PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

download PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

of 32

Transcript of PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    1/32

    Pajak PenghasilanPasal 4 ayat (2)

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    2/32

    Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)

    Adalah pajak atas penghasilan sebagai berikut:

    1. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga

    simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

    2. penghasilan berupa hadiah undian;

    3. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan

    transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima

    oleh perusahaan modal ventura;

    4. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha

    real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan

    5. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

    Pemotong PPh Pasal 4 ayat (2)

    1. Koperasi;

    2. Penyelenggara kegiatan;

    3. Otoritas bursa; dan

    4. Bendaharawan;

    Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 4 ayat (2)

    1. Penerima bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan

    yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

    2. Penerima hadiah undian;

    3. Penjual saham dan sekuritas lainnya; dan

    4. Pemilik properti berupa tanah dan/atau bangunan;

    Lain-Lain

    1. Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah bersifat final;

    2. Karena bersifat final, maka pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dapat dikreditkan;

    3. Omset terkait transaksi yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) tidak dimasukkan dalam omset usaha, namun

    dimasukkan dalam omset penghasilan yang telah dipotong PPh Final;

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    3/32

    PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT 2

    Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Pajak Penghasilan menyebutkan, bahwa:

    Atas penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan-tabun gan lainny apengh asi lan dari transaksi saham dala sekuri tas lainnya di bursa efek,

    penghasi lan dari pengal ihan harta berupa tanah dan atau bangu nan serta

    pengh asi lan tertentu lanny a, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan

    Pemerintah.

    PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA DEPOSITODAN TABUNGAN, DAN DISKONTO SERTIFIKAT BANK INDONESIA

    Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa bunga deposito dan

    tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) diatur dengan Peraturan

    Pemerintah No 131 tahun 2000. Menurut PP tersebut, atas penghasilan berupa

    bunga yang berasal dari deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima

    oleh Wajib Pajak dalam negeri dan BUT dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat

    final. Besarnya PPh yang dipotong adalah 20% dari jumlah bruto.

    PPh (Final) = 20% x Bruto

    Sedangkan bagi Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap, besarnya PPh

    yang dipotong adalah 20% dari jumlah bruto dan tarif berdasarkan Perjanjian

    Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku.

    Pemotongan PPh ini tidak dilakukan terhadap:

    1. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di

    Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.

    2. Bunga deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia, sepanjang

    jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak

    melebihi Rp 7.500.000 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan

    merupakan jumlah yang terpecah-pecah.

    3. Bunga deposito dan tabungan, serta diskonto SBI yang diterima atau

    diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri

    Keuangan.

    4. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka

    pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kavling siap bangun

    untuk dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    4/32

    Catatan:

    Bagi Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi yang seluruh penghasilannya (termasuk

    bunga dan diskonto) dalam satu tahun pajak tidak melebihi PTKP, atas pajak yang

    telah dipotong dapat diajukan permohonan restitusi.

    PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA BUNGA ATAUDISKONTO OBLIGASI YANG DIJUAL DI BURSA EFEK

    Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa bunga atau diskonto obligasiyang dijual di bursa efek diatur dengan Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2002.Menurut PP tersebut, atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak berupa dandiskonto obligasi yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan di bursa efek dikenakanPajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya Pajak Penghasilan tersebut adalahsebagai berikut:

    1. Atas bunga obligasi dengan kupon (interest bearing bon d) sebesar:a. 20% (dua puluh persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT;b. 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan persetujuanPenghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajak

    penduduk/berkedudukan di luar negeri, dari jumlah bruto bunga sesuaidengan masa pemilikan (holding period) obligasi.

    2. Atas diskonto obligasi dengan kupon sebesar:a. 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan persetujuanPenghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajakpenduduk/berkedudukan di luar negeri,b. 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan Penghindaran PajakBerganda (P3B) yang berlaku, bagi Wajib Pajak penduduk/berkedudukandi luar negeri, dari selisih harga jual obligasi atau nilai nominal di atasperolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan (accrued interest).

    3. Atas diskonto obligasi tanpa bunga (zero coupon bo nd) sebesar:

    a. 20% (dua puluh persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT,b. 20% (dua puluh persen) atau tarif sesuai ketentuan PersetujuanPenghindaran Pajak Berganda yang berlaku, bagi Wajib Pajakpenduduk/berkedudukan di luar negeri, dari selisih harga jual atau nilainominal di atas harga perolehan obligasi.

    Catatan:Atas bunga dan diskonto obligasi yang diterima atau diperolah Wajib Pajak:1. Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;2. Dana Pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disahkan oleh MenteriKeuangan;3. Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAN),selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian atau pemberian izin usaha;tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    5/32

    PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERUPA SEWA TANAHDAN/ATAU BANGUNAN

    Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa sewa tanah dan/ataubengunan diatur dengan Peraturan Pemerintah No 29 Tahun 1996 sebagaimanatelah diubah dengan Peraturan Pemerintah No 5 Tahun 2002. Menurut ketentuantersebut penghasilan berupa sewa tanah dan/atau bengunan dikenakan PPh yangbersifat final. Besarnya PPh yang dipotong adalah sebesar 10% baik ataspenghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak badan maupun orang pribadi dari jumlahbruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.

