PRESTASI -...

12
Edisi XXI Tahun 2015 INFOBPJS Kesehatan Media Internal Resmi BPJS Kesehatan PRESTASI BPJS Kesehatan Raih WTP

Transcript of PRESTASI -...

Page 1: PRESTASI - bpjs-kesehatan.go.idbpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/8bdd3c46b6eaa42455c6ad7031769d55.pdfPengelolaan dana di atas dilakukan dengan baik, dibuktikan dengan diperolehnya

Edisi XXI Tahun 2015

INFOBPJSKesehatan Media Internal Resmi BPJS Kesehatan

PRESTASI BPJS Kesehatan Raih WTP

Page 2: PRESTASI - bpjs-kesehatan.go.idbpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/8bdd3c46b6eaa42455c6ad7031769d55.pdfPengelolaan dana di atas dilakukan dengan baik, dibuktikan dengan diperolehnya

CEO Message

Pengarah

Fachmi IdrisPenanggung Jawab

Purnawarman Basundoro Pimpinan Umum

IkhsanPimpinan Redaksi

Irfan HumaidiSekretaris

Rini RachmitasariSekretariat

Ni Kadek M. DeviEko Yulianto

Paramitha SucianiRedaktur

Diah IsmawardaniElsa Novelia

Ari Dwi AryaniAsyraf Mursalina

Budi SetiawanDwi Surini

Tati Haryati DenawatiAngga Firdauzie

Juliana RamdhaniDistribusi dan Percetakan

BasukiAnton Tri WibowoAhmad Tasyrifan

Ezza Fauziah Aulatun NisaRanggi Larrisa

Buletin diterbitkan oleh:

BPJS KesehatanJln. Letjen Suprapto PO BOX

1391/JKT Jakarta PusatTlp. (021) 4246063, Fax. (021)

4212940

Redaksi

Redaksi menerima tulisan artikel/opini berkaitan dengan tema seputar Askes

maupun tema-tema kesehatan lainnya yang relevan dengan pembaca yang ada

di Indonesia. Panjang tulisan maksimal 7.000 karakter (termasuk spasi),

dikirimkan via email ke alamat: [email protected] dilengkapi

identitas lengkap dan foto penulis

DAFTAR ISI

SURAT PEMBACAemail : [email protected] Fax : (021)

4212940

3

67

810

INFO BPJSKesehatan

EDISI XXI TAHUN 2015

SALAM REDAKSI

9

11

PERSEPSI

Testimoni - Sumarni 32 Tahun, Tak Mau Lagi Sakit TBC

Pembaca setia Info BPJS Kesehatan, Satu tahun implementasi program jaminan kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan, Kantor Akuntan Publik (KAP) Kanaka Puradireja Suhartono telah memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap Laporan Keuangan Dana Jaminan Sosial (DJS) dan BPJS Kesehatan untuk periode yang berakhir pada 31 Desember 2014.

Pengelolaan dana di atas dilakukan dengan baik, dibuktikan dengan diperolehnya opini WTP dan pelaksanaan Good Governance yang diterapkan oleh BPJS Kesehatan. Hasil pengukuran Good Governance BPJS Kesehatan memperoleh penilaian Sangat Baik (yang merupakan predikat tertinggi), dengan capaian skor aktual 88,94 dari skor maksimal 100. Di samping itu, BPJS Kesehatan memperoleh penilaian yang baik (warna hijau) dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).

Prestasi yang ditorehkan seluruh Duta BPJS Kesehatan ini lebih dalam akan dibahas dalam rubrik FOKUS dan akan diperdalam dalam rubrik BINCANG yang akan menghadirkan wawancara dengan Kantor Divis Regional yang mendapatkan perolehan hasil kinerja tertinggi pada tahun 2014. Dalam rubrik Bincang ini akan digali bagaimana strategi dan tantangan apa yang dihadapi Divisi Regional di tahun pertama implementasi Jaminan Kesehatan Nasional.

Dalam rubrik Benefit dan Pelanggan Info BPJS Kesehatan akan membahas mengenai benefit dan manfaat pelayanan kesehatan jiwa. Seperti apa pengelolaan serta bagaimana prosedur dalam mendapatkan manfaat kesehatan jiwa.

Seiring dengan penerbitan Info BPJS Kesehatan, kami mengucapkan terima kasih atas berbagai dukungan dan tanggapan atas terbitnya media ini. Semoga kehadiran media ini dapat menjadi jembatan informasi yang efektif bagi BPJS Kesehatan dan stakeholder-stakeholder-nya. Selamat beraktivitas.

Redaksi

KERJA KERAS DUTA BPJS KESEHATAN TOREHKAN OPINI WTP

Yth. RedaksiHallo BPJS,Saya belum kembali ke kantor bpjs untuk utusan pindah kelas karena menunggu e-ktp jadi tgl 1mei nanti. Yang saya masih bingung sebenarnya kalau cuma pindah kelas, kartu bpjs/no bpjs&virtual account kita ikut diganti atau tetap pakai yang lama hanya saja datanya yang di ganti di server/database bpjs. Soalnya petugasnya bilang tidak bisa langsung jadi, apa yang tidak bisa langsung jadi? Kartu baru atau input data pemindahan kelas jd harus menunggu 7hari aktivasi lagi?. Saya khawatir kalau kartu yang di ganti dan harus menunggu lagi takutnya jadinya lama. Oiya untuk e-ID setahu saya hanya untuk pendaftaran baru bukan perubahan data.Mohon pencerahannya.

Hanie Queeniw [email protected]

Jawab : Yth. Ibu Hanifah Handayanidi tempat

Pertama kami ucapkan terima kasih atas perhatian Ibu kepada BPJS Kesehatan. Kami telah melakukan penelusuran dan menemukan bahwa data Ibu Hanifah Handayani (No. Kartu: xxxxxxxxxxxxxxxx) masih berstatus sebagai peserta kelas III BPJS Kesehatan. Untuk itu, mohon Ibu berkenan menghubungi Kantor Cabang BPJS Kesehatan yang sebelumnya Ibu kunjungi untuk dapat dilakukan perubahan data. Untuk perubahan data dapat dilakukan pada hari yang sama, tidak perlu menunggu beberapa hari. Apabila terdapat kesulitan, mohon konfirmasikan kepada kami dengan menyertakan identitas dan kronologi yang lengkap dan jelas untuk dapat kami bantu komunikasikan kepada Kantor Cabang yang bersangkutan.

Kedua, yang berwenang menentukan RS rujukan adalah dokter di faskes tingkat pertama yang melayani Ibu, tentu disesuaikan dengan lokasi tempat tinggal Ibu. Ada beberapa tipe rumah sakit, dari rumah sakit tipe A, B, C, hingga D. Rujukan disesuaikan dengan tingkat kekhususan, keparahan dan kompleksitas. Ada beberapa jenis penyakit yang cukup dirujuk ke rumah sakit tipe D karena masih bisa ditangani oleh tenaga medis di sana dan peralatan yang diperlukan sudah memadai. Ada pula yang perlu dirujuk hingga ke rumah sakit A karena membutuhkan penanganan dan peralatan medis yang menunjang penanganan kondisi peserta.

Demikian kami sampaikan, semoga membantu dan sehat selalu.

Redaksi

Bincang - Ini Tiga Divre Berprestasi 2014

Fokus - Setelah Diaudit Kantor Akuntan Publik, BPJS Kesehatan Raih WTP

5Fokus - Prestasi BPJS Kesehatan 2014

Benefit - Layani Masalah Kesehatan Jiwa BPJS Kesehatan Memanusiakan Manusia

Pelanggan - Ikuti Prosedurnya, Dapatkan Layanan Kesehatan Jiwa

Sehat & Gaya Hidup - Keunikan Batu Akik Mengurai Kejenuhan

Kilas & Peristiwa - Predisen Salurkan Kartu Indonesia Sehat (KIS) Bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) di Wilayah Indonesia Timur

DALAM suatu seminar, Pembicara bercerita tentang suatu kisah. Tersebutlah seorang ayah yang baru saja membeli mobil baru. Di sore yang cerah, sang ayah mengajak putranya untuk berkeliling kota menikmati mobil baru itu. Mereka pun berputar-putar kota sambil tertawa dan bersenda gurau bahagia. Tiba-tiba tepat di perempat jalan, sebuah truk menghantam mobil dengan kerasnya sehingga si ayah meninggal dunia dan si anak koma. Keduanya segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Ayah dimasukan ke kamar mayat, sementara si anak ke ruang operasi. Perawat pun memanggil dokter bedah. Namun begitu dokter itu datang, ia histeris dan berkata, “Aku tak dapat mengoperasinya, ia anak kandungku…!!”.

Pertanyaannya, apakah hal ini mungkin terjadi? Kira-kira apa jawaban Anda? Di antara pembaca, pasti ada yang menjawab tidak mungkin. Bukankah tadi ayahnya sudah meninggal dunia?

Namun bagaimana kalau dikatakan, “Apakah tidak mungkin dokter bedah adalah seorang wanita….?” Dengan pertanyaan ini, pasti persepsi kita langsung terhubung, bahwa dokter bedah yang dimaksud adalah Ibu si anak tadi.

Demikian persepsi dalam diri kita. Persepsi seringkali dianalogikan sebagai hasil analisa otak manusia terhadap seseorang, benda atau pun suatu keadaan/kejadian. Jika ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan pola pikir, maka persepsi kita mengenainya menjadi negatif. Sebaliknya jika kita menyukai idealismenya maka persepsi akan menjadi positif.

Menurut Philip Kotler (Manajemen Pemasaran, 1993, hal 219): Persepsi adalah proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Persepsi dapat diartikan sebagai suatu proses kategorisasi dan interpretasi yang bersifat selektif.

Pada dasarnya persepsi dikatakan selektif karena persepsi dapat dipengaruhi oleh keinginan. Manusia cenderung menolak tawaran yang tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan, dan berlaku pula sebaliknya. Berikut adalah beberapa contoh perilaku selektif persepsi menurut teori atribusi :1. Ketika kita mengobservasi perilaku orang lain, kita cenderung mengatakan

bahwa perilaku orang lain tersebut lebih disebabkan karena kepribadiannya dan faktor lingkungan sangat sedikit pengaruhnya.

2. Ketika kita menjelaskan perilaku kita, kita cenderung mengatakan bahwa perilaku tersebut lebih disebabkan karena dorongan lingkungan bukan karena kepribadian.

3. Dalam hubungan sebab akibat, ketika mengobservasi keberhasilan atau kegagalan orang lain kita cenderung mengkaitkan keberhasilan dengan kepribadiannya dan kegagalan dengan faktor lingkungan.

4. Dalam menilai kinerja karyawan, kinerja yang jelek biasanya dikaitkan dengan faktor internal karyawan, khususnya jika dampak dari buruknya kinerja tersebut sangat serius.

5. Karyawan cenderung mengaitkan keberhasilannya dengan faktor internal dan kegagalannya dengan faktor eksternal

Dalam dunia kerja, persepsi pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya sangat dipengaruhi jenjang jabatan antara bawahan dan atasan. Seringkali dipersepsikan bahwa ucapan atasan adalah yang paling benar, sementara pendapat bawahan semakin bawah semakin tidak terdengar. Kecenderungan ini membuat atasan atau pun bawahan cepat mengambil kesimpulan, salah mempersepsikan hasil akhir pekerjaan, mempengaruhi proses pendelegasian dan pada akhirnya yang paling parah adalah kualitas pekerjaan yang tidak sesuai harapan.

