Praktikum Penelitian Metode Penelitian Kualitatif I “Pengetahuan … · 2019-04-30 · Praktikum...
Transcript of Praktikum Penelitian Metode Penelitian Kualitatif I “Pengetahuan … · 2019-04-30 · Praktikum...
Praktikum Penelitian Metode Penelitian Kualitatif I
“Pengetahuan Masyarakat Pedukuhan Nologaten tentang
Risiko Konsumsi Makanan Cepat Saji”
Disusun oleh Kelompok 5 :
1. Dinda Kamilia (17/413246/SP/27963)
2. Niwang Gita Navulani (17/414960/SP/28087)
3. Pilar Paksi Pratama (17/414962/SP/28089)
4. Priyagung Bawono Putro (17/414963/SP/28090)
5. Sarwa Damana (17/413263/SP/27980)
Departemen Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada
2018
BAB I
Pendahuluan
A. Pendahuluan I . Latar Belakang
“Sebagian besar makanan cepat saji adalah makanan tinggi karbohidrat dan rendah
serat. Ketika makanan ini masuk ke dalam sistem pencernaan, karbohidrat yang
tinggi dipecah menjadi glukosa dan masuk ke dalam darah yang membuat kadar gula
darah naik dan menyebabkan pankreas melepaskan hormon insulin. Insulin ini
mengangkut gula dan menyebarkannya ke seluruh bagian tubuh sebagai energi, akan
tetapi pada akhirnya insulin tidak dapat menampung lonjakan gula tersebut.
Akibatnya, hal ini dapat menyebabkan berat badan naik secara drastis, resistensi
insulin, dan risiko terkena diabetes tipe 2. Selain itu, konsumsi makanan tinggi
natrium erat kaitannya dengan peningkatan tekanan darah. Akibatnya, tekanan darah
kian melonjak dan meningkatkan risiko penyakit jantung.” (Safitri, 2018)
Berdasarkan kutipan di atas, dijelaskan bahwa dengan mengonsumsi makanan cepat
saji dapat meningkatkan risiko munculnya masalah - masalah serius pada kesehatan, yang
biasanya berupa risiko penyakit degeneratif.1 Lebih lanjut, menurut situs resmi restoran
makanan cepat saji McDonald’s, kentang goreng atau French Fries (yang merupakan salah
satu menu favorit) diketahui mengandung sekitar 210 kalori dan mengandung 11gr lemak
untuk ukuran kecil dan ukuran yang paling besar mengandung sekitar 510 kalori dan 24gr
lemak.
Kemudian, menu burger sendiri mengandung paling sedikit 300 kalori dan paling
banyak 540 kalori. Padahal rata-rata tubuh manusia memerlukan sekitar 1700-2250 kalori
setiap harinya yang dapat dipenuhi dengan 6 kali makan (3 kali makan besar dan makan
kecil). (Adriani, 2012) Jadi dengan hanya mengonsumsi satu porsi burger saja sudah
memenuhi sekitar seperempat dari total kalori yang dibutuhkan tubuh dalam satu hari.
Kandungan kalori dan lemak tersebut masuk ke dalam kategori sangat tinggi untuk ukuran
satu porsi makanan, terlebih bila dikonsumsi dalam frekuensi yang sering
1 Penyakit yang menyebabkan terjadinya kerusakan atau penghacuran terhadap jaringan atau
organ tubuh.
Makanan cepat saji jelas disukai oleh banyak kalangan. Makanan yang disajikan
dalam waktu singkat menjadi salah satu keunggulan dari makanan ini yang tentunya
membuatnya begitu populer dan digemari. Globalisasi dan modernisasi berperan besar dalam
fenomena semakin menjamur dan pesatnya perkembangan gerai makanan cepat saji yang
dibuka di Indonesia.
Seperti yang sudah dipaparkan di depan, makanan cepat saji dapat memberi dampak
buruk bagi kesehatan. Hal ini sebenarnya sudah menjadi rahasia umum, dikarenakan arus
informasi yang pesat dan tidak terbatas yang dapat diakses melalui berbagai media dan tentu
salah satunya melalui internet. Sayangnya, meskipun telah mengetahui hal tersebut, tingkat
konsumsi makanan cepat saji masyarakat Indonesia masih cukup tinggi. Tercatat 69%
masyarakat perkotaan di Indonesia menyatakan telah mengkonsumsi makanan cepat saji
dengan rincian : 33% untuk makan siang, 25% untuk makan malam, 9% untuk makanan
selingan, dan 2% untuk makan pagi (Nilsen, 2008). Hasil studi lain memaparkan, dari
berbagai kelompok sosial yang ada di masyarakat, tingkat konsumsi makanan cepat saji
tertinggi dipegang oleh kelompok pelajar atau remaja dengan tingkat konsumsi makanan
cepat saji sebesar 83,3% (Heryanti, 2009). Angka-angka dari hasil riset tersebut sangat
mengkhawatirkan jika mengingat risiko yang akan muncul bersifat seperti “bom waktu”,
yang tidak tahu kapan akan meledak. Data tersebut menunjukkan bahwa semakin populernya
makanan cepat saji tidak dibarengi dengan semakin teredukasinya masyarakat terhadap
dampak buruk yang dapat muncul karena mengonsumsi makanan cepat saji. Oleh karena itu,
kami rasa perlu adanya studi mengenai seberapa jauh pengetahuan masyarakat tentang risiko
mengonsumsi makanan cepat saji mengingat tren ini merupakan hal baru bagi masyarakat
Indonesia.
II. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka muncullah pertanyaan:
a. Bagaimana pengetahuan masyarakat mengenai risiko konsumsi makanan cepat saji?
b. Apabila masyarakat mengetahui risiko konsumsi makanan cepat saji dan tetap
mengonsumsinya, apa alasannya?