    PPh (Final) = 10% x Bruto

    Contoh :Organisasi XYZ menyewa sebuah ruko dari Tuan AA untuk dijadikan kantor dengannilai sewa sebesar Rp 60.000.000.PPh Pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh XYZ adalah:10% x Rp 60.000.000 = Rp 6.000.000

    PPH FINAL ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAHDAN/ATAU BAGUNAN

    Wajib Pajak orang pribadi dan yayasan atau organisasi yang sejenis yangmengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan wajib membayar PPh Final 5% dari

    jumlah Bruto Nilai Pengalihan (nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta jualbeli/pengalihan dan NJOP tanah & bangunan sesuai SPPT PBB).

    Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang jumlah penghasilannya melebihi Penghasilan

    Tidak Kena Pajak (PTKP), apabila melakukan pengalihan hak atas tanah dan/ataubangunan yang jumlah brutonya kurang dari Rp 60.000.000 (enam puluh jutarupiah), penghasilan yang diperoleh dari pengalihan tersebut merupakan objek PajakPenghasilan, dan Pajak Penghasilan terutang yang bersifat final sebesar 5 % (limaper seratus) dari jumlah bruto nilai pengalihan, wajib dibayar sendiri oleh Wajib Pajakdengan Surat Setoran Pajak Final sebelum akhir tahun pajak yang bersangkutan,kecuali penghasilan yang diperoleh dari pengalihan penjualan, tukar-menukar,pelepasan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna melaksanakanpembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.

    Atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan olehWajib Pajak Badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunandi luar kegiatan usaha pokoknya, diwajibkan menyetor PPh 5% melalui bankpersepsi. Setoran PPh tersebut tidak bersifat final, sehingga merupakan angsuran

    PPh dalam tahun berjalan yang dapat dikreditkan.Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan termasuk koperasi

    yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/ataubangunan, pengenaan Pajak Penghasilannya berdasarkan ketentuan umum, Pasal16 ayat (1) dan Pasal 17 UU PPh. Dengan demikian, kewajiban pembayaran PajakPenghasilan dalam tahun berjalan dihitung dan dilaksanakan sendiri berdasarkanketentuan Pasal 25.

    PPh (Final) = 5% x Bruto

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    6/32

    USAHA JASA KONSTRUKSI

    Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi diaturdengan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2008. Berikut ini adalah beberapapengertian menurut PP No. 51 tahun:

    Jasa kontruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi,layanan jasa pelaksaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansipengawasan pekerjaan konstruksi.

    Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatanperencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaanarsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing besertaperlengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.

    Pelaksanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badanyang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yangmampu menyelenggarakan kegiatan untuk mewujudkan suatu hasil perencanaanmenjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaankonstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam modelpenggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembagunan (engineering,

    procurement and construction) serta modal penggabungan perencanaan danpembangunan (design and build).

    Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badanyang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yangmampu melaksanakan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksisampai selesai dan diserahterimakan.

    Penyediaan jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap,yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi baik sebagaiperencanaan konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi maupunsub-subnya.

    Atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yangbersifat final. Besarnya PPh yang dipotong adalah sebagai berikut:1. 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan olehPenyediaan Jasa yang memiliki Kualifikasi usaha kecil;

    PPh (Final) = 2% x Jumlah Jasa

    2. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan olehPenyediaan Jasa yang memiliki Kualifikasi usaha;

    PPh (Final) = 4% x Jumlah Jasa

    3. 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan olehPenyediaan Jasa selain Penyediaan Jasa sebagaimana dimaksud dalamangka dan angka 2;

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    7/32

    PPh (Final) = 3% x Jumlah Jasa

    4. 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi atau PengawasanKonstruksi yang dilakukan oleh Penyediaan Jasa yang dimiliki kualifikasi

    usaha; dan

    PPh (Final) = 4% x Jumlah Jasa

    5. 6% (enam persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi atau PengawasanKonstruksi yang dilakukan oleh Penyediaan Jasa yang tidak memilikikualifikasi usaha.

    PPh (Final) = 6% x Jumlah Jasa

    Pajak Penghasilan jasa konstruksi: dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam halPenggunaan Jasa merupakan pemotongan pajak; atau

    disetor sendiri oleh Penyediaan Jasa, dalam hal pengguna jasa bukanmerupakan pemotong pajak.

    PAJAK PENGHASILAN ATAS HADIAH UNDIAN

    Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa hadiah undian diatur dalamPeraturan Pemerintah No 132 Tahun 2000. Menurut ketentuan peraturan tersebutpenghasilan berupa undian dengan nama dan dalam bentuk apapun dipotong ataudipungut Pajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya Pajak Penghasilan yangwajib dipotong atau dipungut adalah sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari

    jumlah bruto hadiah undian.PPh (Final) = 25% x Bruto

    Contoh :PT ABC dalam rangka mempromosikan produk barunya menyelenggarakan undiandengan hadiah berupa uang tunai senilai Rp 100.000.000. PPh Pasal 4 ayat 2 yangdipotong oleh PT ABC adalah:25% x Rp 100.000.000 = Rp 25.000.000

    PPH FINAL ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI DERIVATIF BERUPAKONTRAK BERJANGKA YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA

    Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan dari transaksi derivatif berupakontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa diatur dalam Peraturan PemerintahNo 17 Tahun 2009. Atas penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh orang pribadi

    atau badan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan dibursa dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 2,5% (dua koma limapersen) dari margin awal.

    PPh (Final) = 2,5% x Margin Awal

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    8/32

    Pajak Penghasilan pasal 21

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    9/32

    PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

    Pengertian

    Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,

    honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentukapapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yangdilakukan oleh Orang Pribadi Subjek Pajak Dalam Negeri.

    Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21

    1. Pemberi Kerja, yang terdiri dari Orang Pribadi dan Badan;2. Bendaharawan atau Pemegang Kas Pemerintah baik Pusat maupun Daerah;3. Dana Pensiun, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dan

    Badan-Badan Lain yang Membayar Uang Pensiun dan Tunjangan Hari Tuaatau Jaminan Hari Tua;

    4. Orang Pribadi yang Melakukan Kegiatan Usaha atau Pekerjaan Bebas sertaBadan yang Membayar :a. honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan

    jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadai dengan statusSubjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukanpekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukanuntuk dan atas nama persekutuannya;

    b. honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengankegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status SubjekPajak luar negeri;

    c. honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan

    magang;5. Penyelenggara Kegiatan, termasuk Badan Pemerintah, Organisasi yangBersifat Nasional dan Internasional, Perkumpulan, Orang Pribadi sertaLembaga Lainnya yang Menyelenggarakan Kegiatan, yang MembayarHonorarium, Hadiah, atau Penghargaan dalam Bentuk Apapun kepada WajibPajak Orang Pribadi Dalam Negeri Berkenaan dengan Suatu Kegiatan.Penerima Penghasilan Yang Dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21

    a. pegawai;b. penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari

    tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;c. bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan

    dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi :1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,

    akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang

    sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, danseniman lainnya;

    3. olahragawan

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    10/32

    4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem

    aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosialserta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;

    7. agen iklan;8. pengawas atau pengelola proyek;9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi

    perantara;10. petugas penjaja barang dagangan;11. petugas dinas luar asuransi;12. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan

    kegiatan sejenis lainnya;

    d. peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungandengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :

    1. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaanolahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi danperlombaan lainnya;

    2. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;3. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara

    kegiatan tertentu;4. peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;5. peserta kegiatan lainnya.

    Penerima Penghasilan Yang Tidak Dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21

    1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negaraasing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerjapada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat:

    a. Bukan warga negara Indonesia, dan;b. Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar

    jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutanmemberikan perlakuan timbal balik;

    2. Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh MenteriKeuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankanusaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan diIndonesia

    Penghasilan Yang Dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21

    a. penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupapenghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;

    b. penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teraturberupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    11/32

    c. penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilansehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uangpesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua,dan pembayaran lain sejenis

    d. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian,

    upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkansecara bulanan;e. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee,

    dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagaiimbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;

    f. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uangrepresentasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan namadan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

    g. penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan namadan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:- bukan Wajib pajak;

    - Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau- Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan normapenghitungan khusus (deemed profit).

    f. Pengenaan PPh Pasal 21 bagi pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggotaTentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,serta para pensiunannya atas penghasilan yang menjadi beban AnggaranPendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan BelanjaDaerah, diatur berdasarkan ketentuan yang ditetapkan khusus mengenai haldimaksud.

    Tidak Termasuk Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21

    a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransisehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

    b. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapundiberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali kecuali penghasilansebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) Peraturan Direktur JenderalPajak Nomor PER-31/PJ./2009;

    c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telahdisahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminanhari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badanpenyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;

    d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembagaamil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangankeagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesiayang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yangdibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungandengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihakpihakyang bersangkutan;

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    12/32

    e. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l Undang-Undang Pajak Penghasilan.

    Tarif Dan Penerapannya

    1. Pegawai tetap, Penerima Pensiun Berkala yang Dibayarkan Secara Bulanan,Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang Dibayarkan SecaraBulanan, dikenakan tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh dikalikan denganPenghasilan Kena Pajak (PKP).

    Penghasilan Kena Pajak dihitung berdasarkan sebagai berikut:- Pegawai TetapPenghasilan Bruto dikurangi Biaya Jabatan (5% dari Penghasilan Bruto,maksimum Rp6.000.000,- setahun atau Rp500.000,- (sebulan); dikurangiIuran Pensiun, Iuran Jaminan Hari Tua, dikurangi Penghasilan Tidak KenaPajak (PTKP).

    - Penerima Pensiun BulananPenghasilan Bruto Dikurangi Biaya Pensiun (5% dari penghasilan bruto,maksimum Rp2.400.000,-setahun atau Rp 200.000,- sebulan); dikurangiPenghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).- Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang Dibayarkan SecaraBulananPenghasilan Bruto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yangDihitung Secara Bulanan.

    2. Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, Pemagang dan Calon Pegawaiyang Menerima Upah Harian, Upah Mingguan, Upah Satuan, Upah Borongan,Uang Saku Harian atau Mingguan

    - Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harianbelum melebihi Rp150.000,00 dan jumlah kumulatif yang diterima ataudiperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihiRp1.320.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus dipotong.- Dalam hal upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang harian telahmelebihi Rp150.000,00 dan sepanjang jumlah kumulatif yang diterima ataudiperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihiRp1.320.000,00, maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesarupah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian setelahdikurangi Rp150.000,00, dikalikan 5%.- Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam bulankalender yang bersangkutan telah melebihi Rp1.320.000,00 dan kurangdari Rp6.000.000,00, maka PPh Pasal 21 yang yang harus dipotong adalahsebesar upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku hariansetelah dikurangi PTKP sehari, dikalikan 5%.- Dalam hal jumlah upah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satubulan kalender telah melebihi Rp6.000.000,00, maka PPh Pasal 21 dihitung

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    13/32

    dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlahupah bruto dalam satu bulan yang disetahunkan setelah dikurangi PTKP,dan PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah sebesar PPh Pasal 21 hasilperhitungan tersebut dibagi 12.

