PREDIKSI PASANG SURUT LAUT DI SELAT MALAKA...
Transcript of PREDIKSI PASANG SURUT LAUT DI SELAT MALAKA...
PREDIKSI PASANG SURUT LAUT DI SELATMALAKA DENGAN MENGGUNAKAN
MODEL HAMSOM
TESIS
Oleh
TAUFIQ ISKANDAR
077021010/MT
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARAMEDAN
2009
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
PREDIKSI PASANG SURUT LAUT DI SELATMALAKA DENGAN MENGGUNAKAN
MODEL HAMSOM
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syaratuntuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam
Program Studi Magister Matematika pada Sekolah PascasarjanaUniversitas Sumatera Utara
Oleh
TAUFIQ ISKANDAR
077021010/MT
SEKOLAH PASCASARJANAUNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
Judul Tesis : PREDIKSI PASANG SURUT LAUT DI SELATMALAKA DENGAN MENGGUNAKANMODEL HAMSOM
Nama Mahasiswa : Taufiq IskandarNomor Pokok : 077021010Program Studi : Matematika
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Herman Mawengkang) (Dr. Marwan Ramli, M.Si)Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Herman Mawengkang) (Prof. Dr. Ir. T.Chairun Nisa. B,M.Sc)
Tanggal lulus: 2 Juni 2009
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
Telah diuji pada
Tanggal : 2 Juni 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Herman Mawengkang
Anggota : 1. Dr. Marwan Ramli, M.Si
2. Dr. Saib Suwilo, M.Sc
3. Dra. Mardiningsih, M.Si
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
ABSTRAK
Simulasi Model Pasang Surut Laut (Tides) Tiga Dimensi di Selat Malaka denganmenggunakan HAMSOM model memperlihatkan pemecahan persamaan dinami-ka oseanografi yang cukup akurat. Jenis pasang surut laut di Selat Malaka adalahsemi diurnal. Komponen utama yang berpengaruh pada pasang surut laut ialahkomponen M2 dan S2. Pasang surut laut di daerah tenggara lebih tinggi diban-dingkan dengan pasang surut di barat laut, dimana puncak ketinggian pasangsurut laut terjadi ketika bulan purnama dan bulan baru. Arus laut di selat mala-ka secara umum bergerak dari tengggara menuju barat laut.
Kata kunci : Selat malaka, pasang surut laut, HAMSOM model
i
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
ABSTRACT
Three-Dimensional tidal model simulation in Malacca Strait using HAMSOM mo-del shows dynamic oceanography equation solving very accurately. Tidal type inMalacca Strait is semi diurnal. Main component influence in Malacca Strait isM2 and S2. Tide height in southeast higher than tide height in northwest, maxi-mum tide height occur when full moon and new moon. Current flow in Malaccastrait generally moves from southeast to northwest direction.
Keywords : Malacca strait, tides, HAMSOM model
ii
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul ”Prediksi
Pasang Surut Laut di Selat Malaka dengan Menggunakan Model HAMSOM”.
Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan kuliah di Program
Studi Magister Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan tesis ini penulis banyak mendapat dukungan dari
berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih,
dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada:
Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) selaku Rektor Univer-
sitas Sumatera Utara.
Prof. Dr. Darni Daud, M.A selaku Rektor Universitas Syiah Kuala yang telah
memberi bantuan beasiswa kepada penulis untuk kuliah di Universitas Sumatera
Utara.
Dr. Mustanir, M.Sc selaku Dekan FMIPA Universitas Syiah Kuala yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti tugas belajar di
Program Studi Magister Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara.
Dr. Hizir Sofyan selaku Ketua Jurusan Matematika FMIPA Universitas Syiah
Kuala yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti tugas
belajar di Program Studi Magister Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara.
iii
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B. M.Sc selaku direktur Sekolah Pascasar-
jana Universitas Sumatera Utara yang telah memberi kesempatan kepada penulis
untuk mengikuti perkuliahan di Program Studi Magister Matematika.
Prof. Dr. Herman Mawengkang selaku Ketua Program Studi Magister
Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai
pembimbing I, yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk kepada penulis,
sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
Dr. Marwan Ramli, M.Si sebagai dosen Pembimbing II yang telah mem-
berikan bimbingan, masukan dan motivasi untuk perbaikan dan kesempurnaan
tesis ini.
Dr. Saib Suwilo, M.Sc yang telah banyak memberikan koreksi, bimbingan,
masukan dan motivasi untuk perbaikan dan kesempurnaan tesis ini.
Dra. Mardiningsih, M.Si yang telah banyak memberikan koreksi, bimbingan,
masukan dan motivasi untuk perbaikan dan kesempurnaan tesis ini.
Seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Matematika Sekolah Pas-
casarjana Universitas Sumatera Utara yang telah membekali penulis ilmu penge-
tahuan selama perkuliahan hingga selesai.
Sahabat-sahabat mahasiswa angkatan 2007 atas kerjasama, kekompakan dan
kebersamaan yang telah terjalin dengan baik selama perkuliahan hingga selesai.
Saudari Misiani, S.Si selaku Staf Administrasi pada Program Studi Magister
Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah banyak
membantu administrasi perkuliahan penulis.
iv
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
Seluruh keluarga, ayah, ibunda, istri dan anak-anak tercinta yang dengan
penuh semangat dan kesabaran memberi motivasi kepada penulis hingga sele-
sainya pengerjaan tesis ini.
Hanya ucapan syukur dan terima kasih yang dapat penulis sampaikan kepa-
da semua pihak yang telah memberi dukungan, do’a, bantuan moral/spiritual,
motivasi, bimbingan dan arahan selama perkuliahan hingga penyelesaian tesis
ini. Semoga amal kebajikan yang telah diberikan kepada penulis menjadi amal
ibadah dan mendapat ganjaran kebajikan di sisi Allah SWT, Amin.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang memer-
lukannya.
Medan, Juni 2009
Penulis,
Taufiq Iskandar
v
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP
Taufiq Iskandar, dilahirkan di kota Banda Aceh pada tanggal 7 April 1970,
merupakan anak ke 5 dari 5 (lima) bersaudara dari Ayah Hasballah Abu dan
Ibu Marhamah. Menamatkan Sekolah Dasar (SD) Persit I Banda Aceh pada
tahun 1982, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 15 Bandung pada
tahun 1985, Sekolah Menengah Atas (SMA) jurusan A1-Fisika di SMA Negeri 15
Bandung tahun 1988. Pada tahun 1989 memasuki perguruan tinggi FMIPA Uni-
versitas Syiah Kuala dan memperoleh gelar Sarjana Sains pada tahun 1994. Pada
tahun 2007 mengikuti Program Studi Magister Matematika Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, hingga saat ini bertugas sebagai staf pengajar juru-
san Matematika FMIPA Universitas Syiah Kuala.
