PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

55
PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH 26 PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN 1. PENDAHULUAN Teknologi penginderaan jauh merupakan pengembangan dari teknologi pemotretan udara yang mulai diperkenalkan pada akhir abad ke 19. Manfaat potret udara dirasa sangat besar dalam perang dunia pertama dan kedua, sehingga cara ini dipakai dalam eksplorasi ruang angkasa. Sejak saat itu istilah penginderaan jauh (remote sensing) dikenal dan menjadi populer dalam dunia pemetaan . Eksplorasi ruang angkasa yang berlangsung sejak tahun 1960 an antara lain diwakili oleh satelit-satelit Gemini, Apollo, Sputnik, Solyus. Kamera presisi tinggi mengambil gambar bumi dan memberikan informasi berbagai gejala dipermukaan bumi seperti geologi, kehutanan, kelautan dan sebagainya. Teknologi pemotretan dan perekaman permukaan bumi berkembang lebih lanjut dengan menggunakan berbagai sistim perekam data seperti kamera majemuk, multispectral scanner, vidicon, radiometer, spectrometer yang berlangsung sampai sekarang. Bahkan dalam waktu terakhir ini alat GPS (Global Positioning System) dimanfaatkan pula untuk merekam peta ketinggian dalam bentuk DEM (Digital Elevation Model). Pada tahun 1972 satelit Earth Resource Technology Satellite - 1 (ERTS-1), sekarang dikenal dengan Landsat, untuk pertama kali diorbitkan Amerika Serikat. Satelit ini dikenal sebagai satelit sumber alam karena fungsinya adalah untuk memetakan potensi sumber alam dan memantau kondisi lingkungan. Para praktisi dari berbagai bidang ilmu mencoba memanfaatkan data Landsat untuk menunjang program pemetaan, yang dalam waktu pendek disimpulkan bahwa data satelit tersebut potensial untuk menunjang program pemetaan dalam lingkup area yang sangat luas. Sukes program Landsat diikuti oleh negara-negara lain dengan diorbitkannya berbagai satelit sejenis seperti SPOT oleh Perancis, IRS oleh India, MOSS dan Adeos oleh Jepang, ERS-1 oleh

description

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUHDAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

Transcript of PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

Page 1: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

26

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

1. PENDAHULUAN

Teknologi penginderaan jauh merupakan pengembangan dari teknologi

pemotretan udara yang mulai diperkenalkan pada akhir abad ke 19. Manfaat

potret udara dirasa sangat besar dalam perang dunia pertama dan kedua,

sehingga cara ini dipakai dalam eksplorasi ruang angkasa. Sejak saat itu istilah

penginderaan jauh (remote sensing) dikenal dan menjadi populer dalam dunia

pemetaan .

Eksplorasi ruang angkasa yang berlangsung sejak tahun 1960 an antara lain

diwakili oleh satelit-satelit Gemini, Apollo, Sputnik, Solyus. Kamera presisi

tinggi mengambil gambar bumi dan memberikan informasi berbagai gejala

dipermukaan bumi seperti geologi, kehutanan, kelautan dan sebagainya.

Teknologi pemotretan dan perekaman permukaan bumi berkembang lebih

lanjut dengan menggunakan berbagai sistim perekam data seperti kamera

majemuk, multispectral scanner, vidicon, radiometer, spectrometer yang

berlangsung sampai sekarang. Bahkan dalam waktu terakhir ini alat GPS

(Global Positioning System) dimanfaatkan pula untuk merekam peta ketinggian

dalam bentuk DEM (Digital Elevation Model).

Pada tahun 1972 satelit Earth Resource Technology Satellite - 1 (ERTS-1),

sekarang dikenal dengan Landsat, untuk pertama kali diorbitkan Amerika

Serikat. Satelit ini dikenal sebagai satelit sumber alam karena fungsinya adalah

untuk memetakan potensi sumber alam dan memantau kondisi lingkungan.

Para praktisi dari berbagai bidang ilmu mencoba memanfaatkan data Landsat

untuk menunjang program pemetaan, yang dalam waktu pendek disimpulkan

bahwa data satelit tersebut potensial untuk menunjang program pemetaan

dalam lingkup area yang sangat luas. Sukes program Landsat diikuti oleh

negara-negara lain dengan diorbitkannya berbagai satelit sejenis seperti SPOT

oleh Perancis, IRS oleh India, MOSS dan Adeos oleh Jepang, ERS-1 oleh

Page 2: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

27

MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa) dan Radarsat oleh Kanada. Pada sekitar

tahun 2000 sensor berketelitian tinggi yang semula merupakan jenis sensor

untuk mata-mata/intellegence telah pula dipakai untuk keperluan sipil dan

diorbitkan melalui satelit-satelit Quickbird, Ikonos, Orbimage-3, sehingga obyek

kecil di permukaan bumi dapat pula direkam.

Penggunaan data satelit penginderaan jauh di bidang kebumian telah banyak

dilakukan di negara maju untuk keperluan pemetaan geologi, eksplorasi

mineral dan energi, bencana alam dan sebagainya. Di Indonesia penggunaan

dalam bidang kebumian belum sebanyak di luar negeri karena berbagai

kendala, diantaranya data satelit cukup mahal, memerlukan software khusus

dan paling utama adalah ketersediaan sumberdaya manusia yang terampil

sangat terbatas.

Dalam pembahasan kali ini akan lebih ditekankan pada perkembangan

teknologi penginderaan jauh tanpa membahas prinsip dasarnya secara

mendalam, selain itu membahas mengenai prospek penggunaannya untuk

bidang geologi secara umum.

2. PRINSIP DASAR

Penginderaan jauh didefinisikan sebagai suatu metoda untuk mengenal dan

menentukan obyek dipermukaan bumi tanpa melalui kontak langsung dengan

obyek tersebut.

Banyak pakar memberi batasan, penginderaan jauh hanya mencakup

pemanfaatan gelombang elektromaknetik saja, sedangkan penginderaan yang

memanfaatkan sifat fisik bumi seperti kemaknitan, gaya berat dan seismik tidak

termasuk dalam klasifikasi ini. Namun sebagian pakar memasukkan

pengukuran sifat fisik bumi ke dalam lingkup penginderaan jauh.

Page 3: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

28

Pada dasarnya teknologi pemotretan udara dan penginderaan jauh adalah

suatu teknologi yang merekam interaksi sinar/berkas cahaya yang berasal dari

sinar matahari dan benda/obyek di permukaan bumi. Pantulan sinar matahari

dari benda/obyek di permukaan bumi ditangkap oleh kamera/sensor, tiap

benda/obyek memberikan nilai pantul yang berbeda sesuai dengan sifatnya.

