ppt semprop

47
PROPOSAL SKRIPSI Diajukan Oleh: Ruliyantika Nanda Puspita J500100020 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013 HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN TERHADAP TINGKAT KONTROL ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

description

rn

Transcript of ppt semprop

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Oleh:

Ruliyantika Nanda Puspita

J500100020

 

 

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN TERHADAP TINGKAT KONTROL ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU

MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN

Pengobatan yang tepat: inhalasi kortikosteroid untuk meringankan inflamasi menurunkan angka kematian akibat asma (WHO, 2011).

Latar Belakang

Asma Masalah kesehatan di negara maju dan negara berkembang.

Satu dari lima penyebab kematian di dunia 80%

Akan meningkat pada 10 tahun mendatang jika tidak segera ditangani.

Prevalensi asma di Surakarta: 2,42% (Dinkes Jateng, 2009).

235 juta orang di dunia menderita asma (WHO, 2011).

Indonesia: 2-5% penderita asma (Oemiati et al, 2010).

Data dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2005: 225.000 orang meninggal karena asma.

Prevalensi kasus asma di Jawa Tengah pada tahun 2010 sebesar 0,64% mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar 0,66% (Dinkes Jateng, 2010).

Penelitian di wilayah Asia Pasifik: 5% pasien asma terkontrol penuh, 35% terkontrol sebagian, 10% pasien menggunakan inhalasi steroid dan 68% pasien menggunakan bronkodilator (Priyanto et al, 2011).

Kecemasan cenderung memperburuk asma, menyebabkan perubahan fisiologis yang dapat menimbulkan serangan. Selama periode kecemasan, orang mungkin lupa untuk mengambil obat asma mereka, membuat serangan lebih memungkinkan (Kam, 2009).

Tingkat kontrol asma

ekspresi emosi yang berlebihan : kecemasan

Pasien asma cenderung memiliki kecemasan sehingga dapat mempengaruhi kontrol asma dan kualitas hidup ( Urutia et al, 2012).

Kontrol asma di Indonesia masih rendah

faktor dokter

Penelitian Rabe dkk : penggunaan obat pengontrol asma seperti kortikosteroid inhalasi pada pasien asma masih sangat rendah, yaitu 18-26%. Dokter juga terlalu rendah menilai beratnya asma sehingga memberi resep terapi yang tidak adekuat.

Faktor pasien Pasien merasa dirinya terkontrol baik. Meskipun masih bergejala 89%, pasien cukup puas dengan obat yang diterima meskipun asmanya tidak terkontrol. Pasien mengobati asma bila mempunyai gejala saja tanpa perlu memakai obat pengontrol (Sundaru, 2007).

Penelitian Marco et al di Italia, pasien dengan kontrol asma yang buruk lebih sering terjadi pada wanita, orang tua, dengan fungsi paru yang buruk, obesitas, cemas dan/ atau depresi. Kecemasan dan asma mempunyai korelasi yang signifikan (Marco et al., 2010).

Studi cross-sectional yang dilakukan Vieira et al di Brazil, didapatkan hasil bahwa prevalensi kecemasan lebih tinggi pada pasien asma tidak terkontrol daripada pasien asma terkontrol yaitu 78% (Vieira et al., 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh Cheng et al di China juga mendapatkan hasil yang sama, yaitu kecemasan umumnya ditemukan pada pasien asma. Semakin buruk kontrol asma maka semakin berat kecemasan yang terjadi, dan sebaliknya (Cheng et al., 2012).

Adakah hubungan tingkat kecemasan terhadap tingkat kontrol asma di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta?

Rumusan Masalah

Tujuan

Tujuan Umum

• Untuk mengetahui adanya hubungan tingkat kecemasan terhadap tingkat kontrol asma di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta.

Tujuan Khusus

• Untuk mengetahui tingkat kecemasan penderita asma di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta.

• Untuk mengetahui tingkat kontrol asma di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta.