vi
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i
ABSTRACT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii
KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii
RIWAYAT HIDUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vi
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vii
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ix
BAB 1 PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
1.3 Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
1.4 Manfaat Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
1.5 Metodologi Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
2.1 Gaya Pembangkit Pasang Surut . . . . . . . . . . . . . . 4
2.2 Kombinasi Pengaruh Bulan dan Matahari . . . . . . . . . 6
2.3 Gambaran Umum Fisika Oseanografi . . . . . . . . . . . 8
2.4 Hukum Dasar, Gaya Dasar, dan Gerak yang MempengaruhiPerhitungan Dinamika Oseanografi . . . . . . . . . . . . 9
BAB 3 LANDASAN TEORI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
3.1 Istilah Analisa Numerik dan Operator Beda Hingga . . . . 14
3.2 Diskritisasi Persamaan Dinamika Oseanografi . . . . . . . 16
vii
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
3.2.1 Diskritisasi Suku Konvektif . . . . . . . . . . . . . 17
3.2.2 Implisitas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
3.2.3 Diskritisasi Persamaan Kontinuitas . . . . . . . . . 21
3.2.4 Turbulensi Vertikal . . . . . . . . . . . . . . . . . 23
3.3 Syarat Batas dan Nilai Awal . . . . . . . . . . . . . . . . 25
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . 28
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN . . . . . . . . . . . . . . . . . 46
5.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 46
5.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 47
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 48
viii
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1.1 Lokasi Daerah Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
2.1 Pengaruh bulan terhadap pasang surut . . . . . . . . . . . . 4
2.2 Distribusi gaya pembangkit pasang surut akibat pengaruh bulan 5
2.3 Pengaruh bulan dan matahari terhadap pasang surut . . . . . 6
2.4 Pasang Surut air laut dan bentuk bulan . . . . . . . . . . . 7
2.5 a. Sistem koordinat, b. Fungsi gelombang ζ, c. Kedalaman . . 9
2.6 Perhitungan komponen kecepatan sudut rotasi bumi terhadapsudut lintang geografis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
3.1 Skema pergeseran suku konvektif . . . . . . . . . . . . . . 18
3.2 Skema pergeseran untuk pengamatan satu sel . . . . . . . . 19
4.1 Pasang surut bulat maret 2008 di Lhokseumawe . . . . . . . 29
4.2 Pasang surut bulat maret 2008 di Belawan . . . . . . . . . . 29
4.3 Pasang surut bulat maret 2008 di Bagan siapi-api . . . . . . 30
4.4 Pasang surut bulat oktober 2008 di Lhokseumawe . . . . . . 31
4.5 Pasang surut bulat oktober 2008 di Belawan . . . . . . . . . 31
4.6 Pasang surut bulat oktober 2008 di Bagan siapi-api . . . . . 32
4.7 Tipe pasang surut laut di Asia Tenggara berdasarkan Wyrki (1961) 33
4.8 Amplitudo M2 dalam cm . . . . . . . . . . . . . . . . . . 35
4.9 Phase M2 dalam derajat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 35
4.10 Amplitudo S2 dalam cm . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36
4.11 Phase S2 dalam derajat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36
4.12 Amplitudo N2 dalam cm . . . . . . . . . . . . . . . . . . 37
ix
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
4.13 Phase N2 dalam derajat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 37
4.14 Amplitudo K1 dalam cm . . . . . . . . . . . . . . . . . . 38
4.15 Phase K1 dalam derajat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 38
4.16 Amplitudo O1 dalam cm . . . . . . . . . . . . . . . . . . 39
4.17 Phase O1 dalam derajat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 39
4.18 Arus di lapisan permukaan pada bulan maret 2008 . . . . . . 41
4.19 Arus di lapisan permukaan pada bulan oktober 2008 . . . . . 41
4.20 Arus laut di selat Malaka pada saat northeast monsoon dansouthwest monsoon berdasarkan kantor navigasi Amerika Serikat(1944) dalam Keller dan Richard (1967) . . . . . . . . . . . 42
4.21 Sirkulasi arus laut pada bulan Juni berdasarkan Wyrtki (1961) 42
4.22 Sirkulasi arus laut pada bulan Oktober berdasarkan Wyrtki (1961) 43
4.23 Sirkulasi arus laut pada bulan Februari berdasarkan Hennesey(1971) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43
4.24 Sirkulasi arus laut pada bulan Agustus berdasarkan Hennesey(1971) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 44
4.25 Simulasi arus laut pada saat northeast monsoon berdasarkanPohlmann (1985) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 45
4.26 Simulasi arus laut pada saat southwest monsoon berdasarkanPohlmann (1985) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 45
x
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selat Malaka merupakan selat yang terletak di antara semenanjung Malaysia
dan pulau Sumatra. Dari segi ekonomi dan strategis, selat Malaka merupakan
salah satu jalur pelayaran terpenting di dunia, sama pentingnya seperti terusan
Suez atau terusan Panama. Selat Malaka membentuk jalur pelayaran terusan an-
tara samudra Hindia, laut Cina Selatan dan samudra Pasifik serta menghubungkan
tiga dari negara-negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia: India, Indone-
sia dan Republik Rakyat Cina. Pada tahun 1993 dan 1995 lebih 100.000 kapal
melintasi selat Malaka setiap tahunnya, serta mengangkut 3.23 juta barel minyak
per hari. Kecelakaan kapal juga sering terjadi di selat Malaka yang menandakan
bahwa selat Malaka merupakan salah satu dari kemacetan lalu lintas terpenting
di dunia (Thia-Eng, Gorre, Ross, and Regina, 2000).
Gambar 1.1 Lokasi Daerah Penelitian
1
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
2
Secara umum penelitian di selat Malaka secara ilmiah (Scientific) sangat
jarang dilakukan sehingga peneliti ingin mengkaji secara mendalam mengenai
pasang surut di selat tersebut. Adapun penelitian terdahulu yang telah dilakukan
di selat Malaka mengenai sedimen yang menjelaskan karakteristik sedimen di
lingkungan laut (Keller and Richards, 1967). Sedangkan penelitian mengenai
pasang surut laut dengan menggunakan model tiga dimensi juga sudah pernah
dilakukan oleh Rizal (1993) yaitu dengan menggunakanan model hidro dinamik
tiga dimensi. Begitu juga dengan energi pasang surut dan momemtum di selat
Malaka yang merupakan bagian dari perairan Indonesia telah diteliti oleh Mihard-
ja (1991) dengan menggunakan model semi implisit dua dimensi. Pada penelitian
kali ini penulis ingin meneliti masalah pasang surut laut di selat Malaka dengan
menggunakan model HAMburg Shelf Ocean Model (HAMSOM). Dimana model
ini sudah pernah diaplikasikan pada beberapa tempat seperti di Bohai sea, laut
Jawa dan laut Utara.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun permasalahan dalam penelitian adalah menentukan pasang surut
laut dan kecepatan arus di selat Malaka dengan menggunakan model HAMSOM.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuat model numerik tiga dimensi yang
dapat digunakan untuk memprediksi pasang surut laut di selat Malaka. Peneli-
tian ini dilakukan dengan menggunakan model HAMSOM.
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
3
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dalam
memprediksi arus laut dan pasang surut air laut di selat Malaka.
1.5 Metodologi Penelitian
Berikut ini dipaparkan metodologi penelitian yang dilakukan pada penelitian
ini.
Metodologi yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : studi
literatur dan pengumpulan data sekunder, pemodelan matematika persamaan
gerak dinamika oseanografi, pengolahan data, dan verifikasi hasil simulasi.
Untuk pemodelan matematika digunakan solusi diskritisasi dari persamaan
gerak dinamika oseanografi dengan menggunakan metode beda hingga skema semi
implisit.
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gaya Pembangkit Pasang Surut
Secara keseluruhan gaya tarik bulan diimbangi oleh gaya centrifugal. Ke-
seimbangan kedua gaya inilah yang membuat bumi dan bulan tetap berada po-
sisinya masing-masing. Namun disetiap titik tidak selalu gaya tarik bulan diim-
bangi oleh gaya centrifugal. Resultan dari gaya tarik bulan dan gaya centrifugal
menghasilkan suatu gaya yang disebut gaya pembangkit pasang surut. Gaya
pembangkit pasang surut inilah yang bertanggung jawab terhadap pembentukan
pasang surut (lihat gambar berikut).
Gambar 2.1 Pengaruh bulan terhadap pasang surut
Di pusat bumi gaya tarik bulan dan gaya centrifugal saling mengimbangi.
Pada titik 1, 2, dan A gaya tarik bulan sedikit lebih besar dari pada gaya sen-
4
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
5
trifugal. Ketidak seimbangan ini menimbulkan gaya pembangkit pasang surut
yang mendorong air sepanjang permukaan bumi kearah titik A. Di titik A terjadi
penumpukan massa air.
Di titik 3, 4 dan C gaya centrifugal sedikit lebih besar daripada gaya tarik
bulan dan ketidak seimbangan ini menimbulkan gaya pembangkit pasang surut
yang mendorong air kearah titik C, di titik C terjadi penumpukan massa air. Disi-
ni kita lihat gaya pembangkit pasang surut mengakibatkan timbulnya pasang di
titik A dan C. Gerakan massa air menuju titik A dan C mengakibatkan terjadinya
surut di titik B dan D.
Distribusi gaya pembangkit pasang surut yang menimbulkan penumpukan
massa air di daerah dimana bulan tepat berada diatasnya dan di daerah disisi
yang berlawanan dari bumi yang menghadap bulan diperlihatkan oleh gambar
berikut :
Gambar 2.2 Distribusi gaya pembangkit pasang surut akibat pengaruh bulan
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
6
2.2 Kombinasi Pengaruh Bulan dan Matahari
Meskipun massa matahari jauh lebih besar dari massa bulan (27 juta kali)
tetapi jaraknya terhadap bumi 387 kali lebih jauh dari jarak bumi-bulan. Oleh
karena itu pasang surut oleh matahari 46% pasang surut oleh bulan.
Kombinasi pengaruh pasang surut bulan dan pasang surut matahari dapat
memperbesar atau memperkecil tinggi pasang surut yang terjadi. Pada bulan baru
(new moon) dan bulan purnama (full moon) dimana bumi, bulan dan matahari
berada dalam satu garis, pasang surut oleh bulan diperkuat oleh pasang surut
matahari. Pada waktu-waktu ini pasang surut yang terjadi mempunyai tinggi
yang maksimum, dan disebut ”pasang purnama” (spring tide). Pada kuar-
tir pertama dan kuartir ketiga dimana posisi bulan, bumi tegak lurus matahari,
pasang surut oleh bulan diperlemah oleh pasang surut matahari. Pada waktu-
waktu ini pasang surut yang terbentuk mempunyai tinggi yang minimum dan
disebut ”pasang perbani” (neap tide). Posisi bumi, bulan dan matahari pa-
da bulan baru, bulan purnama, kuartir pertama dan kuartir ketiga serta pasang
surut yang terjadi diperlihatkan oleh gambar-gambar berikut:
Gambar 2.3 Pengaruh bulan dan matahari terhadap pasang surut
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
7
Gambar 2.4 Pasang Surut air laut dan bentuk bulan
Pasang surut juga bersifat periodik sehingga dapat diramalkan. Untuk
meramalkan pasang surut, diperlukan data amplitudo dan beda fase dari kompo-
nen pembangkit pasang surut. Komponen-komponen utama pasang surut terdiri
dari komponen tengah harian dan harian. Namun demikian, karena interaksinya
dengan bentuk morfologi pantai dan superposisi antar gelombang pasang surut
komponen utama, terbentuk komponen-komponen pasang surut yang baru (Pond
dan pickard, 1983).
