Preskas Asma Akut-Analisis
-
Upload
arwindya-galih-desvitarini -
Category
Documents
-
view
216 -
download
2
Transcript of Preskas Asma Akut-Analisis
Seorang wanita 43 tahun datang ke RSUD Dr.Moewardi pada tanggal 29 september 2015
dengan keluhan utama sesak napas sejak 2 hari yang lalu. Sesak disertai mengi terutama pada
malam hari. Pasien mengaku bahwa sesak dipengeruhi cuaca dan aktivitas. Terbangun malam
karena sesak (-), pasien juga mengeluhkan batuk bedahak warna kuning kental, darah (-), pasien
sebelumnya mengeluhkan panas ± 5 hari SMRS. Panas tidak tinggi nyeri tenggorok (+). Saat ini
tidak demam, nyeri dada (-), berat badan turun (-). Nafsu makan turun (-), BAK dan BAB dalam
batas normal. Pasien memiliki riwayat penggunaan obat semprot (Berotec 3x2 puff, flutias 2x1
puff). Pasien tidak memiliki riwayat sakit jantung dan tidak merokok namun memiliki riwayat
asma dengan pengobatan aminofilin 80 mg dan salbutamol 1 mg. Berdasarkan keluhan yang
dialami pasien menunjukkan gejala asma akut.
Keluhan respiratorik pasien sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa asma adalah
gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi
kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau
dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
Serangan asma bervariasi dari ringan sampai berat bahkan dapat bersifat fatal atau
mengancam jiwa. Seringnya serangan asma menunjukkan penanganan asma sehari-hari yang
kurang tepat. Berdasarkan derajat serangan asma pasien dapat digolongkan pada asma akut
sedang sebab pasien masih dalam keadaan compos mentis, nampak sesak sedang. Pasien masih
bisa diajak berbicara namun tidak satu kalimat utuh. Pasien merasa lebih nyaman ketika duduk
dibandingkan tidur terlentang. Didukung dengan pemeriksaan fisik pasien yaitu tekanan darah
120/80 mmHg, nadi 103x/menit, dan frekuensi napas 28x/menit. Pengembangan dinding dada
kanan sama dengan kiri, fremitus raba kanan sama dengan kiri, pada perkusi didapatkan sonor
pada seluruh lapang paru, serta terdengar suara dasar vesikuler saat auskultasi. Terdengar
wheezing saat akhir ekpirasi pada sisi kanan dan kiri paru, namun tidak terdengar RBH maupun
RBK. Pada pemeriksaan jantung dan abdomen semua dalam batas normal. Hasil laboratorium
darah menunjukkan peningkatan eosinophil yaitu 10.40% (0.00 – 4.00%).
Pada pasien ditegakkan diagnosis asma akut sedang pada asma tidak terkontrol. Indikator
asma tidak terkontrol adalah muncul 1) asma malam, terbangun malam hari karena gejala-gejala
asma, 2) kunjungan ke darurat gawat, ke dokter karena serangan akut, 3) kebutuhan obat pelega
meningkat (bukan akibat infeksi pernapasan, atau exercise-induced asthma). Pada pasien dapat
terjadi asma yang tidak terkontrol mungkin karena teknik inhalasi obat yang kurang tepat,
kepatuhan penggunaan obat, terdapat pemicu serangan asma yaitu debu karena pasien memiliki
alergi debu, penyakit saluran napas yang memperberat seperti sinusitis, bronchitis, dan
sebagainya. Pasien juga mengalami infeksi saluran napas atas yang ditandai batuk dengan dahak
kuning kental serta demam ± 5 hari SMRS.
Terapi yang diberikan adalah IVFD NaCl 0,9% 20 tpm, nebulizer berotec : atrovent 1:
0,25 mg/ 6 jam. Barotec berisi fenoterol hydrobromide yaitu golongan agonis β-2 kerja singkat
yang memiliki lama kerja 3-5 jam berfungsi sebagai bronkodilator. Mekanisme kerjanya yaitu
relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas
pembuluh darah dan menurunkan pelepasan mediator dari sel mast. Sedangkan atrovent berisi
ipratropium bromide yaitu golongan antikolinergik. Mekanisme kerjanya memblok efek
pelepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan
menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi
yang disebabkan iritan. Pemberian inhalasi ipratropium bromide kombinasi dengan agonis beta-2
kerja singkat inhalasi meningkatkan respons bronkodilatasi dan sebaiknya diberikan sebelum
pemberian aminofilin. Kombinasi tersebut dapat memperbaiki faal paru (APE dan VEP1).
Pasien juga diberikan injeksi dexamethasone 5 mg/8 jam Glukokortikosteroid sistemik
diberikan untuk mempercepat resolusi pada serangan asma derajat manapun kecuali serangan
ringan. Antibiotik tidak rutin diberikan kecuali pada keadaan disertai infeksi bakteri (pneumonia,
bronkitis akut, sinusitis) yang ditandai dengan gejala sputum purulen dan demam. Hal ini sesuai
dengan kondisi pasien sehingga pasien. Infeksi bakteri yang sering menyertai serangan asma
adalah bakteri gram positif, sehingga pada kasus ini pasien mendapatkan azitromicin golongan
makrolid) 1x500 mg sebab antibiotik empiris yang tepat untuk gram positif dan atipik yaitu
golongan makrolid, kuinolon dan alternatif amoksisilin/ amoksisilin dengan asam klavulanat. N-
asetilsistein juga diberikan pada pasien dengan dosis 3x200 mg berfungsi sebagai mukolitik.
Pada tanggal 30 September 2015, pasien masih merasa sesak namun sudah berkurang,
tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 104x/menit, frekuensi napas 20x/menit, Saturasi O2 97%
dengan O2 nasal 3 lpm. Wheezing masih didapatkan di kedua lapang paru saat ekpirasi akhir.
Pengobatan masih dilanjutkan seperti sebelumnya namun pemberian nebulizer berotec:atrovent
1: 0,25/ 6 jam berubah menjadi per 12 jam. Pasien direncanakan untuk tes spirometri bila sudah
stabil dan pemeriksaan sputum.