• Untuk menganalisa hubungan tingkat kecemasan terhadap tingkat kontrol asma di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta.

ManfaatBagi Peneliti

• Menambah wawasan tentang kecemasan dan tingkat kontrol asma.• Peneliti mampu meningkatkan pengetahuan tentang penelitian dan

aplikasinya di lapangan.

Bagi Pemerintah dan Institusi • Dapat mencegah terjadinya kecemasan sehingga menurunkan angka

kekambuhan asma.• Dapat melakukan penanganan yang tepat terhadap kecemasan yang

memicu terjadinya asma.• Dapat melakukan penanganan yang tepat terhadap asma terkontrol dan

tidak terkontrol.Bagi Masyarakat

• Dapat meningkatkan motivasi masyarakat untuk mengurangi kecemasan sehingga kekambuhan asma dapat dikontrol.

• Dapat menyadarkan masyarakat untuk melakukan kontrol asma.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

ASMA“asthma” dari bahasa Yunani sukar bernapas.

Gejala klinis dominan: sesak napas episodik terutama pada malam hari disertai batuk, tanda yang sering ditemukan: suara mengi atau wheezing.

Ciri fisiologis episode obstruksi saluran napas, ditandai dengan keterbatasan arus udara pada ekspirasi.

Ciri patologis adalah inflamasi saluran napas, kadang disertai oleh perubahan struktur saluran napas (Rengganis, 2008).

Faktor risikoGenetik •alergi/ atopi

•hiperaktivitas bronkus•jenis kelamin•ras/ etnik•obesitas

Lingkungan •Alergen dalam rumah: tungau debu rumah, kecoa, serpihan kulit binatang (anjing, kucing)•Alergen luar rumah: serbuk sari, spora jamur

Lain-lain alergen makanan, alergen obat-obatan, bahan yang mengiritasi, emosi berlebih, asap rokok, polusi udara, Exercise-induced asthma, perubahan cuaca, status ekonomi (Rengganis, 2008).

Serangan asma ditandai dengan batuk, mengi, dan sesak napas, sering terlihat penggunaan otot pernapasan tambahan, pulsus paradoksus, dan timbul Kussmaul’s sign. Takikardia akan timbul di awal serangan dan diikuti sianosis sentral (Djojodibroto, 2009).

Gejala AsmaCiri yang khas: dispnea, suara mengi (wheezing), obstruksi jalan napas reversibel terhadap bronkodilator, bronkus yang hiperesponsif terhadap berbagai stimulus, dan peradangan saluran pernapasan.

KlasifikasiRiwayat atopi

Asma Ekstrinsik (Alergi) riwayat atopi, melibatkan sistem imun, terjadi saat kanak-kanak dengan peningkatan kadar IgE serum.

Asma Intrinsik (Idiosinkratik) tidak berkaitan dengan riwayat atopi dan tidak melibatkan sistem imun, kadar IgE serum nornal (Djojodibroto, 2009).

Etiologi Asma karena obat, asma karena aktivitas, dan asma karena pekerjaan (Djojodibroto, 2009).

Tingkat kegawatan asma

Asma Bronkiale, Status Asmatikus, Asmatikus Emergency (Kegawatdaruratan Asmatikus) (Rab, 2010).

Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal Paru

Intermiten Bulanan

Gejala < 1x/ minggu tanpa gejala

diluar serangan

Serangan singkat

≤ 2 kali sebulan APE ≥ 80%

Persisten ringan Mingguan

Gejala > 1x/ hari

Serangan dapat mengganggu

aktivitas dan tidur

> 2 kali sebulan APE > 80%

Persisten sedang Harian

Gejala setiap hari

Serangan mengganggu aktivitas dan

tidur

Bronkodilator setiap hari

> 2 kali sebulan APE 60-80%

Persisten berat Kontinyu

Gejala terus menerus

Sering kambuh

Aktivitas fisik terbatas

Sering APE ≤ 60%

Klasifikasi Derajat Asma (GINA, 2011)

Patogenesis Asma

Asma

IgE, sel radang

Mediator inflamasi Histamin, leukotrien, dll.

