Presiden (Pkn)

56
Presiden adalah suatu nama jabatan yang digunakan untuk pimpinan suatu organisasi, perusahaan, perguruan tinggi, atau negara. Pada awalnya, istilah ini dipergunakan untuk seseorang yang memimpin suatu acara atau rapat (ketua); tapi kemudian secara umum berkembang menjadi istilah untuk seseorang yang memiliki kekuasaan eksekutif. Lebih spesifiknya, istilah "Presiden" terutama dipergunakan untuk kepala negara suatu republik, baik dipilih secara langsung, ataupun tak langsung. Presiden pertama di Eropa adalah Presiden Perancis, yang dibentuk pada era Republik Kedua Perancis pada 1848. Sedangkan presiden pertama yang diakui secara internasional adalah Presiden Amerika Serikat sewaktu revolusi Amerika. Presiden merupakan kepala pemerintah presidensial. Presiden Indonesia Presiden Indonesia (nama jabatan resmi: Presiden Republik Indonesia) adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Indonesia. Sebagai kepala negara, Presiden adalah simbol resmi negara Indonesia di dunia. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden dibantu oleh wakil presiden dan menteri- menteri dalam kabinet, memegang kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan tugas- tugas pemerintah sehari-hari. Presiden (dan Wakil Presiden) menjabat selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan. Ia digaji sekitar 60 juta per bulan.

Transcript of Presiden (Pkn)

Page 1: Presiden (Pkn)

Presiden adalah suatu nama jabatan yang digunakan untuk pimpinan suatu organisasi, perusahaan, perguruan tinggi, atau negara. Pada awalnya, istilah ini dipergunakan untuk seseorang yang memimpin suatu acara atau rapat (ketua); tapi kemudian secara umum berkembang menjadi istilah untuk seseorang yang memiliki kekuasaan eksekutif. Lebih spesifiknya, istilah "Presiden" terutama dipergunakan untuk kepala negara suatu republik, baik dipilih secara langsung, ataupun tak langsung.

Presiden pertama di Eropa adalah Presiden Perancis, yang dibentuk pada era Republik Kedua Perancis pada 1848. Sedangkan presiden pertama yang diakui secara internasional adalah Presiden Amerika Serikat sewaktu revolusi Amerika. Presiden merupakan kepala pemerintah presidensial.

Presiden Indonesia

Presiden Indonesia (nama jabatan resmi: Presiden Republik Indonesia) adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Indonesia. Sebagai kepala negara, Presiden adalah simbol resmi negara Indonesia di dunia. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden dibantu oleh wakil presiden dan menteri-menteri dalam kabinet, memegang kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah sehari-hari. Presiden (dan Wakil Presiden) menjabat selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan. Ia digaji sekitar 60 juta per bulan.

Wewenang, kewajiban, dan hak Presiden antara lain:

1. Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD2. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan

Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara3. Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU.

Page 2: Presiden (Pkn)

4. Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam kegentingan yang memaksa)

5. Menetapkan Peraturan Pemerintah6. Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri7. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian

dengan negara lain dengan persetujuan DPR8. Membuat perjanjian internasional lainnya dengan

persetujuan DPR9. Menyatakan keadaan bahaya.10. Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta,

Presiden memperhatikan pertimbangan DPR11. Menerima penempatan duta negara lain dengan

memperhatikan pertimbangan DPR.12. Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan

pertimbangan Mahkamah Agung13. Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan

pertimbangan DPR14. Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan

lainnya yang diatur dengan UU15. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang

dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah

16. Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan disetujui DPR

17. Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung

18. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.

Pemilihan

Menurut Perubahan Ketiga UUD 1945 Pasal 6A, Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat melaluiPemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres). Sebelumnya, Presiden (dan Wakil Presiden) dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dengan adanya Perubahan UUD 1945, Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR, dan kedudukan antara Presiden dan MPR adalah setara.

Page 3: Presiden (Pkn)

Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebelumnya. Pilpres pertama kali di Indonesia diselenggarakan pada tahun 2004.Jika dalam Pilpres didapat suara >50% jumlah suara dalam pemilu dengan sedikitnya 20% di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari separuh jumlah provinsi Indonesia, maka dinyatakan sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Jika tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, maka pasangan yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam Pilpres mengikuti Pilpres Putaran Kedua. Pasangan yang memperoleh suara terbanyak dalam Pilpres Putaran Kedua dinyatakan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih.

Pemilihan Wakil Presiden yang lowongDalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, Presiden mengajukan 2 calon Wapres kepada MPR. Selambat-lambatnya, dalam waktu 60 hari MPR menyelenggarakan Sidang MPR untuk memilih Wapres.

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang lowongDalam hal Presiden dan Wakil Presiden keduanya berhalangan tetap secara bersamaan, maka partai politik (atau gabungan partai politik) yang pasangan Calon Presiden/Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam Pilpres sebelumnya, mengusulkan pasangan calon Presiden/Wakil Presiden kepada MPR.Selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari, MPR menyelenggarakan Sidang MPR untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.

Pelantikan

Sesuai dengan Pasal 9 UUD 1945, Presiden dan Wakil Presiden terpilih bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat. Jika MPR atau DPR tidak bisa mengadakan sidang, maka Presiden dan Wakil Presiden terpilih bersumpah menurut agama atau berjanji dengan sungguh-

Page 4: Presiden (Pkn)

sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.

Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :

"Demi Allah saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."

Janji Presiden (Wakil Presiden) :

"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."

Pemberhentian (Pemakzulan)

Usul pemberhentian Presiden/Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR.Apabila DPR berpendapat bahwa Presiden/Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden/Wakil Presiden (dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPR), DPR dapat mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi, jika mendapat dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota.

Jika terbukti menurut UUD 1945 pasal 7A maka DPR dapat mengajukan tuntutan impeachment tersebut kepada Mahkamah Konstitusi RI kemudian setelah menjalankan persidangan dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi RI dapat menyatakan

Page 5: Presiden (Pkn)

membenarkan pendapat DPR atau menyatakan menolak pendapat DPR.dan MPR-RI kemudian akan bersidang untuk melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi RI tersebut.

Daftar Presiden IndonesiaDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Untuk artikel mengenai lembaga kepresidenan Indonesia, lihat Presiden Indonesia.

Indonesia

Artikel ini adalah bagian dari seri:

Politik dan pemerintahan

Indonesia

Pancasila

UUD 1945

Page 6: Presiden (Pkn)

Legislatif[tampilkan]

Eksekutif[tampilkan]

Yudikatif[tampilkan]

Inspektif[tampilkan]

Daerah[tampilkan]

Pemilihan umum[tampilkan]

Partai politik[tampilkan]

Negara lain · Atlas Portal   politik

lihat • bicara • sunting

Berikut merupakan daftar Presiden Indonesia . Presiden Republik Indonesia adalah pemegang kekuasaan

tertinggi di Indonesia.

Lembaga kepresidenan Indonesia dibentuk pada 1945 oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (BPUPKI). Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI),

memilih Sukarno sebagai presiden pertama Indonesia.

# PresidenMulai

menjabatSelesai

menjabatPartai Wakil Presiden Periode

1

Soekarno18

Agustus 194519

Desember 1948PNI Mohammad Hatta

1

Syafruddin Prawiranegar

a(Ketua PDRI)[1]

19 Desember 1948

13 Juli 1949 Nonpartisan Lowong

Soekarno 13 Juli 1949 27 Desember 1949

PNI Mohammad Hatta

Page 7: Presiden (Pkn)

Soekarno(Presiden RIS)[2]

27 Desember 1949

15 Agustus 1950

PNI

LowongAssaat

(Pemangku Sementara

Jabatan Presiden

RI)[2]

Nonpartisan

Soekarno

15 Agustus 1950

1 Desember 1956

PNI

Mohammad Hatta

1 Desember 1956

22 Februari 1967

Lowong2 Soeharto(Pejabat Presiden)

[3]

22 Februari 1967

27 Maret 1968Golkar

Soeharto 27 Maret 1968 24 Maret 1973 2

24 Maret 1973 23 Maret 1978Hamengkubuwana

IX3

23 Maret 1978 11 Maret 1983 Adam Malik 4

11 Maret 1983 11 Maret 1988Umar

Wirahadikusumah5

11 Maret 1988 11 Maret 1993 Soedharmono 6

11 Maret 1993 10 Maret 1998 Try Sutrisno 7

Page 8: Presiden (Pkn)

10 Maret 1998 21 Mei 1998Baharuddin Jusuf

Habibie

8

3Baharuddin

Jusuf Habibie21 Mei 1998

20 Oktober 1999

Golkar Lowong

4Abdurrahman

Wahid20

Oktober 199923 Juli 2001 PKB

Megawati Soekarnoputri

9

5Megawati

Soekarnoputri23 Juli 2001

20 Oktober 2004

PDIP Hamzah Haz

6Susilo

Bambang Yudhoyono

20 Oktober 2004

20 Oktober 2009

Partai Demokrat

Muhammad Jusuf Kalla

10

20 Oktober 2009

Sedang menjabat Boediono 11

Legenda

██ Non-partisan██ Golkar██ Partai Kebangkitan Bangsa██ Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan██ Partai

Persatuan Pembangunan██ Partai Demokrat

Page 9: Presiden (Pkn)

Daftar Wakil Presiden IndonesiaDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Untuk informasi mengenai lembaga kepresidenan Indonesia, lihat Presiden Indonesia.