    3. Tenaga Ahli yang Melakukan Pekerjaan Bebas Dikenakan Tarif PPh Pasal 17atas Jumlah Kumulatif dari 50% dari Jumlah Penghasilan Bruto yangDibayarkan atau Terutang Dalam 1 (satu) Tahun Kalender.

    Dalam Hal Tenaga Ahli tersebut adalah Dokter yang Melakukan Praktik diRumah Sakit dan/atau Klinik maka besarnya Jumlah Penghasilan Bruto adalahSebesar Jasa Dokter yang Dibayarkan Pasien melalui Rumah Sakit dan/atauKlinik Sebelum Dipotong Biaya-Biaya atau Bagi Hasil oleh Rumah Sakitdan/atau Klinik.

    4. a. Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan Pegawai, Selain Tenaga Ahli, atasImbalan yang Bersifat Berkesinambungan

    (1) Bagi yang Telah Memiliki NPWP dan Hanya Menerima Penghasilan DariPemotong Pajak yang BersangkutanPPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) hurufa UU PPh atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak. Besarnyapenghasilan kena pajak adalah sebesar penghasilan bruto dikurangiPTKP per bulan.(2) Bagi yang Tidak Memiliki NPWP atau Menerima Penghasilan dari SelainPemotong Pajak yang BersangkutanPPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) hurufa UU PPh atas jumlah kumulatif Penghasilan Bruto dalam TahunKalender yang bersangkutan.b. Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan Pegawai, Selain Tenaga Ahli, atasImbalan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan.PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) hurufa UU PPh atas Jumlah Penghasilan Bruto.

    5. Peserta KegiatanPPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UUPPh atas jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifatutuh dan tidak dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan.

    6. Penerima pesangon, tembusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau JaminanHari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh Final, sebagai berikut:- 5% Dari Penghasilan Bruto Diatas Rp 25.000.000 s.d. Rp 50.000.000- 10% Dari Penghasilan Bruto Diatas Rp 50.000.000 s.d. Rp 100.000.000- 15% Dari Penghasilan Bruto Diatas Rp 100.000.000 s.d. Rp 200.000.000- 25% Dari Penghasilan Bruto Diatas Rp 200.000.000Penghasilan Bruto sampai dengan Rp25.000.000 Dikecualikan dari PemotonganPajak.

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    14/32

    7. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima honorarium danimbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atauKeuangan Daerah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif 15% dari penghasilanbruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. IIdkebawah, anggota TNI/POLRI Peltu ke bawah/ Ajun Insp./Tingkat I Kebawah.

    8. PTKP adalah :2006-2008 2009

    Untuk Diri Pegawai Rp13.200.000 Rp15.840.000Tambahan untuk Pegawai yang Kawin Rp1.200.000 Rp1.320.000Tambahan untuk Anggota Keluarga *) Rp1.200.000 Rp1.320.000Paling Banyak 3 (Tiga) Orang*) Anggota keluarga adalah anggota keluarga sedarah dan semenda dalamsatu garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungansepenuhnya.

    9. Tarif Pasal 17 Undang-Undang Pajak PenghasilanTahun 2008 ke BawahLapisan Penghasilan Kena Pajak Tarifs.d. Rp25.000.000 5%Diatas Rp25.000.000 s.d Rp50.000.000 10%Diatas Rp50.000.000 s.d Rp100.000.000 15%Diatas Rp100.000.000 s.d Rp200.000.000 25%Diatas Rp200.000.000 35%Tahun 2009 dstLapisan Penghasilan Kena Pajak Tarifs.d. Rp50.000.000 5%Diatas Rp50.000.000 s.d Rp250.000.000 15%Diatas Rp250.000.000 s.d Rp500.000.000 25%Diatas Rp500.000.000 30%

    LAIN-LAIN

    1. Formulir 1721I wajib disampaikan hanya pada Masa Pajak Desember.Pemotong Pajak tidak perlu menyampaikan formulir 1721-A1/A2 sebagailampiran dari SPT Masa PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26, namun wajibmemberikan bukti pemotongan 1721-A1/A2 kepada Pegawai Tetap atauPenerima Pensiun atau Tunjangan Hari Tua/Tabungan Hari Tua/Jaminan HariTua maupun kepada Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Polri, Pejabat Negaradan Pensiunannya.

    2. Formulir 1721II wajib disampaikan hanya pada saat ada Pegawai Tetap yangkeluar dan/atau ada Pegawai Tetap yang masuk dan/atau ada Pegawai yangbaru memiliki NPWP.

    3. Formulir 1721T wajib dilampirkan pada saat pertama kali Wajib Pajakberkewajiban untuk menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21dan/atau Pasal 26.