↑ permeabilitas dinding vaskuler, edem saluran napas, sekresi mukus

Hiperventilasi

Sel Th 2

Sel Th 1

Interleukin

Sel plasma

APC Sel Th Alergen

Selama ekspirasi saluran napas menyempit udara distal tempat obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi ↑ volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF) bernapas pada volume tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT).

Hiperventilasi perlu otot bantu napas buka saluran napas melancarkan pertukaran gas.

Patofisiologi Asma

Penyempitan saluran napas besar : mengi, penyempitan saluran napas kecil: batuk. Penyempitan saluran napas tidak merata kapiler darah tidak mendapatkan ventilasi hipoksia.

Kurang oksigen hiperventilasi pengeluaran CO2 berlebihan PCO2 menurun alkalosis respiratorik (Sundaru & Sukamto, 2009).

Pemeriksaan Sputum: Kristal Charcot Leyden, Spiral Cruschmann, Creole, neutrofi dan eosinofil.

Pemeriksaan Darah: eosinofil, limfosit, IgE. Pemeriksaan Faal Paru Tes Provokasi Bronkus Tes Tusuk Kulit (Skin Prick Test) Pemeriksaan Radiologi: dalam batas normal

Pemeriksaan Asma

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5

Penyuluhan asma dan pengendalian lingkungan

Jika diperlukan

berikan agonis β2

aksi cepat

Agonis β2 aksi cepat jika dibutuhkan

Pilihan

pengontrol

Pilih salah satu Pilih salah satuTambah satu atau

lebih

Tambah satu atau

keduanya

ICS dosis rendah

ICS dosis rendah

ditambah agonis

β2 aksi panjang

ICS dosis sedang

atau dosis tinggi

ditambah agonis

β2 aksi panjang

OCS dosis

terendah

Leukotrien

modifier

ICS dosis sedang

atau dosis tinggi

Leukotrien

modifier

Pengobatan anti

IgE

ICS dosis rendah

ditambah

leukotrien

modifier

Teofilin lepas

lambat

ICS dosis rendah

dan teofilin

Pengobatan Asma (GINA, 2011)

Pneumotoraks, pneumodiastinum, emfisema subkutis

Atelektasis Aspergilos bronkopulmoner alergi Gagal napas Bronkitis Fraktur iga (Sundaru & Sukamto, 2009)

Komplikasi Asma

Kontrol asma berarti seorang penderita asma dengan kriteria (GINA, 2011):

Tidak ada (atau minimal) gejala asma. Tidak terbangun pada malam hari karena asma. Tidak ada (atau minimal) menggunakan obat asma. Mampu melakukan aktivitas fisik normal dan olahraga. Hasil tes fungsi paru (PEF dan FEV1) normal (mendekati

normal). Tidak ada (sangat jarang) terjadi serangan asma.

Kontrol Asma

Kriteria Penilaian Terkontrol

(semua penilaian)

Terkontrol sebagian

(minimal salah satu)

Tidak terkontrol

Gejala harian/ siang Kurang dari 2 kali

per minggu

Lebih dari 2 kali per

minggu

Didapatkan tiga atau

lebih kriteria

terkontrol sebagian

dalam seminggu.Gangguan aktivitas Tidak ada Kadang

Gejala malam

terbangun

Tidak ada Kadang

Penggunaan obat

pelega

Kurang dari 2 kali

per minggu

Lebih dari 2 kali per

minggu

Fungsi paru (PFR

atau VEP1)

Normal < 60% prediksi atau

nilai terbaik (jika

diketahui)

Derajat Kontrol Asma (GINA, 2011)

Diukur menggunakan ACT (Asthma Control Test).

ACT berisi lima pertanyaan dan masing-masing pertanyaan tersebut memiliki skor 1 sampai 5.

Jika nilai ACT kurang dari atau sama dengan 19 asma tidak terkontrol.

