasmid Ti, di luar T-DNA, terdapat gen-gen untuk katabolisme opin, gen-gen untuk transfer plasmid Ti dari bakteri ke bakteri dan dari bakteri ke sel tanaman (gen-gen vir). Proses transfer T-DNA dimediasi oleh protein yang dikode oleh gen-gen vir ini (B.R. Glick & J.J. Pasternak, 1994 ; de la Riva et al, 2004).

Proses transfer dan integrasi T-DNA dari sel A. tumefaciens ke sel tanamanberlangsung melalui beberapa tahap, yaitu kolonisasi bakteri, induksi sistem virulensi bakteri, pembentukan kompleks transfer T-DNA, transfer T-DNA dan integrasi TDNA ke genom sel tanaman (de la Riva et al, 2004 ). Gambar II.3 Transformasi T-DNA dari sel A. tumefasciens ke sel tanaman (J.

Deacon et al., 2003) 15 Gambar II.4 Skema plasmid Ti dari A. tumefasciens (B.R. Glick & J.J. Pasternak, 1994). A. tumefasciens, baik yang memiliki atau kehilangan plasmid Ti, akanbergerak ke situs luka pada jaringan tanaman sebagai respon terhadap senyawasenyawa fenolik, seperti acetosyringone maupun monosakarida tertentu yang dikeluarkan luka tanaman. Tetapi galur yang memiliki plasmid Ti akan merespon lebih kuat, karena adanya protein sensor transmembran dimerik yang spesifik, yaitu VirA (dikode gen virA) yang dapat mengenali acetosyringone pada konsentrasi sangat rendah (10-7

M) (J. Deacon et al., 2003)H3

CO OCH3

OH C CH3

O

Gambar II.5. Struktur molekul acetosyringone (B.R. Glick & J.J.Pasternak,

1994). Proses integrasi T-DNA akan mengaktifkan gen-gen pengkode produksisitokinin, auksin dan opin. Produksi auksin dan sitokinin akan mengganggu pertumbuhan normal sel tanaman dan menyebabkan terbentuknya crown gall tumour. Sedangkan opin merupakan sumber karbon dan sumber energi utama bagi A. tumefasciens (J. Deacon et al., ; B.R. Glick & J.J. Pasternak, 1994).