Berikut merupakan daftar Wakil Presiden Indonesia

No. Wakil PresidenMulai

menjabatSelesai

menjabatPartai Presiden Periode

1

Mohammad Hatta18

Agustus 194519

Desember 1948PNI Soekarno

1

Lowong19

Desember 194813 Juli 1949 -

Syafruddin Prawiranegara

(Ketua PDRI)

Mohammad Hatta 13 Juli 194927

Desember 1949PNI Soekarno

Lowong 27 15 - Soekarno(Presiden RIS)

Page 10: Presiden (Pkn)

Desember 1949 Agustus 1950

Assaat(Pemangku Sementara

Jabatan Presiden RI)

Mohammad Hatta15

Agustus 19501

Desember 1956PNI

Soekarno

- Lowong[1]

1 Desember 1956

22 Februari 1967

-22 Februari 1967

27 Maret 1968 Soeharto(Pejabat Presiden)

27 Maret 1968 24 Maret 1973 Soeharto 2

2Hamengkubuwana

IX24 Maret 1973 23 Maret 1978 Nonpartisan 3

3 Adam Malik 23 Maret 1978 11 Maret 1983 Golkar 4

Page 11: Presiden (Pkn)

4Umar

Wirahadikusumah11 Maret 1983 11 Maret 1988 Golkar 5

5 Soedharmono 11 Maret 1988 11 Maret 1993 Golkar 6

6 Try Sutrisno 11 Maret 1993 11 Maret 1998 Golkar 7

7Bacharuddin Jusuf

Habibie11 Maret 1998 21 Mei 1998 Golkar

8

- Lowong[2] 21 Mei 199820

Oktober 1998-

Bacharuddin Jusuf Habibie

Page 12: Presiden (Pkn)

8Megawati

Soekarnoputri20

Oktober 199923 Juli 2001 PDIP

Abdurrahman Wahid

9

9 Hamzah Haz 26 Juli 200120

Oktober 2004PPP

Megawati Soekarnoputri

10Muhammad Jusuf

Kalla20

Oktober 200420

Oktober 2009Partai Golkar

Susilo Bambang

Yudhoyono

10

11 Boediono20

Oktober 2009Sedang menjabat Nonpartisan 11

Page 13: Presiden (Pkn)

Sejarah lembaga kepresidenan Indonesia

Presiden dan Wakil Presiden Indonesia (secara bersama-sama disebut lembaga kepresidenan Indonesia) memiliki sejarah yang hampir sama tuanya dengan sejarah Indonesia. Dikatakan hampir sama sebab pada saat proklamasi 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia belum memiliki pemerintahan. Barulah sehari kemudian, 18 Agustus 1945, Indonesia memiliki konstitusi yang menjadi dasar untuk mengatur pemerintahan (|UUD 1945)dan lembaga kepresidenan yang memimpin seluruh bangsa. Dari titik inilah perjalanan lembaga kepresidenan yang bersejarah dimulai.

Page 14: Presiden (Pkn)

Istana Merdeka, salah satu lambang Lembaga Kepresidenan Indonesia

Sejarah perjalanan lembaga kepresidenan Indonesia memiliki keunikan tersendiri, sebagaimana tiap-tiap bangsa memiliki ciri khas pada sejarah pemimpin mereka masing-masing. Perjalanan sejarah yang dilalui lembaga kepresidenan diwarnai setidaknya tiga atau bahkan empat konstitusi. Selain itu ini boleh dikatakan “hanya” diatur dalam konstitusi. Peraturan di bawah konstitusi hanya mengatur sebagian kecil dan itupun letaknya tersebar dalam berbagai jenis maupun tingkatan peraturan. Ini berbeda dengan lembaga legislatif dan lembaga yudikatif yang memiliki undang-undang mengenai susunan dan kedudukan lembaga itu sendiri. Lain daripada itu masalah tokoh dan periodisasi juga memerlukan pencermatan lebih lanjut.Oleh sebab lembaga kepresidenan sebagian besar diatur dalam konstitusi, maka pembahasan sejarah lembaga ini akan difokuskan menurut pengaturan dalam konstitusi dan akan dibagi menurut masa berlakunya masing-masing konstitusi. Pembagian inipun tidak sepenuhnya lepas dari kesulitan di setidaknya dua kurun waktu. Pertama, periode antara tahun 1949–1950 ketika ada dua konstitusi yang berlaku secara bersamaan. Kedua, antara 1999–2002 ketika konstitusi mengalami pembongkaran ulang. Selain itu, karena dinamika yang masih terus berlangsung, maka pembahasan artikel hanya akan dibatasi sampai tahun 2008 atau setidak-tidaknya pertengahan 2009.

Menurut periode

Periode 1945–1950

Periode 18 Agustus 1945 – 15 Agustus 1950 adalah periode berlakunya konstitusi yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, yang kelak kemudian disebut sebagai UUD 1945. Periode ini dibagi lagi menjadi dua masa yaitu, pertama,

Page 15: Presiden (Pkn)

antara 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 saat negara Indonesia berdiri sendiri, dan kedua antara 27 Desember 1949 –15 Agustus 1950 saat negara Indonesia bergabung sebagai negara bagian dari negara federasi Republik Indonesia Serikat.Menurut UUD 1945, lembaga kepresidenan, yang bersifat personal[1], terdiri atas seorang presiden dan seorang wakil presiden. Lembaga ini dipilih oleh MPR dengan syarat tertentu dan memiliki masa jabatan selama 5 tahun. Sebelum menjalankan tugasnya lembaga ini bersumpah di hadapan MPR atau DPR.Menurut UUD 1945:Presiden memegang kekuasaan pemerintahanPresiden dibantu oleh satu orang wakil presidenWakil presiden menggantikan presiden jika presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannyaPresiden menetapkan peraturan pemerintahPresiden dibantu oleh menteriPresiden dapat meminta pertimbangan kepada DPAPresiden memegang kekuasaan tertinggi atas Tentara Nasional IndonesiaPresiden menyatakan perang dan membuat perdamaian serta perjanjian dengan negara lain atas persetujuan DPRPresiden menyatakan keadaan bahayaPresiden mengangkat dan menerima misi diplomatikPresiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasiPresiden memberi gelar dan tanda kehormatanPresiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPRPresiden berhak memveto RUU dari DPRPresiden berhak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang dalam keadaan mendesak.

Page 16: Presiden (Pkn)

Dr. Ir. Soekarno, Presiden Indonesia 1945-1949 dan 1950-1967; Presiden RIS 1949-1950Pada 18 Agustus 1945, untuk pertama kalinya, presiden dan wakil presiden dipilih oleh PPKI. Dalam masa peralihan ini kekuasaan presiden sangat besar karena seluruh kekuasaan MPR, DPR, dan DPA, sebelum lembaga itu terbentuk, dijalankan oleh presiden dengan bantuan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Namun tugas berat juga dibebankan kepada presiden untuk mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan UUD 1945.Hanya beberapa bulan pemerintahan, KNIP yang menjadi pembantu presiden dalam menjalankan kekuasaan MPR, DPR, dan DPA meminta kekuasaan yang lebih. Hal itu kemudian direspon oleh lembaga kepresidenan dengan memberikan kekuasaan untuk menetapkan haluan negara dan membentuk UU melalui Maklumat Wakil Presiden Nomor X yang dikeluarkan pada 16 Oktober 1945. Kurang dari sebulan, kekuasaan presiden berkurang dengan terbentuknya Kabinet Syahrir I yang tidak lagi bertanggung jawab kepadanya melainkan kepada Badan Pekerja KNIP. Pada tahun-tahun berikutnya ketika keadaan darurat, 29 Juni 1946 – 2 Oktober 1946, dan 27 Juni 1947 – 3 Juli 1947, presiden mengambil alih kekuasaan lagi. Begitu pula antara 29 Januari 1948 – 27 Desember 1949 kabinet kembali bersifat presidensial (bertanggung jawab kepada presiden).Saat pemerintahan, termasuk di dalamnya lembaga kepresidenan, di Yogyakarta lumpuh dan tidak dapat menjalankan tugasnya saat Agresi Militer Belanda II. Walau ditawan musuh, nampaknya lembaga ini tidak bubar. Sementara pada saat yang sama, atas dasar mandat darurat yang diberikan sesaat sebelum kejatuhan Yogyakarta, suatu Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang didirikan di pedalaman Sumatera(22 Desember 1948 – 13 Juli 1949) mendapat legitimasi yang sah. Kondisi inilah yang menimbulkan pemerintahan dan juga lembaga kepresidenan ganda. Sebab pemerintahan darurat itupun memiliki pimpinan pemerintahan (atau lembaga kepresidenan) dengan sebutan Ketua Pemerintahan Darurat. Hal inilah yang sering menimbulkan kontroversi dan polemik berkepanjangan mengenai status pemerintah darurat dan status ketua pemerintah darurat.