Jika nila ACT adalah 20-24 asma terkontrol. Jika nilai ACT adalah 25 asma terkontrol

total (Sundaru & Sukamto, 2009).

Tingkat Kontrol Asma

Respon terhadap ancaman yang tidak diketahui sumbernya, internal, samar-samar, atau konfliktual (Kaplan et al., 2010).

Definisi KecemasanSinyal yang menyadarkan dan memperingatkan seseorang tentang adanya bahaya yang mengancam serta memungkinkan seseorang untuk melakukan tindakan untuk mengatasi ancaman tersebut

Etiologi KecemasanTeori biologi

Area otak: lobus oksipitalis,basal ganglia, sistem limbik, dan korteks frontal

Neurotransmitter: GABA, serotonin, norepinefrin, glutamat, dan kolesistokimia

Teori genetik Ada hubungan genetik antara pasien gangguan

kecemasan dan gangguan depresi mayor pada wanita.

Teori psikoanalitik

Gejala dari konflik bawah sadar yang tidak terselesaikan

Teori kognitif-perilaku

Respon yang salah dan tidak tepat terhadap ancaman yg disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal negatif pada lingkungan, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan negatiif terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman (Elvira & Hadisukanto, 2010).

Gejala kecemasan Psikis kecemasan itu sendiri, misalnya khawatir

atau was-was.

Fisik Manifestasi dari keterjagaan yang berlebihan (hyperarousal syndrome): jantung berdebar, napas cepat, mulut kering, keluhan lambung, tangan dan kaki terasa dingin dan ketegangan otot (di pelipis, tengkuk, atau punggung).

Hiperventilasi tidak disadari penderita, yang dikeluhkan biasanya gejala akibat ketidakseimbangan asam-basa dalam darah, terjadi hipokapnea.

Paling sering adalah pusing seperti melayang, rasa kesemutan di tangan dan kaki, serta spasme otot tangan dan kaki (Maramis, 2009).

Gangguan panik dengan dan tanpa agorafobia Agorafobia tanpa riwayat gangguan panik Fobia spesifik dan sosial Gangguan obsesif-kompulsif Gangguan stres pasca traumatik Gangguan stres akut Gangguan kecemasan umum Gangguan kecemasan karena kondisi medis umum Gangguan kecemasan akibat zat Gangguan kecemasan yang tidak dapat ditentukan,

termasuk gangguan kecemasan depresif campuran

Klasifikasi Kecemasan (DSM IV)

• Timbul hampir setiap hari, sepanjang hari, terjadi selama sekurang-kurangnya 6 bulan.

• Sulit mengendalikan kekhawatirannya.

Disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut ini.

1. Kegelisahan

2. Merasa mudah lelah

3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong

4. Iritabilitas

5. Ketegangan otot

6. Gangguan tidur

7. Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I

8. Menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

9. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat atau kondisi medis umum dan tidak terjadi semata-mata selama suatu gangguan mood, gangguan psikotik atau gangguan perkembangan pervasif (Elvira & Hadisukanto, 2010).

Kriteria Diagnostik Kecemasan (DSM IV-TR)

a. Farmakoterapi Benzodiazepin: mulai dosis rendah,ditingkatkan sampai mencapai

respon terapi selama 2-6 minggu, tapering off selama 1-2 minggu. Busipiron: memperbaiki gejala kognitif, tidak menyebabkan

withdrawal, bisa digunakan bersama benzodiazepin,tapering benzodiazepin setelah 2-3 minggu, efek busipiron maksimal.

SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor):gangguan kecemasan dengan riwayat depresi (Elvira & Hadisukanto, 2010).

Pengobatan

b. Psikoterapi •Terapi kognitif-perilaku•Terapi suportif•Psikoterapi berorientasi tilikan. (Elvira & Hadisukanto, 2010).

Pengukuran tingkat kecemasan menggunakan skala pengukuran TMAS (Taylor Manifest Anxiety Scale).