Tabel 2.1 Komponen-komponen harmonik pasang surut utama
JENIS NAMA PERIODA FenomenaKOMPONEN (JAM)
M2 12,42 Gravitasi bulan dengan orbitlingkaran dan sejajar ekuator bu-mi
Semi-Diurnal S2 12,00 Gravitasi matahari dengan orbitlingkaran dan sejajar ekuator bu-mi
N2 12,66 Perubahan jarak bulan ke bumiakibat lintasan yang berbentukellips
Diurnal K1 23,93 Deklinasi sistem bulan dan Mata-hari
O1 25,82 Deklinasi Bulan
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
8
Sedangkan untuk tipe pasang surut laut, dapat dilihat pada Tabel berikut
Tabel 2.2 Tipe-tipe pasang surut
TIPE PASANG SURUT FENOMENAGanda Dua kali pasang sehari dengan tinggi
(Semidiurnal) pasang dan surut yang relatif sama
Campuran ganda Dua kali pasang sehari dengan perbedaan(Mixed tide tinggi dan interval yang berbeda
prevalling semidiurnal)
Campuran tunggal Satu atau dua kali pasang sehari dengan(Mixed tide prevalling diurnal) interval yang berbeda
Tunggal Satu kali pasang sehari, saat spring(Diurnal) dapat terjadi dua kali pasang sehari
(Triatmojo, 2007)
2.3 Gambaran Umum Fisika Oseanografi
Fisika Oseanografi atau Fisika kelautan membahas tentang dinamika air
laut seperti kecepatan arus laut, pasang surut laut, salinitas, temperatur, dan
tekanan air. Arus laut ~v dapat dibagi dalam tiga komponen u, v, dan w pada
sistem koordinat kartesian dengan sumbu x, y, dan z. Titik koordinat untuk
z = 0 terletak pada bidang rata-rata tinggi muka air laut SML (sea means level).
Tinggi muka air laut yang merupakan fungsi gelombang ζ = ζ(x, y, t) diukur dari
SML pada arah sumbu z. Kedalaman laut d diukur dari SML sampai ke dasar
laut, sehingga pada dasar laut nilai z = −h.
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
9
Gambar 2.5 a. Sistem koordinat, b. Fungsi gelombang ζ, c. Kedalaman
2.4 Hukum Dasar, Gaya Dasar, dan Gerak yang Mempengaruhi Per-hitungan Dinamika Oseanografi
Model HAMSOM pertama kali disusun tahun 1983 oleh Prof. J Back-
haus (Backhaus, 1983) dan (Backhaus, 1985) dan tahun-tahun selanjutnya dikem-
bangkan baik secara teoritis persamaan dan perhitungan masing-masing sukunya,
maupun penyelesaian numeriknya, hingga penambahan input dan initialisasi mo-
delnya sesuai dengan kajian yang diinginkan (Huang, 1995 ; Pohlmann, 1996;
Putri, 2005).
Model HAMSOM ini telah sukses dikembangkan di Bohai sea oleh Huang
(1995), begitu juga di laut Jawa, selat Sunda dan bagian timur samudra Hindia
oleh Putri (2005).
Persamaan dasar yang digunakan pada penelitian ini adalah persamaan ge-
rak dinamika oseanografi (Pond and Pickard 1983).
Ada beberapa gaya-gaya yang mempengaruhi dinamika oseanografi. Gaya
gaya tersebut antara lain ialah:
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
10
1. Gravitasi, yang mencakup gaya oleh matahari, bulan, dan planet lainya.
Percepatan gravitasi yang digunakan pada persamaan ini telah diperhatikan
efek percepatan sentrifugal g = 9.8 m/s2.
2. Tekanan atmosfer (dari udara) dan tekanan air laut termasuk perbedaan
densitas akibat perbedaan salinitas dan temperatur.
~Ftekanan = −1
ρ∇~p (2.1)
3. Gaya Coriolis terjadi ketika benda bergerak lurus diamati oleh objek yang
bergerak rotasi (pengamat diam di bumi)
~Fcoriolis = −2~Ω × ~v (2.2)
Dimana Ω ialah kecepatan sudut rotasi bumi (7, 29 × 10−5 rad/s)
4. Gaya gesek baik yang terjadi antara air dan dasar laut maupun air laut
dengan air laut (turbulensi). Besarnya gaya gesek akibat turbulensi tersebut
sebanding dengan konstanta turbulensi A.
~Fturbulensi = A∇2 · ~v (2.3)
Definisi gaya yang sering digunakan untuk dinamika oceanografi ialah gaya
per satuan massa. Sehingga dimensi gaya yang digunakan berdimensi LT−2. Oleh
karena itu definisi gaya persatuan massa ialah
~F = ~a =d~v
dt(2.4)
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
11
Karena ~v merupakan fungsi posisi dan waktu ~v = ~v(x, y, z, t), maka
~F =d~v
dt=
∂~v
∂t+
∂~v
∂x
dx
dt+
∂~v
∂y
dy
dt+
∂~v
∂z
dz
dt
=∂~v
∂t+ u
∂~v
∂x+ v
∂~v
∂y+ w
∂~v
∂z
laju perubahan lokal suku konvektif
(2.5)
Ruas kanan persamaan (2-5) terdapat suku lokal berupa ∂~v∂t
dan suku yang
berubah terhadap posisi yang dinamakan suku konvektif.
Bila seluruh gaya tersebut dijumlahkan
~F = ~F tekanann + ~Fcoriolis + ~Fgravitasi + ~Fgesekan + ~Flainnya
~F = −1
ρ∇~p − 2~Ω × ~v + ~g + A∇2 · ~v + ~Flainya
(2.6)
Dari (2-4) dan (2-6) diperoleh
d~v
dt= −1
ρ∇~p − 2Ω × ~v + ~g + A∇2 · ~v + ~Flainya (2.7)
Persamaan (2-7) dinamakan persamaan dasar dinamika air laut.
Dengan mengabaikan suku konvektif persamaan (2-7) dapat dilakukan de-
ngan memisahkan ke dalam komponen kearah sumbu x, y, dan z. Suku pada ruas
kiri dapat dengan mudah dipisahkan
d~v
dt= i
du
dt+ j
dv
dt+ k
dw
dt(2.8)
untuk gaya tekanan
−1
ρ∇~p = −i
1
ρ
∂p
∂x− j
1
ρ
∂p
∂y− k
1
ρ
∂p
∂z(2.9)
Suku gaya Coriolis diselesaikan dengan cara
~Ω× ~v =
∣∣∣∣∣∣∣∣∣∣
i j k
Ωx Ωy Ωz
u v w
∣∣∣∣∣∣∣∣∣∣
= i (Ωyw − Ωzv) + j (Ωzu− Ωxw) + k (Ωxv −Ωyu) (2.10)
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
12
Besarnya komponen Ωx,Ωy dan Ωz tergatung pada sudut lintang geografis (geo-
graphical latitude) φ.
Gambar 2.6 Perhitungan komponen kecepatan sudut rotasi bumi terhadapsudut lintang geografis
Ωx = 0
Ωy = Ωcos φ
Ωz = Ωsin φ
(2.11)
Sedangkan untuk gaya gravitasi bekerja pada sumbu z
~g = −kg (2.12)
Untuk gaya gesekan atau turbulensi
A∇2~v = A∇2(iu + jv + kw) =
i(Ax
∂2u∂x2 + Ay
∂2u∂y2 + Az
∂2u∂z2
)+
j(Ax
∂2v∂x2 + Ay
∂2v∂y2 + Az
∂2v∂z2
)+
k(Ax
∂2w∂x2 + Ay
∂2w∂y2 + Az
∂2w∂z2
)(2.13)
Dengan menggunakan metode pemisahan komponen tersebut diperoleh tiga per-
samaan secara terpisah
du
dt= −1
ρ
∂p
∂x+ 2Ω sin φv − 2Ω cos φw + Ax
∂2u
∂x2+ Ay
∂2u
∂y2+ Az
∂2u
∂z2+ Fx (2.14)
dv
dt= −1
ρ
∂p
∂y− 2Ω sin φu+Ax
∂2u
∂x2+ Ay
∂2u
∂y2+ Az
∂2u
∂z2+ Fy (2.15)
dw
dt= −1
ρ
∂p
∂z+ 2Ωcos φu−g + Ax
∂2w
∂x2+ Ay
∂2w
∂y2+ Az
∂2w
∂z2+ Fz (2.16)
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
13
Karena gerakan air laut lebih dominan secara horizontal dari pada vertikal
w, sehingga suku −2Ω cos φw dapat diabaikan. Suku gaya gesekan dapat dibagi
kedalam dua bagian yaitu horizotal AH∇2H = Ax
∂2
∂x2 + Ay∂2
∂y2 dan bagian vertikal
AV∂2
∂z2 = Az∂2
∂z2 .
