PRAKTEK KURBAN DI DESA KUNDUR DALAM PERSPEKTIF...
Transcript of PRAKTEK KURBAN DI DESA KUNDUR DALAM PERSPEKTIF...
PRAKTEK KURBAN DI DESA KUNDUR DALAM PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM
(Studi Kasus di Desa Kundur, Kec. Kundur Barat Kab. Karimun
Kepulauan Riau)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
Kartini
NIM :1110043100032
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIKIH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015M
ii
PRAKTEK KURBAN DI DESA KUNDUR
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Kundur, Kec. Kundur Barat Kab. Karimun
Kepulauan Riau)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Kartini
NIM.1110043100032
Pembimbing
Dr. H.A. Muhaimin Zen, M.Ag
NIP. 010178008
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436H/2015M
iv
LEMBAR PERYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa;
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang di ajukan untuk memenuhi salah
satu persayaratan memperoleh gelar strata 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua Sumber saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil
jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku
di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta: 01 April 2015 M
12 Djumadil Akhir 1436 H
Penulis
v
ABSTRAK
Kartini, NIM: 1110043100032, Praktek Kurban Di Desa Kundur Dalam
Perspektif Hukum Isam (Studi Kasus di Desa Kundur, Kec. Kundur Barat Kab.
Karimun Kepulauan Riau), Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum,
Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fikih, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M.
Skripsi ini merupakan upaya untuk memaparkan mengenai hukum dari
permasalahan pada praktek kurban yang terjadi di Desa Kundur Kepulauan Riau.
Praktek kurban di Desa Kundur ini memiliki perbedaan, baik dari waktu hingga
pemanfaatannya. Adapun waktu pelaksanaan pemotongan hewan kurban
dilaksanakan setelah shalat dzuhur dan proses pemanfaatan hewan kurban di desa ini
hanya memanfaatkan daging hewan kurbannya saja, sedangkan bagian selain daging
seperti kepala, kulit maupun tulangnya dengan tidak merusak seluruh kerangka
hewan kurban dan kerangka hewan tersebut dikubur layaknya seperti manusia.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah praktek
kurban di Desa Kundur Kecamatan Kudur Barat Kabupaten Karimun Kepulauan Riau
dan untuk mengetahui bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap praktek
kurban di Desa Kundur.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif
yang menghasilkan data deskriptif dan tertulis dengan menggunakan jenis penelitian
analisis komperatif yakni metode analisis dengan perbandingan antara Al-Qur’an,
Hadis, pendapat para ulama’ dan cendekiawan muslim yang mengkaji tentang
permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini, serta penelitian kepustakaan (library
research) yaitu dengan mengambil referensi pustaka dan dokumen yang relevan
dengan masalah ini.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dalam penulisan skripsi ini ialah
bahwa secara syariat Islam tidak ditemukan adanya praktek kurban hanya
memanfaatkan daging hewan kurbannya saja dan tidak ada proses penguburan
kerangka hewan kurban layaknya seperti manusia.
Pembimbing Dr. H.A. Muhaimin Zen, M.Ag.
Daftar Pustaka : Tahun 1966 s.d. Tahun 2013.
vi
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرحمن الرحيم
“Ya Allah, aku mohon kepada-Mu akan cinta-Mu cinta orang yang
mencintai-Mu dan cinta perbuatan yang dapat mendekatkan diri
kepada cinta-Mu”
(Do’aRasulullah)
Alhamdulillah, tiada kata yang pantas penulis ucapkan segala puji bagi Allah
SWT. tuhan semesta alam. Yang telah memberikan rahmat, taufiq serta hidayahnya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam
senantiasa disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarganya,
sahabatnya dan seluruh umat yang setia kepadanya.
Walaupun masih dirasakan terdapat beberapa kekurangan dalam penulisan
skripsi ini, baik dalam penyusunan kata-kata maupun dalam penyajiannya, tetapi
penulis telah berusaha untuk memberikan yang terbaik sesuai bimbingan dari dosen
beserta saran-saran. Bentuk nyata skripsi ini, bukan hanya sekedar buah karena kerja
keras penulis, akan tetapi banyak pihak yang ikut membantu, mendoakan serta
memberi dorongan didalammnya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
2. Dr. Khamami, MA sebagai Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum
dan Hj. Siti Hanna, S.Ag., Lc, MA Sekretaris Program Studi Perbandingan
Mazhab Hukum.
3. Dr. H.A. Muhaimin Zen, M.Ag selaku pembimbing skripsi yang telah banyak
memberi arahan, saran serta petunjuk dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Dr. Muhammad Taufiki, M.Ag dan Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si
yang telah menjadi bagian dari Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum
dalam masa jabatan sebelum Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum
periode baru.
5. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis semasa kuliah,
semoga amal kebaikannya mendapatkan balasan dari Allah SWT.
6. Seluruh staf dan karyawan Perpustakaan Utama dan staf karyawan fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas pelayanan yang baik
dikala penulis mengumpulkan data dan materi skripsi.
7. Kepada kedua orang tua tercinta ayahanda H.Karim dan ibunda Hj.Salmah yang
tiada pernah terhenti untuk selalu berdoa serta menasihati dan memotivasi
penulis sehingga skripsi ini selesai, dan kakak tercinta Endong dan Wati serta
adik tercinta Maharani yang senantiasa berdoa dan memotivasi serta menjadi
inspirasi bagi penulis.
8. Sahabat dan rekan mahasiswa PMH (Perbandingan Mazhab Hukum) angkatan
2010, yang selalu memberikan semangat, dukungan, saran dan masukan kepada
viii
penulis. Terima kasih teman-teman, dengan kebersamaan kita selama ini, dalam
suka dan duka. Bagi penulis adalah pengalaman berharga yang takkan pernah
terlupakan.
9. Seluruh pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi ini yang penulis tidak bisa
sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT. membalas kebaikan yang telah
diberikan dengan balasan yang berlipat ganda.
Semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat khususnya
bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya. Semoga Allah senantiasa
meridhoi setiap langkah kita. Amin
Jakarta: 01 April 2015 M
12 Djumadil Akhir 1436 H
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. iii
ABSTRAK .............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR............................................................................................ v
DAFTAR ISI........................................................................................................... viii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Pembatasan Msalah dan Perumuhan Masalah .............................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 6
D. Metode Penelitian ......................................................................... 7
E. Riview Kajian Terdahulu ……….………………………….…… 8
F. Sistematika Penulisan ………...……………………………...…. 10
BAB II : PENGERTIAN KURBAN
A. Definisi dan Syarat Kurban …………..……………………....… 12
B. Waktu Pelaksanaan Kurban …...…………………………..……. 21
C. Tujuan Berkurban ……………………………………….……… 24
D. Sejarah Kurban …………………………………………….….... 25
E. Hukum Kurban …………………………………………….…… 27
F. Pemanfaatan Daging Kurban ………....……………………..….. 29
BAB III: GAMBARAN UMUM KECAMATAN KUNDUR BARAT
KABUPATEN KARIMUN
x
A. Sejarah Singkat Pulau Kundur dan Pulau Karimun .……….....…. 34
B. Letak Geografis ………………………………..………………… 41
C. Kondisi Masyarakat dan Budayanya ……....…………………..… 43
D. Kondisi Ekonomi ……………...………………………………….. 45
BAB IV : ANALISIS TERHADAP PRAKTEK KURBAN DI DESA KUNDUR
KEPRI
A. Praktek Kurban di Desa Kundur Kepulauan Riau …….……….…. 46
B. Analisis Terhadap Praktek Kurban di Desa Kundur …….………... 51
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………....……………...………... 69
B. Saran ……………………………………….....……………...….... 71
DAFTAR PUSTAKA ...…………………………………….....………………........ 72
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam mengajarkan berbagai sifat yang harus dimiliki oleh setiap manusia.
Salah satunya adalah rasa syukur, dan apabila kita perhatikan bahwa Islam
mendorong umatnya untuk bersyukur dalam suatu kegiatan, yaitu dengan
berkurban. Dengan berkurban, kita hendaknya menyadari bahwa kenikmatan
hidup yang kita terima dari Allah SWT. tidak terhitung banyaknya, sehingga
apabila kita yang diberi kenikmatan berupa harta yang cukup, kita diperintahkan
untuk berkurban, itulah salah satu bukti rasa syukur kita atas harta yang
dilimpahkan kepada kita.1
Kurban merupakan sejenis ibadah yang telah dilakukan oleh para nabi dan
rasul sejak Nabi Adam A.S. hingga Nabi Muhammad SAW. Di dalam sejarah
Islam, dapat diketahui bagaimana Habil dan Qabil, dua orang anak laki-laki Nabi
Adam A.S. diperintahkan oleh Allah SWT. supaya menyembelih kurban. Ini
berarti bahwa bermula dari zaman itu, syariat atau peraturan berkurban telah
dimulakan. Namun, pengertian ibadah ini lebih menonjol di zaman Nabi Ibrahim
A.S. di mana Allah SWT. telah memerintahkan agar Nabi Ibrahim mengorbankan
anak kesayangannya, Nabi Ismail A.S. setelah itu, apabila Nabi Ibrahim ingin
melaksanakan perintah tersebut, anaknya telah ditukarkan dengan seekor kibas.2
Dengan adanya ibadah kurban diharapkan umat Islam ingat akan kepatuhan Nabi
1Fuad kauma, Nepan, Kisah-kisah Rukun Islam, (Jakarta: Mitra Pustaka, 1999), Cet. Ke-
2, h.360.
2 Abu Dhiya, Fiqh Ibadah, (Johor Baru: Perniagaan Jahabersa, 1996), Cet.1, h. 151.
2
Ibrahim A.S. dan Nabi Ismail A.S. kepada Allah, sekalipun perintah itu berupa
penyembelihan anak yang sangat dicintai, belahan jiwanya sendiri. Atas dasar itu
diharapkan pula keikhlasan kedua anak dan bapak itu dijadikan suri tauladan
dalam menghambakan diri kepada Allah. 3
Oleh karena itu, berkurban sangat dianjurkan dalam Islam, sebagaimana
Allah berfirman:
Artinya :“Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka
dirikanlah sholat karena Tuhanmu dan berkorbanlah, sesungguhnya orang-
orang yang membenci kamundialah yang terputus” (Q.S. Al-Kautsar: 1-3)
Ayat tersebut memerintahkan agar umat Islam menegakkan shalat dan
menyembelih hewan kurban, terutama bagi mereka yang memiliki kelapangan
harta. Kurban adalah binatang tertentu yang disembelih untuk mendekatkan diri
kepada Allah pada hari-hari yang telah ditentukan.4 Binatang yang boleh
dikurbankan adalah yang termasuk dalam kategori al-An’am yaitu unta, sapi dan
kerbau, kambing dan sejenisnya.5
Kurban merupakan sunnah mu’akkadah, sebagai syiar yang nyata, dimana
orang yang mampu seharusnya senantiasa melaksanakannya. Apabila niat
melaksanakanakannya dengan bernazar, maka wajib dipenuhi. Seorang yang
beniat membeli seekor unta atau kambing yang sah untuk disembelih dengan niat
3E. Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontenporer, (Jakarta: rajawali Pers,
2008), Ed. 1, h. 254.
4Wahbah Az Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, (Dimsyiq: Dar al-fikr, 1989),
Cet. Ke-3. Juz 3, h.594.
5Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu,h. 611.
3
berkurban, belum dikatakan berkurban hanya dengan membelinya saja.
Sedangkan ada yang menyatakan bahwa itu sudah sah dikatakan berkurban
alasannya adalah niat akan selalu ada selama mempunyai hak milik.6
Kurban yang kita ketahui selama ini sebagai penyembelihan hewan ternak
seperti kambing, sapi, unta dan biri-biri sebagai bentuk ibadah pada bulan
Dzulhijjah (Hari Raya Haji). Tujuannya untuk mendekatkan diri kepada Allah
dan menggembirakan fakir miskin sebagaimana di hari Raya Idul Fitri tiba mereka
digembirakan dengan zakat fitrah.7
Namun dalam Islam, kurban bukan sekedar penyembelihan binatang dan
aktifitas membagikan daging hewan pada mereka yang tidak beruang. Lebih dari
itu kurban memiliki akar sejarah yang demikian kuat dan memiliki posisi vital
ditengah-tengah masyarakat. Selain memiliki dimensi sosial, kurban juga
memiliki dimensi religi yang menghubungkan antara makhluk dan Al-Khāliq,
Pencipta alam semesta. Dengan begitu, kurban dapat mempererat tali ikatan
vertikal dan horizontal sekaligus. Kurban dapat menjadi cermin yang memberikan
informasi sejauh mana seorang muslim mau berkurban untuk sesama.8
Hari raya kurban dan hari-hari Tasyrik mensyariatkan adanya kewajiban
bermasyarakat bagi setiap muslim sebagai realisasi kebersamaan dalam Ukhuah
6Imam Abu Zakariyya, Raudhatuth-thalibin, Penerjemah A. Shalahuddin, dkk.,
Raudhatuth-thalibin,(Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 659
7Samsul Riza Hamid, Fatwa-fatwa Rasulullah 3 Seputar Haji dan Qurban, (Jakarta:
Cahaya Salam, 2001), h. 11
8M. Husain Nashir, Fikih Dzabīhah Kurban, Aqiqah, Khitan, (Jatim: Pustaka Sidogiri,
2005), h. 25
4
islamiah. Pada hari itu seyogyanya setiap muslim berupaya untuk ikut berkurban
sesuai dengan kemampuannya.
Akan tetapi setiap yang dinamakan kurban diterima Allah karna nilai suatu
pengurbaan tidaklah ditentukan atau diukur dengan harganya, bentuk barangnya,
atau jumlahnya, tetapi pengurbanan diterima berdasarkan niat, keikhlasan,
kelayakan yang berimbang dengan kemampuannya dan semata-mata
melaksanakan taqwa kepada Allah SWT. dikisahkan dari dua putra anak Adam
(Habil dan Qabil).9
Ibadah kurban, seperti ibadah-ibadah yang lain merupakan pengabdian
kepada Allah sebagai manifestasi dari iman. Tujuannya adalah untuk mencapai
derajat takwa kepadanya. Kurban adalah perwujudan rasa syukur atas nikmat
Allah yang tak terhingga yang telah kita terima.10
Berdasarka Firman Allah SWT:
Artinya: “Sesungguhnya Allah hannya menerima (kurban) dari orang-orang
bertaqwa.” (QS. Al-maidah: 27)
Dalam hadits Nabi SAW:
11 (
9 E. Abdurrahman, Hukum Kurban Aqiqah dan Sembelihan, (Bandung: Sinar Baru, 1990),
h.
10 Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983), Cet. Ke-3, h. 275.
11 Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Al-Qazwani, Sunan Ibnu Mājah,(Beirut: Dār al-
Fikr, jilid 2, t.t.), h. 1004.
5
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW, bersabda
“Siapa yang dalam kondisi mampu lalu tidak berkurban, maka
janganlah mendekati tempat salat kami.” (H.R Ibnu Majah)
Rasulullah SAW. begitu tegas menolak siapa saja diantara umatnya untuk
masuk masjid, jika telah merasa mampu berkurban tetapi tidak melaksanakannya.
Rasulullah SAW. telah mengingatkan umatnya supaya tidak lalai bahwa
berkurban adalah ibadah para nabi. Artinya, tidak hanya bagi orang-orang
mukmin, tetapi para nabi selalu melaksanakan ibadah itu dengan khitmad dan rasa
syukur sedalam-dalamnya. 12
Sebagaimana kita ketahui kurban pada umumnya, seluruh bagian hewan
kurban dimanfaatkan. Di Indonesia pada umumnya, seluruh bagian hewan kurban
dibagikan kepada orang yang berhak menerimanya, baik itu kepala, kulit maupun
tulangnya. Namun di Desa Kudur Kecamatan Kundur Barat Kabupaten Karimun
Kepulauan Riau, tidak semua bagian dari hewan kurban dibagikan. Praktek
kurban di Desa Kundur sedikit berbeda dengan praktek kurban pada umumnya. Di
Desa Kundur ini hanya membagikan dagingnya saja, sedangkan bagian selain
daging dengan tidak merusak seluruh kerangka hewan tersebut seperti, kepala,
kulit maupun tulangnya itu dikubur, dan proses penguburan kerangka hewan
tersebut layaknya seperti manusia. Tentunya ini berbeda dengan kebiasaan yang
dilakukan oleh mayoritas masyarakat Indonesia yang memanfaatkan seluruh
bagian hewan kurban, baik itu daging, kepala, kulit dan tulang-tulangnya.
Dari hal diatas, penulis termotivasi mengkaji permasalahan tersebut
dalam bentuk skripsi yang berjudul “PRAKTEK KURBAN DI DESA
12 D. Rohanadi (ed), Menuju Haji Mabrur, (Jakarta: Pustaka Zaman, 2000), h. 94.
6
KUNDUR DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM” (Studi Kasus di Desa
Kundur, Kec. Kundur Barat Kab. Karimun Kepulauan Riau).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembahasan mengenai hewan kurban sangatlah luas. Agar pembahasan
skripsi ini tidak melebar dari yang diinginkan, maka penulis membatasi fokus
pembahasan masalah hanya sebatas bagaimanakah pandangan hukum islam
terhadap praktek kurban di Desa Kundur KEPRI.
Dari pembatasan masalah diatas, agar identik dengan perumusan masalah
ini, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimaakah praktek kurban di Desa Kundur Kecamatan Kundur Barat
Kabupaten Karimun Kepulauan Riau?
2. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap praktek kurban di Desa Kundur
KEPRI?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini yaitu terjawabnya
semua masalah yang dirumuskan antara lain:
a. Untuk mengetahui bagaimanakah praktek kurban di Desa Kundur
Kecamatan Kundur Barat Kabupaten Karimun Kepulauan Riau.
b. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap praktek kurban di
Desa Kundur KEPRI.
7
2. Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat Umum
Untuk menambah pengetahuan dan informasi kepada masyarakat luas
tentang peraktek kurban yang masih berlaku di Kepulauan Riau.
2. Bagi program studi PMH/ Fakultas Syariah dan Hukum
Memberikan sumbangan karya ilmiah dan menambah literature
perpustakaan tentang Praktek Hewan Kurban di KEPRI.
3. Bagi Penulis
Untuk menambahkan khazanah keilmuan bagi penulis serta untuk
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana syariah/ gelar S1.
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian.
