PREVALENSI BISINOSIS DI PABRIK TEKSTIL DAN … · lndonesia / RS Persahabatan *) **) ***) ......

3
PREVALENSI BISINOSIS DI PABRIK TEKSTIL DAN HUBUNGANNYA DENGAN KONSENTRASI DEBU KAPAS DI LINGKUNGAN KERJA Julia Karnagi *, Sumedi Sudarsono ** dan Faisal yunus *** P2S K3 Hiperkes Medis Universitas Indonesia Bagian llmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran universitas lndonesia / RS Persahabatan *) **) ***) PENDAHULUAN Kapas sebagai bahan dasar pembuatan tekstil masih mempunyai keunggulan mengingat ongkos tanam dan pengolahannya yang rendah. pabrik tekstil yang memakai kapas sebagai bahan dasar memberi risiko pajanan debu kapas pada saluran napas pekerja. Salah satu bahaya kesehatan yang ditimbulkan oleh karena penghisapan debu kapas, hemp atau flax sebagai bahan dasar tekstil adalah penyakit bisinosis (l). Kata bisinosis berasal dari perkataan Yunani "by sos,,yang berarti kain atau rami yang dihasilkan oleh tanaman flax. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh proust tahun lg7j (2,3). Diagnosa bisinosis ditegakkan dengan adanya keluhan rasa tertekan di dada dan atau sesak napas pada hari pertama bekerja setelah hari libur, sehingga gejala yang khas ini dinamakan "Monday tightness,,. Gejala ini menghilang bila pekerja meninggalkan lingkungan kerjanya. Keluhan ini timbul diduga karena obstruksi pada saluran napas. Obstruksi yang terjadi ini disebut obstruksi akut. Bila pekerja tidak dipindahkan. dari lingkungan yang berdebu maka obstruksi akut yang mula-mula reversibel akan menetap. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan fungsi paru. penurunan VEPI yang pada awalnya masih bersifat reversibel, yang lama kelamaan menjadi menetap. Obstruksi yang dapat ditemukan pada pekerja sebelum mereka bekerja pada hari pertama setelah istirahat pada hari libur, disebut obstruksi kronik. Jangka waktu terjadinya obstruksi kronik tergantung dari banyak hal seperti kadar debu, lama pajanan, kebiasaan merokok dan sebagai- 138 nya (2,4). Prevalensi bisinosis di berbagai negara bervariasi antara | - 88 % dan pada umumnya ber- gantung pada kadar debu lingkungan kerja (4,5).Nilai Ambang Batas (NAB) debu kapas yang diperkenankan "American Conference Govermental Industrial Hygiene,, (ACGIH) adalah 0,2 mgn43 (6). Tujuan penelitian ini adalah memperoleh data prevalensi bisinosis,batuk kronik,bronkitis kronik, obstruksi akut dan obstruksi kronik serta hubungannya dengan kadar ileb-ir-lingkungan kerja dan kebiasaan merokok. Manfaat penelitian ini adalah menu-runkan prevalensi.bisinosis dengan menurunkan kadar debu yang pada akhimya memberi perlindungan kesehatan terhadap pekerja. '. BAHAN DAN.CARA Responden diambil sebanyak 88 subyek dari bagian "spinning" dan "carding" pabrik tekstil di Jakarta. Dari 541 orang populasi di bagian "spinning,, dan 106 orang di bagian "carding" diambil sebagai sampel masing- masing 73 orang dan 15 orang. Kriteria subyek adalah telah bekerja lebih dari 6 bulan dan telah istirahat 24 jam sebelumnya. Dilakukan pengumpulan data kesehatan dengan kuesioner kesehatan,data faal paru dengan pemeriksaan spirometri dan mini peak flow meter dilakukan sebelum dan sesudah kerja, dan data kadar debu di lingkungan kerja dengan alat.,low vol- ume air sampler" pada masing-masing 3 tempat di

Transcript of PREVALENSI BISINOSIS DI PABRIK TEKSTIL DAN … · lndonesia / RS Persahabatan *) **) ***) ......