Pada pemotretan udara rekaman dilakukan dengan media seluloid/film,

sedangkan penginderaan jauh melalui media pita magnetik dalam bentuk

sinyal-sinyal digital. Dalam perkembangannya batasan tersebut menjadi tidak

jelas karena rekaman potret udarapun seringkali dilakukan dalam bentuk digital

pula.

Sejarah pemotretan udara telah berjalan cukup lama sejak awal abad 19 tetapi

pada pertengahan sampai akhir abad penggunaan semakin meningkat, seperti

diperlihatkan pada tabel di bawah ini.

1839 Photography was invented

1858 Parisian Photographer, Gaspard Felix Tournachon used a balloon to ascend to a height of 80m to obtain the photograph over Bievre, France

1882 Kites were used for photography

1909 Airplanes were used as a platform for photography

1910-20

World War I. Aerial reconnaissance: Beginning of photo interpretation

1920-50

Aerial photogrammetry was developed

1934 American Society of Photogrammetry was established. Radar development for military use started

1940's Color photography was invented

1940's Non-visible portions of electromagnetic spectrum, mainly near-infrared, training of photo-interpretation

1950-1970

Further development of non-visible photography, multi-camera photography, color-infrared photography, and non-photographic sensors. Satellite sensor development - Very High Resolution Radiometer (VHRR), Launch of weather satellites such as Nimbus and TIROS

Page 4: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

29

1962 The term "Remote Sensing" first appeared

1972 The launch of Landsat-1, originally ERTS-1,Remote sensing has been extensively investigated and applied since then

1982 Second generation of Landsat sensor: Thematic Mapper

1986

French SPOT-1 High Resolution Visible sensors MSS, TM, HRV have been the major sensors for data collection for large areas all over the world. Such data have been widely used in natural resources inventory and mapping. Major areas include agriculture, forest, wet land, mineral exploration, mining, etc.

1980-90

Earth-Resources Satellite from other countries such as India, Japan, and USSR. Japan's Marine Observing Satellite (MOS - 1)

1986-

A new type of sensor called an imaging spectrometer, has been developed.

• developers: JPL, Moniteq,ITRES and CCRS. • Products: AIS, AVIRIS, FLI, CASI, SFSI, etc. A more detailed description of this subject can be found in Staenz (1992).

1990-

Proposed EOS aiming at providing data for global change monitoring. Various sensors have been proposed.

• Japan's JERS-1 SAR, • European ERS Remote Sensing Satellite SAR, • Canada's Radarsat • Radar and imaging spectrometer data will be the major theme of this decade and probably next decade as well

Awal tahun 2000 satelit –satelit dengan resolusi tinggi ( 1 – 5 meter) telah

masuk ke dalam pasar untuk kepentingan sipil.

Di bawah ini akan disinggung secara singkat mengenai teknologi pemotretan

udara dan penginderaan jauh, khususnya yang melalui wahana satelit.

2.1. Gelombang elektromaknit

Page 5: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

30

Di dalam pemotretan udara dan penginderaan jauh sinar matahari dijadikan

sumber energi yang dimanfaatkan dalam “pemotretan” muka bumi. Sinar

matahari yang dipancarkan ke permukaan bumi sebagian dipantulkan kembali

ke angkasa, besarnya nilai pantul ditangkap/direkam oleh kamera/scanner/alat

perekam lain dalam bentuk sinyal energi. Benda – benda di permukaan bumi

yang berbeda sifatnya akan memantulkan nilai (prosentase) pantulan yang

berbeda dan direkam dalam bentuk sinyal analog (potret) dan sinyal digital

(angka) yang selanjutnya divisualisasikan dalam bentuk gambar (citra).

Perbedaan nilai pantul ini yang antara lain digunakan untuk membedakan satu

benda dengan benda lain pada potret/citra (Gambar 1).

Gambar 1. Skema umum sistim penginderaan jauh

Sinar matahari disusun oleh berbagai berkas cahaya (gelombang

elektromaknit) mulai dari berkas cahaya gamma yang mempunyai panjang

gelombang pendek sampai gelombang radio yang mempunyai panjang

gelombang panjang seperti dapat dilihat pada gambar 2.

Page 6: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

31

Gambar 2. Selang panjang gelombang elektromagnet

Hanya sebagian kecil dari berkas cahaya dapat dilihat oleh mata manusia,

yaitu yang dikenal sebagai gelombang tampak (visible spectrum) yang dapat

dilihat pada warna pelangi. Berkas cahaya lain tidak kasat mata tapi dapat

direkam dalam bentuk citra.

Perjalanan berkas cahaya matahari ke permukaan bumi juga tidak mulus

semua karena diganggu oleh gas – gas yang terdapat di atmosfera. Sebagian

berkas cahaya akan dipantulkan kembali, sebagian diserap sehingga tidak

sampai ke bumi. Berkas cahaya yang ditransmisi menembus atmosfera dan

sampai ke bumi hanya terdapat pada selang cahaya tertentu, zona ini disebut

sebagai jendela atmosfera (atmospheric windows). Zona inilah yang

dimanfaatkan dalam teknologi pemotretan dan penginderaan jauh (Gambar 3)

Page 7: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

32

Gambar 3. Proses yang berlangsung di atmosfir selama gelombang menjalar ke permukaan bumi

Pada dasarnya perekaman permukaan bumi untuk keperluan pemetaan dapat

ditempuh dengan dua cara, yaitu dengan jalan pemotretan udara dan

perekaman digital melalui wahana udara atau satelit. Kedua cara ini pada

dasarnya berbeda, walaupun demikian dalam perkembangannya yang terakhir

kedua perbedaan tersebut menjadi makin kecil.

2.2. Pemotretan udara

Pemotretan udara pada umumnya menggunakan kamera dan film, dan

menghasilkan potret (data analog). Secara garis besar, pemotretan udara dan

hasil ikutannya dalam bentuk peta merupakan bidang kegiatan ilmu geodesi

yang dikenal dengan bidang fotogrametri. Bidang ini meliputi : (1).

Perencanaan pemotretan yang meliputi pemilihan kamera udara, disain

pemotretan, pemilihan film dan cara pemotretan. (2). Pemrosesan

laboratorium, meliputi pencetakan, penyusunan, pengarsipan potret. (3).

Pengolahan dan pemanfaatan seperti penggabungan potret (mosaik),

pembuatan peta topografi.

Page 8: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

33

Potret udara tidak seperti potret terestris biasa tetapi harus memenuhi

persyaratan khusus dan baku, antara lain : (1). Dibuat dalam bentuk potret

tegak (vertikal). Dalam hal tertentu pemotretan kadang dibuat dalam posisi

miring (oblique) yang menghasilkan gambar seperti dapat dilihat pada gambar

4. Namun demikian pada umumnya potret udara dibuat dalam bentuk potret

tegak (vertikal)

Gambar 4. Jenis potret udara tegak dan miring (oblique)

(2). Dibuat dengan sistim tumpang tindih (overlap) antara satu potret dengan

potret berikutnya. Cara demikian dilakukan untuk mendapatkan kenampakan 3

dimensi dan untuk keperluan pembuatan peta topografi. Tumpang tindih ke

arah samping juga dibuat dalam jarak lebih pendek, sehingga seluruh daerah

yang dipotret tidak ada yang terlewat. Gambar 5 memperlihatkan bentuk

pemotretan yang biasa dilakukan.