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian lapangan (field
reseach) dan penelitian kepustakaan (library reseach), penelitian lapangan
dilakukan dengan cara pengamatan langsung ke lapangan untuk memperoleh
data yang diperlukan. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk mencari data
melalui buku-buku sebagai literature yang berkaitan dengan persoalan yang
dibahas, seperti karya tulis skripsi, buku-buku, serta bahan-bahan lainnya yang
dapat mendukung judul skripsi ini. Adapun metode yang dipakai adalah
metode penelitian kualitatif. Penelitian kulaitatif adalah prosedur penelitian
8
yang menghasilkan data deskiptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.13
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah deskriptif-analisis yang
berusaha memberikan pemecahan masalah dengan cara mengumpulkan data,
menyusun, mengklasifikasikan, menganalisa, mengevaluasi, dan
menginterpretasikannya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari dua sumber
yaitu:
a. Sumber Primer, yaitu berupa wawancara, dokumen-dokumen, buku-buku
fiqih yang menyangkut Hewan Kurban.
b. Sumber Sekunder, yaitu memberikan penjelasan dan menguatkan data
primer yang mencangkup karya tulis berupa, jurnal, buku-buku dan lainnya.
4. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam
Negri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.
E. Study Review
Disini buku/ bahan yang diambil sebagai pedoman oleh penulis dalam
skripsi ini, adalah:
13
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2005, cet. X), h.4.
9
1. Suhaimi (1984314949), Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum.
“Pemotongan Hewan Kurban Urgensi Tujuan dan Pemanfaatannya bagi
Pribadi dan Masyarakat, Telaah Ayat-ayat suci Al-Qur’an dan As-Sunnah
Sebagai Dasar Hukum”. Dalam judul ini mendiskripsikan Al-Quran dan As-
Sunah yang menjadi tujuan dan manfaat antara ibadah dan nilai-nilai sosial.
Yang dalam hal ini qurban bukan hanya sebagai ibadah saja namun juga
mengajarkan kerja sama untuk saling tolong menolong. Adapun permasalahan
yang di bahas dalam judul skiripi ini yaitu suatu permasalahan mengenai
bagaiamana kedudukan qurban dalam syari’at Islam, apa manfaat dan tujuan
berqurabn bagi pribadi dan masyarakat, sejauh mana penerapan ayat Al-Quran
dan Hadis sebagai dasar hukum mengenai kurban, dan bagaimana hukum
pemanfaatan daging qurban.Yang mana dalam hal ini bahwa penulisjudul
skiripsi membahas nilai dagingnya itu untuk yang berkurban dan yang di
berikan kepada masyarakat apakah sudah sesuai dengan penerapan Al-Quran
dan Hadis.
2. Zulfa (204046103010), Jurusan Perbankan Syari’ah. “Pengaruh Strategi
Promosi Terhadap Tabungan Kurban di Bank Syariah Mandiri”. Skripsi ini
membahas tentang, pengaruh penjualan perseorangan, periklanan dan promosi
penjualan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah tabungan kurban baik
secara parsial maupun simultan.
3. Chairiah (102053025686), Jurusan Manajemen Dakwah. “Strategi Pemasaran
Tebar Hewan Kurban (THK) Pada Dompet Dhuafa Republika Tahun 2006”.
Skripsi ini membahas bagaimana tebar hewan kurban pada Dompet Dhuafa
10
Republika dan menganalisis kesempatan pasar, apakah THK Dompet Dhuafa
Republika melihat pasar sasaran serta mengembangkan marketing Mix.
Namun pembahasan penulis berbeda dengan pembahasan skripsi diatas,
penulis membahas tentang PRAKTEK KURBAN DI DESA KUNDUR
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Desa Kundur,
Kec. Kundur Barat Kab. Karimun Kepulauan Riau). Di dalam skripsi ini
membahas tentang alasan masyarakat Kundur hanya membagikan daging hewan
kurbannya saja serta menguburkan bagian hewan kurban yang tidak dibagikan
seperti, kepala, kulit dan tulang dan bagaimana pandangan hukum Islam terhadap
praktek kurban di Desa Kundur.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan penulis dalam proposal penelitian ini dibagi
dalam lima bab, tiap-tiap bab terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematika
penulisan dalam penelitian ini adalah:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan secara singkat mengenai latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metode penelitian, sistematika penulisan.
BAB II : PENGERTIAN KURBAN
Dalam bab ini diuraikan tentang teori-teori yang di gunakan
sebagai dasar pembahasan selanjutnya, yaitu pengertian kurban,
11
kriteria hewan kurban, cara penyembelihan hewan kurban, hukum
berkurban dan pemanfaatan hewan kurban.
BAB III : GAMBARAN UMUM KECAMATAN KUNDUR BARAT
KABUPATEN KARIMUN
Dalam bab ini diuraikan sejarah, letak geografis, kondisi
masyarakat dan budayanya.
BAB IV : ANALISIS TERHADAP PRAKTEK KURBAN DI DESA
KUNDUR
Dalam bab ini diuraikan tentang hasil penelitian dan analisis.
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini diuraikan tentang kesimpulan dan saran.
12
BAB II
PENGERTIAN KURBAN
A. Definisi dan Syarat Kurban
1. Definisi Kurban
Kurban menurut bahasa artinya dekat atau mendekati diri.
Sedangkan menurut istilah syara‟ ialah binatang ternak yang disembelih
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. pada hari Adha, (tanggal 11,
12, dan 13 Dzul-Hijjah). Dilakukan setiap tahun Hijriah, dimulai sejak
terbitnya matahari tanggal 10 Dzul-Hijjah.1
Hewan kurban berasal dari kata al-udhhiyah dan adh-dhahiyah,
kata sebutan bagi setiap yang disembelih berupa unta, sapi, dan kambing
pada hari kurban, dan hari-hari tasyrik, untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT.2
Secara etimologis, kurban berarti sebutan bagi hewan yang
dikurbankan atau sebutan bagi hewan yang disembelih pada hari raya Idul
Adha. Adapun definisinya secara fiqih adalah perbuatan menyembelih
hewan tertentu dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT. dan
dilakukan pada waktu tertentu atau bisa juga didefinisikan dengan hewan-
hewan yang disembelih pada hari raya Idul Adha dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah SWT.3
1M. Abdul Mujieb Mabruri Tolhah Syafi‟ah, Kamus Istilah Fiqh, (Jakarta: PT. Pustaka
Firdaus, 1994), Cet.1, h. 285.
2Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), Cet. 1, h. 370.
3Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), cet. Ke-1,
Jilid 4, h. 254.
13
Kurban berarti segala sesuatu yang mendekatkan seorang hamba
dengan Tuhannya baik berupa sembelihan atau yang lainnya.4
Kurban adalah suatu amalan yang disyariatkan Islam pada tahun
kedua Hijriah berdasarkan dalil Al-qur‟an, hadits, dan ijma‟.5
Udhiyyah pada asalnya bermakna “waktu dhuha”, yaitu waktu
antara jam 07.00 hingga menjelang istiwa, kira-kira jam 12.00, kemudian
dijadikan nama sebagai nama bagi sembelihan kurban yang
pelaksanaannya dilakukan dan dianjurkan pada waktu dhuha, yang
dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.6
Kurban artinya dekat. Dalam istilah syara artinya mendekat diri
kepada Allah dengan jalan menyembelih binatang dengan niat tertentu
untuk memberikan kenikmatan atas harta bendanya kepada orang yang
berhak menerima kurban tersebut dengan tujuan mencari keridhoan Allah
semata dan dalam waktu yang tertentu pula.7
Udhiyah ialah binatang yang disembelih baik unta, sapi, kerbau,
atau kambing karena menghampirkan diri kepada Allah pada waktu yang
akan diterangkan kemudian.8
4Al-ustadz Abu Hudzaifah, Tuntutan Berkurban Sesuai Al Qur’an dan Assunah, h. 8.
5Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), Cet. 1, h. 292.
6T. A. Latief Rosydiy, Qurban dan Aqiqah Menurut Sunah Rasulullah Saw (Medan:
Firma Rimbow, 1996), Cet. Ke-3, h. 15.
7Ibnu masu‟ud dan zainal abiding, fiqih mazhab syafi’I, (Bandung: Pustaka Setia,2005),
h. 682.
8Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Sabilal Muhtadin, (Surabaya: PT. Bina Ilmu
Offset, 2013), Jilid 2, h. 1051.
14
2. Syarat-syarat Kurban
Adapun syarat-syarat kurban yaitu:
a. Macam-macam hewan kurban
Tidak semua hewan biasa dijadikan kurban. Binatang-binatang
yang biasa dijadikan kurban adalah binatang ternak, seperti unta,
sapi, domba, dan kambing.9
Para ulama sependapat bahwa ibadah kurban tidak sah kecuali
menggunakan binatang an‟am, yaitu: unta, sapi (kerbau), kambing
atau domba dan semua hewan yang termasuk jenisnya. Dengan
demikian tidak sah berkurban dengan menggunakan binatang selain
An‟am.10
Berdasarkan firman Allah SWT:
Artinya: “Dan bagi tiap-tiap umat telah kami syariatkan
penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama
Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan
Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan yang
Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya.
Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang
tunduk patuh (kepada Allah).” (Qs. Al Hajj, 34).
Hewan-hewan tersebut haruslah jinak atau peliharaan hewan
liar seperti kambing hutan atau banteng yang hidup didalam hutan,
9Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim,Shahih Fikih Sunnah, (Jakarta: Pustaka Azam,
2007), Cet. 2, h. 615.
10Wahhab Az- Zuhailiy, Al-Fiqhul Islamy Wa Adilatuhu, (Beirut: Dar el-fikr, 1989), Cet,
ke-3, h. 9.
15
tidak boleh dijadikan kurban.11
Selanjutnya, tentang hewan yang
paling utama untuk dikurbankan, para ulama berbeda pendapat
kedalam dua hal:
Menurut mazhab Maliki: secara berurutan, hewan yang
paling utama untuk dikurbankan dari jenis domba dan kambing
adalah domba pejantan, domba jantan yang dikebiri, domba betina,
lalu kambing. Urutan selanjutnya setelah kambing adalah sapi lalu
unta. Hal ini melihat pada rasa dagingnya yang lebih lezat.
Disamping itu, Rasulallah SAW. juga berkurban dengan dua ekor
domba jantan, sementara beliau tidak mungkin berkurban kecuali
dengan hewan yang terbaik. Demikian juga sekiranya Allah SWT.
mengetahui ada hewan lain yang lebih baik dari domba, niscaya
Allah SWT. akan mengganti Nabi Ismail dengannya (yaitu ketika
Nabi Ibrahim menyembelihnya).
Jadi, menurut mazhab Maliki, hewan yang jantan lebih
utama secara mutlak dibandingkan dengan yang betina, sebagaimana
hewan yang berwarna putih lebih utama dari yang berwarna hitam.
Mazhab Syafi‟I dan Hambali juga sependapat dengan Maliki.
Adapun mazhab Syafi‟I dan Hambali justru berpendapat
sebaliknya. Menurut mereka, hewan untuk kurban yang paling utama
adalah unta, baik yang jantan atau betina (karena unta adalah yang
paling banyak dagingnya) lalu sapi (sebab daging unta biasanya lebih
11
A. Fuad Said,Qurban dan Aqiqah Menurut Ajaran Agama Islam, (Jakarta: Pustaka
Zaman, 1994), h.9.
16
banyak dari sapi), lalu domba, lalu yang terakhir kambing (sebab
daging domba lebih enak dari daging kambing). Hal itu melihat dari
sisi hewan yang paling banyak dagingnya, sehingga lebih bermanfaat
bagi fakir miskin.
Menurut pendapat yang dipandang lebih kuat dalam mazhab
syafi‟i, hewan jantan lebih utama dibanding yang betina sebab
dagingnya lebih enak. Sementara itu menurut mazhab Hambali,
domba jantan yang dikebiri lebih utama dibanding domba betina
dikarenakan dagingnya lebih banyak dan lebih enak. Lebih lanjut,
menurut kedua mazhab ini, hewan pejantan lebih utama untuk
dikurbankan dibanding hewan jantan yang dikebiri. Demikian juga,
hewan yang gemuk lebih utama dibanding yang tidak gemuk.
Sedangkan menurut mazhab Hanafi, hewan kurban yang
paling utama adalah yang paling banyak dagingnya. Perinsipnya
adalah bahwa apabila ada dua jenis hewan kurban yang sama dalam
jumlah dagingnya dan harganya, maka yang lebih utama adalah yang
dipersembahkan yang lebih lezat dagingnya. Adapun jika berbeda,
maka jelas yang lebih utama dipersembahkan adalah yang lebih baik.
Oleh karena itu, secara berurutan, yang lebih utama adalah
hewan jantan yang dikebiri, jika tidak ada barulah dipilih yang
17
betina. Selanjutnya, hewan yang berbulu putih dan bertanduk lebih
utama dari yang selainnya.12
b. Sifat-sifat hewan kurban
Hewan untuk dikurbankan harus yang sehat, tidak bercacat.
Maka tidak sah dengan hewan yang pincang, sangat kurus, buta
kedua matanya ataupun sebelah, terputus telinga atau ekornya, atau
berpenyakit kudis.13
Para ulama sepakat wajib menghindari hewan yang
pincang, sakit dan terlalu kurus yang tidak ada susumnya.
Sebagaimana diterangkan dalam hadits Nabi SAW:
Artinya: “Telah bercerita kepada kami Syu’bah Aku mendengar
Sulaiman Abdurrahman berkata: Aku mendengar Ubai bin
Fairuz berkata: Aku berkata kepada Barra bin Azib
bercerita kepadaku sebagaimana dibenci atau dilarang
padanya Rasulullah SAW., dari pada sembelihan berkata:
berkata “Rasulullah SAW., dengan tangannya seperti ini
dan tanganku lebih pendek dari tangannya” Ada empat
12
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), h. 272-
274.
13Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis Menurut Al-Qur’an, As-sunnah, dan
Pendapat Para Ulama, (Bandung : Penerbit Mizan, 1999), Cet- 1, h. 450.
14 Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Al-qozwani, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Dar el-Fikr, tt),
Jilid 2, h. 1050.
18
perkara yang tidak boleh ditemukan pada hewan
sembelihan, yang juling dan nyata julingnya,yang sakit
dan nyata sakitnya, yang pincang dan nyata pincangnya
dan yang tua yang tidak ada sumsumnya lagi.” (HR. Ibnu
Majah)
Meskipun bersepakat bahwa apabila empat cacat tadi hanya
cacat ringan maka tidak berpengaruh dan dapat mencukupi (sah).
Dan mereka berselisih pada dua hal:
Pertama, tentang cacat yang lebih parah dari empat cacat
yang dalam nash seperti buta.
Kedua, tentang cacat yang menyamainya dalam hal
kekurangan dan membuat jelek (maksudnya, cacat-cacat yang ada
pada telinga, mata, ekor, gigi dan pada anggota lain yang bukan
cacat ringan).
Jumhur berpendapat bahwa cacat yang lebih parah dari
pada cacat-cacat yang ada nashnya maka ia lebih tidak mencukupi.
Sedangkan menurut Ahli Zahir berpendapat bahwa hal
tersebut mencukupi dan tidak lebih banyak dari cacat-cacat yang
ada nashnya.15
Hewan yang dikebiri sah yang dijadikan kurban.16
Hewan
kebiri (khasi) ialah hewan yang dipotong kedua pelirnya. Hewan
15
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Jakarta : Pustaka Azzami, 2006), Jilid-1, h. 904-905.
16Moch. Zuhri, et.al, Fiqih Empat Mazhab, ( Semarang : Asy-syifa, 1993), h. 706.
19
kebiri mencukupi sebagai kurban, karena kekurangannya
merupakan sebab bertambahnya daging dan enaknya.
Diriwayatkan dari Aisyah r.a. Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: “Diriwayatkan dari Abi Hurairah: Bahwa Rasulullah
SAW., apabila hendak berkurban membeli dua ekor
kambing kibasy yang besardan gemuk enak dipandang
mata lagi dikebiri maka menyembelih salah satu dari
keduanya, seraya berkata “ya Allah kurban ini untuk
seluruh umat-ku yang bersaksi kepada-Mu dengan
syahadat tauhid (laa ilaha illallah) dan
menyempurnakannya dengan syahadat balagh
(Muhammadar Rasulullah). Lalu beliau menyembelih
yang lainnya dengan meniatkan untuk dirinya serta
keluarganya.” (HR. Ibnu Majah).
c. Umur hewan kurban
Fuqoha telah sependapat bahwa kambing muda (al-jadza’)
itu tidak mencukupi sebagai hewan kurban melainkan yang
mencukupi adalah kambing yang sudah tanggal kedua gigi surinya
yang lebih tua lagi.18
Ketentuan batasan umur hewan kurban
berdasarkan hadist Nabi SAW:
17 Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Al-qozwani, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Dar el-
Fikr, tt), Jilid 2, h. 1044. 18
Ibnu Rusdy, Bidayatul Mujtahid, (Beirut: Dar el-fikr, tt), Jilid I, h. 251.
20
Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir : berkata Rosulallah SAW.
janganlah kamu menyembelih untuk kurban melainkan
yang musinah (telah berganti gigi)kecuali jika sukar
didapati, maka bolehlah jadzah ( yang berumur satu tahun
lebih) dari biri-biri.” (HR. Muslim)
Yang dimaksud dengan musinah adalah unta yang berumur
lima tahun lebih, sapi atau kerbau yang telah berumur dua tahun
lebih, domba atau kambing yang telah berumur satu tahun lebih.
Menurut penelitian, batas umur demikian itu menunjukkan
hewan yang bersangkutan itu telah dewasa. Dilanjutkan umur unta
lima tahun, melebihi umur kambing atau lembu, karena nilai daging
unta dibawah dari nilai gizi daging lembu dan kambing.20
d. Bilangan hewan kurban
Para ulama sependapat bahwa seekor kambing atau domba
hanya mencukupi satu orang saja dan seekor unta atau sapi
mencukupi untuk tujuh orang.21
Ketentuan bilangan kurban berdasarkan hadits Nabi SAW :
19
Al- Imam Abi Husen Muslim Ibnu Hizaz Al- Qusairy An-Naisaburi, Shaheh Muslim,
(Beirut : Dar Ibn Hizam, 1995), h. 1236.
20A. Fuad Said, Qurban dan Aqiqah Menurut Ajaran Agama Islam, h. 11.