Page 17: Presiden (Pkn)

Bagi sebagian pihak, PDRI dan juga Ketua Pemerintahan Darurat adalah penerima tongkat estafet pemerintahan dan kepemimpinan nasional saat pemerintahan di ibukota tertawan musuh. Oleh karena itu kedudukannya tidak bisa diabaikan. Apalagi pada 13 Juli 1949, Ketua Pemerintah Darurat Syafruddin Prawiranegara secara resmi menyerahkan kembali mandat kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta yang pulang dari tawanan musuh. Namun bagi pihak lain, tidak mundurnya presiden dan wakil presiden secara resmi menunjukkan tongkat estafet pemerintahan dan kepemmpinan nasional tetap dipegang oleh Soekarno dan Mohammad Hatta yang tertawan. Apalagi perundingan-perundingan, seperti Perjanjian Roem-Royen, dilakukan dengan pemerintahan dan lembaga kepresidenan tertawan bukan dengan pemerintah darurat.

Periode 1949–1950

Negara Federasi Republik Indonesia Serikat 1949-1950Pada periode 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950, RI bergabung dalam negara federasi Republik Indonesia

Page 18: Presiden (Pkn)

Serikat dengan kedudukan sebagai negara bagian. Hal ini mengakibatkan berlakunya 2 konstitusi secara bersamaan di wilayah negara bagian RI, yaitu Konstitusi RISdan UUD 1945. Pada 27 Desember 1949, Presiden RI Soekarno telah menyerahkan secara resmi kekuasaan pemerintahan RI kepada Assaatsebagai Pemangku Jabatan Presiden.Menurut Konstitusi RIS, lembaga kepresidenan yang bersifat personal terdiri atas seorang presiden. Presiden dipilih oleh Dewan Pemilih (Electoral College) yang terdiri atas utusan negara-negara bagian dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum menjalankan tugasnya, presiden bersumpah dihadapan Dewan Pemilih.Berbeda dengan UUD 1945, Konstitusi RIS mengatur kedudukan dan kekuasaan, tugas dan kewenangan, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan secara lebih rinci. Selain itu dalam sistematika Konstitusi RIS, hal-hal yang mengatur tentang lembaga kepresidenan tidak terletak dalam satu bab khusus melainkan tersebar di berbagai pasal. Menurut Konstitusi RIS (secara khusus):

1. Presiden berkedudukan sebagai kepala negara2. Presiden merupakan bagian dari pemerintah [pasal 68 (1)

dan (2), 70, 72 (1)];3. Presiden tidak dapat diganggu-gugat dan segala

pertanggung jawaban berada di tangan kabinet [pasal 74 (4), 118 (2), dan 119];

4. Presiden dilarang: (a). rangkap jabatan dengan jabatan apapun baik di dalam ataupun di luar federasi, (b). turut serta atau menjadi penanggung perusahaan yang diadakan negara federal maupun negara bagian, (c). dan mempunyai piutang atas tanggungan negara [pasal 79 (1), (2), dan (3)]. Larangan (b) dan (c) tetap berlaku selama tiga tahun setelah presiden meletakkan jabatannya [pasal 79 (4)];

5. Presiden maupun mantan presiden diadili oleh Mahkamah Agung atas pelanggaran jabatan atau pelanggaran lainnya yang dilakukan dalam masa jabatannya [pasal 148 (1)]

6. Hal keuangan presiden diatur dalam UU federal [pasal 78];

Page 19: Presiden (Pkn)

7. Presiden dengan persetujuan Dewan Pemilih membentuk Kabinet Negara [pasal 74 (1) – (4)];

8. Presiden menyaksikan pelantikan kabinet [pasal 77];9. Presiden menerima pemberitahuan kabinet mengenai

urusan penting [pasal 76 (2)];10. Presiden menyaksikan pelantikan anggota Senat [pasal

83];11. Presiden mengangkat ketua Senat [pasal 85 (1)] dan

menyaksikan pelantikannya [pasal 86];12. Presiden menyaksikan pelantikan anggota DPR [pasal

104];13. Presiden mengesahkan pemilihan ketua dan wakil-wakil

ketua DPR [pasal 103 (1)];14. Presiden bertindak secara administratif/protokoler

dalam urusan legislatif [pasal 128 (1) dan (2), 133-135; 136 (1) dan (2), 137, dan 138 (3)];

15. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan konstitutif [pasal 187 (1) dan 189 (3)].

16. Presiden dengan pertimbangan Senat mengangkat Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Mahkamah Agung untuk pertama kalinya [pasal 114 (1)] dan memberhentikan mereka atas permintaan sendiri [pasal 114 (4)];

17. Presiden dengan pertimbangan Mahkamah Agung memberi grasi dan amnesti [pasal 160];

18. Presiden dengan pertimbangan Senat mengangkat Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Dewan Pengawas Keuangan untuk pertama kalinya [pasal 116 (1)] dan memberhentikan mereka atas permintaan sendiri [pasal 116 (4)];

19. Presiden mengadakan dan mengesahkan perjanjian internasional atas kuasa UU federal [pasal 175];

20. Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik [pasal 178];

21. Presiden memegang kekuasaan militer [pasal 183 (1) dan (3)];

22. Presiden memberikan tanda kehormatan menurut UU federal [pasal 126].

Page 20: Presiden (Pkn)

Selain bertindak secara khusus, sebagai bagian dari pemerintahan dalam fungsi administratif/protokoler, presiden, menurut konstitusi, antara lain:

1. Menjalankan pemerintahan federal [pasal 117];2. Mendengarkan pertimbangan dari Senat [pasal 123 (1) dan

(4);3. Memberi keterangan pada Senat [pasal 124];4. Mengesahkan atau memveto UU yang telah disetujui

oleh DPR dan Senat [pasal 138 (2)];5. Mengeluarkan peraturan darurat (UU Darurat) dalam

keadaan mendesak [pasal 139];6. Mengeluarkan peraturan pemerintah [pasal 141];7. Memegang urusan hubungan luar negeri [pasal 174, 176,

177];8. Menyatakan perang dengan persetujuan DPR dan

Senat [pasal 183];9. Menyatakan keadaan bahaya [pasal 184 (1)];10. Mengusulkan

rancangan konstitusi federal kepada konstituante [pasal 187 (1) dan (2)], dan mengumumkan konstitusi tersebut [pasal 189 (2) dan (3)] serta mengumumkan perubahan konstitusi [pasal 191 (1) dan (2)].

Lembaga kepresidenan dalam periode ini hanya berumur sangat pendek. RI dan RIS mencapai kesepakatan pada 19 Mei 1950 untuk kembali ke bentuk negara kesatuan. Pada 15 Agustus 1950, di hadapan sidang DPR dan Senat, diproklamasikan berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia menggantikan negara federasi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi RIS diubah menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia (yang selanjutnya dikenal sebagai UUDS 1950) berdasarkan UU RIS No. 7 Tahun 1950. Pada hari itu juga, Pemangku Jabatan Presiden RI, Assaat, menyerahkan secara resmi kekuasaan pemerintahan RI kepada Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia.

Page 21: Presiden (Pkn)

Periode 1950–1959

Masa republik ketiga adalah periode diberlakukannya konstitusi sementara yang kelak kemudian disebut dengan UUDS 1950. Konstitusi ini sebenarnya merupakan perubahan konstitusi federal. Dari segi materi, konstitusi negara kesatuan Republik Indonesia ini merupakan perpaduan antara konstitusi federal milik negara federasi Republik Indonesia Serikat dengan konstitusi yang disahkan oleh PPKI milik Republik Indonesia, sebagai hasil persetujuan RIS dan RI tanggal 19 Mei 1950. Secara tepatnya periode ini berlangsung antara 15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959.

Menurut konstitusi sementara, lembaga kepresidenan yang bersifat personal terdiri atas seorang presiden dan seorang wakil presiden [Pasal 44, 45, 46 (1), 47, dan 48]. Presiden dan wakil presiden dipilih menurut UU dengan syarat tertentu [pasal 45 (3) dan (5)]. Tidak ada masa jabatan yang jelas bagi lembaga ini, namun dari sifat konstitusi sementara [pasal 134 dan penjelasan konstitusi], jabatan ini dipertahankan hingga ada lembaga baru menurut konstitusi tetap yang disusun oleh Konstituante. Sebelum menjalankan tugasnya presiden dan wakil presiden bersumpah dihadapanDPR [pasal 47].

