Presus Keratosis Seboroik
Transcript of Presus Keratosis Seboroik
BAB I
PENDAHULUAN
Keratosis seboroik merupakan tumor jinak kulit yang paling banyak muncul pada orang yang
sudah tua, sekitar 20% dari populasi dan biasanya tidak ada atau jarang pada orang dengan usia
pertengahan. Keratosis seboroik memiliki banyak manifestasi klinik yang bisa dilihat, dan
keratosis seboroik ini terbentuk dari proliferasi sel-sel epidermis kulit. Keratosis seboroik dapat
muncul dalam berbagai bentuk lesi, bisa satu lesi ataupun tipe lesi yang banyak atau multipel.
Walaupun tidak ada faktor etiologi khusus yang dapat diketahui, keratosis seboroik lebih
sering muncul pada daerah yang terpapar sinar matahari, terutama pada daerah leher dan wajah,
juga daerah ekstremitas.(1)
Secara global atau internasional, keratosis seboroik merupakan tumor jinak pada kulit yang
paling banyak diantara populasi di Amerika Serikat. Angka frekuensi untuk munculnya keratosis
seboroik terlihat meningkat seiring dengan peningkatan usia seseorang.(2)
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama Pasien : Ny. Sri Widowati
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No.Rekam Medis : 290364
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Dodokan, Sri Gading, Sanden, Bantul
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Timbul bercak-bercak berwarna coklat di daerah bawah mata, pelipis, dan leher.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang wanita usia 39 tahun, datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD Panembahan
Senopati dengan keluhan di sekitar mata kanan dan kiri serta leher muncul bercak-bercak
berwarna coklat. Pasien mengatakan keluhan sudah lama dirasakan, kurang lebih sudah 4 tahun.
Pada awalnya bercak yang muncul hanya sedikit dan kecil-kecil, tapi lama-kelamaan makin
banyak dan membesar. Sebelumnya pasien mengaku memakai produk kecantikan selama ± 5
tahun. Pasien tidak mengeluh gatal maupun nyeri, tetapi merasa terganggu secara kosmetik.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit serupa (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengatakan keponakannya juga mengalami gejala yang sama dengan dirinya.
STATUS DERMATOLOGIS
Tampak plak multiple berwarna coklat, menonjol, berbatas tegas, dengan diameter yang
bervariasi di daerah bawah mata, pelipis, dekat telinga hingga ke leher. Terdapat beberapa lesi
yang bertangkai di region leher.
RESUME
– Wanita, 39 tahun.
– Timbul bercak berwarna coklat di daerah bawah mata, pelipis, dekat telinga, dan, leher
– Lesi tak nyeri dan tak gatal
– Tampak plak multiple berwarna coklat, menonjol, berbatas tegas, dengan diameter yang
bervariasi di daerah bawah mata, pelipis, dekat telinga hingga ke leher. Terdapat
beberapa lesi yang bertangkai di region leher.
DIAGNOSIS BANDING
– Nevus Pigmentosus
– Keratosis senilis
– Melanoma Maligna
– Epitelioma sel basal berpigmen
DIAGNOSIS KERJA
Keratosis Seboroik
TERAPI
Electrocautery
Fuladic cream 2 dd ue
BAB III
KERATOSIS SEBOROIK
a. Definisi
Keratosis seboroik adalah tumor jinak yang sering dijumpai pada orang tua berupa tumor
kecil atau makula hitam yang menonjol diatas permukaan kulit. (Siregar, 2005).
b. Etiologi
Penyebab pasti dari keratosis seboroik belum diketahui. Ada pendapat yang mengatakan
bahwa faktor keturunan memegang peranan penting. Pada individu yang mempunyai
predisposisi genetik, pembentukan keratosis seboroik juga dapat dipacu oleh kerusakan
aktinik ( actinic damage ) dan kadang kadang bentuk lesi kulit yang lain seperti drug
eruption.