Page 9: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

34

Gambar 5. Pelaksanaan pemotretan udara

Kamera udara dapat berupa kamera tunggal atau majemuk, pada umumnya

diletakkan di perut pesawat, di masa lalu diletakkan di luar badan pesawat

seperti pada gambar 6. Untuk mendapatkan potret yang sesuai dengan

keperluan dasar pemotretaan dipertahankan pada posisi mendatar serta diatur

selang pengambilannya secara tetap.

Gambar 6. Kamera udara dalam pesawat terbang

Pemotretan udara menggunakan jenis kamera tunggal, kadang – kadang

kamera ganda atau kamera majemuk dan film yang dipakai dalam pemotretan

pada umumnya dari jenis pankromatik hitam putih dan warna, inframerah hitam

Page 10: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

35

putih dan warna, namun umumnya adalah film pankromatik hitam putih.

Beberapa bentuk potret yang dihasilkan diperlihatkan pada gambar 7 di bawah

ini.

Gambar 7. Produk potret udara yang dihasilkan

2.2.1. Kegunaan potret udara

Potret udara pada umumnya digunakan untuk dua hal : (1). Untuk membuat

peta topografi dengan menggunakan peralatan yang khusus dibuat untuk itu.

Pekerjaan ini termasuk dalam bidang fotogrametri, yang tidak dibahas dalam

makalah ini. (2). Untuk pemetaan sumberdaya alam seperti geologi,

kehutanan, pertanian, sumberdaya air, bencana alam dan sebagainya (peta-

peta tematik). Peta tematik dibuat dengan cara menafsirkan kenampakan pada

potret udara sesuai dengan tujuannya melalui pengenalan tanda-tanda yang

khas dari obyek yang diamati. Ilmu ini dikenal dengan penafsiran/interpretasi

potret udara. Orang yang dapat menafsirkan potret udara disebut sebagai

penafsir potret udara atau photo interpreter. Sebagai contoh kita bisa

mengenal gunungapi karena bentuknya yang seperti kerucut, adanya

kepundan dipuncaknya, torehan air/sungai berbentuk radial dan sebagainya.

Kriteria penafsiran yang umum terhadap obyek/gejala alam antara lain : (1).

Bentuk dan ukuran obyek, (2). Pola dan susunan obyek, (3). Tekstur dari

obyek, (4). Hubungan/asosiasi dengan obyek disampingnya, (4). Struktur dari

Page 11: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

36

obyek, (5). Warna, derajat keabuan (grey level) akibat nilai pantul yang

berbeda, (6). Kaitannya dengan ulah kegiatan manusia dan sebagainya.

Beberapa sifat potret udara yang dapat memperkuat pengamatan adalah

pengamatan tiga dimensi (3D) yang diakibatkan oleh sifat tumpang - tindih

(overlaping) dari potret – potret yang berdekatan/berurutan. Untuk mengamati

kenampakan 3D tersebut diperlukan suatu alat yang bernama stereoskop

seperti terlihat pada gambar 8.

Gambar 8. Pengamatan 3D dengan alat stereoskop

2.3. Teknologi penginderaan jauh

Sistim penginderaan jauh mencakup beberapa komponen utama yaitu (1).

Cahaya sebagai sumber energi, (2). Sensor sebagai alat perekam data, (3).

Stasiun bumi sebagai pengendali dan penyimpan data, (4). Fasilitas

pemrosesan data, (5). Pengguna data. Secara diagramatik diperlihatkan pada

gambar 8.

Page 12: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

37

Gambar 8. Diagram sistim penginderaan jauh pada umumnya

Di dalam teknologi penginderaan jauh dikenal dua sistim yaitu penginderaan

jauh dengan sistim pasif (passive sensing) dan sistim aktif (active sensing).

Penginderaan dengan sistim pasif adalah suatu sistim yang memanfaatkan

energi almiah, khususnya energi (baca cahaya) matahari, sedangkan sistim

aktif menggunakan energi buatan yang dibangkitkan untuk berinteraksi dengan

benda/obyek. Sebagian besar data penginderaan jauh didasarkan pada energi

matahari. Alat perekam adalah sistim multispectral scanner yang bekerja

dalam selang cahaya tampak sampai inframerah termal. Sistim ini sebagian

besar adalah menggunakan sistim optik. Jumlah saluran (channel atau band)

berbeda dari satu sistim ke sistim yang lain. Landsat 7 misalnya mempunyai 7

bands, SPOT 4 bands, ASTER 14 bands. Pada sistim hiperspektral jumlah

saluran bahkan dapat mencapai lebih dari 100.

Selain sistim pasif penginderaan dengan sistim aktif menggunakan sumber

energi buatan yang dipancarkan ke permukaan bumi dan direkam nilai

pantulnya oleh sensor. Sistim aktif ini biasanya menggunakan gelombang

mikro (micro wave) yang mempunyai panjang gelombang lebih panjang dan

dikenal dengan pencitraan radar (radar imaging). Sistim aktif pada umumnya

berupa saluran tunggal (single channel). Ia mempunyai kelebihan

dibandingkan dengan sistim optik dalam hal mampu menembus awan dan

dapat dioperasikan pada malam hari karena tidak tergantung pada sinar

Page 13: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

38

matahari. Sistim aktif antara lain diterapkan pada Radarsat (Kanada), ERS-1

(Eropa) dan JERS (Jepang).

2.3.1. Perekaman data

Sensor yang dapat digunakan untuk perekam data dapat berupa multispectral

scanner, vidicon atau multispectral camera. Rekaman data pada umumnya

disimpan sementara di dalam alat perekam yang ditempatkan di satelit

kemudian dikirimkan secara telemetri ke stasiun penerima bumi sebagai data

mentah (raw data). Di stasiun bumi data mengalami pemrosesan awal (pre-

processing) seperti proses kalibrasi radiometri, koreksi geometri sebelum

dikemas dalam bentuk format baku yang siap untuk dipakai pengguna (users).

Pengguna data pada umumnya adalah masyarakat umum dengan tidak ada

pengecualian apakah militer, sipil, instansi pemerintah atau swasta.

Pemesanan dapat dilakukan langsung kepada stasiun penerima (user service)

atau melalui agen/distributor lain.