III. Kajian Literatur Ashkiran dkk (2012) menyatakan bahwa junk food atau makanan cepat saji
merupakan suatu fenomena global. Makanan cepat saji memiliki daya tarik tersendiri dengan
konsep dan strategi iklan yang menarik bagi masyarakat untuk mengkonsumsi masakan
tersebut. Banyak faktor yang membuat makanan cepat saji menarik bagi masyarakat untuk
dikonsumsi, yaitu faktor waktu dimana makanan cepat saji disajikan dengan cepat, mudah,
dan praktis. Lalu faktor taste dimana makanan cepat saji banyak mengandung gula, garam
atau minyak sehingga membuat rasa dari makanan cepat saji tersebut sedap. Selanjutnya
adalah daya tarik dimana pengepakan makanan cepat saji tersebut memiliki penampilan yang
menarik sehingga masyarakat ingin mencoba. Terakhir adalah faktor iklan, karena faktor
iklan memiliki peran utama dalam menarik perhatian publik atau anak agar membeli
makanan cepat saji. Faktor-faktor tersebut mampu memikat masyarakat agar mengkonsumsi
makanan cepat saji.
Walaupun makanan cepat saji memiliki daya tarik yang tinggi, banyak masyarakat
yang tidak sadar bahaya sesungguhnya yang terdapat pada makanan cepat saji. Walaupun
makanan tersebut tergolong lezat, tetapi bahan dari makanan tersebut membuat individu yang
mengkomsumsi nya merasa ketagihan. Gabungan lemak dan gula dalam kombinasi tersebut
membuat orang-orang kecendurungan memiliki perilaku adiktif, dan sangat berbahaya bagi
kesehatan.
Anak-anak terutama merupakan individual yang telah memasuki dunia makanan cepat
saji dan mesin penjual otomatis atau vending machines, dan mereka sama sekali tidak
menyadari dampaknya terhadap kesehatan mereka. Penelitian menunjukkan bahwa makanan
cepat saji dapat menyebabkan munculnya banyak penyakit-penyakit yang sulit untuk di
sembuhkan, seperti kanker, penyumbatan arteri, obesitas, masalah hipertensi, osteoporosis,
dan lain-lain. Sayangnya, masih banyak masyarakat memiliki kesadaran yang kurang akan
bahaya nya makanan cepat saji, dan dengan adanya pengaruh iklan makanan cepat saji,
membuat mereka sulit untuk mempromosikan gaya hidup yang sehat.
Masih mengenai resiko yang kelak ditimbulkan makanan cepat saji ini, penelitian
menunjukan adanya resiko bahwa penyakit ini adalah salah satu penyebab terbesar dari
obesitas (overweight). Untuk kasus obesitas di Indonesia sendiri, contohnya di Jakarta,
ditemukan kasus obesitas sekitar 4% pada anak usia 6 - 12 tahun, 6,2% pada anak remaja usia
12 - 18 tahun dan 11,4% pada usia 17 - 18, dimana 10,2% kasus terjadi pada anak
perempuan, dan 3,1% kasus terjadi pada anak laki-laki (Syarif, 2002). Obesitas terjadi karena
ketidakseimbangan masuknya energi dan keluaran energi. Di Indonesia, telah terjadi
perubahan pola makan dari makanan tradisional ke makanan makanan cepat saji yang banyak
mengandung lemak, kalori, dan kolestrol yang dipercaya sebagai salah satu sebab terjadinya
obesitas (Budiman, 1997).
B. Metodologi I. Desain Penelitian Praktikum penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan
pendekatan fenomenologi yang mencari esensi makna dari suatu fenomena yang dialami oleh
beberapa individu. Praktikum ini digunakan untuk menggali persepsi, ide, atau gagasan dan
pikiran tentang topik (permasalahan) atau issue yang sedang berkembang dan menarik dari
sekelompok orang dengan latar belakang, karakterisik, dan pengalaman yang sama, data dari
suatu peristiwa, permasalahan yang dialami atau realitas sosial untuk dirumuskan ke dalam
suatu teori atau konsep, yang akan diteliti. (Moleong, 2002). Pada praktikum ini peneliti akan
mencari tahu mengenai pengetahuan anak usia Sekolah Menengah Atas yang merupakan
penduduk Pedukuhan Nologaten tentang risiko mengonsumsi makanan cepat saji.
II. Metode Pengumpulan Data Dalam melakukan penelitian ini alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah
sebagai berikut (Moleong,2002):
1. Panduan Wawancara atau Interview Guide
2. Alat penunjang lain: perekam suara pada smartphone, buku dan alat tulis.
Kemudian metode pengumpulan data yang digunakan peneliti meliputi:
a. Wawancara mendalam
Merupakan suatu cara mengumpulkan data dengan secara langsung (tatap muka)
dengan informan, dengan tujuan mendapat gambaran lengkap mengenai topik yang diteliti.
Peneiliti menggunakan teknik penggalian data yang mendalam dengan pertanyaan terbuka
yang dilakukan perorangan dengan panduan wawancara. Lama wawancara antara 10-20
menit (Bungin, 2003)
BAB II
Latar Sosial
Praktikum dilakukan di pedukuhan Nologaten, sebuah pedukuhan yang sangat kental
aura “pedesaan” dan “Yogyakarta”nya, dengan banyak ditemukan lahan kosong yang luas,
yang beberapa diantaranya asri dan sering digunakan anak-anak bermain. Sawah juga
terhampar di berbagai sudut Nologaten. Banyak pula dijumpai rumah-rumah dengan gaya
bangunan zaman dulu, bahkan masih ditemukan beberapa rumah joglo2 yang masih terawat,
suasana ini menjadikan Nologaten sebagai wilayah yang tepat untuk bermukim.