Seorang atasan kerap dimaklumi untuk memerintah bawahan melakukan segala sesuatu dalam pekerjaan. Dan sebaliknya, bawahan terbiasa menunggu apa yang diperintahkan atasan dalam memulai suatu pekerjaan. Stigma atasan dan bawahan demikian lekat dalam persepsi keduanya. Akibatnya, hubungan yang tidak sehat ini lama-kelamaan dianggap sebagai hal lumrah dan memang sepatutnya terjadi dalam dunia kerja. Padahal dalam hal ini atasan telah salah karena menciptakan budaya kerja yang tidak mandiri dan bawahan salah karena menutup diri untuk berfikir kreatif dan inisiatif.

Masalah lanjutannya adalah, atasan berpersepsi bahwa kekuasaannya demikian besar dalam menentukan nasib anak buah. Dan di sisi lain, bawahan pun tanpa disadari ketika menerima tugas atau berhadapan dengan atasan menunjukan gesture dan perkataan yang menunjukan derajat lebih rendah dari atasannya. Padahal dalam teori organisasi modern, keberhasilan pencapaian target kerja sangat ditentukan oleh komunikasi yang ideal yaitu komunikasi yang timbul dari hubungan kesetaraan atau hubungan kolegial. Dalam hubungan ini, bawahan dan atasan berada pada garis sejajar.

Dalam hubungan kolegial, bawahan bersikap tidak pasif dan serba menurut atau istilahnya yes man. Bawahan harus agresif dan kritis. Sebaliknya, atasan sebagai pemimpin harus menciptakan suasana kondusif. Atasan yang baik tidak melempar kesalahan atau pun mudah marah kepada bawahan karena sesungguhnya itu adalah gambaran adanya gap komunikasi. Baik buruknya hasil pekerjaan anak buah adalah cermin bagaimana seorang pemimpin. Namun celakanya, masih banyak juga atasan yang berpandangan bahwa anak buah tidak boleh lebih pintar dari atasan. Pandangan ini pastilah salah besar. Seyogyanya, kemampuan bawahan dan kekuatan atasan itu menyatu untuk bisa dimanfaatkan demi kepentingan organisasi.

Namun, mengubah persepsi yang selama ini diyakini bukanlah perkara mudah. Mengubah persepsi diri sendiri saja seperti meruntuhkan tebing tinggi apalagi mengalihkan persepsi orang lain seperti keinginan kita. Yang terbaik adalah mengubah persepsi diri sendiri sehingga sikap kita berubah, dan terus bersikap konsisten sehingga orang lain mau mengubah persepsinya terhadap diri kita.

Persepsi yang berbeda akan membuat kita berbeda dalam menyimpulkan sesuatu. Kemampuan dalam melihat dari berbagai sisi persepsi, membuat kita mampu untuk mengambil keputusan yang terbaik karena kebijaksanaan selalu datang dari penggabungan dua atau lebih persepsi sehingga melahirkan kesimpulan baru.Ingatlah bahwa angka 6 atau 9 tergantung kita melihat dari bawah atau atas. Demikian pula dengan huruf “O” atau angka nol, tergantung bagaimana kita memanfaatkannya. Mungkin pandangan kita belum tepat atau pandangan kawan kita dari sisi yang berbeda, namun kita harus yakin bahwa pasti selalu ada kebenaran yang (barangkali) belum kita temukan bersama. Direktur Utama Fachmi Idris

Page 3: PRESTASI - bpjs-kesehatan.go.idbpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/8bdd3c46b6eaa42455c6ad7031769d55.pdfPengelolaan dana di atas dilakukan dengan baik, dibuktikan dengan diperolehnya

EDISI 21 TAHUN 2015

Info BPJS Kesehatan

FOKUS EDISI 21 TAHUN 2015

3

Audit yang dilakukan terhadap laporan keuangan sejak 1 Januari sampai 31 Desember 2014 menghasilkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atau wajar tanpa modifikasi (WTM). Itu artinya laporan keuangan DJS dan BPJS Kesehatan disajikan secara wajar dalam semua hal yang material. Posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas untuk tahun yang berakhir ditanggal tersebut sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia.

“Laporan keuangan yang diaudit oleh KAP merupakan wujud implementasi dari prinsip UU SJSN yang mengamanatkan keterbukaan, kehati-hatian dan akuntabilitas. Kami bersyukur proses WTP ini tradisi baik sejak kami bernama PT Askes, maka sejak itu sampai sekarang opini WTP ini merupakan yang ke-24 yang kami terima,” kata Fachmi dalam kegiatan Public Expose Laporan Audit Keuangan BPJS Kesehatan Tahun 2014 di kantor BPJS Kesehatan Pusat di Jakarta, Selasa (5/5).

Fachmi menjelaskan, pasal 37 ayat (1) UU BPJS mewajibkan BPJS untuk menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit oleh KAP kepada Presiden dengan tembusan ke DJSN paling lambat 30 Juni tahun berikutnya. Ia bersyukur proses audit telah selesai Mei 2015 sehingga tidak perlu menunggu sampai Juni 2015.

Sejak 1 Januari-31 Desember 2014, dikatakan Fachmi, pendapatan BPJS Kesehatan dari iuran peserta sebesar Rp 40,72 triliun, diperoleh dari pemerintah, pekerja dan pemberi kerja serta kelompok peserta bukan penerima upah (PBPU). Pembayaran iuran menggunakan mekanisme perbankan seperti teller bank, ATM dan internet banking. Mekanisme itu digunakan untuk meminimalisir penggunaan uang tunai.

Selain pendapatan itu Fachmi mengatakan BPJS Kesehatan juga menyiapkan dana cadangan Rp 5,67 triliun. Sehingga total uang yang dikelola BPJS Kesehatan selama 2014 mencapai Rp 46,39 triliun. Dari jumlah itu pengeluaran BPJS Kesehatan sebagai realisasi biaya manfaat berupa biaya pelayanan kesehatan perorangan totalnya Rp 42,65 triliun. Digunakan untuk membayar kapitasi Rp 8,34 triliun kepada 18.437 fasilitas kesehatan

tingkat pertama (FKTP) seperti puskesmas, klinik swasta dan dokter perorangan. Pembayaran kapitasi dilakukan tepat waktu pada tanggal 15 setiap bulan.

Kemudian, membayar 1.681 fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL)/RS, termasuk pelayanan non kapitasi dan non CBGs, totalnya Rp 34,16 triliun. Untuk kegiatan promotif dan preventif seperti senam sehat dan screening primer mencapai Rp 146,9 milyar. “Mengacu amanat regulasi, maka kami selalu tepat waktu membayar klaim faskes, kalau telat maka kami rugi karena kena denda dan mendapat rapor merah dari Presiden,” ujar Fachmi.

Biaya yang dikeluarkan mencapai Rp 42,65 triliun itu digunakan untuk membayar 61,7 juta kunjungan pasien rawat jalan tingkat pertama (RJTP) di FKTP. 511.475 kasus rawat inap tingkat pertama (RITP) di FKTP. 21,3 juta kunjungan pasien rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL) dan 4,2 juta kasus di rawat inap tingkat lanjutan (RITL).

Untungnya dari berbagai pelayanan yang dikerjakan itu dikelola secara baik. Fachmi mengatakan hal itu dibuktikan dengan diperolehnya opini WTP dan pelaksanaan good governance yang diterapkan BPJS Kesehatan. Pengukuran good governance BPJS Kesehatan menghasilkan penilaian sangat baik. BPJS Kesehatan meraih nilai 88,94 dari skor maksimal 100.

Kemudian Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) memberi nilai baik berupa warna hijau terhadap pelaksanaan BPJS Kesehatan selama 2014. Itu artinya semua indikator tercapai seperti target kepesertaan, pembayaran klaim, awareness masyarakat, tingkat penanganan keluhan dan mengusulkan revisi regulasi strategis.

Siap Sukseskan KIS

Dari kinerja yang telah dilakukan selama 2014 itu Fachmi mengatakan lembaga yang dipimpinnya siap menyukseskan implementasi kartu Indonesia sehat (KIS) yang merupakan agenda Nawacita yang diusung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). KIS merupakan tanda kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang komprehensif pada faskes. Melalui sistem rujukan berjenjang dan atas indikasi medis.

Sejalan dengan itu Fachmi mengatakan bagi peserta yang belum mendapatkan kartu KIS maka peserta yang masih memegang kartu seperti Askes, Jamkesmas dan KJS masih berlaku sesuai ketentuan. Kartu KIS diterbitkan

Setelah Diaudit Kantor Akuntan Publik, BPJS Kesehatan Raih WTP

Dalam rangka melaksanakan amanat UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No.24 Tahun 2011 tentang

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), BPJS Kesehatan diaudit oleh

kantor akuntan publik (KAP). Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, mengatakan KAP Kanaka Puradireja

Suhartono ditunjuk oleh Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan

untuk melakukan audit laporan keuangan Dana Jaminan Sosial (DJS) dan BPJS

Kesehatan.

oleh BPJS Kesehatan. Kepesertaan KIS terbagi jadi dua kelompok yakni masyarakat yang wajib mendaftar dan membayar iuran. Baik membayar sendiri atau berkontribusi bersama pemberi kerjanya. Kemudian, kelompok masyarakat miskin dan tidak mampu didaftarkan dan iurannya dibayar pemerintah.

Akhir tahun 2014, sebanyak 4.426.010 kartu KIS untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) telah didistribusikan. Tahun 2015, kartu KIS akan didistribusikan secara bertahap untuk PBI, jumlahnya mencapai 81.973.990 kartu. Bukan hanya kepada peserta PBI, KIS juga diberikan kepada peserta penerima upah (PPU) seperti buruh perkebunan di Deli Serdang, PT Dok & Perkapalan Koja Bahari di Tanjung Priuk dan PT Semarang Garment di Semarang.

“Setelah ini, peserta BPJS Kesehatan akan bertahap mulai menerima kartu kepesertaan dalam bentuk kartu KIS, kartu lama diganti,” kata Fachmi.

Tantangan 2015

Fachmi mengatakan, sebelum 1 Januari 2014, tidak sedikit pihak yang meragukan apakah program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang akan digelar BPJS Kesehatan bisa berjalan atau tidak. Sebab, lembaga yang merupakan transformasi PT Askes itu akan menggulirkan program negara yang sangat besar dibidang kesehatan. Bahkan, peraturan pelaksana yang digunakan sebagai acuan BPJS Kesehatan belum terbit di tahun menjelang beroperasinya BPJS Kesehatan.

Namun, dengan segala upaya yang dilakukan, Fachmi mengatakan PT Askes bisa bertransformasi jadi BPJS Kesehatan. Kinerja selama 2014 pun menunjukan keberhasilan program JKN yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Salah satu buktinya opini WTP yang diberikan KAP kepada BPJS Kesehatan. “Maka kami mohon dukungannya agar prestasi serupa bisa kami raih pada 2015,” katanya.

Salah satu fokus 2015 BPJS Kesehatan menurut Fachmi yaitu menghitung ulang iuran peserta. Ia mengatakan besaran iuran yang digunakan selama 2014 dihitung berdasarkan data yang dimiliki oleh PT Askes dan Jamsostek. Seharusnya, perhitungan iuran itu menggunakan acuan data historis dan aktuaria. Bukan sekedar berdasarkan pengalaman PT Askes dan

Page 4: PRESTASI - bpjs-kesehatan.go.idbpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/8bdd3c46b6eaa42455c6ad7031769d55.pdfPengelolaan dana di atas dilakukan dengan baik, dibuktikan dengan diperolehnya

Info BPJS Kesehatan

EDISI 21 TAHUN 2015

(APINDO) agar dapat mendorong perusahaan-perusahaan untuk mendaftarkan pekerja dan keluarganya sebagai peserta BPJS Kesehatan paling lambat 1 Januari 2015 dengan aktivasi paling lambat 30 Juni 2015.

Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan, Fajriadinur, mengatakan MoU antara BPJS Kesehatan dan APINDO menyangkut dua hal yakni FKTP dan COB. Untuk FKTP, sejak awal 2015 BPJS Kesehatan sudah menerbitkan surat edaran ke seluruh kantor cabang. Edaran itu intinya menjelaskan perusahaan swasta atau BUMN yang memiliki klinik maka klinik itu dapat dijadikan mitra BPJS

Kesehatan. Sehingga pekerja yang sudah jadi peserta BPJS Kesehatan bisa menggunakan klinik tersebut sebagai FKTP mereka.

Sayangnya, dikatakan Fajriadinur, informasi itu belum tersampaikan dengan lengkap. Sehingga, ada perusahaan yang belum mengetahui kalau klinik yang mereka miliki bisa jadi mitra BPJS Kesehatan. “Tapi klinik itu harus memenuhi prosedur seperti mengantongi izin operasional dan memenuhi ketentuan yang ditetapkan dinas kesehatan. Lalu memenuhi kredensialing,” ucapnya.

Soal alokasi anggaran untuk pelayanan kesehatan promotif dan preventif, Fajriadinur mengatakan anggaran yang akan dikucurkan pada 2015 jumlahnya dinaikan 100 persen dari jumlah anggaran tahun 2014. Kegiatan promotif dan preventif yang akan dilakukan tahun 2015 diantaranya screening untuk deteksi dini kanker rahim.

Ketua Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan, Tata Suntara, mengatakan BPJS Kesehatan telah berhasil melakukan transformasi kelembagaan sebagaimana amanat UU SJSN dan BPJS. Respon masyarakat terhadap program jaminan kesehatan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan juga sangat baik. Itu terbukti dari banyaknya masyarakat yang

mendaftar jadi peserta BPJS Kesehatan.

4

FOKUS EDISI 21 TAHUN 2015

Info BPJS Kesehatan

Jamsostek ketika menggelar program jaminan kesehatan sebelum bergulirnya BPJS.

Dengan keterbatasan yang ada, iuran peserta BPJS Kesehatan pada 2014, khususnya kategori PBI ditetapkan hanya Rp 19.225 per orang setiap bulan. Oleh karenanya sejak awal sudah diprediksi besaran iuran itu tidak akan cukup untuk membiayaai manfaat yang diterima peserta. Ditambah lagi muncul fenomena adverse selection yakni, masyarakat yang sakit beramai-ramai mendaftar jadi peserta BPJS Kesehatan untuk mendapat pelayanan kesehatan, dan insurance effect yakni sedikit sedikit berobat karena mempunyai jaminan kesehatan. Hal ini terjadi di tahun pertama BPJS Kesehatan bergulir.

“Itulah yang membuat biaya pelayanan kesehatan melebihi total iuran yang

masuk dimana besaran iurannya tidak menggunakan perhitungan penuh aktuaria. Sehingga dana cadangan disediakan dan digunakan untuk menutupi kemungkinan

itu,” papar Fachmi.

Untuk mengatasi persoalan itu di tahun 2015, Fachmi menyebut telah menyampaikannya kepada pemerintah. Syukurnya, pemerintah telah menyiapkan dana cadangan Rp 5 triliun. Namun, ke depan BPJS Kesehatan tidak bisa hanya mengandalkan dana cadangan untuk mengatasi masalah itu. BPJS Kesehatan mengusulkan agar besaran iuran dihitung berdasarkan data aktuaria dan pengalaman dalam implementasi program JKN selama 2014.

Sekalipun besaran iuran naik, Fachmi yakin kenaikan itu tidak terjadi di tahun 2015 karena pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp 5 triliun untuk BPJS Kesehatan. Namun, pada tahun 2016 diharapkan iuran dapat disesuaikan dengan perhitungan aktuaria. Kemudian, diharapkan fenomena adverse selection dan insurance effect berkurang signifikan tahun 2015.

Fachmi menyadari perlu upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Misalnya, mengedukasi masyarakat agar tidak mendaftar jadi peserta BPJS Kesehatan ketika sakit. Masyarakat harus mendaftar jadi peserta ketika sehat. Untuk itu BPJS Kesehatan akan menerbitkan peraturan baru yang intinya mewajibkan masyarakat untuk mendaftar minimal dua pekan sebelum kartu peserta BPJS Kesehatan digunakan. Menurutnya, peraturan serupa juga diterapkan pemerintah Jepang dalam menggelar jaminan kesehatan.

Fokus lainnya di tahun 2015 yakni mencegah agar rasio klaim tidak melebihi 100 persen. BPJS Kesehatan bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan mengevaluasi apakah ada biaya-biaya dalam pelayanan kesehatan yang harusnya tidak perlu dibiayai.

Fachmi beraharap upaya itu mendapat dukungan DPR. Sehingga dapat mendorong adanya pengaturan dana yang bersifat penyesuaian iuran peserta PBI sesuai perhitungan aktuaria. Untuk peserta PBPU, upaya yang dilakukan diantaranya mewajibkan punya nomor rekening bank. “Kami minta bantuan DPR agar bisa mendorong keberlanjutan program JKN,” tukasnya.

Untuk pengelolaan dana DJS dan BPJS Kesehatan dalam bentuk investasi, Fachmi mengatakan prinsipnya mengacu ketentuan yang ada. Jika ada keuntungan dari hasil investasi itu maka akan dikembalikan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta seperti meningkatkan pelayanan.

Menambahkan Fachmi, Direktur Keuangan dan Investasi BPJS Kesehatan, Riduan, mengatakan iuran diterima lewat mekanisme perbankan. Lalu dilakukan perhitungan aset dan likuiditasnya. Bila ada kelebihan dana likuiditas untuk jangka pendek maka akan dikelola dalam produk-produk investasi.

Mengacu Peraturan Pemerintah (PP) No.87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan, Riduan mengatakan investasi yang bisa digunakan instrumennya terbatas. Diantaranya deposito, surat utang negara dan reksadana. Regulasi tidak membuka peluang bagi BPJS Kesehatan untuk berinvestasi di instrumen yang sifatnya spekulatif.

Alhasil, investasi yang dilakukan membuahkan hasil yang cukup baik di tahun 2014. “Untuk aset DJS pengembangannya 16,36 persen dan aset BPJS Kesehatan 15,48 persen. Ini hasil pengembangan yang cukup bagus,” ujar Riduan.

Salah satu tantangan yang dihadapi BPJS Kesehatan tahun 2014 dan berpotensi dihadapi pula tahun 2015 menurut Riduan yakni pembayaran iuran peserta. Pada 2014, tidak sedikit peserta yang masih menunggak iuran, termasuk pemerintah daerah (Pemda). Selain edukasi, upaya yang bisa dilakukan untuk membenahi masalah tersebut yaitu memperbanyak jaringan pembayaran iuran peserta. Sehingga, peserta yang ingin membayar iuran tidak mengalami kesulitan.

Direktur Kepesertaan dan Pemasaran BPJS Kesehatan, Sri Endang Tidarwati, mengatakan BPJS Kesehatan menargetkan jumlah peserta PPU dari BUMN dan BUMD mencapai 2 juta orang. Untuk mencapai target itu banyak upaya yang harus dilakukan. Sebab mengacu tahun lalu, per tanggal 31 Desember 2014 jumlah PPU yang berasal dari BUMN masih sedikit

yaitu 83.327 orang. Namun pada pekan ketiga Mei 2015 jumlah peserta PPU dari BUMN meningkat jadi 604.616 orang dan BUMD 100.75 orang.

“Mengacu data itu menurut kami butuh upaya untuk meningkatkan jumlah kepesertaan agar seluruh BUMN dan BUMD yang bisa masuk,” urai Endang.

Belum banyaknya peserta PPU di tahun 2014 disebabkan beberapa hal seperti adanya sebagian badan usaha yang masih terikat kontrak dengan asuransi kesehatan komersial untuk program jaminan kesehatan para pekerjanya. Ada juga penundaan asuransi kesehatan tambahan yang mulanya ingin bekerjasama dengan BPJS Kesehatan terkait Coordination of Benefit (COB). Sehingga mempengaruhi keinginan badan usaha untuk mendaftarkan pekerjanya jadi peserta BPJS Kesehatan.

Sejumlah upaya yang akan dilakukan untuk meningkatkan jumlah peserta PPU tahun 2015 diantaranya sosialisasi terhadap badan usaha dan serikat pekerja. Untuk BUMN, BPJS Kesehatan akan melakukan pendekatan langsung kepada BUMN, Kementerian dan lembaga terkait. Serta melaksanakan nota kesepahaman (MoU) antara BPJS Kesehatan dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia

Sri Endang Tidarwati

“Masyarakat antusias mendaftar jadi peserta BPJS Kesehatan. Mereka telah

menerima banyak manfaat, terutama yang mengalami penyakit kronis dan katastropik yang memakan biaya pengobatan tinggi.

Dengan jadi peserta BPJS Kesehatan, masyarakat terlindungi dari kemiskinan,”

katanya.

Selama 2014, Tata mengatakan Dewas BPJS Kesehatan telah melakukan pengawasan terhadap kebijakan dan kinerja direksi BPJS Kesehatan. Serta sudah memberikan saran, nasehat dan pertimbangan kepada direksi BPJS Kesehatan.

Walau mendapat opini WTP dari KAP, Tata mengingatkan agar direksi BPJS Kesehatan meningkatkan profesionalismenya. Sebab, tantangan yang dihadapi tahun 2015 untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi peserta tidak mudah. “Dengan dukungan penuh semua pihak kami berharap BPJS Kesehatan dapat terus meningkatkan kualitas pelayanan kepada peserta dan seluruh masyarakat Indonesia,” pungkasnya.

Tata Suntara

Fajriadinur

Page 5: PRESTASI - bpjs-kesehatan.go.idbpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/8bdd3c46b6eaa42455c6ad7031769d55.pdfPengelolaan dana di atas dilakukan dengan baik, dibuktikan dengan diperolehnya

EDISI 21 TAHUN 2015

Info BPJS Kesehatan 5

FOKUS EDISI 21 TAHUN 2015

Tantangan besar itu ternyata mampu dihadapi BPJS Kesehatan selama 2014. Ketua Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Kesehatan, Tata Suntara, mengatakan tahun 2014 merupakan tahun pertama pelaksanaan program jaminan kesehatan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Ketika Pemerintah menggulirkan program tersebut, terjadi perubahan yang sangat luar biasa. Misalnya, dibidang pembayaran kepada fasilitas kesehatan, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diusung Pemerintah juga mereformasi pembayaran jaminan kesehatan dari mekanisme fee for service menjadi kapitasi dan INA-CBGs (paket).

Oleh karena itu Tata mengatakan seluruh pemangku kepentingan harus mendapat edukasi tentang program JKN yang dilaksanakan BPJS Kesehatan. Sehingga mereka melakukan perubahan untuk menyesuaikan dengan sistem yang digulirkan lewat BPJS Kesehatan. “Klinik, dokter, RS dan manajemennya harus menyesuaikan diri dengan sistem pembiayaan itu. Harus ada perubahan dalam tata kelola klinis dan administratif,” katanya dalam kegiatan Public Expose Laporan Audit Keuangan BPJS Kesehatan Tahun 2014 di kantor BPJS Kesehatan Pusat di Jakarta, Selasa (5/5).