Page 1: PREVALENSI BISINOSIS DI PABRIK TEKSTIL DAN … · lndonesia / RS Persahabatan *) **) ***) ... dikembangkan dengan metode kohort untuk menemukan sebab sebenarnya dari penyakit bisinosis

PREVALENSI BISINOSIS DI PABRIK TEKSTILDAN HUBUNGANNYA DENGAN KONSENTRASIDEBU KAPAS DI LINGKUNGAN KERJAJulia Karnagi *, Sumedi Sudarsono ** dan Faisal yunus ***

P2S K3 Hiperkes Medis Universitas IndonesiaBagian llmu Kedokteran Komunitas Fakultas KedokteranUniversitas lndonesiaBagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran universitaslndonesia / RS Persahabatan

*)

**)

***)

PENDAHULUAN

Kapas sebagai bahan dasar pembuatan tekstilmasih mempunyai keunggulan mengingat ongkos tanamdan pengolahannya yang rendah. pabrik tekstil yangmemakai kapas sebagai bahan dasar memberi risikopajanan debu kapas pada saluran napas pekerja. Salahsatu bahaya kesehatan yang ditimbulkan oleh karenapenghisapan debu kapas, hemp atau flax sebagai bahandasar tekstil adalah penyakit bisinosis (l). Kata bisinosisberasal dari perkataan Yunani "by sos,,yang berarti kainatau rami yang dihasilkan oleh tanaman flax. Istilah inipertama kali diperkenalkan oleh proust tahun lg7j (2,3).Diagnosa bisinosis ditegakkan dengan adanya keluhanrasa tertekan di dada dan atau sesak napas pada haripertama bekerja setelah hari libur, sehingga gejala yangkhas ini dinamakan "Monday tightness,,. Gejala inimenghilang bila pekerja meninggalkan lingkungankerjanya. Keluhan ini timbul diduga karena obstruksipada saluran napas. Obstruksi yang terjadi ini disebutobstruksi akut. Bila pekerja tidak dipindahkan. darilingkungan yang berdebu maka obstruksi akut yangmula-mula reversibel akan menetap. Hal ini dapatdibuktikan dengan pemeriksaan fungsi paru. penurunan

VEPI yang pada awalnya masih bersifat reversibel,yang lama kelamaan menjadi menetap. Obstruksi yangdapat ditemukan pada pekerja sebelum mereka bekerjapada hari pertama setelah istirahat pada hari libur,disebut obstruksi kronik. Jangka waktu terjadinyaobstruksi kronik tergantung dari banyak hal seperti kadardebu, lama pajanan, kebiasaan merokok dan sebagai-

138

nya (2,4). Prevalensi bisinosis di berbagai negarabervariasi antara | - 88 % dan pada umumnya ber-gantung pada kadar debu lingkungan kerja (4,5).NilaiAmbang Batas (NAB) debu kapas yang diperkenankan"American Conference Govermental Industrial Hygiene,,(ACGIH) adalah 0,2 mgn43 (6).

Tujuan penelitian ini adalah memperoleh dataprevalensi bisinosis,batuk kronik,bronkitis kronik,obstruksi akut dan obstruksi kronik serta hubungannyadengan kadar ileb-ir-lingkungan kerja dan kebiasaanmerokok. Manfaat penelitian ini adalah menu-runkanprevalensi.bisinosis dengan menurunkan kadar debuyang pada akhimya memberi perlindungan kesehatanterhadap pekerja.

'.BAHAN DAN.CARA

Responden diambil sebanyak 88 subyek dari bagian"spinning" dan "carding" pabrik tekstil di Jakarta. Dari541 orang populasi di bagian "spinning,, dan 106 orangdi bagian "carding" diambil sebagai sampel masing-masing 73 orang dan 15 orang. Kriteria subyek adalahtelah bekerja lebih dari 6 bulan dan telah istirahat 24jam sebelumnya. Dilakukan pengumpulan datakesehatan dengan kuesioner kesehatan,data faal parudengan pemeriksaan spirometri dan mini peak flowmeter dilakukan sebelum dan sesudah kerja, dan datakadar debu di lingkungan kerja dengan alat.,low vol-ume air sampler" pada masing-masing 3 tempat di

Page 2: PREVALENSI BISINOSIS DI PABRIK TEKSTIL DAN … · lndonesia / RS Persahabatan *) **) ***) ... dikembangkan dengan metode kohort untuk menemukan sebab sebenarnya dari penyakit bisinosis

"forp3mrfnil,h.{tg,$

Tabel VIPerbandingan prevalensi Antar peneliti

'lunn Tmpor l\rktu prer.. Bisinosis l(adar debu Lama kerjar'*ciultr

terlalu banyak bronkitis kronik yang ditemukan.Bronkitis kronik biasanya ditemukan pada bisinosis yanglebih lanjut yaitu pada derajat C2 - C3 (ll), tapi padapenelitian ini ditemukan bronkitis pada bisinosis derajatringan (C l/2). Hal ini mungkin karena mereka telahmenderita bronkitis sebelumnya atau oleh karena sebablain yang diperburuk dengan bekerja pada lingkunganyang berdebu.