16 A. tumefasciens sering digunakan dalam pemuliaan tanaman (plant breeding),terutama pada tanaman dikotil. Gen asing diinsersikan ke dalam T-DNA pada plasmid Ti, lalu T-DNA dipotong, ditransfer dan berintegrasi ke genom sel tanaman bersama-sama gen sisipannya (J. Deacon et al., 2003). Tetapi untuk digunakan sebagai vektor kloning, plasmid Ti harus melalui beberapa proses rekayasa, yaitu penghilangan gen pengkode auksin, sitokinin, dan segmen-segmen DNA dalam plasmid Ti yang tidak diperlukan (temasuk gen-gen vir). Selanjutnya pada plasmid Ti harus memiliki polylinker (multiple cloning site), origin of replication dari E. coli dan gen marka seleksi (umumnya gen pengkode neomisin fosfotransferase, yang menyebabkan resistensi kanamisin) (B.R. Glick & J.J. Pasternak, 1994).Karena gen-gen vir dihilangkan, maka plasmid Ti hasil rekayasa tidakmampu mentransfer dan mengintegrasi daerah T-DNA ke sel penerima. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dilakukan 2 strategi (B.R. Glick & J.J. Pasternak, 1994), yaitu : 1.Strategi vektor binerGen asing dan gen marka seleksi disisipkan di daerah antara batas kiri dan batas kanan T-DNA secara in vitro, ditransformasi ke sel E. coli, lalu ditransfer ke sel A. tumefaciens memiliki plasmid Ti defektif (disarmed) melalui konjugasi. Plasmid Ti defektif adalah plasmid Ti memiliki gen-gen vir, tetapi kehilangan sebagian atau seluruh T-DNA.2. Strategi vektor kointegratifInsersi gen asing dan gen marka seleksi dilakukan secara in vitro dalam plasmid yang memiliki sebagian kecil T-DNA. Plasmid tersebut ditransformasi ke sel E coli, lalu dikonjugasikan ke sel A. tumefaciens yang memiliki plasmid Ti defektif. Proses konjugasi berlangsung dengan bantuan plasmid konjugatif pRK melalui prosedur triparental mating.Prosedur transformasi DNA melalui mediasi Agrobacterium dilakukandengan mengkokultur sel A. tumefasciens, yang membawa vektor-gen sisipan, dengan sel atau protoplas tanaman. Selanjutnya sel transforman diseleksi menggunakan medium pertumbuhan yang mengandung antibiotik tertentu, sedangkan sel bakteri dibunuh menggunakan antibiotik sefotaksim atau moksalatum. Sel transforman akan membentuk kultur jaringan, lalu beregenerasi menjadi tanaman17dewasa (B.R. Glick & J.J. Pasternak, 1994; J. Deacon et al., 2003). Kelebihan metode transformasi ini adalah menghasilkan efisiensi transformasi yang tinggi, dengan mengurangi jumlah kopi (copy number) transgen (de la Riva et al, 2004 ). II.4 Seleksi Sel TransformanSelain metode transformasi, pencarian suatu sistem transformasi sangattergantung pada adanya vektor-vektor kloning yang membawa marka seleksi tertentu untuk menyeleksi sel transforman. Ada 2 jenis marka seleksi yang umum digunakan pada kapang berfilamen, yaitu marka dominan (gen resistensi terhadap inhibitor metabolik atau antibiotik) serta marka yang menggunakan konversi mutasi auksotrof pada gen-gen tertentu (M.J. Daboussi et al., 1989; Woloshuk et al., 1989).Marka gen resistensi lebih sering digunakan dalam transformasi, karenabanyak galur kapang yang sensitif terhadap konsentrasi tertentu inhibitor metabolik atau antibiotik. Gen resistensi tersebut umumnya mengkode suatu enzim yang dapat menginaktifkan suatu antibiotik, sehingga transformasi gen tersebut ke sel kapang yang sensitif akan mengubahnya menjadi sel yang resisten (M.J. Daboussi et al., 1989 ; Woloshuk et al., 1989).Berbagai penelitian melaporkan penggunaan marka gen resistensi antibiotikhigromisin B pada kapang berfilamen. Higromisin B adalah antibiotik golongan aminoglikosida yang dihasilkan oleh Streptomyces hygroscopicus. Antibiotik ini dapat menginhibisi sintesis protein dengan mengganggu proses translokasi dan menyebabkan kesalahan translasi (mistranslation) pada ribosom 70S (Invivogen, 2004). Higromisin B direkomendasikan sebagai marka seleksi dan pemeliharaan sel transforman (genetic selection marker) pada konsentrasi 100-800g/mL (SigmaAldrich, 2004).18O OH O OH O HO NHCH3NH2HO OH O OH OH OH HC H3C NH2OHGambar II.6 Struktur molekul higromisin (Sigma-Aldrich, 2004) Keterangan : Formula empiris :C20H37N3O13, HCl BM = 527,52Resistensi terhadap higromisin disebabkan oleh adanya gen hph (higromisin B fosfotrasferase) dari E. coli sepanjang 1026 pb (Invivogen, 2004).181 atgaaaaagc ctgaactcac cgcgacgtct 241 gtcgagaagt ttctgatcga aaagttcgac agcgtctccg acctgatgca gctctcggag 301 ggcgaagaat ctcgtgcttt cagcttcgat gtaggagggc gtggatatgt cctgcgggta 361 aatagctgcg ccgatggttt ctacaaagat cgttatgttt atcggcactt tgcatcggcc 421 gcgctcccga ttccggaagt gcttgacatt ggggaattca gcgagagcct gacctattgc 481 atctcccgcc gtgcacaggg tgtcacgttg caagacctgc ctgaaaccga actgcccgct 541 gttctgcagc cggtcgcgga ggccatggat gcgatcgctg cggccgatct tagccagacg 601 agcgggttcg gcccattcgg accgcaagga atcggtcaat acactacatg gcgtgatttc 661 atatgcgcga ttgctgatcc ccatgtgtat cactggcaaa ctgtgatgga cgacaccgtc 721 agtgcgtccg tcgcgcaggc tctcgatgag ctgatgcttt gggccgagga ctgccccgaa 781 gtccggcacc tcgtgcacgc ggatttcggc tccaacaatg tcctgacgga caatggccgc 841 ataacagcgg tcattgactg gagcgaggcg atgttcgggg attcccaata cgaggtcgcc 901 aacatcttct tctggaggcc gtggttggct tgtatggagc agcagacgcg ctacttcgag 961 cggaggcatc cggagcttgc aggatcgccg cggctccggg cgtatatgct ccgcattggt 1021 cttgaccaac tctatcagag cttggttgac ggcaatttcg atgatgcagc ttgggcgcag 1081 ggtcgatgcg acgcaatcgt ccgatccgga gccgggactg tcgggcgtac acaaatcgcc 1141 cgcagaagcg cggccgtctg gaccgatggc tgtgtagaag tactcgccga tagtggaaac 1201 cgacgcccca gcactcgtcc gagggcaaag gaatagGambar II.7 Gen resistensi higromisin (hph, higromisin fosfotransferase) dari E.coli (Gene Bank, K01193) Setelah transformasi, dilakukan proses identifikasi sel transforman padamedium yang mengandung higromisin B. Hanya sel yang memiliki kontruksi plasmid-gen hph yang dapat tumbuh, sedangkan sel non transforman tidak dapat19tumbuh. Selanjutnya dilakukan deteksi gen tersebut dalam genom sel transforman melalui metode deteksi tertentu (de la Riva et al, 2004 ).II.5 Deteksi Gen Marka Seleksi dalam Sel TransformanDeteksi vektor-gen sisipan dalam sel transforman dapat dilakukan denganmengampilifikasi sebagian atau seluruh vektor-gen sisipan secara in vitro melalui metode Polymerase Chain Reaction (PCR). PCR adalah proses amplifikasi DNA menggunakan sepasang primer yang memiliki urutan basa yang komplementer terhadap urutan basa tertentu pada vektor-gen sisipan. Primer-primer tersebut diperpanjang oleh enzim DNA polimerase, menggunakan monomer-monomer deoksinukleotida trifosfat (dNTP) (Newton & Graham, 1984).Melalui metode PCR, amplifikasi fragmen DNA dapat dilakukan secaracepat, spesifik dan tidak memerlukan jumlah dan kualitas cetakan DNA yang tinggi. Pada kapang berfilamen, cetakan DNA berupa DNA yang diisolasi dari spora atau miselium, baik dari biakan segar, biakan beku atau dari herbarium. Tetapi tidak ada protokol PCR yang dapat diterapkan pada setiap sampel, sehingga setiap aplikasi PCR memerlukan tahap optimasi (Newton & Graham, 1984)Amplifikasi dilakukan melalui inkubasi komponen-komponen reaksi PCRdalam alat Thermalcycer selama beberapa siklus PCR. Setiap siklus terdiri dari tahap denaturasi (pemisahan untai ganda DNA menjadi untai tunggal), tahap hibridisasi (penempelan primer pada urutan basa yang komplementer) serta tahap elongasi/polimerisasi (perpanjangan rantai DNA). Jumlah siklus PCR ditentukan oleh panjang cetakan DNA yang diamplifikasi. Setelah sejumlah x cetakan DNA diamplifikasi selama n siklus, maka dihasilkan (2n-2n)X amplikon (Newton & Graham, 1984). Siklus PCR biasanya diawali denaturasi awal pada suhu 93 C selama 3 menit, dilanjutkan tahap denaturasi pada suhu 90-95 C selama 30 detik. Pada tahaphibridisasi, primer akan menempel pada urutan DNA komplementer pada suhu 4046C. Sedangkan tahap elongasi untai DNA berlangsung pada suhu 70-75C, denganwaktu inkubasi yang tergantung pada panjang DNA yang diamplifikasi (Newton & Graham, 1984).20III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIANPenelitian ini bertujuan untuk memperoleh metode transformasi gen resistensihigromisin B (hph) dalam plasmid pUR5750 ke genom kapang M. purpureus mutan albino melalui mediasi Agrobacterium tumefasciens LBA1100, yang menghasilkan sel transforman yang stabil. Hasil penelitian ini merupakan suatu sistem transformasi genetik untuk kapang M. purpureus, yang diperlukan untuk mengkarakterisasi gengen PKS yang terlibat dalam biosintesis zat warna, Monakolin K dan sitrinin.Jika gen-gen biosintesis ini telah dikarakterisasi, maka satu atau beberapa gendapat dinonaktifkan untuk memperoleh galur M. purpureus non produksi sitrinin. Dengan menggunakan galur baru tersebut, maka zat warna Monascus dapat dikembangkan menjadi zat warna alami yang aman untuk makanan dan kosmetik. Sedangkan Monakolin K dapat dikembangkan sebagai obat antihiperkolesterolemia alternatif bagi para penderita hiperkolesterolemia.IV. METODE PENELITIANHigromisin B dengan variasi konsentrasi 10, 50, 100, 150 dan 200 g/mLmasing-masing ditambahkan ke dalam 5 mL medium YMP padat yang masih cair. Campuran tersebut dihomogenkan, dituang ke cawan-cawan petri, lalu dibiarkan memadat pada suhu kamar. Sebanyak 107spora M. purpureus ITBCC-HD-F002 dalam volume 100 L diratakan di atas permukaan agar, lalu seluruh cawan diinkubasi pada suhu 28 C selama 7-14 hari. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)pleomisin terletak pada konsentrasi terkecil higromisin B yang masih dapat menghambat pertumbuhan M. purpureus ITBCC-HD-F002. Dengan cara yang sama, dilakukan penentuan KHM menggunakan konsentrasi higromisin sebesar 0, 2, 4, 6,8 dan 10 g/mL . A. tumefaciens LBA1100 yang membawa plasmid pUR5750 ditumbuhkan di medium LB padat yang ditambahkan kanamisin 100 g/mL selama 48 jam pada suhu 28 C. Biakan padat disuspensikan dalam 10 medium LB cair yang mengandung kanamisin 100 g/mL, lalu dikocok pada kecepatan 200 rpm pada suhu 28C selama12 jam. Biakan cair diinokulasikan ke medium induksi bakteri (LB cair yang mengandung acetosyringone 200M ) sampai tercapai kekeruhan pada OD600= 0,2, 21 dan dikocok pada kecepatan 100 rpm selama 5-6 jam atau sampai OD600= 0,8-1,0 (109koloni/mL). Biakan padat M. purpureus ITBCC-HD-F002 berumur 10-12 hari digerushalus dan disuspensikan dalam NaCl fisiologis. Suspensi tersebut disaring menggunakan kertas saring Whatman No. 1, lalu filtratnya disentrifugasi 5.000 rpm selama 10 menit. Endapan spora diresuspensikan dalam air suling, lalu jumlah sporanya dihitung menggunakan hemasitometer.Sebanyak 5 mL susupensi spora M. purpureus ITBCC-HD-F002ditambahkan pada 95 mL medium YMP cair, lalu dikocok dengan kecepatan 200 rpm pada suhu 28oC selama 20 jam. Biakan cair tersebut disaring dengan kertasWhatman No 1, lalu endapan miseliumnya dicuci dua kali dengan air suling. Sebanyak 1 gram miselium disuspensikan dalam 1 mL air suling ganda, sedangkan sisa miselium digunakan untuk preparasi protoplas.Untuk mendapatkan protoplas, miselium disuspensikan dalam 20 mL larutanenzim pelisis (enzim pelisis dari T. harzianum 5 mg/mL, selulase 10 mg/mL dan maserozim 10 mg/mL) dalam dapar PKM (dapar fosfat 50 mM pH 5,8, KCl 0,5 M dan MgSO40,1 M), lalu dikocok dengan kecepatan 100 rpm selama 3 jam pada suhu 28 C. Pembentukan protoplas terus diamati di bawah mikroskop. Protoplas difiltermelalui kertas Whatman No.1, dipekatkan melalui sentrifugasi 3.000 rpm selama 20 menit. Endapan dicuci dan disuspensikan dalam 1 mL dapar Tris HCl pH 7,0 yang mengandung kalsium klorida 50 mM. Jumlah protoplas yang diperoleh dihitung menggunakan hemasitometer.Transformasi dilakukan melalui kokultivasi 1 mL suspensi spora, 1 mL (1gram/mL) miselium dan 1 mL protoplas M. purpureus ITBCC-HD-F002 masingmasing dengan 1 mL biakan cair A. tumefaciens LBA1100. Sebanyak 100 L hasil kokultivasi diratakan di atas kertas Whatman No.1, yang diletakkan di atas di medium YMP padat yang ditambah 200M acetosyringone (AS +) dan di atas medium YMP padat saja (AS-). Seluruh cawan petri diinkubasi pada suhu 22-25 C dan 26-28 C selama 72 jam. Kertas Whatman tersebut ditransfer ke medium seleksi (YMP padat yang mengandung higromisin 50 g/mL dan sefotaksim 400 M). Seluruh cawan petri diinkubasi pada suhu 28 C sampai tampak pertumbuhan kolonikoloni transforman higromisin (7-14 hari). Kertas Whatman yang ditumbuhi koloni 22tersebut ditransfer ke medium seleksi yang baru. Seluruh cawan petri diinkubasi pada suhu 28C sampai tampak pertumbuhan koloni-koloni transforman higromisin (7hari). Koloni-koloni yang tumbuh di masing-masing cawan petri dihitung, lalu ditentukan frekwensi transformasi berupa koloni transforman per 107spora atau per 107protoplas atau per gram miselium M. purpureus ITBCC-HD-F002. Sekitar 50 transforman generasi kedua dipilih secara acak dari beberapaproses transformasi, lalu ditumbuhkan dalam medium seleksi transformasi dan medium non seleksi selama 7 hari pada suhu 28oC. Diameter koloni generasi ketigapada kedua medium diukur untuk mengetahui efek penambahan higromisin dan sefotaksim terhadap laju pertumbuhan koloni. Koloni-koloni dari medium seleksi ditumbuhkan kembali di medium seleksi baru (generasi keempat). Selanjutnya, koloni-koloni yang bertahan hidup ditumbuhkan pada medium seleksi transformasi yang mengandung higromisin sebanyak 200g/mL. Jumlah transforman yangtumbuh pada generasi kelima dihitung, untuk menentukan stabilitas mitotik dari transforman.Untuk mendeteksi gen higromisin (hph)dalam sel transforman higromisin,digunakan sepasang primer hph122U (5-TTCGATGTAGGAGGGCGTGGAT-3) dan hph725L (5-CGCGTCTGCTGCTCCATACAAG-3) berdasarkan urutan nukleotida gen hph dari E. coli (1.026 pb) pada Gene Bank. Primer-primer tersebut dapat mengamplifiksi fragmen pada gen hph sepanjang 600 pb. Sintesis primer dilakukan oleh Proligo-Sigma, Singapura.