Bergulirnya JKN juga menuntut perubahan disektor pelayanan kesehatan. Sebab, program itu menggunakan mekanisme rujukan berjenjang, mulai dari fasilitas kesehatan tingkat primer (FKTP) sampai fasilitas kesehatan tingkat lanjutan (FKTL). Tata mengatakan, selama ini mekanisme itu selalu diabaikan dalam sistem pelayanan kesehatan. Ujungnya, masyarakat yang ingin mendapat pelayanan kesehatan selalu menyambangi RS. Padahal, penyakit yang dideritanya belum tentu memerlukan penanganan di RS, tapi bisa ditangani di Puskesmas, klinik atau dokter keluarga.

Untungnya, dari berbagai tantangan untuk melaksanakan program yang besar itu, BPJS Kesehatan mampu melewatinya di tahun 2014. Menurut Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, salah satu bukti prestasi yang diraih BPJS Kesehatan itu opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atau wajar tanpa modifikasi (WTM) dari kantor akuntan publik (KAP) Kanaka Puradireja Suhartono. Ketika BPJS Kesehatan masih bernama PT Askes, opini WTP sudah 23 kali diperoleh.

Fachmi mengaku sempat khawatir ketika PT Askes bertransformasi jadi BPJS Kesehatan opini WTP itu tidak dapat diraih. Syukurnya, lewat kerja keras BPJS Kesehatan bisa meraih opini WTP dari KAP di tahun 2014. “Laporan keuangan yang diaudit oleh KAP merupakan wujud implementasi dari prinsip UU SJSN yaitu keterbukaan, kehati-hatian dan akuntabilitas. Kami mohon dukungannya

agar opini WTP bisa kami raih kembali tahun 2015,” ujarnya.

Audit oleh KAP yang ditunjuk Dewas itu menurut Fachmi menyimpulkan laporan keuangan baik Dana Jaminan Sosial (DJS) dan BPJS Kesehatan disajikan secara wajar dalam semua hal yang material. Posisi keuangan DJS dan BPJS Kesehatan serta kinerja keuangan dan arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut (31 Desember 2014) sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia.

Pengelolaan dana yang dilakukan BPJS Kesehatan tergolong baik, selain dibuktikan dengan diraihnya opini WTP, juga pelaksanaan good governance yang diterapkan BPJS kesehatan. Fachmi menjelaskan hasil pengukuran good governance BPJS Kesehatan sangat baik dan pelaksanaannya mendapat skor aktual 88,94 dari skor maksimal 100.

Penilaian terhadap implementasi BPJS Kesehatan tahun 2014 juga dilakukan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). BPJS Kesehatan diberi warna hijau yang artinya semua indikator tercapai seperti target kepesertaan, pembayaran klaim, awareness masyarakat, penanganan keluhan dan pengusulan revisi terhadap regulasi yang strategis.

Target kepesertaan BPJS Kesehatan tahun 2014 sebanyak 121,6 juta orang, tapi sampai akhir tahun 2014 jumlah peserta mencapai 133,4 juta jiwa. Itu artinya pencapaian target kepesertaan mencapai 109,72 persen di tahun 2014.

Pembayaran klaim kepada fasilitas kesehatan (faskes) selama 2014 mencapai 100 persen. Itu berarti BPJS Kesehatan telah membayar klaim 100 persen kepada faskes yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Pembayaran klaim juga dilakukan tepat waktu. Menurut Fachmi, jika pembayaran klaim tidak tepat waktu maka BPJS Kesehatan rugi. “Kalau kami telat bayar (klaim) faskes, maka kami akan kena denda dan kena rapor merah dari Presiden,” katanya.

Awareness masyarakat terhadap program JKN BPJS Kesehatan mencapai 95 persen, sedangkan targetnya hanya 65 persen. Berarti awareness masyarakat terhadap program JKN mencapai 146,15 persen dari target. Tingkat

awareness itu diketahui dari survei yang dilakukan secara independen oleh Sucofindo dan dirilis tahun 2015.

Penanganan keluhan pelanggan yang dilakukan BPJS Kesehatan mencapai nilai 100 persen. Dari 104.427 keluhan peserta selama 2014, BPJS Kesehatan telah menyelesaikan seluruh keluhan dengan waktu penyelesaian rata-rata 1,5 hari.

Penilaian terakhir oleh UKP4 terhadap BPJS Kesehatan yakni terselesaikannya draft revisi PP No.101 Tahun 2012 tentang PBI secara tepat waktu. Draft revisi itu telah diselesaikan sesuai dengan batasan kewenangan BPJS Kesehatan dan telah tercapai 100 persen.

Periode September-Oktober 2014 BPJS Kesehatan melakukan survei tingkat kepuasan peserta terhadap pelayanan yang diberikan BPJS Kesehatan. Survei yang dilakukan PT Myriad itu juga ditujukan untuk mengindentifikasi prioritas perbaikan yang perlu dilakukan. Hasilnya, kepuasan peserta terhadap BPJS Kesehatan mencapai 81 persen, itu lebih besar dari target 75 persen.

Tahun 2014, BPJS Kesehatan berhasil menambah jumlah FKTP yang bekerjasama dari 12.993 menjadi 18.437. Ditambah FKTP dokter gigi sesuai hasil kredensialing dan rekredensialing sebanyak 945. Begitu pula dengan FKTL meningkat 51,58 persen dari 1.109 menjadi 1.681. Sedangkan faskes penunjang yang telah bekerjasama sebanyak 2.275 terdiri dari 1.447 apotek dan 828 optik.

Kerjasama itu juga ditunjang dengan penempatan petugas BPJS Kesehatan di faskes. Sampai 31 Desember 2014, jumlah RS yang memiliki BPJS Kesehatan Center sebanyak 1.237 faskes. Dari jumlah itu 505 RS diantaranya sudah terpasang jaringan komunikasi data virtual private network (VPN) dengan BPJS Kesehatan. Selaras itu untuk memastikan kualitas pelayanan BPJS Kesehatan melakukan kajian yang diselenggarakan lembaga independen. Hasil kajian itu menyimpulkan indeks kualitas layanan faskes sebesar 78 persen atau 111,43 persen dari target 70 persen.

PRESTASI

BPJS Kesehatan 2014Butuh kerja keras dan upaya yang besar bagi sebuah lembaga untuk meraih prestasi yang memuaskan. Apalagi lembaga itu baru dibentuk dan mengemban tugas yang besar. Itulah yang dihadapi BPJS Kesehatan di tahun 2014. Lembaga yang sebelumnya bernama PT Askes itu berubah

jadi BPJS Kesehatan dan beroperasi penuh sejak 1 Januari 2014. Program jaminan kesehatan yang diselenggarakan pun bisa dibilang sangat besar karena mereformasi bidang kesehatan di Indonesia. Ditambah lagi manfaat komprehensif yang harus diberikan kepada peserta yakni pelayanan

promotif, preventif, kuratif sampai rehabilitatif.

Untuk meningkatkan pelayanan terhadap peserta, BPJS Kesehatan mendorong integrasi sistem di RS. BPJS Kesehatan mengembangkan pemanfaatan master file kepesertaan yang mendukung eligibilitas peserta di RS. Itu dilakukan dengan mengembangkan integrasi sistem/bridging system melalui web service. Dimana pertukaran data antar aplikasi berjalan secara elektronik (ElectronicData Interchange/EDI).

Lewat bridging system, RS hanya menggunakan satu aplikasi saja. Sedangkan untuk eligibilitas data peserta, aplikasi RS terhubung dengan master file kepesertaan melalui web service tersebut. Integrasi menyeluruh antara aplikasi SEP dengan SIMRS dan INA-CBGs di 105 RS diharapkan dapat mengurangi keluhan antrian panjang peserta untuk mendapatkan layanan administrasi loket di RS. Sedangkan integrasi antara SEP dengan INA-CBGs sudah diimplementasikan di 1.555 RS. Dengan semua capaian pada tahun pertama operasional tersebut, jajaran BPJS Kesehatan tetap optimis untuk mewujudkan Indonesia yang lebih sehat pada tahun-tahun selanjutnya.

Page 6: PRESTASI - bpjs-kesehatan.go.idbpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/8bdd3c46b6eaa42455c6ad7031769d55.pdfPengelolaan dana di atas dilakukan dengan baik, dibuktikan dengan diperolehnya

Info BPJS Kesehatan

EDISI 21 TAHUN 2015BINCANG EDISI 21 TAHUN 2015

6

Hal itu dapat dilihat dari berbagai prestasi yang diperoleh BPJS Kesehatan selama 2014. Seperti opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari kantor akuntan publik independen, memperoleh nilai hijau dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) serta target kepesertaan mencapai 109,72 persen.

Namun, berbagai prestasi yang telah dicapai selama 2014 tidak akan terwujud tanpa kerja keras seluruh jajaran BPJS Kesehatan dari pusat sampai daerah. Dari penilaian yang telah dilakukan, sedikitnya ada tiga Divisi Regional (Divre) BPJS Kesehatan yang paling berprestasi yaitu Divre XI yang dipimpin oleh Ni Made Ayu Ratna Sudewi, Divre VII Andi Afdal dan Divre V Jenni Wihartini. Ketiga Divre itu meraih penilaian tertinggi hasil kinerja atau Annual Performance Contract (APC).

Apa strategi yang mereka terapkan sehingga mampu meraih prestasi di tahun 2014 dan bagaimana menghadapi tantangan yang ada? Berikut ini hasil wawancara redaksi Info BPJS Kesehatan dengan Ni Made Ayu Ratna Sudewi (RS), Andi Afdal (AA) dan Jenni Wihartini (JW).

Strategi apa yang anda gunakan selama 2014?

RS: Kami menerapkan sejumlah poin untuk menghadapi tantangan selama 2014 seperti melakukan sosialisasi yang intensif akan pentingnya dan manfaat perubahan yang terjadi dan harus dihadapi. Kemudian menerapkan gaya kepemimpinan leading by example atau dukungan nyata dari pimpinan dalam menyelesaikan kendala di lapangan. Dengan begitu setiap kendala digali secara detail, setiap pegawai dimotivasi untuk berpartisipasi guna mendapatkan solusi terbaik.

Kemudian, peka terhadap kondisi masing-masing wilayah seperti staf, unit dan fungsi. Menggunakan semua media untuk melihat kondisi yang ada. Memastikan semua staf paham aturan yang berlaku dan terampil mengatasi masalah yang ada. Serta menjaga komunikasi yang efektif dengan semua pemangku kepentingan.

Dalam menghadapi perubahan, perlu diperhatikan agar semua staf 'nyaman' dengan perubahan yang mereka hadapi. Penyediaan lingkungan kerja yang kondusif dan pemenuhan kebutuhan sarana bagi pegawai dalam melaksanakan tugas dipenuhi dengan memperhatikan prinsip efisiensi operasional. Serta menumbuhkan rasa kekeluargaan antar pegawai merupakan poin-poin penting dalam menciptakan kenyamanan kerja bagi pegawai.

AA:Strategi utama adalah team work. Membentuk barisan yang solid. SDM harus merasa tanggung jawab yang diemban menjadi beban bersama. Bukan hanya orang orang yang berada di bisnis utama seperti pemasaran, kepesertaan, keuangan atau pelayanan. Tapi semua harus merasa satu. Demikian juga dengan kantor cabang, mereka harus merasa sebagai bagian integral dari Divre dan Pusat. Tidak hanya menonjolkan keunggulan cabangnya semata tapi juga memperhatikan kebutuhan dari cabang yang lain dalam konteks saling bantu.