Namun dibalik suasana ndeso3 yang dirasakan apabila melihat gambaran Nologaten di
atas, fakta yang ada adalah daerah ini termasuk area semi-urban. Hal ini dibuktikan dengan
banyaknya ditemukan indekos dan rumah kontrakan yang diperuntukkan untuk mahasiswa
maupun keluarga, yang setelah dicari tahu lebih lanjut mayoritas berasal dari luar daerah
Yogyakarta. Dampaknya adalah menjadikan Nologaten ini tumbuh menjadi area yang padat.
Banyak toko, tempat makan, tempat hiburan, dan fasilitas pemuas hidup lainnya yang
kemudian hadir di sini. Semua ini dapat terjadi karena letak pedukuhan Nologaten yang tepat
di samping jalan lintas daerah Solo-Yogyakarta dan juga dekat dari beberapa perguruan
tinggi yang memunculkan aura baru, yaitu “kekota-kotaan”. Hal-hal di atas menyebabkan
adanya sedikit pergeseran budaya di Nologaten. Contoh kecilnya adalah kurangnya
pengetahuan mengenai warga mereka sendiri yang terjadi di beberapa RW.
2 Rumah adat dari Jawa, Daerah Istimewa Yogyakarta juga termasuk didalamnya. 3 Hal yang berbau atau berhubungan dengan desa dan pedesaan
BAB III
Analisis
Walaupun latar belakang warga Nologaten beragam, kami menemukan adanya satu
kesamaan apabila menyangkut konsumsi makanan cepat saji. Dari lima informan yang kami
berhasil wawancarai, semuanya memiliki pengetahuan akan risiko mengonsumsi makanan
cepat saji, dan tetap memilih untuk mengonsumsinya. Berangkat dari fakta tersebut, kami
mencoba menggali lebih lanjut alasan para informan yang tetap mengonsumsi makanan cepat
saji yang sudah jelas mereka ketahui akan risikonya. Kelima informan memiliki alasan yang
berbeda-beda, namun dari jawaban-jawaban yang dilontarkan, kami telah mengumpulkan
alasan-alasan yang sama-sama disinggung oleh para informan. Alasan-alasan para informan
tetap mengonsumsi makanan cepat saji walaupun telah memiliki pengetahuan akan risiko
mengonsumsi makanan tersebut adalah karena rasanya yang enak, fasilitas yang memuaskan,
higienitas yang mereka miliki, alasan-alasan pribadi yang kami kategorikan sebagain private
reason, dan yang terakhir adalah sebagai waktu berkumpul dengan keluarga.
Bagi masyarakat Nologaten, makanan cepat saji menawarkan makanan dengan rasa
yang lezat. Hal senada dibuktikan oleh kutipan informan seperti berikut,
Paksi : “Kenapa suka makan itu mba?”
Izza : “Soalnya enak mas”
Makanan cepat saji memiliki banyak menu favorit yang membuat pelanggan tetap
berminat untuk membeli, walaupun banyak gerai dari makanan tersebut tidak menyajikan
makanan yang sehat. Makanan cepat saji memiliki rasa yang lezat dan enak dibandingkan
dengan makanan yang menyehatkan, karena makanan cepat saji memiliki kandungan yang
banyak mengandung penyedap rasa atau MSG yang membuat siapa saja yang menyantapnya
ketagihan. Bumbu yang terdapat dalam makanan cepat saji memiliki bahan akditif yang
membuat konsumen menjadi ketagihan. Kandungan tersebut membuat makanan cepat saji
rasanya lebih enak di bandingkan dengan makanan sehat yang tidak mengandung penyedap
rasa. Makanan yang sehat justru tidak enak bagi orang-orang yang sudah terbiasa menyantap
makanan berpenyedap, seperti salad contohnya, yang merupakan makanan alami dan sangat
sehat namun tidak banyak diminati karena rasanya yang cenderung hambar atau kurang enak.
Ketika menjawab pertanyaan mengapa makanan cepat saji terasa enak, terdapat
beberapa masing-masing komponen yang memiliki peran tersendiri, yaitu;
1. Aroma; aroma yang ada pada rasa makanan mampu melarutkan dan memusatkan rasa
dan bau bahan kimia. Zat kimia ini dilepas ke udara oleh panasnya masakan. Itu
sebabnya aroma mampu membuat konsumen bisa mencicipi daging yang mendesis
bahkan sebelum di konsumsi- karena beberapa molekul rasa sudah ada di hidung dan
mulut.
2. Tekstur; makanan cepat saji atau makanan berlemak memiliki rasa khusus di mulut
dan tekstur khusus, mouthfeel menggambarkan bagaimana kombinasi tekstur dan rasa
makanan mempengaruhi bagaimana rasa makanan nantinya. Contohnya seperti
cokelat, ketika cokelat meleleh di mulut akan ada sensasi yang menyenangkan. Dalam
hal makanan cepat saji, perusahaan berusaha menciptakan tingkat mouthfeel yang
sempurna, sehingga membuat makanan cepat saji menjadi selera konsumen.
3. Penampilan Makanan Cepat Saji, tidak seperti makanan tradisional yang dimasak atau
di olah sendiri, makanan cepat saji biasanya terlihat segar dan enak untuk dimakan.
Makan makanan cepat saji tidak hanya dilihat dari sekadar rasa makanan; tetapi juga
aroma dan penampilan.