Reaksi PCR dilakukan terhadap DNA genom dari transforman higromisinyang dipilih secara acak, DNA plasmid pUR5750 sebagai kontrol positif dan DNA genom M. purpureus ITBCC-HD-F002 sebagai kontrol negatif. Komponen PCR terdiri dari 5

L DNA genom, 0,5 L primer hph122U 20 pmol/L dan 0,5 L primer hph725L 20 pmol/ L, 0,5 L deoksinukleotida trifosfat 20 mM, 0,2 L Taq DNA polymerase 5U/ L dan 2,5 L larutan daparnya yang sudah mengandung magnesium klorida serta 0,5 L dan air suling ganda sampai volume 25 L. Program PCR diawali denaturasi awal (4 menit, 95 C), 35 siklus PCR yang terdiri dari denaturasi (45 detik, 94 C), hibridisasi (1,5 menit, 60C) dan elongasi (1 menit 30 detik, 72 C) dan ditutup elongasi akhir (72C, 10 menit). 23 Elektroforesis produk PCR dilakukan menggunakan gel agarosa 0,8% (b/v)dalam dapar elektroforesis TAE 1X, selama 50 menit pada tegangan 100 Volt. DNA marka yang digunakan adalah

/HindIII/EcoRI. V.HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) higromisin terhadap M.

purpureus ITBCC-HD-F002 adalah sebesar 4,0 g/mL (Tabel V.1). Tabel V.1 Hasil Penentuan KHM Higromisin B terhadap M. purpureus ITBCC-HD-002No. Cawan Konsentrasi Higromisin (g/mL) 0 2,0 4,0 6,0 8,0 10 1 + + -

2 + + 3 + + -

Keterangan : + ada pertumbuhan koloni - tidak ada pertumbuhan koloniSedangkan hasil penelitian Campoy et al. (2003) menunjukkan bahwa M. purpureus IBBC1, yang merupakan mutan over produksi zat warna, mempunyai KHM higromisin sebesar 100

g/mL. Hal tersebut menunjukkan M. purpureusITBCC-HD-F002 sangat sensitif terhadap higromisin dibandingkan M. purpureus lainnya, sehingga lebih cocok digunakan sebagai sel penerima proses transformasi yang menggunakan marka seleksi gen resistensi higromisin. Konsentrasi higromisin yang digunakan medium seleksi adalah 12,5 kali harga KHM, yaitu 50

g/mLPertimbangan penggunaan konsentrasi tersebut adalah mengantisipasi jumlah sel kapang yang ditumbuhkan lebih banyak daripada yang digunakan pada saat penentuan KHM

. A. tumefaciens LBA 1100 yang membawa plasmid pUR5750 harus ditanam pada medium LB yang mengandung kanamisin 100 g/mL, karena marka seleksiplasmid tersebut dalam sel bakteri adalah kanamisin. Bakteri tersebut ditanam dalam LB cair selama 12 jam untuk mendapatkan biakan muda, dilanjutkan pengocokan selama 4-6 jam untuk mendapatkan biakan fase logaritmik tanpa penambahan

24kanamisin, karena dikhawatirkan mengganggu proses tranformasi. Pada preparasi biakan fase logaritmik ditambahkan asetosyringone, dengan tujuan untuk memulai proses aktivasi gen vir pada Agrobacterium.

Preparasi protoplas dilakukan melalui pelisisan dinding sel menggunakanenzim pelisis dari T. harzianum, selulase dan maserozim. Penggunaan campuran enzim dilakukan untuk memperkuat kerja enzim pelisis dari T. harzianum, karena sebagian besar komponen dinding sel jamur tersusun dari selulosa.Pada tahap preparasi spora, miselium dan protoplas sel kapang, diperoleh spora sebanyak 1,2 X 108

spora/mL, miselium sebanyak 5,67 gram berat basah dan protoplas sebanyak

2,89 X 107

protoplas/mL. Transformasi dilakukan dengan mengkokultivasi spora, miselium danprotoplas kapang dengan biakan bakteri fase logaritmik dalam kertas saring di atas media induksi, yaitu medium YMP yang mengandung asetosyringone (AS+). Tujuan penambahan asetosyringone disini adalah untuk meningkatkan aktivasi ger vir pada sel bakteri, sehingga berlangsung proses infeksi dan integrasi T-DNA pada plasmid Ti dari sel bakteri ke genom sel kapang. Interaksi tersebut memerlukan medium pelantara padat, sehingga kokultivasi dilakukan di atas menggunakan kertas saring Whatman No.1. Hal ini berdasarkan beberapa penelitian pada kapang berfilamen lainnya yang menggunakan medium pelantara padat berupa membran nilon, membran nitroselulosa dan membran selulosa (kertas saring Whatman).

Proses kokultivasi berlangsung pada 2 variasi waktu, yaitu 22-25 C dan 2528 C dengan waktu inkubasi selama 72 jam. Hal ini berdasarkan literatur bahwawaktu inkubasi terbaik untuk kokultivasi kapang berfilamen adalah 72 jam pada suhu 24

C, karena pada suhu di atas 26C mulai terjadi penurunan fekwensi transformasi, bahkan diatas suhu 30 C tidak diperoleh koloni transforman. Hal ini disebabkan pada suhu di atas 30 C terjadi perubahan konformasi protein VirA sehingga proteintersebut tidak aktif dan tidak dapat menginduksi aktivitas gen-gen vir lainnya.

Selanjutnya kertas saring tersebut dipindahkan ke medium seleksi padat yang mengandung higromisin 50 g/mL dan sefotaksim 400 M. Penambahan sefotaksimbertujuan untuk membunuh sel Agrobacterium yang telah mentransfer dan mengintegasikan gen hph dalam T-DNA ke genom sel kapang. Setelah terlihat pertumbuhan koloni, kertas saring tersebut ditransfer dalam posisi tidak dibalik ke

25medium seleksi baru sebagai generasi kedua. Koloni yang tumbuh di medium seleksi kedua dihitung untuk menentukan frekwensi transformasi, karena koloni yang tumbuh pada generasi pertama sebagian merupakan koloni non transforman yang sempat tumbuh di medium induksi. Hasil tranformasi plasmid pUR5750 ke sel M. purpureus ITBCC-HD-F002 melalui mediasi A. tumefaciens LBA 1100 dapat dilihat pada Tabel V.2.

Tabel V.2 Hasil Transformasi Plasmid pUR5750 ke Sel M. purpureus ITBCC-HDF002 melalui Mediasi Agrobacterium tumefaciens LBA1100Jenis sel M. purpureus ITBCC-HD-F002 Acetosyringone Suhu kokultur ( C) Jumlah koloni AS (+) AS (-) 22-25 25-28

Spora + + 0 + + 0 + + 0 + + 0 + + 0 + + 0 + + 0 + + 0 Miselium + + 0 + + 0 + + 0 + + 0 + + 0 + + 0 + + 0 + + 0 Spora + + 0 + +

0 + + 26 + + 0 + + 0 + + 0 + + 0 + + 0

Keterangan : (+) adalah kondisi transformasi yang dipilih

Dari Tabel V.2 dapat dilihat bahwa kondisi optimum untuk melakukantransformasi gen resistensi higromisin (hph) ke sel M. purpureus ITBCC-HD-F002 dengan mediasi Agrobacterium tumefaciens LBA100 adalah jenis sel protoplas, kokultur dengan penambahan asetosyringone 200

M pada suhu inkubasi 25-28C. 26Pada kondisi optimum tersebut diperoleh 26 koloni, dengan frekwensi transformasi 350 transforman/107

protoplas. Tidak diperolehnya transforman dari sel penerimaberbentuk spora dan miselium disebabkan oleh ukuran plasmid pUR5750 sebesar 15 kb, sehingga menyulitkan proses integrasi plasmid ke dalam genom sel transforman. Sebagai kontrol negatif, sel bakteri dan sel kapang ditumbuhkan dalam medium YMP tanpa penambahan asetosyringone (AS-).