Tekanan pada sumbu z ialah p(x, y, z) = patm + ρg(z + η). Dengan asumsi
tekanan atmosfer konstan dan kerapatan air laut konstan maka
−1
ρ
∂p
∂x= −1
ρ
∂
∂x[patm + ρg(z + ζ)] = −g
∂ζ
∂x
−1
ρ
∂p
∂y= −1
ρ
∂
∂y[patm + ρg(z + ζ)] = −g
∂ζ
∂y
−1
ρ
∂p
∂z= −1
ρ
∂
∂z[patm + ρg(z + ζ)] = −g
(2.17)
Dengan memasukkan suku konvektif dan f = 2Ω sin φ pada persamaan (2-
14) dan (2-15), diperoleh
∂u
∂t+ u
∂u
∂x+ v
∂u
∂y+ w
∂u
∂z− fv = −g
∂ζ
∂x+ AH∇2
Hu + Av∂2u
∂z2(2.18)
∂v
∂t+ u
∂v
∂x+ v
∂v
∂y+ w
∂v
∂z+ fu = −g
∂ζ
∂y+ AH∇2
Hv + Av∂2u
∂z2(2.19)
Dalam arah sumbu z (2-16) suku g relatif besar sehingga dapat disederhanakan
menjadi persamaan hidrostatika
∂p
∂z= ρg (2.20)
Air laut diasumsikan incompresible maka persamaan kontinuitasnya menjadi
∇ · ~v =∂u
∂x+
∂v
∂y+
∂w
∂z= 0 (2.21)
Persamaan-persamaan (2-18), (2-19) dan (2-20) akan digunakan untuk pemodelan
dinamika oseanografi melalui metode beda hingga.
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
BAB 3
LANDASAN TEORI
3.1 Istilah Analisa Numerik dan Operator Beda Hingga
Permasalahan utama pemodelan adalah mendapatkan solusi dari persamaan
diferensial parsial. Persamaan deferensial parsial dengan syarat batas yang ber-
variasi dapat diselesaikan dengan pendekatan metode numerik, melalui tahapan-
tahapan berikut.
Misalkan f(x) merupakan fungsi kontinu dengan satu variabel. Nilai dari
fungsi ini di dalam bentuk diskrit ialah
f = fk = f(xk) dan xk = x0 + k∆x (3.1)
Kuantitas beda hingga dapat dilakukan dengan beberapa metode, beda maju ∆,
beda mundur ∇, dan beda tengah δ.
df → ∆f = fk+1 − f d2f → ∆2f = fk+2 − 2fk+1 + f
df → ∇f = f − fk−1 d2f → ∇2f = f − fk−1 + fk−2 + f
df → δf = fk+1/2 − fk−1/2 d2f → δ2f = fk+1 − 2f + fk−1
(3.2)
Jika diperhatikan untuk beda tengah terjadi indek k+ 12
yang berada di luar
nilai yang disediakan oleh diskritisasi. Supaya mendapatkan nilai bulat digunakan
opertor nilai tengah µ.
µf =1
2
[fk+1/2 + fk−1/2
](3.3)
14
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
15
sehingga diperoleh beda tengah dan rata-rata beda tengah dalam bentuk indek
bulat
µδf =1
2[fk+1 − fk−1] (3.4)
Persoalan beda hingga dapat dikembangkan dengan fungsi banyak variabel.
Misalkan F merupakan fungsi yang dipengaruhi oleh x, y, z, dan t maka dapat
dituliskan fungsi tersebut dalam bentuk diskrit.
F = Fi,j,k,n = F ni,j,k →
x = x0 + i∆x
y = y0 + j∆y
z = z0 + k∆z
t = x0 + n∆t
(3.5)
Pada kasus pemodelan dinamika air laut ∆z tidak konstan, namun sangat
tergantung pada nilai k.
∆z = ∆z(k) = ∆kz = −Hk (3.6)
Karena F merupakan fungsi x, y, z, dan t, maka nilai beda hingga tergantung
pada variabel pengubah. Jika dilakukan perubahan terhadap x → x + ∆t, maka
∂F = ∆iF = Fi+1 − F (3.7)
Bila dituliskan bentuk ∆F∆x
maka ∆F dianggap sebagai ∆iF .
Untuk memudahkan penulisan dalam tulisan ini jika F merupakan fungsi
x, y, z, dan t, maka F = F ni,j,k. Begitu juga Fi+1 = F n
i+1,j,k, Fn+1j+1 = F n+1
i,j+1,k,
dan seterusnya jika tidak dituliskan indek i, j, k, maka F mempunyai indek i, j, k.
Begitu juga jika F merupakan fungsi x, y dan t, maka jika tidak dituliskan indek
i, j maka F mempunyai indek i, j dan n.
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
16
Proses yang sangat banyak dilakukan pada komputasi ialah iterasi (loop).
Hasil iterasi dapat konvergen maupun divergen. Untuk menjaga kekonvergenan
dan mempercepat fungsi yang telah konvergen maka iterasi dapat memanfaatkan
nilai sebelumnya (Vesely, Franz 1994). Besar kecilnya pemanfaatan nilai sebelum-
nya digunakan parameter λ.
F l+1 = λF l+1+(1 − λ)F − 1 < λ < 1 (3.8)
Jika nilai −1 < λ < 0, bentuk ini dikenal dengan nama ”Succesive Under Re-
laxation” yaitu membuat fungsi yang divergen menjadi konvergen. Jika nilai
−0 < λ < 1 bentuk ini dikenal dengan nama ”Succesive Over Relaxation (SOR)”,
dimana proses SOR ini mempercepat fungsi yang telah konvergen. Sedangkan
jika nilai λ = 0 tidak ada perubahan yang dilakukan.
3.2 Diskritisasi Persamaan Dinamika Oseanografi
Persamaan deferensial parsial dinamika air laut untuk sumbu x pada per-
samaan (2-18) ditulis kembali.
∂u
∂t+ u
∂u
∂x+ v
∂u
∂y+ w
∂u
∂z− fv = −g
∂ζ
∂x+ AH∇2
Hu + Av∂2u
∂z2(3.9)
Dengan tidak memasukkan suku konvektiv u∂u∂x
+ v ∂u∂y
maka diskritisasi yang di-
lakukan berupa
∆u
∆t+ w
∆u
∆z− fv = −g
∆ζ
∆x+ AH
[δ2
∆x2+
δ2
∆y2
]u + Av
∂2u
∂z2(3.10)
Diselesaikan untuk un+1, sehingga diperoleh
un+1 = u−w∆t∆u
∆z−g∆t
∆ζ
∆x+∆tf v+AH∆t
[δ2
∆x2+
δ2
∆y2
]u+Av∆t
∂2u
∂z2(3.11)
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
17
Dilakukan penyederhanaan ∆L = 12(∆x+∆y), maka
[δ2
∆x2 + δ2
∆y2
]≈ 1
∆L2
[δ2x + δ2
y
]
Untuk sementara turbulensi vertikal hanya dihitung gesekan antara air dan
dasar laut
∆tAv∂2u
∂z2
∣∣∣∣b
= γun+1 (3.12)
dengan asumsi
γ =g√
u2b + v2
b
C2Hb(3.13)
dimana Hb adalah ketebalan lapisan bawah dan C adalah koefesien gesek Chezy.
Sehingga persamaan (3-11) dapat dituliskan menjadi
un+1 = Gx
(u − w∆t
∆u
∆z− g∆t
∆ζ
∆x+ ∆tf v +
AH∆t
∆L2
[δ2x + δ2
y
]u
)(3.14)
dengan
Gx =
1/(1 − γx) k = b
1 k 6= b
. (3.15)
Persamaan (3-14) merupakan persamaan eksplisit untuk n + 1 dan belum mem-
perhatikan suku konvektif serta turbulensi vertikal air dengan air.
3.2.1 Diskritisasi Suku Konvektif
Diskritisasi suku konvektif dilakukan untuk suku dengan faktor kecepatan
horizontal yang dalam komponen sumbu x ialah
du
dt=
∂u
∂t+ u
∂u
∂x+ v
∂u
∂y(3.16)
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
18
Karena u = dxdt
dan v = dydt
, maka terjadi pergeseran kearah x dan arah y
selama ∆t.
pergeseran x = x − xo = u∆t = a∆x (3.17)
pergeseran y = y − yo = v∆t = b∆y (3.18)
Variabel a dan b dinamakan bilangan Courant, merupakan besarnya pergeseran
indek suku konvektif. Sehingga nilai ui,j terjadi pergeseran indek sebesar a, b
mejadi Fu.
ui−a−j−b = Fu
Gambar 3.1 Skema pergeseran suku konvektif
Pada gambar 3-1 terjadi pergeseran arah x sebesar a∆x = (n + p)∆x dan
pergeseran arah sumbu y sebesar b∆y = (m + q)∆y
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
19
Gambar 3.2 Skema pergeseran untuk pengamatan satu sel
Konstribusi ui−n,j−m bagi Fu tergantung pada kedekatan titik hasil konvektif
ke titik i−n, j−m tersebut. Pada arah x ialah (1−p) dan ke arah y yaitu (1−q)
sehingga konstribusinya (1 − p)(1 − q)ui−n,j−m. Secara lengkap untuk keempat
titik sudutnya ialah
Fu = (1−p) [(1 − q)ui−n,j−m + qui−n,j−m−1]+p [(1 − q)ui−n−1,j−m + qui−n−1,j−m−1]
(3.19)
sedangkan untuk komponen kecepatan v.
