PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

28

description

Beberapa waktu belakangan ini, fenomena dunia Internasional, nasional bahkan sampai Masisir mengangetkan banyak pihak. Konflik ISIS, ‘perkelahian’ KPK-Polri, sampai relasi Masisir dengan KBRI Kairo-Mesir, hal ini sebagai Misal. Hemat kami, pada keadaan semacam itu sedang terjadi kebuntuan komunikasi. Bahkan bisa kita bilang, sedang eksis parade komunikasi dagelan di permukaan.

Transcript of PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

Page 1: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"
Page 2: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

2

Alhamdulillah, sampai detik ini Tuhan masih saja mengajak kami untuk tidak terlalu sepaneng dalam menjalani hidup, atau dengan bahasa lain, Tuhan sedang bercanda dengan “ke-meski-an”; meski banyak nya kerikil dalam penulisan yang ditemukan di sana sini, meski selalu berpetak-umpet dengan deadline dan meski harus memacu waktu yang se-makin mepet dengan ujian, namun Tuhan selalu mem-berikan kehumorisan dan candaan di dalamnya. Bagaimana tidak? Bulan April yang sudah masuk dalam batas penghujung, jadwal-jadwal ujian yang sudah banyak terpampang di sudut-sudut ruangan kelas, menandakan bahwa ujian tinggal menghitung jari, dan seharusnya para mahasiswa sudah belajar dengan khusuk dan tenang. Se-dangkan di sini kami-para kru-secara otomatis harus menco-ba mengakrabi ke-meski-an itu agar dapur redaksi untuk bulan April tetap mengepul. Lagi lagi Tuhan sedang bercan-da. Benar, dalam keterdesakannya waktu dan kalutnya pikiran yang was-was dengan ujian, buletin prestasi edisi-mepet ujian-kali ini dapat terbit dengan tema “Komunikasi Dagelan”. Hadirnya tema ini bukan disebabkan karena ban-yaknya halangan *ke-meski-an+ yang mendera kami, sehing-ga buletin ini dapat dan tetap terbit diwaktu-waktu yang sangat krusial dan-katakanlah-ekstrem, yang pada akhirnya muncul anggapan: Prestasi sedang mendagel. Namun lebih kepada tanggapan atau komentar-komentar masyarakat terutama kaum mahasiswa yang mengeluh ketika melihat pemberitaan mengenai badan pemerintah yang menggun-dahkan. Kegundahan itu bisa terlihat dari bagaimana pola komunikasi yang terjalin antara elit pemerintah dengan elit pejabat yang lain, antara satu instansi dengan lembaga or-ganisasi lain, semisal konflik KPK-Polri. Banyaknya kegunda-han yang diekspresikan oleh masyarakat atas pemerintah, akhirnya melebar sampai Masisir sendiri; antara Atdik dengan Masisir. Sehingga di sini akan timbul pertanyaan, bagaimana pola komunikasi antara pemerintah dan rakyatnya, dan Atdik dengan anak-anaknya? Kegundahan inilah yang akan kami singgung. Selamat membaca!*+

Page 3: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

3

Sore itu di teras masjid Al-Azhar, secara kebetulan sepasang kekasih dari Malaysia duduk tak jauh dari tempatku. Mereka berkomunikasi dengan asyik dan romantis, membuatku merasa iri. Iri bukan karena pribadiku, melainkan aku teringat dengan beberapa kejadian terkait komunikasi yang sampai hari ini masih belum selesai. Ya, lucu memang. Aku terbayang betapa lucunya komunikasi yang terjadi di Indonesia, mulai dari berita adanya gubernur tandingan di Jakarta sampai keputusan lucu dari presiden yang berujung pada judul KPK versus POLRI. Komunikasi antara pembesar negara tergambar sangat lucu, karena mereka seakan-akan bermain dagelan dalam suatu negara. Lihat saja bagaimana FPI (Front Pembela Islam) yang kemarin sempat mengangkat gubernur tandingan buat Ahok. Lha wong sudah jelas undang-undangnya kalau seorang gubernur yang belum selesai masa jabatannya tetapi dengan sengaja mengundurkan diri karena ada tugas lain, maka wakil gubernur diangkat menjadi gubernur. Bagaimana bisa itu dipermasalahkan? Dan ketika masalah ini sudah selesai, tiba-tiba muncul dagelan lagi. Beberapa bulan setelah pengangkatan Jokowi sebagai presiden, secara mengejutkan Jokowi membuat keputusan yang membuat rakyat kaget. Pengajuan Budi Gunawan sebagai Kapolri menggemparkan jagat tanah air. Pasalnya Budi sendiri ditetapkan KPK sebagai tersangka korupsi, karena gendutnya rekening yang dimilikinya. Jokowi yang tetap kukuh mengajukan Budi Gunawan membuat situasi tambah lucu, sebab terlihat KPK dan Jokowi seolah sedang bermain tarik tambang. Entah apa maksud dari permainan itu. Walaupun akhirnya kedua dagelan di atas dapat berhenti, tapi kedewasaan para pemegang kekuasaan agaknya perlu dipertanyakan. Ternyata tidak berhenti di situ, lagi-lagi komunikasi dagelan para lakon negara kembali terulang. Baru kemarin sore Ahok dan DPRD

DKI Jakarta bermain kucing-kucingan. Komunikasi lucu dua kubu pelayan rakyat ini masih terlihat asyik sampai sekarang. Ahok menuduh RAPBD 2015 palsu dan berisi dana siluman, sedang DPRD tidak terima dengan sikap Ahok yang menurut mereka tidak beretiket. Padahal mereka menanggapinya dengan umpatan-umpatan pula, kurang lucu bagaimana, betapa hal lain yang dengan san-gat bercanda disisipkan para anggota DPRD untuk menanggapi tuduhan Ahok. Selain dagelan para lakon pemerintah di Indonesia, di Masisir juga tak mau kalah. Entah orang Indonesia hobi dagel atau bagaimana. Komunikasi yang terjadi antara Atdik dengan Masisir agaknya terlihat lucu juga. Atdik sekarang ini ternyata sangat perhatian betul terhadap pendidikan Masisir. Tentunya hal itu sangatlah baik, namun perhatian besar terhadap segi akademis ternyata masih membuat sebagian besar Masisir bingung dan tertawa. Bingung karena memikirkan apakah Atdik tidak mengetahui keberagaman masiisr-terutama dari segi ekonomi? Dan juga tertawa, karena apakah Masisir belum dewasa untuk sadar akan pentingnya sisi akademis seperti apa yang dipikirkan Atdik? Lantas, bagaimana pula sistem interaksi dan komunikasi yang dibangun oleh Atdik dengan Masisir? Berangkat dari gonjang-ganjing realita dagelan inilah buletin PRESTâSI mencoba membuka tabir realita komunikasi dagelan. Bagaimanakah bentuk komunikasi yang baik itu? Serta, seperti apakah esensi dari komunikasi itu? Entah yang terjadi pada pemerintahan di Indonesia ataupun di ling-kungan Masisir. Selamat berdagel ria! *+

Memang Lucu Mahfudz Wasim

Page 4: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

4

Komunikasi diibaratkan sebagai jantung dina-mika dalam berorganisasi patut diperhatikan kembali akhir-akhir ini. Karena fungsinya yang bisa memberikan satu kesepahaman dalam mendamaikan perbedaan dan pengontrol kese-imbangan sosial leleh oleh kepentingan politis atau pun kepentingan pribadi. Terlihat akhir-akhir ini, dalam setiap lembaga institusi dan pelaku organisasi memendam agenda kepentingan yang beragam. Sehingga berdam-pak dalam membangkitkan sifat enggan dan acuh tak acuh atas problem yang lain pada satu sisi, dan juga menimbulkan kesenjangan per-pekstif negatif pada diri masing-masing pelaku organisasi atau objek organisasi sebagai hal yang paling benar. Pada gilirannya, disfungsi visi-misi pada lembaga dan ketidaksepahaman atas maksud dari organisasi melahirkan komu-nikasi yang mandul: tiada perubahan dinamika dan kesadaran kolektif di struktur sosial, lem-baga masyarakat dan istitusi masyarakat (pemerintah dan lembaga-lembaganya). Maka tidak salah, pernah ada anggapan kalau rapat DPR seperti anak TK pada zaman presiden Ab-durrahman Wahid. Memerhatikan kembali fungsi universal komu-nikasi seperti penjelasan di atas, berarti juga membantu menjaga stabilitas sosial dan pemerintahnya. Sehingga satu kesepahaman visi-misi dalam payung tanggungjawab dan keadilan sosial bisa menjadi kesadaran kolektif sebagai tujuan bersama-sama untuk mem-bangun dan memajukan suatu bangsa dan masyarakat secara umum dan masyarakat aga-ma secara khusus. Oleh sebab itu, catatan ter-hadap kenyataan rapat DPR seperti anak TK dan peristiwa KPK versus KAPOLRI, ATDIK ver-sus Mahasiswa, Al-Azhar dengan Mahasiswan-ya, ISIS dengan Negara Islam dan komunitas Islam, Pimred Prestâsi dengan Krunya, menjadi catatan penting agar upaya merajut ulang komunikasi berat sebelah dan tiada keseim-bangan pada setiap fungsi sosialnya terealisasi-kan dalam membangun dinamika yang lebih

bergairah. Dan catatan ini, kedepannya, bisa menjadi bahan penggerak dan motivasi positif kepada masyarakat dan pengamat sosial untuk bersama-sama membantu membangun keadi-lan sosial untuk seluruh rakyat. Atas pentingnya makna fungsi komunikasi ini, potret komunikasi dagelan dihadirkan oleh buletin Prestâsi untuk memberikan refleksi sejenak kepada pembaca atas peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini. Seolah-olah tema komu-nikasi dagelan adalah bentuk kepedulian intel-ektual dan moral untuk menjaga proses regen-erasi bisa terkendali dengan seimbang. Sehing-ga kata dagelan bisa selalu mengingatkan kepa-da pelaku komunitas dan lembaga atas tanggungjawab yang diberikan kepada mereka. Dalam artian bahwa mereka tidak boleh me-nyelipkan kepentingan individu di atas kepentingan bersama. Kemudian dengan sew-enang-wenangnya melanggar batas etika ber-sama yang telah menjadi kesepakatan sosial dan sistem lembaga. Lalu membeli jalur yuridis untuk melegitimasi kesewenang-wenangnya sebagai kebenaran tunggal yang tidak bisa diu-bah, kecuali oleh atasannya sendiri. Tapi harus tetap menjaga keseimbangan dalam mem-bangun kemaslahatan di masyarakat: baik dan buruknya secara bersamaan. Kemudiaan, pertanyaan yang lahir dari wacana di atas adalah akan dibawa kemanakah janji primodial dan tanggungjawab jabatannya da-lam menjaga rakyat? Dan dimanakah kedudukan sebenarnya rakyat di mata pejabat? Teman, lawan, objek, proyek, ataukan kepentingan bersama? Jika kemudian jawa-bannya adalah teman, di manakah peran dan fungsinya dalam menjalankan amanah dari rakyat untuk mengentaskan kemiskinan dan problem pendidikan? Jika jawabannya lawan, kenapa harus dan membentuk kesepakatan sistem demokrasi untuk mendapatkan suara rakyat sebagai pengesahan hak kepemerinta-han, bukankah itu menganggap rakyat sebagai kawan? Jika jawabannya objek dan proyek,

Komunikasi Dagelan: Antara Idealitas dan Realitas Sosial

Nashifuddin Luthfi

Page 5: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

5

masihkan rakyat dihargai sebagai manusia bah-wa negara dan agama bukanlah kepentingan individu yang hanya dimiliki oleh penguasa? Jika jawabannya adalah kepentingan bersama, kenapa transparasi sangat sulit didapatkan oleh rakyat agar bisa bahu-membahu men-gontrol dan memajukan laju pemerintah dalam membangun negara, atau penggawai dalam membantu mengembangkan produksi bersa-ma? Jawaban di atas tergantung atas sudut pan-dang yang dihadirkan oleh pembaca atas komunikasi yang ia terima dalam membaca rakyat dan pemerintah, mahasiswa dengan penguasa, mahasiswa dengan universitas, manusia dan agamanya, kru buletin Prestâsi dengan pimred. Jika komunikasi yang bermula dari dibangun sesuai batas tanggungjawab dan etika, resiprokal kepedulian dengan semangat positif dan saling memberi keuntungan senan-tiasa terjaga bersama-sama tanpa niat mencederai. Akan tetapi jika tidak sesuai, kesenjangan dinamika akan selalu muncul dan stagnasi pemikiran atau pun kreatifitas mati dalam arti fungsi, bukan praktek. Oleh karena itu, komunikasi dagelan mengingatkan kepada seluruh elemen di masyarakat untuk peduli pada fungsi komunikasi, baik kultur ataupun formal. Tanpa menyematkan istilah dagelan di sini, istilah komunikasi hanya akan dipahami se-bagai media dan kebebasan pers yang sempit. Sehingga pola komunikasi kultur dan formal dalam mengemban tanggungjawab dan etika antar institusi dengan rakyatnya tidak masuk kategori komunikasi, kecuali dijembatani dengan media. Agar komunikasi tidak hanya terbatas pada pers, tapi lebih luas pengan-daiannya, sehingga mampu memotret kejadian-kejadian di setiap wilayah di benua di dunia ini tanpa menggunakan kebebasan pers sebagai sudut pandang. Akan tapi menyorot kejadian nampak apa adanya sebagai bentuk kesadaran kritis masyarakat atas dunianya. Sehingga istilah dagelan hadir sebagai nalar kritis masyarakat dalam menghadirkan kembali se-mangat pembaharuan terhadap kenyataan

yang buram oleh kepentingan sepihak menjadi kepentingan bersama. Dengan niat positif ini, bukan berarti komu-nikasi dagelan adalah istilah tanpa makna dan ilmiah, tapi komunikasi dagelan adalah istilah yang lahir dari ambiguitas kenyataan. Ken-yataan yang diproduksi dari kesewenangan-wenangan pejabat atas hak-nya di pemerinta-han atau pun status yang lain. Penghadiran pengandaian di atas sebagai standar makna otoritatif untuk mengatakan tegas bahwa ketimpangan sosial yang ada di masyarakat atau pun negara atau pun komunitas adalah bagian dari komunikasi dagelan yang ada. Ka-rena kesadaran bertanggungjawab atas pen-yampaian maksud dan teguran serta jabatan tidak menjadi pertimbangan yang mendalam dalam mengambil keputusan. Sehingga ketim-pangan sosial menjadi sebuah keharusan yang harus terjadi atau tidak bisa dihindari. Lalu, berproses dan mengendap dalam pribadi gen-erasi menjadi kenyataan yang dibenarkan da-lam kamus tradisi turun temurun. Agar laporan kenyataan atas komunikasi dage-lan bukanlah sebuah tuduhan dan intervensi miring, maka, mari bersama-sama merenungi kembali etika berkomunikasi dalam wacana membangun kesadaran berkomunikasi yang positif. Jangan membiarkan tradisi negatif menjadi pembenaran oleh generasi selanjut-nya dalam menjaga stabilitas sosial dari kerapuhan komitmen dan pertanggungjawa-ban tidak adil. Jika tidak, komunikasi dagelan akan selalu mengingatkan efek negatif dan tuduhan keji kepada pelaku sosial, terutama mereka yang bertanggungjawab pada wilayah besar (pemerintahan) agar tidak semena-mena atas jabatannya. Dengan penegasan kembali di atas menunjukan pola bahwa komunikasi dagelan yang telah mentradisi akhir-akhir ini dan menjamur di setiap lembaga sosial, teruta-ma di Indonesia adalah fakta yang perlu dikembalikan ke jalur positif. Maka jangan dis-alahkan atau dijual-belikan dengan kekuatan hukum penguasa terhadap reaksi dan inter-vensi rakyat kepada pemerintah atau pun pen-jabatnya… Selengkapnya hal.26