Uji stabilitas terhadap transforman higromisin dilakukan denganmenumbuhkan 50 koloni transforman yang dipilih secara acak pada medium seleksi transformasi dan medium non seleksi. Diameter koloni generasi ketiga pada kedua medium tidak menunjukkan adanya perbedaan ukuran koloni (rata-rata diameter koloni sebesar 1,2-1,7 cm). Koloni-koloni dari medium seleksi ditumbuhkan kembali di medium seleksi baru (generasi keempat). Selanjutnya, koloni-koloni yang bertahan hidup ditumbuhkan pada medium seleksi transformasi yang mengandung higromisin sebesar 200 g/mL, yaitu 4 kali dari konsentrasi higromisin pada medium seleksi. Uji stabilitas mitotik transforman menunjukkan bahwa 100 % koloni transforman dapat tumbuh sampai generasi kelima. Bahkan generasi kelima tetap tumbuh pada konsentrasi higromisin 200 g/mL (Gambar V.1)

27

(A) (B) (C) (A) (B)

(D) (E) (F) Gambar V.1 Hasil uji stabilitas transforman higromisin dari M. purpureus ITBCCHD-F002Keterangan : A. Generasi 1

B. Generasi 2 C. Generasi 3, di medium seleksi (1) dan non seleksi (2) D. Generasi 4 E. Generasi 5Untuk mendeteksi keberadaan gen resistensi higromisin secara molekular, dilakukan amplifikasi sebagian gen hph yang diisolasi dari beberapa transforman higromisin. Hasil deteksi menunjukkan adanya pita berukuran 600 pb yang juga terdeteksi pada kontrol positif berupa DNA plasmid pUR5750. Sedangkan pada kontrol negatif yaitu DNA dari M. purpureus ITBCC-HD-F002 tidak terdapat pita tersebut. Hasil ini menunjukkan gen resistensi higromisin terdapat dalam genom sel transforman higromisin (Gambar V.2).

28

Gambar V.3 Elektroforegram hasil amplifikasi gen hph dalam sel transforman

higromisin dari M. purpureus ITBCC-HD-F002Keterangan : A. DNA marka

/HindIII/EcoRI B. DNA plasmid pUR5750 (kontrol positif) C. DNA M. purpureus ITBCC-HD-F002 (kontrol negatif) D. DNA transforman higromisin B dari M. purpureus ITBCC-HDF002VI.

KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 Kesimpulan Transformasi gen hph dari plasmid pUR5750 ke dalam protoplas Monascuspurpureus ITBCC-HD-F002 melalui mediasi Agrobacterium tumefaciens LBA1100 dapat menghasilkan frekwensi transformasi sebesar 350 transforman/107

protoplasdengan stabilitas transforman 100 % selama 5 generasi. Bahkan generasi kelima tetap stabil pada medium seleksi dengan konsentrasi higromisin sebesar 4 kali KHM. VI.2 Saran

Untuk mengetahui keberadaan gen hph dalam genom sel transforman,disarankan untuk melakukan analisis Southern Blot. Sedangkan untuk memperoleh transforman stabil dari spora dan miselium, perlu dilakukan transformasi gen hph melalui plasmid dengan ukuran yang lebih kecil.

600 pb ABCD 29 DAFTAR PUSTAKABlanc, P. J., Loret, M. O., and Goma, G. (1998), Pigment and Citrinin Production

During Cultures of Monascus in Liquid and Solid Media, Advance in Solid State Fermentation, Departement Genie Biochimique et Alimentaire, France, 393-399.

Blanc, P. J., Loret, M. O., Santerre, A. L., Pareilleux, A., Prome, D., Laussac, J. P.

and Goma, G. (1994), Pigments of Monascus, Journal of Food Science, 59 (4), 862865.Bloom, M.V., G.A. Freyer, and D.A. Micklos (1995),

Laboratory DNA Science, Benjamin Publ. Co. Press., New York, 281-288.Brown, T. A. (1991),

Pengantar Kloning Gena, Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta.Campoy, S., F. Perez, J.F. Martin, S. Gutierrez, P. Liras (2003) Stable Transformats

of A. Nidulans obtained by Protoplast Transformation and Agrobacterium-mediated DNA Transfer, Cur. Genet., 43 : 447-452.Deden, I . D. (2004), Mutasi Kapang Monascus sp. Dengan Etil Metana Sulfonat dan

Analisis Kadar Sirtinin Hasil Fermentasi cair Galur Induk dan Mutannya, Tesis Magister Jurusan Farmasi ITB, Bandung.Deacon, J. W., (1997),

Modern Mycology, Blackwell Science, London, 37-39Fincham, R.S. (1989) Transformation in Fungi,

J. Microbiol. Rev., 53 (1), 148-170.Groot, M.J.A., Bundock, P., Hooykaas, P.J.J., Beijersbergen, A.G.M., 1998,

agrobacterium tumefasiens-mediated Transformation of Filamentous fungi, Nat Biotechnology 16, 839-842.Hajjaj, H., A. Klaebe, M.O. Loret, G. Goma, P.J. Blanc, and J. Francois (1999)

Biosynthesis Pathway of Citrinin in The Filamentous Fungi Monascus ruber as Revealed by13

C Nuclear Magnetic Resonance, Appl. And Environ. Microbiol., 65(1), 311-314.Herzog, R.W., H. Daniell, N.K. Singh, and P.A. Lemke (1996) A Comparative Study

on The Trnasformation of Aspergillus nidulans by Microprojectile Bombardment of Conidia and a More Conventional Procedure Using Protoplast Treated with Polyethylenglycol, J. Appl. Microbiol. Biotechnol., 45, 333-337.Keane, M. (1999)

The Red Yeast Rice Cholesterol Solution, Adams Media Corp., Massachusetts, 1-90. 30 Lakrod, K., Chaisrisook, C., and Skinner, D.Z. (2003), Tanasformation of Monascus purpureus to hygromycin B resistance with cosmid pMOcosX reduces fertility, Molecular Biology and Genetics, 6(2).Malonek, S., F. Meinhardt (2001) Agrobacterium tumefasciens-mediated Gene

Transformation of The Phytopathogenic Ascomycete Calonectria morganii, Curr. Genet. 40:152-156.Pastrana, L., P.J. Blanc, A.L. Santerre, M.O. Loret, and G. Goma (1995) Production

of Red Pigments by Monascus ruber in Synthetic Media with a Strictly Controlled Nitrogen Source, Process Biochem., 30(4):333-341.Riva, G.A., Cabrera, J.G., Padron, R.V., and Pardo, C.A., 2006, The Agrobacterium

tumefasiens gene Transfer to Plant Cell,www.ejbiotechnology.info

, Juni 2006.Sambrook, J., Fritsch, E. F., Maniatis, T. (1989),

Molecular Cloning a Laboratory Manual 2nd

Ed., Cold Spring Harbor Laboratory Press, New York.Snyder L, and W. Champness, (1997)

Molecular Genetics of Bacteria, 2nd

Edition, ASM Press, Washington, 49-158.

http://74.6.146.127/search/cache?ei=UTF8&p=metode+penelitian+monascus+purpureus&rd=r1&fr=yfp-t-713&u=pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/02/laporan_akhir_fundamental.pdf&w=metode+penelitian+monascus+purpureu s&d=C0y561tsWBjo&icp=1&.intl=id&sig=5U_S4yQgTeVpbb.PkQWeTw--