(https://foodnotestories.com/2018/02/27/baru-buffalo-chicken-wings-mcdonalds-sausnya-enak/)
Penampilan yang menarik, rasa, dan aroma makanan merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan makanan cepat saji terasa lebih lezat daripada makanan biasa. Faktor
pendukung lain nya adalah banyak dari menu makanan cepat saji yang populer mengandung
campuran lemak, gula dan garam yang tepat yang memicu euphoria di otak. Zat Aditif ini
adalah salah satu alasan utama mengapa makanan cepat saji begitu lezat.
Kemudian yang kedua adalah aspek fasilitas yang dimiliki restoran-restoran makanan
cepat saji. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa makanan cepat saji semakin banyak digemari
oleh masyarakat. Fasilitas yang tersedia di gerai makanan cepat saji menjadi salah satu alasan
yang mendorong kunsumen mengonsumsinya. Menurut informan yang menjadi target
menyebutkan bahwa terdapat tiga indikator mendorong untuk mengunjungi gerai makanan
cepat saji. Indikator tersebut yaitu karena pelayanan dan service yang bagus, tempat yang
bersih, dan tempat yang nyaman.
Salah satu faktor yang penting dalam perusahaan jasa adalah pelayanan yang
diberikan kepada konsumen. Suatu perusahaan jasa dikatakan baik apabila perusahaan
tersebut selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas dari pelayanannya. Semakin baik
pelayanan yang diberikan kepada konsumen, maka semakin baik pula citra yang dimiliki oleh
perusahaan jasa tersebut di mata konsumen. Pelayanan yang baik akan sangat berpengaruh
terhadap kepuasan konsumen. Kepuasan didefinisikan sebagai perasaan senang atau kecewa
seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi (kesannya) akan kinerja
(hasil) suatu produk jasa terhadap harapanharapannya. (Kotler, Agustus 2005:82).
Kualitas pelayanan menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan perusahaan supaya
mampu bertahan dan tetap mendapat kepercayaan pelanggan. Pola konsumsi dan gaya hidup
pelanggan menuntut perusahaan mampu memberikan pelayanan yang berkualitas.
Keberhasilan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas dapat ditentukan
dengan pendekatan service quality yang telah dikembangkan oleh Parasuraman, Berry dan
Zenthaml (dalam Lupiyoadi,2006:181).
Service Quality adalah seberapa jauh perbedaan antara harapan dan kenyataan para
pelanggan atas layanan yang mereka terima. Service Quality dapat diketahui dengan cara
membandingkan persepsi pelanggan atas layanan yang benarbenar mereka terima dengan
layanan sesungguhnya yang mereka harapkan. Kualitas pelayanan menjadi hal utama yang
diperhatikan serius oleh perusahaan, yang melibatkan seluruh sumber daya yang dimiliki
perusahaan. Dari data yang kami dapatkan, diketahui informan merasa puas dengan
pelayanan dan service yang terdapat di gerai makanan cepat saji tertentu. Dalam wawancara
pada tanggal 18 April 2018, informan menyebutkan bahwa pelayanan yang ada cukup baik,
“Iya pelayanan nya bagus”, kata Seto, salah seorang informan kami.
(https://www.businessinsider.com.au/mcdonalds-to-employees-return-gifts-2013-11/)
Selain fasilitas dan service nya yang memuaskan, terdapat variasi pemasaran yang
cukup memperhatikan target konsumen. Salah satu informan kami menyebutkan bahwa
terdapat pelayanan yang menarik perhatian konsumen. Dikutip dari wawancara tim kami
pada tanggal 18 April 2018,
“Ya itu, karena alasannya itu rasanya enak pasti, terus.. terus ada
pelayanannya itu unik-unik, ada yang pedes-pedes, ada yang pake baju
unik juga...” (Seto, Informan)
Faktor selanjutnya adalah tempat yang nyaman dan bersih menjadi alasan mengapa
informan sering mengunjungi gerai makanan cepat saji. Tidak jarang masyarakat
memperhatikan kondisi tempat terlebih dahulu ketika ingin mengkonsumsi suatu makanan.
Konsep kenyamanan ini berhubungan dengan penataan ruang. Di gerai makanan cepat saji,
Mc Donald dan KFC misalnya, terdapat ruangan yang terdiri dari ruangan merokok dan non
rokok, sehingga antara perokok dan non perokok dapat menikmati sajian tanpa harus
menganggu dan merasa terganggu satu sama lain.
Dikutip dari wawancara dengan salah satu informan kami, Izza pada tanggak 18
April 2018,
“Tempatnya lebih nyaman, lebih, kayanya cuma itu” ucap Izza
Informan Izza menyatakan bahwa alasan mengapa ia memilih gerai makanan cepat
saji adalah karena tempat yang nyaman. Selain nyaman, gerai makanan cepat saji di dukung
dengan fasilitas seperti Wi-Fi dan AC yang memadai. Tidak jarang orang banyak
menghabiskan waktu untuk hangout dan nongkrong di tempat ini. Dari beberapa pernyataan
di atas membuktikan bahwa dengan adanya fasilitas yang memuaskan, makanan cepat saji
masih digemari masyarakat secara luas.