Sama seperti konstitusi federal, konstitusi sementara mengatur kedudukan dan kekuasaan, tugas dan kewenangan, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan secara lebih rinci. Dalam sistematika konstitusi sementara hal-hal yang mengatur tentang lembaga kepresidenan tidak terletak dalam satu bab khusus melainkan tersebar di berbagai pasal dalam konstitusi. Menurut konstitusi sementara (secara khusus):

Page 22: Presiden (Pkn)

1. Presiden dan wakil presiden adalah alat perlengkapan negara [pasal 44];

2. Presiden dan wakil presiden berkedudukan di tempat kedudukan pemerintah [pasal 46 (1)];

3. Presiden berkedudukan sebagai Kepala Negara [pasal 45 (1)];

4. Wakil presiden membantu presiden dalam melaksanakan kewajibannya [pasal 45 (2)];

5. Wakil presiden menggantikan presiden jika presiden tidak mampu melaksanakan kewajibannya [pasal 48];

6. Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu-gugat dan seluruh pertanggung jawaban berada di tangan kabinet [pasal 83 dan 85];

7. Presiden dan wakil presiden dilarang: (a). rangkap jabatan dengan jabatan apapun baik di dalam ataupun di luar negara, (b). turut serta atau menjadi penanggung perusahaan yang diadakan negara maupun daerah otonom, (c). dan mempunyai piutang atas tanggungan negara [pasal 55 (1), (2), dan (3)]. Larangan (b) dan (c) tetap berlaku selama tiga tahun setelah presiden meletakkan jabatannya [pasal 55 (4)];

8. Presiden dan wakil presiden maupun mantan presiden dan mantan wakil presiden diadili oleh Mahkamah Agung atas pelanggaran jabatan atau pelanggaran lainnya yang dilakukan dalam masa jabatannya [pasal 106 (1)];

9. Hal keuangan presiden dan wakil presiden diatur dengan UU [pasal 54];

10. Presiden membentuk kabinet [pasal 50 dan 51];11. Presiden menyaksikan pelantikan kabinet [pasal 53];12. Presiden dan wakil presiden menerima

pemberitahuan kabinet mengenai urusan penting [pasal 52 (2)];

13. Presiden menyaksikan pelantikan anggota DPR [pasal 63];

14. Presiden mengesahkan pemilihan Ketua dan Wakil-wakil Ketua DPR [pasal 62 (1)];

15. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan legislatif [pasal 90 (1), 92, 93, dan 94 (3)];

Page 23: Presiden (Pkn)

16. Presiden berhak membubarkan DPR dan memerintahkan pembentukan DPR baru [pasal 84];

17. Presiden menyaksikan pelantikan anggota Konstituante, dan mengesahkan pemilihan Ketua dan Wakil-wakil ketua Konstituante [pasal 136];

18. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan konstitutif [pasal 140 (2)];

19. Presiden memberhentikan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Mahkamah Agung atas permintaan sendiri [pasal 79 (4)];

20. Presiden memberi grasi, amnesti, dan abolisi dengan pertimbangan Mahkamah Agung [pasal 107];

21. Presiden memberhentikan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota-anggota Dewan Pengawas Keuangan atas permintaan sendiri [pasal 81 (4)];

22. Presiden memberi tanda kehormatan menurut UU [pasal 87];

23. Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik [pasal 123];

24. Presiden mengadakan dan mengesahkan perjanjian internasional atas kuasa UU [pasal 120];

25. Presiden memegang kekuasaan militer [pasal 127];26. Presiden menyatakan perang dengan

persetujuan DPR [pasal 128];27. Presiden menyatakan keadaan bahaya [pasal 129 (1)].

Selain bertindak secara khusus, sebagai bagian dari pemerintahan dalam fungsi administratif/protokoler, presiden (dan wakil presiden), menurut konstitusi, antara lain:

1. Menjalankan pemerintahan [pasal 82];2. Mengesahkan atau memveto UU yang telah disetujui

oleh DPR [pasal 94 (2) dan 95 (1)];3. Mengeluarkan peraturan darurat (UU Darurat) dalam

keadaan mendesak [pasal 96 (1)];4. Mengeluarkan peraturan pemerintah [pasal 98 (1)];5. Memegang urusan umum keuangan [pasal 111 (1)].

Page 24: Presiden (Pkn)

Lembaga kepresidenan dalam masa republik ketiga tergolong unik. Tokoh yang memangku jabatan presiden pada periode ini merupakan hasil persetujuan dari RIS dan RI pada 19 Mei 1950  [penjelasan konstitusi]. Sedangkan tokoh wakil presiden untuk pertama kalinya diangkat oleh presiden dari tokoh yang diajukan oleh DPR [pasal 45 (4)]. Dari hal-hal tersebut jelas bahwa lembaga kepresidenan (presiden dan wakil presiden) hanya bersifat sementara seiring pemberlakuan konstitusi sementara dan akan berakhir dengan lembaga kepresidenan menurut konstitusi tetap yang akan dibuat.

Dalam perjalanannya jabatan wakil presiden mengalami kekosongan per 1 Desember 1956 karena wakil presiden mengundurkan diri. Aturan pasal 45 (4) tidak lagi dapat digunakan untuk mengisi lowongan tersebut sedangkan konstitusi tetap maupun UU pemilihan presiden dan wakil presiden belum ada. Pada 1958 presiden sempat berhalangan dan digantikan oleh pejabat presiden. Kekuasaan lembaga kepresidenan ini otomatis berakhir seiring munculnya dekrit presiden 5 Juli 1959 dan digantikan dengan lembaga kepresidenan menurut UUD 1945yang diberlakukan kembali.

Periode 1959–1999

Masa republik keempat adalah periode diberlakukannya kembali konstitusi yang disahkan PPKI pada 18 Agustus 1945 dengan sebutan UUD 1945. Secara tepatnya

periode ini berlangsung antara 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999. Dengan diberlakukannya kembali konstitusi ini maka semua kekuasaan, susunan dan kedudukan, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan praktis sama dengan periode republik I. Untuk melihat secara detilnya dipersilakan melihat kembali masa republik I.

Page 25: Presiden (Pkn)

Jend Besar TNI Purn. H. M. Soeharto, Pejabat Presiden Indonesia 1967-1968 dan Presiden Indonesia 1968-1998

Ada beberapa hal yang menarik dari segi peraturan perundang-undangan dalam periode ini. Menurut dekrit presiden yang memberlakukan kembali konstitusi dari republik I, bagian penjelasan konstitusi mendapat kekuatan hukum yang mengikat karena diterbitkan dalam lembaran negara. Dengan demikian lembaga kepresidenan tidak hanya diatur dalam pasal-pasal konstitusi namun juga dalam penjelasan konstitusi. Dengan hadirnya lembaga MPR/MPRS dalam ketatanegaraan republik IV mengundang konsekuensi dengan lahirnya konstitusi semu yang disebut Ketetapan MPR/MPRS. Melalui produk hukum ini, secara umum lembaga kepresidenan juga diatur, antara lain melalui:

1. Ketetapan MPRS Nomor X/MPRS/1966 tentang Kedudukan Semua Lembaga-Lembaga Negara Tingkat Pusat dan Daerah pada Posisi dan Fungsi yang Diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

2. Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966 tentang Pemilihan/Penunjukan Wakil Presiden dan Tata Cara Pengangkatan Pejabat Presiden.

3. Ketetapan MPR No. II/MPR/1973 tentang Tata Cara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

4. Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/1973 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata-Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara.

5. Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/1973 tentang Keadaan Presiden dan/atau Wakil Presiden Republik Indonesia Berhalangan.

6. Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata-Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau antar Lembaga-Lembaga Tinggi Negara.

7. Ketetapan MPR Nomor XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presidan dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

Page 26: Presiden (Pkn)

Selain itu presiden sebagai mandataris MPR juga diberi kewenangan dan kekuasaan penuh untuk melakukan tindakan apapun guna menyelenggarakan pemerintahan, antara lain dengan:

1. Ketetapan MPR No. X/MPR/1973 tentang Pelimpahan Tugas dan Kewenangan Kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk Melaksanakan Tugas Pembangunan.

2. Ketetapan MPR No. VIII/MPR/1978 tentang Pelimpahan Tugas dan Wewenang Kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Rangka Pengsuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional.

3. Ketetapan MPR No. VII/MPR/1983 tentang Pelimpahan Tugas dan Wewenang kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Rangka Pensuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional.

4. Ketetapan MPR No. VI/MPR/1988 tentang Pelimpahan Tugas dan Wewenang Kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional.