Inspirasinya tentu dari pusat berdasarkan visi dan misi yang disampaikan oleh Board of Director (BOD) ke seluruh karyawan.

Strategi operasional, kami menempatkan reputasi dan kepercayaan konsumen sebagai tujuan utama. Kami merasa bahwa faktor “Trust” adalah hal utama yang harus dibangun pertama kali ketika kita mengembangkan sebuah sistem jaminan sosial. Ketika faktor itu mulai terbangun maka dengan reputasi yang diperoleh kerja-kerja selanjutnya akan lebih mudah.

Strategi komunikasi kami perkuat, internal maupun

eksternal. Untuk internal kami buat hubungan langsung yang minim birokrasi sehingga sebuah masalah bisa langsung diketahui oleh Kepala Divre. Sedangkan komunikasi ekternal, saya menunjuk person in charge (PIC) humas yang bertanggung jawab 24 jam untuk berkomunikasi dengan khalayak khususnya media, baik cetak maupun elektronik.

JW: Sesuai dengan penahapan kepesertaan, strategi awal tahun 2014 fokus pada peserta pengalihan program. Yaitu peserta ex Askes (PNS, Pensiunan PNS, Veteran, Perintis Kemerdekaan), TNI/POLRI, ex Jamsostek dan Jamkesmas agar memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan hak peserta dalam program JKN.

Selain itu memberi informasi dan sosialisasi kepada peserta pengalihan program maupun kepada perusahaan dan masyarakat umum tentang keberadaan BPJS Kesehatan. Baik peran, tugas dan fungsinya serta tentang prosedur pendaftaran dan pelayanan.

Dalam hal pelayanan kesehatan, strategi yang digunakan yakni memastikan faskes yang telah bekerjasama serta mitra kerja pelayanan kesehatan (Dinkes, organisasi profesi dan lain-lain) telah memahami regulasi terkait.

Mengenai sarana dan prasarana, kami menggunakan strategi untuk mengoptimalkan titik layanan yang ada di setiap unit kerja. Termasuk di kantor Divre juga dibuka layanan untuk pendaftaran dan pemberian informasi kepada peserta dan masyarakat.

Soal SDM, harus dipastikan semua staf memahami aturan yang berlaku dan terampil melakukan eksekusi atas masalah-masalah yang ada. Menjaga komunikasi yang efektif dengan semua pemangku kepentingan, memahami perubahan budaya kerja dan memperkuat team work.

Apa tantangan terbesar di tahun 2014?

RS: Tantangan terbesar ditahun pertama adalah banyaknya perubahan sistem dan terbitnya berbagai peraturan baru. Misalnya, bagaimana mengajak provider yang sebelumnya dalam penghitungan biaya pelayanan kesehatan berorientasi fee for services menjadi paket Ina-CBG’s.

AA:Tantangan terbesar adalah memberikan pelayanan maksimal dengan keterbatasan sumber daya sarana maupun manusia yang dimiliki. Lonjakan pendaftaran peserta yang luar biasa disertai dengan ekspektasi publik yang sangat tinggi terhadap program ini membuat tantangannya makin berat.

Tahun pertama, secara operasional tantangan lain adalah tuntutan akurasi data kepesertaan, serta keharusan sosialisasi ke kahalayak secara memadai.

JW: Beban kerja di tahun pertama meningkat sangat besar sehingga harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas sarana kantor, sistem kerja pegawai yang lebih smart dan optimalisasi sistem otomasi. Selain itu perubahan regulasi, kebijakan dan pedoman yang sangat dinamis sehingga harus dipahami oleh seluruh pegawai dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan.

Target dan Pencapaian apa yang anda raih di tahun 2014?

RS: Pencapaian semua target APC seperti rekrutmen peserta, kolekting iuran, pembiayaan pelayanan kesehatan maupun operasional termasuk pengelolaan sumber daya manusia. Penyelesaian validasi data peserta TNI/Polri dengan daftar isian peserta (DIP) 100%. Rumah Sakit Sanglah sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan BPJS Kesehatan, sebagai The Best Role Model dari Kementerian Kesehatan.

Meraih penghargaan No.2 terbaik FKTP pada Jambore Nasional, yaitu Brimob Polda Bali dan Puskesmas Solor sebagai FKTP terbaik ke-2 untuk Daerah Tertinggal. Nilai Employee Opinion Survey tertinggi, Juara kedua KM Agent terbaik, Juara kedua Film Dokumenter terbaik, Juara ke tiga Front Liner terbaik (KC Denpasar) dan aplikasi manajemen collecting iuran (AMCI) 100%.

AA:Target sesuai kriteria UKP 4 mencakup capaian kepesertaan, tingkat kepuasan, ketepatan pembayaran klaim dan penyelesaian keluhan kami tercapai 100 %. Bahkan untuk capaian pendaftaran jumlah peserta dari badan usaha, kami meraih posisi kedua setelah DKI Jakarta.

JW: Pencapaian target APC oleh Divre dan Kantor Cabang. Dalam hal sistem otomasi kami menghasilkan sejumlah karya inovasi seperti e-Dabu Lima, e-Mon Lima, e-Skrinning dan e-RM. Tahun 2015 kami juga mengembangkan aplikasi Prever Lima untuk pengendalian verifikasi klaim Rumah Sakit.

Penghargaan yang diraih diantaranya juara 1 terbaik untuk FKTP Polri, juara 2 terbaik untuk FKTP TNI dan juara 3 terbaik untuk Puskesmas pada Jambore FKTP tingkat Nasional. KC Karawang meraih juara 2 untuk KC Pelayanan Prima Frontliner terbaik. Serta dua orang staf KC Soreang yaitu Handi Widyanto dan Rokhmat meraih juara 2 lomba desain logo kalimat motivasi.

Apa harapan Divre anda kedepan?

RS: Harapan di tahun-tahun mendatang, seluruh karyawan menjadi pribadi-pribadi yang terlatih untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang ada.

AA: Harapan saya bagi divisi regional 7, bisa mencapai target bahkan melampaui target yang telah ditetapkan direksi. Menciptakan banyak inovasi baru untuk perbaikan kualitas layanan maupun fungsi kelembagaan BPJS.

JW: Kami berharap di tahun mendatang Divre V pencapaian realisasi kinerjanya bisa melampaui target di seluruh Kantor Cabang dan Divisi Regional. Seluruh karyawan menjadi pribadi-pribadi yang tangguh dalam setiap permasalahan dan dapat memberikan solusi yang terbaik serta senantiasa siap terhadap dinamika perubahan.

Pesan anda kepada seluruh Duta BPJS Kesehatan?

RS: Tetap semangat, fokus, terus belajar dan tidak mudah menyerah karena tidak ada satu pun yang sia-sia. Kemudian rela menerima kemuliaan tugas dan panggilan yang luar biasa dibutuhkan masyarakat dan negara.

AA: BPJS adalah tempat kita untuk mengabdi sekaligus beribadah, berbuatlah yang terbaik pada setiap apapun yang dikerjakan karena kitalah pelaku sejarah BPJS ini berdiri.

Ingatlah selalu nilai dasar yang kita miliki yaitu integritas, pelayanan prima, profesionalisme serta efisiensi operasional. Jadikan itu benar-benar jadi ruh dan acuan dalam kehidupan sehari hari.

Tantangan masih sangat besar, tapi jangan kuatir, kerjakan dengan tulus, perkuat kerjasama, Insya Allah akan selalu ada jalan keluar yang terbaik.

JW: Junjung tinggi cita-cita mulia bangsa “Cakupan Semesta Jaminan Kesehatan” bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam melaksanakan target organisasi fokus pada prioritas utama yang berdampak pencapaian kinerja. Senantiasa bersyukur dan ikhlas memberikan pelayanan kepada peserta.

Ini Tiga Divre Berprestasi 2014Banyak pihak yang menilai BPJS Kesehatan bakal menghadapi banyak tantangan ketika beroperasi penuh sejak 1 Januari 2014. Sebab, BPJS Kesehatan memikul tanggungjawab yang besar sebagaimana amanat UU SJSN dan BPJS yakni menyelenggarakan Jaminan Kesehatan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Bahkan, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, menyebut ada pihak yang sempat meragukan BPJS Kesehatan ketika akan diluncurkan. Syukurnya, selama 2014 BPJS Kesehatan mampu melaksanakan tugas-tugasnya sesuai peraturan yang berlaku dan mendapat respon positif dari masyarakat.

Andi Afdal Ayu Ratna Sudewi

Info BPJS Kesehatan

Jenni Wihartini

Page 7: PRESTASI - bpjs-kesehatan.go.idbpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/8bdd3c46b6eaa42455c6ad7031769d55.pdfPengelolaan dana di atas dilakukan dengan baik, dibuktikan dengan diperolehnya

EDISI 21 TAHUN 2015

Info BPJS Kesehatan

BENEFIT B

7

EDISI 21 TAHUN 2015

Sebagian masyarakat masih menganggap masalah kesehatan jiwa adalah hal biasa, bahkan seseorang pun tidak sering tidak mengakui tatkala dirinya dilanda

gangguan jiwa. Sebagian lagi masih ada yang merasa malu jika ada anggota keluarga yang memiliki gangguan jiwa, karena masih ada stigma di masyarakat bahwa orang dengan gangguan jiwa adalah hinda hina. Sehingga enggan untuk memeriksakan diri ke dokter, bahkan ada yang memasung penderita atau menyembunyikannya di kamar. Padahal, sebagian besar gangguan jiwa bisa diobati apalagi, jika terdeteksi sejak dini. Gejala gangguan jiwa bisa ditandai dengan kegelisahan, sering ketakutan dan selalu ingin menyendiri, hingga depressi berat. Jika dibiarkan saja, maka orang dengan gangguan jiwa tersebut bisa menjadi semakin parah dan akhirnya memerlukan waktu lama untuk menyembuhkannya. Selain perlu kesabaran selama proses pengobatan juga memerlukan biaya yang tidak sedikit. Kini, peserta BPJS Kesehatan mempunyai kesempatan konseling di fasilitas kesehatan tingkat pertama atau faskes primer, utamanya di Puskesmas. Puskesmas n disiapkan sebagai garda terdepan dalam upaya preventif Jika diperlukan penanganan medis lebih lanjut, maka peserta dengan gangguan jiwa bisa dirujuk ke rumah sakit daerah dan seterusnya ke rumah sakit jiwa. Pelayanan kesehatan jiwa di era jaminan kesehatan yang dikelola oleh BPJS Kesehatan juga sebagai impelentasi Undang Undang nomor18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Setiap Puskesmas seharusnya sudah siap memberi pelayanan kesehatan jiwa. Salah satu contoh yang telah melayani kesehatan jiwa adalah Puskesmas Pejagoan di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, sejak 2010 memberikan layanan kesehatan jiwa. Hingga kini sudah sekitar 300-an pasien yang tengah menjalani rawat jalan. Menurut koordinator Kesehatan Jiwa Puskesmas Pejagoan, Bidan Hj Lusi Sumartini, sebelum ada program jaminan kesehatan nasional yang diselenggarakan BPJS Kesehatan, Puskesmas sudah mulai membantu pasien dengan gangguan jiwa. Awalnya ada keluarga yang meminta bantuan untuk menangani anggota keluarganya yang mengalami depresi berat dan mengamuk. Dengan kemampuan dasar keperawatan akhirnya Bidan Lusi mampu menenangkan pasien dan dibawanya ke Puskesmas. Orang dengan ganggan jiwa yang disebutnya sebagai pasien gadung gelisah ini, setelah diberi obat dan

ditenangkan lalu diantar ke Rumah Sakti Jiwa (RSJ) Magelang. Kini, Kepala Puskesmas Pejagoan, dr H Agus Sapariyanto membangun gedung Shelter dan Rehabilitasi Gangguan Jiwa yang dilengkapi dengan lima ruang rawat inap yang bisa menampung 10 pasien. Pemicu gangguan jiwa sangat beragam, mulai soal asmara, kondisi ekonomi keluarga karena penghasilannya sangat minim, dan soal tekanan pekerjaan. Seperti yang dialami oleh Bidan Lusi saat menjemput pasien gaduh gelisah (gangguan kejiwaan). Pasien mengamuk, histeris, kemudian bersembunyi di atas plafon rumah.