Page 6: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

6

Memahami adalah cara manusia membangun kehidupan. Sebagai makhluk sosial, manusia dalam transkip sejarahnya selalu melakukan komunikasi; bertukar ide, pandangan dan berita. Dalam kehidupan bersosial, berkomunikasi begitu urgen guna membangun wilayah kesepahaman dan pemakluman. Tapi kemudian, apakah dengan komunikasi, pesan yang dimaksudkan selalu dipahami secara benar? Jika melihat cekcok dan adu mulut yang pelik antara para pejabat negara Indonesia, maka jawabannya sudah sangat jelas sekali: tidak. Karenanya, agar pemahaman terjalin dengan baik, komunikasi pun perlu diberi embel-embel; komunikasi yang baik, bukan sekedar komunikasi. Di sana ada etika, yang tak hanya perlu dihafal dengan otak, tapi juga dipahami dengan jiwa. Pertanyaan pun muncul: kenapa pejabat negara disebut-disebut, bahkan tak segan-segan, dijadikan sebuah cerminan dari komunikasi yang gagal? Pertama, para pejabat adalah wakil dari rakyat dalam mengemudikan setir negara. Jika negara diibaratkan sebuah bus, maka sang supir harus berkomunikasi secara baik dengan supir-supir bus lain, agar bus yang dikemudinya dapat berjalan mulus tanpa harus terjadi benturan dan tabrakan. Kedua, rakyat tidaklah asal memilih wakilnya. Mereka yang terpilih menjadi wakil adalah mereka yang dianggap berprestasi dengan pengalaman etos kerja dan pengalaman akademisnya. Dengan keunggulan prestasi ini, menjadi 'lucu' beberapa fenomena yang ada akhir-akhir ini, sebut saja Ahok dengan Abraham Lunggana atau lebih dikenal dengan Haji Lulung dan kasus Polri vs KPK, ataupun seorang polisi yang berteriak-teriak kepada supir bus TransJakarta. Sebelum kita mengkaji sikap dan cara berkomunikasi para pejabat ini, mungkin baiknya kita paparkan secara singkat beberapa fenomena tersebut. Cekcok yang terjadi antara Ahok dan haji Lulung, yang merupakan anggota wakil ketua

DPDR DKI, banyak mendapat sorotan dari masyarakat. Menarik, bahwa kedua orang ini sama-sama pejabat negara dan sama-sama ceplas-ceplos. Misalnya saja, Ahok yang meminta Haji Lulung membawa psikiater dalam rapat angket. Kemudian, hal ini dijawab oleh Haji Lulung, "ya udah, kalau memang dia (Ahok) maunya kita ngundang psikiater, entar kita undang deh, haha." Keduanya sering saling sindir. Ketika Ahok meramalkan bahwa Jakarta akan tetap banjir sampai hari kiamat, jika warga masih tinggal di bantaran kali. Pernyataan pedas ini pun ditanggapi oleh Haji Lulung, "kalau pemimpinnya sudah pesimis begini, mundur saja." Kasus Polri vs KPK 2015 ini bermula ketika presiden Joko Widodo memilih Budi Gunawan sebagai calon kepala kepolisian RI. Namun beberapa hari kemudian, KPK menetapkan calon Presiden ini sebagai tersangka terkait kasus Tipikor. Tidak berhenti di sini. Setelah kejadian itu, Abraham Samad, ketua KPK, dihantam isu yang tak sedap. Sebuah foto dirinya terlihat bermesraan dengan Elvira Devinamira dan wakil KPK, Bambang Widjojanto, ditangkap oleh Mabes Polri dengan tudingan mendalangi kesaksian palsu dalam sengketa Pilkada Kotawaringin, Kalimantan Tengah, 2010 silam. Pada 27 Maret, sebuah video heboh beredar. Dalam video itu, seorang polisi memarahi supir bus TransJakarta yang menyerempet pengendara sepeda motor. Para penumpang yang tak terima, karena melihat bahwa pengendara motor itu yang salah dengan memasuki jalur bus, membela sang supir. Sang polisi pun mengumpati penumpang dengan kata-kata kasar dan penuh emosi. Beberapa fenomena tersebut sudah cukup menggambarkan bagaimana 'lucu'-nya pola berkomunikasi beberapa para pejabat kita. Sebuah pola yang tidak menggambarkan karakter wong gede dengan pengalaman etos kerja dan akademisnya. Justru sebaliknya, pola itu mengandung anasir kekanak-kanakan.

Celoteh Sebagai Pola Komunikasi Pejabat

Zulfah Nur Alimah

Page 7: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

7

Sikap ceplas-ceplos tanpa filter, tidak mau kalah dan salah, suka menuding kesalahan kepada teman dan juga emosi yang tak terkontrol adalah sikap-sikap yang dilakukan oleh anak kecil dan sikap-sikap itu dimaklumi bagi mereka. Karena mereka adalah anak-anak yang belum banyak belajar, belum banyak mengerti dan sedang berproses. Ibarat buah, maka anak-anak adalah buah yang masih muda. Buah itu perlu dijaga, dirawat hingga nantinya menjadi matang dan dapat memberikan rasa manis kepada setiap lisan yang mencicipinya. Pernyataan 'seharusnya dan sepantasnya pejabat bla bla bla' bukanlah hal yang relevan dibahas. Ia hanyalah gagasan-gagasan idealis yang jamak diketahui dan diangguki setiap kepala. Karenanya, kita akan menganalisa dengan berangkat dari kata 'kenapa'. Kenapa para pejabat itu berkomunikasi dengan pola kekanak-kanakan? Setelah rezim Soeharto runtuh, lisan-lisan yang selama tiga puluh dua tahun dibungkam, mulai berbicara. Kemajuan teknologi dan informasi yang begitu pesat, membuat lisan-lisan itu tak hanya berbicara, tapi berceloteh siang dan malam seperti yang dilakukan anak kecil. Di bawah payung demokrasi, semua celotehan ini dibenarkan atas asas kebebasaan. Kita bisa lihat, semua lapisan masyarakat dari berbagai profesi dan umur, berani berbicara tentang apapun, termasuk berbicara tentang orang nomor satu, bapak Presiden. Bagaimanapun, para pejabat tetaplah manusia dengan tabiat pengaruh dan keterpengaruhannya. Karenanya, kita lihat beberapa pejabat ini juga ikut berceloteh. Mungkin blak-blakan, tanpa filter dan juga tak ter-rem merupakan konsekuensi psikologis yang tak terhindar dari asas kebebasan ini. Tapi lagi-lagi, berceloteh yang dilakukan oleh orang dewasa, terlebih pejabat negara ini, tidaklah dapat dimaklumi. Celotehan itu bersifat guyonan, tidak serius dan tak berwibawa. Pejabat memiliki tugas berat yang serius; mewakili rakyat membawa negara ke masa depan yang lebih baik. Masa depan yang lebih baik tidak dapat diraih dengan guyonan.

Ia butuh kecekatan dan ketegasan. Ketika para pejabat sibuk berceloteh, terlebih hanya celotehan yang sarat akan kepentingan dan kekuasaan, mereka telah mengabaikan kepentingan rakyat. Perseteruan-perseteruan para pejabat selalu bergulir panjang. Mereka disibukkan oleh perseteruan. Dan rakyat hanya bisa menunggu dan menyaksikan perseteruan kekanak-kanakan itu. Atau sesekali berdemo yang sering tak membuahkan hasil. Terkadang beberapa pejabat ini memiliki pandangan progresif atau sekedar ingin membenahi beberapa kekeliruan. Namun, niat mulia ini tak terpahami secara benar, karena ia disampaikan dengan komunikasi yang tidak baik; penuh sarkasme, emosi, kasar dan pedas. Ketika kita hendak memberikan hadiah kepada seorang teman, tapi kita memberikannya secara kasar. Apakah teman kita itu, sudi menerima hadiah kita? Tentu dia akan membuang keras-keras hadiah itu di hadapanmu. Begitulah ketika kebaikan yang kita maksudkan, tidak dikomunikasikan dengan baik. Maka, di sinilah urgensitas etika. Batasan-batasan etika akan mengontrol pola komunikasi sehingga pesan-pesan yang dimaksudkan terpahami secara benar dan baik. Komunikasi baik bukan berarti adanya pemahaman dan ide pemikiran yang sama, tapi ia merupakan usaha untuk mengharmonisasikan perbedaan, sehingga ada sikap saling mengerti dan saling berlapang dada. Etika tidak hanya susunan huruf materil yang mudah dihafal dan didengung-dengungkan. Seperti halnya ketika wakil ketua DPRD Jakarta, Muhammad Taufik, menyatakan bahwa Ahok telah melanggar pasal 67 UU Nomer 32 Tahun 2004 yang berisi tentang etika dan norma seorang kepala daerah dan wakil daerah. Lebih dalam, etika harus dipahami oleh jiwa, sehingga terbangun sebuah kesadaran, bahwa rakyat sudah banyak yang kelaparan dan sudah tak sanggup mendengar para pejabat yang tak kunjung selesai berceloteh.

Page 8: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

8

Polemik ISIS (Islamic State of Iraq and Syiria) tampak masih menjadi perdebatan hangat di dunia internasional. Tujuan utama gerakan ini, yakni dengan dalih menciptakan negara Islam juga menuai protes. Pendirian negara Islam berdasar khilafah islamiyah yang terus digencarkan, mendorong mereka untuk terus memerangi non-muslim. Tata undang-undang syariat Islam yang ditujukan, ingin mengajak umat dunia untuk bernegara seperti pada masa dinasti khalifah. Tak heran, jika golongan yang tergabung dalam organisasi ini cukup banyak karena dengan doktrin status negara musti bertendensi al-Qur’an dan Hadis dan bahwa sistem bernegara ketika zaman nabi dan sahabat, menerapkan syariat Islam.

ISIL atau ISIS, serta dalam akronim arab DAESH (al-Dawlah al-Islāmīyah fī al-ʻIrāq wa-al-Shām) ini mulai digerakkan oleh loyalis Osama bin Laden pada 1999. Abu Musab al-Zarqowi, seorang Islamis radikal ketika itu, membangun gerakan jihad di Jordania yang kemudian diketahui migrasi ke Irak dengan menamakan jaringan al-Qaeda Irak. Tujuannya adalah pemberontakan kepada pemerintah Irak saat itu setelah peristiwa 11/9 untuk mencipkatan pemerintahan baru. Sehingga setelah tahun 2006 Musab tewas digantikan penerusnya Abu Abdullah al-Rashid al-Baghdadi dan Abu Ayyub al-Masri dengan jaringan ISI (Islamic State of Iraq) yang kemudian tewas dalam operasi Amerika ke Irak tahun 2010. Kemudian gerakan ini dipimpin oleh Abu Bakr al-Baghdadi. Pada April 2013, Abu Bakr melakukan ekspansi ke Syiria untuk kemudian melebarkan sayap jaringan ini dan mengadopsi nama dari jaringan sebelumnya menjadi Islamic State of Iraq and al-Sham. Di wilayah inilah, pergerakan mulai dilakukan secara besar-besaran. Sehingga pada Juni 2014 dideklarasikan (IS) Islamic State sampai sekarang.

Banyak kalangan menyatakan gerakan sporadis jaringan ini tidak dapat ditolerir. Lebih dianggap sebagai kelompok teroris atau

penjajah, bukan kelompok Islam yang seharusnya lebih bisa berkomunikasi damai. Pengamat terorisme Agus Maftuh Abegebriel mengatakan, “tingkat bahayanya jelas lebih besar dari al-Qaeda, bahkan model perjuangan ISIS sudah sangat berbeda dari gerakan-gerakan radikal yang selama ini ada. Umumnya radikalisme bekerja tanpa batasan atau memiliki paham khalifah global. Sebaliknya, ISIS sudah jelas-jelas memiliki tujuan yakni membentuk dan menguasai suatu negara”. Yakni, jika dikatakan ISIS berkarya untuk ke-khalifahan, hal itu sudah jauh melenceng dari tujuan. Berdasar epistomologis politik, Islam State seharusnya tanpa batasan, dan ISIS ternyata menunjukkan jalan berfikir yang rancu –ada sebuah batas yang diinginkan.

Jelas bahwa pemurnian kembali kepada jalan Muhammad bukan lagi basis utama pergerakan mereka. Islam dan Muhammad dijadikan sebagai kedok, sebagai stimulus kekuasaan. ISIS sengaja membungkus gerakan kemerdekaan mereka dengan simbolisme keagamaan. Berbeda dengan al-Qaeda yang juga ingin memperjuangkan khilafah, namun ISIS lebih memperjuangkan berdirinya sebuah negara atau dengan kata lain, ISIS merupakan sekumpulan pemberontak yang kemudian menjual ideologi menjadi kekuatan internasional. Pendirian daulah islamiyah yang sering digunakan sebagai doktrin pengikutnya justru hanya sebagai kedok politisasi mereka. Tujuan sebenarnya ialah ingin menguasai kursi pemerintahan.