5. Ketetapan MPR No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional sebagai Pengamalan Pancasila.

Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie, Wakil Presiden Indonesia 1998 dan Presiden Indonesia 1998-1999Dengan landasan hukum tersebut lembaga kepresidenan, terutama presiden, menjadi lembaga tinggi yang “super power” dibanding lembaga tinggi lainnya.Ada beberapa hal unik dan menarik untuk dicermati pada periode ini. Hal-hal

Page 27: Presiden (Pkn)

tersebut antara lain, pertama, setelah MPRS terbentuk lembaga ini tidak langsung bersidang untuk menetapkan tokoh yang memangku jabatan dalam lembaga kepresidenan yang baru. Kedua, pada tahun1963 MPRS menetapkan ketetapan MPRS yang mengangkat presiden petahana sebagai presiden seumur hidup. Ketiga, munculnya jabatan“Pejabat Presiden” ketika Presiden dimakzulkan di tahun 1967. Keempat, penetapan “Pejabat Presiden” menjadi Presiden di tahun 1968. Kelima, pengisian lembaga kepresidenan sesuai dengan konstitusi baru dilakukan pada tahun 1973, tiga belas tahun setelah MPR (MPRS) terbentuk. Keenam, pengucapan sumpah pelantikan presiden oleh wakil presiden tidak dilakukan di depan MPR atau DPR melainkan hanya di depan pimpinan MPR/DPR dan Mahkamah Agung saat presiden mundur dari jabatannya pada tahun 1998. Sebenarnya masih banyak hal lain yang menarik namun mengingat keterbatasan tempat maka hanya enam hal di atas yang dikemukakan.Gelombang people power yang dikenal dengan “gerakan reformasi 1998” yang muncul pada tahun 1998 akhirnya juga mengakibatkan sistem ketatanegaraan berubah secara cepat. Presiden tidak lagi memiliki kekuasaan penuh dengan dicabutnya Ketetapan MPR No. V/MPR/1998[6]dengan Ketetapan MPR No. XII/MPR/1998[7]. Dan periode republik IV yang telah berusia empat puluh tahun ini pun berakhir sekitar satu setahun dari munculnya gelombang people power.

Page 28: Presiden (Pkn)

Periode 1999–2002

K. H. Abdurrahman Wahid, Presiden Indonesia 1999-2001

Masa republik kelima adalah periode transisi ketatanegaraan akibat proses perubahan konstitusi“UUD 1945” secara fundamental. Secara tepatnya periode ini berlangsung antara 19 Oktober 1999 – 10 Agustus 2002. Periode ini muncul sebagai akibat dari gelombang people power yang dikenal dengan reformasi 1998. Oleh karena perubahan kekuasaan, susunan dan kedudukan, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan dilakukan secara bertahap maka pembahasan periode ini dilakukan menurut tahapan perubahan konstitusi.

Pada tahun 1999 sebagai akibat perubahan I konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

1. Jabatan lembaga kepresidenan dibatasi hanya untuk dua kali masa jabatan [pasal 7];

2. Presiden dan wakil presiden dapat bersumpah di depan pimpinan MPR dan Mahkamah Agung jika parlemen tidak dapat bersidang [pasal 9 (2)];

3. Presiden tidak lagi memegang kekuasaan legislatif dengan membentuk UU, melainkan hanya berwenang mengajukan RUU kepadaparlemen dan ikut membahasnya [pasal 5 (1) dan pasal 20 (1) – (3)];

Page 29: Presiden (Pkn)

4. Presiden harus mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama dengan parlemen [pasal 20 (4)];

5. Presiden tidak dapat lagi memveto RUU dari parlemen, sebab klausul tersebut dihilangkan [pasal 21];

6. Presiden harus mendengar pertimbangan DPR saat mengangkat dan menerima misi diplomatik [pasal 13 (2) dan (3)];

7. Presiden harus mendengar pertimbangan Mahkamah saat memberi grasi dan rehabilitasi serta DPR saat memberi amnesti dan abolisi [pasal 14];

8. Presiden harus tunduk pada UU saat memberi gelar dan tanda kehormatan [pasal 15].

Pada tahun 2000 sebagai akibat perubahan II konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

1. Presiden hanya dapat menunda pengesahan RUU yang telah disetujui bersama dengan parlemen paling lama tiga puluh hari [pasal 20 (5)].

Pada tahun 2001 sebagai akibat perubahan III konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, susunan dan kedudukan, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

1. Calon presiden dan calon wakil presiden harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk menjadi presiden dan wakil presiden [pasal 6];

2. Presiden dan wakil presiden tidak lagi dipilih oleh MPR melainkan melalui pemilu dengan ketentuan yang lebih rinci [pasal 6A (1) – (3) dan (5)];

3. Presiden dan wakil presiden terpilih dilantik oleh MPR [pasal 3 (3/2)];

4. Presiden dan/atau wakil presiden dapat diberhentikan oleh MPR dalam masa jabatannya dengan syarat-syarat

Page 30: Presiden (Pkn)

pemberhentian tertentu [pasal 3 (4/3) dan pasal 7A] setelah melalui proses-proses tertentu [pasal 7B];

5. Presiden tidak dapat membekukan dan membubarkan parlemen [pasal 7C];

6. Presiden mengusulkan dua calon wakil presiden untuk dipilih MPR jika terjadi kekosongan jabatan [pasal 8 (2)];

7. Presiden dalam membuat perjanjian internasional yang menimbulkan akibat tertentu harus dengan persetujuan parlemen [pasal 11 (2)];

8. Presiden harus tunduk pada UU dalam membentuk, mengubah, dan membubarkan kementerian dalam [Kementerian Indonesia|kabinet]] [pasal 17 (4)];

9. Presiden mengajukan RUU APBN kepada parlemen [pasal 23 (2) dan (3)];

10. Presiden meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang telah dipilih DPR [pasal 23F (1)];

11. Presiden menetapkan Hakim Agung pada Mahkamah Agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan telah disetujui DPR [pasal 24A (3)];

12. Presiden mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR [pasal 24B (3)];

13. Presiden menetapkan Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi yang diusulkan oleh MA, DPR, dan Presiden [pasal 24C (3)].

Pada tahun 2002 sebagai akibat perubahan IV konstitusi maka terdapat perubahan kekuasaan, susunan dan kedudukan, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan yaitu:

1. Proses pemilihan presiden dan wakil presiden dengan persyaratan tertentu [pasal 6A (4)];

2. Pelaksana tugas kepresidenan dan pemilihan serta pengangkatan presiden dan wakil presiden yang baru oleh MPR [pasal 8 (3)];

Page 31: Presiden (Pkn)

3. Presiden membentuk dewan pertimbangan dengan UU [pasal 16].

Beberapa hal yang menjadi catatan dalam periode republik V ini, antara lain, adalah, pertama, untuk pertama kalinya presiden dipilih oleh MPR dari calon yang berjumlah lebih dari satu orang. Kedua, presiden membekukan parlemen dan berakibat dimakzulkannya presiden. Ketiga, presiden wajib menyampaikan laporan tahunan penyelenggaraan pemerintahan kepadaMPR.

Sebenarnya periode transisi ini tidak berakhir di tahun 2002 melainkan di tahun 2004. Namun karena acuannya adalah konstitusi maka periode ini dicukupkan pada tahun 2002. Periode transisi selanjutnya dibahas pada bagian republik VI.

Sejak 2002

Hj. Diah Permata Megawati Setyawati Sukarnoputri, Wakil Presiden Indonesia 1999-2001 dan Presiden Indonesia 2001-2004

Masa republik keenam adalah periode diberlakukannya konstitusi yang disahkan PPKI setelah mengalami proses perubahan ketatanegaraan yang fundamental yang tetap dinamakan UUD 1945. Secara tepatnya periode ini dihitung mulai 10 Agustus 2002 sampai terjadinya perubahan yang fundamental terhadap konstitusi.

Page 32: Presiden (Pkn)

Dengan perubahan I-IV konstitusi selama masa republik V maka terjadi perubahan yang sangat fundamental dari segi ketatanegaraan. Dan dapat dikatakan lembaga-lembaga negara, termasuk lembaga kepresidenan, mendapatkan kekuasaan, susunan dan kedudukan, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban yang baru menurut “konstitusi yang baru”.

Menurut konstitusi, lembaga kepresidenan bersifat personal dan terdiri atas seorang presiden dan seorang wakil presiden [pasal 4 (2); 3 (2); 6; 6A; 7; 7A; 7B; 8; dan 9]. Lembaga ini dipilih secara langsung oleh rakyat dengan syarat dan tata cara tertentu [pasal 6 dan 6A] dengan masa jabatan selama lima tahun dan hanya dibatasi untuk dua periode jabatan [pasal 7]. Sebelum menjalankan tugasnya lembaga ini dilantik olehMPR [pasal 3 (2)] dengan bersumpah di hadapan MPR atau DPR [pasal 9 (1)] atau pimpinan MPR dan pimpinan MA jika parlemen tidak dapat bersidang [pasal 9 (2)].