Namun, dengan bujuk rayu Lusi, pasien mau dibawa ke Puskesmas. Ternyata dia merasa sangat kecewa sekaligus cemas ketika diminta keluar dari pekerjaannya karena ada orang lain yang ingin bekerja menggantikannya, bahkan dia dimintai sejumlah uang oleh orang yang menyuruhnya keluar dari tempatnya bekerja.

Setelah diterapi, akhirnya pasien tersebut bisa sembuh dan bisa mencari nafkah kembali. Kini, setelah BPJS Kesehatan sudah berjalan, peserta BPJS Kesehatan bisa mendapat pelayanan kesehatan jiwa dan peserta BPJS Kesehatan tidak dipungut biaya, termasuk terapi hingga sembuh. Ada beberapa pasien gangguan jiwa harus minum obat setiap hari. Jika terlambat minum obat atau putus minum obat karena dianggap sudah sembuh, maka pasien tersebut bisa kambuh dan kembali mengalami gaduh gelisah, bahkan bisa mengamuk. Penderita gangguan skizofrenia misalnya, harus minum obat Seruquel XR 400 Mg dan Depakot 500 Mg setiap hari. Jika tidak rutin minum obat, maka bisa menimbulkan halusinasi seperti ingin bunuh diri. Perawatan dan terapi gangguan jiwa ini bisa mencapai sekitar Rp750.000 hingga Rp1.500.000 perbulan.

Mulai 1 Juni 2015, Puskesmas Pejagoan resmi menerima pasien pascaterapi dari RSJ Magelang, ada program lima hari menginap. Hari pertama untuk melakukan observasi pasien gangguan kejiwaan, hari kedua, konsultasi dengan dokter spesialis, psikolog, dan dokter umum, hari ketiga kegiatan kerohanian, hari keempat pelatihan keterampilan

BPJS Kesehatan Memanusiakan Manusia

Layani Masalah Kesehatan Jiwa

sesuai minat pasien. Puskesmas bekerjasa dengan Dinas Sosial untuk membina bakat pasien. Hari kelima adalah family gathering, acara ini diikuti oleh pasien dan keluarga pasien. Dalam kegiatan ini terjadi interaksi antarpasien dan keluarga, sehingga bisa saling bertukar pengalaman dan mendorong keluarga lain agar tidak malu berkonsultasi atau berobat sebelum gangguan kejiwaan menjadi sakit jiwa yang permanen.

Meskipun gedung Shelter dan Rehabilitasi Gangguan Jiwa Puskesmas Pejagoan belum memiliki sarana yang memadai, namun tekad seluruh petugasnya sudah siap melayani masyarakat. Beberapa pasien yang sudah sembuh sudah bisa bekerja, ada yang berdagang, bertani, menjadi tukang bangunan, tukang parkir. Koordinasi dengan dokter spesialis kejiwaan pun terus dilakukan oleh petugas Puskesmas, sehingga kesulitan yang dihadapi bisa diatasi oleh petugas di Puskesmas. Semua upaya menyembuhkan orang dengan gangguan jiwa merupakan upaya memanusiakan manusia. Semua orang punya hak yang sama untuk hidup layak dan dihargai. Hadirnya BPJS Kesehatan memperluas dan mempermudah akses layanan kesehatan bagi masyarakat termasuk yang memiliki gangguan jiwa dan penyandang disabilitas. Diharapkan semua fasililitas kesehatan tingkat pertama bisa memberi pertolongan pertama pada orang dengan gangguan jiwa. Untuk seterusnya dirujuk ke faskes tingkat lanjutan seperti rumah sakit umum atau rumah sakit jiwa, kemudian siap melayani pada fase rehabiltiasi. Sehingga pasien peserta BPJS Kesehatan cukup ke Puskesmas atau faskes primer lainnya untuk mengambil obat yang harus dikonsumsi secara rutin setiap hari. Dengan demikian rakyat Indonesia sehat secara fisik, mental, dan spiritual.

Info BPJS Kesehatan

Page 8: PRESTASI - bpjs-kesehatan.go.idbpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/8bdd3c46b6eaa42455c6ad7031769d55.pdfPengelolaan dana di atas dilakukan dengan baik, dibuktikan dengan diperolehnya

Info BPJS Kesehatan

EDISI 21 TAHUN 2015

8

PELANGGAN EDISI 21TAHUN 2015

Semua peserta tidak bisa langsung memeriksakan diri ke rumah sakit, kecuali dalam konsidi darurat dan kondisi untuk menyelamatkan nyawa. Dalam kondisi biasa, peserta harus memeriksakan diri ke Puskesmas atau fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) atau faskes primer seperti dokter keluarga dan klinik yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Jika diperlukan penanganan lebih lanjut, maka dokter akan merujuknya ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan seperti rumah sakit umum daerah (RSUD) atau rumah sakit khusus seperti RS Jiwa, RS Paru, dan RS Kusta.

Bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita gangguan jiwa juga mempunyai hak yang sama seperti peserta lainnya. Peserta bisa datang ke Puskesmas atau faskes primer pilihannya sesuai yang tertera pada kartu peserta BPJS Kesehatan. Diharapkan, masyarakat memahami soal gangguan jiwa. Hingga kini, masih banyak yang beranggapan bahwa mengalami gangguan jiwa identik dengan “gila”, sehingga masih ada dampak sosial bagi penderita ODGJ seperti pengucilan, penolakan, dan diskriminasi.

ODGJ juga mempengaruhi kondisi ekonomi keluarga, karena penderita dan keluarga bisa kehilangan waktu untuk mencari nafkah dan memerlukan waktu untuk merawat, serta biaya perawatan yang tidak sedikit. Penderita gangguan jiwa seperti skizofrenia, sebagian masih bisa “disembuhkan” asalkan segera ditolong dan minum obat teratur.

Oleh karena itu, peran faskes primer sangat penting sebagai rujukan pertama dalam mengatasi kesehatan jiwa agar gejala gangguan jiwa (psikosis) yang baru muncul tidak berkembang menjadi gangguan jiwa kronis. Gejala-gejala awal orang yang menderita psikosis sangat banyak, tidak hanya menyangkut kondisi fisik, tetapi juga munculnya perasaan curiga, depresi, cemas, suasana perasaan yang mudah berubah, tegang, cepat tersinggung, atau marah tanpa alasan yang jelas.

Gejala lain yang perlu diwaspadai antara lain, pikiran aneh, merasa mengambang, sulit konsentrasi atau menurunnya daya ingat. Gangguan pola tidur, perubahan nafsu makan, keluhan badan yang tidak jelas dasarnya, dan kehilangan tenaga atau dorongan kehendak, juga merupakan gejala-gejala lain yang perlu diwaspadai.

Jika peserta BPJS Kesehatan mengalami gejala seperti itu, keluarga harus segera memberi pertolongan untuk diperiksa lebih lanjut oleh dokter di faskes primer. Dokter atau tim kesehatan jiwa di faskes primer akan segera memberi pertolongan berupa konseling maupun pemberian obat.

Ada beberapa Puskesmas yang melayani

penjemputan atau evakuasi peserta BPJS Kesehatan dengan gangguan jiwa yang gaduh gelisah yaitu kondisi pasien dalam kondisi tidak stabil seperti mengamuk dan marah-marah. Tahap awal petugas kesehatan akan menenangkan pasien dan membujuknya, dan jika perlu

diberi obat agar bisa lebih tenang. Hal ini sudah beberapa kali dilakukan oleh Tim Kesehatan Jiwa Puskesmas Pejagoan, Kabupaten Kebumen.

Pasien dengan gaduh gelisah itu, lalu dirujuk

ke Rumah Sakit Jiwa Magelang. Dan kini, pasien pasca terapi di RSJ Magelang, dirujuk balik ke Puskesmas Pejagoan, dan terus dipantau. Puskesmas Pejagoan, kemudian melalukan upaya rehabilitasi pasien tersebut dan diberi pelatihan sesuai minat pasien dengan gangguan jiwa tersebut. Obat pun tidak perlu lagi diambil di RSJ Magelang, tetapi bisa diambil di Puskesmas Pejagoan.

Dengan tahapan rujukan berjenjang ini, penanganan peserta BPJS Kesehatan dengan gangguan jiwa bisa diatasi secara efektif. Tidak semua penderita langsung ke rumah sakit jiwa tetapi bisa melalui tahapan mulai dari faskes primer seperti pasien

peserta BPJS Kesehatan lainnya.

Upaya menyembuhkan penderita dengan gangguan jiwa adalah upaya memanusiakan manusia untuk mendapatkan hak yang sama sebagai warga negara, memiliki hak hidup yang layak, sehat, dan sejahtera. Seiring upaya tersebut,

peran keluarga dan masyarakat juga sangat dibutuhkan dalam pencegahan agar penderita gangguan jiwa tidak kambuh lagi.

Bagi keluarga penderita diperlukan kesabaran dalam mengatasi gangguan jiwa. Penanganan penderita gangguan jiwa dengan cara

psikofarmakologi yaitu dengan memberikan terapi obat-obatan untuk mengatasi gangguan fungsi neuro-transmitter sehingga gejala-gejala klinis dapat dihilangkan. Terapi obat diberikan dalam jangka waktu relatif lama, berbulan bahkan bertahun tergantung pada kondisi penderita.

Penderita gangguan jiwa juga perlu psikoterapi yaitu terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi psikofarmaka dan penderita mampu menerima realitas sudah kembali pulih, serta pemahaman dirinya sudah baik. Psikoterapi ini antara lain berupa dukungan untuk memotivasi agar penderita memiliki semangat, tidak mudah putus asa dalam menjalani hidupnya.

Psikoterapi juga berupa pendidikan ulang untuk memperbaiki kesalahan pendidikan di masa lalu waktu lalu, memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh

seperti semula sebelum sakit. Selain itu, ada psikoterapi untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai- nilai moral etika.

Psikoterapi juga diperlukan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri. Keluarga penderita juga perlu didampingi dan mengikuti psikoterapi agar sabar dan tabah dalam upaya memulihkan penderita. Jangan sampai keluarga lainnya menjadi stress karena merasa tertekan dalam merawat penderita.

Terapi Psikososial perlu dijalani agar penderita gangguan jiwa mampu beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Selama menjalani terapi psikososial, penderita harus tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka.

Tak kalah pentingnya, terapi psikoreligius atau terapi keagamaan. Terapi ini adalah mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, seperti sholat, berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, mengikuti ceramah keagamaan, kajian kitab suci.

Selanjutnya adalah masuk dalam tahap rehabilitasi yaitu masa memasuki kehidupan sosial baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Seperti yang dilakukan Shelter dan Rehabilitasi Gangguan Jiwa Puskesmas Pejagoan, bekerjasama dengan Dinas Sosial Kebumen, membina pasien pascaterapi di RSJ Magelang, memberi pelatihan agar penderita gangguan jiwa percaya diri saat kembali ke keluarga dan masyarakat.