2.3.2. Data penginderaan jauh

Data penginderaan jauh pada umumnya berbentuk data digital yang merekam

unit terkecil dari permukaan bumi dalam sistim perekam data. Unit terkecil ini

dikenal dangan nama pixel (picture element) yang berupa koordinat 3 dimensi

(x,y,z). Koordinat x,y menunjukkan lokasi unit tersebut dalam koordinat

geografi x, y dan z menunjukkan nilai intensitas pantul dari tiap pixel dalam tiap

selang panjang gelombang yang dipakai. Nilai intensitas pantul dibagi menjadi

256 tingkat berkisar antara 0 – 255 dimana 0 merupakan intensitas terrendah

(hitam) dan 255 intensitas tertinggi (putih). Dengan data citra asli (raw data)

tidak lain adalah kumpulan dari sejumlah pixel yang bernilai antara 0 -255.

Ukuran pixel berbeda tergantung pada sistim yang dipakai, menunjukkan

ketajaman/ketelitian dari data penginderaan jauh, atau yang dikenal dengan

resolusi spasial. Makin besar nilai resolusi spasial suatu data makin kurang

Page 14: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

39

detail data tersebut dihasilkan, sebaliknya makin kecil nilai resolusi spasial

makin detail data tersebut dihasilkan seperti dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Gambaran perbedaan nilai resolusi spasial data

penginderaan jauh. Contoh dari besarnya resolusi spasial pada citra

diperlihatkan pada gambar 10.

Gambar 10. Perbedaan nilai resolusi spasial pada tampilan citra

Selain resolusi spasial data penginderaan jauh mengenal suatu istilah lain

yaitu resolusi spektral. Data penginderaan jauh yang menggunakan satu

“band” pada sensornya hanya akan memberikan satu data intensitas pantul

pada tiap pixel. Apabila sensor menggunakan 5 band maka data pada tiap

pixel akan menghasilkan 5 nilai intensitas yang berbeda. Dengan

Page 15: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

40

menggunakan banyak band (multiband) maka pemisahan suatu obyek dapat

dilakukan lebih akurat berdasarkan nilai intensitas yang khas dari masing-

masing band yang dipakai. Sebagai ilustrasi resolusi spektral diperlihatkan

pada gambar 11.

Gambar 11. Diagram yang menunjukkan resolusi spektral dari data

penginderaan jauh multispectral.

2.3.3. Pemrosesan dan analisis data

Karena data penginderaan jauh berupa data digital maka penggunaan data

memerlukan suatu perangkat keras dan lunak khusus untuk pemrosesannya.

Komputer PC dan berbagai software seperti ERMapper, ILWIS, IDRISI,

ERDAS, PCI, ENVI dsb dapat dipergunakan sebagai pilihan. Untuk keperluan

analisis dan interpretasi dapat dilakukan dengan dua cara : (1). Pemrosesan

dan analisis digital dan (2). Analisis dan interpretasi visual. Kedua metoda ini

mempunyai keunggulan dan kekurangan, seyogyanya kedua metoda

dipergunakan bersama-sama untuk saling melengkapi. Pemrosesan digital

berfungsi untuk membaca data, menampilkan data, memodifikasi dan

Page 16: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

41

memproses, ekstraksi data secara otomatik, menyimpan, mendesain format

peta dan mencetak. Sedangkan analisis dan interpretasi visual dipergunakan

apabila pemrosesan data secara digital tidak dapat dilakukan dan kurang

berfungsi baik.

2.3.3.1. Pemrosesan data digital

Pemrosesan data secara digital dilakukan dengan menggunakan perangkat

lunak (software) yang khusus dibuat untuk keperluan tersebut. Berbagai

algoritma tersedia di dalam perangkat lunak tersebut yang memungkinkan data

penginderaan jauh diproses secara otomatik. Salah satu contoh misalnya

adalah menggabungkan data (3 -4 band) dalam citra gabungan dengan

menggunakan filter merah, hijau dan biru (RGB) yang menghasilkan citra

komposit (color composite image). Masing-masing band diberi filter yang

berbeda dan menghasilkan berbagai tampilan seperti terlihat pada gambar 12.

Band 3 2 1 Band 5 4 2

Band 4 7 1 Band 4 5 7

Gambar 12. Beberapa color composite data Landsat

Page 17: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

42

Pemrosesan secara digital lain misalnya adalah edge enhancement yang

bertujuan untuk menajamkan atau melembutkan tampilan citra seperti terlihat

pada gambar 13.

Gambar 13. Cara mempertajam dan memperlembut tampilan citra

dengan edge enhancement

Selain untuk mengubah tampilan citra pemrosesan digital dapat pula dipakai

untuk memperoleh data secara otomatik (ekstraksi data). Ekstraksi ini antara

lain dapat dipakai untuk memetakan tanaman hijau (NDVI), klasifikasi

(supervise dan unsupervise) seperti dalam memetakan tutupan lahan (land

cover), memetakan badan air dan sebagainya seperti dapat dilihat pada

gambar 14.

Page 18: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

43

Gambar 14. Ekstraksi otomatik peta tutupan lahan

2.3.3.2. Analisis visual

Berbeda dengan pemrosesan digital dimana hampir seluruh pekerjaan

dilakukan oleh komputer, analisis visual sebagian besar dilakukan oleh

manusia. Dengan analisis digital komputer hanya dapat mengenal dan

mengolah nilai spektralnya saja, sedangkan analisis visual manusia dapat

memperkirakan dan menentukan suatu obyek berdasarkan sifat fisiknya

seperti membedakan antara gajah dan kucing disamping berdasarkan nilai

spektralnya. Ciri pengenal yang biasa dipakai dalam penafsiran potret udara

secara utuh dapat diterapkan pada data citra penginderaan jauh.

Pada data potret udara, yang berupa data analog, penafsiran dalam bentuk

penarikan garis dan penandaan dilakukan pada lembar potretnya (hard copy),

sedangkan pada data digital selain dilakukan pada hard copy dapat juga

dilakukan langsung dari layar monitor dan hasilnya langsung disimpan dalam

bentuk data digital.

Analisis visual hanya dapat dilakukan oleh manusia yang terlatih dalam bidang

pekerjaannya.

Dalam prakteknya tidak semua informasi di permukaan bumi dapat diperoleh

melalui pemrosesan digital maupun analisis visual. Untuk mendapatkan hasil

maksimak kedua cara harus digabungkan yang akan saling melengkapi.

Page 19: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

44

3. SATELIT PENGINDERAAN JAUH

Khayalan akan adanya bentuk satelit oleh Jules Verne pada tahun 1865,

Arthur Clark tahun 1951 diwujudkan oleh satelit Sputnik yang diorbitkan Rusia

pada tahun 1957. Amerika Serikat tidak mau kalah dengan meluncurkan satelit

cuaca TIROS-1 pada tahun 1960. Sejak itu kedua negara adidaya saling

berlomba dalam ruang angkasa dengan berbagai jenis satelitnya. Dari gambar-

gambar yang diperoleh satelit Apollo, Gemini di sekitar 1970 an, Amerika

membuat kejutan dengan meluncurkan satelit pemetaan sumberdaya alam

ERTS-1 (sekarang dikenal dengan LANDSAT).