Tidak didapatkan perbedaan yang bermaknaprevalensi obstruksi akut pada pekerja yang menderitabisinosis dengan yang tidak mengalami bisinosis. Halini menunjukan bisinosis tidak selalu disertai denganobstruksi akut. Penelitian Bratawidjaja juga men-dapatkan tidak ada hubungan antara bisinosis denganobstruksi akut.

Tidak didapatkan perbedaan prevalensi batukkronik dan bronkitis kronik antara peked a yanghampirselalu memakai ApD dengan yang jarang memakaiAPD. Hal ini dapat terjadi karena : kemungkinanpemakaian APD tidak berhubungan dengan kejadianbisinosis karena yang berperan dalam terjadinya bisinosisbukan hubungan "dose response,' tapi faktor imunologi(s, lo).

Tidak didapatkan perbedaan prevalensi bisinosis,batuk kronik dan bronkitis kronik antara yang merokokdengan yang tidak merokok. Hal ini dapat terjadi karenajumlah pekeda yang merokok dan jumlah rokok yangdihisap terlalu sedikit sehingga hubungan merokokdengan bisinosis pada penelitian ini tidak dapatdianalisa.

Tidak ada perbedaan bermakna antarariwayatalergi pekerja yang mengalami bisinosis dengan yangtidak mengalami bisinosis. Tidak dilakukan pemeriksaanuji kulit pada penelitian ini sehingga sukar untukmenganalisa hubungan bisinosis dengan reaksiimunologi pekerja.

Dari 88 subyek penelitian, tidak satupun ditemukanpenderita asma, padahal prevalensi asma adalah 5_lO%dari jumlah penduduk. Hal ini mungkin terjadi karenapekerja asma sudah mengundurkan diri lebih dahulu.Demikian pula, tidak ditemukan obstruksi kronik karenausia pekerja yang relatif muda dan lama kerja yangrelatif singkat sehingga pekerja sudah pergi sebelumterjadi obstruksi kronik.

rirur li.i i988 38 Yn

l:ulX,l-[

- lrum t \:man: 1988 Z0%.;iriua lrgri s,pn: ii i992 5,9 %

.flii,,t[]'f

:rmmi:re 1986

xin Sre

J L"_4 -f,

Fenetitian Bratawidjaja 19g6 pada pabrik tekstil.r ftnrE ada di Jakarta dan sekitarnya mendapatkan kadar"ren: rara-rata 1,59 mg/M3 dengan prevalensi bisinosis-:,1 ur r2ng merupakan hasil rata-rata pada beberapa;nur.nk denean rentang kadar debu 0,25 mg/M3 _ 3,23nts \[] dan rentang prevalensi bisinosis 24 _ S5o/o (5).Se;anelian penelitian ini mendapatkan prevalensi yang.c,ir,Erf lebih tinggi yairu 27,3% dengan kadar debu 0,407rrg \13. Perbedaan ini disebabkan oleh banyak faktor:emni perbedaan cara pengendalian debu seperti suhu,u*",ernbaban. pemakaian ApD maupun lama kerja. padasrnelitian ini tidak terdapat perbedaan prevalensi:,snosis antara bagian ,,spinning,, yang kadar debunyar*rft tinesi sedikit dibandingkan dengan bagian ,,card_

m:-" Hal ini dapat terjadi karena kadar debu di kedua-rer:pat ).ang dibandingkan tidak berbeda secararernalina (p>0,05), dan karakteristik pekerja yang::bandin_gkan seperti umur, lama pajanan,kebiasaanrn<rokok dan kebiasaan memakai ApD tidak berbedaxnnakna (p>0,05)

Didapatkan perbedaan prevalensi batuk kroniken:ar-a penderita bisinosis dan tidak bisinosis. Bisinosisyeng ditemukan semuanya dalam derajat ringan yaituI I 2. dan batuk kronik memang merupakan suatumisode sebelum terjadinya bisinosis yang lebih berat dan:ronkitis kronik (ll). Hal ini sesuai dengan masa kerja:rkerja yang belum terlalu lama. Tidak ada perbedaananara bronkitis kronik pada pekerja yang bisinosis:e.ngan yang tidak bisinosis. Hal ini sesuai dengan lamakeria pekerja yang belum terlalu lama sehingga belum