Ada pula yang mengatakan bahwa terpapar sinar matahari secara kronis yang menjadi
penyebabnya. Proses terjadinya disebabkan oleh efek kumulasi dari energi radiasi sinar
matahari. sebagian besar kasus menyerang mareka yang berkulit putih dan terpapar sinar
matahari.
c. Epidemiologi
1) Ras
Keratosis seboroik kurang umum di populasi dengan kulit gelap dibandingkan dengan
mereka yang memiliki kulit putih, namun orang-orang kulit hitam mengembangkan
varian keratosis seboroik yang disebut dermatosis papulosa nigra. Lesi ini mempengaruhi
wajah, terutama pipi atas dan lateral daerah orbita. Lesi ini kecil, pedunkulasi, dan sangat
berpigmen dengan elemen keratotic minimal. Awal lesi ini umumnya berawal dari
keratosis seboroik biasa (Balin, 2009).
2) Gender
Tidak ada perbedaan gender dalam frekuensi terjadinya seborrheic keratoses
(Balin,2009).
3) Umur
Keratosis seboroik adalah tumor jinak yang umum pada individu yang lebih tua.Mereka
tampak meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Keratosis seboroik juga telah
ditemukan terjadi pada individu muda.
d. Patogenesis
Epidermal Growth Faktor (EGF) atau reseptornya, telah terbukti terlibat dalam
pembentukan keratosis seboroik. Tidak ada perbedaan yang nyata dari ekspresi
immunoreactive growth hormone receptor di keratinosit pada epidermis normal dan keratosis
seboroik.
Ekspresi dari gen bcl-2, suatu gen onkogen penekan apoptosis, rendah pada keratosis
seboroik dibandingkan dengan basal sel karsinoma atau skuamos sel karsinoma, yang
memiliki nilai yang tinggi untuk jenis gen ini (Nakagawa et al, 1994). Tidak ada peningkatan
yang dapat dilihat dalam sonic hedgehog signal transducers patched (ptc) dan smoothened
(smo) mRNA pada keratosis seboroik dibanding kulit yang normal (Tojo et al,1999).
Frekuensi yang tinggi dari mutasi gene dalam mengencode reseptor tyrosine kinase
FGFR3 (fibroblast growth factor receptor 3) telah ditemukan pada beberapa tipe keratosis
seboroik. Hal ini menjadi alasan bahwa faktor gen menjadi basis dalam patogenesis keratosis
seboroik. FGFR3 terdapat dalam reseptor transmembrane tyrosine kinase yang ikut serta
dalam memberikan sinyal transduksi guna regulasi pertumbuhan, deferensiasi, migrasi dan
penyembuhan sel. Mutasi FGFR3 terdapat pada 40% keratosis seboroik hiperkeratosis, 40%
keratosis seboroik akantosis, dan 85% keratosis seboroik adenoid. (Haffner et al, 2007).
Keratosis Seboroik memiliki banyak derajat pigmentasi. Pada pigmentasi keratosis
seboroik, proliferasi dari keratinosit memacu aktivasi dari melanosit di sekitarnya
dengan mensekresi melanocyte-stimulating cytokines. Endotelin-1 memiliki efek simulasi
ganda pada sintesis DNA dan melanisasi pada melanosit manusia dan telah terbukti terlibat
sabagai salah satu peran penting dalam pembentukan hiperpigmentasi pada keratosis
seboroik (Teraki et al, 1996). Secara Immunohistokimia, keratinosit pada keratosis seboroik
memperlihatkan keratin dengan berat molekul yang rendah, tetapi ada sebagian kecil
pembentukan keratin dengan berat molekul yang tinggi.
e. Varian Klinikopatologi
Ada beberapa bentuk histologi dan terkadang berbeda secara klinis untuk keratosis
seboroik (Balin, 2009; Wolff et al , 2008) :
1) Common Seborrheic Keratosis
Sinonim: basal cell papilloma, solid seborrheic keratosis. Jenis ini dianggap
sebagai lesi klasik. Bentuknya seperti jamur, dengan epidermis hiperplastik dan
berbatas tegas yang menggantung di sekitar kulit. Tumor ini terdiri dari sel-sel
basaloid yang seragam. Kista-kista keratin kadang lebih banyak, dan bias tampak
didalam folikel dan diluar folikel. Melanosit terkadang muncul dalam jumlah
banyak, dan produksi pigmennya menghasilkan warna luka hitam. Perpindahan
pigmen ke keratinosit kelihatan cukup normal.