Entomopatogen dan Angkak Atasi DBDSelasa, 8 Desember 2009

Memasuki musim penghujan, merebaknya kasus demam berdarah sudah menjadi rutinitas masyarakat Indonesia. Departemen Kesehatan mencatat,

jumlah penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) terus meningkat. Hingga bulan Juli 2009, di seluruh Indonesia tercatat 77.000 orang terjangkit penyakit tersebut. Sedangkan pada 2008, Depkes mencatat 136.399 kasus demam berdarah yang menelan korban jiwa hingga 1.170 orang, dan sebagian besar korban adalah anak-anak. Di wilayah DKI Jakarta, tahun ini kasus DBD tertinggi pada April sebanyak 4.261 penderita, dengan 3 orang korban meninggal. Sedangkan hingga Juli 2009, berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta, total penderita DBD di seluruh wilayah ibukota mencapai 22.609 orang dengan 31 kematian. Tingginya jumlah korban menunjukkan penyakit demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) merupakan penyakit virus yang sangat berbahaya, karena dapat menyebabkan kematian pada penderita dalam waktu yang sangat pendek. Upaya pengendalian penyakit DBD telah banyak dilakukan, antara lain dengan cara meningkatkan sistem imunitas penderita, melalui terapi spesifik. Sedangkan cara penanggulangan lainnya dengan mengembangkan vaksin, atau mengendalikan populasi vektornya. Dari sisi keberhasilannya, pengendalian populasi vektor DBD, seperti penggunaan lavarsida (temephos) atau pengasapan (fogging), ternyata lebih efektif untuk pencegahan penyakit ini. Namun, fogging ternyata belum mampu menuntaskan permasalahan populasi nyamuk Ae.aegypti, bahkan terkadang malah memicu munculnya permasalahan baru, seperti membunuh serangga bukan target dan menimbulkan resistensi akibat penggunaan insektisida yang berkesinambungan. Deni Zulfiana MS, peneliti biomaterial dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkapkan teknik pengendalian hayati dapat menjadi metode alternatif untuk mengontrol populasi nyamuk Ae.aegypti. Pengembangan metode ini diharapkan bersifat lebih efektif, efisien dan ramah lingkungan, ujarnya. LIPI mengembangkan teknik pengendalian hayati ini melalui pemanfaatan jamur entomopatogen. Menurut Deni, jamur entomopatogen memiliki larvasida, seperti metarhizium anisopliae yang menghasilkan senyawa destruxin. Selain itu, jamur ini memiliki beauveria bassiana yang menghasilkan beauverisin, bassianin, bassianolide, beauverolides dan tenellin. Jamur yang akan dikembangkan merupakan jamur entomopatogen yang diperoleh dari penelitian sebelumnya, yaitu Metarhizium sp. Jamur ini sudah terbukti potensial digunakan sebagai biokontrol serangga hama pertanian seperti kumbang dan rayap, ujarnya. Deni memaparkan, pada tahun pertama penelitian menghasilkan produk berupa cairan hasil fermentasi jamur Metarhizium Sp. Berdasarkan hasil uji (bioassay skala laboratorium), fermentasi jamur ini menyebabkan kematian pada larva nyamuk Aedes aegypti (vektor demam berdarah) hingga tingkat 60100 persen dalam waktu 24 jam. Berdasarkan analisis dengan menggunakan SEM (Scanning Microscope Electron) terlihat adanya kerusakan yang disebabkan serangan spora atau konidia jamur pada seluruh permukaan badan larva atau jentik bila dibandingkan dengan materi tanpa cairan fermentasi jamur Metarhizium Sp, paparnya. Untuk itu, kata Deni, pemanfaatan jamur sebagai larvasida hayati untuk mengendalikan populasi nyamuk Ae.aegypti, diharapkan dapat menjadi solusi untuk membantu program pemerintah dalam upaya menekan tingkat kejadian dan kematian akibat demam berdarah di Indonesia. Bahkan, Larvasida hayati ini juga diharapkan dapat menggantikan larvasida kimia karena lebih ramah lingkungan, ujarnya. Sementara itu, menurut Dr Novik Nurhidayat, peneliti dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), infeksi yang disebabkan demam berdarah bisa ditanggulangi melalui

kapang Monascus purpureus (M. purpureus ). Komponen pigmen dan derivat asam aminonya memiliki aktivitas antioksidasi dan anti patogen. Secara in vivo, kapang ini menunjukan aktivitas modulasi respon immunitas yang penting dalam penanggulangan infeksi termasuk infeksi demam berdarah, ujarnya. Dalam penelitian, terungkap M. purpureus dapat digunakan dalam penanggulangi infeksi karena komponen pigmen dan turunan asam aminonya memiliki aktivitas antibakteri. Komponen pigmen Monascus berperan dalam respon immuniotas seperti peningkatan aktivitas limfoid dan penghambatan imflamasi. Hal ini penting diperhatikan karena infeksi menyebabkan suatu penyakit, jika respon sistem immunitas tidak dapat lagi bertahan untuk melawannya. Jadi, bila obat antibiotik sudah tidak efisien karena resistensi patogen, maka sistem immunitas perlu diperkuat, papar Novik. M. purpureus, lanjut dia, menghambat infeksi melalui aktivitas komponen pigmen merah dan derivat asam amino fenilalanin dan tyrosin yang memiliki aktivitas antibakteri Kapang jenis ini sudah dimanfaatkan dalam pengobatan Cina sejak abad XIV, namun keragaman dan keunikan jenis justru berlimpah di Indonesia. Selain untuk penanggulangan infeksi, juga dapat menurunkan kolesterol dan penyakit kardiovaskuler, ujarnya.Hasil olah M. purpureus, secara tradisional yaitu angkak. Melalui media beras, dunia tradisional Cina telah memanfaatkan sebagai obat dan pengawet serta pewarna makanan (buku the Ming Chinesse Pharmacopeia 1368-1644). Kapang ini juga diidentifikasikan dan dilaporkan pada 1884 oleh van Tieghem dengan sampel dari Buitenzorg (Bogor) sebagai M. purpureus van Tieghem (1884) dan Went (1894). Selanjutnya dikenal juga M. ruber yang lebih berpigmen kuning dan M. pilosus yang lebih berwarna kelabu. Monascus purpureus ini tumbuh dalam suhu ambien (25 28 derajat C) dan kelembaban sekitar 40- 50 persen dalam media karbohidrat. Namun, beras merah dan beras dengan kandungan vitamin tinggi relatif kurang baik bagi pertumbuhan dan produksi bahan bioaktifnya, kata Novik. Selain karbohidrat, pertumbuhan kapang ini memerlukan asam amino (glutamat) untuk meningkatkan produksi lovastatin . Lovastatin banyak berperan dan dimanfaatkan dalam pengobatan biomedis, sedangkan citrinin adalah bahan toksik (racun). Citrinin atau dikenal juga sebagai monascidin A adalah bahan bioaktif dari M. purpureus yang harus dihindari karena merupakan racun perusak kerja ginjal dan hati. Secara praktis, untuk menghindari resiko keracunan citrinin, hindari jenis hasil olah M. purpureus berwarna lebih kuning dalam bentuk ekstrak. Atau mengurangi kadar citrinin dengan mendidihkan sediaan dan mendapatkan ekstrak air, bukan ekstrak lipid (citrinin lebih terekstraksi). Jumlah ambang batas citrinin yang diatur pemerintah Jepang adalah 0,2 g/g (200 ppb) (The Ministry of Health and Welfare of Japan, 2000). Technology Indonesia, 8 Desember 2009

http://www.lipi.go.id/www.cgi?berita&1260226425&&2009

Makalah Biologi

Home ENGLISH PUISI PASANG IKLAN GRATIS Aneka Artikel dan Jurnal CERITA LUCU SERBA-SERBI

Subcribe And Share :Sign Up he NAME_SUBCRIBE en_US

Sign up

Labels

About Me (1) bakteri (2) Biotik (1) Darah (6) Hama (1) INFO (2) Jaringan Pada Tumbuhan (1) Karbohidrat (2) KONTES SEO (2) makalah biologi (45) makalah ekonomi (2) makalah pendidikan (14) Metabolisme (3) Organik (1) Pertanian (9) PPKN (1) Tanaman Kultur (1) Urin (1)

Link TERSENYUM MAKALAH PUISI SAHABAT ANWAR Article

Rabu, 28 Juli 2010

Tanaman KedelaiShare 1.1 Latar Belakang

Kalau pada postingan saya sebelumnya kita telah membahas tentang tanaman rambutan kali ini giliran tanaman kedelai yang akan kita bahas Pada dasarnya Kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahun selalu meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan perbaikan pendapatan perkapita. Oleh karena itu, diperlukan suplai kedelai tambahan yang harus diimpor karena produksi dalam negeri belum dapat mencukupi kebutuhan tersebut. Lahan budidaya kedelai pun diperluas dan produktivitasnya ditingkatkan. Untuk pencapaian usaha tersebut, diperlukan pengenalan mengenai tanaman kedelai yang lebih mendalam. Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama dunia adalah Amerika Serikat meskipun kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di luar Asia setelah 1910. Di Indonesia, kedelai menjadi sumber gizi protein nabati utama, meskipun Indonesia harus mengimpor sebagian besar kebutuhan kedelai. Ini terjadi karena kebutuhan Indonesia yang tinggi akan kedelai putih. Kedelai putih bukan asli tanaman tropis sehingga hasilnya selalu lebih rendah daripada di Jepang dan Tiongkok. kedelai merupakan tanaman dengan kadar protein tinggi sehingga tanamannya digunakan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak.