Pergerakan juga sudah merambah untuk mempersenjatakan anggotanya dengan dana yang mereka galang. Pertama, ingin menunjukkan kekuatan militan mereka yang barangkali dengan dipersenjatai lengkap, lebih mudah dalam mempertahankan invasi mereka. Kedua, tentang mempertontonkan pembunuhan sadis dan masal yang banyak diunggah di media sosial hanyalah sikap protes dan arogansi kepada pemerintah. Sebab itulah

Ideologi Rancu Negara Islam

Nanang Fahlevi

Page 9: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

9

banyak menyita perhatian internasional untuk bagaimana melakukan strategi penumpasan IS.

Bahkan thecanadiancharger.com melalui kutipan Dr. Muhammad Al-Masry mengatakan, tentara teroris Negara Islam teridentifikasi dari kalangan asing atau Barat, terutama tentu umat Islam. Tetapi jumlah non-muslim dengan pengalaman militer lebih baik yang telah banyak mengisi jajaran tinggi dan penting. Salah satunya terdapat seorang mantan perwira tentara Inggris yang telah tergabung dengan pasukan IS. Sedikit khalayak mengetahui informasi terkait hal ini. Bahwa ternyata tentara IS diciptakan empat tahun lalu oleh AS untuk menggulingkan rezim diktator Suriah/Syiria Bashar Assad.

Beberapa juga telah megetahui bahwa Turki, terutama di Turki Utara yang tepat berada di perbatasan Suriah, mayoritas dikuasai oleh pemerintah dari kalangan Muslim bersaudara (Muslim Brotherhood). Sebagai anggota NATO, ternyata di Turki Utara ini telah lama dijadikan aksi perekrutan anggota, sebagai markas intelejensi, pelatihan angkat senjata dan melengkapi jumlah persenjataan untuk kepentingan AS. Dikarenakan di Irak, Lebanon dan Yordania, yang berada pada berbatasan Suriah, dianggap AS tidak sebagai kawasan yang strategis untuk melancarkan kegiatan ini. Kemungkinan disebabkan kawasan tiga negara tersebut tidak masuk dalam lingkaran organisasi keamanan dunia bentukan AS. Sedangkan untuk hal pendanaan, Qatar lah yang bersedia menyediakan biaya operasional aksi ini.

Imbas dari aksi struktural ini, banyak warga negara yang mayoritas beragama Islam andil dalam aksi ini dengan iming-iming urusan finansial akan tercukupi. Pada 6 Maret 2015, Deputi Inspektur Jenderal Polisi Malaysia mengatakan dalam New Straits Times, "dengan bantuan lembaga penegak internasional, kami telah mengidentifikasi lebih dari 60 warga Malaysia yang telah bergabung IS militan di Suriah." Dia menambahkan bahwa setiap orang Malaysia yang terlibat akan ditangkap dan diselidiki kemudian akan dideportasi.

ISIS dapat dikatakan berjualan ideologi Islam, Islam radikal yang menjurus kepada faksi politik Islam. Embrio politik Islam ini selain merambah ke Malaysia juga sampai ke masyarakat Indonesia. Ketika dipupuk, dengan mudah akan berkembang dan tumbuh besar. Penulis katakan, orang abangan akan mudah disulut dengan ideologi semacam ini, bukan seorang muslim yang memiliki intelektualitas pemahaman kompleks tentang Islam.

Di Indonesia atau di manapun, pemerintah setempat seharusnya tegas dan harus serius memberikan informasi yang benar untuk meluruskan. Ini adalah skema struktural yang diatur oleh sebuah negara tertentu. Seseorang yang tertarik masuk ISIS umumnya disebabkan faktor finansial. Sebab ISIS menjanjikan uang yang jauh lebih besar apabila bergabung. Sekali lagi ini hanyalah strategi politik yang goal-nya adalah entitas kekuasaan sebuah negara. Tidak tahu apakah memang benar-benar wujud negara Islam atau hanya mengincar ladang potensial untuk sebuah kekayaan.

Page 10: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

10

Sebuah pertunjukan yang dimulai dengan hadirnya sosok bertubuh gembul; dengan tangan kanan ke depan seraya menunjuk dan tangan kiri melingkar ke belakang; dengan rambut jambul yang nyentrik dan gaul; dengan raut muka yang tampak sudah lanjut usia; dengan, sebenarnya, bias antara gender lelaki dan perempuan. Ialah Semar, salah satu tokoh wayang yang termasuk ‘punakawan’, bersanding dengan tiga tokoh anaknya: Gareng, Bagong dan Petruk. Punakawan sering diidentikkan dengan pertunjukan humor atau dagelan. Kehadiran mereka seolah ingin menghapus perilaku pemikiran (mainstream) banyak orang bahwa wayang Jawa hanya berisi cerita serius dan menegangkan (read: perang, pembunuhan dst.) seperti epos Ramayana dan Mahabarata. Punakawan, meskipun identik dengan dagelan, memliki sisi filosofis yang humanis, sisi kebijaksanaan hidup yang sarat makna dan hikmah. Komunikasi dagelan yang bergulir di antara mereka, dengan menidak sikap keseriusan, agaknya tidak terlalu muluk-muluk jika dijadikan batu loncatan dan transformasi nilai dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, khususnya, dan seluruh peradaban manusia, umumnya. Sebut saja Semar. Tokoh paling tua dalam Punakawan ini mencirikan simbol yang artistik, estetik dan sekaligus moralistik. Lihat saja perawakannya. Tangan kanan ke depan sambil menunjuk menandakan sebuah tekad yang bulat untuk melakukan sesuatu dengan fokus dan terarah. Tangan kiri ke belakang menandakan kerendahan hati dan seolah ingin menyembunyikan hal yang tidak pantas dihadirkan di tengah khalayak. Gendernya yang bias, antara lelaki dan perempuan, mencirikan suatu bentuk pengabaian gender berkenaan dengan kearifan seseorang, artinya ia tak hendak mewartakan suatu paham rasisme dan atau yang sejenisnya. Matanya yang sipit menunjukkan ketelitiannya dalam membaca sesuatu, situasi dan kondisi.

Matanya pula yang selalu akhirnya menangis setelah mulut dan raut mukanya tampak tertawa dan riang-gembira. Rambut jambulnya yang seperti bayi menandai kesucian jiwanya dan kelembutan hatinya. Dari gestur dan perawakan Semar yang diinterpretasi oleh banyak orang, termasuk di atas, mewacanakan suatu nilai: Semar patut menjadi contoh representatif terhadap karakter ideal seorang manusia. Di sini letak geneologis dari transformasi nilai kearifan lokal yang coba diaktualkan, terlebih untuk membaca keadaan sosial baru-baru ini. Sehingga Transformasi nilai dari jalinan komunikasi dagelan ala Punakawan di atas bisa dimulai dari beberapa sampel kecil. Salah satunya: nilai klise intropeksi akan dibawa ke ranah yang lebih tinggi berupa outropeksi. Kita akan melihat bentuk transformasi tersebut lewat re-interpretasi terhadap tokoh Semar dan ragam komuniskasinya dengan tokoh Punakawan lainnya. Semar dan Problematika Outropeksi—Sebuah Pamungkas Ragam interpretasi tentang perawakan Semar, salah satunya interpretasi di atas, mencoba untuk digiring ke arah ‘intropeksi’ dan ‘outropeksi’. Dari problematika pembacaan terhadap yang-imajinasi sampai pembicaraan terhadap yang-realitas, dapat ditarik sebuah sintesa: bahwa Semar, dalam konteks ini, perlu dihadirkan untuk menengahi permasalahan. Realitas kekinian memang menghendaki solusi, bukan problem. Setelah diuraikan mengenai banyak problem, teori introspeksi (muhasabah) menjadi mentah dan mental. Kelainan komunikasi seperti yang telah diuraikan di atas, tidak bisa hanya diobati dengan intropeksi (in artinya dari dalam: melihat ke dalam diri) tapi harus melibatkan kosakata baru dalam bahasa Indonesia, yakni outropeksi (out artinya ke luar: melihat ke luar diri). Menurut Roman Krznaric, pemikir Inggris, yang juga dikutip oleh M. Aan Mansyur dalam

Belajar dari Semar: Reinterpretasi Sisi Klise ‘Intropeksi’ Menuju Sintesa ‘Outropeksi’

Ms. Arifin

Page 11: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

11

esainya yang berjudul “Bertualang Mengguakan Sepatu Orwell” (dimuat di Koran Tempo Makassar dan Kompasiana.com), abad ke-21 bukan saatnya intropeksi tapi sudah waktunya outropeksi. Sudah saatnya orang melihat keluar dirinya dan mengabaikan egoisme: status pribadi, kekayaan, dan pangkat. Salah satu cara untuk mencapai tahap outropeksi adalah perkataan Krznaric sendiri dalam bukunya The Wonderbox: Curios Histories of How to Live: “Empati adalah seni hidup yang menjadi ciri utama abad outropeksi”. Dalam hal ini, kita perlu, bahkan sangat perlu, melibatkan pola komunikasi Semar. Akselerasi akan tokoh Semar memproduksi lebih banyak keunikan komunikasi: bahwa komunikasi, hubungan antar-manusia, dapat terjalin dengan seimbang jika mengindahkan tiga unsur. Pertama, kepedulian atau empati. Kedua, unggah-ungguh atau sopan-santun. Ketiga, sikap toleransi. Ketiga sikap ini, jika berlaku dengan semestinya, tidak akan memunculkan cress dan keterjarakan yang jauh antara kedua pihak (komunikator dan objek komunikasi) dan juga akan meminimalisir konflik yang terjadi. Berikut adalah penjelasan mengenai ketiga unsur tersebut: Pertama, kepedulian atau empati. Semar sangatlah peduli dengan ketiga anaknya. Ia memberi tanggung-jawab dan hak secara bersamaan. Hak mereka adalah untuk aktualisasi diri di tubuh masyarakat dan tanggung-jawab mereka adalah menjaga hubungan mereka dengan orang lain (the others). Sikap Semar semacam ini, juga mencirikan sikap outropeksi; dengan menetralisir keegoisan diri dan menanjakkan kepedulian kepada liyan (dalam hal ini anak-anaknya). Kedua, unggah-ungguh atau sopan-santun. Tentu contoh yang paling dekat adalah kasus Ahok dan DPRD. Sekali lagi, menyitir pendapat Gus Mus, pola komunikasi Ahok sangatlah memalukan dan jauh dari etika dan sopan-santun. Dalam pada itu, sesungguhnya yang demikian mencirikan suatu sikap yang alih-alih

outropeksi, dekat dengan intropeksi pun masih belum. Semar telah mengajari anak-anaknya untuk unggah-ungguh dalam bertindak maupun berucap. Meskipun pola komunikasi mereka adalah dagelan, tapi mereka sungguh tak bermaksud untuk menyakiti dan merendahkan lawan-bicara. Ketiga, sikap toleransi. Salah satu ciri orang yang berwibawa laiknya Semar adalah sikap toleransinya yang tinggi. Kelebihan yang dimilikinya tidak lantas membuatnya lupa darat. Kedudukannya yang tinggi sebagai titisan Dewa tidak membuatnya angkuh. Tercermin dari perawakannya yang tetap sederhana, Semar tidak lain adalah tinjauan representatif bagi mereka yang masih mengagungkan sikap in-toleransi. Tidak lain, membaca teladan ketiga ini, contoh yang paling dekat adalah ISIS. Kesenjangan ideologi yang mereka ciptakan seolah memaksa mereka untuk bersikap semau mereka dengan mengabaikan sikap toleransi antar umat beragama. Basis kekuatan yang mereka miliki memaksa mereka untuk menindas yang-seberang, yang-tak-sependapat. Pola komunikasi ISIS yang demikian tak lagi menemui ujung relevansinya. Mereka harus lebih banyak belajar lagi kepada Semar dan perlu mengenal kosakata outropeksi. ** Syahdan, saya membayangkan tokoh Semar bertemu secara dramatis dengan tokoh PK (film India tentang makhluk dari planet ruang angkasa) dalam satu kesempatan dan mereka berjabat tangan. Semar tersenyum manis dan seolah tanpa berdosa, si PK mengambil semua informasi dan kebijakan dan kebajikan yang telah membentuk sosok Semar menjadi sedemikian rupa. Alhasil, saya membayangkan, si PK tidak hanya mempertanyakan komonukasi teologis yang mendasari semua agama, tapi ia juga mengomentari, secara jenaka dan kocak tapi juga kritis, apa yang tengah terjadi di Iraq dan Syria, di Indonesia, dan di Masisir secara menyeluruh. Mari kita membuat film baru dan kita beri tajuk: Semar Vis-à-vis PK. Tabik!**

Page 12: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

12

Sebagian orang atau mungkin anda yang sekarang membaca tulisan ini, akan bertanya-tanya–jika itu kata yang paling santun untuk tidak mengatakan mencibir–tentang pemilihan diksi dalam judul tulisan ini. Judul yang tercipta ini tidaklah seperti orang yang dapat memasuki sebuah rumah, tanpa ia harus membuka pin-tunya terlebih dahulu, atau bisa dikatakan se-bagai sesuatu yang tak berpenyebab dan tak berproses. Atau mungkin anda akan mengang-gap bahwa pemilihan judul ini adalah sebentuk diksi yang–dengan meminjam kamus anak pop–“lebay” bahkan lebih condong kepada bentuk evokatif yang tentu saja beraroma negatif, sehingga menyebabkan hadirnya pemikiran akan sesuatu yang terlihat pincang sebelah.