Sukses yang peroleh Amerika dengan Landsatnya membuat negara-negara

maju seperti Perancis, Kanada, Jepang, India, Masyarakat Ekonomi Eropa

(MEE) menyusul ikut meluncurkan satelit sumberalam sejenis. Sampai saat ini

dan 2007 an akan ada 25 satelit komersial mengorbit di ruang angkasa yang

datanya dapat diakses di seluruh dunia. Kita lacak salah satu satelit yang

paling lama umurnya, Landsat yang sampai sekarang berkembang pada

generasi ke 7.

Satelit penginderaan jauh pada umumnya mempunyai berbagai keunggulan,

antara lain : (1). Cakupannya sangat luas memberikan gambaran sinoptik yang

baik. (2). Memberikan liputan ulang pendek (repetitive coverage). (3).

Memeberikan sensitifitas spektral yang besar dibanding potret udara. (4).

Format digital. (5). Kompatibel dengan GIS. (6). Data berbentuk elektronik

yang mudah disebar luaskan. Profil dari satelit yang spektakuler munculnya

diuraikan di bawah ini

3.1. Satelit Landsat

Landsat adalah satelit Amerika Serikat yang pertama kali diorbitkan pada

tahun 1972 sebagai satelit sumberdaya alam. Sampai sekarang telah

diorbitkan generasi ke 7 dari satelit sejenis. Satelit lain seperti SPOT, JERS,

IRS, ADEOS tidak akan diuraikan dalam uraian ini. Salah satu generasi satelit

Page 20: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

45

Landsat adalah seperti pada gambar 15 dengan karakteristik seperti terlihat

pada gambar 16.

Gambar 15. Satelit penginderaan jauh dalam orbit mengelilingi bumi.

Orbit Landsat adalah dari kutub ke kutub (orbit polar) pada ketinggian sekitar

700 Km dengan inklinasi 98.2 derajat dengan waktu orbit ulang untuk daerah

tertentu (revisit time) 16 hari, artinya setiap 16 hari sekali satelit itu melewati

daerah yang sama (gambar 17).

Page 21: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

46

Gambar 16. Spesifikasi generasi Landsat

Gamabar 17. Orbit polar satelit Landsat.

Page 22: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

47

Data Landsat merupakan salah satu yang paling banyak dipakai dalam

pemetaan pada umumnya karena mempunyai cakupan yang sangat luas, 180

x 180 km2 dengan resolusi spasial cukup baik (30 meter)

Landsat 7 ETM+ mempunyai 8 band, 6 band pada selang cahaya tampak dan

inframerah dekat dengan resolusi spasial 30 meter, 1 band pada selang

cahaya inframerah termal dengan resolusi spasial 120 meter dan 1 band pada

selang pankromatik dengan resolusi spasial 15 meter.

3.2. Satelit lain

Seperti telah disinggung sebelumnya berbagai data penginderaan jauh telah

ada di pasaran dan dapat dipesan untuk berbagai penggunaan. Data tersebut

berbeda spesifikasinya antara lain dalam hal : (1). Jumlah band dan selang

panjang gelombang yang dipakai, (2). Luas cukupan data (coverage), (3).

Resolusi spasial yang berbeda, (4) harga. Dalam hal resolusi spasial, dua

golongan dapat dibedakan yaitu ; (1) data yang mempunyai resulosi menengan

seperti Landsat TM, SPOT Xs, JERS, ASTER dan (2) resolusi tinggi seperti

IKONOS, QUICKBIRD, ORIMAGE-3, SPOT-5.

Contoh tampilan dari data satelit seperti pada gambar 18 sampai dengan 15

Page 23: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

48

Gambar 18. Citra Aster dari Zagros fold belts, Aljazair, reesolusi 15 meter

Gambar 19. Citra Quickbird markas besar Pentagon resolusi 1 meter

Page 24: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

49

Gambar 20. Citra Orbimage-3 resolusi 1 meter hitam putih

Gambar 21. Citra Ikonos resolusi 1 meter kompleks

industri Cikarang

Page 25: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

50

Gambar 21. Citra Ikonos resolusi 4 meter Gunung Semeru

4. APLIKASI DATA PENGINDERAAN JAUH

4.1. Umum

Program pemetaan geologi sistimatik wilayah Indonesia yang begitu luas

belum selesai dilakukan. Untuk daerah di luar Pulau Jawa Peta geologi

masih berskala kecil (1:250.000 dan 1:500.000), beberapa wilayah bahkan

belum selesai dipetakan. Peta skala tersebut untuk penggunaan lebih detail

(skala operasional) masih belum dapat dipakai karena kurang detail informasi

yang diperoleh. Peta-peta geologi skala menengah (1:50.000 dan 1:100.000)

baru meliputi pulau besar tertentu, dalam beberapa hal masih memerlukan

revisi dan updating. Peta-peta berbasis geologi untuk keperluan lain seperti

perencanaan tata ruang, pemetaan geologi daerah pantai dan pesisir,

pemetaan rawan bencana dan lingkungan bahkan secara sistimatis belum

dikembangkan. Demikian pula untuk menunjang kegiatan eksplorasi mineral

dan energi peta geologi detail belum ada sehingga untuk keperluan tersebut

perlu dibuat secara khusus. Pemetaan geologi secara konvensional untuk

Page 26: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

51

mengisi keperluan di atas akan memerlukan waktu dan biaya sangat besar.

Sebagai jalan pintas citra penginderaan terbukti dapat memberikan kontribusi

yang signifikan yang perlu dipertimbangkan penggunaannya dan

disosialisasikan secara luas. Uraian di bawah ini dimaksudkan untuk

memberikan gambaran bagaimana data penginderaan jauh bermanfaat untuk

mengisi kekurangan data di atas.

4.2. Penggunaan dalam bidang kebumian

Penggunaan dalam bidang kebumian pada dasarnya adalah mengenal dan

memetakan obyek dan parameter kebumian yang spesifik, menafsirkan

proses pembentukannya dan menafsirkan kaitannya dengan aspek lain.

Untuk melakukan hal di atas dua metoda yang umum dilakukan melalui

metoda visual/manual yaitu mengenal obyek dan gejala geologi spesifik yang

dapat dilihat pada citra seperti perbedaan jenis batuan, bidang perlapisan,

struktur sesar. Cara kedua dilakukan melalui ekstraksi otomatis dari obyek

dengan memakai cara dan formula tertentu dengan menggunakan software

yang ada (digital processings). Kedua cara di atas mempunyai kelebihan dan

kekurangan sehingga gabungan keduanya akan lebih efektif dan optimal.