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    15/32

    Pajak Penghasilan Pasal 23

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    16/32

    Pajak Penghasilan Pasal 23

    Dasar Hukum

    1. Pasal 4 Ayat (1) Huruf f, Pasal 4 Ayat (3) huruf f, Pasal 23 , Pasal 17 Ayat (2c) UU Nomor 36Tahun 2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang perubahan keempat atas UU Nomor 7 Tahun

    1983 tentang Pajak Penghasilan

    2. PP 94 TAHUN 2010 sebagai pengganti PP 138 Tahun 2000 (berlaku sejak 30 Desember 2010)tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan PPh dalam Tahun Berjalan

    3. PMK-251/PMK.03/2008 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang Penghasilan atas Jasa Keuanganyang Dilakukan oleh Badan Usaha yang Berfungsi sebagai Penyalur Pinjaman dan/ atau Pembiayaan

    yang Tidak Dilakukan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23

    4. PER-38/PJ./2009 (berlaku sejak 1 Juli 2009) tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak

    Objek PPh Pasal 23

    Objek PPh Pasal 23 adalah bunga dan imbalan lainnya termasuk premium maupun diskonto yang

    merupakan bunga antar pinjaman yang diterima atau diperoleh oleh WP OP DN maupun WP BadanDN dari pihak pembayar bunya yang merupakan pemotong PPh Pasal 23

    Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminanpengembalian utang.

    Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya. Premiummerupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi.

    Diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Diskonto merupakanpenghasilan bagi yang membeli obligasi.

    Bunga Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 23

    1. Jika penghasilan dibayar/ terutang kepada Bank (karena dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal23 sesuai Pasal 23 ayat (4) huruf a UU Nomor 36 Tahun 2008)

    2. Jika penghasilan dibayar/ terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagaipenyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri

    Keuangan (PMK-251/PMK.03/2008). (karena dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 sesuaiPasal 23 ayat (4) huruf h UU Nomor 36 Tahun 2008). Keterangan:a. Penghasilan yang dibayar/ terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan penyalur pinjaman dan/

    atau pembiayaan yang dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23 adalah penghasilan berupa bungaatau imbalan lain yang diberikan atas penyaluran pinjaman dan/atau pemberian pinjaman (termasuk

    pembiayaan berbasis syariah) (Pasal 1 ayat (2) PMK-251/PMK.03/2008).

    b. Badan Usaha yang dimaksud terdiri dari: (Pasal 1 ayat (3) PMK-251/PMK.03/2008).

    Perusahaan pembiayaan yang merupakan badan usaha diluar Bank dan lembaga keuangan bukan

    Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk bidang usaha lembagapembiayaan dan telah memperoleh ijin usaha dari Menteri Keuangan.

    Badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah yang khusus didirikan untukmemberikan sarana pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, termasuk PT(Persero) Permodalan Nasional Madani.

    3. Bunga Deposito, Tabungan (yang didapatkan dari Bank), dan Diskonto SBI (karena termasukpemotongan PPh Pasal 4(2))

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    17/32

    4. Bunga Obligasi (karena termasuk pemotongan PPh Pasal 4(2))

    5. Bunga simpanan yang dibayarkan Koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi (WP OP)

    (karena termasuk pemotongan PPh Pasal 4(2))

    Tarif

    1. 15% dari Penghasilan Bruto dan bersifat tidak final

    2. Dalam hal WP yang menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek PPh Pasal 23tidak memiliki NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% daripada tarif yang

    seharusnya Pasal 23 ayat (1a) UU Nomor 36 Tahun 2008)

    Saat Terutang Atau Saat Pemotongan

    1. Saat Pemotongan : Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 UU PPh dilakukan pada akhir bulandibayarkannya penghasilan, disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau jatuh temponyapembayaran penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu. (PP

    94 Tahun 2010 Pasal 15 ayat (3)

    2. Saat Terutang : Saat terutangnya Pajak Penghasilan Pasal 23 UU PPh adalah pada saat

    pembayaran, saat disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen) dan jatuh tempo (seperti: bunga dansewa), saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa

    teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya). (Penjelasan PP 94 Tahun 2010 Pasal 15 ayat (3)

    Yang dimaksud dengan "saat jatuh tempo pembayaran" (seperti : untuk bunga atau sewa) adalah

    saat kewajiban untuk melakukan pembayaran yang didasarkan atas kesepakatan, baik yang tertulis

    maupun tidak tertulis dalam kontrak atau perjanjian atau faktur.

    Pinjaman Tanpa Bunga Dari Pemegang Saham

    1. Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan

    terbatas diperkenankan apabila:

    a. Pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham itu sendiri dan bukan berasal daripihak lain;

    b. modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi pinjaman telah disetor seluruhnya;

    c. pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi; dan

    d. perseroan terbatas penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsunganusahanya.

    2. Apabila pinjaman yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas dari pemegang

    sahamnya tidak memenuhi ketentuan ini,maka atas pinjaman tersebut terutang bunga dengan tingkat

    suku bunga wajar.

    Yang dimaksud dengan "tingkat suku bunga wajar" adalah tingkat suku bunga yang berlaku yang

    ditetapkan sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman (best practice) jika transaksi dilakukan diantara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat(4) UU PPh.

    Pajak Penghasilan atas Persewaan Tanah dan atu Bangunan

    Pengertian

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    18/32

    Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari Persewaan tanah dan

    atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran,

    rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.Yang tidak termasuk persewaan tanah dan atau bangunan yang terutang Pajak:Penghasilan yang bersifat final apabila persewaan kamar dan ruang rapat di hotel dan sejenisnya.

    Objek dan Tarif

    Atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan PPh final sebesar 10% (sepuluhpersen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.

    Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atauterutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun juga yang berkaitan dengan tanahdan/atau bangunan yang disewakan termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan,

    biaya fasilitas lainnya dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupunyang disatukan.