Namun begitu-lah adanya, dan jika boleh sedi-kit pemembelaan bahwa hadirnya judul ini bukan tanpa sebab ataupun kenakalan imajina-si penulis, tapi ia bermula dari sebuah perb-incangan tentang gerak pola komunikasi sosial-politik yang detik ini sedang menggoyang para elit pejabat pemerintahan. Keadaan itu bisa kita lihat dari gaduhnya insiden penangkapan yang melibatkan Bambang Widjojanto1, selaku wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang oleh Zainal Arifin Mochtar (Ketua Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada), dianggap sebagai suatu kejanggalan dan hanya sebentuk aksi balas dendam atas ditetapkannya mantan Cakapolri Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK2. Keterlihatan kondisi yang seperti ini, tidak hanya menyenggol perilaku dua instasi besar yang menjadi blueprint hukum dalam pemerintahan, tapi juga menyentuh Sekretaris Kabinet (Seskab) sebagai badan eksekutif pemerintah, tentang gegernya penerbitan Per-pres No. 39/2015, terkait usulan kenaikan uang muka mobil pejabat Negara, menjadikan nama Andi Widjayanto semakin dikenal dalam ruang publik karena kelalaiannya3. Layaknya drama dalam sinetron, kondisi sema-cam ini dapat dipastikan kerap menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dan hadirnya rasa

ketidakmungkinan (pertanyaan dan rasa ketid-akmungkinan itu biasanya mewujud dan diek-spresikan dalam bentuk gerakan, semisal, un-juk rasa massal, demo berhari-hari, atau me-lalui ekspresi yang lebih halus semodel tulisan, dengan menulis surat terbuka di koran-koran atau majalah). Karena pada dasarnya tujuan awal terbentuknya badan publik di pemerinta-han adalah agar terciptanya nuansa kondusif dalam suatu tatanan Negara. Secara seder-hana, keadaan kondusif di sini tidak selalu di-artikan sebagai kondisi yang dipandang linear dan jauh dari masalah; perbedaan yang intens, friksi antar pejabat dan fanatik sekte yang mengikat dan ‘berjarak’, namun lebih kepada bagaimana menjalankan pemerintahan sesuai dengan tata-aturan yang sudah di tetapkan. Oleh karena itu secara otomatis, sudah men-jadi kemestian bagi para pelaku politik (stakeholder) untuk mencopot “atribut” apa-pun–ketika itu menyangkut kemaslahatan pub-lik–dengan tetap menggigit erat prinsip-prinsip yang berpijak pada kaidah sebagai (badan) elit politik, ataupun norma-norma sebagai manu-sia. Maka dengan begitu, wacana atau isu-isu tentang stakeholder yang tak becus menjalan-kan tugas-tugas kenegaraan, dan telah men-imbulkan keberjarakan antara rakyat dan elit pejabat akan dapat terkikis.

Karenanya, dengan melihat kesengkarutan pada apa yang kerap disebut sebagai gerak birokrasi dalam pembahasan kemaslahatan publik, di sini penulis akan mencoba memba-has dan sedikit bersinggungan, tentang pola komunikasi yang masih menumbuh sehat baik pada elit pejabat pemerintahan maupun stake-holder yang rakus kekuasaan, yang saat ini ter-us menerus terpampang di ruang-ruang publik, tengah menjelaskan bahwa betapa buruk dan tidak jujurnya pola komunikasi yang terjalin dipemerintahan.

Dagelan dan Paradoks Komunikasi

Sebelum beranjak mengenai gerak perilaku elit pejabat dalam memainkan peranannya sebagai

Potret Pola Komunikasi Elit Pemerintah; Wujud Komunikasi Dagelan Wais al Qarni

Page 13: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

13

pemegang kekuasaan, yang terlihat berjarak sebagaimana penulis katakan sebelumnya, barangkali perlu adanya sebuah pembacaan ulang tentang pengertian komunikasi dagelan, yang sepertinya terkesan terlalu memaksa. Secara sekilas memang terlihat disimetris *tidak mempunyai relasi+ dan menggelitik keti-ka menyandingkan kata “komunikasi” dengan “dagelan”, namun ketika menelisik kembali arti makna antara keduanya, akan kita temukan kesinambungan makna dan keadaan saling mendukung antara keduanya, terkait kondisi yang sedang mendera pemerintah, termasuk para pejabat elitnya.

Menurut Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry dalam Kamus Ilmiahnya, kata “komunikasi” diartikan sebagai: adanya perhubungan; pengkabaran dan terjadinya hubungan timbal-balik antar sesama manusia4. Sedangkan dalam KBBI, “dagelan” dipandang sebagai sesuatu yang lucu; lawakan, humor dan bersifat jenaka. Dari dua pengertian ini, ketika “komunikasi” disketsakan dalam bentuk perhubungan atau pengkabaran yang ditandai dengan adanya hukum timbal balik, sedangkan “dagelan” lebih dimaknai dengan sesuatu yang bersifat jenaka atau humor, maka dari keduan-ya–sejauh pemahaman penulis–dapat dipa-hami sebagai: proses–tindakan–pen-transmisi-an informasi atau usaha untuk mencapai se-buah informasi antara satu individu terhadap individu lain dengan tidak atau tanpa keseriusan. Sifat ketidakseriusan ini yang akhirnya dinilai sebagai sesuatu yang tidak tepat, dan harus tidak ada dalam perilaku para elit pejabat (pelaku politik). Maka di sini akan hadir semacam kekhawatiran (alarmist), ketika perilaku itu diandaikan sebagai wujud yang paling orisinil dari sebuah tabiat, sehingga munculnya “suara”: sebuah (amanah) tugas atau kinerja akan lebih dianggapnya sebagai suatu “mainan”, ketimbang mengindahkannya dengan “sadar” akan tanggung-jawabnya se-bagai seorang panutan5.

Berawal dari pengertian yang semacam ini, muara terbentuknya eskalasi kinerja yang baik dalam suatu pemerintahan, merupakan salah

satu (model) solusi dalam mengatasi permasa-lahan. Hanya terkadang, mulus dan lancarnya suatu permasalahan tidak melulu didasarkan pada bentuk pengintensifan suatu kerja, tapi selalu diiringi dengan upaya-upaya mem-bangun pola komunikasi yang baik. Jika demikian, apakah lantas tidak ada komunikasi di sini ketika para elit pejabat pemerintah me-mainkan peranannya? Komunikasi di sini tidak berbentuk bagaimana suatu tugas (proyek kinerja) itu dikomunikasikan melalui kata-kata yang dieja antar elit pejabat, tapi dapat dipa-hami dengan: apa yang lebih dari sekedar kata-kata ketika sebuah komunikasi itu tidak berdampak pada hasil yang dapat “dinikmati”. Dari alur pemikiran seperti ini, Herbert Paul Grice memberi tanda merah terkait pola komu-nikasi di atas, bahwa tidak segalanya kata yang dikatakan menjadi bukti langsung untuk pemaknaan sejumlah pernyataan, karena ban-yak faktor yang menentukan sebagai bukti, terlepas dari apakah isinya benar atau tidak6.

Barangkali di sini kita menyaksikan sebuah paradoks. Pada awalnya komunikasi itu diben-tuk sebagai komprador (alat mekanis) yang bisa diandalkan, terhadap kinerja atau tugas antar elit pejabat agar lebih baik, namun be-rakhir dalam bentuk sebuah “kinerja” yang menghasilkan nilai lebih. Dalam hal ini penting untuk memahami “kinerja” yang muncul dan berekspresi dengan wajah jaringan relasional-nya, sebagaimana relasi antara transmisi infor-masi dan kebenaran yang disarankan Bateson. Pada analisisnya, Bateson meletakkan sejarah, ekonomi, politik dan pengalaman pribadi se-bagai suatu jaringan relasional, yang kesemuanya itu saling bersengkarut dan tak bisa direduksi menjadi sesuatu yang khusus. Terkait relasi informasi, Bateson memandang bahwa informasi merupakan suatu yang berge-rak pada perbedaan, sedang penerima infor-masi sejatinya adalah penerimaan perbedaan itu. Karenanya, kebenaran hanya suatu kebetu-lan antara yang kita diskripsikan dan yang kita gambarkan, dan kebenaran ini tidak akan pernah kita temukan7.

Dengan memahami bentuk pola komunikasi

Page 14: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

14

seperti ini yang kaitannya dengan “kinerja” para elit pejabat, maka sangat natural ketika banyak orang ataupun media-media yang mencatat kondisi semacam ini8, sebagai se-buah “lawakan” atau “guyonan” yang diper-tunjukan mereka secara gratis. Karena bagi mereka berkomunikasi bukan lagi sebuah hub-ungan interaksi yang di dalamnya terjadi per-tukaran informasi, atau yang sarat dengan ide-ide independen, namun cenderung sedikit radikal: seberapa esensial pertukaran informa-si itu, sehingga acara pertukaran informasi di sini lebih diartikannya sebagai “persepsi” yang mengarah pada perbedaan, sedang menurut Bateson, persepsi itu sendiri merupakan bagi-an dari berinteraksi. Akhirnya karena akibat perbedaan arah itu, kita dapat menyaksikan betapa paripurnanya “kedagelan” yang mereka tunjukan: bagaimana mungkin anggota DPR yang posisinya sebagai badan publik men-dukung seorang Komjen Pol Budi Gunawan–yang sudah ditetapkan tersangka dalam kasus Tipikor oleh KPK–sebagai Kapolri.

Demikianlah bagaimana ketidak-jujuran dan tak terjalinnya sebuah pola komunikasi pada perilaku pejabat elit pemerintah. Dimana keberjarakan terlihat sangat menganga antar elit pejabat; satu sisi sebuah komunikasi di-artikannya (elit pejabat) sebagai kemestian dalam berinteraksi demi terbinanya suatu gerak kinerja yang sehat antar badan publik, namun di lain sisi komunikasi lebih dilihatnya dengan seberapa besar “manfaat” yang mere-ka terima. Sehingga sesuatu yang disadari se-dari awal sebagai bentuk kemaslahatan bersa-ma, diakhiri dengan keuntungan atas nama kelompok atau sesama. Dalam kebingungan ini rakyat lah yang menjadi korban.-

Transparansi Sebagai Kontrol Komunikasi Publik

Ketika melihat paparan di muka, bagaimana arah sebuah kehendak–sejauh kehendak di sini dipahami sebagai perilaku dan kebijakan para elit pejabat maupun pelaku politik–itu selalu saling terikat dengan apa yang dikenal dengan gerak relasi. Tentu banyak interaksi dan per-

tukaran ide-ide yang terjadi di dalamnya. Dari terjadinya interaksi dan pertukaran ide (persepsi) ini, menjadikan orientasi gerak per-ilaku elit pejabat sangat terlihat jelas dalam mencemari pola berkomunikasi. Tentu saja, tanpa dibuatnya tulisan ini, kondisi ini sudah dapat dibaca, bahwa pola komunikasi yang terbentuk tidak seperti apa yang semestinya. Walaupun secara pemahaman awam, kondisi dipermukaan itu terlihat seperti wajar-wajar saja; banyaknya badan publik yang seolah-olah membicarakan kondisi rakyat; mengikuti rapat-rapat yang diselenggarakan pemerintah; mem-buat kegiatan-kegiatan karitatif dengan diliput media, seperti gerakan amal ke daerah-daerah. Namun tanpa disadari pola komunikasi ini sa-rat akan persepsi yang berbeda dan dua arah, sehingga ujung-ujungnya masyarakat ditarik paksa untuk keluar dari pola pikir kritis.

Tidak salah ketika dalam berkomunikasi itu terdapat persepsi yang berbeda dan dua arah. Sebab sudah menjadi sebuah kemestian dalam diri manusia, bahwa tindakan atau sebuah perilaku itu terbentuk dari pergumulan suatu ide-ide, dan dalam keterbentukannya ide-ide itu tidak ada yang seragam- dan ini seharusnya sudah menjadi kesadaran sejak awal. Namun ketika melihat arah persepsi dan bentuk pola komunikasi yang terjadi dalam pemerintahan, sebagaimana yang dicerminkan oleh sebagian badan publik, ada rasa saling tutup-menutup dan ketidak-jujuran yang terjalin di sana. Gejala perbedaan arah semacam ini dapat ter-endus dari bagaimana kinerja badan publik yang selalu tertutup dari masyarakat; bahwa masyarakat tidak boleh mengetahui apa dan bagaimana proses suatu badan publik dalam mengagas suatu proyek dalam pemerintahan; bahwa masyarakat tidak akan paham tentang apa yang terjadi “di dalam”. Ketika hadirnya keberjarakan di sini antara rakyat dan pejab-atnya, maka langkah ataupun landasan awal dalam mencermati pola komunikasi yang ter-jadi, agar dapat menghilangkan-setidaknya mencegah-batas seperti apa yang terjadi, ada-lah dengan adanya keterbukaan baik rakyat dengan pejabatnya begitu juga sebaliknya.

Page 15: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

15

Keterbukaan dan transparansi di sini sangat penting dan bersifat urgen dalam membentuk suatu pola komunikasi yang baik pada suatu kinerja. Keterbukaan seperti ini seharusnya dimiliki oleh para elit pejabat dalam pemerintahan. Karena selain elit pejabat ada-lah badan publik yang mewakili aspirasi rakyat, mereka juga merupakan penggerak dalam membangun kesadaran pribadi masyarakat dalam bernegara. Bahwa rakyat juga memiliki hak-hak yang sama ketika itu menyangkut ke-maslahatan bersama, hak-hak yang terberi selama ia menjadi warga negara Indonesia; hak-hak dalam pembangunan, ekonomi, poli-tik, dan beragama. Sehingga di sini masyarakat tidak lagi menjadi patung dalam sebuah ru-angan, yang hanya bisa diam dan seolah-olah keberadaannya tidak lagi dianggap, tapi juga adanya kontribusi dan rasa keantusiasan untuk berpartisipasi yang terdorong di masing-masing individu masyarakat. Akhirnya keber-jarakan yang terlihat pincang antara masyara-kat dan elit pejabat tidak lagi begitu benggang dan pola komunikasi yang terbentuk secara horizontal bisa terbidani secara sehat dalam membangun komunikasi publik yang transpar-an.