21Wahbah Az-Zuhaily, Al- Fiqhul IslamiWa Adillatuhu, h. 594.
21
Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir, berkata, pada tahun perjanjian
Hudaibiyah kami menyembelih hewan kurban bersama
Nabi SAW. Unta untuk tujuh orang dan sapi untuk tujuh
orang”. (HR. Ibnu Majah)
Dalam hadits diatas diperbolehkan kurban dengan cara
bergabung (kongsi), jika hewan itu berupa unta atau sapi. Dan sah
hukumnya bergabung dalam kurban.23
B. Waktu Pelaksanaan Kurban
Seperti halnya ibadah lain, Islam menentukan batasan waktu dalam
berkurban. Pembatasan waktu tersebut bertujuan agar umat Islam mau
menghargai waktu dan memiliki disiplin tinggi. Tidak boleh menyembelih
hewan kurban setelah matahari terbit pada hari raya kurban, penyembelihan
hendaknya dilakukan setelah shalat Idul Adha dan tiga hari sesudahnya (har-
harii Tasyrik).24
Berdasarkan firman Allah SWT :
Artinya :“Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan
supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah
ditentukan atas rezeki yang telah diberikan kepada mereka berupa
binatang ternak …”. (Q.S. 22/ Al-Hajj :28)
22
Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Al-Qozwani, Sunah Ibnu Majah, (Beirut : Dar el-
Fikr,tt), Jilid 2, h. 1047.
23Moch. Zuhri, et.al, Fiqih Empat Mazhab, (Semarang : Asy-Syifa, 1993), h. 71.
24Adul Mutaal al-Jabari, Al-Adhiyyah: ahkamuha wa Falsafatuha al-Tarbiyah, diterjemah
oleh Ainul Haris, Cara Berkurban, (Jakarta : Gema Insani Perss, 1996), h. 59.
22
Kelapangan waktu penyembelihan hewan kurban merupakan karunia
Allah bagi kita. Karena, dengan leluasa kita bisa membagika daging kurban
dan menjadikannya sebagai jamuan dalam berbagai pertemuan.
Waktu penyembelihan hewan kurban dimulai setelah melaksanakan
shalat Idul Adha,dan akhirnya adalah Asyar waktu Tasyrik, yakni sejak
tanggal 10 Dzulhijjah hingga terbenamnya matahari tanggal 13 Dzulhijjah.25
Berdasarkan hadits Nabi SAW :
Artinya :Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra. Ia berkata, bersabda Nabi
SAW. “Barang siapa menyembelih (kurban) sebelum shalat (Idul
Adha), maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri
dan barang siapa yang menyembelih setelah shalat Idul Adha maka
telah sempurnalah ibadah (kurban) dan cocok dengan sunnah (cara
yang telah digariskan) untuk umat Islam”.(HR. Bukhari)27
Adapun hal-hal yang disunnahkan pada waktu menyembelih hewan
kurban antara lain :
a. Membaca “ ” dan membaca shalawat atas Nabi SAW. pada
waktu akan memulai menyembelih.
b. Membaca takbir
25
H. Moh. Rifa‟I, Fiqh Islam Lengkap, (Kuala Lumpur: Pustaka Jiwa Sdn. Bhd, 1996),
cet. Ke-1, h. 441.
26Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah,
Sahih Bukhari, (Mesir : Al-Majlisul Al- a‟la Li Al- Syu‟uni Al-Islamiyyah, 1991), juz 9, Cet. Ke-
1, h. 76.
27E. Abdurrahman, Hukum Kurban, Aqiqah dan Sembelihan, (Bandung : Sinar Baru,
1990), h. 8.
23
c. Orang yang berkurban sendiri disunnahkan menyembelihnya dan jika ia
mewakili kepada orang lain, maka disunnahkan ia hadir ketika
menyembelih.
d. Hewan yang disembelih disunnahkan dihadapkan kekiblat.28
Adapun penyembelihan dimalam hari, para ulama berselisih pendapat
tentang penyembelihan yang dilakukan pada malam-malam yang terletak pada
hari-hari Nahar.
Mazhab Syafi‟I membolehkan penyembelihan pada mala hari dan
siang hari setelah waktu berkurban itu masuk. Hanya saja dimakruhkan kurban
dimalam hari kecuali karna ada keperluan. Misalnya kesibukan disiang hari
yang menghalanginya untuk berkurban atau karna kepentingan, seperti
mudahnya kehadiran orang-orang fakir dimalam hari.29
Mazhab Maliki dalam pendapatnya mengatakan, tidak boleh
melakukan penyembelihan kurban dimalam hari Tasyrik.30
Hendaknya
penyembelihan kurban disiang hari, apabila menyembelih kurban dimalam
hari maka tidak sah kurbannya.
Menurut fuqoha, kata yaum yang terdapat dalam firman Allah:
“Supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan”
adalah meliputi malam dan siang hari bersama-sama, maka mereka mengataka
28
H. Moh. Rifa‟I, Fiqh Islam Lengkap, h. 443.
29 Moch. Zuhri, et.al. Ihya Ulumuddin, Fiqh Empat Mazhab, (Semarang: Asy-Syifa,
1994), Cet. Ke-1, h. 710. 30 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), Jilid 1, h. 320.
24
bahwa pada siang dan malam hari dari hari-hari tersebut boleh menyembelih
hewan kurban.31
C. Tujuan Berkurban
Tujuan kurban yang dilakukan masyarakat sangat beragam. Ada yang
meyakininya sebagai bentuk suguhan kepada Tuhan, ada yang meyakini
bahwa kurban dimaksudkan guna menolak bala (mala petaka) yang konon
akibat tidak mau berkurban. Selain itu, ada yang meyakininya sebagai
tambahan kekuatan yang diperuntukkan bagi dewa maupun dirinya.
Singkatnya, kurban dilakukan untuk memelihara kemurahan serta
menghindari kemurkaan para dewa.32
Ibadah kurban bukan sekedar ritual perselisihan untuk meningkatkan
kualitas batin bukan juga kesempatan buat orang kaya yang menunjukkan
dengan harta yang dimilikinya, oleh karena itu ibadah kurban menurut al-
Qur‟an mempunyai tujuan untuk orang yang berkurban itu sendiri, yaitu:
a. Untuk mengingat Allah, dalam melaksanakan kurban diharuskan
menyebut nama Allah, karena itu berhubungan langsung dengan kesucian
hati orang mukmin.
b. Bagian dari syukur agama Allah, yakni hewan kurban yang dikucurkan
darahnya adalah sebagai bukti pemberian Allah sebagaimana pemberian
lainya. Tujuan yang ingin dicapai ialah ketulusan, sikap taqwa dan
ketaqwaan pada pemilik kehidupan yang sebenarnya.
31 Moch. Zuhri, et.al. Ihya Ulumuddin, Fiqh Empat Mazhab, h. 710.
32D. Rohanady (ed), Menuju Haji Mabrur, (Jakarta: Pustaka Zaman, 2000), h. 108.
25
c. Untuk mengukuhkan komitmen bahwa beragama adalah bersikap tulus
didalam mentaati apapun resikonya.33
Adapun hikmah kurban antara lain:
a. Untuk mengenang nikmat-nikmat yang diberikan Allah kepada Nabi
Ibrahim A.S. Dengan digagalkannya perintah penyembelihan putera
beliau, Ismail A.S. dan ditebus dengan seekor kambing dari surga.
b. Untuk membagi-bagikan rizki yang diberikan oleh Allah SWT. pada umat
manusia pada saat hari raya „Id al-Adha, yang memang menjadi hari
bahagia bagi umat Islam, agar yang miskin juga merasakan kegembiraan
seperti yang lain.
c. Agar menyamai terhadap apa yang dilakukan umat Islam yang sedang
melaksanakan ibadah haji pada hari itu dengan menyembelih hewan
kurban dan membagikan dagingnya pada fakir miskin.34
D. Sejarah Kurban
Syariat berkurban yang merupakan salah satu dari syiar agama Allah
(Agama Islam) mempunyai sejarah yang panjang sejak nabi Adam AS, sebab
itu syariat berkurban digolongkan sebagai salah satu ibadah klasik sejarah
yang tidak perlu diragukan lagi kebenarannya didalam kitab suci Al-Qur‟an.35
33
Abu Bakar Al-Jabir,Ensiklopedi Islam Minhajul Muslim, (Jakarta: Darul Falah, 2000),
cet. Ke-1, h. 466-467.
34Husain Nashir, Fiqih Dzabihah (Kurban, Aqiqah, Khitan), (Pustaka Sidogiri, 1426 H),
h. 34-35.
35T.A. Latief Rosyidiy, Qurban dan Aqiqah Menurut Sunnah Rasulallah SAW, h. 1.
26
Seperti yang dijelaskan dalam firman Allah SWT. tentang kurban
pada zaman Nabi Ibrahim A.S:
Artinya :“Ya Tuhanku, Anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang
termasuk orang-orang saleh, maka kami beri kabar gembira
dengan anak yang sangat sabar. Maka tatkala anak itu sampai
(kepada umur sanggup) berusaha bersama Ibrahim. Ibrahim
berkata: “Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi
bahwa aku menyembelihmu. Maka perkirakanlah apa
pendapatmu”. Ia menjawab : “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang
diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar”. (Q.S. 37/ Ash-Shaaffat: 100-102
Nabi Ibrahim adalah seorang Rasul yang tergolong Ulul Azmi yang
diberi gelar Khaliullah (kawan karib Allah SWT) yang terkenal sangat
cintanya kepada Allah dan Allah juga mencintainya. Tetapi setelah ia
mendapatkan seorang anak, maka cinta Ibrahim kepada anaknya juga luar
biasa. Sebab itu dia dicoba dengan perintah Allah melalui mimpi, agar Ibrahim
bersedia mengurbankan anaknya yang paling dicintainya itu untuk
membuktikan bahwa cintanya kepada Allah melebihi cintanya kepada
anaknya dan manusia seluruhnnya.36
Risalah kurban dalam islam sebagai ajaran yang penuh makna. Nabi
Ibrahim yang hendak mengurbankan anaknya, kemudian oleh Allah SWT.
36
T.A. Latief Rosyidiy, Qurban dan Aqiqah Menurut Sunnah Rasulallah SAW, h. 7.
27
diganti dengan hewan berkaki empat, pada hakikatnya merupakan sindiran
pada waktu itu, agar pelaksanaan kurban tidak membawa derita bagi
manusia.37
jelaslah bahwa umat Islam berdiri paling depan dalam hal melarang
dan mencegah pengurbanan manusia.38
E. Hukum Berkurban
Para fuqaha berbeda pendapat tentang hukum kurban, apakah wajib
atau sunnah. Abu Hanifah dan para sahabatnya menyatkan bahwa “berkurban
hukumnya adalah wajib satu kali setiap tahun bagi seluruh orang yang
menetap di negerinya” Argumentasi yang dikemukakan mazhab Hanafi
mewajibkan kurban adalah berdasarkan sabda Rasulullah SAW :
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw, bersabda
“Siapa yang dalam kondisi mampu lalu tidak berkurban, maka
janganlah mendekati tempat salat kami”(H.R Ibnu Majah)
Syarih rahimahullah berkata: Perkataan “maka jangan sekali-kali dia
mendekati tempat shalat kami” ini adalah sejumlah hadits yang dijadikan dalil
oleh orang yang berpendapat tentang wajibnya kurban. Hadis diatas
menjelaskan bahwa dianjurkannya berkurban. Bahkan berkurban termasuk
37
Ahmad Ma‟ruf Asrori, et.al, Berkhitan Akikah kurban Yang Benar Menurut Ajaran
Islam, (Surabaya: Al-Miftah, 1998), Cet. Ke-2, h. 7.
38A. Fuad Said, Qurban dan Aqiqah Menurut Ajaran Agama Islam, h. 78.
39 Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Al-Qazwani, Sunan Ibnu Mājah,(Beirut: Dār al-
Fikr, jilid 2, t.t.), h. 1004
28
amal-amal pada hari nahr yang paling dicintai Allah dan dimakruhkannya
orang yang mampu tetapi tidak berkurban.40
Menurut fuqaha ancaman yang seperti ini tidak akan diucapakan Nabi
Muhammad SAW. terhadap orang yang meninggalkan suatu perbuatan yang
tidak wajib. Di samping itu, berkurban adalah salah satu bentuk ibadah yang
ditentukan waktunya secara khusus, yaitu yang disebut dengan “hari
berkurban”. Penisbatannya pada hari tertentu seperti itu mengindikasikan
kewajiban hukum melaksankannya. Sebab, penisbatan tersebaut berarti
pengkhususan adanya penyembelihan hewan pada hari itu. Padahal hanya
status wajib sajalah yang bisa memaksa masyarakat secara umum untuk
mewujudkan kurban pada hari itu.41
Namun berbeda dengan pendapat jumhur ulama menetapkan bahwa
hukum berkurban adalah sunnah bagi setiap yang mampu hal itu berdasarkan
hadis yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah r.a. bahwa Rasulullah SAW.
pernah bersabda.42 Hadits dari Ummu Salamah:
Artinya: “Barangsiapa di antara kalian mendapati awal bulan Dzulhijjah,
lalu dia ingin berkurban, maka janganlah dia mendekati (sengaja
menyisihkan) rambut dan kukunya.”(H.R. Muslim)
40 Penerjemah: A. Qadir Hassan, dkk, Terjemah Nailul Authar, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
2007), Jilid 4, Cet. 4, h. 1601. 41
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu 4, penerjemah, Abdul Hayyie al-
Kattani dkk. h.256-257 42
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu 4, penerjemah, Abdul Hayyie al-
Kattani dkk, h.257 43
Al-Imam Abi Husein Muslim Ibnu Hijaz Al-Qusairy An-Naisaburi, Shahih Muslim,
(Beirut: Dār Ibn Hizam, 1995), h.1244
29
Dengan memperhatikan dasar-dasar hadis tentang kurban, maka dapat
disimpulkan bahwa hukum kurban adalah sunnah kifayah apabila satu
keluarga sudah ada yang berkurban.44 Begitu pula dalam Fatul Qarib Al-Mujib
bahwa hukum kurban sunnah kifayah apabila keluarga atau rumah sudah
melakukan udhdhiyah, maka cukuplah untuk segenap yang lainnya.45
F. Pemanfaatan Daging Kurban
Perintah memakan, menyedakahkan, dan menyimpan daging kurban
disini menurut jumhur ulama adalah sunah bukan wajib, sehingga
disunnahkan bagi orang yang berkurban untuk makan daging hewan
kurbannya dan memberikan sebagiannya kepada fakir miskin. Namun
seandainya ia menyedekahkan semua kepada fakir miskin, maka hal itu
diperbolehkan.46 Sesuai hadis dari Ali r.a:
Artinya: Ali bin abi thalibRadliyallahu 'anhu berkata: “Bahwasanya Nabi
SAW. memerintahkannya untuk mengurus (daging) unta beliau
membagi-bagikan seluruh daging, kulit dan pakainya, terhadap
orang miskin serta tidak memberikan sedikitpun pada para tukang
jagalnya, (H.R.Mutafaqun „alaih)
44
Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi, Fikih Islam Lengkap, cet. 3, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta 2004), h. 354 45
Muhammad Bin Qasim al-Gazziy, Fathul Qarib Al-Mujib, penerjemah A. Hufaf Ibriy,
Studi Islam Versi Pesantren, cet.I, Jilid 2, (Surabaya: Tiga Dua, 1994), h. 362 46
Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah Wa Adillatuhu wa
Taudhih Madzāhib Al „immah, Penerjemah Besus Hidayat Amin, Shahih Fikih Sunnah cet. II,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h.633 47
Abu Bakar Ahmad Ibn al-Husain ibn Ali al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubra al-Baihaqi,
(Misriyah: Dār al-Ma‟arif,4411 ), Juz 5, h. 241
30
Idul Adha merupakan salah satu hari raya umat Islam, yaitu orang
muslim mengadakan pelaksanaan menyembelih hewan kurban dan
membagikan daging hewan kurban. Hewan yang digunakan untuk kurban
haruslah sempurna, sehingga satu hewan kurban dapat dimanfaatkan. Fungsi
kurban dimanfaatkan (dimakan) maka daging dan kulitnya tidak boleh dijual
dan tidak boleh diambil untuk upah.
Abu Hanifah berpendapat, bahwa daging dan kulitnya tidak boleh
dijual dan hasilnya disedekahkan. Begitupun pembagian yang dilakukan
haruslah merujuk pada Al-Qur‟an dan Hadits.
Pembagian hewan kurban terbagi pada dua bentuk, yakni daging
kurban Sunnah dan daging kurban wajib.48
Bagaiman pula dengan daging
kurban tersebut. Apakah orang yang melakuka kurban boleh memakan daging
kurbannya?
1. Jika seseorang itu melakukan kurban sunnah, ia sunnah memakan
kurbannya itu. Akan tetapi lebih afdhol sekirannya ia mensedekahkan
semua daging kurbannya. Ia boleh mengambil sedikit dari pada daging
kurban tersebut sekedar untuk mengambil berkahnya, yaitu mengambil hati
hewan tersebut manakala selebihnya disedekahkan.
2. Disamping itu, sedekah tersebut boleh dibagikan sebanyak 2/3 dari pada
daging kurban itu. Sementara 1/3 lagi dimakan oleh orang yang melakukan
kurban.
48
H. Moh. Rifa‟I, Fiqh Islam Lengkap, h. 441.
31
3. 1/3 diambil sebagai makanan, 1/3 disedekahkan kepada orang banyak dan
1/3 lagi dihadiahkan kepada fakir miskin.
Orang miskin yang menerima daging kurban boleh menjual atau
menghadiahkannya ataupu mensedekahkannya kepada orang lain. Tetapi, ia
tidak boleh memberikannya kepada orang kafir sama sekali.
Daging kurban hendaklah disedekahkan termasuk kulitnya. Kulit itu
tidak boleh dirusakkan, dibuang atau dijual. Jika dilakukan juga, kurban itu
menjadi batal. Daging, kepala, kulit, tidak boleh dijadikan upah untuk tukang
sembelih. Disamping itu, haram memindahkan daging kurban dari sebuah
negeri kenegeri yang lain. Apabila di desa tersebut masih membutuhkan
daging hewan kurban, maka dilarang memindahkan kedesa lain dan apabila
tidak membutuhkan lagi maka boleh memindahkan kedesa lain. Inilah diantara
perkara-perkara yang perlu diperhatika berkaitan dengan daging kurban
sunnah.