Berikut akan diperlihatkan bagaimana informasi kebumian dapat diidentifikasi

dari citra penginderaan jauh.

4.2.1. Geologi derah pantai dan pesisir

Wilayah dan garis pantai Indonesia sangat panjang dan luas, hanya sedikit

sekali diketahui dari padanya baik dalam hal sumberdaya alam yang dimiliki

(mineral dan bahan galian, sumberdaya air, lahan) maupun kondisi

lingkungannya. Pemetaan pada daerah pantai sulit dilakukan karena

sukarnya diperoleh singkapan batuan, asesibilitas sukar (rawa pantai) dan

mahal karena sebagian besar harus dilakukan melalui survei bawah

permukaan (geofisika dan pemboran). Sebaliknya daerah pantai dan pesisir

merupakan wilayah ekonomi yang potensial sebagai lahan pemukiman,

Page 27: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

52

prasarana perhubungan, jasa industri dan sebagainya. Kepincangan dari

kedua masalah tersebut perlu dipecahkan secara cermat.

Secara umum wilayah pantai dan pesisir dapat digolongkan menjadi

beberapa kelompok dalam kaitannya dengan proses pembentukannya,

Pengelompokan secara garis besar dapat dilakukan sebagai berikut.

a. Proses endogenik : pantai gunungapi, pantai terangkat (uplifted dan

tilted.

b. Proses eksogenik : aktivitas laut (oseanografi), proses sedimentasi dari

darat dan laut dan gabungan keduanya.

Proses biogenik : pembentukan terumbu karang dan hutan bakau

Kenampakan pada citra Landsat seperti terlihat pada gambar 22 sampai

dengan 30.

terraces

Gambar 22. Undak pantai terangkat Pulau Larat, Maluku

Page 28: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

53

Old river channelsOld river channels

Gambar 23, Endapan kipas aluvial S.Jeneberang, Makassar dan alur sungai

purba

Beach ridge and swale

Gambar 24. Punggung pematang pantai (beach ridges) pantai selatan Jawa

Tengah

Page 29: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

54

Beach ridges caused by alternating currents

Gambar 24. Alternating beach ridges di Lokseumawe, Aceh

Gambar 26. Rawa pantai yang dikonversi sebagai lahan tambah

dan alamiah dengan tutupan hutan bakau di pantai

utara Jawa dan Timor

Page 30: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

55

Gambar 27. Terumbu karang di Pulau Marshall, Pasifik

Gambar 28. Beach ridges dan swales di daerah

Blanakan, pantai utara Jawa Barat.

Page 31: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

56

Gambar 29. Beach ridges dan swale, potensi dan bencana yang dimiliki.

Gambar 30. Citra Landsat multitemporal Segara Anakan, Cilacap

4.2.2. Vulkanologi

Data penginderaan jauh untuk kegunungapian dapat memberikan informasi

mengenai bentuk dan sebaran produk erupsi seperti endapan piroklastik,

aliran dan kubah lava dari bentuknya yang khas. Disamping itu data

penginderaan jauh dapat juga memberikan gambaran mengenai komplek

vulkanik dan sejarah erupsinya yang tercermin dari perbedaan derajat erosi,

Page 32: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

57

gunungapi aktif dengan sebaran piroklastik dan aliran lahar. Kenampakan

pada citra diperlihatkan pada gambar 31 sampai dengan 35.

Gambar 31. Kerucut G.Semeru dengan kerucut

gunungapi, aliran lava dan lahar

Lava flow

Active Active volcvolc..

Pyroclastic

Gambar 32. Komplek gunungapi aktif dengan

aliran lava, piroklastik dan gunungapi aktif

Page 33: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

58

New lava flow

Old lava flow

Gambar 33. Aliran lava dari erupsi samping G,

Ceremai

G.Sibualbuali

SipirokSipirok

Gambar 34. Fumarola dari G. Sibualbuali, Padangsidempuan dan sebagian

segment sesar Sumatera.

Page 34: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

59

Gambar 35. Sebaran kerucut gunungapi di daerah Garut

4.2.3. Batuan sedimen terlipat.

Batuan sedimen terlipat dicirikan oleh bentuk dan pola topografi yang khas

dan dapat dikenal dengan baik pada citra satelit inderaja, dengan

kenampakan sebagai berikut.

a. Susunan topografi yang terdiri dari perselingan antara lembah dan

pematang bukit memanjang saling sejajar. Morfologi lembah ditempati

oleh jenis batuan lunak yang mudah tertoreh (batulempung, serpih,

napal) dan pematang bukit ditempati oleh lapisan batuan yang lebih

keras (batupasir, konglomerat, breksi, batugamping). Arah memanjang

dari bentuk morfologi ini merupakan jejak dari bidang perlapisan.

b. Batuan karbonat yang umumnya keras biasanya menempati topografi

tinggi, dikenal dengan baik apabila menunjukkan bentuk morfologi karst.

c. Breksi juga menempati topografi tinggi, homogin dan memperlihatkan

tekstur topografi kasar – sangat kasar.

d. Bidang perlapisan seringkali dapat dikenal dari kesejajaran jejak bidang

perlapisannya. Kemiringan bidang perlapisan dapat dikenal dari bentuk

Page 35: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

60

morfologi messa, cuesta atau hogback tergantung pada besarnya sudut

kemiringan bidang perlapisan tersebut.

e. Sumbu lipatan dapat dikenal dari punggungan atau lembah berbentuk

bulat, lonjong atau tapal kuda (horse shoe shapes).

f. Struktur sesar dapat dikenal dengan baik pada citra yang diperlihatkan

oleh beberapa kenampakan di antaranya adanya pergeseran bidang

perlapisan, kelurusan topografi dalam skala regional, gawir topografi,

kelurusan segmen sungai, pergeseran aliran sungai, orientasi bukit dan

gejala geologi lain dan sebagainya. Kelurusan topografi yang berpola

teratur menunjukkan adanya suatu pola rekahan pada batuan/kelompok

batuan.

Kenampakan gejala geologi tersebut di atas diperlihatkan pada gambar 14

sampai dengan 21 di bawah ini.