Epilog

Pada akhirnya memang tidak mudah untuk merubah sesuatu kepada yang semestinya, karena bagi penulis kondisi ini bukanlah sesua-tu “realitas menjadi” tapi sesuatu yang bersi-klus. Dan perbincangan penulis dengan seorang kawan, mengenai bagaimana pola komunikasi yang saat ini mengguncang elit pejabat itu ternyata tidak usai. Namun dari beberapa pemaparan tadi, akan dapat dipa-hami bahwa beberapa kasus yang menimpa beberapa elit pejabat dan instansi pemerintah merupakan suatu kegegeran yang tidak hanya sekali atau dua kali terjadi. Kegaduhan yang terlampau sering terjadi ini akibat tidak tercerminnya rasa tanggung jawab dari para elit pejabat atas apa yang menjadi tanggung jawab mereka sebagai badan publik. Maka di sini para elit pejabat penting untuk memahami

peranannya dalam suatu instansi pemerintah, bahwa sebagai badan publik yang suara rakyatnya terwakilkan di dalamnya, haruslah mengoptimalkan sebuah kinerja baik itu dari sisi administratif maupun secara teknis. Dan ketika sudah masuk dalam proses pengoptima-lan, langkah yang harus diperhatikan adalah menghadirkan bentuk kerja yang transparansi dan tidak saling menutupi. Karena dengan adanya keterbukaan dan saling memahami antara masyarakat dan elit pejabatnya, maka akan terciptanya suatu interaksi yang lugas dan intens, sehingga pola komunikasi yang terbentuk pada akhirnya akan mewujud men-jadi sebentuk komunikasi yang akan membawa masyarakat kepada kemandirian individu da-lam bernegara. Dan wacana yang disebut se-bagai “dagelan”akan secara perlahan dapat terkikis lalu hilang diganti dengan kesadaran bertanggungjawab dan berkomitmen atas amanah yang diembannya. Sehingga cita-cita membawa negara maju bukan sekedar mimpi di siang bolong! 1Penangkapan yang dilangsungkan oleh personel Bareskrim Polri ini terjadi saat Bambang Widjajanto akan mengantarkan anaknya berangkat sekolah. Dalam kasus ini Bambang Widjajanto dituduh atas pemalsuannya terkait keterangan dalam penanganan sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kali-mantan Tengah pada tahun 2010 silam. Lihat: http://news.detik.com/2015/01/23/polisi-tangkap-bw-bersama-anaknya 2Kejanggalan itu terlihat ketika tudahan yang dilekatkan kepada Bambang sudah terlampau lama dan terkesan mengada-ada, karena kejadian itu sejak tahun 2010, dan ini merupakan modus antara cicak versus buaya yang kemba-li terulang. Lihat: http://news.detik.com/2015/01/23/wakil-ketua-kpk-ditangkap-ketua-pukat-ugm-ini-modus-terulang-cicak-vs-buaya? 3http://nasional.kompas.com/2015/04/06/ Soal.Perpres.Tunjangan.Mobil.Pejabat.Seskab.akui.lalai 4Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Arkola, Surabaya, 1994, hal. 356 5Menjalankan tugas memang bukan sesuatu yang mudah, ketika di “mainkan”, maka di situ ada sesuatu yang dikorbankan dan peng-gergaji-an. Lengkapnya lihat: wawancara Khofifah Indar Parawansa dalam Majalah AKTUAL , edisi 9|21 Agst-4 Sept 2013, hal. 90-97 6Menjadi sebuah problem di sini ketika komunikasi tidak hanya diartikan sebagai kata-kata dalam wahana pemikiran, namun lebih kepada sebuah tindakan. Lengakapnya lihat: Simon Blackburn, Kamus Filsafat, diterjemahkan oleh Yudi Santoso, S.Fil., Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Cet I, 2013, hal. I65 dan 377 7Kazuo Shimogaki, Kiri Islam; Antara Modernisme dan Postmodernisme, judul asli: Between Modernity and Postmodernity, diterjemahkan oleh M. Imam Aziz dan M. Jadud Maula, LKIS, Yogyakarta, cet. V, 2001, hal. 28-30 8Salah satu contoh media yang memuat dan menjadikannya grand tema adalah koran: Inilah Koran; Dari Bandung untuk Indonesia. Koran Inilah Koran sudah menerbitkan dua kali dengan judul yang berbeda. Pertama: edisi 342, tahun I, 24 Oktober 2012, dengan judul, Dagelan Demokrat. Kedua: edisi 126 tahun, tahun II, 21 Maret 2013, dengan judul, Ada Dagelan di Sidang MK.

Page 16: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

16

Selama satu tahun terakhir ini wajah kswme-sir.org selalu menghiasi dinding facebook grup-grup berbagi maupun pusat informasi yang ada di Masisir. Hampir setiap hari tak kurang dari dua postingan hadir ketengah-tengah Masisir. Mulai dari berita kriminalitas, kampus, Masisir, opini serta karikatur.

Hal ini didasarkan karena kswmesir.org untuk tahun ini diposisikan sebagai corong informasi nomor satu dari KSW Mesir. Serta diharapkan menjadi jalan komunikasi yang lebih luas ke khalayak Masisir.

Cikal bakal berdirinya memang sudah ada sejak sejak 2007 lalu. KSW di bawah kepemimpinan Hartono Muntohar melihat akan pentingnya komunikasi melalui dunia maya. Adalah kswmesir.com website pertama yang dimiliki oleh KSW Mesir. Dibangun oleh Nasrul Zaki Fahmi sebagai webmaster dan Infokom (bagian yang mengurusi website) waktu itu. Namun keberadaan embrio ini tidak bertahan lama, hanya tiga bulanan saja keberadaan kswmesir.com bisa dirasakan. Hal ini tidak bisa dipungkiri keberadaan sumber daya manusia yang minim menjadi penyebab mandeknya arus informasi dan komunikasi KSW melalui website.

Jalan terjal kedua membangun "raja informasi" kembali digalakkan. Melalui tangan dingin Sai-ful Amar ketua KSW 2008/2009 menghidupkan kembali embrio yang mati. Namun, keberadaan sumber daya manusia lagi-lagi menjadi pertaruhan keberlangsungan website.

Melihat kembang-kempisnya website, diada-kanlah pelatihan untuk mengatasi krisis SDM di mana dua tahun terakhir menjadi penyebab mandeknya arus informasi. Pelatihan yang diadakan masih seputar bagaimana membuat berita dan website. Suyatno Ja'far Sodiq ketua KSW 2009/2010 pencetus ide tersebut. Tapi masih tidak adanya folllow up setelah pelati-han web ini.

Pada masa kepemimpinan Abdullah Munif 2010/2011 dibantu Islahudin Almubarok mengembangkan website kswmesir.com lebih besar. Pada masa ini Islahudin membuat tim reporter, kurang lebih lima orang tergabung dalam tim reporter website, segala kelengka-pan jurnalistik pun dibuat. Perjalanan web KSW bisa dibilang sudah sesuai treknya. Na-mun revolusi Mesir 2011 menjadikan jalan kesuksesan website KSW sedikit terhenti. Selain itu web KSW pada akhir-akhir kepengu-rusan sering diretas oleh orang yang tidak ber-tanggung jawab. Kswmesir.com menjadi tidak karuan bentuknya atas tindakan hacker.

Fatchul Machasin sebagai ketua menggantikan Munif turut mengambil peran penting dalam mengembangkan website KSW. Dimulai dengan mengganti alamat web menjadi kswmesir.org, hal ini perlu dilakukan melihat alamat sebelumnya kswmesir.com tidak dapat diakses. Setiap DP dimintai satu reporter untuk selalu menuliskan berita acara kegiatan KSW. Hal baik di tahun sebelumnya tetap dilanjutkan pada periode ini. Seperti pembentukan report-er, co-card reporter, serta hal lainnya. Pember-itaan mulai beragam dari acara KSW sendiri maupun dari almamater juga dimintai kontri-busi tulisan. Ayam jantan dari KSW memasuki masa remaja dan siap untuk berkokok pada masa ini.

Peran kswmesir.org dalam menginformasikan kegiatan KSW masih tetap terjaga hingga akhir kepengurusan 2011/2012. Nakhoda KSW dilanjutkan M. Yusuf Nur Hasan berpasangan dengan M. Nanang Fahlevi, perjalanan ayam jantan muda KSW mengalami perubahan. Ayam jantan yang sudah siap berkokok ini mengalami sedikit infeksi. Kepengurusan ku-rang harmonis berdampak ke kswmesir.org sampai akhirnya terjadi stagnanisasi. Keberadaan website KSW memang ada namun perannya seperti tiada.

Roda organisari berganti kepemimpinan dari

Ada Ayam Jantan di KSW

Sitta A’la Arkham*

Page 17: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

17

M. Yusuf Nur Hasan dilimpahkan ke M. Rosyad Sudrajad, ketua KSW 2013/2014 ini mendaulat Safieqni Hananta sebagai juru bantu untuk mengobati infeksi kswmesir.org di tahun sebe-lumnya.

Di pertengahan periode infeksi ini bisa sedikit terobati, momen Jawa Cup X menjadi titik balik kesembuhan web KSW. Adalah ja-wacup10.kswmesir.org. Web ini diakui atau tidak merupakan titik balik kesembuhan web KSW.

Mengambil momen RPA (Rapat Permusya-waratan Anggota) dijadikan jalan menuju ke-bangkitan dibantu Sitta A’la Arkham (ketua RPA waktu itu). Membuat tulisan-tulisan sepu-tar pencalonan ketua KSW periode 2014/2015, poling, opini warga serta berbagai hal dil-akukan untuk menyembuhkan infeksi dan me-nyemarakkan pencalonan ketua KSW. Terbukti dengan adanya pemberitaan melalui web ini acara RPA menjadi lebih semarak dan ramai. Era ayam jantan berkokok hadir diakhir-akhir kepemimpinan.

Ayam jantan berkokok lebih kencang

Di bawah Ulin-Pandi periode 2014/2015 ini, perubahan dan inovasi dengan cepat dil-akukan. Menunjuk Lukman Hakim dan Zuhal Qobili sebagai pengelola web adalah pilihan tepat dalam memberikan tanggungjawab.

Mengusung Go Masisir sebagai jargon pengembangan website, berbagai langkah strategis dilakukan. Dimulai dengan melengka-pi keperluan jurnalistik, bahkan berkembang ke perihal marketing.

Sampai saat ini kru website sendiri tak kurang dari 20-an orang bergabung, mulai dari report-er, kartunis, pewawancara, marketing, kontrib-utor dan manajemen sendiri. Konten yang disajikan kepada khalayak Masisir pun sangat beragam; seputar Masisir, lipsus, karikatur, opini, seputar KSW, buletin online, tips-tips bermanfaat dan berbagai hal.

Di era ini industri media KSW sangat berkem-bang, jika Masisir ditanya mengenai berita yang beredar, maka salah satunya akan meru-

juk pada kswmesir.org. Saat ada tindak krimi-nal, kswmesir.org paling update dalam mem-beritakan, saat ada isu hangat kswmesir.org paling berani dalam bersuara. Selain update dan berani, web KSW juga memainkan peran sebagai kontrol pemerintahan dan penyam-bung lidah masyarakat.

Beberapa judul pemberitaan yang hangat di-perbincangkan di Masisir;

1. Masisir Serempak “Serang” Atdik KBRI Kairo

2. PPMI “Pelit” Soal Visa Kolektif

3. Lima Kesalahan Wihdah Tahun Ini

4. Semar Dipenjara : “Aku Minta Tolong Siapa”

5. 5 Buah dan Sayur “Elit” di Indonesia Murah Tapi di Mesir

6. Antropologi Budaya, Nyi Roro Kidul, dan Masisir (1)

7. Kemacetan Baru di Hayy Tsamin dan Hayy ‘Asyir

8. Mahasiswa Indonesia Dibekap, Dipukuli, dan Dirampok

Setiap harinya dua tulisan dicoba disajikan ke khalayak umum, dengan target viewer 100.000 sampai agustus 2015 nanti. Para kru berusaha menjadikan ayam jantan ini bisa berkokok lebih kencang. Akhir-akhir ini program “LAUNDRY 1 Le, Mau? “ dilakukan sebagai usaha mengenalkan ayam jantan dari KSW Mesir, corong informasinya KSW ke khalayak umum.

Selain memberikan laundry seharga 1 le ke khalayak umum, program ini bertujuan untuk mengenalkan kata-kata “LAUNDRY” sebagai motto kswmesir.org, “LAUNDRY” yang berarti;

L : Lengkap, A : Akurat, U : Update, N : Netral, D : Danger, R : Ramah,Y : Your Best and Closest Friend

Jadi, “LAUNDRY 1 Le, Mau? “

*Sekretaris DP-KSW Periode 2014-2015

Page 18: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

18

Beberapa waktu belakangan ini, fenomena dunia Internasional, nasional bahkan sampai Masisir mengangetkan banyak pihak. Konflik ISIS, ‘perkelahian’ KPK-Polri, sampai relasi Maisir dengan KBRI Kairo-Mesir, hal ini sebagai Misal. Hemat kami, pada keadaan semacam itu sedang terjadi kebuntuan komunikasi. Bahkan bisa kita bilang, sedang eksis parade komunikasi dagelan di permukaan. Guna menajamkan sembari kita mengerti lebih lanjut formula komunikasi yang baik, semerta kita ingin menghadirkan komunikasi sebagai piranti solusi bukan menyulut kontroversi. Maka, kami, Buletin PRESTâSI *Izza Nafsiyah, Wais Al Qorni, Muna Niamy, Indira, Ronny G. Brahmanto, dan ditemani oleh ketua KSW, Ahmad Ulinuha+ melakukan wawancara langsung dengan Bapak Harun Syaifullah. Beliau adalah sekretaris III Fungsi Penerangan, Sosial dan Budaya di KBRI Kairo-Mesir. Wawancara ini fokus dan mengulas komunikasi jangan sampai menjadi ‘komunikasi dagelan’. [PRESTâSI] Menurut Bapak seperti apa komunikasi massa yang baik itu? [Bapak Harun] Menurut saya, komunikasi atau pekerjaan yang paling bagus adalah yang bisa menyampaikan pesan sesuai yang diinginkan. Artinya dalam konteks pemerintah, komunikasi yang baik adalah yang bisa menyampaikan pesan-kebijakan pemerintah yang bisa dipahami, dimengerti dan bisa membuat sinergi yang baik antara pemerintah dan masyarakat. [PRESTâSI] Banyak yang nampak ke per-mukaan menjadi hal-hal yang lucu untuk kalangan awam. Seperti yang disebutkan misalkan kebijakan pemerintahan Jokowi terkini dengan lebih mempertimbangkan penguatan makro dan mikro ekonomi dari pada mempertimbangkan aspek sosial dan politik. Lebih-lebih kebijakannya kurang dikomunikasikan dengan baik. Menurut

bapak hal ini fenomena apa? [Bapak Harun] Masalahnya kalau negara demokrasi seperti Indonesia memang tidak ada lagi driving public opinion. Atau bagaimana cara untuk mengontrol serta memegang isu untuk memobilisasi isu terhadap masyarakat itu tidak bisa dikuasai oleh satu institusi dalam satu aspek saja. Tetapi media itu punya peran yang penting *dalam hal ini+, itulah bedanya negara yang sudah demokrasi dengan yang belum. Teman-teman mengikuti apa yang terjadi di dunia, dan sudah biasa terjadi perbedaan antara satu surat kabar dengan yang lainnya. Sekarang tinggal bagaimana perbedaan itu bisa meng-edukasi masyarakat. Masyarakat bisa disajikan berbagai macam bacaan, dengan banyaknya bacaan mereka akan berpikir sum-ber mana yang paling tepat. Nah, itu tujuan bagaimana kebebasan media bisa meng-edukasi masyarakat, bukan sebaliknya bikin tambah bingung. Kalau kita punya lima bacaan terhadap satu fakta itu menolong kita terutama dalam menarik kesimpulan, dibanding kita hanya punya satu atau dua bacaan untuk satu fakta. [PRESTâSI] Kalau yang hadir dan terpahami oleh khalayak malah menjadi terbalik: banyaknya perspektif akhirnya malah bukan mencerdaskan, tetapi membuat orang semakin bingung dan bertanya-tanya; bagaimana menemukan kunci utama informasi itu. Hal ini yang kurang tepat medianya atau proses pemahaman masyarakat yang belum sampai? [Bapak Harun] Kalau saya, *suatu+ media itu-kan bisa kita bilang tidak bisa bebas dari kepentingan. Artinya, jika kita mengatakan media sebagai entitas korporasi dia nggak bebas kepentingan, ya ada kepentingan korporasi. Ya ada kepentingan afiliasi. Sehingga, jika kita membaca koran A misalnya

Harun Syaifullah; “Saya tidak melihat itu [komunikasi] sebagai dagelan ya, artinya bahasa saya beda.”