Bagi orang yang melakukan daging kurban wajib, seluruh bagian
daging kuraban harus disedekahkan, baik daging, kepala, kulit dan bagian
yang lainnya. Ia tidak boleh mengambil sedikitpun dari daging kurbannya itu
termasuk anak, isteri atau ahli keluarga lain yang diberi nafkah.
32
Jika hewan kurban itu bunting sekalipun, anak yang ada didalam perut
itu juga wajib disembelih dan disedekahkan, kecuali susu dari hewan kurban
dan itu boleh diminum.49
Ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan terkait dengan
pemanfaatan daging kurban, antara lain:
1. Tidak boleh menjual sesuatu dari hewan kurban sedikitpun, baik itu kulit,
bulu, rambut, daging, tulang ataupun lainnnya. Disebutkan dalam hadits
Abu Sa‟id, bahwasanya Nabi Saw bersabda:
Artinya: “Dan dari Abi Sa’id: Sesungguhnya Qatadah bin Nu’man
memberi tahu kepada nya, bahwa Nabi Saw. berdiri lalu
bersabda: “Aku pernah menyuruhmu kirannya kamu tidak akan
makan daging kurban sesudah tiga hari untuk memberi
kelonggaran kepada kamu, tetapi aku halalkan dia kepada
kamu, karna itu makanlah dari padanya sesuka kamu, dan
jangan kamu jual daging hadiyah51
dan daging kurban,
makanlah, sedekahkanlah, dan pergunakanlah kulitnya tetapi
jangan kamu jual dia,sekalipun sebagian dari dagingnya itu
kamu berikan. Makanlah sesukamu.(HR. Ahmad)
Al Qurtubi berkata: Hadits ini menunjukkan bahwa kulit binatang qurban
atau hadiyah dan punuknya tidak boleh dijual. Para ulama telah sepakat,
bahwa daging kurban itu tidak boleh dijual, maka begitu juga dengan kulit
49
Abu Dhiya, Fiqh Ibadah, (Johor Baru: Perniagaan Jahabersa, 1996), Cet.1, h. 160-164.
50 Penerjemah: A. Qadir Hassan, dkk, Terjemah Nailul Authar, h. 1627.
51 Binatang yang disembelih sebagai denda karna pelanggaran haji dan umrah.
33
dan punuknya. Perkataan “manfaatkanlah kulitnya dan jangan kamu jual
dia” itu, menunjukkan diperkenankannya memanfaatkan kulit hewan
kurban tetapi jangan dijual.
Menurut Imam Syafi‟I dan Ahmad, harta-harta yang telah dikhususkan
untuk beribadah, maka tidak boleh bagi pemiliknya untuk menjualnya
seperti zakat dan kafarat. Sehingga hal ini juga menunjukkan tidak
diperbolehkannya memberi upah tukang jagal dengan daging kurban.
Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa orang yang berkurban boleh
menjual apapun yang ia kehendaki dari hewan kurbannya dan
menyedekahkan uang hasil penjualannya ini. hanya saja menurut pendapat
yang lebih kuat hal itu tidak diperbolehkan.
2. Tidak boleh memberi upah tukang jagal (penyembelih) dengan binatang
kurban, karena hal itu seakan-akan menjadikan hewan kurban sebagai
imbalan. Upah jagal (penyembelih) harus diambil dari harta pribadinya.
Namun ia juaga harus memberi sedekah daging kurban kepadanya, bukan
sebagai upah.52
52
Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fikih Sunnah, h. 633-634.
34
BAB III
GAMBARAN UMUM KECAMATAN KUNDUR BARAT KABUPATEN
KARIMUN
A. Sejarah Singkat Pulau Kundur dan Pulau Karimun
1. Sejarah Pulau Kundur
Datuk Laksmana adalah seorang kepala kerajaan yang berdiri
dipesisir pantai Mata Air.1 Rutinitas Datuk Laksmana setiap tahunnya ialah
pergi ke tanah Jawa, Kendaraan yang digunakan adalah Bahtera (kapal yang
terbuat dari kayu). Sedangkan kendaraan untuk melewati jalur darat adalah
Gajah. Bahtera itu dilengkapi dengan pengawal atau panglima-panglimanya
dan anak buah kapal. Adapun tujuan ia pergi ketanah Jawa ialah untuk
menghubungi kerajaan-kerajaan yang ada di tanah Jawa untuk
membicarakan masalah Negara dan masalah ekonomi.
Pada suatu hari ketika datuk laksmana ingin berangkat ketanah Jawa,
isterinya meminta dibawakan oleh-oleh (buah tangan) dan pada saat itu istri
Datuk Laksmana sedang mengandung. Sang istri berpesan kepada Datuk
Laksmana untuk membelikan telur ikan “telumbuk”. Pada waktu itu telur
ikan telumbuk banyak di jual di tanah Jawa dan sangat sukar didapati
didaerah kediaman Datuk Laksmana.
Setelah beberapa bulan disana dan selesai semua urusannya, maka
pulanglah Datuk Laksmana dengan membawa pesanan isterinya yaitu telur
ikan telumbuk. Setelah sampai ditempat tujuan naiklah Datuk Laksmana
1 Datuk adalah gelar kehormatan bagi orang yang dituakan (berpangkat tinggi, tinggi
martabatnya)
35
kedarat, sedangkan awak kapal masih berada didalam bahtera. Setibanaya
Datuk Laksmana di istananaya, sang isteri sedang memasak sagu (makanan
pengganti nasi), datanglah Datuk Laksmana membawa telur ikan telumbuk.
Kemudian telur ikan tadi dibakar oleh sang isteri untuk di santap dengan
sagu. Setelah selesai memasak sang isteri menghidangkan sagu dan telur
ikan telumbuk beserta lalapannya buah timun dan buah kundur. Maka
makanlah Datuk Laksmana bersama isterinya, ketika itu Datuk Laksmana
meminta isterinya untuk menyisihkan sedikit telur ikan telumbuk untuk anak
buah kapal karna anak buah kapal belum makan. ketika itu terjadilah
pertengkaran anatara Datuk Laksmana dengan isterinya, karena sang isteri
tidak mau memberikan telur ikan tersebut kepada anak buah kapal. Isterinya
berkata: telur ikan telumbuk ini milik saya, karna saya yang memintanya.
Mendengar isterinya bersikeras tidak mau memberi telur ikan tersebut, maka
murkalah Datuk Laksmana, karena amarahnya tadi Datuk Lakmana
mengambil lalapan buah timun kemudian di lemparnya sebelah utara, maka
sekarang tempat itu di namakan pulau Timun dan mengambil lagi buah
kundur dilemparnya sebelah selatan dan sejak saat itu pulau tersebut
dinamakan pulau Kundur.
Kemudian Datuk Laksmana mengambil Keris dari pinggulnya (setiap
raja memiliki keris dan keris tersebut di letakkan di pinggul) dan ia
membunuh isterinya dengan menggunakan keris tersebut.2
2Wawancara dengan H. Rasyid, pada 1 Agustus 2014.
36
2. Sejarah Pulau Karimun
a. Masa Pemerintah Yang Dipertuan Muda Raja Jakfar (0805-1844)
Sultan Mahmud Syah adalah Dipertuan besar (sultan) suatu
kerajaan besar meliputi Riau, Johor dan Pahang. Pada wak tahun 1800 M
beliau memindahkan pusat pemerintahan dari Hulu Riau ke Daik Lingga.
Pusat pemerintah Yang Dipertuan Muda tetap di pulau Penyengat.
Pada masa pemerintah Belanda yang dipimpin oleh Raja Haji Fisabillah
yang wafat di teluk Ketapang pada tahun 1784. Dari perkawinannya
dengan Encik Markoh binti Encik Jakfar Daeng Maturang, lahirlah
anaknya bernama Tengku Husin.
Tengku Husin inilah yang diangkat oleh Rafles menjadi Sultan
Singapura, dari perkawinannya dengan Encik Mariam binti Datuk Bandar
Hasan lahirlah Tengku Abdul Rahman yang kemudian diangkat menjadi
Sultan Riau Lingga.
Wakil Gubenur Hindia Belanda Tn. Angel Beek berjumpa dengan
yang Dipertuan Muda Raja Jakfar nenyampaikan berita bahwa Gubenur
Inggris dan Gubenur Belanda telah sepakat menentukan pembatasan
daerah antara Sultan Husin dan Sultan Abdul Rahman. Pulau Karimun
dan sekitarnya, Pulau Buru, Kundur dan Sugi (moro) masuk kedaerah
kekuasaan sultan Abdul Rahman Riau Lingga.
Sultan Singapura Tengku Husin Temenggung dan anak buahnya
tidak mematuhi hasil-hasil dari karimun, diambilnya dan memerintah
rakyat di pulau itu.Sultan Abdul Rahman yang Dipertuan Muda Raja
37
Jakfar walaupun sudah diberitahukan belum mengambil tindakan apa-
apa, karena mereka fikir Tengku Husin itu masih saudaranya. Namun
demikian, surat-surat teguran dan nasehat-nasehat telah diberikan, tetapi
tidak diacuhkan oleh Tengku Husin malahan Tengku Husin menyuruh
wakilnya Said Akil membuat rumah dan membuka tambang timah di
pulau Karimun.
Menanggapi hal ini yang Dipertuan Muda mengadakan
musyawarah dengan residen dan Engku Said Muhammad Zen Al Kudzi
untuk mendirikan bendera di pulau Karimun. Rombongan Engku Said
tersebut terdiri dari :
1. Raja Abdul Rahman binti Raja Jakfar
2. Datuk Penggawa
3. Datuk Sahbandar
4. Raja Ismail
5. Encik Ibrahim
6. Encik Samsudin
7. Encik Ahmad
8. Wak Puasa
Sesampainya di Karimun Engku Said pun mencacakkkan bendera
hitam bertengkok putih serta mengirim surat ke Singapura melalui wakil
Sultan Singapura yaitu Said Akil.
38
Setelah selesai Engku Said dan rombongan kembali ke Riau
tinggallah Wak Puasa beserta anak buahnya menunggu pulau Karimun.
Sepeninggalan Engku Said, Wak Puasa diserang oleh Said Akil,
benderanya ditebang. Wak Puasa pun kembali ke Riau melaporkan hal itu
kepada yang Dipertuan Muda.
Setelah mendengar laporan Wak Puasa, Yang Dipertuan Muda
bermusyawarah dengan pembesar Istana dan Residen Riau. Hasil
musyawarah adalah sepakat untuk mengambil Karimun dengan jalan
peperangan (perang saudara), setelah siap semuanya, berangkatlah
rombongan yang dipimpin oleh Yang Dipertuan Raja Jakfar untuk
menyerang Karimun. Yang ikut dalam peperangan itu adalah :
1. Dari pihak yang Dipertuan MudaJakfar (suku bugis)
a. Raja Abdul Rahman bin Raja Jakfar
b. Raja Kasim
c. Raja Husin bin Raja Jakfar
d. Raja Muhammad Yusuf
2. Dari pihak Engku Said Muhammad Zen Al Kudzi
a. Said Mustafa
b. Said Husin Engku Erang
c. Said Engku Nong
3. Dari pihak suku Melayu
a. Tengku Muhammad
39
b. Datuk Syahbandar
Masing-masing rombongan bersama anak buahnya.Selesai perang
tersebut yang Dipertuan Muda pulang ke Riau melalui jalan Ungar dan
Buru.Yang tinggal di Karimun hanyalah Raja Abdul Rahman pulang ke
Riau, tinggallah Raja Kasim menjaga pulau Karimun tersebut.
Setelah yang Dipertuan Muda Raja Jakfar mangkat dan digantikan
oleh anaknya Raja Abdul Rahman sebagai yang Dipertuan Muda (1844-
1845) keadaan pulau Karimun belum aman karena masih ada gangguan
dari Singapura.
b. Masa Pemerintah Yang Dipertuan Muda Raja Ali (1846-1268 H)
Pada masa pemerintahan yang Dipertuan Muda Raja Ali
(pengganti yang Dipertuan Muda Raja Abdul Rahman) keadaan pulau
Karimun hamper tidak terpenuhi, apalagi hasil-hasilnya. Rakyat hanya
tinggal beberapa kapal keluarga saja, yang lain terpecah belah membawa
nasibnya masing-masing. Karena di Karimun waktu itu terus menerus
mendapatkan gangguan dari anak buah Sultan Singapura, perampokan
dan penganiyayaan oleh anak buah Raja-raja singapura.
Keadaan Karimun dilaporkan kepada yang Dipertuan Muda, oleh
yang Dipertuan Muda diadakan musyawarah dengan residen dan Enku
Haji Muda Raja Abdullah serta pembesar istana lainnya. Hasil
musyawarah mereka sepakat menyerahkan pulau Karimun kepada Raja
40
Abdullah bin Raja Haji Ahmad (Engku Haji Tua) serta diangkat menjadi
Amir Karimun yang pertama dan di pulau Buru diankat Raja Abdul Gani
bin Raja Idris bin Raja Haji Fisabilillah sebagai Amirnya.
Raja Abdullah berangkat ke Karimun, sesampainya di Karimun
dikumpulnyalah orang-orang yang sudah bercerai berai itu. Siapa-siapa
yang berhutang dilunasinya hutang-hutang itu. Diperintahkannyalah
pulau Karimun dengan baik dan patut. Lama kelamaan ramailah kembali
pulau Karimun itu. Orang-orang cinapun berdatangan untuk berniaga ke
Karimun, mengambil kayu putih untuk dijadikan depan dan sebagainya.
Kemudian datang pula seorang Belanda anak Residen yang bernama Van
Den Bosh minta izin untuk dijadikan papan dan sebagainya. Kemudian
dating pula seorang Belanda anak Residen yang bernama Van Den Bosh
minta izin untuk menambang timah di Karimun. Setelah bermusyawarah
yang Dipertuan Muda Raja Ali dan pembesar kerajaan, putus mufakat
dibuatlah perjanjian dengan Van Den Bosh.
Maka Van Den Bosh membuka tambang timah di Karimun
ditempat yang bernama MUNAS, lama kelamaan Munaspun ramai pula.
Pada masa Sultan Abdul Rahman , Muazan Syah (Sultan Riau Lingga
terakhir) Raja Abdullah meletakkan jabatannya sebagai Amir Karimun.
Beliau pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji dan meninggal di
Mekkah di tempat yang bernama Ta’if, oleh karena itu Beliau digelar
“Marhum Mekkah”.
41
Penggantinya adalah Raja Ishak (Amir Karimun) sebagai
wakilnya oleh sultan diangkat menjadi Raja, masa Raja Ishak Abdullah
menjadi Amir dibangun Masjid di Meral sekarang ini. beliau meninggal
dan dimakamkan disamping Masjid Meral dengan gelar “Marhum
Masjid”.3
2. Letak Geografis
Kecamatan Kundur Barat di Kabuaten Karimun propinsi
Kepulauan Riau, Secara atronomis terletak diantara 0o
35’ LU – 1o
10’ LU
dan 103o 30’ BT – 104
o BT. Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka dan Singapura.
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kateman Kabupaten Inhil
dan Kabupaten Lingga.
3. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Rangsang Kabupaten
Bengkalis dan Kecamatan Kuala Kampar Kabupaten Pelalawan.
4. Sebelah timur berbatasan dengan Kota Madya Batam dan Ibu kota
Propinsi Kepulauan Riau Tg. Pinang.
Kabuaten Karimun merupakan daerah kepulauan yang
mempunyai luas wilayah 7.984 kilometer persegi yang terdiri dari wilayah
daratan seluas 2.784,2 kilometer persegi (34,87%) dan wilayah perairan
seluas 5.199,8 kilometer persegi (65,13%). Kabupaten Karimun memiliki
245 pulau, dimana 3 (tiga) diantaranya merupakan pulau-pulau yang besar,
3Raja Faizal, Objek Wisata Yang Tercecer BALI (Batu Limau), t.t., t.p., h. 3-7.
42
yakni: Pulau Karimun, Pulau Kundur dan Pulau Sugi (moro). Diantara
pulau-pulau tersebut kurang lebih 200 pulau telah bernama dan
berpenghuni sedangkan sisanya belum bernama dan berpenghuni. Secara
umum topologi dan hidrologi Kabupaten Karimun merupakan wilayah yang
relative datar dan landau, dengan ketinggian 2-500 M diatas permukaan
laut. Sebagian wilayah Kabupaten Karimun merupakan pengunungan/
perbukitan dengan kemiringan 40 dan ketinggian 20-500 M diatas
permukaan laut, yang terdapat diutara Pulau Karimun. Disamping itu, pada
beberapa pulau diwilayah Kabupaten Karimun terdapat rawa-rawa.
Kemudian dilihat dari keberadaan potensi wilayahnya maka wilayah laut
(perairan) Kabupaten Krimun merupakan perairan yang subur karena
sebagian wilayahnya berada pada Selat Malaka. Sebagaimana daerah tropis
lainnya, Kabupaten Krimun hanya mengenal dua musim yaitu musim
kemarau dan musim hujan.
Temperature udara rata-rata mencapai 27,2o, serta kelembapan
udara 85%. Musim kemarau pada umumnya terjadi sepanjang bulan
Febuari samapai dengan bulan Juni. Sedangkan pada bulan Januari
mengalami curah hujan rata-rata pertahun mencapai 238,6 MM.
Di Kabupaten Karimun sarana transportasi dan komunikasi sangat
memadai. Sehingga kita dapat mudah mengunjungi Kecamatan Kundur
Barat Kabupaten Karimun Kepulauan Riau (KEPRI) dengan melalui jalur
laut dan udara.
43
3. Kondisi Masyarakat dan Budayanya
Di sebuah dusun yang terletak di Desa Kundur Kecamatan
Kundur Barat keadaan masyarakatnya masih primitif. Mereka masih
mempercayai hal-hal mistik dan masih mempertahankan sistem adat mereka.
Ketika ada acara besar seperti acara pernikahan dan acara lain-lainnya,
mereka masih menggunakan ritual adat yang berlaku disana sebagai syarat
saat dilakukannya prosesi acara besar tersebut.