TMAS terdiri dari 50 pertanyaan. Jika jumlah nilai ≥ 22 maka dinyatakan

cemas. Jika jumlah nilai < 22 maka dinyatakan

tidak cemas.

Pengukuran tingkat kecemasan

Kecemasan umumnya terkait dengan hiperventilasi, disfungsi pita suara, dan pernapasan disfungsional (Thomas et al, 2011).

Periode kecemasan serangan asma lebih sering terjadi dan kontrol asma lebih sulit gejala asma lebih parah penderita kurang efektif dalam mengelola asma.

Emosi-emosi yang kuat memicu pelepasan bahan kimia, seperti histamin dan leukotrien, yang dapat memicu penyempitan saluran napas (Kam, 2007).

Hubungan Tingkat Kecemasan dan Tingkat Kontrol Asma

Kecemasan

Asma berat, sulit dikontrol

Berlebihan Perilaku tidak tepat: manajemen diri buruk, terlalu sering menggunakan obat bronkodilator, ketidakpatuhan terhadap kontrol terapi dan merokok

Asma

KecemasanTeori biologi

Teori genetik

Teori psikoanalitik

Teori kognitif perilaku

Asma tidak terkontrol

Asma terkontrol

Asma terkontrol total

IgE, sel radang

Mediator inflamasi

Histamin, leukotrien, dll.

↑ permeabilitas dinding vaskuler, edem saluran napas,

sekresi mukusHiperventilasi

Emosi, stres

Sel Th 2

Sel Th 1

Interleukin

Sel plasma

APC Sel Th Alergen

Kerangka konsep

H0: Tidak ada hubungan tingkat kecemasan terhadap tingkat kontrol asma di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta.

H1: Ada hubungan tingkat kecemasan terhadap tingkat kontrol asma di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta.

Jika nilai p < 0,05 maka H0 ditolak, H1 diterima.

Hipotesis Penelitian

BAB IIIMETODE PENELITIAN

Desain penelitian

Observasional analitik: cross sectional

Tempat dan waktu penelitian

Waktu : Bulan Agustus-September 2013Lokasi : Klinik Asma BBKPM Surakarta

Populasi penelitian

• Populasi target dari penelitian ini adalah penderita asma usia 18-45 tahun. • Populasi aktual dari penelitian ini adalah penderita asma usia 18-45 tahun di Klinik Asma BBKPM Surakarta tahun 2013.

Sampel dan Teknik Sampling

Kriteria inklusi:a. Pasien asma derajat intermiten atau persisten

ringan di Klinik Asma BBKPM Surakarta.b. Pasien berusia 18-45 tahun.c. Hasil rontgen toraks pasien dalam batas

normal.d. Pasien bersedia untuk mengisi kuesioner.e. Pasien memahami bahasa Indonesia.

Kriteria eksklusi:a. Pasien TB paru.b. Pasien PPOK.c. Pasien bronkitis.d. Pasien menderita kelainan jantung.e. Penderita tidak bersedia mengisi kuesioner.

Teknik samping: purposive sampling

Berdasarkan data prevalensi asma di Surakarta sebesar 2,42 % (Dinkes Jateng, 2009), maka besar sampel yang diperlukan adalah sebagai berikut.

= 1,96 P = 2,42% = 0,0242 Q = 1-P = 1- 0,0242 = 0,9758 d = 5% = 0,05 n =

n = 36,28 Dari penghitungan besar sampel menggunakan rumus

di atas didapatkan besar sampel sebanyak 37 orang.

Estimasi Besar Sampel

Kuesioner ACT (Asthma Control Test) untuk mengetahui tingkat kontrol asma.

Kuesioner TMAS (Taylor Manifest Anxiety Scale) untuk mengetahui tingkat kecemasan.