Page 19: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

19

kita tahu bahwa koran A ini miliknya si A, afiliasinya ke-ini *menunjuk salah satu kepentingan+. Interesnya ke-ini. Ya sudah isunya pasti dia akan pro terhadap isu-isu tertentu dan kontra terhadap isu-isu tertentu. Teman-teman membaca Kompas, kemudian setelah itu, baca Viva News. Kemudian setelah itu, baca Media Indonesia kemudian baca Detik, akan bisa menyimpulkan proses overlapping menyampaikan gagasan itu. Speed-nya itu berbeda-beda, dan kelihatan penekannnya terhadap satu isu itu beda-beda. Justru itu yang bisa membuat masyarakat pinter. Kalau yang bingung itu yang nggak mau baca, cuma mendengarkan orang di warung kopi tapi dia nggak pernah baca; nggak pernah mengikuti prosesnya. Dan itu nggak cuma di Indonesia, bahkan di dunia international sekalipun. [PRESTâSI] Bagaimana relasi Media dengan Pemerintah menurut Bapak selaku Pensosbud? [Bapak Harun] Pemerintah-kan tugasnya melaksanakan kebijakan-pemerintah dengan cara sederhana, mudah, dan akhirnya ditangkap oleh masyarakat dengan gampang. Jadi orang tahu misalkan subsidi BBM sekarang dicabut, tetapi orang tahu nggak sih latar belakang kenapa dicabut? Berapa besar sih sebenarnya subsidi itu dengan APBN? Nah, itu kan harus dilihat. Tugasnya berat memang: meyakinkan sesuatu terhadap masyarakat. Dan itu tantangannya. Artinya, bagaimana pemerintah meyakinkan kebijakan yang sulit bahwa ini lho pilihan rasional yang saya ambil. [PRESTâSI] Komunikasi secara global, terutama dunia politik, kok yang nampak sampai kita mirip-mirip dagelan. Ya, bahkan, bisa kita sebut mereka sedang memparodikan komunikasi dagelan. Bagaimana kita harus menyikapi fenomena ini? [Bapak Harun] Saya tidak melihat itu sebagai dagelan ya, artinya bahasa saya beda. Saya nggak terburu-buru men-judge itu sebagai sebuah dagelan. Karena hampir semua negara yang memiliki kultur demokrasi sama. Saya pernah tinggal di Australia dan mengikuti perdebatan di parlemen mengenai satu isu di

Australia. Kadang-kadang *terjadi+ hal-hal yang bodoh gitu. Contoh, masalah Indonesia. Ada orang Australia yang nggak memahami Indonesia secara utuh, sehingga pandangan mengenai Indonesia menjadi negatif. Tapi ada juga sebaliknya. Waktu itu lagi rame-rame-nya hubungan Indonesia-Australia. Tensi politiknya lagi hot. Artinya, negara maju sekelas Australia-pun sama. Medianya bisa bermacam-macam, ada yang pro ada yang kontra. Masing-masing punya perspektif. Masing-masing punya ahli; masing-masing punya argumen; dan itu biasa. Mereka debat, gitu. Jadi, kita nggak boleh se-ketika men-judge “Ah, ini dagelan.” Nggak. Ya ini proses. Lama-kelamaan kita akan anggap ini normal. [PRESTâSI] Kalau menurut perspektif pemerintahan di sini tentang fenomena Timur-Tengah kira-kira menurut Bapak bagaimana? Baik secara politik, agama, maupun stabilitas nasional. [Bapak Harun] Ini pendapat pribadi, ya. Ini disclaimer dulu. Terlepas dari jabatan saya di KBRI. Saya mengikuti isu ini sudah sejak lama. Kompleks, ya. Salah satunya Timur Tengah memiliki wilayah aspek geo-strategis yang sangat penting. Di sini tempat sumber minyak, ada juga tempat transit. Timur-tengah, dulu pernah jadi tempat lahirnya sebuah peradaban yang besar. Artinya, orang-orangnya punya modalitas. Tapi juga rentan. Karena isunya macam-macam ya. Kalau di Yaman ada isu sunni-syi’ah yang sedang dipakai. Di Irak juga ada isu sunni-syi’ah, ISIS yang dianggap Sunni dan pemerintah Irak yang dianggap syi’ah. Terus di negara-negara seperti Mesir dan Tunisia, perdebatannya antar kelompok islamis dan nasionalis. Jadi memang sangat kompleks. Tapi sejauh ini, kita lihat, Mesir masih cukup baik. Artinya secara tradisional, Mesir mempunyai kemampuan menjaga stabilitas yang jauh lebih baik dibandingkan negara-negara seperti Libya atau Yaman. [PRESTâSI] Ada yang bilang, perang terjadi karena ada kebuntuan komunikasi. Menurut Bapak, apakah fenomena yang ‘lucu-lucu’ di Timur-tengah ini adalah bagian dari... Selengkapnya hal.27

Page 20: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

20

Berangkat dari kisah nyata tentang penyanderaan warga AS saat revolusi Iran, Argo berhasil menyajikan potret kompleks hubungan Iran-AS. Film yang dihasilkan dengan sinematografi yang apik ini dapat mengkomunikasikan kejadian yang terjadi di Iran pasca digulingkannya Shah Reza Pahlevi dari kedudukannya. Menceritakan tentang kemarahan kelompok revolusi Iran terhadap Amerika Serikat yang memberi suaka perlindungan kepada Shah

Kisah ini dimulai dari demonstrasi besar-besaran pada tanggal 4 november 1979 yang berhasil mengambil alih kedutaan besar AS di Teheran. Mereka menuntut pemerintahan AS memulangkan Shah Reza untuk diadili dan dibunuh.

Demonstran revolusi menuding kedutaan AS telah menjalankan aktivitas mata-mata. Oleh karena itu, dalam aksi pengambil-alihan kedutaan besar AS, mereka menyandera kurang lebih lima puluh diplomat AS. Namun, bersamaan dengan hal itu enam staf berhasil keluar dari kedutaan besar AS dan bersembunyi di kediaman Ken Taylor, seorang duta besar Kanada di Iran.

Tony Mendez, seorang agen CIA yang terlibat dalam usaha penyelamatan sandra harus memutar otak untuk bisa menyelamatkan mereka dari Iran hidup-hidup. Tony Mendez merencanakan ide unik namun beresiko tinggi yaitu menyamar sebagai kru film Hollywood asal Kanada untuk menyelundupkan keenam staf tersebut. Dan misi menuju Iran adalah untuk mengambil setting eksotis pembuatan

film fiksi ilmiahnya berjudul “Argo”.

Tony Mendez dan atasannya Jeck O’Donnel bekerjasama dengan John Chambers seorang penata rias Hollywood dan produser film Lester Siegel untuk mendirikan sebuah studio film palsu, dan mempublikasikan film Argo sebagai film fiksi ilmiah. Dengan cara ini film Argo berhasil mendapat persetujuan dari kementrian kebudayaan Iran.

Seperti pada awal ketika Tony Mendez menawarkan gagasan pembuatan film palsu ini kepada para pejabat CIA. Saat bertemu dengan keenam staf kedutaan besar AS tersebut Tony Mendez tidak begitu saja dipercaya. Mereka ragu dengan stateginya. Namun, Tony Mendez berhasil meyakinkan keenam staf tersebut. merekapun dilatih untuk menyamar menjadi bagian dari tim produksi film. Upaya bisa melewati penjagaan ketat di bandara, mereka mengubah gaya berdandan dan menghafal semua informasi palsu yang diberikan. Terma-suk nama palsu, pekerjaan, semua yang terkait dengan identitas paspor mereka dan seluk beluk skenario film Argo. Meskipun dalam perlindungan duta besar Kanada, mereka tidak bisa membuang-buang waktu seiring makin memanasnya kondisi revolusi Iran.

Namun, pada hari sebelum keberangkatan, Tony mendapat kabar yang mengejutkan. Penugasan misinya dibatalkan oleh pemerintah AS. Mereka takut jika keenam staf tersebut tertangkap dengan agen CIA dengan kedok pembuatan film maka Amerika akan tercoreng. Tetapi pada menit terakhir jadwal pemberangkatan, Tony Mendez memberitahu

Kongsi Komunikasi Politik; Perspektif Sineas

Judul Film : Argo

Sutradara : Ben Affleck

Pemain : Ben Affleck, Bryan Cranston, Alan Arkin,

John Goodman, dll

Tahun Rilis : 2012

Durasi : 120 menit

Page 21: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

21

atasannya Jeck O’Donnel untuk tetap melanjutkan misinya. Hal ini memaksa Jeck O’Donnel mendapatkan izin untuk misi tersebut dan memperoleh tiket penerbangan.

Tiba di bandara, mereka melewati beberapa pos pemeriksaan calon penumpang pesawat disertai ketegangan. Pada pos terakhir, timbul kecurigaan dari seorang tentara Iran. Hingga Tony Mendez dan enam stafnya harus menunggu di sebuah ruangan untuk diintrogasi. Keenam staf tersebut terus mencoba meyakinkan pihak Iran bahwa tujuan kedatangan mereka adalah untuk memproduksi sebuah film. Tony mendez juga mencoba meyakinkan dengan memberikan nomor studio film palsu pada pihak Iran. Saat pihak Iran menghubungi nomor yang diberikan oleh Tony, John Chambers dan Siegel mengonfirmasi kebenaran pembuatan film tersebut. Akhirnya tentara tersebut membiarkan mereka pergi.

Saat mereka sudah berada di pesawat, pihak Iran menyadari bahwa mereka adalah staf kedutaan yang berhasil lolos, tentara revolusipun mengejar dan menembaki pesawat mereka. Tetapi pesawat berhasil meninggalkan bandara dengan selamat.

Krisis penyanderaan Iran berakhir pada 20 Januari 1981. Semua sandera menghabiskan 444 hari dari dalam tahanan. Argo mengungkapkan bagaimana komunikasi politik dan model kerjasama internasional antar pemerintah yang kuat. Keterlibatan CIA juga membantu kedutaan Kanada untuk mengeluarkan 6 warga AS yang terjebak di Iran.

Film ini benar-benar layak ditonton, terbukti dengan tiga penghargaan piala Oscar yang telah diraih yaitu sebagai film skenario adaptasi terbaik, film terbaik dan penyunting terbaik. Argo juga masuk dalam nominasi ajang Academy Awards ke-86.

Page 22: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

22

Hidup dan kehidupan adalah hal yang sepantasnya kita maknai dengan penuh hikmah. Karena waktu yang menjadi umur kita hanya bermakna dengan kualitas karya dan amal yang kita hasilkan. Selain itu Tuhan tidak akan menganugrahkan kehidupan untuk sesuatu yang tidak berarti.

Untuk mencapai tujuan hidup seseorang akan mengartikannya dalam konteks yang berbeda. Karena setiap orang adalah makhluk individualism yang membedakan satu dengan yang lain. Tidak terkecuali akan berbeda dalam memegang pinsip untuk menyambung hidup dan terus berdiri di atas kerasnya kehidupan.

Orang Yunani yang pada saat itu memiliki kebebasan dalam berkarya mencetak orang-orang hebat seperti Aristoteles, Socrates dan Plato, yang memberikan pengaruh besar dalam memperkenalkan filsafat dalam ilmu pengetahuan.

Sebagian orang akan menjadikan filosofi hidup sebagai juru kunci kehidupan. Karena setiap orang akan mencari tujuan hidup agar bisa menjalani hidup dengan benar. Tidak salah mengkaitkan prinsip dengan banyak cabang yang bisa dikaitkan dengan kehidupan. Berangkat dari menjadi suporter yang menamakan diri “Semar Mendem” dalam liga Jawa Cup kemarin, tidak hanya mengantarkanku untuk duduk manis dan bersorak menyuntikan semangat untuk para pemain kesayangan dan kebanggan; Walisongo FC tentunya. Tapi lebih banyak membungkamku untuk mencari satu per satu filosofi yang bisa diambil dari permainan yang memiliki nama lain the beautiful game yang dimulai pada waktu Dinasti Han sejak abad ke-2 dan ke-3 sebelum masehi di Cina ini.

Dalam permainan sepak bola yang berjumlah 11 pemain per tim ini dimulai dengan ditandainya bunyi peluit. Dan saat itulah pertandingan dimulai. Hal ini bisa diibaratkan dengan awal kehidupan kita, dimana kita akan

bertanding dengan sesungguhnya demi mencapai kebahagian.

Pertandingan ini diadakan di rumput bundar. Dimana dalam kehidupan adalah dunia untuk kita melakukan aktfitas. Karena Allah menurunkan titah-Nya untuk berpacu dan berlomba dalam medan kehidupan, mengayuh derap langkah untuk pijakan kaki melewati hari-hari.