Indonesia saat ini mendapatkan pasokan kedelai terbesar dari Amerika dan Argentina. Konsumsi kedelai di negara kita adalah 2 juta ton/tahun dan komoditi kedelai telah menyedot devisa sebanyak 3 trilyun/tahun. Kedelai yang dibudidayakan sebenarnya terdiri dari paling tidak dua spesies: Glycine max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam,

berbiji hitam). G. max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti Tiongkok dan Jepang selatan, sementara G. soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia Tenggara. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia.Pemanfaatan utama kedelai adalah dari biji. Biji kedelai kaya protein dan lemak serta beberapa bahan gizi penting lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan lesitin. Olahan biji dapat dibuat menjadi : 1. tahu (tofu), 2. bermacam-macam saus penyedap (salah satunya kecap, yang aslinya dibuat dari kedelai hitam), 3. tempe susu kedelai (baik bagi orang yang sensitif laktosa), 4. tepung kedelai, 5. minyak (dari sini dapat dibuat sabun, plastik, kosmetik, resin, tinta, krayon, biodiesel pelarut, dan

1.2 Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum lapang ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan tanaman kedelai varietas Argoporo dengan populasi dua (P2 V5), dan untuk memenuhi sayarat praktkum 3 sks.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Singkat Kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang kita kenal sekarang (Glycine max (L) Merril). Berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia, yang dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Penyebaran tanaman kedelai ke Indonesia berasal

dari daerah Manshukuo menyebar ke daerah Mansyuria: Jepang (Asia Timur) dan ke negara-negara lain di Amerika dan Afrika.

2.2 Taksonomi Tanaman kedelai Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill. Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut : Divisio Classis Ordo Familia Genus Species: : Spermatophyta : Dicotyledoneae : Rosales : Papilionaceae : Glycine Glycine max (L.) Merill

2.3 Morfologi Tanaman Kedelai 2.3.1 Biji Biji kedelai berkeping dua, terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endospperma. Embrio terletak diantara keping biji. Warna kulit biji kuning, hitam, hijau, coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat pada dinding buah. Bentuk biji kedelai umumnya bulat lonjong tetapai ada pula yang bundar atau bulat agak pipih. biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil (sekitar 7-9 g/100 biji), sedang (10-13g/100 biji), dan besar (>13 g/100 biji). Bentuk biji bervariasi, tergantung pada varietas tanaman, yaitu bulat, agak gepeng, dan bulat telur. Namun demikian, sebagian besar biji berbentuk bulat telur, Biji kedelai tidak mengalami masa dormansi sehingga setelah proses pembijian selesai, biji kedelai dapat langsung ditanam. Namun demikian, biji tersebut harus mempunyai kadar air berkisar 12-13%.

2.3.2 Kecambah Biji kedelai yang kering akan berkecambah bila memperoleh air yang cukup. Kecambah kedelai tergolong epigeous, yaitu keping biji muncul diatas tanah. Warna hipokotil, yaitu bagian batang kecambah dibawah kepaing, ungu atau hijau yang berhubungan dengan warna bunga. Kedelai yang berhipokotil ungu berbunga ungu, sedang yang berhipokotil hijau berbunga putih. Kecambah kedelai dapat digunakan sebagai sayuran.

2.3.3 Akar Tanaman kedelai mempunyai akar tunggang yang membentuk akar-akar cabang yang tumbuh menyamping (horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah. Jika kelembapan tanah turun, akar akan berkembang lebih ke dalam agar dapat menyerap unsur hara dan air. Pertumbuhan ke samping dapat mencapai jarak 40 cm, dengan kedalaman hingga 120 cm. Selain berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsur hara, akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil-bintil akar. Bintil akar tersebut berupa koloni dari bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum yang bersimbiosis secara mutualis dengan kedelai. Pada tanah yang telah mengandung bakteri ini, bintil akar mulai terbentuk sekitar 15 20 hari setelah tanam. Bakteri bintil akar dapat mengikat nitrogen langsung dari udara dalam bentuk gas N2 yang kemudian dapat digunakan oleh kedelai setelah dioksidasi menjadi nitrat (NO3).

2.3.4 Batang dan Cabang Hipokotil pada proses perkecambahan merupakan bagian batang, mulai dari pangkal akar sampai kotiledon. Hopikotil dan dua keeping kotiledon yang masih melekat pada hipokotil akan menerobos ke permukaan tanah. Bagian batang kecambah yang berada diatas kotiledon tersebut dinamakan epikotil. Kedelai berbatang dengan tinggi 30100 cm. Batang dapat membentuk 3 sampai 6 cabang, tetapi bila jarak antar tanaman rapat, cabang menjadi berkurang, atau tidak bercabang sama sekali. Tipe

pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semi-indeterminate). Tipe terbatas memiliki ciri khas berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan meninggi. Tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir sama besar dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah. Tipe tidak terbatas memiliki ciri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas dan tumbuhan terus tumbuh. Tanaman berpostur sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas memiliki karakteristik antara kedua tipe lainnya.

2.3.5 Bunga Sebagian besar kedelai mulai berbunga pada umur antara 5-7 minggu. Bunga kedelai termasuk bunga sempurna yaitu setiap bunga mempunyai alat jantan dan alat betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup sehingga kemungkinan kawin silang alami amat kecil. Bunga terletak pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong. Pembentukan bunga juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Pada suhu tinggi dan kelembaban rendah, jumlah sinar matahari yang jatuh pada ketiak tangkai daun lebih banyak. Hal ini akan merangsang pembentukan bunga. Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberi nama rasim. Jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 2-25 bunga, tergantung kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai. Periode berbunga pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3-5 minggu untuk daerah subtropik dan 2-3 minggu di daerah tropik, seperti di Indonesia.

2.3.6 Daun Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon pada buku (nodus) pertama tanaman yang tumbuh dari biji terbentuk sepasang daun tunggal. Selanjutnya, pada semua buku di atasnya terbentuk daun majemuk selalu dengan tiga helai. Helai daun tunggal memiliki tangkai pendek dan daun bertiga mempunyai tangkai agak panjang. Masing-masing daun berbentuk oval, tipis, dan berwarna hijau. Permukaan daun berbulu halus (trichoma) pada kedua sisi. Tunas atau

bunga akan muncul pada ketiak tangkai daun majemuk. Setelah tua, daun menguning dan gugur, mulai dari daun yang menempel di bagian bawah batang.

2.3.7 Buah atau Polong Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak.

2.4 Syarat Pertumbuhan Tanah dan iklim merupakan dua komponen lingkungan tumbuh yang berpengaruh dan pada pertumbuhan tanaman kedelai. Pertumbuhan kedelai tidak bisa optimal bila hanya ada satu komponen lingkungan tumbuh optimal. Hal ini dikarenakan kedua komponen ini harus saling mendukung satu sama lain sehingga pertumbuhan kedelai bisa optimal.

2.4.1 Tanah a) Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu basah, tetapi air tetap tersedia. Jagung merupakan tanaman indikator yang baik bagi kedelai. Tanah yang baik ditanami jagung, baik pula ditanami kedelai. b) Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratan tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan busuknya akar. Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi tanah cukup baik.

c) Tanah-tanah yang cocok yaitu: alluvial, regosol, grumosol, latosol dan andosol. Pada tanah-tanah podsolik merah kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah cukup. d) Tanah yang baru pertama kali ditanami kedelai, sebelumnya perlu diberi bakteri Rhizobium, kecuali tanah yang sudah pernah ditanami Vigna sinensis (kacang panjang). Kedelai yang ditanam pada tanah berkapur atau bekas ditanami padi akan lebih baik hasilnya, sebab tekstur tanahnya masih baik dan tidak perlu diberi pemupukan awal. e) Kedelai juga membutuhkan tanah yang kaya akan humus atau bahan organik. Bahan organik yang cukup dalam tanah akan memperbaiki daya olah dan juga merupakan sumber makanan bagi jasad renik, yang akhirnya akan membebaskan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. f) Tanah berpasir dapat ditanami kedelai, asal air dan hara tanaman untuk pertumbuhannya cukup. Tanah yang mengandung liat tinggi, sebaiknya diadakan perbaikan drainase dan aerasi sehingga tanaman tidak kekurangan oksigen dan tidak tergenang air waktu hujan besar. Untuk memperbaiki aerasi, bahan organik sangat penting artinya. g) Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH= 5,8-7,0 tetapi pada pH 4,5 pun kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan aluminium. Pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik. h) Dalam pembudidayaan tanaman kedelai, sebaiknya dipilih lokasi yang topografi tanahnya datar, sehingga tidak perlu dibuat teras-teras dan tanggul. i) Ketinggian Tempat juga berpengaruh, varietas kedelai berbiji kecil, sangat cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 0,5- 300 m dpl. Sedangkan varietasi kedelai berbiji besar cocok ditanam di lahan dengan ketinggian 300-500 m dpl. Kedelai biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 m dpl.