Gambar 36. Perlapisan batuan sedimen (A,B,C,D,E) dan

kemiringan bidang perlapisan ( � )

A

B

C

E

D

Page 36: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

61

Gambar 37. Perlapisan batupasir (A,B), batulempung (C,E)

dan batugamping(? D) dalam struktur antiklin

Gambar 38. Perlapisan batupasir dalam strukur sinklin

A

B

C

D E

F

Page 37: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

62

Gambar 39. Kelompok batuan A,B,C,D,E. Satuan batuan

C kemungkinan batugamping

Gambar 40. Perlapisan batupasir (A), batulempung (B),

dan batugamping ©

A

B C

D

E

A

B

C

D

Page 38: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

63

Gambar 41. Batugamping Wonosari . Jejak perlapisan

Gambar 42. Satuan batuan A (batulempung), B (sedimen

keras), C (patupasir dan lempung), D (Batugamping) dan E

(breksi)

A

E

D

B

C

D

Page 39: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

64

Gambar 43. Perlapisan antara batupasir dan

batulempung dalam perlipatan batuan sedimen

Gambar 44. Struktur perlipatan rumit dari batuan

sedimen Di daerah Majenang

A B

C

D

Antiklin

Sinklin

Page 40: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

65

4.2.4. Kerawanan bencana geologi

Bencana alam seperti gempa, gerakan tanah, letusan gunungapi dan banjir

merupakan jenis bencana yang berkaitan erat dengan proses dinamika

bumi. Gejala geologi tersebut sangat umum terjadi di Indonesia karena

letaknya di jalur tektonik aktif di satu pihak dan kondisi klimatologi denga

curah hujan tahunan tinggi di lain pihak. Bencana alam geologi yang

seringkali mengakibatkan korban jiwa dan materi dalam hal tertentu dapat

pula berpengaruh terhadap kegiatan sektor pertambangan.

Citra satelit penginderaan jauh dapat memberikan informasi mengenai

kerawanan bencana alam tersebut secara regional dengan cepat dengan

akurasi cukup baik. Dengan menggabungkan dengan data lain yang

berkaitan dengan bencana tersebut, informasi lebih detail akan dapat

diperoleh dengan lebih baik.

Berbagai contoh dari kenampakan bencana alam diperlihatkan pada

gambar seperti diuraikan di bawah ini.

a. Gempabumi

Gempa tektonik denga tsunami sebagai hasil ikutannya secara langsung

tidak dapat dikenal langsung pada citra satelit inderaja. Walaupun demikian

pusat gempa yang tersebar di daratan seringkali berkaitan dengan struktur

sesar aktif berskala besar seperti struktur sesar Sumatera, sesar Palu-

Koro, sesar Sorong. Struktur sesar seperti ini dengan jelas dapat dideliniasi

dari citra. Selain struktur sesar gejala tektonik aktif seringkali ditunjukkan

pula oleh gejala pengangkatan (uplifting) terutama pada terumbu karang.

Undak-undak terumbu karang di sepanjang pantai yang menghadap pada

zona tumbukan (subduction zone) menunjukkan pula adanya gerakan

kerakbumi yang kemungkinan rawan terhadap gempa tektonik.

Page 41: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

66

Bencana gelombang pasang (tsunami) yang menyertai kegempaan pada

umumnya mengakibatkan kerusakan pada dataran pantai yang menghadap

lokasi gempa. Kerusakan akibat tsunami akan maksimal apabila kondisi

pantai terbuka dan tidak terlindung, tetapi kerusakan dapat diperkecil

apabila daerah muka pantai terlindung oleh tutupan vegetasi yang lebat

seperti adanya hutan bakau.`Gambar 45 dan dengan 46 memperlihatkan

struktur sesar yang berkaitan dengan proses kegempaan.

Gambar 45. Segmen Sesar Sumatera di Padangsidempuan

Gambar 46. Segmen Sesar Sumatera di Bengkulu

Page 42: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

67

b. Letusan gunungapi

Kerawanan bencana alam hasil letusan gunungapi relatif besar

karena Indonesia mempunyai sekitar 126 gunungapi aktif tersebar di

seluruh wilayah. Meskipun seluruh gunungapi aktif telah dipetakan cukup

lama data satelit inderaja dapat memberikan informasi terkini mengenai

produk letusan dari gunungapi tersebut dan dapat dipakai sebagai sarana

monitoring, deliniasi daerah rawan letusan dan produk sebaran letusannya.

Gambar 47 memperlihatkan contoh dari hasil letusan kedua gunungapi

tersebut.

Gambar 47. Warna biru memperlihatkan sebaran produk letusan G.Merapi

(kiri) dan G.Agung (kanan)

G.Merapi

G.Agung

G.Semeru

Page 43: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

68

c. Gerakan tanah

Gerakan tanah (landslides) seringkali juga dikenal dengan gerakan

massa tanah, batuan (mass movements) secara umum diartikan sebagai

suatu gerakan tanah dan atau batuan dari tempat asalnya karena pengaruh

gaya berat (gravitasi). Faktor internal yang dapat mengakibatkan terjadinya

gerakan adalah daya ikat (kohesi) dari tanah/batuan kecil sehingga partikel

tanah/batuan dapat terlepas dari ikatannya, bergerak ke bawah dengan

menyeret partikel lain yang dilaluinya membentuk massa yang lebih besar.

Kecilnya daya ikat yang kecil dapat disebabkan oleh sifat kesarangan

(porositas) dan kelulusan air (permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan

yang intensif dari massa tersebut. Faktor eksternal yang dapat

mempercepat terjadinya gerakan terdiri dari berbagai sebab yang kompleks

seperti sudut kemiringan lereng, perubahan kelembaban karena air hujan,

tutupan vegeasi dan pola pengolahan lahan, pengikisan oleh aliran air, ulah

manusia seperti ekskavasi dan sebagainya.

Berdasarkan faktor – faktor tersebut di atas gerakan tanah secara umum

dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe yaitu (1). Runtuhan (fall), (2).

Aliran (flow). (3). Longsoran (slide), (4). Nendatan slump), dan (5). Rayapan

(creep) Secara ideal tipe-tipe gerakan tanah tersebut dapat dilihat pada

gambar 48.

Gambar 48a. Tipe gerakan tanah secara ideal

Talus

Longsoran tipe Runtuhan (fall)

Page 44: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

69

Longsoran tipe Aliran (flow)

Longsoran (sliding)

Longsoran tipe Nendatan (slumping)

Longsoran tipe rayapan (creeping)

Gambar 48b. Tipe gerakan tanah secara ideal

Page 45: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

70

Pada citra inderaja kenampakan gejala gerakan tanah diperlihatkan oleh

bentuknya yang khas seperti bentuk tapal kuda (horse shoe shape), gawir

terjal, pola rekahan sejajar dengan tebing longsor, kelembaban tanah di

lereng bawah tebing/gawir, undak topografi di sepanjang tebing sungai dan

sebagainya. Meskipun tipe/jenis longsoran tidak selalu dapat ditentukan

dari citra, perkiraan awal masih dapat diperkirakan dari bentuk produk

longsoran tersebut. Gambar 49 sampai dengan 52 memperlihatkan

kenampakan dari bentuk gerakan tanah pada citra inderaja.