    Pemotong PPh

    Pemotong PPh atas penghasilan yang diterima dari persewaan tanah dan/atau bangunan adalah :1. Apabila penyewa adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan, dalam negeri, penyelenggara

    kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilian perusahaan luar negeri lainnya danorang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, maka Pajak Penghasilan yang

    terutang wajib dipotong oleh penyewa dan penyewa wajib memberikan bukti potong kepada yangmenyewakan atau yang menerima penghasilan;

    2. Apabila penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak Penghasilan selain yang tersebutpada butir 1 di atas, maka Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh pihak yangmenyewakan.

    Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan

    1. Saat Terutang PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan terutang pada saat

    pembayaran atau terutangnya sewa.

    2. Penyetoran dan Pelaporan

    a. Dalam hal PPh terutang harus dilunasi melalui pemotongan oleh penyewa, penyetoran ke bankpersepsi dan Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulanpembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).

    b. Untuk pelaporan pemotongan dan penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak atauKantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan

    berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan SPT MasaPPh Pasal 4 ayat(2).

    c. Dalam hal PPh terutang harus disetor sendiri oleh yang menyewakan, maka yang menyewakanwajib menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya

    tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa denganmenggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).

    d. Untuk pelaporan penyetorannya dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor PelayananPenyuluhan dan Konsultasi Perpajakan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnyasetelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4

    ayat(2).

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    19/32

    Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan pajak bertepatan dengan hari liburtermasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari

    kerja berikutnya.

    Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Penghasilan Modal dan Penyerahan Jasa

    Pengertian

    Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari

    modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

    Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23

    1. Pemotong PPh Pasal 23:a. badan pemerintah;

    b. Subjek Pajak badan dalam negeri;

    c. penyelenggaraan kegiatan;

    d. bentuk usaha tetap (BUT);

    e. perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;

    f. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.2. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:a. WP dalam negeri;

    b. BUT

    Tarif dan Objek PPh Pasal 23

    1. 15% dari jumlah bruto atas:

    a. dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga, dan royalti;

    b. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.

    2. 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta kecuali

    sewa tanah dan/atau bangunan.3. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.

    4. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, yaitu:a. Jasa penilai;

    b. Jasa Aktuaris;

    c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;

    d. Jasa perancang;

    e. Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan oleh BUT;

    f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas;

    g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;

    h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;

    i. Jasa penebangan hutan

    j. Jasa pengolahan limbah

    k. Jasa penyedia tenaga kerja

    l. Jasa perantara dan/atau keagenan;

    m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan KSEI dan KPEI;

    n. Jasa kustodian/penyimpanan-/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;

    o. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    20/32

    p. Jasa mixing film;

    q. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;

    r. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selainyang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin

    dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi

    s. Jasa perawatan / pemeliharaan / pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC,

    dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidangkonstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi

    t. Jasa maklon

    u. Jasa penyelidikan dan keamanan;

    v. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;

    w. Jasa pengepakan;

    x. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lainuntuk penyampaian informasi;

    y. Jasa pembasmian hama;

    z. Jasa kebersihan atau cleaning service;aa. Jasa katering atau tata boga.5. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% ebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23

    6. Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan,

    disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjekpajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luarnegeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:a. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan

    dengan pekerjaan yang diabayarkan oleh WP penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang

    melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;

    b. Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material (dibuktikan dengan faktur

    pembelian);c. Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihakketiga(dibuktikan dengan faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis);

    d. Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah

    yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur

    tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:e. Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa katering;

    f. Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa, telah dikenakan pajak yangbersifat final;

    Penghitungan PPh Pasal 23 terutang menggunakan jumlah bruto tidak termasuk PPN

    Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23:1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;

    2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi

    3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalamnegeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan

    bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    21/32

    b. bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang memberikandividen paling rendah 25% ( dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

    c. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak

    terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unitpenyertaan kontrak investasi kolektif;

    d. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;e. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsisebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.

    Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23

    1. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan untuk dibayar, atautelah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.

    2. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya

    setelah bulan saat terutang pajak.

    3. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah MasaPajak berakhir.

    Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23 bertepatan dengan hari

    libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan padahari kerja berikutnya.

    Bukti Pemotong PPh Pasal 23

    Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang

    Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    22/32

    Pajak Pertambahan Nilai

    (PPN)

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    23/32

    PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas :a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan olehpengusaha;b. impor Barang Kena Pajak;

    c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan olehpengusaha;d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean;e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; danh. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

    PELAPORAN USAHA UNTUK DIKUKUHKAN SEBAGAI PENGUSAHA KENAPAJAK

    (PKP)Pengusaha yang melakukan :- penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak(JKP) di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena PajakBerwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, dan/atau ekspor Barang Kena Pajak TidakBerwujud;- pengusaha kecil yang memilih dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,wajib melaporkan usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak setempat untukdikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan wajib memungut, menyetordan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas BarangMewah (PPnBM) yang terutang.

    PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BarangKena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkanUndang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atasBarang Mewah.

    PENGUSAHA KECILPengusaha kecil dibebaskan dari kewajiban mengenakan/memungut PPN ataspenyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) sehingga tidakperlumelaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, kecuali

    apabilaPengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, makaUndang-undang PPN & PPnBM berlaku sepenuhnya bagi pengusaha kecil tersebut.Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukanpenyerahanBKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidaklebih dari Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    24/32

    BARANG DAN JASA YANG TIDAK DIKENAI PPN

    Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan Barang Kena Pajak dan Jasa KenaPajak, sehingga dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jenis

    jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas BarangMewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-UndangNomor 42 Tahun 2009.