Secara sistematika lembaga kepresidenan diatur secara terkonsentrasi pada bab III dari konstitusi. Namun demikian terdapat pengaturan lembaga kepresidenan di bab-bab yang lain dari konstitusi. Menurut konstitusi:

1. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan negara (kekuasaan eksekutif) [pasal 4 (1) dan pasal 5 (2)];

2. Presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara (kekuasaan eksekutif) [pasal 4 (2)];

3. Wakil Presiden menggantikan presiden jika presiden tidak dapat menjalankan apa yang menjadi kewajibannya [pasal 8 (1)];

4. Presiden mengusulkan dua calon wakil Presiden untuk dipilih MPR jika terjadi kekosongan jabatan [pasal 8 (2)];

5. Pelaksana tugas kepresidenan dan pemilihan serta pengangkatan presiden dan wakil Presiden yang baru oleh MPR [pasal 8 (3)];

Page 33: Presiden (Pkn)

6. Presiden dan/atau wakil Presiden dapat diberhentikan oleh MPR dalam masa jabatannya dengan syarat-syarat pemberhentian tertentu [pasal 3 (4/3) dan pasal 7A] setelah melalui proses-proses tertentu [pasal 7B];

7. Presiden menetapkan peraturan pemerintah [pasal 5 (2)];8. Presiden membentuk kabinet yang bertanggung jawab

kepadanya [pasal 17 (1) dan (2)] dan harus tunduk pada UU dalam membentuk, mengubah, dan membubarkan kementeriandalam kabinet [pasal 17 (4)];

9. Presiden membentuk dewan pertimbangan dengan UU [pasal 16].

10. Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas militer [pasal 10];

11. Presiden menyatakan keadaan bahaya [pasal 12];12. Presiden menyatakan perang dan membuat

perdamaian serta perjanjian dengan negara lain dan atas persetujuan DPR [pasal 11 (1)];

13. Presiden dalam membuat perjanjian internasional yang menimbulkan akibat tertentu harus dengan persetujuan DPR [pasal 11 (2)];

14. Presiden harus mendengar pertimbangan DPR saat mengangkat dan menerima misi diplomatik [pasal 13 (2) dan (3)];

15. Presiden harus mendengar pertimbangan Mahkamah saat memberi grasi dan rehabilitasi serta DPR saat memberi amnesti dan abolisi [pasal 14];

16. Presiden harus tunduk pada UU saat memberi gelar dan tanda kehormatan [pasal 15].

17. Presiden tidak dapat membekukan dan membubarkan parlemen [pasal 7C];

18. Presiden dapat mengajukan RUU kepada parlemen dan berwenang untuk ikut membahasnya [pasal 5 (1) dan pasal 20 (2)];

Page 34: Presiden (Pkn)

19. Presiden mengajukan RUU APBN kepada parlemen [pasal 23 (2) dan (3)];

20. Presiden harus mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama dengan parlemen [pasal 20 (4)] dan hanya dapat menunda pengesahan RUU yang telah disetujui bersama dengan parlemen paling lama tiga puluh hari[pasal 20 (5)];

21. Presiden berhak mengeluarkan peraturan darurat dalam keadaan mendesak [pasal 22 (1)].

22. Presiden menetapkan Hakim Agung pada Mahkamah Agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan telah disetujui DPR [pasal 24A (3)];

23. Presiden mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR [pasal 24B (3)];

24. Presiden menetapkan Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi yang diusulkan oleh MA, DPR, dan Presiden [pasal 24C (3)];

25. Presiden meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang telah dipilih DPR [pasal 23F (1)].

Periode transisi masih mewarnai masa republik VI ini, setidaknya antara tahun 2002 – 2004. Berbagai peraturan konstitusi semu, yang bernama Ketetapan MPR, yang mengaturlembaga kepresidenan, secara bertahap dinyatakan tidak berlaku oleh lembaga pembuatnya sendiri, yaitu MPR, sampai terbentuknya pemerintahan hasil pemilu 2004. Selain itu aturan peralihan pasal I dan II juga berlaku selama masa transisi ini. Dalam masa transisi ini pula dibuat peraturan UU yang mengatur pemilihan lembaga kepresidenan secara langsung. Mulai tahun 2004, kekuasaan, susunan dan kedudukan, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan diatur melalui konstitusi, UU, PP, maupun Perpres. Namun, berbeda dengan lembaga negara lain yang diatur secara terkonsentrasi dalam sebuah peraturan perundang-undangan (UU, PP, dan Perpres), peraturan mengenai lembaga kepresidenan tidak terdapat dalam satu UU melainkan tersebar dalam berbagai UU,

Page 35: Presiden (Pkn)

PP, maupun Perpres. Sebagai catatan akhir, pada tahun 2004, pertama kalinya dalam sejarah, diadakan pemilihanlembaga kepresidenan secara langsung oleh rakyat.

Menurut pejabat

Soekarno

Soekarno atau lebih umum disebut Bung Karno, adalah tokoh presiden pertama dari Indonesia. Jabatan pertama ini dimulai sejak 18 Agustus 1945. Bung Karno terpilih secara aklamasi dalam sidang PPKI atas usul Otto Iskandardinata. Ia didampingi oleh wakil presiden Drs. Mohammad Hatta atau Bung Hatta. Menurut aturan yang ada pada saat itu kekuasaan presiden sangat besar. Seiring berjalannya waktu kekuasaan legislatif diserahkan kepada Badan Pekerja Komite Nasional pada bulan Oktober 1945. Selanjutnya pada bulanNovember di tahun yang sama, Sukarno menyerahkan kekuasaan eksekutif pada Kabinet Syahrir I. Namun demikian pada 29 Juni 1946 – 2 Oktober 1946, dan 27 Juni 1947 – 3 Juli 1947 , Sukarno kembali mengambil alih kekuasaan saat terjadi keadaan darurat[9]. Pada 29 Januari 1948 Sukarno kembali membentuk kabinet presidensil[10]. Wakil presiden Moh Hattaditugasi untuk memimpin kabinet sehari-hari. Di sini dapat dilihat bahwa presiden dan wakil presiden melakukan pembagian kekuasaan. Sehingga wakil presiden tidak hanya duduk di bangku cadangan yang baru diturunkan ketika pemain utama cidera.

Pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan aksi militer menyerang ibukota Yogyakarta. Dalam peristiwa ini Sukarno dan Hatta ikut tertawan sehingga praktis pemerintahan lumpuh walau tidak bubar secara resmi. Namun sebelum tertawan, presiden dan wakilnya sempat mengirimkan mandat kepada Menteri Kemakmuran Mr. Syafruddin Prawiranegara yang berada di Sumatera untuk membentuk pemerintahan, dan mandat kepada Menteri Keuangan Mr. A. A.

Page 36: Presiden (Pkn)

Maramis yang berada di India untuk membentuk pemerintahan pengasingan jika usahaSyafruddin membentuk pemerintahan gagal dilakukan. Syafruddin berhasil membentuk pemerintahan darurat di Sumatera pada 22 Desember 1948. Namun Belanda lebih memilihberunding dengan pemerintahan tertawan. Hal inilah yang menimbulkan keadaan pemerintahan ganda. Sampai akhirnya pada 13 Juli 1949, setelah melalui proses yang berliku,Syafruddin mengembalikan mandatnya kepada Moh. Hatta. Pada 16 Desember 1949 Sukarno terpilih sebagai presiden negara federasi Republik Indonesia Serikat[11]. Pada saat yang hampir bersamaan Hatta terpilih sebagai perdana menteri negara federasi[12]. Konstitusi federal yang melarang rangkap jabatan bagi kepala negara federal dan perdana menteri federaldengan jabatan apapun, mengharuskan Sukarno dan Hatta untuk meletakkan jabatan bersama-sama. Keadaan ini diantisipasi dengan keluarnya UU No 7 Tahun 1949. Dalam UU ini diatur apabila presiden dan wakil presiden berhalangan secara bersama-sama maka ketua parlemen diangkat menjadi Pemangku Jabatan Presiden. Akhirnya pada 27 Desember 1949 Sukarno  berhenti sebagai presiden dan menyerahkan jabatan lembaga kepresidenan kepada Ketua Badan Pekerja KNI Pusat, Mr. Asaat Datuk Mudo.