Instrumen penelitian

Variabel bebas: tingkat kecemasan. Variabel terikat: tingkat kontrol asma di

BBKPM Surakarta. Variabel luar terkendali: umur, foto rontgen,

derajat asma. Variabel luar tidak terkendali: jenis kelamin,

BMI, tingkat pendidikan

Identifikasi Variabel Penelitian

Definisi Operasional VariabelVariabe bebas: tingkat kecemasan

1. Tingkat kecemasan adalah tingkat respon terhadap ancaman yang tidak diketahui sumbernya, internal, samar-samar, atau konfliktual.

2. Cara penilaian menggunakan kuesioner TMAS. 3. Skala penilaian adalah nominal.4. Hasil penilaian:

a. Cemasb. Tidak cemas

Variabel terikat: tingkat kontrol asma1. Tingkat kontrol asma adalah tingkat pengendalian terhadap

manifestasi klinis penyakit asma.2. Cara penilaian menggunakan kuesioner ACT.3. Skala penilaian adalah ordinal.4. Hasil penilaian:

a. Tidak terkontrolb. Terkontrolc. Terkontrol total

Data yang didapat adalah data primer, kemudian akan dianalisa dan disajikan dengan analisis komparatif tidak berpasangan Chi-Square menggunakan program SPSS.

Rencana Analisis Data

Kerangka OperasionalPasien asma

Derajat asma intermiten atau persisten ringan

Spirometri (APE ≥ 80%)

Rontgen toraks (batas normal)

ACT

Analisa data

Cemas (≥ 22) Tidak cemas (< 22)

Asma terkontrol (20-24)

TMAS

ACT

Asma terkontrol total (25)Asma tidak terkontrol (< 19)

Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pengajuan Judul

Penyelesaian dan bimbingan proposal

Seminar proposal

Revisi proposal

Penelitian

Penyelesaian dan bimbingan skripsi

Sidang skripsi

Jadwal Penelitian

Carvalho et al., 2007. Comparing Asthma and Chronic Obstructive Pulmonary Disease in Terms of Symptoms of Anxiety and Depression. J. Bras. Pneumol. 33(1): 1-6.

Cheng et al., 2012. Relationship Between Anxiety, Depression, and Asthma Control. Zhonghua Yi Xue Za Zhi. 92(30): 2128-30.

Dahlan, M. Sopiyudin, 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta.

Dinkes Jateng, 2009. Daftar Tabel Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009. Diakses dari http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/profil/2009/Profil_2009br.pdf pada 6 April 2013.

Dinkes Jateng, 2010. Daftar Tabel Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010. Diakses dari http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/profil/2010/Profil2010.htm pada 6 April 2013.

Dinkes Jogja, 2010. Hari Asma Sedunia Tahun 2010. Diakses dari http://dinkes.jogjaprov.go.id/berita/detil_berita/225-hari-asma-sedunia-tahun-2010 pada 3 April 2013.

Djojodibroto, Dr. R. Darmanto, Sp. P, FCCP, 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). EGC. Jakarta. pp. 105-115.

Elvira, Sylvia D. & Gitayanti Hadisukanto, 2010. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit FK UI. Jakarta. pp. 230-234.

GINA, 2011. At A Glance Asthma Management Reference. Diakses dari http://www.ginasthma.org/At-a-Glance-Asthma-Management-Reference pada 1 April 2013.

GINA, 2011. GINA Guidelines 2011. Diakses dari http://hcp.gsk.ie/content/dam/Health/en_IE/HCP_Home/content/therapy_areas/respiratory_allergy/products/97075/97079/gina_guidelines_2011.pdf pada 3 April 2013.

Daftar Pustaka

GINA, 2012. Global Burden of Asthma. Diakses dari http://www.ginasthma.org/Global-Burden-of-Asthma pada 6 April 2013.

Kam, Katherine. Asthma, Stress, and Anxiety: A Risky Cycle. Diakses dari http://www.webmd.com/asthma/features/asthma-stress-and-anxiety-a-risky-cycle pada 5 April 2013.