2) Reticulated Seborrheic Keratosis
Sinonim: adenoid seborrheic keratosis. Kumpulan sel-sel basaloid turun dari
dasar epidermis. Kista-kista keratin dikelilingi oleh sel-sel ini. Stroma kolagen
eosinopilik yang halus membungkus di sekeliling kumpulan sel basaloid dan dapat
membentuk lesi yang banyak.
3) Stucco Keratosis
Sinonim: hyperkeratotic seborrheic keratosis, digitate seborrheic keratosis, serrated
seborrheic keratosis, verrucous seborrheic keratosis.Stucco keratosis muncul
berukuran 3-4 mm, berwarna seperti warna kulit atau benjolan berwarna putih abu-
abu yang muncul di tungkai bagian bawah. Penampakan sel epidermal seperti
puncak menara gereja mengelilingi inti kolagen membentuk hiperkeratosis seperti
jalinan keranjang. Keratinosit yang bervakuola yang ada pada veruka vulgaris tidak
ditemukan pada lesi ini, meskipun secara klinis lesi ini bisa menyerupai kutil virus
yang kecil.
4) Clonal Seborrheic Keratosis.
Jenis keratosis seboroik ini berbentuk sarang-sarang sel basaloid yang
tidak selamanya berbatas tegas berbentuk bulat dan terbungkus longgar di dalam
jaringan epidermis. Walaupun sel yang paling banyak adalah keratinosit, sarang-
sarang tersebut mengandung melanosit dalam jumlah besar. Keratinosit ini ukurannya
bisa bermacam-macam.
5) Irritated Seborrheic Keratosis
Sinonim: inflamed seborrheic keratosis, basosquamous cell acanthoma. Kelainan kulit
eksematous berubah menjadi keratosis seboroik yang khas. Penyebab dari reaksi
eksematous ini tidak diketahui. Bisa jadi disebabkan trauma, tapi belum dapat
dibuktikan. Secara histologi, suatu keratosis seboroik memperlihatkan bagian-bagian
dari perubahan inflamasi, banyak lingkaran atau pusaran dari sel-sel
eosinofilik skuamous yang merata dan tertata seperti bawang. Ini menyerupai mutiara
keratin dalam sel karsinoma bersisik, tapi bisa dibedakan oleh besarnya jumlah
mereka,kecilnya ukuran, dan bentuknya yang terbatas. Keratinosit dalam suatu
keratosis seboroik yang iritasi menunjukan tingginya tingkat keratinisasi atau
keratosis seboroik yang sudah dewasa dibandingkan dengan common seborrheic
keratosis.
6) Seborrheic Keratosis with Squamous Atypia
Sel atipik dan diskeratosis bisa terlihat pada beberapa keratosis seborrheic. Lesi
tersebut bisa sangat mirip dengan penyakit Bowen’s atau karsinoma sel squamous
yang invasive. Tidak diketahui sebab-sebab perubahan tersebut, baik itu akibat dari
iritasi atau aktivasi, atau tanda karsinoma sel squamous. Sebaiknya
untuk menghilangkan lesi ini seluruhnya.
7) Melanoacanthoma.
Sinonim : pigmented seborrheic keratosis. Melanoacanthoma lebih gelap dari
pigmented seborrheic keratosis. Di dalam lesi ini, ada proliferasi melanosit
dendritik yang jelas. Melanosit tersebut kaya dengan melanin, sebaliknya di sekitar
keratinosit sangat sedikit mengandung melanin. Melanosit dapat berkembang menjadi
sarang, yang melebar dari lapisan basal ke lapisan superfisial epidermis. Lesi ini
tidak berpotensi menjadi ganas.
8) Dermatosis Papulosa Nigra.