Pada 27 Desember 1949 Sukarno memulai masa jabatannya yang pertama sebagai presiden negara federal Indonesia. Tidak banyak yang terekam dalam jabatan presiden federal ini yang sangat singkat ini. Sebuah persetujuan antara pemerintah federal RIS (yang bertindak atas namanya sendiri dan atas mandat penuh dari pemerintah negara bagian yang tersisa, pemerintah negara bagian Negara Indonesia Timur dan pemerintah negara bagian Negara Sumatera Timur) dan pemerintah negara bagian Republik Indonesia (yang beribukota diYogyakarta) memilih Sukarno sebagai presiden negara kesatuan yang akan dibentuk dari penggabungan RIS dengan RI (Yogyakarta). Jabatan presiden federal dipangku Sukarno sampai tanggal 15 Agustus 1950. Jabatan ini dapat dihitung sebagai masa jabatan

Page 37: Presiden (Pkn)

kedua bagi Sukarno. Pada tanggal itu presiden federal memproklamasikan berdirinya negara kesatuandihadapan sidang gabungan DPR dan Senat di Jakarta. Sore harinya Bung Karno terbang ke Yogyakarta untuk membubarkan pemerintah RI (Yogyakarta) dan menerima penyerahan kekuasaan dari Pemangku Jabatan Presiden. Setelah kembali ke Jakarta pada hari yang sama Sukarno menerima penyerahan kekuasaan dari perdana menteri RIS.

ISKS Hamengku Buwono IX, Wakil Presiden Indonesia 1973-1978

Pada 15 Agustus 1950 Sukarno secara resmi telah menjadi presiden negara kesatuan yang pertama setelah menerima kekuasaan dari dua pemerintahan RIS dan RI (Yogyakarta). Jabatan ini dapat dihitung sebagai jabatan ketiga bagi Sukarno. Keesokan hari tanggal 16 Agustus 1950,Presiden melantik DPR Sementara Negara Kesatuan, hasil penggabungan dari DPR (RIS), Senat (RIS), Badan Pekerja KNI Pusat(RI-Yogyakarta), dan DPA (RI-Yogyakarta). Sesuai konstitusi, Sukarno mengangkat Hatta sebagai Wakil Presiden atas usulan dari DPR Sementara. Bagi Hattajabatan ini dapat dihitung sebagai masa jabatan kedua. Sesuai konstitusi pula lembaga ini berulangkali

Page 38: Presiden (Pkn)

membentuk kabinet. Sampai awal 1956 lembaga kepresidenan telah membentuk setidaknya enam kabinet dan menerima pengembalian mandat pemerintahan sebanyak lima kali. Pada akhir tahun 1956, tanggal 1 Desember 1956, Hatta mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden. Mulai saat itu, lembaga kepresidenan hanya“dihuni” oleh seorang presiden tanpa wakilnya. UUD Sementara tidak mengatur pemilihan wakil presiden dan menyerahkannya pada konstitusiyang akan disusun oleh Konstituante. Keadaan yang kian genting menyebabkan Sukarno mengeluarkan SOB pada 1957[13]. Perlahan namun pasti kekuasaan Sukarno sebagai Penguasa Angkatan Perang meningkat. Puncaknya Sukarno mengeluarkan dekrit untuk memberlakukan kembali konstitusi yang pernah digunakan, UUD 1945, serta membubarkan konstituante yang tak kunjung selesai menyusun konstitusi tetap.

Sukarno tetap menjabat presiden berdasar aturan peralihan pasal II konstitusi yang disahkan PPKI. Demikian pula DPR Sementara negara kesatuan berubah fungsi menjadi DPR Peralihan[14] sampai ditetapkan DPR yang baru menurut konstitusi. Jabatan ini dapat dihitung sebagaijabatan presiden peralihan atau dapat dihitung sebagai masa jabatan keempat bagi Sukarno. Sementara itu, aturan peralihan pasal III dan IVkonstitusi sudah tidak dapat digunakan lagi. Presiden tidak didampingi oleh wakil presiden maupun Komite Nasional menyebabkan seluruh kekuasaan pemerintahan negara berpusat pada presiden. Tidak satu pun yang dapat bermain-main dengan kekuasaan presiden. DPR Peralihanpun dibubarkan pada 24 Juni 1960 karena tidak menyetujui RAPBN yang diajukan Sukarno[15]. Sebagai gantinya Sukarno membentuk DPR Gotong Royong[16]. Sesuai Penpres No 14 tahun 1960, Presiden dapat membuat produk legislatif jika tidak terjadi kesepakatan dengan parlemen. Pada Desember 1960 Sukarnomembentuk MPR Sementara untuk

Page 39: Presiden (Pkn)

melaksanakan ketentuan dalam konstitusi. Peranan Sukarno semakin besar dengan mengeluarkan PP No 32/1964 yang berisi DPR-GR merupakan pembantu Presiden/Pemimpin Besar Revolusi dalam bidang legislatif. Melalui UU No 19 tahun 1964 Presiden diberi kewenangan untuk mencampuri keputusan peradilan.

MPRS bentukan Sukarno mengeluarkan sebuah produk konstitusi semu untuk menetapkan ide-ide Pemimpin Besar Revolusi dan akhirnya menetapkan Sukarno sebagai presiden definitif dengan masa jabatan seumur hidup pada 1963 tanpa didampingi wakil presiden[17]. Lembaga ini juga memberi kekuasaan secara penuh pada Sukarno untuk menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara[18]. Periode ini dapat dihitung sebagai masa jabatan kelima bagi Sukarno. Pada periode ini Sukarno menggunakan gelar rangkap “Presiden/Pemimpin Besar Revolusi/Panglima Tertinggi/Mandataris MPRS” lebih banyak dari gelar yang diberikan konstitusi “Presiden”. Perubahan cuaca perpolitikan terjadi secara cepat pada tahun1966-1968 sebagai akibat badai politik tahun 1965. Periode ini merupakan kondisi terburuk yang dialami sang proklamator. Pada tahun 1966 berbagai atribut masa kejayaan mulai ditanggalkan oleh MPRS. Mulai dari pemilihan/penunjukkan wakil presiden dan pengangkatan pejabat presiden, pengertian mandataris MPR Sementara, Pemimpin Besar Revolusi, dan berpuncak pada peninjauan kembali pengangkatan Bung Karno sebagai presiden seumur hidup. Akhirnya pada 22 Februari 1967 Sukarno “menyerahkan kekuasaan” kepada pejabat presiden dan dilegalisasi dengan Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Soekarno, presiden Indonesiadimakzulkan untuk pertama kalinya secara resmi pada 12 Maret 1967[19].

Page 40: Presiden (Pkn)

[sunting]Soeharto

Jend TNI Purn. Umar Wirahadikusumah, Wakil Presiden Indonesia 1983-1988

Jenderal TNI Suharto atau yang akrab disapa Pak Harto merupakan tokoh presiden kedua dari Republik Indonesia. Jabatan pertamanya dimulai sejak 27 Maret 1968. Pak Harto diangkat oleh MPR Sementara dengan Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968 tentang Pengangkatan Pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 sebagai Presiden Republik Indonesia. Ia adalah presiden kedua yang ditetapkan oleh MPRSementara. Dalam masa jabatannya yang pertama ini suami Ibu Tien tidak didampingi oleh wakil presiden sebagaimana diatur menurut konstitusi. Sebagai mandataris MPR Sementara, secara teori, presiden adalah pelaksana kebijakan lembaga tertinggi negara tersebut. Pak Hartomenjalankan kewajibannya sebagai presiden sampai ada presiden definitif yang diangkat oleh MPR hasil pemilu.

Pada tahun 1973 pertanggung jawaban Jenderal TNI Suharto dihadapan MPR hasil pemilu 1971 diterima. Kemudian presiden dari kalangan militer yang pertama ini diangkat oleh lembaga yang sama

Page 41: Presiden (Pkn)

sebagai presiden dari calon tunggal pada 24 Maret 1973[20]. Dalam masa jabatannya yang kedua Pak Harto didampingi oleh wakil presiden, ISKS Hamengku Buwono IX, Sultan sekaligus Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta[21]. Pada masa-masa ini sampai sekitar 25 tahun mendatang kepemimpinan nasional berjalan dengan urutan yang mudah diikuti relatif tidak diwarnai kontroversi tentang tokoh maupun periodesasi jabatan.

Pada tahun 1978 pertanggung jawaban Suharto dihadapan MPR hasil pemilu 1977 diterima. Pada bulan yang sama purnawiran jenderal ini kembali diangkat oleh MPR dari calon tunggal[22]. Dalam masa jabatan yang ketiga kalinya, Pak Harto didampingi oleh Adam Malik sebagai wakil presiden[23]. Secara matematis, Suharto diangkat sehari lebih cepat dari jatah masa jabatannya. Selanjutnya pada 1983, lagi-lagi pertanggung jawaban Pak Harto diterima. Bahkan MPR hasil pemilu 1982 memberinya gelar Bapak Pembangunan. Pada 11 Maret 1983, sang purnawirawankembali diangkat oleh MPR untuk menduduki kursi kepresidenannya yang keempat dari calon tunggal[24]. Menurut hitung-hitungan angka ia diangkat tiga belas hari lebih cepat dari masa jabatannya yang seharusnya berakhir pada 23 Maret 1983. Untuk pertama kalinya Pak Hartodidampingi oleh purnawirawan militer, Jend TNI (Purn). Umar Wirahadikusumah, sebagai wakil presiden[25].