30%

19,25%

21,3%

1,04 - 4 mg/M3

8,2 - 9 mg/M3

0,17 - 0,5 mgt\43

1,59 mgM3

0,76 mg/M3

0,407 mg,A43

Rata+ata

12 tahun

Rata-rata

> 2 tahun

Rata+ata

29 bulan

t41

Page 3: PREVALENSI BISINOSIS DI PABRIK TEKSTIL DAN … · lndonesia / RS Persahabatan *) **) ***) ... dikembangkan dengan metode kohort untuk menemukan sebab sebenarnya dari penyakit bisinosis

2.

SARANRisiko gangguan pernapasan pada pekerja pabrik

tekstil terhadap pajanan debu kapas di masa datangmasih tetap besar mengingat peminat tekstil denganbahan dasar kapas yang nyaman dipakai dibandingdengan serat sintetis lainnya disamping ongkos tanamdan pengolahannya yang rendah. Untuk menunjangusaha perlindungan terhadap gangguan pernapasan padapekerja kapas maka diajukan saran-saran sebagaiberikut :

t. Penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjutdengan jumlah sampel yang lebih besar dandikembangkan dengan metode kohort untukmenemukan sebab sebenarnya dari penyakitbisinosis ini sehingga pengendalian penyakitbisinosis ini dapat lebih terarah.

Kepada pengelola pabrik untuk menurunkanprevalensi bisinosis di pabrik dengan :

- Upaya penurunan kadar debu lingkungan kerjadengan cara menambah jumlah penghisap debudan menambah kelembaban ruangan.

- Upaya peningkatan cara pemakaian alatpelindung diri yang baik dan tepat denganpenyuluhan sehingga dapat melindungipekerja dari debu kapas.

Kepada pengelola pabrik disarankan untukmelakukan pemeriksaan faal paru dan radiologitoraks prakerja dan berkala bagi pekerja untukperlindungan kesehatan maupun perlindunganterhadap tuntutan di masa datang maupun

PREVALENSI BISINOSIS DI PABRIK TEKSTIL

kemungkinan untuk pemindahan tempat kerja bagipekerja yang telah mengalami bisinosis.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

l. Parmeggiani L, ILo Encyclopedia ofOccupational Health andSafety, voll, New York Mcgraw Hill book Co l9g3; 350-3,557-9.

2. Bouyhuys A, Zuskin E, Byssinosis : Occupational lung disease intextile workers. In: Occupational AsthmaVan Nostrand ReenholdCo, USA, 1980; 3349, 349-51.

3. Suma'murPI(Byssinosisinlndonesialn:proceedingofthe tenthConference on Occupational Health, Singapo re, l9g2 : 632-g

4. Parik{r JR, Byssinosis in developing countries In: Brit J industrMed, 1992;49:217-9.

5. Bratawidjaja KG, Bisinosis dan hubungannya dengan obstruksiakut: Disertasi DoktorFKUI, 1990; l-58.

6. 1993-1994 Treshold Limit Value for Chemical Substance andPhysical Agents and Biological Exposure Indices, American Con-ferenrc Govemmental Industrial Hygiene (ACGIH), Cincinati 17.

7. Sigsgaard T, Pederson OF,Juul S,Gravesen SRespirstory disordersand atopy in cotton, wool and other textile workersin Denmark,American Journal of Industrial Medicine, 1992;22: 163-g4.

8. Rylander R, Imbus HR, Suh MW, Bacterial contamination of cot-ton as an indicator of respiratory effects among card roomworkwers, Brit J Industr Med, 19'l.9;36;299-304.

9. Parikh JR, Bhagia LJ, Majumdar pK, Shah AR, Kashyap SK,Prevalence of byssinosis in textile mills at Ahmedabad Indi4 BritJ of Industr Med, 1989; 46l' 787-90.

10. Woldeyohannes M, Bergevin Y,Mgeni Ay, Respiratory problemsamong cotton textile workers in Ethiopi4 Brit J Industr Med,l99l;48; I l0-5.

1 l. Morgan WKC, Byssinossi and related condition. In: OccupationalLung Diseases,eds Morgan WKC, SeatonA, philadelphic WBSaunders Co., 1 984 : 541-63.

3-

142