Mereka tidak boleh meninggalkan adat yang selama ini telah
tertanam sejak zaman nenek moyangnya. Karena apabila mereka tidak
menggunakan adat tersebut dan menghilangkannya, maka mereka dianggap
tidak menghormati dan menghargai nenek moyangnya terdahulu yang telah
mempertahankan adat atau tradisi itu dengan mempersatukan mereka dalam
ikatan persaudaraan satu dengan yang lainnya.
Masyarakat disana sangat mempercayai hal-hal mistik, mereka
banyak mempercayai paranormal sehingga apabila mereka terkena penyakit
mereka membawanya ke paranormal untuk menyembuhkannya dan jarang
sekali mereka membawanya kerumah sakit untuk menyembuhkan
penyakitnya.
Disamping karena faktor ekonomi yang menyebabkan mereka
tidak berobat kedokter, akan tetapi ada hal lain yang lebih besar yaitu akibat
kepercayaan marafu yang dulu pernah ada di desa tersebut masih menyatu
44
dan mempengaruhi sehingga mereka sangat mempercayai paranormal dapat
menyembuhkan berbagai penyakit.
Mereka kurang mempercayai ilmu-ilmu kedokteran. Karena
masyarakat disana apabila terkena penyakit mereka langsung berfikir bahwa
mereka telah terkena ilmu hitam yang dikirim oleh orang yang tidak
menyukainya.
Walaupun masyarakat disana masih mempercayai hal-hal mistik
dan paranormal akan tetapi mereka menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan.
Sehingga kepercayaan marfu (animisme) yang dulu pernah ada dapat digeser
sedikit demi sedikit dengan ajaran agama yang begitu kental yang terdapat
disana.
Masyarakat disana sangat menjunjung tinggi rasa persaudaraan
dan kekompakan yang mereka jalin antara satu dengan yang lainnya. Hal ini
dapat terlihat jelas ketika mereka mengadakan upacara besar. Semua
masyarakat disana bersatu saling membantu baik dari segi materil ataupun
moril samapai acara besar tersebut selesai. Kebudayaan yang terdapat di
desa kundur Kecamatan Kundur Barat sangat menjunjung tinggi nilai
keagamaannya khususnya agama islam. Karena di Kecamatan Kundur Barat
mayoritas beragama islam, akan tetapi ada sebagian yang beragama Budha,
Hindu maupun Kristen.
45
4. Kondisi Ekonomi
Dalam kehidupan masyarakat di Karimun khususnya di Desa
Kundur Kecamatan Kundur Barat, masyarakatnya mayoritas bermata
pencaharian sebagai petani, guru, dan ada sebagian yang bekerja di PT.
Timah (tambang timah). Mereka mengandalkan dan memanfaatkan tanah/
lahan untuk bercocok tanam dan untuk memenuhi kehidupannya sehari-
hari. Masyarakat disana memanfaatkan tanah/ lahannya untuk menanam
seperti: karet, kelapa, rambutan, durian, manggis, jengkol, petai, cempedak,
kacang-kacangan, sayur-sayuran, cabe, dan sebagainya.
Hal yang paling menonjol dalam bercocok tanam yaitu karet dan
kelapa, karena tanaman ini sangat menguntungkan hasilnya apabila sudah
dijual. Karena nilai jualnya lumayan tinggi. Lahan mereka cukup luas,
sehingga masyarakat disana banayak sekali lahan-lahan mereka ditanami
dengan pohon kelapa terutama pohon karet. Karna pohon karet mempunyai
aset yang panjang, karet bisa dipanen 5-8 hari.
Masyarakat disana memanfaatkan hewan peliharaannya seperti,
sapi, kambing dan ayam untuk menunjang perekonomian mereka.
Kondisi perekonomian di Desa Kundur Kecamatan Kundur Barat
sedikit lemah karena disana masih banyak orang yang tidak bersekolah
46
sampai kejenjang yang lebih tinggi karena kekurangan dari segi
ekonominya.4
4Wawancara Pribadi dengan M. Khaidir, pada 22 Juli 2014.
46
BAB IV
GAMBARAN PRAKTEK KURBAN
DAN ANALISIS TERHADAP PRAKTEKNYA
A. Gambaran Umum Praktek Kurban di Desa Kundur KEPRI
Kurban artinya dekat. Dalam istilah syara artinya mendekatkan diri
kepada Allah dengan jalan menyembelih binatang dengan niat tertentu untuk
memberikan kenikmatan atas harta bendanya kepada orang yang berhak
menerima kurban tersebut dengan tujuan mencari keridhaan Allah semata dan
dalam waktu yang tertentu pula.1
Seorang yang melakukan ibadah kurban adalah membuktikan
bahwa ia pandai bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT. dan
menurut firman Allah SWT. orang yang pandai bersyukur itu akan
ditambahkan nikmat yang berlipat ganda. Firman Allah SWT:
Artinya: “…Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti aku aka menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
Syukur itu termasuk sejumlah kedudukan orang-orang yang berjalan
kepada Allah SWT. dan syukur itu tersusun dari ilmu, keadaan dan amal
perbuatan. Ilmu adalah mengetahui kenikmatan dari yang memberi
kenikmatan, keadaan adalah kesenangan yang timbul karena nikmat yang
1Ibnu Mas‟ud dan Zainal Abiding, Fiqih Mazhab Syafi‟I, (Bandung: Pustaka Setia, 2005),
h. 682.
47
diberikannya. Dan amal perbuatan adalah melaksanakan apa yang dimaksud
oleh yang memberi kenikmatan dan yang dicintainya.2
Di KEPRI (Kepulauan Riau) tepatnya di Desa Kundur kecamatan
Kundur Barat Kabupaten Karimun, memiliki perbedaan dalam praktek kurban
pada umumnya. Di Indonesia pada umumnya, seluruh bagian dari hewan
kurban dibagikan kepada orang yang berhak menerimannya, baik itu kepala,
tulang maupun kulitnya. Namun di Desa Kundur kecamatan Kundur Barat
Kabupaten Karimun tidak semua bagian dari hewan kurban tersebut
dibagikan. Praktek kurban di daerah ini, sedikit berbeda dengan praktek
kurban pada umumnya. Di desa Kundur hanya membagikan dagingnya saja,
sedangkan bagian selain daging kurban dengan tidak merusak seluruh
kerangka hewan seperti, kepala, kulit, maupun tulangnya itu dikubur dan
proses penguburan kerangka hewan tersebut layaknya seperti manusia.
Adapun tata caranya sebagai berikut:
1. Orang yang hendak meyembelih harus bersih dari hadas kecil maupun
besar.
2. Berwudhu.
3. Untuk menyembelih hewan kurban dibuatlah lubang khusus untuk
mengalirkan darah hewan kurban, tujuannya adalah agar darah hewan
kurban tidak berceceran dimana-mana.
4. Sebelum melakukan penyembelihan orang yang hendak menyembelih
harus melakukan ijab qabul dengan orang yang ingin berkurban.
2MochZuhri,et.al, Ihyaulumuddin, (Semarang: Asy-syifa, 1994), Cet. Ke-1, h. 395.
48
5. Orang yang menyembelih dan hewan yang hendak disembelih harus
menghadap kiblat.
6. Orang yang hendak menyembelih hewan kurban, ketika berjalan menuju
tempat sembelihan dianjurkan membaca tasbih, surah al-fatihah dan
dilanjutkan dengan membaca takbir sebanyak empat kali.
7. Ketika menyembelih hewan kurban membaca kalimat ’’
8. Untuk mengangkat pisau dari leher hewan yang disembelih seraya
membaca
9. Setelah mengangkat pisau dari leher hewan sembelihan seraya membaca
Adapun alasan masyarakat kundur hanya membagikan daging
hewan kurbannya saja, dari hasil wawancara penulis diantaranya yaitu:
1. Sejarah kurban berawal dari Nabi Ismail. Nabi Ibrahim diperintahkan oleh
allah untuk menyembelih anaknya yaitu Nabi Ismail. Jika pada waktu itu
Nabi Ismail di sembelih oleh Nabi Ibarahim dan tulang-tulangnya
dicincang tentu tidak masuk akal. Maka digantilah dengan kibas dan pada
waktu itu kibas hanya diambil dagingnya saja.
2. Syarat hewan yang dikurbankan yaitu tidak boleh cacat. Kulit tidak boleh
kurap, gigi tidak boleh patah, tanduk tidak boleh pecah, kaki tidak boleh
pincang, ekor tidak boleh buntung (putus), seluruhnya harus sempurna.
3. Apabila tulang dicincang dan dibagikan, kemudian tidak dikonsumsi, dan
kemungkinan besar akan menjadi santapan anjing. Sebagaimana yang
49
diketahui anjing merupakan hewan yang najis. Jika kita melakukan suatu
ibadah dengan keadaan terkena najis maka ibadah kita tidak akan diterima
oleh Allah SWT. Demikian juga dengan kurban, kurban merupakan
pekerjaan ibadah, jika tulang belulang hewan kurban dimakan “anjing”,
maka kurang sempurna ibadah kurban kita. Boleh saja tulang belulang
hewan kurban dibagikan kepada orang yang berhak menerimannya, akan
tetapi harus ditanam kembali setelah mengkonsumsinya. Jika dibagikan
kepada masyarakat, dikhawatirkan tidak amanah, setelah mengkonsumsi
tidak dikubur.3
Adapun dalil yang menjelaskan bahwa tulang hewan kurban tidak boleh
dipotong-potong yakni, Firman Allah SWT :
Artinya:“Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa kami
menciptakannya dari setetes air mani, maka tiba-tiba dia menjadi
musuh yang nyata.” (QS. Yasin: 77)
4. Kurban itu berdasarkan empat macam:
a. Siddiq: benar (barang yang benar baik kambing atau sapi itu harus
sempurna, tidak boleh cacat).
b. Amanah: dapat dipercaya (itu berarti tidak boleh berbohong (bijaksana).
Pekerjaan kurban kita dari awal sampai akhir harus amanah).
c. Tabligh: menyampaikan (sempurna pekerjaan kita dari awal sampai
akhir).
3 Wawancara dengan H. Karim, pada 20 Juli 2014.
50
d. Fathanah: cerdas (selesailah pekerjaan kita).
Adapun proses penguburan kerangka hewan kurban yaitu:
1. Dibuatkan lubang khusus untuk penguburan sisa hewan kurban itu.
2. Kerangka hewan kurban tersebut dibungkus menggunakan kain putih.
3. Muka hewan tersebut dihadapkan kekiblat dan orang yang ingin
mengubur hewan tersebut itu harus menghadap kiblat.
4. Ketika hendak menguburkan kerangka hewan tersebut kedalam lubang
dianjurkan membaca
Alasannya karena hewan itu sama seperti manusia, datang dari Allah
kembali ke Allah.4
Adapun dalil yang menjelaskan bahwa tulang belulang hewan kurban
harus dikubur yakni, firman Allah SWT :
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku,
perintahkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan yang
orang mati.” Allah berfirman, “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim
menjawab, “Aku telah meyakininya, akantetapi agar hatiku tetap
mantap (dengan imanku).” Allah berfirman,”(Kalau demikian)
ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu.
(Allah berfirman), “Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu
4 Wawancara dengan H. Rabu, pada 25 Juli 2014.
51
bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka,
niscaya mereka datang kepadamu dengan segera. Dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(Qs. Al-
Baqarah: 260)
Perbedaan praktek kurban yang terjadi di masyarakat Kundur juga
berkaitan dengan waktu pelaksanaan pemotongan hewan kurban. Jika pada
umumnya pemotongan hewan kurban dilaksanakan setelah sholat Idul Adha,
namun pemotongan hewan kurban di Desa Kundur dilakukan setelah shalat
dzuhur dengan alasan, karna mengikuti waktu shalat Idul Ad‟ha di Mekah
yang kira-kira waktunya bertepatan dengan waktu dzuhur di Indonesia,
sehingga pemotongan hewan kurbannya dilaksanakan setelah sholat dzuhur.
Sah-sah saja melaksanakan penyembelihan hewan kurban setelah shalat Idul
Ad‟ha menurut waktu Indonesia, akan tetapi lebih utama mengikuti waktu
ba‟da shalat Idul Ad‟ha di Mekah.5
B. Analisis Praktek Kurban di Desa Kundur KEPRI
Dalam ajaran Islam, tujuan berkurban adalah untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT.6 Dan pernyataan syukur manusia kepada-Nya atas
karunia-Nya.7 Dengan berkurban kita akan semangkin dekat dengan Allah
SWT. Yang merupakan inti hakikat dari semua jenis ibadah, yaitu
ATTAQARRUBU ILALLAHI TA‟ALA (mendekatkan diri kepada Allah SWT).8
5 Wawancara dengan H. Karim, pada 20 Juli 2014.
6T.A. Lathief Rusydiy, Qurban dan Aqiqah Menurut Sunnah Rasulullah Saw, (Medan:
Firma Rimbow, 1996), Cet. Ke-3, h. 12.
7D. Rohanady (ed), Menuju Haji Mabrur, (Jakarta: Pustaka Zaman, 2000),, h.105.
8T.A. Lathief Rusydiy, Qurban dan Aqiqah Menurut Sunnah Rasulullah Saw, h. 13.
52
Yang pembangkit niatnya itu adalah ketaqwaan dan dilakukan sesuai dengan
perintah agama.
Sebagaimana firman Allah SWT, berbunyi :
Artinya: “Katakanlah, sesungguhnya shalatku, nusukku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah tuhan semesta alam.” (Q.S. Al-an‟am: 162)
Seseorang yang melakukan kurban adalah membuktikan bahwa ia
pandai bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT. dan menurut firman
Allah, orang yang pandai bersyukur itu akan ditambah nikmat yang berlipat
ganda. Allah SWT. Berfirman :
Artinya: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah
(nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Q.S. 14/ Ibrahim:7)
Manifestasi paling utama syukur adalah menunjukkan keikhlasan
kepada Allah SWT. dalam beribadah tidak menyekutukan dan dalam
menunjukkan kekhusyukan hati padanya semata-mata. Disamping itu pula,
menafkahkan harta bagi fakir miskin.9
Akidah yang sehat merupakan landasan bagi masyarakat Islam,
sedangkan tauhid merupakan inti akidah (kepercayaan) ini dan ruh Islam
9E. Abdurrahman, Hukum Kurban Aqiqah dan Sembelihan, (Bandung: SinarBaru, 1990),
h.7.
53
secara keseluruhan. Menjaga akidah dan tauhid yang murni adalah prioritas
utama yang dilakukan Islam dalam pensyariatan dan pemberian tuntunannya.
Sedangkan memerangi kepercayaan jahiliyah yang dikembangkan oleh paham
keberhalaan yang sesat merupakan hal yang harus dilakukan untuk
membersihkan masyarakat Islam dari noda-noda syirik dan sisa-sisa
kekesatan.
Kepercayaan pertama yang ditanamkan oleh Islam kedalam jiwa para
pemeluknya ialah bahwa alam semesta tempat manusia hidup di muka bumi
dan di bawah kolong langit ini tidaklah berjalan tanpa aturan dan tanpa
bimbingan, tidak pula berjalan menuruti keinginan hawa nafsu seseorang
makhluk pun.
Karena hawa nafsu mereka, disamping buta dan sehat, selalu saling
bertentangan. Firman Allah SWT :
Artinya: “Andai kata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti
binasalah langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya.” (Al-
Mukminun: 71)
Akan tetapi alam ini terikat dengan undang-undang yang berlaku dan
sunnah (hukum) yang tetap, yang tidak akan pernah berubah dan berganti
yang sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Quran dalam ayat lain. Firman
Alah SWT :
54
Artinya: “Sekali-kali kamu tidak akan menemui penyimpangan bagi sunnah
Allah itu.” (Fathir: 43)
Kaum muslimin telah memahami dari kitab Allah dan sunnah nabi
mereka, bahwa mereka harus menghormati sunnatullah di alamsemesta ini
dan mencari musabab dari sebab-sebab yang oleh Allah telah diikatkan
dengannya. Demikian pula mereka harus menolak apa yang dikatakan orang
mengenai sebab-sebab tidak jelas, yang biasanya dikemukakan dan
disebarluaskan oleh para biksu, para ahli kurafat, dan para pedagang agama.10
Tradisi dan kepercayaan manusia di muka bumi dipengaruhi oleh
pendapat-pendapat ulama dan pemuka agama terdahulu. Di Indonesia, tradisi
dan kepercayaan suatu masyarakat dipegang teguh hingga sampai pada anak
cucu mereka, bahkan mungkin tidak akan hilang dalam aktifitas kehidupan
mereka.
Kepercayaan dan tradisi yang terjadi di masyarkat Indonesia ada
berbagai macam. Dari kepercayaan yang berhubungan dengan kehidupan
sehari-hari hingga yang berhubungan dengan kematian. Salah satu
kepercayaan di masyarakat yaitu mengenai hewan kurban, sebagaimana yang
terjadi di masyarakat Kundur di Kecamatan Kundur Barat Kabupaten Karimun
Kepulauan Riau).
Praktek penyembelihan hewan kurban di desa Kundur memang
tergolong tidak lumrah dikalangan masyarakat muslim pada umumnya,
khususnya di Indonesia. Dimana ada kekeliruan dalam pelaksanaan praktek
10
Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, (Ttp., PT. Bina Ilmu,
1993), h. 326-327.
55
kurbannya, baik dari waktu penyembelihan hingga proses pemanfaatan bagian
hewan kurban, sehingga mengakibatkan banyak respon yang dikemukakan
oleh para ulama, baik positif maupun negatife.
Menurut Prof. Huzaimah Tahido Yanggo, wakil ketua Komisi Fatwa
Majelis Ulama Indonesia (MUI) memaparkan bahwa waktu penyembelihan
hewan kurban dilaksanakan setelah shalat Idul Adha sampai hari ketiga atau
sampai hari tasyrik. Sah-sah saja melaksanakan pemotongan hewan kurban
selama masih dalam hari tasyrik.11
Begitu pula halnya dengan pendapat DR. Ahmad Sudirman Abbas,
MA, bahwa penyembelihan hewan kurban dilaksanakan setelah shalat Idul
Adha sampai hari tasyrik.12
Salah satu dosen Fakultas Syariah dan Hukum, Hj. Siti Hanna, S.
Ag., Lc, MA, berpendapat bahwasannya sangat jelas aturannya dalam fiqih
bahwa waktu penyembelihan hewan kurban dilaksanakan setelah shalat Idul
Adha. Para imam mazhab pun sepakat dengan hal itu, hanya mereka berbeda
pendapat tentang kapan masa akhirnya. menurut Mazhab Syafi‟I satu hari
nahar saja dan tiga hari tasyrik untuk waktu pemotongan hewan kurban.