Tahun 1988, kembali pertanggung jawaban jenderal kelahiran desa Kemusuk diterima. Setelah genap lima tahun menduduki kursi kepresidenan, Jend (Purn). Suharto kembali dilantik oleh MPR hasil pemilu 1987 pada 11 Maret 1988[26]. Dalam masa jabatan kelimanya bapak pembangunan ini didampingi wakil presiden dari kalangan militer, Letjend TNI (Purn). Sudarmono SH [27]. Tahun 1993, untuk ke sekian kalinya pertanggung jawaban sang presiden diterima. Pada 11 Maret 1993, setelah menggenapi masa jabatannya, Jenderal TNI(Purnawirawan) Haji Muhammad Soeharto diangkat untuk menduduki jabatan presiden keenam[28].

Page 42: Presiden (Pkn)

Lagi-lagi MPR hasil pemilu 1992 mengangkatnya dari calon tunggal. Kini ia didampingi oleh mantan panglima militer, Jend TNI (Purn) Try Sutrisno, sebagai wakil presiden[29].

Letjend TNI (Purn). Soedharmono, SH. Wakil Presiden Indonesia 1988-1993

Maret 1998, ditengah badai politik dan ekonomi, pidato pertanggung jawaban Pak Harto diterima oleh MPR. Tidak satupun yang menyangka ini adalah terakhir kalinya ia menyampaikan laporan pertanggung jawaban. Kurang sehari dari masa jabatan yang seharusnya dijalani, pada tanggal10 Maret 1998 Jenderal Besar TNI (Purnawirawan) Haji Muhammad Soeharto, diangkat dari calon tunggal untuk ketujuh kalinya oleh MPR hasilpemilu 1997[30]. Untuk kedua kalinya ia didampingi oleh seorang sipil, Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie sebagai wakil presiden[31]. Berbagai tekanan harus dihadapi sang jenderal yang sudah berusia senja ini. Sebenarnya ia bisa menggunakan kekuasaan penuh untuk menyingkirkan semua pengganggunya, namun hal itu tidak ia lakukan. Pimpinan MPR/DPR pada waktu itu sempat meminta mundur sang presiden atau menggelar Sidang Istimewa MPR, sebuah sidang khusus yang dapat berujung pada pemakzulan seperti yang pernah terjadi pada diri Sukarno.

Page 43: Presiden (Pkn)

Dan akhirnya pada 21 Mei 1998 Soeharto menyatakan mundur dari jabatannya akibat gelombang people power “Gerakan Reformasi 1998”.

Baharuddin Jusuf Habibie

Baharuddin Jusuf Habibie adalah tokoh presiden ketiga Republik Indonesia. Jabatan pertamanya dimulai pada 21 Mei 1998. Habibi menggantikanpresiden sebelumnya yang mengundurkan diri. Naiknya presiden pertama dari luar Jawa ini menimbulkan sedikit kontroversi setidaknya dalam masalah prosedur formal pengangkatan sebagai presiden. Secara formal pengucapan sumpah kepresidenan dilakukan dihadapan parlemen. Namun, karena gedung parlemen diduduki oleh pendukung people power yang menyebabkan para legistalor tidak dapat bersidang, pengucapan sumpah jabatan kepresidenan hanya dilakukan oleh Pak Habibi di depan pimpinan MPR/DPR dan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung. Beberapa bulan setelahnya MPR menggelar Sidang Istimewa. Namun majelis itu tidak memberikan suatu surat pengangkatan khusus sebagaimana pernah diberikan kepada dua presiden sebelumnya Sukarno (1963) dan Suharto ([[1968], 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998).Lembaga tertinggi negara tersebut hanya mengakui melalui kedudukan Habibi di dalam Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara. Bahkan ia tidak didampingi oleh wakil presiden.

Catatan yang diraih oleh presiden kelahiran Provinsi Sulawesi Selatan adalah penyelenggaraan pemilu 1999 yang menghasilkan parlemen baru. Namun parlemen baru yang dipilih melalui pemilu tersebut menolak pertanggung jawaban presiden setelah presiden diberi kesempatan untuk menggunakan hak jawab kepada parlemen[32]. Pada 19 Oktober 1999 Bacharuddin Yusuf Habibie mengakhiri tugasnya yang sangat singkat dengan mendampingi presiden

Page 44: Presiden (Pkn)

terpilih mengucapkan sumpah kepresidenan dihadapan sidang umum MPR 1999.

Jend TNI Purn Try Sutrisno, Wakil Presiden Indonesia 1993-1998

Abdurrahman Wahid

Abdurrahman Wahid adalah Presiden ke-4 Indonesia. Masa jabatannya dimulai pada tanggal 19 Oktober 1999. Gus Dur adalah presiden terakhir yang dipilih oleh MPR. Ia diangkat oleh MPR sebagai presiden dengan Ketetapan MPR Nomor VII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia. Ia mengalahkan rivalnya Megawati Soekarnoputri dalam sebuah pemilihan yang dilakukan oleh MPR. Namun MPR memilih rivalnya dalam pemilihan tersebut, Megawati, sebagai wakil presiden yang mendampinginya. Megawati diangkat oleh MPR sebagai wakil presiden dengan Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia. Karena satu dan lain hal mengenai keterbatasan seperti yang sudah dimaklumi, Gus Dur menyerahkan pelaksanaan tugas teknis pemerintahan sehari-hari pada wakil presiden. Penugasan ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 121 Tahun 2000 tentang Penugasan Presiden kepada Wakil Presiden untuk Melaksanakan Tugas Teknis Pemerintahan Sehari-hari Presiden

Page 45: Presiden (Pkn)

Republik Indonesia. Pendulum kekuasaan yang beralih dari eksekutif ke legislatif mengakibatkan lembaga kepresidenan sepenuhnya tunduk pada parlemen. Hal ini dibuktikan sendiri olehnya. Dua kali setelah menghadapi memorandum dari DPR, Gus Dur dihadapkan pada suatu pemakzulan. Langkahnya yang mengeluarkan maklumat pembekuan DPR tidak membuahkan hasil. MPR yang tengah menggelar Sidang Istimewa langsung menolak dekrit itu dengan Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2001 tentang Sikap Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia terhadap Maklumat Presiden Republik Indonesia Tanggal 23 Juli 2001. Maklumat tersebut juga mengantarkan lebih cepat pada pemakzulannya oleh MPR pada saat itu juga. Abdurrahman Wahid menjadi presiden kedua yang dimakzulkan oleh MPR di tengah masa jabatannya, berdasarkan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia K.H. Abdurrahman Wahid.

[sunting]Megawati Soekarnoputri

Megawati Soekarnoputri adalah Presiden ke-5 Indonesia. Jabatan pertamanya dimulai 23 Juli 2001. Megawati menggantikan Gus Dur karena posisinya sebagai wakil presiden. Ia adalah wakil presiden kedua yang menggantikan presiden ketika berhenti dalam masa jabatannya. Megawati diangkat oleh MPR sebagai presiden dengan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2001 tentang Penetapan Wakil Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri Sebagai Presiden Republik Indonesia. Masa jabatannya kurang dari 5 tahun sebab ia hanya mewarisi masa jabatan Gus Dur. Presiden perempuan pertama Indonesia ini didampingi oleh Wakil Presiden Hamzah Haz yang memenangkan pemilihan wakil presiden oleh MPR dari rivalnyaSusilo Bambang Yudhoyono. Hamzah oleh MPR diangkat sebagai wakil presiden dengan Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/ 2001 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia. Catatan dalam masa jabatannya adalah Pemilu Legislatif pada April 2004 serta Pemilu Presiden pada Juli 2004. Pada Pemilu Presiden 2004, Megawati harus mengakui

Page 46: Presiden (Pkn)

keunggulan SBY setelah melalui dua putaran pemilihan. Ia mengakhiri masa jabatan pertamanya pada 20 Oktober 2004, sehari lebih lama dari sisa masa jabatan Gus Dur yang dilimpahkan kepadanya.

Susilo Bambang Yudhoyono

Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Indonesia 2004–2009 dan 2009–2014

Susilo Bambang Yudhoyono adalah Presiden ke-6 Indonesia. Jabatan pertamanya dimulai pada 20 Oktober 2004. Ia bersama pasangannyaMuhammad Jusuf Kalla memenangi Pemilu Presiden 2004 yang merupakan pemilihan presiden secara langsung yang pertama kali. Setelah mengakhiri masa jabatannya yang pertama, SBY kembali mengucapkan sumpah jabatan presiden untuk kedua kalinya di hadapan sidang MPR pada 20 Oktober 2009. Kali ini ia didampingi oleh Boediono sebagai wakil presiden.

Page 47: Presiden (Pkn)

Daftar Pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/Presiden_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kabinet_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:260px-istana_merdeka.jpghttp://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Lembaga_Kepresidenan_Indonesia