Fv = (1−p) [(1 − q)vi−n,j−m + qvi−n,j−m−1]+p [(1 − q)vi−n−1,j−m + qvi−n−1,j−m−1]
(3.20)
Penentuan nilai a dan b diperoleh dari hasil beda mundur dalam selang waktu τ
yang lebih kecil dari ∆t yaitu τ = ∆t/N . N ialah jumlah pembagian waktu.
∇x
τ=
x − xs−1
τ= u(xs, ys)
∇y
τ=
y − ys−1
τ= v(xs, ys)
(3.21)
sehingga diperoleh rumus rekursiv
xs−1 = xs − τu(xs, ys)
ys−1 = ys − τ (xs, ys)
(3.22)
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
20
dimana xN = xi, dan yN = yi. Dengan s = N,N − 1, . . . , 2, 1, 0. Sehingga
diperoleh
a =xi − xo
∆x(3.23)
b =yi − yo
∆y(3.24)
Diskritisasi suku konvektif diatas dilakukan berdasarkan Casulli (1990).
Dengan menggantikan u pada persamaan (3-14) dengan nilai hasil penerapan
suku konvetif maka diperoleh :
un+1 = Gx
(Fu − w∆t
∆u
∆z− g∆t
∆ζ
∆x+ ∆tf v +
AH∆t
∆L2
[δ2x + δ2
y
]u
)(3.25)
Hal yang sama dilakukan juga untuk komponen kecepatan v.
3.2.2 Implisitas
Persamaan (3-25) merupakan persamaan eksplisit untuk n + 1 yang telah
diperhatikan suku konvektif. Dalam bentuk full implisit un+1 ditentukan pada
saat ζn+1 dalam bentuk
un+1 = Gx
(Fu − w∆t
∆u
∆z− g∆t
∆ζn+1
∆x+ ∆tfv +
AH∆t
∆L2
[δ2x + δ2
y
]u
)(3.26)
Dapat dilakukan pendekatan semi implisit dengan menggunakan kedua persamaan
dengan parameter implisitas α terhadap suku yang mengandung ζ dan ζn+1.
un+1 = Gx
(Fu − w∆t
∆u
∆z−
[g∆t
∆ζ
∆x(1 − α) + g∆t
∆ζn+1
∆xα+
]+ ∆tfv +
AH∆t
∆L2
[δ2x + δ2
y
]u
)
(3.27)
Persaman ini merupakan persamaan semi implisit, namun belum memperhatikan
turbulensi vertikal. Untuk selanjutnya dengan menggantikan un+1 oleh un+1 dan
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
21
vn+1 oleh vn+1, kecepatan ini dianggap perhitungan kecepatan sementara tan-
pa turbulensi un+1 → un+1 dan vn+1 → vn+1. Dengan memisahkan suku yang
mengandung indek n dan n + 1 maka diperoleh bentuk
un+1 = Gx
(X − g∆t
∆ζn+1
∆xα
)(3.28)
dimana
X = −Fu −w∆t∆u
∆z− g∆t
∆ζ
∆x(1 − α) + ∆tfv +
AH∆t
∆L2
[δ2x + δ2
y
]u (3.29)
Selanjutnya dengan langkah yang sama dilakukan untuk komponen kecepatan v
sehingga diperoleh vn+1.
vn+1 = Gy
(Y − g∆t
∆ζn+1
∆yα
)(3.30)
dengan
Y = −Fv − w∆t∆v
∆z− g∆t
∆ζ
∆y(1 − α) − ∆tfu +
AH∆t
∆L2
[δ2x + δ2
y
]v (3.31)
3.2.3 Diskritisasi Persamaan Kontinuitas
Persamaan kontinuitas (2-22) dapat dituliskan dalam bentuk
∂w
∂z= −∂u
∂x− ∂v
∂y(3.32)
Dilakukan pendekatan beda maju untuk ruas kiri dan beda mundur untuk ruas
kanan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi perbedaan sebesar dua indek.
∆w
∆z= −∇u
∆x− ∇v
∆y(3.33)
Karena ∆z = zk+1 − z = −H, tanda minus menunjukkan perubahan menuju ke
bawah dasar laut.
∆w = H∇u
∆x+ H
∇v
∆y(3.34)
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
22
Kuantitas ketebalan disesuaikan dengan posisi kecepatan u.
∆w =1
∆x
[uHx − ui−1Hxi−1
]+
1
∆y
[vHy − vj−1Hyj−1
](3.35)
Dengan menggantikan u oleh X dan v oleh Y untuk memanfaatkan nilai sesudah
perhitungan sementara un+1 dan vn+1.
∆w =1
∆x
[XHx − Xi−1Hxi−1
]+
1
∆y
[Y Hy − Yj−1Hyj−1
](3.36)
Kedua persamaan dapat digabungkan dengan menggunakan parameter implisitas
α.
wn+1 = wn+1k+1 − α
∆x
[HxX − Hxi−1Xi−1
]− (1 − α)
∆x
[HxX − Hxi−1Xi−1
]
− α
∆y
[HyY −Hyj−1Yj−1
]− (1 − α)
∆y
[HyY − Hyj−1Yj−1
] (3.37)
Persamaan kontinuitas ini dikerjakan untuk setiap lapisan dari dasar laut
dengan syarat batas pada dasar laut dan permukaan laut
wk=bottom = 0
wk=1 =∂ζ
∂t
(3.38)
sehingga diperoleh tinggi muka air laut sementara
ζn+1 = ζ + ∆twk=1 (3.39)
Selanjutnya ζn+1 dapat diselesaikan dengan metode SOR (Backhaus 1983)
ζn+1,l+1 = (1−β)ζn+1 +β ∗ (∆twi,j,1+ ζ +Cxi−1ζn+1i−1 +Cyj−1ζ
n+1j−1 +Cxζn+1
i+1 +Cyζn+1j+1 ) (3.40)
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
23
dimana l adalah indek iterasi, β parameter relaksasi yang bervariasi antara
0 dan 2.
β∗ =β
1 + Cxi−1 + Cyj−1 + Cx + Cy(3.41)
Cx = g
(∆t
∆x
)2
axα2 (3.42)
Cy = g
(∆t
∆y
)2
ayα2 (3.43)
dengan
ax =1∑
k=b
GxHx (3.44)
ay =1∑
k=b
GyHy (3.45)
Penurunan metode SOR Backhaus dapat dilihat pada Lampiran 1. Iterasi dapat
berhenti sampai syarat batas∣∣ζn+1,l+1 − ζn+1
∣∣ < ε dan untuk seluruh kisi digu-
nakan ε = 10−5.
3.2.4 Turbulensi Vertikal
Persamaan semi implisit (3-28) diperoleh un+1 yang belum memasukkan
suku turbulensi vertikal antara air laut sehingga persamaan (3-28) merupakan
solusi sementara un+1 yang harus ditambahkan suku turbulensi vertikal.
un+1 = un+1 + Av∆t∂2u
∂z2(3.46)
Dilakukan proses diskritisasi kombinasi ∂2z = (∆z)(∇z) dan ∂2u = ∇∆u
un+1 = un+1 + Av∆t∇∆u
∆z∇z(3.47)
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
24
Perubahan ∆z = zk+1 − z = −Hx.
un+1 = un+1 + ∆t1
Hx
[Av
∇u
∇z− Avk+1
∇uk+1
∇zk+1
](3.48)
Proses beda mundur
∇z = (zk − zk−1) = −Hxk−1
sehingga diperoleh bentuk
un+1 = un+1 + ∆t2
Hx
[(Avk−1
un+1k−1 − Avu
n+1)
Hxk−1
−(Avu
n+1 − Avk+1un+1
k+1)
Hx
](3.49)
Dengan cara yang sama diperoleh untuk komponen kecepatan v.
vn+1 = vn+1 + ∆t2
Hy
[(Avk−1
vn+1k−1 −Avv
n+1)
Hyk−1
−(Avv
n+1 − Avk+1vn+1
k+1 )
Hy
](3.50)
Jika diperhatikan persamaan (3-49) terdapat tiga variabel kecepatan u yaitu
un+1k−1 , u
n+1,danun+1k+1 yang dapat dipisahkan dalam bentuk
un+1k−1
(−2∆tAvk−1
HxHxk−1
)+
un+1
(1 +
2∆tAv
HxHxk−1
+2∆tAv
HxHx
)+
un+1k+1
(−2∆tAvk+1
HxHx
)= un+1
(3.51)
Dengan memisalkan ak =2∆tAvk−1
HxHxk−1, bk = 1 + 2∆tAv
HxHxk−1+ 2∆tAv
HxHxdan ck =
2∆tAvk+1
HxHx,
Persamaan (3-51) dapat disingkat penulisannya menjadi
−akun+1k−1 + bku
n+1k − cku
n+1k+1 = un+1
k (3.52)
Pada saat k = 1 dan k = b tidak terdapat definisi bagi un+1k=0 dan un+1
k=b+1, sehingga
persamaan (3-52) untuk permukaan dan dasar laut ialah
bk=1un+1k=1 − ck=1u
n+1k=2 = un+1
k=1 (3.53)
−ak=bun+1k=b−1 + bk=bu
n+1k=b = un+1
k=b (3.54)
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
25
Dari persamaan (3-52), (3-53), dan (3-54) diperoleh satu set persamaan linear
berbentuk matriks tridiagonal sebagai berikut.
b1 −c1 0 . . 0
−a2 b2 −c2 0 . 0
0 −a3 b3 −c3 0 .