Kaplan, H.I., et al., 2010. Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid Dua. Editor : Dr. I. Made Wiguna S. Bina Rupa Aksara. Jakarta. pp. 17-25.

Katon et al., 2004. The Relationship of Asthma and Anxiety Disorders. Psychosomatic Medicine. 66: 349-355.

Katon et al., 2007. The Prevalence of DSM-IV Anxiety and Depressive Disorders in Youth with Asthma Compared with Control. Journal of Adolescent Health. 41(5): 455-463.

Lavoie et al., 2006. What Is Worse for Asthma Control and Quality of Life: Depressive Disorders, Anxiety Disorders, or Both?. Chest. 130(4): 1039-1047.

Maramis, W. F., 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press. Surabaya. Pp. 308-309.

Marco et al., 2010. Close Correlation Between Anxiety, Depression, and Asthma Control. Respiratory Medichine. Volume 104: 22-28.

Marco et al., 2011. Anxiety and Depression in Asthma. Curr. Opin. Pulm. Med. 17(1): 39-44.

Nathan et al., 2004. Development of The Asthma Control Test. The Journal of Allergy and Clinical Immunologi. 113(1(: 59-65.

Nguyen et al., 2012. The Asthma Control Test (ACT) As An Alternative Tool to Global Initiative for Asthma (GINA) Guideline Criteria for Assesing Asthma Control in Vietnames Outpatients. Prim. Care. Respir. J. 21(1): 85-89.

Notoatmodjo, Prof. Dr. Soekidjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Rineka. Jakarta.

Oemiati, R. et al., 2010. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Asma di Indonesia. Media Litbang Kesehatan. 20(1).

Priyanto, H. et al., 2011. Studi Perilaku Kontrol Asma Pada Pasien yang Tidak Teratur di Rumah Sakit Persahabatan. J. Respir. Indo. 31(3).

Rab, Prof. Dr. H. Tabrani, 2010. Ilmu Penyakit Paru. Trans Info Media. Jakarta. pp. 377-391.

Ratnawati, 2011. Editorial: Epidemiologi Asma. J. Respir. Indo. 31(4). Rengganis, Iris, 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Maj. Kedokt. Indo.

58(11). Sundaru, Heru, 2007. Kontrol Asma Sebagai Tujuan Pengobatan Asma Masa Kini.

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Disertasi. Sundaru, Heru & Sukamto, 2009. Asma Bronkial, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid I Edisi ke-5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. pp. 404-414. Thomas et al.., 2009. The Asthma Control Test (SCT) As A Predictor of GINA Guideline-

Defined Asthma Control: Analysis of A Multinational Cross-Sectional Survey. Prim. Care. Respir. J. 18(1): 41-49.

Thomas et al., 2011. Asthma and Psychological Dysfunction. Prim. Care. Respir. J. 20(3): 250-256.

Urrutia et al., 2012. Impact of Anxiety and Depression on Disease Control and Quality of Life in Asthma Patients. J. Asthma. 49(2): 201-8.

Vieira et al., 2011. Anxiety and Depression in Asthma Patients : Impact on Asthma Control. J. Bras. Pneumol. 37(1): 13-8.

Ward, J. P. T., et al, 2007. The Respiratory System at a Glance. Hartanto, dr. Huriawati (Alih Bahasa). Penerbit Erlangga. Jakarta. pp. 54-57.

WHO, 2007. Living in Normal Life With Asthma. Diakses dari http://www.who.int/features/2007/asthma/en/ pada 1 April 2013.

WHO, 2011. 10 Facts on Asthma. Diakses dari http://www.who.int/features/factfiles/asthma/asthma_facts/en/ pada 1 April 2013.

WHO, 2013. WHO : Scope: Asthma. Diakses dari http://www.who.int/respiratory/asthma/scope/en/ pada 1 April 2013.

Zaini, Jamal, 2011. Editorial: Asthma Control Test: Cara Simpel dan Efektif untuk Menilai Derajat dan Respons Terapi Asma. J. Respir. Indo. 31(2).