    A. JENIS BARANG YANG TIDAK DIKENAI PPN

    1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung darisumbernya meliputi :a. minyak mentah (crude oil);b. gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi

    langsung oleh masyarakat;c. panas bumi;d. asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batupermata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit,granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat,opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk,tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif,zeolit, basal, dan trakkit;e. batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara; danf. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, sertabijih bauksit.

    2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyakmeliputi :a. beras;b. gabah;c. jagung;d. sagu;e. kedelai;f. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;g. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui prosesdisembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidakdikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau

    direbus;h. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, ataudikemas;i. susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupundipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/ataudikemas atau tidak dikemas;

    j. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melaluiproses cuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    25/32

    atau tidak dikemas; dank. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/ataudisimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung,dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat

    maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usahajasa boga atau katering.4. Uang, emas batangan, dan surat berharga.

    B. JENIS JASA YANG TIDAK DIKENAI PPN1. Jasa pelayanan kesehatan medis, meliputi :a. jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;b. jasa dokter hewan;c. jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi;d. jasa kebidanan dan dukun bayi;e. jasa paramedis dan perawat;

    f. jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan,dan sanatorium;g. jasa psikolog dan psikiater; danh. jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal.2. Jasa pelayanan sosial meliputi:a. jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;b. jasa pemadam kebakaran;c. jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;d. jasa lembaga rehabilitasi;e. jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk krematorium;danf. jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial.3. Jasa pengiriman surat dengan perangko, meliputi jasa pengiriman surat denganmenggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain pengganti perangkotempel.4. Jasa keuangan, meliputi:a. jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka,sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakandengan itu;b. jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada

    pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupundengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;

    c. jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa: sewa guna usaha dengan hak opsi; anjak piutang; usaha kartu kredit; dan/atau pembiayaan konsumen;d. jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariahdan fidusia; dane. jasa penjaminan.

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    26/32

    5. Jasa asuransi, merupakan jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian,asuransi jiwa, dan reasuransi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepadapemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agenasuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi.6. Jasa keagamaan, meliputi :

    a. jasa pelayanan rumah ibadah;b. jasa pemberian khotbah atau dakwah;c. jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan; dand. jasa lainnya di bidang keagamaan.7. Jasa pendidikan, meliputi :a. jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraanpendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikankedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan jasapenyelenggaraan pendidikan luar sekolah.8. Jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerjaseni dan hiburan.

    9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan meliputi jasa penyiaran radio atau televisibaik yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta yang tidak bersifatiklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.10. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeriyang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luarnegeri.11. Jasa tenaga kerja, meliputi :a. jasa tenaga kerja;b. jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerjatidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; danc. jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja.

    12. Jasa perhotelan, meliputi :a. jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan,motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuktamu yang menginap; danb. jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel,rumah penginapan, motel, losmen dan hostel.13. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahansecara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansipemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pemberian IjinUsaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak dan pembuatan KartuTanda Penduduk (KTP).14. Jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/atau pengusaha kepada pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran.15. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam atau koin yangdiselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta.16. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos.17. Jasa boga atau katering.

    CARA MENGHITUNG

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    27/32

    PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN PAJAK PENJUALAN ATASBARANG MEWAH (PPnBM)

    PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak denganDasar Pengenaan Pajak (DPP).

    TARIF PPN & PPnBM

    1. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen).2. Tarif PPN sebesar 0% (sepuluh persen) diterapkan atas: ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Berwujud; ekspor BKP Tidak Berwujud; dan ekspor Jasa Kena Pajak.3. Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200%(dua ratus persen).4. Tarif PPnBM atas ekspor BKP yang tergolong mewah adalah 0% (nol persen).

    DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP)

    Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yangterutang, berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilailain yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.1. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atauseharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP),tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potonganharga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.2. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang dimintaatau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak(JKP),ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapitidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan potonganharga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayaratau seharusnya dibayar oleh penerima jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajakdan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.3. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masukditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalamperaturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPNyang dipungut menurut Undang-Undang PPN.

    4. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau

    seharusnya diminta oleh eksportir.5. Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajakdengan Keputusan Menteri Keuangan.Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut :a. untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantiansetelah dikurangi laba kotor;b. untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah Harga Jual atauPenggantian setelah dikurangi laba kotor;

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    28/32

    c. untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan hargajual rata-rata;d. untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;e. untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;f. untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut

    tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saatpembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar;g. untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknyadan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokokpenjualan atau harga perolehan;h. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang;i. untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10 % (sepuluh persen) dari

    jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atauj. untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10%(sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

    FAKTUR PAJAK

    Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak(PKP)yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa KenaPajak(JKP).Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap: penyerahan Barang Kena Pajak; penyerahan Jasa Kena Pajak; ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak.

    Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak meliputi seluruhpenyerahanyang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajakyangsama selama 1 (satu) bulan kalender yang disebut dengan Faktur Pajak gabungan.

    SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK

    Faktur Pajak harus dibuat pada: saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum

    penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahappekerjaan; atau saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangantersendiri.Faktur Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BarangKena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP setelah jangka waktu 3 bulan sejak saat Faktur

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    29/32

    Pajak seharusnya dibuat, dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak.