Semua upaya itu akan berhasil jika pihak keluarga sebagai orang terdekat penderita terus memberikan rasa nyaman dan rasa aman, sehingga penderita gangguan jiwa benar-benar bisa sembuh.

Ikuti Prosedurnya Dapatkan Layanan Kesehatan JiwaSiapa bilang, BPJS Kesehatan mengabaikan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Dari kalangan mana pun, BPJS Kesehatan harus memberikan pelayanan yang sama dan tidak ada diskriminasi. Sebaliknya, semua peserta wajib mematuhi aturan yang diterapkan,

antara lain mengikuti tahapan rujukan berjenjang.

Proses Evakuasi Pasien

Puskesmas Pejagongan, Kebumen

Proses Rujukan ke RSJ Magelang oleh Petugas Puskesmas

Koordinator Kes. Jiwa. Bidan H.Lusi,mendampingi pasien dalam rangka rujukan ke RSJ Magelang

Kepala Puskesmas Pejagoan, dr H Agus Sapariyanto menemui D, 24 yang merupakan kasus pertama pasung dengandiagnosa anxietas ( ketidaktahuan keluarga )

Pasien Kontrol dan Ambil Obat di Puskesmas

Page 9: PRESTASI - bpjs-kesehatan.go.idbpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/8bdd3c46b6eaa42455c6ad7031769d55.pdfPengelolaan dana di atas dilakukan dengan baik, dibuktikan dengan diperolehnya

EDISI 21 TAHUN 2015

Info BPJS Kesehatan

TESTIMONI

9Info BPJS Kesehatan

Pasien penderita tuberkulosis (TB) perlu dipantau secara cermat oleh petugas kesehatan. Kepatuhan minum obat biasanya menjadi masalah dalam proses pengobatan penderita TB. Penyakit yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis ini merupakan penyakit paru yang mudah sekali menular. Penularannya melalui cairan di saluran nafas yang keluar ke udara melalui batuk atau bersin atau percikan ludah lalu dihirup oleh orang-orang di sekitarnya. Untuk memastikan seseorang positif TB atau tidak, perlu pemeriksaan dahak dan rontgen paru. Bagi anak-anak juga melalui tes mantoux.

“Pasien TB tidak dipungut biaya karena ini program nasional. Kalau yang bukan

peserta BPJS Kesehatan bisa saja masih ada tambahan biaya di faskes

lanjutan, kalau di Puskesmas, penderita TB digratiskan,” kata Didi Medianto,

Pemegang Program TB, HIV, IMS, Kusta di Puskesmas Kebumen I, Kembaran.

Pada tahap pertama pengobatan, penderita TB diberi obat untuk tujuh hari. Setelah itu pasien harus datang kembali untuk mengambil obat di Puskesmas sekaligus pemeriksaan kesehatannya oleh dokter. “Kami selalu mengingatkan jadwal pengambilan obat, kalau pasien

Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menular. Gejala umumnya seperti batuk, berkeringat di waktu malam hari, dan berat badan terus menurun. Bagi Sumarni, 32, awalnya hanya mengalami batuk. Dia menganggapnya hanya batuk biasa dan masuk angin, sehingga dia obati dengan obat batuk warung saja. Tetapi, batuknya tak kunjung sembuh. Akhirnya, majikan tempat dia bekerja juga curiga dia menderita TB dan memintanya untuk memeriksakan diri ke dokter.

“Saya periksa di Puskesmas Jati I di Pulo Asem, Rawamangun. Lalu saya diperiksa

dokter dan disarankankan untuk memeriksakan dahak,” kata Sumarni mengenang saat divonis menderita

TB setahun lalu. Saat itu, dia bekerja sebagai asisten rumah tangga di wilayah

Kelurahan Jati, Pulogadung, Jakarta Selatan.

Selain dahaknya yang diperiksa, kondisi paru-parunya juga dirongent untuk memastikan diagnosa TB benar adanya. “Ternyata memang benar, menurut dokter saya sakit TBC. Lalu harus menjalani pengobatan rutin dan minum obat setiap hari selama enam bulan dan tidak boleh lupa. Kalau lupa minum obat harus diulang lagi,” ujarnya. Marni, demikian biasa Sumarni disapa, saat itu belum menjadi peserta BPJS Kesehatan, sehingga masih harus menambah biaya seperti rongent. Untung saja, majikannya membayar semua biaya pengobatan. Namun, karena penanggulangan tuberkulosis merupakan program nasional sehingga pasien TB tidak perlu membayar biaya pengobatan. Marni akhirnya mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan untuk berjaga-jaga jika dia atau keluarganya sakit. Setelah dia divonis TB, anak perempuannya, Rifa yang masih berusia empat tahun juga diperiksakan ke dokter karena mengalami batuk-batuk dan berat badannya cenderung tidak mengalami kenaikan. “Rifa di test mantuk untuk memastikan dia kena TBC atau tidak. Ternyata juga positif TB,” ujarnya.

Dengan berat hati, Marni memohon diri untuk keluar kerja dan memilih pulang ke kampung halaman di daerah pegunungan Loh Kidang, Karanggayam. Rifa yang saat itu sudah bersekolah di PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) terpaksa juga pindah sekolah ke desa yang kini semakin terkenal sebagai sumber batu akik badarbesi Kebumen. Sedangkan Darmanto, suami Marni masih bekerja di

Tanjung Priok, Jakarta Utara.

Ketika

beberapa waktu lalu ditemui Info BPJS Kesehatan di rumahnya pelosok desa tak jauh dari sumber mata air Sungai Lukulo, kondisi Marni dan anaknya, Rifa tampak sehat walafiat. Bahkan Marni sudah melahirkan anak keduanya pada Desember 2014 lalu. “Ya, waktu itu kan saya masih minum obat TBC, tetapi alhamdulillah anak saya sehat,” kata Marni. Meskipun tinggal di desa, Marni tetap berkomunikasi dengan kader dan tenaga kesehatan yang ada di wilayahnya. Setelah enam bulan menjalani pengobatan TB, Marni sudah dinyatakan sembuh. Begitu juga dengan anaknya, Rifa. “Pesan dokter, saya harus periksa setelah setahun. Semua pesan dokter saya jalani,” kata Marni didampingi kakaknya, Subiah. Untuk menjaga agar penyakit TB nya tidak kambuh lagi, Marni selalu mengkonsumsi makanan yang sehat, setiap hari makan telur satu butir. Dan makanan yang bergizi tidak perlu makanan yang mahal. “Di kampung juga bisa kok makan makanan yang sehat, tapi ya memang sederhana saja. Udara di sini (Loh Kidang – Red) kan masih bersih,” ujarnya. Masalah kebersihan lingkungan rumah juga dia perhatikan seperti saran dokter dan bidan yang pernah memeriksanya. Jika sedang batuk dia usahakan memakai masker agar tidak menularkan ke orang lain. Begitu juga sprei dan sarung bantal secara rutin dicuci, sirkulasi udara di rumah juga diperhatikan.

Marni mengaku tak mau sakit TBC lagi, juga tidak mau dihinggapi penyakit yang lainnya. Meskipun hidup sederhana, Marni tampak sumringah dan optimis, suatu saat bisa bersama lagi bersama-sama mendampingi suami tercintanya. “Tetapi menjadi peserta BPJS Kesehatan membuatnya tenang, kalau sakit biayanya pasti banyak. Tapi saya inginnya sehat, sehat, dan sehat. Semoga semuanya sehat,” katanya sembari tersenyum.

tidak datang, maka kewajiban kami untuk menghubungi kembali dan mendatangi rumah pasien sekaligus membawa obatnya. Biasanya kami dibantu oleh para kader TB dan bidan desa, di sini ada beberapa kader dari Aisyiah,” kata Didi. Menurut Didi, selama tahun 2014 terdapat 10 pasien baru dan di tahun 2015 ini sudah ada enam pasien baru. Semua pasien TB di bawah pengawasannya tidak ada yang drop out, tetapi ada pasien yang diduga HIV dirujuk ke faskes yang khusus menangani TB berkomplikasi. Pemantuan gizi penderita TB, khususnya anak-anak dibantu oleh Yayuk. Petugas di Puskesmas Kembaran itu juga saling membantu. Jika dibutuhkan Tri Fanti Rahayu,

sebagai analis kesehatan di bagian laboratorium juga ikut menghubungi pihak keluarga pasien TB. “Ya ini kan saling terkait, kalau kita bisa bantu apa salahnya. Soalnya biar penyakit TB benar-benar tuntas tidak menular lagi ke masyarakat luas,” imbuh Fanti.

Pasien TB Terus Dipantau

Tak Mau Lagi Sakit TBC Sumarni, 32 Tahun

Page 10: PRESTASI - bpjs-kesehatan.go.idbpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/8bdd3c46b6eaa42455c6ad7031769d55.pdfPengelolaan dana di atas dilakukan dengan baik, dibuktikan dengan diperolehnya

Info BPJS Kesehatan

EDISI 21 TAHUN 2015

10

SEHATSEHAT

Info BPJS Kesehatan

Kini, hampir semua kalangan gemar memakai batu akik. Kalangan artis pun tidak mau ketinggalan “pamer batu akik” berupa cicin dan liontin. Zaman ini bagaikan kembali ke zaman batu, bahkan ada guyonan “kalau mau jadi pejabat harus pakai batu akik”. Saat ini, fenomena batu akik tengah mengalami tren tertinggi. Ternyata keunikan batu akik itu, bisa menghilangkan kepenatan atau rasa jenuh dan ketegangan otak. Sebagai contoh, Ayomi, karyawati Bank Indonesia, sudah mempunyai koleksi batu akik sejak beberapa tahun lalu atau jauh sebelum booming batu akik. Kini, dia semakin senang “berburu” batu akik. Setiap bertugas ke luar kota, dia juga menyempatkan membeli bahan-bahan batu akik, selain untuk koleksinya juga sebagai oleh-oleh untuk kerabatnya. Ibu tiga anak ini mengaku hobi melihat keunikan batu akik. Setelah seharian penat karena pekerjaan kantor, di rumah dia melihat-lihat koleksinya satu persatu. Sebagian batu akiknya sudah diikat dengan cincin, sebagian lagi berupa liontin. Batu-batu akik itu semakin jelas motifnya jika disinari cahaya senter. Batu akik koleksi Ayomi berasal dari berbagai daerah termasuk dari Kebumen yang terkenal batu badar besi dan batu ginggannya, dan ada beberapa batu akik dari luar negeri. Ketika mengamati batu yang berbeda satu dengan yang lainnya, disitulah merasakan kejenuhannya bisa terurai. Dan di saat itu pula, dia merasakan kekuasaan Tuhan yang maha besar bisa menciptakan makhluk termasuk bebatuan yang kemudian diolah menjadi batu-batu permata termasuk menjadi batu akik. Jadi, ada hubungannya antara hobi batu akik dan mengobat rasa penat sebagai salah satu cara menjaga kesehatan jiwa. Jika tubuh merasa nyaman, otak tidak tegang, jiwa pun menjadi tenang. Sebagai seorang ibu, suasana hati sangat mempengaruhi dalam kehidupan rumah tangga. Jika ibu bisa mengatasi kegalauannya, dia akan bisa mengatasi masalah-masalah rumah tangganya dengan lebih bijak. Menyisihkan waktu sebentar saja untuk melihat keindahan batu akik, bisa membawa suasana hati menjadi senang. Mengapa tak mencobanya? Seseorang disebut sehat tidak hanya secara fisik saja melainkan juga sehat mentalnya, sehat spiritual, dan sehat sosial, sehingga dia bisa hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Menggemari keindahan batu akik menjadi salah satu cara mengurai kejenuhan agar jangan sampai menjadi stress yang tertimbun.