(Gambaran pelayanan dan service di gerai makanan cepat saji dan penggambaran tata ruang dengan
memperhatikan kenyamanan konsumen)
(Gambaran pelayanan dan service di gerai makanan cepat saji dan penggambaran tata ruang dengan
memperhatikan kenyamanan konsumen)
Kemudian perihal higienitas makanan-minuman dan tempat yang disediakan oleh
restoran makanan cepat saji menjadi alasan penting bagi konsumen (di kasus ini informan)
dalam kegiatan konsumsi makanan cepat saji. Hal ini didukung dengan pernyataan-
pernyataan informan mengenai higienitas restoran makanan cepat saji dalam transkrip
berikut:
Dari beberapa penggalan transkrip wawancara di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
konsumen tentunya akan cenderung memilih tempat dan makanan yang telah melewati proses
sanitasi pangan. Sanitasi Pangan sendiri adalah upaya untuk menciptakan dan
mempertahankan kondisi pangan yang sehat dan higienis yang bebas dari bahaya cemaran
Dinda : “Belum pernah.. Kalo menurut Mba Ana tempat gitu bersih apa enggak?” Ana : “Ga tau nek kita dari dateng dari tempatnya, buat makan itu kan bersih, tapi
kita gatau di dalemnya kaya apa."
Gigi : “Tapi menurut kalian higienis nggak?” Fadhilla : “Yaa yaa lebih higienis daripada jajanan depan sekolah”
Gigi : “Oh.. Iya sih.. bener-bener.. Jadi menurut kalian masih higienis nih yang makanan cepat saji ?”
Fadhilla : “Yaa mungkin, karna kita nggak tau proses di dapurnya.”
biologis, kimia, dan benda lain. (Undang Undang nomor 18 tahun 2012 ) Hal ini menjadi
salah satu kelebihan yang dimiliki oleh restoran cepat saji dalam kiat untuk memikat
pelanggan. Para pelanggan akan merasa aman dan percaya bila mengetahui bahwa makanan
mereka diolah dan disajikan secara higienis. Ini merupakan sesuatu yang wajar mengingat
semua restoran cepat saji haruslah memiliki sertifikat laik hygiene sanitasi rumah makan dan
estoran bila ingin menerbitkan izin usaha. (Keputusan Menteri Kesehatan no 1098 tahun
2003)
Selanjutnya faktor yang mempengaruhi seseorang untuk tetap mengonsumsi makanan
cepat saji atau makanan cepat saji adalah faktor private reason. Alasan ini memang sulit
dijabarkan atau diklasifikasikan kedalam pecahan faktor-faktor yang mempengaruhi
seseorang untuk mengonsumsi makanan cepat saji lainnya. Hal ini disebabkan karena
informan juga tidak bisa menjabarkan faktor ini secara gamblang. Menurut pandangan
pewawancara, informan kesulitan menemukan padanan kata yang tepat sehingga
perbincangan cenderung berulang dan bahkan memiliki jawaban yang berbeda meskipun
pertanyaan yang sebenarnya diajukan sama. Intinya adalah ada faktor yang tidak bisa
dijelaskan dengan common sense disini.
Seperti sampel dari wawancara di bawah ini :
Keterangan :
SA : Sadam, Pewawancara
SE : Seto, Informan
SA : Tapi kan banyak juga nih anak-anak SMA nih kalo ngumpul tu
(https://www.tripadvisor.co.uk/LocationPhotoDirectLink-g297715-d8684532-i238818419-KFC_BG_Junction Surabaya_East_Java_Java.html)
sukanya di KFC itu kira-kira kenapa ya?
SE : Emm mungkin karena itu murah soalnya di sana tu harga murah tu
makanannya sudah dapet banyak kaya KFC gitu
Jawaban yang diberikan informan pada pertanyaan tersebut bertolak belakang dengan
apa yang informan ungkapkan di pertanyaan sebelumnya. Yaitu pada pertanyaan berikut :
SA : ...oke emm.. kamu sering ke tempat- tempat kaya’ gitu?
SE : Ya kalo misal keuangan saya banyak saya kesana
SA : Biasanya habis berapa kalo disana?
SE : Emm.. cuma 40 ribu
SA : (tertawa) 40 ribu ya cuma ya.. eehhh emang jajan sehari
berapa?
SE : Sehari kadang saya nabung, kadang saya boros-boros
SA : Ooh oke, jadi emang jajannya dikasih perhari atau
perbulan?
SE : Oh saya dikasih perhari
SA : Ooh perhari tetap ya tapi berarti perhari itu kalo misalkan
ke tempat makanan
cepat saji itu berarti nabung? (SE : “nabung”)
SA : Oya oke, (tertawa) eee.. kalo dalam 2 minggu terakhir itu
seberapa sering sih kamu mengonsumsi makanan cepat saji?
apa jarang-jarang banget apa ee.. apa nunggu sampe ada
duit aja gitu?
SE : Sampe ada duit aja
SA : (tertawa) Jadi kalo sebulan sekali juga belum tentu?
SE : Belum tentu
Mungkin pernyataan di atas sekilas hanya menjelaskan faktor terjangkau atau tidaknya
harga makanan tersebut. Tetapi, jika kita memperhatikan kerancuan yang muncul pada
pengungkapan informan, seperti menganggap bahwa makanan cepat saji itu murah, namun
sebelumnya informan mengungkapkan bahwa ia harus menabung terlebih dahulu jika ingin
pergi makan di tempat makanan cepat saji, dari sini kita bisa melihat bahwa ada hal yang
sebenarnya mungkin ingin diungkapkan informan namun pada pertengahan konteks
wawancara ia tidak dapat mengungkapkan pernyataan yang tepat untuk menjawab inti
pertanyaan. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata murah dapat berarti lebih
rendah daripada harga yang dianggap berlaku di pasaran atau bisa juga berarti gampang
(mudah). Dengan melihat usaha informan yang berusaha dengan menabung dan dari uang
tersebut kemudian dapat ia belikan makanan cepat saji yang berarti harga makanan cepat saji
tidaklah termasuk terjangkau untuk dapat dengan “mudah” ia konsumsi setiap hari.