Mengenai waktu yang tepat untuk melaksanakan pemotongan hewan kurban
belum ada yang membahas. Sedangkam menetapkan hari nahar itu sesuai
dengan dimana orang tersebut tinggal.
Contohnya waktu dzuhur di Indonsia, tentunya berbeda dengan
waktu di Mekah. Di Indonesia dzuhur, di mekkah pagi. Apakah orang
11
Wawancara dengan Prof. Huzaimah Tahido Yanggo, pada 18 Febuari 2015. 12
Wawancara dengan DR. Sudirman Abbas MA, pada 20 Febuari 2015.
56
Indonesia harus mengikuti waktu di Mekah? Tentu tidak, waktunya sangatlah
berbeda. Nasnya sangatlah jelas. Firman Allah SWT :
Artinya: “Dirikanlah shalat karna tergelincirnya matahari.” (Qs. Al-
Isra‟: 78)
Ketika tergelincirnya matahari di Indonesia, maka umat muslim
wajib melaksanakan shalat dzuhur. Karna di Mekah belum ada syams maka
mereka tidak wajib melaksanakan shalat dzuhur. Ketika munculnya syams di
mekah, di Indoneia sudah melaksanakan shalat magrib. Al-qur‟an sendiri
menaruh illat bukan pada penduduk mekah tetapi pada sebuah tanda alam
yang menunjukkan adanya pergeseran waktu yaitu tergelincirnya matahari.
Tidak ada nas yang menjelaskan bahwa penyembelihan hewan kurban
dilaksanakan mengikuti waktu di Mekkah, karna pada hakikatnya semua
waktu milik Allah. Firman Allah SWT :
Artinya: “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat.” (QS. Al-Baqarah: 115)
Artinya semua daerah dimata Allah sama.13
Jumhur ulama sepakat
bahwa awal penyembelihan kurban adalah pada Hari Raya Idul Adha, setelah
melaksanakan salat id tanggal 10 Dzulhijjah.14
Akan tetapi ulama berbeda
pendapat dalam melihat ketentuan waktu tersebut. Mazhab Hanafi
13
Wawancara dengan Hj. Siti Hanna, S. Ag., Lc, MA, pada 11 Januari 2015.
14Abdul Halim dan Ikhwan, Ensiklopedia Haji & Umrah, (Jakarta: PT.Raja Grafindo,
2002), Cet. 1, h.378.
57
berpendapat bahwa waktu menyembelih kurban adalah selama tiga hari, mulai
dari Idul Adha sampai tanggal 12 Dzulhijjah.15
Begitu juga pendapat Mazhab Maliki berpendapat bahwa tiga hari
dalam penyembelihan hewan kurban. Akan tetapi waktunya setelah imam
salat id melakukan penyembelihan kurban dimulai setelah beberapa waktu
yang diperkirakan dibutuhkannya untuk menyelesaikan penyembelihan
kurban.16
Berbeda dengan pendapat Imam Syafi‟i, waktunya adalah pada hari
Nahar dan hari-hari Tasyrik (tanggal 10-13 Dzulhijjah). Pendapat ini
berdasarkan Sabda Nabi SAW17
:
18
Artinya : Diriwayatkan dari Jubair bin Muth‟im bahwa Rasulullah bersabda
“Semua hari tasyrik adalah hari sembelihan kurban”(HR. al-Daru
Quthni)
Namun para fuqaha juga menyepakati tidak boleh melakukan
penyembelihan sebelum shalat Id atau pada malam hari raya Idul Adha. Hal
itu pula didasari pada kandungan hadist diatas.19
Dari ketiga narasumber di atas, penulis dapat menarik kesimpulan
bahwasannya poemotongan hewan kurban dapat dilaksanakan mulai hari
15
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,
1996), Cet. 1,h.996 16
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, h.996 17
al- Sayyid al-Sabiq, Fikih Sunnah, h.154 18
Ali bin Umar Abu Hasan al-Darul Qutni al-Baghdadi, Sunan al-Daru Quthni, (Beirut:
Darul Ma‟rifah,1966), h.284 19
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu 4, diterjemahkan, Abdul Hayyie al-
Kattani, dkk, h. 265
58
Nahar (setelah shalat Idul Adha) sampai hari ketiga yaitu 11, 12 dan 13
Dzulhijjah (hari Tasyrik).
Pada dasarnya seluruh bagian hewan kurban dapat dimanfaatkan
(dikonsumsi). Berdasarkan Hadits Nabi SAW :
Artinya: “Diriwayatkan dari Sa‟id Al-khudri, bahwa Rasulullah Saw
bersabda: “Janganlah kamu jual daging denda dan daging
kurban, tetapi makan dan sedekahkanlah dagingnya itu serta
ambillah manfaat kulitnya dan jangan dijual dan apabila kamu
menikamti dagingnya maka makanlah yang kamu sukai.” (HR.
Ahmad)
Dalam Hadits lain Rasulullah SAW. bersabda:
Artinya: “Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib berkata: “Saya disuruh
Rasulullah SAW. untuk mengurus kurbannya dan untuk
menyedekahkandagingnya, kulit-kulitnya dan pakaiannya, dan saya
tidak memberi tukang potong sebagian dagingnya sedikitpun juga.”
Ali mengatakan, tetap kami memberinya dari sisi kami.” (HR.
Muslim)
Dari penjelasan Hadits di atas sangatlah jelas bahwasannya seluruh
bagian hewan kurban bisa dimanfaatkan (dikonsumsi). Namun disisi lain
praktek kurban yang terjadi di desa Kundur Kepulauan Riau sangat kontras
20
Abu Abdillah bin Muhammad bin Hanbal Al-marwazi, Musnad Imam Ahmad bin
Hanbal, (Ttp: Maktab Islami, 1987), Juz 4, h. 15.
21 Abi Thayyib Shadiq Ibnu Hasan al-Husaini al-Qaruzi al-Bukhari, Sirajul Wahab Min
Kasyfil Muthalib Shahih Muslim Al-Hajjaj, (Ttp: Darul Kutub Al-kitriyah, 1984), Juz 4, h. 579.
59
sekali, dimana di desa Kundur ini hewan kurban tersebut hanya dimanfaatkan
dagingnya saja, sedangkan bagian selain daging, dengan tidak merusak
seluruh kerangka hewan kurban seperti kepala, kulit maupun tulangnya itu
dikubur dan proses penguburan kerangka hewan tersebut layaknya seperti
manusia.
Menurut DR. KH. Ali Mustafa Yakub, MA, imam besar Masjid
Istiqlal Jakarta memaparkan praktek kurban di desa Kundur tidak benar, tidak
sesuai dengan ajaran agama Islam. Karna sudah berkaitan dengan
kepercayaan, dikhawatirkan bisa menjadi syirik. Jika sisa dari bagian hewan
kurban yang tidak dibagikan dipendam atau di kuburkan itu merupakan
perbuatan mubazir.22
Sedangkan menurut pendapat Prof. Huzaimah tahido Yanggo, wakil
ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), praktek kurban terebut
tidak dibenarkan dalam ajaran agama Islam, karena termasuk perbuatan
menyia-nyiakan atau mubazir. Firman Allah SWT :
Artinya: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara
syetan.” (QS. Al-Isra‟: 27)
Pada dasarnya semua bagian hewan kurban dapat dimanfaatkan.
Tidak ada perbuatan menguburkan hewan seperti manusia, hewan tidak bisa
22
Wawancara dengan Mustafa Yakub, Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta, pada 29
Agustus 2014.
60
disamakan dengan manusia. Apalagi tahlil maupun yang lain-lainnya.
Perbuatan tersebut merupakan sifat Jahil (bodoh).23
DR. Ahmad Sudirma Abbas, MA berpendapat bahwa, secara syariat
Islam, seluruh bagian hewan kurban harus dimanfaatkan. Karna Allah
menciptakan hewan, tumbuh-tumbuhan beserta seluruh yang ada dilangit dan
di bumi, diperuntukkan untuk manusia. Karena manusa itu sendiri harus
mengkonsumsi makanan yang halal lagi baik. Apabila hewan yang dijadikan
untuk berkurban dalam kondisi cacat, maka makanan yang dikonsumsi
manusiapun tidak tergolong makanan yang baik. Firman allah SWT :
Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah syaitan, karna sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168)
Jika praktek kurban yang dilakukan masyarakat Kundur tersebut
untuk mengantisipasi dengan tujuan tertentu, maka tidak ada salahnya
melakukan hal demikian. Hanya saja tidak bisa dijadikan sebuah keyakinan.
Secara umum praktek kurban tersebut hanya bersifat parsial atau kondisional.
Jika dikemudian hari mereka harus merubah keyakinan itu, maka mereka
wajib merubahnya. Karna apapun alasannya melakukan hal demikian itu tidak
dibenarkan. Praktek pemanfaatan hewan kurban yang dilakukan oleh
23
Wawancara dengan Prof. Huzaimah Tahido Yanggo, pada 18 Febuari 2015.
61
masyarakat kundur yang hanya memanfaatkan dagingnya saja dengan alasan,
praktek kurban pada zaman Ismail hanya memanfaatkan dagingnya saja.
Namun pada kenyataannya praktek kurban pada zaman Ismail tidak demikian.
Artinya bagian daging itu termasuk tulang. Ketika disebut daging, tidak berarti
tulang tidak ikut. Pemikiran yang tidak ada sumbernya, mereka menafsirkan
ayat Al-quran hanya sebatas tekstual saja, akan tetapi asbabun nuzul dari ayat
tersebut tidak seperti yang mereka jelaskan. Mereka hanya berkeyakinan dan
berantisipasi terhadap pencitraan aqidah.
Pemaknaan tersebut tidak benar, yakni , pengkiasan
yang tidak punya dasar. Allah menciptakan hewan, tumbuh-tumbuhan di
muka bumi hanyalah untuk manusia. Mengapa kita harus berkurban dengan
hewan yang sempurna dan sehat? Karna untuk kesehatan mausia. Boleh saja
tulang belulang tersebut dikubur, itu lebih baik. Akan tetapi setelah
dimanfaatkan. Kekhawatiran mengenai tulang belulang bukanlah hak manusia.
Kenapa Allah menciptakan anjing jika bukan untuk mengkonsumsi tulang.
Rasulullah pernah mengatakan “Jangan mengganggu tulang itu, karna tulang
adalah makanan dari bangsa jin.”24
24
Wawancara dengan DR. Sudirman Abbas, MA, pada 20 Febuari 2015.
62
Rasulullah SAW. Bersabda:
25
Artinya: “Diriwayatkan dari Hunad dari Hafsh bin ghiyas dari Diwad
bin Abi Hindi dari as-Sya‟bi dari „Alqomah dari Abdullah bin
Mas‟ud berkata: Bersabda Rasulullah SAW. “Janganlah
kalian beristinjak (bersuci setelah buang air) dengan kotoran
dan tulang. Karna itu adalah makanan bagi saudara kalian
dari kalangan jin.” (HR. Turmudzi dan disahihkan al-Bani)
Imam Muslim meriwayatkan dalam shahihnya: Abdullah bin Mas‟ud
r.a., bercerita, “Kami pernah bersama Rasulullah Saw pada suatu malam, tiba-
tiba kami kehilangan beliau. Maka kamipun begegas mencari beliau di bukit,
lembah dan pegunungan. Kami berkata,‟apakah beliau diculik atau dibunuh?‟.
Sehingga malam itupun menjadi malam terburuk yang pernah kami lalui
dalam kehidupan kami. Pada pagi harinya, tiba-tiba beliau datang dari arah
gua Hira. Maka kami berkata,‟Wahai Rasulullah, kami kehilangan engkau,
lalu kami bergegas mencari-cari baginda, tetapi kami tidak menemukan
engkau. Malam tadi merupakan malam terburuk yang pernah kami lalui.‟
Beliau bersabda, “Aku didatangi oleh seorang juru dakwah dari bangsa jin,
lalu aku pun berangkat bersamanya untuk membacakan Al-qur‟an kepada
teman-temannya.”
Ibnu Mas‟ud melanjutkan ceritanya, „lalu Nabi SAW. mengajak
kami untuk memperlihatkan bekas-bekas yang ditinggalka mereka dan bekas
25
Muhammad bin „Isa Abu „Isa At-tirmizi as-Sulmi, al- Jami‟ as-Sahih Sunan at-Tirmizi,
(Beirut: Dar Ihya at-Taros al-„Arabi), Juz. 5, tt.
63
cahaya mereka.‟ Jin-jin tersebut juga menanyakan kepada Rasulullah SAW.
makanan apa yag harus mereka makan. Maka beliau bersabda, “Makanan
kalian adalah tulang binatag yang kalian temukan dan ketika menyembelihnya
disebutkan nama Allah, dan itu merupakan makanan yang paling banyak
dagingnya, serta kotoran binatang.” Kemudian Rasulullah SAW. bersabda,
“Janganlah kamu istinja‟ (cebok) dengan kedua benda ini, karna keduanya
adalah makanan pokok bagi saudara-saudaramu (bangsa jin).”26
Hal senada juga dikemukakan oleh Hj. Siti Hanna, S. Ag., Lc dalam
hasil wawancara penulis dengan beliau, seluruh bagian hewan kurban bisa
dimanfaatkan, yang dilarang hanya memperjual belikan. Jika kita berkurban
lalu kita menjual baik kulit, kepala dan lain-lainnya itu yang dilarang. Praktek
kurban didesa Kundur merupakan tradisi turun temurun, sehingga pada
akhirnya masyarakat sekarang tidak bertanya-tanya lagi. Apalagi dibungkus
menggunakan kain putih, menurut mereka ajaran agama. Pengkiasan mereka
tentag awal sejarah kurban, Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk
menyembelih anaknya Ismail dan pada waktu itu diganti dengan kibas dan
hanya membagikan dagingnya saja, mungkin pada waktu itu masyarakat
Mekah sangat sedikit. Tidak terlalu banyak mempergunakan kepala, kulit
maupun tulang belulangnya, akan tetapi di Indonesia sangat dimanfaatkan.
Pemaknaan tersebut ialah yaitu menggandengkan hukum
tetapi dengan dasar hukum yang sama sekali berbeda. Seperti harus
26
Wahid Abdussalam Bali, Penerjemah Sarwedi MA. Hasibuan, Wiqayatul Insan Minal
Jinni Was Syaithan, (Solo: Aqwam, 2012), Cet. Ke-3, h. 23.
64
menguburkan hewan kurban layaknya jenazah, dalam Islam segala sesuatu ada
tempatnya, manusia memang seperti itu diperlakukannya. Akan tetapi tidak
dengan hewan, tidak berarti manusia menghinakan binatang. Pada hakikatnya
semua yang ada di muka bumi ini adalah di tundukkan untuk kemaslahatan
manusia.27
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, dapat penulis
simpulkan bahwa dalil yang digunakan oleh masyarakat Kundur tidak sesuai
dengan perintah kurban. Adapun Asbab al Nuzul dari dalil yang masyarakat
Kundur kemukakan tentang penjelaskan bahwa tulang hewan kurban tersebut
hidup kembali dan harus dikubur. Firman Allah SWT :
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku,
perintahkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan yang
orang mati.” Allah berfirman, “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim
menjawab, “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap
mantap (dengan imanku).” Allah berfirman,”(Kalau demikian)
ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu.
(Allah berfirman), “Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu
bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka,
niscaya mereka datang kepadamu dengan segera. Dan ketahuilah
bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
27
Wawancara dengan Hj. Siti Hanna, S. Ag., Lc, MA, pada 11 Januari 2015.
65
Manusia diingatkan kepada pertanyaan Ibrahim untuk dijadikan
sarana. Tatkala Ibrahim berkata kepada Namrud, “Tuhanku adalah Yang dapat
menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim ingin meningkatkan pengetahuannya
dari „ilmul-yaqin‟ kepada „ainul-yaqin‟. Dia ingin melihat proses
menghidupkan itu secara nyata. Maka diaberkata, “Ya Tuhanku,
perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang
mati?” Allah berfirman, “belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab, “Aku
telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap.”
Firman Allah, “Allah berfirman, „(Kalau demikian) ambillah empat
ekor burung, lalau cincanglah semuanya olehmu,” yakni ikatlah, sembelihlah,
dan cincanglah semuanya. Setelah Ibrahim mengikatnya, maka dia
menyembelihnya. Kemudian dia menyimpan satu bagian pada setiap bukit.
Hal itu dilakukannya setelah dia memotong-motong kemudian mencampur
keseluruhannya. Setelah itu dibagi-bagi. Ibnu Abbas berkata, “Ibrahim
memegang keempat kepala burung itu Kemudian Allah Azza wa Jalla
menyuruh memanggil semuanya. Kemudian Ibrahim memanggil keempat
burung itu sebagaimana Allah perintahkan. Maka dia dapat melihat bulu
terbang menuju bulu, darah menuju darah, dan daging menuju daging. Bagian-
bagian dari setiap burung itu menyatu sehingga menjadi seekor burung yang
utuh. Semuanya datang dengan tergesa-gesa. Hal itu supaya lebih
mengesankan bagi orang yang bertanya. jika burung yang datang itu bukan
kepada kepalannya sendiri, maka ia menolaknya. Jika datang kepalanya
sendiri, maka langsung menyambung dengan tubuhnya berkat kekuasaan dan
66
kekuatan Allah. Oleh karna itu, Dia berfirman, “Dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.” Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Sehingga tidak ada suatu perkara pun yang mengalahkan-Nya dan tidak ada
suatu perkara pun yang dapat menolak perkara yang dikehendaki-Nya.28
Sedangkan masyarakat Kundur menterjemahkan ayat diatas bahwa,
pada hari kiamat nanti tanduk, bulu-bulu hewan kurban akan menyerahkan
diri. Berapa banyak bulu-bulu hewan kurban dan berapa banyak darah yang
ditumpahkan akan datang dan menyerahkan diri kepada orang yang
berkurban, maka sebanyak itulah pahala mereka.