. . . . . .
. . . −ab−1 bb−1 −cb−1
. . . 0 −ab bb
un+1k=1
un+1k=2
.
.
un+1k=b−1
un+1k=b
=
un+1k=1
un+1k=2
.
.
un+1k=b−1
un+1k=b
(3.55)
Sistem persamaan linear ini dapat diselesaikan dengan menggunakan eliminasi
Gauss langsung (Vesely, 1994). Algoritma dari penyelesaian matriks tridiago-
nal dapat dilihat pada lampiran 2. Hal yang sama dilakukan untuk komponen
kecepatan vn+1. Setelah diperoleh un+1 dan vn+1 selanjutnya hasil ini disubti-
tusikan ke persamaan (3-37) untuk menggantikan X dan Y sehingga diperoleh
komponen kecepatan wn+1.
wn+1 = wn+1k+1 −
α
∆x
[Hxu
n+1 − Hxi−1un+1i−1
]− (1 − α)
∆x
[HxGxu − Hxi−1Gxi−1ui−1
]
− α
∆y
[Hyv
n+1 −Hyj−1vn+1j−1
]− (1 − α)
∆y
[HyGyv −Hyj−1Gyj−1vj−1
]
(3.56)
3.3 Syarat Batas dan Nilai Awal
Untuk menyelesaikan persamaan deferensial beda hingga diperlukan syarat
batas untuk memperoleh penyelesaian yang khas. Namun dibutuhkan nilai awal
untuk titik yang lainnya untuk dapat memulai proses komputasi. Besarnya ni-
lai awal tidak akan berpengaruh pada solusi setelah interval yang cukup besar
(Hansen, 1962). Berarti kita mungkin memperoleh kecepatan arus dan tinggi
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
26
muka air laut di tempat yang lain tanpa informasi nilai awal. Pada pemodelan
dinamika air laut digunakan nilai awal
u = v = w = 0 dan ζ = 0 untuk t = 0 (3.57)
Syarat batas pada daerah batas terbuka (antara daerah air laut yang akan
dimodelkan dengan daerah diluar permodelan) ialah.kecepatan tidak berubah pa-
da arah normal
∂vn
∂n= 0 (3.58)
Untuk nilai ζ pada daerah batas terbuka digunakan persamaan berikut
ς =AM2(cosωM2t − ϕM2) + AS2(cos ωS2t − ϕS2) + AN2(cosωN2t− ϕN2)+
AK1(cosωK1t − ϕK1) + AO1(cosωO1t − ϕO1) (3.59)
Dimana ζ adalah ketinggian pasang surut laut, A adalah amplitudo, ω
adalah perioda dan ϕ adalah phase.
Dinamika air laut dipermukaan lebih bervariasi dari pada didalam, maka
tebal sel lapisan atas diusahakan lebih tipis dari pada bagian bawah. Ketebalan
sel lapisan atas disesuaikan dengan ketinggian pasang surut air laut rata-rata.
Hx =
Hxk=1+ 0, 5(ζ + ζi+1), k = 1
Hx, k > 1
(3.60)
Dan
Hy =
Hyk=1+ 0, 5(ζ + ζj+1), k = 1
Hy , k > 1
(3.61)
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
27
Setelah ditentukan kondisi topografi, juga dimasukkan nilai ζ pada daerah
batas terbuka. Selanjutnya dimulai komputasi dengan nilai awal (3-57) dan ju-
ga ditentukan nilai koreksi fase yang diambil dari U.S. Army Corps of Engineer,
2006) sebagai nilai awal dari tahun yang akan dijalankan pada pemrograman.
Dari nilai-nilai awal tersebut ditentukan nilai γx, γy, Gx, Gy, Cx dan Cy. Selanjut-
nya ditentukan Fu dan Fv melalui persamaan (3-19) dan (3-20), lalu ditentukan
X,Y dengan menggunakan persamaan (3-29) dan (3-31). Dari informasi u, v,X
dan Y ditentukan wk. Dengan diperolehnya w1 maka dengan bantuan SOR pa-
da persamaan (3-40) dapat ditentukan ζn+1 untuk titik di dalam daerah syarat
batas. Selanjutnya di set ketebalan untuk lapisan atas melalui persamaan (3-60)
dan (3-61). Dari ketinggian pasang surut air laut di setiap daerah dapat diten-
tukan kecepatan disetiap komponen un+1 dan vn+1 melalui persamaan. (3-28) dan
(3-30). Dari kecepatan sementara ini dimasukkan rumusan yang memperhatikan
turbulensi vertikal yang diselesaikan dengan metode eliminasi gauss langsung se-
hingga diperoleh un+1 dan vn+1. Informasi kecepatan ini dengan bantuan per-
samaan (3-56) dapat ditentukan wn+1. Setelah diperoleh informasi un+1, vn+1 dan
wn+1 selanjutnya diset kondisi syarat batas untuk wilayah syarat batas terbuka,
melalui persamaan (3-58) dan (3-59). Selanjutnya dilakukan lagi pengulangan
untuk waktu selanjutnya sehingga penuh satu periode. Pengulangan dapat di-
lakukan beberapa periode atau sampai tanggal yang ditentukan.
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dimasukkan lima komponen utama pasang surut laut
yaitu komponen pasang surut M2, S2, N2,K1 dan O1, terdiri atas amplitudo dan
fase. Pada simulasi ini, selain data syarat batas pasang surut berupa nilai amplitu-
do dan fase dari (Zahel, Gavio and Seiler, 2000). Juga dimasukkan data topografi
yang bersumber dari http://www.ngdc.noaa.gov/mgg/global/relief/ETOPO5/
TOPO/. Disamping itu juga dalam penelitian ini digunakan domain model wilayah
terletak pada lintang astronomis 95o30′−103o30′ BT dan 1o30′ LU-5o30′ LU, model
didiskritisasi 5 dalam arah x dan y. Dalam arah vertikal, model terbagi menjadi
17 lapisan yaitu, 0-10 m, 10-20 m, 20-30 m, 30-50 m, 50-75 m, 75-100 m, 100-125
m, 125-150 m, 150-200 m, 200-250 m, 250-300 m, 300-400 m, 400-500 m, 500-
600 m, 600-700 m, 700-800 m, 800-900 m, juga digunakan nilai AH = 500m2/s,
Av = 0, 001m2/s, γ = 0, 025, ε = 1e − 5, ∆t = 300, 0, s, α = 0, 5.
Untuk mendapatkan gambar pasang surut laut kita harus menyimpan data
ς(x, y, t) pada persamaan (3-40), dimana (x, y) adalah posisi dan t adalah wak-
tu. Untuk penelitian ini dipilih 3 lokasi yaitu Lhokseumawe dengan koordinat
(97o9′BT, 5o12′LU), Belawan dengan koordinat (98o42′BT, 3o48′LU), dan Bagan
siapi-api dengan koordinat 100o36′BT, 2o12′LU), dan t dipilih pada bulan maret
dan oktober 2008. Pada tanggal 9 maret 2008 bertepatan dengan tanggal 1 ra-
biul awal 1429 H yang merupakan bulan baru, tanggal 16 maret 2008 bertepatan
dengan tanggal 8 rabiul awal 1429 H yang merupakan quarter pertama bulan,
tanggal 23 maret 2008 bertepatan dengan tanggal 15 rabiul awal 1429 H yang
28
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
29
merupakan bulan purnama dan 31 maret 2008 bertepatan dengan tanggal 23 ra-
biul awal 1429 H yang merupakan quater ketiga. Dari gambar 4.1 samapai dengan
gambar 4.3 terlihat bahwa ketinggian pasang surut mencapai puncak pada bulan
baru. Selanjutnya ketinggian pasang surut juga sangat tinggi pada saat bulan
purnama. Sedangkan pada quarter pertama dan quarter ketiga pasang surut
mengalami penurunan dibanding pada saat bulan purnama dan bulan baru.
Gambar 4.1 Pasang surut bulat maret 2008 di Lhokseumawe
Gambar 4.2 Pasang surut bulat maret 2008 di Belawan
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
30
Gambar 4.3 Pasang surut bulat maret 2008 di Bagan siapi-api
Pada bulan oktober 2008 tanggal 1 oktober 2008 bertepatan dengan tanggal
1 syawal 1429 H dimana posisi bulan ialah bulan baru, tanggal 8 oktober 2008
bertepatan dengan tanggal 8 syawal 1429 H dimana posisi bulan quarter perta-
ma, tanggal 15 oktober 2008 bertepatan dengan tanggal 15 syawal 1429 H dimana
posisi bulan ialah bulan purnama, dan tanggal 23 oktober 2008 bertepatan de-
ngan tanggal 23 syawal 1429 H dimana posisi bulan quarter ketiga. Dari gambar
4.4 sampai dengan gambar 4.6 terlihat bahwa ketinggian pasang surut mencapai
puncak pada bulan purnam. Selanjutnya ketinggian pasang surut juga sangat
tinggi pada saat bulan baru. Sedangkan pada quarter pertama dan quarter keti-
ga pasang surut mengalami penurunan dibanding pada saat bulan purnama dan
bulan baru.