    KETENTUAN PEMBUATAN FAKTUR PAJAK

    Faktur Pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak dengan ketentuan sebagai

    berikut :a. dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP ataupenyerahan JKP yang paling sedikit memuat :1) nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;2) nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;3) jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potonganharga;4) PPN yang dipungut;

    5) PPn BM yang dipungut;6) kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan7) nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

    b. Setiap Faktur Pajak harus menggunakan Kode dan Seri Faktur Pajak yang telahditentukan di dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak, yaitu : kode Faktur Pajak terdiri dari :(1) 2 (dua) digit Kode Transaksi;(2) 1 (satu) digit Kode Status; dan(3) 3 (tiga) digit Kode Cabang. nomor seri Faktur Pajak terdiri dari :(1) 2 (dua) digit Tahun Penerbitan; dan(2) 8 (delapan) digit Nomor Urut.c. bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentinganPengusaha

    Kena Pajak dan dalam hal diperlukan dapat ditambahkan keterangan lain selainketerangan sebagaimana dimaksud dalam butir a di atas. Pengadaan formulir FakturPajak dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.d. Faktur Pajak paling sedikit dibuat dalam rangkap dua yaitu :- lembar ke-1 : Untuk Pembeli BKP atau Penerima JKP sebagai bukti PajakMasukan.- lembar ke-2 : Untuk PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagai buktiPajak Keluaran.Dalam hal Faktur Pajak dibuat lebih dari rangkap dua, maka harus dinyatakan secara

    jelas penggunaannya dalam lembar Faktur Pajak yang bersangkutan.e. Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak

    ditandatanganitermasuk kesalahan dalam pengisian kode dan nomor seri merupakan Faktur Pajakcacat;f. dalam hal rincian BKP atau JKP yang diserahkan tidak dapat ditampung dalam satuFaktur Pajak, maka PKP dapat membuat Faktur Pajak dengan cara :- dibuat lebih dari satu Faktur Pajak yang masing-masing menggunakan kode dannomor seri Faktur Pajak yang sama,ditandatangani setiap lembarnya, dan khususuntuk pengisian baris Harga Jual/ Penggantian/ Uang Muka/ Termijn, Potongan

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    30/32

    Harga, Uang Muka yang telah diterima, Dasar Pengenaan Pajak, dan PPN cukupdiisi pada lembar Faktur Pajak terakhir; atau- dibuat satu Faktur Pajak asalkan menunjuk nomor dan tanggal Faktur Penjualanyang bersangkutan dan faktur penjualan tersebut merupakan lampiran FakturPajak yang tidak terpisahkan.

    g. PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama pejabat (dapatlebih dari 1 orang termasuk yang diberikan kuasa) yang berhak menandatanganiFaktur Pajak disertai contoh tandatangannya kepada Kepala KPP di tempat PKPdikukuhkan paling lambat pada saat pejabat yang berhak menandatangani mulaimenandatangani Faktur Pajak.h. Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai denganketentuan pada huruf a di atas dapat dipersamakan sebagai Faktur Pajak.i. atas Faktur Pajak yang cacat, atau rusak, atau salah dalam pengisian, atau penulisan,atau yang hilang, PKP yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat membuatFaktur Pajak Pengganti.

    DOKUMEN TERTENTU YANG KEDUDUKANNYA DIPERSAMAKAN DENGAN

    FAKTURPAJAK

    Dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak paling sedikit harusmemuat :a. nama, alamat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan;b. nama pembeli BKP atau penerima JKP;c. jumlah satuan barang apabila ada;d. Dasar Pengenaan Pajak; dane. jumlah pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak adalah :

    a. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor olehpejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiridengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEBtersebut;b. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh Bulog/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu;c. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh PERTAMINAuntukpenyerahan Bahan Bakar Minyak dan/atau bukan Bahan Bakar Minyak;d. Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi;e. Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang dibuat/

    dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;f. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasakepelabuhanan;g. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik;h. Pemberitahuan Ekspor Jasa Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang dilampiridengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan denganPemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, untukekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    31/32

    i. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan dilampiri dengan Surat Setoran Pajak,Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti pungutan pajakoleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang merupakan satu kesatuan yang tidakterpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor Barang Kena Pajak; dan

    j. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan

    Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean.

    LARANGAN MEMBUAT FAKTUR PAJAK

    Orang Pribadi atau Badan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajakdilarangmembuat Faktur Pajak.

    SANKSI

    PKP dikenai sanksi administrasi sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak apabila tidak

    membuat Faktur Pajak, tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap, dan melaporkanFaktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak.

  • 7/22/2019 PPH pasal 21, pasal 23, pasal 4(2), dan PPN

    32/32

    Daftar Pustaka

    1. http://renia.staff.gunadarma.ac.id/

    2. http://ocw.gunadarma.ac.id/3. http://www.pajak.go.id/

    http://renia.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/27578/tarif+pajak+pasal+21.pdfhttp://renia.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/27578/tarif+pajak+pasal+21.pdfhttp://ocw.gunadarma.ac.id/http://ocw.gunadarma.ac.id/http://www.pajak.go.id/sites/default/files/info-pajak/PPh%20Pasal%2021.pptxhttp://www.pajak.go.id/sites/default/files/info-pajak/PPh%20Pasal%2021.pptxhttp://www.pajak.go.id/sites/default/files/info-pajak/PPh%20Pasal%2021.pptxhttp://ocw.gunadarma.ac.id/http://renia.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/27578/tarif+pajak+pasal+21.pdf