Dermatosis papulosa nigra merupakan papul kecil pada wajah yang tampak
padaorang Afrika Amerika, namun terlihat pada orang yang berkulit lebih gelap dari
raslain, nampak merupakan varian dari keratosis seboroik. Lesi ini merupakan erupsi
papul yang berpigmen pada wajah dan leher. Mereka menyerupai melanoacanthoma
kecil-kecil. Gambaran histologis seperti common seborrheic keratosis tapi berukuran
lebih kecil.
9) The Sign of Leser-Trelat
Erupsi multipel keratosis seboroik, juga dikenal sebagai the sign of Leser-Trelat,
disebutkan berkaitan dengan multipel internal malignancies yang tersembunyi
dan sering diikuti dengan rasa gatal . Keganasan yang paling sering dihubungkan
adalah adenokarsinoma lambung, colon, dan payudara. Tanda ini juga telah
dilaporkan dengan berbagai macam tumor, termasuk limfoma, leukemia, dan
melanoma. Tanda ini juga disebutkan bahwa berhubungan dengan hyperkeratosis
telapak tangan dan telapak kaki terkait dengan penyakit keganasan dan dengan
acanthosis nigricans. Fenomena keratosis seboroik yang bisa pecah, mungkin
menunjukkan peradangan dermatosis yang berpusat di sekitar papiloma kulit dan
keratosis seboroik membuat fenomena itu lebih kelihatan. Tentu saja, dibutuhkan
keahlian klinis melihat peninggian lesi keratosis seboroik pada pasien dengan
dermatitis generalisata yang disebabkan banyak hal. Kemoterapi, khususnya
citarabine, bias menyebabkan peradangan keratosis seboroik, khususnya ketika
dikaitkan dengan tanda Leser-Trelat. Maligna acanthosis nigricans muncul sebanyak
35% pasien dengan tanda Leser-Trelat, yang menunjukkan kesamaan mekanisme.
Namun, hubungan sebenarnya antara erupsi keratosis seboroik multipel dengan
keganasan organ dalam masih harus dijelaskan.
f. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
– Biasanya asimptomatik, pasien hanya mengeluh terdapat bejolan hitam terasa
tidak nyaman.
– Lesi kadang dapat terasa gatal, ingin digaruk atau dijepit.
– Pasien kadang merasa benjolan semakin membesar secara lambat.
– Lesi tidak dapat sembuh sendiri secara tiba-tiba.
– Sebagian kasus terdapat riwayat keluarga yang diturunkan.
– Lesi dapat timbul di seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan kaki serta
membrane mukosa. (Barlin, 2009)
b. Pemeriksaan fisik
Keratosis seboroik tampak sebagai lesi berupa papul atau plak yang agak menonjol,
namun dapat juga terlihat menempel pada permukaan kulit. Lesi biasanyamemiliki
pigmen warna yang sama yaitu coklat, namun kadang kadang juga dapat ditemukan
yang bewarna hitam atau hitam kebiruan, bentuk bulat sampai oval, ukuran dari
miliar sampai lentikular bahkan sampai 35x15cm. Pada lesi multiple distribusi seiring
dengan lipatan kulit. Permukaan lesi biasanya berbenjol benjol. Pada lesi yang
memiliki permukaan halus biasanya terkandung jaringan keratotik yang menyerupai
butiran gandum. Pada perabaan terasa lunak dan berminyak.
Lesi biasanya timbul pada usia lebih dari 40 tahun dan terus bertambah seiring
dengan bertambahnya usia. Pada beberapa individu lesi dapat bertambah besar dan
tebal, namun jarang lepas dengan sendirinya.
Trauma atau penggosokan dengan keras dapat menyebabkan bagian puncak lesi
lepas, namun akan tumbuh kembali dengan sendirinya. Tidak ada tendensi untuk
berubah ke arah keganasan. Akan tetapi melanoma, karsinoma sel basal, dan
terkadang tumbuh di lesi keratosis seboroik (Balin, 2009; Wolff et al, 2008).
g. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan histopatologi.
Komposisi keratosis seboroik adalah sel basaloid dengan campuran sel skuamosa.