Gambar 49. Gerakan tanah di darah Kabupaten Ampana

Sulawesi Tengah

Page 46: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

71

Gambar 50. Gerakan tanah di Cianjur selatan

Gambar 51. Gerakan tanah di Tasikmalaya Selatan

Page 47: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

72

Gambar 52. Gerakan tanah di Bengkulu

Berdasarkan bentuk kenampakannya yang pada umumnya sangat spesifik,

pembuatan peta gerakan tanah pada daerah yang cukup luas dapat

dilakukan secara cepat dengan akurasi cukup memadai. Peta gerakan

tanah dari hasil interpretasi lebih lanjut dapat dilengkapi dan

disempurnakan dengan melakukan survei lapangan yang lebih terarah.

Contoh peta gerakan tanah dari hasil interpretasi citra inderaja diperlihatkan

pada gambar 53. Pada peta hasil interpretasi informasi gerakan tanah

seperti bentuk gawir longsor, arah longsor, pola rekahan dan bidang

gelincir (sliding plane) serta areal longsor dapat dipetakan dengan baik.

Dengan pendekatan Sistim Informasi Geografi (SIG) peta karawanan

gerakan tanah dapat diintegrasikan dengan sebaran lokasi longsor yang

bersumber dari Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, peta

rupa bumi digital yang diterbitkan oleh BAKOSURTANAL atau dengan data

lain yang mempunyai format yang sama.

Page 48: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

73

Gambar 53. Bentuk peta kerawanan gerakan tanah di daerah

Cianjur Selatan

4.2.5. Sumberdaya air

Sumberdaya air yang menyangkut bentuk tubuh air di permukaan bumi (air

permukaan) dan air bawah tanah merupakan aspek geologi yang sangat

rawan akibat perubahan kondisi lingkungan, khususnya dalam bentuk

pencemaran kimia dan fisika. Pencemaran fisika air, khususnya pengaruh

sedimentasi paling nyata teridentifikasi pada citra inderaja pada kombinasi

band visible (pada citra Landsat band 1,2 dan 3). Pencemaran kimia

sampai saat ini masih belum dapat ditentukan dari band yang tersedia.

Penggunaan sensor hiperspektral (misalnya pada CASI) pencemaran kimia

dilaporkan telah dapat diketahui, meskipun sistim ini masih belum meluas

penggunaannya.

Informasi sumberdaya air yang dapat dipetakan dari citra inderaja secara

umum di antaranya:

a. Pola aliran sungai dengan bentuk dan sebaran DAS dan subDAS.

b. Jenis sungai dalam kelangsungan kandungan air (intermitten dan

perenial streams).

c. Bentuk dan jenis massa air genangan (danau, bendungan, rawa, rawa

pantai, kelembanan tanah permanen).

Page 49: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

74

d. Sedimentasi di dalam massa air (danau, bendungan, pantai).

e. Banjir.

f. Sebaran mataair dan airtanah bebas/dangkal

g. Kemungkinan airtanah dalam.

Pada citra inderaja kesemua bentuk hidrologi tersebut di atas hanya dapat

terlihat pada kombinasi band tertentu. Sebagai contoh, sedimentasi di

dalam massa air misalnya hanya dapat diidentifikasi pada kombinasi band

visible sedangkan pada kombinasi band infra merah tidak terlihat.

Kelembaban tanah tampak jelas pada kombinasi band infra merah, tidak

pada visible. Air di dalam lembah sungai umumnya tidak dapat dilihat

karena ukurannya yang lebih kecil dari nilai resolusi spasialnya, kecuali air

pada sungai-sungai utama yang besar. Meskipun demikian keberadaan air

dapat ditafsirkan diri kenampakan lembah sungainya.

Beberapa kenampakan bentik hidrologi pada citra inderja diperlihatkan

pada gambar 54 sampai dengan 58.

Gambar 54. Pola aliran sungai Sesar Sumatera

Page 50: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

75

Gambar 55. Pola aliran sungai Luwuk, Sulawesi Tengah

Gambar 56. Rawa pantai Aceh Besar, NAD

Page 51: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

76

Gambar 57. Banjir, pantai barat Aceh

Gambar 58. Pencemaran waduk Saguling (enceng gondok)

Page 52: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

77

4.2.6. Lingkungan daerah pertambangan

Citra inderaja dengan resolusi spasial menengah (30 meter) dapat

memberikan gambaran mengenai wilayah pertambangan cukup baik. Untuk

dapat memperoleh gambaran wilayah pertambangan yang lebih detail,

penggunaan citra resolusi tinggi diperlukan.

Lingkungan pertambangan secara garis besar tampak pada citra dari

perubahan kondisi lingkungan fisik seperti misalnya perubahan bentuk

mukabumi (landscape), perubahan tutupan vegetasi (land cover) dan akibat

dari penggalian tambang, khususnya galian di permukaan bumi. Wilayah

pertambangan yang dikelola dengan baik pada umumnya relatif teratur, efisien

dan rapih sebaliknya apabila pengelolaannya kurang baik perusakan

permukaan tidak teratur dan acak.

Kenampakan wilayah pertambangan dari citra inderaja diperlihatkan pada

gambar 59 sampai dengan 64 di bawah ini.

Gambar 59. Bukaan tambang Batu Hijau, NTB

Page 53: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

78

Gambar 60. Bukaan tambang Grazberg, Freeport

Gambar 61. Tambang batubara Kalimantan Selatan

Page 54: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

79

Gambar 62. Tambang pasir besi Cilacap

Gambar 63. Galian pasir di sekitar Serpong

Page 55: PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH  DAN PENGGUNAANNYA DI BIDANG KEBUMIAN

PRINSIP DASAR PENGINDERAAN JAUH

80

Gambar 64. Tambang emas Pongkor, Jawa barat

5. PENUTUP DAN KESIMPULAN

Berdasarkan berbagai studi dan implemantasi yang masih sangat sedikit

dilakukan di Indonesia beberapa hal dapat dikemukakan :

1. Kemampuan data penginderaan jauh untuk keperluan pemetaan geologi

pada umumnya dan implementasi dalam kegiatan eksplorasi

sumberdaya mineral dan energi cukup menjanjikan, Berbagai informasi

mengenai batuan, struktur geologi dan bentuk-bentuk morfoogi yang

berkaitan dengan kerawanan bencana geologi terrekam dengan baik.

2. Data penginderaan jauh dapat memberikan informasi awal kondisi

geologi pada daerah yang belum dipetakan, dapat dipakai untuk map

updating dan diintergasikan dengan data lain misalnya data geofisika.

3. Data penginderaan jauh dengan prasarana pemrosesan data makin

kian terjangkau harganya sehingga dapat dikembangkan oleh instansi

pemerintah maupun swasta yang berkecimpung dalam bidang

pemetaan.

4. Masalah kesiapan sumberdaya manusia sangat penting untuk

digalakkan, khususnya tenaga interpreter.