Dari sini pewawancara menyimpulkan sebuah dugaan hal yang sebenarnya ingin
diungkapkan informan yang sebenarnya merupakan sebuah private reason dari hasil
konstruksi media. Pewawancara menyimpulkan demikian karena teringat pada salah satu
iklan makanan cepat saji berikut.
Kami mengutip pernyataan seorang Sosiolog asal Prancis yang memiliki fokus salah
satunya pada budaya kontemporer, Jean Baudrillard, yang menyatakan bahwa mekanisme
sistem konsumsi pada dasarnya berangkat dari sistem nilai-tanda dan nilai-simbol, dan bukan
karena kebutuhan atau hasrat mendapat kenikmatan (Suyanto, 2014). Jadi yang kami maksud
di sini adalah yang dikonsumsi oleh informan bukanlah “harga murah” seperti yang ia
ungkapkan, melainkan informan kami telah mengonsumsi simbol yang dikonstruksikan
dalam dunia kapitalisme modern bahwasanya “harga yang murah adalah keunggulan kami”.
Bahkan informan telah menjelaskan juga bahwa setidaknya ia menghabiskan sekitar empat
puluh ribu rupiah sekali berkunjung ke tempat makanan cepat saji. Namun seperti yang kami
jelaskan tadi, informan kesulitan mengungkapkan apa yang sebenarnya ingin ia “ungkapkan”.
Inilah dampak dari konstruksi media pada kecenderungan konsumsi kita. Untuk memperjelas
ketidakpaduan pernyataan informan kami mengutip satu pernyataannya lagi pada pertanyaan
berikut yang dengan sangat jelas menunjukkan kerancuan pernyataannya dengan pernyataan
sebelumnya
SA :”Menurut kamu kenapa KFC tu kurang?”
SE :”Soalnya KFC tu kadang, misal ayamnya itu terlalu pedes,
terus, harganya kok terlalu tinggi (?)tapi makanannya kok
gak seberapa”
Selanjutnya pernyataan yang menurut kami juga mengandung private reason adalah
jawaban berikut ini :
SA : “...sekarang kan banyak orang yang senang ke tempat makan
tempat makan cepat saji gitu ya kan menurutmu kenapa sih
itu orang tuh tetep ke tempat cepat saji itu padahal udah
tau resikonya?”
SE : ”Ya, mungkin orang-orang itu belum terlalu mikir aja efek-
efek masa panjangnya itu bisa aja karena mereka lebih
suka ke sana daripada ke restoran kecil-kecil kaya
Olive,Popeye, dan lain-lain”
Jawaban informan tersebut sebenarnya tidaklah menjelaskan suatu alasan apapun. Kata
“suka” haruslah memiliki alasan ataupun eksplanasi logis mengenai asal mula perasaan
tersebut. Sayangnya pewawancara lupa atau tidak perhatian pada titik ini sehingga jawaban
yang didapatkan kurang bersifat in-depth. Namun jawaban ini masih tetap dapat dianalisis
dengan kami kategorisasi sebagai private reason atau alasan yang “tidak bisa” diungkapkan.
Dari pernyataan informan tersebut kami menggarisbawahi kata-katanya yang bersifat
membandingkan dengan gerai makanan lain, yaitu Olive dan Popeye, yang notabenenya juga
menjajakan makanan yang “mirip” dengan fast food typical yang dijual di gerai franchise ala
barat namun dengan harga yang jauh lebih miring. Ketika informan membandingkan hal ini,
konteks yang kami tangkap di sini pastilah soal harga dan konsepsi kelas. Keadaan saat itu
pewawancara sedang menanyakan perihal kebiasaan konsumsi di gerai seperti KFC atau
McDonald yang sebelumnya juga sudah dibahas mematok harga yang lebih mahal. Uniknya,
informan menggunakan kata “suka” yang mana bermakna ambigu dan cenderung non sense
atau tidak masuk dalam logika pertanyaan yang diajukan. Sebenarnya, kami rasa hal ini
cukup jelas terlihat tanpa harus kami tekankan pada satu kata tersebut.
Dalam pandangan kami saat mengkaji pernyataan informan kami, kami langsung
teringat pada hal yang diungkapkan oleh Paul Virilio sebagai Dromologi. Ia menjelaskan
Dromologi sebagai ideologi masyarakat konsumer yang sarat dengan diferensiasi produk,
gaya hidup, prioritas pada efektifitas yang serba cepat, serta dekat dengan gaya hidup instan
(Ritzer, 2003). Kami memberi penekanan khusus pada diferensiasi produk. Yang dimaksud
diferensiasi produk disini adalah sama sebagaimana yang dijelaskan oleh Pier Bordeau
sebagai konsep “pembeda sosial” (Bordeau, 2013), dimana sebuah produk atau segala macam
hasil dari pengaplikasian kapitalisme di ruang realitas dibedakan antara satu varian dengan
varian lainnya untuk menunjukkan segmentasi atau lapisan kelas (differensiasi). Dari sini
cukup jelas bahwa bisa jadi yang dimaksud oleh informan dengan menggunakan padanan
kata “suka” dan kemudian membandingkan satu produk dengan produk lain yang bernilai
lebih murah sebenarnya berusaha menemukan sebuah istilah yang tepat bagi kebiasaan anak
muda yang senang berkumpul dan mengonsumsi makanan cepat saji bersama dan menurut
kami apa yang sebenarnya ingin diungkapkan informan adalah konsep “pembeda sosial”
yang dimaksud oleh Pier Bordeau tadi. Apa yang sedang dipraktekan oleh para remaja yang
senang sekedar menghabiskan waktu di gerai makanan cepat saji ala barat tadi adalah
visualisasi terbaik dari pernyataan informan yang secara jelas juga membandingkan
kebiasaan ini dengan tidak eksisnya kebiasaan ini di gerai “kelas bawah” seperti Olive dan
Popeye.