Invaginasi keratin dan horn cyst merupakan karakteristiknya. Sarang-sarang sel skuamosa
kadang dijumpai, terutama pada tipe irritated. Satu dari tiga keratosis seboroik terlihat
hiperpigmentasi pada pewarnaan hematoksilin-eosin. Setidaknya ada 5 gambaran
histologi yang dikenal : acanthotic (solid), reticulated (adenoid), hyperkeratotic
(papilomatous), clonal dan irritated. Gambaran yang bertumpang tindih biasa dijumpai.
(Balin, 2009; Harahap, 2000; Wolff et al, 2008)
a) Tipe acanthotic dibentuk oleh kolumna-kolumna sel basal dengan campuran horncyst.
b) Tipe reticulated mempunyai gambaran jalinan untaian tipis dari sel
basal, seringkali berpigmen, dan disertai horn cyst yang kecil.
c) T i p e h i p e r k e r a t o t i k t e r l i h a t e k s o f i l i k d en g an b e r b a g a i t i n gk a t
h i p e r k e r a t o t i s , papilomatosis dan akantosis. Terdapat sel basaloid dan sel
skuamosa.
d) Tipe clonal mempunyai sarang sel basaloid intraepidermal
e) Pada tipe irritated, terdapat infiltrat sel yang mengalami inflamasi berat,
dengan gambaran likenoid pada dermis bagian atas. Sel apoptotik terdapat pada
dasar lesiyang menggambarkan adanya regresi imunologi pada keratosis seboroik.
Kadangkala terdapat infiltrat sel yang mengalami inflamasi berat tanpa likenoid,
Jarang terdapat netrofil yang berlebihan dalam infiltrat. Pada pemeriksaan dengan
menggunakan mikroskop elektron menunjukkan bahwasel basaloid yang kecil
berhubungan dengan sel pada lapisan sel basal epidermis. Kelompok - kelompok
melanososm yang sering membatasi membran dapat ditemukan di antara sel.
h. Diagnosis banding
a) Melanoma maligna
Awalnya berupa tahi lalat yang berubah dalam warna, ukuran, mulai timbul gejala
(terbakar, gatal, sakit), terjadi peninggian lesi, berkembangnya lesi satelit. Akademi
dermatologi Amerika menekankan pentingnya evaluasi lesi berpigmen,yaitu: A =
asimetri, B = border irregularity, C = color variegation, D = Diameter lebih dari 0,6 mm.
b) Epitelioma sel basal berpigmen
Predileksi terutama pada wajah, jarang pada lengan, tangan, badang, tungkai
dan kaki. Lesi dapat berupa papul atau nodul kecil dengan diameter kurang 2 cm dengan
tepi meninggi dan berwarna hitam atau coklat. Permukaan tampak mengkilat, sering
dijumpai teleangiektasia dan kadang ada skuama halus atau krusta tipis.
c) Nevus pigmentosus
Nevus pigmentosus dapat terjadi di semua tempat termasuk membrana mukosa dekat
permukaan tubuh. Lesi dapat datar, papuler, atau papulomatosa biasanya berukuran 2-4
mm. Papul berbatas tegas dan mengkilat dengan permukaan agak licin, umumnya
berambut.
d) Keratosis senilis
Lesi awalnya berupa makula atau plak kecoklatan berbentuk bulat atau irreguler, dapat
soliter atau multiple, berbatas tegas, teleangiektasi dengan permukaan kasar, kering dan
skuama yang melekat.
i. Penatalaksanaan
1) Medikamentosa Keratolytic agent
Dapat menyebabkan epitelium yang menanduk menjadi mengembang, lunak,
maserasi kemudian deskuamasi (Balin, 2009).
a) Amonium lactat lotion
Mengandung asam laktat dan asam alfa hidroxi yang telah terbukti mengurangi
keratosis seboroik (Klaus et al, 1990; Van Scott et al, 1989).
Hal tersebut disebabkan karena mempunyai daya keratolitik dan memfasilitasi
pelepasan sel-sel keratin. Sedian 15% dan 5% strenght; 12% strenght dapat
menyebabkan iritasi muka karena menjadikan sel-sel keratin tidak beradesi.
b) Trichloroacetic acid
Membakar kulit, keratin dan jaringan lainya. Dapat menyebabkan iritasi lokal.