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
31
Gambar 4.4 Pasang surut bulat oktober 2008 di Lhokseumawe
Gambar 4.5 Pasang surut bulat oktober 2008 di Belawan
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
32
Gambar 4.6 Pasang surut bulat oktober 2008 di Bagan siapi-api
Dari gambar 4.1 sampai dengan gambar 4.6 juga terlihat bahwa keting-
gian pasang surut di Bagan siapi-api lebih tinggi dibandingkan dengan ketinggian
pasang surut di Belawan. Begitu juga ketinggian pasang surut di Belawan lebih
tinggi dibandingkan dengan ketinggian pasang surut di Lhokseumawe. Hal ini
diakibatkan di dekat Bagan siapi-api mempunyai selat sempit sehingga gradien
ketebalan lapisan pertama di Bagan siapi-api lebih besar dibandingkan dengan
gradien ketebalan lapisan pertama di Belawan. Hal yang sama juga terjadi an-
tara di Belawan dengan Lhokseumawe, dimana gradien ketebalan lapisan pertama
di Belawan lebih besar dibandingkan dengan gradien ketebalan lapisan pertama di
Lhokseumawe. Hal ini berakibat laju vertikal lapisan pertama di Bagan siapi-api
lebih besar dibandingkan dengan laju vertikal lapisan pertama di Belawan. Begitu
juga laju vertikal lapisan pertama di Belawan lebih besar dibandingkan dengan
laju vertikal lapisan pertama di Lhokseumawe. Sesuai dengan persamaan (3-35)
sampai dengan persamaan (3-38). Hal ini mengakibatkan ketinggian pasang surut
di Bagan siapi-api kebih tinggi dibandingkan dengan ketinggian pasang surut di
Belawan. Begitu juga ketinggian pasang surut di Belawan lebih tinggi dibanding-
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
33
kan dengan ketinggian pasang surut di Lhokseumawe. Sesuai dengan persamaan
(3-39). Disamping itu juga terlihat dari gambar 4.1 sampai 4.6 bahwa di daerah
selat Malaka mempunyai tipe pasang surut semidiurnal, dimana dalam satu hari,
mempunyai dua kali pasang naik dan dua kali pasang surut. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang pernah dilakukan oleh Wyrtki seperti terlihat pada gambar 4.7,
dimana tipe pasang surut di selat Malaka ialah semidiurnal
Gambar 4.7 Tipe pasang surut laut di Asia Tenggara berdasarkan Wyrki (1961)
Gambar 4.8 sampai dengan gambar 4.17 ialah gambar kontur amplitudo
dan Phase dari M2, S2, N2, K1, dan O1. Nilai ini bisa didapatkan dengan
dua cara. Cara pertama ialah dari nilai ς(x, y, t) pada persamaan (3-40) dimana
(x, y) diambil pada semua titik di selat Malaka. Selanjutnya setelah nilai ς(x, y, t)
diperoleh seperti pada pengggambaran gambar 4.1 sampai dengan penggambaran
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
34
4.6, yang mana nilai ς(x, y, t) ialah superposisi dari gelombang-gelombang yang
dipengaruhi oleh komponen-komponen utama M2, S2, N2, K1, dan O1. Setelah
nilai ς(x, y, t) diperoleh dilakukan dekomposisi gelombang ketinggian pasang surut
melalui metode least square, fast fourier transform, atau metode-metode lainnya,
sehingga didapatkan nilai dari amplitudo dan phase M2, S2, N2, K1, O1 dari
semua titik di selat Malaka. Cara yang kedua ialah kompoen yang dimasukkan
ialah hnaya kompoen M2, sedangkan komponen lain tidak dimasukkan, sehing-
ga ketika didapatkan nilai ς(x, y, t) pada persamaan (3-40), ialah nilai ketinggian
pasang surut laut yang hanya dipengaruhi oleh komponen M2, selanjutnya dari
nilai ς(x, y, t) yang hanya dipengaruhi oleh komponen M2 tersebut kita dapatkan
nilai amplitudo dan phase dari komponen M2. Hal yang sama juga dilakukan
terhadap komponen S2, N2, K1, dan O1. Sehingga kita mendapatkan amplitudo
dan phase dari komponen-komponen M2, S2, N2, K1, O1.
Komponen utama M2 atau komponen yang diakibatkan pengaruh gaya tarik
menarik bulan dan bumi, merupakan komponen yang sangat berpengaruh pada
pasang surut laut di selat Malaka, hal ini dapat dilihat dari gambar 4.8, dan
gambar 4.9, Dimana amplitudo dari M2 merupakan amplitudo yang tertinggi
dibanding amplitudo komponen utama yang lain. Dari gambar 4.8 terlihat bahwa
ada amplitudo dari M2 yang melebihi 100 cm. Begitu juga garis-garis kontur
amplitudo dan phase M2 terlihat rapat. Hal ini menunjukkan pengaruh M2 sangat
dominan di selat Malaka. Nilai Amplitudo komponen M2 terlihat secara umum
makin meningkat makin ke arah tenggara.
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
35
Gambar 4.8 Amplitudo M2 dalam cm
Gambar 4.9 Phase M2 dalam derajat
Komponen utama S2 atau komponen yang diakibatkan pengaruh gaya tarik
menarik matahari dan bumi, pengaruhnya pada pasang surut di selat Malaka lebih
kecil dari komponen M2 , dimana dapat dilihat dari nilai amplitudo nya yang lebih
kecil dari komponen M2, begitu juga garis kontur amplitudo atau phase nya yang
kurang rapat jika dibandingkan dengan komponen M2. Nilai amplitudo S2 makin
meningkat makin ke arah tenggara. Pengaruh komponen S2 dilihat dari gambar
4.10 dan gambar 4.11.
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
36
Gambar 4.10 Amplitudo S2 dalam cm
Gambar 4.11 Phase S2 dalam derajat
Komponen utama N2 atau komponen yang diakibatkan pengaruh peruba-
han jarak bulan ke bumi akibat lintasan yang berbentuk ellips, pengaruhnya pada
pasang surut di selat Malaka lebih kecil dari komponen S2 , dimana dapat dilihat
dari nilai amplitudo nya yang lebih kecil dari komponen S2, begitu juga garis
kontur amplitudo atau phase nya yang kurang rapat jika dibandingkan dengan
komponen S2. Nilai amplitudo makin makin ke arah tenggara. Pengaruh kompo-
nen N2 dapat pada gambar 4.12 dan gambar 4.13.
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
37
Gambar 4.12 Amplitudo N2 dalam cm
Gambar 4.13 Phase N2 dalam derajat
Komponen utama K1 atau komponen yang diakibatkan pengaruh deklinasis
sistem bulan dan matahari, pengaruhnya pada pasang surut di selat Malaka lebih
kecil dari komponen N2 , dimana dapat dilihat dari nilai amplitudo nya yang lebih
kecil dari komponen N2, begitu juga garis kontur amplitudo (yang perbedaannya
diambil dalam gambar hanya sebesar 5 cm) atau phase nya yang kurang rapat
jika dibandingkan dengan komponen N2. Nilai amplitudo makin meningkat makin
ke arah tenggara. Pengaruh komponen K1 dapat dilihat dari gambar 4.14 dan
gambar 4.15.
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
38
Gambar 4.14 Amplitudo K1 dalam cm
Gambar 4.15 Phase K1 dalam derajat
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
39
Gambar 4.16 Amplitudo O1 dalam cm
Gambar 4.17 Phase O1 dalam derajat
Komponen utama O1 atau komponen yang diakibatkan pengaruh deklinasis
bulan, pengaruhnya pada pasang surut di selat Malaka lebih kecil dari komponen
K1, dimana dapat dilihat dari nilai amplitudo nya yang lebih kecil dari kompo-
nen K1, begitu juga garis kontur amplitudo (yang perbedaannya diambil dalam
gambar hanya sebesar 1 cm) atau phase nya yang kurang rapat jika dibanding-
kan dengan komponen K1. Nilai ampitudo makin meningkat ke arah tenggara.
Pengaruh komponen O1 dapat dilihat pada gambar 4.16 dan gambar 4.17.
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
40
Dari gambar 4.8 sampai dengan gambar 4.17 terlihat bahwa nilai amplitudo
secara umum makin meningkat makin ke arah tenggara, hal ini sesuai dengan
gambar 4.1 sampai dengan gambar 4.6 yang terlihat bahwa ketinggian pasang
surut di Bagn siapi-api lebih tinggi dari ketinggian pasang surut di Belawan,
begitu juga ketinggian pasang surut di Belawan lebih tinggi dari ketinggian pasang
surut di Lhokseumawe.
Secara musim, selat Malaka mempunyai dua musim, yaitu ”northheast mon-
soon”, (desember sampai dengan maret) dimana angin bergerak dari utara ke
timur dan ”southwest monsoon”, (may sampai dengan oktober ) dimana angin
bergerak dari selatan ke barat (Keller dan Richards, 1967) dan (Wyrtki,1961).