Saat memainkan olahraga yang berada di induk organisasi FIFA ini, tentu para pemain disiapkan dengan trik-trik cerdas dalam formulasi strategi mengatasi lawan untuk mempersembahkan kemenangan. Di dalamnya mereka akan melewati pilihan-pilihan dilematis yang memaksa untuk tegas mengambil satu pilihan dan merelakan pilihan yang lain, dalam hidup pun sama. Kita akan dihadapkan dengan banyak pilihan. Bahagia atau sedih, cinta atau benci, sehat atau sakit, rajin atau malas, sukses atau gagal, mencoba atau mengabaikan. Maka paksakan diri kita untuk memilih satu tujuan dengan menentukan sudut pandang sepositif mungkin. Dan tentunya kita harus memiliki prinsip-prinsip hidup yang kita pegang teguh untuk bisa melewati batu pijakan yang terjal. Agar tetap bertahan dalam kerasnya hidup. Apapun yang terjadi.

Untuk mencapai kemenangan tentunya tim tersebut membutuhkan seorang pelatih. yang mana salah satu key performance indicator seorang pelatih adalah mengantarkan timnya untuk mencapai kemenangan, ini sama dengan orang tua dan guru-guru kita dalam kehidupan. Mereka dengan kekuatan dan kepedulian penuh mengantar kita menjadi seorang yang berhasil mencapai kesuksesan.

Setiap pemain sepak bola tentunya berharap menjadi pemain terbaik, yanag mana menjadi pemain terbaik bukan hanya dengan proses yang instan, akan ada perjuangan dan pengorbanan. Dalam hidup, untuk menjadi

Sepak Bola Kehidupan

Indira Rizqi Ardiani

Page 23: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

23

yang terbaik adalah berikhtiar semampu kita yang senantiasa tanpa lelah mengawal kita untuk bisa menghasilkan yang terbaik. Karena orang yang bahagia tidak selalu memiliki hal-hal terbaik. Mereka hanya menjadi yang terbaik dari setiap hal yang hadir dalam hidupnya dari usaha-usaha terbaik pula.

Dalam permainan yang secara umum hanya penjaga gawang saja yang berhak menyentuh bola dengan tangan ini memiliki peraturan-peraturan permainan itu sendiri, dan diawasi oleh seorang wasit yang dalam kehidupan adalah seorang hakim, karena pada dasarnya kehidupan manusia di dalam pergaulan masyarakat diliputi oleh norma-norma. Untuk memberikan petunjuk pada manusia untuk tidak melakukan tindakan yang kiranya membahayakan bagi orang lain atau sebaliknya sebagai petunjuk untuk melakukan sesuatu yang bisa membahagiakan orang lain.

Teman satu tim kita adalah kawan untuk berjuang menyelesaikan misi kemenangan, karena bisa dikatakan, sedikit-banyak kehidupan kita bergantung pada partner hidup kita. Di setiap pertandingan akan ada pelanggaran, sama halnya dengan manusia. Karena tidak ada gading yang tak retak. Kesalahan adalah suatu kewajaran, kita ada

dan dijadikan khalifah di bumi ini tidak dengan kesempurnaan, yang ada adalah berusaha mendekati kesempurnaan.

Gol yang dicetak menjadi skor pertandingan. Dan itulah misi utama dalam permainan. Misi yang ada dalam list target adalah tujuan hidup kita. Apapun yang bisa kita lakukan, maka lakukanlah dengan segenap kemampuan yang Tuhan berikan pada kita.

Seperti yang telah di sebutkan, manusia tidak diciptakan dengan sempurna. Mengeluh adalah bagian kecil dari manusia yang akan merayu gagahnya perjuangan. Bagai sebatang lilin yang menghisap gelombang besar. Dalam permainan ini pun sama, ketika kta mengeluh hanya akan ada lelah yang tercipta juga jauh dari kemenangan tentunya.

Terakhir dan yang terpenting dalam permainan ini adalah waktu. Lama permainan dalam sepak bola ini adalah 90 menit. Menyia-nyiakan waktu dalam permainan ini akan menjadi hal yang tidak diinginkan. Begitu juga dalam kehidupan, hidup kita hanya sekali. Jika kita menyia-nyiakan waktu yang Tuhan berikan maka akan banyak sesuatu yang fatal. Karena waktu adalah hidup. Maka hidup adalah sejauh mana kita menghargai waktu.

Page 24: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

24

“Rahma, kamu ngapain malam-malam masih sibuk di kamar mandi?” sergap Bella yang menemukan sosok Rahma masih sibuk dengan ember, mukanya pucat, ia terlihat letih. “Nggak papa Bel, hanya nyuci sedikit aja!” jawabnya lirih. “Mukamu pucat banget, pasti kamu kecapean seharian belum istirahat. Tidur dulu, gih! Besok kamu harus sekolah.” Bella menyarankan agar Rahma istirahat sebentar. Namun Rahma menolak. “Nggak Bel, makasih. Sebentar lagi pasti selesai.” “Rahma, ini sudah larut malam. Sebentar lagi pukul 02.00, ba’da Subuh kamu juga harus bantuin ndalem.” “Nggak papa Bella. Aku baik-baik aja.” Bella yang merasa kesal kemudian memutuskan untuk membantu menyelesaikan tugas Rahma. Karena Bella tak rela melihat sahabatnya malam hari harus disibukkan dengan

pekerjaan. “Aku bantu jemur baju, ya?” tawar Bella meski sudah terlihat kelelahan. Jarum jam sudah menunjuk angka 03.30 mungkin sebentar lagi qiraah Subuh akan bergema. “Ndak usah Bel, kamu istirahat aja. Kamu sudah capek. Kalau besok kamu ngantuk, siapa yang ngajarin aku?” Rah-ma menolak tawaran itu. Ia tahu sahabatnya sudah terlalu lelah. Akhirnya Bella bersedia duduk di teras dan hanya sekedar menemani Rahma menjemur pakaian. Matanya sayu, kantuk, terus membuat Bella hampir terjatuh. “Bel,” seseorang mendatangi tempat duduk Bella dan mem-buyarkan kantuknya. “Gus Azam.” Mata Bella terbelalak kaget mendapati sosok yang ada di hadapannya. Gus Azam, orang yang selama ini telah mengisi hari-hari Bella dengan penuh warna. Dia putra bungsu kyai Ja’far—pesantren Ar-Rahmah—pesantren di mana Bella menimba ilmu. “Kamu ngapain duduk sendirian di teras malam-malam begini?” selidik Azam. “Nemenin orang jemur pakaian. Kasihan kalau sendiri.” jawabnya. Bella lalu menceritakan semua tentang kehidupan Rahma yang penuh dengan perjuangan karena harus mem-biayai pendidikannya sendiri. Karena kondisi keuangan keluarganya di desa tidak memungkinkan Rahma untuk mendapat pendidikan formal lebih tinggi dari sekolah dasar. “Kasihan dia.” Balas Azam dengan lesu. Seketika air mata Bella meleleh. Tangannya berusaha menyeka. “Semoga dia diberi kesuksesan dan kesabaran dari yang Maha Kuasa.” Bella menghadap ke langit sembari memanjat-kan doa teruntuk sahabatnya, Rahma. Selama satu bulan Bella berusaha menemani Rahma belajar tidak pernah sia-sia hingga akhirnya kini ia menindapatkan beasiswa. Tak apalah jika ia harus kehilangan beasiswa mad-rasah selama itu terbaik buat Rahma. Rahma pantas mendapatkan beasiswa ini atas segala usaha yang telah dik-

erahkannya. Mungkin ini kali pertama seorang Bella tidak menjadi pusat perhatian siswa Ar-Rahmah. Tapi ini terbaik untuk sahabatnya. Ia tidak membutuhkan apa-apa lagi selain itu, terlebih sekedar ketenaran.

*** Satu bulan berlalu… “Rahma, kamu gak bisa seenaknya gitu! Kamu boleh merebut beasiswaku, tapi bukan berarti kamu bisa mengambil per-hatian Azam dariku!” Tiba-tiba, seseorang datang mengejut-kan Rahma yang masih terlihat serius membereskan dapur. Bella yang datang, Bella juga yang membentak-bentak seperti kesurupan setan. Baru kali ini Bella memuntahkan ama-rahnya pada seseorang yang tak lain adalah Rahma, sa-habatnya sendiri. Padahal Bella adalah seorang yang dia-nugerahi kecantikan fisik dan keanggunan dalam setiap tutur

katanya. Namun entah mengapa siang itu, sepulang sekolah amarahnya sudah tak terkendali lagi. Tersirat dari raut wajahnya sebuah kegelisahan, mungkin setelah tadi pagi melihat Gus Azam dan Rahma berduaan di belakang madras-ah. Rahma terlihat gugup dengan tanda tanya yang terus menyergap. “Ada apa, Bella? Maksud kamu apa?” jawabnya masih ter-lihat bingung. “Gak usah pura-pura bloon! Sekali dalam seumur hidupku, aku marah dengan orang atas keegoisannya. Maksud kamu apa, Rahma? Dulu kau sudah merebut beasiswaku, sekarang kau mau mengambil Azam juga dariku. Jahat!” “Bella, tenangin diri kamu dulu. Kita bicarakan baik-baik.” “Gak perlu baik-baik. Ini sudah lebih dari baik. Sebelumnya aku gak percaya dengan gosip murahan tentang kedeka-tanmu dengan Azam, ternyata apa yang selama ini kudengar benar. Baru saja aku melihat kalian bertemu di belakang sekolah. Gak tahu diri!” Bella membentak lagi. Mukanya memerah. Emosinya sudah tak terkontrol lagi hingga tubuhnya jatuh terkulai tak sadarkan diri. Gangguan pernafasannya kambuh setelah berada di puncak amarah siang itu. Rahma tambah kebingungan.

*** Bella masih terbaring lemah di rumah sakit, kondisinya masih belum stabil. Sore itu, hanya Rahma yang masih setia menunggu. Menunggu di samping tubuh Bella sampai keadaan Bella benar-benar membaik. Air matanya masih terus membasahi pipi. Merasa bersalah karena Bella pingsan setelah memarahi dirinya. Hingga larut malam, Rahma masih setia di dekat Bella. Pukul 22.30 Rahma tertidur lelap di samping tempat pembar-gan Bella. Ia tampak lelah. Kala itu, mata Bella sudah mulai berkedip dengan sempurna, meski masih terasa berat. Keingi-nan kuat Bella untuk segera melihat kembali anugerah dunia membuat gairah semangatnya bertambah. Dilihatnya sebuah

Untuknya, Satu Hati Mahfudz Putra At-Taufiqi

Page 25: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

25

buku tebal tepat di sebelah Rahma yang sudah terjaga, ingin rasanya untuk meraih. Segeralah ia majukan satu tangannya untuk memungut buku tersebut. “Rahmawati”, tertera nama itu di halaman pertama. Buku tersebut milik Rahma. Bella jadi penasaran dengan isi buku yang ada di genggaman tangannya. Dibukanya lembar demi lembar hinga Bella temukan sebuah lukisan indah di salah satu lembar terakhir. Bella kenal betul dengan raut wajah yang dilukiskan. Lukisan itu terlihat nyata seperti yang sesungguhnya. “Bachtiar Multazam” dituliskan sebuah nama di bawah lukisan wajah eloknya. “Jadi benar, kalau selama ini Rahma menaruh hati pada Azam?” gumam Bella penuh tanda tanya. Tanpa ia sadari, setetes air terjatuh dari kedua mata cantiknya. Dibaliknya lembar berikut, catatan Rahma terakhir yang baru saja di-tulisnya tadi pagi. Curahan hati Rahma setelah bertemu dengan Azam. Rahma benar-benar cinta pada Azam. Namun Rahma selalu meyakinkan dirinya bahwa cinta Azam hanya untuk Bella. Kembali Bella menutup buku itu, segera mengembalikan ke tempat semula. Tangannya mengelus-elus kepala Rahma. Lagi-lagi air matanya meleleh.

*** Tiga hari yang lalu, Bella ngotot meminta Gus Azam untuk memutuskan hubungan mereka. Hanya ada satu alasan yang diandalkannya; tidak ada lagi kecocokan antara kedua hati mereka. Azam merasa alasan itu kurang rasio karena mereka tidak pernah bertengkar sebelumnya. Dan juga, Bella selalu memperlihatkan hal itu secara sengaja pada Rahma bahwa ia sudah tidak bersama Azam. “Kamu berubah Bella. Kamu udah gak kayak Bella yang ku kenal dulu. Kamu jadi aneh. Apa ada yang salah dengan tingkahku? Aku minta maaf jika itu benar adanya. Aku manusia biasa.” Rahma merengek di hadapan Bella. “Rahma, harus berapa kali juga aku jelasin ke kamu. Aku masih tetap sama sebagai Bella yang kau kenal. Apanya yang beda? Aku dan Azam putus itu sama sekali tak ada hub-ungannya dengan urusan kita. Sudahlah mungkin di antara kita tak lagi ada kecocokan.” Mata Bella berkaca-kaca. Sayu. Segera ia usap air mata yang hampir berjatuhan.

*** “Zam, aku pingin ngasih sesuatu ke kamu!” Suara Bella dengan lantang mengajak Azam ke suatu tempat. “Kau mau bawa aku ke mana?” selidik Azam, penasaran. “Suatu tempat yang kau pasti tak akan pernah bisa melupa-kannya.” jawab Bella meyakinkannya. “Iya, tapi ke mana? Jangan bilang kalau kau mau memper-temukanku dengan Rahma lalu menyuruhku melakukan hal sesuka hatimu!” Azam berpesan pada Bella. “Jangan ke-PD-an deh!” Setelah sampai di sebuah sungai, Bella menghentikan langkahnya. Bella mengambil sebuah kotak yang sengaja telah ditempatkannya di antara bebatuan sungai yang tenang. Dibukanya perlahan kemudian ditunjukkan ke arah Azam. Bella mengambil sebuah rajutan yang ada di da-lamnya.

“Apa ini?” Azam bertanya keheranan. “Ini rajutan Gus Azam, bagus, kan? Buatan Rahma, lho... murni, tanpa campuran tangan yang lain.” “Biasa. Aku jauh lebih suka jika yang kau tunjukkan itu buatanmu!” Dengan santai Azam membuang muka dari rajutan yang dihadapkan ke arahnya. Padahal, Rahma ada di sekitar tempat mereka. Rahma mendengar semua perb-incangan mereka. Dan dengan tegar, ia berusaha menata hatinya. Ia sadar bahwa hanya Bella yang ada di lubuk hati Azam. “Itu Rahma yang membuat. Hargain dikit, apa salahnya?