Terakhir pada pembahasan mengenai faktor private reason dalam mempengaruhi pola
konsumsi makanan cepat saji ala Barat guna menjawab pertanyaan kami tentang “mengapa
orang masih mengonsumsi makanan cepat saji padahal sudah tau resikonya?”, kami kembali
mengutip pernyataan Jean Baudrillard yaitu tentang “Hyper Reality” yang kemudian
memunculkan indikasi “Ketidaksadaran Masal” (Hegarty, 2004). Keseluruhan indikasi yang
kami paparkan sebelumnya mengenai faktor private reason ini sebenarnya mencoba
mengarahkan pada pembuktian teori ini. Kita telah melihat bagaimana konsolidasi nilai-nilai
kapitalisme dalam bentuk nyatanya, yang sebelumnya kami tekankan sebagai “konsumsi
simbol” dan konsep “pembeda sosial” yang secara jelas tidak bisa dijelaskan oleh informan
kami, telah menunjukan “Ketidaksadaran Masal” tadi. Informan kami kesulitan menangkap
pertanyaan kami dan juga kesulitan mencoba membuat eksplanasi logis atas argumennya,
menunjukkan betapa kuat pengaruh-pengaruh eksternal yang telah dikonstruksi dari banyak
media dalam menentukan persepsi informan mengenai makanan cepat saji. Hal ini juga
berlaku pada banyak orang lain, khususnya dalam hal ini remaja, di zaman sekarang
khususnya yang telah mengadopsi gaya hidup Dromologi yang telah dijelaskan sebelumnya
dan telah mengenal makanan cepat saji dan perwujudan-perwujudan kapital lainnya dalam
hidup mereka.
Terakhir, sebagian besar informan setidaknya mempunyai pengalaman atau rutinitas
yang sama, yaitu mengonsumsi makanan cepat saji bersama keluarga. Hal tersebut didukung
oleh pernyataan informan-informan berikut :
“Kalo sama orang tua saya lebih sering ke pizza hut soalnya itu porsi keluarga tu besar”, kata Seto.
Restoran cepat saji memang merupakan tempat yang cocok untuk dikunjungi bersama
keluarga. Banyak kelebihan yang mereka tawarkan. Berkaitan dengan fasilitas, beberapa
restoran memiliki tempat bermain bagi anak. Beberapa lainnya memiliki ruang khusus untuk
bersantai, dan ada pula yang memiliki ruang untuk pertemuan. Di restoran cepat saji
semacam ini dapat memberikan suasana yang sesuai untuk berkumpul dengan keluarga
karena semua anggotanya terfasilitasi. Konsep makanan yang cepat dan siap saji dengan
banyak jenis juga cocok untuk melayani keluarga dengan berbagai kebutuhan. Restoran cepat
saji juga semakin strategis apabila terletak di pusat perbelanjaan, atau rekreasi yang biasanya
akan menjadi tempat istirahat, terlebih bila akhir pekan atau masa liburan datang.
(Seringkali gerai makanan cepat saji digunakan untuk rekreasi keluarga)
“Kalo sama orang tua ya dibeliin orang tua, kalo sama temen temen ya sendiri. Kalo kadang kadang ada yang lagi ulang tahun atau ada rejeki biasanya nraktir hehe.” tutur Izza.
(Seringkali gerai makanan cepat saji digunakan untuk rekreasi keluarga)
Story Box I
“Di hari kedua praktikum penelitian, kami melanjutkan mencari informan.
Ternyata hari ini adalah ulang tahun desa Caturtunggal yang ke 70. Hal ini menjawab
keheranan kami, karena selama perjalanan hari ini kami menemui beberapa warga yang
sedang menyiapkan diri untuk mengikuti kirab budaya. Kami pun sempat
bercengkrama sejenak dengan warga sekitar sembari mencari informan untuk
melengkapi data. Salah satu warga yang kami temui, Supandi, mengaku sebagai
koordinator pawai pada hari itu, ia menyatakan bahwa kirab budaya ini merupakan
acara tahunan dan semua kalangan berhak ikut berpartisipasi, mulai dari anak-anak
sampai orangtua. Pantas saja kami melihat tidak hanya anak-anak yang aktif merias
dirinya, namun ada juga ibu-ibu yang mewarnai wajahnya sehingga mirip dengan tokoh
pewayangan. Acara ini dilaksanakan dengan tema berbeda setiap tahunnya dan
rencananya akan terus dilestarikan untuk menjadi penyokong roda pariwisata dan
menjaga kesatuan dan kerukunan warga.” (Cerita Peneliti, 2018)
BAB IV
Penutup Dari praktikum ini, dapat disimpulkan bahwa dengan berbagai macam latar belakang
yang dimiliki informan yang kami dapatkan, semua memiliki pengetahuan akan berbagai
risiko konsumsi makanan cepat saji pada kesehatan, walaupun pengetahuan tersebut tidak
terlalu lengkap dan mendetail. Pengetahuan tersebut tidak dijadikan sebagai halangan untunk
mengonsumsi makanan ini karena mereka tetap mengonsumsi makanan tersebut dengan
berbagai macam alasan. Ada juga informan yang merasa khawatir akan dampak yang
ditimbulkan, sementara lainnya tidak terlalu ambil pusing dan bahkan beberapa ada yang
menyiasati risiko tersebut dengan cara mengurangi frekuensi konsumsi makanan cepat saji.