Untuk menggambarkan arus maka kita harus mendapatkan nilai u(x, y, z, t)
dan v(x, y, z, t) melalui persamaan (3-55) pada semua nilai x dan y. Selanjutnya
untuk waktu t kita sesuaikan dengan bulan dan tahun yang akan kita gambarkan.
Karena ∆t = 300, 0s, maka kita harus mencari nilai rata-rata dari u dan v pada
bulan tersebut. Misalkan u dan v adalah rata-rata kecepatan pada bulan tersebut.
Sehingga kita bisa menghitung rata-rata besar kecepatan dan arah kecepatan pada
bulan tersebut dengan menggunakan persamaan
V =√
u2 + v2 (4.1)
ϕ = tan−1
(v
u
)(4.2)
Dimana V adalah besar kecepatan dan ϕ adalah arah kecepatan.
Selanjutnya untuk arus permukaan kita ambil nilai z = 1, sehingga ki-
ta mempunyai besar kecepatan dan arah dari kecepatan arus pada permukaan.
Gambar dari arus di lapisan permukaan di selat Malaka hasil dari simulasi yang
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
41
penulis lakukan pada bulan maret 2008 dan bulan oktober 2008 dapat dilihat
pada gambar 4.18 dan gambar 4.19.
Gambar 4.18 Arus di lapisan permukaan pada bulan maret 2008
Gambar 4.19 Arus di lapisan permukaan pada bulan oktober 2008
Untuk arus di selat Malaka baik pada southeast monsoon maupun northwest
monsoon secara umum bergerak ke arah barat laut, hal ini diakibatkan perbedaan
ketinggian pasang surut laut di daerah tenggara mempunyai ketinggian pasang
surut yang lebih tinggi di bandingkan dengan di daerah barat laut. Perbedaannya
ketika south east monsoon arus laut di selat Malaka berasal dari laut Cina Selatan,
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
42
sedangkan ketika north west monsoon arus di selat Malakan berasal dari laut Jawa.
Hal ini dapat dilihat dari hasil simulasi pada gambar 4.18 dan gambar 4.19 dan
beberapa penelitian sebelumnnya yang pernah dilakukan di selat Malaka.
Gambar 4.20 Arus laut di selat Malaka pada saat northeast monsoon dan south-west monsoon berdasarkan kantor navigasi Amerika Serikat (1944)dalam Keller dan Richard (1967)
Dari gambar 4.20 terlihat bahwa arus secara umum bergerak ke arah barat
laut, baik pada saat southwest monsoon maupun northeast monsoon. Terlihat
juga bahwa arus di selat Malaka ketika northeast monsoon berasal dari laut Cina
Selatan dan ketika southwest monsoon berasal dari laut Jawa
Gambar 4.21 Sirkulasi arus laut pada bulan Juni berdasarkan Wyrtki (1961)
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
43
Gambar 4.22 Sirkulasi arus laut pada bulan Oktober berdasarkan Wyrtki (1961)
Hal yang sama juga terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Wyrtki
(1961), gambar 4.21 dan gambar 4.22 menunjukkan sirkulasi arus laut pada bulan
juni dan oktober. Untuk di selat Malaka terlihat bahwa arus laut secara umum
bergerak menuju ke arah barat laut.
Gambar 4.23 Sirkulasi arus laut pada bulan Februari berdasarkan Hennesey(1971)
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
44
Gambar 4.24 Sirkulasi arus laut pada bulan Agustus berdasarkan Hennesey(1971)
Demikian juga halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Hennesey (1971)
seperti terlihat pada gambar 4.23 dan 4.24, menunjukkan arus di permukaan sekat
Malaka pada saat northeast monsoon dan south west monsoon secara umum berg-
erak ke arah barat laut. Terlihat juga pada saat northeast monsson arus di selat
Malaka berasal dari laut Cina Selatan, sedangkan pada saat southwest monsoon
berasal dari laut Jawa.
Begitu juga dengan simulasi yang dilakukan oleh Thomas Pohlmann (1985)
menunjukkan arus di permukaan sekat Malaka pada saat northeast monsoon dan
south west monsoon secara umum bergerak ke arah barat laut. Terlihat juga
pada saat northeast monsson arus di selat Malaka berasal dari laut Cina Selatan,
sedangkan pada saat southwest monsoon berasal dari laut Jawa. Simulasi yang
dilakukan oleh Thomas Pholmann tersebut dapat dilihat pada gambar 4.25 dan
gambar 4.26.
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
45
Gambar 4.25 Simulasi arus laut pada saat northeast monsoon berdasarkanPohlmann (1985)
Gambar 4.26 Simulasi arus laut pada saat southwest monsoon berdasarkanPohlmann (1985)
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa
1. Hasil simulasi komponen utama pasang surut menunjukkan bahwa kompo-
nen M2 merupakan komponen yang sangat berpengaruh terhadap pasang
surut laut di selat Malaka, selanjutnya ialah komponen S2, N2, Ki dan O1.
2. Puncak ketinggian pasang surut terjadi ketika bulan baru atau bulan pur-
nama.
3. Pasang surut laut di daerah tenggara selat Malaka mempunyai ketinggian
pasang surut laut yang lebih tinggi di bandingkan dengan pasang surut laut
di daerah barat laut selat Malaka.
4. Tipe pasang surut yang mendominasi di selat Malaka ialah tipe semi diurnal,
dimana dalam satu hari terjadi dua kali pasang naik dan dua kali pasang
surut.
5. Secara umum arus di selat Malaka bergerak dari arah tenggara selat Malaka
menuju ke arah barat laut selat Malaka.
46
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
47
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian pemodelan matematika lebih lanjut di selat Mala-
ka dengan memasukkan faktor salinitas, temperatur dan komponen-komponen
klimatologi lainnya.
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
Backhaus, J.O. (1983), A Semi-implicit Scheme for the Shallow Water for Appli-cation to the Shelf Sea Modeling. Continental Shelf Research, 2, 243-254.
Backhaus, J.O. (1985), A Three-Dimensional Model for the Simulation of ShelfSea Dynamics. Deutsche Hydrographische Zeitschrifft, 38(4), 165 187.
Casulli, V. (1990), Semi-implicit Finite Difference Method for the Two-Dimensional Shallow Water Equations. Journal of Computational Physics,86, 56-74.
Keller, G.H. and A.F. Richards (1967), Sediments of the Malacca Strait, SoutheastAsia, Journal Sedimentary Petrology, 102-127
Hansen, W. (1962), Hydrodinamical Methods Applied to Oceanographic Problems,Institut fuer Meereskunde, Hamburg University.
Hennesey, S.J. (1971), Malacca Strait and West Coast of Sumatra Pilot, Hydrog-rapher of the Navy, England.
Huang, D. (1995) Modeling Studies of Barotropic and Baroclinic Dynamics in theBohai Sea. Ph.D Thesis Institut fuer Meereskunde, Hamburg University.
Mihardja, D.K. (1991), Energy and Momentum Budget of the Tides in IndonesianWaters, Ph.D Thesis Institut fuer Meereskunde, Hamburg University.
Pohlmann, T. (1985), Simulation von Bewegungsvorgangen im SudchinesischenMeer, Dimplomarbeit Institut fuer Meereskunde, Hamburg University.
Pohlmann, T. (1996), Predicting the Thermocline in a Circulation Model of NorthSea Part I : Model Description, Calibration and Verivication. ContinentalShelf Research, 16(2), 131-146.
Pond, S. and G.L. Pickard. (1983), Introductory Dynamical Oceanography, De-partement of Oceanography, University of Columbia, Vancouver, Canada,second edition.
Putri, M.R. (2005), Study of Ocean Climate Variability (1959-2002) in the EasternIndian Ocean, Java Sea and Sunda Strait using the HAMburg Shelf OceanModel, Ph.D Thesis Institut fuer Meereskunde, Hamburg University.
Rizal,S. (1994), Numerical Study on the Malacca Strait (Southeast Asia) witha Three-Dimensional Hydro dynamical Model, Ph.D Thesis Institut fuerMeereskunde, Hamburg University.
Thia-Eng, C., I.R.L. Gorre, S.A. Ross and S. Regina. (2000), The Malacca Straits.Marine Pollution Bulletin, 41, 160-177.
Triatmojo, B. (2007), Pelabuhan, edisi 7, Beta Offset, Yogyakarta, Indonesia
48
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008
49
U.S. Army Corps of Engineers. (2006), Coastal Engineering Manual, U.S. Govern-ment printing Office, Washington, USA.
Vasely, F. (1994), Computational Physics An Introduction, Universittsverlag, Vi-enna, Austria.
Wyrtki, K. (1961), Scientific Results of Marine Investigations of the South ChinaSea and the Gulf of Thailand 1959-1961, Naga Report Volume 2, The Univer-sity of California, Scripps Institutions of Oceanography, La Jolla, California.
Zahel, W., J.H. Gavino and U. Seiler (2000), Angular Momentum and Energy Bud-get of a Global Ocean Tide Model with Data Assimilation, GEOS, Ensenada,20(4), 400-413.
Taufiq Iskandar : Prediksi Pasang Surut Laut Di Selat Malaka Dengan Menggunakan Model Hamsom, 2009 USU Repository © 2008