Selain itu, juga ada tips-tips dari magforwomen untuk mengatasi stress yaitu dengan melakukan aktivitas yang dapat membuat kita bugar kembali. Aktivitas itu antara lain meditasi. Caranya dengan duduk diam dengan santai dan rileks, lalu memejamkan mata, rasakan setiap udara yang dihirup dan dikeluarkan secara perlahan dan dengarkan suara-suara alam. Lakukan meditasi ini beberapa menit hingga satu jam di pagi hari agar kita lebih tenang dan siap menjalani aktivitas sepanjang hari. Mengendalikan emosi dengan bersabar atau tidak cepat marah. Ini sering terjadi saat kita berada di jalan raya, orang membunyikan klakson berkali-kali sehingga kita merasa jengkel. Kita tidak perlu memaki atau marah-marah. Jika akan marah, tariklah nafas dalam-dalam lalu hembuskan perlahan dan tetaplah befikir positif agar kita selalu berada dalam energy positif. Untuk menghindari stress, sebaiknya jangan memusingkan hal kecil-kecil. Kita perlu menyelesaikan setiap masalah yang ada, namun jangan sampai kita terlalu berlebihan memikirkan hal tersebut. Tak perlu pusing memikirkan hal-hal kecil, seperti kehilangan kunci, lupa membawa jam tangan, dan lainnya. Jika masalah itu dianggap besar, duduklah dengan tenang dan selesaikan setiap masalah satu per satu.

Keunikan Batu Akik Mengurai Kejenuhan

Sudah setahun ini batu akik semakin digemari

masyarakat. Penggemar batu akik tidak hanya kalangan kaum lelaki

dewasa saja. Beberapa bulan belakangan ini, anak-anak, remaja, hingga ibu-ibu pun

ikut-ikutan “demam” batu akik. Fenomena “demam” batu akik ini diperkirakan bertahan

lama, tidak seperti saat masyarakat gandrung

tanaman anthurium dan ikan louhan.

Agar bisa hidup tenang, sadarilah bahwa hidup itu tidak hanya tentang karier. Bekerja memang penting, namun jangan sampai membuat kita stress. Temukan sesuatu yang Anda sukai dan membuat bahagia. Jika pekerjaan yang Anda lakukan hanya membuat stress, hentikanlah.Setiap orang perlu perlu istirahat yang cukup. Beristirahat penting walaupun kita sedang banyak pekerjaan.

Jadwalkan hari-hari tertentu untuk beristirahat penuh. Artinya, tidak melakukan rutinitas pekerjaan berat. Bisa saja dengan bersantai di rumah, merapikan bonsai atau sekedar mengamati batu akik, atau jalan-jalan bersama keluarga atau bersilaturahmi bersama sahabat.

Hindari berfikir harus memiliki segalanya. Karena kita hidup tak perlu harus memiliki segalanya. Yang sebenarnya membuat kita puas dan bahagia adalah mensyukuri apapun yang kita miliki saat ini, bukan yang tidak kita miliki. Perlu dipahami bahwa hidup di dunia ini sangat singkat, oleh karena itu lakukan hal-hal yang menyenangkan agar kita terbebas dari stress dan ayo mulailay melakukan hal yang positif dan membuat kita bahagia.

Page 11: PRESTASI - bpjs-kesehatan.go.idbpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/8bdd3c46b6eaa42455c6ad7031769d55.pdfPengelolaan dana di atas dilakukan dengan baik, dibuktikan dengan diperolehnya

EDISI 21 TAHUN 2015

Info BPJS Kesehatan 11

Jakarta – Sebagai upaya mewujudkan sistem good governance yang bersih serta untuk mengantisipasi dan menyelesaikan berbagai permasalahan hukum yang mungkin saja terjadi, BPJS Kesehatan berkomitmen memperkokoh kerjasama dengan Kejaksaan Tinggi seluruh provinsi yang terdapat di wilayah kerja Divisi Regional VII, IX, X, XI, dan XII melalui Penandatanganan Kesepakatan Bersama yang digelar di Surabaya, Kamis (23/4).

“Kerjasama ini merupakan bentuk komitmen BPJS Kesehatan dalam menjalankan amanat negara. Sebagai institusi penyelenggara Jaminan Sosial, permasalahan bisa saja timbul dari klien, mitra kerja, peserta, atau bahkan pihak internal. Karena itu sangatlah bijaksana jika kami meminta bantuan hukum dari pihak eksternal yang kompeten,” kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris dalam sambutannya.

Adapun kerjasama tersebut melibatkan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Provinsi Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.Sebelumnya, BPJS Kesehatan juga telah bekerjasama dengan Jamdatun di wilayah kerja Divisi Regional II, IV, V, dan VIII.

Menurut Fachmi, kesepakatan tersebut juga dimaksudkan untuk mengoptimalkan peran dan tugas para pihak dalam menyelesaikan persoalan hukum bidang perdata dan tata usaha negara. Adapun ruang lingkup kesepakatan bersama tersebut meliputi pemberian bantuan hukum, pertimbangan hukum, dan tindakan hukum lainnya dalam rangka pemulihan dan penyelamatan keuangan, kekayaan, dan aset milik BPJS Kesehatan.

“Di samping itu, kerjasama ini juga diharapkan mampu meningkatkan efektivitas penyelesaian masalah hukum di bidang perdata dan tata usaha, baik di dalam maupun luar pengadilan, sehingga BPJS Kesehatan dapat menjadi lembaga yang memiliki reputasi clean governance,” tegas Fachmi.

Realisasikan Clean Governance, BPJS Kesehatan RangkulKejaksaan Tinggi di 12 Provinsi Indonesia

Jayapura (09/05/2015): Sejak diluncurkan pada tanggal 3 November 2014 lalu, Kartu Indonesia Sehat (KIS) sebagai salah satu program unggulan dalam Nawa Cita pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, semakin menghadirkan negara dalam peningkatan kesejahteraan rakyat, sekaligus sebagai bagian dari penguatan sendi-sendi perekonomian bangsa. Melalui kehadiran KIS, masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara komprehensif di fasilitas kesehatan yang bekerjasama, dengan ketentuan mengikuti mekanisme sistem rujukan berjenjang dan atas indikasi medis. Secara keseluruhan KIS diterbitkan oleh BPJS Kesehatan dan jenis kepesertaannya terbagi menjadi 2 kelompok: Pertama, Kelompok masyarakat yang wajib mendaftar dan membayar iuran, baik membayar sendiri (mandiri), ataupun berkontribusi bersama pemberi kerjanya (segmen buruh atau pekerja); Kedua, Kelompok masyarakat miskin dan tidak mampu yang didaftarkan oleh pemerintah dan iurannya dibayari oleh pemerintah (segmen Penerima Bantuan iuran atau PBI). Untuk KIS segmen PBI, peluncuran perdananya telah dilakukan Presiden bersamaan dengan peluncuran perdana Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), pada tanggal 3 November 2014. KIS yang terintegrasi bersama Program Keluarga Sejahtera dan Program Indonesia Pintar, saat ini telah terdistribusikan sebanyak lebih dari 4 juta Kartu, atau tepatnya 4.426.010 kartu kepada peserta PBI, di 18 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. Di tahun 2015, BPJS Kesehatan bersama Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan, melanjutkan penerbitan dan pendistribusian hampir 82 juta Kartu, atau tepatnya 81.973.990 Kartu Indonesia Sehat untuk segmen peserta PBI. Per Mei 2015, sebanyak 82 juta KIS PBI tersebut mulai didistribusikan secara bertahap. Distribusi KIS secara simbolis bagi peserta PBI rencananya dilakukan di 9 provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia, meliputi Provinsi DKI Jakarta (Jakarta Utara dan Jakarta Timur), Jawa Tengah (Kabupaten Klaten), Yogyakarta (Kabupaten Sleman), Jawa Timur (Kota Malan, Kabupaten Malang, dan Kota Batu), Jambi (Kota Jambi), Maluku (Pulau Buru), Bangka Belitung (Belitung Timur), Papua (Jayapura), dan Papua Barat (Manokwari).

Pada 4 Mei 2015 lalu, Presiden Joko Widodo telah membagikan KIS secara simbolis kepada 4.414 peserta PBI di Sleman dan 1.646 peserta PBI di Klaten. Presiden Jokowi memberikan perhatian yang sungguh-sungguh atas pentingnya distribusi Kartu Indonesia Sehat (KIS) secara merata bagi seluruh masyarakat di Indonesia. Minggu ini, Presiden Joko Widodo membagikan KIS secara simbolis

di sejumlah daerah Indonesia bagian timur seperti Pulau Buru, Ternate, Jayapura, dan Manokwari. Di Pulau Buru, sebanyak 204 KIS telah tersalurkan kepada peserta PBI, sementara di Ternate, KIS juga telah didistribusikan kepada 502 peserta PBI.

Presiden Joko Widodo kembali melanjutkan komitmen beliau untuk terus memberikan atensi atas terdistribusinya KIS dengan menyerahkan secara simbolis KIS kepada 2.850 peserta PBI di Jayapura. Selanjutnya, KIS juga akan dibagikan secara simbolis oleh Presiden Joko Widodo kepada 2.281 peserta PBI di Manokwari pada Senin (11/5).

Dalam acara penyerahan KIS kepada peserta PBI tersebut, masyarakat terlihat sangat gembira menerima KIS ini dan menyambut antusias kehadiran Presiden untuk berdialog. Presiden menyapa, mendengar dan merespon pertanyaan dan usulan dari masyarakat. Perhatian dan dukungan Presiden terhadap seluruh kalangan masyarakat Indonesia tergambar jelas dalam dialog tersebut,” kata

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris dalam acara penyerahan KIS secara simbolis pada peserta PBI di Jayapura, Sabtu (9/5).

Sebelumnya, sebagai bentuk atensi pemerintah yang tinggi kepada buruh atau pekerja, Presiden Jokowi juga telah membagikan KIS kepada buruh kebun di Deli Serdang pada 18 April 2015, buruh perkapalan di Jakarta Utara pada 28 April 2015, serta buruh industri garmen di Ungaran pada 29 April 2015. Penyerahan KIS tersebut disambut dengan penuh antusias oleh segenap buruh karena kehadiran jaminan kesehatan sebagai proteksi kesehatan mereka sangatlah diperlukan. Dengan adanya KIS sebagai jaminan kesehatan nasional yang mampu mengcover seluruh rakyat, negara kembali hadir melalui pemastian terimplementasinya Sistem Jaminan Sosial bidang Kesehatan yang berlandaskan gotong royong. Kegiatan ini merupakan wujud perhatian yang besar dari Presiden Jokowi terhadap kesejahteraan seluruh elemen masyarakat di Indonesia.

PRESIDEN SALURKAN KARTU INDONESIA SEHAT (KIS) BAGI PENERIMA BANTUAN IURAN (PBI) DI WILAYAH INDONESIA TIMUR

Kilas & Peristiwa

Page 12: PRESTASI - bpjs-kesehatan.go.idbpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/8bdd3c46b6eaa42455c6ad7031769d55.pdfPengelolaan dana di atas dilakukan dengan baik, dibuktikan dengan diperolehnya

BPJS KesehatanJln. Letjen Suprapto PO BOX 1391/JKT Jakarta PusatTlp. (021) 4246063, Fax. (021) 4212940