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai hal ini yang tentu saja dengan skala yang
lebih besar, mengingat data untuk studi semacam ini masih minim. Mungkin saja pada saat
ini urgensi studi mengenai makanan cepat saji belum menjadi perhatian di Indonesia, karena
makanan cepat saji ini merupakan salah satu bentuk budaya baru yang masuk lewat arus
globalisasi. Namun tetap saja, kedepannya pasti ini akan menimbulkan dampak-dampak lain,
entah itu positif maupun negatif di banyak aspek kehidupan, karena Indonesia juga masih
akan terus tumbuh dan berkembang.
Daftar Pustaka 1. Adriani, M dan Wirjatmadi, B, 2012, Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan, Jakarta
2. Anonim. 2018. McDonald’s Nutrition Calculator,https://www.mcdonalds.com/us/en-
us/about-our-food/nutrition-calculator.html Diakses pada 8 Maret 2018 pukul 20.09
3. Ashakiran dan Deepthi. 2012. Makanan cepat sajis and Their Impact on Health.
Karnataka: JKIMSU.
4. Bourdieu, P, 2013. Distinction: A Social Critique of The Judgement of Taste.
Oxfordshire : Routledge.
5. Budiman, H., & Suryadi, C. 1997. Penelitian Obesitas Pada Orang Dewasa di
Perkampungan Kumuh Jakarta. Jurnal Epidemiologi Indonesia 1. (1) 25-30.
6. Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif . Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
7. George Ritzer. 2003. The Posmodern Social Theory. Diterjemahkan oleh: Muhammad
Taufik.Yogyakarta: Kreasi Wacana
8. Hegarty, P. 2004. Jean Baudrillard: Live Theory. Edinburgh : A&C Black.
9. Heryanti, E. 2009. Kebiasaan Makan Cepat Saji (Makanan cepat saji Modern),
Aktivitas Fisik Dan Faktor
10. Kotler, Phillip dan Gary Amstrong. 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran, jilid 1, edisi ke-
8. Jakarta: Erlangga.
11. Kotler, Phillip. (2003). Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium, Ahli bahasa: Hendra
Teguh, Ronny A. Rusli dan Banjamin Marlon. Jakarta: PT. Prenhalindo.
12. Lainnya Dengan Status Gizi Pada Mahasiswa Penghuni Asrama UI Depok Tahun
2009.
13. Lupiyoadi, Rambat dan A. Hamdani. 2006. Manajemen Pemasaran Jasa. Jakarta:
Salemba Empat.
14. Moleong, L. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
15. Nilsen, A.C. 2008. Appetite Journey Magazine. Dilansir dari Jurnal : Hanum, T., &
Dewi, A. P.(2015). Hubungan antara Pengetahuan dan Kebiasaan Mengkonsumsi
Makanan cepat saji dengan Status Gizi pada Remaja. Jurnal Online Mahasiswa
Program Studi Ilmu Keperawatan Prenadamedia Group.
16. Safitri, A, M, 2018. Ini yang Terjadi Pada Tubuh Saat Makan Makanan cepat saji.
http://nationalgeographic.co.id/berita/2018/02/ini-yang-terjadi-pada-tubuh-saat-
makan-fast-food Diakses pada 8 Maret 2018.
17. Status Gizi pada Remaja. Jurnal Online Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
18. Suyanto, B. 2014. Sosiologi Ekonomi. Jakarta : Prenada Media.
19. Syarif, D.R.. 2002. Childhood Obesity Evaluation and Management, Naskah Lengkap
National Obesity Symposium II 2003.
20. Tarigan, N., Hadi, H., & Julia, M.(2005). Hubungan citra tubuh dengan status
obesitas, aktivitas fisik dan asupan energi remaja SLTP di Yogyakarta dan Kabupaten
Bantul. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 1(3), 130-136.
21. Tim, K. B. B. I.. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama. Universitas Riau, 2(1), 750-758. Vol.1, No. 2
22. Redaksi, 2007, Survei Restaurant Atau Makanan cepat saji Kuatnya Dominasi
Restoran Ala Amerika Available from : https://marketing.co.id/survei-restaurant-
atau-fast-food-kuatnya-dominasi-restoran-ala-amerika/ Diakses pada: 13 mei 2018
(21.17)
Dokumen Hukum Keputusan Menteri Kesehatan no 1098 tahun 2003 tentang Persyaratan Hygiene
Sanitasi Rumah Makan dan Restoran Bab 2 Pasal 2 Ayat 2
Undang Undang nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan Bab 1 Pasal 1 Ayat 30
Lampiran 1. Data Informan
a. Nama : Fadhila
Pendidikan : SMK Negeri 6 Yogyakarta
Alamat : Jl. Wonosari
Tanggal Wawancara : 18 April 2018
Lokasi Wawancara : Plaza Ambarukmo
b. Nama : Nolla
Pendidikan : SMK Negeri 6 Yogyakarta
Alamat : Gedong Kuning
Tanggal Wawancara : 18 April 2018
Lokasi Wawancara : Plaza Ambarukmo
c. Nama : Rahma Izzati
Pendidikan : SMA Negeri 1 Depok
Tanggal Wawancara : Sabtu, 21 April 2018 pukul 13.32 WIB
Lokasi Wawancara : Depan Bjong Kopi Nologaten
d. Nama : Galih Prakosa
Alamat : RT 9 RW 3
Tanggal Wawancara : 15 April 2018 Lokasi Wawancara : Rumah informan
e. Nama : Ana Nur Listiana
Alamat : RT 5 RW 9
Tanggal Wawancara : 15 April 2018
Lokasi Wawancara : Rumah informan
f. Nama : Seto Daniswara
Pendidikan : SMA N 10 Ngupasan
Tanggal Wawancara : 18 April 2018
Lokasi Wawancara : Nologaten, di sekitar depan Masjid RW 02 RT 08