2.4.2 Iklim a. Panjang hari (photoperiode)

Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan panjang hari atau lama penyinaran sinar matahari karena kedelai termasuk tanaman hari pendek. Artinya, tanaman kedelai tidak akan berbunga bila panjang hari melebihi batas kritis, yaitu 15 jam perhari. Oleh karena itu, bila varietas yang berproduksi tinggi dari daerah subtropik dengan panjang hari 14 16 jam ditanam di daerah tropik dengan rata-rata panjang hari 12 jam maka varietas tersebut akan mengalami penurunan produksi karena masa bunganya menjadi pendek, yaitu dari umur 50 -60 hari menjadi 35 40 hari setelah tanam. Selain itu, batang tanaman pun menjadi lebih pendek dengan ukuran buku subur juga lebih pendek. Perbedaan di atas tidak hanya terjadi pada pertanaman kedelai yang ditanam di daerah tropik dan subtropik, tetapi juga terjadi pada tanaman kedelai yang ditanam di dataran rendah (1000 m dpl). Umur berbunga pada tanaman kedelai yang ditanam di daerah dataran tinggi mundur sekitar 2-3 hari dibandingkan tanaman kedelai yang ditanam di datarn rendah. Kedelai yang ditanam di bawah naungan tanaman tahunan, seperti kelapa, jati, dan mangga, akan mendapatkan sinar matahari yang lebih sedikit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa naungan yang tidak melebihi 30% tidak banyak berpengaruh negatif terhadap penerimaan sinar matahari oleh tanaman kedelai.

b. Suhu Tanaman kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 30C. Bila tumbuh pada suhu tanah yang rendah (30C), banyak biji yang mati akibat respirasi air dari dalam biji yang terlalu cepat. Disamping suhu tanah, suhu lingkungan juga berpengaruh terhadap perkembangan tanaman kedelai. Bila suhu lingkungan sekitar 40C pada masa tanaman berbunga, bunga tersebut akan rontok sehingga jumlah polong dan biji kedelai yang terbentuk juga menjadi berkurang. Suhu yang terlalu rendah (10C), seperti pada daerah subtropik, dapat menghambat proses pembungaan dan pembentukan polong kedelai. Suhu lingkungan optimal untuk pembungaan bunga yaitu 24 -25C.

c. Distribusi curah hujan

Hal yang terpenting pada aspek distribusi curah hujan yaitu jumlahnya merata sehingga kebutuhan air pada tanaman kedelai dapat terpenuhi. Jumlah air yang digunakan oleh tanaman kedelai tergantung pada kondisi iklim, system pengelolaan tanaman, dan lama periode tumbuh. Namun demikian, pada umumnya kebutuhan air pada tanaman kedelai berkisar 350 450 mm selama masa pertumbuhan kedelai. Pada saat perkecambahan, faktor air menjadi sangat penting karena akan berpengaruh pada proses pertumbuhan. Kebutuhan air semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Kebutuhan air paling tinggi terjadi pada saat masa berbunga dan pengisian polong. Kondisi kekeringan menjadi sangat kritis pada saat tanaman kedelai berada pada stadia perkecambahan dan pembentukan polong. Untuk mencegah terjadinya kekeringan pada tanaman kedelai, khususnya pada stadia berbunga dan pembentukan polong, dilakukan dengan waktu tanam yang tepat, yaitu saat kelembaban tanah sudah memadai untuk perkecambahan. Selain itu, juga harus didasarkan pada pola distribusi curah hujan yang terjadi di daerah tersebut. Tanaman kedelai sebenarnya cukup toleran terhadap cekaman kekeringan karena dapat bertahan dan berproduksi bila kondisi cekaman kekeringan maksimal 50% dari kapasitas lapang atau kondisi tanah yang optimal. Selama masa stadia pemasakan biji, tanaman kedelai memerlukan kondisi lingkungan yang kering agar diperoleh kualitas biji yang baik. Kondisi lingkungan yang kering akan mendorong proses pemasakan biji lebih cepat dan bentuk biji yang seragam.

Diposkan oleh KUMPULAN MAKALAH di 05.39 DheTemplate is galleries new free blogger template with a good design and layout include feature ready added for your blog. DheTemplate.com - NEW FREE BLOGGER TEMPLATE EVERYDAY !! Label: Pertanian 0 komentar:

Poskan Komentar

Link ke posting ini

Buat sebuah LinkPosting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langgan: Poskan Komentar (Atom)

http://makalahbiologiku.blogspot.com/2010/07/tanaman-kedelai.html

Kandungan Gizi Kedelaioleh: tedifa

Pengarang : Teguh Vedder

Summary rating: 2 stars (57 Tinjauan) Kunjungan : 10698 kata:600

More About : kandungan kedelaiKandungan Gizi K

Meski berbahan dasar sama, produk olahan dari kedelai memiliki kandungan gizi berbeda-beda. Dosen pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Sugiyono, mengatakan, untuk menentukan nilai gizi suatu makanan sebaiknya diukur dengan kadar kandungan tertentu, misalnya kadar protein, kadar lemak, kadar vitamin tertentu, kadar serat, dan lainlain. Nilai gizi suatu makanan sebaiknya juga dikaitkan dengan tujuan mengonsumsi makanan itu. Bagi orang yang sedang diet, makanan yang rendah kadar lemak dianggap lebih baik dibandingkan dengan makanan yang tinggi kadar lemaknya. Sebaliknya, bagi yang kekurangan energi lebih baik mengonsumsi makanan yang tinggi kadar lemaknya. Produk-produk yang dibuat dari kedelai, menurut Sugiyono, umumnya memiliki kadar protein relatif tinggi. Tahu pada dasarnya terdiri dari protein dan air sehingga tinggi kadar proteinnya. Sementara, tempe tidak hanya mengandung protein tinggi, tetapi juga mengandung lemak, vitamin, mineral, dan memiliki daya cerna yang baik. Kecap dan susu kedelai mengandung protein dan lemak yang tidak terlalu tinggi (kadar protein dan kadar lemak kurang dari 5 persen). Tauco mengandung protein dan lemak dari kedelai. Kembang tahu mengandung protein dan lemak yang relatif tinggi. Secara keseluruhan, menurut Sugiyono, di antara produk-produk di atas, tempe memiliki kadar protein, kadar lemak, kadar mineral, kadar vitamin, kadar serat, dan daya cerna yang tinggi. Kadar zat antigizi pada tempe juga rendah. Semakin rendah zat anti gizi, maka semakin bagus kandungan gizi pada suatu makanan. Penyimpanan Produk kedelai memiliki daya tahan berbeda

demikian pula cara penyimpanannya. Tahu sebaiknya disimpan di lemari es dan dapat tahan selama beberapa hari. Pada suhu ruang, tahu hanya dapat tahan setengah hari atau satu hari. Jika tahu dapat tahan lebih dari satu hari pada suhu ruang, besar kemungkinan tahu tersebut sudah diberi pengawet, ungkap Sugiyono. Susu kedelai juga tidak tahan lama. Untuk itu sebaiknya susu kedelai segera disimpan di dalam lemari es setelah dibeli atau dibuat, kecuali produk susu kedelai yang sudah disterilkan dalam kemasan. Adapun tempe, oncom, dan tempe gembus dapat tahan selama satu atau dua hari pada suhu ruang. Tempe sebaiknya disimpan dalam lemari es sehingga dapat tahan selama beberapa hari. Kecap dan tauco dapat tahan lama pada suhu ruang. Jika tauco sudah dibuka kemasannya sebaiknya disimpan dalam lemari es. Kembang tahu, makanan bayi, makanan ringan, dan daging tiruan juga dapat disimpan pada suhu ruang karena kering dan awet. Demikian juga dengan minyak kedelai. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/alternative-medicine/1764809-kandungan-gizi-kedelai/

TANAMAN OBAT INDONESIA

Pencarian per Nama Penyakit:

Submit

Kedelai(Glycine max, (Linn.) Merrill.)

Sinonim : Glycine soja, (Linn), Sieb. G. soja, (Linn), Zucc.

Familia : Fabaceae

Uraian : Kedelai (Glycine max) sudah dibudidayakan sejak 1500 tahun SM dan baru masuk Indonesia, terutama Jawa sekitar tahun 1750. Kedelai paling baik ditanam di ladang dan persawahan antara musim kemarau dan musim hujan. Sedang rata-rata curah hujan tiap tahun yang cocok bagi kedelai adalah kurang dari 200 mm dengan jumlah bulan kering 3-6 bulan dan hari hujan berkisar antara 95-122 hari selama setahun. Kedelai mempunyai perawakan kecil dan tinggi batangnya dapat mencapai 75 cm. Bentuk daunnya bulat telur dengan kedua ujungnya membentuk sudut lancip dan bersusun tiga menyebar (kanan - kiri - depan) dalam satu untaian ranting yang menghubungkan batang pohon. Kedelai berbuah polong yang berisi biji-biji.