Pengobatan keratosis seboroik dengan 100% trichloroacetic acid dapat
menghilangkan lesi, tepi penggunaanya harus ditangan profesional yang ahli. Terapi
topikal dapat digunakan tazarotene krim 0,1% dioles 2 kali sehari dalam 16 minggu
menunjukkan perbaikan keratosis seborik pada 7 dari 15 pasien.
2) Terapi bedah
a) Krioterapi
Merupakan bedah beku dengan menggunakan cryogen bisa berupa nitrogen cair atau
karbondioksid padat. Mekanismenya adalah dengan membekukan sel-sel kanker,
pembuluh darah dan respon inflamasi lokal. Pada keratosis seboroik bila pembekuan
terlalu dingin maka dapat menimbulkan skar atau hiperpigmentasi, tetapi apabila
pembekuan dilakukan secara minimal diteruskan dengan kuretase akan memberikan
hasil yang baik secara kosmetik (Wolff et al , 2008)
b) Bedah listrik
B ed ah l i s t r i k ( e l e c t r o s u r g e r y) ad a l a h s u a t u c a r a p em b ed ah a n
a t au t i n d ak a n dengan perantaraan panas yang ditimbulkan arus listrik bolak-balik
berfrekuensi tinggi yang terkontrol untuk menghasilkan destruksi jaringan secara
selektif agar jaringan parut yang terbentuk cukup estetis den aman baik
bagi dokter maupun penderita. Tehnik yang dapat dilakukan dalam bedah
listrik adalah : elektrofulgurasi, elektrodesikasi, elektrokoagulasi, elektroseksi atau
elektrotomi, elektrolisis den elektrokauter.
c) Laser CO
Sinar Laser adalah suatu gelombang elektromagnetik yang memiliki panjangtertentu,
tidak memiliki efek radiasi dan memiliki afinitas tertentu terhadap suatu bahan/target.
Oleh karena memiliki sel target dan tidak memiliki efek radiasi sebagaimana sinar
lainnya, ia dapat digunakan untuk tujuan memotong jaringan,membakar jaringan pada
kedalaman tertentu, tanpa menimbulkan kerusakan pada jaringan sekitarnya. Sebagai
pengganti pisau bedah konvensional, memotong jaringan sekaligus membakar
pembuluh darah sehingga luka praktis tidak berdarah saat memotong. (PERAPI,
2002)
d) Bedah scalpel
Satu cara konservatif namun tetap dipakai sampai sekarang ialah bedah
skalpel. Umumnya karena invasi tumor sering tidak terlihat sama dengan tepi lesi
dari permukaan, sebaiknya bedah ini dilebihkan 3 -4 mm dari tepi lesi
agar yakin bahwa seluruh isi tumor bisa terbuang. Keuntungan prosedur
ini ialah tingkat kesembuhan yang tinggi serta perbaikan kosmetis yang sangat
baik.
e) Dermabrasi
Prosedur dermabrasi dikerjakan menggunakan instrumen yang digerakkan
motor 24,000 rpm dengan silinder sandpaper / wire brush. Menggunakan anestesi
local atau narkose. Perbaikan terjadi karena dermis yang ditipiskan dengan
tehnik ini t i d ak a k an m e n e b a l k em b a l i . S e t e l ah l u k a s em b u h
d i t u t u p i ep i t e l b a r u ya n g terbentuk diatas raw surface. Keberhasilan dan
cepatnya penyembuhan tergantung pertumbuhan sel-sel epitel, foilikel rambut,
kelenjar keringat yang ada. Proses ini menyerupai penyembuhan pada donor-site skin
graft (PERAPI, 2002).