Firman Allah SWT :
لله ٱلتكبروا لك سخرها لكمكذ منكم ىيلتقٱكن يناله ؤها وللله لحىمها ولا دماٱلن ينال
/37:22) الحج( سنينمحلٱشر وب كمما هدي عل
Artinya:“Daging-daging (unta) dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat
mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang
dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya
untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-
Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang
yang berbuat baik". (Qs. Al-Hajj/ (22):37)
Menurut al-Zamakhsyari, dalam tafsirnya ayat tersebut menjelaskan
bahwa Ridha Allah SWT. tidak akan sampai pada pemilik daging-daging yang
disedekahkan dan darah-darah yang mengalir dari hewan yang dikurbankan
28
Muhammad Nasib Ar-rifa‟i, Taisiru Al-aliyyul Qadir Li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1999), Jilid 1, Cet. I, h. 435-437.
67
kecuali jika dia melandasi amalannya dengan niat ikhlas dan memperhatikan
syarat-syarat taqwa saat berkurban.29
Begitu pula menurut al- Thabari bahwa yang sampai kepada Allah
bukanlah daging kalian, dan bukan pula darahnya. Tetapi yang sampai
kepadanya adalah ketakwaan kalian kepada Allah SWT. jika kalian
melakukan karena takwa, memaksudkan untuk mencari ridhanya dan
mengajarkannya karena seruannya dan dengannya kalian mengagungkan
kehormatannya.30
Adapun Asbab al Nuzul dari dalil yang dijadikan alasan masyarakat
Kundur hanya membagikan dagingnya saja dan tidak merusak kerangka
hewan kurban (tidak dipotong-potong) yaitu Surat Yaasiin ayat 77:
Firman Allah SWT :
Artinya:“Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa kami
menciptakannya dari setetes air mani, maka tiba-tiba dia menjadi
musuh yang nyata. (QS. Yasin: 77)
Nabi SAW. Bersabda :
31
29
al-Khawarizmi al-Zamakhsyari, al-Khasysyaf , (Arab Saudi, Maktabah Al-'Abikan, Juz
4,1998,), Cet. I, h. 198. 30
Abu Ja‟far Muhammad, Jami‟i Al-Bayan an-Ta‟wil Al-Qur‟an, Penerjemah Ahsan
Askan, Tafsir al-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), Cet.I, h. 539 31
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, (Tt, Dar Thaibah Li al-Nasyri Wa al-Tauzi‟, 1999), Juz
8.
68
Artinya: “Mujahid, Ikramah, Urwah bin Zubeir, as-Sidi, dan Qatadah
berkata, “Ubai bin Khalaf, semoga Allah melaknatnya, menemui
Rasulullah Saw sambil membawa tulang yang sudah lapuk. Dia
meremasnya, lalu menebarkannya keudara sambil berkata, “Hai
Muhammmad, apakah kamu pikir Allah akan membangkitkan
tulang ini?” Nabi Saw bersabda: “Benar. Allah Ta‟ala akan
mematikanmu, kemudian membangkitkanmu, kemudiann
mengumpulkanmu kedalam neraka.” Maka turunlah ayat terakhir
surah yasin “Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa
kami menciptakannya dari setetes air mani”, sampai akhir surah”
Akhir surah Yaasiin mulai dari ayat 77 sampai selesai, diturunkan
berkenaan dengan peristiwa Ubai.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a., dia berkata, “Al-
Ash bin Wa‟il mengambil tulang dari padang pasir. Kemudian Ibnu Abbas
menceritakan peristiwa seperti yang terjadi diatas. Akhir surah Yaasiin ini
diturunkan karena perilaku Ubai bin Khalaf maupun perilaku al-Ash bin Wa‟il
atau karena perilaku keduannya, kandungan ayat ini tetap berlaku umum bagi
siapa saja yang mengingkari ba‟ats (kebangkitan).32
Akan tetapi masyarakat Kundur menerjemahkan ayat diatas dengan
penjelasan bahwa tulang itu berasal dari air, sedangkan air mengandung zat
atau berasal dari zat. Oleh sebab itu tulang hewan kurban tidak boleh dirusak.
Jadi dapat penulis simpulkan, bahwa dalil-dalil yang mereka
terjemahkan hanya sebatas tekstualnya saja tanpa menterjemahkan ayat
Al-Quran secara kontekstual.
32
Muhammad Nasib Ar-rifa‟i, Taisiru Al-aliyyul Qadir Li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1999), Jilid 3, Cet. I, h. 1008.
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah penulis paparkan mengenai Praktek Kurban di
Desa Kundur Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Kundur,
Kec. Kundur Barat Kab. Karimu Kepulauan Riau), maka banyak hal yang
dapat di simpulkan. Namun, penulis mencatat beberapa point penting yang
menjadi inti dari bahasan skripsi penulis.
1. Praktek kurban di Desa Kundur Kepulauan Riau memang berbeda dengan
praktek kurban pada umumnya. Baik dari waktu hingga pemanfaatannya.
Dimana di Desa Kundur ini melaksanakan pemotongan hewan kurban
setelah shalat dzuhur. Sangat jelas aturannya dalam fiqih bahwa waktu
penyembelihan hewan kurban dilaksanakan mulai hari Nahar (setelah
shalat Idul Ad’ha) sampai hari ketiga yaitu 11, 12 dan 13 Dzulhijjah (hari
Tasyrik). Para imam Mazhabpun sepakat dengan hal itu. Hanya saja mereka
berbeda pendapat mengenai kapan masa akhirnya.
2. Adapun proses pemanfaatan hewan kurban di Desa Kundur memang
tergolong tidak lumrah dan tidak terdapat dalam ajaran agama Islam.
Namun kita perlu menghargai kearifan lokal, asalkan perbuatan tersebut
tidak dijadikan suatu kepercayaan yang dapat merusak aqidah manusia. Di
Desa Kundur hanya memanfaatkan daging hewan kurbannya saja,
sedangkan bagian selain daging dengan tidak merusak seluruh kerangka
hewan kurban seperti kepala, kulit maupun tulangnhya itu dikubur dan
70
proses penguburan kerangka hewan kurban layaknya seperti manusia.
Praktek kurban seperti ini tidak diajarkan dalam Islam. Menurut syariat
Islam lazimnya seluruh bagian hewan kurban bisa dimanfaatkan, baik itu
kepala, kulit, maupupun tulangnnya. Yang tidak diperbolehkan hanya
menjualnya.
3. Ada beberapa praktek kurban di Desa Kundur Kepulauan Riau yang tidak
sesuai dengan syariat Islam. Praktek kurban yang tidak dibenarkan dalam
ajaran Islam yakni pemanfaatan hewan kurban dan penguburan kerangka
hewan kurban. Pada dasarnya seluruh bagian hewan kurban bisa
dimanfaatkan, baik kepala, kulit maupun tulangnya. Boleh saja tulang-
belulang hewan kurban dikubur (dipendam) itu lebih baik, akan tetapi
setelah dimanfaatkan. Jika kerangka hewan kurban dikubur sebelum
dimanfaatkan, itu merupakan perbuatan yang menyia-nyiakan atau
mubazir. Karena baik kulit, kepala, maupun tulang-belulang hewan kurban
dapat digunakan sebagai konsumsi. Sedangkan praktek penguburan tulang
hewan kurban seperti dibungkus menggunakan kain putih dan kerangka
hewan tersebut dikubur layaknya seperti jenazah, ini tidak dibenarkan
dealam ajaran agama Islam. Tidak ada perbuatan menguburkan hewan
seperti manusia. Dalam Islam segala sesuatu ada tempatnya, manusia
memang diperlakukan seperti itu. Tetapi tidak dengan hewan. Pada
hakikatnya semua yang ada dimuka bumi ini adalah ditundukkan untuk
kemaslahatan manusia.
71
B. Saran-saran
Setelah penulis membaca, meneliti, menganalisis dan menyimpulkan
maka penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Untuk para Ulama diharapkan agar lebih memperhatikan, serta mengkaji
masalah-masalah Fiqhiyyah yang menjadi adat atau budaya di suatu
tempat agar mendapatkan kepastian hukum secara syari’at Islam.
2. Untuk para praktisi agar lebih sensitif terhadap fenomena-fenomena yang
terjadi di masyarakat.
3. Menyusulkan kepada tokoh agama dan masyarakat setempat untuk dapat
memberikan pencerahan dan pencerdasan kepada masyarakat Kundur
Barat Khususnya di Desa Kundur.
72
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya.
Abdurrahman .E. Hukum Kurban Aqiqah dan Sembelihan. Bandung: Sinar Baru,
1990.
Abu Hudzaifah, Al-ustadz.Tuntutan Berkurban Sesuai Al Qur’an dan Assunah, tt.
Abu Zakariyya Imam. Raudhatuth-thalibin. Penerjemah A. Shalahuddin, dkk.
Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.
Al-Adhiyyah, Adul Mutaal al-JabarI. Ahkamuha wa Falsafatuha al-
Tarbiyah,diterjemah oleh Ainul Haris. Cara Berkurban. Jakarta : Gema
Insani Perss, 1996.
Al-Banjari, Syekh Muhammad Arsyad. Sabilal Muhtadin. Surabaya: PT. Bina
Ilmu Offset, 2013.
Al-Darul Qutni al-Baghdadi, Ali bin Umar Abu Hasan. Sunan al-Daru Quthni.
Beirut: Darul Ma’rifah,1966.
al-Gazziy, Muhammad Bin Qasim. Fathul Qarib Al-Mujib. penerjemah A. Hufaf
Ibriy, Studi Islam Versi Pesantren. Surabaya: Tiga Dua, 1994.
Al-Habsyi, Muhammad Bagir.Fiqih Praktis Menurut Al-Qur’an, As-sunnah, dan
Pendapat Para Ulama.Bandung : Penerbit Mizan, 1999.
73
Al-Husaini al-Qaruzi al-Bukhari, Abi Thayyib Shadiq Ibnu Hasan.Sirajul Wahab
Min Kasyfil Muthalib Shahih Muslim Al-Hajjaj. Darul Kutub Al-
kitriyah, 1984.
Ali al-Baihaqi, Abu Bakar Ahmad, Ibn al-Husain. Al-Sunan al-Kubra al-
Baihaqi.Misriyah: Dār al-Ma’arif,4411H.
Al-Jabir, Abu Bakar. Ensiklopedi Islam Minhajul Muslim. Jakarta: Darul Falah,
2000.
Al-Zamakhsyari, al-Khawarizmi.Al-Khasysyaf. Arab Saudi, Maktabah Al-
'Abikan, 1998.
Ar-rifa’i, Muhammad Nasib. Taisiru Al-aliyyul Qadir Li Ikhtishari Tafsir Ibnu
Katsir. Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
Asrori, Ahmad Ma’ruf, et.al. Berkhitan Akikah kurban Yang Benar Menurut
Ajaran Islam. Surabaya: Al-Miftah, 1998.
As-Sayyid Salim, Abu Malik Kamal bin. Shahih Fikih Sunnah. Jakarta: Pustaka
Azam, 2007.
Az-Zuhaili Wahbah.Fiqih Islam Wa Adillatuhu. Jakarta: Gema Insani, 2011.
Bali, Wahid Abdussalam. Penerjemah Sarwedi MA. Hasibuan. Wiqayatul Insan
Minal Jinni Was Syaithan. Solo: Aqwam, 2012.
Budi Utomo Setiawan. Fiqih Aktual. Jakarta: Gema Insani Press, 2003.
Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedia Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,
1996.
Dhiya Abu. Fiqh Ibadah. Johor Baru: Perniagaan Jahabersa, 1996.
74
Halim Abdul dan Ikhwan.Ensiklopedia Haji&Umrah.Jakarta: PT.Raja Grafindo,
2002.
Hanbal Al-marwazi, Abu Abdillah bin Muhammad. Musnad Imam Ahmad bin
Hanbal. Maktab Islami, 1987.
Idris Abdul Fatah dan Ahmadi Abu.Fikih Islam Lengkap. Jakarta:PT.Rineka Cipta
2004.
Ibnu Hizaz Al- Qusairy. An-Naisaburi Al- Imam Abi Husen Muslim. Shaheh
Muslim. Beirut : Dar Ibn Hizam, 1995.
Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail.
Sahih Bukhari. Mesir : Al-Majlisul Al- a’la Li Al- Syu’uni Al-
Islamiyyah, 1991.
J. Moleong Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005.
Mabruri Tolhah Syafi’ah, M. Abdul Mujieb. Kamus Istilah Fiqh. Jakarta: PT.
Pustaka Firdaus, 1994.
Masu’ud Ibnu dan Abiding Zainal. fiqih mazhab syafi’I. Bandung: Pustaka Setia,
2005.
Muhammad Abu Ja’far. Jami’i Al-Bayan an-Ta’wil Al-Qur’an. Penerjemah
Ahsan Askan. Tafsir al-Thabari. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
Muhammad bin Yazid Al-Qozwani, Abu Abdillah. Sunan Ibnu Majah. Beirut:
Dar el-Fikr, tt.
75
Nashir M. Husain. Fikih Dzabīhah Kurban, Aqiqah, Khitan. Jatim: Pustaka
Sidogiri, 2005.
Nepan, Fuad kauma.Kisah-kisah Rukun Islam. Jakarta: Mitra Pustaka, 1999.
Qardhawi, Muhammad Yusuf. Halal dan Haram Dalam Islam. PT. Bina Ilmu,
1993.
Raja Faizal. Objek Wisata Yang Tercecer BALI (Batu Limau).
Rifa’I, H. Moh. Fiqh Islam Lengkap. Kuala Lumpur: Pustaka Jiwa Sdn. Bhd,
1996.
Riza Hamid Samsul. Fatwa-fatwa Rasulullah 3 Seputar Haji dan Qurban. Jakarta:
Cahaya Salam, 2001.
Rohanadi. D. (ed). Menuju Haji Mabrur. Jakarta: Pustaka Zaman, 2000.
Rosydiy, T. A. Latief. Qurban dan Aqiqah Menurut Sunah Rasulullah SAW.
Medan: Firma Rimbow, 1996.
Rusyd Ibnu. Bidayatul Mujtahid. Jakarta : Pustaka Azzami, 2006.
Saleh, E. Hasan. Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontenporer. Jakarta: Rajawali
Pers, 2008.
Sabiq Sayyid. Fikih Sunnah. Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009.
Said, A. Fuad.Qurban dan Aqiqah Menurut Ajaran Agama Islam. Jakarta: Pustaka
Zaman, 1994.
Zuhri Moch. et.al. Fiqih Empat Mazhab. Semarang : Asy-syifa, 1993.
76
Wawancara
Wawancara pribadi dengan Prof. Huzaimah Tahido Yanggo pada Tanggal 18
Febuari 2015.
Wawancara pribadi dengan Hj. Siti Hanna, S. Ag., Lc, MA pada Tanggal 11
Januari 2015.
Wawancara pribadi dengan DR. Sudirman Abbas, MA pada Tanggal 20 Febuari
2015.
Wawancara pribadi dengan K.H. Ali Mustafa Yakub, MA pada Tanggal 29
Agustus 2014.
Wawancara pribadi dengan H. Rasyid pada Tanggal 1 Agustus 2014.
Wawancara Pribadi dengan M. Khaidir pada Tanggal 22 Juli 2014.
Wawancara pribadi dengan H. Karim pada Tanggal 20 Juli 2014.
Wawancara pribadi dengan H. Rabu pada Tanggal 25 Juli 2014.
Narasumber : H. Karim
Jabatan : Pemuka Agama
Tempat Wawancara : Kediaman Narasumber
Waktu Wawancara : 20 Juli 2014, 09.30 WIB
1. Kapan dilaksanakannya penyembelihan hewan kurban di Desa Kundur?
Setelah melaksanakan shalat dzuhur.
2. Mengapa melaksanakan penyembelihan hewan kurban setelah shalat dzuhur,
padahal pada umumnya penyembelihan hewan kurban itu dilaksanakan setelah
shalat ‘idul adhha? Apakah ada dalil yang menganjurkan pelaksanaan
penyembelihan hewan kurban di waktu tersebut?
Tidak ada dalilnya. Karena mengikuti waktu ba’da shalat Idul adha di
mekah yang kira-kira waktunya bertepatan dengan waktu ba’da shalat
dzuhur di indonesia, sah-sah saja melakukan penyembeliihan hewan
kurban setelah shalat idul Adha menurut waktu Indonesia akan tetapi
lebih afdhal mengikuti waktu ba’da shalat Idul adha di mekah.
3. Bagaimana tata cara pelaksanaan penyembelihan hewan kurban di desa Kundur
Kec. Kundur Barat Kab. Karimun?
Orang yang hendak meyembelih harus bersih dari hadas kecil maupun
besar.
Berwudhu.
Sebelum melakukan penyembelihan orang yang hendak menyembelih
harus melakukan ijab qabul dengan orang yang ingin berkurban.
Orang yang menyembelih dan hewan yang hendak disembelih harus
Menghadap kiblat.
Orang yang hendak menyembelih hewan kurban, ketika berjalan
menuju tempat sembelihan dianjurkan membaca tasbih, surat al-fatihah
dan dilanjutkan dengan membaca takbir sebanyak empat kali.
Ketika menyembelih hewan kurban membaca kalimat
Untuk mengangkat pisau dari leher hewan yang disembelih seraya
membaca
Untuk menyembelih hewan kurban dibuatlah lubang khusus untuk
mengalirkan darah hewan kurban, tujuannya adalah agar darah hewan
kurban tidak berceceran dimana-mana.
Setelah mengangkat pisau dari leher hewan sembelihan seraya membaca
4. Apa yang membedakan proses pembagian hewan kurban di masyarakat kundur
dengan masyarakat pada umumnya?
Di Desa Kundur hanya membagikan dagingnya saja, sedangkan bagian
lainnya seperti kepala, kulit maupun tulangnya diKubur. Kurban
merupakan sebuah ibadah, maka harus benar-benar teliti dalam
mengerjakan ibadah kurban. Sedangkan kurban pada umumumnya
mereka membagika seluruh bagian hewan kurban, tidak terkecuali.
5. Apa alasan masyarakat desa kundur membagikan hewan kurban hanya berupa
dagingnya saja tanpa membagikan bagian-bagian lainnya?
Syarat hewan kurban saja kulit tidak boleh kurap, gigi tidak boleh
patah, tanduk tidak boleh pecah, kaki tidak boleh pincang, ekor tidak
boleh buntung (putus) seluruhnya harus sempurna.
Awalnya sejarah kurban berawal dari Nabi Ismail. Nabi Ibrahim
diperintahkan oleh allah untuk menyembelih anaknya yaitu Nabi
Ismail. Jika pada waktu itu Nabi Ismail di sembelih oleh Nabi Ibarahim
dan tulang-tulangnya dicincang tentu tidak masuk akal. Maka
digantilah dengan kibas dan pada waktu itu kibas hanya diambil
dagingnya saja.