Menurut varitasnya ada kedelai yang berwarna putih dan hitam. Baik kulit luar buah polong maupun batang pohonnya mempunyai bulu-bulu yang kasar berwarna coklat. Untuk budidaya tanaman kedelai di pulau Jawa yang paling baik adalah pada ketinggian tanah kurang dari 500 m di atas permukaan laut.

Nama Lokal : Soybean (Inggris), Kedelai (Indonesia), Kedhele (Madura); Kedelai, Kacang jepun, Kacang bulu (Sunda), Lawui (Bima); Dele, Dangsul, Dekeman (Jawa), Retak Menjong (Lampung); Kacang Rimang (Minangkabau), Kadale (Ujung Pandang);Penyakit Yang Dapat Diobati : Diabetes melitus, Sakit ginjal, Reumatik; Pemanfaatan :

1. Diabetes Mellitus Bahan: 1 genggam biji kedelai hitam Cara membuat: direbus dengan 3 gelas air sampai mendidih hingga tinggal 1 gelas dan disaring untuk diambil airnya Cara menggunakan: diminum 1 kali sehari 1 gelas dan dilakukan secara rutin setiap hari.

2. Sakit Ginjal Bahan: 3 sendok makan biji kedelai. Cara membuat: direbus dengan 2-3 gelas air sampai mendidih hingga tinggal 1 gelas, kemudian disaring untuk diambil airnya. Cara menggunakan: diminum pada pagi hari setelah bangun tidur dan dilakukan secarar rutin setiap hari.

3. Reumatik Bahan: 1 sendok makan biji kedelai hitam, 1 sendok makan kacang hijau, dan 2 sendok makan kacang tanah.

Cara membuat: semua bahan tersebut digoreng tanpa minyak (sangan = Jawa), kemudian ditumbuk (digiling) sampai halus. Cara menggunakan: dimakan 2 kali sehari 1 sendok teh, pagi dan sore.Komposisi : Kandungan Kedelai (100 gr.) - Protein 34,9 gram - Kalori 331 kal - Lemak 18,1 gram Hidrat Arang 34,8 gram - Kalsium 227 mg - Fosfor 585 mg - Besi 8 mg - Vitamin A 110 SI Vitamin B1 1,07 mg - Air 7,5 gram

http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=15

Kandungan kacang kedelai

Jun 20, '07 12:10 AM for everyone

Kacang kedelai terkenal dengan nilai gizinya yang kaya dan merupakan salah satu makanan yang mengandung 8 asam amino yang penting dan dibutuhkan oleh tubuh manusia. Tidak seperti makanan lain yang mengandungi lemak jenuh dan tidak dapat dicerna yang terdapat pada sebagian besar makanan hewan, kacang kedelai tidak mengandung kolesterol, mempunyai rasio kalori rendah dibandingkan protein dan bertindak sebagai makanan yang tidak menggemukkan bagi penderita obesitas.

Kacang kedelai juga mengandung kalsium, besi, potassium dan phosphorus. Kacang kedelai juga kaya akan vitamin B kompleks. Kacang kedelai merupakan salah satu yang mengandung protein tinggi, makanan yang berkalsium tinggi, kacang kedelai juga unik karena bebas dari racun kimia. Sedangkan tisu lemak hewan diketahui mengandung 20 kali lipat baja berat, racun serangga dan racun tanaman dibandingkan yang terdapat pada tanaman kacang-kacangan.http://ayni77.multiply.com/journal/item/8/Kandungan_kacang_kedelai

Sejarah dan perkembangan kacang kedelai

Jun 20, '07 12:08 AM for everyone

Orang Cina merupakan pengguna kacang kedelai sebagai makanan yang pertama. Pada sekitar tahun 1100 BC, kacang kedelai telah ditanam di bagian selatan Cina dan dalam waktu singkat menjadi makanan pokok diet Cina. Kacang kedelai telah diperkenalkan di Jepang sekitar tahun 100 AD dan meluas ke seluruh negara-negara Asia secara pesat. Kacang kedelai dikenal di Eropa sekitar tahun 1500 AD. Pada awal abad ke 18, kacang kedelai telah ditanam secara komersial di Amerika Serikat. Pada tahun 1970, tahu menjadi terkenal sebagai makanan alternatif dari daging yang ramah lingkungan. Orang-orang yang memperhatikan tentang kelaparan di seluruh dunia serta pemeliharaan sumber-sumber alam menganggap tahu sebagai pilihan makanan yang lebih murah dan sumber protein yang lebih efisien dibandingkan produk hewani. Hari ini, banyak orang telah beralih ke tahu dan produk yang berkaitan dengan tahu (termasuk minuman kacang kedelai), bukan untuk melindungi lingkungan, tetapi untuk kesehatan diri sendiri. Produk yang berkaitan dengan kacang kedelai merupakan makanan tambahan yang terjangkau.http://ayni77.multiply.com/journal/item/9

Manfaat kacang kedelai

Jun 21, '07 2:20 AM for everyone

Sumber protein nabati yang terbaik Meningkatkan metabolisme tubuh Menguatkan sistem imun tubuh Menstabilkan kadar gula darah Melindungi jantung Menambah daya ingat Membentuk tulang yang kuat Menurunkan resiko sakit jantung Menurunkan tekanan darah dan kolesterol

Mencegah menopause bagi wanita Menurunkan resiko kanker payudara Menurunkan resiko kanker prostat Mengurangi resiko serangan jantung dan strok Menghasilkan tenaga dan meningkatkan kesehatanhttp://ayni77.multiply.com/journal/item/7

AngkakDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari

Angkak (Bahasa Cina: , ; pinyin: hng q m; lit. "red yeast rice"), red fermented rice, red kojic rice, red koji rice, atau ang-kak, yaitu beras putih jenis tertentu yang dibiakkan dengan sejenis ragi khusus selama beberapa hari sehingga mengubah warna beras menjadi merah. Angkak telah dikenal penduduk Cina sejak ratusan tahun silam, dan umum digunakan bangsa Cina sebagai bagian dari campuran rempah masakan dan herbal kesehatan mereka. Di Amerika, angkak yang dikenal dengan nama Red Yeast Rice kini mulai popular dan dijual dalam bentuk kapsul sebagai penurun kolesterol alamiah yang ampuh.

[sunting] Kandungan aktifKandungan yang terpenting adalah HMG-CoA (monacolin/lovastatin/statins) yang diakui sangat effektif untuk menurunkan kolesterol jahat LDL dan Trigliserida. Ketika tingkat kolesterol darah naik, umumnya dokter memberi obat resep jenis statin seperti Lipitor dan Zocor yang mampu menghambat produksi kolesterol tetapi sangat disayangkan obat-obatan ini memiliki effek samping yang membahayakan fungsi hati dan otot manusia. Effektifitas red yeast rice untuk menurunkan kolesterol telah diuji secara klinis oleh lebih dari 17 riset di Cina. Sedangkan Universitas Kedokteran UCLA di Amerika juga telah melakukan riset yang menyimpulkan konsumsi 2.4 gram red yeast rice per hari dapat menurunkan secara nyata tingkat kolesterol Total dan LDL dalam 12 minggu. Di tahun 2006 Liu dkk menerbitkan suatu meta-analysis dari percobaan klinis (Chinese Med 2006;1:4-17). Artikel mengutip 93 percobaan klinis terkontrol dan terpublikasi (91 dipublikasikan di Cina). Total pengurangan kolesterol 35 mg/dl, LDL-cholesterol by 28 mg/dl,

triglycerides by 35 mg/dl, dan peningkatan kolesterol HDL 6 mg/dl. Zhao dkk melaporkan dalam percobaan selama empat tahun bagi penderita diabetes (J Cardio Pharmacol 2007;49:81-84). Terdapat pengurangan 40-50% dalam cardio events dan cardio deaths dalam kelompok yang dicoba. Ye dkk melaporkan dalam penelitian empat tahun pada pasien Cina yang tergolong tua dengan penyakit jantung (J Am Geriatr Soc 2007;55:1015-22). Kematian berkurang dengan 32%. Paling sedikit terdapat satu laporan di literatur tentang statin-like myopathy yang disebabkan oleh angkak (red yeast rice) (Mueller PS. Ann Intern Med 2006;145:474-5). Suatu artikel terbitan Jurnal Kardiologi Amerika tanggal 15 Juni, 2008, mendapati bahwa red yeast rice dapat memberikan keuntungan melebihi yang diberikan oleh statins. Para peneliti melaporkan bahwa keuntungan nampaknya melebihi dari yang dilaporkan dengan hanya lovastatin.[1] ConsumerLab.com mendapati banyaknya variasi campuran aktif dalam supl