Setidaknya untuk membuat orang senang.” “Bella, tapi aku gak suka. Mau diapa-apain juga gak bakal suka.” “Azam, tatap mataku! Rahma sangat mencintaimu. Kenapa tak pernah sedikit pun kau mau merespon perasaannya?” “Cinta datang dari hati, bukan dipaksakan Bella.” “Dia tulus Zam. Dia jauh lebih pantas bersamamu. Dia baik, cantik dan rajin. Seperti apalagi yang kau inginkan?” “Maaf Bella, hatiku sudah ada yang mengisi. Ukiran naman-ya terlalu dalam hingga aku sendiri tak mampu mengha-pusnya. Meski dia jauh, tapi aku yakin jika suatu saat nanti cinta dia pasti akan kembali.” “Siapa orang itu Zam, bilang sama aku!” “Aku gak bisa ngomong sekarang. Dan aku janji, besok tanggal 24 Agustus, aku akan memberitahukan kepadamu.” Azam bergegas pergi. Ia meninggalkan Bella sendiri. Ingin rasanya segera menjelaskan isi hatinya pada Bella, namun itu teramat sulit. Situasinya kurang tepat, dan dirinya sendiri belum siap untuk mengatakan bahwa dia masih tetap mencintai Bella; bukan yang lain, bukan juga Rahma.

*** Tiba saatnya waktu yang dijanjikan Azam. Janji untuk mem-beritahukan perasaan hatinya. Pagi itu, jantungnya berdegup kencang. Aneh. Tak seperti hari-hari biasa. Mungkin ini sebuah tantangan dalam hidupnya. Ia akan menemui Bella di dapur kemudian mengajaknya di ruang makan dan menye-rahkan sebuah bingkisan rapi lengkap dengan pita cantik berwarna merah; warna favorit Bella. “Bella mana, Mbak?” tanya Azam yang terlihat rapi pada Rahma yang pada saat itu berada di dapur sendirian. Sejenak Rahma terdiam. Tak ada suara yang ia keluarkan. Mulutnya terasa kelu, terkunci dalam kebisuan. Tapi Azam masih terus menanyakan hal yang sama. Azam semakin penasaran dengan sikap Rahma, bahkan ia sempat terkejut melihat Rahma menitikkan air mata. “Kenapa kamu diam?” Azam kembali bertanya. Ini untuk yang keempat kalinya, namun Rahma belum juga kuasa melontarkan jawaban. Diam. Suasana hening. Azam semakin dibuatnya bertanya-tanya. “Ke-kemar-rin, aku main ke rumah Bella, dia hanya menitip-kan sebuah surat untukmu.” Rahma mengambil sebuah amplop dari atas almari besar di dalam dapur, kemudian menyerahkannya pada Gus Azam dengan terbata-bata. Bahkan ia tak sanggup menatap wajah Gus Azam yang tampak gelisah. Diambilnya amplop dari tangan Rahma dan lalu dibuka perlahan. Tak seperti biasanya Bella menitipkan surat pada Rahma. Tidak seperti biasa juga surat itu datang ketika ia berada di rumah. Ada apa?

*** Tidak panjang lebar Bella menyusun kalimat terakhir untuk Gus Azam. Ia hanya ingin Gus Azam mengerti, akan perasaannya selama ini. Perasaan yang harus ia relakan teruntuk sahabatnya, Rahma. Gus Azam membaca surat itu dengan tangan gemetar. Air matanya terus meleleh. Tak sanggup tangannya menyeka. Bella telah tiada, tepat pada

hari ulang tahunnya ke 17 pukul 06.45 WIB. Kepergiannya memberikan luka teramat dalam baginya. Meski hanya satu setengah tahun ia merasakan kebahagiaan di istana cinta nan megah bersama Bella, namun telah banyak pelajaran yang ia dapatkan. Bella tidak hanya sosok kekasih dalam hatinya, tapi juga motivator dalam belajarnya. Banyak sekali yang telah dihadirkan sosok Bella dalam hidupnya. Dalam hati ia selalu berjanji, untuk bisa menjadi bintang di hati Bella, tidak hanya saat Bella di dunia, namun juga di akhirat kelak. Satu Hati untuk Bella.

Page 26: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

26

(Sambungan halaman 04, Komunikasi Dagelan; Antara Idealitas dan Realitas)

ketika rakyat berusaha untuk menjadi bagian kontrolisasi kepemerintahan republik. Karena rakyat

punya hak sebagai pengontrol dinamika negara untuk menjaga nilai kebangsaan agar tidak perjualbelikan se-enaknya dengan kepentingan. Tapi, mari bersama-sama menampaki jalur kepentingan bersama dalam menjaga stabilitas sosial. Maka dari sini, menjaga fungsi komunikasi adalah menjaga jantung dinamika sosial lebih segar dan berse-mangat. Manusia tidak boleh acuh tak acuh atas peristiwa disekitarnya, begitu juga mereka yang menjabat sebagai orang penting, tidak boleh mendistorsi tanggungjawab bersama sebagai hak individual. Tidak juga merasa paling benar karena mempunyai argumentasi yang logis serta tidak juga mengesampingkan perasaan komunal atas ketidak-becusan rakyat untuk berpikir rasional, tapi membantu dan mengarahkan dalam bentuk praktikal yang terarah. Karena fungsi komunikasi adalah membentuk kesepahaman dan kesepakatan atas keperbedaan yang menjalar sebagai realitas. Sehingga berbedaan tidak untuk diper-panjang kesalahpahaman tapi disikapi bijaksana dalam rangka menjaga kebersamaan dan rasa kemanusi-aan sebagai batas etika kolektif.

(Sambungan halaman 18, Wawancara Bapak Harun Syaifullah… ) kebuntuan komunikasi antar kubu, atau karena memang ada ego para elit negara setempat yang tak tersalurkan? [Bapak Harun] Ya, perang itu sebenarnya jalan terakhir setelah diplomasi nggak ketemu. Gitu, kan?Mungkin iya, karena sebenarnya orang-orang yang bertikai itu bermasalah ketika itu menjadi aspirasi politik, inilah yang membuat sunni dan syi’ah jadi amat berseberangan. Karena hal itu dianggap segala-galanya. Ya sama-lah, ketika kita lihat status temen-temen pada saat pemilu presiden di Indonesia. Itu sudah seperti isu “surga-neraka”-kan? Artinya apa? Kalau sudah isu dalam kepentingan pendek seperti itu, cara berpikir orang sudah nggak tajam, nggak dalam. Orang-orang nggak melihat bahwa pemilu presiden hanyalah sebuah cara untuk memilih pemimpin, tapi sudah dianggap sebagai “wah, surga-neraka” gitu, kan? Nah, sama dengan yang terjadi di Timur-tengah. Artinya, jika dilihat-lihat Yaman, Saudi, itu kan sebenarnya saudara. Tapi karena sudah masuk pada pandangan politik, afiliasi politik yang berbeda, jadi bisa seperti sekarang ini: perang. [PRESTâSI] Kalau konteks Masisir menurut bapak komunikasinya sudah berjalan pada tahap nilai berapa? [Bapak Harun+ Ya, saya lihat sudah bagus ya.KBRI sama mahasiswa tidak ada masalah kok. Kalau saya lihat dari sisi perspektif saya pribadi itu sudah bagus. Banyak media, ada media kekeluargaan, ada media Terobosan, Informatika. Ada PPMIjuga. Cuma harus dibedakan ya. Ini kan in-depthjournalistic ya. Kegiatan-kegiatan temen-temen ini-kan dalam rangka bukan semata-semata jurnalistik. Tapi juga *proses+ belajar. Beda dengan mereka yang sekarang sudah jadi wartawan, memang mereka cari uang ya. Ini-kan belajar. Ya, memang dalam proses itu ada suatu yang mungkin lancar dan tidak. Itu-kan normal. [PRESTâSI]Menurut Bapak, semisal, secara komunikasi dalam perspektif kemahasiswaan maupun pemerintahan, harusnya, ada stabilitas komunikasi yang seperti apa? Untuk menghindari penafsiran yang terlihat lucu, atau malah jadi bahan ketawa-ketawaan. [Bapak Harun+ Ya, kalau saya lihat nature-nya, kan temen-temen mahasiswa itu kan anak-anak muda, yang energinya lagi banyak-banyaknya, jangan-kan di Mesir, di Indonesia pun namanya mahasiswa itu ya sama. Banyak ide-idenya *dan+ kegiatan-kegiatannya itu-kan selalu punya pesan gitu. Dan kalau temen-temen merasa itu baik, terus *saja+ menyalurkan kreativitas *dan kegiatannya+. Ya, silahkan. Ya, cuma saran saya, ya tadi, ada defakasi isu-lah. [PRESTâSI]Terakhir, Bapak sebagai Pensosbud kira-kira ada program-program apa yang bisa direlasikan dengan mahasiswa? Dalam artian, agar ada semacam perluasan wilayah, tidak Atdik melulu. [Bapak Harun]Kalau saya-kan, saya tetep bilang bahwa kalau temen-temen mau magang, buat temen-temen yang aktif di jurnalis, di dunia jurnalistik, kalau mau magang di koran-koran Mesir atau di harian-harian Mesir, yang terkenal misalkan, Misr el-Youm, Akhbar el-Youm terus Youm el-Sabi’ silahkan! Kami akan bantu nanti temen-temen dikasih belajar mengenai bagaimana dunia jurnalistik. Tantangan ini terbuka, ya, kan? Saya sudah bilang begini 5 bulan yang lalu, Alhamdulillah, belum ada tuh, yang datang ke saya: “Pak,saya mau magang pak di Youm el-Sabi’”gitu!Nggak tahu masalahnya apa itu. Tapi saya siap fasilitasi ke sana.Dan itu, menurut saya, sudah paling kongkrit.*+

Page 27: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"

27

Catatan

Pojo

k

[Tanpa] Kartini Fadhilah R.*

Sebagian orang beranggapan ada saat-saat tertentu yang perlu diabadikan. Momen yang berharga diulang secara periodik dalam jeda paling standar untuk sebuah peringatan; setiap tahun. Tidak tepat rasanya menyebutnya seba-gian orang, nyatanya semua orang mengamini tradisi ini. Mungkin semua budaya, semua bangsa, sebatas yang penulis tahu. Mulai dari yang paling historis sampai yang paling bercan-da. Hari kemerdekaan, hari raya agama, hari lahir seorang pahlawan, hari kelahiran setiap orang, hari ulang tahun pernikahan, hari per-tama kali bertemu seorang teman, hari per-tama kali memasak, hari pertama jadian dengan seseorang dan hari-hari peringatan hal-hal pertama yang lebih konyol lainnya. Mung-kin terkesan agak kasar untuk merasa tidak senang, apalagi secara subektif, akan trend-trend orang-orang pada umumnya tersebut. Sudah barang tentu mengkritisi sesuatu adalah pembelajaran, tapi bijaksanakah bila itu meru-pakan hari peringatan yang telah ditetapkan para pendahulu? Meski tentu, agak lucu untuk mempertanyakannya. Jangankan memperma-salahkan penentuan hari besar yang naif, orang-orang sudah dengan bebas dan latahnya menghina pemimpinnya terang-terangan di berbagai media. Media online khususnya, mereka merasa lebih aman bersembunyi di balik sebuah akun media sosial. Tidak cukup penting apa yang mereka permasalahkan, tapi menomorduakan etika? Menyedihkan. Tanpa dasar, tanpa informasi yang akurat, tanpa nyali dan tanpa pertimbangan. Mungkin sejatinya media sosial merusak konsep komunikasi yang baik antar manusia. Lantas bagaimana komu-nikasi yang baik? Tentu kebanyakan dari kita dapat merasakannya tanpa harus mempela-jarinya. Masalahnya, buruknya komunikasi dalam media sosial yang membuat siapa saja dapat berkata apa saja dan tetap berpikir semuanya baik-baik saja adalah trend semata. Yang terus diikuti, dan akan terus diikuti sam-pai ada trend yang lebih payah lagi. Bukannya semacam informasi yang diusahakan

ketepatannya atau setidaknya sekedar cu-rahan hati masing-masing yang tidak berlebi-han.

*** April. Mencari-cari momen yang tepat di bulan ini selain hari lahir Kartini ternyata tidak mu-dah. Akan sangat canggung mengetahui bahwa di masa Kartini, setidaknya ada dua wanita tangguh lainnya yang tidak banyak diketahui kecuali sengaja mencari tahu. Dewi Sartika dan Rohana Kudus. Untuk ukuran pengaruh, bahkan lebih besar dibanding Kartini yang pikiran majunya hanya tertuang pada surat-surat dan sebuah sekolah di dekat kantor sua-minya sebagai Bupati Rembang. Dewi Sartika membangun sekolah wanita pertama (Sakola Istri) pada tahun 1904 di Bandung dan terus berkembang hingga menjadi inspirasi berdirinya sekolah-sekolah wanita lainnya sampai keluar Bandung bahkan di luar Pulau Jawa. Terlebih Rohana Kudus yang juga mem-bangun sekolah di kampung halamannya di Padang, bahkan ia tercatat sebagai jurnalis wanita pertama di Indonesia. Lagi-lagi ini bukan mengesampingkan apa yang diper-juangkan Kartini dan menafikkan itu nyata, seandainya iya pun masih bisa dibantah dengan kenyataan bahwa Kartini meninggal di usia muda dan belum memaksimalkan per-juangannya dibanding dua pahlawan wanita lainnya yang berjuang hingga usia tua. Ini mungkin merupakan salah satu kekurangan dari trend mengabadikan momen tertentu, sedikit agak fatal untuk skala nasional. Maka April kali ini, kita intropeksi laku komu-nikasi kita tanpa Kartini. Tanpa beliau yang telah lama tiada dan meninggalkan jejak di kalender-kalender. Kita masih ada sekarang dan belum tentu meninggalkan jejak historis. Memperbaiki tiap sisi kehidupan adalah bi-jaksana. Tidak hanya sebagai Masisir, tapi juga sebagai manusia seutuhnya untuk menghor-mati pada siapa saja yang bahkan bukan manusia sekalipun. *Seorang Perenung

Page 28: PRESTâSI Edisi 102; "Komunikasi Dagelan"