j. Prognosis
Keratosis seboroik merupakan tumor jinak dan tidak menjadi ancaman bagi kesehatan
individu. Lesi keratosis seboroik umumya tidak mengecil namun akan bertambah besar dan
tebal seiring dengan waktu, dan tidak berubah menjadi ganas (Halfian, 2006; Harahap, 2000)
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini disebutkan bahwa seorang wanita 39 tahun, seorang pedagang, datang ke
dokter dengan keluhan muncul bintil-bintil berwarna coklat di wajah dan lehernya. Keluhannya
dirasakan sejak empat tahun yang lalu. Awal keluhan bintil hanya sedikit, berwarna coklat muda,
semakin lama semakin banyak dan berwarna lebih gelap seperti tahi lalat dan membesar. Pasien
tidak mengeluh gatal maupun nyeri, tetapi merasa terngganggu secara kosmetik. Pasien
mengaku sering terpapar sinar matahari jika mau berangkat ke pasar. Sebelumnya pasien
menggunakan produk kecantikan selama 5 tahun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan UKK plak
multiple berwarna coklat, menonjol, berbatas tegas, dengan diameter yang bervariasi. Dari hasil
wawancara selanjutnya diketahui keponakan pasien juga menderita penyakit yang sama. Oleh
dokter dilakukan bedah listrik elektrokauter, kemudian diberikan obat antibiotika topical.
Penyebab pada pasien ini kemungkinan besar adalah seringnya terpanjan sinar matahari
dan penggunaan produk kecantikan. Faktor genetic juga turut mengambil peranan dalam
manifestasi klinis yang muncul pada pasien ini. Pada penderita keratosis seboroik, terjadi mutasi
pada gen bcl-2 yang merupakan genonkogen penekan apoptosis dan gen yang menyandi FGFR3
(fibroblast growth factor receptor 3). Pada keratosis seboroik, rendahnya gen bcl-2 menyebabkan
tidak terjadinyaapoptosis sehingga terjadi proliferasi keratosit yang terus menerus. Proliferasi
keratositmemacu aktivasi dari melanosit disekitarnya dengan mensekresi melanocyte-
stimulatingcytokines sehingga ditemukan papul hiperpigmentasi dan permukaannya verukosa.
Mutasi juga terjadi pada gen yang menyandi FGFR3. FGFR3 terdapat dalam reseptor
transmembranetyrosine kinase yang ikut serta dalam memberikan sinyal transduksi guna
regulasi pertumbuhan, deferensiasi, migrasi dan penyembuhan sel. Mutasi pada gen tersebut
menyebabkan tidak ada pengaturan dalam produksi melanin sehingga terjadi hiperpigmentasi.
Gen-gen yang mengalami mutasi tersebut dapat terjadi akibat dari paparan sinar matahari yang
terus menerus maupun dapat juga diturunkan secara genetik dari orang tua. Padakasus ini
diketahui bahwa keponakan pasien juga menderita penyakit yang sama. Kemungkinan gen
yang telah mengalami mutasi yang muncul di keluarga pasien diturunkan pada pasien.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah bedah listrik elektrokauter. Bedah
listrik merupakan suatu tindakan bedah dengan menggunakan alat bedah listrik yang dapat
membangkitkan aliran listrik terkontrol untuk menghasilkan destruksi jaringan yang selektif.
Sedangkan teknik yang digunakan adalah elektrokauterisasi yaitu dengan mengalirkan arus
listrik melalui tahanan logam platina di ujung elektroda. Panas yang timbul ditempelkan pada
jaringan hidup sehingga timbul koagulasi mekanik dan terjadi destruksi fisik. Keuntungan
penatalaksanaan dengan bedah listrik ialah sederhana dan mudah dipakai dalam praktek sehari-
hari, instrumen sedikit, tidak memerlukan waktu lama, tidak perlu anti septik yang berlebihan,
efek hemostasis baik, parut hipertrofik dapat dihindarkan dengan arus yang rendah, trauma
minimal, hasil kosmetik yang dapat diterima dengan baik, tidak memerlukan perawat di rumah
sakit. Namun juga memiliki kerugian yaitu penyembuhan luka lebih lama dan biayanya yang
relatif mahal. Selanjutnya setelah dilakukan bedah listrik elektrokauter juga diberikan antibiotika
topikal yang berfungsi untuk menghindari adanya infeksi. Eduksi yang diberikan pada pasien
ialah untuk melindungi diri dari paparan sinar matahari langsung karena jika terpapar sinar
matahari langsung akantimbul bintil-bintil kehitaman lagi pada wajah pasien, juga menghentikan
pemakaian produk kecantikan. Saran yang dapat diberikan pada pasien adalah melindungi diri
dari paparan sinar matahari langsung pascaterapi. Apabila terjadi kekambuhan, pasien disarankan
untuk tidak melakukan penggosokan. Trauma atau penggosokan dengan keras dapat
menyebabkan bagianpuncak lesi lepas, namun akan tumbuh kembali dengan sendirinya. Tidak
ada tendensi untuk berubah ke arah keganasan.