Kurban itu berdasarkan empat macam:
Siddiq: barang yang benar, baik kambing atau sapi itu harus
sempurna, tidak boleh cacat.
Amanah: dapat dipercaya, itu berarti tidak boleh berbohong
(bijaksana). Pekerjaan kurban kita dari awal sampai akhir harus
amanah.
Tabligh: menyampaikan, sempurna pekerjaan kita dari awal
sampai akhir.
Fathonah: selesailah pekerjaan kita.
Misalnya tulang dicincang dan dibagikan, kemudian tidak sanggup
dimakan otomatis dibuang, pasti tulang tersebut menjadi santapan
anjing. Boleh dibagikan, akan tetapi khawatir masyarakat tidak
amanah. Setelah dimakan tidak kubur kembali tulang-tulangnya.
Tulang itu tidak mengenyangkan, hanya dapat nikmatnya saja. Kurban
merupakan sebuah ibadah, contohnya saja shalat. Kalau kita terkena
najis pasti ibadah shalat kita tidak sempurna, begitu juga dengan
hewan kurban. Dikhawatirkan tulang belulagnya dimakan anjing,
anjing merupakan hewan yang najis.
6. Apakah ada dalil yang menjelaskan bahwa tulang belulang itu tidak boleh
dicincang?
“Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa kami menciptakannya
dari setetes air mani, maka tiba-tiba dia menjadi musuh yang nyata.” (QS.
Yasin: 77)
7. Bagaimana proses penguburan sisa hewan kurban yang tidak dibagikan?
Pertama, dibuatkan lubang khusus untuk penguburan sisa hewan
kurban itu.
Kerangka hewan kurban tersebut dibungkus menggunakan kain putih.
Muka hewan tersebut dihadapkan ke kiblat dan orang yang ingin
mengubur hewan tersebut harus menghadap kiblat.
Ketia hendak menguburkan kerangka hewan tersebut ke dalam lubang
seraya membaca . Alasannya karena hewan itu
sama seperti manusia, datang dari Allah kembali juga ke Allah.
Adapun dalil yang menjelaskan bahwa tulang tersebut harus dikubur
yakni:
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perintahkanlah
kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan yang orang mati.” Allah
berfirman, “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab, “Aku telah
meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).” Allah
berfirman,”(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah
semuanya olehmu. (Allah berfirman), “Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit
satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya
mereka datang kepadamu dengan segera. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
20 Juli 2014
Pemuka Agama
H. Karim
Narasumber : H. Rabu
Jabatan : Pemuka Agama
Tempat Wawancara : Kediaman Narasumber
Waktu Wawancara : 25 Juli 2014, 19.25 WIB
1. Kapan dilaksanakannya penyebelihan hewan kurban?
Setelah shalat dzuhur.
2. Mengapa melaksanakan penyembelihan hewan kurban setelah shalat dzuhur,
padahal pada umumnya penyembelihan hewan kurban itu dilaksanakan setelah
shalat ‘idul adhha?
Karena mengikuti waktu ba’da shalat ‘Idul adhha di Mekah yang kira-
kira waktunya bertepatan dengan waktu ba’da shalat dzuhur di
Indonesia.
3. Apakah ada dalil yang menganjurkan pelaksanaan penyembelihan hewan
kurban di waktu tersebut?
Tidak ada, kita mengikuti patokan di Mekah.
4. Bagaimana tata cara pelaksanaan penyembelihan hewan kurban di desa Kundur
Kecamatan Kundur Barat KEPRI?
a. Orang yang hendak mnyembelih harus bersih dari hadas kecil maupun
besar.
b. Berwudhu.
c. Sebelum melakukan penyembelihan orang yang hendak menyembelih
harus melakukan ijab qabul dengan orang yang ingin berkurban.
d. Orang yang menyembelih dan hewan yang hendak disembelih harus
Menghadap kiblat.
e. Orang yang hendak menyembelih hewan kurban, ketika berjalan
menuju tempat sembelihan dianjurkan membaca tasbih, surat al-
fatihah dan dilanjutkan dengan membaca takbir sebanyak empat kali.
f. Ketika menyembelih hewan kurban membaca kalimat ’’
g. Untuk mengangkat pisau dari leher hewan yang disembelih seraya
membaca
h. Untuk menyembelih hewan kurban dibuatlah lubang khusus untuk
mengalirkan darah hewan kurban, tujuannya adalah agar darah hewan
kurban tidak berceceran dimana-mana.
i. Setelah mengangkat pisau dari leher hewan sembelihan seraya
membaca
5. Apa yang membedakan proses pembagian hewan kurban di masyarakat kundur
dengan masyarakat pada umumnya?
Masyarakat pada umunya membagikan seluruh bagian hewan kurban
baik kepala, daging, kulit maupun tulang belulangnya. Sedangkan di
daerah kita hanya membagikan dagingnya.
6. Apa alasan masyarakat desa kundur membagikan hewan kurban hanya berupa
dagingnya saja tanpa membagikan bagian hewan lainnya?
a. Alasan pertama yaitu jika kita mengkaji dengan akal, awalnya sejarah
kurban berawal dari Nabi Ismail. Kalo misanlnya pada waktu itu Nabi
Ismail di sembelih oleh Nabi Ibarahim dan tulang-tulangnya dicincang
tentu tidak masuk akal. Maka digantilah dengan kibas dan pada waktu
itu kibas hanya diambil dagingnya saja.
b. Syarat hewan kurban saja kulit tidak boleh kurap, gigi tidak boleh
patah, tanduk tidak boleh pecah, kaki tidak boleh pincang, ekor tidak
boleh buntung (putus) seluruhnya harus sempurna.
c. Kalo misalnya tulang dicincang dan dibagikan, kemudian tidak
sanggup dimakan otomatis dibuang, malah jadi santapan anjing.
d. Kurban itu berdasarkan empat macam:
Siddiq: barang yang benar, baik kambing atau sapi itu harus
sempurna, tidak boleh cacat.
Amanah: dapat dipercaya, itu berarti tidak boleh berbohong
(bijaksana). Pekerjaan kurban kita dari awal sampai akhir harus
amanah.
Tabligh: menyampaikan, sempurna pekerjaan kita dari awal
sampai akhir.
Fathonah: selesailah pekerjaan kita.
7. Apakah ada dalil yang menjelaskan bahwa tulang belulang itu tidak boleh
dicincang?
Dijelaskan dalam surah Yaasiin: “Dan apakah manusia tidak
memperhatikan bahwa kami menciptakannya dari setetes air mani, maka
tiba-tiba dia menjadi musuh yang nyata.” (QS. Yasin: 77)
8. Bagaimana proses penguburan sisa hewan kurban yang tidak dibagikan?
a. Dibuatkan lubang khusus untuk penguburan sisa hewan kurban itu.
b. Kerangka hewan kurban tersebut dibungkus menggunakan kain
putih.
c. Muka hewan tersebut dihadapkan ke kiblat dan orang yang ingin
mengubur hewan tersebut itu harus menghadap kiblat.
d. Ketia hendak menguburkan kerangka hewan tersebut ke dalam
lubang seraya membaca . Alasannya karena
hewan itu sama seperti manusia, datang dari Allah kembali juga ke
Allah.
Adapun ayat yg menjelaskan kenapa tulang itu harus dikubur:
25 Juli 2014
Pemuka Agama
H. Rabu
Narasumber : Prof. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo
Jabatan : Ketua Komisi Fatwa Majlis Ulama Indonesia
Tempat Wawancara : Kediaman Narasumber
Waktu Wawancara : 18 Febuari 2015, 16.12 WIB
1. Kapan waktu yang tempat untuk melaksanakan pemotongan hewan kurban?
Ba’da shalat Idul Adha sampai hari ketiga atau sampai hari tasyrik.
Selama masih dalam waktu hari tasyrik itu sah-sah saja melaksanakan
pemotongan hewan kurban. Sebelum shalad Id melaksanakan
pemotongan hewan kurban itu tidak sah, karna kurban merupakan
sebuah ibadah.
2. Apakah ada bagian-bagian hewan kurban yang tidak boleh dibagikan?
Tidak ada, harus dibagika semua.
3. Dari keterangan yang telah saya deskripsikan diawal, bagaimanakah pandangan
ibu tentang praktek kluran di Desa Kundur KEPRI?
Tidak benar dalam ajaran agama Islam, karna itu termasuk perbuatan
menyia-nyiakan atau mubazir.
Artinya: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara
syetan.” (QS. Al-Isra’: 27)
Pada intinya semua bagian hewan kurban itu dapat di manfaatkan. Tidak
ada perbutan menguburkan hewan seperti manusia, hewan tidak bisa
disamakan dengan manusia. Tidak ada penguburan seperti manusia,
apalagi tahlil maupun yang lain-lainnya. Perbuatan tersebut merupakan
sifat jahil (bodoh).
18 Febuari 2015
Ketua Komisi Fatwa Majlis Ulama Indonesia
Prof. Hj. Huzaimah Tahido Yanggo
Narasumber : DR. Ahmad Sudirman Abbas, MA
Jabatan : Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tempat Wawancara : Kediaman Narasumber
Waktu Wawancara : 20 Febuari 2015, 10.20 WIB
1. Kapan waktu yang tempat untuk melaksanakan pemotongan hewan kurban?
Allah mengatakan sesuai dengan tuntutan zaman dan waktunya. Ketika
kita shalat di Indonesia maka mengikuti waktu di Indonesiabegitu juga
sebaliknya ketika kita berada di Mekah. Pemotongan hewan kurban
dilaksanakan setelah shalat Idul Adha sampai hari Tasyrik.
2. Apakah ada bagian-bagian hewan kurban yang tidak boleh dibagikan?
Seluruh bagian hewan kurban harus dimanfaatkan. Karna Allah
menciptakan hewan, tumbuh-tumbuhan beserta seluruh yang ada dilangit
dan di bumi, diperuntukkan untuk manusia. Karena manusa itu sendiri
harus mengkonsumsi makanan yang halal lagi baik. Apabila hewan yang
dijadikan untuk berkurban dalam kondisi cacat, maka makanan yang
dikonsumsi manusiapun tidak tergolong makanan yang baik. Firman
Allah SWT. :
Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah syaitan, karna sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168)
3. Dari keterangan yang telah saya deskripsikan diawal, bagaimanakah pandangan
bapak tentang praktek kuran di Desa Kundur KEPRI?
Jika praktek kurban yang dilakukan masyarakat Kundur tersebut untuk
mengantisipasi dengan tujuan tertentu, maka tidak ada salahnya
melakukan hal demikian. Hanya saja tidak bisa dijadikan sebuah
keyakinan. Secara umum praktek kurban tersebut hanya bersifat parsial
atau kondisional. Jika dikemudian hari mereka harus merubah keyakinan
itu, maka mereka wajib merubahnya. Karna apapun alasannya
melakukan hal demikian itu tidak dibenarkan. Praktek pemanfaatan
hewan kurban yang dilakukan oleh masyarakat kundur yang hanya
memanfaatkan dagingnya saja dengan alasan, praktek kurban pada
zaman Ismail hanya memanfaatkan dagingnya saja. Namun pada
kenyataannya praktek kurban pada zaman Ismail tidak demikian.
Artinya bagian daging itu termasuk tulang. Ketika disebut daging, tidak
berarti tulang tidak ikut. Pemikiran yang tidak ada sumbernya, mereka
menafsirkan ayat Al-quran hanya sebatas tekstual saja, akan tetapi
asbabun nuzul dari ayat tersebut tidak seperti yang mereka jelaskan.
Mereka hanya berkeyakinan dan berantisipasi terhadap pencitraan
aqidah.
Pemaknaan tersebut tidak benar, yakni , pengkiasan
yang tidak punya dasar. Allah menciptakan hewan, tumbuh-tumbuhan di
muka bumi hanyalah untuk manusia. Mengapa kita harus berkurban
dengan hewan yang sempurna dan sehat? Karna untuk kesehatan mausia.
Boleh saja tulang belulang tersebut dikubur, itu lebih baik. Akan tetapi
setelah dimanfaatkan. Kekhawatiran mengenai tulang belulang bukanlah
hak manusia. Kenapa Allah menciptakan anjing jika bukan untuk
mengkonsumsi tulang. Rasulullah pernah mengatakan “Jangan
mengganggu tulang itu, karna tulang adalah makanan dari bangsa jin.”
20 Febuari 2015
Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DR. Ahmad Sudirman Abbas, MA
Narasumber : Hj. Siti Hanna, S.Ag., Lc, MA
Jabatan : Dosen UIN syarif Hidayatullah Jakarta
Tempat Wawancara : Ruang Dosen Fakutas Syariah dan Hukum UIN Jakarta
Waktu Wawancara : 11 Januari 2015, 14.20 WIB
1. Kapan waktu yang tempat untuk melaksanakan pemotongan hewan kurban?
Sangat jelas aturannya dalam fiqih bahwa waktu penyembelihan hewan
kurban dilaksanakan setelah shalat Idul Adha. Para imam mazhabpun
sepakat dengan hal itu, hanya mereka berbeda pendapat tentang kapan
masa akhirnya. Mazhab Syafi’I satu hari nahar saja dan tiga hari tasyrik
untuk waktu pemotongan hewan kurban. Mengenai kapan waktu yang
tepat untuk melaksanakan pemotongannya belum ada yang membahas.
Sedangkam menetapkan hari nahar itu sesuai dengan dimana orang
tersebut tinggal.
Contohnya saja waktu dzuhur di Indonsia tentunya di Mekkah berbeda,
di Indonesia dzuhur di Mekkah pagi. Apakah orang Indonesia harus
mengikuti waktu di Mekkah? Tentu tidak, waktunya sangatlah berbeda.
Nasnya sangatlah jelas:
Artinya: “Dirikanlah shalat karna tergelincirnya matahari.” (Qs. Al-Isra’:
78)
Ketika tergelincirnya matahari, kita berada di Indonesia, maka kita wajib
melaksanakan shalat dzuhur. Karna di Mekkah belum ada syam maka
mereka tidak wajib shalat dzuhur. Ketika munculnya syam di mekkah di
Indoneia sudah melaksanakan shalat magrib. Al-qur’an sendiri menaruh
illat bukan pada penduduk Mekkah tetapi pada sebuah tanda alam yang
menunjukkan adanya pergeseran waktu yaitu tergelincirnya matahari.
Hewan kurban begitu juga dengan masalah penyembelihan. Tidak ada
nas yang menjelaskan bahwa penyembelihan hewan kurban dilaksanakan
mengikuti waktu di Mekkah, karna pada hakikatnya semua waktu milik
Allah.
Artinya: “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat.” (QS. Al-Baqarah:
115)
Artinya semua daerah dimata Allah sama, Mekkah dan Madinah punya
keistimewaan khusus tapi bukan berarti kita memotong hewan kurban
harus mengikuti waktu disana.
2. Apakah ada bagian-bagian hewan kurban yang tidak boleh dibagikan?
Selama itu masih bisa dimanfaatkan dan digunakan oleh orang, itu harus
dibagikan. Yang tidak boleh itu diperjual belikan, biasanyakan kulit,
kepala dijual, itu yang tidak boleh.
3. Dari keterangan yang telah saya deskripsikan diawal, bagaimanakah pandangan
ibu tentang praktek kluran di Desa Kundur KEPRI?
Menurut saya ini merupakan tradisi turun temurun, sehingga pada
akhirnya masyarakat sekarangnya tidak lagi bertanya-tanya. Apalagi
dibungkus menggunakan kain putih, menurut mereka itu ajaran agama.
Kesannya memang betul kita berkurban mengikuti orang Mekkah. Akan
tetapi menurut kiasan mereka, sejarah kurban pada zaman Nabi Ibrahim
diperintahkan memotong anaknya Ismail, maka pada waktu itu juga
diganti dengan kibas dan pada waktu itu kibas hanya di ambil dagingnya
saja. Mungkin pada waktu itu di Mekkah orangnnya sangat sedikit,
tulang, kepala, kulit tidak terlalu banyak mempergunakannya. Akan
tetapi di Indonesia sangat dimanfaatkan untuk orang lain.
Seperti yang mereka kiaskan, jika Nabi Ismail dipotong dan di cincang-
cincang memeang itu sangat tdak mugkin. Menurut saya itu
menggandengkan hukum tapi denga dasar hukum yang
sama sekali berbeda. Seperti harus di kuburkan layaknya jenazah, dalam
Islam segala sesuatu itu ada tempatnya, manusia memang seperti itu
diperlakukannya. Hewan/ binatang tidak seperti itu. Bukan kita
menghinakan binatang, tetapi tidak pernah ada aturan pemakaman
binatang seperti halnya manusia. Karna pada hakikatnya semua binatang
dan semua benda di muka bumi ini adalah ditundukkan untuk
kemaslahatan manusia bukan manusia yang menghamba pada binatang.
11 Januari 2015
Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hj. Siti Hanna, S.Ag., Lc, MA
Narasumber : KH. Ali Mustafa Yaqub, MA
Jabatan : Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta
Tempat Wawancara : Kantor Masjid Istiqlal, Jakarta
Waktu Wawancara : 29 Agustus 2014, 13.20 WIB
1. Kapan waktu yang tempat untuk melaksanakan pemotongan hewan kurban?
Waktu penyembelihan hewan kurban dilaksanakan setelah shalat Idul
Adha, sampai hari tasyrik.
2. Apakah ada bagian-bagian hewan kurban yang tidak boleh dibagikan?
Semua bagian hewan kurban boleh dibagikan. Tidak ada larangan untuk
membagikan baik itu kepala, kulit maupun tulang belulangnya. Yang
tidak boleh itu menjual bagian dari hewan kurban.
3. Dari keterangan yang telah saya deskripsikan diawal, bagaimanakah pandangan
bapak tentang praktek kluran di Desa Kundur KEPRI?
Menurut saya, praktek kurban disana tidak benar, karna tidak sesuai
dengan yang diajarkan agama Islam. Karna itu sudah berkaitan dengan
kepercayaan, dikhawatirkan bisa menjadi syirik. Jika sisa dari bagian
hewan kurban yang tidak dibagikan kemudian dipendam atau di
kuburkan itu merupakan perbuatan mubazir.
29 Agustus 2014
Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta
KH. Ali Mustafa Yaqub, MA