Daftar Pustaka
Balin, Arthur. 2009. Seborrheic Keratosis. http://emedicine.medscape.com/article/1059477-
overview
Ginarte M, Garcia-Caballero T, Fernandez-Redondo V, Beiras A, Toribio J. Expression of
growth hormone receptor in benign and malignant cutaneous proliferative entities. J Cutan
Pathol. Jul 2000;27(6):276-82. in Balin, Arthur. 2009. Seborrheic Keratosis.
http://emedicine.medscape.com/article/1059477-overview
Groves RW, Allen MH, MacDonald DM. Abnormal expression of epidermal growth factor
receptor in cutaneous epithelial tumours. J Cutan Pathol. Feb 1992;19(1):66-72 in Balin,
Arthur. 2009. Seborrheic Keratosis. http://emedicine.medscape.com/article/1059477-
overview
Hafner C, Hartmann A, Vogt T. FGFR3 mutations in epidermal nevi and seborrheic keratoses:
lessons from urothelium and skin. J Invest Dermatol. Jul 2007;127(7):1572-3. in Balin,
Arthur. 2009. Seborrheic Keratosis. http://emedicine.medscape.com/article/1059477-
overview
Hafner C, van Oers JM, Hartmann A, Landthaler M, Stoehr R, Blaszyk H, et al. High frequency
of FGFR3 mutations in adenoid seborrheic keratoses. J Invest Dermatol. Nov
2006;126(11):2404-7. in Balin, Arthur. 2009. Seborrheic Keratosis.
http://emedicine.medscape.com/article/1059477-overview
Hafner C, Hartmann A, Real FX, Hofstaedter F, Landthaler M, Vogt T. Spectrum of FGFR3
mutations in multiple intraindividual seborrheic keratoses. J Invest Dermatol. Aug
2007;127(8):1883-5. in Balin, Arthur. 2009. Seborrheic Keratosis.
http://emedicine.medscape.com/article/1059477-overview
Halfian, 2006. Keratosis Seboroik. Diakses dari
http://halfian.multiply.com/journal/item/20/KERATOSIS_SEBOROIK
Harahap, M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Penerbit Hipokrates. Jakarta
Nakagawa K, Yamamura K, Maeda S, Ichihashi M. bcl-2 expression in epidermal keratinocytic
diseases. Cancer. Sep 15 1994;74(6):1720-4 in Balin, Arthur. 2009. Seborrheic Keratosis.
http://emedicine.medscape.com/article/1059477-overview
Nanney LB, Ellis DL, Levine J, King LE. Epidermal growth factor receptors in idiopathic and
virally induced skin diseases. Am J Pathol. Apr 1992;140(4):915-25. in Balin, Arthur.
2009. Seborrheic Keratosis. http://emedicine.medscape.com/article/1059477-overview
PERAPI. 2002. Dermabrasi. Diakses dari http://www.perapisurgeon.org/faq/01,03,002.html
Siregar, R.A., 2005. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC.
Teraki E, Tajima S, Manaka I, Kawashima M, Miyagishi M, Imokawa G. Role of endothelin-1 in
hyperpigmentation in seborrhoeic keratosis. Br J Dermatol. Dec 1996;135(6):918-23. in
Balin, Arthur. 2009. Seborrheic Keratosis.
http://emedicine.medscape.com/article/1059477-overview
Wolff, K. et al. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Seventh edition. McGraw
Hill.